EFEKTIVITAS DAN KUALITAS PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA)
www.solopos.com/.../rusunawa-semanggi-796 I.
PENDAHULUAN Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, yang berfungsi dalam
mendukung terselenggaranya pendidikan, keluarga, persemaian budaya, peningkatan kualitas generasi yang akan datang dan berjati diri. Salah satu permasalahan utama Pertumbuhan penduduk perkotaan adalah peningkatan permintaan akan rumah. Permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia adalah permasalahan pemukiman penduduk khususnya di kota-kota besar. Kendala yang dihadapi adalah terbatasnya lahan perkotaan. Salah satu alternatif untuk memecahkan
kebutuhan
rumah
di
perkotaan
yang
terbatas
adalah
dengan
mengembangkan model hunian secara vertikal berupa bangunan rumah susun. Untuk masyarakat ekonomi menengah ke bawah, Pemerintah membangun rumah susun sederhana dengan sistem sewa. Untuk memenuhi kebutuhan pokok akan rumah tinggal yang sangat meningkat, khususnya pada daerah-daerah perkotaan dan daerahdaerah industri, Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) menjadi alternatif dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal. Sejak pertama dibangunnya Rumah Susun Sederhana Sewa oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya dari RPJMN 2004-2009, permasalahan tak kunjung usai. Karenanya, dambaan agar Rusunawa menjadi model alternatif penurunan kawasan kumuh di perkotaan melalui penyediaan hunian vertikal semakin memudar. Dari masalah lahan, infrastruktur dasar seperti air minum, listrik, hingga aksesibilitas dan fasilitas umum. Dari 193 Twin Block (TB) yang telah dibangun Ditjen Cipta Karya tahun 2004-2009, permasalahan tersebut menjadikan 53 TB diantaranya belum dihuni.
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 1
Sebenarnya kondisi tersebut bisa dicegah jika sejak awal ada sinergi pemerintah pusat dan daerah dan dibarengi komitmen yang kuat dari Pemda sesuai peraturan yang berlaku. Pembangunan
Rusunawa
adalah
salah
satu
solusi
dalam
penyediaan
permukiman layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Rusunawa seharusnya mampu membantu perkotaan dalam menyediakan hunian yang layak untuk warganya. Perkotaan masih menjadi penanggung beban paling berat terkait penyediaan perumahan. Hingga tahun 2009 pembangunan atau pengembangan rumah baru mencapai 600.000 unit per tahun. Jumlah kekurangan rumah (backlog) mengalami peningkatan dari 4,3 juta unit pada tahun 2000 menjadi 5,8 juta unit pada tahun 2004 dan 7,4 juta unit pada akhir tahun 2009. Kondisi tersebut diperkirakan akan terus berakumulasi di masa yang akan datang akibat adanya pertumbuhan rumah tangga baru rata-rata sebesar 820.000 unit rumah per tahun.1 II.
PERMASALAHAN 1.
Apakah syarat yang harus dipenuhi dalam pembangunan Rusun?
2.
Dasar Hukum apa yang perlu diperhatikan, terkait dengan efektivitas dan kualitas pembangunan rusunawa, terutama bagi rusunawa yang menggunakan dana APBN/APBD dalam pembangunannya?
III.
PEMBAHASAN A. RUMAH SUSUN SECARA UMUM Keberadaan Rusun di Indonesia diatur dengan UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun). Rumah susun (Rusun) adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagianbagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.2 Rusun dapat dibangun di atas tanah Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB) atau hak pakai (HP) di atas tanah Negara; dan HGB atau HP di atas tanah hak pengelolaan (HPL).3
1 2 3
Editorial Buletin Cipta Karya, Edisi 12/Tahun VIII/Desember 2010. Pasal 1 ayat (1) UU Rusun. Pasal 17 UU Rusun.
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 2
Selain dibangun di atas tanah sebagaimana dimaksud diatas, rumah susun umum dan/atau rumah susun khusus dapat dibangun dengan:4 a. pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah; atau b. pendayagunaan tanah wakaf. Dilihat dari status penguasaannya Sarusun umum ada dua macam:5 yang pertama
adalah
Rumah
Susun
Sederhana
Sewa
(Rusunawa).
Rusunawa
dimaksudkan untuk disewakan kepada anggota masyarakat terutama MBR yang belum mampu membeli rumah meskipun dengan angsuran melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pembangunan Rusunawa sampai saat ini masih bergantung kepada APBN ataupun APBD. Yang kedua adalah Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami). Rusunami ini dibangun untuk maksud diperjual belikan dalam pasar perumahan. UU Rusun mengatur bahwa pembangunan apartemen komersial harus tetap mengedepankan
pola
hunian
berimbang
dengan
membangun
rumah
susun
menengah bawah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Kepedulian terhadap pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah terlihat dari adanya kewajiban pelaku pembangunan apartemen komersial untuk menyediakan rumah susun umum sedikitnya 20% dari total luas lantai apartemen komersial. UU Rusun mengatur pula soal tenggat waktu pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) paling lambat dalam jangka waktu satu tahun setelah unit rumah susun
mulai
terjual.
Aturan
itu
menjamin
penghuni
untuk
mengatur
dan
memutuskan berbagai kebutuhan mereka secara bersama-sama tanpa intervensi dari developer. Dan diatur pula mengenai hak suara penghuni dan pengembang. Di samping itu ada aturan yang memungkinkan pemanfaatan lahan milik negara atau daerah untuk pembangunan rumah susun umum atau rumah susun khusus. Undang-undang juga memberikan perlindungan terhadap konsumen rumah susun, antara lain pengaturan pada pemasaran, baik yang dilakukan sebelum maupun sesudah pembangunan. Terkait sanksi, pengembang yang melanggar ketentuan menyediakan sekurang-kurangnya 20% rumah susun umum dan rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan menengah bawah akan dikenakan sanksi berat. Pengembang dapat dikenai denda paling banyak Rp 20 miliar atau dipidana penjara paling lama dua tahun. Denda tersebut akan disalurkan kembali oleh
4
Pasal 18 UU Rusun. Pasal 45 ayat (1) UU Rusun : “ Penguasaan sarusun pada rumah susun umum dapat dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa”. 5
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 3
pemerintah untuk pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus lainnya. UU Rusun melengkapi undang-undang lain di bidang perumahan yakni Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Kedua undang-undang ini nantinya menjadi pedoman bagi pemerintah dan seluruh stakeholder perumahan dalam mengatasi ketersediaan rumah khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. UU Rusun juga mengatur mengenai kemudahan serta bantuan yang dapat dinikmati masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk pengembang yang dapat menikmati insentif jika membangun rumah susun. Masyarakat dapat memperoleh kredit kepemilikan rumah susun dengan suku bunga yang rendah, jangka waktu kredit yang panjang, keringanan biaya sewa rumah susun, asuransi dan penjaminan kredit pemilikan rumah susun, sertifikasi rumah susun, serta insentif perpajakan lainnya. Sementara pengembang dapat memperoleh insentif berupa fasilitas kredit konstruksi, pengadaan tanah, proses sertifikasi
tanah,
perizinan,
insentif
perpajakan,
serta
bantuan
penyediaan
prasarana, sarana, dan utilitas umum. UU Rusun juga mengamanatkan pemerintah khususnya melalui Kementerian Perumahan Rakyat untuk menyusun peraturan perundang-undangan yang meliputi 15 peraturan pemerintah dan enam peraturan menteri. Kehadiran peraturan pelaksana itu nantinya diharapkan mampu mendorong percepatan pembangunan perumahan rakyat. B. RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) Rusunawa, adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 4
Rusunawa dapat diartikan sebagai berikut, bangunan gedung bertingkat yang dibangun di suatu lingkungan baik dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa dengan fungsi utamanya sebagai hunian.6 Berdasarkan UU Rusun Tata cara pelaksanaan pinjam-pakai atau sewa diatur dalam peraturan pemerintah dan Tata cara pelaksanaan pinjam-pakai, sewa, atau sewa-beli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.7 Pembangunan
Rusunawa
saat
ini
adalah
program
pemerintah
yang
dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum untuk mengatasi kawasan kumuh perkotaan. Satuan Rusunawa, yang selanjutnya disebut sarusunawa, adalah unit hunian pada rusunawa yang dapat digunakan secara perorangan berdasarkan ketentuan persewaan dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Sasaran penghuni rusunawa adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok MBR sesuai peraturan yang berlaku dan melakukan perjanjian sewa sarusunawa dengan badan pengelola. MBR adalah keluarga/rumah tangga yang berpenghasilan sampai dengan Rp. 2.000.000 perbulan (PERMENPERA Nomor: 08/PERMEN/M/2006),
sedangkan
menurut
Murbaintoro
(2002)
MBR
adalah
masyarakat dengan kategori penghasilan antara Rp. 350.000 sampai Rp. 1.300.000. Menurut Yudohusodo (1991), Sistem sewa pada umumnya berkembang di daerah pusat kota, dekat dengan tempat kerja, dimana harga lahan sudah sangat tinggi
dan
tidak
sesuai
dengan
kemampuan
kepemilikan
masyarakat
pada
umumnya. Sistem sewa menyewa di Indonesia sudah berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda. Peraturan mengenai hal ini pun telah dituangkan dalam Burgerlijke Woning Regeling (sewa menyewa bagi pegawai negeri). Pemerintah dalam UU No. 3 tahun 1958 juga telah mengatur tentang urusan perumahan yang intinya mengenai penguasaan perumahan dan peruntukan penghuniannya. Khusus mengenai sewa menyewa selama ini diatur dalam PP No. 17 dan PP No. 49 tahun 1963, PP No. 55 tahun 1981.
6 7
Peraturan Menegpera nomor 18 tahun 2007. Pasal 45 ayat (7) dan (8) UU Rusun.
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 5
Dasar teori dalam pembangungan Rusunawa antara lain:8 1.
Aspek Kontribusi Calon Penghuni Dalam Inpres nomor 05/1990 tentang Peremajaan Pemukiman Kumuh di atas Tanah Negara, disebutkan bahwa dalam menentukan lokasi pemukiman kumuh yang akan diremajakan, disamping harus sesuai dengan Pola Dasar Rencana Pembangunan Daerah dan/atau Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), perlu ada pendekatan kepada masyarakat setempat agar masyarakat berperan secara aktif dalam proses peremajaan tersebut. Sedangkan dalam Kepmenpera nomor 06/KPTS/1994 tentang Pedoman Umum Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok, disebutkan bahwa pembangunan perumahan yang bertumpu pada masyarakat adalah pola pembangunan yang mendudukan masyarakat (individu/kelompok) sebagai pelaku
utama
dan
penentu
dimana
semua
keputusan
dan
tindakan
pembangunan didasarkan pada aspirasi masyarakat, kepentingan masyarakat, Kemampuan masyarakat, Upaya masyarakat. Turner (1976) menyatakan ketika penghuni dilibatkan dalam keputusan besar dan bebas membuat masukan dalam perancangan, pembangunan atau pengelolaan rumahnya, baik proses maupun lingkungan yang dihasilkan akan mendorong dirinya dan masyarakat untuk sejahtera. Sebaliknya, bila penghuni tidak mempunyai kontrol dan tanggung jawab terhadap keputusan penting dalam proses pembangunan rumahnya, maka lingkungan pemukiman yang dihasilkan hanya akan menjadi beban bagi pemenuhan kebutuhan dan aspek ekonomi penghuninya. 2. Aspek Keselamatan Lampiran
Menteri
Pekerjaan
Umum
nomor
05/PRT/M/2007
tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi menyebutkan struktur bangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi harus direncanakan secara terinci sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan,
apabila
memungkinkan
terjadi
penghuni
keruntuhan
menyelamatkan
kondisi diri.
strukturnya Rumah
masih
merupakan
wadah/penampungan yang tujuan utamanya adalah meneduhi dan melindungi penghuni dan isinya (Rapoport, 1969). 8
Anwar Hamid dan Happy Santosa, Kriteria Rusunawa untuk Pemukiman Kembali (Resettlement) Masyarakat Tepian Sungai Desa Batu Merah, Kota Ambon, dalam Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 6
3. Aspek Iklim Di dalam lampiran Menteri Pekerjaan Umum nomor 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi dikatakan sebagai berikut: a. Ventilasi Alami Bangunan rusuna bertingkat tinggi harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. b. Pencahayaan Alami Bangunan
rusuna bertingkat
tinggi harus mempunyai
bukaan untuk
pencahayaan alami yang optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan hunian dan fungsi masing-masing ruang di dalamnya. Pembangunan perumahan sangat berkaitan dengan iklim dimana bangunan tersebut dibangun (Archer, 1963). 4. Aspek Budaya Rumah adalah suatu lembaga bukan hanya struktur, yang dibuat untuk berbagai tujuan yang kompleks. Karena membangun suatu rumah merupakan suatu gejala budaya, maka bentuk dan pengaturan ini sangat dipengaruhi oleh budaya lingkungan pergaulan dimana bangunan tersebut berada (Rapoport, 1969). 5.
Aspek Keterjangkauan Sesuai PERMENPERA Nomor 18/PERMEN/M/2007 menyebutkan kriteria penetapan tarif rusunawa harus terjangkau oleh masyarakat menengah bawah khususnya MBR dengan besaran tarif tidak lebih besar 1/3 dari penghasilan, sedangkan kriteri besaran tarif ditetapkan dengan diferensiasi dan subsidi silang antar kelompok tarif penghuni. Menurut Turner (1976), permintaan efektif bila rumah tangga memiliki akses pilihan yang nyata dan seimbang antara harga dan pendapatan. Suatu keluarga dikatakan mampu membayar sewa rumah (ataupun angsuran sewa beli) jika persentase pengeluaran untuk sewa rumah ditambah biaya utilitas dasar, pajak dan asuransi adalah 20 sampai dengan 30% dari total pendapatan (US Departement of Housing and Urban Development, 2001).
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 7
6. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Perumahan bukan merupakan tempat perlindungan atau hanya fasilitas rumah tangga saja, tetapi terdiri dari sejumlah fasilitas, servis, dan utilitas yang menghubungkan
individu
dengan
keluarganya
untuk
berkumpul
dan
bermasyarakat pada daerah yang tumbuh dan berkembang (Banham, 1965). Kriteria Rusunawa yang Sesuai untuk Permukiman Kembali (Resettlement), antara lain: a. Alasan utama masyarakat tinggal, yaitu karena dekat dengan tempat kerja. Lokasi hunian yang dekat dengan tempat kerja membuat penyewa lebih memilih berjalan kaki ke lokasi kerja. Hal ini dilakukan untuk menghemat pengeluaran.
Dengan
melihat
kondisi
ini,
maka
penempatan
lokasi
rusunawa harus berada dalam radius jangkauan pejalan kaki menuju tempat kerja dan tempat melakukan aktifitas harian. b. Dalam menentukan luas hunian sebaiknya menggunakan luas hunian tempat asal sebagai luas minimum. Atau menggunakan standar luas Pusdiklat 7,2 m2/org atau standar Kepmen PU 9m2/org. Untuk mengatasi keberagaman luas hunian maka sebaiknya menggunakan modul fleksibel (kelipatan 3). Hunian perlu dilengkapi dengan fasilitas pribadi berupa ruang tidur, km/wc dan dapur. c. Tingkat interaksi antar warga Rusunawa yang sangat tinggi. Untuk mengakomodasi kebiasaan ini, maka bentuk koridor yang bisa digunakan adalah koridor tengah. Koridor ini harus di bangun di semua lantai tingkatannya agar proses interaksi secara horisontal tetap terjaga. Lebar koridor tengah yang dapat diterapkan adalah 2,4 m (20% dari luas keseluruhan sarusunawa di masing-masing lantai). Sedangkan akses secara vertikal yaitu tangga yang berfungsi tidak hanya mempermudah penghuni berpindah dari lantai satu ke lantai lainnya (sebagai akses keluar-masuk) dengan berjalan kaki, tapi juga berfungsi sebagai tempat interaksi penghuni secara vertikal maupun horisontal. Untuk itu lebar tangga minimal dapat memuat 2 orang. Lebar tangga yang disyaratkan minimal 1,20 m. Di setiap lantai perlu juga disediakan ruang bersama, sebagai tempat sosialisasi. d. Kondisi permukiman di lokasi penelitian, menunjukan semua hunian memiliki ventilasi. Untuk itu penghawaan di rusunawa harus memiliki bukaan permanen yang cukup besar menghadap arah ruang terbuka dan
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 8
teras. Bukaan permanen udara paling sedikit adalah 5% dari luas lantai sarusunawa. Untuk penerangan alami, perlu penyediaan jendela-jendela yang besarnya cukup. Luas jendela paling sedikit 15% dari luas lantai sarusuna untuk menerangi ruang-ruang yang ada di dalamnya. Orientasi jendela dan ventilasi harus sama. e. Jika dilihat penghasilan rata-rata, maka masyarakat pengguna rusunawa adalah mereka yang dikelompokkan ke dalam masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Untuk itu biaya sewa satuan rusunawa untuk setiap keluarga adalah maksimal sekitar 1/3 bagian dari pendapatan per bulan. f.
Dalam
suatu
lingkungan
rusunawa
harus
tersedia
prasarana
untuk
memberikan kemudahan bagi penghuni. Prasarana-prasarana yang harus disediakan antara lain berupa : 1. Jalan Klasifikasi jalan pada lingkungan rusunawa perlu disesuaikan dengan lokasi dimana rusunawa itu dibangun. 2. Air Minum Lingkungan rusunawa ini harus menyediakan sumber air bersih bagi penghuninya. Sumber air bersih ini sedapat mungkin disediakan per unit atau per lantai dan tidak secara sentral untuk seluruh area rusunawa. Kebutuhan air bersih dari tiap rumah tangga yaitu 100 liter/hari untuk setiap anggota keluarga, dengan kualitas jernih, tidak berasa dan tidak berbau. 3. Air Limbah Lingkungan rusunawa harus memiliki sarana pengolahan air limbah, baik yang berasal dari air bekas cucian, mandi ataupun kakus. Karena rusunawa memiliki fungsi yang hampir sama dengan perumahan, maka air limbah rumah tangga pengelolaannya cukup dengan menyediakan septic tank dan sumur resapan. 4. Pembuangan Sampah Dari hasil pengamatan, salah satu kebiasaan masyarakat tepian sungai adalah membuang sampah di sungai. Agar rusunawa tetap terjaga kebersihannya,
maka
sarana
pembuangan
sampah
harus
diperhitungkan dalam perencanaan dan perancangan rusunawa terkait dengan kesehatan lingkungan.
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 9
5. Jaringan Listrik Pada lingkungan rusunawa pasokan listrik diperhitungkan
dengan
standar minimal 450 VA per hunian. Sesuai Kontrak Kinerja Menteri Perumahan Rakyat dengan Presiden RI, diamanatkan bahwa sampai dengan Tahun 2012 harus dapat memastikan terbangunnya 685.000 unit RSH Bersubsidi, 180 tower Rusunami dan 380 TB Rusunawa berikut PSU pendukungnya. Porsi terbesar Anggaran Kemenpera adalah untuk pembangunan Rusunawa. Sasaran pembangunan Rusunawa Kemenpera sesuai RPJMN 2010-2014 adalah sebanyak 100 TB (Twin Block)9 pada tahun 2010, 100 TB pada tahun2011 dan 180 TB pada tahun 2012. Pada tahun 2013 dan 2014, Kemenpera tidak lagi memiliki alokasi anggaran pembangunan Rusunawa. Dengan demikian, alokasi anggaran Kemenpera yang terbesar sesuai RPJMN Tahun 2010-2014 adalah pada tahun 2012. Itu berarti 28,8 % anggaran Kemenpera 2010-2014 dialokasikan untuk pembangunan 70.000 unit Rusunawa. Dengan kondisi eksisting yang memperhitungkan: backlog, urbanisasi, kelangkaan Lahan di perkotaan, kapasitas fiskal daerah dan dukungan perumahan di daerah khusus (perbatasan) Kementerian Perumahan Rakyat dalam hal ini Deputi Bidang Perumahan Formal memiliki pembangunan rusunawa sebagai salah satu programnya. Kegiatannya pembangunan rusunawa meliputi:10 Ø
Sasaran:
Ø
Pertanahan yang disediakan oleh pengusul;
Ø
pekerja, TNI/POLRI, mahasiswa dan santri;
Program dan perencanaan meliputi: pemrograman pembangunan rusunawa, perencanaan pembangunan, dan verifikasi (administrasi dan teknis);
Ø Ø
Perijinan dengan dukungan Pemda dan Pemkot; Monitoring dan evaluasi yang meliputi: monitoring program, pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan dan evaluasi program;
Ø
Sumber anggaran: APBN dan dukungan sharing instansi pengususl atau pemda/pemkot setempat;
9 10
1 TB = 96 unit. Buku Saku Kementerian Perumahan Rakyat, Jakarta, Oktober 2011. Hal. 87.
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 10
Ø
Serta dukungan lainnya yang berupa sosialisasi, koordinasi, sinkronisasi program, bimbingan teknis, bantuan teknis, pendampingan dan pembinaan serta penghargaan kepada pengelola rusunawa. Benefit langsung yang diharapkan dapat tercapai adalah:
1. Terbangunnya Rusunawa/Rusus dan terpenuhinya kebutuhan unit hunian untuk kelompok sasaran; 2. Terciptanya Lapangan Kerja; 3. Meningkatnya pasokan Rumah Susun/Khusus. Sedangkan benefit tidak langsung yang diharapkan antara lain: 1. Berkontribusi terhadap pengurangan Backlog; 2. Peningkatan produktivitas; 3. Meningkatnya kesejahteraan; 4. Mendukung kegiatan belajar dan mencegah tawuran mahasiswa. Pembangunan
Rusunawa/
Rumah
Susun
Sederhana
Sewa
bertujuan
menyediakan rumah layak huni bagi seluruh keluarga Indonesia, khususnya MBR yang belum mempunyai kemampuan untuk meemnuhi kebutuhan rumahnya melalui
kepemilikan,
dengan
target
2010-1014
sebanyak
380
TB,
dan
pembangunan yang telah terlaksana sebanyak 49 TB pada tahun 2010 dan 143 TB 2011 pada tahun 2011.11 Pembangunan Rusunawa salah satunya dapat dilakukan dengan pola Unit Pelaksana
Teknis
(UPT)
yang
didasarkan
pada
kemampuan
atau
besarnya
penghasilan penghuni, bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan pendapatan maximum
sebesar
upah
minimum
kabupaten/kota
(UMK)
diarahkan
oleh
Pemerintah melalui APBN/ APBD yang tidak mengharapkan pengembalian investasi. C. EFEKTIVITAS DAN KUALITAS PEMBANGUNAN RUSUNAWA Pengadaan perumahan di perkotaan dalam jumlah besar bagi masyarakat berpenghasilan rendah di negara-negara berkembang merupakan persoalan yang cukup kompleks dan menghadapi banyak kendala. Menurut Bambang Panudju dalam bukunya yang berjudul ”Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah”, yang dikutip oleh R. Lisa Suryani dan Amy Marisa, kendala-kendala secara garis besar adalah sebagai berikut:
11
Buku Saku Kementerian Perumahan Rakyat, Jakarta, Oktober 2011. Hal. 88.
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 11
1.
Kendala pembiayaan. Hampir seluruh negara berkembang memiliki kemampuan ekonomi nasional yang rendah atau sangat rendah. Sebagian besar anggaran biaya pemerintah yang tersedia untuk pembangunan dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang menunjang infrastruktur,
perbaikan
ekonomi
pendidikan.
Dan
seperti
industri,
sebagainya.
pertanian,
Anggaran
pengadaan
pemerintah
untuk
pengadaan perumahan menempati prioritas yang rendah sehingga setelah dipakai untuk membayar makanan, pakaian, keperluan sehari-hari dan lainlain, hanya sedikit sekali yang tersisa untuk keperluan rumah. Sementara itu harga rumah terus meningkat sehingga pendapatan penduduk semakin jauh di bawah harga rumah yang termurah sekalipun. 2.
Kendala ketersediaan dan harga lahan. Lahan untuk perumahan semakin sulit di dapat dan semakin mahal, di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Meskipun kebutuhan lahan sangat mendesak, terutama untuk pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, usaha-usaha positif dari pihak pemerintah di negaranegara berkembang untuk mengatasi masalah tersebut belum terlihat nyata. Mereka cenderung menolak kenyataan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah memerlukan lahan untuk perumahan dalam kota dan mengusahakan lahan untuk kepentingan mereka.
3.
Kendala ketersediaan prasarana untuk perumahan. Ketersediaan
prasarana
pembuangan
air
untuk
limbah,
perumahan
pembuangan
seperti
sampah
jaringan
dan
air
minum,
transportasi
yang
merupakan persyaratan penting bagi pembangunan perumahan. Kurangnya pengembangan prasaranan, terutama jalan dan air merupakan salah satu penyebab utama sulitnya pengadaan lahan untuk perumahan di daerah perkotaan. 4.
Kendala bahan bangunan dan peraturan bangunan. Banyak
negara
berkembang
belum
mampu
memproduksi
bahan-bahan
bangunan tertentu seperti semen, paku, seng gelombang , dan lain-lain. Barang-barang tersebut masih perlu diimpor dari luar negeri sehingga harganya berada di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat. Selain itu, banyak standar dan peraturan-peraturan bangunan nasional di negara-negara berkembang yang meniru negara-negara maju seperti Inggris, Jerman, atau
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 12
Amerika
Serikat
yang tidak
sesuai
dan terlalu
tinggi
standarnya
bagi
masyarakat negara-negara berkembang. Kedua hal tersebut menyebabkan pengadaan rumah bagi atau oleh masyarakat berpenghasilan rendah sulit untuk dilaksanakan.12 Menurut
Yudohusodo
(1991),
dalam
membangun
rumah
sewa
perlu
diperhatikan beberapa aspek, yaitu : Ø Aspek ekonomi Rumah susun sewa yang berdekatandengan tempat kerja, tempat usaha atau tempat
berbelanja untuk
keperluan
sehari-hari
akan
sangat
membantu
menyelesaikan masalah perkotaan, terutama yang menyangkut masalah transportasi dan lalu lintas kota. Ø Aspek lingkungan Pada setiap lingkungan perumahan yang dibangun membutuhkan sejumlah rumah tambahan bagi masyarakat yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang
berbeda.
Melalui
penerapan
subsidi
silang
masih
dimungkinkan
membangun sejumlah rumah sewa yang dibiayai oleh lingkungan itu sendiri. Ø Aspek tanah perkotaan Rumah
susun
sewa
yang
secara
minimal
dapat
memenuhi
kebutuhan
masyarakat pada saat ini, tidak akan lagi memenuhi kebutuhan masyarakat di kemudian hari. Program peremajaan lingkungan dengan membangun kembali perumahan sesuai dengan standar yang dituntut, harus dilaksanakan agar lingkungan perkotaan tetap dapat terjamin kualitasnya. Dengan dikuasainya tanah dimana rumah susun sewa itu dibangun, program peremajaan lingkungan di masa mendatang dengan mudah dapat dilaksanakan. Ø Aspek investasi Pembangunan rumah susun sewa untuk masyarakat berpenghasilan rendah secara ekonomis kurang menguntungkan. Besarnya sewa tidak dapat menutup seluruh biaya investasinya. Akan tetapi apabila ditinjau dari nilai tanah perkotaan yang selalu meningkat sesuai dengan perkembangan kotanya, maka cadangan tanah yang dikuasai pemerintah akan selalu meningkat harganya.
12
R. Lisa Suryani dan Amy Marisa, “Aspek-aspek yang mempengaruhi Masalah Permukiman di perkotaan”, www.usu.ac.id.
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 13
Dengan nilai tanah tersebut, akan terpenuhi pengembalian sebagian atau seluruhnya biaya investasi. Ø Aspek keterjangkauan Untuk dapat mencapai sasaran yang tepat maka tarif sewa disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, atas dasar penghasilan yang nyata dan besarnya pengeluaran rumah tangga. Letak keberhasilan pembangunan dan penghunian rumah susun sewa tergantung pada lokasinya. Dari kelima aspek di atas masing-masing mempunyai nilai yang pasti harus dilengkapi, tetapi
juga tidak menutup
kemungkinan
dilakukannya
beberapa
penyesuaian tergantung pada lokasinya. Dari aspek ekonomi diharapkan lokasi yang menguntungkan terutama yang dekat dengan akses utama kota, tetapi dari sisi investasi ini akan kurang menguntungkan. Karenanya perlu kajian lebih dalam lagi untuk menyeimbangkan kelima aspek ini agar pembangunan rumah susun sewa dapat diterapkan dan memberikan manfaat yang semaksimal mungkin. Dalam pembangunan Rusunawa yang tak kalah pentingnya adalah Fasilitasi Administrasi Alih Aset Rusunawa yang digunakan. Kelengkapan data pendukung yang digunakan dalam fasilitasi administrasi alih aset Rusunawa adalah seperti yang disyaratkan dalam Permenkeu No. 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Dan berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat Kementerian Perumahan Rakyat Pembangunan Rusunawa di lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat dari tahun 2005-2010 sebanyak 138 Twin Block (TB), terdiri dari : 1. Rusunawa untuk Perguruan Tinggi Negeri/ Kementerian Pendidikan Nasional sebanyak 45 TB; 2. Rusunawa untuk Pekerja/ Pemerintah Daerah sebanyak 29,5 TB; 3. Rusunawa untuk Perguruan Tinggi Swasta, BUMN dan BUMD sebanyak 40,5 TB; 4. Rusunawa untuk Kementerian Agama, Kementerian Pertahanan dan Polri sebanyak 23 TB. Sedangkan Progres Penyerahan Rusunawa yaitu: a.
Serah terima Rusun Sewa Mahasiswa Rusun Sewa Mahasiswa yang telah diserahterimakan kepada Kementerian Pendidikan Nasional berdasarkan Berita Acara No.80/M/PL.03.01/05/2011-No.352/MPN/LL/2011, yaitu: 1. Rusunawa Universitas Indonesia (1 TB), Kota Depok dan;
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 14
2. Rusunawa Universitas Sam Ratulangi (1 TB), Kota Manado b.
Usulan Hibah Rusun Sewa Pekerja Rusun Sewa Pekerja yang telah diusulkan dengan mekanisme hibah ke Kementerian Keuangan melalui Surat No. S186/MK.06/2011 tanggal 6 April 2011: 1. Rusunawa Cingised Bandung (1TB) untuk diserahkan kepada Pemkot Bandung; 2. Rusunawa Muka Kuning Batam (1TB) untuk diserahkan kepada Pemkot Batam. Saat ini statusnya sedang dalam proses usulan untuk persetujuan Presiden RI di Kementerian Sekretariat Negara. Selain itu, juga telah diusulkan Hibah Rusun Sewa Pekerja sbb: Rusun Sewa Pekerja Siwalankerto (2 TB), yang saat ini masih dalam proses di Ditjen. Kekayaan Negara-Kemenkeu.
c.
Usulan Alih Status penggunaan BMN Rusun Sewa Mahasiswa: 1. Rusun Sewa Mahasiswa Universitas Diponegoro (1 TB); 2. Rusun Sewa Mahasiswa Universitas Udayana (1 TB); 3. Rusun Sewa Mahasiswa Universitas Hasanuddin (1 TB); 4. Rusun Sewa Mahasiswa Universitas Andalas (1 TB) Saat ini masih dalam proses di Ditjen. Kekayaan Negara-Kemenkeu.
D.
PENUTUP Dari paparan diatas poin-poin yang dapat dijadikan patokan untuk
menentukan
Kriteria
rusunawa
yang
sesuai
untuk
permukiman
kembali
(resettlement): a. Lokasi hunian. b. Luas hunian. c. Ruang privat. d. Ruang interaksi. e. Pencahayaan dan penghawaan alami. f. Biaya sewa. g. Prasarana & sarana. h. Kesehatan & keselamatan hunian.
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 15
Sedangkan salah satu kendala yang harus diperhatikan khususnya dalam pemeriksaan efektivitas dan kualitas pembangunan Rusunawa adalah kelengkapan data pendukung yang dipersyaratkan oleh Permenkeu No. 96/PMK.06/2007. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: 1.
UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2.
UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
3.
UU No. 33 Tahun 2005 Tentang Pemerintah Daerah;
4.
UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;
5.
UU No. 28 Tahun 2008 Tentang Bangunan Gedung;
6.
UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
7.
UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun;
8.
PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
9.
PP No. 40 tahun 1994 tentang Rumah Negara;
10. PP No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik. 11. PP No. 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang; 12. PP No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; 13. PP No. 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah; 14. PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. 15. PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah; 16. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; 17. Perpres No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2005; 18. Keppres No. 187/M Tahun 2004 tentang Susunan Kabinet Indonesia Bersatu; 19. Keppres No. 22 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan. 20. Permendagri No.3 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Rumah Susun. 21. Permendagri No. 74 Tahun 2007 tentang Pemberian Kemudahan Perizinan dan Insentif dalam Pembangunan Rumah Susun Sederhana di kawasan Perkotaan.
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 16
22. Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang
Milik Daerah; 23. Permenkeu No. 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara; 24. Permenkeu
No. 119/PMK.05/2007
tentang Persyaratan Administratif
Dalam
Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum; 25. Permenkeu No. 13 Tahun 2007 tentang Penentuan Tarif Sewa Barang Milik Negara. 26. Permenpera
No.
14/PERMEN/M/2007
tentang
Pengelolaan
Rumah
Susun
Sederhana Sewa. 27. Permenpera No. 18/PERMEN/M/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perhitungan Tarif Sewa Rumah Susun Sederhana Yang Dibiayai APBN dan APBD. 28. Permenpera
No.
02/PERMEN/M/2005
tentang
Organisasi
dan
Tata Kerja
Kementerian Negara Perumahan Rakyat sebagaimana telah diubah Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2006; 29. Permenpera No. 34/PERMEN/M/2006 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) Kawasan Perumahan; 30. Permenpera No. 02/PERMEN/M/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyerahan Kegiatan Selesai di Lingkungan Kementerian Negara Perumahan Rakyat; 31. Permenpera
No.
10/PERMEN/M/2007
tentang
Pedoman
Bantuan
Stimulan
Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU) Perumahan dan Permukiman; 32. Permen No.09/permen/m/2007 tentang Pemberian Pinjaman /Pembiayaan KPR Satuan Rusun Bagi PNS; 33. Permenpera
No.17/Permen/m/2008
tentang Permen
Standar
Dan
Prosedur
Pelaksanaan Subsidi Perumahan Melalui KPR Sarusuna Syariah Bersubsidi; 34. Permenpera No.16/Permen/m/2008 Permen Standar Dan Prosedur Pelaksanaan Subsidi Perumahan Melalui KPR Sarusuna Syariah Bersubsidi; 35. Permenpera No. 10/Permen/m/2008 Permen Tata Laksana Penghunian Dan Pengalihan Satuan Rumah Susun Sederhana Milik; 36. Permenpera No. 18/Permen/m/2007 Permen Petunjuk Pelaksanaan Perhitungan Tarif Sewa Rumah Susun Sederhana Yang Dibiayai APBN Dan APBD; 37. Permenpera
No.
14/Permen/m/2007
Permen
Pengelolaan
Rumah
Susun
Sederhana Sewa;
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 17
38. Permenpera No. 9 /Permen/m/2008 Permen Pedoman Bantuan Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa Pada Lembaga Pendidikan Tinggi Dan Lembaga Pendidikan Berasrama; 39. Permenpera No. 22 Tahun 2006 Keppres Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun Di Kawasan Perkotaan; 40. Permen PU Nomor 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknik Pembangunan Rumah Susun. Sumber: Ø
Ø
Ø Ø Ø
Prof.Dr.Maria S.W. Sumardjono.SH.MCL.MPA, Alternatif kebijakan pengaturan hak atas tanah beserta bangunan bagi warga Negara Asing dan Badan Hukum, Jakarta, 2008. Anwar Hamid dan Happy Santosa, Kriteria Rusunawa untuk Pemukiman Kembali (Resettlement) Masyarakat Tepian Sungai Desa Batu Merah, Kota Ambon, dalam Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya, 4 Agustus 2010. Buku Saku Kementerian Perumahan Rakyat, Jakarta, Oktober 2011. R. Lisa Suryani dan Amy Marisa, “Aspek-aspek yang mempengaruhi Masalah Permukiman di perkotaan”, www.usu.ac.id. UU Rusun, Permudah Masyarakat Miliki Rusun, Koran Jakarta, 03 November 2011, http://rusunami-rusunawa.blogspot.com/2011/11/peraturan-rusun.html.
Tulisan hukum/Infokum/Tematik
Page 18