DAMPAK PERUBAHAN HARGA BERAS DUNIA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT INDONESIA PADA BERBAGAI KONDISI TRANSMISI HARGA DAN KEBIJAKAN DOMESTIK
NIA KURNIAWATI HIDAYAT
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul : DAMPAK PERUBAHAN HARGA BERAS DUNIA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT INDONESIA PADA BERBAGAI KONDISI TRANSMISI HARGA DAN KEBIJAKAN DOMESTIK merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan para komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan oleh sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2012
Nia Kurniawati Hidayat NRP H353090181
ABSTRACT NIA KURNIAWATI HIDAYAT. Impact of Changes in World Rice Price on Welfare at Various Price Transmission and Domestic Policy (MUHAMMAD FIRDAUS as Chairman and BONAR M. SINAGA as a Member of the Advisory Committee). Rice is the main staple food in Indonesia. Rice self-sufficiency policy has become a government priority to ensure the availability of food at favorable prices for farmers. It has caused a distortion in Indonesian rice market. World rice prices fluctuate from year to year and increased sharply, especially in 2007 and early 2008. The high world price becomes an important issue in Indonesia due to the inelastic nature of rice commodity. The objectives of this study are (1) to analyze price transmission and rice market integration of world markets to domestic market, (2) to analyze the impact of changes in world rice price on producer and consumer welfare with different scenarios of price transmission, and (3) to analyze changes in world price and domestic policy (government purchases price policy, import tariffs and import quotas of rice) impact on producers and consumers welfare. Market integration and rice price transmission is analyzed by estimating the Ravallion model and calculate the Market Integration Index (MII). Effect of change in world rice prices on the community welfare in various price transmission and domestic policy conditions are analyzed with simulation of Indonesian rice market integration model. The results showed that Indonesia's rice market is integrated with the world rice market with very weak degree. Changes in world market prices are transmitted to the Indonesian rice market, but not perfect. Increase in world rice prices could lead to the increase of farmers’ welfare, while consumers’ welfare decreases. World prices change will give a higher impact on public welfare when the domestic rice market conditions increasingly integrated with world markets. HPP policy is effective in stabilizing domestic rice prices and protecting farmers. But the increase in import tariffs by 10 per cent has not been able to protect farmers from world prices decline. However, the policy of 1.57 million tons annual import quotas can reduce farmers welfare and improve consumers welfare and able to protect consumers from the increase in world prices. Therefore, the strategic role of rice commodity has lead to the importance of government intervention to maintain domestic rice prices. Key words: rice, market integration, spatial transmission, HPP, import tariffs
RINGKASAN NIA KURNIAWATI HIDAYAT. Dampak Perubahan Harga Beras Dunia terhadap Kesejahteraan Masyarakat Indonesia pada Berbagai Kondisi Transmisi Harga dan Kebijakan Domestik (MUHAMMAD FIRDAUS, sebagai Ketua dan BONAR M. SINAGA, sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Beras memiliki peran strategis di Indonesia. Oleh sebab itu, kebijakan swasembada beras menjadi prioritas pemerintah untuk menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat dengan harga yang menguntungkan bagi petani. Berbagai kebijakan pendukung dilakukan sehingga menyebabkan pasar beras Indonesia menjadi sangat terdistorsi. Disamping itu, World Trade Organization meliberalkan perdagangan dunia melalui tiga pilar, yaitu perluasan akses pasar, pengurangan dukungan domestik dan pengurangan subsidi ekspor. Hal tersebut menyebabkan pasar domestik semakin terintegrasi dengan pasar dunia. Disatu sisi liberalisasi perdagangan dunia menguntungkan bagi Negara karena semakin banyak pilihan yang dapat dilakukan masyarakat dalam konsumsi dan semakin luas potensi pasar yang dihadapi produsen. Namun, liberalisasi perdagangan dunia juga harus diwaspadai terutama bagi komoditas pertanian strategis seperti beras. Pasar beras merupakan thin market dan residual market. Kustiari dan Nurhayati (2008) mengemukakan bahwa rata-rata perdagangan beras di pasar Internasional 30 juta ton per tahun dan hanya 6 – 7 persen beras dari produksi dunia yang diperdagangkan di pasar Internasional (FAO, 2008). Sehingga perubahan yang kecil pada permintaan atau penawaran beras dunia diterjemahkan terhadap perubahan volume perdagangan dunia dan tingkat harga yang besar. Sementara itu, perkembangan harga komoditas beras di pasar dunia berfluktuasi dari tahun ke tahun dan meningkat secara tajam terutama pada tahun 2007 dan awal 2008. Tingginya harga dunia tersebut menjadi permasalahan yang penting di Indonesia karena sifat komoditas beras yang inelastis. Disamping itu, keterbatasan database produksi dan konsumsi beras Indonesia menjadi dasar argumentasi Bulog untuk melakukan penetapan kuota impor. Hal tersebut menjadi suatu masalah manakala kuota impor ditetapkan pada kondisi surplus. Oleh sebab itu, yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu (1) transmisi harga beras dan integrasi pasar beras dari pasar dunia ke pasar domestik (2) dampak perubahan harga dunia dan kebijakan perberasan Indonesia (harga pokok pembelian, tarif impor, kuota impor beras) terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen (3) dampak perubahan harga dunia terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen pada berbagai skenario bentuk transmisi harga spasial. Integrasi pasar beras dilakukan dengan menganalisis model ravallion dan menghitung Market Integration Index (MII). Dampak perubahan harga beras dunia terhadap kesejahteraan masyarakat baik dalam berbagai kondisi kebijakan dan integrasi pasar dianalisis dengan simulasi model integrasi pasar beras Indonesia. Model integrasi pasar beras Indonesia yang dibangun dalam penelitian ini merupakan sistem persamaan simultan yang terdiri dari dua blok yaitu blok pasar domestik dan blok pasar dunia. Model yang telah dirumuskan terdiri dari 18 peubah endogen dan 18 peubah predetermine sehingga jumlah keseluruhan peubah dalam model adalah 36 peubah. Jumlah peubah terbanyak dalam persamaan adalah 7 peubah. Sehingga berdasarkan kriteria order condition, model
integrasi pasar beras Indonesia adalah over identified. Model integrasi pasar beras Indonesia diestimasi dengan menggunakan metode two stage least squares (TSLS). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan rentang waktu (time series) dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2008. Data yang digunakan diperoleh dari berbagai instansi yakni Badan Pusat Statistik, Badan Urusan Logistik, Kementerian Pertanian, publikasi FAO, IRRI, IMF, Comtrade dan AFSIS. Pengolahan data dilakukan dengan program komputer yaitu: SAS/ETS for Windows 9.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasar beras Indonesia terintegrasi dengan pasar beras dunia dengan derajat sangat lemah. Perubahan harga di pasar dunia ditransmisikan ke pasar beras Indonesia namun tidak sempurna. Peningkatan harga beras dunia dapat menyebabkan kesejahteraan petani beras meningkat, sedangkan kesejahteraan konsumen mengalami penurunan. Namun penerimaan pemerintah dapat meningkat atau menurun tergantung dari elastisitas permintaan impor beras Indonesia terhadap perubahan harga impor beras. Pada kondisi pasar dengan derajat integrasi pasar kuat, respon permintaan impor beras Indonesia elastis terhadap perubahan harga impor sehingga peningkatan harga dunia menurunkan penerimaan pemerintah. Kebijakan HPP efektif dalam menstabilkan harga beras domestik dan melindungi petani. Peningkatan HPP meningkatkan kesejahteraan petani meskipun konsumen dirugikan dan penerimaan pemerintah berkurang. Peningkatan tarif impor beras 10 persen dapat juga meningkatkan kesejahteraan petani meskipun mengurangi kesejahteraan konsumen dan penerimaan pemerintah. Namun peningkatan tarif impor sebesar 10 persen belum mampu melindungi petani dari penurunan harga dunia. Akan tetapi, kebijakan penetapan kuota impor sebesar 1.57 juta ton dapat menurunkan kesejahteraan petani dan meningkatkan kesejahteraan konsumen beras serta mampu melindungi konsumen dari peningkatan harga dunia. Sementara itu, perubahan harga dunia akan semakin tinggi dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat ketika kondisi pasar beras Indonesia semakin terintegrasi dengan pasar dunia. Oleh sebab itu, strategis dan pentingnya peran komoditas beras di Indonesia menyebabkan masih pentingnya intervensi pemerintah untuk melindungi pasar domestik dari fluktuasi harga dunia karena tipisnya pasar beras dunia. Hal tersebut berarti lemahnya transmisi harga yang terjadi melindungi pasar beras domestik dari fluktuasi harga dunia. Kemudian untuk menjaga kestabilan harga beras domestik dari variasi harga musiman dan fluktuasi harga dunia, kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) masih diperlukan. Hal tersebut dilakukan untuk melindungi kesejahteraan produsen dan memberikan insentif yang cukup untuk merangsang petani untuk tetap berproduksi padi. Disamping itu, kecenderungan harga dunia yang lebih rendah yang berimplikasi terhadap harga beras impor yang lebih rendah pula menyebabkan kebijakan hambatan perdagangan diperlukan. Kebijakan kuota lebih efektif dibandingkan kebijakan tarif, namun penetapan kuota harus dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi perberasan yang terjadi dipasar domestik. Implikasinya adalah perbaikan dan jaminan ketersediaan database produksi dan konsumsi beras domestik yang akurat harus dilakukan. Kata Kunci: beras, integrasi pasar, transmisi harga horizontal, HPP, tarif impor
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
DAMPAK PERUBAHAN HARGA BERAS DUNIA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT INDONESIA PADA BERBAGAI KONDISI TRANSMISI HARGA DAN KEBIJAKAN DOMESTIK
NIA KURNIAWATI HIDAYAT
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS. Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Pimpinan Ujian Tesis/Wakil PS.EPN: Dr. Ir. Ratna Winandi, MS. Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Dampak Perubahan Harga Beras Dunia terhadap Kesejahteraan Masyarakat Indonesia pada Berbagai Kondisi Transmisi Harga dan Kebijakan Domestik” Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Dr. Muhammad Firdaus, SP, MS selaku ketua pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, MA selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan pembekalan ilmu serta wawasan selama penyusunan tesis penelitian ini. Selanjutnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku penguji luar komisi dan Dr. Ir. Ratna Winandi, MS sebagai penguji yang mewakili PS. EPN serta rekan-rekan yang turut seta membantu dan mendukung dalam penyusunan tesis ini. Semoga tesis ini memberi manfaat bagi semua dan penulis sebagai proses pembelajaran. Demikian tesis ini dibuat atas perhatiannya disampaikan terima kasih.
Bogor, Februari 2012 Nia Kurniawati Hidayat
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir tanggal 01 Februari 1988 di Kabupaten Sukabumi. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan M. Achmad Hidayat dan Siti Atikah. Pada tahun 2004 Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor. Gelar Sarjana Pertanian diperoleh pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, Penulis menjadi asisten mata kuliah Ekonomi Umum, Mikroekonomi dan Makroekonomi. Sekarang Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
I.
II.
III.
DAFTAR TABEL ................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
xviii
PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1.
Latar Belakang ………………………...……..…….…....……...
1
1.2.
Perumusan Masalah ……………………...…..……..……….….
4
1.3.
Tujuan Penelitian …………………………....………...….…….
8
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian .....….....
9
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………..….......….
11
2.1. Integrasi Ekonomi ……………………………….……...……...
11
2.2. Integrasi Pasar ………………………………………..…..….....
12
2.3. Penelitian Terdahulu ....................................................................
17
2.3.1. Dampak Perubahan Harga Pangan terhadap Kesejahteraan Rumahtangga ……...……..........……….
17
2.3.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Integrasi Pasar dan Transmisi Harga Spasial .………….……….…...............
18
KERANGKA PEMIKIRAN ...………….……………….…….…....
23
3.1.
Fungsi Produksi dan Penawaran .……………………….……...
23
3.2.
Fungsi Permintaan ………………....……………………..….....
25
3.3.
Respon Bedakala Produksi Komoditi Pertanian .………..…......
27
3.4.
Konsep Integrasi Pasar Ravallion ………………...…………....
28
3.5.
Surplus Konsumen dan Surplus Produsen ………….…...……..
30
3.6.
Dampak Kebijakan Perberasan terhadap Kesejahteraan Masyarakat ………………………………………….…….…....
32
3.6.1. Tarif Impor ……………………………...…….………...
32
3.6.2. Harga Pembelian Pemerintah ………………….………..
33
3.7. Kerangka Pemikiran Operasional ………..…….……….…........
34
3.8. Hipotesis ………………………………………..……………....
35
IV.
V.
METODE PENELITIAN ……………………………....……….…..
37
4.1. Jenis dan Sumber Data ………………………...…........…….....
37
4.2. Spesifikasi Model Integrasi Pasar Beras Indonesia …....….........
37
4.2.1. Pasar Beras Domestik .. …………..……………..…….....
39
4.2.2. Pasar Beras Dunia ………...…..…………………..….......
45
4.3. Identifikasi Model ………………………...….......…...…...…...
51
4.4. Metode Estimasi Model ……….……...……..…....……….........
52
4.4.1. Uji Statistik-F ………………………………………........
53
4.4.2. Uji Statistik-t ………………………………………….....
53
4.4.3. Uji Statistik Durbin-h …………………………………....
54
4.5. Validasi Model ……………………...………….…..……..........
55
4.6. Simulasi Model …………………………...……….…..……......
57
4.7. Integrasi Pasar …………………………………..……………...
59
4.8. Surplus Konsumen dan Produsen ……………………...….........
60
4.9. Elastisitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang…………............
60
GAMBARAN UMUM KONDISI PERBERASAN ……………....
63
Kondisi Perberasan Indonesia ……………….………………...
63
5.1.1. Penawaran Beras Indonesia ...…………………………...
63
5.1.1.1. Produksi Beras Indonesia …………….………..……...
63
5.1.1.2. Stok Beras Indonesia ……………………….……........
64
5.1.1.3. Impor Beras Indonesia ……………….……………......
66
5.1.2. Konsumsi Beras Indonesia ………...……....…………....
67
5.1.3. Harga Beras dan Gabah di Indonesia ……...…………....
68
Kondisi Perberasan Dunia …………………………………......
69
5.2.1. Thailand ………………………………………………....
70
5.2.2. Vietnam ………………………………………….……...
72
5.2.3. Pakistan ………………………………….……………...
74
5.2.4. Negara Pengimpor Utama Beras ………….…………….
75
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………….……………...
79
6.1.
Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Ekonometrika …….....
79
6.2.
Keragaan Pasar Beras Domestik ………….…………………...
81
5.1.
5.2.
VI.
6.2.1. Produksi Padi Indonesia ………………………………...
81
6.2.2. Produksi Beras Indonesia .…………………………........
83
6.2.3. Jumlah Impor Beras …...…………………………….......
83
6.2.4. Stok Beras ………..…….……………………………......
85
6.2.5. Penawaran Beras Indonesia .………………………….....
86
6.2.6. Permintaan Beras Indonesia ………………………….....
87
6.2.7. Harga Impor Beras ………………………………….......
88
6.2.8. Harga Beras Eceran …………………………………......
89
6.2.9. Harga Gabah Tingkat Petani ……...………………….....
91
Keragaan Pasar Beras Dunia .……………………………….....
93
6.3.1. Jumlah Impor Beras Filipina ..………………………......
93
6.3.2. Jumlah Impor Beras Nigeria ………………………….....
95
6.3.3. Jumlah Impor Beras Bangladesh ……………………......
96
6.3.4. Jumlah Ekspor Beras Thailand ……………………….....
97
6.3.5. Jumlah Ekspor Beras Vietnam ………………………......
98
6.3.6. Jumlah Ekspor Beras Pakistan ………………………......
99
6.3.7. Harga Beras Dunia …………………………………........
100
Integrasi Pasar Beras Indonesia dengan Pasar Beras Dunia …...
101
ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN ……………………………..
103
6.3.
6.4. VII.
7.1. 7.2.
7.3.
Validasi Model Integrasi Pasar Beras Indonesia dengan Pasar Beras Dunia …………………………………………................
103
Dampak Perubahan Harga Dunia pada Beberapa Skenario Transmisi Harga Spasial ………………………………….........
105
7.2.1. Dampak Peningkatan Harga Dunia 26 persen pada Bentuk Integrasi Pasar Beras Sangat Lemah (Simulasi 1) ..…….…………………………………......................
105
7.2.2. Dampak Peningkatan Harga Dunia 26 persen pada Tingkat Transmisi Harga yang Lebih Kuat (Simulasi 2).
107
Dampak Kebijakan Domestik ……………………………….....
110
7.3.1. Dampak Kebijakan Peningkatan HPP 14 persen (Simulasi 3) ....................................................................
110
7.3.2. Dampak Kebijakan Peningkatan Persentase Tarif Impor Beras 10 Persen (Simulasi 4)…………….…….............
112
7.3.3. Dampak Kebijakan Penetapan Kuota Impor Beras oleh Bulog (Simulasi 5) .........……………………………....
114
Dampak Perubahan Harga Dunia pada Berbagai Kondisi Kebijakan Domestik ………………..……………………….....
116
7.4.1. Dampak Penurunan Harga Dunia 26 persen dan Kebijakan Peningkatan Harga Pembelian Pemerintah 14 persen (Simulasi 6) ………....................…………....
116
7.4.2. Dampak Penurunan Harga Dunia 26 persen dan Kebijakan Peningkatan Persentase Tarif Impor Beras 10 persen (Simulasi 7) ………........................................
118
7.4.3. Dampak Peningkatan Harga Dunia 26 Persen dan Penetapan Kuota Impor Beras 1.57 juta Ton (Simulasi 8) ……………………….…………….……...................
120
Dampak Perubahan Harga Beras Dunia dan Kebijakan Domestik terhadap Kesejahteraan Masyarakat ….....……….....
122
KESIMPULAN DAN SARAN…………………………..…………..
131
8.1.
Kesimpulan …………….……………………………..………..
131
8.2.
Implikasi Kebijakan..…….…………………………......…........
132
8.3.
Saran Penelitian Lanjutan .……………………………..………
133
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..…........
135
LAMPIRAN ………………………..…………………………..…….
139
7.4.
7.5.
VIII.
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Jumlah Ekspor dan Impor Beras Beberapa Negara Pengekpor dan Pengimpor Utama Beras Dunia Tahun 2006-2009 ………….…...
3
2. Produksi, Luas Areal Panen dan Produktivitas Tahun 1998-2008..
64
3. Stok, Pengadaan, dan Operasi Pasar Beras Indonesia Tahun 1998-2008 (dalam ton) ….……………………………………...
65
4. Perkembangan Produksi dan Ekspor Beras Thailand Tahun 19982008 ……………………………………….……………………...
70
5. Perkembangan Produksi dan Ekspor Beras Vietnam Tahun 19982008 ................................................................................................
72
6. Perkembangan Produksi dan Ekspor Beras Pakistan Tahun 19982008 ……………………………………….……………………...
74
7. Produksi Beras Filipina, Nigeria dan Bangladeh Tahun 19982008 (dalam ton) ………...……………………………………....
76
8. Perkembangan Impor Beras Filipina, Nigeria dan Bangladeh Tahun 1998-2008 (dalam ton) ………………………..…………..
77
9. Hasil Estimasi Parameter Produksi Padi Indonesia …… ….…....
81
10. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Impor Beras …………………..
84
11. Hasil Estimasi Parameter Stok Beras Indonesia ………………….
85
12. Hasil Estimasi Parameter Permintaan Beras Indonesia …………..
87
13. Hasil Estimasi Parameter Harga Impor Beras ……………………
89
14. Hasil Estimasi Parameter Harga Beras Eceran …………………...
90
15. Hasil Estimasi Parameter Harga Gabah Tingkat Petani ……….....
92
16. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Impor Beras Filipina ………….
94
17. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Impor Beras Nigeria ……….....
95
18. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Impor Beras Bangladesh ……..
96
19. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Ekspor Beras Thailand …….....
97
20. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Ekspor Beras Vietnam ..………
98
21. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Ekspor Beras Pakistan ………..
99
22. Hasil Estimasi Parameter Harga Beras Dunia ……………………
100
23. Hasil Estimasi Parameter Harga Impor Beras ……………………
101
24. Hasil Validasi Model Integrasi Pasar Beras Indonesia Tahun 2006-2008 ………………………………………………………...
104
25. Dampak Peningkatan Harga Dunia 26 persen terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Peubah Endogen pada Bentuk Integrasi Pasar Terintegrasi Derajat Sangat Lemah Tahun 2006-2008 ..………....
106
26. Dampak Peningkatan Harga Dunia 26 persen terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Peubah Endogen pada Bentuk Transmisi Harga yang Lebih Kuat Tahun 2006-2008 ..…….….................................
108
27. Dampak Peningkatan HPP 14 persen terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Endogen Tahun 2006-2008 …………….........................
111
28. Dampak Peningkatan Persentase Tarif Impor Beras 10 persen terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Endogen Tahun 20062008……………………………………………………………..…
113
29. Dampak Simulasi Penetapan Kuota Impor Beras 1.57 juta ton terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Endogen Tahun 2006-2008....
115
30. Dampak simulasi Penurunan Harga Dunia 26 Persen pada Peningkatan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Endogen Tahun 20062008……………………………………………………...………...
117
31. Dampak Simulasi Penurunan Harga Dunia 26 Persen dan Peningkatan Persentase Tarif Impor Beras 10 persen terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Endogen Tahun 20062008……..…………………………………………………………
119
32. Dampak Simulasi Peningkatan Harga Dunia 26 Persen dan Penetapan Kuota Impor 1.57 juta ton terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Endogen Tahun 2006-2008…..…………………………
121
33. Hasil Simulasi Harga Beras Dunia, Kebijakan Domestik dan Simulasi Kombinasi terhadap Indikator Kesejahteraan …………..
125
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Perkembangan Harga Beras Dunia dan Harga Impor Beras Indonesia Tahun 2003-2008 .........................................................
5
2. Kurva Penawaran dan Permintaan pada Pasar Potensial Surplus dan Pasar Potensial Defisit ………………………………..…….
13
3. Kurva Kelebihan Penawaran dan Kelebihan Permintaan dalam Model Perdagangan ……………………….…………………….
14
4. Dampak Tarif Impor terhadap Surplus Konsumen dan Surplus Produsen ………………………………………………………...
33
5. Dampak Harga Pembelian Pemerintah terhadap Surplus Konsumen dan Surplus Produsen ………………………….…...
34
6. Kerangka Pemikiran Penelitian ……….………………………...
35
7. Diagram Model Simultan Integrasi Pasar Beras di Indonesia…..
38
8. Perkembangan Impor Beras Indonesia Tahun 1998-2008 ……...
66
9. Jumlah Konsumsi Beras Indonesia Tahun 1998-2008 (dalam 000 ton)………………………………………………………….
67
10. Perkembangan Harga Impor Beras Indonesia, Harga Beras Eceran dan Harga Gabah di Tingkat Petani Tahun 1999 – 2008..
69
11. Perkembangan Harga Ekspor Beras Thailand dan Harga Beras Dunia Tahun 1998-2008 ………………………………………..
71
12. Perkembangan Harga Beras Vietnam dan Harga Beras Dunia Tahun 1998-2008 ……………………………………………….
73
13. Perkembangan Harga Ekspor Beras Pakistan Tahun 1998-2008..
75
14. Perkembangan Harga Ekpor Beras Filipina, Nigeria dan Bangladesh serta Harga Beras Dunia Tahun 1998-2008………..
78
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Nama Variabel yang Digunakan dalam Persamaan Integrasi Pasar Beras Indonesia …………………………………………...
141
2. Data Variabel Beras Indonesia ………………………………….
143
3.
Program Estimasi Parameter Model Integrasi Pasar Beras di Indonesia dengan Metode 2SLS ………………………………..
152
4. Hasil Estimasi Parameter Model Integrasi Pasar Beras Indonesia dengan Metode 2SLS ………………………………...
161
5. Program Validasi Model Integrasi Pasar Beras Indonesia Tahun 2006-2008 ……………………………………………………….
175
6. Hasil Validasi Model Integrasi Pasar Beras Indonesia Tahun 2006-2008 ……………………………………………………….
184
7. Contoh Program Simulasi Peningkatan Harga Dunia 26 Persen .
190
8. Contoh Hasil Simulasi Peningkatan Harga Beras Dunia 26 persen ……………………………………………………………
192
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling hakiki dan menentukan kualitas sumberdaya manusia. Pemenuhan pangan merupakan hak bagi setiap orang, sehingga kekurangan pangan yang terjadi secara meluas akan menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial, dan politik yang dapat menggoyahkan stabilitas suatu negara. Konsumsi pangan masyarakat Indonesia mencapai 53.01 persen, dimana 51.50 persennya dialokasikan untuk konsumsi serealia (beras) (Ilham et. al., 2006). Beras mempunyai peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan/stabilitasi politik nasional (Suryana et. al., 2001). Sekitar 98 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok (Riyadi, 2002), bahkan di beberapa daerah yang secara tradisional memiliki pangan utama jagung atau sagu, sebagian penduduknya telah beralih mengkonsumsi beras (Mardianto dan Mewa, 2004). Hal tersebut karena adanya program penyaluran beras ke pegawai negeri sipil dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di daerah-daerah. Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia, beras mempunyai bobot yang paling tinggi, sehingga inflasi nasional sangat dipengaruhi oleh perubahan harga beras (Sutomo, 2005). Beberapa hal yang menjadi alasan mengapa komoditas beras penting (Hutauruk, 1996) yaitu, pertama, beras merupakan komponen penting dalam pengeluaran rumahtangga, kedua beras merupakan sumber kalori dan protein, ketiga, beras merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi sebagian besar penduduk, dan keempat, komoditas beras merupakan penentu stabilitas ekonomi dan keamanan nasional.
Oleh karena pentingnya peranan beras tersebut, maka negara-negara berkembang, terutama Indonesia telah menjadikan swasembada beras sebagai tujuan kebijakan nasional. Kebijakan dan intervensi pemerintah terus diupayakan untuk mencapai swasembada beras. Berbagai kebijakan dukungan domestik yang ditujukan untuk meningkatkan produksi, kebijakan stabilisasi harga beras domestik, dan kebijakan perdagangan (tarif dan kuota impor) dilakukan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan domestik tanpa mengabaikan kesejahteraan petani beras. Hal tersebut menyebabkan pasar domestik menjadi terdistorsi. Liberalisasi perdagangan dunia juga merupakan isu penting yang tidak dapat dihindari oleh setiap negara dengan perekonomian terbuka. World Trade Organization (WTO) meliberalkan perdagangan dunia melalui tiga pilar, yaitu perluasan akses pasar (market access), pengurangan dukungan domestik (domestik support) yang dapat mendistorsi pasar, dan pengurangan subsidi ekspor (export subsidi) (Rahmanto, 2004). Rahmanto (2004) mengemukakan bahwa WTO bersifat mengikat, sehingga perjanjian-perjanjian yang dihasilkan mengikat anggotanya, termasuk Indonesia, secara ketat dan disiplin, serta mempunyai sanksi hukum. Liberalisasi perdagangan dunia saat ini tidak hanya terkait dengan persoalan perdagangan saja, tetapi telah meluas ke berbagai sektor ekonomi termasuk sektor pertanian. Hal tersebut menyebabkan pasar pertanian domestik semakin terintegrasi dengan pasar dunia. Di satu sisi, liberalisasi perdagangan dunia menguntungkan bagi negara karena semakin banyak pilihan yang dapat dilakukan masyarakat dalam melakukan konsumsi dan semakin luas potensi pasar yang dihadapi oleh produsen. Akan tetapi liberalisasi menyebabkan pasar menjadi
semakin terintegrasi (Istiqomah et. al., 2005) dan berarti kemungkinan pasar domestik untuk semakin tergantung terhadap pasar dunia menjadi semakin besar terutama dari sisi harga (Kustiari dan Nurhayati, 2008). Fluktuasi harga beras dunia ditentukan oleh jumlah beras yang ditawarkan dan diminta oleh negara-negara pengekspor dan pengimpor beras utama. World Rice Trade (2010) mengemukakan bahwa negara Thailand, Vietnam dan Pakistan merupakan negara tiga terbesar pengekspor beras sedangkan Filipina, Nigeria, Indonesia dan Bangladesh merupakan empat terbesar negara pengimpor beras. Pada Tabel 1 dapat dilihat dengan lebih rinci jumlah ekspor dan impor beras dari masing-masing negara. Tabel 1. Jumlah Ekspor dan Impor Beras Beberapa Negara Pengekspor dan Pengimpor Utama Beras Dunia Tahun 2006-2009 No.
1. 2. 3.
1. 2. 3. 4.
Negara
Thailand Vietnam Pakistan Dunia
Filipina Indonesia Nigeria Bangladesh Dunia Sumber: USDA (2010)
2006 Ekspor 9 557 4 522 2 696 31 895 Impor 1 900 2 000 1 550 1 570 31 895
Jumlah Impor/Ekspor 2007 2008
2009
10 011 4 649 3 050 29 724
8 570 5 950 3 187 29 253
9 047 6 734 4 000 31 263
2 500 350 1 800 1 658 29 724
2 000 250 2 000 150 29 253
2 400 1 150 2 100 660 31 263
Berdasarkan Tabel 1 dikemukakan bahwa jumlah ekspor Thailand, Vietnam, dan Pakistan berfluktuasi dari tahun ke tahun, begitu juga dengan jumlah impor Filipina, Nigeria, dan Bangladesh. Oleh sebab itu, harga dan volume beras yang diperdagangkan dunia juga berfluktuasi seiring perubahan tersebut. Mengkaji perubahan harga dunia dan keterkaitannya dengan pasar
domestik tidak terlepas dari gejolak yang terjadi pada masing-masing negara pengekspor dan pengimpor beras utama dunia. Oleh sebab itu, kebijakan domestik yang dilakukan harus mempertimbangkan kondisi global. Analisis mengenai bagaimana harga beras dunia ditransmisikan terhadap harga domestik dan intervensi kebijakan memungkinkan akan mempengaruhi mekanisme harga juga menjadi menarik dan penting untuk dilakukan. Hal tersebut karena pada tingkat makro, derajat dimana perekonomian negara berkembang dapat bertahan atau terpuruk terhadap guncangan (harga) akibat adanya perubahan dalam kebijakan global tergantung pada derajat transmisi harga di antara pasar spasial dalam perekonomian (Ravallion, 1986). Tujuan kebijakan pemerintah yang terkait kebijakan harga yaitu (1) menjaga ketersediaan nasional dari bencana dan untuk menjamin akses beras untuk masyarakat miskin, (2) untuk menstabilkan harga domestik pada tingkat yang menguntungkan baik untuk produsen maupun konsumen, dan (3) mengurangi ketergantungan dengan supplai asing, menghemat devisa atau meningkatkan penerimaan pemerintah, meningkatkan insentif bagi produsen dan penerimaan petani serta mencapai kesetaraan pendapatan dan nutrisi yang berkecukupan terutama bagi masyarakat miskin (Basri et al., 2009). Oleh sebab itu menjadi menarik untuk mengkaji bagaimana dampak guncangan harga dunia terhadap kesejahteraan masyakat dalam berbagai derajat transmisi dan kebijakan domestik. 1.2.
Perumusan Masalah Perkembangan harga komoditas beras di pasar dunia berfluktuasi dari
tahun ke tahun dan meningkat secara tajam terutama pada tahun 2007 dan awal
2008 (Gambar 1). Hal tersebut karena kompetisi penggunaan serealia untuk pangan dan energi alternatif (biofuel). Peningkatan harga ini semakin tinggi karena penurunan produksi pangan akibat perubahan iklim dan kekeringan (El Nino) yang terjadi di beberapa negara penghasil pangan dunia (Kustiari dan Nurhayati, 2008). 0.6 0.5 0.4 HBD
0.3
HMBI 0.2 0.1 0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Sumber: FAO (2009) diolah Gambar 1.
Perkembangan Harga Beras Dunia dan Harga Impor Beras Indonesia Tahun 2003-2008
Berdasarkan Gambar 1, harga impor beras Indonesia juga berfluktuasi dari tahun ke tahun, namun perubahan yang terjadi pada pasar dunia tidak berarti juga perubahan dengan tingkat yang sama pada harga impor beras Indonesia. Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa tahun 2001
harga
beras
dunia
meningkat namun harga impor beras dunia tidak mengalami peningkatan bahkan mengalami penurunan. Pada tahun 2006 harga dunia terlihat mengalami penurunan akan tetapi harga beras impor tetap tidak mengalami perubahan. Tahun 2007 sampai dengan 2008 juga terjadi peningkatan yang cukup besar pada harga
beras dunia namun harga impor beras Indonesia tidak mengalami peningkatan yang sama. Volatilitas harga yang melekat pada komoditas beras juga merupakan permasalahan yang perlu menjadi perhatian. Hal tersebut karena pasar beras merupakan
thin
market
dan
residual
market.
Persentase
beras
yang
diperdagangkan sangat kecil dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi. Komoditas beras yang diekspor sebagian besar merupakan sisa dari konsumsi domestik. Kustiari dan Nurhayati (2008) mengemukakan bahwa beras yang diperdagangkan di pasar dunia secara rata-rata hanya mencapai 30 juta ton setiap tahun atau hanya 6 – 7 persen beras dari produksi dunia yang diperdagangkan (FAO, 2008). Implikasinya yaitu bahwa perubahan yang relatif kecil pada penawaran beras atau permintaan beras dunia akan diterjemahkan terhadap perubahan persentase volume perdagangan yang besar. Hal tersebut menyebabkan perubahan yang besar juga pada tingkat harga beras dunia (FAO, 2008). Tingginya harga beras dunia juga menjadi permasalahan yang penting di Indonesia karena sifat permintaan komoditas beras yang inelastis. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah konsumsi masyarakat terhadap beras relatif konstan sepanjang waktu. Implikasi dari sifat permintaan beras yang inelastis terhadap perubahan harga adalah (Bustaman, 2003): 1. Konsumsi masyarakat relatif konstan sepanjang waktu sehingga peningkatan harga akan menyebabkan komposisi pengeluaran masyarakat terhadap beras meningkat. Hal ini berdampak pada pengurangan alokasi pendapatan untuk kebutuhan lain seperti pendidikan dan kesehatan
2. Sifat beras yang inelastis berarti kenaikan harga tidak atau sedikit berpengaruh terhadap permintaan beras sehingga berimplikasi bahwa kenaikan harga dapat bersifat permanen dan bertahan. Hal tersebut semakin memberatkan beban masyarakat dan dapat mengurangi kesejahteraan masyarakat termasuk petani beras yang berstatus sebagai net consumer beras. Karakteristik pasar beras yang unik dan peran komoditas beras yang strategis menyebabkan beras dikategorikan sebagai komoditas yang highly sensitive. Hal tersebut menyebabkan sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia melakukan proteksi untuk menjamin ketersediaan beras bagi masyarakat tanpa mengabaikan kepentingan petani. Proteksi yang dilakukan yaitu kebijakan Harga Pokok Pembelian (HPP) dan hambatan perdagangan (tarif maupun kuota impor). Penentuan waktu dan jumlah beras yang diimpor secara tepat juga sulit dilakukan karena permasalahan data konsumsi dan produksi beras Indonesia masih belum akurat. Permasalahan ketidakakuratan data menyebabkan impor beras yang dilakukan tidak berlandaskan kondisi data produksi dan konsumsi yang ada. BPS (2010) mengemukakan bahwa nilai impor beras Indonesia mencapai Rp 7 trilliun dengan volume impor sebesar 1.57 juta ton beras per tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi padi pada tahun 2011 mencapai 68,06 juta ton gabah kering giling (GKG). Jika dikonversi ke dalam bentuk beras, pada tahun 2011, produksi beras nasional sebesar 38,2 juta ton. Jika memperhitungkan adanya loses (kehilangan) sebesar 15 persen, maka produksi beras mencapai 37 juta ton. Dengan asumsi bahwa konsumsi beras sebesar 139 kg/kapita/tahun dan jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 237 juta orang,
konsumsi beras nasional tahun ini berarti mencapai 34 juta ton. Oleh sebab itu, membandingkan data jumlah produksi dan jumlah konsumsi masih terlihat bahwa Indonesia masih surplus produksi beras. Berdasarkan fakta tersebut dapat dikemukakan bahwa Bulog terkadang menetapkan kuota impor beras tanpa mempertimbangkan data produksi dan konsumsi yang ada. Sehingga harga beras domestik menjadi semakin rendah ketika impor dilakukan pada kondisi surplus. Hal tersebut diduga merugikan petani beras domestik. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian secara spesifik adalah: 1.
Apakah harga beras dunia ditransmisikan ke pasar domestik?
2.
Apakah peningkatan harga beras dunia dapat menaikkan atau menurunkan kesejahteraan produsen dan konsumen?
3.
Apakah kebijakan beras domestik (harga pokok pembelian, tarif impor, dan kuota impor beras) mempengaruhi kesejahteraan produsen dan konsumen?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Menganalisis transmisi harga beras dan integrasi pasar beras dari pasar dunia ke pasar domestik.
2.
Menganalisis dampak perubahan harga beras dunia terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen pada berbagai skenario derajat transmisi harga spasial.
3.
Menganalisis dampak perubahan harga beras dunia dan kebijakan domestik (harga pokok pembelian, tarif impor, dan kuota impor beras) terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian Lingkup kajian yang digunakan pada penelitian ini meliputi pasar beras domestik Indonesia dengan beberapa negara pengekspor dan pengimpor beras utama dunia serta keterkaitan pasar domestik dengan pasar dunia secara keseluruhan. Harga dunia menggunakan harga FOB Thailand sedangkan harga beras domestik yang digunakan adalah harga beras dengan kualitas medium karena merupakan beras yang paling banyak dikonsumsi masyarakat. Indikator kesejahteraan masyarakat yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis dengan konsep surplus konsumen dan surplus produsen. Analisis yang digunakan adalah model persamaan persamaan simultan dengan menggunakan metode pendugaan two stage least squares (2SLS). Untuk mencapai tujuan dalam penelitian dibangun suatu model yang merefleksikan keterkaitan antara pasar domestik dan pasar dunia dengan keterbatasan: 1. Data yang digunakan merupakan data resmi pemerintah dan tidak mencakup data beras yang tidak resmi, illegal, dan tidak tercatat seperti penyelundupan tidak diakomodir dalam penelitian ini. 2. Kebijakan ekonomi hanya melihat dan memfokuskan perhatian kepada kebijakan harga pembelian pemerintah, tariff, dan kuota impor. 3. Panjang jalur pemasaran yang dilalui, kondisi infrastruktur, dan transportasi yang diduga juga mempengaruhi transmisi harga dunia tidak diakomodir dalam penelitian ini.
4. Kebijakan dometik dan perdagangan yang diperhitungkan adalah kebijakan domestik
Indonesia
sedangkan
kebijakan
dukungan
domestik
perdagangan negara pengekspor dan pengimpor tidak diperhitungkan.
dan
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Integrasi Ekonomi Integrasi ekonomi mengacu kepada suatu kebijakan komersial atau kebijakan perdagangan yang secara diskriminatif menurunkan atau menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan hanya di antara negara-negara yang saling sepakat untuk membentuk suatu integrasi ekonomi terbatas. Maksudnya, di lingkungan negara-negara yang menjadi anggota, berbagai bentuk hambatan perdagangan, tarif maupun non tarif sengaja diturunkan atau bahkan dihapuskan sama sekali, sedangkan terhadap negara-negara luar yang bukan merupakan anggota, masing-masing negara anggota masih berhak untuk menerapkan kebijakan
tersendiri,
apakah
mereka
hendak
memberlakukan
hambatan
perdagangan (tarif atau non tarif) atau tidak (Salvatore, 1997). Salvatore (1997), mengemukakan bahwa tingkatan integrasi ekonomi juga bervariasi mulai dari pengaturan perdagangan preferensial, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi pembentukan kawasan atau area perdagangan bebas, kemudian menjadi persekutuan pabean, pasar bersama dan pada akhirnya akan menjurus pada penyatuan ekonomi secara menyeluruh. Kawasan atau area perdagangan bebas adalah suatu kawasan dimana tarif dan kuota antara negara anggota dihapuskan, namun masing-masing negara tetap menerapkan tarif mereka masing- masing terhadap negara bukan anggota. Proses integrasi ekonomi dilandasi oleh konsep dasar bahwa manfaat ekonomi yang akan diperoleh dari proses tersebut lebih besar dibandingkan dengan biaya atau resiko yang mungkin dihadapi apabila tidak terlibat dalam proses tersebut. Kebijakan liberalisasi maupun kesepakatan integrasi digunakan
sebagai alat untuk mendapatkan akses pasar yang lebih luas dan mendorong pertumbuhan dalam rangka meningkatkan kemakmuran. Proses integrasi ekonomi selalu ditandai oleh adanya proses integrasi pasar di antara negara yang berpartisipasi dalam integrasi. Salah satu upaya penting untuk mencapai integrasi pasar adalah melakukan integrasi kebijakan di antara negara-negara tersebut (Winantyo et al., 2008 dalam Aryani, 2009). 2.2. Integrasi Pasar Integrasi pasar merupakan suatu konsep dimana pelaku pasar dalam kawasan yang berbeda atau negara-negara anggota dalam union digerakan oleh kondisi penawaran dan permintaan. Kondisi ini ditunjukan dengan pergerakan lintas batas barang, jasa dan faktor produksi yang meningkat pesat dalam suatu union (Aryani, 2009). Secara konseptual integrasi pasar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu integrasi pasar spasial dan integrasi pasar vertikal. Integrasi pasar spatial merupakan tingkat keterkaitan hubungan antara pasar regional dan pasar regional lainnya, sedangkan integrasi vertikal adalah keterkaitan hubungan antara suatu lembaga pemasaran dengan lembaga pemasaran lainnya dalam suatu rantai pemasaran (Simbolon, 2005). Penelitian ini akan mengkaji terkait dengan integrasi pasar spasial dimana pergerakan harga dunia dan transmisi harga dunia tersebut terhadap harga domestik menjadi fokus bahasan. Integrasi pasar spasial digambarkan sebagai hubungan harga antar pasar yang terpisah secara geografis, konsep ini dijelaskan dengan menggunakan model keseimbangan spasial. Model ini dikembangkan dengan menggunakan kurva kelebihan penawaran (excess supply) dan kelebihan permintaan (excess demand)
pada kedua wilayah yang melakukan perdagangan. Harga yang terbentuk pada masing-masing pasar dan jumlah komoditi yang diperdagangkan dapat diduga melalui model keseimbangan spasial ini (Tomek dan Robinson, 1990). Ilustrasi pada Gambar 2 memperlihatkan bagaimana kondisi perdagangan antara dua negara yang memiliki memiliki potensi surplus dan pasar yang berpotensi defisit dengan asumsi tidak ada biaya transportasi atau biaya-biaya perdagangan lainya. P
P
S
S ES
P2
P1’ P1
ED D1
D
0
Q a. Pasar A
P
P b. Pasar B
Sumber: Tomek dan Robinson (1990) Gambar 2. Kurva Penawaran dan Permintaan pada Pasar Potensial Surplus dan Pasar Potensial Defisit Berdasarkan Gambar 2 tersebut dapat dilihat bahwa pasar A merupakan pasar yang berpotensi surplus dan pasar B yang berpotensi defisit. Jika tidak ada perdagangan maka harga yang terbentuk adalah P 1 di pasar A dan P2 di pasar B dimana P1 < P2 . Kelebihan cadangan konsumsi di pasar A akan mendorong pelaku pasar di pasar tersebut untuk menjual kelebihan cadangannya ke pasar lain,
sedangkan pelaku pasar di pasar B akan mendatangkan komoditi dari pasar lain untuk memenuhi permintaan di pasar B. Model keseimbangan spasial dapat ditunjukkan dari Gambar 3 dengan mengembangkan kurva kelebihan penawaran dan kelebihan permintaan untuk menjelaskan hubungan harga akibat perdagangan yang terjadi antar kedua pasar. Kelebihan penawaran adalah selisih antara jumlah yang ditawarkan dengan jumlah yang diminta pada suatu tingkat harga pada waktu tertentu, yang akan meningkat dengan semakin tingginya harga dan akan bernilai nol pada saat terjadi keseimbangan pasar A (PA1). Kelebihan permintaan adalah selisih antara jumlah yang diminta dengan jumlah yang ditawarkan pada suatu tingkat harga dan waktu tertentu, akan meningkat dengan semakin rendahnya harga dan akan bernilai nol pada saat terjadi keseimbangan B (PB1). Harga (P) Transfer Cost (TC)
Kelebihan Penawaran Di Pasar A (ESA)
PB1 PEB2
E
PE PEA2 Kelebihan Permintaan Di Pasar B (EDB)
PA1
PA1-PB1 X
TC
Y
QE2
QE1
Komoditi (Q)
Sumber: Tomek dan Robinson (1990) Gambar 3. Kurva Kelebihan Penawaran dan Kelebihan Permintaan dalam Model Perdagangan
Kurva kelebihan penawaran dan kelebihan permintaan dapat berubah searah dengan perubahan kekuatan penawaran dan permintaan pada masingmasing pasar. Berdasarkan Gambar 3. jika tidak ada biaya transfer antar pasar (A dan B) maka total unit komoditi yang akan ditransfer dari pasar A ke pasar B sebesar 0QE1 dengan tingkat harga yang sama antara keduanya yaitu sebesar 0PE. Volume perdagangan antar kedua pasar akan semakin menurun dengan adanya biaya transfer. Jika biaya transfer lebih besar dari PB1-PA1 maka tidak akan ada perdagangan antar keduanya. Pada kasus ini, permintaan dan penawaran akan sama antar kedua daerah sedangkan perbedaan harga akan semakin kecil dibandingkan biaya transfer. Efek perubahan biaya transfer yang terjadi antara dua pasar (A dan B) dapat diilustrasikan dengan membangun garis volume perdagangan (xy), pada garis ini dapat dilihat tidak akan ada perdagangan apabila biaya transfer yang terjadi sebesar PB1-PA1 , namun perdagangan akan maksimum (0QE1) jika biaya transfer adalah nol. Apabila biaya transfer yang terjadi antar daerah sebesar 0TC maka jumlah komoditi yang diperdagangkan sebesar 0QE 2. Harga komoditi yang terjadi di pasar B akan naik menjadi 0PEB2 dan di pasar A akan turun menjadi 0PEA2. Keterangan tersebut menjelaskan bahwa perubahan harga di suatu pasar akibat perubahan kekuatan pasar, akan menyebabkan perubahan harga di pasar lain yang melakukan perdagangan dengan pasar tersebut. Hal ini menunjukkan adanya integrasi pasar antar kedua daerah yang melakukan perdagangan. Hambatan perdagangan baik hambatan tarif maupun nontarif akan meningkatkan biaya transfer sehingga perdagangan akan terus berlangsung sampai biaya transfer sama dengan selisih harga atau bahkan melebihi. Jika hal ini
terjadi maka pelaku pasar tidak akan memperoleh keuntungan melakukan perdagangan antar pasar. Akibatnya transfer kelebihan permintaan maupun kelebihan penawaran tidak terjadi dan harga akan bergerak secara individu pada masing-masing pasar. Analisis
integrasi
pasar
didefinisikan
sebagai
pendekatan
untuk
mengetahui keragaan pasar. (Amikuzuno, 2009) mengidentifikasikan integrasi pasar sebagai lokasi-lokasi yang dihubungkan dengan perdagangan dan memperlihatkan korelasi harga yang tinggi. Kemudian, integrasi pasar juga merupakan efisiensi harga dan law of one price (LOP). Dalam hal ini konsepnya yaitu bahwa jika perdagangan terjadi antara suatu bagian pasar untuk produk yang homogen, harga komoditas di pasar asal sama dengan harga pasar di pasar tujuan ditambah dengan biaya transport. Market integrasi juga dapat diartikan sebagai suatu ukuran yang mempertimbangkan derajat dari aliran homogenous tradable commodities, informasi, pengukuran standar, perilaku perdagangan, harga antar bentuk, ruang dan waktu diantara pasar pasar yang dihubungkan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui perdagangan (Amikuzuno, 2009). Dalam hal ini, transmisi harga mengukur hubungan antara harga pasar dari suatu komoditas yang homogen secara spasial dan vertikal dalam suatu negara, atau antara harga dunia dan harga domestik suatu negara untuk suatu komoditas tertentu dalam kajian ini adalah komoditas beras. Fackler & Goodwin (2001) dalam Amikuzuno (2009) mendefinisikan integrasi pasar sebagai suatu ukuran dalam arti luas, sebagai guncangan permintaan dan penawaran dari suatu komoditas dalam suatu pasar tertentu ditransmisikan terhadap pasar lainnya. Jika terjadi guncangan pada pasar beras,
sebesar
, menggeser ekses permintaan beras di pasar j namun tidak di pasar i,
rasio harga transmisi misalnya elastisitas harga i terhadap j yang diakibatkan oleh adanya guncangan tersebut, didefinisikan sebagai:
Dimana
adalah elastisitas transmisi harga,
dan
merupakan harga
komoditas beras di pasar i dan pasar j (pasar Indonesia dan dunia). Jika nilai ekspektasi dari jika E(
, E(
=1 maka terjadi perfect market integration, sementara
=0 maka pasar tersegmentasi. Ketidakhadiran integrasi pasar disebut bahwa pasar tersegmentasi. Hal ini
terjadi ketika kondisi penawaran dan pemintaan gagal untuk mempengaruhi perdagangan, begitu juga harga dari suatu komoditas yang homogen diantara dua atau lebih pasar. Jika pasar tidak terintegrasi secara spasial, berarti keuntungan dan kerugian dari suatu perubahan kebijakan mempengaruhi beberapa pasar dalam sistem tidak akan berpengaruh terhadap pasar di luar sistem. Hal tersebut karena dampak guncangan tidak ditransmisikan terhadap seluruh sistem tetapi hanya mempengaruhi sebagian pasar yang menerima dampak secara langsung. 2.3. Penelitian Terdahulu 2.3.1. Dampak Perubahan Rumahtangga
Harga
Pangan
terhadap
Kesejahteraan
Harga pangan (beras) berpengaruh terhadap kesejahteraan rumahtangga baik
konsumen
maupun
produsen
(Minot,
2010).
Rumahtangga
yang
mengkonsumsi suatu barang namun tidak memproduksi barang tersebut, dampak
kesejahteraan dari perubahan harga dapat diukur dengan menggunakan surplus konsumen (CS). Petani dengan skala besar cenderung merupakan net producer, sehingga mengalami keuntungan ketika terjadi kenaikan harga. Namun petani kecil sebagian besar merupakan net consumer. Minot (2010) telah melakukan kajian mengenai transmisi perubahan harga pangan dunia terhadap pasar Afrika dan dampaknya terhadap kesejahteraan rumahtangga. Minot (2010) melakukan analisis kesejateraan secara terpisah dari analisis transmisi harga. Analisis kesejahteraan dilakukan dengan menggunakan data survey dengan metode net benefit ratio (NBR). Hasil yang diperoleh yaitu bahwa peningkatan harga pangan menyebabkan
peningkatan
tingkat
kemiskinan
atau
penurunan
tingkat
kesejahteraan rumahtangga. Kusumaningrum (2008) melakukan penelitian mengenai dampak berbagai kebijakan perberasan Indonesia terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur melalui surplus konsumen dan surplus produsen. Analisis konsumen dan produsen dilakukan dengan menggunakan metoda Two Stage Least Squares. Dalam hasil penelitian ini dikemukakan bahwa kombinasi kebijakan menaikkan harga dasar pembelian pemerintah bersamaan dengan kebijakan lain, seperti harga pupuk urea, luas areal intensifikasi, luas areal irigasi, tarif impor dan nilai tukar akan berdampak peningkatan keuntungan produsen dan kerugian bagi konsumen. 2.3.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Integrasi Pasar dan Transmisi Harga Spasial Aryani (2009) telah melakukan penelitian mengenai integasi spasial dalam pasar beras dan gula. Aryani (2009) menggunakan pendekatan dengan model Vector Autoregression (VAR) untuk melihat bagaimana integrasi pasar beras dan
gula antara
Indonesia, Thailand dan Filipina. Dalam penelitiannya tersebut,
Aryani (2009) mengemukakan bahwa pasar beras dan gula di Thailand, Filipina dan Indonesia telah terintegrasi dengan tingkat integrasi yang sangat lemah. Artinya apabila terjadi perubahan dalam pasar beras dan gula suatu negara akan mempengaruhi pergerakan pasar beras dan gula negara lainnya dengan perubahan yang sangat kecil. Aryani (2009) menyimpulkan bahwa kondisi ini disebabkan oleh masih adanya kebijakan pengendalian impor (baik tarif maupun non tarif) yang diterapkan oleh tiga negara ASEAN tersebut terhadap komoditas beras dan gula. Aryani (2009) juga menyatakan bahwa variasi harga beras di Indonesia masih bisa dijelaskan oleh dirinya sendiri sebesar 74 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variasi pada pasar Thailand dan Filipina. Hal tersebut terjadi karena pasar beras Indonesia sedikit terisolasi dari dua pasar beras negara lainnya yang disebabkan adanya kebijakan pengendalian impor dan posisi Indonesia sebagai net importer beras dimana kebutuhan beras domestik tidak hanya bergantung pada impor saja. Penelitian mengenai integrasi pasar beras domestik dengan pasar beras dunia telah dilakukan oleh Hendriany (2007) dengan menggunakan pendekatan Vektor Autoregression (VAR). Penelitian yang dilakukan Hendriany (2007) bertujuan untuk (1) Keterkaitan antara harga beras di pasar domestik dan harga beras di pasar dunia serta pengaruh tingginya volume impor beras Indonesia terhadap pembentukkan harga di kedua pasar dan (2) menganalisis dampak nilai tukar dan tarif impor beras terhadap pembentukkan harga di kedua pasar. Hasil penelitian Hendriany (2007) mengemukakan bahwa pembentukan harga di pasar beras dometik dan pasar beras dunia terintegrasi sangat lemah. Pembentukan
harga di kedua pasar lebih banyak dipengaruhi oleh harga di pasar itu sendiri. Hal tersebut terjadi karena pasar-pasar lokal sebagian besar masih tergantung sumber penawaran dari produksi beras dalam negeri. Selain itu pemerintah menetapkan kebijakan restriksi berupa tarif dan izin impor bagi pihak swasta yang hendak memasukan beras dari pasar Dunia. Sehingga informasi yang menjadi syarat hubungan yang terintegrasi secara sempurna tidak diterima pasar domestik. Disamping itu, impor Indonesia berpengaruh terhadap harga dunia tetapi tidak signifikan berpengaruh terhadap harga domestik. FAO (2004) telah melakukan kajian mengenai integrasi pasar di 16 negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Negara-negara tersebut yaitu Argentina, Brazil, Chili, Costa Rica, Mesir, Ethiopia, Ghana, India, Indonesia, Meksiko, Pakistan, Senegal, Thailand, Turki, Uganda, dan Uruguay. Integrasi pasar yang dikaji meliputi integrasi pasar spasial dan vertikal. Analisis ini dilakukan untuk beberapa komoditas utama di masing-masing negara dan dengan menggunakan metode ekonometrik dengan model Autoregressive Distributed Lag dan Error Correction Model. Secara umum FAO (2004) menyimpulkan bahwa transmisi harga di negara Afrika relatif lebih tidak sempurna dibandingkan dengan negaranegara di Amerika Latin dan Asia. Untuk kasus Indonesia, dalam kajian nya, FAO (2004) mengemukakan bahwa transmisi harga pada pasar komoditas beras di Indonesia memiliki karakteristik yang menarik. Hal tersebut karena beras merupakan komoditas pokok di Indonesia sehingga kebijakan dan regulasi domestik dilakukan secara luas, baik untuk kebijakan domestic support seperti kebijakan harga dasar maupun kebijakan perdagangan. Akan tetapi hasil kajian
FAO (2004) mengindikasikan bahwa dalam jangka panjang, BULOG mengikuti trend harga dunia sebagai acuan untuk harga beras domestik. Istiqomah et. al. (2005) melakukan kajian mengenai volatilitas dan integrasi pasar beras Indonesia dengan pasar beras Dunia. Metode yang digunakan untuk melihat volatilitas harga yaitu standard deviation of the natural logarithm of inter-year price growth sedangkan untuk mengkaji integrasi pasar digunakan multivariate and bivariate price transmission analysis dengan menggunakan Johansen maximum likelihood method. Istiqomah et. al. (2005) mengemukakan bahwa dihapuskannya hak monopoli BULOG dalam mengimpor beras dimana perdagangan semakin liberal menjadikan harga beras semakin volatile baik harga ditingkat produsen maupun harga di tingkat retail. Sementara itu, Sebelum liberalisasi, harga beras domestik terintegrasi secara penuh dengan harga Dunia. Harga beras domestik bergerak searah dengan harga beras Dunia. Akan tetapi setelah liberalisasi, Istiqomah et. al. (2005) mengemukakan bahwa tidak terjadi integrasi pasar secara penuh pada pasar beras Indonesia. Istiqomah et. al. (2005) berpendapat bahwa hal yang dapat terjadi karena keterlambatan respon pasar terhadap kebijakan baru. Kustiari & Nurhayati (2009) telah meneliti tentang perubahan tingkat harga komoditas pangan di pasar dunia dan dampaknya terhadap harga di pasar domestik dan konsumsi. Yang menjadi tujuan dari penelitian Kustiari & Nurhayati (2009) yaitu (1) mengkaji fluktuasi harga di pasar dunia dan pasar domestic, (2) mengidentifikasi stasioneritas harga di tingkat petani, harga grosir dan di pasar dunia, dan (3) Mengkaji dampak perubahan harga terhadap tingkat konsumsi masyarakat perdesaan. Hasil analisis diperoleh bahwa harga beras lebih
fluktuatif (volatile) dibandingkan harga jagung karena cuaca, musiman dan pasar dunia yang tipis. Perubahan harga di pasar dunia tidak selalu segera diikuti oleh perubahan harga ditingkat petani. Hal tersebut karena pemerintah mengintervensi pasar domestik dengan membuat kebijakan harga dasar atau harga pembelian pemerintah ditingkat petani sehingga harga di tingkat petani tidak mengikuti harga di tingkat dunia. Namun harga ditingkat pengecer ditransmisikan terhadap perubahan harga di tingkat petani dan di tingkat pedagang grosir. Peningkatan harga pangan juga mengubah pola konsumsi masyarakat perdesaan dimana pola makan masyarakat bergeser dari beras ke jangung atau gandum. Overseas Development Institute (2010) melakukan penelitian mengenai transmisi peningkatan harga pangan dunia terhadap pasar beras domestik. Dalam penelitian tersebut dikemukakan bahwa beberapa alasan mengapa harga tidak selalu ditransmisikan yaitu (1) adanya public policy, (2) perubahan dalam nilai tukar, (3) biaya transport, dan (4) ketidaksempurnaan pasar. Berdasarkan penelitian tersebut juga diperoleh bahwa transmisi harga di Indonesia juga lemah. Peningkatan harga dunia meningkatkan harga domestik dengan besaran yang jauh lebih kecil.
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan yang dilakukan. Keempat komponen tersebut yakni permintaan, penawaran, harga, dan berbagai kebijakan saling terkait dan saling mempengaruhi secara simultan dan dinamis dalam suatu sistem. 3.1. Fungsi Produksi dan Penawaran Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai hubungan secara teknis transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara hubungan input dengan output (Debertin, 1986). Dengan fungsi produksi dapat diketahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variable) dan variabel yang menjelaskan (independent variable) serta sekaligus mengetahui hubungan antar variabel penjelas. Fungsi produksi padi dapat dirumuskan sebagai berikut : …………………………………...…………………(3.1) dimana: P
= Jumlah produksi padi (unit)
A
= Luas areal padi (unit)
K
= Jumlah modal (unit)
L
= Tenaga kerja (unit)
Z
= Faktor produksi lainnya (unit)
Untuk memaksimumkan produksi padi dibutuhkan biaya tertentu. Perumusan biaya dalam bentuk anggaran total adalah sebagai berikut : …………………… (3.2) dimana: B
= Biaya total = Biaya tetap (Rp) = Harga masukan A (Rp/unit) = Harga masukan K (Rp/unit) = Harga masukan I (Rp/unit) = Harga masukan Z (Rp/unit)
Sehingga fungsi keuntungan produksi padi dapat dirumuskan sebagai berikut: ……………………………………………………… (3.3) (3.4) dimana: = Keuntungan = Harga padi Fungsi keuntungan diperoleh jika turunan pertama sama dengan nol dan turunan kedua mempunyai nilai hessian determinan lebih besar dari nol. Turunan pertama adalah : ……………..………………………………… (3.5) …………………………………………….... (3.6) ………………………………………………... (3.7) ……………………………………………….. (3.8)
Dimana A’, K’, L’,dan Z’ adalah produk marginal masing-masing produksi oleh sebab itu keuntungan maksimal diperoleh jika produk marginal sama dengan rasio harga faktor terhadap harga produk. Dari persamaan di atas diketahui bahwa seluruh variabel harga merupakan variabel eksogen sedangkan selainnya adalah endogen. Fungsi permintaan faktor produksi oleh petani dapat dirumuskan: ………...……………………………...…. (3.9) ………………………...…………….…. .(3.10) ………………………………………….. (3.11) ………………………………………..... (3.12) Peningkatan atau penurunan harga padi akan meningkatkan atau menurunkan jumlah produksi padi dan jumlah permintaan terhadap faktor produksi. Dengan mensubstitusikan persamaan (3.9), (3.10), (3.11), dan (3.12) ke persamaan (3.1) maka fungsi penawaran dapat dirumuskan: ……………………………………….... (3.13) Dolan (1974) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditi, yaitu harga komoditi sendiri, harga komoditi lain (sebagai komoditas kompetitif), biaya perusahaan, tujuan perusahaan, tingkat teknologi, pupuk, subsidi, harapan harga dan keadaan alam. 3.2. Fungsi Permintaan Fungsi permintaan beras diturunkan dari fungsi utilitas konsumen. Fungsi permintaan menunjukkan jumlah beras yang akan dibeli sebagai fungsi dari harga beras, harga komoditi pengganti atau komplemennya dan pendapatan konsumen. Fungsi utilitas dapat dirumuskan:
……………………………………………………..… (3.14) dimana : U = Total utilitas dari beras (unit) Qd = Jumlah beras yang dikonsumsi (unit) R = Jumlah komoditi lain yang dikonsumsi (unit) Konsumen yang rasional akan memaksimalkan kepuasannya dari konsumsi suatu komoditi pada tingkat harga yang berlaku dan tingkat pendapatan tertentu. Dengan demikian sebagai kendala untuk memaksimalkan fungsi utilitas adalah: …...………………………………………….. (3.15) dimana: = Tingkat pendapatan (Rp) = Harga beras (Rp/unit) = Harga barang lain (Rp/unit) Dari persamaan (3.14) dan (3.15) dapat dirumuskan fungsi kepuasan yang akan dimaksimimalkan, yaitu: ……………….………... (3.16) Dimana λ adalah lagrange multiplier, jika syarat pertama dan kedua terpenuhi maka fungsi utilitas dapat dirumuskan: ………………………………………….… (3.17) …………………………………….…….…… (3.18) …………………….…………… (3.19) Dimana Qd’dan R’ adalah utilitas marginal dari komoditi Q dan R, sehingga :
………………………………………………... (3.20)
Persamaan (3.20) menunjukkan bahwa kepuasan maksimal konsumen tercapai jika utilitas marginal dibagi dengan harga harus sama bagi kedua komoditi tersebut dan harus sama dengan utilitas marginal dari pendapatan. Dari persamaan (3.19) dan (3.20) diketahui bahwa Hb, Hr dan Y merupakan variabel eksogen yang mempengaruhi permintaan beras. Dengan demikian fungsi permintaan beras dapat dirumuskan: ………….……………………………………….. (3.21) Persamaan (3.21) menunjukkan bahwa jumlah permintaan beras merupakan fungsi dari harga beras (H b), harga komoditi lain (Hr) dan pendapatan (Y). Ditambahkan oleh Dolan (1974) bahwa selain dipengaruhi oleh harga barang tersebut, harga barang lain dan pendapatan, permintaan suatu barang dipengaruhi oleh selera, distribusi pendapatan, jumlah penduduk dan harapan harga. 3.3. Respon Bedakala Produksi Komoditi Pertanian
Adanya tenggang waktu (gestation period) antara menanam dengan memanen adalah salah satu karakteristik utama produk pertanian. Hasil yang diperoleh petani didasarkan pada perkiraan-perkiraan di masa datang serta pengalaman masa lalu. Pada kenyataannya untuk komoditi pertanian harga output tidak dapat dipastikan pada saat produk tersebut ditanam. Dengan kata lain, petani harus mengambil keputusan produksi berdasarkan perkiraan atas harga produknya tahun lalu. Hal ini mengacu pada adanya bedakala (lag) diantara dua periode, yaitu saat menanam dan memanen. Respon petani terjadi setelah bedakala sebagai
dampak perubahan pada harga-harga input dan produk serta kebijakan pemerintah. Jika peningkatan harga diperkirakan oleh petani akan berlangsung terus pada periode berikutnya, maka petani akan merubah komposisi sumberdaya pada masa tanam mendatang, sehingga pengaruh kenaikan harga tersebut baru akan terlihat pada periode tanam berikutnya. Bila praduga adanya ekspektasi demikian dapat diterima maka hubungan-hubungan yang spesifik diantara harga harapan dengan harga di masa lalu dapat dibuat. Sehingga model dapat dikembangkan menjadi dinamik yang dirintis oleh Nerlove melalui persamaan parsial. Nerlove (1958) menyimpulkan bahwa petani setiap periode produksi merevisi dugaan mereka terhadap apa yang mereka anggap sebagai proporsi yang normal terhadap perbedaan yang terjadi dengan yang sebelumnya dianggap normal. Atau petani menyesuaikan perkiraan harga di masa mendatang dalam bentuk proporsi dari selisih antara prakiraan dengan kenyataannya. 3.4. Konsep Integrasi Pasar Ravallion Model Integrasi pasar Ravallion merupakan salahsatu model yang tepat untuk menganalisis model dinamis dari integrasi pasar. Model integrasi pasar dinamis memperhitungkan adanya lead/lag dalam analisis pasar spasial untuk mempertimbangkan hubungan harga yang dinamis disebabkan oleh delivery lag dan biaya penyesuaian (Amikuzuno, 2009). Pada pasar pertanian, karena karakteristik komoditas yang bulky dan sebagian besar diproduksi di wilayah pedesaan yang berimplikasi adanya delivery lag yang signifikan menjadikan model dinamik sebagai model yang disarankan untuk menganalisis integrasi pasar. Disamping itu, metode dinamik mampu mengidentifikasi kecepatan
penyesuaian pada suatu pasar tertentu karena adanya guncangan harga pada pasar yang terintegrasi. Model Ravallion (1986) menggambarkan bagaimana rural market pedesaan terkait dengan central market, dan uji tersebut menentukan apakah harga dari suatu komoditas di pedesaan dipengaruhi oleh harga di central market. Untuk kajian ini akan diketahui apakah harga beras di pasar Indonesia dipengaruhi oleh harga di pasar dunia. Fungsi dasar Ravallion adalah sebagai berikut: ………………………………....…….... ...3.23) ………..…….………………........(3.24) Dimana N=1 menggambarkan central market (pasar dunia); N=2,3…N menggambarkan rural market (pasar domestik), P1 adalah harga komoditas di central market (pasar dunia) dan Pi adalah harga komoditas pada rural market (pasar domestik) ke i, sementara Xi menggambarkan variabel-variabel non-harga (trend waktu atau dummy musim) mempengaruhi permintaan dan penawaran pada pasar domestik Kemudian model dasar (3.23) dan (3.24) diturunkan menjadi model dinamis (3.25) dan (3.26) dalam bentuk autoregressive sebagai berikut: ………...... (3.25) ………...........…...(3.26) Dimana
,
, dan
adalah parameter yang diestimasi, dan j (j=1,2 ….. n)
adalah lag. Dalam kebanyakan studi persamaan (3.25) adalah under-identified dan hanya persamaan (3.26) yang dapat meregresikan harga sekarang dari rural market ke i (
dengan nilai lag nya sendiri
, dan nilai lag dari
(
,
dan variabel eksogen lain yang diduga mempengaruhi harga (X1t) (Amikuzuno, 2009). Pendekatan Ravallion membedakan integrasi pasar ke dalam tiga bentuk yakni: 1.
Segmentasi Pasar, terjadi ketika harga-harga pada pasar lokal (domestik) tidak tergantung terhadap lag harga pada central market,
=0 untuk semua
j,i=0 2.
Short-run market integration (Strong form) antara central dan local market yaitu bahwa perubahan harga pada central market menggambarkan dengan seketika dan secara penuh dalam lokal market tanpa ada lag effect. Dalam kasus ini,
dan
untuk semua j=1,2….n. weak form dari
Short-run market integration konsisten dengan struktur pasar yang tidak sepenuhnya bersaing sempurna, dimana secara rata-rata tidak ada lagged effect dari perubahan harga pada central market terhadap local market. ……….………………………….....(3.27) 3.
Kriteria jangka panjang menjelaskan bahwa dalam jangka panjang, perubahan harga pada central market seharusnya secara dinamis sama dengan perubahan harga pada pasar lokal. Kriteria ini mengharuskan: .…………………………….……..............…...(3.28)
3.5. Surplus Konsumen dan Surplus Produsen Surplus konsumen didefinisikan sebagai perbedaan antara jumlah maksimum yang ingin dibayar oleh konsumen dengan yang benar-benar akan dibayar terhadap jumlah tertentu dari produksi. Surplus produsen adalah
perbedaan antara jumlah uang yang benar-benar diterima produsen dengan jumlah uang minimum yang diinginkan oleh produsen tersebut. Terdapat tiga dasar postulat yang penting dalam penggunaan surplus konsumen dan surplus produsen untuk mengukur kesejahteraan yaitu permintaan merupakan refleksi dari keinginan untuk membayar, penawaran merupakan refleksi dari biaya marginal (marginal cost), dan perubahan pada pendapatan individu bersifat penambahan (additive) (Vesdapunt, 1984). Secara matematis, surplus konsumen dan produsen diukur dengan mengintegralan fungsi penawaran dan fungsi permintaan (Chiang, 1984). dimana : ………………………………………………... ..(3.29) ………………………………………………... ..(3.30) dimana, Qs = Fungsi Penawaran Qd = Fungsi Permintaan CS = Besar surplus konsumen (Rp) PS = Besar surplus produsen (Rp) Pe = Harga keseimbangan (Rp) Pd = Harga pada perpotongan kurva permintaan dengan sumbu harga Pm = Harga pada perpotongan kurva penawaran dengan sumbu harga
3.6. Dampak Kebijakan Perberasan terhadap Kesejahteraan Masyarakat 3.6.1. Tarif Impor Kebijakan tarif impor merupakan kebijakan restriksi perdagangan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi petani domestik dari serbuan beras impor yang cenderung lebih murah. Dampak kebijakan proteksi di negara importir neto (net importer) seperti Indonesia dapat diestimasi dengan menggunakan pendekatan model keseimbangan parsial seperti yang terlihat pada Gambar 4. Pada kondisi pasar bebas, harga di pasar domestik secara teoritis akan sama dengan pasar dunia, yaitu Pd0 = Pw0. Pada kondisi ini, permintaan beras domestik adalah sebesar Dm dan produksi (penawaran) sebesar Sm, sehingga terjadi ekses permintaan (yang merupakan jumlah beras impor) Dm-Sm. Pada kondisi ini, surplus konsumen adalah daerah A+B+C+D+E+F sedangkan surplus produsen adalah daerah G. Berdasarkan pada Gambar 4, jika Indonesia menerapkan tarif impor sebesar t persen maka harga domestik akan meningkat menjadi Pd 1 , permintaan turun menjadi Dt sedangkan produksi (penawaran) meningkat menjadi St, sehingga ekses permintaan turun (jumlah impor) menjadi Dt-St. Dengan adanya tarif impor tersebut, surplus konsumen berkurang sebesar wilayah B+F+D+E. Wilayah B ditransfer sebagai surplus produsen dan D merupakan penerimaan pemerintah dari tarif impor sedangkan wilayah F+E merupakan Dead Weight Loss (DWL) yakni pengurangan kesejahteraan secara umum akibat adanya hambatan perdagangan.
P S F
C E
A
Pd1 B
Pd0=Pw0
D
G Pw1
D
Sm
Gambar 4.
St
Dt
Dm
Q
Dampak Tarif Impor terhadap Surplus Konsumen dan Surplus Produsen
3.6.2. Harga Pembelian Pemerintah Kebijakan
Harga
Pembelian
Pemerintah
(HPP)
bertujuan
untuk
melindungi petani dari penurunan harga beras secara signifikan selama masa panen. Kebijakan HPP ditetapkan pemerintah melalui Instruksi Presiden No. 13 Tahun 2005, dimana sebelumnya merupakan Harga Dasar yang diganti menjadi Harga Dasar Pembelian Pemerintah melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2001. Untuk menjaga agar harga Phpp berada di atas harga panen raya (Pp) pemerintah, pemerintah melalui BULOG akan membeli gabah petani (sekitar 6-8 persen dari total produksi) sebesar Q2 – Q1 . Hal tersebut menyebabkan kurva permintaan beras bergeser ke kanan dari D0 ke D1. Kebijakan ini meningkatkan surplus produsen sebesar A+B+C, mengurangi surplus konsumen sebesar A+B dan menimbulkan biaya bagi pemerintah untuk pembelian beras tersebut sebesar Phpp (Q2-Q1).
Harga D
S
B Phpp A
B
C
Pp D1 D0
A
Jumlah Q1
Q0
Q2
Gambar 5. Dampak Harga Pembelian Pemerintah terhadap Surplus Produsen dan Konsumen
3.7. Kerangka Pemikiran Operasional Seperti yang diilustrasikan pada bagan kerangka operasional penelitian pada Gambar 6, tingginya harga beras dunia yang disebabkan oleh kompetisi pangan dan penggunaan biofuel menjadi suatu permasalahan utama bagi hampir seluruh negara konsumen beras. Dampak tingginya harga dunia terhadap kesejahteraan masyarakat menjadi perhatian utama karena tujuan pemerintah adalah maksimisasi welfare. Oleh sebab itu, kebijakan beras domestik baik kebijakan perdagangan maupun kebijakan harga harus mempertimbangkan kondisi global. Bagaimana peningkatan harga dunia ini ditransmisikan ke pasar domestik (Indonesia) harus diperhatikan karena peningkatan harga dunia berdampak atau tidak terhadap masyarakat tergantung dari integrasi pasar dan transmisi harga spasial komoditas beras Indonesia. Oleh sebab itu, penelitian ini akan mencoba untuk menganalisis transmisi harga beras dunia ke pasar domestik serta dampak peningkatan harga dunia dan perubahan kebijakan beras domestik
terhadap kesejahteraan dengan menggunakan metode Two Stage Least Squares (2SLS).
Transmisi Harga Spasial
Tingginya Harga Beras Dunia
Model: Persamaan Simultan Metode: Two Stage Least Squares
Kebijakan Pemerintah:
Komponen:
Kuota Tarif Impor Tarif impor
Penawaran Beras
Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
Permintaan Beras
Simulasi dengan menggunakan berbagai scenario kebijakan
Harga Beras
Kesejahteraan Masyarakat
Simulasi dengan mengguna kan berbagai scenario Integrasi pasar
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian 3.8. Hipotesis Liberalisasi perdagangan pertanian menyebabkan pasar domestik semakin terintegrasi dengan pasar dunia, sehingga harga antara kedua pasar tersebut mengalami keterkaitan. Hal tersebut memungkinkan perubahan harga beras yang terjadi pada pasar dunia dapat ditransmisikan ke pasar beras Indonesia. Akan tetapi adanya dukungan domestik (domestic support), dalam hal ini harga pembelian pemerintah, tarif impor dan penetapan kuota impor yang tepat dan efektif diduga dapat menjaga kestabilan harga beras domestik dari volatilitas
harga beras di pasar dunia. Akibatnya, perubahan harga beras dunia diduga tidak sepenuhnya ditransmisikan terhadap pasar domestik. Peningkatan harga beras dunia pada pasar yang semakin terintegrasi dapat meningkatkan harga impor beras Indonesia. Sifat komoditas beras yang inelastis menyebabkan perubahan harga tidak mengurangi jumlah impor yang tinggi jika produksi beras domestik tetap. Hal tersebut menyebabkan tingginya harga impor ditransmisikan terhadap tingginya harga beras eceran sehingga surplus konsumen pun berkurang. Tingginya harga eceran beras juga diharapkan ditransmisikan terhadap peningkatan harga gabah di tingkat petani dan dengan begitu diharapkan petani dapat menikmati peningkatan surplus produsen sebagai akibat dari peningkatan harga dunia.
IV.
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahunan dengan rentang waktu penelitian dari tahun 1980 sampai 2008. Data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Urusan Logistik (Bulog), dan Kementerian Pertanian. Untuk kelengkapan serta penyesuaian data juga dilakukan pengumpulan data dari beberapa publikasi seperti FAO (Food Agricultural Organization), IRRI (International Rice Research Institute), IMF (International Monetary Fund) dan UNComtrade serta publikasi-publikasi lainnya, AFSIS (ASEAN Food Security Information System). 4.2. Spesifikasi Model Integrasi Pasar Beras Indonesia Model merupakan suatu penjelasan dari fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses (Koutsoyiannis, 1977). Model ekonometrika adalah suatu pola khusus dari model aljabar, yakni suatu unsur yang bersifat stochastic yang mencakup satu atau lebih variabel penganggu (Intriligator, 1978). Untuk membangun model ekonometrika ada empat tahapan yang dilalui yaitu spesifikasi, estimasi, evaluasi parameter estimasi, dan evaluasi peramalan model. Model ekonometrika merupakan gambaran dari hubungan masing-masing variabel penjelas (explanatory variables) terhadap variabel endogen (dependent variables) khususnya yang menyangkut tanda dan besaran (magnitude and sign) dari parameter dugaan sesuai dengan harapan teoritis secara apriori (Koutsoyiannis, 1977).
Model integrasi
pasar yang dibangun merupakan model persamaan simultan. Diagram Model
Simultan Integrasi Pasar Beras di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 7.
37
Keterangan:
Luas Areal Panen
= Endogen
Produksi Padi Indonesia
HPP
Harga Gabah di Tingkat Petani
Nilai tukar Thailand
Produksi Beras
Jumlah Ekspor Beras Thailand
Penawaran Beras
= Eksogen
Harga Pupuk
Faktor Konversi
Jumlah Ekspor Beras Vietnam
Harga Impor Beras Indonesia
Kredit Pertanian
Jumlah Ekspor Beras Pakistan
Jumlah Impor Beras
Harga Beras Eceran
Luas Areal Irigasi
Produksi beras Pakistan
Stok Beras Curah Hujan
Pengadaan Beras Trend
Permintaan Beras Operasi pasar
Tarif impor Jumlah Impor Beras Dunia
Harga Jagung Populasi Nigeria GDP Nigeria
Jumlah Impor Beras Nigeria
ROWIB
Nilai tukar Nigeria
GDP Filipina
Gambar 7. Diagram Model Simultan Integrasi Pasar Beras di Indonesia
Produksi beras Vietnam Nilai tukar Pakistan Jumlah Ekspor Beras Dunia
ROWEB
Produksi beras Filipina
Nilai tukar Vietnam
Harga Beras Dunia
Harga minyak
Jumlah Impor Beras Filipina
Produksi beras Thailand
Populasi Filipina
Nilai tukar Filipina
Jumlah Impor Beras Bangladesh
GDP Bangladesh
Nilai tukar rupiah
Populasi Bangladesh
Nilai tukar Bangladesh
4.2.1. Pasar Beras Domestik 1.
Produksi Padi Indonesia Produksi padi merupakan fungsi dari trend harga gabah ditingkat petani,
luas areal panen, harga pupuk urea riil, perubahan kredit pertanian, perubahan luas areal irigasi, curah hujan dan produksi padi tahun sebelumnya. Secara matematis persamaan impor beras dapat dirumuskan:
……………………………………….…………………....(4.1) dimana: = Produksi padi Indonesia pada tahun ke t (000 ton) = Trend = Harga gabah di tingkat petani pada tahun ke t (Rp/kg) LAPt
= Luas areal panen pada tahun ke t (000 ha) = Harga pupuk urea riil pada tahun ke t (Rp/kg) = Kredit pertanian riil pada tahun ke t (Rp juta) = Kredit pertanian riil pada tahun ke t-1 (Rp juta) = Luas areal irigasi tahun ke t (000 ha) = Luas areal irigasi tahun ke t-1 (000 ha) = Curah hujan tahun ke-t (mm/ tahun) = Produksi padi tahun ke-t-1 (000 ton)
Tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah: a1, a2, a4, a5, a6 > 0 ,a3 <0 dan 0
2.
Produksi Beras Produksi beras merupakan perkalian antara produksi padi dengan faktor
konversi (k). Faktor konversi yang digunakan pada penelitian ini yaitu 0.63 sesuai dengan pendekatan yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik tahun 1997-2005. Secara matematis persamaan produksi beras dapat dirumuskan: …………………………………………………….. (4.2) dimana: PBt
= Produksi beras Indonesia (000 ton) = Produksi padi Indonesia (000 ton) = Faktor konversi
3.
Jumlah Impor Beras Indonesia Jumlah impor beras Indonesia diduga dipengaruhi oleh perubahan harga
impor beras Indonesia, tarif impor beras (dalam persentase harga impor), permintaan beras Indonesia, produksi beras Indonesia, stok beras awal tahun dan lag jumlah impor. Secara matematis persamaan impor beras dapat dirumuskan:
…(4.3) dimana: = jumlah impor beras Indonesia tahun ke-t (000 ton) = harga impor beras tahun ke-t (USD/kg) = harga impor beras tahun ke-t-1 (USD/kg) PERTARIFRt = tarif impor dalam persen pada tahun ke-t (%) = Jumlah konsumsi beras untuk pangan Indonesia pada tahun ke-t (000 ton)
PBt
= produksi beras Indonesia pada tahun ke-t (000 ton)
SBTt-1
= stok beras awal tahun (000 ton) = jumlah impor beras tahun ke-t-1 = error term
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : b1, b2, b4, b5 < 0, b3 > 0 dan 0< b6 < 1 4.
Stok Beras Indonesia Stok beras merupakan salah satu komponen yang dapat mempengaruhi
harga. Persamaan stok akhir tahun dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu harga beras eceran, pengadaan gabah oleh bulog, perubahan operasi pasar, perubahan jumlah impor beras Indonesia dan jumlah stok beras Indonesia tahun lalu. Persamaannya adalah:
……………..…………………..….(4.4) dimana: SBTt
= stok Beras Indonesia tahun ke-t (000 ton) = harga beras eceran riil tahun ke-t (Rp/kg) = pengadaan beras oleh Bulog tahun ke-t (000 ton) = operasi pasar tahun ke-t (000 ton)
JIBIt
= jumlah impor beras tahun ke-t (000 ton) = stok beras tahun t-1 (000 ton) = operasi pasar tahun t-1(000 ton)
JIBIt-1
=jumlah impor beras tahun t-1 (000 ton) = error term
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : c1 , c3< 0; c2, c4 > 0; dan 0 < c5 < 1 5.
Penawaran Beras Indonesia Penawaran
beras Indonesia
merupakan persamaan identitas dari
penjumlahan produksi beras Indonesia, ditambah stok beras awal tahun dan jumlah impor beras Indonesia. Variabel ekspor tidak dimasukan di dalam persamaan identitas penawaran beras karena jumlah ekspor beras yang sangat sedikit. Hal tersebut karena beras bukan merupakan komoditas ekspor melainkan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Persamaan penawaan beras Indonesia adalah: ………….………………………...… (4.5) dimana: = penawaran beras Indonesia tahun ke-t (000 ton) = produksi beras Indonesia tahun ke-t (000 ton) = stok beras Indonesia awal tahun (000 ton) = impor beras Indonesia tahun ke-t (000 ton) 6.
Permintaan Beras Indonesia Permintaan beras Indonesia diduga dipengaruhi oleh harga beras eceran,
harga barang lain (komoditas jagung sebagai komoditas substitusi), pendapatan perkapita dan permintaan beras tahun lalu. Persamaan matematis permintaan beras Indonesia:
………………………….……………………...……….(4.6)
dimana: HBERt
= harga beras eceran riil tahun ke-t (Rp/kg)
HJERt
= harga jagung eceran riil tahun ke-t (Rp/kg) = GDP riil Indonesia tahun ke-t (Rp juta) = jumlah penduduk Indonesia tahun ke-t (000 jiwa) = error term
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : d1<0, d2, d3 >0 dan 0 < d4<1 7.
Harga Impor Beras Indonesia Harga impor beras Indonesia dipengaruh oleh harga beras dunia, harga
beras dunia tahun lalu dan harga impor beras Indonesia tahun lalu. Persamaan harga beras impor adalah:
………………………………...…..(4.7) dimana: HMBIRt
= harga impor beras riil tahun ke-t (USD/kg) = harga beras dunia/harga beras di pasar acuan riil tahun ket (USD/kg) = harga beras dunia/harga beras di pasar acuan riil tahun t-1 (USD/kg) = harga impor tahun t-1 (USD/ kg) = error term
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : e1> 0 dan 0<e2,e3<1.
8.
Harga Beras Eceran Dalam kajian ini harga eceran merupakan variabel endogen. Hal ini
dilakukan agar dapat dilihat lebih jauh bagaimana transmisi harga dunia terhadap harga di tingkat konsumen dalam hal ini harga eceran. Harga eceran beras Indonesia diduga ditentukan oleh harga gabah tingkat petani, perubahan harga impor beras Indonesia, penawaran beras Indonesia, trend waktu dan harga beras eceran tahun lalu. Persamaan harga eceran beras Indonesia:
……………………………………..…(4.8) dimana: = harga beras eceran riil tahun ke-t (Rp/kg) = harga gabah tingkat petani tahun ke-t (Rp/kg) = produksi beras tahun ke-t (000 ton) = permintaan beras Indonesia tahun ke-t (000 ton) = lag harga beras eceran tahun ke-t (Rp/kg) = error term Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : f1 , f2, f4 >0, f3<0 dan 0< f5<1. 9.
Harga Gabah Tingkat Petani Harga gabah yang berlaku di tingkat petani secara nasional dijadikan
sebagai variabel endogen. Harga gabah tingkat petani, selain ditentukan oleh Harga Pembelian Pemerintah (HPP), juga diduga dipengaruhi oleh perubahan
harga eceran beras, rasio produksi padi dengan produksi padi tahun sebelumnnya dan harga gabah tahun lalu.
……...……………………………..………(4.9) dimana HGTPRt
= Harga gabah tingkat petani riil tahun ke-t (Rp/kg)
HPPRt
= Harga pembelian pemerintah riil tahun ke-t (Rp/Kg)
HBERt
= Harga beras eceran riil tahun ke-t (Rp/Kg)
PPDt
= Produksi padi tahun ke-t (000 ton)
PPDt-1
= Produksi padi tahun ke-t-1 (000 ton)
HGTPRt-1
= Harga gabah tingkat petani riil tahun ke-t-1(Rp/kg)
u7
= Error term
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : g1, g2 > 0 ; g3 < 0 dan 0 < g4 < 1 4.2.2. Pasar Beras Dunia Pasar beras dunia terbentuk dari interaksi beberapa negara pengekspor beras dan beberapa negara pengimpor. Beberapa negara pengekspor beras diantaranya adalah Thailand, Vietnam dan Pakistan sedangkan negara pengimpor beras yaitu Indonesia, Filipina, Nigeria dan Bangladesh. Perilaku negara pengekspor diwakili oleh Thailand, Vietnam dan Pakistan karena merupakan tiga negara pengekspor beras terbesar dunia. Share ekspor Thailand, Vietnam, Pakistan masing-masing adalah 28.94 persen, 21.54 persen dan 13 persen sedangkan sisanya 36.73 persen merupakan rest of the world (ROW) (USDA, 2010). Oleh sebab itu, diharapkan ketiga negara tersebut mampu menggambarkan
perilaku negara pengekspor beras dunia. Sementara itu, perilaku negara pengimpor diwakili oleh Indonesia, Filipina, Nigeria dan Bangladesh dimana share impor beras masing-masing yakni 4 persen, 8 persen, 7 persen dan 2 persen sedangkan sisanya 79 persen merupakan share impor dari rest of the world (ROW) (USDA, 2010). Meskipun share impor dari ROW 79 persen, namun share tersebut tersebar dalam persentase-persentase share yang kecil terhadap seluruh negara pengimpor beras dengan rata-rata 2 persen untuk semua negara pengimpor beras. Diharapkan perilaku impor beras Indonesia, Filipina, Bangladesh dan Nigeria mampu menggambarkan perilaku impor beras dunia. Permintaan beras di pasar dunia diduga ditentukan oleh harga beras dunia, nilai tukar Negara yang bersangkutan, pendapatan, jumlah penduduk, produksi beras domestik, dan kebijakan pemerintah. Di samping itu, penawaran beras ditentukan oleh harga beras dunia, produksi beras domestik, nilai tukar serta kebijakan beras domestik. Berikut disajikan perilaku Negara pengimpor dan pengekspor beras. 1.
Perilaku Impor Beras Filipina
………..…………………….……………….……..…….(4.10) dimana: = jumlah impor beras Filipina tahun ke-t (000 ton) = harga impor beras Filipina ke-t (USD/kg) = harga beras dunia tahun ke-t (USD/kg) = harga beras dunia tahun ke-t-1 (USD/kg)
= Produksi Beras Filipina tahun ke-t (000 ton) = Gross Domestic Product Filipina (PHP) = Jumlah penduduk Filipina (jiwa) = Nilai tukar Filipina terhadap dolar (PHP/US$) = Jumlah impor beras Filipina tahun sebelumnya (000 ton) u8
= error term
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah: h1, h2, h3< 0, h4>0, 0< h5 <1 2.
Perilaku Impor Beras Nigeria
………..……………………………..…….(4.11)
dimana: = Jumlah impor beras Nigeria (000 ton) = Harga beras dunia (USD/kg) = Nilai tukar Nigeria (Nilai tukar domestik/USD) = GDP Nigeria riil (Mn domestic currency) = Jumlah penduduk (jiwa) = Jumlah impor beras Nigeria (000 ton) = error term Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah: i1 < 0, i2>0, 0
3.
Perilaku Impor Beras Bangladesh
………..…………………………………………………….(4.12) dimana: = Jumlah impor beras Bangladesh (000 ton) = Harga beras dunia (USD/kg) = Nilai tukar Bangladesh (Nilai tukar domestik/USD) = GDP Bangladesh riil (Mn domestic currency) = Jumlah penduduk Bangladesh (jiwa) = Jumlah impor beras Bangladesh (000 ton) = error term Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah: j1, j2< 0, j3>0 4.
Perilaku Ekspor Thailand
……………………………………….…...(4.13) dimana: = Jumlah ekspor beras Thailand ( 000 ton) = Harga Beras Dunia (US$/kg) = Produksi Beras Thailand (000 ton) = Nilai tukar Thailand terhadap dolar (THB/US$) = Jumlah ekspor beras Thailand tahun sebelumnya(kg) u11
= error term
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah: k1, k2> 0 dan 0
Perilaku Ekspor Vietnam (4.14)
dimana: = Jumlah ekspor beras Vietnam (000 ton) = Harga Beras Dunia (USD/kg) = Nilai tukar Vietnam terhadap dolar (VND/US$) = Produksi Beras Vietnam (000 ton) = Jumlah ekspor beras Vietnam tahun sebelumnya (kg) u12
= error term
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah: l1, l2> 0, 0 < l3<1 6. Perilaku Ekspor Pakistan
…………………………………………………………….(4.15) dimana: = Jumlah ekspor beras Pakistan (000 ton) = Harga Beras Dunia (USD/kg) = Nilai tukar Pakistan terhadap dolar (Domestic currency/USD) = Produksi Beras Pakistan (000 ton) = Jumlah ekspor beras Pakistan tahun sebelumnya (kg) u13
= error term
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah: m1, m2> 0, 0 < m3<1 7.
Jumlah Impor Beras Dunia ………………(4.16)
dimana: = Jumlah impor beras Dunia (000 ton) JIBIt
= Jumlah impor beras Indonesia (000 ton)
JIBFt
= Jumlah impor beras Filipina (000 ton)
JIBNt
= Jumlah impor beras Nigeria (000 ton)
JIBBt
= Jumlah impor beras Bangladesh (000 ton) = Jumlah impor beras Negara lain selain Indonesia, Filipina, Nigeria dan Bangladesh (kg)
8.
Jumlah Ekspor Beras Dunia …………………..….(4.17)
dimana: = Jumlah ekspor beras Dunia (000 ton) JEBTt
= Jumlah ekspor beras Thailand (000 ton)
JEBVt
= Jumlah ekspor beras Vietnam (000 ton) = Jumlah ekspor beras Pakistan (000 ton) = Jumlah ekspor beras Negara lain selain Thailand, Vietnam, dan Pakistan (kg)
9.
Harga Beras Dunia ………………(4.18)
dimana: = Harga beras dunia (USD/kg) = Jumlah ekspor beras dunia (000 ton) = Jumlah impor dunia (000 ton) = Harga minyak mentah dunia (USD/barrel) = Error Term Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah: n1 < 0, n2, n3 >0 4.3. Identifikasi Model Koutsoyiannis
(1977)
mengemukakan
bahwa
identifikasi
model
mempunyai dua syarat, yaitu syarat order (order condition) dan syarat kondisi pangkat (rank condition). Berdasarkan syarat order condition, kondisi identifikasi dicapai jika : (K – M) ≥ (G – 1) dimana : K
= Jumlah variabel di dalam model yaitu variabel endogen dan predetermine (eksogen dan lag)
M
= Jumlah
variabel
(endogen
dan
eksogen)
yang
dimasukkan dalam persamaan tertentu dalam model G
= Jumlah persamaan di dalam model (jumlah variabel endogenus)
Jika (K – M) sama dengan (G – 1) maka persamaan di dalam model tersebut dikatakan exactly identified, jika (K – M) lebih kecil dari (G – 1) dikatakan unidentified, dan jika (K – M) lebih besar dari (G – 1) maka persamaan
tersebut dikatakan over identified. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah overidentified dimana (K-M)> (G-1) yakni ( 36-7 ) > (18-1) 4.4. Metode Estimasi Model
Berdasarkan hasil identifikasi model, maka model dinyatakan over identified, dalam hal ini model ILS tidak dapat digunakan karena tidak memberikan hasil estimasi yang unik. Sistem persamaan simultan juga membuat metode OLS tidak dapat diterapkan karena akan memberikan hasil estimasi yang bias dan tidak konsisten. Oleh sebab itu, metode 3SLS akan lebih cocok digunakan dalam estimasi, dengan alasan metode 3SLS umumnya memberikan hasil estimasi yang konsisten dan secara asimtotik lebih efisien dibandingkan 2SLS, jika semua persamaan structural over identified, dan kovarian antar variabel pengganggu dari setiap persamaan tidak sama dengan nol. Akan tetapi, metode 3SLS menuntut spesifikasi model yang akurat karena metode tersebut sangat peka terhadap kesalahan spesifikasi dan memerlukan data yang besar (Gujarati, 1999). Untuk itu dipilih metode 2SLS, karena metode ini cukup toleran terhadap kesalahan spesifikasi model, kesalahan spesifikasi satu persamaan tidak ditransfer ke persamaan lain. Alasan lain penggunaaan 2SLS adalah cocok untuk estimasi persamaan simultan yang over identified, lebih efisien dibandingkan OLS, cocok digunakan pada jumlah sampel yang sedikit, dan metode ini dapat menghindari estimasi yang bias dan penduga yang konsisten serta tidak terlalu sensitif terhadap kesalahan spesifikasi model. Metode penggunaan model yang digunakan dalam studi ini adalah 2SLS. Perhitungan penduga parameter persamaan struktural dilakukan dengan menggunakan program computer SAS/ETS versi 6.12
(Statistical Analysis System Econometric Time Series) terhadap data sekunder time series periode 1980-2008. Untuk mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara bersamasama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka setiap persamaan digunakan uji statistik F, dan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan digunakan uji statistik t. 4.4.1. Uji Statistik -F Uji statistik-F adalah persamaan yang digunakan untuk mengetahui dan menguji apakah variabel eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977). Hipotesis: H0: β1 = β2……= βi = 0 H1: minimal ada satu βi ≠ 0 Keterangan: i = banyaknya variabel bebas dalam suatu persamaan Apabila nilai peluang (P-value) uji statistik-F < taraf α = 5 persen maka tolak H0. Tolak H0 berarti variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. 4.4.2. Uji Statistik-t Uji stistik-t dilakukan untuk menguji apakah masing-masing variabel berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen (Koutsoyiannis, 1977). Hipotesis:
H0: β1 = 0 H1: Uji satu arah a) β1 > 0; b) β1 < 0 Uji dua arah c) β1 ≠ 0 Kriteria uji: Jika
H1: a) β1 > 0, bila P-value uji t < α maka disimpulkan tolak H0 H1: b) β1 < 0, bila P-value uji t < α maka disimpulkan tolak H0 H1: c) β1 ≠ 0 bila P-value uji t < α/2 maka disimpulkan tolak H0 Pada penelitian ini digunakan uji satu arah dalam beberapa taraf α yakni:
a. A
berarti berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata α = 0.05
b. B
berarti berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata α = 0.10
c. C
berarti berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata α = 0.15
d. D
berarti berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata α = 0.20
Tolak H0 berarti suatu variabel penjelas berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. 4.4.3. Uji Statistik Durbin-h Apabila model mengandung persamaan simulatan dan variabel bedakala (lag endogenous variabel), maka uji serial korelasi dengan menggunakan statistik dw (Durbin Watson Statistik) tidak valid untuk digunakan. Sebagai penggantinya untuk mengetahui apakah serial korelasi (autocorrelation) atau tidak dalam setiap persamaan maka digunakan uji statistik dh (Durbin-h statistik) (pindyck dan Rubinfeld, 1991), sebagai berikut :
; dimana 1 < n* dimana: h = Angka statistik durbin-h d = Dw statistik n = Jumlah observasi var β = varian koefisien regresi untuk lagged dependent variabel Apabila h-hitung lebih kecil dari nilai kritis h dari tabel distribusi normal, maka dalam persamaan tidak mengalami serial kolerasi. Jika ditetapkan taraf α = 0.05, diketahui -1.96 ≤ hhitung ≤ 1.96, dapat disimpulkan bahwa persamaan tidak mengalami serial korelasi. Akan tetapi jika nilai hhitung < -1.96, maka terdapat autokorelasi negatif, sebaliknya jika diketahui nilai hhitung > 1.96, maka terdapat autokorelasi positif (Pindyc dan Rubinfeld, 1991). 4.5.
Validasi Model Validasi model bertujuan untuk mengetahui tingkat representasi model
dibandingkan dengan dunia nyata sebagai dasar untuk melakukan simulasi. Berbagai kriteria statistik dapat digunakan untuk validasi model ekonometrika dengan membandingkan nilai-nilai aktual dan dugaan variabel-variabel endogen Kusumaningrum (2008). Validasi model dilakukan dengan menggunakan Root Means Squares Error (RMSE), Root Means Squares Percent Error (RMSPE) dan Theil’s Inequality Coefficient (U) (Pindyck dan Rubinfield, 1991). Kriteria-kriteria dirumuskan sebagai berikut.
dimana: = Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi = Nilai aktual variabel observasi N
= Jumlah periode observasi
Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai variabel endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif (persen), atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Disamping itu, nilai statistik U bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan. Nilai koefisien Theil (U) berkisar antara 0 dan 1. Jika U = 0 maka pendugaan model sempurna, jika U = 1 maka pendugaan model naif. Disamping itu, validasi model juga dapat dijelaskan dari nilai koefisien determinasi (R2), semakin besar nilai tersebut semakin besar proporsi variasi perubahan variabel endogen yang dapat dijelaskan oleh variasi dalam variabel penjelas sehingga model semakin baik.
4.6.
Simulasi Model Untuk melihat dampak perubahan kebijakan beras, perubahan harga dunia
dan dampak transmisi terhadap kesejahteraan pada penelitian ini dilakukan beberapa simulasi yakni: 1.
Skenario peningkatan harga dunia 26 persen pada pasar terintegrasi sangat lemah. Skenario peningkatan harga ini bertujuan untuk melihat dampak peningkatan harga dunia terhadap kesejahteraan masyarakat pada kondisi dimana harga ditransmisikan secara tidak sempurna. Kondisi integrasi pasar tersebut merupakan kondisi pasar yang sedang terjadi saat ini dibawah kondisi pasar terdistorsi. Besar peningkatan harga dunia yang digunakan dalam skenario ini berdasarkan pada rata-rata pertumbuhan harga dunia secara historis 1980-2008.
2.
Skenario peningkatan harga dunia 26 persen pada pasar dengan derajat transmisi harga beras dunia terhadap harga domestik yang lebih kuat. Seperti pada skenario sebelumnya tujuan yang ingin dicapai adalah menganalisis dampak peningkatan harga terhadap kesejahteraan masyarakat, namun pada skenario ini akan dilihat bagaimana dampak peningkatan harga dunia tersebut jika terjadi pada kondisi dimana harga dunia ditansmisikan dengan derajat yang lebih kuat.
3.
Skenario peningkatan harga pembelian pemerintah 14 persen. Skenario ini bertujuan untuk melihat bagaimana dampak Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap kesejahteraan masyarakat. Peningkatan HPP 14 persen berdasarkan pada historis rata-rata pertumbuhan HPP 1980-2008. Hal tersebut
juga diperkuat oleh beberapa penelitian terdahulu yang mengkaji mengenai efektifitas HPP dengan melakukan simulasi peningkatan HPP 14-15 persen. 4.
Skenario peningkatan tariff impor beras 10 persen. Skenario peningkatan tarif tersebut bertujuan untuk melihat dampak peningkatan tarif impor terhadap kesejahteraan masyarakat dan efektifitas kebijakan tarif. Peningkatan tarif sebesar
10
persen
dilakukan
berdasarkan
pada
besarnya
rata-rata
pertumbuhan tarif yang terjadi secara historis. Peningkatan tarif impor ini masih dapat dilakukan karena beras merupakan komoditas sensitif. 5.
Skenario penentuan kuota impor beras 1.57 juta ton. Skenario penetapan kuota ini dilakukan berdasarkan data tahun 2010 dimana kuota ditetapkan 1.57 juta ton dan mungkin akan semakin tinggi pada tahun tahun berikutnya. Skenario ini dilakukan untuk melihat bagaimana peneetapan kuota impor beras terhadap kesejahteraan masyarakat.
6.
Skenario kombinasi penurunan harga dunia 26 persen dan peningkatan harga pembelian pemerintah 14 persen. Skenario kombinasi penurunan harga dunia dan harga pembelian pemerintah dilakukan untuk melihat bagaimana kebijakan HPP dapat melindungi perberasan domestik dan kesejahteraan mayarakat dari rendahnya harga dunia.
7.
Skenario kombinasi penurunan harga beras dunia 26 persen dengan kebijakan peningkatan tarif impor 10 persen. Skenario kombinasi penurunan harga beras dunia dan kebijakan peningkatan tarif impor dilakukan untuk melihat efektivitas kebijakan tarif dalam melindungi pasar domestik dari derasnya arus impor beras dan fluktuasi harga dunia.
8.
Skenario kombinasi peningkatan harga beras dunia 26 persen dengan kebijakan kuota impor beras 1.57 juta ton. Skenario kombinasi peningkatan harga dunia dan penetapan kuota impor dilakukan untuk mengetahui efektivitas penetapan kuota impor dalam melindungi pasar domestik dari tingginya harga dunia.
4.7.
Integrasi Pasar Beras Berdasarkan
model
Ravallion (1986)
terdapat
tiga
bentuk
dan
dikategorikan sebagai berikut: 1.
Segmentasi Pasar, terjadi ketika harga beras pada pasar domestik tidak tergantung terhadap lag harga pada pasar dunia e1 dan e2 = 0.
2.
Short-run market integration (Strong form) antara pasar dunia dan pasar domestik
yaitu
bahwa
perubahan
harga
beras
pada
pasar
dunia
menggambarkan dengan seketika dan secara penuh dalam lokal market tanpa ada lag effect. Dalam kasus ini,
dan
. Weak form dari
Short-run market integration konsisten dengan struktur pasar yang tidak sepenuhnya bersaing sempurna, dimana secara rata-rata tidak ada lagged effect dari perubahan harga pada pasar dunia terhadap pasar domestik. Pasar dikategorikan memiliki weak form dari Short-run market integration jika: dan e2 + e3 = 0 3.
Kriteria jangka panjang menjelaskan bahwa dalam jangka panjang, perubahan harga pada pasar dunia seharusnya secara dinamis sama dengan perubahan harga pada pasar domestik. Kriteria ini mengharuskan:
Pendekatan untuk menilai integrasi pasar dapat juga menggunakan Market Integration Index (MII) dengan formula (Djulin dan Malian, 2002): dimana 0 ≤ MII ≤ ∞ Kedua pasar terintegrasi secara sempurna jika MII=0 dan masih cukup kuat jika MII < 1, jika MII > 1 berarti pasar terinterasi lemah dan jika MII = ∞ berarti kedua pasar tersegmentasi. 4.8.
Surplus Konsumen dan Produsen Surplus produsen dan konsumen menunjukkan tingkat kesejahteraan
masyarakat dan merupakan indikator penentu arah kebijakan yang akan dilakukan. Perubahan kesejahteraan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.
Perubahan Surplus Produsen Beras PPDA(HGTPRB – HGTPRA) + ½(PPDB – PPDA)(HGTPRB – HGTPRA)
2.
Perubahan Surplus Konsumen Beras DBIA(HEBRA – HEBRB) + ½(DBIB – DBIA)(HEBRB – HEBRA)
3.
Penerimaan Pemerintah (PERTARIFRB*HMBIRB*
4.
*JIBIB) – (PERTARIFRA*HMBIRA*
*JIBIA)
Net Surplus = Perubahan surplus produsen + Perubahan surplus konsumen + Penerimaan pemerintah Keterangan :
Subcript A = Simulasi dasar Subcript B = Simulasi skenario
4.9.
Elatisitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang Nilai elastisitas variabel endogen terhadap setiap variabel penjelas
dihitung untuk menganalisis respon variabel endogen akibat dari perubahan variabel penjelasnya. Nilai elastisistas dihitung dengan formula sebagai berikut:
Keterangan: Keterangan: = Elastisitas jangka pendek = Elastisitas jangka panjang = Parameter dugaan = Parameter dari lag variabel x
= Variabel penjelas (explanatory) tahun terakhir
y
= Variabel endogen tahun terakhir
V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERBERASAN 5.1.
Kondisi Perberasan Indonesia
5.1.1. Penawaran Beras Indonesia Penawaran beras Indonesia merupakan gambaran produksi, stok beras, dan jumlah impor beras Indonesia. Produksi, stok, dan impor dilakukan dan diupayakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik. Produksi dan mekanisme stok merupakan komponen utama untuk mencapai swasembada dan mengurangi ketergantungan terhadap impor sedangkan impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan domestik ketika produksi domestik tidak dapat memenuhi permintaan. 5.1.1.1.
Produksi Beras Indonesia
Untuk mencapai swasembada beras, dukungan pemerintah difokuskan untuk meningkatkan produksi beras nasional, namun pencapaiannya belum optimal (Firdaus, et al., 2008). Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa produksi padi berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 produksi beras menurun dari 51 898 852 ton menjadi 50 460 782 ton. Penurunan produksi tersebut disebabkan oleh adanya El-Nino yang berakibat pada penurunan jumlah panen berikutnya. Penurunan produksi padi juga disebabkan oleh penurunan luas panen akibat dari konversi lahan. Hal tersebut terlihat pada tahun 2001 bahwa luas areal panen menurun dari tahun sebelumnya 11 793 ribu ha pada tahun 2000 menjadi 11 500 ribu ha pada tahun 2001.
Tabel 2. Produksi, Luas Areal Panen, dan Produktivitas Indonesia Tahun 1998-2008 Tahun
Produksi (ton)
Luas Areal Panen (000 ha) 11 730 11 963 11 793 11 500 11 521 11 477 11 923 11 839 11 786 12 147 12 309
1998 49 236 692 1999 50 866 387 2000 51 898 852 2001 50 460 782 2002 51 489 694 2003 52 137 604 2004 54 088 468 2005 54 151 097 2006 54 454 937 2007 57 157 435 2008 60 325 925 Sumber: BPS (2008)
Produktivitas (ton/ha) 4.197 4.252 4.401 4.388 4.469 4.538 4.536 4.574 4.620 4.705 4.894
Penggunaan input yang kurang berkualitas, degradasi kualitas lahan menyebabkan produtivitas padi yang dihasilkan menurun dari tahun 2000 yang mencapai 4.401 ton/ ha menurun menjadi 4.388 ton/ha tahun 2001. Setelah tahun 2002, produksi padi mulai mengalami peningkatan secara kontinu. Hal tersebut terjadi dengan dorongan pemerintah melalui berbagai kebijakan baik perluasan lahan
sawah
(ektensifikasi)
maupun
upaya
peningkatan
produktivitas
(intensifikasi). 5.1.1.2.
Stok Beras Indonesia
Stok
merupakan
komponen
penting
dalam
perberasan
nasional.
Pengaturan stok dilakukan untuk menjamin akses beras bagi masyarakat dan menjaga kestabilan harga beras pada tingkat yang menguntungkan produsen dan konsumen. Kondisi stok beras Indonesia ditentukan oleh tingkat pengadaan beras dan operasi pasar yang dilakukan. Pengelolaan stok, pengadaan, dan penyaluran atau operasi pasar dilakukan oleh Badan Urusan Logistik (BULOG). Tabel 3
menggambarkan perkembangan stok beras Indonesia, pengadaan, dan operasi pasar. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kondisi stok beras Indonesia dari 1998 sampai dengan 2008 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Rata-rata stok beras Indonesia selama tahun 1998-2008 adalah 1 430 631 ton. Tabel 3. Stok, Pengadaan, dan Operasi Pasar Beras Indonesia Tahun 19982008 (dalam ton) Tahun Stok Beras Pengadaan Beras Operasi Pasar 1998 2 046 063 249 000 2 956 544 1999 1 296 731 2 449 000 2 213 011 2000 1 101 201 2 175 000 0 2001 1 214 641 2 018 000 143 848 2002 1 655 465 2 132 000 48 701 2003 1 949 292 2 009 000 2 092 2004 1 770 532 2 097 000 7 569 2005 1 092 588 1 530 000 0 2006 957 658 1 434 000 59 779 2007 1 572 933 1 766 000 318 702 2008 1 079 841 3 211 000 0 Sumber: Bulog (2008) Pengadaan beras dalam negeri dilakukan agar mampu merangsang peningkatan produksi melalui jaminan harga dan intensif yang memadai bagi produsen (Sitepu, 2002). Besarnya pengadaan beras cukup berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pengadaan beras terendah pada tahun 1998 sedangkan pengadaan tertinggi pada tahun 2008. Sementara itu operasi pasar dilakukan untuk menjaga agar harga beras dipasaran tidak terlalu tinggi dan merugikan konsumen. Operasi pasar dilakukan sesuai dengan kebutuhan pengendalian harga. Operasi pasar tertinggi terjadi pada tahun 1998 karena pada saat itu merupakan periode krisis dimana tingkat inflasi cukup tinggi.
5.1.1.3.
Impor Beras Indonesia
Indonesia merupakan negara pengimpor utama dunia yaitu peringkat ke 3 setelah Filipina dan Nigeria. Sejak awal revolusi hijau 1970-an sampai pertengahan 1980-an Indonesia berhasil memacu produksi, namun sejak awal 1990-an, penawaran beras domestik tidak lagi mampu memenuhi permintaan beras dalam negeri karena meningkatnya pendapatan dan jumlah penduduk sehingga impor beras meningkat dari tahun ke tahun (Amang dan Sawit, 2001). 7000
Jumlah Impor Beras (000 ton)
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Periode
Sumber: BPS (2008) diolah Gambar 8. Perkembangan Impor Beras Indonesia Tahun 1998-2008 Pada Gambar 8 dapat ditunjukkan bahwa jumlah impor tertinggi terjadi pada tahun 1998. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya harga beras dalam negeri dibandingkan dengan harga dasarnya (Sitepu, 2002). Tingginya jumlah impor juga disebabkan oleh adanya pembebasan impor kepada swasta tanpa bea masuk (bea masuk 0 persen). Setelah krisis ekonomi impor beras telah mengalami kecenderungan yang menurun dari tahun 1998 sampai 2008. Hal tersebut karena berbagai program dukungan pemerintah terhadap produksi beras, perkembangan
luas areal sawah dan produktivitas serta adanya kebijakan tarif impor beras spesifik pada januari 2000. Selain pengenaan hambatan tarif, masuknya beras impor juga dikenai inspeksi fisik yang ketat (red line) untuk mengefektifkan adanya tarif impor. Namun akhirnya karena sulitnya penerapan tarif di Indonesia dan banyaknya penyelundupan beras pemerintah mengeluarkan SK Menperindag No. 9/MPP/Kep/1/2004 tentang larangan dan aturan importasi ke Indonesia (Firdaus, et al., 2008). 5.1.2. Konsumsi Beras Indonesia Beras merupakan pangan pokok utama bagi masyarakat Indonesia hampir 98 persen masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Beras juga merupakan alokasi terbesar dari pengeluaran rumahtangga untuk pangan yakni sekitar 51.50 persen dari pengeluaran pangan. Data konsumsi beras
Jumlah Konsumsi (000 ton)
dapat dilihat pada Gambar 9. 37000 36000 35000 34000 33000 32000 31000 30000 29000 28000 27000 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Periode
Sumber: BPS (2008) Gambar
9.
Jumlah Konsumsi (dalam 000 ton)
Beras
Indonesia
Tahun
1998-2008
Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa konsumsi beras meningkat dari tahun1998 sampai tahun 2003 yakni 35 033 ribu ton menjadi 36 000 ribu ton. Pada tahun 2004 sampai tahun 2007 terjadi penurunan konsumsi dan meningkat kembali pada tahun 2008. Meskipun secara keseluruhan dari tahun 1998 sampai tahun 2008 jumlah konsumsi telah mengalami penurunan namun konsumsi perkapita Indonesia masih melebihi standar konsumsi ideal. Konsumsi beras perkapita Indonesia adalah 139 kg/kapita /tahun sedangkan konsumsi Ideal menurut negara maju yaitu 80-90 kg/kapita/tahun. Firdaus, et. al. (2008) mengemukakan bahwa faktor utama pendorong tingginya konsumsi total Indonesia yaitu jumlah penduduk yang besar serta semakin luasnya wilayah penduduk yang mengkonsumsi beras sebagai makanan utama, yang sebelumnya mengkonsumsi makanan pokok dari jenis karbohidrat lain. Disamping itu, meningkatnya industri pangan dan kegagalan diversifikasi pangan karena pola makan yang sulit berubah menyebabkan ketergantungan terhadap komoditas beras untuk pangan pokok semakin tinggi. 5.1.3. Harga Beras dan Gabah di Indonesia Komponen harga merupakan komponen penting bagi pelaku ekonomi perberasan nasional. Harga menentukan keputusan konsumen dan produsen beras. Harga eceran menentukan kemampuan daya beli konsumen beras sedangkan harga gabah ditingkat petani menjadi insentif bagi produsen untuk terus berproduksi beras. Harga impor juga merupakan aspek penting dan menentukan kondisi perberasan nasional. Tingginya senjang harga antara harga beras impor dan harga beras eceran menyebabkan tingginya arus impor beras ke Indonesia.
Gambar 10 menggambarkan perkembangan harga gabah di tingkat petani, harga eceran beras Indonesia dan harga impor Indonesia. 7000 6000
Harga (Rp)
5000 4000
HMBI
3000
HBE
2000
HGTP
1000 0 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Periode
Sumber: BPS (2008) Gambar 10. Perkembangan Harga Impor Beras Indonesia, Harga Beras Eceran dan Harga Gabah di Tingkat Petani Tahun 1999 – 2008 Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa harga gabah di tingkat petani, harga eceran beras dan harga impor beras Indonesia meningkat dari tahun 1999 sampai tahun 2008. Harga gabah di tingkat petani masih rendah dan dari tahun ke tahun senjang perbedaan antara harga gabah yang diterima petani dengan harga beras eceran semakin tinggi. Hal tersebut akan semakin merugikan petani kecil yang notabene sebagai net consumer beras. Harga impor beras Indonesia yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan harga eceran beras domestik mendorong tingginya arus impor beras sehingga merugikan petani sebagai produsen. 5.2.
Kondisi Perberasan Dunia Perdagangan beras dunia dilakukan oleh negara-negara pengekspor dan
pengimpor. Perilaku beberapa negara pengekspor dan pengimpor utama beras
tersebut menentukan volume perdagangan dan harga beras dunia. Negara pengekspor utama beras dunia yaitu Thailand, Vietam, dan Pakistan dengan share komoditas yang diekspor masing-masing adalah 28.94 persen, 21.54 persen, dan 13 persen sedangkan sisanya 36.73 persen merupakan rest of the world (ROW) (USDA, 2010) sedangkan negara pengimpor utama yaitu Filipina, Indonesia, Nigeria, dan Bangladesh dengan masing-masing share komoditas yang diimpor adalah 4 persen, 8 persen, 7 persen, dan 2 persen sedangkan sisanya 79 persen merupakan share impor dari rest of the world (ROW) (USDA, 2010). Berikut kondisi perberasan untuk masing-masing negara secara lebih detail. 5.2.1. Thailand Negara Thailand merupakan negara pengekspor beras terbesar dunia dengan volume ekspor yang meningkat dari tahun 1998-2008. Tabel 4 secara detail volume ekspor beras Thailand. Tabel 4. Perkembangan Produksi dan Ekspor Beras Thailand Tahun 19982008 (dalam ton) Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Produksi 23 493 450 24 127 210 25 816 030 26 528 290 26 068 910 27 012 620 28 579 610 30 265 910 29 682 270 32 113 420 31 623 310
Ekspor 6 537 490 6 838 900 6 141 360 7 685 050 7 337 560 8 394 980 9 989 730 7 537 120 7 433 570 9 195 610 9 000 000
Sumber: IRRI (2010) Berdasarkan pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa produksi beras Thailand semakin tinggi dari tahun 1998 yang mencapai 23 493 450 ton dan meningkat
menjadi 31 623 310 ton pada tahun 2008. Produksi beras Thailand cenderung meningkat dari tahun ke tahun kecuali pada tahun 2005 dan 2008 dimana produksi padi mengalami penurunan. Jumlah ekspor beras Thailand juga cenderung untuk berfluktuasi dari tahun ke tahun. Rata-rata jumlah ekspor beras Thailand yaitu sebesar 7 826 488 ton sedangkan jumlah ekspor tertinggi terjadi tahun 2004 dengan jumlah 9 989 730 ton dan terendah pada tahun 2000 yaitu sebesar 6 141 360 ton. Harga juga menentukan keputusan negara eksporter termasuk Thailand dalam menentukan berapa volume beras yang diekspor. Perkembangan harga ekspor Thailand dapat dilihat pada Gambar 11. 0.7
Harga Ekspor (USD)
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 periode
Sumber: IRRI (2010) Gambar 11. Perkembangan Harga Ekspor Beras Thailand dan Harga Beras Dunia Tahun 1998-2008 Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat bahwa harga ekspor beras Thailand cenderung meningkat dari tahun 1998 sampai tahun 2008. Titik terendah harga ekspor beras terjadi pada tahun 2001 dengan harga USD 0.21/kg hal tersebut
direspon dengan penurunan jumlah ekspor beras yang menurun pada tahun berikutnya (tahun 2002). 5.2.2. Vietnam Vietnam merupakan negara ke dua eksportir beras terbesar setelah Thailand dengan rata-rata ekspor dari tahun 1998-2008 mencapai 4 021 059 ton. Dari sisi produksi Vietnam lebih unggul dibandingkan dengan Thailand. Rata-rata produksi beras Vietnam tahun 1998-2008 mancapai 35 133 910 ton sedangkan produksi Thailand hanya mencapai 27 755 550 ton. Perkembangan produksi beras Vietnam dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Produksi dan Ekspor Beras Vietnam Tahun 19982008 (dalam ton) Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Produksi Beras 31 379 760 32 505 110 32 143 680 34 444 740 34 578 210 36 184 160 35 839 790 35 818 270 35 964 930 38 702 650 38 911 720
Jumlah Ekspor 3 730 000 4 508 280 3 476 980 3 729 460 3 240 930 3 813 000 4 063 000 5 250 000 4 642 000 4 558 000 5 200 000
Sumber: IRRI (2010) Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa produksi beras Vietnam cenderung untuk semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa harga ekspor beras Vietnam berfluktuasi dari tahun ke tahun mengikuti arah perubahan harga beras dunia. Harga ekspor beras Vietnam menurun dari tahun 1998 sampai tahun 2001 dan meningkat pada tahun berikutnya dari tahun 2003 sampai tahun 2008.
0.7 0.6
Harga (USD)
0.5 0.4 HBD
0.3
HXBV 0.2 0.1 0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Periode
Sumber: IRRI (2010) Gambar 12. Perkembangan Harga Beras Vietnam dan Harga Beras Dunia Tahun 1998-2008 Volume ekspor Vietnam berfluktuasi dari tahun ke tahun (Tabel 5). Jumlah ekspor Vietnam terendah yakni tahun 2002 sebesar 3 240 930 ton sedangkan tertinggi yakni tahun 2008 dimana jumlah ekspor beras mencapai 5 200 000 ton. Tingginya jumlah ekspor beras tersebut karena semakin tingginya poduksi beras Vietnam karena dukungan pemerintah terhadap insentif usahatani yang cukup lengkap yakni meliputi subsidi input, subsidi bunga pinjaman, pembangunan
infrastruktur,
dan
inovasi
teknologi untuk
meningkatkan
produktivitas, pembangunan jaringan irigasi, mengembangkan lahan pertanian baru serta mengembangkan teknologi padi hibrida (Mardianto dan Ariani, 2004).
5.2.3. Pakistan Pakistan merupakan negara pengekspor beras ke tiga setelah Thailand dan Vietnam (World Rice Trade, 2010). Kondisi produksi beras Pakistan berada jauh dibawah tingkat produksi beras Vietnam dan Thailand namun persentase jumlah beras yang diekspor jauh lebih tinggi. Rata-rata persentase jumlah ekspor terhadap produksi beras Pakistan mencapai 32 persen. Tabel 6 dapat dilihat gambaran produksi dan jumlah ekspor beras Pakistan tahun 1998-2008. Tabel 6.
Perkembangan Produksi dan Ekspor Beras Pakistan Tahun 19982008 (dalam ton) Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Produksi 7 004 204 7 722 278 7 201 098 5 814 050 6 719 500 7 283 376 7 533 604 8 309 838 8 155 960 8 349 800 10 428 350
Ekspor 1 971 600 1 791 190 2 016 270 2 423 860 1 684 330 1 819 980 1 822 740 2 891 390 3 688 740 3 129 310 4 000 000
Sumber: IRRI (2010) Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa produksi beras Pakistan meningkat dari tahun 1998 – 2008 dengan laju pertumbuhan 49 persen selama 10 tahun tersebut. Rata-rata produksi beras Pakistan mencapai 7 683 824 ton. Produksi terendah selama 10 tahun terakhir terjadi pada tahun 2001, dimana produksi mencapai 5 814 050 ton dan tingkat produksi tersebut baru dapat tercapai kembali pada tahun 2005. Jumlah ekspor sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun mengikuti harga ekspor beras. Perkembangan harga ekspor beras Pakistan tahun 1998-2008 dapat dilihat pada Gambar 13.
0.4 0.35 USD/kg
0.3 0.25 0.2 HXBP
0.15 0.1
0.05 0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Periode
Sumber: IRRI (2010) Gambar 13. Perkembangan Harga Ekspor Beras Pakistan Tahun 1998-2008 Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa harga ekspor beras Pakistan cenderung fluktuatif, dengan rata-rata USD 0.30/kg. Harga terendah terjadi pada tahun 2001, harga mencapai USD 0.21 /kg. Pada tahun 2002-2007 kemudian harga ekspor beras meningkat dengan pertumbuhan 30 persen tetapi kemudian kembali menurun pada tahun 2008. Hal ini tidak sesuai dengan pergerakan harga beras dunia dimana pada tahun 2008 harga beras dunia meningkat cukup tinggi karena adanya kompetisi penggunaan pangan dan biofuel serta penurunan produksi sebagian negara penghasil beras karena El-Nino. 5.2.4. Negara Pengimpor Utama Beras Negara pengimpor utama beras adalah Filipina, Indonesia, Nigeria, dan Bangladesh masing-masing dengan presentasi 8 persen, 4 persen, 7 persen, dan 2 persen.
Tabel 7. Produksi Beras Filipina, Nigeria dan Bangladeh Tahun 1998-2008 (dalam ton) Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Filipina 8 559 108 11 799 530 12 396 910 12 968 750 13 271 930 13 501 570 14 484 540 14 612 810 15 308 540 16 236 980 16 814 120
Nigeria 3 270 400 3 286 500 3 298 500 2 752 100 2 927 900 3 116 100 3 334 160 3 566 420 4 033 000 3 186 300 4 168 500
Bangladesh 29 752 210 34 388 730 37 588 180 36 247 400 37 590 790 38 395 500 36 278 270 39 781 100 40 729 150 43 146 000 46 699 200
Sumber: IRRI (2010) Berdasarkan Tabel 7 dikemukakan bahwa ketiga negara memiliki kecenderungan produksi yang meningkat dari tahun 1998-2008. Namun perubahan dari tahun ke tahun berbeda, produksi beras Filipina semakin meningkat setiap tahun sedangkan produksi beras Nigeria dan Bangladesh cenderung fluktuatif. Tingkat produksi Filipina dan Bangladesh sudah cukup tinggi bahkan jumlah produksi Bangladesh melebihi tingkat produksi Thailand dan Vietnam yang merupakan negara pertama dan kedua pengekspor beras dunia hanya saja karena tingkat permintaan yang tinggi menyebabkan impor beras harus dilakukan. Perkembangan jumlah impor beras Filipina, Nigeria, dan Bangladesh dapat dilihat pada Tabel 8. Pada Tabel 8 terlihat bahwa jumlah impor Filipina, Nigeria, dan Bangladesh berfluktuasi dari tahun ke tahun sesuai dengan kebutuhan domestik setiap negara. Rata-rata impor beras Filipina adalah 1 403 978 ton selama tahun 1998-2008. Jumlah impor beras terendah terjadi pada tahun 2000 yakni mencapai 642 270 ton. Rata-rata jumlah impor beras Nigeria dan Bangladesh berturut-turut adalah 1 139 756 ton dan 917 727 ton. Jumlah impor terendah pada negara
Nigeria terjadi pada tahun 2007 dengan jumlah impor sebesar 575 890 ton sedangkan Bangladesh mengimpor beras dalam jumlah terendah pada tahun 2001 yakni 152 130 ton. Pada kasus tingginya harga dunia tahun 2007, Filipina, Nigeria, dan Bangladesh memiliki respon yang berbeda. Peningkatan harga dunia tidak mengurangi jumlah beras yang diimpor Filipina sedangkan Nigeria dan Bangladesh merespon dengan mengurangi jumlah impor beras namun respon Nigeria lebih besar dibandingkan dengan respon yang dilakukan Bangladesh. Hal tersebut terlihat dari perbedaan penurunan jumlah impor yang terjadi yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan Impor Beras Filipina, Nigeria, dan Bangladesh Tahun 1998-2008 (dalam ton) Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Filipina 2 414 000 834 380 642 270 810 900 1 196 160 886 530 1 049 170 1 102 480 1 804 950 1 902 920 2 800 000
Nigeria
Bangladesh
594 060 812 450 785 740 1 770 070 1 236 420 1 600 700 1 398 290 1 187 790 975 910 575 890 1 600 000
1 127 210 2 215 320 452 120 152 130 943 430 1 250 710 991 810 709 380 938 090 614 800 700 000
Sumber: IRRI (2010) Besarnya respon jumlah impor beras terhadap perubahan harga dunia tergantung dari hubungan harga dunia dengan harga impor masing-masing Negara. Pada Gambar 14 dapat dilihat perkembangan harga dunia dan harga impor beras Filipina, Nigeria, dan Bangladesh.
0.6 0.5
Harga (USD)
0.4 HBD
0.3
HMBF HMBN
0.2
HMBB 0.1 0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Periode
Sumber: IRRI (2010) Gambar 14. Perkembangan Harga Ekspor Beras Filipina, Nigeria, dan Bangladesh serta Harga Beras Dunia Tahun 1998-2008 Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat bahwa harga beras Filipina, Nigeria, dan Bangladesh cenderung untuk mengikuti harga beras dunia terutama tahun 1999-2007 namun pada tahun 2008 tingginya harga beras dunia pada tahun 2007 menyebabkan negara pengkonsumsi beras di dunia melakukan berbagai kebijakan untuk mengurangi tekanan kenaikan harga seperti upaya peningkatan produksi domestik, dukungan kebijakan subsidi impor, dan lain sebagainya sehingga harga beras Filipina, Nigeria, dan Bangladesh tidak meningkat sebesar peningkatan harga dunia bahkan menurun pada tahun 2008.
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil penelitian yang diperoleh. Hasil estimasi persamaan perilaku disajikan tanda dan besaran dari parameter yang diestimasi, koefisien determinasi (R2), statistik F, statistik-t dan uji serial korelasi (autocorrelation). 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Ekonometrika Hasil estimasi model integrasi pasar beras menunjukkan bahwa model sudah cukup baik. Hal tersebut terlihat dari koefisien determinasi (R2), dimana lebih dari 71 persen dari persamaan perilaku mempunyai koefisien determinasi (R2) lebih dari 70 persen sedangkan 29 persen dari persamaan perilaku memiliki koefisien determinasi berkisar antara 21 sampai 59 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum peubah-peubah penjelas (explanatory variable) yang ada dalam persamaan perilaku mampu menjelaskan dengan baik peubah endogen (endogenous variable). Sekitar 80 persen dari jumlah persamaan perilaku, memiliki nilai statistik F nyata dalam taraf 1 persen. Hal tersebut berarti bahwa peubah-peubah penjelas dalam persamaan perilaku secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap peubah endogennya. Setiap persamaan struktural mempunyai besaran parameter dan tanda (magnitude dan sign) sesuai dengan hipotesis dan logis dari sudut pandang ekonomi.
Nilai statistik t digunakan untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas berpengaruh nyata terhadap peubah endogennya. Hasil statistik t menunjukkan bahwa terdapat beberapa peubah penjelas yang tidak signifikan atau tidak berpengaruh nyata terhadap peubah endogennya pada taraf α=0.05. Pada penelitian ini digunakan beberapa taraf α, yang dapat dilihat dengan menggunakan simbol-simbol berikut. a. A
berarti berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata α = 0.05
b. B
berarti berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata α = 0.10
c. C
berarti berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata α = 0.15
d. D
berarti berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata α = 0.20 Berdasarkan nilai t statistik, terdapat juga peubah penjelas yang tidak
signifikan pada berbagai taraf α yang ditoleransi, namun yang diutamakan pada penelitian ini adalah kelogisan dan kesesuaian tanda dan besaran (sign dan magnitude) dengan kriteria ekonomi. Berdasarkan
uji Durbin h didapatkan
kisaran nilai h -7.14 sampai 2.95. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa 79 persen atau 11 persamaan struktural tidak terdapat serial korelasi (autocorrelation) dan hanya 3 persamaaan struktural (21 persen) yang memiliki serial korelasi. Ada tidaknya masalah serial korelasi yang serius, pindyck dan Rubinfeld (1991) telah membuktikan bahwa masalah serial korelasi hanya mengurangi efisiensi estimasi parameter dan serial korelasi tidak menimbulkan bias parameter regresi. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, dengan mempertimbangkan periode pengamatan yang cukup panjang maka hasil estimasi model dalam penelitian ini dapat dikatakan cukup menggambarkan fenomena ekonomi beras di Indonesia.
6.2. Keragaan Pasar Beras Domestik Setelah melakukan beberapa spesifikasi model, diperoleh model integrasi pasar beras Indonesia yang terdiri dari beberapa persamaan perilaku yang dikelompokan kedalam dua blok yaitu blok pasar beras domestik dan blok pasar beras dunia. 6.2.1. Produksi Padi Indonesia Berdasarkan hasil estimasi persamaan produksi padi pada Tabel 9, diketahui bahwa produksi padi Indonesia dipengaruhi secara positif oleh trend harga gabah tingkat petani, luas areal panen, harga pupuk urea riil, kredit pertanian, curah hujan, dan produksi padi tahun sebelumnya. Respon produksi padi terhadap harga gabah di tingkat petani, harga pupuk urea, perubahan kredit pertanian, perubahan luas areal irigasi, dan curah hujan adalah inelastis baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek sedangkan respon terhadap perubahan luas areal panen adalah inelatis dalam jangka pendek tetapi elastis dalam jangka panjang. Tabel 9. Hasil Estimasi Parameter Produksi Padi Indonesia Peubah
Parameter Dugaan
t-hitung
prob-t
Elastisitas SR
Intersep THGTPR LAP HPUR DKDTR DLAI CH LPPD
Nama Peubah LR
-12537.600 0.047C 3.394A
-2.220 1.540 3.750
0.038 0.139 0.001
0.049 0.693
0.090 1.267
-1.129
-1.260
0.221
-0.023
-0.043
0.041322D
1.460
0.159
0.0000065
0.00012
0.259 0.696 0.454A
0.210 1.100 3.730
0.836 0.286 0.001
0.00035 0.035
0.00064 0.064
R2=0.986 F-hit=195.710 Dw=1.171 Dh=2.950
Intersep HGTPR*T Luas Areal Panen Harga Pupuk Urea Riil Perubahan kredit pertanian Perubahan luas areal irigasi Curah Hujan Produksi Padi T-1
Respon produksi padi terhadap harga gabah ditingkat petani berpengaruh nyata secara statistik dengan respon yang inelastis baik jangka panjang maupun jangka pendek. Hal tersebut dapat diartikan bahwa harga bukan faktor utama yang menjadi insentif petani untuk meningkatkan produksi. Luas areal panen berpengaruh nyata terhadap produksi padi dengan respon yang inelastis dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang produksi padi responsif terhadap perubahan luas areal panen. Rendahnya produksi padi di Indonesia disebabkan oleh penguasaan lahan per kapita yang relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara pengekspor beras seperti Thailand, Vietnam, dan Myanmar. Luas areal panen per kapita Indonesia hanya mencapai 513 m2 per kapita sedangkan data luas lahan potensial untuk pertanian sawah menurut Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian tersedia 10 juta ha dan dalam jangka panjang mampu untuk meningkatkan produksi padi di Indonesia (Sumarno, 2006). Produksi padi tidak responsif terhadap perubahan kredit pertanian baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pengurangan kredit pertanian tidak menyebabkan petani mengubah penggunaan sarana produksi pertanian sehingga produksi padi juga tidak berubah secara nyata (Smeru, 2002). Harga pupuk urea, curah hujan, dan perubahan luas areal irigasi tidak nyata secara statistik pengaruhnya terhadap produktivitas padi dan bersifat inelastis. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa produksi padi di Indonesia telah mengalami pelandaian produksi atau leveling off (Sitepu, 2002). Produksi padi dipengaruhi secara nyata oleh produksi padi tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat dari produksi padi untuk menyesuaikan diri dan merespon perubahan ekonomi
yang terjadi. Dilihat dari besaran nilai statistik R 2=0.98, semua peubah penjelas mampu menjelaskan perubah endogennya sebesar 98 persen sedangkan sisanya, 2 persen, dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan dengan nilai statistik F hitung = 195.71, artinya bahwa persamaan tersebut mampu menjelaskan peubah endogennya dengan baik. 6.2.2. Produksi Beras Indonesia Produksi beras diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu faktor konversi gabah kering giling (GKG) menjadi beras. Penelitian ini menggunakan angka konversi yakni 0.63 sesuai dengan pendekatan yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik tahun 1997-2005. Oleh sebab itu, diperoleh persamaan produksi beras yaitu: PBt = 0.63*PPDt 6.2.3. Jumlah Impor Beras Persamaan dari estimasi parameter jumlah impor beras Indonesia dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa jumlah impor beras Indonesia berhubungan negatif dengan perubahan harga impor, persentase tarif impor, produksi beras, dan stok awal tahun sedangkan permintaan beras dan lag jumlah impor berhubungan positif dengan jumlah impor beras. Pengaruh perubahan harga impor dan tarif impor terhadap jumlah impor beras Indonesia tidak nyata secara statistik dan inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa perubahan harga impor dan kebijakan tarif impor beras bukan merupakan faktor utama dalam melakukan impor beras melainkan kondisi penawaran dan permintaan domestik. Hal tersebut
terlihat dari elastisitas permintaan beras Indonesia, produksi beras, dan stok beras awal tahun Indonesia yang sangat elastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal tersebut memperlihatkan respon jumlah impor yang besar terhadap perubahan permintaan beras Indonesia, perubahan produksi beras dan stok awal tahun. Tabel 10. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Impor Beras Peubah
Parameter Dugaan
t-hitung
prob-t
Elastisitas SR
Intersep
Nama Peubah LR
-403.514
-0.140
0.891
-0.087
-0.910
0.374
-0.029
-0.032
-10.268
-0.240
0.813
-0.170
-0.191
DBI
0.111
1.100
0.283
4.117
4.613
PB
-0.032
-0.300
0.771
-2.283
-2.557
LSBT
-0.966C
-1.690
0.106
-1.778
-1.992
LJIBI
0.107
0.510
0.618
DHMBIRR PERTARIFR
Intersep HMBIRRLHMBIRR Persentase Tarifr Jumlah Konsumsi Beras Untuk Pangan Indonesia Produksi Beras Stok Beras Akhir Tahun T-1 Jumlah Impor Beras Indonesia T-1
2
R =0.227 F-hit=1.030 Dw=1.739 Dh=0.688
Stok beras awal tahun berhubungan nyata dan negatif terhadap jumlah impor beras Indonesia dengan elastisitas yang elastis yakni 1.77 dalam jangka pendek dan 1.99 dalam jangka panjang. Artinya apabila terjadi kenaikan satu persen stok bulog pada awal tahun, ceteris paribus, maka jumlah impor beras akan menurun 1.77 persen dalam jangka pendek dan 1.99 persen dalam jangka panjang. Respon yang besar tersebut menunjukkan bahwa impor juga digunakan oleh Bulog untuk mengatur kondisi stok beras dalam negeri. Variabel lag jumlah impor beras tidak berpengaruh nyata secara statistik dengan jumlah impor beras, kondisi ini menunjukkan bahwa impor beras yang dilakukan tidak memerlukan tenggang waktu yang lambat untuk menyesuaikan jumlah impor beras dalam merespon perkembangan situasi ekonomi beras domestik dan dunia.
6.2.4. Stok Beras Stok beras yang dikaji pada penelitian ini merupakan stok beras yang ada di Bulog. Hal tersebut dilakukan karena terkait dengan kelengkapan data dan melihat fungsi Bulog dalam menjaga kestabilan ketersediaan beras. Jumlah beras yang ada di masyarakat tidak diperhitungkan. Hasil estimasi stok beras dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Estimasi Parameter Stok Beras Indonesia Peubah
Parameter Dugaan
t-hitung
prob-t
Elastisitas SR
Nama Peubah
LR
Intersep
1482.922
2.210
0.038
Intersep
HBER
-0.184D
-1.400
0.176
-0.752
-0.795
Harga Beras Eceran Riil
PGBB
0.292C
1.690
0.106
0.869
0.918
Pengadaan Beras Bulog
DOPS
-0.129
-0.700
0.490
0.038
0.040
OPS-LOPS
DJIBI
0.143D
1.610
0.121
-0.058
-0.062
JIBI-LJIBI
LSBT
0.054
0.220
0.829
Stok Beras Akhir Tahun T-1
2
R =0.20673 F-hit=1.15 Dw=1.985836 Dh= 0.038062
Berdasarkan pada Tabel 11 stok berhubungan nyata dan negatif dengan harga beras eceran. Hal tersebut mengindikasikan adanya peran Bulog dalam mengendalikan harga. Ketika harga beras meningkat, Bulog mengeluarkan stoknya ke pasar meskipun dengan respon yang inelastis baik dalam jangka pendek (-0.752) maupun jangka panjang (-0.795). Artinya ketika harga meningkat satu persen maka Bulog mengeluarkan stoknya sehingga stok akhir tahun berkurang 0.752 persen dalam jangka pendek dan 0.795 persen dalam jangka panjang. Operasi pasar beras juga berhubungan negatif dan inelastis terhadap stok beras akhir tahun artinya semakin banyak operasi pasar yang dilakukan maka semakin berkurang stok beras Bulog namun pengaruh operasi pasar terhadap jumlah stok beras tidak nyata secara statistik. Hal tersebut karena sering kali
operasi pasar yang dilakukan Bulog bersumber dari impor dan bulog berusaha untuk terus mempertahankan jumlah stok beras. Jumlah pengadaan gabah oleh Bulog berhubungan nyata dan positif dengan stok beras. Respon stok terhadap jumlah pengadaan beras oleh Bulog adalah inelastis dalam jangka pendek (0.819) dan dalam jangka panjang (0.918). Artinya peningkatan satu persen pengadaan beras oleh Bulog meningkatkan jumlah stok beras 0.819 persen dalam jangka pendek dan 0.918 persen dalam jangka panjang. Stok juga berhubungan nyata dan positif terhadap jumlah impor beras Indonesia meskipun dengan respon yang inelastis baik dalam jangka pendek (0.11) maupun jangka panjang (0.12). Artinya setiap peningkatan satu persen jumlah impor beras Indonesia akan meningkatkan stok akhir tahun 0.11 persen dalam jangka pendek dan 0.12 persen dalam jangka panjang. Hal tersebut berarti bahwa impor bersama dengan produksi beras domestik merupakan salah satu sumber dari pengadaan stok beras Indonesia. Lag stok tidak berpengaruh nyata terhadap stok beras akhir tahun, kondisi ini menunjukkan bahwa stok beras tidak memerlukan tenggang waktu yang lambat untuk menyesuaikan stok beras dalam merespon perkembangan situasi ekonomi beras domestik dan dunia. 6.2.5. Penawaran Beras Indonesia Total penawaran beras di Indonesia merupakan persamaan identitas dari penjumlahan produksi beras Indonesia, ditambah stok awal tahun, dan jumlah impor beras Indonesia. Secara matematis persamaan identitas dari total penawaran beras dapat dilihat pada persamaan:
Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap perubahan kebijakan atau gangguan pada produksi beras domestik, stok awal tahun yang tersedia, serta jumlah impor beras akan memberi pengaruh dan efek balik kepada peubah endogen baik secara langsung maupun tidak langsung. 6.2.6. Permintaan Beras Indonesia Hasil dari estimasi parameter permintaan beras untuk konsumsi dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa permintaan beras Indonesia berhubungan negatif dengan harga beras eceran dan berhubungan positif dengan harga jagung eceran, pendapatan perkapita dan permintaan beras tahun sebelumnya. Tabel 12. Hasil Estimasi Parameter Permintaan Beras Indonesia Peubah
Parameter Dugaan
t-hitung
prob-t
Elastisitas SR
Nama Peubah
LR
Intersep
2706.798
1.600
0.122
HBER
-1.424A
-2.620
0.015
-0.197
-1.109
Harga Beras Eceran Riil
HJER
3.770A
3.290
0.003
0.244
1.370
Harga Jagung Eceran Riil
0.038
0.350
0.728
0.019
0.109
Pendapatan Riil Perkapita
0.822A
13.040
<.0001
IRCAP LDBI
Intersep
Lag Permintaan Beras
2
R =0.963 F-hit=147.830 Dw=1.986 Dh=0.038
Permintaan beras berhubungan nyata dan negatif dengan harga beras eceran. Respon permintaan beras terhadap perubahan harga beras eceran adalah inelastis dalam jangka pendek (-0.197), akan tetapi elastis dalam jangka panjang (1.109). Artinya, kenaikan harga eceran beras sebesar satu persen akan mengurangi permintaan beras untuk konsumsi sebesar 0.197 persen dalam jangka pendek dan 1.109 persen dalam jangka panjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa perubahan harga beras ditingkat konsumen memberikan dampak yang kecil terhadap permintaan beras itu sendiri dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang,
konsumen mulai untuk menyesuaikan diri, konsumen memulai untuk mencari alternatif makanan pokok lain. Respon permintaan beras terhadap harga jagung, sebagai komoditas substitusinya, adalah inelastis dalam jangka pendek akan tetapi elastis dalam jangka panjang. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa komoditas beras merupakan komoditas pangan utama dalam jangka pendek namun dalam jangka panjang ketika harga jagung jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga beras, komoditas jagung dapat menjadi komoditas pangan alternatif selain beras. Pendapatan perkapita masyarakat tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan beras. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Permintaan beras dipengaruhi secara nyata oleh lag permintaan beras Indonesia. Hal tersebut berarti bahwa permintaan beras untuk konsumsi memerlukan waktu yang relatif lambat untuk menyesuaikan diri kembali pada tingkat keseimbangan, dengan kata lain, permintaan beras relatif tidak stabil. Di samping itu, koefisien determinasi dari persamaan permintaan beras Indonesia yaitu 96.3 persen. Artinya bahwa peubah penjelas mampu menjelaskan peubah endogennya sebesar 96.3 persen, sedangkan sisanya 3.7 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan. Nilai statistik F hitung adalah 147.830 atau memiliki probability F adalah 0.001, artinya bahwa persamaan secara bersamasama berpengaruh terhadap peubah endogennya. 6.2.7. Harga Impor Beras Hasil dari estimasi parameter harga impor beras dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13, harga beras impor berhubungan positif dengan harga
beras dunia dalam rupiah, lag harga dunia dalam rupiah, dan lag harga impor beras. Artinya, semakin tinggi harga dunia, lag harga dunia, dan lag harga impor beras maka harga impor beras semakin tinggi. Tabel 13. Hasil Estimasi Parameter Harga Impor Beras Peubah
Parameter Dugaan
t-hitung
prob-t
Elastisitas SR
Nama Peubah
LR
Intersep
-0.02531
-0.330
0.746
HBDRR
0.000031B
1.840
0.078
0.266
0.584
HBDR*ERR
0.000021
1.240
0.226
0.111
0.243
LAG (HBDRR)
0.545A
4.950
<.0001
LHBDRR LHMBIR
Intersep
Lag harga impor beras Indonesia
R2= 0.953 F-hit=161.090 Dw=2.335 Dh= -7.143
Harga beras dunia dalam rupiah dan lag harga impor berpengaruh nyata secara statistik sedangkan lag harga beras dunia tidak berpengaruh nyata secara statistik. Keterkaitan harga dunia dan harga impor akan dipaparkan lebih dalam ketika membahas integrasi pasar beras. Meskipun begitu, koefisien determinasi dari persamaan permintaan beras Indonesia yaitu 95.26 persen. Artinya bahwa peubah penjelas mampu menjelaskan peubah endogennya sebesar 95.26 persen, sedangkan sisanya 4.74 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan dengan nilai statistik F hitung adalah 161.69 atau memiliki probability F adalah 0.001, artinya bahwa persamaan secara bersama-sama berpengaruh terhadap peubah endogennya. 6.2.8. Harga Beras Eceran Hasil dari estimasi harga beras eceran dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14, harga eceran beras berhubungan positif dengan harga gabah di tingkat petani, perubahan impor beras, trend waktu, dan harga eceran
beras tahun sebelumnya sedangkan penawaran beras berhubungan negatif dengan harga beras eceran. Tabel 14. Hasil Estimasi Parameter Harga Beras Eceran Parameter Dugaan
Peubah
t-hitung
prob-t
Elastisitas SR
Nama Peubah LR
Intersep
-788.406
-1.140
0.268
HGTPR
1.876A
5.090
<.0001
0.924
1.366
0.003
0.170
0.867
3.0654E-08
4.53E-08
-0.013
-0.460
0.648
-0.120
-0.178
3.730
0.220
0.830
0.025
0.036
0.323A
2.600
0.016
DHMBIRR SPB T LHBER
Intersep Harga Gabah Tingkat Petani Riil HMBIRRLHMBIRR Penawaran Beras Indonesia Trend Lag HBER
2
R =0.923 F-hit=52.520 Dw=1.089 Dh= 2.433
Harga beras eceran berhubungan nyata dan positif dengan harga gabah tingkat petani namun dengan respon yang inelastis dalam jangka pendek (0.924) sedangkan dalam jangka panjang respon harga eceran beras adalah elatis (1,366). Artinya bahwa peningkatan satu persen harga gabah di tingkat petani meningkatkan harga eceran beras 0.924 persen dalam jangka pendek dan 1.366 persen dalam jangka panjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat transmisi harga yang cukup tinggi pada perubahan harga ditingkat petani terhadap harga ditingkat konsumen, bahkan dalam jangka panjang respon perubahan harga ditingkat konsumen lebih tinggi dibandingkan dengan perubahan ditingkat petani sendiri. Perubahan harga impor beras rill Indonesia juga berhubungan positif namun tidak nyata secara statistik. Hal tersebut karena transmisi harga beras Indonesia yang lemah sehingga perubahan harga impor tidak nyata berpengaruh terhadap perubahan harga eceran beras Indonesia. Penawaran beras Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap harga eceran beras Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa Bulog mampu menstabilkan
harga beras ditingkat konsumen dari fluktuasi produksi melalui mekanisme stok dan impor beras. Lag harga beras eceran berpengaruh nyata terhadap harga eceran beras. Hal tersebut berarti bahwa terdapat tenggang waktu yang relatif lambat bagi harga eceran beras itu kembali pada tingkat keseimbangannya, atau dengan kata lain harga eceran relatif tidak stabil. Koefisien determinasi dari persamaan harga eceran beras Indonesia yaitu 92.3 persen. Artinya bahwa peubah penjelas mampu menjelaskan peubah endogennya sebesar 92.3 persen, sedangkan sisanya 7.7 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan dengan nilai statistik F hitung adalah 52.52 atau memiliki probability F adalah 0.001, artinya bahwa persamaan secara bersamasama berpengaruh terhadap peubah endogennya. 6.2.9. Harga Gabah Tingkat Petani Estimasi parameter dari persamaan harga gabah tingkat petani dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16, diperoleh bahwa harga gabah di tingkat petani berhubungan positif dengan harga pokok pembelian pemerintah. Ketika pemerintah menetapkan harga pembelian pemerintah yang lebih tinggi maka harga gabah di tingkat petani juga meningkat, namun dengan respon yang inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Elastisitas harga gabah ditingkat petani terhadap harga pembelian pemerintah adalah 0.09 dalam jangka pendek dan 0.48 dalam jangka panjang. Artinya, ketika harga pembelian pemerintah meningkat satu persen, ceteris paribus, maka harga ditingkat petani meningkat 0.09 persen dalam jangka pendek dan 0.048 dalam jangka panjang. Meskipun pengaruh harga pembelian pemerintah tidak nyata secara statistik,
namun harga pembelian pemerintah dapat dijadikan salah satu instrumen Bulog untuk menstabilkan harga gabah di tingkat petani. Tabel 15. Hasil Estimasi Parameter Harga Gabah Tingkat Petani Peubah
Parameter Dugaan
Intersep
1017.132
1.780
0.088
0.094
0.800
0.433
0.092
0.354A -819.520C
6.020 -1.500
<.0001 0.147
-0.073 -0.398
HPPR DHBER PPD2
t-hitung
prob-t
LHGTPR 0.810A 5.250 <.0001 2 R =0.886 F-hit=44.890 Dw=2.507 Dh= -1.349
Elastisitas SR LR
Nama Peubah
Intersep Harga Pokok 0.483 Pembelian Riil 0.017 HBER-LHBER -2.100 PPD/LPPD Harga Gabah Tingkat Petani Riil T-1
Harga beras eceran berpengaruh nyata dan positif terhadap harga gabah ditingkat petani. Perubahan harga gabah ditingkat petani tidak responsif terhadap perubahan harga beras eceran dalam jangka pendek dengan elastisitas 0.72, artinya peningkatan satu persen harga beras eceran meningkatkan harga gabah ditingkat petani sebesar 0.72 persen. Dalam jangka panjang, harga gabah ditingkat petani responsif terhadap perubahan harga eceran beras dengan elastisitas 3.79, artinya peningkatan harga eceran beras satu persen meningkatkan harga gabah ditingkat petani sebesar 3.79 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat lag waktu dalam mentransmisikan perubahan harga eceran beras terhadap perubahan harga gabah ditingkat petani. Di samping itu, rasio produksi padi dengan lag nya berhubungan nyata dan negatif terhadap harga gabah di tingkat petani dengan respon yang inelastis dalam jangka pendek (0.398) dan elatis dalam jangka panjang (2.100). Artinya peningkatan satu persen rasio harga produksi padi dengan lag nya akan meningkatkan harga gabah di tingkat petani 0.398 persen dalam jangka pendek dan 2.100 persen dalam jangka panjang. Hal tersebut
menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, harga gabah di tingkat petani masih tergantung dari produksi padi ketika produksi padi meningkat (panen raya), harga gabah menurun, sebaliknya ketika produksi padi menurun (paceklik), harga gabah di tingkat petani meningkat dengan sangat tajam. Oleh sebab itu, peran serta dari pemerintah melalui Bulog memiliki peran penting untuk menstabilkan harga di tingkat petani. Lag harga gabah di tingkat petani berpengaruh nyata terhadap harga gabah di tingkat petani. Hal tersebut berarti bahwa terdapat tenggang waktu yang relatif lambat bagi harga gabah di tingkat petani itu kembali pada tingkat keseimbangannya, atau dengan kata lain harga gabah di tingkat petani relatif tidak stabil. 6.3. Keragaan Pasar Beras Dunia Dalam menganalisis integrasi pasar beras domestik terhadap dunia, model dibagi kedalam dua blok, blok pasar domestik dan blok pasar dunia. Pada blok pasar dunia dipelajari perilaku ekspor impor negara pengimpor dan pengekspor utama beras. Negara pengekspor yang dipelajari pada penelitian ini yaitu Thailand, Vietnam dan Pakistan sedangkan negara pengimpor meliputi Indonesia, Filipina, Nigeria dan Bangladesh. 6.3.1. Jumlah Impor Beras Filipina Estimasi parameter jumlah impor Filipina dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan pada Tabel 16, dikemukakan bahwa jumlah impor beras Filipina berhubungan negatif dengan pertumbuhan harga dunia, nilai tukar Filipina, dan perubahan produksi beras Filipina, namun berhubungan positif dengan GDP perkapita dan jumlah impor beras Filipina tahun sebelumnya.
Respon jumlah impor beras terhadap pertumbuhan harga dunia dan nilai tukar Filipina berhubungan negatif, tidak nyata dan inelastis baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa perubahan jumlah impor Filipina tidak responsif terhadap perubahan pertumbuhan harga beras dunia dan nilai tukar Filipina. Hal tersebut menunjukkan bahwa beras juga merupakan kebutuhan utama masyarakat Filipina sehingga harga tidak menjadi faktor utama yang menentukan volume impor beras Filipina melainkan kondisi produksi beras domestik Filipina. Tabel 16. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Impor Beras Filipina Peubah
Parameter Dugaan
t-hitung
prob-t
Elastisitas SR
Nama Peubah
LR
Intersep
191.527
0.280
0.784
Intersep
PHBDR
-190.484
-0.960
0.347
-0.011
-0.021
(HBDR-LHBDR)/LHBDR
ERFR
-5.677
-0.650
0.524
-0.076
-0.148
DPBF
-0.287A
-3.100
0.005
-0.059
-0.116
Nilai tukar Filipina riil Perubahan jumlah produksi beras Filipina
TGDPFRCAP
0.713A
2.430
0.024
0.508
0.995
LJIBF
0.489A
2.250
0.035
T*GDPRCAP Lag jumlah impor beras Filipina
2
R = 0.783 F-hit=15.860 Dw=2.072 Dh=-0.190
Produksi beras Filipina berhubungan nyata dan negatif dengan jumlah impor beras Filipina. Respon jumlah impor beras Filipina terhadap perubahan produksi beras adalah inelastis baik jangka pendek maupun jangka panjang. Elastisitas jangka pendek jumlah impor beras terhadap perubahan produksi beras Filipina adalah -0.059 sedangkan elastisitas jangka panjang adalah -0.116. Artinya, jika perubahan produksi beras Filipina meningkat satu persen maka jumlah impor beras Filipina akan menurun 0.059 persen dalam jangka pendek dan 0.116 persen dalam jangka panjang.
Variabel trend GDP perkapita Filipina berhubungan positif dan berpengaruh nyata secara statistik serta tidak responsif terhadap jumlah impor Filipina dalam jangka pendek (0.508) dan jangka panjang (0.995). Artinya peningkatan satu persen GDP per kapita Filipina dalam trend nya akan meningkatkan jumlah impor beras 0.508 persen dalam jangka pendek dan 0.995 persen dalam jangka panjang. Lag jumlah impor beras juga berpengaruh nyata terhadap jumlah impor beras Filipina artinya bahwa terdapat ternggang waktu yang relatif lambat bagi jumlah impor beras untuk menyesuaikan stok beras dalam merespon perkembangan situasi ekonomi beras domestik dan dunia. 6.3.2. Jumlah Impor Beras Nigeria Hasil estimasi parameter jumlah impor beras Nigeria dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan Tabel 17, ditunjukkan bahwa jumlah impor beras Nigeria berhubungan negatif dengan harga beras dunia dan berhubungan positif dengan GDP per kapita Nigeria dan jumlah impor beras Nigeria tahun sebelumnya. Respon jumlah impor Nigeria terhadap harga beras dunia adalah inelastis baik dalam jangka pendek (-0.023) maupun jangka panjang (-0.047). Artinya, peningkatan satu persen harga beras dunia, ceteris paribus, menurunkan jumlah impor beras Nigeria 0.023 persen dalam jangka pendek dan 0.047 persen dalam jangka panjang. Tabel 17. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Impor Beras Nigeria Peubah Intersep HBDRN GDPNRCAP
Parameter Dugaan
t-hitung
prob-t
158.376 -1.040C
0.530 -1.590
0.598 0.125
-0.023
-0.047
4.281
1.220
0.235
0.341
0.702
LJIBN 0.514C 2.630 0.015 2 R =0.592 F-hit=11.590 Dw=2.145 Dh=-0.383
Elastisitas SR LR
Nama Peubah Intersep HBDR*ERN Gross Domestik Product Nigeria Riil Per Kapita Jumlah Impor Beras Nigeria T-1
GDP perkapita Nigeria tidak berpengaruh nyata dan berhubungan positif terhadap jumlah impor beras Nigeria. Hal tersebut menunjukkan bahwa beras masih merupakan makanan pokok masyarakat Nigeria. Lag jumlah impor beras Nigeria berpengaruh nyata terhadap jumlah impor beras Nigeria artinya bahwa terdapat tenggang waktu yang relatif lambat bagi jumlah impor beras untuk menyesuaikan stok beras dalam merespon perkembangan situasi ekonomi beras domestik dan dunia. 6.3.3. Jumlah impor Beras Bangladesh Hasil estimasi parameter jumlah impor beras Bangladesh dapat dilihat pada Tabel 18. Berdasarkan Tabel 18 diperoleh bahwa jumlah impor beras Bangladesh berhubungan tidak nyata dan negatif dengan harga beras dunia namun berhubungan nyata dengan nilai tukar. Tabel 18. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Impor Beras Bangladesh Peubah
Parameter Dugaan
t-hitung
prob-t
Elastisitas SR
Intersep
1553.465
2.720
0.012
HBDR
-61.507
-0.400
0.691
-0.034
ERBR
-4.443A
-2.110
0.046
-0.329
5.76E-10
0.660
0.518
-5.10E-01
DGDPBRCAP
Nama Peubah LR Intersep Harga Beras Dunia Riil Nilai tukar riil Bangladesh Perubahan GDP perkapita Bangladesh
2
R =0.349 F-hit=4.280 Dw=1.879
GDP perkapita Bangladesh tidak nyata berpengaruh terhadap jumlah impor beras Bangladesh dan berhubungan positif. Jumlah impor Bangladesh tidak responsif terhadap perubahan harga beras dunia, nilai tukar, dan perubahan GDP perkapita Bangladesh. Berdasarkan pada kondisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa nilai tukar merupakan faktor utama yang menentukan jumlah permintaan
impor Bangladesh sedangkan harga beras dunia dan perubahan pendapatan bukan merupakan faktor utama penentu jumlah impor beras di Bangladesh. 6.3.4. Jumlah Ekspor Beras Thailand Hasil estimasi parameter jumlah ekspor beras Thailand dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan Tabel 19, diperoleh bahwa jumlah ekspor beras Thailand dipengaruhi secara nyata oleh produksi beras Thailand dengan respon inelatis baik dalam jangka pendek (0.79) maupun jangka panjang (0.97). Artinya peningkatan satu persen produksi beras Thailand, ceteris paribus, akan meningkatkan jumlah ekspor beras Thailand sebesar 0.79 persen dalam jangka pendek, dan 0.97 persen dalam jangka panjang. Tabel 19. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Ekspor Beras Thailand Peubah
Parameter Dugaan
t-hitung
prob-t
Elastisitas SR
Intersep DHBDRB PBT LJEBT
Nama Peubah LR
-2206.390
-2.260
0.033
Intersep
1.635
0.210
0.833
0.00074
0.00091
0.309A
4.470
0.0002
0.795
0.971
0.182
1.090
0.288
HBDRB-LHBDRB Produksi Beras Thailand Jumlah Ekspor Beras Thailand T-1
2
R =0.847 F-hit=44.510 Dw=2.256 Dh=-0.679
Meskipun tidak nyata secara statistik, harga dunia berhubungan positif terhadap jumlah ekspor beras Thailand. Respon jumlah ekspor beras Thailand adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang terhadap perubahan harga beras dunia. Lag jumlah ekspor beras Thailand tidak berpengaruh nyata secara statistik, artinya bahwa ekspor beras Thailand relatif cepat melakukan penyesuaian jumlah ekspornya dalam merespon situasi perubahan ekonomi yang terkait dengan perberasan domestik dan dunia.
6.3.5. Jumlah Ekspor Beras Vietnam Hasil estimasi parameter jumlah ekspor Vietnam dapat dilihat pada Tabel 20. Berdasarkan pada Tabel 20 terlihat bahwa jumlah ekspor Vietnam dipengaruhi secara nyata dan positif oleh harga beras dunia, produksi beras Vietnam, dan lag jumlah ekspor beras Vietnam. Tabel 20. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Ekspor Beras Vietnam Peubah
Parameter Dugaan
t-hitung
prob-t
Elastisitas SR
Nama Peubah
LR
Intersep
-2278.880
-3.600
0.002
Intersep
HBDRD
0.006D
1.320
0.199
0.005
0.007
PBV
0.148A
3.900
0.0007
1.108
1.596
LJEBV
0.306C
1.690
0.104
HBDR*ERVR Produksi Beras Vietnam Jumlah Ekspor Beras Vietnam T-1
2
R =0.948 F-hit=144.830 Dw=2.070 Dh=-0.185
Respon jumlah ekspor beras Vietnam terhadap harga beras dunia adalah inelastis, baik dalam jangka pendek (0.005) maupun jangka panjang (0.007). Artinya, peningkatan harga beras dunia sebesar satu persen, ceteris paribus, meningkatkan jumlah beras ekspor Vietnam 0.005 persen dalam jangka pendek dan 0.007 persen dalam jangka panjang. Respon produksi beras Vietnam elastis dalam jangka pendek dengan elastisitas 1.108 dan elastis dalam jangka panjang dengan elastisitas 1.596. Artinya, peningkatan satu persen produksi beras Vietnam, ceteris paribus, meningkatkan jumlah ekspor beras 1.108 persen dalam jangka pendek dan 1.596 persen dalam jangka panjang. Lag jumlah ekspor beras Vietnam juga berpengaruh nyata terhadap jumlah ekspor beras Vietnam artinya bahwa terdapat ternggang waktu yang relatif lambat bagi jumlah ekspor beras Vietnam untuk menyesuaikan stok beras dalam merespon perkembangan situasi ekonomi beras domestik dan dunia.
6.3.6. Jumlah Ekspor Beras Pakistan Hasil estimasi parameter jumlah ekspor beras Pakistan dapat dilihat pada Tabel 21. Berdasarkan Tabel 21 terlihat bahwa perubahan harga beras dunia tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ekspor beras Pakistan. Perubahan harga beras dunia berhubungan positif dan inelastis baik dalam jangka pendek (0.0037) maupun jangka panjang (0.0059) terhadap perubahan harga dunia. Perubahan jumlah impor beras Pakistan tidak responsif terhadap perubahan harga dunia. Tabel 21. Hasil Estimasi Parameter Jumlah Ekspor Beras Pakistan Parameter Dugaan
Peubah
t-hitung
prob-t
Elastisitas SR
Intersep
LR
-993.351
-2.660
0.014
1.969
0.540
0.592
0.0037
0.0059
PBP
0.341A
3.780
0.0009
0.889
1.428
LJEBP
0.377B
2.020
0.055
DHBDRK
Nama Peubah Intersep HBDRK-LHBDRK Produksi Beras Pakistan Jumlah Ekspor Beras Pakistan T-1
2
R =0.815 F-hit=35.300 Dw=2.212 Dh=-0.562
Produksi beras Pakistan berpengaruh nyata terhadap jumlah ekspor beras Pakistan dengan respon yang inelastis dalam jangka pendek (0.89) dan elastis dalam jangka panjang (1.43). Artinya peningkatan satu persen produksi beras Pakistan meningkatkan jumlah ekspor Pakistan sebesar 0.89 dalam jangka pendek dan 1.43 dalam jangka panjang. Lag jumlah ekspor beras Pakistan juga berpengaruh nyata terhadap jumlah ekspor beras Pakistan artinya bahwa terdapat tenggang waktu yang relatif lambat bagi jumlah ekspor beras Pakistan untuk menyesuaikan stok beras dalam merespon perkembangan situasi ekonomi beras domestik dan dunia.
6.3.7. Harga Beras Dunia Hasil estimasi parameter harga beras dunia dapat dilihat pada Tabel 22. Berdasarkan Tabel 22 dapat ditunjukkan bahwa harga beras dunia berhubungan negatif dengan jumlah ekspor beras dunia dan berhubungan positif dengan jumlah impor beras dunia serta harga minyak mentah dunia. Jumlah ekspor beras dunia berpengaruh nyata secara statistik terhadap harga beras dunia dengan respon yang elastis (-6.211). Artinya peningkatan satu persen jumlah penawaran ekspor dunia, ceteris paribus, menurunkan harga beras dunia 6.211 persen. Jumlah impor beras berhubungan positif dengan harga beras dunia. Respon jumlah impor beras dunia adalah elastis terhadap harga beras dunia. Tabel 22. Hasil Estimasi Parameter Harga Beras Dunia Peubah
Parameter Dugaan
t-hitung
prob-t
Elastisitas SR
Intersep
1.497786
4.60
0.0001
JXW
-0.00009B
-1.810
0.083
-6.211
JMW
0.000035
0.860
0.398
2.556
0.003A
8.620
<.0001
0.542
HODR
Nama Peubah
LR Intersep Jumlah Ekspor Beras Dunia Jumlah Impor Beras Dunia Harga Minyak Mentah Dunia Riil
2
R =0.902 F-hit=73.870 Dw=1.416
Harga minyak mentah dunia berpengaruh nyata dan positif terhadap harga beras dunia. Elastisitas harga beras dunia terhadap harga minyak mentah adalah 0.542, artinya peningkatan satu persen harga minyak mentah dunia meningkatkan harga beras dunia sebesar 0.542 persen. Berdasarkan pada kondisi-kondisi diatas dapat ditunjukkan bahwa harga beras dunia berfluktuatif cukup tinggi disebabkan oleh perubahan jumlah ekspor dan impor beras dunia sebagai konsekuensi dari sifat pasar beras yang tipis (thin market) dan merupakan pasar sisa (residual market). Hubungan positif dan nyata antara harga minyak mentah dunia dengan
harga beras dunia disebabkan oleh adanya kompetisi penggunaan komoditas serealia untuk kebutuhan pangan dan bahan bakar. Tingginya harga minyak mentah dunia menyebabkan permintaan minyak mentah berkurang dan permintaan minyak nabati meningkat. Hal tersebut menyebabkan harga pangan dunia meningkat sebagai akibat dari meningkatnya permintaan bahan bakar nabati. 6.4.
Integrasi Pasar Beras Indonesia dengan Pasar Beras Dunia Integrasi pasar beras Indonesia dengan pasar beras dunia dilihat dengan
mengestimasi model Ravallion. Berdasarkan Ravallion (1986), harga domestik ditentukan oleh lag harga impor itu sendiri, harga dunia dan lag harga dunia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa harga impor beras dipengaruhi secara nyata oleh harga beras dunia dan lag harga impor nya sedangkan lag harga dunia tidak berpengaruh nyata, hasil estimasi dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Hasil Estimasi Parameter Harga Impor Beras Peubah
Parameter Dugaan
t-hitung
prob-t
Intersep
-0.02531
-0.33
0.7463
HBDRR
0.000031
1.84
0.0783
LHBDRR
0.000021
1.24
0.2257
LHMBIR
0.544509
4.95
<.0001
R2= 0.95269 F-hit=161.09 Dw=2.334534 Dh=-7.14302 Integrasi pasar beras Indonesia dengan pasar beras dunia ditunjukkan oleh nilai Market Integration Index (MII). Indeks integrasi pasar yang merupakan rasio parameter dugaan lag impor beras Indonesia (LHMBIR) dan lag harga beras dunia (LHBDRR). Nilai Market Integration Index (MII) komoditas beras di Indonesia adalah 25929. Nilai MII menunjukkan nilai yang jauh lebih besar dari satu. Oleh
sebab itu, berdasarkan kriteria MII dapat disimpulkan bahwa meskipun dapat dikatakan terintegrasi, derajat integrasi pasar beras Indonesia dengan pasar beras dunia, terintegrasi dengan sangat lemah. Lemahnya derajat integrasi pasar beras Indonesia disebabkan oleh tingginya derajat intervensi pemerintah terhadap komoditas beras. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan tarif impor meskipun nilainya secara riil menurun serta kebijakan kuota impor beras.
VII.
ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN
7.1. Validasi Model Integrasi Pasar Beras Indonesia dengan Pasar Beras Dunia Analisis dampak perubahan harga beras dunia terhadap kesejahteraan masyarakat dilakukan dengan beberapa simulasi perubahan harga dunia, kebijakan domestik, dan skenario transmisi harga. Simulasi kebijakan dapat dilakukan ketika model adalah valid dan dapat dikatakan bahwa model sudah mencerminkan dan menangkap fenomena ekonomi atau apakah nilai dugaan sudah sesuai dengan nilai aktual masing-masing peubah endogen (Pindyck dan Rubinfield, 1991). Model Integrasi Pasar Beras Indonesia dalam penelitian ini telah diuji dengan simulasi dasar untuk sampel pengamatan dari 2006 - 2008. Batasan rentang tahun tersebut ditetapkan sesuai dengan tujuan penelitian yakni melihat perubahan harga beras dunia dan harga dunia tersebut mulai mengalami perubahan yang signifikan pada tiga tahun terakhir terutama pada tahun 2008. Range waktu tersebut juga dipilih karena merupakan rentang waktu berlakunya kebijakan HPP sebagai salah satu kebijakan domestik yang akan dievaluasi terkait dengan perubahan harga beras dunia. Indikator validasi statistik yang digunakan adalah Root Mean Square Error (RMSE), Root Mean Square Percent Error (RMSPE) untuk mengukur seberapa dekat nilai masing-masing peubah endogen hasil pendugaan mengikuti nilai aktualnya selama periode pengamatan atau dengan kata lain seberapa jauh penyimpangannya dalam ukuran persen. Selain itu digunakan statistik proporsi bias (UM), proporsi regresi (UR), proporsi distribusi (UD) dan statistik Theil’s
inequality coefficient (U) untuk mengevaluasi kemampuan model bagi analisis simulasi historis. Semakin kecil RMSE, RMSPE, dan U-Theil’s, maka pendugaan model semakin baik. Nilai koefisien Theil (U) berkisar antara 1 dan 0. Jika U = 0 maka estimasi model sempurna, jika U = 1 maka pendugaan model naif. Berikut ini disajikan hasil validasi model integrasi pasar beras Indonesia periode 2006 sampai 2008 pada Tabel 24. Tabel 24. Hasil Validasi Model Integrasi Pasar Beras Indonesia Tahun 20062008 Nama Peubah
RMSPE
Bias
Reg
Dist
Var
Covar
(UM)
(UR)
(UD)
(US)
(UC)
U
Produksi Padi
1.851
0.650
0.320
0.030
0.330
0.020
0.010
Produksi beras
1.851
0.650
0.320
0.030
0.330
0.020
0.010
178.100
0
0.660
0.340
0.030
0.970
0.342
47.614
0.430
0.390
0.170
0.060
0.500
0.179
Penawaran Beras Indonesia
2.801
0.250
0.670
0.080
0.710
0.040
0.014
Permintaan beras Indonesia
7.977
0.460
0.500
0.040
0.250
0.290
0.039
Harga Impor Beras Indonesia
20.281
0.690
0.230
0.070
0
0.310
0.119
Harga Beras Eceran
17.983
0.960
0
0.040
0
0.040
0.099
Harga Gabah Ditingkat Petani
14.176
0.990
0.010
0
0.010
0
0.076
Jumlah Impor Beras Filipina
20.159
0.750
0.070
0.190
0.130
0.120
0.122
Jumlah Impor Beras Nigeria
62.024
0.010
0.680
0.310
0.370
0.620
0.228
Jumlah Impor Beras Bangladeh
83.643
0.920
0.060
0.020
0.040
0.040
0.272
Jumlah Ekspor Beras Thailand
7.207
0.380
0.460
0.160
0.540
0.080
0.031
Jumlah Ekspor Beras Vietnam
5.460
0.010
0
0.990
0.490
0.510
0.027
Jumlah Ekspor Beras Pakistan
13.347
0.400
0.160
0.440
0
0.600
0.071
Jumlah Impor Beras Dunia
4.069
0.100
0.640
0.260
0.440
0.460
0.020
Jumlah Ekspor Beras Dunia
1.059
0.030
0.360
0.620
0.100
0.870
0.005
50.096
0.040
0.910
0.050
0.160
0.800
0.209
Jumlah Impor Beras Indonesia Stok Beras Indonesia
Harga Beras Dunia
Berdasarkan pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa 13 persamaan dalam model mempunyai RMSPE lebih kecil dari 35 persen, empat persamaan memiliki RMSPE antara 35 sampai 100 persen dan satu persamaan memiliki RMSPE lebih dari 100 persen. Berdasarkan kriteria U-Theil, terdapat lebih dari 88.89 persen
dari total persamaan atau 16 persamaan memiliki nilai U lebih kecil dari 0.25 dan 2 persamaan memiliki nilai U lebih besar dari 0.25. Nilai U-Theil tertinggi adalah sebesar 0.34 yang terdapat pada persamaan jumlah impor beras Indonesia. Nilai RMSPE persamaan tersebut adalah lebih dari 100 persen, akan tetapi tidak bias secara sistematik, karena nilai U M yang sangat kecil. Jika dilihat secara keseluruhan, model ini cukup baik digunakan sebagai model pendugaan. Oleh karena itu model struktural yang telah dirumuskan dapat digunakan untuk simulasi alternatif kebijakan historis periode 2006-2008. 7.2. Dampak Perubahan Harga Dunia pada Beberapa Skenario Transmisi Harga Spasial Karakteristik pasar beras yang tipis dan merupakan pasar residual menyebabkan perubahan harga beras dunia menjadi suatu faktor penting yang menentukan kesejahteraan masyarakat. Dampak perubahan harga beras dunia terhadap kesejahteraan masyarakat akan berbeda tergantung dari derajat integrasi pasar, transmisi harga, kebijakan harga, dan kebijakan perdagangan yang ada. Oleh sebab itu, pada penelitian ini dilakukan simulasi perubahan kebijakan perberasan domestik, harga dunia pada beberapa skenario derajat transmisi harga. 7.2.1. Dampak Peningkatan Harga Dunia 26 persen pada Bentuk Integrasi Pasar Beras Sangat Lemah (Simulasi 1) Hasil simulasi peningkatan harga dunia sebesar 26 persen pada bentuk pasar beras terintegrasi dengan sangat lemah dapat dilihat pada Tabel 25. Berdasarkan Tabel 25, jika terjadi peningkatan harga beras dunia sebesar 26 persen pada kondisi pasar terintegrasi dengan derajat integrasi lemah, maka tingginya harga dunia, meskipun lemah, mampu ditransmisikan ke pasar beras domestik melalui harga impor sehingga harga impor meningkat 19.55 persen. Hal
tersebut menyebabkan jumlah impor beras menurun sebesar 3.84 persen. Penawaran beras merupakan penjumlahan dari impor beras, produksi beras, dan stok, sehingga penurunan jumlah impor beras juga menyebabkan penawaran beras Indonesia berkurang 0.08 persen. Menurunnya jumlah beras yang ditawarkan menyebabkan harga eceran beras meningkat 0.11 persen. Harga gabah tingkat petani yang merupakan derived demand dari komoditas beras juga meningkat sebesar 0.07 persen. Peningkatan harga gabah tingkat petani tersebut menjadi insentif bagi petani untuk berproduksi dan meningkatkan produksi padi sebersar 0.0034 persen. Tabel 25. Dampak Peningkatan Harga Dunia 26 persen terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Peubah Endogen pada Bentuk Integrasi Pasar Terintegrasi dengan Derajat Sangat Lemah Tahun 2006-2008 Perubahan Variabel
Satuan
Basis
Unit (Satuan)
Persentase
Produksi Padi Produksi beras Jumlah Impor Beras Indonesia
000 ton 000 ton 000 ton
56 417.500 35 543.000 829.700
1.900 1.200 -31.900
0.003 0.003 -3.845
Stok Beras Indonesia Penawaran Beras Indonesia
000 ton 000 ton
1 529.900 37 580.400
-5.300 -30.700
-0.346 -0.082
Permintaan beras Indonesia Harga Impor Beras Indonesia
000 ton USD/kg
32 815.600 0.243
-5.700 0.048
-0.017 19.548
Harga Beras Eceran Harga Gabah Ditingkat Petani
Rp/kg Rp/kg
3 703.800 1 879.700
4.000 1.400
0.108 0.075
Jumlah Impor Beras Filipina Jumlah Impor Beras Nigeria Jumlah Impor Beras Bangladeh Jumlah Ekspor Beras Thailand
000 ton 000 ton 000 ton 000 ton
1 747.700 1 102.500 1 285.900 8 879.300
-152.300 -20.100 -10.500 8.900
-8.714 -1.823 -0.817 0.100
Jumlah Ekspor Beras Vietnam Jumlah Ekspor Beras Pakistan
000 ton 000 ton
4 822.000 3 292.600
14.400 21.400
0.299 0.650
Jumlah Impor Beras Dunia Jumlah Ekspor Beras Dunia
000 ton 000 ton
28 051.600 26 346.400
-204.400 44.700
-0.729 0.170
Harga Beras Dunia
USD/kg
0.290
Dari sisi konsumen peningkatan harga beras eceran sebagai akibat dari peningkatan harga dunia menyebabkan permintaan beras menurun sebesar 0.017
persen. Berdasarkan Tabel 25, dapat dilihat bahwa peningkatan harga beras eceran, akibat dari tingginya harga beras dunia, lebih rendah dibandingkan penurunan permintaan beras. Hal tersebut menunjukkan bahwa elastisitas permintaan komoditas beras terhadap harga adalah inelastis. Akibatnya pengeluaran masyarakat untuk komoditas beras menjadi lebih tinggi ketika harga mengalami peningkatan. Peningkatan harga dunia menyebabkan harga impor beras Indonesia meningkat dan jumlah impor beras menurun. Hal yang sama juga terjadi pada negara-negara pengimpor lain, peningkatan harga dunia 26 persen menurunkan jumlah impor Filipina, Nigeria, dan Bangladesh berturut-turut 8.714 persen, 1.823 persen, dan 0.817 persen. Jumlah ekspor Thailand, Vietnam, dan Pakistan mengalami peningkatan sebagai akibat dari naiknya harga dunia 26 persen, dimana masing-masing mengalami peningkatan sebesar 0.100 persen, 0.299 persen, dan 0.650 persen. Oleh sebab itu peningkatan harga dunia 26 persen menyebabkan jumlah ekspor beras dunia meningkat 0.170 persen dan impor beras dunia menurun 0.729 persen. 7.2.2. Dampak Peningkatan Harga Dunia 26 persen pada Tingkat Transmisi Harga yang Lebih Kuat (Simulasi 2) Dampak peningkatan harga dunia sebesar 26 persen pada kondisi integrasi pasar lemah namun dengan derajat transmisi harga lebih kuat dapat dilihat pada Tabel 26. Skenario peningkatan harga dunia pada simulasi 2 dibandingkan dengan skenario transmisi harga yang lebih kuat sebagai basis, untuk melihat dampak peningkatan harga dunia terhadap perubahan kondisi perberasan domestik dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga bisa dipastikan bahwa perubahan yang terjadi
karena perubahan harga dunia saja bukan karena skenario perubahan transmisi harga spasial. Tabel 26. Dampak Peningkatan Harga Dunia 26 persen terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Peubah Endogen pada Bentuk Transmisi Harga Lebih Kuat Tahun 2006-2008 Perubahan Unit (Satuan) Persentase
Satuan
Basis
Transmisi yang lebih kuat
Produksi Padi
000 ton
56 417.500
56 441.300
5.100
0.009
Produksi beras
000 ton
35 543.000
35 558.000
3.300
0.009
Jumlah Impor Beras Indonesia
000 ton
829.700
416.000
-82.800
-19.904
Stok Beras Indonesia
000 ton
1 529.900
1 461.000
-13.800
-0.945
Penawaran Beras Indonesia
000 ton
37 580.400
37 181.800
-79.600
-0.214
Permintaan beras Indonesia
000 ton
32 815.600
32 741.600
-14.800
-0.045
Harga Impor Beras Indonesia
USD/kg
0.244
0.835
0.131
15.709
Harga Beras Eceran
Rp/kg
3 703.800
3 755.800
10.400
0.277
Harga Gabah Ditingkat Petani
Rp/kg
1 879.700
1 897.800
3.600
0.190
Jumlah Impor Beras Filipina
000 ton
1 747.700
1 758.200
-42.400
-2.412
Jumlah Impor Beras Nigeria Jumlah Impor Beras Bangladeh
000 ton
1 102.500
1 104.000
-5.000
-0.453
000 ton
1 285.900
1 286.600
-3.100
-0.241
Jumlah Ekspor Beras Thailand
000 ton
8 879.300
8 878.700
2.100
0.024
Jumlah Ekspor Beras Vietnam
000 ton
4 822.000
4 821.000
3.800
0.079
Jumlah Ekspor Beras Pakistan
000 ton
3 292.600
3 291.200
6.300
0.191
Jumlah Impor Beras Dunia
000 ton
28 051.600
27 649.900
-130.100
-0.470
Jumlah Ekspor Beras Dunia
000 ton
26 346.400
26 343.300
12.300
0.047
Harga Beras Dunia
USD/kg
0.290
0.277
Variabel
Peningkatan harga beras dunia pada kondisi transmisi harga yang lebih besar menyebabkan harga impor beras Indonesia meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan simulasi 1 (peningkatan harga dunia 26 persen pada tingkat integrasi pasar sangat lemah dan transmisi harga yang lebih lemah). Peningkatan harga dunia 26 persen menyebabkan harga impor beras dunia meningkat sebesar 0.131 USD/kg sedangkan pada simulasi 1 peningkatan harga dunia dengan besaran yang sama meningkatkan harga impor beras sebesar 0.048 USD/kg. Respon jumlah impor beras pada simulasi ini juga lebih tinggi, yakni menurun
sebesar 82.800 ribu ton dibandingkan dengan simulasi 1, dimana jumlah impor beras hanya menurun sebesar 31.900 ribu ton. Akibatnya, penawaran beras yang merupakan identitas dari penjumlahan produksi beras, jumlah impor beras Indonesia, dan stok beras juga menurun lebih tinggi dibanding simulasi 1. Harga beras eceran dan permintaan beras juga memberikan respon yang lebih tinggi terhadap perubahan harga dunia. Dari sisi produsen, peningkatan harga dunia 26 persen menyebabkan harga gabah ditingkat petani meningkat. Hal tersebut terjadi karena transmisi harga vertikal dari tingkat pengecer ke tingkat petani. Oleh sebab itu, peningkatan harga gabah tersebut menjadi insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi padi. Peningkatan harga gabah ditingkat petani dan produksi padi meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan simulasi 1 karena peningkatan harga dunia dapat ditransmisikan dengan derajat yang lebih kuat. Dampak peningkatan harga dunia pada simulasi 2 ini menunjukkan respon yang berbeda dalam jumlah impor dan ekspor beras dunia. Penurunan jumlah impor Indonesia yang tinggi sebagai akibat dari peningkatan harga beras dunia menyebabkan negara pengimpor lain mampu mengimpor beras dengan jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan skenario pada simulasi 1. Dengan persentase peningkatan harga beras dunia yang sama namun ditransmisikan dengan lebih kuat ke pasar beras domestik, jumlah impor Filipina, Nigeria, dan Bangladesh merespon dengan penurunan jumlah impor beras lebih kecil dari pada simulasi 1, masing-masing menurun sebesar 2.412 persen, 0.453 persen, dan 0.241 persen. Jumlah impor dunia secara keseluruhan menurun tidak terlalu besar yakni sebesar 0.470 persen. Sejalan dengan hal tersebut, negara Thailand,
Vietnam, dan Pakistan masing-masing meningkat sebesar 0.024 persen, 0.079 persen, dan 0.191 persen. Peningkatan jumlah ekspor pada simulasi 2 lebih rendah dibandingkan dengan simulasi 1 sehingga jumlah ekspor dunia juga meningkat dengan besaran yang lebih rendah yakni sebesar 0.047 persen. 7.3. Dampak Kebijakan Domestik Beras merupakan komoditas strategis sehingga distorsi pemerintah terhadap komoditas ini masih tinggi. Tujuannya adalah mengendalikan harga beras agar stabil dan menjamin akses masyarakat tanpa merugikan petani sebagai produsen beras. Simulasi yang ditunjukkan pada Tabel 27, Tabel 28, dan Tabel 29 bertujuan untuk mengevaluasi keuntungan dari kebijakan HPP, tarif impor, serta penetapan kuota impor beras bagi kondisi perberasan Indonesia. 7.3.1. Dampak Kebijakan Peningkatan HPP 14 persen (Simulasi 3) Kebijakan penetapan HPP pada dasarnya bertujuan untuk melindungi petani beras dari fluktuasi harga beras karena perubahan produksi. Berdasarkan pada Tabel 27 dapat ditunjukkan bahwa peningkatan HPP 14 persen menyebabkan harga gabah di tingkat petani meningkat sebesar 4.080 persen. Hal tersebut menjadi insentif bagi petani untuk memproduksi beras, terlihat dari meningkatnya produksi padi sebesar 0.181 persen. Kenaikan produksi padi tersebut juga menyebabkan produksi beras meningkat dengan besaran yang sama yakni 0.181 persen. Selanjutnya, penawaran beras yang merupakan identitas dari penjumlahan produksi beras, jumlah impor beras, dan stok meningkat sebesar 0.105 persen. Kenaikan harga di tingkat petani karena menyebabkan harga ditingkat pengecer juga meningkat sebesar 3.872 persen dan permintaan beras menurun
0.622 persen. Penurunan permintaan beras sedangkan produksi beras meningkat menyebabkan impor beras tidak lagi diperlukan, sehingga jumlah impor beras Indonesia menurun 2.965 persen. Untuk menjaga agar harga eceran tidak meningkat terlalu tinggi dan merugikan konsumen beras, Bulog mengeluarkan stok untuk menstabilkan harga beras di pasaran, terlihat dari menurunnya jumlah stok beras akhir tahun pada Tabel 27 sebesar 1.961 persen. Tabel 27. Dampak Peningkatan HPP 14 persen terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Endogen Tahun 2006-2008 Perubahan Variabel
Satuan
Basis
Unit (Satuan)
Persentase
Produksi Padi Produksi beras Jumlah Impor Beras Indonesia Stok Beras Indonesia Penawaran Beras Indonesia Permintaan beras Indonesia Harga Impor Beras Indonesia Harga Beras Eceran Harga Gabah Ditingkat Petani Jumlah Impor Beras Filipina Jumlah Impor Beras Nigeria Jumlah Impor Beras Bangladeh Jumlah Ekspor Beras Thailand Jumlah Ekspor Beras Vietnam
000 ton 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton USD/kg Rp/kg Rp/kg 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton
56 417.500 35 543.000 829.700 1 529.900 37 580.400 32 815.600 0.244 3 703.800 1 879.700 1 747.700 1 102.500 1 285.900 8 879.300 4 822.000
101.800 64.200 -24.600 -30.000 39.600 -204.200 -0.0002 143.400 76.700 0.600 0.100 0 0 -0.100
0.180 0.181 -2.965 -1.961 0.105 -0.622 -0.082 3.872 4.080 0.034 0.009 0.0000 0.0000 -0.002
Jumlah Ekspor Beras Pakistan Jumlah Impor Beras Dunia Jumlah Ekspor Beras Dunia
000 ton 000 ton 000 ton
3 292.600 28 051.600 26 346.400
-0.100 -23.800 -0.200
-0.003 -0.085 -0.0008
Harga Beras Dunia
USD/kg
0.290
-0.0008
-0.276
Dilihat dari sisi perdagangan internasional, peningkatan HPP 14 persen menurunkan jumlah impor beras Indonesia sebesar 2.965 persen. Oleh karena Indonesia merupakan negara pengimpor besar maka penurunan jumlah impor Indonesia tersebut menyebabkan jumlah impor beras dunia menurun sebesar 0.085 persen. Penurunan jumlah impor beras dunia tersebut memicu penurunan
harga beras dunia sebesar 0.276 persen yang selanjutnya ditransmisikan terhadap peningkatan harga impor beras Indonesia yang menurun sebesar 0.082 persen. Penurunan harga beras dunia juga meningkatkan jumlah permintaan beras oleh negara-negara pengimpor (Filipina, Nigeria, dan Bangladesh) dan menurunkan jumlah penawaran ekspor beberapa negara pengekspor utama hanya saja meningkat dengan perubahan yang lebih kecil bahkan jumlah impor beras Bangladesh dan jumlah ekspor Thailand tidak berubah. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa perubahan kebijakan HPP Indonesia mampu merubah perdagangan beras dunia meskipun dengan perubahan yang tidak terlalu besar. 7.3.2. Dampak Kebijakan Peningkatan Persentase Tarif Impor Beras 10 Persen (Simulasi 4) Hasil simulasi peningkatan persentase tarif impor beras 10 persen dapat dilihat pada Tabel 28. Tujuan tarif impor adalah untuk melindungi petani dari derasnya arus impor beras serta melindungi harga ditingkat petani agar menjadi insentif petani dalam memproduksi beras. Berdasarkan Tabel 28, peningkatan tarif impor 10 persen menyebabkan jumlah impor beras menurun sebesar 2.025 persen atau sebesar 16.8 ribu ton. Penurunan jumlah impor beras menyebabkan penawaran beras menurun 0.041 persen menyebabkan harga eceran beras meningkat sebesar 0.016 persen sehingga pada akhirnya permintaan beras menurun sebesar 0.003 persen. Dari sisi produsen, peningkatan harga eceran beras karena penawaran beras yang lebih sedikit menguntungkan produsen. Harga gabah ditingkat petani terdorong meningkat sebesar 0.0106 persen dengan meningkatnya harga beras eceran. Peningkatan harga gabah tersebut menjadi insentif bagi petani untuk
meningkatkan produksi padi, terlihat dengan meningkatnya produksi padi Indonesia sebesar 0.0005 persen atau sekitar 300 ton. Tabel 28. Dampak Peningkatan Persentase Tarif Impor Beras 10 persen terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Endogen Tahun 2006-2008 Perubahan Variabel
Satuan
Basis
Unit (Satuan)
Persentase
Produksi Padi Produksi beras Jumlah Impor Beras Indonesia Stok Beras Indonesia Penawaran Beras Indonesia
000 ton 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton
56 417.500 35 543.000 829.700 1 529.900 37 580.400
0.300 0.200 -16.800 -2.500 -16.600
0.0005 0.0006 -2.025 -0.163 -0.044
Permintaan beras Indonesia Harga Impor Beras Indonesia
000 ton USD/kg
32 815.600 0.243
-0.900 -1E-04
-0.003 -0.041
Harga Beras Eceran Harga Gabah Ditingkat Petani Jumlah Impor Beras Filipina Jumlah Impor Beras Nigeria Jumlah Impor Beras Bangladeh Jumlah Ekspor Beras Thailand Jumlah Ekspor Beras Vietnam Jumlah Ekspor Beras Pakistan Jumlah Impor Beras Dunia Jumlah Ekspor Beras Dunia
Rp/kg Rp/kg 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton
3 703.800 1 879.700 1 747.700 1 102.500 1 285.900 8 879.300 4 822.000 3 292.600 28 051.600 26 346.400
0.600 0.200 0.400 0.100 0.000 0.000 0.000 -0.100 -16.300 -0.100
0.016 0.011 0.023 0.009 0.000 0.000 0.000 -0.0030 -0.058 -0.0004
Harga Beras Dunia
USD/kg
0.290
-0.0005
-0.172
Dilihat dari perdagangan Internasional, peningkatan persentase tarif impor beras sebesar 10 persen menurunkan jumlah impor beras Indonesia. Oleh karena Indonesia merupakan negara pengimpor utama maka penurunan jumlah impor Indonesia cukup menyebabkan jumlah impor beras dunia menurun. Hal tersebut menyebabkan harga beras dunia menurun sebesar 0.17 persen dan akhirnya direspon dengan peningkatan jumlah impor beras Filipina dan Nigeria serta penurunan jumlah ekspor Pakistan, sedangkan jumlah impor beras Bangladesh, jumlah ekspor beras Thailand dan Vietnam tidak mengalami perubahan.
7.3.3. Dampak Kebijakan Penetapan Kuota Impor Beras oleh Bulog (Simulasi 5) Bulog berperan dalam menjaga kestabilan harga beras domestik dan menjamin ketersediaan pasokan beras domestik demi menjaga ketahanan pangan. Untuk tujuan pengadaan stok, Bulog diberikan kewenangan untuk membuka kuota impor beras. Seperti yang telah dikemukakan pada perumusan masalah, hal tersebut diduga akan merugikan petani ketika kuota impor ditetapkan pada saat kondisi pasar domestik sedang mengalami surplus. Bulog memiliki kebijakan membuka kuota impor beras sampai 1.57 juta ton bahkan ketika data BPS menyebutkan bahwa kondisi perberasan domestik sedang mengalami surplus. Simulasi dampak penetapan kuota impor beras oleh Bulog sebesar 1.57 juta ton terhadap perubahan peubah endogen dapat dilihat pada Tabel 29. Berdasarkan Tabel 29 dikemukakan bahwa penetapan kuota impor sebesar 1.57 juta ton oleh Bulog meningkatkan stok beras dan penawaran beras Indonesia berturut-turut sebesar 7.268 persen dan 1.949 persen. Dari sisi konsumen, peningkatan penawaran beras Indonesia menyebabkan harga di tingkat pengecer (harga yang diterima konsumen) menurun sebesar 0.734 persen. Hal tersebut direspon dengan peningkatan permintaan beras sebesar 0.118 persen. Akan tetapi dari sisi produsen, peningkatan penawaran beras Indonesia sebagai akibat dari kuota impor beras 1.57 juta ton berakibat pada rendahnya harga gabah di tingkat petani. Hal tersebut menjadi disinsentif bagi petani dalam melakukan produksi. Hasil simulasi menyebutkan bahwa penetapan kuota impor sebesar 1.57 juta ton menyebabkan produksi padi dan produksi beras domestik berkurang 0.023 persen atau sebesar 12.700 ribu ton padi.
Tabel 29. Dampak Simulasi Penetapan Kuota Impor Beras 1.57 juta ton terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Endogen Tahun 2006-2008 Perubahan Variabel
Satuan
Basis
Unit (Satuan)
Persentase
Produksi Padi Produksi beras Jumlah Impor Beras Indonesia Stok Beras Indonesia Penawaran Beras Indonesia Permintaan beras Indonesia Harga Impor Beras Indonesia Harga Beras Eceran
000 ton 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton USD/kg Rp/kg
56 417.500 35 543.000 829.700 1 529.900 37 580.400 32 815.600 0.243 3 703.800
-12.700 -8.000 740.300 111.200 732.400 38.800 0.006 -27.200
-0.023 -0.023 89.225 7.268 1.949 0.118 2.382 -0.734
Harga Gabah Ditingkat Petani Jumlah Impor Beras Filipina
Rp/kg 000 ton
1 879.700 1 747.700
-9.400 -18.700
-0.500 -1.070
Jumlah Impor Beras Nigeria Jumlah Impor Beras Bangladeh Jumlah Ekspor Beras Thailand Jumlah Ekspor Beras Vietnam
000 ton 000 ton 000 ton 000 ton
1 102.500 1 285.900 8 879.300 4 822.000
-2.500 -1.300 1.200 1.800
-0.227 -0.101 0.014 0.037
Jumlah Ekspor Beras Pakistan Jumlah Impor Beras Dunia Jumlah Ekspor Beras Dunia
000 ton 000 ton 000 ton
3 292.600 28 051.600 26 346.400
2.500 719.100 5.500
0.076 2.564 0.021
Harga Beras Dunia
USD/kg
0.290
0.025
8.508
Di pasar Internasional, karena Indonesia merupakan negara besar, maka penetapan kuota impor beras sebesar 1.57 juta ton menyebabkan peningkatan jumlah impor beras dunia dan meningkatkan harga beras dunia sebesar 8.51 persen. Peningkatan harga dunia tersebut pada akhirnya menjadi disinsentif bagi negara-negara pengimpor beras untuk melakukan impor dan insentif bagi negara pengekspor untuk meningkatkan volume ekspor. Berdasarkan simulasi dapat dilihat bahwa jumlah impor Filipina, Nigeria, dan Bangladesh menurun berturutturut 1.070 persen, 0.227 persen dan 0.101 persen sedangkan Jumlah ekspor Thailand, Vietnam, dan Pakistan meningkat sebesar 0.014 persen, 0.037 persen dan 0.076 persen.
7.4. Dampak Perubahan Harga Dunia pada Berbagai Kondisi Kebijakan Domestik Kebijakan perberasan domestik (Harga Pembelian Pemerintah) dan kebijakan perdagangan (kebijakan tarif) bertujuan untuk melindungi produsen dari resiko harga. Untuk mengevaluasi efektifitas penerapan kebijakan tersebut, akan dilakukan simulasi perubahan harga dunia pada berbagai kondisi alternatif kebijakan kebijakan. 7.4.1. Dampak Penurunan Harga Dunia 26 persen dan Kebijakan Peningkatan Harga Pembelian Pemerintah 14 persen (Simulasi 6) Komoditas beras merupakan komoditas strategis dan merupakan komoditas sensitif. Oleh sebab itu, kebijakan perberasan masih terus dilakukan untuk mengendalikan harga serta melindungi produsen dan konsumen. Harga pembelian pemerintah merupakan salah satu kebijakan perberasan yang masih dilakukan. Untuk mengevaluasi penerapan HPP dalam mengendalikan harga sebagai insentif produksi dilakukan simulasi penurunan harga dunia sebesar 26 persen dan peningkatan HPP 14 persen. Simulasi peningkatan harga dunia 26 persen pada kondisi HPP yang lebih tinggi 14 persen, dapat dilihat pada Tabel 30. Berdasarkan Tabel 30 dapat dilihat bahwa penurunan harga dunia, meskipun dengan derajat transmisi harga yang sangat lemah, dapat ditransmisikan terhadap harga beras domestik. Penurunan harga dunia sebesar 26 persen ditransmisikan terhadap penurunan harga impor beras sebesar 9.363 persen. Disisi lain, peningkatan HPP 14 persen menyebabkan harga gabah ditingkat petani meningkat sebesar 4.043 persen. Peningkatan harga gabah ditingkat petani tersebut memotivasi petani untuk meningkatkan produksi padi. Oleh sebab itu, produksi padi meningkat 0.179 persen.
Tabel 30.
Dampak Simulasi Penurunan Harga Dunia 26 Persen pada Peningkatan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Endogen Tahun 2006-2008 Perubahan Satuan
Basis
Unit (Satuan)
Persentase
Produksi Padi Produksi beras Jumlah Impor Beras Indonesia
Variabel
000 ton 000 ton 000 ton
56 417.500 35 543.000 829.700
100.900 63.600 -8.200
0.179 0.179 -0.988
Stok Beras Indonesia Penawaran Beras Indonesia
000 ton 000 ton
1 529.900 37 580.400
-27.200 55.400
-1.778 0.147
Permintaan beras Indonesia Harga Impor Beras Indonesia
000 ton USD/kg
32 815.600 0.243
-201.300 -0.023
-0.613 -9.363
Harga Beras Eceran Harga Gabah Ditingkat Petani Jumlah Impor Beras Filipina Jumlah Impor Beras Nigeria
Rp/kg Rp/kg 000 ton 000 ton
3 703.800 1 879.700 1 747.700 1 102.500
141.300 76.000 72.500 10.900
3.815 4.043 4.148 0.989
Jumlah Impor Beras Bangladeh Jumlah Ekspor Beras Thailand
000 ton 000 ton
1 285.900 8 879.300
4.600 -4.800
0.358 -0.054
Jumlah Ekspor Beras Vietnam Jumlah Ekspor Beras Pakistan Jumlah Impor Beras Dunia Jumlah Ekspor Beras Dunia
000 ton 000 ton 000 ton 000 ton
4 822.000 3 292.600 28 051.600 26 346.400
-7.200 -9.500 75.200 -21.500
-0.149 -0.289 0.268 -0.082
Harga Beras Dunia
USD/kg
0.290
Pada sisi konsumen, peningkatan harga gabah di tingkat petani sebagai akibat meningkatnya HPP ditransmisikan terhadap peningkatan harga beras eceran (harga di tingkat konsumen) sebesar 3.815 persen. Lebih tingginya harga beras eceran mengurangi kemampuan konsumen untuk mengkonsumsi beras sehingga menurunkan permintaan kosumen terhadap beras sebesar 0.613 persen. Oleh sebab itu, karena produksi padi Indonesia meningkat dan Bulog melalui mekanisme stoknya mengurangi stok melalui operasi pasar dalam rangka untuk mengendalikan harga beras maka jumlah beras yang diimpor Indonesia kemudian menurun sehingga rendahnya harga dunia tidak berdampak negatif terhadap produksi perberasan domestik.
Peningkatan kebijakan dukungan domestik melalui peningkatan HPP 14 persen tidak banyak mempengaruhi keputusan negara-negara pengimpor dan pengekspor dunia. Penurunan harga dunia 26 persen meningkatkan jumlah impor beras dunia sebesar 0.268 persen karena jumlah impor beras Filipina, Nigeria, dan Bangladesh meningkat berturut-turut 4.148 persen, 0.989 persen, dan 0.358 persen. Jumlah ekspor beras dunia juga menurun sebesar 0.082 persen karena jumlah ekspor Thailand, Vietnam, dan Pakistan menurun 0.054 persen, 0.149 persen, dan 0.289 persen. 7.4.2. Dampak Penurunan Harga Dunia 26 persen dan Kebijakan Peningkatan Persentase Tarif Impor Beras 10 persen (Simulasi 7) Untuk melindungi produsen beras domestik dari derasnya impor beras ke pasar domestik pemerintah menerapkan kebijakan tarif impor. Simulasi penurunan harga dunia 26 persen dan kebijakan peningkatan persentase tarif impor 10 persen dilakukan untuk dapat menganalisis efektivitas tarif impor dalam melindungi pasar beras domestik. Hasil simulasi kombinasi penurunan harga dunia 26 persen dan peningkatan persentase tarif impor beras 10 persen dapat dilihat pada Tabel 31. Berdasarkan pada Tabel 31, dapat ditunjukkan bahwa peningkatan persentase tarif impor beras menurunkan jumlah impor beras Indonesia namun dengan persentase yang lebih kecil yakni hanya meningkat sebesar 0.05 persen jika dibandingkan dengan simulasi peningkatan persentase tarif impor beras dengan jumlah yang sama namun tanpa terjadi penurunan harga dunia. Hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan tarif impor sebesar 10 persen cukup mampu untuk melindungi pasar domestik dari derasnya impor beras
terutama ketika harga beras dunia menurun dan menjadi jauh lebih rendah dibanding harga domestik, terlihat dari perubahan jumlah impor yang negatif. Kebijakan peningkatan persentase tarif sejumlah 10 persen belum mampu melindungi petani dari rendahnya harga beras dunia. Hal ini terlihat dari perubahan harga gabah ditingkat petani yang juga terdorong menurun karena rendahnya harga dunia. Hal tersebut menjadi disinsentif bagi petani dalam berproduksi beras, sehingga produksi padi menurun sebesar 0.001 persen. Tabel 31. Dampak Simulasi Penurunan Harga Dunia 26 Persen dan Peningkatan Persentase Tarif Impor Beras 10 persen terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Endogen Periode 2006-2008 Perubahan Variabel
Satuan
Basis
Unit (Satuan)
Persentase
Produksi Padi Produksi beras Jumlah Impor Beras Indonesia Stok Beras Indonesia Penawaran Beras Indonesia Permintaan beras Indonesia Harga Impor Beras Indonesia Harga Beras Eceran
000 ton 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton USD/kg Rp/kg
56 417.500 35 543.000 829.700 1 529.900 37 580.400 32 815.600 0.243 3 703.800
-0.600 -0.400 -0.400 0.200 -0.700 2.000 -0.023 -1.400
-0.001 -0.001 -0.048 0.013 -0.002 0.006 -9.363 -0.038
Harga Gabah Ditingkat Petani Jumlah Impor Beras Filipina
Rp/kg 000 ton
1 879.700 1 747.700
-0.500 72.500
-0.027 4.148
Jumlah Impor Beras Nigeria Jumlah Impor Beras Bangladeh
000 ton 000 ton
1 102.500 1285.900
10.900 4.600
0.989 0.358
Jumlah Ekspor Beras Thailand Jumlah Ekspor Beras Vietnam
000 ton 000 ton
8 879.300 4 822.000
-4.800 -7.200
-0.054 -0.149
Jumlah Ekspor Beras Pakistan Jumlah Impor Beras Dunia Jumlah Ekspor Beras Dunia
000 ton 000 ton 000 ton
3 292.600 28 051.600 26 346.400
-9.500 83.000 -21.500
-0.289 0.296 -0.082
Harga Beras Dunia
USD/kg
0.290
Dari sisi konsumen, kebijakan peningkatan persentase tarif impor pada simulasi tersebut belum mengurangi daya beli masyarakat terhadap komoditas beras. Harga beras eceran masih terdorong menurun sebesar 0.048 persen karena penurunan harga beras dunia. Hal tersebut pada akhirnya meningkatkan
permintaan kosumen akan beras sebesar 0.006 persen. Dalam perdagangan Internasional kebijakan peningkatan persentase tarif impor 10 persen tidak mengubah keputusan negara-negara pengekspor dan pengimpor beras dunia dalam melakukan ekspor atau impor beras. Hal tersebut terlihat dari meningkatnya jumlah impor beras Filipina, Nigeria, dan Bangladesh berturut-turut 4.148 persen, 0.989 persen, dan 0.358 persen, sedangkan jumlah ekspor Thailand, Vietnam, dan Pakistan menurun 0.054 persen, 0.149 persen, dan 0.289 persen. Semua perubahan jumlah impor dan ekspor tersebut disebabkan oleh menurunnya harga beras dunia. 7.4.3. Dampak Peningkatan Harga Dunia 26 Persen dan Penetapan Kuota Impor Beras 1.57 juta Ton (Simulasi 8) Tujuan pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik konsumen maupun produsen. Tingginya harga beras dunia menguntungkan produsen beras ketika harga dunia dapat ditransmisikan ke pasar beras domestik sedangkan bagi konsumen harga yang tinggi berarti disinsentif bagi konsumen dalam melakukan konsumsi. Kuota merupakan instrument kebijakan perdagangan yang dapat digunakan untuk melindungi perberasan nasional dari derasnya arus impor beras. Dengan adanya kuota impor, tingginya harga dunia diharapkan untuk tidak merugikan konsumen domestik. Skenario kombinasi peningkatan harga dunia 26 persen dan penetapan kuota impor 1.57 juta dilakukan untuk melihat bagaimana dampak kuota impor terhadap produksi, permintaan beras, dan harga. Simulasi peningkatan harga dunia 26 persen dan penetapan kuota impor 1.57 juta ton dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Dampak Simulasi Peningkatan Harga Dunia 26 Persen dan Penetapan Kuota Impor 1.57 juta ton terhadap Perubahan Nilai Rata-rata Endogen Tahun 2006-2008 Perubahan Variabel
Satuan
Basis
Unit (Satuan)
Persentase
Produksi Padi Produksi beras Jumlah Impor Beras Indonesia
000 ton 000 ton 000 ton
56 417.500 35 543.000 829.700
-12.600 -7.900 740.300
-0.022 -0.022 89.225
Stok Beras Indonesia Penawaran Beras Indonesia
000 ton 000 ton
1 529.900 37 580.400
111.200 732.400
7.268 1.949
Permintaan beras Indonesia Harga Impor Beras Indonesia
000 ton USD/kg
32 815.600 0.243
38.500 0.0099
0.117 4.066
Harga Beras Eceran Harga Gabah Ditingkat Petani Jumlah Impor Beras Filipina Jumlah Impor Beras Nigeria Jumlah Impor Beras Bangladeh Jumlah Ekspor Beras Thailand
Rp/kg Rp/kg 000 ton 000 ton 000 ton 000 ton
3 703.800 1 879.700 1 747.700 1 102.500 1 285.900 8 879.300
-27.000 -9.400 -31.900 -3.500 -2.400 1.500
-0.729 -0.500 -1.825 -0.318 -0.187 0.017
Jumlah Ekspor Beras Vietnam Jumlah Ekspor Beras Pakistan Jumlah Impor Beras Dunia Jumlah Ekspor Beras Dunia
000 ton 000 ton 000 ton 000 ton
4 822.000 3 292.600 28 051.600 26 346.400
2.800 4.900 704.900 9.200
0.058 0.149 2.513 0.035
Harga Beras Dunia
USD/kg
0.290
Berdasarkan Tabel 32 dapat ditunjukkan bahwa peningkatan harga dunia 26 persen ditransmisikan terhadap peningkatan harga impor beras Indonesia sebesar 4.066 persen, namun tingginya harga impor tidak mengurangi penawaran beras Indonesia, bahkan mengalami peningkatan sebesar 1.949 persen. Hal tersebut karena penetapan kuota impor beras Indonesia sebesar 1.57 juta ton. Meningkatnya penawaran beras menyebabkan harga beras di tingkat pengecer menurun 0.729 persen dan kemudian ditransmisikan terhadap penurunan harga gabah ditingkat petani sebesar 0.500 persen. Harga beras eceran yang lebih rendah menyebabkan permintaan beras meningkat sebesar 0.117 persen sedangkan harga gabah ditingkat petani yang lebih rendah menjadi disinsentif bagi petani beras
dalam berproduksi. Hal tersebut terlihat dari perubahan produksi padi dan beras yang menurun sebesar 0.022 persen. Penetapan kuota impor beras 1.57 juta ton pada kondisi harga dunia meningkat 26 persen belum mampu mengubah keputusan impor, ekspor negaranegara pengimpor dan pengekspor utama beras dunia. Filipina, Nigeria, dan Bangladesh mengurangi jumlah beras yang diimpor ketika harga dunia meningkat berturut-turut 1.825 persen, 0.318 persen, dan 0.187 persen. Negara pengekspor yakni Thailand, Vietnam, dan Pakistan meningkatkan jumlah beras yang diekspor sebesar 0.017 persen, 0.058 persen, dan 0.149 persen. 7.5. Dampak Perubahan Harga Beras Dunia dan Kebijakan Domestik terhadap Kesejahteraan Masyarakat Pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Setiap kebijakan yang dilakukan diarahkan untuk memaksimumkan kesejahteraan konsumen maupun produsen. Kesejahteraan dapat digambarkan melalui surplus konsumen, surplus produsen, dan penerimaan pemerintah. Tabel 33 menunjukkan dampak perubahan harga beras dunia, kebijakan domestik, dan kombinasinya terhadap indikator kesejahteraan. Pada tingkat integrasi pasar sangat lemah, peningkatan harga beras dunia 26 persen dapat ditransmisikan terhadap peningkatan harga domestik, baik harga ditingkat
konsumen (pengecer)
maupun ditingkat
petani.
Hal tersebut
menyebabkan kosumen beras mengurangi permintaan beras, sedangkan produsen meningkatkan produksi padi. Oleh sebab itu, berdasarkan Tabel 33, dapat ditunjukkan bahwa peningkatan harga dunia 26 persen (simulasi 1) merugikan konsumen terlihat dari perubahan nilai surplus konsumen yang negatif, dimana
kesejahteraan konsumen menurun sebesar Rp 26.250 milyar. Akan tetapi, produsen mengalami keuntungan dengan semakin meningkatnya harga dunia. Peningkatan harga dunia sebesar 26 persen meningkatkan kesejahteraan produsen, terlihat dari perubahan surplus produsen yang positif, yakni Rp 16.930 milyar. Pemerintah masih memperoleh penerimaan yang lebih tinggi, yakni meningkat Rp 3.780 milyar. Hal tersebut karena persentase peningkatan harga impor beras, sebagai akibat dari peningkatan harga dunia, meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan respon penurunan jumlah beras yang diimpor. Akan tetapi secara nasional peningkatan harga dunia menurunkan kesejahteraan masyarakat, dapat dilihat dari net surplus yang negatif (Rp 5.550 milyar). Peningkatan kesejahteraan produsen bersih dan pemerintah karena peningkatan harga dunia tidak dapat menutupi kerugian konsumen bersih. Peningkatan harga dunia dengan besaran perubahan yang sama yakni 26 persen pada kondisi harga beras dunia ditransmisikan dengan derajat yang lebih kuat terhadap harga beras domestik (simulasi 2), berdampak lebih besar dibandingkan dengan dampak peningkatan harga dunia pada kondisi integrasi pasar terintegrasi lemah. Kondisi tersebut terlihat pada perubahan surplus konsumen yang lebih besar dimana surplus konsumen berkurang sebesar Rp 340.590 milyar dan surplus produsen meningkat Rp 203.198 milyar. Hal tersebut karena presentase peningkatan produksi padi pada simulasi 2 lebih tinggi dari simulasi 1, begitu juga permintaan beras yang menurun lebih tinggi. Berbeda dengan simulasi 1 penerimaan pemerintah berkurang sebesar Rp 14.360 milyar karena pada kondisi transmisi harga dunia yang lebih kuat, perubahan harga dunia dapat ditransmisikan lebih besar terhadap harga domestik dan respon pengurangan
jumlah beras yang diimpor juga lebih besar. Sehingga dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi derajat transmisi harga atau semakin tinggi integrasi pasar maka perubahan kesejahteraan masyarakat semakin tinggi dengan semakin tingginya fluktuasi harga atau dengan kata lain pasar domestik akan semakin tergantung dengan pasar dunia. Tingginya dampak harga dunia tersebut terlihat dari perubahan net surplus yang lebih besar pada simulasi 2 yakni transmisi harga dengan derajat yang lebih kuat dibandingkan dengan simulasi 1, dimana besarnya net surplus masing-masing simulai 1 dan simulasi 2 berturut turut adalah berkurang sebesar Rp 5.550 milyar dan Rp 151. 755 milyar. Berdasarkan
Tabel
33
menunjukkan
bahwa
alternatif
kebijakan
peningkatan harga pembelian pemerintah (HPP) 14 persen (simulasi 3) merupakan alternatif kebijakan yang bias terhadap produsen. Peningkatan HPP meningkatkan surplus produsen sebesar Rp 4 331.126 milyar. Kenaikan surplus produsen ini terjadi karena kenaikan HPP meningkatkan harga gabah di tingkat petani dan produksi padi. Akan tetapi, surplus konsumen mengalami penurunan sebesar Rp 4 720.400 milyar karena peningkatan HPP menyebabkan harga eceran yang lebih tinggi dan permintaan yang lebih rendah. Penerimaan pemerintah juga menurun sebesar Rp 3.473 milyar karena peningkatan HPP menyebabkan jumlah impor beras Indonesia dan harga impor beras menurun. Kebijakan peningkatan HPP 14 persen tidak efisien karena kerugian yang diterima konsumen, termasuk net consumer beras, lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh produsen, terlihat dari net surplus yang negatif yakni sebesar Rp 392.745 milyar.
Tabel 33. Hasil Simulasi Harga Beras Dunia, Kebijakan Domestik dan Simulasi Kombinasi terhadap Indikator Kesejahteraan Indikator Kesejahteraan Surplus konsumen beras Surplus produsen beras Penerimaan pemerintah Net surplus
Satuan Rp Milyar Rp Milyar Rp Milyar Rp Milyar
1 -26.250 16.930 3.780 -5.550
2 -340.590 203.198 -14.363 -151.755
Perubahan Indikator Kesejahteraan 3 4 5 6 -4 720.400 -19.690 892.057 -4 651.066 4 331.126 11.284 -530.265 4 291.564 -3.473 8.816 -114.068 -11.703 -392.745 0.410 247.724 -371.204
Keterangan: Simulasi 1 = peningkatan harga beras dunia 26 persen pada pasar terintegtasi lemah Simulasi 2 = peningkatan harga beras dunia 26 persen pada pasar terintegtasi lebih kuat Simulasi 3 = Peningkatan HPP 14 persen Simulasi 4 = Peningkatan Persentase Tarif Impor 10 persen Simulasi 5 = Penetapan Kuota Impor Beras 1.57 juta ton Simulasi 6 = Penurunan Harga Beras Dunia dan Peningkatan HPP 14 persen Simulasi 7 = Penurunan Harga Beras Dunia dan Peningkatan Persentase Tarif Impor 10 persen Simulasi 8 = Peningkatan Harga Beras Dunia 26 persen dan Penetapan Kuota 1.57 juta ton
7 45.940 -28.209 -0.397 17.335
8 885.501 -530.265 -114.068 241.168
Kebijakan peningkatan persentase tarif impor 10 persen (simulasi 4) juga bias terhadap produsen beras. Surplus produsen meningkat Rp 11.284 milyar karena kenaikan harga gabah ditingkat petani. Kenaikan harga gabah ditingkat petani tersebut disebabkan oleh adanya transmisi dari harga beras eceran yang meningkat karena penurunan jumlah impor beras (sebagai salah satu komponen penawaran beras domestik). Akan tetapi, dari sisi konsumen mengalami penurunan kesejahteraan, surplus konsumen menurun Rp 19.690 milyar karena peningkatan tarif impor meningkatkan harga eceran beras dan menurunkan permintaan beras Indonesia. Peningkatan persentase tarif impor mampu meningkatkan pendapatan pemerintah, yakni sebesar Rp 8.816 milyar. Kebijakan peningkatan persentase tarif impor masih efisien karena net surplus masih bernilai positif, kerugian konsumen masih dapat tertutupi oleh surplus produsen dan tambahan penerimaan pemerintah. Tujuan kebijakan penetapan kuota impor (simulasi 5) adalah untuk meningkatkan ketersediaan beras domestik bagi ketahanan pangan. Berdasarkan Tabel 33, dapat dilihat bahwa kebijakan penetapan kuota impor 1.57 juta ton memang mampu meningkatkan kesejahteraan konsumen, terlihat dari peningkatan surplus konsumen sebesar Rp 892.057 milyar. Hal tersebut karena penetapan kuota 1.57 juta ton menyebabkan harga eceran beras turun dan
daya beli
masyarakat terhadap beras meningkat. Namun dari sisi produsen, produsen mengalami penurunan kesejahteraan. Hal tersebut terlihat dari penurunan suplus produsen sebesar Rp 530.265 milyar karena penetapan kuota impor yang dilakukan pada saat surplus, menyebabkan harga gabah ditingkat petani menurun dan insentif untuk meningkatkan produksi padi juga berkurang. Dari sisi
pemerintah, penetapan kuota juga mengurangi penerimaan pemerintah dari tarif. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan negatif pada penerimaan pemerintah yakni Rp 247.724 milyar. Secara nasional penetapan kuota impor 1.57 juta ton masih efisien karena pengurangan surplus produsen dan penerimaan pemerintah dapat tertutupi oleh peningkatan kesejahteraan konsumen. Berdasarkan Tabel 33 (simulasi 6) terlihat bahwa peningkatan HPP 14 persen efektif untuk melindungi produsen (petani) dari penurunan harga beras dunia 26 persen. Hal tersebut terlihat dari perubahan surplus produsen yang positif yakni Rp 4291.56 milyar. Akan tetapi, kesejahteraan konsumen menurun sebesar Rp 4 651.07 milyar, karena peningkatan HPP yang meningkatkan harga gabah di tingkat petani ditransmisikan terhadap peningkatan harga beras eceran dan permintaan beras yang menurun. Dalam kondisi ini terjadi distribusi pendapatan dari konsumen ke produsen. Penerimaan pemerintah berkurang karena peningkatan HPP menyebabkan semakin tingginya insentif petani untuk berproduksi padi. Hal tersebut menyebabkan produksi padi meningkat dan jumlah beras yang diimpor juga berkurang. Secara nasional, kebijakan peningkatan HPP 14 persen ketika harga dunia menurun, menurunkan kesejahteraan nasional terlihat dari net surplus yang negatif yakni sebesar Rp 371.20 milyar. Simulasi penurunan harga beras dunia 26 persen dan peningkatan tarif impor beras 10 persen (simulasi 7) menurunkan kesejahteraan produsen sebesar Rp 28.209 milyar, sedangkan konsumen mengalami peningkatan surplus sebesar Rp 45.940 milyar dan penerimaan pemerintah berkurang Rp 0.397 milyar karena berkurangnya jumlah impor yang merupakan implikasi dari peningkatan tarif
impor. Secara nasional kebijakan peningkatan tarif ini masih dapat dikatakan efisien terlihat dari net surplus positif sebesar Rp 17.335 milyar. Kebijakan penetapan kuota impor beras 1.57 juta ton dapat melindungi konsumen dari tingginya harga beras dunia. Hal tersebut terlihat dari simulasi 8 yaitu simulasi peningkatan harga beras dunia 26 persen dan penetapan kuota impor 1.57 juta ton meningkatkan surplus konsumen sebesar Rp 885.501 milyar. Tingginya harga dunia tidak mengurangi jumlah beras yang diimpor, jumlah beras impor meningkat karena pemerintah menetapkan kuota impor yang lebih tinggi yakni sebesar 1.57 juta ton. Tingginya jumlah impor beras Indonesia meningkatkan penawaran beras domestik sehingga harga eceran beras menurun dan konsumen beras mampu mengkonsumsi beras dengan jumlah yang lebih banyak. Namun tingginya harga beras dunia tidak dapat menjadi insentif bagi produsen
beras
dalam
berproduksi.
Produsen
mengalami
penurunan
kesejahteraan, terlihat dari suplus produsen yang menurun sebesar Rp 530.365 milyar. Hal tersebut karena rendahnya harga beras eceran ditransmisikan terhadap harga gabah ditingkat petani sehingga harga menjadi lebih rendah dan menjadi disinsentif bagi produsen untuk melakukan produksi padi. Hal tersebut terlihat dari menurunnya jumlah produksi padi dan beras Indonesia. Dari sisi penerimaan pemerintah, pemerintah menurun sebesar Rp 114.068 milyar karena tidak ada lagi pendapatan pemerintah dari tarif. Namun secara nasional, penetapan kuota impor 1.57 juta ton mampu melindungi kondisi perbesaran nasional ketika harga beras dunia meningkat, net surplus meningkat Rp 241.186
milyar. Gambaran peningkatan harga dunia 26 persen dengan
penetapan kuota impor beras 1.57 juta ton terhadap perubahan indikator kesejahteraan ekonomi pada periode 2006-2008 dapat dilihat pada Tabel 33. Secara umum dapat terlihat pada Tabel 33 bahwa kebijakan yang bias konsumen beras cenderung juga menguntungkan secara nasional dan efisien artinya kerugian produsen dan atau pemerintah mampu tertutupi oleh kelebihan surplus konsumen misalnya pada skenario simulasi 4 (peningkatan tarif impor 10 persen), simulasi 5 (penetapan kuota 1.57 juta ton) dan simulasi 7 dan 8 yaitu kombinasi perubahan harga dunia dengan kebijakan peningkatan tarif impor dan kuota impor beras. Kebijakan pemerintah yang bias produsen seperti kebijakan peningkatan HPP cenderung menurunkan kesejahteraan nasional. Tingginya keuntungan yang diperoleh produsen karena insentif harga yang lebih tinggi tidak mampu menutupi kerugian konsumen karena merosotnya daya beli terhadap komoditas beras. Hal tersebut mengindikasikan besarnya jumlah konsumen beras Indonesia, bahkan sebagian besar produsen beras Indonesia juga merupakan konsumen beras (net consumer) sehingga tingginya harga beras baik sebagai akibat peningkatan HPP atau dampak eksternal (peningkatan harga dunia) mengurangi kesejahteraan konsumen dan produsen yang juga merupakan net consumer, sebaliknya jika harga beras rendah karena kebijakan tarif impor dan kuota, tidak hanya konsumen yang diuntungkan tetapi juga produsen beras yang merupakan net consumer.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Pasar beras Indonesia terintegrasi dengan pasar beras dunia dengan derajat sangat lemah. Perubahan harga di pasar dunia ditransmisikan ke pasar beras Indonesia namun tidak sempurna. 2. Peningkatan harga beras dunia dapat menyebabkan kesejahteraan petani beras meningkat, sedangkan kesejahteraan konsumen mengalami penurunan. Namun penerimaan pemerintah dapat meningkat atau menurun tergantung dari elastisitas permintaan impor beras Indonesia terhadap perubahan harga impor beras. Pada kondisi pasar dengan derajat integrasi pasar kuat, respon permintaan impor beras Indonesia elastis terhadap perubahan harga impor sehingga peningkatan harga dunia menurunkan penerimaan pemerintah. 3. Kebijakan HPP efektif dalam menstabilkan harga beras domestik dan melindungi petani. Kenaikan HPP meningkatkan kesejahteraan petani meskipun konsumen dirugikan dan penerimaan pemerintah berkurang. 4. Kenaikan tarif impor beras 10 persen dapat meningkatkan kesejahteraan petani meskipun mengurangi kesejahteraan konsumen dan penerimaan pemerintah. Namun peningkatan tarif impor sebesar 10 persen belum mampu melindungi petani dari penurunan harga dunia. 5. Kebijakan penetapan kuota impor sebesar 1.57 juta ton dapat menurunkan kesejahteraan petani dan meningkatkan kesejahteraan konsumen beras serta mampu melindungi konsumen dari peningkatan harga dunia.
6. Dampak perubahan harga dunia terhadap kesejahteraan masyarakat akan semakin tinggi ketika kondisi pasar beras Indonesia semakin terintegrasi dengan pasar dunia. 8.2. Implikasi Kebijakan 1.
Strategisnya peran komoditas beras di Indonesia menyebabkan masih pentingnya intervensi pemerintah untuk melindungi pasar domestik dari fluktuasi harga dunia. Hal tersebut berarti lemahnya transmisi harga yang terjadi melindungi pasar beras domestik dari fluktuasi harga dunia.
2.
Untuk menjaga kestabilan harga beras domestik dari variasi harga musiman dan fluktuasi harga dunia, kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) masih diperlukan. Hal tersebut dilakukan untuk melindungi kesejahteraan produsen dan memberikan insentif yang cukup untuk merangsang petani untuk tetap berproduksi padi.
3.
Kecenderungan harga dunia yang lebih rendah yang berimplikasi terhadap harga beras impor yang lebih rendah pula menyebabkan kebijakan hambatan perdagangan diperlukan. Kebijakan kuota lebih efektif dibandingkan kebijakan
tarif,
namun
penetapan
kuota
harus
dilakukan
dengan
mempertimbangkan kondisi perberasan yang terjadi dipasar domestik. Implikasinya adalah perbaikan dan jaminan ketersediaan database produksi dan konsumsi beras domestik yang akurat harus dilakukan.
8.3. Saran Penelitian Lanjutan Berdasarkan ruang lingkup, keterbatasan penelitian, dan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat dilakukan penelitian yang lebih lanjut, yaitu: 1. Menganalisis jangka waktu yang dibutuhkan untuk mentransmisikan perubahan yang terjadi di harga dunia ke pasar domestik dengan mempertimbangkan jalur pemasaran, kondisi infrastruktur, dan transportasi sebagai faktor lain selain intervensi pemerintah yang diduga mempengaruhi derajat transmisi harga. 2. Menganalisis integrasi pasar antar negara pengimpor dan pengekspor utama beras serta integrasi masing-masing negara utama tersebut dengan pasar dunia dengan mempertimbangkan kebijakan dukungan domestik dan perdagangan setiap negara pengimpor dan pengekspor utama beras. 3. Mengkaji dampak perubahan kebijakan dometik dan perdagangan dari negara-negara ekspor dan pengimpor utama beras dunia terhadap kondisi perberasan domestik dan kesejahteraan masyarakat.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Nama Variabel yang Digunakan dalam Persamaan Integrasi Pasar Beras Indonesia
PBt
PERTARIFRt SBTt
HJERt
HPPRt
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Produksi padi (000 ton) Harga gabah di tingkat petani riil (Rp/kg) Harga jagung di tingkat petani riil (Rp/kg) Harga pupuk urea riil (Rp/kg) Kredit (Milliar Rp) Jumlah penggunaan pupuk urea (kg) Curah hujan (mm/tahun) Luas areal irigasi (000 Ha) Produksi beras Indonesia (00 ton) Faktor konversi Jumlah impor beras Indonesia (000 ton) Harga impor beras (USD/kg) Tarif impor dalam persen (%) Jumlah konsumsi beras untuk pangan Indonesia (000 ton) Stok Beras Indonesia (000 ton) Harga beras eceran riil (Rp/kg) Pengadaan beras oleh Bulog (000 ton) Operasi pasar (000 ton) Harga jagung eceran riil (Rp/kg) Jumlah penduduk Indonesia (juta jiwa) GDP riil Indonesia Harga beras dunia/harga beras di pasar acuan riil (US$/kg) Harga jagung eceran riil (Rp/kg) Harga pembelian pemerintah riil (Rp/Kg) Jumlah impor beras Filipina (000 ton) Harga impor beras Filipina (US$/kg) Produksi Beras Filipina (000 ton) Gross Domestic Product Filipina (PHP) Jumlah penduduk Filipina (jiwa) Nilai tukar Filipina terhadap dolar (PHP/US$) Jumlah impor beras Nigeria (000 ton) Nilai tukar Nigeria (Nilai tukar domestik/USD) GDP Nigeria riil (Mn domestic currency) Jumlah penduduk (jiwa) Jumlah impor beras Bangladesh (000 ton) Nilai tukar Bangladesh (Nilai tukar domestik/USD) GDP Bangladesh riil (Mn domestic currency) Jumlah penduduk Bangladesh (jiwa) Jumlah ekspor beras Thailand ( 000 ton) Produksi Beras Thailand (000 ton) Nilai tukar Thailand terhadap dolar (THB/US$) Jumlah ekspor beras Vietnam (000 ton) Nilai tukar Vietnam terhadap dolar (VND/US$) Produksi Beras Vietnam (000 ton)
SBTt-1
JIBIt-1
HGTPRt-1
= Jumlah ekspor beras Pakistan (000 ton) = Nilai tukar Pakistan terhadap dolar (Domestic currency/US$) = Produksi Beras Pakistan (000 ton) = Jumlah impor beras Dunia (000 ton) = Jumlah impor beras Negara lain selain Indonesia, Filipina, Nigeria dan Bangladesh (kg) = Jumlah ekspor beras Dunia (000 ton) = Jumlah ekspor beras Negara lain selain Thailand, Vietnam, dan Pakistan (000 ton) = Harga minyak mentah dunia (US$/barrel) = Lag harga pupuk urea riil (Rp/kg) = Lag harga TSP riil (Rp/kg) = Lag luas areal panen (000 ha) = lag produktivitas padi = Stok beras tahun ke t-1 (000 ton) = jumlah impor beras tahun ke-t-1 = Operasi pasar tahun t-1(000 ton) = Jumlah impor beras tahun t-1 (000 ton) = Harga beras dunia/harga beras di pasar acuan riil tahun t1(US$/kg) = Harga impor tahun t-1 (Rp/ kg) = Lag harga beras eceran (Rp/kg) = Jumlah impor beras Filipina tahun sebelumnya (000 ton) = Harga gabah tingkat petani riil (Rp/kg) = Jumlah impor beras Nigeria (000 ton) = Jumlah impor beras Bangladesh (000 ton) = Jumlah ekspor beras Thailand tahun sebelumnya(kg) = Jumlah ekspor beras Vietnam tahun sebelumnya (kg) = Jumlah ekspor beras Pakistan tahun sebelumnya (kg)
Lampiran 2. Data Variabel Beras Indonesia Tahun
PPD
1980 1981
T 1 2
29,652.087 32,774.176
LAP 9005 9382
HPU 72.01 72.11
1982 1983
3 4
33,583.677 35,303.107
8989 9163
1984 1985 1986
5 6 7
38,136.446 39,032.945 39,726.761
1987 1988 1989
8 9 10
1990 1991
HTSP 73.85 73.11
HPS 1524.22 1488.59
KDT 512 813
YP 32.928239 34.933637
81.98 92.66
82.1 89.76
1450.22 1636.62
1025 1226
9763 9903 9988
96.24 100.21 105.57
96.22 104.69 115.49
1466.49 1588.82 1485.07
40,078.195 41,676.170 44,725.582
9922 10138 10531
126.93 135.9 169.37
129.96 139.17 173.03
11 12
45,178.751 44,688.247
10503 10282
215.89 227.08
1992 1993 1994
13 14 15
48,240.009 48,181.087 46,641.524
11103 11013 10734
1995 1996 1997
16 17 18
49,744.140 51,101.506 49,377.054
1998 1999
19 20
2000 2001 2002
JPU
JTSP
JPS
138.71 152.69
43.68 53.21
0.3 0.57
37.363125 38.530124
158.23 174.27
57.88 67.21
0.92 1.31
1318 1656 2097
39.0599 39.418087 39.772687
170 169.33 185.54
71.45 68.29 72.05
1.37 1.35 1.7
1716.46 3576.47 4415.69
2656 3610 5283
40.390844 41.108239 42.469569
173.75 172.86 185.25
79.34 76.94 92.86
1.84 2.67 2.72
138.18 251.29
6688.67 3897.31
7176 8465
43.017725 43.464635
186.39 181.81
98.36 90.1
2.42 2.72
246.91 263.26 292.9
282.21 315.99 348.09
5539.4 5972.98 6211.04
10281 12057 13860
43.446485 43.750174 43.452825
182.8 179.58 174.82
94.77 89.88 86.64
2.52 2.99 2.79
11439 11569 11141
318.6 376.04 443.88
456.57 491.93 422.61
6172.48 6263.86 7064.17
15525 17630 26003
43.487338 44.168283 44.321822
182.49 170.17 188.05
84.69 80.62 99.59
2.67 2.65 3.37
49,236.692 50,866.387
11731 11963
572.56 1088.4
447.19 471.77
7449.64 7835.12
39308 23777
41.973852 42.519033
189.73 191.42
102.1 104.62
3.44 3.52
21 22 23
51,898.852 50,460.782 51,489.694
11794 11500 11521
1352.81 1334.29 1400.32
496.35 520.93 545.51
8220.59 8606.07 8991.55
19503 20863 22332
44.006412 43.878952 44.691391
193.11 194.79 196.48
107.13 109.65 112.17
3.59 3.67 3.75
2003 2004 2005
24 25 26
52,137.604 54,088.468 54,151.097
11489 11923 11819
1596.87 1626.77 1758.06
570.09 594.67 619.24
9377.03 9762.5 10147.98
23950 32376 33995
45.38427 45.364913 45.739355
198.17 199.85 201.54
114.68 117.2 119.72
3.82 3.9 3.98
2006 2007
27 28
54,454.937 57,157.435
11786.4 12147.6
1511.91873 1582.54188
644.01464 668.78496
10533.51362 10919.04728
45003 55906
46.201383 47.052307
203.22724 204.91407
122.23242 124.7487
4.39434 4.53025
2008
29
60,325.925
12327.4
1653.16503
693.55528
11304.58094
66095
48.936355
206.6009
127.26498
4.66616
ampiran 2. Lanjutan Tahun
CH
LAI
K
JIBI
HMBI
ER
SBT
PGBB
OPS
DBI
1980 1981 1982
2498.49 2232.72 1926.97
4173.81 4137.43 4158.06
0.63 0.63 0.63
2026.55 525.44 382.19
0.343203 0.383402 0.333108
626.99 631.76 661.42
1666.749 2216.659 1666.138
1,585 2,014 2,045
1854724 1183383 1347665
18740.87 19268.87 20584.11
1983 1984
1962.23 2096.56
4178.69 4158.38
0.63 0.63
1154.93 375.16
0.328595 0.318686
909.26 1025.94
1614.281 2021.667
968 2,505
771433 287778
21899.35 21452.96
1985 1986 1987
1894.08 2343.66 2138.36
4153.61 4192.98 4201.1
0.63 0.63 0.63
0.00 0.00 119.20
0.257685 0.214082 0.223924
1110.58 1282.56 1643.85
1727.455 1589.951 1508.257
2,030 1,509 1,359
199573 249045 315124
22702.19 23736.87 23858.26
1988 1989 1990
2637.53 2729.65 2296.74
4315.37 4388.05 4447.74
0.63 0.63 0.63
21.00 443.94 0.00
0.264161 0.282127 0.290987
1685.7 1770.06 1842.81
746.111 1952.616 1362.829
1,334 2,577 1,270
477338 44347 113466
24993.15 24799.56 26542.76
1991 1992
1717.49 1916.71
4432.17 4500.46
0.63 0.63
198.41 531.11
0.310667 0.282686
1950.32 2029.92
953.2 2109.213
1,430 2,565
365349 235352
26431.69 26005.16
1993 1994 1995
2115.94 1586.69 2605.7
4597.74 4581.66 4677.55
0.63 0.63 0.63
0.00 876.24 2487.02
0.387097 0.256775 0.286498
2087.1 2160.75 2248.61
1635.837 468.175 1504.485
1,963 938 923
159705 877049 845529
28088.33 28549.21 28398.69
1996 1997 1998
2352.78 2507.23 2173.88
4760.15 4770.64 4784.45
0.63 0.63 0.63
994.80 203.78 5959.16
0.358325 0.488493 0.297706
2342.3 2909.38 10013.62
2089.355 1188.59 2046.063
1,431 1,949 249
391459.581 1337418 2956544.39
30196.43 29012.11 27932.84
1999 2000
2952.74 3060.59
5032.47 4868.78
0.63 0.63
1527.78 531.14
0.267588 0.233453
7855.15 8421.78
1296.73075 1101.20106
2,449 2,175
2213010.72 0
28189.18 29378.69
2001 2002 2003
2515.63 2026 2556.36
4866.92 4784.97 5239.69
0.63 0.63 0.63
68.74 1000.59 655.13
0.25694 0.193028 0.209047
10260.85 9311.19 8577.13
1214.641 1655.465 1949.292
2,018 2,132 2,009
143847.607 48701.027 2091.632
29016 29665 31123.49
2004 2005 2006
2506.8 2524.53 1657.64
4558.89 4752.56 4756.524
0.63 0.63 0.63
29.35 68.80 291.87
0.26191 0.286365 0.321446
8938.85 9704.74 9159.32
1770.532 1092.588 957.658
2,097 1,530 1,434
7569.052 0 59779
33621.32 34301.57 30995.19
2007 2008
2391.4 3010
4760.488 4841.584
0.63 0.63
1293.98 35.70
0.336138 0.433626
9141 9698.96
1572.933 1079.84143
1,766 3,211
318702.088 0
30618.67 31799.02
Lampiran 2. Lanjutan Tahun
HBE
HGTP
HJTP
HJE
POP
I
HBD
TARIF
Tw
HPP
1980 1981 1982
198.39 226.19 254.92
125.286667 134.046667 149.686667
70.73 96.28 125.75
129.6391667 144.0275 197.9216667
146582 149726 152893
48913500 58421300 62646504
0.4 0.42 0.25
0 0 0
1 2 3
105 120 135
1983 1984
304.24 330.97
171.535 183.246667
122.69 129.13
196.6211728 200.4419136
156066 159223
77622800 89885104
0.25 0.24
0 0
4 5
145 165
1985 1986 1987
322.07 345.24 386.86
189.733333 185.2 224.122222
132.25 147.62 152.83
219.2193519 227.436358 256.6626852
162348 165434 168482
96996800 1.03E+08 1.25E+08
0.2 0.17 0.2
0 0 0
6 7 8
175 175 210
1988 1989 1990
469.2 469.56 525.17
270.181818 270.181818 308.45
178.77 197.38 216.79
287.4054012 309.2287346 337.7482623
171490 174457 177385
1.5E+08 1.8E+08 2.11E+08
0.28 0.3 0.25
0 0 0
9 10 11
210 250 270
1991 1992
557.84 603.68
354.158333 382.3
239.01 245.79
357.8781929 361.9863199
180272 183119
2.5E+08 2.82E+08
0.24 0.24
0 0
12 13
295 330
1993 1994 1995
592.25 660.37 776.38
356.627273 413.208333 495.19
266.05 302.57 342.42
387.8093761 442.1424549 508.7117747
185933 188725 191501
3.3E+08 3.82E+08 4.55E+08
0.22 0.27 0.3
0 0 0
14 15 16
340 360 400
1996 1997 1998
880 1064.03 2099.71
500 587.948333 1136.02083
393.39 443.67 727.47
622.619196 697.2725926 1228.661997
194264 197014 199760
5.33E+08 6.28E+08 9.56E+08
0.33 0.29 0.28
0 0 430
17 18 19
450 525 600
1999 2000
2665.58 2424.22
1356.28611 1239.37083
987.11 952.34
1484.603814 1455.688039
202513 205280
1.1E+09 1.39E+09
0.22 0.17
430 430
20 21
1400 1400
2001 2002 2003
2537.09 2826.06 2785.85
1484.53283 1560.21219 1605.0728
1136.81 1212.09 1255.19
1667.602356 1795.020482 1940.098872
208064 210858 213656
1.65E+09 1.82E+09 2.01E+09
0.15 0.18 0.18
430 430 430
22 23 24
1500 1519 1725
2004 2005 2006
2850.96 3478.87 4783.63
1626.67188 1812.26155 2413.43753
1528.39 1668.3 2221
1948.827247 2001.972756 2220.970288
216443 219210 221954
2.3E+09 2.77E+09 3.34E+09
0.23 0.27 0.21665
450 450 450
25 26 27
1725 1740 2250
2007 2008
5841.67 5838.09
2711.90656 2875.00977
2605 3122
2604.910452 3123.317133
224670 228500
3.95E+09 4.95E+09
0.27298 0.50765
450 450
28 29
2575 2800
Lampiran 2. Lanjutan Tahun
HBE
HGTP
HJTP
HJE
POP
I
HBD
TARIF
Tw
HPP
1980 1981 1982
198.39 226.19 254.92
125.286667 134.046667 149.686667
70.73 96.28 125.75
129.6391667 144.0275 197.9216667
146582 149726 152893
48913500 58421300 62646504
0.4 0.42 0.25
0 0 0
1 2 3
105 120 135
1983 1984
304.24 330.97
171.535 183.246667
122.69 129.13
196.6211728 200.4419136
156066 159223
77622800 89885104
0.25 0.24
0 0
4 5
145 165
1985 1986 1987
322.07 345.24 386.86
189.733333 185.2 224.122222
132.25 147.62 152.83
219.2193519 227.436358 256.6626852
162348 165434 168482
96996800 1.03E+08 1.25E+08
0.2 0.17 0.2
0 0 0
6 7 8
175 175 210
1988 1989 1990
469.2 469.56 525.17
270.181818 270.181818 308.45
178.77 197.38 216.79
287.4054012 309.2287346 337.7482623
171490 174457 177385
1.5E+08 1.8E+08 2.11E+08
0.28 0.3 0.25
0 0 0
9 10 11
210 250 270
1991 1992
557.84 603.68
354.158333 382.3
239.01 245.79
357.8781929 361.9863199
180272 183119
2.5E+08 2.82E+08
0.24 0.24
0 0
12 13
295 330
1993 1994 1995
592.25 660.37 776.38
356.627273 413.208333 495.19
266.05 302.57 342.42
387.8093761 442.1424549 508.7117747
185933 188725 191501
3.3E+08 3.82E+08 4.55E+08
0.22 0.27 0.3
0 0 0
14 15 16
340 360 400
1996 1997 1998
880 1064.03 2099.71
500 587.948333 1136.02083
393.39 443.67 727.47
622.619196 697.2725926 1228.661997
194264 197014 199760
5.33E+08 6.28E+08 9.56E+08
0.33 0.29 0.28
0 0 430
17 18 19
450 525 600
1999 2000
2665.58 2424.22
1356.28611 1239.37083
987.11 952.34
1484.603814 1455.688039
202513 205280
1.1E+09 1.39E+09
0.22 0.17
430 430
20 21
1400 1400
2001 2002 2003
2537.09 2826.06 2785.85
1484.53283 1560.21219 1605.0728
1136.81 1212.09 1255.19
1667.602356 1795.020482 1940.098872
208064 210858 213656
1.65E+09 1.82E+09 2.01E+09
0.15 0.18 0.18
430 430 430
22 23 24
1500 1519 1725
2004 2005 2006
2850.96 3478.87 4783.63
1626.67188 1812.26155 2413.43753
1528.39 1668.3 2221
1948.827247 2001.972756 2220.970288
216443 219210 221954
2.3E+09 2.77E+09 3.34E+09
0.23 0.27 0.21665
450 450 450
25 26 27
1725 1740 2250
2007 2008
5841.67 5838.09
2711.90656 2875.00977
2605 3122
2604.910452 3123.317133
224670 228500
3.95E+09 4.95E+09
0.27298 0.50765
450 450
28 29
2575 2800
Lampiran 2. Lanjutan Tahun
JIBF
PBF
1980 1981 1982
0.003 0.013 0.001
7644.6773 7918.509 8520.2269
1983 1984
0.006 189.72
1985 1986 1987
GDPF 243749
POPF
ERF 48112
HMBF
JIBN
HMBN
PBN
281596 317177
49433 50791
7.51143333 7.89965 8.54
1.333333 1.153846 2
450 656.79 539.44
0.544444444 0.620458594 0.537740991
1089 1242 1248
7286.3544 7828.9011
369077 524481
52181 53597
11.1127167 16.6987083
4 0.233937
543.53 365
0.43749563 0.452054795
1278.9 1300
538.15 2.06 0.03
8812.7599 9255.9152 8530.458
571883 608887 682764
55032 56485 57956
18.6073417 20.3856833 20.567675
0.229406 0.198833 0.448276
356.14 320 400
0.26551637 0.25 0.23
1427.1 1414 1780.55
1988 1989 1990
119.19 195.18 592.73
8956.6488 9442.656 9889.7856
799182 925444 1077237
59439 60931 62427
21.094675 21.7366833 24.3105
0.399289 0.279215 0.215389
200 300 224
0.275 0.266666667 0.267857143
2082 3304 2500.56
1991 1992
0.06 0.63
9658.3872 9516.78
1248011 1351559
63926 65427
27.4786333 25.5124917
1.101695 0.501577
296 350
0.287162162 0.274285714
3221.4 3261.44
1993 1994 1995
201.6 1.53 263.27
9420.488 10552.835 10524.36
1474457 1692932 1905951
66931 68443 69965
27.1198417 26.4171667 25.7144667
0.184241 0.446627 0.314175
350 350 300
0.26 0.285714286 0.27
3065.44 2433.88 2927.48
1996 1997 1998
866.88 722.4 2414
11300.146 11257.8511 8559.108
2171922 2426743 2665060
71497 73039 74587
26.2161 29.4706583 40.89305
0.356321 0.292533 0.267858
345.5 699.05 594.06
0.376266281 0.376267792 0.376265024
3122.35 3276.8 3270.4
1999 2000
834.38 642.27
11799.528 12396.9056
2976905 3354727
76138 77689
39.0889833 44.19225
0.287557 0.210995
812.45 785.74
0.292941104 0.263545193
3286.5 3298.5
2001 2002 2003
810.9 1196.16 886.53
12968.7536 13271.9296 13501.568
3631474 3963872 4316403
79239 80789 82344
50.99265 51.6035667 54.2033333
0.168368 0.176962 0.19343
1770.07 1236.42 1600.7
0.185026581 0.184172854 0.209986256
2752.1 2927.9 3116.1
2004 2005 2006
1049.17 1102.48 1804.95
14484.5415 14612.8078 15308.5424
4871554 5444039 6031164
83911 85496 87099
56.0399167 55.0854917 51.314275
0.262001 0.272727 0.311111
1398.29 1187.79 975.91
0.221846684 0.303966189 0.302881413
3334.16 3566.42 4033
2007 2008
1902.92 2800
16236.982 16814.1246
6647338 7423213
88718 90348
46.1483833 44.4745583
0.352632 0.215706
575.89 1600
0.348821824 0.21210763
3186.3 4168.5
Lampiran 2. Lanjutan Tahun
GDPN
POPN
ERN
JEBT
1980 1981 1982
50270 50751 51953
74523 76643 78727
0.55 0.62 0.67
1983 1984
57144 63608
80807 82936
0.72 0.77
1985 1986 1987
72355 73062 108885
85151 87461 89853
0.89 1.75 4.02
1988 1989 1990
145243 224796.6 260637
92312 94812 97338
4.54 7.36 8.04
1991 1992
328115.3 620077
99887 102465
9.91 17.3
1993 1994 1995
967280 1237122 1977737
105080 107739 110449
22.07 22 21.9
1996 1997 1998
2823932 2939651 2828656
113212 116027 118899
21.88 21.89 21.89
1999 2000
3211150 4676394
121836 124842
92.34 101.7
2001 2002 2003
5339063 7128203 8742647
127918 131061 134270
111.23 120.58 129.22
2004 2005 2006
11673602 14735324 18709576
137544 140879 144273
132.89 131.27 128.65
2007 2008
20874172 24553000
147722 151212
125.81 118.55
HXBT 2796.96 3027.34 3782.77 3476.23 4615.73 4061.72 4523.6 4443.05 5267.01 6311.41 4017.08 4333.07 5151.37 4989.22 4858.63 6197.99 5454.35 5567.52 6537.49 6838.9 6141.36 7685.05 7337.56 8394.98 9989.73 7537.12 7433.57 9195.61 9000
0.339883 0.399899 0.258747
PBT 17388.1512
ERT
JEBV
HXBV
PBV
17754.809 16896.638
20.47635 21.82043 23.0001
33.3 9 17
0.3045946 0.3055556 0.3529412
12434.18 14393.484 14758.771
0.252105 0.238354
19596.26 19933.5
23.0001 23.63935
89 83
0.3146067 0.2650602
15492.75 15896.874
0.204361 0.188049 0.205323
20256.124 18847.741 18385.631
27.15885 26.29885 25.72277
59.4 132 120.4
0.2525253 0.1638106 0.1420847
16025.711 15128.37 16992.768
0.263611 0.282915 0.280695
21297.75 20647.194 17232.085
25.29385 25.70202 25.58543
91.2 1420 1624
0.2981579 0.204238 0.1875844
18974.952 19216.104 19601.397
0.292858 0.28336
20369.16 19876.506
25.51677 25.4001
1033 1945.8
0.2269913 0.2146891
21563.082 22826.712
0.271944 0.334739 0.322367
19530 21091.791 22053.339
25.31958 25.14993 24.91515
1722 1983 1988
0.2108014 0.2143217 0.2665996
23557.002 24965.064 26404.326
0.380419 0.407489 0.331113
22333.952 23592.44 23493.454
25.34266 31.36434 41.35938
3003 3574.8 3730
0.2847153 0.2436198 0.2733887
27546.836 29156.292 31379.76
0.295517 0.279319
24127.206 25816.032
37.81366 40.11181
4508.28 3476.98
0.2273816 0.1917374
32505.112 32143.683
0.214374 0.233253 0.224465
26528.286 26068.915 27012.616
44.4319 42.96008 41.48462
3729.46 3240.93 3813
0.1675068 0.2238663 0.1888057
34444.737 34578.208 36184.158
0.274828 0.324453 0.367371
28579.608 30265.911 29682.267
40.22242 40.22013 37.88198
4063 5250 4642
0.2338949 0.2680438 0.27486
35839.788 35818.272 35964.926
0.393247 0.617996
32113.419 31623.308
34.13705 33.31331
4558 5200
0.3268912 0.611581
38702.646 38911.723
Lampiran 2. Lanjutan Tahun
ERV 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
2.39 9.05 9.76 10.55
POPV 53317 54538 55819 57140
15 22.74
58470 59789 61086
78.29 606.52
62365 63640
4463.95 6482.8 10037.04
64930 66247 67597
11202.19 10640.96 10965.67
68968 70337 71674
11038.25 11032.58
72957 74177
11683.33 13268 13943.17
75340 76461 77563
14167.75 14725.17 15279.5
78663 79765 80863
15509.58 15746
81952 83024
15858.92 15994.25 16105.13
84074 85101 86108
16302.25
87096
11.96
JEBP
HXBP
PBP
ERP
HOD
ROWX
ROWM
IHK
1086.64 1243.67 951.03
0.388452 0.454915 0.412345
4678.102 5137.6 5162.841
9.9 9.9 11.85
87.70465822 86.84680211 74.05810848
8538.87 7865.97 6777.74
9750.467 12569.33 10326.04
8.09 9.08 9.94
904.8 1265
0.321531 0.332737
5016.235 4976.265
13.12 14.05
62.69774728 59.08532309
6840.48 6606.1
9858.934 10263.04
11.11 12.27
718.69 1316.02 1270.4
0.306701 0.260398 0.234628
4378.52 5225.968 4868.24
15.93 16.65 17.4
53.38078419 27.7739339 33.78031974
6391.54 7100.82 6789.92
10855.37 12292.89 11503.3
12.85 13.6 14.86
1210.2 854.32 743.89
0.301644 0.363168 0.324997
4797.995 4824.801 4901.464
18 20.54 21.71
33.78031974 27.7739339 26.31758981
5316.98 6195.76 5568.42
10595.06 13492.26 11037.51
16.06 17.09 18.42
1204.57 1511.84
0.286604 0.272701
4864.808 4676.958
23.8 25.08
31.0000481 27.45430239
5893.11 6884.62
12457.99 14621.86
20.15 21.67
1032.13 984.33 1852.27
0.310369 0.245368 0.249879
5992.654 5162.778 5944.95
28.11 30.57 31.64
23.82292608 22.10286897 23.93714334
8319.34 9257.64 7542.99
15363.5 17048.73 18736.25
23.77 25.8 28.23
1600.52 1767.21 1971.6
0.32129 0.271488 0.287931
6460.657 6488.44 7004.204
36.08 41.11 45.05
27.91583512 24.59374422 15.79243742
7167.55 7719.66 11640.75
17374.8 17520.31 17642
30.48 32.38 51.28
1791.19 2016.27
0.330014 0.264506
7722.278 7201.098
49.5 53.65
22.00351802 34.18796888
10243.84 10378.6
20383.01 20137.59
61.79 64.09
2423.86 1684.33 1819.98
0.214875 0.273371 0.30865
5814.05 6719.5 7283.376
61.93 59.72 57.75
26.42434232 27.92809614 32.18950646
10653.3 10034.14 10428.78
20424.8 22449.41 22791.09
71.46 79.95 85.22
1822.74 2891.39 3688.74
0.344119 0.321909 0.311787
7533.604 8309.838 8155.96
58.26 59.51 60.27
40.3850959 53.21779327 62.09852355
8381.39 9751.38 10049.5
23626.37 23306.17 24897.65
90.54 100 113.11
3129.31 4000
0.359208 0.278129
8349.8 10428.35
60.74 70.41
68.70123792 91.08560069
9747.98 8260
26174.01 22043.32
120.26 132.4
Lampiran 2. Lanjutan Tahun 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
IHKF
IHKN 9.86 11.15 12.29 13.52 20.32 25.02 25.21 26.16 28.46 31.47 35.46 42.02 45.63 48.77 52.84 56.39 60.62 64.01 69.94 74.1 77.03 82.24 84.71 87.73 92.89
100 106.26 109.21 119.36
IHKT 0.66 0.8 0.86 1.06 1.25 1.34 1.42 1.58 2.43 3.66 3.93 4.44 6.43
10.1 15.86 27.41 35.43 38.45 42.29 45.09 48.22 57.32 64.7 73.78 84.84 100 108.24 114.07 127.27
IHKP 37.42 42.16 44.38 46.03 46.43 47.56 48.43 49.64 51.53 54.29 57.48 60.76 63.27 65.37 68.67 72.67 76.88 81.21 87.7 87.95 89.35 90.81 91.44 93.09 95.66
100 104.64 106.98 112.83
IHKD
JIBB
HMBB
GDPB
POPB
ERB
PBB
16.48 18.43 19.52
14.8 16.74 18.06
548.09 78.54 263.67
0.223693 0.235587 0.21294
280777 322136 361740
90397 92846 95349
15.45 17.99 22.12
20823.98 20398.76 21277.26
20.76 22.03
20.21 21.89
317.35 166.51
0.221541 0.229434
408308 489787
97887 100441
24.62 25.35
21716.77 21980.31
23.26 24.08 25.21
23.11 25.12 27.33
677.32 52.98 259.68
0.219864 0.207173 0.163778
561944 632691 727711
102993 105538 108075
27.99 30.41 30.95
22564.09 23128.06 23121.73
27.43 29.59 32.26
30.04 31.89 34.75
673.93 62.7 380.06
0.159733 0.160893 0.178606
799929 890598 1003288
110603 113122 115632
31.73 32.27 34.57
23311.18 26824.19 26818.72
36.07 39.5
39.57 44.23
15.8 17.72
0.168291 0.14921
1105181 1195424
118130 120613
36.6 38.95
27250.37 27379.9
43.44 48.81 54.83
47.05 51.85 57.15
20.86 62.58 995.95
0.173346 0.21542 0.219144
1253695 1354123 1525178
123093 125581 128086
39.57 40.21 40.28
26943.23 25095.83 26372.01
60.52 67.41 71.61
62.28 66.74 75.58
1038.2 179.44 1127.21
0.244251 0.224387 0.208319
1663240 1807013 2001766
130610 133148 135692
41.79 43.89 46.91
28152 28120.62 29752.21
74.57 77.83
79.1 82.28
2215.32 452.12
0.244171 0.141708
2196971 2370855
138235 140767
49.09 52.14
34388.73 37588.18
80.28 82.92 85.34
85.31 89.05 92.44
152.13 943.43 1250.71
0.147374 0.154786 0.17556
2535464 2732010 3005801
143289 145797 148281
55.81 57.89 58.15
36247.4 37590.79 38395.5
91.69 100 107.92
95.93 100 105.8
991.81 709.38 938.09
0.21321 0.19074 0.21938
3329731 3707070 4157279
150726 153122 155463
59.51 64.33 68.93
36278.27 39781.1 40729.15
116.12 139.68
112.54 121.94
614.8 700
0.252199 0.193117
4724769 5458224
157753 160000
68.87 68.6
43146 46699.2
Lampiran 2. Lanjutan Tahun
JEBD
HXBD
PBD
POPD
ERD
PBW
1980 1981 1982
483.16 963.84 537.26
0.358736 0.45768 0.498814
80303 79788.46 70784.7
692637 708589 724784
7.86 8.66 9.46
396871.3 410075.2 421949.1
1983 1984
230.21 198.36
0.58517 0.570216
89911.92 87668.24
741215 757880
10.1 11.36
448016.3 465342.9
1985 1986 1987
315.07 252.86 388.8
0.597702 0.604789 0.670592
95849.68 90978.41 85373.86
774775 791876 809162
12.37 12.61 12.96
468164.6 468675.3 461439.9
1988 1989 1990
349.56 421.75 505.03
0.654237 0.607234 0.511811
106426.3 110477.3 111412
826635 844303 862162
13.92 16.23 17.5
487457.9 514421.6 518555.9
1991 1992
678.24 580.4
0.456719 0.638747
112166.1 109032.8
880209 898410
22.74 25.92
518688.8 528557.7
1993 1994 1995
767.68 890.59 4913.16
0.536352 0.433253 0.288227
120385.4 122448 115560
916692 934962 953148
30.49 31.37 32.43
530984.8 538921.5 547429.6
1996 1997 1998
2511.97 2388.79 4962.94
0.353611 0.381017 0.303727
122388 123888.9 129030.6
971210 989150 1006996
35.43 36.31 41.26
568905.9 576985.9 579186.7
1999 2000
1895.25 1532.6
0.383092 0.427677
134576.8 127429.2
1024799 1042590
43.06 44.94
610937.9 599354.8
2001 2002 2003
2193.74 5053.24 3401.93
0.322202 0.239941 0.263169
140088 107881.4 132888.6
1060371 1078111 1095767
47.19 48.61 46.58
598315.6 569451.4 584630.1
2004 2005 2006
4794.54 4062.55 4739.87
0.308283 0.347357 0.327758
124882 137528.4 139315.8
1113283 1130618 1147746
45.32 44.1 45.31
607794.8 634389.9 641094.6
2007 2008
6450.06 2500
0.441559 0.29838
144463.9 148906.8
1164670 1181412
41.35 43.51
656807.4 685874.7
Lampiran 3. Program Estimasi Parameter Model Integrasi Pasar Beras di Indonesia dengan Metode 2SLS data olahan_baru; merge final1; /*meriilkan data nominal*/ HGTPR =(HGTP/IHK)*100; HJTPR =(HJTP/IHK)*100; HJER =(HJE/IHK)*100; HPUR =(HPU/IHK)*100; HTSPR =(HTSP/IHK)*100; HPSR =(HPS/IHK)*100; KDTR =(KDT/IHK)*100; HMBIR =(HMBI/IHK)*100; ERR =(ER/IHK)*100; HBER =(HBE/IHK)*100; IR =(I/IHK)*100; HBDR =(HBD/IHK)*100; TARIFR =(TARIF/IHK)*100; HPPR =(HPP/IHK)*100; GDPFR =(GDPF/IHKF)*100; ERFR =(ERF/IHKF)*100; HMBFR =(HMBF/IHKF)*100; HXBTR =(HXBT/IHKT)*100; ERTR =(ERT/IHKT)*100; HXBVR =(HXBV/IHK)*100; ERVR =(ERV/IHK)*100; HMBNR =(HMBN/IHKN)*100; GDPNR =(GDPN/IHKN)*100; ERNR =(ERN/IHKN)*100; HXBPR =(HXBP/IHKP)*100; ERPR =(ERP/IHKP)*100; HODR =(HOD/IHK)*100; HMBBR =(HMBB/IHK)*100; GDPBR =(GDPB/IHK)*100; HXBDR =(HXBD/IHKD)*100; ERBR =(ERB/IHK)*100; ERDR =(ERD/IHKD)*100; /*membuat variabel lag*/ LLAP =LAG(LAP); LHPUR =LAG(HPUR); LHTSPR =LAG(HTSPR); LJPU =LAG(JPU); LLAI =LAG(LAI); LYP =LAG(YP); LJIBI =LAG(JIBI); LSBT =LAG(SBT); LDBI =LAG(DBI); LHMBI =LAG(HMBI); LHMBIR =LAG(HMBIR); LHBE =LAG(HBE); LHBER =LAG(HBER); LHGTP =LAG(HGTP); LHGTPR =LAG(HGTPR); LHPP =LAG(HPP); LHPPR =LAG(HPPR); LJIBF =LAG(JIBF);
Lampiran 3. Lanjutan LHMBF =LAG(HMBF); LHMBFR =LAG(HMBFR); LJEBT =LAG(JEBT); LHXBT =LAG(HXBT); LHXBTR =LAG(HXBTR); LJEBV =LAG(JEBV); LHXBV =LAG(HXBV); LHXBVR =LAG(HXBVR); lHBD =LAG(HBD); LHBDR =LAG(HBDR); LJIBN =LAG(JIBN); LHMBN =LAG(HMBN); LHMBNR =LAG(HMBNR); LJEBP =LAG(JEBP); LHXBP =LAG(HXBP); LHXBPR =LAG(HXBPR); LDBI =LAG(DBI); LHJTPR =LAG(HJTPR); LTARIFR =LAG(TARIFR); LHMBIRR =LAG(HMBIR*ERR); LPBF =LAG(PBF); LGDPFR =LAG(GDPFR); LGDPFRCAP =LAG(GDPFR*POPF); LHMBNRN =LAG(HMBNR*ERNR); LPBN =LAG(PBN); LHXBVRD =LAG(HXBVR*ERVR); LTARIF =LAG(TARIF); LHBDRR =LAG(HBDR*ERR); LHBDRP =LAG (HBDR*ERFR); LHMBFRP =LAG(HMBFR*ERFR); LHXBTRB =LAG(HXBTR*ERTR); LHBDRB =LAG(HBDR*ERTR); LHBDRD =LAG(HBDR*ERVR); LHXBPRK =LAG (HXBPR*ERPR); LRHBDXPR = LAG (HBDR/HXBPR); LIR =LAG(IR); LJXW =LAG(JEBT+JEBV+JEBP+ROWX); LHMBBR =LAG(HMBBR); LJIBB =LAG(JIBB); LHXBDR =LAG(HXBDR); LJEBD =LAG(JEBD); LGDPBR =LAG(GDPBR); LGDPBRCAP =LAG(GDPBR*POPB); LHBDRH =LAG(HBDR*ERBR); LHXBDR =LAG(HXBDR); LERDR =LAG(ERDR); LPBD =LAG(PBD); LHBDRU =LAG(HBDR*ERDR); LPB =LAG((LAP*YP)*K); lHMBNRN =lag(hmbnr*ernr); LPBN =LAG(PBN); LPBB =LAG(PBB); LERPR =LAG(ERPR); LPERTARIFR =LAG((TARIFR/(HMBIR*err))*100); LHBDRK =LAG(HBDR*ERPR); LHBDRU =LAG(HBDR*ERDR); LPBDCAP =LAG(PBD*POPD);
Lampiran 3. Lanjutan LOPS =LAG(OPS); LERR =LAG(ERR); LPPD =LAG(PPD); LKDTR =LAG(KDTR); lpopb =lag(popb); lertr =lag(ertr); /*create data*/ PB =PPD*K; SPB =PB+LSBT+JIBI; JMW =JIBI+JIBF+JIBN+JIBB+ROWM; JXW =JEBT+JEBV+JEBP+ROWX; /*membuat deskripsi variabel*/ LABEL LAP ='LUAS AREAL PANEN' HGTP ='HARGA GABAH TINGKAT PETANI' HJTP ='HARGA JAGUNG TINGKAT PETANI' HPU ='HARGA PUPUK UREA' KDT ='KREDIT PERTANIAN' YP ='PRODUKTIVITAS PADI' JPU ='JUMLAH PENGGUNAAN PUPUK UREA' CH ='CURAH HUJAN' LAI ='LUAS AREAL IRIGASI' T ='TREND PERKEMBANGAN TEKNOLOGI' PB ='PRODUKSI BERAS' K ='FAKTOR KONVERSI' JIBI ='JUMLAH IMPOR BERAS INDONESIA' HMBI ='HARGA IMPOR BERAS INDONESIA' ER ='NILAI TUKAR RUPIAH' SBT ='STOK BERAS AKHIR TAHUN' DBI ='JUMLAH KONSUMSI BERAS UNTUK PANGAN INDONESIA' HBE ='HARGA BERAS ECERAN' HJE ='HARGA JAGUNG ECERAN' SPB ='PENAWARAN BERAS INDONESIA' POP ='JUMLAH PENDUDUK INDONESIA' I ='PENDAPATAN PENDUDUK INDONESIA' HMBI ='HARGA IMPOR BERAS INDONESIA' HBD ='HARGA BERAS DUNIA' TARIF ='TARIF IMPOR BERAS INDONESIA' TW ='TREND WAKTU' HPP ='HARGA POKOK PEMBELIAN' JIBF ='JUMLAH IMPOR BERAS FILIPNA' HMBF ='HARGA IMPOR BERAS FILIPINA' PBF ='PRODUKSI BERAS FILIPINA' GDPF ='GROSS DOMESTIK PRODUCT FILIPINA' POPF ='JUMLAH PENDUDUK FILIPINA' ERF ='NILAI TUKAR FILIPINA' JEBT ='JUMLAH EKSPOR BERAS THAILAND' HXBT ='HARGA EKSPOR BERAS THAILAND' PBT ='PRODUKSI BERAS THAILAND' ERT ='NILAI TUKAR THAILAND' JEBV ='JUMLAH EKSPOR BERAS VIETNAM' HXBV ='HARGA EKSPOR BERAS VIETNAM' PBV ='PRODUKSI BERAS VIETNAM' ERV ='NILAI TUKAR VIETNAM' JMW ='JUMLAH IMPOR BERAS DUNIA' JXW ='JUMLAH EKSPOR BERAS DUNIA'
Lampiran 3. Lanjutan ROWM ='JUMLAH IMPOR BERAS NEGARA LAIN' ROWX ='JUMLAH EKSPOR BERAS NEGARA LAIN' HOD ='HARGA MINYAK MENTAH DUNIA' LLAP ='LUAS AREAL PANEN T-1' LYP ='PRODUKTIVITAS PADI T-1' LJIBI ='JUMLAH IMPOR BERAS INDONESIA T-1' LSBT ='STOK BERAS AKHIR TAHUN T-1' LDBI ='JUMLAH KONSUMSI BERAS UNTUK PANGAN INDONESIA' LHMBI ='HARGA IMPOR BERAS INDONESIA T-1' lHBD ='HARGA BERAS DUNIA T-1' LHBE ='HARGA BERAS ECERAN T-1' LHGTP ='HARGA GABAH TINGKAT PETANI T-1' LHGTPR ='HARGA GABAH TINGKAT PETANI RIIL T-1' LHPP ='HARGA POKOK PEMBELIAN T-1' LJIBF ='JUMLAH IMPOR BERAS FILIPINA T-1' LHMBF ='HARGA IMPOR BERAS FILIPINA T-1' LJEBT ='JUMLAH EKSPOR BERAS THAILAND T-1' LHXBT ='HARGA EKSPOR BERAS THAILAND T-1' LJEBV ='JUMLAH EKSPOR BERAS VIETNAM T-1' LHXBV ='HARGA EKSPOR BERAS VIETNAM T-1' LJIBN ='JUMLAH IMPOR BERAS NIGERIA T-1' LHMBNR ='HARGA IMPOR BERAS NIGERIA RIIL T-1' LJEBP ='JUMLAH EKSPOR BERAS PAKISTAN T-1' LHXBPR ='HARGA EKSPOR BERAS PAKISTAN RIIL T-1' LGDPFR ='LAG GDP FILIPINA RIIL' HPUR ='HARGA PUPUK UREA RIIL' LHPUR ='LAG HARGA PUPUK UREA RIIL' LHTSPR ='LAG HARGA PUPUK TSP RIIL' HTSPR ='HARGA TSP RIIL' LJPU ='LAG JUMLAH PENGGUNAAN PUPUK UREA' LLAI ='LAG LUAS AREAL IRIGASI' LPBF ='LAG PRODUKSI BERAS FILIPINA' KDTR ='KREDIT PERTANIAN RIIL' HMBIR ='HARGA IMPOR BERAS INDONESIA RIIL' ERR ='NILAI TUKAR RUPIAH RIIL' HBER ='HARGA BERAS ECERAN RIIL' HGTPR ='HARGA GABAH TINGKAT PETANI RIIL' HJER ='HARGA JAGUNG ECERAN RIIL' HJTPR ='HARGA JAGUNG TINGKAT PETANI RIIL' IR ='PENDAPATAN PENDUDUK INDONESIA RIIL' HBDR ='HARGA BERAS DUNIA RIIL' TARIFR ='TARIF IMPOR BERAS INDONESIA RIIL' HPPR ='HARGA POKOK PEMBELIAN RIIL' GDPFR ='GROSS DOMESTIK PRODUCT FILIPINA RIIL' ERFR ='NILAI TUKAR FILIPINA RIIL' HMBFR ='HARGA IMPOR BERAS FILIPINA RIIL' HXBTR ='HARGA EKSPOR BERAS THAILAND RIIL' ERTR ='NILAI TUKAR THAILAND RIIL' HXBVR ='HARGA EKSPOR BERAS VIETNAM RIIL' ERVR ='NILAI TUKAR VIETNAM RIIL' JIBN ='JUMLAH IMPOR BERAS NIGERIA' HMBN ='HARGA IMPOR BERAS NIGERIA' HMBNR ='HARGA IMPOR BERAS NIGERIA RIIL' PBN ='PRODUKSI BERAS NIGERIA' GDPN ='GROSS DOMESTIC PRODUCT NIGERIA' GDPNR ='GROSS DOMESTIC PRODUCT NIGERIA RIIL' POPN ='JUMLAH PENDUDUK NIGERIA'
Lampiran 3. Lanjutan ERN ='NILAI TUKAR NIGERIA' ERNR ='NILAI TUKAR NIGERIA RIIL' JEBP ='JUMLAH EKSPOR BERAS PAKISTAN' HXBP ='HARGA EKSPOR BERAS PAKISTAN' HXBPR ='HARGA EKSPOR BERAS PAKISTAN RIIL' PBP ='PRODUKSI BERAS PAKISTAN' ERP ='NILAI TUKAR PAKISTAN' ERPR ='NILAI TUKAR PAKISTAN RIIL' HODR ='HARGA MINYAK MENTAH DUNIA RIIL' IHK ='INDEKS HARGA KONSUMEN INDONESIA' DHPUR = 'PERUBAHAN HARGA PUPUK UREA RIIL' HPUR2 ='HPUR/LHPUR' DHTSPR = 'PERUBAHAN HARGA PUPUK TSP RIIL' DHGTPR = 'PERUBAHAN HARGA GABAH TINGKAT PETANI RIIL' DJPU = 'PERUBAHAN JUMLAH PENGGUNAAN PUPUK UREA' PLAI = 'PERTUMBUHAN LUAS AREAL IRIGASI' IRCAP = 'PENDAPATAN RIIL PERKAPITA' DHMBIR = 'PERUBAHAN HARGA IMPOR BERAS INDONESIA RIIL' GDPFRCAP = 'GROSS DOMESTIC PRODUCT FILIPINA RIIL PER KAPITA' LGDPFRCAP = 'LAG GDP FILIPINA RIIL PER KAPITA' PGDPFRCAP = '(GDPFRCAP-LGDPFRCAP)/LGDPFRCAP' GDPNRCAP = 'GROSS DOMESTIC PRODUCT NIGERIA RIIL PER KAPITA' HTSPR2 ='HTSPR/LHTSPR' HGTPR2 ='HGTPR/LHGTPR' PHGTPR ='(HGTPR-LHGTPR)/LHGTPR' JPU2 ='JPU/LJPU' LAI2 ='LAI/LLAI' PJPU ='(JPU-LJPU)/LJPU' PLAI ='(LAI-LLAI)/LLAI' HMBIRR ='HMBIR*ERR' RHOTP ='RASIO HARGA OUTPUT DI TINGKAT PETANI' DDBI ='DBI-LDBI' LDBI ='LAG PERMINTAAN BERAS' PDBI ='PERTUMBUHAN PERMINTAAN BERAS INDONESIA' DHBER ='HBER-LHBER' DJIBI ='JIBI-LJIBI' LHJTPR ='LAG HARGA JAGUNG DI TINGKAT PETANI' HJTPR2 ='HJTPR/LHJTPR' DTARIFR ='TARIFR-LTARIFR' PHMBIR ='(HMBIR-LHMBIR)/LHMBIR' DHMBIRR ='HMBIRR-LHMBIRR' HBDRR ='HBDR*ERR' PBF2 ='PBF/LPBF' HMBFRP ='HMBFR*ERFR' HMBNRN ='HMBNR*ERNR' DHMBNRN ='HMBNRN-LHMBNRN' LHMBNRN ='LAG HMBRNRN' PPBN ='(PBN-LPBN)/LPBN' LPBN ='LAG PBN' HXBTRB ='HXBTR*ERTR' HXBVRD ='HXBVR*ERVR' DHXBVRD ='HXBVRD-LHXBVRD' LHXBVRD ='LAG HXBVRD' PHXBVRD ='(HXBVRD-LHXBVRD)/LHXBVRD' SDPB ='DBI-PB'
Lampiran 3. Lanjutan TARIFR2 ='TARIFR/LTARIFR' PTARIFR ='(TARIFR-LTARIFR)/LTARIFR' DHBDR ='HBDR-LHBDR' DTARIF ='TARIF-LTARIF' LTARIF ='LAG(TARIF)' HBDRR ='HBDR*ERR' LHBDRR ='LAG (HBDRR)' HBDRP ='HBDR*ERFR' LHBDRP ='LAG (HBDRP)' HBDRB ='HBDR*ERTR' LHBDRB ='LAG (HBDRB)' LHXBTRB ='LAG(HXBTRB)' HXBVRD2 = 'HXBVRD/LHXBVRD' DHXBV = 'HXBV-LHXBV' HXBVD ='HXBV*ERVR' RHBDXBVR ='RASIO HARGA DUNIA DENGAN HARGA EKSPOR VIETNAM' HBDRD ='HBDR*ERVR' LHBDRD ='LAG(HBDRD)' HXBPRK ='HXBPR*ERPR' DHXBPRK ='HXBPRK-LHXBPRK' LHXBPRK ='LAG (HXBPRK)' PHXBPRK ='(HXBPRK-LHXBPRK)/LHXBPRK' HXBPRK2 ='HXBPRK/LHXBPRK' RHBDXPR ='HBDR/HXBPR' DRHBDXPR ='RHBDXPR-LRHBDXPR' LRHBDXPR ='LAG(RHBDXPR)' HXBPRKT ='HXBPRK*T' THGTPR ='HGTPR*T' HXBPRT ='HXBPR*T' DIR ='IR-LIR' PERTARIFR ='PERSENTASE TARIFR' JIBB ='JUMLAH IMPOR BERAS BANGLADESH' HMBBR ='HARGA IMPOR BERAS BANGLADESH RIIL' GDPBR ='GDP BANGLADESH RIIL' POPB ='POPULASI BANGLADESH' LJIBB ='LAG JUMLAH IMPOR BERAS BANGLADESH' JEBD ='JUMLAH EKSPOR BERAS INDIA' HXBDR ='HARGA EKSPOR BERAS INDIA RIIL' PBD ='PRODUKSI BERAS INDIA' POPD ='JUMLAH PENDUDUK INDIA' PBB ='PRODUKSI BERAS BANGLADEH' PGBB ='PENGADAAN BERAS BULOG' OPS ='OPERASI PASAR BULOG' GVR ='PENERIMAAN PEMERINTAH' PPD ='PRODUKSI PADI' LPPD ='PRODUKSI PADI T-1'; /*create data*/ RHOTP = HGTPR/HJTPR; DHPUR = HPUR-LHPUR; HPUR2 = HPUR/LHPUR; DHTSPR = HTSPR-LHTSPR; DHGTPR = HGTPR-LHGTPR; HGTPR2 = HGTPR/LHGTPR; PHGTPR = (HGTPR-LHGTPR)/LHGTPR; DJPU = JPU-LJPU; JPU2 = JPU/LJPU;
Lampiran 3. Lanjutan PJPU = (JPU/LJPU)/LJPU; PLAI = (LAI-LLAI)/LLAI; LAI2 = LAI/LLAI; PLAI =(LAI/LLAI)/LLAI; IRCAP = IR/POP; DHMBIR = HMBIR-LHMBIR; PHMBIR = (HMBIR-LHMBIR)/LHMBIR; HMBIRR = HMBIR*ERR; DHMBIRR = HMBIRR-LHMBIRR; GDPFRCAP = GDPFR/POPF; PGDPFRCAP = (GDPFRCAP-LGDPFRCAP)/LGDPFRCAP; DGDPFR = GDPFR-LGDPFR; PBF2 =PBF/LPBF; PPBF =(PBF-LPBF)/LPBF; GDPNRCAP = GDPNR/POPN; HTSPR2 = HTSPR/LHTSPR; DDBI =DBI-LDBI; PDBI =(DBI-LDBI)/LDBI; DHBER =(HBER-LHBER); DJIBI =(JIBI-LJIBI); HJTPR2 =HJTPR/LHJTPR; PTARIFR =(TARIFR-LTARIFR)/LTARIFR; DTARIFR =(TARIFR-LTARIFR); TARIFR2 =TARIFR/LTARIFR; HBDRR =HBDR*ERR; HMBFRP =HMBFR*ERFR; HMBNRN =HMBNR*ERNR; DHMBNRN =HMBNRN-LHMBNRN; PPBN =(PBN-LPBN)/LPBN; HXBTRB =HXBTR*ERTR; DHXBV = HXBV-LHXBV; HXBVRD =HXBVR*ERVR; HXBVD =HXBV*ERVR; PHXBVRD =(HXBVRD-LHXBVRD)/LHXBVRD; DHXBVRD = HXBVRD-LHXBVRD; HXBVRD2 = HXBVRD/LHXBVRD; SDPB =DBI-SPB; DHBDR =HBDR-LHBDR; DTARIF =TARIF-LTARIF; HBDRR =HBDR*ERR; HBDRP =HBDR*ERFR; HBDRB =HBDR*ERTR; HBDRD =HBDR*ERVR; RHBDXBVR =HBDR/HXBVR; HXBPRK =HXBPR*ERPR; DHXBPRK =HXBPRK-LHXBPRK; PHXBPRK =(HXBPRK-LHXBPRK)/LHXBPRK; HXBPRK2 =HXBPRK/LHXBPRK; RHBDXPR =HBDR/HXBPR; DRHBDXPR =RHBDXPR-LRHBDXPR; HXBPRKT =HXBPRK*T; HXBPRT =HXBPR*T; THGTPR =HGTPR*T; DIR =IR-LIR; PERTARIFR =((TARIFR/(HMBIR*err))*100); TTARIFR =TARIFR*T; DHPPR =HPPR-LHPPR;
Lampiran 3. Lanjutan DHBDRR =HBDRR-LHBDRR; HBDRR2 =HBDRR/LHBDRR; PHBDRR =(HBDRR-LHBDRR)/LHBDRR; THBDRR =HBDRR*T; TGDPFRCAP =GDPFRCAP*T; DPBF =PBF-LPBF; DPBN =PBN-LPBN; PBN2 =PBN/LPBN; RHDXTRB =HBDRB/HXBTRB; HBDRK =HBDR*ERPR; RHDXBPRK =HBDRK/HXBPRK; DJXW =JXW-LJXW; GDPBRCAP =GDPBR/POPB; DGDPBR =GDPBR-LGDPBR; GDPBR2 =GDPBR/LGDPBR; HMBBRH =HMBBR*ERBR; DGDPBRCAP =GDPBRCAP-LGDPBRCAP; HBDRH =HBDR*ERBR; HXBDRU =HXBDR*ERDR; HBDRU =HBDR*ERDR; DHXBDR =HXBDR-LHXBDR; RHDXDR =HBDR/HXBDR; THXBDR =T*HXBDR; DERDR =ERDR-LERDR; RHDXDRU =HBDRU/HXBDRU; PBDCAP =PBD/POPD; DPBD =PBD-LPBD; PBD2 =PBD/LPBD; PPBD =(PBD-LPBD)/LPBD; TPBD =T*PBD; DOPS =OPS-LOPS; RPDB =PB/DBI; PB2 =PB/LPB; DPB =PB-LPB; DHMBNRN =HMBNRN-lHMBNRN; pPBN =(PBN-lpbn)/LPBN; TPBN =T*PBN; DPBB =PBB-LPBB; JIBI2 =JIBI/LJIBI; PJIBI =(JIBI-LJIBI)/LJIBI; HBDRN =HBDR*ERNR; RHDXPR =HBDR/HXBPR; RHDXDR =HBDR/HXBDR; PPERTARIFR =(PERTARIFR-LPERTARIFR)/LPERTARIFR; THMBIRR =T*HMBIRR; TERR =ERR*T; THMBIR =T*HMBIR; RHEMBRR =HBER/HMBIRR; DHBDRB =HBDRB-LHBDRB; DERPR = ERPR-LERPR; ERPR2 = ERPR/LERPR; DHBDRK =HBDRK-LHBDRK; PHBDRU =(HBDRU-LHBDRU)/LHBDRU; THBDR =T*HBDR; PPBDCAP =(PBDCAP-LPBDCAP)/LPBDCAP; DPBDCAP =PBDCAP-LPBDCAP; TPBD =PBD*T;
Lampiran 3. Lanjutan THBER =t*hber; DSBT =SBT-LSBT; TSDPB=TW*SDPB; DPERTARIFR =PERTARIFR-LPERTARIFR; PHBDR =HBDR-LHBDR; TPERTARIFR =T*PERTARIFR; RHEMBIRR =HBER/HMBIRR; DBI2 =DBI/LDBI; DERR =ERR-LERR; SPDB =SPB-DBI; TDBI =T*DBI; RDPB =DBI/SPB; DKDTR =KDTR-LKDTR; DLAI=LAI-LLAI; SDPB=DBI-SPB; DPPD=PPD-LPPD; PPPD=(PPD-LPPD)/LPPD; PPD2=PPD/LPPD; RUn; procsyslin2sls data=olahan_baru outest=hasil; endogenous PPD PB JIBI SBT SPB DBI HMBIR HBER HGTPR JIBF JIBN JIBB JEBT JEBV JEBP JMW JXW HBDR ; INSTRUMENTS LAP HPUR DKDTR DLAI CH pertarifr PGBB DOPS HJER IRCAP T HPPR ERFR DPBF TGDPFRCAP GDPNRCAP ERBR DGDPBRCAP PBT PBV PBP HODR ROWX ROWM; /* Persamaan Struktural */ PROD_PADI: MODEL PPD = THGTPR LAP HPUR DKDTR DLAI CH LPPD/DW; JML_IMP_IND: MODEL JIBI = DHMBIRR pertarifr dbi pb lsbt ljibi/DW; STOK: MODEL SBT = HBER PGBB DOPS DJIBI LSBT /DW; PERMINT: MODEL DBI = HBER HJER IRCAP LDBI /DW; HARG_IMP_I: MODEL HMBIR = HBDRR LHBDRR LHMBIR /DW; HARG_ECER: MODEL HBER = HGTPR DHMBIRR SPB T LHBER /DW; HARG_GAB: MODEL HGTPR = HPPR DHBER PPD2 LHGTPR /DW; JML_IMP_F: MODEL JIBF = PHBDR ERFR DPBF TGDPFRCAP LJIBF /DW; JML_IMP_N: MODEL JIBN = HBDRN GDPNRCAP LJIBN /DW; JML_IMP_B: MODEL JIBB = HBDR ERBR DGDPBRCAP /DW; JML_EXP_T: MODEL JEBT = DHBDRB PBT LJEBT /DW; JML_EXP_V: MODEL JEBV = HBDRD PBV LJEBV /DW; JML_EXP_P: MODEL JEBP = DHBDRK PBP LJEBP /DW; HRG_DUN: MODEL HBDR = JXW JMW HODR/DW; /* persamaan indentitas */ identity PB =PB+0; identity SPB =PB+LSBT+JIBI; identity JMW =JIBI+JIBF+JIBN+JIBB+ROWM; identity JXW =JEBT+JEBV+JEBP+ROWX; run;
Lampiran 4. Hasil Estimasi Parameter Model Integrasi Pasar Beras Indonesia dengan Metode 2SLS The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
15
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PROD_PAD PPD PRODUKSI PADI
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
7 20 27
1.3576E9 19818634 1.3774E9
1.9394E8 990931.7
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
995.45553 46944.9018 2.12048
F Value
Pr > F
195.71
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.98561 0.98058
Parameter Estimates
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept THGTPR LAP HPUR
1 1 1 1
-12537.6 0.047374 3.394205 -1.12943
5653.446 0.030769 0.905139 0.894448
-2.22 1.54 3.75 -1.26
0.0383 0.1393 0.0013 0.2212
DKDTR DLAI CH LPPD
1 1 1 1
0.041322 0.259101 0.695924 0.453532
0.028281 1.232791 0.634627 0.121528
1.46 0.21 1.10 3.73
0.1595 0.8357 0.2859 0.0013
Variable
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.171533 28 0.350231
Variable Label Intercept HGTPR*T LUAS AREAL PANEN HARGA PUPUK UREA RIIL
CURAH HUJAN PRODUKSI PADI T-1
Lampiran 4. Lanjutan The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
16
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
JML_IMP_ JIBI JUMLAH IMPOR BERAS INDONESIA
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
6 21 27
8347019 28443693 36811888
1391170 1354462
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1163.81337 763.94333 152.34289
F Value
Pr > F
1.03
0.4354
R-Square Adj R-Sq
0.22688 0.00599
Parameter Estimates
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept DHMBIRR PERTARIFR DBI
1 1 1 1
-403.514 -0.08860 -10.2680 0.110667
2917.347 0.097528 42.88781 0.100379
-0.14 -0.91 -0.24 1.10
0.8913 0.3740 0.8131 0.2827
PB LSBT
1 1
-0.03234 -0.96618
0.109503 0.572114
-0.30 -1.69
0.7706 0.1061
LJIBI
1
0.107398
0.212333
0.51
0.6183
Variable
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.738701 28 0.125674
Variable Label Intercept HMBIRR-LHMBIRR PERSENTASE TARIFR JUMLAH KONSUMSI BERAS UNTUK PANGAN INDONESIA PRODUKSI BERAS STOK BERAS AKHIR TAHUN T-1 JUMLAH IMPOR BERAS INDONESIA T-1
Lampiran 4. Lanjutan The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
17
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
STOK SBT STOK BERAS AKHIR TAHUN
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 22 27
1107552 4249829 5396765
221510.4 193174.1
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
439.51572 1503.27729 29.23717
F Value
Pr > F
1.15
0.3660
R-Square Adj R-Sq
0.20673 0.02645
Parameter Estimates
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HBER
1 1
1482.922 -0.18420
672.0331 0.131873
2.21 -1.40
0.0381 0.1764
PGBB
1
0.292247
0.173328
1.69
0.1059
DOPS DJIBI LSBT
1 1 1
-0.12933 0.143460 0.053601
0.184056 0.088887 0.244838
-0.70 1.61 0.22
0.4896 0.1208 0.8287
Variable
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.019338 28 -0.09954
Variable Label Intercept HARGA BERAS ECERAN RIIL PENGADAAN BERAS BULOG JIBI-LJIBI STOK BERAS AKHIR TAHUN T-1
Lampiran 4. Lanjutan The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
18
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PERMINT DBI JUMLAH KONSUMSI BERAS UNTUK PANGAN INDONESIA
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 23 27
4.0707E8 15833486 4.2361E8
1.0177E8 688412.4
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
829.70624 31402.9243 2.64213
F Value
Pr > F
147.83
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.96256 0.95605
Parameter Estimates
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HBER
1 1
2706.798 -1.42428
1687.442 0.543315
1.60 -2.62
0.1223 0.0153
HJER
1
3.770209
1.146297
3.29
0.0032
IRCAP
1
0.037846
0.107637
0.35
0.7283
LDBI
1
0.821881
0.063026
13.04
<.0001
Variable
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.985836 28 -0.00908
Variable Label Intercept HARGA BERAS ECERAN RIIL HARGA JAGUNG ECERAN RIIL PENDAPATAN RIIL PERKAPITA LAG PERMINTAAN BERAS
Lampiran 4. Lanjutan The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
19
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HARG_IMP HMBIR HARGA IMPOR BERAS INDONESIA RIIL
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 24 27
27.47295 1.364382 28.83733
9.157649 0.056849
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.23843 1.28395 18.57013
F Value
Pr > F
161.09
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.95269 0.94677
Parameter Estimates
Variable Intercept HBDRR LHBDRR LHMBIR
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1
-0.02531 0.000031 0.000021 0.544509
0.077332 0.000017 0.000017 0.110063
-0.33 1.84 1.24 4.95
0.7463 0.0783 0.2257 <.0001
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.334534 28 -0.17746
Variable Label Intercept HBDR*ERR LAG (HBDRR)
Lampiran 4. Lanjutan The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
20
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HARG_ECE HBER HARGA BERAS ECERAN RIIL
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 22 27
11453909 959650.2 12578170
2290782 43620.46
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
208.85513 3173.49410 6.58124
F Value
Pr > F
52.52
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.92269 0.90512
Parameter Estimates
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HGTPR
1 1
-788.406 1.876478
694.0102 0.368727
-1.14 5.09
0.2682 <.0001
DHMBIRR SPB
1 1
0.002816 -0.01312
0.016586 0.028378
0.17 -0.46
0.8667 0.6484
T
1
3.730138
17.20189
0.22
0.8303
LHBER
1
0.323375
0.124554
2.60
0.0165
Variable
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.089202 28 0.454869
Variable Label Intercept HARGA GABAH TINGKAT PETANI RIIL HMBIRR-LHMBIRR PENAWARAN BERAS INDONESIA TREND PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
Lampiran 4. Lanjutan The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
21
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HARG_GAB HGTPR HARGA GABAH TINGKAT PETANI RIIL
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 23 27
1644486 210662.8 1855149
411121.6 9159.253
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
95.70399 1770.12622 5.40662
F Value
Pr > F
44.89
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.88644 0.86670
Parameter Estimates
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HPPR
1 1
1017.132 0.094101
570.7937 0.117982
1.78 0.80
0.0880 0.4333
DHBER PPD2 LHGTPR
1 1 1
0.354101 -819.520 0.810357
0.058811 546.5769 0.154285
6.02 -1.50 5.25
<.0001 0.1474 <.0001
Variable
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.507251 28 -0.31002
Variable Label Intercept HARGA POKOK PEMBELIAN RIIL HBER-LHBER HARGA GABAH TINGKAT PETANI RIIL T-1
Lampiran 4. Lanjutan The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
22
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
JML_IMP_ JIBF JUMLAH IMPOR BERAS FILIPNA
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 22 27
12429780 3448568 15878348
2485956 156753.1
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
395.92056 683.47179 57.92786
F Value
Pr > F
15.86
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.78281 0.73345
Parameter Estimates
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept PHBDR ERFR
1 1 1
191.5266 -190.484 -5.67661
688.9798 198.2915 8.765201
0.28 -0.96 -0.65
0.7836 0.3472 0.5239
DPBF TGDPFRCAP LJIBF
1 1 1
-0.28685 0.713174 0.488822
0.092487 0.292906 0.217146
-3.10 2.43 2.25
0.0052 0.0235 0.0347
Variable
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.072364 28 -0.10313
Variable Label Intercept NILAI TUKAR FILIPINA RIIL
JUMLAH IMPOR BERAS FILIPINA T-1
Lampiran 4. Lanjutan The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
23
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
JML_IMP_ JIBN JUMLAH IMPOR BERAS NIGERIA
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 24 27
3469624 2394891 5864515
1156541 99787.13
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
315.89101 683.31321 46.22931
F Value
Pr > F
11.59
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.59163 0.54058
Parameter Estimates
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HBDRN GDPNRCAP
1 1 1
158.3764 -1.04041 4.280778
296.7106 0.654221 3.514605
0.53 -1.59 1.22
0.5984 0.1249 0.2351
LJIBN
1
0.513877
0.195127
2.63
0.0146
Variable
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.144916 28 -0.17415
Variable Label Intercept GROSS DOMESTIC PRODUCT NIGERIA RIIL PER KAPITA JUMLAH IMPOR BERAS NIGERIA T-1
Lampiran 4. Lanjutan \
The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
24
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
JML_IMP_ JIBB JUMLAH IMPOR BERAS BANGLADESH
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 24 27
2483352 4640724 7113432
827784.0 193363.5
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
439.73116 548.51036 80.16825
F Value
Pr > F
4.28
0.0148
R-Square Adj R-Sq
0.34859 0.26716
Parameter Estimates
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HBDR
1 1
1553.465 -61.5066
571.6782 152.8265
2.72 -0.40
0.0120 0.6909
ERBR DGDPBRCAP
1 1
-4.44254 5.76E-10
2.106522 8.78E-10
-2.11 0.66
0.0456 0.5180
Variable
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.878512 28 0.052601
Variable Label Intercept HARGA BERAS DUNIA RIIL
Lampiran 4. Lanjutan The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
25
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
JML_EXP_ JEBT JUMLAH EKSPOR BERAS THAILAND
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 24 27
78083652 14034064 92117716
26027884 584752.6
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
764.69121 5934.62357 12.88525
F Value
Pr > F
44.51
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.84765 0.82861
Parameter Estimates
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept DHBDRB PBT
1 1 1
-2206.39 1.635309 0.308953
977.5886 7.684979 0.069165
-2.26 0.21 4.47
0.0334 0.8333 0.0002
LJEBT
1
0.181886
0.167481
1.09
0.2883
Variable
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.255935 28 -0.148
Variable Label Intercept PRODUKSI BERAS THAILAND JUMLAH EKSPOR BERAS THAILAND T-1
Lampiran 4. Lanjutan The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
26
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
JML_EXP_ JEBV JUMLAH EKSPOR BERAS VIETNAM
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 24 27
84851762 4686887 89538649
28283921 195287.0
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
441.91285 2325.22321 19.00518
F Value
Pr > F
144.83
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.94766 0.94111
Parameter Estimates
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept HBDRD PBV
1 1 1
-2278.88 0.005507 0.148099
633.6651 0.004166 0.038018
-3.60 1.32 3.90
0.0015 0.1987 0.0007
LJEBV
1
0.305711
0.181184
1.69
0.1045
Variable
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.069757 28 -0.04646
Variable Label Intercept HBDR*ERVR PRODUKSI BERAS VIETNAM JUMLAH EKSPOR BERAS VIETNAM T-1
Lampiran 4. Lanjutan The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
27
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
JML_EXP_ JEBP JUMLAH EKSPOR BERAS PAKISTAN
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 24 27
15876943 3597734 19474676
5292314 149905.6
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
387.17640 1702.51071 22.74150
F Value
Pr > F
35.30
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.81526 0.79217
Parameter Estimates
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept DHBDRK PBP
1 1 1
-993.351 1.968915 0.341116
373.8636 3.620288 0.090227
-2.66 0.54 3.78
0.0138 0.5916 0.0009
LJEBP
1
0.377154
0.186706
2.02
0.0547
Variable
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
2.21236 28 -0.11829
Variable Label Intercept PRODUKSI BERAS PAKISTAN JUMLAH EKSPOR BERAS PAKISTAN T-1
Lampiran 4. Lanjutan The SAS System
15:34 Friday, October 1, 2004
28
The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
HRG_DUN HBDR HARGA BERAS DUNIA RIIL
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 24 27
22.71352 2.459709 25.18413
7.571172 0.102488
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.32014 1.10023 29.09728
F Value
Pr > F
73.87
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.90229 0.89007
Parameter Estimates
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept JXW
1 1
1.497786 -0.00009
0.325943 0.000051
4.60 -1.81
0.0001 0.0828
JMW
1
0.000035
0.000041
0.86
0.3976
HODR
1
0.003018
0.000350
8.62
<.0001
Variable
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.416034 28 0.136416
Variable Label Intercept JUMLAH EKSPOR BERAS DUNIA JUMLAH IMPOR BERAS DUNIA HARGA MINYAK MENTAH DUNIA RIIL
Lampiran 5. Program Validasi Model Integrasi Pasar Beras Indonesia Tahun 2006-2008 data olahan_baru; merge prodpadi; /*meriilkan data nominal*/ HGTPR =(HGTP/IHK)*100; HJTPR =(HJTP/IHK)*100; HJER =(HJE/IHK)*100; HPUR =(HPU/IHK)*100; HTSPR =(HTSP/IHK)*100; HPSR =(HPS/IHK)*100; KDTR =(KDT/IHK)*100; HMBIR =(HMBI/IHK)*100; ERR =(ER/IHK)*100; HBER =(HBE/IHK)*100; IR =(I/IHK)*100; HBDR =(HBD/IHK)*100; TARIFR =(TARIF/IHK)*100; HPPR =(HPP/IHK)*100; GDPFR =(GDPF/IHK)*100; ERFR =(ERF/IHK)*100; HMBFR =(HMBF/IHK)*100; HXBTR =(HXBT/IHK)*100; ERTR =(ERT/IHK)*100; HXBVR =(HXBV/IHK)*100; ERVR =(ERV/IHK)*100; HMBNR =(HMBN/IHK)*100; GDPNR =(GDPN/IHK)*100; ERNR =(ERN/IHK)*100; HXBPR =(HXBP/IHK)*100; ERPR =(ERP/IHK)*100; HODR =(HOD/IHK)*100; HMBBR =(HMBB/IHK)*100; GDPBR =(GDPB/IHK)*100; HXBDR =(HXBD/IHK)*100; ERBR =(ERB/IHK)*100; ERDR =(ERD/IHK)*100; /*membuat variabel lag*/ LLAP =LAG(LAP); LHPUR =LAG(HPUR); LHTSPR =LAG(HTSPR); LJPU =LAG(JPU); LJIBI =LAG(JIBI); LSBT =LAG(SBT); LDBI =LAG(DBI); LHMBI =LAG(HMBI); LHMBIR =LAG(HMBIR); LHBE =LAG(HBE); LHBER =LAG(HBER); LHGTP =LAG(HGTP); LHGTPR =LAG(HGTPR); LHPP =LAG(HPP); LHPPR =LAG(HPPR); LJIBF =LAG(JIBF); LHMBF =LAG(HMBF); LHMBFR =LAG(HMBFR);
Lampiran 5. Lanjutan LJEBT =LAG(JEBT); LHXBT =LAG(HXBT); LHXBTR =LAG(HXBTR); LJEBV =LAG(JEBV); LHXBV =LAG(HXBV); LHXBVR =LAG(HXBVR); lHBD =LAG(HBD); LHBDR =LAG(HBD); LJIBN =LAG(JIBN); LHMBN =LAG(HMBN); LHMBNR =LAG(HMBNR); LJEBP =LAG(JEBP); LHXBP =LAG(HXBP); LHXBPR =LAG(HXBPR); LDBI =LAG(DBI); LHJTPR =LAG(HJTPR); LTARIFR =LAG(TARIFR); LPP =LAG(LAP*YP); LHMBIRR =LAG(HMBIR*ERR); LPBF =LAG(PBF); LGDPFR =LAG(GDPFR); LGDPFRCAP =LAG(GDPFR*POPF); LHMBNRN =LAG(HMBNR*ERNR); LPBN =LAG(PBN); LHXBVRD =LAG(HXBVR*ERVR); LTARIF =LAG(TARIF); LHBDRR =LAG(HBDR*ERR); LHBDRP =LAG (HBDR*ERFR); LHMBFRP =LAG(HMBFR*ERFR); LHXBTRB =LAG(HXBTR*ERTR); LHBDRB =LAG(HBDR*ERTR); LHBDRD =LAG(HBDR*ERVR); LHXBPRK =LAG (HXBPR*ERPR); LRHBDXPR = LAG (HBDR/HXBPR); LIR =LAG(IR); LJXW =LAG(JEBT+JEBV+JEBP+ROWX); LHMBBR =LAG(HMBBR); LJIBB =LAG(JIBB); LHXBDR =LAG(HXBDR); LJEBD =LAG(JEBD); LGDPBR =LAG(GDPBR); LGDPBRCAP =LAG(GDPBR*POPB); LHBDRH =LAG(HBDR*ERBR); LHXBDR =LAG(HXBDR); LERDR =LAG(ERDR); LPBD =LAG(PBD); LHBDRU =LAG(HBDR*ERDR); LSPDB =LAG(PB-DBI); LPB =LAG((LAP*YP)*K); LOPS =LAG(OPS); lerr =lag(err); lpopb =lag(popb); lertr =lag(ertr); lerpr =lag(erpr); LPPD =LAG(PPD); LKDTR =LAG(KDTR); /*create data*/
Lampiran 5. Lanjutan PB =PPD*K; SPB =PB+LSBT+JIBI; JMW =JIBI+JIBF+JIBN+ROWM; JXW =JEBT+JEBV+JEBP+ROWX; /*create data*/ RHOTP = HGTPR/HJTPR; DHPUR = HPUR-LHPUR; HPUR2 = HPUR/LHPUR; DHTSPR = HTSPR-LHTSPR; DHGTPR = HGTPR-LHGTPR; HGTPR2 = HGTPR/LHGTPR; PHGTPR = (HGTPR-LHGTPR)/LHGTPR; DJPU = JPU-LJPU; JPU2 = JPU/LJPU; PJPU = (JPU/LJPU)/LJPU; PLAI = (LAI-LLAI)/LLAI; LAI2 = LAI/LLAI; PLAI =(LAI/LLAI)/LLAI; IRCAP = IR/POP; DHMBIR = HMBIR-LHMBIR; PHMBIR = (HMBIR-LHMBIR)/LHMBIR; HMBIRR = HMBIR*ERR; DHMBIRR = HMBIRR-LHMBIRR; GDPFRCAP = GDPFR/POPF; PGDPFRCAP = (GDPFRCAP-LGDPFRCAP)/LGDPFRCAP; DGDPFR = GDPFR-LGDPFR; PBF2 =PBF/LPBF; PPBF =(PBF-LPBF)/LPBF; GDPNRCAP = GDPNR/POPN; HTSPR2 = HTSPR/LHTSPR; DDBI =DBI-LDBI; PDBI =(DBI-LDBI)/LDBI; DHBER =(HBER-LHBER); DJIBI =(JIBI-LJIBI); HJTPR2 =HJTPR/LHJTPR; PTARIFR =(TARIFR-LTARIFR)/LTARIFR; DTARIFR =(TARIFR-LTARIFR); TARIFR2 =TARIFR/LTARIFR; PP2 =PP/LPP; HBDRR =HBDR*ERR; HMBFRP =HMBFR*ERFR; HMBNRN =HMBNR*ERNR; DHMBNRN =HMBNRN-LHMBNRN; PPBN =(PBN-LPBN)/LPBN; HXBTRB =HXBTR*ERTR; DHXBV = HXBV-LHXBV; HXBVRD =HXBVR*ERVR; HXBVD =HXBV*ERVR; PHXBVRD =(HXBVRD-LHXBVRD)/LHXBVRD; DHXBVRD = HXBVRD-LHXBVRD; HXBVRD2 = HXBVRD/LHXBVRD; SPDB =PB-DBI; LSPDB =LAG(PB-DBI); DHBDR =HBDR-LHBDR; DTARIF =TARIF-LTARIF;
Lampiran 5. Lanjutan HBDRR =HBDR*ERR; HBDRP =HBDR*ERFR; HBDRB =HBDR*ERTR; HBDRD =HBDR*ERVR; RHBDXBVR =HBDR/HXBVR; HXBPRK =HXBPR*ERPR; DHXBPRK =HXBPRK-LHXBPRK; PHXBPRK =(HXBPRK-LHXBPRK)/LHXBPRK; HXBPRK2 =HXBPRK/LHXBPRK; RHBDXPR =HBDR/HXBPR; DRHBDXPR =RHBDXPR-LRHBDXPR; HXBPRKT =HXBPRK*T; HXBPRT =HXBPR*T; THGTPR =HGTPR*T; DIR =IR-LIR; PERTARIFR =((TARIFR/(HMBIR*err))*100); TTARIFR =TARIFR*T; DHPPR =HPPR-LHPPR; DHBDRR =HBDRR-LHBDRR; HBDRR2 =HBDRR/LHBDRR; PHBDRR =(HBDRR-LHBDRR)/LHBDRR; THBDRR =HBDRR*T; TGDPFRCAP =GDPFRCAP*T; DPBF =PBF-LPBF; DPBN =PBN-LPBN; PBN2 =PBN/LPBN; RHDXTRB =HBDRB/HXBTRB; HBDRK =HBDR*ERPR; RHDXBPRK =HBDRK/HXBPRK; DJXW =JXW-LJXW; GDPBRCAP =GDPBR/POPB; DGDPBR =GDPBR-LGDPBR; GDPBR2 =GDPBR/LGDPBR; HMBBRH =HMBBR*ERBR; DGDPBRCAP =GDPBRCAP-LGDPBRCAP; HBDRH =HBDR*ERBR; HXBDRU =HXBDR*ERDR; HBDRU =HBDR*ERDR; DHXBDR =HXBDR-LHXBDR; RHDXDR =HBDR/HXBDR; THXBDR =T*HXBDR; DERDR =ERDR-LERDR; RHDXDRU =HBDRU/HXBDRU; PBDCAP =PBD/POPD; DPBD =PBD-LPBD; PBD2 =PBD/LPBD; PPBD =(PBD-LPBD)/LPBD; TPBD =T*PBD; DOPS =OPS-LOPS; DSPDB =SPDB-LSPDB; TSPDB =T*SPDB; RPDB =PB/DBI; PB2 =PB/LPB; PPD2=PPD/LPPD;
Lampiran 5. Lanjutan /*membuat deskripsi variabel*/ LABEL LAP ='LUAS AREAL PANEN' HGTP ='HARGA GABAH TINGKAT PETANI' HJTP ='HARGA JAGUNG TINGKAT PETANI' HPU ='HARGA PUPUK UREA' KDT ='KREDIT PERTANIAN' YP ='PRODUKTIVITAS PADI' JPU ='JUMLAH PENGGUNAAN PUPUK UREA' CH ='CURAH HUJAN' LAI ='LUAS AREAL IRIGASI' T ='TREND PERKEMBANGAN TEKNOLOGI' PP ='PRODUKSI PADI INDONESIA' PB ='PRODUKSI BERAS' K ='FAKTOR KONVERSI' JIBI ='JUMLAH IMPOR BERAS INDONESIA' HMBI ='HARGA IMPOR BERAS INDONESIA' ER ='NILAI TUKAR RUPIAH' SBT ='STOK BERAS AKHIR TAHUN' DBI ='JUMLAH KONSUMSI BERAS UNTUK PANGAN INDONESIA' HBE ='HARGA BERAS ECERAN' HJE ='HARGA JAGUNG ECERAN' SPB ='PENAWARAN BERAS INDONESIA' POP ='JUMLAH PENDUDUK INDONESIA' I ='PENDAPATAN PENDUDUK INDONESIA' HMBI ='HARGA IMPOR BERAS INDONESIA' HBD ='HARGA BERAS DUNIA' TARIF ='TARIF IMPOR BERAS INDONESIA' TW ='TREND WAKTU' HPP ='HARGA POKOK PEMBELIAN' JIBF ='JUMLAH IMPOR BERAS FILIPNA' HMBF ='HARGA IMPOR BERAS FILIPINA' PBF ='PRODUKSI BERAS FILIPINA' GDPF ='GROSS DOMESTIK PRODUCT FILIPINA' POPF ='JUMLAH PENDUDUK FILIPINA' ERF ='NILAI TUKAR FILIPINA' JEBT ='JUMLAH EKSPOR BERAS THAILAND' HXBT ='HARGA EKSPOR BERAS THAILAND' PBT ='PRODUKSI BERAS THAILAND' ERT ='NILAI TUKAR THAILAND' JEBV ='JUMLAH EKSPOR BERAS VIETNAM' HXBV ='HARGA EKSPOR BERAS VIETNAM' PBV ='PRODUKSI BERAS VIETNAM' ERV ='NILAI TUKAR VIETNAM' JMW ='JUMLAH IMPOR BERAS DUNIA' JXW ='JUMLAH EKSPOR BERAS DUNIA' GVR ='PEERIMAAN PEMERINTAH' ROWM ='JUMLAH IMPOR BERAS NEGARA LAIN' ROWX ='JUMLAH EKSPOR BERAS NEGARA LAIN' HOD ='HARGA MINYAK MENTAH DUNIA' LLAP ='LUAS AREAL PANEN T-1' LYP ='PRODUKTIVITAS PADI T-1' LPP ='PRODUKSI PADI T-1' LJIBI ='JUMLAH IMPOR BERAS INDONESIA T-1' LSBT ='STOK BERAS AKHIR TAHUN T-1' LDBI ='JUMLAH KONSUMSI BERAS UNTUK PANGAN INDONESIA' LHMBI ='HARGA IMPOR BERAS INDONESIA T-1'
Lampiran 5. Lanjutan lHBD ='HARGA BERAS DUNIA T-1' LHBE ='HARGA BERAS ECERAN T-1' LHGTP ='HARGA GABAH TINGKAT PETANI T-1' LHGTPR ='HARGA GABAH TINGKAT PETANI RIIL T-1' LHPP ='HARGA POKOK PEMBELIAN T-1' LJIBF ='JUMLAH IMPOR BERAS FILIPINA T-1' LHMBF ='HARGA IMPOR BERAS FILIPINA T-1' LJEBT ='JUMLAH EKSPOR BERAS THAILAND T-1' LHXBT ='HARGA EKSPOR BERAS THAILAND T-1' LJEBV ='JUMLAH EKSPOR BERAS VIETNAM T-1' LHXBV ='HARGA EKSPOR BERAS VIETNAM T-1' LJIBN ='JUMLAH IMPOR BERAS NIGERIA T-1' LHMBNR ='HARGA IMPOR BERAS NIGERIA RIIL T-1' LJEBP ='JUMLAH EKSPOR BERAS PAKISTAN T-1' LHXBPR ='HARGA EKSPOR BERAS PAKISTAN RIIL T-1' LGDPFR ='LAG GDP FILIPINA RIIL' HPUR ='HARGA PUPUK UREA RIIL' LHPUR ='LAG HARGA PUPUK UREA RIIL' LHTSPR ='LAG HARGA PUPUK TSP RIIL' HTSPR ='HARGA TSP RIIL' LJPU ='LAG JUMLAH PENGGUNAAN PUPUK UREA' LLAI ='LAG LUAS AREAL IRIGASI' LPBF ='LAG PRODUKSI BERAS FILIPINA' KDTR ='KREDIT PERTANIAN RIIL' HMBIR ='HARGA IMPOR BERAS INDONESIA RIIL' ERR ='NILAI TUKAR RUPIAH RIIL' HBER ='HARGA BERAS ECERAN RIIL' HGTPR ='HARGA GABAH TINGKAT PETANI RIIL' HJER ='HARGA JAGUNG ECERAN RIIL' HJTPR ='HARGA JAGUNG TINGKAT PETANI RIIL' IR ='PENDAPATAN PENDUDUK INDONESIA RIIL' HBDR ='HARGA BERAS DUNIA RIIL' TARIFR ='TARIF IMPOR BERAS INDONESIA RIIL' HPPR ='HARGA POKOK PEMBELIAN RIIL' GDPFR ='GROSS DOMESTIK PRODUCT FILIPINA RIIL' ERFR ='NILAI TUKAR FILIPINA RIIL' HMBFR ='HARGA IMPOR BERAS FILIPINA RIIL' HXBTR ='HARGA EKSPOR BERAS THAILAND RIIL' ERTR ='NILAI TUKAR THAILAND RIIL' HXBVR ='HARGA EKSPOR BERAS VIETNAM RIIL' ERVR ='NILAI TUKAR VIETNAM RIIL' JIBN ='JUMLAH IMPOR BERAS NIGERIA' HMBN ='HARGA IMPOR BERAS NIGERIA' HMBNR ='HARGA IMPOR BERAS NIGERIA RIIL' PBN ='PRODUKSI BERAS NIGERIA' GDPN ='GROSS DOMESTIC PRODUCT NIGERIA' GDPNR ='GROSS DOMESTIC PRODUCT NIGERIA RIIL' POPN ='JUMLAH PENDUDUK NIGERIA' ERN ='NILAI TUKAR NIGERIA' ERNR ='NILAI TUKAR NIGERIA RIIL' JEBP ='JUMLAH EKSPOR BERAS PAKISTAN' HXBP ='HARGA EKSPOR BERAS PAKISTAN' HXBPR ='HARGA EKSPOR BERAS PAKISTAN RIIL' PBP ='PRODUKSI BERAS PAKISTAN' ERP ='NILAI TUKAR PAKISTAN' ERPR ='NILAI TUKAR PAKISTAN RIIL' HODR ='HARGA MINYAK MENTAH DUNIA RIIL'
Lampiran 5. Lanjutan IHK ='INDEKS HARGA KONSUMEN INDONESIA' DHPUR = 'PERUBAHAN HARGA PUPUK UREA RIIL' HPUR2 ='HPUR/LHPUR' DHTSPR = 'PERUBAHAN HARGA PUPUK TSP RIIL' DHGTPR = 'PERUBAHAN HARGA GABAH TINGKAT PETANI RIIL' DJPU = 'PERUBAHAN JUMLAH PENGGUNAAN PUPUK UREA' PLAI = 'PERTUMBUHAN LUAS AREAL IRIGASI' IRCAP = 'PENDAPATAN RIIL PERKAPITA' DHMBIR = 'PERUBAHAN HARGA IMPOR BERAS INDONESIA RIIL' GDPFRCAP = 'GROSS DOMESTIC PRODUCT FILIPINA RIIL PER KAPITA' LGDPFRCAP = 'LAG GDP FILIPINA RIIL PER KAPITA' PGDPFRCAP = '(GDPFRCAP-LGDPFRCAP)/LGDPFRCAP' GDPNRCAP = 'GROSS DOMESTIC PRODUCT NIGERIA RIIL PER KAPITA' HTSPR2 ='HTSPR/LHTSPR' HGTPR2 ='HGTPR/LHGTPR' PHGTPR ='(HGTPR-LHGTPR)/LHGTPR' JPU2 ='JPU/LJPU' LAI2 ='LAI/LLAI' PJPU ='(JPU-LJPU)/LJPU' HMBIRR ='HMBIR*ERR' RHOTP ='RASIO HARGA OUTPUT DI TINGKAT PETANI' DDBI ='DBI-LDBI' LDBI ='LAG PERMINTAAN BERAS' PDBI ='PERTUMBUHAN PERMINTAAN BERAS INDONESIA' DHBER ='HBER-LHBER' DJIBI ='JIBI-LJIBI' LHJTPR ='LAG HARGA JAGUNG DI TINGKAT PETANI' HJTPR2 ='HJTPR/LHJTPR' DTARIFR ='TARIFR-LTARIFR' PP2 ='PP/LPP' PHMBIR ='(HMBIR-LHMBIR)/LHMBIR' DHMBIRR ='HMBIRR-LHMBIRR' HBDRR ='HBDR*ERR' PBF2 ='PBF/LPBF' HMBFRP ='HMBFR*ERFR' HMBNRN ='HMBNR*ERNR' DHMBNRN ='HMBNRN-LHMBNRN' LHMBNRN ='LAG HMBRNRN' PPBN ='(PBN-LPBN)/LPBN' LPBN ='LAG PBN' HXBTRB ='HXBTR*ERTR' HXBVRD ='HXBVR*ERVR' DHXBVRD ='HXBVRD-LHXBVRD' LHXBVRD ='LAG HXBVRD' PHXBVRD ='(HXBVRD-LHXBVRD)/LHXBVRD' SPDB ='PB-DBI' LSPDB ='LAG SPDB' PTARIFR ='(TARIFR-LTARIFR)/LTARIFR' DHBDR ='HBDR-LHBDR' LTARIF ='LAG(TARIF)' HBDRR ='HBDR*ERR' LHBDRR ='LAG (HBDRR)' HBDRP ='HBDR*ERFR' LHBDRP ='LAG (HBDRP)'
Lampiran 5. Lanjutan HBDRB ='HBDR*ERTR' LHBDRB ='LAG (HBDRB)' LHXBTRB ='LAG(HXBTRB)' HXBVRD2 = 'HXBVRD/LHXBVRD' DHXBV = 'HXBV-LHXBV' HXBVD ='HXBV*ERVR' RHBDXBVR ='RASIO HARGA DUNIA DENGAN HARGA EKSPOR VIETNAM' HBDRD ='HBDR*ERVR' LHBDRD ='LAG(HBDRD)' HXBPRK ='HXBPR*ERPR' DHXBPRK ='HXBPRK-LHXBPRK' LHXBPRK ='LAG (HXBPRK)' PHXBPRK ='(HXBPRK-LHXBPRK)/LHXBPRK' HXBPRK2 ='HXBPRK/LHXBPRK' RHBDXPR ='HBDR/HXBPR' DRHBDXPR ='RHBDXPR-LRHBDXPR' LRHBDXPR ='LAG(RHBDXPR)' HXBPRKT ='HXBPRK*T' THGTPR ='HGTPR*T' HXBPRT ='HXBPR*T' DIR ='IR-LIR' PERTARIFR ='PERSENTASE TARIFR' JIBB ='JUMLAH IMPOR BERAS BANGLADESH' HMBBR ='HARGA IMPOR BERAS BANGLADESH RIIL' GDPBR ='GDP BANGLADESH RIIL' POPB ='POPULASI BANGLADESH' LJIBB ='LAG JUMLAH IMPOR BERAS BANGLADESH' JEBD ='JUMLAH EKSPOR BERAS INDIA' HXBDR ='HARGA EKSPOR BERAS INDIA RIIL' PBD ='PRODUKSI BERAS INDIA' POPD ='JUMLAH PENDUDUK INDIA' PBB ='PRODUKSI BERAS THAILAND' PGBB ='PENGADAAN BERAS BULOG' OPS ='OPERASI PASAR BULOG' PPD ='PRODUKSI PADI'; RUn; procsimnlin data=olahan_baru SIMULATE STAT OUTPREDICT THEIL; endogenous PPD PB JIBI SBT SPB DBI HMBIR HBER HGTPR JIBF JIBN jibb JEBT JEBV JEBP JMW JXW HBDR; exogenous HPUR KDTR T CH LAI err hjer pop pertarifr pgbb ops erfr pbf gdpfr popf ernr gdpnr popn erbr gdpbr popb pbb ertr pbt ertr pbv ervr erpr hodr ROWM ROWX; parm
a0 a5 b0 b5 c0 c5 d0 e0 f0 f5 g0
-12537.6 0.259101 -403.514 -0.96618 1482.922 0.053601 2706.798 -0.02531 -788.406 0.323375 1017.132
a1 a6 b1 b6 c1
0.047374 0.695924 -0.08860 0.107398 -0.18420
a2 3.394205 a3 -1.12943 a4 0.041322 a7 0.453532 b2 -10.2680 b3 0.110667 b4 -0.03234 c2 0.292247 c3 -0.12933 c4 0.143460
d1 -1.42428 d2 3.770209 d3 0.037846 d4 0.821881 e1 0.000031 e2 0.000021 e3 0.544509 f1 1.876478 f2 0.002816 f3 -0.01312 f4 3.730138 g1 0.094101 g2 0.354101 g3 -819.520 g4 0.810357
Lampiran 5. Lanjutan h0 h5 i0 j0 k0 l0 m0 n0
191.5266 0.488822 158.3764 1541.657 -2206.39 -2278.88 -993.351 1.497786
h1 -190.484 h2 -5.67661 h3 -0.28685 h4 0.713174 i1 j1 k1 l1 m1 n1
-1.04041 -50.5645 1.635309 0.005507 1.968915 -0.00009
i2 j2 k2 l2 m2 n2
4.280778 -4.55095 0.308953 0.148099 0.341116 0.000035
i3 j3 k3 l3 m3 n3
0.513877 5.48E-10 0.181886 0.305711 0.377154 0.003018 ;
PPD = a0 + a1*(T*hgtpr) + a2*lap +a3*hpur +a4*(kdtr-lkdtr) +a5*(lai-llai) +a6*ch +a7*lppd; jibi = b0 + b1*((hmbir-LHMBIR)*ERR)+ b2*pertarifr +b3*dbi +b4*pb +b5*lsbt +b6*ljibi; sbt = c0 + c1*hber + c2*pgbb + c3*(ops-lops) + c4*(jibiljibi) + c5*lsbt; dbi = d0 + d1*hber + d2*hjer + d3*(ir/pop) + d4*ldbi; hmbir = e0 + e1*(hbdr*err) + e2*(lhbdr*lerr)+ e3*lhmbir; hber = f0 + f1*hgtpr + f2*((hmbir-lhmbir)*err) +f3*SPB + f4*t + f5*lhber; hgtpr = g0 + g1*hppr + g2*(hber-lhber) +g3*(ppd/lppd) + g4*lhgtpr; jibf = h0 + h1*((hbdr-lhbdr)/lhbdr) + h2*erfr+ h3*(pbflpbf)+h4*((gdpfr/popf)*t) +h5*ljibf; jibn = i0 + i1*(hbdr*ernr) + i2*(gdpnr/popn) + i3*ljibn; jibb = j0 + j1*hbdr +j2*erbr+ j3*((gdpbr*popb)(lgdpbr*lpopb)); jebt = k0 + k1*((hbdr*ertr)-(lhbdr*lertr)) + k2*pbt + k3*ljebt; jebv = l0 + l1*(hbdr*ervr) + l2*pbv + l3*ljebv; jebp = m0 +m1*((hbdr*erpr)-(lhbdr*lerpr)) +m2*pbp +m3*ljebp; hbdr = n0 + n1*JXW+ n2*JMW+ n3*hodr; PB =PPD*K; SPB =PB+LSBT+JIBI; JMW =JIBI+JIBF+JIBN+ROWM; JXW =JEBT+JEBV+JEBP+ROWX; RANGE TAHUN=2006 TO 2008; run;
Lampiran 6. Hasil Validasi Model Integrasi Pasar Beras Indonesia Tahun 2006-2008 The SAS System 08:00 Saturday, October 16, 2004
7 The SIMNLIN Procedure Model Summary Model Variables Endogenous Exogenous Parameters Range Variable Equations Number of Statements
48 18 30 71 Tahun 18 18
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
08:00 Saturday, October 16, 2004
The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation Data Set Options DATA=
OLAHAN_BARU
Solution Summary Variables Solved Solution Range First Last Solution Method CONVERGE= Maximum CC Maximum Iterations Total Iterations Average Iterations
18 Tahun 2006 2008 NEWTON 1E-8 3.84E-15 1 3 1
Observations Processed Read Solved First Last
Variables JXW HBDR Solved For
3 3 27 29
PPD PB JIBI SBT SPB DBI HMBIR HBER HGTPR JIBF JIBN JIBB JEBT JEBV JEBP JMW
8
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
08:00 Saturday, October 16, 2004
9
The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation Solution Range Tahun = 2006 To 2008 Descriptive Statistics
Variable
Actual Mean Std Dev
Predicted Mean Std Dev
N Obs
N
PPD PB JIBI
3 3 3
3 3 3
57312.8 36107.0 813.5
2938.6 1851.3 502.3
56417.5 35543.0 829.7
2162.3 1362.2 367.3
SBT
3
3
1203.5
325.7
1529.9
173.6
SPB
3
3
38128.3
2373.7
37580.4
1244.6
DBI
3
3
31137.6
602.9
32815.6
2103.5
HMBIR
3
3
0.2971
0.0265
0.2435
0.0226
HBER
3
3
4498.7
323.5
3703.8
311.8
HGTPR
3
3
2186.7
62.0898
1879.7
97.7823
JIBF
3
3
2169.3
548.4
1747.7
330.3
JIBN
3
3
1050.6
516.1
1102.5
134.2
JIBB
3
3
751.0
167.6
1285.9
33.3829
JEBT
3
3
8543.1
965.8
8879.3
478.2
JEBV
3
3
4800.0
348.9
4822.0
124.4
JEBP
3
3
3606.0
441.2
3292.6
431.5
JMW
3
3
28405.1
1376.8
28051.6
2285.6
JXW
3
3
26301.6
431.0
26346.4
541.7
HBDR
3
3
0.2673
0.1021
0.2903
0.0432
Label PRODUKSI PADI PRODUKSI BERAS JUMLAH IMPOR BERAS INDONESIA STOK BERAS AKHIR TAHUN PENAWARAN BERAS INDONESIA JUMLAH KONSUMSI BERAS UNTUK PANGAN INDONESIA HARGA IMPOR BERAS INDONESIA RIIL HARGA BERAS ECERAN RIIL HARGA GABAHTINGKAT PETANI RIIL JUMLAH IMPOR BERAS FILIPNA JUMLAH IMPOR BERAS NIGERIA JUMLAH IMPOR BERAS BANGLADESH JUMLAH EKSPOR BERAS THAILAND JUMLAH EKSPOR BERAS VIETNAM JUMLAH EKSPOR BERAS PAKISTAN JUMLAH IMPOR BERAS DUNIA JUMLAH EKSPOR BERAS DUNIA HARGA BERAS DUNIA RIIL
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
08:00 Saturday, October 16, 2004
10
The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation Solution Range Tahun = 2006 To 2008 Statistics of fit
Variable
N
Mean Error
Mean % Mean Abs Mean Abs Error Error % Error
RMS Error
RMS % Error R-Square Label
PPD PB JIBI
3 3 3
-895.3 -564.0 16.1492
-1.5185 -1.5185 74.0003
895.3 564.0 573.2
1.5185 1.5185 127.9
1107.4 697.6 613.9
1.8514 1.8514 178.1
SBT
3
326.4
34.2465
457.5
42.5819
495.0
47.6140
SPB
3
-547.9
-1.3140
1039.0
2.6901
1097.0
2.8011
DBI
3
1678.0
5.4194
1678.0
5.4194
2471.6
7.9766
HMBIR
3
-0.0535 -17.3549
0.0535
17.3549
0.0643
20.2810
HBER
3
-794.9 -17.6621
794.9
17.6621
810.5
17.9826
HGTPR
3
-307.0 -14.0778
307.0
14.0778
308.5
14.1759
JIBF
3
-421.6 -18.4202
421.6
18.4202
487.4
20.1585
JIBN
3
51.9452
27.0717
481.1
53.8910
510.6
62.0239
JIBB
3
534.9
77.1236
534.9
77.1236
558.3
83.6434
JEBT
3
336.3
4.4503
420.8
5.3691
542.8
7.2071
JEBV
3
22.0014
0.7541
226.0
4.6765
263.0
5.4598
JEBP
3
-313.4
-8.1171
395.5
10.7391
493.7
13.3472
JMW
3
-353.5
-1.3158
840.9
3.0583
1114.5
4.0688
JXW
3
44.8614
0.1710
264.4
1.0009
280.5
1.0590
HBDR
3
0.0230
22.1766
0.1142
45.9738
0.1196
50.0961
0.7870 PRODUKSI PADI 0.7870 PRODUKSI BERAS -1.240 JUMLAH IMPOR BERAS INDONESIA -2.464 STOK BERAS AKHIR TAHUN 0.6796 PENAWARAN BERAS INDONESIA -24.21 JUMLAH KONSUMSI BERAS UNTUK PANGAN INDONESIA -7.867 HARGA IMPOR BERAS INDONESIA RIIL -8.414 HARGA BERAS ECERAN RIIL -36.03 HARGA GABAH INGKAT PETANI RIIL -.1849 JUMLAH IMPOR BERAS FILIPNA -.4683 JUMLAH IMPOR BERAS NIGERIA -15.65 JUMLAH IMPOR BERAS BANGLADESH 0.5261 JUMLAH EKSPOR BERAS THAILAND 0.1479 JUMLAH EKSPOR BERAS VIETNAM -.8782 JUMLAH EKSPOR BERAS PAKISTAN 0.0172 JUMLAH IMPOR BERAS DUNIA 0.3645 JUMLAH EKSPOR BERAS DUNIA -1.057 HARGA BERAS DUNIA RIIL
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
08:00 Saturday, October 16, 2004
11 The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation Solution Range Tahun = 2006 To 2008 Theil Forecast Error Statistics
Variable
N
MSE
Corr (R)
PPD PB JIBI SBT SPB DBI HMBIR HBER HGTPR JIBF JIBN JIBB JEBT JEBV JEBP JMW JXW HBDR
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
1226249 486698 376865 245039 1203513 6108832 0.00414 656974 95172.0 237566 260755 311732 294670 69173.9 243733 1242094 78690.3 0.0143
1.00 1.00 -0.48 -0.63 0.99 -0.06 -0.58 0.81 0.99 0.88 -0.74 -0.83 0.96 0.39 0.43 0.86 0.78 -0.95
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC)
Inequality Coef U1 U
0.65 0.65 0.00 0.43 0.25 0.46 0.69 0.96 0.99 0.75 0.01 0.92 0.38 0.01 0.40 0.10 0.03 0.04
0.0193 0.0193 0.6738 0.4016 0.0287 0.0794 0.2160 0.1799 0.1410 0.2200 0.4511 0.7314 0.0633 0.0547 0.1362 0.0392 0.0107 0.4269
0.32 0.32 0.66 0.39 0.67 0.50 0.23 0.00 0.01 0.07 0.68 0.06 0.46 0.00 0.16 0.64 0.36 0.91
0.03 0.03 0.34 0.17 0.08 0.04 0.07 0.04 0.00 0.19 0.31 0.02 0.16 0.99 0.44 0.26 0.62 0.05
0.33 0.33 0.03 0.06 0.71 0.25 0.00 0.00 0.01 0.13 0.37 0.04 0.54 0.49 0.00 0.44 0.10 0.16
0.02 0.02 0.97 0.50 0.04 0.29 0.31 0.04 0.00 0.12 0.62 0.04 0.08 0.51 0.60 0.46 0.87 0.80
0.0097 0.0097 0.3423 0.1788 0.0145 0.0386 0.1187 0.0986 0.0758 0.1224 0.2280 0.2724 0.0311 0.0273 0.0712 0.0197 0.0053 0.2088
Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
Relative Change Corr N MSE (R)
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC)
Inequality Coef U1 U
PPD PB JIBI SBT SPB DBI HMBIR HBER HGTPR JIBF JIBN JIBB JEBT JEBV JEBP JMW JXW
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
0.84 0.84 0.71 0.10 0.94 0.67 0.86 0.92 0.99 0.69 0.10 0.97 0.04 0.00 0.15 0.50 0.00
0.4505 0.4505 0.4322 0.6363 0.5079 0.5587 2.2842 1.4272 2.8190 0.8265 0.6872 3.3232 0.1286 0.6946 0.2799 0.5270 0.5524
0.000562 0.000562 1.1117 0.1035 0.00108 0.000255 0.0777 0.0311 0.0183 0.0769 0.7865 0.7619 0.000468 0.00487 0.00393 0.00178 0.000159
-1.00 -1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 -1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
0.16 0.16 0.29 0.90 0.06 0.33 0.14 0.08 0.01 0.31 0.90 0.03 0.96 1.00 0.85 0.50 1.00
0.00 -0.00 -0.00 0.00 -0.00 0.00 0.00 -0.00 -0.00 0.00 0.00 0.00 -0.00 0.00 -0.00 -0.00 -0.00
0.02 0.02 0.29 0.90 0.06 0.33 0.09 0.08 0.01 0.31 0.90 0.03 0.96 1.00 0.85 0.50 1.00
0.14 0.14 -0.00 0.00 -0.00 0.00 0.04 -0.00 -0.00 0.00 0.00 0.00 -0.00 0.00 -0.00 -0.00 -0.00
0.2818 0.2818 0.2695 0.3916 0.3262 0.2685 0.9175 0.6290 0.7286 0.6962 0.5008 0.7853 0.0668 0.4224 0.1625 0.2152 0.2213
Lampiran 6. Lanjutan The SAS System
08:00 Saturday, October 16, 2004
The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation Solution Range Tahun = 2006 To 2008 Theil Relative Change Forecast Error Statistics Relative Change Variable
N
MSE
Corr (R)
HBDR
2
0.2385
-1.00
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC)
Inequality Coef U1 U
0.07
0.9679
0.93
0.00
0.00
0.92
0.5558
12
Lampiran 7. Contoh Program Simulasi Peningkatan Harga Dunia 26 Persen /*SIMULASI HARGA DUNIA*/ /*HBDR = 1.86*HBDR;*/ /*HBDR = 0.6*HBDR;*/ /*HBDR = 1.5*HBDR;*/ HBDR =1.26*HBDR; /*HBDR =0.74*HBDR;*/ /*PBT = 1.18*PBT;*/ /*PBT =0.94*PBT;*/ /*PBV = 1.16*PBV;*/ /*PBV =0.94*PBV;*/ /*GDPFR =1.29*GDPFR;*/ /*GDPFR =0.69*GDPFR;*/ /*GDPBR =1.10*GDPBR;*/ /*GDPBR =0.70*GDPBR;*/ /*GDPNR =1.76*GDPNR;*/ /*GDPNR =0.61*GDPNR;*/ /*HODR =1.55*HODR;*/ /*SIMULASI KEBIJAKAN DOMESTIK*/ /*HPPR =1.14*HPPR;*/ /*HPPR =0.86*HPPR;*/ /*HPPR =0;*/ /*PERTARIFR=1.1*PERTARIFR;*/ /*PERTARIFR =0.9*PERTARIFR;*/ /*PERTARIFR=10+PERTARIFR;*/ /*perTARIFR =0;*/ RUn; procsimnlin data=olahan_baru SIMULATE STAT OUTPREDICT THEIL; endogenous PPD PB JIBI SBT SPB DBI HMBIR HBER HGTPR JIBF JIBN jibb JEBT JEBV JEBP JMW JXW ; exogenous HPUR KDTR T CH LAI err hjer pop pertarifr pgbb ops erfr pbf gdpfr popf ernr gdpnr popn erbr gdpbr popb pbb ertr pbt ertr pbv ervr erpr hodr ROWM ROWX hbdr; parm
a0 a5 b0 b5 c0 c5 d0 e0 f0 f5 g0 h0 h5 i0 j0 k0 l0
-12537.6 a1 0.259101 -403.514 b1 -0.96618 b6 1482.922 c1 0.053601 2706.798 d1 -0.02531 e1 -788.406 f1 0.323375 1017.132 g1 191.5266 h1 0.488822 158.3764 i1 1541.657 j1 -2206.39 k1 -2278.88 l1
0.047374 a2 a6 0.695924 -0.08860 b2 0.107398 -0.18420 c2
3.394205 a3 -1.12943 a4 0.041322 a7 0.453532 -10.2680 b3 0.110667 b4 -0.03234 0.292247 c3 -0.12933 c4 0.143460
-1.42428 d2 3.770209 d3 0.037846 d4 0.821881 0.000031 e2 0.000021 e3 0.544509 1.876478 f2 0.002816 f3 -0.01312 f4 3.730138 0.094101 g2 0.354101 g3 -819.520 g4 0.810357 -190.484 h2 -5.67661 h3 -0.28685 h4 0.713174 -1.04041 -50.5645 1.635309 0.005507
i2 j2 k2 l2
4.280778 -4.55095 0.308953 0.148099
i3 j3 k3 l3
0.513877 5.48E-10 0.181886 0.305711
Lampiran 7. Lanjutan m0 -993.351 m1 1.968915 m2 0.341116 m3 0.377154 /*n0 1.497786 n1 -0.00009 n2 0.000035 n3 0.003018*/ ; PPD = a0 + a1*(T*hgtpr) + a2*lap +a3*hpur +a4*(kdtr-lkdtr) +a5*(lai-llai) +a6*ch +a7*lppd; jibi = b0 + b1*((hmbir-LHMBIR)*ERR)+ b2*pertarifr +b3*dbi +b4*pb +b5*lsbt +b6*ljibi; sbt = c0 + c1*hber + c2*pgbb + c3*(ops-lops) + c4*(jibiljibi) + c5*lsbt; dbi = d0 + d1*hber + d2*hjer + d3*(ir/pop) + d4*ldbi; hmbir = e0 + e1*(hbdr*err) + e2*(lhbdr*lerr)+ e3*lhmbir; hber = f0 + f1*hgtpr + f2*((hmbir-lhmbir)*err) +f3*SPB + f4*t + f5*lhber; hgtpr = g0 + g1*hppr + g2*(hber-lhber) +g3*(ppd/lppd) + g4*lhgtpr; jibf = h0 + h1*((hbdr-lhbdr)/lhbdr) + h2*erfr+ h3*(pbflpbf)+h4*((gdpfr/popf)*t) +h5*ljibf; jibn = i0 + i1*(hbdr*ernr) + i2*(gdpnr/popn) + i3*ljibn; jibb = j0 + j1*hbdr +j2*erbr+ j3*((gdpbr*popb)(lgdpbr*lpopb)); jebt = k0 + k1*((hbdr*ertr)-(lhbdr*lertr)) + k2*pbt + k3*ljebt; jebv = l0 + l1*(hbdr*ervr) + l2*pbv + l3*ljebv; jebp = m0 +m1*((hbdr*erpr)-(lhbdr*lerpr)) +m2*pbp +m3*ljebp; /*hbdr = n0 + n1*JXW+ n2*JMW+ n3*hodr;*/ PB =PPD*K; SPB =PB+LSBT+JIBI; JMW =JIBI+JIBF+JIBN+ROWM; JXW =JEBT+JEBV+JEBP+ROWX; RANGE TAHUN=2006 TO 2008; run;
Lampiran 8. Contoh Hasil Simulasi Peningkatan Harga Beras Dunia 86 persen The SAS System 2004
08:00 Saturday, October 16,
18 The SIMNLIN Procedure Model Summary Model Variables Endogenous Exogenous Parameters Range Variable Equations Number of Statements
48 17 31 67 Tahun 17 17
Lampiran 8. Lanjutan The SAS System
08:00 Saturday, October 16, 2004
19
The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation Data Set Options DATA=
OLAHAN_BARU
Solution Summary Variables Solved Solution Range First Last Solution Method CONVERGE= Maximum CC Maximum Iterations Total Iterations Average Iterations
17 Tahun 2006 2008 NEWTON 1E-8 5.23E-16 1 3 1
Observations Processed Read Solved First Last
Variables Solved For JMW JXW
3 3 27 29
PPD PB JIBI SBT SPB DBI HMBIR HBER HGTPR JIBF JIBN JIBB JEBT JEBV JEBP
Lampiran 8. Lanjutan The SAS System
08:00 Saturday, October 16, 2004
20
The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation Solution Range Tahun = 2006 To 2008 Descriptive Statistics
Variable
Actual Mean Std Dev
Predicted Mean Std Dev
N Obs
N
PPD PB JIBI BERAS
3 3 3
3 3 3
57312.8 36107.0 813.5
2938.6 1851.3 502.3
56417.9 35543.3 823.7
2163.8 1363.2 393.9
SBT
3
3
1203.5
325.7
1528.9
170.1
SPB
3
3
38128.3
2373.7
37574.7
1218.9
DBI
3
3
31137.6
602.9
32814.5
2106.5
HMBIR
3
3
0.2971
0.0265
0.2534
0.0241
HBER
3
3
4498.7
323.5
3704.6
314.0
HGTPR TINGKAT
3
3
2186.7
62.0898
1880.0
97.7517
JIBF
3
3
2169.3
548.4
1715.8
220.6
JIBN
3
3
1050.6
516.1
1099.0
151.0
JIBB BERAS
3
3
751.0
167.6
1283.5
25.9049
JEBT
3
3
8543.1
965.8
8880.8
484.6
JEBV
3
3
4800.0
348.9
4824.8
133.3
JEBP
3
3
3606.0
441.2
3297.5
449.1
JMW
3
3
28405.1
1376.8
28010.2
2426.5
JXW
3
3
26301.6
431.0
26355.6
540.3
Label PRODUKSI PADI PRODUKSI BERAS JUMLAH IMPOR INDONESIA STOK BERAS AKHIR TAHUN PENAWARAN BERAS INDONESIA JUMLAH KONSUMSI BERAS UNTUK
PANGAN INDONESIA HARGA IMPOR BERAS INDONESIA RIIL HARGA BERAS ECERAN RIIL HARGA GABAH PETANI RIIL JUMLAH IMPOR BERAS FILIPNA JUMLAH IMPOR BERAS NIGERIA JUMLAH IMPOR BANGLADESH JUMLAH EKSPOR BERAS THAILAND JUMLAH EKSPOR BERAS VIETNAM JUMLAH EKSPOR BERAS PAKISTAN JUMLAH IMPOR BERAS DUNIA JUMLAH EKSPOR BERAS DUNIA
Lampiran 8. Lanjutan The SAS System
08:00 Saturday, October 16, 2004
21
The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation Solution Range Tahun = 2006 To 2008 Statistics of fit
Variable
N
Mean Error
Mean % Mean Abs Mean Abs Error Error % Error
RMS Error
RMS % Error R-Square Label
PPD PB JIBI
3 3 3
-894.9 -563.8 10.1893
-1.5179 -1.5179 74.5580
894.9 563.8 590.4
1.5179 1.5179 131.2
1106.3 697.0 629.9
1.8497 1.8497 181.7
SBT
3
325.4
34.1642
456.4
42.4933
493.5
47.5021
SPB
3
-553.6
-1.3263
1055.6
2.7327
1116.5
2.8501
DBI
3
1676.9
5.4161
1676.9
5.4161
2473.2
7.9818
HMBIR
3
-0.0437 -14.7379
0.0437
14.7379
0.0439
14.7915
HBER
3
-794.1 -17.6458
794.1
17.6458
810.3
17.9785
HGTPR TINGKAT
3
-306.8 -14.0660
306.8
14.0660
308.2
14.1635
JIBF
3
-453.5 -19.1076
453.5
19.1076
557.8
21.7112
JIBN
3
48.4108
27.0173
492.2
54.7548
521.9
62.5312
JIBB
3
532.5
76.7336
532.5
76.7336
554.9
83.1348
JEBT
3
337.8
4.4630
422.4
5.3836
541.5
7.1828
JEBV
3
24.8362
0.8028
218.1
4.5195
256.4
5.3399
JEBP
3
-308.6
-8.0034
390.2
10.6136
494.8
13.3938
JMW
3
-394.9
-1.4708
944.7
3.4362
1253.7
4.5768
JXW
3
54.0560
0.2051
239.9
0.9076
257.7
0.9721
0.7874 PRODUKSI PADI 0.7874 PRODUKSI BERAS -1.359 JUMLAH IMPOR BERAS INDONESIA -2.443 STOK BERAS AKHIR TAHUN 0.6682 PENAWARAN BERAS INDONESIA -24.24 JUMLAH KONSUMSI BERAS UNTUK PANGAN INDONESIA -3.128 HARGA IMPOR BERAS INDONESIA RIIL -8.408 HARGA BERAS ECERAN RIIL -35.96 HARGA GABAH PETANI RIIL -.5518 JUMLAH IMPOR BERAS FILIPNA -.5339 JUMLAH IMPOR BERAS NIGERIA -15.45 JUMLAH IMPOR BERAS BANGLADESH 0.5285 JUMLAH EKSPOR BERAS THAILAND 0.1901 JUMLAH EKSPOR BERAS VIETNAM -.8867 JUMLAH EKSPOR BERAS PAKISTAN -.2436 JUMLAH IMPOR BERAS DUNIA 0.4636 JUMLAH EKSPOR BERAS DUNIA
Lampiran 8. Lanjutan The SAS System
08:00 Saturday, October 16, 2004
22
The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation Solution Range Tahun = 2006 To 2008 Theil Forecast Error Statistics
Variable
N
MSE
Corr (R)
PPD PB JIBI SBT SPB DBI HMBIR HBER HGTPR JIBF JIBN JIBB JEBT JEBV JEBP JMW JXW
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
1223886 485760 396797 243514 1246509 6116899 0.00193 656590 95000.4 311131 272398 307968 293233 65741.3 244840 1571697 66420.0
1.00 1.00 -0.47 -0.64 0.99 -0.06 0.98 0.81 0.99 0.79 -0.74 -0.90 0.96 0.45 0.43 0.85 0.82
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC)
Inequality Coef U1 U
0.65 0.65 0.00 0.43 0.25 0.46 0.99 0.96 0.99 0.66 0.01 0.92 0.39 0.01 0.39 0.10 0.04
0.0193 0.0193 0.6914 0.4004 0.0292 0.0794 0.1474 0.1798 0.1409 0.2518 0.4611 0.7270 0.0631 0.0533 0.1365 0.0441 0.0098
0.32 0.32 0.67 0.40 0.68 0.50 0.00 0.00 0.01 0.10 0.70 0.07 0.45 0.01 0.18 0.67 0.35
0.03 0.03 0.33 0.17 0.08 0.04 0.01 0.04 0.00 0.24 0.29 0.01 0.17 0.98 0.43 0.23 0.61
0.33 0.33 0.02 0.07 0.71 0.25 0.00 0.00 0.01 0.23 0.33 0.04 0.53 0.47 0.00 0.47 0.12
0.02 0.02 0.98 0.50 0.04 0.29 0.01 0.04 0.00 0.11 0.67 0.04 0.08 0.52 0.61 0.43 0.84
0.0097 0.0097 0.3509 0.1783 0.0147 0.0386 0.0795 0.0986 0.0757 0.1416 0.2332 0.2711 0.0310 0.0266 0.0713 0.0222 0.0049
Theil Relative Change Forecast Error Statistics
Variable
Relative Change Corr N MSE (R)
MSE Decomposition Proportions Bias Reg Dist Var Covar (UM) (UR) (UD) (US) (UC)
Inequality Coef U1 U
PPD PB JIBI SBT SPB DBI HMBIR HBER HGTPR JIBF JIBN JIBB JEBT JEBV JEBP JMW JXW
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
0.84 0.84 0.72 0.10 0.93 0.66 1.00 0.91 0.99 0.65 0.10 0.98 0.04 0.00 0.13 0.50 0.01
0.4500 0.4500 0.4331 0.6315 0.5162 0.5579 1.3557 1.4249 2.8115 1.0057 0.7061 3.2814 0.1324 0.6776 0.2567 0.5927 0.5123
0.000560 0.000560 1.1164 0.1019 0.00112 0.000254 0.0274 0.0310 0.0182 0.1139 0.8303 0.7428 0.000496 0.00463 0.00331 0.00225 0.000137
-1.00 -1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
0.16 0.16 0.28 0.90 0.07 0.34 0.00 0.09 0.01 0.35 0.90 0.02 0.96 1.00 0.87 0.50 0.99
0.00 -0.00 0.00 -0.00 -0.00 0.00 0.00 -0.00 -0.00 0.00 0.00 -0.00 0.00 0.00 0.00 -0.00 -0.00
0.02 0.02 0.28 0.90 0.07 0.34 0.00 0.09 0.01 0.35 0.90 0.02 0.96 1.00 0.87 0.50 0.99
0.13 0.13 0.00 -0.00 -0.00 0.00 0.00 -0.00 -0.00 0.00 0.00 -0.00 0.00 0.00 0.00 -0.00 -0.00
0.2815 0.2815 0.2695 0.3888 0.3322 0.2687 0.6677 0.6294 0.7284 0.9693 0.5223 0.7846 0.0688 0.4072 0.1472 0.2362 0.2072