Widya Cipta,Vol. VII, No.1 Maret 2015
PENGARUH HARGA KARET DUNIA DAN JUMLAH PRODUKSI KARET DALAM NEGERI TERHADAP HARGA KARET DOMESTIK INDONESIA Ragimun1 Program Studi Sekretari Akademik Sekretari dan Manajemen BSI Jakarta
[email protected] Sri Yanthy Yosepha2 Program Studi Bahasa Inggris Akademik Bahasa Asing BSI Jakarta
[email protected] ABSTRACT Indonesia is the largest archipelago in the world and very fertile , so many commodities including rubber produced. Commodity exports is an excellent product. Rrubber prices are very volatile now, especially in the domestic rubber prices are usually influenced by many factors including the global rubber prices and production quantities. Interest in this issue , the authors tried to observe the effect of global rubber prices and the Indonesian rubber production to the domestic rubber prices. The analysis is performed using the method of data analysis with multiple linear regression models using SPSS version 17 and the data used are secondary data obtained from Bloomberg and CEIC. Based on data analysis using statistical test, it is known that the world rubber prices and the amount of the national rubber production significantly affect the price of rubber in the country. The results are compared with the calculated F table with 2 numerator df and denominator df = 27, obtained F table at 3:39 on α = 0.05 . Since the calculated F (80,583 ) > F table (3.39) , it was concluded that the correlation coefficient between the world rubber price variable (X1) and a variable number of Indonesian rubber production ( X2 ) jointly affect domestic rubber price variable (Y). Associated with a policy that is supposed to run the government continues to increase the competitiveness of the national rubber by increasing the quality and quantity of national rubber production and control of the domestic rubber prices in order to improve the welfare of farmers rubber . Keywords : world rubber price, number of production and domestic rubber prices I. PENDAHULUAN Karet merupakan salah satu komoditas unggulan produk pertanian nasional. Saat ini Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar dunia, bersaing dengan beberapa negara penghasil karet lainnya seperti Thailand. Demikian juga negara India, saat ini juga sedang menggiatkan penanaman karet, disusul Vietnam, Malaysia dan Kamboja. Saat ini, tiga negara Asean yaitu Indonesia,Thailand dan Malaysia bergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC). Badan ini bertujuan mengembangkan pasar karet regional. Selama ini karet Indonesia dikenal sebagai karet ramah lingkungan karena diproses tanpa menggunakan pertisida, herbisida maupun pupuk perangsang guna meningkatkan hasil produksinya. Potensi pengembangan karet dan industri karet di Indonesia masih sangat besar. Saat ini produksi karet Indonesia juga cukup besar, dapat mencapai 1 ton per hektare (ha). Ekspor komoditas unggulan tersebut telah banyak menyumbang devisa bagi negara, 28
termasuk membantu dalam penyerapan tenaga kerja dan pelestarian lingkungan alam. Dari data Biro Pusat Statistik (BPS), tercatat sampai dengan tahun 2011, total ekspor produk yang mempunyai Harmonize System (HS) 40 ini sebesar USD 9,373 milyar atau mempunyai kontribusi sebesar 5,94 persen dari total ekspor nasional. Dengan demikian besarnya ekspor komoditas tersebut hampir tiga kali lipat bila dibandingkan tahun 2001 yang hanya sebesar 2,19 persen dengan nilai USD 1,2 milyar. Demikian juga bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya sebesar 4,22 persen (Hidayat, 2012:3). Komoditas ekspor karet dan produk dari karet di Indonesia selama lima tahun terakhir mempunyai kontribusi besar terhadap total ekspor nasional rata-rata sebesar 6 persen. Komposisi kontribusi komoditas karet dapat dilihat pada gambar 1. Saat ini komoditas unggulan ekspor Indonesia masih didominasi oleh ekspor hasil bahan bakar mineral (HS 27) sebesar hampir 30 persen yang nilainya sebesar US$ 46,8 milyar,
Widya Cipta,Vol. VII, No.1 Maret 2015
sedangkan urutan kedua adalah ekspor produk alas kaki sebesar 16 persen yang nilai ekspornya sebesar US$ 16,3 milyar. Urutan ketiga, berupa produk lemak dan minyak nabati (HS 15) sebesar 10 persen. Disusul, keempat adalah ekspor mesin peralatan listrik (HS 85)
sebesar 10 persen dengan nilai sebesar US$ 10,4 milyar. Adapun, karet dan produk dari karet (HS 40) menempati urutan keenam, yang nilainya sebesar US$ 9,37 milyar (Widayanto, 2011:23).
Sumber : Widayanto (2011:8) Gambar 1. Komoditas Ekspor Unggulan Indonesia Tahun 2010 Bila di lihat luas lahan, Indonesia memiliki areal karet terluas di dunia (3,4 juta ha), diikuti Thailand (2,1 juta ha), dan Malaysia (1,3 juta ha) dengan produksi Indonesia 2,6 juta ton, Thailand 2,9 juta ton, dan Malaysia sekitar 1,1 juta ton. Saat ini areal karet nasional terluas berada di Provinsi Sumatera Selatan dengan luas 1,29 juta ha yang terdiri dari 1,2 juta ha perkebunan rakyat
(92,9%), 42,1 ribu ha perkebunan campuran nasional dan asing, 39,8 ribu ha perkebunan besar swasta nasional (3,1%), 6,8 ribu ha perkebunan besar negara (0,5%), dan 2,3 ribu ha perkebunan swasta asing (0,2%). Dalam tabel 1 berikut ini menampilkan gambaran areal lahan karet yang dimiliki beberapa negara produsen karet alam.
Tabel 1. Areal Karet Alam Beberapa Negara
Produktivitas
% Luas kebun
Luas kebun
(kg/ha/th)
karet rakyat
(ha x 1000)
India
1784
90.2
712.5
Thailand Vietnam Malaysia Srilanka China Indonesia
1704.9 1720 1450 1437 1053 937
95.1* 51.5** 93.7 62 TT** 85.1*
2785 740 1020.4 125 1005 3445
Negara
Sumber : Hidayat (2013:5) Tabel 1 menunjukkan bahwa areal perkebunan karet di Indoesia sangat luas, yang berarti potensi jumlah produksi karet alam dapat ditingkatkan lagi. Luas kebun karet di Indoensia sebesar 85,1 persen merupakan lahan rakyat yang perlu ditingkatkan produktivitas sekaligus peningkatan kesejahteraannya. Pada kenyataannya para petani karet alam akan diuntungkan apabila harga karet dalam negeri cenderung tinggi. Dengan demikian pendapatan petani karet akan meningkat. Biasanya harga karet domestik tersebut banyak dipengaruhi
berbagai faktor, antara lain jumlah produksi karet yang dihasilkan di Indonesia, harga karet sintetis serta harga karet dunia. Apabila harga karet dunia lebih tinggi dari harga dalam negeri maka petani atau pengusaha karet akan lebih menyukai mengekspor produk karetnya. Namun sebaliknya, bila harga dalam negeri sama atau lebih tinggi maka pengusaha cenderung menjualnya di dalam negeri. Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1) mengetahui pengaruh harga karet di pasaran luar negeri dan produksi karet dalam negeri 29
Widya Cipta,Vol. VII, No.1 Maret 2015
terhadap harga karet domestik; 2) mengetahui pengaruh produksi karet di Indonesia terhadap harga komoditas karet dalam negeri. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi Karet Indonesia Komoditas karet alam (natural rubber) dan produk dari karet Indonesia merupakan komoditas ekspor perkebunan andalan kedua setelah kelapa sawit (CPO). Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekpor karet alam urutan ke 2 setelah Thailand. Estimasi produksi karet di Indonesia untuk tahun 2011 adalah 2,64 juta ton dengan luas lahan sekitar 3,45 juta hektar (Ditjenbun, 2011). Sumbangan ekspor karet dan produk karet terhadap total ekpor non migas pada tahun 2011 (data Januari-Agustus 2011) adalah sebesar 9,51 persen. Oleh karena itu komoditas karet dapat menjadi penggerak roda pembangunan ekonomi melalui peningkatan produksi yang bermutu dan mempunyai daya saing. Saat ini permintaan dunia karet alam makin tinggi. Hal ini terutama karena berkembang pesatnya beberapa negara yang mengembangkan industri automotif seperti China, India dan beberapa negara Asean lainnya. Karet alam saat ini bersaing dengan karet sintetis. Perkembangan harga karet sintetis relatif lebih stabil dibandingkan dengan harga karet alam. Karena produksi karet alam banyak tergantung dengan faktor iklim dan cuaca. Namun saat ini perkembangan harga karet alam relatif bagus. Untuk itu diperlukan pengembangan karet di Indonesia. Saat ini konsentrasi budidaya karet di Indonesia banyak dikembangkan terutama di Sumatra dan Kalimantan. Menurut data Kementrian Perkebunan tahun 2011, areal perkebunan karet di Indonesia diperkirakan seluas 3,2 juta hektar, diantaranya 85 persen adalah perkebunan karet milik petani dan 7 persen merupakan perkebunan karet milik negara serta 8 persen adalah milik swasta. (Media Data, 2009:10) Secara umum karet mempunyai sifat elastis, flexibel, liat dan beberapa ada yang kedap udara atau kedap air. Dalam industri karet, menurut penggunaannya karet dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu karet yang dipakai secara umum, karet tahan minyak dan karet tahan panas. Pada dasarnya karet bisa berasal dari alam yaitu dari getah pohon karet (atau dikenal dengan istilah latex), maupun produksi manusia (sintetis). Saat pohon karet dilukai, maka getah yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Sumber utama getah karet adalah pohon karet Para Hevea Brasiliensis 30
(Euphorbiaceae). Saat ini Asia menjadi sumber karet alami. 2.2. Harga Karet Dalam Negeri Menurut Anisah (2012:34), karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik untuk sumber pendapatan, kesempatan kerja, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet, maupun pelestarian lingkungan dan sumber daya hayati. Tanaman karet merupakan tanaman perkebunan yang tumbuh subur di Indonesia. Tanaman ini menghasilkan getah karet (lateks) yang dapat diperdagangkan di masyarakat berupa lateks segar, slab/koagulasi, ataupun sit asap/sit angin. Selanjutnya,produk-produk tersebut digunakan sebagai bahan baku pabrik crumb rubber (karet remah), yang menghasilkan berbagai bahan baku untuk berbagai industri hilir, seperti ban, bola, sepatu, karet, sarung tangan, baju renang, karet gelang, mainan dari karet, dan berbagai produk hilir lainnya.Tersedianya lahan yang luas memberikan peluang untuk menghasilkan produksi karet alam dalam jumlah besar. Di sisi lain, produksi karet alam juga dapat ditingkatkan dengan perbaikan teknologi pengolahan karet untuk meningkatkan efisiensi, sehingga lateks yang dihasilkan dari getah bisa lebih banyak dan menghasilkan material sisa yang semakin sedikit. Sedangkan menurut data pada Majalah Kina (2010), saat ini Indonesia berada di peringkat kedua sebagai negara produsen karet alam terbesar di dunia dengan pangsa sekitar 28 persen dari produksi karet alam dunia. Peringkat pertama adalah Thailand dengan pangsa produksi sekitar 30 persen dari produksi karet alam dunia. Posisi ini sama dengan tahun sebelumnya, produksi karet Indonesia pada 2009 sebesar 2,4 juta ton berada di urutan kedua dunia, sementara Thailand menempati urutan pertama dengan 3,1 juta ton, dan Malaysia di urutan ketiga dengan 951 ribu ton. Padahal kebun karet Indonesia merupakan yang terluas di dunia, yaitu mencapai 3,40 juta ha, disusul Thailand dengan 2,67 juta ha dan Malaysia dengan 1,02 juta ha (Ditjenbun Deptan, 2012). Data tersebut menunjukkan bahwa produktivitas perkebunan karet Indonesia masih tertinggal dibanding pesaing utama, Thailand. Pemerintah telah menetapkan sasaran peningkatan produksi karet alam Indonesia sebesar 3-4 juta ton per tahun pada 2020. Upaya peningkatan produksi ini selain membutuhkan peningkatan produktivitas lahan
Widya Cipta,Vol. VII, No.1 Maret 2015
tentunya juga membutuhkan insentif harga produk karet yang menguntungkan. Dari sisi harga ini, pada pertengahan 2006, karet alam dunia mencapai harga US$2,5 per kg Harga tersebut sangat menarik bagi petani dan pelaku usaha karet lainnya. Tren peningkatan terus terjadi hingga 2008, harga karet dunia mencapai US$3,4 per kg. Ini merupakan harga karet alam tertinggi selama 50 tahun terakhir (Media Data, 2009). Sementara dari segi areal perkebunannya, Indonesia memilik hamparan kebun karet terluas di dunia. Menurut catatan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian,
sampai 2008 luas areal perkebunan karet Indonesia mencapai sekitar 3,47 juta ha dengan total produksi karet alam sebanyak 2,9 juta ton. Pada 2009, luas areal perkebunan karet bertambah menjadi 3,52 juta ha dengan produksi sebanyak 3,0 juta ton (http://ditjenbun.deptan.go.id/). Harga karet di Indonesia banyak mengacu pada harga pasar di Palembang Sumatera Selatan dan harga karet di Medan Sumatera Utara. Terkait dengan teori perdagangan komoditas internasional, dapat diilustrasikan gambaran harga karet seperti terlihat pada gambar 2.
Sumber: Gaspers (2008:14) Gambar 2. Ilustrasi Perdagangan Internasional Komoditas Karet Gambar 2 merupakan contoh komoditi yang dipergunakan dalam perdagangan internasional berupa komoditi karet alam. Gambar di atas menunjukkan sebelum terjadi proses perdagangan internasional, harga karet di negara A (eksportir) adalah sebesar Pa, sedangkan harga karet di negara B (importir) adalah Pb. Sebelum terjadi proses perdagangan internasional jumlah produksi karet di negara A sebesar O-Qa, sedangkan jumlah produksi karet di negara B sebesar O-Qb. Apabila harga karet di negara B sebesar Pa maka hal ini akan menyebabkan terjadinya kondisi kelebihan permintaaan (excess demand), sedangkan bila harga karet di negara A adalah sebesar Pb maka hal ini akan menyebabkan terjadinya kondisi kelebihan penawaran (excess supply). Pertemuan antara kondisi kelebihan pasokan dan kelebihan permintaan inilah yang akan membentuk harga di pasar internasional yang akan disepakati oleh kedua belah pihak. Oleh karena itu negara A akan mengekspor atau menjual komoditi karet ke negara B atau negara B akan mengimpor dari negara A komoditi karet. Hal inilah yang kemudian terjadilah proses perdagangan internasional (Gaspers, 2008:16).
2.3. Harga Karet Internasional Harga karet dunia akan terkait dengan ekspor karet itu sendiri. Sedangkan pengertian ekspor menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 182/MPP/Kep/4/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, menyatakan bahwa ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah pabeanan suatu negara. Adapun daerah pabeanan didefinisikan sebagai wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang No.10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Ekspor juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut produksi barang dan jasa yang diproduksi disuatu negara untuk dikonsumsikan di luar batas negara tersebut (Triyoso, 2004:30). Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), mengatakan bahwa ekspor barang adalah seluruh barang yang dibawa keluar dari wilayah suatu negara, baik bersifat komersial maupun bukan komersial (barang hibah, 31
Widya Cipta,Vol. VII, No.1 Maret 2015
sumbangan, hadiah), serta barang yang akan diolah di luar negeri dan hasilnya dimasukkan kembali ke negara tersebut. Adapun yang tidak termasuk katagori ekspor antara lain pakaian, barang pribadi dan perhiasan milik penumpang yang bepergian ke luar negeri, barang-barang yang dikirim untuk perwakilan suatu negara di luar negeri, barang-barang untuk ekspedisi/pameran, peti kemas untuk diisi kembali, uang dan surat-surat berharga serta barang-barang untuk contoh. Anisah (2012:57) menyatakan bahwa harga karet alam dunia mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor karet Indonesia ke RRC dengan nilai probabilitas 0,0490 pada tingkat signifikansi lima persen. Untuk variabel GDP Riil RRC mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor karet Indonesia ke RRC dengan nilai probabilitas sebesar 0,0042 pada tingkat signifikansi lima persen. Untuk harga karet sintetis dan nilai tukar yuan terhadap rupiah tidak berpengaruh terhadap ekspor karet Indonesia ke RRC. Untuk pengujian terhadap uji asumsi klasik tidak terdapat multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: Gross Domestic Product suatu Negara dapat dijadikan indikator bagi para eksportir karet Indonesia dalam menentukan sasaran pemasaran karet, sehingga diharapkan dapat meningkatkan ekspor karet Indonesia. Bagi petani maupun produsen karet agar bisa memperoleh harga karet alam yang tinggi untuk meningkatkan keuntungan dapat dilakukan dengan menekan biaya (cost), salah satunya adalah dengan meningkatkan produktivitas. Harga karet sintetis tidak berpengaruh terhadap ekspor karet Indonesia ke RRC, dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekspor karet Indonesia lebih dipengaruhi oleh variabel-variabel karet itu sendiri. Karet sintetis bukanlah barang substitusi sempurna dari karet, untuk itu pada penelitian selanjutnya perlu mencari variabel substitusi selain karet sintetis. Walaupun nilai tukar Yuan terhadap Rupiah tidak berpengaruh terhadap volume ekspor karet Indonesia ke RRC, namun kestabilan kestabilan kurs rupiah terhadap yuan harus tetap dijaga agar tidak terjadi apresiasi atau depresiasi yang menyebabkan perdagangan luar negeri terpuruk (Anisah, 2012:65). III. METODOLOGI PENELITIAN Data yang dipergunakan adalah data series bulanan dari bulan Maret tahun 2011 sampai dengan bulan Juni 2013 yaitu harga 32
komoditas karet dunia, jumlah produksi karet Indonesia dan harga karet dalam negeri (domestik). Data ini merupakan data sekunder yang diambil dari Bloomberg dan Cencus and Economic Information Center (CEIC). Penelitian ini menggunakan alat analisis Regresi berganda. Alat analisis ini dipakai karena dapat menunjukkan atau menentukan variabel bebas yang berpengaruh dominan terhadap variabel terikat (tergantung). Adapaun persamaan Regresi Linear Berganda adalah sebagai berikut: Y’ = a + b1X1 + b2X2 +…..+ bnXn Untuk menganalisis dalam penelitian ini digunakan Program SPSS. Uji penelitian ini menggunakan (Sugiono,2012:167): 1. Uji F (F test) Untuk membuktikan kebenaran hipotesis ketiga, digunakan uji F (F-test) yaitu untuk menguji keberartian koefisiensi secara simultan (keseluruhan) dengan formulasi operasional hipotesis sebagai berikut: Ho:bl=b2 = b3 = 0 Ha: bl ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0 Pengujian uji F adalah dengan membandingkan F hitung dengan Ftabel pada α = 0,05. Kesimpulan diperoleh melalui hasil perhitungan sebagai berikut: a) Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independennya secara simultan mempengaruhi variabel dependennya; b) Fhitung ≤ Ftabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independennya secara simultan tidak mempengaruhi variabel dependennya. Untuk melihat kemampuan variabel bebas (independent variable) dalam menerangkan variabel terikat (dependent variable) dapat diketahui dari besarnya koefisien determinasi berganda (R2). Dengan kata lain, nilai koefisien R 2 digunakan untuk mengukur besarnya sumbangan variabel independen terhadap variasi variabel dependennya. Jika R2 diperoleh dari hasil perhitungan semakin besar atau mendekati 1 maka dapat dikatakan bahwa sumbangan dari variabel independen terhadap variasi variabel dependen semakin besar. Hal itu berarti model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan variabel dependennya. Sebaliknya, jika (R 2) semakin kecil atau mendekati 0 maka berarti sumbangan dari variabel independen terhadap variasi variabel dependen semakin kecil. Hal ini menggambarkan model yang digunakan semakin lemah untuk menjelaskan variasi variabel dependennya. Dapat dikatakan
Widya Cipta,Vol. VII, No.1 Maret 2015
juga bahwa besarnya koefisien determinasi berganda (R2) berada diantara 0 dan 1 atau 0 ≤ (R2) ≤1. 2. Uji t (t test) Untuk membuktikan hipotesis pertama dan kedua, maka digunakan uji t (T-test) yaitu untuk menguji keberartian koefisien regresi parsial dengan menggunakan formulasi hipotesis sebagai berikut: Ho : b1 = 0 Ha : bi ≠ 0 Pengujian dilakukan melalui uji t (T-test) dengan cara membandingkan t hitung dengan t tabel pada α = 0,05. Apabila hasil pengujian menunjukkan: a.) t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, variabel independen mempengaruhi secara signifikan terhadap variabel dependen; b) t hitung ≤ t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya, variabel independen mempengaruhi variabel dependennya tetapi tidak signifikan. Semakin besar thitung suatu variabel independen menunjukkan semakin dominan variabel independen tersebut terhadap variabel dependennya. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh harga karet dunia dan Jumlah produksi karet Indonesia terhadap harga karet domestik. Adapun hipotesis yang dirumuskan adalah : 1. Variabel harga karet dunia berpengaruh terhadap variabel harga karet domestik. 2. Variabel jumlah produksi karet Indonesia berpengaruh terhadap Variabel harga karet domestik. 3. Variabel harga karet dunia dan jumlah produksi karet Indonesia secara bersamasama berpengaruh terhadap Variabel harga karet domestik.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Data Guna melakukan analisis pengaruh harga karet dunia dan jumlah produksi karet indonesia terhadap harga karet domestic, maka diperlukan data-data yang mendukungnya. Data-data tersebut tersaji pada tabel 2 dengan menggunakan data bulanan antara tahun 2011 hingga 2013. Data-data harga karet tersebut merupakan hasil laporan dari beberapa negara penghasil karet. Dalam penelitian ini harga karet dunia yang digunakan adalah harga karet bulanan di pasar Malaysia, dengan asumsi karena sebagian besar produksi karet Indonesia diekspor ke Malaysia. Sebelum data dapat diolah dan dianalisis lebih lanjut, data-data yang diperoleh terlebih dulu ditransformasikan ke dalam bentuk Logaritma Natural (Ln). Kemudian data-data dalam bentuk Logaritma Natural tersebut diolah kembali untuk mendapatkan persamaan regresi Y = a + bX, atau dikembalikan pada variabel aslinya dengan Y = Ln Q dan X = Ln I. Maka persamaan regresi menjadi Ln Q = a + b(Ln I). Uji statistik digunakan untuk mengetahui pengaruh serta hubungan antara harga karet dunia, jumlah produksi karet Indonesia dan harga karet domestik. 4.2. Hasil Uji Pengaruh Harga Karet Dunia dan Harga Karet Domestik Pengaruh serta hubungan antara harga karet domestik dan harga karet dunia dapat dilihat pada hasil korelasi dan regresi pengujian partial seperti terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. Coeficient Unstandardized Coefficients Model 1
B
Standardized Coefficients
Std. Error
Beta
95,0% Confidence Interval for B t
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
(Constant)
.419
.804
.521
.607
-1.234
2.072
lnhargadunia
.960
.078
.924 12.329
.000
.800
1.120
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2015)
33
Widya Cipta,Vol. VII, No.1 Maret 2015
Tabel 2. Produksi dan Harga Komoditi Karet per Bulan (Tahun 2011-20013) Produksi (ton)
Harga Indonesia (Rp)
Harga Dunia (Rp)
03/2011
42,50
43916,72
43445,88
04/2011
45,20
39385,15
39271,64
05/2011
39,60
39330,00
39389,97
06/2011
39,00
36010,70
37183,18
07/2011
41,10
39845,92
39498,29
08/2011
45,00
38810,53
38639,86
09/2011
44,90
41608,88
35733,97
10/2011
44,70
35645,40
34605,68
11/2011
46,80
28785,67
28817,54
12/2011
62,30
30673,65
29466,07
01/2012
59,30
33742,45
33046,04
02/2012
53,90
34183,60
33543,77
03/2012
47,60
34051,10
33926,78
04/2012
45,30
32956,90
33219,48
05/2012
49,70
29441,61
29690,96
06/2012
55,80
26354,34
26192,53
07/2012
50,20
25703,51
26687,12
08/2012
35,10
27230,17
24095,94
09/2012
40,40
26932,62
27224,04
10/2012
44,90
27548,14
26960,04
11/2012
46,90
28727,64
26661,40
12/2012
62,40
28362,40
28639,90
01/2013
54,00
26044,24
29285,96
02/2013
57,30
24865,28
28050,14
03/2013
46,10
21785,38
26011,00
04/2013
42,90
22887,78
23735,28
05/2013
45,90
26062,30
22981,40
06/2013
42,30
25523,41
21976,76
Bulan
Sumber : Hasil Pengolahan Data (2015) Berdasarkan nilai-nilai pada hasil output tersebut maka diperoleh nilai konstanta = 0.419 koefisien = 0.960, sehingga persamaan regresinya adalah: Y = 0.419 + 0.960X. Persamaan tersebut menggambarkan jika harga karet dunia naik sebesar Rp 1 maka harga karet domestik akan mengalami kenaikan sebesar Rp. 1,379. Untuk mengetahui apakah koefisien dan konstanta regresi liner signifikan atau tidak, perlu diperhatikan hipotesis yang digunakan. Dalam hal ini Ho: Koefisien tidak signifikan, H1: Koefisen signifikan. Ho ditolak apabila t > tα/2, n-1 atau apabila t negatif, maka Ho ditolak.
34
Apabila t < - tα/2, n-1. Dengan n = 28 dan α = 0.05 maka diketahui t0.05/2, 28-1 = 2.052. Karena semua nilai t berada di luar batas penerimaan Ho maka Ho ditolak dan dapat dikatakan juga bahwa baik konstanta maupun koefisien regresi signifikan untuk digunakan. Berdasarkan hasil olah data pada tabel 4 diketahui bahwa besarnya pengaruh antara harga karet dunia dan harga karet domestik sebesar 84,8%, hal ini menggambarkan bahwa perubahan harga karet dunia secara signifikan turut mempengaruhi perubahan harga karet domestik yang ada di Indonesia.
Widya Cipta,Vol. VII, No.1 Maret 2015
Tabel 4. Model Summary Change Statistics
Std. Error R Model
R
1
.924a
Adjusted
Square R Square .854
of the
R Square
F
Estimate
Change
Change
.848
.07503
Sig. F df1
.854 151.997
df2 1
Change
26
.000
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2015)
P engaruh serta hubungan antara jumlah produksi dalam negeri dan harga karet domestik dapat dilihat pada hasil korelasi dan regresi pengujian partial seperti terlihat pada tabel 5.
4.3. Hasil Uji Pengaruh Jumlah Produksi Karet Indonesia dan Harga Karet Domestik
Tabel 5. Coefficients Unstandardized Coefficients Model 1
B
Standardized Coefficients
Std. Error
(Constant)
11.426
.988
lnproduksi
-.284
.256
Beta
-.212
95,0% Confidence Interval for B t
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
11.570
.000
9.396 13.456
-1.107
.278
-.810
.243
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2015) Tabel 5, menjelaskan bahwa besarnya konstanta dan koefisien yang digunakan untuk membuat fungsi regresi liniernya. Juga diberikan nilai t untuk menentukan apakah konstanta dan koefisien yang diberikan signifikan atau tidak. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai konstanta = 11.426 koefisien = - 0.284, sehingga persamaan regresinya adalah: Y = 11.426 – 0.284X Untuk mengetahui apakah koefisien dan konstanta regresi liner signifikan atau tidak,
perlu diperhatikan hipotesis yang digunakan. Dalam hal ini Ho: Koefisien tidak signifikan, H1: Koefisen signifikan. Ho ditolak apabila t > tα/2, n-1 atau apabila t negatif maka Ho diterima t < -tα/2, n-1. Dengan n = 28 dan α = 0.05 maka diketahui t0.05/2, 10-1 = 2.052. Karena semua nilai t berada di luar batas penerimaan Ho maka Ho ditolak dan disimpulkan bahwa baik konstanta maupun koefisien regresi signifikan untuk digunakan.
Tabel 6. Model Summary
Model
R
1
.212a
R Adjusted R Square Square .045
Std. Error of the Estimate
.008
.19184
Change Statistics R Square Change .045
F Change 1.226
df1
df2 1
26
Sig. F Change .278
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2015)
Namun dari hasil Anova diperoleh hasil: Nilai F dari perhitungan ini adalah 1.226 dengan probabilitas 0.278. Nilai ini lebih besar dari α (0,05) karena itu disimpulkan bahwa model regresi belum valid dan masih diperlukan data agar dapat digunakan untuk memprediksi. Berdasarkan hasil olah data pada tabel 6 diketahui bahwa besarnya pengaruh antara harga karet dunia dan harga karet domestik
sebesar 0,8% saja. Hal ini menggambarkan bahwa perubahan jumlah produksi karet dalam negeri secara signifikan mempengaruhi perubahan harga karet domestik yang ada di Indonesia walaupun tingkat kekuatannya kecil. 4.4. Hasil Uji Pengaruh Harga Karet Dunia, Jumlah Produksi Karet Dalam Negeri dan Harga Karet Domestik
35
Widya Cipta,Vol. VII, No.1 Maret 2015
Pengujian terhadap variabel-variabel penelitian yang terakhir adalah dengan menguji secara simultan, sehingga kita akan mengetahui
bagaimana hubungan dan pengaruh dari tiga variabel yang diteliti.
Tabel 7. ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
.867
2
.434
.135
25
.005
1.002
27
F
Sig. .000a
80.583
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2015)
Dari tabel 7 didapat besarnya Fhitung = 80.583, hasil F hitung tersebut dibandingkan dengan F tabel dengan dk pembilang 2 dan dk penyebut = 27 didapat F tabel sebesar 3.39 pada α = 0,05. Karena F hitung (80.583) > F tabel
(3.39), maka disimpulkan bahwa koefisien korelasi antara Variabel bebas harga karet dunia (X1) dan Variabel bebas Jumlah produksi karet (X2) secara bersama-sama mempengaruhi Variabel terikat harga karet domestik (Y)
Tabel 8. Coefficients Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
1.114
.916
lnproduksi
-.146
.099
.947
.077
lnhargadunia
Standardized Coefficients
95,0% Confidence Interval for B
Beta
t
Lower Bound
Sig.
Upper Bound
1.216
.235
-.772
3.000
-.109
-1.481
.151
-.349
.057
.912
12.361
.000
.790
1.105
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2015) Berdasarkan tabel 8 dapat dinyatakan persamaan regresi: Y = 1.114+0.947 X1-1.146 X2, berdasarkan persamaan regresi di atas, dapat dijelaskan bahwa : 1. Konstanta sebesar 1.114 memberikan arti bahwa pada saat jumlah harga karet dunia dan Jumlah produksi karet tidak mengalami kenaikan (kondisi tetap) maka skor harga karet domestik diperkirakan sebesar 1.114. 2. Harga karet dunia mempunyai korelasi yang positif terhadap harga karet dalam negeri (domestik). Artinya bila terjadi kenaikan harga karet dunia sebesar satu
satuan maka akan mampu menaikkan sebesar 0.947 terhadap harga karet dalam negeri (domestik) dengan asumsi faktor lain tetap (ceterus paribus) atau jumlah produksi karet Indonesia konstan. 3. Jumlah produksi karet Indonesia memiliki korelasi negatif terhadap harga karet dalam negeri (domestik). Artinya bila terjadi kenaikan jumlah produksi karet Indonesia sebesar satu satuan maka akan menurunkan harga karet dalam negeri 1.146 dengan asumsi faktor lain tetap (harga karet dunia tetap).
Tabel 9. Model Summary
Model
R
1
.930a
R Adjusted Square R Square .866
.855
Std. Error of the Estimate .07336
Change Statistics R Square Change .866
F Change 80.583
df1
df2 2
25
Sig. F Change .000
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2015) . Berdasarkan hasil olah data pada tabel 9 diketahui bahwa besarnya pengaruh antara harga karet dunia dan harga karet domestik sebesar 84,8%, hal ini menggambarkan bahwa perubahan harga karet dunia secara signifikan turut mempengaruhi perubahan harga karet domestik yang ada di Indonesia. 36
V. PENUTUP Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan maka dapat dibuat beberapa kesimpulan terkait dengan hubungan dan pengaruh antara harga karet dunia, jumlah produksi dalam negeri dan harga karet domestik di Indonesia, sebagai berikut:
Widya Cipta,Vol. VII, No.1 Maret 2015
1. Hasil analisis secara parsial (t test) menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan antara harga karet dunia dengan harga karet dalam negeri (domestik). 2. Hasil analisis secara parsial (t test) menunjukkan terdapat pengaruh signifikan antara jumlah produksi karet dengan harga karet domestik. 3. Sedangkan dari hasil Uji Gabungan (F test) terhadap data yang ada, ternyata dapat dijelaskan bahwa harga karet dunia dan jumlah produksi karet Indonesia berpengaruh secara signifikan terhadap harga karet domestik. Harga karet dunia berpengaruh positif sedangkan jumlah produksi karet Indonesia mempunyai pengaruh negatif terhadap harga karet domestik (dalam negeri). Sedangkan saran-saran yang dapat disampaikan dari pembahasan dan kesimpulan di atas adalah sebagai berikut : 1. Karena harga karet dalam negeri sangat fluktuatif dan dipengaruhi oleh harga karet luar negeri (dunia) serta jumlah produksi yang dihasilkan maka pemerintah seyogyanya menyediakan infrastruktur seperti resi gudang sebagai penyimpanan karet sehingga petani akan menjual atau mengekspor karetnya pada saat harga karet lebih menarik atau tinggi termasuk terus meningkatkan produktivitas karet nasional. 2. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan serta Badan Pengawas perdagangan Berjangka Komoditi Indonesia (Bappepti) sebagai unit teknis serta sebagai regulator bursa komoditi berjangka karet diharapkan dapat memfasilitasi dan mengupayakan agar harga karet Indonesia dapat menjadi harga acuan dunia karena Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar. 3. Dari hasil kesimpulan di atas, jumlah produksi karet alam di Indonesia semakin besar akan tetapi mempunyai pengaruh negatif dengan harga karet dalam negeri dan para petani akan mengalami kerugian karena harga jual rendah, namun petani dapat mengantisipasinya dengan peningkatan kualitas karet asalan menjadi SIR (Standard International Rubber) maupun peningkatan nilai tambah karet
ekspor melalui pengolahan karet asalan menjadi karet olahan. DAFTAR PUSTAKA Anisah, Nur. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet Indonesia Ke RRC Periode Tahun 1999-2009. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Hidayat, Amir. 2012. Analisis Daya Saing Karet dan Produk Karet Indonesia, Bunga Rampai Serial Analisa Kebijakan Fiskal. Jakarta: Penerbit Naga Media http://ditjenbun.deptan.go.id/ (diakses 23 Agustus 2014) http://industrikaret.wordpress.com/penggolong an-karet/ (diakses 03 September 2014) Media Data. 2014. Dinamika Agribisnis dan Industri Karet di Indonesia. Diambil dari: http://mediadata.co.id/MCSIndonesia-Edition/dinamika-agribisnis. (diakses tanggal 10 Desember 2014) Majalah Kina (Karya Indonesia). 2010. Hilirisasi Industri Agro: Dapat Mengatasi Ancaman Deindustrialisasi. Edisi 3. Jakarta: Kementerian Perindustrian Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Vincent Gaspers. 2008. Ekonomi Manajerial: Pembuatan Keputusan Bisnis. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama Widiana, Anika. 2007. Kebijakan Perdagangan Uni Eropa Terhadap Ekspor Indonesia dan Pola Ekspor Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Volume: 9 Nomor: 2 Widayanto, Sulistyo. 2011. Prosedur Notifikasi WTO untuk Transparansi Kebijakan Impor Terkait Bidang Perdagangan; Kewajiban Pokok Indonesia Sebagai Anggota Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization). Direktorat Kerjasama Multilateral Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional. Jakarta: Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Triyoso, Bambang. 2004. Model Ekspor Non Migas Indonesia Untuk Proyeksi Jangka Pendek. Jakarta: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia.
37