i
DAMPAK EKOWISATA TERHADAP KONDISI SOSIO-EKONOMI DAN SOSIO-EKOLOGI MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (Studi Citalahab Central dan Citalahab Kampung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
DIAH IRMA AYUNINGTYAS I34070034
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT Indonesia is not only endowed with abundant natural resources, but also the natural beauty that has a fascinating appeal. Of natural beauty, historical buildings, arts, and customs can be utilized to improve the welfare of the people through ecotourism activities. Ecotourism is nature-based tourism that involves education and interpretation of the environment and sustainably managed. The existence of ecotourism affects people's lives around the area. The purpose of this research summarized in two statements. First, determine the impact of socioeconomic accepted by local communities due to the presence of ecotourism. Second, determine the impact of socio-ecological received by the local community due to the presence of ecotourism. The research was conducted in the Village Malasari, Nanggung District, West Java in March until July 2011. Primary data obtained from questionnaires, interviews, and observations. While the secondary data as supporting data obtained through the research of literature from related offices. Survey respondents were selected using random cluster sampling technique with simple select sixty respondents from two different types of homes with access near ecotourism (Citalahab Central) and villages with access to remote ecotourism (Citalahab Kampung). Data in this research were analyzed with statistical tests make Chi-Square test with an alpha value of ten percent. The processed data are analyzed and presented in the form of frequency tables and cross tables. The results based on socio-economic impacts include increased household income level, the level of cooperation, the rate of change and an assessment of lifestyle, level of communication, perceptions of residents towards tourists, the level of employment, time allocation and the level of the population in economic activities. Socio-economic impact is not seen in Citalahab Central for ecotourism and village close to the visiting tourists. Socio-ecological impacts can be seen the level of resident involvement in local research conservation, and residential status. A conclusion as the impact of ecotourism is more visible in the villages close to the tourist area, while area far from the tourist attractions are less visible impact. Keywords : ecotourism, impact of sosio-economical, impact of sosio-ecological
iv
RINGKASAN DIAH IRMA AYUNINGTYAS. DAMPAK EKOWISATA TERHADAP KONDISI
SOSIO-EKONOMI
DAN
SOSIO-EKOLOGI
MASYARAKAT
TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (STUDI CITALAHAB CENTRAL
DAN
CITALAHAB
KAMPUNG,
DESA
MALASARI,
KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT. DIBAWAH BIMBINGAN ARYA HADI DHARMAWAN.
Bangsa Indonesia tidak hanya dikarunia kekayaan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik yang sangat mengagumkan. Keindahan alam pegunungan, pantai dan lautan serta bangunanbangunan peninggalan nenek moyang, kesenian, dan adat istiadat yang luhur dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia melalui kegiatan pariwisata. Pariwisata alam dikenal sebagai ekowisata yang berorientasi pada aspek kelestarian sumberdaya alam serta pendidikan lingkungan. Ekowisata adalah wisata berbasis alam yang melibatkan pendidikan, interpretasi dari lingkungan, dan dikelola secara berkelanjutan. Adanya ekowisata mempengaruhi kehidupan masyarakat disekitar kawasan. Dampak bagi masyarakat dapat berupa dampak positif dan negatif. Tujuan dari penelitian ini terangkum dalam dua pernyataan. Pertama, mengetahui dampak sosio-ekonomi yang diterima oleh masyarakat lokal sebagai akibat hadirnya ekowisata. Kedua, mengetahui dampak sosio-ekologi yang diterima oleh masyarakat lokal sebagai akibat hadirnya ekowisata. Penelitian ini dilakukan di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat pada bulan Maret 2011. Kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data dan hasil penulisan skripsi pada bulan Mei-Juli 2011. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan karakteristik yang sesuai dengan penelitian. Data primer didapatkan dari hasil kuesioner, wawancara, dan pengamatan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait. Responden dipilih menggunakan teknik simple cluster random sampling. Seluruh kampung penelitian dibagi menjadi dua kluster yaitu kampung yang jauh dan kampung yang dekat jaraknya/aksesnya dengan ekowisata. Jumlah kampung
sampel ditentukan secara purposif yaitu dua kampung. Jumlah total responden dalam penelitian ini adalah 60 individu. Data dari hasil penelitian dianalisisis menggunakan uji statistik Chi-Square dengan nilai alpha ( ) 10 persen. Hasil olahan tersebut, kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Hasil penelitian menunjukkan dampak sosio-ekonomi dan sosio-ekologi pada dua kampung yaitu kampung yang dekat (Citalahab Central) dan kampung yang
jauh
jaraknya/aksesnya
dengan
ekowisata
(Citalahab
Kampung).
Perkembangan ekowisata terlihat dari adanya wisatawan atau pengunjung yang datang. Dampak sosio-ekonomi meliputi tingkat pendapatan masyarakat lokal, tingkat kesempatan kerja, jumlah jam kerja pada bidang ekowisata, dan tingkat konflik penduduk lokal. Dampak sosio-ekonomi ini terlihat pada Citalahab Central karena kampung ini memiliki akses yang dekat dengan ekowisata. Kampung ini juga merupakan tempat menginap wisatawan sehingga terdapat peningkatan pada sisi ekonomi. Selain dampak sosio-ekonomi, ekowisata juga menimbulkan dampak sosioekologi. Dampak sosio-ekologi dapat dilihat dari pandangan penduduk terhadap wisatawan, tingkat komunikasi, status pemukiman penduduk, dan tingkat keterlibatan penduduk dalam konservasi sumberdaya lokal. Hasil penelitian ini membuktikan adanya ekowisata tidak menimbulkan dampak negatif dari segi ekologi di kedua kampung. Masyarakat telah memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan sekitar. Dalam penelitian ini membuktikan bahwa dampak ekowisata berbeda di kedua kampung. Ekowisata memberikan dampak pada kampung yang dekat dengan ekowisata, sedangkan kampung yang jauh tidak menerima dampaknya.
DAMPAK EKOWISATA TERHADAP KONDISI SOSIO-EKONOMI DAN SOSIO-EKOLOGI MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (Studi Citalahab Central dan Citalahab Kampung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
DIAH IRMA AYUNINGTYAS I34070034
SKRIPSI
Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama : Diah Irma Ayuningtyas NIM
: I34070034
Judul : Dampak Ekowisata Terhadap Kondisi Sosio-Ekonomi dan Sosio-Ekologi Masyarakat di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Studi Citalahab Central dan Citalahab Kampung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan KPM 499 pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc, Agr NIP. 19630914 199003 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003 Tanggal Pengesahan: _____________________
vii
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “DAMPAK EKOWISATA TERHADAP KONDISI SOSIO-EKONOMI DAN SOSIO-EKOLOGI MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (STUDI CITALAHAB CENTRAL DAN CITALAHAB KAMPUNG, DESA MALASARI, KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT)” INI BENAR-BENAR HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA BERTANGGUNGJAWAB ATAS PERNYATAAN INI.
Bogor, September 2011
DIAH IRMA AYUNINGTYAS NIM. I34070034
viii
RIWAYAT HIDUP
Diah Irma Ayuningtyas, biasa di panggil Diah (penulis) dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 05 Januari 1989. Anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan suami istri Bapak Ace Nasrudin (Alm) dan Ibu Sutirah. Penulis menempuh pendidikan formal di TK Mardi Siwi Kutoarjo selama satu tahun, SDN Cimanggah II Sukabumi selama genap enam tahun. Kemudian, dilanjutkan di SMPN 7 Sukabumi dan SMAN 2 Sukabumi masing-masing ditempuh selama tiga tahun. Selanjutnya, penulis menempuh pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor tepatnya di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia memalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2007. Semasa SMA penulis pernah meraih juara dua pada lomba menulis cerpen sekolah. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti beberapa organisasi. Saat tingkat satu penulis telah diterima sebagai anggota Divisi Pengembangan Masyarakat HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat
Ilmu-Ilmu
Komunikasi
dan
Pengembangan
Masyarakat)
masa
kepengurusan 2007-2009. Penulis juga menjabat Sekretaris II FORSIA (Forum Syiar Islam) masa kepengurusan tahun 2008-2009, anggota Biro Administrasi dan Keuangan DPM FEMA (Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia) masa kepengurusan 2009-2010. Selain itu penulis juga mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan seperti, anggota Divisi Acara Ice Cream Day tahun 2007, anggota Divisi Pendidikan dan Penyuluhan Bina Desa tahun 2009, Bendahara MPD (Masa Perkenalan Departemen) tahun 2009.
KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas rahmatnya, skripsi yang berjudul Dampak Ekowisata terhadap Kondisi SosioEkonomi dan Sosio-Ekologi Masyarakat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Studi Citalahab Central dan Citalahab Kampung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ini dengan baik. Secara garis besar, skripsi ini menjelaskan dampak positif dan negatif akibat adanya ekowisata dan berbagai perubahannya pada aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Skripsi ini juga menjelaskan dampak pada kampung yang aksesnya dekat dengan ekowisata dan kampung dengan akses jauh ekowisata. Terdapat perbedaan dampak yang diterima antara kedua kampung merupakan salah satu faktor penarik bagi penulis untuk melakukan penelitian di kawasan ekowisata Desa Malasari. Penulisan skripsi ini pada pelaksanaannya tidak terlepas dari adanya dukungan dan peran serta berbagai pihak. Maka dari itu, ucapan terima kasih penulis haturkan kepada para pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Besar harapan tulisan ini dapat memberikan banyak manfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
Bogor, September 2011
Penulis
x
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Dampak Ekowisata terhadap Kondisi Sosio-Ekonomi dan SosioEkologi Masyarakaat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Studi Citalahab Central dan Citalahab Kampung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis tidak lupa menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada beberapa pihak yang telah dengan sukarela dan ikhlas membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Allah SWT yang memiliki segala isi di jagat raya ini dan berkat rahmat dan ridho-Nya pula penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2.
Keluarga tercinta, Bapak Ace Nasrudin (Alm) dan Ibunda tersayang Ibu Sutirah yang selalu memberikan motivasi, dan do’a yang tiada henti-hentinya. Kepada adik lelakiku Sandi Indra Permana yang secara tidak langsung memberi semangat dan do’a dari jauh demi kelancaran studi penulis di IPB.
3.
Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan M.Sc, Agr selaku dosen pembimbing studi pustaka dan skripsi atas curahan perhatian dalam membimbing, mengarahkan, mendidik, memberi motivasi, serta semangat kepada penulis agar dapat menyusun skripsi dengan baik.
4.
Dr. Ir. Titik Sumarti MS sebagai dosen pembimbing akademik yang membantu menyelesaikan masalah akademik.
5.
Keluarga besar dari bapak dan ibu di Sukabumi dan Jawa Tengah yang selalu memberikan do’a, motivasi, pujian, dan kasih sayang kepada penulis dalam menyelesaikan studinya.
6.
Keluarga Bapak Beni Subianto yang memberikan motivasi dan materi kepada penulis sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan membantu kelancaran kuliah penulis.
7.
Bapak Agus, Bapak Sukanar selaku aparat pemerintahan Desa Malasari yang telah membantu penulis memberikan data dan informasi yang terkait dengan topik penelitian penulis.
8.
Bapak Teguh Hartono selaku ketua Yayasan Ekowisata Halimun (YEH) dan Bapak Suryana selaku ketua KSM yang telah memberikan informasi terkait dengan ekowisata dan kehidupan masyarakat di sekitar kawasan.
9.
Bapak Nur Faizin, Bapak Momo, Bapak Apud, Bapak Amir, dan Bapak Ody selaku pihak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak yang telah membantu dalam penulisan skripsi meliputi informasi dan pemberian data sekunder untuk mendukung skripsi penulis.
10. Akira Bena YM teman di lapangan yang memberikan motivasi kepada penulis dan berjuang bersama-sama mencari data sekunder ke taman nasional. 11. Ali Sulton, Siti Halimatussadiah, Anggi Akhirta Murray, Rizki Afianti, Rani Yuliandani, RR Utami Anastasia, sebagai teman satu bimbingan Studi Pustaka dan Skripsi penulis yang selalu bekerjasama dengan baik, dan memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Elisa Qur’imanasari yang selalu memberikan motivasi, do’a, dan bantuan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta teman-teman kosan As-Sakinah yaitu Sinta Erythrina, Wiwit Asih Nurrahmi, Suhana Sulastri, Gebbi Edriani, Dina Silmina, Try Asrini, Mar’ah dan lainnya yang selalu memberikan motivasi, semangat, dan keceriaan kepada penulis. 13. Sahabat-sahabat SKPM 44, serta teman-teman di luar Departemen SKPM lainnya yang telah memberikan pengalaman baru dan semangat kepada penulis. 14. Segala pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, September 2011
Diah Irma Ayuningtyas NIM. I34070034
xii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL……………………………………………………… DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……………………………………………………. 1.2 Masalah Penelitian………………………………………………... 1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………. 1.4 Kegunaan Penelitian……………………………………………… BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka………………………………………………… 2.1.1 Taman Nasional……………………………………………... 2.1.2 Ekologi……………………………………………………… 2.1.3 Ekowisata…………………………………………………… 2.1.3.1 Pengertian Ekowisata………………………………. 2.1.3.2 Prinsip Ekowisata…………………………………… 2.1.3.3 Dampak Ekowisata…………………………………. 2.1.4 Nilai…………………………………………………………. 2.1.5 Interaksi Sosial……………………………………………… 2.2 Kerangka Pemikiran……………………………………………… 2.3 Hipotesis Penelitian……………………………………………… 2.4 Definisi Operasional……………………………………………… BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian………………………………………………… 3.2 Jenis dan Sumber Data…………………………………………… 3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………... 3.4 Teknik Penentuan Responden……………………………………. 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data…………………………… BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Taman Nasional Gunung Halimun-Salak…….. 4.1.1 Sejarah Taman Nasional Gunung Halimun-Salak…………... 4.1.2 Kondisi Geografis Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.. 4.1.3 Pariwisata Taman Nasional Gunung Halimun-Salak……….. 4.2 Gambaran Umum Desa Malasari………………………………… 4.2.1 Kondisi Geografis dan Infrastruktur Desa Malasari………… 4.2.2 Kondisi Sosial dan Ekonomi Penduduk…………………….. 4.2.3 Tata Guna Tanah di Desa Malasari………………………….. 4.3 Gambaran Umum Citalahab Central dan Citalahab Kampung…... 4.4 Karakteristik Responden…………………………………………. 4.5 Ikhtisar……………………………………………………………. BAB V DAMPAK SOSIO-EKONOMI EKOWISATA 5.1 Pengantar……………………………………………………….. 5.2 Wisatawan/Pengunjung…………………………………………... 5.3 Struktur Pendapatan………………………………………………. 5.4 Kesempatan Kerja………………………………………………... 5.5 Jam Kerja pada Bidang Ekowisata…………….…………………
Halaman xiv xvi xviii 1 3 4 5 6 6 6 7 7 9 11 13 13 15 17 18 21 21 21 22 24 25 25 26 27 27 27 28 31 32 33 36 38 38 43 50 54
xiii
5.6 Kerjasama………………………………………………………… 5.7 Konflik……………………………………………………………. 5.8 Ikhtisar……………………………………………………………. BAB VI DAMPAK SOSIO-EKOLOGI EKOWISATA 6.1 Pengantar………………………………………………………….. 6.2 Persepsi Penduduk Terhadap Wisatawan………………………… 6.3 Komunikasi………………………………………………………. 6.4 Status Pemukiman………………………………………………... 6.5 Keterlibatan Penduduk dalam Konservasi Sumberdaya Alam Lokal………………………………………………………. 6.6 Penilaian tentang Gaya Hidup……………………………………. 6.7 Ikhtisar……………………………………………………………. BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan……………………………………………………….. 7.2 Saran……………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... LAMPIRAN…………………………………………………………….
57 68 72 75 75 77 83 88 90 92 94 95 96 98
xiv
DAFTAR TABEL Nomor
Tabel 1 Tabel 2 Tsbel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14 Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17
Halaman
Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Golongan Umur di Desa Malasari Tahun 2011……………………………….. Jumlah dan Persentase Tingkat Pendidikan di Desa Malasari, Tahun 2011………………………………………………….. Luas Lahan dan Persentasinya menurut Penggunaan Lahan di Desa Malasari Tahun 2011................................................. Karakteristik Responden di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011………………………………………. Jumlah Pengunjung Ekowisata di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) Tahun 2001-2010……………….. Pendapatan Per Kapita Penduduk di Citalahab Central dan Citalahab Kampung tahun 2010…………………………….. Indikator Jam Kerja Penduduk pada Bidang Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011……. Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Gotong Royong di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011………………………………………………………… Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Pengajian di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011………………………………………………… Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Musyawarah di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011………………………………………………….. Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Upacara Adat di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011…………………………………………………………. Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Siskamling di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011………………………………………………….. Jumlah dan Persentase Adanya Penduduk yang Berselisih Paham di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011………………………………………………………….. Dampak Sosio-Ekonomi Akibat Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011……………….. Jumlah dan Persentase Komunikasi Penduduk dengan Pemerintah Desa di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011……………………………………….. Jumlah dan Persentase Kualitas Air Sebagai Akibat Adanya Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011………………………………………………….. Jumlah dan Persentase Kualitas Udara sebagai Akibat Adanya Ekowisata Tahun 2011…………………………….
28 29 31 36 39 47 55
59
60
62
63
65
71 72
80
86 87
xv
Tabel 18
Tabel 19
Indikator Tingkat Keterlibatan Penduduk dalam Konservasi Sumberdaya Alam Lokal di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011………………………………………. Dampak Sosio-Ekologi Akibat Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011……………….
89 92
xvi
DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5
Halaman Kerangka Pemikiran Penelitian………………………... Teknik Kerangka Sampling dalam Pengambilan Responden………........................................................... Mata Pencaharian Penduduk di Desa Malasari Tahun 2011……………………………………………………. Tingkat Pendidikan Responden di Desa Malasari Tahun 2011……………………………………………. Persentase Responden berdasarkan Sektor Pekerjaan di Desa Malasari Tahun 2011……………………………
Gambar 6
Persentase Kelompok Responden berdasarkan Asal Kependudukan di Desa Malasari Tahun 2011………..
Gambar 7
Persentase Persepsi Responden terhadap Peningkatan Jumlah Wisatawan di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011………………………………... Tingkat Pendapatan Penduduk di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2010……………………… Pendapatan Penduduk dari Sektor Ekowisatan dan Non Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011…………………………………. Persentase Pendapat tentang Kesempatan Kerja yang dibangkitkan oleh Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011……………………… Persentase Responden terhadap Tingkat Konflik Penduduk di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011……………………………………………. Persentase Pandangan Penduduk terhadap Wisatawan di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011…………………………………………………….
Gambar 8 Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
16 2 23 30 34 35 36
39 45
48
51
69
76
Gambar 13
Persentase Komunikasi Responden dengan Keluarga di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011……………………………………………………
Gambar 14
Persentase Komunikasi Responden dengan Tetangga di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011.
79
Gambar 15
Persentase Komunikasi Responden dengan Pihak TNGHS di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011……………………………………………
81
Gambar 16
Persentase Responden Terhadap Perubahan Lingkungan Setelah Adanya Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011…………
Gambar 17
Persentase Responden terhadap Kebisingan Setelah
77
83 84
xvii
Gambar 18
Adanya Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011………………………………… Persentase Responden terhadap Sampah Setelah Adanya Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011………………………………….
85
xviii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4
Tabel 5 Tabel 6
Tabel 7
Tsbel 8 Tabel 9
Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17 Tabel 18
Halaman Daftar Penduduk RT 03/09 di Citalahab Central Tahun 2011…………………………………………………… Daftar Penduduk RT 05/11 di Citalahab Kampung Tahun 2011……………………………………............ Daftar Responden di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011…………….…………………... Pendapatan Penduduk dari Sektor Ekowisatan dan Non Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2010………………………………. Jadwal Penelitian di Desa Malasari Tahun 2011……. Uji Statistik Chi-Square Jumlah Wisatawan di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011................................................................................ Uji Statistik Chi-Square Tingkat Pendapatan di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011................................................................................ Uji Statistik Chi-Square Jam Kerja di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011................ Uji Statistik Chi-Square Kesempatan Kerja di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011.......………………………………………………. Uji Statistik Chi-Square Tingkat Kerjama di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011……….... Uji Statistik Chi-Square Konflik di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011....………………. Uji Statistik Chi-Square Pandangan Penduduk Terhadap Wisatawan di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011....…………………… Uji Statistik Chi-Square Tingkat Komunikasi di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011......………………………………………………. Uji Statistik Chi-Square Status Pemukiman Penduduk di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011................................................................................ Uji Statistik Chi-Square Keterlibatan Penduduk dalam Konservasi di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011.......................…………………. Uji Statistik Chi-Square Penilaian Gaya Hidup di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011....................................................................……. Frekuensi Tingkat Kerjasama di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011....…………………… Frekuensi Jam Kerja pada Bidang Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun
99 100 101
102 104
105
106 107
108 109 110
111
112
113
114
115 116 117
xix
Tabel 19 Tabel 20 Tabel 21
Tabel 22
Tabel 23 Tabel 24 Tabel 25 Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4
2011....……………………………………………… Frekuensi Tingkat Komunikasi di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011....………………. Frekuensi Status Pemukiman di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011.......................………. Frekuensi Tingkat Keterlibatan Penduduk dalam Konservasi di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011....……………………………… Frekuensi Tingkat Penilaian tentang Gaya Hidup di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011.....………………………………………………... Tata Cara Memasuki Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Tahun 2011………..………... Indikator Penilaian Tentang Gaya Hidup di Citalahab Central dan Citalahan Kampung Tahun 2011………… Jenis Pariwisata Khusus di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Tahun 2007…………………………… Peta Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Tahun 2011………………………………………..………... Peta Desa Malasari Tahunn 2011…………………. Organigram KSM Paguyuban Wisata Warga Waluyu. di Citalahab Central Tahun 2011………………….. Dokumentasi Pemukiman di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011…………………...
118 119
120
121 122 123 128 130 131 132 133
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Lembaga Ketahanan Nasional (1995) menyatakan bahwa bangsa Indonesia tidak hanya dikarunia tanah air yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik yang sangat mengagumkan. Keindahan alam pegunungan, pantai dan lautan serta bangunanbangunan peninggalan nenek moyang, kesenian, dan adat istiadat yang luhur dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia melalui kegiatan pariwisata. Yoeti (2008) mengemukakan bahwa pariwisata merupakan alternatif sektor ekonomi yang dianggap pas untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Perkembangan pariwisata yang amat pesat dewasa ini cenderung melaju ke arah spesifikasi minat wisatawan terhadap jenis perjalanan atau jenis wisata yang dilakukan. Salah satu jenis wisata yang akhir-akhir ini semakin mendapatkan perhatian dan banyak dilakukan adalah ekowisata. Lascurain (1987) sebagaimana dikutip oleh Pendit (2006) mendefinisikan ekowisata adalah mengunjungi kawasan alam yang relatif tidak terganggu, dalam rangka untuk melihat, mempelajari, mengagumi keindahan alam, flora, fauna, terutama aspekaspek budaya baik di masa lampau maupun sekarang yang terdapat di kawasan tersebut. Ekowisata berarti pula melibatkan masyarakat setempat sehingga masyarakat memperoleh keuntungan sosio-ekonomi dari adanya ekowisata. Potensi kawasan ekowisata di Indonesia sangat besar. Objek tersebut tersebar di darat maupun di laut. Damanik dan Weber (2006) mengemukakan bahwa di tingkat global pertumbuhan pasar ekowisata tercatat jauh lebih tinggi dari pasar wisata secara keseluruhan. Yoeti (2008) mengemukakan bahwa kegiatan ekowisata memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosialbudaya, ekonomi, dan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif. Dampak positif dilihat dari ekonomi yaitu dapat menciptakan
meningkatkan kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan
sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, meningkatkan
2
penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah, meningkatkan pendapatan nasional, mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya, dan memperkuat neraca pembayaran. Dampak lingkungan yang terjadi yaitu pembuangan sampah sembarangan selain menyebabkan bau tidak sedap, sumber-sumber hayati menjadi rusak juga membuat tanaman di sekitarnya mati, pembuangan limbah hotel, restoran dan rumah sakit yang merusak air sungai, pantai danau atau laut. Dampak sosialbudaya yaitu sering terjadi komersialisasi seni-budaya, terjadi demonstration effect yaitu kepribadian anak muda rusak. Dampak negatif lainnya tentang gaya hidup penduduk seperti kepadatan, kemacetan lalu lintas, kebisingan, perusakan bangunan, pencemaran, perubahan penampilan masyarakat, dan perusakan margasatwa (Kendall dan Var 1993) sebagaimana dikutip oleh Rose (1998). Adanya ekowisata juga memberikan manfaat baik untuk alam maupun masyarakat di kawasan ekowisata. Alam yang biasanya diambil hasil hutannya dengan perambahan hutan untuk konsumsi maupun di jual kini berkurang. Hal ini karena masyarakat mengetahui bahwa adanya kegiatan ekowisata masyarakat harus menjaga lingkungan sehingga wisatawan akan tetap datang untuk menikmati keindahan alam. Masyarakat memiliki pekerjaan lain dibidang ekowisata seperti berdagang, guide, dan lain-lain. Maka ada pangalihan mata pencaharian dari sektor sumberdaya ke sektor ekowisata. Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat merupakan desa yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak yang memiliki potensi ekowisata. Adanya ekowisata mengakibatkan adanya interaksi antara masyarakat dengan pengunjung sehingga berdampak positif dan negatif pada masyarakat. Dampak di bidang ekonomi berupa peningkatan pendapatan yang berasal dari pendapatan di bidang jasa ekowisata. Peningkatan pendapatan ini berbeda antara kampung yang akses dekat dengan ekowisata dan kampung yang jauh dengan ekowisata. Kampung yang dekat dengan ekowisata (Citalahab Central) memperoleh pendapatan tambahan dari sektor ekowisata. Bidang sosial, adanya interaksi merubah sikap masyarakat menjadi lebih terbuka. Selain itu, masyarakat saat ini telah memiliki kesadaran akan menjaga lingkungan di sekitar terutama hutan.
3
1.2.
Masalah Penelitian Berlakunya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang RPJN 2005-
2025 (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) yang berisi visi Indonesia mandiri, maju, adil, dan makmur. Visi ini menuntut kemampuan ekonomi untuk tumbuh cukup tinggi, berkelanjutan, mampu meningkatkan pemerataan dan kesejahteraan masyarakat secara luas, serta berdaya saing tinggi didukung oleh penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam mengembangkan sumber-sumber daya pembangunan. Kebijakan ini memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pemanfaatan atas segala potensi sumberdaya alam yang ada, salah satunya dengan kegiatan ekowisata. Ekowisata merupakan perpaduan antara wisata alam, budaya, dan pendidikan dengan karakteristik yang spesifik, yaitu kepedulian pada kegiatan konservasi alam dan kepentingan ekonomi serta keberlangsungan budaya masyarakat setempat. Drum (2005) sebagaimana dikutip Ginting (2010) menyatakan bahwa ekowisata merupakan sebuah strategi manajemen yang tidak terpisahkan di dalam pengelolaan kawasan konservasi dikarenakan (1) didalam pelaksanaannya memiliki dampak yang minimum terhadap ekosistem; (2)
menyokong
pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal dengan tetap menjaga dan menghormati budaya-budaya lokal; (3) dikembangkan dengan proses partisipasi yang melibatkan semua stakeholder dan; (4) dapat digunakan untuk memonitoring dampak negatif dan dampak positif. Penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2010) di kawasan ekowisata Tangkahan, Sumatera Selatan menerangkan bahwa interaksi komunitas lokal terhadap lingkungan di sekitar kawasan taman nasional yang dijadikan kawasan ekowisata memiliki dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif meliputi kawasan aman dari perambahan hutan, perubahan pola pikir, desa semakin maju dan ramai, dan pendapatan masyarakat dari sektor non ekowisata semakin lebih baik. Dampak negatif yang timbul dengan adanya interaksi dapat menyebabkan kerusakan kawasan karena pembangunan wisma, adanya fasilitas penunjang wisata, dan kunjungan wisatawan yang terus meningkat. Masyarakat tidak merespon kerusakan lingkungan disebabkan oleh faktor rendahnya tingkat
4
pendidikan masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat akan arti penting kelestarian lingkungan, pandangan ekonomi masyarakat lebih besar dibandingkan pandangan ekologi, dan masyarakat lebih menonjolkan etika antroposentrisme. Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor merupakan desa di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS). Desa ini sering dikunjungi wisatawan untuk menikmati keindahan alam yang ada di taman nasional. Selain keindahan alam, wisatawanpun menikmati kearifan lokal yang dimiliki masyarakat lokal. Berdasarkan pengamatan di lapangan adanya kegiatan ekowisata menimbulkan perubahan sosial maupun ekonomi masyarakat lokal yang berada di sekitar wilayah ekowisata. Perubahan sosial yang terjadi diantaranya peningkatan kerjasama walaupun tidak rutin dan terjadinya konflik. Perkembangan ekowisata yang dilihat dari peningkatan jumlah wisatawan mengakibatkan peningkatan ekonomi penduduk di sekitar kawasan, dan adanya dampak ekologi pada masyarakat Desa Malasari. Beberapa rumusan pertanyaan penelitian yang hendak di jawab dalam penulisan ini adalah: 1. Apa dan bagaimana dampak sosio-ekonomi yang diterima oleh masyarakat lokal sebagai akibat dari hadirnya ekowisata? 2. Apa dan bagaimana dampak sosio-ekologi yang diterima oleh masyarakat lokal sebagai akibat dari hadirnya ekowisata?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah dipaparkan di atas, disusunlah beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian tersebut, yaitu: 1. Mengetahui dampak sosio-ekonomi yang diterima oleh masyarakat lokal sebagai akibat dari hadirnya ekowisata. 2. Mengetahui dampak sosio-ekologi yang diterima oleh masyarakat lokal sebagai akibat dari hadirnya ekowisata.
5
1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1. Bagi perencanaan dan pengembangan sektor pariwisata khususnya Ekowisata Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan sosial-ekologi masyarakat di sekitar kawasan dan pelestarian kawasan. 2. Bagi civitas akademik diharapkan tulisan ini menjadi referensi dalam melakukan penelitian-penelitian terkait perubahan sosial-ekologi di kawasan ekowisata. 3. Bagi pemerintah dapat dijadikan sebagai masukan dalam membuat kebijakan terkait dengan aktifitas ekowisata.
6
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Taman Nasional Setio dan Mukhtar (2005) mengemukakan taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli, yang dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Taman nasional mempunyai multi fungsi yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Taman nasional merupakan satu dari tiga kawasan pelestarian alam yang telah dinyatakan dan diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Selain itu landasan hukum taman nasional adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Salah satu pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari dan berkesinambungan dapat terlihat dalam pengelolaan taman nasional. Pemanfaatan taman nasional ini juga melibatkan pelayanan jasa untuk kegiatan pariwisata dengan konsepsi pemanfaatan sumberdaya alam yang berkesinambungan.
2.1.2 Ekologi Kristanto (2004) mendefiniskan ekologi sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Heckel, seorang ahli biologi, pada pertengahan dasawarsa 1860-an. Ekologi berasal dari bahasa Yunani, oikos yang berarti rumah, dan logos yang berarti ilmu, sehingga secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. Hal penting dari ekologi adalah ekosistem. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal-balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Dengan kata lain ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah
7
komponen hidup dan komponen tak hidup yang berada pada suatu tempat dan berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Manusia merupakan bagian dari sistem ekologi (ekosistem) sebagai objek sekaligus subjek pembangunan. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler. Setiap aktivitas manusia, sedikit atau banyak akan mengubah lingkungan hidupnya. Hal ini serupa dengan Wardhana (2004) yang mengemukakan bahwa fokus utama masalah ekologi adalah manusia, maka perkembangan lebih lanjut dari ekologi manusia menjadi lebih penting dan lebih berperan. Hal ini karena dalam kenyataannya segala kegiatan manusia tidak sekedar biotik individual, tapi juga bersifat sosiokutural yang melibatkan segala macam segi kehidupan. Komponenkomponen yang saling berpengaruh di dalam ekologi manusia adalah komponen manusia (penduduk), komponen daya dukung alam (lingkungan), komponen ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan komponen organisasi. Masing-masing komponen saling tergantung ataupun akan saling mempenggaruhi satu dengan yang lainnya. Salah satu contohnya yaitu komponen ilmu pengetahuan mempengaruhi komponen daya dukung alam (lingkungan). Adanya pengetahuan yang memadai tentang lingkungan dapat membantu melestarikan/menjaga lingkungan sesuai dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya.
2.1.3 Ekowisata 2.1.3.1 Pengertian Ekowisata Damanik dan Weber (2006) mengemukakan ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Kekhususan ini menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari wisata massal. Perbedaannya dengan wisata massal adalah karakteristik produk dan pasar. Lascurain (1987) sebagaimana dikutip Blarney (1997) mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan ke alam yang relatif tidak terganggu atau terkontaminasi dengan tujuan mempelajari, mengagumi, menikmati pemandangan tanaman dan hewan liar, selain itu juga melihat budaya yang ada (baik dulu dan sekarang) yang ditemukan di suatu daerah. Ties (2000) sebagaimana dikutip oleh Damanik dan Weber (2006) mengemukakan masyarakat ekowisata internasional mengartikan ekowisata sebagai perjalanan wisata alam yang
bertanggungjawab
dengan
cara
mengonservasi
lingkungan
dan
8
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (responsible travel to natural areas that conserve the environment and improves the well-being of local people). Rencana
Starategi
Ekowisata
Nasional
(NES)
Departemen
Pariwisata
Persemakmuran Australia (1994) sebagaimana dikutip oleh Blarney (1997), mendefinisikan ekowisata adalah wisata berbasis alam yang melibatkan pendidikan dan interpretasi dari lingkungan dan dikelola berkelanjutan. Menurut Yoeti (2008) berbeda dengan wisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata. Dari definisi ini ekowisata dipandang dari tiga perspektif yaitu: 1. Ekowisata sebagai produk yang merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam. 2. Ekowisata sebagai pasar yang merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. 3. Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan yang merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumerdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Disini kegiatan wisata bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekan dan merupakan ciri khas ekowisata. Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwista berkelanjutan yang membedakannya dengan wisata lain. Dalam prakteknya hal ini terlihat dalam bentuk kegiatan wisata yang a) secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya; b) melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, pengelolaan wisata, serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka; c) dilakukan dalam bentuk wisata indipenden atau diorganisasi dalam bentuk kelompok kecil UNEP (2000) sebagaimana dikutip oleh Damanik dan Weber (2006). Dengan kata lain ekowisata adalah wisata berbasis alam yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan konservasi alam itu sendiri.
9
2.1.3.2 Prinsip Ekowisata Ties (2000) sebagaimana dikutip oleh Damanik dan Weber (2006) menjabarkan prinsip-prinsip ekowisata yaitu: 1. Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata. 2. Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal, maupun pelaku wisata lainnya. 3. Menawarkan pengalaman-pengalaman positif
bagi wisatawan maupun
masyarakat lokal melalui kontak budaya yang insentif dan kerjasama dalam pemeliharaan dan atau konservasi Objek dan Daya Tarik Wisata (OBDTW). 4. Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan. 5. Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal. 6. Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik di daerah tujuan wisata. 7. Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja dalam memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak azasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata. Nelson (1994) sebagaimana dikutip oleh Accot dan Trabe (1998) mengemukakan bahwa prinsip dan karakteristik ekowisata yaitu: 1. Harus konsisten dengan etika lingkungan yang positif, mengembangkan perilaku yang disukai. 2. Sumberdaya tidak tercemar dan tidak ada pengikisan integritas sumber daya. 3. Berkonsentrasi pada nilai-nilai intrinsik daripada ekstrinsik. 4. Lebih pada filsafat biosentris daripada filsafat homosentris, pada ekowisata memperhatikan
alam
terutama
ketentuan-ketentuannya,
signifikan mengubah lingkungan untuk kenyamanan pribadi.
bukan
secara
10
5. Ekowisata harus bermanfaat bagi sumber daya. Lingkungan harus mengalami keuntungan dari aktivitas tersebut, meskipun sering melibatkan manfaat sosial, ekonomi, politik atau secara ilmiah. 6. Adanya pengalaman dengan lingkungan alam secara langsung. 7. Dalam ekowisata, kepuasan diukur dalam apresiasi dan pendidikan, tidak mencari sensasi atau prestasi fisik. Unsur-unsur terakhir ini konsisten dengan wisata petualangan, menurut level yang lebih tinggi dari lingkungan alam pariwisata. Nelson (1994) sebagaimana dikutip oleh Accot dan Trabe (1998) mengacu pada penjelasan tentang ekowisata di atas, maka ada beberapa alasan untuk mengembangkan manfaat ekowisata yaitu: 1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membawa kepada peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga menimbulkan perubahan pola konsumsi terutama dibidang jasa. 2. Jumlah penduduk yang besar membutuhkan adanya lapangan kerja dan lapangan berusaha khususnya untuk masyarakat pedesaan atau yang berada di sekitar kawasan konservasi. 3. Semakin terbentuknya kesadaran masyarakat internasional maupun nasional terhadap kelestarian sumberdaya hayati. 4. Pengembangan manfaat ekowisata ini dapat memberikan pendapatan atau pemasukan bagi kepentingan pemerintah dan pengelola. Menurut Kementerian Budaya dan Pariwisata (2003) sebagaimana dikutip Tafalas (2010) mengemukakan bahwa secara konseptual ekowisata menekankan tiga prinsip dasar pengembangan yaitu: 1. Prinsip konservasi: pengembangan ekowisata harus mampu memelihara, melindungi dan atau berkontribusi untuk memperbaiki sumberdaya alam. 2. Prinsip partisipasi masyarakat: pengembangan harus didasarkan atas musyawarah dan persetujuan
masyarakat
setempat
serta
peka
dan
menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat di sekitar kawasan. 3. Prinsip ekonomi: pengembangan ekowisata harus memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di
11
wilayahnya untuk memastikan bahwa daerah yang masih alami dapat mengembangkan pembangunan yang berimbang antara kebutuhan pelestarian lingkungan dan kepentingan semua pihak.
2.1.3.3 Dampak Ekowisata Pariwisata (ekowisata) dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi penting tetapi apabila tidak dilakukan dengan benar, maka pariwisata berpotensi menimbulkan masalah atau dampak negatif terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan Suwantoro (1997) sebagaimana dikutip Tafalas (2010). Kristanto (2004) mendefinisikan dampak sebagai adanya suatu benturan antara dua kepentingan yang berbeda, yaitu kepentingan pembangunan dengan kepentingan usaha melestarikan kualitas lingkungan yang baik. Dampak yang diartikan dari benturan antara dua kepentingan itupun masih kurang tepat karena yang tercermin dari benturan tersebut hanyalah kegiatan yang menimbulkan dampak negatif. Pengertian ini pula yang dahulunya banyak di tentang oleh para pemilik atau pengusul proyek. Dalam perkembangan selanjutnya, yang dianalisis bukan hanya dampak negatifnya saja melainkan juga dampak positifnya dan dengan bobot analisis yang sama. Apabila didefinisikan lebih lanjut, maka dampak adalah setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungan akibat adanya aktifitas manusia. Disini tidak disebutkan karena adanya proyek, karena proyek sering diartikan sebagai bangunan fisik saja, sedangkan banyak proyek yang bangunan fisiknya relatif kecil atau tidak ada, tetapi dampaknya besar. Jadi yang menjadi objek pembahasan bukan saja dampak proyek terhadap lingkungan, melainkan juga dampak lingkungan terhadap proyek. Yoeti (2008) mengemukakan bahwa pariwisata (termasuk ekowisata) sebagai katalisator dalam pembangunan karena dampak yang diberikannya terhadap kehidupan perekonomian di negara yang dikunjungi wisatawan. Kegiatan ekowisata memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosialbudaya, ekonomi, dan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif. Berdasarkan kacamata ekonomi makro, jelas pariwisata (termasuk ekowisata) memberikan dampak positif yaitu:
12
1. Dapat menciptakan kesempatan berusaha. 2. Dapat meningkatkan kesempatan kerja (employemt). 3. Dapat
meningkatkan
pendapatan
sekaligus
mempercepat
pemerataan
pendapatan masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relatif cukup besar itu. 4. Dapat meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah. 5. Dapat meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB). 6. Dapat mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya. 7. Dapat memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran mengalami surplus, dengan sendirinya akan memperkuat neraca pembayaran Indonesia, dan sebaliknya. (Yoeti 2008) Dampak negatif yang terjadi akibat pengembangan pariwista (termasuk ekowista) adalah: 1. Sumber-sumber
hayati menjadi rusak,
yang
menyebabkan Indonesia
kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang. 2. Pembuangan sampah sembarangan selain menyebabkan bau tidak sedap, juga membuat tanaman di sekitarnya mati. 3. Sering terjadi komersialisasi seni-budaya. 4. Terjadi demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara berpakaian anak-anak sudah mendunia berkaos oblong dan bercelana kedodoran (Yoeti 2008) Adikampama (2009) menyatakan adanya permasalahan pembangunan ekonomi masyarakat pedesaan karena ketidakmampuan masyarakat dalam mengidentifikasi manfaat pariwisata, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, masih lemahnya akses ke pasar, permodalan serta ketidakberdayaan organisasi kemasyarakatan. Selain itu, sampai saat ini pendistribusian manfaat dari pariwisata alam secara langsung kepada masyarakat menjadi permasalahan tersendiri dalam pembangunan ekonomi masyarakat pedesaan. Masyarakat belum secara optimal mendapatkan manfaat pariwisata alam akibat masih besarnya impor barang dan jasa dari luar wilayah pedesaan.
13
Pedersen (1991) sebagaimana di kutip oleh Ross dan Wall (1999) menyatakan
bahwa
ekowisata
memberikan
sebuah
pengalaman
yang
menyenangkan di alam, Fungsi dasar ekowisata adalah perlindungan terhadap daerah alami, menghasilkan pendapatan, pendidikan dan partisipasi lokal, dan peningkatan
kapasitas. Selain
manfaat
ekonomi,
pariwisata
juga
dapat
berkontribusi terhadap peningkatan apresiasi antarbudaya dan pemahaman baik bagi masyarakat tuan rumah dan wisatawan. Brandon (1996) sebagaimana dikutip oleh Ross dan Wall (1999) mengemukakan pariwisata dapat menanamkan rasa kebanggaan untuk desa lokal dan dapat mempromosikan atau memperkuat warisan budaya.
2.1.4 Nilai Menurut Abdulsyani (1994) sebagaimana dikutip oleh Tafalas (2010) mengemukakan nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Nilai dapat dikatakan sebagai ukuran sikap dan perasaan seseorang atau kelompok yang berhubungan dengan keadaan baik buruk, benar salah, atau suka tidak suka terhadap suatu obyek baik material maupun non material. Sebagai contoh orang menolong itu baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Dalam kehidupan masyarakat apabila terdapat orang yang menolong orang lain maka akan dinilai bahwa orang tersebut merupakan orang baik. Sebaliknya, apabila seseorang melakukan perbuatan yang salah atau buruk seperti mencuri dan merampok maka akan dinilai sebagai orang yang buruk. Penilaian seseorang terkadang merupakan hal penting yang diperhatikan oleh masyarakat.
2.1.5 Interaksi Sosial Soekanto (1990) mengemukakan bahwa interaksi sosial adalah hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan orangorang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Kata kontak berasal dari bahasa latin con atau cum (yang artinya
14
bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh), jadi artinya secara harafiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, oleh karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya. Komunikasi adalah seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Menurut
Soekanto
(1990)
proses
sosial
yang
mendekatkan atau
mempersatukan dapat diperinci sebagai berikut: 1. Kerjasama berarti bekerja bersama dalam rangka mencapai sesuatu tujuan bersama. Istilah kerjasama disini adalah padanan kata cooperation (co: bersama; operate: bekerja). 2. Akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu menunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi menunjuk pada sutu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. 3. Asimilasi merupakan proses-proses sosial dalam taraf lanjut. Hal ini ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Menurut Soekanto (1990) proses sosial yang menjauhkan/mempertentangkan (disosiatif) dapat diperinci sebagai berikut: 1. Persaingan (competition) adalah proses sosial dimana individu atau kelompokkelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum
15
dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakaan ancaman atau kekerasan. 2. Kontravensi merupakan bentuk antara persaingan dan konflik. Kontravensi terdapat tiga tipe umum yaitu kontravensi generasi masyarakat, kontravensi seks, dan kontravensi parlementer. 3. Pertentangan (pertikaian atau conflict) adalah proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/atau kekerasan.
2.2 Kerangka Pemikiran Adanya sumberdaya alam di suatu daerah menimbulkan keterlibatan stakeholders diantarannya, pemerintah (pihak TNGHS), swasta, dan masyarakat lokal. Tingginya keterlibatan stakeholders memiliki hubungan dengan tingginya tingkat perkembangan ekowisata. Perkembangan ekowisata ini dilihat dari jumlah wisatawan yang datang. Jumlah wisatawan mengakibatkan dampak ekonomi yaitu tingkat pendapatan masyarakat lokal, dampak sosial yaitu tingkat kerjasama antar penduduk lokal, tingkat konflik antar penduduk lokal, dan dampak ekologi yaitu tigkat keterlibatan penduduk dalam konservasi sumberdaya alam lokal dan status pemukiman penduduk. Antara jumlah wisatawan dengan dampak ekonomi, sosial, dan ekologi terdapat variabel antara yaitu tingkat kesempatan kerja dan jumlah jam kerja di bidang ekowisata. Jumlah wisatawan juga mengakibatkan dampak sosial yaitu tingkat penilaian tentang gaya hidup dengan variabel antara yaitu tingkat komunikasi dan pandangan penduduk terhadap wisatawan (Gambar 1).
16
Tingkat Keterlibatan Stakeholders Pemerintah Swasta Masyarakat
Perkembangan ekowisata
Dampak Ekonomi Tingkat pendapatan masyarakat lokal
Variabel Antara: Tingkat kesempatan kerja Jumlah jam kerja pada bidang ekowisata
Jumlah wisatawan
Dampak Sosial Tingkat kerjasama antar penduduk lokal Tingkat konflik penduduk lokal
Dampak Ekologi Tingkat keterlibatan penduduk dalam konservasi sumberdaya alam lokal Status pemukiman penduduk Variabel Antara: Tingkat komunikasi
Variabel Antara: Pandangan penduduk terhadap wisatawan
Keterangan: : Fokus Penelitian Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Dampak Sosial Tingkat penilaian tentang gaya hidup
17
2. 3 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran maka diajukan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut 1.
H0:
Tidak terdapat beda nyata jumlah wisatawan di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
H1:
Terdapat beda nyata jumlah wisatawan di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
2.
H0:
Tidak terdapat beda nyata tingkat kesempatan kerja di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
H1:
Terdapat beda nyata tingkat kesempatan kerja di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
3.
H0:
Tidak terdapat beda nyata jumlah jam kerja pada bidang ekowisata di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
H1:
Terdapat beda nyata jumlah jam kerja pada bidang ekowisata di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
4.
H0:
Tidak terdapat beda nyata tingkat pendapatan masyarakat lokal di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata
H1:
Terdapat
beda nyata tingkat pendapatan masyarakat lokal di
kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata. 5.
H0:
Tidak terdapat beda nyata tingkat kerjasama antar penduduk lokal di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
H1:
Terdapat beda nyata tingkat kerjasama antar penduduk lokal di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
6.
H0:
Tidak terdapat beda nyata tingkat konflik penduduk lokal di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
H1:
Terdapat beda nyata tingkat konflik penduduk lokal di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
7.
H0:
Tidak terdapat beda nyata tingkat keterlibatan penduduk dalam konservasi sumberdaya alam lokal di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
H1:
Terdapat beda nyata tingkat keterlibatan penduduk dalam konservasi sumberdaya alam lokal di kedua kampung sebagai
18
akibat adanya ekowisata. 8.
H0:
Tidak terdapat beda nyata status pemukiman penduduk di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
H1:
Terdapat beda nyata status pemukiman penduduk di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
9.
H0:
Tidak terdapat beda nyata tingkat komunikasi di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
H1:
Terdapat beda nyata tingkat komunikasi di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
10.
H0:
Tidak terdapat beda nyata pandangan penduduk lokal terhadap jumlah wisatawan di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
H1:
Terdapat beda nyata pandangan penduduk lokal terhadap jumlah wisatawan di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
11.
H0:
Tidak terdapat beda nyata tingkat penilaian tentang gaya hidup di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
H1:
Terdapat beda nyata tingkat penilaian tentang gaya hidup di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata.
2.4 Definisi Operasional 1. Jumlah wisatawan adalah banyaknya wisatawan yang datang untuk mengunjungi kawasan ekowisata selama satu tahun. Pengukuran ini dengan ada atau tidak peningkatan wisatawan. a. Tidak ada peningkatan wisatawan, skor 0 b. Ada peningkatan wisatawan, skor 1 2. Tingkat kesempatan kerja adalah peluang responden untuk memperoleh pekerjaan selain dari pekerjaan utamanya. Pengukuran tingkat kesempatan kerja dengan ada atau tidaknya kesempatan kerja. a. Tidak ada kesempatan kerja, skor 0 b. Ada kesempatan kerja, skor 1 3. Jumlah jam kerja dalam bidang ekowisata adalah keseluruhan waktu yang dimanfaatkan responden pada kegiatan ekowisata. Ukuran untuk mengukur
19
variabel ini adalah jam kerja, perubahan alokasi waktu, dan penambahan kesibukan. 4. Tingkat pendapatan adalah jumlah pemasukan yang diterima seseorang yang dihitung selama kurun waktu satu tahun. Pengukuran didasarkan pada rata-rata pendapatan rumah tangga yang berasal dari pertanian dan non pertanian pada total sampel yang diukur. Penentuan kategori berdasarkan sebaran normal pendapatan yang di peroleh dari kedua kampung yang dihitung secara terpisah dengan menggunakan rumus. Kategori pendapatan rendah diperoleh dengan menghitung pendapatan rata-rata dikurangi setengah standar deviasi. Kategori pendapatan tinggi diperoleh dengan menghitung pendapatan rata-rata ditambah setengah standar deviasi. Sedangkan kategori pendapatan sedang diperoleh selang antara pendapatan rendah dan pendapatan tinggi. a. Lapisan Bawah=
-½ standar deviasi
b. Lapisan Menengah = c. Lapisan Atas:
- ½ standar deviasi ≤ x ≤
+ ½ standar deviasi
+½ standar deviasi
5. Tingkat kerjasama antar penduduk adalah banyaknya kegiatan kerjasama yang diikuti oleh responden. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk variabel ini adalah frekuensi kerjasama dan keterlibatan responden dalam kerjasama. a. Tidak pernah, skor 0 b. Jarang, skor 1 c. Sering, skor 2 d. Selalu, skor 3 6. Tingkat konflik adalah keterlibatan responden dalam tindakan-tindakan konflik untuk memenuhi kepentingan masing-masing. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk variabel ini adalah frekuensi dan keterlibatan responden dalam pertentangan. a. Tidak, skor 0 b. Ya, skor 1 7. Tingkat keterlibatan penduduk dalam konservasi sumberdaya alam lokal adalah intensitas responden terlibat dalam tindakan-tindakan konservasi terhadap sumberdaya alam yang ada.
20
a. Tidak terlibat, skor 0 b. Terlibat, skor 1 8. Status pemukiman adalah kondisi pemukiman akibat adanya kegiatan ekowisata. Status pemukiman dilihat dari kondisi lingkungan. a. Tidak terjadi perubahan lingkungan, skor 0 b. Terjadi perubahan lingkungan, skor 1 9. Tingkat komunikasi adalah intensitas kejadian pertukaran pemikiran/perasaan diantara dua orang atau lebih. Ukuran yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah frekuensi komunikasi. a. Tidak melakukan komunikasi, skor 0 b. Melakukan komunikasi, skor 1 10. Pandangan penduduk terhadap wisatawan adalah sejauhmana responden memiliki pandangan terhadap wisatawan yang datang. a. Penduduk tidak memiliki kesan kepada wisatawan, skor 0 b. Penduduk memiliki kesan kepada wisatawan, skor 1 11. Tingkat Penilaian tentang gaya hidup adalah keseluruhan sikap, dan pandangan, serta pola pikir responden terhadap gaya hidup wisatawan. Pengukuran tingkat penilaian tentang gaya hidup dilihat dari sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. a. Sangat Tidak setuju, skor 0 b. Tidak Setuju, skor 1 c. Kurang Setuju, skor 2 d. Setuju, skor 3 e. Sangat setuju, skor 4
21
BAB III PENDEKATAN LAPANG
3.1 Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh
pendekatan
kualitatif.
Pendekatan
kuantitatif
pada
penelitian
ini
menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun 1989). Sedangkan metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendukung penelitian kuantitatif yang dilakukan melalui observasi, dan wawancara mendalam. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui dampak sosio-ekonomi dan sosio-ekologi masyarakat yang menjadi sampel penelitian. Sedangkan metode kualitatif digunakan untuk mendukung penelitian kualitatif. Pengambilan data dilakukan dua tahap. Tahap pertama, dilakukan pengambilan data melalui kuesioner kepada beberapa responden dan informan untuk melakukan test kuesioner. Tahap kedua, setelah menggunakan test kuesioner (uji kuesioner) kemudian dilakukan editing kuesioner sebagai penelitian sesungguhnya yang disesuaikan dengan karakteristik masyarakat dan daerah lokasi penelitian.
3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil kuesioner, wawancara, dan pengamatan. Sedangkan data sekunder sebagai data pendukung yang diperoleh melalui studi literatur berupa dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian seperti buku, internet, dokumen pemerintah desa, dokumen taman nasional, skripsi, dan tesis.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan karakteristik yang sesuai dengan
22
penelitian. Desa Malasari merupakan desa yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan memiliki kampung yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS). TNGHS merupakan kawasan ekowisata meliputi atraksi budaya, keindahan tanaman, dan hewan liar. Adanya ekowisata menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan ekologi. Alasan tersebut sehingga desa ini dipilih menjadi tempat penelitian. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan yaitu bulan Maret hingga April 2011 kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data dan hasil penulisan skripsi pada bulan Mei-Juli 2011.
3.4 Teknik Penentuan Responden Subyek penelitian yaitu responden dan informan. Informan adalah pihakpihak yang berpotensi untuk memberikan informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain, dan lingkunganya. Data penelitian kuantitatif diperoleh melalui kuesioner dengan menggunakan teknik wawancara langsung kepada responden. Kemudian hasil kuesioner tersebut dicatat seperti apa adanya dan diolah dengan melakukan analisis dan interpretasi, selanjutnya dilakukan pembuatan kesimpulan tentang hasil kuesioner. Sedangkan data dari pendekatan kualitatif dilakukan melalui pengamatan langsung, wawancara mendalam, dan dokumen. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik snowball sampling (teknik bola salju). Berdasarkan metode bola salju, seorang subyek akan menunjukkan kepada peneliti subyek selanjutnya untuk diwawancarai. Informan terdiri dari TNGHS, LSM, pemerintah desa, serta masyarakat lokal. Informan dalam penelitian ini yaitu Bapak Nur Faizin selaku Kepala Urusan Pemanfaatan Jasa Lingkungan TNGHS, Bapak Suryana selaku pengelola homestay dan ketua KSM, Bapak Teguh Hartono selaku ketua Yayasan Ekowisata Halimun (YEH) yang juga ketua Yayasan Ekowisata Bogor, Bapak Sukanar selaku sekretaris desa, Bapak Agus selaku Kaur Keuangan, Bapak Engkus selaku ketua RT, dan Bapak Akung selaku tokoh agama. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik simple cluster random sampling. Seluruh kampung penelitian dibagi menjadi dua kluster yaitu kampung yang jauh dan kampung yang dekat jaraknya/aksesnya dengan ekowisata. Jumlah kampung sampel ditentukan secara purposif yaitu dua
23
kampung. Kedua kampung yang masing-masing memiliki satu RT/RW kemudian menjadi sampel. Responden dipilih secara acak sebanyak 30 responden untuk masing-masing kampung yang dijadikan sampel penelitian. Jumlah total responden adalah 60 individu. Secara lebih rinci teknik pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Desa Malasari Jumlah total kampung: 49 kampung
Kampung dengan akses dekat ekowisata: Citalahab Central (RT 03/09) Penentuan secara purposif
Kampung dengan akses jauh ekowisata: Citalahab Kampung (RT 05/11) Penentuan secara purposif
Jumlah penduduk sebanyak 85 jiwa (populasi)
Jumlah penduduk sebanyak 82 jiwa (populasi)
Secara acak dipilih 30 responden
Secara acak dipilih 30 responden
Jumlah total: 60 responden (kerangka sampling) Gambar 2 Teknik Kerangka Sampling dalam Pengambilan Responden
Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Populasi sampling dari penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berada di Citalahab Central dan Citalahab Kampung dengan total penduduk 167 penduduk. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang mengikuti kegiatan ekowisata dan yang tidak mengikuti kegiatan ekowisata (studi perbandingan) dengan total penduduk 120 penduduk. Kerangka sampling pada penelitian ini adalah penduduk yang berusia produktif berkisar antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun dengan total 60 penduduk.
24
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan uji statistik. Analisis deskriptif adalah analisis data yang dimaksudkan untuk mengungkapkan keadaan atau karakteristik data sampel untuk masing-masing variabel penelitian secara tunggal. Analisis ini menggunakan teknik-teknik statistik deskriptif yang meliputi tabel frekuensi, grafik, ukuran pemusatan, dan ukuran penyebaran. Data yang telah dikumpulkan dengan kuesioner diolah secara kuantitatif. Langkah yang dalam pengolahan data meliputi (1) editing kuesioner, (2) pengkodean data, (3) pemindahan data ke lembar penyimpanan data (perangkat lunak yang digunakan adalah microsoft excel 2007), (4) mengubah data dari microsoft excel ke SPPS 16 for windows untuk memudahkan pembersihan dan pengolahan data, (5) pembersihan data dan perapian data, (6) pengolahan sesuai rencana analisis. Langkah pertama yang dilakukan adalah editing kuesioner untuk memperoleh data yang lengkap, ketelitian, dan kelogisan jawaban. Setelah data terkumpul lengkap dan benar maka dilakukan pengkodean. Hal ini untuk memudahkan penyimpanan data di microsoft excel 2007. Data yang ada diperangkat lunak kemudian dibuat menjadi tabel frekuensi untuk menghitung jumlah responden dengan kategori tertentu. Data yang ada kemudian dianalisis statistik menggunakan program 16 for windows. Analisis statistik yang diigunakan yaitu independensi Chi-Square untuk menguji hipotesis mengenai hubungan antara dua variabel (bivariat) yang salah satu variabelnya berukuran nominal. Analisis Chi-Square untuk melihat perbedaan di kedua kampung setelah adanya ekowisata. Sedangkan untuk pendekatan kualitatif digunakan untuk memberikan penguatan dari data yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan pengamatan. Gabungan data tersebut diolah dan dianalisis dengan disajikan dalam bentuk teks naratif, grafik, box, kolom, pie chart atau bagan, kemudian ditarik kesimpulan dari semua data yang telah diolah.
25
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Taman Nasional Gunung Halimun-Salak 4.1.1 Sejarah Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Sesuai dengan fungsinya, taman nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pendidikan, penelitian, pengembangan budidaya, rekreasi, dan pariwisata. Pemanfaatan taman nasional banyak terlibat sektor pelayanan jasa, dengan konsepsi pemanfaatan sumberdaya alam yang berkesinambungan.
Taman
Nasional
Gunung
Halimun-Salak
(TNGHS)
ditetapkan sebagai salah satu taman nasional di Indonesia berawal dari proses penunjukkan taman nasional sebelumnya dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Februari 1992 dengan luas 40.0000 Ha sebagai Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) dan resmi ditetapkan pada tanggal 23 Maret 1997 sebagai salah satu unit pelaksana teknis di Departemen Kehutanan. Kondisi sumberdaya alam hutan semakin terancam rusak dan adanya desakan para pihak yang peduli konservasi alam, kawasan TNGH ditambah dengan kawasan Gunung Salak, Gunung Endut dan kawasan di sekitarnya yang status sebelumnya merupakan hutan produksi terbatas dan hutan lindung yang dikelola Perum Perhutani diubah fungsinya menjadi hutan konservasi. Satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) melalui SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003 dengan luas total 113.357 Ha. Tahun 1995 sampai 2003 kawasan ini dipilih sebagai lokasi Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati. Tahun 2004 sampai 2009 oleh Proyek Pengelolaan Taman Nasional yang merupakan proyek kerjasama antara pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintahan Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). Potensi biologis ataupun ekologis TNGHS dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga dan menentukan bagi wilayah di sekelilingnya. Sehingga kawasan ini dapat dianggap sebagai stok air
26
yang cukup besar untuk kawasan utara dan selatan Jawa Barat maupun propinsi Banten.
4.1.2 Kondisi Geografis Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Secara geografis Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) terletak pada 106o BT – 106o BT dan 06o LS – 06o LS. Iklim di TNGHS adalah iklim Monsoon Tropis. Musim penghujan dengan curah hujan berkisar antara 400 mm/bulan - 600 mm/bulan terjadi pada bulan Oktober - April merupakan musim penghujan, sedangkan musim kemarau berlangsung dari bulan MeiAgustus dengan curah hujan sekitar 200 mm/bulan. Suhu udara rata-rata bulanan 31,8o C dengan suhu terendah 19,7o C dan suhu tertinggi 33o C. Kelembaban udara rata-rata 88 persen. Rata-rata jumlah curah hujan di TNGHS cukup tinggi yaitu curah hujan minimum tahunan sebesar 209 mm/tahun, curah hujan maksimum 392 mm/tahun, Dengan hari hujan rata-rata adalah 145 hari/tahun. Jumlah ratarata bulan basah (curah hujan
100 mm/tahun) adalah sembilan bulan/tahun.
Dengan tingginya curah hujan, suhu dan kelembaban udara, menjadikan kawasan TNGHS sebagai hutan hujan tropis yang lebat dan selalu basah. TNGHS mempunyai topografi yang bergelombang, berbukit-bukit dan bergunung dengan ketinggian tempat bervariasi mulai 500 m dpl. - 2.210 m dpl. Tempat tertinggi merupakan puncak Gunung Salak I dengan ketinggian 2.210 m dpl. Wilayah TNGHS termasuk kedalam dua provinsi (Jawa Barat dan Banten), tiga kabupaten (Bogor, Sukabumi, dan Lebak) yang terbagi ke dalam 26 kecamatan dan terdiri dari 106 desa. Di samping desa-desa yang berada di sekitar TNGHS, beberapa perusahaan pertambangan juga beroperasi di kawasan TNGHS, yaitu PT ATG yang melakukan penambangan emas di Cikidang, (kabupaten Lebak), Pongkor (kabupaten Bogor), dan PT CRN yang melakukan penambangan geothermal di Gunung Salak. Perusahaan perkebunan yang beroperasi di sekitar TNGHS antara lain adalah PT. NAG, PTPN VIII Cianten, PTPN VIII Cisalak Baru dan PT JNA
27
4.1.3 Pariwisata Taman Nasional Gunung Halimun-Salak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak memiliki beberapa potensi obyek wisata alam, sejarah, dan aktivitas budaya masyarakat lokal yang dapat dikembangkan menjadi paket-paket kegiatan parwisata khususnya kegiatan ekowisata, seperti air terjun (curug), puncak gunung, kawah ratu, bumi perkemahan, candi cibedug, gunung batu dan cadas belang, jembatan tajuk (canopy trail), perkebunan, arung jeram dan pantai selatan, seren taun, kuburan keramat, dan situs-situs masa lampau (sebagaimana pada lampiran 24). 4.2 Gambaran Umum Desa Malasari 4.2.1 Kondisi Geografis dan Infrastruktur Desa Malasari Luas wilayah Desa Malasari adalah 8.262,22 Ha. Desa Malasari beriklim sedang dengan temperatur rata-rata 22-30 C pada siang hari dan 27–35 C derajat pada malam hari, dengan ketinggian + 800 sampai dengan 1880 m diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata pertahun adalah 2500 mm-3000mm. Batas-batas Desa Malasari sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cisarua dan Curug Bitung, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bantar Karet, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kabupaten Sukabumi dan Provinsi Banten, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kiarasari Kecamatan Sukajaya. Jarak pusat pemerintahan Desa Malasari dengan kecamatan Nanggung sejauh 17 km, jarak dengan Kabupaten Bogor sejauh 68 km, jarak dengan provinsi Jawa Barat sejauh 185 km dan jarak dengan ibukota Negara RI yaitu Jakarta sejauh 98 km. Desa Malasari terbagi dalam empat dusun dan 49 kampung. Sarana dan prasarana pendidikan meliputi: enam buah gedung Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), 12 buah gedung Madrasah, lima buah TKB SLTP Terbuka yang pada pagi harinya merupakan gedung SD dan siang harinya dijadikan sekolah terbuka. Selanjutnya desa memiliki gedung Taman KanakKanak (TK)/Pendidikan Anak Usia Dunia (PAUD) sebanyak satu buah, gedung pondok pesantren sebanyak lima buah dan gedung Tsanawiyah sebanyak satu buah. Desa ini tidak memiliki gedung Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan gedung Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sehingga penduduk yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi harus ke luar desa.
28
4.2.2 Kondisi Sosial dan Ekonomi Penduduk Jumlah penduduk Desa Malasari sebanyak 8.168 jiwa dengan rincian lakilaki sebanyak 4.183 jiwa dan perempuan sebanyak 3.985 jiwa. Jumlah kepala keluarga sebanyak 2.414 KK. Berdasarkan kepercayaannya seluruh penduduk Desa Malasari beragama Islam. Tabel 1 mengemukakan data kependudukan Desa Malasari sampai Januari 2011 berdasarkan golongan umur. Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Golongan Umur di Desa Malasari Tahun 2011 No
Umur (Tahun)
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
1.
0-4
926
11,34
2.
5-9
737
9,02
3.
10-14
560
6,86
4.
15-19
726
8,89
5.
20-24
983
12,03
6.
25-29
770
9,43
7.
30-34
609
7,46
8.
35-39
536
6,56
9.
40-44
477
5,84
10.
45-49
345
4,22
11.
50-54
488
5,97
12.
55+
1 011
12,38
8 168
100,00
Total
Sumber: Data Kependudukan Desa Malasari, 2011 Tabel 1 menunjukkan bahwa penduduk Desa Malasari sebagian besar berada pada usia produktif yaitu antara umur 15 tahun sampai 64 tahun sebanyak 9.019 jiwa. Penduduk yang usianya belum produktif yaitu usia kurang dari 15 tahun sebanyak 2.223 jiwa atau sebesar 27,22 persen. Sedangkan penduduk diatas 65 tahun sebanyak 443 jiwa dari total jumlah penduduk. Kemudian jumlah penduduk desa yang memasuki usia sekolah sebanyak 5.987 jiwa, untuk lebih jelasnya data pada Tabel 2 dibawah ini memaparkan mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Malasari.
29
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Tingkat Pendidikan di Desa Malasari Tahun 2011 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Tingkat Pendidikan Belum Sekolah dan Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi/Sarmud Tamat Perguruan Tinggi Tamat Tsanawiyah Tamat Aliyah Pesantrean Salapiah Pesantren Modern Total
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
2 181 4 663 563 267 52 9 217 46 165 5 8 168
26,70 57,09 6,89 3,27 0,64 0,11 2,66 0,56 2,02 0,06 100,00
Sumber: Data Kependudukan Desa Malasari, 2011
Tabel 2 menunjukkan bahwa penduduk desa yang belum sekolah dan tidak tamat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 2.181 jiwa atau sebesar 26,70 persen. Penduduk yang tamat SD sebanyak 4.663 jiwa atau sebesar 57,09 persen. Penduduk yang menyelesaikan sekolah hingga SLTP sebanyak 563 jiwa atau sebesar 6,89 persen, sementara penduduk yang tamat SLTA sebanyak 267 jiwa atau sebesar 3,27 persen. Penduduk yang tamat akademi/sarmud sebanyak 52 jiwa atau sebesar 0,64 persen, tamat perguruan tinggi sebanyak sembilan jiwa atau sebesar 0,11 persen, tamat tsanawiyah sebanyak 217 jiwa atau sebesar 2,66 persen, tamat aliyah sebanyak 46 jiwa atau sebesar 0,56 persen. Sedangkan penduduk yang mengikuti pesantren salapiah sebanyak 165 jiwa atau sebesar 2,02 persen, dan penduduk yang mengikuti pesantren modern sebanyak lima jiwa atau sebesar 0,06 persen. Berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Malasari berada pada tingkatan yang rendah, sehingga rendahnya tingkat pendidikan ini dapat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan penduduk setempat. Salah satu sebab rendahnya tingkat pendidikan karena akses penduduk terhadap pendidikan jauh dan kurang memadai.
30
Gambar 3 Mata Pencaharian Penduduk di Desa Malasari Tahun 2011
Gambar 3 mengemukakan mata pencaharian penduduk Desa Malasari didominasi oleh kegiatan di sektor pertanian yaitu sebanyak 4.376 jiwa atau sebesar 71 persen, swasta karyawan kebun sebanyak 875 jiwa atau sebesar 14 persen, peternak sebanyak 320 jiwa atau sebesar lima persen. Penduduk yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 317 jiwa atau sebesar lima persen, tukang ojeg sebanyak 137 jiwa atau sebesar dua persen, pengrajin sebanyak 53 jiwa atau sebesar satu persen. Mata pencaharian penduduk sebagai tukang bangunan sebanyak 45 jiwa atau sebesar satu persen, lain-lain (tukang kayu dan kerajinan tangan) sebanyak 41 jiwa atau sebesar 0.66 persen, seniman sebanyak 12 jiwa atau sebesar nol persen. Penduduk yang bekerja di bengkel sebanyak 10 jiwa atau sebesar nol persen, penjahit sebanyak tujuh jiwa atau sebesar nol persen, dan pensiunan sebanyak enam jiws atau sebesar nol persen. Sedangkan penduduk yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan tukang las sebanyak dua jiwa atau sebesar nol persen. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Malasari mayoritas bekerja sebagai petani baik itu pemilik tanah, petani penggarap, ataupun buruh tani. Hasil dari pertanian ini sebagian besar digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan hanya sedikit yang dijual.
31
4.2.3 Tata Guna Tanah di Desa Malasari Penggunaan lahan atau tanah di Desa Malasari persentase terbesar yaitu 51,44 persen atau seluas 971.22 Ha. Selain itu, penggunaan tanah oleh Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) seluas 647 hektar atau sebesar 34,27 persen, sawah seluas 95 hektar atau sebesar 5,03 persen, ladang atau huma seluas 65 hektar atau sebesar 3,44 persen, pemukiman seluas dua hektar atau sebesar 1,17 persen, dan lapangan olah raga seluas enam hektar atau sebesar 0,32 persen. Sungai, pemakaman/kuburan, dan tempat peribadatan masing-masing seluas lima hektar atau sebesar 0,26 persen. Penggunaan tanah lainnya untuk bangunan pendidikan seluas empat hektar atau sebesar 0,21 persen, kolam/tambak seluas tiga hektar atau sebesar 0,16 persen, dan untuk masing-masing penggunaan lahan untuk situ, perkantoran, bangunan industri, dan tanah pengangonan seluas dua hektar atau sebesar 0,11 persen. Penggunaan lahan sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Luas Lahan dan Persentasenya menurut Penggunaan Lahan di Desa Malasari Tahun 2011. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Penggunaan Lahan Perumahan Pemukiman dan Pekarangan Sawah Ladang/Huma Perkebunan Swasta Kolam/Tambak Sungai Jalan Situ Pemakaman/Kuburan Perkantoran Lapangan Olah Raga Tanah/Bangunan/Industri Tanah/Peribadatan Tanah/Bangunan Pendidikan Tanah Pengangonan Penggunaan TNGHS
Jumlah Sumber: Data Kependudukan Desa Malasari, 2011
Luas Lahan (Hektar)
Persentase (%)
22 95 65 971,22 3 5 52 2 5 2 6 2 5 4 2 647
1,17 5,03 3,44 51,44 0,16 0,26 2,75 0,11 0,26 0,11 0,32 0,11 0,26 0,21 0,11 34,27
1 888,22
100,00
32
Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan terbesar untuk perkebunan swasta, TNGHS dan sawah. Sebagian besar penduduk Desa Malasari bekerja sebagai petani atau karyawan swasta di perkebunan. 4.3 Gambaran Umum Citalahab Central dan Citalahab Kampung Citalahab Central merupakan kampung yang aksesnya dekat ekowisata, pusat dari kegiatan wisatawan yang datang, dan termasuk jalur jalan yang dilewati penduduk atau pengunjung. Citalahab Kampung merupakan kampung yang aksesnya jauh dari kawasan ekowisata, dan jauh dari jalan. Jalan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jalan yang biasanya digunakan oleh penduduk ataupun wisatawan untuk beraktifitas atau jalan yang akan menghubungkan dengan jalan utama. Nama Citalahab Central memiliki arti tersendiri. “ Nama Citalahab Central sendiri berarti tempat atau kampung yang akan menjadi pusat atau sentral dari wisata. Apabila pengunjung atau wisatawan datang maka tempat menginap dan segala aktivitas yang dapat membantu wisatawan berada di Citalahab Central seperti penginapan, pemandu, maupun catering”. (Bpk Ody, 32 tahun, karyawan TNGHS). Citalahab Central dan Citalahab Kampung memiliki karakterisitik yang berbeda. Letak kedua kampung ini berada di dalam kawasan taman nasional. Jarak yang ditempuh agar sampai ke kampung ini cukup jauh. Jarak dari kantor Desa Malasari ke kampung yang dituju membutuhkan waktu 120 menit menggunakan sepeda motor karena tidak ada transportasi atau kendaraan menuju kampung tersebut. Jalan menuju kampung cukup sulit karena berbatu dan tidak di aspal dan sepanjang jalan dapat melihat pohon dan beberapa kali melewati kebun teh. Sedangkan jarak antara Citalahab Central dan Citalahab Kampung sekitar 90 menit jalan kaki dan 50 menit menggunakan sepeda motor. Wisatawan yang datang akan lebih sering ditemukan di Citalahab Central. Hal ini karena wisatawan yang datang akan menginap di kampung tersebut dan dipandu oleh masyarakat lokal untuk menikmati obyek yang ada. Sedangkan pada Citalahab Kampung mereka jarang melihat wisatawan jika melihatpun hanya sesekali. “Jika wisatawan jarang yang datang ke sini (Citalahab Kampung), kalaupun ada itu jarang sekali dan biasanya hanya menanyakan arah. Warga melihat wisatawan jika sedang bekerja di kebun teh, biasanya
33
ada wisatawan yang sedang jalan-jalan”. (Bpk Ndy, 48 tahun, warga Citalahab Kampung) Mata pencaharian di Citalahab Central meliputi petani, pemetik teh, sopir truk pengangkut
teh, pedagang, pemilik penginapan, pemandu wisata,
catering/memasak, bekerja di bunga potong, dan karyawan taman nasional. Sedangkan penduduk Citalahab Kampung memiliki pekerjaan sebagai petani, pedagang, pemetik teh, dan ada pula yang bekerja ke luar desa. Jenis mata pencaharian yang berkaitan dengan ekowisata hanya ada di Citalahab Central yang merupakan pusat untuk kegiatan wisatawan. Bidang pertanian antara kedua kampung sama-sama memiliki lahan pertanian yang tidak terlalu luas. Hasil pertanian yang diperoleh khususnya padi tidak dijual oleh petani. Hal ini karena lahan pertanian yang digunakan tidak luas sehingga hasil yang didapatkan tidak terlalu banyak dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi petani. Di Citalahab Central karena pusat aktifitas ekowisata maka tidak diperbolehkan untuk menambah bangunan milik pribadi dan merambah hutan. Status lahan yang ada di Citalahab Central dan Citalahab Kampung merupakan lahan milik Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS). Penduduk lokal dapat memanfaatkan lahan yang ada di kawasan TNGHS baik untuk sawah dan pemukiman. Namun, tidak boleh menambah bangunan yang telah ada tanpa izin dan pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak TNGHS.
4.4 Karakteristik Responden Rata-rata umur responden yaitu 37 tahun. Tingkat Pendidikan Citalahab Central dan Citalahab Kampung terlihat pada Gambar 4 Mayoritas pendidikan di kedua kampung berada pada tingkat tamat Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 60 persen atau sebanyak 18 responden pada Citalahab Central dan sebesar 47 persen atau sebanyak 14 responden pada Citalahab Kampung. Di Citalahab Central sebanyak delapan responden atau sebesar 27 persen tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), sebanyak tiga responden atau sebesar 10 persen tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), dan sebanyak satu reponden atau sebesar tiga persen tidak sekolah. Sedangkan pada Citalahab Kampung sebanyak delapan responden atau sebesar 27 persen tidak sekolah dan tidak tamat sekolah.
34
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu
Gambar 4. Persentase Tingkat Pendidikan Responden di Desa Malasari Tahun 2011
Rendahnya tingkat pendidikan karena aksesnya yang jauh dan gedung sekolah yang tidak memadai. Di Citalahab Central sendiri apabila akan sekolah harus menempuh jarak sekitar 60 menit mengunakan sepeda motor menuju sekolah terdekat di perkebunan swasta. Hal ini serupa dengan Citalahab Kampung yang harus menempuh jarak sekitar 80 menit perjalanan dengan menggunakan sepeda motor karena tidak ada kendaraan umum ditempat ini. Apabila akan melanjutkan sekolah ke menengah atas yang berada di sekitar kantor desa dari Citalahab Central dan Citalahab Kampung memerlukan waktu dua sampai tiga jam mengendarai motor atau harus pergi ke luar desa seperti Leuwiliang. “Di sini (Citalahab Kampung) tidak ada bangunan sekolah, jadi harus pergi ke Nirmala kalau mau sekolah dan itu harus menggunakan sepeda motor sekitar 30 sampai 40 menit. Jika ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi harus ke luar desa dan itu pasti membutuhkan uang yang lebih banyak, Biasanya pendidikan di sini sampai SD atau SMP saja kemmudian bekerja. Kalau dulu karena sekolah susah jadi sampai SD saja itu juga dan banyak yang tidak sekolah atau tidak tamat SD karena jalan yang begitu jauh”. (Ibu Anh, 44 tahun, warga Citalahab Kampung) Penyebab penduduk tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi selain karena aksesnya yang jauh, juga karena tidak ada biaya. Hal ini karena apabila anak mereka melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi maka harus ke luar desa dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Rendahnya tingkat pendidikan dapat berimplikasi pada kondisi perekonomian responden dan perilaku responden terhadap lingkungan. Sementara itu, pada sektor pekerjaan mayoritas penduduk
35
Citalahab Kampung bekerja di sektor pertanian dan mayoritas penduduk Citalahab Central bekerja di sektor pertanian dan non pertanian.
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu
Gambar 5. Persentase Responden berdasarkan Sektor Pekerjaan di Desa Malasari Tahun 2011
Berdasarkan Gambar 5, mayoritas penduduk Citalahab Kampung memiliki matapencaharian di bidang pertanian yaitu sebesar 55 persen atau sebanyak 18 responden. Pekerjaan ini meliputi bertani dan menjadi buruh pemetik teh. Sebanyak enam responden atau sebanyak 18 persen bergerak di bidang non pertanian, serta bidang pertanian dan non pertanian. Penduduk Citalahab Central sebanyak 11 responden atau sebesar 33 persen bergerak di dua bidang yaitu pertanian dan non pertanian. Penduduk di kampung ini selain bekerja sebagai petani atau buruh pemetik teh juga bekerja di bidang jasa ekowisata. Pekerjaan ini meliputi warung, pemandu, penginapan, memasak, pembawa barang/ porter, dan bekerja di bunga potong. Penduduk yang bekerja di sektor non pertanian sebesar 27 persen atau sebanyak 9 responden, sedangkan di sektor pertanian dan non pertanian sebesar 30 persen atau sebanyak 10 responden. Pekerjaan non pertanian meliputi pekerjaan di sektor ekowisata, karyawan TNGHS, dan karyawan bunga potong. Kependudukan pada penelitian ini dibedakan menjadi dua kategori, yaitu penduduk asli dan penduduk pendatang. Penduduk asli dalam hal ini didefinisikan sebagai setiap orang yang telah lahir dan bertempat tinggal di daerah atau lokasi penelitian, sedangkan penduduk pendatang merupakan setiap orang yang lahir di luar lokasi penelitian.
36
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu
Gambar 6. Persentase Kelompok Responden berdasarkan Asal Kependudukan di Desa Malasari Tahun 2011
Gambar 6 menunjukkan sebesar 70 persen atau sebanyak 23 responden merupakan penduduk asli Citalahab Central dan sebesar 21 persen atau sebanyak tujuh responden merupakan pendatang. Sementara itu, di Citalahab Kampung sebesar 85 persen atau sebanyak 28 responden merupakan penduduk asli dan sebesar enam persen atau sebanyak dua responden merupakan pendatang. Jumlah pendatang di Citalahab Central lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pendatang Citalahab Kampung. Hal ini karena jumlah pendatang tersebut bekerja sebagai karyawan TNGHS, ada pula penduduk yang bekerja di Bogor kemudian menikah dengan penduduk asli Citalahab Central. Maka, mayoritas penduduk di kedua kampung adalah penduduk asli dengan mayoritas Suku Sunda.
4.5 Ikhtisar Karakteristik responden dengan jumlah total 66 orang berdasarkan asal kependudukan, suku, matapencaharian, tingkat pendidikan, dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Karakteristik Responden di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Aspek Penelitian Citalahab Cemtral Citalahab Kampung Asal Kependudukan Suku Mata pencaharian Tingkat Pendidikan
Asli Sunda Pertanian dan Non Pertanian Tamat SD
Asli Sunda Pertanian Tamat SD
37
Tabel 4 menunjukkan responden merupakan penduduk asli dan mayoritas suku sunda. Mata pencaharian yang dimiliki beragam, pada Citalahab Central penduduknya bekerja pada sektor pertanian dan non pertanian. Hal ini karena kampung ini berada dekat dengan ekowisata sehingga masyarakatnya memiliki mata pencaharian di sektor ekowisata berupa jasa. Sedangkan Citalahab Kampung yang jaraknya jauh dengan ekowisata tidak memiliki mata pencaharian lain selain pertanian. Tingkat pendidikan kedua kampung yaitu tamat SD (Sekolah Dasar). Namun, persentase Citalahab Centra (60 persen) lebih besar dibandingkan Citalahab Kampung (47 persen). Hal ini karena matapencaharian penduduk Citalahab Central pada dua sektor pertanian dan non pertanian meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga mereka dapat menyekolahkan anak-anaknya.
38
BAB V DAMPAK SOSIO-EKONOMI EKOWISATA 5.1 Pengantar Ekowisata adalah wisata berbasis alam yang melibatkan pendidikan, interpretasi dari lingkungan, dan dikelola secara berkelanjutan. Adanya ekowisata mempengaruhi
kehidupan
masyarakat
disekitar
kawasan.
Perkembangan
ekowisata salah satunya dapat terlihat dari jumlah pengunjung/wisatawan. Wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan alam maupun kebudayaan akan memberikan dampak bagi masyarakat di sekitar kawasan ekowisata tersebut. Dampak ini meliputi dampak ekonomi, sosial, dan ekologi. Bab 5 ini akan membahas mengenai dampak sosio-ekonomi yang dialami oleh masyarakat akibat adanya ekowisata. Penelitian ini merupakan studi perbandingan antara kampung dengan akses ekowisata yang dekat (Citalahab Central) dan kampung dengan akses ekowisata yang jauh (Citalahab Kampung). Bab
ini
akan
membahas
dampak
sosiso-ekonomi
yang
meliputi
wisatawan/pengunjung yang datang, struktur pendapatan, kesempatan kerja, jam kerja pada bidang ekowisata, kerjasama antar penduduk, dan konflik antar penduduk. 5.2 Wisatawan/pengunjung Ekowisata Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) meliputi air terjun, puncak gunung, kawah ratu, bumi perkemahan, candi bedug, gunung batu, cadas belang, jembatan tajuk (canopy trail), kuburan keramat dan situs-situs lampau, arung jeram, dan seren taun. Wisatawan yang datang biasanya mengunjungi obyek-obyek yang ada, misalnya jika wisatawan datang ke Citalahab Central mereka akan mengunjungi air terjun, bumi perkemahan, puncaak gunung, jembatan tajuk, dan melihat binatang yang ada di sekitar hutan. Wisatawan atau pengunjung yang datang berasal dari wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara. Jumlah pengunjung yang datang ke ekowisata TNGHS dapat dilihat pada Tabel 5.
39
Tabel 5. Jumlah Pengunjung Ekowisata di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) Tahun 2001-2010
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah Pengunjung Wisatawan Wisatawan Nusantara Mancanegara (jiwa) (jiwa) 2 033 249 6 751 268 3 085 218 4 679 200 4 716 118 2 103 82 2 274 45 3 665 195 40 026 244 122 846 201
Jumlah Pengunjung (Total) 2 282 7 019 3 303 4 879 4 834 2 185 2 319 3 860 40 270 123 047
Rata-rata Jumlah Pengunjung per Bulan (jiwa) 190 585 275 407 403 182 193 322 3 356 10 254
Sumber: Data Taman Nasional Gunung Halimun-Salak
Tabel 5 menunjukkan jumlah pengunjung yang datang 10 tahun terakhir. Tahun 2010 jumlah pengunjung yang datang mengalami kenaikan yang paling besar dengan total pengunjung paling besar yaitu 123.047 jiwa, kemudian tahun 2009 sebanyak 40.270 jiwa. Tahun 2006 pengunjung yang datang mengalami penurunan atau berada pada posisi terendah yaitu sebanyak 2.185 jiwa. Namun, setelah tahun 2006 pengunjung terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pengunjung atau wisatawan yang datang umumnya mengalami kenaikan pada bulan-bulan tertentu. Adanya peningkatan jumlah wisatawan hanya terjadi di kampung yang dekat dengan ekowisata yaitu Citalahab Central, sedangkan kampung yang aksesnya jauh tidak terdapat peningkatan jumlah wisatawan.
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu
Uji Statistik Chi-Square, Chi-Sq = 3.267, DF = 1, P-Value = 0.071 Gambar 7. Persentase Pandangan Responden terhadap Jumlah Wisatawan di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011
40
Gambar 7 menerangkan pandangan penduduk terhadap wisatawan sebagai akibat adanya ekowisata. Berdasarkan uji statistik (sebagaimana pada lampiran enam) diperoleh P-Value sebesar 0.071 (< 10 persen) yang artinya terdapat beda nyata pandangan penduduk lokal terhadap jumlah wisatawan di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Responden di Citalahab Central mengemukakan bahwa sebesar 80 persen hadirnya ekowisata mengakibatkan adanya wisatawan yang datang dan terjadi peningkatan, dan sebesar 20 persen responden mengemukakan adanya ekowisata tidak menimbulkan peningkatan wisatawan. Responden di Citalahab Kampung sebesar 100 persen mengemukakan bahwa adanya ekowisata tidak menimbulkan peningkatan jumlah wisatawan. Hasil penelitian menunjukkan kedua kampung memiliki perbedaan, kampung yang aksesnya dekat dengan ekowisata dan merupakan pusat aktivitas wisatawan memperlihatkan adanya peningkatan jumlah wisatawan yang datang untuk menginap, menikmati keindahan alam, dan melihat kehidupan masyarakat lokal. Sebaliknya, kampung yang aksesnya jauh dengan ekowisata menunjukkan tidak adanya peningkatan wisatawan karena tidak di kunjungi oleh wisatawan. Adanya ekowisata ternyata mengakibatkan hadirnya wisatawan yang datang untuk menikmati obyek wisata yang ada. Namun, kehadiran wisatawan hanya dirasakan oleh penduduk di Citalahab Central yang merupakan kampung yang dekat dengan ekowisata dan merupakan pusat aktivitas wisatawan. Wisatawan menginap di penginapan yang juga merupakan rumah penduduk lokal di Citalahab Central. Penduduk lokal yang mengemukakan tidak terjadi peningkatan wisatawan karena mereka tidak pernah terlibat dalam aktivitas ekowisata. Penduduk sibuk bekerja di kebun teh menjadi pemetik teh setiap harinya kecuali hari sabtu dan minggu. Selain itu, karena rumah penduduk agak jauh dari rumah ketua KSM maka jarang melihat wisatawan. Walaupun penduduk melihat kedatangan wisatawan namun penduduk tidak mengetahui secara pasti apakah ada penningkatan atau tidak. Hal ini berbeda dengan rumah penduduk yang berada di atas atau di sekitar rumah ketua KSM. Rumah yang berada di sekitar ketua KSM seringkali dijadikan tempat menginap para wisatawan sehingga mengetahui kedatangan wisatawan.
41
Hadirnya ekowisataa berakibat pada ekonomi penduduk lokal khususnya di Citalahab Central yang merupakan pusat aktivitas wisatawan. Dampak ekonomi yang diterima penduduk berupa peningkatan pendapatan yang berasal dari jasa ekowisata seperti penginapan, pemandu/guide, memasak, ataupun pengangkut barang. Uang yang didapat dari sektor jasa ekowisata digunakan penduduk untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya dan membayar sekolah anak-anak mereka. Penduduk lokal yang belum berkeluarga, uang yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, diberikan kepada orang tua, ataupun disimpan. Dampak sosial yang terjadi di Citalahab Central yaitu peningkatan tingkat kerjasama khusunya gotong royong walaupun tidak rutin dilakukan. Walaupun tidak semua penduduk mengikuti kegiatan ini namun penduduk menjadi lebih erat dalam menjaga lingkungannya agar tetap rapi dan bersih sehingga penduduk dan wisatawan yang datang menjadi nyaman tinggal di Citalahab Central. Penduduk lokal juga lebih terbuka kepada pendatang serta teknologi yang diperkenalkan seperti telepon genggam/handphone, kamera, ataupun laptop. Namun, penduduk lokal tidak langsung membeli peralatan atau teknologi jika memang tidak diperlukan. Penduduk yang memiliki telepon genggam karena diperlukan untuk berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait dengan ekowisata dan mempermudah komunikasi dengan keluarga ataupun orang lain. Dampak yang terjadi di Citalahab Kampung tidak seperti di Citalahab Central, karena jaraknya yang jauh dengan ekowisata dan tidak ada wisatawan yang datang maka tidak ada peningkatan pendapatan. Penduduk bertemu dengan wisatawan di kebun teh ketika penduduk akan bekerja ataupun di tempat kerja sehingga komunikasi dengan wisatawanpun terbatas. Dampak ekonomi tidak akan terlihat di Citalahab Kampung dan dampak sosial akan sedikit terlihat pada penduduk di Citalahab Kampung. Dampak sosial yang terlihat bahwa dengan adanya ekowisata tidak merubah kerjasama yang ada bahkan penduduk cenderung tidak melakukan kerjasama atau gotong royong. “Alhamdulillah, kalau pengunjung setiap bulannya ada saja yang datang ke Citalahab Central. Mereka (pengunjung) ada yang datang untuk penelitian tentang hutan atau masyarakat, ada juga yang mengunjungi obyek wisata. Biasanya liburan sekolah, natal, atau tahun baru pengunjung yang datang bertambah dan penginapan penuh.
42
Adanya wisata ini meningkatkan pendapatan penduduk di luar pekerjaan utama mereka”. (Bpk SYN, 40 tahun, ketua KSM). Ekowisata budaya salah satunya terlihat dari upacara adat seren taun yang diadakan setiap satu tahun sekali pada bulan Desember atau bulan Januari. Seren taun merupakan upacara adat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas karunia yang diberikan khususnya pada hasil tanaman padi selama satu tahun. Hadirnya ekowisata juga memperkenalkan budaya lokal yang dimiliki penduduk setempat kepada wisatawan yang datang. Wisatawan mengetahui acara adat ataupun kehidupan yang dialami penduduk lokal. “Kalau ada seren taun pasti depan kantor desa ini penuh dengan penduduk yang mengikuti seren taun. Selain itu juga banyak pengunjung yang datang untuk melihat upacara adat ini. Adanya ekowisata akan mengenalkan budaya yang dimiliki penduduk lokal ke wisatawan yang datang”. (Bpk SKR, 45 tahun, sekretaris Desa Malasari). Wisatawan yang datang memiliki tujuannya masing-masing. Setiap wisatawan yang datang harus mematuhi tata cara memasuki kawasan (sebagaimana pada lampiran 26). Peraturan yang ada diawasi oleh karyawan TNGHS baik yang berada di Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (BTNGHS) maupun karyawan yang berada di stasiun penelitian cikaniki. Apabila terdapat
pelanggaran
terhadap
aturan
maka
pihak
TNGHS
akan
mempertimbangkan dahulu peraturan apa saja yang dilanggar dan memutuskan sanksi yang akan diberikan. Kehadiran ekowisata juga menimbulkan kerugian di bidang ekonomi dan sosial. Penduduk di Citalahab Central saat ini telah mengenal uang akibat hadirnya ekowisata dan uang yang diperoleh untuk memperindah rumah penduduk khususnya menambahkan kamar mandi di dalam rumah. Dampak pada sosial yaitu hadirnya ekowisata menimbulkan kesibukan penduduk bertambah karena penududuk menjadi pemandu ataupun memasak sehingga mengakibatkan komunikasi
dengan
tetangga
menjadi
berkurang.
Kesibukan
ini
juga
mengakibatkan penduduk merasa lelah maka penduduk tidak mengikuti kegiatan gotong royong yang ada di daerahnya. Kehadiran ekowisata juga mengakibatkan munculnya konflik di antara penduduk terkait pembagian wisatawan yang dirasa kurang adil. Penduduk di Citalahab Kampung tidak menerima dampak positif di
43
bidang ekonomi sehingga kehidupan penduduk tetap bertumpu pada pekerjaan utama mereka yang mayoritas menjadi buruh pemetik teh. Dampak sosial tidak terlalu menimbulkan kerugian karena sebelum dan setelah adanya ekowisata kehidupan penduduk Citalahab Kampung sama saja. Adanya ekowisata mengakibatkan masyarakat mengetahui cara berpakain wisatawan. 5.3 Struktur Pendapatan Pengukuran tentang struktur pendapatan masyarakat pada penelitian ini
hendak menduga sejauh mana dampak sosio-ekonomi akibat ekowisata terhadap tingkat kesejahteraan warga masyarakat. Untuk mengukur hal tersebut dilakukan analisis terhadap struktur nafkah atau strukur pendapatan warga setempat. Pendapatan responden berasal dari pertanian dan non pertanian. Pendapatan pertanian biasanya berasal dari sawah, hewam ternak seperti kambing dan ayam, dan buruh pemetik teh di perkebunan teh. Pendapatan non pertanian berasal dari warung, karyawan taman nasional, pekerja bunga potong, dan pekerja tambang. Pendapatan juga berasal dari pekerjaan di sektor ekowisata seperti penginapan, pemandu, memasak, dan pengangkut barang. Pendapatan yang diperoleh dari sektor petanian ini pada umumnya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pendapatan yang diperoleh rumahtangga, tidak hanya dari suami yang bekerja namun anggota lain seperti isteri dan anak ikut membantu. Responden dalam penelitian ini adalah individu. Secara umum mayoritas pekerjaan utama responden adalah buruh pemetik teh. Kampung dengan akses dekat ekowisata yaitu Citalahab Central, penduduknya memiliki mata pencaharian lain di sektor ekowisata. Penduduk di Citalahab Kampung tidak memiliki pekerjaan di bidang ekowisata. Perhitungan pendapatan diperoleh dari total pendapatan keluarga yang meliputi ayah, ibu, dan anak. Total pendapatan kemudian dirata-ratakan lalu dihitung standar deviasinya. Pendapatan digolongan menjadi tiga kategori yaitu kategori rendah, sedang, dan tinggi. Perhitungan pendapatan berdasarkan kateori diperoleh dengan rumus: Pendapatan Kategori Rendah = -½ standar deviasi Pendapatan Kategori Sedang =
- ½ standar deviasi ≤ x ≤
deviasi
+ ½ standar
44
Pendapatan Kategori tinggi =
+½ standar deviasi
Penggunaan rumus tersebut untuk menentukan tingkat pendapatan. Gambar 8 menunjukkan tingkat pendapatan Citalahab Kampung dan Citlahab Central. Perhitungan ini berasal dari pendapatan dalam satu rumah tangga selama satu tahun. Pendapatan diperoleh berdasarkan jumlah pendapatan dari aktivitas pekerjaan yang dilakukan dalam kurun waktu satu tahun selama bulan Januari hingga Desember 2010. Perhitungan pendapatan dalam kurun waktu satu tahun karena dapat mengetahui secara jelas pendapatan selama satu tahun dan mengetahui perbedaan pendapatan antara Citalahab Central dan Citalahab Kampung. Uang yang diperoleh dari jasa ekowisata memang tidak menentu setiap bulannya, maka perhitungan pendapatan selama satu tahun diperlukan untuk mengetahui secara jelas pendapatan yang diperoleh oleh penduduk. Pendapatan berasal dari sektor pertanian, non pertanian, dan sektor ekowisata. Total pendapatan selama satu tahun kemudian dihitung pendapatan rata-rata dengan rumus pendapatan rata-rata= average (total pendapatan). Perhitungan pendapatan menggunakan microsoft excell 2007 untuk mempermudah perhitungan dan penggunaan rumus. Standar deviasi diperoleh dari perhitungan pendapatan rata-rata penduduk menggunakan rumus STDEV= Stdev (pendapatan penduduk selama satu tahun). Hasil perhitungan standar deviasi dikalikan setengah atau 0,5. Sesuai dengan rumus diatas maka kategori pendapatan rendah diperoleh dari pendapatan rata-rata dikurangi dengan ½ standar deviasi. Pendapatan kategori sedang diperoleh dari pendapatan rata-rata dikurangi dengan ½ standar deviasi lebih kecil sama dengan pendapatan yang diperoleh lebih kecil sama dengan pendapatan rata-rata dijumlah dengan ½ standar deviasi. Pendapatan kategori tinggi diperoleh dari pendapatan rata-rata dijumlah dengan ½ standar deviasi. Pendapatan yang diperoleh di kedua kampung berbeda, pada Citalahab Central diperoleh total pendapatan sebesar Rp 469.625.000,00, kemudian diperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp 15.654.167,00, dan standar deviasi sebesar 10.777.048. Standar deviasi dikalikan 0,5 maka menjadi 5.388.524. Perhitungan kategori diperoleh berdasarkan rumus, maka kategori pendapatan rendah yaitu dengan cara pendapatan rata-rata Rp 15.654.167,00 dikurangi ½ standar deviasi sebesar 5.388.524 maka diperoleh hasil Rp 10.265.643,00.
45
Pendapatan kategori rendah apabila pendapatan yang1 diperoleh lebih kecil dari Rp 10.265.643,00. Kategori pendapatan tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 21.042.690,00. Perhitungan ini berasal dari pendapatan ratarata Rp 15.654.167,00 dijumlah dengan ½ standar deviasi sebesar 5.388.524, maka diperoleh hasil Rp 21.042.690,00. Kategori pendapatan sedang apabila Rp Rp 10.265.643,00 pendapatan yang diperoleh < Rp 21.042.690,00. Total pendapatan di Citalahab Kampung sebesar Rp 184.450.000,00, pendapatan rata-rata sebesar Rp 6.148.333,00, dan standar deviasi sebesar 3.747.424. Standar deviasi dikalikan setengah maka diperoleh standar deviasi sebesar 1.873.712. Kategori pendapatan rendah pada Citalahab Kampung diperoleh dengan perhitungan pendapatan rata-rata Rp 6.148.333,00 dikurangi ½ standar deviasi sebesar 1.873.712 maka diperoleh hasil Rp 4.274.621.000,00. Kategori pendapatan rendah apabila pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari Rp 4.274.621.000,00. Kategori pendapatan tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 8.022.045,00. Perhitungan ini berasal dari pendapatan rata-rata Rp 6.148.333,00 dijumlah dengan ½ standar deviasi sebesar 1.873.712 maka diperoleh hasil Rp 8.022.045,00. Kategori pendapatan sedang apabila Rp 4.274.621.000,00,
pendapatan yang diperoleh < Rp 8.022.045,00.
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu
Uji Statistik Chi-Square, Chi-Sq = 0.017, DF = 2, P-Value = 0.017 Gambar 8. Tingkat Pendapatan Penduduk di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2010
46
Berdasarkan Gambar 8 di atas, menunjukkan tingkat pendapatan penduduk Desa Malasari. Perhitungan uji statistik chi square (sebagaimana pada lampiran tujuh) diperoleh Chi-Square hitung sebesar 8.100, DF sebesar dua, P-Value sebesar 0.017. Uji statistik P-value sebesar 0.017 (< 10 persen) yang artinya terdapat beda nyata tingkat pendapatan masyarakat lokal di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Kategori pendapatan rendah pada Citalahab Central sebanyak lima belas responden (50 persen), kategori sedang sebanyak empat responden (13 persen), dan pada lapisan atas sebanyak 11 responden (37 persen). Kategori pendapatan rendah pada Citalahab Kampung sebanyak 11 responden (37 persen), pendapatan sedang sebesar 10 responden (33 persen), dan pendapatan tinggi sebanyak sembilan responden (30 persen). Pendapatan yang diperoleh responden digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Pendapatan di kedua kampung dihitung per kampung dan tidak dijadikan satu. Setiap kampung memperoleh pendapatan yang berbeda dan pendapatan penduduk di Citalahab Central lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan di Citalahab Kampung. Selanjutnya, dari pendapatan ini dijadikan kategori lapisan sosial penduduk untuk mengukur variabel yang diteliti dalam penelitian. Apabila perhitungan pendapatan dijadikan satu untuk kedua kampung maka di Citalahab Kampung tidak terdapat lapisan atas. Oleh karena itu, untuk mengetahui dampak sosio ekonomi dan ekologi di dua desa dilihat dari kategori lapisan maka perhitungan antara dua kampung berbeda. Adanya ekowisata meningkatkan pendapatan rumah tangga. Hal ini karena terdapat penambahan pendapatan di luar pekerjaan utama sebagai petani atau pemetik teh. Pendapatan yang diterima tidak hanya berasal dari ibu atau ayah, namun dari seluruh anggota keluarga yaitu ibu, ayah, dan anak. Pendapatan yang diperoleh dari penginapan dan pemandu yaitu sebesar Rp 50.000,00/hari sampai dengan Rp 100.000,00/hari, untuk porter dan memasak sebesar Rp 50.000,00/hari sampai denga Rp 75.000,00/hari. Ayah yang bekerja sebagai petani atau pemetik teh bekerja pula sebagai pemandu. Anakpun dapat bekerja sebagai pemandu wisatawan dan ibu memasak untuk makan wisatawan. Pendapatan yang diperoleh menambah pendapatan keluarga sehingga terdapat peningkatan pendapatan rumah tangga.
47
Penduduk yang berada pada tingkat pendapatan tinggi di Citalahab Central biasanya memiliki mata pencaharian ganda disamping mata pencaharian utamanya sebagai pemetik teh atau bertani. Mata pencaharian lain yang dimiliki penduduk diantarannya membuka warung, dan bekerja di sektor ekowisata sebagai pemandu, pembawa barang, ataupun memasak untuk wisatawan. Adanya pekerjaan lain menambah pendapatan masyarakat sehingga tingkat pendapatan yang diperolehpun tinggi. Adanya tingkat pendapatan yang tinggi dikarenakan banyak anggota keluarga yang bekerja seperti ibu, ayah, dan anak ikut bekerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Hal yang sama terjadi di Citalahab Kampung, penduduk yang berada pada tingkat pendapatan tinggi merupakan penduduk yang suami dan istrinya bekerja sebagai buruh pemetik teh. Selain itu, terdapat pula responden yang membuka warung dan dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga. Apabila dibandingkan dengan standar garis kemiskinan menurut World Bank yaitu USD 2/kapita/hari atau kira-kira Rp 18.000,00/kapita/hari. Tabel 6. Pendapatan Per Kapita Penduduk di Citalahab Central dan Citalahab Kampung tahun 2010 Nama Kampung
Tingkat Pendapatan per kapita (Rp)/hari
Standar garis kemiskinan USD
Keterangan
2/kapita/hari Citalahab Central
Rp 14 495,00
Rp 18 000,00
Citalahab Kampung
Rp
Rp 18 000,00
5 693,00
Di bawah garis kemiskinan Jauh di bawah garis kemiskinan
Sumber: Diolah dari data primer
Berdasarkan Tabel 6, tingkat pendapatan di kedua kampung berada di bawah garis kemiskinan dikarenakan pada Citalahab Kampung yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai buruh pemetik teh memperoleh pendapatan kurang dari Rp 18.000,00/harinya atau ± 2 USD/kapita/hari berada jauh di bawah garis kemiskinan. Penduduk di Citalahab Kampung tidak memiliki pekerjaan di sektor ekowisata. Pendapatan per kapita yang diperoleh penduduk Citalahab Kampung hanya berasal dari pertanian dan non pertanian. Pertanian berasal dari buruh pemetik teh, bertani, dan beternak. Non pertanian berasal dari buruh tambang, dan warung. Mayoritas mata pencaharian masyarakat Citalahab Central juga menjadi buruh pemetik teh. Namun, selain menjadi buruh pemetik teh penduduk juga
48
memiliki pekerjaan lain yaitu di sektor ekowisata berupa penginapan, pemandu, memasak, dan pembawa barang. Pendapatan per kapita yang diperoleh penduduk Citalahab Central lebih besar yaitu Rp 14.495,00 dibandingkan dengan penduduk di Citalahab Kampung. Adanya ekowisata memang menambah penghasilan penduduk Citalahab Central, namun penduduk tetap berada di bawah garis kemiskinan. Wisatawan yang datang tidak tentu jumlah dan waktunya. Jumlah wisatawan pada bulanbulan tertentu meningkat dan ada pula yang hanya satu sampai empat rombongan selama sebulan. Wisatawan yang datang ada yang membuat janji terlebih dahulu dan ada yang langsung datang ke Citalahab Central. Namun, terdapat wisatawan yang merubah jadwal kadatangannya ataupun membatalkan kedatangannya ke Citalahab Central sehingga mengakibatkan pendapatan masyarakat tidak tentu. Apabila ada wisatawan yang berkunjung biasanya penentuan tempat tinggal dilakukan atas kesepakatan pengunjung, ketua KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), dan pemilik rumah. Rumah yang dijadikan untuk tempat menginap dan yang berkerja menjadi pemandu tidak menentu setiap minggunya. Walaupun ada rumah yang telah ditetapkan terlebih dahulu maka dia tidak selalu menerima kujungan wisatawan. Hal ini karena setiap wisatawan yang datang dapat menentukan tempat tinggalnya sendiri ataupun menyerahkan ke ketua KSM yang nantinya akan mengatur tempat tinggal dan keperluan wisatawan. Adanya alur kedatangan wisatawan ini mengakibatkan penduduk tidak dapat memastikan pendapatan yang diterima. Walaupun demikian, adanya ekowisata tetap dapat meningkatkan pendapatan penduduk.
Gambar 9. Pendapatan Penduduk dari Sektor Ekowisatan dan Non Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2010
49
Gambar 9 menunjukkan bahwa hadirnya ekowisata memberikan dampak ekonomi pada penduduk yang aksesnya dekat dan merupakan pusat aktivitas wisatawan yaitu Citalahab Central. Pendapatan dari sektor ekowisata diperoleh dari pekerjaan di jasa ekowisata seperti pemandu, memasak, penginapan, dan porter. Pendapatan dari non ekowisata diperoleh dari pertanian, buruh teh, dan buruh bunga potong. Pendapatan sektor ekowisata dan non ekowisata penduduk Citalahab Central dan Citalahab Kampung dihitung selama satu tahun (sebagaimana pada lampiran 2). Penduduk didalam penelitian ini adalah responden yang menjadi subyek penelitian yang bekerja. Total pendapatan penduduk di Citalahab Central dari ekowisata selama satu tahun sebesar Rp 118.475.000,00, sedangkan total pendapatan dari sektor non-ekowisata sebesar Rp 351.150.000,00. Pendapatan rata-rata penduduk selama satu tahun di sektor ekowisata sebesar sebesar Rp 3.949.167,00. Pendapatan rata-rata penduduk dari sektor non ekowisata selama satu tahun sebesar Rp 11.705.000,00. Total pendapatan penduduk di Citalahab Kampung selama satu tahun dari sektor nonekowisata sebesar Rp 184.450.000,00 dan pendapatan rata-rata penduduk sebesar Rp 6.148.333,00. Penduduk di Citalahab Kampung tidak memperoleh pendapatan dari sektor ekowiata karena penduduk di Citalahab Kampung tidak terkena dampak ekowisata. Secara ekonomi, hadirnya ekowisata telah membantu masyarakat di Citalahab Central daripada di Citalahab Kampung. Masyarakat di Citalahab Central dapat lebih memenuhi kebutuhan sehari-hari, menyekolahkan anaknya, memperindah rumah dan lingkungan untuk menarik wisatawan datang. Perbaikan rumah dengan cara membuat kamar mandi di dalam rumah bagi yang belum memilikinya, membantu perbaikan jalan dan lingkungan sekitar. Mayoritas penduduk Citalahab Kampung memiliki matapencaharian sebagai buruh pemetik teh yang bekerja dari hari senin sampai hari sabtu mulai pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB. Upah yang diperoleh sebesar Rp 300.000,00 per bulan terkadang dirasa tidak mencukupi untuk kebutuhan seharihari. Kategori pendapatan tinggi dikarenakan anggota rumah tangga sama-sama bekerja yaitu ayah, ibu, dan anak. Pekerjaan yang dimiliki anggota rumah tangga
50
yaitu buruh pemetik teh. Namun, pendapatan yang diterima digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan keperluan anak sekolah. Berdasarkan pada struktur pendapatan maka dapat terbentuk lapisan sosial yang terdiri dari lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas. Penggolongan lapisan atas berdasarkan pada penduduk yang berada pada struktur pendapatan tinggi. Penggolongan lapisan menengah berdasarkan pada penduduk yang berada pada struktur pendapatan sedang, dan penggolongan lapisan sosial bawah berdasarkan pada penduduk dengan struktur pendapatan rendah. Penggolongan lapisan sosial akan memperlihatkan frekuensi terhadap variabel tertentu yang diteliti. 5.4 Kesempatan Kerja Penggunaan tanah/lahan oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) di Desa Malasari sekitar 6.470 hektar. Program pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di TNGHS dimulai pada tahun 1995 oleh sebuah konsorsium yang merupakan gabungan dari lembaga pemerintah, LSM, universitas, dan dunia usaha, dengan pendanaan dari Biological Conservation Network (BCN). Setelah konsorsium ini selesai maka beberapa pihak seperti LSM dan TNGHS tetap mengembangkan kawasan ekowisata ini. Adanya penetapan kawasan ekowisata ini tentunya mengakibatkan perubahan pada berbagai aspek termasuk kesempatan kerja yang diperoleh masyarakat
lokal.
Pengelolaan wisatawan ini sangat
diperlukan untuk
mempermudah wisatawan menikmati obyek yang ada dan secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan masyarakatnya. Pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat ini disebut KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) paguyuban wisata guest house warga saluyu (sebagaimana pada lampiran dua puluh tujuh). Awalnya anggota KSM ini berasal dari beberapa kampung seperti Citalahab Central, Legok Jeruk, Cihanjar, dan Ciangsana yang masing-masing kampung terdapat perwakilannya. Tujuannya agar setiap kampung merasakan pendapatan yang diperoleh dari kegiatan ekowisata. Namun, seiring berjalannya waktu KSM ini mengalami permasalahan karena anggotanya terdiri dari beberapa kampung dengan jarak yang lumayan jauh antar kampung mengakibatkan sulitnya
51
melakukan aktivitas bersama. Apabila ada wisatawan datang maka sulit untuk mempergunakan jasa penduduk di luar Citalahab Central karena jaraknya yang lumayan jauh dan penduduk yang biasanya bekerja. Kegiatan ekowisata penduduk saat ini lebih terpusat pada penduduk yang berada di Citalahab Central yang merupakan pusat kegiatan wisatawan. Hadirnya ekowisata yang kemudian mendatangkan wisatawan dan membuka kesempatan kerja.
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu
Uji Statistik Chi-Square, Chi-Sq = 13.067, DF = 1, P-Value = 0.000
Gambar 10. Persentase Pendapat tentang Kesempatan Kerja yang dibangkitkan oleh Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Gambar 10 memperlihatkan persentase pendapat tentang kesempatan kerja yang dibangkitkan oleh ekowisata. Uji statistik chi square (sebagaimana pada lampiran delapan) diperoleh P-Value sebesar 0.000 (< 10 persen) yang artinya terdapat beda nyata pendapat tentang kesempatan kerja yang dibangkitkan oleh ekowisata. Gambar 10 mengemukakan sebesar 100 persen penduduk lapisan menengah dan lapisan atas Citalahab Kampung mengemukakan bahwa adanya ekowisata tidak membuka lapangan kerja. Adapun satu responden (11 persen) di Citalahab Kampung mengemukakan adanya ekowisata membuka kesempatan kerja. Penduduk Citalahab Central sebesar 100 persen pada lapisan menengah dan lapisan atas mengemukakan adanya ekowisata membuka lapangan pekerjaan dan sebesar 13 persen responden mengemukakan sebaliknya. Penduduk pada lapisan bawah yang menyatakan ekowisata tidak membuka lapangan kerja karena rumah mereka berada agak jauh dari ketua KSM sehingga tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata. Penduduk juga memiliki rumah lain di Citalahab Bedeng dan apabila mereka tidak bekerja maka akan berdiam diri di rumah sehingga tidak mengetahui
52
secara pasti tentang ekowisata. Adanya beda nyata karena ekowisata membuka kesempatan kerja di Citalahab Central dan tidak membuka kesempatan kerja di Citalahab Kampung. Adanya penduduk yang menyatakan bahwa ekowisata membuka kesempatan kerja pada Citalahab Kampung karena responden tersebut pada periode sebelumnya ikut mengelola ekowisata dan pengunjung di Citalahab Central, sedangkan responden yang lainnya menyatakan sebaliknya karena meskipun ada wisatawan yang datang tapi tidak menimbulkan dampak apapun ke Citalahab Kampung. Keikutsertaan ini berdasarkan keputusan pemerintah desa, pihak taman nasional, dan LSM mengenai pengorganisasian kelompok yang mengelola wisatawan dilakukan oleh penduduk lokal karena penduduk lokal lebih memahami dan mengetahui lingkungan sekitarnya. Pak KTN warga Citalahab Kampung menjabat sebagai ketua yang bertugas menyusun keanggotaan KSM, mengupayakan agar proses wisatawan membantu menjadi jembatan bagi berbagai kepentingan diantarannya pihak taman nasional, pemerintahan desa, dan penduduk lokal, dan mengupayakan agar wisatawan dapat menerima pelayanan yang baik. Adanya kesempatan kerja yang lain menambah penghasilan keluarga. Hal ini karena hasil pertanian yang ada di kedua kampung hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan terkadang penduduk kekurangan beras ataupun sayur yang mengharuskan penduduk membeli ke warung atau tukang sayur. Usaha untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari penduduk lokal bekerja di jasa ekowisata untuk menambah penghasilan mereka. Ekowisata mengakibatkan adanya wisatawan yang berkunjung untuk menikmati keindahan alam. Wisatawan yang datang terpusat di Citalahab Central sehingga penduduk lokal dapat menangkap peluang kerja akibat hadirnya ekowisata. Citalahab Central dijadikan pusat aktivitas wisatawan seperti tidur, makan, dan jalan-jalan. Kesempatan kerja akibat adanya ekowisata meliputi: penginapan, pemandu, pembawa barang, dan memasak. Kesempatan kerja ini hanya terjadi di Citalahab Central yang merupakan pusat kegiatan wisatawan. Adanya ekowisata ini berdampak pada tingkat pendapatan masyarakat di
53
Citalahab Central. Awalnya penduduk lokal hanya memperoleh pendapatan dari pekerjaan utama sebagai petani atau buruh pemetik teh. Kemudian, wisatawan yang datang untuk mengunjungi obyek wisata menginap di rumah penduduk dan membayar biaya penginapan sesuai dengan harga dan kesepakatan. Penduduk juga menjadi pemandu untuk wisatawan yang akan mengunjugi obyek wisata ataupun masuk ke hutan. Terbukanya kesempatan kerja di Citalahab Central menambah pendapatan penduduknya di samping pekerjaan utama. Box 1
Kedatangan Wisatawan dan Terbukanya Kesempatan Kerja Adanya ekowisata dan Citalahab Central dijadikan pusat aktivitas wisatawan memberikan dampak bagi penduduk. Hal ini, karena penduduk dapat memperoleh tambahan pendapatan dari wisatawan yang datang. Peningkatan penghasilan ini diperoleh dari kesempatan kerja yang ada meliputi: penginapan, catering, pemandu (guide), dan pembawa barang/porter. Pengunjung yang datang dapat melalui travel wisata yang ada, melalui taman nasional yang berada di Kabandungan-Sukabumi, ataupun jalur Bogor melewati Leuwiliang. Apabila ada wisatawan yang datang, akan langsung ke rumah Pak SYN sebagai orang yang mengatur pengunjung/wisatawan. Setelah itu, wisatawan akan ditempatkan ke penginapan yang sekaligus merupakan rumah warga dan pengunjung juga dapat memilih tempat penginapan. Jika pengunjung telah datang ke tempat ini (Citalahab Central) sebelumnya, maka mereka biasanya memilih tempat yang telah dijadikan tempat menginap sebelumnya. Sementara itu, jika wisatawan memerlukan pemandu/guide maka Pak SYN akan menunjuk salah satu penduduk yang akan dijadikan pemandu. Pemandu tersebut dipilih secara bergiliran dan akan menunjukkan obyek wisata yang ada seperti curug ataupun jamur menyala. Untuk pembayaran penginapan, masakan, maupun pemandu biasanya wisatawan langsung membayar ke Pak SYN kemudian pak SYN menyerahkan kembali kepada penduduk yang rumahnya ditinggali. Namun, ada juga yang langsung membayar ke penduduknya apabila telah datang beberapa kali dan atas perjanjian terlebih dahulu dengan Pak SYN. Hal inipun berlaku untuk catering maupun pemandu. Untuk biaya yang berlaku dibedakan antara wisatawan lokal dan mancanegara. Biaya penginapan/homestay yang harus dikeluarkan oleh wisatawan lokal sebanyak Rp 50.000,00/malam sedangkan wisatawan mancanegara sebesar Rp 75.000,00. Untuk pemandu/guide wisatawan lokal harus membayar Rp 75.000,00/hari sedangkan wisatawan mancanegara sebesar Rp 100.000,00. Apabila wisatawan membawa makanan sendiri dan penduduk hanya memasakan bahan tersebut, maka wisatawan harus membayar Rp 50.000,00/hari, membayar Rp 12.500,00 untuk makan pagi dan Rp 17.500,00 untuk makan siang dan makan malam. (Bpk Ade, 32 tahun, warga Citalahab Central)
54
Box 1 menerangkan tentang kedatangan wisatawan ke Citalahab Central dan terbukanya kesempatan kerja untuk penduduk lokal. Terbukanya kesempatan kerja di bidang ekowisata mengakibatkan terjadinya penambahan penghasilan penduduk. Adanya ekowista menambah penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari, sekolah anak, dan membeli kebutuhan lainnya misalnya pakaian.Dampak di Citalahab Kampung tidak terlihat pada bidang ekonomi. Wisatawan tidak datang ke Citalahab Kampung, penduduk hanya bertemu di sekitar kebun teh. Adapun wisatawan yang datang ke Citalahab Kampung hanya untuk menanyakan arah. Secara ekonomi Citalahab Central jauh lebih baik dibandingkan dengan Citalahab Kampung. Terbukanya kesempatan kerja sehingga menambah penghasilan hanya terjadi di Citalahab Central. Dampak positif ekowisata yaitu peningkatan gotong royong meskipun tidak rutin dilakukan. Kesibukan penduduk di bidang ekowisata terkadang mengakibatkan penduduk tidak mengikuti kegiatan gotong royong dan jarang berkomunikasi dengan tetangga. Adanya pekerjaan di ekowisata mengakibatkan terjadinya konflik karena pembagian wisatawan yang tidak merata dan ketidakhadiran pada kegiatan kerjasama atau gotong royong. 5.5 Jam Kerja pada Bidang Ekowisata Mayoritas penduduk Citalahab Kampung bekerja di sektor pertanian. Total waktu rata-rata yang digunakan untuk aktivitas kerja adalah 7,53 jam per hari (dihitung berdasarkan rata-rata jam kerja responden). Apabila mereka bekerja selama seminggu, maka keseluruhan waktu yang digunakan untuk bekerja adalah 46 jam seminggu. Penduduk di Citalahab Kampung tidak terdapat alokasi waktu untuk bidang ekowisata karena penduduknya tidak bekerja di bidang ekowisata. Sementara pada Citalahab Central yang mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian dan non pertanian, total waktu rata-rata untuk aktivitas kerja adalah 8,43 jam per hari. Apabila penduduk bekerja selama seminggu, maka total waktu ratarata untuk bekerja adalah 56 jam seminggu. Penduduk pada Citalahab Central memiliki total waktu rata-rata bekerja pada bidang ekowisata adalah 14,67 jam seminggu. Hal ini karena penduduk lokal bekerja pada hari sabtu dan minggu. Penduduk yang bekerja sebagai pemetik teh dalam seminggu hanya bekerja selama enam hari dan pada hari minggu mereka
55
libur bekerja. Pemetik teh berangkat pukul 07.00 pagi sampai dengan pukul 14.00 siang. Sedangkan penduduk yang bekerja sebagai petani biasanya berangkat dari pukul 07.00 sampai pukul 14.00 siang bahkan ada yang sampai sore atau setelah pulang dari kebun teh kemudian melanjutkan ke sawah. Hal ini karena ada pekerjaan yang cukup banyak di sawah misalnya pada pagi hari mereka memberi pupuk dan siang hari mereka melihat kebun sayur mereka. Jika buruh pemetik teh bekerja selama enam hari, maka petani bekerja setiap hari dari hari senin sampai hari minggu tanpa henti. Petani tidak pergi ke sawah apabila mereka sedang sakit atau sedang tidak ada kepentingan di sawah. Walaupun penduduk di kedua kampung merupakan pekerja keras, namun pada penelitian ini alokasi waktu penduduk pada kegiatan ekonomi diukur berdasarkan dua indikator yaitu perubahan alokasi waktu setelah adanya ekowisata dan ekowisata menyebabkan kesibukan bertambah . Tabel 7. Indikator Jam Kerja Penduduk pada Bidang Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011.
Nama Kampung
Indikator Jam Kerja Penduduk pada bidang ekowisata Ada Perubahan alokasi waktu setelah adanya ekowisata
Citalahab Central
Adanya ekowisata menyebabkan kesibukan bertambah
Ada Perubahan alokasi waktu setelah adanya ekowisata Citalahab Kampung
Adanya ekowisata menyebabkan kesibukan bertambah
Sumber: Diolah dari data primer
Kategori Lapisan
Jumlah Responden
Jumlah
Tidak
Ya
Lapisan Bawah Lapisan Menengah
9(60%)
6(40%)
15(100%)
2(50%)
2(50%)
4(100%)
Lapisan Atas
4(36%)
7(64%)
11(100%)
Lapisan Bawah Lapisan Menengah
10(67%)
5 (33%)
15(100%)
3(75%)
1(25%)
4(100%)
Lapisan Atas
5(45%)
6(55%)
11(100%)
Lapisan Bawah Lapisan Menengah
11(100%)
0(0%)
11(100%)
10(100%)
0(0%)
10(100%)
Lapisan Atas
9(100%)
0(0%)
9(100%)
Lapisan Bawah Lapisan Menengah
11(100%)
0(0%)
11(100%)
10(100%)
0(0%)
10(100%)
Lapisan Atas
9(100%)
0(0%)
9(100%)
56
Tabel 7 menerangkan indikator jam kerja yaitu perubahan alokasi waktu
setelah adanya ekowisata dan adanya pertambahan kesibukan. Uji statistik chi square (sebagaimana pada lampiran 8) diperoleh hasil Chi-Square hitung sebesar 42.700, DF sebesar dua, P-Value sebesar 0.000. Berdasarkan uji statistik P-value sebesar 0.000 (< 10 persen) artinya terdapat beda nyata jumlah jam kerja pada bidang ekowisata di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Citalahab Central terdapat perubahan alokasi waktu setelah adanya ekowisata terlihat pada lapisan menengah (50 pesen), dan lapisan atas (64 persen) terdapat perubahan alokasi waktu, sedangkan pada lapisan bawah (60 persen) mengatakan sebaliknya. Lapisan bawah terdapat penduduk yang telah lama tidak terlibat dalam kegiatan jasa ekowisata sehingga tidak ada perubahan alokasi waktu terhadap aktivitasnya sehari-hari. Penduduk pada lapisan menengah dan lapisan atas mengalami perubahan alokasi untuk bekerja di sektor ekowisata. Adanya perubahan alokasi waktu karena penduduk bekerja sebagai pemandu pada hari sabtu atau minggu dan menyebabkan penduduk sibuk. Penduduk lokal Citalahab Central ada yang menyatakan bahwa kesibukan mereka tidak bertambah karena mereka merasa pekerjaan di sektor ekowisata tidak mempengaruhi kegiatan sehari-hari. Namun, apabila ada peningkatan pengunjung beberapa penduduk lokal akan lebih memilih bekerja sebagai pemandu daripada bekerja di kebun teh. “Sekarang, semenjak ada wisatawan datang kadang-kadang bekerja menjadi pemandu/guide. Adanya ekowisata meningkatkan kerja saya selain menjadi buruh pemetik teh juga menjadi pemandu. Saya bekerjanya hari minggu dan tidak setiap minggu menjadi pemandu karena bergantian juga dengan penduduk yang lain”. (Bapak MJY, 38 tahun, warga Citalahab Central) Adanya ekowisata meningkatkan aktivitas kerja penduduk di bidang jasa diantarannya menjadi pemandu ataupun memasak meskipun tidak rutin dilakukan. Pekerjaan di bidang jasa ekowisata dilakukan secara bergantian dan diatur oleh ketua KSM atau atas kesepakatan ketua KSM, penduduk, dan wisatawan. Seluruh lapisan Citalahab Kampung mengatakan bahwa adanya ekowisata tidak mengakibatkan perubahan alokasi waktu dan tidak menambah kesibukan mereka. Penduduk Citalahab Kampung tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata karena
57
kawasan mereka tidak kedatangan wisatawan dan obyek wisata jauh dari kampung mereka. Kehidupan sehari-hari masyarakat Citalahab Kampung bekerja sebagai buruh pemetik teh, bertani, pergi ke tambang. “Di Citalahab Kampung penduduknya sehari hari bekerja di sawah atau jadi buruh pemetik teh di perkebunan NM. Kesibukannya sehari-hari jika tidak bekerja maka diam di rumah saja ataupun berkunjung ke tetangga sekitar”. (Ibu ANH, 44 tahun, warga Citalahab Kampung) Jam kerja penduduk kedua kampung berbeda, pada Citalahab Central penduduknya ada yang bekerja di sektor ekowisata sehingga terdapat jam kerja di sektor ekowisata dan perubahan alokasi waktu serta adanya perubahan pada kesibukan sehari-hari. Sebaliknya, pada Citalahab Kampung yang tidak memiliki perubahan pada jam kerja, karena rutinitas kegiatan penduduk sehari-hari sama yaitu bekerja di sektor pertanian ataupun non pertanian. Maka, tidak terdapat perubahan alokasi waktu ataupun adanya pertambahan kesibukan akibat adanya ekowisata 5.6 Kerjasama Soekanto (1990) mengemukakan bahwa interaksi sosial adalah hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan orangorang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial ini ada yang bersifat mempersatukan
atau
mendekatkan
dan
ada
yang
menjauhkan
atau
mempertentangkan. Salah satu proses siosial yang mendekatkan yaitu kerjasama. Kerjasama berarti bekerja bersama dalam rangka mencapai sesuatu tujuan bersama. Istilah kerjasama disini adalah padanan kata cooperation (co: bersama; operate: bekerja). Kerjasama tidak hanya terlihat pada gotong royong namun juga keikutsertaan atau keterlibatan pada pengajian, musyawarah, siskamling, dan upacara adat. Kerjasama di kedua kampung berupa gotong royong yang dilakukan pada hari minggu. Kerjasama berupa gotong royong ini dilakukan oleh laki-laki sedangkan untuk perempuan ataupun istri-istri berdiam diri di rumah. Namun, ada pula perempuan yang membantu menyiapkan makanan dan minuman untuk lakilaki yang bekerja. Gotong royong dilakukan meliputi perbaikan jalan, membantu
58
tetangga yang sedang mengalami kesulitan, ataupun memperbaiki mushola di kampung tersebut. Selain itu, ada pula kerjasama yang dilakukan dengan kampung lainnya apabila ada kegiatan dari kantor desa. Kerjasama atau gotong royong memang terlebih dahulu ada di Citalahab Central dan hadirnya ekowisata mendorong semakin sering dilakukan walaupun tidak rutin. Gotong royong dilakukan yaitu perbaikan jalan, menambah batu-batu, membersihkan lingkungan sekitar, dan saling tolong menolong antar tetangga. Kegiatan gotong royong dapat dilakukan kapan saja dan semakin sering seiring dengan peningkatan wisatawan. “Setelah adanya ekowisata di Citalahab Central maka lebih sering
dilakukan kerjasama. Biasanya kerjasama yang dilakukan berupa gotong royong perbaikan jalan. Hal ini karena banyak wisatawan yang datang dan menyebabkan jalanan yang tadinya berbatu-batu harus ditambahkan batu lagi sehingga wisatawan dan warga dapat nyaman melaluin jalan tersebut. Maka, gotong royong ini sering dilakukan oleh warga”. ( Bpk SYN, 40 tahun, ketua KSM) “Gotong royong di Citalahab Kampung rutin dilakukan dan sudah adaa sejak dulu. Biasanya warga diberitahu dengan menggunakan kentongan bahwa akan diadakan gotong royong. Selain itu juga pemberitahuan dilakukan dengan lisan. Adanya ekowisata tidak mempengaruhi kerjasama yang ada”. (Bpk EGS, 29 tahun, ketua RT) Kerjasama yang dilakukan di Citalahab Kampung sudah lama ada dan adanya ekowisata tidak berpengaruh penting terhadap proses sosial di masyarakat lokal. Kerjasama yang dilakukan berupa gotong royong untuk mencapai tujuan bersama. Adanya ekowisata mengakibatkan kegiatan gotong royong meningkat di Citalahab Central walaupun tidak rutin dilakukan. Dana yang digunakan dalam gotong royong ini berasal dari iuran warga. Warga saling membantu jika ada warga yang membutuhkan pertolongan. Misalnya, ada warga yang sedang membangun rumah atau mendirikan antena TV maka warga yang lainnya dapat membantu. Keikutsertaan penduduk pada kegiatan gotong royong di Citalahab Central dan Citalahan Kampung terlihat pada tabel 8.
59
Tabel 8. Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Gotong Royong di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011
Citalahab Central
Lapisan Sosial Responden Lapisan Bawah Lapisan Menengah
Citalahab Kampung
Lapisan Atas Lapisan Bawah Lapisan Menengah
Nama Kampung
Persentase Intensitas Gotong Royong Tidak Pernah
n sampel Jarang
Sering
Selalu
3(20%)
4(27%)
3(20%)
5(33%)
15(100%)
0(0%)
2(50%)
1(25%)
1(25%)
4(100%)
0(0%)
8(73%)
3(27%)
0(0%)
11(100%)
6(55%)
0(0%)
5(45%)
0(0%)
11(55%)
8(80%)
0(0%)
1(10%)
1(10%)
10(80%)
Lapisan Atas 5(56%) Sumber: Diolah dari Data Primer
1(11%)
1(11%)
2(22%)
9(56%)
Tabel 8, memperlihatkan keikutsertaan responden pada kegiatan gotong royong. Penduduk lapisan bawah persentase keikutsertaan pada kegiatan gotong royong sebesar 33 persen selalu mengikuti gotong royong, pada lapisan menengah sebesar 50 persen, dan sebesar 73 persen pada lapisan atas jarang mengikuti kegiatan gotong royong. Adanya ekowisata mengakibatkan penduduk pada lapisan atas jarang mengikuti kegiatan gotong royong karena sibuk menangani wisatawan. Terdapat penduduk lapisan atas yang bekerja sebagai karyawan taman nasional sehingga sibuk menangani wisatawan dan kelestarian hutan sehingga jarang mengikuti kegiatan gotong royong. Adapun penduduk yang jarang atau tidak pernah mengikuti kegiatan gotong royong dikarenakan penduduk Citalahab Central biasanya sibuk dengan urusannya masing-masing sehingga tidak mengikuti kegiatan gotong royong yang ada. Ada warga yang pada hari minggu menjadi pemandu sehingga tidak mengetahui adanya kegiatan gotong royong dan tidak mengikutinya. Ada pula warga yang memilih berdiam diri di rumah karena lelah bekerja dari hari senin sampai sabtu di perkebunan sehingga hari minggu digunakan untuk istirahat di rumah. Semua lapisan Citalahab Kampung mengemukakan bahwa penduduk lokal tidak mengikuti gotong royong. Meskipun demikian, ada pula warga yang mengikuti kegiatan gotong royong. Adanya masyarakat yang tidak mengikuti kegiatan gotong royong tidak berbeda jauh dengan alasan di Citalahab Central yaitu karena aktifitas yang
60
dilakukan setiap hari, maka sebagian warga ingin waktu kosong digunakan untuk beristirahat. Ketidakikutsertaan penduduk Citalahab Kampung pada kegitan gotong royong tidak berhubungan dengan kehadiran ekowisata. Gotong royong di Citalahab Kampung telah ada sejak dahulu namun tidak pernah diikuti warga karena warga ingin beristirahat dan malas mengikutinya. Kerjasama yang dilakukan penduduk tidak hanya pada kegiatan gotong royong tapi juga pengajian. Tabel 9. Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Pengajian di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Lapisan Sosial Responden Lapisan Bawah Citalahab Lapisan Central Menengah Lapisan Atas Lapisan Bawah Citalahab Lapisan Kampung Menengah Lapisan Atas Sumber: Diolah dari Data Primer Nama Kampung
Persentase Intensitas Pengajian Tidak Pernah Jarang Sering Selalu 1(7%) 5(33%) 3(20%) 6(40%)
n sampel 15(100%)
0(0%)
2(50%)
2(50%)
0(0%)
4(100%)
5(45%)
1(9%)
2(18%)
3(27%)
11(100%)
11(100%)
0(0%)
0(0%)
0(0%)
11(55%)
10(100%)
0(0%)
0(0%)
0(0%)
10(80%)
6 (67%)
2(22%)
1(11%)
0(0%)
9(56%)
Pengajian untuk laki-laki dilakukan pada hari Jum’at malam dan untuk perempuan dilakukan pada hari minggu sore. Berdasarkan Tabel 9, penduduk Citalahab Central pada lapisan bawah sebesar 33 persen jarang mengikuti kegitan pengajian. Lapisan atas penduduk Citalahab Central sebesar 45 persen tidak pernah mengikuti kegiatan pengajian dan lapisan menengah penduduk jarang dan sering mengikuti pengajian. Ekowisata menyebabkan lapisan atas tidak pernah mengikuti kegiatan pengajian. Penduduk lapisan atas sibuk bekerja di sektor ekowisata seperti menjadi pemandu atau pergi ke berbagai tempat untuk mempromosikan ekowisata Citalahab Central sehingga penduduk tidak mengikuti pengajian. Penduduk yang bekerja di taman nasional berjaga-jaga apabila terdapat wisatawan yang datang atau orang tersesat di malam hari maka harus berada di stasiun penelitian. Penduduk lapisan bawah sering mengikuti kegiatan pengajian walaupun tidak setiap minggu diikuti. Walaupun demikian, terdapat penduduk yang selalu mengikuti kegiatan pengajian dikarenakan penduduk merasa bahwa mereka
61
seharusnya mengikuti kegiatan pengajian selain untuk menambah ilmu, silaturahmi, dan memperoleh ketenangan hati. Lapisan menengah memperoleh persentase yang sama yaitu 50 persen untuk penduduk yang jarang dan sering mengikuti kegiatan pengajian. Adanya penduduk yang jarang mengikuti karena penduduk lebih memilih istirahat di rumah setelah pulang kerja. Rata-rata penduduk memiliki anak yang masih kecil-kecil sehingga mereka tidak berniat untuk meninggalkan mereka dan jarak yang lumayan jauh sekitar 40-50 menit dengan jalan kaki membuat masyarakat memilih lebih baik berdiam diri di rumah. Keikutsertaan penduduk pada kegiatan pengajian tidak disebabkan oleh kegiatan ekowisata. “Jika ingin mengikuti pengajian maka harus ke atas (Citalahab
Bedeng). Untuk perempuan pengajian dilakukan pada hari minggu sore pukul 16.00. Meskipun jaraknya sekitar satu jam ke Bedeng tapi ada saja yan pergi ke sana untuk mengaji. Hal ini karena di Citalahab Central tidak ada masjid yang ada hanya mushola untuk tempat mengaji anak-anak di malam hari”. (Ibu ELH, 50 tahun, tokoh agama) Penduduk di Citalahab Kampung pada semua lapisan mengemukakan tidak pernah mengikuti pengajian karena jarak yang di tempuh jauh dari kampung. Ketidakikutsertaan penduduk pada kegiatan pengajian di Citalahab Kampung tidak berhubungan dengan adanya ekowisata. Penduduk Citalahab Kampung mengaku malas mengikuti pengajian dan aksesnya yang lumayan jauh membuat penduduk tidak datang. Kedua kampung tidak memiliki masjid atau tempat pengajian untuk penduduknya, sehingga apabila ingin mengikuti pengajian harus keluar kampung. Namun, ada pula warga yang mengikuti pengajian walaupun jaraknya yang lumayan jauh. “Di Citalahab Kampung sebanyak 90 persen penduduknya tidak pernah mengikuti pengajian. Hal ini karena tempat pengajian yang lumayan jauh dan penduduk lebih memilih untuk istirahat di rumah”. (Ibu HTI, 20 tahun, warga Citalahab Kampung) Musyawarah yang terlihat dalam penelitian ini adalah musyawarah yang dilakukan di desa untuk pembangunan kampung dan desa. Musyawarah jarang dilakukan di Citalahab Central dan Citalahab Kampung. Ekowisata tentunya mengakibatkan terjadinya musyawarah yang berkaitan dengan keberlangsungan ekowisata. Musyawarah yang berkaitan dengan ekowisata maka ketua KSM akan
62
mengundang dua sampai tiga orang untuk mendiskusikan hal yang berkaitan dengan ekowisata. Penduduk yang diikutsertakan untuk berdiskusi adalah penduduk yang tahu lebih jelas tentang ekowisata di Citalahab Central. Namun, untuk musyawarah dengan pihak lain seperti pemerintah desa, TNGHS, LSM, travel, ataupun perusahaan perjalanan ekowisata biasanya ketua KSM mengikutinya seorang diri dan terlibat secara langsung dalam diskusi tersebut. Musyawarah yang diadakan di desa tidak dihadiri oleh semua penduduk. Ketidakhadiran ini tidak disebabkan oleh ekowisata. Warga yang diundang saja yang dapat datang dan berpendapat. Masyarakat yang tidak datang biasanya terwakili oleh masing-masing wakil kampungnya seperti ketua RT, ketua RW, tokoh agama, ataupun pihak lain yang pada waktu musyawarah mendapat undangan. Musyawarah yang diadakan membahas berbagai hal salah satunya pemasangan listrik yang pada awalnya tidak semua kampung di Desa Malasari teraliri listrik. Masyarakat kawasan menggunakan turbin untuk membantu kehidupan sehari-hari khusunya aliran
listrik. Maka, saat ini listrik telah ada di setiap
kampung dan masyarakat terbantu. Selain itu, musyawarah yang dulu pernah dilakukan terkait aspal jalan. Desa Malasari merupakan salah satu desa dengan akses yang sulit karena berbatu dan menanjak. Ketika jalan telah diberi aspal dan sangat membantu masyarakat dalam mempermudah akses jalan meskipun tidak seluruh jalan di dalam kawasan di aspal. Tabel 10. Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Musyawarah di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Persentase Intensitas Musyawarah Nama Lapisan Sosial Tidak Kampung Responden Pernah Jarang Sering Selalu Lapisan 3(20%) 2(13%) 1(7%) 9(60%) Bawah Citalahab Lapisan 0(0%) 0(0%) 2(50%) 2(50%) Central Menengah 2(18%) 1(9%) 0(0%) 8(73%) Lapisan Atas Lapisan 0(0%) 0(0%) 0(0%) 11(100%) Bawah Citalahab Lapisan 0(0%) 0(0%) 0(0%) 10(100%) Kampung Menengah 1(11%) 3(22%) 0(0%) 6(67%) Lapisan Atas Sumber: Diolah dari Data Primer
n sampel 15(100%) 4(100%) 11(100%) 11(100%) 10(100%) 9(100%)
63
Tabel 10, memperlihatkan bahwa penduduk di kedua kampung tidak pernah mengikuti musyawarah. Adapun masyarakat yang mengikuti musyawarah tergolong selalu, jarang, sering, ataupun tidak pernah. Namun, pada lapisan menengah Citalahab Central persentase keikutsertaan responden sebesar 50 persen tidak pernah, dan jarang mengikuti musyawarah. Apabila penduduk selalu mengikuti musyawarah desa biasanya penduduk yang bekerja sebagai karyawan taman nasional. Hal ini karena, ada musyawarah terkait dengan masyarakat lokal khususnya yang berada di dalam kawasan dan kaitannya dengan taman nasional. Terdapat pula penduduk yang merangkap sebagai perangkat kampung seperti ketua RT ataupun RW yang seharusnya datang pada setiap musyawarah yang ada. Namun, terkadang ada beberapa alasan seperti ada keperluan lain yang mendesak, ataupun hal lain yang menyebabkan penduduk tidak dapat mengikuti kegiatan musyarah. Ekowisata bukan penyebab penduduk tidak ikut kegiatan musyawarah. Ketidakikutsertaan penduduk dikarenakan jarak dan tidak adanya undangan kepada masyarakat. Ekowisata yang ada selain menikmati keindahan alam juga menikmati tradisi ataupun upacara adat yang ada. Upacara adat Desa Malasari dinamakan seren taun yang merupakan rasa syukur atas hasil pertanian. Upacara adat ini biasanya dilakukan setiap tahun di Desa Malasari ataupun Kasepuhan pada bulan Desember ataupun bulan Januari. Masyarakat ikut terlibat dengan membawa hasil panen ke kantor desa (tempat pelaksanaan upacara adat). Tabel 11. Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Upacara Adat di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Persentase Intensitas Upacara Adat Nama Lapisan Sosial Tidak Kampung Responden Pernah Jarang Sering Selalu 4(27%) 3(20%) 1(7%) 7(47%) Lapisan Bawah Citalahab Lapisan 1(25%) 0(0%) 0(0%) 3(75%) Central Menengah 4(36%) 0(0%) 0(0%) 7(64%) Lapisan Atas 3(27%) 1(9%) 0(0%) 7(64%) Lapisan Bawah Citalahab Lapisan 2(20%) 3(30%) 0(0%) 5(50%) Kampung Menengah 1(11%) 3(33%) 1(11%) 4(44%) Lapisan Atas Sumber: Diolah dari Data Primer
n sampel 15(100%) 4(100%) 11(100%) 11(100%) 10(100%) 9(100%)
64
Tabel 11, menunjukkan penduduk di kedua kampung tidak pernah mengikuti kegiatan upacara adat. Adanya ekowisata menarik wisatawan untuk menikmati budaya lokal yang ada di masyarakat setempat. Namun, keikutsertaan penduduk pada kegiatan upacara adat bukan akibat dari hadirnya ekowisata. Penduduk yang terlibat secara langsung pada kegiatan upacara adat biasanya merupakan penduduk di sekitar kantor desa atau yang memiliki keluarga di sekitar kantor desa. Sementara penduduk Citalahab Kampung dan Citalahab Central jarang mengikutinya. Jarak antara kedua kampung dengan kantor desa sangat jauh sekitar dua sampai tiga jam mengendarai sepeda motor sehingga penduduk jarang atau tidak pernah mengikuti kegiatan upacara adat. Selain itu, ada pula warga yang selalu mengikuti upacara seren taun ini ditempat asalnya. Maka, penduduk akan pergi ke daerah asalnya atau keluarganya berada untuk melakukan upacara adat.. Misalnya penduduk berasal dari Kasepuhan, maka penduduk akan mengikuti upacara seren taun ditempat asalnya dan masyarakat tidak mengikuti upacara adat di Desa Malasari. “Jarak antara Citalahab Central dan kantor desa sangat jauh, maka jarang ada warga di sini yang pergi ke seren taun. Ada pula masyarakat yang kembali ke daerah asalnya atau Kasepuhan dan merayakan seren taun di tempat asalnya”. (Ibu NNI, 37 tahun, warga Citalahab Central) Selain gotong royong, pengajian, musyawarah desa, dan upacara adat, kerjasama yang dilakukan berupa siskamling. Siskamling (sistem keamanan lingkungan) di sini adalah berjaga di malam hari secara bergantian antar penduduk. Tabel 12 menerangkan persentase keikutsertaan penduduk pada kegiatan siskamling di kedua kampung. Penduduk lokal di kedua kampung tidak pernah mengikuti kegiatan siskamling untuk menjaga lingkungan. Namun, walaupun persentase tertinggi responden tidak pernah mengikuti siskamling tetap ada penduduk yang melakukan siskamling di kedua kampung seperti terlihat pada Tabel 12 yaitu sebesar 33 persen penduduknya lapisan menengah jarang mengikuti siskamling dan sebesar 13 persen responden selalu melakukan siskamling. Penduduk pada lapisan menengah Citalahab Central sebesar 25 persen jarang mengikuti siskamling dan sebanyak satu responden (11 persen) pada lapisan atas Citalahab Kampung juga jarang mengikuti kegiatan siskamling.
65
Tabel 12. Persentase Keikutsertaan Responden pada Kegiatan Siskamling di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Persentase Intensitas Siskamling Nama Lapisan Sosial Tidak Kampung Responden Pernah Jarang Sering Selalu 5(33%) 0(0%) 2(13%) 8(53%) Lapisan Bawah Citalahab Lapisan 1(25%) 0(0%) 1(25%) 2(50%) Central Menengah 2(18%) 1(9%) 0(0%) 8(73%) Lapisan Atas 0(0%) 0(0%) 0(0%) Lapisan Bawah 11(100%) Citalahab Lapisan 0(0%) 0(0%) 0(0%) 10(100%) Kampung Menengah 1(11%) 0(0%) 0(0%) 8(89%) Lapisan Atas
n sampel 15(100%) 4(100%) 11(100%) 11(100%) 10(100%) 9(100%)
Sumber: Diolah dari Data Primer
Hadirnya ekowisata mengakibatkan penduduk tidak pernah mengikuti siskamling. Sejak awal di kedua kampung memang tidak terdapat siskamling atau berkeliling kampung untuk menjaga keamanan di sekitar kampung. Ekowisata mengakibatkan kesibukan di masyarakat Citalahab Central khususnya dalam bidang jasa sehingga penduduk merasa lelah setelah bekerja di kebun teh ataupun di sektor ekowisata. Walaupun mayoritas semua lapisan tidak pernah mengikuti siskamling, namun ada pula penduduk yang berkeliling kampus. Siskamling yang dilakukan di Citalahab Central dilakukan apabila sedang banyak wisatawan yang datang. Sekitar empat sampai dengan lima orang akan berjaga-jaga di luar dan kemudian berkeliling di sekitar kampung. Selain itu antar warga juga berkomunikasi dengan menggunakan handphone (HP) untuk memberikan kabar mengenai kondisi di sekitar rumahnya. Pak SYN selaku ketua RT selalu berkomunikasi dengan tetangga lainnya untuk mengetahui kondisi sekitar Citalahab Central. Kegiatan siskamling tidak dilakukan di Citalahab Kampung karena setelah kerja seharian masyarakat merasa lelah dan beristirahat di rumah. Ketua RT selalu berkomunikasi dengan masyarakat terkait dengan keamanan lingkungan dan terkadang melakukan siskamling jika hal tersebut diperlukan. Namun, walaupun demikian kondisi di lingkungan kedua kampung dirasa aman. Berdasarkan data (sebagaimana pada lampiran 17), maka pada Citalahab Central dan Citalahab Kampung tingkat kerjasama tergolong rendah. Hal ini karena masyarakat jarang atau tidak pernah mengikuti kerjasama yang ada
66
meliputi gotong royong, musyawarah, siskamling, pengajian, dan upacara adat. Uji statistik chi-square (sebagaimana pada lampiran 10) diperoleh Chi-Square hitung sebesar 39.900, DF sebesar dua, dan P-Value sebesar 0.000. Uji statistik P-value sebesar 0.000 (< 10 persen) artinya terdapat beda nyata tingkat kerjasama antar penduduk lokal di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Perbedaan ini terlihat pada gambar 10, 11, 12, 13, dan 14 yaitu keterlibatan penduduk pada kegiatan gotong royong, pengajian, musyawarah desa, upacara adat, dan siskamling. Persentase keterlibatan penduduk Citalahab Central pada kegiatan gotong royong tergolong selalu dan jarang, sedangkan pada Citalahab Kampung tergolong tidak pernah mengikuti kegiatan gotong royong. Kegiatan pengajian diikuti penduduk Citalahab Central secara sering dan jarang bahkan ada penduduk yang tidak pernah mengikutinya. Persentase terbesar keterlibatan penduduk Citalahab Kampung pada kegiatan pengajian yaitu tidak pernah mengikutinya. Hal ini sama dengan keterlibatan penduduk pada kegiatan upacara adat dan siskamling kedua kampung. Penduduk Citalahab Central jarang mengikuti kegiatan musyawarah, ada pula yang tidak pernah mengikutinya. Walaupun persentase terbesar kedua kampung terlihat pada keterlibatan penduduk yang rendah yaitu jarang ataupun tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di kampung, namun penduduk di Citalahab Central ada juga yang sering ataupun selalu mengikuti kegiatan yang diadakan di kampung. Persentase keterlibatan penduduk di Citalahab Central lebih rendah dibandingkan Citalahab Kampung karena persentase penduduk tidak pernah mengikuti kegiatan gotong royong, pengajian, musyawarah desa, upacara adat, dan siskamling. Kerjasama, pengajian, upacara adat, musyawarah, dan siskamling memang telah ada sebelum adanya ekowisata. Ekowisata tidak menimbulkan adanya kegiatan tersebut. Namun, ketika ekowisata hadir kerjasama yang ada di Citalahab Central menjadi meningkat walaupun tidak rutin. Hal ini dikarenakan penduduk melakukan kerjasama atau gotong royong untuk menjaga lingkungan dan wisatawan dapat datang kembali ke Citalahab Central. Penduduk jarang mengikuti kegiatan pengajian karena jarak yang jauh dan rasa lelah setelah bekerja mengakibatkan penduduk lebih memilih untuk tinggal di rumah. Ekowisata tidak
67
menyebabkan adanya upacara adat dan siskamling karena keduanya telah ada sebelumnya. Namun, dengan adanya ekowisata upacara adat yang dilakukan menjadi lebih dikenal oleh orang luar/wisatawan karena dengan adanya ekowisata memperkenalkan budaya dan tradisi yang dimiliki oleh penduduk lokal ke wisatawan. Siskamling yang diadakan di Citalahab Central akan berubah menjadi rutin apabila terdapat wisatawan yang datang. Musyawarah yang dilakukan lebih kepada musyawarah desa untuk pembangunan kampung dan desa. Citalahab Central jika melakukan musyawarah untuk ekowisata maka ketua KSM akan mengumpulkan beberapa orang dan mendiskusikannya. Ekowisata memang mengakibatkan terjadinya konflik khususnya di Citalahab Central yang merupakan pusat dari kegiatan wisatawan dan kampung yang aksesnya dekat dengan ekowisata. Konflik yang terjadi relatif tinggi khususnya pada pembagian penginapan wisatawan dan ketidakikutsertaan penduduk pada kegiatan gotong royong. Konflik yang terjadi di Citalahab Central ini relatif tinggi sedangkan tingkat kerjasama juga relatif tinggi meskipun tidak rutin. Kerjasama yang relatif tinggi ini dikarenakan adanya ketua KSM dan tokoh agama (Pak AKG) yang selalu mengingatkan akan adanya kerjasama khususnya gotong royong. Ketua KSM akan memberitahukan kepada tokoh agama tentang gotong royong yang akan dilakukan kemudian memberitahukan kepada penduduk lain dengan menggunakan kentongan ataupun lisan. Kegiatan ini di perlukan untuk menjaga lingkungan tetap bersih, rapi, dan indah. Walaupun terjadi konflik, namun ketika tokoh agama telah mengatakan bahwa akan ada kegiatan gotong royong maka penduduk di Citalahab Central akan mengikuti kegiatan ini kecuali penduduk yang sibuk dengan pekerjaannya ataupun penduduk yang merasa lelah karena setiap hari bekerja. Pemberitahuan ini akan dilakukan satu atau dua hari sebelum kegiatan gotong royong. Adanya keterlibatan ketua KSM dan tokoh agama ini yang mengakibatkan konflik tetap meningkatkan kerjasama walaupun tidak rutin. Konflik tidak mengakibatkan terganggunya gotong royong jika tokoh agama telah berbicara agar penduduk melakukan kerjasama maka penduduk akan mengikutinya.
68
5.7 Konflik Pertentangan/konflik adalah salah satu bentuk proses-proses sosial yang menjauhkan atau mempertentangkan. Menurut Soekanto (1990) pertentangan (pertikaian atau conflict) adalah proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan/atau kekerasan. Konflik terkadang terjadi di kehidupan masyarakat sehari-hari. Hal ini juga terjadi di Citalahab Central yang merupakan pusat aktifitas wisatawan. Adanya ekowisata juga menimbulkan konflik pada masyarakat sekitar. Konflik sosial berlangsung karena adanya ekowisata. Konflik yang ada disebabkan oleh adanya wisatawan sehingga mengakibatkan kesibukan penduduk bertambah. Kesibukan ini mengakibatkan adanya penduduk yang tidak mengikuti kegiatan gotong royong dan menimbulkan rasa kesal bagi penduduk yang melakukan gotong royong. Namun, konflik yang berlangsung tidak meluas. Adanya ekowisata mengakibatkan hadirnya wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan alam. Wisatawan memerlukan penginapan untuk tempat tinggal dan penduduk menyiapkan kamar untuk wisatawan menginap. Penduduk merasa pembagian penginapan untuk wisatawan kurang adil karena penduduk yang tinggal agak jauh dengan ketua KSM jarang ada wisatawan yang menginap. Konflik yang terjadi hanya sebatas rasa kesal dan kecewa penduduk terhadap pembagian wisatawan yang tidak merata terhadap ketua KSM dan ketidakhadiran penduduk dalam kegiatan gotong royong. Penduduk yang rumahnya agak jauh dengan ketua KSM terkadang membicarakan sikap ketua KSM yang dinilai tidak adil. Konflik yang terjadi tidak sampai pada perkelahian atau adu fisik. Penduduk lokal hanya memberikan sindiran kepada ketua KSM dan penduduk yang tidak mengikuti kegiatan gotong royong. Sindiran yang diberikan tidak langsung dikatakan kepada orang yang bersangkutan namun hanya menjadi perbincangan penduduk setempat semata.
69
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu Gambar 11. Persentase Responden terhadap Tingkat Konflik Penduduk di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011
Gambar 11 menjelaskan persentase konflik yang terjadi di Citalahab Kampung dan Citalahab Central. Berdasarkan uji statistik chi square (sebagaimana pada lampiran 11) diperoleh Chi-Square hitung sebesar 17.067, DF sebesar satu, dan P-Value sebesar 0.000. Uji statistik P-value sebesar 0.000 (< 10 persen) artinya terdapat beda nyata tingkat konflik penduduk lokal di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Penduduk Citalahab Central mengalami konflik akibat adanya ekowisata, sedangkan pada Citalahab Kampung mayoritas penduduknya tidak mengalami konflik. Penduduk pada lapisan atas Citalahab Central sebanyak tujuh responden (47 persen), lapisan menengah sebanyak tiga responden (75 persen), dan lapisan atas sebanyak tiga responden (27 persen) mengemukakan adanya ekowisata menimbulkan konflik. Sebaliknya, penduduk pada lapisan bawah Citalahab Central sebanyak delapan responden (53 persen), pada lapisan menengah sebanyak satu responden (25 persen), dan pada lapisan atas sebanyak delapan responden (73 persen) mengemukakan tidak ada konflik akibat hadirnya ekowisata. Penduduk Citalahab Kampung pada semua lapisan mengemukakan tidak terjadi konflik sebagai akibat adanya ekowisata. Namun, sebanyak satu responden (9 persen) mengemukakan terjadi konflik di masyarakat. “Gotong royong yang diadakan di Citalahab Kampung biasanya dilakukan pada hari minggu dimana penduduknya libur bekerja. Gotong royong yang sering dilakukakan yaitu perbaikan jalan. Namun, ada juga penduduk yang tidak mengikuti kegiatan ini dan menimbulkan rasa kesal kepada penduduk lainnnya. Alasannya adalah pada hari minggu mereka libur dan ingin istirahat di rumah. Walaupun
70
merasa kesal kepada warga yang tidak ikut tapi tidak dipermasalahkan lebih lanjut”. (Bpk EGS, 29 tahun, ketua RT) Konflik yang terjadi antara kedua kampung ini berbeda. Konflik di Citalahab Kampung dikarenakan ada warga yang tidak mengikuti kegiatan gotong royong. Adanya ekowisata menimbulkan konflik di Citalahab Central khususnya pada kerjasama dan pembagian wisatawan. Konflik yang terjadi di Citalahab Central karena ketidakikutsertaan pada kegiatan gotong royong memperbaiki jalan, memperbaiki mushola, memperbaiki saluran air, dan pembagian pengunjung/penginapan yang tidak merata. Ekowisata mengakibatkan adanya peningkatan aktifitas kerja penduduk khusunya di bidang ekowisata dan menyebabkan penduduk tidak mengikuti kegiatan gotong royong. Konflik tentang pembagian penginapan untuk wisatawan menjadi pemicu adanya konflik seperti penjelasan di box 2. Box 2
Kasus Konflik Antar Penduduk Wisatawan yang datang ke sini (Citalahab Central) memang sudah ditentukan tempat tinggalnya, walaupun wisatawan dapat memilih sendiri tempat yang diinginkannya. Penginapan yang digunakan biasanya hanya di daerah atas saja (maksud daerah atas adalah tempat tinggal yang dekat ketua KSM) sedangkan tempat yang dibawah jarang digunakan bahkan sudah setahun tidak ada wisatawan yang menginap. Hal ini karena wisatawan sendiri yang memilih atau juga rumah yang berada di dekat ketua KSM jauh lebih baik dibandingkan rumah yang jauh dengan KSM. Adanya pembagian wisatawan yang tidak merata ini menimbulkan kecemburuan sosial antar penduduk. Hal ini karena Citalahab Central merupakan tempat bagi wisatawan untuk menginap dan seharusnya setiap penduduk mendapat giliran untuk tempat tinggal dan memang seharusnya seperti itu. Hal ini telah disepakati antara ketua KSM, taman nasional, dan pihak desa. Namun, dalam kenyataannya terkadang berbeda, hanya penduduk yang memiliki tempat tinggal di atas yang dijadikan tempat menginap bagi wisatawan. Peristiwa ini terjadi karena dua hal yaitu pembagian wisatawan yang tidak merata dan wisatawan sendiri yang memilih tempat menginap, maka keputusan tempat tinggal sepeuhnya tergantung pada wisatawan. Konflik ini berlangsung cukup lama dan tidak meluas ke permukaan, karena penduduk tidak mempermasalahkan hal tersebut. Penduduk merasa paham bahwa dalam kehidupan bermasyarakat pasti ada kecemburuan sosial ataupun konflik. Alasan lainnya yaitu jika berkaitan dengan penghasilan tambahan penduduk Citalahab Central memiliki matapencaharian dan hasil pertanian yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan tidak etis rasanya jika antar warga bermusuhan atau berkonflik. Pertentangan atau konflik biasanya terjadi antar masyarakat. (Bpk ILH, 38 tahun, warga Citalahab Central)
71
Box 2 merupakan salah satu kasus pertentangan atau konflik antar masyarakat. Konflik yang dialami masyarakat tidak terlalu membesar dan mencuat. Penduduk tidak menyukai sikap ketua KSM yang dirasa tidak adil. Kesepakatan yang ada tidak dijalankan sesuai dengan yang seharusnya. Proses penyelesaian dari konflik pembagian wisatawan belum berkembang. Penduduk tidak mempermasalahkan mengenai konflik tersebut. Keterlibatan penduduk pada kegiatan gotong royong merupakan kesadaran dari diri masing-masing dan tidak ada sanksi jika tidak megikutinya. Penduduk yang tidak mendapat pembagian wisatawan tidak terlalu mempermasalahkan karena penduduk berfikir tetap dapat makan dari hasil pertanian ataupun dari pekerjaan sebagai buruh pemetik teh di perkebunan. Adanya pembagian wisatawan yang tidak merata memang menimbulkan konflik dan tidak dapat memperoleh penghasilan tambahan dari bidang ekowisata. Namun, penduduk beranggapan selama mereka memiliki pekerjaan utama sebagai pemetik teh atau petani maka cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Konflik yang terjadi melibatkan penduduk sebagaimana terlihat pada Tabel 13 di bawah ini. Tabel 13. Jumlah dan Persentase Adanya Penduduk yang Berselisih Paham di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Persentase Intensitas Berselisih Paham Status Nama Kampung Jumlah Tidak Pernah Pernah Golongan Berselisih Berselisih Bawah Citalahab Central Menengah Atas Bawah Citalahab Menengah Kampung Atas Sumber: Diolah dari data primer
14(93%) 3 (75%) 10 (91%) 14 (93%) 3 (75%) 10 (91%)
1(7%) 1(25%) 1(9%) 1 (7%) 1(25%) 1 (9%)
15(100%) 4(100%) 11(100%) 15(100%) 4(100%) 11(100%)
Tabel 13 mengemukakan mayoritas penduduk tidak pernah berselisih paham. Terdapat penduduk yang pernah berselisih paham terkait dengan kegiatan kerjasama yang ada misalnya tidak mengikuti gotong royong yang ada di kampung ataupun perselisihan terkait dengan pembagian wisatawan. Penduduk yang berselisih paham dalam hal pembagian wisatawan karena pembagian yang dirasakan kurang adil melaporkan kejadian ini karyawan taman nasional yang ada
72
di stasiun penelitian Cikaniki. Karyawan kemudian akan menindaklanjuti laporan ini jika konflik yang terjadi sudah semakin parah. Kelanjutan yang dilakukan hanya memberitahu pihak yang dirasakan menjadi penyebab konflik untuk tidak melakukan hal-hal yang akan menimbulkan permasalahan lebih lanjut. Upaya yang dilakukan tidak berhasil. 5.8 Ikhtisar Ekowisata adalah wisata berbasis alam yang melibatkan pendidikan, interpretasi dari lingkungan, dan dikelola secara berkelanjutan. Adanya ekowisata mempengaruhi kehidupan masyarakat disekitar kawasan. Kehadiran ekowisata memberikan dampak bagi masyarakatnya. Dampak pada aspek sosio dan ekonomi yang meliputi tingkat pendapatan, pelapisan sosial, tingkat kesempatan kerja, tingkat konflik, dan jam kerja pada bidang ekowisata yang terjadi sebagai akibat adanya aktivitas ekowisata. Hasil pembahasan pada bab ini dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini. Tabel 14. Dampak Sosio-Ekonomi Akibat Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 Aspek Penelitian
Kampung dengan Akses Dekat Ekowisata (Citalahab Central)
Jumlah Pengunjung Terdapat Peningkatan Struktur Pendapatan Rendah Pelapisan Sosial Rendah Tingkat Kesempatan Membuka Kesempatan Kerja Kerja Jam Kerja pada bidang Terdapat perubahan jam ekowisata kerja Tingkat Kerjasama Sedang Tingkat Konflik Terdapat Konflik Sumber: Diolah dari data primer.
Kampung dengan Akses Jauh Ekowisata (Citalahab Kampung) Tidak Terdapat Peningkatan Rendah Rendah Tidak Membuka Kesempatan Kerja Tidak Terdapat perubahan jam kerja Rendah Terdapat Konflik
Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa struktur pendapatan pada kedua kampung tergolong pada kategori rendah. Pendapatan yang diperoleh di kedua kampung berbeda, pada Citalahab Central diperoleh total pendapatan sebesar Rp 469.625.000,00, pendapatan rata-rata sebesar 15.654.167,00, dan standar deviasi sebesar 10.777.048. Perhitungan kategori diperoleh berdasarkan rumus, maka kategori pendapatan rendah apabila pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari Rp 10.265.643,00. Kategori pendapatan tinggi apabila pendapatan yang diperoleh
73
lebih besar dari Rp 21.042.690,00, dan kategori pendapatan sedang apabila Rp 10.265.643,00
pendapatan yang diperoleh < Rp21.042.690,00.
Total pendapatan di Citalahab Kampung sebesar Rp 184.450.000,00, pendapatan rata-rata sebesar Rp 6.148.333,00, dan standar deviasi sebesar 3.747.424. Standar deviasi dikalikan setengah maka diperoleh standar deviasi sebesar 1.873.712. Kategori pendapatan rendah pada Citalahab Kampung diperoleh dengan perhitungan pendapatan rata-rata Rp 6.148.333,00 dikurangi ½ standar deviasi sebesar 1.873.712 maka diperoleh hasil Rp 4.274.621.000,00. Kategori pendapatan rendah apabila pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari Rp 4.274.621.000,00. Kategori pendapatan tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 8.022.045,00. Perhitungan ini berasal dari pendapatan rata-rata Rp 6.148.333,00 dijumlah dengan ½ standar deviasi sebesar 1.873.712 maka diperoleh hasil Rp 8.022.045,00. Kategori pendapatan sedang apabila Rp 4.274.621.000,00,
pendapatan yang diperoleh < Rp 8.022.045,00.
Kehadiran ekowisata di suatu daerah akan menarik wisatawan untuk datang dan menikmati keindahan alam. Adanya ekowisata tentunya akan membuka kesempatan kerja. Namun, terbukanya kesempatan kerja hanya terjadi di kampung yang aksesnya dekat dengan ekowisata yaitu Citalahab Central. Berdasarkan uji statistik penelitian membuktikan menerima H1 artinya terdapat beda nyata kesempatan kerja akibat adanya ekowisata. Kampung yang aksesnya jauh dengan ekowisata yaitu Citalahab Kampung tidak membuka kesempatan kerja. Kesempatan kerja di bidang ekowisata meliputi penginapan/ homestay, pemandu/guide, memasak/catering, dan pembawa barang/porter. Citalagab Central juga terdapat peningkatan jumlah pengunjung atau wisatawan sedangkan pada Citalahab Kampung tidak terdapat peningkatan pengunjung. Berdasarkan uji statistik penelitian membuktikan menerima H1 yaitu terdapat beda nyata pengunjung antara kedua kampung karena letak Citalahab Central yang dekat ekowisata dan merupakan pusat wisatawan dan Citalahab Kampung yang jarang dikunjungi oleh wisatawan. Penduduk Citalahab Central memiliki jam kerja di bidang ekowisata sedangkan penduduk Citalahab Kampung tidak memilikinya. Hal ini sesuai
74
dengan uji statistik menerima H1 artinya terdapat beda nyata jumlah jam kerja pada bidang ekowisata di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Adanya jam kerja ini karena masyarakat yang memiliki pekerjaan utama sebagai petani juga memiliki pekerjaan lain di bidang ekowisata sehingga terdapat jam kerja di bidang ekowisata. Penduduk bekerja pada hari senin sampai dengan jumat di kebun teh, dan pada hari sabtu atau minggu bekerja sebagai pemandu. Ada pula yang menjadi pemandu setiap saat jika memang hal tersebut diperlukan. Tingkat kerjasama meliputi kegiatan gotong royong, pengajian, musyawarah desa, dan siskamling. Tingkat kerjasama Citalahab Central tergolong sedang, dan tingkat kerjasama Citalahab Kampung tergolong rendah. Hal ini karena penduduk Citalahab Kampung jarang atau tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada. Meskipun demikian penduduk Citalahab Central ada yang mengikuti kegiatan daerahnya secara sering ataupun selalu, sedangkan Citalahab Kampung mayoritas tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di kampungnya. Hasil uji statistik membuktikan menerima H1 yaitu terdapat beda nyata tingkat kerjasama penduduk lokal sebagai akibat hadirnya ekowisata. Ekowisata menyebabkan kegiatan kerjasama di Citalahab Central meningkat meskipun tidak rutin dilakukan. Kedua kampung terdapat konflik yang meliputi ketidakikutsertaan pada kegiatan gotong royong memperbaiki jalan, memperbaiki mushola, memperbaiki saluran air, dan pembagian pengunjung/penginapan yang tidak merata. Konflik ini ada karena ekowisata. Adanya ekowisata di Citalahab Central mengakibatkan penduduk memiliki peningkatan aktivitas di bidang jasa seperti pemandu sehingga tidak mengikuti kerjasama karena merasa lelah. Pembagian penginapan yang tidak merata dirasakan penduduk lokal sebagai awal pemicu konflik walapaun tidak berkembang menjadi besar. Berdasarkan uji statistik penelitian membuktikan menerima H1 yaitu terdapat beda nyata tingkat konflik penduduk lokal di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Konflik memang terjadi di kedua kampung, namun jenis konflik dan keterlibatan masyarakat pada konflik lebih besar terjadi di Citalahab Central.
75
BAB VI DAMPAK SOSIO-EKOLOGI EKOWISATA 6.1 Pengantar Desa Malasari terletak di daerah pegunungan dan memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Sumberdaya yang ada dimanfaatkan oleh berbagai pihak diantarannya perkebunan, galian tambang, dan taman nasional. Hal ini memberikan keuntungan kepada pihak yang terlibat termasuk masyarakat. Adanya ekowisata Taman Nasional Gunung Halimun-Salak memberikan dampak pada masyarakat sekitar. Dampak yang diterima oleh masyarakat diantaranya dampak ekologi. Bab V akan membahas mengenai dampak sosio-ekologi yang diterima oleh penduduk lokal sebagai akibat adanya ekowisata. Dampak sosio-ekologi meliputi pandangan penduduk terhadap wisatawan, komunikasi penduduk, status pemukiman penduduk, keterlibatan masyarakat dalam konservasi sumberdaya alam, dan penilaian tentang gaya hidup. Komunikasi penduduk meliputi komunikasi dengan keluarga, tetangga, aparat pemerintah desa, dan komunikasi dengan pihak taman nasional. Status pemukiman dalam penelitian ini meliputi kebisingan, sampah, kualitas air, dan kualitas udara. Keterlibatan penduduk dalam konservasi sumberdaya merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menjaga lingkungan. Penilaian tentang gaya hidup antara kedua kampung berbeda. Hal ini karena penduduk Citalahab Central yang lebih sering bertemu dan berkomunikasi dengan wisatawan dan melihat kehidupan wisatawan. Penduduk di Citalahab Kampung bertemu wisatawan saat bekerja di kebun teh atau berpapasan di jalan sehingga tidak mengenal wisatawan secara dalam.
6.2 Pandangan Penduduk Terhadap Wisatawan Adanya wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan alam dan mengetahui kebudayaan masyarakat lokal memberikan pandangan kepada masyarakat. Pandangan dalam penelitian ini adalah sejauhmana masyarakat memiliki
pandangan atau kesan terhadap wisatawan. Pandangan masyarakat
terkait dengan kesan wisatawan terhadap masyarakat.
76
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu
Gambar 12. Persentase Pandangan Penduduk terhadap Wisatawan di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011
Berdasarkan uji statitik chi square (sebagaimana pada lampiran 6) diperoleh Chi-Square hitung sebesar 32.267, DF sebesar satu, dan P-Value sebesar 0.000. Uji statistik P-Value sebesar 0.000(< 10 persen) artinya terdapat beda nyata pandangan penduduk terhadap wisatawan di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Gambar 12 terlihat bahwa pada semua lapisan kedua kampung adanya wisatawan atau pengunjung memberikan kesan pada masyarakat. Kesan yang diperoleh berupa kesan positif dengan wisatawan. Penduduk beranggapan bahwa wisatawan yang datang ramah-ramah, mengetahui aturan yang berlaku di Citalahab Central secara jelas, dan memiliki rasa keingintahuan yang besar. Wisatawan menyapa penduduk jika berpapasan di jalan dan bertanya tentang kebun teh, hutan, ataupun kehidupan masyarakat Citalahab Central. Lapisan bawah Citalahab Kampung sebanyak lima responden (45 persen), sebanyak satu responden (10 persen) pada lapisan menengah, dan sebanyak dua responden (22 persen) pada lapisan atas mengemukakan wisatawan tidak memberikan kesan kepada masyarakat. Penduduk lapisan bawah sebanyak enam responden (55 persen), penduduk lapisan menengah sebanyak sembilan responden (90 persen), dan sebanyak tujuh responden (78 persen) mengemukakan wisatawan memberikan kesan kepada masyarakat. Kesan yang diterima penduduk Citalahab berupa kesan positif yaitu wisatawan yang berpapasan di jalan seringkali menyapa penduduk dan bertanya tentang teh. Masyarakat Citalahab Kampung hanya bertemu dengan wisatawan di jalan ketika mereka bekerja ataupun di kebun teh tempat mereka bekerja namun hal ini
77
jarang terjadi. Walaupun demikian, wisatawan tetap memberikan kesan positif kepada masyarakat. Wisatawan menyapa dan menanyakan beberapa hal terkait dengan teh dan cara memetik teh. Masyarakat di Citalahab Central menerima kesan wisatawan yang datang ramah-ramah. Apabila terdapat wisatawan yang berasal dari luar negeri biasanya mengajarkan bahasa inggris meskipun hanya ungkapan sehari-hari. Selain itu, wisatawan sering mengobrol dengan masyarakat lokal dan menanyakan informasi mengenai kehidupan ataupun adat istiadat masyarakat lokal. Perbedaan yang terjadi yaitu pada Citalahab Central seluruh lapisan masyakat (100 persen) mengemukakan adanya wisatawan memberikan kesan kepada masyarakat. 6.3 Komunikasi Menurut Soekanto (1990) suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Komunikasi adalah seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah, atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Komunikasi pada penelitian ini meliputi komunikasi dengan keluarga, komunikasi dengan tetangga, komunikasi dengan pemerintahan desa, dan komunikasi dengan pihak taman nasional.
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu
Gambar 13. Persentase Komunikasi Responden dengan Keluarga di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011
Berdasarkan Gambar 13 menerangkan bahwa penduduk Citalahab Central pada lapisan bawah dan lapisan menengah adanya ekowisata tidak mempengaruhi komunikasi dengan keluarga. Hal ini sama dengan penduduk di Citalahab
78
Kampung. Penduduk pada lapisan bawah Citalahab Central sebanyak satu responden (7 persen), dan penduduk pada lapisan atas sebesar dua responden (18 persen) mengemukakan adanya ekowisata mempengaruhi komunikasi dengan keluarga. Responden pada lapisan atas ada yang bekerja sebagai karyawan TNGHS jika ada pengunjung atau wisatawan maka akan menghabiskan waktu yang lebih lama di stasiun penelitian Cikaniki yang jaraknya satu jam dari Citalahab Central sehingga jarang berkomunikasi dengan keluarga. Selain itu, responden yang bekerja sebagai pemandu untuk orang korea yang sedang meneliti hewan di hutan jarang bertemu dan berkomunikasi dengan keluarga. Ekowisata
mengakibatkan penurunan komunikasi dengan keluarga.
Penurunan komunikasi dengan keluarga terlihat dari intensitas komunikasi yang berkurang akibat kesibukan reponden pada pekerjaannya. Awalnya penduduk akan bertemu keluarga pada pagi sebelum berangkat bekerja dan pada siang hari pukul 14.00 WIB hingga malam. Saat ini, penduduk bertemu dengan keluarga pada pagi hari sebelum bekerja itupun hanya sebentar dan pada malam hari. Apabila penduduk tetap bekerja pada hari sabtu dan minggu di jasa ekowisata, maka responden jarang bertemu dengan keluarga. Apabila keluarga sudah berkumpul maka topik pembicaraan mengenai keluarga, tetangga, kondisi di lingungan kampung, dan perbincangan tentang ekowisata. Penduduk bertemu dengan keluarga yang berada di luar desa hanya pada hari libur saja. Adanya ekowisata tidak terlalu mempengaruhi komunikasi keluarga untuk beberapa responden seperti mayoritas lapisan atas, menengah, dan bawah karena dirasa tidak ada perubahan yang terjadi meskipun mereka menjadi pemandu. Penduduk tetap bertemu dan berkomunikasi dengan keluarga karena aktivitas di bidang ekowisata hanya sampai sore hari. Namun, ada penduduk yang mengalami penurunan komunikasi dengan keluarga.
79
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu
Gambar 14. Persentase Komunikasi Responden dengan Tetangga di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011
Gambar 14 mengemukakan bahwa persentase terbesar penduduk pada semua lapisan di kedua kampung yaitu adanya ekowisata tidak mempengaruhi komunikasi dengan tetangga. Namun, pada lapisan bawah penduduk Citalahab Central sebanyak dua responden (13 persen), dan pada lapisan atas sebanyak tiga reponden (27 persen)
mengemukakan adanya ekowisata mempengaruhi
komunikasi dengan tetangga. Pak SYN selaku ketua KSM mengaku bahwa adanya ekowisata menyebabkan komunikasi dengan tetangga meningkat karena sering berkeliling untuk membicarakan penginapan dengan masyarakat yang lain. Bagi Pak SYN dengan adanya ekowisata maka berpengaruh positif terhadap komunikasi dengan tetangga karena sering berkeliling untuk membicarakan wisatawan, kegiatan kerjasama, dan keadaan penduduk Citalahab Central. Ekowisata berpengaruh negatif terhadap komunikasi karena penduduk jarang berkomunikasi antar tetangga. Penduduk mengemukakan adanya ekowisata mengakibatkan penduduk memiliki kesibukannya masing-masing sehingga komunikasi dengan tetangga mennurun karena jarang bertemu dan berkomunikasi. Masyarakat berkomunikasi apabila di tempat kerja, ketika pulang kerja, ataupun jika berpapasan dengan tetangga lainnya di jalan. “Saat ini jarang bertemu tetangga jika tidak di tempat kerja atau ketika berangkat ke kebun bersama-sama sering mengobrol. Jika bertemu di jalan maka saling menanyakan kabar. Apabila ada keperluan dengan tetangga langsung saja datang ke rumah penduduk tersebut”. (Ibu WCH, 30 tahun, Warga Citalahab Central)
80
Komunikasi penduduk dengan pemerintahan desa tergolong tidak berubah setelah adanya ekowisata. Lokasi kantor pemerintahan desa cukup jauh dengan kedua kampung. Jarak kantor dengan Citalahab Central dengan menggunakan sepeda motor memerlukan waktu sekitar 120 menit. Jarak kantor dengan Citalahab Kampung menggunakan sepeda motor memerlukan waktu 160 menit. Jarak yang jauh membuat masyarakat jarang ke kantor desa jika tidak ada keperluan yang penting. Walaupun adanya ekowisata komunikasi tidak berubah. Tabel 15. Jumlah dan Persentase Komunikasi Penduduk dengan Pemerintah Desa di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011.
Nama Kampung
Citalahab Central
Citalahab Kampung
Status Golongan
Komunikasi dengan Pemerintah Desa Tidak Mempengaruhi Mempengaruhi Komunikasi Komunikasi dengan dengan Pemerintah Desa Pemerintah Desa
Jumlah
Bawah
15(100%)
0(0%)
15(100%)
Menengah Atas Bawah
4(100%) 10 (91%) 11(100%)
0(0%) 1 (9%) 0(0%)
4(100%) 11(100%) 11(100%)
10(100%)
0(0%)
9(100%)
0(0%)
10(100%) 9(100%)
Menengah Atas Sumber: Diolah dari Data Primer
Berdasarkan Tabel 15, terlihat bahwa pada seluruh lapisan di kedua kampung adanya ekowisata tidak mempengaruhi komunikasi dengan aparat pemerintah desa. Namun, pada lapisan atas Citalahab Central sebanyak satu responden (9 persen) mengatakan adanya ekowisata mempengaruhi komunikasi dengan pemerintah desa. Hal ini karena responden tersebut merupakan ketua KSM sekaligus ketua RT sehingga sering melakukan komunikasi dengan pemerintahan desa terkait dengan wisatawan ataupun penduduk Citalahab Central. Ekowisata mempengaruhi komunikasi penduduk lapisan atas dengan pemerintah desa terkait dengan persoalan wisatawan/ekowisata. Pak SYN selaku ketua KSM seringkali diundang untuk membicarakan keberlanjutan ekowisata dan persoalan yang dihadapi.
81
Jarak Taman Nasional dengan Citalahab Central menggunakan sepeda motor memerlukan waktu tempuh selama 120 menit melalui jalan yang berbatu. Karyawan yang berada di stasiun penelitian Cikaniki sebanyak empat orang, tiga orang menikah dengan penduduk setempat yaitu Citalahab Central dan satu orang lainnya merupakan warga Cianjur yang berada di Cikaniki selama enam sampai empat belas hari kemudian bergantian dengan karyawan yang lain. Karyawan ini memiliki tugasnya masing-masing, ada yang membantu penelitian mahasiswa Indonesia, ada yang membantu peneliti luar negeri, ada yang mengamati hewan dan tumbuhan, dan pergi ke hutan.
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu
Gambar 15. Persentase Komunikasi Responden dengan Pihak TNGHS di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011
Gambar 15 menunjukkan penduduk pada lapisan bawah Citalahab Central sebanyak sembilan responden (60 persen), penduduk pada lapisan menengah sebanyak satu responden (25 persen), dan lapisan atas sebanyak lima responden (45 persen) mengemukakan adanya ekowisata tidak mempengaruhi komunikasi dengan pihak TNGHS. Penduduk pada lapisan bawah Citalahab Central sebanyak enam responden (40 persen), penduduk pada lapisan menengah sebanyak tiga responden (75 persen), dan sebanyak enam responden (55 persen) mengemukakan adanya ekowisata mempengaruhi komunikasi dengan pihak TNGHS. Hal ini juga terjadi pada penduduk Citalahab Kampung yang menyatakan adanya ekowisata mempengaruhi
komunikasi
dengan
pihak
TNGHS.
Adanya
ekowisata
mengakibatkan penduduk di lapisan bawah dan lapisan atas berkomunikasi
82
dengan pihak TNGHS. Penduduk lapisan atas berkomunikasi terkait dengan wisatawan seperti laporan kepada karyawan TNGHS mengenai jumlah wisatawan yang datang, tujuan kedatangan, dan tiket yang harus dibayar oleh wisatawan ketika memasuki kawasan TNGHS. Penduduk juga bekerjasama dengan karyawan TNGHS dalam hal menjaga lingkungan tetap bersih, tidak menebang pohon, dan membuang sampah pada tempatnya. Kerjasama ini juga dilakukan bersama-sama wisatawan yang terlebih dahulu
mengetahui aturan di Citalahab Central dan
TNGHS.
atas
Selain
itu,
lapisan
juga
melakukan
kerjasama
untuk
mempromosikan Citalahab Central kepada wisatawan yang datang ke stasiun cikaniki. Adanya penduduk yang jarang berkomunikasi karena sibuk bekerja dan hanya sesekali bertemu dengan karyawan taman nasional. Karyawan yang datang ke Citalahab Kampung untuk berkunjung atau ada keperluan terkait dengan hutan dan lingkungan berkomunikasi dengan ketua RT. Tingkat komunikasi pada kedua kampung tergolong rendah (sebagaimana pada lampiran 19). Berdasarkan uji statistik chi-square (sebagaimana pada lampiran 17) diperoleh Chi-Square sebesar 91.900, DF sebesar dua, dan P-Value sebesar 0.000. Uji statistik P-Value sebesar 0.000 (< 10 persen) artinya terdapat beda nyata tingkat komunikasi di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Tingkat komunikasi kedua kampung terdapat perbedaan, pada Citalahab Central terdapat perubahan komunikasi setelah adanya ekowisata. Komunikasi ini meliputi komunikasi keluarga, komunikasi aparat desa, komunikasi dengan tetangga, dan komunikasi dengan karyawan TNGHS. Terdapat peningkatan serta penurunan komunikasi pada penduduk Citalahab Central akibat adanya ekowisata. Perubahan komunikasi yang terjadi di Citalahab Kampung tergolong rendah. Hal ini karena komunikasi yang terjadi di Citalahab Kampung tidak terdapat perubahan. Adanya ekowisata tidak berpengaruh kepada komunikasi penduduk Citalahab Kampung karena tidak terdapat aktivitas ekowisata di kampung ini. Aktivitas yang dimaksud adalah wisatawan yang datang membuka kesempatan kerja sehingga penduduk bekerja di sektor ekowisata dan terjadi perubahan komunikasi. Komunikasi yang terjadi seperti biasanya jika bertemu di jalan atau di tempat kerja biasnya saling menyapa dan mengobrol. Hal ini terlihat
83
pada gambar 13, 14, 15, dan tabel 15. Terjadinya penurunan tingkat komunikasi dikarenakan adanya penurunan intensitas komunikasi. 6.4 Status Pemukiman Status pemukiman adalah kualitas pemukiman akibat adanya kegiatan ekowisata. Status pemukiman memiputi perubahan kebisingan, adanya sampah, kualitas air, dan kualitas udara.
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu
Gambar 16. Persentase Responden Terhadap Perubahan Lingkungan Setelah Adanya Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011
Berdasarkan Gambar 16, pada lapisan bawah (53 persen), lapisan menengah (50 persen), dan lapisan atas (36 persen) penduduk Citalahab Central mengemukakan adanya perubahan lingkungan sebagai akibat adanya ekowisata. Penduduk pada lapisan bawah (47 persen), lapisan menengah (50 persen), dan lapisan atas (64 persen) Citalahab Central mengemukakan adanya ekowisata tidak terjadi perubahan lingkungan. Seluruh lapisan pada Citalahab Kampung mengemukakan tidak terjadi perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan menjadi lebih rapi atau menjadi rusak karena adanya ekowisata. Apabila dibandingkan dengan Citalahab Kampung, maka pengaruh terhadap lingkungan hidup tampak nyata di Citalahab Central. Hal ini masuk akal, karena akses terhadap ekowisata lebih besar dimiliki oleh Citalahab Central sehingga kawasan ini lebih banyak terlintas kunjungan wisatawan. Adanya ekowisata mengakibatkan wisatawan berkunjung untuk menikmati keindahan alam dan kebudayaan yang ada. Wisatawan yang datang kadang meningkat pada bulan-bulan tertentu ataupun pada peristiwa tertentu misalnya
84
awal tahun, libur hari raya, ataupun liburan sekolah. Pengunjung yang datang ada yang individu, ataupun berkelompok, mulai dengan menggunakan sepeda motor sampai dengan kendaraan beroda empat atau mobil. Adanya aktivitas kendaraan ini mengakibatkan suara di sekitar kawasan ini menjadi sedikit bising. Ekowisata berdampak terhadap lingkungan terutama di Citalahab Central sedangkan di Citalahab Kampung tidak terlihat perubahan lingkungan hidup akibat ekowisata. Perubahan lingkungan yang terjadi di Citalahab Central mencakup kebisingan akibat adanya kendaraan wisatawan yang datang, kualitas air, kualitas udara, dan sampah. Perubahan yang terlihat jelas yaitu adanya kebisingan dan sampah akibat ekowisata. Namun, walaupun terdapat sampah penduduk tidak merasa terganggu karena penduduk lokal dan wisatawan telah mengetahui membuang sampah pada tempatnya dan tetap menjaga kebersihan di area kampung dan sekitarnya. Kualitas air dan kualitas udara dirasakan penduduk tidak mengalami perubahan.
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu
Gambar 17. Persentase Responden terhadap Kebisingan Setelah Adanya Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011
Gambar 17 menerangkan bahwa pada lapisan bawah (20 persen), lapisan menengah (25 persen), dan lapisan atas (45 persen) pada Citalahab Central mengatakan setelah adanya ekowisata tidak terjadi kebisingan. Sedangkan pada lapisan bawah (80 persen), lapisan menengah (75 persen), dan lapisan atas (55 persen) mengemukakan adanya ekowisata mengakibatkan kebisingan. Sebaliknya, semua lapisan pada Citalahab Kampung mengemukakan adanya ekowisata tidak mengakibatkan kebisingan. Obyek wisata yang di Citalahab Central mengundang wisatawan untuk datang dan menikmatinya.
85
Wisatawan yang datang seringkali menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat sehingga mengakibatkan suara yang berasal dari kendaraan. Kebisingan yang terjadi akibat kendaraan yang datang karena letak rumah lapisan atas lebih dekat dengan jalan dan wisatawan biasanya menginap di rumah dekat ketua KSM. Lapisan bawah dan lapisan menengah pun merasa adanya kebisingan akibat kendaraan yang datang. Penduduk Citalahab Kampung tidak mengalami kebisingan karena wisatawan tidak datang ke kampung tersebut sehingga tidak terjadi kebisingan. Kebisingan ini tidak menganggu penduduk lokal karena hanya terjadi dua atau tiga hari setiap minggu jika memang ada wisatawan yang datang. Salah satu dampak ekologi dari ekowisata yaitu adanya sampah. Adanya ekowisata yang mengakibatkan wisatawan datang seringkali membawa makanan dan minuman sehingga meninggalkan sampah. Wisatawan yang datang membawa makanan dan minuman untuk persediaan dan mengakibatkan sampah. Sampah dari wisatawan ini ada yang dibawa kembali ke tempat asal wisatawan dan ada yang dibuang di tempat sampah rumah penduduk. Warga setempat terlebih dahulu memberi informasi wisatawan bahwa sampah yang berasal dari wisatawan sebaiknya dibuang ke tempat sampah. Wisatawan yang mengunjungi obyek wisata biasanya membawa kantong plastik sendiri untuk menyimpan sampah lalu membuangnya di tempat sampah atau jika wisatawan yang datang tidak untuk menginap biasanya mereka membawa pulang sampah yang ada.
Keterangan: n Citalahab Central = 30 individu n Citalahab Kampung = 30 individu
Gambar 18. Persentase Responden terhadap Sampah Setelah Adanya Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011
Gambar 18 menunjukkan bahwa pada lapisan menengah dan atas Citalahab Central sebesar 100 persen dan sebesar 93 persen pada lapisan bawah
86
mengatakaan bahwa adanya ekowisata menyebabkan sampah. Penduduk lapisan bawah sebanyak satu responden (7 persen) tidak mengakibatkan sampah. Seluruh lapisan penduduk pada Citalahab Kampung mengemukakan adanya ekowisata tidak mengakibatkan sampah. Hal ini karena tidak ada wisatawan yang datang ke Citalahab Kampung. Sampah yang dihasilkan oleh penduduk di kumpulkan di rumah kemudian sampah tersebut di bakar. Penduduk telah membuat lubang khusus untuk menampung sampah. Ketika sampah telah menumpuk maka penduduk akan membakarnya. Sampah wisatawan dikategorikan meningkat seiring dengan meningkattnya wisatawan. Namun, peningkatan sampah ini tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. “Adanya pengunjung mengakibatkan peningkatan sampah. Namun, sampah yang ada biasanya di bawa kembali oleh wisatawan atau dibuang ke tempat sampah. Sedangkan sampah dari penduduk akan di bakar”. (Bapak SYN, 40 tahun, ketua KSM) Air yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari diperoleh dari mata air di pegunungan. Air dialiri menggunakan selang untuk mencapai rumah-rumah penduduk. Hadirnya ekowisata ternyata tidak mengakibatkan perubahan air. Air yang ada tetap jernih, tidak berbau, dan tidak beraroma. Hal ini terlihat pada Tabel 16 dibawah ini. Tabel 16. Jumlah dan Persentase Kualitas Air Sebagai Akibat Adanya Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011. Kualitas Air Nama Kampung
Status Golongan
Lapisan Bawah Lapisan Menengah Lapisan Atas Lapisan Bawah Citalahab Lapisan Kampung Menengah Lapisan Atas Sumber: Diolah dari Data Primer Citalahab Central
Tidak Mengakibatkan Perubahan Kualitas Air 14(93%)
Mengakibatkan Perubahan Kualitas Air 1(7%)
15(100%)
4(100%) 11(100%) 11(100%)
0(0%) 0(0%) 0(0%)
4(100%) 11(100%) 11(100%)
10(100%) 9(100%)
0(0%) 0(0%)
10(100%) 9(100%)
Jumlah
Tabel 16 mengemukakan hampir semua lapisan di kedua kampung tidak mengakibatkan perubahan kualitas air. Penduduk lapisan atas Citalahab Central
87
sebanyak satu responden (9 persen) mengemukakan ekowisata mengakibatkan perubahan kualitas air. Penduduk beranggapan kualitas air saat ini lebih bagus karena penduduk selalu memeriksa kondisi air dan selang agar selalu baik. Ekowisata membuat penduduk lokal lebih menjaga lingkungan agar tetap bersih dan nyaman sehingga kualitas lingkungan (air dan udara) menjadi lebih baik. Status pemukiman juga terlihat dari kualitas udara di sekitar kawasan pemukiman. Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa pada kedua kampung setelah adanya ekowisata tidak mengakibatkan kualitas udara. Udara di kedua kampung masih segar, sejuk, dan bersih. Hal ini karena kedua kampung berada di kawasan pegunungan dan tidak ada kegiatan penduduk dan wisatawan yang mengurangi kualitas udara. Tabel 17. Jumlah dan Persentase Kualitas Udara sebagai Akibat Adanya Tahun 2011. Ekowisata mengakibatkan perubahan kualitas udara Nama Status Tidak mengakibatkan Mengakibatkan Kampung golongan perubahan kualitas perubahan kualitas udara udara 15(100%) Bawah 0 (0%) Citalahab 4 (100%) Menengah 0 (0%) Central 11 (100%) Atas 0 (0%) 11 (100%) Bawah 0 (0%) Citalahab 10 (100%) 0 (0%) Kampung Menengah Atas 9 (100%) 0 (0%) Sumber: Diolah dari Data Primer
Ekowisata
Total
15(100%) 4(100%) 11(100%) 11(100%) 10(100%) 9(0%)
Walaupun terjadi kebisingan di Citalahab Kampung, penduduk merasa tidak terjadi perubahan kualitas udara. Status pemukiman yang terdiri dari tingkat kebisingan, sampah, kualitas air, dan kualitas udara tergolong kategori rendah di Citalahab Kampung. Sedangkan pada Citalahab Central tergolong sedang (sebagaimana pada lampiran 20). Artinya, status pemukiman di Citalahab Kampung jauh lebih baik dibandingkan dengan status pemukiman di Citalahab Central. Terdapat perubahan kebisingan, kualitas air, dan sampah di Citalahab Central. Hasil ini sesuai dengan uji statistik chi square. Berdasarkan uji statistik diperoleh Chi-Square hitung sebesar 4.267, DF sebesar satu, dan P-Value sebesar 0.039 (sebagaimana pada lampiran 14). Uji statistik P-Value sebesar 0.039 (< 10 persen) artinya terdapat beda nyata status pemukiman penduduk di kedua
88
kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Terdapat perbedaan antara kedua kampung, kampung yang memiliki akses dekat dengan ekowisata mengalami perubahan status pemukiman yaitu adanya perubahan kebisingan, kualitas air, dan sampah. Sebaliknya, pada Citalahab Kampung tidak terdapat perubahan lingkungan. 6.5 Keterlibatan Penduduk dalam Konservasi Sumberdaya Alam Lokal Keterlibatan penduduk dalam kegiatan konservasi terlihat pada kepedulian masyarakat terhadap sampah dan hutan. Masyarakat di kedua kampung telah memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan. Pihak taman nasional seringkali memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan dan hutan agar tetap asri. Selain itu, adanya karyawan taman nasional yang juga warga Citalahab Central sering mengunjungi kampung lain untuk bersilaturahmi dan memberikan informasi mengenai lingkungan dan menjaganya. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat jarang menggunakan gas untuk memasak. Masyarakat telah memiliki kesadaran akan pentingnya alam dan lingkungan akan senantiasa menjaganya. Selain itu, masyarakat beranggapan bahwa dengan menjaga lingkungan mereka akan menerima manfaat yang baik pula dari lingkungan maupun hutan. Apabila lingkungan termasuk hutan rusak tidak hanya masyarakat lokal yang mengalami akibatnya, namun juga masyakat di wilayah perkotaan. Masyarakat bergantung pada ranting yang berjatuhan di hutan, dan pada sisa-sisa pohon teh yang tidak dipergunakan lagi. Selain itu, masyarakat juga menanam bebebapa pohon di kebun untuk dijadikan sebagai kayu bakar. Hal ini karena pada dasarnya terdapat larangan untuk menebang pohon ataupun ranting di hutan. Namun, saat ini masyarakat hanya boleh mengambil ranting yang berada di bawah atau jalanan (sudah jatuh ke tanah). Selain itu, masyarakat mematuhi peraturan tentang tidak merambah hutan, tetap menjaga hutan dengan tidak mencorat-coretnya. Hal ini terlihat pada tabel 18 di bawah ini.
89
Tabel 18. Indikator Tingkat Keterlibatan Penduduk dalam Konservasi Sumberdaya Alam Lokal di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011. Indikator Tingkat Jumlah Responden Keterlibatan Nama Penduduk dalam Status Jumlah Kampung Konservasi Golongan Tidak Ya Sumberdaya Alam Lokal Citalahab Central Citakahab Kampung Citalahab Central Citakahab Kampung Citalahab Central Citakahab Kampung
Membuang Sampah pada Tempatnya
Menjaga Hutan dengan tidak mencorat-coret dan tidak menebang pohon
Mematuhi Larangan Merambah Hutan
Bawah Menengah Atas Bawah Menengah Atas Bawah Menengah Atas Bawah Menengah Atas Bawah Menengah Atas Bawah Menengah Atas
0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0(0%) 0 (0%) 0(0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (7%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
15 (100%) 4 (100%) 11 (100%) 11 (100%) 10 (100%) 9 (100%) 15 (100%) 4 (100%) 11 (100%) 11 (100%) 10 (100%) 9 (100%) 14 (93%) 4 (100%) 11 (100%) 11 (100%) 10 (100%) 9 (100%)
15 (100%) 4 (100%) 11 (100%) 11 (100%) 10 (100%) 9 (100%) 15 (100%) 4 (100%) 11 (100%) 11 (100%) 10 (100%) 9 (100%) 7 (100%) 12 (100%) 11 (100%) 13 (100%) 17 (100%) 9 (100%)
Sumber: Diolah dari Data Primer
Tabel 18 mengemukakan bahwa seluruh responden pada semua lapisan terhadap keterlibatan menjaga lingkungan berada pada kategori tinggi (sebagaimana pada lampiran 21). Berdasarkan uji statistik chi square (sebagaimana pada lampiran 15) diperoleh Chi-Square hitung sebesar 56.067, DF sebesar satu, P-Value sebesar 0.000. Uji statistik sebesar 0.000 (< 10 persen) artinya terdapat beda nyata tingkat keterlibatan penduduk dalam konservasi sumberdaya alam lokal di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Terlihat bahwa pada Citalahab Kampung terdapat satu responden yang membuang sampah sembarangan, dan semua responden pada lapisan menengah dan atas menjaga lingkungan. Penduduk lebih menjaga lingkungan setelah adanya ekowisata. Penduduk telah memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan sehingga dapat menarik wisatawan dan menjaga kelestarian untuk generasi penerus selanjutnya. Partisipasi penduduk dalam kegiatan konservasi berada pada tahap
90
perencanaan dan pelaksanaan. Tahap perencanaan meliputi perencanaan mengenai aturan pembuangan sampah bagi penduduk lokal dan wisatawan. Tahap pelaksanaan pada partisipasi penduduk yaitu pelaksanaan pembuangan sampah pada tempat yang disediakan kemudian dibakar atau dijadikan pupuk. Pelaksanaan juga terlihat pada kepatuhan terhadap larangan merambah hutan, menjaga hutan dan lingkungan, tidak mencorat-coret, dan tidak menebang pohon sembarangan. 6.6 Penilaian tentang Gaya Hidup Penilaian tentang gaya hidup dalam penelitian ini adalah keseluruhan sikap, pandangan, serta pola pikir responden terhadap gaya hidup wisatawa (sebagaimana pada lampiran 23). Wisatawan yang datang ke Citalahab Central ada yang berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Selain untuk menikmati keindahan alam dan melihat kebudayaan terdapat pengunjung yang memiliki tujuan untuk melakukan penelitian baik itu tentang hewan, lingkungan, maupun dengan masyarakatnya. Wisatawan yang datang mengenakan pakaian yang berbeda-beda, jika wisatawan berasal dari kota atau luar negeri umumnya menggunakan pakaian lengan pendek dan celana pendek. Adanya perbedaan cara memakai pakaian tidak dipermasalahkan oleh warga karena pada dasarnya warga telah memahami cara berpakaian wisatawan. Masyarakat jarang yang mengikuti pakaian wisatawan hal ini karena baik di Citalahab Central dan Citalahab Kampung tidak terpengaruh. Adapun warga yang mengikuti cara berpakaian wisatawan biasanya anak kecil. Anak kecil beranggapan akan terasa keren jika mereka menggunakan pakaian pendek atau mini. Penduduk di kedua kampung jika ingin membeli pakaian biasanya ke pasar Leuwiliang yang jaraknya cukup jauh, ada juga pedagang yang datang ke kampung menjual pakaian dan membayarnya dengan mengansurnya. Masyarakat juga memahami kedekatan pengunjung laki-laki dan perempuan namun tidak boleh berada dalam satu kamar. Awal kedatangan wisatawan ketua KSM akan menanyakan hubungan antar pengunjung dan menjelaskan aturan yang ada kepada pengunjung. Kemudian menempatkan pengunjung ke rumah-rumah yang telah dipilih.
91
Masyarakat Citalahab Central yang lebih sering bertemu dengan wisatawan sehingga lebih sering menggunakan bahasa indonesia, namun apabila dalam kehidupan sehari-hari mereka tetap menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa sunda. Hal yang sama juga terjadi pada masyarakat Citalahab Kampung apabila bertemu dengan wisatawan di jalan atau di tempat kerja (perkebunan teh). Wisatawan yang datang seringkali membawa telepon genggam, kamera, bahkan laptop dan mengajarkan ke masyarakat cara penggunaanya. Adanya wisatawan di Citalahab Central mengakibatkan penduduknya mengenal teknologi seperti handphone sebagai alat komunikasi untuk mempermudah pekerjaan. Hal ini karena setiap warga dapat berkomunikasi dengan ketua KSM ataupun tetangga lainnya, dan ketua KSM dapat berkomunikasi dengan wisatawan terkait dengan kunjungan dan penginapannya. Penduduk Citalahab Kampung mengenal teknologi dari siaran televisi yang mereka lihat. Masyarakat Citalahab Central terkadang merasa bahwa konsumsi atau makanan pengunjung berbeda dengan masyarakat. Terdapat pengunjung yang menerima makanan yang disediakan oleh penduduk, atau pengunjung yang membawa makanan kemudian dimasakan oleh penduduk. Ada pula pengunjung yang meminta makanan yang sesuai dengan seleranya. Penduduk di Citalahab Central maupun Citalahab Kampung mengetahui bahwa konsumsi penduduk dan pengunjung berbeda. Masyarakat pada kedua kampung selalu membuang sampah pada tempatnya kemudian membakarnya. Namun, ada pula pengunjung yang membuang sampah sembarangan. Biasanya pengunjung domestik yang melakukannya, sedangkan pengunjung internasional atau luar negeri lebih menjaga lingkungan. Pengunjung luar negeri biasanya membawa kantong plastik kemudian jika sepanjang jalan menemukan sampah maka akan diambil dan dimasukan dalam kantong. Berdasarkan uji statistik chi square ( sebagaimana pada Lampiran 16) diperoleh Chi-Square hitung sebesar 56.067, DF sebesar satu, dan P-Value 0.000. Uji statistik P-Value sebesar 0.000 (< 10 persen) artinya terdapat beda nyata tingkat penilaian tentang gaya hidup di kedua kampung sebagai akibat adanya ekowisata. Kampung yang menjadi pusat wisatawan akan memiliki beragam penilaian tentang gaya hidup. Selain itu, wisatawan juga tinggal di rumah warga sehingga
92
penduduk lokal dapat melihat dan menilai gaya hidup warga dan ada yang mengikuti dan tidak tergantung dari diri masing-masing. Penilaian tentang gaya hidup pada Citalahab Kampung berasal dari pandangan mereka ketika bertemu dengan wisatawan. 6.7 Ikhtisar Ekowisata yang hadir tidak hanya menimbulkan dampak sosio-ekonomi namun juga dampak sosio-ekologi. Dampak sosio-ekologi terlihat pada tabel 19 dibawah ini. Dampak sosio-ekologi meliputi persepsi penduduk terhadap wisatawan, komunikasi, status pemukiman penduduk, keterlibatan penduduk dalam konservasi sumberdaya alam lokal, dan penilaian tentang gaya hidup. Tabel 19 mengemukakan bahwa adanya wisatawan memberikan kesan kepada penduduk. Kesan yang diterima antar penduduk berbeda, kampung yang aksesnya dekat dengan ekowisata (Cilatalahab Central) sering bertemu dengan wisatawan maka kesan yang diterima beragam karena wisatawan juga menginap di rumah penduduk dan penilaian tentang gaya hidup juga beragam atau lebih nyata terlihat. Kampung yang aksesnya jauh dengan ekowisata (Citalahab Kampung) masyarakatnya jarang bertemu dengan wisatawan hanya jika bertemu di jalan atau tempat kerja. Tabel 19. Dampak Sosio-Ekologi Akibat Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011. Kampung dengan Akses Kampung dengan Akses Jauh Aspek Penelitian Dekat Ekowisata (Citalahab Ekowisata (Citalahab Central) Kampung) Persepsi penduduk Wisatawan memberikan terhadap wisatawan kesan Tingkat komunikasi Rendah Status pemukiman Sedang Keterlibatan penduduk Tinggi dalam konservasi sumberdaya alam lokal Penilaian tentang gaya Sedang hidup Sumber: Diolah dari data primer
Wisatawan memberikan kesan Rendah Rendah Tinggi
Sedang
Penilain tentang gaya hidup tergolong sedang sesuai dengan pandangan masyarakat Citalahab Kampung. Komunikasi yang terdiri dari komunikasi dengan keluarga, komunikasi dengan tetangga, komunikasi dengan pemerintahan desa,
93
dan komunikasi dengan pihak taman nasional pada kedua kampung tergolong pada kateogori rendah. Hal ini karena masyarakat Citalahab Central sibuk bekerja dan berurusan dengan wisatawan sehingga komuikasi jarang dan tergolong rendah. Hal ini sama dengan masyarakat di Citalahab Kampung yang sibuk bekerja sehingga komunikasi dengan berbagai pihak tergolong rendah. Adanya wisatawan berhubungan dengan status pemukiman. Status pemukiman terdiri dari kebisingan, kulitas air, dan kualitas udara, serta sampah. Status pemukiman Citalahab Central tergolong sedang karena masyarakat merasa terdapat suara bising dan peningkatan sampah akibat ekowisata. Citalahab Kampung tergolong rendah karena tidak terdapat perubahan pada status pemukiman penduduk. Keterlibatan penduduk dalam konservasi sumberdaya alam lokal pada kedua kampung tergolong tinggi. Hal ini karena masyarakat pada kedua kampung memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan. Masyarakat mematuhi peraturan untuk tidak menebang pohon di hutan, membuang sampah pada tempatnya lalu membakarnya, dan selalu menjaga kebersihan lingkungan sekitar.
94
BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Ekowisata berdampak negatif pada Citalahab Central khususnya pada segi sosial dan ekologi. Adanya ekowisata mengakibatkan terjadinya konflik akibat ketidakikutsertaan penduduk pada kegiatan gotong royong dan pembagian penginapan wisatawan yang kurang adil. Dampak negatif lainnya yaitu pada status pemukiman terdapat kebisingan akibat adanya wisatawan yang datang. Wisatawan yang datang biasannya menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat karena letaknya yang lumayan jauh dari kantor desa. Kendaraan yang datang mengakibatnya terjadinya suara bising di Citalahab Central. Hadirnya wisatawan untuk menikmati keindahan alam yang ada di Citalahab Central dan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) juga mengakibatkan peningkatan sampah akibat makanan dan minuman yang dibawa oleh wisatawan. Walaupun terdapat sampah, baik penduduk lokal maupun wisatawan telah mengetahui untuk membuang sampah pada tempatnya. Tingkat komunikasi penduduk dengan keluarga, tetangga, pihak TNGHS, dan aparat desa relatif menurun intensitasnya karena kesibukan masing-masing penduduk. Ekowisata tidak selalu berdampak negatif, ada pula dampak positif akibat hadirnya ekowisata. Dampak positif yang terjadi yaitu adanya penambahan penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan di sektor ekowisata. Peningkatan pendapatan hanya terjadi di Citalahab Central yang merupakan kampung yang aksesnya dekat dengan ekowisata dan merupakan pusat kegiatan wisatawan. Walaupun di Citalahab Central tingkat konflik relatif lebih tinggi daripada di Citalahab Kampung, namun tingkat kerjasama di Citalahab Central relatif meningkat meskipun tidak rutin. Hal ini dikarenakan di Citalahab Central terdapat tokoh agama dan ketua KSM yang selalu mengingatkan tentang kerjasama atau gotong royong. Dampak positif lainnya yaitu penduduk telah memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan sekitar dan hutan denga cara membuang sampah pada tempatnya, tidak mencorat-coret pohon, dan tidak menebang pohon sembarangan. Penduduk di Citalahab Central lebih terbuka kepada wisatawan atau orang luar dibandingkan dengan penduduk Citalahab Kampung.
95
7.2 Saran Terdapat beberapa saran terkait dengan hasil penelitian yang telah dilakukan diantarannya adalah 1. Adanya pertentangan terkait dengan pembagian wisatawan yang dirasa kurang adil diperlukan pengawasan dari berbagai pihak baik itu masayrakat lokal, aparat desa, dan pihak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS). 2. Ketidakaktifan mengakibatkan
anggota pembagian
Kelompok wisatawan
Swadaya yang
Masyarakat
tidak
merata
(KSM) sehingga
mengakibatkan pertentangan. Perlu pengaktifan kembali anggota KSM ataupun perekrutan pengurus baru di sekitar kampung sehingga masing-masing kampung dapat terwakili. 3. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia disebabkan rendahnya pendidikan yang ditempuh, sehingga diperlukan adanya dukungan dari masyarakat terutama para orang tua dan perhatian lebih dari pemerintah untuk melakukan perbaikan SDM melalui pengadaan bangunan dan sarana prasarana sekolah yang lebih baik 4. Keberlanjutan hidup masyarakat tergantung pada kemampuannya dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada secara mandiri. Kegiatan pemberdayaan mutlak dilakukan oleh pihak taman nasional terhadap masyarakat, agar terciptanya masyarakat yang mandiri. Pemberdayaan ini meliputi pelatihan di bidang ekowisata seperti tatacara menjadi pemandu, ataupun belajar bahasa.
96
DAFTAR PUSTAKA
Accot TG, La Trabe, HL. 1998. An Evaluation of deep ecotourism and shallow ecotourism. Journal of sustainable tourism. 6 (3):238-252 Adikampana I.M. 2009. Pariwisata Alam dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat Lokal. Jurnal Analisis Pariwisata. 9(1):1-6.
Blarney RK. 1997. Ecotourism: The search for an opertional definition. Journal of Sustainable Tourism. 5(2):109-130. Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan ekowisata: Dari teori ke aplikasi. Yogyakarta [ID]:Andi. Ginting Y. 2010. Interaksi komunitas lokal di Taman Nasional Gunung Leuser: Studi kasus kawasan ekowisata Tangkahan, Sumatera Utara. [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Kristanto P. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta [ID]: Andi. [LKN] Lembaga Ketahanan Nasional. 1995. Pembangunan nasional. Jakarta [ID]: Balai Pustaka. Pendit NS. 2006. Ilmu Pariwisata: Sebuah pengantar perdana. Cetakan Ke-8. Jakarta [ID]: Pradnya Paramita. Rose GF. 1998. Psikologi Pariwisata. (Alih bahasa dari bahasa Inggris oleh Marianto Samosir). Jakarta [ID]: Yayasan Obor Indonesia. Ross S, Wall G. 1999. Ecotourism: toward congruence theory and practice. Journal Tourism Managemen. 6:123-132. Setio M, Mukhtar S. 2005. Review hasil-hasil Litbang: pengelolaan Taman Nasional di Indonesia. Bogor [ID]: Badan Litbang Kehutanan Pusat. Singarimbun M, Sofian E. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]: LP3ES. Soekanto S. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar Edisi 1. Jakarta [ID]: Grafindo. Sugiarto DS. 2006. Metode statistik. Jakarta [ID]:Gramedia Pustaka Utama. Tafalas M. 2010. Dampak pengembangan ekowisata terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat lokal. Studi kasus ekowisata bahari Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat. [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
97
Wardhana WA. 2004. Dampak pencemaran lingkungan. Yogyakarta [ID]: Andi. Yoeti OA. 2008. Ekonomi pariwisata: Introduksi, informasi, dan implementasi. Jakarta [ID]: Kompas.
98
LAMPIRAN
99
Lampiran 1
Tabel 1 Daftar Penduduk RT. 03/09, Citalahab Central Tahun 2011 No.
Nama
No. Nama
No. Nama
SYN
21.
SRI
42.
LLS
2.
KKM
22.
WWN
43.
YNT
3.
IKA
23.
ISH
44.
SHR
4.
TTN
24.
ABS
45.
ANH
5.
MMN
26.
LIA
46.
WCH
6.
NNI
27.
UDN
47.
WND
7.
SRP
28.
ADE
48.
AMR
8.
APD
29.
YLN
49.
IMS
9.
YYT
30.
DDE
50.
AKG
10.
UUN
31.
MMN
51.
ILH
11.
ASP
32.
UMH
52.
IDR
12.
JFR
33.
IWN
53.
ASP
13.
WLN
34.
AIS
54.
ODI
14.
JYD
35.
YLN
55.
MJY
15.
UMI
36.
AHR
56.
OJI
16.
SHR
37.
ASH
57.
FRI
17.
ODG
38.
HND
58.
DWI
18.
ELH
39.
IDH
59.
DDB
19.
ENR
40.
IMS
60.
NNY
20.
ONH
41
ASH
1.
Keterangan = Responden
100
Lampiran 2.
Tabel 2 Daftar Penduduk RT. 05/11, Citalahab Kampung Tahun 2011 No.
Nama
No. Nama
No. Nama
1.
ETS
19.
ATI
37.
HNA
2.
ENR
20.
HRN
38.
HDI
3.
JNA
21.
CCH
39.
RTA
4.
NSH
22.
HDI
40.
ALM
5.
ETI
23.
ODH
41.
KOI
6.
AEP
24.
DDI
42.
UUN
7.
AWN
25.
UDN
43.
RDI
8.
SAI
26.
MMN
44.
HTI
9.
NHL
27.
TTI
45.
IMG
10.
USP
28.
AMI
46.
KYH
11.
SDH
29.
ELA
47.
IIN
12.
NDY
30.
ELH
48.
YNI
13.
ITA
31.
ENH
49.
EDH
14.
IMS
32.
HNA
50.
HNI
15.
KTN
33.
YDA
51.
UDN
16.
ULN
34.
PRJ
52.
ANH
17.
MNG
35.
NTI
53.
PRI
18.
ADE
36.
EGS
54.
ITH
Keterangan = Responden
101
Lampiran 3. Tabel 3 Daftar Responden di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2011 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28 29. 30.
Nama Responden Citalahab Central SYN MMN NNI APD YYT ASP JFR JYD ODG ELH ONH WWN ABS UDN ADE UMH IWN AIS YLN ASH SHR WCH AMR AKG ILH IDR ODI MJY FRI NNY
No 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60.
Nama Responden Citalahab Kampung ENR ETI SAI USP SDH NDY ITA KTN MNG HRN CCH ODH MMN AMI ENH YDA NTI EGS HDI ALM KOI RDI HTI KYH IIN YNI EDH HNI ANH ITH
102
Lampiran 4 Tabel 4. Pendapatan Penduduk dari Sektor Ekowisatan dan Non Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab Kampung Tahun 2010 No
Nama Penduduk Citalahab Central
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
SYN MJY ADE SHR NNY JYD AIS ASP AKG ELH ILH WWN IWN UMH NNI YYT UDN WCH ABS ODI MMN
Pendapatan dari Ekowisata Rp 2.000.000,00 Rp 225.000,00 Rp 6.900.000,00 Rp 24.000.000,00 Rp 24.000.000,00 Rp 2.000.000,00 Rp 24.000.000,00 Rp 0 Rp 0 Rp 0 Rp 0 Rp 50.000,00 Rp 0 Rp 0 Rp 1.500.000,00 Rp 1.200.000,00 Rp 0 Rp 0 Rp 900.000,00 Rp 1.500.000,00 Rp 100.000,00
Pendapatan dari non Ekowisata Rp 6.000.000,00 Rp 15.600.000,00 Rp 0 Rp 3.600.000,00 Rp 3.600.000,00 Rp 9.000.000,00 Rp 0 Rp 7.200.000,00 Rp 2.400.000,00 Rp 2.400.000,00 Rp 28.800.000,00 Rp 4.750.000,00 Rp 7.200.000,00 Rp 7.200.000,00 Rp 30.600.000,00 RP 12.000.000,00 Rp 7.200.000,00 Rp 7.200.000,00 Rp 7.200.000,00 RP 30.000.000,00 Rp 3.600.000,00
No 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Nama Penduduk Citalahab Kampung ALM ODH KOI KYH NTI RDI MMN ENR YNI ENH HNI MNG SDH ANH KTN USP AMI HTI NDY EGS HRN
Pendapatan dari NonEkowisata Rp 4.800.000,00 Rp 8.400.000,00 Rp 2.200.000,00 Rp 2.200.000,00 Rp 7.800.000,00 Rp 12.000.000,00 Rp 2.400.000,00 Rp 10.800.000,00 Rp 12.000.000,00 Rp 7.200.000,00 Rp 3.600.000,00 Rp 1.200.000,00 Rp 7.200.000,00 Rp 13.300.000,00 Rp 13.300.000,00 Rp 3.900.000,00 Rp 6.000.000,00 Rp 3.600.000,00 Rp 3.750.000,00 Rp 8.700.000,00 Rp 7.200.000,00
103
22 23 24 25 26 27 28 29 30
IDR AMR APD JFR ODG ONH ASH FRI YLN Total Pendapatan Pendapatan Rata-Rata Penduduk
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
1.500.000,00 1.200.000,00 0 1.500.000,00 200.000,00 200.000,00 0 1.500.000,00 24.000.000,00
Rp118.475.000,00
Rp 30.600.000,00 RP 12.000.000,00 Rp 28.800.000,00 Rp 30.600.000,00 Rp 7.900.000,00 Rp 7.900.000,00 Rp 7.200.000,00 Rp 30.600.000,00 Rp 0 Rp 351.150.000,00
Rp 3.949.167,00
Rp
11.705.000,00
52 53 54 55 56 57 58 59 60
CCH IIN EDH YDA HDI SAI ITA ETI ITH Total Pendapatan Pendapatan Rata-Rata Penduduk
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
7.200.000,00 8.700.000,00 4.800.000,00 7.200.000,00 8.400.000,00 1.200.000,00 1.200.000,00 600.000,00 3.600.000,00
Rp184.450.000,00 Rp 6.148.333,00
104
Lampiran 5 Tabel 5. Jadwal Penelitian di Desa Malasari Tahun 2011 Februar Kegiatan
i
Maret
April
Mei
Juni
Juli
September
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan proposal skripsi Kolokium Pengambila n data lapangan Pengolahan dan analisis data Penulisan draft skripsi Ujian skripsi Perbaikan laporan penelitian
105
Lampiran 6 Tabel 6. Uji Statistik Chi-Square Jumlah Wisatawan di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011 NPar Tests Chi-Square Test Frequencies Adanya peningkatan wisatawan Adanya peningkatan wisatawan
Tidak Ya Total
Observe dN 37 23 60
Expected N Residual 30.0 7.0 30.0 -7.0
NPar Tests Test Statistics Adanya peningkatan wisatawan Chi3.267 Square(a) Df 1 Asymp. .071 Sig. a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 30.0.
106
Lampiran 7
Tabel 7. Uji Statistik Chi Square Tingkat Pendapatan di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
NPar Tests Chi-Square Test Frequencies Tingkat Pendapatan Observed N Pendapatan Rendah Pendapatan Sedang Pendapatan Tinggi Total
Expected N
Residual
20
20.0
.0
29
20.0
9.0
11 60
20.0
-9.0
Test Statistics Tingkat Pendapatan Chi8.100 Square(a) Df 2 Asymp. .017 Sig. a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 20.0.
107
Lampiran 8
Tabel 8. Uji Statistik Chi Square Jam Kerja pada Bidang Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
NPar Tests Chi-Square Test Frequencies Indikator Jam Kerja
Rendah Sedang Tinggi Total
Observed N 43 3 14 60
Expected N Residual 20.0 23.0 20.0 -17.0 20.0 -6.0
Test Statistics Alokasi waktu pada bidang ekowisata Chi-Square(a) 42.700 Df 2 Asymp. Sig. .000 a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 20.0.
108
Lampiran 9
Tabel 9. Uji Statistik Chi Square Kesempatan Kerja di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
NPar Tests Chi-Square Test Frequencies Membuka Lapangan Pekerjaan Observed N Tida k Ya Total
Expected N
Residual
44
30.0
14.0
16 60
30.0
-14.0
Test Statistics Membuka Lapangan Pekerjaan Chi13.067 Square(a) Df 1 Asymp. .000 Sig. a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 30.0.
109
Lampiran 10
Tabel 10. Uji Statistik Tingkat Kerjasama di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
NPar Tests Chi-Square Test Frequencies Tingkat Kerjasama Warga
Rendah Sedang Tinggi Total
Observed N 42 15 3 60
Expected N Residual 20.0 22.0 20.0 -5.0 20.0 -17.0
Test Statistics Tingkat Kerjasama Warga Chi39.900 Square(a) Df 2 Asymp. .000 Sig. a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 20.0.
110
Lampiran 11
Tabel 11. Uji Statistik Chi Square Konflik di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
Pernah terjadi pertikaian diantara warga
Tidak Ya Total
Obser ved N 46 14 60
Expected N Residual 30.0 16.0 30.0 -16.0
Test Statistics Pernah terjadi pertikaian diantara warga Chi17.067 Square(a) Df 1 Asymp. .000 Sig. a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 30.0.
111
Lampiran 12
Tabel 12. Uji Statistik Chi-Square Pandangan Penduduk Terhadap Wisatawan di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
NPar Tests Chi-Square Test Frequencies Wisatawan memberikan kesan
Tidak Ya Total
Observed N 8 52 60
Expected N Residual 30.0 -22.0 30.0 22.0
Test Statistics Wisatawan memberikan kesan Chi32.267 Square(a) df 1 Asymp. .000 Sig. a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 30.0.
112
Lampiran 13
Tabel 13. Uji Statitik Tingkat Komunikasi di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
NPar Tests Chi-Square Test Frequencies Tingkat Komunikasi
Sedang Tinggi Total
Observed N 55 3 60
Expected N Residual 20.0 35.0 20.0 -17.0
Test Statistics Tingkat Komunikasi Chi91.900 Square(a) Df 2 Asymp. .000 Sig. a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 20.0.
113
Lampiran 14
Tabel 14. Uji Statistik Status Pemukiman Penduduk di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
NPar Tests Chi-Square Test Frequencies Status Pemukiman
Rendah Sedang Total
Observed N 38 22 60
Expected N Residual 30.0 8.0 30.0 -8.0
Test Statistics Status Pemukiman Chi4.267 Square(a) Df 1 Asymp. .039 Sig. a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 30.0.
114
Lampiran 15
Tabel 15. Uji Statistik Chi Square Ketelibatan Penduduk dalam Konservasi di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
Keterlibatan Penduduk dalam Konservasi
Sedang Tinggi Total
Observed N 1 59 60
Expected N Residual 30.0 -29.0 30.0 29.0
Test Statistics Keterlibatan Penduduk dalam Konservasi Chi56.067 Square(a) Df 1 Asymp. .000 Sig. a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 30.0.
115
Lampiran 16
Tabel 16. Uji Statistik Chi Square Penilaian Gaya Hidup di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
Penilaian Gaya Hidup
Sedang Tinggi Total
Observed N 59 1 60
Expected N Residual 30.0 29.0 30.0 -29.0
Test Statistics Penilaian Gaya Hidup Chi56.067 Square(a) df 1 Asymp. .000 Sig. a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 30.0.
116
Lampiran 17
Tabel 17. Frekuensi Tingkat Kerjasama di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
Valid
Missing Total
Rendah Sedang Tinggi Total System
Freque ncy 17 11 2 30 3 33
Percent 51.5 33.3 6.1 90.9 9.1 100.0
Valid Cumulative Percent Percent 56.7 56.7 36.7 93.3 6.7 100.0 100.0
Tingkat Kerjasama Citalahab Kampung
Valid
Missing Total
Rendah Sedang Tinggi Total System
Freque ncy 26 3 1 30 30 60
Percent 43.3 5.0 1.7 50.0 50.0 100.0
Valid Cumulative Percent Percent 86.7 86.7 10.0 96.7 3.3 100.0 100.0
Tingkat Kerjasama Warga Kedua Kampung
Valid
Missing Total
Rendah Sedang Tinggi Total System
Freque ncy 42 15 3 60 1 61
Percent 68.9 24.6 4.9 98.4 1.6 100.0
Valid Cumulative Percent Percent 70.0 70.0 25.0 95.0 5.0 100.0 100.0
117
Lampiran 18
Tabel 18 Frekuensi Jam Kerja pada Bidang Ekowisata di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
Valid
Missin g Total
Frequenc y Rendah 15 Sedang 3 Tinggi 12 Total 30 System 3
Percent 45.5 9.1 36.4 90.9
33
100.0
Valid Cumulative Percent Percent 50.0 50.0 10.0 60.0 40.0 100.0 100.0
9.1
Frekuensi Jam Kerja pada Bidang Ekowisata Citalahab Kampung
Valid Missing Total
Rendah System
Freque ncy 30 30 60
Percent 50.0 50.0 100.0
Valid Cumulative Percent Percent 100.0 100.0
Frekuensi Jam Kerja pada Bidang Ekowisata Kedua Kampung
Valid
Missing Total
Rendah Sedang Tinggi Total System
Frequ ency 43 3 14 60 1 61
Percent 70.5 4.9 23.0 98.4 1.6 100.0
Valid Cumulative Percent Percent 71.7 71.7 5.0 76.7 23.3 100.0 100.0
118
Lampiran 19 Tabel 19. Frekuensi Tingkat Komunikasi di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
Tingkat Komunikasi
Valid
Missing Total
Rendah Sedang Tinggi Total System
Fre que ncy 25 3 2 30 3 33
Percent 75.8 9.1 6.1 90.9 9.1 100.0
Valid Cumulative Percent Percent 83.3 83.3 10.0 93.3 6.7 100.0 100.0
Frekuensi Tingkat Komunikasi Citalahab Kampung
Tingkat Komunikasi
Valid Missing Total
Rendah System
Frequ ency 30 30 60
Percent 50.0 50.0 100.0
Valid Cumulative Percent Percent 100.0 100.0
Frekuensi Tingkat Komunikasi Kedua Kampung Tingkat Komunikasi
Valid
Missing Total
Rendah Sedang Tinggi Total System
Frequ ency 55 3 2 60 1 61
Percent 90.2 4.9 3.3 98.4 1.6 100.0
Valid Cumulative Percent Percent 91.7 91.7 5.0 96.7 3.3 100.0 100.0
119
Lampiran 20
Tabel 20. Frekuensi Status Pemukiman Penduduk di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
Valid
Missing Total
Rendah Sedang Total System
Frequen cy 8 22 30 3 33
Percent 24.2 66.7 90.9 9.1 100.0
Valid Percent 26.7 73.3 100.0
Cumulative Percent 26.7 100.0
Frekuensi Status Pemukiman Penduduk Citalahab Kampung Status Pemukiman
Valid Missing Total
Rendah System
Frequenc y 30 30 60
Percent 50.0 50.0 100.0
Valid Percent 100.0
Cumulative Percent 100.0
Frekuensi Status Pemukiman Penduduk Citalahab Kedua Kampung Status Pemukiman
Valid
Missing Total
Rendah Sedang Total System
Freq uenc y 38 22 60 1 61
Percent Valid Percent 62.3 63.3 36.1 36.7 98.4 100.0 1.6 100.0
Cumulative Percent 63.3 100.0
120
Lampiran 21 Tabel 21. Frekuensi Tingkat Keterlibatan Penduduk dalam Konservasi di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
Valid Missin g Total
Frekuensi Kampung
Valid Missin g Total
Tinggi System
Frequenc y 30
Percent 90.9
3
9.1
33
100.0
Valid Cumulative Percent Percent 100.0 100.0
Tingkat Keterlibatan Penduduk dalam Konservasi Citalahab
Tinggi System
Frequenc y 30
Percent 50.0
30
50.0
60
100.0
Valid Cumulative Percent Percent 100.0 100.0
Frekuensi Tingkat Keterlibatan Penduduk dalam Konservasi pada Kedua Kampung
Valid Missin g Total
Tinggi System
Frequenc y 60
Percent 98.4
1
1.6
61
100.0
Valid Cumulative Percent Percent 100.0 100.0
121
Lampiran 22
Tabel 22. Frekuensi Tingkat Penilaian Tentang Gaya Hidup di Citalahab Central dan Citalahab kampung Tahun 2011
Valid
Missin g Total
Sedang Tinggi Total System
Frequenc y 29 1 30
Percent 87.9 3.0 90.9
3
9.1
33
100.0
Valid Cumulative Percent Percent 96.7 96.7 3.3 100.0 100.0
Frekuensi Tingkat Penilaian Tentang Gaya Hidup Citalahab Kampung Frequenc y Valid Missing
Seda ng Syste m
Total
Percent
30
50.0
30
50.0
60
100.0
Valid Percent 100.0
Cumulative Percent 100.0
Frekuensi Tingkat Penilaian Tentang Gaya Hidup Kedua Kampung
Valid
Missin g Total
Sedang Tinggi Total System
Frequenc y 59 1 60
Percent 96.7 1.6 98.4
1
1.6
61
100.0
Valid Cumulative Percent Percent 98.3 98.3 1.7 100.0 100.0
122
Lampiran 23
Tabel 23 Tata Cara Memasuki Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Tahun 2011
No
Peraturan Umum
1.
Untuk kegiatan penelitian, pendidikan dan jurnalistik, proses perijinan diselesaikan di kantor BTNGHS (Balai Taman Nasional Gunung HalimunSalak) Kabandungan.
2.
Untuk pendakian/lintas alam/berkemah menyerahkan foto copy tanda pengenal serta ijin orang tua bagi yang berumur di bawah 17 tahun.
3.
Membayar karcis masuk ke kawasan TNGHS dan asuransi kecelakan pengunjung.
4.
Memeriksa barang bawaan di pos penjagaan dan menunjukkan surat ijin masuk TNGHS yang resmi kepada petugas.
5.
Tidak membawa binatang peliharaan dan sejenisnya.
6.
Tidak memmbawa senjata api, peralatan berburu atau peralatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi kawasan maupun pengunjung.
7.
Tidak membunyikan alat elektronik, musik dan sejenisnya.
8.
Tidak membuat api unggun dengan kayu ranting dan sejenisnya.
9.
Tidak mengubah, mengaambil, mengotori ataupun merusak benda-benda dalam kawasan.
10. Berjalan di jalan-jalan setapak yang telah ada/tersedia, tidak mmebuat jalan sendiri atau jalan baru (kecuali pengunjung yang emmiliki ijin penelitian atau ijin tertentu). 11. Beristirahat di tempat-tempat yang sudah ditetukan tidak di sembarang tempat. 12. Membawa kembali sampah atau barang yang tidak berguna ke luar kawasan. 13. Melapor atau memberitahukan kembali kepada petugas ketika meninggalkan kawasan baik secara lisan atau denga menyerahkan kembali surat ijin masuk.
123
Lampiran 24
Tabel 24. Indikator Penilaian Tentang Gaya Hidup di Citalahab Central dan Citalahan Kampung Tahun 2011
No
Indikator
Status golongan
Bawah*
1.
Adanya pengunjung membuat masyarakat memahami cara berpakaian wisatwawan
Menengah* Atas* Bawah** Menengah** Atas** Bawah* Menengah*
2.
Masyarakat mengikuti cara berpakaian wisatawan
Atas* Bawah** Menengah** Atas** Bawah*
3.
Cara Berpakaian Pengunjung dirasa tidak sesuai dengan cara berpakaian masyarakat
Menengah* Atas* Bawah** Menengah** Atas**
4.
Masyarakat Bersikap Ramah Terhadap Pengunjung
Bawah* Menengah* Atas*
Sangat tidak setuju
Tidak setuju
Kurang Setuju
Setuju
Sangat setuju
Total
0 (0)
0 (0)
0 (0)
14 (100)
1(7)
15(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
4(100)
0 (0)
4(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
11 (100)
0 (0)
11(100)
0 (0)
1 (9)
0 (0)
10 (91)
0 (0)
10(100)
0 (0)
1 (10)
0 (0)
9 (90)
0 (0)
9(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
9(100)
0 (0)
9(100)
1(7)
13 (87)
0 (0)
1 (7)
0 (0)
15(100)
0 (0)
3 (75)
0 (0)
1 (25)
0 (0)
4(100)
3 (27)
6 (55)
2 (18)
0(0)
0 (0)
11(100)
3 (27)
8 (73)
0 (0)
2 (15)
0 (0)
13(100)
6 (60)
3(30)
0 (0)
1(10)
0 (0)
10(100)
3 (33)
5 (56)
0 (0)
1 (11)
0 (0)
9(100)
0 (0)
11(73)
0 (0)
4 (27)
0 (0)
15(100)
0 (0)
1 (25)
0 (0)
2(50)
1 (25)
4(100)
0 (0)
10 (91)
0 (0)
1 (9)
0 (0)
11(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
11 (100)
0 (0)
11(100)
0 (0)
3 (30)
0 (0)
7 (70)
0 (0)
10(100)
0 (0)
4 (44)
0 (0)
5 (56)
0 (0)
9(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
12(80)
3 (20)
15(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
3 (75)
1(25)
4(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
9 (82)
2(18)
11(100)
124
Bawah** Menengah** Atas** Bawah*
5.
Pengunjung Tidak Seramah Masyarakat Lokal
Menengah* Atas* Bawah** Menengah** Atas** Bawah* Menengah*
6.
Pengunjung Tidak Menggunakan Kata Sapaan
Atas* Bawah** Menengah** Atas** Bawah*
7.
Masyarakat meniru ungkapanungkapan pengunjung
Menengah* Atas* Bawah** Menengah** Atas** Bawah*
8.
Masyarakat lebih sering menggunakan bahasa Indonesia
Menengah* Atas* Bawah** Menengah** Atas**
0 (0)
0 (0)
0 (0)
1 (9)
10 (91)
11(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
1 (10)
9 (90)
10(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
1 (11)
8 (89)
9(100)
0 (0)
12 (80)
0 (0)
3 (20)
0 (0)
15(100)
0 (0)
1 (25)
1 (25)
2 (50)
0 (0)
4(100)
0 (0)
9 (82)
0 (0)
2(18)
0 (0)
11(100)
0 (0)
11(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
11(100)
0 (0)
8 (80)
0 (0)
2(20)
0 (0)
10(100)
0 (0)
5 (56)
0 (0)
4 (44)
0 (0)
9(100)
0 (0)
8(53)
0 (0)
6 (40)
1 (7)
15(100)
0 (0)
3(75)
1 (25)
0 (0)
0 (0)
4(100)
0 (0)
8 (73)
0 (0)
3 (27)
0 (0)
11(100)
0 (0)
5(45)
0 (0)
6 (55)
0 (0)
11(100)
0 (0)
9 (90)
0 (0)
1 (10)
0 (0)
10(100)
1 (11)
6 (67)
0 (0)
2 (22)
0 (0)
9(100)
0 (0)
9 (60)
0 (0)
6 (40)
0 (0)
15(100)
0 (0)
1 (25)
0 (0)
3 (75)
0 (0)
4(100)
0 (0)
2 (18)
0 (0)
9 (82)
0 (0)
11(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
11(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
10(100)
0 (0) 0 (0)
11 (100) 10 (100)
0 (0)
8 (89)
0 (0)
1 (11)
0 (0)
9(100)
0 (0)
4 (27)
0 (0)
8(53)
3(20)
15(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
3 (75)
1(25)
4(100)
0 (0)
1 (9)
0 (0)
8 (73)
2(18)
11(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
9 (82)
2 (18)
11(100)
0 (0)
0(0)
0 (0)
7 (70)
3 (30)
10(100)
0 (0)
3 (33)
0 (0)
5 (56)
1 (11)
9(100)
125
Bawah*
9.
Masyarakat jarang menggunakan bahasa Indonesia
Menengah*
10.
11.
0 (0)
10 (100)
0 (0)
Atas**
0 (0)
9 (100)
0 (0)
Bawah*
0 (0)
Menengah*
0 (0)
Atas*
0 (0)
11 (92) 7 (64)
0 (0)
0 (0) 0 (0)
1 (7)
1 (25)
1(25)
2 (18)
0(0)
0 (0)
0 (0)
0 (0) 0 (0) 1 (14) 1 (8)
0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
2 (18)
2 (18)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
15(100) 4(100) 11(100) 11(100) 10(100) 9(100) 7(100) 12(100) 11(100)
11 (85)
Menengah**
0 (0)
17 (100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
Atas**
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
5 (71)
0 (0)
1 (14)
1 (14)
7(100)
0 (0)
8 (67)
0 (0)
4 (33)
0 (0)
12(100)
0 (0)
7 (64)
0 (0)
2 (18)
2 (18)
11(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
13(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
17(100)
Menengah* Atas* Bawah** Menengah**
0 (0) 0 (0)
13 (100) 17 (100)
13(100) 17(100) 0(0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0(0)
0 (0)
2 (29)
0 (0)
5 (71)
0 (0)
7(100)
0 (0)
1 (8)
0 (0)
11 (92)
0 (0)
12(100)
0 (0)
1 (9)
0 (0)
10 (91)
0 (0)
11(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
13(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
17(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0(0)
Bawah*
0 (0)
3 (43)
0 (0)
3 (43)
1 (14)
Menengah*
0 (0)
4 (33)
1 (8)
12(100)
Atas*
0 (0)
5 (45)
1 (9)
11(100)
Menengah* Atas* Bawah**
Atas**
13
6 (86)
0 (0)
1 (7)
2 (15)
Bawah**
Menengah**
Adanya wisatawan membuat masyarakat mengenal teknologi
0 (0)
9 (82)
Bawah*
12
2 (50)
2 (18)
Bawah**
Atas**
Masyarakat lokal menjaga jarak antara laki-laki dan perempuan
0 (0)
0 (0)
9 (82)
Bawah* Kedekatan antara pengunjung laki-laki dan perempuan di rasa kurang pantas
13 (87)
0(0)
Atas*
Menengah**
Masyarakat lebih menyukai menggunakan bahasa Indonesia
0 (0)
7 (58) 5 (45)
0 (0) 0 (0)
13 (100) 17 (100)
7(100)
126
2 (15)
11 (85)
Menengah**
0 (0)
Atas**
Bawah**
14.
Masyarakat mengunakan handphone (HP) untuk mempermudah pekerjaan
0 (0)
0 (0)
17 (100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
Bawah*
0 (0)
0 (0)
0 (0)
5 (71)
2 (29)
7(100)
Menengah*
0 (0)
0 (0)
0 (0)
10 (83)
2 (17)
12(100)
Atas*
0 (0)
0 (0)
0 (0)
3 (27)
8 (73)
11(100)
Bawah**
0 (0)
0 (0)
0 (0)
13 (100)
0 (0)
13(100)
Menengah**
0 (0)
0 (0)
0 (0)
16 (94)
1 (6)
17(100)
Atas**
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
7 (100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
7(100)
1 (8)
11 (92)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
12(100)
2 (18)
8 (73)
0 (0)
1 (9)
0 (0)
11(100)
0 (0)
13 (100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
13(100)
1 (6)
16 (94)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
17(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0(0)
0 (0)
3 (43)
0 (0)
3 (43)
1 (14)
7(100)
0 (0)
2 (17)
0 (0)
10 (83)
0 (0)
12(100)
0 (0)
6 (55)
0 (0)
5 (45)
0 (0)
11(100)
0 (0)
1 (8)
0 (0)
12 (92)
0 (0)
13(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
17(100)
0 (0)
17(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0(0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
5 (71)
2 (29)
7(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
10 (83)
2 (17)
12(100)
0 (0)
1 (9)
0 (0)
5 (45)
5 (45)
11(100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
2 (15)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
2 (12)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
Bawah* Menengah* 15.
Masyarakat menjadi konsumtif
Atas* Bawah** Menengah** Atas** Bawah*
16.
Konsumsi pengunjung berbeda dengan wisatawan
Menengah* Atas* Bawah** Menengah** Atas** Bawah* Menengah*
17.
Masyarakat Membuang sampah pada tempatnya
13(100)
0 (0)
Atas* Bawah** Menengah** Atas**
0 (0)
11 (85) 15 (88) 0 (0)
17(100) 0(0)
0(0)
13(100) 17(100) 0(0)
127
Bawah*
18.
Pengunjung biasanya membuang sampah sembarangan
Menengah* Atas*
0 (0)
6 (86)
1 (8)
9 (75)
1 (9)
6 (55)
Bawah**
0 (0)
Menengah**
0 (0)
10 (77) 15 (88)
0 (0) 1 (8) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
1 (14) 1 (8) 3 (27) 3 (23) 2 (12)
0 (0) 0 (0) 1 (9) 0 (0) 0 (0)
7(100) 12(100) 11(100) 13(100) 17(100)
0(0) Atas** 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) Sumber: Diolah dari data primer Keterangan: * adalah Responden Citalahab Central dan ** adalah responden Citalahab Kampung
128
Lampiran 25
Tabel 25 Jenis Pariwisata Khusus di Taman Nasional Gunung HalimunSalak Tahun 2007
No
Pariwisata
1.
Air Terjun (Curug)
2.
Puncak Gunung
3.
Kawah Ratu
4.
Bumi perkemahan
Keterangan Pada umumnya air terjun terbentuk karena terjadinya patahan kulit bumi sehingga aliran air terpotong membentuk loncatan air sesuai prinsip aliran air dari ketinggian ke tempat yang lebih rendah. TNGHS mempunyai banyak air terjun, seperti: 1. Curug Cimantaja dan Curug Sipamulan, terletak di desa Cikiray, Kecamatan Cikidang dan Kabupaten Sukabumi. 2. Curug Piit (Curug Cihanjar), Curug Walet, dan Curug Cikudapaeh, terdapat di sekitar Perkebunan Teh Nirmala. 3. Curug Citangkolo, terletak di Desa Mekarjaya, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. 4. Curug Ciberang dan Curug Cileungsing, terletak di sekitar kampung Leuwijamang. 5. Curug Ciarnisah, terletak di sekitar kampung Cibedug. 6. Di Gunung Salak terdapat beberapa curug diantarannya Curug Cangkuang (Cidahu); Curug Pilung (Girijaya); Curug Cibadak (Cijeruk); Curug Citiis (Ciapus); Curug Nangka (Taman Sari); Curug Ciputri (Tenjoyala); Curug Cihurang, Curug Cigamea, Curug Ngumpet dan Curug Seribu (Pamijahan), Curug Cibereum (Jayanegara). TNGHS memiliki beberapa puncak gunung dengan ketinggian antara 1.700-2.211 m dpl. Secara resmi beberapa jalur pendakian ke puncak gunung di TNGHS belum dibuka dan ditata secara khusus. Tetapi beberapa puncak gunung dan hutan yang relatif masih lebar telah menarik didaki dan dikunjungi oleh berbagai kelompok pecinta alam, dengan memenuhi syarat pendakian seperti membuat ijin pendakian, mempelajari peta jalur pendakian, pendakian didampingi petugas/orang yang sudah mengetahui jalur pendakian mempersiapkan diri secara fisik dan perbekalan makanan yang cukup. Kawah Ratu berada di lereng puncak Gunung Salak 1 dan ditengah hutan yang relatif masih baik. Untuk menuju tempat ini, dapat melalui jalur Cangkuang atau melalui Pasir Reungit, Gunung Bunder. Di lokasi ini pengunjung harus berhati-hati, tidak boleh lama dan terlalu dekat sumbersumber uap panas, karena setiap saat dapat terjadi gas-gas beracun yang sangat berbahaya. Salah satu kegiatan yang dapat dikembangkan di TNGHS adalah berkemah di bumi perkemahan yang sudah tersedia sumber air dan kamar mandi.
129
5.
6.
7.
Candi Bedug
Gunung Batu dan Cadas Belang
Jembatan Tajuk (Canopy Trail)
8.
Sumber Air Panas
9.
Arung Jeram dan Pantai Selatan
10.
Seren Taun
Kuburan keramat dan situs-situs 11. masa lampau
Candi Bedug terletak disekitar 10 km sebelah Barat Desa Citorek yang ditempuh dengan berjalan kaki sekitar tiga jam. Situs candi yang berukuran kecil ini merupakan salah satu peninggalan kerajaan di Jawa Barat beberapa ratus tahun yang lalu. Situs ini banyak dikunjungi orang dari luar daerah untuk berziarah. Gunung Batu terdiri dari dinding batu yang terletak pada puncak bukit, sering digunakan untuk tempat penziarahan. Lokasi ini terlatak di desa Mekarjaya dapat dicapai dengan jalan kaki sekitar dua jam dari kampung Cigadog. Jembatan gantung yang menghubungkan antara pepohonan sepanjang 100 m, lebarr 0,6 m dengan ketinggian 20-25 m dari atas tanah dilengkapi dengan tangga naik. Jembatan ini sekitar 200 m dari stasiun penelitian Cikaniki. Sumber air panas yang masih alami berada di Cisukarame dan di Gunung Menir, maupun yang sudah dibuka sebagai tempat rekreasi, seperti di Gunung Salak Endah, Cisolok, dan Cipanas. Arung jeram berada di Sungai Citarik dan Sungai Citatih. Pantai Selatan terdapat pantai Karang Hawu, Karang Taraje, dan Sawarna. Seren Taun dilakukan setiap tahun seetelah panen padi mereka mengadakan kegiatan adat yang disebut seren taun sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan dalam pertanian khususnya padi yang merupakan makanan pokok masyarakat. Jadwal pelaksanaannya antara bulan JuniDesember setiap tahun, tergantung perhitungan waktu masing-masing kelompok kasepuhan. Beberapa seren taun yang menarik untuk dikunjungi dan dilihat adalah seren taun di kasepuhan Ciptagelar, Sinaresmi, Ciptamulya, Cicarucub, Cisitu, Cisungsang, Citorek, dan Urug. Orang sering berziarah seperti ke kuburan keramat di puncak Gunung Salak 1 dan lereng puncak Halimun Selatan. Beberapa lokasi situs lainnya seperti situs Genterbumi di Kampung Pangguyangan, situs Ciawitali di Gunung Bodas dan situs Ciarca di kecamatan Cikakak, situs Girijaya di Kecamatan Cidahu (Sukabumi), situs Cibalay di Kecamatan Tenjolaya, situs Batu Kipas, Leuwijamang di Kecamatan Sukajaya (Bogor), dan situs Gunung Bedil di Kecamatan Cibeber (Lebak).
Sumber: Data Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, 2007
130
Lampiran 26.
Gambar 1 Peta Taman Nasional Gunung Halimun Salak Tahun 2011
131
Lampiran 27.
Gambar 2 Peta Desa Malasari Tahun 2011
Citahab Kampung Citalahab Central
Obyek Wisata (Ekowisata)
132
Lampiran 28
KETUA UMUM
Wakil Ketua
Sekretaris Umum
Bendahara Umum
Manager Pengelola Wisata
Sekretaris
Kordinator Dapur
Kordinator Pemandu
Bendahara
Kordinator
Kordinator K3
Kamar
(Keamanan, Kerapian,
(Guide)
dan Kebersihan)
Anggota terdiri
Anggota terdiri
Anggota terdiri
Anggota terdiri
dari 35 orang
dari 30 orang
dari 30 orang
dari 6 orang
Gambar 3.
Organigram KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) Paguyuban Wisata Warga Waluyu di Citalahab Central Tahun 2011
133
Lampiran 29. Gambar 4. Dokumentasi Pemukiman Tahun 2011
Kantor Desa Malasari
Akses Menuju Kawasan Ekowisata
Selang air yang dialirkan ke rumah warga
Stasiun Penelitian Cikaniki
Citalahab Kampung
Citalahab Central
134
Warga Bekerja sebagai Pemetik Teh
Tempat Sampah yang disediakan Warga
Kunjungan Wisatawan ke Kebun Teh
Sawah
Penginapan Wisatawan
Jamur Menyala