PERKUAT KETAHANAN PANGAN NASIONAL KITA Bambang Pujiasmanto Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Jl.Ir.Sutami 36 A, Surakarta Email:
[email protected].
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Berdasarkan Undang-Undang tentang Pangan yang telah disahkan melalui sidang pleno Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 18 Oktober 2012, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan dan minuman. Berdasarkan sumber pangan, bahan pangan dibedakan menjadi 2, yaitu bahan makanan nabati yang berasal dari tanaman/tumbuh-tumbuhan dan bahan pangan hewani yang berasal dari hewan. Pada dasarnya pangan tersebut harus ada di setiap saat dan untuk dapat memenuhi kriteria ketahanan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan oleh 3 aspek pokok yaitu produksi (kuantitas), distribusi (aksesibilitas), dan konsumsi (bergizi dan aman). Secara teori dan konsep, ketahanan pangan yang kuat tidak sama dengan kedaulatan pangan yang kuat. Sebagian besar negara di dunia menganut konsep ketahanan pangan sebagaimana konsep ini dianut dan menjadi acuan lembaga internasioanl termasuk PBB dan FAO. Faktanya tidak ada negara yang bisa memenuhi semua kebutuhan pangan dari dalam negeri atau memproduksinya sendiri, kemudian selebihnya akan diekspor ke negara yang membutuhkannya. Yang ada adalah sebuah negara yang mengekspor jenis pangan tertentu, baik nabati maupun hewani ke negara lain sekaligus juga mengimpor kebutuhan sebagian kebutuhan pangannya dari negara lain. Negara tempat mengekspor atau mengimpor itu bisa sama seperti layaknya sebuah barter, tetapi kebanyakan berbeda.
Dalam UU Pangan dijelaskan bahwa yang dinamakan Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa dalam mewujudkan ketahanan pangannya, dapat menentukan kebijakan pangannya secara mandiri, menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, dan memberi hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem usaha pangannya sesuai dengan potensi sumber daya dalam negeri. Sedangkan arti dari kemandirian pangan yakni kemampuan negara memproduksi pangan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan dengan memanfaatkan sebesarbesarnya
potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara
bermartabat. Adapun pengertian dari ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan individu, yang tercermin dari tersediannya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta sesuai dengan keyakinan, dan budaya untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Hampir semua negara memiliki pola pemenuhan kebutuhan pangan berbeda yang saling tergantung dan membutuhkan karena pasokan atau produksi pangan yang ada memang dirancang dan dikondisikan terbatas atau seperlunya saja hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Jika ada kelebihan pasokan atau produksi, akan mengacaukan harga pangan dunia, hal ini sebagaimana dialami oleh petani Indonesia ketika panen raya terjadi gejolak harga berupa turunnya harga pangan. Begitu juga sebaliknya ketika terjadi kelangkaan atau kekurangan pasokan harga pangan bisa melambung tinggi dan sangat tidak rasional. Semua itu terjadi karena manajemen pengelolaan produksi pangan dan distribusinya yang tidak baik dan belum mampu dirancang atau dikondisikan tepat dengan kebutuhan konsumen, sehingga harganya relatif bisa dikendalikan dan berada di kisaran yang wajar dan rasional. Pasang Surut Ketahanan Pangan Indonesia Pada awal kemerdekaan, Indonesia pernah mengalami masa sulit akibat pasokan dan distribusi pangan yang tidak lancar. Untungnya Indonesia dikaruniai tanah yang relatif subur dan air yang begitu luas sehingga banyak jenis tanaman dan hewan yang bisa dimakan untuk sekedar bertahan hidup. Hingga akhir masa pemerintahan Soekarno dan awal masa pemerintahan Soeharto, Indonesia masih disibukkan persoalan bagaimana mencukupi kebutuhan pangan dalam jumlah cukup, harga terjangkau, mudah mengaksesnya dan kualitas yang baik. Untuk menjaga stabilitas pasokan harga dan kualitas pangan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia yang terus bertumbuh, maka pemerintahan Soeharto meluncurkan serangkaian kebijakan antara lain dengan
membentuk Bulog dan memperkuat sistem dan kelembagaan departemen yang terkait dengan pertanian dan pangan. Anggaran yang dikeluarkan relatif besar dibandingkan sektor lain yang dipandang kurang strategis dan mendesak. Prestasi swasembada beras tahun 1984 sering disebut sebagai keberhasilan monumental bagi Indonesia karena beras adalah makanan pokok ratusan juta penduduk Indonesia, sedangkan tingkat konsumsi pangan lain masih sedikit. Sejak 2007 sampai 2008, Indonesia terpaksa mengimpor produk pangan, terutama beras dalam jumlah besar sehingga banyak kalangan kuatir akan terjadinya krisis pangan yang lebih dalam. Idealnya harus terjadi diversifikasi pangan sehingga bukan hanya beras yang menjadi makanan pokok. Terlepas dari itu, berbagai penelitian mutakhir menunjukkan bahwa beras merupakan komoditas yang menduduki posisi strategis dalam proses pembangunan pertanian, karena beras telah menjadi komoditas politik dan menguasai hajat hidup rakyat Indonesia. Masyarakat telah mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok sehingga beras menjelma menjadi sektor ekonomi strategis bagi perekonomian dan ketahanan pangan nasional. Ada yang meramalkan Indonesia diprediksi akan mengalami krisis pangan pada tahun 2017 dengan mengacu dari sejumlah kasus, seperti kelangkaan kedelai pada awal 2008 dan sekarang ini atau impor beras, gula, dan komoditas pangan lain (daging sapi). Faktanya hingga kini Indonesia masih mengimpor pangan untuk menjaga ketahanan pangan pada tingkat yang dianggap aman. Dalam konteks itu, tidaklah aneh jika sejumlah kalangan mengingatkan pemerintah agar selalu mewaspadai potensi krisis pangan nasional. Memang wajar ketika ketersediaan pangan semakin tipis atau masyarakat tidak mampu menjangkau harga pangan yang terus naik, stakeholders pangan menekan pemerintah agar mengatasi persoalan itu. Salah satu cara klasik yang ditempuh pemerintah adalah dengan mendorong petani menggenjot produksi pangan baik dengan pola intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian. Sejauhmana ketahanan pangan kita sampai saat ini Ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan pangan Indonesia dinilai belum kokoh. Hal ini diindikasikan oleh tingginya impor produk pangan. Hingga tahun 2013 masalah ketahanan pangan khususnya beras menjadi persoalan besar bangsa Indonesia.Angka kuota impor beras rata-rata masih diatas angka jutaan ton. Pada tahun 2011, impornya 1,6 juta ton dan pada tahun 2012 impor beras 1,9 juta ton. Impor jagung 2 ton, kedelai 1,9 juta ton, daging sapi setara dengan 900 ribu ekor, gula 3,06 ton, dan teh senilai 11 juta US dolar atau setara 105 milyar. Besarnya
angka impor dimaksudkan untuk menjaga ketahanan pangan agar pasokan dan harga pangan tetap terjangkau dan stabil. Sebagai negara yang berpenduduk banyak dengan konsumsi beras yang jumlahnya cukup banyak, banyak sedikitnya impor beras yang dilakukan Indonesia secara langsung memiliki pengaruh signifikan pada harga beras dunia. Dengan membeli 1,5 juta ton sampai 2 juta ton beras dari 8 juta ton beras yang ada di pasaran dunia, angka itu sangat mungkin akan memicu kenaikan harga beras dunia. Kondisi ini menunjukkan bahwa upaya ketahanan pangan masih terfokus pada ketersediaan dan konsumsi, dan belum berorientasi pada sisi produksi, kemandirian dan kedaulatan pangan. Ketersediaan pangan seharusnya lebih berorientasi pada peningkatan kapasitas produksi dalam negeri, baru kemudian distribusi/aksesibilitas dan konsumsi. Dengan demikian, maka ketergantungan pada produk luar dapat dieliminasi, kemandirian dan kedaulatan pangan dapat diwujudkan. Ketahanan pangan di Indonesia saat ini menjadi masalah serius. Ada banyak faktor, misalnya karena konversi lahan pertanian yang tinggi dan tingkat pertumbuhan penduduk yang hampir tidak terkendali. Kemajuan tingkat jumlah penduduk Indonesia yang pesat sepertinya tidak diimbangi dengan sarana dan prasaran yang membantu. Melihat pada kondisi global misalnya, banyaknya jumlah penduduk sekarang juga menjadi masalah. Masalah pangan di Indonesia sebenarnya tidak perlu terjadi jika tidak terjadi kelangkaan pangan. Seperti yang diketahui masalah komoditi pangan utama masyarakat Indonesia adalah adalah karena kelangkaan beras atau nasi. Sebenarnya kelangkaan ini tidak terjadi karena dahulu tiap semua daerah di Indonesia tidak mengonsumsi beras. Makanan utama di beberapa daerah di Indonesia juga berbeda-beda. Tetapi seluruh hal tersebut berubah total setelah pemerintah orde baru dengan Swasembada Berasnya secara tidak langsung memaksa orang yang bisaa mengkomsumsi bahan makanan non beras untuk mengkonsumsi beras. Yang terjadi selanjutnya adalah muncul lonjakan konsumsi/kebutuhan beras nasional sampai sekarang sehingga memaksa pemerintah untuk impor beras. Padahal jika tiap daerah tetap bertahan dengan makanan utama masing-masing maka tidak akan muncul kelangkaan dan impor bahan makanan pokok beras. Efek lainpun muncul akibat perubahan pola makan masyarakat Indonesia. Keberagaman komoditi pertanian yang menjadi unggulan setiap daerah di Indonesia terlenyapkan demi progran Swasembada Beras. Masalah yang paling baru adalah kelangkaan kedelai yang menyebabkan melonjaknya kedelai. Krisis kedelai sekarang ini sekali lagi menegaskan betapa ketahanan pangan nasional
sangat rapuh. Sedikit saja terjadi guncangan, ketahanan pangan kita langsung terseok-seok. Seperti dalam krisis kedelai sekarang ini, yang terutama dipicu oleh depresiasi rupiah terhadap dolar AS, sekian banyak pabrik tahu-tempe serta-merta tersungkur. Sekian banyak tenaga kerja juga otomatis mendadak jadi penganggur. Strategi pembangunan pertanian Menghadapi tantangan ketahanan pangan yang saat ini dirasakan oleh Indonesia, diperlukan beberapa strategi . Mulai dari peningkatan ketahanan pangan baik dalam ketersediaan, stabilitas, aksesabilitas, konsumsi sehingga dapat dilihat kemajuan pertumbuhan ekonomi, dan suatu individu dapat memiliki daya saing individu dan bangsa. Misalnya dengan melaksanakan tujuh gema revitalisasi yang terdiri dari pengembangan teknologi dan industri hilir, revitalisasi lahan, revitalisasi perbenihan dan pembibitan, perbaikan infrastruktur dan sarana, pengembangan sumber daya manusia, revitalisasi pembiayaan petani, penguatan kelembagaan petani. Sebagai contoh dalam permasalahan konversi lahan, kepemilikan lahan yang sempit, sulitnya akses petani ke lahan terlantar, strategi yang cocok adalah revitalisasi lahan. Kesiapan lahan pertanian Kesiapan lahan pertanian yang ada untuk pangan sebaiknya lebih ditingkatkan produktivitasnya sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan di Indonesia antara lain disebabkan oleh penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah, tingkat kesuburan lahan yang terus menurun, dan eksplorasi potensi genetik tanaman yang masih belum optimal Di sisi lain pemerintah juga harus tegas dalam memberikan ijin dalam alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Pembagian kawasan pertanian di Indonesia sangat penting untuk meningkakan hasil pangan. Melihat kondisi daerah topografi wilayah tertentu terutama dalam skala nasional. Pertambahan penduduk menuntut penggunahan lahan semakin besar, baik sektor industri maupun sarana infrastruktur. Hal ini tentu akan mengancam lahan pertanian akan semakin sempit. Perencanaan lahan pertanian berbasis SIG (Sistem Informasi Geospasial) bidang pertanian merupakan metode yang efektif dalam pengambilan keputusan pengelolaan lahan pertanian. Tetapi penyediaan data berbasis SIG (Sistem Informasi Geospasial) di Indonesia belum diterapkan secara penuh khususnya skala nasional. Teknologi penginderaan jauh dengan
memanfaatkan citra satelit sangat mendukung penyediaan data berbasis SIG dalam menentukan kawasan-kawasan yang menjadi lokasi penyediaan lahan pertanian. Karena SIG sendiri mencakup dasar-dasar lahan, kondisi topografi, serta informasi pendukung lahan tersebut. Metode ini menjadi sangat mudah dalam mengevaluasi produktivitas lahan. Sehingga kekurangan hasil produksi serta pengelolaan lahan pertanian tersebut bisa direncanakan dan bisa menargetkan hasil produksi sesuai jangka waktu tertentu. Evaluasi lahan pertanian sangat penting untuk melihat perkembangan lahan pertanian. Demi tercapainya keseimbangan lahan pertanian di Indonesia. Kebijakan pemerintah dalam ketahanan pangan nasional Ketahanan pangan nasional masih merupakan isu yang strategis bagi Indonesia mengingat kecukupan produksi, distribusi dan konsumsi pangan memiliki dimensi yang terkait dengan dimensi sosial, ekonomi dan politik. Dengan demikian diperlukan penyelarasan peningkatan produksi disatu pihak. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem, subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dari interaksi ketiga subsistem tersebut. 1)Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu. 2) Subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan ekonomi atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata menyangkut aspek fisik dalam arti pangan tersedia disemua lokasi yang membutuhkan tetapi juga masyarakat. Surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan bagi individu masyarakatnya. Sistem distribusi ini perlu dikelola secara optimasl dan tidak bertentangan dengan mekanisme pasar terbuka agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses pangan bagi seluruh penduduk. 3) Subsistem pangan menyangkut upaya peningktan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik. Sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Ketahanan pangan merupakan prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional (RPJMN) tahap II 2010-2014. Kebijakan
pembangunan
pertanian
Kementerian
Pertanian
tahun
2010-2014
berkaitan
dengan
pembangunan ketahanan pangan yaitu :1) Melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, alsintan, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT); 2) Melanjutkan dan memperkuat kegiatan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Membangun Desa (SMD) dan Penggerak Membangun Desa (PMD), dan rekrutmen tenaga pendamping lapang guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan;3) Pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan;4) Pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, dan gula industri;5) Peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi komoditas impor; 6)Peningkatan kualitas dan kuantitas public goods melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan usahatani;7) Jaminan penguasaan lahan produktif;8) Pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani;9) Penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional;10) Pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan, dll. Untuk melaksanakan tugas pembangunan pertanian selama periode 2010-2014, strategi yang akan ditempuh Kementerian Pertanian dilakukan melalui penerapan Tujuh Gema Revitalisasi, yaitu: (1) Revitalisasi Lahan, (2) Revitalisasi Perbenihan dan Pembibitan, (3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, (4) Revitalisasi Sumber Daya Manusia, (5) Revitalisasi Pembiayaan Petani, (6) Revitalisasi Kelembagaan Petani, serta (7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir. Ketujuh gema revitalisasi pembangunan pertanian tersebut, menjadi acuan pada strategi Badan Ketahanan Pangan dalam memfasilitasi program pembangunan ketahanan pangan tahun 20102014. Menghadapi pasar global di kawasan ASEAN Pemerintah harus segera mempersiapkan diri untuk menghadapi pasar liberal komoditas pangan, di antaranya dengan menyiapkan hambatan nontarif seperti Standar Nasional Indonesia, pembatasan pintu masuk impor, serta persyaratan terkait penyakit. Dengan demikian, komoditas pangan yang masuk ke Indonesia dan dikonsumsi masyarakat benar-benar berkualitas dan aman. Sudah waktunya pemerintah memperkuat daya saing produk pangan sehingga komoditas pertanian tersebut siap bersaing dan memiliki keunggulan komparatif. Sejauh ini, untuk
komoditas beras, Indonesia masih tertinggal dari Thailand dan Vietnam yang sudah mampu menjadikan beras berada dalam sistem yang terintegrasi, mulai penanaman, panen, pengeringan, hingga pengolahan. Sistem tersebut mampu menekan angka kehilangan panen yang selama ini masih menjadi momok bagi tanaman padi di Indonesia. Persiapan Sektor Pertanian menghadapi AEC 2015. Dalam menghadapi AEC 2015 seluruh lini termasuk produk pertanian harus memperhatikan 3 hal penting yaitu : 1. Peningkatan Daya Saing (peningkatan produktifitas, distribusi, infrastruktur, perbankan, efisiensi regulasi dll) 2. Pengamanan Pasar Domestik (mis: lebih mencintai produk lokal), dan 3. Penguatan Ekspor dengan memperhatikan 3 K (kualitas, kuantitas dan kontinyuitas). Ketahanan Pangan dan Kepentingan Politik Keamanan Pangan & Tata Kelola Pangan harus dikawal dengan politik pangan yang memihak kepentingan dalam negeri. Pemerintah harus menggerakkan semua komponen kekuatan nasional untuk melaksanakan kebijakan keamanan pangan .Pemerintah harus mewujudkan akuntabiltas dan pengendalian untuk memastikan kepatuhan semua komponen kekuatan nasional dalam mengimnplementasikan kebijakan keamanan pangan. Pemerintah harus mampu dan mau mengambil langkah korektif bila sasaran kebijakan tidak terpenuhi dalam jangka waktu tertentu. Pemerintah harus membuat kerangka regulasi dan langkah administratif untuk meningkatkan ketersediaan pangan, akses, dan kualitas. Ketahanan pangan harus kokoh menuju masyarakat ekonomi ASEAN 2015 Menghadapi pasar global ASEAN, perlu disiapkan komoditi pertanian yang menjadi andalan dalam perdagangan regional. Kita harus memilah dari sekian banyak produk dan komoditi pertanian tersebut yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Selain itu, kita juga harus menyiapkan produk pertanian andalan yang mampu bertahan dalam pasar domestik, dan juga produk yang mampu menyerang di pasar regional dan global. Selain itu pembangunan jangka menengah yaitu bersama – sama memberikan penguatan kelembagaan dan usaha pada sektor input maupun produksi dalam skala sedang, sedangkan untuk skala kecil perlu diperbaiki kelembagaan dan organisasi skala kecil sehingga mampu memberikan efisiensi ekonomi dalam produksinya. Pemanfaatan teknologi dalam pembangunan ketahanan pangan saat ini Rapuhnya ketahanan pangan merupakan sebuah ironi mengingat besarnya potensi pertanian. Sayangnya, potensi tersebut belum mampu mendukung sistem ketahanan pangan
nasional. Upaya mewujudkan ketahanan pangan berkaitan erat secara langsung dengan keberhasilan penerapan teknologi dalam pembangunan pertanian di Indonesia, baik untuk kepentingan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, peningkatan produktivitas, pengolahan hasil pertanian, maupun diversifikasi pangan. Dalam teori pembangunan, teknologi tepat sasaran dengan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas dikenal sebagai energizer of development. Kedua faktor tersebut merupakan penentu utama daya saing ekonomi suatu negara. Peranan teknologi cukup menonjol untuk memberikan driving force bagi pertumbuhan pembangunan pertanian. Teknologi berperan penting di dalam penginovasian produk sehingga dapat memiliki nilai tambah. Oleh karena itu perlu adanya industrialisasi pengembangan teknologi dari skala lab ke skala industri. Penerapan teknologi ke dalam skala komersial diperlukan adanya kerjasama dengan industri pangan. Kerjasama ini dapat memberikan manfaat kepada pihak petani. Para petani dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui komoditi tertentu yang dijual kepada puhak industri. Secara tidak langsung melalui kegiatan ini dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Peranan teknologi pertanian antara lain dalam usaha peningkatan produktivitas,
penjaminan mutu (gizi dan fisik), kemasan dan penampilan produk secara keseluruhan. Pemilihan teknologi juga berpeluang untuk menekan biaya produksi, menekan harga jual serta akan berpengaruh dalam meningkatkan daya saing. Salah satusolusinya dengan menggunakan teknologi tepat guna yang dapat digunakan oleh petani. Ketahanan pangan bisa membawa bangsa yang lebih sejahtera Sistem pangan nasional harus dibangun menuju ketahanan pangan nasional yang berbasis pada penyediaan pangan di tingkat individu. Paradigma baru dalam pembangunan sistem pangan nasional ini akan menjamin ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, lokal, regional, dan nasional. Meskipun demikian, mengingat kompleks permasalahan yang tercakup, ketahanan pangan di kelima jenjang itu hendaknya dibangun secara bersamaan. Ketahanan pangan nasional bermakna pengadaan pangan nasional, dan distribusi pangan nasional. Kedua makna ini menuntut adanya kebijakan pangan secara nasional yang dipegang wewenangnya oleh pemerintah pusat dan kebijakan pangan secara regional, lokal, rumah tangga, dan individu yang dipegang wewenangnya oleh pemerintah daerah otonom (kabupaten/kota, yang berfungsi rowing). Ketergantungan impor harus dikurangi
Impor bahan baku dan penolong untuk industri dan usaha lainnya di dalam negeri mencapai 92 persen dari total impor Indonesia, sehingga pemerintah sebaiknya mengurangi ketergantungan bahan baku dan penolong impor, salah satunya dengan cara mempermudah aturan untuk mendirikan industri bahan baku atau penolong di dalam negeri. Upaya pemerintah menggenjot daya saing Usaha pemerintah dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dalam menggenjot upaya peningkatan daya saing untuk industri, melalui peningkatan daya saing ini untuk meningkatkan komoditi ekspor guna memperkuat perekonomian nasional. Hingga saat ini perekonomian daerah masih terkendala pada persoalan-persoalan klasik. Misalnya UKM yang selalu tersendat dalam masalah permodalan. Akses yang terbatas terhadap bank, serta penerapan sistem kehati-hatian perbankan yang masih dirasakan berlebihan sering kali menjadi kendala untuk mengembangkan usaha. Di sisi lain, Kadin merekomendasikan kepada para pelaku usaha untuk bisa mengakses permodalan melalui lembaga non perbankan, sehingga tidak terpaku hanya pada lembaga perbankan. Benahi sektor hulu Pemerintah harus membenahi sektor hulu untuk memudahkan penambahan nilai. Hal ini dapat dilakukan dengan peranan strategis stakeholder termasuk Civil Society Organization (CSO) dalam ketahanan pangan sektor hulu. Misalnya Kementerian Dalam Negeri membagi urusan kewenangan, “mengeksekusi” perda
yang berkaitan dengan pangan di daerah,
Kementerian Pertanian berperan dalam kebijakan operasional dan progam peningkatan produksi pangan, Kementerian Keuangan berperan dalam kebijakan perkreditan bagi petani, dll. Kebijakan pemerintah memudahkan kalangan usaha untuk ketahanan pangan Perlu kebijakan pemerintah yang lebih memudahkan kalangan pelaku usaha untuk ketahanan pangan dengan cara mendorong perdagangan yang antara lain dengan pemberian subsidi atau bantuan finansial bagi produsen domestik dalam bentuk pembayaran tunai, pinjaman berbunga rendah, keringanan pajak, atau bentuk lainnya. Bertujuan membantu perusahaanperusahaan domestik mengimbangi pesaing internasional.
Pangan menjadi masalah besar dalam kehidupan Pangan menjadi masalah besar dalam kehidupan karena pangan merupakan kebutuhan utama makhluk hidup. Pangan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat pokok dan tidak
boleh diganggu gugat. Pangan merupakan sesuatu hak asasi bagi setiap individu yang harus terpenuhi setiap saat. Karena makanan sangat vital untuk mendukung kehidupan manusia, terutama makanan pokok harus tersedia setiap waktu. Hal ini tentu sangat terkait dengan ketersediaan pangan di suatu tempat, dalam hal ini adalah negara. Pangan mempengaruhi stabilitas nasional Ketahanan pangan diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di dalam negeri dari produksi pangan nasional. Ketahanan pangan bagi suatu negara merupakan hal yang sangat penting, terutama bagi negara yang mempunyai jumlah penduduk sangat banyak seperti Indonesia. Penguatan ketahanan pangan di daerah diantaranya dengan melakukan advokasi kembali yang lebih intensif kepada pemerintah daerah sesuai dengan tugas, wewenang, dan kesepakatan yang telah dibuat selain itu sosialisasi terkait kelembagaan ketahanan pangan di daerah juga perlu digiatkan. Stabilitas harga pangan nasional juga dipengaruhi oleh stabilitas harga pangan di daerah. Salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas harga adalah arus distribusi pangan pokok dari daerah produsen ke daerah konsumen. Pangan bisa tersedia Indonesia memiliki daratan seluas 188,20 juta ha, yang terdiri atas 144 juta ha lahan kering dan 44,20 juta ha lahan basah. Pemanfaatan lahan potensial untuk perluasan areal pertanian harus sesuai dengan peruntukannya. Kawasan untuk pertanian lahan basah dan lahan kering tanaman pangan semusim harus dimanfaatkan untuk tanaman pangan dan hortikultura. Komoditas penghasil bioenergi nonpangan dan perkebunan diarahkan pada lahan kering potensial untuk tanaman tahunan. Pemanfaatan lahan terlantar perlu diiringi dengan pengembangan varietas yang mempunyai daya adaptasi tinggi pada lahan suboptimal.
Sumber referensi : -
Anonim, 2010. Sinergitas Antar Instansi Pemerintah Dan Masyarakat Guna Meningkatkan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa http://www.polisiku.net/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=77
-
Anonim, 2011. Politik Pangan Indonesia: Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian http://setkab.go.id/en/artikel-6833-.html.
-
Anonim, 2012. Kebijakan Pemerintah Dalam Pencapaian Swasembada Beras Pada Program Peningkatan Ketahanan Pangan http://jdih.bpk.go.id/?p=17177
-
Anonim, 2013. Potensi Pertanian Pangan di Lahan Basah Capai 9 Juta Ha http://www.jurnas.com/news/45001/Potensi_Pertanian_Pangan_di_Lahan_Basah_Capai_9_J
uta_Ha/1/Ekonomi/Ekonomi. -
Hanani, N. dan Zakaria W.A., 2012. Industri Hulu Ketahanan Pangan.
-
Maharisni, S.N. , 2012. Ketahanan Pangan di Indonesia . http://mutosagala.wordpress.com/2012/04/04/ketahanan-pangan-di-indonesia/
-
Mandagi, S., 2013. Kesiapan Sektor Pertanian Menghadapi AEC 2015 . http://es.slideshare.net/stenlymandagi/aec-2015-presentasi-di-menado-untuk-refrensi-dir-pi
-
Mulyani,A., S. Ritung, dan I. Las., 2013. Potensi dan ketersediaan sumberdaya lahan untuk mendukung ketahanan pangan.
-
Muhammad,Q. 2013. Mewujudkan Kemandirian Pangan Indonesia. UKM,UPI,UGM Yogyakarta.
-
Sari P.L. dan M.A. Barus., 2009. Campur Tangan Pemerintah dalam Perdangan Internasional Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor.
-
Usman, S., 2013.Ketahanan Pangan dan Politik Pangan Nasional, Politik dan Ketahanan Pangan Memulai Dari Daerah .