Mekanisme Kerjasama j Pusat dan Daerah dalam Pengembangan Industri S.B.Hari Lubis Institut Teknologi Bandung harl@melsa net id
[email protected]
Rapat Kerja Departemen Perindustrian 2008 Surabaya, 11-14 Maret 2008
Pendahuluan Kebijaksanaan Pembangunan Industri Nasional (KPIN) menetapkan bahwa Perencanaan Pembangunan g Industri dilakukan dari 2 ((dua)) arah : 1. Melalui pendekatan top-down : pembangunan industri yang direncanakan, memperhatikan prioritas nasional diikuti partisipasi daerah. Berupa kebijakan top-down pembangunan industri nasional (dengan menentukan 32 industri prioritas, melalui pendekatan klaster) 2. Melalui pendekatan bottom-up : yaitu berlandaskan potensi yang dimiliki dan merupakan keunggulan daerah sehingga daerah memiliki daya saing Î perlu dibangun suatu mekanisme kerjasama dalam perencanaan
yang memberi peluang untuk menyelaraskan kegiatan pembangunan industri antara pusat dan daerah Î bisa memberi manfaat yang sebaik sebaik-baiknya baiknya bagi kedua belah pihak
Tahapan p Pertumbuhan Organisasi g • Proses pertumbuhan organisasi tidak mudah, sering menghadapi hambatan,, karena : • ada yang sengaja menghambat Î tidak setuju perubahan karena diuntungkan oleh pola lama • anggota organisasi belum paham paham, terbiasa cara lama belum mampu mengelola organisasi yang berubah dengan baik. y : proses p p pertumbuhan organisasi g harus melalui beberapa p Akibatnya kondisi kritis Î perlu dilewati dengan baik agar pertumbuhan organisasi berjalan lancar. • Model pertumbuhan organisasi Greiner : mempelajari pertumbuhan organisasi untuk mengetahui titik-titik kritis dalam pertumbuhan, ditunjukkan j bahwa : organisasi g mengalami g krisis/kesulitan jjika strukturnya tidak sesuai tahapan pertumbuhan yang sedang dialami • periode sebelum dan sesudah masa kritis : tahapan pertumbuhan Î organisasi yang tumbuh/maju akan mengalami krisis
tahapan Krisis
tahapan Tumbuh
Krisis ?? BESAR Krisis Birokrasi Pertumbuhan melalui Kolaborasi
UKURA AN ORGANIS SASI
Krisis Pengawasan
Pertumbuhan melalui Koordinasi
Krisis K i i Otonomi
Pertumbuhan melalui Pendelegasian
Krisis Kepemimpinan
Pertumbuhan melalui Pengarahan
Pertumbuhan melalui Kreatifitas
KECIL MUDA
UMUR ORGANISASI
Th Tahapan Pertumbuhan P t b h O Organisasi i i (Greiner) (G i )
TUA
Tahapan Pertama : Pertumbuhan melalui Kreatifitas • organisasi baru berdiri, perhatian terpusat pada (a) penciptaan produk yang sesuai bagi organisasi dan (b) pengembangan kemampuan b bertahan h hid hidup d dalam l persaingan, i (k (kemampuan membuat b d dan menjual) j l) Î disebut tahapan pertumbuhan melalui kreatifitas, erat kaitannya dengan kreatifitas pendiri/pemimpin organisasi • pendiri organisasi biasanya entrepreneur, perhatiannya terpusat pada kegiatan produksi dan pemasaran produk • organisasi i i tid tidak k fformal, l tid tidak k bi birokratis, k ti pengawasan dil dilakukan k k secara pribadi oleh pemilik/pimpinan organisasi. • titik kritis Krisis Kepemimpinan : akibat membesarnya organisasi • karyawan bertambah membawa persoalan : pimpinan berjiwa wiraswasta hanya tertarik produksi dan pemasaran, kurang terlatih mengatur g karyawan y Î krisis • agar bisa melewati krisis : pimpinan berjiwa entrepreneur diganti manajer yang kuat, ahli dalam teknik-teknik pengaturan karyawan
Tahapan Kedua : Pertumbuhan melalui Pengarahan • krisis kepemimpinan dilalui, organisasi telah memiliki pimpinan yg kuat : • merumuskan arah/sasaran yang jelas. • organisasi mulai dipecah jadi bagian bagian-bagian,hirarki bagian hirarki wewenang wewenang, penugasan, pembagian kerja jelas • sistem manajemen mulai lebih teratur, (mis. manajemen keuangan, persediaan, di d dsb) b) • komunikasi mulai lebih formal, birokrasi mulai lebih jelas • titik kritis : Krisis Otonomi, karena bawahan mulai merasa berkuasa di unit masing-masing, menghadapi masalah-masalah skala besar Î perlu kewenangan lebih besar, tapi merasa dibatasi karena pemimpin dan birokrasi yyang g kuat Î krisis jjika p pimpinan p yg kuat ((krn sebelumnya y sukses) tidak mendelegasikan sebagian wewenang ke bawah • bawahan, walaupun ingin kewenangan, belum tentu mampu mengambil keputusan secara baik Î krisis otonomi bisa dilampaui jika pimpinan mau mendelegasikan sebagian wewenang kepada bawahan, dan bawahan mulai terlatih mengambil keputusan secara baik
Tahapan Ketiga : Pertumbuhan melalui Pendelegasian • sebagian wewenang resmi didelegasikan kepada pimpinan tingkat bawah Î p pimpinan p bawah mendapat p wewenang/tanggung g gg g jjawab lebih besar : perhatian pimpinan puncak pada pemikiran bersifat strategis, pimpinan bawah pada operasi sehari-hari • titik kritis : Krisis Pengawasan, otonomi pimpinan tingkat bawah besar Î organisasi berkembang tanpa kendali ke segala arah Î pimpinan puncak perlu mengarahkan kembali ke satu arah, dengan teknik-teknik koordinasi baru : arah perkembangan seluruh bagian diselaraskan sesuai tujuan organisasi sebagai kesatuan
Tahapan Keempat : Pertumbuhan melalui Koordinasi • organisasi sudah terkoordinasi dengan baik : personil profesional, menguasai program pengembangan organisasi secara keseluruhan, mampu p melaksanakan kegiatan g organisasi g sesuai rencana Î diguna g kan bentuk organisasi yang memudahkan koordinasi. • Titik kritis : Krisis Birokrasi, organisasi tumbuh membesar sehingga jadi bi k ti Î pimpinan birokratis i i menengah hd dan b bawah h jjadi di kkurang iinovatif. tif Tahapan Kelima : Pertumbuhan melalui Kerjasama/Kolaborasi • krisis birokrasi berhasil dilewati melalui semangat kerjasama kolaborasi disadari bahwa birokrasi diperlukan agar organisasi teratur, tapi jika berlebihan akan menghambat Î jadi terlatih/terbiasa menyelesaikan masalah tanpa terhambat birokrasi, perbedaan pendapat diselesaikan dengan cara tidak formal • pengawasan formal menjadi tidak dibutuhkan Î muncul kontrol sosial • sering memerlukan waktu cukup lama untuk tercapai • Titik kritis : Krisis ???, belum diketahui bentuknya, mungkin karena organisasi i i ttelah l h memliki liki mekanisme k i otomatis t ti untuk t k perbaikan b ik jik jika kondisi kritis akan tercapai
Mekanisme Kerjasama j Pusat dan Daerah dalam Pengembangan Industri • Pendekatan top-down dan bottom-up diperlukan agar terjadi sinergi antara perencanaan pusat dan daerah • Mekanisme kerjanya : • perlu bisa mengakomodasikan berbagai dimensi perencanaan • menyediakan tahapan bagi proses argumentasi pusat – daerah membuka p peluang g terjadinya j y koreksi • tersedianya periode evaluasi Î bisa mengevaluasi keberhasilan suatu usulan program mekanisme kerja ini perlu tetap memperhatikan kepentingan strategis • gambar (di halaman berikut) menunjukkan prinsip-prinsip dasar mekanisme perencanaan top-down dan bottom-up
RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) 2005-2025
SIKLUS PERENCANAAN TOP-DOWN BOTTOM-UP
KPIN (Kebijakan Pembangunan Industri Nasional) Kebijakan (Rencana Strategis/ Rencana Jangka Panjang) Pembangunan Industri Nasional
Pendekatan Top-Down : x32 jenis Industri Prioritas xPembangunan dengan pendekatan klaster 1b
1c Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan ((untuk Tahun tertentu))
3
Kebijakan (Rencana) Pembangunan g Industri Nasional Tahunan disampaikan ke Daerahdaerah
1a
Kondisi/Pencapaian Aktual Pembangunan Industri Nasional pada Tahun tertentu
2
17 Kalender Waktu Perencanaan (1 tahun) 18
17
4
Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri I d tiN Nasional i lT Tahun h an dievaluasi dan dikomentari Daerah-daerah sesuai posisi pembangunan Industri masingmasing Daerah
xKondisi/Pencapaian Aktual Pembangunan Industri Daerah pada Tahun tertentu xStrategi Pembangunan Industri Daerah yang arahnya berbeda dari KPIN
Kalender Waktu Perencanaan (1 tahun) 18
5
6
Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan dievaluasi/direvisi oleh Pusat sesuai komentar Daera-daerah
Revisi R i i Kebijakan K bij k (R (Rencana)) Pembangunan Industri Nasional Tahunan (untuk Tahun tertentu)
Revisi Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan (untuk Tahun tertentu) disampaikan ke Daerah-daerah
TIDAK
7
Kalender Waktu Perencanaan (1 tahun)
Disetujui Daerah ? 17
YA Daerah membuat Usulan Perencana an Pembangunan Industri Tahunan Daerah
8
Usulan Perencanaan Pembangunan Industri Tahun an Daerah diajukan ke Pusat
9
18
12 Kriteria Kesesuaian dengan: -Pendekatan Top-Down -Pendekatan Pendekatan Bottom Bottom-Up Up (Kompetensi Inti Daerah) -Sinergi Pusat-Daerah -Sinergi Antar Wilayah/Daerah -Ketersediaan/prioritas Anggaran -Keterkaitan/kesinambung-an Keterkaitan/kesinambung an Logis dengan Program/ Proyek sebelumnya -Kriteria-kriteria Perencanaan -Performansi Daerah sebelumnya dalam pelaksanaan Program/Proyek -Dll
7 18 Evaluasi oleh Pusat untuk menetapkan Program/Proyek yang bisa dise tujui -Negosiasi Pusat dan Daerah
10
17
11
Daftar Program/Proyek Daerah yang bisa disetujui
Masukan untuk Kebijakan Pembangunan Industri Daerah dan Nasional Tahun berikutnya
Pelaksanaan Program/Proyek oleh Daerah 13 Monitoring dan Evaluasi Pelak sanaan Program/Proyek (oleh Daerah) Monitoring dan Evaluasi Pelak sanaan Program/Proyek ((secara Nasional)) 15
16 14
Kalender Waktu Perencanaan (1 tahun) 18
Keterangan : Siklus Perencanaan ini berlangsung selama 1 tahun, dimana dilakukan proses lengkap Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring, dan Evaluasi secara lengkap dan berkesinambungan, dalam pengertian bahwa hasil-hasil perencanaan suatu tahun p perencanaan tertentu akan menjadi j masukan untuk mempertimbangkan p g kebijakan maupun program-program tahun berikutnya, sebagai berikut : 1. Dengan mengacu kepada KPIN dan RPJP, Pusat merumuskan Kebijakan (Rencana Strategis/Rencana Jangka Panjang) Pembangunan Industri Nasional (1a), dengan jangka waktu perencanaan yang lebih operasional dibanding RPJP (misal 5 tahunan). 2. Mengacu kepada Kebijakan (Rencana Strategis/Rencana Jangka Panjang) Pembangunan Industri Nasional (1a), Kebijakan mengenai 32 jenis industri prioritas dan p p pembangunan g berbasis p pendekatan klaster yyang g merupakan p rumusan top-down (1b), dan Kondisi/Pencapaian Aktual Pembangunan Industri Nasional yang merupakan hasil pelaksanaan program-program pembangunan sektor Industri tahun sebelumnya (1c), Pusat kemudian merumuskan Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu (2). Kebijakan ini memuat kebijakan dan sasaran pembangunan sektor industri secara nasional. Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu (2) ini kemudian disampaikan ke daerah-daerah.
3. Daerah-daerah kemudian mengevaluasi dan mengkomentari (4) Kebijakan (R (Rencana) )P Pembangunan b IIndustri d tiN Nasional i l untuk t k suatu t ttahun h perencanaan tertentu (2) ini, sesuai dengan kondisi/pencapaian aktual pembangunan sektor industri di daerahnya masing-masing, dan juga apabila daerah memutuskan untuk menganut strategi pembangunan industri yang mungkin tidak berkesesuaian dengan KPIN (17). 4 Pusat kemudian mengevaluasi dan mungkin merevisi (5) Kebijakan 4. (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu, sesuai komentar dari daerah-daerah, sehingga sesuai dengan kepentingan pembangunan sektor Industri di tingkat Pusat maupun daerah (6). Revisi Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu kemudian disampaikan ke daerah-daerah (7), dan kembali dievaluasi dan dikomentari oleh daerah,, sehingga gg Kebijakan j (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk suatu tahun perencanaan tertentu benar-benar dapat disepakati di tingkat Pusat maupun Daerah.
5. Disesuaikan dengan Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional untuk t k suatu t ttahun h perencanaan ttertentu t t yang telah t l h disepakati di k ti Pusat P t dan d Daerah, daerah-daerah menyusun Usulan Perencanaan Pembangunan Industri Tahunan Daerah (8) yang memuat rencana pembangunan sektor Industri daerah untuk tahun tertentu tertentu. Usulan tersebut kemudian diajukan ke Pusat (9). 6 Pusat kemudian mengevaluasi Usulan Perencanaan Pembangunan Industri 6. Tahunan Daerah (10), menetapkan usulan yang bisa disetujui dan yang ditolak, dengan mengacu kepada berbagai kriteria perencanaan (10). Catatan : penggunaan kriteria ini perlu dipertimbangkan untuk melalui pentahapan sesuai kematangan kemampuan perencanaan di tingkat Pusat maupun Daerah. Apabila diperlukan, bisa dilakukan negosiasi antara Pusat dan Daerah,, sehingga gg argumentasi g dan informasi p pendukung g usulan suatu program bisa disampaikan secara lengkap. Berdasarkan hasil evaluasi ini, kemudain Pusat menyusun daftar Program/Proyek Daerah yang bisa disetujui j ((12). )
7. Daerah kemudian melaksanakan Program/Proyek Daerah yang disetujui. P Proses pelaksanaan l k maupun h hasilnya il dimonitor di it dan d kemudian k di di dievaluasi, l i baik di tingkat Daerah (14) dan juga secara Nasional di tingkat Pusat (15). Hasil monitoring di tingkat Daerah dan Pusat itu kemudian akan menjadi masukan untuk perumusan Kebijakan Pembangunan Industri Daerah dan Nasional tahun berikutnya (16) dan juga akan memberikan gambaran mengenai Kondisi/Pencapaian Aktual Pembangunan Industri Nasional yang merupakan hasil pelaksanaan program program-program program pembangunan sektor Industri suatu tahun tertentu, dan akan menjadi masukan untuk merumuskan Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan untuk tahun berikutnya maupun sebagai masukan bagi Daerah untuk mengevaluasi berikutnya, Kebijakan (Rencana) Pembangunan Industri Nasional Tahunan yang dirumuskan oleh Pusat (17) 8. Siklus Perencanaan yang berlangsung selama 1 tahun ini, dimana dilakukan proses lengkap Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring, dan Evaluasi secara lengkap dan berkesinambungan, perlu dilakukan serempak, dengan mematuhi waktu (jadwal) perencanaan, sehingga juga diperlukan penyusunan Kalender Waktu Perencanaan (18).
Penutup p • menggembirakan jika mekanisme kerjasama ini bisa dirumuskan dengan g baik, digunakan, g sehingga gg sinergi g p pengembangan g g industri pusat dan daerah bisa terwujud • perlu diperhatikan : berbagai pihak yang terlibat perlu paham manfaat dan penggunaannya perlu sosialisasi menyeluruh • dalam operasionalisasinya, mekanisme ini perlu dievaluasi, dikoreksi, dan disempurnakan. ooo
Bandung, 26/02/08 SBL