SUSUNAN REDAKSI Pengarah/Pembina : M. Hatta Rajasa Djoko Kirmanto Moch. Amron Luky Eko Wuryanto Purba Robert Sianipar Imam Anshori Dewan Redaksi/Penanggung Jawab : Budianto R. Eddy Soedibyo Syamsu Rizal Pemimpin Redaksi/Redaktur : Ade Satyadharma Wakil Pemimpin Redaksi/Redaktur : Fauzi Anggota Redaksi/Redaktur : Sardi Wawan Hernawan Sri Sudjarwati Widayati Penyunting/Editor : Ernawan Nugroho Joni Wahyudi Gamal Maulian
DAFTAR ISI SAJIAN UTAMA 4 BMKG Menjadi Koordinator Pengelolaan SIH3 6 Beberapa Pendapat Terkait Hasil Sidang SAJIAN KHUSUS 8 Agar Pengelolaan SDA Menyeluruh & Terpadu 12 Penandatanganan KSO Hidrologi Dilaksanakan
4
8
SOROTAN 14 Bimbingan Teknis dan Rapat Koordinasi Sekretariat Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA 18 TKPSDA WS Paguyaman, Dikukuhkan NUANSA 20 TKPSDA WS Bengawan Solo, Akan Perhatikan Galian Golongan C
14
ANEKA 22 Masyarakat Agar Tingkatkan Perhatian Terhadap Air
Desain Grafis/Lay out : Ucu Susanto Bambang Indratno Nur Jayanto
20
Sekretariat/Sirkulasi : Yetty Sugiarti Sadjimin Sukarna Heryana Hanny Handayani Kasimun Entis Amidjaya Alamat Redaksi : DEWAN SUMBER DAYA AIR NASIONAL Sekretariat Dewan Gd. Ditjen SDA Lt. VI Jl. Pattimura No.20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110 Telp. (021) 7231083 Fax. (021) 7231083 e-mail :
[email protected] [email protected] http://www.dsdan.go.id
2
22
Backgroud Cover : Situ Gintung, Kabupaten Tangerang Selatan - Banten
T A J U K
Komitmen Kita Dalam Pengelolaan SDA
S
ebagai negara yang memiliki populasi hampir 240 juta penduduk, Indonesia juga merupakan negara terkaya potensi air terbesar keempat di dunia setelah Brazil, Rusia dan Kanada. Tentu potensi air yang demikian besar ini harus disadari bersama oleh para pengelola sumber daya air di Indonesia. Mari kita instropeksi diri bahwa kesadaran bersama dalam mengelola sumber daya air ini masih jauh dari yang diharapkan, potensi yang besar akan menjadi percuma bila tidak becus mengelolanya. Saat ini kita belum benar-benar menyadari bahwa krisis air mungkin akan melanda Indonesia, seperti halnya di Afrika. Walaupun indikasi ke arah itu telah nyata terjadi di depan mata kita, namun praktik pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) masih diwarnai oleh praktik illegal logging - pembalakan hutan secara liar dan sewenang-wenang, industri yang tidak berwawasan lingkungan, atau kebiasaan buruk membuang sampah di sungai terus terjadi. Bukan tidak mungkin dalam beberapa kurun waktu mendatang, ancaman fenomena terjadinya krisis air yang menjadi petaka bagi bangsa, akan terjadi yang didahului dengan kehilangan akses terhadap air bersih yang benar-benar menjadi ancaman sosial. Bahkan krisis air juga bisa menjadi biang kemelaratan bangsa akibat makin banyaknya uang yang tersedot untuk penyediaan air. Oleh karena itu, sebelum kecemasan dan ancaman itu benar-benar terjadi, dengan pemikiran yang bijak perlu kiranya dari segenap elemen bangsa terutama instansi pengelola SDA dan stakeholder SDA secara bersama-sama melakukan deteksi dini terhadap gejala yang mengemuka saat ini berupa “krisis air”, yang jelas akan membawa bangsa ini menjadi terpuruk dan miskin. Langkah utama adalah perlu ditumbuhkan kesadaran kolektif dengan memulainya dari lingkungan terkecil keluarga, masyarakat, dan kemudian bangsa, untuk benar-benar melakukan pelestarian. Tidak hanya omong kosong bagaikan tong yang berbunyi nyaring. Mari renungkan kata bijak nenek moyang kita yang mengatakan bahwa hidup itu perlu mengedepankan sikap “memayu hayuning bawono” – mengupayakan keselamatan, kebahagian, dan kesejahteraan hidup di dunia; sebagai konsep dasar dalam melestarikan bumi dan seisinya sebagai perwujudan sikap “penghambaan” manusia yang ditakdirkan sebagai khalifah di muka bumi. Konsep dasar itu telah ada dalam banyak peraturan perundangan, untuk pengelolaan SDA ada UU No.7 tahun 2004, Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2008 dan saat ini Dewan SDA Nasional sebagai sebuah institusi yang dibentuk untuk membantu Presiden RI, telah menyusun Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA untuk samasama dicermati, dipahami dan dijalankan, agar bumi kita menjadi sahabat dan menjadi wahana hidup yang membawa kesejahteraan bagi bangsa dan umat manusia. Dengan kebijakan ini, diharapkan seluruh komponen bangsa akan bersatupadu dalam mengelola SDA mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan hingga proses evaluasi terhadap penyelenggaraan konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rurak air di Indonesia. Mari kita lihat secara seksama apa yang terjadi di sekeliling kita saat ini, selain banjir waktu penghujan dan kekeringan saat kemarau, sekarang kita dihadapkan pada permasalahan kualitas air bersih yang mulai menurun. Semua ini adalah masalah yang perlu diselesaikan. Jumlah penduduk yang terus meningkat juga memerlukan penambahan lahan pertanian, dan terkadang kita melakukan intensifikasi yang berlebihan dengan pupuk dan pestisida yang menjadi bahan pencemar air sebagai hasil dari usaha pencukupan pangan bagi kita. Pengambilan air tanah untuk industri, pertambangan dan rumah tangga yang berlebihan, mengakibatkan merembesnya air laut pada sistem air tanah juga bukan masalah sepele. Kondisi ini memerlukan political will yang kuat dari berbagai elemen bangsa dan tidak hanya mengandalkan pada pemerintah saja untuk melakukan dan menjalankan konservasi, pendayagynaan dan penanggulangan dayarusak air, serta merubah paradigma tetang perlunya air bagi pertanian, industri, transportasi dan rumah tangga, serta keperluan air bersih dan masih banyak lagi. Namun itu bukan hal yang mustahil untuk dicarikan solusinya jika semua pihak mau bekerja sama berkomitmen untuk menjaga dan mengelola SDA dengan sebaik-baiknya demi terwujudnya Indonesia yang lebih maju dan benar-benar mampu berswasembada pangan namun tidak kehilangan ruh dari kearifan lokal serta senantiasa menghargai lingkungan. Kehadiran Dewan SDA Nasional yang dibentuk Presiden RI melalui Kepres No.6 tahun 2009 tanggal 27 Maret 2009, pada dasarnya untuk membantu Presiden dalam menegakan pelaksanaan pengelolaan SDA di Indonesia yang diatur ddalam UU Nomor 7 tahun 2004, antara lain dengan menyusun Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA. Dewan SDA Nasional hanyalah sarana untuk memicu pelaksanaan komitmen dari komponen bangsa, baik pemerintah maupun non pemerintah untuk melakukan koordinasi dalam pengelolaan SDA. Sasaran utamanya adalah menghilangkan kendala utamanya yaitu ego sektoral yang selama ini menjadi portal terjalinnya koordinasi, tanpa mengurangi fungsi dari masing-masing, baik tatakelola di pemerintahan yang membidangi SDA maupun stakeholder bidang SDA. Kata kunci yang perlu diingat dan dilaksanakan bersama adalah bagaimana kita melaksanakan komitmen bersama untuk mengelola SDA, sesuai bidang dan jangkauan masing-masing dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan peradapan manusia, dengan menghilangkan ego sektoral serta membuka kesadaran kita untuk melaksanakan Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA dengan mengawalinya dari memperbaiki diri kita demi kejayaan Indonesia saat ini dan masa datang.
3 2
SAJIAN UTAMA
Sidang I Dewan SDA Nasional Tahun 2011
BMKG Menjadi Koordinator Pengelolaan SIH3
Melalui fasilitasi Sekretariat Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional) bekerjasama dengan Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Anggota Dewan SDA Nasional melaksanakan Sidang I tahun 2011.
P
elaksanaan Sidang I tahun 2011 yang dihadiri sekitar 36 anggota, sebetulnya sempat mengalami beberapa kali penundaan. Adanya penundaan tersebut salah satunya dikarenakan mencari waktu yang tepat agar Anggota Dewan SDA yang sebagiannya merupakan para menteri/ kepala badan/kepala lembaga dan para gubernur dapat menghadiri dan membahas bersama dengan para anggota Dewan SDA Nasonal lainnya yang berasal dari unsur non pemerintah terhadap berbagai isu yang telah disiapkan. Namun demikian, dikarenakan adanya komitmen bersama diantara anggota yang notabenenya juga me-
4
rupakan stakeholder sumber daya air agar pengelolaan sumber daya air semakin lebih baik, maka sidang tersebut dapat dilaksanakan pada semester pertama tahun 2011. Dalam sidang yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga selaku Ketua Dewan SDA Nasional, Ir. M. Hatta Rajasa yang juga dihadiri Menteri Pekerjaan Umum (PU) selaku Ketua Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE, Menteri Pertanian selaku Anggota, Ir. H. Suswono, MMA dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad menghasilkan beberapa kesepakatan, diantaranya adalah menetapkan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) sebagai koordinator pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan dan Hidrogeologi (SIH3). Kesepakatan lainnya adalah, rekomendasi Dewan SDA Nasional terhadap Rancangan Keputusan Presiden (Rakeppres) tentang Penetapan Wilayah Sungai (WS) dan menyepakati hasil kerja Panitia Khusus (Pansus) Penyusunan Naskah Kebijakan Pengelolaan SIH3 dengan catatan bahwa format redaksinya perlu disesuaikan dengan format Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air (Jaknas PSDA). Juga disetujui rencana kerja Dewan SDA Nasional tahun 2011. Rencana kerja tahun 2011 tersebut meliputi ; pelaksanaan sosialisasi Jaknas PSDA (setelah terbitnya Peraturan Presiden tentang Jaknas PSDA), mengawal proses legislasi Raperpres Kebijakan Pengelolaan SIH3 oleh Tim Kerja dan pembahasan lebih lanjut disesuaikan dengan mekanisme yang ada, pembuatan bench mark untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Jaknas PSDA, serta pemantauan dan evaluasi tindak lanjut pelaksanaan Jaknas PSDA. Rencana kerja tahun 2011 lainnya adalah pemantauan dan evaluasi terhadap pembentukan Dewan SDA Privinsi dan produk yang dihasilkan, serta identifikasi permasalahan PSDA pada dua WS Lintas Negara, yaitu WS Noelmina - NTT dan WS Sesayap -
Kalimantan Timur. Selain itu, juga disepakati rencana kerja Dewan SDA Nasional 2011 untuk melaksanakan kosultasi dalam rangka pengelolaan SDA berupa sinkronisasi produk Dewan dengan Rencana Penataan Ruang Wilayah (BKPRN), mendukung Kebijakan dan Program Kemandirian Pangan (Dewan Ketahanan Pangan Nasional), antisipasi terhadap akibat perubahan iklim global (Dewan Perubahan Iklim), dan mendukung program energi terbarukan (Dewan Energi Nasional). Hadir pula dalam sidang tersebut Gubernur Provinsi Riau selaku anggota, HM Datuk Rusli, Dirjen SDA – Kementerian PU selaku Sekretaris Dewan SDA Nasional, DR.Ir. M. Amron, M.Sc dan Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT. Rencana Kerja Dalam laporannya, Ketua Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE memaparkan progres Pelaksanaan Rencana Kerja Dewan SDA Nasional tahun 2010, perkembangan pembentukan Dewan SDA Provinsi dan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (TKPSDA WS) dan rencana kerja Dewan SDA Nasional pada tahun 2011. Progres pelaksanaan rencana kerja Dewan SDA Nasional tahun 2011 antara lain, pertimbangan Dewan untuk
penetapan Cekungan Air Tanah (CAT) telah disampaikan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada tanggal 31 Mei 2010. Oleh karenanya, Menteri ESDM perlu segera menyampaikan naskah Rakeppres dan pertimbangan Dewan kepada Presiden untuk ditetapkan. Lainnya adalah Raperpres Jaknas PSDA telah disampaikan Sekretaris Kabinet kepada Presiden untuk ditandatangani, pertimbangan Dewan untuk Penetapan WS selesai di tingkat Pansus pada tanggal 2 Nopember 2010, penyelesaian naskah Kebijakan Pengelolaan SIH3 selesai di tingkat Pansus, 26 Juli 2010, dan sosialisasi rancangan Kebijakan Nasional SDA telah dilaksanakan di tiga wilayah dalam bentuk diseminasi, yaitu Wilayah Barat di Kota Palembang – Sumatera Selatan tanggal 8 Juli 2010, Wilayah Tengah di Kota Surabaya – Jawa Timur tanggal 15 Juli 2010 dan Wilayah Timur di Kota Makassar – Sulawesi Selatan tanggal 5 Agustus 2010. Kemudian perkembangan pembentukan Dewan SDA Provinsi, dijelaskan Djoko Kirmanto, sudah 19 provinsi yang telah mempunyai Dewan SDA antara lain Provinsi NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Provinsi Sulawesi Barat.
Lima provinsi lainnya yang telah mempunyai Dewan SDA Provinsi adalah Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Bengkulu, Kalimantan Timur dan Provinsi Maluku. Sedangkan untuk Tim Koordinasi Pengelolaan SDA Wilayah Sungai (TKPSDA WS) sudah terbentuk sebanyak 26 TKPSDA WS, baik WS Strategis Nasional, WS Lintas Provinsi maupun untuk WS Laintas Kabupaten/Kota. Untuk TKPSDA WS Strategis Nasional antara lain, WS Jambo Aye, WS Jratunseluna, WS Brantas, WS SerayuBogowonto, WS Pulau Lombok, WS Aesesa, WS Jeneberang, WS Akuaman, dan WS 6 Ci (Citarum - Ciliwung Cisadane - Cidanau - Ciujung - Ciliman). TKPSDA WS Lintas Provinsi antara lain WS Bengawan Solo, WS CimanukCisanggarung, WS Progo-Opak-Serang, WS Citanduy, dan WS Teramang-Ipuh. Sedangkan TKPSDA WS Lintas Kabupaten/Kota adalah WS Pemali-Comal. Selain itu Ketua Pansus Penyusunan Naskah Kebijakan Pengelolaan SIH3, Ir. Dodit Murdo Hardono, M.Sc dan Ketua Pansus Pemberian Pertimbangan untuk Penetapan Wilayah Sungai (WS), Cekungan Air Tanah (CAT) dan pertimbangan terhadap Forum DAS, Ir. Sugiyanto, M.Eng juga memaparkan masing-masing hasil kegiatannya dalam sidang ini. tim
5
SAJIAN UTAMA
Beberapa Pendapat Terkait Hasil Sidang Pelaksanaan Sidang I Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional) tahun 2011, telah menghasil beberapa keputusan dari hasil kesepakatan para anggota yang hadir. Untuk lebih mengetahui, jalannya sidang, Bulletin Dewan SDA telah menghimpun beberapa pendapat dari peserta yang hadir. Inilah beberapa pendapat tersebut. Ir. M. Hatta Rajasa – Menko Bidang Perekonomian/Ketua Dewan SDA Nasional
Pulau Terluar Tetap Menjadi Perhatian
M
eski pulau-pulau terluar dalam konteks pengelolaan sumber daya air bukan suatu keharusan untuk menjadi wilayah sungai Strategis Nasional, sedangkan dalam konteks lainnya merupakan Kawasan Strategis Nasional, menurut Hatta Rajasa, Pemerintah tetap akan memberikan perhatian khususnya untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat yang tinggal di pulau-pulau tersebut. “Tadi sudah kita bahas. Namun ini konteksnya dalam pengelolaan sumber daya air yang telah mempunyai undangundang tersendiri, yaitu UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Tetapi yang paling penting bagaimana kita dapat mengelola sumber daya air dengan sebaik-baiknya,” katanya. Hatta menjelaskan, misalkan di pulau-pulu tersebut mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutahan air penduduknya, Pemerintah tidak akan tinggal diam. Menurutnya, pasti ada mekanisme yang mengatur adanya suatu intervensi untuk mengatasi persoalan itu. “Katakanlah kalau daerah itu dinyatakan sebagai wilayah sungai strategis nasional yang telah disetujui Pemerintah Pusat, bukan berarti pemerintah daerah akan lepas tangan. Hal tersebut bukan begitu maksudnya. Pemerintah daerah tentunya akan bekerja juga,” ujar Hatta. Demikian pula sebaliknya, Hatta menegaskan, bila
Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE – Menteri PU/Ketua Harian Dewan SDA Nasional
Pengelolaan SDA Supaya Efektif dan Efisien
S 6
aat ditemui Bulletin Dewan SDA seusai sidang, Djoko Kirmanto menjelaskan, bahwa pembahasan dalam sidang tersebut pada intinya mengenai Wilayah Sungai
daerah yang mengelolanya bukan berarti Pemerintah Pusat tidak akan turun tangan. Pusat akan turun tangan jika diminta bantuan oleh pemerintah daerah. Lebih lanjut Hatta Rajasa menjelaskan, bahwa disitulah yang harus menjadi komitmen bersama, antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah. Sehingga ke depannya, pemerintah diharapkan bisa mengelola sumber daya air dengan lebih baik lagi. “Sama halnya dengan pembangunan yang tengah dilaksanakan tercatat pertumbuhan ekonominya berhasil mencapai 6,1. Itu agregat dari pertumbuhan, para bupatilah yang merupakan ujung tombak dari pembangunan. Jadi kalau pertumbuhan ekonomi telah mencapai angka tersebut, bukan berarti keberhasilan Pemerintah Pusat saja, tetapi merupakan agregat dari seluruh pembangunan di daerah kita,” ungkapnya. Terlebih lagi dalam pengelolaan sumber daya air, Hatta Rajasa menyatakan, sudah lama dikenal dengan konsep one river one plan one management, yang merupakan konsep terpadu perencanaan dan pengelolaan sungai. “Dan yang terpenting lagi adalah bahwa kita tidak mendiamkan suatu wilayah dalam pengelolaan sumber daya airnya. Pemerintah akan segera turun tangan sesuai dengan kewenangan masing-masing,” tuturnya. jon/gml/ad
(WS) dan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi (SIH3). Menurut Djoko, wilayah sungai merupakan kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih Daerah Aliran Sungai (DAS) dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2. “Kenapa ada istilah wilayah sungai ? Karena wilayah sungai itu adalah suatu besaran untuk memanage agar pengelolaannya lebih efektif dan lebih efisien. Jadi kadang-
kadang satu wilayah sungai itu bisa terdiri dari satu DAS, bisa dua, tiga atau empat DAS untuk di manage bersama, sehingga lebih efektif dan efisien,” ujarnya. Untuk WS Strategis Nasional, Ketua Harian Dewan SDA Nasional menyatakan, bahwa hal itu sudah di tetapkan di dalam PP 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan SDA dimana ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Misalnya saja, WS Pemali-Comal dimana terdapat dua sungai atau kali yaitu Kali Pemali dan Kali Comal. Disepanjang kali-kali tersebut banyak terdapat bendungbendung untuk air irigasi yang cukup luas, sekitar 117.000 Ha. “Namun seperti tadi dijelaskan oleh Pansus bahwa terdapat persyaratan Strategis Nasional untuk wilayah sungai, dan salah satu syarat yang tidak masuk yaitu jumlah penduduk. Karena jumlah penduduk di sekitar Kali Pemali dan Kali Comal itu harusnya sekian presen dari total jumlah penduduk provinsi,” tambah Djoko. Walaupun tidak menjadi WS Strategis Nasional, Menteri PU menekankan, kalau ada berbagai masalah sebenarnya setiap tahun gubernur bisa membuat surat yang ditujukan kepada instansi Pemerintah Pusat terkait. “Bahwa dengan adanya beberapa kesulitan ini, maka dimohon sungai yang menjadi kewenangan provinsi bisa dibantu penanganannya oleh Pemerintah Pusat,” kata Djoko,
Ir. Dodit Murdo Hardono, M.Sc – Ketua Pansus Penyusunan Naskah Kebijakan Pengelolaan SIH3
BMKG Dipandang Netral
H
asil kesepakatan dari sidang yang dilaksanakan barusan, menurut Dodit Murdo Hardono, telah memutuskan Naskah Kebijakan Pengelolaan SIH3 yang telah disusun Pansus, sudah diterima oleh seluruh peserta yang hadir. “Sedangkan untuk pertanyaan yang krusial mengenai siapa yang akan sebagai koordinatornya ? Untuk sementara, berdasarkan kesepakatan telah diputuskan bahwa koordinatornya adalah BMKG yang memang di pandang netral,” katanya. Lebih lanjut Dodit mengemukakan, bahwa untuk pengawalan nanti sampai ke Sekretariat Kabinet (Setkab) hingga ke Presiden, nanti tetap akan di lakukan pengawalannya oleh Pansus melalui Dewan SDA Nasional. “Setelah sampai di Setkab nanti, biasanya akan ada pertemuan-pertemuan lanjutan untuk membahas naskah SIH3 itu dengan mengundang instansi-instansi terkait. Kita harapkan memang nantinya tidak akan banyak perubahan karena sebelumnya sudah dibahas di Dewan SDA Nasional yang bisa dikatakan sudah Interdep dari kementeriankementerian ataupun dari stakeholder SDA lainnya,” jelas
memberikan contoh. Sementara untuk Kebijakan Pengelolaan SIH3, menurut Djoko Kirmanto, Kementerian PU memang mempunyai data hidrologi dan stasiun-stasiun hidrologi di seluruh Indonesia. Begitu juga di instansi pemerintah lainnya ada yang mempunyai stasiun hidrologi. “Oleh karena itu pada saat sidang saya mengusulkan untuk koordinator sebaiknya dipilih satu unit yang tidak punya interest atau kepentingan pribadi. Istitusinya paling kecil, hal ini mungkin akan lebih netral,” jelas Djoko. Berdasarkan hasil kesepakatan dalam sidang tadi, Djoko menerangkan, telah disepakati bahwa Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) adalah badan yang dianggap paling netral yang bisa sebagai koordinator SIH3. “Jadi nanti, tinggal BMKG harus membuat suatu sistem dimana data-data yang tersebar di beberapa kementerian, seperti Kementerian PU dan Kementerian ESDM bisa di store ke sana dan juga bisa di akses untuk kemudian di informasikan ke masyarakat,” katanya. sim/sri/wid
Dodit, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan – Kementerian ESDM. Oleh karena itu, Dodit menyatakan, bahwa sistem informasi yang diinginkan sebenarnya adalah lebih mengembangkan di level awal, dari tingkat daerah dan berlanjut ke Pusat agar data yang diinput dapat lebih akurat. “Mungkin juga sesuai dengan kesepakatan bahwa untuk hidrologi dari Kementerian PU, hidrometeorologi dari BMKG dan hidrogeologi dari Kementerian ESDM, dimana dari masing-masing sektor ini dapat memberikan arahan kepada daerah,” tutur Dodit. Dirinya mencontohkan, seperti Kementerian PU yang mempunyai balai-balai wilayah sungai di daerah, Kementerian ESDM mempunyai dinas-dinas di provinsi ataupun kabupaten/kota dan BMKG juga punya balai-balai di daerah. “Inilah yang mungkin kita harapkan data-data yang didapat dari level terkecil hingga ke skala nasional. Mungkin seperti estafet datanya, mulai dari tingkat bawah ke atas sampai ke pusat, ya… seperti itu harapannya,” katanya. wwn/bud
7
SAJIAN KHUSUS
Pengukuhan TKPSDA WS Saddang & TKPSDA Walane Cenranae
Agar Pengelolaan SDA Menyeluruh & Terpadu Dengan penuh khidmat sebanyak 42 orang Anggota Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (TKPSDA WS) Saddang dan 22 Anggota TKPSDA WS Walanae Cenranae di Provinsi Sulawesi Selatan telah dikukuhkan Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan, Ditjen Sumber Daya Air – Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Ir. Hartanto, Dipl. HE mewakili Direktur Jenderal SDA, di Kota Makassar - Provinsi Sulawesi Selatan (16/5). Ir. Suprapto, M. Eng Kepala Dinas PSDA Provinsi Sulawesi Selatan
Sulsel Akan Ada Empat TKPSDA WS
K
etika ditemui Bulletin Dewan Sumber Day Air seusai dirinya dikukuhkan sebagai Ketua Harian merangkap anggota TKPSDA WS Saddang dan TKPSDA WS Walanae Cenranae, Suprapto menyatakan, bahwa untuk Provinsi Sulawesi Selatan nantinya direncanakan ada empat TKPSDA WS. “Sampai saat ini sudah ada tiga TKPSDA WS, yaitu Jeneberang, Saddang dan TKPSDA WS Walanae Cenranae. Akan menyusul satu TKPSDA WS lagi, yaitu TKPSDA WS Pompengan Larona,” ujarnya. Pembentukan TKPSDA WS ini, menurut Suprapto, menjadi sangat penting berdasarkan isu-isu yang muncul khususnya terkait dengan sumber daya air di masing-masing wilayah sungai yang bersangkutan. “Di masing-masing wilayah sungai itu mempunyai karakteristik dari sisi persoalan-persoalan SDA. Kita perlu program, perencanaan, dan hal-hal yang bersifat operasional untuk kita bahas dan koordinasikan di masing-masing wilayah sungai tersebut,” kata Suprapto. Misalnya saja, persoalan Danau Tempe yang mengalami sedimentasi cukup berat. Hal itu menurut Suprapto, memang salah satu problem Sulawesi Selatan sejak lama, sejak pemerintah menyusun master plan pengelolaan sumber daya air yang pertama kali pada tahun 1980. “Jadi kurang lebih sudah hampir 30 tahun yang lalu Danau Tempe sudah bermasalah dengan pendangkalan dan offer fishing, sehingga menyebabkan hasil budidaya perikanan terus menurun. Baru pada tahun 2010/2011 ini, kita memperoleh alokasi pendanaannya sehingga baru bisa secara fisik melaksanakan pembangunan infrastruktur untuk Danau Tempe,” jelasnya. Namun demikian, Suprapto menjelaskan, di tahun 2004
8
M
ereka yang dikukuhkan tersebut, untuk Anggota TKPSDA WS Saddang terdiri dari 22 anggota berasal dari unsur pemerintah dan 22 orang dari unsur non pemerintah. Sedangkan Anggota TKPSDA WS Walanae Cenranae teridiri dari 11 anggota berasal dari unsur pemerintah dan 11 anggota lainnya dari unsur non pemerintah. Pengukuhan Anggota TKPSDA WS Saddang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 80/KPTS/ M/2011 dan TKPSDA WS Walanae Cenranae berdasarkan Surat Keputusan No. 78/KPTS/M/2011 yang keduanya tertanggal 28 Maret 2011 diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya ini, disaksikan Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. mam Anshori, MT, para pejabat di lingkungan
pemerintah sudah menyelesaikan masterplan penanganan Wilayah Sungai Walanae-Cenranae, dimana dalam masterplan tersebut pada intinya juga mengenai Danau Tempe. “Sampai sekarang beberapa infrastruktur yang di rekomendasikan dalam masterplan itu belum bisa kita realisasikan, dikarenakan kita butuh kerja sama dari semua stakeholder Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan juga sektor-sektor publik,” ujarnya. Oleh sebab itu, Kepala Dinas PSDA Provinsi Sulawesi Selatan mengharapkan, dengan adanya TKPSDA WS tersebut akan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi kebijakan dan dapat segera mewujudkan masterplan WS Walanae Cenranae. Sedangkan mengenai air baku, Suprapto menyatakan, kalau melihat potensinya sebetulnya cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada di sekitarnya. Akan tetapi untuk masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dari sumber air, perlu suatu investasi khususnya instalasi penjernihan air dan pipa jaringannya untuk membawa airnya sampai ke masyarakat. “Inilah yang perlu kita kerjasamakan dengan Pemerintah Pusat selaku penanggung jawab sesuai kewenangannya di wilayah sungai yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan, agar bisa meningkatkan infrastruktur air baku yang bisa membawa air yang berlebih itu dari suatu sumber air ke tempat masyarakat yang memerlukannya guna mencapai tujuan dari Millennium Development Goal’s (MDG’s),” paparnya. Untuk itulah dengan terbentuknya TKPSDA WS di Provinsi Sulawesi Selatan, Suprapto mengharapkan, semua permasalahan di bidang SDA bisa tertangani dan terselesaikan secara lebih cepat. “Dengan TKPSDA WS ini kita berharap semua sumber daya, baik sumber daya keuangan, peralatan maupun sumber daya manusianya bisa sama-sama dikoordinasikan dan dikerahkan untuk mengatasi semua persoalan sumber daya air di masingmasing wilayah sungai,” tuturnya. wid/ad/riz
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, dan para undangan lainnya. WS Saddang merupakan WS Lintas Provinsi yang mengalir dan melintasi Provinsi Sulawesi Selatan – Provinsi Sulawesi Barat dengan potensi sumber air sekitar 16.420 juta m3/tahun. Di WS Saddang ini mengalir 11 sungai dimana terdapat dua sungai utamanya, yaitu Sungai Mapili (Maloso) dengan panjang 114 km dan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) 1.712 km2, serta Sungai Saddang yang memiliki panjang 150 km dan DAS seluas 5.453 km2. Sedang WS Walanae Cenranae merupakan WS Strategis Nasional yang mengalir di Provinsi Sulawesi Selatan dengan potensi sumber air sekitar 9.418 juta m3/tahun. Di WS Walanae Cenranae mengalir sembilan sungai, dimana terdapat satu sungai utama yaitu Sungai Walanae dengan panjang 250 km dan luas DAS sekitar 740 km2. Pengelolaan SDA Terpadu Sementara itu, Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT dalam sambutannya menyatakan, bahwa acara ini patut disyukuri dan dicatat oleh seluruh warga masyarakat di kedua WS ini yang setiap hari
membutuhkan air. “Terbentuknya TKPSDA di kedua WS ini merupakan hari yang penting dan pertanda terwujudnya pelaksanaan azas toleransi/transparansi dan demokrasi dalam perumusan pola, perumusan rencana serta dalam perumusan program dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan SDA yang menyeluruh dan terpadu sebagaimana diamanatkan UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air,” katanya. Menurut Imam Anshori, pengelolaan SDA yang menyeluruh dan terpadu ini meliputi konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air. Sedangkan pengelolaan terpadu ini mencakup keterpaduan antarpengguna, keterpaduan antarwilayah administrasi pemerintahan, keterpaduan antarsektor dan keterpaduan pengelolaan air hujan, air permukaan dan air tanah, serta juga keterpaduan pengelolaan air dan pengelolaan lahan di suatu wilayah sungai. “Dalam UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pasal 85 mengatakan, bahwa pengguna sumber daya air itu mencakup kepentingan lintas sektor dan juga lintas wilayah.
Mursalim Tuwo, SE - Ketua GP3A Mappatuwo Kab. Pangkep
Kalau Bisa Kab. Pangkep Punya Waduk
S
ebagai Anggota TKPSDA WS Saddang yang baru saja dikukuhkan, Mursalim Tuwo yang merupakan perwakilan dari petani pemakai air, sangat berharap agar TKPSDA WS ini dapat mengoptimalkan sumber air yang ada khususnya di Kabupaten Pangkep, untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. “Saya melihatnya di Kab. Pangkep saat ini masih banyak air yang terbuang percuma dan langsung menuju ke laut. Kalau bisa di kabupaten ini di bangun waduk untuk dapat menampung air dan mengalirkannya sesuai dengan kebutuhan,” katanya. Menurut Mursalim, dengan potensi lahan persawahan seluas 18.000 Ha di Kabupaten Pangkep, hingga saat ini areal persawahan yang hanya baru bisa dilayani jaringan irigasi kurang dari 6.000 Ha. “Kalau sudah dibangun waduk, saya yakin ke depan masyarakat akan lebih bisa menikmati dan memanfaatkan air dari waduk tersebut, khususnya di Daerah Irigasi TaboTabo, Kab. Pangkep yang terdiri dari lima kecamatan dan 21 desa/kelurahan,” ungkap Mursalim. Ketua Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Mappatuwo ini juga menyatakan, berdasarkan peraturan yang
ada, untuk irigasi yang luasnya di atas 3.000 Ha adalah menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. “Sekali lagi, bila dibangun waduk, maka konflik kepentingan antara petani dengan pengguna air lainnya seperti industri termasuk tambak ikan akan dapat dihindari. Padahal potensi sumber airnya cukup besar untuk wilayah Kab. Pangkep ini, sehingga swasembada pangan bisa tercapai lagi seperti beberapa tahun lalu,” katanya. Umpamanya saja, Mursalim mencontohkan, untuk areal persawahan miliknya hasil panen yang didapat meskipun dengan sistem gilir giring, bisa mencapai 9 ton GKG/Ha dengan dua kali panen dalam setahun. “Sebelum ada organisasi P3A, sering terjadi konflik diantara petani pemakai air. Tetapi setelah adanya organisasi P3A, alhamdulillah sekarang konflik tidak pernah terjadi lagi, karena kita benar-benar turun ke lapangan untuk memantau kebutuhan airnya,” jelas Mursalim. Mursalim juga mengharapkan, agar pemerintah untuk terus memberikan pelatihan-pelatihan kepada petani dan juga untuk kegiatan-kegiatan dalam skala kecil dapat melibatkan petani setempat. “Kita masih perlu pelatihan-pelatihan yang dapat menunjang peningkatan panen dan pendapatan petani. Juga kalau bisa petani dilibatkan untuk kegiatan-kegiatan yang kecil-kecil yang bisa ditangani petani,” tuturnya. gml/bud
9
Karenanya diperlukan keterpaduan kita untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat air dan sumber-sumber air,” ujarnya. Guna mewujudkan keterpaduan tersebut, Imam Anshori menjelaskan, perlu dibentuk wadah koordinasi dan salah satunya adalah TKPSDA WS, yaitu untuk mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, kepentingan antar wilayah administrasi dan juga kepentingan para pemilik-pemilik kepentingan, baik yang menggunakan air maupun juga yang memanfaatkan lahan. Selanjutnya dalam pasal dan ayat berikutnya dinyatakan, bahwa wadah koordinasi pengelolaan SDA ini dibentuk di tingkat nasional dengan nama Dewan Sumber Daya Air Nasional dan juga di tingkat provinsi, lalu di tingkat kabupaten dan ditingkat wilayah sungai juga dapat di bentuk wadah koordinasi pengelolaan SDA. “Jadi landasan hukum pembentukan wadah koordinasi ini sudah sangat kuat dengan di dasari oleh suatu Andi Mappayukki, S.Sos – Direktur LSM Mentari, Kab. Wajo
Memberdayakan Masyarakat Sekitar Sungai Cenranae
B
erlainan dengan Mursalim yang mewakili petani, Andi Mappayukki dikukuhkan sebagai anggota TKPSDA WS Walanae Cenranae mewakili Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) di bidang pemberdayaan masyarakat. Menurut Andi Mappayukki, LSM Mentari yang dipimpinnya berlokasi di Kab. Wajo dan bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat, khusus untuk masyarakat di pesisir WS WalanaeCenranae. “Jadi pada dasarnya kami bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat. Itulah spesifikasi kegiatan organisasi kami. Dan perlu diketahui, bahwa di sekitar pesisir Sungai Cenranae ada beberapa unsur masyarakat,” katanya. Pertama, masyarakat pesisir Danau Tempe yang mata pencariannya adalah nelayan yang setiap harinya bergelut di sekitar Danau Tempe. Kedua, adalah masyarakat yang berada di sepanjang Sungai Cenranae. “Untuk kedua unsur masyarakat tersebut, kami berikan pemahaman dan sosialisasi tentang bagaimana pengelolaan sumber daya air bisa dimanfaatkan secara baik, dan bagaimana masyarakat itu bisa memahami dan manfaat tentang air itu sendiri khususnya di wilayah Danau Tempe,” tegas Mappayukki. Disamping itu, LSM Mentari dan beberapa ormas lainnya yang tergabung dalam Forum Penyelamat Danau Tempe, telah merancang sebuah kegiatan yang pada dasarnya berupaya untuk menjaga keberlangsungan sumber air khususnya di danau tempe dan diharapkan juga didukung dengan keluarnya
10
undang-undang, yaitu UU No. 7 tahun 2004. Jadi, tidak ada keraguan lagi mengenai legitimasinya,” tegas Imam. Lebih lanjut dikatakan Imam Anshori, bahwa wadah koordinasi pengelolaan SDA dalam UU No. 7 tahun 2004 dikatakan, keanggotaannya terdiri atas unsur pemerintah dan unsur nonpemerintah dalam jumlah yang seimbang atas dasar prinsip keterwakilan. “Apa artinya ? Prinsip keterwakilan yaitu bahwa ketika bapak/ibu terpanggil selaku salah satu anggota dan ketika sudah beraktifitas sebagai anggota TKPSDA ini, tidak hanya mewakili diri sendiri tetapi juga mewakili konstituen tertentu,” ujarnya. Imam Anshori menekankan, bahwa TKPSDA WS mempunyai tugas pokok sebagaimana yang tertera dalam SK Menteri PU, yaitu membantu Menteri dalam koordinasi pengelolaan sumber daya air, antara lain melalui penyusunan rancangan pola pengelolaan sumber daya air yang merupakan suatu
Peraturan Daerah (Perda). “Dengan begitu, ada dasarnya dan penegakan hukum dapat dijalankan di sana. Hal ini dikarenakan ada sinyalemen dan beberapa pendapat yang berkembang bahwa Danau Tempe nantinya hanya akan menjadi kenangan,” ungkap Mappayukki. Oleh karena itu, dirinya bersam-sama LSM lainnya yang tergabung dalam Forum Penyelamat Danau Tempe terus-menerus berupaya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya memelihara, menjaga dan melestarikan air dan lingkungan sekitarnya. Hal ini, menurut Mappayukki memang harus dilakukan. Pasalnya, kalau melihat dari hasil penelitian yang dilakukan dari tahun ke tahun, sedimentasi atau pendangkalan Danau Tempe setiap tahun terus terjadi. “Setahu kami sedimentasi itu terus berlanjut. Kalau tidak salah sedimentasi yang terjadi di Danau Tempe diperkirakan mengalami pendangkalan 5 – 7 cm setiap tahun. Nah... ini di akibatkan bisa cara budidaya perikanan masyarakat pesisir Danau Tempe yang sifatnya masih tradisional dan juga bisa dari lumpur yang di bawa sungai-sungai yang bermuara ke danau itu,” katanya. Karena itulah, Mappayuki berharap dengan adanya TKPSDA Walanae Cenranae berbagai masalah yang terjadi, khususnya mengenai sedimentasi Danau Tempe dan keberlangsungan sumber air di Sungai Cenranae dapat segera dicarikan solusinya dengan baik. “Kami berharap, agar masyarakat yang menjadi anggota dapat menyepakati dan berembug untuk mencarikan solusinya dengan baik. Dan perlu diingat, bahwa air itu sebagai kebutuhan dasar manusia,” jelasnya. sar/har/ad
produk yang hukumnya wajib disusun disetiap wilayah sungai. Selain itu, penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air, penyusunan program dan rencana kegiatan pengelolaan sumberdaya air, pembahasan mengenai rancangan rencana alokasi air pada setiap sumber air di suatu wilayah sungai serta juga untuk memecahkan dan mengantisipasi berbagai persoalan sumber daya air di suatu wilayah sungai, baik persoalan sekarang maupun prediksi persoalanpersoalan yang bakal dihadapi ke depan. Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional juga mengingatkan, bahwa para anggota TKPSDA WS hendaknya benar-benar mencermati tugas dan fungsinya agar tidak terjadi kekeliruan interpretasi dalam penerapan pelaksanaan tugas dan fungsi selaku anggota TKPSDA WS. “Perlu saya tegaskan bahwa
TKPSDA WS ini dibentuk untuk melaksanakan fungsi koordinasi dalam membangun suatu kesepakatan atau komitmen. Jadi bukan fungsi eksekusi. Itu mohon di ingat betul, bahwa eksekutor tetap ada pada pejabatpejabat publik,” katanya. Imam Anshori menegaskan kembali, bahwa semua kesepakatan yang telah di catat dalam Sidang TKPSDA WS, selanjutnya akan di tetapkan sebagai kebijakan publik oleh pejabat publik dan bukan oleh TKPSDA WS. “Membangunnya memang lewat TKPSDA WS, rumusan /rancangannya memang diselesaikan TKPSDA, tetapi pengukuhannya sebagai keputusan yang mengikat itu dilakukan oleh pejabat publik,” pesannya. Sedangkan tindak lanjut pelaksanaan program atau kegiatan yang telah di sepakati itu, harus di laksanakan terutama olah para anggota TKPSDA WS yang berasal dari unsur pemerintah
Andi Fajar Asmari, SE Ketua Forum Penyelamat Danau Tempe, Kab. Wajo
Danau Tempe Memang Kondisinya Kritis
M
enurut Andi Fajar Asmari, yang merupakan anggota TKPSDA WS Walanae Cenranae dari unsur non pemerintah, bila dilihat dari kondisi saat ini, Danau Tempe bisa dikatakan dalam kondisi kritis. “Bila di ibaratkan manusia, kondisi Danau Tempe saat ini dalam keadaan sekarat. Dengan demikian diharapkan berbagai pihak melakukan berbagai upaya, mulai dari suatu kajian hingga implementasinya, semuanya untuk penyelamatan Danau Tempe ini,” ujarnya. Ia menjelaskan, untuk menyelamatkan Danau Tempe ini sudah banyak dilakukan kajian-kajiannya, mulai sekitar tahun 1970-an hingga tahun 2003. Dari kajian-kajian tersebut kemudian telah dihasilkan sebuah final master plan yang merupakan sebuah konsep untuk untuk mendukung rencana menyelamatkan Danau Tempe. “Allhamdulilah… berdasarkan master plan tersebut, saat ini sudah terlaksana salah satu item, yaitu pembangunan bendung gerak. Bendung gerak ini sebenarnya dalam rangka untuk mengatasi kondisi Danau Tempe yang kekeringan saat musim kemarau,” ungkapnya. Menurut Andi Fajar, memang ada keunikan tersendiri dari Danau Tempe. Uniknya adalah pada saat musim kemarau hampir sebagian danau mengalami kekeringan dan pada saat musim hujan dapat menimbulkan kebanjiran. Andi Fajar menyampaikan, terjadinya kekeringan di Danau Tempe karena dipicu oleh adanya sedimen yang sudah tak terkendali. Hal tersebut menyebabkan daya tampung dari danau itu sendiri sudah sangat minim. “Berdasarkan kajian yang telah dilaksanakan, maka perlu
dan juga sebagian diantaranya oleh para anggota TKPSDA WS dari unsur nonpemerintah. Seusai acara pengukuhan tersebut, dilanjutkan dengan penandatanganan Kerjasama Operasi (KSO) Hidrologi dan pendalaman berbagai materi presentasi yang disampaikan para narasumber, diantaranya mengenai Konsepsi Pengelolaan SDA Terpadu, Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA dan Pelaksanaan Koordinasi Pengelolaan SDA, serta Tugas dan Fungsi TKPSDA WS. sim/ad
di bangun semacam pintu air di arah outletnya disekitar jembatan yang ada. Dengan adanya bangunan itu di saat musim kemarau airnya bisa dikendalikan, sehingga tidak semua air yang ada di danau itu terbuang,” jelasnya. Karena itulah, salah satu fungsi dari Forum Penyelamat Danau Tempe, Andi Fajar menjelaskan, justru untuk mensosialisasikan kepada masyarakat tentang manfaat dari keberadaan bendung tersebut. “Banyak dari masyarakat kita yang justru salah paham dan mengatakan bahwa, tidak di bendung saja sudah banjir, apalagi dibendung kita bisa tenggelam. Pemikiran seperti inilah yang perlu diluruskan,” katanya. Menurut Andi Fajar, sebenarnya Forum Penyelamat Danau Tempe merupakan konsorsium dari semua LSM yang peduli terhadap kondisi dan kelestarian Danau Tempe yang sebetulnya mempunyai potensi yang besar untuk memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah. Andi Fajar juga menjelaskan, bahwa luas Danau Tempe pada kondisi normal hanya 8.000 Ha, namun saat musim penghujan dan dalam kondisi banjir luasnya bisa mencapai antara 13.000 Ha hingga 15.000 Ha. “Di sekitar Danau Tempe tersebut sebenarnya ada dua danau lainnya, yaitu Danau Buaya dan Danau Sidenreng. Ketika banjir terjadi, maka ketiga danau tersebut dapat menyatu dengan luas seluruhnya 13.000-15.000 Ha,” ungkapnya. Oleh karena itulah, Andi Fajar Asmari menyatakan, bahwa dengan terbentuknya TKPSDA WS Walanae-Cenranae dapat menyepakati dan membuat suatu rekomendasi untuk menyelamatkan kelestarian Danau Tempe. “Mudah-mudahan seluruh anggota TKPSDA dapat menyepakati dan berkomitmen untuk segera menyelamatkan Danau Tempe. Sehingga kelestarian dan fungsinya dapat terus berjalan optimal,” ujarnya. wwn/bud
11
SAJIAN KHUSUS
Penandatanganan KSO Hidrologi Dilaksanakan Penandatanganan Kerjasama Operasional (KSO) Hidrologi dan Kualitas Air antara Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan-Jeneberang dengan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sulawesi Selatan, telah dilaksanakan sesusai acara Pengukuhan TKPSDA WS Saddang dan TKPSDA WS Walanae Cenranae, di Kota Makasar – Sulawesi Selatan (16/5).
D
alam sambutan acara tersebut, Direktur Bina Opreasi dan Pemeliharaan , Ditjen SDA – Kementerian PU, Ir. Hartanto, Dipl. HE menyatakan, bahwa KSO tersebut merupakan rangkaian dari Memorandum of Understanding (MOU) yang telah disetujui dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen SDA) – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dengan Gubernur Sulawesi Selatan pada bulan April 2011. “Maksud dari nota kesepakatan ini
12
adalah untuk memberikan landasan hukum dalam rangka kerjasama pengelolaan SDA pada wilayah sungai yang menjadi kewenangan Pemerintah meliputi 13 kegiatan pengelolaan SDA yang akan dikerjasamakan termasuk KSO Hidrologi dan Kualitas Air ini,” katanya. Hartanto menyatakan rasa bersyukurnya, karena begitu besar rahmat Tuhan YME berupa air yang berlimpah, tanah yang subur, dan sawah ladang yang luas diberikan kepada
Hartanto
bangsa dan masyarakat Indonesia. “Mestinya kita tidak pernah kehausan dan tidak pernah kekurangan pangan. Juga tidak kekurangan listrik atau listrik padam, karena potensi listrik tenaga air kita yang sangat besar. Di Sulsel ini potensi listrik tenaga air diperkiarakan sekitar 2.000 MW, tetapi yang baru dimanfaatkan saat ini baru 500 MW,” jelasnya. Tidak Merata Lebih lanjut Hartanto menjelaskan, bahwa rata-rata ketersediaan air di Indonesia saat ini lebih dari 15 ribu m3/ kapita/tahun. Angka tersebut hampir 25 kali lipat diatas rata-rata ketersediaan air perkapita dunia yang besarnya hanya 600 m3/kapita/tahun. “Meskipun ketersediaan air di negara kita dalam skala global sangat berlimpah, tetapi keberlimpahan tersebut tidak tersebar merata di setiap wilayah. Keberadaan air di daratan Indonesia sepanjang tahun sangat dipengaruhi musim, letak geografis dan kondisi geologis,” ungkapnya. Umpamanya saja, pulau-pulau di wilayah Indonesia bagian barat sangat kaya air hujan, sedangkan wilayah timur, kurang hujannya terkecuali Papua dan Sulawesi Selatan. Begitupun, di musim penghujan banyak wilayah yang sering terlanda banjir, dan sebaliknya di musim kemarau banyak wilayah kekurangan air. “Baik banjir maupun kekeringan, keduanya sangat mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Pada musim kering tahun 1997/1998 saja misalnya, tercatat sawah yang kekeringan lebih dari 600 ribu Ha dan 128 ribu Ha diantaranya mengalami
gagal panen. Sedangkan pada musim penghujan 1999/2000 tercatat banjir menggenangi sawah lebih dari 270 ribu Ha dan 73 ribu Ha diantaranya mengalami gagal panen” tutur Hartanto. Namun demikian, Hartanto mengingatkan, bahwa kekeringan dan banjir merupakan fenomena alam yang adalah bagian dari siklus kehidupan ekosistem di bumi ini. Hampir setiap tahun peristiwa kekeringan dan banjir datang silih berganti di berbagai tempat, yang tidak hanya di Indonesia, tetapi juga melanda berbagai negara lainnya. Faktor penyebab kekeringan hampir sama dengan penyebab banjir. Dimana semakin parah banjir yang terjadi, maka akan semakin dahsyat pula kekeringan yang akan menyusul dan demikian pula sebaliknya. “Besar kecilnya curah hujan di suatu tempat, merupakan fenomena alam yang terkait dengan siklus hidrologi di bumi. Perubahan siklus hidrologi tahunan saat ini, makin membingungkan perencanaan alokasi air serta jadwal musim tanam,” ujar Hartanto. Oleh karena itulah, menurut Hartanto, bahwa data hidrologi, klimatologi dan kualitas air merupakan salah satu faktor terpenting untuk pembangunan, peningkatan, serta operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang dibangun. “Jaringan hidrologi adalah salah satu aspek penting yang seharusnya menjadi sarana penyedia informasi tentang ketersediaan dan kondisi air, baik untuk keperluan perencanaan maupun sebagai sumber informasi bagi penyelenggaraan urusan pengelolaan SDA,” jelasnya.
Hartanto juga menyadari, bahwa pada dekade-dekade yang lalu, pemerintah masih belum memberikan perhatian yang memadai terhadap hidrologi, baik dari segi kerapatan jumlah stasiun hidrologi dan jaringannya, organisasi dan personilnya, bahkan kesinambungan sumber pendanaannya. “Karena itulah dengan KSO Hidrologi dan Kualitas Air ini, dapat mulai membangun kembali tekad dan semangat kita dalam rangka menunjang
pembangunan dan pengelolaan SDA ke depan,” harap Hartanto. Hadir dan ikut menyaksikan dalam acara penandatangan KSO Hidrologi dan Kualitas Air ini, antara lain Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT, Kepala Dinas Pengelolaan SDA Provinsi Sulawesi Selatan, Ir. Soeprapto, M.Eng dan Kepala BBWS Pompengan-Jeneberang, Ir. Adang Saf Achmad, CES. jon/faz/ad
13
SOROTAN
Bimbingan Teknis dan Rapat Koordinasi Sekretariat Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA Sekretariat wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air yang telah terbentuk, baik di tingkat nasional, provinsi maupun di tingkat wilayah sungai berkumpul untuk mendapatkan bimbingan teknis dan sekaligus juga melaksanakan rapat koordinasi di Kota Bogor – Jawa Barat (27-30/3).
B
imbingan teknis yang diberikan oleh Direktorat Bina Pentagunaan Sumber Daya Air (BPSDA) – Direktorat Jenderal SDA (Ditjen SDA), Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan rapat kerja yang difasilitasi oleh Sekretariat Dewan SDA Nasional, dihadiri sekitar 50 orang peserta yang merupakan wakil dari setiap Sekretariat Dewan SDA Nasional, Sekretariat Dewan SDA Provinsi dan Sekretariat Tim Koordinasi Pengelolaan SDA Wilayah Sungai (TKPSDA WS).
14
Kegiatan tersebut berlangsung cukup hangat dan menumbuhkan antusiasme dari para peserta. Mereka banyak yang mengajukan berbagai pertanyaan dan memberikan masukan kepada para narasumber yang menyampaikan materinya masing-masing. Ada sembilan materi yang disampaikan pada kedua acara tersebut. Diantaranya, Direktur BPSDA, Ditjen SDA – Kementerian PU, DR. Ir. Djaya Murni Warga Dalam, Dipl. HE, M.Sc menyampaikan materi tentang “Konsep-
Djaya Murni Warga Dalam
si Pengelolaan SDA sebagai Implementasi UU No. 7 tahun 2004”, Kasubdit Kelembagaan, Dit. BPSDA – Ditjen SDA, Ir. Adi Pramudyo, MT mempresentasikan “Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan SDA Provinsi dan TKPSDA WS”, dan Pejabat Fungsional Ditjen SDA, Ir. Suharto Sarwan, M.Si tentang “Gagasan Penyusunan Program dan Penganggaran untuk Peningkatan Kinerja Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA (Provinsi dan Wilayah Sungai)”. Selain itu Kabag Tata Usaha (TU) – Sekretariat Dewan SDA Nasional, Drs. R. Eddy Soedibyo, MM menyampaikan dua materi yaitu tentang “Pengalaman Sekretariat Dewan SDA Nasional dalam Perencanaan dan Pengelolaan Anggaran” dan “Peran Sekretarariat Dewan SDA Nasional dalam Pelayanan Informasi”, Dosen Universitas Gajah Mada, Sigit Supatmo tentang “Memetakan Permasalahan Sekretariat Wadah Koordinasi (Diskusi Kelompok)”, serta Gemala Susanti dari Sekretariat TKPSDA WS Bengawan Solo menyampaikan “Peran Sekretariat TKPSDA dalam Pembuatan Matriks Tindak Lanjut Hasil Kesepakatan TKPSDA Bengawan Solo”. Sementara Sulihyanti dari Sekretariat Dewan SDA Provinsi Jawa Barat menyajikan tentang “Peran Sekretariat DSDA Provinsi dalam Penyusunan
Kebijakan PSDA Provinsi Jawa Barat” dan Rudi Hartanto dari Sekretariat TKPSDA WS Brantas menyampaikan “Peran Sekretariat TKPSDA dalam Penyusunan Rencana Pengendalian Kegiatan Penambangan Bahan Galian C di Sungai Brantas”. Diskusi Kelompok Dalam kegiatan bimbingan teknis tersebut, juga dilaksanakan diskusi kelompok untuk mengetahui dan memetakan permasalahan yang ada, baik di Sekretariat Dewan SDA Provinsi maupun TKPSDA WS. Diskusi dibagi menjadi dua kelompok, dimana kelompok pertama adalah Sekretariat Dewan SDA Provinsi dan kelompok kedua adalah Sekretariat TKPSDA WS. Kelompok pertama, yaitu Dewan SDA Provinsi berhasil memetakan beberapa permasalahan. Misalnya, perlunya sosialisasi pemahaman peraturan terkait SDA khususnya kepada Sekretariat dan Anggota Dewan SDA Provinsi, DPRD, instansi terkait SDA dan masyarakat pada umumnya. Kelompok ini juga menyarankan dan memetakan agar organisasi Sekretariat Dewan SDA Provinsi perlu penyeragaman struktur organisasinya, menghindarkan jabatan rangkap, belum adanya staf yang dapat bekerja full time,
pembentukan UPTD Sekretariat, pendanaan, fasilitas sekretariat, serta program kerja, baik untuk Sekretariat maupun Dewan SDA Provinsi. Sedangkan kelompok dua, Sekretariat TKPSDA WS berhasil memetakan masalah, antara lain minimnya sarana dan prasarana perkantoran, baik hardware maupun software, belum efektifnya koordinasi internal (di lingkungan BBWS/BWS), perlunya Standard Operational Procedure (SOP) Penyusunan Program dari Sekretariat ke Satuan Kerja
(Satker), SOP Penggunaan Keuangan, dan lain sebagainya. Selain itu kelompok Sekretariat TKPSDA WS juga berhasil memetakan bahwa belum efektifnya koordinasi eksternal (dengan para Anggota TKPSDA WS) sehingga diperlukan mekanisme untuk penyampaian informasi kepada para Anggota TKPSDA WS, dan masih belum dipahaminya aturan mengenai keuangan seperti untuk pembayaran Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), honor rapat dan sebagainya.
15
Kurang Pemahaman Sementara dari diskusi, tanya jawab, masukan dan sharing pengalaman dari para peserta Rapat Koordinasi (Rakor) dapat diketahui bahwa para peserta masih belum sepenuhnya memahami tugas-tugas Sekretariat Dewan SDA Provinsi dan TKPSDA WS, belum memahami tugas dan fungsi Dewan SDA Provinsi dan TKPSDA WS yang akan difasilitasi Sekretariat, serta para Anggota Dewan SDA Provinsi dan TKPSDA WS masih belum sepenuhnya memahami tugas-tugasnya yang dapat berdampak pada terjadinya kesalahan dalam pengambilan keputusan saat pembahasan kegiatan Dewan SDA Provinsi dan TKPSDA WS. Ir. Rudy Hartanto, Dipl. HE Kepala Sekretariat TKPSDA WS Brantas
Dengan TKPSDA, Sakitnya Brantas Bisa Terobati
T
im Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (TKPSDA WS) Brantas terus menjalankan aktivitasi kegiatan. Pembentukannya, menurut Rudy Hartanto, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum (PU) No : 248/KPTS/M/2009 tertanggal 9 Februari 2009. WS Brantas merupakan WS Strategis Nasional yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dengan luas WS sekitar 14.103 km2 melintasi 15 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dan terdiri dari empat Daerah ALiran Sungai (DAS). “Keempat DAS itu adalah DAS Kali Brantas seluas 11.988 km2 terdiri dari 6 Sub DAS, 32 Basin Block, DAS Tengah seluas 596 km2 terdiri dari Kali Ngampo, Kali Tengah, dan Kali Tumpak Nongko, DAS Ringin Bandulan seluas 595 km2 terdiri dari Kali Klathak, Kali Kedung Banteng, Kali Ngrejo, dan Kali Sidorejo dan DAS Kondang Merak seluas 924 km2, terdiri dari Kali Glidik dan Kali,” ujar Rudy, seusai acara Bimbingan Teknis dan Rapat Koordinasi Sekretariat Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA. Sebagai Kepala Sekretariat TKPSDA WS Brantas, Rudy Hartanto menyatakan, untuk melaksanakan sidang-sidang TKPSDA WS Brantas, sekretariat selalu mempersiapkan terlebih dahulu materi ataupun bahan yang akan dibahas. “Biasanya untuk mempersiapkan bahannya, kita akan menyaring isu-isu yang sedang hangat dan menjadi sorotan masyarakat, misalnya saja bahan galian pasir Golongan C. Jika dipelukan, maka saat pra sidang kita mengundang Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas untuk melaksanakan konsinyering mengenai Pola PSDA WS Brantas,” jelasnya. Oleh karena itu, Rudy menuturkan, untuk menyetop kegiatan bahan galian pasir Golongan C ini tidak mudah
16
karena menyangkut nafkah para penambangnya. Sehingga diupayakan untuk tidak menyetopnya, akan tetapi pengalihan tempat penambangannya. “Penambangan bahan galian pasir golongan C inilah yang bisa dikatakan menyebabkan sakitnya kondisi Sungai Brantas. Penambangan ini juga disebabkan banyak variable. Umpamanya adanya pembangunan, sehingga membutuhkan bahan bangunan seperti pasir. Karena ada pembangunan, maka dampaknya ada eksploitasi,” katanya. Disamping pengalihan penambangan bahan galian pasir Golongan C itu yang rencananya ke Wilayah Kelud, TKPSDA WS Brantas juga telah menyepakati untuk melaksanakan pemberdayaan masyarakat sekitar areal penambangan Sungai Brantas. “Kita memberdayakan masyarakat sekitar yang ditandai dengan MoU antara BBWS Brantas, Perum Jasa Tirta I (PJTI) dan Pemerintah Kabupaten Jombang. Misalnya, masyarakat sekitar ikut serta dalam melaksanakan rehabilitasi tanggultanggul yang rusak sebagai akibat adanya penambangan tersebut,” ungkapnya. Sementara mengenai tenaga yang mendukung Sekretariat TKPSDA WS Brantas, Rudy Hartanto mengusulkan, agar ada tenaga dan unit tersendiri. Pasalnya, selama ini tenaga pendukung sekretariat melekat di Bidang Operasi dan Pemeliharaan (O&P) BBWS Brantas. “Meskipun selama ini masih bisa ditangani, namun karena tugas Sekretariat TKPSDA WS Brantas semakin hari akan bertambah banyak, berat dan cukup penting, kalau bisa ada tenaga dan unit tersendiri. Apalagi yang difasilitasi sekretariat adalah tokoh masyarakat dan para pejabat Eselon II. Ya… diusulkan unit tersendiri setingkat eselon III/a atau kalau susah minimal satker tersendiri,” ulasnya. gam/wwn/ad
Juga diketahui bahwa sebagian besar peserta acara ini masih belum sepenuhnya memahami apa yang seharusnya dilakukan setelah terjadinya pengukuhan Anggota Dewan SDA Provinsi dan TKPSDA WS, belum mampu merancang Rencana Kerja Dewan SDA Provinsi dan TKPSDA WS dalam kaitannya dengan anggaran yang akan
diajukan, serta sebagian besar peserta masih membutuhkan pendampingan dalam menyusun rancangan program yang akan menjadi dasar pembuatan rencana kerja. Dalam Rakor tersebut juga telah diputuskan bahwa Rakor antar Sekretariat Dewan SDA Provinsi dan TKPSDA WS akan diadakan secara rutin
Ir. Yudha Mediawan, M.Dev.Plg Kepala BWS Sumatera II
Cukup Penting, Untuk Memotivasi Sekretariat
K
etika ditemui Bulletin Dewan SDA di sela-sela acara Bimbingan Teknis dan Rapat Koordinasi Sekretariat Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA, Yudha Mediawan mengatakan, bahwa pertemuan ini cukup penting dilaksanakan secara kontinyu. “Karena pertemuan ini bisa memberikan suatu gambaran kepada teman-teman di daerah tentang tugas-tugas kesekretariatan dalam memfasilitasi Dewan SDA Provinsi dan TKPSDA itu,” kata Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II – Provinsi Sumatera Utara. Yudha juga menyatakatan, bukan hanya tugas-tugas dari sekretariat saja yang perlu di sharing, tetapi para pengambil kebijakan juga suatu saat perlu di undang. Misalnya, anggota dewan/TKPSDA seperti Kepala Dinas, BAPPEDA maupun Kepala BWS/BBWS. “Sehingga para stakeholder tidak hanya berorentasi kepada kegiatan atau proyeknya saja, tetapi lebih menekankan kepada unsur pengelolaannya. Nah…dengan begitu pengelolaan sumber daya air berdasarkan wilayah sungai bisa menjadi sinergi antarstakeholder yang ada,” tuturnya. Dirinya mencontohkan, di wilayah kerja BWS Sumatera II terdapat empat WS, yaitu tiga WS Strategis Nasional dan satu WS lintas provinsi yang hingga saat ini baru terbentuk dua TKPSDA dimana SK Menteri PU-nya sudah keluar, yaitu TKPSDA WS Toba-Asahan dan TKPSDA WS Belawan-UlarPadang. “Hanya saja pengukuhannya belum dilaksanakan. Mungkin nanti ketika pengukuhan, bisa sekaligus memberikan gambaran seperti apa tugas dan fungsi dewan/TKPSDA itu. Juga sekretariat tugasnya apa saja, misalnya untuk menyusun penganggarannya. Banyak Kepala BWS kurang memahami arti pentingnya TKPSDA dimana tidak masuk didalam skala prioritas penganggarannya,” jelasnya. Namun demikian, untuk BWS Sumatera II, menurut Yudha Mediawan yang juga merupakan anggota di kedua TKPSDA WS tersebut, penganggaran untuk kegiatan TKPSDA pada tahun ini telah dialokasikan sekitar Rp. 750 juta,- dan nantinya kantor sekretariat akan berlokasi di kantor BWS Sumatera II, sambil menunggu proses pembentukannya.
dua kali dalam setahun, Rakor berikutnya akan dilaksanakan bulan September atau Oktober 2011, dan dalam Rakor selanjutnya yang akan mengisi materinya adalah Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta, Dewan SDA Provinsi Banten, Dewan SDA Provinsi NTB, TKPSDA WS Pemali Juana, TKPSDA WS Jeneberang dan TKPSDA WS Serayu opak. tim
“Sekretariat ini lokasinya di kantor kita – BWS Sumatera II, dimana sebagai kepala sekretariatnya akan dirangkap oleh Kasi O&P BWS Sumatera II yang dibantu kawan-kawan muda yang aktif dan berenergi,” ungkapnya. Ia juga menyatakan, bahwa untuk tenaga sekretariat tersebut yang merupakan government official, tidak perlu terlalu banyak dan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Bilamana diperlukan dapat mengambilnya melalui out sourching. “Bisa seperti itu kalau memang sudah optimal dan efisien. Jika perlu kita tambah secukupnya tenaga outsourching. Kan… ada banyak universitas di sekitar Kota Medan yang bisa kita manfaatkan, misalnya masalah pengembangan IT karena ada kaitanya dengan informasi dan untuk mendesain web, operasionalnya, dan inputing data basenya,” papar Yudha. Lebih lanjut Yudha menyampaikan, untuk menambah motivasi dan semangat kerja yang ada, sebaiknya struktur dan organisasi sekretariat di dewan/TKPSDA mempunyai eselonering dan tidak dirangkap. “Hal ini tentunya akan memicu semangat para personil yang ada. Kalau dirangkap oleh salah satu Kepala Bidang atau Kasie, biasanya akan kurang fokus dan mereka biasanya lebih fokus kepada pekerjaan utamanya. Terlebih lagi kalau tugas-tugas di Sekretariat terus bertambah,” katanya. Selain itu Yudha juga berharap, bila kedua TKPSDA tersebut telah dikukuhkan dan telah melaksanakan sidangsidangnya, maka hasil-hasil kesepakatannya bisa bersinergi dengan rencana pembangunan Bendungan Laut Simemey di WS Belawan-Ular-Padang. “Desain kita sudah punya. Kemudian sudah kita usulkan masuk ke dalam bluebook untuk dapat Keppresnya. Tetapi untuk izin lokasi, alih fungsi lahan yang dikuasi Kehutanan, perlu PERDA termasuk penetapan AMDAL-nya,” kata Yudha. Yudha Mediawan menambahkan, berdasarkan hasil studi AMDAL tersebut, gubernur bisa meminta TKPSDA WS Belawan-Ular-Padang untuk berkoordinasi membahas rencana pembangunan tersebut. “Sehingga dengan berkoordinasi di TKPSDA inilah dapat mengeleminir kendala-kendala egosektoral yang ada dan juga pengelolaan SDA ke depan dapat lebih menyeluruh dan lebih terpadu,” harapnya. sar/faz/bud
17
SOROTAN
TKPSDA WS Paguyaman, Dikukuhkan Sebanyak 18 orang Anggota Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (TKPSDA WS) Paguyaman Provinsi Gorontalo, telah dikukuhkan Direktur Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen SDA) – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang juga selaku Sekretaris Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional), Dr. Ir. Moch. Amron, M.Sc di Kota Gorontalo (19/5).
P
engukuhan ke-18 Anggota TKPSDA WS Paguyaman ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri PU No. 254/KPTS/M/2010 tertanggal 2 Maret 2010, yang terdiri dari sembilan anggota berasal dari unsur pemerintah dan sembilan orang lainnya dari unsur non pemerintah. Dalam sambutan acara tersebut, Dirjen SDA menyatakan, bahwa pengukuhan TKPSDA WS Paguyaman dalam rangka melaksanakan amanat UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, khususnya Pasal 85, yang menyebutkan untuk mengkoordinasikan berbagai kepentingan antarsektor, antarwilayah dan antarpemilik kepentingan yang terkait dengan sumber daya air, perlu dikoordinasikan melalui wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada tingkat wilayah sungai, yaitu TKPSDA WS. Amron menjelaskan, meskipun ketentuan pembentukan TKPSDA WS yang diatur dalam UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Perpres No.12 tahun 2008 tentang Dewan Sumber Daya Air dan Permen PU No. 4 tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota dan Wilayah Sungai tidak bersifat wajib, yaitu menggunakan kata dapat, tetapi dengan melihat kondisi WS terutama dalam tiga hal, maka pembentukan TKPSDA WS Paguyaman sangat diperlukan. “Ketiga hal tersebut adalah perimbangan antara pasokan air dan kebutuhan di WS tidak berimbang, potensi konflik antar pengguna SDA dan pesatnya perkembangan pembangunan di wilayah sungai yang bersangkutan,” ujarnya.
18
Dirjen SDA juga merasa bersyukur, bahwa setelah melalui proses panjang dan demokratis, pada akhirnya TKPSDA WS Paguyaman saat ini telah terbentuk dan baru saat ini dapat dilaksanakan acara pengukuhannya. “Kita sama-sama pahami bahwa pengelolaan sumber daya air yang baik akan berdampak pada perekonomian dan juga pada sistem lainnya. Demikian pula apabila sebaliknya, pengelolaannya yang tidak baik akan menimbulkan bencana dan konflik antar pengguna sumber daya air,” ungkapnya, yang sebelum acara pengukuhan dimulai sempat diterima Gubernur Gorontalo dan dilanjutkan meninjau ke Danau Limboto, danau yang mengalami sedimentasi dan dipenuhi gulma-gulma air. Oleh karena itu, menurut Amron, agar pengelolaan sumber daya air tersebut dapat menghasilkan manfaat bagi masyarakat secara optimal, diperlukan suatu acuan pengelolaan terpadu antarpemilik kepentingan (stakeholders). “Hal ini dalam UU No 7 tahun 2004 dikenal sebagai pola pengelolaan sumber daya air. Penyusunan pola ini, harus dilakukan secara terbuka dengan melibatkan berbagai pihak melalui pembahasan yang mendalam dan demokratis dalam sidang TKPSDA WS yang kemudian dijadikan rekomendasi definitif untuk ditetapkan oleh pihak yang berwenang,” jelasnya. Penetapan tersebut dimaksudkan agar pola pengelolaan sumber daya air mampu menjadi perekat yang menyatukan berbagai pihak yang berkepentingan, khususnya dalam konservasi dan pendayagunaan sumber daya air secara terpadu.
Moch. Amron
Tugas Lainnya Selain itu, Amron menegaskan, tugas TKPSDA WS bukan hanya membahas dan merekomendasikan pola pengelolaan sumber daya air saja, tetapi masih ada banyak hal yang menjadi tugas TKPSDA WS berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang umumnya bukan hal yang mudah karena didalam pelaksanaannya akan dijumpai berbagai kepentingan yang tidak selalui sejalan. Dirjen SDA mencontohkan, mengenai pembagian air di bendungan yaitu antara kebutuhan air irigasi dengan penyediaan air baku dimana penyediaan dan kebutuhan tidak mencukupi pada saat musim kemarau. “Hal ini akan menjadi rawan konflik. Kunci dari penyelesaian masalah ini adalah alokasi air yang optimal yang diputuskan secara musyawarah mufakat dalam sidang-sidang TKPSDA WS. Belum lagi masalah banjir, air penggelontoran untuk kepentingan lingkungan sungai, ditambah beberapa mata air yang sangat diminati untuk dimiliki dan digunakan oleh perusahaan swasta dan lain-lainnya,” tutur Amron. Amron menambahkan, bahwa halhal tersebut harus dicarikan jalan keluarnya untuk kemanfaatan masyarakat banyak dan merupakan suatu tantangan yang tidak mudah untuk dilakukan dan dicarikan solusinya. “Namun kami percaya, dengan jiwa dan semangat membangun serta jiwa gotong royong diwarisi dari nenek moyang kita, kiranya semua ini Insya Allah dapat dicarikan jalan keluarnya,” kata Dirjen SDA. Dirinya juga berharap, dengan terbentuknya TKPSDA WS Paguyaman, maka masalah komunikasi pengelolaan
sumber daya air di wilayah sungai ini dapat berjalan dengan optimal dimana hal tersebut harus didukung oleh Sekretariat TKPSDA WS yang aktif. “Oleh karena itu, TKPSDA WS Paguyaman ini perlu segera dilengkapi Sekretariatnya. Sampai saat ini sudah terbentuk 26 TKPSDA WS, baik menjadi kewenangan pusat maupun pemerintah daerah. Dari TKPSDA WS yang terbentuk ini baru sebagian yang didukung Sekretariat yang aktif,” papar Amron. Sekretariat yang mendukung tugas TKPSDA WS ini, akan menempel pada salah satu Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan (O&P) di Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) atau Kepala Seksi O&P pada Balai Wilayah Sungai (BWS). Lebih lanjut Amron mengajak para anggota TKPSDA WS Paguyaman, untuk bersama-sama mewujudkan keinginan agar segala persoalan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air di WS tersebut dapat dibahas dan diselesaikan bersama dengan saling menghormati, sehingga akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat yang tinggal di WS Paguyaman. “Mari kita wujudkan keinginan tersebut, serta dengan kerja keras dan kesungguhan kita semua, hal tersebut Insya Allah dapat diselesaikan secara bersama-sama,” kata Amron penuh harap. Program Unggulan Sementara itu, Gubernur Gorontalo, DR. Ir. H. Gusnar Ismail, MM menyatakan, dengan luas wilayah 12.215,44 km2 yang terbagi atas enam kabupaten/kota dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sekitar 1.038.585 jiwa, Provinsi Gorontalo
mempunyai potensi sumber daya alam berupa lahan pertanian seluas 419.183 Ha dan potensi pengembangan tanaman jagung seluas 220.406 Ha. “Karena itu, Provinsi Gorontalo mempunyai tiga program unggulan yang merupakan fokus startegi pembangunan, yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) berupa pendidikan berbasis kawasan, pertanian dengan tanaman padi dan jagung, serta perikanan dan kelautan yang merupakan etalase perikanan,” jelas Gusnari. Lebih lanjut Gubernur menyatakan, bahwa dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Gorontalo tahun 2010-2030, WS Paguyaman masuk dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN). Selain itu WS di Provinsi Gorontalo terbagi dalam tiga WS, yaitu WS Paguyaman, WS Randangan, dan WS Limboto-Bone-Bolango. Sedangkan Sungai Paguyaman terbagi lagi dalam dua wilayah, yakni Paguyaman Kiri meliputi delapan desa di Kab. Gorontalo dan Paguyaman Kanan meliputi 13 desa di Kab. Boalemo. Di Sungai Paguyaman ini, juga telah dibangun bendung dan jaringan irigasi dengan total potensi untuk areal persawahan seluas 6.880 Ha, terdiri dari jaringan irigasi kanan seluas 4.176 Ha dan jaringan irigasi kiri seluas 2.704 Ha. Dari potensi luas layanan tersebut, Gubernur Gorontalo menyampaikan, bahwa yang sudah dilaksanakan untuk jaringan irigasi kanan baru seluas 2.000 Ha dan jaringan irigasi kiri seluas 1.300 Ha. “Untuk tahun 2011, jaringan irigasi kiri rencananya akan diselesaikan seluas 1.404 Ha dan tahun 2012
diusulkan untuk jaringan irigasi kanan dapat diselesaikan seluruhnya. Total penggunaan lahan daerah irigasi Paguyaman sampai saat ini untuk padi seluas 5.108 Ha atau 56,3 persen, lahan kering seluas 1.772 Ha atau 19,62 persen dan tebu seluas 2.152 Ha atau 23,83 persen,” kata Gunari. Gubernur Gorontalo menambahkan, bahwa manfaat pembangunan bendung dan jaringan irigasi Paguyaman adalah dapat mendukung pola tanam padi - padi - palawija dengan intensitas tanam 300 persen. “Oleh karena itu diharapkan di masa mendatang produksi pertanian per tahun dapat ditingkatkan dari 14.302 ton padi menjadi 68.800 ton, dan jagung dari 1.609 ton menjadi 34.400 ton,” sebutnya. Sedangkan permasalahan terkait dengan sumber daya air di Provinsi Gorontalo, menurut Gunar Ismail, adalah konservasi lahan, sering terjadinya banjir, luas lahan irigasi yang semakin berkurang, dan ketersediaan air yang semakin mengkhawatirkan. “Sehingga diperlukan suatu wadah koordinasi untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan ini secara integralistik. Karena itu, TKPSDA WS Paguyaman kami harapkan dapat bekerjasama untuk mewujudkan keterpaduan dan sinergi antara provinsi dan kabupaten yang harmonis, antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi. Saya juga berharap semua pihak terkait dilibatkan dalam setiap tahap pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumber daya air serta perencanaan yang berkelanjutan,” tegas Gubenrur Gorontalo. jon/ad/edd
19
NUANSA
TKPSDA WS Bengawan Solo, Akan Perhatikan Galian Golongan C Sebagai salah seorang anggota Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (TKPSDA WS) Bengawan Solo, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, Ir. Hari Suprayogi, M.Eng menyoroti berbagai masalah sumber daya air disana, salah satunya adalah mengenai penambangan galian golongan C.
20
Hari Suprayogi
M
enurut Hari Suprayogi, penambangan bahan galian Golongan C memang ada di Sungai Bengawan Solo, akan tetapi lebih banyak di anak-anak sungainya. Meski pasir yang ada tidak sebagus seperti di Sungai Brantas, namun memang ada sebagian masyarakat yang melakukan kegiatan tersebut. “Wilayah Sungai Bengawan Solo cukup luas dan memang ada masyarakat yang melakukan kegiatan penambangan bahan galian Golongan C, seperti di daerahnya hulunya, yaitu di Kabupaten Sukoharjo – Jawa Tengah,” ucapnya. Sebagai akibat dari adanya kegiatan penambangan itu, Hari Suprayogi menyatakan, maka bisa menyebabkan di hulunya sarana dan prasarana bangunan air bisa rontok. Misalnya saja, tebing-tebing sungainya bisa rontok, padahal di kiri-kanan tebing sungai itu ada rumah penduduk. “Sehingga mau tidak mau kita harus melaporkannya ke Pemda setempat. Karena sebagai Kepala BBWS Bengawan Solo, tidak mempunyai kewenangan untuk membatasi perizinan kegiatan penambangan golongan C tersebut. Karena kalau tidak dibatasi akan membahayakan bangunanbangunan air yang ada,” tuturnya. Terlebih lagi, menurut Hari Suprayogi, apabila masyarakat yang melakukan penambangan galian Golongan C tersebut mempergunakan suatu peralatan pompa penyedot pasir dengan volume yang cukup besar. “Dengan mempergunakan pompa yang besar itu akan terjadi ketidakseimbangan antara pasir yang datang dengan pasir yang diambil dan lebih besar pasir yang keluar. Akibat berkurangnya volume pasir untuk menutup
daerah tebing-tebing sungai, menyebabkan terjadinya longsor, dasar sungai juga terjadi erosi, akhirnya dasar sungai tertarik dan membahayakan bangunanbangunan lainnya seperti jembatan,” katanya. Oleh karena itu, Hari Suprayogi mengharapkan, agar permasalahan tersebut dapat dibahas bersama dalam TKPSDA WS Bengawan Solo. Di dalam TKPSDA WS Bengawan Solo ini membahas macam-macam persoalan terkait air dan sumber air di wilayah sungai Bengawan Solo. “Kami harapkan demikian. Akan tetapi intinya yang di bahas sebenarnya rencana kerja dan pola pengelolaan SDA setiap tahunnya, termasuk masalah galian tadi,” paparnya. Apalagi di TKPSDA WS Bengawan Solo, Hari Suprayogi menjelaskan, saat ini sedang melakukan pembuatan matriks pengelolaan SDA di Bengawan Solo, tentang apa yang akan dilakukan dan oleh siapa yang akan melakukan kegiatan itu. “Saya kira matriknya sedang kita buat. Di sana ada Sidang Komisi yang sesuai dengan bidangnya masingmasing membuat matriks tersebut dan tentu saja yang terintegrasi satu sama lainnya,” jelas Hari. Kemudian kalau sudah dibahas oleh tiga komisi yang ada, yaitu Komisi Konservasi SDA, Komisi Pendayagunaan SDA dan Komisi Pengendalian Daya Riusak Air, semuanya akan di bawa ke dalam Sidang Pleno TKPSDA WS Bengawan Solo. “Saya sendiri menjadi Ketua Komisi Pengendalian Daya Rusak Air, mudahmudahan hal tersebut dapat ditanggulangi bersama. Cuma memang di sini
agak unik, WS Bengawan Solo ini melintasi dua provinsi, Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga disana ada dua Kepala Dinas PSDA dan dua Ketua Bappeda. Namun, Alhamdulillah hal tersebut bisa rukun-rukun saja, bisa membagi tugas secara bergantian sebagai Ketua dan Ketua Harian,” ungkapnya. Demikian pula halnya dengan program dan kegiatan BBWS Bengawan Solo, menurut hari Suprayogi, dengan adanya TKPSDA WS, program-program BBWS Bengawan Solo bisa berjalan dengan baik. “Kita bisa saling sinergi dan mengetahui siapa akan melaksanakan apa. Dengan adanya TKPSDA ini, misalnya saja kita sudah bisa menetapkan pola pengelolaan SDA Wilayah Sungai Bengawan Solo dan menentukan alokasi pembagian airnya. Sehingga diharapkan sudah tidak ada konflik kepentingan lagi antar stakeholders,” ungkapnya. Kesekretariatan Lebih lanjut Hari Suprayogi menjelaskan, meski surat keputusan pembentukan Sekretariat TKPSDA WS Bengawan Solo sampai saat ini masih bersifat sementara, namun sebagai jantungnya TKPSDA WS Bengawan Solo, peran Sekretariat terus dilakukan untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan TKPSDA WS Bengawan Solo. “Saat ini kan Kepala Sekretariat TKPSDA WS Bengawan Solo, dirangkap oleh Kepala Bidang Opreasi dan Pemeliharaan BBWS Bengawan Solo. Sehingga setiap ada kegiatan TKPSDA WS Bengawan Solo, yang memfasilitasi, mempersiapkan dan melaporkannya adalah Kepala Bidang O&P itu,” jelasnya. Hari Suprayogi juga menyam-
paikan, meski WS Bengawan Solo melintasi dua provinsi, yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur, namun kantor Sekretariat TKPSDA WS Bengawan Solo berada di Kantor BBWS Bengawan Solo. “Ya.. Kantor Sekretariat ada di Kantor BBWS Bengawan Solo. Walaupun demikian, kegiatan TKPSDA WS Bengawan Solo tetap terus berjalan. Hal ini dikarenakan masing-masing anggota tetap berkomitmen agar pengelolaan SDA di WS ini dapat lebih baik lagi,” kata Hari. Sementara mengenai minimnya tenaga atau personil yang ada di Sekretariat TKPSDA WS Bengawan Solo, menurut Hari, sebetulnya hanya masalah kerjasama dan kekompakannya saja diantara pimpinan dan staf sekretariat. “Kalau semuanya telah mengetahui tugasnya apa, itu akan bisa jalan. Kalau tenaga di Sekretariat dikatakan kurang memang iya. Namun kita menambah SDM melalui tenaga outsourching,” jelasnya. Dengan tambahan tenaga dari outsourching itu, menurut Hari Suprayogi, sampai saat ini semua dapat berjalan dengan baik. Pasalnya, staf di Sekretariat TKPSDA WS Bengawan Solo telah mengetahu tugas dan fungsinya masing-masing. gml/sim/ad
21
ANEKA
Puncak HAD 2011
Masyarakat Agar Tingkatkan Perhatian Terhadap Air Setiap insan perlu memberikan perhatian terhadap air, baik jumlah maupun kualitasnya, serta menjaga keberlangsungan air. Sampai saat ini, paling tidak terdapat dua miliar penduduk di dunia termasuk di Indonesia yang tidak memiliki akses air bersih yang sehat.
H
al tersebut disampaikan Menteri Pekerjaan Umum (PU). Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE ketika memberikan sambutan pada acara Puncak Peringatan Hari Air Dunia (HAD) XIX Tahun 2011 di Bendungan Gintung, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Sabtu (21/5). “Selain itu, ada dua juta ton limbah yang mengalir ke badan air dan sekitar 90 persen bencana alam yang terjadi belakangan ini berkaitan dengan air. Oleh karena itu, masyarakat perlu meningkatkan kepedulian dan kesadaran akan arti pentingnya air,” ujar Djoko Kirmanto, yang juga merupakan
22
Ketua Harian Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional). Menurut Djoko, baik Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, koorporasi swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maupun individu dapat berkontribusi dalam menjaga keberlangsungan sumber air. Salah satunya yang dapat dilakukan, Djoko Kirmanto menjelaskan, adalah dengan tidak melakukan penebangan hutan sembarangan dan juga terus melakukan kegiatan reboisasi. Upaya lain yang perlu dilakukan adalah mengusahakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di daerah sungai maupun
Djoko Kirmanto
permukiman agar lingkungan dan sumber air dapat tetap terjaga. “Daerah Aliran Sungai (DAS) itu 30 persennya harus berupa hutan. Sedangkan untuk area permukiman 30 persennya harus berupa RTH, 20 persennya untuk publik dan 10 persennya bisa dimiliki oleh privat,” kata Menteri PU. Menteri PU juga menyatakan, bahwa kita juga perlu menjaga daerah resapan air, sebab saat ini banyak daerah resapan air yang justru digunakan untuk permukiman atau industri. Padahal, kita memerlukan ruang-ruang terbuka untuk menampung air.
“Secara pribadi, sebenarnya kita bisa membuat sumur resapan di pekarangan kita. Ini bisa diperkuat dengan peraturan daerah. Jangan memberikan izin membangun rumah, kalau dalam rencananya tidak menyediakan sumur resapan, terutama bagi mereka yang mampu,” ujarnya. Lebih lanjut Djoko Kirmanto menjelaskan, bahwa masyarakat dapat mulai menjaga sumber air lewat hal-hal kecil. Misalnya saja, menghemat air sudah merupakan kontribusi yang cukup besar. Kemudian, tidak membuang sampah ke badan air, sediakan bak-bak sampah di depan rumah dan tempat sementara pembuangan sampah. Mengenai Bendungan Gintung, Djoko menyatakan, bahwa bendungan tersebut sudah mengadopsi perubahanperubahan yang terjadi di daerah sekitarnya. Kapasitas spillwaynya juga lebih besar, yang sebelumnya memiliki lebar hanya lima meter, sekarang sudah menjadi sembilan meter sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan bendungan tersebut. “Bendungan Gintung sudah di-redesign, maka konsekuensinya memang memerlukan biaya yang mahal. Oleh karena itu, bendungan tersebut harus dijaga dengan baik agar dapat berfungsi
selama mungkin’” harap Menteri PU. Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Sumber Daya Air (SDA) – Kementerian PU, Ir. Sugiyanto, M.Eng yang juga merupakan Ketua Panitia Pelaksana Peringatan HAD XIX Tahun 2011 mengatakan, bahwa HAD tahun ini mengambil tema “Water for Cities”. Sedangkan tema untuk nasional adalah “Air Perkotaan dan Tantangannya”. “Tema tersebut menggambarkan bahwa saat ini kawasan perkotaan mengalami berbagai tantangan dalam hal ketersediaan air, mengingat jumlah penduduk perkotaan yang semakin meningkat. Oleh karena itu, kita perlu berperan aktif dalam penyediaan air bersih, sesuai misi yang telah digariskan oleh PBB,” katanya. Sugiyanto menambahkan, diperlukan pengelolaan air yang baik, khususnya di perkotaan, sehingga ketersediaan air tetap terjaga. Sebab, air merupakan kebutuhan dasar, tidak hanya untuk kebutuhan sehari-hari, namun juga untuk keperluan industri. “Kepedulian akan air harus muncul dari diri kita masing-masing. Air untuk semua dan semua untuk air,” ujarnya. Sedangkan Gubernur Banten yang diwakili Sekretaris Daerah (Sekda)
Banten, Muhadi mengatakan, bahwa pihaknya terus berusaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya air, termasuk kepada generasi muda. “Pemerintah Banten juga berupaya untuk mengatasi intrusi air laut, serta menggandeng pihak perusahaan swasta untuk bersama-sama menjaga kelangsungan sumber air,” kata Muhadi. Muhadi juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kementerian PU yang telah menangani pembangunan kembali Bendungan Gintung sehingga bisa berfungsi lagi, bahkan lebih bagus daripada sebelumnya. Dalam puncak acara peringatan HAD 2011 tersebut, Menteri PU dan jajarannya, Sekda Provinsi Banten dan Walikota Tangerang Selatan, sempat melakukan penanaman pohon serta meninjau Bendungan Gintung. Disamping itu, acara tersebut juga dimeriahkan Paduan Suara dan Group Kolintang dari Ditjen SDA, serta Sanggar Seni Suara “Roda” yang merupakan kumpulan dari anak-anak jalanan di wilayah Jakarta Utara. wwn/faz/ad
23
FOTO BERSAMA MASCOT “SI WAKOR” DI STAND DEWAN SDA NASIONAL PADA PAMERAN HARI AIR DUNIA XIX TAHUN 2011
24