DAFTAR ISI SUSUNAN REDAKSI Pengarah/Pembina : M. Hatta Rajasa Djoko Kirmanto Moch. Amron Luky Eko Wuryanto Purba Robert Sianipar Imam Anshori Dewan Redaksi/Penanggung Jawab : Budianto R. Eddy Soedibyo Syamsu Rizal Pemimpin Redaksi/Redaktur : Ade Satyadharma Wakil Pemimpin Redaksi/Redaktur : Fauzi Anggota Redaksi/Redaktur : Sardi Wawan Hernawan Sri Sudjarwati Widayati Penyunting/Editor : Ernawan Nugroho Joni Wahyudi Gamal Maulian Desain Grafis/Lay out : Ucu Susanto Bambang Indratno Nur Jayanto
SAJIAN UTAMA 4 Berkomitmen Tuntaskan Matriks Tindak Lanjut Jaknas PSDA 6 Tentang Penyusunan Matrik Tindak Lanjut Jaknas PSDA
4
SAJIAN KHUSUS 8 Rapat Persiapan Dewan SDA Nasional Untuk Konsultasi Antar Wadah Koordinasi SOROTAN 10 Pengukuhan TKPSDA WS Kapuas Agar Dapat Bermanfaat Optimal, Diperlukan Pola Pengelolaan SDA 12 Agar Bersinergi dan Terpadu, Masyarakat Perlu Diberi Peran 14 Dewan SDA Provinsi Aceh Terus Menjalankan Agendanya NUANSA 17 Potensi Air di Indonesia Cukup, Namun Sebarannya Tidak Merata
8
14
ANEKA 20 Seminar Nasional Penanganan Aliran Sedimen Indonesia “Supermarket” Bencana Alam Terkait Iklim
17
Sekretariat/Sirkulasi : Yetty Sugiarti Sadjimin Sukarna Heryana Hanny Handayani Kasimun Entis Amidjaya
20
Alamat Redaksi : DEWAN SUMBER DAYA AIR NASIONAL Sekretariat Dewan Gd. Ditjen SDA Lt. VI Jl. Pattimura No.20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110 Telp. (021) 7231083 Fax. (021) 7231083 e-mail :
[email protected] [email protected] http://www.dsdan.go.id
Cover : Sungai Kapuas Provinsi Kalimantan Barat
T A J U K
TINDAK LANJUT KEBIJAKAN NASIONAL PSDA Kita patut bersyukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, bahwa terhitung sejak tanggal 20 Juni tahun 2011, negeri yang telah merdeka dan berdaulat selama lebih dari enam puluh tahun ini akhirnya berhasil memiliki Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden. Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air ini akan menjadi pemandu atau pengarah dalam menghadapi tantangan dan permasalahan air baik yang telah terjadi maupun yang diperkirakan akan terjadi dalam kurun waktu duapuluh tahun ke depan. Kebijakan Nasional ini lahir melalui proses yang cukup lama karena harus dapat mengakomodasi berbagai aspirasi dari bermacam-macam kelompok kepentingan yang tergabung di dalam organisasi Dewan Sumber Daya Air Nasional. Seluruh kalimat yang tercantum di dalamnya tidak lain adalah merupakan ekspresi niat dan harapan kita semua terutama para penyusunannya, yaitu para anggota Dewan Sumber Daya Air Nasional yang berjumlah empat puluh empat orang yang merupakan representasi dari instansi atau lembaga pemerintah dan non pemerintah yang berkepentingan dengan sumber daya air. Niat atau tekad yang sudah tertuang di dalam butir-butir kebijakan dan strategi pengelolaan sumber daya air, sesungguhnya baru merupakan langkah awal mewujudkan mimpi sumber air yang terkelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sejuta niat atau slogan tak akan mampu mengubah dunia menjadi lebih baik, jika tidak diwujudkan dalam bentuk perbuatan atau tindakan nyata. Mimpi hanya akan menjadi harapan kosong, manakala kita hanya mampu berniat saja tanpa diikuti dengan komitmen untuk melakukan tindakan nyata sesuai dengan arahan yang telah tercantum dalam setiap strategi sebagaimana tertulis di dalam kebijakan nasional tersebut. Walaupun kita punya banyak hari esok, tetapi kesempatan hari ini belum tentu ada di hari esok, karena itu tidak alasan untuk menunda penyelesaian matriks ini. Alhamdulillah para penyusun Kebijakan Nasional, sekarang ini telah gayung bersambut menuliskan tindakan nyata yang akan dan telah diperankan olehnya sesuai dengan fungsi ataupun kompetensi lembaga yang diwakilinya kedalam sebuah dokumen yang dinamai “Matriks Tindak Lanjut Pelaksanaan Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air”. Secara periodik tahunan, matriks ini akan dipergunakan sebagai acuan di dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi bersama untuk menilai tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaannya, dan sekaligus menelusuri penyebab kegagalan serta menjadi sumber informasi dalam merancang langkah koreksi menuju keberhasilan yang lebih maksimal. Teruslah maju Dewan Sumber Daya Air Nasional menjadi pelopor dalam mewujudkan visi pengelolaan sumber daya air di Indonesia.
3
SAJIAN UTAMA
Berkomitment Tuntaskan Matriks Tindak Lanjut Jaknas PSDA Dengan difasilitasi Sekretariat Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional), anggota Dewan SDA Nasional melanjutkan rapat pembahasan penyusunan matriks tindak lanjut Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air (Jaknas PSDA) di Kota Hujan Bogor – Jawa Barat (26-27/9).
R
apat pembahasan kali ini, selain untuk mengklarifikasi pengisian kolom kegiatan dan output dari setiap instansi/organisasi terkait berdasarkan rumusan kebijakan dan strategi yang tercantum dalam Perpres No.33/2011, juga dilanjutkan dengan membahas kolom indikator output setiap kegiatan yang akan dilakukan para anggota Dewan SDA Nasional, baik yang berasal dari unsur pemerintah yang berjumlah 22 anggota maupun dari unsur non pemerintah berjumlah 22 anggota. Kolom indikator output ini akan menjadi rujukan dalam penyusunan Bench Mark pengelolaan SDA di tingkat Nasional. Bench Mark ini menggambarkan tentang kinerja pengelolaan SDA sampai dengan akhir tahun 2011. Dan perkembangan selanjutnya akan dipantau dan dievaluasi bersama oleh para anggota Dewan, dan hasilnya akan dituangkan dalam laporan Mutual Check
4
setiap akhir tahun. Dalam rapat pembahasan yang berlangsung selama dua hari tersebut, baru peran dari instansi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang telah dituntaskan dan disepakati indikator outputnya oleh anggota ataupun utusan/wakil dari anggota Dewan SDA Nasional yang menghadiri rapat tersebut berjumlah lebih dari 20 anggota. Umpamanya saja, di dalam Kebijakan Umum pada sub strategi meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang SDA, BMKG akan melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan kajian keterkaitan curah hujan dan potensi air serta dampaknya terhadap pengelolaan SDA. Untuk Kebijakan Peningkatan Konservasi SDA Secara Terus-Menerus di dalam strategi peningkatan upaya perlindungan dan pelestarian sumber
air pada huruf a, BMKG akan melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan penyediaan informasi curah hujan pada kawasan yang memiliki potensi pengembangan tampungan air. Adapun output dari kegiatan ini adalah meningkatnya ketersediaan informasi curah hujan pada kawasan yang memiliki potensi pengembangan tampungan air. Sedangkan indikator output-nya yang telah disepakati adalah jumlah informasi spasial dan tabular curah hujan. Belum Seluruhnya Meskipun pembahasan indikator output dari BMKG telah selesai disepakati, namun untuk instansi/ organisasi lainnya yang juga anggota Dewan SDA Nasional, belum seluruhnya dapat dibahas dan disepakati. Terkecuali, satu instansi lainnya yaitu Kementerian Kesehatan yang baru sebagian saja bisa diselesaikan dan disepakati. Misalnya, dalam Kebijakan Umum pada sub strategi membangkitkan dan membangun etika serta budaya masyarakat yang menjunjung tinggi nilai dan manfaat air melalui pendidikan formal dan nonformal, Kementerian Kesehatan akan melaksanakan kegiatan berupa penyiapan dan penyusunan materi untuk mendukung pelaksanaan pendidikan formal dan nonformal di bidang kesehatan. Contoh lainnya yang telah disepakati adalah di Kebijakan Peningkatan Konservasi SDA Secara TerusMenerus pada strategi peningkatan upaya perlindungan dan pelestarian sumber air, Kementerian Kesehatan akan melaksanakan dua kegiatan, yaitu menetapkan pedoman pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan melaksanakan sosialisasi pedoman pelaksanaan STBM kepada
pengembang kawasan pemukiman yang berada di wilayah sungai. Dari kegiatan tersebut akan menghasilkan dua output yakni ditetapkannya pedoman pelaksanaan STBM dan terlaksananya sosialisasi pedoman pelaksanaan STBM kepada pengembang kawasan pemukiman yang berada di wilayah sungai. Setelah melaksanakan diskusi secara marathon, bahkan hingga tengah malam, ada 15 anggota Dewan SDA Nasional pada saat itu, telah menyampaikan isian pada kolom indikator output tersebut yaitu delapan diantaranya dari intansi pemerintah, (BMKG, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Perindustrian). Tujuh anggota lainnya berasal dari unsur non pemerintah, yaitu Asosiasi Pengusaha Air Minum dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Jaringan Informasi Komunikasi Pengelolaan SDA (JIK-PA), Kemitraan Air Indonesia (KAI), Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar (KNI-BB), Lembaga Penelitian Pendidikan dan
Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), serta Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI). Sedangkan instansi lain seperti Kementerian Pekerjaan Umum (PU) meskipun belum rampung dalam menyusun indikator outputnya, namun telah mengambil peran dalam pengelolaan SDA. Misalnya saja, dalam kebijakan umum tentang peningkatan pengawasan dan penegakan hukum, Kementerian PU akan melakukan percepatan pembentu-
kan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penegakan hukum bidang SDA pada setiap Wilayah Sungai (WS) sesuai kewenangannya. Selain itu Kementerian PU juga akan berperan untuk membangun sistim pengawasan dalam pelaksanaan ketentuan pengelolaan SDA yang mengakomodasi peran masyarakat. Penyelesaian pekerjaan ini disepakati dilanjutkan kembali dengan waktu dan tempat yang akan ditentukan kemudian. tim
5
SAJIAN UTAMA
Tentang Penyusunan Matrik Tindak Lanjut Jaknas PSDA Dewan SDA Nasional, baik berasal dari unsur pemerintah maupun unsur non pemerintah saat ini sedang sibuk mengisi matrik tindak lanjut pelaksanaan jaknas SDA sesuai dengan fungsi dan kompetensi lembaga yang diwakilinya. Bila hal tersebut dapat segera dituntaskan, maka penyusunan benchmark pelaksanaan Jaknas PSDA dapat segera dilakukan. Terkait dengan hal ini, Bulletin Dewan SDA menemui beberapa anggota Dewan SDA Nasional dari unsur non pemerintah untuk dimintai pendapatnya. Berikut komentarnya.
Ir. Indro S. Tjahyono - Jaringan Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia (SKEPHI)
Kultur Baru, Indikator Capaian Kegiatan
P
enyusunan matrik tindak lanjut pelaksanaan Jaknas PSDA dari masing-masing tugas dan kegiatan yang diusulkan oleh instansi/organisasi/asosiasi, menurut Indro Tjahyono, sangat bagus dilaksanakan. “Sekarang ini telah kita tindaklanjuti, bukan hanya output-nya saja, tetapi juga untuk indikator output-nya. Jadi ini bagus sekali. Dan nanti, dalam putaran berikutnya angkaangkanya akan kita lengkapi juga,” katanya. Indro melanjutkan, bahwa bagi dirinya penyusunan matrik tesebut merupakan hal yang positif, selain bagi instansi pemerintah juga bagi organisasi/asosiasi/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dimana masing-masing akan mencantumkan angka-angkanya yang merupakan harapan dari semua stakeholder SDA yang saat ini berkumpul. “Jadi positif sekali dan kita berharap bila harapan stakeholder tercapai, itu berarti juga merupakan harapan masyarakat. Artinya, bagi LSM bisa meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat atau fasilitasinya terhadap masyarakat,” ucap anggota Dewan SDA Nasional dari SKEPHI ini. Selain itu, menurut Indro, Dewan SDA Nasional nantinya juga diharapkan akan membuat dan melakukan pemantauan implementasi Jaknas PSDA yang dilaksanakan oleh tiap-tiap anggota Dewan. Dengan demikian, tambah Indro, produk dari dewan berupa Jaknas PSDA ini tidak hanya lengkap secara konsep, tetapi juga lebih membumi serta dapat dilaksanakan di lapangan dengan jelas dan konkrit. “Karena kita telah punya tools atau alat-alat untuk memonitor, terimplementasi atau tidaknya kebijakan itu. Jadi ini positif, khususnya bagi SKEPHI yang isunya mengenai kehutanan dimana salah satu fungsi hutan adalah merupakan catchment area dari SDA,” ujarnya, seraya menambahkan, bahwa dengan indi-kator pemantauan yang jelas, maka fungsi hutan dapat tetap dipertahankan.
6
Terkait dengan langkah berikutnya berupa penyusunan benchmark pelaksanaan Jaknas PSDA, Indro menjelaskan, bahwa benchmark itu nantinya akan berupa angka-angka achievement indicator atau indikasi pencapaianpencapaian. “Hal itu di Indonesia memang sulit dilaksanakan, karena kultur kita ini selalu kerja tanpa ada acuan pencapaian yang jelas, baik di birokrasi, di Pemerintah maupun juga di organisasi/asosiasi/LSM, ungkapnya. Karenanya, sebagai wakil dari unsur non pemerintah, Indro berharap, dengan adanya benchmark untuk pelaksanaan Jaknas PSDA tersebut, bisa lebih mendorong organisasi non pemerintah/LSM untuk dapat bekerja lebih baik lagi. “Jangan hanya dia bikin kegiatan, bikin advokasi, bikin macam-macam, tetapi tanpa suatu indeks atau ketercapaian yang jelas. Jadi, apa yang dilakukan Dewan Sumber Daya Air ini adalah membangun kultur baru, baik di lingkungan Pemerintah ataupun LSM mengenai pentingnya indikator capaian sebagai suatu rujukan berhasil atau tidaknya kegiatan yang dilaksanakan,” ulasnya. Menurut Indro, hal tersebut amat penting sekali untuk lebih diperhatikan oleh organisasi non pemerintah. Pasalnya, di kalangan LSM ada keyakinan dan paradigma yang mengatakan bahwa proses sebenarnya yang penting dan bukan target. “Dalam hal ini, kita ngomong bukan target dan bukan proses, akan tetapi adalah capaian. Jadi, siapapun melakukan apapun, harus selalu dimonitor, dievaluasi dan itu membutuhkan benchmark yang jelas. Bukan yang kabur dan seolah-olah capaian itu bisa diganti-ganti pada saat monitoring dan evaluasi,” ungkapnya. “Justru dari awal telah ditetapkan dan itulah yang harus dicapai. Dan inilah kultur yang dilakukan Dewan Sumber Daya Air Nasional. Ini merupakan hal yang sangat bagus sekali,” tegasnya. jon/gml/ad
Kuswanto Sumoatmojo Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)
Mempermudah Penyusunan Benchmark Jaknas PSDA
S
elain membahas penyusunan matrik Jaknas PSDA, menurut Kuswanto, rapat kali ini juga merumuskan indikator outputnya dalam rangka mempersiapkan dan merumuskan benchmark Jaknas PSDA. “Benchmark itu artinya menilai posisi kita dalam pelaksanaan kebijakan dan strategi yang diturunkan kepada kegiatan dan output itu sampai dimana. Sehingga kita bisa mengetahui dalam konteks implementasi kegiatannya berada pada posisi dimana,” jelas Kuswanto. Pasalnya, penyusunan matrik di dalam kebijakan itu mencantumkan targetnya, walaupun tidak semuanya. Misalnya, pelaksanaannya harus dapat diselesaikan pada tahun tahun 2015 dengan jumlah atau volume sekian dan sebagainya. “Kalau kita tidak melakukan dan merumuskan benchmarknya, nanti kita akan kesulitan dan juga tidak mendorong implementasi kebijakan dari instansi atau organisasi non pemerintah yang bersangkutan. Kuswanto menjelaskan, bila benchmark telah tersusun, maka Dewan SDA Nasional setiap tahun nantinya akan memantau pelaksanaannya di masing-masing instansi atau organisasi non pemerintah yang menjadi Anggota Dewan SDA Nasional. “Nah, menurut saya memang hal ini sangat diperlukan supaya kebijakan yang dirumuskan itu tidak hanya menjadi dokumen yang disimpan di lemari. Jadi betul-betul di implementasikan supaya bisa dipantau sejauh mana implementasinya di lapangan,” katanya. Kuswanto menegaskan, bahwa perumusan benchmark tersebut memang pekerjaan yang mau tidak mau harus dilakukan, supaya hasilnya dapat bermanfaat dan tidak menjadi sia-sia di kemudian hari. “Nah kalau menyangkut kendala, saya memang menyayangkan bahwa beberapa kali forum seperti ini, selalu tidak penuh kehadiran dari para anggota. Sehingga ini membuat proses diskusi yang sudah dipersiapkan menjadi kurang optimal,” ungkapnya. Selain itu, menurut Kuswanto, kadang-kadang anggota yang hadir juga sering berganti sehingga mengakibatkan proses diskusi ada yang tidak efektif, karena yang bersangkutan tidak meng-hadiri dalam rapat pemba-hasan sebelumnya.
“Mudah-mudahan ke depan, masalah kehadiran ini bisa diperbaiki, khususnya dari kalangan Pemerintah. Kalau dari Ornop/LSM itu nampaknya semuanya selalu aktif dan rajin. Ini juga mungkin menyangkut kesadaran dan juga merasa butuh dengan Dewan SDA Nasional ini,” tuturnya. Lebih lanjut Kuswanto menyatakan, bahwa akan lebih baik kalau yang melaksanakan kebijakan dan strategi itu adalah dari instnasi Pemerintah yang memang mempunyai wewenang dan tanggung jawab. “Sedangkan, LSM itu kan sebetulnya hanya bersifat mendukung kegiatan yang dilaksanakan Pemerintah sesuai dengan bidangnya. Jadi, mungkin tidak begitu banyak artinya dan dampaknya terhadap masyarakat,” kata Kuswanto. Oleh karena itu, Kuswanto mengharapkan agar pembahasan mengenai indikator outputnya dapat segera diselesaikan oleh masing-masing instansi atau organisasi non pemerintah yang difasilitasi Sekretariat Dewan SDA Nasional. “Mudah-mudahan bisa segera diselesaikan dan berdasarkan diskusi yang telah dilaksanakan, sebaiknya tidak sekedar redaksinya saja yang dibahas, tetapi substansinya juga ikut didiskusikan. Jadi banyak diskusi yang tidak efektif, karena hanya saling memperdebatkan kata-kata,” jelasnya. Menurut Kuswanto, supaya lebih efektif lagi, mudahmudahan rumusan indikator outputnya sekaligus saja dibahas sambil mulai mendiskusikan benchmark-nya. Sehingga pembahasannya bisa lebih cepat. Apalagi nantinya akan ada penyempurnaan lagi pada waktu membicarakan benchmark. “Jadi tidak harus perfect. Nanti bolak-balik saja. Karena yang penting nanti itu benchmarknya. Untuk target waktu saya tidak optimis juga, karena berdasarkan pengalaman selama ini. Benchmark ini akan lebih sulit karena melibatkan datadata yang harus diungkapkan oleh instansi yang terkait. Itupun mereka harus sepakat. Nah ini mungkin akan lebih lama. Mudah-mudahan dalam 2-3 kali dapat diselesaikan,” harap Kuswanto. jon/sar/sri/ad
7
SAJIAN KHUSUS
Rapat Persiapan Dewan SDA Nasional Untuk Konsultasi Antar Wadah Koordinasi Sekitar 19 anggota/utusan anggota Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional) berkumpul dan mendiskusikan berbagai persiapan terkait dengan rencana konsultasi antar wadah koordinasi lainnya, di Jakarta (28/9).
P
ertemuan yang difasilitasi Sekretariat Dewan SDA Nasional ini, selain membahas mengenai mekanisme konsultasi dengan wadah koordinasi lainnya, juga telah menyepakati Kelompok Kerja (Pokja) dari anggota Dewan SDA Nasional terkait dengan rencana konsultasi tersebut nantinya. Sebanyak empat Pokja telah berhasil disepakati, yaitu Pokja A, Pokja B, Pokja C dan Pokja D. Untuk Pokja A akan berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) terdiri dari Kementerian Pekerjaan Umum (Direktorat Bina Program – Ditjen SDA) selaku Ketua
8
Pokja, Jaringan Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia (SKEPHI) sebagai Wakil Ketua Pokja, dan beberapa anggota, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Kehutanan (Ditjen Planologi), Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Bangda), Kementerian Perhubungan (Direktorat Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan – Ditjen Perhubungan Laut), Jaringan Informasi Komunikasi Pengelolaan SDA (JIK-PA), Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). Pokja B, yang akan berdiskusi dan berkoordinasi dengan Dewan Ketahanan Pangan Nasional (DKPN) terdiri
dari Kementerian Pertanian (Direktorat Pengelolaan Air Irigasi – Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian) sebagai Ketua, Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) sebagai Wakil Ketua, dan beberapa anggota, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan Nasional (KTNA), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Asosiasi Perusahaan Pengeboran Air Tanah Indonesia (APATINDO), Kemitraan Air Indonesia (KAI), Masyarakat Peduli Air (MPA) dan Yayasan Air Adhi Eka (YAAE). Pokja C dengan Dewan Nasional
Perubahan Iklim (DNPI), terdiri dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai Ketua, Kementerian Pendidikan Nasional (Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat – Ditjen Pendidikan Tinggi) sebagai Wakil Ketua, dan anggotanya yaitu Kementerian Lingkungan Hidup, Kemen-terian Perindustrian dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sedangkan Pokja D yang akan berdiskusi dan berkoordinasi dengan Dewan Energi Nasional (DEN) terdiri dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Pusat Teknologi Kelistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi) sebagai Ketua, Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar (KNIBB) sebagai Wakil Ketua, dan anggotanya yaitu, Kementerian Riset dan Teknologi, Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), dan Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN). Kesepakatan lainnya yang di-
hasilkan dalam pertemuan ini adalah menyiapkan schedule rapat kecil untuk melengkapi matriks peran wadah koordinasi terkait dengan Pelaksanaan Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air (Jaknas PSDA) dan menyiapkan schedule rapat pertemuan dengan wadah koordinasi terkait. Sementara itu, rencana konsultasi dengan wadah koordinasi lainnya tersebut dimaksudkan antara lain, untuk saling menyampaikan informasi terkait
produk masing-masing, saling bersinergi untuk penyamaan persepsi dan pengalokasian kegiatannya, serta untuk mencegah hal-hal yang kontradiktif. Rencana pertemuan seperti ini juga sangat relevan dengan salah satu fungsi Dewan SDA Nasional sebagaimana telah tertuang didalam Perpres 12/2008, Pasal 7, yang esensi tujuannya untuk menghimpun feed back dan mewujudkan harmoni antar wadah koordinasi. jon/wid/ad
9
SOROTAN
Pengukuhan TKPSDA WS Kapuas
Moch. Amron
Agar Dapat Bermanfaat Optimal, Diperlukan Pola Pengelolaan SDA
Pengelolaan sumber daya air yang baik akan berdampak pada perekonomian dan juga pada sistem lainnya, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, agar pengelolaan sumber daya air tersebut dapat menghasilkan manfaat bagi masyarakat secara optimal, diperlukan suatu acuan pengelolaan terpadu antar pemilik kepentingan (stakeholders). Hal ini dalam UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air dikenal sebagai pola pengelolaan sumber daya air.
D
emikian hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen SDA) – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang juga merupakan Sekretaris Dewan SDA Nasional, DR. Ir. Moch. Amron, M.Sc saat pengukuhan Anggota Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (TKPSDA WS) Kapuas – Provinsi Kalimantan Barat, di Pontianak (19/9). Menurut Amron, penyusunan pola pengelolaan SDA ini, harus dilakukan secara terbuka dengan melibatkan berbagai pihak, melalui pembahasan mendalam dan demokratis dalam sidang TKPSDA. “Hasil pembahasan tersebut kemudian dijadikan rekomendasi definitif untuk ditetapkan oleh pihak yang berwenang agar pola pengelolaan SDA mampu mengikat berbagai pihak yang berkepentingan, khususnya dalam
10
pendayagunaan dan konservasi sumber daya air secara terpadu,” katanya. Banyak Tugas Amron menyampaikan bahwa, tugas TKPSDA bukan hanya membahas dan merekomendasikan pola pengelolaan SDA saja, tetapi masih ada banyak hal yang ditugaskan kepada TKPSDA berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. “Umumnya bukan hal yang mudah karena didalamnya akan dijumpai berbagai kepentingan yang tidak selalu sejalan. Contohnya kepentingan air irigasi, industri dan rumah tangga dengan kepentingan pembangkit tenaga listrik, khususnya di musim kemarau,” sebutnya. Kedua kepentingan ini, menurut Dirjen SDA, akan selalu tidak sejalan ketika air di sungai menjadi terbatas di
musim kering. PLTA akan berusaha menahan air untuk menjaga produksi listriknya, sedangkan kebutuhan air irigasi, industri dan rumah tangga di bagian hilir akan meningkat. “Belum lagi masalah mengenai pemeliharaan kesehatan lingkungan sungai. Kunci dari berbagai kepentingan ini adalah alokasi air yang optimal yang diputuskan secara musyawarah mufakat dalam sidang-sidang TKPSDA,” ujar Amron. Lebih lanjut dijelaskan Amron, bahwa hal tersebut hanya sebagai salah satu contoh saja, belum lagi masalah banjir, air penggelontoran untuk kepentingan lingkungan sungai, ditambah banyaknya mata air yang sangat diminati untuk dimiliki dan digunakan oleh perusahaan swasta dan lain lain. “Semua ini harus dicarikan jalan keluarnya untuk kemanfaatan masyarakat banyak. Ini tantangan yang tidak mudah untuk dilakukan, namun kami percaya bahwa dengan jiwa dan semangat membangun Kalimantan Barat dan sekitarnya serta ruh gotong royong yang kita warisi dari nenek moyang kita, kiranya semua ini Insya Allah dapat dicarikan jalan keluarnya,” tegas Amron.
Permasalahan Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kalimantan Barat selaku Ketua TKPSDA WS Kapuas, Robert Nusanto, S.Sos, MM menyatakan, bahwa WS Kapuas merupakan WS Strategis Nasional yang mempunyai luas sekitar 103.000 km2. Menurut Robert, isu permasalahan Pengelolaan SDA di WS Kapuas secara Umum antara lain, masalah air baku di Kota Pontianak untuk kebutuhan rumah tangga yang diwaktu musim kemarau sangat dipengaruhi oleh intrusi air laut, dan masalah Banjir terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas yang terjadi di Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Landak, Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak. Selain itu juga masalah sedimentasi di muara–muara sungai yang menyebabkan pendangkalan dan mengganggu angkutan sungai, dan ke-kritisan lahan pada WS Kapuas cenderung agak kritis (42,39 % dari luasan total), namun beresiko kritis (31,52 %). “Sedangkan areal yang sudah dalam tahap menuju kritis mencapai 15,54 %, ini bisa disimpulkan bahwa tingkat kritis lahan pada Wilayah Sungai Kapuas sudah memperihatinkan,” kata Robert. Permasalahan lainnya, Robert menyatakan, adalah konversi rawa di daerah pesisir yang meliputi alih fungsi hutan bakau untuk tambak dan lahan sawit, daerah gambut diminati untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit walau produksinya tidak sebesar lahan non gambut, dan panjang pantai di WS Kapuas sepanjang 468,95 km, sedangkan estimasi panjang pantai kritis sepanjang 20,72 km. “Kerusakan pantai yang berlangsung pada saat ini adalah terjadinya abrasi pada daerah pesisir sehingga diperlukan penanganan yang optimal. Juga masalah kurangnya perhatian terhadap pengelolaan data dan informasi di bidang SDA, dan kurangnya pelibatan peran masyarakat dalam kegiatan SDA,” ujarnya. Sebanyak 30 anggota TKPSDA WS Kapuas yang dikukuhkan berdasarkan
Keputusan Menteri PU No. 77/KPTS/M/ 2011 tertanggal 28 Maret 2011 tersebut, masing-masing terdiri atas 15 anggota dari unsur pemerintah dan 15 anggota lainnya dari unsur non peme-rintah. Usai dilaksanakan pengukuhan tersebut, dilanjutkan dengan Sidang Perdana TKPSDA WS Kapuas yang membahas mengenai Tata tertib dan Tata cara Pengambilan Keputusan, pembentukan Komisi TKPSDA serta rencana kerja komisi. Selain itu juga dilaksanakan pem-
bekalan terhadap anggota TKPSDA WS Kapuas mengenai “Konsepsi Pengelolaan SDA Terpadu” oleh Direktur PSDA, Ditjen SDA - Kementerian PU, “Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA dan Pelaksanaan Koordinasi PSDA” oleh Kabag Tata Usaha Sekretariat Dewan SDA Nasional mewakili Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, dan “Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi TKPSDA” oleh Ditjen SDA – Kementerian PU. wwn/faz/ad/ed
11
SOROTAN
Agar Bersinergi dan Terpadu, Masyarakat Perlu Diberi Peran Sumber Daya Air (SDA) perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor dan antargenerasi sejalan dengan semangat demokrasi, desentralisasi dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai hal itu, masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan SDA.
D
emikian disampaikan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang dibacakan oleh Kepala Bidang Jasa Konstruksi – Dinas PU Provinsi Kepri, Ir. Mangara Simar Mata saat acara “Sosialisasi Tim Pemilihan Calon Anggota Dewan SDA Tingkat Provinsi” di Kota Tanjung Pinang – Kepri (7/7). Menurut Kepala Dinas PU, sesuai amanat UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan untuk mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah serta para pemilik kepentingan dalam pengelolaan SDA, maka perlu dilakukan koordinasi oleh Dewan SDA.
12
“Dewan SDA adalah wadah koordinasi pengelolaan SDA, berada di tingkat nasional dan provinsi, serta dapat di bentuk di tingkat kabupaten/ kota. Dewan SDA Provinsi Kepri nantinya akan beranggotakan unsur pemerintah dan unsur non pemerintah dalam jumlah yang seimbang atas dasar prinsip keterwakilan,” ujarnya. Lebih lanjut dikatakannya, bahwa air dan sumber air kini sudah pada tingkat kritis dan genting, baik krisis air sendiri sebagai dampak pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian maupun krisis penyelenggaraan dan krisis perilaku yang
Mangara Simar Mata
semuanya merupakan akar permasalahan terjadinya degradasi SDA. “Apabila kondisi ini terus berlangsung tanpa dilakukan pengelolaan yang berkelanjutan, dikhawatirkan pada tahun-tahun mendatang akan terjadi defisit SDA atau kelangkaan air,” ingat Kepala Dinas PU. Meningkatnya Kebutuhan Permasalahan umum yang terjadi selama ini, Kepala Dinas PU menyatakan, adalah semakin meningkatnya kebutuhan air untuk berbagai macam keperluan, sementara ketersediaan air cenderung menurun.
Selain itu juga, belum tersedianya perencanaan pengembangan SDA yang menyeluruh dan terpadu mencakup aspek pemanfaatan pengelolaan, pengendalian daya rusak air dan aspek kelestariannya. “Perkembangan jumlah penduduk di Provinsi Kepri yang meningkat tajam dari tahun ke tahun, dan meningkatnya berbagai kepentingan dalam pemanfaatan SDA, akan berdampak sangat besar terhadap kondisi ketersediaan air di wilayah ini,” ungkapnya. Oleh karenanya, Kepala Dinas PU Provinsi Riau berharap, dengan terbentuknya Dewan SDA Provinsi Kepulauan Riau, hal-hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan konservasi SDA, pendayagunaan SDA, dan pengendalian daya rusak air untuk mengakomodir berbagai kepentingan, akan dapat terwujud dengan baik. “Walaupun pemerintah bersamasama pihak yang terkait saat ini sedang gencar-gencarnya meningkatkan dan menggali potensi SDA di Provinsi Kepri. Kami harapkan partisipasi kita semua dalam menjaga kelestarian SDA,” katanya.
Sesuai Mekanisme Sementara itu Kepala Seksi Pembangunan Sapras Surapada dan Irigasi, Bidang SDA – Dinas PU Provinsi Kepri selaku Ketua Panitia Penyelenggara, Aris Padillah, S. Sos, M. Eng dalam laporannya menyampaikan, bahwa penyelenggaraan sosialisasi ini dimaksudkan untuk memperjelas secara lebih terperinci agar pelaksanaan pembentukan wadah koordinasi pengelolaan SDA di Provinsi Kepri ini dapat berlangsung secara tertib dan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang ada. “Dengan diselenggarakannya acara sosialisasi ini mudah-mudahan prosedur pembentukan Dewan SDA Provinsi Kepri dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan aturan yang berlaku,” katanya. Menurut Aris Padillah, pembentukan Tim Pemilih Calon Anggota Dewan SDA Provinsi Kepri telah dilakukan pada tanggal 14 Juni 2011 dan telah ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Kepri No. 269 tertanggal 20 Juni 2011. Adapun sebagai Ketua merangkap anggota, Venni Meitaria Detiawati, SP,
M.Eng (Bappeda Kepri), Sekretaris merangkap anggota Ir. Khidir Yedi (Dinas PU Provinsi Kepri), dan tiga orang anggota, yaitu Drs. Raja Hasbullah, MT (Biro Hukum dan Ortala – Pemerinath Provinsi Riau), Ir. Suryani, M.Si (BLH Provinsi Kepri) dan Burhanuddin S.Hut (Dinas Kehutanan – Kepri). “Tim pemilih ini dalam melaksanakan kegiatannya akan dibantu oleh sekitar 16 orang staff Sekretariat Tim pemilih. Tim inilah yang mengikuti sosialisasi dan berasal dari lima instansi yaitu, Bappeda, Dinas PU, Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Biro Hukum dan Ortala Pemerintah Provinsi Kepri,” ujar Aris. Sedangkan narasumber pada acara sosialisasi ini berasal dari Direktorat Bina Penatagunaan SDA – Ditjen SDA, Kementerian PU dan Sekretariat Dewan SDA Nasional, yang masingmasing menyampaikan tentang “Tatacara Pemilihan Anggota Dewan SDA/ TKPSDA” dan “Pentingnya Koordinasi Pengelolaan SDA Tingkat Provinsi”. faz/ad/riz
13
SOROTAN
Dewan SDA Provinsi Aceh
Terus Menjalankan Agendanya
Slamet Eko Purwadi
14
Dewan Sumber Daya Air (Dewan SDA) Provinsi Aceh yang telah dikukuhkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Aceh No: 690/720/2009, tertanggal 28 Desember 2009 dengan jumlah anggota 27 orang terus melaksanakan aktivitasnya. Agenda yang telah dilaksanakan adalah menyelesaikan Peraturan Tata Tertib dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Dewan SDA Provinsi Aceh dan menyelesaikan pembahasan mengenai visi dan misi kebijakan pengelolaan SDA Provinsi Aceh di tahun 2011.
D
emikan hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Pengairan Provinsi Aceh, Ir. Slamet Eko Purwadi, Dipl. HE ketika ditemui Bulletin Dewan SDA di ruang kerjanya, di Kota Serambi Mekkah, Banda Aceh (14/9). Menurut Slamet Eko Purwadi, karena telah terbitnya Perpres No. 33 tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air (Jaknas PSDA), maka ke-27 anggota yang terdiri dari 13 anggota dari unsur Pemerintah dan 13 anggota dari unsur non pemerintah, ditambah Gubernur Aceh sebagai Ketua Dewan SDA Provinsi Aceh, juga telah menindaklanjutinya dengan terus membahas penyusunan Kebijakan PSDA Provinsi Aceh. “Dalam sisa waktu tahun 2011 ini, direncanakan melaksanakan tiga kali sidang lagi. Adapun agenda yang akan dibahas secara bertahap adalah mengenai kebijakan umum, konservasi, pendayagunaan, pengendalian daya rusak air, pemberdayaan masyarakat, dan kebijakan Sistem Informasi Sumber Daya Air (SISDA),” katanya. Isu SDA Slamet Eko Purwadi melanjutkan, bahwa dalam rapat-rapat Dewan SDA Provinsi Aceh ini pada awalnya permasalahan strategi pengelolaan SDA tersebut yang dibahas lebih dahulu, karena terkait dengan Jaknas PSDA yang telah ada sebagai acuannya. Namun dalam pembahasannya, Slamet Eko menyebutkan, ada isu-isu atau permasalahan SDA di Provinsi Aceh yang disoroti Dewan SDA Provinsi Aceh,
antara lain mengenai permasalahan kekeringan, khususnya yang sering melanda Kabupaten Aceh Besar. “Sehingga untuk mengatasi hal itu, diusulkan ada upaya-upaya yang perlu dilaksanakan Pemerintah untuk membuat kebijakan dan strategi pengelolaan SDA, khususnya di Kabupaten Aceh Besar, berupa pembuatan bendungan atau waduk agar kebutuhan pengguna air di sana dapat terpenuhi,” ujarnya. Misalnya saja, bagi pengguna air untuk lahan pertanian. Dimana di Kabupaten Aceh Besar saat ini rata-rata dua kali tanam padi dalam setahun, sedangkan maksimal cropping intensity yang ada baru mencapai 165 persen. “Jadi sebetulnya yang paling penting adalah untuk memenuhi dua kali tanam sesuai dengan kebutuhan petani di sana. Sedangkan sisanya sekitar 35 persen kebutuhan airnya perlu di buatkan embung atau waduk. Nah, di antaranya untuk Aceh Besar ini kan sudah dibangun Waduk Keuliling,” ucapnya. Slamet Eko menjelaskan, bahwa Waduk Keuliling dari segi ketersedian airnya, memang bisa dikatakan cukup. Karena, dari seluruh catchment area yang ada, dalam setahun bisa menampung hampir rata-rata sekitar 57 juta m3. “Sedangkan kapasitas waduk hanya sekitar 18 juta m3. Jadi dengan pola itu tadi, maka optimalisasi penggunaan air yang ada mungkin bisa terpenuhi. Namun kondisi yang ada di Aceh Besar ini kan sebetulnya ada kekurangan air disitu. Karena di Aceh
Besar ini hujannya paling rendah, ratarata 1.500 mm per tahun,” ungkap Eko. Oleh karena itulah dalam rapatrapat Dewan SD Provinsi Aceh, menurut Slamet Eko, dicoba untuk dicarikan solusinya, misalnya dengan memanfaatkan Waduk Keuliling yang telah ada. Selain itu, saat ini telah dilaksanakan suatu studi juga mengenai rencana pembuatan bendungan di Krueng Aceh atas. “Kemudian yang lainnya itu, akan dibuatkan semacam embung. Karena sebetulnya, yang utama di sini untuk keperluan air irigasi harus satu sistem, yaitu Krueng Aceh dan Krueng Jero. Ini sebenarnya bisa interkoneksi,” tuturnya. Terkait dengan peran anggota Dewan SDA Provinsi Aceh dalam penanganan kekeringan, seperti Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Slamet Eko menyatakan, bahwa sesuai dengan tugas dan fungsinya, mereka menyadari kewenangannya untuk melaksanakan konservasi di bagian hulunya. “Selama ini mereka telah menyediakan bibit-bibit untuk penghijauan. Dan beberapa tahun ini Dinas Pengairan juga pernah ikut melakukan penghijauan. Tahap pertama, telah ditanam sekitar 80.000 pohon. Kemudian yang kedua ada 10.000 pohon,” jelasnya. Namun demikian, Slamet Eko menyampaikan, waktu itu kelihatannya ada kendala karena tidak tepat waktu penanamannya, sehingga banyak pohon yang ditanam menjadi layu dan mati. Sebagai tindak lanjutnya, kemudian yang berkaitan dengan Gerakan Nasional – Kemitraan Penyelamatan Air
15
(GN-KPA) sedang mempersiapkan penananaman pohon di beberapa lokasi. “Ada beberapa lokasi sampling field yang akan dilaksanakan konservasinya, umpamanya saja di Desa Athong, Kecamatan Montasik – Kabupaten. Aceh Besar. Jadi semua kegiatan ini saling terkait khususnya di Krueng Aceh, baik dari sisi Dewan SDA Provinsi maupun TKPSDA-nya. Kemudian kita kaitkan dengan pelaksanaan di lapangan melalui GN-KPA,” ungkapnya. Selain itu, menurut Slamet Eko, ada isu lainnya yaitu masalah bahan galian golongan C, khususnya di Krueng Aceh yang telah melebihi potensi yang ada dan mengakibatkan terjadi degradasi dasar sungai hampir 2,5 meter. “Telah terjadi penurunan dasar sungai. Walaupun dari segi kapasitas bahan galiannya semakin besar, namun dari segi konstruksi dan teknisnya bisa menyebabkan terjadinya kerusakan dan keruntuhan bangunan yang ada,” katanya.
16
Sebagai akibat terjadinya degradasi dasar sungai tersebut, maka akan menyebabkan pondasi jembatan menjadi terganggu dan bisa menyebabkan jembatan menjadi runtuh. Untuk menanggulangi hal tersebut, Pemerintah Provinsi Aceh suatu tim untuk menertibkan kegiatan tersebut. “Akhir-akhir ini telah dibentuk Tim Penertiban Bantaran Sungai Krueng Aceh. Tim inipun sangat aktif sekali. Namun untuk menangani secara menyeluruh, memang harus dilaksanakan secara bertahap di karenakan ada beberapa daerah di bantaran sungai ini yang sudah dibangun pagarpagar, kandang ternak sapi, dan tanaman keras. Padahal itu bukan tanah mereka,” ucapnya. Hal-hal yang sangat mengganggu dan seperti inilah oleh pihak Dinas Pengairan Provinsi Aceh akan dimasukkan dalam program-programnya sumber daya air. Termasuk juga yang berkaitan dengan bahan galian golongan C yang melebihi potensi di
bawah bendungan Waduk Keuliling. “Keadaan ini akan sangat membahayakan apabila terjadi degradasi akan mengancam kaki bendungan atau waduk. Namun Alhamdulillah, dengan tim yang kompak, ada unsur Kepolisian, TNI dan unsur Pemerintahan lainnya terus menerus memberi kesadaran kepada mereka akan bahaya-bahaya yang bisa terjadi,” ujar Eko. Begitu pula dengan permasalahan alih fungsi lahan, menurut Kepala Dinas Pengairan Provinsi Aceh ini, juga mendapat sorotan dari para anggota Dewan SDA Provinsi Aceh, terutama di kota-kota yang telah berkembang cukup maju. “Nah masalah ini yang sedang galak-galaknya terjadi yaitu alih fungsi lahan seperti di Kabupaten Bireun. Di sana ada Irigasi Pante Lhong yang sebagian sawah-sawahnya sudah muncul rumah, ruko dan sebagainya. Ini sangat-sangat disayangkan dan merupakan fokus kita juga,” tambahnya. jon/wwn/ad
NUANSA
Potensi Air di Indonesia Cukup, Namun Sebarannya Tidak Merata Bila dilihat dari segi potensi, Indonesia sudah di berkahi Tuhan YME potensi air yang sangat cukup, dan merupakan negara nomor lima terbesar di dunia setelah Brazil, Rusia, China, dan Kanada. Indonesia memiliki total sekitar 3,2 triliun meter kubik air, dimana sekitar 600 milyar kubik potensi airnya yang tersedia. Dari potensi yang tersedia tersebut, ternyata hanya baru sekitar 156 milyar kubik yang dimanfaatkan.
D
emikian disampaikan Direktur Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen SDA) – Kementerian Pekerjaan Umum (PU), DR. Ir. Moch. Amron, M.Sc yang juga selaku Sekretaris Dewan SDA Nasional, saat dialog interaktif di TVRI yang difasilitasi Sekretariat Dewan SDA Nasional dengan tema “ Tantangan Kinerja Pengelolaan Sumber Daya Air dan Kelangsungan Kehidupan” (21/6). “Memang penggunaannya baru demikian. Hanya kemudian kalau dibahas lebih lanjut bahwa sebaran ketersediaan airnya juga tidak merata. Indonesia bagian barat banyak hujannya, sedangkan bagian timur kurang hujan. Jadi sebaran tidak merata. Itu dari sisi geografis,” kata Amron. Amron menambahkan, bila dari
sisi musim, Indonesia terdiri dari musim penghujan dan musim kemarau, dimana sekitar 80 persen ketersediaan airnya berasal dari curah hujan. Namun, bila musim kemarau, ketersediaan airnya akan berkurang. “Nah… ini akan berdampak pada debit aliran air di sungai. Jadi kalau dibandingkan rasio antara musim penghujan dan kemarau, akan sangat berbeda sekali. Hal inilah yang menyebabkan kegagalan dalam kuantitasnya. Jadi ketika air banyak, kita kebanyakan dan saat kurang, kita kekurangan.” ujarnya. Kemudian dari sisi penduduk pun demikian. Menurut Amron, sebaran penduduknya juga tidak merata, sehingga aktivitas penduduknya pun
17
berbeda. Sebagai contoh, Pulau Jawa luasnya hanya tujuh persen dari luas wilayah Indonesia, tetapi dihuni oleh sekitar 60 persen penduduk Indonesia. Potensi airnya hanya 4,5 persen dari total 600 milyar kubik. “Sehingga kalau boleh dikatakan, rasio perkapita penduduk Pulau Jawa itu hanya 1.500 meter kubik pertahun. Belum lagi untuk aktivitas produksi padi di Pulau Jawa dimana merupakan penggunaaan air terbesar. Sekitar 80 persen untuk irigasi dan produksi padi, sehingga hal inilah yang menyebabkan kebutuhan air semakin banyak,” jelasnya. Amron menambahkan, bahwa secara siklus hidrologi jumlah air itu tetap, tapi bagaimana ketika air itu datang bisa disimpan dan tidak langsung menuju ke laut. Bila, tidak ada yang alami, bisa dibuatkan prasarananya oleh manusia, misalnya saja bendungan. Akan tetapi untuk membuat bendungan tersebut, menurut Amron, bukan perkara yang mudah. Pasalnya, perlu ada suatu kajian khusus karena menyangkut juga mengenai masalah lingkungannya, dari semula kering akan menjadi basah. “Begitu juga ada kasus-kasus dan dampak yang bisa ditimbulkannya. Kemudian dari sesi kepemilikan tanahnya yang harus dibebaskan. Itu
18
bukan hal yang mudah. Kemudian dari sisi teknis, bisa dipenuhi kalau ada alokasi anggarannya,” papar Amron. Pencemaran Mengenai pencemaran air yang disebabkan oleh limbah logam berat dari pabrik, seperti contoh ada pertambangan timah di Provinsi Bangka Belitung, menurut Amron,memang dibeberapa daerah hal seperti itu cukup membuat prihatin. Namun demikian, pemerintah sudah berupaya untuk memperbaiki lingkungan dan juga memperbaiki kondisi air agar supplai air yang di konsumsi masyarakat itu bersih. “ Targetnya adalah bagaimana masyarakat mendapatkan akses air yang aman, dalam artian tidak langsung bisa diminum tetapi harus dengan proses dahulu, seperti direbus. Akses disitu tidak hanya dengan pipa, namun bisa juga berupa sumur, mata air atau sumber air yang terdekat. Itu yang diharapkan dapat tercapai 100 persen pada tahun 2020,” ungkap Amron. Selain itu, juga harus dilakukan upaya untuk lebih memberdayakan masyarakat agar mengetahui cara membuang sampah atau limbah dengan benar. “Umpamanya saja, dengan menyiapkan saluran pembuangan limbah atau tempat pembuangan sampahnya,” tutur Amron.
Lebih jauh Amron menjelaskan, bahwa dalam pengelolaan sumber daya air ini dan sesuai dengan amanat UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian. Pertama, adalah mengenai konservasi sumber daya air dimana dijelaskan bagaimana cara air dapat disimpan dan dijaga keawetannya serta kualitasnya. Berikutnya adalah bagaimana untuk mendayagunakannya dan mengendalikan daya rusak airnya. “Pendayagunaan itu juga tidak semena-mena, tetapi sesuai dengan kapasitasnya. Artinya, bagaimana supaya dapat dihemat dan alokasinya sesuai dengan ketentuan UU. Kalau cukup maka semua bisa, namun kalau kurang diprioritaskan. Kemudian juga menyangkut daya rusak, karena air memiliki potensi yaitu tenaganya yang bisa merusak dan merugikan,” jelas Amron. Koordinasi Senada dengan Amron, nara sumber lainnya, Anggota Dewan SDA Nasional dari Jaringan Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia (SKEPHI), Ir. S. Indro Tjahyono menyampaikan, bahwa aspek di dalam pengelolaan air itu banyak sekali. Menurut Indro, aspek tersebut antara lain, kualitas, kuantitas, dan
persoalan yang krusial yaitu soal pembagian air serta soal bagaimana air itu dikelola. Sejauh ini air memang merupakan hajat hidup orang banyak. “Dan itu disadari sepenuhnya, karena hajat hidup orang banyak dan berasal dari berbagai macam komunitas, seperti perusahaan yang membutuhkan air, pemerintah sebagai regulator dan masyarakat sebagai pengguna akhir, maka mereka semua harus dilibatkan dalam pengelolaan air,” jelasnya. Oleh karena itulah, Indro menjelaskan, bahwa hal tersebut yang menjadi gagasan awal dibentuknya Dewan SDA Nasional sebagai wadah koordinasi pengelolaan SDA pada tingkat nasional di Indonesia. “Bahwa pengelolaan air, khususnya di Indonesia, tidak bisa tidak harus melibatkan berbagai pihak yang beragam. Kalau saya boleh katakan, bahwa Indonesia ini paling revolusioner. Karena, LSM, perusahaan dan pemerintah juga ikut menjadi anggotanya dengan hak suara yang sama. Dari jumlah 44 orang anggota, separuh berasal dari unsur pemerintah dan separuh lagi unsur non pemerintah,” jelasnya. Lebih lanjut Indro menjelaskan, bahwa tugas pokok Dewan SDA Nasional ini adalah memberikan pertimbangan kepada Presiden terkait SDA. Disamping
itu, membantu Presiden untuk menyusun Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA. “Hal inilah yang nantinya harus dipatuhi oleh seluruh sektor/kementerian, perusahaan dan masyarakat terkait dengan SDA. Nah… ini lah sebenarnya pencapaian yang utama dari Dewan SDA Nasional,” ulasnya. Masa Depan Sementara itu, narasumber lainnya Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Ir. Anang Prihantono menyatakan, bahwa air itu soal masa depan Indonesia yang memang harus ditangani dengan baik mulai dari sekarang. “Hari ini kita melihat air memang sebatas distribusi atau kualitas dan masih mungkin untuk ditangani. Tetapi coba kita lihat 5-20 tahun mendatang, hal ini amat riskan sekali. Umpamanya, pertambahan penduduk di Pulau Jawa yang luar biasa, kemudian kerusakan lingkungan mempengaruhi kualitas air yang ada,” katanya. Oleh karena itu, Anang menjelaskan, DPD RI bersama seluruh masyarakat dan Pemerintah Pusat dan daerah akan mendorong regulasi, baik di tingkat Pusat dan daerah, supaya bisa menjaga kualitas air secara berkesinambungan. “Saya melihatnya, untuk saat ini dalam pengelolaan air memang terjadi
beban yang cukup berat mengenai kualitas dan distribusinya di Pulau Jawa. Oleh karenanya, mumpung belum semuanya, untuk di luar Pulau Jawa amat perlu di jaga kelestariannya,” ingatnya. Terkait dengan hal tersebut, Anang berkeyakinan, untuk ke depannya DPR dan DPRD dapat membuat suatu regulasi dalam rangka mengawal kepentingan ini bersama-sama agar air bisa memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi rakyat Indonesia. “Apalagi kalau kita bicara tentang akses, masyarakat kita yang sudah berpendidikan dan mempunyai uang yang cukup memang mudah mengaksesnya. Tetapi masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan yang kurang mampu dan pendidikannya tidak cukup, mengakses air bersih susah sekali,” ucapnya. Untuk dapat mengatasi hal tersebut, menurut Anang, perlu suatu potret secara nasional baik di daerah yang padat, di daerah industri, dan diluar daerah padat penduduknya bisa dijaga kelestarian SDA-nya. “Tidak hanya berbicara tentang apa yang ada di depan mata kita saja. Tetapi juga harus melihat Indonesia secara keseluruhanya dalam pengelolaan SDA. Dan jikalau memungkinkan dalam perspektif dunia,” harapnya. wan/sar/ad
19
ANEKA
Seminar Nasional Penanganan Aliran Sedimen
Indonesia “Supermarket” Bencana Alam Terkait Iklim Indonesia merupakan negara tropis dan juga negara kepulauan dimana secara geografis berada pada pertemuan tiga pergerakan atau tumbukan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Indonesia juga terletak diantara dua benua, yaitu benua Asia dan Australia serta dua lautan yaitu lautan Pasifik dan lautan Hindia. Atas dasar tiga hal tersebut diatas, Indonesia adalah sebuah negeri yang rawan bencana alam terkait dengan iklim (climate related disaster) dan geologi. Djoko Kirmanto
20
D
emikian hal tersebut disampaikan Menteri Pekerjaan Umum (PU), Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE saat memberikan sambutan pada acara “Seminar Nasional Penanganan Aliran Sedimen” di Universitas Gadjah Mada (UGM) – Yogyakarta (1213/9). “Bencana alam tersebut antara lain banjir bandang, angin puting beliung, gelombang pasang, gempa bumi, tsunami, meletusnya gunung berapi dan kekeringan, sehingga Indonesia dapat dikatakan “supermarket” bencana alam,” sebut Menteri PU. Djoko Kirmanto menyatakan, bahwa bencana yang paling mematikan di Indonesia pada awal abad ke-21 bermula dari gempa bumi besar terjadi di dalam alur sebelah Barat Pulau Sumatera, dekat Pulau Simeuleu – Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 26 Desember 2004. “Kemudian diikuti dengan tsunami yang menewaskan sekitar 165,7 ribu jiwa warga NAD dan nilai kerusakan yang ditimbulkannya lebih dari Rp. 48 triliun.
Indonesia selalu tidak lepas dari bencana alam yang terjadi hampir setiap tahun yang menimbulkan banyak korban jiwa dan kerugian,” katanya. Misalnya saja, di tahun 2010 antara lain terjadi banjir bandang Waisor di Kabupaten Teluk Wondoma – Papua Barat, gempa bumi berkekuatan 7,2 SR yang diikuti dengan tsunami di Kepulauan Mentawai – Sumatera Barat, dan erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta. “Kondisi ini semua, selain menyebabkan ancaman aliran sedimen, juga menyebabkan banyak korban jiwa, harta benda, ekonomi, sosial dan dampak trauma kepada masyarakat luas,” tegas Menteri PU. Kerjasama Penanganan Menurut Djoko Kirmanto, dalam UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, telah jelas disebutkan bagaimana definisi prabencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi, serta bagaimana mengaplikasikannya. Dalam Pasal 34 UU No. 24 tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan, bahwa prabencana adalah situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi delapan point. Kedelapan point tersebut adalah perencanaan penanggulangan bencana, pengurangan resiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan analisis resiko bencana, pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang, pendidikan dan pelatihan, serta persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. Sebagai contoh, Menteri PU menyatakan, bahwa teknologi sabo telah diterapkan dan dikembangkan di daerah gunung berapi untuk mengurangi resiko bencana melalui pembangunan penampungan lahar seperti di kawasan Gunung Merapi, Gunung Kelud, Gunung Semeru dan Gunung Galunggung. “Contoh lain adalah upaya mengatasi permasalahan erosi dan sedi-
21
mentasi pada wilayah sungai seperti melaksanakan konservasi dan terasering pada aliran arus air off stream. Kita bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup,” ujar Menteri PU, seraya menambahkan hal tersebut sesuai dengan amanah UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, khususnya mengenai pengendalian bahaya daya rusak air. Lebih lanjut Menteri PU menyampaikan, bahwa Indonesia juga menjadi salah satu Negara yang menyepakati “Konvensi PBB Tentang Perubahan Iklim” pada KTT Bumi di Rio de Janaeiro – Brasil tahun 1992 dan Indonesia telah menindaklanjuti dengan UU No. 6 tahun 1994 tentang Ratifikasi Konvensi Perubahan Iklim, lahirnya Bali Roadmap atau Bali Action Plan 2007, Copenhagen Accord 2009 dan Cancun Commitments 2010. “Mengingat hal tersebut, maka Kementerian PU telah menyiapkan Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Bidang ke-PUan, berdasarkan UU No. 7 tahun 2004
22
tentang Sumber Daya Air dan UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,” kata Djoko. Proses peningkatan sumber daya manusia, menurut Djoko Kirmanto, hanyalah salah satu faktor dalam usaha mitigasi bencana dan masih banyak faktor lain yang perlu secara paralel dikembangkan, seperti peraturan, pedoman teknis dan lain-lain. “Dengan pengembangan faktorfaktor lain tersebut disertai dengan usaha pemberdayaan masyarakat, maka harapan saya program mitigasi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan terukur,” kata Menteri PU. Selain itu, Djoko Kirmanto juga mengharapkan, bahwa dengan semakin baiknya proses penyiapan tenaga yang memahami tentang penanggulangan bencana alam dan peningkatan pendidikan yang disertai dengan penelitian sejak prabencana hingga tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, maka penanganan bencana alam yang berwawasan lingkungan akan berjalan lancar dan kehidupan baru masyarakat yang terkena bencana alam akan cepat tumbuh atau berkembang kembali. Penyelenggaraan seminar nasional yang merupakan kerjasama antara
Ditjen SDA - Kementerian PU, Magister Pengelolaan Bencana Alam – UGM dan JICA – Jepang tersebut, menghadirkan pembicara yang berasal dari kalangan praktisi, akademisi, dan peneliti bidang penanganan aliran dan bencana sedimen di Indonesia dan Jepang Pada kesempatan tersebut juga diperingati Dies Natalis X Program Pendidikan Bencana, Magister Pengelolaan Bencana Alam – UGM, ditandai dengan pemotongan tumpeng lanang dan tumpeng wadon sebagai simbol kesuksesan dan terus berlangsungnya program studi tersebut dalam upaya peningkatan mutu sumber daya manusia dalam pengelolaan bencana alam. Turut hadir di acara tersebut, antara lain Rektor UGM, Inspektur Jenderal - Kementerian PU, Direktur Jenderal Sumber Daya Air – Kementerian PU, Direktur Sungai dan Pantai - Ditjen SDA Kementerian PU, Sekretaris Harian Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional), Civitas Akademika Program Magister Pengelolaan Bencana Alam UGM, para alumni, praktisi, peneliti dan pemerhati masalah manajemen bencana alam di Indonesia. sim/faz/ad
INFO SEHAT
Duuh…, Sulit Tidur Mungkin diantara kita pernah mengalami kejadian ini. Sulit tidur, sulit tidur pulas dan terus “terjaga” di waktu malam. Ataupun pada waktu-waktu lain - yang sebenarnya merupakan saatnya untuk beristirahat, saat untuk menon-aktifkan seluruh organ tubuh. Terkecuali…tentunya organ vital jantung yang harus tetap bekerja. Kalau ini tidak segera diatasi, tentunya dapat mengganggu kenyamanan kita dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Bahkan, mungkin mengganggu kesehatan dan kebugaran.
B
ila kondisi ini tetap terjadi bisa jadi kita tidak bertenaga dan fit. Berikut ini beberapa cara atau tips untuk “membantu” pikiran dan tubuh anda untuk menikmati tidur malam. Jalani hari dengan santai. Jika anda berolah raga berat kira-kira satu jam , maka detak jantung dan kadar hormon anda diwarnai dengan emosi yang naik turun. Kalau ini yang terjadi, lakukan rekreasi ataupun relaksasi. Lepaskan beban pikiran tentang pekerjaan di kantor. Selalu khawatir dan memikirkan pekerjaan di kantor membuat kita akan mengalami sulit tidur pulas dan selalu terjaga. Makanan yang membuat mudah tidur. Makanlah snack ringan sebelum tidur. Akan lebih mudah tertidur nyenyak, bila makan makanan yang mengandung asam amino jenis triptofan. Zat ini merupakan pemicu tidur alami, yang dapat diperoleh dari gandum, hasil olahan susu, daging tak berlemak, dan buah-buahan. Bisa juga dengan mengkonsumsi makanan yang “ramah” pencernaan (tidak menyebabkan lambung anda terasa panas dan mudah dicerna), seperti buah-buahan, yoghurt, dan gandum. Karbohidrat komplek dalam gandum juga memiliki keuntungan lain, yaitu secara perlahan melepaskan energi, sehingga kadar gula darah tetap tinggi pada malam hari dan mengurangi rasa sakit akibat “serangan” lapar ditengah malam. Minum segelas “teh chamomile” juga dapat membantu karena sifatnya yang membuat cepat mengantuk. Hindari makanan yang bersifat diuretik. Makanan yang dapat mendorong pengeluaran air seni. Bolak balik buang air kecil, akan mengganggu tidur malam anda. Makanya hindari makanan dan minuman yang sifatnya diuretik setelah pukul 15.00 WIB. Misalnya, hindari minuman yang mengandung kafein (kopi, teh, minuman bersoda), jus cranberry, dan asparagus. Ranjang harus “ramah” . Ini berarti kasur dan bantal harus empuk. Sprei terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat, seperti katun. Ukuran ranjang sebaiknya cukup luas, sehingga kita mudah dapat melakukan peregangan. Atur posisi tidur. Dengan mengtur posisi tidur yang enak bagi kita, maka kita dapat lebih rileks dan nyaman untuk beristirahat. Dan tentunya kemudian dapat tidur dengan pulas. Tenangkan pikiran. Tidur bukanlah sesuatu yang dapat dipaksakan. Makanya, lakukan kegiatan yang ringan sebelum akhirnya tertidur. Misalnya, membaca majalah, ngobrol, nonton film komedi, dan sebagainya. Dengarkan musik. Mendengarkan lagu-lagu yang berirama lembut menjelang tidur akan menenangkan kita, sehingga lebih cepat tidur. Jangan “lawan” sulit tidur. Seringkali kita merasa marah pada diri sendiri karena mata kita tidak bisa diajak “bekerja sama” dengan tubuh yang kelelahan. Padahal perasaan ini hanya akan membuat anda semakin sulit memejamkan mata. Kalau ini yang terjadi, bacalah sesuatu, putarlah lagu-lagu yang berirama lembut (gunakan head phone jika pasangan merasa terganggu), atau minumlah segelas susu hangat, begitu pikiran tenang, cobalah tidur kembali. Semoga dengan tips-tips tersebut di atas, bisa membuat anda tertidur pulas. Badan pun bisa menjadi sehat dan bugar !!
KAMUS SDA : Pola pengelolaan sumber daya air adalah: kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Wilayah sungai adalah : kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2. Daerah aliran sungai adalah : suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Cekungan air tanah adalah : suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
Air Terjun di Kawasan Ciloto - Puncak, Provinsi Jawa Barat