KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Alah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah maka Jurnal TEKNOMATIKA Volume 7 Nomor 2 ini dapat kami terbitkan. Pada terbitan edisi ini kami menyajikan berbagai tulisan tentang informatika dan komputer dalam ruang lingkup yang luas. Dalam edisi ini para pembaca akan dapat menyimak tulisan-tulisan sebagai berikut: Hubungan Jumlah Input Layer dan Output Layer Neural Network terhadap Tingkat Akurasi Sistem Handwriting Recognition dengan Metode Backpropagation; Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus dalam Bentuk Animasi 2D; Perancangan dan Pembuatan E-Journal Menggunakan Open Journal System di STMIK Jenderal Achmad Yani Yogyakarta; Model Arsitektur Sistem dan Teknologi Informasi
pada Organisasi Sektor Publik; Model
Transportasi untuk Masalah Pendistribusian Air Minum (Studi Kasus PDAM Surakarta); Hubungan Antara Komponen Manusia, Organisasi, dan Teknologi dalam Penggunaan Sistem Informasi Administrasi Perkara Pengadilan Agama (SIADPA) di Pengadilan Agama Se-Koordinator Surakarta; Machine Learning untuk Localization Berbasis RSS Menggunakan CELL-ID Global System for Mobile Communication (GSM); dan Model Pohon Keputusan Patologi Klinis pada Diagnosis Penyakit. Semoga apa yang kami sajikan dalam edisi ini dapat menjadi referensi para peminat bidang-bidang terkait dan bisa memberi manfaat dalam arti seluasluasnya kepada para pembaca. Tidak lupa kami berharap saran, kritik serta tulisan dari para pembaca untuk peningkatan penerbitan edisi selanjutnya.
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7 No. 2 Januari 2015
DAFTAR ISI
Hubungan Jumlah Input Layer dan Output Layer Neural Network Terhadap Tingkat Akurasi Sistem Handwriting Recognition dengan Metode Backpropagation (Harjono, Didik Warasto)
1 - 12
Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus dalam Bentuk Animasi 2D (Evaliata Br. Sembiring)
13 - 26
Perancangan dan Pembuatan E-Journal Menggunakan Open Journal System di STMIK Jenderal Achmad Yani Yogyakarta (Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi)
27 - 42
Model Arsitektur Sistem dan Teknologi Informasi pada Organisasi Sektor Publik (Kholid Haryono)
43 - 56
Model Transportasi untuk Masalah Pendistribusian Air Minum (Studi Kasus PDAM Surakarta) (Aridhanyati Arifin)
57 - 66
Hubungan Antara Komponen Manusia, Organisasi, dan Teknologi dalam Penggunaan Sistem Informasi Administrasi Perkara Pengadilan Agama (SIADPA) di Pengadilan Agama Se-Koordinator Surakarta (Hapsari Pramiliantoro, Achmad Djunaedi, Surjono)
67 - 76
Machine Learning untuk Localization Berbasis RSS Menggunakan CELL-ID Global System for Mobile Communication (GSM) (Taman Ginting, Yusuf Eko Rohmadi)
77 - 88
Model Pohon Keputusan Patologi Klinis pada Diagnosis Penyakit (Sri Mulyati)
89 - 96
HUBUNGAN JUMLAH INPUT LAYER DAN OUTPUT LAYER NEURAL NETWORK TERHADAP TINGKAT AKURASI SISTEM HANDWRITING RECOGNITION DENGAN METODE BACKPROPAGATION Harjono, Didik Warasto Politeknik Pratama Mulia Surakarta
[email protected]
Abstrak Karakter pola yang unik dari setiap huruf tulisan tangan diterjemahkan dalam suatu vektor tertentu yang terdiri dari titik awal, titik percabangan dan titik akhir. Neural Network Back-Propagation diaplikasikan pada proses training dan klasifikasi, untuk mencari karakter-karakter yang memiliki pola vektor yang serupa. Input dari sistem berupa file gambar tulisan tangan. Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah input layer dan output layer dalam Neural Network terhadap tingkat akurasi hasil recognize dengan jumlah hidden layer konstan, 64. Pengujian proses training dilakukan dengan karakter dari font Arial ukuran 20. Sedangkan pengujian recognition dilakukan dengan mengaplikasikan ke-81 skenario pengujian terhadap suatu gambar tulisan tangan. Gambar tulisan tangan yang digunakan berisikan huruf abjad besar dan kecil dengan penulisan terpisah untuk setiap karakternya. Dari uji statistik (Pearson Correlation) yang dilakukan diperoleh hasil bahwa input layer dan output layer sangat berpengaruh terhadap tingkat akurasi, yaitu 0.733 untuk input layer dan 0.480 untuk output layer. Sedangkan pengaruh keduanya secara bersamaan terhadap tingkat akurasi adalah 0.876 atau 87.6 %, dan 12.4 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diukur dalam penelitian ini. Kata Kunci: Neural Network Back-Propagation, input layer, output layer, akurasi recognize, tulisan tangan.
1. Pendahuluan Penelitian di bidang Handwriting Recognition (pengubahan tulisan tangan ke bentuk teks ketikan) terus dikembangkan, terutama untuk meningkatkan akurasinya. Berbagai metode telah banyak dikembangkan seperti metode ekstrasi fitur, metode moment, fitur filter, Gabor, wavelet, dan lain-lain dengan memanfaatkan konsep Artificial Neural Networks (Choudhary & Rishi, 2011; Gorgel & Oztas, 2007). Neural network telah banyak digunakan untuk melakukan analisis recognize gambar dan dokumen (Plamondon & Srihari, 2000). Akurasi dan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan recognize sangat tergantung pada metode yang digunakan dan juga dipengaruhi oleh jumlah setiap layer neural network (input layer, hidden layer dan output layer) (Pal & Singh, 2010). Tingkat akurasi Handwriting Recognition masih bisa ditingkatkan, terutama untuk
1
2
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
karakter-karakter dengan bentuk dasar yang sama, yaitu q-g, C-G-c, e-c, K-k, D-0-O-Q-o, j-i, I (i besar)-l (L kecil), P-p, S-s, U-u-V-v, W-w, X-x, Y-y, Z-z (Pal & Singh, 2010). Perbaikan
tingkat
akurasi
sangat
dibutuhkan
untuk
bisa
lebih
memaksimalkan hasil sistem Handwriting Recognition dan tentu saja dengan mempertimbangkan lamanya waktu yang dibutuhkan. Sehingga pada akhirnya nanti, penggunaan sistem komputer akan semakin mudah, terutama untuk pekerjaan tulis-menulis dan input data (Pal & Singh, 2010). Penelitian yang dilakukan Pal dan Singh (2010) menghasilkan kesimpulan bahwa tingkat akurasi berbanding lurus dengan jumlah layer neuron simetris pada sistem Character Recognition Neural Network Fuzzy Logic. Dan jumlah masing-masing layer (input layer, output layer dan hidden layer) dapat ditentukan melalui trial-error untuk mendapatkan performa terbaik, dan tergantung pada problem yang akan diselesaikan. Dalam penelitian ini, sistem yang akan diuji adalah Handwriting Recognition
dengan
metode
backpropagation.
Diharapkan
akan
terlihat
hubungan yang signifikan antara jumlah input layer dan output layer neural network terhadap tingkat akurasi hasil recognize. Lingkup penelitian dibatasi pada tulisan tangan dimana setiap karakternya terpisah satu dengan yang lain, dengan font Arial ukuran 20 sebagai karakter acuan. Karakter-karakter yang ditulis tangan adalah karakter angka dan karakter huruf besar dan kecil dari A sampai Z (Pal & Singh, 2010).
2. Dasar Teori 2.1 Image Processing Image
processing
adalah
suatu
metode
yang
digunakan
untuk
memproses atau memanipulasi gambar dalam bentuk 2 dimensi (Theodoridis & Koutroumbas, 2003). Image processing dapat juga dikatakan segala operasi untuk memperbaiki, menganalisa, atau mengubah suatu gambar. Pada umumnya, objektifitas dari image processing adalah mentransformasikan atau menganalisis suatu gambar sehingga informasi baru tentang gambar dibuat lebih jelas. Secara umum tahapan pengolahan citra digital meliputi akusisi citra, peningkatan kualitas citra, segmentasi citra, representasi dan uraian, pengenalan dan interpretasi (Gomes & Velho, 1997).
Harjono, Didik Warasto .............. Hubungan Jumlah Input Layer dan Output Layer
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
3
2.2 Segmentasi Citra Segmentasi bertujuan untuk memilih dan memisahkan suatu objek dari keseluruhan citra. Pada tahap ini dilakukan penapisan dengan filter median untuk menghilangkan derau yang biasanya muncul pada frekuensi tinggi pada spektrum citra. Ada 3 tipe segmentasi, yaitu: a. classification-based : segmentasi berdasarkan kesamaan suatu ukuran dari nilai pixel. b. edge-based
: mencari garis yang ada pada gambar untuk digunakan sebagai pembatas dari tiap segmen.
c. region-based
: segmentasi berdasarkan kumpulan pixel yang memiliki kesamaan (tekstur, warna atau tingkat warna abu-abu) dimulai dari suatu titik ke titik-titik lain yang ada di sekitarnya.
2.3 Threshold Threshold adalah suatu tahapan dimana suatu image dilakukan pengolahan pixel atau menghilangkan beberapa pixel dan juga mempertahankan beberapa pixel sehingga menghasilkan suatu citra baru hasil sortir pixel yang telah dilakukan. Threshold dilakukan agar mempermudah dalam proses identifikasi ataupun perbandingan dari dua atau lebih citra. Dalam melakukan threshold, dibutuhkan citra dalam bentuk 8 bit dan 2 channel atau grayscale. Setelah itu citra grayscale ini diubah menjadi 2 bit atau black-and-white. Misal pada sebuah gambar, f(x,y) tersusun dari objek yang terang pada sebuah background yang gelap. Gray-level milik objek dan milik background terkumpul menjadi 2 grup yang dominan. Jika ditentukan nilai threshold adalah T, maka semua pixel yang memiliki nilai > T disebut titik objek, yang lain disebut titik background. Proses ini disebut thresholding. Sebuah gambar yang telah dithreshold g(x,y) dapat didefinisikan sesuai Persamaan 1 (Gomes & Velho, 1997).
1 g x, y 0
jika jika
f x, y T ............................................................ (1) f x, y T
Ketepatan nilai threshold sangat mempengaruhi hasil segmentasi. Nilai threshold ditentukan dengan mempertimbangkan warna dominan background dan warna karakter. Nilai threshold yang terlalu rendah dapat menghasilkan segmentasi yang tidak bersih dari noise, sedangkan jika terlalu tinggi akan dapat menghilangkan beberapa informasi yang sebenarnya diperlukan (Gomes & Velho, 1997).
Hubungan Jumlah Input Layer dan Output Layer .............. Harjono, Didik Warasto
4
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
2.4 Skeletonizing Skeletonizing atau thinning adalah proses untuk membuang pixel-pixel ekstra
dan menghasilkan
gambar
yang
lebih
sederhana.
Tujuan
dari
skeletonizing adalah membuat gambar yang lebih sederhana sehingga gambar tersebut dapat dianalisis lebih lanjut dalam hal bentuk dan kecocokannya maupun untuk dibandingkan dengan gambar lainnya untuk dikenali. Terdapat beberapa metode yang biasa digunakan, namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah metode yang dibuat oleh Zang dan Suen (1984). Ide dasarnya adalah untuk menentukan apakah sebuah pixel dapat dierosi hanya dengan melihat 8 tetangga dari pixel tersebut (Canuto, 2001). Contohnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Proses Skeletonizing
2.5 Feature Extraction Feature extraction adalah sebuah proses untuk mengubah data input menjadi sebuah set feature yang dapat disebut dengan feature vector. Dalam tahap feature extraction, setiap karakter diwakilkan oleh sebuah feature vector yang akan menjadi identitasnya. Tujuan utama dari feature extraction adalah untuk mengambil beberapa set fitur yang dapat memaksimalkan tingkat pengenalan hanya dengan elemen yang lebih sedikit (Canuto, 2001). Tulisan tangan memiliki sifat alami yaitu tidak teratur dan dapat berubahubah sehingga sangat susah dalam mendapatkan fiturnya. Metode feature extraction dibagi menjadi 3, yaitu:
Statistical Fitur ini mewakilkan sebuah gambar karakter dengan distribusi statistical dari titik-titik yang dapat menangani variasi gaya sampai batas tertentu.
Structural Karakter dapat diwakilkan dengan fitur structural dengan toleransi tinggi atas distorsi dan variasi gaya. Tipe fitur ini dapat menyimpan pengetahuan tentang struktur dari objek atau menyediakan pengetahuan seperti komponen-komponen yang membentuk objek tertentu.
Harjono, Didik Warasto .............. Hubungan Jumlah Input Layer dan Output Layer
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
5
Global transformation and moments Global transformation menggunakan hasil kalkulasi Fourier transform dari kontur gambar.
2.6 Fungsi Aktivasi Fungsi aktivasi bertindak sebagai fungsi pengontrol, seperti pada keluaran dari sebuah neuron, sehingga keluaran dari neuron dalam jaringan saraf adalah antara nilai-nilai tertentu (biasanya 0 dan 1, atau -1 dan 1). Secara umum, ada tiga tipe fungsi aktivasi, yaitu:
Fungsi Ambang (Treshold Function), seperti terlihat pada Persamaan 2, mengambil nilai 0 jika masukan yang dijumlahkan kurang dari nilai ambang tertentu, dan nilai 1 jika masukan yang dijumlahkan lebih besar atau sama dengan nilai ambang.
1 0
v
jika v 0 .......................................................................... (2) jika v 0
Fungsi Piecewise-Linear, seperti terlihat pada Persamaan 3, selain membawa nilai 0 atau 1, juga dapat membawa nilai di antaranya, tergantung pada faktor pengerasan (amplification) pada bagian tertentu dalam operasi linear.
1 v v 0
jika v 12 jika 12 v 12 ................................................................. (3) jika v 12
2.7 Proses Belajar Belajar merupakan suatu proses dimana parameter-parameter bebas Neural Network diadaptasikan melalui suatu proses perangsangan berkelanjutan oleh lingkungan dimana jaringan berada. Berdasarkan algoritma pelatihannya, maka Neural Network terbagi menjadi dua, yaitu (Canuto, 2001):
Supervised Learning Metode belajar ini memerlukan pengawasan dari luar atau pelabelan data sampel yang digunakan dalam proses belajar. Jaringan belajar dari sekumpulan pola masukan dan keluaran. Vektor masukan dimasukkan ke dalam jaringan dan akan menghasilkan vektor keluaran yang selanjutnya dibandingkan dengan vektor target. Selisih kedua vektor tersebut menghasilkan error yang digunakan sebagai dasar untuk mengubah matriks koneksi sehingga error semakin mengecil pada siklus berikutnya.
Hubungan Jumlah Input Layer dan Output Layer .............. Harjono, Didik Warasto
6
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Unsupervised Learning Metode belajar ini menggunakan data yang tidak diberi label dan tidak memerlukan pengawasan dari luar. Data disajikan kepada Neural Network dan membentuk kluster internal yang mereduksi data masukan ke dalam kategori klasifikasi tertentu.
2.8 Neural Network Back Propagation Neural Network Back Propagation merupakan salah satu teknik pembelajaran/pelatihan supervised learning yang paling banyak digunakan dalam edukatif. Gambar 2 mengilustrasikan bagaimana arsitektur dari Neural Network Back Propagation.
Input Layer of source node
Layer of hidden neurons
Layer of output neurons
Gambar 2 Neural Network Back Propagation
Algoritma pelatihan Neural Network Back Propagation adalah sebagai berikut (Theodoridis & Koutroumbas, 2003): 1. Definisi masalah, misalkan matriks masukan (P) dan matriks target (T). 2. Inisialisasi, menentukan bentuk jaringan dan menetapkan nilai-nilai bobot sinaptik (W1 dan W2) dan learning rate (lr). 3. Pelatihan Jaringan a. Perhitungan Maju - Masing-masing unit masukan mendapatkan sinyal masukan berupa xj dan kemudian sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke unitunit tersembunyi. - Masing-masing sinyal yang diterima dari unit masukan kemudian dikalikan dengan bobot. - Kemudian dihitung menggunakan fungsi aktivasi yang digunakan, misal: sigmoid tangen hiperbola. - Melakukan kembali langkah nomor 3.a. untuk masing-masing unit pada unit keluaran.
Harjono, Didik Warasto .............. Hubungan Jumlah Input Layer dan Output Layer
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
7
b. Penyebaran balik (backpropagation) - Masing-masing unit keluaran menerima pola target sesuai dengan pola keluaran yang diinginkan dan kemudian dihitung error-nya menggunakan Persamaan 4.
k yk t k ................................................................................ (4) dimana k = 0 sampai n, sebagai indeks neuron output - Sebar balik ke unit-unit terdahulunya menggunakan Persamaan 5.
j v j wkj k ......................................................................... (5)
3. Pembahasan 3.1 Metodologi Skema kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. Permasalahan :
Metodologi :
Pendekatan:
- bagaimana hubungan jumlah input layer dan output layer dengan tingkat akurasi
- Proses training - Proses Recognize - Pengujian Sistem - Uji Statistik
- Pengujian Neural Network dengan beberapa kombinasi jumlah layer
Teori : - Image Pre-processing - Neural Network Back Propagation - Penelitian sebelumnya
Hasil : - Rumusan mengenai hubungan jumlah input layer dan output layer terhadap akurasi
Gambar 3 Skema kerangka pikir
Sistem perangkat lunak yang dikembangkan terdiri dari dua modul utama. Kedua modul tersebut adalah modul training dan modul recognize.
3.2 Modul Training Modul training dimaksudkan untuk melatih sistem mengenali karakterkarakter huruf dan angka dengan menggunakan Neural Network BackPropagation. Input pada modul ini pola dasar yang berupa karakter tulisan tangan sebagai bahan pelatihan. Dari input yang berupa gambar ini selanjutnya dibuat matriks yang mencerminkan pola-pola dari setiap huruf yang akan dikenali serta merupakan inputan bagi tahap berikutnya yakni Neural Network BackPropagation. Pada tahap akhir ini sebuah jaringan syaraf tiruan akan dibangun guna pengambilan keputusan akhir terhadap input-an. Hasil dari modul training
Hubungan Jumlah Input Layer dan Output Layer .............. Harjono, Didik Warasto
8
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
ini adalah sebuah basis pengetahuan mengenai pengenalan pola-pola setiap karakter dari tulisan tangan. Secara garis besar diagram alur modul training dapat dilihat pada Gambar 4. Tulisan Tangan (image)
Pre-Processing Extraction dengan Neural Network BackPropagation
Pola karakter dasar (Arial size 20)
Basis Pengetahuan
Gambar 4 Diagram blok modul training
3.3 Modul Recognize Modul recognize dimaksudkan untuk melakukan pengubahan dari tulisan tangan ke bentuk teks ketikan dengan jenis font Arial ukuran 20. Untuk mengenali karakter-karakter tulisan tangan yang berupa file gambar dengan format BMP. Pada modul ini juga dilakukan proses klasifikasi dan penulisan ulang karakter-karakter yang berhasil dikenali dan diklasifikasikan dengan font Arial ukuran 20. Pengubahan tersebut didasarkan pada Basis Pengetahuan yang merupakan hasil dari modul training. Input yang digunakan pada modul kedua adalah file gambar tulisan. Proses yang dilakukan pada modul kedua adalah seperti terlihat pada Gambar 5. Tulisan Tangan (image) Pre-Processing Skenario Pengujian
Extraction dengan Neural Network Back-Propagation Reconstruction
Basis Pengetahuan
Teks ketikan (Arial size 20)
Gambar 5 Diagram alur modul recognize
3.4 Skenario Pengujian Skenario pengujian digunakan supaya arah dan tujuan penelitian tidak bergeser dari rumusan masalah yang sudah ditetapkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pal dan Singh (2010), bahwa tingkat akurasi berbanding lurus dengan jumlah layer neuron simetris pada sistem Character Recognition - Neural
Harjono, Didik Warasto .............. Hubungan Jumlah Input Layer dan Output Layer
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
9
Network Back Propagation maka disusun sebuah skenario pengujian untuk mendapatkan hubungan yang signifikan antara jumlah layer input dan jumlah layer output dengan tingkat akurasi. Tabel 1 memperlihatkan skenario pengujian. Tabel 1 Skenario Pengujian Skenario 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
input layer 100 100 100 100 100 100 100 100 100 121 121 121 121 121 121 121 121 121 144 144 144 144 144 144 144 144 144 169 169 169 169 169 169 169 169 169 196 196 196 196 196 196 196 196 196
output layer 100 121 144 169 196 225 256 289 324 100 121 144 169 196 225 256 289 324 100 121 144 169 196 225 256 289 324 100 121 144 169 196 225 256 289 324 100 121 144 169 196 225 256 289 324
Skenario 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
input layer 225 225 225 225 225 225 225 225 225 256 256 256 256 256 256 256 256 256 289 289 289 289 289 289 289 289 289 324 324 324 324 324 324 324 324 324
output layer 100 121 144 169 196 225 256 289 324 100 121 144 169 196 225 256 289 324 100 121 144 169 196 225 256 289 324 100 121 144 169 196 225 256 289 324
4. Pengujian 4.1 Proses Training Karakter standar yang digunakan dalam proses training adalah huruf abjad besar dan kecil dari font Arial ukuran 20. Basis pengetahuan yang sudah
Hubungan Jumlah Input Layer dan Output Layer .............. Harjono, Didik Warasto
10
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
dibuat berjumlah 81 buah, yang merupakan kombinasi dari jumlah input layer dan jumlah output layer dengan jumlah hidden layer konstan yaitu 64. Basis pengetahuan ini selanjutnya akan digunakan sebagai dasar dalam proses recognize terhadap karakter-karakter pola tulisan tangan. Parameter-parameter yang digunakan pada proses training adalah sebagai berikut: 1. Learning rate
:
0,001
2. Derajat Inisialisasi
:
0,5
3. Error Threshold
:
1
Sedangkan kondisi yang menyebabkan proses training selesai (Stop Condition) adalah: 1. Target Classification Error :
-1
2. Target Squared Error
:
0,01
3. Maximum Epochs
: 10000
4.2 Proses Recognize Dari data informasi pengujian proses recognition yang dilakukan terlihat bahwa jumlah input layer dan output layer sangat mempengaruhi tingkat akurasi recognition. Semakin besar jumlah masing-masing layer, ada kecenderungan tingkat akurasi juga semakin meningkat. Dari uji Regresi Berganda diketahui bahwa nilai R adalah 0.876. Hal ini menunjukkan bahwa secara bersamaan, variable jumlah input layer dan output layer mempunyai pengaruh terhadap tingkat akurasi cukup kuat, yaitu sebesar 0,876 atau 87,6%. Sedangkan 12,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diukur dalam penelitian ini. Dari uji statistik (Pearson Correlation) yang dilakukan diperoleh hasil bahwa input layer dan output layer sangat berpengaruh terhadap tingkat akurasi, yatu 0,733 untuk input layer dan 0,480 untuk output layer. Sedangkan dari uji relasi berganda, diperoleh hasil bahwa hubungan tingkat akurasi dengan jumlah input layer dan output layer adalah seperti pada Persamaan 6.
Y 4.826 0.59 IL 0.39 OL ................................................................ (6) Keterangan: Y
: Tingkat Akurasi
IL : Input Layer OL : Output Layer
Harjono, Didik Warasto .............. Hubungan Jumlah Input Layer dan Output Layer
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
11
Hasil tersebut adalah pengujian dengan jumlah Hidden Layer konstan, yaitu 64, dan jumlah Input Layer (IL) minimal 100 dan maksimal 324. Sedangkan jumlah Output Layer (OL) minimal 100 dan maksimal 324.
5. Penutup Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian adalah bahwa jumlah input layer dan jumlah output layer sangat menentukan tingkat akurasi sistem handwriting recognition. Semakin besar jumlah input layer maka tingkat akurasi juga akan meningkat. Begitu juga untuk jumlah output layer. Secara bersamaan, variable jumlah input layer dan output layer mempunyai pengaruh terhadap tingkat akurasi cukup kuat, yaitu sebesar 0,876 atau 87,6%. Pengujian dengan jumlah Hidden Layer konstan (64), jumlah Input Layer (IL) dan Output Layer (OL) antara 100 dan 324 menunjukkan hasil bahwa:
Y 4.826 0.59 IL 0.39 OL . Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, sangat perlu dilakukan penelitian dengan jumlah input layer dan output layer mulai dari 1 sampai jumlah yang lebih dari 324, atau lebih besar lagi. Selain itu, juga perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan jumlah hidden layer yang tidak konstan.
Daftar Pustaka Canuto, A. M. P., 2001. Combining Neural Networks and Fuzzy Logic for Applications in Character Recognition. Doctoral dissertation. Canterbury, UK: University of Kent. Choudhary, A. & Rishi, R., 2011. Improving The Character Recognition Efficiency of Feed Forward BP Neural Network. International Journal of Computer Science & Information Technology (IJCSIT), 3(1), pp. 85-96. Gomes, J. & Velho, L., 1997. Image Processing For Computer Graphics. New York, USA: Springer Science+Business Media. Gonzalez, R. C. & Woods, R. E., 2008. Digital Image Processing, 3rd Edition. New Jersey, USA: Prentice Hall International Inc. Gorgel, P., & Oztas, O., 2007. Handwritten Character Recognition System Using Artificial Neural Networks. Istanbul University Journal of Electrical & Electronic Engineering, 7(1), pp. 309-313. Kala, R., Vazirani, H., Shukla, A. & Tiwari, R., 2010. Offline Handwriting Recognition Using Genetic Algorithm. International Journal of Computer Science Issues (IJCSI), 7(2), pp. 16-25.
Hubungan Jumlah Input Layer dan Output Layer .............. Harjono, Didik Warasto
12
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Pal, A. & Singh, D., 2010. Handwritten English Character Recognition Using Neural Network. International Journal of Computer Science & Communication, 1(2), pp. 141-144. Plamondon, R., & Srihari, S. N., 2000. On-Line and Off-Line Handwriting Recognition: A Comprehensive Survey. IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence, 22(1), pp. 63-84. Pradeep, J., Srinivasan, E. & Himavathi, S., 2011. Diagonal Based Feature Extraction For Handwritten Alphabets Recognition System Using Neural Network. International Journal of Computer Science & Information Technology (IJCSIT), 3(1), pp. 27-38. Theodoridis, S. & Koutroumbas, K., 2003. Pattern Recognition, 2nd Edition. San Diego, USA: Academic Press. Zhang, T. Y. & Suen, C. Y., 1984. A Fast Parallel Algorithm for Thinning Digital Patterns. Communications of the ACM, 27(3), pp. 236-239.
Harjono, Didik Warasto .............. Hubungan Jumlah Input Layer dan Output Layer
PENGEMBANGAN MEDIA SOSIALISASI ETIKA KAMPUS DALAM BENTUK ANIMASI 2D Evaliata Br. Sembiring Jurusan Teknik Informatika Program Studi Teknik Informatika Politeknik Negeri Batam
[email protected]
Abstrak Akhir-akhir ini banyak mahasiswa yang menunjukkan etika yang kurang baik di lingkungan kampus, seperti: cara berpakaian, memelihara kebersihan lingkungan, perilaku saat berada di perpustakaan, perilaku saat berada di lorong dan tangga, perilaku pada saat ujian dan perilaku bagi mahasiswa perokok saat berada di kampus, dan lain-lain. Bahwasanya di Politeknik Negeri Batam sudah ada peraturan-peraturan tertulis yang harus dipatuhi oleh Mahasiswa, namun masih terdapat sejumlah mahasiswa yang kurang memperhatikan peraturanperaturan tersebut. Oleh karena buku atau ebook yang statis kurang diminati oleh mahasiswa untuk membacanya, sehingga menjadi salah satu potensi mahasiswa melanggar peraturan. sebuah media alternatif lain dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada mahasiswa terkait peraturanperaturan di lingkungan kampus adalah dalam bentuk animasi. Dalam proses pembuatan film animasi ini menggunakan aplikasi CorelDraw X5, Adobe Flash CS6, Adobe Audition CS6, Adobe After Effects CS6 dan Adobe Premiere CS6. Metodologi yang digunakan dalam pengembangan animasi adalah menerapkan metode versi Luther-Sutopo yang sudah dimodifikasi. Tahapan produksi (assembly) dimulai dengan desain karakter dan tekstur, pembuatan animasi, dubbing, rendering dan editing. Berdasarkan perancangan, implementasi, pengujian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini sudah dapat menghasilkan film animasi yang dapat menyampaikan pesan tentang pentingnya etika di lingkungan kampus. Penyampaian ini sudah dapat dikatakan berhasil karena mencapai 100% pendapat audience menyatakan bahwa jalan cerita, karakter dan pesan yang terdapat dalam film animasi ini dapat dipahami dengan baik oleh audience. Selanjutnya dapat memberi motivasi kepada audience untuk sadar akan pentingnya berperilaku yang baik dikampus mencapai 89%. Kata Kunci: animasi, etika, kampus, mahasiswa.
1. Pendahuluan Akhir-akhir ini, permasalahan yang sering diperbincangkan oleh para dosen maupun staf dalam lingkungan kampus adalah perilaku mahasiswa yang semakin hari semakin memprihatinkan. Masalah-masalah yang dimaksud seperti kurangnya kepedulian mahasiswa terkait peraturan yang berlaku di kampus, antara lain: penggunaan lift, penggunaan parkir kendaraan, menjaga kebersihan kampus, menjaga ketertiban ketika berada di area tempat peribadatan dan perpustakaan, cara berpakaian yang sopan dan rapi layaknya mahasiswa, dan lain sebagainya.
13
14
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Peraturan-peraturan terkait etika kampus di Politeknik Negeri Batam pada dasarnya sudah tertuang dalam buku Pedoman Pembelajaran (Priyono, 2013) yang sudah dibagikan kepada setiap mahasiswa. Selain itu, buku ini juga dapat diakses oleh setiap mahasiswa di halaman depan (utama) e-learning yang hampir setiap hari dibuka oleh mahasiswa ketika melaksanakan perkuliahan. Namun, sepertinya belum atau kurang berhasil dalam menyampaikan segala peraturan-peraturan dan informasi yang seharusnya dipatuhi oleh seluruh mahasiswa di kampus ini. Hal ini terlihat masih banyaknya mahasiswa yang membuang sampah di sembarang tempat walaupun tempat sampah sudah disediakan di titik-titik yang strategis, tingginya pelanggaran terhadap kegiatan merokok di daerah larangan merokok, masih tingginya mahasiswa yang mengenakan kaos oblong ke kampus, ketika berada di dalam lift, perpustakaan dan area sekitar tempat peribadatan juga masih terlihat mahasiswa yang gaduh dan ribut, kendaraan yang diparkir masih berantakan dan tidak sesuai pada tempatnya, dan lain sebagainya. Oleh karena buku atau ebook yang statis kurang diminati oleh mahasiswa untuk membacanya, sehingga menjadi salah satu potensi mahasiswa melanggar peraturan. Melihat permasalahan-permasalah ini, maka dikembangkan sebuah media alternatif lain dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada mahasiswa terkait peraturan-peraturan di lingkungan kampus. Media yang dimaksud adalah dalam bentuk animasi, mengingat di kampus tersedia alat eletronik berupa TV Monitor yang cukup mendukung untuk menyampaikan informasi-informasi tersebut dan letaknya juga berada di lobi lantai satu dimana potensi mahasiswa selalu berkumpul dan mengakses area ini saat pertama kali menginjak kaki di kampus setiap harinya. Salah satu kemajuan teknologi dalam mensosialisasikan informasi adalah dengan menggunakan sistem komputer berbasis multimedia. Sistem ini mampu menghasilkan informasi dengan tampilan yang lebih menarik seperti animasi. Animasi merupakan objek bergerak yang dinamis dan memberikan interaksi yang lebih menarik dibandingkan dengan objek yang statis (Rini, 2010). Dalam Vaughan (2010) juga dijelaskan bahwa, animasi dapat berfungsi sebagai sarana edukasi selain sebagai sarana hiburan. Demikian halnya dalam Shabri, et al. (2008), animasi juga dapat menjadi penuntun, memberikan inspirasi dalam menyampaikan pesan karena melalui animasi pesan dapat lebih efektif disampaikan oleh karena mengandung unsur audio dan video.
Evaliata Br. Sembiring .............. Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
15
Dalam menyampaikan informasi atau pesan, animasi bisa sebagai film atau iklan layanan masyarakat. Menurut Supratman (2007), iklan layanan masyarakat merupakan salah satu upaya untuk mempersuasi masyarakat dengan cara mengajak dan menghimbau untuk mengerti, menyadari, turut memikirkan serta menempatkan posisinya agar tidak larut dan terjerumus dengan permasalahan yang dihadapi. Hal ini bertujuan untuk menginformasikan sekaligus mempersuasi masyarakat untuk mengikuti apa yang disampaikan. Hampir sama dengan Film animasi yang memiliki kelebihan tersendiri dalam menyampaikan pesan-pesan cerita dalam bentuk audio visual karena film animasi identik dengan tema humor atau komedi. Selain itu film animasi dapat memperkaya media penyampaian pesan (sosialisasi) secara efektif dan interaktif. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini dikembangkan media sosialisasi informasi dan peraturan-peraturan tentang etika kampus dalam bentuk iklan dan film animasi 2D.
2. Landasan Teori 2.1 Etika Kampus Menurut Simorangkir (2003), etika dapat diartikan sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai baik. Sedangkan menurut Gazalba (1973), dalam sistematika filsafat mengartikan etika sebagai teori tentang tingkah laku, perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. Pelanggaran-pelanggaran yang sering dilakukan oleh mahasiswa di Politeknik Negeri Batam menunjukkan kurangnya perilaku yang baik. Hal ini dapat dilihat dari tingginya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi seperti: tingginya pelanggaran terhadap kegiatan merokok di daerah larangan merokok, masih tingginya mahasiswa yang mengenakan kaos oblong ke kampus, ketika berada di dalam lift, perpustakaan dan area sekitar tempat peribadatan juga masih terlihat mahasiswa yang gaduh dan ribut, kendaraan yang diparkir masih berantakan dan tidak sesuai pada tempatnya, dan lain sebagainya.
2.2 Animasi Animasi dalam etimologi bahasa Indonesia berasal dari kata “Animation”. Animation berasal dari bahasa Yunani anima, yang semantiknya berarti “napas”. Kata napas identik dengan “hidup”, hingga animasi secara sederhana adalah “memberi hidup pada sesuatu yang tidak hidup sebelumnya” (Putranto, 2013).
Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus ............. Evaliata Br. Sembiring
16
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Animasi merupakan gambar mati, tidak bergerak atau grafik yang dibuat efek sehingga seolah-olah tampak bergerak. Misalnya sebuah tulisan yang meluncur dari samping ke tengah layar atau sebuah gambar yang dapat bergerak-gerak dari menghadap ke kiri berubah ke kanan. Dengan kata lain, animasi merupakan suatu proses dalam menciptakan efek gerakan atau perubahan dalam jangka waktu tertentu, dapat juga berupa perubahan warna dari suatu objek dalam jangka waktu tertentu dan bisa juga dikatakan berupa perubahan bentuk dari suatu objek ke objek lainnya dalam jangka waktu tertentu. Pengertian lain tentang animasi adalah pembuatan gambar atau isi yang berbeda-beda pada setiap frame, kemudian dijalankan rangkain frame tersebut menjadi sebuah motion atau gerakan sehingga terlihat seperti sebuah film. Animasi dikenal sebagai animasi dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D). Konsep 2D tersebut adalah sudut padang objek pada dua titik koordinat x dan y, sehingga gambar dibuat seolah-olah bergerak atau ilusi, berbeda dengan 3D yang menggunakan koordinat x, y, dan z sehingga sudut pandang objek terlihat secara lebih nyata.
2.3 Software Pendukung Beberapa perangkat lunak yang digunakan dalam membuat animasi dalam penelitian adalah CorelDraw X5, Adobe Flash CS6, Adobe Audition CS6, Adobe After Effects CS6 dan Adobe Premiere CS6.
CorelDRAW
digunakan
untuk
mendesain
gambar-gambar
yang
digunakan dalam animasi seperti background, karakter, dan lain-lain.
Adobe Flash selain digunakan untuk mendesain beberapa karakter dalam animasi juga digunakan untuk membuat animasi (gerakan-gerakan) dalam
media
yang dikembangkan
dalam
penelitian.
Flash juga
memfasilitasi pembuatan animasi dengan dua teknik yaitu frame by frame dan tween animation. Oleh karena itu, kedua teknik ini digunakan dalam membuat animasi dengan menggunakan timeline dalam mengubah ukuran (scale), rotasi (rotation) dan posisi (location) yang disesuaikan dalam frame pada Adobe Flash Professional CS6.
Adobe Audition digunakan untuk untuk merekam suara dan menyunting hasil rekaman untuk dijadikan sound effect dan backsound.
Adobe After Effects digunakan untuk memberikan special effect pada tulisan yang digunakan dalam animasi ini, mulai dari pengaturan pergerakan, pencahayaan, kamera, objek dan didukung oleh plugin.
Evaliata Br. Sembiring .............. Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
17
Adobe Premiere Professional CS6 merupakan program penyuntingan (editing) dalam pengolahan video. Aplikasi ini digunakan untuk merangkai gambar, video dan audio dalam pembuatan animasi etika kampus.
2.4 Desain Karakter Animasi Artisty (2013) berpendapat bahwa sebuah film atau game dengan karakter animasi dipastikan tidak akan banyak peminat apabila karakter yang ditampilkan tidak menarik secara visual maupun nonvisual. Sebagus apapun alur ceritanya, akan percuma apabila penonton sudah mundur duluan karena melihat karakternya tidak menarik. Masih menurut Artisty (2013), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat karakter animasi agar lebih menarik antara lain: 1. Ciri-ciri fisik yang berlebihan. Desain karakter animasi yang biasa saja tidak akan menjadi daya tarik dalam suatu animasi. Karakter animasi bisa terlihat menarik dengan cara melebih-lebihkan ciri-ciri fisiknya. 2. Ekspresi wajah yang luar biasa. Ekspresi pada wajah karakter animasi bisa dilebih-lebihkan saat mengekspresikan perasaannya. Apabila ingin membuat adegan sedih, dapat dibuat ekspresi wajahnya berlebihan, misalnya dengan air mata yang terlalu deras dan hal-hal lain yang bisa membuat ekspresinya menarik. 3. Memiliki kesamaan dengan masyarakat umum. Dibuat karakter animasi yang memiliki kesamaan dengan masyarakat, misalnya sifat, mimpi atau tujuan tertentu, atau suatu kesukaan dan ketidaksukaan tertentu yang realistis. Biasanya hal-hal ini akan membuat penonton merasa memiliki suatu kesamaan dan pada akhirnya menjadi identitas sendiri bagi karakter animasi tersebut. 4. Memiliki background cerita sendiri. Sifat karakter animasi bukanlah satusatunya hal nonvisual yang harus dipikirkan ketika membuat desain karakter animasi, background cerita juga penting untuk diperhatikan. Hal ini berguna apabila ingin desain karakter animasi dapat melintasi berbagai platform, misalnya video game, film, buku cerita, dan sebagainya. Hal lain yang perlu diketahui dalam mendesain karakter animasi adalah mengetahui jenis-jenis karakter sesuai dengan studi kasus atau audience-nya. Misalnya dalam penelitian ini, ditentukan audience-nya adalah mahasiswa karena domain masalahnya diangkat dari perilaku mahasiswa di kampus.
Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus ............. Evaliata Br. Sembiring
18
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Menurut Adib (2012), Mahasiswa dipandang sebagai pelajar yang sudah masuk ke level yang lebih dewasa, mempunyai pendirian dan karakter sendiri. Ada berbagai macam tipe mahasiswa yang dilihat berdasarkan kesehariannya, yang di antaranya adalah: 1. Mahasiswa Kupu-Kupu, artinya kuliah pulang - kuliah pulang. Mahasiswa tipe ini pasti pulang ke kos atau ke rumah setelah selesai kuliah. Biasanya mereka tidak betah lama-lama di kampus, mungkin karena tidak ada kegiatan menarik di kampus, ada tugas menumpuk atau mungkin suasana rumah lebih membuat dia nyaman. Karakter mahasiswa yang satu ini biasanya tertutup dan pemalu. Tapi belum tentu semua berkarakter seperti itu, semua bergantung pribadi, kebutuhan, dan keadaan masing-masing individu. 2. Mahasiswa Kura-Kura, kuliah rapat - kuliah rapat. Mahasiswa tipe ini suka mengikuti kegiatan dan organisasi di dalam ataupun di luar kampus. Tipe ini bisa dibilang mahasiswa yang eksis dan gaul. Mahasiswa kura - kura biasanya sangat terkenal di kampus karena sering terlibat di acara kampus. Mahasiswa tipe ini biasanya akan menjadi mahasiswa yang percaya diri, supel, dan pandai berkomunikasi, serta berani berpendapat. 3. Mahasiswa Kuda-Kuda, berarti mahasiswa yang kuliah dagang - kuliah dagang. Mahasiswa tipe ini biasanya selain kuliah mereka juga berdagang. Mereka biasa berjualan makanan, pulsa, pakaian bahkan sampai obat kecantikan. Mereka memiliki jiwa bisnis, mandiri, dan bisa memanfaatkan peluang yang ada, sangat cocok untuk menjadi enterpreneur. Mahasiswa tipe ini memiliki keberanian dan pikiran yang maju untuk memulai bisnis. Selain bisa menambah uang saku, hasil dari jualan juga biasa dipakai untuk membiayai kuliah mereka sendiri. 4. Mahasiswa Kunang-Kunang, artinya kuliah nangkring - kuliah nangkring. Mahasiswa yang satu sering terlihat pulang kuliah terus langsung nangkring (nongkrong) di cafe, mall, atau kantin. Mahasiswa tipe ini suka berkumpul ramai-ramai dengan teman-teman untuk sekedar mengobrol dan menggosip. Mahasiswa tipe ini biasanya easy going, pandai bersosialisasi, supel, gaul dan asyik untuk dijadikan teman. 5. Mahasiswa Kuker, artinya mahasiswa yang kuliah - kerja. Selain kuliah mereka juga memiliki pekerjaan di luar kampus, bisa part-time atau wirausaha. Mahasiswa tipe ini mempunyai tanggung jawab untuk mencari
Evaliata Br. Sembiring .............. Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
19
uang, bisa karena tuntutan hidup atau ingin mandiri. Karakter mahasiswa tipe ini adalah berprinsip, mandiri, berani, dan bertanggung jawab. 6. Mahasiswa Kuper, artinya kuliah - perpustakaan. Mahasiswa tipe ini sehabis kelar kuliah terus langsung ke perpustakaan. Mereka suka membaca
dan
belajar
untuk
menambah
pengetahuan
mereka.
Mahasiswa tipe ini adalah mahasiswa calon-calon asisten dosen, karena dinilai rajin dan pandai. IP lebih dari 3 sudah biasa untuk mahasiswa yang satu ini. Secara akademik mereka memang unggulan dan tidak perlu diragukan nilai-nilainya.
3. Metodologi Pengembangan Animasi Tata
cara
pengembangan
untuk
animasi
menentukan adalah
proses
menerapkan
yang
digunakan
metodologi
dalam
pengembangan
multimedia versi Luther-Sutopo yang sudah mengalami modifikasi (Binanto, 2010). Metodologi yang dimaksud seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Metodologi Pengembangan Multimedia Versi Luther-Sutopo (Binanto, 2010)
Keterangan Gambar 1: 1. Concept, menentukan tujuan dan siapa pengguna produk dan jenis aplikasi (misalnya: presentasi, interaktif, dan lain-lain). 2. Design, membuat spesifikasi mengenai arsitektur program, gaya, tampilan, dan kebutuhan material atau bahan untuk program (produk). Tahap ini biasanya menggunakan storyboard, flowchart, struktur navigasi, dan lain-lain untuk menggambarkan deskripsi tiap scene. 3. Material
Collecting,
mengumpulkan
bahan
yang
sesuai
dengan
kebutuhan yang dikerjakan seperti: gambar clip art, foto, animasi, video, audio, dan lain-lain. 4. Assembly, membuat semua obyek atau bahan multimedia. Pembuatan aplikasi didasarkan pada tahap design, seperti storyboard, bagan alir,
Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus ............. Evaliata Br. Sembiring
20
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
dan/atau struktur navigasi. Tahap ini biasanya menggunakan perangkat lunak authoring, seperti Macromedia Director, Flash atau produk open source yang gratis, dan lain-lain. 5. Testing, melakukan pengujian terhadap produk yang dihasilkan pada tahap assembly. 6. Distribution, aplikasi akan disimpan dalam suatu media penyimpanan. Tahap ini juga dapat disebut tahap evaluasi untuk pengembangan produk yang sudah jadi supaya menjadi lebih baik. Hasil evaluasi ini dapat digunakan sebagai input untuk tahap concept pada produk selanjutnya.
3.1 Konsep Secara umum animasi ini menggunakan konsep 2D dengan mengangkat tema sosialisasi etika ketika berada di kampus. Animasi direncanakan dalam beberapa episode sesuai dengan kasus atau permasalahannya yaitu etika ketika berada di lift, perpustakaan, dan berada di sekitar area tempat peribadatan, etika parkir, etika berpakaian di kampus, etika menjaga kebersihan, dan lain-lain. Pemilihan konsep pada animasi ini menimbang beberapa aspek secara umum seperti pemilihan design warna identik dengan desain karakter, media komunikasi, sasaran audience serta strategi publikasi bagaimana film animasi ini dapat tersampaikan pesannya ke audience. Film animasi ini dibuat dengan desain seperti kartun pada umumnya, tetapi konsep penggambaran setiap karakter memiliki ciri khas yang identik sehingga mudah dikenali. Film animasi ini tidak hanya menampilkan visual yang baik tetapi pesan mengenai etika yang baik ketika berada di kampus. Sasaran yang ditargetkan untuk menonton animasi ini adalah secara khusus untuk mahasiswa dan khalayak ramai secara umum. Strategi komunikasi yang digunakan adalah bahasa sehari-hari yang lazim digunakan. Selain itu, lebih mengangkat unsur humor dan komunikasi yang biasa digunakan pemudapemudi masa kini dalam kehidupan sehari-hari, karena umumnya audience yang menjadi sasaran utama yakni mahasiswa yang masih berusia muda sehingga lebih mudah dipahami dan tidak membosankan.
3.2 Desain Tahap ini dilakukan untuk merancang karakter yang digunakan dalam animasi, menentukan storytelling, menggambarkan storyboard, menentukan jenis audio dan musik yang digunakan, warna dan tipografi.
Evaliata Br. Sembiring .............. Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
21
Tipe karakter berdasarkan Adib (2012) yang digunakan dalam animasi ini adalah kupu-kupu dan kuper. Desain Karakter dilakukan dengan menggambar secara manual di kertas kemudian di-scan untuk dipindahkan ke komputer dan dilakukan desain karakter di komputer dengan teknik tracing pada objek karakter setelah itu diberi pewarnaan agar karakter lebih kuat. Pemberian warna pada masing-masing karakter juga disesuaikan dengan karakter yang dibangun sehingga setiap karakter memiliki ciri khas yang kuat untuk dikenali. Karakter yang dibangun dalam film animasi ini berisi karakter utama dan karakter pembantu. Salah satu karakter dan ciri atau sifatnya yang digunakan dalam animasi seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Salah satu Karakter dalam Animasi Etika Kampus Desain karakter
Ciri/Sifat Karakter Nama : Abas Usia : 19 tahun Jenis kelamin : laki-laki Sifat : Cuek dan nakal
Deskripsi Abas merupakan salah satu mahasiswa sering menunjukkan etikat yang kurang baik. Abas seringkali melanggar peraturan yang ada di kampus. Karakter Abas muncul dari awal hingga akhir film animasi.
Storytelling diuraikan dalam bentuk sequence untuk setiap kasus yang dibahas dalam penelitian dengan bentuk seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Bentuk Storytelling yang digunakan dalam Animasi Etika Kampus Scene 1 Suatu pagi di Asrama Politeknik Negeri Batam, terdengar samar-samar salam sholat subuh, gelap langit mulai berganti dengan cerahnya sinar mentari yang mulai menampakan diri. Scene .... Scene 17 Ketika sudah naik ke atas ternyata Abas salah ambil, bukan makalah malah kantong sampah yang diambilnya. Acer: Haaaaa fuuuuuuufffft...PA selamat.... Ramet: Itukan sampahhhhhhhhhh.. ........
Storyboard merupakan konsep komunikasi dan ungkapan kreatif, teknik dan media untuk menyampaikan pesan dan gagasan secara visual, termasuk audio dengan mengolah elemen desain grafis berupa bentuk dan gambar, huruf dan warna, serta tata letaknya. Storyboard dibuat dalam beberapa sequence dan tiap sequence diberi keterangan tempat dan dialog, audio yang digunakan, waktu, dan lain-lain. Bentuk storyboard yang digunakan seperti disajikan pada Tabel 3.
Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus ............. Evaliata Br. Sembiring
22
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Tabel 3 Bentuk Storyboard yang digunakan dalam Animasi Etika Kampus No
Gambar
1
Keterangan Scene 1 Music: (kosong) Setting: Atap Asrama
Sound Effect
Dubbing
Durasi
Bunyian Alam Cengkerik.wav
Assalamualaikum warah matullah
18 detik
Audio yang digunakan disesuaikan dengan topik atau informasi yang ingin disampaikan. Misalnya untuk etika membuang sampah, menggunakan jenis musik
yang
memiliki
lirik
bermakna
lingkungan
dan
sampah.
Selain
menggunakan musik, ada juga menggunakan audio hasil dubbing ketika scene yang dirancang dalam bentuk dialog tokoh dalam animasi. Penentuan warna untuk mendukung dalam pembuatan desain karakter, latar belakang gambar dan secara keseluruhan menggunakan pewarnaan selain menghidupkan karakter di dalamnya, gambar menjadi lebih menarik dan bervariasi dengan sentuhan warna. Tipografi yang digunakan diupayakan dapat memiliki tingkat keterbacaan yang cukup jelas dan menarik untuk dilihat. dalam pengembangan animasi ini menggunakan beberapa jenis tipografi seperti: Rosewood STD, Arabic Typesetting, dan lain-lain. Salah satu jenis tipografi yang digunakan seperti disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Contoh Tipografi yang digunakan dalam Animasi Etika Kampus Tipografi
Jenis penulisan ini digunakan untuk judul pada awal pembukaan film animasi. Pemilihan jenis tulisan ini karena tidak menggunakan huruf ekor. Selain itu juga mempertimbangkan kesesuaian dengan tema dan karakteristik yang mendukung untuk judul film animasi.
3.3 Pengumpulan Material Materi-materi yang dikumpulkan dalam tahap ini seperti gambar-gambar yang dibutuhkan dalam animasi yaitu desain karakter, logo, properti yang digunakan, misalnya sampah, sepeda motor, dan lain sebagainya; audio berupa musik dan hasil dubbing, dan lain-lain.
3.4 Assembly Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengolah semua material atau bahan yang sudah dikumpulkan pada tahap sebelumnya. Proses pengolahan animasi digambarkan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Evaliata Br. Sembiring .............. Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
Modelling Karakter dan Tekstur Terdapat beberapa karakter yang dibuat sesuai rancangan yang sudah dijelaskan pada storyboard termasuk juga properti-properti yang digunakan, misalnya background, sepeda motor, gedung, dan lain-lain.
Membuat Animasi Membuat gerakangerakan objek (animasi) dengan teknik animasi dan disimpan dalam format (SWF).
Mengolah Audio (Dubbing) Merekam suara sesuai rencana pada storyboard. Format yang dihasilkan dari pekerjaan ini adalah (WAV) dan (MP3).
23
Rendering dan Editing Merender file (.swf) file (.mov), selanjutnya melakukan editing pada Adobe Premier.
Gambar 2 Tahap-tahap Assembly dalam Pengembangan Animasi Etika Kampus
Proses pertama yang dilakukan pada proses produksi (assembly) adalah membuat desain objek-objek yang digunakan salam animasi seperti background. Sebagian karakter
didesain menggunakan Adobe Flash, karena dapat
mempermudah membuat gerakan pada karakter seperti menggerakkan kaki dan tangan dengan membuatnya dalam frame yang berbeda. Salah satu pembuatan background pada CorelDRAW X5 dapat dilihat pada Gambar 3 dan salah satu pembuatan karakter pada Adobe Flash CS6 dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3 Pembuatan background pada CorelDRAW X5
Gambar 4 Pembuatan karakter pada Adobe Flash CS6
Pembuatan animasi dibuat menggunakan Adobe Flash CS6, dengan format stage 720x576 (DV-PAL). Hasil dari animasi ini disimpan dalam format SWF terlebih dahulu. Dalam pembuatan animasi ini menggunakan teknik motion tween agar dapat memudahkan dalam membuat sebuah animasi pergerakan objek tanpa harus memperbanyak gambar keyframe, hanya menentukan keyframe awal dan keyframe akhir, bisa menggerakkan sebuah objek
Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus ............. Evaliata Br. Sembiring
24
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
menggunakan fitur ini, selain itu animasi ini juga menggunakan tools lainnya seperti bone tool. Penggunaan bone tool bertujuan agar gerakan yang dihasilkan lebih lentur, misalnya pada pembuatan gerakan horden yang tertiup angin. Salah satu pembuatan animasi pada Adobe Flash CS6 yang menggunakan teknik motion tween dan bone tool dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 (a) Pembuatan animasi menggunakan teknik motion tween
Gambar 5 (b) Pembuatan animasi menggunakan bone tool
Pada proses dubbing dilakukan pengisian suara pada karakter animasi dengan menggunakan aplikasi Adobe Audition CS6, pada aplikasi ini bukan hanya bisa merekam suara saja, tapi bisa juga menambahkan berbagai efek suara yang diinginkan. Pada pembuatan animasi etika kampus ini suara yang telah direkam kemudian diberikan beberapa efek seperti efek radio announcer voice dan helium. Setelah diberikan efek pada suara kemudian diekspor ke dalam format WAV, Selain file dubbing, ada juga file musik dan sound effects dalam format MP3. Pada proses rendering animasi ini adalah me-render file SWF pada Adobe Flash CS6 menjadi sebuah file dalam bentuk MOV dengan bantuan software pendukung yaitu Quicktime Player. Hal ini dilakukan agar file yang telah di-render dapat disimpan ke dalam format MOV dan bisa support untuk diimpor ke dalam Adobe Premier saat proses pengeditan. Setelah melakukan tahap rendering, kemudian dilanjutkan ke tahap editing yaitu animasi yang sudah dibuat pada Adobe Flash dalam format MOV dan berbagai musik atau sound effect dengan format MP3 atau WAV diimpor dan dijadikan satu sequence ke dalam Adobe Premiere CS6 yang di-setting terlebih dahulu ukuran layarnya menjadi DV-PAL standar 48kHz. Hal ini dilakukan agar ukuran layar sesuai dengan ukuran stage pada animasi yang sudah di-render sehingga layar pada animasi yang akan di-edit tidak kelebihan atau kekurangan yang mengakibatkan animasi pada layar Adobe Premiere terlihat melebar atau bahkan terpotong karena ukuran layar yang tidak sesuai. Selain itu tahap editing juga dilakukan menggunakan Adobe After Effects CS6 untuk mengedit tipografi dengan berbagai macam efek. Tahap editing animasi pada Adobe Premiere CS6
Evaliata Br. Sembiring .............. Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
25
dapat dilihat pada Gambar 6 dan tahap editing tipografi pada Adobe After Effects CS6 dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 6 Editing animasi pada Adobe Premiere CS6
Gambar 7 Editing tipografi pada Adobe After Effects CS6
3.5 Pengujian Pengujian yang dilakukan adalah mencocokkan hasil rancangan dengan animasi yang dihasilkan apakah sudah sesuai dan menguji secara berulangulang mulai dari adegan tiap scene, suara, dan lain sebagainya. Selanjutnya, hasil animasi juga diuji oleh sejumlah target (audience) dan mengumpulkan data pengujiannya.
3.6 Distribusi Pada proses ini yang harus dilakukan adalah rendering movie yaitu mengubah file yang sudah disimpan dalam format MOV menjadi format file AVI dengan durasi yang dihasilkan selama 5 menit 17 detik dan dapat diputar menggunakan Windows Media Player, KMPlayer dan VLC Player, serta tahap penyimpanan file ke dalam format AVI.
4. Hasil dan Pembahasan Hasil pengujian berdasarkan target (audience) menyatakan bahwa 100% menyatakan animasi ini baik digunakan sebagai media penyampaian informasi atau pesan dengan alasan jalan cerita yang menarik dan karakter yang lucu. Selain itu 89%% menyatakan animasi ini dapat menimbulkan kesadaran mereka untuk berperilaku baik di kampus, seperti membuang sampah pada tempatnya, merokok di area yang sesuai, berpakain rapi dan sopan, dan lain sebagainya.
Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus ............. Evaliata Br. Sembiring
26
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
5. Penutup Berdasarkan perancangan, implementasi, pengujian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini sudah dapat menghasilkan animasi yang dapat menyampaikan pesan tentang pentingnya etika di lingkungan kampus. Penyampaian ini sudah dapat dikatakan berhasil berdasarkan jalan cerita, karakter dan pesan yang terdapat dalam film animasi ini dapat dipahami dengan baik oleh audience.
Daftar Pustaka Adib, 2012. Tipe dan Karakter Mahasiswa. [Online] Available at: http://remaja. suaramerdeka.com/2012/08/31/tipe-dan-karakter-mahasiswa/ [Accessed 01/06/2014]. Artisty, T., 2013. Membuat Desain Karakter Animasi yang Menarik. [Online] Available at: http://www.idseducation.com/2013/09/25/membuat-desainkarakter-animasi-yang-menarik/ [Accessed 26/05/2014]. Binanto, I., 2010. Multimedia Digital: Dasar Teori dan Pengembangannya. Yogyakarta: Penerbit Andi. Gazalba, S., 1973. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang. Priyono, E. S., 2013. Pedoman Pembelajaran Mahasiswa Politeknik Negeri Batam. [Online] Available at: http://learning.polibatam.ac.id/mod/resource/ view.php?id=901 [Accessed 10/03/2014]. Putranto, A. H., 2013. Pembuatan Film Kartun “Ayo Selamatkan Bumi Kita” dengan Teknik Hybrid Animation. [Online] Available at: http://repository. amikom.ac.id/files/Publikasi_08.12.3146.pdf [Accessed 27/02/2014]. Rini, B. W., 2010. Adobe Flash CS5 untuk Membuat Animasi Kartun. Yogyakarta: Penerbit Andi. Shabri, I., Yuliana, M. & Assidiqi, M. H., 2008. Pembuatan Animasi 2D Bertemakan Peduli Lingkungan dengan Cell Technique. [Online] Available at: http://repo.pens.ac.id/1035/1/7708030023_budiharja_Paper_TA.pdf [Accessed 27/02/2014]. Simorangkir, O. P., 2003. Etika Bisnis, Jabatan, dan Perbankan. Jakarta: Rineka Cipta. Supratman, D., 2007. Unsur Visual dan Verbal Pada Iklan Layanan Masyarakat Pekan Imunisasi Sosial. Thesis. Bandung: Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. Vaughan, T., 2010. Multimedia: Making It Works, Edisi 6. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Evaliata Br. Sembiring .............. Pengembangan Media Sosialisasi Etika Kampus
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN E-JOURNAL MENGGUNAKAN OPEN JOURNAL SYSTEM DI STMIK JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi Program Studi Teknik Informatika Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
[email protected],
[email protected]
Abstrak Proses pengelolaan Jurnal Teknomatika di STMIK Jenderal Achmad Yani masih dilakukan secara konvensional. Proses-proses dalam penerbitan jurnal dilakukan secara terpisah, memakan waktu yang lama dan menyulitkan dalam proses koordinasi. Selain itu karya tulis terbitan Jurnal Teknomatika belum bisa diakses secara daring. Aplikasi e-journal merupakan sebuah aplikasi yang mampu mewadahi kebutuhan yang disebutkan diatas. Aplikasi e-journal yang akan dibangun menggunakan jenis software open source electronic publishing system yaitu Open Journal System (OJS) karena bersifat multi platform. OJS adalah sebuah Content Management System berbasis web yang khusus dibuat untuk menangani keseluruhan proses manajemen publikasi ilmiah dari proses call for paper, peer review, hingga penerbitan dalam bentuk daring. Dalam penelitian ini e-journal telah berhasil diimplementasikan sehingga diharapkan mampu meningkatkan memberikan layanan yang lebih baik dan akses lebih luas kepada para kontributor Jurnal Teknomatika di STMIK Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Kata Kunci: E-Journal, Open Journal System (OJS), STMIK Jenderal Achmad Yani, Teknomatika.
1. Pendahuluan Jurnal adalah publikasi ilmiah yang memuat informasi tentang hasil kegiatan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, minimal harus mencakup kumpulan atau kumulasi pengetahuan baru, pengamatan empiris dan pengembangan gagasan atau usulan (Lasa, 2009). Dalam e-journal proses penerbitan mulai dari pengumuman permintaan tulisan, pengiriman dari penulis, review, pemberitahuan hasil review, pengiriman perbaikan tulisan, pengeditan dan layout, pencetakan hingga distribusi semua dilakukan secara online dengan memanfaatkan teknologi informasi (Surjono, 2009). Dalam pengelolaan jurnal konvensional, proses tersebut biasanya memakan waktu berbulan-bulan dengan biaya yang tinggi terutama dalam tahap pencetakan dan distribusi. Menurut ketentuan dikti yang baru, setiap karya tulis yang diterbitkan di dalam sebuh jurnal diwajibkan untuk dipublikasikan secara daring. Hal ini menuntut adanya sebuah sistem yang mampu memberikan wadah kepada pengelola Jurnal Teknomatika STMIK Jenderal Achmad Yani Yogyakarta untuk
27
28
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
menjalankan proses dalam publikasi jurnal ilmiah seperti yang telah disebutkan oleh Surjono (2009). Aplikasi e-journal yang akan dibangun menggunakan perangkat lunak Open Journal System (OJS) karena merupakan perangkat lunak open source dan multi platform. Dengan menggunakan OJS maka proses-proses penerbitan jurnal mulai dari pengumuman penerimaan naskah, penyerahan naskah, hingga publikasi bisa dilakukan dalam satu sistem. Hingga Desember 2013 OJS telah digunakan 7.021 jurnal dalam 32 bahasa di seluruh dunia. Saat ini versi terakhir OJS adalah 2.4.4.0. Statistik penggunaan OJS dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Statistik pengguna Open Journal System (Sumber: https://pkp.sfu.ca/ojs/ojs-usage/ojs-stats/)
Beberapa institusi perguruan tinggi dan situs pengguna OJS adalah:
Universitas Brawijawa
Universitas Sriwijaya
Universitas Diponegoro
Institut Teknologi Sepuluh November
Institut Pertanian Bogor
University of Southern California
IlmuKomputer.Com OJS dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP,
menggunakan basis data MySQL atau PostgreSQL dan bisa ditempatkan pada server berbasis NIX maupun Windows.
Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi ................. Perancangan Dan Pembuatan E-Journal
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
29
2. Landasan Teori Berikut ini adalah beberapa konsep dan disiplin ilmu yang melandasi pengembangan e-journal STMIK Jenderal Achmad Yani Yogyakarta yang dikembangkan dalam penelitan ini.
2.1 Jurnal Jurnal merupakan sebuah publikasi ilmiah yang memuat informasi tentang hasil kegiatan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Minimal informasi yang ada harus mencakup kumpulan pengetahuan baru, pengamatan empiris, maupun pengembangan gagasan atau usulan (Lasa, 2009). Dengan demikian jurnal merupakan representasi dari pengetahuan baru tentang perkembangan ilmu pengetahuan yang dilaksanakan secara empiris dan biasanya merupakan gagasan yang terbaru. Jurnal sebagai sebuah terbitan berkala, dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis sebagai berikut: 1. Jurnal tercetak Jurnal tercetak yaitu terbitan berkala yang berbentuk pamflet berseri berisi bahan yang sangat diminati orang saat diterbitkan. Bila berkaitan dengan kata ilmiah di belakang kata jurnal, dapat diartikan sebagai terbitan berkala yang berbentuk pamflet yang berisi bahan ilmiah yang sangat diminati orang saat diterbitkan. 2. Jurnal Elektronik Jurnal elektronik adalah terbitan serial seperti bentuk tercetak, akan tetapi jurnal ini dijadikan bentuk elektronik. Terdiri dari tiga format, yaitu teks, teks dan grafik, serta full image (dalam format PDF). Adapun menurut LIPI (2005), “Jurnal elektronik (E-Journal) adalah sarana berbasis web untuk mengelola sebuah jurnal ilmiah maupun non ilmiah. Sarana ini disediakan sebagai wadah bagi pengelola, penulis dan pembaca karyakarya ilmiah.” Sedangkan Surjono (2009) menyebutkan dalam e-journal proses
penerbitan
mulai
dari
pengumuman
permintaan
tulisan,
pengiriman dari penulis, review, pemberitahuan hasil review, pengiriman perbaikan tulisan, pengeditan dan layout, pencetakan hingga distribusi semua dilakukan secara
online dengan memanfaatkan teknologi
informasi. Latar belakang yang memunculkan jurnal elektronik adalah mahalnya
percetakan
jurnal,
kemajuan
teknologi
komputer
dan
meluasnya teknologi jaringan world wide web (www).
Perancangan Dan Pembuatan E-Journal ................. Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi
30
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Perbedaan media pelayanan yang menggarisbawahi jenis layanan antara jurnal dari bahan tercetak dan e-journal (electronic journal) adalah dalam bentuk media penyimpanannya. Selanjutnya mengenai perbandingan jurnal elektronik dengan jurnal tercetak berdasarkan Tresnawan (2005) dipaparkan pada Tabel 1. Tabel 1 Perbandingan antara jurnal elektronik dan jurnal tercetak No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kriteria Kemutakhiran Kecepatan diterima Penyimpanan Pemanfaatan Kesempatan Penelusuran Waktu penelusuran Keamanan Manipulasi dokumen (seperti kutipan, dsb) Bila langganan dengan dana yang sama (jurnal lokal) Harga total langganan
Elektronik Mutahir Cepat Menghemat tempat 24 jam Akses bisa bersamaan Lebih mudah Cepat Lebih aman Sangat mudah
Tercetak Mutahir Lambat Memakan tempat Terbatas jam buka Antri Harus dibuat Lama Kurang aman Tidak bisa
Judul bisa lebih banyak
Judul lebih sedikit
Jauh lebih murah
Lebih mahal
Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa jurnal elektronik memiliki banyak nilai lebih dibandingkan dengan jurnal tercetak baik itu dari aspek kemutakhiran, penyimpanan, serta pemanfaatannya. Dengan adanya kelebihan yang dimiliki jurnal elektronik dapat lebih memudahkan pengguna dalam mencari informasi khususnya dalam hal penelusuran jurnal online (elektronik). Namun di samping itu jurnal elektronik memiliki kelemahan di mana untuk mengakses jurnal harus melalui media yaitu komputer yang tentunya membutuhkan listrik, jadi apabila terjadi pemadaman listrik jurnal online pun tidak dapat diakses.
2.2 Content Management System (CMS) Content Management System (CMS) adalah sebuah sistem yang memberikan kemudahan kepada para penggunanya dalam mengelola dan mengadakan perubahan isi sebuah website dinamis tanpa sebelumnya dibekali pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat teknis. Dengan demikian, setiap orang, penulis maupun editor, setiap saat dapat menggunakannya secara leluasa untuk membuat, menghapus atau bahkan memperbaharui isi website tanpa campur tangan langsung dari pihak webmaster (Antonius, 2003).
2.3 Open Journal System (OJS) Open Journal System atau OJS adalah sebuah Content Management System berbasis web yang khusus dibuat untuk menangani keseluruhan proses manajemen publikasi ilmiah dari proses call for paper, peer review, hingga
Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi ................. Perancangan Dan Pembuatan E-Journal
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
31
penerbitan dalam bentuk online. OJS dikeluarkan oleh Public Knowledge Project dari Simon Fraser University dan berlisensi GNU General Public License (Zuchri, 2009). OJS dapat mengotomatisasikan proses pengiriman artikel, editing, review dan lain-lain yang terkait dengan pengelolaan jurnal. Perangkat lunak yang digunakan pada OJS merupakan perangkat lunak open source untuk mengelola dan menerbitkan jurnal ilmiah secara online. OJS juga merupakan aplikasi yang dapat dioperasikan secara fleksibel dalam manajemen jurnal dan sistem penerbitan jurnal. Aplikasi ini telah dirancang untuk mengurangi waktu dan energi yang diperlukan untuk tugas-tugas administrasi dan
manajerial
yang
berhubungan
dengan
publikasi
jurnal,
sekaligus
meningkatkan pencatatan serta efisiensi proses editorial. Aplikasi ini berusaha untuk meningkatkan kualitas ilmiah dan publikasi penerbitan jurnal melalui sejumlah inovasi, dari mulai pembuatan kebijakan jurnal yang lebih transparan serta manajemen jurnal yang berbasis online sehingga dapat lebih bermanfaat untuk masyarakat luas yang membutuhkan. Kelebihan OJS dibandingkan dengan perangkat lunak lainnya yang sejenis antara lain:
OJS beroperasi di multi platform termasuk Windows.
OJS bisa beroperasi dengan webserver.
Proses instalasi mudah.
Banyak tersedia dokumentasi.
Sudah banyak diaplikasikan oleh institusi, perguruan tinggi, maupun komunitas. Untuk mengelola jurnal menggunakan OJS yang perlu diperhatikan
adalah peran pengguna (Nugroho, 2010), yaitu: 1. Manajer Jurnal Sebagai
pengelola
jurnal
berhak
atas
pengaturan
kelengkapan,
kebijakan, proses pengiriman artikel, pengaturan jurnal, pengaturan tampilan. 2. Manajer Langganan Berperan dalam pengaturan jurnal yang dilanggan. 3. Editors Memulai aplikasi, proses pengiriman artikel, menetapkan status artikel, mengatur
edisi,
membuat
edisi
baru,
dan
mempublikasikannya,
mengirimkan notifikasi kepada pengguna.
Perancangan Dan Pembuatan E-Journal ................. Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi
32
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
4. Editor Bagian Menetapkan reviewers, bekerjasama dengan para reviewers, membuat keputusan tentang artikel yang akan diterbitkan, copyediting, layout editing, dan mengoreksi artikel (proofreaders). 5. Reviewer Meninjau artikel yang dikirimkan, dan berhak mengunggah lampiran yang akan digunakan oleh editor dan author, reviewer ditentukan oleh section editors sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pengelola jurnal. 6. Copy Editors Berperan dalam melakukan penyuntingan artikel yang dikirimkan dan bekerjasama dengan penulis untuk memperbaiki tata bahasa dan kejelasan isi jurnal serta memastikan aturan penulisan jurnal secara bibliografi dan tekstual sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan sebelum kemudian ditempatkan dalam gallery dan dipublikasikan. 7. Layout Editors Berperan untuk mengubah format artikel HTML, PDF, DOCX, dan lainlain sesuai dengan ketentuan jurnal yang telah disepakati. OJS tidak menyediakan converter otomatis sehingga layout editors harus memiliki perangkat lunak yang dibutuhkan dan melakukannya secara manual kemudian meletakkan file tersebut dalam gallery. 8. Proofreaders Berperan dalam mengoreksi artikel dalam hal tipografi dan kesalahan format untuk setiap artikel yang tersimpan dalam gallery, kemudian menyerahkan kepada layout editor untuk diperbaiki, peran ini untuk dapat dilakukan oleh editor dan section editor. 9. Penulis Penulis dapat langsung mendaftarkan diri secara online di halaman website jurnal yang menggunakan OJS dan langsung mengunggah OJS dan langsung mengunggah artikel yang akan dipublikasikan dalam jurnal tersebut dengan terlebih dahulu mengisi metadata atau pengindeksan yang terkait dengan artikel tersebut sehingga dapat dengan mudah dilacak melalui mesin pencari. 10. Pembaca Pembaca dapat mendaftarkan diri sebagai langganan atau sekedar sebagai pembaca setelah jurnal dapat dibaca secara bebas tanpa biaya.
Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi ................. Perancangan Dan Pembuatan E-Journal
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
33
Pelanggan yang mendaftar akan mendapatkan notifikasi untuk setiap jurnal yang dipublikasikan termasuk daftar isi dan jurnal penuh melalui email. Berdasarkan Nugroho (2010) tahapan penerbitan di dalam OJS (Gambar 2) adalah sebagai berikut: 1. Submission Queue (antrian penugasan): Penyerahan naskah dimulai disini dan diberikan kepada editor untuk penugasan. 2. Submission Review (review naskah): Naskah akan melalui proses peer review dan keputusan untuk pengeditan. 3. Submission Editing (pengeditan naskah): Naskah melalui proses copyediting, layout, dan proofreading. 4. Scheduling Queue (penjadwalan antrian): Naskah menunggu antrian untuk dimasukan dalam volume terkait. 5. Table of Content (daftar isi): Naskah diurutkan untuk publikasi.
Gambar 2 Alur penerbitan Open Journal System
Perancangan Dan Pembuatan E-Journal ................. Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi
34
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
2.4 Unified Modelling Language (UML) UML adalah bahasa standar yang digunakan untuk menjelaskan dan memvisualisasikan artifak dari proses analisis dan desain berorientasi obyek (Hermawan, 2009). UML menjadi bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antara user dengan developer, antara developer dengan developer, mulai dari developer analis dengan develpor desain, dan juga antara developer desain dengan developer pemograman. Digunakannya UML karena lebih menekankan pada gambar desain, bukan pada narasi. Dengan adanya gambar dapat membantu menjelaskan atau mengkomunikasikan dan memberikan gambaran, bagaimana interaksi yang terjadi antar elemen dalam sistem. Selain itu UML juga membantu menjelaskan kelakuan dari suatu obyek dalam sistem. Pokok terpenting dari UML adalah mempertahankan konsistensi antara desain dan implementasi dalam program. Simbol-simbol yang perlu diketahui sebelum melakukan pemodelan sistem dengan UML (Hermawan, 2009) adalah sebagai berikut: 1. Actor, merupakan segala sesuatu yang berinteraksi dengan sistem, baik orang, komputer atau sistem lain yang dapat terlibat dalam suatu sistem yang lebih besar. Biasanya hal yang dilakukan oleh actor adalah memberikan informasi pada sistem atau memberikan perintah pada sistem untuk melakukan pekerjaan tertentu (Gambar 3).
Gambar 3 Notasi actor
2. Usecase, untuk menjelaskan urutan kegiatan yang dilakukan aktor dan sistem untuk tujuan tertentu. Walaupun menjelaskan kegiatan namun usecase hanya menjelaskan yang dilakukan oleh aktor dan sistem, bukan bagaimana aktor dan sistem melakukan kegiatan tersebut (Gambar 4).
Gambar 4 Notasi usecase
3. Interaction, digunakan untuk menunjukkan aliran pesan atau informasi antar obyek (Gambar 5).
Gambar 5 Notasi interaction
Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi ................. Perancangan Dan Pembuatan E-Journal
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
35
4. Dependency (Gambar 6(a)), merupakan relasi yang menunjukkan bahwa perubahan pada salah satu elemen memberi pengaruh pada elemen lain. Elemen yang ditunjuk anak panah merupakan elemen yang tergantung pada elemen yang tidak ditunjuk anak panah. Dalam dependency terdapat dua stereotype, yakni include dan extends. Include menunjukkan bahwa suatu bagian dari elemen/usecase yang tidak ditunjuk anak panah memicu eksekusi bagian dari elemen/usecase yang ditunjuk anak panah (Gambar 6(b)). Extends menunjukkan bahwa bagian dari elemen/usecase yang tidak ditunjuk anak panah dapat disisipkan ke dalam bagian dari elemen/usecase lain yang ditunjuk anak panah (Gambar 2.6(c)). Sifat dari extends adalah opsional.
(a) <
>
(b) <<Extend>>
(c) Gambar 6 (a) Notasi dependency, (b) include, (c) extend
5. Association, untuk menggambarkan navigasi antar class (navigation), berapa banyak obyek lain yang bisa berhubungan dengan satu obyek (multiplicity antar class), serta menggambarkan suatu class merupakan bagian dari class yang lain (Gambar 7). Gambar 7 Notasi association
Multiplicity dinotasikan dengan menambahkan teks semacam (0..1), (0..*), dan (1..*) di ujung garis association. 6. Generalization, untuk menunjukkan hubungan antara elemen yang lebih umum ke elemen yang lebih spesifik. Class yang lebih spesifik akan menurunkan atribut dan operasi dari class yang lebih umum, atau subclass is a superclass. Dengan menggunakan notasi generalization, konsep inheritence dari prinsip hirarki dimodelkan (Gambar 8). Gambar 8 Notasi generalization
Perancangan Dan Pembuatan E-Journal ................. Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi
36
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
7. Realization, untuk menunjukkan hubungan elemen yang ada di bagian tanpa anak panah akan merealisasikan apa yang dinyatakan oleh elemen yang ditunjuk anak panah (Gambar 9).
Gambar 9 Notasi realization
3. Metodologi Pengembangan Perangkat Lunak 3.1 Proses Bisnis Ada
beberapa
tahapan
dalam
publikasi
jurnal
ilmiah
dengan
menggunakan e-journal, yaitu proses pengumuman penerimaan naskah, pendaftaran penulis, proses penyerahan naskah dari penulis, proses evaluasi naskah oleh redaksi/editor, proses review oleh reviewer, proses editing oleh editor, proses pembayaran penerbitan naskah oleh penulis dan proses penjadwalan publikasi di e-journal (Gambar 10). Activity diagram proses penerbitan jurnal dapat dilihat pada Gambar 11. Untuk user pembaca juga bisa mengakses jurnal, namun hanya pada bagian tertentu. Pembaca dapat mengakses jurnal Teknomatika, melihat informasi, mendaftar sebagai penulis, melihat terbitan terkini, membaca abstrak, mengunduh artikel, dan juga melihat arsip terbitan jurnal terdahulu. Untuk lebih jelasnya akan ditunjukkan pada Gambar 12.
3.2 Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer dengan spesifikasi cukup untuk menjalankan sistem operasi dan perangkat lunak pengembangan, ditambah dengan adanya koneksi internet. Sistem operasi dan program aplikasi yang digunakan dalam pembuatan sistem ini adalah sebagai berikut: 1. Sistem operasi: Windows 8 2. Open Journal System versi 2.4.3.0 3. WampServer versi 2.1 atau yang lebih baru, yang di dalamnya terdapat aplikasi berikut: a. Database MySQL versi 5.5.8 atau yang lebih baik b. Web server Apache versi 2.2.17 atau versi yang lebih baik c. phpMyAdmin versi 3.3.9 atau yang lebih baik 4. Notepad++ versi 6.3 5. ArgoUML versi 0.34
Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi ................. Perancangan Dan Pembuatan E-Journal
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
37
Gambar 10 Usecase diagram proses penerbitan jurnal
Gambar 11 Activity diagram proses penerbitan jurnal
Perancangan Dan Pembuatan E-Journal ................. Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi
38
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Gambar 12 Usecase diagram pembaca
3.3 Jalan Penelitian Jalan penelitian pada pengembangan sistem e-journal STMIK Jenderal Achmad Yani Yogyakarta adalah penelitian rancang bangun. Penelitian berawal dari permasalahan yang ada, memetakan proses-proses yang ada, mencari sumber permasalahan, dan akhirnya merancang dan mengembangkan suatu sistem
yang
dapat
digunakan
untuk
mereduksi
atau
mengeliminasi
permasalahan yang ada. Untuk memperoleh gambaran mengenai data yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dengan mengadakan penelitian langsung pada redaksi penerbitan jurnal di STMIK Jenderal Achmad Yani. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara metode wawancara dengan pengelola jurnal yang dianggap dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dengan cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari teori-teori yang ada pada buku-buku literatur, referensi, media cetak maupun media elektronik sebagai penunjang yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.
Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi ................. Perancangan Dan Pembuatan E-Journal
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
39
Dalam pengembangan aplikasi e-journal STMIK Jenderal Achmad Yani Yogyakarta menggunakan software OJS. Memasuki tahapan pengembangan sistem dilakukan pebuatan sistem dengan cara melakukan instalasi dan konfigurasi aplikasi perangkat lunak OJS versi 2.4.3.0, dan di-setup sesuai dengan redaksi Teknomatika STMIK Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Dalam pembuatan rancangan antar muka sistem e-journal dibuat dengan memodifikasi file CSS dan menambahkan header, footer dan juga menu sidebar, sehingga pada rancangan antar muka disesuaikan dengan latar belakang redaksi penerbitan jurnal di STMIK Jenderal Achmad Yani. Gambar 13 dan Gambar 14 merupakan contoh rancangan e-journal. Halaman utama e-journal juga disebut sebagai site-level. Pada halaman utama terdapat menu navigasi beranda, tentang kami, login, daftar/registrasi, dan menu pencarian jurnal atau artikel. Pada bagian sidebar terdapat juga menu login, perubahan bahasa, menu pencarian penulis, judul artikel, abstrak dan juga teks lengkap.
Gambar 13 Tampilan halaman utama website e-journal
Gambar 14 Tampilan utama journal-level
Perancangan Dan Pembuatan E-Journal ................. Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi
40
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
4. Pembahasan Antar muka e-journal STMIK Jenderal Achmad Yani (Gambar 15 dan gambar 16) terdiri dari halaman utama situs (site-level) , halaman jurnal (journallevel), form pendaftaran, halaman arsip, halaman terbitan terkini, halaman informasi, halaman administrator situs, halaman manajer jurnal, halaman editor, halaman reviewer, halaman penulis, serta statistik dan laporan. Proses penerbitan jurnal di e-journal STMIK Jenderal Achmad Yani diawali dari penyerahan naskah oleh penulis. Penulis diharuskan mendaftarkan diri terlebih pada situs e-journal STMIK Jenderal Achmad Yani. Setelah penulis terdaftar pada salah satu jurnal penulis akan diarahkan ke halaman penulis (Gambar 17). Lalu tahapan terakhir adalah publikasi naskah.
Gambar 15 Halaman site-level e-journal
Gambar 16 Halaman journal-level
Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi ................. Perancangan Dan Pembuatan E-Journal
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
41
Terdapat lima langkah dalam melakukan penyerahan naskah, yaitu mulai, mengunggah naskah, memasukkan metadata, mengunggah file tambahan dan terakhir adalah konfirmasi. Proses publikasi jurnal dilakukan oleh editor. Tahapan dimulai dari pembuatan terbitan kemudian menjadwalkan jurnal dalam terbitan. Dengan menggunakan sistem e-journal ini akan lebih mempermudah dalam proses penerbitan jurnal, dari mulai penyerahan naskah sampai penerbitan volume dan publikasi naskah dilakukan dalam satu sistem. Pada sistem e-journal ini juga terdapat fitur untuk membaca artikel dalam format PDF secara langsung di sistem e-journal ini tanpa harus mengunduh terlebih dahulu. Sistem e-journal STMIK Jenderal Achmad Yani Yogyakarta ini telah diunggah ke web hosting, sehingga sistem tersebut dapat diakses oleh siapa saja di internet. Alamat sistem dapat diakses di http://mhs.stmikayani.ac.id/haqi. Sistem e-journal STMIK Jenderal Achmad Yani adalah sebuah sistem yang mengelola jurnal secara online, semua proses dilakukan di dalam satu fasilitas e-journal. Penelitian pembangunan sistem ini masih perlu dikembangkan lebih jauh hingga sistem lebih layak untuk digunakan sebagai sistem yang handal. Kurangnya pengetahuan tentang OJS juga menjadi kendala dalam pengembangan sistem e-journal ini. Proses instalasinya mudah karena tidak harus melakukan coding dari awal, namun untuk konfigurasinya sampai sistem benar-benar siap pakai diperlukan pengetahuan lebih karena harus mengetahui tiap langkah yang dilakukan. Karena keterbatasan sumber daya, sistem ini hanya mencatat data konfirmasi pembayaran, dan pembayaran dilakukan secara manual selanjutnya dikonfirmasikan secara online, akan tetapi fitur-fitur yang diinginkan berdasarkan perumusan masalah dalam penelitian sudah tercapai.
5. Penutup Sistem e-journal yang dibangun telah sesuai dengan kebutuhan pengelolaan dan penerbitan e-journal yang teridentifikasi dalam penelitian. Proses-proses tersebut antara lain proses pengiriman, pengeditan dan penerbitan jurnal elektronik. Fitur pembayaran telah tersedia dalam e-journal STMIK Jenderal Achmad Yani Yogyakarta, namun pembayaran masih dilakukan secara manual melalui transfer bank, sistem hanya digunakan sebagai konfirmasi pembayaran. Adanya fitur statistik dan laporan memudahkan dalam menyajikan ringkasan statistik penggunaan jurnal.
Perancangan Dan Pembuatan E-Journal ................. Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi
42
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Daftar Pustaka Antonius, K.Y., 2003. Pengantar Content Management System (CMS). [Online] Available at: http://www.unej.ac.id/pdf/kemas-cms.pdf [Accessed 30/03/ 2014]. Hermawan, J., 2009. Analisa Desain & Pemograman Berorientasi Obyek dengan UML dan Visual Basic.NET. Yogyakarta: Andi Publisher. Lasa, H. S., 2009. Kamus Kepustakawanan Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. LIPI, 2005. Jurnal Online. [Online] Available at: http://www.jurnal.lipi.go.id/ [Accessed 30/03/2014]. Nugroho, A. P., 2010. Panduan Open Journal System Indonesian Journal of Biotechnology. [Online] Available at: http://repo.ugm.ac.id/ekstra/pan duan/OJS/panduan-open-journal-system-biotechnology.pdf [Accessed 30/03/2014]. Surjono, H. D., 2009. Pengenalan dan Pengembangan E-Journal. [Online] Available at: http://blog.uny.ac.id/hermansurjono/files/2009/09/Pengemba ngan-e-journal-herman-d-surjono-uny.pdf [Accessed 30/03/2014]. Tresnawan, A., 2005. Jurnal Elektronik: berbagi pengalaman proses berlangganan jurnal on-line di UPT Perpustakaan UNISBA. [Online] Available at: https://www.scribd.com/doc/138059781/e-Jurnal-doc [Accessed 30/03/2014]. Zuchri, L., 2009. Open Journal Systems: Solusi Pengelolaan Jurnal Ilmiah. [Online] Available at: http://ilmukomputer.org/wp-content/uploads/2009/05/ zuchri-ojs-solusi-pengelolaan-jurnal-ilmiah.pdf [Accessed 30/03/2014].
Mufti Baihaqi, Ahmad Hanafi ................. Perancangan Dan Pembuatan E-Journal
MODEL ARSITEKTUR SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI PADA ORGANISASI SEKTOR PUBLIK Kholid Haryono Department of Informatics Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta [email protected]
Abstrak Salah satu faktor kegagalan implementasi IT adalah tidak adanya perencanaan yang baik dalam penggunaan IT yang sesuai dengan kebutuhan bisnis (enterprise). Demikian juga yang terjadi di sektor publik, pengadaan IT secara sporadis berdasarkan kebutuhan spontan tanpa melalui tahap perencanaan yang baik dan bersifat parsial menjadi salah satu penyebab kegagalan tersebut. Untuk menjawab hal itu maka diperlukan penyusunan rencana strategis/renstra (blue print) IT yang sejalan dengan kebutuhan dan pencapaian visi dan misi enterprise. Penelitian ini menggambarkan model arsitektur enterprise untuk pemerintah daerah yang dapat digunakan sebagai referensi bagi organisasi sektor publik dalam upaya penyusunan renstra (blue print) terkait IT. Arsitektur dibuat pada sektor keuangan daerah, yaitu menggambarkan arsitektur aplikasi-aplikasi pada ruang lingkup keuangan daerah, infrastruktur sampai peluang-peluang dan solusi yang dapat diambil dalam implementasi IT pemda. Penelitian lebih lanjut dapat dikembangkan pada level detail setiap aplikasi, hubungan antar entitas dan pengembangan sistem dokumentasi serta monitoring implementasi arsitektur yang telah ditetapkan dan akan diimplementasikan. Kata Kunci: Arsitektur Sistem Informasi, E-Government, Sistem Organisasi Sektor Publik, TOGAF, NEA.
1. Pendahuluan Good
Governance
penyelenggaraan transparansi,
merupakan
pelayanan
efisiensi
dan
publik.
kebutuhan
yang
Implementasinya
efektifitas
penting akan
penyelenggaraan
dalam
menjamin
pemerintahan.
Penggunaan dan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah dimulai
sejak
(Kemenkominfo)
terbentuknya tahun
2001
Kementerian yang
Komunikasi
sebelumnya
dan
bernama
Informatika Departemen
Penerangan (1945-1999). Intensitas penggunaan TIK tersebut terus meningkat sehingga
pemerintah
melalui
Kementerian
Komunikasi
dan
Informatika
mengeluarkan Peraturan Menkominfo Nomor 41/PER/MEN.KOMINFO/11/2007 tentang Tatakelola Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional. Hingga tahun 2014, penyelenggaraan tatakelola TIK berjalan sektoral dan tidak terpusat, pemerintah daerah dan pusat memiliki tatakelola, sistem dan infrastruktur yang berdiri sendiri-sendiri. Bahkan di tingkat daerah, sistem antar unit satuan kerja perangkat daerah (SKPD) – setingkat dinas juga mengelola TIK
43
44
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
secara mandiri. Akibatnya muncul permasalahan-permasalahan seperti data yang tidak terintegrasi dan tersebar di setiap unit, perencanaan TIK berjalan sesuai fungsi masing-masing unit dan tidak menerapkan perencanaan integratif, proyek-proyek TIK tersebar diberbagai unit sehingga integrasi sistem dan informasi semakin sulit, hubungan dengan luar pemerintahan terutama masyarakat belum tersedia satu pintu/sistem informasi dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan informasi komprehensif yang dibutuhkan oleh stakeholder. Salah satu sebab permasalahan tersebut adalah belum adanya arsitektur sistem yang dibuat dan dikelola dengan baik oleh pusat dan daerah sehingga penyelenggaraan tatakelola tidak tampak seperti piramida yang menunjukkan gambaran hubungan pusat dan daerah. Penelitian ini akan membuat model arsitektur yang memuat arsitektur informasi, arsitektur aplikasi dan arsitektur infrastruktur teknologi. Ruang lingkup penelitian adalah pemerintah tingkat I (provinsi) dengan sektor pengelolaan keuangan daerah. Penelitian ini berkontribusi terhadap proses pembuatan perencanaan strategis (blueprint) bagi pengelolaan TIK tingkat daerah yang bisa digunakan di luar sektor keuangan, termasuk pelayanan dan pengelolaan sumber daya manusia.
2. Teori dan Pustaka Arsitektur adalah hubungan kerja terstruktur dari sebuah sistem yang terdiri dari hardware, software dan network (IBM, 1978). Arsitektur juga dikenal sebagai dasar sistem organisasi yang menghubungkan komponen-komponen pada lingkungan sistem dan memiliki aturan perancangan dan evaluasi (The Open Group, 2011).
2.1 Arsitektur Enterprise (Enterprise Architecture – EA) Merujuk
pada
sekelompok
orang
yang
bertanggungjawab
untuk
pemodelan dan kemudian mendokumentasikan arsitektur tersebut. Lebih umum lagi didefinisikan sebagai model, dokumentasi, dan item-item yang dapat digunakan kembali seperti komponen, kerangka kerja (framework), obyek dan sebagainya yang mencerminkan sebuah arsitektur secara utuh (Ambler, 2002). EA Community (www.eacommunity.com) mendefinisikan sebagai kerangka kerja atau blueprint untuk bagaimana organisasi mencapai tujuan bisnis saat ini dan masa depan dengan cara menguji kunci sukses bisnis, informasi, aplikasi dan
Kholid Haryono ......................... Model Arsitektur Sistem Dan Teknologi Informasi
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
45
strategi teknologi dan dampaknya terhadap fungsi bisnis. Masing-masing strategi ini adalah disiplin arsitektur yang terpisah dan EA adalah perekat yang mengintegrasikan masing-masing disiplin dalam kerangka yang kohesif seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Hubungan antar arsitektur dalam EA (Pereira & Sousa, 2004)
Business Architecture (BA) adalah hasil dari mendefinisikan strategi bisnis, proses, dan permintaan fungsional. BA merupakan dasar untuk mengidentifikasikan
kebutuhan
sistem
informasi.
Application
Architecture
difokuskan memberikan sebuah framework pada pengembangan dan/atau implementasi aplikasi untuk mengisi kebutuhan bisnis. Information Architecture (IA) menggambarkan fisik data dan aspek logis seperti manajemen sumber daya. IA menghasilkan model informasi yang dibutuhkan untuk mendukung proses bisnis dan fungsi-fungsi perusahaan. Technical Architecture (TA) memberikan fondasi yang mendukung aplikasi, data, dan proses bisnis yang teridentifikasi pada ketiga layer arsitektur. Product Architecture merupakan bagian dari TA yang mengidentifikasi standar dan konfigurasi untuk menerapkan teknologi dan produk di dalam TA.
2.2 Enterprise Architecture Framework Terdapat berbagai macam framework yang dapat digunakan untuk membuat
enterprise
architecture
seperti
Zachman
Framework,
Federal
Enterprise Architecture Framework (FEAF), DoD Architecture Framework (DoDAF), Treasury Enterprise Architecture Framework (TEAF), The Open Group Architecture Framework (TOGAF), Gartner (Meta Framework), dan lain-lain. Dari berbagai framework yang tersedia tersebut, empat di antaranya populer digunakan, yakni: Zachman Framework, TOGAF, FEAF, dan Gartner (Sessions, 2007). Perusahaan-perusahaan dunia telah banyak mengadopsi frameworkframework tersebut menjadi arsitektur perusahaannya (Schekkerman, 2005).
Model Arsitektur Sistem Dan Teknologi Informasi ......................... Kholid Haryono
46
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
2.3 The Open Group Architecture Framework (TOGAF) TOGAF adalah kerangka kerja yang digunakan untuk mengembangkan arsitektur perusahaan. TOGAF didukung oleh tools yang lengkap dan memiliki metodologi yang detail. TOGAF dikeluarkan pertama kali tahun 1995 oleh The Open Group Architecture Framework (The Open Group, 2011). Tiga komponen TOGAF adalah: 1. Architecture Development Model (ADM), merupakan bagian pokok dari TOGAF karena berisi cara dan langkah-langkah menyusun arsitektur perusahaan. 2. Foundation Architecture, disebut juga framework within a framework, sebuah fondasi yang memungkinkan hubungan masing-masing arsitektur yang relevan. Terdiri dari tiga fondasi yakni, Technical Reference Model, Standard Information Base, dan Building Block Information Base. 3. Resource Base, bertugas memberikan sumber-sumber informasi yang dibutuhkan dalam penggunaan ADM. ADM merupakan inti dari ketiga komponen tersebut yang juga memiliki tools dan skema detail secara menyeluruh terhadap terbentuknya arsitektur enterprise. Siklus ADM terdiri dari 8 fase seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Siklus ADM
Preliminari: Framework and Principles merupakan langkah awal pemilihan framework dan komitmen stakeholder yang berisi dasar-dasar yang diharapkan dalam pembuatan EA.
Kholid Haryono ......................... Model Arsitektur Sistem Dan Teknologi Informasi
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
47
Phase A: Architecture Vision, bertujuan untuk menyusun visi dan maksud dibuatnya EA termasuk didalamnya ruang lingkup, kebijakan, harapan, masalah yang akan dipecahkan, bentuk output yang diinginkan. Output dari fase ini adalah terbitnya statement of architecture work. Phase B: Business Architecture, tahap ini mengidentifikasi baseline dan target serta mencari celah (gap) antara keduanya untuk memperbaharui kebutuhan bisnis yang telah dibuat pada fase A. Phase C: Information Systems Architecture, tahap ini menyusun sistem yang telah ada dibandingkan dengan kebutuhan sistem. Pada tahap ini disusun arsitektur data dan arsitektur informasi yang menjadi dasar dari terbentuknya sistem informasi. Phase D: Technology Architecture, teknologi akan menjadi dasar implementasi sistem informasi dan seluruh aliran data pada lingkup arsitektur sistem informasi yang dibangun. Phase E: Opportunities and Solution, mengidentifikasi peluang-peluang bisnis yang muncul setelah semua arsitektur teridentifikasi dan memberikan solusi atas peluang-peluang tersebut untuk mencapai sasaran dari arsitektur yang telah dibangun. Phase
F:
Migration
Planning,
menyusun
roadmap
dari
tahap
implementasi, menyusun prioritas dari integrasi proyek-proyek agar berjalan sesuai dengan rancangan arsitektur. Phase G: Implementation Governance, melaksanakan tatakelola dari arsitektur yang dibuat, termasuk menyusun tim, membuat manajemen proyek dan kontrol. Phase H: Architecture Change Management, karakteristik manajemen lebih cepat berubah dari perkembangan teknologi, oleh karenanya manajemen perlu mengatur teknologi agar bisa sejalan dengan tujuan organisasi. Output tahap ini adalah perubahan arsitektur manajemen yang mendukung arsitektur yang telah dibuat setelah melalui tahap implementasi.
2.4 Arsitektur Organisasi Sektor Publik Arsitektur Enterprise menjelaskan bagaimana kerja sistem informasi, proses, mengorganisasikan unit-unit dan orang di dalam fungsi organisasi secara menyeluruh (Ashmore, et al., 2004). EA dapat berpotensi digunakan untuk meningkatkan organisasi sektor publik, mengurangi duplikasi dan juga mengurangi biaya (Harijadi, 2013).
Model Arsitektur Sistem Dan Teknologi Informasi ......................... Kholid Haryono
48
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Pada organisasi sektor publik dikenal dengan istilah National Enterprise Architecture (NEA), atau sering juga disebut sebagai Government Enterprise Architecture (GEA) (Liimatainen, et al., 2007). Skema itu akan menunjukkan gabungan dari sistem informasi yang ada di unit terkecil seperti pemerintah daerah dan secara nasional diintegrasikan menjadi satu. Para ahli teknologi informasi dan e-government mengatakan bahwa “by nature” sistem informasi yang ada dalam pemerintahan merupakan kumpulan dari berbagai “sistem federal” (kepulauan sistem informasi). Beberapa organisasi di berbagai negara telah mengadopsi framework yang ada menjadi arsitektur mereka seperti tampak pada Tabel 1 (Liimatainen, et al., 2007). Tabel 1 Penggunaan framework negara-negara di dunia No 1
Negara Finlandia
2
Denmark
3
Belanda
4
Inggris
5
Swiss
6
USA
Architecture Framework The framework covers four common viewpoints (business, information, application and technology), which are supported in several widely used frameworks (FEA, TOGAF, IEF and E2AF). The NEA method is in accordance with the TOGAF process. NEA utilises known frameworks (such as EIF, FEAF, TOGAF and NAF) in refence models and descriptions. NEA includes principles, methods, tools, and control Frameworks. The NEA model is based on the Zachman framework. A simplified version of the Zachman model is used to structure the architectural principles. The NEA programme uses no architectural models, but at the local level public agencies have adopted a variety of architecture models. The e-GIF defines the government’s technical policies and specifications for achieving interoperability and ICT systems coherence across the public sector. It contains a framework and a register. The first version of a cross-Government Enterprise Architecture (xGEA) has been published. The NEA programme is based on the TOGAF framework for the development of the architecture. The NEA contains principles, standards, tools, and evaluation criteria, and considers process and structural views. The NEA is broadly defined to cover technology and business. It contains models which are used to model an organisation’s operations. The descriptions include the present state, the target state and a strategy. Frameworks used include e.g. TOGAF, FEAF and FEA. With the Data Reference Model v 2.0, the NIST (National Institute of Standards and Technology) has formulated a standard outline SP 800-80, which combines performance indicators for an agency’s target-oriented operations and security. The complete description is in the Consolidated Reference Model (CRM) version 2.2.
3. Metodologi Penelitian Paper ini merupakan penelitian interpretative dari pengamatan sejak tahun 2007 hingga 2014 pada organisasi pemerintahan, memotret persoalan-
Kholid Haryono ......................... Model Arsitektur Sistem Dan Teknologi Informasi
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
49
persoalan yang terjadi terkait dengan integrasi sistem, perencanaan dan implementasi arsitektur teknologi di beberapa daerah. Fokus penelitian adalah membuat gambaran dasar dari hubungan aplikasi-aplikasi pada lingkup pengelolaan keuangan dan aset daerah yang tersebar di unit-unit pemda hingga integrasi informasi level pemerintah daerah. Tahap-tahap penelitian mengadopsi beberapa fase pada Architecture Development Method (ADM) TOGAF seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Alur Metodologi Penelitian
Dimulai dari preliminary framework and priciple yang merupakan pernyataan manajemen terhadap kebutuhan arsitektur serta prinsip-prinsip yang diharapkan
oleh
organisasi.
Phase
1:
Achitecture
Business,
dengan
mengidentifikasi proses bisnis dan hubungan antar entitas pada pengelolaan keuangan dan aset daerah. Phase 2: Information System Architecture, menggambarkan data dan informasi pada aplikasi-aplikasi yang ada serta membuat gambaran hubungan dari semua itu. Phase 3: Technology Architecture, membuat gambaran infrastruktur yang dapat digunakan untuk menjalankan sistem informasi sesuai proses bisnis yang dijalankan. Phase 4: Opportunities and Solution, mengidentifikasi munculnya peluang baru dan menyusun rencana tindakan dari peluang yang ada.
Model Arsitektur Sistem Dan Teknologi Informasi ......................... Kholid Haryono
50
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
4. Pembahasan 4.1 Arsitektur Proses Bisnis Pemetaan kebutuhan IT ditentukan dari proses bisnis yang akan berjalan di atasnya, arsitektur IT dapat dibuat setelah arsitektur bisnis didefinisikan. Pada ruang lingkup pengelolaan keuangan dan aset daerah, setidaknya terdapat delapan bidang proses bisnis yang saling terkait yaitu: a) Perencanaan dan penganggaran; b) Penatausahaan; c) Perbendaharaan; d) Akuntansi dan pelaporan; e) Sistem aset dan barang daerah; f) Sistem kepegawaian; g) Sistem gaji; dan h) Sistem pengadaan/lelang (e-procurement). Entitas dan hubungan informasi masing-masing bidang ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Proses Bisnis dan Entitas Pengelolaan Keuangan Daerah
4.2 Arsitektur Sistem Informasi Tahap ini mendeskripsikan sistem-sistem aplikasi dan perannya dalam mendukung proses-proses bisnis, meliputi: a) menentukan konsep aplikasi kunci yang dibutuhkan; b) struktur logis dari sistem informasi yang menggambarkan pertukaran informasi antar sistem aplikasi dan peran masing-masing pengguna; dan c) mendesain komposisi modul-modul dari sistem informasi. Portofolio dari aplikasi-aplikasi pengelolaan keuangan dan aset daerah disebutkan pada Tabel 2. Tabel 2 (a) Portofolio Aplikasi Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah No 1
Kode AMAB
2
SPEG
Nama Aplikasi Aplikasi Manajemen Aset dan Barang Daerah Sistem Kepegawaian
Fungsi Menyimpan aset dan barang daerah, merencanakan pengadaan, mendistribusikan dan melakukan penyusutan aset. Mencatat data induk pegawai, mutasi keluar masuknya pegawai, kenaikan pangkat dan golongan yang berimbas pada gaji pokok dan tunjangan serta pensiun pegawai.
Entitas Bidang Aset Daerah/bagian umum Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
Kholid Haryono ......................... Model Arsitektur Sistem Dan Teknologi Informasi
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
51
Tabel 2 (b) Portofolio Aplikasi Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (Lanjutan) No 3
Kode SGT
Nama Aplikasi Sistem Gaji dan Tunjangan
4
SPP
Sistem Perencanaan dan Penganggaran
5
STU
Sistem Penatausahaan Dinas
6
PERBEN
Sistem Perbendaharaa n Daerah
7
SPRD
8
SAKD
Sistem Pendapatan dan Retribusi Daerah Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
9
Portal
Portal Pemerintahan
10
Monev
Sistem Monitoring dan Evaluasi (monev)
Fungsi Mencatat distribusi gaji dan tunjangan setiap pegawai per unit organisasi, pemberian uang duka dan proyeksi kebutuhan gaji tahun anggaran berikutnya. Manajemen kebutuhan pembangunan terutama dari sisi anggaran, membuat prioritas dan plafon anggaran (PPA) dan kebijakan umum anggaran (KUA) serta menerbitkan APBD dan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) sebagai dasar penerimaan pendapatan dan belanja daerah. Pengelolaan realisasi anggaran pendapatan dan belanja tingkat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) – setingkat dinas. Output akhir SPJ fungsional dan buku kas umum (BKU). Pengelolaan kas daerah, pengelolaan penyediaan dana dan penerbitan surat perintah pencairan dana (SP2D). Pencatatan penerimaan retribusi selain pajak oleh setiap SKPD yang memiliki anggaran pendapatan dari wajib retribusi. Mencatatan jurnal setiap bukti transaksi keuangan, menyusun buku besar dan laporan keuangan akhir anggaran berupa neraca, laporan realisasi anggaran (LRA), perubahan sisa lebih anggaran (SILPA), laporan operasional (LO). Sistem informasi yang dapat digunakan oleh masyarakat, pegawai, pengusaha/perusahaan dan pihak-pihak lain yang membutuhkan informasi terkait pengelolaan keuangan dan aset daerah. Sistem eksekutif yang berisi grafik-grafik pencapaian kinerja pemerintahan untuk keperluan perencanaan dan keberlanjutan pembangunan daerah.
Entitas Bendahara Gaji
Bagian Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan Bidang Penganggaran
Bendahara Penerimaan dan Pengeluaran SKPD Kantor Kas Daerah
Dipenda dan Bendahara Pendapatan SKPD Bagian Akuntansi dan Pelaporan
Kantor Pelayanan Data Elektronik (KPDE) daerah
BAPPEDA dan DPRD
Arsitektur Sistem Informasi dari portofolio aplikasi ditunjukkan seperti pada Gambar 5.
Model Arsitektur Sistem Dan Teknologi Informasi ......................... Kholid Haryono
52
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Gambar 5 Arsitektur Sistem Informasi
Pada gambar 5, graphics design tools dapat menggunakan MS Visio atau E-Draw Max sebagai tools desain arsitektur yang umum digunakan. Web dapat diakses menggunakan Mozilla, IE dan Chrome sedangkan mobile device yang paling umum menggunakan smartphone berbasis Android. Portal web service dikelola sendiri oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika sebagai CEO dari pemerintah daerah. Client Application adalah sekumpulan aplikasi desktop yang memiliki karakteristik terikat ruang dan waktu yaitu aplikasi yang petugas dan lokasi input-nya ditentukan berdasarkan penempatan, tiga aplikasi yakni aplikasi aset; sistem kepegawaian; dan sistem gaji memberikan masukan bagi perencanaan dan penganggaran dalam membuat APBD pemerintahan. APBD kemudian ditransfer ke sistem retribusi dan sistem penatausahaan untuk pencatatan realisasi anggaran. Seluruh operasi keluar masuknya uang melalui perbendaharaan sehingga seluruh transaksi unit pada sistem retribusi dan penatausahaan diintegrasikan pada sistem perbendaharaan sebagai jembatan keluar masuknya uang. Luaran dari sistem perbendaharaan ditransfer ke sistem
Kholid Haryono ......................... Model Arsitektur Sistem Dan Teknologi Informasi
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
53
akuntansi untuk dibuatkan jurnal double entry, buku besar dan laporan akhir keuangan pemerintah daerah. Automated disposition adalah wilayah pertukaran metadata yang dikelola oleh web service dan PHP/ASP.
4.3 Arsitektur Teknologi Informasi Memetakan infrastruktur teknologi informasi untuk tatakelola diperinci sampai komponen hardware-nya, yaitu: a) memetakan hardware dari sistem informasi yang dibutuhkan; b) memungkinkan identifikasi hardware yang dibutuhkan bersama-sama; c) mengidentifikasi mekanisme integrasi antar komponen sistem aplikasi yang saling berhubungan. Topologi infrastruktur dan jaringan tampak seperti Gambar 6.
Gambar 6 Topologi Infrastruktur Jaringan Arsitektur Teknologi
Aplikasi berjalan pada tiga bagian utama, portal pemerintah dibuat menggunakan web base dan mobile base programming yang terhubung dengan database melalui jaringan internet, database virtual pada web server dengan pengamanan firewall keluar masuknya data ke jaringan pusat dan diteruskan ke server induk. Aplikasi berjalan pada unit satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) setingkat dinas berbasis desktop dengan jaringan LAN dan server pada area SKPD. Dibuat demikian untuk menghindari ketergantungan dengan jaringan yang tidak stabil dan gangguan transaksi ketika terjadi masalah pada server induk. Data ditransfer ke pusat melalui jaringan internet dengan dua skenario, pertama sinkronisasi menggunakan aplikasi bridging dan dikirim secara langsung (direct), kedua dengan pengiriman paket file secara periodik melalui mekanisme upload dan download.
Model Arsitektur Sistem Dan Teknologi Informasi ......................... Kholid Haryono
54
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Aplikasi pusat adalah aplikasi desktop yang berjalan pada lingkungan pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) tingkat pusat/daerah yang melakukan pengumpulan/integrasi seluruh data unit dan data-data transaksi PPKD sendiri khususnya data aset, anggaran, belanja daerah dan pembiayaan.
4.4 Opportunities and Solution Akhir dari implementasi arsitektur adalah sebuah sistem yang terintegrasi mulai dari level operator (office automation) dengan mengotomasi cara input dan pencatatan dokumen sumber setiap unit pemerintah daerah sampai level tertinggi yakni kepala pemerintahan sebagai penanggung jawab anggaran, DPRD yang melakukan fungsi monitoring/pengawasan, pengusaha sebagai mitra pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa serta masyarakat sebagai stakeholder terpenting untuk memberikan hak terkait dengan keterbukaan informasi publik. Sistem terintegrasi memberikan peluang kepada pemerintah daerah mendapatkan informasi yang konsistensi dan berkualitas sehingga membantu pengambilan keputusan strategis organisasi untuk meningkatkan kinerja dan pencapaian tujuan atas visi dan misi yang akan dicapai. Persoalan yang muncul berkaitan dengan proses integrasi ini adalah bagaimana mengorganisir sumber daya yang banyak dan tersebar dengan tingkat pemahaman dan budaya IT berbeda-beda. Ini sulit karena visi ber-IT tidak dapat langsung diterapkan ketika memiliki tools dan infrastruktur yang memadai, lebih dari itu adalah kesiapan sumber daya dan tahap-tahap implementasi yang jeli dan terukur harus dilakukan agar tidak terjadi gap implementasi masing-masing sumber daya.
5. Penutup 5.1 Kesimpulan Arsitektur sistem informasi pemerintah daerah merupakan bagian dari perencanaan strategis (renstra) yang penting dan penentu tercapainya tujuan implementasi teknologi informasi sektor publik. Model arsitektur yang dibuat dalam penelitian ini merupakan hasil dari analisis lapangan dari tahun 2007 hingga 2014 di beberapa pemerintah daerah wilayah Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Model ini dibuat dengan mempertimbangkan tingkat fleksibilitas implementasi berdasarkan kesiapan pemerintah seperti pada skenario integrasi menggunakan web service secara online, bridging dengan upload dan download bahkan sinkronisasi level file (copy flashdisk).
Kholid Haryono ......................... Model Arsitektur Sistem Dan Teknologi Informasi
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
55
Model arsitektur penelitian dapat digunakan sebagai referensi bagi pemerintah daerah dalam penyusunan rencana strategis dan pembuatan blueprint berkaitan dengan pengembangan sistem dan teknologi informasi. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: a. Terdapat banyak framework yang dapat digunakan dalam pembuatan arsitektur sistem dan teknologi informasi. Di antara yang paling banyak digunakan adalah framework Zachman dan TOGAF. b. Metodologi ADM TOGAF yang digunakan dalam penyusunan EA ini menggambarkan empat fase utama yakni arsitektur bisnis, arsitektur sistem informasi, arsitektur teknologi informasi dan identifikasi peluang dan solusi. Fase utama yang digambarkan dalam penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam penyusunan renstra pemda. c. Banyak negara mengadopsi framework arsitektur enterprise seperti Finlandia, Denmark, Inggris, Swis, Belanda, dan USA. d. Teknologi yang diusulkan adalah penggunaan web service yang menjembatani seluruh entitas aplikasi baik web atau mobile base maupun desktop base untuk mempermudah proses integrasi sistem-sistem yang memiliki platform berbeda-beda dan dikembangkan bukan satu vendor.
5.2 Saran Pengembangan Lanjutan Penelitian lebih lanjut dapat dikembangkan desain sistem yang dapat mendokumentasikan arsitektur sistem dan teknologi informasi termasuk di dalamnya
mengelompokkan
setiap
arsitektur
kedalam
tahapan-tahapan
implementasi secara online dan terukur. Setiap tahapan dan item dalam arsitektur diberikan bobot penilaian atas target waktu dan keberhasilan sehingga kinerja pencapaian visi dan misi dari pemerintahan yang tergambar dalam arsitektur sistem dan teknologi informasi dapat berjalan dan tercapai sesuai dengan yang direncanakan.
Daftar Pustaka Ambler, S. W., 2002. Agile Enterprise Architecture. [Online] Available at: http://www.agiledata.org/essays/enterpriseArchitecture.html [Accessed 21/10/2014]. Ashmore, P., Henson, J., Chancellor, J. & Nelson, M., 2004. Is Your Enterprise Architecture All It Can Be? Lessons From The Front-Line. Business Process Trends, June 2004, pp 1-7.
Model Arsitektur Sistem Dan Teknologi Informasi ......................... Kholid Haryono
56
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Harijadi, D. A., 2013. Strategi Efektif Pelaksanaan E-Government. [Online] Available at: https://egovtforlhokseumawe.wordpress.com/2013/04/26/ strategi-efektif-pelaksanaan-e-government/ [Accessed 05/11/2014]. IBM, 1978. Business Systems Planning: Information System Planning Guide. New York, USA: International Business Machines Corporation. Indrajit, R. E., 2012. Anatomi Arsitektur Aplikasi pada Sektor Publik. [Online] Available at: http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/01/ ANATOMI-ARSITEKTUR-APLIKASI.pdf [Accessed 05/11/2014]. Liimatainen, K., Hoffmann, M. & Heikkilä, J., 2007. Overview of Enterprise Architecture Work in 15 Countries. Research Reports 6b/2007. Helsinki, Finland: Ministry of Finance, State IT Management Unit. Menkominfo RI, 2007. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor: 41/PER/MEN.KOMINFO/11/2007 tentang Panduan Umum Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Menkumham RI, 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jakarta: Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia republik Indonesia. Pereira, C. M. & Sousa, P., 2004. A Method to Define an Enterprise Architecture Using the Zachman Framework. Proceeding at the ACM Symposium on Applied Computing 2004, pp. 1366-1371. Schekkerman, J., 2005. Trends in Enterprise Architecture 2005: How Are Organizations Progressing. Amersfoort, Netherlands: Institute for Enterprise Architecture Developments. Sessions, R., 2007. Comparison of the Top Four Enterprise Architecture Methodologies. Houston, USA: ObjectWatch, Inc. The Open Group, 2011. TOGAF® 9.1: Introduction to the ADM. [Online] Available at: http://pubs.opengroup.org/architecture/togaf9-doc/arch/chap 05.html [Accessed 05/11/2014].
Kholid Haryono ......................... Model Arsitektur Sistem Dan Teknologi Informasi
MODEL TRANSPORTASI UNTUK MASALAH PENDISTRIBUSIAN AIR MINUM (STUDI KASUS PDAM SURAKARTA) Aridhanyati Arifin Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia [email protected]
Abstrak Kebutuhan air bersih di kota Surakarta terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah pelanggan PDAM Surakarta. Sementara itu permasalahan yang dihadapi adalah produktivitas air yang menurun serta minimnya dana untuk peremajaan sarana/prasarana dan operasional air. Diperlukan pemodelan yang tepat untuk masalah distribusi air di PDAM Surakarta yakni dengan model transportasi dan teknik-teknik penyelesaian transportasi, sehingga antara ketersediaan air dan kebutuhan air masyarakat konsumen dapat berjalan simultan ditengah keterbatasan-keterbatasan yang ada. Bertujuan untuk meminimumkan biaya operasional. Metode pemecahan yang digunakan adalah metode VAM (Vogel Approximation Method.) Diperoleh hasil yakni total biaya operasional yang minimum sebesar Rp 8.128.038, lebih kecil dari dana yang dianggarkan institusi dan semua daerah pelayanan mendapatkan pasokan air sesuai kebutuhan. Kata Kunci: distribusi air minum, model transportasi, Vogel Approximation Method (VAM).
Abstract The requirement of drinking water in Surakarta city being increased as total of PDAM customer’s increasing. Meanwhile the problems which is founded are water productivity decreased, limited cost budget for maintenance of infrastructures and water operational. The approximation modeling is needed for water distribution problem by model transportation model and transportation techniques solution, so that between water supply and customer’s water demand working simultaneously among several constraints. The objective of research is minimizing operational cost. Using VAM (Vogel Approximation Method) as solution method. Obtained by calculation, the minimum of operational cost is Rp 8.128.038 per day. It is lower than institution’s budget cost. All service area have water supply as they need. Keywords: drinking water distribution, transportation model, Vogel Approximation Method (VAM).
1. Pendahuluan Air
merupakan
elemen
penting
dalam
kehidupan.
Manusia
menggunakannya untuk minum, mandi, mencuci dan tujuan-tujuan lainnya. Distribusi air berkaitan dengan ketersediaan air dan produksinya (supply) serta permintaaan air (demand) oleh masyarakat konsumen. Penyediaan air bersih dilaksanakan baik secara mandiri oleh masyarakat, maupun oleh swasta dan
57
58
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
negara. Pemerintah memberikan kewenangan kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengelola pelayanan air bersih ke masyarakat melalui UU No. 5 tahun 1962 sebagai kesatuan usaha milik pemerintah daerah yang memberikan jasa pelayanan dan penyelenggaraan kemanfaatan umum di bidang air minum (Anonim, 2014). Indriyani, et al. (2004) memaparkan bahwa pengembangan wilayah merupakan salah satu permasalahan yang sering dihadapi oleh PDAM. Hal ini diakibatkan oleh pertambahan jumlah penduduk yang sangat pesat di daerah perkotaan, sedangkan jumlah air relatif terbatas untuk dapat melayani akan kebutuhan air bersih. Demikian pula halnya dengan kebutuhan air bersih kota Surakarta yang terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah pelanggan PDAM Surakarta. Sementara itu, masalah yang dihadapi PDAM Surakarta adalah produksi sumur dalam yang menurun, degradasi lingkungan, perubahan tata kota yang mengurangi debit air, reservoir yang usianya sangat tua serta minimnya dana untuk peremajaan sarana/prasarana dan operasional air, adapun relokasi lahan dan pemukiman penduduk, sulit dilakukan. Diperlukan pemodelan yang tepat untuk masalah distribusi air di PDAM Surakarta sehingga antara ketersediaan air dan kebutuhan air masyarakat konsumen dapat berjalan simultan ditengah keterbatasan-keterbatasan yang ada. Qomariyah dalam Suprayogi, et al. (2010) menyampaikan bahwa salah satu model analisis sistem dapat digunakan untuk menganalisis suatu sistem, dengan cara menguraikan masalah ke dalam bentuk persamaan matematik yang terdiri dari fungsi sasaran/tujuan (objective function) yaitu tujuan sistem yang ingin dicapai, parameter penentu (decision variable) yang merupakan variabel yang mempengaruhi dalam mencapai tujuan dari sistem tersebut, serta kendala atau batasan (constraint) yang merupakan faktor pembatas dari sistem yang dimodelkan. Kasus pendistribusian air minum ini dapat dimodelkan dengan model transportasi serta dapat diselesaikan dengan teknik penyelesaian persoalan transportasi. Salah satu model dalam model optimisasi adalah model transportasi. Model transportasi merupakan model matematika dan merupakan tipe khusus dari programa linier (Ginting, 2012). Oleh karena itu, pada penelitian ini, masalah pendistribusian air minum di PDAM Surakarta akan dimodelkan dengan model transportasi yang bertujuan untuk meminimumkan biaya operasional air. Adapun metode pemecahan yang digunakan adalah metode VAM (Vogel Approximation Method).
Aridhanyati Arifin.................... Model Transportasi untuk Masalah Pendistribusian
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
59
2. Metodologi 2.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di PDAM Kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia, yang
berlangsung
pada
periode
tahun
2008/2009.
PDAM
merupakan
perusahaan daerah milik pemerintah kota Surakarta berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 tahun 2004. Pada kasus di PDAM Surakarta, air yang diproduksi di unit pengolahan air langsung didistribusikan ke daerah pelayanan. Terdapat 4 unit pengolahan air yakni Sumur Dalam Utara, Sumur Dalam Selatan, Instalasi Pengolahan Air (IPA) Jurug dan Kolam Air Kartosuro. Daerah pelayanan PDAM Surakarta adalah 5 (lima) kecamatan yang berada di bawah administrasi kota Surakarta yakni Banjarsari, Jebres, Pasar Kliwon, Serengan, dan Laweyan serta daerah luar kota. Sehingga terdapat 6 (enam) tujuan pendistribusian air minum.
2.2 Data Penelitian Data yang dijadikan acuan dalam penelitian ini diolah dari penelitian Arifin (2011) yang meliputi: a. Data biaya operasional per unit Biaya operasional dihitung dari biaya pegawai, biaya pengolahan air dan biaya energi. Data biaya operasional ditampilkan oleh Tabel 1. Tabel 1 Biaya operasional per unit (Rp/hari) Sumber Pengelolaan Air
Biaya Operasional (Rp/hari) Banjarsari
Jebres
Laweyan
P. Kliwon
Serengan
Luar Kota
Kolam Kartosuro
154
154
154
154
154
154
Sumur Utara
350
350
350
350
350
350
Sumur Selatan
403
403
403
403
403
403
IPA Jurug
887
887
887
887
887
887
b. Data ketersediaan air Data ketersediaan air menunjukkan jumlah air yang tersedia per hari dalam satuan m3 di masing-masing unit pengolahan air (Tabel 2). 3
Tabel 2 Jumlah pasokan air di tiap unit pengolahan air (m /hari) Kolam Kartosuro
Sumur Utara
Sumur Selatan
IPA Jurug
33.437
14.663
12.751
5.787
c. Data kebutuhan air Data kebutuhan air menunjukkan jumlah air yang dibutuhkan tiap daerah pelayanan PDAM Surakarta per hari dalam satuan m3 (Tabel 3).
Model Transportasi untuk Masalah Pendistribusian .................... Aridhanyati Arifin
60
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
3
Tabel 3 Jumlah kebutuhan air di tiap kecamatan (m /hari) Banjarsari
Jebres
Laweyan
P. Kliwon
Serengan
Luar Kota
10.515
13.397
4.849
5.574
2.349
5.262
d. Data anggaran dana institusi Anggaran dana institusi yang tersedia sebesar Rp 7.495.711.000 per tahun atau Rp 20.536.194,52 per hari.
2.3 Metode Transportasi Masalah pendistribusian air dipresentasikan melalui model transportasi. Taha (2002) menjelaskan bahwa model transportasi membahas persoalan pendistribusian suatu komoditas dari sejumlah sumber kepada sejumlah tujuan dengan tujuan meminimalkan ongkos transportasi. Parameter-parameter yang dipakai dalam model transportasi adalah: ongkos transportasi per unit komoditas dari setiap sumber ke tiap tujuan; nilai permintaan di setiap tujuan dan nilai ketersediaan komoditas di setiap sumber. Representasi masalah transportasi dalam standar model matematik programa linier seperti pada persamaan (1). Minimumkan Z
m
n
c i 1 j 1
x ................................................................. (1)
ij ij
Dengan batasan yang mengikuti bentuk standard pada persamaan (2). n
x j 1
ij
......................................................................... (2)
m
x i 1
ai , i 1,2,......,m
ij
b j , j 1,2,.....,n
Dimana Z adalah total ongkos transportasi. Variabel xij merupakan jumlah komoditas yang didistribusikan dari sumber i ke tujuan j. Sebagai parameter model adalah ai, bj dan cij. Parameter ai adalah jumlah pasokan dari sumber ke-i, sedangkan bj menunjukkan besarnya kebutuhan/permintaan dari tujuan ke-j. Parameter cij berupa ongkos transportasi per unit dari sumber ke-i ke tujuan ke-j. Jika masalah transportasi tersebut dalam kondisi tidak seimbang, dimana jumlah pasokan lebih sedikit dari jumlah kebutuhan atau sebaliknya, dapat dibuat seimbang dengan cara memasukkan variabel fiktif (dummy). Jika jumlah demand lebih besar dari jumlah supply maka dibuatlah sumber dummy, namun bila sebaliknya
maka
dibuatlah
tujuan
dummy.
Diasumsikan
adanya
biaya
transportasi per unit dari sumber dummy ke seluruh tujuan adalah nol, demikian
Aridhanyati Arifin.................... Model Transportasi untuk Masalah Pendistribusian
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
61
pula dengan biaya transportasi per unit dari semua sumber ke tujuan dummy adalah nol. Karena pada kenyataannya tidak pernah terjadi pengiriman dari sumber dummy atau menuju tujuan dummy.
2.4 Metode Vogel (VAM) Metode VAM memberikan pemecahan awal yang lebih baik dibandingkan dengan dua metode lainnya (Northwest Corner dan Least Cost), umumnya menghasilkan pemecahan awal yang optimum. Prinsip VAM didasarkan pada konsep biaya penalti. Biaya penalti didefinisikan sebagai selisih antara biaya transportasi terkecil pertama dan biaya terkecil berikutnya pada sel di baris/kolom. Metode VAM memiliki langkah-langkah sebagai berikut (Dimyati, 1999): 1. Evaluasi penalti biaya operasi dari setiap baris dan kolom dengan mengurangkan elemen biaya terkecil dalam baris/kolom dari elemen biaya terkecil berikutnya dalam baris/kolom yang sama. 2. Cari sel baris/kolom dengan biaya operasi terendah lalu alokasikan besaran nilai yang akan dikirimkan sebanyak mungkin pada sel tersebut, sesuaikan nilai supply/demand. 3. Tandai baris/kolom dengan supply yang habis atau nilai demand yang telah terpenuhi. a. Jika terdapat 1 buah baris/kolom yang terpenuhi, tandai baris/kolom tersebut lalu kembali ke langkah 1. b. Jika ada 2 buah baris/kolom yang terpenuhi secara simultan, pilih salah satu untuk ditandai,
sehingga supply/demand pada
baris/kolom yang tidak terpilih variabelnya adalah nol. Setiap baris/kolom dengan demand/supply sama dengan nol, tidak akan terbawa lagi dalam penghitungan penalti berikutnya. c. Bila tinggal 1 kolom/baris yang belum ditandai, tentukan variabel basis pada baris/kolom dengan cara melihat sel dengan nilai biaya operasi terkecil. Alokasikan besaran nilai yang akan dikirimkan pada sel tersebut hingga terpenuhi.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Penerapan Model Transportasi pada Kasus Representasi masalah distribusi air minum di PDAM Surakarta dengan diagram model transportasi ditunjukkan oleh Gambar 1.
Model Transportasi untuk Masalah Pendistribusian .................... Aridhanyati Arifin
62
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Gambar 1 Alur distribusi air minum PDAM Surakarta
Total pasokan air di semua sumber pengolahan air PDAM nilainya lebih besar dari total kebutuhan air di area pelayanan, sehingga perlu ditambahkan varibel dummy di derah pelayanan (kecamatan). Biaya operasional per unit dari sumber dummy ke seluruh daerah pelayanan adalah nol, demikian pula sebaliknya, maka biaya operasional per unit yang diberikan adalah nol. Formulasi dari permasalahan ini adalah: Fungsi tujuan: meminimalkan total biaya operasional
154 x11 154 x12 154 x13 154 x14 154 x15 154 x16 0 x17 350 x21 350 x22 350 x23 350 x24 350 x25 350 x26 0 x27 403 x31 403 x32 403 x33 403 x34 403 x35 403 x36 0 x37 887 x41 887 x42 887 x43 887 x44 887 x45 887 x46 0 x47 Batasan-batasan yang memodelkan data pasokan air di tiap unit pengolahan air (Tabel 2), yakni sebagai berikut ini: (1)
Batasan untuk pasokan air di Kolam Cokrotulung:
154 x11 154 x12 154 x13 154 x14 154 x15 154 x16 0x17 333.434 (2)
Batasan untuk pasokan air di Sumur Utara:
350 x21 350 x22 350 x23 350 x24 350 x25 350 x26 0x27 14.663 (3)
Batasan untuk pasokan air di Sumur Selatan:
403x31 403x32 403x33 403x34 403x35 403x36 0x37 12.751 (4)
Batasan untuk pasokan air di IPA Jurug:
887 x41 887 x42 887 x43 887 x44 887 x45 887 x46 0x47 57.877
Aridhanyati Arifin.................... Model Transportasi untuk Masalah Pendistribusian
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
63
Batasan-batasan untuk kebutuhan air di tiap daerah pelayanan (Tabel 3) adalah sebagai berikut ini: (5)
Batasan untuk kebutuhan air di Kecamatan Banjarsari:
154 x11 350 x21 403x31 887 x41 10.515 (6)
Batasan untuk kebutuhan air di Kecamatan Jebres:
154 x12 350 x22 403x32 887 x42 13.397 (7)
Batasan untuk kebutuhan air di Kecamatan Laweyan:
154 x13 350 x23 403x33 887 x43 4.849 (8)
Batasan untuk kebutuhan air di Kecamatan Pasar Kliwon:
154 x14 350 x24 403x34 887 x44 5.574 (9)
Batasan untuk kebutuhan air di Kecamatan Serengan:
154 x15 350 x25 403x35 887 x45 2.349 (10) Batasan untuk kebutuhan air di luar kota:
154 x16 350 x26 403x36 887 x46 5.262 (11) Batasan untuk kebutuhan dummy:
0x17 0x27 0x37 0x47 24.689 3.2 Penyelesaian Masalah Transportasi Metode VAM digunakan untuk memberikan pemecahan dasar awal bagi masalah distribusi air minum. Dari formulasi model matematik dapat dibentuk ke tabel transportasi, dengan aturan sebagai berikut: a. Sumber pendistribusian air yaitu 4 unit pengolahan air diposisikan sebagai baris b. Tujuan pendistribusian air yaitu 6 daerah pelayanan PDAM diposisikan sebagai kolom c. Dummy diposisikan sebagai kolom d. Jumlah ketersediaan air tiap-tiap unit pengolahan air diposisikan sebagai kolom terakhir setelah kolom dummy e. Jumlah kebutuhan air tiap-tiap derah pelayanan PDAM diposisikan sebagai baris terakhir f.
Biaya operasional per unit distribusi diposisikan pada cell yang merelasikan
masing-masing
unit
pengolahan
air
dengan
daerah
pelayanan PDAM
Model Transportasi untuk Masalah Pendistribusian .................... Aridhanyati Arifin
64
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Langkah-langkah penyelesaian dengan VAM dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Tabel transportasi untuk distribusi air minum dengan metode VAM
Berdasarkan Tabel 4, cell dengan warna font merah pada tabel tersebut merupakan jumlah air yang didistribusikan (xij). Proses VAM mendapatkan solusi visibel pada penalti yang ke-4 (P4). Adapun rincian distribusi air minum PDAM Surakarta dari sumber pengolahan air ke tujuan (daerah pelayanan) yakni sebagai mana pada Tabel 5 berikut: Tabel 5 Rincian hasil pendistribusian air dan minimasi biaya Sumber
Tujuan
Jumlah air didistribusikan 10.515 m
Rp
1.619.310
Jebres
13.397 m
3
Rp
2.063.138
Laweyan
4.849 m
3
Rp
746.746
Pasar Kliwon
4.673 m
3
Rp
719.642
Pasar Kliwon
901 m
Rp
315.350
Serengan
2.349 m
3
Rp
822.150
5.262 m
3
Rp
1.841.700
Rp
8.128.036
Banjarsari Kolam Kartosuro
Sumur Utara
Biaya
3
Luar Kota Total biaya operasional
3
Pemecahan masalah distribusi air minum di PDAM Surakarta dengan menggunakan metode VAM memberikan hasil total biaya operasional yang minimum, dengan menerapkan persamaan (1) maka diperoleh total biaya operasional minimum yakni Rp 8.128.038 per hari. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan dana yang dianggarkan PDAM. Semua kebutuhan air di tiap daerah pelayanan dapat dipenuhi sehingga antara ketersediaan air dan kebutuhan air dapat berjalan secara simultan.
Aridhanyati Arifin.................... Model Transportasi untuk Masalah Pendistribusian
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
65
4. Penutup Penelitian ini dilakukan untuk memodelkan masalah distribusi air di PDAM Surakarta sehingga antara ketersediaan air dan kebutuhan air masyarakat konsumen dapat berjalan simultan ditengah keterbatasan-keterbatasan yang ada. Penerapan model transportasi dan teknik penyelesaian dengan VAM memberikan hasil yakni total biaya operasional yang minimum yaitu Rp 8.128.038 per hari dan pasokan air PDAM dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat pelanggan. Dimana kecamatan Banjarsari menerima pasokan air sebesar 10.515 m3 hanya dari Kolam Kartosuro. Kecamatan Jebres menerima pasokan air sebesar 13.397 m3 dari Kolam Kartosuro. Kecamatan Pasar Kliwon menerima pasokan air sebesar 4.673 m3 dari Kolam Kartosuro dan 901 m3 dari Sumur Utara. Kecamatan Laweyan menerima pasokan air sebesar 13.397 m3 dari Kolam Kartosuro. Kecamatan Serengan menerima pasokan air dari Sumur Utara sebesar 2.349 m3 dan luar kota menerima pasokan air dari Sumur Utara sebesar 5.262 m3. Hasil perhitungan total biaya operasional dengan VAM telah optimum atau mendekati optimum, namun belum dilakukan uji optimalitas. Oleh karena itu, perlu dikembangkan dalam penelitian selanjutnya, uji optimalitas dengan metodemetode yang ada seperti MODI (Modified Distribution) atau Stepping Stone.
Daftar Pustaka Anonim, 2014. Profil Kabupaten/Kota – Kota Surakarta Jawa Tengah. [Online] Available at: http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jateng/surakarta. pdf [Accessed 8/2/2014]. Arifin, A., 2011. Implementasi Fuzzy Integer Transportation Dalam Sistem Pendukung Keputusan Untuk Distribusi Air Bersih (Studi Kasus PDAM Surakarta). Tesis. Yogyakarta: Program Studi S2 Ilmu Komputer Universitas Gajah Mada. Dimyati, T. T., & Dimyati, A., 1999. Operation Research: Model-model Pengambilan Keputusan. Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo Offset. Ginting, M., 2012. Penggunaan Solver Add-Ins Dalam Pengalokasian Distribusi Barang Dengan Total Biaya Distribusi Minimum. Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil, 2(1), pp. 23-30. Indrayani, R., Suprayitno, H. & Astana, I. N. Y., 2004. Model Transportasi Untuk Pengembangan Air Bersih di Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sipil Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh November, Edisi Maret, pp. 19-28.
Model Transportasi untuk Masalah Pendistribusian .................... Aridhanyati Arifin
66
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Nelwan, C., Kekenusi, S. J. & Langi, Y., 2013. Optimasi Pendistribusian Air dengan Menggunakan Metode Least Cost dan Metode Modified Distribution (Studi Kasus: PDAM Kabupaten Minahasa Utara). Jurnal Ilmiah Sains Universitas Sam Ratulangi, 13(1), pp. 46-50. Suprayogi, I., Joleha & Hasibuan, H. S., 2010. Model Transportasi Distribusi Air Minum PDAM Menggunakan Program Bantu Lingo 8.0. Jurnal Sains dan Teknologi, 9(2), pp. 55-60. Taha, H. A., 2002. Riset Operasi: Suatu Pengantar, Jilid I. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Aridhanyati Arifin.................... Model Transportasi untuk Masalah Pendistribusian
HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN MANUSIA, ORGANISASI, DAN TEKNOLOGI DALAM PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI PERKARA PENGADILAN AGAMA (SIADPA) DI PENGADILAN AGAMA SE-KOORDINATOR SURAKARTA Hapsari Pramiliantoro, Achmad Djunaedi, Surjono Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta [email protected]
Abstrak Sistem Informasi Administrasi Perkara (SIADPA) adalah sistem yang dibuat untuk memudahkan pengelolaan administrasi perkara pada Pengadilan Agama demi mewujudkan tertib administrasi. Penerapannya yang sudah memasuki tahun ke tujuh tidak menjamin sistem tersebut telah berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, penerapannya perlu dievaluasi untuk mengetahui apa sajakah hambatan-hambatan yang ditemui dalam implementasinya. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kerangka model HOT Fit. Model ini digunakan untuk melihat bagaimana keselarasan komponen yang terdapat dalam suatu sistem informasi. Komponen tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu teknologi (Technology), manusia/pengguna SIADPA (Human), dan organisasi/instansi Pengadilan Agama (Organization). Penelitian yang dilakukan pada bulan Mei 2014 ini, mengambil sudut pandang pengguna SIADPA di tujuh pengadilan agama se koordianor Surakarta dengan jumlah responden sebanyak 58 orang. Instrumen yang digunakan berupa kuisioner dengan skala likert 6, disamping menggunakan wawancara dan observasi untuk mengumpulkan data pendukungnya. Analisis data menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM) yang dilakukan dengan bantuan software SmartPLS. Hasil pengujian dengan tingkat signifikansi 95% menunjukkan bahwa kualitas sistem dipengaruhi oleh penggunaan sistem dan kepuasan pengguna. Kepuasan pengguna berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas informasi dan kualitas layanan. Sedangkan kepuasan pengguna dipengaruhi secara signifikan oleh penggunaan sistem, dan penggunaan sistem berpengaruh terhadap faktor keuntungan. Dari sisi organisasi, struktur organisasi dipengaruhi secara signifikan oleh lingkungan organisasi, sedangkan lingkungan organisasi dipengaruhi secara signifikan pula oleh faktor keuntungan. Hubungan kesesuaian faktor H-O-T yang dihasilkan adalah sebagai berikut: hubungan H-O adalah kuat, hubungan H-T adalah sangat kuat, sedangkan hubungan O-T dikatakan cukup. Kata Kunci: SIADPA, pengadilan agama, HOT Fit.
1. Pendahuluan SIADPA adalah aplikasi yang berfungsi sebagai input awal sampai akhir proses perkara, keuangan perkara, register (pencatatan) perkara, dan pelaporan perkara tingkat pertama. Di awal penggunaannya sekitar tahun 2007, SIADPA masih dipandang sebelah mata. Terbukti dengan belum dipakainya aplikasi tersebut secara menyeluruh oleh beberapa pengadilan agama. Maka dari itu, di
67
68
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
tahun 2010 melalui buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Buku II), Badan Peradilan Agama (Badilag) menghimbau kepada seluruh Pengadilan Agama di Indonesia untuk memanfaatkan aplikasi SIADPA dalam rangka mendukung Pola Pembinaan dan Pengendalian Administrasi Kepaniteraan (Bindalmin) dan peningkatan kinerja pengadilan serta pelayanan peradilan. Sehingga di tahun yang sama, SIADPA berubah nama menjadi SIADPA Plus yang merupakan pengembangan dari aplikasi SIADPA yang sudah diselaraskan dengan Pola Bindalmin sekaligus makin mudah digunakan (user friendly). Tahun ini adalah tahun ketujuh SIADPA digunakan di pengadilan agama seluruh Indonesia. Namun, masih ditemui beberapa kendala sehingga SIADPA belum bisa berjalan sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu adanya peninjauan terhadap tingkat implementasi aplikasi yang merupakan andalan Badilag tersebut, demi tercapainya reformasi birokrasi di lingkungan Mahkamah Agung. Peninjauan dilakukan dengan cara mengevaluasi implementasi SIADPA untuk mengetahui seberapa jauh capaian yang telah diraih oleh pengadilan agama melalui penggunaan aplikasi ini. Selain itu juga dapat diketahui hambatanhambatan apa yang terjadi dalam proses pemanfaatannya serta rencana tindakan atau kebijakan untuk memperbaiki kinerja penerapannya. Evaluasi pada penelitian ini dilakukan dengan melihat hubungan antara komponen
manusia
(human),
organisasi
(organization)
dan
teknologi
(technology) pada penggunaan SIADPA di tujuh pengadilan agama sekoordinator Surakarta. Kesesuaian hubungan antara faktor manusia, organisasi, dan teknologi sebagai penentu terhadap keberhasilan penerapan suatu sistem informasi sejalan dengan yang dikemukakan oleh Yusof, et al. (2006), sehingga pada akhirnya dapat digunakan sebagai landasan pengembangan SIADPA.
2. Model Evaluasi HOT Fit Kerangka baru evaluasi sistem informasi yang dikembangkan oleh Yusof, et al. (2008) ini menggabungkan konsep manusia, organisasi dan teknologi, serta kesesuaian hubungan di antaranya. Model evaluasi ini memperjelas semua komponen yang terdapat dalam sistem informasi itu sendiri, yakni manusia yang menilai sistem informasi dari sisi penggunaan (system use), organisasi yang menilai sebuah sistem dari struktur organisasi, dan teknologi yang menilai dari sisi kualitas sistem, kualitas informasi, dan kualitas layanan. Kesesuaian dari masing-masing komponen HOT Fit bisa dilihat pada Gambar 1.
H. Pramiliantoro, A. Djunaedi, Surjono ...... Hubungan Antara Komponen Manusia
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
69
Gambar 1 HOT-Fit Framework
2.1 Komponen Manusia Komponen ini menilai sistem informasi dari sisi penggunaan sistem (system use) pada frekuensi dan luasnya fungsi dan penyelidikan sistem informasi. System use juga berhubungan dengan siapa yang menggunakan (who use it), tingkat penggunanya (level of user), pelatihan, pengetahuan, harapan dan sikap menerima (acceptance) atau menolak (resistance) sistem. Komponen ini juga menilai sistem dari aspek kepuasan pengguna (user satisfaction). Kepuasan pengguna adalah keseluruhan evaluasi dari pengalaman pengguna dalam menggunakan sistem informasi dan dampak potensial dari sistem informasi. User satisfaction dapat dihubungkan dengan persepsi manfaat (usefulness) dan sikap user terhadap sistem informasi yang dipengaruhi oleh karakteristik personal.
2.2 Komponen Organisasi Komponen organisasi menilai sistem dari aspek struktur organisasi dan lingkungan organisasi. Struktur organisasi terdiri dari tipe, kultur, politik, hierarki, perencanaan dan pengendalian sistem, strategi, manajemen, dan komunikasi. Kepemimpinan, dukungan dari top management dan dukungan staf merupakan bagian yang penting dalam mengukur keberhasilan sistem. Sedangkan lingkungan organisasi terdiri dari sumber pembiayaan, pemerintahan, politik, kompetisi, hubungan interorganisasional dan komunikasi.
Hubungan Antara Komponen Manusia ...... H. Pramiliantoro, A. Djunaedi, Surjono
70
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
2.3 Komponen Teknologi Terdiri dari kualitas sistem (system quality), kualitas informasi (information quality) dan kualitas layanan (service quality). Kualitas sistem dalam sistem informasi menyangkut keterkaitan fitur dalam sistem termasuk performa sistem dan user interface. Kemudahan penggunaan (ease of use), kemudahan untuk dipelajari
(ease
of
learning),
response
time,
usefulness,
ketersediaan,
fleksibilitas, dan sekuritas (keamanan) merupakan variabel atau faktor yang dapat dinilai dari kualitas sistem. Kualitas informasi berfokus pada informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi. Kriteria yang dapat digunakan untuk menilai kualitas informasi antara lain adalah kelengkapan, keakuratan, ketepatan waktu, ketersediaan, relevansi, konsistensi, dan data entry. Sedangkan kualitas layanan berfokus pada keseluruhan dukungan yang diterima oleh service provider sistem atau teknologi. Service quality dapat dinilai dengan kecepatan respon, jaminan, empati dan tindak lanjut layanan.
3. Jalan Penelitian 3.1 Hipotesis Model hipotesis untuk mengetahui bagaimana hubungan komponen manusia, organisasi, dan komputer terhadap penggunaan SIADPA ditunjukkan pada Gambar 2. Penjabaran mengenai variabel beserta konstruk yang digunakan dalam kuisoner, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 (a) Variabel Indikator Konstruk No 1.
Variabel Kualitas Sistem
2.
Kualitas Informasi
Indikator • KS1 = SIADPA memiliki hak akses (password) bagi masingmasing pengguna • KS 2 = SIADPA mudah untuk digunakan • KS 3 = SIADPA mudah untuk dipelajari • KS 4 = SIADPA meningkatkan ketersediaan data • KS 5 = SIADPA sangat fleksibel • KS 6 = SIADPA handal, sehingga jarang rusak • KS 7 = SIADPA berfungsi sebagaimana mestinya • KI1 = SIADPA menghasilkan informasi yang lengkap dan akurat • KI 2 = SIADPA menghasilkan informasi yang mudah dipahami • KI 3 = SIADPA menghasilkan informasi yang relevan dengan pekerjaan • KI 4 = SIADPA menghasilkan informasi yang sama degan data manual di register • KI 5 = SIADPA menghasilkan informasi yang tepat waktu • KI 6 = SIADPA menghasilkan pelaporan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya • KI 7 = SIADPA menghasilkan pelaporan yang sesuai dengan format pelaporan yang telah ditentukan
H. Pramiliantoro, A. Djunaedi, Surjono ...... Hubungan Antara Komponen Manusia
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
71
Tabel 1 (b) Variabel Indikator Konstruk (Lanjutan) No 3.
Variabel Kualitas Layanan
4.
Penggunaan Sistem
• • • • • • • •
5.
Kepuasan Pengguna
6.
Struktur Organisasi
• • • • • • • • •
7.
Lingkungan Organisasi
• • • • •
8.
Faktor Keuntungan (Net Benefit)
• • • • • •
Indikator KL1 = SIADPA disertai buku manual penggunaan KL2 = SIADPA disertai dukungan layanan asistensi KL3 = Timnas SIADPA memberikan jaminan layanan KL4 = Timnas SIADPA menyelesaikan masalah sampai selesai PS1 = pengguna selalu menggunakan SIADPA PS2 = pengguna sangat tergantung pada SIADPA dalam proses penerimaan perkara PS3 = pengguna percaya SIADPA mempermudah pekerjaan PS4 = pengguna mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan untuk menggunakan SIADPA KP1 = pengguna puas dengan tampilan SIADPA KP2 = pengguna puas dengn informasi yang dihasilkan SIADPA KP3 = SIADPA membantu dalam menyelesaikan pekerjaan (administrasi perkara) KP4 = SIADPA meningkatkan kualitas pekerjaan SO1 = satker menerbitkan SK pengelola dan penanggung jawab SIADPA SO2 = satker memberikan tugas sesuai dengan latar belakang pendidikan SO3 = satker memberikan insentif sesuai dengan kesepakatan SO4 = satker membuat SOP tentang SIADPA SO5 = satker memiliki komunikasi yang baik dengan para petugas LO1 = penerapan SIADPA telah direncanakan dengan baik oleh pihak satker LO2 = pimpinan sangat mendukung penerapan SIADPA LO3 = satker menggunakan SIADPA sebagai salah satu strategi dalam meningkatkan pelayanan publik LO4 = satker menyediakan fasilitas (infrastruktur) untuk terlaksananya penerapan SIADPA LO5 = infrastruktur SIADPA dalam keadaan baik dan dan mampu menjalankan SIADPA LO6 = penerapan SIADPA mendapat dukungan dari pusat FK1 = SIADPA membantu lebih efektif dan efisien dalam bekerja FK2 = SIADPA menurunkan tingkat kesalahan FK3 = SIADPA dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas organisasi FK4 = SIADPA meningkatkan komunikasi antar Pengadilan Agama seluruh Indonesia FK5 = SIADPA dapat mendukung visi dan misi organisasi
Gambar 2 Hipotesis penelitian
Hubungan Antara Komponen Manusia ...... H. Pramiliantoro, A. Djunaedi, Surjono
72
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
3.2 Populasi dan Teknik Sampling Teknik sampling dalam pengambilan sampel mengunakan teknik sampling stratified random sampling. Caranya yaitu dengan mengundi siapa yang akan dijadikan sampel dalam setiap populasi seperti halnya dalam teknik arisan. Sampel dalam penelitian ini diambil dari tujuh pengadilan agama sekoordinator Surakarta.
3.3 Pengolahan Data Data utama penelitian diambil dengan menggunakan kuisoner yang terdiri dari 42 butir pertanyaan yang disebar ke 70 responden di tujuh Pengadilan Agama se-koordinator Surakarta, namun hanya 58 kuisoner yang dikembalikan dan diuji. Sedangkan data pendukung diambil dengan mewawancarai key person, dengan di setiap pengadilan agama diambil 1 orang. Karakteristik dari 58 responden yang diteliti adalah sebagai berikut: 1. Jumlah responden laki-laki lebih besar (74,14%) daripada perempuan; 2. Mayoritas responden berusia 45 tahun ke atas (44,83%); 3. Tingkat pendidikan responden sudah tinggi, sebagian besar adalah Sarjana (65,52%); 4. Posisi atau jabatan responden di kantor didominasi oleh panitera pengganti (24,14%), jurusita atau jurusita pengganti (22,41%) dan hakim (20,69%); 5. Lebih dari separuh responden masa kerjanya di atas 10 tahun (55,17%); 6. Sebagian besar responden telah menggunakan SIADPA lebih dari 5 tahun (46,55%); 7. Hampir semua responden belum pernah menggunakan aplikasi serupa sebelum adanya SIADPA (93,10%). Tabel 2 Deskripsi Data
Variabel Kualitas Sistem Kualitas Informasi Kualitas Layanan Penggunaan Sistem Kepuasan Pengguna Struktur Organisasi Lingkungan Organisasi
Sangat Tidak Setuju (1)
Tidak Setuju (2)
0,00%
2,22%
0,00% 0,86%
Jawaban Kurang Cukup Setuju Setuju (3) (4)
Setuju (5)
Sangat Setuju (6)
4,93%
15,02%
53,20%
24,63%
0,49%
5,42%
15,76%
58,37%
19,95%
0,86%
11,21%
17,24%
59,91%
9,91%
0,00%
3,45%
7,76%
19,40%
48,28%
21,12%
0,00%
1,29%
6,03%
17,24%
59,05%
16,38%
0,00%
3,79%
5,17%
10,34%
58,62%
22,07%
0,00%
1,44%
3,16%
10,06%
61,21%
24,14%
H. Pramiliantoro, A. Djunaedi, Surjono ...... Hubungan Antara Komponen Manusia
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
73
Deskripsi mengenai jawaban dalam kuisoner dijabarkan pada Tabel 2. Selanjutnya, data diolah menggunakan aplikasi SmartPLS 3 untuk pembuktian hipotesis dan SPSS untuk mengukur hubungan dari ketiga faktor HOT Fit. Langkah-langkah pengolahan data menggunakan aplikasi SmartPLS adalah sebagai berikut: 1. Uji Validitas Uji validitas didasarkan pada convergent validity, dimana agar dinyatakan valid, maka nilai loading factor harus di atas 0,5. Pengujian jenis ini dilakukan dengan membuat model penelitian sesuai hipotesis. Maka akan nampak nilai dari setiap konstruk atau pertanyaan pada kuisoner (loading factor). Dalam penelitian ini terdapat dua konstruk dengan nilai loading factor di bawah 0,5, yaitu KI4 dan LO6. Untuk membuatnya valid, maka kedua konstruk tersebut harus dihapus dan dihitung ulang sampai tidak ada nilai yang di bawah 0,5. 2. Uji Reabilitas Uji reabilitas diukur dengan dua kriteria yaitu composite reliability dan Cronbach’s alpha dengan nilai harus di atas 0,7 agar bisa dikatakan reliable. Data pada penelitian ini sudah reliable karena nilai composite reliability dan Cronbach’s alpha di atas 0,7 yang ditunjukkan Tabel 3. Tabel 3 Composite reliability dan Cronbach’s alpha Variabel Faktor Keuntungan/Manfaat (FK) Kualitas Informasi (KI) Kualitas Layanan (KL) Kepuasan Pengguna (KP) Kualitas Sistem (KS) Lingkungan Organisasi (LO) Penggunaan Sistem (PS) Struktur Organisasi (SO)
Composite Reliability 0.887672 0.927624 0.894017 0.855912 0.878922 0.814818 0.823517 0.888827
Cronbach’s Alpha 0.840846 0.906304 0.847734 0.774297 0.838971 0.711020 0.717849 0.841548
3. Model Struktural (Inner Model) Inner model menggambarkan hubungan antar variabel laten dalam model. Pengujian pertama dilakukan dengan melihat nilai R-Square (Tabel 4), jika nilainya lebih besar dari 0,10. maka seluruh konstruk memadai atau baik. Pengujian kedua dilakukan dengan prosedur bootstrapping pada SmartPLS untuk mengetahui nilai path coefficients (Tabel 5).
Hubungan Antara Komponen Manusia ...... H. Pramiliantoro, A. Djunaedi, Surjono
74
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Tabel 4 R-Square Variabel
R Square
Faktor Keuntungan/Manfaat (FK)
0.515119
Kualitas Informasi (KI) Kualitas Layanan (KL) Kepuasan Pengguna (KP)
0.631293
Kualitas Sistem (KS) Lingkungan Organisasi (LO)
0.465839
Penggunaan Sistem (PS)
0.602206
Struktur Organisasi (SO) Tabel 5 Path Coefficients Hubungan antar konstruk
Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STDEV)
Standard Error (STERR)
T Statistics (|O/STERR|)
1.
KI -> KP
0.300038
0.303563
0.130238
0.130238
2.303763
2.
KI -> PS
0.144615
0.158540
0.142930
0.142930
1.011792
3.
KL -> KP
0.271591
0.277433
0.057682
0.057682
4.708403
4.
KL -> PS
-0.114543
-0.100582
0.098681
0.098681
1.160736
5.
KP -> FK
0.100232
0.086633
0.178200
0.178200
0.562468
6.
KP -> PS
0.381768
0.367625
0.137855
0.137855
2.769346
7.
KS -> KP
0.359065
0.355709
0.126786
0.126786
2.832045
8.
KS -> PS
0.389262
0.377834
0.110269
0.110269
3.530108
9.
LO -> FK
0.537516
0.554613
0.129900
0.129900
4.137922
10.
PS -> FK
0.264129
0.261445
0.113977
0.113977
2.317390
11.
SO -> FK
-0.109724
-0.102878
0.124066
0.124066
0.884401
12.
SO -> LO
0.682524
0.698806
0.060046
0.060046
11.366588
No.
4. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam SmartPLS, biasanya menggunakan tingkat signifikansi 95% (α = 0,05) dan sering dipakai dalam ilmu-ilmu sosial untuk menunjukkan korelasi antara variabel yang cukup nyata. Nilai α = 0,05 artinya hasil penelitian bisa dipertanggungjawabkan bila kekeliruan dalam proses penelitian besarnya tidak lebih dari 5%. Nilai t tabel dengan tingkat signifikasi 95% adalah 1,96. Pengujian hipotesis dan hubungan antar variabel signifikan apabila t value > t tabel (1,96). Hasil pengujian hipotesis berdasarkan pengujian inner model HOT-Fit terhadap data yang diobservasi ditunjukkan dalam Tabel 6.
H. Pramiliantoro, A. Djunaedi, Surjono ...... Hubungan Antara Komponen Manusia
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
75
Tabel 6 Path Coefficients dan t-Values Hipotesis H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12
Jalur Dari KS KS KI KI KL KL KP PS KP SO SO LO
Ke PS KP PS KP PS KP PS FK FK LO FK FK
Path Coefficients (β)
t-Value (t)
0.389262 0.359065 0.144615 0.300038 -0.114543 0.271591 0.381768 0.264129 0.100232 0.682524 -0.109724 0.537516
3.530108 2.832045 1.011792 2.303763 1.160736 4.708403 2.769346 2.317390 0.562468 11.366588 0.884401 4.137922
Hasil Pengujian Diterima Diterima Tidak Diterima Diterima Tidak Diterima Diterima Diterima Diterima Tidak Diterima Diterima Tidak Diterima Diterima
Hubungan kesesuaian (fit) antara ketiga komponen HOT- Fit Model yaitu teknologi, manusia, dan organisasi dicari menggunakan software SPSS dengan korelasi Parametrik Pearson Product Moment. Alasan pemilihan korelasi Parametrik Pearson Product Moment karena korelasi ini bisa menganalisis kekuatan hubungan antara dua variabel dengan angka korelasi berkisar antara 0 sampai 1, dimana interprestasi angka korelasi menurut Prof. Sugiyono (2007) adalah sebagai berikut:
0 – 0,199
0,20 – 0,399 : Lemah
0,40 – 0,599 : Sedang
0,60 – 0,799 : Kuat
0,80 – 1,0
: Sangat lemah
: Sangat kuat
Hasil pengujian menunjukkan bahwa hubungan H-O adalah kuat, hubungan H-T adalah sangat kuat, sedangkan hubungan O-T dikatakan cukup.
4. Penutup Hasil analisis data statistik dan hasil wawancara responden langsung pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penggunaan SIADPA di Pengadilan Agama
se-koordinator
Surakarta
dikatakan
berhasil.
Untuk
penelitian
selanjutnya, responden bisa melibatkan pihak pemrakarsa penggunaan sistem (timnas SIADPA), pihak pengguna informasi (masyarakat), dan pihak penentu kebijakan di pusat agar hasil yang dicapai benar-benar menyeluruh ke semua aspek baik pengguna, penikmat, maupun pembuat SIADPA.
Hubungan Antara Komponen Manusia ...... H. Pramiliantoro, A. Djunaedi, Surjono
76
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Daftar Pustaka Andiono, 2008. Evaluasi Implementasi Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG) di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Banyumas. Tesis. Yogyakarta: Magister Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada. Ariawan, B., 2011, Evaluasi Penerapan Sistem Informasi Puskesmas Elektronik (Simpustronik) di Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso Menggunakan Metode Hot (Human, Organization, Technology) Fit. Tesis. Yogyakarta: Magister Teknologi Informasi Universitas Gajah Mada. Ghozali, I. & Fuad, 2008. Structural Equation Modelling: Teori, Konsep & Aplikasi Dengan Program LISREL 8.80, Edisi 3. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Goodhue, D. L., Klein, B. D. & March, S. T., 2000. User Evaluations of IS as Surrogates for Objective Performance. Information & Management, 38(2), pp. 87-101. Jogiyanto, H. M., 2007. Model Kesuksesan Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Nugroho, E., 2008. Sistem Informasi Manajemen: Konsep, Aplikasi dan Perkembangan. Yogyakarta: Penerbit Andi. Subagyo, A., 2011. Penggunaan Metode Hot Fit dalam Evaluasi Keberhasilan Implementasi Sistem Informasi: Studi Kasus Sistem Informasi Penerimaan Peserta Didik Baru (Ppdb) On Line Kota Yogyakarta untuk Jenjang SMP. Tesis. Yogyakarta: Magister Teknologi Informasi Universitas Gajah Mada. Yusof, M. M., Paul, R. J. & Stergioulas, L. K., 2006. Towards a Framework for Health Information Systems Evaluation. Proceeding at the 39th IEEE Annual Hawaii International Conference on System Sciences, vol. 5, pp. 95a-95a. Yusof, M. M., Kuljis, J., Papazafeiropoulou, A. & Stergioulas, L. K., 2008. An Evaluation Framework for Health Information Systems: Human, Organization and Technology-Fit Factors (HOT-Fit). International Journal of Medical Informatics, 77(6), pp. 386-398.
H. Pramiliantoro, A. Djunaedi, Surjono ...... Hubungan Antara Komponen Manusia
MACHINE LEARNING UNTUK LOCALIZATION BERBASIS RSS MENGGUNAKAN CELL-ID GLOBAL SYSTEM FOR MOBILE COMMUNICATION (GSM) Taman Ginting, Yusuf Eko Rohmadi Politeknik Pratama Mulia Surakarta [email protected]
Abstrak Keakuratan dalam penentuan posisi merupakan bagian yang penting untuk aplikasi-aplikasi dalam kajian ubiquitous computing. Teknologi penentuan posisi yang umumnya dikenal adalah Global Positioning System (GPS). Pada lokasi-lokasi tertentu penerima GPS dapat memberikan informasi posisi yang akurat. Keadaan ini bertolak belakang ketika GPS digunakan di dalam gedung dan lingkungan perkotaan yang padat. Jika digunakan di lokasi-lokasi tersebut tidak memberikan kinerja yang baik. Pada penelitian ini, penentuan posisi objek dalam gedung dilakukan dengan menggunakan teknologi Global System for Mobile Communications (GSM). GSM dipilih karena mempunyai beberapa keuntungan seperti cakupan yang lebih luas dan mampu bekerja dalam ruangan. Nilai dari RSS yang berasal dari CELL-ID yang terpasang di lokasi penelitian digunakan untuk menyimpulkan lokasi dari pengukuran RSS-based menggunakan metode machine learning dengan algoritma k-Nearest Neighborhood (kNN). Dari hasil penelitian akan diketahui pengaruh terhadap pengukuran antara lain ukuran grid fingerprint, algoritma dan jumlah data dari luas lokasi pengukuran data fingerprint. Hasil terbaik pengujian dari algoritma akan menjadi hasil dan tujuan dari penelitian ini. Luaran dari penelitian ini adalah publikasi ilmiah dalam jurnal untuk pengembangan materi berbasis GSM. Kata Kunci: Machine Learning, Global System for Mobile Communications (GSM), fingerprint, k-NN, Naïve Bayes.
1. Pendahuluan Localization merupakan bagian yang penting untuk aplikasi-aplikasi dalam kajian ubiquitous computing. Terdapat banyak penelitian yang berkaitan dengan sistem estimasi posisi dalam gedung berdasarkan pada penggunaan jangkauan sinyal pendek. Keakuratan dalam deteksi objek sudah menjadi bagian yang penting pada aplikasi ubiquitous computing. Teknologi deteksi lokasi paling umum yang tersedia saat ini adalah Global Positioning System (GPS). Penerima GPS dapat memberikan informasi posisi yang sangat akurat, tetapi ketika GPS digunakan di dalam gedung dan lingkungan perkotaan yang padat tidak memberikan kinerja yang baik, hal tersebut yang mendasari semakin banyaknya penelitian menggunakan sistem deteksi posisi objek dalam gedung berdasarkan jaringan radio sendiri. Beberapa penelitian menggunakan sistem deteksi posisi objek dalam gedung berdasarkan pada penggunaan jangkauan sinyal pendek
77
78
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
seperti 802.11, Bluetooth, ultra sound dan infrared, namun alternatif tersebut menemukan kendala yaitu membutuhkan instalasi dan pemeliharaan jaringan. Deteksi objek dalam gedung dengan teknologi Global System for Mobile Communications (GSM) mempunyai beberapa keuntungan di antaranya: (i) Cakupan GSM
lebih
luas
dibandingkan cakupan
jaringan
802.11;
(ii)
Penggunaan telepon seluler yang membuat kanal ideal untuk pengiriman aplikasi ubiquitous computing. Suatu sistem deteksi objek berdasarkan sinyal seluler seperti GSM dengan memanfaatkan perangkat keras yang ada pada telepon seluler tersebut; (iii) Karena Base Station (BS) tersebar di seluruh daerah, sistem deteksi objek berbasis seluler akan tetap bekerja dalam situasi infrastruktur listrik sebuah bangunan padam; serta (iv) GSM beroperasi pada sebuah band frekuensi. Pada prinsipnya telepon seluler sudah menyediakan beberapa pelayanan misalnya berdasarkan informasi jaringan seperti lokasi BS yang melayaninya atau pada informasi fisik, misalnya arah kedatangan sinyal (Otsason, et al., 2005). Akan tetapi teknik-teknik deteksi lokasi objek yang terdapat pada GSM ini memberikan presisi yang terbatas dengan adanya multipath dan interferensi. Metode korelasi basis data (Zimmermann, et al., 2004). Metode pengukuran berdasarkan kekuatan sinyal untuk kepentingan navigasi dapat berdasarkan pada: Time of Arrival (TOA), Time Difference of Arrival (TDOA), Angle of Arrival (AOA), dan Received Signal Strength (RSS). Pada 3 metode pertama, kurangnya informasi waktu dalam sinyal GSM. Oleh karena itu beberapa penelitian sebelumnya mengusulkan pengamatan unit pada posisi tetap yang menerima semua sinyal GSM dari pemancar GSM di daerah tersebut. Selain itu untuk mengekstrak informasi waktu dan arah, diperlukan hardware tertentu dengan antena multidirectional. Teknik posisi yang terakhir berdasarkan lokalisasi RSS dan pemodelan sinyal propagasi. Ada dua pendekatan umum untuk lokalisasi nirkabel menggunakan teknik RSS: Sinyal pemodelan propagasi dan lokasi fingerprinting. Yang pertama tidak termasuk dalam penelitian ini. Fingerprinting memiliki dua tahap: training dan positioning. Database lokasi tergantung pada parameter yang dikumpulkan di titik-titik referensi yang dihasilkan dalam tahap pelatihan, dan dalam tahap positioning algoritma yang berbeda dapat digunakan untuk memperkirakan posisi pengguna. Dalam peneltian ini, memilih teknik fingerprinting untuk deteksi posisi objek dalam gedung berdasar sinyal GSM karena pertama merupakan metode yang ekonomis, tidak memerlukan hardware tambahan dan infrastruktur. Kedua
Taman Ginting, Yusuf Eko Rohmadi .......... Machine Learning Untuk Localization
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
79
fingerprinting tidak tergantung pada masalah waktu dari sinyal GSM sehingga dapat mengurangi efek multipath dibandingkan dengan metode lain berdasarkan pengukuran jarak. Namun perlu dicatat bahwa membangun database untuk fingerprinting selalu memakan waktu dan tenaga kerja yang intensif. Sistem deteksi posisi objek dalam gedung berdasarkan GSM fingerprint dapat mencapai akurasi yang tinggi dan pada kenyataannya sebanding dengan implementasi berbasis 802.11 (Otsason, et al., 2005). GSM fingerprint bergantung pada fase pelatihan yang mana peta radio lingkungan dibangun dengan mengambil serangkaian pengukuran radio di beberapa lokasi. Rekaman pengukuran RSS berasal dari kelompok sumber radio yang terdengar pada fase lokasi.
Setelah
fase
pelatihan
selesai,
pengguna
bisa
memperkirakan
pengukuran lokasi yang diketahui ke set pengukuran yang dikumpulkan dalam fase pelatihan. Algoritma yang kompleks berdasarkan metode probabilistik dapat dilakukan untuk mengarah pada perbaikan dalam keakurasian (Liu, et al., 2007), salah satunya algoritma Naïve Bayes yaitu salah satu algoritma pembelajaran induktif yang paling efektif dan efisien untuk machine learning dan data mining.
2. Dasar Teori 2.1 Machine Learning Machine learning adalah salah satu disiplin ilmu dari computer science yang mempelajari bagaimana membuat komputer atau mesin mempunyai suatu kecerdasan. Agar mempunyai suatu kecerdasan, komputer atau mesin harus dapat belajar. Dengan kata lain machine learning adalah suatu bidang keilmuan yang berisi tentang pembelajaran komputer atau mesin untuk menjadi cerdas. Learning process dalam machine learning terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: supervised learning, unsupervised learning, dan reinforcement learning. Machine learning merupakan bagian dari kecerdasan buatan. Untuk menjadi cerdas, sistem yang berada dalam lingkungan yang berubah harus memiliki kemampuan untuk belajar. Jika sistem dapat belajar dan beradaptasi dengan perubahan tersebut, perancang sistem tidak perlu meramalkan dan memberikan solusi untuk semua kemungkinan situasi (Alpaydin, 2010). Machine
learning
berfungsi
untuk
mengoptimalkan
kriteria
atau
pengelompokan dengan menggunakan data contoh atau pengalaman masa lalu. Di dalam machine learning, memiliki model yang ditetapkan sampai dengan beberapa parameter, dan learning adalah pelaksanaan program komputer untuk
Machine Learning Untuk Localization ........... Taman Ginting, Yusuf Eko Rohmadi
80
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
mengoptimalkan
parameter
model
menggunakan
ISSN: 1979-7656
data
pelatihan
atau
pengalaman masa lalu. Model dapat diolah untuk membuat prediksi di masa depan, atau deskriptif untuk mendapatkan pengetahuan dari data, atau keduanya. Machine learning menggunakan teori statistik dalam membangun model matematika, karena tugas inti dari machine learning adalah membuat kesimpulan dari sampel (Alpaydin, 2010).
2.2 GSM Global System for Mobile Communications (GSM) adalah standar telepon seluler yang paling luas di dunia, dengan penyebaran lebih dari 100 negara oleh lebih dari 220 operator jaringan (Widyawan, 2009). Di Indonesia, GSM beroperasi pada pita frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz. Setiap band dibagi menjadi 200 saluran kHz lebar fisik dengan menggunakan Frekuensi Division Multiple Access (FDMA). Setiap saluran fisik ini kemudian dibagi lagi menjadi 8 saluran logis berdasarkan Time Division Multiple Access (TDMA). Sebuah base station GSM biasanya dilengkapi dengan sejumlah antena directional yang mendefinisikan cakupan sektor atau sel. Setiap sel dialokasikan sejumlah fisik saluran berdasarkan beban lalu lintas yang diharapkan. Biasanya, saluran dialokasikan dengan cara yang baik untuk meningkatkan cakupan dan mengurangi interferensi antar sel. Jadi, misalnya, dua tetangga sel tidak akan diberi saluran yang sama. Saluran yang, bagaimanapun, digunakan kembali di sel-sel yang jauh cukup jauh dari satu sama lain sehingga antar sel interferensi diminimalkan sementara saluran kembali dimaksimalkan. Saluran untuk alokasi sel adalah proses yang kompleks dan mahal yang memerlukan perencanaan yang matang.
3. Pembahasan 3.1 Tahap Training Tahap pertama melakukan pengambilan data untuk membuat database dengan titik-titik R yang sudah ditentukan, yang digunakan sebagai sampel training pada tahap training. Di dalam database termasuk pengukuran Q fingerprinting dari semua P kanal sinyal GSM yang tertangkap pada masingmasing titik dalam periode waktu tertentu yang dapat dituliskan sebagai vektor {RSSrq = [RSSr1 RSSr2 … RSSrP], r = 1, 2, …, R, q = 1, 2, …, Q}. Rata-rata dari semua pengukuran dari masing-masing kanal GSM dihitung, dan dicatat sebagai data referensi dari lokasi dalam database. Gambar 1 mengilustrasikan prosedur seluruh tahap pelatihan fingerprint berdasar GSM.
Taman Ginting, Yusuf Eko Rohmadi .......... Machine Learning Untuk Localization
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
Training Stage
81
Positioning Stage
Cell-Id 1 RP1
(X,Y)1
[RSS1,……,RSSp]q
RP2
(X,Y)2
[RSS1,……,RSSp]q
Total Cell-Id Total Cell-Id GSM GSM
Cell-Id 2
. . . . . . .
Naïve Bayes K-NN . . .
. . .
RPR
(X,Y)R
Cell-Id p
Unknown point
?
Unknown Location (X,Y)
. . .
[RSS1,……,RSSp]q
[rss1,……,rssp]q
Gambar 1 Dua tahap deteksi posisi objek berdasar GSM fingerprinting
3.2 Tahap Positioning Dalam tahap ini, lokasi yang tidak diketahui akan diestimasi dengan membandingkan rata-rata pengukuran Q {rssq = [rss1 rss2 … rssp], q = 1, 2, …, Q} ke titik yang tidak diketahui dengan database pada fase training. Perbandingan terbaik menunjukkan perkiraan posisi. Proses tahap positioning ditunjukkan pada Gambar 1. Pada tahap fingerprinting, ada dua cara utama untuk memperkirakan lokasi: pendekatan deterministik (Otsason, et al., 2005). Dalam penelitian ini menganalisis pendekatan deterministik dan probabilistik. Dua algoritma yang berbeda diterapkan untuk tujuan mendeteksi posisi. Yang pertama adalah algoritma k-Nearest Neighbour (k-NN), lokasi yang diperkirakan adalah rata-rata dari koordinat titik K terdekat yang didasarkan pada jarak Manhattan dan jarak Euclidean antara fingerprint yang diamati dan yang dicatat dalam database. Dalam penelitian ini menggunakan jarak Euclidean yang didefinisikan seperti pada Persamaan 1. Euclidian Distance = ||rss – RSS||2 ............................................................. (1) Yang kedua yaitu algoritma Naïve Bayes adalah suatu probabilistik simpel yang berdasarkan pada teorema Bayes pada umumnya, inferensi Bayes khususnya dengan asumsi independensi yang kuat (naive). Dalam prosesnya, Naïve Bayes mengasumsikan bahwa ada atau tidaknya suatu fitur pada suatu kelas tidak berhubungan dengan ada atau tidaknya fitur lain di kelas yang sama.
Gambar 2 Model Naïve Bayes
Machine Learning Untuk Localization ........... Taman Ginting, Yusuf Eko Rohmadi
82
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
3.3 Tahap Machine Learning
Gambar 3 Metode Machine Learning
Tahapan-tahapan metode machine learning dalam indoor localization terdiri dari (Alpaydin, 2010): 1. Tahap Pre-Learning a. Tahap identifikasi data dan knowledge source merupakan tahapan spesifikasi parameter sistem pengukuran nilai RSS dari multiple CELL-ID yang ada di gedung POLITAMA. Proses pengukuran dilakukan dengan mengabaikan adanya efek multipath dan propagasi. b. Tahap
acquire
data
dan
knowledge
merupakan
tahapan
penetapan lokasi fingerprint yang akan diukur dalam gedung dengan menetapkan grid atau titik-titik pengukuran (predefined) dalam bentuk koordinat (x, y). c. Tahap preprocessing merupakan tahap pemrosesan data dari langkah (b). Preprocessing dilakukan dengan menghilangkan RSS cell.id yang berada di luar area penelitian meskipun sinyal tersebut tertangkap. Pada tahap prepocessing akan dibuat juga database fingerprint RSS cell-id. Database fingerprint ini kemudian diolah untuk menghasilkan visualisasi peta fingerprint.
Taman Ginting, Yusuf Eko Rohmadi .......... Machine Learning Untuk Localization
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
83
2. Tahap Learning Merupakan tahapan proses pembelajaran pengenalan posisi yang dilakukan terhadap database fingerprint dengan menggunakan algoritma k-Nearest Neighborhood (k-NN) . 3. Tahap Post Learning Merupakan tahapan penggunaan sistem lokalisasi untuk pengujian RSS secara real time dalam menghitung estimasi lokasi.
3.4 Pembuatan Denah Lokasi Tahap ini merupakan langkah awal dalam penelitian yang dilakukan di koridor lantai 3 gedung POLITAMA terdiri dari Lab Hardware, Lab Interface, Lab Komputer 1 dan Lab Komputer 2. Pada tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai denah lokasi penelitian dari salah satu sumber yang berurusan dengan bagian denah dari lokasi penelitian tersebut. Setelah mendapatkan gambaran mengenai denah yang akan dijadikan lokasi penelitian, kemudian dilakukan pembuatan denah lokasi dengan menggunakan perangkat lunak AutoCAD dengan posisi dan jarak antar ruangan disesuaikan dengan kondisi yang sebenarnya.
Gambar 4 Denah lokasi penelitian menggunakan perangkat lunak AutoCAD
3.5 Penetapan Titik Referensi Penetapan
titik
referensi
merupakan
tahapan
selanjutnya
dalam
perencanaan ruang yang menjadi lingkup penelitian. Ruang penelitian adalah koridor lantai 3 Gedung POLITAMA Lab Hardware, Lab Interface, Lab Kom 1, Lab Kom 2 dan Koridor Lantai 3. Pada tahap ini koridor diukur kemudian dibagi ke dalam luasan-luasan dengan luasan masing-masing 2 m2 dan 1 m2. Hal ini dilakukan untuk membandingkan tingkat akurasi atau jarak kesalahan rata-rata minimum yang dihasilkan. Sebelum melakukan pengambilan data training, titiktitik referensi yang berada tepat di tengah-tengah setiap luasan ditandai terlebih
Machine Learning Untuk Localization ........... Taman Ginting, Yusuf Eko Rohmadi
84
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
dahulu dan dipastikan tanda tersebut sesuai dengan koordinat yang nantinya dijadikan klasifikasi dalam data fingerprint, hal tersebut dilakukan supaya memudahkan dalam proses pengukuran data training.
Gambar 5 Denah lokasi penelitian menggunakan perangkat lunak AutoCAD
3.6 Metode Pemodelan Pemodelan untuk NN dan NB dilakukan menggunakan RapidMiner yaitu untuk mencari prediksi posisi sehingga dapat dihitung jarak kesalahan rata-rata minimumnya. Data yang dimasukkan berupa data training yang berisi atribut dan klasifikasi. Atribut dalam penelitian ini yaitu Cell-ID dan AP yang mana nilai dari atribut tersebut berupa nilai kekuatan sinyal yang terbaca pada tiap-tiap titik referensi dan klasifikasi menunjukkan koordinat (x, y) dari titik-titik referensi. Data testing hanya berisi atribut saja. Semua format data menggunakan format CSV (Comma-Separated Values) dalam perangkat lunak Microsoft Excel. Kemudian dalam pemodelan ini harus diperhatikan parameter-parameter yang digunakan misalnya untuk NN dalam penelitian ini dengan menggunakan jarak Euclidian. Menghitung Jarak Kesalahan Rata-rata Minimum. Penentuan posisi objek dalam penelitian ini adalah posisi telepon seluler dan laptop dan posisi pada penelitian yaitu titik referensi yang direpresentasikan dengan koordinat fisik berupa (x, y). Jarak kesalahan rata-rata minimum diperoleh dari perbandingan antara pengukuran RSS secara nyata yaitu data testing dengan pengukuran sebelumnya yang telah tersimpan dalam fingerprint. Prediksi posisi didapat dari tahapan positioning dengan menggunakan algoritma yang telah dimodelkan yaitu NN dan NB. Dari hasil prediksi posisi setiap data testing yang menjadi target yang terlewati dalam pengukuran data testing dapat dihitung nilai jarak kesalahan rata-rata minimumnya dengan menggunakan persamaan.
Taman Ginting, Yusuf Eko Rohmadi .......... Machine Learning Untuk Localization
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
85
4. Hasil dan Analisis Analisa hasil jarak kesalahan pada skenario 1 dan skenario 2 yaitu dengan melihat adanya pengaruh penetapan luasan dalam penelitian ini yaitu luasan 2 m2 yang terdapat titik referensi sejumlah 76 titik dan 1 m2 yang terdapat titik referensi sejumlah 295 titik dengan menggunakan 3 Cell-ID. Dari hasil jarak kesalahan yang diperoleh dari setiap titik target yang terlewati pada saat pengujian perbandingan antara metode NN dan NB dari grafik terlihat perbedaan. Untuk NN terdapat banyak titik koordinat (x, y) yang besar diprediksikan berada pada koordinat (x, y) yang kecil sehingga jarak kesalahan menjadi besar. Kekuatan sinyal yang diterima mobile station (MS) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya yaitu dipengaruhi oleh besarnya frekuensi yang bekerja, redaman lintasan dari material bahan yang digunakan, pemilihan antena indoor beserta distribusi penempatannya, serta mobilitas user. Besarnya level sinyal yang diterima MS dipengaruhi oleh nilai frekuensi yang bekerja; makin tinggi frekuensi, makin tinggi RxLevelnya. Distribusi antena indoor (repeater) memberikan pengaruh terhadap kekuatan sinyal; makin jauh jarak transmitter dengan receiver-nya, maka makin menurun level sinyalnya. Level sinyal juga mengalami pelemahan karena lintasan propagasinya bersifat NonLine of Sight (NLOS) dan didominasi oleh peristiwa refleksi dan difraksi. Pada Tabel 1 menunjukkan hasil jarak kesalahan rata-rata minimum dengan adanya perbedaan luasan dengan menggunakan metode NN dan NB. Tabel 1 Pengaruh perbedaan luasan terhadap jarak kesalahan rata-rata min (meter) Luasan
Nearest Neighbour (NN) 1-NN
k-NN(k=2)
Naïve Bayes (NB)
2m
2
16.69
16.71
15.02
1m
2
19.15
19.17
10.62
Pengaruh perbedaan luasan terhadap jarak kesalahan rata-rata minimum dilakukan dengan menggunakan 3 atribut yaitu Cell-ID1, Cell-ID2 dan Cell-ID3, masing-masing atribut berisi data kekuatan sinyal sebanyak 310 data set untuk masing-masing klasifikasi dalam hal ini klasifikasi menunjukkan koordinat posisi. Hasil
jarak kesalahan rata-rata minimum
pada kedua
luasan dengan
menggunakan metode NN dan NB ditunjukkan pada Gambar 6. Dari Gambar 6 memperlihatkan adanya pengaruh penentuan luasan dalam pengukuran data training. Untuk metode NN dengan ukuran 2 m2 diperoleh hasil jarak kesalahan rata-rata minimum yang lebih kecil dibandingkan
Machine Learning Untuk Localization ........... Taman Ginting, Yusuf Eko Rohmadi
86
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
dengan luasan 1 m2. Pada masing-masing luasan untuk k = 1 dan k = 2 dari hasil diperoleh tidak memperlihatkan adanya perbedaan pada luasan 2 m2 maupun luasan 1 m2. Untuk metode NB dengan luasan 1 m2 diperoleh hasil jarak kesalahan rata-rata minimum yang lebih kecil sebesar 10,62 m dibandingkan dengan luasan 2 m2 sebesar 15,02 meter.
Gambar 6 Grafik pengaruh perbedaan luasan
5. Penutup Penelitian ini menerapkan machine learning untuk localization berbasis rss menggunakan cell- id GSM. GSM machine learning untuk melakukan deteksi lokasi objek dalam suatu gedung sama dengan machine learning fingerprint. Pada prinsipnya teknik ini terdiri dari dua tahap dalam tahap pertama disebut fase offline, dalam fase ini fingerprint dikumpulkan dan disimpan dalam basis data. Fingerprint yang berisi informasi seperti Receive Signal Strength (RSS) dari grid atau pengukuran sensor yang diambil pada posisi yang ditetapkan. Pada fase online yang merupakan operasi jaringan normal, fingerprint disimpan dan pengukuran pada fase ini dimanfaatkan untuk memperkirakan posisi. Data hasil pengukuran divisualiasikan untuk melihat kekuatan sinyal pada setiap lokasi, untuk melakukan pengujian akan dilakukan dengan menggunakan algoritma particle filter atau algoritma location lainya. Dari hasil penelitian yang telah dibahas maka dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penentuan posisi objek dalam gedung dengan metode Naïve Bayes (NB) berdasarkan GSM berhasil dilakukan. 2. Dari hasil penelitian memperlihatkan adanya pengaruh penetapan luasan dalam proses pengukuran RSS fingerprint antara 1 m2 dan 2 m2. Untuk metode NN luasan 2 m2 lebih akurat dibandingkan dengan luasan 1 m2 dan untuk metode NB luasan 1 m2 lebih akurat dibandingkan dengan luasan 2 m2.
Taman Ginting, Yusuf Eko Rohmadi .......... Machine Learning Untuk Localization
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
87
3. Dari kedua kasus baik itu luasan 2 m2 dan luasan 1 m2 metode NB lebih baik dalam hal jarak kesalahan rata-rata yang dihasilkan. 4. Hasil penelitian perbedaan jumlah data set memperlihatkan adanya sedikit perbedaan hasil jarak kesalahan rata-rata minimum.
Daftar Pustaka Bahl, P. & Padmanabhan, V. N., 2000. RADAR: An In-Building RF-Based User Location and Tracking System. Proceeding at the 19th Annual Joint Conference of the IEEE Computer and Communications Societies, vol. 2, pp. 775-784. Denby, B., Oussar, Y., Ahriz, I. & Dreyfus, G., 2009. High-Performance Indoor Localization with Full-Band GSM Fingerprints. Proceeding at the 2009 IEEE International Conference on Communications Workshops, pp. 1-5. Djuric, P. M., Kotecha, J. H., Zhang, J., Huang, Y., Ghirmai, T., Bugallo, M. F. & Miguez, J., 2003. Particle Filtering. IEEE Signal Processing Magazine, 20(5), pp. 19-38. Fox, D., Hightower, J., Liao, L., Schulz, D. & Borriello, G., 2003. Bayesian Filtering for Location Estimation. IEEE Pervasive Computing, 2(3), pp. 2433. Kambhampati, S., Tangirala, K., Namuduri, K. R. & Jayaweera, S. K., 2004. Particle Filtering for Target Tracking. Proceeding at the 7th International Symposium on Wireless Personal and Multimedia Communications, vol. 3, pp. 377-381. Liu, H., Darabi, H., Banerjee, P. & Liu, J., 2007. Survey of Wireless Indoor Positioning Techniques and Systems. IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics, Part C: Applications and Reviews, 37(6), pp. 10671080. Mahalanobis, P. C., 1936. On the Generalized Distance in Statistics. Proceeding at the National Institute of Sciences (Calcutta), vol. 2, pp. 49-55. Miguez, J. & Djuric, P. M., 2002. Blind Equalization by Sequential Importance Sampling. Proceeding at IEEE International Symposium on Circuits and Systems, vol. 1, pp. 845-848. Otsason, V., Varshavsky, A., LaMarca, A. & De Lara, E., 2005. Accurate GSM Indoor Localization. Proceeding at the International Conference on Ubiquitous Computing 2005, pp. 141-158. Patwari, N., Hero, A. O., Perkins, M., Correal, N. S. & O'dea, R. J., 2003. Relative Location Estimation in Wireless Sensor Networks. IEEE Transactions on Signal Processing, 51(8), pp. 2137-2148. Pramsistya, Y., 2009. Optimasi Penempatan BTS Dengan Menggunakan Algoritma Genetika. Skripsi. Surabaya: Jurusan Matematika FMIPA, Institut Teknologi Surabaya.
Machine Learning Untuk Localization ........... Taman Ginting, Yusuf Eko Rohmadi
88
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
Robles, J. J., Deicke, M. & Lehnert, R., 2010. 3D Fingerprint-Based Localization for Wireless Sensor Networks. Proceeding at the IEEE 7th Workshop on Positioning Navigation and Communication 2010, pp. 77-85. Sirola, N., 2007. Mathematical Methods for Personal Positioning and Navigation. Ph.D. Dissertation. Tampere, Finland: Tampere University of Technology. Widyawan, W., 2009. Learning Data Fusion for Indoor Localization. Ph.D. Dissertation. Cork, Ireland: Departement of Electronic Engineering, Cork Institute of Technology. Zhang, J., Huang, Y. & Djuric, P.M., 2002. Multiuser Detection with Particle Filtering. Proceeding at the European Signal Processing Conference (EUSIPCO) 2002, vol. 2, pp. 307-310. Zimmermann, D., Baumann, J., Layh, M., Landstorfer, F., Hoppe, R. & Wolfle, G., 2004. Database Correlation for Positioning of Mobile Terminals in Cellular Networks Using Wave Propagation Models. Proceeding at the IEEE 60th Vehicular Technology Conference 2004, vol. 7, pp. 4682-4686.
Taman Ginting, Yusuf Eko Rohmadi .......... Machine Learning Untuk Localization
MODEL POHON KEPUTUSAN PATOLOGI KLINIS PADA DIAGNOSIS PENYAKIT Sri Mulyati Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta [email protected]
Abstrak Pemeriksaan labolatorium setiap pasien di catat dalam data rekam medis. Seiring bertambahnya jumlah pasien maka data rekam medis juga semakin banyak. Banyaknya data rekam medis yang ada di rumah sakit akan menjadi lebih bermanfaat apabila dapat disarikan untuk menjadi pengetahuan. Penelitian ini tetang pembantukan pohon keputusan untuk pembentukan pohon keputusan pemeriksaan patologi klinis. Data yang digunakan adalah data pasien dengan diawali gejala demam dan didaptkan 10 penyakit. Pada dasarnya, proses penegakan diagnosis dilakukan melalui urutan yang jelas, yaitu dimulai dengan anamnesis, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang apabila diperlukan. Peran pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk mengkonfirmasi dan memastikan kondisi klinis pasien. Data rekam medis berupa pemerikasaan klinis diolah dengan algoritma ID3. Hasil dari penelitian ini berupa model pohon keputusan uji laboratorium dan penyakit. Kata Kunci: pohon keputusan, diagnosis, demam, algoritma ID3.
1. Pendahuluan Proses penegakan diagnosis dilakukan melalui urutan yang jelas, yaitu dimulai dengan anamnesis, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang apabila diperlukan. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Peran pemeriksaan laboratorium dalam membuat keputusan klinis di antaranya dalam menegakkan diagnosis, monitor terapi, dan menentukan prognosis penyakit. Dalam menegakkan diagnosis, tidak cukup hanya mempertimbangkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Peran pemeriksaan laboratorium
sangat
diperlukan untuk mengkonfirmasi dan
memastikan kondisi klinis pasien. Pemeriksaan laboratorium yang tepat dan analisis yang akurat sebenarnya sudah dapat digunakan sebagai penentu penyakit dalam proses diagnosis, di samping juga karena alasan ekonomis dan kemudahan (Speicher & Smith, 1994). Lee H. Hilborne dalam ASCP (2010) mengatakan bahwa “Diagnosis laboratorium hanya membutuhkan 1-2% dari seluruh biaya perawatan kesehatan, namun layanan laboratorium ini memberikan sumbangan paling banyak dalam memberikan dukungan keputusan”. Pemililihan uji labolatorium yang tidak tepat dan tidak lengkap dapat disebabkan oleh kesalahpahaman tentang hubungan suatu gejala atau tanda
89
90
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
dengan dengan data uji labolatorium. Karena dokter mengarahkan perhatian mereka pada data dalam konteks yang mereka anggap penting, berbagai data lain yang khas menjadi terabaikan (Wheeler, et al., 1977). Untuk merancang, menggunakan atau mengevaluasi secara efektif maka ciri-ciri diagnostik dari pemeriksaan labolatorium harus dipahami (Speicher & Smith, 1994). Pemeriksaan labolatorium setiap pasien dicatat dalam data rekam medis. Seiring bertambahnya jumlah pasien maka data rekam medis juga semakin banyak. Banyaknya data rekam medis yang ada di rumah sakit akan menjadi lebih bermanfaat apabila dapat disarikan untuk menjadi pengetahuan.
2. Metode Pembentukan pohon keputusan digunakan sebagai mesin inferensi untuk menganalisa fakta-fakta yang dimasukan oleh pengguna. Metode ini dikenal dengan backward chaining, proses pencocokan fakta atau pernyataan dimulai dari bagian sebelah kanan (THEN dulu). Penalaran dimulai dari hipotesis terlebih dahulu, dan untuk menguji kebenaran hipotesis tersebut harus dicari fakta-fakta yang ada dalam basis pengetahuan. Data rekam medis pasien yang berupa uji laboratorium dan diagnosis diolah dengan metode ID3. Pohon keputusan merupakan representasi dukungan keputusan yang diberikan secara grafis. Permasalahan yang didekati dengan menggunakan pohon keputusan bersifat saling bebas antara satu kejadian dengan kejadian yang lainnya. Pohon keputusan memiliki empat komponen utama, yaitu: akar (root), node, daun (leaf), dan busur (arc). Akar merupakan kejadian awal saat proses penelusuran akan dimulai. Node menunjukkan suatu atribut tertentu yang akan diuji kebenarannya. Daun menunjukkan klasifikasi, yaitu hasil yang diberikan setelah terjadi proses penelusuran mulai dari root hingga mencapai daun tersebut. Busur dengan anak panah menunjukkan arah penelusuran dari suatu kejadian ke kejadian berikutnya (Kusumadewi, et al., 2009). Pemilihan suatu node menjadi root, dan menetapkan node mana yang akan menjadi alternatif berikutnya akan sangat menentukan efisiensi proses penelusuran. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dibutuhkan suatu mekanisme tertentu. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menguji dedikasi setiap atribut. Suatu atribut dianjurkan untuk menjadi root pada pohon keputusan, apabila atribut tersebut memiliki information gain paling tinggi. Pemanfaatan information gain ini sangat terkait dengan konsep pembelajaran pada aturan yang disebut dengan induksi aturan (rule induction).
Sri Mulyati ....... Model Pohon Keputusan Patologi Klinis Pada Diagnosis Penyakit
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
91
Misalkan atribut X memiliki m nilai, yaitu V1, V2, ..., Vm. Probabilitas dari atribut bernilai Vj adalah: p(X = V1) = p1; p(X = V2) = p2; ...; p(X = Vm) = pm. Entropy dari X, selanjutnya akan disebut dengan H(X), diberikan pada Persamaan 1. Specific conditional entropy, ditulis sebagai H Y | X v , adalah entropy untuk memprediksi output Y apabila diberikan X = v. Sedangkan conditional entropy, ditulis sebagai H Y | X adalah rata-rata specific conditional entropy untuk Y (Persamaan 2). Information gain, selanjutnya ditulis sebagai IGY | X , dihitung menggunakan Persamaan 3. m
H X p j log p j p1 log p1 p2 log p2 pm log pm ........... (1) j 1
H Y | X pX v j H Y | X v j .................................................. (2) m
j 1
IGY | X H Y H Y | X ................................................................. (3) 3. Pembahasan Proses perhitungan pohon keputusan digambarkan dalam flowchart. Flowchart merupakan bagan yang menunjukkan alur kerja atau apa yang sedang dikerjakan di dalam sistem secara keseluruhan dan menjelaskan urutan dari prosedur-prosedur yang ada di dalam sistem. Gambar 1 memperlihatkan flowchart Pembentukan Pohon Keputusan ID3. Berikut keterangan dari tiap-tiap proses pada flowchart pembentukan pohon keputusan dengan: 1. Data training dimasukan; 2. Menghitung Information Gain dan Entropy dari masing-masing uji laboratorium yang ada; 3. Membuat simpul akar dari uji laboratorium yang memiliki Information Gain terbesar; 4. Menghitung Information Gain dan Entropy dari masing-masing uji laboratorium dengan menghilangkan uji laboratorium yang telah dipilih sebelumnya; 5. Membuat simpul internal dari pemilihan uji laboratorium yang memiliki Information Gain terbesar; 6. Memeriksa apakah semua uji laboratorium sudah dibentuk pada pohon. Jika belum, maka ulangi proses d dan e, sedangkan jika sudah maka lanjut pada proses berikutnya;
Model Pohon Keputusan Patologi Klinis Pada Diagnosis Penyakit ...... Sri Mulyati
92
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
7. Melakukan eliminasi simpul pohon untuk menghilangkan cabang-cabang yang tidak perlu; serta 8. Membuat aturan keputusan degenerate mengikuti aturan pohon yang telah terbentuk sebelumnya. Catatan:
Entropy(S) = 0, Jika semua contoh pada S berada pada kelas yang sama;
Entropy(S) = 1, Jika semua contoh nilai atribut sama; dan
0 < Entropy(S) < 1, Jika jumlah contoh jika nilai atribut tidak sama. Mulai Masukan Data Training
Hitung Entropy, Informasi Gain dari tiap uji lab,
Buat simpul akar pohon berdasarkan informasi gain terbesar
Hitung Entropy, Informasi Gain, dari tiap uji lab dengan menghilangkan uji lab yang telah dipilih
Buat Simpul Internal dari informasi gain terbesar. Tidak Semua atribut sudah masuk pohon
Ya Lakukan Eliminasi Simpul Pohon
Generate Aturan Keputusan
Selesai
Gambar 1 Flowchart Pembentukan Pohon Keputusan
Pembentukan pohon keputusan diperoleh dengan melakukan perhitungan Entropy dan Information Gain pada data sampel uji laboratorium klinis. Data sampel uji laboratorium klinis tersebut diambil dari 10 penyakit yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Sri Mulyati ....... Model Pohon Keputusan Patologi Klinis Pada Diagnosis Penyakit
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
93
Tabel 1 Tabel Penyakit dan Jumlah Data No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kode ICD 10 A01 A09 A90 B06.9 J02 J12 J20 J21 J45.9 P36
Sebagai
Nama Penyakit Tyfoid Fever Diare Dengue Fever Rubella Faringitis Akut Pneumonia Bronkhitis Bronkhiolitis Asthma Sepsis Jumlah Data
contoh
akan
dilakukan
Jumlah 10 7 10 7 9 16 8 6 4 8 85
perhitungan
terhadap
item
uji
laboratorium Hemoglobin (Hb) dan Hemaktorit (AT) terhadap nilai item uji Normal, Kurang, Lebih dan Not Available. Berikut proses perhitungan information gain. Probabilitas penyakit dapat dihitung menggunakan Persamaan 4. Information Gain untuk Hemaktorit dengan nilai Normal, Kurang, Lebih dan Not Available dapat dihitung dengan Persamaan 5 hingga 8. 10 7 7 10 10 7 7 H Y 10 85 log 2 85 85 log 2 85 85 log 2 85 85 log 2 85 16 8 8 6 6 859 log 2 859 16 85 log 2 85 85 log 2 85 85 log 2 85 ................. (4) 854 log 2 854 858 log 2 858 3,2355
H Y | X 2 Kurang 322 log 2 322 321 log 2 321 321 log 2 321 3 3 11 324 log 2 324 11 32 log 2 32 32 log 2 32 ............ (5) 324 log 2 324 326 log 2 326 2,6150 H Y | X 2 Lebih 112 log 2 112 117 log 2 117 111 log 2 111 111 log 2 111 .................................... (6) 1,4911
H Y | X 2 Normal 281 log 2 281 282 log 2 282 285 log 2 285 283 log 2 283 283 log 2 283 282 log 2 282 ............ (7) 285 log 2 285 283 log 2 283 284 log 2 284 3,04007 H Y | X 2 N / A 141 log 2 141 142 log 2 142 142 log 2 142 143 log 2 143 142 log 2 142 143 log 2 143 ................. (8) 141 log 2 141 2,69951
Model Pohon Keputusan Patologi Klinis Pada Diagnosis Penyakit ...... Sri Mulyati
94
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
32 28 14 H Y | X 2 85 2,6150 11 85 1,4911 85 3,04007 85 2,69951 .......... (9) 2,62
IGY | X 2 3,236 2,62 0,612 ........................................................ (10) Dari data sampel yang ada didapatkan hasil perhitungan information gainnya, seperti pada Tabel 2. Tabel 2 Tabel Hasil Perhitungan Information Gain No
Variabel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Limfosit Leukosit Hemaktorit Trombosit Monosit Eritrosit(AE) Potein Urin Kekeruhan Urine UrineLeukosit Hemoglobin LED 1 Jam PH Urine Warna Epitel Urine Bakteri MCV Eritrosit (AE)
Information Gain 0.6467 0.6259 0.612 0.5682 0.4796 0.4636 0.4314 0.4119 0.371 0.3687 0.3351 0.3162 0.3104 0.3104 0.2744 0.2707 0.266
No 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Variabel Silinder Kristal Urine BJ Urine MCH LED 2 Jam Keton MCHC Netrofil Barang Glukosa Sewaktu Natrium Klorida Kalium Limfosit B Bilirubin Urobilinogen Ureum Kreatinin
Information Gain 0.2376 0.2376 0.2326 0.1602 0.1537 0.1317 0.1061 0.0986 0.0969 0.0609 0.0609 0.060 0.0545 0.039 0.0371 0.0371 0.0371
Penelitian ini menggunakan 34 jenis pemeriksaan. Dari pemeriksaan tersebut dihasilkan information gain tertinggi, yaitu Limfosit T. Oleh karena itu maka Limfosit T dijadikan sebagai root. Gambar 2 memperlihatkan Diagram Pembentukan Pohon Keputusan.
4. Hasil Setelah dilakukan pengujian sistem, terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan pada sistem. Kelebihan-kelebihan yang ada pada sistem, antara lain yaitu:
Sistem
dapat
membentuk
pohon
keputusan
berdasarkan
basis
pengetahuan dari uji laboratorium yang ada. Sedangkan kelemahan yang masih terdapat pada sistem yaitu: 1. Kurangnya basis pengetahuan yang dimiliki sehingga masih terdapat hasil pengolahan model keputusan kedua kurang maksimal dalam pembentukan pohon keputusan. 2. Kurangnya data kasus rekam medis menjadikan penyebaran penyakit tidak seimbang.
Sri Mulyati ....... Model Pohon Keputusan Patologi Klinis Pada Diagnosis Penyakit
ISSN: 1979-7656
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
95
Gambar 2 Diagram pembentukan pohon keputusan
5. Penutup Model pohon keputusan dapat diterapkan sebagai basis pengetahuan untuk menentukan jenis uji laboratorium yang relevan berdasarkan diagnosis awal. 1. Perlu adanya penambahan data penyakit selain Tyfoid Fever, Diare, Dengue
Fever,
Rubela,
Faringitis
Akut,
Pneumonia,
Bronkhitis,
Bronkiolitis, Asma dan Sepsis.
Model Pohon Keputusan Patologi Klinis Pada Diagnosis Penyakit ...... Sri Mulyati
96
TEKNOMATIKA Vol. 7, No. 2, JANUARI 2015
ISSN: 1979-7656
2. Perlu dilakukan preprocessing lebih ketat untuk menyaring data uji laboratorium pada saat pengumpulan data. 3. Perlu penambahan data kasus untuk pengujian agar nilai kinerja sistem dapat meningkat. 4. Partisipasi dokter perlu diintensifkan dalam rangka melakukan uji coba atas kinerja sistem ini.
Daftar Pustaka ASCP, 2010. Pathology’s Future: A View from Leaders in Health Care. [Online] Available at: http://www.ascpresources.org/e-books/future/files/future.pdf [Accessed 17/08/2011]. Bemmel, J. H. & Musen, M. A., 1997. Modelling of Decision Support in Handbook of Medical Informatics. Diegem, Belgium: Bohn Stafleu Van Loghum. Kusumadewi, S., Fauzijah, A., Khoiruddin, A. A., Wahid, F., Setiawan, M. A., Rahayu, N. W., Hidayat, T. & Prayudi, Y., 2009. Informatika Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Mulyati, S. & Kusumadewi, S., 2012. Model Sistem Pendukung Keputusan Untuk Diagnosis Penyakit Anak Dengan Gejala Demam Menggunakan Naive Bayesian Classification. Proceeding at Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed) III 2012. Speicher, C. E. & Smith, J. W., 1994. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif: Choosing Effective Laboratory Tests, Edisi Terjemahan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Wheeler, L. A., Brecher, G. & Sheiner, L. B., 1977. Clinical Laboratory Use in the Evaluation of Anemia. Journal of the American Medical Association (JAMA), 238(25), pp. 2709-2714.
Sri Mulyati ....... Model Pohon Keputusan Patologi Klinis Pada Diagnosis Penyakit