Insentif Riset PKPP KRT 2012 No. Urut: 81
LAPORAN KEMAJUAN (s/d Mei 2012)
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI KELAPA SAWIT DI KORIDOR EKONOMI SUMATERA
Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa
Nama Peneliti Utama : Dr. Susetyanto, SE., MSi. Jenis Insentif
: Riset Difusi dan Pemanfaatan Iptek
Fokus Bidang Prioritas: Ketahanan Pangan Instansi Pengusul
: Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
PUSAT PENGKAJIAN KEBIJAKAN INOVASI TEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
2012
Kata Pengantar Laporan kemajuan ini disusun sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan program Insentif PKPP Kementerian Negara Ristek No. Urut 81 tentang: “PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI KELAPA SAWIT DI KORIDOR EKONOMI SUMATERA”, untuk periode Februari sampai Mei 2012. Selama caturwulan pertama pelaksanaan program insentif ini telah dapat diselesaikan hal-hal sebagai berikut: (i) koordinasi dan penyiapan program (ii) pekerjaan administrasi dan keuangan (iii), perencanaan detail kegiatan, dan (iv) pengembangan klaster industri kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan - Riau. Laporan ini juga dibuat dalam rangka memenuhi syarat administratif proses pencairan dana operasional kegiatan selanjutnya, agar dapat terus berlangsung untuk mencapai target yang telah ditentukan. Sampai dengan tersusunnya laporan ini, terdapat beberapa kendala teknis dan ekonomis seperti proses pencairan dana guna melakukan Forum Grup Discussion (FGD), baik pada Tahap Inisiasi maupun tahap Thematik. Namun dengan pendekatan dari Kementerian RisTek dan BPPT Engineering, pada akhirnya dapat dicarikan jalan keluar dengan baik, sehingga proses FGD dapat selesai tepat waktu. Akhirnya kami mengucapkan terimakasih atas kepercayaan kepada tim kami untuk melaksanakan program ini. Semoga laporan kemajuan ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan secara semestinya oleh pihak terkait.
Jakarta,
Mei 2012
Koordinator Kegiatan,
(Dr. Susetyanto, SE., MSi.)
i
Daftar Isi Halaman Kata Pengantar Daftar Isi Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Pokok Permasalahan 1.3 Metodologi Pelaksanaan 1.3.1 Lokus Kegiatan 1.3.2 Fokus Kegiatan 1.3.3 Bentuk Kegiatan 1.4 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
i ii 1 1 3 4 11 11 11 11
Bab II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN 2.1 Pengelolaan Administrasi Manajerial 2.1.1 Perencanaan Anggaran 2.1.2 Pengelolaan Anggaran 2.1.3 Rancangan Pengelolaan Aset 2.2 Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja 2.2.1 Kerangka Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja 2.2.2 Indikator Keberhasilan Pencapaian Target Kinerja 2.2.3 Perkembangan Pencapaian Target Kinerja 2.3 Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program 2.3.1 Kerangka Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program 2.3.2 Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi KelembagaanProgram 2.3.3 Perkembangan Sinergi Koordinasi Kelembagaan - Program 2.4 Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa 2.4.1 Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa 2.4.2 Strategi Pemanfaatan Hasil Litbangyasa 2.4.3 Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Hasil Litbangyasa 2.4.4 Perkembangan Pemanfaatan Hasil Litbangyasa 2.5 Potensi Pengembangan Ke Depan 2.5.1 Kerangka Pengembangan Ke Depan 2.5.2 Strategi Pengembangan Ke Depan
12 12 12 12 14 14 14 16 17 17 17 18 18 19 19 20 21 21 22 22 22
Bab III RENCANA TINDAK LANJUT 3.1 Rencana Pelaksanaan Pencapaian Target Kinerja 3.2 Rencana Koordinasi Kelembagaan – Program 3.3 Rencana Pemanfaatan Hasil Litbangyasa 3.4 Rencana Pengembangan ke Depan
23 23 24 24 25
BAB IV PENUTUP
26
LAMPIRAN
28 ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Prospek industri sawit di negeri ini sudah berkembang sangat pesat, hal ini terbukti dengan semakin berkembangnya industri sawit dari hulu ke hilir dan menjadi primadona ekspor dari sektor non migas. Di samping memberikan profitabilitas yang tinggi dan berkesinambungan bagi para pelaku bisnis, industri ini secara nyata juga ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia bahkan dunia. Gejala tersebut membuat masa depan industri kelapa sawit secara umum akan semakin cerah. Ini dapat ditunjukkan dengan beberapa indikator utama yang menunjukkan kenaikan, seperti luas lahan, angka produksi, ekspor serta penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut membuat minyak sawit akan mensubstitusi jenis minyak nabati lain, terutama edible oil seperti minyak kedelai, bunga matahari dan biji lobak. Peningkatan peluang minyak sawit juga didukung oleh harga minyak sawit yang relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya. Pada tahun 2009, Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan jumlah produksi diperkirakan sebesar 20,6 juta ton minyak sawit, kemudian diikuti dengan Malaysia dengan jumlah produksi 17,57 juta ton. Produksi kedua negara ini mencapai 85% dari produksi dunia yang sebesar 45,1 juta ton. Sebagian besar hasil produksi minyak sawit di Indonesia merupakan komoditi ekspor. Pangsa ekspor kelapa sawit hingga tahun 2008 mencapai 80% total produksi. India adalah negara tujuan utama ekspor kelapa sawit Indonesia, yaitu 33% dari total ekspor kelapa sawit, kemudian diikuti oleh Cina sebesar 13%, dan Belanda 9% (Oil World, 2010). Sementara itu dalam rangka mendorong percepatan dan perluasan pemabangunan ekonomi Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Masterplan ini dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berimbang, berkeadilan dan berkelanjutan. Dalam MP3EI, pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masingmasing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Koridor Ekonomi Sumatera mempunyai tema Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional. Secara geostrategis, Sumatera diharapkan menjadi "Gerbang ekonomi nasional ke Pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, serta Australia". Di dalam strategi pembangunan ekonominya, Koridor Ekonomi Sumatera berfokus pada enam kegiatan ekonomi utama, salah satunya adalah Kelapa Sawit, selain Karet, Batubara, Perkapalan dan Besi Baja yang memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di koridor ini, serta pengembangan Kawasan Strategis Nasional Selat Sunda. 1
Kerangan : Tanda warna merah adalah ibu kota propinsi/ pusat ekonomi Tanda warna kuning adalah simpul kebun kelapa sawit Tanda warna hijau adalah simpul kebun kelapa sawit
Tanda warna hitam adalah klater industri
Gambar 1. Peta Koridor Ekonomi Sumatera dalam MP3EI
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebagian besar berada di pulau Sumatera diikuti oleh Kalimantan. Kegiatan ekonomi utama kelapa sawit di Sumatera memegang peranan penting bagi suplai kelapa sawit di Indonesia dan dunia. Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia sejak 2007, menyusul Malaysia yang sebelumnya adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Kelapa sawit adalah sumber minyak nabati terbesar yang dibutuhkan oleh banyak industri di dunia. Di samping itu, permintaan kelapa sawit dunia terus mengalami pertumbuhan sebesar 5 persen per tahun. Pemenuhan permintaan 2
kelapa sawit dunia didominasi oleh produksi Indonesia. Indonesia memproduksi sekitar 43 persen dari total produksi minyak mentah sawit (Crude Palm Oil/CPO) di dunia. Pertumbuhan produksi kelapa sawit di Indonesia yang sebesar 7,8 persen per tahun juga lebih baik dibanding Malaysia yang sebesar 4,2 persen per tahun. Di Sumatera, kegiatan ekonomi utama Kelapa Sawit memberikan kontribusi ekonomi yang besar, dimana 70 persen lahan penghasil kelapa sawit di Indonesia berada di Sumatera. Kegiatan ini juga membuka lapangan pekerjaan yang luas. Sekitar 42 persen lahan kelapa sawit dimiliki oleh petani kecil.
1.2
Pokok Permasalahan
Saat ini industri kelapa sawit masih menghadapi berbagai permasalahan/ tantangan. Di antaranya adalah fluktuasi harga CPO, produktifitas yang masih rendah, konflik sosial dan isu lingkungan, kemampuan daya saing serta kemampuan penguasaan teknologi. Meskipun sebagai negara penghasil terbesar CPO dan memilki luas lahan kelapa sawit terbesar, tetapi daya saing industri kelapa sawit relatif masih lemah. Pada sisi penyediaan bibit dan budidaya, meskipun belum sepenuhnya teknologinya dikuasai, tetapi perusahaan-perusahaan dan lembaga riset dalam negeri sudah mampu menghasilkan benih dan melakukan budidaya dengan baik. Sementara itu, dari sisi pengolahan, daya saing dan penguasaan teknologi industri kelapa sawit masih relatif lemah. Peralatan dan proses produksi pengolahan kelapa sawit, terutama industri turunan CPO masih sangat tergantung dari teknologi luar. Disamping itu pengembangan produknya masih mengutamakan produksi minyak sawit mentah (CPO). Industri hilir atau industri turunan produk CPO dan produk samping belum berkembang. Ekspor kelapa sawit Indonesia selama ini berupa bahan mentah CPO tidak dalam bentuk hasil olahan, sehingga nilai tambah tidak bisa dinikmati di dalam negeri. Permasalahan tersebut terkait kepada kemampuan daya saing dan nilai tambah. Menurut Porter klaster industri adalah kelompok industri spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses penciptaan/ peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun non bisnis, yang semuanya mempengaruhi daya saing Berdasarkan potensi, prospek, serta masalah/ isu daya saing dan nilai tambah yang ada di industri berbasis kelapa sawit tersebut, maka perlu untuk menyusun penguatan dan pengembangan klaster industri berbasis kelapa sawit melalui analisis klaster industri, diharapkan dapat membantu para penentu kebijakan dalam pengembangan industri berbasis kelapa sawit sesuai dengan MP3EI, khususnya di Koridor Ekonomi Sumatera.
3
1.3
Metodologi Pelaksanaan
Pengembangan klaster industri kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan dilakukan menggunakan pendekatan pengembangan klaster. Berikut ini akan diuraikan mengenai tahapan pelaksanaan kajian dan konsep pengembangan klaster.
Kerangka Pemikiran
Salah satu hal penting dalam melakukan penelitian ini adalah menyusun kerangka pemikiran sebagai landasan untuk melakukan penelitian sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam kerangka pemikiran terdapat beberapa hal yang penting, diantaranya adalah langkah/ tahapan penelitian.
Gambar 2. Tahapan Kajian 4
Adapun kerangka pikir dari kajian dapat dijelaskan seperti diagram di bawah ini.
Inisiasi dan Koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Pelalawan membahas tentang rencana pengembangan.penguatan klaster industri kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan mengidentifikasi langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan mengumpulkan data tentang peraturan dan rencana penguatan klaster industri kelapa sawit
Eksplorasi/ Analisis Identifikasi potensi pengembangan klaster industri kelapa sawit dan mengevaluasi kinerja perekonomian Daerah
Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan Pemetaan klaster industri kelapas sawit Analisis lingkungan klaster industri kelapa sawit Perumusan alternatif kebijakan pengembangan klaster berbasis kelapa sawit
industri
Diagram 1. Kerangka Pikir Kajian
Konsep Pengembangan Klaster Industri
a.
Pengertian
Menurut Tatang A.Taufik (BPPT, 2005), klaster industri atau rumpun usaha dapat didefinisikan sebagai ”jaringan dari sehimpunan industri, lembaga penghasil teknologi, pembeli serta institusi penghubung, yang dihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai”. Sehimpunan industri yang dimaksud dalam definisi di atas terdiri dari industri inti yang menjadi fokus perhatian, industri pemasok, industri pendukung, serta industri terkait. Istilah inti, pemasok, pendukung, dan terkait menunjukkan peran pelaku di dalam klaster industri. Istilah-istilah tersebut tidak ada hubungannya dengan tingkat kepentingan pelaku. Pengertian istilah-istilah yang digunakan di dalam konsep klaster industri adalah sebagai berikut : 5
1.
2.
Industri Inti
Industri yang merupakan fokus perhatian dan biasanya dijadikan titik masuk kajian.
Industri yang unggul (berpotensi unggul).
Industri Pemasok
3.
Pembeli
4.
Pasar yang menjadi konsumen produk industri inti, yang antara lain terdiri dari distributor, Pengecer, Pemakai langsung
Industri Pendukung
5.
Industri yang memasok industri inti dengan produk khusus, yang antara lain terdiri dari Bahan baku utama, Bahan tambahan, Aksesori
Industri yang menghasilkan barang atau jasa yang dapat mendukung industri inti, yang antara lain meliputi pembiayaan (Bank, Modal Ventura), Jasa (Angkutan, Bisnis Distribusi, Konsultan Bisnis), Infrastruktur (Jalan Raya, Telekomunikasi, Listrik), Peralatan (Permesinan, Alat Bantu), Pengemasan
Industri Terkait
Industri yang menggunakan infrastruktur yang sama dengan yang digunakan industri inti.
Industri yang menggunakan sumber daya dari sumber yang sama dengan yang digunakan industri inti (misalnya : bahan baku, tenaga ahli).
Industri terkait yang dimaksud disini tidak berhubungan bisnis secara langsung dengan industri inti. Industri terkait antara lain terdiri dari : Pesaing, Komplementer, Substitusi. 6.
Lembaga/ Institusi Pendukung 1.
Lembaga yang memberikan dukungan peningkatan industri inti, yang antara lain terdiri dari Lembaga pemerintah, Asosiasi profesi, Lembaga Pengembang Swadaya Masyarakat.
Secara skematis, teori pendekatan ini dapat digambarkan sebagai berikut :
6
b. Strategi Pengembangan Klaster Industri Pengalaman praktik pengembangan atau penguatan klaster industri negara lain maupun dalam konteks nasional cukup beragam. Beberapa pihak seperti EDA (Economic Development Agency – Amerika Serikat), EURADA (European Association of Development Agencies), prakarsa pengembangan klaster industri di Australia Selatan (Multifunction Polis/MFP dan Business Vision 2010), GTZ (Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit), KPEL (Kemitraan untuk Pengembangan Ekonomi Lokal – Bappenas), dan lainnya menyusun beberapa tahapan umum pengembangan/ penguatan klaster industri. Dokumen tersebut merupakan “panduan umum (guideline)” bagi upaya pengembangan/penguatan klaster industri. Sebagai kerangka umum, tahapan-tahapan tersebut tentu saja perlu disesuaikan dengan konteks masing-masing kasus. Demikian halnya dengan tahapan pengembangan klaster industri yang disampaikan dalam Panduan ini, yang pada dasarnya bersifat “generik,” tetap memerlukan penyesuaian dalam implementasi praktisnya.
Tahapan Umum Pengembangan
Upaya dan proses pengembangan (perkuatan) klaster industri pada dasarnya terdiri atas 4 (empat) tahapan generik, yaitu: 1.
Aktivitas Awal Inisiatif Pengembangan (Perkuatan);
2.
Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan (Perkuatan); 7
3.
Implementasi; dan
4.
Pemantauan, Evaluasi serta Perbaikan/Penyempurnaan.
Secara skematis, tahapan pengembangan klaster industri dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.
Strategi Pengembangan/ Penguatan Klaster industri
Tahapan proses tersebut sebenarnya lebih merupakan proses yang berkesinambungan, hingga batas tertentu “bertumpang-tindih (overlap)” satu dengan lainnya, dan bersifat iteratif. Detail tahapan dapat beragam dan berbeda dari suatu kasus ke kasus lain. 1.
Aktivitas Awal Inisiatif atau Prakarsa Pengembangan
a.
Inisiasi artinya perlu ada concern & kepeloporan (diskusi wacana, presentasi, studi awal, dan lain-lain) untuk membangun minat dan partisipasi di antara konstituen, yang diperlukan untuk melaksanakan prakarsa.
b.
Eksplorasi/Analisis melalui kajian, pemetaan, diagnosis, diskusi dan lainlain, dengan tujuan antara lain
Mengevaluasi kinerja dan perkembangan perekonomian daerah;
Mengkaji Infrastruktur ekonomi;
Mengidentifikasi isu-isu urgen;
Menganalisis potensi tematik klaster industri, dan 8
c.
d.
Menganalisis potensi spesifik lokal dan lainnya yang mendukung kinerja klaster industri.
Pengembangan Tim Prakarsa untuk mempersiapkan agenda, meliputi :
Merekruit para pemimpin/pelopor dan pakar;
Mengidentifikasi prioritas dan bidang fokus;
Menganalisis prioritas;
Melibatkan partisipan untuk membangun konsensus;
Mengidentifikasi upaya (misalnya kebijakan/program) khusus yang dibutuhkan; dan
Merancang mekanisme tindak lanjut.
Konsensus Prakarsa adalah proses partisipatif untuk mencapai konsensus dan membangun komitmen bersama, serta implementasi awal tentang prakarsa klaster industri sesuai dengan peran masing-masing.
mendorong prakarsa lokal;
mendiskusikan kerangka tahapan pengembangan;
merancang instrumen kebijakan dan program;
menentukan prioritas program aksi;
membangun/memperkuat kelembagaan (organisasi, mekanisme, termasuk model resource sharing untuk aktivitas yang disepakati), dan
mendorong kesepakatan rencana tindak jangka pendek, termasuk jadwal pelaksanaannya, dan rencana tindak jangka menengah. Adanya kesepakatan rencana tindak jangka pendek dinilai penting untuk melakukan operasionalisasi secara realistis dan memelihara momentum kolaborasi.
2.
Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan
a.
Kelembagaan Kolaborasi dan Struktur Operasional, meliputi :
Pengembangan/penguatan kelembagaan sebagai solusi persoalan kelembagaan yang ada (diantisipasi akan muncul) eksekutif, legislatif, pelaku bisnis, LPSM, lembaga donor, dan pihak non pemerintah lain;
Menghimpun stakeholder “sisi permintaan” (misalnya seperti perusahaan dalam setiap klaster industri) dan stakeholder “sisi penawaran” (termasuk lembaga pendukung ekonomi, baik publik maupun swasta) dalam kelompok kerja untuk mengidentifikasi 9
tantangan utama dan prakarsa aksi dalam mengatasi persoalan bersama. b.
c.
d.
Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan
Penyusunan Grand strategy;
Penyusunan kerangka dan instrumen kebijakan.
Perencanaan Aksi
Mengidentifikasi isu-isu urgen & spesifik;
Memberikan alternatif solusi dan prioritas rencana langkah pragmatis.
Konsensus Rencana Mengembangkan proses partisipatif untuk mencapai konsensus dan membangun komitmen bersama, serta implementasi sesuai dengan prioritas dan peran masing-masing.
3.
Implementasi
”Pernyataan strategis” (strategic statement) biasanya memuat harapan/impian keadaan ideal yang dicita-citakan (visi) dan peran-peran atau agenda tugas penting yang masih umum (misi). Proses pragmatisasi perlu dilakukan agar kesemuanya dapat diimplementasikan secara lebih operasional. Penjabaran tujuan, capaian, dan cara/langkah-langkah pragmatis perlu dilakukan agar setiap pihak memahami dan dapat menjalankan peran kongkrit masing-masing. Ini juga penting agar setiap pihak melaksanakan sesuai dengan kompetensinya dan bahkan terusmenerus mengembangkannya. Prakarsa tertentu yang lebih bersifat segera sering memiliki nilai strategis terutama biasanya untuk mengawali terjadinya perubahan penting dan signifikan serta memelihara momentum proses perubahan tersebut. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah : a.
Mobilisasi sumberdaya dan pelaksanaan aktivitasnya;
b.
Mencapai milestone yang telah disepakati;
c.
Melakukan pengelolaan yang sinergis tentang
Penggalian atau penentuan sumberdaya manusia, sumberdaya dana dan sumberdaya lainnya;
Pengelolaan tugas, sumberdaya manusia dan hubungan diantaranya;
Pengelolaan keberterimaan, komitmen dan sinergi positip;
Pengelolaan kesepakatan atau persetujuan;
Peningkatan kapasitas. 10
4.
Pemantauan, Evaluasi dan Proses Perbaikan
Sebagaimana disampaikan berulangkali, pengembangan sistem inovasi adalah proses pembelajaran, termasuk dalam proses kebijakannya. Karena itu, sebaiknya sistem pemantauan, evaluasi dan proses perbaikan dirancang sebagai bagian integral dari strategi dan kebijakan inovasi daerah. Hal ini juga perlu mengintegrasikan pembelajaran yang dapat diperoleh dari pihak lain, dengan berbagai cara (benchmarking, peningkatan pengetahuan dan keterampilan, pertukaran informasi dan praktik baik, dan lainnya). 1.3.1
Lokus Kegiatan
Kabupaten Pelalawan 1.3.2
Fokus Kegiatan
Kelapa Sawit 1.3.3
Bentuk Kegiatan
Difusi kebijakan teknologi
1.4
No
Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
Rincian Kegiatan
1 2 3
Persiapan Studi Literatur Perumusan Masalah
4 5 6 7 8 9
Penyusunan disain survei Survey lapangan/ wawancara Focused Group Discussion Pengolahan dan Analisis Data Penentuan Alternatif Kebijakan Penyusunan Rekomendasi
Waktu Pelaksanaan 1
2
3
4
5
6
Output 7
8
Data sekunder Perumusan masalah Panduan survei Data primer Data primer Hasil analisis Alteratif Keb. Rekomendasi kebijakan
11
BAB II 2.1 2.1.1
No. 1 2 3 4
2.1.2
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Pengelolaan Administrasi Manajerial Perencanaan Anggaran
Uraian Gaji dan Upah Bahan Habis Pakai Perjalanan (tidak untuk perjalanan luar negeri) Lain-Lain Jumlah biaya tahun yang diusulkan
Jumlah (Rp) 99,040,000 9,840,000 57,700,000 83,420,000 250.000.000
Pengelolaan Anggaran
Pengelolaan anggaran didasarkan pada Standar Biaya Umum Tahun Anggaran Tahun 2012.
12
Tabel Pengelolaan Anggaran Uraian 1. Gaji dan Upah 1 Peneliti Utama 2 Peneliti Madya 3 Peneliti Madya 4 Peneliti (Non Fungsional) 5 Peneliti (Non Fungsional) SUB TOTAL 1 2. Perjalanan 1 Jkt-Pekanbaru 2 Jkt-Padang SUB TOTAL 2 3. Belanja Bahan 1 ATK SUB TOTAL 3 4. Belanja Lain-lain 1 Fotocopy dll 2
Fullday Meeting
3
Fullboard Meeting SUB TOTAL 4
Total Rencana Pencairan
1
2
3
Nilai Pengajuan (Bulan ke) 5 6
4
3,200,000 3,200,000 2,790,000 2,790,000 2,790,000 2,790,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 1,800,000 - 12,380,000 12,380,000
3,200,000 2,790,000 2,790,000 1,800,000 1,800,000 12,380,000
3,200,000 2,790,000 2,790,000 1,800,000 1,800,000 12,380,000
3,200,000 2,790,000 2,790,000 1,800,000 1,800,000 12,380,000
7
8
9
3,200,000 2,790,000 2,790,000 1,800,000 1,800,000 12,380,000
3,200,000 2,790,000 2,790,000 1,800,000 1,800,000 12,380,000
3,200,000 2,790,000 2,790,000 1,800,000 1,800,000 12,380,000
TOTAL
10
99,040,000
31,260,000 12,690,000
13,750,000
-
-
-
31,260,000
12,690,000
-
13,750,000
-
9,840,000 9,840,000
-
-
-
-
-
18,000,000
18,000,000
23,750,000
3,500,000
-
-
57,700,000
-
-
-
9,840,000
5,170,000 15,000,000
3,500,000
-
5,170,000
18,000,000
18,000,000
38,750,000
-
-
-
83,420,000
- 25,720,000 12,380,000
48,810,000
43,070,000
30,380,000
64,880,000
12,380,000
12,380,000
-
250,000,000
13
2.1.3. Rancangan Pengelolaan Aset Tidak ada pembelian aset
2.2
Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja
2.2.1
Kerangka Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja
Metode yang digunakan untuk pencapaian target kinerja dalam pengembangan klaster industri kelapa sawit koridor Sumatera adalah dengan menggunakan kerangka tahapan generik proses pengembangan (penguatan) klaster industri. Adapun tahapan tersebut adalah seperti gambar berikut :
Keterangan dari tiap elemen pada gambar tersebut adalah sebagai berikut : 1. Aktivitas awal inisiatif/ prakarsa pengembangan a. Inisiasi : perlu adanya concern dan kepeloporan (diskusi wacana, presentasi, studi awal) untuk membangun minat dan partisipasi diantara konstituen, yang diperlukan untuk melakukan prakarsa. b. Eksplorasi/analisis : melalui kajian, pemetaan, diagnosis dan diskusi, dengan tujuan antara lain : Mengevaluasi kinerja dan perkembangan perekonomian daerah Mengkaji infrastruktur ekonomi Mengidentifikasikan isu-isu penting Menganalisis potensi tematik kaster Menganalisis potensi spesifik lokal dan lainnya yang mendukung kinerja klaster. c. Pengembangan Tim Prakasa, untuk mempersiapkan agenda sebagai berikut : 14
Merekrut para pemimpin/pelopor pakar Mengidentifikasi prioritas dan bidang fokus Menganalisa prioritas Melibatkan partisipan untuk membangun konsensus Mengidentifikasi upaya khusus yang dibutuhkan Merancang mekanisme tindak lanjut d. Konsensus Prakarsa : adalah proses partisipatif untuk mencapai konsensus dan membangun komitmen bersama, serta implementasi awal tentang prakarsa klaster sesuai dengan peran masing-masing. 2. Penyusun Kerangka dan Agenda Pengembangan a. Kelembagaan kolaborasi dan struktur operasional, meliputi : Pengembangan/penguatan kelembagaan sebagai solusi persoalan yang ada, seperti : eksekutif, legislatif, pelaku bisnis. LPSM, lembaga donor dan pihak non pemerintah. Menghimpun stakeholder “sisi permintaan” dan stakeholder “sisi penawaran” dalam kelompok kerja untuk mengidentifikasi tantangan utama dan prakarsa aksi dalam mengatasi persoalan bersama. b. Perumusan strategi dan implikasi kebijakan Penyusunan Grand Strategy Penyusunan kerangka dan instrumen kebijakan c. Perencanaan Aksi Mengidentifikasi isu-isu urgen dan spesifik Memberikan alternatif solusi dan prioritas rencana langkah pragmatis d. Konsensus Rencana Mengembangkan proses partisipatif untuk mencapai konsensus dan membangun komitmen bersama, serta implementasi sesuai dengan prioritas dan peran masing-masing. 3. Operasionalisasi Tahapan Pengembangan Klaster Beberapa tahapan operasional dalam pengembangan klaster industri secara garis besar adalah sebagai berikut : a. Perumusan masalah atau isu-isu yang menimbulkan kebutuhan untuk menetapkan suatu klaster sebagai tujuan dalam mengembangkan daya saing. b. Identifikasi klaster yang ingin dicapai c. Identifikasi beberapa alternatif klaster terpilih sebagai tujuan d. Penentuan klaster untuk setiap alternatif e. Penentuan klaster terpilih f. Perumusan strategi untuk menerapkan klaster g. Implementasi pengembangan klaster dengan menetapkan rencana tindak
15
KEGIATAN 1
Aktivitas Inisiatif Awal / Prakarsa Pengembangan Inisiasi Mengembangkan Tim Prakarsa Klaster Eksplorasi/ Analisis Identifikasi Isu-isu strategis Identifikasi Klaster Kunci Konsensus Prakarsa
2
Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Pembentukan Kelembagaan Kolaborasi & Struktur Operasional Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan Perencanaan Aksi Konsensus Rencana
2.2.2
Indikator Keberhasilan Pencapaian Target Kinerja KEGIATAN
1
2
Indikator Pencapaian
Aktivitas Inisiatif Awal / Prakarsa Pengembangan Inisiasi
Tersosialisasikannya definisi dan tahapan pengembangan klaster industri
Mengembangkan Tim Prakarsa Klaster
Terbentuknya Tim Prakarsa di Kabupaten Pelalawan
Eksplorasi/ Analisis
Teranalisisnya makroekonomi dan potensi daerah yang dapat menjadi daya saing Kabupaten Pelalawan
Identifikasi Isu-isu strategis
Teridentifikasinya isu-isu strategis
Identifikasi Klaster Kunci
Terpilihnya Klaster Kunci
Konsensus Prakarsa
Tersepakatinya Klaster Kunci
Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Pembentukan Kelembagaan Kolaborasi & Struktur Operasional
Terbentuknya lembaga Koloborasi
Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan
Tersusunnya Penguatan Lingkungan Usaha
Perencanaan Aksi
Tersusunnya rencana tindak
Konsensus Rencana
Tersepakatinya rencana tindak 16
2.2.3
Perkembangan Pencapaian Target Kinerja KEGIATAN
1
Indikator Pencapaian
Capaian
Aktivitas Inisiatif Awal / Prakarsa Pengembangan
2
Inisiasi
Tersosialisasikannya definisi dan tahapan pengembangan klaster industri
√
Mengembangkan Tim Prakarsa Klaster
Terbentuknya Tim Prakarsa di Kabupaten Pelalawan
√
Eksplorasi/ Analisis
√
Identifikasi Isu-isu strategis
Teranalisisnya makroekonomi dan potensi daerah yang dapat menjadi d i K b t Teridentifikasinya isu-isu strategis
Identifikasi Klaster Kunci
Terpilihnya Klaster Kunci
√
Konsensus Prakarsa
Tersepakatinya Klaster Kunci
√
√
Penyusunan Kerangka dan Agenda Pengembangan Pembentukan Kelembagaan Kolaborasi & Struktur Operasional
Terbentuknya lembaga Koloborasi
√
Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan
Tersusunnya Penguatan Lingkungan Usaha
X
Perencanaan Aksi
Tersusunnya rencana
Konsensus Rencana
Tersepakatinya rencana
X X
Keterangan : √ X
2.3
= =
sudah dilaksanakan belum dilaksanakan
Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program
2.3.1 Kerangka Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja Pengumpulan data dan perumusan rekomendasi alternative kebijakan penguatan klaster industry kelapa sawit, dilaksanakan menggunakan metoda desk study dan forum group discussion serta kunjungan lapangan ke industri pengolahan sawit dan kawasan terpadu teknopolitan sawit. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi isuisu yang berkembang terkait dengan pengembangan idustri kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan – Riau, maupun isu-isu local dan internasional. Langkah berikutnya adalah pemetaan kebijakan terkait pengembangan industry hilir kelapa 17
sawit di Kabupaten Pelalawan – Riau. Selanjutnya perlu dipahami tentang permasalahan dan potensi industry hilir kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan – Riau, serta kesenjangan yang ada antara kondisi industry hilir kelapa sawit saat ini dengan kondisi yang diharapkan. Dengan demikian akan diperoleh suatu alternative kebijakan penguatan klaster industri hilir kelapa sawit, dengan industry inti berupa industry sawit untuk pangan, energi (bio-fuel dan bio-diesel), dan bio-farmaka. Dokumen-dokumen kelengkapan yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Pusat tanggal 20 Juli 2011 Nomor 131/PKT/BPPT/07/2011 tentang Undangan dalam rangka Forum Koordinasi Penguatan Sistem Inovasi 2012 yang telah dilaksanakan di gedung BPPT Jakarta Pusat 2.
Rencana Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.
3.
Rencana Tindak (Action Plan) Membangun Sistem Inovasi Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Di Kabupaten Pelalawan Tahun 2011.
2.3.2 Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program
Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau melalui MOU bersama yang dituangkan dalam Master-Plan Kawasan Tekno-Politan Sawit, khususnya dalam pengembangan klaster industry kelapa sawit.
Rencana Tindak (Action Plan) Pengembangan dan Perkuatan Klaster Industri Kelapa Sawit di Koridor Ekonomi Sumatera,Dalam Rangka Mendukung Program MP3EI di Kabupaten Pelalawan – Riau.
2.3.3
Perkembangan Sinergi Koordinasi Kelembagaan - Program
Penyusunan Rencana Tindak (Action Plan) Mengembangkan dan Memperkuat Klaster Industri Kelapa Sawit dalam rangka mendukung MP3EI di Koridor Ekonomi Sumatera, khususnya di Kabupaten Pelalawan – Riau.
Rencana Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau, yang penyusunan dan realisasinya akan dimulai pada bulan Juni 2012.
Lembaga dan instansi terkait yang terlibat dalam master-plan kawasan terpadu Tekno-Politan Sawit di Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau, berada diatas lahan rencana seluas 1500 ha s/d 2000 ha, yang terlibat 18
seperti Kemenko Perekonomian, Kementerinan Riset dan Teknologi, termasuk BPPT, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pertanian, melalui Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Kalangan Akademisi dan riset pengembangan, dan pebisnis sawit, serta lembaga terkait lainnya,
2.4
Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
2.4.1 Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Pengembangan Klaster Industri Kelapa Sawit dalam kerangka Sistem Inovasi Nasional, merupakan keterkaitan berbagai sub sistem yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Secara garis besar terdapat 7 (tujuh) sub sistem yang terkait dalam Sistem Inovasi Nasional yakni : 1.
Sub Sistem Pendidikan Dan Litbang (Supply).
2.
Sub Sistem Industri (Supply-Demand).
3.
Sub Sistem Permintaan (Demand).
4.
Sub Sistem Intermediaries (Linkage).
5.
Sub Sistem Politik.
6.
Sub Sistem Kerangka Umum.
7.
Subsistem Supra Dan Infrastruktur Khusus.
Berdasarkan kerangka struktur sistem inovasi tersebut, maka dalam rangka mendukung program MP3EI dan transformasi ekonomi nasional yang diinginkan, maka Klaster industry Kelapa Sawit yang terbentuk harus berjalan sesuai dengan tujuan. Untuk itu, maka setiap komponen dalam sistem inovasi diharapkan mampu berfungsi sesuai dengan peran startegisnya dalam sistem inovasi nasional.
19
Gambar 4. Kondisi Struktur Sistem Inovasi Daerah Yang Diiginkan 2.4.2 Strategi Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Pengembangan Klaster Industri Kelapa Sawit di Koridor Ekonomi Sumatera memerlukan strategi pemanfaatan hasil yang bias dimanfaatkan bagi Litbangyasa, dengan cara membangun dan merevitalisasi pilar-pilar sistem inovasi, yaitu akademi dan lembaga litbangyasa, industri/bisnis sawit, dan lembaga/instansi terkait baik pusat maupun daerah. Indikator sasaran-nya adalah sebagai berikut:
Terbentuknya kelembagaan penguatan klaster industri sawit;
Tersusunnya dokumen strategis penguatan klaster industri sawit;
Terbangunnya dukungan politik dalam penguatan klaster industri sawit melalui reformasi kebijakan terkait;
Terumuskannya fokus dan tema priotas penguatan klaster industri sawit;
Telaksananya pengembangan praktek baik (succes story) penguatan klaster industri sawit.
20
2.4.3 Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa No 1.
Sub Sistem Subsistem Litbang
Indikator Sasaran
Ketersediaan pengetahuan/temuan sesuai kebutuhan industri
Varibel Terkait baru sistem
2.
Sub sistem Industri
3.
Sub Sistem Intermediaries
4.
Sub Sistem Demand
5.
Sub sistem Politik
Nilai tambah produk inovasi Tumbuhnya PPBT Teknoprenership
hasil atau
Berkembangnya Peran Lembaga Intermediasi Litbang-Industri Tumbuhnya pasar produk industri yang inovatif Ketersediaan Kebijakan yang mendukung Terhadap Penguatan Sistem Inovasi
6.
Sub sistem Infrastruktur khusus
Ketersediaan infrastruktur khusus pendukung inovasi
7.
Sub sistem Kerangka Umun
Ketersediaan ikilm yang kondusif bagi pengembangan inovasi
Kapasitas Inovatif Litbang Kualitas SDM Litbang Ketersediaan Anggaran Litbang Ketersediaan Infrastruktur Litbang Paten Kerjasama dengan Industri Kapasitas Inovatif Industri Besar, Sedang dan UMKM Kerjasama dengan Litbang Ketersediaan Anggaran Litbang Industri Paten Lembaga Intemediasi Kapasitas Intermadiasi Barrier To entry Pasar Domestik Pasar Internasional Kebijakan Pembiayaan Iptek Kebijakan Penguatan Pasar Produk Industri Lokal Kebijakan Insentif pajak bagi inovasi Regulasi penguatan sistem inovasi Tata kelola penguatan sistem inovasi Fasilitas HKI Pembiayaan Beresiko NSPM Dukungan Bisnis Budaya Inovasi Infrastruktur pendukung Kebijakan ekonomi Kebijakan pendidikan Kebijakan industri Kebijakan Investasi Kebijakan keuangan
2.4.4 Perkembangan Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Berhubung kegiatan ini adalah kegiatan tahun pertama dan sedang berjalan maka monitoring perkembangan hasil litbangyasa belum dapat dimonitor.
21
2.5. 2.5.1
Potensi Pengembangan Ke Depan Kerangka Pengembangan Ke Depan
Rencana pengembangan Klaster Industri kelapa sawit ini dalam jangka panjang akan diintegrasikan dengan Master-Plan Tekno-politan Sawit di Kabupaten Pelalawan – Riau, yang merupakan satu kesatuan dalam sistem rantai nilai produk sawit untuk pangan, energi (bio-fuel dan bio-diesel), dan farmasi, dalam suatu kawasan terpadu. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: 1. Menganalisis elemen-elemen klaster industri kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera. 2. Merumuskan rekomendasi alternatif kebijakan pengembangan dan penguatan klaster industri berbasis kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera. 2.5.2
Strategi Pengembangan Ke Depan
Rumusan rekomendasi alternatif kebijakan pengembangan dan penguatan klaster industri berbasis kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera, diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan para pemangku kebijakan pengembangan industri berbasis kelapa sawit, khususnya di Kabupaten Pelalawan – Riau..
No
Kegiatan
1
Pelaksanaan Pencapaian Target Kinerja
2
Koordinasi Kelembagaan – Program
Rencana Tindak Lanjut 1. Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan 2. Perencanaan Aksi 3. Konsensus Rencana 1. Menyusun dan melaksanakan Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. 2. Menyusun dan melaksanakan Rencana Tindak (Action Plan) Membangun Sistem Inovasi Daerah (Sida) Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Di Kabupaten Pelalawan 22
3
Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
4
Pengembangan ke Depan
BAB III
Tahun 2011. Memperkuat lembaga intermediasi Meningkatnya “Value Added Of Inovation” Daerah dan Nasional
RENCANA TINDAK LANJUT
3.1 Rencana Pelaksanaan Pencapaian Target Kinerja Rencana tindak lanjut pencapaian kinerja adalah mengidentifikasi klaster industri sawit yang akan dikembangkan, baik untuk pangan, energi (bio-fuel dan bio-diesel), dan bio-farmaka, selanjutnya dilakukan langkah-langkah pengembangan dan perkuatan klaster industry sawit, dengan membentuk komite sawit, melalui Forum Group Discussion (FGD) tahap Inisiasi maupun Thematik. Langkah-langkahnya adalah: 1. Pemetaan elemen-elemen klaster industri sawit Langkah ini meliputi kegiatan pendataan pelaku ekonomi dan kelompok industri inti, industri pemasok, industri pembeli/pasar, industri pendukung dan lembaga pendukung (termasuk komite sawit), dan industri terkait. 2. Analisis lingkungan usaha klaster industri sawit Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor positif dan negatif yang ada pada lingkungan usaha klaster industri sawit. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendorong serta penghambat yang ada pada lingkungan usaha klaster industri sawit. Teori analisis yang digunakan adalah The Four Diamond Framework dari Michael Porter. Menurut teori ini, ada 4 (empat) faktor yang perlu diidentifikasi dan dianalisis dalam suatu lingkungan usaha klaster industri sawit, yaitu: 1) Kondisi Faktor: Menggambarkan keadaan faktor-faktor setempat yang mempengaruhi jalannya usaha. Misalnya: sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber dana, infrastruktur fisik, infrastruktur administrasi, infrastruktur informasi, infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi. 2) Kondisi Permintaan: Menggambarkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pasar/pembeli. Misalnya: segmen pasar, keadaan/tuntutan konsumen, dan pola penjualan. 3) Industri Pendukung dan Terkait: Menggambarkan keberadaan dan mutu pemasok dan industri-industri lain yang mendukung. 4) Strategi dan Persaingan Usaha: 23
Menggambarkan bagaimana usaha tersebut tumbuh dan berkembang, terorganisasi dan dikelola, serta sifat persaingan usaha yang terjadi.
3.2
Rencana Koordinasi Kelembagaan – Program
Rencana koodinasi kelembagaan yang akan dilakukan adalah mengadakan kontak melalui POC (Person On Contact) dari BPPT maupun Kabupaten Pelalawan – Riau secara intensif, dengan industri kelapa sawit, baik untuk pangan, energi (bio-fuel dan bio-diesel), dan bio-farmaka, agar sesuai dengan konsep tata ruang dan wilayah di kawasan terpadu dalam bentuk teknopolitan sawit. Selain itu koordinasi dengan Dinas terkait di pemerintah daerah dan dengan Kementerian terkait di pusat, seperti Kemenko Perekonomian, Kementerian Riset dan Teknologi, termasuk BPPT, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Kementerian Pertanian via Dinas Perkebunan dan Kehutanan, termasuk PTPN II, IV, dan V, agar diperoleh hasil yang optimal. PT Perkebunan Nusantara V (Persero), disingkat PTPN V, dibentuk berdasarkan PP No. 10 Tahun 1996, tanggal 14 Februari 1996. Perusahaan yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan penggabungan kebun-kebin di wilayah Sumatera Utara dari eks PTP II, PTP IV dan PTP V. PTPN V mengusahakan komoditi kelapa sawit, karet dan kakao dengan areal konsesi seluas 90.492,70 hektar. Budidaya kelapa sawit diusahakan pada areal seluas 57.979,69 ha, karet 14.322 ha dan kakao seluas 1.224 ha. Selain penanaman komoditi pada areal sendiri + inti, PTPN V juga mengelola areal plasma milik petani seluas 74.526 ha untuk tanaman kelapa sawit seluas 56.665 ha dan tanaman karet 17.861 ha. Disamping itu PTPN V mengelola 2 unit usaha Rumah Sakit.
3.3
Rencana Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
Tindak lanjut pemanfaatan hasil litbangyasa yang akan dilakukan adalah dengan mengadakan pertemuan dan sosialisai dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan - Riau, khususnya dengan Dinas terkait dalam rangka pemanfaatan litbangyasa. Mekanisme pemanfaatan hasil dari kajian ini adalah berupa rumusan rekomendasi alternatif kebijakan pengembangan dan penguatan klaster industri berbasis kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera. Diharapkan alternatif kebijakan ini dapat dijadikan sebagai masukan para pemangku kebijakan dalam pengembangan industri berbasis kelapa sawit, baik industri sawit untuk pangan, energi (bio-fuel dan biodiesel), dan farmasi. Salah satu mekanisme difusi yang akan ditempuh adalah melalui Focus Group Discussion (FGD), baik tahap inisiasi maupun tahap thematik, akan dilakukan dengan peserta dari para pemangku kebijakan serta pakar kelapa sawit di instansi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat seperti Kemenko Perekonomian, 24
Kementerian Riset dan Teknologi, termasuk BPPT, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pertanian via Dinas Perkebunan dan Kehutanan, BUMN, Lembaga Litbang dan perguruan tinggi serta para praktisi dari industri sawit. Selain itu mekanisme difusi lain yang akan ditempuh adalah hasil kajian yang akan dipublikasikan dalam bentuk laporan.
3.4 Rencana Pengembangan ke Depan Rencana pengembangan Klaster Industri kelapa sawit ini dalam jangka panjang akan diintegrasikan dengan Master-Plan Tekno-politan Sawit di Kabupaten Pelalawan – Riau, yang merupakan satu kesatuan dalam sistem rantai nilai produk sawit untuk pangan, energi (bio-fuel dan bio-diesel), dan farmasi, dalam suatu kawasan terpadu. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: 3. Menganalisis elemen-elemen klaster industri kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera. 4. Merumuskan rekomendasi alternatif kebijakan pengembangan dan penguatan klaster industri berbasis kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera. Rumusan rekomendasi alternatif kebijakan pengembangan dan penguatan klaster industri berbasis kelapa sawit di Koridor Ekonomi Sumatera, diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan para pemangku kebijakan pengembangan industri berbasis kelapa sawit, khususnya di Kabupaten Pelalawan – Riau..
No
Kegiatan
1
Pelaksanaan Pencapaian Target Kinerja
2
Koordinasi Kelembagaan – Program
Rencana Tindak Lanjut 1. Perumusan Strategi dan Implikasi Kebijakan 2. Perencanaan Aksi 3. Konsensus Rencana 1. Menyusun dan melaksanakan Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tentang Pengkajian, Penerapan Dan Pemasyarakatan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.
25
3
Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
4
Pengembangan ke Depan
BAB IV
2. Menyusun dan melaksanakan Rencana Tindak (Action Plan) Membangun Sistem Inovasi Daerah (Sida) Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Di Kabupaten Pelalawan Tahun 2011. Memperkuat lembaga intermediasi Meningkatnya “Value Added Of Inovation” Daerah dan Nasional
PENUTUP
“Pengembangan Klaster Industri Kelapa Sawit Di Koridor Ekonomi Sumatera”, Khususnya Di Kabupaten Pelalawan – Riau, dilaksanakan dalam rangka untuk menyusun suatu kawasan terpadu dalam masterplan teknopolitan sawit, terutama iindustri hilirnya. Kawasan terpadu ini rencana memanfaatkan lahan sawit dan lahan non-sawit seluas 1500 ha s/d 2000 ha, yaitu di daerah Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan – Riau. Selain itu, pemanfaatan yang lain adalah untuk kawasan pemukiman, kawasan riset dan pengembangan pendidikan (Institut Teknologi Pelalawan), kawasan industri (kelapa sawit), kawasan jasa pelayanan masyarakat dan rumah-sakit, serta perbankan, kawasan bermain dan pariwisata, serta pemerintahan (kota). Sistem kawasan terpadu tersebut merupakan alternatif pengembangan kota baru/ satelit, yang merangkum kegiatan akademis dan riset serta pengembangan, bisnis center, dan pemerintahan, serta pariwisata. Model pengembangan klaster industri kelapa sawit, khususnya hilirisasi produk kelapa sawit, dimana sebagai industri inti-nya adalah industri sawit untuk pangan, industri sawit untuk energi (bio-fuel dan bio-diesel), dan industri sawit untuk farmasi, dan ini merupakan penjabaran dari program MP3EI di koridor Sumatera, khususnya di Kabupaten Pelalawan – Riau dengan komoditas Sawit (usulan nama klaster “PELARI-S”). Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, dengan produksi sebesar 20,6 juta ton yang menguasai hampir separuh dari pangsa pasar minyak sawit dunia. Selama tiga puluh tahun terakhir, industri kelapa sawit Indonesia berkembang cukup pesat, hingga mencapai 7,32 juta ha pada tahun 2009. Dengan luas lahan tersebut, lebih dari 80% produksi kelapa sawit nasional merupakan komoditas ekspor ke berbagai negara tujuan. Masa depan industri kelapa sawit secara umum akan semakin cerah. Ini dapat ditunjukkan dengan beberapa indikator utama yang menunjukkan kenaikan, seperti luas lahan, angka produksi, ekspor serta penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut membuat minyak sawit akan mensubstitusi jenis minyak nabati lain, terutama edible 26
oil lainnya. Peningkatan peluang minyak sawit juga didukung oleh harga minyak sawit yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya. Sementara itu dalam Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang MP3EI), Kelapa Sawit termasuk salah satu dari enam kegiatan ekonomi utama yang menjadi fokus Koridor Ekonomi Sumatera. yang memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi di koridor ini. Meskipun demikian, industri sawit masih menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan. Permasalahan tersebut terkait seputar isu produktivitas, daya saing dan nilai tambah yang masih rendah, isu konflik sosial serta isu lingkungan. Perlu ditekankan kembali bahwa strategi penguatan Sistem Inovasi Daerah dapat dirumuskan, diperbaiki dan terlebih penting lagi diimplementasikan secara kongkrit hanya jika didukung oleh kepemimpinan yang tepat. Kejelasan dan ketegasan kepemimpinan yang visioner sebagai “keputusan politik” penting terutama menyangkut pemahaman dan komitmen/kesungguhan serta konsistensi bahwa kesejahteraan rakyat yang semakin tinggi dan adil hanya dapat diwujudkan melalui agenda peningkatan daya saing, terutama dengan penguatan sistem inovasi. Kepemimpinan juga akan sangat berkaitan dengan penetapan, pemaknaan dan implikasi visi yang jelas berkaitan dengan penguatan sistem inovasi nasional. Peningkatan daya saing daerah umumnya dan pengembangan klaster industry sawit perlu menjadi agenda strategis dan menjadi suatu kesatuan agenda, tetapi bukanlah sekedar agenda satu instansi semata. Agenda tersebut harus dilakukan pada keseluruhan kelembagaan, dan potensi kolaborasi sinergis dengan pihak lain (misalnya lembaga nasional, daerah, perguruan tinggi, daerah lain, pihak internasional) sesuai potensi terbaik daerah. Untuk maksud tersebut, cakupan bidang kebijakan juga sebaiknya berfokus pada ”pemajuan pengetahuan/ teknologi, inovasi dan daya saing daerah” bukan sekedar bidang iptek. Sementara itu, cakupan bidang isu sebaiknya berfokus pada tantangan di depan untuk pemajuan daerah, bukan sekedar persoalan yang dihadapi di masa lalu. Dengan situasi/kondisi daerah umumnya di Indonesia yang masih berada pada tahapan yang sangat awal dalam perkembangan sistem inovasi, maka sebaiknya prioritas diletakkan pada upaya membangun landasan yang kuat bagi penguatan sistem inovasi daerah.
27