CUKAI ROKOK ADALAH PENGENDALI KONSUMSI : BERHASILKAH?
Abdillah Ahsan MSE Wakil Kepala Lembaga Demografi FEUI
[email protected]
OUTLINE Amanat
konstitusi pengendalian konsumsi rokok Prestasi Indonesia : Tingginya konsumsi rokok Sistem dan tarif cukai rokok : rumit dan gagal Menuju sistem cukai rokok yang ideal Perlunya kebijakan pengendalian konsumsi rokok yang komprehensif
PENINGKATAN CUKAI ADALAH WIN-WIN SOLUTION 10% PENINGKATAN CUKAI ROKOK
Studi De Beyer and Yurekli, 2000 Djutaharta et al, 2005
% penurunan konsumsi
% kenaikan penerimaan 2,0
8,0
0,9
9,0
3,0
6,7
2,4
7,4
Adioetomo et al, 2005
Sunley, Yurekli, Chaloupka, 2000
AMANAT KONSTITUSI PENGENDALIAN KONSUMSI ROKOK UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28H menyebutkan : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” UU No. 39 tahun 2009 tentang HAM Pasal 9 ayat (3) menyebutkan : “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”
AMANAT KONSTITUSI PENGENDALIAN KONSUMSI ROKOK UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 113 menyebutkan: Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.
AMANAT KONSTITUSI PENGENDALIAN KONSUMSI ROKOK 1. 2. 3.
4.
UU No. 39 Tahun 2007 Tentang Cukai Pasal 2 ayat 1 konsumsinya perlu dikendalikan; peredarannya perlu diawasi; pemakaiannya berdampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan Kesimpulan : Konstitusi mengamanatkan pengendalian konsumsi rokok, semua pihak harus taat
SISTEM CUKAI ROKOK YANG RUMIT 2011
Type of Cigarette Production Group 1 2 3 Machine Made 4 kretek (SKM) 5 6 7 8 9 White Cigarette 10 (SPM) 11 12 13 14 Hand Made 15 Kretek (SKT) / 16 Hand Made 17 White Cigarette 18
I
>2 Billion
II
≤2 Billion
I
>2 Billion
II
≤2 Billion
I
>2 Billion
II
(SPT)
19
III
2012
2013
% Excise Ret. Price Excise Ret. Price Excise Ret. Price Excise tariff to Range tariff Range tariff Range tariff Retail (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) Price > 660 325 > 660 355 > 669 375 56 630 - 660 315 630 - 660 345 631 - 669 355 55 600 - 630 295 600 - 630 325 > 430 245 >430 270 >549 285 52 380 - 430 210 374 - 430 235 440 - 549 245 50 374 - 380 170 >600 325 => 375 365 > 680 380 56 450 - 600 295 375 - 450 245 >300 215 >300 235 > 444 245 55 254 - 300 175 254 - 300 190 345 - 444 195 49 217 - 254 110 217 - 254 125 >590 235 >590 255 > 749 275 37 550 - 590 180 520-590 195 550 - 749 205 32 520 - 550 155 >379 110 >379 125 > 379 130 34 - 349 - 379 100 349 - 379 115 349 - 379 120 33 336 - 349 90 336 - 349 105 336 - 349 110 32
>300 Million ≤2 ≤ 300 Million =>234
65 =>234
75 >= 250
80
32
2012-2013 2012-2013 Absolute Increase % excise excise increase (RP) 6% 20 3% 10 9% 30 6% 15 4% 10 4%
15
4% 3% 56% 8% 5%
10 5 70 20 10
4% 4% 5%
5 5 5
7% 8,5%
5 16
IMPLIKASI SISTEM CUKAI ROKOK YANG RUMIT Implikasi
Memperlebar gap harga antara yang termahal dan termurah efek substitusi Kenaikan HJE minimum tak berarti (SKT gol 3 dari Rp. 234 – Rp. 250) Kebijakan lebih memihak ke SKM gol 1 layer 2 dan menekan SPM gol 2 layer 3
Pangsa Pasar Rokok
IMPLIKASI SISTEM CUKAI ROKOK YANG RUMIT Harga rokok masih terjangkau (Rp. 250 per batang) bahkan lebih murah dari permen Rentang harga yang lebar akan memperlemah dampak peningkatan cukai pada penurunan konsumsi (efek substitusi) Memperumit administrasi cukai. Mulai dari penetapan HJE sampai pengawasan jika HTP diatas HJE. Mendorong penghindaran cukai secara legal. Perusahaan rokok besar mendirikan perusahaan rokok kecil agar membayar cukainya sedikit Konsumsi rokok belum terkendali (bahkan masih meningkat)
Produksi Hasil Tembakau dan Treshold Roadmap IHT
10
PENGALAMAN THAILAND
PREVALENSI MEROKOK 6 NEGARA ASEAN
PREVALENSI MEROKOK MELONJAK 67.4 65.9 65.6 62.2 63.1
70 60 53.4 50
Laki-laki
40
30
27
31.5 34.4
34.2 34.7 36.1
Perempuan Total
20 10
1995: 27% penduduk dewasa 15+ merokok 2011: 36% penduduk dewasa merokok (61,4juta) %Perokok Laki-laki dewasa: 1995: 53% (1 dari 2 laki-laki) 2011: 67% (2 dari 3 laki-laki) % perokok perempuan dewasa: 1995: 1.7% 2011: 4.5% Naik lebih dari 2 X lipat
80
1.7
1.3
4.5
5.2
4.2
4.5
0 1995 2001 2004 2007 2010 2011
Sumber :
Susenas 1995, 2001, dan 2004
Riskesdas 2007 dan 2010
Global Adult tobacco survey Indonesia 2011
PREVALENSI MEROKOK REMAJA 1519 TAHUN
Total
1995 : 7% 2010 : 20% Naik hampir 3 kali lipat
Laki-laki
1995 : 14% 2010 : 38% Naik lebih dari 2 kali lipat
Perempuan
1995 : 0,3% 2010 : 0,9% Naik 3 kali lipat
• Sumber: SUSENAS 1995, SKRT 2001, SUSENAS 2004, RISKESDAS 2007* dan 2010*
MONITOR: CURRENT TOBACCO USE 50 45 40
Percentage (%)
35
43,3 39,4 36,1
34,6 31,2
30 25 20 15 10 5 0
Source: Global Adult Tobacco Survey, 20082012
30,5
29,5
28,9
28,1
27,2
26,7
25,0
25,0
24,0 19,7 17,5
16,0
MONITOR: TOBACCO USE BY GENDER Indonesia Russian… Bangladesh China Ukraine Philippines India Turkey Viet Nam Thailand Malaysia Egypt Romania Poland Uruguay Mexico Brazil 0
67,4 60,6 58,0 50,2
24,4 21,7
India
20,3
Uruguay
19,8
47,9
Turkey
47,9
Brazil
47,6
Ukraine
46,4 44,9
16,7 15,2 13,3 11,3
Philippines
10
Thailand
9,1
38,1
Mexico
37,4
Indonesia
4,5
37,3
Viet Nam
3,6
30,7 25,0 22,0
30
Poland
Romania
49,2
20
28,7
Russian Federation
52,9
10
Bangladesh
40
50
60
China
2,4
Malaysia
1,7
Egypt
0,6
70
Percentage (%) Source: Global Adult Tobacco Survey, 20082012
7,9
0
10
20
30
40
50
60
70
PROTECT: EXPOSED TO SHS IN HOMES (133,3 JUTA ORANG) 90 80 70
Percentage (%)
60
78,4 73,1 67,3
62,5 56,3
54,9
50 40 30 20 10 0
Source: Global Adult Tobacco Survey, 20082012
54,4 44,2
40
38,4
35,4
34,7
34
33,2 27,9 23,5 17,3
Offer: Desire to Quit Smoking 50
40
39,1
Percentage (%)
35,1
30
33,5
31,6 29,3
27,8
27,1
25,9
25,6
23,9
23,5 20,5
20
18,6 16,1
14,4
14,3 10,5
10
0
Source: Global Adult Tobacco Survey, 20082012
Note: In the next 12 months among current smokers
Offer: Quit Ratios 50
46,9
45
42,0
40
36,5
35
32,0
Percentage (%)
30
25,9
25
21,5
20
16,6
15 10
12,6 9,5
17,8
26,5
28
28,8
23,5
18,3
12,8
9,5
5 0
Source: Global Adult Tobacco Survey, 20082012
Note: Former smokers among current daily smokers
PENGELUARAN ROKOK DI RT TERMISKIN, 2003-2010 100%
Padi-padian Tembakau
90%
16,10 18,02 18,03 19,36 18,58 19,08 20,34 20,45
Sewa dan kontrak
Ikan Listrik, telepon, dan gas
9,47
80%
12,58 11,62 12,56 11,22 11,51
Sayur-sayuran
11,82 11,91
Aneka minuman Barang dan jasa
70%
Minyak dan lemak Makanan dan minuman jadi 60%
Kacang-kacangan Telur dan susu Bumbu-bumbuan
50%
Pakaian dan alas kaki Biaya kesehatan 40%
Aneka makanan Umbi-umbian Buah-buahan
30%
Biaya pendidikan Pesta dan upacara 20%
Barang tahan lama Daging Perawatan rumah
10%
Pajak dan asuransi Minuman beralkohol 0%
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
PENGELUARAN UNTUK ROKOK DI RT TERMISKIN SETARA DENGAN
Rokok dan Sirih
=
13
x
5
x
2
x
2
x
6
x
6
x
0,90% Susu & Telur 2,25% 6,06% Ikan Sayur-sayuran 5,68% Pendidikan 1,88% Kesehatan 2,02% Daging
MENUJU SISTEM CUKAI ROKOK YANG IDEAL Sesuai amanat UU No. 39 tahun 2007 tentang Cukai cukai rokok adalah pengendali konsumsi rokok Tujuan pengendalian konsumsi inilah yang harus dijadikan sebagai satu-satunya tujuan Tujuan penciptaan lapangan kerja, persaingan usaha dan penerimaan negara bukanlah amanat dari UU Cukai Sistem saat ini menguntungkan perusahaan rokok tertentu dan merugikan perusahaan rokok tertentu peningkatan konsumsi rokok penurunan derajat kesehatan masyarakat
MENUJU SISTEM CUKAI ROKOK YANG IDEAL
Cukai rokok haruslah efektif menurunkan konsumsi rokok naikkan cukai terbesar pada penguasa pasar (SKM dan SKT gol 1) Penyederhanaan sistem cukai adalah keharusan. Idealnya hanya ada 1 (satu) cukai spesifik yang tinggi untuk semua jenis rokok tanpa perduli jenis dan golongan produksinya. Sistem pengawasan produksi rokok harus ditingkatkan agar pemerintah tidak semata-mata bergantung pada data perusahaan rokok (sistem track and trace) Perlu keterbukaan informasi mengenai jumlah produksi rokok per jenis rokok dan golongan produksi
MENUJU SISTEM CUKAI ROKOK YANG IDEAL
UU Cukai yang memuat aturan batas cukai rokok maksimal 57% harus direvisi menjadi 80% sama dengan tingkat cukai alkohol
Batasan 57% ini membatasi kemampuan cukai untuk mengendalikan konsumsi rokok Pajak Pertambahan Nilai rokok yang hanya 8.4% harus dinaikkan ke 10% seperti barang lainnya
PERLUNYA KEBIJAKAN PENGENDALIAN KONSUMSI ROKOK YANG KOMPREHENSIF Perlu pelarangan penjualan batangan agar harga rokok tidak terjangkau Perlu sistem lisensi dalam penjualan rokok sebagaimana penjualan minuman keras yang sama-sama dikenai cukai Perlu kebijakan pengendalian yang tidak pilih kasih 1. Perlu pelarangan iklan rokok yang akan mengurangi agresivitas industri rokok tanpa terkecuali 2. Perlu penerapan plain packaging (bungkus rokok polos seragam hanya berisi peringatan kesehatan bergambar)
ISU-ISU SEPUTAR SISTEM CUKAI TEMBAKAU
Simplifikasi cukai
Rentang harga antara rokok yang termurah dengan yang termahal sangat lebar mendorong substitusi konsumsi pada saat cukai rokok dinaikkan Dengan pertimbangan penyerapan tenaga kerja Tingkat cukai untuk SKT gol III paling rendah dibandingkan jenis dan golongan produksi rokok lainnya namun perlu pembuktian akan argumen tersebut.
ISU-ISU SEPUTAR SISTEM CUKAI TEMBAKAU Kondisi Ideal Tarif cukai yang tinggi, single and unified untuk seluruh hasil produk tembakau rokok (SKM,SKT, SPM, SKTF, SPTF, dan Cerutu). Manfaatnya: 1. Menghilangkan substitusi konsumsi rokok (dari rokok mahal ke rokok murah) 2. Meningkatkan penerimaan negara dari cukai tembakau 3. Mengurangi insentif untuk membentuk pabrik rokok baru Kondisi optimal Perubahan bertahap dengan jangka waktu tertentu menuju tarif cukai yang sederhana. Optimalnya tarif cukai hasil produk tembakau rokok dibedakan menjadi buatan tangan dan buatan mesin untuk mengakomodasi pertimbangan ketenagakerjaan.
ROADMAP CUKAI TEMBAKAU PERLU DIPERCEPAT
3. KEBIJAKAN PAJAK ROKOK
(1)
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.
Objek Pajak
Konsumsi rokok, kecuali rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan per-UU-an di bidang cukai. Rokok meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun.
Subjek Pajak
Konsumen rokok.
Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran
Dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Pajak Rokok disetor ke RKUD Provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. Diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Wajib Pajak
Pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai.
Tarif
10% dari cukai rokok.
Dasar Pengenaan
Cukai yang ditetapkan Pemerintah terhadap rokok. Besaran Pokok Pajak Rokok terutang dihitung dengan mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan (10% x tarif Cukai rokok)
29
3. KEBIJAKAN PAJAK ROKOK Bagi Hasil
(2)
Hasil penerimaan Pajak Rokok diserahkan kepada kab./kota sebesar 70%. Bagian kab./kota ditetapkan dengan memperhatikan aspek pemerataan dan/atau potensi antarkab./kota. Ketentuan lebih lanjut mengenai bagi hasil penerimaan Pajak Rokok ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi.
Earmarking
Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kab./kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.
Pelaksanaan Pemungutan
1 Januari 2014.
Dasar Pemungutan
Peraturan Daerah mengenai Pajak Rokok
30
4. PEMUNGUTAN & PENYETORAN PAJAK ROKOK
(1)
Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yg ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok.
Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok.
Besaran pajak rokok terutang = (tarif pajak x dasar pengenaan Pajak Rokok).
WP menghitung sendiri Pajak Rokok melalui SPPR (surat pemberitahuan Pajak Rokok).
Pemungutan Pajak Rokok dilakukan oleh Kantor Bea dan Cukai (KPBC) bersamaan dg pemungutan cukai rokok;
Apabila WP tidak melakukan pembayaran Pajak Rokok, KPBC tdk melayani Permohonan Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau.
31
5. PERANAN PAJAK ROKOK TERHADAP APBD
Berdasarkan perkiraan pendapatan CHT tahun 2014 Rp110,7 triliun dan ketentuan penyetoran Pajak Rokok yang diatur dalam PMK No. 115/PMK.07/2013, potensi penerimaan Pajak Rokok tahun 2014 diperkirakan mencapai sekitar Rp9,64 triliun (110,7 triliun x 95% x 10% x 11/12 bulan).
Penerimaan Rp9,64 triliun tersebut akan MENINGKATKAN KEMAMPUAN FISKAL DAERAH UNTUK MENDANAI BELANJA PELAYANAN PUBLIK, karena minimal 50% dari penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kab./kota, dialokasikan untuk mendanai: 1. pelayanan kesehatan masyarakat; dan 2. penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.
Penggunaan penerimaan Pajak Rokok diatur dan dituangkan dalam Perda APBD.
32
6. PENGHITUNGAN PENERIMAAN PAJAK ROKOK PER PROVINSI 1. Data yang digunakan: a. Data Perkiraan Penerimaan CHT tahun 2014 sebesar Rp110,7 triliun,b. Data jumlah Penduduk tahun 2013 yang digunakan dalam menghitung DAU 2014. 2. Penghitungan Penerimaan Pajak Rokok (PPR) nasional: PPR = [((11/12) x (Rp110,7 triliun x 10%) x 95%] = Rp 9,64 Triliun). 3. Penerimaan Pajak Rokok dibagi ke berdasarkan proporsi jumlah penduduk.
Pemerintah
Provinsi
4. Hasil penerimaan Pajak Rokok dibagihasilkan ke Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah provinsi yang bersangkutan sebesar 70%.
33
PERKIRAAN PENERIMAAN PAJAK ROKOK PER PROVINSI TAHUN 2014 (DALAM JUTAAN
RUPIAH)
2.000.000 1.800.000 1.600.000 1.400.000 1.200.000 1.000.000 800.000
600.000 400.000 200.000
0
34
8. PENGGUNAAN PAJAK ROKOK
(1)
Pasal 31 UU No. 28 Tahun 2009: “Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang”. Pelayanan kesehatan masyarakat, antara lain: a. pembagunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, b. penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area), c. kegiatan memasyarakatkan bahaya merokok, dan d. iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok. Penegakan hukum sesuai dengan kewenangan Pemda yang dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain, antara lain: a. pemberantasan peredaran rokok ilegal, dan b. penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 35
Alternatif Penggunaan Pajak Rokok untuk Kegiatan Kesehatan Masyarakat yang terkait Promosi dan Prevensi Kesehatan PP No. 109/2012 ttg Pengamanan Bahan yg Mengandung Zat Adiktif Berupa Rokok Tembakau Bagi Kesehatan antara lain mengatur : Tanggungjawab Pemda (dan Pemerintah) mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi pengamanan bahan yg mengandung Zat Adiktif berupa Rokok Tembakau bagi Kesehatan. Penyelenggaraan Pengamanan bahan yg mengandung Zat Adiktif meliputi: a. Produksi dan impor : pengujian nekotin & tar, kemasan, peringatan kesehatan. b. Peredaran : pengendalian iklan produk tembakau, termasuk pemasangan iklan reklame, dan penyelenggaraan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya mengkonsumsi produk tembakau, c. Perlindungan khusus bagi anak dan perempuan hamil : pencegahan, pemulihan kesehatan fisik dan mental serta pemulihan sosial. d. Kawasan Tanpa Rokok : fasilitas pelayanan kesehatan, tempat khusus utk merokok di tempat kerja dan tempat umum dan tempat lain yg ditetapkan.
36
Perbandingan Dana Pajak Rokok untuk Kesehatan, DAK bidang Kesehatan, dan DBH CHT Perkiraan alokasi utk Kesehatan dari Earmarking Pajak Rokok 2014 (40%)
DAK Kesehatan 2014
Rp 3,86 triliun*
Rp 3,1 triliun
Rp2,2 triliun (total DBH CHT 2014)
Sebagian DBH CHT digunakan untuk mendanai kegiatan di bidang Kesehatan
* Catatan: a. Berdasarkan perkiraan penerimaan cukai rokok dalam RAPBN 2014 dan ketentuan pemungutan dan penyetoran yg diatur dalam PMK No. 115/PMK.07/2013, potensi penerimaan Pajak Rokok tahun 2014 diperkirakan Rp9,64 triliun. b. Pajak Rokok tersebut dibagi ke Provinsi (30%) : Rp2,89 triliun dan Kabupaten/Kota (70%) : Rp6,75 triliun. c. Apabila diasumsikan bahwa 50% dari penerimaan pajak rokok dialokasikan untuk pelayanan kesehatan dan penegakan hukum, dan 80% dari dana tsb digunakan untuk pelayanan kesehatan, maka pada tahun 2014 akan ada tambahan dana APBD untuk bidang kesehatan sekitar Rp 3,86 triliun, atau lebih besar dibandingkan dg DAK kesehatan Rp3,1 triliun.
37
Penggunaan DBH CHT PMK No. 84/PMK.07/2008 ttg Penggunaan Dana DBH CHT dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi DBH CHT yang telah direvisi dengan PMK No. 20/PMK.07/2009 .
Pembinaan industri :
1
3
Peningkatan kualitas bahan baku: • • • • •
Standarisasi kualitas bahan baku Bahan baku dengan kadar nikotin rendah Sarana laboratorium uji dan metode pengujian Penanganan panen dan pasca panen bahan baku Kelembagaan kelompok tani bahan baku industri HT
Pembinaan Lingkungan Sosial: • Kemampuan & ketrampilan kerja masyarakat • Manajemen limbah industri HT AMDAL • Kawasan tanpa asap rokok & tempat khusus merokok • Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dng penyediaan fasilitas perawatan kesehatan akibat dampak rokok • penguatan sarana dan prasarana kelembagaan pelatihan bagi tenaga kerja industri hasil tembakau • Penguatan ekonomi masy di lingkungan industri HT dlm rangka pengentasan kemiskinan, mengurangi pengangguran, mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, dilaksanakan a.l. mll bantuan permodalan dan sarana produksi.
2
• Pendataan mesin peralatan industri (impor mesin oleh PR) • Penerapan HAKI • Pembentukan kawasan industri HT • Pemetaan industri HT (jalinan informasi & dsr hit. Pembagian Alokasi) • Kemitraan UKM & UB dlm pengadaan bahan baku • Penguatan Kelembagaan asosiasi IHT • Penerapan Good Manufacturing Practicses (GMP)
4 5
Sosialisasi Ketentuan: • Menyampaikan ketentuan bidang cukai kpd masyarakat baik secara insidentil maupun periode waktu tertentu.
Pemberantasan barang kena culai ilegal: • pengumpulan informasi hasil tembakau yang dilekati pita cukai palsu di peredaran atau tempat penjualan eceran. • pengumpulan informasi hasil tembakau yang tidak dilekati pita cukai di peredaran atau tempat penjualan eceran.
38
TERIMA KASIH
Abdillah Ahsan MSE Peneliti Lembaga Demografi FEUI
[email protected] 08151855844
ALASAN JUDICIAL REVIEW UU CUKAI Melindungi kesehatan WN karena dengan tingkat cukai Hasil Tembakau maksimal saat ini, ruang untuk menaikkan cukai demi pembatasan konsumsi menjadi terbatas. Sehingga cukai akan gagal menjalankan fungsinya untuk membatasi konsumsi rokok konsumsi rokok naik kematian dan kesakitan akibat rokok naik Perlakuan yang sama dengan barang kena cukai lainnya yaitu minuman mengandung alkohol yang cukai maksimalnya 80%. Standar global tingkat cukai rokok berdasarkan rekomendasi WHO adalah 2/3 (67%) dari harga jual eceran.