STUDI KONSUMSI ROKOK UMAT ISLAM INDONESIA Kholis Budiono Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia
200 racun perusak yang terkandung dalam sebatang rokok masih belum mampu menghalangi umat Islam dari mengkonsumsi rokok hingga mendorong Komisi Fatwa MUI mengeluarkan status hukum mengkonsumsi barang ini. Konsumsi rokok telah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan karena telah menyedot hampir 8% dari total konsumsi rumah tangga, jauh melampaui prosentase konsumsi untuk pendidikan dan kesehatan yang hanya 2-3%. Diperkirakan konsumsi rokok umat Islam pada tahun 2009 mencapai Rp. 63,5 trilyun. Jumlah ini setara dengan 1,3 kali jumlah dana pihak ketiga di seluruh bank syariah di Indonesia.
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia, negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia merupakan suatu kekuatan yang luar biasa apabila ditinjau dari sisi ekonomi. Tetapi patut disayangkan alih-alih menjadi kekuatan ekonomi yang produktif, dengan jumlah penduduk kurang lebih 227,8 juta1, Indonesia malah menempatkan dirinya sebagai pasar rokok terbesar ke-5 di dunia2. Data statistik tahun 2008 menunjukkan konsumsi rokok di Indonesia mencapai nilai sebesar 230 milyar batang per tahun3, artinya kurang lebih dalam setiap dua menit terjadi konsumsi satu batang rokok. Nilai konsumsi rokok dalam rupiah yang tercatat pada tahun 2002 adalah sebesar 51,9 trilyun4 pada tingkat konsumsi 207,6 juta batang rokok per tahun, tentu saja nilai ini akan semakin membesar seiring dengan waktu. Indonesia bukanlah satu-satunya negara muslim yang terbelit dengan masalah konsumsi rokok. Menurut jejak pendapat yang dilakukan tahun 2006, 21,5% pemuda di Malaysia adalah perokok. Di Saudi Arabia, 30-40% dari penduduknya mengkonsumsi rokok sedangkan di Mesir 60% penduduknya perokok aktif5. Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi gambaran awal potret konsumsi rokok di Indonesia serta pengaruh jumlah penduduk dan pendapatan per kapita terhadap peningkatan konsumsi rokok. Diharapkan studi ini dapat menjadi masukan bagi umat Islam khususnya dan pihak 1
lain yang peduli dengan masalah konsumsi sehingga umat Islam dapat kembali mengamalkan perilaku konsumsi yang Islami. I.2. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. untuk mengetahui nilai konsumsi rokok umat Islam Indonesia 2. untuk mengetahui pengaruh variabel jumlah penduduk dan pendapatan per kapita terhadap jumlah konsumsi rokok 3. untuk membandingkan konsumsi rokok dengan konsumsi dharuriyah lainnya. I.3. Ruang Lingkup Makalah ini dibatasi hanya pada dua variabel yaitu jumlah penduduk dan pendapatan per kapita dalam mata uang rupiah sesuai harga yang berlaku dengan rentang pengumpulan data dari tahun 1990 sampai dengan 2008. Perbandingan konsumsi rokok dengan konsumsi rumah tangga dan zakat serta komposisi jumlah penduduk hanya dilakukan pada periode tertentu saja karena keterbatasan data. I.4. Metode Penulisan Metode penulisan makalah ini menggunakan studi literatur baik berupa buku dan artikel di internet II. FAKTA TENTANG ROKOK II.1. Rokok Menurut Perokok Sudah menjadi rahasia umum jika ditanyakan kepada perokok maka sebagaian besar mereka akan mengemukakan beberapa ‘mitos’ yang dijadikan alasan penguat/pembenaran perilaku konsumsi mereka. Beberapa mitos tentang rokok tersebut adalah6 : 1. Industri rokok memberikan kontribusi pemasukan negara dalam jumlah yang besar 2. Industri rokok paling besar adanya di negara maju, negara berkembang relatif kecil
2
3. pengendalian atau pelarangan merokok akan berdampak pada petani dan hilangnya peluang kerja di industri rokok yang sangat besar 4. peningkatan cukai rokok akan menyebabkan mahalnya rokok dan berimbas pada turunnya konsumsi rokok yang telah banyak memberi kontribusi pemasukan keuangan negara dan akan memberatkan masyarakat miskin yang mengkonsumsi rokok 5. Perokok menanggung sendiri biaya rokok sehingga tidak berdampak ekonomi kepada orang lain 6. belum ada penelitian kesehatan yang valid tentang dampak rokok pada perokok pasif 7. larangan merokok dapat menyebabkan menurunnya omzet rumah makan dan restoran 8. jika merokok ditempat terbuka maka tidak ada dampak kesehatan bagi orang disekitarnya 9. polusi udara jauh lebih berbahaya dibanding asap rokok 10.rokok hanya dikonsumsi oleh orang dewasa 11.industri rokok banyak memberi kontribusi bagi kegiatan kepemudaan sehingga jika rokok dilarang maka akan berakibat pada anjloknya intensitas kegiatan remaja khususnya olahraga II.2. Rokok Menurut Ahli Kesehatan Gambar berikut ini menunjukkan kandungan zat yang ada dalam satu batang rokok. Gambar 1. Kandungan Zat Dalam Sebatang Rokok
Selain kandungan utama nikotin dan tar, beberapa zat kimia lain yang terkandung dalam asap rokok di antaranya aseton (semacam cat), 3
ammonia (seperti yang terdapat pada pembersih lantai), arsen (zat yang bersifat “racun”), butane, kadmium, karbon monoksida (seperti pada asap knalpot), DDT (untuk insektisida), naftalen (zat yang terkandung pada kapur barus/ kamper), metanol (terdapat pada bensin roket), toluen (pelarut industri), dan vinil klorida (plastik)7. Rokok menurut ahli kesehatan mengandung kurang lebih 4000 elemenelemen, dan setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru sedangkan Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan dan karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen8. Efek racun pada rokok ini membuat pengisap asap rokok mengalami resiko (dibanding yang tidak mengisap asap rokok) sebesar 14x menderita kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan, 4x menderita kanker esophagus, 2x kanker kandung kemih, 2x serangan jantung, rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung, serta tekanan darah tinggi9. Adapun mitos yang dijadikan pembenaran kegiatan konsumsi rokok menurut WHO adalah tidak benar, misalnya pemasukan negara dari pajak dan cukai ternyata tidak lebih besar dari biaya kesehatan yang dikeluarkan negara untuk menanggulangi penyakit akibat rokok, belum lagi dampak bagi masing-masing individu, keluarga maupun masyarakat yang terpapar kegiatan ini. Negara berkembang dan miskin diperkirakan akan mencapai 70% dalam mengkonsumsi rokok pada tahun 2020 dan fakta menunjukkan bahwa konsumen terbesar adalah masyarakat miskin dengan dampak besar terjadi pada anak-anak seperti timbulnya kasus asma, infeksi mata dan infeksi tenggorokan11. Studi pengaruh polusi udara dalam ruangan yang dilakukan oleh US Environmental Protection Agency menyebutkan bahwa polusi dalam ruangan akibat rokok jauh lebih berbahaya dibanding polusi udara luar karena hampir 90% kegiatan manusia dilakukan didalam ruangan dan sisanya terjadi diluar ruangan. Akibat prosentase kegiatan ini dalam setahun ditemukan sebanyak 3000 kasus kanker paru-paru akibat rokok dibanding hanya 100 kasus kanker paru-paru akibat polusi udara.
4
II.3. Rokok Menurut Ulama Januari lalu, sekitar 700 Ulama yang bergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan larangan merokok dalam suatu muzakarah perumusan fatwa, Forum Ijtima Ulama III Komisi Fatwa MUI di Pondok pesantren Diniyyah Putri Rahma Elyunusiah Padang Panjang, Sumatera Barat. Selain masalah rokok, forum Ijtima Ulama ini sesungguhyna menghasilkan 24 fatwa baru antara lain mengenai yoga, penggunaan hak pilih dalam pemilu dan lain-lain. Fatwa itu dimaksudkan agar umat Islam tidak mencampuradukkan yang benar dengan yang salah. Tentang rokok, ada dua pendapat akhir mengenai hukum merokok yakni makruh dan haram. Merokok diharamkan di tempat umum, bagi anak-anak, dan bagi wanita hamil12. Dalil-dalil yang dijadikan dasar pengharaman merokok adalah13 : 1. Asap dan bau rokok adalah keji dengan istinbat hukum pada QS Al-A’raf:157 ketika Allah mengharamkan yang buruk bagi orang yang mengakui sebagai pengikut Rasul yang ummi. 2. Rokok mengakibatkan kematian sebagian penghisapnya sedangkan Allah melarang manusia untuk melakukan tindakan yang dapat membunuh dirinya dengan cara yang batil berdasarkan QS AlNisaa’:29. 3. Membelanjakan uang untuk rokok merupakan suatu tindakan mubazir. Kerana rokok tidak memiliki faedah. QS Al-Isra’:26 memerintahkan kepada umat Islam agar membelanjakan uangnya dengan cara yang baik dan tidak menghambur-hamburkannya. 4. Rokok mengandungi kemudaratan yang diakui oleh para dokter. Sabda Rasulullah: "Tidak boleh memberi mudarat dan tidak memudaratkan." (HR Malik, Daruquthni & Jamaah). 5. Asap dan bau rokok adalah kotor/tidak bersih. Sabda Rasulullah : “Allah itu bersih dan Dia mencintai kebersihan" (HR al-Bazzar) 6. Merokok dapat menyakiti orang yang berdekatan dengannya. Sabda Rasulullah : "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan dan akhirat, janganlah menyakiti tetangganya" (HR Bukhari & Muslim) Syeikh Abu Sahal Muhamad bin al-Wai’z al-Hanafi mengatakan bahwa kemakruhan merokok didasarkan dengan dalil yang pasti (qath’i), sedangakan keharamannya didasarkan dengan dalil yang zhanni (tidak
5
pasti) karena itu merokok dihukumi makruh. Beberapa hal yang menjadi dasar kemakruhannya diantaranya : 1. Merokok memudharatkan kesehatan, apalagi jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak. Jika dikonsumsi dalam jumlah sedikit maka lama kelamaan akan banyak juga begitu juga mudharatnya. 2. Merokok dapat mengurangi harta, sekalipun tidak sampai ke peringkat mubazir padahal, jika uang itu digunakan untuk hal-hal yang bermafaat adalah tentu lebih baik lagi 3. Bau dan asap rokok yang tidak enak akan menganggu dan menyakiti orang lain. 4. Masyarakat memandang rendah orang yang menghisap rokok. 5. Melalaikan seseorang dari mengerjakan ibadah secara sempurna. 6. Orang yang ketagihan rokok, fikirannya menjadi tidak tenang apabila tidak dapat merokok dalam jangka waktu tertentu. III. KONSUMSI ROKOK UMAT ISLAM INDONESIA III.1. Statistik Konsumsi Rokok Umat Islam Sebelum kita menghitung tingkat konsumsi rokok umat Islam, kita perlu mengetahui tingkat konsumsi secara total, data konsumsi dan data lainnya disajikan sebagai berikut : Tabel 1. Konsumsi Rokok, Jumlah Penduduk dan Pendapatan per Kapita Variabel Konsumsi Rokok14 Jumlah Penduduk15
1990
1991
1992
1993
Juta Batang
Satuan
172,006
150,123
156,400
171,967
195,038
Juta Rupiah
5,147,018
5,081,566
6,634,392
7,552,242
9,509,571
Juta Orang
179.83
182.94
186.04
189.14
192.22
1,288,328
1,501,270
1,667,717
1,926,717
2,197,326
699.12
769.76
821.58
923.16
1,016.90
Rupiah
GDP per capita, cp16 Variabel Konsumsi Rokok Jumlah Penduduk GDP per capita, cp Variabel Konsumsi Rokok* Jumlah Penduduk GDP per capita, cp
USD
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
216,236
232,663
220,033
269,848
254,168
241,920
224,965
11,344,870
13,279,731
14,908,541
22,087,077
30,321,613
33,019,811
54,768,481
195.29
198.32
201.35
204.39
207.44
205.13
207.93
2,571,759
2,967,432
3,444,791
5,167,174
5,858,312
6,775,003
7,917,769
1,143.72
1,264.35
1,184.03
2002
2003
2004
516.01 2005 202,300
745.79 2006
806.90 2007
772.66 2008
207,621
173,410
194,020
220,000
226,000
230,000
51,901,026
44,511,039
51,136,266
54,747,882
61,134,033
64,484,855
67,385,437
210.74
213.55
216.38
219.21
222.05
224.91
227.83
8,645,086
9,429,501
10,610,081
12,656,121
15,039,226
17,595,899
20,223,937
928.14
1,099.67
1,187.74
1,304.06
1,640.97
1,925.01
2,180.70
* Nilai konsumsi rokok tahun 2003 s/d 2008 adalah perkiraan dengan mengalikan konsumsi jumlah batang dengan harga jual eceran tahun 2002 dengan kenaikan rata-rata 2,7% per tahun.
6
Untuk mengetahui tingkat konsumsi rokok umat Islam dan perkiraan jumlah perokok dari umat Islam, diperlukan asumsi tentang prosentase perokok terhadap jumlah penduduk dan prosentase penduduk muslim. Prosentase perokok diambil rata-rata dari data tahun 2001 – 200417. Tabel 2. Prosentase Jumlah Perokok Terhadap Jumlah Penduduk tahun % perokok
2001 31.8%
2003 32.0%
2004 34.5%
rata-rata 32.8%
Dari tabel diatas maka didapat prosentase perokok terhadap jumlah penduduk adalah sebesar 32.8%. Sedangkan prosentase penduduk yang beragama Islam diambil dari hasil sensus penduduk tahun 1990 dan 200518. Tabel 3. Prosentase Penduduk Berdasarkan Agama Agama Islam Protestan Katolik Hindu Budha Konghucu Lainnya
1990 (%) 87.2 6.04 3.57 1.84 1.03 0 0.31
2005 (%) 88.58 5.79 3.08 1.73 0.6 0.1 0.12
rata-rata 87.89 5.92 3.33 1.79 0.82 0.05 0.22
Dari tabel diatas kita dapatkan prosentase rata-rata penduduk muslim terhadap jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 87,89%. Meskipun mengandung tingkat error kita dapat menggunakan perkalian angka prosentase jumlah penduduk beragama Islam dan prosentase perokok dari jumlah penduduk ini untuk mengetahui perkiraan jumlah penduduk beragama Islam yang merokok. Selanjutnya dengan cara yang sama kita dapat memperkirakan nilai konsumsi rokok dari umat Islam. Tabel 4. Jumlah Perokok Umat Islam dan Nilai Konsumsi Parameter Perokok Umat Islam
satuan juta orang
konsumsi rokok umat islam
juta rupiah
Parameter
satuan
1990
1991
1992
1993
1994
51.8
52.7
53.6
54.5
55.4
4,523,714
4,466,188
5,830,967
6,637,665
8,357,962
1995
1996
1997
1998
1999
Perokok Umat Islam
juta orang
56.2
57.1
58.0
58.9
59.7
konsumsi rokok umat islam
juta rupiah
9,971,006
11,671,556
13,103,117
19,412,332
26,649,666
2001
2002
2003
2004
Parameter
satuan
2000
Perokok Umat Islam
juta orang
59.1
59.9
60.7
61.5
62.3
konsumsi rokok umat islam
juta rupiah
9,021,112
48,136,018
45,615,812
39,120,752
44,943,664
Parameter
satuan
2005
2006
2007
2008
2009*
Perokok Umat Islam
juta orang
63.1
63.9
64.8
65.6
66.5
konsumsi rokok umat islam
juta rupiah
48,117,913
53,730,701
56,675,739
59,225,061
63,456,753
* angka perkiraan dengan jumlah penduduk sebesar 230,79 juta orang dan konsumsi rokok sebanyak 240 milyar batang
7
Berdasarkan hitungan perkiraan diatas maka pada tahun 2008 diperkirakan ada sejumlah 65,6 juta perokok umat Islam dengan nilai konsumsi totalnya mencapai angka Rp. 59,2 trilyun dan meningkat sebesar 7,1% pada tahun 2009 menjadi Rp. 63,4 trilyun dengan total perokok adalam sebanyak 66,5 juta muslim. III.2. Formulasi Konsumsi Rokok Pengolahan statistik menunjukkan tidak mampunya variabel jumlah penduduk dan pendapatan per kapita masyarakat dalam menjelaskan tingkat konsumsi masyarakat terhadap rokok. Dari hasil pengolahan data didapat hasil sebagai berikut : a. variabel jumlah penduduk (R2 = 25,4%) lebih kuat dibandingkan dengan variabel pendapatan per kapita (R2 = 10,8%) dalam hal menjelaskan jumlah konsumsi rokok. b. variabel jumlah penduduk dan pendapatan per kapita cukup berpengaruh pada jumlah konsumsi rokok dengan R2 = 42,9%, meskipun demikian hasil pengolahan data ini menunjukkan adanya variabel lainnya. c. dibandingkan dengan model linier maka model log-log untuk satu variabel menghasilkan nilai R2 yang lebih tinggi, hal ini secara relatif menunjukkan bahwa perkiraan prosentase lebih representatif untuk digunakan dalam menerangkan / memperkirakan jumlah konsumsi rokok dibandingkan dengan perkiraan jumlahnya. Tetapi jika dua varibel digunakan sekaligus maka berlaku sebaliknya. d. Persamaan matematis dengan tingkat keyakinan tertinggi (R2 = 42,9%) yang berhasil didapat adalah Y = -505678.214 + 3734.569 X1 - 0.006 X2 dengan Y = Jumlah Batang Rokok, X1 = Jumlah Penduduk dan X2 = pendapatan per kapita III.3. Perbandingan Konsumsi Rokok Perumusan matematis yang didapat diatas sesungguhnya menyisakan pertanyaan tentang apa saja kira-kira variabel yang juga dapat menerangkan tentang konsumsi rokok. Sebelum sampai kesana terlebih dahulu akan dipaparkan bagaimana tingkat konsumsi rokok ini jika dibandingkan dengan konsumsi barang lainnya. Pada tahun 2003 tercatat prosentase konsumsi tembakau (dan sirih) terhadap bahan makanan hampir mencapai angka 15%, sedikit dibawah konsumsi beras dan umbi-umbian (20%) dan kelompok ikan, daging, 8
telur dan susu (20%). Angka ini memiliki kecenderungan untuk naik karena tiga tahun sebelumnya berada pada kisaran 7% – 12%20. Angka ini menunjukkan bahwa tembakau (rokok) sudah disejajarkan dengan konsumsi tingkat dharuriyat. Kondisi yang sangat mengejutkan lagi adalah jika angka konsumsi terhadap rokok ini diperbandingkan dengan kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Data tahun 2003 menunjukkan bahwa prosentase konsumsi tembakau dan sirih mencapai angka 8% dari seluruh total pengeluaran rumah tangga sedangkan untuk kesehatan dan pendidikan hanya dialokasikan masing-masing sebesar kurang lebih 2% dan 3%21. Jumlah ini memiliki kecenderungan naik karena tiga tahun sebelumnya baru berkisar pada angka 4,5% - 7%. Ini bisa diartikan bahwa perhatian orang terhadap rokok hampir 3-4 kali dibandingkan dengan kebutuhan dharuriyat lainnya. Jika terhadap kebutuhan dharuriyat saja demikian adanya maka tidak mengherankan jika kita akan menemui perbandingan yang lebih kontras lagi apabila membandingkan tingkat konsumsi rokok dengan total nilai zakat yang dapat dikumpulkan seluruh Lembaga Amil Zakat di Indonesia pada tahun 2007 yang hanya mampu menghimpun uang sebesar Rp.600 milyar22. Jumlah ini hanya 1% dari total perkiraan konsumsi rokok umat Islam pada tahun yang sama. Perkiraan nilai konsumsi rokok umat Islam yang sebesar Rp. 59,2 trilyun ini mencapai 1.6 kali jumlah dana pihak ketiga yang disimpan di seluruh Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang hanya terkumpul sebesar Rp. 36.8 trilyun pada akhir Desember 200823. Di akhir tahun 2009 nanti, jika DPK (Dana Pihak Ketiga) Seluruh Bank Syariah bisa tumbuh sama dengan pertumbuhan Year on Year yang sama dengan tahun 2008 yaitu 36,7% 24 maka proporsi ini akan menjadi 1,3 kali karena pada waktu itu nilai konsumsi rokok umat Islam telah mencapai angka Rp. 63,4 trilyun dan DPK di angka Rp. 50,3 trilyun. Tentu saja hal ini banyak bergantung kepada perkembangan harga jual eceran yang akan ditetapkan produsen rokok, cukai yang akan ditetapkan pemerintah dan efektifitas fatwa MUI tentang rokok yang baru saja dikeluarkan.
9
Grafik dibawah ini mungkin menunjukkan betapa rokok sudah menjadi barang konsumsi yang menagihkan. Gambar 2. Konsumsi Rokok dalam Batang dan Rupiah tahun 1990-2002 600,000 Batang Rokok (x 1 jt) Nilai Rokok (x 100rb)
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
-
Data yang harus kita cermati adalah data dalam rentang tahun 2000 sampai tahun 2002 khusunya tahun 2001. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa pada saat konsumsi dalam batang rokok menurun tetapi nilai konsumsi rokok malah meningkat? Jawabannya ada pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 383/KMK.04/2001 tentang Kenaikan Harga Jual Eceran Rokok. Artinya apa? Meskipun harga rokok dinaikkan rata-rata Rp.19 atau 14% lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya tapi konsumsi rokok hanya turun 7%. Kondisi ini terjadi pada saat pendapatan per kapita secara relatif dalam mata uang dolar terdepresiasi sebesar 4% dibanding tahun 2000 (lihat Tabel 1). Pada kondisi ini faktor elastisitas = 0,5 (7% / 14%) maka rokok masuk dalam kelompok barang inelastic. Fenomena diatas menunjukkan bahwa ada variabel lain yang berpengaruh terhadap tingkat konsumsi rokok selain jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, hal ini juga didukung oleh pemodelan matematis diatas yang relatif kecil nilai R2 nya. Boleh jadi variabel itu adalah selera yang sudah berubah menjadi kondisi ketagihan yang untuk kelompok masyarakat tertentu sangat tidak rasional mengingat tingkat konsumsi rokoknya hampir menyamai tingkat konsumsi makanan pokok yang merupakan kebutuhan dharuriyat.
10
IV. PENUTUP Terlepas dari polemik status hukum merokok apakah itu makruh atau haram, sudah sewajarnya bagi umat Islam untuk melakukan rasionalisasi dalam berkonsumsi. Rasionalisasi homo islamicus adalah mengembalikan kepada maslahah dalam setiap tindakan konsumsinya dengan meletakkan prioritas pertama pada pilihan-pilihan yang memberi maslahah tertinggi, pilihan yang memenuhi prinsip-prinsip konsumsi dalam Islam. Tingginya tingkat konsumsi rokok umat Islam disatu sisi memberi sinyal negatif tapi juga mengisyaratkan adanya peluang dan harapan. Peluang bagi kegiatan penyadaran dan dakwah yang terus menerus melalui lembaga formal maupun non-formal. Peran lembaga formal mestilah ditingkatkan tidak hanya sebatas dalam tataran legal formal tetapi harus mencari inovasi-inovasi dalam membumikan nilai moral yang terkandung dalam setiap fatwa. Peran pemerintah sebagai lembaga hisbah juga harus diperkaya dengan tanggung jawab baru agar kegiatan konsumsi umat Islam selalu terjaga dari israf, menjaga maqashid syariah dan dalam prinsip-prinsip ekonomi Islam. Makalah ini adalah awal bagi kita semua untuk menata ulang sistem ekonomi umat Islam khususnya dalam hal konsumsi. Gambaran tentang masih tingginya ketergantungan terhadap rokok pada masa lalu yang menjadi salah satu pertimbangan Komisi Fatwa MUI harus tetap menjadi perhatian dan diteliti dimasa mendatang dengan mengajukan pertanyaan lanjutan, apakah fatwa haram rokok efektif dalam mempengaruhi konsumsi umat Islam terhadap rokok. Apapaun hasilnya, para peneliti harus tetap menjadikan ini sebagai salah satu ladang amal dengan tetap meneliti untuk memberi informasi kepada umat Islam, mencari cara-cara baru agar umat Islam terhindar dari keburukan akibat tindakan konsumsinya dengan terus bekerja dan berusaha karena sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang mukmin akan melihat usaha kita (QS 9 :105).
11
Catatan : ____________________________________________________________ 1 2
3
4 5 6
7
8 9 10 11
12
13 14 15 16
17 18
19
20
21 22
23 24
http://www.imf.org/external/pubs/ft/weo/2008/02/weodata/weoselser.aspx?c=536&t=1 http://www.suaramedia.com/dunia-islam/bahaya-rokok-hantui-keselamatan-muslimdunia.html http://nusantaranews.wordpress.com/2009/01/24/industri-rokok-tumbuh-di-era-sbyjk/comment-page-1/ Tri Wibowo, Potret Industri Rokok di Indonesia, hlm.90 http://www.suaramedia.com, op.cit Fact Sheet ‘The Economics of Tobacco Control: Exploding the Myths’, The 11th World Conference on Tobacco or Health, 2000 Awas Bahaya Rokok, 4.000 Bahan Kimia Terkandung Didalamnya, http://www.acehforum.or.id/awas-bahaya-rokok-t19533.html http://rokok.komunikasi.org/artikel/index.php ibid Factsheet, op.cit DiFranza J and Lew R, Morbidity and Mortality in Children Associated with the Use of Tobacco Products by Other People, Paediatrics, 1996, Vol 97 Fatwa Hasil Ijtima Ulama Di Padang Panjang, http://syiar.republika.co.id/29938/Fatwa_Hasil_Ijtima_Ulama_Di_Padang_Panjang, Kamis, 05 Februari 2009 http://soni69.tripod.com/fiqh/fiqh_ahkam_merokok.htm Tri Wibowo, Op.cit Imf.org, op.cit ibid http://himpsijaya.org/2006/06/30/konsumsi-rokok-yang-menggelisahkan/ Laporan Tahunan Kehidupan Beragama Di Indonesia Tahun 2008, Program Studi Agama dan Lintas Budaya, Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Universitas Gadjah Mada, Desember 2008, hlm. 5 http://www.pajak.go.id/index.php? option=com_content&view=article&id=8305:tahun-2009-beban-cukai-naik-7-persenkamis-11-desember-2008&catid=91:berita&Itemid=182 Puguh B Irawan, Dampak Penggunaan Tembakau Terhadap Kemiskinan di Indonesia, Indonesian Forum of Parliamentarian on Population and Development, Ibid Potensi Zakat Triliunan Rupiah, Jakarta, Kompas, Selasa, 30 September 2008, http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/30/00185540/potensi.zakat.triliunan.rupiah Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Februari 2009, hlm. 5 http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/ekonomi-syariah/1243-evaluasi-banksyariah-2008-
12
LAMPIRAN 1 ELASTISITAS KONSUMSI ROKOK
Tabel 1. Pengaruh Perubahan Harga Terhadap Konsumsi Rokok per Perokok tahun
Harga
Qty /perokok
∆ Qty
∆ Price
faktor elastis
elastisitas
2002
250
3,007
10%
2%
4.1
elastis
2001
244
3,302
9%
44%
0.2
inelastis
2000
137
3,599
4%
12%
0.3
inelastis
1999
120
3,739
8%
32%
0.2
inelastis
1998
82
4,029
17%
17%
1.0
elastis unitary
1997
68
3,335
7%
15%
0.5
inelastis
1996
58
3,580
6%
9%
0.7
inelastis
1995
53
3,379
8%
8%
1.1
elastis
1994
49
3,097
10%
10%
1.0
elastis unitary
1993
44
2,775
8%
2%
3.3
elastis
1992
43
2,566
2%
21%
0.1
inelastis
1991
34
2,504
17%
12%
1.4
elastis
1990
30
2,919
Kurva 1. Tingkat Konsumsi Rokok per Tahun pada Tingkat Harga Tertentu
Harga Rokok per batang
300
0 -
2,000 4,000 Jum lah Konsum si Rokok per perokok per tahun
13
LAMPIRAN 2 PENGOLAHAN DATA MENGGUNAKAN SPSS
1. Y = Jumlah Batang, X = Jumlah Penduduk Y = -27479.4693 + 1153.460 X SE (98169.40) (479.03) t (-0.279) (2.407) R2 = 25,4% 2. Y = Jumlah Batang, X = GDP IDR Y = 194856.686 + 0.0018 X SE (11934.760) (0.0013) t (16.326) (1.4312) 2 R = 10,8% 3. Y = Jumlah Batang, X1 = Jumlah Penduduk, X2 = GDP IDR Y = -505678.214 + 3734.569 X1 - 0.006 X2 SE (233720.487) (1244.864) (0.0030) t (-2.163) (2.9999) (-2.2109) 2 R = 42,9% 4. Y = LN (Jumlah Batang), X = LN (Jumlah Penduduk) Y = 5.4799 + 1.2701 X SE (2.4734) (0.4650) t (2.2155) (2.7311) R2 = 30,5% 5. Y = LN (Jumlah Batang), X = LN (GDP IDR) Y = 10.7762 + 0.0943 X SE (0.5903) (0.0381) t (18.2538) (2.4744) R2 = 26,5% 6. Y = LN (Jumlah Batang), X1 = LN (Jumlah Penduduk), X2 = LN (GDP IDR) Y = -9.2791 + 4.8937 X1 - 0.2918 X2 SE (13.3358) (3.2511) (0.2592) t (-0.6958) (1.5052) (-1.1259) R2 = 35,6%
14