SURAT UNTUK UMAT ISLAM
Bekasi, 15 Desember 2013 Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh. Ust. Drs. H. Lukman Hakim.
MENGKAJI ULANG Tafsir Istilah BID’AH
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh. Kita semua telah menyaksikan perpecahan umat islam di Timur Tengah antara lain di Irak, Afghanistan, Libanon, Suriah dll., mereka saling bunuh sesama umat islam karena diadu domba oleh pihak yang tidak menyukai islam. Perpecahan ini sangat mungkin terjadi di Indonesia yang disebabkan tafsir istilah “Bid’ah“ yang simpang siur. Dengan adanya tafsir yang simpang siur ini telah dimanfaatkan oleh suatu kelompok untuk menakut-nakuti, mengadu domba dan memecah belah umat islam dengan tuduhan bid’ah, tidak sesuai sunnah, berdosa besar, masuk neraka dll. Kelompok ini sangat tidak suka bila umat Islam hidup damai dan sejahtera. Karena itu dimohon kepada para ulama, ustaz, muslimin, muslimat agar berhati-hati dan segera mengkaji ulang tafsir istilah bid’ah ini untuk melindungi umat islam dari perpecahan saat ini dan generasi yang akan datang agar tidak menyesal dikemudian hari. Demikian atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih, semoga Allah melindungi dan mengampuni kita semua, amin.
Ust. Drs. H. Lukman Hakim
Kepada Yth, Kaum muslimin dan muslimat.
Mengkaji Ulang Tafsir Istilah “Bid’ah” Jangan Biarkan Umat Islam Ditakut-Takuti, Diadu Domba Dan Dipecah Belah Dengan Tuduhan Bid’ah karya Ust. Drs. H. Lukman Hakim Copyright © 2014, Ust. Drs. H. Lukman Hakim Hak Cipta Dilindungi Undang-undang All Rights Reserved Pewajah Sampul & Isi: CreatiFast Penyunting: Tim Link Consulting Cetakan I: Januari 2014 HIMAPA (Himpunan Masyarakat Peduli Akhlak) Website : www. shalatkhusyuk3t.com E-mail :
[email protected]
SURAT UNTUK UMAT ISLAM Kepada Yth, Kaum muslimin dan muslimat. Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh. Kita semua telah menyaksikan perpecahan umat islam di Timur Tengah antara lain di Irak, Afghanistan, Libanon, Suriah dll., mereka saling bunuh sesama umat islam karena diadu domba oleh pihak yang tidak menyukai islam. Perpecahan ini sangat mungkin terjadi di Indonesia yang disebabkan tafsir istilah “Bid’ah“ yang simpang siur. Dengan adanya tafsir yang simpang siur ini telah dimanfaatkan oleh suatu kelompok untuk menakut-nakuti, mengadu domba dan memecah belah umat islam dengan tuduhan bid’ah, tidak sesuai sunnah, berdosa besar, masuk neraka dll. Kelompok ini sangat tidak suka bila umat islam hidup damai dan sejahtera. Karena itu dimohon kepada para ulama, ustaz, muslimin, muslimat agar berhati-hati dan segera mengkaji ulang tafsir istilah bid’ah ini untuk melindungi umat islam dari perpecahan saat ini dan generasi yang akan datang agar tidak menyesal dikemudian hari. Demikian atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih, semoga Allah melindungi dan mengampuni kita semua, amin. Bekasi, 15 Desember 2013 Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh. Ust. Drs. H. Lukman Hakim.
AMANAT PENULIS : MOHON BUKU INI DIBACA BERGILIRAN ANTAR PENGURUS MASJID, USTAZ, USTAZAH ATAU DIPERBANYAK SEBAGAI WUJUD AMAL SALEH ANDA, SEMOGA ALLAH MEMBALAS AMAL ANDA DENGAN PAHALA YANG BERLIPAT GANDA Buku ini dapat diperbanyak, tanpa seizin penulis.
iv
Daftar Isi Pendahuluan — 1
• Tuduhan bid’ah kepada satu kelompok menimbulkan kebencian dan perpecahan ... 1 • Keprihatinan yang mendalam ... 4 • Dosa besar dan fitnah bila salah memahami dan menuduh bid’ah dholalah ... 8 • Perlunya mengkaji ulang tafsir istilah bid’ah ... 9 Mengutamakan Persatuan dan Persaudaraan — 15
• Utamakan persatuan dan persudaraan ... 15 • Kedudukan Al Qur’an, Hadis dan Pendapat Ulama ... 16 Permasalahan Istilah Bid’ah di Masyarakat — 25
• Yasinan, Tahlilan, Berzikir, Qunut ... 25 • Solusi masalah ... 28 • Menurut anda yang mana yang lebih baik ? ... 33 • Sikap bijaksana dalam bermasyarakat ... 34 v
Pengertian dan Penafsiran Bid’ah — 37
• Bid’ah dholalah (sesat) ... 37 • Bid’ah hasanah (baik) ... 37 • Perdebatan panjang para pakar agama tentang bid’ah ... 38 • Pendapat-pendapat yang membolehkan bid’ah hasanah (baik) ... 41 • Ruang lingkup pembahasan bid’ah dholalah harus dikaji lebih luas ... 43 • Taklid buta dan tekstual ... 45 • Melakukan sesuatu sesuai hadis tapi disalahkan ... 46 • Menjatuhkan vonis (hukuman) berlebihan adalah tindakan zalim ... 47 • Muhammad Rasulullah yang bijaksana ... 48 • Berijtihad selalu pahala walau salah ... 49 • Menggunakan akal sehat ... 53 • Beberapa hal berikut ini dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan ... 53 • Beberapa mubaligh yang insyaf ... 56 Kesimpulan — 59 Biodata Penulis — 61
vi
HATI-HATI !!!!!
Hendaknya kita semua berhati-hati memahami dan menuduh orang lain melakukan bid’ah dholalah karena hukumannya berat yaitu azab api neraka. “BILA KITA SALAH MEMAHAMI DAN MENUDUH BID’AH DHOLALAH MAKA KITA TELAH MELAKUKAN DOSA BESAR DAN FITNAH” ...selanjutnya dapat dibaca di halaman 8
vii
viii
BAB 1
Pendahuluan Tuduhan bid’ah kepada satu kelompok menimbulkan kebencian dan perpecahan. Perlunya mengkaji ulang tafsir istilah bid’ah ini disebabkan adanya dampak negatif yang dirasakan sebagian umat islam karena istilah ini. Tafsir istilah bid’ah yang beragam dan simpang siur sering kali menimbulkan konflik-konflik dikalangan umat islam. Ada sebagian mesjid yang semula dihadiri banyak orang menjadi sepi karena istilah bid’ah. Satu kelompok menyerang kelompok yang lain dengan tuduhan bid’ah dholalah (sesat) sementara yang dituduh merasa melakukan perbuatan baik yang diperintahkan Allah. Orang yang dituduh bid’ah itu merasa sakit hati akhirnya timbullah kebencian satu sama lain. Ada sebuah desa yang semula hidup bergotong royong dalam menangani kematian akhirnya saling mencela satu sama lain. Hubungan mereka menjadi kurang harmonis karena istilah ini. Bila hal ini dibiarkan akan terjadi 1
konflik di masyarakat dari generasi ke generasi. Saling tuduh bid’ah ini bisa menimbulkan kebencian bahkan saling bunuh antar aliran keagamaan sebagaimana yang terjadi di Timur Tengah saat ini seperti di Irak, Afghanistan, Libanon, Suriah dll. Ratusan ribu umat islam menjadi korban karena kebencian sesama umat islam sehingga mudah diadu domba oleh orang yang membenci islam. Ini kesalahan umat islam sendiri. Hal ini juga yang menjadi faktor utama penyebab umat islam semakin terpuruk dari masa ke masa. Kita tidak ingin hal ini terjadi di Indonesia, tetapi bila dibiarkan dari generasi ke generasi, tidak mustahil Indonesia akan seperti di Timur Tengah. Dampak negatif lain dari istilah bid’ah ini dapat menyebabkan sekelompok orang menjadi sangat fanatik dan radikal terkadang melahirkan terorisme baru. Kelompok ini bisa dimanfaatkan pihak tertentu untuk memecah belah dan memperburuk citra umat islam di mata internasional. Kesemuanya itu akan sangat merugikan umat islam secara keseluruhan dari generasi ke generasi. Biasanya aliran ini selalu merasa paling benar, merasa yang paling berhak masuk surga dan yang lain salah. Menyalahkan yang tidak sepaham
2
dengan menggunakan istilah sesat, bid’ah, tidak sesuai sunnah dan lain-lain. Ada kelompok yang katanya berjuang memberantas bid’ah dholalah tetapi caranya membuat bid’ah dholalah yang baru. Kelompok ini melarang apa yang tidak dilarang oleh Al Qur’an dan hadis, bahkan sering kali melarang perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan dengan dalih tidak ada hadisnya. Selain itu gemar menuduh orang lain melakukan bid’ah dholalah tetapi tidak menyadari bahwa dia telah melakukan yang lebih buruk dari itu. Bila kita melihat lebih jauh, saat ini terdapat banyak sekali aliran islam yang tumbuh subur jumlahnya mencapai ratusan aliran. Setiap aliran mengikuti cara pandang ulamanya masing-masing. Setiap ulama memiliki panutan ulama sebelumnya sehingga pemikiran dan tafsirnyapun seperti ulama panutannya. Aliran-aliran islam yang banyak pengikutnya adalah Sunni, Syiah, Wahabi, Salafi, Ajaran Tasawuf, Pandangan Ormas Nahdlatul Ulama, Pandangan Ormas Muhammadiyah, Tarikat Qodariah, Naqsabandiyah dan sebagainya. Bila setiap aliran menuduh aliran yang lain sebagai bid’ah dholalah dan tidak sesuai sunnah maka akan terjadi kekacauan yang luar biasa dikalangan umat islam.
3
Keprihatinan yang mendalam. Tulisan ini terinspirasi setelah menyaksikan fenomena umat islam yang merasa resah dan gelisah karena merasa disudutkan dengan tuduhan bid’ah. Penulis sangat prihatin dengan keadaan ini, umat islam bingung karena pertentangan dan perbedaan pandangan para ulamanya. Marilah kita merenung apakah kita akan membiarkan umat islam dalam keadaan bingung selamanya. Ada suatu lingkungan yang masyarakatnya hidup penuh kedamaian, tiba-tiba berubah setelah munculnya istilah bid’ah ini. Sifat mereka yang semula ramah dan senang berkumpul berubah menjadi egois, yang semula saling menghormati berubah menjadi suka mencela, yang semula rendah hati berubah menjadi sombong merasa paling benar. Rasa persaudaraan yang telah dibangun bertahun-tahun hancur dalam sekejap mata. Orang beribadah menjadi serba takut, kreatifitas beramal salehpun menjadi hilang. Ilustrasi berikut ini dapat menjadi bahan renungan. Ada sekelompok orang yang sedang bergairah belajar ilmu agama, mereka bersemangat melaksanakan amal saleh, tiba-tiba semangatnya menurun dan sangat ketakutan, kreatifitasnya mati dan bingung disebabkan kata bid’ah. Mereka adalah kaum perempuan yang kurang pendidikannya, nenek-nenek dan kakek-kakek, 4
orang-orang yang baru belajar islam bahkan ada diantaranya yang mualaf. Cara belajar Al Qur’an yang mereka lakukan menghafal secara bersama-sama, maklumlah mereka tidak sehebat orang-orang tamatan pesantren atau sarjana IAIN, mereka hanya punya waktu sedikit, pengajianpun hanya seminggu sekali, hanya cara itu yang dapat mereka lakukan. Tiba-tiba terdengar kata “bid’ah” yang menakutkan, katanya “tidak ada dalilnya ngaji dengan cara bersama-sama, siapa yang melakukan akan masuk neraka”. Setelah mendengar kata-kata ini mereka yang baru belajar itu lari tunggang langgang ketakutan. Kata bid’ah menjadi monster yang mengerikan. Para jamaah yang baru belajar Al Qur’an ini merasa ketakutan memeluk agama islam, karena mereka berpikir seakan-akan Tuhan umat islam begitu kejam, akan menyiksa didalam neraka orang-orang yang baru belajar Al Qur’an, padahal mereka merasa tidak berbuat jahat, tidak syirik, tidak merusak, tidak zinah, tidak mencuri dan tidak berbuat dosa lainnya yang dilarang Allah. Karena tuduhan bid’ah seperti ini, akhirnya perkumpulan dan persaudaraan hilang seketika kemudian berubah menjadi saling curiga, saling mencela, hubungan bathin antara sesama muslim menjadi kurang harmonis karena sebagian dari mereka
5
merasa paling berhak masuk surga, sedangkan yang lain merasa tersudutkan karena divonis masuk neraka. Akhirnya orang mualaf kembali keagamanya, sebagian orang muslim menjadi murtad karena kebingungan. Vonis “bid’ah” yang membabi buta ini menjadi mesin pembunuh kreatifitas dalam beramal saleh, bahkan ada orang yang tidak suka dengan islam menjadikannya sebagai alat efektif untuk mengadu domba dan memecah belah umat islam. Kita perlu mewaspadai keadaan ini secara bersama-sama. Ada sebagian orang memanfaatkan kata “bid’ah” untuk kepentingan tertentu. Ada sekelompok jamaah pengajian yang belajar cukup lama, kelompok ini diketuai oleh sesorang ustaz yang disegani. Suatu saat muridnya mencoba berguru kepada orang lain untuk menambah wawasan, murid ini pun semakin pandai karena banyak gurunya. Rupanya pelajaran agama yang diperoleh dari orang lain sedikit berbeda dan lebih mudah diterapkan. Ilmu dari orang lain tidak dimiliki oleh gurunya yang lama, maklumlah semua manusia tidak sempurna, ada kelebihan dan kekurangannya. Melihat keadaan ini sang guru merasa khawatir muridnya akan berkurang, akhirnya sang gurupun mengeluarkan senjata pamungkas yang menakutkan yaitu fatwa “bid’ah” kepada ajaran orang lain sebagai cara mempertahankan kepentingannya. 6
Ilustrasi lainnya, ada seorang pengusaha ingin mencari kekayaan dengan cara menebang kayu illegal didalam hutan. Tetapi mereka harus menghadapi para santri yang suka datang kedalam hutan. Pengusaha ini sangat kebingungan bagaimana caranya agar santri tidak masuk hutan. Akhirnya sang pengusaha berinisiatif mendekati guru para santri tersebut untuk mendukung idenya. Sang gurupun mulai membatasi ruang gerak muridnya agar tidak masuk kedalam hutan dengan mengeluarkan fatwa “Mendekati hutan itu bid’ah karena tidak ada hadisnya”. Para santripun menjadi ketakutan tak ada yang berani masuk hutan, maka sang pengusaha dengan leluasa menebang hutan tanpa ada masalah lagi.
7
Dosa besar dan fitnah bila salah memahami dan menuduh bid’ah dholalah. Hendaknya kita semua berhati-hati menuduh orang lain melakukan bid’ah dholalah karena hukumannya berat yaitu azab api neraka.
“Bila salah memahami dan menuduh bid’ah dholalah maka kita telah melakukan dosa besar dan fitnah” Karena tuduhan yang salah ini akan menjadi fitnah yangmenimbulkan kebencian dan kekacauan yang berarti kita telah mengadu domba dan memecah belah umat islam. Firman Allah dalam surat Al Baqarah (2) : 191 : “Fitnah lebih kejam dari pembunuhan”. Boleh jadi yang dituduh bid’ah dholalah adalah orang yang shaleh dihadapan Allah. Tuduhan bid’ah dholalah yang salah, sama dengan melakukan fitnah keji seperti menuduh orang yang baik dan tidak bersalah sebagai pembunuh, penzina, pencuri, perampok yang diancam api neraka. Coba renungkan jika tuduhan ini dialamatkan kepada kita sebagai orang yang baik. Apa yang kita rasakan ?. Mungkin saja kita hanya ikut-ikutan atau ditakut-takuti ustaz sedangkan kita tidak memahami secara mendalam makna bid’ah dholalah yang sebenarnya. Ini akan membahayakan diri sendiri. Hati-hati.
8
Perlunya mengkaji ulang tafsir istilah bid’ah. Tafsir tentang istilah bid’ah ini masih simpang siur, sehingga perlu dikaji secara serius dan mendalam, hal ini untuk menghindari dampak negatif yang ditimbulkan. Saat ini ada tiga kelompok yang memberikan tafsir istilah bid’ah yaitu : Kelompok pertama adalah yang berpedoman bahwa bid’ah hanya bid’ah dholalah (bid’ah sesat) sesuai hadis “.... dan setiap bid’ah itu adalah sesat”. (HR. Muslim, lihat halaman 35). Kelompok ini beralasan ingin melakukan permurnian ajaran islam sehingga semua amal ibadah harus ada contohnya dari Rasulullah SAW. Dalam pandangan kelompok ini bid’ah hasanah tidak ada. Walaupun demikian kelompok ini menerima perbedaan-perbedaan pandangan dalam cara ibadah sepanjang ada dasarnya dan tidak bertentangan dengan hadis dan Al Qur’an. Kelompok ini menafsirkan bid’ah sesat yaitu bid’ah yang dilakukan bertentangan dengan Al Qur’an dan hadis, mengandung kemusyrikan, memecah belah dan membahayakan kesatuan umat islam serta cenderung merusak kehidupan. Bila tidak bertentangan dengan hal tersebut, semuanya boleh dilakukan. Karena itu walaupun ingin memurnikan ajaran islam, kelompok ini sangat toleran terhadap perbedaan pandangan dan 9
tidak pernah menuduh pihak lain melakukan bid’ah dholalah. Semua perbuatan baik diletakkan sesuai porsinya. Kelompok kedua sama dengan kelompok pertama, tetapi kelompok ini selain berpedoman kepada hadis tersebut diatas juga mempertimbangkan nasehat sahabat Nabi, Umar bin Khattab yaitu adanya bid’ah hasanah (bid’ah yang baik). (HR. Imam Malik dan Imam Bukhari, lihat halaman 35). Kelompok ini berpandangan bahwa Rasulullah menganjurkan untuk mengikuti sunnah Khalifah dan cerdik pandai yang telah mendapat bimbingan langsung dari Rasulullah. (HR. Ibnu Majah, lihat halaman 48-49). Alasan lain mengikuti bimbingan Khalifah Umar bin Khattab adalah bahwa beliau adalah sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Tentunya derajat keimanan dan ketaqwaan beliau jauh lebih tinggi dibanding ulama-ulama lain. Karena itu pandangan Umar bin Khattab layak dijadikan pegangan. Bila kita bersedia mengambil referensi dari para ulama biasa, tentunya kita akan lebih menghormati referensi dari Umar bin Khattab sebagai rujukan. Kelompok ini biasanya lebih dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan pandangan, lebih cerdas membuat inovasi dalam berdakwah, lebih sejuk dalam pergaulan. Hal ini telah dibuktikan melalui keberhasilan Wali 10
Songo dalam merubah masyarakat yang beragama hindu, budha menjadi masyarakat muslim dalam waktu yang relatif cepat. Strategi yang dilakukan Wali Songo dalam mengislamkan pulau jawa adalah dakwah melalui kebudayaan yaitu mengisi kebudayaan hindu, budha dengan ajaran islam. Suatu prestasi yang luar biasa karena mengikuti referensi dari Umar bin Khattab yaitu adanya bid’ah hasanah. Kelompok ketiga yaitu kelompok yang berusaha menakut-nakuti, mengadu domba dan memecah belah umat islam dengan istilah bid’ah dholalah. Kelompok ini biasanya banyak menuduh orang lain melakukan bid’ah dholalah. Bila ada kelompok yang tidak sesuai dengan pandangannya maka kelompok ini langsung menuduh bid’ah dholalah (sesat). Kelompok ini biasanya cenderung radikal dan fanatik, merasa paling sempurna dalam ibadah, merasa paling sesuai sunnah Nabi. Dalam dakwahnya mengutamakan untuk memberantas bid’ah dengan cara menuduh orang lain berbuat bid’ah dholalah. Kelompok ini berusaha mencari pengikut sebanyak-banyaknya, tidak memperdulikan kesatuan umat, mengabaikan persaudaraan muslim. Kebenaran yang dianut adalah kebenaran menurut kelompoknya sendiri dan kelompok lain adalah bid’ah. Kelompok ini seringkali dimanfaatkan oleh orang yang membenci islam agar menyerang kelompok lain 11
untuk diadu domba. Banyak orang awam yang kurang memahami islam mudah dipengaruhi oleh kelompok ini. Prinsip yang dipakai dalam menafsirkan istilah bid’ah dan sering disalah gunakan adalah sebagai berikut : • Yang ada adalah bid’ah dholalah (sesat), sedangkan bid’ah hasanah tidak ada. • Bila tidak ada contoh dari Rasulullah SAW, maka berarti bid’ah dholalah sesat. • Semua ibadah dilarang kecuali yang dicontohkan nabi, semua muamalah diperbolehkan kecuali yang dilarang. • Bila sesorang melakukan perbuatan baik menurut Al Qur’an tetapi tidak ada hadisnya maka perbuatan itu dianggap sebagai bid’ah dholalah (sesat), dosa besar, masuk neraka. Ketiga kelompok tersebut di atas memberikan pelajaran kepada kita bahwa walaupun hadisnya sama, didefinisikan hampir sama, ditafsirkan hampir sama, tetapi dipahami berbeda, diterapkan berbeda, dijelaskan berbeda, didakwahkan berbeda, memberikan hasil yang berbeda, bisa memberikan hasil positif, juga bisa memberikan hasil negatif. Karena banyaknya perbedaan penafsiran istilah bid’ah dan adanya kelompok yang memanfaatkan situasi untuk menakut-nakuti, mengadu domba dan 12
memecah belah yang membahayakan persatuan umat islam maka dihimbau kepada para ulama, kyai, ustaz, ustazah, murid-murid, muslimin dan muslimah untuk mengkaji ulang pemahaman dan tafsir istilah bid’ah.
y
13
14
BAB 2
Mengutamakan Persatuan dan Persaudaraan Utamakan persatuan dan persudaraan. Tema dalam tulisan ini diharapkan dapat menghindari salah faham dalam penafsiran istilah “bid’ah”, karena kesalahfahaman bisa membahayakan persatuan, menebar kebencian dan merusak benih-benih persaudaraan diantara sesama umat islam. Kita menyadari bahwa persatuan dan persaudaraan wajib diwujudkan oleh umat islam, barang siapa yang menghancurkan dan memecah belah maka mereka itu telah mendurhakai Allah sebagaimana firmanNya : “Dan berpeganglah kamu semua pada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada 15
ditepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayatayatNya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” [QS. Ali Imran (3) : 103]. “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua Saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” [QS. Al Hujuraat (49) : 10].
Kedudukan Al Qur’an, Hadis dan Pendapat Ulama Kita semua memahami bahwa umat islam wajib berpedoman kepada Al Qur’an dan hadis Rasulullah. Kedudukan yang tertinggi dan utama adalah Al Qur’an dan yang kedua adalah hadis. Al Qur’an menjadi rujukan utama yang pelaksanaannya dijelaskan oleh hadis. Bila ada hadis yang bertentangan dengan isi Al Qur’an maka yang dijadikan rujukan utama adalah Al Qur’an, sehingga hadis yang demikian perlu dikaji ulang kebenarannya. Kedudukan hadis tidak sejajar dengan Al Qur’an yang berarti bila kita ingin memahami makna hadis yang sebenarnya harus terlebih dahulu memahami isi Al Qur’an secara kaffah. Bila kedudukan Al Qur’an disejajarkan dengan hadis maka orang bisa berpegang kepada hadis yang terlepas dari Al Qur’an. Atau bila 16
hadis dijadikan pegangan utama walaupun bertentangan dengan Al Qur’an maka akan menimbulkan permasalahan baru yang berakibat perpecahan dikalangan umat islam. Contohnya adalah Tafsir istilah bid’ah. Sumber istilah bid’ah berasal dari hadis. Kemudian istilah bid’ah ini telah ditafsirkan beraneka ragam oleh para ulama. Tafsir yang beraneka ragam tentang bid’ah ini adalah hal biasa tetapi bila perbedaan tafsir ini memecah belah umat islam pasti tafsir ini keliru dan kita harus segera bertaubat. Tafsir istilah bid’ah yang benar adalah yang pada akhirnya akan mempersatukan umat islam. Kita harus segera kembali kepada Al Qur’an, tentunya memerlukan bimbingan para ulama, namun demikian para ulama memiliki tafsir yang berbeda beda tergantung ilmu ulama tersebut. Boleh jadi tafsir ulama terdahulu dikoreksi oleh tafsir ulama yang kemudian, atau tafsir ulama terdahulu dilengkapi oleh tafsir ulama kemudian. Kebenaran yang mutlak adalah Al Qur’an bukan tafsir. Kebenaran mutlak kandungan isi Al Qur’an hanya diketahui oleh Rasulullah. Sebagai umat islam tentu kita menghargai dan menjujung tinggi pandangan para ulama, karena melalui merekalah kita belajar, melalui mereka kita memperoleh ilmu, kita wajib menghormati para ulama kita, kita wajib mendo’akan para ulama kita, kita wajib mendukung 17
sepenuhnya para ulama kita. Sebagai umat islam yang berpedoman kepada Al Qur’an dan hadis kita harus bisa menempatkan kedudukan Al Qur’an, Al Hadis, Tafsir Ulama dan pandangan lainnya secara tepat. Pandangan yang berpihak secara berlebihan kepada kelompok ulama tertentu saja dan mencela pandangan ulama yang lain bisa membahayakan persatuan dan persaudaraan umat islam. Jumlah ulama ribuan, bahkan jutaan, ada yang terkenal dan banyak pengikutnya ada juga yang tidak. Ada ulama yang bersih hatinya dan ada juga yang tidak. Ada ulama yang pandai, bersih hatinya, ilmunya sangat tinggi, dekat dengan Allah, hidayahNya terus mengalir, tetapi tidak dikenal orang. Ada juga ulama yang sangat berpengaruh pada umatnya dan bersemangat mengajarkan pandangan dan pendapatnya, tetapi tanpa disadari pandangan dan pendapatnya menimbulkan perpecahan diantara umat. Sebagai umat islam sebaiknya kita mampu melihat dengan pikiran yang jernih dan hati yang bersih. Pada zaman ini kita dihadapkan dengan banyak persoalan dan keterpurukan umat islam yang mudah diadu domba sehingga umat islam semakin terpuruk karena perpecahan. Sebagian besar perpecahan umat islam disebabkan pandangan yang merasa paling benar,
18
paling suci, paling lurus aqidahnya, yang lain bid’ah, kafir, menyimpang, sesat dan sebagainya. Keadaan seperti ini yang menyebabkan umat islam terpecah belah, karena itu kita kembali diingatkan Al Qur’an agar tidak merendahkan orang lain, boleh jadi mereka yang berbeda lebih baik dari kita, boleh jadi kita yang keliru sebagaimana firmanNya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” [QS. An Nahl (16) : 125]. “Hai orang-orang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) ......”
“Hai orang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain….” [QS. Al Hujuraat (49) : 11 – 12].
19
“….dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [QS. Al Anfaal (8) : 46]. Sebenarnya penulis tidak berpihak kepada yang pro dan kontra tentang istilah bid’ah. Penulis hanya mengingatkan dampak negatifnya terhadap ratusan juta umat islam di Indonesia. Istilah bid’ah yang tidak disikapi secara bijaksana bisa menyebabkan umat islam terpecah belah dan persaudaraan terganggu. Istilah bid’ah hanya satu dari puluhan ribu hadis, namun hadis yang satu ini bisa menimbulkan masalah besar bagi umat islam karena sering dipergunakan untuk memvonis atau menghukum bersalah kelompok lain. Kita perlu menyadari bahwa terlalu banyak ayat Al Qur’an dan hadis yang perlu disosialisasikan kepada umat islam untuk membangun persaudaraan dan kasih sayang. Ada sekelompok orang yang terjebak pada satu hadis tentang bid’ah ini, mereka menjadikannya sebagai subyek utama dalam dakwah, hal ini sangat membahayakan persatuan umat islam. Dampak negatif dari istilah bid’ah sangat dirasakan oleh masyarakat awam yang jumlahnya mencapai ratusan juta orang. Istilah ini menjadi sangat penting 20
diperhatikan karena bid’ah merupakan bentuk kezaliman yang hukumannya neraka, vonis bid’ah ini tidak main-main. Yang menjadi masalah, ada sebagian orang atau kelompok tertentu memperalat hadis ini untuk menghukum sesama muslim. Bahkan tuduhan bid’ah sudah merambah kemana-mana dan tidak terkendali lagi. Orang yang baikpun terkena tuduhan bid’ah yang tidak jelas. Dalam polemik ini sebagian orang mengklaim hanya kelompoknyalah yang paling benar dan berhak masuk surga sedangkan yang lain masuk neraka. Bila setiap orang memegang prinsip ini maka dampaknya sangat berbahaya bagi kehidupan umat islam secara keseluruhan. Perlu kita ketahui bersama bahwa pikiran satu orang dengan orang lain pasti berbeda, keadaan ini sudah menjadi takdir Allah yang tidak bisa diubah. Contohnya seorang hakim bisa berbeda dalam memutuskan perkara. Hakim yang satu membebaskan hukuman tetapi hakim yang lain menghukum sangat berat, padahal mereka belajar ilmu hukum yang sama, tempat yang sama, guru yang sama. Apalagi pelajaran agama yang sangat luas cakupannya dan memerlukan penafsiran yang dalam. Seperti yang kita yakini bahwa Al Qur’an adalah firman Tuhan Yang Maha Mulia, tentunya memerlukan pengkajian yang lebih luas dan mendalam. Dalam menafsirkan Al Qur’an sangat dimungkinkan setiap 21
ahli agama berbeda pendapat. Bila masalah agama disikapi dengan hati yang bersih, pikiran yang jernih, terbebas dari rasa sombong dan merasa paling benar, maka setiap perbedaan akan menjadi masukan berharga yang saling melengkapi satu sama lain diantara sesama muslim. Tetapi bila masalah agama disikapi dengan hati yang kotor, merasa paling sempurna, memaksakan kehendak, akan terjadi malapetaka. Memang benar bid’ah dan kesesatan itu ada di dunia ini tetapi untuk menjatuhkan vonis bid’ah dholalah tidak semudah itu, perlu pengkajian yang mendalam dan menyeluruh, bila perlu melibatkan ulama sedunia. Karena itu hendaknya kita semua berhati-hati, jangan bicara asal bunyi atau ikut-ikutan yang akhirnya akan merusak persatuan umat islam, menzalimi diri sendiri dan orang lain. Bagi mereka yang memvonis bid’ah dholalah kepada orang lain tanpa memahami secara mendalam atau hanya ikut-ikutan kata guru, ustaz, orang lain (taklid buta), tanpa pengetahuan yang haq akan dimintai pertanggung jawabannya sebagaimana firman Allah SWT : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungan jawabnya.” [QS. Al Isra (17) : 36]. 22
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, ‘ini halal dan ini haram’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengadakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” [QS. An Nahl (16) : 116]. Dalam penjelasan ringkasan Tafsir Ibnu Katsir oleh Muhammad Nasib Ar-Rifa’i halaman 1073, disebutkan : Kemudian Allah melarang hamba-Nya menempuh jalan kaum musyrikin yang menghalalkan dan mengharamkan makanan hanya berdasarkan penjelasan mereka semata dan mengharamkan nama-nama yang mereka istilahkan sendiri seperti bahirah, saibah, washilah dan haam yang mereka ciptakan pada masa jahiliah. Maka Allah berfirman : “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, ‘ini halal dan ini haram’, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah”, termasuk dalam kategori ini ialah apa yang mereka ciptakan sebagai bid’ah, halalkan dan haramkan.
y 23
24
BAB 3
Permasalahan Istilah Bid’ah di Masyarakat Yasinan, Tahlilan, Berzikir, Qunut. Yang penulis ketahui, tuduhan bid’ah ditujukan kepada orang yang suka membaca Al Qur’an surat Yasin, yang menjalankan shalat dengan do’a Qunut, yang suka Tahlilan. Tuduhan ini kemudian berkembang kepada orang yang suka melakukan zikrullah bersama, bersalaman setelah shalat, berzikir bersuara setelah shalat, belajar membaca tulisan Al Qur’an dengan metode iqro dan hal-hal lain dengan alasan tidak ada tuntunannya dari Rasulullah. Karena tuduhan bid’ah ini, banyak keluarga yang semula rukun menjadi bertengkar, masyarakat yang tadinya rukun dan damai menjadi saling membenci. Masalah lain yang sangat memprihatinkan adalah banyak orang yang menjauh dari shalat dan berzikir karena takut dituduh bid’ah. Suatu saat ada seseorang yang sedang melaksanakan shalat, dalam keadaan lelah 25
dan mengantuk, matanya terpejam. Kemudian ada orang lain yang sangat fanatik menegurnya dengan mengatakan anda telah melakukan bid’ah dholalah karena shalat memejamkan mata yang tidak ada hadisnya. Kemudian pada saat yang lain dia shalat dengan membelalakkan matanya namun diapun tetap ditegur dengan alasan bid’ah dan masuk neraka karena shalat membelalakkan mata tidak ada hadisnya. Dilain waktu dia merubah lagi shalatnya dengan mengedip-ngedipkan mata, tetapi juga ditegur bid’ah masuk neraka karena pada saat shalat matanya berkedip-kedip tidak ada hadisnya, akhirnya orang tersebut sangat bingung dan ketakutan kemudian meninggalkan shalat sama sekali. Ada kasus lain yaitu seseorang dituduh bid’ah dan masuk neraka karena membaca istighfar sebanyak 17 kali sedangkan dalam hadis disebutkan Rasulullah membaca istighfar 3 kali setelah shalat, ada juga 70 kali atau seratus kali. Membaca istighfar 17 kali tidak ada hadisnya, karena ketakutan akhirnya tidak lagi membaca istighfar. Demikian juga orang yang membaca subhanallah, alhamdulillah, Allahu Akbar sebanyak 40 kali karena lupa, seharusnya dalam hadis 33 kali, maka membaca sebanyak 40 kali adalah bid’ah dan masuk neraka. Yang sulit dimengerti oleh orang awam adalah, mengapa tuduhan perbuatan zalim, sesat (bid’ah 26
dholalah) atau perbuatan dosa ini ditujukan kepada orang yang suka belajar Al Qur’an, suka shalat, suka berzikir, tidak musyrik, tidak kafir, tidak munafik, tidak fasik, tidak murtad, tidak memakan barang haram, tidak merugikan orang lain, tidak berzina dan tidak melakukan dosa lainnya berdasarkan Al Qur’an. Bisa jadi orang yang suka memvonis bid’ah ini sebagai akibat dari ketaatan buta (taklid buta) kepada seseorang hingga akal sehatnya tidak dapat bekerja dengan baik dan sulit berpikir jernih. Bila keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, suatu saat akan sangat berbahaya bagi kehidupan umat islam. Banyak yang tidak menyadari bahwa bid’ah dholalah itu sebenarnya ditujukan kepada perbuatan yang merusak kehidupan dan kemusyrikan, sehingga pantas hukumannya neraka jahannam, tetapi tuduhan bid’ah dholalah ini sering dialamatkan kepada orang yang melakukan perbuatan baik dan bermanfaat serta tidak musyrik, misalnya membaca Al Qur’an surat Yasin, Tahlil, Tahmid, zikir dan sebagainya. Oleh karena itu bila kita keliru menempatkan istilah bid’ah dholalah ini akan membahayakan diri kita sendiri.
27
Solusi masalah. Seputar membaca Al Qur’an surat Yasin sebagai berikut : • Ajaran islam tidak pernah melarang orang membaca Al Qur’an surat Yasin, bahkan Allah dan Rasul-Nya memerintahkan membaca Al Qur’an surat apa saja. • Ada sebagian pandangan seolah-olah surat Yasin terlalu diistimewakan sehingga dikultuskan, dikhawatirkan umat islam cenderung pasif, tidak mau belajar Al Qur’an surat yang lain. Pandangan ini hanya menduga-duga, solusinya adalah berikan pandangan kepada orang yang suka membaca Yasin dengan cara yang baik bahwa umat islam harus belajar lebih baik lagi. Tingkatkan pengetahuannya tentang islam hingga memahami islam secara kaffah, bukan disudutkan dengan tuduhan bid’ah, tuduhan ini sangat berlebihan dan tidak proporsional. • Ada kasus lain yang penulis alami yaitu seseorang yang menyalahgunakan penafsiran Al Qur’an untuk menyerang orang lain. Duapuluh tahun yang lalu penulis pernah ditegur oleh seseorang untuk menghentikan pembacaan Al Qur’an surat Yasin, alasannya pembacaan Al Qur’an surat Yasin merupakan warisan nenek moyang dan leluhur yang tidak ada hadisnya. Kemudian saya bertanya adakah dalil larangan dari Al Qur’an, mereka menunjukkan 28
surat Al Baqarah (2) : ayat 170 : “Dan apabila dikatakan kepada mereka ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah’ mereka menjawab : ‘(Tidak ), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami’ (Apakah mereka akan mengikuti juga ). Walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk ?”. Mereka beranggapan bahwa pembacaan Al Qur’an surat Yasin adalah warisan nenek moyang yang dilarang Al Qur’an sesuai surat tersebut diatas. Apakah kesimpulan pelarangan ini benar ?. Marilah kita lihat kebenarannya melalui kutipan Asbabunnuzul ayat ini sebagai berikut : Dalam suatu riwayat ditemukan bahwa turunnya ayat tersebut diatas [Q.S. Al Baqarah (2) : 170] sehubungan dengan ajakan Rasulullah SAW kepada kaum yahudi untuk masuk islam, memberikan kabar gembira dan memperingatkan mereka akan siksaan Allah serta azabNya. Rafi’ bin Huraimalah dan Malik Bin Auf dari kaum yahudi menjawab ajakan ini dengan berkata : “Hai Muhammad kami akan mengikuti jejak nenek moyang kami, karena mereka lebih pintar dan lebih baik dari pada kami ”, ayat
29
ini turun sebagai teguran kepada orang-orang yang hanya mengikuti jejak nenek moyangnya. Sebenarnya ayat ini ditujukan kepada orang yahudi atau non muslim agar masuk agama islam, yang dimaksud nenek moyang adalah nenek moyang agama yahudi, bukan untuk melarang dan mengintimidasi orang membaca Al Qur’an surat Yasin. Inilah yang terjadi dikalangan sebagian umat islam yang telah menyalahgunakan ayat Al Qur’an untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Kita perlu berpikir jernih, bisa jadi kita salah menempatkan hadis tentang bid’ah ini, bila kita salah menempatkannya maka kita sendiri yang akan menerima hukuman dari Allah. Seputar membaca Tahlil sebagai berikut : • Istilah Tahlilan banyak difahami orang sebagai acara do’a-do’a untuk orang meninggal dunia, yang dilanjutkan dengan ritual do’a sampai tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari dan seterusnya. Ritual ini mengadopsi ajaran agama hindu. Menurut sebagian orang acara ini tidak ada tuntunannya dari Rasulullah. Memang benar tidak ada tuntunannya, tetapi bila kita berpikir jernih, berhati bersih dalam melihat fakta bahwa sebenarnya tidak ada larangan membaca Tahlil, Tahmid, Tasbih. Bahkan zikrullah 30
diperintahkan Al Qur’an diwaktu duduk, berdiri dan berbaring. Berdasarkan hal ini, pembacaan Tahlil, Tahmid, Tasbih perlu dikembangkan lebih jauh lagi misalnya pada saat syukuran, saat pertemuan RT., RW. dan pada acara lainnya. Lebih jauh lagi sebaiknya membaca Tahlil, Tahmid dan Tasbih menjadi budaya bangsa, bukan dilarang membaca Tahlil, Tahmid dan Tasbih. • Yang menjadi masalah dalam tahlilan orang meninggal dunia adalah, sering kali keluarga yang berduka cita, terbebani kewajiban memberikan makan, minum, harus membayar upah orang-orang yang hadir membaca Tahlil. Biaya ini sangat besar dan memberatkan. Terkadang orang miskin harus berhutang, ada juga yang menjual rumahnya, anak yatim yang ditinggal orang tuanya semakin menderita. Membebani dan mempersulit keluarga yang ditinggalkan ini tidak sesuai dengan ajaran islam. Seharusnya orang-orang disekitarnya datang berbondong-bondong membantu, menolong orang yang sedang kesusahan bukan membebani. • Dalam masalah ini tampaknya ada percampuran antara haq dan bathil, tindakan yang bijaksana adalah membaca Tahlil, Tahmid, Tasbih perlu dikembangkan terus, sedangkan masalah makanan, minuman perlu dibantu oleh orang-orang sekitarnya. 31
• Kasus seperti ini harus diperlakukan secara adil dan bijaksana. Melarang orang membaca Tahlil, Tahmid, Tasbih adalah bertentangan dengan ajaran islam. Bila kita melarang seluruhnya atau menganggap Tahlilan adalah perbuatan dosa dan zalim (bid’ah), sungguh tidak tepat dan tidak adil. Membaca Tahlil diibaratkan sebagai sebuah rumah yang bagus sedangkan membebani biaya pada keluarga yang meninggal ibarat kotoran hewan. Keputusan menghukum Tahlilan sebagai bid’ah, sama saja dengan membakar rumah yang bagus. Yang bijaksana adalah membersihkan kotoran dari rumah tersebut. Seputar takziah orang meninggal : Pada suatu hari ada tetangga saya yang meninggal dunia, saya datang untuk ikut takziah, mengucapkan belasungkawa, saat itu saya melihat kaum ibu duduk mengelilingi mayat. Saya mengenal mereka dan kelompok pengajiannya, sikap mereka terbagi dalam tiga perilaku yaitu : • Yang pertama, membaca Al Qur’an diantaranya surat Yasin. • Yang kedua, mengobrol disamping mayat saat orang lain membaca Al Qur’an, bagi mereka lebih baik mengobrol dari pada membaca Al Qur’an surat Yasin karena membaca Al Qur’an surat Yasin didepan mayat adalah bid’ah dholalah, berdosa besar, masuk neraka. 32
• Yang ketiga, diam saja. Menurut anda yang mana yang lebih baik ? Ada kelompok yang menyatakan bahwa takziah orang meninggal dengan membaca Al Qur’an surat Yasin atau membaca tahlil, tahmid, tasbih adalah bid’ah dholalah, dosa besar, masuk neraka karena tidak ada hadisnya dan tidak dicontohkan Nabi. Coba kaji ulang apakah pandangan ini benar atau salah. Jangan sampai niat baik memberantas bid’ah dholalah malah terjerumus dalam membuat bid’ah dholalah jenis baru yang jauh lebih buruk yaitu melarang apa yang tidak dilarang oleh Al Qur’an dan hadis. Ada juga yang mewajibkan ceramah agama pada saat takziah. Apakah hal ini ada hadisnya atau tidak, jangan sampai membuat bid’ah baru. Permasalahan do’a Qunut dalam shalat dan permasalahan lainnya agar dipikirkan dengan hati yang bersih, pikiran yang jernih, tidak memihak, dan memohon bimbingan Allah agar tidak salah dalam menyikapi berbagai perbedaan pandangan. Dalam memahami makna ibadah di masyarakat sering terjadi salah faham, karena itu pertanyaan berikut ini menjadi bahan renungan kita bersama : • Apakah perlu pengkajian lebih mendalam tentang pengertian ibadah secara sempit dan secara luas ? 33
• Apakah boleh ditafsirkan berbeda-beda ? • Bagaimana penerapannya dalam masyarakat yang heterogen ? • Mungkinkah kita salah menafsirkan pandangan ini ? • Apa resikonya bila kita salah menafsirkan dan menerapkan pandangan ini ? • Apa akibatnya yang harus ditanggung seorang mubaligh bila salah menafsirkan dan menerapkan pandangan ini setelah didengar dan diikuti oleh ribuan umat islam?
Sikap bijaksana dalam bermasyarakat. Kita semua perlu menyadari bahwa Al Qur’an dan hadis adalah petunjuk yang agung dari Allah Yang Maha Agung, sedangkan manusia penuh dengan kekurangan sehingga mustahil dapat memahaminya secara sempurna. Setiap manusia diberikan Allah memiliki kelebihan dan kekurangan, lebih bijaksana bila kita saling mengisi, saling memberi, saling melengkapi. Tidak seharusnya kita bersikap sombong merasa paling sempurna dan merendahkan orang lain. Bisa jadi sifat-sifat ini menjadi salah satu penyebab kemunduran dan keterpurukan umat islam. Karena itu Allah SWT memberikan pengarahan agar kita perlu bertindak bijaksana dalam berdakwah sebagaimana firmanNya dalam Al Qur’an surat An
34
Nahl (16 ) : 125; Al Hujuraat (49) : 11 – 12 dan Al Anfaal (8) : 46. Berabad-abad lamanya umat islam terjerumus dalam pertentangan yang melelahkan dan tak berkesudahan, karena satu hadis yang multi tafsir bisa membuat umat islam saling bermusuhan. Kita perlu bertanya kepada diri sendiri mengapa satu hadis bid’ah ini dijadikan acuan utama padahal puluhan ribu hadis dan ribuan ayat Al Qur’an yang dapat membangun persaudaraan sejati justru diabaikan. Marilah kita renungkan bersama secara mendalam, jangan sampai salah langkah, salah melihat, salah menafsirkan, salah memvonis, salah menghukum. Kesalahan ini akan menimbulkan kehancuran lebih besar kepada umat islam secara keseluruhan. Satu hadis yang menimbulkan masalah besar itu adalah : “KULLU BID’ATIN DHOLALAH” artinya “setiap bid’ah itu sesat”. (Al Hadis ).
y
35
36
BAB 4
Pengertian dan Penafsiran Bid’ah Bid’ah dholalah (sesat) Rasulullah bersabda “.............dan setiap bid’ah itu adalah sesat”. (HR. Muslim) Rasulullah bersabda “...........dan setiap pelaku kesesatan itu berada dalam api neraka”. (HR. Imam Nasa’i) Rasulullah SAW telah bersabda “..............dan barang siapa membuat suatu bid’ah dengan bid’ah yang sesat (dholalah) yang tidak diridhoi oleh Allah dan RasulNya, maka baginya dosa seperti dosa yang mengamalkannya”. (HR. Imam Tirmidzi)
Bid’ah hasanah (baik) Sayidina Umar berkata “........ ini adalah bid’ah yang baik”. (HR. Imam Malik dan Imam Bukhari)
37
Perdebatan panjang para pakar agama tentang bid’ah. Setelah penulis mempelajari perdebatan panjang para pakar agama tentang bid’ah dholalah atau bid’ah hasanah, sungguh sangat menarik karena masing-masing memiliki dasar yang kuat dan logis. Sekian banyak dalil dan alasan hadis dan ayat Al Qur’an dikemukakan untuk mendukung pendapatnya masing-masing. Bila perdebatan para pakar hanya manggunakan dalil maka tidak akan pernah selesai sampai dunia kiamat. Namun yang pasti keputusan terakhir untuk masuk surga dan masuk neraka semuanya tergantung Allah SWT. Siapa yang tahu ? Bila perbedaan pandangan tentang bid’ah ini difahami oleh para ulama yang bersih hatinya, memiliki wawasan dan pemahaman luas serta bijaksana maka masalah bid’ah akan ditempatkan sesuai porsinya sebagai perbendaharaan ilmu yang bermanfaat. Namun bila ada yang mengaku ulama, namun hatinya belum bersih, wawasannya sangat sempit dan tidak bijaksana inilah awal bencana, ulama seperti ini akan menimbulkan permasalahan bagi umat islam, karena umat islam sebagian besar mempercayai dan mengikuti kata-kata ulama. Sebagai bahan pertimbangan marilah kita renungkan bersama beberapa hadis dan pendapat sebagian ulama tentang bid’ah dibawah ini : 38
Beberapa definisi bid’ah yang dikemukakan para ulama, antara lain : • Bid’ah adalah mengadakan sesuatu dengan tidak ada contoh terlebih dahulu. • Bid’ah adalah sesuatu perkara yang pertama adanya dan dibuat tanpa adanya contoh. • Bid’ah adalah mengadakan sesuatu yang sebelumnya tidak dibuat, tidak disebut-sebut dan tidak dikenal, dan lain-lain. • Bid’ah adalah sesuatu urusan yang baru dalam urusan agama islam, baik berupa akidah (kepercayaan), berupa ibadah, ataupun yang bercorak serupa ibadah yang belum pernah ada atau belum pernah terjadi di zaman Rasulullah dan di zaman para sahabatnya. Adanya pengurangan dan tambahan didalam urusan agama yang keduanya terjadi sesudah masa sahabat Nabi SAW. • Bid’ah yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah yang menyangkut ibadah, misalnya shalat dengan rukuk dua kali atau sujud sekali saja. Adapun hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, sekalipun banyak yang bid’ah, tetapi masuk dalam kategori bid’ah yang dibolehkan, bukan yang diharamkan. Para ulama membagi bid’ah menjadi 5 bagian, seperti halnya segala sesuatu masuk ke dalam salah satu dari kategori yang 5 itu, yaitu : wajib, sunnah, mubah (dibolehkan), makruh dan haram. 39
Pandangan Ulama yang dijadikan referensi kelompok tertentu 1. Imam Abu Hanifah 2. Imam Ibnu Taimiyah 3. Imam Ibnu Qoyyim Al Jauziah 4. Imam Asy-Syatibi 5. Imam Al Alamah Asy-Syamani 6. Imam Ibnu Hajar Al Asqalani 7. Imam Mulla Ahmad Rumi Al Hanafi 8. Imam Al Ajluni 9. Imam Syeikh Albani 10. Imam Syeikh Ali Mahfuzh dll. Pandangan Ulama yang dijadikan referensi kelompok tertentu lainnya 1. Imam Al Syafii 2. Imam Alamah Ibnu Athir 3. Imam Syeikh Daud al Fatani 4. Imam Al Nawaw 5. Imam Al Ghazali 6. Imam Al Hafizh Ibnu Hajar al Sayuti 7. Imam Al Syeikh Al Mula Ali Al Qani dll. Para pengikut dari masing-masing kelompok berusaha mempertahankan pendapatnya terkadang saling menyerang. 40
Pendapat-pendapat yang membolehkan bid’ah hasanah (baik) Sebagian ulama berpendapat bid’ah terbagi dua yaitu bid’ah hasanah/mahmudah (baik/terpuji) dan bid’ah sayyi’ah/dholalah/madzmumah/qabihah (bid’ah buruk/ sesat/tercela/jelek). Para ulama tersebut adalah : 1. Imam Muhammad bin idris Al Syafi’i (204 H) 2. Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Al Nawawi (676 H) 3. Imam Abd. Al Haqq Al Dahlawi 4. Imam Al Ghazali (505 H) 5. Imam Ibn Al Atsir Al Jazari (606 H) 6. Imam Ibn Al Andalusi (456 H) 7. dan lainnya Diantaranya menurut Imam Abd. Haqq Al Dahlawi berkata : “Ketahuilah olehmu setiap apa yang muncul setelah (zaman) Rasulullah SAW adalah bid’ah. Setiap bid’ah yang sesuai dengan pokok-pokok sunnah dan kaidah-kaidahnya atau dapat dianalogikan kepadanya, maka namanya bid’ah hasanah, dan setiap bid’ah yang menyalahinya, maka dia namanya bid’ah sayyiah dan dholalah”.
41
Imam Izzudin bin Abd Salam (660 H) berkata : “Pengertian bid’ah adalah mengerjakan sesuatu (amaliah) keagamaan yang tidak dijumpai pada masa Rasulullah SAW. Dan bid’ah itu terbagi kepada bid’ah wajib, bid’ah haram, bid’ah sunat, bid’ah makruh dan bid’ah mubah (boleh)”. Allah telah menganugerahkan kepada kita akal pikir dan hati, mari kita menggunakan hati yang bersih dan tidak memihak kepada siapapun serta menghindari taklid buta. Cobalah kita gunakan akal yang sehat, pikiran yang jernih untuk mencari hikmah dari polemik tentang bid’ah yang membuat masyarakat bingung. Beberapa syarat yang harus kita miliki dalam memahami perbedaan ini yaitu : 1. Hati yang bersih semata-mata hanya tertuju kepada Allah untuk bersyukur atas segala nikmatNya yang diberikan pada diri kita berupa akal pikir, hati dan perasaan positif. 2. Kita mencoba netral tidak memihak kepada ulama manapun yang berbeda pandangan. 3. Tidak memiliki kepentingan apa-apa didalamnya. 4. Mempelajari secara seksama dan mendalam atas permasalahan yang berkaitan dengan bid’ah.
42
5. Mengkaji secara komprehensif dan menyeluruh, pengarahan dari Al Qur’an maupun Al Hadis lainnya yang mungkin berkaitan secara filosofinya. 6. Melihat fakta dilapangan terhadap orang yang dituduh bid’ah dholalah maupun orang yang menuduh. 7. Selalu memohon perlindungan dan bimbingan Allah agar tidak dipengaruhi oleh hawa nafsu dan syaitan didalam diri kita. 8. Memastikan bahwa kreatifitas amal saleh yang dilakukan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar islam secara keseluruhan dan membawa kebaikan bagi umat islam secara keseluruhan. Kedelapan prasyarat ini harus kita miliki terlebih dahulu agar hasil kajiannya lebih berkualitas sehingga mendekati kebenaran.
Ruang lingkup pembahasan bid’ah dholalah harus dikaji lebih luas. Sebelum kita membahas kata bid’ah dari etimologis (bahasa) maupun terminologis (istilah agama), kita perlu menjawab beberapa pertanyaan dibawah ini : 1. Kapan Rasulullah bersabda ? 2. Mengapa Rasulullah bersabda ? 3. Apa tujuan dari pada sabdanya itu ?
43
4. 5. 6. 7. 8.
Apa filosofinya ? Apa esensi yang terkandung didalamnya ? Apa kaitannya dengan azab api neraka ? Seberapa besar dosanya yang melakukan bid’ah ? Besar mana dosanya dengan kekafiran, kemunafikan, kefasikan, kemusyrikan, pembunuhan, fitnah, mencuri dan dosa besar lainnya dibandingkan dengan bid’ah? 9. Bagaimana dengan orang yang dalam proses belajar ? 10. Bagaimana dengan orang sangat terbatas keadaan dan kemampuannya ? 11. Bagaimana dengan proses masuknya islam di Indonesia secara bertahap yang hampir seluruhnya bercampur dengan budaya animisme dan hindu ? 12. Bagaimana dengan sudut pandang yang berbeda karena setiap ulama memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda ? 13. Bagaimana dengan usaha syaitan didalam diri ulama supaya salah mengambil keputusan ? 14. Apakah Tuhan itu kejam ? 15. Apakah Tuhan itu Maha Kasih Sayang dan Pemaaf ? 16. Haruskah kita berlaku adil dalam menghukum orang lain ? 17. Bagaimana kalau ternyata kesimpulan kita salah ?
44
Taklid buta dan tekstual Bid’ah merupakan vonis (hukuman) berat yaitu masuk neraka, sungguh vonis yang sangat mengerikan, mungkin banyak yang tidak sadar akan hal ini. Bagi orang yang pemahamannya serba dalil, tekstual, terlulis, kata bid’ah ditafsirkan sebagai perbuatan/amalan yang tidak ada hadis tertulisnya. Orang yang berpikir seperti ini dibentuk oleh beberapa hal : 1. Hanya berpedoman kepada satu buku saja, sehingga tidak menemukan hadis tertulisnya padahal mungkin saja ada pada hadis lain yang belum diketahuinya, puluhan ribu hadis belum dibaca semuanya. 2. Taklid buta (apa kata gurunya dianggap Maha Benar.) 3. Ikut-ikutan lingkungannya, pokoknya bid’ah saya tidak peduli. 4. Sebagian orang tidak sadar bahwa untuk memvonis bid’ah harus memiliki pengetahuan yang luas khususnya memahami dengan baik seluruh isi Al Qur’an yang jumlah ayatnya ribuan dan memahami seluruh hadis yang jumlahnya puluhan ribu. Kadangkadang baru tahu satu hadis, dua ayat Al Qur’an dan beberapa potong hadis sudah berani memvonis bid’ah. 5. Sebenarnya tidak tahu tetapi sok tahu.
45
Melakukan sesuatu sesuai hadis tapi disalahkan. Pada suatu hari ada seorang melaksanakan wudhu seperti biasa membasuh muka, tangan, kepala, kemudian dia hanya mencuci kaki kirinya saja yang kanan tidak, maka orang-orang islam sekelilingnya heran dan mencap orang ini bid’ah karena hanya mencuci kaki kirinya saja. (benarkah ini bid’ah ?) Kemudian dijumpai pula seorang yang sedang melakukan shalat dan dia selalu membawa saputangan atau selendang disakunya. Saat shalat dia selalu membuang ludahnya disaputangannya dan dilipat-lipat dimasukannya ke sakunya. Saat ditanya kamu shalat selalu membuang ludah itu bid’ah dan jorok. (benarkah dia bid’ah ?) Ada seseorang yang buang air selalu membelakangi kiblat katanya ajaran nabi, apakah ini ajaran bid’ah ?, kata ulama seharusnya tidak demikian. Tugas anda mencari hadis yang tidak umum ini dari tumpukan dalil lebih dari 50.000 hadis yang layak dipercaya, kasus seperti ini adalah sebagian kecil dari jutaan masalah umat yang harus diselesaikan. (Renungkan)
46
Menjatuhkan vonis (hukuman) berlebihan adalah tindakan zalim. Vonis hukuman untuk orang yang berbuat bid’ah adalah kesesatan yang akhirnya adalah neraka, hukuman ini sangat berat. Mungkin sabda Rasulullah ” Kullu bid’atin dholalah ” ini ditujukan untuk menyelamatkan prinsipprinsip islam agar tidak disalahgunakan. Disamping itu untuk menjaga persatuan umat islam agar tidak simpang siur sehingga membahayakan eksistensi ajaran islam itu sendiri. Tetapi saat ini, kata bid’ah dipakai untuk memvonis umat islam lain yang tidak sejalan dengan pemikiran mereka, sedangkan sebagian yang lain untuk membuat pembenaran atas ajarannya sendiri, ada juga untuk mempertahankan jamaahnya. Bila kita keliru menjatuhkan vonis bid’ah kepada orang lain maka berarti kita menzalimi orang lain. Allah memerintahkan kepada kita untuk berbuat adil, menjaga persatuan umat, bertindak bijaksana, berkasih sayang terhadap sesama muslim dan seterusnya. Mari kita renungkan dan belajar lebih banyak agar kita tidak mudah menjatuhkan vonis berlebihan yang akhirnya membahayakan diri kita sendiri dan memecah belah umat islam. Memelihara persatuan umat islam adalah kewajiban kita bersama.
47
Muhammad Rasulullah yang bijaksana. Muhammad Rasulullah adalah seorang yang cerdas, berwawasan luas, lagi bijaksana, beliau mampu membuat strategi yang jitu dalam menghadapi musuh-musuh islam, beliau mampu memahami situasi dan kondisi, kapan beliau harus memutuskan sesuatu. Saat itu Rasulullah sedang berjuang menghadapi musuh-musuh islam baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam terdiri dari orang-orang munafik dan dari luar orang musyrik dan kafir. Musuh islam ini akan menghancurkan islam dengan segala cara diantaranya ada nabi palsu, wahyu palsu dan berbagai tipu muslihat lainnya. Pada saat itu wahyu Al Qur’an turun secara bertahap dan belum lengkap, sehingga ajaran islam belum sempurna. Tetapi musuh islam terus membuat-buat aturan yang tidak diketahui Nabi Muhammad yang mengatas namakan ajaran islam. Pada saat yang tepat Rasulullah bertindak tegas dengan menyampaikan sabdanya ”Setiap bid’ah adalah sesat” semua ajaran atau aturan yang tidak disyahkan oleh Rasulullah adalah sesat. Sabda Rasul ini ditujukan dalam rangka menyelamatkan ajaran islam yang murni agar tidak dicemarkan oleh kaum kafirin, munafikin dan musyrikin. Dengan demikian sabda Rasulullah tentang “bid’ah dholalah” itu berkaitan dengan sesuatu yang mengarah kepada 48
perbuatan musyrik, munafik, fasik, kafir yang akan menghancurkan islam. Walaupun demikian Rasulullah tidak membunuh kreatifitas amal saleh para sahabat beliau, hal ini terbukti cukup banyak kreatifitas amal saleh para sahabat yang sebelumnya tidak dilakukan oleh Rasulullah tetapi kemudian disetujui oleh Rasulullah misalnya : • Kalimat azan untuk menyeru orang melaksanakan shalat yang berlaku hingga saat ini. • Mengobati orang dengan membaca suratul Faatihah. • Shalat sunat setelah wudhu, dan banyak lagi yang lainnya. Setelah ajaran islam disempurnakan dan wahyu diterima Rasulullah seluruhnya, Rasulullahpun membuka kembali kesempatan kepada umatnya untuk membuat kreatifitas beramal saleh yang sejalan dengan prinsipprinsip islam sebagaimana hadis sebagai berikut :
Berijtihad selalu pahala walau salah. Rasulullah bersabda apabila seorang ahli hukum memutuskan hukum dengan ijtihadnya dan ternyata tepat ijtihadnya itu, maka baginya dua pahala. Dan apabila memutuskan hukum (dengan hasil ijtihadnya) ternyata keliru, maka baginya mendapat satu pahala. (HR. Imam Tirmidzi) 49
Memutuskan sendiri (berijtihad) : Rasulullah bersabda : “......... kalau kamu tidak menemukan dalam sunnah Rasulullah dan tidak pula ditemukan dalam Kitabullah bagaimana ?. Mu’adz menjawab, ketika itu saya akan berijtihad, mencurahkan segala pikiran saya tanpa ragu sedikitpun. Mendengar jawaban itu Rasulullah meletakkan tangannya ke dadanya seraya berkata. Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik kepada utusan Rasulullah sehingga menyenangkan hati Rasulullah”. (HR. Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi). KITAB IBNUMAJAH - HADIST NO. 42 Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin Dzakwan Ad Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al ‘Ala` berkata, telah menceritakan kepadaku Yahya bin Abi Al Mutha’ ia berkata; aku mendengar ‘Irbadl bin Sariyah berkata; “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri di tengah-tengah kami. Beliau memberi nasihat yang sangat menyentuh, membuat hati menjadi gemetar, dan airmata berlinangan. Lalu dikatakan; “Wahai Rasulullah, engkau telah memberikan nasihat kepada kami satu nasihat perpisahan, maka berilah kami 50
satu wasiyat.” Beliau bersabda: “Hendaklah kalian bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meski kepada seorang budak Habasyi. Dan sepeninggalku nanti, kalian akan melihat perselisihan yang sangat dahsyat, maka hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham, dan jangan sampai kalian mengikuti perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya semua bid’ah itu adalah sesat”. Dengan sikap Rasulullah yang bijaksana ini memungkinkan umat islam dapat membuat kreatifitas dalam amal saleh dan hal-hal yang bermanfaat bagi kemajuan dan perkembangan umat islam setelah beliau wafat (Ijtihad harus menguasai ilmunya yang mendalam). Ada beberapa contoh kreatifitas amal saleh yang dilakukan oleh umat islam yang belum ada di zaman Rasulullah, ternyata kreatifitas ini sangat bermanfaat bagi perkembangan ajaran islam serta meningkatkan persatuan umat yaitu : 1. Penetapan tahun hijriah. 2. Penetapan jadwal shalat. 3. Fatwa-fatwa ulama yang sebelumnya tidak ada di zaman Rasulullah.
51
4. Membukukan kitab suci Al Qur’an dengan mushaf Ustmani. 5. Menjadikan dua kali azan dalam shalat jum’at. 6. Menginstruksikan shalat tarawih sebulan penuh selama bulan Ramadhan. 7. Ajaran wali songo menyebarkan agama islam diawali dengan kesenian wayang, tahlilan orang meninggal, beradaptasi dengan tradisi-tradisi waktu itu, ternyata hasilnya sangat luar biasa. Indonesia menjadi mayoritas muslim tanpa pertumpahan darah sedikitpun dan bila walisongo tidak ada mungkin umat islam di pulau Jawa sekarang masih dalam keadaan kafir. 8. Musabaqah tilawatil Qur’an. 9. Peringatan Maulid Nabi Muhammad. 10. Peringatan Isra’ Mi’raj. 11. Dalam bidang hukum fiqih adanya ijma, qiyas, fatwa ulama yang sebelumnya tidak ada hadisnya atau belum ada di zaman Rasulullah. 12. Shalat dipesawat terbang. 13. Khutbah jum’at dalam bahasa Indonesia, sebelumnya dalam bahasa Arab. 14. Membaca Al Qur’an dengan metode Iqra’. 15. Baru-baru ini ulama Malaysia mengeluarkan fatwa tentang tata cara shalat di luar angkasa sehubungan salah satu astronautnya adalah seorang muslim di negara Malaysia. 52
Menggunakan akal sehat Sering kali kita kehilangan akal sehat pada saat menerima ajaran islam dari seorang guru atau ustaz, kita sering terkecoh karena bahasa Arab yang bagus dan sebagainya. Perlu diketahui bahwa sehebat apapun bahasa Arabnya ada kemungkinan manusia bisa keliru karena lupa, khilaf, terpengaruh hawa nafsu, dikuasai tipu daya syaitan. Orang-orang musyrik, munafik, fasik, kafir bahkan ada diantaranya adalah orang Arab seperti Abu Jahal dan Abu lahab. Mungkin kita sering mendengar sebuah kejadian yang sangat ironi yaitu seorang pakar agama islam runtuh imannya karena berhadapan dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu hendaknya kita semua menggunakan akal sehat dalam belajar agama islam dan menghindari taklid buta.
Beberapa hal berikut ini dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan : • Didalam ajaran islam, kita mengenal dosa-dosa besar seperti Kafir, Musyrik, Munafik, Fasik, membunuh, mencuri, memfitnah, memakan yang haram, menyebabkan kerusakan besar bagi kehidupan serta kejahatan lainnya yang dikategorikan dengan hal tersebut, atau merencanakan dan mendorong terjadinya hal tersebut. Bid’ah yang sesat adalah 53
bid’ah yang akan membahayakan ajaran islam dan menimbulkan berbagai macam kerusakan, mengancam persatuan umat islam dan menjurus kepada kekafiran, kemunafikan, kemusyrikan dan kefasikan. • Bid’ah dholalah berbeda dengan orang memiliki gagasan dan ide-ide besar dalam menumbuhkan kreatifitas dalam beramal saleh yang dapat mengembangkan ajaran islam. Mereka berdakwah dengan bijaksana dan memberikan pencerahan kepada umat islam sesuai keadaannya. Merekapun mampu beradaptasi dengan lingkungannya dalam melakukan proses pembelajaran. Semua kreatifitasnya memberi manfaat besar bagi kemajuan umat islam. Sering kali perjuangan mereka disalah artikan oleh orang tertentu dengan bid’ah. • Bila kita keliru dalam menjatuhkan vonis bid’ah kepada orang lain maka kita termasuk orang yang zalim dan menzalimi sesama umat islam. Akhirnya kita sendirilah yang berdosa besar. Renungkanlah ilustrasi diatas, banyak masyarakat yang resah dan ketakutan yang akhirnya menjauhi islam karena dituduh bid’ah yang tidak sepantasnya. Hati-hati.
54
Kembali gunakan akal sehat apakah layak vonis bid’ah dholalah dijatuhkan kepada orang yang sedang dalam proses belajar ?, misalnya : • Belajar membaca surat Yasin bersama. • Belajar membaca Al Qur’an bersama. • Belajar menghafal Al Qur’an bersama. • Belajar membaca Al Qur’an dengan metode Iqra’. • Belajar berzikir bersama. • Belajar menghibur orang yang terkena musibah dengan Tahlil dan Tahmid. • Belajar ilmu nahu, syaraf, ilmu ini belum ada dijaman Rasulullah. • Belajar mempersatukan umat, menambah ilmu serta mencegah umat dari kegiatan negatif melalui peringatan isro’ mi’raj, maulid nabi, musabaqah tilawatil Qur’an dll. • Belajar menentukan waktu Idul Fitri dengan metode hisab, sedangkan di zaman Rasulullah dengan metode ru’yatul hilal. Mungkin suatu saat bisa dicari metode yang lebih baik lagi. • Belajar shalat dengan buku seadanya kemudian suatu saat disempurnakan dengan hadis yang lebih sempurna. • Belajar meningkatkan shalat khusuk dengan penghayatan dan penjiwaan surat Al Faatihah, serta zikir dan penyadaran diri dengan pelatihan khusus. • Dan lain-lain. 55
• Kemungkinan akan muncul kreatifitas amal saleh lainnya, misalnya berzikir waktu badminton, tenis, golf, nyopir, rekreasi, ulang tahun, dan seribu satu macam model zikir yang tujuannya agar tidak mudah lupa kepada Allah, model ini belum ada di zaman Rasulullah. Bagi siapapun yang telah terlanjur menjatuhkan vonis “dosa besar” kepada orang lain padahal mereka baru belajar dan belum sempurna hendaknya segera bertaubat, mungkin saja kita keliru dalam menafsirkan kata bid’ah.
Beberapa mubaligh yang insyaf. Saya pernah menjumpai beberapa orang mubaligh yang begitu keras memvonis bid’ah kepada sebuah kelompok pengajian, namun setelah beberapa tahun kemudian saya bertemu kembali ternyata mubaligh tadi berbalik mengikuti kelompok yang ditentangnya tersebut. Saya bertanya kepada mereka mengapa anda sekarang mengikuti faham yang dahulu pernah anda vonis bid’ah dan masuk neraka. Mereka menjawab sederhana “dulu saya belum memahami”.
56
Dari kejadian ini dapat kita tarik hikmah, mungkin saja kita salah dalam memberikan vonis bid’ah. Sungguh hal ini sangat mengerikan, tapi ironinya vonis bid’ah ditimpakan kepada orang lain sedangkan yang memvonis tidak memahami dengan baik istilah bid’ah atau hanya sekedar ikut-ikutan.
y
57
58
BAB 5
K esimpulan 1. Keberadaan hadis “Kullu Bid’atin Dholala” ditujukan untuk melindungi umat islam dari perpecahan, penyalahgunaan, serta memagari umat islam dari membuat aturan yang dapat memecah belah umat islam. 2. Bisa jadi kita salah dalam memvonis bid’ah kepada orang lain, ini berarti kita telah melakukan bid’ah itu sendiri. 3. Bila diibaratkan umat islam dalam keadaan sakit yang disebabkan perpecahan, maka hadis ini berfungsi sebagai obat untuk mempersatukan umat islam. Tetapi bila dosisnya tidak tepat atau salah menggunakannya bisa jadi akan menjadi racun bagi umat islam itu sendiri. 4. Kita perlu berhati-hati, kata bid’ah yang disabdakan Rasulullah bukan untuk membunuh kreatifitas dalam beramal saleh, bukan untuk menghakimi orang lain, bukan untuk merendahkan orang lain, bukan 59
untuk membenarkan diri sendiri, bukan untuk mempertahankan jamaah, bukan untuk memecah belah umat, tetapi sebaliknya. 5. Hati-hati ada kelompok yang ingin memberantas bid’ah dengan membuat bid’ah dholalah yang baru. Kelompok ini melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh Al Qur’an dan hadis, menakut-nakuti, mengadu domba dan memecah belah umat islam dengan istilah bid’ah dholalah. Kelompok ini tidak menyadari bahwa dia telah melakukan yang lebih buruk dari bid’ah dholalah. 6. Beberapa kemungkinan adanya kesalahan dalam menyikapi kata “bid’ah dholalah” : • Mengatakan tidak ada hadisnya, ternyata hadisnya ada tetapi tidak tahu. • Sudut pandang dan penafsiran hadis yang berbeda. • Terlalu tekstual dan sudut pandang yang sempit. • Sifat egois dan tidak peduli pandangan orang lain. • Hati kurang bersih, ada kepentingan dan keberpihakan kepada pihak tertentu. • Terlalu dogmatis dan taklid buta sehingga tidak bisa menggunakan akal sehat.
y 60
Biodata Penulis Lukman Hakim lahir di Bandung, 15 Oktober 1956. Pendidikan terakhirnya adalah sarjana ekonomi. Selama lebih dari 20 tahun ia bekerja sebagai bankir di salah satu bank pemerintah, dan lebih dari dua tahun ia menjadi konsultan sebuah perusahaan di Malaysia. Minat Lukman Hakim pada muhasabah kehidupan dan kehausannya akan ilmu agama begitu besar. Ia banyak menghabiskan waktunya untuk membaca, berdiskusi, dan aktif mengikuti berbagai pengajian. Sikap yang kritis dan rasa ingin tahu yang selalu membara, menjadikan Lukman Hakim banyak memperoleh pengalaman kerohanian. Bertahun-tahun ia “mencari” Tuhan. Selama lebih dari 15 tahun ia terus-menerus merenung di tengah malam demi mendapatkan hikmah kehidupan dan mencari teknik shalat khusyuk. Untuk mewujudkan misinya yaitu dalam rangka membangun akhlak mulia bagi diri, keluarga dan masyarakat, Lukman Hakim bersama rekan-rekannya 61
memprakarsai pendirian Himpunan Masyarakat Peduli Akhlak (HIMAPA). Dalam posisinya sebagai pembina HIMAPA, ia pernah ditunjuk sebagai anggota tim perumus pelajaran budi pekerti tingkat nasional Sekolah Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (DEPDIKNAS RI). Saat ini Lukman Hakim aktif berdakwah melalui pengajian-pengajian, seminar, training dan pelatihan baik kepada masyarakat umum maupun institusi/ perusahaan, bahkan memberikan training/pelatihan kepada para guru/ustaz di beberapa pesantren ternama. Training dan pelatihan yang diadakan tidak hanya di wilayah Jabodetabek saja, tetapi telah diadakan di wilayah lain seperti Jambi, Muarobungo, Makassar hingga ke Malaysia diantaranya Ybs. pernah diundang untuk berceramah di Istana Perdana Menteri Malaysia. Disamping aktifitas sebagai penceramah dan pembicara, Lukman Hakim juga aktif menulis. Bukubuku yang telah diterbitkan antara lain adalah : • Cara Cepat Mencapai Shalat Khusyuk dengan Metode 3T (Tadabur, Tafakur, Tuma’ninah). • Terapi Qurani • Berkaca Diri • Sadar akan Hakekat Kehidupan • Ketentraman Hakiki
62
• • • •
Jalan Menuju Surga Berjumpa dengan Allah dalam Shalat Spiritual Based Management Grand Integrity.
Agar dakwah yang disampaikan mudah dipahami dan diterapkan, Lukman Hakim menciptakan beberapa metode yang praktis, diantaranya dalam bentuk Poster “Berkaca Diri” dan “Keindahan Islam” yang telah mendapatkan rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia untuk disebarluaskan ke seluruh Indonesia (Rek. MUI No.Rek/561/MUI.XII/2000 tanggal 18.12.2000).
y
63
Catatan ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ...........................................................................................................................................
Catatan ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ........................................................................................................................................... ...........................................................................................................................................