RISET STANDAR KEBUTUHAN HIDUP LAYAK (HAD KIFAYAH) DI INDONESIA
Abdillah Ahsan, SE, MSE Nur Hadi Wiyono, Ir, MSi Irfani Fithria SE. MSE,
Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Dompet Dhuafa 2013
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ..............................................................................................................i DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. iii DAFTAR PERSAMAAN ....................................................................................... iii BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Tujuan ......................................................................................................2 1.3. Ruang Lingkup ......................................................................................... 3 1.4. Metode .....................................................................................................3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 4 2.1. Maqasid al-Shari’ah................................................................................. 4 2.2. Had Kifayah dan Indikator Kemiskinan ............................................... 8 BAB 3 HASIL PENELITIAN ...................................... Error! Bookmark not defined. 3.1. Maqasid Syariah ................................................................................... 12 3.2. Unsur-Unsur Maqasid Shariah ............................................................. 15 3.2.1. Iman (Faith/Din) .......................................................................15 3.2.2. Kehidupan/ Diri Sendiri (Life/Nafs).........................................17 3.2.3. Intelektualitas/Pendidikan (Intelect/Aql) ................................ 18 3.2.4. Garis Keturunan/Keluarga (Posterity/Nasl) ............................ 20 3.2.5. Kekayaan/Ekonomi (Wealth/Mal) ..........................................22 3.3. Kesejahteraan Dalam Islam Dan Indikatornya ..................................27 3.4. Zakat Dan Had Kifayah ........................................................................31 3.5. Pengelolaan Zakat Di Indonesia .......................................................... 32 BAB 4 PENUTUP .................................................................................................36 4.1. Kesimpulan ............................................ Error! Bookmark not defined.
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 .............................................................................................................8 Gambar 3.1 ...........................................................................................................25
DAFTAR PERSAMAAN Persamaan 3.1. .....................................................................................................26
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 ................................................................................................................ 27
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tujuan akhir dari setiap program baik yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga non pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terlibat dalam suatu program. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pemerintah melalui kementerian
atau
lembaga/badan
telah
mengembangkan
ukuran
kesejahteraan.Menurut Undang-undang No 11 Tahun 2009, kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Peningkatan kesejahteraan ini dilaksanakan oleh beberapa kementerian yang terkait. Untuk itu, beberapa instansi pemerintah telah mengembangkan ukuran kesejahteraan misalnya BPS dan BKKBN. BPS membuat indikator kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah dengan ukuran antara lain: a. Tingkat pendapatan keluarga b. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan c. Tingkat pendidikan keluarga d. Tingkat kesehatan keluarga e. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga BKKBN mengembangkan indikator keluarga sejahtera yang membagi keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraannya yaitu: a. Prasejahtera, b. Sejahtera I, c. Sejahtera II, d. Sejahtera III, dan 1
e. Sejahtera III+ Namun indikator yang telah dibuat oleh pemerintah sering tidak sesuai dengan kondisi khas masyarakat,misalnya, kondisi perumahan atau preferensi makanan setempat dan tidak menyentuh konteks kemiskinan (misalnya, tidak ada dari indikator tersebut yang berhubungan dengan sumberdaya alam atau konteks sosial/modal sosial).
Bagi
Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) indikator tersebut belum lengkap karena tidak memasukkan unsur kualitas beragama bagi pemeluknya. Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) hingga saat ini masih belum memiliki indikator baku untuk menentukan secara obyektif penerima zakat yaitu fakir dan miskin. Salah satu tugas OPZ adalah menyalurkan program-program zakat ke kelompok masyarakat fakir dan miskin.Oleh karena itu, setiap OPZ wajib memiliki standar penilaian kesejahteraan objektif untuk mengatasi kemiskinan. Kesalahan dalam menentukan indikator akan menyebabkan ketidaktepatan penyaluran dan zakat. Penelitian ini akan difokuskan untuk menggali kebutuhan dasar yang diperlukan oleh setiap rumah tangga khususnya yang berada golongan sangat miskin untuk memenuhi kebutuhan (daruriat). Komponen kebutuhan dasar yang akan dianalisis dan dirumuskan dalam Maqasid Syariah yaitu a) Iman (din), b) Kehidupan ( Nafs), c) Intelektualitas ( Aql), d) Garis keturunan ( Nasl), e) Hak Milik (Mal). 1.2.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menentukan target sasaran OPZ berupa kriteria penentuan penduduk yang benar-benar miskin dan membutuhkan bantuan (had kifayah). Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai instrumen pemantauan kemiskinan yang handal sehingga memudahkan pengumpulan data dan memberikan hasil objetif dan cepat.Instrumen tersebut akan dapat mengidentifikasikan tingkat kesejahteraan rumah tangga dan memperlihatkan sejauh mana rumah tangga dapat memenuhi kebutuhan dasarnya pada masing-masing komponen.
2
1.3.
Ruang Lingkup
1. Mengkaji semua indikator kemiskinan/hidup layak 2. Membuat indikator kemiskinan (had kifayah) yang sesuai dengan kenyataan 3. Memasukkan unsur maqasit syariah (kesejahteraan secara islam) dalam pembuatan indikator kemiskinan 4. Menghasilkan laporan penelitian dan instrumen pembuatan indikator kemiskinan yang baru 1.4.
Metode
Untuk menggali persepsi nara sumber mengenai unsur-unsur maqosid shariah, dilakukan indepth interview dengan berbagai nara sumber antara lain Ikhwan Abidin (anggota Dewan Syariah – MUI), Ulil Abshor Abdalla (Intelektual Muda NU), Izzudin Abdul Manaf (Direktur Wafaa Indonesia).
Selain itu juga, juga dilakukan Focus Group
Discussion (FGD) dengan 5 kelompok sesuai dengan unsur Maqasid Shariah yaitu a. FGD Iman (agama/din) dengan nara sumber ustadz dan ahli agama, b. FGD Kehidupan/diri sendiri (life/nafs) dengan nara sumber penggiat HAM, c. FGD Intelektualitas (pendidikan/aql) dengan nara sumber peneliti di bidang pendidikan, d. FGD Garis keturunan (keluarga/nasl) dengan nara sumber psikolog keluarga e. FGD kekayaan/ekonomi (wealth/mal) dengan nara sumber ekonom dan ahli kemiskinan.
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Maqasid al-Shari’ah
Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah selalu memiliki maksud dan tujuan termasuk dengan menunjuk manusia sebagai makhluk yang memiliki akal yang diberi tanggung jawab sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi. Dalam rangka menjalankan tugas dan mengemban tanggung jawabnya tersebut, tentunya manusia membutuhkan visi dan strategi yang berkaitan dengan bagaimana mengelola bumi dan seisinya, dengan harapan dapat membawa kebaikan dan manfaat tidak hanya bagi manusia itu sendiri,akan tetapi juga untuk lingkungan sekitarnya. Oleh karena itulah, Allah SWT memberikan tuntunan dan syariat yang wajib dipatuhi oleh manusia dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai khalifah. Al-Qur’an telah banyak memberikan gambaran mengenai tujuan dan manfaat dari segala perintah dan larangan yang diperintahkan oleh Allah Swt di dalamnya, sehingga diharapkan manusia dapat menjadikan hukum-hukum dalam Al-Qur’an tersebut sebagai landasan dalam mencapai segala tujuannya baik dalam hubungan muamalah atau hubungan ibadah. Di dalam Islam, visi tersebut dituangkan dalam suatu definisi yang disebut dengan Maqasid al-Shari’ah. Maqasid al-Shari’ah didefinisikan sebagai tujuan dan sasaran dalam hukum Islam (kamali, 2008).Secara umum syariah didasarkan pada asas manfaat baik yang dapat dinikmati secara individu maupun secara sosial, sehingga tujuan hukum syariah tersebut adalah untuk melindungi kepentingan tersebut serta menyempurnakan kehidupan manusia di dunia. Para ulama secara umum mengelompokkan maqasid tersebut ke dalam 3 kategori utama yaitu : 1. Masalih yang penting (the essential masalih/daruriyyat)
4
Ada lima kepentingan yang harus selalu diutamakan dalam Islam yaitu iman (faith), kehidupan (life), garis keturunan (lineage), intelektualitas (intellect) dan kepemilikan/harta (property). Kelima nilai tersebut merupakan landasan utama yang dibutuhkan untuk membawa kebaikan dan kemaslahatan baik bagi individu maupun bagi kehidupan masyarakat secara luas. Oleh karena itulah, syariah dibutuhkan untuk memelihara nilai-nilai tersebut serta melakukan pengukuran mengenai bagaimana cara agar nilai-nilai tersebut tetap terjaga. Sebagai contohnya,syariah menganjurkan agar manusia bekerja dan berusaha dengan tujuan untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya serta memastikan bahwa segala aktivitas dan transaksi ekonomi yang dilakukan berjalan dengan baik sesuai tuntunan. 2. Manfaat komplementer (the complementary benefits/hajiyyat) Didefinisikan sebagai manfaat yang diperoleh untuk mengatasi kesulitan atau mendapatkan keringanan yang tidak menimbulkan ancaman atau dampak pada kehidupan atau kegiatan lain secara normal. Sebagai contohnya adalah adanya keringanan (rukhsah) untuk menjamak sholat bagi orang yang sedang sakit atau sedang bepergian. Hal ini dibolehkan secara syariah dengan tujuan untuk meringankan kesulitan akan tetapi hal tersebut tidak harus dilakukan jika orang yang bersangkutan mampu melakukannya secara normal. Dalam kegiatan ekonomi,syariah membolehkan adanya kegiatan menyewa dan meminjam dengan syarat dan kondisi tertentu. 3. Masalih Tahsiniyyat atau hanya sebagai pelengkap Tujuannya hanyalah untuk menyempurnaan kebiasaan dan perilaku manusia. Sebagai contohnya, selain lima sholat wajib yang harus dilakukan,seseorang juga diperbolehkan untuk melakukan sholat sunah lainnya sebagai pelengkap. Contoh lain adalah dalam sistem ekonomi, seorang warga negara wajib membayar pajak,orang terseb but juga diperbolehkan untuk melakukan sedekah atau memberikan sumbangan di luar pajak yang ia bayarkan tersebut. Lebih jauh lagi, maqasid juga dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tujuan umum (al-maqasid al-ammah) dan tujuan khusus (al-maqasid al-khassah).Tujuan umum adalah 5
segala tujuan yang menjadi karakteristik Islam dan syariah serta berlaku untuk semua aspek sedangkan tujuan khusus adalah tujuan yang berhubungan dengan masalah keluarga,transaksi keuangan,hubungan kerja dan sebagainya. Pengelompokkan lain secara binari juga membagi maqasid menjadi dua tujuan yang sebenarnya hampir sama yaitu tujuan definitif (al-maqasid al-qat’iyah) dan tujuan spekulasi (al-maqasid al-zanniyah). Tujuan yang pertama adalah seperti yang telah dituangkan dalam Al-Qur’an dan Sunah seperti perlindungan hak milik orang lain dan menghormati sesama,penegakan hukum dan sebagainya. Sedangkan tujuan spekulasi lebih banyak menimbulkan perdebatan dan perbedaan pendapat,misalnya tentang berapa minimal jumlah anggur yang dinilai dilarang karena menimbulkan efek yang memabukkan (Kamali,2008). Al – Shatibi juga mengelompokkan maqasid menjadi dua kelompok yaitu tujuan dari Tuhan sebagai pembuat hukum (maqasid al-shari’) dan tujuan manusia (maqasid almukallaf).Tujuan utama hukum yang dibuat oleh Tuhan adalah untuk menjaga kehormatan dan menyejahteraan manusia sedangkan dalam definisi yang kedua dapat dicontohkan dengan kegiatan mencari pekerjaan untuk mencapai tujuan utama yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam sejarahnya,pengelompokkan maqasid al-shari’ah pertama kali digunakan oleh Imam al-Haramayn al-Juwayni yang membagi maqasid al-shari’ah menjadi 3 kategori seperti yang telah disebutkan di atas dan dapat diterima secara luas (Kamali,2008). Ide tersebut kemudian dikembangkan oleh muridnya yang bernama Abu Hamid al-Ghazali melalui tulisannya yang berjudul Shifa’ al-Ghalil dan al-Mustafa. Ahli hukum lain seperti Maliki menambahkan satu faktor lagi yaitu memberikan perlindungan kehormatan (al‘ird). Meskipun terdapat berbagai perbedaan dalam kategori dan pengelompokkan maqasid al-shari’ah,akan tetapi secara umum pada dasarnya setiap pengelompokkan tersebut dibuat berdasarkan prioritas hak dan kewajiban yang dimiliki oleh manusia baik dalam hal beribadah maupun melakukan tugasnya sebagai makhluk sosial (Crane,2008),yang dapat dibagi sebagai berikut : A. Prinsip spiritual 6
1) Haqq al Din hak dan kewajiban untuk menyembah dan beribadah kepada Tuhannya. 2) Haqq al Nafs kewajiban untuk saling menghormati manusia sebagai individu 3) Haqq al Mahid kewajiban untuk menghormati aturan dan tatanan yang berlaku 4) Haqq al Nasl kewajiban untuk menghormati manusia sebagai suatu komunitas (memiliki keturunan) B. Prinsip Sosial 1) Haqq al Mal kewajiban untuk menghormati hak milik orang lain 2) Haqq al Hurriyah kewajiban untuk menghormati sistem politik 3) Haqq al ‘Ilm kewajiban untuk menghormati perbedaan pendapat 4) Haqq al Karama kewajiban untuk menghormati martabat orang lain dalam pergaulan sosial Imam Abu Hamid al-Ghazali menuliskan bahwa tujuan syariah harus mencakup lima tujuan yaitu: -
Iman (faith/din)
-
Kehidupan/ diri sendiri (life/nafs)
-
Intelektualitas (intelect/aql)
-
Garis keturunan (posterity/nasl)
-
Kekayaan (wealth/mal)
Iman atau keyakinan merupakan landasan yang paling utama karena dengan memiliki iman, manusia akan memiliki arah dan tujuan serta motivasi yang benar (Chapra, 2009). Selain itu, iman juga akan menjadi pedoman bagi materi pendidikan dan pembentukan moral serta iman akan menjadi landasan dalam rangka melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Manusia tidak hanya sebagai tujuan akhir pembangunan tetapi juga sekaligus sebagai alat atau penggerak pembangunan,maka tujuan akhir yang akan dicapai haruslah demi kebaikan dan kesejahteraan manusia itu sendiri. Sedangkan karena manusia juga sebagai penggerak pembangunan, maka manusia harus memiliki motivasi,karakter dan kemampuan untuk melakukan segala sesuatu untuk mencapai kesejahteraan tersebut. 7
Intelektualitas memiliki kaitan dengan iman. Intelektualitas akan semakin berkembang jika didukung oleh kualitas moral yang baik dengan tidak mengabaikan kualitas pendidikan. Faktor lain yang turut berpengaruh adalah lingkungan,keluarga dan masyarakat. Faktor selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah kekayaan. Jika seseorang tidak memiliki kekayaan, maka akan cenderung sulit baginya untuk mengenali atau mendapatkan keempat faktor yang lain. Selain itu,kekayaan memiliki hubungan yang erat dengan masalah pengelolaan keuangan. Dengan pengelolaan keuangan yang baik,maka kekayaan akan dapat berkembang. Di sisi lain, masalah kekayaan dan pengelolaan keuangan juga memiliki peranan yang penting dalam hubungannya dengan masalah keadilan. Tanpa adanya distribusi kekayaan yang adil dan merata maka masalah kemiskinan dan kesenjangan akan sulit dihilangkan.
Nafs Mal
The Human Din
Wealth
Faith Human Development &
Nasl
Well Being
Aql Intellect
Posterity Gambar 2.1
Maqasid al-Shari’ah dalam kaitannya dengan Pembangunan Manusia Sumber : Chapra,2009
2.2.
Had Kifayah dan Indikator Kemiskinan
Kemiskinan adalah masalah multidimensional yang selalu menjadi masalah yang dihadapi di berbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia. Masalah kemiskinan menjadi penting karena berkaitan dengan standar hidup layak seseorang dan akan berpengaruh dalam menentukan kualitas hidup seseorang. World Bank (2000) mendefisikan
8
kemiskinan sebagai keadaan dimana seseorang kehilangan kesejahteraan (deprivation of well-being). Menurut Laporan Index Pembangunan Manusia (IPM) yang dikeluarkan oleh UNDP,pada tahun 2012 Indonesia menduduki ranking ke 121 dari 187 negara dengan nilai IPM sebesar 0.629. Sejak tahun 2010, laporan IPM memperkenalkan index baru yang disebut dengan the Multidimensional Poverty Index (MPI) untuk mengukur dan mengidentifikasi kekurangan suatu rumah tangga dalam mendapatkan pendidikan, kesehatan dan standar hidup yang layak. Laporan IPM tahun 2011, menunjukkan data jumlah penduduk Indonesia yang hidup dalam kondisi multidimensional poverty adalah sebanyak 48.35 juta jiwa. Sedangkan berdasarkan data BPS, pada tahun 2011 jumlah penduduk yang berada di garis kemiskinan jumlahnya mencapai 29.89 juta jiwa.Kemiskinan memiliki berbagai macam definisi yang saling berbeda antara satu dengan lainnya. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan metode dan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti karakteristik demografi,ekonomi,politik dan budaya (Syauqi Beik,2012). Garis kemiskinan (GK) menurut definisi BPS diukur dengan menggunakan 2 komponen yaitu GK Makanan (GKM) dan GK bukan Makanan (GKNM).Komponen GK makanan yang digunakan adalah kebutuhan kalori dengan standar sebesar 2100 kkal/hari dan dengan besar pendapatan per kapita sebesar Rp 8.124,30/kapita/hari.Sedangkan komponen GKBM mencakup 47 komoditas di pedesaan dan 51 komoditas di daerah perkotaan. Dengan definisi resmi yang digunakan oleh BPS tersebut banyak yang berpendapat bahwa definisi tersebut memiliki kelemahan karena batasan atau indikator yang digunakan untuk mengukur kemiskinan tidak rasional karena angkanya dianggap terlalu rendah yaitu salah satunya hanya menggunakan batasan USD 0.86 per hari (Syauqi Beik,2012). Islam sebagai agama Rahmatan lil ‘alamin adalah agama yang memiliki nilai dan ajaran yang tidak hanya mencakup hubungan ibadah antara manusia dengan Tuhannya, tetapi Islam juga mengatur dan mencakup berbagai aspek kehidupan baik ekonomi, sosial, 9
politik dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan makroekonomi, Islam juga peduli dengan masalah kemiskinan.Lain halnya dengan standar garis kemiskinan yang digunakan oleh BPS, Islam memperkenalkan 2 pendekatan dalam mengukur garis kemiskinan. Pendekatan yang pertama adalah konsep had kifayah dan perhitungan nishab zakat. Had kifayah artinya Islam menggunakan batas kebutuhan hidup minimal sebagai perhitungan dalam mengukur garis kemiskinan. Perbedaan dengan pendekatan GK yang digunakan BPS adalah GK hanya fokus pada jumlah pendapatan minimal, sedangkan di sisi lain had kifayah lebih melihat pada standar kebutuhan minimal yang harus dipenuhi oleh seseorang dengan memperhatikan prinsip maqasid al-shariah (Jawhar, 2007). Dalam pelaksanaannya seharusnya penetapan besarnya had kifayah tersebut harus ditentukan oleh negara. Pemerintah bertanggung jawab untuk membuat dan menentukan standar hidup layak yang harus dipenuhi oleh seseorang dan indikator yang jelas untuk memasukkan seseorang ke dalam kategori miskin.
10
BAB 3 HASIL PENELITIAN
Mencapai hidup yang sejahtera merupakan tujuan utama yang ingin dicapai oleh masyarakat dan bangsa dimanapun mereka berada. Hal yang membedakan satu sama lain adalah bagaimana konsep kesejahteraan tersebut dipahami dan direaliasasikan. Dalam Islam tujuan utama yang ingin dicapai didefinisikan sebagai Maqasid alShari’ah.Secara umum syariah didasarkan pada asas manfaat baik yang dapat dinikmati secara individu maupun secara sosial, sehingga tujuan hukum syariah tersebut adalah untuk melindungi kepentingan tersebut serta menyempurnakan kehidupan manusia di dunia. Dengan kata lain, Islam adalah agama yang akan menjadi rahmat bagi semesta alam dengan melindungi dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan umat. Imam Abu Hamid al-Ghazali menuliskan bahwa tujuan syariah harus mencakup lima tujuan yaitu : -
Iman (faith/din) Jika suatu masyarakat tidak dibekali dengan landasan agama yang baik, maka dapat dipastikan bahwa tidak akan terbangun suatu peradaban yang baik karena masyarakatnya tidak dapat membedakan hal-hal yang baik dengan hal-hal yang buruk.
-
Kehidupan/ diri sendiri (life/nafs) Menjaga atau memelihara hak dan jiwa manusia baik berupa hak untuk hidup, keselamatan, kesehatan, ketenangan jiwa, akal dan ruhani
-
Intelektualitas (intelect/aql) Untuk menjaga intelektualitas dapat diwujudkan dengan terpenuhinya akses pendidikan yang layak bagi masyarakat juga diterapkannya berbagai norma yang menja masyarakat dari perbuatan yang merusak akal seperti pemakaian narkoba atau minum minuman keras. Jika suatu masyarakat tidak dibekali dengan landasan pendidikan yang baik, manusia tetap bisa menjaga kepantasan dan menjadi mahkluk yang memiliki ilmu dan budaya yang luhur. 11
-
Garis keturunan (posterity/nasl) Generasi penerus adalah generasi yang akan melanjutkan segala nilai-nilai yang telah diajarkan sebelumnya. Oleh karena itu kesucian dan keturunan yang baik melalui pernikahan yang sah dan benar merupakan salah satu hal yang juga wajib dilindungi oleh pemerintah
-
Kekayaan (wealth/mal)
Jika seseorang tidak memiliki kekayaan, maka akan cenderung sulit baginya untuk mengenali atau mendapatkan keempat faktor yang lain. 3.1.
MAQASID SYARIAH
Maqasid syariah adalah salah satu teori yang dikembangkan oleh para ahli hukum Islam.Sebenarnya ilmu Islam memiliki cabang yang sangat banyak dan teori maqasid syariah berhasil mengikat berbagai cabang ilmu tersebut menjadi lebih sederhana.Teori maqasid syariah yang banyak dipakai oleh semua mazhab adalah yang dikembangkan oleh Al-Shatibi.Beliau hidup pada abad ke-15 Masehi dan karya-karyanya sempat dilupakan untuk beberapa waktu yang lama karena dianggap terlalu bersifat teoritis.Hingga pada akhirnya ada seorang ahli hukum Islam dari Mesir yaitu Muhammad Abduh yang kemudian menghidupkan kembali teori maqasid syariah hingga akhirnya dikenal hingga sekarang. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi maka di dalam hukum-hukum Islam pun diperlukan adanya pembaharuan yang sesuai dengan kondisi saat ini.Salah satu aspek dalam melakukan pembaharuan tersebut adalah dengan melihat dan mengkaji kembali teori maqasid syariah.Pada hakikatnya segala hukum Islam sudah tertuang dalam Al-Qur’an, Hadist dan juga kesepakatan-kesepakatan ulama yang dituangkan dalam bentuk ijma’.Namun, dalam kehidupan sehari-hari masih banyak juga hal-hal yang belum mendapat kata sepakat baik dari para ulama maupun para ahli hukum Islam.Sehingga maqasid syariah merupakan salah satu infrastruktur yang diperlukan untuk menyesuaikan hukum-hukum Allah dalam pengertian yang lebih luas sesuai dengan tuntutan zaman saat ini.
12
Pada hakekatnya pengertian dari maqasid syariah adalah alasan mengapa kita hidup di dunia ini.Secara umum tujuan pokok tersebut adalah bertujuan untuk mencapai kemaslahatan umat secara bersama-sama. Hal-hal mendasar yang merupakan tujuan pokok dalam kehidupan yaitu : 1. Iman (din) 2. Kehidupan ( Nafs) 3. Intelektualitas ( Aql) 4. Garis keturunan ( Nasl) 5. Hak Milik ( Mal) Jika dalam kehidupan salah satu dari kelima hal tersebut di atas tidak terwujud maka hal-hal yang lain juga akan sulit untuk diwujudkan. Teori maqasid syariah dapat disejajarkan dengan konsep Asasi Manusia (HAM) yang saat ini juga merupakan salah satu isi hangat yang sedang diperbincangkan, bahkan teori maqasid syariah telah jauh ada bahkan sebelum dunia mengenal konsep HAM. Sebagai contoh, salah satu tujuan dalam unsur maqasid syariah adalah untuk melindungi agama/iman (din).Hal ini setara dengan salah satu konsep dalam HAM yang menyatakan bahwa manusia bebas dalam memilih keyakinan. Selain itu aspek lain dalam maqasid syariah adalah untuk melindungi harta atau kekayaan. Dalam konsep HAM hal ini dapat disetarakan dengan hak perlindungan terhadap properti yang dimiliki oleh seseorang. Aplikasi maqasid syariah dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contohnya terkait iman (agama/din). Jika suatu masyarakat tidak dibekali dengan landasan agama yang baik, maka dapat dipastikan bahwa tidak akan terbangun suatu peradaban yang baik karena masyarakatnya tidak dapat membedakan hal-hal yang baik dengan hal-hal yang buruk. Oleh karena itulah, khususnya bagi umat muslim, menerapkan dan mengamalkan prinsip-prinsip dalam maqasid syariah tersebut sangatlah penting untuk menjadi khalifah yang baik di muka bumi seperti yang telah ditugaskan oleh Allah SWT kepada kita.
13
Contoh lainnya adalah kita juga harus menjaga intelektualitas atau akal.Usaha yang dapat dilakukan oleh manusia dalam hal menjaga akal tersebut salah satunya adalah dengan belajar atau menuntut ilmu. Selain itu, usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan tidak minum minuman keras karena minuman keras dapat berbahaya bagi kesehatan tubuh juga khususnya akan mempengaruhi kesadaran akal. Hal tersebut kita lakukan supaya kita sebagai manusia tetap bisa menjaga kepantasan dan menjadi mahkluk yang memiliki ilmu dan budaya yang luhur. Al-Shatibi juga mengembangkan bahwa dalam syariat Islam terdapat 3 tingkatan dalam memelihara maqasid syariah tersebut. Tingkatan tersebut adalah : 1. Dzuriyyat memelihara hal mendasar 2. Hajiyyat lebih kepada kebutuhan yang bersifat sebagai pendukung ( sekunder) 3. Tahsiniyyat lebih sebagai penyempurna Dalam hal penerapan hukum-hukum Islam, segala pertimbangan yang dilakukan harus melihat ketiga tingkatan prioritas tersebut dan ketiga tingkatan tersebut digunakan oleh banyak ahli hukum Islam dalam menentukan hukum-hukum Islam. Tujuan – tujuan pokok tersebut yaitu iman, kehidupan, intelektualitas dan harga diri, akan sulit diwujudkan dan dilindungi jika faktor yang kelima yaitu harta tidak kita miliki. Sehingga manusia dianjurkan untuk memiliki harta yang cukup supaya dapat menjaga keempat hal pokok tersebut. Sebagai contoh: dalam melakukan ibadah ritual wajib umat muslim yaitu sholat, di dalamnya dianjurkan syarat-syarat bahwa sebaiknya umat muslim sebelum sholat harus membersihkan diri yang dimulai dari wudhu kemudian juga dianjurkan untuk mengenakan pakaian yang bersih dan pantas dan diharusan menutup aurat. Untuk dapat memenuhi hal tersebut seperti berpakaian pantas dan bersih, tentunya dibutuhkan biaya untuk dapat membeli keperluan tersebut. Penerapan maqasid syariah dalam kehidupan sehari-hari juga telah dilakukan pada zaman kekhalifahan khususnya kekhalifahan Umar bin Khattab. Meskipun pada saat itu belum berkembang teori maqasid syariah, akan tetapi dalam kenyataannya kekhalifahan Umar telah banyak melakukan perubahan hukum Islam yang pada prinsipnya sama dengan maqasid syariah. Salah satu kebijakan Umar adalah hal yang 14
diubah saat itu adalah kebijakan mengenai pembagian tanah rampasan perang.Pada zaman Umar, Islam telah berkembang dan berhasil menduduki wilayah yang sangat luas hingga ke daerah Mesopotamia (Irak saat ini).Pada zaman Rasulullah SAW, tanah yang diperoleh dari perang termasuk dalam kategori tanah Ghanimah (rampasan perang) dan hasilnya boleh dibagi-bagikan ke pasukan Islam yang ikut berperang saat itu. Akan tetapi, Umar berpikir jika kebijakan tersebut tetap diterapkan pada zamannya maka dapat menimbulkan rasa ketidakadilan. Selain itu, wilayah tanah yang dikuasai juga jumlahnya sangat besar dan luas sehingga dikhawatirkan pasukan Islam justru akan menjadi tuan-tuan tanah nantinya. Sehingga Umar mengeluarkan kebijakan baru yaitu hak kelola tanah tersebut diberikan kepada penduduk setempat, akan tetapi hasilnya akan dibagi melalui bagi hasil yang harus dibayarkan melalui baitul mal (kas negara). Kebijakan tersebut sempat mendapat banyak pertentangan dari kalangan umat Islam pada waktu itu, akan tetapi dalam periode berikutnya kebijakan tersebut justru diikuti oleh pemimpin-pemimpin berikutnya. 3.2.
UNSUR-UNSUR MAQASID SHARIAH
3.2.1. IMAN (FAITH/DIN) Beragama merupakan fitrah manusia untuk mengakui keberadaan Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.Dengan beragama hidup manusia diatur oleh ketentuan-ketentaun Allah melalui Rasulnya.Kualitas beragama seseorang merupakan hubungan langsung antara manausia dengan Allah sehingga sulit mengukur kualitas keberagamaan seseorang. Yang bisa diukur adalah perilaku ibadah yang dijalani seorang muslim. Jika akan dilakukan survei terhadap rumah tangga muslim mengenai kualitas keberagamaan, maka ukurannya bisa dilihat dari dua hal yaitu ibadah harian dan ibadah tahunan. Ibadah harian yang bisa dilihat adalah sholat: -
Apakah ikut sholat wajib secara jamaah di masjid/mushola
-
Apakah ikut sholat jumat di masjid
-
Apakah sholatnya “bolong-bolong” atau tidak
-
Apakah melakukan sholat 5 waktu
Ibadah tahunan misalnya puasa dan zakat 15
-
Apakah berpuasa ramadhan?
-
Apakah puasanya penuh atau “bolong-bolong”?
-
Apakah membayar zakat tahun ini? Apakah juga membayar zakat mal?
Ibadah seseorang bisa dilihat dari tiga yaitu: ibadah maqdoh, ibadah muamalat dan maliyah Indikator ibadah maqdoh: sholat, zakat, puasa, haji Indikator muamalat: bagaimana seseorang berinteraksi dengan tetangga: -
Apakah menyapa tetangga kalau keluar rumah
-
Apakah berkunjung kalau ada musibah di tetangga
-
Apakah ikut kegiatan sosial di lingkungan tetangga (arisan, kerja bakti dll)
Indikator maliyah: bagaimana seseorang berinteraksi dengan lingkungan pekerjaan: -
Apakah punya masalah bisnis atau pekerjaan dengan orang lain?
-
Apakah ada utang tidak dibayar
-
Memberikan informasi produk yang dijual secara benar
-
Komitmen terhadap waktu
-
Bagi karyawan: apakah mencapai target pekerjaan, tidak terlambat dalam bekerja
Apakah boleh zakat dengan bersyarat?
Misalnya seperti bantuan PKH (Program
Keluarga Harapan) dimana penerimanya harus memiliki anak usia sekolah atau balita, sehingga bantuannya diharapkan dipakai untuk keperluan anak-anak. Dalam memberikan zakat, indikator yang utama tetap ukuran finansial, yaitu ketidakmampuan mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Sepanjang seseorang berstatus
muslim dan miskin, ia berhak mendapatkan zakat, tidak mempedulikan sholeh atau tidak sholeh. Tapi memberikan zakat kepada yang orang miskin yang sholeh akan jauh lebih baik. Dengan demikian, diharapkan setelah menerima zakat kualitas ibadahnya meningkat dan begitu juga tingkat kesejahteraannya. Selain ibadah, ada kebajikan yang indikatornya adalah: -
Dapat memegang janji
-
Bersabar (yang merupakan proxy kematangan psikologis seseorang) 16
-
Berinteraksi yang baik dengan sesama manusia
Sholeh secara sosial dapat dilihat dari indikator: -
Bagaimana berinteraksi dengan tetangga
-
Saling menolong atau berbuat baik dengan tetangga
Aktif dalam kegiatan masyarakat. 3.2.2. KEHIDUPAN/ DIRI SENDIRI (LIFE/NAFS) Arti hifz nafs adalah melindungi nyawa, hak hidup orang dan larangan membunuh orang lain. Pembunuhan boleh dilakukan jika dilakukan dengan proses yang adil, misalnya negara berhak membunuh untuk menegakan keadilan. Dalam Islam hukum pembunuhan adalah “nyawa dibalas dengan nyawa” atau qisas. Nyawa dilindungi oleh berbagai aturan dalam agama: misalnya dilarang bunuh diri. Dalam beberapa kasus, KB (keluarga berencana) juga dilarang jika bermaksud untuk membunuh (namun hal ini masih kontroversi).Islam sangat menghormati kehidupan sehingga aturan mengenai perlindungan nyawa sangat rigid dan ketat. Nafs tidak hanya terbatas pada hak hidup/penghilangan nyawa, tapi lebih luas yaitu perlindungan terhadap masyarakat agar terhindar dari kematian juga bagian dari nafs.Dalam konteks pemerintahan, nafs juga berarti menyiapkan atribut yang bisa melindungi manusia, misalnya hak memperoleh pangan, kelayakan pangan, akses ke pangan dan makanan bergizi.Akses di sini bukan hanya persediaan/stock tapi juga daya beli masyarakat terhadap pangan.Selain pangan, hak untuk kesehatan, bebas dari penyakit juga penting untuk diperhatikan. Dengan meyediakan sarana kesehatan yang memadai masyarakat akan terhindar dari sakit dan kematian. Hak untuk mendapatkan layanan air bersih juga penting karena dengan tersedianya air bersih maka kematian bayi bisa dihindarkan. Dalam konteks HAM, negara juga wajib melindungi masyarakat dari penyiksaan secara kejam dan tidak manusia. Dalam hal ini Islam kompatibel dengan konsep HAM untuk melindungi hak untuk hidup bebas dan tentram. Hak hidup dilindungi sejak anak berada dalam kandungan, karena itu tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan mendapat perhatian negara dan dunia yang tercermin dalam tujuan MGDs. 17
Dalam konteks negara, aparat negara diperbolehkan menggunakan kekerasan dan pembunuhan untuk melindungi masyarakat luas.Namun penggunaan hak tersebut tidak boleh berlebihan sehingga malah membuat masyarakat ketakutan.Untuk itu, dalam konsep HAM ada instrumen anti penyiksaan terhadap masyarkat sipil.Instrumen ini mencegah aparat melakukan abuse of power dengan melakukan kekerasan dan penyiksaan yang berlebihan kepada masyarakat. Di sisi lain, negara juga berkewajiban melindungi dan mencegah kekerasan yang dilakukan oleh aktor non negara seperti kelompok ormas atau organisasi tertentu. Negara tidak boleh membiarkan kekerasan seperti yang dilakukan FPI.Negara bertanggung jawab terhadap kekerasan yang dilakukan terhadap masyarakat. Usulan pertanyaan yang berkaitan dengan nafs untuk survei: 1. Aspek kriminalitas yang dialami oleh anggota rumah tangga? 2. Berkaitan dengan aparat negara: a. apakah pernah mengalami kekerasan, penyiksaan, pembunuhan b. seberapa takut pada aparat negara 3. Apakah pernah mengalami konflik antar warga? Apakah terjadi kekerasan atau ada ancaman terhadap anggota keuarga? 4. Bagaimana dengan keamanan lingkungan di sekitar rumah? Berapa sering mengalami gangguan keamanan atau kekerasan? 5. Apakah pernah mengalami ancaman secara psikis atau intimidasi? Berkaitan dengan nafs, Dompe Dhuafa dapat berkontribusi misalnya dengan memberikan bantuan hukum (LBH) kepada masyarakat muslim yang mengalami masalah
kekerasan, ancaman baik oleh aparat negara atau oleh kelompok
masyarakat/organisasi. 3.2.3. INTELEKTUALITAS/PENDIDIKAN (INTELECT/AQL) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak. Ada 4 unsur yang harus dipenuhi dalam sistem pendidikan yaitu: a. intelektual: diukur dari kemampuan membaca, menulis, berhitung
18
b. komunikasi: diukur dari kemampuan menyampaikan pendapatan, gagasan, atau presentasi di sekolah dengan menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. c.
keterampilan: diukur dari kemampuan menghasilkan karya misalnya mampu
membuat lukisan, sulam dan kegiatan prakarya lain. d. emosional/akhlak : yang ini sulit diukur misalnya kejujuran, menilai kejujuran seseorang tidak dapat hanya diperoleh dari wawancara tapi harus dengan pengamatan. Pendidikan minimal yang dimiliki oleh penduduk Indonesia saat ini rata-rata SD, ini merupakan dampak dari tingkat pendidikan yang rendah di masa lalu. Tapi kalau dilihat dari angka partisipasi sekolah: tingkat SD dan SMP sudah 100%, tapi untuk SMA belum mencapai 100%. Jika dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan, pendidikan merupakan syarat untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Dengan memperoleh pekerjaan yang layak, pekerja akan memperoleh pendapatan yang layak. Secara ekonomi, ini akan meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Pendidikan bisa juga dilihat sebagai character
building, jadi tidak sekedar sebagai tenaga kerja untuk melayani industri. Namun, idealnya adalah pendidikan sebagai pembentuk character building. Untuk mengukur pendidikan bisa dilihat dari 2 hal: apakah mengukur output atau mengukur outcome. Output dilihat dari jumlah lulusan dan angka partisipasi sekolah, sedangkan outcome bisa dilihat dari kompetensinya yaitu kemampuan khusus yang dimiliki oleh seseorang dalam pekerjaan.Untuk melihat kompetensi harus dites atau diuji dengan ujian kompetensi.Jika seseorang mengklaim mempunyai kemampuan las, maka harus dites kemampuannya, apakah bisa mengelas dan jika bisa seberapa bisa dalam las. Namun, mengukur output seperti UAN juga bermasalah karena dalam UAN sendiri banyak murid yang tidak jujur/menyontek dan ini dibiarkan oleh guru atau pengawas. Peran negara dalam pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari besarnya anggaran yaitu 20% dari APBN atau sekitar Rp300 triliun. Dengan jumlah anggaran itu seharusnya tidak ada masalah dengan anggaran untuk menyelenggarakan compulsory education bagi anak usia sekolah.
Pemerintah dapat menggratiskan pendidikan di Indonesia 19
termasuk buku dan seragam. Tapi dalam kenyataannya yang terjadi masih ada anak usia sekolah SD-SMP yang tidak bersekolah, dan orang tua tidak dikenai hukuman. Maraknya anak jalanan menunjukkan bahwa negara belum optimal dalam memberikan akses pendidikan yang gratis bagi masyarakat miskin.Anak-anak yang bekerja bagi masyarakat miskin merupakan sumber pendapatan keluarga.Jika anak sekolah, maka pendapatan keluarga berkurang (forgone earning). Pendidikan Indonesia juga masih menghadapi kendala dalam hal: akses dan kualitas. Orang miskin dan penduduk yang tinggal di daerah terpencil belum bisa menikmati pendidikan
secara
gratis
sebagaimana
mereka
yang
tinggal
di
daerah
perkotaan.Kualitas pendidikan rendah karena guru yang mengajar siswa juga memiliki kualitas rendah.Kuncinya adalah pelatihan terus menerus bagi guru sehingga guru memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk mendidik siswa. Mengingat saat ini ada ribuan guru yang belum menerima training, maka saat ini yang lebih urgent adalah mengadakan training of trainer bagi guru, sehingga guru yang sudah ditraining bisa memberi training ke guru lain. Pemberian tunjangan guru tidak serta merta meningkatkan kualitas guru, jika tidak disertai dengan training.Tapi tunjuangan guru perlu untuk strategi jangka panjang agar bisa menarik lulusan terbaik dari universitas untuk menjadi guru. Jika melakukan survei ke rumah tangga bisa diajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai kejujuran, disiplin, tanggung jawab dsb. a. Jika anak Anda merokok, apa yang anda lakukan? b. JIka teman anda menyotek di kelas, apa yang anda lakukan? 3.2.4. Garis keturunan/keluarga (posterity/nasl) Keluarga adalah unsur terkecil dari masyarakat yang terbentuk karena adanya suatu ikatan perkawinan.Pada intinya suatu keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak yang disebut dengan nuclear family.Di dalam keluarga pada dasarnya terdapat beberapa fungsi yang mendasar di antaranya adalah fungsi pemenuhan dengan tujuan untuk bertahan hidup. Keluarga yang ideal dalam islam harus digali dari nilai-nilai islam
20
sendiri sehingga keluarga yang ideal bisa dilihat dari terciptanya keluarga yang sakinah, mawadah dan warrahmah (penuh kasih sayang) Di dalam keluarga ada fungsi pemenuhan agar keluarga dapat bertahan hidup.Masingmasing anggota keluarga (ayah, ibu, anak) mempunyai tugas dan peran. Jika masingmasing menjalankan perannya dengan benar maka keluarga dalam suatu masyarakat akan berfungsi dengan benar. Misal ayah berfungsi sebagai pencari nafkah, ibu mendampingi ayah bisa bekerja atau di rumah.Hal ini terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar yaitu makan. Tetapi selain itu, ada kebutuhan lain yaitu saling berkasih sayang. Anak membutuhkan perhatian dari kedua orang tuanya.
Pada dasarnya
kebutuhan dasar untuk bertahan hidup didasari oleh kebutuhan makanan dan kasih sayang. Dalam keluarga, ada tiga tujuan pengasuhan (parenting goal) yang harus dipahami orang tua yaitu : a. physical and life survival (di dalamnya termasuk kebutuhan akan afeksi). Kebutuhan akan afeksi yang sering dilupakan dalam kriteria keluarga sejahtera, b. self sufficiency atau kemandirian, orang tua harus dapat mendorong anaknya supaya mempunyai
kemandirian
misalnya
dengan
mengembangkan
kemampuan
mengemukakan pendapat agar anak dapat mengenali dirinya sendiri, c. promosi nilai-nilai budaya. Hal yang penting yang harus ditekankan dalam keluarga adalah bagaimana keluarga saling berinteraksi dan bagaimana orang tua saling berelasi. Dalam pengambilan keputusan keluarga juga harus melibatkan ayah dan ibu, dan anak jika anak sudah dewasa. Bagaimana peran negara dalam mewujudkan negara sejahtera?Kementerian Sosial memiliki program PKH (Program Keluarga Harapan) yaitu pemberian bantuan kepada keluarga miskin yang memiliki anak balita dan anak sekolah. Pada program PKH, seharusnya pemerintah harus masuk sampai ke level keluarga. Yang harus dilakukan adalah pendampingan keluarga khususnya buat masyarakat kurang mampu agar dapat mengatasi masalahnya secara psikologis. Indikator dasarnya misal
apakah ada
kekerasan dalam keluarga dan bagaimana anak diperlakukan dalam keluarga. 21
Kementerian Sosial dapat membuka peluang bagipekerja sosialuntuk mendampingi keluarga miskin. Pekerja sosial tersebut ditugaskan untuk “memegang” beberapa rumah tangga. Dapat juga disediakan program konseling pada tingkat masyarakat (misal di tingkat puskesmas). Indikator kesejahteraan keluarga yang dibuat BKKBN lebih berkaitan dengan kebutuhan dasar. Namun Indikator kebutuhan psikologis belum dimasukkan: tidak ada aspek bagaimana peran anggota keluarga, interaksi antar keluarga (suami istri), self esteem (sejauh mana seseorang menilai dirinya positif/berharga misal dengan banyaknya pujian atau penghargaan), dan mengelola emosi. Dalam indikator psikologis yang penting adalah bagaimana individu-individu dalam keluarga dapat berkembang, misalnya kebutuhan rekreasi dan interaksi anak dalam pendidikan ke sekolah. Tiap keluarga akan mengalami siklus yang berbeda-beda sehingga tahapan kesejahteraan juga berbeda-berbeda. Misal periode ketika anak sudah dewasa, berbeda dengan periode anak masih balita.Hal ini seharusnya harus selalu diamati untuk mendapatkan pendampingan (rencana keluarga). Secara konsep bagaimana indikator-indikator kesejahteraan keluarga BKKBN sudah benar akan tetapi detail indikator untuk kebutuhan psikologis dan kebutuhan pemenuhan keluarga belum tercakup. Kebutuhan afeksi (kasih sayang dalam wujud sentuhan, pelukan) juga seharusnya masuk ke kebutuhan dasar. Misalnya bentuk interaksi orang tua dengan anak: seberapa sering memeluk, merangkul, bicara dengan anak, dapat juga dipertanyakan kapan waktunya dsb. 3.2.5. Kekayaan/ekonomi (wealth/mal) Pada umumnya konsep kesejahteraan dalam Ilmu Ekonomi khususnya Mikroekonomi diukur dari tingkat konsumsi dan distribusi. Artinya seseorang akan dikatakan semakin sejahtera jika tingkat konsumsinya semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan teori Perilaku Konsumen dalam Mikroekonomi yang menyatakan bahwa tingkat kepuasan seseorang akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya barang atau jasa yang bisa ia konsumsi. Dalam hal distribusi, konsep kesejahteraan dirasakan dengan tingkat pemerataan yang semakin meluas. 22
Dalam Ekonomi Islam, dalam melakukan konsumsi harus memperhatikan faktor-faktor seperti apakah barang atau jasa yang ia konsumsi merupakan barang yang halalan
toyyiban. Selain itu, juga harus diperhatikan sumber rejeki yang ia gunakan untuk melakukan konsumsi berasal dari sumber yang baik atau tidak dan juga memperhatikan faktor bahwa segala sesuatu yang akan ia berikan untuk konsumsi keluarganya juga akan membawa dampak yang baik karena berasal dari sesuatu yang baik. Dalam Ilmu Ekonomi, indikator yang umumnya digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan seseorang adalah dengan melihat beberapa ukuran berikut : -
Berapa pendapatan yang ia dapatkan?
-
Bagaimana alokasi pendapatan yang ia miliki?
-
Berapakah proporsi tabungan (saving) yang disisihkan?
-
Bagaimanakah tingkat konsumsinya?
Tingkat pendapatan dapat dijadikan sebagai salah satu alat untuk mengukur tingkat kemiskinan sekaligus dapat digunakan sebagai alat untuk mengentaskan kemiskinan. Jika pemerintah ingin mengurangi angka kemiskinan, maka salah satu cara yang digunakan adalah membuat orang yang tidak mampu secara finansial dapat meningkat kapasitasnya dalam memperoleh pendapatan atau dengan meningkatkan tingkat pendapatanya. Definisi kemiskinan mengalami perkembangan dari masa ke masa. Namun pada dasarnya definisi miskin dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Kemiskinan Absolut Jika seseorang tidak dapat melewati batas tertentu atau kurang dari batas nilai tertentu yang ditentukan secara objektif maka ia dapat dikategorikan sebagai orang miskin. Pada masa lalu tingkat kemiskinan dilihat dari berapa jumlah kalori yang dikonsumsi (yaitu 2100 kilo kaloriper orang per hari),
kemudian
berkembang dengan ditambahkannya unsur kebutuhan dasar (basic needs). Orang-orang yang tingkat pengeluarannya di bawah tingkat moneter tertentu maka dikategorikan sebagai masyarakat kurang mampu. 2) Kemiskinan Relatif 23
Pada definisi ini, seseorang akan didefinisikan sebagai miskin jika ia memiliki pendapatan/kekayaan kurang dari rata-rata yang dimiliki oleh orang lain dalam masyarakat. Jika seseorang tidak setara atau tidak sama dengan rata-rata orang yang ada di lingkungannya maka ia akan merasa miskin. 3) Kemiskinan Subjektif Dalam pengukuran kemiskinan jenis ini, dapat digunakan dua pendekatan yaitu
subjective feeling yaitu dengan menanyakan apakah menurut dirinya sendiri ia termasuk miskin atau tidak. Sedangkan pendekatan kedua dapat dilakukan dengan menanyakan berapakah tingkat pendapatan minimum yang menurut orang bersangkutan dianggap sebagai tingkat pendapatan yang layak (minimum
income). Negara yang sudah menerapkan pendekatan kedua tersebut adalah negara Belanda. Seiring dengan semakin majunya suatu negara maka definisi kemiskinan juga akan mengalami pergeseran (Dartanto & Otsubo,2013). Kemiskinan absolut akan turun seiring dengan tingginya pertumbuhan ekonomi. Sedangkan kemiskinan relatif akan semakin berkurang jika terjadi pemerataan distribusi pendapatan dalam masyarakat. Di sisi lain, bagi negara-negara maju, kemiskinan absolut akan semakin tidak relevan dengan semakin kayanya suatu negara dan lebih mengarah pada kemiskinan secara subjektif. Tahapan – tahapan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
24
Gambar 3.1 Hubungan Tahap Pembangunan, Isu Sosial, Pengukuran Kemiskinan dan Jenis Kebijakan Sumber : Teguh Dartanto & Shigeru Otsubo (Jica Paper No.54,2013)
Secara umum indikator yang banyak digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan pada dasarnya adalah tingkat pendapatan (income) dan tingkat pengeluaran (expenditure).Pengukuran kemiskinan yang selama ini dikeluarkan oleh BPS adalah perhitungan dengan menggunakan pendekatan pengeluaran. Kelemahan dari metode pengukuran kemiskinan yang selama ini digunakan khususnya terdapat dalam pengukuran pengeluaran pada kebutuhan non makanan.Dalam pengukuran tersebut tidak ada indikator yang standar dan jelas. Di dalam bundle non makanan yang digunakan oleh BPS, di dalamnya memuat sebanyak 54 komoditas. Sedangkan untuk pengukuran dari sisi makanan sudah memiliki indikator yang jelas. BPS dalam menghitung pengukuran tingkat kemiskinan tahun ini adalah dengan cara menggunakan tingkat pengukuran tahun lalu yang disesuaikan dengan tingkat inflasi. Dari angka tersebut akan diperoleh garis kemiskinan sementara yang dianggap sebagai 25
pola konsumsi tahun ini. Dari angka tersebut akan dinaikkan sebanyak 20% dari garis kemiskinan yang telah ada untuk menentukan garis kemiskinan berikutnya. BPS pernah melakukan perubahan definisi kemiskinan pada tahun 1998.Hal yang berubah pada saat tersebut adalah BPS mulai memasukkan unsur kualitas dari item-item non makanan seperti berapakah besarnya biaya pendidikan (adanya kebijakan wajib belajar dari SD ke SMP), berapakah besarnya biaya kesehatan dan juga termasuk biaya transportasi. Dalam membuat alternatif indikator kemiskinan yang baru, yang di dalamnya akan memasukkan unsur-unsur syariah maka perubahan awal yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan perubahan pada item pengeluaran untuk makanan. Item –item seperti alkohol dan rokok dapat dikeluarkan dari perhitungan. Sedangkan dari sisi non makanan, dapat dimasukkan unsur-unsur syariah lain seperti yang dinyatakan dalam teori maqasid syariah. Masukan yang diberikan adalah kemungkinan lebih mudah jika menggunakan pendekatan kemiskinan relatif.Secara teori garis kemiskinan relatif hasilnya tidak boleh lebih rendah daripada garis kemiskinan absolut. Dalam menghitung garis kemiskinan relatif, formula yang dapat digunakan adalah : (40% - 60 %) x Average Income (Average Consumption) Persamaan 3.1. Penghitungan Garis Kemiskinan Sedangkan jika dilihat dari sisi syariah, pengukuran dengan menggunakan pendekatan kemiskinan relatif lebih mendekati. Akan tetapi seseorang tersebut juga harus dilihat lagi menurut iffahnya ( bagaimana cara ia memandang dirinya sendiri). Hal ini dikarenakan pada masyarakat muslim tertentu, jika dilihat secara absolut sebenarnya ia dapat dikategorikan sebagai miskin akan tetapi jika ditanya ia menganggap dirinya sendiri bukan sebagai orang miskin. Sehingga untuk jenis masyarakat yang telah ideal, pendekatan subjektif dapat menjadi ukuran yang lebih relevan. Dan pada umumnya, masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah dengan jangkauan yang sulit tanpa dilengkapi oleh infrastruktur yang memadai, mereka akan cenderung merasa kurang puas dan merasa dirinya termasuk golongan masyarakat miskin. 26
Sehingga untuk memperolah hasil yang lebih optimal, maka dalam pengukuran kemiskinan yang digunakan dapat dilakukan dengan membandingkan hasil yang diperolah dari beberapa sumber dan metode. Tabel 3.1 Versi BPS
Objektif syariah
Relative
Poverty by
Versi recipient
perception
min.income question
Absolut
Ditetapkan oleh Dengan para ahli
Dapat dilakukan Dengan
membandingkan kondisi keluarga kondisi
dengan
menanyakan
suatu menanyakan dengan persepsi
masyarakat
keluarga masyarakat
mengenai berapa
lain di lingkungan memandang tempat yang sama
tinggal dirinya (apakah atau tidak)
Persepsi
minimum
sendiri pendapatan yang miskin dianggap
hidup
layak
Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan versi recipient minimum income akan sangat menarik jika diterapkan di Indonesia. Hal ini karena masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai ragam budaya. Untuk daerah-daerah yang masih mengalami kekurangan dalam hal infrastruktur, indikator seperti akses terhadap jalan raya, jarak desa ke ibu kecamatan/kabupaten atau masyarakat tetangga dapat dimasukkan ke dalam indikator perhitungan kemiskinan sehingga isu-isu yang bersifat lokal akan lebih terakomodasi. 3.3.
KESEJAHTERAAN DALAM ISLAM DAN INDIKATORNYA Kesejahteraan dalam arti harfiah seperti yang selama ini sudah kita kenal lebih
mengarah ke hal-hal yang bersifat materi.Ilmu yang dipelajari dari dunia barat pada dasarnya hanya mendasarkan ajaran pada paham materialisme tanpa melakukan pengkajian terhadap kitab suci atau ilmu agama sebagai bagian dari ilmu itu sendiri, 27
sehingga definisi kesejahteraan yang selama ini kita kenal hanya cenderung definisi yang bersifat mono-dimensional. Sedangkan pengertian kesejahteraan dalam agama Islam selain mencakup unsur materialisme juga di dalamnya melihat unsur-unsur dasar manusia sebagai makhluk hidup yang juga memiliki ruh/jiwa yang membutuhkan hal-hal yang bersifat rohani.Hal inilah yang sering tidak diakomodasikam dalam pengertian dan perhitungan kesejahteraan selama ini.Dalam Islam pengertian kesejahteraan yang meliputi semua komponen baik unsur jasmani yang bersifat duniawi maupun unsur rohani yang berhubungan dengan akhirat disebut dengan Al-Falah. Peradaban Islam dibangun dengan dasar iman bahwa akan ada kehidupan abadi setelah menjalani kehidupan di dunia, oleh karena itulah dalam agama Islam, dalam hal pemenuhan kebutuhan atau peningkatan kesejahteraan pasti akan meliputi unsur jasmani dan unsur rohani karena tanpa unsur rohani maka kesejahteraan yang diperoleh tidak akan bersifat hakiki. Dalam Islam, konsep kesejahteraan juga pernah disampaikan oleh Rasulullah SAW bahwa suatu keluarga dikatakan sejahtera apabila memiliki : 1. Rumah yang luas Dalam arti yang luas, pengertian ini dedefinisikan sebagai bentuk lain dari kenyamanan tempat tinggal. Artinya setiap anggota keluarga yang tinggal di dalam sebuah rumah dapat merasakan kenyamanan dan juga ketentraman ketika tinggal di dalamnya.Hal ini bisa diukur dengan menggunakan indikator luas minimum yang diperlukan sesuai dengan jumlah anggota keluraga yang tinggal di dalamnya (dalam m2). 2. Kendaraan yang bagus Dalam pengertian yang lebih luas dapat diartikan dengan bagaimana suatu keluarga atau seseorang memiliki sarana transportasi untuk melakukan segala aktivitasnya. Sebagai contoh: suatu keluarga yang memiliki 3 anak dan hanya memiliki sebuah kendaraan bermotor dapat dikategorikan belum sejahtera karena kendaraan yang ia miliki tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang dapat ditampung dengan kendaraan tersebut 3. Tetangga atau lingkungan yang baik 28
Dapat dilihat dengan indikator di lingkungan manakah seseorang tersebut tinggal. Artinya jika dia tinggal di lingkungan perumahan atau kompleks berarti orang tersebut akan membutuhkan biaya yang lebih besar dengan daripada ia hidup di daerah perkampungan atau pedesaan. 4. Istri /suami yang baik Dari sudut padang dunia modern dapat diartikan dengan sumber daya manusia yang dimiliki yaitu dapat diukur dengan tingkatan pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan sebuah keluarga/seseorang maka tentunya akan semakin besar biaya yang ia keluarkan dan juga dapat dilihat dari tingkatan pendidikan yang berhasil ditamatkan Dalam pengertian ilmu ekonomi konvensional, suatu masyarakat dinilai akan semakin sejahtera jika tingkat pendapatan per kapitanya semakin besar. Akan tetapi, dalam pandangan Islam semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang belum tentu ia akan semakin sejahtera karena kemungkinan ada faktor yang bersifat rohani yang belum bisa terpenuhi. Hal ini dapat digambarkan dengan tingginya angka stres, terjadiya depresi baik pada masyarakat golongan atas maupun golongan bawah sehingga pada akhirnya akan mencari penyelesaian masalah melalui jalan pintas seperti banyaknya kasus bunuh diri dan sebagainya. Pada akhirnya dalam prakteknya untuk mencapai suatu kondisi yang sejahtera, manusia harus menyeimbangkan antara kebutuhan yang bersifat duniawi dan juga kebutuhan akhirat.Jika hal ini sudah dapat diraih, maka dapat dilihat melalui tercapainya ketenangan batin yang dirasakan oleh masing-masing individu dalam masyarakat, terwujudnya masyarakat yang beradab dengan berkurangnya kasus-kasus menyimpang seperti kejahatan dan sebagainya. Ilmu ekonomi yang berkembang saat ini tidak mengakui adanya faktor rohani yaitu iman karena iman merupakan indikator yang tidak dapat diukur. Akan tetapi jika kita amati lebih mendalam, jika kadar iman tersebut telah dimiliki oleh seseorang atau pelaku ekonomi maka jika diterapkan dalam teori perilaku konsumen dimana secara ekonomi seorang konsumen bertujuan untuk memaksimalkan kepuasan. Akan tetapi jika dilandasi dengan iman, dalam mencapai kepuasan tersebut tidak akan terjadi 29
perilaku yang berlebihan meskipun secara hukum barang yang ia konsumsi tersebut halal. Selain itu, dengan dilandasi iman maka tujuan konsumsi tidak semata-mata hanya untuk mencari kepuasan belaka, tetapi masyarakat juga melakukan pengeluaran untuk hal-hal lain yang bertujuan untuk akhirat seperti bersedekah, beramal dan sebagainya sebagai usaha untuk mencari pahala. Contoh lain jika diterapkan dalam teori produksi, misalnya dalam proses produksi. Dalam Islam, segala hal ataupun bahan baku yang mengandung babi sudah pasti haram dan dilarang sehingga jika hal ini diterapkan maka segala industri atau proses produksi yang mengandung daging babi akan secara otomatis tereliminasi. Sedangkan dalam pengukuran unsur iman akan diperlukan indikator yang lebih kompleks. Dalam hadist dinyatakan bahwa dalam iman ada kurang lebih sebanyak 70 cabang mulai dari tingkatan yang paling tinggi yaitu mengucapkan syahadat hingga tingkatan iman yang paling rendah yaitu dengan menyingkirkan bebatuan di jalanan. Sehingga untuk mengukur indikator keimanan secara konkrit dapat diketahui dengan melihat 70 cabang tersebut dan dimanifestasikan dalam bentuk perbuatan yang paling penting dan krusial yang harus dilakukan oleh umat muslim. Teori – teori kesejahteraan baru seperti yang dinyatakan oleh Amartya Sen juga mengkritik teori yang berkaitan dengan kesejahteraan yang ada karena bersifat terlalu material. Menurut Amartya Sen, suatu pembangunan akan bermakna jika tidak hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi dan penurunan indikator Gini Ratio saja, akan tetapi juga harus dapat meningkatkan mutu dan kualitas hidup manusia. Pada dasarnya semua negara-negara berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya dan jika diamati sebenarnya negara-negara tersebut meskipun bukan negara muslim telah banyak mendekati dan menerapkan konsep-konsep dalam maqasid syariah yang terdapat dalam ajaran Islam. Indikator yang digunakan untuk mengukur seseorang tersebut miskin atau tidak dapat dilihat salah satunya dapat dilihat dengan indikator yang bersifat materi karena pada dasarnya harta adalah salah satu sumber pendapatan untuk dapat terus melanjutkan hidup.Jika seseorang telah memiliki harta yang jumlahnya telah melebihi nisab yang 30
ditentukan untuk mengeluarkan zakat maka untuk mengukur tingkat keimanannya bisa dilihat dari perilakunya mau mengeluarkan zakat tersebut atau tidak. Untuk mengukur unsur-unsur dalam maqasid syariah, sebenarnya Islam telah memberikan beberapa gambaran dan ketentuan.Dalam hal untuk menjaga kehidupan (nasl), seorang suami wajib untuk memberikan nafkah kepada keluarganya.Dan dalam memberikan nafkah tersebut juga harus dapat mencukupi yang sesuai dengan kebutuhan keluarganya. Pada zaman dulu, kecukupan tersebut dapat diukur dengan berapa jumlah kilogram beras yang dapat ia berikan untuk keluarga. Sehingga dari indikator sederhana tersebut dapat dijadikan salah satu indikator untuk menghitung garis kemiskinan dari berapa jumlah beras yang bisa ia berikan untuk keluarganya. 3.4.
ZAKAT DAN HAD KIFAYAH
Had kifayah secara bahasa diartikan sebagai standar kecukupan minimal. Dalam teori yang dikembangkan oleh Al-Shatibi pengertian had kifayah tersebut masuk dalam kategori syariat yang bersifat Dzuriyyat. Sedangkan pengertian hidup layak dalam Islam tidak hanya dilihat dari sudut pandang banyaknya harta akan tetapi juga harus melihat unsur atau aspek lain dalam maqasid syariah sehingga pengertian tingkat kecukupan dalam Islam mencakup hal-hal yang bersifat lebih komprehensif. Dalam kaitannya dengan prinsip maqasid syariah, had kifayah dapat diaplikasikan dalam berbagai kebijakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagai usaha untuk melindungi eksistensinya (nafs). Contohnya adalah adanya UU Jaminan Sosial.Pemerintah Indonesia harus dengan segera membuat segala usaha untuk mengimplementasikan UU tersebut karena dari sudut pandang Islam.Sebenarnya pelaksanaan UU tersebut adalah salah satu usaha untuk menjaga kehidupan manusia dengan minimal memenuhi standar kebutuhan dasarnya. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan menegakkan hukum dengan seadil-adilnya khususnya dalam kasus yang menyangkut masalah kejahatan karena berbuat jahat seperti halnya membunuh adalah salah satu perbuatan yang dapat merusak kehidupan orang lain. Dalam agama Islam dalam hal pemerataan kesejahteraan sudah diatur dalam salah satu rukun Islam yaitu zakat.Diharapkan dengan adanya zakat tersebut dapat mengurangi 31
kesenjangan antara orang yang kaya dengan orang miskin. Karena jika seseorang tersebut terlalu miskin atau jatuh dalam jurang kemiskinan ia akan dekat dengan kekufuran. Hal ini sebagaimana yang pernah diriwayatkan dalam salah satu hadist Rasulullah SAW yaitu bahwa hampir-hampir kemiskinan dapat menjerumuskan seseorang ke dalam kekafiran. Oleh karena itu, jika seseorang terlalu miskin maka akan cenderung dengan mudah ia akan berpindah agama jika ditawari dengan iming-iming tertentu. Sehingga jika prinsip-prinsip maqasid syariah juga diterapkan dalam kehidupan masyarakat, maka harus ada usaha untuk memberdayakan orang yang tidak mampu tersebut melalui pengembangan kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya (aql) supaya ia memperoleh pendapatan (mal) dengan tujuan untuk melindungi imannya (din). 3.5.
PENGELOLAAN ZAKAT DI INDONESIA Secara teori zakat adalah salah satu instrumen yang efektif dalam mengurangi
kemiskinan daripada pajak.Hal ini karena dalam zakat, penerimanya sudah ditentukan targetnya. Selain itu, penerima zakat juga telah dikhususkan untuk orang-orang miskin, artinya selain pihak-pihak yang telah dinyatakan sebagai yang berhak menerima zakat maka akan menjadi haram jika yang menerima zakat adalah di luar yang telah disebutkan dalam tuntunan agama. Di sisi lain, jika dilihat dari sumber penerimaan zakat, sifatnya juga wajib karena jika seseorang sudah memenuhi nisab untuk membayar zakat maka ia wajib mengeluarkan zakatnya. Sedangkan dari sisi bagaimana efektivitasnya tergantung bagaimana pengelolaan zakat tersebut. Dalam sejarah Islam, zakat banyak terkait dengan tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah. Jika pemerintahnya dianggap terpercaya dan amanah maka potensi untuk membayar zakat akan tinggi. Akan tetapi sebaliknya, jika pemerintahan dzalim atau tidak terpercaya, ada pendapat yang terpecah di para ulama.Ada ulama yang menyatakan boleh untuk tidak membayar zakat, tetapi ada pula yang mewajibkan tetap untuk membayar zakat. Pada umumnya, pada pemerintahan yang bersifat diktator atau dzalim akan memiliki tingkat penerimaan pajak yang tinggi. 32
Pelaksanaan zakat di Indonesia pada dasarnya sudah berjalan dengan baik.Dengan diberlakukannya UU zakat juga telah membawa perubahan yang baik dalam pengelolaan
zakat
meskipun
dalam
prakteknya
masih
ditemukan
berbagai
kekurangan.Ada beberapa pasal dalam UU tersebut yang dianggap dapat merugikan bagi lembaga-lembaga pemungut zakat yang masih berskala kecil. Permasalahan utama dalam pengelolaan zakat di Indonesia adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar zakat.Di dalam UU tersebut tidak diatur sanksi bagi orang-orang yang tidak membayar zakat jika telah memenuhi nisabnya.Padahal jika sanksi tersebut dapat diterapkan dan dilakukan dengan tegas maka dapat diperoleh jumlah potensi zakat secara akurat. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan berbagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat khususnya umat muslim agar mau mengeluarkan zakatnya. Pada dasarnya nilai utama dalam zakat tersebut adalah terwujudnya rasa kesetiakawanan sosial. Selain itu, lembaga-lembaga pemungut zakat yang telah ada di Indonesia saat ini belum memiliki pelaporan pembagian zakat dan penerimaan zakat yang tersentral dengan pemerintah pusat dan pengelolaan zakat yang ada saat ini memang belum memenuhi kriteria yang ideal. Hal ini akan mengakibatkan penyaluran zakat hanya terpusat di tempat-tempat tertentu yang sudah diatur oleh lembaga-lembaga tersebut. Akan tetapi jika pengelolaan zakat tersebut dilakukan secara tersentral, maka dapat menimbulkan kesenjangan sosial di kalangan-kalangan tertentu apalagi jika pengelolaan zakat tersebut dilandasi oleh unsur politik tertentu.Sehingga sebaiknya pengelolaan dan pembagian zakat dapat dilakukan secara desentralisasi dalam taraf yang tidak terlalu berlebihan. Selain itu, sebaiknya dalam pembagian zakat sebaiknya juga dapat dialokasikan untuk membantu pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan yang tidak hanya melalui program-program beasiswa tetapi juga dapat dilakukan dengan membangun sekolah atau memberikan fasilitas yang memadai ke sekolah-sekolah yang telah ada dan juga program-program inovatif lainnya. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah pembagian zakat yang tujuannya diperuntukkan sebagai modal usaha bagi usaha-usaha kecil. Hal ini adalah sebagai salah satu bentuk usaha untuk melindungi salah satu unsur maqasid syariah yaitu dalam usaha melindungi harta (mal). 33
Dalam meninjau berapakah had kifayah dalam pembagian akan ditetapkan maka saran yang diajukan adalah sebaiknya dibuat terlebih dahulu studi komprehensif yang mengkaji tentang masalah pendapatan minimum. Sebelum pembagian zakat diberikan, sebaiknya lembaga-lembaga baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun lembaga independen memiliki data demografi tentang berbagai daerah yang akan menjadi targetnya sehingga akan diperoleh distribusi pembagian zakat yang lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan daerah yang menjadi terget sasarannya tersebut. Pemerintah atau lembaga zakat tersebut dapat menjalin kerjasama dengan perusahaanperusahaan besar dengan memanfaatkan dana CSR (Corporate Social Responsibility) untuk membuat studi terkait demografi dan kondisi ekonomi suatu daerah yang dianggap akan membutuhkan penyaluran dana zakat. Selain itu, ada baiknya lembaga-lembaga pemungut zakat yang ada tidak hanya menjalankan fungsinya sebagai pemungut zakat saja. Namun, lembaga tersebut juga dapat menjadi suatu lembaga yang dapat mengelola aset dan pada akhirnya menjadi lembaga yang memiliki “asset frredom” dimana sumber dana yang ada dikelola dan dikapitalisasikan sehingga dapat memiliki nilai ekonomi yang terus berkembang dan nantinya dapat menjadi sumber daya yang dapat digunakan tanpa harus bergantung hanya pada penerimaan zakat saja. Kelemahan yang dimiliki oleh lembaga amil pada saat sekarang adalah lembagalembaga tersebut tidak memiliki riset yang memadai untuk pengembangan program.Program-program yang dijalankan pada umumnya didesain menurut keadaan atau kejadian.Selain itu juga banyak program yang bersifat imitasi. Sehingga salah satu cara untuk meningkatkan pengelolaan zakat adalah dengan melakukan peningkatan transparansi dan sinergi antar lembaga. Selain itu juga harus dilihat apakah lembaga tersebut telah memenuhi unsur-unsur yang lain secara syariah. Dengan sumber dana yang besar yang dihimpun dari masyarakat, Lembaga zakat dapat berperan dalam pendidikan antara lain: a. bantuan beasiswa bagi anak sekolah, bisa melalui sekolah atau melalui orang tua dengan meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas
34
b. mengembangkan lembaga pendidikan yang diawasi oleh lembaga zakat sehingga mudah akuntabilitas keuangannya c. memberikan training bagi guru-guru SD-SMA untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuannya. d. hibah computer dan internet ke sekolah-sekolah yang membutuhkan, terutama di daerah-daerah e. memberikan bantuan tenaga pendampingan bagi lulusan pendidikan informal (kursus) dalam menciptakan kerja atau mencari pekerjaan. Selain zakat, peran waqaf juga perlu diperluas pengertaiannya.Waqaf dalam bentuk tanah yang selama selalu dipakai untuk kepentingan ibadah (masjid, musola) bisa diperluas misalnya untuk pembangunan pabrik sehingga bisa memberikan pekerjaan kepada masyarakat. Dengan tersedianya pekerjaan maka keluarga memiliki pendapatan yang pada giliranya akan mengentaskannya dari kemiskinan.
35
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Maqasid al-Shari’ah didefinisikan sebagai tujuan utama dari keberadaan hukum Islam. Para ulama umumnya mengelompokkan maqasid ke dalam 3 kategori yaitu daruriyat (hal-hal yang penting dan harus diutamakan),hajiyyat (hal-hal komplementer yang tidak menimbulkan dampak pada kegiatan lainnya), dan tahsiniyyat (hal-hal pelengkap lainnya). Imam Ghazali menuliskan bahwa tujuan utama syariah harus mencakup lima tujuan yaitu iman, kehidupan diri sendiri, pendidikan, keluarga dan kesejahteraan material. Apabila salah satu dari komponen tersebut tidak terwujud maka hal-hal lainnya akan sulit diwujudkan. Had kifayah adalah batas kebutuhan hidup minimal seorang muslim dengan memperhitungkan terpenuhinya maqasid al-shariah. Hal ini berbeda dengan garis kemiskinan BPS yang hanya memperhitungkan jumlah pendapatan minimal saja. Dalam komponen Din (iman/agama), indikator ibadah dibagi menjadi 3 yaitu ibadah mahdoh, ibadah muamalat dan ibadah maliyah. Indikator ibadah mahdoh dibagi dua yaitu ibadah harian seperti shalat dan ibadah tahunan seperti puasa. Sedangkan ibadah muamalat adalah interaksi seorang muslim dengan tetangganya dan ibadah maliyah adalah bagaimana seorang muslim berinteraksi dengam lingkungan pekerjaannya. Komponen Hifz nafs adalah melindungi nyawa terkait dengan hak hidup orang dan larangan membunuh orang lain. Namun perlindungan ini tidak hanya terbatas pada hak hidup / penghilangan nyawa saja, tetapi lebih luas dalam hal perlindungan negara terhadap masyarakat agar terhindar dari kematian misalnya hak memperoleh pangan dan hak atas pelayanan kesehatan. Beberapa hal perlu dikupas dalam komponen ini adalah kriminalitas dalam rumah tangga, kriminalitas oleh negara, kriminalitas atau konflik antar warga dan perasaan bebas dari intimidasi pihak manapun. 36
Dalam komponen Aql (pendidikan), terdapat empat sub komponen yaitu kemampuan intelektual akademis, kemampuan komunikasi, kemampuan keterampilan dan life skill, dan kualitas akhlak. Dalam komponen Nasl (garis keturunan/keluarga), menurut Islam keluarga yang ideal adalah keluarga yang didasari dengan nilai Islam sehingga terciptalah keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah (penuh kasih sayang). Di samping itu, ada tiga pengasuhan (parenting) yaitu physical and life survival, self sufficiency, dan promosi nilai-nilai budaya. Dalam komponen kesejahteraan ekonomi, Islam mengharuskan pendapatan seorang muslim tidah hanya halal namun juga thoyib dan barokah yang berasal dari dan digunakan untuk sesuatu baik. Konsep kemiskinan yang paling tinggi standarnya adalah konsep kemiskinan subjektif, apakah seseorang merasa bahwa dirinya miskin atau tidak sesuai dengan standarnya dirinya sendiri dalam hal ini pendapatan minimum yang dianggapnya layak.
37
LAMPIRAN 1 Draf Kuesioner Berdasarkan hasil FGD dengan para narasumber, berikut ini disajikan draf kuesioner untuk penelitian had kifayah dengan memasukkan unsur maqosid syariah. A. Iman (Faith/Din) 1. Apakah Anda melakukan sholat wajib 5 waktu? 2. Apakah Anda rutin mengikuti sholat wajib berjamaah di masjid/mushola? 3. Apakah Anda rutin melakukan sholat jumat di masjid 4. Dalam seminggu yang lalu apakah ada sholat wajib yang terlupakan? 5. Apakah Anda berpuasa pada Ramadhan? 6. Dalam Ramadhan tahun lalu, apakah ada hari dimana Anda tidak puasa? Apa alasan tidak puasa? 7. Apakah Anda membayar zakat tahun lalu? Apakah juga membayar zakat mal? 8. Apakah Anda menyapa tetangga kalau keluar rumah atau berangkat kerja? 9. Apakah berkunjung kalau tetangga ada musibah atau meningggal? 10. Apakah Anda mengikuti kegiatan sosial di lingkungan RT, RW atau kelurahan (arisan, pengajian, kerja bakti dll)
B. Kehidupan (nafs) 1.
Apakah ada anggota rumah tangga yang mengalami masalah kriminalitas (pemukulan, pengeroyokan, pencurian, perampokan, perkelahian dsb)
2.
Apakah ada anggota rumah tangga yang mengalami kekerasan/penganiayaan oleh aparat negara (polisi, tentara)?
3.
Apakah Anda takut jika berhadapan dengan aparat negara?
4.
Apakah Anda pernah mengalami konflik antar warga?
5.
Apakah pernah terjadi kekerasan atau ada ancaman terhadap anggota keluarga?
6.
Bagaimana keamanan lingkungan di sekitar rumah Anda? Berapa sering mengalami gangguan keamanan atau kekerasan? 38
7.
Apakah Anda pernah mengalami ancaman secara psikis atau intimidasi dari orang lain?
C. Pendidikan (aql) 1. Apakah dalam rumah tangga ini ada anak usia sekolah (7-15) yang tidak sekolah? Jika ya, apa alasan tidak sekolah? 2. Apakah anak-anak Anda yang mampu membaca, menulis, berhitung? 3. Apakah anak-anak Anda mampu menghasilkan karya misalnya membuat lukisan, sulam dan kegiatan prakarya lain? 4. Apakah anak-anak Anda pernah menyontek di kelas? Menurut pengamatan Anda, apakah anak-anak Anda pernah berbohong di rumah atau dengan temanteman sebaya? 5. Apa yang Anda ajarkan kepada anak-anak tentang kejujuran, disiplin, tanggung jawab? D. Keluarga/Keturunan (Nasl) 1. Bagaimana Anda memperlakukan anak-anak?
Apakah pernah memarahi,
membentak atau memukul anak? 2. Seberapa sering Anda memberika pujian atau penghargaan (hadiah) kepada anak-anak? 3. Seberapa sering Anda dan keluarga makan bersama dan rekreasi keluarga bersama? 4. Seberapa sering Anda berinteraksi dengan anak-anak Anda (bermain, bercanda)? 5. Seberapa sering Anda memeluk, merangkul dan bicara empat mata dengan anakanak Anda? E. Kekayaan (wealth) 1. Apakah kegiatan Anda saat ini? Bekerja atau mencari pekerjaan? 2. Jika bekerja, apa jenis pekerjaan Anda?
39
3. Apakah penghasilan/pendapatan Anda mencukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga? 4. Berapa pengeluaran rumah tangga Anda selama satu bulan terakhir? 5. Dari penghasilan Anda, apakah ada sisa yang untuk ditabung? 6. Apakah ada tabungan selain dalam bentuk uang? 7. Dibandingkan dengan tetangga Anda, apakah Anda merasa lebih miskin atau lebih mampu? 8. Apakah Anda pernah menerima bantuan/zakat dari organisasi sosial atau perorangan baik dalam bentuk uang atau barang? 9. Apakah Anda puas dengan kondisi jalan, jembatan dan fasilitas lain di daerah ini?
40
LAMPIRAN 2 BERBAGAI MACAM UKURAN KEMISKINAN DI INDONESIA 1. Garis kemiskinan Bank Dunia Untuk mengukur tingkat kemiskinan Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan dalam bentuk purchasing power parity (PPP) $1,25 per hari dan $2 per hari. Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari PPP$1,25 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari PPP $2 per hari. 2. Garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) Secara umum, kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi saat seseorang atau sekelompok orang tak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.Definisi ini menjukkan makna kemiskinan sangat laus dan multidimensi, serta tidak mudah untuk mengukurnya. Contohnya, apa yang dimaksud dengan kehidupan yang bermartabat? Setiap orang tentu akan menginterpretasikannya secara berbeda-beda, sehingga dapat mengundang perdebatan panjang. Selain itu, tidak semua hak-hak dasar dapa dikuantifikasi, seperti rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. GK merupakan jumlah rupiah minimum yang diperlukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan. Karenanya, GK terdiri dari dua komponen yaitu GK Makanan (GKM) dan GK Non Makanan (KGNM). GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkal per kapita per hari.Dengan mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1978, jumlah kalori sebesar ini merupakan jumlah kalori minimum yang diperlukan oleh seseorang untuk bisa beraktivitas secara normal, bekerja untuk memperoleh pendapatan. Selanjutnya, paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi, yakni padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, dll. 41
GKNM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.Paket komoditi kebutuhan dasar non makananan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. GK merupakan hasil penjumlahan GKM dan GKNM yang dihitung secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan pada masing-masing provinsi−jika ukuran sample memungkinkan, maka penghitungan GK juga dapat dilakukan sampai tingkat kabupaten/kota. GK sebesar Rp 233.740 pada tahun 2011 merupakan rata-rata nasional dari 33 provinsi untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penghitungan GK didasarkan pada database pengeluaran konsumsi dari 68.000 sampel rumah tangga di seluruh Indonesia yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). 3. Indikator keluarga sejahtera BKKBN Indikator Keluarga Sejahtera pada dasarnya berangkat dari pokok pikiran yang terkandung didalam undang-undang no. 10 Tahun 1992 disertai asumsi bahwa kesejahteraan merupakan variabel komposit yang terdiri dari berbagai indikator yang spesifik dan operasional. Karena indikator yang yang dipilih akan digunakan oleh kader di desa, yang pada umumnya tingkat pendidikannya relatif rendah, untuk mengukur derajat kesejahteraan para anggotanya dan sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan melakukan intervensi, maka indikator tersebut selain harus memiliki validitas yang tinggi, juga dirancang sedemikian rupa, sehingga cukup sederhana dan secara operasional dapat di pahami dan dilakukan oleh masyarakat di desa. Atas dasar pemikiran di atas, maka indikator dan kriteria keluarga sejahtera yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
a. Keluarga Pra Sejahtera Adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) Sebagai keluarga Sejahtera I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan. 42
b. Keluarga Sejahtera Tahap I adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal yaitu: 1. Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga. 2. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau lebih. 3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah, dan bepergian. 4. Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah. 5. Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa kesarana/petugas kesehatan.
c. Keluarga Sejahtera tahap II Yaitu keluarga - keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera I, harus pula memenuhi syarat sosial psykologis 6 sampai 14 yaitu : 6. Anggota Keluarga melaksanakan ibadah secara teratur. 7. Paling kurang, sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk. 8. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru per tahun. 9. Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi tiap penghuni rumah. 10. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat. 11. Paling kurang 1 (satu) orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap. 12. Seluruh anggota keluarganya berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin. 13. Seluruh anak berusia 5 - 15 tahun bersekolah pada saat ini. 14. Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil)
d. Keluarga Sejahtera Tahap III
43
Yaitu keluarga yang memenuhi syarat 1 sampai 14 dan dapat pula memenuhi syarat 15 sampai 21, syarat pengembangan keluarga yaitu : 15. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama. 16. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga untuk tabungan keluarga. 17. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga. 18. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. 19. Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1 kali/6 bulan. 20. Dapat memperoleh berita dari surat kabar/TV/majalah. 21. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.
e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus Keluarga yang dapat memenuhi kriteria I sampai 21 dan dapat pula memenuhi kriteria 22 dan 23 kriteria pengembangan keluarganya yaitu : 22. Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materiil. 23. Kepala
Keluarga
atau
anggota
keluarga
aktif
sebagai
pengurus
perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat.
f. Keluarga Miskin. adalah keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi : a. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telur. b. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru. c. Luas lantai rumah paling kurang 8 M2 untuk tiap penghuni.
g. Keluarga miskin sekali. adalah keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi : a. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih. 44
b. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan bepergian. c. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah. 4. Indikator kesejahteraan buruh (KHL—Kebutuhan Hidup Layak) Indikator KHL berdasarkan keputusan dari Menteri Tenaga Kerja sebagai dasar dalam penentuan upah minimum. Tiap tahun Dewan Pengupahan yang terdiri dari wakil pemerintah, pengusaha, buruh dan akademisi melakukan survei untuk menentukan nilai KHL. Standar KHL terdiri dari beberapa komponen yaitu :
Makanan & Minuman (11 items)
Sandang (13 items)
Perumahan (26 items)
Pendidikan (2 item)
Kesehatan (5 items)
Transportasi (1 item)
Rekreasi dan Tabungan (2 item)
Selengkapnya mengenai komponen-komponen standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012 : No I
Komponen
Kualitas/Kriteria
Jumlah Kebutuhan
Sedang
10 kg
Sedang
0.75 kg
b. Ikan Segar
Baik
1.2 kg
c. Telur Ayam
Telur ayam ras
1 kg
Baik
4.5 kg
4 Susu bubuk
Sedang
0.9 kg
5 Gula pasir
Sedang
3 kg
6 Minyak goreng
Curah
2 kg
7 Sayuran
Baik
7.2 kg
8 Buah-buahan (setara pisang/pepaya)
Baik
7.5 kg
MAKANAN DAN MINUMAN 1 Beras Sedang 2 Sumber Protein : a. Daging
3 Kacang-kacangan : tempe/tahu
45
9 Karbohidrat lain (setara tepung terigu)
Sedang
3 kg
10 Teh atau Kopi
Celup/Sachet
2 Dus isi 25 = 75 gr
11 Bumbu-bumbuan
Nilai 1 s/d 10
15%
12 Celana panjang/ Rok/Pakaian muslim
Katun/sedang
6/12 potong
13 Celana pendek
Katun/sedang
2/12 potong
Kulit sintetis, polos, tidak branded
1/12 buah
Setara katun
6/12 potong
16 Kaos oblong/ BH
Sedang
6/12 potong
17 Celana dalam
Sedang
6/12 potong
18 Sarung/kain panjang
Sedang
1/12 helai
Kulit sintetis
2/12 pasang
Katun, Polyester, Polos, Sedang
4/12 pasang
a. Semir sepatu
Sedang
6/12 buah
b. Sikat sepatu
Sedang
1/12 buah
Karet
2/12 pasang
100cm x 60 cm
2/12 potong
a. Sajadah
Sedang
1/12 potong
b. Mukena
Sedang
1/12 potong
c. Peci,dll
Sedang
1/12 potong
JUMLAH II
SANDANG
14 Ikat Pinggang 15 Kemeja lengan pendek/blouse
19 Sepatu 20 Kaos Kaki 21 Perlengkapan pembersih sepatu
22 Sandal jepit 23 Handuk mandi 24 Perlengkapan ibadah
JUMLAH III
PERUMAHAN
25 Sewa kamar 26 Dipan/ tempat tidur
dapat menampung jenis KHL lainnya
1 bulan
No.3, polos
1/48 buah
a. Kasur busa
Busa
1/48 buah
b. Bantal busa
Busa
2/36 buah
Katun
2/12 set
29 Meja dan kursi
1 meja/4 kursi
1/48 set
30 Lemari pakaian
Kayu sedang
1/48 buah
27 Perlengkapan tidur
28 Sprei dan sarung bantal
46
31 Sapu
Ijuk sedang
2/12 buah
a. Piring makan
Polos
3/12 buah
b. Gelas minum
Polos
3/12 buah
c. Sendok garpu
Sedang
3/12 pasang
33 Ceret aluminium
Ukuran 25 cm
1/24 buah
34 Wajan aluminium
Ukuran 32 cm
1/24 buah
35 Panci aluminium
Ukuran 32 cm
2/12 buah
36 Sendok masak
Alumunium
1/12 buah
37 Rice Cooker ukuran 1/2 liter
350 watt
1/48 buah
a. Kompor 1 tungku
SNI
1/24 buah
b. Selang dan regulator
SNI
10 liter
Pertamina
1/60 buah
masing-masing 3 kg
2 tabung
Isi 20 liter
2/12 buah
Sedang
1/12 buah
900 watt
1 bulan
14 watt
3/12 buah
Standar PAM
2 meter kubik
Cream/deterjen
1.5 kg
500 gr
1 buah
250 watt
1/48 buah
48 Rak portable plastik
Sedang
1/24 buah
49 Pisau dapur
Sedang
1/36 buah
30 x 50 cm
1/36 buah
32 Perlengkapan makan
38 Kompor dan perlengkapannya
c. Tabung Gas 3 kg 39 Gas Elpiji 40 Ember plastik 41 Gayung plastik 42 Listrik 43 Bola lampu hemat energi 44 Air Bersih 45 Sabun cuci pakaian 46 Sabun cuci piring (colek) 47 Setrika
50 Cermin JUMLAH IV PENDIDIKAN 51 Bacaan/radio
Tabloid/4 band
4 buah/ (1/48)
Sedang
6/12 buah
a. Pasta gigi
80 gram
1 tube
b. Sabun mandi
80 gram
2 buah
Produk lokal
3/12 buah
52 Ballpoint/pensil JUMLAH V
KESEHATAN
53 Sarana Kesehatan
c. Sikat gigi
47
d. Shampo e. Pembalut atau alat cukur 54 Deodorant 55 Obat anti nyamuk 56 Potong rambut 57 Sisir
Produk lokal
1 botol 100 ml
Isi 10
1 dus/set
100ml/g
6/12 botol
Bakar
3 dus
Di tukang cukur/salon
6/12 kali
Biasa
2/12 buah
Angkutan umum
30 hari (PP)
Daerah sekitar
2/12 kali
(2% dari nilai 1 s/d 59)
2%
JUMLAH VI TRANSPORTASI 58 Transportasi kerja dan lainnya JUMLAH VII REKREASI DAN TABUNGAN 59 Rekreasi 60 Tabungan JUMLAH JUMLAH (I + II + III + IV + V + VI + VII)
48