Uji Kontrol Kualitas Pesawat PET/CT dengan Pedoman IAEA Human Health Series No. 1 Ita Mesikel1, Prof. Dr. Djarwani1, Arreta Rei, M.Si1 1
Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
[email protected] Abstrak
Uji kontrol kualitas menjamin bahwa peralatan memiliki kinerja sesuai standar dan bekerja dalam kondisi yang baik sehingga menghasilkan kualitas citra yang baik. Penelitian ini menggunakan pedoman IAEA (Internasional Atomic Energy Agency) Human Health Series No. 1, yang terdiri dari uji resolusi spasial, uji sensitivitas, uji scatter fraction, uji resolusi energi, uji kualitas citra, dan uji resolusi waktu. Uji resolusi spasial menentukan titik terdekat yang dapat diamati oleh sistem pesawat PET. Uji sensitivitas bertujuan untuk mengetahui kepekaan detektor alat dalam menangkap hamburan foton. Uji scatter fraction untuk mengetahui fraksi dari scatter yang terjadi ketika proses rekonstruksi berlangsung. Uji resolusi energi merupakan bagian dari mengetahui kemampuan detektor dalam membedakan foton dengan energi yang berbeda. Uji kualitas citra bermanfaat untuk melihat hasil citra dengan faktor atenuasi dan hamburan. Uji resolusi waktu digunakan pada pesawat PET yang memanfaatkan aplikasi TOF untuk melihat kemampuan sistem dalam memperkirakan perbedaan waktu kedatangan 2 buah foton. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa resolusi spasial pada radius 1 cm sebesar 9,4 mm (transverse) dan 3,4 mm (axial), sedangkan resolusi spasial pada radius 10 cm sebesar 8,4 mm (radial), 8,3 mm (tangential), 3,3 mm (axial). Nilai sensitivitas alat dari diameter kecil-besar, yaitu 0,071 cps/kBq, 0,074 cps/kBq, 0,070 cps/kBq, 0,063 cps/kBq, dan 0,067 cps/kBq. Hasil dari besaran scatter fraction dari penelitian ini adalah 42,78%. Nilai kualitas citra yang ditunjukkan pada bohlam dari diameter kecil-besar, yaitu 49,60%, 68,21%, 56,43%, 43,28%, 62,94%, dan 70,04%. Kata Kunci : PET, kontrol kualitas, IAEA, kualitas citra
Abstract Quality control tests is required for controling and monitoring quality of the performance imaging tool that has been installed. Quality control tests carried out on the PET/CT will assist in ensuring a standardized tool functions and comply the rules of usage. Quality control tests in this study using the guidelines IAEA Human Health Series No.1 included tests of spatial resolution, sensitivity, scatter fraction, energy resolution, image quality, and coincidences timing resolution. Spatial resolution test is determine the nearest point observed by PET systems. Sensitivity test aims to determine sensitivity of PET detector to catch photons scattering. Scatter fraction test to determine the fraction of scattering that occurs during process of reconstruction. Energy resolution test is to determine the ability of PET detector to distinguish photon with different energy. Image quality test useful to see the results of the image by a factor of attenuation and scattering. Coincidences timing resolution test used in PET instrument utilizing TOF applications to see ability the system to estimate the difference in arrival time of two photons. The results of this study indicate that the spatial resolution at 1 cm radius is 9,4 mm (transverse) and 3,4 mm (axial), and the spatial resolution at 10 cm radius is 8,4 mm (radial), 8,3 mm (tangential), 3,3 mm (axial). The sensitivity value from small sleeve to bigger sleeve is 0,071 cps/kBq, 0,074 cps/kBq, 0,070 cps/kBq, 0,063 cps/kBq, and 0,067 cps/kBq. The results of scatter fraction is 42,78%. Image quality value from small sphere to large sphere is 49,60%, 68,21%, 56,43%, 43,28%, 62,94%, and 70,04%. Keywords: PET, quality control, IAEA, image quality
1. PENDAHULUAN Kedokteran nuklir terus berkembang di era sekarang seiring bertambahnya penemuan-penemuan baru yang banyak dikembangkan para ilmuwan dari berbagai bidang fisika, kimia, teknik, dan kedokteran. Salah satu alat kedokteran nuklir yang diperkenalkan kepada publik tahun 2000 adalah PET/CT (Positron Emission Tomography/Computed Tomography) oleh
sebuah majalah TIME. PET merupakan pesawat dengan teknik pencitraan kedokteran nuklir yang menghasilkan gambar fungsional tubuh dalam bentuk 3 dimensi, sedangkan CT merupakan teknik pencitraan yang menghasilkan gambar anatomi tubuh dengan memanfaatkan komputer pengolah sinar-x[1]. Pesawat PET sendiri memanfaatkan emisi positron dari radiofarmaka FGD-18 (fluorodeoxiglucose) yang disuntikkan ke tubuh pasien dan beranihilasi menjadi 2 buah foton berenergi 511 keV.
Uji Kontrol..., Ita Mesikel, FMIPA UI, 2013
Detektor PET sendiri terdiri dari scintillator crystals yang digabung dengan PMT (photomultiplier). Setiap scintillator crystals dihubungkan dengan satu PMT, sehingga ukuran kristal berkontribusi besar dalam menentukan resolusi spasial citra. Pesawat PET sekarang menggunakan kristal besar dengan PMT lebih dari satu. Fungsi dari scintillator crystals adalah mengkonversikan radiasi gamma menjadi cahaya tampak [2]. Material skintilator PET ada beberapa jenis, yaitu bismuth germinate oxide (BGO), gadolinium oxyorthosilicate (GSO), lutetium oxyorthosilicate (LSO), dan LSO dengan disuntik yttrium atau LYSO[3]. BGO mempunyai waktu peluruhan yang lambat dan keluaran cahayanya rendah, artinya resolusi energinya pun juga rendah. Namun, BGO memiliki stopping power yang tinggi dalam menangkap lebih banyak foton. Material skintilator yang lebih baru adalah LSO dan LYSO dengan waktu peluruhan yang cepat, sehingga energi resolusinya tinggi. Namun, mutunya sedikit rendah dari BGO. Ditengah-tengah antara BGO dan LSO ada GSO dengan keluaran cahaya yang cukup cepat dibanding BGO. PET/CT yang sudah beroperasi saat ini di beberapa rumah sakit di Jakarta, sangat diharapkan mendapat uji kontrol kualitas yang layak ditentukan oleh standar nasional maupun internasional. Uji kontrol kualitas menjamin bahwa peralatan memiliki kinerja sesuai standar dan bekerja dalam kondisi yang baik sehingga menghasilkan kualitas citra yang baik. Kualitas citra pada kedokteran nuklir harus baik karena hasilnya dipakai untuk diagnosa. Oleh karena itu, perlakuan yang tepat pada alat perlu dilakukan dan diperiksa secara berkala. Penelitian ini menggunakan pedoman IAEA (Internasional Atomic Energy Agency) Human Health Series No. 1. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan uji kontrol kualitas terhadap pesawat PET/CT di sebuah rumah sakit dengan menggunakan protokol IAEA Human Health Series no.1 dan mengetahui kinerja dan efisiensi alat PET/CT yang sudah beroperasi tersebut.
2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit MRCCC Siloam Semanggi, Departemen Kedokteran Nuklir menggunakan pesawat PET/CT model Gemini TF, Philips, buatan Amerika. Pesawat PET/CT ini telah diinstal sejak Januari 2010. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu NEMA PET Sensitivity Phantom (PET/NEMA-SEN/P), NEMA PET Scatter Phantom Set (PET/NEMA-SCT/P), NEMA IEC Body Phantom Set (ECT/IEC-BODY/P), radiofarmaka FDG-18 yang memiliki waktu paruh
(t½ = 110 menit), dan sebuah sumber isotop seperti 22 Na yang memiliki waktu paruh (t½ = 2,6 tahun) untuk pengukuran coincidence timing resolution pada TOF (time of flight) [4]. Phantom PET/NEMA-SEN/P digunakan untuk pengukuran sensitivitas pesawat PET. Phantom ini terdiri dari 5 buah tabung berbentuk selubung berbahan aluminium dengan panjang 70 mm dan diameter masing-masing 6,4 mm, 9,5 mm, 12,7 mm, 15,9 mm, dan 19,1 mm. Bentuk tabung-tabung ini seperti koaksial, tidak ada rongga diantara selubung yang satu dengan selubung yang lain. Phantom PET/NEMA-SCT/P berupa silinder tertutup berdiameter 203 mm, panjang 700 mm, dan berbahan polyethylene untuk pengukuran count rate (laju cacahan). Count rate yang terdeteksi akan digunakan untuk melihat fraksi dari hamburan yang terjadi. Phantom ini memiliki berat 20 kg. Phantom ECT/IEC-BODY/p untuk pengukuran kualitas citra yang terdiri dari 6 buah bohlam di dalam ’body phantom’ dengan diameter yang berbeda-beda. Diameter bohlam terdiri dari 1 cm, 1,3 cm, 1,7 cm, 2,2 cm, 2,8 cm, dan 3,7 cm. Selain itu, terdapat 1 buah tabung tertutup dengan diameter 44,5 mm. Volume keseluruhan phantom ini sekitar 9,7 ml. Uji resolusi spasial dilakukan untuk meninjau kemampuan sistem dalam membedakan 2 titik hasil rekonstruksi citra. Resolusi tomografi ditandai dengan jarak terdekat 2 titik yang mampu diamati oleh sistem pesawat PET setelah rekonstruksi citra dan ini merupakan faktor penting dalam menentukan ukuran lesi yang terdeteksi. Uji resolusi spasial menggunakan 3 buah capillary tube dengan isian FDG-18 sebesar 1 MBq dan diletakkan pada posisi 0,1; 0,10; dan 10,0 dan dicacah sebanyak 100.000 count. Hasil citra yang diperoleh dilakukan ROI (region of interest), sehingga menghasilkan kurva teorema Gaussian. Lebar pita FWHM dan FWTM diukur dan rasio keduanya harus sekitar 1,8 -2,0. Besaran FWHM akan digunakan untuk perhitungan dengan rumus yang tersedia pada protokol IAEA Human Health Series No. 1 halaman 46. Hasil dari hitungan diharapkan lebih kecil atau sama dengan acceptance test atau sumber pembanding lainnya. Semakin kecil nilai dari resolusi spasial akan semakin baik. Uji sensitivitas bertujuan melihat respon detektor terhadap sumber radiasi yang diberikan. Phantom berlebel PET/NEMA-SEN/P yang digunakan dalam uji sensitivitas akan diisi oleh sebuah capillary tube berisi radiofarmaka FDG-18 sebesar 5 MBq sepanjang 70 cm. Phantom yang digunakan dimulai dari diameter terkecil dan di scanning sebanyak 10.000 count/slice. Setelah selesai scanning pertama, dilanjutkan dengan menambahkan tabung aluminium dengan diameter berikutnya dan dilakukan seterusnya sampai tabung aluminium diameter terbesar. Hasil citra yang
Uji Kontrol..., Ita Mesikel, FMIPA UI, 2013
diperoleh dilakukan ROI (range of interest) masing-masing hasil citra tabung aluminium dan cacahannya dimasukkan ke dalam persamaan: (1) !!"! = ! exp[(!" − !"#!)/!½] Tj-Tcal merupakan selisih waktu akhir dan awal ketika melakukan scanning. R merupakan cacahan per detik, sehingga satuan yang digunakan adalah cps. Menghitung nilai sensitivitas masing-masing tabung menggunakan persamaan: (2) !!"! = !!"! /! Uji berikutnya adalah scatter fraction yang bertujuan untuk mengukur kemampuan pesawat dalam membedakan scatter dan true coincidence. Phantom berlebel PET/NEMA-SCT/P yang digunakan untuk uji scatter fraction ini akan diisi dengan sebuah capillary tube. Pada phantom di bagian dalam diletakkan capillary tube yang diameternya kurang dari 50 mm dan panjangnya sepanjang phantom dengan isian FDG-18 sebesar 2,7 mCi. Phantom diletakkan di tengah detektor dan di scanning selama 15 menit. Hasil citra yang diperoleh dilakukan ROI pada masing-masing slice, 12 cm ke kiri dari pusat FOV (field of view) dan 12 cm ke kanan dari pusat FOV. Data cacahan yang didapat dari ROI dimasukkan ke dalam persamaan:
!" =
!!,!
! !!"!#$
(3)
Uji kualitas citra merupakan pengukuran persentasi kontras citra yang dihasilkan dari sebuah simulasi phantom yang melibatkan lesi panas dan dingin. Pada pengukuran ini juga diperoleh koreksi atenuasi dan scatter. Body phantom yang memiliki 6 buah bohlam dengan variasi diameter, bohlam dengan diameter 1 cm, 1,3 cm, 1,7 cm, 2,2 cm yang mempresentasikan lesi panas diisi dengan FDG-18 sebesar 0,5 mCi dan dicampur air hingga volumenya terisi penuh, sedangkan bohlam berdiameter 2,8 cm, 3,7 cm diisi dengan air dingin hingga volumenya penuh, ini akan mempresentasikan lesi dingin. Tabung silinder yang di tengah diisi dengan serpihan styrofoam dan menjadi pemeriksaan koreksi atenuasi dan scatter. Body phantom sendiri diisi dengan air biasa hingga penuh dan diletakkan di pusat detektor untuk di scanning selama 15 menit. Hasil citra yang diperoleh dilakukan ROI untuk citra bohlam, tabung silinder, dan bagian permukaan phantom pada potongan axial, seperti pada Gbr 1. Besaran ROI disesuaikan dengan besaran masing-masing citra dan ROI bagian permukaan dilakukan sebanyak 12 buah dengan diameter 3 cm, ini akan menjadi cacahan background.
ROI koreksi atenuasi dan scatter
ROI background ROI lesi panas
ROI lesi dingin
Gbr 1. Contoh ROI pada hasil citra potongan axial Hasil cacahan masing-masing ROI berturutturut untuk menghitung persentasi kontras lesi panas, persentasi kontras lesi dingin, koreksi atenuasi dan scatter dengan menggunakan persamaan: (5) (6) (7)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil resolusi spasial (RES) yang diperoleh dari pengukuran dan penghitungan seperti terlihat pada Tabel 1 dan dilakukan perbandingan dengan penelitian milik Osama Mawlawi, Ph.D dari MD Anderson Cancer Center, Texas. Tabel 1. Nilai resolusi spasial (RES) Penelitian (mm)
Osama Mawlawi (mm)
pada radius 1 cm Transverse
9,4
6,1
Axial
3,4
5,9
Transverse radial
8,4
6,8
Transverse tangetial
8,3
6,8
Axial
3,3
6,7
pada radius 10 cm
Resolusi spasial hasil penghitungan menunjukkan angka yang lebih kecil pada bidang axial dibandingkan pada bidang transverse, karena potongan axial sebenarnya lebih akurat dalam mengevaluasi hasil citra. Hasil nilai RES dalam penelitian untuk uji resolusi spasial ini cukup baik, karena nilai resolusi spasial yang semakin kecil menunjukkan kemampuan sistem pesawat PET semakin baik dalam menentukkan jarak 2 titik yang berdekatan. Namun RES hasil penelitian ini lebih besar sedikit dibandingkan RES milik Osama Mawlawi. Hasil dari uji sensitivitas ini dirata-rata untuk ketiga pengukuran yang dilakukan. Pada Tabel 2 ditunjukkan nilai rata-rata R dan S dengan standard deviation masing-masing besaran. Satuan untuk R
Uji Kontrol..., Ita Mesikel, FMIPA UI, 2013
(count rate) adalah cps, sedangkan satuan S (sensitivitas) adalah count/sec/kBq.
Tabel 3. Rata-rata count rate dan sensitivitas Deskripsi Penelitian
Nilai SF
menggunakan FDG-18
42,78
(%)
Tabel 2. Rata-rata count rate dan sensitivitas Rata-rata R (cps) Rata-rata S (cps/kBq)
Sleeve 1 356,67 ±26,02 0,071 ±0,01
Sleeve 2 368,27 ±51,76 0,074 ±0,01
Sleeve 3 353,05 ±28,18 0,070 ±0,01
Sleeve 4 314,38 ±25,88 0,063 ±0,01
Sleeve 5 333,50 ±31,98 0,067 ±0,01
Tabel di atas menunjukkan penurunan cacahan terhadap penambahan diameter sleeve, ini menunjukkan bahwa sistem alat memberikan respon sensitivitas yang baik. Adanya pengaruh ketebalan diameter terhadap perubahan cacahan oleh sistem. Pada perhitungan R (cps) menggunakan waktu sebagai faktor koreksi dan perhitungan S (cps/kBq) menggunakan R yang dibagi dengan aktivitas sumber radiofarmaka yang digunakan. Cacahan juga meningkat seiring bertambahnya waktu, pengukuran 3 memiliki nilai cacahan lebih kecil dibandingkan pengukuran 2 dan 1. Tebal diameter sleeve akan meningkatkan jumlah foton yang teratenuasi, sehingga nilai cacahan yang tertangkap menjadi lebih sedikit. Dilihat dari standard deviation menunjukkan bahwa nilai sensitivitas dari ketiga pengukuran tidak berbeda jauh satu dengan yang lain, artinya pegukurannya cukup baik. Uji scatter fraction menghasilkan 40 slice, yang akan dilakukan ROI dan dianalisis. Kurva scatter fraction dari 40 slice dapat dilihat pada Gbr 2 dan puncak pada grafik menunjukkan SF yang akan digunakan untuk evaluasi. Kurva Scatter Fraction dengan Slice % Scatter Fraction
50 40
42,78%
30 20 10 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 Slice
Gbr 2. Kurva scatter fraction per slice
Penelitian
sebesar
2,7
pesawat
mCi, PET/CT
Philips Gemini TF Osama Mawlawi, Ph.D
Menggunakan FDG-18
(The
sebesar
University
of
Texas)
40
pesawat
45,11
mCi, Philips
Gemini
M. Daube (Journal
No description
35,50
Menggunakan FDG-18
34,93
Nuclear
Medicine) Johan De Jong (University
Medical
Center Groningen)
sebesar
15,8
mCi
dengan sistem Philips, sebelum
decay
corrected
Kristal yang digunakan pada detektor pesawat PET berbeda-beda satu dengan yang lain, hal ini yang menentukkan scatter fraction di dalam sistem pesawat. Penelitian ini menghasikan nilai scatter fraction sebesar 42,78% yang ditunjukkan pada peak kurva scatter fraction. Penelitian ini mendapatkan scatter fraction yang lebih kecil dibandingkan dengan Osama Mawlawi, namun lebih besar dibandingkan kedua penelitian lainnya. Scatter fraction pada pesawat 3D lebih besar dibandingkan dengan 2D. Berdasarkan protokol IAEA, nilai SF yang dihasilkan sebaiknya sekecil mungkin. Data SF hanya dilaporkan dan ditunjukkan untuk perbandingan penelitian selanjutnya. Berdasarkan buku Dale L. Bailey, nilai scatter fraction untuk pesawat mode 3D sekitar 40% atau lebih, sedangkan mode 2D sekitar 15%. Nilai SF bergantung pada beberapa hal, seperti ukuran objek, density, distribusi sumber radioaktif, metode yang digunakan, dan ukuran medan yang diamati (semakin besar medan semakin besar pula nilai scatter yang didapat). Uji kualitas citra yang dilakukan scanning sebanyak 3 kali dan dirata-rata dengan pengukuran menggunakan jumlah radiofarmaka yang sama dapat dilihat pada Tabel 4.
Uji Kontrol..., Ita Mesikel, FMIPA UI, 2013
Tabel 4. Persentasi kualitas citra lesi panas dan dingin Sphere diameter (mm) Hot sphere contrast (%) Cold sphere contrast (%)
1 cm
1,3 cm
1,7 cm
2,2 cm
49,60 ±9,8
68,21 ±9,8
56,43 ±11
43,28 ±7,7
2,8 cm
3,7 cm
62,94 ±10
70,04 ±11
Nilai persentasi kontras yang baik pada lesi panas maupun dingin mendekati nilai 100%. Dilihat dari standar deviasi masing-masing bohlam cukup baik karena bernilai kecil, artinya simpangan datadatanya tidak terlalu jauh satu dengan yang lain dan akurat. Hasil kontras penelitian sudah baik, karena citra mampu membedakan lesi panas dan dingin dengan jelas. Kontras citra mengalami perubahan dengan adanya faktor atenuasi yang berbeda dari variabel bohlam. Koreksi scatter dan atenuasi untuk uji kualitas citra diperlukan dan ditafsirkan dengan mengukur persentasi relatif error ΔClung dengan menggunakan persamaan (7). Nilai ΔClung dapat dilihat pada Tabel 5 dengan rata-rata ΔClung sebesar 14,13 %. Tabel 5. Koreksi atenuasi dan scatter Scanning Scanning Rata-rata I II ΔClung
16,34 %
11,91 %
14,13 %
Koreksi atenuasi dan scatter (ΔClung) hasil penelitian cukup baik, karena berdasarkan protokol IAEA koreksi untuk atenuasi dan scatter yang sempurna apabila nilainya mendekati 0. Bila dilihat dengan kasat mata hasil citra yang dihasilkan pada uji ini sudah baik karena kontras citra sangat jelas dan tidak terjadi artefak atau noise pada citra yang dihasilkan. Hasil citra dari uji kualitas citra dan koreksi atenuasi dan scatter dilihat pada Gbr 5.
value). Lesi panas mempresentasikan organ atau jaringan pada tubuh yang menangkap radioaktif pada kasus pengobatan dengan radiasi. Pada hasil citra 3D warna objek yang terdapat radioaktif memiliki warna tertentu biasanya berwarna cerah, seperti ungu dan hijau. Lesi dingin yang diisi dengan air dingin biasa hingga volume bohlam terisi penuh, menampilkan hasil citra yang mempresentasikan organ atau jaringan tubuh yang tidak terdapat radioaktif. Warna citra pada lesi dingin ditunjukkan dengan warna abu-abu. Biasanya citra yang menunjukkan warna seperti ini menandakan bahwa organ tidak menyerap radioaktif, yang artinya merupakan selsel normal.
4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengukuran dan pembahasan data penelitian kontrol kualitas pada pesawat PET/CT, dapat disimpulkan bahwa respon dosis radiasi yang ditangkap oleh detektor bergantung pada sensitivitas alat, faktor atenuasi, dan jumlah coincidences sebenarnya yang terdeteksi. Adapun nilai-nilai dari hasil pengukuran ini, yaitu: - Resolusi spasial (RES) pada radius 1 cm sebesar 9,4 mm (transverse) dan 3,4 mm (axial), sedangkan resolusi spasial (RES) pada radius 10 cm sebesar 8,4 mm (radial), 8,3 mm (tangential), 3,3 mm (axial). - Sensitivitas dari diameter kecil-besar, yaitu 0,071 cps/kBq, 0,074 cps/kBq, 0,070 cps/kBq, 0,063 cps/kBq, dan 0,067 cps/kBq. - Scatter fraction (SF) sebesar 42,78% - Kualitas citra pada bohlam dari diameter kecilbesar, yaitu 49,60%, 68,21%, 56,43%, 43,28%, 62,94%, dan 70,04%. - Koreksi atenuasi dan scatter (ΔClung ) sebesar 14,13%. Secara umum, penelitian kualitas kontrol yang berpedoman pada IAEA ini sudah sesuai dengan yang diharapkan pada analisis standar. Pesawat PET Philips Gemini TF ini memberikan hasil citra dengan nilai kontras yang baik, resolusi spasial, scatter fraction, serta sensitivitas yang memadai.
UCAPAN TERIMAKASIH Gbr 3. Hasil citra uji kualitas citra Lesi panas yang diisi dengan radiofarmaka dan dicampur dengan air hingga volumenya memenuhi keseluruhan bohlam, menunjukkan hasil citra yang memberikan besaran SUV (standardized uptake
-
Ucapan terimakasih penulis ditujukan kepada: Ibu Prof. Dr. Djarwani Soejoko dan Ibu Arreta Rei, M.Si selaku pembimbing dalam penelitian ini yang telah memberikan banyak masukkan, saran, dan kritik. MRCCC Siloam Semanggi Hospital dan seluruh staff yang telah memberikan izin untuk
Uji Kontrol..., Ita Mesikel, FMIPA UI, 2013
-
penelitian dan membantu penulis dalam mengambil data-data. Orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan doa dan support tiada hentinya. Bapak Supriyanto A. Pawiro M.Si., Ph.D, Ibu Kristina Tri Wigati, M.Si, dan Yakub Aqib, S.Si yang telah memberikan banyak perbaikan sehingga tulisan ini menjadi sempurna dan membantu dalam mengolah data-data penelitian.
DAFTAR ACUAN [1]
Beyer Thomas, Townsend David W., T. Brun, P. E. Kinahan, M. Charron, R. Roddy, J. Jerin, J. Young, L. Byars, dan R. Nutt, 2000. A Combined PET/CT Scanner for Clinical Oncology. J. Nucl. Med. 41, 1369–1379. [2] S. Surti, Kuhn A, Werner ME, et al. 2007. Performance of Philips Gemini TF PET/CT Scanner with Special Consideration fot Its Time-of-flight Imaging Capabilities. J Nucl Med. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. [3] Bailey L. Dale, Townsend David W, Valk E. Peter. 2005. Positron Emission Tomography: Basic Science. [4] IAEA. 2009. IAEA Human Health Series No. 1: Quality Assurance for PET and PET/CT Systems.
Uji Kontrol..., Ita Mesikel, FMIPA UI, 2013