i
PER RENCAN NAAN LAN NSKAP SE EMPADA AN SUNGA AI CIL LIWUNG G UNTUK PENINGK KATAN K KUALITA AS LINGK KUNGAN ALAMI KOTA K BO OGOR
DED DI RUSPEN NDI
DEPART TEMEN A ARSITEK KTUR LAN NSKAP FAKULT TAS PERT TANIAN INS STITUT P PERTANIA AN BOGO OR BOGOR 2011
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Perencanaan Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung untuk Peningkatan Kualitas Lingkungan Alami Kota Bogor” adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
Penulis
iii
RINGKASAN DEDI RUSPENDI. Perencanaan Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung untuk Peningkatan Kualitas Lingkungan Alami Kota Bogor. Dibimbing oleh SITI NURISJAH. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai jumlah sungai cukup banyak termasuk juga dalam kota-kotanya. Secara historik, kota-kota di Indonesia memulai perkembangannya dari daerah-daerah sekitar tepian sungai. Selanjutnya, dalam perkembangannya juga menghadirkan sungai sebagai bagian dari wajah alami kota. Sungai Ciliwung yang melalui Kota Bogor, membelah kota ini menjadi dua bagian. Pada zaman dahulu, Kota Bogor memiliki kualitas lingkungan alami yang sangat tinggi. Pesatnya pembangunan yang terjadi di Kota Bogor berakibat kepada penurunan kualitas lingkungan alami Kota Bogor, tidak terkecuali pada daerah sekitar Sungai Ciliwung. Sebaiknya sempadan sungai diperuntukkan untuk meningkatkan kawasan alami kota. Selain itu, sempadan dan juga sungainya dapat difungsikan sebagai aset keindahan kota, pengontrol suhu kota dan habitat dari beberapa satwa liar. Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan sempadan Sungai Ciliwung guna meningkatkan kualitas lingkungan alami Kota Bogor. Penelitian ini dilakukan di sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor sepanjang 14,5 km dengan garis sempadan sungai (GSS) + 15 m dari tepi sungai. Untuk kepentingan analisis, sempadan Sungai Ciliwung dibagi menjadi 11 segmen dengan grid berukuran 1.850 m x 925 m. Tahapan penelitian meliputi persiapan penelitian, pengumpulan data, analisis data, sintesis dan perencanaan lanskap. Data diperoleh dengan cara survey langsung ke lapang dan wawancara dengan perwakilan masyarakat di sekitar tapak untuk data primer dan dengan cara mengumpulkan data dari instansi-instansi terkait, yaitu Bappeda Kota Bogor, BPSDA, Dinas Tata Kota, Bina Marga, BMKG Baranagsiang, Balittanah, dan studi pustaka yang berkaitan dengan sempadan Sungai Ciliwung untuk data sekunder. Analisis dilakukan terhadap data ekologis dengan perhitungan rasio sinuositas dan analisis data fisik dengan perhitungan kemiringan lahan, jenis tanah dan curah hujan. Rasio sinuositas diperoleh dengan cara membandingkan antara panjang kelokan sungai yang menghubungkan dua titik yang telah ditentukan pada sungai tersebut dengan panjang garis lurus yang dibentuk oleh dua titik tersebut. Data ekologis dianalisis untuk menentukan zonasi kualitas alami Sungai Ciliwung berdasarkan kepekaannya (tinggi, sedang dan rendah). Kualitas alami yang tinggi menandakan semakin tingginya potensi Sungai Ciliwung untuk dapat berfungsi sebagai kawasan alami yang dapat menjadi habitat bagi biota sungai. Pada data fisik, analisis dilakukan untuk mengetahui peluang terjadinya erosi dan longsor pada sempadan Sungai Ciliwung. Analisisnya dengan kriteria penetapan kawasan lindung berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980. Tingkat bahaya fisik yang tinggi menandakan tidak stabilnya kawasan tersebut dan perlu dijadikan sebagai kawasan lindung. Data ekologis dan data fisik diintegrasikan secara spasial dengan data penutupan lahan eksisting untuk mendapatkan alternatif pemanfaatan lahan guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan alami sempadan Sungai Ciliwung.
iv
Perencanaan ini didasari oleh konsep perbaikan dan mengembalikan fungsi lanskap Sungai Ciliwung sebagai kawasan ekologi yang dapat mendukung keberlangsungan kehidupan ekosistem Sungai Ciliwung dan untuk meningkatkan keindahan alami kota. Konsep ini akan dikembangkan menjadi rencana ruang fungsional, perbaikan dan perlindungan sungai. Rencana ruang fungsional yang memilki total luas 43,66 Ha terbagi menjadi tiga zona fungsional, yaitu : (1) zona konservasi memiliki luas 15,64 Ha (36 % dari luas total keseluruhan) yang meliputi kelurahan Kedunghalang, Sukaresmi, Bantarjati, Sempur, Tanah Sareal, Sukasari dan Baranangsiang. (2) zona semi konservasi memiliki luas 17,27 Ha ( 40 % dari luas total keseluruhan) meliputi kelurahan Paledang, Sukasari, Baranangsiang, Babakan Pasar, Katulampa, Tajur dan Sindangrasa. (3) zona non konservasi memiliki luas 10,75 Ha (24 % dari luas total keseluruhan) meliputi kelurahan Sukaresmi, Kedungbadak, Cibuluh, Kedunghalang, Bantarjati dan Tanah Sareal. Ruang-ruang fungsional tersebut akan direncanakan untuk dapat meningkatkan kualitas lingkungan alami Kota Bogor. Zona konservasi akan direncanakan sebagai daerah bervegetasi dengan kerapatan yang tinggi dalam bentuk RTH dengan jenis riparian forest. Vegetasi tersebut diharapkan dapat menjaga alur tepian sungai dan meminimumkan bahaya fisik pada sempadan sungai. Zona semi konservasi akan direncanakan sebagai daerah dengan kerapatan vegetasi yang cukup tinggi dan pada segmen ini diharapkan dapat mengakomodasikan aktivitas rekreasi masyarakat Kota Bogor. Zona ini akan dikembangkan sebagai taman kota. Zona non konservasi adalah daerah yang boleh dibangun. Arah muka bangunan yang didirikan pada zona ini direncanakan menghadap sungai. Fasilitas utama yang dikembangkan antara sungai dan bangunan adalah jalan inspeksi. Rencana perbaikan sungai yang dikembangkan adalah dengan metode vegetatif dan metode bio-engineering. Metode vegetatif adalah penggunaan komponen biotik (vegetasi) dalam memperbaiki struktur fisik wilayah sungai dengan cara menanam berbagai jenis tanaman (kombinasi tanaman penutup tanah dan pohon) dengan kerapatan yang tinggi dan pola penanaman yang tidak teratur yang direncanakan pada zona konservasi. Sedangkan metode bio-engineering adalah teknik rekayasa yang memanfaatkan komponen biotik dan abiotik dalam memperbaiki struktur fisik wilayah sungai dengan cara menutup tebing sungai dengan menggunakan jerami kering yang diantara penutup tebing ditanami tanaman, diterapkan pada zona semi konservasi serta menanam tanaman yang dikombinasikan dengan batu pada zona non konservasi. Perlindungan pada sungai dilakukan dengan memanfaatkan komponen ekologi guna menghasilkan tempat yang nyaman bagi biota air untuk hidup dan berkembangbiak melalui metode bendung rendah dan mempertahankan batu-batuan di sungai tersebut. Hasil dari perencanaan ini adalah sebuah rencana yang dapat melindungi sungai dengan menyediakan tempat untuk hidup dan berkembangbiak bagi biota sungai sehingga Sungai Ciliwung dapat berfungsi dengan baik dalam meningkatkan kualitas lingkungan alami.
v
PER RENCAN NAAN LAN NSKAP SE EMPADA AN SUNGA AI CIL LIWUNG G UNTUK PENINGK KATAN K KUALITA AS LINGK KUNGAN ALAMI KOTA K BO OGOR
DED DI RUSPEN NDI
Skripsi Sebagaii salah satu syarat s untuk memperolehh gelar Sarjaana Pertaniann pada Departem men Arsitekttur Lanskap Fakultas Perrtanian, Institutt Pertanian Bogor B
DEPART TEMEN A ARSITEK KTUR LAN NSKAP FAKULT TAS PERT TANIAN INS STITUT P PERTANIA AN BOGO OR BOGOR 2011
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seruruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
vii
Judul Skripsi
: Perencanaan Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung untuk Peningkatan Kualitas Lingkungan Alami Kota Bogor
Nama Mahasiswa
: Dedi Ruspendi
NRP
: A44062044
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. NIP. 19480912 197412 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. NIP. 19480912 197412 2 001
Tanggal Disetujui :
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 1 Februari 1988. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Dursin dan Carsem. Penulis menghabiskan masa kecilnya di Kota Karawang, tepatnya di Kecamatan Cilamaya dan mengawali masa jenjang pendidikan formal pada tahun 1994 di SDN Rawagempol Wetan II, kemudian pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 penulis melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat SLTP di SLTPN 1 Cilamaya, Kabupaten Karawang. Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA di SMA PGII 1 Kota Bandung dan berhasil menyelesaikan masa pendidikan SMA pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti sayembara perancangan Taman Kota Pisangan, Kota Jakarta dan Taman Topi, Kota Bogor serta Pekan Kreatifitas mahasiswa bidang penelitian. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten Mata Kuliah Rekayasa Lanskap, Perencanaan Lanskap dan anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP).
ix
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji hanya kepunyaan Allah SWT, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Atas rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perencanaan Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung Untuk Peningkatan Kualitas Lingkungan Alami Kota Bogor”. Skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA sebagai pembimbing skripsi yang banyak memberikan nasehat, masukan dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Vera D Damayanti, SP, MLA dan Ibu Fitriyah Nurul HU, ST, MT atas segala nasehatnya dalam segala hal tentang akademik. 3. Bapak, emak, aa dan teteh yang tidak pernah bosan memberikan dukungan dan doa kepada penulis. 4. Agung, manceu, om jun, rido dan dicky yang telah menemani penulis dalam mengumpulkan data penelitian. 5. Teman-teman satu bimbingan, wiwiek, hani, wemby, irvan dan ray, semoga kita dipertemukan kembali pada hari nanti dan tentunya kita telah menjadi orang sukses, amien. 6. Teman-teman seperjuangan di lanskap 43 semoga kita selalu kompak. 7. Teman-teman lanskap lainnya dari angkatan 40, 41, 42, 44 dan 45. 8. Teman-teman d’sabarz terimakasih atas semua canda tawanya. 9. Pihak-pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai tambahan ilmu dibidang Arsitektur Lanskap dan dapat menjadi masukan yang berguna dalam perencanaan kota khususnya pada sempadan Sungai
x
Ciliwung di Kota Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka diri atas kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini agar diperoleh hasil yang lebih maksimal. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Maret 2011
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................. III DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. IV PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................1 Tujuan Penelitian .............................................................................................2 Manfaat Penelitian ...........................................................................................2 Kerangka Pikir Penelitian ................................................................................2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 4 Perencanaan Lanskap .......................................................................................4 Sungai ..............................................................................................................4 Badan Sungai .............................................................................................4 Sempadan Sungai .......................................................................................7 Vegetasi Sempadan Sungai ........................................................................9 Pendugaan Kondisi Ekologis Sungai .............................................................11 Pendugaan Erosi dan Longsor Tebing Sungai ...............................................12 KONDISI UMUM KOTA BOGOR ...................................................................... 13 Letak Geografis Kota Bogor ..........................................................................13 Sejarah Kota Bogor ........................................................................................13 Keadaan Fisik Kota Bogor .............................................................................14 Topografi .................................................................................................14 Geologi dan Tanah ...................................................................................14 Hidrologi ..................................................................................................15 Iklim dan Kenyamanan ............................................................................15 Keanekaraman Jenis Vegetasi .................................................................15 Kondisi Sosial Budaya Kota Bogor ...............................................................16 Kependudukan Kota Bogor ...........................................................................16 Penggunaan Lahan .........................................................................................17
ii
METODOLOGI .................................................................................................... 19 Lokasi dan Waktu Penelitian .........................................................................19 Batasan Penelitian ..........................................................................................21 Metode dan Tahapan Penelitian .....................................................................21 Persiapan Penelitian .................................................................................22 Pengumpulan Data ...................................................................................22 Analisis Data ............................................................................................23 Sintesis .....................................................................................................26 Perencanaan Lanskap ...............................................................................27 Keluaran .........................................................................................................27 DATA DAN ANALISIS ....................................................................................... 28 Aspek Ekologis ..............................................................................................28 Aspek Fisik ....................................................................................................33 Integrasi Aspek Ekologis dan Fisik ...............................................................37 PERENCANAAN LANSKAP SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG .................. 40 Konsep Dasar .................................................................................................40 Rencana Ruang Fungsional ...........................................................................40 Rencana Perbaikan dan Perlindungan Sungai ...............................................41 Rencana Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung .............................................46 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 56 Kesimpulan ....................................................................................................56 Saran ..............................................................................................................56 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 57 LAMPIRAN .......................................................................................................... 59
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1. Kemiringan Lereng Berdasarkan Luas Lahan .............................................. 14 2. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Kota Bogor Tahun 2008 ............................................................................................................... 17 3. Persentase Luasan Penggunaan Lahan Tahun 2005 ..................................... 18 4. Segmen Kawasan Penelitian ......................................................................... 20 5. Kelompok Data, Jenis, Sumber dan Cara Pengambilan Data ....................... 23 6. Kriteria dan Tata Cara Penetapan Kawasan Lindung ................................... 25 7. Ketentuan lain dalam menentukan Kawasan Lindung.................................. 26 8. Penentuan Zona berdasarkan luas Penutupan Lahan .................................... 27 9. Nilai Sinuositas Sungai Ciliwung ................................................................. 28 10. Persentase Kualitas Alami Sungai Ciliwung .............................................. 29 11. Vegetasi yang dapat ditanam di sempadan Sungai Ciliwung ..................... 32 12. Pendugaan Kepekaan Longsor dan Erosi.................................................... 33 13. Hasil Overlay untuk Tiap Segmen .............................................................. 37 14. Alternatif Pemanfaatan Sempadan Sungai Ciliwung .................................. 39 15. Pembagian dan Luas Zona terhadap Kawasan Penelitian ........................... 40 16. Arahan Rencana Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung .............................. 47
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian ............................................................................... 3 2. Orde Sungai (Forman dan Gordon, 1986) ...................................................... 5 3. Perubahan Penampang yang Menunjukan Umur Sungai ................................ 6 4. Sempadan Sungai Cara Ekologi, Hidraulik dan Morphologi ......................... 8 5. Bentuk Alur Sungai (Miall, 1997) ................................................................ 11 6. Perhitungan Sinuosity Ratio .......................................................................... 12 7. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................... 19 8. Garis Sempadan Sungai (GSS) berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2005 .......................................................................... 20 9. Peta Kawasan Penelitian ............................................................................... 21 10. Alur dan Tahapan Perencanaan lanskap ..................................................... 22 11. Perhitungan Nilai Sinuositas ....................................................................... 24 12. Peta Kualitas Alami Sungai Ciliwung Kota Bogor..................................... 29 13. Kondisi Kawasan Sungai Ciliwung pada Segmen Sungai dengan Kualitas Alami Tinggi (Segmen 1) ........................................................................... 31 14. Kondisi Kawasan Sungai Ciliwung pada Segmen Sungai dengan Kualitas Alami Sedang (Segmen 6) .......................................................................... 31 15. Kondisi Kawasan Sungai Ciliwung pada Segmen Sungai dengan Kualitas Alami Rendah (Segmen 8) .......................................................................... 31 16. Peta Kepekaan Longsor dan Erosi Tebing Sungai Ciliwung ...................... 34 17. Sawah dan Kebun........................................................................................ 36 18. Permukiman ................................................................................................ 36 19. Dinding Penahan ......................................................................................... 37 20. Peta Komposit Aspek Ekologis dan Aspek Fisik ....................................... 38 21. Metode Vegetatif......................................................................................... 44 22. Penutup Tebing ........................................................................................... 44 23. Tanaman antara Pasangan Batu Kosong ..................................................... 44 24. Bendung Rendah dari Batu Lepas (Tampak Atas)...................................... 45 25. Batuan di Badan Sungai dan Ilustrasi Jenis Lumutnya ............................... 46 26. Rencana Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung ........................................... 50 27. Rencana Lanskap (Segmen 1 – Ruang Konservasi Alami) ........................ 51
v
28. Rencana Lanskap (Segmen 8 – Ruang Semi Konservasi Alami) ............... 52 29. Rencana Lanskap (Segmen 3 – Ruang Non Konservasi Alami) ................ 53 30. Potongan A-A’ (Segmen 1 – Ruang Konservasi Alami) ............................ 54 31. Potongan B-B’ (Segmen 8 – Ruang Semi Konservasi) .............................. 54 32. Potongan C-C’ (Segmen 3 – Ruang Non Konservasi) ................................ 54 33. Ilustrasi Segmen 1 (Ruang Konservasi Alami) ........................................... 55 34. Ilustrasi Segmen 8 (Ruang Semi Konservasi)............................................. 55 35. Ilustrasi Segmen 3 (Ruang Non Konservasi) .............................................. 55
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sungai adalah satu elemen lanskap yang merupakan mata rantai hidrologis dengan segala komponen-komponennya dimana terjadi erosi, transportasi, desposisi yang membawa materi geologi bumi. Sungai dan bantarannya merupakan habitat yang sangat kaya akan flora dan fauna sekaligus sebagai barometer kondisi ekologis daerah tersebut. Sungai yang masih alamiah dapat berfungsi sebagai aerasi alamiah yang akan meningkatkan atau menjaga kandungan oksigen air sungai (Maryono, 2005). Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai jumlah sungai cukup banyak termasuk juga dalam kota-kotanya. Secara historik, kota-kota di Indonesia memulai perkembangannnya dari daerah-daerah sekitar tepian sungai. Dalam perkembangannya, umumnya selalu menghadirkan sungai sebagai bagian dari wajah kota. Selain memberikan nilai keindahan dan pemandangan yang khas, sungai juga dapat memberikan iklim mikro yang lebih baik pada kota tersebut. Sungai Ciliwung yang melalui Kota Bogor, membelah kota ini menjadi dua bagian. Pada zaman dahulu, Kota Bogor memiliki kualitas lingkungan alami yang sangat tinggi. Pesatnya pembangunan yang terjadi di Kota Bogor berakibat kepada penurunan kualitas lingkungan alami Kota Bogor, tidak terkecuali pada daerah sekitar Sungai Ciliwung. Seharusnya sempadan sungai diperuntukan untuk kawasan alami kota. Selain itu, sempadan dan juga sungainya dapat difungsikan sabagai aset keindahan kota, pengontrol suhu kota dan habitat dari beberapa satwa. Banyaknya fungsi yang dimiliki Sungai Ciliwung sudah sepatutnya lingkungan sungai ini dijaga dan dilestarikan. Penurunan kualitas lingkungan alami Sungai Ciliwung Kota Bogor disebabkan oleh makin bertambahnya jumlah dan luasan hunian pada lahan disepanjang sempadan Sungai Ciliwung, terjadinya longsor dan erosi pada sempadan sungai dan banyaknya tumpukan sampah. Hal ini akan mengurangi ketersediaan kawasan alami pada sempadan Sungai Ciliwung. Selanjutnya lahan alami semakin lama akan terus berkurang luasannya. Untuk meningkatkan fungsifungsi sungai dan untuk meminimalkan dampak negatif yang terjadi diperlukan
2
perencanaan pada sempadan Sungai Ciliwung. Sempadan sungai yang tertata dengan baik selain memperbaiki kualitas sungai diharapkan juga akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan alami Kota Bogor.
Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini untuk merencanakan lanskap sempadan Sungai Ciliwung guna peningkatan kualitas lingkungan alami Kota Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya: 1. Menganalisis aspek ekologis sempadan Sungai Ciliwung untuk mendukung kualitas alami sungai, 2. Menganalisis aspek fisik sempadan Sungai Ciliwung untuk menduga peluang kejadian longsor dan erosi pada sempadan sungai, 3. Merencanakan lanskap sempadan Sungai Ciliwung untuk peningkatan kualitas lingkungan alami Kota Bogor.
Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menjadi masukan bagi pemerintah, khususnya pemerintah Kota Bogor dalam merencanakan pengembangan Sungai Ciliwung, 2. Wawasan bagi perencana lanskap secara umum dalam perencanaan Sungai yang memperhatikan keseimbangan ekosistem, 3. Meyediakan ruang terbuka publik untuk aktivitas ruang luar (outdoor recreation) masyarakat kota.
Kerangka Pikir Penelitian Sungai Ciliwung terus mengalami penurunan kualitas lingkungan alami. Untuk mengendalikannya, maka sempadan sungai ini direncanakan guna mempertahankan nilai lingkungannya dan meminimumkan dampak negatif dari bahaya fisik yang dapat terjadi di sempadan sungainya. Sempadan sungai ini direncanakan dengan mempertimbangkan aspek ekologis dan aspek fisiknya. Hasil overlay dari dua aspek ini diintegrasikan dengan data penutupan lahan untuk menentukan tata ruang pada kawasan Sungai Ciliwung beserta alternatif bentuk
3
pemanfaatannya untuk peningkatan kualitas lingkungan alami Kota Bogor. Kerangka pikir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Kota Bogor
Kawasan Sungai Ciliwung dalam Kota Bogor Peningkatan Kualitas Lingkungan Alami Kota
Aspek Ekologis (Mendukung Nilai Lingkungan)
Aspek Fisik (Mengendalikan Kawasan dari Bahaya Fisik)
Penutupan Lahan Eksisting
Tata Ruang Kawasan Sungai
Konsep Pengembangan
Rencana Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Lanskap Menurut Simond (1983), proses perencanaan adalah suatu alat yang sistematis yang menentukan awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan tersebut. Suatu lanskap memerlukan perencaan yang matang agar tertata dengan baik. Rencana awal yang dibuat akan menjadi dasar dalam pengembangan selanjutnya. Perencanaan lanskap merupakan suatu penyesuaian antara lanskap dan program yang akan dikembangkan untuk menjaga kelestarian ekosistem dan pemandangan
lanskap
sehingga
mencapai
penggunaan
terbaik.
Proses
perencanaan yang baik harus merupakan suatu proses yang dinamis, saling terkait dan saling menunjang (Gold, 1980). Nurisyah dan Pramukanto (2009) mengatakan bahwa perencanaan lanskap adalah salah satu bentuk utama dalam kegiatan arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (Land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses
untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna
mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetik dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan, termasuk kesehatannya. Kegiatan merencana suatu lanskap adalah suatu proses pemikiran dari suatu ide, gagasan atau konsep kehidupan manusia/masyarakat kearah suatu bentuk lanskap atau bentang alam yang nyata dan berkelanjutan.
Sungai
Badan Sungai Menurut Nurisjah (2004), sungai adalah tempat mengalirnya air yang berasal dari air hujan pada suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi, dan merupakan salah satu badan air lotik yang utama. Yaitu :
5
1. Badan air dengan air yang mengalir (sistem lotik) 2. Badan air dengan air yang tidak mengalir (sistem lentik) Menurut Nurisjah (2004), dalam perjalanan air dari mata airnya di bagian hulu yang umumnya terletak di daerah pegunungan menuju ke hilir yang terletak di daerah yang lebih rendah atau dataran, aliran sungai secara lambat laun akan bersatu dengan beberapa sungai lain hingga pada akhirnya badan sungai menjadi besar. Sungai yang memiliki daerah aliran yang panjang dan volume air terbesar disebut sungai utama dan cabang-cabangnya disebut anak sungai. Sungai yang membentuk beberapa buah cabang sebelum berakhir di sebuah wadah kumpulan air (danau atau laut) disebut sebagai cabang sungai.
Gambar 2. Orde Sungai (Forman dan Gordon, 1986) Sungai-sungai yang mengalir disuatu daerah pegunungan dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu pada bagian hulu dimana air mengalir diantara celah-celah pegunungan yang disebut sungai arus deras. Sungai ini merupakan sungai yang kedua tebingnya merupakan bagian dari lereng-lereng gunung yang berdampingan dan sungai yang di luar pegunungan ini selanjutnya dibagi lagi menjadi sungai yang mengalir di lembah dan sungai di daerah kipas pengendapan. Pada bagian sungai arus deras di daerah pegunungan akan terbentuk jurang-jurang. Air yang
6
mengalir dari sungai arus deras umumnya mengandung sedimen dengan konsentrasi yang tinggi. Sebagian dari sedimen ini, dalam perjalanannya, akan diendapkan disepanjang bagian sungai diluar daerah pegunungan. Sungai dan lembahnya ibarat organisme hidup yang selalu berubah dari waktu ke waktu, mulai dari masa muda, dewasa, dan masa tua (Gambar 3). Siklus kehidupan sungai dimulai ketika tanah baru muncul di atas permukaan laut. Hujan kemudian mengikis tanah tersebut membentuk parit, kemudian parit-parit bertemu sesamanya membentuk sungai. Selain itu, sungai bisa juga terbentuk dari danau yang perlahan menghilang sebagai sungai dangkal dan terkikis membentuk sisi yang curam atau lembah berbentuk V. Anak-anak sungai kemudian tumbuh dari sungai utamanya seperti cabang pohon. Semakin tua sungai lembahnya akan semakin dalam dan anak-anak sungainya akan semakin panjang (Morris, 1980).
Sungai masih bayi. Sungai muda. Anak Sempit dan curam sungainya bertambah
Sungai tua. Daerah alirannya semakin melebar dan berkelok
Sungai sudah tua sekali
Gambar 3. Perubahan Penampang yang Menunjukan Umur Sungai (Morris, 1980)
Sungai dapat dinyatakan juga merupakan suatu saluran drainase yang terbentuk secara alami dan berfungsi sebagai saluran drainase. Air yang mengalir di dalam sungai, selama keberadaan sungai dan secara terus menerus, akan mengikis tanah bagian dasarnya yang selanjutnya akan membentuk lembahlembah sungai. Volume sedimen yang besar yang dihasilkan dari reruntuhan tebing sungai di daerah pegunungan dengan kemiringan yang curam akan memiliki atau menghasilkan aliran yang cukup besar. Tetapi setelah aliran mencapai dataran maka gaya aliran akan sangat menurun dan beban yang terdapat dalam arus sungai ini akan secara berangsur diendapkan. Karena itu dapat dilihat
7
ukuran butiran sedimen yang diendapkan di bagian hulu sungai umumnya lebih besar dan bersudut dibandingkan dengan yang terdapat dibagian hilirnya (Nurisjah, 2004). Menurut Maryono (2008), dalam proses morfologi pembentukan sungai, sungai terbentuk sesuai dengan kondisi geografi, ekologi dan hidrologi daerah setempat, serta dalam perkembangannya akan mencapai kondisi keseimbangan dinamiknya. Kondisi geografi banyak menentukan letak dan bentuk alur sungai memanjang dan melintang. Ekologi menentukan tampang melintang dan keragaman hayati serta faktor retensi sungai. Sedangkan hidrologi menentukan besar kecil dan frekuensi aliran air di sungai. Ketiga faktor tersebut saling terkait dan secara integral membentuk sungai yang alami. Sungai yang alami akan dapat mendukung kehidupan biota yang tinggal di sungai tersebut karena merupakan habitat aslinya. Intervensi manusia dalam merubah alur sungai (pelurusan pada sungai yang meander dan/atau membelokan sungai yang lurus) akan berakibat terhadap keberlangsungan sungai itu sendiri.
Sempadan Sungai Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan (PP No. 35 tahun 1991). Sempadan sungai sering juga disebut dengan bantaran sungai walaupun terdapat perbedaan. Bantaran sungai adalah daerah pinggir sungai yang tergenangi air saat banjir (flood plain). Bantaran sungai bisa juga disebut bantaran banjir sedangkan sempadan sungai adalah daerah bantaran banjir ditambah lebar longsoran tebing sungai (sliding) yang mungkin terjadi, ditambah lebar bantaran ekologis dan lebar keamanan yang diperlukan kaitannya dengan letak sungai (misal areal permukiman-non permukiman). Sempadan sungai merupakan daerah ekologis dan hidraulis sungai yang penting. Sempadan sungai tidak dapat dipisahkan dengan badan (alur) sungai karena secara hidraulis dan ekologis merupakan satu kesatuan. Secara hidraulis sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir yang berfungsi memberi kemungkinan luapan air banjir ke samping kanan kiri sungai sehingga kecepatan air ke hilir dapat dikurangi, energi air dapat diredam di
8
sepanjang sungai, erosi tebing dan erosi dasar sungai dapat dikurangi secara simultan (Maryono, 2005).
Gambar 4. Sempadan Sungai Cara Ekologi, Hidraulik dan Morphologi (Maryono, 2005)
Bantaran
sungai
adalah
areal
sempadan
kiri-kanan
sungai
yang
terkena/terbanjiri luapan air sungai, baik dalam periode waktu yang pendek maupun periode waktu yang cukup panjang, yang merupakan daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem akuatik dengan ekosistem daratan (Anonim, 2005). Sebagai ekoton, daerah bantaran sungai memiliki peranan penting antara lain adalah: 1. Menyediakan habitat yang unik bagi biota a. Keanekaragaman hayati yang tinggi •
Hutan aluvial
•
Satwaliar (burung, mamalia, reptilia, ikan, dll
b. Produktivitas biologi tinggi •
Hutan lahan basah
•
Perikanan
•
Burung
•
Sumber penyebaran spesies ke tempat lain
9
2. Mengatur “interpath dynamics” a. Suplai bahan organik ke ekosistem lain b. Penyimpan hara untuk aliran permukaan lahan pertanian c. Mempengaruhi pergerakan serta migrasi burung dan mamalia 3. Indikator dari perubahan hydroklimat (sensitif terhadap external control) 4. Mempunyai kualitas visual yang kuat a. Menciptakan warna, variasi dan citra yang berbeda b. Menyediakan Wilderness experience c. Menciptakan prospek dan refuge image
Sungai dan sempadannya merupakan habitat yang sangat kaya akan flora fauna sekaligus sebagai barometer kondisi ekologi daerah tersebut. Sungai dan sempadan yang masih alamiah dapat berfungsi sebagai aerasi alamiah yang akan meningkatkan atau menjaga kandungan oksigen air sungai. Komponen ekologi sempadan sungai adalah vegetasi pada bantaran sungai. Selain itu, sempadan yang produktif adalah sempadan yang mampu menyediakan vegetasi untuk obatobatan, pangan dan papan.
Vegetasi Sempadan Sungai Vegetasi pada sempadan sungai memiliki aneka fungsi ekologi yang akan hilang jika vegetasi ini hilang. Fungsi ekologi vegetasi sempadan sungai misalnya menjaga kualitas air sungai, habitat bagi hidupan liar, menjaga suhu air, mengendalikan pertumbuhan organisme fotosintetik akuatik dan menstabilkan tebing sungai. Produktivitas perikanan di sungai-sungai akan menurun jika vegetasi ini tidak dapat dipertahankan. Reservat tidak akan berfungsi jika vegetasi riparian tidak dipertahankan kehadirannya di rawa banjir (“floodplain”). Kualitas air sungai yang layak diminum tidak akan dapat diperoleh tanpa kehadiran vegetasi tersebut. Vegetasi sempadan sungai juga memiliki fungsi ekonomi misalnya menjadi sumber bahan obat-obatan, pangan dan papan. Berbagai upaya untuk mempertahankan fungsi ekologi dan ekonomi serta sosial sungai akan sulit dijaga jika vegetasi sempadan sungai tidak dilestarikan (Siahaan, 2004). Bantaran sungai yang merupakan rawa banjir (“floodplain”) ditumbuhi oleh berbagai jenis tumbuhan yang telah beradaptasi untuk hidup di tempat yang seringkali
10
tergenang air sungai terutama saat hujan turun. Vegetasi yang tumbuh di tepian sungai tersebut dinamakan vegetasi riparian (Siahaan, 2004).
Vegetasi riparian adalah vegetasi yang tumbuh di tepian sungai. Vegetasi ini memiliki banyak fungsi antara lain menjaga kualitas air sungai, habitat hidupan liar, menjaga longsor dan mengatur pertumbuhan flora akuatik baik tingkat tinggi maupun tingkat rendah. Air yang masuk ke sungai yang berasal dari pertanian dan pemukiman penuh dengan bahan-bahan pencemar misalnya pestisida, pupuk dan minyak. Pencemar tersebut sebelum memasuki sungai akan diserap oleh vegetasi riparian dan diubah menjadi bahan-bahan yang tidak berbahaya. Hal tersebut membantu meningkatkan kualitas air sungai. Kualitas air sungai akan meningkat jika vegetasi riparian juga meningkat. Dalam hal ini, vegetasi riparian berperan dalam purifikasi alamiah air sungai (Siahaan, 2004). Vegetasi riparian juga mengendalikan erosi tebing sungai. Akar tumbuhan yang hidup di tepian sungai mencengkeram tanah di tepian sungai. Vegetasi riparian juga mengendalikan air permukaan. Mekanisme tersebut dapat mencegah longsoran tebing sungai yang sangat sering terjadi saat turun hujan. Vegetasi riparian mampu menyerap padatan terlarut yang dibawa air permukaan. Deforestasi di bagian atas sungai telah menyebabkan erosi tanah. Butiran tanah dibawa oleh air permukaan menuju sungai. Akar-akar vegetasi riparian dapat mengikat padatan terlarut tersebut sehingga air sungai tampak jernih. Partikel tanah yang tertangkap oleh vegetasi riparian mencegah terjadinya sedimentasi di sungai. Hal ini sangat menguntungkan hewan-hewan seperti ikan yang menyukai dasar sungai tidak berlumpur (Siahaan, 2004). Vegetasi riparian sangat bermanfaat dalam mengatur suhu air dan mengendalikan masuknya cahaya matahari ke sungai. Cahaya yang masuk akan meingkatkan suhu permukaan air sungai. Hal ini sangat membahayakan kehidupan akuatik yang telah beradaptasi dengan suhu rendah. Jika suhu air sungai meningkat maka hanya beberapa hewan saja yang dapat hidup. Peningkatan suhu air akan mengurangi keanekaragaman jenis biota akuatik (Siahaan, 2004).
11
Pendugaan Kondisi Ekologis Sungai Sinuositas sungai cenderung bergerak berkelok melewati bantaran banjir, dengan pola huruf S. Kelokan yang melewati bantaran banjir tersebut meninggalkan bekas dimana alur sungai terbentuk. Perbandingan sinousitas sungai dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas alami dari suatu sungai. Menurut Allen (1970) dalam Anisa (2009), bentuk sungai secara garis besar dibagi kedalam tiga jenis berdasarkan perbandingan sinousitasnya (Sinousity ratio), yaitu : lurus, sinous dan meander. Bentuk alur sungai dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Bentuk Alur Sungai (Miall, 1997) Sinousity ratio diperoleh dengan menghitung perbandingan antara panjang alur suungai dari satu titik ke titik tertentu dengan panjang garis lurus yang menghubungkan kedua titk tersebut. Nilai Sinuosity Ratio ≈ 1 menunjukan bahwa alur sungai tersebut lurus. Nilai Sinuosity Ratio antara 1-1.5 menunjukan bahwa bentuk alur sungai tersebut sinuous. Serta nilai Sinuosity Ratio > 1.5 menunjukan bahwa bentuk alur sungai tersebut meander. Ilustrasi mengenai perhitungan Sinousity ratio dapat dilihat pada Gambar 6.
12
Gambar 6. Perhitungan Sinuosity Ratio
Pendugaan Erosi dan Longsor Tebing Sungai Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian dari tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Pengangkutan ayau pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu air atau angin. Erosi tebing sungai terjadi sebagai akibat pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan arus air yang kuat pada kelokan sungai. Erosi tebing akan lebih hebat terjadi jika vegetasi penutup tebing telah habis atau jika dilakukan pengolahan tanah terlalu dekat tebing (Arsyad, 2000). Longsor (landslide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume yang besar. Pada longsor pengangkutan tanah itu terjadi sekaligus. Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Lapisan tersebut yang terdiri dari liat atau mengandung kadar liat tinggi yang setelah jenuh air barlaku sebagai peluncur (Arsyad, 2000). Tujuan utama dari pendugaan erosi adalah untuk meramalkan besar erosi yang telah, sedang dan/atau akan terjadi pada suatu lahan dengan atau tanpa pengelolaan tertentu dan memilih praktek penggunaan lahan dalam arti luas yang mempunyai produktifitas tinggi dan berkelanjutan. Selain itu, sempadan yang longsor akan mengurangi ketersedian kawasan alami yang berakibat terhadap penurunan kualitas lingkungan alami.
13
KONDISI UMUM KOTA BOGOR Letak Geografis Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara koordinat 106o43’30” BT - 106o51’00” BT dan 6o30’30” LS - 6o41’00” LS dengan jarak dari ibu kota kurang lebih 60 km. Kota Bogor mempunyai luas wilayah 11.850 Ha dan mengalir beberapa sungai yang permukaan airnya jauh di bawah permukaan dataran, yaitu : Ci (Sungai) Liwung, Ci Sadane, Ci Pakancilan, Ci Depit, Ci Parigi dan Ci Balok. Batas-batas wilayah kota meliputi : Sebelah Utara
: Kecamatan Kemang, Bojong Gede dan Sukaraja,
Sebelah Timur
: Kecamatan Sukaraja dan Ciawi
Sebelah Selatan
: Kecamatan Cijeruk dan Caringin,
Sebelah Barat
: Kecamatan Darmaga dan Ciomas.
Sejarah Kota Bogor Kota Bogor merupakan salah satu kota tua di Indonesia yang telah berdiri pada abad XV (tahun 1579) sebelum masuknya VOC. Dahulu merupakan pusat Kerajaan Padjajaran, namun setelah penyerangan pasukan Banten kota ini menjadi hancur lebur dan hampir hilang ditelan sejarah selama satu abad. Pada saat VOC menguasai Banten dan sekitarnya, wilayah Bogor berada di dalam pengawasan VOC. Dalam rangka membangun wilayah kekuasaannya Pemerintah Belanda melakukan ekspedisi dan dari hasil ekspedisi tersebut ternyata tidak ditemukan reruntuhan bekas Ibukota Pajajaran (Scipio-1687) kecuali di daerah Cikeas, Citereup, Kedung Halang dan Parung Angsana. Selanjutanya Parung Angsana diberi nama Kampung Baru dan dari sinilah cikal bakal Bogor dibangun (Tanuwijaya 1689-1705). Di kampung baru inilah didirikan tempat peristirahatan yang sekarang dikenal dengan Istana Bogor oleh G. J. Baron Van Imhoff (1740) dan tahun 1745 Bogor ditetapkan sebagai Kota Buitenzorg. Selanjutnya di sekitar tempat peristirahatan tersebut dibangunlah Pasar Bogor (1808) dan Kebun Raya (1817). Tahun 1904 Buitenzorg resmi menjadi pusat kedudukan dan kediaman Gubernur Jenderal dengan wilayah seluas 1.205 Ha, terdiri dari 2 kecamatan dan 7 desa.
14
Keadaan Fisik Kota Bogor Topografi Kota Bogor merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi antara 190 sampai dengan 350 m di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0-2 % (datar) seluas 1.763,94 Ha, 2-15 % (landai) seluas 8.091,27 Ha, 15-25 % (agak curam) seluas 1.109,89 Ha, 25-40 % (curam) seluas 764,96 Ha dan > 40 % (sangat curam) seluas 119,94 Ha. Kemiringan lereng berdasarkan wilayah kecamatan di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kemiringan Lereng Berdasarkan Luas Lahan Kemiringan Lereng (Ha) Kecamatan
0-2 %
2-15 %
15-25 %
25-40 %
> 40 %
Datar
Landai
Agak Curam
Curam
Sangat Curam
Jumlah (Ha)
Bogor Utara
137,85
1.565,65
-
68,00
0,50
1.772,00
Bogor Timur
182,30
722,70
56,00
44,00
10,00
1.015,00
Bogor Selatan
169,10
1.418,40
1.053,89
350,37
89,24
3.081,00
Bogor Tengah
125,44
560,47
-
117,54
9,55
813,00
Bogor Barat
618,40
2.502,14
-
153,81
10,65
3.285,00
Tanah Sareal 503,85 1.321,91 31,24 Jumlah (Ha) 1.763,94 8.091,27 1.109,89 764,96 Sumber : Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor (2007)
119,94
1.884,00 11.850,00
Geologi dan Tanah Secara umum Kota Bogor ditutupi oleh batuan Vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tupaan/kpbb) dan Gunung Salak (berupa alluvium/kal dan kipas alluvium/kpal). Struktur batuan yang ada di wilayah Bogor lapisan batuan ini berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari daerah aliran sungai. Endapan permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir dan kerikil, hasil dari pelapukan endapan, hal ini baik untuk vegetasi. Dari struktur geologi tersebut, maka Kota Bogor memiliki jenis Aliran Andesit seluas 2.719,61 Ha, Kipas Alluvial seluas 3.249,96 Ha, Endapan 1.372,68 Ha, Taufan 3.395,75 Ha dan Lanau Breksi Tufan (Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Tahun Anggaran 2007).
15
Hidrologi Wilayah Kota Bogor dialiri oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, dengan tujuh anak sungai. Secara keseluruhan anak-anak sungai yang ada membentuk pola aliran parallel-subparalel sehingga mempercepat waktu mencapai debit puncak (time to peak) pada Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane sebagai sungai utamanya. Pada umumnya aliran sungai tersebut dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Kota Bogor serta sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum. Selain beberapa aliran sungai yang mengalir di wilayah Kota Bogor, terdapat juga beberapa mata air yang umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan air bersih sehari-hari. Kemunculan mata air tersebut umumnya terjadi karena pemotongan bentuk lahan atau topografi, sehingga secara otomatis aliran air tersebut terpotong. Kondisi tersebut bias dilihat diantaranya di tebing Jalan Tol Jagorawi, pinggiran Sungai Ciliwung di Kampung Lebak Kantin, Babakan Sirna dan Bantar Jati dengan besaran debit bervariasi (Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Tahun Anggaran 2007).
Iklim dan Kenyamanan Kota Bogor beriklim sejuk, menurut Koppen termasuk iklim Af (tropika basah). Jumlah hujan rata-rata di wilayah Kota Bogor berkisar dengan curah hujan minimum terjadi pada Bulan September sekitar 128 mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi Bulan Oktober sekitar 346 mm. Temperatur rata-rata wilayah Kota Bogor berada pada suhu 260 C, temperature tertinggi sekitar 30,40 C dengan kelembaban udara rata-rata kurang lebih 70%. Kecepatan angin rata-rata pertahun adalah 2 km/jam dengan arah Timur Laut (Pengamatan Taman dan Pembuatan Rancangan Penataan Taman se-Kota Bogor Tahun Anggaran 2005).
Keanekaraman Jenis Vegetasi Kota Bogor memilki jenis pohon yang beraneka ragam. Pohon-pohon yang sering ditemui di Kota Bogor adalah Mahoni (Swietenia mahogany L.), Kenari (Canarium amboinense Hock.), Angsana (Pterocarpus indicus willd.), Daun Kupu-kupu (Bauhunia purpuarea L.), Flamboyan (Delonix regia Raf.), Kidamar
16
(Agathis alba Foxw.), Kirai Payung (Filicium depiciens) dan Bungur (Langerstroemia speciosa) (Badan Perencanaan Daerah, Kota Bogor Tahun 2004).
Kondisi Sosial Budaya Kota Bogor Meskipun Kota Bogor merupakan kota tua, namun tidak demikian dengan masyarakatnya. Sebagian besar penduduk Kota Bogor adalah pendatang dan tinggal secara turun temurun di kota ini, disamping para pendatang yang belum terlalu lama tinggal di Kota Bogor. Para pendatang yang dimaksud datang dari berbagai daerah baik dari lingkungan wilayah Jawa Barat, khususnya dari hinterland Kota Bogor melalui proses perpindahan penduduk yang sangat panjang maupun daerah lainnya, sehingga masyarakat Kota Bogor menjadi masyarakat yang heterogen, namun mempunyai kekerabatan sosial yang masih tinggi. Hal ini karena masih banyak dipengaruhi oleh norma dan nilai-nilai yang dianut masyarakat Sunda-Bogor, diantaranya semangat silih asah, silih asih dan silih asuh yang diakhiri dengan silih wangi. Artinya kebiasaan untuk saling mengkritisi secara terbuka (heuras genggoreng) namun tetap santun (niat yang baik, asih) adalah pola laku harian masyarakat Bogor dan budaya saling hormat dan menghargai pendapat orang lain serta mengayomi yang muda atupun papa (silih asuh) (Pengamatan Taman dan Pembuatan Rancangan Penataan Taman se-Kota Bogor Tahun Anggaran 2005).
Kependudukan Kota Bogor Berdasarkan hasil pendataan penduduk akhir tahun 2008 menunjukan jumlah penduduk Kota Bogor sebanyak 942.204 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 476.476 jiwa dan perempuan sebanyak 465.728 jiwa dengan kenaikan sebesar 37.072 jiwa dibanding tahun sebelumnya atau naik sekitar 4,1 %. Kenaikan tersebut akibat faktor penarik Kota Bogor sendiri mengingat semakin banyaknya fasilitas sosial yang mudah diperoleh selain itu Kota Bogor merupakan kota penyangga ibukota negara, sehingga menarik para pendatang untuk tinggal dan menanamkan usahanya di Kota Bogor.
17
Kecamatan Bogor Barat merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 205.123 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Bogor Timur sebanyak 94.329 jiwa. Sedangkan untuk tingkat kepadatan, Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan terpadat, yaitu 13.770,23 jiwa/km2. Hal ini disebabkan karena pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi banyak terdapat di Kecamatan Bogor Tengah. Jumlah penduduk, luas wilayah dan tingkat kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Kota Bogor Tahun 2008 Jumlah Penduduk Kecamatan Laki-laki
Perempuan
Laki-laki + Perempuan
Luas Wilayah (km2)
Kepadatan Penduduk /km2
Bogor Selatan
91.850
87.644
179.494
30,81
5.825,84
Bogor Timur
47.185
47.144
94.329
10,15
9.293,50
Bogor Utara
83.485
82.760
166.245
17,72
9.381,77
Bogor Tengah
56.450
55.502
111.952
8,13
13.770,23
Bogor Barat
103.874
101.249
205.123
32,85
6.244,23
Tanah Sareal
93.632
91.429
185.061
18,84
9.822,77
Jumlah 476.476 465.728 942.204 118,5 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor (Kota Bogor dalam Angka 2009)
7.951,09
Penggunaan Lahan Berdasarkan data persentase luasan penggunaan lahan tahun 2005, pola penggunaan lahan identik dengan struktur penggunaan lahan dimana wilayah Kota Bogor memiliki luas 11.850 Ha dan luas wilayah tersebut terdistribusi kedalam lahan perumahan seluas 1.172 Ha atau 9,89 % dan permukiman seluas 3.405 Ha atau 28,73 %, pada umumnya wilayah perumahan dan permukiman ini berkembang secara linear mengikuti jaringan jalan yang ada, sehingga berpotensi dalam menambah laju tingkat perkembangan wilayah Kota Bogor. Penggunaan lahan untuk komersial seluas 327 Ha atau 2,78 % dan penggunaan lahan untuk lapangan olah raga seluas 59 Ha atau 0,50 %. Sedangkan penggunaan lahan untuk pertanian baik sawah maupun ladang seluas 2.882 Ha atau 24,32 % dan penggunaan tanah kosong atau tanah yang belum dimanfaatkan 835 Ha atau 7,05 %. Persentase luas penggunaan lahan di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.
18
Tabel 3. Persentase Luasan Penggunaan Lahan Tahun 2005 No
Jenis Penggunaan
Luas (Ha)
Perumahan 1.172 1 Permukiman 3.405 2 Komersial 327 3 Lapangan Olah Raga 59 4 Sawah 2.119 5 Ladang 763 6 Kolam 58 7 Semak 414 8 Situ 53 9 Pepohonan 1.567 10 Kuburan 96 11 Tanah Kosong/Belum dimanfaatkan 835 12 Lain-lain 982 13 Jumlah 11.850 Sumber : Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor (2007)
% 9,89 28,73 2,76 0,50 17,88 6,44 0,49 3,49 0,45 13,22 0,81 7,05 8,29 100
19
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis sempadan sungai (GSS) berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2005 dimana garis sempadan 15 meter dihitung dari tepi sungai (Gambar 8).
Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian
20
Gambar 8. Garis Sempadan Sungai (GSS) berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2005
Untuk pengamatan penelitian, kawasan Sungai Ciliwung dibagi menjadi 11 segmen berdasarkan grid yang berukuran 1.850 m x 925 m. Ukuran grid dibuat berukuran 1.850 m x 925 m karena Sungai Ciliwung melewati Kebun Raya Bogor (KRB) dan Pulau Geulis, daerah yang memiliki ekosistem tersendiri, ini dilakukan agar KRB dan Pulau Geulis dalam analisis terdapat dalam satu segmen tersendiri sehingga memudahkan dalam menganalisis Sungai Ciliwung. Segmen kawasan Sungai Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 4 dan secara spasial pada Gambar 9. Tabel 4. Segmen Kawasan Penelitian Segmen Kelurahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kedunghalang, Sukaresmi Sukaresmi, Kedungbadak, Kedunghalang Kedungbadak, Cibuluh Bantarjati, tanah Sareal Bantarjati, Sempur, Tanah Sareal Sempur Paledang Sukasari, Baranangsiang, Babakan Pasar, Paledang Sukasari, Baranangsiang Katulampa, Tajur, Baranangsiang Sindangrasa, Katulampa, Tajur
Jumlah Keterangan : Garis Sempadan Sungai (GSS) + 15 m
Panjang (m)
Luas (Ha)
1240,52 1271,36
3,80 3,84
1028,65 1261,63 1173,29 1086,96 1003,17 1253,57
3,10 3,81 3,53 3,26 3,02 3,71
1678,02 1319,72 2172,32
5,04 3,21 7,33
14.489,21
43,66
21
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Gambar 9. Peta Kawasan Penelitian
Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi sampai terbentuknya sebuah produk arsitektur lanskap berbentuk rencana lanskap sempadan Sungai Ciliwung Kota Bogor guna peningkatan kualitas lingkungan alami. Rencana lanskap ini juga akan dilengkapi dengan rencana perbaikan dan perlindungan sungai untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami Kota Bogor.
Metode dan Tahapan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dalam menganalisis aspek ekologis dan fisik. Tahapan penelitian meliputi persiapan penelitian, pengumpulan data, analisis data, sintesis dan perencanaan lanskap. Tahapan perencanaan lanskap dapat dilihat pada Gambar 10.
22
PERSIAPAN
PENGUMPULAN DATA
ANALISIS DATA
SINTESIS
PERENCANAAN LANSKAP
3 minggu
5 minggu
4 minggu
4 minggu
5 minggu
Persiapan administrasi dan persiapan teknis
Data primer : wawancara dengan beberapa stakeholder, Data sekunder : data legal (peraturan dan kebijakan), data ekologis, data fisik
Ruang ekologis Ruang fisik,
Rencana ruang (zonasi kawasan perencanaan) - Ruang konservasi - Ruang semi konservasi - Ruang non konservasi
Rencana Lanskap (fungsionalisassi dan pemanfaatan kawasan untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami Kota Bogor)
Gambar 10. Alur dan Tahapan Perencanaan lanskap (Modifikasi dari Nurisjah, 2004)
Persiapan Penelitian Pada tahap ini ada dua kegiatan yang dilakukan, yaitu persiapan administrasi dan persiapan teknis. Persiapan administrasi adalah persiapan yang dilakukan sebelum pengumpulan data yaitu pembuatan surat pengantar dari Departemen Arsitektur Lanskap yang ditujukan untuk kantor Dinas Kesatuan Bangsa Kota Bogor untuk mendapatkan izin penelitian. Setelah itu, dari Dinas Kesatuan Bangsa akan merekomendasikan pada dinas-dinas terkait untuk mendapatkan data sekunder yang diinginkan seperti Bappeda Kota Bogor, Dinas Tata Kota, Dinas Bina Marga dan lain-lain. Persiapan teknis berupa penyediaan peta Kota Bogor, mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan pada saat turun lapang dan pembagian waktu dalam pengambilan data primer dan sekunder. Tujuan dari persiapan teknis adalah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan sebelum penelitian dilakukan guna memudahkan pengumpulan data di lapangan.
Pengumpulan Data Data primer diperoleh dengan cara survei langsung ke lapang dan wawancara beberapa stakeholder, yaitu staf Bappeda Kota Bogor (1 orang), staf Bina Marga
23
Kota Bogor (2 orang), staf Dinas Tata Kota (1 orang), penjaga pintu air Katulampa (1 orang) dan masyarakat sekitar Sungai Ciliwung (20 orang). Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dan informasi dari instansi-instansi terkait, yaitu Bappeda Kota Bogor, BPSDA, Dinas Tata Kota, Bina Marga, BMKG Baranagsiang, Balittanah, dan studi pustaka yang berkaitan dengan sempadan Sungai Ciliwung. Tabel 5 memperlihatkan kelompok data yang dikumpulkan, termasuk jenis, sumber dan cara pengambilannya. Tabel 5. Kelompok Data, Jenis, Sumber dan Cara Pengambilan Data
1
Kelompok Data Umum
2
Legal
Peraturan dan undang-undang
Bina Marga
Instansi terkait (Sekunder)
3
Ekologis
Peta sinuositas
Bappeda
Survei, Penghitungan (Primer dan Sekunder)
4
Fisik
Peta penutupan lahan
Google Earth
Instansi terkait (Sekunder)
Peta kemiringan lahan, Peta jenis tanah dan Intensitas curah hujan
Lapang, Balittanah, BMKG
Instansi terkait, Perhitungan (Primer dan Sekunder)
No.
Jenis
Sumber Data
Cara Pengambilan
Peta administrasi
Bappeda
Instansi terkait (Sekunder)
Analisis Data Data yang diperoleh kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan perencanaan. Data ekologis (rasio sinuositas) dianalisis untuk menentukan kualitas alami Sungai Ciliwung berdasarkan kepekaannya. Nilai sinuositas diperoleh dengan cara membandingkan antara panjang kelokan sungai yang menghubungkan dua titik yang telah ditentukan pada sungai tersebut dengan panjang garis lurus yang dibentuk oleh dua titik tersebut. Semakin banyak kelokan yang terdapat pada sungai tersebut menandakan nilai sinuositas yang semakin tinggi. Hal ini menandakan bahwa semakin tingginya potensi sungai tersebut untuk dapat berfungsi sebagai kawasan alami yang dapat menjadi habitat bagi biota sungai.
24
Panjang kelokan sungai yang menghubungkan titik A-B Sinuositas =
Panjang garis lurus yang menghubungkan titik A-B Gambar 11. Perhitungan Nilai Sinuositas
Standar penilaian pada nilai sinuositas Sungai Ciliwung diperoleh dengan melakukan perhitungan terhadap sinuositas tiap segmen sungai tersebut. Kemudian dibuat rentangan dari nilai sinousitas yang terendah hingga tertinggi yang diperoleh dari perhitungan untuk semua segmen dalam penelitian, selanjutnya dibagi dengan banyaknya klasifikasi skoring untuk menghasilkan interval. Data fisik, dianalisis dengan kriteria dan tata cara penetapan kawasan lindung berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 (Tabel 6). Analisis ini untuk mengetahui peluang bahaya erosi dan longsor (bahaya fisik) pada sempadan Sungai Ciliwung.
25
Tabel 6. Kriteria dan Tata Cara Penetapan Kawasan Lindung Faktor Pembentuk Tapak Jenis Tanah
Kemiringan Lahan
Intensitas Curah Hujan (rata-rata curah hujan dalam hari hujan)
Kelas (1) Tidak peka (aluvial, planososl, hidromorf kelabu, laterit air tanah) (2) Agak peka (latosol) (3) Relatif peka (Brown forest soil, non calcic brown, mediteran) (4) Peka (andosol, laterit, grumososl, podsol, podsolik) (5) Sangat peka (regosol, litosol, organosoll, renzina) Untuk tanah campuran ditentukan sesuai dengan jenis tanah yang terpeka terhadap erosi yang ada pada tanah tersebut (1) Datar (0-8%) (2) Landai (8-15%) (3) Agak curam (15-25%) (4) Curam (25-45%) (5) Sangat curam (> 45%) (1) Sangat Rendah (< 13.6 mm/hari) (2) Rendah (13.6-20.7 mm/hari) (3) Sedang (20.7-27.7 mm/hari) (4) Tinggi (27.7-34.8 mm/hari) (5) Sangat tinggi (> 34.8 mm/hari)
Faktor Pembobot 15
20
10
Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 (24 November 1980)
Prosedur dalam menentukan nilai data fisik melalui penjumlahan dari sejumlah faktor setelah masing-masing dikalikan dengan besarnya pengaruh relatif terhadap erosi. Nilai timbangan adalah 20 untuk lereng lapangan, 15 untuk jenis tanah dan 10 untuk intensitas hujan. Formula dalam penetapan kawasan/hutan lindung adalah sebagai berikut :
15 (Jenis tanah) + 20 (Kemiringan Lahan) + 10 (Intensitas curah hujan)
Hasil penjumlahan yang sama dengan atau lebih dari 175 menunjukan bahwa kawasan yang bersangkutan perlu dijadikan sebagai kawasan lindung. Selain itu, terdapat beberapa ketentuan lain didalam menentukan suatu kawasan dijadikan kawasan lindung (Tabel 7).
26
Tabel 7. Ketentuan lain dalam menentukan Kawasan Lindung No Ketentuan Lain dalam SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 1
Mempunyai kemiringan lahan lebih besar dari 40 % (KEPPRES No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung)
2
Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah regosol, litosol, organosol dan renzina dengan lereng lapangan lebih dari 15 %
3
Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air, sekurang-kurangnya 100 meter di kanan-kiri sungai/aliran air tersebut dan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air tersebut
4
Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air tersebut
5
Mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih
6
Guna keperluan/kepentingan khusus, ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebagai kawasan lindung
*) Suatu kawasan perlu dibina dan dipertahankan sebagai kawasan lindung apabila memenuhi salah satu atau beberapa syarat tersebut
Sintesis Tahap sintesis merupakan lanjutan dari tahap análisis untuk menentukan zona fungsional yang diperoleh dengan meng-overlay data spasial aspek ekologis dan aspek fisik. Síntesis ini diarahkan untuk kegunaan konservasi bagi Sungai Cliwung beserta sempadannya. Nilai interval untuk zona fungsional adalah selisih dari jumlah skor tertinggi (jumlah skor 6) dengan skor terendah (jumlah skor 2) kemudian dibagi dengan banyaknya zona fungsional. Terdapat 3 zona fungsional pada sempadan Sungai Ciliwung yaitu zona konservasi, semi konservasi dan non konservasi. Zona fungsional tersebut dibandingkan dengan data spasial penutupan lahan eksisting disepanjang Sungai Ciliwung untuk menentukan solusi optimal terhadap penggunaan lahan. Data penutupan lahan didapat berdasarkan perbandingan penutupan lahan antara dominasi lahan bervegetasi dengan lahan terbangun yang terdapat pada sempadan Sungai Ciliwung pada batas areal yang legal. Terdapat tiga jenis data penutupan lahan pada sempadan Sungai Ciliwung yaitu zona tidak terbangun, semi terbangun dan terbangun. Penentuan klasifikasi zona penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 8.
27
Tabel 8. Penentuan Zona berdasarkan luas Penutupan Lahan Klasifikasi Zona Zona Terbangun Zona Semi Terbangun Zona Tidak Terbangun Sumber : Hasil Olahan (2010)
Perbandingan Luas Kawasan (%) Lahan Bervegetasi Lahan terbangun 0 – 40 % 61 – 100 % 41 – 60 % 41 – 60 % 61 – 100 % 0 – 40 %
Perencanaan Lanskap Tahap perencanaan lanskap merupakan tahap yang menentukan dan merupakan lanjutan dari tahap analisis data dan sintesis. Kelompok data yang telah dianalisis selanjutnya dioverlay dan dibandingkan dengan data penutupan lahan eksisting pada tahap sintesis. Peta hasil dari tahap sintesis selanjutnya diintegrasikan dengan konsep yang diinginkan. Perencanaan lanskap diarahkan untuk peningkatan kualitas lingkungan alami dengan mengkonservasi sempadan yang mempunyai kualitas alami tinggi serta memperbaiki sempadan Sungai Ciliwung agar terhindar dan meminimalkan dampak dari bahaya fisik berupa erosi dan longsor pada sempadannya. Digunakan dua metode untuk memperbaiki kondisi dan kualitas sungai dan sempadannya, yaitu metode vegetatif dan metode bio-engineering. Sedangkan mekanisme dalam mengkonservasi sungai dapat dilakukan dengan melindungi kehidupan biota yang ada pada sungai dengan membuat kondisi sungai yang sesuai untuk kehidupan biota air.
Keluaran Hasil dari penelitian ini adalah rencana lanskap sempadan Sungai Ciliwung dalam bentuk rencana tertulis dan grafis. Rencana berbentuk grafis dari keseluruhan tapak disajikan dalam gambar perencanaan lanskap sempadan Sungai Ciliwung. Selain itu disajikan pula gambar rencana detail sub-sub kawasan untuk lebih memperjelas perencanaan lanskapnya.
28
DATA DAN ANALISIS
Aspek Ekologis Kualitas alami Sungai Ciliwung dapat ditentukan dengan menganalisis aspek ekologisnya. Analisis aspek ekologis dilakukan dengan menghitung nilai sinuositas sungai. Hasil perhitungan nilai sinuositas Sungai Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 9 dan data spasialnya pada Gambar 12.
Tabel 9. Nilai Sinuositas Sungai Ciliwung Segmen
Panjang Kelokan (m)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1240,52 1271,36 1028,65 1261,63 1173,29 1086,96 1003,17 1253,57 1678,02 1319,72 2172,32
Panjang Tegak Nilai Skor Lurus (m) Sinuositas 976,53 1140,02 948,36 1127,81 1042,83 964,66 933,67 1192,87 1409,44 1253,45 1957,37
1,270 1,115 1,085 1,119 1,125 1,127 1,074 1,051 1,191 1,053 1,110
Keterangan nilai sinuositas : (1) 1,051-1,124 Æ rendah; (2) 1,125-1,198 Æ sedang; dan Panjang Sungai Ciliwung dalam Kota Bogor 14.489,21 m
3 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1
Kualitas Alami Sungai Tinggi Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah
(3) 1,199-1,272 Æ tinggi
Dari Tabel 9 dan Gambar 12 dapat dilihat bahwa kualitas alami sungai yang tinggi hanya berada pada segmen 1 atau 8,6 % dari panjang keseluruhan sungai. Kualitas alami sungai sedang berada pada segmen 5, 6 dan 9 atau 27,2 % dari panjang keseluruhan sungai. Dan sungai dengan kualitas alami rendah terdapat pada segmen 2, 3, 4, 7, 8, 10 dan 11 atau 64,3 % dari panjang keseluruhan sungai. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.
29
Tabel 10. Persentase Kualitas Alami Sungai Ciliwung Kualitas Alami Sungai Tinggi Sedang Rendah
Segmen 1 5, 6, 9 2, 3, 4, 7, 8, 10, 11
Panjang Kelokan (m) 1.240,52 3.938,27 9.310,42
Panjang Sungai (m) 14.489,2 14.489,2 14.489,2
% 8,6 27,2 64,3
Dapat dinyatakan bahwa kualitas alami Sungai Ciliwung di Kota Bogor didominasi oleh kualitas alami rendah. Kualitas alami tinggi hanya 1 segmen yaitu di segmen 1.
Gambar 12. Peta Kualitas Alami Sungai Ciliwung Kota Bogor
30
Kualitas alami sungai yang tinggi menandakan sungai tersebut memiliki karakter yang sangat alami. Untuk itu, segmen sungai yang memiliki kualitas alami yang tinggi harus dilindungi agar karakter yang dimilikinya tidak rusak dengan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan yang bervegetasi rapat (Anisa, 2009). Segmen sungai yang memiliki kualitas alami sedang dan rendah, penanaman vegetasi khususnya pohon-pohon yang ditanam cukup rapat pada sempadan sungainya dapat membantu menjaga kondisi lingkungan agar tidak mudah rusak oleh perubahan-perubahan alam. Penutupan lahan dengan dominan vegetasi dapat menjaga tebing sungai dari erosi dan longsor karena perakarannya yang kuat, selain itu dapat menjaga kelokan sungai agar tidak mudah berubah. Sungai yang berkelok-kelok dapat menahan arus sungai menjadi lebih lambat dan proses pengendapan hara yang dibawa dari hulu dapat terjadi pada belokan sungainya. Adanya timbunan hara ini juga menyebabkan tanah pada tepian sungai menjadi lebih subur sehingga beragam vegetasi dapat tumbuh secara alami. Dengan kondisi seperti ini maka sungai-sungai dengan kualitas alami tinggi menjadi sangat potensial dalam mendukung kehidupan berbagai mahluk hidup baik vegetasi maupun satwa di daratan dan akuatik. Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor cenderung lebih lurus dibandingkan kota-kota lain yang dilaluinya pada kawasan hilir (down stream) karena berada pada kawasan tengah (middle stream) akibatnya menimbulkan arus sungai yang lebih deras serta kemungkinan erosi yang lebih tinggi sehingga sedikit sulit dijadikan habitat bagi biota sungai. Sungai pada kawasan tengah memiliki karakteristik yang cenderung lebih curam pada tebing sungainya karena pengaruh topografi didaerah pegunungan sehingga untuk mempertahankan tanahnya diperlukan vegetasi yang cukup rapat dan kuat perakarannya. Batuan sungainya berukuran besar dan tajam. Semakin ke hilir tingkat kecuramannya berkurang dan batuannya tersebar dengan ukuran yang lebih kecil (Rahmafitria, 2004). Salah satu cara untuk menyediakan tempat yang aman bagi biota air untuk bertelur dan bersarang adalah dengan tidak mengambil batu-batuan yang ada di sungai karena batu-batuan tersebut dapat menghalangi atau menurunkan deras arus sungai.
31
Gambar 13. 1 Kondisi Kawasan K Suungai Ciliwu ung pada Seggmen Sungaii dengan Kualitas Alaami Tinggi (Segmen ( 1)
1 Kondisi Kawasan K Suungai Ciliwu ung pada Seggmen Sungaii dengan Gambar 14. Kualitas K Alaami Sedang (Segmen ( 6)
1 Kondisi Kawasan K Suungai Ciliwu ung pada Seggmen Sungaii dengan Gambar 15. K Kualitas Alaami Rendah (Segmen ( 8)
32
Menurut Siahaan (2004), vegetasi pada tepi sungai memiliki banyak fungsi antara lain menjaga kualitas air sungai, habitat hidupan liar, menjaga longsor dan mengatur pertumbuhan flora akuatik baik tingkat tinggi maupun tingkat rendah. Air yang masuk ke sungai yang berasal dari pertanian dan pemukiman penuh dengan bahan-bahan pencemar misalnya pestisida, pupuk dan minyak. Pencemar tersebut sebelum memasuki sungai akan diserap oleh vegetasi riparian dan diminimumkan pencemarannya menjadi bahan-bahan yang tidak berbahaya. Hal tersebut membantu meningkatkan kualitas air sungai. Kualitas air sungai akan meningkat jika vegetasi riparian juga meningkat. Dalam hal ini, vegetasi riparian berperan dalam purifikasi (pemurnian) alamiah air sungai. Selain itu, vegetasi pada tebing sungai akan meredam kecepatan aliran air sekaligus pemindahan distribusi kecepatan ke tengah sungai. Peredaman kecepatan tersebut disebabkan oleh turbulensi yang terjadi ketika aliran melewati vegetasi pinggir sungai. Proses interaksi aliran ini menyebabkan terbentuknya daerah transisi antar daerah sungai utama dan daerah tepi sungai. Daerah transisi ini merupakan daerah dengan turbulensi aliran yang komplek. Dengan teredamnya kecepatan arus sungai, maka akan tercipta kondisi yang aman untuk berkembangbiak bagi biota air. Hal ini berarti bahwa kawasan sungai tersebut dapat berfungsi dengan baik untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami (Anisa, 2009). Beberapa vegetasi yang dapat ditanam di sempadan Sungai Ciliwung dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Vegetasi yang dapat ditanam di sempadan Sungai Ciliwung No
Nama Lokal
1
Mahoni (p)
2 3
Matoa (p) Angsana (p)
4 5 6 7 8
Beringin karet (p) Sempur (p) Bambu (p) Akar wangi (gc) Kangkung londo (gc)
Nama Botani
Fungsi
Swietenia macrophylla Pometia pinnata Pterocarpus indicus Ficus elastic Dillenia indica Bambusa vulgaris Vetivera zizaniodes Ipomoea carnea
menjaga kelokan alur sungai, menjaga longsor
Keterangan : (p) : pohon, (gc) : groundcover
menjaga kelokan alur sungai, menjaga longsor menjaga kelokan alur sungai, menjaga longsor menjaga kelokan alur sungai, menjaga longsor menjaga kelokan alur sungai, menjaga longsor menjaga kelokan alur sungai, menjaga longsor menjaga kelokan alur sungai, menjaga longsor menjaga kelokan alur sungai, menjaga longsor
33
Aspek Fisik Pendugaan longsor dan erosi pada sungai dapat ditentukan dengan mengkaji aspek fisik sungai pada saat ini, berupa analisis dari kemiringan lahan, jenis tanah dan curah hujan. Tujuan dari analisis ini untuk menjaga sempadan sungai agar terhindar dari bahaya fisik. Sempadan yang peka terhadap longsor dan erosi akan mempengaruhi ketersediaan kawasan alami pada sempadannya karena apabila sempadan atau tebing sungai yang longsor akan mengurangi ketersediaan kawasan alami yang dapat menurunkan kualitas lingkungan alami sungai tersebut. Hasil perhitungan aspek fisik berupa kepekaan erosi dan longsor dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Pendugaan Kepekaan Longsor dan Erosi Segmen
Kemiringan Lahan (%)
Jenis Tanah
Intensitas Curah Hujan (mm/HH)
Jumlah Nilai
Skor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
25 - 45 8 - 15 25 - 45 8 - 15 > 45 > 45 > 45 > 45 > 45 > 45 > 45
Latosol Latosol Latosol Latosol Latosol Latosol Latosol Latosol Latosol Latosol Latosol
15,89 15,89 15,89 15,89 15,89 15,89 15,89 15,89 15,89 15,89 15,89
130 90 130 90 150 * 150 * 150 * 150 * 150 * 150 * 150 *
2 1 2 1 3 3 3 3 3 3 3
Peluang Bahaya Fisik Sedang Rendah Sedang Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Keterangan : (1) < 125 Æ rendah; (2) 125 - 175 Æ sedang; dan (3) > 175 Æ tinggi (*) Æ Syarat khusus (butir 2.8 SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 tentang kriteria dan tata cara penetapan kawasan lindung
Dapat dilihat pada Tabel 12, jumlah nilai segmen 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 11 yaitu 150 dan tidak melebihi jumlah 175 yang artinya segmen tersebut memiliki peluang bahaya fisik sedang. Tetapi, berdasarkan syarat khusus yang terdapat dalam butir 2.8 SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 tentang kriteria dan tata cara penetapan kawasan lindung yang menyatakan bahwa suatu wilayah perlu dibina dan dipertahankan sebagai kawasan lindung apabila mempunyai kemiringan lahan lebih besar dari 45%. Kawasan lindung merupakan kawasan
34
yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Mengacu dari pernyataan tersebut maka segmen 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 11 memiliki peluang bahaya fisik yang tinggi sehingga perlu dijadikan sebagai kawasan lindung. Sementara segmen 1 dan 3 memiliki peluang bahaya fisik sedang dan segmen 2 serta 4 memiliki peluang bahaya fisik rendah. Secara spasial kepekaan terhadap longsor dan erosi dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Peta Kepekaan Longsor dan Erosi Tebing Sungai Ciliwung
Peluang terjadinya bahaya fisik pada kawasan Sungai Ciliwung akan meningkat oleh perubahan penggunaan lahan pada sempadan sungainya.
35
Perubahan penggunaan tersebut dikarenakan oleh pembangunan fisik terutama permukiman dan bangunan komersial pada sepanjang Sungai Ciliwung di Kota Bogor. Perubahan tersebut terlihat dari alih fungsi kawasan dari ruang terbuka hijau menjadi bangunan permukiman dan komersial. Erosi dan longsor pada kawasan Sungai Ciliwung akan menyebabkan hilangnya lahan pada sempadan sungai tersebut. Selain itu, kualitas air juga menurun akibat lapisan tanah atas yang terkikis akibat erosi yang dapat memperbesar tingkat sedimen pada Sungai Ciliwung. Segmen yang mempunyai tingkat kepekaan erosi yang tinggi harus dibina dan dijadikan sebagai kawasan yang bervegetasi rapat agar segmen tersebut dapat terhindar dari bahaya fisik karena tidak stabilnya kawasan tersebut.
Karena
vegetasi yang rapat dapat menjaga tebing sungai dari erosi dan longsor karena perakarannya yang kuat. Sementara pada segmen sungai yang memiliki tingkat kepekaan terhadap erosi dan longsor yang sedang dan rendah penanaman vegetasi yang cukup rapat dapat menjaga kondisi lingkungan agar tidak mudah rusak oleh perubahan-perubahan alam. Tata guna lahan sepanjang kawasan Sungai Ciliwung dalam Kota Bogor cukup beragam, yaitu terdapat permukiman dan ruang terbuka hijau pada bagian tengah (middle stream), tegalan, sawah dan kebun pada bagian hulu dan hilir (upstream dan downstream). Pertambahan luas dan jumlah hunian pada bagian tengah yang mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi terhadap erosi dan longsor akan semakin sulit untuk menjaga sempadan tersebut dari bahaya fisik dengan menggunakan vegetasi yang rapat karena tidak terdapatnya lahan untuk dapat ditanami vegetasi. Teknik rekayasa dapat digunakan untuk menghindari erosi dan longsor pada tebing dan sempadan sungainya.
36
Gambar 17. Sawah daan Kebun
Gambaar 18. Permukkiman Teknik
rekayasa
yang
biaasa
digunaakan
untukk
menghinndari
atau
meminimum m mkan bahayya fisik padda tebing Sungai Ciliwung padaa saat ini menggunaka m an dinding penahan p perm manen. Dindding penahann permanen ini terbuat dari d pasangaan batu yangg disusun denngan bahan perekat mennggunakan semen yang bersifat b kedaap air. Pengggunaan dindding penahann yang bersiifat permaneen ini tidak sepenuhnya s baik dalam m menghinddari atau meminimumk m kan bahaya fisik pada kawasan k Suungai Ciliwu ung karena akan a membu uat arus Sunngai Ciliwun ng menjadi lebih l deras sehingga mempersulit m fauna sungaai untuk meendiaminya. Selain itu, penguatan p t tebing sungai menggunnakan dindinng penahann akan mengghilangkan vegetasi v pad da tebing sun ngai, terutam ma semak daan vegetasi ppenutup tanaah. Partikel tanah t akibatt dari erosi pada p bagian atas sungai ataupun kaw wasan hulu tidak t dapat dijerat d karenna tidak adaanya vegetassi pada tebin ng sungai. H Hal ini akann membuat
37
sungai menjadi dangkal dan dasar sungai menjadi berlumpur sehingga sungai kurang mendukung untuk kehidupan fauna sungai.
Gambar 19. Dinding Penahan
Integrasi Aspek Ekologis dan Fisik Data ekologis dan fisik yang telah dianalisis dioverlay untuk mendapatkan ruang atau zona fungsional. Tabel 13 memperlihatkan hasil overlay untuk tiap segmen pada Sungai Ciliwung dan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 20. Tabel 13. Hasil Overlay untuk Tiap Segmen Segmen
Aspek Ekologis
Aspek Fisik
Total Skor
Zona Fungsional
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
3 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1
2 1 2 1 3 3 3 3 3 3 3
5 2 3 2 5 5 4 4 5 4 4
Zona konservasi Zona non konservasi Zona non konservasi Zona non konservasi Zona konservasi Zona konservasi Zona semi konservasi Zona semi konservasi Zona konservasi Zona semi konservasi Zona semi konservasi
Keterangan total skor : 2 - 3,33 Æ Non konservasi (boleh dibangun) 3,34 - 4,67 Æ Semi konservasi (boleh dibangun dengan syarat tertentu) 4,68 – 6 Æ Konservasi (tidak boleh dibangun) Batas sempadan sungai 15 m, Panjang Sungai Ciliwung + 14,5 km
38
Dari Tabel 13 dan Gambar 20 dapat diketahui segmen yang mempunyai zona fungsional sebagai zona konservasi yaitu segmen 1, 5, 6 dan 9. Segmen yang mempunyai zona fungsional sebagai zona semi konservasi yaitu segmen 7, 8, 10 dan 11. Sedangkan yang mempunyai zona fungsional sebagai zona non konservasi yaitu pada segmen 2, 3 dan 4. Hasil tersebut dibandingkan dengan data penutupan lahan eksisting (foto udara Google Earth tahun 2009) untuk melihat kesesuaian zona fungsional dengan keadaan di lapangan. Tabel 14 menunjukan alternatif bentuk pemanfaatan lahan yang dikembangkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan alami sempadan Sungai Ciliwung pada setiap segmennya.
Gambar 20. Peta Komposit Aspek Ekologis dan Aspek Fisik
39
Tabel 14. Alternatif Pemanfaatan Sempadan Sungai Ciliwung Segmen
Alokasi Zona Hasil Sintesis
Data Penutupan Lahan Eksisting (Rasio lahan bervegetasi dan tidak bervegetasi)
1
Zona konservasi
Zona tidak terbangun (96 : 4)
Kawasan tidak boleh dibangun, dikonservasi menjadi kawasan alami
2
Zona non konservasi
Zona tidak terbangun (66 : 34)
Kawasan boleh dibangun, lahan yang bervegetasi dipertahankan
3
Zona tidak terbangun (61 : 39)
Kawasan boleh dibangun, lahan yang bervegetasi dipertahankan
Zona tidak terbangun (76 : 24)
Kawasan boleh dibangun, lahan yang bervegetasi dipertahankan
5
Zona non konservasi Zona non konservasi Zona konservasi
Zona tidak terbangun (77 : 23)
Kawasan tidak boleh dibangun, dikonservasi menjadi kawasan alami, bangunan pada sempadan sungai direlokasi
6
Zona konservasi
Zona tidak terbangun (65 : 35)
Kawasan tidak boleh dibangun, dikonservasi menjadi kawasan alami, bangunan pada sempadan sungai direlokasi
7
Zona semi konservasi
Zona tidak terbangun (100 : 0)
Kawasan tidak boleh dibangun meskipun alokasi zonanya zona semi konservasi karena zona ini merupakan Kebun Raya Bogor. Kawasan dikonservasi menjadi kawasan alami untuk melindungi elemen lanskap di dalamnya agar tidak rusak
8
Zona semi konservasi
Zona semi terbangun (41 : 59)
Kawasan boleh dibangun menjadi taman kota dengan syarat fasilitas yang tidak merusak kawasan, bangunan yang berada di Pulau Geulis direlokasi
9
Zona konservasi
10
Zona semi konservasi Zona semi konservasi
4
11
Alternatif Pemanfaatan Lahan
zona terbangun (37 : 63)
Kawasan tidak boleh dibangun, dikonservasi menjadi kawasan alami, bangunan pada sempadan direlokasi
Zona tidak terbangun (71 : 29)
Kawasan boleh dibangun dengan syarat vegetasi pada sempadan sungai dipertahankan
Zona tidak terbangun (84 : 16)
Kawasan boleh dibangun dengan syarat vegetasi pada sempadan sungai dipertahankan
39
40
PERENCANAAN LANSKAP SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG
Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan lanskap sempadan Sungai Ciliwung yaitu untuk meningkatkan
kualitas
lingkungan
alami
dengan
memperbaiki
dan
mengembalikan fungsi kawasan Sungai Ciliwung sebagai kawasan ekologi yang dapat mendukung keberlangsungan kehidupan ekosistem Sungai Ciliwung dan sesuai dengan kondisi lingkungan Kota Bogor. Perencanaan yang dikembangkan pada kawasan ini juga diharapkan dapat mewadahi aktivitas rekreasi ruang luar masyarakat Kota Bogor pada segmen sungai tertentu.
Rencana Ruang Fungsional Pada tahap sintesis data, kawasan Sungai Ciliwung dioverlay menghasilkan zona-zona fungsional pada kawasan tersebut. Dengan memperhatikan fungsifungsi ruang yang terbentuk dan alternatif pemanfaatannya dalam kawasan, kawasan Sungai Ciliwung dapat dibagi kedalam tiga zona. Zona-zona yang dihasilkan meliputi zona konservasi, semi konservasi dan non konservasi. Tabel 15 memperlihatkan pembagian zona, luas zona dan persentasenya. Tabel 15. Pembagian dan Luas Zona terhadap Kawasan Penelitian Luas Zona (Ha)
% dari Luas Kawasan Penelitian
Zona Kedung Halang, Suka Resmi, Bantar Jati, Konservasi Sempur, Tanah Sareal, Sukasari, Baranangsiang
15,64
35,83
Zona Semi Paledang, Sukasari, Baranangsiang, Babakan Konservasi Pasar, Katulampa, Tajur, Sindang Rasa
17,27
39,55
Zona Non Suka Resmi, Kedung Halang, Kedung Konservasi Badak, Cibuluh, Bantar Jati, Tanah Sareal
10,75
24,63
43,66
100,00
Ruang Fungsional
Jumlah
Kelurahan
41
Zona konservasi merupakan ruang yang terdiri dari vegetasi dengan kerapatan yang tinggi berfungsi dalam menjaga kelokan sungai, meminimumkan bahaya fisik pada sempadan sungai sehingga tercipta kondisi yang aman untuk berkembangbiak biota air. Zona ini akan direncanakan dalam bentuk RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai (riparian forest), yaitu kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai bauatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai dan mengamankan aliran sungai dan dikembangkan sebagai area penghijauan (Masterplan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor, Tahun Anggaran 2007). Zona semi konservasi merupakan ruang yang dikembangkan untuk dapat mewadahi berbagai aktivitas manusia yang bersifat rekreatif. Zona ini direncanakan untuk dijadikan sebagai taman kota. Taman kota adalah ruang di dalam kota yang strukturnya bersifat alami dengan sedikit bagian yang terbangun dan pada dasarnya terdiri dari elemen-elemen pohon rindang, semak atau perdu dan tanaman hias yang ditata rapi, bangku taman, jalan setapak, kolam, air mancur, serta tempat bermain anak (Masterplan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor, Tahun Anggaran 2007). Zona non konservasi merupakan ruang yang boleh dibangun. Fasilitas yang dikembangkan pada zona ini adalah jalan inspeksi. Jalan inspeksi dapat digunakan oleh masyarakat dalam melakukan aktivitas kesehariannya. Arah muka bangunan pada zona ini dirancang menghadap sungai.
Rencana Perbaikan dan Perlindungan Sungai Teknik rekayasa untuk perbaikan struktur fisik kawasan sungai yang dapat dikembangkan pada kawasan Sungai Ciliwung adalah metode vegetatif dan metode teknik lingkungan (bio-engineering). Metode vegetatif merupakan metode perlindungan struktur fisik kawasan sungai dengan memanfaatkan komponen biotik dengan cara menanam berbagai jenis tanaman dengan kerapatan yang tinggi (Gambar 21). Metode ini diterapkan pada ruang atau segmen sungai yang yang berfungsi sebagai zona konservasi. Dengan vegetasi ini, bahaya fisik dapat diminimumkan dampaknya. Pemilihan jenis vegetasi perlu mempertimbangkan besarnya kecepatan air, golongan rumput-rumputan (Famili Gramineae) dan
42
kangkung-kangkungan (Famili Convolvulaceae) yang bersifat lentur bisa digunakan untuk perlindungan tebing pada sungai yang kecepatan arusnya tinggi. Budinetro dalam Maryono (2008) mengusulkan tiga jenis vegetasi yang dapat digunakan di Indonesia, yaitu Vetivera zizanioides (rumput vetiver atau rumput akar wangi), Ipomoea carnea (karangkungan), bambu dan tanaman berkayu (pohon). Rumput vetiver adalah tanaman yang mudah tumbuh di berbagai tingkat kesuburan tanah, tanah kekeringan dan tanah genangan air, serta penanamannya mudah, relatif tanpa pemeliharaan. Akar vetiver ini tumbuh lebat menancap ke bawah (dapat mencapai 3 meter), sehingga tidak terjadi perebutan unsur hara dengan tanaman lain. Daun vetiver relatif rimbun sebagai penangkal erosi akibat hujan. Akarnya yang kuat akan mengikat tanah disekitarnya serta menahan sedimen dan lumpur yang terbawa air, sehingga terbentuk bangku terasering yang stabil. Ipomoea carnea atau kangkung londo termasuk Familia Convolvulaceae, vegetasi ini dapat tumbuh disegala tempat serta tahan genangan dan arus air (Maryono, 2008). Bambu
termasuk
Familia
Gramuneae
(golongan
rumput-rumputan),
batangnya bersifat berbentuk pipa, dengan buku-buku sebagai pembatas pipa, mempunyai lapisan khusus di bagian dalam dan luar batangnya. Tebing sungai merupakan habitat yang sangat cocok untuk bambu, kaitannya dengan perbaikan sungai dan sempadannya, maka bambu ditanam di sepanjang bagian tebing sungai yang dianggap rawan bencana fisik. Tanaman berkayu yang dipilih tidak hanya dari satu famili tertentu saja, akan tetapi dari semua famili dapat diterapkan asalkan memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut : 1) memiliki tajuk yang berlapis-lapis sehingga dapat meredam energi butir air hujan yang jatuh di permukaan tanah, 2) memiliki struktur perakaran yang dapat memperbaiki konstruksi tanah. Beberapa jenis pohon yang direncanakan seperti mahoni (Swietenia macrophylla), matoa (Pometia pinnata), angsana (Pterocarpus indicus), beringin (Ficus elastica), bungur (Angerstroemia speciosa) dan sempur (Dillenia indica) (masterplan ruang terbuka hijau Kota Bogor tahun anggaran 2007).
43
Metode
teknik
(bio-engineering)
merupakan
rekayasa
teknologi
berkelanjutan dengan memanfaatkan komponen biotik dan abiotik (ekologi) untuk perbaikan struktur fisik kawasan sungai. Metode bio-engineering dilakukan dengan menumbuhkan vegetasi tertentu yang sesuai pada sempadan sungai yang memiliki peluang bahaya fisik yang tinggi dengan dipadukan dengan komponen abiotik (batu). Bio-engineering memiliki beberapa keuntungan, antara lain (Maryono, 2008) : 1) menjaga kelestarian ekologi, 2) meningkatkan daya tahan terhadap erosi, 3) berfungsi sebagai alat pengendali banjir atau meretensi banjir, dan 4) biaya pemeliharaan relatif lebih murah dibanding konstruksi permanen beton. Beberapa metode penahan tebing dalam perbaikan kawasan sungai dengan menggunakan bio-engineering berupa metode penutup tebing dan tanaman antara pasangan batu kosong. Metode penutup tebing adalah menutup tebing dari berbagai macam bahan, seperti dari alang-alang, mantang-mantangan, jerami kering, rumput gajah kering dan daun kelapa. Diantara penutup tebing tersebut dapat ditanami dengan tumbuhan (Gambar 22). Diterapkan pada zona semi konservasi. Sedangkan metode tanaman diantara pasangan batu kosong adalah menumbuhkan tanaman dicelah-celah pasangan batu kosong, tanaman ini dapat memperkokoh batu pada tebing sungai (Gambar 23). Ditepakan pada zona non konservasi. Metode perlindungan sungai merupakan upaya untuk melindungi kehidupan biota air dengan menyediakan tempat yang cocok bagi biota sungai tersebut. Konservasi sungai dalam menyediakan tempat hidup yang cocok untuk biota air dilakukan dengan menumbuhkan vegetasi pada sempadan sungai. Kriteria vegetasi (pohon) yang dipilih adalah vegetasi yang bertajuk lebar karena dapat mengontrol cahaya yang masuk ke sungai sehingga cocok untuk tempat berkembangbiak biota air karena suhu air yang tidak terlalu tinggi. Selain itu, penggunaan vegetasi penutup tanah juga dianjurkan dalam melindungi kehidupan biota air karena sedimen yang terbawa saat terjadi aliran permukaan dapat terendapkan dipinggir sungai sehingga air sungai tidak keruh dan biota air dapat berkembangbiak dengan baik.
44
Gambar 21. Metode Vegetatif
Gambar 22. Penutup Tebing
Gambar 23. Tanaman antara Pasangan Batu Kosong
45
Perlindungan sungai untuk mendukung dan meningkatkan kehidupan biota air juga dapat dilakukan dengan metode bendung rendah dari batu lepas (Maryono, 2008). Metode ini menggunakan batu yang tersebar pada badan Sungai Ciliwung dengan cara menyusun batu-batu lepas secara melintang sungai (Gambar 24). Air terbendung, namun masih dapat menerobos di antara celahcelah batu. Turbulensi yang ditimbulkan dapat meningkatkan kandungan oksigen dan mengurangi energi potensial aliran sehingga erosi dapat dikurangi.
Gambar 24. Bendung Rendah dari Batu Lepas (Tampak Atas) Mempertahankan batu-batuan yang berada di sungai juga merupakan usaha untuk melindungi kehidupan biota sungai. Fungsi hidraulik batuan di sungai adalah sebagai elemen energy dissipation aliran air. Fungsi ekologi batu-batuan tersebut adalah sebagai tempat meletakan telur dan tempat berlindung fauna Batubatu tersebut berfungsi sebagai habitat sungai yang sangat vital. kecil sungai, misalnya ikan, udang, siput, kepiting, dan lain-lain. Turbulensi aliran yang diakibatkan oleh batuan tersebut akan meningkatkan kandungan oksigen terlarut. Pada batuan sungai biasanya hidup berbagai jenis lumut dan alga, menempel pada permukaan batuan dan menjadi bahan makanan bagi fauna air. Di sela-sela batuan tersebut terdapat sebaran kecepatan air yang sangat heterogen, hal ini meningkatkan pula diversifikasi fauna air yang ada (Maryono, 2008).
46
Gambar 25. Batuan di Badan Sungai dan Ilustrasi Jenis Lumutnya (Maryono, 2008)
Rencana Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung Rencana lanskap sempadan Sungai Ciliwung dapat dilihat pada Gambar 26. Rencana lanskap ini disertai dengan rencana ruang/sub kawasan konservasi alami (Gambar 27), semi konservasi alami (Gambar 28) dan non konservasi alami (Gambar 29) untuk lebih memperjelas perencanaan lanskapnya.
47
Tabel 16. Arahan Rencana Lanskap Sempadan Sungai Ciliwung
1
Zona konservasi
Penutupan Lahan Eksisting Zona tidak terbangun
2
Zona non konservasi
Zona semi terbangun
Kawasan boleh dibangun menjadi kawasan permukiman, arah muka bangunan menghadap sungai
Bermukim
Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi pada lahan/tebing yang terbuka dan penanaman vegetasi dipekarangan/halaman rumah
3
Zona non konservasi
Zona semi terbangun
Kawasan boleh dibangun menjadi kawasan permukiman, arah muka bangunan menghadap sungai
Bermukim
Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi pada lahan/tebing yang terbuka dan penanaman vegetasi dipekarangan/halaman rumah
4
Zona non konservasi
Zona tidak terbangun
Kawasan boleh dibangun menjadi kawasan permukiman, arah muka bangunan menghadap sungai
Bermukim
Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi pada lahan/tebing yang terbuka dan penanaman vegetasi dipekarangan/halaman rumah
Segmen
Zona Fungsional
Pengembangan Ruang
Aktivitas
Perbaikan dan Perlindungan Sungai
Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai (riparian forest)
Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing
Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas
47
48
5
Zona konservasi
Zona tidak terbangun
Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai (riparian forest)
Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing
Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas
6
Zona konservasi
Zona semi terbangun
Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai (riparian forest), bangunan pada sempadan sungai direlokasi
Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing
Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi pada lahan yang terbuka yang sebelumnya bangunan yang telah direlokasi, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas
7
Zona semi konservasi
Zona tidak terbangun (KRB)
Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis kebun raya
Zona semi terbangun
Kawasan dikembangkan Jalan-jalan, dudukmenjadi RTH kota duduk, memancing dengan jenis taman kota dan berolahraga
8
Zona semi konservasi
__
Mempertahankan vegetasi eksisting pada kawasan guna melindungi keberlangsungan kehidupan biota sungai dan penanaman vegetasi penutup tanah pada tebing sungai yang terbuka serta pembuatan bendung rendah dari batu lepas
48
Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi pada lahan (sempadan dan pulau geulis) yang terbuka yang sebelumnya bangunan yang telah direlokasi, penanaman
49
Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing
vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi pada lahan yang terbuka yang sebelumnya bangunan yang telah direlokasi, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas
Zona konservasi
zona semi terbangun
Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota dengan jenis RTH sempadan sungai, bangunan pada sempadan sungai direlokasi
10
Zona semi konservasi
Zona tidak terbangun
Kawasan dikembangkan Jalan-jalan, sight menjadi RTH kota viewing, foto hunting, bird watching dan memancing
Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas
11
Zona semi konservasi
Zona tidak terbangun
Kawasan dikembangkan menjadi RTH kota
Jalan-jalan, sight viewing, foto hunting, bird watching dan memancing
Mempertahankan vegetasi eksisting, penanaman vegetasi penutup tanah pada lahan/tebing yang terbuka dan pembuatan bendung rendah dari batu lepas
49
9
54
Gambar 30. Potongan A-A’ (Segmen 1 – Ruang Konservasi Alami)
Gambar 31. Potongan B-B’ (Segmen 8 – Ruang Semi Konservasi)
Gambar 32. Potongan C-C’ (Segmen 3 – Ruang Non Konservasi)
55
Gambar 33. Ilustrasi Segmen 1 (Ruang Konservasi Alami)
Gambar 34. Ilustrasi Segmen 8 (Ruang Semi Konservasi)
Gambar 35. Ilustrasi Segmen 3 (Ruang Non Konservasi)
56
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Area sempadan Sungai Ciliwung Kota Bogor (GSS 15 m) memiliki kualitas alami yang didominasi dengan kualitas yang rendah (64 %) dan memiliki potensi bahaya fisik yang didominasi dengan kategori tinggi (67 %). Hal ini karena posisi Sungai Ciliwung Kota Bogor terletak dibagian tengah (middle stream) dengan struktur yang relatif lurus dan tebing yang curam. Perencanaan lanskap sempadan Sungai Ciliwung berdasarkan hasil analisis terhadap kualitas alami dan bahaya fisik menghasilkan 3 zona utama, yaitu zona konservasi (15,64 Ha, 35,82 %), zona semi konservasi (17,27 Ha, 39,54 %) dan zona non konservasi (10,75 Ha, 24,62 %). Tiga zona dikembangkan dengan konsep yang ramah lingkungan yaitu dengan metode vegetasi dan bioengineering. Metode vegetasi yang digunakan adalah metode penanaman tebing dengan tanaman setempat (lokal), seperti mahoni (Swietenia macrophylla), matoa (Pometia pinnata), angsana (Pterocarpus indicus), beringin (Ficus elastica), bungur (Angerstroemia speciosa) dan sempur (Dillenia indica) serta dikombinasikan dengan rumput akar wangi (Vetivera zizaniodes), kangkung londo (Ipomoea carnea) dan bambu. Dan metode bioengineering yang digunakan adalah metode penutup tebing dan tanaman antara pasangan batu kosong.
Saran 1. Perlu untuk dilakukan sosialisasi dari pemerintah kota kepada masyarakat tentang penentuan garis sempadan sungai (GSS). 2. Perkuatan tebing sungai sebaiknya menerapkan metode yang ramah lingkungan dengan metode vegetasi dan bioengineering. 3. Perlu dilakukan relokasi terhadap bangunan-bangunan yang berada pada tempat-tempat yang peka dan berbahaya.
57
DAFTAR PUSTAKA Anisa, L. 2009. Perencanaan Lanskap Riparian Sungai Martapura Untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan Alami Kota Banjarmasin. Skripsi. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan. Anonim.
2005. Ekosistem Sungai dan Bantaran http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-onrizal.pdf
Sungai.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor Bappeda Kota Bogor. 2007. Masterplan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor. Bogor Departemen Pertanian. 1980. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Kawasan Lindung. Jakarta Gold, S.M.1980. Recreation Planning and Design.Mc Graw Hill Book.New York Maryono, A. 2005. Menangani Banjir, Kekeringan dan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta ___________. 2008. Ekohidraulik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Miall, A. D. 1977. Fluvial Sedimentology. Calgary, In : www.ucpress.edu Nurisjah, S. 2004. Aspek Hidrologis Dalam Analisis Tapak. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB. Bogor Nurisjah, S dan Pramukanto, Q. 2009. Penuntum Praktikum Perencanaan Lanskap. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB. Bogor Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. 2005. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Sempadan Sumber Air. Bandung
58
Rahmafitria, F. 2004. Evaluasi Lanskap Tepian Sungai Perkotaan melalui Pendekatan Kualitas Visual dan Kualitas Lingkungan. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Siahaan, R. 2004. Pentingnya Mempertahankan Vegetasi Riparian. Makalah Pribadi. Pengantar ke Falsafah Sains Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor Simond, J. O. 1983. Landscape Architecture. Mc Graw Hill Book. New York
59
LAMPIRAN
60
Data curah hujan Kota Bogor, stasiun Baranangsiang, tahun 1993-2002 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
jumlah 461,9 365,8 518,7 382,5 323,4 329,7 121 427,4 202,3 353,4 389,5 404,1
1993 hari hujan 24 24 27 27 15 18 13 21 20 23 23 28
jumlah 562,7 322,59 445,7 593,3 489,6 229,1 32,4 45,4 45,4 363,5 609,9 413,8
1994 hari hujan 31 23 29 24 14 11 5 4 9 20 22 29
Tahun 1995 jumlah hari hujan 516,3 26 312,7 21 383,5 24 245,3 22 317 20 753,9 19 263,5 18 9,8 7 335,3 15 455,8 23 708,9 29 212,7 22
jumlah 351,6 537,4 504,3 596,4 517,7 138,4 243,4 403 342,4 424,7 354,8 307,8
1996 hari hujan 28 26 25 21 14 12 18 12 22 21 27 24
jumlah 390,8 109,3 230,4 404,4 459,1 50,6 24,2 33,8 136,4 231 421,5 357,4
1997 hari hujan 28 21 18 20 28 7 4 8 8 11 24 22
61
Lanjutan Bulan
1998 hari hujan 25 26 29 26 21 25 21 19 22 29 25 26
1999
jumlah jumlah Januari 523,6 306,2 Februari 423,4 270,8 Maret 773,3 97,6 April 455,7 398 Mei 259,3 325,5 Juni 399,3 228,6 Juli 221,8 257,3 Agustus 252,3 207,4 September 224,9 122,9 Oktober 573,1 421 November 180,6 381,3 Desember 135,2 234,1 Total Rata-rata (Jumlah/Hari hujan) Sumber : Stasiun Baranangsiang (2010)
hari hujan 30 24 23 23 24 14 17 12 10 27 26 28
Tahun 2000 hari jumlah hujan 297,3 30 285,9 21 98,4 22 276,2 27 491,4 27 227,1 19 326,7 18 207,5 15 376,6 18 190,8 17 479,9 27 78,7 17
2001 jumlah 382,8 352,1 276,3 363,9 334,5 340,4 365,8 142,3 444,7 307,2 304,1 69,6
hari hujan 27 26 28 25 21 19 14 17 21 25 26 15
2002 jumlah 628,9 475,3 414,2 576,7 240,2 345,4 312,5 128,2 118,4 297,7 415,7 384,9
hari hujan 29 25 26 27 19 12 16 9 10 12 25 26
Jumlah hari jumlah hujan 4422,1 278 3455,29 237 3742,4 251 4292,4 242 3757,7 203 3042,5 156 2168,6 144 1857,1 124 2349,3 155 3618,2 208 4246,2 254 2598,3 237 39550,1 2489 15,88995179