KAJIAN BEBAN PENCEMARAN DAN DAYA TAMPUNG PENCEMARAN SUNGAI CILIWUNG DI SEGMEN KOTA BOGOR
DANY TROFISA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
SUMMARY Study of Waste Discharge and Pollution’s Capacity of Ciliwung River at Bogor City’s Segment. By Dany Trofisa (E34050861) under supervise of Ir. Agus Priyono, MS and Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Population growth in DAS Ciliwung at Bogor City’s segment lead to increasing of daily need, thus emerge many kinds of industry and farms. Ciliwung River as an open ecosystem receives waste discharge through water channels and many source of pollutants such as household waste, industrial waste, farming and agricultural waste. Moreover, water utilization of Ciliwung River by community causes the decreasing of river water’s quality. Thus need an inventory and mapping of industries and also farms by GIS as a base of efforts to control the pollution of Ciliwung River entirely. This research carried out in region of DAS Ciliwung at Bogor City’s segment. Secondary data collection held on February – March 2010, while primary data collection in field held on October – November 2010. The objectives of this research are to identify the source of pollution in DAS Ciliwung at Bogor City’s segment, to evaluate the conditional development of ciliwung river water quality from upstream to downstream in bogor city’s segment, to calculate the total of waste discharge of each source of pollutant, and to calculate the pollution’s capacity of DAS Ciliwung at Bogor City’s segment. Method used to collect secondary data was data inventory from some source/instances, included data of water quality, data of river’s debit, data of population, and map of Bogor City’s land cover, while method for primary data was direct observation to industries and farms and also interview to community about their perceptions and habits to water resource of Ciliwung River. Source of pollutant which pollutes Ciliwung River at Bogor city’s segment originated from domestic, industrial and farming wastes. These pollutant sources were mostly located in the edge of river. Water quality parameters value such as temperature, TDS, TSS, DO, pH, and Phosphate were still in ambience of water quality standard, exception for BOD and COD. Status of water quality, based on IKA and Storet method, was included into moderate-worse category. It was caused by the accumulation of pollutant from the upstream. Domestic waste has a greater contribution than industrial and farming wastes. Amount of waste discharge from domestic, industry and farming have passed the ambience of waste discharge capacity. It indicates that the water has been polluted. Based on interview result fro 150 respondents, 30.67% of them still use Ciliwung River mostly for self hygiene. At 2007-2009, land use of Bogor City keep changing into settlements. It was caused by the growth of population. There are source of pollutant in DAS Ciliwung at Bogor City’s segment such as domestic, industrial and farming wastes. Water quality of Ciliwung river keep decreasing from upstream to downstream in Bogor City’s segment, indicated by the increasing of BOD and COD which over the ambience of water quality standards of PP No. 82 2001. Status of Ciliwung River at Bogor City’s water quality, based on IKA and Storet method, was included into moderate-worse category. Te greatest waste discharge was originated from domestic waste. Potential of domestic waste discharge was 843.36 ton/month of BOD, 1,495.47 ton/month of COD, 112.16 ton/month of TN, and 679.76 ton/month of TP, while the real domestic waste discharge was 351.36 ton/month of BOD, 785.75 ton/month of COD, 58.86 ton/month of TN, and 356.71 ton/month of TP. Maximum capacity of waste discharge was in February and minimum capacity of waste discharge was in September.
Keywords: source of pollutant, DAS, water quality, waste discharge, capacity
RINGKASAN Kajian Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor. Oleh Dany Trofisa (E34050861) di bawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Perkembangan kependudukan di DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor mendorong peningkatan kebutuhan hidup sehingga bermunculan berbagai macam industri dan peternakan. Sungai Ciliwung sebagai ekosistem terbuka menerima beban pencemaran melalui saluran-saluran air dari berbagai sumber pencemar seperti limbah rumah tangga, industri, peternakan dan pertanian. Disamping itu, pemanfaatan air sungai Ciliwung oleh masyarakat juga menyebabkan penurunan kualitas dan mutu air sungai. Untuk itu perlu dilakukan inventarisasi dan pemetaan industri-industri serta peternakan dengan menggunakan SIG sebagai dasar upaya pengendalian pencemaran Sungai Ciliwung secara keseluruhan. Penelitian ini dilakukan di wilayah DAS Ciliwung segmen Kota Bogor. Pengambilan data sekunder pada Februari - Maret 2010, sedangkan data primer ke lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2010. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber-sumber pencemar di DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor, mengevaluasi perkembangan kondisi mutu air Sungai Ciliwung dari hulu ke hilir di segmen Kota Bogor, menghitung besar beban pencemaran setiap sumber-sumber pencemar, menghitung besar daya tampung beban pencemaran. Metode yang digunakan untuk data sekunder adalah inventarisasi data dari beberapa sumber/instansi meliputi: data kualitas air, debit sungai, data kependudukan, dan peta tutupan lahan kota bogor, sedangkan untuk data primer adalah observasi lansung ke industri-industri dan peternakan serta wawancara masyarakat mengenai persepsi dan perilaku mereka terhadap sumberdaya air Sungai Ciliwung. Sumber pencemar yang mencemari Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor berasal dari limbah domestik, industri dan peternakan. Sumber pencemar ini banyak berada di pinggiran sungai. Nilai parameter kualitas air seperti suhu, TDS, TSS, DO, pH dan Fosfat masih berada dalam baku mutu air kecuali BOD dan COD. Status mutu air berdasarkan metode IKA dan Storet tergolong dalam kategori sedang-buruk. Hal ini karena akumulasi pencemaran dari arah hulu. Limbah domestik memberikan kontribusi beban pencemaran yang besar jika dibandingkan dengan limbah industri dan peternakan. Besarnya beban pencemaran yang bersumber dari domestik, industri dan peternakan telah melebihi daya tampung beban pencemaran. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan tercemar. Berdasarkan hasil wawancara kepada 150 responden sebanyak 30.67% responden masih memanfaatkan sungai Ciliwung dan banyak digunakan untuk kegiatan mandi, cuci dan kakus (MCK). Pada tahun 2007-2009 pengunaan lahan di Kota Bogor setiap tahun cenderung beralih menjadi permukiman. Hal ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang semakin pesat. Terdapat sumber- sumber pencemar di DAS Ciliwung Kota Bogor seperti limbah dari domestik, industri, peternakan dan pertanian. Kualitas air Sungai Ciliwung mengalami penurunan dari hulu ke hilir di segmen Kota Bogor, ditandai dengan peningkatan BOD dan COD yang melebihi baku mutu air berdasarkan PP No.82 tahun 2001. Status mutu air Sungai Ciliwung segmen Kota Bogor berdasarkan metode IKA dan Storet tergolong kategori sedang-buruk. Beban pencemaran banyak bersumber dari limbah domestik. Beban pencemaran limbah domestik potensial (843,36 ton/bulan BOD, 1.495,47 ton/bulan COD, 112,16 ton/bulan TN, 679,76 ton/bulan TP) dan riil (351,36 ton/bulan BOD, 784,75 ton/bulan COD, 58,86 ton/bulan TN, 356,71 ton/bulan TP). Daya tampung maksimum berada pada bulan Februari dan minimum berada pada bulan September.
Kata Kunci : Sumber Pencemaran, DAS, Kualitas Air, Beban Pencemaran, Daya Tampung
KAJIAN BEBAN PENCEMARAN DAN DAYA TAMPUNG PENCEMARAN SUNGAI CILIWUNG DI SEGMEN KOTA BOGOR
DANY TROFISA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kajian Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak ditertibkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Dany Trofisa NRP. E34050861
Judul Penelitian
: Kajian Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor
Nama Mahasiswa
: Dany Trofisa
NRP
: E34050861
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Ir. Agus Priyono, MS
Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc
NIP. 19610812 198601 1 001
NIP. 19620316 198803 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah dan kasih saying-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, dengan judul “Kajian Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak, ibu dan kedua adikku tercinta, serta seluruh keluarga dan rekan-rekan atas do’a, dukungan dan kasih sayangnya. Ungakapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Agus Priyono, MS dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi input serta memberikan kontribusi terhadap strategi dan proses pengendalian pencemaran air DAS Ciliwung khususnya Kota Bogor guna menjaga kualitas air sungai. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan dan pengembangan penelitian selanjutnya. Harapan penulis, sebuah karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amin.
Bogor, Juni 2011
Dany Trofisa NRP E34050861
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 25 Maret 1987 dari pasangan Bapak Andi Suwandi dan Ibu Dariah Eliana. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1993-1999 di SDN 08 Pagi Pela Mampang dan melanjutkan ke SLTPN 141 Jakarta pada tahun 1999-2002. Tahun 2002 meneruskan pendidikan ke SMUN 55 Jakarta dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun itu juga penulis lulus seleksi masuk Perguruan Tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu anggota dan pengurus Kelompok Pemerhati Flora Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA) tahun 2006-2007, ketua umum Lembaga Dakwah Fakultas DKM ‘Ibaadurrahmaan Fakultas Kehutanan tahun 2007-2008, dan tahun 2008-2009 diamanahkan sebagai ketua MS DKM ‘Ibaadurrahmaan, serta sejumlah kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan IPB dari tahun 2005-2009. Pada tahun 2007 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Indramayu-Kuningan dan Praktek Umum Konservasi Ex-situ (PUKES) di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yaitu di Taman Burung dan Museum Serangga serta di Taman Sringanis tahun 2008. Tahun 2009 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dengan judul: “Kajian Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor” dibawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji bagi Allah SWT, Rabb Semesta Alam yang telah memberikan hidayah, karunia, cinta dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ayahanda Andi Suwandi, ibunda Dariah dan kedua adikku tercinta Anisa Septiwindari dan Tiara Rayna Yustika serta keluarga-keluarga lainnya atas do’a, motivasi dan kasih sayang yang telah diberikan. 2. Bapak Ir. Agus Priyono, MS dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan dukungan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Bapak Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi. 4. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf di Fakultas Kehutanan IPB, khususnya Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 5. Seluruh pihak dan instansi yang telah memberikan bantuan berupa data-data sekundernya. 6. Murabbiku dan teman seperjuangan dalam bundaran kecil yang telah berbagi suka dan duka, berbagi tausiyah sehingga saya masih bias diberikan kekuatan dalam meniti jalan yang panjang ini. 7. Keluarga besar Lembaga Dakwah Fakultas DKM Ibaadurrahmaan . 8. Keluarga besar SALAM ISC 2007 atas ukhuwah yang selama ini terjalin begitu akrab. 9. Keluarga besar Ikhwah IPB khususnya Ikhwah Fahutan. 10. Keluarga besar KSHE 42 (Tarsius 42). 11. Ahmad Wahyudi, Harry Tri Atmojo, Teguh Pradityo, Hafiz Herbowo, Agus Prayitno, Azhar Anas dan Ahmad Baiquni atas bantuan baik moral dan moril selama penulis melaksanakan penelitian sampai sidang komprehensif. 12. Penghuni Madani, Wisma Biru, Dar’Esyabaab dan Wisma Krakatau atas ukhuwah yang selama ini terjalin. 13. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan khusunya bagi penulis sendiri. Mohon maaf atas segala kekurangan. Terima kasih.
Bogor, Juni 2011
Dany Trofisa NRP E34050861
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................... i DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................... 2 1.3 Manfaat Penelitian ....................................................................... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Daerah Aliran Sungai (DAS) .................. 3 2.2 Pencemaran Air dan Sumber Pencemaran Sungai Ciliwung ......... 4 2.3 Beban Pencemaran dan Daya Tampung ....................................... 5 2.4 Parameter Pencemaran Air .......................................................... 6 2.5 Kriteria, Status, dan Baku Mutu Air. ............................................ 11 2.6 Tata Guna Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air .......... 12 2.7 Penginderaan Jauh ....................................................................... 13 2.8 Sistem Informasi Geografis ......................................................... 14 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................... 18 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................ 18 3.3 Kerangka Pemikiran .................................................................... 19 3.4 Pengumpulan Data....................................................................... 21 3.5 Analisis Data ............................................................................... 21 BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kota Bogor ......................................................... 29 4.2 Kondisi Umum Sungai Ciliwung ................................................. 29 4.3 Kependudukan............................................................................. 30 4.4.Industri ........................................................................................ 30 4.5 Penggunaan Lahan....................................................................... 31
ii
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sumber Limbah Cair dan Karakteristiknya .................................. 32 5.2 Kondisi Kualitas Air Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2005-2009 ........................................................................ 34 5.3 Status Mutu Air ........................................................................... 50 5.4 Beban Pencemaran Setiap Sumber Pencemar di Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor..................................................................... 53 5.5 Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor .................................................................................. 61 5.6 Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai serta Pemahaman Masyarakat terhadap Pencemaran Air Sungai Ciliwung Kota Bogor .......................................................................................... 62 5.7 Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Kualitas Air Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor ..................................................... 64 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ................................................................................. 68 6.2 Saran ........................................................................................... 69 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 70 LAMPIRAN ................................................................................................ 75
iii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Kegiatan dan Jenis Limbah Yang Dihasilkan ................................... 5 Tabel 2. Penggolongan Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut .............................................................................. 9 Tabel 3. Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD ............................................... 9 Tabel 4. Bahan-bahan yang Digunakan dalam Penelitian .............................. 19 Tabel 5. Bobot Parameter Dalam Perhitungan Indeks Kualitas Air-NSF WQI ................................................................................. 22 Tabel 6. Kriteria Indeks Kualitas Air – National Sanitation Foundation ........ 23 Tabel 7. Penentuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu Air ........... 24 Tabel 8. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan EPA (Environmental Protection Agency)............................................................................................ 24 Tabel 9. Faktor Konversi Beban Limbah ....................................................... 27 Tabel 10 Jumlah Penduduk Kota Bogor ........................................................ 30 Tabel 11 Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor .............. 31 Tabel 12 Bentuk Penanganan Sampah Oleh Masyarakat ............................... 33 Tabel 13 Nilai Rata-rata Kualitas Air Sungai dari Beberapa Parameter Tahun 2005-2009 ........................................................................... 35 Tabel 14 Hasil Pengamatan Nilai Suhu (°C) tahun 2005-2009 ....................... 37 Tabel 15 Hasil Pengamatan Nilai TDS (mg/l) tahun 2005-2009 .................... 38 Tabel 16 Hasil Pengamatan Nilai TSS (mg/l) tahun 2005-2009 ..................... 40 Tabel 17 Hasil Pengamatan Nilai DO (mg/l) tahun 2005-2009 ...................... 42 Tabel 18 Hasil pengamatan Nilai BOD (mg/l) tahun 2005-2009 .................... 44 Tabel 19 Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD .............................................. 44 Tabel 20 Hasil Pengamatan Nilai COD (mg/l) tahun 2005-2009 ................... 46 Tabel 21 Hasil Pengamatan Nilai pH tahun 2005-2009 ................................. 47 Tabel 22 Hasil Pengamatan Nilai Fosfat (mg/l) tahun 2005-2009 .................. 48 Tabel 23 Nilai IKA-NSF WQI tahun 2005-2009 ........................................... 50 Tabel 24 Nilai Storet dan Status Mutu Air DAS Ciliwung segmen Kota Bogor Tahun 2005-2009 ................................................................. 52 Tabel 25 Potensi Beban Pencemaran Limbah Domestik ................................ 54
iv
Tabel 26 Potensi Beban Pencemaran Limbah Industri Kecil .......................... 57 Tabel 27 Potensi Beban Pencemaran Limbah Peternakan .............................. 60 Tabel 28 Daya Tampung Beban Pencemaran ................................................ 62 Tabel 29 Persentase Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai di DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor ....................................................................... 63 Tabel 30 Perubahan Penutupan Lahan Tahun 2007-2009 .............................. 65
v
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Komponen Dasar SIG (Sistem Informasi Geografi) .................... 16 Gambar 2. Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor.................................... 18 Gambar 3. Kerangka Alir Pemikiran Kajian Beban Pencemaran Air Sungai Ciliwung Di Kota Bogor .......................................... 20 Gambar 4. Proses Pembuatan Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor ...... 25 Gambar 5. Proses Pengolahan Citra Landsat ............................................... 26 Gambar 6. Limbah Domestik ...................................................................... 32 Gambar 7. Limbah Peternakan .................................................................... 32 Gambar 8. Fluktuasi Nilai Rata-rata Kualitas Air di Katulampa ................... 36 Gambar 9. Fluktuasi Nilai Rata-rata Kualitas Air di Sempur ........................ 36 Gambar 10. Fluktuasi Nilai Rata-rata Kualitas Air di Kedunghalang ............. 36 Gambar 11. Grafik Perubahan Nilai Suhu (°C) Tahun 2005-2009 .................. 35 Gambar 12. Grafik Perubahan Nilai TDS (mg/l) Tahun 2005-2009 ............... 39 Gambar 13. Grafik Perubahan Nilai TSS (mg/l) Tahun 2005-2009 ................ 41 Gambar 14. Grafik Perubahan Nilai DO (mg/l) tahun 2005-2009 .................. 43 Gambar 15. Grafik Perubahan Nilai BOD (mg/l) tahun 2005-2009 ............... 45 Gambar 16. Grafik Perubahan Nilai COD (mg/l) tahun 2005-2009 ............... 47 Gambar 17. Grafik Perubahan Nilai pH tahun 2005-2009 ............................. 48 Gambar 18. Grafik Perubahan Nilai Fosfat (mg/l) tahun 2005-2009 .............. 50 Gambar 19. Perbandingan Fluktuasi Nilai Indeks Kualitas Air (IKA) Dari Tahun 2005-2009 ................................................................. 51 Gambar 20. Fluktuasi Beban Pencemaran Limbah Domestik Potensial ......... 55 Gambar 21. Fluktuasi Beban Pencemaran Limbah Domestik Riil .................. 55 Gambar 22. Industri Tempe........................................................................... 58 Gambar 23. Industri Tahu ............................................................................. 59 Gambar 24. Peternakan Sapi Perah................................................................ 60 Gambar 25. Peternakan Ayam Potong ........................................................... 60 Gambar 26. Aktivitas Mencuci Masyarakat di Katulampa ............................. 63 Gambar 27. Aktivitas Penggalian Pasir di Kedunghalang .............................. 64 Gambar 28. Tanaman Pertanian Masyarakat di Kedunghalang ...................... 64
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor................................. 75 Lampiran 2. Peta Lokasi Wawancara .......................................................... 76 Lampiran 3. Peta Lokasi Titik Pantau Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor ..................................................................................... 77 Lampiran 4. Peta Sebaran Industri dan Peternakan (Beban Pencemaran Riil)......................................................................................... 78 Lampiran 5. Peta Sebaran Industri dan Peternakan (Beban Pencemaran Potensial) ................................................................................... 79 Lampiran 6. Peta Sebaran Industri dan Peternakan dengan Tutupan Lahan Tahun 2009................................................................................ 80 Lampiran 7. Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2007 ............................................................................. 81 Lampiran 8. Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2008 ............................................................................. 82 Lampiran 9. Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2009 ............................................................................. 83 Lampiran 10. Perhitungan Modifikasi Bobot Parameter (Wi) ........................ 84 Lampiran 11. Hasil Pengukuran Kualitas Air per Titik Pantau pada 14x Pengukuran ............................................................................. 85 Lampiran 12 Hasil Pengukuran dan Perhitungan IKA-NSF WQI ................. 86 Lampiran 13. Perhitungan Metode Storet ...................................................... 92 Lampiran 14. Beban Pencemaran Air DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor.... 94 Lampiran 15. Faktor Konversi Beban Limbah Domestik, Industri dan Peternakan............................................................................... 96 Lampiran 16. Hasil Perhitungan Daya Tampung Sungai Ciliwung Tahun 2009 ........................................................................................ 97 Lampiran 17. Kurva Sub-Indeks TDS, DO, pH, BOD, Fosfat dan Suhu ........ 98 Lampiran 18. Contoh Foto-foto Kondisi Sungai Ciliwung ............................. 99 Lampiran 19. Daftar Pertanyaan Wawancara................................................. 100 Lampiran 20. Jenis-jenis Industri Penghasil Limbah Cair di Kota Bogor ....... 102
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dengan luas areal 347 km2 mencakup areal mulai dari bagian hulu di Cisarua, Kabupaten Bogor sampai di hilir Teluk Jakarta sebagai outlet DAS. Kegiatan pembangunan di DAS Ciliwung, baik di hulu maupun di hilir tergolong sangat intensif dengan pertambahan penduduk yang tinggi, sebagai dampak tingginya dinamika pembangunan di wilayah Jabodetabek. Perkembangan penduduk Kota Bogor dengan laju pertumbuhan 2,39 persen per tahun berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bogor mendorong peningkatan berbagai kebutuhan pangan, sandang dan papan sehingga bermunculan berbagai macam industri dan peternakan. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik Kota Bogor laju pertumbuhan industri mencapai 2,82 persen pada tahun 2010 dan total produksi daging Kota Bogor tahun 2010 mencapai 13.241.967 kg. Meningkatnya jumlah dan jenis industri serta peternakan di Kota Bogor diperkirakan telah banyak menimbulkan beban pencemaran pada Sungai Ciliwung. Kondisi hutan DAS Ciliwung yang juga berkurang menyebabkan debit sungai fluktuatif, sehingga berpengaruh terhadap dinamika fluktuasi kualitas air sungai. Berbagai program pengendalian pencemaran sungai pada umumnya belum menyentuh permasalahan pencemaran mulai dari limbah domestik, industri kecil sampai besar dan peternakan. Terutama beragamnya jenis industri kecil serta penyebarannya yang sporadis hingga kawasan pemukiman sangat sulit untuk dikelola dengan efektif. DAS Ciliwung sebagai ekosistem terbuka dan mengalir, maka pencemaran industri-industri kecil dari wilayah daerah aliran sungai akan memasuki Sungai Ciliwung melalui saluran-saluran air ataupun anak-anak sungai. Dengan demikian akumulasi beban pencemar di bagian hulu di Cisarua Kabupaten Bogor akan membuat tingkat pencemaran Sungai Ciliwung di wilayah Kota Bogor semakin besar.
2
Dampak lain dari adanya pencemaran limbah domestik, industri dan peternakan selain menurunkan mutu air sungai, juga menimbulkan bau busuk dan sumber penyakit yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan inventarisasi dan pemetaan industri-industri di wilayah Kota Bogor sebagai dasar upaya pengendalian pencemaran Sungai Ciliwung secara keseluruhan.
Adapun penyediaan data dan informasi yang akurat, cepat dan
mencakup areal yang luas dapat dilakukan dengan aplikasi SIG dan teknik penginderaan jauh (remote sensing).
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi sumber-sumber pencemar di DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor. 2. Mengevaluasi perkembangan kondisi mutu air Sungai Ciliwung dari hulu ke hilir di segmen Kota Bogor. 3. Menghitung besar beban pencemaran setiap sumber-sumber pencemar. 4. Menghitung besar daya tampung beban pencemaran.
1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat: memberikan informasi yang berguna, khususnya bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap pengelolaan DAS Ciliwung seperti pemerintah Kota Bogor, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Ciliwung, Balai Pengelolaan Sumberdaya Air (BPSDA) Cisadane-Ciliwung dan masyarakat pada umumnya.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Batasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004, disebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai adalah suatu bentang alam yang dibatasi oleh pemisah alami berupa puncak-puncak, gunung dan punggung-punggung bukit. Bentang alam tersebut menyimpan curah hujan yang jatuh diatasnya dan kemudian mengatur dan mengalirkannya secara langsung maupun tidak langsung beserta muatan sedimen dan bahan-bahan lainnya ke sungai utama yang akhirnya bermuara ke laut maupun danau. Sub DAS adalah bagian DAS dimana air hujan diterima dan dialirkannya melalui anak sungai utama. Setiap DAS terbagi ke dalam sub DASsub DAS. Menurut Seyhan (1990), sungai memiliki tiga sifat aliran: 1. Aliran yang bersifat sementara, hanya dapat mengalir setelah terjadinya hujan badai yang menghasilkan limpasan permukaan yang memadai. Permukaan air bumi selalu berada di bawah dasar sungai. 2. Aliran yang terputus-putus, mengalir selama musim hujan saja. Selanjutnya debit ini terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air bumi pada dasar sungai. Permukaan air buni berada diatas dasar sungai hanya selama musim hujan. Pada musim kemarau permukaan tersebut berada di dasar sungai. 3. Aliran abadi/permanen, mengalir sepanjang tahun dengan debit-debit yang lebih tinggi selama musim penghujan. Debit sungai terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air bumi pada dasar bumi. Permukaan air tanah selalu berada di atas dasar sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan wilayah bersifat kompleks
yang dipengaruhi karakteristik
fisik
variabel meteorologinya.
Karakteristik fisik yang berupa pola penggunaan lahan, bentuk jaringan sungai, kondisi tanah, topografi, dan ketinggian tempat merupakan karakteristik DAS yang sifatnya dapat dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Sedangkan variabel meteorologi yang meliputi curah hujan, suhu, kelembapan, radiasi matahari dan
4
kecepatan angin bersifat sangat berubah-ubah tergantung kondisi klimatnya (Dewan Riset Nasional Kelompok II, Sumberdaya Alam dan Energi, 1994).
2.2 Pencemaran Air dan Sumber Pencemaran Sungai Ciliwung Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya (Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990). Bahan-bahan yang masuk dan mencemari lingkungan menurut Hynes (1978) dalam Nugroho (2003) dapat berupa zat-zat beracun, bertambahnya padatan tersuspensi, dioksidasi dan naiknya air akan merubah kondisi ekologi perairan pada umumnya dan kualitas biota pada khususnya. Sumber pencemaran air sungai dapat dibedakan menjadi sumber domestik dan sumber non domestik. Termasuk ke dalam sumber domestik adalah perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal dan rumah sakit. Sementara yang termasuk sumber non domestik adalah pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan dan transportasi. Lahan di sepanjang Sungai Ciliwung dipergunakan untuk berbagai kegiatan antara lain untuk pemukiman, pertanian, perkebunan dan industri. Limbah tersebut didistribusikan ke badan sungai sepanjang DAS Ciliwung sehingga terjadi pencemaran air (Sastrawidjaya, 1991). Menurut Saeni (1989) sumber pencemaran yang terjadi di Sungai Ciliwung berasal dari buangan penduduk, pertanian dan industri. Sugiharto (1987) menyebutkan sumber pencemar yang berasal dari permukiman (penduduk) akan menghasilkan limbah detergen, zat padat, BOD, COD, DO, nitrogen, fosfor, pH, kalsium, klorida dan sulfat. Sumber pencemar yang berasal dari pertanian akan menghasilkan limbah pestisida, bahan beracun dan logam berat. Sumber pencemar yang berasal dari industri antara lain akan menghasilkan limbah BOD, COD, DO, pH, TDS, minyak dan lemak, urea, fosfor, suhu, bahan beracun dan kekeruhan. Jenis kegiatan industri dengan limbah yang dihasilkan disajikan pada Tabel 1.
5
Tabel 1 Kegiatan dan Jenis Limbah yang Dihasilkan No 1
Jenis Kegiatan Industri pangan
Limbah yang Dihasilkan BOD, COD, TOC, TOD, pH, suspended solid, minyak dan lemak, logam berat, sianida, klorida, amoniak, nitrat, fosfor dan fenol. 2 Industri minuman BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu kekeruhan dan buih. 3 Industri makanan BOD, COD, TOC, pH, minyak dan lemak, logam berat, nitrat, fosfor dan fenol. 4 Industri percetakan BOD, COD, TOC, total solids, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, logam berat, amoniak, sulfit, nitrat, fosfor, warna, jumlah coli, coli faeces, bahan beracun, suhu, kekeruhan, klorinated benezoid. 5 Perkayuan dan motor COD, logam berat, dan bahan beracun. 6 Industri pakaian jadi BOD, COD, TOD, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, logamberat, kromium, warna, bahan beracun, suhu, klorinated, benezoid dan sulfida. 7 Industri plastik BOD, COD, total solids, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, seng, sianida, sulfat, amoniak, fosfor, urea anorganik, bahan beracun, fenol dan sulfida. 8 Industri kulit Total padatan, penggaraman, sulfida, kromium, pH, endapan kapur, dan BOD. 9 Industri besi dan logam COD, suspended solids, minyak dan lemak, logam berat, bahan beracun, sianida, pH, suspended solid, kromium, besi, seng, klorida, sulfat, amoniak, dan kekeruhan. 10 Aneka industri BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu, kekeruhan, amoniak dan kekeruhan. 11 Pertanian/tanaman pangan Pestisida, bahan beracun, dan logam berat. 12 Perhotelan Deterjen, zat padat, BOD, COD, TOC, TOD, nitrogen, fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun, dan kekeruhan. 13 Rekreasi BOD, COD, kekeruhan dan warna. 14 Kesehatan Bahan beracun, logam berat, BOD, COD, TOM dan jumlah coli. 15 Perdagangan BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, amoniak, urea, fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun dan kekeruhan. 16 Pemukiman Deterjen, zat padat, BOD, COD, TOD, TOC, nitrogen, fosfor, kalsium, klorida dan sulfat. 17 Perhubungan darat Logam berat, bahan beracun dan COD. 18 Perikanan darat BOD, COD, TOM dan pH. 19 Peternakan BOD, COD, TOC, pH, suspended solid, klorida, nitrat, fosfor, warna, bahan beracun, suhu dan kekeruhan. 20 Perkebunan COD, pH, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, kromium, kalsium, klorida, sulfat, amoniak, sodium, nitrat, fosfor, urea anorganik, coli faeces dan suhu. Sumber: Donal W. S dan H. E. Klei (1979) dalam Sugiharto dalam Taufik (2003)
2.3 Beban Pencemaran dan Daya Tampung Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 beban pencemaran adalah jumlah suatu pencemar yang terkandung di dalam air atau air limbah. Menurut Djabu (1999) beban pencemaran adalah bahan pencemar dikalikan
6
kapasitas aliran air yang mengandung bahan pencemar, artinya adalah jumlah berat pencemar dalam satuan waktu tertentu, misalnya kg/hari. Istilah beban pencemaran dikaitkan dengan jumlah total pencemar atau campuran pencemar yang masuk ke dalam lingkungan (langsung atau tidak langsung) oleh suatu industry aatau kelompok industry pada areal tertentu dalam periode waktu tertentu. Pada kasus limbah rumah tangga dan kota, istilah beban pencemaran berkaitan dengan jumlah total limbah yang masuk ke dalam lingkungan (langsung atau tidak langsung dari komunitas kota selama periode waktu tertentu (Djajadiningrat dan Amir, 1991). Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. Daya tampung beban pencemaran diartikan sebagai kemampuan air pada suatu sumber air atau badan air untuk menerima beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.110 tahun 2003).
2.4 Parameter Pencemaran Air 2.4.1 Parameter Fisik 2.4.1.1 Suhu Suhu merupakan salah satu faktor dalam reaksi kimia dan aktifitas biologi di dalam suatu perairan yang sangat berperan dan berpengaruh dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan, terutama terhadap kelangsungan hidup suatu organisme (Palmer, 2001). Kenaikan suhu sebesar 10°C menyebabkan kebutuhan oksigen hewani perairan naik hampir dua kali lipat. Sebaliknya peningkatan suhu menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut akan menurun dan peningkatan suhu ini juga akan dapat menaikan daya racun polutan terhadap organisme perairan (Moriber, 1974). Menurut Hawkes (1979) suhu perairan yang tidak lebih dari 30°C tidak akan berpengaruh secara drastis terhadap makrozoobenthos. Fardiaz (1992) mengungkapkan bahwa kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut:
7
a. Jumlah oksigen terlarut dalam air akan menurun. b. Kecepatan reaksi kimia meningkat. c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati. Temperatur air terutama merupakan pencerminan dari kondisi iklim. Bagaimanapun manusia mampu memodifikasi temperatur misalnya air digunakan untuk pendinginan dalam pembangkit listrik, dimana mentransfer buangan limbah panas ke dalam perairan. Pembuangan limbah mungkin juga meningkatkan temperatur air. Pelepasan air pada dasar perairan dari waduk-waduk mungkin memasukkan air yang lebih dingin ke dalam sungai penerima.
2.4.1.2 Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid/TDS) Fardiaz (1992) menyatakan bahwa padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran-ukuran lebih kecil dari padatan tersuspensi. Padatanpadatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air/mineral dan garam-garamnya. Padatan terlarut mempengaruhi ketransparanan dan warna air yang ada hubungannya dengan produktifitas (Sastrawijaya, 1991). Keberadaan sebagai larutan-larutan ditunjukkan dalam keberadaan fisik dan kimia air. Nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestik dan industri). Menurut Priyono (1994) aliran dasar dari suatu jalan air mendapatkan mineral yang terpilih dalam bentuk garam-garam terlarut dalam larutan seperti sodium, khlorit, magnesium, sulfat, dan lain-lain. Aliran ini dapat mengkontribusi bahan-bahan terlarut untuk perairan.
2.4.1.3 Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid/TSS) Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan pada saringan milipore dengan pori-pori 0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003).
8
TSS dapat meningkatkan nilai kekeruhan sehingga akan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air yang selanjutnya akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dan meningkatkan pasokan CO2 di perairan. Menurut Priyono (1994) Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah, dan bahan kimia inorganik menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air, sehingga bahan tersebut menjadi penyebab polusi tertinggi di dalam air. Kebanyakan sungai dan daerah aliran sungai selalu membawa endapan lumpur yang disebabkan erosi alamiah dari pinggir sungai. Akan tetapi, kandungan sedimen yang terlarut pada hampir semua sungai meningkat terus karena erosi dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi, dan pertambangan. Partikel yang tersuspensi menyebabkan kekeruhan dalam air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya memperoleh makanan dan mengurangi tanaman air melakukan fotosintesis.
2.4.2 Parameter Kimia 2.4.2.1 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO) Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air yang penting. Umumnya konsentrasi DO di suatu perairan akan bersifat sementara atau musiman dan berfluktuasi. Biasanya organisme air seperti ikan memerlukan oksigen terlarut antara 5,8 mg/l (Palmer, 2001). Oksigen terlarut dalam perairan dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Kepekatan oksigen terlarut bergantung kepada suhu, kehadiran tanaman fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya yang tergantung pada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air (Sastrawidjaya, 1991). Kandungan oksigen terlarut yang tinggi adalah pada sungai yang relatif dangkal dan adanya turbulensi oleh gerakan air. Daya larut oksigen akan menurun dengan kenaikan suhu, sebaliknya pada air yang dingin kadar oksigen akan meningkat (Odum, 1971). Berdasarkan kandungan oksigen terlarut Shandi dalam Sutamiharja (1978) melakukan penggolongan kualitas air (Tabel 2) sebagai berikut:
9
Tabel 2 Penggolongan Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut DO (mg/l) >5 2-5 0-2
Tingkat Pencemaran Tercemar Ringan Tercemar Sedang Tercemar Buruk
Kelarutan oksigen di air berasal dari atmosfer atau fotosintesis tumbuhan akuatik termasuk phytoplankton. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen. Bahanbahan tersebut terdiri dari bahan yang mudah dibusukkan atau diuraikan oleh bakteri dengan adanya oksigen.
2.4.2.2 Kebutuhan Oksigen Biologi (Biological Oxygen Demand/BOD) Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) merupakan banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik yang ada. Menurut APHA (1978) nilai BOD yang besar menunjukkan aktivitas mikroorganisme yang semakin tinggi dalam menguraikan bahan organik. Menurut Fardiaz (1992) bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan mungkin beberapa bahan anorganik, kotoran manusia dan hewan, tanaman-tanaman yang mati atau sampah organik, bahan-bahan buangan industri dan sebagainya. Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 mg/l, dan air yang mempunyai nilai BOD 3 mg/l masih dianggap cukup murni, tetapi kemurnian air diragukan jika nilai BOD nya mancapai 5 mg/l atau lebih. Lee et al. (1978) telah melakukan kasifikasi kualitas air (Tabel 3) berdasarkan nilai BOD, yaitu sebagai berikut: Tabel 3 Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD Nilai BOD (mg/l) < 3,0 3.0 – 4,9 5,0 – 15,0 > 15,0
Kualitas Air Tidak Tercemar Tercemar Ringan Tercemar Sedang Tercemar Berat
Bahan organik di perairan yang mengalir berasal dari sumber alam seperti gangguan atau kerusakan tumbuh-tumbuhan akuatik. Tetapi pulp, paper, dan sampah pertanian dapat juga menambah kuantitas yang berarti dari permintaan oksigen ke suatu perairan.
10
2.4.2.3 Derajat Keasaman (pH) Menurut Sutamihardja (1978) derajat keasaman merupakan kekuatan antara asam dan basa dalam air dan suatu kadar konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Nilai pH menggambarkan kekuatan bahan pelarut dari air, karena itu penunjukkannya mungkin dari reaksi kimia pada batu-batuan dan tanah-tanah. Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6,5-8,5. Menurut Brook et al. (1989) dalam Fakhri (2000) menyebutkan bahwa perairan sudah dianggap tercemar jika memiliki nilai pH < 4,8 dan > 9,8. Derajat keasaman atau pH air biasanya digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air yang dikaji. Mackereth et al. dalam
Effendi (2003)
berpendapat bahwa
pH berkaitan
erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam akan bersifat korosif. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika kadar pH rendah. Keberadaan karbonat, hidroksida dan bikarbonat bertambah pada dasar perairan, sementara keberadaan mineral bebas asam dan asam karbonik bertambah dalam keasaman. Perairan asam tidak lebih umum dari pada perairan alkali. Sumber pembuangan air asam dan sampah-sampah industri yang sudah tidak dinetralkan akan bersamaan dengan pengurangan pH dari air.
2.4.2.4 Fosfat Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972). Menurut Moriber dalam Anggraeni (2002), senyawa fosfat dalam perairan dapat berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan lapukan tumbuhan. Dalam perairan senyawa fosfat berada dalam bentuk anorganik (ortofosfat, metafosfat dan polifosfat) dan organik (dalam tubuh organisme melayang, asam nukleat, fosfolipid, gula fosfat, dan senyawa organik lainnya). Menurut
Effendi
(2003),
semua
polifosfat
mengalami
hidrolisis
membentuk ortofosfat. Perubahan ini bergantung pada suhu. Pada suhu yang
11
mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini meningkat dengan menurunnya nilai pH. Secara umum kandungan fosfat meningkat terhadap kedalaman. Kandungan fosfat yang rendah dijumpai di permukaan dan kandungan fosfat yang lebih tinggi dijumpai pada perairan yang lebih dalam (Hutagalung dan Rozak, 1977). Senyawa ortofosfat merupakan faktor pembatas bila kadarnya di bawah 0,009 mg/l, sementara pada kadar lebih dari satu mg/l PO4-P dapt menimbulkan blooming (Mackentum dalam Abdurochman, 2005). Menurut Effendi (2003) bahwa sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang berasal dari detergen. Limpasan dari derah pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor.
2.4.2.5 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang terdapat di perairan menjadi CO2 dan H2O. Nilai COD ini akan meningkat sejalan dengan meningkatnya bahan organik di perairan (APHA, 1976). Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l. Sementara pada perairan yang tercemar memiliki nilai COD dapat melebihi 200 mg/l. Oleh karena itu perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak baik untuk kegiatan perikanan (Fakhri, 2000).
2.5 Kriteria, Status, dan Baku Mutu Air Kriteria kualitas air merupakan batas konsentrasi parameter-parameter kualitas air yang diinginkan bagi kelayakan kualitas air untuk penggunaan tertentu. Sedangkan baku mutu air merupakan peraturan menurut undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah yang mencamtumkan pembatasan konsentrasi berbagai parameter kualitas air (Rushayati, 1999). Kualitas suatu perairan sangat ditentukan oleh konsentrasi bahan pencemaran pada perairan tersebut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
12
Indonesia Nomor 82 Tahun
2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air, disebutkan bahwa pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air
tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya. Pada pasal 8 disebutkan penggolongan air berdasarkan peruntukkannya yang diikuti dengan kriteria kualitas air tersebut sesuai dengan golongannya, yaitu: 1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2. Kelas
dua,
air
yang
peruntukannya
dapat
digunakan
untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2.6 Tata Guna Lahan dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Air Vink (1975) menyebutkan bahwa perubahan atau perkembangan penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: faktor alam seperti iklim, topografi, tanah, atau bencana alam dan faktor manusia yang berupa aktivitas manusia pada sebidang lahan. Menurut Leopold and Dunne (1978) dalam Sudadi et al. (1991) perubahan penggunaan lahan secara umum akan mengubah: karakteristik aliran sungai, total aliran permukaan, kualitas air dan sifat hidrologi daerah yang bersangkutan. Sudadi et al. (1991) menyebutkan bahwa pengaruh penggunaan lahan terhadap
13
aliran sungai terutama erat kaitannya terhadap fungsi vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. Sedangkan menurut Sutamiharja (1978) kegiatan pertanian secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas perairan yang diakibatkan oleh penggunaan bermacam-macam pupuk buatan dan pestisida. Perubahan lahan menjadi daerah pemukiman cenderung berdampak negatif, khususnya bila ditinjau dari segi erosi.
2.7 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu serta seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Dengan menggunakan berbagai sensor, dilakukan pengumpulan data dari jarak jauh yang dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena yang diteliti. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat dilakukan dalam berbagai bentuk termasuk variasi agihan daya, agihan gelombang bunyi, maupun agihan elektromagnetik (Lillesand dan Kiefer, 1987). Lebih lanjut dikatakan, sistem penginderaan jauh yang paling sering digunakan bekerja pada satu atau beberapa spektrum tampak, inframerah dekat, inframerah termal atau gelombang mikro. Penginderaan jauh merupakan teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi untuk menghasilkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan dan bidangbidang lainnya (Lo, 1995). Komponen dasar suatu sistem penginderaan jauh ditunjukkan dengan adanya hal suatu sumber tenaga yang seragam, atmosfer yang tidak mengganggu, sensor yang sempurna, serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan benda di muka bumi, sistem pengolahan data tepat waktu dan berbagai penggunaan data (Lillesand dan Kiefer, 1990). Citra merupakan gambar yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya (Hornby, 1974 dalam Sutanto, 1986), sedangkan interpretasi citra merupakan
14
pembuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut (Este dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986). Foto udara merupakan sumber informasi yang penting mengenai perubahan-perubahan tata guna lahan sepanjang waktu (Paine, 1981). Citra Landsat merupakan citra satelit untuk penginderaan sumberdaya bumi. Thematik Mapper (TM) adalah suatu sensor optik penyiaman yang beroperasi pada cahaya tampak dan inframerah bahkan spektral (Lo, 1995). Thematik Mapper dipasang pada Landsat dengan tujuan untuk perbaikan resolusi spasial, pemisaan spektral, kecermatan data radiometrik dan ketelitian geometrik. Lillesand dan Kiefer (1990) menyatakan analisis data Landsat dengan komputer dapat dikelompokkan atas butir berikut: 1. Pemulihan citra (image restoration), meliputi koreksi berbagai distorsi radiometrik dan geometrik yang mungkin ada pada data citra asli. 2. Penajaman citra (image enhancement) sebelum menayangkan data citra untuk analisis visual teknik, penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras diantara kenampakan di dalam adegan. 3. Klasifikasi citra (image classification), pada proses ini maka tiap pengamatan pixel dievaluasi dan diterapkan pada suatu kelompok informasi jadi mengganti arsip data citra dengan suatu matriks jenis kategori yang ditentukan berdasarkan nilai kecerahan (brighteness value/VB atau digital number/DN) pixel yang bersangkutan.
2.8 Sistem Informasi Geografis Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi (georeference) dalam hal pemasukan, manajemen data, memanipulasi dan menganalisis serta pengembangan produk dan percetakan (Aronof, 1989). Sedangkan menurut Bern (1992) dalam Prahasta (2001) mengemukakan bahwa sistem informasi geografis merupakan sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak komputer untuk: (1) Akuisisi dan verifikasi data (2) Kompilasi data (3) Penyimpanan data (4) Perubahan dan updating data (5)
15
Manajemen dan pertukaran data (6) Manipulasi data (7) Pemanggilan dan presentasi data (8) Analisa data. Selain itu juga, Barus (1999) menyatakan, kelebihan SIG terutama berkaitan dengan kemampuannya dalam menggabungkan berbagai data yang berbeda struktur, format, dan tingkat ketepatan. Ardiansyah et al (2002) mengelompokkan komponen SIG ke dalam empat komponen yaitu: 1. Perangkat keras Perangkat keras komputer utama dalam SIG adalah sebuah Personal Computer (PC) yang terdiri dari:
Central Processing Unit (CPU) sebagai pemroses data
Keyboard untuk memasukkan data atau perintah
Mouse untuk memasukkan perintah
Monitor untuk menyajikan hasil atau menampilkan proses yang sedang berlangsung
Hard disk untuk menyimpan data
Perangkat keras tambahan yang diperlukan adalah:
Digitizer untuk memasukkan data spasial yang nantinya akan tersimpan sebagai data vektor
Scanner untuk memasukkan data spasial yang nantinya akan tersimpan sebagai data raster
Plotter untuk mencetak hasil keluaran data spasial berkualitas tinggi baik utnuk data vektor atau data raster
CD Writer sebagai media penyimpanan cadangan (back up) selain hard disk
2. Perangkat lunak SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basis data memegang peranan kunci.Saat ini banyak sekali perangkat lunak SIG baik yang berbasis vektor maupun yang berbasis raster. Nama perangkat lunak SIG yang berbasis vektor antara lain ARC/INFO, Arc View, Map INFO, CartaLINX dan AUTOCAD Map;
16
sedangkan perangkat lunak SIG yang berbasis raster antara lain ILWIS, IDRISI, ERDAS, dan sebagainya. 3. Data dan Informasi Geografi Data yang dapat diolah dalam SIG merupakan fakta-fakta data di permukaan bumi yang memiliki referensi keruangan baik referensi secara relative maupun referensi secara absolute, dan disajikan dalam sebuah format yang bernama peta. SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara meng-import-nya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan cara mendigitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard (Gistut, 1994 dalam Prahasta, 2001). 4. Sumberdaya Manusia Komponen terakhir yang tidak terelakkan dari SIG adalah sumberdaya manusia yang terlatih.Peranan sumberdaya manusia ini adalah untuk menjalankan sistem yang meliputi pengoperasian perangkat keras dan perangkat lunak, serta menangani data geografis dengan kedua perangkat tersebut.Sumberdaya manusia juga merupakan sistem analisis yang menerjemahkan permasalahan riil di permukaan bumi dengan bahasa SIG, sehingga permasalahan tersebut bisa teridentifikasi dan memiliki pemecahannya.
SIG
Data SDM
Perangkat Lunak
Perangkat Keras
Gambar 1 Komponen Dasar SIG
17
Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk perencanaan lalu lintas dan transportasi, perencanaan pertanian, manajemen sumberdaya alam dan lingkungan, perencanaan rekreasi, lokasi/alokasi keputusan, perencanaan tata guna lahan (landuse), perencanaan pelayanan umum (pendidikan, pelayanan social, kepolisian, dan lain-lain). Penerapan SIG lainnya dapat dilakukan antara lain dalam kegiatan jaringan jalan dan pipa, pertanian, penggunaan tanah, kehutanan, pengelolaan kehidupan liar, geologi, dan perencanaan kota (Aronof, 1989 dalam Febriana, 2004). Manfaat utama penggunaan sistem informasi spasial dengan komputer dibandingkan dengan pembuatan konvensional dan masukan data manual atau informasi manual adalah memperkecil kesalahan manusia dan kemampuan memangil kembali peta tumpang tindih (overlay) dari simpanan atau SIG secara cepat. Program tumpang tindih (overlay) digunakan untuk menggabungkan dua atau lebih data-data SIG dan menghasilkan data baru yang dikehendaki pengguna. Teknik tumpang tindih dapat digunakan bagi peta-peta yang sudah sama formatnya dan skalanya. Tumpang tindih dapat menghasilkan peta tematik kesesuaian lahan untuk suatu wilayah.Analisis kesesuian lahan suatu wilayah dapat dihitung dalam satuan areal luasan (hektar) maupun perhitungan presentase (Kartono, 2001).
18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang menjadi obyek penelitian adalah DAS Ciliwung di wilayah Kota Bogor. Sungai Ciliwung dengan panjang aliran sungai ± 117 Km, dengan luas DAS sekitar 347 km². Pengambilan data sekunder dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2010, sedangkan data primer ke lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2010.
Gambar 2 Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor
3.2 Alat dan Bahan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan observasi langsung dan kuesioner di lapangan dan data sekunder diperoleh dari laporan-laporan berkala
19
dari berbagai instansi dan hasil survey penelitian sebelumnya. Peralatan yang digunakan untuk mengolah data-data yang didapatkan yaitu alat tulis dan hitung, kamera, Global Positioning System (GPS) dan seperangkat komputer dilengkapi dengan paket SIG (perangkat keras dan lunak) termasuk software ArcGIS 9.3 dan ArcView Avswat 2005. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4.
Tabel 4 Data yang Digunakan dalam Penelitian No
Jenis Data
1
Data Kualitas Air Tahun 2005-2009
2
Data Debit Sungai Tahun 2005-2009
3
Data Curah Hujan Tahun 2005-2009
4
Data Jenis dan Jumlah Industri yang ada di DAS Ciliwung
5
Data Kependudukan Kota Bogor
6
Data Jumlah Ternak Peta (topografi, penutupan lahan, administrasi)
7
Sumber Data Badan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Badan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air (BPSDA) Ciliwung-Cisadane Observasi Lapangan Dinas Kependudukan dan Pencatatan sipil Kota Bogor Observasi Lapangan KLH, PPLH IPB
3.3 Kerangka Pemikiran Sungai Ciliwung di Kota Bogor merupakan bagian dari lingkungan hidup yang senantiasa akan terus mengalami perubahan, khususnya kualitas air. Perubahan tersebut cenderung berupa penurunan kualitas air yang disebabkan oleh pencemaran yang masuk ke badan perairan sungai. Kondisi penutupan lahan suatu DAS berpengaruh terhadap kondisi kualitas air sungai di DAS tersebut. Ketika debit sungai besar akan menyebabkan pengenceran berbagai bahan pencemar di sungai, sebaliknya ketika debit kecil maka terjadi peningkatan kadar bahan pencemar. Hal ini dimungkinkan pula oleh kondisi beban pencemaran yang relative stabil sepanjang tahun. Untuk itu upaya pengelolaan kualitas air adalah melalui pengendalian kondisi dan pemanfaatan DAS secara tepat. Secara skematik pengaruh kondisi DAS terhadap kualitas air Sungai Ciliwung dapat digambarkan sebagai berikut :
20
Curah Hujan
Kondisi Tutupan Hutan di DAS
Kondisi Penggunaan Lahan
Debit Air
Beban Pencemaran
Kualitas air Sungai
Gambar 3 Kerangka Alir Pemikiran Kajian Beban Pencemaran Air dan Daya Tampung Sungai Ciliwung di Kota Bogor
21
3.4 Pengumpulan Data 3.4.1 Jenis Data Pengumpulan data terdiri atas data spasial dan data atribut. Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan atau diperoleh dari pengolahan peta-peta tematik dan penginderaan jauh, diantaranya peta topografi, peta, peta ketinggian tempat atau elevasi, peta penutupan lahan, peta saluran atau sungai. Selain data spasial, data lain yang diperlukan adalah data atribut, yaitu data dalam bentuk tulisan ataupun angka-angka, diantaranya data kualitas air dan debit sungai, data jumlah ternak, data kependudukan, data jumlah dan jenis indutri-industri. 3.4.2 Sumber Data 3.4.2.1 Data primer Sumber data primer dalam kegiatan ini diperoleh dari hasil observasi lapangan dan wawancara di lapangan (daftar pertanyaan terlampir). Wawancara masyarakat dilakukan di lima kelurahan yaitu Katulampa, Sukasari, Sempur, Kebon Pedes dan Kedunghalang. Masing-masing kelurahan sebanyak 30 responden. 3.4.2.2 Data sekunder Sumber data sekunder dapat dilihat pada Tabel 4. 3.4.3 Cara Pengumpulan Data 3.4.3.1 Observasi langsung Observasi langsung dilakukan di lapangan dengan bantuan kamera, GPS dan pengamatan fisik. 3.4.3.2 Mencatat dokumen (content analysis) Mencatat dokumen/data/informasi dari berbagai instansi.
3.5 Analisis Data 3.5.1 Analisis Status Mutu Air 3.5.1.1 Analisis Nilai Indeks Kualitas Air (IKA) Untuk melihat kondisi kualitas air pada sungai secara keseluruhan digunakan Indeks Kualitas Air – National Sanitation Foundation (IKA-NSF) berdasarkan Ott (1978) dalam Perdani (2001) yang bertujuan untuk menganalisis perubahan kualitas air pada periode yang berbeda dalam suatu lokasi pengambilan
22
contoh yang sama. Metode IKA ini pada dasarnya merupakan indeks yang digunakan untuk menentukan mutu air untuk peruntukan air minum. Perhitungan Indeks Kualitas Air – National Sanitation Foundation (IKANSF) dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
IKA − NSF =
.
Keterangan: IKA-NSF
= Indeks kualitas air – national sanitation foundation
Wi
= Bobot akhir masing-masing parameter setelah disesuaikan
Ii
= Sub indeks kualitas air tiap parameter yang di dapat dari hasil analisis dan hasil pengukuran yang dibandingkan dengan kurva sub indeks
n
= Jumlah parameter
Tahap-tahap pemakaian indeks tersebut adalah: 1. Menentukan terlebih dahulu jumlah parameter yang akan digunakan atau yang diamati. 2. Penentuan nilai bobot dari masing-masing parameter yang digunakan (Wi) dengan menggunakan standar yang digunakan Ott (1978) maupun dengan cara melakukan penyesuaian (Lampiran 10). Adapun bobot parameter dalam perhitungan Indeks Kualitas Air-NSF WQI dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Bobot Parameter Dalam Perhitungan Indeks Kualitas Air-NSF WQI (Ott, 1978) No
Parameter
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Oksigen Terlarut pH BOD Nitrat Fospat Suhu Kekeruhan Padatan Total Fecal Coli
Bobot Parameter (Wa) 0.17 0.12 0.10 0.10 0.10 0.10 0.08 0.08 0.15
Bobot Parameter Penyesuaian (Wb) 0.25 0.18 0.15 0.15 0.15 0.12 -
Satuan % saturnasi Mgl Mgl Mg/l °C NTU mg/l mg/l
23
3. Menghitung nilai Ii dengan cara memplotkan nilai hasil pengukuran setiap parameter dengan kurva sub indeks dari Ott (1978). 4. Setelah nilai Wi dan Ii didapat, dihitung indeks dengan menggunakan persamaan IKA-NSF diatas. Adapun kriteria indeks kualitas air – National Sanitation Foundation dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kriteria Indeks Kualitas Air – National Sanitation Foundation (Ott, 1978) No Nilai 1 0 – 25 2 26 – 50 3 51 – 70 4 71 – 90 5 91 - 100 Sumber: Ott, (1978) dalam Perdani (2001)
Kriteria Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik
3.5.1.2 Analisis Metode Storet Metode storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang digunakan. Dengan metode Storet ini dapat diketahui parameterparameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan mengguunakan sistem
nilai dari US-EPA
(Environmental Protection
Agency) dengan
mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas. Sedangkan untuk klasifikasi mutu air berdasarkan EPA dapat dilihat pada Tabel 8. Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan pengumpulan data kualitas air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu. 2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air. 3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0.
24
4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu), maka diberi skor: 5. Jumlah negatif dari seluruh parameter yang dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai. Adapun penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air dapt dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Penentuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu Air (Canter, 1977) Parameter Fisika Kimia Maksimum -1 -2 < 10 Minimum -1 -2 Rata-rata -3 -6 Maksimum -2 -4 ≥ 10 Minimum -2 -4 Rata-rata -6 -12 Ket *) Jumlah parameter yang digunakan dalam menentukan status mutu air. Jumlah Contoh *)
Nilai
Biologi -3 -3 -9 -6 -6 -18
Tabel 8 Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan EPA (Environmental Protection Agency) Kelas A B C D
Jumlah Total Skor 0 -1 s.d -10 -11 s.d -30 ≤ -31
Mutu Air Baik Sekali Baik Sedang Buruk
3.5.2 Analisis Sumber Pencemaran dengan Sistem Informasi Geografis Analisis ini menggunakan software sistem informasi geografis berupa Arc GIS 9.3 dan ArcView Avswat 2005 yang berhubungan dengan proses pembangunan basis data. Proses pembangunan basis data terdiri dari 3 kegiatan yaitu pembuatan peta digital, peta DAS Ciliwung segmen Kota Bogor dan peta sebaran industri di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor. Proses dari masingmasing kegiatan dapat dilihat sebagai berikut: 3.5.2.1 Pembuatan Peta Digital Pada penelitian kali ini peta digital berupa peta topogarafi telah tersedia, diperoleh dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB dan peta tutupan lahan DAS Ciliwung segmen Kota Bogor tahun 2007-2009 diperoleh dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup.
25
3.5.2.2 Pembuatan Peta DAS Ciliwung segmen Kota Bogor Pada proses pembuatan peta DAS dibutuhkan peta topografi/kontur yang kemudian diubah menjadi DEM untuk selanjutnya diolah menjadi peta DAS yang diinginkan. Proses pembuatan peta DAS Ciliwung selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut : Peta Kontur Digital
Surfacing
DEM
Grid
Arc View 3.3
Arc View 3.3 AVSWAT 2005
Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Arc GIS 9.3
Gambar 4 Proses Pembuatan Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor 3.5.2.3 Peta Sebaran Industri dan Peternakan Peta sebaran industri dibuat setelah dilakukan pengecekan di lapangan dengan penitikan pada setiap industri yang menghasilkan limbah cair.
3.5.2.4 Peta Penutupan Lahan Pemetaan penutupan lahan (land cover) merupakan suatu upaya untuk menyajikan informasi tentang pola penggunaan lahan atau tutupan lahan di
26
suatu wilayah secara spasial. Berikut ini disajikan gambar proses pengolahan citra untuk memperoleh peta penutupan lahan.
Citra Landsat tahun 2009
Koreksi Geometrik
Citra Terkoreksi
Pemotongan Citra
Citra Lokasi Penelitian
Cek Lapangan (Ground Check)
Klasifikasi Citra Terbimbing
Tidak
Citra Hasil Klasifikasi
Akurasi
Diterima ?
Ya Penggunaan/ Penutupan Lahan
Gambar 5 Proses Pengolahan Citra Landsat
3.5.3 Analisis Beban Pencemaran Perhitungan beban pencemaran dari berbagai sumber pencemar dilakukan melalui pendekatan Rapid Assesment of Sources of Air, Water, and Land Polution yaitu perhitungan beban pencemaran dari setiap unit penghasil limbah masing-
27
masing dari pemukiman, industri, peternakan, pertanian dan tata guna lahan. Setelah semua informasi yang diperlukan dikumpulkan, beban limbah dan pencemaran air dapat dihitung mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Memasukkan data produksi dan limbah ke dalam tabel kerja yang sesuai. 2. Mencari faktor limbah atau pencemaran yang berkaitan untuk masingmasing proses industri atau sumber pencemar dan dicatat dalam kolom yang tersedia. Adapun faktor konversi beban limbah dari suatu pencemar dapat dilihat pada Tabel 9. 3. Jumlah produksi atau limbah tersebut dikalikan dengan faktor limbah atau pencemaran dalam kolom yang disediakan. 4. Membuat ringkasan beban limbah dan pencemaran yang sudah dihitung dalam tabel ringkasan untuk mendapat gambaran menyeluruh mengenai total pencemaran air di areal studi. Selain dengan langkah diatas, perhitungan beban pencemaran dapat dirumuskan sebagai berikut: P=CxLxR Diketahui: P = Beban Pencemaran (ton/bulan) C = Koefisien Beban Polutan L
= Kapasitas Limbah Cair (liter/hari)
R = (3x10-8)
Tabel 9 Faktor Konversi Beban Limbah BOD COD TSS TN TP (kg/unit/ (kg/unit (kg/unit (kg/unit (kg/unit tahun) /tahun) /tahun) /tahun) /tahun) Limbah Cair Domestik 19.7 44 20 3.3 0.4 Sapi potong/Kerbau 250 1716 80.3 Sapi perah 539 Ayam potong/Itik 1.4 14.6 0.51 Ayam petelur 4.6 kambing 36.6 201 8.4 Sumber : Rapid Assesment of Sources of Air, Water, and Land Polution (WHO, 1982) Sumber Limbah
3.5.4 Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran Perhitungan daya tampung beban pencemaran sesuai dengan PP No.82 tahun 2001 dapat dirumuskan sebagai berikut :
28
DT = Q x BMA x R Diketahui: DT
= Daya Tampung (ton/bulan)
Q
= Debit Aliran Air Sungai (m³/dt)
BMA
= Baku Mutu Air berdasarkan PP No.82 tahun 2001
R
= (bulan x 24x 60 x60) / 1.000.000.000
Catatan: bulan (jumlah hari yang disesuaikan dengan bulannya)
29
BAB IV KONDISI UMUM PENELITIAN
4.1 Kondisi Umum Kota Bogor Secara geografis Kota Bogor terletak diantara 106°43’30’’ BT sampai dengan 106°51’100’’ BT dan 6°30’00’’ LS sampai dengan 6°41’00’’ LS. Memiliki luas wilayah 11.850 ha terdiri dari 6 kecamatan, 67 kelurahan dan 792 rw. Secara administratif, Kota Bogor memiliki batas-batas sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor.
4.2 Kondisi Umum Sungai Ciliwung Sungai Ciliwung berada dalam batas wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok dan DKI Jakarta. Sungai ini bersumber di lereng Gunung Gede yaitu daerah Leuwimalang Kecamatan Cisarua dengan anak sungai Ciesek, Ciluar dan Cisugutamu. Menurut Pawitan (2002) dalam Prasetio dan Arifjaya (2004) menurut toposekuensnya DAS Ciliwung dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu hulu, tengah dan hilir. Secara administratif pemerintahan sungai Ciliwung yang melintasi Kota Bogor merupakan peralihan dari DAS Ciliwung Hulu (Kecamatan Bogor Timur dan Kecamatan Bogor Selatan) ke DAS Ciliwung Tengah (Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal). Berdasarkan klasifikasi curah hujan Schmidt dan Ferguson tipe ikim yang terjadi di DAS Ciliwung Hulu adalah tipe A dengan curah hujan tahunan sebesar 3.336 mm, sementara DAS Ciliwung Tengah termasuk tipe A dan B dengan
30
jumlah curah hujan tahunan 3.285 mm (BAPEDAS Citarum-Ciliwung, 2000). Menurut BMG Bogor (2005) curah hujan yang teramati di Stasiun Kebun Raya Bogor dari tahun 1993-2003 berada pada kisaran 2.226 mm hingga 5.184 mm. Sungai Ciliwung yang melintasi Kota Bogor memiliki panjang ± 7,99 km dan melewati 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Utara (KPLH Kota Bogor, 2002). Menurut BAPEDAS Citarum-Ciliwung (2000), debit harian rata-rata yang teramati di Stasiun Katulampa (periode tahun 1991-1996) untuk masing-masing nilai terendah 7,2 m³/detik dan tertinggi 16,8 m³/detik.
4.3 Kependudukan Kondisi kependudukan di Kota Bogor berdasarkan data statistik Kota Bogor tahun 2004 yang meliputi jumlah dan kepadatan penduduk disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Jumlah Penduduk Kota Bogor Luas Wilayah Jumlah Penduduk (km²) (jiwa) Bogor Selatan 30,81 165.146 Bogor Timur 10,15 87.829 Bogor Utara 17,72 153.429 Bogor Tengah 8,13 101.057 Bogor Barat 32,85 188.901 Tanah Sareal 18,84 173.813 Total 118,5 870.175 Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor, Tahun 2010 Kecamatan
Kepadatan Penduduk (jiwa/km²) 5.360,14 8.653.10 8.658,52 12.430,13 5.750,41 9.225,74 50.078,04
Berdasarkan data dalam Tabel 10, terlihat bahwa kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi, yaitu sebesar 12.430 jiwa/km². Sementara yang memiliki kepadatan terendah adalah Kecamatan Bogor Selatan dengan kepadatan penduduk sebesar 5.360 jiwa/km².
4.4 Industri Sebagai daerah yang dilalui Sungai Ciliwung, kegiatan industri di Kota ini akan berpengaruh terhadap tingkat pencemaran sungai. Menrut data statistik di Kota Bogor terdapat sejumlah industri yang berpotensi sebagai sumber pencemaran DAS Cilliwung Kota Bogor. Sementara menurut Taufik (2003) di
31
daerah hulu terdapat 44 industri yang berpotensi menimbulkan beban pencemaran pada DAS Ciliwung.
4.5 Penggunaan Lahan Kualitas air Sungai Ciliwung dipengaruhi oleh kondisi penggunaan lahan di sekitar sungai (Kota Bogor) maupun kondisi penggunaan lahan didaerah hulu (Kabupaten Bogor). Secara umum penggunaan lahan di Kota Bogor telah didominasi pemukiman (BPN Kota Bogor, 2003) sedangkan di daerah hulu di dominasi pertanian dan perkebunan yang mengalami peningkatan dan penggunaan lahan berupa hutan cenderung mengalami penurunan (Taufik, 2003). Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor Luas Lahan (km²) Jenis Tutupan Lahan 2007 % 2008 % Kebun Campuran 4.698372 12.036907 3.868829 9.9116748 Perkebunan 1.934807 4.956843 0.497067 1.2734516 Pemukiman 29.535099 75.6669 32.833615 84.117472 Sawah 2.199219 5.6342484 1.712375 4.3869874 Tegalan/Ladang 0.516824 1.3240677 0.121167 0.3104216 Tubuh Air Tanah Terbuka 0.114168 0.2924906 Hutan 0.005817 0.0149028 Semak Belukar 0.028746 0.0736453 Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup tahun 2010
2009 3.597528 0.01319 33.340018 1.774689 0.015219 0.292408 -
% 9.2166203 0.0337919 85.414842 4.5466316 0.03899 0.7491293 -
32
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Sumber Pencemaran dan Karakteristiknya Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source) atau tak tentu/tersebar (non-point/diffuse source). Sumber pencemar nonpoint source dapat berupa point source dalam jumlah yang banyak, misalnya: limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah permukiman (domestik) dan limpasan dari daerah perkotaan (Effendi, 2003).
Gambar 6 Limbah Domestik
Gambar 7 Limbah Peternakan
Wilayah DAS Ciliwung Kota Bogor yang padat permukiman dan jumlah penduduk yang banyak menjadikan wilayah Kota Bogor sulit memiliki ruang/lahan untuk pembuangan sampah bagi masayarakat. Alasan inilah yang menjadikan masyarakat untuk membuang sampah ke sungai. Kondisi serupa juga disampaikan oleh Wijayanti (1998) dalam Yulaswati et al. (2004) berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Kota Bogor diketahui bahwa timbulan sampah dengan laju rata-rata 0,634 kg/orang/hari yang terus meningkat serta keterbatasan lahan pembuangan akhir menyebabkan masalah sampah perkotaan menjadi semakin rumit. Hal ini mengakibatkan banyak terlihat sampah menumpuk di pinggir sungai baik itu sampah organik maupun sampah anorganik sehingga apabila terjadi hujan akan terbawa hanyut ke sungai dan bisa menyebabkan banjir. Limbah rumah tangga selain sampah juga terdapat limbah cair yang berasal dari aktivitas manusia seperti mencuci, mandi dan buang hajat.
33
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di 5 (lima) kelurahan yaitu kelurahan Katulampa, Sukasari, Sempur, Kebon Pedes dan Kedung Halang didapatkan data bahwa masyarakat di DAS Ciliwung sebanyak 16,68% masih membuang sampah ke sungai, dibakar sebanyak 22,66 % dan dibuang ke tempat pembuangan sementara sebanyak 60,66 %. Masih adanya masyarakat yang membuang sampah ke sungai disebabkan oleh tidak adanya petugas sampah dan tempat penampungan sementara. Hasil wawancara menunjukkan masyarakat di kelurahan Kedung Halang lebih banyak membuang sampahnya ke sungai jika dibandingkan dengan kelurahan lainnya. Bentuk penanganan sampah oleh masyarakat dapat dilihat pada Tabel 12 sebagai berikut : Tabel 12 Bentuk Penanganan Sampah Oleh Masyarakat No. 1 2 3
Bentuk Penanganan Sampah Dibakar Dibuang ke sungai Dibuang ke TPS
Persentase (%) 22,66 16,68 60,66
Limbah yang dihasilkan dari peternakan dapat menjadi sumber pencemar air sungai jika tidak ada pengelolaan limbah lebih lanjut baik berupa kotoran, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang. Kotoran dari feces dan urin merupakan limbah ternak yang paling banyak dihasilkan. Di wilayah DAS Ciliwung Kota Bogor terdapat peternakan sapi perah dan ayam potong, umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan oleh sapi perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feces) dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000). Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah meningkatnya kadar nitrogen. Menurut Farida (1978) senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air. Pada umumnya masyarakat di DAS Ciliwung Kota Bogor memanfaatkan limbah ternak sebagai pupuk organik bagi tanaman dan pakan cacing tanah. Potensi industri-industri yang ada di DAS Ciliwung Kota Bogor disamping meningkatkan pertumbuhan perekonomian juga menimbulkan masalah lain seperti
34
pencemaran air, penurunan kualitas air sungai dan berkurangnya pemanfaatan air sungai oleh penduduk. Sumber pencemar dari limbah industri paling banyak disumbangkan oleh industri tahu, tempe dan tapioka yang jumlahnya mencapai 26, 21 dan 20 industri, biasanya bertempat di pinggiran sungai. Industri-industri yang ada membuang limbah cairnya ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu untuk mengurangi kadar limbahnya.
Air digunakan sebagai bahan penolong
dalam proses produksi, sehingga dalam air terdapat kandungan bahan organik dan anorganik yang berbahaya ataupun beracun. Biaya pengolahan dan pembuangan limbah semakin mahal dan pemeliharaan fasilitas bangunan air limbah yang terbatas menyebabkan industri-industri enggan menginvestasikan dananya untuk pencegahan kerusakan lingkungan serta biaya untuk membuat unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan beban biaya yang besar yang dapat mengurangi keuntungan perusahaan. Limbah dari kegiatan pertanian dapat menyebabkan pencemaran air sungai karena adanya penggunaan pupuk dan pestisida untuk merawat tanaman. Penggunaan pupuk buatan dan pestisida dapat menjadi sumber pencemar terutama unsur fosfat, nitrogen dan unsur lainnya. Unsur fosfat yang terdapat pada limbah pupuk dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan eceng gondok. Menurut Prochazkova (1978) jumlah nitrogen yang hilang dari lahan pertanian setiap hektarnya adalah sekitar 5-50 kg N/ha/tahun dan fosfat sekitar 0,05 sampai 0,5 kg P/ha/tahun. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanaman, frekuensi, dan intensitas curah hujan serta kehilangan terbesar fosfat sendiri dapat disebabkan oleh erosi yang berat. Limbah pestisida mempunyai aktifitas dalam jangka waktu yang lama dan ketika terbawa aliran air masuk ke sungai dapat mematikan hewan air.
5.2 Perkembangan Kualitas Air Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor tahun 2005-2009 Kualitas air sungai selama kurun waktu 2005 sampai 2009 mengalami perubahan secara signifikan pada beberapa parameter kualitas air. Perubahan yang terjadi ini cenderung melebihi baku mutu air. Pada 14 kali pengukuran dari tiga titik pemantauan yaitu Katulampa, Sempur dan Kedung Halang terdapat
35
perubahan yang cukup signifikan. Perubahan ini dapat dilihat berdasarkan nilai rata-rata beberapa parameter seperti pada tabel 13. Tabel 13 Nilai Rata-rata Kualitas Air Sungai dari Beberapa Parameter Tahun 2005-2009 Parameter
Satuan
Titik Pantau
Suhu
°C
TDS
mg/l
TSS
mg/l
Oksigen Terlarut
mg/l
pH
-
Fosfat
mg/l
BOD
mg/l
COD
mg/l
Katulampa Sempur Kedung Halang Katulampa Sempur Kedung Halang Katulampa Sempur Kedung Halang Katulampa Sempur Kedung Halang Katulampa Sempur Kedung Halang Katulampa Sempur Kedung Halang Katulampa Sempur Kedung Halang Katulampa Sempur Kedung Halang
2005 Rata-rata 24.03 24.8 25.4 54.33 69 71.67 19.67 27.33 32 7.03 6.93 7.2 7.37 7.33 7.33 0.049 0.08 0.104 1.63 2.57 3.13 7.3 8.7 9.7
2006 Rata-rata 28.23 28.33 28.4 128 205 204.33 44 16.67 27.33 7.07 7.33 7.17 6.79 6.33 6.58 0.053 0.17 0.158 2.87 5.6 4.1 34.03 33.26 14.48
2007 Rata-rata 25.7 25.97 26.97 148.33 188.33 170 12.33 5 5.67 4.93 6.23 6.26 7.73 7.33 7.37 0.017 0.123 0.093 1.14 4.78 5.34 5.28 13.97 11.96
2008 Rata-rata 25.37 26.33 26.3 84 108.67 113 39.67 44.67 44 7.53 6.27 6.13 7.73 7.53 7.57 0.086 0.086 0.094 1.7 2.6 2.57 6.2 7.43 7.37
2009 Rata-rata 22.85 25.45 26.25 104.5 150 137.5 7 10 22 6.75 6.5 6.6 7.15 6.85 7.05 0.498 0.22 0.186 12.25 14.1 12.8 23.75 24.3 26.2
Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui perubahan kualitas air selama kurun waktu 2005-2009 mengalami perubahan yang cukup besar. Perubahan ini ditunjukkan oleh dua parameter yaitu BOD dan COD, dimana parameterparameter ini melebihi baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001. Peningkatan nilai beberapa parameter kualitas air ini disebakan adanya pertambahan jumlah penduduk yang pada akhirnya akan meningkatkan buangan limbah ke sungai dan juga oleh pertambahan jumlah industri baik industri kecil maupun besar yang turut membuang limbah ke sungai. Disamping itu pula tingginya perubahan tutupan lahan akibat konversi lahan menyebabkan peningkatan nilai beberapa parameter kualitas air.
36
160
mg/l
140 120
TDS
100
TSS
80
DO
60
Fosfat
40
BOD
20
COD
0 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 8 Fluktuasi Nilai Rata-Rata Kualitas Air di Katulampa
mg/l
250 200
TDS
150
TSS DO
100
Fosfat BOD
50
COD
0 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 9 Fluktuasi Nilai Rata-rata Kualitas Air di Sempur
mg/l
250 200
TDS
150
TSS DO
100
Fosfat BOD
50
COD
0 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 10 Fluktuasi Nilai Rata-rata Kualitas Air di Kedunghalang
37
Secara rinci kondisi setiap parameter kualitas air dan perhitungan indeks kualitas airnya dapat dijelaskan sebagai berikut. 5.2.1 Parameter Fisika 5.2.1.1 Suhu Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan (Effendi, 2003). Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya (Haslam, 1995). NTAC (1968) dan Pescod (1973) menganjurkan perubahan suhu perairan tidak lebih dari 2.8°C. Hasil pengamatan nilai suhu tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 14 sebagai berikut:
Tabel 14 Hasil Pengamatan Nilai Suhu (°C) tahun 2005-2009 Lokasi Pemantauan Katulampa Sempur Kedung Halang 2005 Deviasi 3 24.03 24.8 25.4 2006 Deviasi 3 28.23 28.33 28.4 2007 Deviasi 3 25.7 25.97 26.97 2008 Deviasi 3 25.37 26.33 26.3 2009 Deviasi 3 22.85 25.45 26.25 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Waktu Pengukuran
Baku Mutu Air
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air selama kurun waktu 2005-2009 untuk nilai suhu cenderung mengalami kenaikan dari titik pantau Katulampa sampai titik pantau Kedunghalang. Hal ini sesuai pernyataan Effendi (2003) bahwa suhu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang dan ketinggian dari permukaan air laut. Posisi titik pantau Katulampa lebih tinggi dibandingkan dengan titik pantau Katulampa. Peningkatan nilai suhu yang cenderung semakin besar ke arah hilir (Kedunghalang) juga disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, industri dan peternakan yang semakin banyak. Beban pencemaran yang diakibatkan oleh limbah rumah tangga/domestik dari katulampa sampai Sempur mencapai 789.49 ton/bulan dan dari Sempur ke Kedunghalang mencapai 762.19 ton/bulan. Hal ini wajar apabila nilai suhu di Kedunghalang lebih tinggi karena beban pencemaran yang diterima juga lebih besar. Sumbangan pencemaran ini belum ditambah dari
38
aktivitas industri dan peternakan yang ada di sepanjang aliran Sungai Cilliwung. Grafik perubahan suhu dari tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Gambar 11 sebagai berikut :
Suhu (°C)
30 25
Katulampa
20
Sempur
15
Kedunghalang
10 5 0
∑ Pengukuran 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 11 Grafik Perubahan Nilai Suhu (°C) Tahun 2005-2009 Peningkatan suhu air akibat adanya pencemaran atau kandungan limbah yang masuk ke sungai akibat aktivitas rumah tangga, pertanian, peternakan dan industri dapat menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Menurut Tjiptadi et al. (1994) semakin meningkatnya jumlah industri dan aktivitas manusia dapat mengakibatkan kenaikan suhu air dan waktu pengukuran juga dapat mempengaruhi nilai suhu air karena adanya kemampuan air menyerap panas dari lingkungannya.
5.2.1.2 Padatan Terlarut Total (Total Dissolved solid/TDS) Hasil pengamatan nilai TDS dapat dilihat pada Tabel 15 sebagai berikut: Tabel 15 Hasil Pengamatan Nilai TDS (mg/l) tahun 2005-2009 Lokasi Pemantauan Katulampa Sempur Kedung Halang 2005 1000 54.33 69 71.67 2006 1000 128 205 204.33 2007 1000 148.33 188.33 170 2008 1000 84 108.67 113 2009 1000 104.5 150 137.75 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Waktu Pengukuran
Baku Mutu Air
39
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air pada tahun 2005-2009 dari titik pantau Katulampa sampai titik pantau Kedunghalang cenderung fluktuatif. Nilai TDS dari Katulampa sampai Kedunghalang seharusnya senantiasa mengalami peningkatan karena berbagai masukan pencemaran yang diterima badan air. Namun berdasarkan data sekunder, nilai TDS tidak senantiasa mengalami peningkatan di setiap titik pantau sehingga nilai TDS di titik pantau Sempur bahkan lebih tinggi dibandingkan nilai TDS di Kedunghalang. Sebagai contoh, fenomena nilai TDS yang lebih tinggi di hulu daripada di hilir dapat dilihat pada tahun 2009 karena pada tahun tersebut lebih relevan dengan waktu penelitian. Pada tahun 2009 nilai TDS di titik pantau Sempur sebesar 150 mg/l dimana mengalami peningkatan sebesar 45.5 mg/l dari Katulampa. Tingginya nilai TDS di titik pantau Sempur diduga disebabkan oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah dan hasil kegiatan antropogenik (berupa limbah domestik dan industri). Jumlah penduduk yang berada di sepanjang aliran air sungai dari Katulampa sampai Sempur sebanyak 108895 orang, dan jumlah industri tahu, tempe dan tapioka masing-masing sebanyak 26, 21 dan 20. 250 Katulampa 200 TDS (mg/l)
Sempur 150 Kedunghalang 100 50 0
∑ Pengukuran 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 12 Grafik Perubahan Nilai TDS (mg/l) Tahun 2005-2009 Penurunan nilai TDS dari titik pantau Sempur (150 mg/l)
sampai
Kedunghalang (137.75 mg/l) diduga disebabkan oleh penguraian yang terjadi di dalam badan air akibat curah hujan yang tinggi dan jarak yang jauh serta debit air yang besar karena pertemuan antara Sungai Cipakancilan dan Sungai Ciliwung di
40
daerah Kebon Pedes. Berdasarkan data dari BPSDA Ciliwung-Cisadane bahwa pada bulan November 2009 curah hujan mencapai 395 mm yang menandakan musim penghujan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 nilai rata-rata TDS masih di bawah baku mutu air (< 1000 mg/l) untuk kelas I-III. Hal ini menunjukkan bahwa air sungai di DAS Ciliwung Segmen II Kota Bogor dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.
5.2.1.3 Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended solid/TSS) Menurut Effendi (2003) TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasadjasad renik, terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Hasil pengamatan nilai TSS selama kurun waktu 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 16 sebagai berikut : Tabel 16 Hasil Pengamatan Nilai TSS (mg/l) tahun 2005-2009 Lokasi Pemantauan Katulampa Sempur Kedung Halang 2005 50 19.67 27.33 32 2006 50 44 16.67 27.33 2007 50 12.33 5 5.67 2008 50 39.67 44.67 44 2009 50 7 10 22 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Waktu Pengukuran
Baku Mutu Air
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air tahun 2005-2009 dari titik pantau Katulampa sampai titik pantau Kedunghalang nilai parameter TSS mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Nilai TSS dari Katulampa sampai Kedunghalang seharusnya senantiasa mengalami peningkatan karena berbagai masukan pencemaran yang diterima badan air dan luas daerah cakupannya. Namun berdasarkan data Tabel 16 pada tahun 2006 dan 2007 nilai TSS dari Katulampa menuju Sempur turun, kemudian naik lagi di titik pantau Kedunghalang. Hal ini disebabkan oleh adanya anak Sungai Ciliwung yaitu Sungai Baru yang mengalir ke arah Kelurahan Sukaraja (Kabupaten Bogor) setelah titik pantau Katulampa, adanya percabangan ini mengakibatkan beban pencemaran oleh TSS ikut terbawa sungai tersebut. Dari titik pantau Sempur sampai Kedunghalang nilai TSS naik lagi disebabkan oleh masukan beban
41
pencemaran yang berasal dari daerah di atasnya seperti limbah rumah tangga/domestic, industri dan peternakan. Kemudian pada tahun 2008 dan 2009 nilai TSS dari Katulampa ke Sempur dan dari Sempur Ke Kedunghalang senantiasa sama/meningkat. Nilai TSS yang bertambah dari Katulampa ke Sempur disebabkan tingginya tingkat pembangunan di daerah tersebut sehingga mendorong pertumbuhan permukiman, industri dan peternakan. Seperti sumbangan dari pencemaran limbah domestik riil sebesar 789.49 ton/bulan dan peternakan sebesar 0.05 ton/bulan. Nilai TSS yang meningkat dari Sempur sampai di Kedunghalang disebabkan oleh akumulasi beban pencemaran daerah di atasnya seperti sumbangan dari limbah domestik riil sebesar 1551.68 ton/bulan dan peternakan ayam potong di Pakuan dan Kebon Pedes sebesar 19.39 ton/bulan. Grafik perubahan nilai TSS dapat dilihat pada
TSS (mg/l)
Gambar 13. 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Katulampa Sempur Kedunghalang
∑ Pengukuran 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 13 Grafik Perubahan Nilai TSS (mg/l) Tahun 2005-2009
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 nilai rata-rata TSS masih di bawah baku mutu air (< 50 mg/l) untuk kelas II. Hal ini menunjukkan bahwa air sungai di DAS Ciliwung Segmen II Kota Bogor dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.
42
5.2.2 Parameter Kimia 5.2.2.1 Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang penting dan sebagai faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Kelarutan oksigen tergantung pada berbagai faktor yaitu suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer (Effendi, 2003). Hasil pengamatan nilai DO dapat dilihat pada Tabel 17 sebagai berikut : Tabel 17 Hasil Pengamatan Nilai DO (mg/l) tahun 2005-2009 Lokasi Pemantauan Katulampa Sempur Kedung Halang 2005 4 7.03 6.93 7.2 2006 4 7.07 7.33 7.17 2007 4 4.93 6.23 6.26 2008 4 7.53 6.27 6.13 2009 4 6.75 6.5 6.6 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Waktu Pengukuran
Baku Mutu Air
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air tahun 2005-2009 dari titik pantau Katulampa sampai titik pantau Kedunghalang nilai parameter DO mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Nilai DO dari Katulampa sampai Kedunghalang seharusnya senantiasa mengalami penurunan karena berbagai masukan pencemaran yang diterima badan air, luas daerah cakupannya, turbulensi air dan suhu perairan. Namun berdasarkan Tabel 17 pada tahun 2006 dan 2007 nilai DO dari Katulampa ke Sempur meningkat, kemudian nilai DO turun kembali di Kedunghalang. Hal ini disebabkan oleh kondisi perairan di daerah KatulampaSempur relatif dangkal dan berbatu-batu, sehingga memungkinkan terjadinya turbulensi oleh gerakan air. Menurut Odum (1971) sungai yang relatif dangkal dan adanya turbulensi oleh gerakan air akan memiliki kandungan oksigen terlarut tinggi. Kemudian nilai DO dari Sempur sampai Kedunghalang yang menurun disebabkan oleh daerah titik pantau Kedunghalang merupakan daerah hilir sehingga memungkinkan limbah yang masuk seperti limbah domestik, industri dan peternakan jauh lebih besar dibandiingakan derah di atasnya Nilai DO yang meningkat dari Sempur sampai Kedunghalang seperti yang terjadi pada tahun 2005 dan 2009 disebabkan oleh beberapa faktor salah satu diantaranya suhu. Berdasarkan data BPSDA Ciliwung-Cisadane, pada tahun 2009 bulan November terjadi peningkatan curah hujan sebesar 395 mm (musim
43
penghujan) sehingga suhu meningkat yang kemudian menyebabkan nilai DO semakin meningkat. Grafik perubahan nilai DO dapat dilihat pada Gambar 14.
8 Katulampa
7
DO (mg/l)
6
Sempur
5 4
Kedunghalang
3 2 1 0
∑ Pengukuran 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 14 Grafik Perubahan Nilai DO (mg/l) tahun 2005-2009
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 nilai rata-rata TSS masih di bawah baku mutu air ( > 4 mg/l) untuk kelas II. Hal ini menunjukkan bahwa air sungai di DAS Ciliwung Segmen II Kota Bogor dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya. Namun hasil nilai rata-rata ini tidak bisa untuk diambil kesimpulan bahwa sungai Ciliwung termasuk dalam kategori baik karena banyak faktor yang mempengaruhi seperti proses pengukuran dan waktu pengukuran.
5.2.2.2 Kebutuhan Oksigen Biologi (Biological Oxygen Demand/BOD) Kebutuhan Oksigen Biologi atau BOD merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis dan Cornwell, 1991). Hasil pengamatan nilai BOD dapat dilihat pada Tabel 18 sebagai berikut :
44
Tabel 18 Hasil Pengamatan Nilai BOD (mg/l) tahun 2005-2009 Lokasi Pemantauan Katulampa Sempur Kedunghalang 2005 3 1.63 2.57 3.13 2006 3 2.87 5.6 4.1 2007 3 1.14 4.78 5.34 2008 3 1.7 2.6 2.57 2009 3 12.25 14.1 12.8 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Waktu Pengukuran
Baku Mutu Air
Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 mg/l, dan air yang mempunyai nilai BOD 3 mg/l masih dianggap cukup murni, tetapi kemurnian air diragukan jika nilai BOD mencapai 5 mg/l atau lebih. Lee et al (1978) dalam Kurniawan (2005) telah melakukan klasifikasi kualitas air berdasarkan nilai BOD, yaitu sebagai berikut (Tabel 19) : Tabel 19 Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD Nilai BOD (mg/l) < 3.0 3.0 – 4.9 5.0 – 15.0 >15.0 Sumber : Lee et al (1978) dalam Kurniawan (2005)
Kualitas Air Tidak Tercemar Tercemar Ringan Tercemar Sedang Tercemar Berat
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air tahun 2005-2009 dari titik pantau Katulampa sampai titik pantau Kedunghalang nilai parameter BOD mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Pada tahun 2005-2009 nilai BOD yang semakin meningkat dari titik pantau Katulampa sampai titik pantau Sempur disebabkan oleh masukan beban pencemaran yang berada di atas titik pantau Sempur yang juga besar seperti limbah domestik riil sebesar 178.37 ton/bulan, industri tahu dan tempe sebesar 2.49 ton/bulan, peternakan 1.845 ton/bulan. Kemudian nilai BOD yang semakin besar dari Sempur sampai Kedunghalang pada tahun 2005 dan 2007 disebabkan oleh akumulasi beban pencemaran dari daerah diatasnya seperti limbah domestik/rumah tangga, industri dan peternakan serta suhu perairan yang semakin meningkat ke arah hilir (Kedunghalang). Nilai BOD dari Katulampa sampai Kedunghalang seharusnya senantiasa mengalami peningkatan karena berbagai masukan pencemaran yang diterima badan air, luas daerah cakupannya dan kondisi suhu perairan. Namun berdasarkan Tabel 18 nilai BOD dari titik pantau Sempur sampai Kedunghalang mengalami
45
penurunan pada tahun 2006, 2008 dan 2009. Penurunan nilai BOD ini diduga disebabkan oleh kondisi suhu perairan pada waktu pengukuran. Pada tahun 2009 (Lampiran 11) pengukuran dilakukan di musim penghujan (November) dimana nilai suhu menurun sehingga nilai BOD juga turut menurun. Grafik perubahan nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 15. 16 Katulampa
14
BOD (mg/l)
12
Sempur
10 8
Kedunghalang
6 4 2 0
∑ Pengukuran 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 15 Grafik Perubahan Nilai BOD (mg/l) tahun 2005-2009
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 nilai rata-rata BOD berada di atas baku mutu air (< 3 mg/l) untuk kelas II. Hal ini menunjukkan bahwa air sungai di DAS Ciliwung Segmen II Kota Bogor tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.
5.2.2.3 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l. Sementara pada perairan tercemar nilai COD dapat melebihi 200 mg/l. Oleh karena itu perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak baik untuk kegiatan perikanan (Fakhri, 2000). Hasil pengamatan nilai COD selama kurun waktu 20052009 dapat dilihat pada Tabel 20 sebagai berikut :
46
Tabel 20 Hasil pengamatan nilai COD (mg/l) tahun 2005-2009 Lokasi Pemantauan Katulampa Sempur Kedung Halang 2005 25 7.3 8.7 9.7 2006 25 34.03 33.26 14.48 2007 25 5.28 13.97 11.96 2008 25 6.2 7.43 7.37 2009 25 23.75 24.3 26.2 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Waktu Pengukuran
Baku Mutu Air
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air tahun 2005-2009 dari titik pantau Katulampa sampai titik pantau Kedunghalang nilai parameter COD mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Pada tahun 2005-2009 nilai COD yang semakin meningkat dari titik pantau Katulampa sampai titik pantau Sempur kecuali tahun 2006 disebabkan oleh masukan beban pencemaran yang berada di atas titik pantau Sempur yang juga besar seperti limbah domestik riil sebesar 399.29 ton/bulan, industri tahu dan tempe sebesar 3.71 ton/bulan. Kemudian nilai COD yang meningkat dari Sempur sampai Kedunghalang dijumpai pada tahun 2005 dan 2009. Nilai COD yang naik khususnya tahun 2009 di Kedunghalang disebabkan akumulasi beban pencemaran dari daerah di atasnya seperti sumbangan limbah domestik riil sebesar 784.75 ton/bulan, industri tahu dan tempe sebesar 6.3 ton/bulan. Nilai COD yang menurun dari Sempur sampai Kedunghalang pada tahun 2006, 2007, 2008 dan juga dari Katulampa sampai Sempur pada tahun 2006 diduga disebabkan oleh waktu pengukuran yang dilakukan pada musim penghujan yaitu antara bulan Oktober-November. Pada musim penghujan nilai suhu yang menurun menyebabkan oksigen terlarut di perairan tinggi sehingga kebutuhan oksigen bagi mikroba untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi telah tersedia dengan kata lain nilai COD mengalami penurunan. Grafik perubahan nilai COD dapat dilihat pada Gambar 16.
47
40 Katulampa
35
COD (mg/l)
30
Sempur
25 20
Kedunghalang
15 10 5 0
∑ Pengukuran 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 16 Grafik Perubahan Nilai COD (mg/l) tahun 2005-2009
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 nilai rata-rata COD masih berada dalam baku mutu air (< 25 mg/l) untuk kelas II, kecuali tahun 2006 dan 2009. Hal ini menunjukkan bahwa air sungai di DAS Ciliwung Segmen II Kota Bogor masih dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.
5.2.2.4 pH Nilai pH digunakan sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air. Air murni memiliki pH yang berkisar 7, sedangkan nilai pH untuk air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan adalah berkisar antara 6.5-7.5 (Wardhana, 2001). Hasil pengamatan nilai pH selama kurun waktu 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 21 sebagai berikut : Tabel 21 Hasil Pengamatan Nilai pH tahun 2005-2009 Lokasi Pemantauan Katulampa Sempur Kedung Halang 2005 6-9 7.37 7.33 7.33 2006 6-9 6.79 6.33 6.58 2007 6-9 7.73 7.33 7.37 2008 6-9 7.73 7.53 7.57 2009 6-9 7.15 6.85 7.05 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Waktu Pengukuran
Baku Mutu Air
48
Hasil pengukuran pH setiap tahunnya menunjukkan bahwa nilai pH mengalami fluktuasi yang tidak jauh berbeda setiap tahunnya. Kecenderungan nilai pH yang senantiasa mengalami penurunan baik dari Katulampa sampai Sempur dan dari Sempur sampai Kedunghalang masih berada dalam baku mutu air normal untuk kehidupan berdasarkan PP No.82 tahun 2001. Jika dilihat berdasarkan kisaran nilai pH untuk syarat kehidupan, nilai pH dari bebrapa tahun seperti tahun 2006, 2007 dan 2008 melebihi kisaran pH yang seharusnya. Namun hal ini belum bias diindikasikan bahwa perairan tersebut sudah dalam keadaan tercemar tetapi dapat diasumsikan bahwa air tidak memenuhi syarat untuk kehidupan dan perlu pertimbangan dalam penggunaannya. Grafik perubahan nilai pH dari tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Gambar 17
pH
sebagai berikut: 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Katulampa Sempur Kedunghalang
2005
2006
2007
2008
2009
∑ Pengukuran
Gambar 17 Grafik Perubahan Nilai pH tahun 2005-2009
5.2.2.5 Fosfat Hasil pengamatan nilai fosfat selama kurun waktu 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 22 sebagai berikut : Tabel 22 Hasil Pengamatan Nilai Fosfat (mg/l) tahun 2005-2009 Lokasi Pemantauan Katulampa Sempur Kedung Halang 2005 0.2 0.049 0.08 0.104 2006 0.2 0.053 0.17 0.158 2007 0.2 0.017 0.123 0.093 2008 0.2 0.086 0.086 0.094 2009 0.2 0.498 0.22 0.186 Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Waktu Pengukuran
Baku Mutu Air
49
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air tahun 2005-2009 dari titik pantau Katulampa sampai titik pantau Kedunghalang nilai parameter Fosfat mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Nilai Fosfat dari Katulampa sampai Kedunghalang seharusnya senantiasa mengalami peningkatan karena berbagai masukan pencemaran yang diterima badan air dan luas daerah cakupannya. Peningkatan nilai Fosfat dari Katulampa sampai Sempur dan dari Sempur sampai Kedunghalang dapat dijumpai pada tahun 2005, 2006 dan 2008. Hal ini karena adanya masukan beban pencemaran yang diterima akibat aktivitas antropogenik, industri dan peternakan. Penggunaan detergen, shampo dan sabun dari aktivitas antropogenik serta buangan industri yang tidak dinetralkan menyebabkan kondisi perairan berbusa dan menurunkan absorbs oksigen di perairan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada 150 responden yang berada di sekitar Sungai Ciliwung sebanyak 46 orang memanfaatkan sungai untuk mandi, cuci dan kakus (MCK). Nilai fosfat yang lebih besar di Kedunghalang jika dibandingkan dengan di Sempur dan Katulampa disebabkan oleh adanya akumulasi beban pencemaran yang diterima seperti yang disebutkan sebelumnya. Nilai fosfat yang mengalami penurunan baik dari Katulampa sampai Sempur pada tahun 2009 dan dari Sempur sampai Kedunghalang pada tahun 2007 dan 2009 diduga disebabkan oleh adanya pengendapan sesuai dengan sifatnya. Menurut Effendi (2003) karakteristik fosfor (fosfat) merupakan penyusun biosfer yang tidak terdapat di atmosfer karena keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah mengendap. Hal ini sesuai dengan waktu pengukuran yang dilakukan pada bulan Juli-Agustus-September (Lampiran 11) dimana debit aliran air sangat kecil paling rendah 0.0019 m³/detik dimana kondisi ini menyebabkan arus air menjadi tenang. Grafik perubahan nilai Fosfat dapat dilihat pada Gambar 18.
50
0,6 Katulampa
Fosfat (mg/l)
0,5 0,4
Sempur
0,3
Kedunghalang
0,2 0,1 0
∑ Pengukuran 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 18 Grafik Perubahan Nilai Fosfat (mg/l) tahun 2005-2009
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 nilai rata-rata Fosfat masih berada dalam baku mutu air (< 0.2 mg/l) untuk kelas II. Hal ini menunjukkan bahwa air sungai di DAS Ciliwung Segmen II Kota Bogor masih dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.
5.3 Status Mutu Air 5.3.1 Status Mutu Air Berdasarkan Nilai Indeks Kualitas Air Perhitungan dengan metode Indeks Kualitas Air berdasarkan National Sanitation Foundation WQI diperoleh hasil bahwa DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor pada tahun 2005-2009 tingkat kualitas air termasuk dalam kisaran sedang sampai buruk. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 23 sebagai berikut : Tabel 23 Nilai IKA-NSF WQI tahun 2005-2009 Katulampa Sempur Kedung Halang Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori 2005 67.36 Sedang 66.12 Sedang 66.22 Sedang 2006 66.14 Sedang 61.34 Sedang 63.08 Sedang 2007 59.92 Sedang 61.55 Sedang 61.14 Sedang 2008 68.15 Sedang 61 Sedang 60.32 Sedang 2009 53.15 Sedang 49.41 Buruk 47.47 Buruk Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Tahun Pengukuran
51
Hasil perhitungan pada Tabel 23 menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2005 sampai 2009 terlihat adanya penurunan kualitas air. Kualitas air DAS Ciliwung wilayah Kota Bogor pada umumnya masih dalam kategori sedang yaitu berada pada kisaran 53-68. Pernah ada pada kondisi buruk berdasarkan data sekunder yaitu pada tahun 2009 di daerah Sempur dan Kedung Halang dengan nilai IKA sebesar 49.41 dan 47.47. Kualitas air di Sempur dari tahun 2005-2008 sama dengan kualitas air di Katulampa yaitu kategori sedang. Sementara daerah Sempur dan Kedunghalang pada tahun 2009 termasuk kategori buruk. Hal tersebut karena beberapa parameter kualitas air di Kedunghalang menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibanding dengan di Katulampa seperti BOD dan COD. Kondisi tersebut tidak berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2005) untuk kualitas air Sungai Ciliwung di daerah Kota Bogor (Katulampa dan Sempur) berada dalam kategori sedang dan Kedunghalang berada dalam
kategori buruk. Penelitian yang dilakukan oleh Riwayati (1994) juga
menunjukkan kualitas air di Sempur termasuk dalam kategori sedang.
80 2005
70 60
2006
IKA
50
2007
40 30
2008
20
2009
10 0 Katulampa
Sempur
Kedung Halang
Tahun Pengukuran
Gambar 19 Perbandingan Fluktuasi Nilai Indeks Kualitas Air (IKA) dari Tahun 2005-2009
Berdasarkan hasil wawancara masyarakat, kondisi sungai Ciliwung yang berada dalam kategori sedang salah satunya disebabkan oleh kesadaran sebagian masyarakat untuk menjaga kebersihan sungai. Warga masyarakat juga paham dan
52
mengerti pentingnya sungai Ciliwung bagi kehidupan serta sanksi yang diberikan oleh pemerintah setempat apabila membuang sampah ke sungai. Tetapi sanksi yang diberikan ternyata belum cukup membuat masyarakat sadar karena masih ada sebagian warga yang masih membuang sampah ke sungai. Secara keseluruhan nilai IKA di titik pantau Kedung Halang (hilir) lebih kecil dibandingkan dengan di titik pantau Katulampa (hulu). Naiknya nilai beberapa parameter kualitas air dapat menyebabkan penurunan pada nilai IKA. Hal ini salah satunya turut dipengaruhi oleh perbedaan curah hujan atau musim. Tingginya hasil buangan aktivitas penduduk yang memanfaatkan sungai Ciliwung untuk kegiatan seperti mencuci, mandi, buang hajat dan sampah ke sungai dapat mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas air sungai. Begitu pula dengan hasil buangan aktivitas industri kecil yang langsung dibuang ke sungai seperti industry tempe, tahu, pembuatan sagu dan lain-lain. Aktivitas peternakan juga turut berperan mempengaruhi kualitas air sungai seperti peternakan ayam dan pemotongan ayam yang berada di kelurahan kebon pedes dan peternakan sapi perah yang berada di kelurahan Kedung Badak.
5.3.2 Status Mutu Air Berdasarkan Metode Storet Untuk mengetahui tingkat pencemaran secara keseluruhan dapat dilihat dengan menggunakan STORET (Storage and Retrieval of Water Quality Data System). Dengan metode STORET ini dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metode STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode STORET diperoleh status mutu air sungai Ciliwung tahun 2005-2009 yang disajikan pada Tabel 24 sebagai berikut : Tabel 24 Nilai Storet dan Status Mutu Air DAS Ciliwung Kota Bogor tahun 2005-2009 Katulampa Sempur Kedung Halang Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori 2005 -10 Baik -10 Baik -24 Sedang 2006 -21 Sedang -30 Sedang -20 Sedang 2007 -9 Baik -18 Sedang -20 Sedang 2008 -12 Sedang -14 Sedang -14 Sedang 2009 -30 Sedang -32 Buruk -32 Buruk Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat Tahun Pengukuran
53
Tabel di atas memperlihatkan kondisi status mutu air DAS Ciliwung menurut metode STORET dengan mengacu pada baku mutu air kelas II. Hasil perhitungan pada Tabel 24 menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2005 sampai 2009 status mutu air di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor tergolong kategori sedang-buruk. Pada tahun 2005 di titik pantau Katulampa dan Sempur masih tergolong kategori sedang, sedangkan di titik pantau Kedung Halang tergolong kategori buruk. Kemudian pada tahun 2006 sampai 2008 juga menunjukkan status mutu air dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan status mutu air di DAS Ciliwung Kota Bogor mengalami penurunan. Buruknya kondisi kualitas air untuk peruntukan kelas II dikarenakan adanya parameter-parameter kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu air seperti BOD dan COD. Perbandingan nilai parameter dengan baku mutu air berdasarkan PP No.82 tahun 2001 dengan menggunakan metode Storet memiliki kelemahan, karena metode Storet sangat dipengaruhi oleh banyaknya parameter-parameter yang dibandingkan. Dalam penelitian ini terdapat komponen parameter kualitas air yang tidak dilibatkan dalam perhitungan dengan metode Storet seperti nitrat, sulfur, logam berat dan parameter biologi.
5.4 Beban Pencemaran Setiap Sumber Pencemar di Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau limbah. Besarnya beban pencemaran ini sangat mempengaruhi kualitas air dan dapat menjadi indikator tercemar atau tidaknya suatu perairan. Perhitungan beban pencemaran di wilayah DAS Ciliwung Kota Bogor dititikberatkan pada limbah domestik, industri dan peternakan, sedangkan limbah dari pertanian tidak dilibatkan karena ketidaktersediaan data berupa pemakaian pupuk per ha. Perhitungan beban pencemaran untuk sumber pencemar domestik/rumah tangga dan peternakan dilakukan melalui pendekatan Rapid Assesment of Sources of Air, Water, and Land Polution, sedangkan untuk sumber pencemar industri dilakukan berdasarkan laporan penelitian-penelitian yang disesuaikan dengan jenis industrinya. Hal ini disebabkan tidak adanya faktor konversi pada
54
pendekatan Rapid Assesment of Sources of Air, Water, and Land Polution untuk industri yang ditemukan selama penelitian. Secara rinci kondisi setiap sumber pencemar dan perhitungan beban pencemaran dapat dijelaskan sebagai berikut.
5.4.1 Beban Pencemaran Limbah Domestik/Rumah Tangga Limbah domestik bersumber dari rumah tangga dimana sejumlah sampah dibuang ke dalam saluran pembuangan atau perairan umum. Limbah domestik terdiri dari sampah dan limbah cair. Limbah domestik di DAS Ciliwung Kota Bogor dibagi menjadi dua kategori yaitu limbah domestik potensial dan riil. Limbah domestik potensial adalah limbah rumah tangga yang limbahnya dibuang pada saluran pembuangan dalam batas DAS sungai dalam hal ini DAS Ciliwung, sedangkan limbah domestik riil adalah limbah rumah tangga yang limbahnya dibuang secara langsung ke sungai utama atau melalui saluran air yang langsung mengarah ke sungai utama (Sungai Ciliwung). Hasil perhitungan beban pencemaran limbah domestik dapat dilihat pada Tabel 25 sebagai berikut : Tabel 25 Beban Pencemaran Limbah Domestik Kecamatan Potensi Beban Bogor Bogor Bogor Tanah Bogor Pencemaran Timur Tengah Utara Sareal Selatan (ton/bulan) (ton/bulan) (ton/bulan) (ton/bulan) (ton/bulan) (ton/bulan) BOD 144.19 110.80 251.88 308.36 28.14 843.36 COD 322.04 247.47 562.57 300.54 62.85 1495.47 Potensial TN 24.15 18.56 42.19 22.54 4.71 112.16 TSS 146.38 112.49 255.72 136.61 28.57 679.76 Jumlah 636.76 489.32 1112.36 768.05 124.27 BOD 131.29 47.48 95.46 77.13 0.00 351.36 COD 293.25 106.04 213.21 172.27 0.00 784.75 Riil TN 21.99 7.95 15.99 12.92 0.00 58.86 TSS 133.29 48.20 96.91 78.30 0.00 356.71 Jumlah 579.82 209.67 421.57 340.62 0.00 Sumber: Diolah dari Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor Potensi Limbah
Parameter Air
Berdasarkan hasil perhitungan potensi beban pencemaran limbah domestik, jumlah limbah domestik potensial pada peningkatan nilai BOD, COD, TN dan TSS menunjukkan nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan limbah domestik riil. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk untuk limbah domestik potensial jauh lebih banyak dari pada limbah domestik riil. Apabila semua penduduk menyalurkan limbahnya ke sungai maka potensi beban
55
pencemaran BOD, COD, TN dan TSS untuk limbah domestik potensial sebesar 843,36 ton/bulan, 1.495,47 ton/bulan, 112,16 ton/bulan dan 679,76 ton/bulan. Perkiraan peningkatan potensi beban pencemaran BOD, COD, TN dan TSS untuk limbah domestik riil sebesar 351,36 ton/bulan, 784,75 ton/bulan, 58,86 ton/bulan dan 356,71 ton/bulan. Perbedaan yang cukup signifikan juga terjadi pada tiap kecamatan untuk perkiraan beban pencemaran BOD, COD, TN dan TSS. Perkiraan peningkatan potensi beban pencemaran untuk limbah domestik potensial di kecamatan Bogor Timur sebesar 636,76 ton/bulan, Bogor Tengah 489,32 ton/bulan, Bogor Utara 1.112,36 ton/bulan, Tanah Sareal 768,05 ton/bulan dan Bogor Selatan 124,27 ton/bulan. Sedangkan untuk limbah domestik riil di Kecamatan Bogor Timur sebesar 579,82 ton/bulan, Bogor Tengah 209,67 ton/bulan, Bogor Utara 421,57 ton/bulan dan Tanah Sareal 340,62 ton/bulan. Potensial 600 500 400 300 200 100 0
BOD COD TN TSS ∑ Kecamatan
Gambar 20 Fluktuasi Beban Pencemaran Limbah Domestik Potensial Riil 350 300 250 200 150 100 50 0
BOD COD TN TSS ∑ Kecamatan
Gambar 21 Fluktuasi Beban Pencemaran Limbah Domestik Riil
56
Adanya perbedaan terhadap perkiraan peningkatan jumlah beban pencemaran di empat kecamatan disebabkan oleh jumlah penduduk. Jumlah penduduk untuk limbah domestik potensial paling banyak terdapat di Kecamatan Bogor Utara sebanyak 153.429 orang dan paling sedikit di Kecamatan Bogor Selatan. Untuk limbah domestik riil paling banyak terdapat di Kecamatan Bogor Timur sebanyak 79.976 orang dan paling sedikit di Kecamatan Bogor Tengah sebanyak 28.919 orang. Jumlah penduduk yang dihitung untuk perkiraan beban pencemaran domestik ini tidak semua dilibatkan karena disesuaikan dengan kelurahan yang masuk dalam batas DAS Ciliwung. Tingginya sumbangan nilai COD baik untuk limbah domestik potensial maupun riil disebabkan oleh jumlah penduduk dan kepadatan penduduk. Kondisi jumlah penduduk untuk limbah domestik potensial yang mencakup 28 kelurahan sebanyak 407.856 jiwa, sedangkan untuk limbah domestik riil yang mencakup 14 kelurahan sebanyak 214.024 jiwa. Kontribusi beban pencemaran limbah domestik baik potensial maupun riil telah melampaui daya tampung beban pencemaran yang seharusnya. Untuk limbah domestik potensial besarnya penyimpangan beban pencemaran dari daya tampungnya adalah sebagai berikut : BOD (842.79 - 843.35 ton/bulan), COD (1490.72 - 1495.35 ton/bulan), TN (110.26 - 112.11 ton/bulan), TSS (670.27 679.52 ton/bulan), sedangkan limbah domestik riil sebagai berikut: BOD (350.79 351.35 ton/bulan), COD (780 - 784.63 ton/bulan), TN (56.96 - 58.81 ton/bulan), TSS (347.22 - 356.47 ton/bulan). Kontribusi beban pencemaran ini menyebabkan kualitas air mengalami penurunan ditandai dengan meningkatnya nilai BOD dan COD dari Katulampa sampai ke Kedunghalang. Wilayah Kota Bogor merupakan wilayah perkotaan dengan jumlah penduduk yang cukup besar. Menurut Yulaswati et al. (2004) kawasan perkotaan Indonesia menghasilkan laju timbulan sampah rata-rata per hari sekitar 0,76 kg/orang/hari yang didominasi oleh sampah permukiman dengan produksi sampah organik yang cukup tinggi. DAS Ciliwung wilayah Kota Bogor dengan total penduduk sebanyak 407.856 jiwa akan berpotensi menghasilkan sampah setiap harinya sebesar 309,97 ton/hari.
57
5.4.2 Beban Pencemaran Limbah Industri Limbah industri bersumber dari kegiatan industri baik karena proses secara langsung maupun proses secara tidak langsung. Limbah yang bersumber langsung dari kegiatan industri yaitu limbah yang terproduksi bersamaan dengan proses produksi sedang berlangsung dimana produk dan limbah hadir pada saat yang sama, sedangkan limbah tidak langsung terproduksi sebelum proses maupun sesudah proses produksi (Ginting, 2007). Di wilayah DAS Ciliwung Kota Bogor banyak sekali industri yang sulit mengontrol limbahnya sehingga hampir semua industri kecil di Kota Bogor membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu. Perhitungan beban pencemaran untuk industri tahu, tempe dan tapioka berdasarkan faktor konversi hasil penelitian yang terkait dengan industri tersebut. Faktor konversi beban pencemaran industri tahu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Damayanti et al. (2004) dimana dalam 1 liter air dalam proses pembuatan tahu mengandung 5389.5 mg BOD dan 7050 mg COD. Industri tempe berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiryani (1991) dimana dalam 1 liter air dalam proses pembuatan tempe mengandung 1302.03 mg BOD dan 4188.27 mg COD. Industri tapioka berdasarkan hasil penelitian dari Jesuitas (1996) dalam Kurniati (2003) dimana dalam 1 liter air pada proses pembuatan tepung tapioka mengandung 6400 mg BOD dan 15900 mg COD. Beberapa industri beserta potensi beban pencemarannya dapat dilihat pada Tabel 26 sebagai berikut : Tabel 26 Potensi Beban Pencemaran Limbah Industri Jenis Industri Tahu Tempe Tapioka Jumlah
Total Volume Limbah Cair (liter/hari) 34500 45500 34500 80000
Faktor Konversi (mg/l) BOD 5389.5 1302.03 6400
COD 7050 4188.27 15900
Potensi Peningkatan Beban Pencemaran (ton/bulan) BOD COD 5.58 7.29 1.77 5.72 6.62 16.46 13.97 29.47
Berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat tujuh jenis industri kecil di DAS Ciliwung Kota Bogor. Industri-industri ini membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa ada pengolahan lebih dulu. Selain industri tempe, tahu dan tapioka juga terdapat beberapa industri lainnya seperti industri papan gipsum, oncom, siomay dan kerupuk kulit. Apabila diasumsikan industri tempe, tahu dan
58
tapioka membuang limbahnya ke sungai maka potensi peningkatan BOD sebesar 13.97 ton/bulan dan COD sebesar 29.47 ton/bulan. Nilai BOD dan COD ini telah melampaui baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Potensi beban pencemaran BOD dan COD yang tinggi disebabkan oleh jumlah industri tempe dan tahu yang berkembang sangat pesat dan tidak bisa dikontrol baik dalam pengelolaan limbah dan penyebarannya yang sporadis, selain itu proses produksi yang mudah dalam mengolah bahan baku kacang kedelai menjadi tempe dan tahu tidak memerlukan tempat yang luas. Industri tempe dan tahu yang dijumpai saat pengamatan berlokasi di pinggiran sungai, sehingga memudahkan pelaku industri untuk membuang langsung limbahnya ke sungai. Hal ini sangat menguntungkan pelaku industri karena tidak mengeluarkan biaya untuk mengolah limbahnya tetapi akibat yang ditimbulkan kualitas air sungai menjadi tercemar/buruk. Kesadaran dari pengrajin tahu, tempe dan tapioka terhadap kebersihan lingkungan dan tingkat ekonomi yang rendah menjadikan mereka sulit membangun sarana pengolahan air limbah. Menurut Adibroto (1997) teknologi biofilter aerob dibuat untuk mempertinggi komponen lokal sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat akan teknologi pengolahan limbah yang praktis, mudah dioperasikan dan harganya terjangkau khususnya bagi kelas menengah ke bawah.
Gambar 22 Industri Tempe
59
Gambar 23 Industri Tahu Kontribusi beban pencemaran dari limbah industri telah melampaui daya tampung beban pencemaran yang seharusnya. Beban pencemaran ini melampaui pada saat daya tampung maksimum dan minimum. Untuk limbah industri tahu besarnya penyimpangan beban pencemaran dari daya tampung yang seharusnya sebesar 5.01 - 5.57 ton/bulan BOD dan 2.54 - 7.17 ton/bulan COD, untuk limbah industri tempe sebesar 1.2 - 1.76 ton/bulan BOD dan 0.97 – 5.6 ton/bulan COD, dan untuk limbah industri tepung tapioka sebesar 6.05 – 6.61 ton/bulan BOD dan 11.71 – 16.34 ton/bulan COD. Kontribusi beban pencemaran ini menyebabkan kualitas air mengalami penurunan ditandai dengan meningkatnya nilai BOD dan COD dari Katulampa sampai ke Kedunghalang. Industri-industri kecil seperti: papan gipsum, oncom, siomay dan kerupuk kulit juga merupakan penyumbang pencemaran yang menimbulkan perubahan kualitas air sungai. Limbah dari industri ini tidak dapat diprediksikan karena ketidaktersedian data berupa faktor konversi limbahnya.
5.4.3 Beban Pencemaran Limbah Peternakan Limbah ternak merupakan pencemaran bagi air serta mempunyai kandungan BOD yang tinggi dan sedikit kandungan oksigen terlarut dalam air (Overcash et al., 1983). Kotoran sapi perah mengandung rata-rata 30% bahan organik yang dapat didekomposisi dengan mudah oleh mikroorganisme seperti bakteri, fungi, dan actinomycetes yang terdapat pada kotoran sapi perah itu (Harada et al., 1993).
60
Gambar 24 Petenakan Sapi Perah
Gambar 25 Peternakan Ayam Potong
Banyaknya feces dan urin ternak sapi perah yang dihasilkan adalah sebesar 10% dari bobot badannya, sedangkan rasio feces dan urin yang dihasilkan ternak sapi perah adalah 2,2:1 (69% feces dan 31% urine) (Taiganides, 1978). Menururt Tafal (1981) berat badan sapi perah 500 kg menghasilkan feces dan air kencing sebanyak 13,5 ton setahun yaitu 70% feces dan 30% air kencing. Potensi beban pencemaran limbah peternakan dapat dilihat pada Tabel 27 sebagai berikut : Tabel 27 Potensi Beban Pencemaran Limbah Peternakan Kelurahan Pakuan Kebon Pedes Harjasari Sukadamai Kedungbadak Jumlah
BOD (ton/bulan) 0.005 1.86 1.865
Ayam Potong TN TSS (ton/bulan) (ton/bulan) 0.001 0.05 0.68 19.34 0.681 19.39
BOD (ton/bulan) 1.84 0.09 1.66 3.59
Sapi Perah TN (ton/bulan) -
TSS (ton/bulan) -
61
Berdasakan tabel di atas, potensi beban pencemaran limbah ternak sapi perah terhadap peningkatan nilai BOD sebesar 3,59 ton/bulan. Besarnya kandungan BOD akibat ternak sapi perah di bagian hulu DAS Ciliwung Kota Bogor disumbangkan oleh peternakan yang ada di kelurahan Harjasari sebanyak 41 ekor sapi, sedangkan di bagian hilir terdapat di kelurahan Sukadamai dan Kedung Badak sebanyak 39 ekor sapi (Lampiran 4). Begitu pula dengan peternakan ayam potong, jika diprediksikan semua limbah ternak ayam potong dibuang semuanya ke sungai maka potensi beban pencemaran BOD, TN dan TSS jauh lebih tinggi sebesar 1,865 ton/bulan, 0,681 ton/bulan dan 19,39 ton/bulan. Limbah ternak ayam merupakan penyumbang paling besar terhadap peningkatan BOD, TN dan TSS. Hal ini disebabkan oleh tingkat pemeliharaan ternak oleh penduduk pada masa sekarang yang lebih menyukai memilihara ayam dibandingkan ternak lainnya. Kontribusi beban pencemaran dari limbah peternakan telah melampaui daya tampung beban pencemaran yang seharusnya. Beban pencemaran ini melampaui daya tampung maksimum dan minimum. Untuk limbah peternakan sapi perah besarnya beban pencemaran yang melebihi daya tampung yang seharusnya sebesar 3.02 – 3.58 ton/bulan BOD, dan untuk limbah peternakan ayam potong sebesar 1.3 – 1.85 ton/bulan BOD, 0.6327 ton/bulan TN, dan 9.9 – 19.15 ton/bulan TSS. Kontribusi beban pencemaran ini menyebabkan kualitas air mengalami penurunan ditandai dengan meningkatnya nilai BOD dan TSS dari Katulampa sampai ke Kedunghalang. 5.5 Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor Menurut Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahwa daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima masukan beban beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. DAS Ciliwung Kota Bogor termasuk wiliyah dengan baku mutu air kelas II. Besarnya daya tampung beban pencemaran DAS Ciliwung Kota bogor dapat dilihat pada Tabel 28 sebagai berikut :
62
Tabel 28 Daya Tampung Beban Pencemaran Daya Tampung Beban Pencemaran (ton/bulan) BOD COD TN TSS Januari 0.0237 0.1907 1.5895 0.6358 3.1790 Februari 0.0785 0.5695 4.7458 1.8983 9.4916 Maret 0.0327 0.2629 2.1911 0.8765 4.3823 April 0.0314 0.2438 2.0315 0.8126 4.0630 Mei 0.0566 0.4547 3.7892 1.5157 7.5784 Juni 0.0166 0.1291 1.0756 0.4302 2.1511 Juli 0.0066 0.0531 0.4425 0.1770 0.8851 Agustus 0.0021 0.0170 0.1414 0.0565 0.2827 September 0.0019 0.0145 0.1207 0.0483 0.2414 Oktober 0.0037 0.0301 0.2505 0.1002 0.5010 November 0.0104 0.0811 0.6760 0.2704 1.3520 Desember 0.0154 0.1234 1.0285 0.4114 2.0570 Sumber: Diolah dari Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air (BPSDA) Wilayah Sungai CiliwungCisadane Bulan
Debit Tahun 2009 (m³/detik)
Berdasarkan tabel diatas, daya tampung maksimun terjadi pada bulan Februari dan daya tampung minimum terjadi pada bulan September. Besarnya beban pencemaran yang bersumber dari domestik, industri dan peternakan jika dilihat setiap bulannya melebihi daya tampung beban pencemaran untuk parameter BOD, COD, TN dan TSS. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa perairan tercemar. Jika diasumsikan beban pencemaran juga bersumber dari pertanian maka diprediksi beban pencemaran semakin bertambah sehingga dapat meningkatkan pencemaran sungai. Kondisi ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam pengendalian pencemaran air sungai ke depannya yaitu dengan membatasi/mengurangi limbah dari domestik, industri, dan peternakan yang masuk ke sungai sehingga beban pencemaran masih berada di bawah daya tampung beban pencemaran.
5.6 Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai serta Pemahaman Masyarakat terhadap Pencemaran Air Sungai di DAS Ciliwung Kota Bogor Daerah Aliran Sungai Ciliwung mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat dimana masyarakat secara langsung maupun tidak langsung memanfaatkan sungai Ciliwung. Tingkat pemanfaatan yang cukup tinggi oleh masyarakat tanpa disertai dengan perbaikan kualitas air sungai menyebabkan sungai Ciliwung menjadi buruk atau tercemar. Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada 150 responden yang berada di sekitar sungai Ciliwung diketahui bahwa sekitar 69.33% responden sudah tidak
63
memanfaatkan air sungai,
sedangkan sekitar 30.67% responden masih
menggunakan air sungai untuk aktivitasnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 29 sebagai berikut : Tabel 29 Persentase Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai di DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Bentuk Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai Mandi Mencuci Buang Air Besar Perikanan Pertanian Peternakan Penggalian Pasir Industri
Persentase (%) 3.3 17.33 7.33 0.75 0.75 0.25 0.7 0.23
Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa dari 30.67% responden yang diwawancara sekitar 27.99% responden memanfaatkan air sungai untuk mandi, cuci, kakus (MCK) dan 2.68% mereka manfaatkan untuk keperluan lain seperti pertanian, perikanan, peternakan, penggalian pasir dan industri. Masyarakat yang berada di dekat sungai umumnya masih sering/secara rutin memanfaatkan sungai untuk MCK terutama yang tidak memiliki septic tank. Dari 150 responden yang telah diwawancarai diketahui bahwa 95 responden sudah memiliki septic tank, sedangkan 55 responden belum memiliki septic tank. Masyarakat yang belum memiliki septic tank umumnya berada pada jarak 2-10 m rumahnya dari sungai, semua aliran limbah cair ini dialirkan ke sungai. Pemanfaatan sungai untuk keperluan MCK ini hampir merata di temui di lokasi studi baik di kelurahan Katulampa, Sukasari, Sempur, Kebon Pedes dan Kedung Halang.
Gambar 26 Aktivitas Mencuci Masyarakat di Katulampa
64
Gambar 27 Aktivitas Penggalian Pasir di Kedunghalang
Gambar 28 Tanaman Pertanian Masyarakat di Kedunghalang Pemanfaatan air sungai untuk keperluan irigasi pertanian masih ditemukan di kelurahan Kedung Halang, hal ini memang wajar karena di pinggir sungai Ciliwung banyak areal lahan yang digunakan untuk pertanian terutama tanaman sayur-sayuran seperti bayam, singkong, dan lain-lain. Selain untuk kegiatan pertanian di kelurahan Kedung Halang juga ditemukan perkebunan jambu biji dan budi daya ikan. Penggalian pasir juga masih ditemukan di kelurahan Kedung Halang.
5.7
Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Kualitas Air Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor Perubahan tutupan lahan yang terjadi pada kurun waktu 2007 sampai 2009
di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor mempengaruhi kualitas air
sungai
65
Ciliwung di DAS tersebut. Beberapa tipe tutupan lahan seperti permukiman, sawah, tegalan/ladang dan lainnya diduga turut menyebabkan pencemaran air sungai sehingga terjadi penurunan kualitas air sungai. Verbist et al. (2009) menyatakan bahwa perubahan tata guna lahan hutan menjadi pertanian dan permukiman merupakan faktor utama penyebab penurunan kualitas air sungai di daerah hulu melalui sedimentasi, penumpukan hara dan pencemaran bahan kimia pestisida. Perubahan tutupan lahan dari tahun 2007-2009 dapat dilihat pada Tabel 30 sebagai berikut : Tabel 30 Perubahan Penutupan Lahan Tahun 2007-2009 Jenis Tutupan Lahan
2007 % Hutan 0.01 0.01 Semak Belukar 0.03 0.07 Tanah Terbuka 0.11 0.29 Kebun Campuran 4.70 12.04 Perkebunan 1.93 4.96 Pemukiman 29.54 75.67 Sawah 2.20 5.63 Tegalan/Ladang 0.52 1.32 Tubuh Air Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup
Luas Lahan (km²) 2008 % 3.87 9.91 0.50 1.27 32.83 84.12 1.71 4.39 0.12 0.31 -
2009 3.60 0.01 33.34 1.77 0.02 0.29
% 9.22 0.03 85.41 4.55 0.04 0.75
Tabel 30 menunjukkan adanya penurunan luas lahan dari tahun 2007 sampai 2009 untuk tutupan lahan hutan, semak belukar, tanah terbuka, kebun campuran, perkebunan, sawah dan tegalan/ladang, sedangkan luas lahan untuk permukiman semakin bertambah jumlahnya. Pengurangan luas lahan hutan, semak belukar dan tanah terbuka yang terjadi di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor pada tahun 2008 dan 2009 menjadi permukiman, perkebunan, pertanian dan lain-lain memberikan pengaruh cukup besar terhadap perkembangan kualitas air seperti akumulasi perkembangan kandungan bahan organik yang semakin meningkat akibat meningkatnya jumlah limbah domestik dari permukiman, limbah industri, peternakan dan pertanian sehingga menyebabkan kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik semakin meningkat. Hal ini tercermin dari meningkatnya nilai BOD dan COD dari Katulampa sampai ke Kedunghalang. Hal serupa juga dilaporkan oleh Rasyidin (1995), berdasarkan hasil penelitiannya di DAS Ciliwung diperoleh bahwa dengan berkurangnya hutan dan bertambahnya
66
penggunaan hutan untuk lain-lain menyebabkan kualitas air salah satunya BOD, pada musim penghujan dan musim kemarau cenderung lebih besar. Lahan berupa permukiman pada tahun 2007-2009 mengalami peningkatan yang besar dari 29.54-33.34 km² (75.67-85.41 %). Hal tersebut berpengaruh terhadap beberapa parameter kualitas air di DAS Ciliwung seperti BOD, COD, DO dan pH. Rushayati (1999) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan areal persawahan dan permukiman dapat menimbulkan limbah yang banyak mengandung bahan organik, nitrit dan nitrat sehingga dapat meningkatkan nilai BOD dan mengurangi ketersediaan DO. Limbah yang dihasilkan dari permukiman adalah limbah domestik seperti kotoran manusia, limbah dari kegiatan mencuci dan mandi serta limbah hasil aktivitas manusia lainnya. Kontribusi beban pencemaran dari limbah domestik mencapai 351.36 ton/bulan BOD dan 784.75 ton/bulan COD. Penggunaan lahan lainnya yang mempengaruhi kualitas perairan di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor adalah persawahan dan tegalan/ladang. Pada tahun 2007-2009 luas lahan persawahan berkurang dari 2.2-1.77 km² (5.63-4.55 %), sedangkan tegalan/ladang berkurang dari 0.52–0.02 km² (1.32–0.04 %). Tegalan/ladang termasuk lahan pertanian disamping sawah yang dapat menimbulkan limbah hasil pengolahan tanah sebagai sumber pencemar TSS. Hill (2004) menyatakan bahwa limbah berupa limpasan dari area pertanian merupakan sumber pencemar utama TSS. Persawahan yang terdapat
di Kedunghalang
berdasarkan peta tutupan lahan di DAS Ciliwung turut meningkatkan kandungan BOD, COD dan Fosfat. Jika dilihat dari sumber pencemarnya, sawah dan ladang dapat menghasilkan bahan pencemar berupa sisa penggunaan pupuk dan sisa pengolahan tanah berupa sisa-sisa tumbuhan. Hariyadi (1985) dalam Rushayati (1999) menyatakan berdasarkan hasil penelitiannya pada Sungai Ciliwung bagian hulu bahwa persentasi lahan sawah dan tegalan/ladang berpengaruh nyata salah satunya terhadap kandungan BOD. Perkebunan dan kebun campuran di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor mengalami pengurangan luas lahan pada tahun 2007-2009, dimana luas lahan ini terkonversi menjadi permukiman. Luas lahan perkebunan pada tahun 2007-2009 mengalami pengurangan dari 1.93–0.01 km² (4.96-0.03 %), sedangkan kebun
67
campuran dari 4.7-3.6 km² (12.04-9.23 %). Pengaruh perubahan tutupan lahan perkebunan dan kebun campuran menjadi permukiman menyebabkan peningkatan terhadap kandungan BOD.
68
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1. Sumber-sumber pencemar di DAS Ciliwung Kota Bogor yaitu limbah dari domestik/rumah tangga, industri, peternakan dan pertanian. Limbah dari hasil rumah tangga selain sampah juga terdapat limbah cair dari hasil aktivitas manusia seperti mandi, mencuci dan buang hajat. Limbah dari industri kecil seperti tempe, tahu dan tapioka adalah berupa air sebagai bahan penolong dalam proses produksi sehingga mengandung bahan berbahaya. Limbah dari peternakan berupa kotoran, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang. Limbah dari pertanian disebabkan adanya penggunaan pupuk dan pestisida dalam merawat tanaman. 2. Kualitas air Sungai Ciliwung mengalami penurunan dari hulu ke hilir di segmen Kota Bogor. Perubahan yang cukup dominan ditunjukkan dengan peningkatan BOD dan COD yang cenderung melebihi baku mutu air kelas II berdasarkan PP No. 82 tahun 2001. Berdasarkan nilai indeks kualitas air, DAS Ciliwung segmen Kota Bogor dalam kondisi sedang-buruk yaitu berada pada kisaran 50-68, namun setiap tahunnya cenderung mengalami penurunan. Menurut metode Storet DAS Ciliwung segmen Kota Bogor dalam kondisi sedang-buruk. 3. Beban pencemaran limbah domestik terbagi dua yaitu potensial dan riil. Beban pencemaran limbah domestik potensial (843,36 ton/bulan BOD, 1.495,47 ton/bulan COD, 112,16 ton/bulan TN, 679,76 ton/bulan TP) dan riil (351,36 ton/bulan BOD, 784,75 ton/bulan COD, 58,86 ton/bulan TN, 356,71 ton/bulan TP). Beban pencemaran limbah industri tempe (1,77 ton/bulan BOD dan 5,72 ton/bulan COD) dan tahu (5,58 ton/bulan BOD dan 7,29 ton/bulan COD). Beban pencemaran limbah peternakan sapi perah (3,59 ton/bulan BOD) dan ayam potong (1,86 ton/bulan BOD, 0,68 ton/bulan TN, 19,39 ton/bulan TSS).
69
4. Daya tampung pencemaran Sungai Ciliwung berbeda-beda sepanjang tahun tergantung kondisi debit air sungai. Daya tampung maksimum berada pada bulan Februari dan minimum berada pada bulan September.
6.2 Saran 1. Perlu
diadakan
penelitian
lebih
lanjut
mengenai
sumber-sumber
pencemaran terutama pencemaran dari kegiatan pertanian sehingga dapat diprediksi seberapa besar pengaruh setiap sumber pencemar terhadap kualitas air sungai Ciliwung. 2. Kegiatan evaluasi dan pemantauan air sungai perlu diadakan secara rutin setiap bulan untuk mengetahui perubahan kualitas air yang lebih representatif dan kaitannya dengan tingkat pemanfaatan air oleh masyarakat. 3. Perlu dilakukan monitoring terhadap pembuangan limbah industri ke sungai dan pengelolaan sampah masyarakat agar tidak melewati standar baku mutu air dan daya tampung beban pencemaran.
70
DAFTAR PUSTAKA
Abdurochman, A. 2005. Studi Parameter Fisika-Kimia di Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Adibroto, T. 1997. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu Tempe dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob. Kelompok Teknologi Pengolahan Air Bersih dan Limbah Cair. BPPT. Jakarta Pusat. Anggraeni, I. 2002. Kualitas Air Perairan Teluk Jakarta Selama Periode 1996-2002. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. APHA. 1976. Standard Method for Examination of Water and Wastewater. APHA, Inc. New York. Ardiansyah, H. D. Prabowo, A. Nugroho dan J. Palapa. 2002. Modul Pengenalan GIS, GPS dan Remote Sensing. Dept. GIS, Forest Watch Indonesia. Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A Management Perspective. WDL Publication. Ottawa. Canada Barus, B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah Tunggal Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) Studi Kasus Daerah Ciawi-Puncak-Pacet Jawa Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 2:7-16 Jurusan Ilmu Tanah, in Press. (April 1999) Canter, L. W. 1977. Environmental Impact Assesment. McGraw Hill Book Company. New York. Damayanti, A., J. Hermana, dan A. Masduqi. 2004. Analisis Resiko Lingkungan dari Pengolahan Limbah Pabrik Tahu dengan Kayu Apu (Pistia stratiotes L). Jurnal Purifikasi, vol. 5, No.4, Oktober 2004: 151-156. Davis, M.L. dan Cornwell, D.A. 1991. Introduction to Environmental Engineering. Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc., New York. 822 p. Dewan Riset Nasional Kelompok II, Sumberdaya Alam dan Energi. 1994. Kebutuhan Riset dan Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air di Indonesia. Jakarta : Dewan Riset Nasional. Dugan, P. R. 1972. Biochemical Ecology of Water Pollution. Plenum Press. New York. 159p.
71
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Fakhri, I. 2000. Evaluasi Kualitas Air Sungai di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat selama periode 1996-1998. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor. Fardiaz, S. 1992. Polusi Udara dan Air. Karnisius. Yogyakarta. Farida, E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor. Febriana, I. 2004. Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) (Studi Kasus Kawasan Gunung Mandalawangi, Kecamatan Kadungora, Kabupaten garut). Skripsi. Bogor. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor. Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Penerbit Yrama Widya. Bandung. Harada, Y. K. Haga, Tosada dan M. Kashino. 1993. Quality of Compost Produced From Animal Waste. Japan Agricultural. Research Quarterly, 26 : 238-246. Haslam, S.M. 1995. River Pollution and Ecological Perspective. John Willey and Sons. Chichester, UK. 253 p. Hawkes, H. A. 1979. Invertebrates as Indicator of River Water Quality. John Wiley and sons. Chisester. New York. Hutagalung, S dan A. Rozak. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Buku 2. LIPI. Jakarta. Kartono, B. J. 2001. Evaluasi Sumberdaya Lahan dengan Memanfaatkan Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Blitar. Tesis. Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Kurniati, R.K. 2003. Pemisahan Mikro Alga dari Limbah Cair Industri Tapioka dengan Menggunakan Membran Filtrasi. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
72
Kurniawan. 2005. Evaluasi Kualitas Air Sungai Ciliwung di Kota Bogor Berdasarkan Indeks Kualitas Air dan Indeks Biotik [skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lee, C. D., S. B. Wang and C. L. Kuo. 1978. Benthic Macroinvertebrate and Fish as Biological Indicator of Water Quality, With References to Community Diversity Index. AIT. Bangkok. Lillesand, T. M. dan R. W. Kiefer.1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Lo, C.P. 1995. Penginderaan Jauh Tahapan. Terjemahan. Universitas Indonesia. Jakarta. Marsaulina, I. 1992. Distribusi Kelimpahan Makrozoobenthos sebagai Indikator Pemantauan Dampak Industri dan Pemukiman di Perairan Sungai Deli Kotamadya Medan. Tesis Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Moriber, G. 1974. Environmental Science. Allyn and Bacon. Inc. Boston. Nugroho. 2003. Evaluasi Kualitas Air Sungai Ciliwung DKI Jakarta Melalui Pendekatan Indeks Kualitas Air-National Sanitation Foundation. [skripsi] Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. 3th Edition. Saunder College Publishing. Philadelphia. Overcash, M. R., F. J. Humenik dan J. R. Minner. 1983. Livestock Waste Management. Volume 1. CRC Press, Inc. Boca Roca Florida. Palmer, M. D. 2001. Water Quality ModellingPractice : A Guide to Effective. Washington DC : Word Bank. Paine, D. P. 1981. Fotografi Udara dan Penafsiran Citra Untuk Pengelolaan Sumberdaya. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2001. PP RI No. 82. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Prahasta, E. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung. INFORMATIKA. Priyono, A. 1994. Parameter-parameter Kualitas Air. Laboratorium Analisis Lingkungan. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Bogor.
73
Prochazkova, L. 1978. Agricultural Impact on The Nitrogrn and Phosporus Concentration in Water. Di dalam: Duncan N, Rzoska J, editor. Land Use Impact on Lake and Reservoir Ecosystem; Poland, 26 Mei – 2 Juni 1978. Facultas-Verlag.hlm 78-81. Rasyidin, R. 1995. Pengaruh Perkembangan Penggunaan Lahan Terhadap Kondisi Hidrologi dan Kualitas Air Sungai (Studi Kasus Daerah Aliran Ciliwung). [tesis]. Program Pasca Sarjana. Universitas Indonesia. Jakarta. Riwayati, 1994. Studi Kualitas Perairan Sungai Ciliwung Ditinjau dari Struktur Komunitas Makrozoobenthos. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rushayati, S. B. 1999. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Kandungan Bahan Organik dan Sedimen Tersuspensi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu-Tengah. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Saeni, M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.Pusat Studi Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sastrawijaya, Tresna, A. 1991. Pencemaran Lingkungan. Penerbit: Rineka Cipta. Jakarta. Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Sihombing, DTH. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup . Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sudadi, S. D., P. T. Baskoro., K. Munibah., B. Barus, dan Darmawan. 1991. Kajian Penggunaan Lahan Terhadap Aliran Sungai dan Penurunan Kualitas Lahan di Sub-DAS Ciliwung Hulu dengan Pendekatan Model Simulasi Hidrologi. Laporan Penelitian. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press. Jakarta. Sutamiharja, R. T. M. 1978. Kualitas dan Pencemaran Lingkungan. Pascasarjana Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tafal, Z. B. 1981. Ranci Sapi (Usaha Peternakan yang Lebih Bermanfaat). Penerbit Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Taiganides, E. P. 1978. Animal Waste Management and Waste Water Treatment. Elsevier Science Publicher B. V., Amsterdam.
74
Taufik, K. L. 2003. Kualitas air Hulu dan Tengah Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Program Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Tim Peneliti Dosen Muda Jurusan Biologi, FMIPA IPB. 1991. Laporan Akhir Penelitian Identifikasi dan Koleksi Flora-Fauna DAS Ciliwung serta Prospek Pemanfaatannya. I, Plankton dan Benthos. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tjiptadi, W., M. Yani, dan A. Bey. 1994. Laporan Penelitian: Kajian Kualitas Air DAS Cisadane dan Ciliwung. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Verbist, B., S. Rahayu, R.H. Widodo, M.V. Noordwijk., dan I. Suryadi. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. World Agroforestry Centre. Bogor. Vink, A. P. A. 1975. Land Use in Advancing Agriculture. Advanced Series in Agricultural Sciences I. New York. Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Wardoyo, S. T. H. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan. PUSDI. PSL. IPB. WHO. 1989. Penilaian Secara Cepat Sumber-sumber Pencemaran Air, Tanah dan Udara. Djajadiningrat ST, Amir HH, penerjemah. Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Rapid Assesment of Sources of Air, Water and Land Pollution. Yogyakarta. Wiryani, E. 1991. Analisis Kandungan Limbah Cair Pabrik Tempe Kedelai dan Upaya Pengolahannya dengan Proses Anaerobik. Tesis. Pasca Sarjana IPB. Bogor. Yulaswati, V., A.R. Sasongko, N. Kartika, A. Nugraha, M. Showan, I. Darmawan, M., N. Marizi, R. Primana, H. Ishak, A., THermawan, H. Santoso, S., A. Sunari, A. Haryana, N. Rusono, S., dan J. Indarto. 2004. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Indonesia. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Jakarta.
75
Lampiran 1 Peta Das Ciliwung Segmen Kota Bogor
76
Lampiran 2 Peta Lokasi Wawancara
77
Lampiran 3 Peta Lokasi Titik Pantau Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor
78
Lampiran 4 Peta Sebaran Industri dan Peternakan (Beban Pencemaran Riil)
79
Lampiran 5 Peta Sebaran Industri dan Peternakan (Beban Pencemaran Potensial)
80
Lampiran 6 Peta Sebaran Industri dan Peternakan dengan Tutupan Lahan Tahun 2009 (Overlay)
81
Lampiran 7 Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2007
82
Lampiran 8 Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2008
83
Lampiran 9 Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2009
84
Lampiran 10 Perhitungan Modifikasi Bobot Parameter (Wi) ∑
NKP modifikasi = { ∑ x NKP awal + NKP awal } (Kurniawan, 2005) Keterangan : NKP modifikasi = Bobot parameter ke-I yang telah dimodifikasi NKP awal
= Bobot parameter awalyang dicari
∑x
= ∑ NKP dari tujuh parameter yang digunakan
∑y
= ∑ NKP dari tujuh parameter yang tidak digunakan
Parameter yang tidak digunakan dari 9 parameter IKA adalah kekeruhan, nitrat, fecal coli dengan masing-masing bobot parameter awal: 0,08, 0,1 dan 0,15. Maka : ∑y = 0,08 + 0,1 + 0,15 = 0,33 ∑x = 1 – 0,33 = 0,67 Berikutnya dihitung bobot parameter modifikasi untuk masing-masing parameter yang digunakan a. Oksigen terlarut
=
, ,
x 0,17 + 0,17
= 0,25 b. pH
=
, ,
x 0,12 + 0,12
= 0,18 c. BOD
=
, ,
x 0,10 + 0,10
= 0,15 d. Fosfat
=
, ,
x 0,10 + 0,10
= 0,15 e. Suhu
=
, ,
x 0,10 + 0,10
= 0,15 f. Padatan Total
=
, ,
= 0,12
x 0,08 + 0,08
85
Lampiran 11 Hasil Pengukuran Kualitas Air per Titik Pantau pada 14x Pengukuran Parameter
Satuan
TP
Suhu
°C
TDS
mg/l
TSS
mg/l
DO
mg/l
pH
-
Fosfat
mg/l
BOD
mg/l
COD
mg/l
I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
1
2
3
4
5
6
24 25 25 54 62 71 40 42 40 6.9 7.6 7.2 7.8 7.8 7.8 0.04 0.04 0.092 2.1 2.1 3.1 5.5 6 8
24.2 24.7 25.6 64 83 82 16 24 46 7 6.8 7.4 7.1 7 7 0.035 0.131 0.165 1.5 2.9 3.4 6.4 8 9
23.9 24.7 25.6 45 62 62 3 16 10 7.2 6.4 7 7.2 7.2 7.2 0.073 0.07 0.056 1.3 2.7 2.9 10 12.1 12.1
28.2 28.3 28.2 102 189 185 32 6 28 7.1 7.2 7.4 7 6.4 6.35 0.06 0.20 0.165 6.09 12.49 6.09 16.32 33.45 16.32
29.1 28 28.4 128 234 240 58 10 18 7.6 7.4 7.3 6.97 6.2 6.89 0.1 0.23 0.24 1.2 2.32 2.8 44.70 33.32 15.44
27.4 28.7 28.6 154 192 188 42 34 36 6.5 7.4 6.8 6.4 6.4 6.5 0 0.08 0.07 1.32 2 3.41 41.08 33 11.68
Ulangan 7 8 25.5 26.1 25 105 195 180 7 5 5 6.16 6.56 5.96 7.5 7.4 7.1 0.01 0.07 0.1 0.6 2.58 3.97 7.76 13.58 11.64
22.4 26.3 26.3 195 200 195 24 3 8 7.76 5.82 6.99 7.6 7.2 7.5 0.03 0.19 0.07 1.94 5.44 6.21 4.07 12.22 8.14
Keterangan: Ulangan 1 = Mei 2005 Ulangan 2 = Agustus 2005 Ulangan 3 = November 2005 Ulangan 4 = Juni 2006 Ulangan 5 = Agustus 2006 Ulangan 6 = Oktober 2006 Ulangan 7 = Juni 2007 TP 1 = Titik Pantau Katulampa TP 2 = Titik Pantau Sempur TP 3 = Titik Pantau Kedung Halang
Ulangan 8 = Agustus 2007 Ulangan 9 = Oktober 2007 Ulangan 10 = Juni 2008 Ulangan 11 = Agustus 2008 Ulangan 12 = Oktober 2008 Ulangan 13 = Juli 2009 Ulangan 14 = November 2009
9
10
11
12
29.2 25.5 29.6 145 170 135 6 7 4 0.87 6.32 5.84 8.1 7.4 7.5 0.01 0.11 0.11 0.87 6.32 5.84 4.02 16.1 16.1
26.3 26.7 26.6 84 130 137 10 4 6 8 5.2 5.6 7.7 7.6 7.6 0.058 0.14 0.19 1.6 2.4 2.6 6.8 5 6.8
26 28.1 28.2 96 125 122 17 4 20 6.7 6.1 5.3 7.9 7.6 7.5 0.019 0.016 0.018 1.5 4 3.5 5.9 12 9.8
23.8 24.2 24.1 72 71 80 92 126 106 7.9 7.5 7.5 7.6 7.4 7.6 0.18 0.102 0.073 2 1.4 1.6 5.9 5.3 5.5
13 24.7 25.9 25.5 83 170 157 2 6 12 6.6 6.2 6.4 7.6 7.4 7.6 0.903 0.22 0.075 3.5 3.2 4.6 9.5 8.6 10.4
14 21 25 27 126 130 118 12 14 32 6.9 6.8 6.8 6.7 6.3 6.5 0.093 0.211 0.297 21 25 21 38 40 42
86
Lampiran 12 Hasil Pengukuran dan Perhitungan IKA-NSF WQI Tahun 2005 Suhu deviasi Ii Wi Wi x Ii
TP 1 24 0.74 69 0.15 10.35
Ulangan 1 TP 2 25 - 0.26 71.5 0.15 10.73
TP 3 25 -0.26 71.5 0.15 10.73
TP 1 24.2 0.54 70 0.15 10.5
Ulangan 2 TP 2 24.7 0.04 72.25 0.15 10.84
TP 3 25.6 - 0.86 70 0.15 10.5
TP 1 23.9 0.84 68.5 0.15 10.28
Ulangan 3 TP 2 24.7 0.04 72.25 0.15 10.84
TP 3 25.6 - 0.86 70 0.15 10.5
Oksigen terlarut % saturasi Ii Wi Wi x Ii
6.9 81.94 67 0.25 16.75
7.6 92 75.5 0.25 18.88
7.2 87.16 72.5 0.25 18.13
7 83.13 69 0.25 17.25
6.8 80.76 65.5 0.25 16.38
7.4 89.58 73.5 0.25 18.38
7.2 83.91 69.5 0.25 17.38
6.4 76 62 0.25 15.5
7 84.74 70 0.25 17.5
pH Ii Wi Wi x Ii
7.8 71 0.18 12.78
7.8 71 0.18 12.78
7.8 71 0.18 12.78
7.1 73.5 0.18 13.23
7 72.5 0.18 13.05
7 72.5 0.18 13.05
7.2 74.5 0.18 13.41
7.2 74.5 0.18 13.41
7.2 74.5 0.18 13.41
BOD Ii Wi Wi x Ii
2.1 54.5 0.15 8.18
2.1 54.5 0.15 8.18
3.1 46 0.15 6.9
1.5 60 0.15 9
2.9 48 0.15 7.2
3.4 45.5 0.15 6.83
1.3 60.5 0.15 9.08
2.7 49 0.15 7.35
2.9 48 0.15 7.2
Fosfat Ii Wi Wi x Ii
0.04 67.5 0.15 10.13
0.04 67.5 0.15 10.13
0.092 65 0.15 9.75
0.035 68.5 0.15 10.28
0.131 63.5 0.15 9.53
0.165 62 0.15 9.3
0.073 66.5 0.15 9.98
0.07 66.75 0.15 10.01
0.056 67 0.15 10.05
TDS Ii Wi Wi x Ii
54 65 0.12 7.8
62 65.5 0.12 7.86
71 66 0.12 7.92
64 65.75 0.12 7.89
83 65.25 0.12 7.83
82 65.5 0.12 7.86
45 65 0.12 7.8
62 65.5 0.12 7.86
62 65.5 0.12 7.86
IKA
65.99
68.56
66.21
68.15
64.83
65.92
67.93
64.97
66.52
Parameter
87
Tahun 2006 Suhu deviasi Ii Wi Wi x Ii
TP 1 28.2 0.12 72 0.15 10.8
Ulangan 4 TP 2 28.3 0.02 72.5 0.15 10.88
TP 3 28.2 0.12 72 0.15 10.8
TP 1 29.1 - 0.78 70 0.15 10.5
Ulangan 5 TP 2 28 0.32 71.5 0.15 10.73
TP 3 28.4 - 0.08 72 0.15 10.8
TP 1 27.4 0.92 67.5 0.15 10.13
Ulangan 6 TP 2 28.7 - 0.38 71.5 0.15 10.73
TP 3 28.6 - 0.28 71.75 0.15 10.76
Oksigen terlarut % saturasi Ii Wi Wi x Ii
7.1 90.67 74.5 0.25 18.63
7.2 91.95 75 0.25 18.75
7.4 94.5 77 0.25 19.25
7.6 98.82 79.5 0.25 19.88
7.4 94.5 77 0.25 19.25
7.3 93.23 76.5 0.25 19.13
6.5 81.55 67 0.25 16.75
7.4 94.5 77 0.25 19.25
6.8 86.84 72.5 0.25 18.13
pH Ii Wi Wi x Ii
7 72.5 0.18 13.05
6.4 59 0.18 10.62
6.35 58 0.18 10.44
6.97 71 0.18 12.78
6.2 52.5 0.18 9.45
6.89 69.5 0.18 12.51
6.4 59 0.18 10.62
6.4 59 0.18 10.62
6.5 63 0.18 11.34
BOD Ii Wi Wi x Ii
6.09 28.5 0.15 4.28
12.49 4 0.15 0.6
6.09 28.5 0.15 4.28
1.2 61 0.15 9.15
2.32 51.5 0.15 7.73
2.8 48.5 0.15 7.28
1.32 60.25 0.15 9.04
2 55.5 0.15 8.33
3.41 45.5 0.15 6.83
Fosfat Ii Wi Wi x Ii
0.06 66.9 0.15 10.04
0.20 59 0.15 8.85
0.165 62 0.15 9.3
0.1 64 0.15 9.6
0.23 57.75 0.15 8.66
0.24 57.5 0.15 8.63
0 70 0.15 10.5
0.08 66 0.15 9.9
0.07 66.75 0.15 10.01
TDS Ii Wi Wi x Ii
102 65 0.12 7.8
189 56.5 0.12 6.78
185 57.5 0.12 6.9
128 63.5 0.12 7.62
234 51 0.12 6.12
240 50.5 0.12 6.06
154 60.5 0.12 7.26
192 56.5 0.12 6.78
188 56.75 0.12 6.81
IKA
64.6
56.48
60.97
69.53
61.94
64.41
64.3
65.61
63.88
Parameter
88
Tahun 2007 Suhu deviasi Ii Wi Wi x Ii
TP 1 25.5 0.71 69 0.15 10.35
Ulangan 7 TP 2 26.1 0.11 72 0.15 10.8
TP 3 25 1.21 66.5 0.15 9.98
TP 1 22.4 3.81 31.5 0.15 4.73
Ulangan 8 TP 2 26.3 - 0.09 72 0.15 10.8
TP 3 26.3 - 0.09 72 0.15 10.8
TP 1 29.2 - 2.99 58 0.15 8.7
Ulangan 9 TP 2 25.5 0.71 69 0.15 10.35
TP 3 29.6 - 3.39 63.5 0.15 9.53
Oksigen terlarut % saturasi Ii Wi Wi x Ii
6.16 74.57 60.5 0.25 15.13
6.56 80.88 66 0.25 16.5
5.96 72.15 57.5 0.25 14.38
7.76 88.78 73 0.25 18.25
5.82 71.76 57 0.25 14.25
6.99 86.18 72 0.25 18
0.87 11.31 6.5 0.25 1.63
6.32 76.51 62.5 0.25 15.63
5.84 75.94 61.5 0.25 15.38
pH Ii Wi Wi x Ii
7.5 74 0.18 13.32
7.4 75 0.18 13.5
7.1 73.5 0.18 13.23
7.6 73 0.18 13.14
7.2 74.5 0.18 13.41
7.5 74 0.18 13.32
8.1 67 0.18 12.06
7.4 75 0.18 13.5
7.5 74 0.18 13.32
BOD Ii Wi Wi x Ii
0.6 69.5 0.15 10.43
2.58 50.5 0.15 7.58
3.97 42.5 0.15 6.38
1.94 58.5 0.15 8.77
5.44 32 0.15 4.8
6.21 29 0.15 4.35
0.87 69 0.15 10.35
6.32 28.5 0.15 4.28
5.84 30.5 0.15 4.58
Fosfat Ii Wi Wi x Ii
0.01 69 0.15 10.35
0.07 66.25 0.15 10.01
0.1 64 0.15 9.6
0.03 68.75 0.15 10.31
0.19 61.5 0.15 9.23
0.07 66.75 0.15 10.01
0.01 69 0.15 10.35
0.11 63.75 0.15 9.56
0.11 63.75 0.15 9.56
TDS Ii Wi Wi x Ii
105 65 0.12 7.8
195 56 0.12 6.72
180 56.5 0.12 6.78
195 56 0.12 6.72
200 55.5 0.12 6.66
195 56 0.12 6.72
145 61.5 0.12 7.38
170 59 0.12 7.08
135 62.5 0.12 7.5
IKA
67.38
65.11
60.35
61.92
59.15
63.2
50.47
60.4
59.87
Parameter
89
Tahun 2008 Suhu deviasi Ii Wi Wi x Ii
TP 1 26.3 - 0.3 71.5 0.15 10.73
Ulangan 10 TP 2 26.7 - 0.7 70 0.15 10.5
TP 3 26.6 - 0.6 70.5 0.15 10.58
TP 1 26 0 73 0.15 10.95
Ulangan 11 TP 2 28.1 - 2.1 63.5 0.15 9.53
TP 3 28.2 - 2.2 63 0.15 9.45
TP 1 23.8 2.2 58.5 0.15 8.78
Ulangan 12 TP 2 24.2 1.8 61.5 0.15 9.23
TP 3 24.1 1.9 60.5 0.15 9.08
Oksigen terlarut % saturasi Ii Wi Wi x Ii
8 98.64 79.5 0.25 19.88
5.2 64.11 48.5 0.25 12.13
5.6 69.05 53.5 0.25 13.38
6.7 82.61 69 0.25 17.25
6.1 77.9 63.5 0.25 15.88
5.3 67.68 52 0.25 13
7.9 92.07 75.5 0.25 18.88
7.5 89.07 73.5 0.25 10.38
7.5 89.07 73.5 0.25 10.38
pH Ii Wi Wi x Ii
7.7 72 0.18 12.96
7.6 73 0.18 13.14
7.6 73 0.18 13.14
7.9 69.5 0.18 12.51
7.6 73 0.18 13.14
7.5 74 0.18 13.32
7.6 73 0.18 13.14
7.4 75 0.18 13.5
7.6 73 0.18 13.14
BOD Ii Wi Wi x Ii
1.6 59 0.15 8.85
2.4 51.25 0.15 7.69
2.6 50 0.15 7.5
1.5 60 0.15 9
4 40 0.15 6
3.5 43.5 0.15 6.53
2 55.5 0.15 8.33
1.4 62.5 0.15 9.38
1.6 59 0.15 8.85
Fosfat Ii Wi Wi x Ii
0.058 66.95 0.15 10.04
0.14 62.75 0.15 9.41
0.19 61.5 0.15 9.23
0.019 68.75 0.15 10.31
0.016 68.85 0.15 10.33
0.018 68.8 0.15 10.32
0.18 61.75 0.15 9.26
0.102 64 0.15 9.6
0.073 66.5 0.15 9.98
TDS Ii Wi Wi x Ii
84 65.2 0.12 7.82
130 63.5 0.12 7.62
137 62.5 0.12 7.5
96 65.25 0.12 7.83
125 63.5 0.12 7.62
122 64 0.12 7.68
72 66 0.12 7.92
71 66 0.12 7.92
80 65.75 0.12 7.89
IKA
70.28
60.49
61.33
67.85
62.5
60.3
66.31
60.01
59.32
Parameter
90
Tahun 2009 Suhu deviasi Ii Wi Wi x Ii
TP 1 24.7 0.15 59.5 0.15 8.93
Ulangan 13 TP 2 25.9 -1.05 61 0.15 9.15
TP 3 25.5 -0.65 57 0.15 8.55
TP 1 21 3.85 62.5 0.15 9.4
14 TP 2 25 -0.15 60 0.15 9
TP 3 27 -2.15 58 0.15 8.7
Oksigen terlarut % saturasi Ii Wi Wi x Ii
6.6 78.38 54 0.25 13.5
6.2 75.06 47 0.25 11.75
6.4 77.48 48.5 0.25 12.13
6.9 77.44 48.4 0.25 12.1
6.8 82.32 47 0.25 11.75
6.8 85.32 48 0.25 12
pH Ii Wi Wi x Ii
7.6 63 0.18 11.34
7.4 60 0.18 10.8
7.6 58 0.18 10.44
6.7 69 0.18 12.42
6.3 60 0.18 10.8
6.5 58 0.18 10.44
BOD Ii Wi Wi x Ii
3.5 33.5 0.15 5.03
3.2 35.75 0.15 5.36
4.6 21.5 0.15 3.23
21 10 0.15 1.5
25 1.17 0.15 0.18
21 10 0.15 1.5
Fosfat Ii Wi Wi x Ii
0.903 55.25 0.15 8.28
0.22 48 0.15 7.2
0.075 51.25 0.15 9.94
0.093 64 0.15 9.6
0.211 65 0.15 9.75
0.297 48 0.15 7.2
TDS Ii Wi Wi x Ii
83 55.25 0.12 6.63
170 49 0.12 5.88
157 45 0.12 5.4
126 63 0.12 7.56
130 60 0.12 7.2
118 45 0.12 5.4
IKA
53.71
50.14
49.69
52.58
48.68
45.24
Parameter
91
Nilai IKA per Titik Pantau pada 13x Pengukuran Rata-rata nilai IKA setiap titik pantau per tahun Tahun Titik Pantau 2005 1 2 3 2006 1 2 3 2007 1 2 3 2008 1 2 3 2009 1 2 3
IKA 67.36 66.12 66.22 66.14 61.34 63.08 59.92 61.55 61.14 68.15 61 60.32 53.15 49.41 47.47
Kategori Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Buruk Buruk
92
Lampiran 13 Perhitungan Metode Storet Parameter
Satuan
Suhu
°C
TDS
mg/l
TSS
mg/l
DO
mg/l
pH
-
Fosfat
mg/l
BOD
mg/l
COD
mg/l
TP I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
2005
bma dev 3 dev 3 dev 3 1000 1000 1000 50 50 50 4 4 4 9-Jun
0.2 0.2 0.2 3 3 3 25 25 25
maks
min
0.84 0.04 -0.26 65 83 82 40 42 46 7.2 7.6 7.4 7.8 7.8 7.8 0.073 0.131 0.165 2.1 2.9 3.4 10 12.1 12.1
0.54 -0.26 -0.86 45 62 62 3 16 10 6.9 6.4 7 7.1 7 7 0.035 0.04 0.056 1.3 2.1 2.9 5.5 6 8
rata -rata 0.7 -0.06 -0.66 54.3 69 71.6 19.6 27.3 32 7.03 6.93 21.6 7.36 7.3 22 0.049 0.08 0.1 1.63 2.56 3.13 7.3 8.7 9.7
storet
maks
0 0 0 0 0 0 0 0 0 -10 -10 -10 0 0 -6 0 0 0 0 0 -8 0 0 0
0.92 0.32 0.12 154 234 240 58 6 36 7.6 7.4 7.4 7 6.4 6.89 0.1 0.23 0.24 6.09 12.49 6.09 44.7 33.45 16.32
2006 rata min rata -0.78 0.08 -0.38 -0.01 -0.28 -0.08 102 128 189 205 185 204.3 32 44 3 16.6 18 27.3 6.5 7.06 7.2 7.3 6.8 7.16 6.4 6.79 6.2 6.3 6.35 6.58 0.06 0.05 0.08 0.17 0.07 0.16 1.2 2.87 2 5.6 2.8 4.1 16.32 34 33 33.25 11.68 14.48
storet
maks
0 0 0 0 0 0 -1 0 0 -10 -10 -10 0 0 0 0 -2 -2 -2 -8 -8 -8 -10 0
3.81 0.71 1.21 195 200 195 24 7 8 7.76 6.56 6.99 8.1 7.4 7.5 0.03 0.19 0.11 1.94 6.32 6.21 7.76 16.1 16.1
Tahun 2007 rata min rata -2.99 0.51 -0.09 0.24 -3.39 -0.76 105 148.3 170 188.3 135 170 6 12.3 3 5 4 5.6 0.87 4.93 5.82 6.23 5.84 6.26 7.5 7.73 7.2 7.33 7.1 7.36 0.01 0.01 0.07 0.12 0.07 0.09 0.6 1.13 2.58 4.78 3.97 5.34 4.02 5.28 12.22 13.9 8.14 11.96
storet
maks
-1 0 0 0 0 0 0 0 0 -8 -10 -10 0 0 0 0 0 0 0 -8 -10 0 0 0
2.2 1.8 1.9 96 130 137 92 126 106 8 7.5 7.5 7.9 7.6 7.6 0.18 0.14 0.19 2 4 3.5 6.8 12 9.8
2008 rata min rata -0.3 0.63 -2.1 -0.33 -2.2 -0.27 72 84 71 108.6 80 113 10 39.6 4 44.6 6 44 6.7 7.5 5.2 6.26 5.3 6.13 7.6 7.73 7.4 7.5 7.5 7.56 0.058 0.08 0.016 0/086 0.018 0.093 1.5 1.7 1.4 2.6 1.6 2.56 5.9 6.2 5 7.43 5.5 7.36
storet
maks
0 0 0 0 0 0 -2 -2 -2 -10 -10 -10 0 0 0 0 0 0 0 -2 -2 0 0 0
3.85 -0.15 -0.65 126 170 157 12 14 32 6.9 6.8 6.8 7.6 7.4 7.6 0.903 0.22 0.297 21 25 21 38 40 42
2009 ratamin rata 0.15 2 -1.05 -0.6 -2.15 -1.4 83 104.5 130 150 118 137.5 2 7 6 10 12 22 6.6 6.75 6.2 6.5 6.4 6.6 6.7 7.15 6.3 6.85 6.5 7.05 0.093 0.498 0.211 0.2155 0.075 0.186 3.5 12.25 3.2 14.1 4.6 12.8 9.5 23.75 8.6 24.3 10.4 26.2
storet 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -10 -10 -10 0 0 0 -8 -10 -2 -10 -10 -10 -2 -2 -10
93
Rata-rata nilai Storet setiap titik pantau per tahun Tahun 2005
2006
2007
2008
2009
Titik Pantau 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Nilai STORET -10 -10 -24 -21 -30 -20 -9 -18 -20 -12 -14 -14 -30 -32 -32
Kategori Baik Baik Sedang Sedang Sedang Sedang Baik Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Buruk Buruk
94
Lampiran 14 Beban Pencemaran Air DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor 1. Potensi jumlah penduduk terhadap peningkatan BOD, COD, TN dan TSS a. Beban Pencemaran Potensial Nama Kecamatan Bogor Selatan
Bogor Timur
Bogor Tengah
Bogor Utara
Tanah Sareal
Nama Kelurahan Harjasari Pakuan Tajur Sukasari Baranangsiang Katulampa Sindangrasa Sindangsari Paledang Ciwaringin Pabaton Babakan Pasar Tegal Lega Babakan Sempur Cibuluh Tegal Gundil Bantar Jati Tanah Baru Cimahpar Ciluar Ciparigi Kedung Halang Tanah Sareal Kebon Pedes Kedung Badak Sukadamai Sukaresmi Jumlah
Jumlah Penduduk (jiwa) 12302 4838 7209 10817 26003 24570 11377 7853 10298 8028 3805 10556 18123 8617 8065 16896 25974 22064 20110 16412 11391 21395 19187 10100 23221 26721 11763 10161 407856
Faktor Konversi (kg/orang/thn)
Potensi Beban Pencemaran (ton/bulan)
BOD
COD
TN
TSS
BOD
COD
TN
TSS
19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7
44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44
3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
242349.4 95308.6 142017.3 213094.9 512259.1 484029 224126.9 154704.1 202870.6 158151.6 74958.5 207953.2 357023.1 169754.9 158880.5 332851.2 511687.8 434660.8 396167 323316.4 224402.7 421481.5 377983.9 198970 457453.7 526403.7 2317311 200171.7
541288 212872 317196 475948 1144132 1081080 500588 345532 453112 353232 167420 464464 797412 379148 354860 743424 1142856 970816 884840 722128 501204 941380 844228 444400 1021724 1175724 517572 447084
40596.6 15965.4 23789.7 35696.1 85809.9 81081 37544.1 25914.9 33983.4 26492.4 12556.5 34834.8 59805.9 28436.1 26614.5 55756.8 85714.2 72811.2 66363 54159.6 37590.3 70603.5 63317.1 33330 76629.3 88179.3 38817.9 33531.3
8034763 kg/th (669,56 ton/bln)
17945664 kg/thn (1.495,47 ton/bln)
1345924.8 kg/thn (112,16 ton/bln)
246040 96760 144180 216340 520060 491400 227540 157060 205960 160560 76100 211120 362460 172340 161300 337920 519480 441280 402200 328240 227820 427900 383740 202000 464420 534420 235260 203220 8157120 kg/th (679,76 ton/bln)
95
b. Beban Pencemaran Real Nama Kecamatan
Nama Kelurahan
Bogor Timur
Bogor Tengah
Bogor Utara
Tanah Sareal
Sindangrasa Tajur Katulampa Sukasari Baranangsiang Babakan Pasar Paledang Sempur Bantar Jati Cibuluh Kedung Halang Tanah Sareal Kedung Badak Sukaresmi
Jumlah
Jumlah Penduduk (jiwa) 11377 7209 24570 10817 26003 10556 10298 8065 22064 16896 19187 10100 26721 10161
Faktor Konversi (kg/orang/thn)
Potensi Beban Pencemaran (ton/thn)
BOD
COD
TN
TSS
BOD
COD
TN
TSS
19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7
44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44 44
3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
224126.9 142017.3 484029 213094.9 512259.1 207953.2 202870.6 158880.5 434660.8 332851.2 377983.9 198970 526403.7 200171.7
500588 317196 1081080 475948 1144132 464464 453112 354860 970816 743424 844228 444400 1175724 447084 9417056 kg/thn (784,75 ton/bln)
37544.1 23789.7 81081 35696.1 85809.9 34834.8 33983.4 26614.5 72811.2 55756.8 63317.1 33330 88179.3 33531.3 706279.2 kg/thn (58,86 ton/bln)
227540 144180 491400 216340 520060 211120 205960 161300 441280 337920 383740 202000 534420 203220
4216272.8 kg/th (351,36 ton/bln)
214024
2. Potensi ternak sapi perah terhadap peningkatan BOD Nama Kelurahan Harjasari Sukadamai Kedungbadak
Jumlah Ternak (ekor)
Faktor Konversi BOD (kg/unit/tahun)
41 2 37 Jumlah
539 539 539
Potensi Peningkatan BOD (ton/bulan) 1,84 0,09 1,66 3,59
4280480 kg/th (356,71 ton/bln)
96
3. Potensi ternak ayam terhadap peningkatan BOD, TN dan TSS Faktor Konversi (kg/unit/thn)
Jumlah ternak (ekor)
Nama Kelurahan Pakuan Kebon Pedes
BOD 1.4 1.4
43 15900
Potensi beban Pencemaran (ton/bulan)
TN 0.51 0.51
TSS 14.6 14.6
BOD 0,005 1,86 1,865
Jumlah
TN 0,001 0,68 0,681
TSS 0,05 19,34 19,39
4. Potensi Industri kecil, menengah dan besar penghasil limbah cair terhadap peningkatan BOD Potensi Peningkatan Beban Pencemaran (ton/bulan)
Jenis Industri
Jumlah
Total Volume Limbah Cair (liter/hari)
Tahu
26
34500
BOD 5389.5
COD 7050
BOD 5.58
COD 7.29
Tempe
21
45500
1302.03
4188.27
1.77
5.72
Tapioka
20
34500
6400
15900
6.62
16.46
Papan Gipsum
1
-
-
-
-
-
Oncom
7
-
-
-
-
-
Siomay
1
-
-
-
-
-
Krupuk Kulit
1
-
-
-
-
-
Faktor Konversi (mg/l)
Lampiran 15 Faktor Konversi Beban Limbah Domestik, Peternakan dan Industri Sumber Limbah Limbah Cair Domestik Sapi potong/Kerbau Sapi perah Ayam potong/Itik Ayam petelur kambing
BOD (kg/unit/tahun) 19.7 250 539 1.4 4.6 36.6
COD (kg/unit/tahun) 44 -
TSS (kg/unit/tahun) 20 1716 14.6 201
TN (kg/unit/tahun) 3.3 80.3 0.51 8.4
TP (kg/unit/tahun) 0.4 -
97
Lampiran 16 Hasil Perhitungan Daya Tampung Sungai Ciliwung Tahun 2009 Bulan
Debit Tahun 2009 (m3/detik)
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
0.0237 0.0785 0.0327 0.0314 0.0566 0.0166 0.0066 0.0021 0.0019 0.0037 0.0104 0.0154
BOD 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Baku Mutu Kelas II (mg/l) COD TN 25 10 25 10 25 10 25 10 25 10 25 10 25 10 25 10 25 10 25 10 25 10 25 10
Daya Tampung Beban Pencemaran (ton/bulan) TSS 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
BOD 0.1907 0.5695 0.2629 0.2438 0.4547 0.1291 0.0531 0.0170 0.0145 0.0301 0.0811 0.1234
COD 1.5895 4.7458 2.1911 2.0315 3.7892 1.0756 0.4425 0.1414 0.1207 0.2505 0.6760 1.0285
TN 0.6358 1.8983 0.8765 0.8126 1.5157 0.4302 0.1770 0.0565 0.0483 0.1002 0.2704 0.4114
TSS 3.1790 9.4916 4.3823 4.0630 7.5784 2.1511 0.8851 0.2827 0.2414 0.5010 1.3520 2.0570
98
Lampiran 17 Kurva Sub-Indeks TDS, DO, pH, BOD, Fosfat dan Suhu
99
Lampiran 18 Contoh Foto-foto Kondisi Sungai Ciliwung
100
Lampiran 19 Daftar Pertanyaan Wawancara KUISIONER PENELITIAN KAJIAN BEBAN PENCEMARAN DAN DAYA TAMPUNG AIR SUNGAI CILIWUNG DI KOTA BOGOR No. Responden Tanggal Waktu Lokasi Penelitian 1. Desa 2. Kecamatan 3. Kotamadya
: : : Pkl………..s/d………..WIB : : : : Kota Bogor
Identitas Responden 1. Nama 2. Jenis Kelamin 3. Umur 4. Pendidikan Terakhir 5. Alamat 6. Pekerjaan 7. Status dalam keluarga 8. Jumlah Anggota Keluarga
: : : : : : : :
Persepsi Responden 1. Bagaimana menurut Anda terkait gambaran kondisi/kualitas dari DAS Ciliwung di Kota Bogor pada saat sekarang ini? Lebih baik
Buruk
Baik
Sangat buruk
2. Apakah menurut Anda sungai Ciliwung mengalami perubahan setiap tahun? Ya
Tidak
3. Apakah sampah yang dibuang ke sungai mempengaruhi kualitas air sungai? Ya
Tidak
4. Apakah Anda memanfaatkan sungai Ciliwung? Jika Ya, untuk apa? Mandi
Minum
Mencuci
Yang lainnya:………..
Buang Air Besar 5. Bagaimana Anda mengelola sampah yang Anda miliki? Dibakar
Ditimbun dalam tanah
101
Dibuang ke sungai
Yang lainnya:………..
Dibuang ke TPS 6. Apakah Anda memiliki MCK sendiri di rumah? Ya: WC dengan Septic tank
Yang lainnya:……….
WC tanpa Septic tank Tidak: (asumsi pemakaian WC bersama) WC dengan Septic tank
Yang lainnya:………
Dibuang langsung ke sungai 7. Menurut Anda, apa yang harus dilakukan agar kondisi DAS Ciliwung lebih baik lagi? Pemerintah:……………………………………………………………… …………………………………………………………………………… Masyarakat:……………………………………………………………… …………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
102
Lampiran 20 Jenis-jenis Industri Penghasil Limbah Cair di Kota Bogor
No.
Nama Industri/Pemilik
Alamat (Jalan, Rt/Rw, Kel, Kec, Kab/Kota) Cimanggu Rt05/Rw04, Kel.Kedung Badak, Kec. Tanah Sareal, Kota Bogor Cimanggu Rt05/Rw04, Kel.Kedung Badak, Kec. Tanah Sareal, Kota Bogor Cimanggu Rt05/Rw04, Kel.Kedung Badak, Kec. Tanah Sareal, Kota Bogor Cimanggu Rt05/Rw04, Kel.Kedung Badak, Kec. Tanah Sareal, Kota Bogor
Posisi GPS
Jenis Produk
Kapasitas Produksi (Kg/hari)
Bahan Baku
06°.34.109 106°.47. 598
Tempe
1.600 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.34.109' 106°.47.590'
Tempe
640 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.34.102' 106°.47.594'
Tempe
480 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.34.101' 106°.47.598'
Tempe
320 kg/hari
Kacang Kedelai
1
Sasmidi
2
Cantel
3
Rohmat
4
Mustari
5
Cawiyan
Rt01/Rw04, Kel. Cibuluh, Kec.Bogor Utara, Kota Bogor
06°.33.019' 106°.49.361'
Tempe
64 kg/hari
Kacang Kedelai
6
Ismail
Rt03/Rw03, Kel. Cibuluh, Kec.Bogor Utara, Kota Bogor
06°.33.422' 106°.49.126'
Tahu
320 kg/hari
Kacang Kedelai
7
Omo
Rt03/Rw03, Kel. Cibuluh, Kec.Bogor Utara, Kota Bogor
06°.33.427' 106°.49.122'
Tahu
80 kg/hari
Kacang Kedelai
Jenis & Volume Limbah 1.Ampas kedelai 300kg/hari 2.Air Limbah 8 m³/hari 1.Ampas kedelai 120kg/hari 2.Air Limbah 3 m³/hari 1.Ampas kedelai 100 kg/hari 2.Air Limbah 3 m³/hari 1.Ampas kedelai 70 kg/hari 2.Air Limbah 2 m³/hari 1.Ampas kedelai 30 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 2 m³/hari 1.Ampas kedelai 30 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari
Pengelolaan Limbah Cair (IPAL, bak, dibuang ke sungai) Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
103
1.Ampas kedelai 30 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 30 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari
8
Komeng
Rt03/Rw03, Kel. Cibuluh, Kec.Bogor Utara, Kota Bogor
9
Dasar
Rt03/Rw01, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor
06°.32.975' 106°.49.677'
Tempe
80 kg/hari
Kacang Kedelai
10
Tarmidi
Rt05/Rw01,Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor
06°.33.271' 106°.49.813'
Tempe
160 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.34.226' 106°.49.316'
Sagu
600 kg/hari
Batang Pohon Kirai
Air limbah 2.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.33.816' 106°.49.615'
Sagu
2 ton/hari
Singkong
Air limbah 3.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.33.919' 106°.49.737'
Sagu
2 ton/hari
Singkong
Air limbah 3.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.33.915' 106°.49.737'
Sagu
1,5 ton/hari
Singkong
Air limbah 2.500 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.33.898' 106°.49.816'
Sagu
500 kg/hari
Singkong
Air limbah 1.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.33.918' 106°.49.805'
Sagu
500 kg/hari
Singkong
Air limbah 1.000 liter/hari
Di buang ke sungai
11
Rafi
12
Aan
13
Nur
14
Ata
15
Cak Makmun
16
H. Uking
Kp.Selawi, Rt05/Rw03, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor. Kp. Tali Kolot, Rt01/Rw01, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor
06°.33.423' 106°.49.125'
Tahu
80 kg/hari
Kacang Kedelai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
104
17
Rohman
18
Nasmin
19
Sa'i
20
Uuf
21
H. Lili
22
H. Dayat
23
Suminta
24
Sabur
25
Herman
Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor
06°.33.907' 106°.49.811'
Sagu
1 ton/hari
Singkong
Air limbah 2.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.33.898' 106°.49.816
Sagu
1 ton/hari
Singkong
Air limbah 2.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.33.886' 106°.49.815'
Sagu
500 kg/hari
Singkong
Air limbah 1.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.33.884' 106°.49.815'
Sagu
1 ton/hari
Singkong
Air limbah 2.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.33.922' 106°.49.789'
Sagu
1 ton/hari
Singkong
Air limbah 2.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.33.921' 106°.49.794'
Sagu
1 ton/hari
Singkong
Air limbah 2.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.33.916' 106°.49.796'
Sagu
500 kg/hari
Singkong
Air limbah 1.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.33.911' 106°.49.797'
Sagu
500 kg/hari
Singkong
Air limbah 1.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.33.905' 106°.49.798'
Sagu
1 ton/hari
Singkong
Air limbah 2.000 liter/hari
Di buang ke sungai
105
26
Encep Hidayat
27
Cahya
28
Dadih
29
H. Toha
30
Oib
31
Mardi
32
Wahyudi
33
H. Holik
34
Sri
Kp. Rambai, Rt02/Rw06, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Pondok Aren, Rt03/Rw03, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Kp. Sawah, Rw 10, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor Rt02/Rw03, Kel. Tegal Gundil, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor
1.Ampas kedelai 100 kg/hari 2.Air Limbah 3 m³/hari 1.Ampas kedelai 100 kg/hari 2.Air Limbah 3 m³/hari
06°.34.507' 106°.49.802'
Tahu
2.000 biji/hari
Kacang Kedelai
06°.33.688' 106°.49.700'
Tahu
2.000 biji/hari
Kacang Kedelai
06°.34.240' 106°.49.806'
Sagu
1 ton/hari
Singkong
Air limbah 2.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.34.251' 106°.49.806'
Sagu
400 kg/hari
Singkong
Air limbah 1.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.34.236' 106°.49.807'
Sagu
1 ton/hari
Singkong
Air limbah 2.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.34.245' 106°.49.808'
Sagu
400 kg/hari
Singkong
Air limbah 1.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.34.248' 106°.49.810'
Sagu
500 kg/hari
Singkong
Air limbah 1.000 liter/hari
Di buang ke sungai
06°.35.745' 106°.49.048'
Papan Gypsum
100 lembar/hari
Bubuk Gipsum
Air limbah 1 m3
Di buang ke sungai
240 kg/hari
Kacang Kedelai
1.Ampas kedelai 70 kg/hari 2.Air Limbah 2 m³/hari
Di buang ke sungai
06°.35.343' 106°.48.845'
Tempe
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
106
Mumu
Rt02/Rw11, Kel. Tegal Gundil, Kec. Bogor Utara ,Kota Bogor
06°.35.131' 106°.48.890'
36
Surahman
Rt02/Rw11, Kel. Tegal Gundil, Kec. ,Kota Bogor
06°.35.126' 106°.48.904'
37
Mumah
Rt03/Rw07, Kel. Tegal Gundil, Kec. ,Kota Bogor
38
Ruslan
39
35
Oncom
500 biji/hari
Ampas Tahu
Tempe
128 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.34.712' 106°.48.682'
Tahu
320 kg/hari
Kacang Kedelai
Rt01/Rw18, Kel. Tegal Gundil, Kec. Bogor Utara ,Kota Bogor
06°.34.688' 106°.48.686'
Tempe
2.400 kg/hari
Kacang Kedelai
Irwan
Rt01/Rw18, Kel. Tegal Gundil, Kec. Bogor Utara ,Kota Bogor
06°.34.686' 106°.48.682'
Tempe
160 kg/hari
Kacang Kedelai
40
Wawan
Rt03/Rw12, Kel. Bantar Jati, Kec. ,Kota Bogor
06°.34.467' 106°.48.326'
Tahu
80 kg/hari
Kacang Kedelai
41
Kardi
Rt03/Rw12, Kel. Bantar Jati, Kec. ,Kota Bogor
06°.34.480' 106°.48.337'
Tempe
160 kg/hari
Kacang Kedelai
42
Mulud
Rt03/Rw12, Kel. Bantar Jati, Kec. Bogor Utara ,Kota Bogor
06°.34.482' 106°.48.335'
Tempe
48 kg/hari
Kacang Kedelai
43
Darmin
Rt02/Rw12, Kel. Bantar Jati, Kec. Bogor Utara,Kota Bogor
06°.34.542' 106°.48.729'
Tempe
320 kg/hari
Kacang Kedelai
Air limbah 200 kg/hari 1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 70 kg/hari 2.Air Limbah 2 m³/hari 1.Ampas kedelai 400 kg/hari 2.Air Limbah 11 m³/hari 1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai kg/hari 2.Air Limbah m³/hari 1.Ampas kedelai 70 kg/hari 2.Air Limbah 2 m³/hari
Di buang ke sungai Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
107
44
Alhayati
Rt01/Rw10, Kel. Bantar Jati, Kec. Bogor Utara,Kota Bogor
45
Casmun
Rt03/Rw02, Kel. Babakan, Kec. Bogor Tengah, Kota Bogor
46
Fatma
47
Tomo
48
Raytina
49
Tuti
50
Min
51
Min
52
Ami
Jl. Bojong Neros, Rt01/Rw13, Kel. Paledang, Kec. Bogor Tengah, Kota Bogor Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor
1.Ampas kedelai 10 kg/hari 2.Air Limbah 0,5 m³/hari 1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari
06°.34.769' 106°.48.130'
Tahu
20 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.35.544' 106°.48.482'
Tempe
80 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.36.264' 106°.47.698'
Bakpao, Siomay
100 biji/hari, 1.000 biji/hari
Sagu
Air limbah 0,5 m³/hari
Di buang ke sungai
06°.36.996' 106°.47.687'
Oncom
800 biji/hari
Ampas Tahu
Air limbah 300 kg/hari
Di buang ke sungai
06°.36.988' 106°.47.687'
Oncom
1.500 biji/hari
Ampas Tahu
Air limbah 500 kg/hari
Di buang ke sungai
1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
06°.37.026' 106°.47.665'
Tahu
160 kg/hari
Kacang Kedelai
Di buang ke sungai
06°.37.043' 106°.47.667'
Tahu
80 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.37.046' 106°.47.669'
Oncom
700 biji/hari
Kacang Kedelai
Air limbah 300 kg/hari
Di buang ke sungai
06°.47.030' 106°.47.657'
Oncom
2.500 biji/hari
Ampas Tahu
Air limbah 800 kg/hari
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
108
Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel. Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor
06°.37.030' 106°.47.657'
Tempe
80 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.36.576' 106°.48.135'
Tempe
160 kg/hari
Kacang Kedelai
53
Adis
54
Wahyudi
55
Emad
Rt01/Rw08, Kel. Bondongan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor
06°.36.595' 106°.48.133'
Tahu
32 kg/hari
Kacang Kedelai
56
Diono
Rt03/Rw12, Kel. Gudang, Kec. Bogor Tengah, Kota Bogor
06°.36.596' 106°.48.152'
Tempe
80 kg/hari
Kacang Kedelai
57
Sujirah
Rt01/Rw01, Kel. Lawang Gintung, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor
06°.37.556' 106°.48.775'
Tempe
80 kg/hari
Kacang Kedelai
58
Noneng
Rt01/Rw05, Kel. Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor
06°.37.150' 106°.48.547'
Tahu
480 kg/hari
Kacang Kedelai
59
Mangjari
06°.37.150' 106°.48.547'
Oncom
250 kg/hari
Ampas Tahu
60
H. Nana Ruhaimi
61
Maryam
Rt01/Rw05, Kel. Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Kp. Sawah, Rt01/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor
06°.37.301' 106°.48.616'
Tahu
160 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.37.280' 106°.48.705'
Tahu
160 kg/hari
Kacang Kedelai
1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 15 kg/hari 2.Air Limbah 0,5 m³/hari 1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 100 kg/hari 2.Air Limbah 3 m³/hari Air limbah 100 kg/hari 1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1 m3/hari
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai Di buang ke sungai Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
109
62
Amah
63
Soma
64
Misbah
65
Amir
66
M. Rohim
67
Supriyadi
Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Kp. Sawah, Rt01/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Jl. Warung Bandrek, Rt01/Rw05, Kel. Bondongan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor
06°.37.261' 106°.48.682'
Tahu
80 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.37.260' 106°.48.684'
Tahu
64 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.37.261' 106°.48.681'
Tahu
80 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.37.260' 106°.48.682'
Tahu
64 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.37.280' 106°.48.706'
Tempe
80 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.36.858' 106°.48.366'
Oncom
1.000 biji/hari
Ampas Tahu
68
Hj. Jaini
Rt02/Rw14, Kel. Bondongan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor
69
Rohma
Rt02/Rw14, Kel. Bondongan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor
06°.37.089' 106°.48.526'
Tahu
240 kg/hari
Kacang Kedelai
70
Ano
Rt02/Rw14, Kel. Bondongan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor
06°.37.070' 106°.48.520'
Tahu
240 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.37.067' 106°.48.494'
Tahu
160 kg/hari
Kacang Kedelai
1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 30 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 30 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari Air limbah 400 kg/hari 1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 70 kg/hari 2.Air Limbah 2 m³/hari 1.Ampas kedelai 70 kg/hari 2.Air Limbah 2 m³/hari
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
110
1.Ampas kedelai 15 kg/hari 2.Air Limbah 0,5 m³/hari 1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari
71
Ujo
Rt03/Rw03, Kel. Pakuan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor
72
Maman
Rt03/Rw03, Kel. Pakuan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor
06°.37.819' 106°.49.232'
Tahu Pong
80 kg/hari
Kacang Kedelai
73
Nuh
Rt05/Rw09, Kel. Katulampa, Kec. Bogor Timur, Kota Bogor
06°.37.827' 106°.50.045'
Pala
3.000 biji/hari
Buah Pala
Air limbah 1 m³/hari
Di buang ke sungai
1.Ampas kedelai 25 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari
Di buang ke sungai
Air limbah 3 m³/hari
Di buang ke sungai
74
Entay
75
Eko
76
Yaya
77
Mukat
78
Mukat
Rt01/Rw09, Kel. Sindangrasa, Kec. Bogor Timur, Kota Bogor Rt03/Rw05, Kel. Harjasari, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Rt01/Rw05, Kel. Harjasari, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor Rt04/Rw02, Kel. Sindangsari, Kec. Bogor Timur, Kota Bogor Rt04/Rw02, Kel. Sindangsari, Kec. Bogor Timur, Kota Bogor
06°.37.841' 106°.49.256'
Tahu
40 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.38.123' 106°.50.324'
Tahu
80 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.38.039' 106°.50.280'
Krupuk Kulit
6-10 lembar kulit/hari
Kulit Hewan
06°.39.260' 106°.50.533'
Tahu
160 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.39.347' 106°.50.415'
Tahu
160 kg/hari
Kacang Kedelai
06°.38.905' 106°.50.870'
Tempe
240 kg/hari
Kacang Kedelai
1.Ampas kedelai kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 50 kg/hari 2.Air Limbah 1 m³/hari 1.Ampas kedelai 70 kg/hari 2.Air Limbah 2 m³/hari
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai
Di buang ke sungai