i
Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten
BAHEREM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014
Baherem NRP: P052100221
RINGKASAN BAHEREM. Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten. Dibimbing oleh SUPRIHATIN dan NASTITI SISWI INDRASTI. Sungai Cibanten merupakan salah satu potensi sumber daya alam penting yang dimiliki Kabupaten Serang maupun Kota Serang. Sungai ini berfungsi menunjang keberlanjutan pembangunan dan mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah perkotaan dan industri, terutama industri di kawasan kecamatan Bojonegara dan Pulo Ampel.Sungai Cibanten adalah sungai paling potensial untuk dikembangkan sebagai sumber air baku. Analisa debit sungai Cibanten adalah Q80 = 1200 l/detik. Potensi pencemaran di sungai Cibanten sangat tinggi.Pencemaran di sungai Cibantendisebabkan oleh tingginya potensi limbah pencemar yang masuk dari daratan,karena besarnya aktivitas dan semakin bertambahnya permukiman sepanjang sempadan sungai Cibanten, karena itu perlu diketahui berapa daya tampung beban pencemaran (TMDL) dan kapasitas asimilasi di sungai Cibanten. Penelitian ini bertujuan menganalisis lokasi sumber dan mengkuantifikasi beban pencemaran di sungai Cibanten, menganalisis nilai daya tampung beban pencemaran dilihat dari parameter BOD, COD dan TSS di aliran sungai dengan menggunakan metode Qual2Kw, menganalisis kapasitas asimilasi Sungai Cibanten, serta menyusun strategi pengelolaan lingkungan dalam memperbaiki kualitas air sungai Cibanten. Penelitian dilaksanakan di Sungai Cibanten, Kabupaten Serang-Kota Serangdari bulan Maret 2013 s/d Agustus 2013.Bulan Maret dipilih dengan asumsi mewakili musim kemarau dan bulan Agustus mewakili musim hujan. Data pemantauan sungai Cibanten diperoleh dari BPSDA Provinsi Banten, data peta RBI (peta kontur, peta penduduk, peta DAS Cibanten) terkait DAS Cibanten diperoleh dari BAPPEDA dan BPSDA Provinsi Banten. Peta Rupa Bumi ditumpang-tindih (overlay) untuk segmentasi sungai menjadi 1 ruas/reach 3 segmen dengan headwater/hulu di desa pabuaran, mengukur jarak tiap segmen dari hilir, menghitung jumlah penduduk di sepanjang sempadan sungai Cibanten, mengidentifikasi sumber pencemar baik point source maupun non point source. Sampel air diambil dari empat stasiun pada badan air sungai Cibantendiwakili stasiun pengamatan Hulu Pabuaran (hulu) – Muara Cibanten(hilir)selama 2 minggu mulai dari hulu sampai hilir. Pengukuran kualitas air dilakukan secara insitu dan analisis laboratorium. Data para pakar diperoleh dengan metode purposive sampling dengan teknik wawancara dan menggunakan kuisioner. Status kualitas air dianalisis dengan metode storet dan metode indeks pencemaran (IP) dibandingkan dengan baku mutu air kelas dua berdasarkan PP No. 82 tahun 2001. Potensi beban pencemaran non point source/nps (domestik, peternakan, lahan pertanian, sampah, rumah sakit, hotel) dianalisis dengan menggunakan faktor emisi masing-masing kegiatan. Nilai daya tampung beban pencemaran air dianalisis dengan mensimulasikan data pemantauan kualitas air sungai Cibanten dengan model Qual2KW versi 5.2. Kapasitas asimilasi dianalisis dengan
iii
menggunakan pendekatan persamaan regresi linier dengan fungsi Y menunjukkan kualitas perairan rata- rata di bagian tengah-hilir DAS Cibanten yang diukur pada jembatan Ciawi dan Kasemendari bulan Februari s/d Juli dan November 2013 sedangkan nilai X sebagai nilai baku mutu tiap parameter menurut PP 82 tahun 2001 kelas II ke persamaan fungsi Y. Data responden pakar digunakan untuk menentukan strategi pengelolaan sungai Cibanten untuk pengelolaankualitas air sungai Cibanten melalui model analytical hierarchy process (AHP). Data tersebut kemudian diolah menggunakan program Expert Choice 11 sehingga dihasilkan alternatif prioritas terpilih yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi pengelolaan sungai Cibanten untuk penyediaan air baku. Berdasarkan simulasi perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air (DTBPA) maka nilai beban pencemarBOD eksisting segmen kecamatan Pabuaran (segmen ke-1) sebesar 16829 kg/hari dengan DTBP BOD segmen ke-1 sebesar 561 kg/hari sehingga harus diturunkan sebesar 16268 kg/hari agar memenuhi baku mutu air kelas II, nilai beban pencemar BOD eksisting segmen kecamatan Serangkecamatan Cipocok Jaya (segmen ke-2) sebesar 6862 kg/hari dengan DTBP BOD segmen ke-2 sebesar 3465 kg/hari sehingga harus diturunkan sebesar 3396.38 kg/hari agar memenuhi baku mutu air kelas II, nilai beban pencemar BOD eksisting segmen ke-3 sebesar 651 kg/hari dengan DTBP BOD segmen kecamatan Kasemen(segmen ke-3) sebesar 867 kg/hari sehingga masih tersedia beban sebesar 216 kg/hari yang diperbolehkan untuk dibuang ke sungai Cibanten. Demikian juga total beban pencemaran eksisting COD sebesar 33804.74 kg/hari sedangkan total daya tampung beban pencemaran COD sebesar 14675 kg/hari. Sungai utama harus melakukan penurunan beban COD sebesar 19128.96 kg/hari. Total beban pencemaran TSS eksisting sebesar 78571.20kg/hari sedangkan daya tampung beban pencemaran TSS sebesar 14675 kg/hari. Sungai utama masih dapat menerima total beban TSS sebesar -2825.28 kg/hari. Nilai kapasitas asimilasi masing-masing parameter yang dihitung adalah TSS 86.89 ton/bulan, BOD 2.922 ton/bulan, COD 13.29 ton/bulan, E-coli 15103.80 ton/bulan maka beban pencemaran TSS, BOD, COD, E-coli melebihi kapasitas asimilasi. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis kapasitas asimilasi parameter BOD, COD, TSS, E-coli maka sungai Cibanten dalam kondisi tercemar. Sungai Cibanten dapat dikelola dengan tujuh alternatif strategi yaitu Pengawasan dan pemantauan ( 0.202 ), Menata Ulang Fungsi Tata Ruang (0.198 ), Penegakkan hukum (0.195), Koordinasi dan sinergi stakeholder (0.144), Sosialisasi dan penyuluhan (0.119), Penetapan daya tampung beban pencema ran (0.077) dan IPAL komunal (0.068). Kata kunci: Sungai Cibanten, daya tampung beban pencemaran, storet, indeks pencemaran, Qual2KW, kapasitas asimilasi, analytical hierarchy process (AHP)
SUMMARY BAHEREM. Strategy for River Management based on Total Maximum Daily Loads and Assimilation Capacity – Case Study of Cibanten River, Banten Province. Supervised by SUPRIHATIN and NASTITI SISWI INDRASTI. Cibanten River is one of the important natural resources located in Serang. The river serves to support sustainable development and to support economic growth in the urban and industrial areas, particularly in the area of industrial districts Pulo Ampel and Bojonegara. Cibanten River is the most potential river to be improved as a source of raw water. Analysis of streamflow Cibanten is Q80 = 1200 l / sec. Potential pollution in the river is very high. Pollution in the river is caused by the pollutants that enter the waste of land, because of the activity and the increasing Cibanten settlements along the river banks, it is necessary to know how total maximum daily load (TMDL) and the assimilation capacity of the River Cibanten. This study aims to analyze the location of the source and quantify the pollution load in the Cibanten river, analyzing the value of visible total maximum daily loads of BOD, COD and TSS in streams using Qual2Kw models, analyzing Cibanten river assimilation capacity, and to develop strategies for improving the quality of water environmental management Cibanten river. The research was conducted in the Cibanten river, Serang regency and Serang city from March to August 2013. March selected under the assumption representing the dry season and the rainy season in August represents. Cibanten river monitoring data obtained from BPSDA Banten province, RBI map data (contour maps, population maps, maps Cibanten DAS) DAS related Cibanten obtained from BAPPEDA Banten Province. RBI maps (overlay) to be one vertebra segmentation river/reach 3 segments with headwater/upstream in the Pabuaran village, measured the distance of each segment from downstream, counting the number of residents along the banks Cibanten river, identifying pollutant sources both point source and non-point the source. Water samples were taken from four stations the water bodies represented Cibanten river on Pabuaran observation stations upstream - Cibanten Estuary (downstream) for two weeks starting from upstream to downstream. Water quality measurements performed insitu and laboratory analysis. The data obtained by the experts with the purposive sampling method using a questionnaire and interview techniques. Status of water quality was analyzed by the storet method and pollution index method compared to second-class water quality standards based on the PP. 82 of 2001. Potential non-point source pollution load/NPS(domestic, farm, farmland, garbage, hospitals, hotels) were analyzed using the emission factor of each activity. Value of the total maximum daily loads was analyzed with water quality monitoring data of Cibanten river simulated with Qual2KW model. Assimilation capacity were analyzed using linear regression approach to the function of Y shows the average water quality in the middle - the Cibanten watershed downstream of the Ciawi bridge measured and Kasemen from February to July and November 2013 while the value of X as the value of each quality standard parameters according to Regulation 82 of 2001 grade II to function equation Y.
v
The data of respondents expert is used to determine management strategies Cibanten river to management water quality Cibanten river through analytical hierarchy process (AHP) models. Then the data is processed using Expert Choice program 11 was chosen so that the resulting alternative priorities that can be used as recommendations for the management of Cibanten River supply raw water. Based on a simulation of total maximum daily load (TMDL) then the polluter BOD load of the existing Districts Pabuaran segment (segment 1) of 16 829 kg / day with TMDLof BOD segment amounted to 561 kg/day and should be reduced by 16268 kg / day in order to meet the water quality standard Class II, polluter value of BOD load existing segment kecamatan Cipocok jaya- Serang (second segment) is 6862 kg/day with total maximum daily load BOD second segment of 3465 kg/day and should be reduced by 3396.38 kg/day in order to meet the water quality standard Class II, BOD value of existing pollutant loads to the third segment of 651 kg/day with TMDL of BOD kecamatan Kasemen segment (segment 3) of 867 kg/day so it is still available load of 216 kg/day were allowed to dumped into the Cibanten river. Similarly, the total pollution load of the existing COD is 33804.74 kg/day while the total maximum daily load of 14675 kg COD / day. The main rivers should be doing a load drop of 19128.96 kg COD/dayexisting TSS total pollution load of 78571.20 kg / day while the TSS pollution load capacity of 14675 kg / day. The main rivers are still able to receive a total load of -2825.28 TSS kg /day. Result of calculated assimilation capacity of each parameter is TSS 86.89 tons/month, BOD 2.922 tons/month, COD 13.29 tons/month, E. coli 15103.80 tons/month of the pollution load of TSS, BOD, COD, E. coli exceeds the assimilation capacity. Based on the calculation and analysis of the assimilation capacity of parameter BOD, COD, TSS, E-coli so that Cibanten river in polluted conditions. Cibanten river can be managed with seven alternative strategies, namely supervision and monitoring (0.202), reorganizing spatial functions (0.198), law enforcement (0.195), coordination and synergies of stakeholders (0.144), socialization and counseling (0119), determination of total maximum daily load pollution (0.077) and communal sewage treatment plant (0.068). Keywords: Cibanten river, total maximum daily load , storet, pollution index, Qual2KW, assimilation capacity, analytical hierarchy process (AHP)
i
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten
BAHEREM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Etty Riani
iii
Judul Tesis : Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten. Nama : Baherem NIM : P052100221
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.Suprihatin Ketua
Prof.Dr.Ir Nastiti Siswi Indrasti Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir.Cecep Kusmana, MS
Dr.Ir.Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:15 Juli 2014 (tanggal pelaksanaan ujian tesis)
Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)
v
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai dengan Agustus 2013 ini ialah pencemaran air sungai, dengan judul Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof.Dr.Ir.Suprihatin selaku Ketua komisi pembimbing dan Prof.Dr.Ir.Nastiti Siswi Indrasti selaku anggota komisi pembimbing atas semua saran yang diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Etty Riani selaku dosen penguji tesis atas saran yang diberikan bagi perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Budi Kurniawan,D.Eng yang telah memberi banyak saran.Ibundaku Hj.Bahariyah dan istriku Nevy Rinda Nugraini yang selalu memberi dukungan serta para pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini, KLH Kota Serang, BPLH Kabupaten Serang, BPSDA Provinsi Banten, BLHD Provinsi Banten. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada teman-teman PSL angkatan 2010, serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas dukungannya dalam masa penyelesaian studi penulis. Penghargaan setinggitingginya penulis sampaikan kepada Ibunda dan Istri tercinta atas perhatian, kasih sayang, dan doanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2014
Baherem
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang Perumusan Masalah Kerangka Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Model Kualitas Air Sumber dan Komposisi Air Limbah Swa Pentahiran ( Self purification ) Dalam Badan Air Kapasitas Asimilasi Daya Tampung Beban Pencemaran Air Analytical Hierarchy Process (AHP) 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Analisis Data 4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Kondisi Geofisik DAS Cibanten Topografi dan Bentuk wilayah Sosial dan Ekonomi Penggunaan Lahan ( Land Use ) Hidrologi Inventarisasi dan identifikasi Sumber Pencemar di Kota Serang 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Kualitas Air Sungai Cibanten Penentuan Status Mutu Air Kontribusi Sumber Pencemar di DAS Cibanten Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran DAS Cibanten Kapasitas Asimilasi Sungai Cibanten
1 2 3 4 5 5 5 5 6 7 9 11 12 13 13 14 14 15 15 16 16 18 20 21 22 26 26 37 39 47 55
vii
Penyusunan Strategi Pengelolaan Sungai Cibanten 6 SIMPULAN DAN SARAN
59 71
Simpulan Saran
71 72
DAFTAR PUSTAKA
72
RIWAYAT HIDUP
77
DAFTAR TABEL Kondisi keseimbangan DO dalam air ................................................................. 8 Hubungan kecepatan aliran air dengan penyerapan oksigen oleh air ................ 9 Luas wilayah berdasarkan kelas kemiringan .................................................... 16 Luas dan jenis tanah DAS Cibanten ................................................................. 17 Luas berdasarkan kedalaman Tanah ................................................................. 17 Data temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin, penyinaran matahari ............................................................................................................ 18 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di kecamatan pada DAS Cibanten .......................................................................................... 19 Komposisi tingkat pendidikan masyarakat ....................................................... 19 Luas wilayah berdasarkan penggunaan lahan ................................................... 20 Anak sungai Cibanten ....................................................................................... 22 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di kecamatan pada DAS Cibanten .......................................................................................... 23 Jumlah hewan ternak dari kegiatan peternakan di kab/kota Serang ................. 24 Pelayanan rumah sakit di kota Serang ............................................................ 25 Beban pencemar dari kegiatan pariwisata dan perhotelan di kota Serang ...... 25 Data pengamatan kualitas air sungai Cibanten ................................................. 27 Potensi beban cemar penduduk/domestik ......................................................... 40 Potensi beban cemar peternakan ....................................................................... 41 Potensi beban cemar lahan pertanian di DAS Cibanten ................................... 41 Potensi Beban Pencemaran Hotel ..................................................................... 43 Potensi beban pencemaran rumah sakit ............................................................ 44 Data persampahan kota Serang tahun 2010 .................................................... 44 Kontribusi pencemar pada non point source..................................................... 45 Skenario simulasi model Qual2Kw .................................................................. 48 Profil segmentasi sungai utama Cibanten .................................................... 49 Rekapitulasi beban pencemar BOD eksisting dan daya tampung beban pencemar BOD setiap segmen .......................................................................... 51 Rekapitulasi beban pencemar COD dan daya tampung beban pencemar COD setiap segmen .......................................................................................... 53 Rekapitulasi beban pencemar TSS dan daya tampung beban pencemar TSS setiap segmen ............................................................................................ 54 Fungsi hubungan beban pencemaran sungai dan kualitas sungai bagian tengah dan hilir ................................................................................................. 55
ix
DAFTAR GAMBAR
Bagan alir kerangka penelitian ........................................................................... 4 Peta DAS Cibanten Provinsi Banten ................................................................ 14 Peta lokasi penelitian di Sungai Cibanten ........................................................ 14 Grafik analisa kualitas air parameter TSS Sungai Cibanten dari hulu sampai hilir (Januari- Desember 2013) ...................................................... 27 Grafik analisa kualitas air parameter pH sungai Cibanten dari hulu sampai hilir (Januari- Desember 2013) ..................................................... 28 Grafik analisa kualitas air parameter COD pada Sungai Cibanten pada pemantauan Januari s/d Desember 2013 ................................................. 29 Grafik analisa kualitas air parameter COD di Sungai Cibanten pada pengamatan langsung bulan Juli 2013....................................................... 30 Grafik analisa kualitas air parameter BOD sungai Cibanten hasil pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013 ........................ 30 Parameter BOD hasil pengamatan langsung pada lokasi penelitian pada bulan juli ..................................................................................................... 31 Grafik analisa kualitas air parameter DO sungai Cibanten hasil pemantauan BPSDA periode Januari – Desember 2013 ............................ 31 Grafik analisa kualitas air parameter Nitrat sungai Cibanten hasil pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013 ......................... 32 Grafik analisa kualitas air parameter Nitrit sungai Cibanten Hasil Pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013 ......................... 33 Grafik analisa kualitas air parameter Total Nitrogen sungai Cibanten hasil pengamatan langsung bulan Juli 2013 ............................................. 33 Grafik analisa kualitas air parameter Fosfat sungai Cibanten hasil pemantauan BPSDA periode Januari – Desember 2013 ............................ 35 Grafik analisa kualitas air E-coli pada sungai Cibanten dari hulu sampai hilir dari Januari s/d Desember 2013 .......................................... 36 Grafik analisa kualitas air Total-coli pada sungai Cibanten dari hulu sampai hilir dari Januari s/d Desember 2013 .......................................... 37 Grafik Status mutu air sungai Cibanten dari hulu sampai hilir pada bulan Januari s/d Desember 2013 dengan metode storet ........................... 37 Grafik Status mutu air sungai Cibanten) dari hulu sampai hilir (Juli 2013) dengan metode Indeks Pencemaran (IP ) ......................................... 38 Potensi BOD total beban pencemaran air limbah ........................................ 46 Potensi COD total beban pencemaran air limbah .......................................... 46 Potensi TSS total beban pencemaran air limbah ........................................ 47 Peta segmentasi sungai utama DAS Cibanten .................................................. 48 Konsentrasi BOD hasil simulasi skenario I ...................................................... 50 Konsentrasi BOD hasil simulasi skenario II .................................................... 50 Konsentrasi COD hasil simulasi skenario I ...................................................... 52 Konsentrasi COD hasil simulasi skenario II .................................................... 52 Konsentrasi TSS hasil simulasi skenario I ..................................................... 53
Konsentrasi TSS hasil simulasi skenario II .................................................... 54 Analisis regresi antara beban pencemar TSS dengan konsentrasi TSS Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan November 2013 ........................................................... 56 Analisis regresi antara beban pencemar BOD dengan konsentrasi BOD di hilir Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan November 2013 ........................................................... 57 Analisis regresi antara beban pencemar COD dengan konsentrasi COD di hilir Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan November 2013 ........................................................... 57 Analisis regresi antara beban pencemar E.coli dengan konsentrasi E. coli di Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan November 2013 ........................................................... 58 Hasil pembobotan faktor Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten ............................................................. 60 Hierarki pengambilan keputusan Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten beserta hasil bobot ................................................................................................... 60 Hasil pembobotan aktor Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten. ............................................................ 62 Hasil pembobotan subtujuan Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten .................................................. 65 Hasil pembobotan alternatif Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten. ................................................. 66
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran yang terjadi di sungai, merupakan masalah penting yang perlu memperoleh perhatian dari berbagai pihak.Hal ini disebabkan beragamnya sumber bahan pencemar yang masuk dan terakumulasi di sungai. Sumber-sumber bahan pencemar tersebut antara lain berasal dari kegiatan produktif dan non-produktif di upland (lahan atas), dari permukiman dan dari kegiatan yang berlangsung di badan perairan sungai itu sendiri, dan sebagainya. Meningkatnya beban pencemaran yang masuk ke perairan sungai juga disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang berdomisili di sekitar sungai. Umumnya masyarakat sekitar sungai membuang limbah domestik, baik limbah cair maupun limbah padatnya langsung ke perairan sungai. Hal ini akan memberikan tekanan terhadap ekosistem perairan sungai. Guo et al.(2001) menyebutkan degradasi lingkungan perairan sungai dan danau sangat dipengaruhi oleh subsistem populasi penduduk, subsistem sumberdaya air, subsistem industri, subsistem polusi (pencemaran), subsistem kualitas air, subsistem pariwisata dan subsistem pertanian. Karakteristik air limbah domestik bervariasi dari waktu ke waktu, dari kota ke kota, dari negara ke negara lainnya, bergantung pada struktur komunitas, kebiasaan hidup masyarakat, jenis aktivitas, tingkat ekonomi, dan kesadaran lingkungan (Suprihatin dan Suparno 2013). Keadaan memenuhi kebutuhan air baku, kabupaten Serang maupun kota Serang memiliki beberapa sumber air permukaan yang relatif cukup besar, sungai Cidurian dan Ciujung di belahan Timur, sungai Cibanten di pusat kota dan sungai Cidanau di belahan Barat Kabupaten Serang. Sungai Cibanten sebagai salah satu potensi sumber daya alam penting yang dimiliki Kabupaten Serang maupun Kota Serang, dalam menunjang keberlanjutan pembangunan dan mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah perkotaan dan industri, terutama industri di kawasan kecamatan Bojonegara dan Pulo Ampel, wilayah yang juga merupakan lokasi rencana pembangunan pelabuhan Bojonegara. Berdasarkan hasil studi Kogas Driyap Konsultan tahun 2000 berjudul “Technical Assitance Services To PDAM Kabupaten Serang” diperoleh kesimpulan bahwa Sungai Cibanten adalah sungai paling potensial untuk dikembangkan sebagai sumber air baku. Analisa debit andalan yang dilakukan Konsultan Kogas menunjukan bahwa debit andalan sungai Cibanten untuk Q80 = 1200 l/detik. Akan tetapi dengan melihat kondisi DAS Cibanten yang terus terdegradasi dan debit sungai Cibanten saat ini yang memiliki kecenderungan menurun, maka sungai Cibanten sulit untuk dijadikan modal dasar pembangunan, untuk mendukung pertumbuhan kota Serang sebagai pusat pemerintahan Provinsi Banten dan kawasan industri Bojonegara. Diperlukan upaya rehabilitasi, normalisasi dan penataan kawasan DAS Cibanten secara terpadu, agar debit sungai Cibanten bisa meningkat dan mencukupi kebutuhan air baku yang diprediksi akan meningkat 5 – 10 kali lipat dari kebutuhan air baku saat ini. Degradasi sungai Cibanten merupakan dampak dari semakin cepatnya
2
pertumbuhan penduduk yang menjadi beban tersendiri bagi lahan Das di luar perkotaan. Beban ini mulai dari hulu sampai ke hilir, lahan dieksploitisir dengan berlebihan dan dengan cara yang tidak mengindahkan aspek pelestarian lingkungan. Debit puncak sungai Cibanten pada musim penghujan mencapai puncak 26.74 m3/detik, sedangkan debit terendah pada musim kemarau mencapai puncak 9.73 m3/detik (Balai Pengelolaan Sumber Daya Air 2003). Berdasarkan dari berbagai sungai yang ada, sungai Cibanten dianggap potensial untuk dipergunakan sebagai sumber air baku kebutuhan untuk kebutuhan domestik, perkotaan, irigasi, industri, aktivitas kepelabuhanan, pariwisata dan penggelontoran kota. Dalam review RTRW Kabupaten Serang tahun 2000-2010, disebutkan bahwa pemakaian air dari saluran irigasi pada tahun 2020 diperkirakan 3717 liter/detik. Dari rencana pemenuhan kebutuhan tersebut sungai Cibanten hanya mampu menyediakan debit sebesar 1385 liter/detik. Sisanya berasal dari bendungan Cidanau maupun bendungan Ciwaka. Hal ini belum mengestimasi untuk pemenuhan kebutuhan pariwisata maupun penggelontoran kota. Untuk penggelontoran kota dibutuhkan paling sedikit 2 m3/detik berdasarkan hasil analisa Dinas PU Cabang Irigasi Kabupaten Serang. Sampai saat ini perhitungan kebutuhan penggelontoran kota ini belum ada, hal ini dikarenakan diperlukan kajian khusus, meliputi kondisi topografi, sedimentasi, cemaran dari aktifitas perkotaan, luas perkotaan serta parameter lainnya. Namun demikian, walaupun penggelontoran belum ada perhitungan/kajian khusus, kebutuhan untuk penggelontoran kota tetap diperlukan. Penggelontoran diperlukan terutama saat musim kemarau, saat aliran sungai di perkotaan mengecil, sementara limbah yang masuk ke sungai telah melarut maupun mengendap atau terakumulasi. Dalam rangka mengantisipasi pengembangan dimasa mendatang dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan kebutuhan air bersih maka perlu dilakukan perhitungan daya tampung beban pencemaran air DAS Cibanten guna membuat rencana pengembangan daerah, pengelolaan dan upaya-upaya untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya air yang tersedia sehingga dapat lestari dan berkesinambungan. Potensi pencemaran di sungai Cibanten diperkirakan tinggi, tingginya tingkat pencemaran di Cibanten disebabkan oleh tingginya potensi limbah pencemar yang masuk dari daratan melalui Sungai Cibanten yang akan menambah beban pencemaran dari tahun ke tahun. Mengingat besarnya aktivitas dan semakin bertambahnya permukiman sepanjang sempadan sungai Cibanten, maka perlu diketahui berapa Daya Tampung Beban Pencemaran (TMDL) dan Kapasitas Asimilasi di sungai Cibanten. Perumusan Masalah DAS Cibanten dengan luas 202 km2dan panjang sungai 43.88 km merupakan salah satu sungai yang sangat penting bagi Provinsi Banten karena merupakan penyedia air untuk: irigasi, domestik, penyedia air baku industri aktivitas kepelabuhanan, pariwisata maupun penggelontoran kota.Sungai Cibanten seperti halnya sungai-sungai di Indonesia pada umumnya juga mengalami masalah yang hampir sama yaitu masalah pencemaran perairan, penurunan kualitas perairan, penurunan debit air, erosi, sedimentasi sungai. Apabila tidak ada usaha-usaha pencegahan dan pengendalian dikhawatirkan pencemaran dan sedimentasi akan terus-menerus berlangsung, yang selanjutnya
3
akan berpengaruh pada menurunnya nilai atau fungsi dari sungai serta berdampak pada kelangsungan fungsi sungai. Beberapa aktivitas yang diperkirakan mencemari sungai Cibanten adalah limbah rumah sakit/klinik medis dan non medis, sampah organik, limbah domestik dari permukiman, limbah pestisida dari pertanian, limbah industri. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya pengendalian sumber pencemaran yang masuk ke perairan sungai melalui pendekatan sistem dan kebijakan yang dapat diterima oleh berbagai pihak. Limbah cair maupun limbah padat yang dibuang ke sungai Cibanten dapat menyebabkan pencemaran air pada saat yang sama debit berkurang maka dapat melampaui daya tampung beban pencemaran sungai Cibanten. Berdasarkan literatur maupun kearsipan dokumen di Provinsi Banten sampai tahun 2010 daya tampung beban pencemaran sungai Cibanten belum diketahui bahkan belum pernah dilakukan penelitian secara khusus. Dari identifikasi tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah : 1. Berapakah daya tampung beban pencemaran sungai Cibanten? 2. Bagaimana kondisi kapasitas asimilasi sungai Cibanten? 3. Bagaimana status mutu air sungai Cibanten? 4. Bagaimana strategi penyusunan pengelolaan sungai Cibanten di Provinsi Banten? Kerangka Penelitian Secara alamiah sungai mempunyai kemampuan untuk memulihkan diri dalam batas-batas tertentu. Kemampuan pemulihan diri setiap sungai tidak sama yang bergantung pada karakteristik sungainya masing-masing, seperti derasnya aliran, besarnya debit dan kadar limbah awal yang terkandung dalam air sungai. Kemampuan pemulihan diri pada akhirnya akan menentukan daya tampung dan daya dukung dari sungai. Dengan adanya pembuangan beban limbah yang dihasilkan dari setiap kegiatan ke sungai, maka kondisi sungai akibat pembuangan beban akan diperbaiki kembali oleh kemampuan pemulihan diri sungai. Jika beban limbah yang masuk ke sungai melebihi daya tampung sungai dalam hal ini pembuangan dengan beban yang besar, kontinu dan pada jarak yang berdekatan dan selanjutnya kurang didukung oleh fisik dan hidrologi sungai serta kondisi iklim yang sesuai maka akan menurunkan daya dukung sungai tersebut dan pada akhirnya akan menurunkan kemampuan pemulihan diri sungai yang yang berdampak pada penurunan kualitas air sungai. Pencegahan penurunan kualitas sungai harus dilakukan melalui pengelolaan sungai yang baik. Pengelolaan sungai dimulai dari penentuan beban dan kualitas limbah potensial yang masuk ke dalam sungai dan penentuan titik kritis atau titik pada sungai yang memiliki kualitas air yang paling rendah. Kedua hal ini yang akan menjadi salah satu dasar untuk mengetahui daya tampung dan daya dukung sungai yang kemudian menjadi dasar untuk melakukan pengelolaan sumber daya air sungai sehingga perbaikan kondisi sungai dapat terwujud.Gambaran tentang kualitas air sungai Cibanten dapat diketahui dengan melakukan suatu pengamatan terperinci yang berkaitan dengan keadaan, kondisi lingkungan sekitar daerah aliran sungai Cibanten serta mengumpulkan data sekunder dan data primer hasil analisis parameter fisik, kimia dan biologi, kemudian dibandingkan dengan baku mutu air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. Hasil analisis ini nantinya akan menggambarkan apakah telah terjadi
4
penurunan kualitas air atau tidak. Sedangkan pengaturan jumlah beban pencemar yang boleh dibuang ke sungai didasarkan atas kajian ilmiah tentang daya tampung beban pencemaran pada sungai dimaksud. Hal ini dilakukan bahwa bahan pencemar yang dibuang ke sungai tidak melampaui kemampuan air sungai untuk membersihkan sendiri. Perairan sungai dikatakan tercemar apabila beban pencemar lebih besar dari kapasitas asimilasinya yang ditandai dengan tingginya konsentrasi bahan pencemar dibandingkan dengan konsentrasi ambang batas baku mutu yang berlaku. Dalam studi ini nilai kapasitas asimilasi diasumsikan merupakan fungsi dari kualitas air dan beban limbah. Kerangka penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Aktivitas kegiatan dan masyarakat di sekitar sungai Cibanten
Data Hidrologi Data Klimatologi Data Peta Dasar Data Demografi Data Morfologi Topografi
Identifikasi &Inventarisasi Sumber Pencemar
Identifikasi karakteristik sumber pencemar tertentu (Point source) & Tak tentu (Non Point source)
Identifikasi Jenis bahan pencemar & Beban ( debit &konsentrasi)
Mengkuantifikasi Jumlah Beban Pencemar Saat ini
Penentuan status mutu air dengan metode Storet
Penentuan Kapasitas Asimilasi
Penentuan Daya Tampung beban pencemaran Model simulasi QUAL2KW
Berdasarkan status kualitas Air sungai Cibanten kelas 2 (PP No.82 tahun 2001)
Penyusunan Strategi Kebijakan Pengelolaan air . .
Analisis
AHP
Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Air
Gambar 1 Bagan alir kerangka penelitian Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1.Menganalisis lokasi sumber dan mengkuantifikasi beban pencemaran di sungai Cibanten. 2.Menganalisis nilai daya tampung beban pencemaran BOD, COD dan TSS di aliran sungai (sepanjang sungai utama di daerah penelitian dengan menggunakan metode Qual2Kw). 3.Menganalisis kapasitas asimilasi Sungai Cibanten. 4.Menyusun strategi pengelolaan lingkungan dalam memperbaiki kualitas air sungai Cibanten.
5
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya mengenai sungai Cibanten. 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Provinsi Banten untuk menerapkan berbagai pilihan kebijakan untuk menurunkan beban pencemaran beserta dampaknya terhadap sungai Cibanten. 3. Mendapatkan informasi jumlah beban pencemaran yang harus dikurangi dari masing-masing sumber pencemar serta penerapan upaya lainnya agar mutu air sasaran sungai Cibanten. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pada penelitian terbatas pada menentukanstatus mutu air dengan metode storet dan indeks pencemaran (IP), potensi beban pencemaran DAS Cibanten, kapasitas asimilasi dan daya tampung Beban Pencemaran (DTBPA) Sungai Cibanten berdasarkan parameter BOD, COD, TSS sepanjang sungai Cibanten dengan metode Qual2KW. Dalam metode ini yaitu hasil perhitungan cemaran sungai dibandingkan dengan kelas sungai berdasarkan lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Dari simulasi ini dapat diperoleh daya tampung beban cemaran untuk masing-masing kelas. Kemudian untuk penyusunan strategi pengelolaan sungai Cibanten melalui pendekatan proses hirarki analitis (AHP) yang bertujuan untuk memberi rekomendasi dan saran tindaklanjut.
2 TINJAUAN PUSTAKA Model Kualitas Air Perhitungan DTBP sungai merupakan proses sangat komplek dan rumit karena merupakan dampak dari interaksi antara zat pencemar dengan hidromorfologi sungai yang keduanya memiliki karakteristik dan perilaku yang belum dipahami sepenuhnya. DTBP ditentukan oleh hubungan antara beban pencemar dengan kondisi kualitas air untuk memprediksi DTBP tersebut diperlukan model yang merupakan alat (tool) yang mampu menirukan proses tersebut walaupun tentunya dengan menggunakan penyederhaan dan asumsi-asumsi. Pemodelan lingkungan bermanfaat untuk memahami secara lebih baik polutan di lingkungan dan peran manusia dalam siklus polutan tersebut. Model adalah representasi suatu sistem yang komplek yang disederhanakan. Pemodelan dimaksudkan untuk menggantikan kondisi nyata sehingga memungkinkan untuk mengukur dan bereksperimen dengan cara yang mudah dan murah ketika eksperimen yang di laboratorium tidak mungkin dilakukan, terlalu mahal, atau membutuhkan waktu yang lama. Pemodelan merupakan salah satu cara yang paling baik dalam pengorganisasian dan sintesis data lapangan yang juga bisa digunakan untuk membantu analisis secara kuantitatif. Dewasa ini pemodelan sering digunakan para peneliti sebagai alat (tool) dalam memahami proses yang terjadi dan menemukan faktor yang berpengaruh
6
terhadap suatu sistem. Sementara itu para praktisi menggunakan model untuk membantu dalam manajemen dan pengambilan keputusan. Dalam hal ini biasanya pemodelan berperan sebagai alat untuk mengoptimalkan fungsi data dan informasi untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan karakteristiknya, model yang terkait dengan pengelolaan dan perlindungan sumberdaya air yang dikembangkan US-EPA terbagi menjadi dua kategori, yaitu : 1. Receiving Water Model atau Stream Model: Dynamic One-Dimensional Model of Hydrodynamics and Water Quality (EPDRiv1) Stream Water Quality Model (QUAL2K) A Two-Dimensional,Laterally Averaged, Hydrodynamicand Water Quality Model (CE-QUAL-W2) Conservational Channel Evolution and Pollutant Transport System (CONCEPTS) Environmental Fluid Dynamics Code (EFDC) Water Quality Analysis Simulation Program (WASP) AQUATOX 2. Watershed Models: Watershed Assessment Model (WAMView) Storm Water Management Model (SWMM) Hidrologycal Simulation Program Fotran (HSPF) Loading Simulation Program in C++ (LSPC) Basin SWAT Pemodelan kualitas air dapat diterapkan untuk perhitungan DTBP di sumber air yaitu; sungai, danau atau waduk serta muara sungai (estuari). Streams model misalnya memodelkan persebaran dan perubahan fisik, kimia dan biologi (fate) zat pencemar di sungai dengan memasukan faktor kondisi iklim lokal, kondisi hidrolik dari badan sungai (kedalaman, lebar, gradien dan material penyusun dasar sungai), sifat dan perilaku zat pencemar. Selain itu pengambilan air sungai (abstraction) serta interaksi antara sungai dengan airtanah berupa aliran dasar (baseflow) biasanya diintegrasikan dalam model. Sumber dan Komposisi Air Limbah Djabu et al.(1991) menyebutkan bahwa sumber air limbah pada dasarnya berasal dari domestik, industri dan rembesan. Sumber domestik meliputi air limbah yang berasal dari daerah perumahan, permukiman, perdagangan, perkantoran dan fasilitas rekreasi. Menurut Asdak (2002) sumber pencemaran dapat dikelompokkan menjadi point source dan nonpoint source. Point source adalah tempat-tempat yang menjadi sumber pencemaran yang diketahui secara pasti, misalnya : limbah yang berasal dari pabrik kimia. Nonpoint source adalah pencemaran yang berasal dari area luas seperti pertanian , perdesaan atau permukiman yang tidak tersedia sistem riool secara khusus. Menurut Davis dan Cornwell (1991), sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan sebagai: (1) point
7
source discharges (sumber titik) dan (2) non point source (sumber menyebar). Sumber titik atau sumber pencemaran yang dapat diketahui secara pasti dapat merupakan suatu lokasi tertentu seperti dari air buangan industri maupun domestik serta saluran drainase.Pencemar bersifat lokal dan efek yang diakibatkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air. Sedangkan sumber pencemar yang berasal dari sumber menyebar berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui run off (limpasan) dari permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, atau limpasan dari daerah permukiman dan perkotaan. Apabila tidak tersedia data tentang kapasitas air limbah domestik, maka untuk keperluan perencanaan diperkirakan 150 – 380 liter/orang/hari (Metcalf dan Eddy 1979). Menurut Tchobanoglus (Linsley dan Franzini 1995) volume air limbah juga dapat diperkirakan dari total penggunaan air bersih yakni berkisar antara 60 – 75% volume air bersih. Jumlah pemakaian air bersih minimal untuk keperluan rumah tangga diperkirakan 100 liter/ orang/ hari (Irianto dan Waluyo, 2004). Komposisi air limbah domestik terdiri dari air dan pertikel padat terlarut berupa zat organik (protein, karbohidrat dan lemak) dan zat anorganik, 70% partikel terlarut merupakan bahan organik. Menurut Djabu et al.(1991) zat organik adalah suatu senyawa yang tersusun dari senyawa atau kombinasi Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O) bersama dengan Nitrogen (N). Dalam beberapa kasus elemen yang penting seperti Sulfur, Phospor, Iron dan lain-lain juga ada zat organik dalam air atau air limbah dalam bentuk protein, karbohidrat, minyak dan lemak. Zat lain yang ada dalam air limbah padat berupa garam, mineral renik, pestisida dan logam. Menurut Linsley dan Franzini (1995) keberadaan bahan organik dalam air diketahui menggunakan parameter BOD (Biological Oxygen Demand = Kebutuhan oksigen untuk oksidasi biologis), COD (Chemical Oxygen Demand = Kebutuhan oksigen untuk oksidasi kimiawi), TOC (Total Organik Carbon = Karbon organik total), ThOD (Theoritical Oxygen Demand = kebutuhan oksigen tioritis). Sanropie et al.(1984) mengatakan bahwa kehadiran zat organik dalam air dapat ditentukan dengan mengukur angka Permanganat (KMnO4)=Kalium Permanganat). Konsentrasi zat organik (BOD) dan (COD) dalam air sesuai dengan kelas dan peruntukan badan air. Swa Pentahiran ( Self purification ) Dalam Badan Air Air limbah baik yang diolah ataupun yang tidak diolah apabila masuk ke badan air akan mengalami tekanan oleh ekosistem air. Tekanan tersebut berupa pengurangan atau penghilangan bahan pencemar oleh berbagai proses yang ada dalam air. Proses ini meliputi pengenceran secara fisik, penyebaran dan pengendapan, reaksi kimia, adsorbsi, penguraian secara biologis dan stabilisasi. Proses-proses tersebut pada dasarnya merupakan sifat alalmiah air yang memiliki kemampuan untuk membersihkan atau menghancurkan berbagai kontaminan dan pencemar yang dibawa air limbah. Kemampuan air untuk membersihkan diri secara alamiah darai berbagai kontaminan dan pencemar dikenal sebagai swa pentahiran (Imholf 1979). Perbedaanya, pada kondisi aerob air kelihatan bersih, tidak berbau, hewan dan tumbuhan air dapat hidup normal.Sebaliknya pada kondisi anaerob air tampak hitam dan kotor, berbau busuk, hewan dan tumbuhan air mati. Hal seperti ini
8
dapat menimbulkan gangguan, dan jga proses anaerob lebih lambat disbanding aerob. Pada umumnya proses anaerob yang terjadi pada badan air tidak dapat diterima oleh msyarakat, sehingga pengertian swa pentahiran hanya digunakan untuk proses penguraian bahan pencemar dalam kondisi aerob (Fair 1956). Bahan pencemar organik dalam air atau air limbah akan diuraikan oleh jasadrenik menjadi Karbondioksida (CO2), Amoniak (NH3) dan sel baru. Bakteri juga perlu respirasi dan melakukan sintesa untuk kelangsungan hidupnya. Pada reaksi respirasi berlangsung proses oksidasi dimana 1 unit biomasa yang dioksidasi membutuhkan 1.42 unit O2 ( Binefild & Randal 1980). Plankton yang ada pada badan air diyakini sangat berperan dalam proses swa pentahiran. (Imholf 1979) mengemukakan bahwa plankton berperan menaikkan kadar oksigen terlarut dalam air, kapasitas swa pentahiran akan meningkat apabila terjadi pertumbuhan plankton yang melimpah. Tabel 1 Kondisi keseimbangan DO dalam air No Temperatur ( oC) Konsentrasi oksigen terlarut (mg/l) 1 0 14,5 2 5 12,7 3 10 11,3 4 15 10,1 5 20 9,2 6 25 8,4 7 30 7,7 8 40 6,8 Sumber :Linsley dan Franzini (1995). Keseimbangan oksigen terlarut juga dapat berpengaruh pada biota dalam air. Organisme tingkat tinggi pada badan air selalu membutuhkan terpeliharanya kondisi aerob. Ikan dan biota air lainnya hanya dapat hidup pada kondisi kadar oksigen terlarut (DO = oxygen demand) dalam air diatas 3-4 mg/l. Agar kadar DO dapat terus terjaga diatas 3-4 mg/l. Seringkali diperlukan aerasi buatan, terutama ketika kondisi sangat darurat. Asupan oksigen terlarut secara alamiah terjadi melalui fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air, aerasi dalam bentuk riak gelombang dan tujuan dari aliran air dan masuknya gas oksigen dariudara Phelps (Imholf 1979). Kadar DO juga ditentukan oleh adanya berbagai proses yang ada dalam badan air, meliputi :(a).Oksidasi biologis dan dari pembusukan material karbon organik oleh bakteri dan fungi/jamur, (b). oksidasi amoniak dan nitrogen organik menjadi nitrat (nitrifikasi), (c)sediment oxygen Demand, oksigen dibutuhkan oleh lapisan atas endapan organik didasar badan air, (d). respirasi algae dan tumbuhan air pada malam hari, (e). oksidasi bahan kimia yang ada dalam air, (f). cuaca yang akan berpengaruh pada kelarutan oksigen dari atmosfer. Menurut Linsley dan Franzini (1995) tingkat kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh temperature udara lingkungan setempat. Konsentrasi oksigen terlarut dalam air akan selalu menuju ke keseimbangan sesuai temperatur udara, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1. Kadar oksigen terlarut yang ditunjukan pada table tersebut bukan merupakan batas relatif tetapi merupakan kadar maksimal sesuai dengan temperatur.
9
Kecepatan aliran air yang tinggi dapat menimpulkan olakan air atau percikan air apabila menabrak benda yang tegar.Kecepatan aliran air yang tinggi juga dapat menimbulkan pusaran air yang kuat apabila menjumpai belokan saluran. Olakan air, percikan air dan pusaran air yang kuat akan menimbulkan efek aerasi. Areasi pada air sungai merupakan peristiwa yang sangat menguntungkan. Aerasi akan menyebabkan pengikatan Oksigen (O2) di udara oleh air, sehingga dapat meningkatkan kadar okeigen terlarut (DO) dalam air sungai. Sebagai gambaran tentang pengaruh kecepatan air terhadap tingkat penyerapan oksigen oleh air Prodjopangarso (1995) pernah melakukan penelitian percobaan tentang korelasi antara kecepatan air dengan tingkat penyerapan oksigen dalam air.Hasil penelitiannya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hubungan kecepatan aliran air dengan penyerapan oksigen oleh air No Lokasi Kecepatan Waktu Penyerapan pengukuran aliran air (menit) Oksigen (m/dt) (ppm) 1 Seloka sawah Kuningan 0,50 10 0,4 Yogjakarta 2 Sungai Kuningan 0,60 15 0,7 Yogjakarta 3 Selokan 417 Mataram 0,60 (7 jam) 1,1 Yogjakarta Sumber : Prodjopangarso (1995) Kapasitas Asimilasi Kapasitas asimilasi didefinisikan Quano (1993) dalam Anna (1999) sebagai kemampuan air atau sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukannya. Sementara itu konsentrasi dari partikel polutan yang masuk ke perairan akan melalui tiga macam fenomena, yaitu pengenceran (dilution), penyebaran (dispersi) dan reaksi penguraian (Efendi 2003). Pengenceran terjadi pada arah vertikal ketika air limbah sampai di permukaan air. Peristiwa penguraian merupakan pengenceran pada permukaan perairan ketika limbah tercampur karena gelombang. Hal yang perlu diperhatikan adalah sesuai kaidah alam ada keterbatasan self purifikasi di dalam sungai sehingga apabila masuk sejumlah bahan pencemar dalam jumlah banyak maka kemampuan tersebut menjadi tidak terlalu berarti mengembalikan sungai dalam kondisi yang lebih baik. Kemampuan proses biologi dapat terjadi secara bakterial dimana bakteri membantu merubah senyawa beracun menjadi senyawa tidak beracun. Perhitungan kapasitas asimilasi sangat bersifat spesifik untuk setiap lokasi (site specific), dengan membutuhkan pengembangan data model skala hidrolik dan model komputer yang menggunakan elemen terbatas dari persamaan penyebaran dari larutan. Walaupun demikian metode ini tetap masih memiliki
10
kelemahan, karena setiap lokasi penelitian badan airnya diasumsikan sebagai empat persegi panjang dengan lebar dan panjangnya yang tidak terbatas, yang berarti hanya terjadi sedikit saja pengaruh fisik pada permukaan dan dasar perairan. Menurut Quano (1993) dalam Anna (1999) menguraikan beberapa metode yang biasa digunakan untuk menentukan nilai kapasitas asimilasi diantaranya adalah dengan menggunakan hubungan antara kualitas air dengan beban limbahnya. Dalam metode ini, kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara memplotkan kualitas air suatu perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban limbah yang dikandungnya kedalam suatu grafik, yang selanjutnya direferensikan dengan nilai baku mutu air yang diperuntukkan bagi pengendalian pencemaran air berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Dan titik potong yang diperoleh melalui grafik ini kemudian diketahui waktu terjadinya dan selanjutnya dilihat nilai beban limbahnya. Nilai beban limbah inilah yang dimaksud dengan nilai kapasitas asimilasi (Dahuri 1999). Menurut Quano (1993) dalam Anna (1999) metode lain untuk menentukan kapasitas asimilasi diantaranya : Metode penghitungan pengurangan limbah awal, dispersi dan penguraian Metode ini dapat ditentukan nilai kapasitas asimilasi melalui penggabungan nilai pengurangan limbah awal, nilai dispersi limbah dan nilai pengurangan limbah. Limbah awal dapat ditentukan dengan beberapa faktor antara lain kecepatan percampuran antara limbah dan air sungai, kedalaman air limbah yang mengalir dibadan air dan lebar penyebaran limbah serta debit air limbah. Kelebihan dari metode ini adalah penghitungan lebih ditekankan pada faktor-faktor fisik sehingga ketepatan perhitungannya tinggi. Adapun kelemahan metode ini kurang memperhitungkan faktor-faktor kimia, artinya perbedaan jenis limbah yang masuk ke sungai tidak diperhatikan. Metode arus bermuatan partikel Kapasitas asimilasi pada metode ini dapat ditentukan dengan caramembandingkan konsentrasi limbah dengan konsnetrasi air sungai yang menerima limbah. Hal-hal yang diperhitungkan antara lain; kecepatan aliran, perbedaan konsentrasi dan debit air sungai. Kelebihan metode ini adalah adanya perbandingan antara konsentrasi limbah dan air sungai yang sangat panting bagi penentuan kapasitas asimilasi. Kelemahan metode ini adalah kesulitan dalam penghitungan konsentrasi limbah berupa bahan kimia yang masuk ke sungai yang membutuhkan waktu lama. Metode penurunan oksigen dari streeter dan phelps Kapasitas asimilasi pada metode ini dapat ditentukan dengan cara mengamati pengurangan nilai oksigen terlarut. Faktor yang diperhitungkan dalam metode ini antara lain waktu perjalanan limbah di sungai dan konsentrasi asam karbonat yang tetap pada saat perjalanan limbah. Kelebihan dari metode ini adalah penghitungan akan lebih teliti karena dilakukan penghitungan waktu perjalanan limbah. Kelemahan metode ini adalah penghitungan dilakukan terus menerus secara rutin sehingga membutuhkan waktu yang lama.
11
Daya Tampung Beban Pencemaran Air Daya tampung beban pencemaran diartikan sebagai kemampuan air pada suatu sumber atau badan air untuk menerima beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar (KepMen LH No. 110 Tahun 2003). Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan daya tampung beban pencemaran pada badan air adalah metode Neraca Massa dan metode StreeterPhelps. Namun pada KepMen LH No. 110 Tahun 2003 pasal 4 ayat (1) yang berbunyi” Apabila timbul kebutuhan untuk menggunakan metoda lain yang juga berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kapasitas daerah, maka dapat digunakan metode diluar metode sebagaimana dimaksud pasal (2) dan ayat (2) berbunyi “ Metode sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) digunakan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab dibidang lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan. Jadi selain kedua metode diatas yaitu Neraca Massa dan metode Streeter-Phelps maka metode Qual2E telah direkomendasikan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup RI untuk menerapkan yaitu melalui KepMen LH No. 110 Tahun 2003, sebagaimana ditunjukan pada lampiran III. QUAL2Kw membagi sungai menjadi bagian-bagian penghitungan. Setiap bagian yang disebut reach atau ruas dibagi lagi dalam sejumlah unsur perhitungan yang masing-masing mengandung kesetimbangan hidrologi, kesetimbangan panas dan suhu, dan kesetimbangan massa dalam konsentrasi.Kesetimbangan massa memperhitungkan massa hilang atau bertambah melalui proses pembuangan air limbah atau pengambilan air dari sungai serta proses internal seperti reaksi penguraian senyawa organik dan fotosintesa. Kualitas air strategi manajemen melibatkan serangkaian keputusan antar-disiplin kompleks berdasarkan tanggapan berspekulasi kualitas air untuk mengubah control. McIntyre danWheater (Kannel et al. 2007). Hubungan rumit antara beban limbah dari sumber yang berbeda dan kualitas air yang dihasilkan dari perairan menerima paling baik digambarkan dengan model matematika (Kannel et al. 2007). Model matematika yang paling banyak digunakan untuk evaluasi dampak polutan konvensional adalah QUAL2E (Brown dan Barnwell 1987) yang dikembangkan oleh USEPA. Namun, beberapa keterbatasan QUAL2E telah dilaporkan Park dan Uchrin (Kannel et al. 2007). Salah satu kekurangan utama adalah tidak adanya ketentuan untuk konversi kematian alga, permintaan oksigen untuk biokimia karbon. Park dan Lee (Kannel et al. 2007)mengembangkan QUAL2K tahun 2002 setelah modifikasi QUAL2E. Modifikasi yang mencakup perluasan struktur komputasi dan penambahan interaksi konstituen baru: direksi alga, denitrifikasi dan DO perubahan yang disebabkan oleh tanaman tetap. Pelletier dan Chapra (Kannel et al. 2007) mengembangkan model QUAL2Kw, dengan memodifikasi QUAL2K, yang dimaksudkan untuk mewakili versi modern dari QUAL2E. QUAL2Kw adalah satu-dimensi, kondisi aliran air model kualitas dan dilaksanakan di lingkungan Windows Microsoft. Hal ini didokumentasikan dengan baik dan tersedia secara bebas (http://www.epa.gov/).Model ini dapat mensimulasikan sejumlah konstituen termasuk suhu, pH, permintaan biokimia karbon, permintaan sedimen oksigen, DO(oksigen terlarut), nitrogen organik, nitrogen amonia, nitrit dan nitrat nitrogen, fosfor organik, fosfor anorganik, nitrogen total, total fosfor, fitoplankton, danganggangbawah (algae bottom). Untuk alasan ini, QUAL2Kw dipilih sebagai
12
kerangka bagi studi Sungai Cibanten. Model QUAL2K juga mempunyai kemampuan untuk mensimulasi atau memprediksi perubahan kualitas sungai jika aliran limbah dikurangi atau ditambah. Simulasi seperti inilah yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui daya tampung beban pencemaran suatu sungai sesuai dengan kriteria mutu air yang ditetapkan. Sungai Cibanten diwakili stasiun pengamatan Desa Pabuaran(hulu) – Muara Cibanten (hilir), dibagi menjadi 1 ruas dan 3 segmen. Analytical Hierarchy Process (AHP) Model proses hierarki analitik (analytical hierarchy process) merupakan model pengambilan keputusan dan perencanaan strategis yang diperkenalkan pertama kali oleh Thomas L. Saaty pada era 1970-an (Dermawan 2005). Suatu persoalan yang kompleks dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Model AHP juga mampu menyederhanakan persoalan yang kompleks dan mempercepat pengambilan keputusan atas persoalan tersebut (Marimin 2005). Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan persoalan yang kompleks menjadi bagian-bagian yang tertata dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variabel dibandingkan dengan variabel lain secara subjektif dan kemudian diberikan nilai atau bobot numerik. Sintesa terhadap bobot variabel-variabel tersebut akan menghasilkan variabel dengan prioritas tertinggi dan berperan dalam mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin dan Maghfiroh 2010). AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain : 1) Decomposition, setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan yang akan dipecahkan, maka dilakukan dekomposisi, yaitu : memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan. 2) Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison. 3) Synthesis of Priority, yaitu melakukan sintesis prioritas dari setiap matriks pairwise comparison “vektor eigen” untuk mendapatkan prioritas lokal. Matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu untuk melakukan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal. 4) Logical Consistency, yang dapat memiliki dua makna, yaitu : a) Obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya; b) Tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis dalam strategi pengelolaansungai Cibanten adalah (Saaty 1993) :
13
1) AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur. 2) AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. 3) AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat. 4) AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk mendapatkan prioritas. 5) AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas. 6) AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif. 7) AHP mempertimbangkan prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka. 8) AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda yang dimiliki oleh para pakar yang memiliki perhatian terhadap pengelolaan sungai Cibanten. 9) AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan. Menurut Grandzol (2005) model AHP memiliki keunggulan yaitu sebagai model yang umum diterapkan pada berbagai kasus dan terbukti sukses memecahkan berbagai problem pengambilan keputusan. Selain itu, AHP adalah model pengambilan keputusan yang mampu mengkombinasikan sistem hierarki kriteria ke dalam cara analitis. Keunggulan lainnya yaitu perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang dilakukan secara berulang-ulang dalam model AHP ditujukan untuk menciptakan kekonsistenan data. Metode AHP juga memiliki beberapa kelemahan selain berbagai kelebihan yang dimilikinya. Kelemahan metode AHP seperti yang dituliskan oleh Tantyonimpuno dan Retnaningtias (2006) yaitu: a. Orang yang dilibatkan haruslah orang-orang yang memiliki pengetahuan ataupun pengalaman yang berhubungan dengan hal yang akan dianalisis dengan metode AHP b. Perbaikan keputusan dilakukan melalui pengulangan kembali proses AHP dari tahap awal.
3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Sungai Cibanten diwakili stasiun pengamatan Hulu desa Pabuaran (hulu) – Muara Cibanten(hilir), dibagi menjadi 1 ruas dan 3 segmen. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 s/d Agustus 2013. Bulan Maret ini dipilih dengan asumsi mewakili musim kemarau dan bulan Agustus dapat mewakili musim hujan. Lokasi penelitian adalah Sungai Cibanten Provinsi Banten seperti ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3.
14
Gambar 2 Peta DAS Cibanten Provinsi Banten Peta DAS Cibanten di Provinsi Banten
Jembatan Kaibon
Jembatan Kaujon
Bendungan Cibanten Desa Pabuaran/ Hulu
Gambar 3 Peta lokasi penelitian di Sungai Cibanten Bahan dan Alat Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder yang meliputi data debit, data topografi, data hidrologi, data pemantauan kualitas air, peta rupa bumi (RBI), peta DAS, peta kontur. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari : a. Seperangkat alat pengambilan sampel kualitas air, b. GPS dan Kamera, c. Komputer dengan software Qual2Kw, arcview 3.2, d. Dokumentasi. Prosedur Analisis Data 1. Penentuan status kualitas air dengan metode STORET dan Metode Indeks Pencemaran (IP) Berdasarkan KepMen LH No. 115/2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air dengan membandingkan baku mutu air kelas II menurut PP No.82 tahun 2001. yaitu:
15
A) Metode storet 1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu 2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 cemar ringan 3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 cemar sedang 4) Kelas D : buruk, skor <= -31 cemar berat B) Metode indeks pencemaran ( IP ) 1) 0 ≤ Pij 1.0 = memenuhi baku mutu 2) 1.0 ≤ Pij ≤ 5.0 = cemar ringan 3) 5.0 ≤ Pij ≤ 10.0 = cemar sedang 4) Pij ≥ 10.0 = cemar berat 2. Perhitungan dan simulasi daya tampung beban pencemaran air sungai Cibanten dengan model kualitas air Qual2KW Kajian DTBP Sungai Cibanten ini menggunakan model kualitas air QUAL2Kw. QUAL2Kw adalah model kualitas air sungai yang dimaksudkan untuk mewakili versi modern dari model QUAL2E (Brown dan Barnwell 1987). Segmentasi Sungai Cibanten berdasarkan pertimbangan wilayah administrasi, keberadaan sampling kualitas air, sumber pencemar, keberadaan bangunan tata air dan kondisi hidromorfologi dalam penelitian ini, Sungai Cibanten dengan panjang 40.88 km dibagi menjadi 3 penggal/segmen (Gambar 2). Headwater merupakan bagian hulu yang ditetapkan sebagai sumber utama air Sungai Cibanten dalam penelitian ini. Dalam hal ini dilakukan pengumpulan data penampang dan karakteristik Sungai untuk menentukan debit dan model hidrolik Sungai. Skenario 1 dan 2 tersebut untuk debit air di Sungai di hulu Sungai Cibanten menggunakan debit hasil pengukuran sesaat pada bulan Juli 2013 yaitu 4.5 m3/detik. Teluk Cibanten/hilir ditetapkan sebagai jarak nol (0) kilometer. 3. Metode Kapasitas asimilasi menggunakan garis regresi serta grafik hubungan antara kualitas air di hilir dengan beban pencemaran total di hilir serta perpotongannya dengan garis baku mutu per parameter menurut PP No.82 tahun 2001 (Indrasti et al. 2006). 4. Penentuan Strategi Pengelolaan Sungai Cibanten ditetapkan berdasarkan analisis hasil survey pakar dengan metoda AHP (Analytical Hierarchy Process) menggunakan aplikasi program Expert Choice 11 (Marimin 2005).
4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Kabupaten Serang merupakan salah satu dari delapan kabupaten/kota di Provinsi Banten, terletak di ujung barat bagian utara Pulau Jawa dan merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa dengan jarak 70 km dari Kota Jakarta, ibu kota negara Indonesia. Secara geografis, wilayah Kabupaten Serang terletak pada koordinat 5°50’00’ - 6° 20’00” LS (lintang selatan) dan 105°00’00”-106°22’00” BT (bujur timur). Jarak terpanjang menurut garis lurus dari utara ke selatan adalah sekitar 60 km dan jarak terpanjang dari barat ke timur adalah sekitar 90 km, sedangkan kedudukan secara administratif berbatasan dengan:
16
a. sebelah utara berbatasan laut Jawa b. sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Tangerang c. sebelah selatan berbatasan kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang d. sebelah barat berbatasan kota Cilegon dan Selat Sunda Luas wilayah Kabupaten Serang secara administratif tercatat 1734.09 km2danluas kabupaten serang adalah 17.95% dari luas Propinsi Banten yang terdiri dari 34 wilayah kecamatan, 314 desa dan 20 kelurahan. Dari jumlah wilayah sebanyak 34 kecamatan tersebut, terdapat pulau-pulau diantaranya Pulau Sangiang, Pulau Panjang, Pulau Tunda dan Pulau Tarakan. Namun pada tahun 2008 terjadi pemekaran wilayah propinsi Banten dengan pemisahan Kabupaten Serang menjadi dua wilayah yaitu Kabupaten Serang dan Kota Serang. Sehingga Kabupaten Serang pada tahun 2008 hanya memiliki 28 wilayah kecamatan dengan pengurangan enam wilayah kecamatan yaitu Cipocok Jaya, Curug, Kasemen, Serang, Taktakan dan Walantaka. Kondisi Geofisik DAS Cibanten Letak geografis DAS Cibanten merupakan wilayah hidrologis yang secara geografis terletak pada posisi 6° 17’ - 6° 26’ LS (Lintang selatan) dan 106° 48’ 106° 06’ BT (bujur timur). Menurut administrasi pemerintahan, DAS Cibanten berada di wilayah Kabupaten Serang dan Kota Serang meliputi 9 (sembilan) wilayah administrasi kecamatan, 40 wilayah administrasi desa dan 19 wilayah administrasi kelurahan. Mulai dari Hulunya di Desa Sukabares kecamatan Ciomas sampai kampung Cengkok desa Margaluyu kecamatan Kasemen Kota Serang yang merupakan muara sungai Cibanten. Daerah Aliran Sungai Cibanten merupakansungai lintas kabupaten/kota dengan hulu berpangkal di Gunung Karang Kabupaten Pandeglang, melintasi Kabupaten Serang dengan panjang sungai 43.88 km dan luas Daerah Aliran Sungai 194.10 km2. Topografi dan Bentuk wilayah Keadaan topografi DAS Cibanten bervariasi mulai dari 0 s/d 150 meter dari permukaan laut (mdpl). Daerah aliran sungai Cibanten yang memiliki kecenderungan topografi datar, adalah kawasan yang masuk ke dalam wilayah administrasi kecamatan Cipocok Jaya, Serang dan Kasemen Kota Serang. Sedangkan yang berbukit masuk dalam wilayah administrasi kecamatan Baros, kecamatan Pabuaran, kecamatan Ciomas dan kecamatan Gunung Sari dengan Hulu berpusat di gunung Karang. Wilayah DAS Cibanten didominasi oleh lahan dengan kemiringan lereng 8-15% seluas 6752.62 Ha (32.49%), pembagian wilayah berdasarkan kelerengan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Luas wilayah berdasarkan kelas kemiringan NO.
Kemiringan
Kelas
Luas (Ha )
%
1.
0-8
I
6408.75
30.84
2.
8-15
II
6751.63
32.49
3.
15-30
III
6402.52
30.81
4.
>30
IV
1215.67
5.85
20778.57
100
Jumlah
Sumber : Hasil Analisis Peta Divisi Kajian LSM.Rekonvasi Bhumi, 2004
17
Tanah dan Geologi Berdasarkan jenis tanah yang ada di DAS Cibanten dapat dikelompokkan menjadi 9 jenis tanah. Jenis-jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 4 menunjukkan dalam kaitannya dengan analisis nilai bahaya erosi yang diperkenankan Tabel 4 Luas dan jenis tanah DAS Cibanten No. 1.
Jenis Tanah
Luas ( Ha )
%
2.
Asosiasi Latosol coklat kemerahan dan litosol Latosol coklat
3.
Latosol abu-abu
1812.07
8.72
4.
Padsolik
3100.47
14.92
5.
Regosol coklat
1751.81
8.43
6.
Asosiasi Padsolik kuning dan hidromorf kelabu Asosiasi hidromorf kelabu dan planosol Aluvia kelabu kekuningan
1870.26
9
1020.33
4.91
64.420
0.31
8414.09
40.49
20778.57
100
7. 8. 9.
Asosiasi latosol coklat dan latosol kekuningan
Jumlah
1739.34
8.37
1005.78
4.84
Sumber : Bappeda Provinsi Banten, 2002
(tolerable soil loss) kedalaman atau solum tanah menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan. Kedalaman solum tanah di DAS Cibanten didominasi olehklasifikasi dalam (>90cm) diikuti dengan kedalaman solum yang termasukklasifikasi cukup dangkal (30–60 cm) dan dangkal (<30 cm). Klasifikasi kedalaman solum tanah di DAS Cibanten ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Luas berdasarkan kedalaman tanah No.
Kedalaman Tanah
1.
Kelas
Luas ( Ha )
%
> 90
A
11525.95
55.46
2.
60-90
B
0
0
3.
30-60
C
714.231
34.36
4.
<30
D
2115.47
10.18
20780.65
100
Jumlah
Sumber : BP DAS Citarum-Ciliwung, 1999 Geomorfologi Geomorfologi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pembentukkan alam/bumi. Prosses ini antara lain meliputi bentuk alamiah, konfigurasi umum permukaan dan perubahan-perubahan yang terjadi selama pembentukkan tanah. Geomorfologi DAS Cibanten dapat dikelompokkan atas beberapa bentuk asal, sebagai berikut :
18
1. Bentuk asal Denudasional, bentuk ini terjadi karena proses gradisional yang meliputi proses agradisional dan degradisional 2. Bentuk asal Gunung api ( vulcanic), merupakan bentuk yang terjadi karena aktivitas yang berupa letusan aliran maupun nitrasi baik yang bersifat padat, cair maupun lepas-lepas; 3. Bentuk asal aluvial merupakan bentuk hasil proses fluvial baik aliran permukaan maupun aliran sungai dengan materi aluvium dan kolvium. Iklim, Suhu dan Curah Hujan DAS Cibanten memiliki iklim tropis yang dipengaruhi angin muson, yang dapat dibedakan antara musim penghujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan November sampai April, sedangkan musim kemarau terjadi mulai bulan Mei hingga Oktober. Curah hujan yang dicatat selama 10 tahun terakhir dari Badan Meteorologi dan Geofisika berkisar antara 1103 mm s/d 3108 mm per tahun, jumlah hari hujan dalam satu tahun berkisar antara 57 hari sampai 235 hari, dengan rata-rata bulan basah antara 2 sampai dengan 12 bulan. Dari pengamatan stasiun curah hujan dan stasiun klimatologi di Taktakan diperoleh data yang mencakup data temperatur, data kelembaban udara, data kecepatan angin dan penyinaran matahari. Panjang data yang dikumpulkan adalah 10 tahun dari 1998 s/d 2007. Gambaran kondisi iklim DAS Cibanten dapat dilihat dari nilai rata-rata pencatatan beberapa parameter iklim di stasiun klimatologi antara lain temperatur rata-rata bulanan 26.6°C, kelembaban udara rata-rata sekitar 81% penyinaran matahari rata-rata sekitar 4.8 jam (60%), kecepatan angin rata-rata 4.2 knot(185.4 km/hari). seperti tercantum pada Tabel 6. Tabel 6 Data temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin, penyinaran matahari Tahun Data
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Ratarata
Suhu (°C)
26.8
-
26.4
26.4
-
-
37.1
26.8
26.9
26.6
28.24
Penyinaran matahari(%)
53.3
-
56
52.3
-
-
64.6
57.9
69.1
63.6
59.54
Tekanan udara (mb)
1011.2
-
-
1012.2
-
-
-
-
-
-
1011. 7
Relative humidity (%)
82.6
-
81.4
83.2
-
-
81.8
84.6
80.9
82
82.35
Kecepatan angin(knot)
2.5
-
2.8
2.5
-
-
2.2
2.4
2.5
2.8
2.5
klimatologi
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika(BMG), Cadin PU Serang dan Pandeglang
Sosial dan Ekonomi Kependudukan didasarkan pada serang dalam angka tahun 2012, jumlah penduduk yang menempati kawasan DAS Cibanten yang mencakup wilayah kecamatan Pabuaran, kecamatanCiomas, kecamatan Kramatwatu kabupaten Serang dan kecamatan Cipocok Jaya, kecamatan Serang, kecamatan Kasemen, kecamatan Taktakan, Kota Serang dengan total jumlah penduduk sebanyak
19
632644 jiwa, dengan tingkat kepadatan sebesar 1051.43 jiwa/km2 dengan perbandingan jumlah laki-laki terhadap jumlah perempuan (sex ratio) antara 104 % s/d 112 %. Tabel 7 menunjukkan jumlah penduduk di masing-masing kecamatan yang terletak pada DAS Cibanten dimana yang terpadat adalah kecamatan Serang dengan jumlah penduduk 47969 jiwa. Tabel 7 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di kecamatan pada DAS Cibanten No.
Kecamatan
Luas wilayah ( km2 )
Lakilaki
Perempuan
kepadatan penddk (Jiwa /km2)
Jml Rumah Tangga
Sex Ratio
Kota Serang 1
Cipocok Jaya
31.54
43523
41140
26841
18799
105.79
2
Serang
25.88
108231
103558
8183,5
47969
104.51
3
Taktakan
47.88
41509
38738
1676
15911
107.15
4
Kasemen
63.36
46523
42793
1409,66
18081
108.72
Kabupaten Serang 5
Pabuaran
20425
18899
497
7986
108
6
Kramatwatu
45734
43445
1835
20307
105
7
Ciomas
20155 326100
17971 306544
786 7360
7924 135888
112
Total
168.66
Sumber : Kota Serang dan Kab.Serang Dalam Angka Tahun 2012
Sedangkan rincian komposisi masyarakat di DAS Cibanten berdasarkan tingkat pendidikan, dapat dilihat pada Tabel 8 Tabel 8 Komposisi tingkat pendidikan masyarakat No.
Pendidikan
Jumlah
%
1
Tidak sekolah
120350
20.8
2
Tidak Tamat SD
50049
8.60
3
SD
212359
36.49
4
SMP
90030
15.47
5
SMA
74608
12.82
6
Akademi/PT
13734
2.36
7
Lain-lain
20834
3.58
JUMLAH
581966
100
Sumber: Bappeda Serang – BPS, Serang Dalam Angka 2010
Mata pencaharian penduduk di DAS Cibanten didominasi oleh penduduk yang memiliki mata pencaharian sebagai petani sebanyak 44.41% dari jumlah penduduk DAS Cibanten, baik sebagai petani pemilik, penggarap maupun sebagai buruh tani.Tingkat pendidikan masyarakat suatu DAS dapat menjadi indikator perkembangan budaya di kelompok masyarakat tersebut, yang menjadi modal utama dalam mendukung upaya pembangunan untuk wilayah tersebut.DAS Cibanten mempunyai jumlah penduduk 632644 jiwa pada tahun 2011 berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas masyarakat di DAS Cibanten, didominasi oleh anggota masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan sampai dengan sekolah dasar sebesar 36.49%.
20
Penggunaan Lahan ( Land Use ) Pemaparan penggunaan lahan di suatu wilayah, dibedakan menjadi pola tutupan lahan dan pola pemanfaatan lahan. Demikian halnya penggunaan lahan di DAS Cibanten. 1. Pola Tutupan Lahan-Hutan ( Land Coverage ) Kondisi penutupan lahan dapat diartikan sebagai prosentase penutupan lahan oleh tanaman, baik tanaman tahunan maupun tanaman semusim. Keadaan vegetasi di DAS Cibanten dibedakan antara tumbuhan yang terdapat di kawasan hutan dan tanaman yang terdapat di luar kawasan hutan. Vegetasi dalam kawasan hutan di DAS Cibanten seluas 468.71 ha (9.9%) yang didominasi oleh jenis rasamala, puspa dan mahoni, dengan komposisi/stratifikasi tajuk yang baik. Di hutan produksi jenis-jenis tanaman yang tumbuh adalah rasamala dan puspa, sedangkan vegetasi di luar kawasan hutan DAS Cibanten seluas 21053.80 Ha (97.82%), dengan vegetasi yang mendominasi tanaman semusim berupa palawija dengan tingkat penutup vegetasi sedang sampai rendah, kondisi penutup lahan tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses terjadinya erosi. Vegetasi yang dimaksud merupakan suatu kesatuan dan bukan individual/pohon yang berfungsi dalam pengendalian erosi yaitu mengurangi energi kinetik air hujan sebagai tenaga penghancur agregat-agregat tanah. Hal ini berdasarkan peta tata guna lahan dan hasil interpretasi foto udara penggunaan lahan di DAS Cibanten dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini : Tabel 9 Luas wilayah berdasarkan penggunaan lahan No.
Penggunaan Lahan
1
Luas ( Ha)
%
Hutan
1099
5.29
2
Kebun rakyat
8223
39.57
3
Semak belukar
158
0.76
4
Ladang
2295
11.04
5
Sawah tadah hujan
1592
7.66
6
Sawah irigasi
4258
20.49
7
Padang rumput
210
1.01
8
Pemukiman
2949
14.19
JUMLAH
20781
100
Sumber : Hasil Analisis Peta Divisi Kajian LSM.Rekonvasi Bhumi, 2004
2. Pola Pemanfaatan Lahan ( Hulu – Tengah – Hilir ) Semakin bertambahnya jumlah penduduk di wilayah perkotaan, kesibukan kota yang terus meningkat dan pembangunan fasilitas perkotaan tentu akan berimplikasi pada peningkatan kebutuhan sandang, pangan dan lahan. Salah satu kebutuhan yang sangat vital adalah kebutuhan akan air baku, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akibat bertambahnya jumlah penduduk dan industri sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi, Kabupaten Serang dan Kota Serang memiliki sumber air permukaan yang relatif besar, salah satunya adalah sungai Cibanten yang daerah alirannya membelah pusat kota Serang. Sungai Cibanten merupakan
21
suatu ekosistem, sehingga memiliki permasalahan ekologis dan ekonomis serta merupakan suatu wilayah yang mempunyai kondisi biofisik serta sosial ekonomi dan budaya yang bevariasi. DAS Cibanten terdiri dari fungsi kawasan lindung, penyangga dan budidaya tanaman tahunan/musiman. Sepanjang DAS Cibanten terdapat berbagai macam penggunaan lahan, misalnya pertanian, persawahan, perkebunan, permukiman. Pemanfaatan lahan tersebut memberikan beban yang cukup berat pada kondisi lingkungan sungai Cibanten, yang menjadi muara dari seluruh aktivitas yang ada dan dilakukan msayarakat di DAS Cibanten, dampak dari berbagai aktivitas tersebut tidak saja mempengaruhi kondisi air permukaan, tetapi juga akan berdampak pada kuantitas dan kualitas air bawah tanah yang bersumber dari kawasan DAS Cibanten. Pemanfaatan lahan oleh masyarakat di daerah hulu yaitu desa pancanegara kecamatan Pabuaran Kabupaten Serang sebagai tempat usaha tambang galian pasir/batu sedangkan kegiatan lainnya sampai dengan desa Tembong kecamatan Cipocok Jaya didominasi oleh perkebunan, sawah dan hutan rakyat. Akan tetapi setelah desa Tembong, terutama kawasan yang masuk dalam wilayah perkotaan Serang, pemanfaatan lahan oleh masyarakat untuk kepentingan permukiman dan tempat usaha. Sepanjang kiri dan kanan sempadan sungai Cibanten di wilayah perkotaan menjadi kawasan permukiman, beberapa diantaranya merupakan lokasi permukiman baru, dengan penataan lingkungan yang relatif cukup baik dikembangkan oleh pengembang perumahan, yang mulai marak kembali sejak Banten dijadikan propinsi. Dan beberapa diantaranya merupakan kawasan permukiman yang padat dan fasilitas sanitasi lingkungan yang tidak memadai, seperti permukiman di kawasan Sempu Seroja, Magersari di belakang RSUD Kabupaten Serang, Neglasari dan Lopang. Bahkan di Desa Banten dan Margaluyu kecamatan Kasemen, kiri dan kanan sempadan sungai Cibanten menjadi kawasan permukiman secara illegal (squatter) yang tidak saja membahayakan penghuni tersebut, juga menjadi penghalang arus sungai Cibanten, sehingga pada musim penghujan kawasan tersebut menjadi daerah genangan, rentan terhadap berbagai penyakit yang disebabkan oleh nyamuk dan sanitasi lingkungan yang buruk. Beban lingkungan sungai Cibanten semakin bertambah, dengan dijadikannya sungai Cibanten sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga dan kegiatankegiatan lain masyarakat, termasuk rumah sakit, pasar dan lain sebagainya. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang air dalam segala bentuknya baik diatas, di dalam maupun pada tanah, bumi, termasuk distribusi daur sifatsifatnya (kimia dan fisika) dan reaksi dari alam lingkungan yang mati maupun yang hidup terhadap air. Sungai Cibanten merupakansungai lintas Kabupaten/Kota dengan hulu berpangkal di Gunung Karang Kabupaten Pandeglang, melintasi Kabupaten Serang dengan panjang sungai 43.89 km dan luas Daerah Aliran Sungai 194.10 km2. DAS Cibanten pemantauannya dibagi menjadi 4 bagian sebagai berikut: - Ruas sungai Cibanten Hulu, - Ruas sungai Cimasin. Dua sungai ini terletak dekat lokasi penggalian pasir di Desa Pancanegara Kecamatan Pabuaran, - Ruas sungai Cibanten, Jembatan Lingkar selatan Kecamatan Cipare/Ciawi, - Ruas sungai Cibanten bagian hilir.
22
Desa Kasemen ( Depan PT Sauh Bahtera) Kecamatan Kasemen. Lokasi tersebut merupakan daerah pembuangan limbah domestik dari rumah sakit umum daerah Serang. DAS Cibanten terdapat sungai-sungai yang bermuara ke sungai Cibanten, antara lain yaitu sungai Ciherang, Ciguha, Ciwaringin, Cikampeng, Citatah Bodas, Cipadaraba, Cikadu Pigur, Cikentang dan Cijeruk di bagian Hulu. Sungai Ciwaru, Cikaduen di bagian Tengah. Sungai Pelamunan, Cikaduan dan kali pembuangan Cibanten di bagian hilir sampai dengan Cikaduen di bagian Hilir. Panjang anak sungai bervariasi, yaitu antara 1718 km ( sungai Cikadu Bebek) sampai dengan 17.95 km ( sungai Cikaduen).Sungai-sungai yang menjadi bagian orde II (sub DAS ) dan orde III (sub DAS ) dari sungai Cibanten, dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah. Tabel 10 Anak sungai Cibanten No. Nama Sungai Panjang (km) a. Bagian Hulu 1. Ciherang 2.47 2. Ciguha 4.99 3. Ciwaringin 5.24 4. Cikampeng 2.78 5. Citatah Bodas 7.03 6. Cipadaraba 1.98 7. Cikadu Pigur 2.40 8. Cikadu bebek 1.72 9. Ciwadas 4.54 10. Cicongeang 7.72 11. Citahul 3.10 12. Cimadang 2.71 13. Cilandak 6.06 14. Cimoyan 5.66 15. Cikentang 6.85 16. Cijeruk 4.55 17. Drangong 5.82 b. Bagian Tengah 1. Ciwaru 10.41 2. Cikaduen di bagian Tengah 17.95 c. Bagian Hilir 1. Pelamunan 4.30 2. Cikaduan 2.83 3. Kali pembuangan Cibanten 9.98 Sumber : Hasil analisis Peta Rupa Bumi DAS Cibanten, 2013
Kondisi
Sampai saat ini sungai tersebut belum terpasang pos duga air atau stasiun pengamat air (SPAS), baik oleh BPSDA maupun instansi lainnya. Sehingga sangat sulit untuk mengetahui fluktuasi kualitas dan kontinuitas aliran air di beberapa sungai yang bermuara di sungai Cibanten secara proporsional kecuali melalui pendekatan dengan menggunakan data hasil pengamatan di Pos duga Air dengan karakteristik DAS yang sama. Inventarisasi dan identifikasi Sumber Pencemar di Kota Serang Berdasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan pada tahun 2012, penyaluran pembuangan limbah cair dari kegiatan-kegiatan di kota Serang didominasi menuju sungai Cibanten sebagai badan air penerima. 1. Inventarisasi sumber pencemar di sepanjang DAS Cibanten
23
Kota Serang yang terletak pada ketinggian rata-rata 25 m diatas permukaan air laut, dilalui oleh sungai Cibanten yang bermuara di teluk Banten. Sungai Cibanten mempunyai beberapa anak sungai, antara lain yaitu kali parung, kali watu, kali cikaduan dan kali gunung. Sungai Cibanten beserta anak sungainya berfungsi sebagai saluran pembuangan akhir (drainase makro) dari sistem drainase (pemutusan) kota Serang. Kondisi sungai ini dan anak-anak sungainya sebagai saluran drainase primer bagi Kota Serang. Sungai Cibanten mengalir melewati beberapa kecamatan Pabuaran dan Ciomas Kabupaten Serang dan kecamatan Taktakan, Serang, Cipocok Jaya dan Kasemen Kota Serang. Berikut ini akan diuraikan beberapa jenis kegiatan di sepanjang sungai Cibanten yang dapat memberikan kontribusi terhadap kondisi perairan sungai Cibanten: 1.1. Kependudukan/Rumah Tangga Pada tahun 2011 jumlah penduduk di kecamatan Taktakan, kecamatan Serang,kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen adalah sebanyak 454778 Jiwa (233993 jiwa laki dan 240812 jiwa perempuan) sedangkan kecamatan Pabuaran sebanyak 38577 jiwadan kecamatan Kramatwatu 88581 jiwa termasuk Kabupaten Serang. Secara lebih rinci jumlah penduduk, luas lahan dan kepadatan penduduk dan jumlah rumah tangga masing-masing kecamatan yang terlewati oleh sungai Cibanten disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di kecamatan pada DAS Cibanten No.
Kecamatan
Luas wilayah ( km2 )
Lakilaki
Perempuan
kepadatan penddk (Jiwa /km2)
Jml Rumah Tangga
Sex Ratio
Kota Serang 1
Cipocok Jaya
31.54
43523
41140
26841
18799
105,79
2
Serang
25.88
108231
103558
8183,5
47969
104,51
3
Taktakan
47.88
41509
38738
1676
15911
107,15
4
Kasemen
63.36
46523
42793
1409,66
18081
108,72
Kabupaten Serang 5
Pabuaran
20425
18899
497
7986
108
6
Kramatwatu
45734
43445
1835
20307
105
7
Ciomas
20155 326100
17971 306544
786 7360
7924 135888
112
Total
168.66
Sumber : Kota Serang dan Kabupaten Serang Dalam Angka Tahun 2012
Dengan luas kecamatan Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen sebesar 168.66 km2, maka kepadatan penduduk di kecamatan Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen adalah 2696 jiwa/km2, jumlah rumah tangga di kecamatan Taktakan, Serang, Cipocok Jaya dan Kasemen adalah sebanyak 99671 rumah tangga. Kegiatan penduduk di kecamatan Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan Kecamatan Kasemen serta kecamatan Pabuaran, kecamatan Kramatwatu tidak terlepas dari adanya hasil samping berupa limbah padat (sampah) yang juga dapat berkontribusi terhadap penurunan kondisi perairan sungai Cibanten apabila sampah yang dihasilkan langsung dibuang ke sungai. 1.2. Pertanian/Perkebunan
24
Lahan terdiri dari lingkungan fisis dan biologis dan merupakan pijakan bagi mahluk hidup untuk saling berinteraksi dan berkembang. Lahan merupakan sumber daya alam yang dapat menentukan laju penurunan atau perbaikan daya tampung dan daya dukung lingkungan. Pola pemanfaatan lahan akan menentukan pola pergerakan manusia dan menentukan kebutuhan sumber daya alam dan energi yang dibutuhkan. Luas wilayah dan penggunaan lahan di kecamatan Taktakan, kecamatan Cipocok Jaya, kecamatan Serang dan kecamatan Kasemen didominasi oleh aktifitas non pertanian, bangunan dan perumahan mendominasi penggunaan lahan di kecamatan Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen adalah sebesar 12663 Ha. Perkebunan di kecamatan Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen hanya terdiri dari perkebunan rakyat. Jenis tanaman yang ditanam di perkebunan besar antara lain kelapa, coklat dan teh. Luasan perkebunan di wilayah kecamatan Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen adalah 446.65 Ha. 1.3. Peternakan Kegiatan peternakan di Kota Serang yaitu kecamatan Taktakan, Kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen dan di Kabupaten Serang yaitu kecamatanPabuaran dan Kecamatan Kramatwatu menurut jenis ternaknya yaitu sapi total (4984 ekor), kerbau total (3383ekor), domba total (22468 ekor) dan kambing total (40962 ekor) sedangkan untuk hewan unggas yaitu ternak ayam buras total (34139 ekor), ayam pedaging total (1796896 ekor), dan itik total (95647 ekor) seperti ditunjukkan pada Tabel 12. Tabel 12 Jumlah hewan ternak dari kegiatan peternakan di Kab/Kota Serang Ternak No.
Kecamatan
Sapi Perah
Sapi Potong
2
3
2
4847 132 4982
Kerbau
Kambing
Domba
Ayam Pedaging
395 330 950 825
6495 4036 9881 8921
2428 3125 6012 4685
428602 10896 379333 73100
391 492 3383
4001 7628 40962
1963 4255 22468
501963 403002 1796896
Unggas Ayam Petelur
Itik
Kota Serang
1 2 3 4
Cipocok Jaya Serang Taktakan Kasemen
2142 2688 4820 8444
Kabupaten Serang
5 6
Pabuaran Kramatwatu TOTAL
165990 165990
27890 49663 95647
Sumber : Kota Serang dan Kabupaten Serang Dalam Angka Tahun 2012
1.4. Industri Terdapat berbagai jenis kegiatan industri yang berada sepanjang sungai Cibanten. Data inventarisir kegiatan formal dan non formal di sepanjang wilayah DAS Cibanten bagian tengah dan hilir DAS Cibanten banyak didominasi daerah permukiman, daerah bisnis/pasar Rawu di kecamatan Serang dan kecamatan Taktakan sedangkan di kecamatan Kasemen banyak didominasi industri formal sebanyak 254 usaha dan non formal sebanyak 1672 usaha baik skala menengah maupun skala kecil serta UKM (BPS Kota Serang 2012). Jenis industri meliputi: industri makanan-minuman, tekstil pewarnaan dan industri kimia. 1.5. Rumah Sakit
25
Sarana pelayanan kesehatan yang terdapat di kota Serang yang berpotensi mencemari kondisi perairan sungai Cibanten di kota Serang. Tabel 13 menunjukkan bahwa kegiatan rumah sakit di kota Serang berpotensi memberikan kontribusi beban pencemaran yang berpengaruh terhadap perubahan kualitas air sungai Cibanten di kota Serang. Beberapa rumah sakit terletak pada sungai utama Cibanten seperti RSUD Kabupaten Serang. Tabel 13 Pelayanan rumah sakit di kota Serang No. 1 2 3 4 5 6
Jumlah Kasur/Bed
Nama Rumah Sakit RSIA Budi Asih RS Sari Asih RS. Bedah Benggala RS. Kencana RSUD Kab.Serang RSIA Puri Garcia
Tipe/Kelas
72 150 50 112 340 50
TOTAL
B
774
1.6. Pariwisata dan Perhotelan Fasilitas penginapan pendukung kegiatan pariwisata di Kota Serang. Tabel 14 Beban pencemar dari kegiatan pariwisata dan perhotelan di Kota Serang No.
Nama Hotel
Kelas
Jml Kamar
1 2 3 4 5
Hotel Le-Dian Hotel Abadi Hotel Mahadria Hotel Tamansari Hotel Wisata Baru Hotel Bintang Semesta Hotel hikmah Hotel Surya Hotel Surabaya Hotel Royal Srikandi Hotel Kasih Sayang Hotel Anugrah Hotel Pangestu Wisma BKM Wisma KORPRI Serang WISMA PKPRI
Bintang 4 Melati 3 Melati 3 Melati 3 Melati 3
80 40 47 45 42
Asumsi Kebutuhan air bersih ( Liter/Bed/Hari) 300 300 300 300 300
Melati 1 Melati 1 Melati 1 Melati 1
33 34 35 35
Melati 1
Hotel D'GRIYA Penginapan Srikandi
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
24000 12000 14100 13500 12600
Perkiraan Timbulan Limbah Cair (Liter/hari) 19200 9600 11280 10800 10080
300 300 300 300
9900 10200 10500 10500
7920 8160 8400 8400
35
300
10500
8400
Melati 1 Melati 1 Melati 1 Standar
35 35 35 35
300 300 300 300
10500 10500 10500 10500
8400 8400 8400 8400
Standar Standar
35 35
300 300
10500 10500
8400 8400
Melati 1
35
300
10500
8400
Melati 1
35
300
10500
8400
211800
169440
TOTAL Sumber : BLHD Kota Serang, 2012
Kebutuhan Air Bersih (Liter/hari)
Berbagai jenis obyek wisata ditemukan di kota Serang seperti Agro dan bahari. Adapun obyeknya sebagai berikut adalah Tabel 14 yang menyajikan sarana hotel/penginapan di kota Serang. Dalam mendukung pariwisata di kota Serang tersedia sarana akomodasi penginapan yang memadai bagi wisatawan
26
sebanyak 18 hotel mulai dari non melati sampai hotel berbintang ( bintang 3 ), kegiatan perhotelan tersebut berdampak pada lingkungan karena menghasilkan limbah cair dan limbah padat.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Kualitas Air Sungai Cibanten Analisa kualitas air Sungai Cibanten dilakukan dengan membagi wilayah sungai berdasarkan batas administrasi desa/kecamatan dan segmentasi Hulu, Tengah, Hilir Sungai Cibanten. Segmentasi dibagi 3 segmentasi yaitu Hulu ada di desa pabuaran kecamatan pabuaran, segmen pertama antara desa pancanegara dengan desa sindangheula kecamatan pabuaran wilayahnya Kabupaten Serang, segmen kedua antara kecamatan serang dengan kecamatan cipocok jaya, segmen ketiga antara kecamatan Kasemen dengan kecamatan serang termasuk wilayahnya kota Serang. Data diambil dari data sekunder yang meliputi data analisa kualitas air hasil pemantauan mulai dari Januari s/d Desember 2013 dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) Dinas Sumber Daya Air dan Permukiman Provinsi Banten serta Badan Lingkungan Hidup Kab. Serang dan Kantor Lingkungan Hidup kota Serang. Data primer diambil dari pemantauan langsung di lapangan. Untuk selanjutnya analisa data dilakukan dengan membuat perbandingan kualitas air Sungai Cibanten berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi dengan baku mutu air kelas II. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 apabila sungai belum ditetapkan kriteria mutu airnya, maka diambil baku mutu kelas II. Sungai Cibanten belum ditetapkan kelas airnya. Untuk itu kriteria mutu air yang digunakan sebagai acuan adalah baku mutu air kelas II. Sumber pencemaran air sungai Cibanten terutama berasal dari limbah rumah tangga, industri/pabrik, comersial area, dan rumah sakit, hotel, pom bensin/bengkel, tempat cucian kendaraan, penambangan emas tanpa izin (PETI) yang marak akhir-akhir ini di mulai dari hulu, tengah dan hilir sungai dan lain sebagainya. Dari pemantauan, ada berbagai aktifitas kegiatan yang terletak di sepanjang sungai Cibanten yang juga memberikan sumbangan terhadap kondisi kualitas air sungai. Beberapa aktifitas kegiatan tersebut menghasilkan limbah yang baik secara langsung maupun tidak langsung dibuang ke perairan sungai. Aktifitas kegiatan tersebut antara lain: industri kecap, peternakan unggas/ternak sapi, kerbau, darmaga pengangkutan pasir, lahan pertanian milik masyarakat, pemukiman masyarakat, penambangan pasir sungai, komersial area, industri sawmill, budidaya perikanan sungai dengan keramba dan sebagainya. Hasil pemantauan langsung di lapangan yang diamati pada bulan Juli 2013 untuk parameter TSS, BOD, COD, DO, pH, Nitrat, Nitrit, dapat ditunjukkan pada Tabel 15. Berdasarkan pada Tabel 15 hasil analisa kualitas air yang diamati dari data primer menunjukkan bahwa, ada beberapa parameter yang melebihi baku mutu adalah TSS, BOD, TDS pada lokasi pengamatan tertentu.
27 Tabel 15 Data pengamatan kualitas air Sungai Cibanten Lokasi
Hulu Desa Pabuaran
Kampung Serut
Jembatan Kaujon
Jembatan Kaibon
BMA Kelas II
A.
Fisika
1
Suhu (insitu) **)
26.3
28.7
28.7
27.6
30C
2
Zat padat terlarut (TDS)
89.00
561.00
53.00
85.00
1
3
Zat padat tersuspensi (TSS) **)
5.00
55.00
111.00
124.00
50
B.
KIMIA
1
pH (insitu) **)
6.98
7.96
8.10
7.65
6-9
2
Oksigen terlarut (DO) insitu
4.4
3.7
3.6
3.5
>3
3
Nitrat (NO3-N) **)
0.1
0.1
0.2
0.1
20
4
Nitrit (NO2-N) **)
0.003
<0.002
0.009
<0.002
0.06
5
BOD5
6.00
9.00
9.00
10.00
6
6
COD **)
25.00
35.00
37.00
41.00
50
7 C.
Debit MIKROBIOLOGI
4.5
3.0
5.7
4.6
-
1
Total coliform
1100
460.00
1100
210.00
1000
2
E- coli
460.00
240.00
460.00
150.00
-
Parameter FISIKA Parameter TSS (Total Suspended Solid) Padatan tersuspensi total adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1µm) dalam air yang terdiri dari lumpur, pasir halus, dan jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi 2003). Padatan tersuspensi dapat meningkatkan nilai kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Kekeruhan yang terjadi kemudian dapat menghambat penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga mempengaruhi proses fotosintesis dalam air. Hasil pengamatan kualitas air Sungai Cibanten untuk parameter TSS pada Bulan Januari sampai Bulan Desember 2013 (seperti pada Gambar 4).
Gambar 4 Grafik analisa kualitas air parameter TSS Sungai Cibanten dari hulu sampai hilir (Januari- Desember 2013)
28
Berdasarkan data hasil pemantauan BPSDA bulan Januari sampai dengan Desember 2013 semuanya melebihi baku mutu, kecenderungan dari hulu ke hilir untuk parameter TSS kecuali daerah ciawi pada bulan Maret dan bulan November. Hal ini mengindikasikan bahwa Sungai Cibanten telah tercemar oleh partikulat yang dapat meningkatkan kekeruhan. Konsentrasi TSS yang tinggi disebabkan karena sedimentasi air sungai yang banyak mengandung endapan lumpur serta pasir halus serta jasad-jasad renik yang terbawa dari kikisan tanah yang terbawa ke badan air (Effendi 2003). Beban pencemar TSS diakibatkan oleh faktor alam yaitu bentuk sungai yang berkelok-kelok atau meander yang memungkinkan terjadinya sedimentasi daripada erosi serta faktor antropogenik atau aktifitas manusia yaitu penambang galian C yang berasal dari daerah hulu (desa Pabuaran, desa pancanegara) sampai daerah tengah sungai utama Cibanten dan dari PDAM yang berasal dari proses fisika yaitu proses sedimentasi air sungai sebelum dilakukan penjernihan/flokulasi air bersih, ini terjadi pada daerah hilir sungai Cibanten. Nilai TSS paling tinggi berada di daerah Hulu Desa Pabuaran, Cimasin, Jembatan Kaujon, Jembatan Kaibon termasuk kecamatan Kasemen merupakan daerah hilir DAS Cibanten. Nilai TSS yang tinggi dikarenakan hasil akumulatif dari hulu sampai tengah yang melebihi baku mutu. PARAMETER KIMIA Parameter pH Nilai pH air pada sungai Cibanten berdasarkan pemantauan BPSDAProvinsi Banten berkisar antara 6.8–8 sedangkan berdasarkan hasil pengamatan langsung berkisar 6.2 - 7. Nilai ini masih berada di dalam batas kisaran pH yang ditetapkan dalam baku mutu air yaitu antara 6 – 9. Hasil pengukuran pH yang dilakukan oleh BPSDA Provinsi Banten maupun pengamatan langsung masih sesuai dengan baku mutu air kelas II. Gambar 5 menunjukkan kondisi bahwa air sungai Cibanten masih berada dalam kondisi yang baik dari aspek pH air untuk pemanfaatan air sebagai air baku untuk air minum maupun untuk irigasi pertanian sawah.
Gambar 5 Grafik analisa kualitas air parameter pH sungai Cibanten dari hulu sampai hilir (Januari- Desember 2013) Nilai pH menjadi faktor yang penting dalam perairan karena nilai pH menggambarkan suasana asam atau basa pada air. Suasana air akan mempengaruhi kehidupan biologi di dalam air. Perubahan keasaman air, baik ke arah alkali maupun asam, akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya. Kondisi pH dapat mempengaruhi tingkat toksisitas suatu senyawa kimia, proses biokimiawi perairan, dan proses metabolisme organisme air. Toksisitas
29
akut aluminium tertinggi bagi ikan terjadi pada pH antara 5–6 melalui polimerisasi aluminium pada insang (Poléo 1995). Toksisitas aluminium dipengaruhi oleh konsentrasi aluminium dalam air, pH, dan jenis organisme yang terpapar (Dietrich & Schlatter 1989; Effendi 2003). Jumlah amonia tak terionisasi yang bersifat toksik bagi organisme perairan akan meningkat seiring dengan peningkatan pH dan temperatur. Ikan yang hidup pada perairan dengan nilai pH tinggi (alkalin) memiliki kandungan amonia yang lebih tinggi pada tubuhnya dibandingkan dengan ikan yang hidup di perairan netral dan mengalami gangguan ekskresi amonia tubuh (Scott et al. 2005; Tiwary et al. 2013). Air yang memiliki pH sangat rendah atau bersifat asam dapat bersifat korosif yang menyebabkan pengkaratan pada besi atau baja dan tentunya berbahaya pula bagi manusia. (Mackereth et al. 1989; Effendi 2003) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Parameter COD (Chemical Oxygen Demand) COD merupakan parameter kimia untuk mengetahui tingkat pencemaran air. Berdasarkan hasil pemantauan BPSDA terlihat pada Gambar 6 bahwa konsentrasi COD melebihi baku mutu terjadi pada bulan Januari 2013 di daerah hulu sampai hilir (Hulu desa Pabuaran sampai dengan Kasemen), namun COD dibawah baku mutu kelas II dari bulan april sampai Juli di Hulu desa Pabuaran, untuk lokasi Ciawi dibawah baku mutu dari bulan Juni sampai bulan Oktober, sebaliknya pada dari bulan November pada semua lokasi pemantauan (Hulu desa Pabuaran, Cimasin, Jembatan Ciawi dan Kasemen) konsentrasi COD melonjak tinggi diatas baku mutu air kelas II. Hal ini disebabkan kegiatan dari limbah domestik.
Gambar 6 Grafik analisa kualitas air parameter COD pada Sungai Cibanten pada pemantauan Januari s/d Desember 2013 Namun berdasarkan hasil pengamatan langsung di lokasi penelitian, terlihat pada Gambar 7 maka konsentrasi COD menunjukkan kecenderungan melebihi baku mutu untuk kelas II yaitu 25 mg/l, pada lokasi dari tengah sampai hilir sungai Cibanten di Jembatan Kaujon sampai Jembatan Kaibon, walaupun ada beberapa tempat yang nilai CODnya masih di bawah baku mutu untuk kelas II. Secara umum hal ini menunjukkan bahwa Sungai Cibanten telah tercemar oleh bahan organik yang sulit terurai. Seperti yang disebutkan oleh (Effendi 2003), COD merupakan parameter untuk mengetahui konsentrasi bahan organik di perairan yang sulit terurai.
30
Gambar 7 Grafik analisa kualitas air parameter COD di Sungai Cibanten pada pengamatan langsung bulan Juli 2013 Diantaranya berasal dari yaitu rumah sakit, industri, pertanian, peternakan, sampah dan limbah domestik dari mulai tengah sampai hilir sungai Cibanten. Parameter BOD (Biochemical Oxygen Demand) Parameter BOD merupakan indikator keberadaan bahan organik diperairan. BOD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara biologis. Semakin tinggi nilai BOD mengindikasikan semakin banyak kandungan bahan organik diperairan. Nilai BOD yang didapat pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8 terlihat bahwa nilai BOD berdasarkan hasil pemantauan pada bulan Januari s/d Desember 2013 pada sebagian besar lokasi pemantauan diatas baku mutu air untuk kelas II. Hal ini mengindikasikan tingginya polutan bahan organik di Sungai Cibanten. Semakin tinggi polutan bahan organik di perairan semakin banyak membutuhkan oksigen untuk melakukan oksidasi secara biologis. Hal ini mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut di perairan, dan apabila mencapai titik jenuh akan menjadi kondisi tanpa oksigen (anaerob). Air sungai menjadi berbau dan berwarna hitam. Berdasarkan hasil pemantauan BPSDA, nilai BOD dari hulu sampai hilir (Cibanten hulu, Cimasin, Jembatan Ciawi dan Kasemen) pada bulan Februari sampai Juli 2013 diatas baku mutu. Namun pada bulan agustus sampai Desember 2013 masih dibawah baku mutu.
Gambar 8 Grafik analisa kualitas air parameter BOD sungai Cibanten hasil pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013
31
Berdasarkan hasil pengamatan langsung pada lokasi penelitian pada bulan juli, pada Gambar 9 terlihat bahwa nilai BOD melebihi baku mutu kelas II terjadi pada daerah jembatan Kaujon dan Jembatan Kaibon. Lokasi tersebut merupakan dari tengah sampai hilir, nilai BODnya memiliki kecenderungan melebihi baku mutu untuk kelas II sebesar 3 mg/l.
Gambar 9
Parameter BOD hasil pengamatan langsung pada lokasi penelitian pada bulan juli
Nilai COD dan BOD hasil pengamatan langsung pada bulan Juli 2013 memiliki kecenderungan melebihi baku mutu untuk lokasi jembatan Kaujon dan Jembatan Gambar 1 Kaibon. Nilai COD menyatakan kandungan bahan organik sebagai polutan dalam air limbah. Berbeda dengan BOD, COD mengindikasikan bahan organik yang sulit terurai. Perbandingan nilai BOD dan COD memberikan informasi sejauh mana air limbah tersebut dapat diolah secara biologis. Semakin tinggi nilai perbandingan BOD/COD semakin tinggi pula tingkat biodegradabilitas polutan limbah cair tersebut. Nilai perbandingan BOD/COD pada bulan Juli 2013 sebesar 0.24. Menurut Capps (1995) dalam (Effendi 2003) (BOD/COD)˃ 0.4,mudah terdegradasi,BOD/COD˂ 0.4 sulit terdegradasi, dan (BOD/COD)˂ 0.2mengandung bahan toksik.Nilai perbandingan (BOD/COD)=0.24 menunjukkan bahwa air sungai mendapatkan beban pencemaran dari limbah yang mengandung bahan organik yang sulit terdegradasi. Parameter DO (Dissolved Oxygen) Oksigen terlarut (dissolved oksigen) merupakan kebutuhan dasar bagi organisme air.
Gambar 10 Grafik analisa kualitas air parameter DO sungai Cibanten hasil pemantauan BPSDA periode Januari – Desember 2013 Gambar 2
32
Kehidupan organisme air bergantung pada kemampuan perairan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen pada tingkat kebutuhan hidup mereka. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan dan organisme air lainnya menderita, bahkan dapat berujung pada kematian. Salah satu indikator bahwa pada air sungai Cibanten dapat berlangsung proses degradasi aerobik adalah dari hasil analisa konsentrasi oksigen terlarut(DO)>4mg/l menunjukkan sebagaimana disajikan pada Gambar 10. Sesuai baku mutu badan air kelas II (PP 82 Tahun 2001) konsentrasi oksigen terlarut (DO) minimum adalah 4 mg/l. Hal ini berarti kondisi DO pada air sungai Cibanten pada semua lokasi pengukuran dapat dinyatakan masih memenuhi syarat. Menurut Linsley dan Franzini (1995) keseimbangan oksigen terlarut juga akan berpengaruh pada biota dalam air. Organisme tingkat tinggi pada badan air selalu membutuhkan terpeliharanya kondisi aerob. Ikan dan biota air lainnya hanya dapat hidup pada kondisi kadar oksigen terlarut (DO = dissolved oxygen) dalam air di atas 3-4 mg/l.Konsentrasi DO pada air sungai Cibanten menunjukkan bahwa kehidupan biota air dapat berlangsung dengan normal. Pada penelitian ini didapat nilai DO yang semuanya berada diatas baku mutu dengan nilai minimum 4 mg/l yang bervariasi pada setiap tempat dan waktu. Parameter DO menggambarkan kandungan oksigen terlarut di perairan. Nilai DO minimum untuk kelas II sebesar 4 mg/l. Semakin tinggi nilai DO dari batas minimum maka kualitas perairan semakin bagus. Parameter Nitrat dan Nitrit Total Nitrogen adalah senyawa yang terdiri dari tiga bentuk, yaitu amonia, Nitrat, Nitrit. Dalam penelitian ini hanya membahas parameter Nitrat dan Nitrit untuk Amonia tidak dilakukan pengukuran dalam pemantauan namun dibahas dalam penelitian ini. Amonia merupakan salah satu komponen pembentuk perhitungan senyawa total nitrogen selain nitrat dan nitrit yang saling berkaitan. Hal ini disebabkan dari aktivitas persawahan maupun limbah domestik dan menunjukkan bahwa dari aspek kandungan amonia dalam air, sungai Cibanten tidak memenuhi peruntukkannya bagi sarana/prasarana rekreasi air. Gambar 11 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pemantauan BPSDA dari Januari sampai Desember 2013, kandungan nitrat pada air sungai Cibanten pada semua stasiun (Hulu-Tengah (Cimasin-Ciawi)-(Kasemen/Hilir) memperlihatkan nilai kandungan nitrat berkisar antara 0.01 – 8.91 mg/l dan berada jauh di bawah baku mutu air yang ditetapkan yaitu sebesar 10 mg/l. Sedangkan hasil pemantauan terhadap kandungan nitrit menunjukkan nilai berkisar antara 0.01 - 0.38 mg/l.
Gambar 11 Grafik analisa kualitas air parameter Nitrat sungai Cibanten hasil pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013
33
Sedangkan pada Gambar 12 menunjukkan bahwa parameter nitrit pada bulan januari berada diatas baku mutu air kelas II yaitu 0.05 mg/l pada semua lokasi pemantauan. Untuk lokasi Hulu-desa Pabuaran, parameter Nitrit berada diatas BMA kelas II pada bulan Juli, September dan November 2013, lokasi pemantauan Ciawi, parameter nitrit beradadiatas BMA kelas II pada bulan April, Mei, September, November dan Desember 2013, sedangkan pada lokasi Cimasin dan Kasemen masing-masing berada diatas BMA kelas II pada bulan januari, Maret November, Kasemen pada bulan Januari, Februari, april-Mei dan November 2013. Senyawa nitrogen pada perairan sungai Cibanten dapat berasal dari limbah kegiatan antropogenik di sekitar sungai Cibanten maupun aliran permukaan menuju perairan sungai Cibanten. Amonia pada perairan dapat berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme, pupuk, limbah industri dan domestik, serta limbah aktivitas metabolisme (air seni dan tinja) (Alaerts & Santika 1984). Untuk peternakan sapi u mumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan oleh sapi perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feces) dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan25 kg feses (Sihombing 2000). Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah meningkatnya kadar nitrogen.
Gambar 12 Grafik analisa kualitas air parameter Nitrit sungai Cibanten Hasil Pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013 Menurut (Farida 1978; Waluyo 2009) senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik dimana kehadirannya dapat menimbulkan Gambar 3 konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air. Nitrat dapat berasal dari partikel-partikel yang terbawa aliran permukaan
Gambar 13 Grafik analisa kualitas air parameter Total Nitrogen sungai Cibanten hasil pengamatan langsung bulan Juli 2013 Gambar 4
34
menuju perairan atau pun dari air hujan (Dodds 2002). Nitrat dan nitrit merupakan bentuk amonia yang teroksidasi. Nitrit adalah bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan nitrat sehingga keberadaannya bersifat sementara dan jumlahnya biasanya sedikit.Konsentrasi nitrogen anorganik (amonia, nitrat, dan nitrit) yang tinggi pada perairan menunjukkan adanya pencemaran. Nitrogen total Kjeldahl adalah gambaran nitrogen dalam bentuk organik dan amonia pada air limbah (Davis dan Cornwell 1991). Pada Gambar 13 menunjukkan nitrogen total, nitrogen total adalah penjumlahan dari nitrogen anorganik yang berupa N-NO3, N-NO2, dan N-NH3 yang bersifat larut; dan nitrogen organik berupa partikulat yang tidak larut dalam air (Mackereth et al. 1989; Effendi 2003). Amonia tak terionisasi adalah bentuk nitrogen anorganik yang paling toksik, sedangkan nitrat dan ion amonium adalah bentuk dengan tingkat toksisitas paling rendah. Amonia tak terionisasi (NH3) merupakan senyawa nitrogen yang dapat menjadi ion amonium (NH4+) ketika kondisi pH dan suhu menjadi rendah. Menurut Camargo dan Alonso (2006) pencemaran nitrogen anorganik di perairan dapat menyebabkan terjadinya asidifikasi perairan, eutrofikasi, dan efek toksik pada biota perairan, bahkan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan bagi kesehatan manusia dan perekonomian masyarakat. Parameter Fosfat (PO43-) Hasil pemantauan fosfat permukaan Sungai Cibanten menunjukkan nilai yang berkisar antara 0.03 – 1.0 mg/ldari bulan Januari sampai Desember 2013 pada Gambar 14. Pada bulan Januari, April dan Mei pada semua lokasi pemantauan Hulu-Tengah-Hilir (Hulu-Cimasin-Ciawi-Kasemen) semuanya diatas baku mutu dan kecuali pada sampel di Hulu sungai Cibanten pada bulan Mei yang memiliki nilai dibawah baku mutu air Kelas II PP No. 82 Tahun 2001 sebesar 0.159 mg/l. Konsentrasi fosfat yang tinggi tersebut dapat disebabkan oleh aktivitas masyarakat sepanjang sempadan sungai di Daerah aliran sungai Cibanten. Sumber pencemar Fosfat berasal dari limbah pertanian dari areal persawahan baik irigasi maupun tadah hujan di kecamatan Ciomas, kecamatan Kasemen, kecamatan Cipocok Jaya sepanjang sempadan sungai Cibanten karena adanya penggunaan pupuk dan pestisida untuk merawat tanaman. Penggunaan pupuk buatan dan pestisida dapat menjadi sumber pencemar terutama unsur fosfat,nitrogen dan unsur lainnya. Unsur fosfat yang terdapat pada limbah pupuk dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan eceng gondok. Menurut (Prochazkova 1978) jumlah nitrogen yang hilang dari lahan pertanian setiap hektarnya adalah sekitar 5-50 kgN/ha/tahun dan fosfat sekitar 0.05 sampai 0.5kgP/ha/tahun. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanaman, frekuensi, dan intensitas curah hujan serta kehilangan terbesar fosfat sendiri dapat disebabkan oleh erosi yang berat. Limbah hasil detergen dari pencucian peralatan rumah tangga, limbah peternakan sapi/unggas, usaha pencucian motor/mobil baikdi bagian hulu, tengah hilir dan lain sebagainya yang berasal dari pemukiman penduduk sepanjang sempadan sungai, aktivitas warung-toko di bagian tengah dan bagian hilir sampai jembatan kaibon sungai Cibanten dapat menyumbangkan sejumlah polutan fosfor ke dalam air. Fosfor banyak digunakan sebagai bagian dari sabun atau detergen, pupuk buatan, minyak pelumas, produk makanan dan minuman, katalis, dan lain
35
sebagainya (Perk 2006; Effendi 2003). Hal ini diduga terjadi karena dari Hulu sungai Cibanten merupakan daerah gunung karang yang merupakan hutan lindung dan terdapat komunitas tumbuhan akuatik pada hulu sungai Cibanten (tumbuhan riparian).
Gambar 14 Grafik analisa kualitas air parameter Fosfat sungai Cibanten hasil pemantauan BPSDA periode Januari – Desember 2013
Tumbuhan riparian dimungkinkan mampu mengurangi pencemaran air yang terjadi diGambar sungai5 atau sungai Cibanten pada beberapa kasus (Wiriadinata & Setyowati 2003). Fosfat akan mengendap bersama beberapa logam pada kondisi toksik, dan kompleks fosfat-logam tersebut akan kembali terdisosiasi ketika berada pada lapisan anoksik (Dodds 2002). Penyuburan perairan atau eutrofikasi dapat disebabkan oleh peningkatan konsentrasi fosfor bersama dengan nitrogen (Sulastri 2003). Fosfor merupakan salah satu unsur hara utama yang dibutuhkan oleh fitoplankton dan tumbuhan perairan untuk pertumbuhannya serta sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan. Sungai Cibanten cenderung kuat mengalami kondisi hipereutrofik dengan kadar rata-rata (Total Fosfor)>0.1 mg/l sesuai dengan kriteria status trofik danau dalam Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 28 Tahun 2009. Hal ini kemudian diperkuat oleh hasil pengamatan (Effendi et al.1999; Effendi 2003) untuk total ortofosfat yaitu berkisar antara (0.03 – 0.1) mg/l. Peningkatan konsentrasi total fosfor dan total fosfat di dalam air sungai Cibanten diduga terjadi seiring dengan peningkatan aktivitas manusia di sekitar sungai Cibanten. Konsentrasi total fosfat akan cenderung meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi total fosfor di dalam perairan (Hudson et al. 2000; Effendi 2003). PARAMETER MIKROBIOLOGI Parameter E-coli Lingkungan perairan mudah tercemar oleh mikroorganisme patogen (berbahaya) yang masuk dari berbagai sumber seperti permukiman, pertanian dan peternakan. Bakteri yang umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu badan airadalah bakteri yang tergolong Escherichia coli, yang merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup normal di dalam kotoran manusia dan hewan (Effendi 2003). Keberadaan bakteri ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai tingkat higienisitas suatu perairan.Pencemaran bakteri tinja (feses) di perairan sangat tidak dikehendaki baik ditinjau dari segi estetika, kebersihan, sanitasi maupun kemungkinan terjadinya infeksi berbahaya. Mikroba
36
patogen asal tinja yang sering menyebabkan penyakit disentri yang ditularkan melalui air mencakup salmonella, shigella dan coliform (Lay 1994; Waluyo 2009). Bakteri Vibrio cholera dapat menyebabkan penyakit kolera pada manusia, sedangkan beberapa galur (strain) dari bakteri Escherichia coli dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal dan diare berdarah (Mahin & Pancorbo 1999). Kadar Escherichia coli pada setiap stasiun pengamatan telah melampaui ambang batas maksimum yang dianjurkan yaitu rata-rata kandungan bakteri Escherichia coli sekitar 100 MPN/100 ml, berarti perairan sungai Cibanten telah terjadi pencemaran fecal dan ada kemungkinan air tersebut mengandung bakteri patogen. Keberadaan E.coli di perairan dipengaruhi oleh parameter fisika dan kimia. Curah hujan, temperatur, pH, salinitas, Oksigen terlarut, phospor, dan padatan tersuspensi (Benndorf et al. 2000; Waluyo 2009) yang mempengaruhi perkembangannya di dalam suatu perairan. Hasil analisa kualitas air dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (Januari s/d Desember 2013) menunjukkan bahwa dari hulu sampai hilir kecenderungan nilai E. coli melebihi baku mutu, seperti tampak pada Gambar 15.
Gambar 15 Grafik analisa kualitas air E-coli pada sungai Cibanten dari hulu sampai hilir dari Januari s/d Desember 2013 Nilai parameter E-coli berada diatas BMA kelas II pada semua lokasi pemantauan dari Hulu sampai hilir ( Hulu desa Pabuaran-Cimasin-Jembatan Ciawi-Kasemen ) dari bulan januari sampai dengan desember 2013. Parameter E. coli merupakan indikator yang utama limbah domestik. Keberadaan E-coli dalam jumlah yang melebihi baku mutu mengindikasikan bahwa Sungai Cibanten tercemar oleh kotoran manusia. Parameter Total-coli Bakteri coliform total merupakan semua jenis bakteri aerobik, anaerobik fakultatif, dan rod-shape (bakteri batang) yang dapat memfermentasi laktosa dan menghasilkan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35°C. Bakteri coliform total terdiri dari Escherichia coli, Citrobacter, Klebsiella, dan Enterobacter. Fecal coliform adalah anggota dari coliform yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44.50C dan merupakan bagian yang paling dominan (97%) pada tinja manusia dan hewan (Effendi 2003). Pada Gambar 16 menunjukkan semua lokasi diatas baku mutu air kelas II. Bakteri pathogen perairan yang berasal dari pencemaran tinja manusia atau hewan dapat dideteksi keberadaannya melalui keberadaan bakteri fecal coli sebagai bakteri indikator (Madigan et al. 2009).
37
Gambar 16 Grafik analisa kualitas air Total-coli pada sungai Cibanten dari hulu sampai hilir dari Januari s/d Desember 2013 Hal ini disebabkan oleh keberadaan bakteri pathogen yang sulit untuk dideteksi dan konsentrasinya cenderung rendah di perairan. Bakteri pathogen dapat Gambarpenyakit 6 menimbulkan atau gangguan kesehatan secara umum pada manusia jika masuk ke dalam tubuh. Penentuan Status Mutu Air
Batas Nilai
Kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan terhadap baku mutu air yang ditetapkan. Banyak cara untuk melakukan penilaian status mutu air pada suatu sumber air, yaitu diantaranya yang disajikan dalam KepMen LH No. 115 Tahun 2003, tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, yaitu dengan metoda storet dan metoda indeks pencemaran. Indeks pencemaran digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diijinkan (Nemerow 1974). Indeks ini berkaitan dengan senyawa pencemar yang bermakna untuk suatu peruntukkan dan dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Namun dalam hal-hal yang bersifat umum sering pula hanya dengan menggunakan kelas air yang mengacu pada PP No. 82 Tahun 2001. Seperti terlihat pada Gambar 17, maka berdasarkan hasil perhitungan data pemantauan BPSDA sungai Cibanten pada Januari-desember tahun 2013 dengan metode storets maka diperoleh pada status mutu air pada Cibanten hulu adalah cemar berat, lokasi Cimasin cemar berat, lokasi jembatan Ciawi adalah cemar berat dan -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0
Cemar Berat
Cemar Berat
Cemar Berat
Cemar Berat Lokasi Pemantauan
Batas Nilai ( -30 )
-30
Batas Nilai (-11)
-11 Cibanten Hulu
Cimasin
Jembatan Ciawi
Lokasi Pemantauan
Kasemen
Gambar 17 Grafik Status mutu air sungai Cibanten dari hulu sampai hilir pada bulan Januari s/d Desember 2013 dengan metode storet Gambar 7
38
Kasemen juga cemar berat. Hal ini disebabkan aktivitas penduduk sepanjang DAS Cibanten sudah padat dan komplek karena penduduk menggunakannya sebagai MCK, banyaknya penambang galian pasir sedang pada bagian tengah sampai hilir cemar berat. Hal ini disebabkan banyak penduduk di bantaran sungai menghasilkan limbah padat maupun limbah cair domestiknya. Pada Gambar 18 menunjukkan berdasarkan hasil perhitungan data pengamatan langsung sungai Cibanten pada bulan Juli tahun 2013 dengan metode indeks pencemaran (IP) maka diperoleh pada status mutu air pada Cibanten hulu adalah di bawah baku mutu air, lokasi bendung Gelam adalah cemar ringan, lokasi jembatan Kaujon adalah cemar ringan dan jembatan Kaibon adalah cemar ringan. Hal ini disebabkan maraknya penambang galian pasir/batu didaerah Hulu yaitu di desa pancanegara, desa sindangheula kecamatanpabuaran kabupaten Serang. Permukiman penduduk di bantaran sungai, aktifitas penduduknya menghasilkan limbah baik padat maupun limbah cair domestiknya, pemanfaatan lahan bagi kegiatan peternakan yang tidak disertai pengolahan limbah yang optimal, pemanfaatan lahan bagi tempat pembuangan akhir (TPA) dengan sistem open dumping di daerah tengah sampai hilir sungai Cibanten, kegiatan rumah sakit yang menghasilkan limbah medis dan non medis termasuk limbah mengandung bahan-bahan infeksius, detergen, NH3, H2S, NO2 dan bahan berbahaya lainnya. dan status mutu air sungai Cibanten bagian hulu cemar berat ini dimungkinkan. Pemanfaatan sungai sebagai MCK dan pembuangan limbah domestik oleh masyarakat di sekitar bantaran sungai hal ini bisa dilihat pada beberapa desa belum memiliki WC/MCK yang memadai seperti di desa kasemen. Beberapa desa merupakan lahan pertanian yang penggunaan airnya berasal dari sungai Cibanten akibatnya penggunaan pupuk dan pestisida kimia secara berlebihan mengalir di daerah hulu dan sebagian besar sepanjang hilir sungai Cibanten. 6,00
5,00
Lokasi
4,00
Batas nilai =5
3,00
Batas nilai =1
2,00
1,00 0,00 Hulu Outlet Outlet Kampung Cimasin Bendung Jembatan Jembatan Jembatan desa Desa PT. PT. Serut Gelam Kaujon Ciawi Kaibon kasemen Pabuaran Telaga Sumber Kencana Mulia Abadi HW
Segmen 1
segmen 2
Segmen 3
Lokasi
Gambar 18 Grafik Status mutu air sungai Cibanten) dari hulu sampai hilir (Juli 2013) dengan metode Indeks Pencemaran (IP )
39
Kontribusi Sumber Pencemar di DAS Cibanten Potensi beban pencemar di sepanjang DAS Cibanten Kota Serang dan Kabupaten Serang. Berikut ini diuraikan beberapa jenis kegiatan di sepanjang sungai Cibanten yang dapat memberikan kontribusi pencemaran terhadap kondisi perairan sungai Cibanten: a. Potensi beban pencemaran limbah domestik dari kependudukan/rumah tangga Rumus yang digunakan untuk menghitung potensi beban pencemaran dari sumber rumah tangga mengacu pada Balai Lingkungan Pengairan PUSLITBANG SDA, Kementrian PU ( 2004) adalah sebagai berikut : PBP=JumlahPendudukx Faktor emisi x rasio ekivalen x alpha (α).......(1) Dalam hal ini : PBP = Potensi beban pencemaran penduduk Faktor emisi : BOD = 40 gram/orang/hari COD = 55 gram/orang/hari TSS = 38 gram/orang/hari Rasio ekivalensi kota: Kota = 1 Pinggiran kota =0.8125 Pedalaman=0.625 Alpha(α) : koefisien transfer beban ( 0.3-1) Nilai α = 1 digunakan untuk daerah yang lokasinya berjarak antara 0 s/d 100 meter dari sungai Nilai α = 0.85 untuk lokasi yang berjarak antara 100 s/d 500 meter dari sungai Nilai α = 0.3 untuk lokasi yang berjarak lebih besar dari 50 meter dari sungai Sehubungan keterbatasan informasi dan data mengenai pola sanitasi masyarakat, maka perhitungan potensi beban pencemaran air limbah domestik dari permukiman menggunakan asumsi sebagai berikut : a. Masyarakat di bantaran sungai membuang air limbah langsung ke sungai dan diperhitungkan sebanyak 30% dari jumlah total penduduk kabupaten/kota b. Masyarakat yang membuang air limbah melalui drainase terpasang sebanyak 40% dari jumlah total penduduk kabupaten/kota c. Masyarakat yang membuang air limbah melalui septik tank terpasang sebanyak 30% dari jumlah total penduduk kabupaten/kota d. Seluruh masyarakat tidak tersambung dengan IPAL Komunal. Beban pencemar rumah tangga di DAS Cibanten merupakan hasil penjumlahan beban pencemaran seluruh kecamatan, sedangkan beban pencemaran setiap kecamatan dihitung menggunakan rumus (1). Tabel 16 menunjukkan potensi beban cemar penduduk berdasarkan analisa spasial lokasi jarak penduduk terhadap sungai utama Cibanten. Potensi beban cemar penduduk berasal dari Kota Serang terdiri dari 4 kecamatan dan Kabupaten Serang terdiri dari 2 kecamatan.
40
Tabel 16 Potensi beban cemar penduduk/domestik Beban Cemar Domestik Perkecamatan ( gram/hari )
BOD Total (kg/hari)
COD Total % (kg/hari)
%
TSS Total
Total N
(kg/hari) %
(kg/hari)
Total P % (kg/hari)
%
Kota Serang
23927 81
32900,18
81 22731,03
81
1166,46 81
125,62
81
Kab.Serang
5644,37 19
7761,01
19 5362,15
19
275,16 19
29,63
19
40661,18 100 28093,18 100
1441,62 100
Total
29571,77 100
155,25 100
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013
Potensi beban pencemar untuk COD dari sektor penduduk baik dari Kota Serang maupun Kabupaten Serang adalah 1219.84 ton/bulan terdiri dari 81 % di Kota Serang dan 19 % di Kabupaten Serang yang terbesar berasal dari kecamatan Pabuaran sebesar 11.56% dan kecamatan Ciomas 3.64% sedangkan potensi beban pencemar terbanyak pada Kota Serang berasal dari kecamatan Serang 50.14%, kecamatan Kasemen 17%, kecamatan Taktakan 9.26% dan kecamatan Cipocok Jaya 4.52% dimulai dari hulu ke hilir. Kontribusi COD terhadap BOD, TSS, Total N dan Total P adalah 41 % dari kelima parameter tersebut. Potensi beban pencemar untuk BOD hampir sama seperti COD sebesar 887.15 ton/bulan terdiri dari 81% di Kota Serang dan 19% di Kabupaten Serang. Kontribusi BOD terhadap lima parameter tersebut adalah 30%. Sedangkan TSS adalah 842.80 ton/bulan atau 81% di Kota Serang dan 19% di Kabupaten Serang. Kontribusi TSS dari sektor penduduk terhadap lima parameter tersebut adalah 28%. Sedangkan untuk parameter Total N dan Total P dibawah 2%. Rushayati (1999) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan areal persawahan dan permukiman dapat menimbulkan limbah yang banyak mengandung bahan organik, nitrit dan nitrat sehingga dapat meningkatkan nilai BOD dan mengurangi ketersediaan DO. Limbah yang dihasilkan dari permukiman adalah limbah domestik seperti kotoran manusia, limbah dari kegiatan mencuci dan mandi serta limbah hasil aktivitas manusia lainnya. b. Potensi beban pencemaran dari peternakan Beban pencemaran dari peternakan dalam analisis ini dihitung menggunakan faktor emisi. Data yang diperlukan dalam perhitungan ini adalah jenis dan jumlah ternak. Sementara itu, faktor emisi yang digunakan merupakan hasil penelitian Balai Lingkungan Keairan, PUSLITBANG SDA, Kementrian Pekerjaan Umum/PU (2004). Tabel 17 menunjukkan potensi beban cemar peternakan pada DAS Cibanten dari Kabupaten Serang dan Kota Serang. Limbah ternak merupakan pencemaran bagi air serta mempunyai kandungan BOD yang tinggi dan sedikit kandungan oksigen terlarut dalam air (Overcash et al.1983). Potensi beban pencemar untuk COD dari sektor peternakan mencapai 1111.44 ton/bulan terdiri dari 67% dari Kota Serang dengan komposis dari: kecamatan Curug 24%, kecamatan Taktakan 14%, kecamatan Cipocok Jaya 11%, kecamatan Walantaka 8%, kecamatan Kasemen 7% serta kecamatan Serang 2% dan 33% dari Kabupaten Serang dengan komposisi terdiri dari: kecamatan Pabuaran 22% dan kecamatan Kramatwatu 11%. Kontribusi terhadap empat
41
parameter adalah 66%. Kontribusi potensi beban pencemar terbesar berasal dari peternakan ayam untuk BOD, COD dan TP masing-masing 58.05%, 56.23%, 45.11%, kontribusi potensi beban pencemar Total N berasal dari ternak kambing sebesar 72.85%. Tabel 17 Potensi beban pencemar peternakan
BOD Total
COD Total
Kota Serang
( kg/hari ) % 13803,37 73,5
( kg/hari ) % ( kg/hari ) % 24929,25 67 96,94 77
Kab.Serang
4975,24 26
Peternakan
Total
Total N
12118,57 33
Total P ( kg/hari ) % 18,01 73
29,77 23
6,77 27
18778,6115 100 37047,82503 100 126,71577 100 24,783911 100
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013 Kontribusi potensi beban pencemaran peternakan ayam jika diprediksikan semua limbah ternak ayam potong dibuang semuanya ke sungai maka potensi beban pencemaran BOD, COD,TN dan TP jauh lebih tinggi sebesar 8795.31 kg/hari, 20832.96 kg/hari dan 11.18 kg/hari. Limbah ternak ayam merupakan penyumbang paling besar terhadap peningkatan BOD, TP dan COD. Hal ini disebabkan oleh tingkat pemeliharaan ternak oleh penduduk pada masa sekarang yang lebih menyukai memelihara ayam dibandingkan ternak lainnya. Potensi beban pencemar untuk BOD dari sektor peternakan mencapai 563.36 ton/bulan terdiri dari 67% Kota Serang dan 33% Kabupaten Serang dengan kontribusi terhadap empat parameter diatas adalah 34%. Untuk Parameter Total N dan Total P masing-masing 3.802 ton/bulan dan 0.74 ton/bulan atau 0.11% terhadap empat parameter tersebut. c. Potensi beban pencemaran dari limbah Pertanian/Perkebunan Perhitungan beban pencemaran dari pertanian dalam analisis ini bersumber aktifitas pertanian diperolah dari data luas lahan pertanian. Tabel 18 Potensi beban cemar lahan pertanian di DAS Cibanten Kabupaten Serang Kecamatan
BOD ( kg/hari )
Ciomas PABUARAN
TSS %
( kg/hari )
Total P %
( kg/hari )
Total N %
( kg/hari )
605.70
11.09
3.25
6.66
4768.88
63.96
26.59
53.27
WARINGINKURUNG
699.86
13.44
3.74
7.56
KRAMATWATU
410.91
4.81
2.29
4.57
8.74
0.17
0.05
0.09
149.40
2.67
0.80
1.60
PADARINCANG BAROS
%
Kota Serang Kecamatan
BOD
TSS
Total P
Total N
KASEMEN
1923.42
53.85
11.64
23.27
Taktakan Serang Cipocok Jaya
307.86 68.22 0.00
15.16 3.14 0.00
1.90 0.42 0.00
3.95 0.84 0.00
Kota Serang
2299.50
25.71
72.15 42.87
13.96 27.55
Kabupaten Serang
6643.50
74.29
96.14 57.13
36.71 72.45
Total Keseluruhan
8943.00
100.00
Sumber : Analisa dan Perhitungan 2013
168.29
100
50.67
100
28.06 27.6 73.76 72.4 101.82
100
42
Sementara itu faktor emisi parameter pencemaran pertanian diperoleh dari penelitian Balai Lingkungan Keairan, PUSLITBANG SDA, Kementrian Pekerjaan Umum/PU (2004). Beberapa tipe tutupan lahan seperti permukiman, sawah, tegalan/ladang dan lainnya diduga turut menyebabkan pencemaran air sungai sehingga terjadi penurunan kualitas air sungai. Pada Tabel 18 menunjukkan potensi beban cemar lahan pertanian (sawah, palawija dan perkebunan) terdiri dari Kabupaten Serang dan Kota Serang berdasarkan analisis data spasial. Potensi beban pencemar untuk BOD dari sektor lahan pertanian mencapai 745.25 ton/bulan terdiri dari 74.29% dari Kabupaten Serang dan 25.71% Kota Serang dengan kontribusi terhadap empat parameter adalah 96%. Hal serupa juga pernah dilaporkan oleh Rasyidin (1995), berdasarkan hasil penelitiannya di DAS Ciliwung diperoleh bahwa dengan berkurangnya hutan dan bertambahnya penggunaan hutan untuk lain-lain menyebabkan kualitas air salah satunya BOD, pada musim penghujan dan musim kemarau cenderung lebih besar. Potensi beban pencemar untuk TSS dari sektor lahan pertanian mencapai 14.02 ton/bulan terdiri dari 42.87% dari Kota Serang dan 57.13% Kabupaten Serang dengan kontribusi terhadap empat parameter diatas adalah 2%. Hill (2004) menyatakan bahwa limbah berupa limpasan dari area pertanian merupakan sumber pencemar utama TSS. Untuk Parameter Total N dan Total P masingmasing 8.49 ton/bulan dan 4.23 ton/bulan atau 1.1% terhadap empat parameter tersebut. Sumber pencemar Kabupaten Serang berasal dari kecamatan Pabuaran 72%, kecamatan Waringin Kurung 11%, kecamatan Ciomas 9%, kecamatan Kramatwatu 6%, kecamatan Baros 2%. Kota Serang berasal dari kecamatan Kasemen 75%, kecamatan Taktakan 21%, kecamatan Serang 4%. (Verbist et al. 2009) menyatakan bahwa perubahan tata guna lahan hutan menjadi pertanian dan permukiman merupakan faktor utama penyebab penurunan kualitas air sungai di daerah hulu melalui sedimentasi, penumpukan hara dan pencemaran bahan kimia pestisida. d. Potensi beban pencemaran dari Hotel Potensi beban pencemaran dari hotel diperoleh dengan menghitung tingkat hunian dan jumlah tempat tidur. Hasil perkalian antara tempat tidur dan tingkat hunian merupakan jumlah orang yang tinggal di hotel. Emisi yang dihasilkan dihitung sesuai dengan emisi perorangan setiap hari. Potensi beban pencemar untuk COD dari sektor Hotel mencapai 632.56 ton/bulan di Kota Serang dan potensi beban pencemar untuk BOD dari sektor Hotel mencapai 458 ton/bulan terdiri di Kota Serang dan potensi beban pencemar untuk TSS dari sektor Hotel mencapai 432.81 ton/bulan di Kota Serang dengan kontribusi COD terhadap tiga parameter diatas adalah 42%. Untuk Parameter BOD dan TSS masing-masing 30% dan 28% terhadap empat parameter tersebut pada Tabel 19. Seluruh hotel terletak di Kota Serang khususnya di kecamatan Serang.
43 Tabel 19 Potensi Beban Pencemaran Hotel No.
Nama Hotel
Beban Pencemar BOD (kg/hari)
Beban Pencemar TSS (kg/hari)
Beban Pencemar COD (kg/hari)
0.7072 0.83096 0.7956 0.74256
1.0336 1.21448 1.1628 1.08528
1
Hotel Abadi
2 3 4
Hotel Mahadria Hotel Tamansari Hotel Wisata Baru
0.748 0.8789 0.8415 0.7854
5
Hotel Bintang Semesta
0.6171
0.58344
0.85272
6
Hotel Hikmah
0.6358
0.60112
0.87856
7 8 9 10
Hotel Surya Hotel Surabaya Hotel Royal Srikandi Hotel Kasih Sayang
0.6545 0.6545 0.6545
0.6188 0.6188 0.6188
0.9044 0.9044 0.9044
0.6545
0.6188
0.9044
11
Hotel Anugrah
0.6545
0.6188
0.9044
12
Hotel Pangestu
0.6545
0.6188
0.9044
13
Wisma BKM
0.6545
0.6188
0.9044
14
Wisma KORPRI Serang
0.6545
0.6188
0.9044
15
Wisma PKPRI
0.6545
0.6188
0.9044
16
Hotel D’Griya
0.6545
0.6188
0.9044
17
Penginapan Srikandi
0.6545
0.6188
0.9044
18
Hotel Le Dian
1.672
1.5808
2.3104
19
Hotel Ratu Bidakara Total
1.881 15.26
1.7784 14.43
2.5992 21.09
Sumber : Perhitungan 2013 e. Potensi beban pencemaran dari rumah sakit Potensi beban pencemaran dari rumah sakit diperoleh dengan menghitung jumlah pasien yang menginap sebagai dasar asumsi. Hasil perkalian antara tempat tidur dengan jumlah pasien merupakan potensi beban pencemar. Beban pencemaran = jumlah tempat tidur x tingkat hunian pasien Jumlah beban pencemaran untuk tiap parameter mengacu kepada emisi perorangan tiap hari. Potensi beban pencemar untuk COD dari sektor Rumah Sakit mencapai 1.42 ton/bulan di Kota Serang, potensi beban pencemar untuk BOD dari sektor Rumah Sakit mencapai 0.46 ton/bulan terdiri di Kota Serang sedangkan potensi beban pencemar untuk TSS dari sektor rumah sakit mencapai 0.98 ton/bulan di Kota Serang dengan kontribusi COD terhadap tiga parameter diatas adalah 50%. Untuk Parameter BOD dan TSS masing-masing 16% dan 34% terhadap tiga parameter tersebut (Tabel 20). Seluruh Rumah Sakit terletak di Kota Serang khususnya di kecamatan Serang.
44
Tabel 20 Potensi Beban Pencemaran dari Rumah Sakit Jumlah Tempat Tidur
Beban Pencemar BOD (kg/hari)
Beban Pencemar COD (kg/hari)
Beban Pencemar TSS (kg/hari)
Nama Rumah Sakit
Tingkat Kecamatan Hunian (persentase)
RS. Budi Asih
Serang
90
72
1.4256
4.38048
3.03264
RS. Kencana
Serang
90
112
2.2176
6.81408
4.71744
RS. Bedah Benggala
Serang
90
50
0.99
3.042
2.106
RS. Sari Asih
Serang
90
150
2.97
9.126
6.318
RS. Puri Garcia
Serang
90
50
0.99
3.042
2.106
15.33
47.09
32.60
Total Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013
f. Potensi beban pencemaran dari Persampahan Penanganan sampah di Kota Serang menggunakan sistem offsite dan on site. Sistem offsite (pengangkutan) terutama dilakukan pada kawasan perdagangan dan permukiman padat perkotaan. Fasilitas pengelolaan sampah terdiri dari bak sampah atau tong-tong sampah sebagai tempat pengumpulan sementara yang kemudian diangkut dengan gerobak dan truk menuju TPA, yang berlokasi di Desa Panggungjati Kecamatan Taktakan. Sampah yang paling banyak volumenya terdapat di Pasar Rau, di Jalan Hasanuddin, dan dari rumah tangga, sedangkan cara pengangkutannya dilakukan sehari 2 kali yang ditangani oleh Dinas Kebersihan. Sistem on-site masih dilakukan masyarakat pinggiran dengan memasukkan sampah pada lubang-lubang/tempat-tempat yang dibuat sendiri oleh penduduk kemudian ditimbun atau dibakar. Pada Tabel 21 menunjukkan jumlah sampah di kota Serang yang terangkut maupun timbulan sampah perhari. Tabel 21 Data persampahan Kota Serang tahun 2010 No
Uraian
Volume (m3)
1
Jumlah timbulan sampah
9934.6
2
Jumlah sampah terangkut
1070
3
Jumlah sampah diolah
0
4
Lainnya
0
Sumber: Bidang Kebersihan Kota Serang, 2010
Beban sampah (kg/hr) = Berat sampah /orang/hari x jumlah pddk Jika datanya dalam satuan volume, maka berat sampah dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Berat sampah (kg) = Berat jenis sampah (kg/l) x volume sampah (l) Berat jenis sampah organik=0.61 kg/l (Kastaman 2006) 1) Perhitungan sampah yang tidak tertangani Berat sampah tdk tertangani (kg/hr)= (9934.6-1070) m3/hari X 0.61kg/ltr= 5407406 kg/hari 2) Perhitungan beban BOD
45
Penelitian yang dilakukan oleh INEGI dan SEMARNAP pada sungai di Mexico tahun 1998. Nila Aliefia Fadly (2008) menyatakan bahwa 1 gr sampah organik memiliki nilai BOD sebesar 2.82 gr Nilai inilah yang menyatakan beban BOD sampah (W sampah) tersebut Beban BOD sampah (kg/hr) = Berat sampah tdk tertangani (5407406 kg/hr) x (2.82)X 60% (untuk organik)= 9149.33 kg/hari. g. Total Potensi beban pencemaran air Total potensi beban pencemaran air di DAS Cibanten merupakan hasil penjumlahan beban pencemaran sumber industri, rumah tangga, industri formal, pertanian, hotel dan rumah sakit yang dihitung per kecamatan. Total potensi beban pencemaran air dihitung dengan rumus sebagai berikut : Total Beban Pencemaran Air = Beban industri+ beban pencemaran domestik+Beban_pencemaran_peternakan+Beban_pencemaran_Pertanian....(2) Tabel 22 Kontribusi pencemar pada non point source (NPS) BOD Total Sumber Pencemar
(kg/hari )
Peternakan
18779
Pertanian Penduduk Rumah Sakit
%
COD Total
TSS Total
(kg/hari)
%
(kg/hari)
27.25
37048
38.31
8943
12.98
0
29572
42.90
0.99
Hotel
N Total
P Total
%
(kg/hari)
%
(kg/hari)
0
0.00
126.72
7.56
24.78
10.66
0.00
168
0.41
101.82
6.07
50.67
21.80
40661
42.04
28093
68.82
1441.62
86.01
155.25
66.80
0.00
3.04
0.00
2.11
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
7.89
0.01
21.09
0.02
40.67
0.10
5.93
0.35
1.69
0.73
Sampah
9149
13.27
12580.33
13.01
8691.86
21.29
0.00
0.00
0.00
0.00
Industri
2473
3.59
6401.05
6.62
3823.04
9.37
0.00
0.00
0.00
0.00
Total
68925
100
96714.51
100
40819.14
100
1676.09
100
232.40
100
Sumber : Perhitungan 2013
Berdasarkan hasil perhitungan potensi beban cemar dari seluruh sumber pencemar (pada Tabel 22) diatas maka kontribusi beban pencemar terbesar berasal dari sektor penduduk/domestik baik parameter BOD, COD, TSS, Total N maupun Total P. Hal ini berasal dari jumlah penduduk kota Serang maupun kabupaten Serang yang jumlahnya padat. Dari potensi beban cemar penduduk untuk parameter BOD sebesar 29572 kg/hari berasal dari kota Serang khususnya kecamatan Serang dengan jumlah penduduk terbanyak 207065 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 8001 jiwa/km2 (Kota Serang 2010). Disusul kecamatan Kasemen, kecamatan Cipocok Jaya dimana ketiga kecamatan tersebut dilewati langsung oleh sungai utama Cibanten. Namun untuk kecamatan Curug, kecamatan Walantaka dan kecamatan Taktakan memiliki saluran drainase yang semuanya bermuara ke sungai Cibanten.Karakteristik air limbah domestik bervariasi dari waktu ke waktu , dari kota ke kota, dan dari negara ke negara lainnya, bergantung pada struktur komunitas, kebiasaan hidup masyarakat, jenis aktivitas, tingkat ekonomi dan kesadaran lingkungan (Suprihatin dan Suparno 2013). Air limbah domestik umumnya banyak mengandung unsur hara (nitrogen dan fosfor) dan bahan-bahan organik (BOD, COD, dan TOC) yang mudah
%
46
terdegradasi secara biologis (Henry&Heinke 1996) dalam Suprihatin dan Suparno (2013).
Gambar 19 Potensi BOD total beban pencemaran air limbah Rekapitulasi beban pencemar limbah total dari seluruh sumber pencemar yang di analisa dan diperhitungkan yaitu peternakan, penduduk, pertanian, rumah sakit, sampah, hotel dan Industri maka untuk parameter BOD (Gambar19) yang dominan berasal dari sektor penduduk dengan persentase 49.46% yang kedua adalah sektor peternakan 27.25%, ketiga adalah sampah 13.27%, pertanian 12.98%, industri 3.59%, rumah sakit 0.03% dan Hotel 0.01%.
Gambar 20 Potensi COD total beban pencemaran air limbah Untuk parameter COD (pada Gambar 20) yang dominan berasal dari sektor penduduk sebesar 43.02%, kedua sektor peternakan 39.2%, ketiga sampah 13.31%, industri 4.45%, keempat hotel 0.02% dan kelima rumah Sakit 0.03%. Sedangkan parameter TSS (Gambar 21) yang dominan berasal dari penduduk sebesar 70.38%, kedua sampah 21.78%, industri 7.31%, pertanian 0.42%, hotel 0.1% dan rumah sakit 0.01%.
47
Gambar 21 Potensi TSS total beban pencemaran air limbah Rekapitulasi beban pencemar total untuk parameter Total N dan Total P yang menonjol adalah sektor penduduk, kedua sektor peternakan, ketiga sektor pertanian. Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran DAS Cibanten Perhitungan daya tampung beban pencemaran (DTBP) yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan parameter kunci kualitas air di sungai yang meliputi BOD, COD, dan TSS. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa parameter kunci tersebut dapat memperlihatkan Gambaran umum tingkat kualitas air sungai untuk berbagai peruntukkan. Disamping itu, hasil pemantauan kualitas air sungai Cibanten secara periodik yang dilakukan oleh BPSDA Provinsi Banten menunjukkan bahwa TSS, BOD dan COD cenderung melebihi mutu air kelas II di seluruh segmen. Baku mutu air sungai yang digunakan dalam kajian ini menggunakan baku mutu air kelas II berdasarkan PP No.28 tahun 2001. kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayahnya. Pada semua segmen 1,2 dan 3 menggunakan mutu air (BMA) kelas II. Perhitungan ini menggunakan model kualitas air (Qual2Kw) yang merupakan model satu dimensi khusus untuk sungai dan stream. Parameter kualitas air yang dapat dimodelkan meliputi parameter organik konvensional termasuk BOD, COD, dan TSS. Agar model kualitas air (Qual2Kw) menghasilkan keluaran berupa kuantitas beban pencemaran yang masuk ke sungai Cibanten dan jumlah beban pencemar yang diperbolehkan dibuang ke wilayah yang sama, maka dilakukan simulasi dengan dua skenario yang berbeda. Skenario 1 dieksekusi dengan menggunakan kaulitas air hasil sampling di hulu (headwater), kemudian melakukan input beban pencemar hasil pemantauan untuk point source, sedangkan beban pencemar non point source diinput secara coba-coba (trial and error) sampai hasil simulasi mendekati data kualitas air hasil sampling di seluruh wilayah penelitian (Tabel 23). Beban pencemar yang diinputkan dari point source dan non point source kemudian dijumlahkan dan dianalisis.
48
Tabel 23 Skenario Simulasi Model Qual2Kw
Skenario
Hulu
Debit Kualitas Air Beban Pencemar I Hasil Pengukuran Hasil Pengukuran Input data lapangan II Hasil Pengukuran Hasil Pemantauan trial & error Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013
Output Kualitas Air Hasil Sampling Kelas II di segmen 1, 2, dan 3
Sementara itu skenario 2 dieksekusi dengan menggunakan data kualitas air di hulu sungai Cibanten yang sama seperti skenario 1, tetapi input beban pencemar dilakukan agar hasil simulasi mendekati kualitas air baku mutu air yang ditetapkan di setiap segmen sungai Cibanten yang dimodelkan. Skenario 1 dan 2 tersebut untuk debit air di sungai di Hulu Sungai Cibanten menggunakan debit hasil pengukuran sesaat pada bulan Juli 2013 yaitu 4.5 m3/detik. Kemudian untuk memahami pengaruh perubahan debit air sungai di hulu dan perbaikan kualitas air di hulu terhadap kualitas air di seluruh segmen sungai Cibanten, maka dilakukan simulasi menggunakan perubahan baik penambahan atau pengurangan debit dan perubahan penambahan/pengurangan kualitas air di point source dan non point source. Segmentasi Sungai Cibanten Berdasarkan pertimbangan wilayah administrasi, keberadaan sampling kualitas air, keberadaan bangunan tata air dan kondisi hidromorfologi dalam penelitian ini, sungai Cibanten dibagi menjadi 3 segmen sebagai berikut (pada Gambar 22). Segmen ke-1, segmen ke-2, segmen ke-3.
Gambar 22 Peta segmentasi sungai utama DAS Cibanten
49
Headwater Sungai Cibanten Headwater merupakan bagian hulu yang ditetapkan sebagai sumber utama air sungai Cibanten dalam penelitian ini. Dalam hal ini dilakukan pengumpulan data penampang dan karakteristik sungai untuk menentukan debit dan model hidrolik sungai. Tabel 24 menunjukkan profil sungai Cibanten dari hulu sampai hilir (teluk Banten). Debit sungai Cibanten di headwater (hulu) berdasarkan pengukuran dilapangan sebesar 4.5m3/detik. Tabel 24 Profil Segmentasi Sungai Utama Cibanten NO
PARAMETER
SATUAN Hulu
Nama Lokasi
1
Koordinat Lokasi
2
Panjang Jarak dari Hilir
3
Ketinggian
4
Beda Tinggi
5
Kemiringan Lereng
6
Lebar Penampang
7 8
LOKASI SEGMEN 1 2
HW Hulu-Hilir
Pabuaran
Hulu-Hilir
Serang/Cipocok jaya Serang/Kasemen
3 Hulu-Hilir
Hilir
Kasemen
Teluk Banten
Koord X
106.046
106.10398
106.15964
106.1529
106.17469
Koord Y
-6.2185
-6.18925
-6.14003
-6.08086
-6.02975
106° 02' 45.6" BT 106° 06' 14.3" BT 106° 09' 34.7" BT 106° 09' 10.4" BT106° 10' 28.9" BT 6° 13' 06.6" LS 6° 11' 21.3" LS 6° 08' 24.1" LS 6° 04' 51.1" LS 6° 01' 47.1" LS 11.14 10.78 11.09 7.80 Km km 40.81 29.67 18.88 7.80 mdpal 150 60 60 30 30 15 15 0 m
90
30
15
15
0.0081
0.0028
0.0014
0.0019
m
6
5.5
8
7
Debit
m3/dt
4.5
2.64
5.7
4.6
Point Abstraction
m3/dt
KETERANGAN
Nama Kecamatan yg saling berbatasan Koordinat Lokasi Titik perbatasan Segmen
40.81
angka dari garis kontur
Analisa dan Simulasi Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP) Parameter BOD Berdasarkan analisa sampling kualitas air untuk BOD dapat dilihat bahwa konsentrasi BOD cenderung meningkat dari hulu sampai hilir. Hasil simulasi dengan menggunakan skenario I BOD pada Gambar 23 menunjukkan bahwa di seluruh segmen, konsentrasi BOD telah melebihi kelas yang ditetapkan di masingmasing segmen termasuk di hulu di jarak 40 kmyang telah melebihi kelas 2. Hal ini dapat diartikan bahwa sungai Cibanten sudah tidak memiliki daya tampung beban pencemaran (DTBP) air untuk parameter BOD.Total beban pencemaran air eksisting untuk parameter BOD yang masuk ke sungai Cibanten dari hulu sampai hilir adalah 24341.99 kg/hari atau730.26 ton/bulan terdiri dari 16828.85 kg/hari dari segmen ke-1, 6861.69 kg/hari dari segmen ke-2. 651.46 kg/hari dari segmen ke-3.
50
Gambar 23 Konsentrasi BOD hasil simulasi skenario I Beban terbesar disumbang oleh segmen ke-1, kedua segmen ke-2 dan terakhir segmen ke-3, yang masing-masing menyumbang 69.14%, 28.19% dan 2.68%. Kondisi BOD eksisting akibat dari masuknya beban pencemar eksisting masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi BOD yang diinginkan (DTBP). Pada Gambar 24 menunjukkan hasil simulasi skenario ke-2 dengan diturunkan mulai dari kilometer 40 sampai kilometer 0 (nol) dari segmen ke-1 sampai segmen ke-3. Pada segmen ke-1 dan segmen ke-2 harus diturunkan sebesar 16268.26 kg/hari dan 3396.38 kg/harikecuali pada segmen ke-3, beban pencemar eksisting lebih rendah daripada DTBPA BOD yang diinginkan. Konsentrasi BOD yang diperbolehkan tersebut diperoleh dari simulasi menggunakan skenario II.
Gambar 24 Konsentrasi BOD hasil simulasi skenario II Beban pencemar BOD total yang diperbolehkan masuk ke seluruh segmen sungai Cibanten 4893.35 kg/hari. Bila dibandingkan dengan beban eksisting yang masuk, maka terdapat selisih sebesar 19448.64 kg/hari/583.46 ton/bulan atau 80%. Selisih beban pencemar sebesar itu merupakan beban yang harus diturunkan agar kualitas air sungai Cibanten memenuhi kelas yang ditetapkan untuk parameter BOD yaitu kelas 2 di hulu ( segmen 1, 2 dan 3 ). Pada Tabel 25, menunjukkan beban pencemar eksisting di setiap segmen di sungai Cibanten. Segmen 1 meliputi kabupaten Serang sedangkan segmen 2 dan segmen 3 meliputi kota Serang.
51
Rekapitulasi beban pencemar BOD di setiap segmen. Sumbangan limbah berasal dari limbah industri dari Kegiatan manufaktur prasarana dan jasa di Kota serang terdiri dari 65 kegiatan antara lain 15 industri, 16 jasa pelayanan kesehatan, 8 jasa penginapan, 10 peternakan, 11 bengkel, dan kegiatan lainnya seperti mall, perumahan, dan percetakan (Kota Serang 2012). Tabel 25 Rekapitulasi beban pencemar BOD eksisting dan daya tampung beban pencemar BOD setiap segmen Wilayah Segmen
Kab.Serang Kota Serang Kota Serang
Beban Pencemar eksisting (kg/hari)
Kontribusi (%)
DTBP (kg/hari)
Penurunan Beban (kg/hari)
Kontribusi (%)
Segmen 1
16828.85
69.14
560.59
16268.26
96.67
Segmen 2
6861.69
28.19
3465.31
3396.38
49.50
Segmen 3
651.46
2.68
867.46
-216.00
-33.16
Total
24341.99 Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013
100.00
Analisa dan Simulasi Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP) Parameter COD Berdasarkan analisa sampling kualitas air untuk COD dapat dilihat bahwa konsentrasi COD cenderung meningkat dari hulu sampai hilir. Hasil simulasi dengan menggunakan skenario I parameter COD pada Gambar 25, menunjukkan bahwa di seluruh segmen, konsentrasi COD telah melebihi kelas yang ditetapkan di masing-masing segmen termasuk di hulu yang telah melebihi kelas 2. Hal ini dapat diartikan bahwa sungai Cibanten sudah tidak memiliki daya tampung beban pencemaran (DTBP) air untuk parameter COD. Total beban pencemaran air eksisting untuk parameter COD yang masuk ke sungai Cibanten dari hulu sampai hilir adalah 33804.74 kg/hari. Beban terbesar disumbang oleh segmen ke-1, kedua segmen ke-2 dan terakhir segmen ke-3, yang masing-masing menyumbang 66.19%, 22.93% dan 10.89%. Pada Gambar 25 menunjukkan beban pencemar eksisting di setiap segmen di sungai Cibanten. Segmen 1 meliputi kabupaten Serang, segmen 2 dan segmen 3 meliputi kota serang. Perbedaan konsentrasi COD hasil sampling dengan konsentrasi COD kelas 2 seperti diperlihatkan pada Gambar 26 menunjukkan bahwa diperlukan penurunan beban pencemar agar konsentrasi COD memenuhi peruntukkan yang ditetapkan. Konsentrasi COD menurut besarnya daya tampung beban pencemar tersebut diperoleh dari simulasi menggunakan skenario 2.
52
Gambar 25 Konsentrasi COD hasil simulasi skenario I Hasil simulasi skenario ke-2 dengan diturunkan dari kilometer 40 sampai kilometer 0 (nol) dimulai dari segmen ke-1 sampai segmen ke-3. Beban pencemar COD total yang diperbolehkan masuk ke seluruh segmen sungai Cibanten 14675 kg/hari. Bila dibandingkan dengan beban eksisting yang masuk, maka terdapat selisih sebesar 19128.96 kg/hari atau 21% yang berasal dari segmen ke-1, segmen ke-2 dan segmen ke-3. Selisih beban pencemar sebesar itu merupakan beban yang harus diturunkan agar kualitas air sungai Cibanten memenuhi kelas yang ditetapkan untuk parameter COD yaitu kelas 2 di hulu (segmen 1 dan 2) sedangkan pada segmen 3 adalah beban yang masih boleh dibuang atau allowable discharge loading sebesar 1296 kg/hari atau 38.88 ton/bulan. Konsentrasi BOD yang diperbolehkan tersebut diperoleh dari simulasi menggunakan skenario II.
Gambar 26 Konsentrasi COD hasil simulasi skenario II Pada Tabel 26 menunjukkan daya tampung dan rekapitulasi beban pencemar COD di setiap segmen. Kontribusi daya tampung beban pencemaran masing-masing segmen adalah segmen ke-1 adalah 19.96 %, segmen ke-2 adalah 46.12% dan segmen ke-3 adalah 33.91%. Sumbangan limbah di segmen ke-1 berasal dari kegiatan peternakan sapi baik fatting maupun breeding, pertanian sedangkan di segmen ke-2 dan segmen ke-3 berasal dari anak sungai Cibanten maupun drainase air hujan yang masuk ke pusat kota Serang melalui kecamatan Serang
53
dan kecamatan Kasemen. Sedangkan kegiatan industri banyak berpusat di kecamatan Kasemen, kecamatan Walantaka dan kecamatan Serang yaitu industri kecap, pengolahan oli bekas, tempe, makanan(roti).Terdapat 12.602 Ha kawasan kumuh yang tersebar di masing-masing kecamatan di kota serang yang didiami oleh sekitar 2015 rumah. Kawasan kumuh terluas terdapat di kecamatan Taktakan, Serang dan di Cipocok Jaya, yang masuk dalam wilayah pusat kota Serang merupakan salah satu sumber penyumbang limbah domestik ke sungai Cibanten. Tabel 26 Rekapitulasi beban pencemar COD dan daya tampung beban pencemar COD setiap segmen Wilayah Segmen Kabupaten Serang Kota Serang Kota Serang
Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3 Total
Beban Pencemar eksisting (kg/hari) 22374.34 7749.76 3680.64 33804.74
Kontribusi (%) 66.19 22.93 10.89 100.00
DTBP (kg/hari) 2930.02 6769.12 4976.64
Kontribusi (%)
Penurunan Beban (kg/hr)
19.96 46.12 33.91
19444.32 980.64 -1296.00
Kontribusi (%) 86.90 12.65 -35.21
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013
Analisa dan simulasi daya tampung beban pencemaran (DTBP) parameter TSS Simulasi menggunakan skenario I untuk TSS seperti pada Gambar 27, menunjukkan bahwa di seluruh segmen, konsentrasi TSS masih memenuhi kelas II. Hal ini dapat diartikan bahwa sungai Cibanten masih memiliki daya tampung beban pencemaran (DTBP) air untuk parameter TSS.
Gambar 27 Konsentrasi TSS hasil simulasi skenario I Total beban pencemaran air eksisting untuk parameter TSS yang masuk ke sungai Cibanten dari hulu sampai hilir adalah 78571.20kg/hari/2357.14 ton/bulan. Beban terbesar disumbang oleh segmen 1, segmen 2 dan terakhir segmen 3, yang masing-masing menyumbang 49.97%, 17.23% dan 32.80%. Pada Gambar 27, menunjukkan beban pencemar eksisting di setiap segmen di sungai Cibanten. Segmen 1 meliputi kabupaten Serang, segmen 2 dan segmen 3 meliputi kota serang. Beban pencemar TSS total yang diperbolehkan masuk ke seluruh segmen sungai Cibanten 14675 kg/hari yang terdiri dari segmen 1 sebesar -9720 kg/hari
54
dan segmen 2 sebesar 13901.76 kg/hari. Bila dibandingkan dengan beban riil yang masuk, maka terdapat selisih sebesar -2825.28 kg/hari. Selisih beban pencemar sebesar itu merupakan beban yang masih boleh dibuang /allowable loading discharge agar kualitas air sungai Cibanten memenuhi kelas yang ditetapkan untuk parameter TSS yaitu kelas 2 di hulu ( segmen 1 dan 2) sedangkan pada segmen 3 beban harus diturunkan sebesar 20796.48 kg/hari. Pada Tabel 27 dan Gambar 28 menunjukkan daya tampung dan rekapitulasi beban pencemar TSS di setiap segmen. Perbedaan konsentrasi TSS hasil sampling dengan konsentrasi TSS kelas 2 seperti diperlihatkan pada Gambar 27 menunjukkan bahwa diperlukan penurunan beban pencemar agar konsentrasi TSS memenuhi peruntukkan yang ditetapkan. Konsentrasi TSS menurut besarnya daya tampung beban pencemar tersebut diperoleh dari simulasi menggunakan skenario 2 pada Gambar 28. Pada Tabel 27 terlihat rekapitulasi beban pencemar eksisting maupun DTBP TSS dari segmen 1 sampai segmen 3. Segmen 1 mewakili Kabupaten Serang sedangkan segmen 2 dan segmen 3 mewakili Kota Serang yang terletak pada sungai utama Cibanten. Pada parameter TSS terjadi berkebalikan konsentrasi TSS riil akibat dari masuknya beban pencemar eksisting masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi TSS yang ditargetkan.
Gambar 28 Konsentrasi TSS hasil simulasi skenario II Simulasi perhitungan beban pencemaran dengan menggunakan model Qual2kw (versi 5.2) ini tidak dapat mengidentifikasi secara kuantitatif sumber pencemar yang secara tidak langsung mempengaruhi kualitas air sungai, sehingga perlu disandingkan dengan hasil perhitungan estimasi beban pencemar menggunakan pendekatan faktor emisi. Tabel 27 Rekapitulasi beban pencemar TSS dan daya tampung beban pencemar TSS setiap segmen wilayah Segmen
Kabupaten Serang Kota Serang Kota Serang
Segmen 1 Segmen 2 Segmen 3
Beban Pencemar (kg/hr)
Kontribusi (%)
DTBP (kg/hr)
Kontribusi (%)
Penurunan Beban (kg/hr)
Kontribusi (%)
39263.23
66.19
48983.23
19.96
-9720.00
344.04
13534.85
22.93
27436.61
46.12
-13901.76
492.05
25773.12
10.89
4976.64
33.91
20796.48
-736.09
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013
55
Perhitungan beban pencemar dalam kajian ini,juga menggunakan batas administrasi agar sumber pencemar di wilayah administrasi yang berpotensi penyuplai bahan pencemar ke sungai dapat diidentifikasi. Mungkin juga dapat dilakukan dengan software lainnya yang mungkin lebih detail dan komplit dalam memprediksi asal sumber pencemar, jumlah sumber pencemar, pola aliran air. Kapasitas Asimilasi Sungai Cibanten Kapasitas asimilasi suatu perairan ditentukan oieh morfologi dan dinamika perairan tersebut serta jenis dan jumlah limbah (total pollutant load) yang masuk kedalam perairan tersebut (Goldberg 1991). Penentuan kapasitas asimilasi Sungai Cibanten dilakukan secara tidak langsung (indirect approach) yaitu dengan metode hubungan antara kualitas air dan beban limbahnya. Nilai kapasitas asimilasi diperoleh dari grafik hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter bahan pencemar di bagian tengah-hilir dengan total beban pencemar di hilir sungai, kemudian dianalisis dengan membandingkannya dengan garis baku mutu air kelas II dengan cara menarik garis lurus pada nilai baku mutu air yang ditetapkan menurut PP 82 Tahun 2001. Konsentrasi bahan pencemar yang berada diatas garis perpotongan antara garis regresi dengan garis konsentrasi pada baku mutu menunjukkan bahwa beban pencemaran yang masuk ke sungai melebihi kemampuan sungai dalam membersihkan diri atau kapasitas asimilasi. Kondisi ini mengakibatkan sungai tercemar. Sebaliknya apabila nilai beban pencemaran berada dibawah perpotongan garis regresi dan garis baku mutu menunjukkan bahwa bahan pencemar masih mengalami proses pembersihan secara alami (self purification). Kondisi ini mengindikasikan bahan pencemar yang masuk ke sungai masih di bawah baku mutu yang telah ditetapkan, dan sungai belum mengalami pencemaran. Pada Tabel 28 merupakan hasil regresi untuk parameter TSS, BOD, dan COD, E-coli untuk mendapatkan nilai kapasitas asimilasi. Fungsi Y menunjukkan kualitas perairan rata- rata di bagian tengah -hilir DAS Cibanten yang diukur pada jembatan Ciawi dan Kasemen dari bulan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan November 2013. Tabel 28
Parameter
Fungsi hubungan beban pencemaran sungai dan kualitas sungai bagian tengah dan hilir Fungsi Y1
TSS Y = 0.0717x + 83.304 BOD Y = 0.1178x + 2.5686 COD Y = 0.5199x + 0.2933 E-coli Y = 0.0498x + 15054 Sumber : Analisa dan perhitungan, 2013
Baku mutu (mg/l)
Kapasitas Asimilasi (ton/bulan)
50 3 25 1000
86.89 2.92 13.29 15103.80
Dari Tabel 28 menunjukkan bahwa nilai kapasitas asimilasi diperoleh dari memasukkan nilai X sebagai nilai baku mutu tiap parameter menurut PP No.82 tahun 2001 kelas II ke persamaan fungsi Y. Kapasitas asimilasi merupakan batasan beban pencemar yang masuk ke sungai yang masih dapat dibersihkan secara alami melalui peristiwa fisik, kimia dan biologis. Sebagaimana menurut (Effendi 2003) polutan dalam badan air mengalami proses difusi, penguraian
56
secara kimia (oksidasi reduksi), biologis (biodegradasi) maupun secara fisik (adsorpsi ). Gambar 29 adalah grafik hubungan antara beban pencemar TSS dengan kualitas air di bagian hilir untuk parameter TSS.
Gambar 29 Analisis regresi antara beban pencemar TSS dengan konsentrasi TSS Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan November 2013
Penentuan kapasitas asimilasi untuk TSS dilakukan masing-masing dengan fungsi Y = 0.0717x + 83.304, pada fungsi ini didapatkan hasil perpotongan garis hubungan beban pencemaran dan kualitas perairan dengan garis baku mutu sebagai nilai kapasitas asimilasi sebesar 86.889 ton/bulan. Nilai ini menentukan besarnya beban pencemar yang masih mampu dilakukan pembersihan sendiri oleh badan air, sehingga tidak terjadi pencemaran. Nilai beban pencemar yang lebih besar dari nilai kapasitas asimilasi akan mengakibatkan konsentrasi bahan pencemar melebihi baku mutu, dan terjadi pencemaran. Pada Gambar 29 tampak bahwa dari tujuh titik pengamatan, semua titiknya berada diatas garis kapasitas asimilasi, yaitu pengamatan pada bulan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan November 2013. Penentuan kapasitas asimilasi untuk BOD dilakukan masing-masing dengan fungsi Y = 0.1178x + 2.5686 pada fungsi ini didapatkan hasil perpotongan garis hubungan beban pencemaran dan kualitas perairan dengan garis baku mutu sebagai nilai kapasitas asimilasi sebesar 2.92 ton/bulan. Pada Gambar 30 tampak bahwa beban pencemaran sungai melebihi garis batas baku mutu, yang menunjukkan beban pencemaran untuk parameter BOD melebihi kapasitas asimilasinya, dan sungai dikatakan telah mengalami pencemaran. Konsentrasi BOD dalam perairan yang melebihi baku mutu menunjukkan bahwa perairan banyak menampung beban pencemaran dari limbah domestik serta dari pertanian maupun industri yang limbahnya banyak mengandung bahan organik, seperti industri makanan, kertas. Apabila dikaitkan dengan hasil identifikasi kontribusi beban pencemar pada DAS Cibanten, tampak bahwa kontribusi dari sektor domestik lebih dominan dibandingkan dari sektor industri dan pertanian seperti tampak pada Tabel 16 dan Gambar 19. Hal ini juga sebanding dengan kondisi kualitas perairan untuk parameter BOD (Gambar 9) yang menunjukkan konsentrasi BOD cenderung melebihi baku mutu. Kondisi ini mengakibatkan
57
Sungai Cibanten telah tercemar oleh BOD. Hubungan antara kualitas perairan untuk parameter BOD dengan beban pencemar ditunjukkan pada Gambar 30.
Gambar 30 Analisis regresi antara beban pencemar BOD dengan konsentrasi BOD di hilir Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan November 2013
Hubungan antara kualitas air untuk parameter COD dengan beban pencemaran seperti pada Gambar 31. Penentuan kapasitas asimilasi untuk COD dilakukan masing-masing dengan fungsi Y = 0.5199x + 0.2933 pada fungsi ini didapatkan hasil perpotongan garis hubungan beban pencemaran dan kualitas perairan dengan garis baku mutu sehingga diperoleh nilai kapasitas asimilasi sebesar 13.2908 ton/bulan. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis buffer data spasial peta DAS Cibanten terhadap penduduk berjumlah 773768 jiwa tahun 2010 yang bermukim di daerah aliran sungai Cibanten ternyata terdapat 27.54 % penduduk bermukim pada jarak (0-100 m) dari badan utama sungai Cibanten, 27.13% bermukim pada jarak (100-500 meter) dari badan utama sungai Cibanten, 32.29% bermukim pada jarak (500-1000 meter) dari badan utama air sungai Cibanten dan 13.04 % bermukim pada jarak (>1000 meter) dari badan utama air sungai Cibanten.
Gambar 31 Analisis regresi antara beban pencemar COD dengan konsentrasi COD di hilir Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan November 2013
58
Beban pencemaran sebesar 13.2908 ton/bulan menyebabkan konsentrasi COD sebesar 25 mg/l. Nilai 13.2908 ton/bulan merupakan batasan maksimum beban pencemaran yang masih dapat ditampung sungai sampai pada kondisi sungai belum tercemar. Diatas nilai tersebut menunjukkan beban pencemar sungai melebihi kapasitas asimilasinya. Pada Gambar 31 tampak bahwa ada tiga titik pengamatan nilai COD berada di atas garis baku mutu. Hal ini menunjukkan bahwa beban pencemaran untuk parameter COD melebihi kapasitas asimilasi dan sungai dikatakan mengalami pencemaran oleh parameter COD. Konsentrasi COD yang tinggi menggambarkan tingginya bahan organik pada badan air. Semakin tinggi bahan organik, kebutuhan oksigen untuk melakukan oksidasi bahan organik baik secara kimia maupun biologis menjadi CO₂ dan H₂O semakin tinggi. Pencemaran COD dalam badan air mengakibatkan berkurangnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan. Beban pencemaran COD disebabkan oleh kontribusi beban pencemaran dari aktifitas manusia dalam sektor industri. sepanjang wilayah DAS Cibanten bagian tengah dan hilir DAS Cibanten, khususnya:kecamatan Serang, kecamatan Kasemen dan kecamatan Taktakan banyak terdapat industri formal maupun non formal baik skala menengah maupun skala industri kecil serta UKM. Jenis industri meliputi industri makanan, tekstil pewarnaan, serta industri kimia. Selain itu aktifitas domestik juga mengakibatkan emisi COD, seperti tampak pada hasil identifikasi beban pencemaran untuk wilayah yang melintasi DAS Cibanten ( Tabel 24 dan Gambar 20). Wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi berkontribusi besar dalam beban pencemaran COD. Apabila dikorelasikan dengan hasil kualitas air untuk parameter COD, tampak bahwa nilai COD memiliki kecenderungan melebihi baku mutu (Gambar 6 dan Gambar 7). Berdasarkan hasil survey dinas kesehatan Kota Serang tahun 2012 mengenai Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar dan Air Bersih Kota Serang Tahun 2012 ternyata: hampir 50% penduduk belum memiliki sarana jamban sehat, 60% belum melakukan pengelolaan air limbah dan 52% belum memiliki tempat sampah sehat (Kota Serang 2012). Hal ini berkorelasi dengan potensi beban pencemar penduduk/domestik hasil perhitungan dan analisa bahwa pengelolaan sungai Cibanten harus dilakukan segera mungkin dan berkelanjutan dengan secara terpadu antar sektor dan SKPD terkait baik tingkat Kota Serang maupun Kabupaten Serang serta Provinsi Banten.
Gambar 32 Analisis regresi antara beban pencemar E.coli dengan konsentrasi E. coli di Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan November 2013
59
Hubungan antara konsentrasi E.coli dengan beban pencemar seperti pada Gambar 32. Penentuan kapasitas asimilasi untuk E. coli dilakukan masing-masing dengan fungsi Y = 0.0498x + 15054, pada fungsi ini didapatkan hasil perpotongan garis hubungan beban pencemaran dan kualitas perairan dengan garis baku mutu sehingga diperoleh nilai kapasitas asimilasi sebesar 15103.8 ton/bulan. Pada Gambar 34 tampak bahwa beban pencemaran E.coli pada setiap titik pengamatan di bagian tengah sampai hilir melebihi nilai kapasitas asimilasi. Oleh karena itu dapat dikatakan Sungai Cibanten telah tercemar oleh E.coli. Sumber pencemar E.coli sebagian besar berasal dari aktifitas manusia sektor domestik. Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia. Oleh karena itu, dikenal juga dengan istilah koli tinja. Konsentrasi E.coli yang tinggi dalam sungai mengindikasikan perilaku manusia dalam membuang limbah yang secara langsung tanpa melalui pengolahan. Penyusunan Strategi Pengelolaan Sungai Cibanten Hierarki pengambilan keputusan Pengelolaan Sungai Cibanten Provinsi Banten Berdasarkan Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBPA) dan Kapasitas Asimilasi disusun berdasarkan pengamatan dan pengukuran terhadap berbagai parameter terkait kondisi Daerah Aliran Sungai Cibanten.Metode analytical hierarchy process (AHP) yang digunakan merupakan penentuan skala prioritas atas alternatif pilihan berdasarkan suatu proses analitis berjenjang dan terstruktur (Dermawan 2005). Hierarki pengambilan keputusan untuk Pengelolaan Sungai Cibanten Provinsi Banten Berdasarkan Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBPA) dan Kapasitas Asimilasi disertai dengan bobot masingmasing jenjang disajikan pada Gambar 34. Perencanaan (planning) merupakan salah satu fase utama dari pengelolaan. Fase-fase utama lain dari pengelolaan yaitu pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (directing), pengkoordinasian (coordinating), pengendalian (controlling), pengawasan (supervising), penganggaran (budgeting), dan keuangan (financing) (Kodoatie&Sjarief 2008). Proses perencanaan pada umumnya terdiri dari tahap studi, penentuan alternatif dan skala prioritas, dan implementasi alternatif terpilih. Penentuan Strategi Pengelolaan Sungai Cibanten Provinsi Banten Berdasarkan Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBPA) dan Kapasitas Asimilasi pada penelitian ini, yang dilakukan melalui tahap penentuan alternatif prioritas, diharapkan dapat menjadi tahap awal dalam perencanaan pengelolaan Sungai Cibanten sebagai sumber air baku untuk kebutuhan masyarakat di Kabupaten Serang dan Kota Serang. Wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber yang berasal dari UNTIRTA, KNLH RI, BLH Kabupaten Serang, Dinas SDAP Propinsi Banten, KLH Kota Serang, LSM Lingkungan Rekonvasi Bhumi, Industri/Rumah Sakit, BPDAS Citarum-Ciliwung. Berdasarkan hasil wawancara, alternatif strategi pengelolaan Sungai Cibanten yang berhasil diidentifikasi adalah: pengawasan dan pemantauan, menata ulang fungsi tata ruang, penegakkan hukum, koordinasi dan sinergi stakeholder, sosialisasi dan penyuluhan, penetapan daya tampung beban pencemaran (DTBPA), dan IPAL Komunal. Analisis AHP dalam strategi pengelolaan sungai Cibanten ditetapkan menjadi 5 (lima) level. Level pertama adalah goal atau fokus kegiatan, yaitu
60
Strategi Pengelolaan Sungai Cibanten Provinsi Banten. Level kedua adalah faktor, level ketiga adalah aktor atau pelaku yang berperan dalam pengelolaan sungai Cibanten, level keempat adalah subtujuan pengelolaan sungai Cibanten dan level kelima adalah alternatif strategi pengelolaan sungai Cibanten. Skala prioritas disusun berdasarkan pada bobot nilai yang dihasilkan pada matriks perbandingan, dimana bobot yang lebih tinggi diletakkan sebagai factor utama, sedangkan semakin kecil bobot akan semakin rendah dalam prioritas penentuan strategi pengelolaan sungai Cibanten. Analisis Faktor pada Hierarki Pengambilan Keputusan Hasil responden para pakar untuk analisis faktor menggunakan metode AHP memberikan hasil pembobotan dari yang terbesar hingga terkecil yaitu kebijakan pengelolaan sungai Cibanten (0.402), Sumber Daya Manusia/SDM (0.334), Anggaran(0.159), Sarana /prasarana (0.105) (pada Gambar 33 dan Gambar 34). Faktor dengan bobot tertinggi dianggap sebagai faktor yang paling berpengaruh dalam pencapaian goal utama. Kebijakan pengelolaan tentang sungai Cibanten dipilih sebagai faktor yang paling menentukan dalam pelaksanaan pengelolaan kualitas perairan untuk strategi pengelolaan Sungai Cibanten.
Gambar 33 Hasil pembobotan faktor Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten Goal Faktor
Aktor
Subtujuan
Alternatif
Gambar 34 Hierarki pengambilan keputusan Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten beserta hasil bobot
Alt ernatif
61
Kebijakan Pengelolaan Sungai Cibanten sebagai Faktor Prioritas Kebijakan adalah suatu keputusan untuk bertindak yang dibuat atas nama suatu kelompok sosial,yang memiliki implikasi yang kompleks dan yang bermaksud mempengaruhi anggota kelompok dengan penetapan sanksi-sanksi (Mayer et al. 1982 dalam Shawan 2002). Sedangkan menurut James E.Anderson kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu perubahan (Dunn 2003). Membuat atau merumuskan suatu kebijakan yaitu kebijakan pemerintah tidaklah mudah, banyak faktor berpengaruh terhadap proses pembuatannya. Proses pembentukan kebijakan pemerintah yang rumit dan sulit harus diantisipasi sehingga akan mudah dan berhasil saat diimplementasikan.Selanjutnya analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang ada hubungannya dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat publik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan (Dunn 2003), sehingga kebijakan bukanlah berdiri sendiri (single decision) dalam proses kebijakan dalam sistem politik, tetapi bagian dari proses antar hubungan. Jadi kebijakan dapat dikatakan sebagai suatu alat pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran. Kebijakan pengelolaan sungai Cibanten merupakan faktor yang dipilih oleh responden sebagai faktor yang paling mempengaruhi upaya pengelolaan Sungai Cibanten untuk kebutuhan penyediaan air baku/bersih industri dalam mendukung kawasan industri juga sebagai jaringan air baku untuk kebutuhan air minum di wilayah Kabupaten Serang dan sekitarnya dengan bobot 0.402. Kebijakan tentang sungai Cibanten dianggap sebagai dasar dari segala upaya pengelolaan sungai Cibanten yang akan dilakukan. Kebijakan di bidang penataan ruang, kebijakan pengelolaan air di Propinsi Banten. Permasalahan konservasi dan pemanfaatan DAS dituangkan dalam rencana pemanfaatan lahan serta arahan kebijakannya.Pengembangan pola ruang kawasan lindung, kawasan hutan lindung, memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, perlindungan setempat. Kebijakan pengelolaan DAS Cibanten secara eksplisit tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Banten tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten tahun 2010-2030. Pengelolaan daerah irigasi Cibanten atas diarahkan untuk kebutuhan pertanian di kabupaten Serang dengan luas areal 1289 Ha. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yaitu pegunungan Aseupan–Karang–Pulosari(Akarsari) di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang. Kawasan perlindungan setempat adalah perlindungan sempadan sungai dengan total panjang sungai 787.68 km untuk 12 DAS dengan luas sempadan sungai kurang lebih 7.88 Ha (0.91%) dari luas provinsi Banten sedangkan kawasan hutan untuk DAS paling sedikit ditetapkan 30 persen namun hal ini sulit terealisir. Kebijakan pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang tetapi intensitas pemanfaatan ruang yang menyimpang atau bentuk pemanfaatan ruang menyimpang atau pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang. Kebijakan pemanfaatan ruang tersebut bertujuan dalam rangka konservasi yang ketat untuk daerah-daerah yang menjadi sumber air baku/air bersih guna mempertahankan ketersediaan debit airnya.
62
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan yang telah dilakukan pemerintah provinsi Banten tidak sepenuhnya terimplementasi. Hal ini disebabkan kurangnya pembinaan dan pengawasan kebijakan pemanfaatan ruang yang diterapkan. Sebagai upaya perlindungan dan pelestarian wilayah DAS Cibanten, diamanatkan beberapa alternatif kebijakan yaitu : 1. Pengendalian sungai agar tidak menjadi tempat pembuangan sampah oleh masyarakat, sebab dapat mengakibatkan penyempitan, pendangkalan dan polusi sungai; 2. Penertiban bangunan-bangunan di sempadan sungai agar tidak menyempit; 3. Penghijauan pada DAS Cibanten dari hulu sampai hilir dan anak-anak sungainya agar mengurangi tingkat erosi /sedimentasi; 4. Pengelolaan air limbah domestik dilakukan secara terencana dan terpadu dengan membangun IPAL komunal di perkotaan, septik tank di desa-desa dan cubluk yang memenuhi standar sanitasi sebagai saluran air buangan konvensional; 5. Pemberdayaan masyarakat dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. Oleh karena itu faktor kebijakan pengelolaan sungai Cibanten dianggap sebagai faktor yang paling berpengaruh dalam upaya pengelolaan kualitas perairan Sungai Cibanten. Analisis Aktor pada Hierarki Pengambilan Keputusan Terdapat empat pihak yang diketahui terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan Sungai Cibanten. Setiap pihak tentu memiliki peran masing-masing dan memberikan pengaruh berbeda dalam upaya pengelolaan kualitas perairan sungai Cibanten selama ini. Pembobotan oleh responden para pakar memberikan hasil yaitu pemerintah menduduki peringkat pertama sebagai aktor dengan bobot tertinggi sebesar 0.557, diikuti oleh aktor Industri/RS dengan bobot 0.168, aktor Litbang/PT sebesar 0.125, dan aktor LSM sebesar 0.096 (Gambar 35).
Gambar 35 Hasil pembobotan aktor Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten.
Pemerintah sebagai Aktor Prioritas Pemerintah dianggap sebagai aktor yang paling berperan dalam upaya pengelolaan sungai Cibanten dan pemanfaatannya sebagai penyedia air bersih/air
63
baku. Hal ini disebabkan oleh alasan bahwa sungai Cibanten adalah aset milik pemerintah provinsi Banten berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 6 ayat1dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menjelaskan bahwa: “Sumberdaya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Ayat berikutnya menyebutkan pula bahwa penguasaan sumberdaya air diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. DAS Cibanten merupakan DAS lintas kabupaten/kota melalui kabupaten Serang dan kota Serang dengan sendirinya pengelolaan sungai Cibanten ditangani oleh pemerintah provinsi Banten. Pemerintah Provinsi Banten sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam hal tersebut harus mampu melakukan pengamanan sungai Cibanten baik di Kabupaten Serang maupun Kota Serang melalui kebijakan atau tindakan lainnya, sedangkanpemanfaatan sungai Cibantenharus ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Berbagai tindakan telah dilakukan oleh pemerintah, tetapi hingga saat ini masih ada anggapan,terutama berasal dari masyarakat, bahwa pemerintah masih kurang memberikan perhatian terhadap pengelolaan dan pengembangan sungai Cibanten di Kota Serang maupun Kabupaten Serang. Meskipun Pemerintah Kota Serang maupun Kabupaten Serang tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengurus DAS Cibanten di Kota Serang, tetapi keterlibatannya dalam hal tersebut tetap merupakan keharusan. Pihak-pihak selain pemerintah yang bersentuhan langsung dengan Sungai Cibanten tentu memiliki kepentingan masing-masing terhadap sungai Cibanten tersebut. Pemerintah adalah pihak yang harus mampu menjembatani berbagai kepentingan tersebut agar tidak menimbulkan konflik kepentingan akan sungai Cibanten. Konflik kepentingan dalam kehidupan sosial terjadi ketika terdapat perbedaan tujuan atau kepentingan dari dua pihak atau lebih (Setiadi & Kolip 2011). Perbedaan ini kemudian bersinggungan sehingga menimbulkan ketidaksepakatan di antara pihak-pihak yang berkonflik. Persinggungan kepentingan inilah yang mampu menimbulkan terjadinya konflik sosial. Konflik kepentingan sebagai konflik sosial bersifat buruk dan perlu dihindari. Oleh karena itu, pemerintah perlu membangun sikap yang baik untuk menghindari permasalahan ini. Peranan pemerintah sangat penting guna keberhasilan pelaksanaan strategi pengelolaan perairan ini. Pandangan terhadap lingkungan hidup yang masih parsial selama ini merupakan salah satu kendala dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan. Lingkungan hidup masih dianggap sebagai kewajiban dari suatu instansi tertentu saja, tetapi belum dilihat sebagai bagian dari kewajiban bersama.Pemerintah dianggap memegang peran strategis di antara berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan Sungai Cibanten . Pemerintah harus mampu menyelenggarakan pemerintahan yang baik (good governance) untuk menghindari maupun mengatasi perbedaan kepentingan di antara berbagai pihak. Menurut Keraf (2002) penyebab hadirnya krisis ekologi saat ini selain karena kesalahan cara pandang dan perilaku manusia, juga disebabkan oleh kegagalan pemerintah, salah satunya dalam hal memainkan peran sebagai penjaga kepentingan bersama, termasuk kepentingan bersama akan lingkungan hidup yang baik. Pemerintah harus memerintah dengan efektif dan menyelenggarakan pemerintahan dengan kuat agar pemerintah tidak menjadi alat permainan kepentingan serta mampu bertahan terhadap berbagai tarik-menarik kepentingan yang berakibat pada penyelewengan tujuan.
64
Meskipun pemerintah dianggap sebagai aktor yang paling berperan dalam upaya pengelolaan kualitas perairan sungai Cibanten, namun dukungan dari LSM/masyarakat, dan pihak swasta/industri juga sangat dibutuhkan. Masyarakat sekitar sungai Cibanten adalah pihak utama yang diharapkan kerjasamanya dengan pemerintah dalam strategi pengelolaan sungai Cibanten, sedangkan aktor industri/rumah sakit (swasta) memiliki tingkat kepentingan yang hampir sama dengan aktor LSM bahkan cenderung setara. Pihak industri/rumah sakit (swasta) seringkali dikatakan memiliki kecenderungan terhadap profit atau keuntungan semata, sehingga kesadaran akan lingkungan hidup sangat diharapkan. Keterlibatan LSM terkait sungai Cibanten yang terdapat di Kabupaten Serang cenderung mengarah kepada kepentingan konservasi hulu sungai Cibanten dan telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pelestarian sungai Cibanten dan pembangunan masyarakat sekitar sungai Cibanten. Peran pemerintah dalam upaya pengelolaan kualitas perairan Sungai Cibanten dapat diwujudkan melalui berbagai tindakan nyata. Pemerintah harus mampu menghimpun masyarakat, industri/rumah sakit (swasta), dan LSM untuk mau bekerja sama dalam mengelola dan mengembangkan sungai Cibanten, seperti meningkatkan peran serta pihak swasta yang selama ini dianggap masih kurang, atau menjembatani kerjasama di antara berbagai stakeholder terkait. Saat ini pembentukkan forum DAS Cibanten merupakan salah satu sarana untuk berkoordinasi berbagai pihak (multistakeholder) dan meningkatkan sinergitas antara pemerintah kabupaten Serang-kota Serang maupun pihak masyarakat, swasta serta LSM dalam menangani dan mengelola Sungai Cibanten. Pemerintah juga dapat membangun hubungan kerjasama dengan LSM dalam upaya pelestarian sungai Cibantenmaupun peningkatan partisipasi masyarakat. Apapun bentuk strategi dan kebijakan pemerintah bila tidak didukung oleh lapisan masyarakat dan sumber daya manusia yang berkualitas maka tujuan dari pengelolaan itu sendiri tidak akan pernah tercapai. Sumber daya manusia adalah ancaman bagi pelaksanaan kebijakan, strategi, program dan prosedur apabila tidak dikelola dengan baik. Sumber daya manusia adalah intellectual capital yang sangat berharga sebagai kunci sukses pelaksanaan pengelolaan. Analisis Subtujuan pada Hierarki Pengambilan Keputusan Subtujuan konservasi hulu DAS Cibanten disepakati sebagai subtujuan terpenting yang harus dicapai dalam pencapaian goal utama. Adapun bobot yang dimiliki oleh subtujuan konservasi Hulu DAS Cibanten adalah sebesar 0.384, diikuti dengan subtujuan perlindungan sempadan sungai dengan bobot 0.329, dan terakhir adalah subtujuan pengendalian pencemaran air dengan bobot 0.287 (Gambar 36).
65
Gambar 36 Hasil pembobotan subtujuan Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten
Konservasi Hulu DAS Cibanten sebagai Subtujuan Prioritas Sungai Cibanten merupakan salah satu kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Serang. Sungai Cibanten berfungsi sebagai kawasan resapan air bagi Kabupaten Serang dan kota di sekitarnya. Keberlangsungan keberadaan dan kondisi sungai Cibanten sudah sepantasnya diperhitungkan dalam setiap pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam ini. Pengelolaan sungai Cibanten yang berkelanjutan diharapkan dapat mempertahankan fungsi dan manfaat yang dapat diberikan oleh sungai Cibanten tersebut bagi generasi manusia, tidak hanya bagi generasi di masa kini namun juga di masa yang akan datang. Menurut responden para pakar, konservasi hulu DAS Cibanten tetap merupakan hal yang paling diutamakan di dalam upaya penyediaan air bersih/baku dari sungai Cibanten. Permasalahan di wilayah hulu lebih banyak diakibatkan oleh model-model pemanfaatan lahan secara menyimpang dari kaidah ekologi DAS, serta kurangnya lahan yang mempunyai daya resap tinggi terhadap air hujan. Oleh karena itu dalam upaya penanganan permasalahan hulu DAS Cibanten lebih diutamakan berupa kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas ekologi dalam rangka konservasi tanah dan air. Kegiatan-kegiatan alternatif dalam memecahkan hulu DAS Cibanten adalah dalam bentuk penyusunan/penyempurnaan kebijakan, penyadaran dan pemberian ketrampilan pemanfaatan lahan yang seimbang antara kebutuhan ekologi dan ekonomi serta kegiatan-kegiatan fisik ( penanaman vegetasi) dan pembangunan sipil seperti pembuatan sarana IPAL untuk kegiatan peternakan, penerapan teknologi sanitary landfill pada TPA, pembuatan sumur pantau kegiatan peternakan, pembuatan terrasering dan saluran pembuangan air, dam penahan, pembuatan embung, pembuatan gully plug dalam rangka pengawetan tanah dan air di kecamatan Pabuaran, kecamatan Taktakan, kecamatan Ciomas untuk mempertahankan konservasi tanah dan air. Contohnya kegiatan yang sudah dilaksanakan adalah konservasi kawasan lindung gunung Karang melalui TAHURA, hutan rakyat maupun kebun rakyat namun belum optimal. Penurunan kualitas perairan sungai Cibanten dapat disebabkan oleh aktivitas antropogenik di sekitar hulu DAS Cibanten dan pada akhirnya akan dapat mengurangi fungsi dan manfaat sungai Cibanten serta mengancam keberadaan sungai Cibanten. Oleh karena itu,
66
penetapan hulu DAS Cibanten sebagai tujuan utama diharapkan dapat menjadi arahan untuk perwujudan berbagai alternatif solutif untuk mengatasi permasalahan terkait penurunan kualitas perairan Sungai Cibanten tersebut. Analisis Alternatif pada Hierarki Pengambilan Keputusan Hasil pembobotan hierarki memberikan hasil akhir berupa bobot pada masing-masing pilihan alternatif dari yang terbesar hingga yang terkecil pada Gambar 37 menunjukkan analisa alternatif terdiri dari: Pengawasan dan pemantauan (0.202), menata ulang fungsi tata ruang (0.198), penegakkan hukum (0.195), koordinasi dan sinergi stakeholder (0.144), sosialisasi dan penyuluhan (0.119), penetapan daya tampung beban pencemaran (0.077) dan IPAL komunal (0.068). Adapun tiga alternatif dengan bobot terbesar dianggap mampu merepresentasikan strategi pengelolaan kualitas perairan yang sesuai untuk penyedian air bersih/baku Sungai Cibanten.
Gambar 37 Hasil pembobotan alternatif Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi – Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten.
Pengawasan dan PemantauanDAS Cibanten 1.
Pengawasan dan Pemantauan DAS Cibanten
Hasil analisis Proses Hirarki Analitik (PHA) alternatif strategi pengelolaan dengan prioritas paling utama adalah kegiatan pengawasan dan pemantauan DAS sebesar 0.202. Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali mengarah pada kondisi yang kurang diinginkan, yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas lahan, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis dan penurunan daya dukung lahan, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha di lahannya. Oleh karena itu, peningkatan fungsi kawasan budidaya memerlukan perencanaan terpadu agar beberapa tujuan dan sasaran pengelolaan DAS tercapai, seperti: 1) erosi tanah terkendali, 2) hasil air optimal, dan 3) produktivitas dan daya dukung
67
lahan terjaga. Dengan demikian degradasi lahan dapat terkendali dan kesejahteraan masyarakat dapat terjamin. Identifikasi berbagai komponen biofisik hidrologis dan sosial ekonomi kelembagaan DAS merupakan kunci dalam program monitoring dan evaluasi (monev) kinerja DAS, yaitu dalam upaya mengumpulkan dan menghimpun data dan informasi yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi dalam rangka menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan DAS. Pengumpulan data dan informasi tersebut harus dilakukan secara berkala, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi instrumentasi, informasi, dan komunikasi yang ada, misalnya dengan automatik data acquisition system, logger, sistem telemetri, teknik penginderaan jauh terkini, dan internet. Untuk pengolahan dan analisis data secara spatial (keruangan) dan temporal (waktu) serta penyajian hasil dari pengawasan dan pemantauan kinerja DAS maka teknologi sistem informasi geografis (SIG) dapat dimanfaatkan untuk keperluan ini. Pengawasan lingkungan berkaitan erat dengan tujuan pelaksanaan pengawasan tersebut. Terdapat dua tipe pengawasan terhadap suatu kegiatan dan/atau usaha, yaitu pengawasan yang bersifat rutin dan pengawasan mendadak atau sering dikenal dengan sidak. Pengawasan rutin dilakukan secara kontinyu dengan interval waktu tertentu atau berkala, sedangkan pengawasan bersifat mendadak (incognito) dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Pengawasan yang bersifat rutin dilakukan pada kegiatan dan/atau usaha yang sudah stabil, sedangkan Sidak dilakukan pada kegiatan atau usaha yang sedang bermasalah (ada kasus lingkungan). Sidak dapat dilakukan setiap saat tergantung kebutuhan, misalnya pada jam satu dini hari tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak penanggungjawab usaha atau kegiatan. Pengawasan juga dapat digolongkan menjadi 2 tipe yaitu pengawasan oleh pihak penanggungjawab usaha atau kegiatan sendiri (self monitoring) dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak lain, misalnya pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Self monitoring bersifat rutin dan dilakukan untuk memenuhi persyaratan izin atau peraturan yang ada. Pengawasan jenis ini memerlukan kejujuran dari pihak penanggungjawab usaha atau kegiatan. Pengawasan yang dilakukan pemerintah biasanya tidak dilakukan secara rutin atau berkala dan bersifat sesaat karena terbatasnya dana maupun tenaga. Tujuannya adalah sebagai cross check atas hasil pengawasan yang dilakukan oleh pihak penanggungjawab kegiatan atau usaha.Ada beberapa bentuk pengawasan DAS, yaitu sebagai berikut: a. Pengawasan dan Pemantauan Kawasan Hulu DAS Cibanten Pengawasan dan pemantauan kawasan Hulu DAS Cibanten merupakan upaya untuk mencegah perubahan fungsi lahan di kawasan lindung agar tidak dimanfaatkan sebagai kawasan budi daya (konsentrasi penanggulangan pada kegiatan sebelum terjadi). Hutan yang terletak dilereng Gunung Karang berada di sekitar hulu tersebut saat ini banyak mengalami penebangan. Dalam jangka panjang kegiatan penebangan hutan ini akan berpengaruh terhadap debit air Sungai Cibanten. Berdasarkan data BPKH wilayah Jawa Madura tahun 2010 diketahui bahwa kawasan hutan (daratan) yang ada di Provinsi Banten terdiri dari 4.55% hutan lindung, 34.73% hutan produksi, dan 60.72% hutan konservasi. Kawasan hutan di provinsi Banten sebagian besar berada pada DAS baik Cisadane, Cimandiri, Cibanten, Cidanau, Cibungur/Cilemer, Ciujung, Ciliman,
68
Cibaliung, Bayah, dan Cidurian. Kemudian bahwa semua kawasan hutan (konservasi, lindung dan produksi) sebagian besar proporsi luasnya berada di hulu DAS. Kawasan hutan konservasi yang berada di hulu DAS mencapai 39.90%, kawasan hutan lindung yang berada di hulu DAS mencapai 75.57% dan kawasan hutan produksi yang berada di hulu DAS mencapai proporsi 60.98%. Keberadaan kawasan hutan yang berada di hulu DAS mencapai 48.85%, ditengah DAS, 24.80% dan dihilir DAS 26.35%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa hutan negara yang ada di Provinsi Banten sebagian besar berada pada hulu DAS yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius karena posisinya tersebut. Kawasan hutan yang berada di hulu DAS mengindikasikan bahwa kondisi kawasan tersebut akan banyak mempengaruhi keadaan pada daerah tengah dan hilir DAS. Oleh karena itu pengawasan dan pemantauan perlu harus dilakukan secara rutin dan berkoordinasi dengan pemerintah kota/kabupaten dan perhatian khusus dari pejabat daerah setempat. b. Pengawasan dan Pemantauan Kawasan Budidaya Tengah-Hilir DAS Cibanten Sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan Pasal 35 Undang-undang Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang, pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan pembinaan terhadap pemanfaatan ruang melalui mekanisme perizinan bagi wilayah provinsi. Sementara itu, yang dimaksud dengan pengawasan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang yang dilakukan dalam bentuk pelaporan, pemantauan dan eveluasi. Secara umum, bentuk pengawasan kawasan lindung hulu DAS Cibanten dan kawasan budidaya tengah-hilir DAS Cibanten adalah sebagai berikut : a. Penetapan larangan untuk melakukan berbagai usaha dan/atau kegiatan kecuali berbagai usaha dan/atau kegiatan penunjang kawasan lindung yang tidak mengganggu fungsi alam dan tidak mengubah bentang alam serta ekosistem alam. b. Pengkajian dampak lingkungan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam pengembangan berbagai usaha dan/atau kegiatan terutama yang berskala besar. c. Pengaturan berbagai usaha dan/atau kegiatan yang tetap dapat mempertahankan fungsi lindung. d. Pencegahan berkembangnya berbagai usaha yang dan/atau kegiatan yang mengganggu fungsi lindung. e. Pengawasan kegiatan penelitian ekploitasi mineral dan air tanah, serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam agar pelaksanaan kegiatannya tetap mempertahankan fungsi kawasan. f. Pengawasan terhadap proses pelaksanaan berbagai usaha dan/atau kegiatan berdasarkan prosedur dan tata cara pemanfaatan ruang di kawasan budi daya agar terlaksana keserasian antar kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan budi daya tersebut, baik kawasan perkotaan maupaun kawasan perdesaan. g. Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penelitian ekplorasi mineral dan air tanah serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam di
69
kawasan budi daya agar tetap terjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, keamanan dan keberlanjutan usaha dan/atau kegiatan budi daya lainnya. h. Pengawasan sempadan sungai secara berkala untuk menjaga kondisi sungai, memelihara tata hijau dengan melibatkan masyarakat untuk menjaga dan mengawasi kebersihan sungai, pengawasan building coverage ratio (BCR) maksimal sebesar 60% pada pembangunan kawasan permukiman baru di hilir i. Pengawasan-pengawasan ruang agar tidak terjadi tumpang tindih pemberian hak pengelolaan lebih dari satu pada suatu kawasan (RTRW Provinsi Banten 2011). c. Pengawasan dan pemantauan tata air DAS Cibanten Pengawasan dan Pemantauan tata air DAS dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi tentang aliran air (hasil air) yang keluar dari daerah tangkapan air (DTA) secara terukur, baik kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran airnya. Untuk mengetahui hubungan antara masukan dan luaran di DAS perlu juga dilakukan monitoring data hujan yang berada di dalam dan di luar DTA atau DAS/Sub DAS bersangkutan.Tujuan Pengawasan dan Pemantauantata air DAS dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan nilai luaran (off-site) sebagai dampak adanya kegiatan pengelolaan antropogenik yang dilaksanakan di dalam DAS Cibanten, yaitu kondisi kuantitas air sungai Cibantendebit air sungai,debit tahunan kualitas air adalah kandungan jumlah polutan (COD, BOD, TSS, dan parameter lainnya), pengawasan IPAL Pabrik/rumah sakit, pengawasan kegiatan peternakan di daerah tengah DAS Cibanten, pengawasan perizinan IPLC, pengawasan pengambilan air permukaan, sedimentasi, erosi DAS Cibanten yang terbanyak pada daerah tengah dan hilir DAS Cibanten. Analisis terhadap kuantitas hasil air dilakukan melalui parameter jumlah air mengalir yang keluar dari DAS/Sub DAS pada setiap periode waktu tertentu. Muatan sedimen (sediment load) pada aliran sungai merupakan refleksi hasil erosi yang terjadi di DTA-nya. Demikian juga bahan polutan baik dari point source yaitu dari kegiatan industri/rumah sakit maupun non point source (NPS) dari pertanian, limbah domestik yang terlarut dalam aliran air dapat digunakan sebagai indikator asal sumber pencemarnya, apakah dampak dari penggunaan pupuk, obat-obatan pertanian, dan atau dari limbah rumah tangga dan pabrik/industri. d. Hubungan daya tampung dan kapasitas asimilasi Sungai Cibanten dalam fungsi Ekologi Dalam Daerah aliran sungai terdapat ekosistem. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan (Asdak, 2010). Komponen yang dimaksud adalah komponen biotik dan abiotik. Setiap komponen tersebut tidak dapat berdiri sendiri, sehingga aktifitas suatu komponen ekosistem akan selalu memberikan pengaruh pada komponen ekosistem lainnya. Manusia merupakan salah satu ekosistem biotik yang penting dan dinamis. Dalam menjalankan aktifitasnya sering mangakibatkan dampak pada salah satu komponen lingkungan dan untuk kemudian mempengaruhi ekosistem secara berurutan. Salah satu fungsi DAS adalah fungsi hidrologis, dimana fungsi tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah curah hujan yang diterima, geologi dan bentuklahan. Fungsi hidrologis yang dimaksud termasuk kapasitas DAS untuk:
70
a. Mengalirkan air. b. Menyangga kejadian puncak hujan. c. Melepaskan air secara bertahap. d. Memelihara kualitas air. e. Mengurangi pembuangan massa (seperti terhadap longsor). Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi), tanah, dan manusia. Apabila salah satu faktor tersebut mengalami perubahan, maka hal tersebut akan mempengaruhi juga ekosistem DAS tersebut dan akan menyebabkan gangguan terhadap bekerjanya fungsi DAS. Apabila fungsi suatu DAS telah terganggu, maka sistem hidrologisnya akan terganggu, penangkapan curah hujan, resapan dan penyimpanan airnya menjadi sangat berkurang atau sistem penyalurannya menjadi sangat boros. Kejadian itu akan menyebabkan melimpahnya air pada musim penghujan dan sangat minimum pada musim kemarau, sehingga fluktuasi debit sungai antara musim hujan dan musim kemarau berbeda tajam. Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumber daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai. Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Dalam pedoman ini, telaahan daya dukung lingkungan hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama berkaitan dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena kapasitas sumber daya alam tergantung pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air, penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan 3 (tiga) pendekatan, yaitu: 1. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang. 2. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan. 3. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 19 yang menyebutkan bahwa tata ruang wilayah ditetapkan dengan memperhatikan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup. Sejalan dengan amanat tersebut, Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penaata Ruang pada Pasal 19, 22 dan 25 menegaskan bahwa rencana tata ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan memperhatikan Daya Dukung Dan Daya Tampung Lingkungan Hidup. Hasil penghitungan daya tampung beban pencemaran (DTBP) juga merupakan salah satu pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang lingkungan hidup oleh Kabupaten/Kota yaitu terkait dengan perlindungan sumber air, pencegahan pencemaran air, pemulihan pencemaran air pada sumber air. Pada sungai Cibanten, berdasarkan hasil perhitungan dan analisa daya tampung
71
beban pencemaran dan kapasitas asimilasi maka pada beberapa kecamatan telah melebihi daya tampungnya terutama di segmen ke-1 dan segmen ke-2. Hal ini telah terjadi kerusakan ekosistem pada lahan di hulu maupun di tengah sungai Cibanten. Salah satu penyebabnya adalah degradasi lahan. Degradasi lahan secara umum disebabkan oleh proses alami dan akibat aktivitas manusia. Barrow (1994) secara lebih rinci menyatakan bahwa faktor-faktor utama penyebab degradasi lahan adalah: a) Bahaya alami b) Perubahan jumlah populasi manusia c) Marjinalisasi tanah d) Kemiskinan e) Status kepemilikan tanah f) Ketidakstabilan politik dan masalah administrasi g) Kondisi sosial ekonomi h) Masalah kesehatan i) Praktek pertanian yang tidak tepat, dan j) Aktifitas pertambangan dan industri. Degradasi lahan disebabkan oleh 3 (tiga) aspek, yaitu aspek fisik, kimia dan biologi. Degradasi secara fisik terdiri dari pemadatan, pengerakan, ketidakseimbangan air, terhalangnya aerasi, aliran permukaan, dan erosi. Degradasi kimiawi terdiri dari asidifikasi, pengurasan unsur hara, pencucian, ketidakseimbangan unsur hara dan keracunan, salinisasi, dan alkalinisasi. Sedangkan degradasi biologis meliputi penurunan karbon organik tanah, penurunan keanekaragaman hayati tanah, dan penurunan karbon biomasa.
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Status mutu air Sungai Cibanten bervariasi dari tercemar ringan sampai tercemar berat. 2. Berdasarkan rekapitulasi potensi beban pencemar limbah total non point source (NPS) dari seluruh sumber pencemar yang dianalisa (peternakan, penduduk, persampahan, pertanian, rumah sakit, hotel dan industri) maka parameter BOD yang dominan berasal dari sektor penduduk 49.46%, peternakan 27%, sampah 13%, pertanian 12.96%, industri 4.14%, hotel 0.01%. Untuk parameter COD yang dominan berasal dari sektor penduduk 43%, peternakan 39.19%, sampah 13.31%, industri 4.45%. Parameter TSS yang dominan berasal dari penduduk sebesar 70%, sampah 22%, industri 7.31%, pertanian 0.42%, hotel 0.1% dan rumah sakit 0.01%. Kontribusi beban pencemaran dari sumber tak tentu (non point source) yang paling dominan adalah penduduk domestik dan sampah, peternakan, industri, pertanian, hotel dan rumah sakit. 3. Berdasarkan simulasi perhitungan daya tampung beban pencemaran air (DTBPA) nilai beban pencemar BOD eksisting segmen kecamatan Pabuaran (segmen ke-1) sebesar 16829 kg/hari dengan DTBP BOD segmen ke-1 sebesar 561 kg/hari sehingga harus diturunkan sebesar 16268 kg/hari agar memenuhi baku mutu air kelas II, nilai beban pencemar BOD eksisting segmen kecamatan Serang-
72
kecamatan Cipocok jaya(segmen ke-2) sebesar 6862 kg/hari dengan DTBP BOD segmen ke-2 sebesar 3465 kg/hari sehingga harus diturunkan sebesar 3396.38 kg/hari agar memenuhi baku mutu air kelas II, nilai beban pencemar BOD eksisting segmen ke-3 sebesar 651 kg/hari dengan DTBP BOD segmen kecamatan Kasemen (segmen ke-3) sebesar 867 kg/hari sehingga masih tersedia beban sebesar 216 kg/hari yang diperbolehkan untuk dibuang ke sungai Cibanten. Demikian juga total beban pencemaran COD sebesar 33804.74 kg/hari sementara total daya tampung beban pencemaran COD sebesar 14675 kg/hari. Sungai utama harus melakukan penurunan beban COD sebesar 19128.96 kg/hari. Total beban pencemaran TSS sebesar 78571.20kg/hari sementara itu daya tampung beban pencemaran TSS sebesar 14675 kg/hari. Sungai utama masih dapat menerima total beban TSS sebesar -2825.28 kg/hari. 4. Konsentrasi BOD di Sungai Cibanten di daerah penelitian meningkat di sekitar kilometer 40 sampai kilometer 24 telah melampaui baku mutu air kelas II. Konsentrasi COD makin naik mulai dari kilometer 34 sampai kilometer nol (hilir) dan telah melampaui baku mutu air kelas II. Ada kemungkinan terdapat sumber pencemar COD yang besar di lokasi ini, tetapi belum dapat diidentifikasi pada penelitian ini. Konsentrasi TSS mulai naik sejak dari kilometer 35 sampai dengan hilir/kilometer nol yang berarti proses pencemaran TSS telah berlangsung di daerah hulu. 5. Nilai kapasitas asimilasi masing masing parameter yang dihitung adalah TSS 86.890 ton/bulan, BOD 2.92 ton/bulan, COD 13.29 ton/bulan, E.coli 15103.80 ton/bulan maka beban pencemaran TSS, BOD, COD, E.coli melebihi kapasitas asimilasi. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis kapasitas asimilasi parameter BOD, COD, TSS, E-coli maka sungai Cibanten dalam kondisi tercemar. 6. Sungai Cibanten dapat dikelola dengan tujuh alternatif strategi yaitu pengawasan dan pemantauan (0.202),menata ulang fungsi tata ruang (0.198),penegakkan hukum (0.195), koordinasi dan sinergi stakeholder (0.144), sosialisasi dan penyuluhan (0.119), penetapan daya tampung beban pencemaran (0.077) dan IPAL komunal (0.068). Prioritas utamanya adalah kegiatan pemantauan dan pengawasan dan saran tindak lanjutnya. Saran Pemodelan kualitas air yang dilakukan pada studi ini hanya menggunakan daya tampung beban pencemaran sesaat. Oleh karena itu perhitungan daya tampung beban pencemaran untuk perencanaan dan pengelolaan kualitas air Sungai Cibanten dalam jangka waktu yang panjang, perlu dilakukan dengan menggunakan data kualitas air rata-rata tahunan dan variasinya. Pengawasan dan pemantauan terpadu baik antar SKPD maupun antara kabupaten/kota dengan provinsi serta pembentukan forum DAS Cibanten sebagai salah satu alternatif pendekatan pengelolaan DAS Cibanten yang bersifat terpadu dan komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA Alaerts G, Santika S. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya (ID): Usaha Nasional.
73
Anna S. 1999. Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Teluk Jakarta[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Edisi Revisi.Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press Barrow CJ. 1994. Land Degradation: Development and Breakdown of Terrestrial Environments. London (GB): Cambridge University Press. Benefild LD, Randal CW. 1980.Biological Process & Wastewater Treatment. New York, John Willey. [BLHD Kota Serang] Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Serang.2012. Laporan Akhir Inventarisasi dan Identifikasi Sumber Pencemar Air di Kota Serang 2012. Serang(ID):BLHD Kota Serang. [BLHD Provinsi Banten] Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten.2013.Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai Cibanten 2013. Banten(ID):BLHD Provinsi Banten [BPS Kabupaten Serang] Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang. 2013.Kabupaten Serang dalam Angka 2013. Serang(ID): BPS Kabupaten Serang [BPS Kota Serang] Badan Pusat Statistik Kota Serang. 2012.Kota Serang dalam Angka 2012. Serang(ID): BPS Kota Serang [BPSDA Provinsi Banten] Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Banten.2013.Laporan Kualitas Air Sungai Di Provinsi Banten 2013. Banten(ID):BPSDA Provinsi Banten Brown LC, Barnwell TO. 1987. The Enhanched Stream Water Quality Models Qual2E and Qual2E UNCAS: Documentational and User Manual, Environmental research and Laboratory Office of Research and Development, USEPA, Athens, Georgia. Camargo JA, Alonso A. 2006. Ecological and Toxicological Effects of Inorganic Nitrogen Pollution in Aquatic Ecosystems : A Global Assessment Environment International. Vol.32 : 831-849. Davis ML, Cornwell DA. 1991. Introduction to Environmental Engineering. Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York. Dermawan R. 2005. Model Kuantitatif Pengambilan Keputusan dan Perencanaan Strategis. Bandung(ID): Alfabeta Pr. Djabu U, Koesmantoro H, Soeparman, Wiwoho A, Indariwati.1991. Pembuangan Tinja dan Air Limbah. Jakarta(ID): Pusdiknakes. Dodds WK. 2002. Freshwater Ecology:Concepts and Environmental Applications. Academic Press. Dunn WN.2003. Analisa Kebijakan Publik: Kerangka Analisa dan Prosedur Perumusan Masalah diterjemahkan oleh Muhadjir Darwin. Yogyakarta (ID): PT. Hanindita Graha Wijaya. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Fadly N A. 2008. Daya Tampung dan Daya Dukung Sungai Ciliwung Serta Strategi Pengelolaannya [Tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Fair GM. 1956.Sewage Treatment. New York, Willey. Goldberg D H, Ruyitno. 1991. Status Pencemaran Laut Indonesia dan Teknik Pemantauannya.Jakarta (ID): LON LIP1.
74
Guo HC, Liu L, Gii Huang, Fuller GA, R Zou and Yin YY. 2001. Asystem dynamics approach for regional environmental planning and management: A study for the Lake Erhai Basin. Journal Environmental Management. 6(1):93111. Imholf K. 1979. Handbook Of Urban Drainage And Wastewater Disposal. New York : John Wiley & Sons. Indrasti NS, Suprihatin, Rajab A Laode.2006. Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi serta Penyusunan Strategi Pengelolaan Perairan Teluk Kendari. ENVIRO.8 (2) :1-6. Irianto K,Waluyo K. 2004. Gizi Dan Pola Hidup Sehat.Bandung(ID): CV.Yrama Widya. [KLH-RI] Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2010. KumpulanPeraturan Pengendalian Pencemaran AirIndustri Manufaktur:Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.Ed ke-2.Jakarta (ID): KLH RI. [KLH-RI] Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.2010.Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Pada Sumber Air.Ed ke2.Jakarta (ID): KLH RI. Kannel PR, Lee S, Lee YS, Kanel SR, Pelletier GJ. 2007. Application of Automated QUAL2Kw for Water Quality Modeling and Management in the Bagmati River, Nepal. Ecological Modelling 202 (2007), Elsevier. pp.503– 517. Keraf S. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kompas. Kodoatie RJ, Suharyanto, Sangkawati S, Edhisono S. 2002. Pengelolaan Sumber Daya Air Dalam Otonomi Daerah. Yogyakarta(ID): ANDI. Kodoatie RJ, Sjarief R. 2008. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu.Yogyakarta (ID):ANDI. Linsley RK, Franzini JB. 1995. Teknik Sumber Daya Air. Jilid 2 edisi III, terjemahan Djoko Sasongko.Jakarta : Penerbit Erlangga. Madigan MT, John MM, Paul VD, David PC. 2009. Biology of Microorganisms. Pearson. Benyamin Cumming. New York. Mahin T, Pancarbo OC. 1999. Water Borne Pathogens: More Effective Analytical and Treatment Methods are Needed for Pathogens in WasteWater and Storm Water. Water Environment and Technology. 11(4):51-55 Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID): Grasindo. Marimin, Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Pr. Metcalf, Eddy. 1991.Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, Reuse. 3rd edition, (Revised by :G.Tchobanoglous and F.L.Burton). Mc Graw Hill Book Inc., New York, Singapore.1334p. Nemerow NL. 1974. Industrial Waste Pollution. London(GB):Addison Wesley Publising Company. Nugraha W D. 2008. Identifikasi Kelas Air dan Penentuan Daya Tampung Beban Cemaran BOD Sungai dengan Model Qual2E (Studi Kasus Sungai Serayu, Jawa Tengah). Jurnal Presipitasi, 5(2). 31-41.
75
Overcash M R, Humenik F J, Minner J R.1983. Livestock Waste Management. Volume 1. CRC Press, Inc. Boca Roca Florida. Pelletier G, Chapra S, Hua-Tao. 2005. QUAL2Kw–A Framework for Modeling Water Quality in Streams and Rivers Using a Genetic Algorithm for Calibration. Short Communication. ELSERVIER Journal, Environmetal Modeling & Software, Vol. 21 (2006) pp. 419-425. Pelletier G, Chapra S. 2008. QUAL2Kw Theory and Documentation (version 5.1) A Modeling Framework for Simulating River and Stream Water Quality. Environmental Assessment Program, Washington State Department of Ecology, Olympia. Washington Parsons J. 2005.Evaluation of QUAL2E, www.epa.gov /qual2e.pdf. Prochazkova, L. 1978. Agricultural Impact on The Nitrogen and Phosporus Concentration in Water. Di dalam: Duncan N, Rzoska J, editor. Land Use Impact on Lake and Reservoir Ecosystem; Poland, 26 Mei – 2 Juni 1978. Facultas-Verlag.hlm 78-81. Prodjopangarso H. 1985.Diktat Penyerapan O2, P4S Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Rasyidin R. 1995. Pengaruh Perkembangan Penggunaan Lahan Terhadap Kondisi Hidrologi dan Kualitas Air Sungai (Studi Kasus Daerah Aliran Ciliwung)[tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Rushayati SB. 1999. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Kandungan Bahan Organik dan Sedimen Tersuspensi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu-Tengah [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Salvai A, Bezdan A. 2007.Water Quality Model QUAL2K in TMDL Development, BALWOIS 2008: Faculty of Agriculture, Department of Water ManagementNovi Sad, University of Novi Sad,SERBIA. Sanropie D, Sumini AR, Margono, Sugiharto, Purwanto S, Ristanto B. 1984. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih APK-TS, Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI. Sihombing DTH. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian. Bogor (ID): IPB Pr. Sulastri.2003. Karakteristik Ekosistem Perairan Danau Dangkal. Manajemen Bioregional Jabodetabek: Profil dan Strategi Penyelesaian Situ, Rawa dan Danau. Bogor (ID): Pusat Penelitian Biologi- LIPI. Suprihatin, Suparno O. 2013. Teknologi Proses Pengolahan Air Untuk Mahasiswa dan Praktisi Industri. Bogor (ID) : IPB Pr. Sutamiharja R T M. 1978. Kualitas dan Pencemaran Lingkungan. Bogor (ID): Pascasarjana Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Tantyonimpuno RS, Retnaningtias AD. 2006. Penerapan metode analytical hierarchy process (AHP) pada proses pengambilan keputusan pemilihan jenis pondasi (studi kasus: proyek pembangunan Royal Plaza Surabaya). J Teknik Sipil 3 (2): 77-87. Tiwary CB, Pandey VS, Ali F. 2013. Effect of pH on Growth Performance and Survive Rate of Grass Carp. Biolife Journal 1 (4): 172-175 Verbist BS, Rahayu, Widodo RH, Noordwijk MV, Suryadi I. 2009.
76
Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor(ID): World Agroforestry Centre. Waluyo L. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Malang (ID) : UMM Press.
77
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cilegon Kabupaten Serang pada tanggal 02 Maret 1974 sebagai anak kelima dari delapan bersaudara dari pasangan (alm) H.Kutni dan Hj.Bahriyah. Telah menikah dengan Nevy Rinda Nugraini, S.Si, M.Si pada tahun 2008. Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri 6 Cilegon (1981-1987), kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 2 Cilegon (1987-1990). Pendidikan SMA ditempuh di SMANegeri 5 Bandung (1990-1993). Pada tahun 1993, penulis diterima Politeknik ITB Bandung Jurusan Teknik Komputer. Pada tahun 1995, penulis melanjutkan ke Universitas Gadjah Mada mengambil Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia (1995-2003) melalui jalur UMPTN. Pada tahun 2010, penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana IPB. Karya ilmiah yang berjudul”Strategi Pengelolaan Sungai Cibanten Provinsi Banten Berdasarkan Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi” sebagai bagian dari Program S2 penulis.Penulis bekerja di Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten sampai sekarang.
78