CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN I.
PENDAHULUAN Berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2011, dalam rangka mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas penanggulangan kemiskinan, dalam RAPBN tahun direncanakan alokasi anggaran sekitar Rp 49,3 triliun. Alokasi anggaran tersebut akan digunakan untuk melaksanakan 24 program prioritas, antara lain: A. Perbandingan Alokasi Anggaran untuk Penanggulangan Kemiskinan di RKP 2011 dan Nota Keuangan RAPBN 2011 (trilyun)
RKP 2011 Program koordinasi pengembangan kebijakan kesejahteraan rakyat Program pemberdayaan mayarakat dan pemerintah desa Program pembinaan upaya kesehatan Program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman Program Bina Pembangunan Daerah Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Program Koordinasi Kebijakan Perekonomian Program Pemberdayaan Koperasi dan UKM Program Pendidikan Islam Program Pendidikan Menengah Program Pendidikan Taman Kanak-kanak dan Pendidikan Dasar Program Pendidikan Tinggi Program Penempatan dan Peningkatan Perluasan Kesempatan Kerja Program Penempatan modal negara dalam rangka mendukung KUR Program Pengelolaan Pertanahan Nasional Program pengelolaan sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil Program Pengembangan Destinasi Pariwisata Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Program Perlindungan Jaminan Sosial Program Perlindungan Tenaga Kerja dan Pengembangan Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan Program Rehabilitasi Sosial Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas lainnya – Kementerian Pertanian Program Dukungan Manajemen Kesehatan dan Tugas lainnya – Kementerian Kesehatan Total RKP 2011
15,274 9,6229 5,2716 7,018 0,0263 0,9148 0,001 0,0164 1,09 2,9543 19,4874 1,2492 0,2
NK RAPBN 2011 Program koordinasi pengembangan kebijakan kesejahteraan rakyat Program pemberdayaan mayarakat dan pemerintah desa Program pembinaan upaya kesehatan Program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman Keterangan:
15,3 9,6 5,3 7
??
•
Dokumen Nota Keuangan RAPBN 2011 hanya mencantumkan 4 program diatas sebagai representasi program-program dan alokasi anggaran untuk prioritas Penanggulangan Kemiskinan.
•
Selain 4 program di atas, menurut Nota Keuangan RAPBN 2011, masih ada 20 program lainnya yang ditujukan untuk prioritas penanggulangan kemiskinan.
2 0,1284 0,1577 0,0825 0,3459 1,61 0,03
0,5237 1,2
0,1530
69,357
Total NK RAPBN
Sumber: RKP 2011, Nota Keuangan RAPBN 2011
1 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
49,3
Memperhatian pelaksanaan kebijakan dan program, serta capaian hasil, dan permasalahan yang masih dihadapi, maka sasaran tingkat kemiskinan pada tahun 2011 adalah sebagai berikut: (1) Mendorong pertumbuhan yang pro-rakyat miskin dengan memberi perhatian khusus pada usaha-usaha yang melibatkan orang-orang miskin dan orang-orang dengan kondisi khusus; (2) Meningkatkan kualitas kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan melalui kebijakan afirmatif/keberpihakan; serta (3) Meningkatkan akses usaha mikro dan kecil kepada sumber daya produktif.
II. PERKEMBANGAN ANGKA KEMISKINAN1 Pada Maret 2010, penduduk miskin di Indonesia berjumlah 31,02 juta orang atau 13,3 persen dari total penduduk. Jumlah orang miskin pada periode ini tercatat lebih rendah 1,51 juta jiwa dibandingkan pada tahun 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen). B. Perkembangan angka kemiskinan 2005 – 2009
Menurut BPS (2010), penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2009 – Maret 2010 berkaitan dengan faktor-faktor berikut: a. Sepanjang periode Maret 2009 – Maret 2010 inflasi umum relatif rendah (Maret 2010 terhadap Maret 2009 sebesar 3,43 persen). Komoditas yang mengalami kenaikan harga selama periode tersebut adalah kelompok bahan makanan yang (meningkat 4,11 persen), kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (8,04 persen), kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga (3,85 persen), serta kelompok kesehatan sebesar (3,18 persen). b. Rata-rata upah harian buruh tani dan buruh bangunan masing-masing naik sebesar 3,27 persen dan 3,86 persen selama Maret 2009 – Maret 2010. c. Produksi padi naik. Produksi padi pada tahun 2010 hasil Angka Ramalan II (ARAM II) mencapai 65,15 juta ton gabah kering giling (GKG), naik sekitar 1,17 persen dari produksi padi tahun 2009 yang sebesar 64,40 juta ton GKG. d. Sebagian besar penduduk miskin (64,65 persen pada tahun 2009) bekerja di sektor pertanian. Kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 2,45 persen dari 98,78 persen pada Maret 2009 menjadi 101,20 pada Maret 2010. e. Perekonomian Indonesia Triwulan I 2010 tumbuh sebesar 5,7 persen terhadap triwulan I 2009, didorong oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga yang meningkat sebesar 3,9 persen pada periode yang sama.
1
Berdasarkan Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi terbitan BPS, Juli 2010
2 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
Meskipun angka kemiskinan secara umum menurun, namun disparitas tingkat kemiskinan antar daerah tetap lebar. Hampir setengah dari total jumlah propinsi di Indonesia memiliki angka kemiskinan lebih besar dari angka kemiskinan nasional. Angka kemiskinan masih relatif lebih tinggi di Kawasan Timur Indonesia seperti Gorontalo, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua dibandingkan Kawasan Barat Indonesia. C. Angka Kemiskinan Regional, Maret 2010 (% jumlah penduduk)
Sumber: Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi terbitan BPS, Juli 2010
3 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
Angka kemiskinan yang diukur oleh BPS berbeda dengan hasil perhitungan Bank Dunia. Berdasarkan perhitungan Bank Dunia, apabila standar dua dollar sehari digunakan sebagai garis kemiskinan maka pada tahun 2008 penduduk miskin di Indonesia diperkirakan sebesar 42,6 persen atau 100,7 juta jiwa.2 D. Persentase Penduduk Miskin di Indonesia menurut perhitungan BPS dan Bank Dunia, 2004 – 2008
Sumber : Data strategis BPS (2009)
Upaya pengentasan kemiskinan terus dilancarkan oleh Pemerintah dan diimplementasikan melalui harmonisasi dan sinergi antara program dan anggaran kemiskinan yang terbagi atas tiga kluster. E. Program Penanggulangan Kemiskinan berdasarkan Kluster Kluster 1 Penyediaan beras untuk Rakyat Miskin (Raskin) Program Keluarga Harapan (PKH) Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bantuan bagi Lanjut Usia dan Cacat Ganda terlantar Bantuan Bencana alam Bantuan Langsung Tunai (kompensasi kenaikan harga BBM) Beasiswa untuk anak dari rumah tangga sasaran Kluster 2 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Kluster 3 Penyediaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sumber : Bappenas
2
Angka konversi PPP menunjukkan banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah kebutuhan barang dan jasa di mana jumlah yang sama tersebut dapat dibeli seharga US$1 di Amerika. Angka konversi ini dihitung berdasarkan harga dan kuantitas di masing-masing negara yang dikumpulkan dari sebuah survei setiap lima tahun sekali.
4 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
•
Per 29 Desember 2009 telah disalurkan subsidi Raskin sebesar 3,24 juta ton atau 97,37% dari pagu Januari- Desember 2009. Rencana distribusi sebesar 3,33 juta ton kepada 18,5 juta rumah tangga sasaran dapat dilaksanakan dengan baik untuk meringankan beban pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga miskin dan anggotanya. F.
Jumlah Rumah Tangga, Pagu Beras dan Anggaran Raskin, 2005 -2009
Keterangan
2005
2006
2007
2008
2009
Rumah Tangga Miskin
15.791.884
15.503.295
19.100.905
19.100.905
18.497.302
Rumah Tangga Sasaran
8.300.000
10.830.000
15.800.000
19.100.000
18.497.302
Rumah Tangga Penerima
11.109.274
13.882.731
16.736.411
19.131.185
-
Pagu Beras (ton)
1.991.897
1.624.500
1.736.007
3.342.500
3.329.514
Anggaran (Rp Triliun) 4,97 5,32 6,47 11,66 Sumber : Bulog (2009), Menkokesra (2009), dan Setneg (2009) dalam publikasi SMERU (2010)
•
12,98
Sedangkan di program kluster 3 Penyediaan Kredit Usaha Rakyat , sektor yang menyerap KUR terbesar adalah sektor perdagangan, restoran, dan hotel, dengan proporsi debitur 2, 1 juta orang atau 81,79 persen dari total debitur. Sedangkan proporsi debitur sektor pertanian hanya 256 ribu orang (9,97%). G. Penyaluran KUR berdasarkan sektor ekonomi, Maret 2010 Sektor ekonomi
Plafon (Rp juta)
Pertanian
Outstanding (Rp juta) Jumlah Debitur
2.905.737
1.531.453
256.925
6.810
4.108
194
400.265
206.190
36.649
3.038
2.406
52
460.837
186.413
2.523
12.825.168
4.900.776
2.107.747
96.348
51.642
3.800
Jasa-jasa Dunia Usaha
562.536
264.243
41.587
Jasa-jasa Sosial/Masyarakat
271.110
105.790
42.971
1.101.143
556.212
85.304
18.632.992 7.809.233 Sumber: www.tnp2k.wapesri.go.id
2.577.751
Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas dan air Konstruksi Perdagangan, Restoran & Hotel Pengangkutan, Pergudangan & Komunikasi
Lain-lain Total
Menurut BPS, sebagian besar penduduk miskin bekerja disektor pertanian (64,65 % pada tahun 2009). Dalam konteks penanggulangan kemiskinan, maka penyaluran KUR yang didominasi sektor perdagangan, restoran dan hotel masih belum tepat sasaran. Penelitian SMERU (2010) menyimpulkan bahwa rendahnya sosialiasi KUR yang hanya sampai di tingkat kabupaten serta sulitnya proses pengucuran kredit mengakibatkan KUR kurang berperan di masyarakat miskin.3
3
Hastuti, et al (2010) “Peran Program Perlindungan Sosial dalam Meredam Dampak Krisis Keuangan Global 2008/09“, SMERU Research Institute
5 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
Dalam Kesimpulan Rapat Kerja Panitia Anggaran dengan Menkeu pada acara pembahasan RUU APBN dan Nota Keuangan 2009, diamanahkan pada pemerintah untuk: • Agar pemerintah melalukan penajaman kelompok sasaran dan penataan kembali dalam pelaksanaan program PNPM dan PKH. • Agar pelaksanaan PNPM dan PKH dilaksanakan oleh departemen yang membidangi hal tersebut. • Agar dilakukan pendalaman program PNPM dan PKH di komisi terkait. • Panita anggaran juga memintah agar Departemen Sosial dan Bappenas berkoordinasi dalam mengintegrasikan program-program penanggulangan kemiskinan secara lebih komprehensif sehingga tidak terjadi overlapping.
III. HASIL PEMERIKSAAN SEMENTARA BPK ATAS PROGRAM-PROGRAM KEMISKINAN PEMERINTAH4 Untuk memperoleh gambaran mengenai efektivitas program penanggulangan kemiskinan, pada semester II tahun 2009 BPK melakukan audit pemeriksaan terhadap PNPM Mandiri Pedesaan (PNPM Mpd ) di 16 kabupaten di delapan provinsi. Pada pemeriksaan, ditemukan adanya tunggakan pengembalian dana usaha ekonomi produktif (UEP) dan simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP) senilai 11,70 miliar yang mengakibatkan dana tersebut tidak dapat digunakan pengguliran lebih lanjut.
H. Anggaran dan Realisasi Dana Dekonsentrasi PNPM MPd TA 2008 dan 2009 pada Daerah Sampel No.
Provinsi
TA 2008 (Rp)
TA 2009 (Rp)
Total (Rp)
Anggaran
Realisasi
Anggaran
Realisasi Per 31 Oktober 2009
Anggaran
Realisasi
1
Sumut
17.405.401.000
15.833.866.602
41.168.606.000
18.963.971.407
58.574.007.000
34.797.838.009
2
Kepri
3.968.334.000
3.358.908.526
6.110.698.000
3.304.206.437
10.079.032.000
6.663.114.963
3
Jabar
15.907.760.000
14.742.462.675
42.695.115.000
20.587.384.000
58.602.875.000
35.329.846.675
4
Jateng
27.723.609.000
26.327.912.032
47.494.647.000
29.209.042.415
75.218.256.000
55.617.954.447
5
Jatim
26.393.097.000
24.884.681.138
54.574.172.000
28.687.370.481
80.967.269.000
53.572.051.619
6
NTB
7.613.423.000
6.665.025.778
9.318.607.000
6.166.815.295
16.932.030.000
12.831.841.073
7
Kalteng
9.436.997.000
7.753.113.402
13.741.989.000
6.359.890.700
23.178.986.000
14.113.004.102
8
Gorontalo
3.069.139.000
2.729.943.942
6.821.618.000
3.214.908.050
9.890.757.000
5.944.851.992
111.517.760.000
102.295.914.095
221.925.452.000
116.574.588.785
333.443.212.000
218.870.502.880
Total
Sumber: Laporan Hapsem II 2009 BPK-RI
4
Diolah oleh Tim Analisa BPK – Setjen DPR RI
6 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
I. Temuan BPK atas SPI Semester II TA 2009 atas pelaksanaan PNPM MPd No.
Kelompok Temuan
Temuan
Daerah Temuan
1.
Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan
Pencatatan 1) Penyajian daftar inventaris tidak/belum tidak valid pada LK UPK Tahun dilakukan atau 2008 dan 2009 tidak akurat 2) Aset hasil kegiatan program pengembangan kecamatan belum dilakukan serah terima dan belum dilaksanakan pengelolaan/pemisahan aset
Prov. Jawa Barat, NTB, dan Kalteng
Proses 1) Laporan Neraca Micro penyusunan Finance pada UPK-UPK tidak laporan tidak dapat diyakini kebenarannya. sesuai ketentuan
Provinsi Jawa Barat dan Gorontalo)
Kab. Tuban Prov. Jatim (7 UPK) dan Kabupaten Kapuas Prov. Kalteng (4 UPK)
2) Nilai aktiva tetap dalam Kecamatan Neraca UPK-UPK tidak Kayahan Tengah, mencerminkan aktiva tetap Kayahan Hilir, yang sebenarnya. dan Pindih Batu Prov. Kalteng 2.
Kelemahan Perencanaan Pengalokasian dana pembinaan 7 Provinsi: sistem kegiatan tidak administrasi proyek (PAP) tidak Sumut, Jabar, pengendalian memadai terpenuhi (tujuh provinsi Jateng, Jatim, pelaksanaan berkisar antara 0,06% s.d NTB, Kalteng, anggaran 0,98% dari dana BLM dan 12 Gorontalo. pendapatan dan kabupaten berkisar antara 12 Kabupaten : belanja 1,09% s.d 4,83% dari dana Deliserdang, BLM). Serdang Bedagai, Bandung Barat, Magelang, Bojonegoro, Tuban, Lombok Barat, Lombok Timur, Kapuas, Pulang Pisau, Gorontalo, dan Bone Bolongo
3.
Kelemahan struktur pengendalian intern
Entitas tidak memiliki standar operasional dan prosedur (SOP) yang formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur.
1) Penentuan dan pembayaran Prov. Kalteng tunjangan transportasi (Kab. Katingan, fasilitator tidak sesuai dengan Barito Timur penetapan kategori lokasi 2) Tingkat pengunduran diri • Mengundurkan fasilitator cukup tinggi serta diri : Prov. terdapat kekosongan fasilitator Sumut, Jabar, kabupaten (Faskab), fasilitator Jateng dan kecamatan (FK), dan fasilitator
7 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
No.
Kelompok Temuan
Temuan
Daerah Temuan
teknik kecamatan karena Kalteng beban kerja fasilitator tidak • Pemekaran seimbang dengan banyaknya Kecamatan: jumlah desa dan kecamatan Kepri. serta hambatan geografis di • Meninggal lapangan dunia : Jateng • Masih kurang : Jatim 3) Pembentukan kader ekonomi desa (KED), sebagai perpanjangan tangan unit pengelola kegiatan (UPK) di desa belum diatur dalam petunjuk teknis operasional PNPM MPd. Sumber: Laporan Hapsem II 2009 BPK-RI
J. Temuan BPK atas Ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan Semester II TA 2009 atas pelaksanaan PNPM MPd No.
Kelompok Temuan
Temuan
Daerah Temuan
Nilai (juta Rp)
1.
2.
3.
Kerugian Negara/Daerah
Penentuan dan pembayaran tunjangan transportasi fasilitator tidak sesuai dengan penetapan kategori lokasi kecamatan yang memperoleh alokasi PNPM MPd, sehingga terjadi kelebihan pembayaran kepada 15 fasilitator
Prov. Kalteng Kab. Barito Utara, Gunung Mas, Barito Selatan, Katingan
Potensi Kerugian Pengelolaan dana-dana asuransi para • Tidak menyerahkan foto copy Negara/Daerah fasilitator tidak sesuai pedoman polis/premi: Sumut, PNPM MPd karena belum didukung Kepri, Jabar, Jatim bukti foto copy polis asuransi dan dan Kalteng. keterlambatan para fasilitator • Terlambat mendaftarkan diri dalam kepesertaan mengikuti asuransi asuransi dan/atau premi lebih rendah dan tidak punya dari tunjangan yang diterima, polis : Jateng, NTB sehingga terjadi kelebihan dan Gorontalo pembayaran tunjangan asuransi
Administrasi
58,73
1) Penyusunan laporan keuangan unit Prov. Jatim (7 UPK) dan pengelola kegiatan belum tertib, Prov. Kalteng (4 UPK) sehingga penggunaan uang pada UPK-UPK tidak dapat dipertanggungjawabkan
8 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
969,64
99,23
No.
Kelompok Temuan
Temuan
Daerah Temuan
Nilai (juta Rp)
2) Status kepemilikan atas Kab. Bandung aset/inventaris UPK berupa tujuh Prov. Jabar gedung kantor UPK belum jelas Temanggung 4.
Ketidakefektifan
UPK Kecamatan 1) Penggunaan anggaran tidak tepat Narmada, sasaran/tidak sesuai peruntukkan : Kab. Lombok Penyelewengan kas oleh mantan Provinsi NTB Ketua dan Bendahara UPK Kecamatan Narmada
Barat Prov. Jawa dan Barat : 336,43 275,69 Barat
sudah dilaporkan kpd pihak kepolisian 259,66
2) Pelaksanaan kegiatan terlambat/terhambat sehingga mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi : • Terdapat tunggakan pengembalian • Sumut : Kab. Deli dana usaha ekonomi produktif Serdang & Serdang (UEP) dan simpan pinjam untuk Badagai kelompok perempuan (SPP). • Kepri : Kab. Karimun & Natuna • Jabar : Kab. Purwakarta & Bandung Barat • Jateng : Magelang • Jatim : Bojonegoro & Tuban • Kalteng : Kapuas & Pulang Pisau • NTB : Lombok Timur & Lombok Barat • Gorontalo : Kab. Gorontalo dan Bone Bolango penyimpangan atas • Sumut : Kab. Deli • Adanya Serdang & Serdang pengelolaan dana SPP dan UEP yang Badagai dilakukan oleh Kader Pemberdayaan • Kepri : Kab. Natuna Masyarakat Desa (KPMD)/FK/Kepala Desa/Pengurus Kelompok • Jatim : Kab. Tuban SPP/Pengurus UPK untuk • Kalteng : Pulang kepentingan pribadi Pisau • Gorontalo : Kab. Bone Bolango • NTB : Lombok Timur & Lombok Barat 3) Pelayanan kepada masyarakat • Sumut : Kab. Deli Serdang & Serdang tidak optimal Badagai • Kepri : Kab. Karimun & Natuna • Jabar : Kab. Purwakarta & 9 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
11,70 miliar
264,57
-
No.
Kelompok Temuan
Temuan
Daerah Temuan
Nilai (juta Rp)
Bandung Barat • Jateng : Magelang • Jatim : Bojonegoro & Tuban • Kalteng : Kapuas & Pulang Pisau • NTB : Lombok Timur & Lombok Barat 4) Fungsi atau tugas instansi yang diperiksa tidak diselenggarakan dengan baik termasuk target penerimaan tidak tercapai Sumber: Laporan Hapsem II 2009 BPK-RI
Untuk program Raskin, beberapa temuan hasil pemeriksaan BPK RI Semester I TA. 2009 dapat diikhtisarkan sebagai berikut: • Stok rata-rata yang diperhitungkan dalam biaya perawatan beras belum sepenuhnya akurat dan memperhitungkan stok beras milik WFP ( World for Food Program) • Nilai subsidi biaya perawatan beras kurang bayar. • Administrasi penyaluran raskin belum sepenuhnya tertib, adanya penyaluran tidak tepat sasaran, dan pengelolaan BOP (Biaya Operasional Penyaluran) raskin pada beberapa divre dibebankan pada Perum Bulog. • Kelemahan kontrak dan ketidaktaatan dalam pelaksanaan kontrak giling gabah, serta pelaksanaan pengadaan belum sepenuhnya sesuai ketentuan. • Pelaksanaan program Rehabilitation/Replacement (R/R) belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Permasalahan di Lapangan yang Umum terjadi atas Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Pangan Program Raskin antara lain: • Ketidakjelasan dalam penetapan Harga Pokok Pembelian oleh Depkeu. • Penetapan harga pembelian beras impor didasarkan pada harga perkiraan bukan berdasarkan harga pelaksanaan impor. • Tidak ada pengujian dokumen tagihan ke divre-divre Perum Bulog oleh Departemen Keuangan dalam proses pencairan anggaran. • Pengadaan raskin tidak berasal dari pembelian petani dalam negeri melainkan dari impor, sementara harga beras impor telah mengalami mark up lebih dari satu miliar. • Proses pengadaan gabah dan beras oleh Perum Bulog bermasalah, mulai dari lemahnya pengawasan di tiap-tiap divre hingga adanya indikasi KKN dalam proses seleksinya. • Realisasi biaya perawatan beras lebih besar dari yang semestinya, sehingga nilai pembayaran subsidi perawatan pemerintah kepada Bulog menjadi lebih besar, yaitu sebesar Rp 5.978.629.447 (tahun 2006) dan Rp 4.518.091.456 (tahun 2007). • Penyaluran raskin tidak didukung dengan dokumen berita acara serah terima di titik distribusi, adanya duplikasi penagihan dan duplikasi pembayaran dana subsidi raskin. • APBN menganggarkan biaya distribusi raskin hanya sampai kepada Bulog, sementara untuk biaya distribusi dari Bulog ke RTS menjadi tanggung jawab Pemda melalui APBD dengan anggaran yang sangat minim. 10 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI
•
• •
• • •
• •
Banyak terdapat distributor yang bekerja sama dengan oknum pemerintah daerah utuk memperoleh keuntungan dari harga jual beras subsidi, misalnya raskin kepada rumah tangga yang tidak terkategori miskin. Terjadi penyalahgunaan anggaran program raskin oleh oknum Bulog. Adanya ketidakjelasan kriteria RTM yang dikeluarkan oleh BPS dan ketidakakuratan jumlah RTM, sehingga berdampak adanya ketidaktepatan perencanaan dan implementasi kebijakan pemerintah atas program raskin. Proses sosialisasi program raskin oleh pihak pemerintah tidak dilakukan secara detail dan merata yang mengakibatkan minimnya informasi yang diperoleh masyarakat. Distribusi raskin tidak sesuai target yang ditetapkan dan penyaluran raskin tidak memperhatikan status sosial rumah tangga penerimanya. Banyak RTM yang menerima raskin kurang dari semestinya. Pada tahun 2007 ditetapkan masing-masing menerima 10 kg/bulan, namun pada kenyataannya RTM hanya menerima antara 4 -10 kg/bulan. Mutu beras yang diterima RTM masih rendah. Harga raskin di tingkat pembeli lebih tinggi dari yang ditetapkan (karena adanya pembebanan biaya distribusi kepada RTS dan adanya rent seeking sejumlah petugas).
Rekomendasi Subsidi Pangan Program Raskin • • • • • • •
Perlunya perbaikan perhitungan dan pelaporan HPB dan penetapan batasan komponen biaya HPB yang jelas dan tegas oleh Depkeu. Perlunya pengawasan secara insentif dalam proses pengadaan dan penyaluran raskin. Perlunya verifikasi dan up date jumlah data RTM yang secara berkala. Perlunya peningkatan subsidi pangan sehingga menjangkau seluruh rumah tangga miskin. Perlunya kebijakan pembagian fungsi distribusi subsidi raskin berikut anggaran yang dibutuhkan dalam proses tersebut. Perlunya sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang melakukan penyalahgunaan wewenang. Pemerintah harus terus berusaha menjaga kestabilan harga pangan.
IV. CATATAN • • •
Perlu kerjasama yang lebih erat antara pemerintah pusat dan daerah dalam menekan angka kemiskinan, terutama di tingkat regional/provinsi. Untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas analisa masalah kemiskinan, perlu peningkatan dan perbaikan kualitas/akses data-data kemiskinan. Pengawasan dan evaluasi terhadap program-program penanggulangan kemiskinan harus dipertajam. Temuan BPK pada dasarnya berfokus pada sisi akuntabilitas anggaran. Apabila audit yang berkesinambungan dapat diperluas hingga mencakup kinerja program pemerintah, maka fungsi pengawasan dan anggaran DPR dapat lebih diperkuat.
11 | Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara - Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI