BAB 16 PENANGGULANGAN KEMISKINAN
I.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
Sejalan dengan upaya mendorong peningkatan kesejahteraan penduduk miskin dalam rangka menikmati pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas, maka penanggulangan kemiskinan menjadi prioritas utama pembangunan nasional tahun 2006. Masalah utama yang dihadapi dalam penanggulangan kemiskinan adalah masih besarnya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Meskipun indikasi proporsi penduduk miskin terhadap populasi cenderung menurun dari 19,1 persen di tahun 2000 menjadi 15,9 persen di tahun 2005, namun jumlah penduduk miskin secara absolut masih tinggi, di mana tahun 2000 adalah 38,7 juta jiwa menurun menjadi 35,1 juta jiwa di tahun 2005. Selain kemiskinan yang didasarkan pada ukuran pendapatan, kemiskinan dapat dilihat pula dari kemampuan masyarakat untuk memperoleh akses kepada pelayanan dasar, seperti:
1)
Rendahnya kualitas pendidikan yang disebabkan oleh kurangnya tenaga pendidik dan sarana pendidikan di daerah miskin/terpencil, serta sulitnya mengakses layanan pendidikan karena hambatan geografis.
2)
Rendahnya akses pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi, diantaranya meliputi pula masih belum memadainya tenaga medis, dana dan peralatan medis di daerah miskin serta hambatan geografis/fisik dalam mengakses pelayanan kesehatan sehingga mengakibatkan antara lain rendahnya usia harapan hidup dan gizi buruk anak dan balita.
3)
Rendahnya akses masyarakat miskin kepada layanan air minum.
4)
Keterbatasan terhadap akses sumber-sumber pendanaan dan masih rendahnya kapasitas serta produktivitas usaha.
5)
Masih lemahnya kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak terutama di tingkat kabupaten/kota.
6)
Masih biasnya peraturan perundang-undangan mengenai gender dan/atau diskriminatif terhadap perempuan dan kepedulian terhadap anak sehingga mengakibatkan rendahnya angka gender-related development index (GDI).
Pada bulan September 2000, Pemerintah Indonesia bersama 188 negara lainnya telah menandatangani millenium development goals (MDGs) yang antara lain bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian balita, meningkatkan kesehatan kehamilan ibu dan penyediaan pendidikan dasar. Identifikasi permasalahan kemiskinan seperti tersebut di atas selaras dengan upaya pencapaian MDGs di mana target penduduk miskin pada tahun 2015 adalah 7,5 persen, sedangkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004–2009 adalah 8,2 persen. Di bidang pendidikan, target RPJMN Tahun 2004– 2009 untuk tingkat partisipasi sekolah dasar adalah 98 persen sementara target MDGs adalah sebesar 100 persen pada tahun 2015.
16 - 2
Tujuan prioritas kebijakan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2006 adalah mengurangi tingkat kemiskinan, mencakup tidak saja upaya untuk mengatasi ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar tetapi juga untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam proses pembangunan. Mengingat penyebab kemiskinan sangat bervariasi dan menyebar di seluruh provinsi, maka pendekatan pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan dilakukan secara multisektoral. Pencapaian tujuan penanggulangan kemiskinan menjadi tanggungjawab semua kementerian/lembaga, dan juga mempertimbangkan aspek kewilayahan; artinya cara pencapaian tujuan penanggulangan kemiskinan disesuaikan dengan keragaman kondisi daerah. Perkembangan penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan kewilayahan dilaporkan di bab lain.
II.
LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI
Langkah-langkah kebijakan penanggulangan kemiskinan difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin; perlindungan sosial, dan peningkatan kesempatan berusaha. Sementara itu terdapat pula upaya penanganan masalah gizi kurang dan kerawanan pangan bagi keluarga miskin yang dilaporkan pada bab lain. 1.
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat Miskin atas Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur Dasar
Pelaksanaan kebijakan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin diarahkan pada pemenuhan pelayanan/penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. a)
Pelayanan Pendidikan Bagi Keluarga Miskin
Pelayanan pendidikan kepada keluarga miskin bertujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh pelayanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam 16 - 3
rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun. Kebijakan ini dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Komponen kebijakan ini adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM). BOS diperuntukkan untuk penyelenggara pendidikan, sedangkan BKM ditujukan untuk pemberian beasiswa bagi siswa wajib belajar dari keluarga miskin. Tujuan diberikannya beasiswa kepada anak-anak keluarga miskin adalah agar keperluan siswa seperti seragam, alat tulis dan transportasi dapat dipenuhi. Setiap siswa SD/MI memperoleh Rp60 ribu/siswa, siswa SLTP/MTs memperoleh Rp120 ribu/siswa, dan siswa SMA/SMK/MA memperoleh Rp150 ribu/siswa sebagai beasiswa reguler selama periode Januari–Juni 2005. Sementara itu siswa SMA/SMK/MA memperoleh Rp390 ribu/siswa sebagai beasiswa reguler selama periode Juli–Desember 2005. Beasiswa reguler telah menjangkau 5,93 juta siswa SD/MI; 2,35 juta siswa SMP/MTs; dan 640 ribu siswa SMA/SMK/MA selama periode Januari-Juni 2006 dan tambahan lagi kepada 698,5 ribu siswa SMA/SMK/MA selama periode Juli–Desember 2005. Tujuan diberikannya BOS adalah agar siswa dapat dibebaskan dari iuran sekolah dalam bentuk dana yang dibayarkan langsung ke sekolah. Untuk periode Juli–Desember 2005, setiap SD/MI mendapat BOS sebesar Rp117,5 ribu/siswa, SD Salafiah mendapat Rp117,5 ribu/siswa, SLTP/MTs mendapat Rp162,25 ribu/siswa, dan SMP Salafiah mendapat Rp162,25 ribu/siswa. BOS telah disalurkan kepada 28,8 juta siswa SD/MI; 108,2 ribu siswa SD Pesantren Salafiyah; 10,6 juta siswa SMP/MTs; dan 114,4 ribu siswa SMP pesantren Salafiyah selama periode Juli–Desember 2005. b)
Pelayanan Kesehatan Bagi Keluarga Miskin
Pelayanan kesehatan kepada keluarga miskin bertujuan meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk miskin dengan terselenggaranya pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan jaringannya, serta rawat inap kelas III di rumah sakit. Kebijakan dilakukan dengan menyalurkan dana pelayanan kesehatan secara kapitasi ke Puskesmas dan pelayanan kesehatan di kelas III
16 - 4
rumah sakit dengan sistem klaim. Komponen pelayanan kesehatan gratis bagi keluarga miskin adalah rawat jalan tingkat pertama di Puskesmas, rawat inap tingkat pertama di Puskesmas, pelayanan gawat darurat di Puskesmas, dan rawat jalan dan rawat inap tingkat lanjutan di ruang rawat kelas III RS Pemerintah dan RS Swasta yang ditunjuk Pemerintah. Untuk melaksanakan program ini, pada tahun 2005, Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp3.875,3 miliar yang terdiri dari Rp1.323 miliar untuk pelayanan kesehatan di kelas III rumah sakit dan Rp1.395,8 miliar untuk pelayanan kesehatan di Puskesmas, serta Rp1.156,52 miliar untuk kegiatan penunjang seperti biaya operasional Puskesmas, biaya persalinan di Puskesmas, pengadaan peralatan, posyandu, pengadaan obat dan vaksin, serta pengendalian dan pengawasan (safe guarding). Keluarga miskin yang berhak adalah mereka yang memegang asuransi kesehatan keluarga miskin (Askeskin). Registrasi dan penerbitan kartu Askeskin dilakukan oleh PT Askes dibantu Puskesmas/jaringannya dan rumah sakit. Kartu Askeskin telah didistribusikan kepada 34,8 juta keluarga miskin atau 96,3 persen dari target sebesar 36,1 juta kartu. Dengan adanya Askeskin, maka telah terjadi peningkatan jumlah kunjungan keluarga miskin di Puskesmas dan RS untuk memperoleh pelayanan rawat inap dan rawat jalan, pelayanan pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan, pelayanan perawatan nifas, dan rujukan kehamilan. c)
Penyediaan Prasarana dan Sarana Desa
Penyediaan prasarana desa dilakukan di daerah yang dikategorikan banyak dihuni keluarga miskin yang dilakukan dengan tujuan memberikan lapangan kerja dan perluasan lapangan usaha kepada keluarga miskin dan juga bertujuan menyediakan prasarana fisik yang mendukung kegiatan ekonomi keluarga miskin di perdesaan. Penentuan jenis prasarana desa yang dibangun ditentukan sendiri oleh masyarakat. Jenis prasarana desa yang dapat dibangun adalah jalan dan jembatan, prasarana air bersih, dan prasarana irigasi desa. Setiap desa memperoleh dana sebesar Rp250 juta per tahun. 16 - 5
Dana pembangunan prasarana desa tahun 2005/2006 adalah sebesar Rp3.342,1 miliar. Pembangunan prasarana desa pada tahun 2005/2006 telah dilaksanakan di 12.834 desa. Pencapaian pembangunan perumahan dan prasarana dasar permukiman bagi masyarakat miskin selama kurun waktu tahun 2005– 2006 adalah penyediaan hunian yang layak bagi masyarakat miskin melalui kegiatan peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh, nelayan dan tradisional di 565 kawasan. Selain itu juga telah dilakukan penyediaan prasarana dan sarana dasar (PSD) permukiman di pulau-pulau kecil dan daerah tertinggal pada 60 kawasan di 58 kabupaten. 2.
Perlindungan Sosial
Dalam rangka mengurangi beban masyarakat miskin akibat dampak dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada bulan Oktober 2005, dilaksanakan Program subsidi langsung tunai (SLT). Program ini rencananya akan dilaksanakan dalam empat kali pembayaran. Penerima SLT adalah rumah tangga yang menurut kriteria yang ditetapkan Pemerintah tergolong miskin hingga mendekati miskin. SLT direncanakan diberikan kepada 19,2 juta rumah tangga miskin (RTM) di 440 kabupaten/kota. Tahap pertama (Oktober–Desember 2005) telah disalurkan dana tunai kepada 14,4 juta RTM dengan jumlah dana yang tersalurkan sebesar Rp4,3 triliun. Tahap kedua (Januari-Maret 2006) telah disalurkan dana tunai kepada 17,2 juta RTM dengan jumlah dana yang tersalurkan sebesar Rp5,15 triliun. Tahap ketiga (April–Juni 2006) telah disalurkan dana tunai kepada 12,2 juta RTM dengan jumlah dana yang tersalurkan sebesar Rp3,67 triliun. Tahap keempat/terakhir (Juli–September 2006) masih dalam tahap persiapan. Dampak pemberian SLT secara umum adalah menjaga daya beli RTM di seluruh kabupaten/kota yang terjangkau, agar tidak tergerus oleh kenaikan harga umum setelah subsidi dikurangi.
16 - 6
SLT hanya akan diberikan hingga tahun 2006 ini dan tidak akan dilanjutkan pada tahun 2007 mendatang. Sejak awal tahun 2006 lalu, Pemerintah mulai menyusun konsep baru, yang secara generik disebut bantuan tunai bersyarat (BTB). BTB dipersiapkan sebagai cikal bakal sistem penjaminan sosial di masa depan. Sebagai suatu sistem penjaminan sosial, BTB dirancang untuk memenuhi dua hal sekaligus: (a) memenuhi kewajiban Pemerintah (pusat dan daerah) dalam perluasan akses masyarakat miskin akan pelayanan dasar; dan (b) memberikan efek pendapatan bagi rumah tangga miskin penerima BTB. Pemenuhan kewajiban pemerintah tersebut—yang untuk saat ini diarahkan pada sektor kesehatan dan pendidikan—diterjemahkan sebagai syarat bagi pemberian efek pendapatan rumah tangga miskin. Persyaratan tersebut dirancang dalam kerangka pemenuhan komitmen Pemerintah dalam mencapai target Tujuan Pembangunan Milenium, yang antara lain berupa pencapaian akses pelayanan pendidikan primer, mengurangi angka kematian bayi, memperbaiki kesehatan kehamilan. Dengan kata lain, sebuah rumah tangga miskin penerima BTB akan diminta untuk menyekolahkan anak-anak usia sekolahnya (dalam rangka memenuhi program Wajib Belajar 9 tahun), memeriksakan kesehatan ibu hamil, memeriksakan kesehatan bayi dan imunisasi anak usia lima tahun kebawah, dan menyekolahkan anak usia 6–15 tahun dengan tingkat kehadiran minimal 85 persen. Jika persyaratan tersebut dipenuhi, Pemerintah akan memberikan sejumlah bantuan yang akan diserahkan kepada ibu/wanita dewasa dalam rumah tangga tersebut untuk membantu memperbaiki pendapatan keluarga. Pelaksanaan program ini pada tahun 2007 akan dilakukan di beberapa provinsi terpilih yang antara lain mengajukan diri untuk ikut serta dalam tahap pertama BTB, bersedia menyediakan dana dari APBD untuk memenuhi kelengkapan prasarana dan sarana kesehatan dan pendidikan di daerah lokasi pelaksanaan BTB (seperti misalnya ketersediaan tenaga medis profesional di Puskesmas/Posyandu, ketersediaan perlengkapan dan obat-obatan di pusat pelayanan kesehatan, dan ketersediaan ruang kelas dan kelengkapan pengajaran yang diperlukan). Mengingat bahwa program ini adalah cikal bakal pembentukan sistem jaminan sosial di masa depan, Pemerintah telah menggalang 16 - 7
kerjasama yang erat di tingkat pusat, yang antara lain melibatkan Bappenas, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Badan Pusat Statistik, PT Pos Indonesia, Pemda dengan berbagai instansi sektoral terkait, maupun berbagai organisasi masyarakat sipil. Di bidang kesehatan, program perlindungan sosial yang dilakukan adalah mengatasi permasalahan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi (KB-KR) pada penduduk miskin. Kebijakan umum yang diambil diantaranya diarahkan untuk: (a) memberdayakan dan menggerakkan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas; dan (b) memberikan fasilitas penyediaan data dan informasi keluarga berbasis data mikro bagi pengelolaan pembangunan dan pemberdayaan keluarga miskin. Kebijakan umum tersebut kemudian dijabarkan menjadi kebijakan operasional, diantaranya dengan meningkatkan perencanaan kehamilan dan mencegah kehamilan yang belum diinginkan. Upaya meningkatkan perencanaan kehamilan dan mencegah kehamilan yang belum diinginkan tersebut dilaksanakan diantaranya melalui pelayanan KB gratis bagi penduduk miskin. Berdasarkan data pencapaian sampai dengan bulan Mei 2006, hasil-hasil yang dicapai dalam program keluarga berencana adalah sebagai berikut. Pencapaian peserta KB Baru (PB) miskin adalah sekitar 0,8 juta PUS, atau 32,5 persen dari sasaran Perkiraan Permintaan Masyarakat menjadi Peserta KB Baru (PPM-PB) pasangan usia lanjut (PUS) miskin sejumlah 2,6 juta PUS. Sedangkan pencapaian Peserta KB Aktif (PA) PUS miskin adalah sekitar 11,8 juta PUS, atau sekitar 97,3 persen dari sasaran Perkiraan Permintaan Masyarakat menjadi Peserta KB Aktif (PPM-PA) PUS miskin sebanyak 12,1 juta PUS. Sedangkan usaha untuk mengatasi rendahnya angka GDI dan upaya untuk mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan, maka langkah kebijakan yang dilakukan adalah melanjutkan berbagai upaya yang telah dilakukan sebelumnya yaitu: (a) meningkatkan kualitas hidup perempuan, di berbagai bidang pembangunan; (b) menyempurnakan perangkat hukum yang melindungi setiap individu 16 - 8
dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi; dan (c) memperkuat kelembagaan, koordinasi, dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak, terutama di tingkat kabupaten/kota. Hasil-hasil yang telah dicapai antara lain terumuskannya kebijakan aksi afirmasi peningkatan kualitas hidup perempuan di bidang pendidikan (yang terkait dengan pemberantasan buta aksara perempuan), bidang kesehatan (yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak), dan bidang ketenagakerjaan (yang terkait dengan perlindungan perempuan yang bekerja di dalam dan di luar negeri). Analisis peraturan daerah (Perda) yang bias gender dan belum peduli anak juga terus dilakukan, bekerjasama dengan pemerintah daerah dan perguruan tinggi setempat. Sementara itu, dalam upaya meningkatkan upaya perlindungan bagi perempuan dari berbagai tindak kekerasan dan praktik diskriminasi, telah difasilitasi pembentukan pusat-pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan/anak (P2TP2/A). Hingga tahun 2006 telah dibentuk P2TP2/A di 17 provinsi/kabupaten/kota. 3.
Peningkatan Kesempatan Berusaha
Pelaksanaan kebijakan peningkatan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin diarahkan pada kegiatan-kegiatan: (a) program pengembangan kecamatan (PPK); (b) program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP); (c) program peningkatan pendapatan petani dan nelayan kecil (P4K); (d) program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP); (e) program kemitraan dan pengembangan ekonomi lokal (KPEL); dan (f) program pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa (PMPD). a)
Program Pengembangan Kecamatan (PPK)
Peningkatan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin yang dilakukan oleh skema PPK bertujuan meningkatkan penghasilan kepada masyarakat miskin desa. PPK dilaksanakan oleh Departemen Dalam Negeri. Antara tahun 1998–2002 telah disalurkan bantuan langsung masyarakat sebesar Rp1,835 triliun dan antara tahun 2003– 2005 telah disalurkan bantuan langsung masyarakat sebesar Rp2,163 triliun disertai kontribusi anggaran dari pemerintah daerah APBD sebesar Rp294 miliar. Dengan dana tersebut, PPK mampu 16 - 9
memberikan penghasilan tambahan dan peningkatan kualitas prasarana dasar bagi penduduk miskin di 1.264 kecamatan meliputi 13.592 desa. Untuk tahun 2006 telah dialokasikan Rp1,037 triliiun dan kontribusi pemerintah daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp378 miliar, sehingga diharapkan dapat memberikan penghasilan tambahan dan peningkatan kualitas prasarana dasar bagi penduduk miskin di 1.708 kecamatan meliputi 29.463 desa. b)
Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP)
Peningkatan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin yang dilakukan melalui skema P2KP bertujuan meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin secara ekonomi, sosial, dan lingkungan di kawasan kelurahan. Dengan sasaran pencapaian penanggulangan kemiskinan dan memberikan kontribusi dalam pencapaian salah satu target MDGs yaitu meningkatkan kesejahteraan umat manusia. P2KP dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Antara tahun 1999-2004, P2KP-1 telah mampu mengokohkan kelembagaan masyarakat di 2.621 kelurahan di 6 provinsi dengan sasaran penerima manfaat 5,2 juta jiwa. Sementara itu untuk P2KP-2 antara tahun 2003-2008 akan menjangkau 2.058 kelurahan di 13 provinsi. P2KP-3 sedang dipersiapkan untuk pelaksanaan program di 1.726 kelurahan. P2KP telah berjalan sejak tahun 1999. Untuk mewujudkan tujuan dan sasaran kebijakan tersebut sampai tahun 2006 telah dialokasi sebesar Rp1,9 triliun, yang akan menjangkau 6405 kelurahan di 240 kabupaten/kota. c)
Program Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K)
Skema berikutnya adalah P4K yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian. P4K secara umum bertujuan menumbuhkan kemandirian dan memberdayakan masyarakat prasejahtera di perdesaan agar bersedia dan mampu menjangkau fasilitas yang tersedia untuk mengembangkan agribisnis agar dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga miskin. Sampai tahun 2006, P4K dilaksanakan di 14 provinsi dan telah menyalurkan dana bantuan
16 - 10
usaha ekonomi produktif sebesar Rp28,45 miliar dan mampu meningkatkan penghasilan bagi 656.705 keluarga petani/nelayan miskin di 1.989 kecamatan meliputi 10.768 desa. Mulai tahun 2006, pembinaan P4K telah diserahterimakan ke pemerintah kabupaten/kota masing-masing sehingga pendanaan kegiatan dialokasikan oleh APBD masing-masing kabupaten/kota. Pada tahun 2006 tercatat telah dialokasikan dana Rp33,9 miliar oleh pemerintah daerah didukung pembiayaan pemerintah pusat Rp61,3 miliar. d)
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)
Skema PEMP dilaksanakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan yang secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan lembaga keuangan mikro, penggalangan partisipasi masyarakat, dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkelanjutan. PEMP dimulai tahun 2001 dan sampai saat ini telah mencakup 278 kabupaten/kota berpesisir. Jumlah dana langsung masyarakat yang disalurkan ke kelompok produktif masyarakat pesisir produktif antara tahun 20012006 telah mencapai Rp730,63 miliar. Tahun 2006 telah dialokasikan dana langsung masyarakat sebesar Rp132,425 miliar. Dana tersebut digunakan untuk: (a) penjaminan tunai (cash collateral); (b) fasilitasi kedai pesisir; dan (c) pembangunan penyalur solar (solar packed dealer) untuk nelayan. Sampai tahun 2003 PEMP mampu menjangkau 824 kecamatan, dan antara tahun 2004 sampai 2006 menjangkau 278 kabupaten/kota. Pada April 2006 tercatat 554,4 jiwa masyarakat pesisir sasaran PEMP di 8.090 desa/kelurahan memanfaatkan dana PEMP. e)
Program Kemitraan dan Pengembangan Ekonomi Lokal (KPEL)
Selain itu terdapat pula skema KPEL dengan pendekatan fasilitasi kelembagaan. KPEL dilaksanakan oleh Bappenas. Skema KPEL bertujuan: (a) menguatkan kapasitas pemerintahan lokal dalam mendukung pengembangan ekonomi lokal yang berdasarkan prinsip tata pemerintahan yang baik; (b) meningkatkan pola pembangunan 16 - 11
desa dan kota yang seimbang dalam rangka pengembangan ekonomi lokal; (c) meningkatkan pendapatan dan menciptakan lapangan kerja produktif; dan (d) memberdayakan komunitas lokal agar mampu mengambil inisiatif secara mandiri dalam pembangunan ekonomi lokal. f)
Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa (PMPD).
Selain itu terdapat pula skema PMPD yang bertujuan; (a) memberdayakan masyarakat desa dengan meningkatkan kapasitas aparat pemerintah dalam memfasilitasi pembangunan perdesaan; dan (b) mendukung kegiatan investasi lokal serta meningkatkan keterkaitan perdesaan-perkotaan dengan membangun sarana dan prasarana perdesaan yang dibutuhkan untuk mengembangkan produktivitas usaha skala kecil dan mikro. Skema PMPD dilaksanakan oleh Departemen Dalam Negeri. g)
Pemberdayaan Usaha Mikro
Dalam rangka mengatasi permasalahan keterbatasan terhadap akses sumber-sumber pendanaan dan rendahnya kapasitas serta produktivitas usaha dilakukan dengan menempuh upaya pemberdayaan usaha mikro, yang dilakukan melalui: (a) penyediaan skim pembiayaan dan peningkatan kualitas layanan lembaga keuangan mikro; (b) pengembangan usaha mikro, termasuk yang tradisional melalui pendekatan sentra-sentra produksi/klaster; dan (c) penyediaan insentif dan pembinaan usaha mikro. Hasil yang dicapai dalam pemberdayaan usaha mikro adalah: (a) bantuan perkuatan dana bergulir pola syariah dan konvensional yang pada tahun 2005 dan 2006 telah disalurkan melalui 300 koperasi jasa keuangan syariah (KJKS)/unit jasa keuangan syariah (UJKS) dan 180 koperasi simpan pinjam (KSP)/unit simpan pinjam (USP); (b) dukungan perkuatan melalui penyediaan dana modal awal padanan (MAP) dan pendampingan oleh lembaga pelayanan bisnis business development services (BDS) terhadap 1.056 sentra/klaster yang tersebar di seluruh Indonesia; (c) dukungan perkuatan dana bergulir
16 - 12
kepada koperasi di daerah miskin berupa pengadaan bahan baku dan sarana produksi; (d) peningkatan akses ke perbankan melalui bantuan sertifikasi hak atas tanah terhadap 40.000 usaha mikro dan kecil di 30 provinsi pada tahun 2005; dan (e) peningkatan kapasitas dan produktivitas usaha melalui pendidikan ketrampilan teknis, bimbingan/pemanfaatan teknologi tepat guna, sertifikasi label halal dan merek, standarisasi bagi produk-produk usaha kecil menengah (UKM), dan pengembangan desain produk. h)
Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja
Pemenuhan hak dasar atas pekerja yang layak bagi masyarakat miskin ditentukan oleh ketersediaan lapangan kerja yang dapat mereka akses, kemampuan untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha, dan melindungi pekerja dari eksploitasi dan ketidakpastian kerja. Upaya perluasan kesempatan kerja dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas usaha. Program ini dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Hasil yang dicapai dalam program ini adalah: (a) memberdayakan dan menempatkan tenaga kerja pemuda mandiri profesional, tenaga kerja sukarela, tenaga kerja mandiri, pendayagunaan teknologi tepat guna/padat karya serta memberdayakan pelaku usaha ekonomi produktif, (b) memberdayakan wirausaha baru, (c) memperluas kesempatan kerja dengan sistem padat karya produktif, (d) mengembangkan kredit mikro pada masyarakat miskin dengan model Grameen Bank, dan (e) mengembangkan kewirausahaan di lokasi transmigrasi dengan membentuk lembaga keuangan usaha mikro dengan model balai usaha mandiri terpadu. III.
TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Berbagai program penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan sektoral dan kewilayahan terus dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan terbaik kepada penduduk miskin sehingga dapat bermuara pada berkurangnya jumlah dan proporsi penduduk miskin di semua provinsi. Meskipun Pemerintah telah mengalokasikan sangat besar dana untuk penerapan kebijakan prioritas 16 - 13
penanggulangan kemiskinan, namun sejumlah permasalahan masih ditemui. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin atas pendidikan dan kesehatan menemui kendala pendataan dan akurasinya, sementara itu penyediaan prasarana dasar menjumpai masalah kelembagaan dan akurasi sasaran pemanfaat program. Disamping itu, permasalahan lain yang muncul adalah belum mampunya sistem pendataan kita dalam mengukur keuntungan dan kemajuan sosial sebagai akibat dari investasi berbagai program penanggulangan kemiskinan seperti tersebut di atas. Perlindungan sosial relatif tidak menjumpai masalah selain kebutuhan pembiayaan program yang sangat besar dibandingkan dengan program-program lain. Peningkatan kesempatan berusaha umumnya menjumpai masalah keberlanjutan pascaprogram. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tindak lanjut yang diperlukan untuk program-program yang sedang berjalan di tahun 2006 dan untuk penyempurnaan program di tahun 2007 dalam rangka menjaga konsistensi untuk mencapai tujuan penanggulangan kemiskinan secara umum adalah sebagai berikut: 1)
Penyempurnaan arah kebijakan, pedoman pelaksanaan, dan manajemen pengelolaan program agar program-program yang sedang berjalan di tahun 2006 dapat semakin berdampak pada peningkatan kesejahteraan penduduk miskin.
2)
Perlunya pemfokusan anggaran pada kebijakan yang mampu memberikan dampak langsung pada peningkatan kesejahteraan penduduk miskin.
3)
Mengembangkan desain program yang mampu memberikan dampak langsung bagi peningkatan kesejahteraan penduduk miskin, dengan demikian kebutuhan dasar penduduk miskin khususnya kesehatan dan pendidikan dapat lebih dirasakan dengan merata.
4)
Mengembangkan sistem pendataan rumah tangga miskin yang semakin akurat.
16 - 14
5)
Mengembangkan mekanisme komunikasi dan kerja sama yang harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar pemerintah daerah dapat lebih mempunyai kepedulian tinggi kepada penduduk miskin di daerahnya.
16 - 15