REPUBLIK INDONESIA
CAPAIAN KINERJA TAHUN 2013
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 2014 i
Informasi selanjutnya, hubungi: Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Sektoral, Bappenas Telp/Fax : o21-31903107 Email
:
[email protected]
ii
KATA PENGANTAR
Peran Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) sangat strategis dalam menentukan arah pembangunan nasional dengan mengoptimalkan sumber daya dan melibatkan para pelaku pembangunan nasional. Hal ini selaras dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82/2007 yang menyebutkan bahwa tugas pokok Kementerian PPN/Bappenas adalah menjalankan tugas pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. Kementerian PPN/Bappenas akan terus berupaya mengoptimalkan peran dalam perencanaan pembangunan nasional sehingga mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan pembangunan nasional dan memfasilitasi upaya mengatasi persoalan bangsa dan negara Republik Indonesia. Kementerian PPN/Bappenas juga berperan dalam aktivitas pemantauan dan evaluasi, koordinasi, pengembangan kualitas SDM perencanaan baik di tingkat Pusat maupun Daerah, dan penugasan lain dari Presiden RI. Lebih lanjut, peningkatan kapasitas SDM dan institusi diberbagai bidang menjadi suatu keharusan untuk terus diupayakan terutama dalam menghadapi perkembangan isu pembangunan nasional yang sangat dinamis. Hingga akhir tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas telah melaksanakan sejumlah program dan kegiatan perencanaan pembangunan, seperti: (1) Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan, (2) Pemantauan dan evaluasi pembangunan nasional, (3) Koordinasi perencanaan pembangunan nasional, (4) Tata kelola dan manajemen internal, (5) Pengembangan kualitas sumber daya manusia aparatur perencana pusat dan daerah, dan (6) Penugasan lainnya. Berbagai capaian tersebut direkam dalam Laporan Capaian Kinerja Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2013. Laporan juga merupakan sarana evaluasi diri untuk terus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas kerja sejalan dengan dimensi perkembangan pembangunan nasional dan global.
Jakarta, Mei 2014 Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Armida S. Alisjahbana
iii
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..............................................................................................................................
iii
Daftar Isi ........................................................................................................................................
v
Daftar Tabel ...................................................................................................................................
vi
Daftar Gambar...............................................................................................................................
vi
Bab I
PENDAHULUAN ....................................................................................................
1
1.1. Profil Kementerian PPN/Bappenas......................................................................................
1
1.2. Tugas Pokok dan Tugas-tugas Lainnya ................................................................................
2
BAB II
KINERJA 2013 .........................................................................................................
5
2.1.
Penyerapan Anggaran .........................................................................................................
6
2.2.
Produk Hukum..................................................................................... ...............................
6
2.3.
Ringkasan Capaian Kinerja................................................................................................ .
8
BAB III
HASIL PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN SERTA PERMASALAHAN DALAM TAHUN ANGGARAN 2013 .....................................................................................
11
3.1
Penyusunan Dokumen Perencanaan .................................................................................. 11
3.2
Pemantauan dan Evaluasi ................................................................................................... 18
3.3
Koordinasi Perencanaan Pembangunan ............................................................................. 33
3.4
Tata Kelola dan Manajemen Internal .................................................................................. 76
3.5
Pengembangan Kualitas SDM Aparatur Perencanaan Pusat dan Daerah ........................... 86
3.6
Penugasan Lainnya Kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas .............................................. 87
BAB III
RENCANA KERJA 2014...........................................................................................
93
BAB IV
PENUTUP .............................................................................................................
95
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Produk Hukum …………………………………………………………………………………………… .......
7
Tabel 2.
Ringkasan Capaian Kinerja Kementerian PPN/Bappenas 2012 ………………………… ..
8
Tabel 3.
Kinerja Penyerapan Pinjaman Luar Negeri …………………………………………………… ......
22
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pegawai Menurut Jabatan, Desember 2012 ………………………………………………… ....
2
Gambar 2. Pegawai Menurut Pendidikan, Desember 2012 ...................................................
2
Gambar 3. Perbandingan Realisasi Anggaran Kementerian PPN/Bappenas, Tahun 20112013 ......................................................................................................................
6
Gambar 4. Transformasi Penanggulangan Kemiskinan pada RPJMN 2015-2019 dalam MP3KI 2013-2015 ……………....................................................................................
13
Gambar 5. Strategi dan Arah Kebijakan Pelaksanaan Sistem Perlindungan Sosial …………… ..
13
Gambar 6. Isu Strategis Peningkatan Daya Saing UMKM dan Koperasi 2015-2019 …………… .
14
Gambar 7. Konsep Score-card Penilaian Kinerja Wilayah Sungai ……………... ..........................
28
Gambar 8. Aspek Kritis Dalam Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan 2013-2019………………………… ......................................................
38
Gambar 9. Sektor-sektor MEA 2015 yang Menjadi Tantangan Indonesia dalam Penyiapan Kompetensi Tenaga Kerja .....................................................................................
39
Gambar 10. Alur Koordinasi Perencanaan Pembangunan UMKM dan Koperasi .....................
40
Gambar 11. Modul Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga .......................................
41
Gambar 12. Arah dan Kebijakan RB: Framework Secara Ringkas .............................................
77
Gambar 13. Hasil Pencapaian 9 Program Mikro dengan PMPRB .............................................
78
Gambar 14. Pencapaian APIP ...................................................................................................
81
vi
Pembukaan Pameran Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Profil Kementerian PPN/Bappenas
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) mengemban empat peran yang saling terkait, yaitu: (1) Penentu kebijakan/pengambil keputusan; (2) Koordinator kegiatan pembangunan; (3) Think-tank; dan (4) Administrator. Sebagai pengambil keputusan, Kementerian PPN/Bappenas menentukan kebijakan dan program dalam rencana pembangunan nasional baik jangka panjang (RPJPN), menengah (RPJMN) maupun tahunan (RKP). Kementerian PPN/Bappenas juga turut menentukan kebijakan penanganan permasalahan yang mendesak dan berskala besar, seperti penanganan pascabencana alam nasional. Sebagai koordinator, Kementerian PPN/Bappenas melakukan berbagai kegiatan koordinasi pembangunan dengan para pemangku kepentingan. Koordinasi dilaksanakan untuk memenuhi tugas perencanaan maupun tugas lainnya dari Presiden/Pemerintah. seperti: (1) Koordinasi 1
perumusan kebijakan dalam perencanaan pembangunan; dan (2) Koordinasi, fasilitasi dan pelaksanaan pencarian sumber-sumber pembiayaan dalam dan luar negeri. Sebagai think tank, Kementerian PPN/Bappenas melakukan kajian/telaahan/evaluasi kebijakan pembangunan baik sebagai masukan untuk penyusunan rencana pembangunan nasional maupun untuk perumusan kebijakan-kebijakan strategis lainnya. Sebagai administrator, Kementerian PPN/Bappenas menyusun dan mengelola dokumen perencanaan termasuk pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN), pinjaman dalam negeri (PDN) laporan hasil pemantauan atas pelaksanaan rencana pembangunan, laporan hasil evaluasi, dan pembinaan dan pelayanan administrasi umum. Keempat peran di atas, dilaksanakan oleh SDM Kementerian PPN/Bappenas sesuai dengan tanggungjawab kerja masing-masing. Karenanya, sebagai aset stratejik organisasi SDM harus dikelola dengan pendekatan yang sesuai dengan strategi organisasi, yaitu manajemen SDM yang berbasis kompetensi dan kinerja. Berdasarkan data pegawai hingga Juli 2013, jumlah total pegawai Kementerian PPN/Bappenas adalah 846 orang, terdiri atas 786 pegawai organik, 9 pegawai perbantuan, dan 51 pegawai diperbantukan. Komposisi pegawai menurut jabatan dan pendidikan disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Pegawai Menurut Jabatan
Gambar 2. Pegawai Menurut Pendidikan
Sumber: Biro Sumber Daya Manusia Kementerian PPN/Bappenas, Juli 2013
1.2.
Tugas Pokok dan Tugas Lainnya
Tugas pokok dan fungsi Kementerian PPN/Bappenas diatur oleh Perpres No.24/2010 Pasal 647654, dan perubahan terakhir pada Perpres No.92/2011. Tugas pokok Kementerian PPN/Bappenas adalah menyelenggarakan urusan di bidang perencanaan pembangunan nasional dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Tugas pokok tersebut dijabarkan ke dalam empat fungsi, yaitu: (1) Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan nasional; (2) Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan nasional; (3) Pengelolaan barang 2
milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian PPN/Bappenas; dan (4) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas. Kementerian PPN/Bappenas juga melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh Presiden RI, antara lain: (1) Pelaksanaan Inpres/Perpres, meliputi: (a) Koordinasi Percepatan Pencapaian Target MDGs Dalam Rangka Pelaksanaan Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, (b) Koordinasi Pelaksanaan RAN-PG dan RAD-PG dalam Rangka Pelaksanaan Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, (c) Koordinasi Pelaksanaan Perpres No.42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gerakan 1000 HPK); dan (2) Penyusunan kajian.
3
4
Penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya, Rabu (18/12) di Gedung Sasana Kriya Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta
BAB II KINERJA 2013
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Kementerian PPN/Bappenas telah menetapkan berbagai kebijakan, program dan kegiatan sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian PPN/ Bappenas periode 2010-2014 pada tanggal 2 Februari 2010. Kebijakan, program dan kegiatan tersebut dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi, yaitu menghasilkan rencana pembangunan nasional yang berkualitas yang dilaksanakan melalui: (1) Penyusunan rencana, (2) Koordinasi dan perumusan kebijakan, (3) Pengkajian kebijakan pemerintah, (4) Penyusunan program, (5) Koordinasi dan fasilitasi, dan (6) Pembinaan dibidang perencanaan (7) Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, sumber daya manusia, keuangan, kearsipan, hukum, perlengkapan dan rumah tangga.
5
2.1
Penyerapan Anggaran
Pada tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan empat program yang meliputi: (1) Program Perencanaan Pembangunan Nasional; (2) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian PPN/Bappenas; (3) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian PPN/Bappenas; dan (4) Progam Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Kementerian PPN/Bappenas. Hingga Akhir Desember 2013, realisasi anggaran telah mencapai 88,46 persen, lebih tinggi dibandingkan persentase realisasi anggaran bulan yang sama pada tahun 2011 dan 2012 (Gambar 3).
Gambar 3. Perbandingan Realisasi Anggaran Kementerian PPN/Bappenas, Tahun 2011-2013
Persen Kumulatif 100 88,46
90
85,39
80 71,41
74,72
70 59,10
60
64,48
54,73
55,24
49,45
50
45,68 41,55
40
53,17
44,66 43,04
38,85 34,72
30,91
30
28,81 22,56
19,15
20
15,24
9,69
10 1,16 1,05 0
0,4
1
2,11 2,78
5,15 5,98
2,14
3,91
2
3
17,72
11,85 11,39
8,54 7,13
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan 2011
2012
2013
Sumber: Biro Perencanaan, Organisasi, dan Tata Laksana Kementerian PPN/Bappenas, 2014
2.2. Produk Hukum Penyusunan berbagai produk hukum seperti pada Tabel 1 telah dikoordinasikan atau didukung oleh Kementerian PPN/Bappenas, antara lain: (1) Sebagai koordinator/penanggungjawab maupun (2) Ikut serta dalam penyusunan, seperti sebagai tim pokja lintas K/L.
6
Tabel 1. Produk Hukum No
Produk Hukum
1.
PP No.101/2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan PP No.85/2013 tentang Tata Cara Hubungan Antar Lembaga BPJS PP No.86/2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial PP No.87/2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan Rancangan PP tentang Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam Rancangan PP tentang Koperasi berdasarkan Ekonomi Syariah Rancangan PP tentang Tata Cara Penetapan, Pengendalian Kualitas Penduduk, Mobilitas Penduduk, Pengembangan Kualitas Penduduk, dan Perlindungan Penduduk Miskin Perpres No.12/2013 tentang Jaminan Kesehatan Perpres No.39/2013 tentang RKP Tahun 2014
2. 3.
4. 9. 10. 11.
5 14. 6
Perpres No.108/2013 tentang Bentuk Dan Isi Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial 7 Perpres No.109/2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial 8. Perpres No.111/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan 12. Rancangan Perpres Kerjasama SelatanSelatan dan Triangular (KSST) beserta rancangan Rencana Induk KSST sebagai lampirannya 13. Rancangan Perpres tentang Pengesahan Agreement on the Establisment of Global Green Growth Institute (GGGI) 15. Rancangan Inpres tentang Pelaksanaan Pembangunan Kilang Minyak APBN 16. Inpres No.1/2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 17. Permen PPN/Kepala Bappenas No.1/2013 tentang Tata Cara Koordinasi, Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 18. Permen PPN/Kepala Bappenas No.2/2013 tentang Pengaturan Kinerja Pegawai di Kementerian PPN/Bappenas 19. Permen PPN/Kepala Bappenas No.3/2013 tentang Pembentukan Lembaga Wali Amanat Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) 20. Permen PPN/Kepala Bappenas No.4/2013 tentang Pelimpahan Urusan Pemerintahan Kementerian PPN/Bappenas Kepada Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Rangka Penyelenggaraan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2014 21. Permen PPN/Kepala Bappenas No.5/2013 tentang Sistem Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran (Whistleblowing system) Sumber: Biro Hukum Kementerian PPN/Bappenas, 2014
Peran Kementerian PPN/Bappenas Anggota Tim Pokja Lintas K/L
Keterangan Disahkan 3 Desember 2012
Anggota Tim Pokja Lintas K/L
Disahkan 19 Desember 2013
Anggota Tim Pokja Lintas K/L
Disahkan 24 Desember 2013
Anggota Tim Pokja Lintas K/L
Disahkan 24 Desember 2013
Ikut serta dalam penyusunan
Masih dalam proses pembahasan
Ikut serta dalam penyusunan
Masih dalam proses pembahasan
Ikut serta dalam penyusunan
Masih dalam proses pembahasan
Anggota Tim Pokja Lintas K/L
Disahkan 18 Januari 2013
Sebagai Koordinator/ Penanggung Jawab Anggota Tim Pokja Lintas K/L
Disahkan 17 Mei 2013
Anggota Tim Pokja Lintas K/L
Disahkan 27 Desember 2013
Anggota Tim Pokja Lintas K/L
Disahkan 27 Desember 2013
Sebagai Koordinator/ Penanggung Jawab
Masih dalam proses pembahasan
Sebagai Koordinator/ Penanggung Jawab
Masih dalam proses pembahasan
Ikut serta dalam penyusunan
Masih dalam proses pembahasan
Sebagai Koordinator/ Penanggung Jawab Sebagai Koordinator
Disahkan 25 Januari 2013
Sebagai Koordinator
Disahkan 12 April 2013
Sebagai Koordinator
Disahkan 9 Juli 2013
Sebagai Koordinator
Disahkan 29 November 2013
Sebagai Koordinator
Disahkan 30 Desember 2013
Disahkan 27 Desember 2013
Disahkan 5 Februari 2013
7
2.3. Ringkasan Capaian Kinerja Hingga akhir tahun 2013 berbagai macam kegiatan telah dilakukan Kementerian PPN/Bappenas yang meliputi penyusunan dokumen perencanaan, pemantauan dan evaluasi, koordinasi perencanaan, perbaikan tata kelola dan manajemen internal Kementerian PPN/Bappenas, pengembangan sumber daya manusia aparatur pusat dan daerah, dan berbagai penugasan lainnya, seperti disajikan dalam Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Ringkasan Capaian Kinerja Kementerian PPN/Bappenas 2013 No 1
Kegiatan Penyusunan Dokumen Perencanaan
Status/Keterangan 1. 2. 3.
2
Pemantauan dan Evaluasi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
3
Koordinasi Perencanaan Pembangunan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Penyusunan Pagu Indikatif dan RKP 2014, yang disahkan melalui Perpres No. 39/2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014; Penyusunan Background Study RPJMN 2010-2014 yang akan menjadi masukan bagi penyusunan rancangan teknokratis, sebelum dikembangkan menjadi konsep awal RPJMN; Penyusunan dokumen perencanaan pinjaman luar negeri (DRPPLN 2013), pinjaman dalam negeri (DKPDN 2010-2014 dan DKPPDN 2013), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) berbasis proyek (DPP SBSN 2013), dan penerimaan hibah (DRKH 2013). Evaluasi RPJMN 2010-2014; Evaluasi Akhir Tahun (EAT) Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012; Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah untuk 33 Provinsi; Reviu Program Pembangunan Nasional (RP2N); Pengembangan Aplikasi e-Monev; Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Kegiatan yang Dibiayai Pinjaman Luar Negeri; Evaluasi Tematik; Koordinasi Perencanaan Pembangunan Sosial Budaya, meliputi aspek pendidikan, kesehatan, kependudukan, pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, agama, kebudayaan, pemuda dan olahraga; Koordinasi Perencanaan Pembangunan Ekonomi, meliputi: Focal Point Steering Committee on ECOTECH (SCE) - Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), Pengembangan Sistem Logistik Nasional, Kerjasama Ekonomi Internasional, Perencanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat, Pelaksanaan Kegiatan Management Information System PNPM Mandiri, Penyusunan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan, Penyiapan Kompetensi Tenaga Kerja Dalam Rangka Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Perkuatan Peran Koperasi dan UMKM Tahun 2013, Pelaksanaan Transformasi Kepesertaan Program Keluarga Harapan, Tindak Lanjut Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Program Perlindungan Sosial (P4S); Koordinasi Perencanaan Pembangunan Sarana Prasarana, meliputi: Program Pembangunan Bidang Prasarana Sumber Daya Air, Percepatan Pemanfaatan Sumber Daya Air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Penyusunan Road Map Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu di Wilayah Sungai Citarum, Penyusunan Perencanaan Nasional Pengelolaan Lahan Rawa Berkelanjutan, Koordinasi Nasional Pelaksanaan Asean Connectivity, Pelaksanaan MP3EI 2011-2025, Pelaksanaan Inpres No.4/2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan, Perencanaan Pembangunan Transportasi melalui Dana Alokasi Khusus, Pembangunan Bidang Energi dan Ketenagalistrikan, Penyusunan Indonesia Broadband Plan (IBP), Percepatan Penyediaan Infrastruktur, Pengembangan Strategi Nasional Penanganan Kawasan Kumuh, Pengembangan Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM), Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP), Pengembangan Mekanisme Hibah Air Minum dan Sanitasi, Pengembangan National Water and Sanitation Information System (NAWASIS), Koordinasi-Konsultasi Pengembangan RPJMN 2015-2019 Perumahan dan Permukiman; Koordinasi Perencanaan Pembangunan Politik, meliputi: Pemanfaatan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) bagi Perencanaan Pembangunan Politik, Penyusunan Good Governance Index (GGI); Koordinasi Perencanaan Pembangunan Pertahanan Keamanan, meliputi: Perencanaan Alutsista Minimum Essential Force (MEF) TNI, Perencanaan Pemenuhan Alutsista TNI dan Almatsus Polri Produksi Dalam Negeri; Koordinasi Perencanaan Pembangunan Hukum Aparatur, meliputi: Implementasi Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Jangka Panjang Tahun 2012-2015 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 (Perpres No.55/2012); 8
No
Kegiatan
Status/Keterangan 7.
Koordinasi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Tata Ruang, meliputi: Temu Konsultasi Triwulanan Kementerian PPN/Bappenas-Bappeda Seluruh Indonesia, Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi (Musrenbangprov), Pramusrenbangnas, Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas), Pascamusrenbangnas, Penyusunan Usulan Kegiatan dan Pendanaan Pemerintah Daerah (UKPPD), Penguatan Kelembagaan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Penanggulangan Bencana, Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat, Pelaksanaan Masterplan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami, Kebijakan, Perencanaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus, Efektivitas Program dan Kegiatan K/L serta Penguatan Peran Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat, Pembangunan Perkotaan Nasional, Pembangunan Transmigrasi, Pengembangan Ekonomi Lokal Dan Daerah, Penyusunan UU No.6/2014 tentang Desa, Reformasi Agraria Nasional, Penataan Ruang Nasional; 8. Koordinasi Perencanaan Pembangunan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, meliputi: Koordinasi Strategis dan Prakarsa Strategis Pembangunan Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Koordinasi Isu-Isu Strategis Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berkelanjutan, Penyusunan Perencanaan Kebijakan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan, Identifikasi Isu Strategis Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, Pelaksanaan Kegiatan Hibah Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim, Optimalisasi Pelaksanaan dan Pengembangan untuk Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan RAN-GRK, RAD-GRK, dan RAN – API, Optimalisasi Perencanaan dan Implementasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Lingkungan Hidup TA 2013, Peningkatan Produksi dan Kapasitas Kilang Minyak Bumi, Pengembangan Gas Bumi Dalam Negeri, Pengembangan dan Percepatan Investasi Panas Bumi; 9. Koordinasi Pengembangan Kerjasama Pembangunan, meliputi: Koordinasi G-20 untuk Working Group on Development, Pengembangan Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular, Global Partnership for Effective Development Cooperation (GPEDC),kerjasama pemerintah dengan Global Green Growth Institute (GGGI), keterlibatan dalam Intergovernmental Committee of Experts on Sustainable Development Financing (ICE-SDF), serta Kerjasama Pembangunan Bilateral dan Multilateral; 10. Koordinasi Lainnya, meliputi: Perencanaan Pendanaan Pembangunan. 4
Tata Kelola dan Manajemen Internal
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kementerian PPN/Bappenas; Pencapaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Kementerian PPN/Bappenas 2011; Pencapaian Akuntabilitas Kinerja Pemerintah, dengan mendapat predikat penilaian B atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2012; Penguatan Pengawasan Internal; Penataan Manajemen Aset Kementerian PPN/Bappenas yang mendapat penghargaan Juara Kedua kategori Utilisasi Barang Milik Negara untuk kelompok K/L; Perencanaan dan Pengadaan Dukungan Sarana dan Prasarana Kantor Kementerian PPN/Bappenas; Pengembangan Sistem Layanan Data dan Informasi Perencanaan Pembangunan.
5
Pengembangan Kualitas SDM Aparatur Perencanaan Pusat dan Daerah
Dilaksanakan melalui Pendidikan dan Pelatihan Gelar dan Non Gelar S2 dan S3 di Dalam dan Luar Negeri.
6
Penugasan Lainnya kepada Menteri PPN/Kepala Kementerian PPN/Bappenas
1.
2.
Pelaksanaan Inpres/Perpres, meliputi: Koordinasi Percepatan Pencapaian Target MDGs dalam Rangka Pelaksanaan Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, Koordinasi Pelaksanaan RAN-PG dan RAD PG dalam Rangka Pelaksanaan Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, Koordinasi Pelaksanaan Perpres No.42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gerakan 1000 HPK); Penyusunan Kajian, meliputi: Kajian Pengembangan Sistem Ekonomi Nasional, Kajian Pengembangan Model Ekonomi Makro, Analisis Komponen Strategis Daya Saing UMKM, Pemantapan Manajemen Aparatur Sipil Negara dengan Berlakunya Undang-Undang ASN, Kajian Analisis Supply Demand Kayu Untuk Industri Kehutanan Berbasis Kayu, Kajian Pengembangan Model dalam Mendukung Perencanaan Energi, Kajian Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kenekaragaman Hayati, dan Kajian Pembangunan Transportasi dan Perubahan Iklim dalam Mendukung Konektivitas dan Pembangunan Berkelanjutan.
9
10
Pembukaan Pra Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2013
BAB III HASIL PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN SERTA PERMASALAHAN DALAM TAHUN ANGGARAN 2013
Pelaksanaan program dan kegiatan Kementerian PPN/Bappenas tahun anggaran 2013 meliputi 6 (enam) pencapaian, yaitu dalam hal: (1) Penyusunan dokumen perencanaan, (2) Pemantauan dan evaluasi, (3) Koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, (4) Tata kelola dan manajemen internal, (5) Pengembangan kualitas SDM aparatur perencanaan pusat dan daerah, dan (6) Penugasan lainnya kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas.
3.1. Penyusunan Dokumen Perencanaan Pada pelaksanaan penyusunan dokumen perencanaan tahun anggaran 2012, Kementerian PPN/Bappenas telah menghasilkan RKP dan Pagu Indikatif 2014, Background Study Penyusunan RPJMN 2015-2019, dan dokumen perencanaan pinjaman luar negeri, pinjaman dalam negeri, SBSN, penerimaan hibah.
11
RKP dan Pagu Indikatif 2014 RKP 2014 sangat strategis untuk mencapai sasaran pembangunan RPJMN dengan menerapkan kebijakan efisiensi belanja pada penyusunan pagu indikatifnya.
Kementerian PPN/Bappenas menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014 dengan mengusung tema Memantapkan Perekonomian Nasional bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan. RKP 2014 merupakan RKP terakhir dari RPJMN 2010-2014 dan merupakan dokumen perencanaan yang bersifat sangat strategis untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan RPJMN dan pelaksanaan direktif presiden. Oleh karenanya, RKP 2014 selain mempunyai 11 prioritas pembangunan nasional dan 3 prioritas pembangunan bidang lainnya, juga meliputi 3 isu strategis, yaitu pemantapan perekonomian nasional, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pemeliharaan stabilitas sosial dan politik yang di dalamnya juga memuat indikasi pendanaannya. Pagu indikatif 2014 menerapkan kebijakan efisiensi belanja, refocusing program dan kegiatan serta memprioritaskan pendanaan pada isu strategis. Perencanaan tahunan ini juga telah mengalami penyempurnaan dengan melakukan sinergi isu strategis nasional dengan isu strategis daerah. Naskah RKP 2014 telah ditetapkan melalui Perpres No.39/2013. Permasalahan yang dihadapi pada saat penyusunan RKP dan Pagu Indikatif 2014 adalah pelaksanaan agenda penyusunan pagu indikatif dilakukan dengan waktu yang ketat. Tindak lanjut yang diperlukan adalah melakukan koordinasi yang lebih baik dalam rangka penyusunan pagu indikatif, baik dengan Kementerian Keuangan, maupun dengan mitra kerja terkait penyiapan substansi awal.
Background Study RPJMN 2015-2019 Sesuai amanat UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian PPN/Bappenas menyusun RPJMN dengan berpedoman pada UU No.17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Visi Misi Presiden/Wakil Presiden terpilih. Sebagai langkah awal dalam rangka persiapan penyusunan RPJMN 2015-2019, Kementerian PPN/Bappenas menyusun background study yang akan menjadi masukan bagi penyusunan rancangan teknokratis, sebelum dikembangkan menjadi konsep awal RPJMN. Berikut adalah hasil background study di sejumlah bidang pembangunan: Background Study Bidang Penanggulangan Kemiskinan mengulas pokok pikiran, konsep, dan indikasi Program Penanggulangan Kemiskinan tahun 20152019.
Background Study Penanggulangan Kemiskinan menghasilkan beberapa rekomendasi dalam penentuan strategi, kebijakan, dan program dalam penyusunan RPJMN 2015-2019, meliputi: (1) Isu dan strategi percepatan pengurangan kemiskinan dan kesenjangan berdasarkan permasalahan saat ini, tantangan ke depan, dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan; (2) Analisis dan proyeksi kemiskinan secara nasional dalam penentuan target dan sasaran kemiskinan lima tahun ke depan; (3) Perlunya metode pengukuran kemiskinan baru untuk menjawab targeting program dengan pendekatan deprivas; dan (4) Indikasi dan tahapan transformasi program penanggulangan kemiskinan dalam pelaksanaan sistem perlindungan sosial yang komprehensif, peningkatan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan, serta pengembangan penghidupan berkelanjutan bagi penduduk miskin dan rentan. 12
Gambar 4. Transformasi Penanggulangan Kemiskinan pada RPJMN 2015-2019 dalam MP3KI 2013-2015
Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/Bappenas
Background Study Bidang Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial mengembangkan sistem perlindungan sosial yang komprehensif meliputi kerangka regulasi, penguatan lembaga jaminan sosial, penataan bantuan sosial, dan sistem pelayanan sosial yang integratif.
Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan Background Study Bidang Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial yaitu rekomendasi bagi penyusunan RPJMN 2015-2019 yang mencakup: (1) Identifikasi permasalahan serta isu-isu strategis dalam bidang perlindungan dan kesejahteraan sosial; (2) Sasaran dan arah kebijakan pelaksanaan bidang (3) Skenario pelaksanaan bantuan sosial reguler dan temporer sesuai dengan arah kerangka dokumen MP3KI; serta (4) Penguatan kerangka kelembagaan, regulasi dan pendanaan untuk mendukung pengembangan sistem perlindungan sosial yang komprehensif. Gambar 5. Strategi dan Arah Kebijakan Pelaksanaan Sistem Perlindungan Sosial
Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/ Bappenas 13
Background Study Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UMKM difokuskan pada identifikasi kebijakan dan program yang dibutuhkan sesuai taraf perkembangan dan amanat perundangan.
Background Study Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UMKM menghasilkan berbagai rekomendasi untuk menjadi masukan bagi penyiapan RPJMN 2015-2019 yang mencakup: (1) Identifikasi masalah, tantangan serta isu-isu strategis dalam pemberdayaan UMKM dan koperasi, (2) Skenario pengembangan UMKM dan koperasi; (3) Sasaran dan arah kebijakan pengembangan UMKM dan koperasi; (4) Pilihanpilihan rencana tindak pengembangan UMKM dan koperasi; serta (5) Kaidah pelaksanaan yang terdiri dari kerangka kelembagaan, regulasi dan pendanaan. Gambar 6. Isu Strategis Peningkatan Daya Saing UMKM dan Koperasi 2015-2019
Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/ Bappenas
Background Study Bidang Perdesaan dan Perkotaan menemukenali isu strategis di perkotaan dan perdesaan.
Pembahasan Background Study Bidang Perdesaan dan Perkotaan terdiri atas isu Perkotaan, Perdesaan, serta Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (PELD). Isu strategis perkotaan, antara lain: (1) Optimalisasi peran kota sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi regional dan nasional; (2) Peningkatan daya saing kota dalam lingkup regional wilayah; dan (3) Mengatasi ketimpangan pembangunan antar wilayah. Isu strategis untuk perdesaan, antara lain: (1) Mengatasi keterisolasian daerah perdesaan; (2) Mengatasi kemiskinan dan ketidaktahanan atau kerentanan ekonomi masyarakat desa; dan (3) Pemenuhan ketersediaan pelayanan umum dan pelayanan dasar minimum di perdesaan. Sementara, isu strategis keterkaitan kota-desa diantaranya: (1) Peningkatan Kreatifitas dan Inovasi dan Kualitas SDM; (2) Peningkatan Kualitas, Jumlah dan Lama Fasilitasi; (3) Optimalisasi koordinasi, sinergi dan kerjasama antara K/L, antar berbagai aras pemerintah dan antara pemerintah dan dunia usaha.
Background Study Bidang Pembangunan Aparatur Negara merumuskan isu strategis untuk perbaikan pelayanan publik.
Background Study Bidang Pembangunan Aparatur Negara telah merumuskan isu strategis dalam rangka mewujudkan visi birokrasi yang modern, efektif dan melayani, yaitu perbaikan pelayanan publik yang berkualitas. Oleh karena itu, dalam RPJMN 2015-2019 strategi pembangunan aparatur negara masih perlu mempertimbangkan struktur, proses, dan sikap aparatur, agar terjadi perbaikan sehingga terwujud : (1) 14
Birokrasi yang Bersih dan Akuntabel; (2) Birokrasi yang kapabel dan profesional; (3) Kebijakan yang berkualitas; dan (4) Birokrasi yang efektif, efisien, dan ekonomis. Background Study Bidang Hukum dan HAM mengidentifikasi isu penegakan hukum yang berkualitas, pencegahan dan pemberantasan korupsi, serta penghormatan dan perlindungan HAM.
Background Study Bidang Hukum dan HAM telah mengidentifikasi tiga isu strategis yang akan menjadi prioritas pembangunan, yaitu: (1) Penegakan hukum yang berkualitas, yang dilaksanakan melalui sistem peradilan pidana terpadu, sistem peradilan pidana anak yang berlandaskan keadilan restoratif, sistem peradilan perdata yang mudah dan cepat serta palaksanaan pendidikan aparat penegak hukum yang terintegrasi; (2) Pencegahan dan pemberantasan korupsi, yang dilaksanakan melalui harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang pemberantasan korupsi, efektivitas pelaksanaan kebijakan anti korupsi, dan pencegahan tindak pidana korupsi; dan (3) Penghormatan dan perlindungan HAM, yang dilaksanakan melalui harmonisasi peraturan HAM, penegakan HAM, pelaksanaan bantuan hukum untuk masyarakat miskin yang membutuhkan, penanganan kekerasan terhadap perempuan, dan pendidikan HAM yang berkualitas.
Background Study Bidang Pertahanan dan Keamanan merekomendasikan isu pemenuhan alutsista sebagai salah satu isu strategis pembangunan.
Background Study Bidang Pertahanan dan Keamanan merekomendasikan 8 (delapan) isu strategis yang perlu dipertimbangkan untuk masuk dalam perencanaan RPJMN 2015-2019, yakni: (1) Pemenuhan alutsista TNI dan almatsus Polri yang didukung industri pertahanan; (2) Peningkatan kesejahteraan dalam rangka pemeliharaan profesionalisme prajurit TNI dan Personil Polri; (3) Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap Polri; (4) Penguatan intelijen; (5) Penguatan keamanan laut dan daerah perbatasan; (6) Penguatan pencegahan dan penanggulangan narkoba; dan (7) Penjagaan stabilitas sosial dan politik dari ancaman terorisme.
Background Study Bidang Politik.
Background Study Bidang Politik Dalam Negeri, Komunikasi dan Informasi, dan Politik Luar Negeri. Hasil kajian pembangunan Politik Dalam Negeri menitik beratkan pada pemantapan pelembagaan nilai demokrasi yang mengutamakan prinsip toleransi, non diskriminasi dan kemitraan dengan rekomendasi yakni: (1) Peningkatan peran kelembagaan demokrasi dan mendorong kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil; (2) Peningkatan pemenuhan hak dan kewajiban politik rakyat; (3) Penguatan iklim kondusif berkembangnya demokrasi yang beradab dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan; (4) Penguatan lembaga kepresidenan dan meningkatkan kualitas hubungan antar lembaga negara; (Diperlukannya iklim kondusif penanganan teroris dan meningkatkan kesadaran masyarakat ancaman terorisme.
merekomendasikan kebijakan pembangan 2015-2019 di bidang Politik Dalam Negeri, Komunikasi dan Informasi, dan Politik Luar Negeri
Pembangunan di bidang komunikasi dan informasi menunjukkan masih terdapat hambatan dan permasalahan terkait dengan pemenuhan informasi publik. Strategi upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi publik dilakukan antara lain: (1) Intervensi kebijakan/regulasi; (2) Penguatan Lembaga Quasi Pemerintah Bidang Komunikasi dan Informasi; (3) Penguatan dan Mainstreaming Open Government dalam pelaksanaan pembangunan; (4) Penguatan Lembaga Penyiaran Publik TVRI dan RRI, media komunitas dan media tradisional; (5) Pemanfaatan media baru/sosial; (6) Pembentukan lembaga rating (pemerintah) penyiaran nasional. Disamping itu pengembangan kapasitas 15
SDM Bidang Komunikasi dan Informasi, termasuk literasi media untuk tersedianya SDM berkualitas dan media/pers yang kuat dan bertanggung jawab. Pembangunan Politik Luar Negeri mendiskripsikan aspek-aspek penting, antara lain: tantangan global dan regional, kepentingan nasional, diplomasi efektif, kemitraan strategis, global governance, dan kontribusi Indonesia serta kepemimpinan Indonesia dalam kerjasama internasional. Rekomendasi pembangunan bidang politik luar negeri, yakni: (1) Memantapkan ASEAN Community perlu ditingkatkan kesiapan publik domestik, peran Indonesia perlu terus diperkuat untuk menjamin stabilitas keamanan kawasan; (2) Perlunya keberpihakan dan pelayanan/perlindungan dengan mengutamakan kepedulian, pelaksanaan perjanjian bilateral dalam perlindungan WNI/BHI di luar negeri; (3) Diplomasi eknomi diperkuat melalui diplomasi perluasan pasar non tradisional, peran di APEC, G-20, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), dan peran pembentukan norma/rezim internasional yang mengatur energy and food security sebagai public good; (4) Diplomasi Indonesia perlu diperkuat untuk mewujudkan perdamaian dunia; (5) Penguatan Kerjasama Selatan-selatan melalui intervensi kebijakan serta penguatan kapasitas lembaga, pengembangan dan pemantapan Eminent Persons Group; Promosi KSST di tingkat nasional dan internasional; (6) Pemajuan demokrasi perlu pula diprioritaskan melalui konsistensi memajukan demokrasi dan HAM di Regional dan Internasional termasuk di dalam negeri, dialog HAM, interfaith, dan koordinasi pemangku kepentingan. Background Study Bidang Pangan dan Pertanian menghasilkan berbagai pemikiran dan rekomendasi yang berkaitan dengan pembangunan pertanian khususnya dalam lima tahun ke depan.
Background Study Bidang Pangan dan Pertanian memfokuskan pada: (1) Identifikasi isu-isu penting/masalah pembangunan pertanian; (2) Analisis profil komoditas pangan utama; (3) Analisis hasil Sensus Pertanian 2013; (4) Asuransi pertanian; serta (5) Analisis Nilai Tukar Petani (NTP). Selain itu dirumuskan juga isu-isu penting pembangunan pertanian ke depan, meliputi: kebijakan perberasan, lahan pertanian pangan berkelanjutan, targeted subsidy, peran pemerintah dalam menghadapu fluktuasi harga, dan modernisasi pertanian (petani yang demand responsive). Hal lain terkait daya saing dan nilai tambah komoditas pertanian adalah menyangkut hilirisasi, khususnya untuk kelapa sawit serta komoditas perkebunan lainnya yang potensial, seperti kakao, karet, dan kopi; serta pengembangan komoditas berkelanjutan (sustainable commodity) untuk komoditas berorientasi ekspor. Untuk menunjang kajian background RPJMN ini telah dilakukan Kajian Identifikasi Ketahanan Pangan dan Preferensi Konsumsi terhadap Bahan Pangan Pokok, yang meliputi bahan pangan beras, jagung, kedelai, daging sapi, gula, minyak goreng, bawang merah, dan cabai. Kajian dilakukan melalui survei langsung di 14 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Sumatera Utara, Kalimentan Tengah, dan Jambi.
16
Background Study Bidang Kehutanan menunjukkan pengelolaan kawasan hutan yang semakin efisien.
Hasil Background Study Bidang Kehutanan adalah: (1) Pengelolaan kawasan hutan dan perkembangan teknologi yang semakin efisien dan efektif dari negara-negara penghasil kayu menuntut peningkatan daya saing; (2) Dalam kaitannya dengan sosial, ditandai dengan jumlah desa di sekitar kawasan hutan yang cenderung meningkat, tetapi akses masyarakat desa-desa tersebut terhadap sumber daya hutan masih sangat terbatas. Terbatasnya akses masyarakat meningkatkan peluang terjadinya perambahan hutan, konflik dan alih fungsi illegal antara masyarakat dengan pengelola kawasan hutan jika tidak dihadapi dengan strategi yang bijaksana; dan (3) Dalam kaitannya dengan lingkungan, penurunan kualitas tanah di wilayah hutan yang mungkin terjadi karena ladang berpindah, perambahan, penebangan tanpa rehabilitasi yang memadai dan erosi. Selain itu, terkait dengan air terjadi peningkatan tekanan terhadap daerah tangkapan air (catchment area) karena berbagai alasan misalnya perambahan, pengusahaan pertanian dan pemukiman di wilayah tangkapan air.
Background Study Bidang Lingkungan Hidup menekankan perlunya ukuran kualitas lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan.
Background study Bidang Lingkungan Hidup untuk RPJMN 2015-2019 menggali isu strategis dan kebijakan utama terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dilakukan lima tahun mendatang. Selain itu dilakukan pula deep analysis terhadap upaya pencapaian pembangunan berkelanjutan, serta upaya mengantisipasi isu perubahan iklim mendatang. Salah satu capaian utama dari background study ini adalah perlunya ukuran yang jelas untuk menggambarkan kualitas lingkungan hidup sebagai bagian dari pilar pembangunan berkelanjutan.
Background Study Bidang Kelautan dan Perikanan mengkaji secara komprehensif kondisi saat ini, tantangan, pencapaian, serta rencana pembangunan ke depan.
Background study Bidang Kelautan dan Perikanan merupakan sintesis dari kajian pencapaian pembangunan pada tahap pembangunan sebelumnya dan proyeksi serta tantangan lima tahun ke depan sebagai salah satu referensi arahan penyusunan RPJMN 2015-2019. Substansi yang telah disusun mencakup: (1) Perkembangan pembangunan sektor kelautan dan perikanan; (2) Isu strategis yang menjadi dasar bagi arahan strategi pembangunan kelautan dan perikanan; (3) Proyeksi dan tantangan pembangunan kelautan dan perikanan; dan (4) Arahan strategi pembangunan kelautan dan perikanan sebagai salah satu referensi penyusunan naskah teknokratik RPJMN 2015-2019.
Background Study Bidang Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan mengidentifikasi isu strategis di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat.
Background Study Bidang Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan meliputi strategi dan arah kebijakan berikut dengan identifikasi isu strategis daerah. Isu strategis pada tiap daerah antara lain: (1) Isu strategis wilayah Sumatera: (a) Rendahnya penyediaan energi listrik, (b) Minimnya ketersediaan infrastruktur energi, (c) Belum optimalnya ketersediaan penggunaan energi baru terbarukan; (2) Isu strategis wilayah Jawa: (a) Penataan sistem peraturan perundangundangan terkait penetapan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) serta Ijin Usaha Pertambangan (IUP), (b) Optimalisasi potensi dan penyediaan energi listrik dalam rangka memenuhi kebutuhan pasokan energi listrik masyarakat dan pelaku usaha, (c) Optimalisasi penyediaan dan pemenuhan air bersih terutama kebutuhan air bersih daerah sulit air dan kawasan industri; (3) Isu strategis wilayah Kalimantan: (a) Optimalisasi penyediaan energi listrik melalui pembangunan sarana dan infrastruktur pembangkit listrik terbaru, (b) Optimalisasi pengelolaan potensi air tanah 17
untuk mengatasi kelangkaan air bersih, (c) Optimalisasi pengembangan potensi energi baru alternatif dan terbarukan guna mendukung dan meningkatkan ketersediaan pasokan energi; (4) Isu strategis wilayah Bali, NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat: (a) Optimalisasi penyediaan energi listrik, (b) Optimalisasi penggunaan energi alternatif dan terbarukan, (c) Optimalisasi infrastruktur pendukung energi, mineral, dan pertambangan. Dokumen Perencanaan Pinjaman Luar Negeri, Pinjaman Dalam Negeri, SBSN, Penerimaan Hibah Pemanfaatan pinjaman luar negeri difokuskan untuk sektor infrastruktur dan energi.
Sesuai dengan arahan Presiden, pemanfaatan pinjaman luar negeri difokuskan untuk sektor infrastruktur dan energi. Untuk itu Kementerian PPN/Bappenas menyusun DRPPLN (Green Book) 2013 yang sekaligus merupakan implementasi dari PP No.10/2011 tentang Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Sementara untuk hibah, Kementerian PPN/Bappenas menyusun dokumen penerimaan hibah luar negeri tahunan (DRKH) untuk tahun 2013. Untuk pinjaman dalam negeri, Kementerian PPN/Bappenas menyusun dokumen perencanaan pinjaman dalam negeri, berupa penyempurnaan dokumen perencanaan jangka menengah (DKPDN 2010-2014) dan penyusunan dokumen perencanaan tahunan (DKPPDN 2013) beserta revisinya, sesuai amanat PP No.54/2008. Berkaitan dengan pembiayaan proyek melalui penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sesuai amanat PP No.56/2011, Kementerian PPN/Bappenas menyusun dokumen perencanaan kegiatan yang dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang berbasis proyek berupa Daftar Prioritas Proyek (DPP) SBSN 2013.
3.2.
Pemantauan dan Evaluasi
Hingga akhir tahun 2013 telah terlaksana berbagai pemantauan dan evaluasi terhadap capaian RPJMN 2010-2014 dan RKP 2014, kinerja pembangunan daerah (33 provinsi), reviu program pembangunan nasional, pengembangan aplikasi E-Monev, kinerja pelaksanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri dan evaluasi tematik sektoral.
Evaluasi RPJMN 2010 – 2014 Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010-2014 dilakukan dalam rangka memberikan masukan bagi penyusunan RKP 2015.
Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan RPJMN 2010-2014. Pada awal tahun 2013 telah disusun Buku Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010-2014 yang merupakan evaluasi terhadap pelaksanaan 3 tahun RPJMN 2010-2014. Buku tersebut memuat capaian pelaksanaan 14 Prioritas Nasional beserta isu strategis yang dihadapi saat pelaksanaannya. Buku tersebut juga menjabarkan capaian visi, misi, dan agenda pembangunan yang tertuang dalam RPJMN 20102014. Kegiatan tersebut melibatkan seluruh unit kerja sektoral di Kementerian PPN/Bappenas serta seluruh K/L melalui berbagai rangkaian pertemuan diskusi dan workshop. 18
Evaluasi RPJMN 20102014 dilakukan untuk memberikan masukan bagi penyusunan RPJMN 2015-2019.
Selanjutnya, Kementerian PPN/Bappenas juga melaksanakan evaluasi RPJMN 2010-2014 pada akhir tahun 2013. Hasil evaluasi tersebut dituangkan ke dalam Buku Evaluasi RPJMN 2010-2014 yang digunakan sebagai masukan bagi penyusunan RPJMN 2010-2014. Substansi evaluasi RPJMN 2010-2014 serta proses pelaksanaannya pada dasarnya sama dengan substansi dan proses pelaksanaan evaluasi paruh waktu RPJMN 2010-2014. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Terdapat data yang kurang lengkap atau kurang update; dan (2) Adanya indikator kinerja yang dinilai K/L sudah tidak tepat untuk menilai capaian suatu prioritas nasional. Tindak lanjut yang diperlukan meliputi: (1) Mendorong pelaksana program untuk menginventaris data secara lebih teratur dan lengkap; (2) Melakukan perencanaan penyusunan secara lebih awal dengan koordinasi yang lebih matang; dan (3) Melibatkan K/L dalam menentukan indikator kinerja penting yang dipilih untuk mengukur pencapaian visi, misi, agenda pembangunanan, dan prioritas nasional.
Evaluasi Akhir Tahun (EAT) RKP Tahun 2012 EAT RKP 2012 menunjukkan kinerja 20 kementerian yang cukup baik, dilihat dari ketercapaian indikator program maupun dari perkembangan realisasi fisik dan anggarannya.
Evaluasi Akhir Tahun RKP Tahun 2012 dilaksanakan oleh Kementerian PPN/Bappenas pada 20 kementerian, dengan penitikberatan pada 2 (dua) fokus reviu, yaitu reviu terhadap: (1) capaian indikator program RKP 2012, dan (2) capaian pelaksanaan pembangunan tahun 2012 berdasarkan laporan triwulan IV PP 39/2006. Hasil pencapaian program dari 20 kementerian secara umum telah menunjukkan hasil yang cukup baik. Dari 211 program RKP 2012 dengan total 1220 indikator, rata-rata sebanyak 60,35 persen indikator berhasil mencapai target yang ditetapkan, dan 27,52 persen indikator tidak mencapai target yang ditetapkan. Sementara itu, hasil pelaksanaan pembangunan tahun 2012 berdasarkan Laporan Triwulan IV PP 39/2006 juga menunjukkan perkembangan capaian dari 20 kementerian yang cukup baik (rata-rata realisasi fisik=92,90 persen dan rata-rata realisasi anggaran=89,27 persen). Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Tidak seluruh program dalam RKP 2012 memiliki sasaran program dan indikator; dan (2) Permasalahan terkait penyediaan data laporan PP No. 39/2006 dari K/L, diantaranya: (a) Seluruh program dalam laporan triwulan IV PP 39/2006 tidak memiliki indikator sehingga capaian outcome sulit diukur; (b) Data dari sejumlah program/kegiatan dipertanyakan validitasnya (misalnya angka capaian fisik atau penyerapan anggaran yang sangat rendah); (c) Cukup banyak K/L yang belum menyampaikan laporan triwulan IV PP No. 39/2006 kepada Kementerian PPN/Bappenas. Tindak lanjut yang dilakukan meliputi: (1) Kementerian dapat menyepakati sasaran program dan indikatornya, bisa berdasarkan Renstra K/L atau dokumen perencanaan lainnya, terutama untuk program yang tidak tersedia informasinya dalam RKP 2012; (2) Menggunakan kertas kerja EAT RKP 2012 untuk memfasilitasi permasalahan tidak lengkapnya data Laporan Triwulan IV PP No. 39/2006, sekaligus memvalidasi data; dan (3) Penyusunan sistem evaluasi dan pelaporan yang terpadu dan komprehensif untuk menjembatani kebutuhan semua pihak dalam pelaksanaan pembangunan. 19
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) di 33 Provinsi Fokus kegiatan EKPD 2013 pada: (1) evaluasi capaian RPJMN 20102014; (2) isu strategis; (3) proyeksi indikator kinerja RPJMN 20152019.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) di 33 Provinsi merupakan kegiatan yang dilaksanakan Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan 33 Perguruan Tinggi Negeri di 33 Provinsi untuk mengevaluasi pencapaian RPJMN di daerah. Fokus dari kegiatan EKPD tahun 2013 adalah: (1) Evaluasi pencapaian prioritas nasional dalam RPJMN 20102014 yang dilakukan dengan empat pendekatan yaitu perbandingan dengan target dalam dokumen perencanaan daerah, perbandingan antar waktu, perbandingan dengan capaian nasional, dan perbandingan dengan rata-rata regional; (2) Identifikasi isu strategis dan rekomendasi kebijakan; dan (3) Proyeksi target capaian provinsi untuk RPJMN periode berikutnya. Sasaran kegiatan EKPD adalah tersusunnya hasil evaluasi pelaksanaan RPJMN 2010-2014 di daerah, isu strategis, dan proyeksi indikator kinerja RPJMN berikutnya. Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi penyusunan RPJMN 2015-2019. Dalam pelaksanaan kegiatan ini ditemui beberapa kendala terkait substansi dan administrasi yaitu indikator yang dievaluasi terlalu banyak sehingga sulit untuk memperoleh data yang lengkap dan analisis yang tajam, tingkat analisis dan rekomendasi yang beragam pengertian, pelaksanaan seminar akhir yang terlalu singkat, dan keterlambatan perguruan tinggi dalam mengumpulkan laporan. Oleh karena itu dalam evaluasi yang akan datang, perlu dilakukan upaya perbaikan seperti merumuskan indikator yang lebih singkat namun penting dan bermanfaat bagi banyak pemangku kepentingan, melakukan monitoring berkala terhadap perkembangan hasil evaluasi yang dilakukan pergurunan tinggi, serta pergantian tim evaluasi yang kurang berkinerja maksimal.
Reviu Program Pembangunan Nasional (RP2N) Aplikasi Logic Model atau Model Logika merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar lagi dalam penyusunan RPJMN 2015-2019.
Reviu Program Pembangunan Nasional (RP2N) dilaksanakan untuk: (1) Mengevaluasi kualitas rancangan program pembangunan nasional (Program Plan); (2) Mengevaluasi pelaksanaan program pembangunan nasional (Program Implementation); (3) Mengevaluasi capaian dan kinerja program pembangunan nasional (Program Performance); dan (4) Menyusun rekomendasi untuk perbaikan pelaksanaan dan kinerja program pembangunan nasional pada tahun yang akan datang (Recommendations). Pelaksanaan RP2N melibatkan 15 direktorat sektor Kementerian PPN/Bappenas yang diminta melakukan self evaluation atas program yang telah dirancang dan dilaksanakan sepanjang periode RPJMN 20102014. Pelibatan ini diharapkan juga dapat memberikan pembelajaran mengenai proses perancangan kebijakan atau program yang baik. Hasil analisis terhadap 14 program pembangunan nasional menunjukkan bahwa kualitas rancangan sebagian besar program (71,43 persen) memiliki kualitas rancangan yang cukup baik. Namun ke depan, kualitas rancangan program masih perlu lebih ditingkatkan. Dalam rangka peningkatan kualitas penyusunan program ini, maka penggunaan kerangka berpikir model logika dalam perencanaan pembangunan dan perumusan indikator, merupakan prasyarat penting guna menjamin terwujudnya perencanaan yang berkualitas. 20
Pengembangan Aplikasi e-Monev Pembangunan Aplikasi e-Monev meningkatkan jumlah pelaporan pelaksanaan rencana pembangunan (PP 39/2006) oleh K/L.
Pengembangan Aplikasi e-Monev dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hasil pemantauan dan evaluasi. Pada tahun 2012, Aplikasi e-Monev telah disosialisasikan kepada seluruh K/L sekaligus meresmikan penggunaannya untuk tahun 2013. Penggunaan Aplikasi e-Monev memberikan banyak manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan kegiatan pemantauan dan evaluasi. Selain prosesnya yang real time, dengan menggunakan Aplikasi e-Monev, pelaporan menjadi lebih efektif dan efisien sehingga mampu meningkatkan jumlah K/L yang melapor. Jumlah K/L yang melapor meningkat dari 30 persen pada tahun 2010 menjadi lebih dari 80 persen pada tahun 2013. Di damping itu, terjadi kenaikan angka jumlah K/L yang melapor tepat waktu.
Aplikasi e-Monev Daerah telah dikembangkan pada tahun 2013 dan akan mulai aktif digunakan pada tahun 2014.
Penyempurnaan dan pengembangan Aplikasi e-Monev terus dilakukan, salah satunya adalah dengan membuat Aplikasi e-Monev Daerah pada Awal 2013. Aplikasi e-Monev Daerah ditujukan untuk para pelaku pelaporan pelaksanaan rencana pembangunan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Proses pelatihan dan sosialisasi juga telah dilaksanakan di beberapa daerah dengan mengundang seluruh Bappeda Provinsi dan beberapa Bappeda Kabupaten/Kota dan Kantor Dinas di Daerah. Diharapkan Aplikasi e-Monev Daerah dapat mulai aktif digunakan pada Tahun Anggaran 2014. Meskipun dianggap telah mampu memberikan banyak feedback dan manfaat bagi K/L dan daerah, namun masih terdapat beberapa permasalahan dalam pengembangan Aplikasi e-Monev. Permasalahan yang kerap dialami adalah adanya ketidaksesuaian data yang ada pada Aplikasi e-Monev dengan data yang ada pada dokumen perencanaan yang dipegang oleh K/L dan daerah dan belum tersosialisasinya Aplikasi e-Monev kepada seluruh K/L dan daerah. Sebagai upaya mengembangkan dan menyempurnakan Aplikasi e-Monev, akan dibuat menu updating data yang dapat diakses oleh pengguna untuk dapat menyesuaikan data pada Aplikasi e-Monev, dan akan diadakan rapat koordinasi dengan mengundang seluruh K/L atau pelatihan di daerah agar sekaligus menjadi tempat untuk mensosialisasikan Aplikasi e-Monev.
Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Kegiatan yang Dibiayai Pinjaman Luar Negeri Perkuatan fungsi pemantauan dan evaluasi kegiatankegiatan PHLN dilakukan dengan menerapkan indepth monitoring dan mengembangkan lessons learnt dari kegiatankegiatan PHLN.
RPJMN 2010–2014 memberikan arahan kebijakan untuk meningkatkan efektifitas pemanfaatan sumber pembiayaan luar negeri, baik berupa hibah maupun pinjaman luar negeri. Untuk memenuhi amanat tersebut, pada tahun 2013 Kementerian PPN/Bappenas memperkuat fungsi pemantauan dan evaluasi kegiatan-kegiatan PHLN dengan menerapkan in-depth monitoring dan mengembangkan lessons learnt dari kegiatankegiatan PHLN. Memenuhi amanat PP No.10/2011, secara triwulanan Kementerian PPN/Bappenas melakukan pemantauan terhadap kinerja pelaksanaan pinjaman luar negeri. Pada Triwulan IV TA 2013, total pinjaman luar negeri yang dipantau sebesar ekuivalen USD 19,62 miliar, meliputi 157 proyek (terdiri dari 172 loan agreement/LA), dan dilaksanakan oleh 24 K/L/BUMN sebagai instansi penanggung jawab (Executing Agency). 21
Penyerapan kumulatif pinjaman luar negeri hingga Triwulan IV TA 2013 mencapai USD8,39 miliar atau 42,81 persen dari total dana pinjaman. Realisasi penarikan dana pada tahun anggaran berjalan periode JanuariDesember 2013 mencapai USD2,35 miliar atau 67,04 persen dari target penarikan TA 2013 sebesar USD3,50 miliar. Permasalahan yang dihadapi antara lain dalam proses pengadaan barang dan jasa, pengadaan lahan terutama terkait kontribusi Pemda (kurangnya koordinasi/sinkronisasi antara K/L dengan Pemda, Pemda tidak mengalokasikan anggaran pada APBD), dan perijinan dari Kementerian Kehutanan terkait belum adanya prosedur standar untuk ijin penggunaan kawasan hutan. Selain itu, proses revisi DIPA untuk penyerapan pinjaman yang berjalan cukup lama juga memperlambat pelaksanaan penyerapan. Tabel 3. Kinerja Penyerapan Pinjaman Luar Negeri Pinjaman Pinjaman Proyek Teruspinjamkan (Subsidiary Loan) Terushibahkan (on-granting) TOTAL
Penarikan Kumulatif Jumlah % 6,75 45,55
Pinjaman belum ditarik 8,07
Target 2,79
Realisasi 2,02
% 72,27
35,71
2,78
0,56
0,24
42,14
0,10
21,96
0,37
0,15
0,09
63,01
8,39
42,81
11,22
3,50
2,35
67,04
Jumlah LA
Jumlah Pinjaman
143
14,81
27
4,33
1,54
2
0,48
172
19,62
TA 2013
Sumber: Kedeputian Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas
Pemantauan dan Evaluasi Tematik Pro-Poor Planning Budgeting Monitoring (P3BM) Pada tahun 2013-2014, program P3BM memfokuskan diri pada perluasan jangkauan pelaksanaan program dan menginstitusionalisasikan program ke dalam perencanaan reguler pemerintah daerah.
Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan beberapa lembaga internasional yaitu ADB, UNDP, dan PSF Bank Dunia telah mengembangkan instrumen Pro-Poor Planning and Budgeting Monitoring (P3BM). Tujuan umum program P3BM adalah untuk memperbaiki pendekatan pengentasan kemiskinan melalui pemanfaatan alat P3BM ke dalam proses perencanaan, penganggaran, pemantauan, koordinasi, serta pengumpulan data. Dalam pelaksanaan program P3BM, Kementerian PPN/Bappenas dibantu oleh Sekretariat P3BM Nasional, sedangkan dalam pelaksana administrasi dan pengelola Hibah program P3BM, Kementerian PPN/Bappenas dibantu oleh Kemitraan/Partnership. Capaian pelaksanaan P3BM selama tahun 2013 adalah: (1) TOT (Training of Trainer) Nasional P3BM ke III untuk mencetak tenaga master trainer di tingkat nasional dengan jumlah peserta 35 orang yang terdiri dari staf Bappenas, staf K/L, sejumlah perguruan tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); (2) TOT Cluster/Region 2 di Ambon dengan jumlah peserta 38 orang terdiri dari perwakilan Bappeda, SKPD, perguruan tinggi dan LSM dari Provinsi Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Papua dan Papua Barat; (3) Training P3BM Provinsi Info dan Peluncuran Database MDGs dan Program Pembangunan di 9 provinsi target (Banten, Jawa Barat, DIY, Jawa Timur, Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Papua dan Papua Barat) dengan total jumlah peserta 177 orang; (4) Training P3BM Kabupaten dan Peluncuran Database MDGs dan Program Pembangunan di 9 kabupaten target (Lebak, Bandung Barat, Gunung Kidul, Gresik, Maluku Tengah, Halmahera Tengah, Gorontalo, Kota Manokwari, 22
Jayapura) dengan total peserta 309 orang; (5) Fasilitasi Sosialisasi, Training P3BM serta Peluncuran Database MDGs dan Program Pembangunan di lokasi bukan target dengan sebagian besar dana bersumber dari APBD di 3 provinsi (DKI Jakarta, NTT, Kepulauan Riau) dan di 11 kabupaten/kota (kota Balikpapan, kab. Indramayu, kab. Pohuwato, kab. Tegal, kab. Belitung Timur, kab. Bangka Selatan, kab. Situbondo, kab. Lombok Tengah, kab. Indra Giri Hulu, kota Jayapura, kab. Berau, kab. Samosir dan kab. Tanjung Jabung Barat) dengan total jumlah peserta 449 orang; (6) Pembentukan P3BM Klinik Provinsi dan Perekrutan P3BM Koordinator Provinsi untuk ditempatkan di 9 provinsi target yang telah menerima paket P3BM; (7) Serangkaian kegiatan dalam rangka merumuskan konsep Community Base Monitoring (CBM) dengan melibatkan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti IRE, FITRA, SMERU, Kapal Perempuan, Inisiatif dan SDM; (8) Fasilitasi Training P3BM Wilayah Bakorwil I dan II di Surabaya, Jawa Timur; (9) Pelatihan Indikator MDGs bagi seluruh Koordinator Wilayah P3BM; (10) Penyelesaian Penyusunan Web P3BM Nasional dan sementara dalam proses untuk online; (11) Pengembangan modul monitoring P3BM yang memasuki tahap penyusunan formula untuk menghitung output realisasi anggaran dan realisasi fisik program/kegiatan per termin P3BM dan persiapan ujicoba di 3 kabupaten. Permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan P3BM adalah: (1) Instrumen P3BM sangat baik dalam mendukung perbaikan perencanaan dan penganggaran, namun karena belum adanya regulasi dari pusat turut mempengaruhi pemanfaatan P3BM di daerah, terutama untuk tingkat provinsi; (2) Dukungan tenaga trainer P3BM dari instansi pemerintah kadang tidak selalu siap karena adanya tugas dinas yang berbenturan waktu; (3) Adanya jeda waktu pelaksanaan TOT dengan pelaksanaan P3BM yang menyebabkan penguasaan alat P3BM oleh trainer di wilayah tersebut tidak maksimal; (4) Adanya pengunduran diri staf monitoring dan tenaga konsultan baseline study sehingga pelaksanaan kegiatan terhambat. Sebagai tindak lanjut terhadap keseluruhan kegiatan P3BM ke depan adalah: (1) Pembentukan Tim dan Klinik P3BM; (2) Pembentukan Forum Koordinasi Data; (3) Lokakarya data dan updating database MDGs; (4) Koordinasi dan pendampingan musrenbang; (5) Uji coba sistem monitoring program/kegiatan bagi SKPD; (6) Training dan uji coba sistem community base monitoring (CBM). Pemantauan Implementasi Instrumen Pro-Poor Planning and Budgeting (P3BM) Pemerintah pusat masih diperlukan dalam upaya peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam proses perencanaan dan penganggaran.
Kementerian PPN/Bappenas melakukan kegiatan Pemantauan Implementasi Instrumen P3BM untuk mengidentifikasi data/bukti terkait kegiatan daerah dalam memperbaiki proses perencanaan dan penganggaran dengan memanfaatkan alat P3BM dan merancang strategi pemantauan sehubungan dengan pemanfaatan pelaksanaan P3BM. Pemantauan dilakukan di 6 (enam) lokasi yaitu Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Serang, Kabupaten Kubu Raya. Dari hasil pemantauan ditemukan bahwa pemanfaatan instrumen P3BM belum optimal karena: (1) Belum adanya anggaran untuk mengumpulkan dan mengolah data pada setiap unit kerja; (2) Mutasi staf yang sangat 23
cepat sehingga instrumen tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal; (3) pemerintah daerah belum sepenuhnya memahami definisi indikator pencapaian MDGs. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan adalah: (1) Perlu pelatihan yang mendalam dengan sistem berjenjang (dasar dan lanjutan), mencakup hingga ke tingkat kecamatan atau bahkan desa dan dilanjutkan dengan workshop regional ataupun nasional sehingga penyegaran materi untuk staf dan regenerasi/pengkaderan dapat terjadi di pemerintah daerah; (2) Dibutuhkan komitmen antara Pemda (yang sudah menerima pelatihan dan akan menerima pelatihan) dengan Kementerian PPN/Bappenas; (3) P3BM harus dapat diintegrasikan dengan program lain yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan seperti Program Penanggulangan Kemiskinan oleh TNP2K dan PNPM. Pemantauan Kegiatan Prioritas Nasional pada Program Pemberdayaan Koperasi dan UMKM Pemantauan difokuskan pada klarifikasi, akselerasi dan tindakan korektif pada pelaksanaan kegiatan prioritas nasional dan inisiatif baru.
Pemantauan Program Pemberdayaan Koperasi dan UMKM pada tahun 2013 dilakukan untuk melihat kesesuaian rencana pembangunan dengan pelaksanaannya berdasarkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dalam RKP 2013. Kegiatan pemberdayaan koperasi dan UMKM yang dipantau di antaranya: (1) Kegiatan prioritas nasional dan inisiatif baru yang mencakup pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) KUMKM, penyaluran start-up capital bagi wirausaha pemula, revitalisasi pasar tradisional yang dikelola koperasi, revitalisasi kelembagaan koperasi, peningkatan produktivitas dan mutu produk KUMKM, serta revitalisasi dan pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan Koperasi dan UMKM; dan (2) Kegiatan kerja sama internasional yaitu RED-GIZ khususnya untuk lokasi rintisan di Provinsi Nusa Tenggara Barat, pengembangan usaha mikro kecil melalui bantuan USAID – ICBDA, serta kegiatan survei keragaman bisnis model KSP yang didanai oleh World Bank. Permasalahan yang ditemui selama pemantauan antara lain: (1) Kurangnya pemahaman pelaksana kegiatan terhadap penjabaran program; (2) Pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan waktu yang telah direncanakan yang disebabkan oleh keterlambatan pencairan anggaran, pergantian pejabat pembina, perbaikan konsep dan lain sebagainya; (3) Kriteria sasaran yang kurang akurat; dan (4) Terbatasnya keragaman dan pengelolaan data dan informasi.
Pemantauan Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan Restorasi Hutan di DAS Prioritas Perencanaan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan kabupaten/kota belum sepenuhnya mengacu pada dokumen rencana.
Hasil dari Pemantauan Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dan Restorasi Hutan di DAS Prioritas diantaranya: (1) Dokumen rencana pengelolaan DAS terpadu pada DAS prioritas dapat terealisir sesuai target; (2) Baseline data pengelolaan DAS di BPDAS dapat terealisir sesuai target; (3) Terfasilitasinya pembentukan forum DAS (4)Tersusunnya data kinerja DAS prioritas; dan (5) Kebun Bibit Rakyat dan Persemaian permanen sudah terealisasi namun tidak mencapai target Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Perencanaan kegiatan RHL kabupaten/kota belum sepenuhnya mengacu pada dokumen rencana sesuai dengan hirarki perencanaan; (2) Anggaran rutin yang bersumber 24
dari dana PNBP yang umumnya baru dapat dicairkan pada pertengahan tahun anggaran; (3) Luas wilayah kerja dengan infrastruktur dan aksesibilitas wilayah yang rendah menjadi kendala dalam koordinasi pelaksanaan kegiatan. Tindak lanjut yang diperlukan antara lain: (1) Perlunya melengkapi data dan informasi kondisi sosial dan biofisik DAS; (2) Peningkatan dukungan sarana dan prasarana penunjang, khususnya untuk melengkapi data dalam rangka pendeteksian bencana; (3) Perlu peningkatan pengawasan terhadap pengelolaan hutan dengan melakukan tindakan tegas dari aparat Pemantauan Pengelolaan Stok Beras Nasional Pengelolaan stok beras nasional mendukung stabilisasi harga dan penyediaan pangan nasional.
Sasaran dari pelaksanaan Pemantauan Pengelolaan Stok Beras Nasional adalah: (1) Tercapainya ketersediaan pangan tingkat nasional, regional, dan rumah tangga yang cukup, aman dan terjangkau; (2) Meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan masyarakat yang bermutu dan beragam; (3) Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mendapatkan pangan yang terjangkau secara mudah; dan (4) Meningkatnya kemampuan pemerintah dan masyarakat menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan, serta dalam mengatasi masalah pangan. Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Penuaan tenaga kerja di pertanian karena generasi muda lebih banyak yang tertarik kepada industri non pertanian karena produktifitas yang lebih tinggi daripada industri pertanian; dan (2) Risiko penggunaan resources yang dihadapi oleh industri beras mendatang lebih besar karena sifat dan jenis pasar beras yang berbeda dengan komoditas pangan yang lain. Tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah: (1) Pengadaan cadangan pangan nasional perlu semakin mendapat perhatian; (2) Pemerintah perlu mengadakan 2 juta ton Stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP), dengan memperhatikan kebijakan harga beras dan kebijakan disposal beras.
Pemantauan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) Proses pembebasan lahan masih menjadi kendala dalam pengembangan EBT.
Pemantauan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan dilaksanakan melalui kunjungan kerja ke sejumlah daerah dengan hasil: (1) Pemerintah telah meresmikan PLTS berkapasitas 1 MW di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali; (2) Pemerintah telah membangun PLTS berkapasitas 1 MW (on-gird) Dusun Bangklet, Desa Kayubihi, Kecamatan Bangli, Provinsi Bali; (3) Potensi energi terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara adalah tenaga mikrohidro (PLTM); (4) Jenis EBT yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Gowa meliputi PLTMH, energi biomasa berbahan baku tongkol jagung melalui swadaya masyarakat dan PLTS dalam skala kecil; dan (5) Pemerintah Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan telah mengembangkan energi terbarukan berupa PLTMH di 3 (tiga) kecamatan dengan kapasitas pembangkit berkisar antara 1 x 17 kW sampai 1 x 20 kW, dan PLTS bersifat Solar Home System (SHS) di seluruh Maros sebanyak 115 unit berkapasitas 50 WP dan 24 Unit berkapasitas 700 WP. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan energi baru terbarukan antara lain: (1) Terbatasnya ketersediaan SDM di daerah yang memahami 25
masalah EBT serta mampu mengoperasikan dan memelihara infrastruktur teknologi pembangkit listrik; (2) Proses pembebasan lahan yang memakan waktu lama serta potensi sengketa dengan masyarakat dan lahan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan; (3) Kurang memadainya data potensi energi terbarukan di dinas pertambangan dan energi yang ada di daerah; (4) Minimnya pengalokasian dana untuk pengembangan dan pengelolaan EBT oleh pemerintah daerah; serta (5) Ketertarikan investor dalam pengembangan EBT masih minim. Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) Perlunya program pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terkait energi terbarukan; (2) Perlu adanya pemutakhiran data dan informasi terkait potensi energi terbarukan di masing-masing daerah; (3) Pemerintah pusat dihimbau untuk turut serta dalam sistem pertanahan di daerah; dan (4) Perlu adanya sistem regulasi khusus perpajakan bagi perusahaan yang mengembangkan EBT agar secara ekonomi layak diusahakan. Pemantauan Kinerja Pemerintah dalam Pembangunan Lingkungan Hidup MEWS dan CEWS merupakan target Prioritas Nasional RPJMN 20102014 dan RKP 2013 yang perlu terus dipantau.
Berdasarkan hasil Pemantauan Kinerja Pemerintah dalam Pembangunan Lingkungan Hidup Tahun 2013, capaian indikator input dari kegiatan MEWS dan CEWS yang masuk dalam RKP 2013 sebagian besar dapat tercapai dengan baik yaitu: (1) Informasi peringatan dini cuaca dan iklim telah terdiseminasi dengan baik kepada pihak terkait, dan telah disampaikan melalui media sms dan surat elektronik, serta situs resmi BMKG. Sementara untuk informasi yang bersifat rutin melalui buletin, faksimili, surat elektronik, dan website; (2) Pada beberapa lokasi pemantauan ditemui kasus, instansi penerima informasi peringatan dini lambat dalam meneruskan informasi tersebut kepada masyarakat, dan kurang cepat dalam melakukan tindakan antisipatif untuk mengurangi resiko masyarakat dari adanya bencana; (3) Rasio pegawai perempuan di stasiun BMKG yang dikunjungi cukup tinggi, sekitar 30 persen. Adapun kendala yang sering dirasakan di lapangan, antara lain: (1) Keterbatasan SDM; (2) Penambahan peralatan/infrastruktur sesuai kebutuhan klas stasiun; (3) Pergantian peralatan yang rusak. Tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah: (1) Menyusun dengan baik perencanaan kebutuhan pegawai; (2) Terkait dengan peralatan/infrastruktur, perubahan klas stasiun perlu direncanakan dengan baik berikut rencana pendanaannya; (3) Terkait dengan pergantian peralatan yang rusak, BMKG perlu melakukan inventarisasi peralatan yang terpasang, antara lain dari segi spesifikasi, umur, frekuensi kalibrasi/perawatan.
Pemantauan dan Evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Wilayah Sungai Citarum Fokus pemantauan dan evaluasi adalah pada partisipasi masyarakat, pengelolaan sampah, dan pemetaan penguasaan lahan.
Pemantauan dan evaluasi yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas dalam pengelolaan sumber daya air terpadu WS Citarum tahun 2013 difokuskan pada partisipasi masyarakat, pengelolaan sampah, dan pemetaan penguasaan lahan, dengan hasil sebagai berikut: (1) Terkait partisipasi masyarakat: (a) Terdapat sejumlah LSM/Komunitas dan perusahaan (BUMN/swasta) yang mempunyai kegiatan di WS Citarum dengan kegiatan yang beragam, dengan mayoritas kegiatan konservasi, 26
sanitasi/air bersih, dan penanganan bencana; (b) Terjadi perubahan tren sumber dana dari dana asing menjadi bersumber dari dana dalam negeri (pemerintah dan dunia usaha); dan (c) Penanganan yang dilakukan oleh LSM/Komunitas menggunakan pendekatan yang lebih partisipatif, sedangkan yang dilakukan oleh dunia usaha masih bersifat artificial; (2) Terkait pemetaan penguasaan lahan: (a) Konflik lahan dan potensi konflik pemanfaatan lahan di Desa Tarumajaya, Cihawuk, Cibeureum dan Cikembang terjadi antara masyarakat dengan Perum Perhutani, dan antara masyarakat dengan PTPN VIII (khusus Desa Tarumajaya dan Cikembang); dan (b) Pemicu masalah yaitu adanya pengalihan status penguasaan lahan oleh Perum Perhutani ke pihak lain dan terjadinya keterlambatan perpanjangan HGU oleh PTPN VIII; dan (3) Terkait pengelolaan sampah: (a) Meskipun sampah masih menjadi masalah besar dalam pengelolaan Citarum, tetapi beberapa pihak memandangnya sebagai sumber pendapatan; (b) Dari 6 organisasi pengelola sampah yang disurvei di Kota Bandung, presentase penyisihan sampah terolah terhadap estimasi timbulan sebesar 14,8 persen; (c) Perlunya batas kejelasan wilayah/anggota dan manajemen pengelolaan sampah terpadu yang didukung fasilitas persampahan yang memadai; (d) Masih kurangnya fasilitasi Pemerintah Kab/Kota untuk berbagi keberhasilan pengelolaan sampah antarkelompok masyarakat. Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif Kementerian PPN/Bappenas melakukan pemantauan dan evaluasi terkait pengelolaan sistem irigasi partisipatif, sebagai dukungan untuk pencapaian upaya pemenuhan Prioritas Nasional di Bidang Ketahanan Pangan.
Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi yang telah dilakukan, terjadi peningkatan alih fungsi lahan sawah sehingga dapat menghambat target surplus beras 10 juta ton. Terkait hal tersebut, pada tahun 2013 Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan berbagai studi evaluasi antara lain: (1) Conflict Resolution Penggunaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Tambak Garam di Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT; (2) Faktor Pendorong Perubahan Peruntukan Sawah menjadi Non Sawah pada Pengembangan Jaringan Irigasi di Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan; dan (3) Transformasi Kultural Petani Lokal pada Pengembangan Daerah Irigasi di Sumatera dan Kalimantan. Selain itu dilakukan juga berbagai studi evaluasi terkait pengelolaan sistem irigasi yaitu: (1) Pengembangan Sistem Kelembagaan Irigasi dan Dukungan Peningkatan Kapasitas Petani di Daerah Irigasi Saddang, Provinsi Sulawesi Selatan; dan (2) Manajemen Distribusi Air Irigasi High Level Diversion (HLD) Jangkok-Babak di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah, Provinsi NTB.
Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Permukiman dan Perumahan Isu manajemen aset menjadi isu penting pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman di daerah.
Pada tahun 2013, fokus dari kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Permukiman dan Perumahan adalah dalam rangka mendukung program penanggulangan kemiskinan kluster IV dan evaluasi pencapaian MDGs, yang dilaksanakan di Medan, Surabaya, Makassar dan Palembang. Hasil pemantauan evaluasi menunjukkan bahwa isu mengenai manajemen aset menjadi salah satu kendala bagi pemda untuk dapat memelihara sarana yang terbangun dalam pembangunan rusunawa, air minum dan sanitasi yang berbasis 27
masyarakat. Selain itu, keberlanjutan sarana juga perlu didukung oleh keberlanjutan lembaga pengelolanya. Selama ini kelembagaan pengelola air minum dan sanitasi di tingkat masyarakat belum dapat mengakses sumber pendanaan dan pembinaan teknis untuk kebutuhan operasional, pemeliharaan dan pengembangan layanan air minum di masyarakat. Sebagai tindak lanjut perlu dilakukan kajian keberlanjutan sarana dan kelembagaan pada kegiatan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat. Pengembangan Instrumen Score-card untuk Penilaian Kinerja Pengelolaan Wilayah Sungai Aspek yang digunakan dalam penilaian adalah kondisi fisik, kondisi sosial-ekonomi dan demografi, kondisi kebijakan dan kelembagaan, kinerja proses Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (PSDAT), dan kinerja intervensi program.
Kementerian PPN/Bappenas melalui Sekretariat Pengarah Nasional Program Pembangunan Bidang Prasarana Sumber Daya Air mengembangkan instrumen score-card untuk menilai kondisi suatu Wilayah Sungai (WS) dengan memberikan skor tertentu terhadap beberapa aspek dan variabel yang relevan, sehingga mampu menginterpretasikan capaian kinerja tertentu (Gambar 3). Score-card tersebut telah diaplikasikan untuk menilai kinerja Wilayah Sungai (WS) Citarum dengan hasil yang menunjukkan bahwa secara global kinerja pengelolaannya hingga akhir tahun 2012 masih kurang baik/belum memadai. Dalam rangka memberikan pemahaman dan keterampilan dalam pembuatan Score-card, Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan pelatihan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam pengelolaan Wilayah Sungai Citarum, yaitu Kementerian PU, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian LH, Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) WS Citarum, Kementerian PPN/Bappenas, serta beberapa SKPD Pemprov Jawa Barat dan Pemkab/Pemkot yang berada di WS Citarum. Gambar 7. Konsep Score-card Penilaian Kinerja Wilayah Sungai
Sumber: Kedeputian Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas
Tindak lanjut yang diperlukan terkait penyusunan instrumen ini adalah: (1) Penyiapan instrumen penilaian yang berbasis komputer; (2) Pelatihan penggunaan instrumen dengan lebih mendalam khususnya kepada TKPSDA sebagai wadah koordinasi multi-stakeholder di tingkat WS; dan (3) Penyempurnaan variabel. 28
Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Fasilitasi Sistem Pendukung dan Pembiayaan Usaha Tahun 2012 Hasil evaluasi menjadi masukan bagi penyusunan Background Study RPJMN 2015-2019 dan penyusunan sistem monitoring dan evaluasi terpadu.
Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Fasilitasi Sistem Pendukung dan Pembiayaan Usaha Tahun 2012 bertujuan untuk untuk mengidentifikasi dan menghitung komponen yang membentuk indikator daya saing UMKM terutama di daerah. Hasil evaluasi memberikan gambaran faktorfaktor pembentuk daya saing UMKM, yang menjadi dasar bagi upayaupaya penguatan peran UMKM dalam pembangunan ekonomi di pasar domestik, regional, dan internasional. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, masalah yang dihadapi adalah keterbatasan data yang digunakan untuk melakukan validasi model daya saing UMKM. Hal ini menyebabkan perhitungan indikator-indikator dalam model tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Namun hasil analisis komponen strategis daya saing UMKM tetap menjadi pijakan yang berguna untuk menyusun satu perangkat analisis yang dapat digunakan sebagai panduan bagi berbagai pemangku kepentingan dalam mengukur tingkat daya saing UMKM di wilayahnya masing-masing.
Evaluasi Iklim Investasi dalam Peningkatan Nilai Investasi di Daerah Evaluasi ini merangkum kondisi investasi secara nasional dan regional dalam hubungannya dengan pembangunan.
Evaluasi Iklim Investasi dalam Peningkatan Nilai Investasi di Daerah merupakan usaha untuk mengetahui variasi permasalahan iklim investasi di daerah. Urgenitasnya adalah tidak terdistribusi dengan meratanya pertumbuhan ekonomi dan masih lemahnya daya saing di beberapa daerah meskipun secara nasional realisasi investasi naik dengan signifikan. Secara nasional, peningkatan realisasi investasi tahun 20062011 signifikan terhadap rasio PMTB. Hanya saja beberapa daerah tidak memiliki pengaruh, yaitu Provinsi Jambi, Lampung, Jawa Timur NTT, Gorontalo dan Papua Barat. Sedangkan permasalahan iklim investasi di daerah di dominasi oleh faktor infrastruktur (37,17 persen), ekonomi daerah (21,05 persen), sosial politik (14,25 persen), kelembagaan (14,20 persen), dan tenaga kerja (13,47 persen). Sektor ekonomi yang tidak memiliki nilai investasi yang efisien adalah sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listrik, gas dan air bersih. Kegiatan evaluasi ini merekomendasikan beberapa hal, antara lain: (1) Prioritas penyediaan dan kualitas infrastruktur, perwujudan pelayanan prima, pemetaan rantai produksi setiap sektor ekonomi, tenaga kerja yang kompetitif, mendorong peran aktif masyarakat; (2) Mempercepat proses reformasi peraturan daerah; (3) Integrasi dan pengembangan kebijakan penanaman modal dengan kebijakan sektoral; dan (4) Mengoptimalkan peran PTSP di daerah.
Evaluasi Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Pengelolaan DAS masih jauh dari kata terpadu.
Evaluasi Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran SungaI (DAS) yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas menghasilkan: (1) Tersusunnya dokumen RPDAST dengan disahkan oleh Kepala Daerah; (2) Rehabilitasi Hutan dan Lahan telah dilaksanakan, namun belum sepenuhnya mengacu pada dokumen RPDAST; (3) Dilaksanakan gerakan penanaman pohon seperti Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon (GPTPP), Gerakan Penanaman Serentak, Penghijauan Lingkungan, One Man One Tree (OMOT), Kebun Bibit Rakyat (KBR), One Bilion Indonesian Tree (OBIT) 29
Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Dalam level implementasi, pengelolaan DAS masih jauh dari kata terpadu; (2) Pedoman teknis pelaksanaan kegiatan RHL/KBR Tahun 2012 terlambat disahkan, hal ini mengakibatkan keterlambatan realisasi pelaksanaan kegiatan; (3) Dokumen RPDAST belum menjadi acuan Kementerian/Lembaga maupun SKPD didaerah karena kurangnya sosialisasi maupun ego sektoral yang masih sangat kuat. Tindak Lanjut yang diperlukan adalah: (1) Sebagaimana amanat PP No.37/2012 tentang Pengelolaan DAS, Kementerian Kehutanan diharapkan terus mendorong komitmen para pihak di level provinsi dan kabupaten/kota sehingga pengelolaan lingkungan senantiasa memperhatikan daya dukung DAS; dan (2) Mendorong pemantauan secara efektif melalui manajemen DAS di tingkat tapak. Evaluasi Pelaksanaan Inpres No.5/ 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi Iklim Ekstrim Antisipasi dan respon cepat menghadapi iklim ekstrim diperlukan untuk mengamankan produksi beras nasional.
Evaluasi Pelaksanaan Inpres No.5/ 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi Iklim Ekstrim menyimpulkan bahwa pada umumnya masing-masing K/L yang memperoleh penugasan telah melaksanakan kegiatannya secara proporsional dan secara umum dapat dijalankan dengan lancar. Hal ini juga tercermin dari pencapaian kinerja dari sasaran umum yaitu pertumbuhan produksi beras dalam negeri yang menunjukan bahwa target yang ditetapkan dapat dicapai. Meskipun demikian untuk dapat mencapai target surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 masih cukup banyak masalah yang belum dapat diatasi sepenuhnya karena kendala waktu yang sangat terbatas. Permasalahan utama yang teridentifikasi adalah: (1) Lambatnya respons dari K/L terkait serta Pemda dalam memberikan laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan pada unit kerja masing-masing; (2) Belum sempurnanya Sistem Monev pada setiap K/L dan Pemda, khususnya terkait infrastruktur dan mekanisme penyampaian/pengumpulan data dari tingkat lapangan; (3) Terbatasnya sumber daya pelaksana yang terbatas bila dibandingkan dengan komoditas pertanian yang diteliti sehingga menyebabkan terlambatnya penyelesaian penulisan laporan. Tindak lanjut yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi dan memperkuat koordinasi melalui mekanisme yang telah berjalan seperti melalui rapat koordinasi dan pelatihan teknis yang dikoordinasikan secara berjenjang antara Kementerian PPN/Bappenas dengan K/L terkait dan Pemda, serta antara unit pusat dengan unit daerah pada masingmasing K/L.
Evaluasi Efektivitas Program-Program Utama Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) terhadap Peningkatan Produksi Padi Peningkatan produksi padi dipengaruhi oleh produktivitas, luas areal tanam dan panen serta kebijakan relevan lainnya.
Evaluasi atas pencapaian target P2BN memerlukan dukungan yang bersifat lintas sektor dan lintas program, yang meliputi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam dan areal panen, pengamanan produksi, penguatan kelembagaan dan permodalan, serta peningkatan koordinasi gerakan. Permasalahan yang muncul adalah keterlambatan penyaluran benih dan pupuk dalam program SLPTT dan SRI disebabkan keterlambatan penyusunan petunjuk pelaksanaan atau teknis. Tindak lanjut yang perlu 30
dilakukan adalah: (1) Perbaikan dalam program, yaitu penetapan CP/CL menjadi titik krusial bagi keberlangsungan program-program utama P2BN; (2) Sinkornisasi program-program yang memiliki metode yang mirip atau hampir sama, karena hal ini untuk menghindari konflik horizontal di tingkat kelompok dan juga mengeliminasi permasalahan penetapan CP/CL oleh dinas pertanian di tingkat kabupaten/kota; (3) Koordinasi dan singkronisasi dalam pembangunan irigasi, baik yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian ataupun Kementerian PU Evaluasi Kebijakan Pemanfaatan Gas Bumi Dalam Negeri Studi mengenai gas bumi penting untuk merumuskan program dan kebijakan pemanfaatan gas di masa mendatang.
Evaluasi Kebijakan Pemanfaatan Gas Bumi Dalam Negeri berhasil memetakan informasi dari PT. Petrogas Jatim Utama (PJU) dan PT Pertamina EP Cepu. PJU telah mampu mengembangkan usahanya dengan baik dengan beberapa bisnis lain yang telah berjalan. Sedangkan, PT Pertamina EP melalui Pertamina EP Cepu telah melaksanakan Proyek Pengembangan Gas Jawa (PPGJ) sebagai tindak lanjut dari penemuan hidrokarbon di struktur-struktur Kedungtuban (2000), Randublatung (2003), dan Kedunglusi (2005) di Area Gundih, yang masuk wilayah Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Pembangunan infrastruktur jaringan gas (instalasi) yang kurang memenuhi syarat/standar; (2) Penjualan gas tidak bisa berjalan lancar; (3) Jumlah pelanggan yang diserahkan dari pihak kontraktor pembangunan tidak sesuai dengan jumlah pelanggan sesuai dengan database; (4) City gas tidak bisa melakukan pembelian gas. Tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah (1) Mengkaji usulan-usulan yang diberikan pihak perusahaan selama melaksanakan kunjungan kerja; (2) Membahas dan memberi masukan terhadap perusahaan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada agar penjualan gas dapat berjalan lancar; (3) Meningkatkan pembangunan infrastruktur jaringan gas (instalasi) yang memenuhi standar; dan (4) Melanjutkan studi mengenai gas bumi agar dapat merumuskan program dan kebijakan pemanfaatan gas di masa mendatang.
Evaluasi Pelaksanaan Prioritas Nasional dan Direktif Presiden Bidang Kelautan dan Perikanan Adanya degradasi dan ketimpangan pemanfaatan sumber daya perikanan di wilayah Barat dan Timur Indonesia.
Tujuan dari kegiatan ini adalah mengevaluasi program dan/atau kegiatan prioritas pembangunan nasional dan direktif presiden bidang kelautan dan perikanan tahun 2013. Permasalahan yang masih dihadapi dalam pembangunan kelautan dan perikanan antara lain: (1) Adanya degradasi dan ketimpangan pemanfaatan sumber daya perikanan di wilayah Barat dan Timur Indonesia, (2) Masih tingginya biaya input produksi (pakan, benih, dan BBM), (3) Kurangnya mutu dan keamanan hasil perikanan, (4) Belum memadainya cakupan pengawasan dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana dari hari operasi, dan (5) Terbatasnya sarana dan prasarana serta transportasi penghubung di pulau-pulau kecil. Dalam rangka mengantisipasi hal tersebut di atas, diperlukan upaya untuk meningkatkan jumlah produksi perikanan, pembangunan industri pangan dan subsidi benih, pengembangan industri pengolahan, peningkatan pemasaran dalam negeri, dan pembangunan sarana dan prasarana pemasaran. 31
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Lingkungan Hidup Kinerja diukur dengan menggabungkan realisasi anggaran, capaian target dan pengukuran manfaat dan dampak program.
Berdasarkan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Lingkungan Hidup Tahun 2012 diperoleh nilai agregat kinerja Program Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup (IKU KLH) sebesar 70,6 persen dengan nilai kinerja tertinggi pada IKU Penurunan Beban Pencemar. Sedangkan nilai agregat kinerja Program Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim (IKU BMKG) sebesar 93,8 persen dengan nilai kinerja tertinggi pada IKU Pembangunan Climatology Early Warning System (CEWS). Beberapa kendala pencapaian target diantaranya disebabkan: (1) Indikator ukuran kualitas lingkungan hidup (indeks komposit) belum lengkap, (2) Upaya pengelolaan lingkungan hidup di daerah masih belum optimal, (3) Keterbatasan jaringan komunikasi untuk mendiseminasikan peringatan dini cuaca ekstrim sampai di tingkat kecamatan di seluruh Indonesia, (4) Masih banyaknya penggunaan peralatan konvensional dan manual, (5) Kurangnya media komunikasi serta sarana dan prasarana yang efektif dalam penyebarluasan informasi pengurangan risiko bencana, serta (6) Keterbatasan, kapasitas lembaga serta alokasi pendanaan di daerah. Tindak lanjut yang perlu dilakukan di antaranya: (1) Perlu dilakukan evaluasi tahunan terhadap nilai kinerja dari pelaksanaan rencana pembangunan lingkungan hidup, (2) Perlu disusun indikator dan target yang lebih terfokus pada keberhasilan program, (3) Perlu disusun indikator manfaat dan dampak dari pelaksanaan program, (4) Dalam penyusunan program tahun berikutnya, perlu mempertimbangkan hasil analisis realisasi anggaran dan capaian target kegiatan
Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi Kinerja diukur dengan menggabungkan realisasi anggaran, capaian target dan pengukuran manfaat dan dampak program.
Evaluasi Kebijakan Reformasi Birokrasi terutama dalam lingkup pelayanan publik terkait penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat umum, dan pelayanan dunia usaha perlu dilakukan. Hal ini tidak lain karena pembangunan reformasi birokrasi merupakan bagian terpenting dalam meningkatkan pelaksanaan pembangunan nasional. Hasil evaluasi menunjukkan capaian kinerja reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan (tahun 2010-2013) menunjukkan kinerja pengelolaan negara telah berjalan relatif baik, walaupun untuk kinerja pengelolaan di daerah masih perlu ditingkatkan. Dibidang pelayanan publik, pemerintah belum dapat menyediakan pelayanan publik berkualitas sesuai harapan. Pilihan rekomendasi yang dapat diberikan, diantaranya: (1) Rekomendasi bagi peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, yang terbagi dalam 2 perspektif, yaitu perspektif administrasi dan perspektif etika publik sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan RB; (2) Rekomendasi untuk meningkatkan pelayanan publik bagi masyarakat, yang terbagi dalam 4 perspektif, yaitu perspektif integritas, perspektif kewenangan antar tingkatan pemerintahan, perspektif strategi peningkatan kualitas pelayanan publik yang berpusat pada pelanggan (customer centric strategy); dan perspektif inovasi pelayanan publik; dan (3) Rekomendasi untuk meningkatkan pelayanan publik bagi pelaku usaha.
32
3.3.
Koordinasi Perencanaan Pembangunan
Pelaksanaan koordinasi perencanaan pembangunan secara garis besar dapat dibagi menjadi sepuluh, yaitu: (1) Sosial budaya, (2) Ekonomi, (3) Sarana prasarana, (4) Politik, (5)Pertahanan dan keamanan, (6) Hukum aparatur, (7) Wilayah dan tata ruang, (8) Sumber daya alam dan lingkungan hidup, (9) Kerjasama pembangunan, dan (10) Lainnya.
Sosial Budaya Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya Koordinasi perencanaan pembangunan sosial budaya meliputi aspek pendidikan, kesehatan, kependudukan, pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, agama, kebudayaan, pemuda dan olahraga.
Dalam bidang pendidikan, Kementerian PPN/Bappenas melakukan koordinasi perencanaan pembangunan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama dalam rangka penyusunan RKP 2014, yang memuat isu-isu strategis pembangunan pendidikan yang mencakup, antara lain: PAUD, Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, Pendidikan Menengah Universal, Pendidikan Tinggi, pengelolaan guru dan tenaga kependidikan, pembiayaan pendidikan, dan tata kelola pendidikan. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Data dan informasi sebagai basis perencanaan tidak tersedia lengkap dan seringkali berbeda-beda, sehingga kurang mendukung analisis dalam penyusunan kebijakan, (2) Koordinasi dengan K/L kurang maksimal karena waktu terbatas, dan (3) Unit organisasi pengelola program di K/L yang tidak selalu paralel dengan unit organisasi (direktorat) di Kementerian PPN/Bappenas membuat proses perencanaan kurang sinergis. Tindak lanjut yang diperlukan, meliputi: (1) Menyiapkan semua bahan yang diperlukan berupa data dan informasi, (2) Meningkatkan koordinasi dengan K/L agar proses perencanaan lebih efektif, (3) Memperkuat relasi antarunit kerja K/L dan Kementerian PPN/Bappenas, (4) Menyelenggarakan konsultasi publik yang melibatkan para pemangku kepentingan, untuk menjaga akuntabilitas proses penyusunan rencana pembangunan pendidikan. Dalam bidang kesehatan dan gizi masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas melakukan koordinasi perencanaan pembangunan dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam rangka penyusunan RKP 2014 dan Lampiran Pidato Presiden 2013, terkait dengan isu strategis seperti: (1) Kualitas pelayanan kesehatan ibu yang belum maksimal; (2) Penanganan infeksi berbagai penyakit pada bayi belum maksimal; (3) Status gizi masyarakat masih menjadi masalah; (4) Kontribusi penyakit tidak menular terutama stroke, jantung dan diabetes, sebagai penyebab kematian terus meningkat; (5) Mutu dan daya saing produk obat dan makanan yang beredar masih rendah baik di pasar lokal maupun global; (6) Masih rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat; (6) Pelayanan kesehatan belum sepenuhnya mendorong upaya promosi kesehatan, baru sebagian kecil fasilitas kesehatan primer mandiri yang menjadi provider Jaminan Kesehatan Nasional (JKN); serta (7) Keterbatasan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier, terutama terjadi pada daerah perdesaan, terpencil, sangat terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan. Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Data dan informasi sebagai dasar utama perencanaan yang terkini belum 33
seluruhnya tersedia; (2) Terbatasnya waktu untuk penyelesaian pada setiap tahapan RKP; dan (3) Isu permasalahan di daerah belum sepenuhnya bisa ditampung. Tindak lanjut yang akan dilakukan adalah: (1) Melakukan up-date data dan informasi secara rutin dengan memperkuat pencatatan data dan informasi di internal Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat; (2) Meningkatkan koordinasi dengan daerah melalui forum-forum koordinasi dan pemantauan, dan (3) Melibatkan pakar dan tenaga ahli termasuk akademisi serta masyarakat untuk mendapatkan informasi yang lebih luas terkait permasalahan dan upaya pemecahannya. Dalam bidang kependudukan, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak, Kementerian PPN/Bappenas melakukan koordinasi perencanaan pembangunan dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP&PA) dalam rangka penyusunan RKP 2014 dan Lampiran Pidato Presiden 2013. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Terbatasnya ketersediaan data dan informasi capaian kinerja K/L; dan (2) Belum optimalnya koordinasi perencanan pembangunan dengan pemerintah daerah. Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) Penguatan ketersediaan data dan informasi secara substansif sebagai dasar untuk penyusunan RKP dan Pidato Presiden yang akan datang; dan (2) Peningkatan koordinasi perencanaan dengan pemda. Dalam bidang agama, kebudayaan, pemuda dan olahraga, Kementerian PPN/Bappenas melakukan koordinasi perencanaan pembangunan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan Perpustakaan Nasional dalam rangka penyusunan RKP 2014 dan Lampiran Pidato Presiden RI 2013, meliputi isu strategis peningkatan kerukunan umat beragama, penguatan karakter dan jati diri bangsa, serta peningkatan partisipasi dan peran aktif pemuda. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Terbatasnya ketersediaan data dan informasi capaian kinerja K/L; dan (2) Belum optimalnya koordinasi dengan pemerintah daerah. Tindak lanjut yang diperlukan, meliputi: (1) Melakukan persiapan pengumpulan data dan informasi secara substansi sebagai bahan penyusunan RKP dan Lampiran Pidato Presiden RI dengan melibatkan mitra kerja K/L; (2) Mengoptimalkan agenda Musrenbang sebagai forum untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
Ekonomi Focal Point Steering Committee on ECOTECH (SCE) - Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) Kementerian PPN/Bappenas berperan sebagai focal point dari Steering Committee on ECOTECH (SCE) APEC.
Kementerian PPN/Bappenas dalam APEC berperan sebagai focal point dari Steering Committee on ECOTECH (SCE) dan secara rutin berpartisipasi secara aktif menghadiri pertemuan Senior Official Meeting (SOM) – SCE serta melakukan koordinasi secara rutin dengan seluruh subfora yang berada dibawah SCE yang terdiri dari 14 working groups dan 2 Task Force. Sementara itu, dalam rangka persiapan Indonesia menjadi Ketua dan Tuan Rumah APEC pada tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas berperan aktif dalam menyusun tema dan prioritas bagi keketuaan dan ketuanrumahan APEC Indonesia 2013 bersama-sama 34
dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, dan Kemenko Perekonomian. Tema APEC 2013, adalah Resilient Asia Pacific, Engine of the Global Growth. Kemudian, Kementerian PPN/Bappenas bertanggung jawab sebagai koordinator prioritas dengan tugas mengawal deliverables dan kegiatan untuk mendukung pencapaian prioritas tersebut selama keketuaan APEC 2013. Kementerian PPN/Bappenas melakukan koordinasi dengan K/L terkait untuk memastikan ketersediaan anggaran APEC 2013, dengan kesepakatan pembagian peran sebagai berikut: (1) Anggaran penyelenggaraan rangkaian pertemuan SOM mulai dari Informal SOM (ISOM), SOM 1, SOM 2, SOM 3 sampai Concluding SOM (CSOM) serta pertemuan APEC Ministerial Meeting (AMM) menjadi tanggung jawab Kementerian Luar Negeri; (2) Anggaran Pertemuan Committee on Trade and Investment (CTI) dan Pertemuan Ministers Responsible for Trade (MRT) menjadi tanggung jawab Kementerian Perdagangan; (3) Anggaran untuk Pertemuan APEC Economic Leaders Meeting (AELM) termasuk pertemuan APECCEO Summit dan ABAC Dialogue with Leaders menjadi tanggung jawab Sekretariat Negara; dan (4) Anggaran PertemuanPertemuan Tingkat Menteri Sektoral APEC menjadi tanggung jawab K/L terkait. Pengembangan Sistem Logistik Nasional Sislognas adalah salah satu prasarana dalam membangun daya saing Nasional dan dalam mendukung pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia 2011 – 2025
Pada 5 Maret 2012, Presiden Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Presiden No.26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Kementerian PPN/Bappenas berperan dalam menyeleraskan program pembangunan dengan sasaran pengembangan Sislognas pada periode 2011-2015. Langkah penguatan sistem logistik nasional ini dituangkan ke dalam 17 Big Wins dan 51 rencana aksi, dimana Kementerian PPN/Bappenas ikut serta dalam pelaksanaan koordinasi implementasi cetak biru ini dan telah dibentuk Tim Kerja Pengembangan Sislognas yang diketuai oleh Kepala Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan dibantu oleh Tim Ahli. Tim ini juga didukung oleh Sekretariat Tim Kerja serta 7 Sub Tim Kerja (STK) yang dibagi berdasarkan key driver dalam Cetak Biru Sislognas, yaitu: (1) STK Komoditi Utama, (2) STK Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik, (3) STK Infrastruktur Transportasi, (4) STK Teknologi Informasi dan Dokumentasi, (5) STK SDM Bidang Keilmuan Logistik, (6) STK SDM Bidang Standar Kompetensi Profesi Logistik dan (7) STK Regulasi dan Kelembagaan.
Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian PPN/Bappenas berperan aktif dalam forum kerjasama ekonomi internasional secara bilateral, multilateral dan regional.
Dalam rangka meningkatkan akses pasar, pada tahun 2013, Indonesia telah melakukan serangkaian perundingan perdagangan baik di forum bilateral maupun forum regional. Untuk bilateral, telah dilakukan perundingan IA-CEPA (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership), IK-CEPA (Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership) dan IE-CEPA (Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership). Sementara itu dalam forum regional telah dibuka perundingan perdagangan 16 negara antara 10 negara ASEAN bersama dengan 6 mitra dalam ASEAN + 1 FTA, yaitu Jepang, Korea, China, India, 35
Australia dan New Zealand, dalam wadah RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership). Kementerian PPN/Bappenas dalam forum bilateral dan regional tersebut telah berperan secara aktif untuk memberikan masukan bagi posisi runding Indonesia. Sementara itu untuk perundingan IA-CEPA dan RCEP, Kementerian PPN/Bappenas telah ditunjuk secara khusus untuk menjadi focal point. Untuk IA-CEPA yang saat ini telah mencapai dua kali putaran perundingan, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas ditunjuk menjadi Wakil Ketua Tim Perunding Indonesia. Sementara pada forum RCEP, Kementerian PPN/Bappenas ditunjuk menjadi focal point yang menangani kerjasama ekonomi dan teknik. Dalam forum multilateral Indonesia telah aktif untuk mensukseskan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-9 yang dilakukan di Bali pada bulan Desember 2013. Indonesia telah sangat aktif berupaya untuk mensukseskan acara tersebut agar menghasilkan output yang mendorong terciptanya sistem perdagangan multilateral. Ditengah masih terhambatnya pembahasan Doha Development Agenda (DDA), KTM WTO ke-9 di Bali telah menghasilkan Bali Packages meliputi: (1) Trade Facilitation, (2) Agriculture, (3) Cotton, dan (4) Development and LDCs Issues. Kementerian PPN/Bappenas yang juga terlibat dalam Tim Nasional Perundingan Perdagangan Indonesia (PPI), telah secara aktif berkontribusi untuk mempersiapkan KTM WTO baik secara substansi maupun teknis. Selain itu pada tahun 2013, telah disusun pula WTO Trade Policy Review (TPR) untuk Indonesia untuk tahun 2007-2012, yang terdiri dari Government Report dan Secretariat Report. Dalam pelaksanaan reviu ini, bersama dengan K/L yang lain, Kementerian PPN/Bappenas turut berperan serta untuk menyusun dan memberikan masukan bagi TPR tersebut. Perencanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Koordinasi perencanaan dalam peningkatan kualitas program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan.
Salah satu strategi penanggulangan kemiskinan adalah melalui pelaksanaan program berbasis pemberdayaan masyarakat (PNPM Mandiri) yang merupakan program klaster II. Sebagai program berskala nasional, diperlukan koordinasi perencanaan dan penganggaran untuk memastikan program tersebut berjalan dengan baik dan optimal. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian PPN/Bappenas melakukan koordinasi dalam menentukan lokasi dan alokasi kecamatan penerima program. Selain itu, salah satu komponen dalam PNPM Mandiri yang sangat penting bagi keberlanjutan pemberdayaan masyarakat terutama dari aspek keuangan adalah pengelolaan dana bergulir masyarakat. Dalam hal ini, Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan persiapan mekanisme dan legal formal pengelolaan dana bergulir atau dana amanah pemberdayaan masyarakat. Persiapan yang dilakukan mencakup: (1) Legalisasi status hukum program dana bergulir masyarakat PNPM Mandiri, (2) Peningkatan kapasitas dan kemitraan, dan (3) Penguatan sistem pengelolaan informasi program dana bergulir masyarakat. Dalam pelaksanaannya, program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat menghadapi beberapa tantangan, yaitu: (1) Jangkauan program kepada Rumah Tangga Miskin perlu diperbaiki, 36
sehingga masyarakat miskin dapat menerima manfaat positif lebih banyak dari program ini; (2) Efektivitas program perlu diperbaiki, terutama dalam sudut pandang jumlah cakupan program; (3) Pendekatan program yang dilakukan dalam proses pemberdayaan masyarakat seringkali menimbulkan dualisme perencanaan di tingkat masyarakat, yakni antara perencanaan program dengan perencanaan reguler; (4) Keterlibatan Pemerintah Daerah dalam program selama ini terbatas hanya dalam lingkup administrasi dan penyediaan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB); dan (5) Program pemberdayaan masyarakat yang selama ini berjalan belum secara fokus menyediakan fasilitas yang cukup bagi masyarakat miskin untuk dapat secara mandiri meningkatkan kesejahteraan mereka. Kementerian PPN/Bappenas telah mengembangkan beberapa skenario program percepatan pengurangan kemiskinan (quick wins). Perbaikan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan yang sedang berjalan dilakukan melalui “keroyokan” di kantong-kantong kemiskinan oleh berbagai K/L. Di tahun 2013 dilaksanakan program percepatan pengurangan kemiskinan di 17 lokasi pilot kecamatan termiskin di Indonesia. Pelaksanaan Kegiatan Management Information System PNPM Mandiri Ketersediaan data dan informasi yang valid terkait kemiskinan merupakan salah kunci keberhasilan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.
SIMPADU (Sistem Informasi Manajemen Terpadu) PNPM Mandiri Phase 2 Tahun 2013 adalah kegiatan integrasi data PNPM Mandiri dari seluruh K/L pelaksana dan pemutakhiran data kemiskinan seperti Susenas, PODES, dan PPLS. SIMPADU PNPM Mandiri dapat dijadikan alat yang efektif dalam memantau pelaksanaan program-program PNPM Mandiri. Kementerian PPN/Bappenas selain mengembangkan SIMPADU PNPM Mandiri juga mulai mengembangkan SIMPADU Penanggulangan Kemiskinan versi web maupun mobile dan SIMPADU Provinsi pada tahun 2013. Pengembangan SIMPADU Penanggulangan Kemiskinan ditujukan untuk melakukan scale up sistem dan data/informasi agar mampu menampung data/informasi keseluruhan program penanggulangan kemiskinan klaster 1-4 baik berupa sasaran program maupun anggaran. SIMPADU Provinsi dimaksudkan agar terjalin komunikasi data/informasi program penanggulangan kemiskinan baik di daerah maupun di pusat. Pelaksanaan SIMPADU Provinsi dilakukan dengan pemberian aplikasi SIMPADU PNPM Mandiri yang sudah berisi data/informasi PNPM Mandiri dan data/informasi kemiskinan di masing-masing provinsi. Hingga tahun 2013, pelaksanaan SIMPADU Provinsi telah dilaksanakan pada 13 provinsi yaitu Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, dan Gorontalo.
Penyusunan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Ketenagakerjaan merupakan amanat dari UU No.40/2004 tentang SJSN.
Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan bertujuan untuk memberikan pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam proses penyiapan penyelenggaraan program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan. Pembentukan Tim Penyusunan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan ditetapkan melalui Surat Keputusan Menkokesra No.37/2013 pada tanggal 20 Mei 2013. Tim ini terdiri dari Tim Pengarah yang diketuai oleh Menko Kesra 37
dan dengan wakil ketua Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Kementerian PPN/Bappenas, dan Tim Pelaksana yang diketuai wakil dari Dewan Jaminan Sosial Nasional. Sebagai Wakil Ketua Tim Pengarah, Kementerian PPN/Bappenas mendapat mandat untuk memimpin koordinasi penyusunan peta jalan. Konsep peta jalan disusun berdasarkan kerangka logis berbasis analisis kesenjangan antara kondisi yang dihadapi saat ini dengan kondisi yang akan dicapai sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU SJSN dan UU BPJS. Atas dasar ini kemudian dirumuskan langkah, kegiatan, peran dan tanggung jawab institusi terkait yang perlu dilakukan dalam proses transformasi badan penyelenggara serta persiapan dan pelaksanaan program-program jaminan sosial bidang ketenagakerjaan yang lancar dan efektif. Gambar 4 menunjukkan 9 (sembilan) aspek kritis yang perlu mendapat penekanan. Draft peta jalan telah selesai disusun dan disampaikan kepada Ketua Tim Pengarah pada tanggal 31 Desember 2013. Gambar 8. Aspek Kritis Dalam Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan 2013-2019
Peraturan perundangan Monitoring dan Evaluasi
Sosialisasi
Kepesertaan
Aspek Kritis Penyelenggaraan SJSN Ketenagakerjaan
Pengembangan Bisnis Proses dan Sistem Teknologi Informasi
Kelembagaan dan Organisasi
Pengelolaan Program
Kesehatan Keuangan dan Pelaporan
Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/ Bappenas
Permasalahan utama yang dihadapi adalah mencapai sasaran kepesertaan SJSN Ketenagakerjaan sebagaimana diuraikan dalam peta jalan, yaitu 100 persen pekerja formal dan 10 persen pekerja informal pada tahun 2019. Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) Membangun model pemungutan dan pengumpulan iuran yang mempertimbangkan kondisi demografi, geografi, jenis pekerjaan, pendapatan, dan lain-lain dari pekerja, terutama pekerja sektor informal; dan (2) Melaksanakan koordinasi untuk mencapai konsensus terkait iuran dan manfaat yang disepakati oleh pekerja dan pemberi kerja.
38
Penyiapan Kompetensi Tenaga Kerja Dalam Rangka Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Kompetensi tenaga kerja merupakan hal kritis yang harus dipersiapkan Indonesia untuk memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 agar Indonesia dapat berdaya saing tinggi.
Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan serangkaian koordinasi dalam rangka penyiapan kompetensi tenaga kerja terkait penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Dalam menghadapi MEA 2015 yang akan diterapkan dalam waktu dekat ini, Indonesia harus dapat menghasilkan tenaga kerja yang bisa beradaptasi dan terampil, melalui langkah-langkah sistematis untuk menjamin agar kualitas pelatihan dan keahlian (skills) yang dilatihkan benar-benar tercermin pada pekerja melalui serangkaian proses sertifikasi. Koordinasi dalam rangka penyiapan kompetensi ini cukup kompleks karena terdapat lebih dari 10 K/L yang melaksanakan upaya peningkatan kompetensi tenaga kerja. Selain itu, keterlibatan dunia usaha dan serikat pekerja juga tidak dapat ditinggalkan. Langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain Kementerian PPN/Bappenas terus melaksanakan fasilitasi dan koordinasi untuk mendorong: (1) Peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan angkatan kerja melalui pembiayaan pelatihan dan pelaksanaan pelatihan yang berbasis kompetensi dengan mendorong kerjasama yang erat antara Pemerintah, lembaga pelatihan, dan dunia usaha; (2) Percepatan pelaksanaan perjanjian saling pengakuan (MRA) yang belum dapat direalisasikan; (3) Harmonisasi program pendidikan dan pelatihan; (4) Pengembangan kerangka standar kompetensi regional (regional competency standard framework); dan (5) Pelaksanaan konsep training fund untuk mendorong kemitraan antara pemerintah dan industri di bidang pelatihan tenaga kerja. Gambar 9. Sektor-sektor MEA 2015 yang Menjadi Tantangan Indonesia dalam Penyiapan Kompetensi Tenaga Kerja
Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/ Bappenas
39
Perkuatan Peran Koperasi dan UMKM Tahun 2013 Lemahnya koordinasi antar K/L ditangani melalui fasilitasi pengembangan skema sinergi dan pemantauan reguler yang melibatkan partisipasi K/L terkait.
Perkuatan peran koperasi dan UMKM tahun 2013 bertujuan untuk mendukung peningkatan koordinasi dan sinergi antarinstansi baik di tingkat pusat maupun daerah dalam perencanaan kebijakan dan program agar dapat mengakomodasi berbagai kepentingan serta memperkuat substansi dan arah penyusunan rencana pembangunan sehingga lebih selaras dan terpadu bagi instansi pemerintah. Fokus dari kegiatan koordinasi pada tahun 2013 adalah: (1) Koordinasi penyusunan dokumen RKP 2014 dan koordinasi perancangan kegiatan inisiatif baru pada RKP 2014, mencakup penyusunan Blueprint pembiayaan KUMKM, pengembangan produk unggulan dari pengolahan serabut kelapa melalui penerapan teknologi oleh koperasi, pengembangan sistem clearing house, dan pemberdayaan koperasi sebagai pengelola resi gudang; (2) Koordinasi keterpaduan program, mencakup perencanaan dan pelaksanaan kegiatan inisiatif baru tahun 2013 berupa rintisan pengembangan sistem informasi konsolidasi kargo UKM ekspor, sinergi pengembangan koperasi sebagai pengelola sistem resi gudang, dan pengembangan kemitraan investasi; (3) Koordinasi dalam rangka kerja sama internasional, yaitu kerja sama pengembangan ekonomi lokal dan regional dalam kerangka program Regional Economic Development (RED) GIZ, dan kerja sama kajian pemetaan bisnis model Koperasi Simpan Pinjam/Usaha Simpan Pinjam (KSP/USP) dengan Kementerian Koperasi dan UKM, serta Bank Dunia. Permasalahan utama dalam kegiatan koordinasi ini yaitu lemahnya sinkronisasi program, dan kurang terpadunya pelaksanaan program dan kegiatan antar K/L sehingga masalah yang bersifat lintas sektor dan wilayah belum dapat ditangani secara optimal. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan program dan kegiatan belum dapat berkontribusi secara memadai pada pencapaian sasaran RPJMN 2010-2014. Tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah memfasilitasi sinergi dan kerja sama program dan kegiatan melalui pengembangan skema sinergi dan pemantauan reguler yang melibatkan partisipasi K/L terkait.
Gambar 10. Alur Koordinasi Perencanaan Pembangunan UMKM dan Koperasi
Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/ Bappenas 40
Pelaksanaan Transformasi Kepesertaan Program Keluarga Harapan Transformasi Kepesertaan Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi sarana untuk memastikan keberlanjutan perilaku positif dan peningkatan kesejahteraan terus berkelanjutan.
Hingga tahun ke-7 pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) telah mencakup 33 provinsi dengan jumlah 2.326.523 Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan K/L terkait untuk menentukan metodologi exit strategy kepesertaan PKH yang dituangkan dalam dokumen Transformasi Kepesertaan PKH. Gambar 11. Modul Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga
Sumber: Kedeputian Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/ Bappenas
Berdasarkan hasil resertifikasi, peserta yang masih eligible terhadap persyaratan PKH dan masuk kategori sangat miskin dinyatakan masuk ke dalam transisi. Peserta tetap menerima bantuan dan diverifikasi sesuai kondisionalitasnya hingga maksimal 3 tahun. Peserta wajib mengikuti Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2), berupa pelatihan keterampilan dan edukasi untuk pengembangan kapasitas penghidupannya. Peserta yang tidak memenuhi persyaratan PKH dan tidak masuk kategori sangat miskin dinyatakan lulus/graduasi. Peserta tidak lagi menerima bantuan PKH, namun dapat mengikuti P2K2, tanpa verifikasi. Baik peserta transisi dan graduasi difasilitasi akses kepesertaannya dalam program-program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan lainnya. Tindak Lanjut Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional Perluasan cakupan kepesertaan pada sektor informal merupakan tantangan utama pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Sesuai amanat UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No.24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pada akhir tahun 2013, Presiden meresmikan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan serta peluncuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menindaklanjuti hal tersebut, berdasarkan UU BPJS penyelenggaraan JKN telah dimulai sejak 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan beroperasi paling lambat 1 Juli 2015. Kementerian PPN/Bappenas bersama pokja-pokja Tim Lintas K/L berperan aktif dalam penentuan besaran iuran, peningkatan cakupan anggaran untuk PBI, dan berbagai peraturan teknis (10 PP, 6 Perpres, dan 2 Keppres). Permasalahan yang dihadapi adalah kepesertaan jaminan sosial masih rendah karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya jaminan sosial berbasis asuransi. Tantangan 41
berikutnya adalah masih terbatasnya manfaat dan kualitas pelayanan. Demikian juga halnya dengan manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan yang ditawarkan saat ini masih terbatas dan bervariasi sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial. Tindak lanjut yang akan dilakukan adalah melakukan pemantauan dan evaluasi terkait kesinambungan finansial BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini berhubungan dengan kemampuan Pemerintah untuk menanggung klaim layanan kesehatan maupun manfaat pasti pada jaminan pensiun. Pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Program Perlindungan Sosial (P4S) Sinkronisasi penetapan data kepesertaan dibutuhkan sebagai dukungan keberhasilan pelaksanaan program perlindungan sosial.
Kebijakan pengurangan subsidi BBM dalam jangka pendek akan diikuti dengan peningkatan harga yang akan menekan daya beli masyarakat, terutama rumah tangga miskin dan rentan. Karena itu, diperlukan inisatif kebijakan jangka pendek yang dapat mempertahankan daya beli kelompok Rumah Tangga Miskin dan rentan melalui pelaksanaan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S). P4S meliputi peningkatan kuantitas beras yang dapat dibeli oleh Rumah Tangga Miskin melalui program Raskin, peningkatan cakupan dan nilai manfaat bantuan tunai bersyarat PKH, dan perluasan cakupan dan manfaat program BSM. Kementerian PPN/Bappenas berperan dalam pemantauan dan evaluasi khususnya terkait dampak pelaksanaan kompensasi kebijakan penyesuaian subsidi BBM dan pemanfaatan P4S. Kementerian PPN/Bappenas telah bekerjasama dengan UN Global Pulse mengembangkan Pulse Lab Jakarta (PLJ) dengan melakukan pemantauan kesejahteraan masyarakat menggunakan sosial media. Berdasarkan hasil pemantauan, bantuan yang diberikan pemerintah melalui P4S cukup membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari Rumah Tangga Miskin. Untuk memperbaiki skema pelaksanaan selanjutnya beberapa rekomendasi yang harus diperhatikan, diantaranya: (1) Peningkatan sinkronisasi penargetan, terutama untuk BSM agar memfokuskan targetnya ke penerima KPS. Sistem pengaduan dan rujukan terpadu dalam hal ini bisa menjadi solusi untuk memperbaiki proses targeting dan sinkronisasi antar program; dan (2) Perbaikan sosialisasi bantuan sosial.
Sarana dan Prasarana Program Pembangunan Bidang Prasarana Sumber Daya Air Koordinasi Bidang Prasarana Sumber Daya Air meliputi upaya untuk menambah areal layanan irigasi dan melakukan upaya pengendalian banjir dan pengamanan pantai.
Pada tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan koordinasi strategis terkait Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden tentang Penanganan Aspek Sosial dan Lingkungan Pembangunan Waduk Jatigede, yang ditargetkan untuk menambah areal layanan irigasi seluas 90 ribu ha di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Koordinasi strategis lainnya adalah dalam pelaksanaan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang merupakan kegiatan penyusunan Master Plan Pantai Utara Jakarta dalam rangka pengendalian banjir dan pengamanan pantai. Koordinasi tersebut melibatkan K/L terkait antara lain Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, dan Kementerian PU, serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 42
Percepatan Pemanfaatan Sumber Daya Air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Inisiasi percepatan pemanfaatan sumber daya air untuk PLTA dilakukan dengan rapid assessment terhadap potensi dan kemungkinan percepatan pemanfaatan PLTA di Indonesia
Kementerian PPN/Bappenas pada tahun 2013 telah menginisiasi percepatan pemanfaatan sumber daya air untuk PLTA. Kegiatan yang dilakukan antara lain pelaksanaan rapid assessment terhadap potensi dan kemungkinan percepatan pemanfaatan PLTA di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, Kementerian PPN/Bappenas berkoordinasi dengan pihak terkait, yaitu Kementerian ESDM, Kementerian PU, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, serta beberapa BUMN yang berpotensi untuk bekerja sama membangun PLTA antara lain PT. PLN, PT. PJB, PT WIKA, PJT I. Koordinasi dilakukan dari mulai koordinasi teknis, koordinasi tingkat eselon II, tingkat eselon I, hingga tingkat wakil menteri, serta beberapa kali dilaksanakan langsung bersama Bapak Wakil Presiden. Berdasarkan hasil koordinasi yang telah dilakukan, telah disepakati 2 (dua) program prioritas percepatan PLTA, yaitu: (1) Terobosan percepatan pembangunan PLTA Karangkates IV&V, Kesamben dan Lodoyo dengan kapasitas total=146,52 MW; dan (2) Membantu percepatan perizinan pembangunan waduk-waduk dan PLTA yang sedang berjalan yaitu 7 PLTA yang akan atau sedang dibangun=1377 MW dan 5 PLTA IPP yang memanfaatkan waduk PU eksisting=16,94 MW.
Penyusunan Road Map Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu di Wilayah Sungai Citarum Micro Road Map Sungai Citarum telah disusun untuk memperbaiki kondisi sungai.
Salah satu upaya untuk menyusun rencana pengelolaan sumber daya air secara terpadu di Wilayah Sungai Citarum, Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan penyusunan Road Map Pengelolaan Sumber Daya Air Sungai Citarum melalui kegiatan Integrated Citarum Water Resources Management Investment Project (ICWRMIP). Implementasi pengelolaan Sungai Citarum secara terpadu dilakukan bertahap bersama K/L terkait antara lain Kementerian PU, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Lingkungan Hidup. Pada tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas memprakarsai penyusunan dokumen Aliran Citarum 10K: Identifikasi Potensi, Tantangan dan Rencana Kerja sebagai micro road map yang lebih detail sehingga dapat dilaksanakan serta mampu secara langsung memperbaiki kondisi Sungai Citarum. Dokumen tersebut mengakomodasi kebutuhan data dan informasi yang komprehensif serta rinci yang diperlukan dalam penentuan prioritas program pengelolaan sumber daya air khususnya di hulu Sungai Citarum, sebagai bagian dari Road Map Citarum yang fokus pada aliran pertama Sungai Citarum sepanjang 10 KM (dari total 297 km). Pada akhir 2013, rancangan awal dokumen tersebut telah diserahkan kepada Gubernur Jawa Barat sebagai tahap awal sosialisasi.
Penyusunan Perencanaan Nasional Pengelolaan Lahan Rawa Berkelanjutan Koordinasi pengelolaan lahan rawa berkelanjutan telah menghasilkan PP No.73/2013 tentang Rawa dan SNI Pemetaan Lahan Rawa.
Pada tahun 2013 Kementerian PPN/Bappenas berperan sebagai Tim Pengarah untuk kegiatan penyusunan perencanaan nasional pengelolaan lahan rawa berkelanjutan. Melalui kelompok kerja untuk kegiatan tersebut, Kementerian PPN/Bappenas turut serta dalam pembahasan Rancangan PP Tentang Rawa yang kini telah disahkan menjadi PP No.73/2013 tentang Rawa. Kelompok kerja tersebut juga menghasilkan rancangan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pemetaan Lahan Rawa yang 43
akan digunakan sebagai dasar penyusunan peta rawa, meliputi penggunaan skala peta, dasar penetapan lahan rawa, dan sumber data yang digunakan untuk menyusun Peta Rawa. Selain itu, kelompok kerja telah menghasilkan konsep makrozoning dalam pengelolaan dataran rendah (lowland management), yang kemudian dikembangkan menjadi mesozoning dan mikrozoning. Konsep tersebut telah diadaptasi ke dalam kegiatan Quick Assessment and Nationwide Screening (QANS) of Peat and Lowland Resources and Action Planning for the Implementation of a National Lowland untuk Provinsi Kalimantan Barat. Dalam hal koordinasi dengan Pemerintah Daerah, serangkaian dialog telah dilakukan sepanjang tahun 2013 mengenai makrozoning di Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Jambi yang menghasilkan kesepakatan untuk menerapkan konsep makrozoning dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Koordinasi Nasional Pelaksanaan Asean Connectivity Koordinasi nasional dalam menjaga momentum pelaksanaan konektivitas (MPAC) tetap dalam kerangka pelaksanaan MP3EI.
Mengacu Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Harian Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 No.:KEP-44/M.EKON/11/2011 tentang Koordinator Nasional Dalam Rangka Mewujudkan Konektivitas ASEAN, Kementerian PPN/Bappenas membentuk Sub Tim Kerja Konektivitas, Sekretariat Tim Kerja Konektivitas Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 dan Tim Konektivitas ASEAN. Masa tugas tim ini berlaku hingga 31 Desember 2014. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain: (1) Koordinasi tingkat nasional, melaporkan perkembangan implementasi MPAC, diskusi kesiapan Indonesia menjelang ASEAN Economic Community (AEC) 2015, dan penyusunan policy paper; dan (2) Koordinasi Tingkat Internasional melalui Pertemuan dengan ASEAN Connectivity Coordinating Committee (ACCC), menghadiri ASEAN Connectivity Symposium, dan kunjungan kerja ke negara-negara ASEAN.
Pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 Peranan strategis Kementerian PPN/Bappenas dalam MP3EI terutama dalam penguatan konektivitas nasional.
Sejak MP3EI di luncurkan pada 27 Mei 2011, telah dilakukan groundbeaking 365 proyek-proyek sektor riil dan infrastruktur (Rp.828,72 triliun) serta debotlenecking regulasi yang menghambat percepatan pelaksanaan investasi. Kementerian PPN/Bappenas memegang peranan yang strategis dalam pelaksanaan MP3EI terutama dalam penguatan konektivitas nasional. Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas berperan sebagai Ketua Tim Kerja Konektivitas yang bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pendukung investasi pihak swasta melalui penyediaan infrastruktur transportasi, komunikasi, sumber daya air, dan logistik serta infrastruktur energi dan listrik. Capaian Tim Kerja Konektivitas pada tahun 2013 adalah: (1) Sejalan dengan rencana pelaksanaan kegiatan di tahun 2014 dan penyusunan RKP 2014, Kementerian PPN/Bappenas telah mengindikasikan kebutuhan APBN sebesar Rp.138,762 triliun untuk kegiatan MP3EI yang akan dilaksanakan oleh Kementerian PU, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian 44
ESDM dan Kementerian Kominfo; (2) Tim Kerja Konektivitas melakukan koordinasi untuk melakukan identifikasi permasalahan pelaksanaan kegiatan penguatan konektivitas dan melakukan fasilitasi penyelesaian permasalahan tersebut bekerjasama dengan sekretariat KP3EI di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Pelaksanaan Inpres No.4/2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan Dekade Aksi Keselamatan Jalan ditindaklanjuti dengan terbitnya Inpres No.4/2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan.
PBB telah menyatakan Dekade 2011-2020 sebagai Dekade Aksi Keselamatan Jalan dan pemerintah di seluruh dunia telah didorong untuk mengatasi masalah keselamatan jalan di negara masing-masing. Indonesia adalah negara yang pertumbuhan kendaraan bermotornya sangat cepat dan tingkat kematian terus meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan kendaraan bermotor dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, Pemerintah telah menetapkan Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan 2011-2035 dan ditindaklanjuti dengan terbitnya Inpres No.4/2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan di Indonesia dan memuat kegiatan-kegiatan utama dengan target dan indikator capaian yang terukur dari masing-masing pilar kebijakan. Selain sebagai koordinator Pilar 1 yaitu Manajemen Keselamatan Jalan, Kementerian PPN/Bappenas juga melakukan koordinasi pelaksanaan Inpres tersebut dan melaporkan kemajuan pelaksanaan Inpres setiap tahun kepada Wakil Presiden.
Pembangunan Bidang Energi dan Ketenagalistrikan Koordinasi strategis dilaksanakan guna penyelesaian pembangunan pembangkit listrik serta jaringan transmisi dan distribusi.
Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan dan mensinergikan program dan kegiatan lintas K/L dan forum ad-hoc terkait pembangunan infrastruktur energi dan ketenagalistrikan dalam rangka mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi nasional. Untuk pembangunan infrastruktur energi telah dilakukan pembangunan jaringan gas kota dan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). Adapun infrastruktur ketenagalistrikan dilakukan melalui peningkatan pasokan energi listrik dan peningkatan rasio elektrifikasi nasional, yang sejalan dengan upaya mengembangkan dan memanfaatkan potensi energi baru terbarukan nasional/EBT (energi air, panas bumi, surya, biomasa, bayu dan samudera). Pelaksanaan koordinasi strategis diantaranya yaitu untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) Energi Perdesaan, Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW tahap I dan II, Program Hibah Millenium Challenge Corporation (MCC) untuk Green Prosperity, pembangunan Fuel-Cell 300 kW di Provinsi DKI Jakarta, dan pengembangan Sumba Iconic Island.
Perencanaan Pembangunan Transportasi melalui Dana Alokasi Khusus Keterbatasan anggaran pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan transportasi didukung dengan pemberian DAK.
Kebanyakan pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi menghadapi keterbatasan anggaran dalam memberikan pelayanan transportasi, maka Kementerian PPN/Bappenas bersama Kementerian PU, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Dalam Negeri berinisiatif untuk mendapatkan DAK bagi peningkatan pelayanan transportasi di daerah. Bersama Kementerian PU, Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan dan menyusun kriteria teknis untuk 45
DAK Bidang Infrastruktur Jalan baik untuk jalan provinsi maupun jalan kabupaten/kota. Harapannya dengan kondisi jalan yang baik lalu lintas dan pergerakan orang dan barang antardaerah lebih lancar. Kemudian, sejalan dengan pencanangan Dekade Aksi untuk Keselamatan Jalan 2010-2020, Kementerian PPN/Bappenas bersama dengan Kementerian Perhubungan mengkoordinasikan dan menyusun kriteria teknis untuk DAK Bidang Keselamatan Transportasi Darat dimulai tahun 2011 hingga sekarang. Selain itu, Kementerian PPN/Bappenas bersama dengan Kementerian Dalam Negeri mengkoordinasikan dan menyusun kriteria teknis untuk DAK Bidang Transportasi Perdesaan yang dimulai tahun 2011 hingga sekarang. Penyusunan Indonesia Broadband Plan (IBP) IBP mendorong pembangunan broadband yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa.
Untuk mendukung upaya positioning Indonesia sebagai bagian dari negara maju di tahun 2025 sebagaimana ditetapkan dalam MP3EI, Pemerintah akan mempercepat pembangunan broadband nasional sebagai instrumen terpenting dalam ekonomi global berbasis informasi dan pengetahuan yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa. Penyusunan IBP merupakan kolaborasi pemerintah dan swasta dengan menekankan kepada empat aspek utama, yaitu infrastruktur (dikoordinasikan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika), utilisasi (dikoordinasikan oleh Masyarakat Telematika Indonesia), regulasi dan kelembagaan (dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian), serta pendanaan (dikoordinasikan oleh Kementerian PPN/Bappenas). Selain itu Kementerian PPN/Bappenas juga mengkoordinasikan dan mengharmonisasikan keseluruhan aspek pembahasan ke dalam satu dokumen tunggal IBP. Hingga akhir tahun 2013 telah diselesaikan konsep akhir IBP tersebut.
Percepatan Penyediaan Infrastruktur Kerangka KPS penting guna mengatasi keterbatasan anggaran pemerintah dan peningkatan kualitas dan efisiensi pelayanan infrastruktur.
Dalam mendukung percepatan percepatan penyediaan infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), Pemerintah telah mengubah kembali Perpres No.67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dengan Perpres No.66/2013. Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal sepakat untuk melakukan koordinasi guna memberikan dukungan pelaksanaan percepatan realisasi proyek kerjasama Pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Hal yang telah dilaksanakan berkenaan dengan kegiatan koordinasi KPS adalah: (1) Melakukan koordinasi sosialisasi Perpres No.67/2005 serta perubahannya, Permen PPN No. 3/2012, dan Permen PPN No.6/2012 terkait KPS sebanyak 7 kali kepada 500 K/L/pemda Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) serta instansi terkait; (2) Mengintegrasikan perencanaan proyek KPS dengan RPJMN dan RKP 2014 dengan turut aktif pada pembahasan-pembahasan penyusunan RKP 2014; (3) Menyelenggarakan 3 kali Forum KPS (PPP Forum) di Jakarta; (4) Melaksanakan finalisasi terhadap daftar rencana proyek infrastruktur KPS dengan berkoordinasi bersama BKPM, Kementerian Keuangan, dan instansi terkait lainnya; (5) Melaksanakan 46
Peluncuran PPP Book 2013 pada 15 November 2013 kepada 23 perwakilan Duta Besar negara tetangga dan 300 investor dalam dan luar negeri; (6) Melakukan koordinasi, pemantauan dan evaluasi dengan mitra pembangunan dalam melakukan perencanaan dan penyiapan proyek KPS; (7) Memfasilitasi pemasaran proyek infrastruktur KPS; (8) Melaksanakan kajian dan diskusi dengan instansi terkait mengenai revitalisasi fungsi Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI); (9) Melalui proyek Infrastructure Reform Sector Development Project (IRSDP) membantu PJPK dalam melakukan penyiapan pra studi kelayakan kepada 7 proyek KPS, membantu proses transaksi untuk 7 proyek KPS dan kegiatan peningkatan kapasitas (capacity building) terkait penyiapan proyek dan transaksi proyek KPS kepada 9 PJPK daerah; (10) Bersama JICA, membantu PJPK melakukan penyiapan studi kelayakan untuk 8 proyek, mengembangkan roadmap peningkatan koordinasi antar instansi terkait dengan pelaksanaan KPS, dan dukungan sekretariat Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) dan Tim Konektivitas MP3EI Kementerian PPN/Bappenas; (11) Melakukan koordinasi, identifikasi, menyusun Pra studi kelayakan dan Studi Kelayakan yang dibantu oleh MLTI Jepang dan JICA serta melakukan promosi pengembangan kereta api cepat JakartaBandung melalui skema kerjasama pemerintah dan swasta; (12) Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka Percepatan Pembangunan PLTU Jawa Tengah 2 x 1000 MW; (13) Menyelenggarakan Investor Forum Proyek Air Minum KPS pada tanggal 28 Juni 2013 di Jakarta dalam rangka penyempurnaan peraturan dan perundangan terkait KPS; (14) Meningkatkan kapasitas dan pemahaman aparatur pemerintah mengenai KPS; dan (15) Menyusun laporan hasil koordinasi terkait pengembangan kerjasama pemerintah dan swasta. Capaian proyek infrastruktur melalui skema KPS selama tahun 2013 antara lain: (1) Beroperasinya proyek jalan tol Nusa Dua-Bandara Ngurah Rai-Benoa sepanjang 10 km dengan perkiraan nilai investasi Rp.2 triliun; (2) 3 proyek KPS ditransaksikan yaitu: Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kota Semarang Barat, SPAM Kab. Lamongan dan Pengolahan Sampah Kota Batam dengan perkiraan total nilai investasi Rp.2 triliun; dan (3) 27 proyek disiapkan untuk ditawarkan kepada swasta dengan rincian: 13 proyek transportasi dengan perkiraan total nilai investasi Rp.159 triliun, 8 proyek jalan tol dengan perkiraan total nilai investasi Rp.296,5 triliun, 5 proyek air minum dan sanitasi dengan perkiraan total nilai investasi Rp.4,8 triliun dan 1 proyek listrik dengan perkiraan nilai investasi Rp.13,4 triliun. Pembangunan KPS dihadapkan kepada beberapa permasalahan antara lain: (1) Masih kurangnya informasi mengenai proyek baik dari sisi detail teknis maupun informasi keuangan serta analisis terhadap berbagai macam risiko dan jaminan pemerintah untuk pengelolaan risiko tersebut; (2) Masih sulitnya penerapan peraturan terkait dengan KPS oleh para PJPK; (3) Masih rendahnya kapasitas aparatur dalam melaksanakan KPS; (4) Belum optimalnya dokumen perencanaan proyek KPS bidang infrastruktur mengakibatkan pilihan strategi pelaksanaan proyek yang kurang memihak pada KPS sehingga proyek infrastruktur yang menarik bagi pihak swasta malah dilaksanakan melalui pembiayaan APBN/APBD sementara proyek infrastruktur yang tidak menarik justru ditawarkan 47
kepada pihak swasta; (5) Masih lemahnya kelembagaan yang ada sehingga belum memberikan dampak yang signifikan dalam realisasi pengembangan KPS di Indonesia contohnya dalam hal koordinasi lintas kementerian, resolusi konflik dan aktivitas debottlenecking; (6) Masih kurang memadainya pendanaan PT SMI dan anak perusahaannya PT IIF serta PT PII masing-masing sebagai instrumen pembiayaan dan penjaminan pembangunan infrastruktur melalui skema KPS; (7) Belum optimalnya fungsi PPP Book sebagai penjaga mutu (Quality Control); serta (8) Belum adanya mekanisme pemberian insentif bagi Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dalam melaksanakan KPS. Langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan dalam pengembangan KPS antara lain: (1) Meningkatkan kemampuan dan kapasitas kelembagaan PJPK sehingga memiliki pemahaman skema KPS dan proses pengadaannya sehingga penyiapan proyek dapat dilakukan dengan lebih baik; (2) Mempersiapkan proyek KPS yang akan ditawarkan secara matang melalui proses perencanaan yang transparan dan akuntabel; (3) Memutakhirkan dan menyempurnakan mekanisme penyusunan daftar proyek pemerintah yang dapat dikerjasamakan dengan swasta untuk mensinergikan rencana kerja pemerintah dengan potensi partisipasi swasta serta menciptakan mekanisme penyiapan proyek yang lebih terintegrasi dengan siklus anggaran pemerintah, transparan dan akuntabel; (4) Mengoptimalkan peran dan kapasitas kelembagaan khususnya KKPPI sebagai champion dalam mendukung pengembangan infrastruktur melalui skema KPS sesuai dengan tugas dan fungsi masingmasing secara teratur dan periodik; (5) Meningkatkan kemampuan keuangan dari PT SMI dan anak perusahaannya PT IIF serta PT PII masingmasing sebagai instrumen pembiayaan dan penjaminan pembangunan infrastruktur melalui skema KPS agar lebih mampu menyediakan sumber pembiayaan dan penjaminan proyek KPS; (6) Pengintegrasian sistem pembiayaan dan penganggaran KPS dalam sistem perencanaan dan penganggaran Pemerintah; (7) Menyempurnakan mekanisme penyaringan awal proyek KPS sebagai Gate Keeper dalam pelaksanaan proyek KPS; serta (8) Mengembangkan mekanisme pemberian insentif melalui sistem perencanaan dan penganggaran kepada PJPK untuk mendorong dan melaksanakan proyek KPS. Pengembangan Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) Salah satu fokus perencanaan sub sektor air minum ditujukan untuk mendukung pelaksanaan ketahanan air nasional.
Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan inisiasi pengembangan Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) dengan prinsip dasar pengamanan terhadap kualitas, kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan (4K). Selain untuk mendukung ketahanan air nasional, RPAM dikembangkan sebagai platform yang dapat mengintegrasikan pembangunan air minum dan sanitasi. Telah dilaksanakan uji coba konsep RPAM di kabupaten Banjarmasin, kota Bandung, Provinsi Bangka Belitung. Perkembangan terakhir adalah pengembangan naskah akademis RPAM dan pedoman umum RPAM sebagai acuan pelaksanaan. Permasalahan yang dihadapi adalah terkait dengan pemetaan dan sinergi peran tiap K/L dalam mendukung pelaksanaan RPAM. Sebagai contoh, tupoksi Kementerian Kesehatan sangat terkait dengan prinsip kualitas air. Untuk itu, Kementerian Kesehatan telah mengembangkan modul 48
RPAM untuk kualitas air. Keberadaan modul tersebut perlu disinergikan dengan pedoman umum RPAM yang saat ini sedang disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dengan demikian, tindak lanjutnya adalah koordinasi sinergi peran K/L dalam pelaksanaan RPAM. Pengembangan Strategi Nasional Penanganan Kawasan Kumuh SAPOLA dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap hunian yang layak huni.
Dalam rangka meningkatkan akses terhadap hunian yang layak huni, Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan kegiatan Slum Alleviation Policy Formulation (SAPOLA) yang didukung oleh Bank Dunia. Kegiatan SAPOLA ini pada dasarnya difokuskan untuk perumusan kebijakan penanganan kawasan kumuh sebagai upaya pencapaian Indonesia Tanpa Kumuh Tahun 2020. Saat ini kegiatan SAPOLA masih dalam tahap penyusunan prinsip kebijakan. Permasalahan yang dihadapi terutama terkait koordinasi dengan kementerian terkait dalam perumusan kebijakan.
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Strategi Sanitasi Kota belum seluruhnya terintegrasi dalam proses formal perencanaan dan penganggaran daerah.
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) ditujukan untuk meningkatkan akses terhadap sanitasi dengan meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam hal perencanaan yang efisien dan efektif. Saat ini 348 kab/kota telah berpartisipasi. Pada tahun 2013, kegiatan program difokuskan pada penyiapan penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) di 123 kab/kota, implementasi SSK di 110 kab/kota dan pemutakhiran SSK di 6 kota. Terdapat beberapa permasalahan dalam PPSP, yaitu kesiapan daerah dalam penyusunan, pelaksanaan, dan peningkatan kualitas SSK. Tindak lanjut yang dilakukan adalah pengawalan proses penjaminan kualitas SSK dan peningkatan kualitas fasilitasi dan advokasi kepada pemerintah daerah.
Pengembangan Mekanisme Hibah Air Minum dan Sanitasi Mekanisme hibah air minum dan sanitasi merupakan alternatif terobosan pendanaan.
Dalam rangka pendanaan sektor yang lebih efektif dan efisien, Kementerian PPN/Bappenas melalui dukungan IndII telah mengembangkan kegiatan Water Hibah dan Hibah Sanitasi yang menghasilkan terobosan dalam mekanisme pendanaan sub sektor air minum dan sanitasi. Mekanisme ini diharapkan dapat menjadi suatu alternatif terhadap mekanisme pendanaan melalui DAK yang dinilai tidak seefektif dan seefisien yang diharapkan. Saat ini sedang dilaksanakan kajian mengenai efektifitas mekanisme output-based APBN sebagai alternatif terhadap mekanisme DAK. Permasalahan yang timbul adalah diperkirakan pengembangan mekanisme output-based APBN harus memperhatikan kapasitas fiskal daerah supaya mekanisme tersebut dapat dilaksanakan di seluruh wilayah di Indonesia.
Pengembangan National Water and Sanitation Information System (NAWASIS) NAWASIS merupakan sistem kolaborasi sektor air minum dan sanitasi dari berbagai sistem informasi terkait yang ada.
Kementerian PPN/Bappenas telah mengembangkan kolaborasi sistem informasi sektor air minum dan sanitasi yang merupakan sinergi dari berbagai sistem informasi terkait yang ada. Pengembangan NAWASIS ini ditujukan tidak hanya untuk perencanaan yang lebih optimal, namun juga dikembangkan untuk peningkatan efektifitas dan efisiensi advokasi serta fasilitasi pemerintah daerah. Saat ini Sistem Informasi NAWASIS 49
sudah mulai terbentuk. Kolaborasi awal akan dilakukan dengan sistem informasi STBM, PPSP dan DAK. Diharapkan pada tahun 2014, kolaborasi tersebut dapat berjalan dengan baik. Permasalahan yang dihadapi antara lain pemahaman sektor lain mengenai NAWASIS masih belum optimal. Hal ini menyebabkan keengganan beberapa pihak untuk melakukan kolaborasi. Tindak lanjut yang dilakukan adalah sosialisasi NAWASIS dengan percontohan kolaborasi dengan STBM, PPSP dan DAK. Koordinasi-Konsultasi Pengembangan RPJMN 2015-2019 Perumahan dan Permukiman Isu strategis kewilayahan perlu diakomodasi dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
Kegiatan koordinasi-konsultasi RPJMN 2015-2019 Perumahan dan Permukiman dilaksanakan di 7 (tujuh) provinsi, yaitu Provinsi Banten, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Pelaksanaan konsultasi dan koordinasi RPJMN tersebut dilaksanakan dengan melakukan kunjungan lapangan yang dilanjutkan dengan lokakarya konsultasi RPJMN dan RPJMD provinsi yang bersangkutan. Selain itu juga dilaksanakan FGD untuk sub sektor perumahan dan sub sektor air minum dan sanitasi. Permasalahan yang terjadi adalah isu strategis kewilayahan masih belum terakomodir dalam kegiatan penjaringan masukan untuk pengembangan RPJMN 2015-2019. Tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah melakukan pertemuan Ratap Konreg kementerian teknis terkait untuk membahas isu tersebut.
Politik Pemanfaatan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) bagi Perencanaan Pembangunan Politik IDI 2013 akan menjadi masukan bagi rancangan teknokratik RPJMN 2015-2019 bidang politik.
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) merupakan alat ukur perkembangan demokrasi di Indonesia pada 33 provinsi. IDI dirancang untuk menjadi dasar perencanaan pembangunan politik yang berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dalam dinamika pada setiap level kehidupan kehidupan masyarakat. IDI 2009 merupakan produk pertama dokumen IDI, disusul secara berturut-turut produk IDI 2010, IDI 2011, dan terakhir IDI 2012 yang diluncurkan pada Desember 2013 lalu. Sepanjang tahun 2013 telah dilakukan proses diseminasi intensif di 14 provinsi di Indonesia untuk mengintegrasikan IDI 2011 ke dalam dokumen perencanaan di daerah. Dengan demikian total sudah dilakukan diseminasi ke 20 provinsi sejak tahun 2011. Sejak IDI 2009 hingga IDI 2012, dapat diketahui bahwa kinerja demokrasi Indonesia mengalami penurunan. IDI 2009 merupakan kinerja IDI tertinggi yaitu 67,30. Sedangkan IDI 2012 terendah, hanya mencapai 62,63. Penyusunan IDI 2013 saat ini sedang dalam proses analisis semua data yang sudah dikumpulkan sepanjang tahun 2013. Pada Juni 2014, diharapkan IDI 2013 dapat diluncurkan sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi rancangan teknokratik RPJMN 2015-2019 bidang politik.
Penyusunan Good Governance Index (GGI) Untuk mendorong penerapan tata kelola pemerintahan yang baik dilakukan melalui penggunaan GGI dan kampanye publik.
Kementerian PPN/Bappenas melakukan penyempurnaan Good Governance Index (GGI) dengan melakukan kajian, ujicoba, dan wawancara mendalam serta FGD kepada pemerintah daerah. Untuk mendorong penerapan nilai-nilai tata kelola pemerintahan yang baik, Kementerian PPN/Bappenas juga melakukan kampanye publik berupa penayangan iklan layanan masyarakat yang memuat esensi dari nilai-nilai 50
tata kelola pemerintahan yang baik (kejujuran) di televisi dan media sosial setelah sebelumnya di-launching pada saat penutupan Musrenbangnas 2013. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) GGI belum memiliki payung hukum sehingga belum dapat digunakan secara resmi dan bersifat mengikat; (2) Kampanye publik belum dilakukan secara masif. Tindak lanjut yang diperlukan meliputi: (1) Pengintegrasian GGI ke dalam RPJMN 2015 – 2019; (2) Membangun kemitraan dengan pihak lain (K/L/Daerah, swasta, masyarakat sipil) untuk bersama-sama dalam kampanye publik.
Pertahanan Keamanan Perencanaan Alutsista Minimum Essential Force (MEF) TNI Permasalahan dalam pemenuhan MEF terkait dengan keuangan negara dan kemampuan industri pertahanan nasional.
Koordinasi perencanaan Minimum essential force (MEF) TNI oleh Kementerian PPN/Bappenas dilakukan secara intensif dengan asistensi Kemhan/TNI serta koordinasi dengan Kemenkeu dalam perumusan kebijakan dan penganggarannya. Dalam mendukung penyusunan Naskah Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum TNI, telah dilaksanakan: (1) Identifikasi isu kritis/fokus permasalahan dalam bidang pertahanan dan keamanan sebagai dasar penyusunan MEF; (2) Uji materi penyusunan kebutuhan alutsista TNI untuk mendukung Postur Pertahanan TNI; dan (3) Analisis dan skenario pemenuhan pembiayaan MEF TNI dalam periode RPJMN 2010-2014. Permasalahan yang dihadapi antara lain keterbatasan kemampuan keuangan negara dan perkembangan teknologi alutsista yang sangat cepat, sementara kemampuan industri pertahanan nasional masih rendah. Upaya yang dilakukan adalah pemenuhan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan APBN dan melakukan skala prioritas kebutuhan alutsista berdasarkan karakteristik ancaman nyata sistem pertahanan NKRI.
Perencanaan Pemenuhan Alutsista TNI dan Almatsus Polri Produksi Dalam Negeri Pemenuhan alutsista TNI dan almatsus Polri dari industri pertahanan nasional dilakukan dengan dua skema yaitu Rupiah Murni dan PDN.
Pemenuhan alutsista TNI dan almatsus Polri dari industri pertahanan nasional dalam periode 2010-2014 dilakukan dengan dua skema yaitu Rupiah Murni dan Pinjaman Dalam Negeri. Industri pertahanan nasional telah mampu membangun berbagai jenis alutsista TNI dan almatsus POLRI. Permasalahan yang dihadapi adalah kapasitas dan kemampuan industri pertahanan nasional yang belum sepenuhnya mampu memproduksi alutsista TNI dan Polri sesuai spesifikasi kebutuhan. Solusi yang ditempuh antara lain mendorong terbangunnya kerjasama industri pertahanan nasional dengan industri alutsista dari luar negeri dan melakukan penguatan lembaga penelitian dan pengembangan Alutsista TNI dan Almatsus Polri.
51
Hukum Aparatur Implementasi Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Jangka Panjang Tahun 2012-2015 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 (Perpres No.55/2012) Ratifikasi UNCAC merupakan komitmen internasional untuk memberantas korupsi yang diimplementasikan dalam Stranas PPK.
Sebagai wujud komitmen untuk memberantas korupsi, Pemerintah telah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi (United Nations Convention Against Corruption, UNCAC) melalui UU No.7/2006. Konsekuensinya, Indonesia wajib untuk melaksanakan ketentuan UNCAC. Untuk itu, Pemerintah telah merumuskan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut Stranas PPK) melalui Perpres No.55/2012 tentang Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah tahun 2012-2014. Perpres ini mengamanatkan kepada Kementerian PPN/Bappenas untuk: (1) Mengkoordinasikan penyusunan aksi tahunan pencegahan dan pemberantasan korupsi di K/L; (2) Memberi dukungan Kementerian Dalam Negeri dalam rangka penyusunan aksi tahunan pencegahan dan pemberantasan korupsi di pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/ kota); (3) Mengkoordinasikan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi, didukung oleh instansi terkait lainnya; (4) Mengkoordinasikan laporan K/L atau Pemda mengenai capaian pelaksanaan aksi pencegahan pemberantasan korupsi setiap 3 bulan sekali; (5) Menyampaikan hasil pelaksanaan Stranas PPK kepada presiden setiap 1 tahun sekali atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan; (6) Menyusun hasil pelaksanaan Stranas PPK menjadi bahan pelaporan pada forum Konferensi Negara-Negara Peserta (Conference of the State Parties) Konvensi PBB Anti Korupsi 2013 bersama dengan Kementerian Luar Negeri dan instansi terkait lainnya. Stranas PPK diimplementasikan melalui berbagai Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Aksi PPK) setiap tahun oleh K/L dan Pemda. Hingga saat ini, telah dilaksanakan tiga tahapan Aksi PPK yang dilaksanakan, yakni Aksi PPK 2011 berdasarkan Inpres No.9/2011; Aksi PPK 2012 berdasarkan Inpres No.17/2011; serta Aksi PPK 2013 berdasarkan Inpres No.1/2013. Dari tahun ke tahun, jumlah peserta Aksi PPK yang terdiri dari K/L dan Pemda semakin meningkat. Adapun pihak Pemerintah Daerah baru ikut serta pada tahun 2013 dengan jumlah signifikan yaitu 111 Pemda. Beberapa capaian dalam rangka implementasi Stranas PPK Tahun 2013, antara lain: (1) Terbitnya Inpres No.1/2013 tentang Aksi PPK Tahun 2013; (2) Terbitnya Permen PPN No.1/2013 tentang Tata Cara Kormonev dan Pelaporan Stranas PPK; (3) Internalisasi Stranas PPK kepada K/L dan Pemda, meliputi sosialisasi Perpres No.55/2012 dan Inpres No.1/2013, fasilitasi K/L dan Pemda dalam rangka implementasi Stranas PPK, dan optimalisasi informasi terkait Stranas PPK pada website http://stranasppk.bappenas.go.id.; (4) Implementasi Aksi PPK Tahun 2013, meliputi penajaman Aksi PPK, input Aksi PPK hasil penajaman ke dalam sistem monitoring, koordinasi pelaporan K/L terhadap pelaksanaan Aksi PPK 2013, verifikasi klaim capaian K/L, penyusunan laporan pelaksanaan per triwulan, dan kunjungan lapangan (insitu); (5) 52
Penyusunan Aksi PPK Tahun 2014, melalui koordinasi intensif dengan elemen pemerintah, masyarakat, pakar dari berbagai disiplin ilmu dan mitra pembangunan untuk memperoleh masukan draft Aksi PPK 2014 dan koordinasi intensif dengan Kementerian Dalam Negeri dan UKP4 dalam rangka penyusunan Aksi PPK Pemda; (6) Penyusunan Sistem Monitoring Keberhasilam Stranas PPK (outcome); (7) Koordinasi pencapaian indikator keberhasilan Stranas PPK, meliputi koordinasi intensif dengan UKP4 dan apgakum (Kejaksaan, Polri, KPK) dalam rangka Indeks Penegakan Hukum Tipikor dan Indeks Penyelamatan Aset Hasil Tipikor, dan bekerjasama dengan BPS melakukan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) dalam rangka penyusunan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK); (8) Koordinasi keterlibatan masyarakat dalam penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi Stranas PPK; dan (9) Publikasi Perpres No.55/2012, Permen PPN No.1/2013, Inpres No.1/2013 dan fact sheet terkait Stranas PPK.
Wilayah dan Tata Ruang Temu Konsultasi Triwulanan Bappenas-Bappeda Seluruh Indonesia Temu konsultasi Triwulanan merupakan upaya sinergi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
Temu Konsultasi Triwulanan Bappenas-Bappeda Seluruh Indonesia bertujuan untuk: (1) Meningkatkan dan memantapkan komunikasi dalam proses perencanaan pembangunan wilayah dengan stakeholder terkait di tingkat pusat dan daerah; (2) Memantapkan koordinasi antara pusat dan daerah dalam pelaksanaan pembangunan wilayah; (3) Mendapatkan data dan informasi akurat dari stakeholder terkait yang mendukung pelaksanaan pembangunan wilayah; dan (4) Mengembangkan konsultasi dan diskusi yang lebih efektif antarstakeholder terkait perencanaan dan pelaksanaan pembangunan wilayah di tingkat pusat dan daerah. Temu Konsultasi Triwulanan Bappenas-Bappeda Seluruh Indonesia dilaksanakan di Kementerian PPN/Bappenas sebanyak 3 kali pada tahun 2013. Temu Konsultasi Triwulanan I dilaksanakan pada tanggal 30 Januari 2013, dengan agenda memberikan informasi kepada Bappeda Provinsi mengenai pelaksanaan Musrenbang 2013, penentuan isu strategis provinsi, dan Usulan Kegiatan Pendanaan Pembangunan Daerah (UKPPD) dalam rangka penyusunan dan penguatan RKP 2014. Temu Konsultasi Triwulanan II dilaksanakan pada tanggal 8 April 2013, dengan agenda menginformasikan tema dan prioritas RKP 2014, proses penyusunan RKP, pelaksanaan Musrenbang 2013 dan penentuan isu strategis daerah serta UKPPD. Temu Konsultasi Triwulanan III dilaksanakan pada tanggal 6 November 2013, dengan agenda percepatan pelaksanaan dana dekonsentrasi Kementerian PPN/Bappenas.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi (Musrenbangprov) Musrenbangprov bertujuan melakukan harmonisasi dan sinkronisasi program Pemerintah Pusat dan Provinsi dalam rangka penyusunan RKP 2014.
Musrenbangprov 2013 dilaksanakan dengan koordinator pelaksana Bappeda Provinsi pada tanggal 21 Maret-12 April 2013 di Ibukota Provinsi. Mekanisme Musrenbangprov 2013 adalah: (1) Pemerintah kabupaten/kota menyampaikan usulan kegiatan yang akan dicantumkan dalam RKPD Provinsi dan Renja SKPD yang sumber pendanaannya berasal dari APBD Pemerintah Provinsi; (2) Pemerintah provinsi bersama-sama dengan pemerintah kabupaten/kota melakukan pembahasan program, 53
kegiatan dan indikator dengan mengacu tema dan prioritas Rancangan Awal RKP 2014 serta kesesuaiannya dengan isu strategis provinsi dan kerangka investasi wilayah; (3) Pemerintah provinsi bersama-sama dengan pemerintah kabupaten/kota mengidentifikasi program/kegiatan yang potensial untuk bekerjasama dengan swasta/BUMN/BUMD dalam skema Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS/PPP); dan (4) Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menyiapkan daftar usulan prioritas (F3) sebagai usulan bagi penyempurnaan Renja K/L dengan memperhatikan alokasi pagu indikatif D/TP tahun 2013 per provinsi sebagai baseline. Pramusrenbangnas Pramusrenbangnas merupakan forum pembahasan dalam bentuk trilateral desks, antara Kementerian PPN/Bappenas (c.q. direktorat mitra K/L), K/L, dan Pemerintah Provinsi (c.q.Bappeda Provinsi).
Tujuan dari Pramusrenbangnas tahun 2013 adalah membahas secara teknis sinergi perencanaan pusat dan daerah, meliputi: (1) Penyelarasan UKPPD dan Rancangan Renja K/L dalam RKP 2014; (2) Kesepakatan kegiatan pendukung dan partisipasi (sharing) APBD Provinsi terhadap program/kegiatan yang disinergikan; dan (3) Kesepakatan program dan kegiatan prioritas dalam RKP 2014. Pelaksanaan kegiatan Pramusrenbangnas dilakukan selama 5 (lima) hari kerja yaitu tanggal 22-26 April 2013 bertempat di Kementerian PPN/Bappenas dengan pembagian: (1) Senin 22 April 2013 (7 provinsi): Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali; (2) Selasa 23 April 2013 (7 provinsi): Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung dan Lampung; (3) Rabu 24 April 2013 (7 provinsi): Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah; (4) Kamis 25 April 2013 (6 provinsi): Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara; dan (5) Jumat 26 April 2013 (6 provinsi): Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Dalam kegiatan ini, peserta yang hadir meliputi: (1) Perwakilan K/L (3 orang per meja); (2) Direktur Kementerian PPN/Bappenas mitra kerja K/L terkait memimpin trilateral desks; (3) Perwakilan provinsi (6 orang per provinsi); serta (4) Notulis. Selanjutnya hasil Pramusrenbangnas dilaporkan oleh para Deputi Kementerian PPN/Bappenas sebagai penanggung jawab prioritas nasional pada Penutupan Pramusrenbangnas tanggal 29 April 2013.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Puncak acara Musrenbangnas adalah arahan umum Presiden kepada seluruh K/L dan pemerintah daerah.
Tujuan Musrenbangnas meliputi pelaporan hasil sinkronisasi perencanaan pembangunan pusat dan daerah termasuk isu dan kegiatan strategis masing-masing provinsi kepada Presiden RI; dan penyampaian arahan Presiden dan Wakil Presiden RI serta 3 (tiga) Menteri Koordinator bagi pelaksanaan pembangunan tahun 2014. Musrenbangnas 2013 diselenggarakan pada Selasa, 30 April 2013 di Hotel Bidakara, Jakarta. Pelaksanaan Musrenbangnas merupakan puncak dari rangkaian Musrenbang tahun 2013. Acara Musrenbangnas ini dihadiri oleh unsur pimpinan lembaga negara, unsur legislatif (DPR dan DPD), para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Sekjen dan Sestama K/L, Eselon I K/L, para Gubernur, Walikota, Bupati, dan Kepala Bappeda Provinsi dan 54
Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Agenda acara yang dilaksanakan: (1) Laporan Rancangan RKP 2014 oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, Arahan Presiden RI dan penyerahan penghargaan MDGs; (2) Sidang Pleno I: Paparan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan; (3) Sidang Pleno II: Paparan oleh 3 (tiga) Menko, Ketua KEN dan Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia; dan (4) Arahan penutupan Wakil Presiden RI. Selain rangkaian acara tersebut, secara paralel juga digelar Pameran Perencanaan Pembangunan Nasional 2013. Pameran ini ditinjau oleh Presiden Republik Indonesia. Tema yang ditetapkan untuk pameran tahun ini adalah “Menuju Indonesia Sejahtera: Entaskan Kemiskinan”. Peserta pameran meliputi: (1) K/L; (2) Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota; (3) Organisasi Masyarakat Sipil; (4) BUMN; dan (5) Kementerian PPN/Bappenas. Pascamusrenbangnas Pascamusrenbangnas digunakan untuk mengawal kesepakatan Musrenbangnas dalam RKP dan Renja K/L 2013.
Tujuan pelaksanaan Pascamusrenbangnas, antara lain: (1) Menyempurnakan Rancangan Akhir RKP 2014 dengan mengacu pada RPJMN 2010-2014 dan hasil Musrenbangnas 2013; (2) Menyempurnakan Rancangan Akhir Renja K/L 2014 dengan mengadopsi hasil Musrenbangnas 2013; dan (3) Memastikan bahwa seluruh kesepakatan/keputusan hasil Musrenbangnas 2013 diakomodir dalam Renja K/L dan RKP 2014. Pascamusrenbangnas 2013 diselenggarakan pada hari Jumat, 3 Mei 2013 di Kementerian PPN/Bappenas. Mekanisme pelaksanaan sesuai dengan desain, berupa pembahasan dalam bilateral desks antara Direktorat Mitra Kerja K/L di Kementerian PPN/Bappenas dengan K/L. Mekanisme pembahasan ini masih sama dengan pelaksanaan pada rangkaian Musrenbang tahun sebelumnya. Peserta yang terlibat dalam pembahasan bilateral desks ini adalah: (1) Direktorat Mitra Kerja K/L di Kementerian PPN/Bappenas; (2) Biro perencanaan K/L; dan (3) Notulis. Pembahasan dilakukan terhadap 7 (tujuh) K/L yang mendapatkan tambahan alokasi, yaitu: (1) Kementerian PU, (2) Kementerian Perhubungan, (3) Kementerian Kesehatan, (4) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, (5) Kementerian Pertanian, (6) Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan (7) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pengalokasian tambahan dana mempertimbangkan usulan daerah hasil Pramusrenbangnas dan isu dan langkah strategis nasional. Mekanisme pembahasan yang dilakukan adalah membahas kegiatan pada F0 yang sudah disepakati pada saat Pramusrenbangnas, namun belum ada alokasi dana. Untuk kegiatan yang sudah disepakati dalam Pramusrenbangnas, yang dilakukan adalah memastikan kegiatan tersebut sudah diakomodir ke dalam Renja K/L 2014. Sementara untuk kegiatan lainnya yang termasuk dispute di K/L lain tetap akan diupayakan penyelesaiannya dengan koordinasi mitra di Kementerian PPN/Bappenas.
55
Penyusunan Usulan Kegiatan dan Pendanaan Pemerintah Daerah (UKPPD) UKPPD merupakan pedoman dalam penyusunan RKA K/L sebagai mata rantai proses penyusunan APBN.
Koordinasi Penyusunan UKPPD adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Proses Musrenbangnas. Tahap pengembangan aplikasi dalam penyusunan UKPPD adalah: (1) Pemutakhiran program dan kegiatan K/L yang terdapat dalam aplikasi/sistem UKPPD; (2) Pengembangan aplikasi/sistem UKPPD dari program kegiatan yang diberikan K/L; (3) Sosialisasi, pelatihan dan penyebarluasan aplikasi/sistem UKPPD. Dari sejumlah pemetaan permasalahan, evaluasi dan rekomendasi yang telah disusun, dapat disimpulkan: (1) Sebelum dilakukan penyusunan aplikasi UKPPD dilakukan penyusunan desain sistem; (2) Permasalahan penyusunan UKPPD terkait waktu dan substansi; (3) Aplikasi UKPPD yang telah selesai disusun dilakukan sosialisasi dan pelatihan; (4) Permasalahan sosialisasi dan pelatihan tidak efektif disebabkan permasalahan waktu yang relatif sangat singkat; (5) Input dan finalisasi aplikasi UKPPD dilakukan secara online; (6) Permasalahan input dan finalisasi aplikasi UKPPD terkait langsung SDM di daerah dan waktu pelaksanaan input; (7) Persandingan diperlukan data input daerah dan Renja K/L; (8) Perbedaan program dan kegiatan nomenklatur pusat dan daerah menyebabkan perlunya pemetaan agar dapat dimasukkan dalam aplikasi UKPPD; (9) Waktu yang singkat dan perbedaan nomenklatur Renja K/L pada saat penyusunan UKPPD dan persandingan menjadi penyebab utama kurang maksimalnya persandingan. Tindak lanjut yang akan dilakukan: (1) Rekomendasi penyusunan aplikasi UKPPD disesuaikan dengan kebutuhan sistem; (2) Penyusunan UKPPD yang sesuai dengan jadwal yang telah di tentukan sehingga sosialisasi dan pelatihan tepat waktu; (3) Rekomendasi penyelesaian masalah ditekankan peningkatan kualitas SDM di daerah dan penambahan waktu input dan finalisasi; dan (4) Perlu penambahan waktu persandingan minimal 2 (dua) minggu serta Renja K/L tidak berubah lagi.
Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat Koordinasi Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat merupakan amanat Perpres No.65/2011 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat.
Koordinasi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (P4B) dilaksanakan dalam rangka mengawal amanat Perpres No.65/2011 tentang P4B ke dalam RKP 2014. Kementerian PPN/Bappenas bersama UP4B menyelenggarakan Rakorsus Tingkat Pusat P4B pada tanggal 17 April 2013 sebagai bagian dari rangkaian penyelenggaraan Musrenbangnas 2013. Arah kebijakan Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat tercantum dalam RKP 2014 yaitu: (1) Peningkatan kesejahteraan masyarakat asli Papua melalui penguatan ketahanan pangan, (2) Penanggulangan kemiskinan, (3) Pengembangan ekonomi rakyat, peningkatan pelayanan pendidikan, (4) Peningkatan pelayanan kesehatan, (5) Pengembangan infrastruktur dasar, (6) Pemihakan terhadap masyarakat asli Papua, (7) Pengendalian pemanfaatan ruang dan pertanahan, keamanan dan ketertiban, serta (8) Pengembangan kapasitas kelembagaan. Kebijakan P4B dalam Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tahun 2011-2014 dijabarkan ke dalam dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) P4B.
56
Penguatan Kelembagaan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) Koordinasi dilakukan untuk mengawal konsistensi perencanaan dan penganggaran serta menjaga muatan arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal dapat mendukung pencapaian target RPJMN 20102014.
Koordinasi Penguatan Kelembagaan Kementerian Pembangunan Daerah dilaksanakan oleh Kementerian PPN/Bappenas bekerjasama dengan KPDT. Strategi yang diterapkan: (1) Mendorong pertumbuhan wilayahwilayah potensial di luar Jawa-Bali dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah Jawa-Bali; (2) Mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar dan daerah rawan bencana dengan pengembangan komoditas unggulan; (3) Meningkatkan keterkaitan antarwilayah (konektivitas) dalam mendukung pengembangan komoditas unggulan di daerah tertinggal; dan (4) Mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan di daerah tertinggal.
Penanggulangan Bencana Upaya sinergi kebijakan dalam penanganan bencana terutama dalam pengelolaan anggaran diatur dalam PP No.22/2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana.
Koordinasi yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas dalam rangka penanggulangan bencana, antara lain: (1) Pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Daerah Bencana: Wasior, Mentawai, dan Merapi, bersama BNPB; (2) Penanganan darurat banjir DKI Jakarta tahun 2013; (3) Koordinasi penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempabumi di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah, serta Kabupaten Lombok Barat, Provinsi NTB. Dalam mendukung penanganan penanggulangan bencana juga dibutuhkan alokasi anggaran baik dari pemerintah maupun dari donor internasional. Secara khusus untuk memobilisasi pendanaan dari masyarakat internasional untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana dengan leadership dari Pemerintah telah dilakukan koordinasi pelaksanaan dana perwalian atau yang disebut IMDFF-DR (Indonesia Multi Donor Fund Facility for Disaster Recovery). Terkait dengan pelaksanaan IMDFF-DR, pada tahun 2013 telah dilaksanakan penyaluran dana bantuan internasional untuk mendukung pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di Mentawai dan Merapi. Disamping itu, dalam rangka penguatan kapasitas IMDFF-DR sebagai fasilitas pendanaan, telah dilakukan Transformasi IMDFF-DR menjadi Indonesia Disaster Fund (IDF), perluasan ruang lingkup dari pemulihan pascabencana menjadi penyelenggaraan penanggulangan bencana secara menyeluruh, penyederhanaan mekanisme pengusulan kegiatan dan pengesahan, penyesuaian struktur kelembagaan, penyusunan strategi IMDFF-DR serta promosi IMDFF-DR agar dikenal lebih luas baik oleh masyarakat dan stakeholder di Indonesia maupun internasional.
Pelaksanaan Masterplan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami Pelaksanaan Masterplan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami adalah kerja sama Kementerian PPN/Bappenas dengan BNPB.
Koordinasi pelaksanaan Masterplan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami pada tahun 2013 diprioritaskan pada kawasan megathrust Mentawai, kawasan Selat Sunda, dan kawasan pantai selatan Jawa yang meliputi 10 provinsi dan 51 kabupaten rawan bencana tsunami tinggi. Koordinasi meliputi penguatan rantai peringatan dini, pembangunan dan pengembangan tempat evakuasi sementara, dan penguatan kapasitas kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana, yang melibatkan K/L terkait. 57
Kebijakan, Perencanaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus Kementerian PPN/Bappenas berperan aktif dalam tahap perencanaan, penganggaran, hingga pemantauan dan evaluasi DAK.
Kementerian PPN/Bappenas melalui Tim Koordinasi Penyusunan Kebijakan, Perencanaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus (TKPKP2E-DAK Kementerian PPN/Bappenas) berperan aktif dalam kebijakan DAK. Pada tahap perencanaan, Kementerian PPN/Bappenas menyusun kebijakan DAK secara umum serta mengkoordinasikan pelaksanaan trilateral meeting dengan K/L teknis dan Kementerian Keuangan dalam rangka menyusun arah kebijakan, sasaran, dan ruang lingkup kegiatan per-bidang DAK untuk ditetapkan dalam Perpres RKP 2014. Arah kebijakan tersebut dipergunakan sebagai dasar penganggaran DAK di Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja negara (RAPBN) tahun 2014, yang kemudian dibahas dalam Panja Transfer ke Daerah DPR-RI sebagai bagian dari penyusunan UU APBN 2014. Setiap tahunnya, Kementerian PPN/Bappenas juga melakukan pemantauan dan evaluasi bidang DAK, serta studi evaluasi DAK. Dalam rangka meningkatkan efektivitas DAK, Kementerian PPN/Bappenas melakukan serangkaian rapat koordinasi bersama Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan K/L untuk membahas Petunjuk Teknis DAK, langkah-langkah optimalisasi penyerapan DAK, serta penyusunan kebijakan afirmatif DAK terhadap daerah tertinggal. Beberapa permasalahan DAK antara lain: (1) Sistem perencanaan yang cenderung bersifat top-down karena tidak mengakomodasi ruang pembahasan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, (2) Keterlambatan penetapan Juknis DAK yang menghambat pelaksanaan, dan (3) Rendahnya kinerja pelaporan DAK sesuai SEB 3 Menteri (Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri) No.0239/M.PPN/11/2008, SE No.1722/MK07/2008, dan No.900/3556/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan DAK. Tindak lanjut yang dilakukan adalah peningkatan koordinasi K/L terkait, pencantuman kebijakan disinsentif bagi daerah dengan tingkat pelaporan rendah dalam RKP, dan inisiasi pembahasan DAK dalam Pramusrenbangnas melalui sistem UKPPD.
Efektivitas Program dan Kegiatan K/L serta Penguatan Peran Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat SEB 3 Menteri Nomor 0442/M.PPN/11/201; SE-696/MK/2010; 120/4693/SJ merupakan tindak lanjut amanat salah satu dari sembilan instruksi Presiden di dalam Raker III – Bogor (5 - 6 Agustus 2010) mengenai sinergi pusat dan daerah.
Banyaknya permasalahan terkait pelaksanaan program dan kegiatan yang dibiayai dengan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan mendorong diterbitkannya SEB 3 Menteri No.0442/M.PPN/11/2010; SE No.96/MK/2010; No.120/4693/SJ tentang Peningkatan Efektivitas Penyelenggaraan Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga di Daerah serta Peningkatan Peran Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat. Dalam SEB tersebut diamanatkan bahwa 3 (tiga) Kementerian bersama-sama dengan gubernur memiliki peranan masing-masing untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan dana dekon, TP, dan UB di daerah. Kementerian PPN/Bappenas berperan aktif dalam mengoordinasikan proses identifikasi kegiatan yang sudah menjadi kewenangan daerah dan fasilitasi pengalihannya. Pada tahun 2012 telah dilakukan pengalihan Dekon/TP Kementerian Pertanian yang menjadi urusan daerah (Quasi Dekon/TP) ke DAK tahun 2013 Rp417 miliar. Sepanjang tahun 2013 juga 58
telah dilaksanakan berbagai rapat koordinasi dalam rangka mengalihkan Quasi Dekon/TP ke DAK bersama Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kemenko Perekonomian, dan K/L lainnya, termasuk pembahasan rancangan Perpres mengenai pengalihan tersebut. Permasalahan yang dihadapi dalam proses pengalihan Quasi Dekon/TP antara lain ketidaksesuaian antara Quasi Dekon/TP yang akan dialihkan dengan bidang DAK yang ada, serta kegiatan DAK yang bersifat fisik, sementara tidak semua Quasi Dekon/TP bersifat fisik. Tindak lanjut yang ditempuh adalah Kementerian PPN/Bappenas berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kemenko Perekonomian dan K/L terkait agar proses pengalihan tersebut diimbangi dengan penguatan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Pembangunan Perkotaan Nasional Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN) dan National Urban Development Program (NUDP) menjadi acuan strategis dalam pembangunan perkotaan nasional.
Kementerian PPN/Bappenas telah melaksanakan kegiatan Koordinasi Strategis Pembangunan Perkotaan Nasional, meliputi: (1) Koordinasi Penyusunan RUU tentang Perkotaan dan RPP tentang Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) melalui Tim Koordinasi Strategis Pembangunan Perkotaan Nasional (TKPPN). (2) Penyusunan Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional (KSPPN) sebagai acuan strategis dan antisipasif dalam pembangunan perkotaan di Indonesia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (3) Penyusunan Indeks Kota Berkelanjutan (IKB) sebagai alat ukur kondisi awal serta pemantauan dan evaluasi perkembangan pembangunan perkotaan di Indonesia menuju kota berkelanjutan, khususnya bagi kota-kota otonom; (4) Sinkronisasi Indeks Perkotaan dan Standar Pelayanan Perkotaan dengan pembahasan bahwa Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) menjadi prioritas pembangunan perkotaan, perbedaan antara Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan SPP, dan SPP akan menjadi peraturan pemerintah; (5) Penyusunan Desain National Urban Development Program (NUDP) dan Fasilitasi Kota-Kota dalam Pembangunan Perkotaan; dan (6) Penyusunan profil kota dengan fokus pada aspek sosial budaya untuk memberikan data dan informasi potret saat ini kehidupan sosial budaya masyarakat di kota-kota Indonesia dan tantangan kedepan untuk dikembangkan dalam membangun kota berkelanjutan. Beberapa pilot project dilaksanakan untuk mempersiapkan investasi pembangunan infrastruktur perkotaan, melalui: (1) Penandatangan Memorandum Kesepahaman antara Kementerian PPN/Bappenas dengan Cities Development Initiatives for Asia (CDIA) mengenai kerjasama dalam memberikan fasilitasi terhadap kota-kota di Indonesia dalam bentuk penyiapan Pre-Feasibility Study, penyediaan sumber-sumber pembiayaan dan sumber informasi lainnya yang diperlukan oleh pemerintah kota. Pada tahun 2013, telah dilaksanakan fasilitasi kepada Kota Surabaya, Kota Palembang, Kota Probolinggo, Kota Palu, Kota Balikpapan, Kota Denpasar, Kota Semarang, Kota Tangerang; (2) Penandatanganan MoU dengan ADB untuk melaksanakan Technical Assistance (TA) Green Cities: A Sustainable Urban Future In Indonesia sebagai inisiatif awal untuk melaksanakan KSPPN serta menjembatani kesenjangan antara perencanaan perkotaan dengan pengelolaan lingkungan dalam rencana pengembangan investasi, mengkaji mekanisme pembiayaan yang 59
inovatif, serta membangun koordinasi antarsektor terkait dalam perencanaan pengembangan perkotaan. Kegiatan TA ini juga akan menjadi inisiasi pembangunan Kota Hijau di negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Terpilih 4 kota yang menjadi kota hijau terbaik yang dalam perkembangannya akan difasilitasi oleh Kementerian PPN/Bappenas dan lembaga donor lainnya, termasuk ADB, yaitu Kota Malang, Kota Batam, Kota Kendari, dan Kota Medan; dan (3) Penandatanganan MoU dengan GIZ untuk melaksanakan TA Urban Nexus dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan untuk menuju Kota Berkelanjutan. Kementerian PPN/Bappenas memfasilitasi Pemerintah Kota Yogyakarta bersama dengan GIZ untuk mulai mengembangkan Green Hotel. Kendala dalam penyiapan berbagai kebijakan tersebut terutama masih diperlukannya komitmen dan dukungan pimpinan dan K/L agar dapat menjadi acuan bersama dalam pembangunan perkotaan. Peran TKPPN belum cukup efektif dalam memperkuat pelaksanaan kebijakan dan instrumen pembangunan perkotaan. Selain itu dukungan anggaran dan tim yang memadai cukup menjadi kendala untuk mengembangkan networking dan komunikasi lintas pelaku. Tindak lanjut yang harus dilakukan adalah: (1) Memperkuat efektifitas TKPPN untuk mengkomunikasikan acuan kebijakan dan instrumen pembangunan perkotaan; (2) Melanjutkan penyiapan produk hukum KSPPN, dengan dukungan pimpinan di Kementerian PPN/Bappenas; (3) Mengkomunikasikan skenario NUDP untuk dapat didukung oleh lintas pelaku pusat dan daerah; dan (4) Menggerakkan mitra utama K/L Kementerian PU Ditjen Penataan ruang dan Cipta Karya serta Kementerian Dalam Negeri, Ditjen Bangda, dalam menyepakati dan mensinkronkan berbagai tools yang diperlukan untuk mempersiapkan pelaksanaan KSPPN pada tahun pertama pelaksanaan RPJMN 2015-2019. Pembangunan Transmigrasi Pembangunan Transmigrasi sebagai pengungkit pengembangan kawasanyang akan membentuk kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah.
Koordinasi dalam pembangunan ketransmigrasian telah berhasil merevitalisasi orientasi pembangunan ketransmigrasian dari pemindahan penduduk menjadi berorientasi pembangunan kawasan untuk mendukung pembangunan daerah. Namun dalam kinerjanya, pembangunan transmigrasi belum sepenuhnya didasari atas pendekatan kawasan sebagaimana telah diamanatkan melalui UU No.29/2009 tentang Perubahan Atas UU No.15/1997 tentang Ketransmigrasian. Kegiatan masih dilaksanakan dengan target pemindahan Kepala Keluarga sebagai transmigran, sehingga masalah-masalah yang muncul dalam pembangunan kawasan di daerah meliputi belum terpenuhinya SPM nasional dalam pembangunan sarana dan prasarana, tidak tersedianya lahan sesuai kebutuhan masyarakat, terbatasnya kapasitas sumber daya manusia, belum berkembangnya usaha ekonomi. Dengan target kegiatan tersebut menjadi sulit bagi koordinasi lintas sektor dan lintas wilayah dalam pengembangan kawasan. Tindak lanjut pembangunan pembangunan terpenuhinya
utama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan ketransmigrasian agar sesuai dengan pendekatan kawasan dan pembangunan daerah, yang didasari atas SPM agar mendekati SPM sektoral secara nasional, 60
peningkatan kemampuan perencana ketransmigrasian untuk mendapatkan komitmen Kepala Daerah dalam menyediakan lahan, pendampingan kepada masyarakat, peran ketrasnmigrasian dalam mendukung ketahanan pangan. Dasar yang kuat dalam pendekatan perencanaan ketransmigrasian akan menjadi dasar untuk peningkatan koordinasi lintas sektor dengan mengintegrasikannya dengan skema kegiatan K/L lainnya, seperti agropolitan, minapolitan, KUR, dan PNPM. Penyusunan UU No.6/2014 tentang Desa Penyusunan UU No.6/2014 tentang Desa disiapkan untuk mendukung percepatan pembangunan perdesaan.
Koordinasi pembahasan RUU desa pada tahun 2013 dilakukan secara intensif antara Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian PAN dan RB dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bersama dengan DPR RI. RUU desa memiliki arti penting dalam pembangunan desa sebagai upaya untuk membantu percepatan penyelesaian masalah di desa, meningkatkan kemandirian desa, mendorong keberdayaan desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Kendala dalam pembahasan RUU Desa adalah ketidaksepakatan antara Pemerintah dan DPR, dalam menetapkan kewenangan desa yang diperlukan pengaturan tepat sesuai dengan klasifikasinya yaitu desa dan desa adat; masa jabatan kepala desa yang ideal untuk kepala desa dan adanya pertimbangan aspek politis di desa; Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga yang merupakan kesatuan dengan unsur pemerintah desa dan sebagai perwakilan masyarakat; dan terutama aspek keuangan desa, khususnya perbedaan pendapat mengenai skema dan pengaturan dana ke desa. Terkait dana desa dijumpai terbatasnya data dan informasi mengenai jumlah anggaran pemerintah dan pemerintah daerah yang sudah dibelanjakan untuk keperluan pembangunan desa. Setelah ditetapkannya RUU Desa menjadi UU No.6/2014, isu utama mengenai Keuangan Desa dan Keuangan Desa Adat disepakati: (1) Desa dan desa adat mendapatkan alokasi anggaran untuk pembangunan yang bersumber dari APBN dan APBD; (2) Besarnya alokasi anggaran untuk pembangunan desa dan desa adat yang bersumber dari APBN disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah; (3) Perumusan pasal dilakukan oleh Pansus bersama dengan Pemerintah. Sebagai tindak lanjut ditetapkannya UU No.6/2014 tentang Desa terdapat 9 pasal yang memerlukan pengaturan melalui PP yaitu 6 pasal penyelenggaraan pemerintahan desa, 2 pasal keuangan dan aset desa, serta 1 pasal ketentuan peralihan tentang perangkat desa berstatus PNS. Disamping itu terdapat substansi dalam UU yang memerlukan pengaturan lebih lanjut agar dapat dilaksanakan yaitu tentang penataan desa, kewenangan desa, peraturan desa, pembangunan desa dan kawasan perdesaan, BUMDes, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, Ketentuan Khusus Desa Adat, dan Pembinaan dan Pengawasan. Diusulkan beberapa subtansi di atas diintegrasikan ke dalam 3 PP berikut, yaitu RPP tentang Pengaturan Desa, RPP tentang Alokasi APBN ke Desa, dan RPP tentang Penyelenggaraan Pemerintah Desa. 61
Pengembangan Ekonomi Lokal Dan Daerah Pengembangan ekonomi lokal dan daerah dilakukan untuk meningkatkan koordinasi, sinkronisasi, dan kerjasama lintas pelaku antara wilayah produksi dengan pusat pertumbuhan.
Dalam rangka meningkatkan keterpaduan dalam pengembangan ekonomi daerah, perlu dilakukan koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi program yang terkait dengan bidang pengembangan ekonomi daerah. Untuk itu pada tahun 2013 Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Kementerian PPN/Bappenas telah membentuk Tim Koordinasi Strategis Pengembangan Ekonomi Daerah melalui Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor KEP.31/M.PPN/HK/02/2013 yang anggotanya terdiri dari K/L terkait pengembangan ekonomi daerah. Pada tingkat pusat, agenda utama kegiatan koordinasi strategis pengembangan ekonomi lokal dan daerah, terdiri dari 2 (dua) hal sebagai berikut: (1) Memperkuat Forum Stakeholder yang dilakukan melalui penguatan forum lintas pelaku dengan kegiatan penguatan kelompok kerja dan peningkatan kapasitas SDM; dan (2) Membentuk Fasilitasi Pendukung Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah (FPPELD).
Reformasi Agraria Nasional Koordinasi Strategis Reformasi Agraria Nasional adalah langkah untuk memperbaiki sistem pengelolaan pertanahan nasional.
Pada tahun 2013 dilaksanakan kegiatan Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional, yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor Kep.55/M.PPN/HK/03/2013 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional pada tanggal 28 Maret 2013. Tim beranggotakan Perwakilan dari Kementerian PPN/Bappenas, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Perwakilan K/L terkait kegiatan Pertanahan Nasional. Pada tahun 2013 telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) Identifikasi spasial cakupan peta dasar, yang menunjukkan cakupan Peta Dasar Pertanahan yang tersedia dalam format digital hingga November 2013 sekitar 25,44 juta Ha atau 13,31 persen dari total luas wilayah nasional secara keseluruhan (191,09 juta hektar); (2) Identifikasi jumlah bidang tanah di Indonesia yang telah bersertifikat, yang menunjukkan 40-45 juta bidang tanah (46,51-52,32 persen) sudah bersertifikat yang tersebar di seluruh wilayah; (3) Rencana pelaksanaan pilot project publikasi tata batas kawasan hutan dan non hutan. Dalam rangka mendukung penyempurnaan kegiatan reforma agraria yang sudah dilakukan selama ini, maka pada tahun 2013 telah dilakukan (1) Identifikasi tanah obyek landreform (TOL) yang meliputi luas tanah, lokasi dan jumlah penerima manfaat. Data yang berhasil didapat dari BPN, bahwa sejak tahun 1961 hingga 2007 jumlah tanah yang telah diredistribusi 2.498.340 ha yang tersebar di seluruh Indonesia; (2) Identifikasi terhadap data potensi tanah objek reforma agraria (TORA). Jumlah total tanah terlantar tahun 2012 dan 2013 adalah 68.203,20 hektar yang tersebar pada 11 provinsi seluruh Indonesia; (3) Identifikasi terhadap tanah yang telah diredistribusi. Jumlah luas tanah yang telah diredistribusi pada periode tahun 1961 hingga 2012 adalah 2.177.550 hektar dengan jumlah penerima 2.339.626 kepala keluarga (KK). Dengan demikian rata-rata setiap kepala keluarga mendapatkan tanah redistribusi 0,93 hektar; (4) Identifikasi kegiatan institusi yang mendukung upaya pemberdayaan masyarakat untuk dapat dijadikan access reform. 62
Penataan Ruang Nasional Pada tahun 2013 telah dilakukan penyelesaian dan penyerasian peraturan perundangan, penyelesaian konflik pemanfaatan ruang dan penguatan kelembagaan tata ruang.
Kegiatan penyelenggaraan penataan ruang yang melibatkan peran berbagai sektor terkait memerlukan keterpaduan dan keserasian penanganan dalam satu wadah koordinasi nasional. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) sebagai lembaga ad-hoc yang dibentuk berdasarkan Keppres No.4/2009, merupakan lembaga yang ditugasi untuk mengkoordinasikan 14 K/L di bidang penataan ruang. Menteri PPN/Kepala Bappenas berkedudukan sebagai Sekretaris BKPRN, yang bertugas untuk membantu pelaksanaan tugas BKPRN. Pelaksanaan tugas sebagai Sekretaris BKPRN ini dibantu oleh Sekretariat BKPRN, yang dibentuk berdasarkan Kepmen PPN/Kepala Bappenas Nomor KEP.13/M.PPN/HK/01/2012 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Sekretariat BKPRN. Pada tahun 2013 telah dilaksanakan kegiatan koordinasi penataan ruang untuk penyelesaian peraturan perundangan, penyelesaian konflik pemanfaatan ruang, penguatan kelembagaan tata ruang, serta penyusunan laporan semester kegiatan BKPRN. Untuk penyelesaian peraturan perundangan telah ditetapkan PP No.8/2013 tentang Tingkat Ketelitian Peta, dan total 19 Perda RTRW Provinsi, 277 RTRW Kabupaten, dan 71 RTRW Kota. Telah dilakukan pula peninjauan kembali PP No.26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional serta Perpres No.54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur. Dalam rangka mempercepat penyusunan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota, telah diterbitkan Inpres No.8/2013 tentang Penyelesaian Penyusunan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota. Sebagai operasionalisasinya telah disiapkan pula rancangan SEB 3 menteri untuk penerapan holding zone bagi provinsi/kabupaten/kota yang kawasan hutannya belum ditetapkan. Melalui upaya penyelesaian konflik pemanfaatan ruang, BKPRN telah memberikan rekomendasi antara lain untuk penyelesaian konflik yang berkenaan dengan rencana pembangunan kawasan industri di Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang; serta rencana pembangunan jaringan Sutet di Kabupetan Demak. Penguatan kelembagaan tata ruang dilaksanakan salah satunya melalui penerbitan Permen PPN No.46/2013 tentang Pedoman Tata Kerja Sekretariat BKPRN, serta pelaksanaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN yang dilaksanakan pada 7 November 2013 di Jakarta. Rakernas ini dilaksanakan dalam rangka penyusunan Agenda Kerja BKPRN 2014-2015. Selanjutnya dalam upaya untuk meningkatkan peran masyarakat dalam penataan ruang, telah diterbitkan Keppres No.28/2013 yang menetapkan tanggal 8 November 2013 sebagai Hari Tata Ruang Nasional. Untuk meningkatkan akuntabilitas BKPRN, pada tahun 2013 telah disusun Laporan Semester I/2013 BKPRN yang telah disampaikan Ketua BKPRN kepada Presiden, serta telah tersusun Rancangan Laporan Semester II/2013.
63
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Koordinasi Strategis dan Prakarsa Strategis Pembangunan Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Permasalahan dalam pembangunan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah pada inkonsistensi antarkebijakan.
Pencapaian pelaksanaan kegiatan Koordinasi Pembangunan Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup adalah: (1) Tersusunnya mekanisme pelaksanaan koordinasi atas penyusunan program dan kegiatan di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup dan (2) Terlaksananya pembahasan dan penanganan isu-isu strategis pembangunan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup. Permasalahan yang dihadapi adalah adanya inkonsistensi antar kebijakan dalam mengimplementasikan rencana pembangunan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup. Tindak lanjut yang diperlukan adalah sinkronisasi kegiatan, program dan kebijakan dalam upaya mewujudkan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan
Prakarsa Strategis Pengembangan Ekonomi Hijau mengelaborasi dan mengkaji teori dan contoh-contoh penerapan konsep Ekonomi Hijau dalam pembangunan bidang sumber daya alam.
Isu pembangunan ekonomi konvensional secara bertahap mulai bergeser kepada perlunya penerapan model pembangunan Ekonomi Hijau (Green Economy). Ekonomi Hijau merupakan pendekatan baru yang mencoba menggabungkan keseimbangan kesejahteraan dan sosial manusia dengan mengurangi resiko lingkungan dan kelangkaan ekologis secara signifikan; memadukan upaya pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan dengan tetap menjaga aspek kelestariannya. Langkah transisi menuju arah tersebut memerlukan suatu konsep yang konkret dan strategi tahapan secara komprehensif. Oleh sebab itu melalui Prakarsa Strategis Ekonomi Hijau telah dihasilkan dan dikaji beberapa pendekatan prinsipprinsip Ekonomi Hijau untuk diadopsi dalam bidang pertanian, kelautan perikanan, kehutanan, dan energi sumber daya mineral. Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Benturan kepentingan pemanfaatan ekonomi dengan pelestarian lingkungan dan (2) Masih dianggapnya lingkungan sebagai faktor exogenous dalam kehidupan. Tindak lanjut yang diperlukan adalah pengembangan Ekonomi Hijau yang mengandalkan efisiensi sumber daya dan struktur ekonomi yang lebih ramah lingkungan.
Koordinasi Isu-Isu Strategis Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berkelanjutan Isu strategis pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan antara lain tata batas kawasan hutan, operasionalisasi KPH, kuantitas dan kualitas SDM dan penyuluh kehutanan.
Hasil yang dicapai dalam Koordinasi Isu-Isu Strategis Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berkelanjutan, diantaranya: (1) Dari total tata batas kawasan hutan 282.323 km, sepanjang 38.600 km belum selesai; (2) Hutan produksi 43,9 juta ha masih berstatus open access, belum dibebani hak atau belum dikelola oleh unit pengelola; (3) Hingga 2013 baru mampu mengoperasionalkan 120 unit dari 600 unit KPH; (4) Rendahnya kualitas dan kuantitas SDM dan penyuluh kehutanan (5) Seluas 3.412.518 ha lahan sangat kritis (terdegradasi) di dalam kawasan hutan harus direhabilitasi; (6) Meskipun hotspot kebakaran hutan dapat ditekan 51 persen (dibandingkan rerata 2005-2009), namun kebakaran hutan akan terus terjadi sehingga perlu diantisipasi di setiap tahunnya. Permasalahan yang dihadapi: (1) Keberhasilan kegiatan rehabilitasi memerlukan ketepatan waktu penanaman dengan musim penghujan 64
yang berlangsung di akhir tahun; (2) Operasionalisasi KPH masih dalam taraf pengadaan sarana-prasarana (fisik) tetapi dari sisi manajemen belum berjalan; (3) Keterbatasan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam pengelolaan di tingkat tapak. Tindak lanjut yang diperlukan: (1) Mempercepat penyelesaian tata batas kawasan hutan sepanjang 20.000 km; (2) Mengoperasionalkan 30 unit KPH melalui penyediaan sarana prasarana, bangunan kantor dan isinya, inventarisasi sumber daya hutan, penyusunan rencana pengelolaan, dan penyediaan sumber daya manusia; (3) Sertifikasi 500 penyuluh kehutanan; (4) Menyelesaikan target RHL 899.000 ha dan pengembangan hutan kemasyarakatan dan hutan desa 500.000 ha; (5) Penurunan 67,2 persen hotspot kebakaran hutan dari rerata hotspot periode 2005-2009; (6) Dua model percontohan pengembangan teknologi produk kehutanan untuk energi alternatif. Penyusunan Perencanaan Kebijakan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan Kualitas output kegiatan DAK bidang kehutanan masih belum semuanya memenuhi standar yang ditetapkan.
Hasil yang dicapai dalam kegiatan Koordinasi Penyusunan Perencanaan Kebijakan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan diantaranya: (1) Belum semua kabupaten/kota penerima alokasi DAK Bidang Kehutanan melaksanakan kegiatan dan memberikan laporan sesuai dengan petunjuk teknis; (2) Alokasi DAK yang seharusnya untuk kehutanan dapat bergeser untuk bidang lainnya; (3) Sampai saat ini fungsi monev oleh Pemerintah Provinsi belum berjalan dengan optimal; (4) Kualitas output kegiatan DAK bidang kehutanan masih belum semuanya memenuhi standar yang ditetapkan. Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Koordinasi Dinas, Bappeda dengan BPDAS belum dapat berjalan dengan baik dalam perencanaan DAK; (2) Informasi alokasi DAK per daerah masih terlalu lambat, alokasi tersebut baru dapat diketahui setelah penetapan APBD, hal ini menjadi kendala bagi daerah penerima alokasi DAK dalam mengalokasikan dana pendamping; (3) Besaran alokasi DAK per tahun tidak dapat diperkirakan oleh pemerintah daerah, sehingga tidak dapat direncanakan dengan baik oleh daerah. Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) Diperlukan perencanaan dan mekanisme alokasi yang lebih baik untuk memperbaiki kualitas rencana; (2) Perlu diterapkan reward-punishment dalam pelaksanaan DAK oleh pemerintah daerah untuk mendorong pelaksanaan tepat waktu dan tidak di-carry-over tahun anggaran berikutnya; (3) Perlunya memantapkan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK secara terpadu baik di tingkat pusat maupun daerah; dan (4) Perlu dibentuk pokja pemantauan teknis dan evaluasi pemanfaatan DAK di daerah
Identifikasi Isu Strategis Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian dari Prioritas Nasional RKP 2014.
Koordinasi Identifikasi Isu - Isu Strategis Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia Tahun 2013 difokuskan pada penyusunan dokumen RKP 2014 bidang lingkungan hidup, dengan Prioritas Nasional terkait dengan lingkungan hidup yakni prioritas nasional 9: Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, dan Prioritas Bidang yakni perbaikan kualitas lingkungan hidup dan Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim. Koordinasi 65
dilakukan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan prioritas tersebut, dan pendanaan untuk mitra kerja KLH dan BMKG. Selain perumusan naskah RKP 2014, koordinasi juga dilakukan untuk mensintesiskan kebijakan-kebijakan terkait dengan pengembangan ekonomi hijau, yang telah dilakukan oleh Kementerian PPN/Bappenas selama kurun waktu 2010-2012. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan koordinasi ini adalah penyusunan perencanaan kebijakan dan penganggaran dilaksanakan dalam agenda dan jadwal kerja yang ketat. Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) Koordinasi penyusunan RKP mendatang perlu ditingkatkan kualitasnya terutama dalam menyusun menyusun kebijakan di bidang lingkungan hidup untuk dapat mencapai target yang telah ditetapkan; (2) Pengkajian literatur yang diteruskan dengan perumusan kebijakan yang dituangkan dalam perencanaan pembangunan perlu dikhususkan untuk konsep ekonomi hijau Pelaksanaan Kegiatan Hibah Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Pemanfaatan hibah yang selaras dengan kebijakan pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan.
Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan Hibah Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim dilakukan untuk mensinkronkan kegiatan-kegiatan hibah yang dikelola Kementerian PPN/Bappenas dengan rumusan kebijakan pembangunan bidang lingkungan hidup, dan perubahan iklim. Adapun hibah yang dikelola antara lain: (1) Program Environmental Support Programme Phase 3 (ESP 3) dari DANIDA; (2) Project of Capacity Development for Climate Change Strategies in Indonesia dari JICA; (3) Program Advis Kebijakan Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim (PAKLIM) komponen 1 Advis Kebijakan Nasional dan v-NAMAs dari GIZ; dan (4) Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF). Secara umum output dari kegiatan hibah tersebut telah sinkron dengan tupoksi dan kebijakan pembangunan bidang lingkungan hidup, dan dapat memberikan input yang bermanfaat bagi perumusan kebijakan mendatang. Permasalahan yang dihadapi adalah jenis kegiatan hibah yang seringkali tumpang tindih, dan kurangnya koordinasi yang solid antara pemangku kepentingan. Tindak lanjut yang diperlukan, diantaranya: (1) Perlunya suatu basis data terkait dengan dana hibah bidang lingkungan hidup dan perubahan iklim agar dapat terkelola lebih baik; (2) Perlunya pemetaan lebih lanjut terkait dengan kegiatan hibah agar tidak saling tumpang tindih; (3) Perlunya pelaporan secara berkala dari setiap kegiatan hibah dengan format yang seragam; (4) Perlunya reviu yang terintegrasi dengan kegiatan hibah yang dilakukan.
Optimalisasi Pelaksanaan dan Pengembangan untuk Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) Penguatan ICCTF sebagai lembaga pendanaan perubahan iklim terus dilakukan dengan pembentukan ICCTF sebagai Lembaga Wali Amanah sesuai Perpres No.80/2011.
Koordinasi Strategis Optimalisasi Pelaksanaan dan Pengembangan untuk ICCTF dilakukan sebagai dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan/proyek perubahan iklim yang didanai oleh ICCTF, serta mengkoordinasikan dan mensinergikan perencanaan kegiatan-kegiatan ICCTF dengan arahan RPJM 2010-2014 dan RKP 2013. Selain itu pada tahun 2013 ini terus dilakukan finalisasi untuk persiapan transisi National Trust Fund berupa kegiatan pembahasan draft LoA Peraturan Menteri mengenai pembentukan Lembaga Wali Amanat (LWA) ICCTF. 66
Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah banyaknya kegiatan yang bersifat lintas sektor, yang adakalanya tertunda dikarenakan lambatnya mekansime pengambilan keputusan/ kebijakan. Tindak lanjut yang diperlukan adalah meningkatkan sinergitas kegiatan hibah yang didanai oleh ICCTF dengan kegiatan pembangunan nasional. Selain itu, diperlukan perbaikan mekanisme pengambilan keputusan. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan RAN-GRK, RAD-GRK, dan RAN – API Dokumen kebijakan untuk penanganan perubahan iklim di Indonesia telah lengkap untuk mitigasi (RAN/RAD-GRK) dan adaptasi (RAN-API).
Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Gerakan Rumah Kaca (RAN-GRK), Rencana Aksi Daerah Gerakan Rumah Kaca (RAD-GRK), dan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN–API) dilakukan untuk memfasilitasi penyusunan pedoman Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan (PEP) RAD-GRK, pelaksanaan PEP di daerah (termasuk pendampingan bersama dengan Sekretariat RAN-GRK), serta penyusunan dokumen RAN-API. Hingga akhir tahun 2013 didapatkan hasil pedoman PEP telah siap dan digunakan, terbukti dengan telah dikirimkannya hasil pelaksanaan PEP RAD-GRK oleh 26 Provinsi, dan 3 K/L. Sedangkan terkait dengan RAN-API, dokumen terus disempurnakan dan difinalkan. Permasalahan yang dihadapi terkait dengan mitigasi, antara lain ketidakseragaman pemahaman daerah untuk melaksanakan PEP, keterbatasan data, dan harmonisasi kegaitan RAN dan RAD-GRK. Terkait adaptasi, tidak semua daerah memiliki kajian kerentanan perubahan iklim, sehingga diperlukan koordinasi lebih lanjut untuk merumuskan aksi adaptasi. Tindak lanjut terkait upaya mitigasi/RAN-RAD GRK adalah melaksanakan PEP untuk seluruh provinsi dan sektor. Sedangkan tindak lanjut terkait upaya adaptasi adalah memfinalisasi dokumen RAN-API, memastikan tercantum ke dalam RKP/RKA-KL mendatang, mengarusutamakan RAN-API dalam RPJMN 2015-2019, dan memilih kegiatan-kegiatan pilot RAN-API.
Optimalisasi Perencanaan dan Implementasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Lingkungan Hidup TA 2013 Pemanfaatan DAK Bidang Lingkungan Hidup dilakukan sebagai upaya penanggulangan pencemaran dan perusakan lingkungan, peningkatan kualitas lingkungan hidup, dan peningkatan kapasitas dan kemampuan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.
Hasil yang diperoleh bahwa di beberapa Kab/Kota, pengalokasian DAK bidang lingkungan hidup masih belum tepat dan kurang sesuai dengan kebutuhan daerah. Terkait dengan perencanaan tahun 2014, didapatkan hasil arah kebijakan untuk DAK bidang lingkungan hidup tahun 2014. Selain itu, untuk perbaikan, dihasilkan bahwa untuk merumuskan pedoman teknis yang lebih baik, diperlukan pendalaman permasalahan yang terdapat dalam evaluasi tahun sebelumnya, dan mengikutsertakan K/L dan pemda. Selain itu, diperlukan suatu instrumen agar pelaporan DAK dapat lebih komplit. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan koordinasi ini adalah keterbatasan waktu dan anggaran untuk memantau dan menganalisis daerah sampel, sehingga analisis sebagian besar dilakukan berdasarkan data sekunder dari laporan pelaksanaan DAK bidang lingkungan hidup. Selain itu, kurangnya koordinasi dengan KLH sebagai kementerian yang mengkoordinir pelaksanaan DAK bidang lingkungan hidup. Tindak Lanjut yang diperlukan antara lain diperlukannya koordinasi 67
yang lebih erat dengan KLH dan pemda, terkait dengan pemantauan, evaluasi dan perencanaan DAK bidang lingkungan hidup, dan juga dengan Sekretariat DAK dan kementerian keuangan terkait dengan perumusan besaran anggaran DAK bidang lingkungan hidup. Koordinasi Strategis Perencanaan, Pemantauan, dan Evaluasi DAK Kelautan dan Perikanan Koordinasi Strategis ini menganalisis ragam pemanfaatan dan tingkat efektivitas penggunaan dana DAK untuk menunjang pembangunan sektor kelautan dan perikanan di daerah, beserta tantangan yang masih dihadapi.
Dana Alokasi Khusus bidang kelautan dan perikanan (DAK KP) tahun 2012 dan 2013 dialokasikan untuk mendukung kegiatan fisik pembangunan kelautan dan perikanan tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pada tingkat provinsi, DAK KP untuk kapal penangkap ikan 30-60 GT beserta alat penangkap ikan. Pada tingkat kabupaten/kota, DAK KP untuk: (1) Pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap; (2) Pengembangan sarana dan prasarana produksi perikanan budidaya; (3) Pengembangan sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu, dan pemasaran; (4) Pengembangan sarana dan prasarana pemberdayaan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil; (5) Pengembangan sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan; (6) Pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan; (7) Pengembangan sarana statistik kelautan dan perikanan. Dalam pelaksanaan DAK KP 2012-2013, terdapat beberapa tantangan sebagai berikut: (1) Pemilihan kegiatan DAK KP daerah terlalu banyak, sehingga daerah tidak dapat menyelesaikan kegiatan dengan tuntas dan fokus, serta anggaran operasional pelaksanaan DAK KP di daerah yang kurang memadai; (2) Kapasitas SDM yang kuarang memadai termasuk seringnya rotasi dan mutasi; (3) Daerah belum tertib dalam penyampaian laporan pelaksanaan DAK KP; dan (4) Belum optimalnya koordianasi dan keterpaduan dalam pemantauan dan evaluasi DAK KP di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota..
Peningkatan Produksi dan Kapasitas Kilang Minyak Bumi Besarnya dana pembangunan kilang minyak bumi baru diatasi dengan KPS.
Pencapaian pelaksanaan Koordinasi Strategis Peningkatan Produksi dan Kapasitas Kilang Minyak Bumi adalah: (1) Adanya studi lokasi pembangunan kilang baru di Bontang dan beberapa alternatif lainnya, serta (2) Adanya studi kelayakan pembangunan kilang terutama mencakup konfigurasi kilang dan kelayakannya secara finansial. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Besarnya dana pembangunan kilang baru menyebabkan rencana pembangunan kilang yang sedianya akan ditanggung melalui APBN berubah menjadi Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), dan (2) Penentuan penanggungjawab proyek kerjasama yang belum dapat disepakati antara Direktorat Jenderal Migas atau Pertamina. Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) Penyiapan peraturan presiden untuk penugasan Pertamina dalam rangka pembangunan kilang melalui pola kerjasama pemerintah dan swasta; (2) Pengkajian usulanusulan yang disampaikan calon investor pada saat pelaksanaan market consultation seperti insentif fiskal, besaran kapasitas kilang, kebijakan subsidi BBM, dan lokasi yang dekat dengan demand; dan (3) Penyiapan dokumen lelang investor untuk pembangunan kilang baru.
68
Pengembangan Gas Bumi Dalam Negeri Diperlukan kajian lebih lanjut dampak ekonomi dari peningkatan gas domestik.
Hasil Koordinasi Strategis Pengembangan Gas Bumi Dalam Negeri tahun 2013 adalah: (1) Studi benchmarking dengan beberapa negara luar, (2) 10 policy notes tentang pengembangan gas dalam negeri, (3) Model dan manual tentang rencana induk pengembangan gas bumi indonesia. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Pengumpulan dan pengolahan data yang mutakhir, dan (2) Koordinasi dengan tim konsultan yang berlokasi di London dan Bangkok. Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) Melanjutkan studi pengembangan gas bumi dalam negeri untuk mengkaji lebih lanjut dampak ekonomi, baik secara makro maupun mikro seiring dengan peningkatan gas domestik; dan (2) Mendukung penyelesaian penyempurnaan neraca gas 2013-2030 serta kebijakan gas nasional yang mencakup pengembangan infrastruktur yang menghubungkan supply dan demand serta kebijakan harga.
Pengembangan dan Percepatan Investasi Panas Bumi Telah tersusun handbook of geothermal sebagai pencapaian koordinasi strategis pengembangan dan percepatan investasi panas bumi.
Pencapaian pelaksanaan Koordinasi Strategis Pengembangan Dan Percepatan Investasi Panas Bumi adalah: (1) Tersusunnya handbook of geothermal, dan (2) Adanya geoportal tentang informasi panas bumi secara online dan dapat diakses oleh seluruh pemangku kepentingan. Permasalahannya adalah kurangnya investasi panas bumi di Indonesia walaupun potensi panas bumi di Indonesia sangat tinggi. Tindak lanjut adalah memberikan informasi kepada para calon investor untuk berinvestasi dalam bidang panas bumi di Indonesia
Kerjasama Pembangunan GPEDC Forum yang Lebih Mengarah pada Development Effectiveness Forum GPEDC menandai berakhirnya kerangka kerja sama pembangunan internasional yang berorientasi pada aid development menjadi development effectiveness.
Global Partnership for Effective Development Cooperation(GPEDC) dibentuk pada bulan Juni 2012 sesuai dengan mandat High Level Forum IV on Aid Effectiveness di Busan Korea 29 November-1 Desember 2011. Terbentuknya forum GPEDC menandai berakhirnya kerangka kerja sama pembangunan internasional yang berorientasi pada aid development menjadi development effectiveness, yang lebih mengutamakan kerja sama dengan mitra pembangunan kemitraan strategis yang lebih luas (pemerintah, swasta, parlemen, NGO, philantropi). Indonesia yang diwakili oleh Menteri PPN/Kepala Kementerian PPN/Bappenas merupakan salah satu co-chair Steering Committee GPEDC bersama dengan Inggris dan Nigeria. Dalam tahun 2013 telah disiapkan beberapa inisiatif yang diharapkan dapat menjadi (the HOW) untuk mencapai tujuan agenda pembangunan paska 2015 (the “WHAT”) yang mencakup beberapa area penting yaitu: (1) Perbaikan mobilisasi dana pembangunan (Domestic Resources Mobilization/DRM (termasuk penguatan kebijakan pajak yang lebih efisien, dan mengurangi ilicit transfer of money); (2) Keterlibatan pihak swasta dalam pembangunan (business in development); (3) Pengembangan Knowledge Sharing, kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular; dan (4) Peran Middle Income Countries (MICs) dalam pembangunan. 69
Secara khusus, Indonesia telah mengangkat inisiatif perkuatan Knowledge Sharing sebagai aktualisasi konsep Beyond Aid dalam proses pembangunan dan mendorong negara-negara berkembang untuk menjadi pelaku aktif pembangunan dengan pembekalan peningkatan kapasitas melalui mekanisme Knowledge Sharing. Selain itu Indonesia juga mendorong pembentukan mekanisme Knowledge Sharing yang lebih terstruktur dan institutionalized untuk dapat diimplementasikan pada tingkat nasional di masing-masing negara melalui contoh pengembangan Country Led Knowledge Hub (CLKH) Pertemuan Pertama Tingkat Tinggi/ 1st High-Level Meeting (HLM-1) GPEDC, dilaksanakan di Meksiko, pada tanggal 15-16 April 2014 untuk memperlihatkan kemajuan/progress dari Komitmen Busan, serta peran GPEDC dalam upaya pencapaian agenda pembangunan global. Melalui outcome HLM-1 di Mexico, disiapkan Communique yang mencakup: (1) Kaitan antara GPEDC (the what) dengan agenda pembangunan post-2015 (the how), (2) Hasil kongkrit dari kerjasama pembangunan yang inklusif dan berkesinambungan. Selain itu Communique tersebut juga akan memberikan arahan baru bagi GPEDC pada masa 2 tahun mendatang dimana akan diselenggarakan pertemuan tingkat tinggi selanjutnya, termasuk di antaranya pembaharuan (rotasi) keanggotaan Steering Committe, dan co-chairmanship (governance) yang baru. Mengingat GPEDC masih merupakan forum dengan paradigma baru serta melibatkan pemangku kepentingan pembangunan yang sangat luas maka diperlukan adanya proses sosialisasi dan outreach yang berkelanjutan dengan berbagai negara (region) maupun secara internal setiap negara untuk menyamakan persepsi dan pemahaman mengenai konsep, visi dan upaya yang kongkrit akan didorong melalui forum tersebut. Selanjutnya, dengan pembentukan GPEDC yang relatif baru, maka beberapa proses governance masih dalam tahap penyiapan agar dapat diyakinkan adanya keterlibatan yang inklusif dan transparan dalam forum tersebut. Masih diperlukan dukungan yang berkelanjutan terhadap upaya yang dilakukan dalam forum GPEDC melalui kegiatan outreach dan implementasi kesepakatan sesuai dengan posisi Indonesia sebagai salah satu negara MIC. Development Working Group G-20 Kementerian PPN/Bappenas merupakan focal point untuk Development Working Group pada G20.
Sejak pembentukan Working Group on Development pada G-20 pada pertengahan tahun 2010, Kementerian PPN/Bappenas sebagai Ketua Delegasi RI terlibat cukup aktif menyampaikan pandangan dan inisiatif pembangunan yang tercakup dalam Multi-Year Action Plan (MYAP) dalam berbagai pertemuan G20 Development Working Group Meeting (G20DWG Meeting) yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun. Pada tahun 2013 dengan keketuaan Rusia, Indonesia telah berkontribusi dalam proses Accountability Assessment terhadap implementasi komitmen pembangunan dalam Seoul 2010 Multi Years Action Plan dan mendukung usulan penajaman dan penggabungan beberapa isu pembangunan utama agar lebih fokus dan lebih kongkrit implementasinya.
70
Di samping itu, sejak tahun 2010 Indonesia sebagai salah satu cofacilitator bersama Australia dan Italia untuk area pembangunan growth with resilience telah berhasil menyelesaikan beberapa komitmen yang terkait dengan penguatan social protection program yaitu: (i) dengan mendorong lessons learnt dan best practice serta mendukung replikasi dalam implementasi program social protection kepada negara Low Income Countries (LICs); (ii) meluncurkan the UN Global Pulse Lab pertama di Jakarta yang didukung oleh seluruh anggota G20; (iii) mendukung pembentukan Social protection Inter Agency Cooperation Board untuk memperbaiki koordinasi kegiatan lembaga internasional dalam penanganan social protection di LICs; dan (iv) menyiapkan on-line Social protection Knowledge Sharing Gateway dalam rangka perkuatan kapasitas negara berkembang dan LICs. Untuk tahun 2014, Indonesia tetap akan mendorong fokus pembahasan dan kontribusi G20 DWG pada area infrastruktur, financial inclusion dan remittances, food security. Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) Pengembangan KSST Indonesia merupakan upaya melaksanakan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan Indonesia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia, dan menjadi landasan dalam politik luar negeri dan pelaksanaan hubungan internasional Indonesia yang bebas aktif. Pengembangan Kerja sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) Indonesia adalah salah satu upaya dalam melaksanakan amanat tersebut dan sebagai langkah nyata untuk mewujudkan semangat solidaritas dan penguatan collective action di antara negara-negara berkembang dan organisasi internasional yang terus mengalami transformasi dan penguatan. Dalam kerangka pembangunan, Kerjasama Selatan-Selatan dituangkan dalam RPJMN 2010-2014 sebagai salah satu prioritas program perencanaan dan pembangunan politik luar negeri Indonesia. Pelaksanaan koordinasi dan kelembagaan untuk KSST dilaksanakan secara bertahap berdasarkan tugas dan fungsi dari masing-masing K/L. Dengan mempertimbangkan perkembangan dan kebutuhan di masa mendatang maka koordinasi akan diperluas dengan melibatkan 3 pilar pembangunan secara inklusif, yaitu pemerintah, pihak swasta dan masyarakat. Pelaksanaan KSST dilakukan oleh Tim Koordinasi Pengembangan Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular yang dibentuk melalui Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor Kep. 51/M.PPN/HK/03/2013 tanggal 25 Maret 2013. Tim diketuai oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Luar Negeri. Keanggotaan tim berasal dari 4 institusi, yaitu Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Sekretariat Negara, serta beberapa K/L lainnya. Tim ini memiliki tugas antara lain: (1) Menyusun konsep kebijakan KSST, dan (2) Mengkoordinasikan, melaksanakan dan memfasilitasi kegiatan dalam rangka pengembangan KSST. Sebagai upaya untuk mendapatkan payung hukum dalam menentukan kebijakan pembangunan nasional yang terintegrasi antara kerjasama pembangunan internasional dan alokasi prioritas pembangunan, telah dilakukan finalisasi draft Peraturan Presiden tentang Kerjasama Selatan71
Selatan dan Triangular beserta draft Rencana Induk KSST sebagai lampirannya. Isi draft tersebut antara lain: mekanisme pendanaan KSST, penguatan mekanisme koordinasi diantara Tim Koordinasi KSST, dan perumusan strategi pelibatan pihak swasta dalam rangka meningkatkan keuntungan ekonomi (economical dividend). Pada tahun 2013 telah diselenggarakan 3 kegiatan flagship dalam rangka KSST, yaitu Training Manajemen Inseminasi Buatan, Training Manajemen Pengelolaan Risiko Bencana dan Workshop di bidang Demokrasi.
The 3rd Global Dialogue of Agencies and Ministries for International Cooperation and Development
Kegiatan internasional lainnya yang telah diselenggarakan adalah The 3rd Global Dialogue of Agencies and Ministries for International Cooperation and Development. Kegiatan ini diselenggarakan pada tanggal 4-5 Desember 2013 di Jakarta, bekerja sama dengan Kementerian Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Republik Federal Jerman (BMZ). Acara tersebut dihadiri oleh peserta dari China, Columbia, Jepang, Jerman, Korea, Meksiko, Peru, Afrika Selatan, Thailand dan Indonesia. Pelaksanaan kerjasama triangular pada tahun 2013 telah melibatkan beberapa mitra pembangunan.
Persiapan dan pelaksanaan kerjasama triangular telah dilakukan dengan melibatkan beberapa mitra pembangunan (develoment partner), antara lain: Japan International Cooperation Agency (JICA), World Bank, United Nations Development Programme (UNDP), Islamic Development Bank (IDB), United States Agency for International Development (USAID), Pemerintah Jerman (melalui BMZ dan GIZ) dan Pemerintah Norwegia. Beberapa pencapaian hasil kerjasama dengan JICA antara lain melalui knowledge management project, telah dihasilkan completion report, booklet dan video pendek untuk PNPM, demokrasi, dan manajemen makro. Selain itu telah dihasilkan laporan evaluasi terhadap pelaksanaan KSST, yaitu laporan case study road sector di Timor Leste dan agricultural sector di Tanzanian dan Gambia. Sedangkan untuk Capacity Development Project for South-South and Triangular Cooperation (CADEP-SSTC) telah dilakukan penandatanganan Record of Discussion (ROD), penugasan Advisor, dan perekrutan tim untuk sekretariat CADEP-SSTC.
72
Pencapaian kerjasama dengan Islamic Development Bank (IDB) melalui reverse linkage program adalah telah ditandatanganinya MoU oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Presiden IDB pada tanggal 6 April 2013. MOU ini merupakan milestone utama, yang diantaranya menyepakati area kerjasama di sektor pertanian, penanggulangan kemiskinan (diantaranya melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat), manajemen perekonomian makro dan kebijakan fiskal, dan penanggulangan bencana. Dalam rangka kerjasama pembangunan dengan Pemerintah Jerman telah dihasilkan dokumen Summary Record of The Negotiations on Development Cooperation Between The Government of Indonesia and the Government of The Federal Republic of Germany pada tanggal 14 November 2013 yang ditandatangani oleh Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas (mewakili Pemerintah Indonesia) dan Kepala Divisi Asia Tenggara, Kementerian Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan - BMZ (mewakili Pemerintah Federal Jerman). Salah satu hasil kesepakatan tersebut adalah Pemerintah Jerman melalui GIZ akan mendukung kegiatan South-South and Triangular Cooperation and Networks for Global Governance. UNDP telah memberikan dukungan operasional pelaksanaan KSST di Kementerian PPN/Bappenas melalui Strengthening Innovative Partnerships for Development Cooperation (SIP-DC). Selain itu UNDP dan Pemerintah Norwegia telah menandatangani Cost Sharing Agreement pada tanggal 5 Desember 2013 untuk pelaksanaan pilot project dan dukungan terhadap sekretariat KSST melalui SIP-DC Project. Mitra kerjasama pembangunan lainnya pada tahun 2013 adalah World Bank dan USAID. World Bank melalui World Bank Institute (WBI) akan memberikan Technical Assistant (TA) untuk meningkatkan kapasitas knowledge sharing dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). TOR pelaksanaan kegiatan pelaksanaan studi dan workshop knowledge exchange telah disepakati. Sedangkan untuk kerjasama dengan USAID telah dihasilkan draft concept paper dan persiapan pelaksanaan workshop. Pengintegrasian perencanaan kegiatan KSST ke dalam proses perencanaan dan penganggaran APBN.
Dalam rangka penyiapan usulan kegiatan KSST untuk TA 2014 telah dilakukan serangkaian kegiatan. Pada tanggal 14 Februari 2013 diselenggarakan workshop dengan tujuan untuk koordinasi dan pengenalan KSST dalam proses perencanaan dan penganggaran TA 2014. Selanjutnya dilakukan penyusunan konsep dan petunjuk pengisian tabel KSST untuk buku panduan Trilateral Meeting (TM). Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan KSST tahun 2013 antara lain: (1) Belum adanya strategi dan kebijakan KSST Indonesia yang terintegrasi diantara K/L; dan (2) Belum adanya koordinasi yang efektif dalam pelaksanaan KSST, termasuk perencanaan dan penganggaran. Tindak lanjut untuk menyelesaikan permasalahan, meliputi: (1) Finalisasi draft Peraturan Presiden dan Rencana Induk KSST; dan (2) Menetapkan petunjuk pengisian usulan kegiatan KSST dalam buku panduan Trilateral Meeting (TM) sebagai upaya mengintegrasikan perencanaan program dan kegiatan KSST dengan perencanaan penganggaran dalam APBN
73
Inter-governmental Committee of Experts on Sustainable Development Financing (ICE-SDF) Peran Kementerian PPN/Bappenas dalam ICE-SDF penting dalam memberikan masukan mengenai opsi inisiatif pembiayaan yang inovatif dalam pembangunan yang berkelanjutan.
Inter-governmental Committee of Experts on Sustainable Development Financing (ICE-SDF) dibentuk dengan tujuan menyiapkan laporan berisi strategi mengenai opsi pendanaan yang efektif untuk pembangunan yang berkelanjutan, dan mengupayakan mobilisasi sumber pendanaan untuk mencapai tujuan pembangunan. Penugasan ini merupakan bagian dari proses UN yang akan difinalkan dalam bulan September 2014. Keikutsertaan Kementerian PPN/Bappenas yang diwakili oleh Bapak Wakil Menteri PPN sebagai salah satu anggota Inter-governmental Committee of Experts on Sustainable Development Financing (ICE-SDF) sejak bulan Agustus 2013 sangat penting dalam memberikan masukan mengenai opsi inisiatif pembiayaan yang inovatif dalam pembangunan yang berkelanjutan. Secara khusus Indonesia memperjuangkan ODA agar dapat tetap dapat diakses oleh Middle Income Countries, sehingga terhindar dari Middle Income Trap, serta memperjuangkan alokasi pendanaan Sustainable Development Goals selain alokasi untuk pencapaian Millenium Development Goals yang ada selama ini. Permasalahan dalam pelaksanaan koordinasi ICE-SDF antara lain disebabkan oleh batas waktu yang singkat dan lingkup permasalahan yang cukup luas memerlukan sumbangan pemikiran yang strategis dan efektif dalam waktu cepat. Masukan Kementerian PPN/Bappenas melalui ICE-SDF sangat erat bersinergi dengan diskusi pada Open Working Group on Sustainable Development Goals (OWG-SDG).
Global Green Growth Institute (GGGI) Kementerian PPN/Bappenas merupakan salah satu participating member dari GGGI dan anggota council lembaga GGGI.
Tahun 2013 merupakan tahap persiapan kerjasama pemerintah Indonesia dengan lembaga internasional Global Green Growth Institute (GGGI). Beberapa langkah persiapan yang telah dilakukan meliputi: (1) Penyiapan kelembagaan GGGI agar dapat beroperasi secara resmi di Indonesia yang meliputi penyiapan MoU interim mengenai penanganan persiapan kerjasama GGGI di Indonesia sambil menunggu proses resmi ratifikasi perjanjian GGGI di Indonesia; (2) Melakukan penyiapan yang diperlukan dalam proses ratifikasi perjanjian melalui rangkaian proses penyiapan naskah akademis, ijin prakarsa, penyiapan rancangan Perpres, dan melakukan proses harmonisasi perjanjian GGGI. Kementerian PPN/Bappenas yang diwakili oleh Bapak Wakil Menteri PPN sebagai salah satu anggota Council lembaga GGGI juga telah memberikan kontribusi dalam bentuk pemikiran baik dalam pengelolaan operasi lembaga GGGI (kelembagaan, SDM, pembiayaan) serta memberikan arah strategis program kerjasama GGGI dengan berbagai negara untuk beberapa tahun ke depan. Pada tahun 2013 juga telah dilakukan penyiapan program kerjasama Indonesia dan GGGI untuk beberapa tahun mendatang dengan melibatkan kementerian lembaga serta pemerintah daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah sebagai pilot kegiatan GGGI di Indonesia. Untuk mengoptimalkan manfaat dari kerjasama GGGI, perlu segera diselesaikan proses diratifikasi agar program dan kegiatan GGGI dapat segera mulai dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku di Indonesia. Di sisi lain, perlu adanya koordinasi yang solid terhadap program dan 74
rencana kegiatan GGGI di Indonesia mengingat banyaknya kementerian dan lembaga yang terlibat.
Launching Program Kerja Sama Pertumbuhan Ekonomi Hijau Antara Pemerintah RI dan GGGI
Kerja sama Pembangunan Bilateral dan Multilateral Kerja sama pembangunan bilateral dan multilateral dilakukan untuk memastikan ketersediaan sumber pembiayaan luar negeri sebagai pendukung pendanaan pembangunan.
Dalam rangka memastikan ketersediaan sumber pembiayaan luar negeri untuk mendukung pendanaan pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas berkoordinasi dengan K/L dalam pengembangan kerja sama pembangunan bilateral dan multilateral. Rencana kerja sama pembangunan dituangkan dalam strategi kerjasama pembangunan/ country partnership strategy. Terkait rencana kerja sama pembangunan bilateral, pada tahun 2013 Kementerian PPN/Bappenas mereviu dokumen Strategi Kerjasama Pembangunan (Country Development Cooperation Strategy-CDCS) antara RI dan Amerika Serikat. Reviu tersebut bertujuan untuk melihat konsistensi antara CDCS dengan RPJMN 2010-2014, dengan mempertimbangkan tujuan RPJMN 2015-2019 sesuai amanat RPJPN 2005-2025. Untuk kurun waktu 2014–2018, prioritas kerjasama RI dan Amerika Serikat difokuskan pada: (1) Democratic Governance Strengthened; (2) Essential Human Services for Poorest and Most Vulnerable Improved; (3) Global Development Priorities of Mutual Interest Advanced; dan (4) Collaborative Achievement in Science, Technology and Innovation Increased. Di samping itu, pada tanggal 14 November 2013 Kementerian PPN/Bappenas juga menyepakati dokumen “Summary Record of Negotiation” yang menjadi acuan kerjasama pembangunan RI dan Jerman 2013-2020. Dalam kurun waktu tersebut, prioritas kerjasama pembangunan Indonesia – Jerman akan difokuskan pada: (1) Energy & Climate Change; (2) Inclusive Growth; dan (3) Good Governance & Global Network. Terkait rencana kerja sama pembangunan multilateral, pada tahun 2013 Kementerian PPN/Bappenas juga melakukan reviu atas dokumen kerjasama pembangunan dengan berbagai lembaga multilateral yang menjadi mitra pembangunan, seperti dengan ADB dan IFAD.
75
Koordinasi Lainnya Perencanaan Pendanaan Pembangunan Koordinasi perencanaan pendanaan pembangunan meliputi perencanaan perencanaan pinjaman dalam negeri, pinjaman luar negeri, dan penerimaan hibah.
3.4.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pendanaan pembangunan dan untuk meningkatkan kinerja pinjaman luar negeri, Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan penyusunan dokumen perencanaan pinjaman dalam negeri, pinjaman luar negeri, dan penerimaan hibah. Untuk meningkatkan kualitas perencanaan kegiatan-kegiatan yang dibiayai pinjaman luar negeri sesuai arahan RPJMN 2010-2014 dan PP No.10/2011, Kementerian PPN/Bappenas menerapkan kriteria kesiapan untuk usulan proyek-proyek yang akan dibiayai pinjaman luar negeri. Untuk memastikan pemenuhan kriteria kesiapan proyek tersebut dan dalam rangka akuntabilitas, Kementerian PPN/Bappenas juga menerapkan penggunaan lembar kendali kesiapan proyek. Selain itu, juga dikembangkan pemanfaatan SBSN (sukuk) sebagai salah satu alternatif sumber pendanaan pembangunan. Pada tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan kementerian teknis lainnya untuk menyiapkan berbagai kegiatan yang dibiayai melalui penerbitan SBSN.
Tata Kelola dan Manajemen Internal
Dalam pelaksanaan tata kelola dan manajemen internal, Kementerian PPN/Bappenas telah melaksanakan reformasi birokrasi (RB), pencapaian opini WTP atas laporan keuangan, penguatan pengawasan internal, penataan manajemen aset, perencanaan dan pengadaan dukungan sarana dan prasarana kantor, dan pengembangan sistem layanan data dan informasi perencanaan pembangunan. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Perkembangan RB Kementerian PPN/Bappenas tercermin dari penerapan jam kerja dan kehadiran, pemberian tunjangan kinerja, dan peningkatan kinerja secara kelembagaan.
Pelaksanaan program Reformasi Birokrasi (RB) Kementerian PPN/Bappenas dimulai sejak tahun 2008, dan tahun 2013 ini merupakan tahun keenam pengimplementasiannya. Pelaksanaan RB tersebut dilakukan dengan melakukan pembenahan dan peningkatan di bidang kelembagaan, sarana dan prasana, sumber daya manusia, dan ketatalaksanaan termasuk penataan program, kegiatan, dan anggaran sejalan dengan kebijakan anggaran berbasis kinerja dengan melibatkan seluruh pimpinan, staf dan unit kerja. Perkembangan dan hasil yang sudah dicapai sampai dengan saat ini telah dirasakan oleh organisasi dan seluruh pegawai di Kementerian PPN/Bappenas yang tercermin dari penerapan jam kerja dan kehadiran, pemberian tunjangan kinerja, dan peningkatan kinerja secara kelembagaan. Dalam pelaksanaan reformasi birokrasi tahun 2013, terjadi perubahan metode penilaian reformasi birokrasi dengan diterapkannya metode penilaian mandiri (self assesment) yang disebut Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB). Dalam pelaksanaan metode PMPRB, Kementerian PPN/Bappenas membentuk Tim Penilai (Asesor) dan Tim Pelaksana di setiap Unit Kerja Eselon I (UKE-I) di Kementerian PPN/Bappenas sesuai Peraturan Menteri PAN dan RB No. 1 Tahun 2012 76
tentang Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) dan Peraturan Menteri PAN dan RB No. 31 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) Secara Online. Tim Pelaksana dan Tim Asesor masing-masing dikoordinatori oleh Pejabat Eselon II yang telah ditunjuk oleh Pejabat Eselon I dan dikukuhkan dalam SK Tim. Tim Pelaksana berfungsi untuk menyusun dan mengisi capaian keberhasilan UKE-nya ke dalam kertas kerja PMPRB. Tim Asesor berfungsi untuk memberikan penilaian atas kinerja instansi berdasar indikator/elemen yang telah ditetapkan dan menyusun tindak lanjutnya. Inspektorat Utama bertugas sebagai koordinator asesor dan fasilitator.
Gambar 12. Arah dan Kebijakan RB: Framework Secara Ringkas
Sumber: Biro Perencanaan, Organisasi, dan Tata Laksana Kementerian PPN/Bappenas
Pelaksanaan dan hasil pencapaian sembilan program Reformasi sampai dengan tahun 2013: Pertama: Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan Kementerian PPN/Bappenas telah berdampak pada terbangunnya kesamaan persepsi, komitmen, konsistensi dan keterlibatan seluruh pegawai dalam pelaksanaan program dan kegiatan reformasi birokrasi. Kedua: Pelaksanaan Program Penataan Peraturan Perundang-undangan telah berdampak pada tersedianya/tersusunnya pemetaan berbagai peraturan perundang-undangan yang selaras (harmonis) dan tidak tumpang tindih. Ketiga: Pelaksanaan Program Penataan dan Penguatan Organisasi telah berdampak pada: (1) Tersedianya peta tugas dan fungsi unit kerja di instansi yang tepat fungsi dan tepat ukuran yang dituangkan di dalam dokumen struktur Organisasi dan Tata Kerja instansi; dan (2) Tersedianya rencana penguatan (dokumen organisasi dan tata kerja, uraian tugas dan fungsi) unit organisasi yang secara fungsional melaksanakan fungsi organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepegawaian dan diklat. 77
Keempat: Program Penataan Tata Laksana diukur berdasarkan: (1) Seluruh dokumen SOP yang diterbitkan oleh Kementerian PPN/Bappenas sudah disahkan, dan (2) Tersedianya Blue Print pengembangan EGovernment (IT Plan). Kelima: Program Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur diukur berdasarkan: (1) Meningkatnya ketaatan terhadap pengelolaan SDM aparatur di instansi, (2) Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan SDM Aparatur di instansi, (3) Meningkatnya disiplin SDM aparatur di instansi, (4) Meningkatnya efektivitas manajemen SDM aparatur di instansi, dan (5) Meningkatnya profesionalisme SDM aparatur di instansi. Keenam: Program Penguatan Pengawasan diukur berdasarkan: (1) Meningkatnya kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan negara di Kementerian PPN/Bappenas, (2) Meningkatnya efektivitas pengelolaan keuangan negara di Kementerian PPN/Bappenas, (3) Diperolehnya opini WTP dari BPK terhadap pengelolaan keuangan negara di Kementerian PPN/Bappenas, dan (4) Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang di Kementerian PPN/Bappenas. Ketujuh: Program Penguatan Akuntabilitas Kinerja diukur berdasarkan: (1) Meningkatnya kinerja Kementerian PPN/Bappenas, dan (2) Meningkatnya akuntabilitas Kementerian PPN/Bappenas. Kedelapan: Pelaksanaan Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik telah berdampak pada: (1) Meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada pemangku kepentingan, (2) Meningkatnya jumlah unit pelayanan yang memperoleh standarisasi pelayanan internasional, (3) Meningkatnya indeks kepuasan pemangku kepentingan terhadap pelayanan Kementerian PPN/Bappenas.
Gambar 13. Hasil Pencapaian 9 Program Mikro dengan PMPRB
Sumber: PMPRB Online KemenPAN dan RB
78
Dalam kaitan dengan pelaksanaan kegiatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pelayanan Publik telah dilakukan Pelaksanaan Survei Eksternal Kepuasan Pelanggan terhadap Layanan Kementerian PPN/Bappenas. Pelaksanaan survei adalah untuk mengukur kepuasan masyarakat/pemangku kepentingan terhadap layanan yang disediakan Kementerian PPN/Bappenas, dengan hasil: (1) Berdampak pada meningkatnya integritas, akuntabilitas, dan transparansi layanan sehingga pada gilirannya meningkatkan kepercayaan publik (public trust) dan pemangku kepentingan (stakeholder) kepada Kementerian PPN/Bappenas. Hal ini dapat dibuktikan dari pemberian penghargaan dari pemangku kepentingan (stakeholder) kepada Kementerian PPN/Bappenas, diantaranya: (a) Penghargaan atas responsif gender “Anugerah Parahita Ekapraya” sebagai prestasi keberhasilan melaksanakan pembangunan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, dan (2) JICA Award atas implementasi RPJMN dalam bidang perubahan iklim (peduli isu lingkungan); serta (2) Berdampak pada internal, dengan telah terjadinya perubahan perilaku SDM aparatur (peningkatan) dalam hal etika, kinerja, kedisiplinan, dan perilaku terhadap pemangku kepentingan eksternal. Apabila dilihat dari indikator integritas, akuntabilitas, dan transparansi, maka pemangku kepentingan eksternal menilai sangat memuaskan terhadap penyediaan layanan kepada pemangku kepentingan eksternal berupa RPJPN, RPJMN, RKP, dan rencana kebijakan. Kesembilan: Pelaksanaan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Reformasi Birokrasi Kementerian PPN/Bappenas telah berdampak pada adanya jaminan mutu agar pelaksanaan reformasi birokrasi dijalankan sesuai dengan ketentuan dan target yang ditetapkan dalam road map Kementerian PPN/Bappenas. Di samping itu dapat diketahui sejauhmana hasil pelaksanaan reformasi birokrasi dimanfaatkan oleh seluruh stakeholder dan adanya umpan balik untuk perbaikan pelaksanaan reformasi birokrasi di tahun berikutnya. Pelaksanaan Program Percepatan (Quick Wins) juga telah berdampak pada meningkatnya kepercayaan publik (public trust) dan pemangku kepentingan (stakeholder) kepada Kementerian PPN/Bappenas. Sedangkan hasil dari pelaksanaan survei internal dan eksternal terhadap Layanan Kementerian PPN/Bappenas menunjukkan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi telah berdampak pada tiga hal, yaitu: (1) Dilihat dari sisi hasil pada SDM aparatur, terjadinya peningkatan motivasi dan kepuasan pegawai terhadap apa yang dikerjakannya. Sehingga motivasi dan kepuasan ini menjadi stimulan untuk menguatkan kembali (reinforcement) kinerja pegawai; (2) Dilihat dari sisi pengungkit, meningkatnya dukungan kepemimpinan dan organisasi secara keseluruhan akan terus membangkitkan semangat, motivasi dan kinerja pegawai, apalagi didukung juga oleh hasil survei eksternal yang menilai sangat memuaskan terhadap integritas, akuntabilitas, dan transparansi layanan; dan (3) Dilihat dari sisi pemangku kepentingan eksternal, meningkatnya motivasi dan kepuasan pegawai akan berdampak pada tersedianya layanan berkualitas (penyediaan RPJPN, RPJMN, RKP, dan rencana kebijakan) yang dirasakan juga oleh pemangku kepentingan eksternal. 79
Pencapaian Opini atas Laporan Keuangan Peningkatan kualitas akuntabilitas pengelolaan keuangan bertujuan untuk mendorong proses perbaikan sehingga opini WTP dapat dipertahankan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan, Kementerian PPN/Bappenas telah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama lima tahun berturut-turut (2008-2012). Pencapaian opini WTP merupakan isu yang sangat penting karena memberikan gambaran tingkat kewajaran dari akuntabiltas pengelolaan dana publik yang terwujud pada suatu laporan keuangan. Dengan demikian kredibilitas Bappenas sebagai lembaga perencana yang produk-produknya digunakan oleh K/L dan lain dapat selalu terjaga. Capaian ini juga menggambarkan bahwa pengelolaan keuangan di Bappenas telah dilakukan secara akuntabel, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan didukung sistem pengendalian intern yang memadai.
Penguatan Pengawasan Internal Penguatan pengawasan Internal dilakukan sebagai bentuk komitmen terhadap akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan tupoksi Kementerian PPN/Bappenas.
Penguatan pengawasan internal tahun 2013 mencakup penguatan pengawasan di bidang keuangan dan kinerja. Hal ini dilakukan melalui antara lain: (1) Penyusunan Peta Risiko Unit Kerja Kementerian PPN/Bappenas; (2) Penetapan Whistle Blowing System (WBS) dengan Permen PPN/Kepala Bappenas No.5/2013; (3) Penatausahaan pengelolaan BMN secara optimal; (4) Pelaksanaan fungsi assurance dan consulting dalam bidang keuangan dan kinerja, antara lain audit atas program/kegiatan, audit atas pengelolaan dana dekonsentrasi, reviu RKAKL, reviu Laporan Keuangan, monitoring tindak lanjut hasil pengawasan, monitoring LAMPID, monev RB, pelaksanaan join audit BPKP, pelaksanaan SPIP, pemetaan kinerja output, monitoring penyerapan anggaran, dan pendampingan pengawasan eksternal; (5) Pengembangan situs Bappenas sebagai media untuk menginformasikan kegiatan strategis secara terbuka; (6) Pendidikan dan budaya anti korupsi; dan (7) Pencanangan Pakta Integritas bagi pimpinan. Penguatan pengawasan internal menghasilkan dampak yang positif seperti: (1) Peningkatan nilai LAKIP Kementerian PPN/Bappenas; (2) Peningkatan persepsi kualitas kepuasan terhadapfungsi konsultasi; dan (3) Peningkatan nilai Internal Audit Capability Model (IACM) level 2. Namun demikian, penguatan pengawasan internal masih menghadapi beberapa kendala dalam pelaksanaannya, antara lain: (1) Terbatasnya jumlah dan kapasitas SDM Inspektorat untuk mendukung pelaksanaan kegiatan; dan (2) Tugas-tugas strategis tambahan lainnya yang tidak tercakup dalam PKPT menyebabkan pelaksanaan pengawasan belum optimal. Langkah tindak lanjut yang dilakukan antara lain: (1) Menyusun rencana pengembangan SDM Inspektorat sebagai dasar pengusulan formasi kebutuhan SDM; dan (2) Menyempurnakan PKPT dengan mengakomodasi tugas tambahan yang bersifat strategis.
80
Pencapaian Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Penguatan sistem AKIP dilakukan melalui penyempurnaan penetapan kinerja, IKU, tujuan dan sasaran yang lebih berorientasi hasil sehingga dapat diukur secara obyektif dan relevan.
Kementerian PPN/Bappenas mendapatkan peringkat “Baik” untuk pencapaian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sebagai perwujudan hasil penguatan akuntabilitas kinerja di tahun 2012. Hal ini menunjukkan peningkatan nilai LAKIP sejak tahun 2009. Reviu LAKIP dilakukan oleh Inspektorat Utama dalam rangka mendukung implementasi Sistem AKIP di Kementerian PPN/Bappenas. Komponen penilaian mencakup perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja, dan capaian kinerja. Gambar 14. Pencapaian AKIP
Nilai B Target B A (72) B (>75) (65,3) CC (<65) (65,1) 2009
2010
2011
2012
Tahun
2013
Sumber: Inspektorat Kementerian PPN/Bappenas
Permasalahan yang dihadapi khususnya terkait dengan masih perlunya optimalisasi peningkatan pelaksanaan evaluasi kinerja dalam capaian kegiatan. Tindak lanjut yang dilakukan adalah: (1) intensifikasi pelaksanaan evaluasi berkala terhadap pencapaian kinerja secara berjenjang dengan melibatkan seluruh jajaran pimpinan dan pegawai di unit kerja; (2) penerapan sistem IT dalam proses manajemen kinerja; (3) melakukan proses penyelarasan indikator kinerja utama (IKU) di masingmasing unit kerja untuk diturunkan menjadi Sasaran Kinerja Pegawai (SKP); dan (4) melaksanakan proses pendampingan manajemen kinerja yang bertujuan membantu unit kerja dalam menyusun action plan, menyelaraskan target kinerja, serta strategi yang tepat dalam pencapaian target kinerja. Penataan Manajemen Aset Penertiban penatausahaan Aset (Barang Milik Negara) Kementerian PPN/Bappenas.
Penatausahaan aset/BMN merupakan salah satu komponen dalam penilaian yang dapat mempengaruhi opini BPK atas Laporan Keuangan K/L. Sejak tahun 2008, Kementerian PPN/Bappenas telah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian. Hal ini tentunya dapat dicapai karena Kementerian PPN/Bappenas selalu memperhatikan tiga tertib, yaitu tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik dalam melakukan penatausahaan aset/BMN. Dalam rangka tertib administrasi, Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan penyusunan Laporan Barang Milik Negara secara komputerisasi sejak tahun 2006 hingga kini, melalui aplikasi Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. Kementerian PPN/Bappenas 81
juga telah melakukan penyusunan Laporan BMN secara berjenjang, dimulai dari tingkat Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB), Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon I (UAPPB-E1) sampai dengan Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB). Selain itu, pada tahun 2013 juga telah diterapkan penyusutan dalam proses penyusunan Laporan Barang Milik Negara dengan nilai total aset per 31 Desember 2013 Rp.470.072.314.804,- (unaudited). Sejak tahun 2012 hingga saat ini, Kementerian PPN/Bappenas memiliki 35 (tiga puluh lima) satuan kerja yang terdiri dari 2 (dua) satuan kerja pusat dan 33 (tiga puluh tiga) satuan kerja dekonsentrasi. Dalam rangka tertib hukum, Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan sertifikasi atas tanah-tanah yang dikuasai serta melakukan pengurusan Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) atas kendaraan yang bersumber dari hibah. Dalam rangka tertib fisik, Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan pengamanan dengan cara pemagaran dan pemasangan plang pada lokasi tanah yang dikuasai serta pengidentifikasian atas seluruh BMN yang dikuasai dengan cara pelabelan dan pemasangan Daftar Barang Ruangan pada setiap ruangan sehingga eksistensi BMN dapat diketahui lokasinya. Pada tahun 2013, terdapat pengelolaan BMN yang menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp.1.020.426.772,- yang berasal dari pemindahtanganan BMN/bongkaran BMN, serta sewa tanah, gedung, peralatan dan mesin. Atas upaya penertiban tersebut, sejak tahun 2012 hingga saat ini Kementerian PPN/Bappenas mendapat penghargaan sebagai Juara Kedua kategori Utilisasi Barang Milik Negara untuk kelompok K/L dengan jumlah Unit Kuasa Pengguna Barang sampai dengan sepuluh Satuan Kerja dari Kementerian Keuangan selaku Pengelola Barang. Permasalahan yang dihadapi dalam melakukan penatausahaan aset/BMN yaitu: (1) Kurangnya pemahaman pejabat/pegawai Kementerian PPN/Bappenas tentang penatausahaan dan pengelolaan BMN, dan (2) Terbatasnya sumber daya manusia pelaksana/petugas penatausahaan dan pengelolaan BMN baik kualitas dan kuantitas. Sebagai upaya meningkatkan penertiban dan penatausahaan aset/BMN di Kementerian PPN/Bappenas, dipandang perlu untuk melakukan: (1) Sosialisasi secara terus menurus kepada seluruh pegawai tentang pentingnya tanggungjawab dalam penatausahaan aset/BMN, (2) Peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dalam penatausahaan aset/pengelolaan BMN, (3) Penetapan penanggungjawab ruangan, sebagai penatausahaan aset/BMN di masing-masing ruangan, dan (4) Melakukan pengawasan dan pengendalian rutin atas aset/BMN yang digunakan. Perencanaan dan Pengadaan Dukungan Sarana dan Prasarana Kantor Dukungan sarana dan prasarana kantor sangat penting untuk memperlancar pencapaian sasaran kinerja.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi pegawai diperlukan sarana dan prasarana kantor yang dapat mendukung dan memperlancar pencapaian sasaran kinerja sesuai tupoksi satuan kerja di Kementerian PPN/Bappenas. Pada tahun 2013 telah dilakukan pekerjaan pengadaan sarana dan prasarana kantor, antara lain: (1) Revovasi gedung kantor di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas; (2) Pembangunan gedung 82
kantor di Jalan Proklamasi 70; (3) Sewa jasa operasional perlengkapan sarana gedung; (4) Pengadaan buku-buku untuk mendukung perencanaan; (5) Perbaikan/rehabilitasi peralatan dan mesin; (6) Pengadaan/penggantian kendaraan dinas operasional roda-2 dan roda-4 sebagai pengganti kendaraan dinas yang sudah dihapus/lelang sesuai peraturan (7) Pengadaan alat pengolah data dan perlengkapan ruang rapat pimpinan; dan (8) Operasional pegawai dalam menyusun laporan pertanggungjawaban dalam upaya mempertahanan opini Badan Pemeriksa Keuangan dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Pelaksanaan perencanaan dan pengadaan dukungan sarana dan prasarana kantor Kementerian PPN/Bappenas tidak mengalami kendala yang berarti karena didukung oleh staf yang berpengalaman dan ahli dalam bidang pengadaan barang/jasa serta memiliki keahlian dalam bidang teknik walaupun penyusunan dokumen perencanaan teknik dilakukan oleh konsultan individual dan/atau konsultan perusahaan. Tindak lanjut yang diperlukan antara lain: (1) Peningkatan kemampuan staf perencanaan dan pengadaan sarana dan prasarana kantor Kementerian PPN/Bappenas, (2) Pemanfaatan gudang penyimpanan secara lebih efisien sehingga dapat memperlancar proses pengadaan sarana dan prasarana, dan (3) Peningkatan akuntabilitas dan azas manfaat yang diperoleh bagi pegawai Kementerian PPN/Bappenas secara keseluruhan. Pengembangan Sistem Layanan Data dan Informasi Perencanaan Pembangunan Pengembangan koleksi bahan pustaka berdasarkan kebutuhan dan/atau usulan dari user serta disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi
Dalam rangka penyediaan data dan informasi bagi pegawai di Kementerian PPN/Bappenas, dilaksanakan kegiatan pengadaan, pemeliharaan, dan pelayanan bahan pustaka untuk mendukung pelaksanaan tugas sehari-sehari. Pada tahun 2013 terdapat pengadaan ± 196 eksemplar buku, menurun 11 eksemplar dibandingkan tahun sebelumnya, namun dengan penambahan subjek tentang kesehatan/gizi. Selain penambahan koleksi bahan pustaka juga dilakukan kegiatan alih media/digitalisasi dokumen. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Tidak semua user mengetahui dan memanfaatkan koleksi bahan pustaka secara optimal, dan (2) Keterbatasan tempat/rak penyimpanan koleksi bahan pustaka. Tindak lanjut yang diperlukan adalah seperti: (1) Melakukan sosialisasi dengan cara membuat daftar koleksi bahan pustaka terbaru dan disebarkan ke seluruh user via email atau ditempel di mading agar semua user mengetahui koleksi bahan pustaka terbaru /terkini, dan (2) Menyediakan koleksi bahan pustaka dalam bentuk digital (e-book) selain untuk meminimalisasi tempat/rak penyimpanan juga agar dapat diakses oleh semua user dari berbagai tempat/lokasi.
Pengelolaan arsip dinamis secara efektif dan efisien, perlu didukung dengan SOP/pedoman, instrumen, serta sarana dan prasarana kearsipan.
Terkait dengan tugas perpustakaan dan kearsipan, pada tahun 2013 telah dilakukan penyusunan tata naskah dinas, klasifikasi arsip, jadwal retensi arsip, dan klasifikasi keamanan dan akses arsip (UU No.43/2009 tentang Kearsipan) dan penyiapan pedoman kearsipan sebagai guidance dalam pengelolaan arsip Kementerian PPN/Bappenas. Selain itu, telah dilakukan pula penyusunan instrumen pengelolaan arsip berbasis IT sebagai instrumen dalam mengolah arsip. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) Belum tersedianya tempat penyimpanan arsip (record center), (2) Belum disahkannya pedoman/SOP Kearsipan secara baku, (3) 83
Terbatasnya SDM kearsipan baik di unit-unit kerja maupun di unit kearsipan, (4) Tidak semua unit kerja mengimplementasikan draft instrumen kearsipan dalam mengelola arsip unit kerja. Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) Perlu disediakan record center (tempat penyimpanan) arsip inaktif Kementerian PPN/Bappenas, (2) Mengusulkan proses legalisasi pedoman/SOP kearsipan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, (3) Mengikuti diklat dan/atau melakukan pembinaan terhadap pelaksana arsip di unit-unit kerja, dan (4) Melakukan sosialisasi dan koordinasi baik berupa pendampingan maupun bimbingan teknis kearsipan di unit-unit kerja secara berkesinambungan. Pengembangan website Kementerian PPN/Bappenas terus disempurnakan.
Pada tahun 2013, dilakukan penyempurnaan dan peningkatan fitur dan interface (antar muka) website Kementerian PPN/Bappenas dengan mengadopsi teknologi web 2.0. Terdapat fitur komentar dan kontak yang lebih interaktif dengan masyarakat, sebagai bentuk keterbukaan informasi publik. Kemudian, pengelola konten website Kementerian PPN/Bappenas juga sudah diserahkan ke masing-masing unit kerja, tidak lagi dilakukan oleh admin Pusdatin. Untuk mengoptimalkan kebutuhan admin unit kerja, telah dilaksanakan pelatihan admin website Kementerian PPN/Bappenas pada tanggal 16-17 Desember 2013. Pada tahun 2013 website Kementerian PPN/Bappenas telah mendapatkan penghargaan kompetisi situs web dari 47 Kementerian dan Lembaga “etransparancy award 2013”, yaitu menduduki peringkat ke-8. Penghargaan ini sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap website Kementerian PPN/Bappenas yang telah banyak berkembang dari segi fitur dan layanan secara berkelanjutan.
Pengembangan dan pengelolaan data informasi statistik dan non statistik dilakukan melalui kerja sama dengan lembaga/ pengelola sumber data.
Untuk meningkatkan kualitas data perencanaan pembangunan, pada tahun 2013 Kementerian PPN/Bappenas bekerjasama dengan lembaga/pengelola sumber data seperti Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam bentuk data spasial dan infrastruktur. Sebelumnya, telah dilakukan kerja sama serupa dengan BPS dalam bentuk data statistik (data mentah dan publikasi data BPS). Bentuk koordinasi dan komunikasi kerja sama dengan pengelola data di luar lingkungan Kementerian PPN/Bappenas sudah terimplementasi dalam Forum Komunikasi Data dan Informasi Perencanaan Pembangunan, yang pada tanggal 12 Desember 2013 dilaksanakan untuk Kementerian PPN/BappenasBappeda di Jakarta. Wadah penyajian online berbasis website, yang disebut Data Kementerian PPN/Bappenas (data.bappenas.go.id) telah banyak berkembang dari segi fitur dan proses pengelolaan datanya. Data Kementerian PPN/Bappenas memuat data statistik dan non statistik yang berisikan informasi perencanaan pembangunan dalam bentuk web report dataset. Di tahun 2013 telah dikumpulkan 54 jenis dataset statistik dan 1 jenis dataset spasial (data Rupa Bumi Indonesia–RBI skala 1:250.000). Kendala yang masih dihadapi dalam penyajian data dan informasi perencanaan pembangunan adalah masih kurangnya pemanfaatan fiturfitur website (dengan teknologi web 2.0) dan data online oleh unit kerja UKE I/II dalam menyajikan dan meng-update informasi olahan data unit kerja UKE I/II yang bersangkutan kedalam website utama Kementerian PPN/Bappenas dan Data Kementerian PPN/Bappenas online.
84
Penyediaan dan pengembangan prasarana teknologi informasi dan komunikasi merupakan aspek penting dalami sistem pengolahan data dan informasi.
Prasarana teknologi informasi, terdiri atas pengelolaan data center, pengelolaan jaringan data dan pengelolaan desktop serta midleware; merupakan back-end dari sistem pengolahan data dan informasi yang dikembangkan Kementerian PPN/Bappenas. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi pengadaan barang dan jasa, pemeliharaan dan pendayagunaan serta penerapan tata kelola teknologi informasi. Selama tahun 2013, telah dilakukan: (1) Penambahan kapasitas Server Blade 2 unit dan storage 12 TB (SAN Storage) guna mendukung pengolahan BIG DATA, penguatan sistem backup (data dan aplikasi) dengan penambahan 24 TB (NAStorage); (2) Konfigurasi infrastruktur aplikasi pendukung eMusrenbangnas 2013 dan sistem rekrutmen CPNS online Kementerian PPN/Bappenas yang lebih optimal; (3) Dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan jaringan data dan sistem keamanan informasi telah dilakukan peningkatan kapasitas koneksi internet menjadi 50 Mbps (utama) dan 20 Mbps (Backup), penambahan 2 koneksi jaringan data ke Wisma Nusantara (Pulse Lab Jakarta) dan BIG, memfasilitasi internet mobile kepada pejabat eselon 1 dan eselon 2, pengadaan perangkat keamanan email (Ironport), anti virus yang tersentralisasi (ESET), penambahan spot wireless (Aruba); (4) Tersusunnya dokumen tata kelola keamanan sistem informasi yang terdiri dari 12 kebijakan dan 11 prosedur; (5) Untuk meningkatkan kemampuan SDM di bidang teknologi informasi, telah dilaksanakan pelatihan tentang tata kelola teknologi informasi, dan Disaster Recovery Plan; (6) Untuk peningkatan pelayanan prasarana teknologi informasi, telah dilaksanakan evaluasi data center dengan melakukan pemeriksaan kondisi infrastruktur data center dan DRC, serta melakukan evaluasi prasarana jaringan data yang tersedia.
Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan dilakukan untuk meningkatkan layanan pengguna.
Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan dapat dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu : (1) Aplikasi Substantif, yaitu aplikasi yang mendukung langsung proses perencanaan, dan (2) Aplikasi Fasilitatif, yaitu aplikasi yang menunjang administrasi perkantoran. Pengembangan aplikasi sistem informasi bertujuan untuk meningkatkan layanan kepada user terhadap akses data dan informasi. Kegiatan pengembangan aplikasi pada tahun 2013, antara lain: (1) Integrasi aplikasi, yang menggabungkan beberapa aplikasi fasilitatif, sehingga database dari setiap aplikasi dapat digunakan bersama. Aplikasi yang digabungkan antara lain aplikasi naskah dinas, surat masuk, agenda rapat dan kearsipan (modul baru); (2) Pengembangan aplikasi kolaborasi matrik untuk memudahkan user dalam penyusunan matrik RKP, terutama untuk mengkoreksi angka-angka dalam matrik tersebut; (3) Pengembangan aplikasi Term Of Reference (TOR) dan Rincian Anggaran Biaya (RAB) untuk mempermudah user dalam penyusunan dan pengkoreksian TOR dan RAB. Semua aplikasi tersebut akan diuji coba pada tahun 2014.
85
3.5.
Pengembangan Kualitas SDM Aparatur Perencanaan Pusat dan Daerah
Pengembangan kualitas SDM aparatur perencanaan pusat dan daerah dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat) gelar dan non gelar di dalam dan luar negeri dengan tujuan untuk peningkatan kapasitas instansi perencana dan penguatan reformasi birokrasi. Pendidikan dan Pelatihan Gelar dan Non Gelar S2 dan S3 di Dalam dan Luar Negeri Pencapaian pelaksanaan Diklat program gelar dan non gelar (S2 dan S3) serta non gelar sudah sangat baik.
Pencapaian pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (Diklat) program gelar (S2 dan S3) serta non gelar, baik linkage, di dalam dan luar negeri tahun 2013 dapat dinilai sangat baik. Realisasi jumlah peserta yang mengikuti Diklat gelar mencapai 112 persen dari terget yang direncanakan. Jumlah peserta yang mengikuti program Diklat gelar S2 Dalam Negeri 427 peserta, S2 Linkage (1 tahun di dalam negeri dan 1 tahun di luar negeri) 83 peserta, S2 Luar Negeri 123 peserta, S3 Dalam Negeri 16 peserta, dan S3 Luar Negeri 32 peserta. Realisasi jumlah peserta yang mengikuti Diklat non gelar JFP mencapai 96 persen dari terget yang direncanakan. Pelaksanaan program Diklat non gelar baik linkage, di dalam maupun di luar negeri, yang meliputi diklat substantif dan penjenjangan Jabatan Fungsional Perencana (JFP) juga cukup berhasil. Untuk Diklat non-gelar penjenjangan JFP, jumlah peserta diklat JFP Pertama 568 peserta, JFP Muda 145 peserta, JFP Madya 78 peserta, dan JFP Utama 4 peserta. Realisasi jumlah peserta yang mengikuti diklat non gelar substantif, TOT dan lainnya mencapai 96 persen dari terget yang direncanakan. Dalam pelaksanaan Diklat non-gelar substantif, jumlah peserta diklat topik khusus di dalam negeri 1.128 peserta, Diklat Training of Trainers (TOT) Linkage 50 peserta, TOT di dalam negeri 19 peserta, Diklat non gelar magang (staf enhancement) di luar negeri 14 peserta. Selain itu, jumah peserta yang mengikuti Diklat non gelar untuk sabatical dan academic exchancge di luar negeri mencapai 10 peserta. Dalam rangka pembinaan dan pengembangan JFP telah dilakukan penilaian angka kredit terhadap 9 orang pejabat fungsional perencana mulai dari jenjang Pertama sampai dengan Utama. Selain itu juga telah dilaksanakan akreditasi terhadap 11 penyelenggara Diklat yang telah melaksanakan kerjasama dengan Pusbindiklatren Kementerian PPN/Bappenas. Untuk meningkatkan kapasitas tim penilai angka kredit di daerah, telah dilakukan workshop penilaian angka kredit perencana dan administrasi penilaian angka kredit perencana. Permasalahan yang dihadapi yang terkait dengan pelaksanaan Diklat gelar dan non-gelar adalah: (1) Berkurangnya pembiayaan hibah dari donor untuk program Diklat gelar S2 linkage, (2) Proses mekanisme pembayaran yang menggunakan metode swakelola masih lemah, dan (3) Peserta mengundurkan diri pada saat Diklat akan dilaksanakan. Sedangkan masalah yang dihadapi dalam rangka pembinaan dan pengembangan JFP adalah: (1) Belum pahamnya unit kerja yang bertanggungjawab mengelola kepegawaian di pusat dan daerah terhadap proses dan mekanisme pengangkatan pertama kali ke dalam JFP, dan (2) Belum seluruh unit kerja di daerah memiliki Tim Penilai, sehingga adanya keraguan calon peserta untuk memasuki JFP. Upaya yang telah dilaksanakan untuk mengatasi pemasalahan tersebut di atas adalah: (1) Mengembangkan rintisan program (skema) baru dan melakukan penjajagan kerjasama dengan 86
lembaga donor, (2) Meningkatkan komunikasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan pembayaran, dan (3) Melakukan koordinasi dengan penyelenggara Diklat untuk mengingatkan calon peserta mematuhi ketentuan dan persyaratan untuk mengikuti Diklat non-gelar. Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah rendahnya pemahaman dan belum adanya tim penilai adalah dengan meningkatkan frekuensi sosialisasi JFP di pusat dan daerah serta melakukan worskhop dan konsultasi/fasilitasi yang terkait dengan pelaksanaan JFP.
3.6. Penugasan Lainnya kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas Sejumlah penugasan lain yang dilaksanakan oleh Kementerian PPN/Bappenas, antara lain: (1) Pelaksanaan Inpres/Perpres, meliputi Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, Perpres No.42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gerakan 1000 HPK); dan (2) Penyusunan prakarsa strategis, kajian, dan kertas kebijakan.
Pelaksanaan Inpres/Perpres Koordinasi Percepatan Pencapaian Target MDGs dalam Rangka Pelaksanaan Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan Koordinasi Percepatan Pencapaian Target MDGs difokuskan pada penyusunan berbagai peraturan kebijakan.
Koordinasi Percepatan Pencapaian Target MDGs pada tahun 2013 difokuskan pada penyusunan berbagai peraturan dan kebijakan untuk mendorong percepatan pencapaian target MDGs, antara lain: (1) Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Pemantauan Pelaksanaan Rencana Aksi Daerah (RAD) Percepatan Pencapaian MDGs melalui SK Menteri PPN/Kepala Bappenas No.KEP.11/M.PPN/HK/01/2013; (2) Penyusunan pedoman teknis pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RAD MDGs Provinsi (Revisi 2013); (3) Penyusunan pedoman teknis Reviu RAD MDGs Provinsi; (4) Pemberian insentif bagi daerah terbaik dalam pencapaian MDGs pada saat Musrenbangnas 2013; (5) Pelaksanaan diseminasi dan advokasi percepatan pencapaian MDGs kepada seluruh pemangku kepentingan; (6) Penguatan ketersediaan data dan informasi dengan kerjasama antara BPS; (7) Penyusunan laporan MDGs Indonesia Tahun 2013; (8) Persiapan replikasi MDGs Acceleration Framework (MAF); (9) Bersama-sama Kantor Utusan Khusus Presiden (KUKP) RI merumuskan kriteria penerima MDGs Award; (10) Pemantauan pelaksanaan RAD Percepatan Pencapaian MDGs Provinsi; (11) Fasilitasi kepada pemerintah provinsi dalam menyusun Laporan Pencapaian MDGs Provinsi Tahun 2013; dan (12) Fasilitasi kepada pemerintah kabupaten/kota dalam menyusun matriks RAD percepatan pencapaian MDGs kabupaten/kota. Permasalahan yang dihadapi terutama pada bagaimana: (1) Mengatasi lebarnya disparitas pencapaian sasaran MDGs antarprovinsi dan kabupaten/kota; (2) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya untuk mencapai sasaran MDGs; (3) Meningkatkan koordinasi antarinstansi dalam merumuskan perencanaan dan mengalokasikan anggaran untuk mendukung pencapaian sasaran MDGs; (4) Memperkuat monitoring dan evaluasi pencapaian kinerja MDGs; (5) Memperkuat database MDGs tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan (6) Memperkuat komitmen eksekutif dan legislatif dalam pencapaian sasaran MDGs. 87
Koordinasi Pelaksanaan Perpres No.42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gerakan 1000 HPK) Kementerian PPN/Bappenas berperan dalam penyusunan dan peluncuran Perpres No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.
Perpres No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi (Gerakan 1000 HPK), bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat, khususnya menurunkan prevaleni stunting pada anak balita melalui pengaturan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi. Peluncuran Gerakan 1000 HPK telah dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2013 yang diintegrasikan dengan peringatan Hari Pangan Sedunia. Kementerian PPN/Bappenas berperan penting dalam penyusunan dan peluncuran Perpres tersebut. Pelaksanaan sosialisasi telah dilakukan di tingkat pusat maupun daerah, antara lain melalui workshop, seminar dan diskusi. Peran Kementerian PPN/Bappenas sebagai Ketua Tim Teknis Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dan menjadi Sekretariat, serta merupakan Lead Group Scaling Up Nutrition Movement (Gerakan Percepatan Perbaikan Gizi di tingkat global). Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian adalah: (1) Belum optimalnya partisipasi pemangku kepentingan, yang terdiri dari pemerintah dan pemerintah daerah, lembaga sosial kemasyarakatan dan keagamaan, akademisi, organisasi profesi, media massa, dunia usaha dan mitra pembangunan; (2) Belum optimalnya upaya untuk menyelaraskan program-program sesuai dengan kerangka gerakan; dan (3) Belum teridentifikasinya sumber-sumber pembiayaan. Kegiatan yang akan dilakukan adalah melanjutkan sosialisasi dan advokasi pada seluruh pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Perpres No.42/2013 serta finalisasi dokumen integrasi indikator Gerakan 1000 HPK ke dalam dokumen RAN-PG, dan membentuk kelompok kerja guna mempercepat pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.
Koordinasi Pelaksanaan RAN-PG dan RAD PG dalam Rangka Pelaksanaan Inpres No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan Telah diterbitkan 33 peraturan gubernur tentang RAD-PG pada tahun 2013.
Berdasarkan Inpres No.3/2010, Kementerian PPN/Bappenas ditugaskan untuk mengkoordinasikan dan memfasilitasi penyusunan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) dan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG) untuk tingkat provinsi. Pada tahun 2013 telah diterbitkan 33 peraturan gubernur tentang RAD-PG 33 provinsi, dan telah dilakukan sosialisasi untuk penyusunan laporan pemantauan. Permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Belum seluruh provinsi menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan sesuai ketetapan pada buku pedoman pemantauan, sehingga laporan perkembangan secara nasional belum bisa tersusun secara utuh, dan (2) Setiap kegiatan, indikator dan target yang dicantumkan dalam RAD-PG belum sepenuhnya diinternalisasi ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan dialokasikan pembiayaannya pada dokumen anggaran SKPD secara memadai. Langkah yang akan dilakukan adalah: (1) Melakukan sosialisasi dan advokasi intensif kepada lintas sektor terkait pada setiap jenjang pemerintahan tentang target rencana aksi yang telah ditetapkan dan harus dicapai; (2) Meningkatkan komitmen para pemangku kepentingan melalui peningkatan pemahaman bahwa masalah pangan dan gizi adalah masalah lintas sektor; dan (3) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap indikator yang tercantum dalam RAN-PG dan RAD-PG. 88
Penyusunan Kajian Kajian Pengembangan Sistem Ekonomi Nasional Kajian ini bertujuan untuk menyusun Naskah Akademik RUUPN.
Perubahan keempat terhadap UUD 1945 turut membawa implikasi terhadap sistem perekonomian nasional karena pasal-pasal tentang perekonomian Indonesia, terutama Pasal 33 UUD 1945, telah mengalami perubahan. Selain mengubah rumusan berbagai pasal dalam UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah pula menghapuskan Penjelasan UUD 1945 termasuk Penjelasan atas Pasal 33 UUD 1945, yang kemudian menimbulkan multi tafsir terhadap frasa atau kata, baik pada rumusan pasal tersebut sebelum atau sesudah Perubahan Pasal 33 UUD 1945. Mengantisipasi kemungkinan multi tafsir terhadap pasal-pasal perekonomian Indonesia di dalam UUD 1945 tersebut, MPR menambahkan ayat (5) di dalam Pasal 33 UUD 1945 yang menetapkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Pengaturan lebih lanjut ayat-ayat di dalam Pasal 33 UUD 1945 di dalam undang-undang berarti menetapkan sendi-sendi perekonomian Nasional ke dalam suatu tatanan perekonomian yang dapat dinamakan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Nasional. Namun agar undangundang ini taat asas, maka undang-undang ini tetap menggunakan istilah sebagaimana digunakan oleh Pasal 33 UUD 1945, sehingga lebih tepat jika disebut Undang-Undang Tentang Perekonomian Nasional (UUPN). Dalam rangka menyusun UUPN tersebut, sesuai amanat Pasal 43 ayat (3) UU No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, disusun Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Perekonomian Nasional (RUUPN). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Kementerian PPN/Bappenas melaksanakan kegiatan Kajian Pengembangan Sistem Ekonomi Nasional yang bertujuan untuk melakukan penyusunan Naskah Akademik RUUPN. Kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai acuan atau referensi pembahasan dan penelitian bahan penyusunan RUUPN. Hasil akhir kajian ini berupa Naskah Akademis RUUPN berisi penjabaran pasalpasal dalam UUD 1945, khususnya Pasal 33 Ayat 1-4. Naskah akademis ini juga telah memuat draft Undang-Undang Perekonomian Nasional termasuk penjelasannya.
Kajian Pengembangan Model Ekonomi Makro Kementerian PPN/Bappenas memformulasikan alat analisis yang mudah, cepat, tepat dan komprehensif dalam menghadapi kondisi perekonomian yang sangat dinamis.
Kebijakan ekonomi yang ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, inklusif dan berkeadilan disertai dengan stabilitas harga, penurunan jumlah pengangguran dan kemiskinan, serta mampu menangkap pengaruh guncangan negatif ekonomi global dan domestik yang sangat tidak menentu perlu dirumuskan melalui permodelan yang tepat, komprehensif, sesuai teori, praktis dan cepat. Oleh karena itu, pada tahun 2013, Kementerian PPN/Bappenas telah menyusun model ekonomi dengan aplikasi berbasis piranti lunak terkoneksi yang terdiri dari berbagai model diantaranya model InputOutput, Social Accounting Matrix Multipier, Inter Regional Social Accounting Matrix, Computable General Equilibrium, CGE Indoterm, 89
Model Pertumbuhan-Inflasi-Kemiskinan dan Mikrosimulasi berdasarkan Susenas. Aplikasi model ekonomi tersebut dapat digunakan secara tepat, praktis dan cepat dalam menganalisis sektor ekonomi, kebijakan fiskal, sektor eksternal, bencana alam dan perubahan iklim, efisiensi infrastruktur, dan pengeluaran sosial. Selain itu, aplikasi model ini juga memiliki kapasitas/ kemampuan dalam menginterpretasi hasil evaluasi kebijakan terkait dengan kemiskinan dan distribusi pendapatan. Simulasi yang dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Kebijakan dan guncangan dalam pertumbuhan ekonomi, inflasi, kemiskinan dan ketimpangan, seperti guncangan eksternal (harga-harga dunia, krisis), guncangan domestik (kekeringan, produktifitas, korupsi), dan kebijakan domestik (pajak/subsidi, pengeluaran, kebijakan perubahan iklim); (2) Kebijakan untuk mengurangi kemiskinan, seperti bantuan sosial dan subsidi harga tertentu, serta (3) Kebijakan untuk meningkatkan pendapatan, seperti distribusi, pajak komoditas progresif, dan bantuan sektoral. Analisis Komponen Strategis Daya Saing UMKM Hasil analisis menjadi pijakan untuk menyusun perangkat analisis kebijakan terkait daya saing UMKM di berbagai wilayah.
Kegiatan ini bertujuan untuk untuk mengidentifikasi dan menghitung komponen yang membentuk indikator daya saing UMKM terutama di daerah. Hasil dari kajian diharapkan dapat memberikan gambaran faktorfaktor pembentuk daya saing UMKM, yang menjadi dasar bagi upayaupaya penguatan peran UMKM dalam pembangunan ekonomi di pasar domestik, regional, dan internasional. Hasilnya juga diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi perencanaan di bidang pemberdayaan koperasi dan UMKM pada RPJMN 2015-2019. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, masalah yang dihadapi adalah keterbatasan data yang digunakan untuk melakukan validasi model daya saing UMKM. Hal ini menyebabkan perhitungan indikator-indikator dalam model tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Namun hasil analisis komponen strategis daya saing UMKM tetap menjadi pijakan yang berguna untuk menyusun satu perangkat analisis yang dapat digunakan sebagai panduan bagi berbagai pemangku kepentingan dalam mengukur tingkat daya saing UMKM di wilayahnya masing-masing.
Kajian Pemantapan Manajemen Aparatur Sipil Negara dengan Berlakunya Undang-Undang ASN Kajian dilakukan untuk mengetahui potret dan permasalahan tata kelola ASN, dan menyusun usulan kebijakan serta strategi menuju manajemen aparatur yang profesional dan berkualitas.
Dalam rangka menyingkapi pembaharuan manajemen kepegawaian negara yang akan diatur dengan RUU ASN (diundangkan menjadi UU No.5/2014), dilakukan pengkajian pemantapan manajemen ASN. Hal ini dilakukan untuk menyusun usulan kebijakan, strategi, dan kegiatan guna mendukung perbaikan manajemen kepegawaian negara menuju ke arah yang lebih berkualitas dan profesional pada seluruh proses manajemen kepegawaian mulai dari tahap perencanaan, rekrutmen, pengembangan, sistem kesejahteraan dan pensiun. Permasalahan yang dihadapi dalam tata kelola/manajemen kepegawaian negara antara lain: (1) Tumpang tindih kebijakan bidang kepegawaian; (2) Tidak optimalnya perencanaan SDM aparatur; (3) Belum terbangunnya sistem rekrutmen CPNS yang kredibel dan transparan; (4) Sistem promosi, mutasi dan sistem pengembangan pegawai yang belum berkualitas dan 90
profesional; (5) Belum tepatnya sistem pensiun dan kesejahteraan pegawai; dan (6) Masih rendahnya netralitas pegawai/PNS. Rekomendasi yang dihasilkan antara lain: (1) Perlu dilakukan penyempurnaan kebijakan pada aspek perencanaan (pengadaan) SDM aparatur untuk menghindari tumpang tindih kebijakan; (2) Perbaikan pada aspek perencanaan meliputi identifikasi kebutuhan yang mencerminkan kebutuhan riil lembaga, sistem seleksi yang menjamin diperolehnya SDM aparatur yang kompeten, dan penempatan yang diselaraskan dengan karakteristik individu, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dimiliki dengan tuntutan jabatan; (3) Dibutuhkan perbaikan mendasar pada sistem manajemen kinerja yang mendukung pada peningkatan profesionalitas pegawai; (4) Parameter yang digunakan sebagai dasar untuk menilai kinerja harus jelas, terukur, dan terkait dengan kinerja individu maupun kinerja organisasi; (5) Perlu dibuatnya sistem penggajian (didasarkan pada posisi, kompetensi, prestasi, dan KHL- single salary system), dan perbaikan sistem pensiun (BUP, pembayaran pensiun, dan manfaat pensiun); (6) Perlu komitmen semua pihak untuk melepaskan diri dari aspek politik dan menegakkan integritas SDM aparatur; dan (7) Dalam rangka mendapatkan hasil kajian yang lebih mendalam dibutuhkan kajian lanjutan dengan fokus pada setiap tahapan manajemen SDM. Kajian Analisis Supply Demand Kayu Untuk Industri Kehutanan Berbasis Kayu Kajian menunjukkan peluang pasar internasional atas produk berbasis kayu Indonesia masih terbuka luas.
Kesimpulan Kajian Analisis Supply Demand Kayu Untuk Industri Kehutanan Berbasis Kayu adalah: (1) Kebijakan pelarangan ekspor kayu bulat dari HTI atau hutan rakyat tidak berpengaruh terhadap penawaran kayu bulat. Selama ini ekspor kayu bulat hanya berasal dari hutan alam; (2) Produksi kayu bulat dari hutan rakyat di Jawa Tengah dan Jawa Timur diramalkan terus mengalami peningkatan; dan (3) Peluang pasar internasional atas enam produk unggulan Indonesia (plywood, sawntimber, pulpwood, particleboard, MDF, dan furniture) masih terbuka luas bagi Indonesia untuk mengembangkan dan meningkatkan pangsa pasar, karena memiliki keunggulan komparatif (kecuali MDF dan particleboard). Permasalahan yang terjadi adalah: (1) Terdapat gap antara permintaan dan penawaran kayu bulat di Indonesia tahun 1995-2011; dan (2) Diprediksi selama kurun waktu 2014-2023, gap permintaan dan penawaran kayu bulat di Indonesia akan mengalami penurunan dalam waktu yang cukup lama.
Kajian Pengembangan Model dalam Mendukung Perencanaan Energi Model LEAP merupakan model yang paling optimal digunakan untuk mendukung perencanaan energi.
Hasil Kajian Pengembangan Model dalam Mendukung Perencanaan Energi adalah: (1) Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari setiap model untuk dijadikan pertimbangan pemilihan model sebagai alat bantu perencanaan energi ke depan; (2) Tersusunnya alternatif model energi yang akan digunakan untuk melakukan perencanaan energi di Indonesia khususnya dalam RPJMN 2015-2019; (3) Model yang paling optimal untuk digunakan untuk negara berkembang seperti Indonesia adalah model bottom-up accounting atau model hibrid dengan pendekatan accounting. Beberapa model energi yang termasuk golongan model ini adalah LEAP, POLES dan WEM. Indonesia merupakan negara dengan pengguna LEAP terbesar di dunia, hingga akhir tahun 2013 mencapai 1715 dengan pengguna aktif diperkirakan 200 orang. 91
Tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah: (1) Penyeragaman model energi yang mudah dipahami dan memiliki fleksibilitas yang tinggi; (2) Model energi harus dapat menjadi alat pengembangan database dan menyediakan ruang atau kerangka yang cukup sebagai alat analisis kebijakan energi. Salah satu model energi yang dapat secara optimal untuk perencanaan energi secara keseluruhan pada saat ini adalah model LEAP; (3) Perlu disosialisasi dan didiseminasikan mengenai konsep, metodologi dan asumsi dari model LEAP secara masif tidak hanya untuk sektor penyedia energi tetapi juga untuk sektor pemanfaatan energi. Kajian Pembangunan Transportasi dan Perubahan Iklim dalam Mendukung Konektivitas dan Pembangunan Berkelanjutan Kajian ini mendukung pengintegrasian prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan melalui penanganan perubahan iklim dalam kebijakan transportasi yang mendukung konektivitas nasional.
Kajian Pembangunan Transportasi dan Perubahan Iklim dalam Mendukung Konektivitas dan Pembangunan Berkelanjutan mengidentifikasi sejumlah permasalahan, yaitu: (1) Belum terintegrasinya isu-isu strategis dan fokus kebijakan pengembangan sistem transportasi nasional dan pengembangan wilayah yang sudah memperhatikan isu perubahan iklim; dan (2) Perlunya dukungan kerangka regulasi dan kelembagaan dalam pengembangan sistem transportasi yang mengintegrasikan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan meliputi rekomendasi dalam hal pengelolaan energi sektor transportasi, pengembangan wilayah, peningkatan konektivitas, peningkatan kapasitas iptek dan teknologi informasi dan komunikasi, peningkatan institusional dan kelembagaan, peningkatan kapasitas SDM, serta pembiayaan melalui platform green economy.
Kajian Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kenekaragaman Hayati Kajian ini dilakukan untuk menyusun rekomendasi kebijakan dan strategi pengelolaan keanekaragaman hayati (KEHATI).
Kajian Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kenekaragaman Hayati dilakukan karena banyaknya perkembangan faktor global, nasional dan lokal yang mempengaruhi kebijakan pengelolaan keanekaragaman hayati di Indonesia, sehingga perlunya pembaharuan dalam hal kebijakan dan strategi pengelolaan KEHATI di masa datang yang sesuai dengan isu-isu lingkungan dan pembangunan terkini. Terdapat empat rekomendasi utama yang dihasilkan dari kajian ini, yakni terkait dengan: (1) Peningkatan pemahaman; (2) Peningkatan kualitas SDM; (3) Dukungan politik, regulasi dan anggaran; dan (4) Peningkatan identifikasi, inventarisasi, pemetaan dan publikasi potensi dan nilai keanekaraman hayati, serta perlunya peningkatan implementasi yang nyata dari pengelolaan keanekaragaman hayati. Permasalahan yang dihadapi antara lain belum efektifnya mekanisme monitoring dan evaluasi, keterbatasan sumberdaya baik pembiayaan maupun kapasitas SDM, rendahnya kepedulian terhadap nilai penting keanekaragaman hayati (khususnya bagi pengambil kebijakan), dan kurangnya koordinasi antarlembaga terkait.
92
Rapat Kerja Internal Kementerian PPN/Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2013
BAB IV RENCANA KERJA 2014 Berbagai capaian kinerja yang telah berhasil dilaksanakan sampai akhir tahun 2013 merupakan bagian pembangunan nasional yang harus terus dilanjutkan sesuai dengan porsi kerja dalam Renstra Kementerian PPN/Bappenas 2010-2014. Adapun arah kebijakan yang dilaksanakan dalam periode 2010-2014, meliputi: (1) Penguatan kelembagaan perencanaan pembangunan nasional melalui penataan sistem perencanaan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan pembangunan; pengembangan sistem dan kualitas data dan informasi perencanaan pembangunan nasional; serta peningkatan kualitas koordinasi dengan para pemangku kepentingan; (2) Penerapan perencanaan pembangunan nasional dan penganggaran yang berbasis kinerja; (3) Peningkatan kualitas hasil evaluasi kebijakan/kajian sebagai masukan bagi perencanaan pembangunan dan perumusan kebijakan penyelesaian permasalahan pembangunan; (4) Peningkatan kualitas data dan informasi perencanaan pembangunan; (5) Pelaksanaan reformasi birokrasi secara konsisten dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan kinerja (better performance) lembaga dan pegawai. Sebagai instrumen dalam menjalankan kebijakan, Kementerian PPN/Bappenas telah menetapkan program dan kegiatan. Pada tahun 2014, Kementerian PPN/Bappenas menjalankan 4 (empat) Program yang terdiri dari 3 (tiga) Program generik, yakni: (1) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya; (2) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur; dan (3) Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur; dan 1 (satu) Program teknis yakni Program Perencanaan Pembangunan Nasional. 93
Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan Kementerian PPN/Bappenas, sebagai berikut:
Kegiatan utama untuk melaksanakan Program Perencanaan Pembangunan Nasional:
Kegiatan untuk melaksanakan ketiga program generik (pendukung):
dalam
kegiatan-kegiatan
prioritas
1)
Penyusunan RKP Tahun 2015 sesuai dengan Konsep RPJMN 2015-2019;
2)
Penyelesaian background study RPJMN 2015-2019;
3)
Finalisasi Konsep RPJMN 2015-2019;
4)
Pertemuan nasional dalam rangka sosialisasi rancangan RPJMN 20152019;
5)
Memperkuat peran Indonesia dalam pelaksanaan agenda-agenda internasional (Global Partnership, G-20, dan Pengembangan Kerjasama Selatan Selatan, Pulse Lab Jakarta, serta MDG’s dan Pasca 2015);
6)
Forum konsultasi publik melalui tukar pikiran dengan Stakeholder (pihak akademisi, lembaga profesi, dan organisasi masyarakat sipil) dalam rangka meningkatkan perencanaan yang partisipatif.
1)
Pemantapan Reformasi Birokrasi dan Peningkatan pelayanan umum perkantoran;
2)
Pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia Aparatur Perencana Pemerintah Pusat dan Daerah;
3)
Rehabilitasi gedung kantor, ruang kerja dan penggantian mebelair ruang kerja dan Pengadaan peralatan dan mesin serta perbaikan lift, system hidrant, dan instalasi listrik;
4)
Rencana Aksi Akselerasi Implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Whistle Blowing System (WBS) dan Sistem Pelaporan Gratifikasi dan Rencana Aksi Mempertahankan Opini WTP terhadap Laporan Keuangan Instansi;
5)
Peningkatan Kualitas Pengawasan Kinerja Optimalisasi Peran Konsultansi Auditor Internal.
dan
Anggaran
serta
94
Penyematan Penghargaan Pengabdian Pegawai Kementerian PPN/Bappenas
BAB V PENUTUP Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, setiap tahun Kementerian PPN/Bappenas telah menghasilkan berbegai produk di bidang perencanaan pembangunan sepertisudah diuraikan terdahulu. Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, selain telah dihasilkan produk-produk perencanan yang menjadi referensi bagi pembangunan nasional, Kementerian PPN/Bappenas menyadari tentang masih adanya kekurangan yang perlu diperbaiki. Karena itu Kementerian PPN/Bappenas akan terus berusaha untuk meningkatkan kualitas hasil perencanaan melalui berbagai upaya, antara lain: (1) Peningkatan kualitas evaluasi kinerja, (2) Peningkatan kapasitas dan kualitas SDM Kementerian PPN/Bappenas, (3) Koordinasi dan sinergi dengan seluruh K/L, pemda, dan stakeholder lainnya,dan (4) Penjaringan masukan dari seluruh pihak melalui berbagai forum. Upaya peningkatan kualitas tersebut akan terus dilanjutkan pada tahun-tahun yangakan datang. Sehingga harapan semua pihak agar pembangunan nasional dapat menghasilkan peningkatan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan dapat cepat tercapai sesuai dengan visi pembangunan yang telah ditetapkan pada RPJPN 2005-2025. Selanjutnya melalui Laporan Capaian Kinerja Kementerian PPN/Bappenas ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai produk yang telah dihasilkan Kementerian PPN/Bappenas hingga akhir tahun 2013, baik produk-produk perencanaan dan kebijakan yang dihasilkan oleh Kementerian PPN/Bappenas secara mandiri, maupun hasil koordinasi dengan berbagai pihak. Untuk itu, kami mengharapkan masukan agar kedepan Kementerian PPN/Bappenas dapat menghasilkan produk perencanaan dan kebijakan yang lebih baik dan dapat bermanfaat bagi pembangunan Indonesia. 95
96