BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI DI KABUPATEN KULONPROGO Wates, 11 Maret 2011 Assalamu’alaikum Wr. Wb. Selamat siang, salam sejahtera bagi kita semua. Yang saya hormati, • Pimpinan rombongan DPR RI beserta anggotanya, • Ketua DPRD Kabupaten Kulonprogo, • Saudara-saudara Pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo. • Bapak-Ibu tamu undangan dan hadirin yang berbahagia. Terlebih dahulu perkenankan Saya mendampingi Bapak-Ibu dan hadirin sekalian memanjatkan puji syukur L.TopTos/Sambt11/Maret/KunkerDPRRI
1
Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, bahwa atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya,
kita
masih
diperkenankan
berkumpul
dan
bersilaturrahmi di tempat ini, dalam rangka menerima Kunjungan Kerja Komisi II DPR RI di Kabupaten Kulonprogo, dalam suasana yang penuh berkah. Atas nama masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo, saya sampaikan selamat datang teriring ucapan terima kasih kepada Bapak-Ibu dari DPR RI atas kehadiran
serta
perhatiannya
kepada
Kabupaten
Kulonprogo. Kabupaten
Kulonprogo,
apabila
dipandang
kemampuan Sumber Daya Manusianya tak kalah dengan kabupaten/kota lain, sedangkan Sumber Daya Alamnya sungguh sangat besar potensinya apabila nanti telah dikelola dengan baik dan benar, kami berani memastikan jika berbagai mega proyek antara lain, penambangan Pasir Besi, pembangunan Pelabuhan, pembangunan Bandara telah terlaksana akan mampu L.TopTos/Sambt11/Maret/KunkerDPRRI
2
memberikan kontribusi yang sangat besar tidak hanya bagi Kabupaten Kulonprogo, namun juga bagi wilayah lain di DIY bahkan provinsi lain di sekitarnya. Untuk itu, tak lupa kami mohon dukungan dan doa restu dari Bapak-Ibu anggota DPR RI yang pada kesempatan
ini
berkenan
hadir
di
Kabupaten
Kulonprogo agar berbagai mega proyek tersebut segera terealisasi. Selanjutnya terkait fokus kunjungan kerja Komisi II DPR RI , pada kesempatan ini saya sampaikan bahwa pada prinsipnya masyarakat Kulonprogo menghendaki agar Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta dapat segera
disahkan
dengan
mendengarkan
dan
mengakomodir aspirasi masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu, Kami berterima kasih dan menyambut baik kehadiran Bapak/Ibu dari Komisi II DPRI RI di Bumi Menoreh sebagai langkah nyata untuk mendengar aspirasi masyarakat Kulonprogo. Mengenai RUU Keistimewaan DIY yang sedang L.TopTos/Sambt11/Maret/KunkerDPRRI
3
dibahas di DPR RI, Kami telah mencermati dengan seksama. Menurut pencermatan Kami, paling tidak terdapat 9 (sembilan) hal krusial yang kurang atau bahkan tidak tepat, antara lain ; 1.
Judul tentang Keistimewaan Provinsi DIY, judul tersebut tidak tepat apabila dirunut melalui
berbagai
pertimbangan,
disamping
tidak merujuk original intent pasal 18 B ayat (1), juga tidak sesuai dengan UU No. 3 tahun 1950 tentang Pembentukan DIY yang secara eksplisit menyebutkan “setingkat provinsi”, yang
dapat
diartikan
tidak
sama
dengan
provinsi, sekaligus sebagai pembeda dengan daerah lainnya yang diberlakukan ketentuan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Sehingga akan lebih tepat kalau judulnya : RUU tentang Daerah Istimewa Yogyakarta atau Keistimewaan Yogyakarta L.TopTos/Sambt11/Maret/KunkerDPRRI
Daerah
Istimewa
(tidak menggunakan 4
kata provinsi). 2.
Dalam
konsideran
menimbang
tidak
dicantumkan dasar filsafat Pancasila, yang seharusnya
menjiwai
perundang-undangan. keistimewaan “kerakyatan
Untuk
RUU
pada
sila
berada yang
kebijaksanaan
seluruh
dipimpin
dalam
oleh
produk DIY
ruh
keempat hikmat
permusyawaratan
perwakilan”. 3.
Penggunaan nomenklatur Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (8) dan Pasal 8 ayat (2), bertentangan berdasarkan
dengan Pasal
Pemerintahan
18
Daerah
UUD
1945
karena
(4)
“Kepala
Provinsi
adalah
ayat
Gubernur”. Keberadaan Gubernur Utama akan menciptakan dualisme pemerintahan. Kalau yang dimaksud Gubernur Utama dan Wakil Gubernur
Utama
L.TopTos/Sambt11/Maret/KunkerDPRRI
sekedar
atau
sebagai 5
pengganti “parardhya”, maka secara fisolofis bertentangan dengan ruh keistimewaan DIY, karena Raja yang berkuasa pada waktu itu ketika berintegrasi ke dalam Republik Indonesia selanjutnya menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur dan Wakil Gubernur. 4.
Penggunaan nomenklatur Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama menurut kami mengandung resiko hukum yang sangat besar bagi eksistensi keistimewaan DIY jika ada pihak-pihak yang melakukan yudicial review
ke
Makamah
Konstitusi
terhadap
Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama dan dinyatakan menang (dikabulkan) maka secara otomatis keistimewaan DIY akan hilang. 5.
Perihal Peraturan Daerah Provinsi DIY (Perdais)
Pasal
1
angka
14
tidak
mencerminkan ciri khas keistimewaan DIY, L.TopTos/Sambt11/Maret/KunkerDPRRI
6
tetapi lebih meniru model Konun di Nanggroe Aceh Darusalam dan MRP di Papua. Menurut hemat Kami, akan lebih tepat diatur dengan Peraturan Daerah (biasa) sebagaimana yang telah berjalan selama ini, karena Raja telah menjelma
menjadi
Gubernur
dan
Wakil
Gubernur. 6.
Pada Bab II Batas dan Pembagian Wilayah, pasal 2 ayat (1) huruf b disebutkan bahwa “sebelah
timur
dengan
Kabupaten
Klaten
Provinsi Jawa Tengah” padahal secara riil berbatasan juga dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Wogiri. 7.
Pertanahan dan Penataan Ruang, Pasal 26 ayat
(1)
disebutkan
“....Kasultanan
dan
Pakualaman ditetapkan sebagai Badan Hukum. Bunyi Pasal ini tidak sinkron dengan bunyi penjelasannya
yang
menyebutkan
sebagai
Badan Hukum Kebudayaan (masih mengacu L.TopTos/Sambt11/Maret/KunkerDPRRI
7
konsep lama/parardhya). 8.
Kalau
Kasultanan
ditetapkan
dan
sebagai
Kadipaten
Badan
Hukum,
pertanyaan sebagai badan hukum privat atau publik ? lalu bagaimana dengan tanahtanah yang selama ini sudah sudah dikelola oleh masyarakat dan dilepaskan kepada pihak lain,
apakah
kemudian
harus
dibatalkan?
Sehingga menurut kami akan lebih tepat kalau Kasultanan dan Kadipaten ditegaskan sebagai subjek hak atas tanah. 9.
Penggunaan
terminologi
“pembagian
kekuasaan” pada Pasal 5 ayat (2) huruf c, menurut pencermatan Kami tidak tepat karena pada prinsipnya pemerintahan daerah sudah berada
pada
cabang
kekuasaan
eksekutif
(executif power) dan kekuasaan eksekutif ini tentunya tidak dapat dibagi lagi. Akan lebih tepat dengan isyilah “pembagian kewenangan” L.TopTos/Sambt11/Maret/KunkerDPRRI
8
(authority sharing) antara DPRD, Gubernur dan Wakil Gubernur. • Hadirin yang berbahagia, Mengutip pendekatan ushul fiqih yakni ilmu hukum dalam Islam yang mengkaji kaidah dan teori untuk menghasilkan
produk
hukum,
dalam
praktek
ketatanegaraan apa yang terjadi diDIY disebut sebagai ahkamul “urfi”, yakni kebiasaan yang telah dinyatakan sebagai hukum tetap dan menjadi landasan peraturan tata perilaku, baik yang bersifat sosial maupun politik di suatu wilayah. Selama tidak menimbulkan bahaya dan mengancam kehidupan umat, ahkamul “urfi” memiliki legalitas
syar’i.
Syariat
Islam
sendiri
berprinsip
tasbarruful imami manutbun bimashalihil ummah yaitu kebijakan
penguasa
harus
berpijak
kepada
kemaslahatan umat. Pembuat UU wajib memperhatikan dan mengikuti kehendak umat yang telah merasa nyaman dengan kebiasaan dalam tatanan sosial-politik di daerahnya. L.TopTos/Sambt11/Maret/KunkerDPRRI
9
Selanjutnya perlu kami
sampaikan juga bahwa
sebagian besar masyarakat di Kabupaten Kulonprogo ini,
sepakat
dengan
penetapan
Sri
Sultan
Hamengkubuwono X dan Sri Paku Alam IX sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Sikap ini diperkuat dengan
kedatangan
dan
dukungan
ribuan
warga
Kulonprogo pada Sidang Paripurna Terbuka yang digelar DPRD Kulonprogo pada Hari Rabu tanggal 12 Januari 2011 yang lalu. Penetapan bukan hanya keinginan mayoritas
masyarakat
Kulonprogo
saja
melainkan
keinginan mayoritas masyarakat di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Kalau mayoritas rakyat sudah menghendakinya, maka seyogyanya pemerintah harus menyikapi secara arif dan bijaksana. Esensi demokrasi adalah Pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Filsafat Yunani juga mengatakan Vox Populi, Vox Dei, Suara Rakyat (adalah) Suara Tuhan. Dapat ditafsirkan bahwa suara rakyat (dapat) diibaratkan suara Tuhan tentunya tak boleh L.TopTos/Sambt11/Maret/KunkerDPRRI
10
diabaikan. Masyarakat DIY merasakan begitu tentram dan damai dengan kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono Ke X sebagai Gubernur, dan KGPAA Paku Alam Ke IX sebagai Wakil Gubernur. Dwi tunggal Sultan dan Paku Alam terbukti mampu memberikan pengayoman bagi seluruh elemen masyarakat DIY yang sangat majemuk. Dari sisi kesejarahan, peran dan jasa DIY dalam penegakan NKRI tak bisa dianggap kecil. Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, kala itu Kerajaan Ngayogyokarto Hadiningrat ibarat seorang ibu yang melindungi dan merawat bayi NKRI sampai NKRI mampu berdiri tegak kembali. Tentunya tanpa perlu Kami uraikan panjang lebar tentang hal ini, Bapak/Ibu dan hadiri telah sangat memahaminya. Besar harapan masyarakat Kulonprogo agar keistimewaan DIY dapat segera memperoleh pengakuan secara resmi dan legal dalam sebuah Undang-Undang Keistimewaan yang salah satu esensi pentingnya adalah menetapkan L.TopTos/Sambt11/Maret/KunkerDPRRI
11
kembali Sultan dan Paku Alam yang bertahta sebagai Gubernur
dan
Wakil
Gubernur
Daerah
Istimewa
Yogyakarta. Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan, apabila ada kekurangan dan kekhilafan mohon maaf yang setulus-tulusnya. Sekian dan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. BUPATI KULONPROGO H. TOYO SANTOSO DIPO
L.TopTos/Sambt11/Maret/KunkerDPRRI
12