W
ra
ai
Edisi
3
, Agustus-Oktober 2011
buletin
21 TAHUN
MENUNGGU LISTRIK
n KAMPUNG VISIT n URANG SANGAU n RUANG PUBLIK
Wai
buletin
ra
merupakan media informasi sosialisasi demokrasi yang diterbitkan setiap 3 bulan oleh Elpagar (Lembaga Pemberdayaan Pergerakan Rakyat), bekerjasama dengan Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) dan Kemitraan.
SUSUNAN REDAKSI Penanggung Jawab : Furbertus Ipur (Direktur Elpagar) Pemimpin Redaksi : Muhammad Isa Redaktur Pelaksana : Ar Irham Sidang Redaksi : Furbertus Ipur, Muhammad Isa, Ar Irham, Yuni Herlina Tim Liputan : Ar Irham, Yuni Herlina, YK. Sekundus, Sekundus Ritih, Hendra, Mausi Cochia Kontributor : Peserta Sekolah Demokrasi Desain Visual : Rudy Fransiskus Alamat Redaksi : Jl. Abdurrahman Saleh 3 No. 7 Pontianak 78124 Telepon: (0561) 735155 Email:
[email protected] Situsweb: sekolahdemokrasi.elpagar.org
Editorial Dengarkanlah Harapan Rakyat
U
ngkapan kekecewaan dilontarkan warga Desa Belangin Kabupaten Sanggau, ketika para peserta Sekolah Demokrasi berdialog dengan mereka pada saat melakukan kegiatan Kampung Visit. Di tengah kemewahan alam yang menyediakan hutan dengan durian berkualitas terbaik, tanah menghampar perkebunan kelapa sawit, masyarakat merasa nyaris putus asa berharap kampungnya bisa dialiri listrik dan memiliki jalanan mulus. Selama hampir21 tahun warga menunggu tindak nyata Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk me nerangi kampung mereka, tapi sampai sekarang cuma sebatas sosialisasi. Masyarakat masih harus mengeluarkan uang untuk biaya bahan bakar genset pribadi demi merasakan terangnya rumah di kala malam hari. Bagi yang tidak mampu makin bertambah lagi kesusahannya mendapat minyak tanah, aki bat konversi gas elpiji. Mereka juga mengeluhkan jalan yang longsor dan berlumpur. Parahnya kondisi jalan berdampak buruk terhadap perekonomian masyarakat Desa Belangin. Untuk memasarkan kelapa sawit, masyarakat terpaksa harus dipotong penghasilannya demi perbaikan jalan. Padahal semestinya hal tersebut tidak terjadi, karena dana pajak yang dikelola pemerintah wajib membiayai pembangunan. Apalagi bicara tentang pendidikan, kondisinya sangat memprihatinkan. Gedung SMP swasta satusatunya di Belangin, sudah tidak layak pakai. Bangunan hampir roboh, bahkan beberapa ruangan tidak bisa dipergunakan lagi. Meski begitu semangat para guru dan murid sangat luar biasa. Supaya tidak ketinggalan kualitas dibanding sekolah negeri, guru-guru mengadopsi sistem pembelajaran di sekolah favorit. Hebatnya dengan situasi serba tak mendukung, prestasi yang ditorehkan siswa SMP terbilang luar biasa. Satu di antara siswa telah berhasil menjadi dokter . Sungguh luar biasa, mengingatkan kita kepada kisah novel terkenal Laskar Pelangi . Kekecewaan warga Belangin sudah menumpuk sekian lama. Sayangnya nampak terjadi perbedaan persepsi antara masyarakat dan pemerintah. Pihak pemerintah desa berpendapat sudah memberikan perhatian dengan melaksanakan beberapa pembangunan, di antaranya membuat perpustakaan seko lah, kemudian melakukan sosialisasi desa bakal dialiri listrik. Sementara masyarakat mengharapkan pembangunan sarana yang dirasa sangat mendesak seperti jalan. Nyatanya pemerintah masih sebatas merealisasikan jembatan. Harapan warga semestinya benarbenar didengarkan pemerintah, jangan terjadi kemampatan komunikasi yang nantinya akan berdampak terhadap bertumpuknya kekecewaan.
Redaksi menerima kiriman artikel/opini dan pemasangan iklan layanan masyarakat.
Redaksi
Daftar Isi YUNI HERLINA
9
KOLOM PEREMPUAN
Kisah Darsem-Ruyati Akan Terus Terulang 9
SINOPSIS BUKU
Perjuangan Melepas Belenggu Pernikahan Belia 10-11
RUANG PUBLIK
Demokrasi dan Kebebasan Pers (Zaenuri, SH)
3
6
LAPORAN UTAMA
VOX POPULI
5
7
Litwina Eti, Warga Dusun Sebude: Bersemangat Jadi Guru
Kampung Visit 3 Desa: Merasakan Keramahan Warga
21 Tahun Warga Belangin Menunggu Aliran Listrik
URANG SANGAU
Idahar, Nelayan Asal Semuntai: Cita-cita Berkeramba
2
Wai
ra
Hukuman Apa yang Pantas Diberikan kepada Koruptor?
KAMPUNG KITA
Puasa Latihan Menjauhi Korupsi (Priamus Harjuni Tatuga) Credit Union Membangun Keberdayaan Masyarakat (Stepanus Sanau) Mendorong Partisipasi Perempuan dalam Pemilu (Aep Mulyanto) 12
GALERI FOTO
Malam Idul Fitri di Pontianak
YUNI HERLINA
Laporan Utama
21 Tahun Warga Belangin
Menunggu Aliran Listrik
H
ampir 21 tahun warga Desa Belangin Keca matan Kapuas Kabupaten Sanggau meng harapkan listrik dari pemerintah, namun tampaknya hingga sekarang listrik hanya menjadi impian. Aloisius Pius, satu di antara warga Belangin sudah mulai pesimis dengan janji pemerintah yang akan mengaliri desa dengan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). “Wacana tentang listrik Belangin memang su dah lama, bahkan sudah ada sosialisasinya Maret lalu. Camat dan pihak PLN juga menjanjikan akhir 2011 atau awal tahun listrik sudah menyala. Namun realisasinya masih remang-remang,” ungkap Aloi sius Pius, warga Belangin kepada Rawai Juli lalu. Menurutnya sejak tahun 1997 perwakilan PLN, anggota DPRD hingga bupati ataupun wakilnya su dah datang ke Desa Belangin. Tapi tetap saja belum ada tindakan nyata untuk membantu desa dengan 347 kepala keluarga mendapatkan listrik. “ Wilayah transmigrasi yang paling dekat saja sejak 1989 tidak ada listrik. Kalau bupati dudukduduk di teras rumahnya saja, Belangin itu Nampak dari pandangannya. Tapi sampai tetap saja tanpa listrik, ” tambah bapak yang akrab disapa Pius ini. Menurut dia surat penyataan dari pemilik ke bun sawit yang menjadi kendala susahnya mem bangun jaringan listrik pun sudah ditanda tangani oleh warga. Kini yang ditunggu adalah realisasi janji pemerintah. Selama ini masyarakat Belangin menggunakan genset sebagai sumber listrik untuk penerangan. Setiap bulan setidaknya mereka harus mengeluar kan Rp 700 ribu untuk bahan bakarnya. “Biasanya genset hanya sampai jam 11.00 malam, sehabis itu gelap kembali dan mengguna kan pelita minyak tanah. Adanya konversi minyak tanah ke gas bukan malah menolong kami, justru makin menyusahkan karena harga minyak tanah akan sangat mahal nantinya,” tutur Pius. Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Melianus Lanin (27) yang baru menjadi warga Be langin tiga tahun belakangan ini, dia pun mengaku pesimis akan janji pemerintah yang akan mengaliri
desa mereka dengan listrik. “Dari tahun ke tahun kondisi Belangin ini dira sa semakin menurun, tidak ada perkembangan, pendidikan begitu juga dengan kesehatan. Kalau tidak ada kemauan untuk berubah, bisa jadi kem bali tertinggal dan terisolir. Saya tidak bisa menger ti kenapa kondisi bisa seperti ini,” kata Kepala SMP Muktitama tersebut. Jalan Longsor dan Berlumpur Banyak masalah yang dirasakan oleh warga Belangin, selain masalah penerangan mereka juga terkendala dengan akses jalan dan penyeberangan. Kondisi jalan yang tidak begitu baik ditambah lagi dengan tidak adanya akses penyeberangan. Perjalanan menuju Desa Belangin dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat dengan waktu tempuh sekitar sejam dari kabupaten. Akan tetapi, karena belum memiliki jembatan, kendaraan harus me nyeberangi Sungai Kapuas terlebih dahulu. Untuk kendaraan roda dua penyeberangan mengguna kan kapal motor, sedangkan untuk kendaraan roda empat penyeberangan menggunakan alat penye berangan milik perusahaan sawit. “Tahun 1997 kami pernah mengundang DPRD untuk melihat kondisi jalan yang merupakan jalan
“Wilayah transmigrasi yang paling dekat saja sejak 1989 tidak ada listrik. Kalau bupati duduk-duduk di teras rumahnya saja, Belangin itu tampak dari pandangannya. Tapi sampai tetap saja tanpa listrik.” ALOISIUS PIUS (Warga Desa Belangin)
Pemda. Uniknya jalan di sini 95 persen di tang gung oleh petani, sisanya perusahaan, itupun sedikit. Belum ada proyek pemerintah, yang ada proyek petani,” tambah Pius saat peserta Sekolah Demokrasi Sanggau mengadakan kampung visit di daerah ini. Bahkan Bero yang menjadi peserta diskusi warga dalam rangka kampung visit, mengungkap kan bahwa perhatian pemerintah untuk Belangin nol besar. Padahal warga Belangin aktif membayar pajak. Desa Belangin sudah memiliki badan jalan yang membuka akses jalan darat ke ibukota ke camatan. Jalan tersebut tidak dapat difungsikan secara maksimal selama 10 tahun terakhir, karena longsor yang menimbulkan banyak genangan air berlumpur . Jalan di Mungguk Biang sepanjang 1 kilometer kondisinya masih sangat buruk. Ketika musim hu jan, badan jalan itu akan berubah menjadi kubangan lumpur. Bila warga mau melintasi ruas jalan terse but harus menunggu beberapa hari cuaca cerah sampai jalan agak kering. Itupun hanya kendaraan roda dua yang bisa melewatinya dengan risiko be sar terpeleset dan jatuh. Buruknya kondisi jalan menjadi kendala bagi bagi masyarakat untuk beraktivitas. Terutama da lam hal transportasi ekonomi, seperti memasarkan hasil pertanian ke Sanggau dan daeah lain. Bahkan masyarakat menderita kerugian pengangkutan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit milik petani plasma. Para petani dikenai potongan Rp 27 per kilogram untuk memperbaiki kerusakan jalan po ros, kemudian potongan Rp 11 rupiah per kilogram demi untuk kelancaran angkutan menuju ponton. “Banyak sekali potongan yang harus ditang gung masyarakat karena jalan rusak. Akibat pe motongan itu, pendapatan dari hasil panen kami semakin berkurang,” ujar Bero, tokoh masyarakat Belangin yang sudah puluhan tahun tinggal di sana. Dia menambahkan, sebenarnya warga siap membantu pemerintah bila dibutuhkan. Bukan
Wai
ra
3
Laporan Utama YUNI HERLINA
hanya dari segi tenaga tetapi juga dana yang da pat diangsur dari panen sawit, asal jalan bisa mu lus menuju jalur utama yakni jalan provinsi. Jalan tersebut paling tidak di-greder dan diratakan, ter masuk membuat barau di lokasi longsor. “Masyarakat akan senang kalau kendaraan bisa membawa hasil panen ke luar desa menggu nakan jalur darat,” tutur Bero. Dia berharap, kon disi itu menjadi perhatian Pemkab Sanggau. Sekolah Nyaris Roboh Di Desa Belangin, ada satu sekolah, yaitu SMP Muktitama yang hampir roboh, bahkan ada ban gunan kelas yang sudah berubah menjadi tempat parkir karena dinding papannya sudah lapuk ter makan usia. Walaupun bersekolah dengan berbagai ke terbatasan, siswa-siswi di sana tetap bersemangat belajar. Ketika Rawai bersama peserta Sekolah Demokrasi Sanggau berkunjung ke sana, terden gar suara ibu guru menjelaskan pelajaran dengan suara lantang. Kadang gurauan kecil terlontar dari ibu guru, membuat senyum mengembang dari bi bir bocah-bocah berseragam putih biru itu. Melongok ke dalam ruang kelas, susunan bangku ternyata tak disusun berbaris ke belakang, tapi di susun melingkar, alasannya mungkin karena siswa yang tak banyak. Bangunan sekolah berdin ding kayu sudah banyak lubang di sana sini. Jendela kacanya pun ala kadarnya terpasang. Tampak pada sisi samping kanan, ada bangunan yang sedikit rapi karena berdinding semen. Atapnya pun lebih ba gus dan baru di banding sisi sebelah dengan seng sudah berubah warna menjadi cokelat tua. Menurut Pius guru di sana ini sudah merupa kan bangunan terbaik sekolah tersebut sejak seko lah ini pertama kali dibangun. Bisa dibayangkan be tapa minusnya bangunan yang ada sebelum ini. SMP swasta tersebut menjadi tempat anakanak Belangin, yang ingin melanjutkan pendidikan selepas Sekolah Dasar. Muridnya memang tidak banyak, jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah di ibukota kabupaten. Hanya ada delapan guru yang mengajar 35 siswa. “Di Belangin ada tiga SD, tapi kalau SMP cuma ini satu-satunya. Ada SMP negeri namun letaknya tujuh kilometer dari sini,” ujar Dewo Kusnadi , satu di antara delapan guru SMP Muktitama. Dia me ngatakan hanya anak-anak dari keluarga mampu
Jalan Belangin yang mengalami rusak parah. yang bersek0lah di SMP negeri tersebut ataupun bersekolah ke Sanggau. Kebanyakan guru dan siswa di SMP Muktitama adalah petani dan anak petani sawit. Walaupun sama sekali belum pernah terjamah bantuan pe merintah, SMP ini selalu bisa masuk dalam pering kat terbaik bahkan pernah meluluskan 100 persen siswanya saat ujian nasional. Alumnus SMP Muktitama sudah ada yang jadi dokter lulusan dari Fakultas Kedokteran Universi tas Tanjungpura. Agar tidak tertinggal dari sekolah lain yang memiliki fasilitas memadai, para guru ban yak mengikuti kurikulum SMPN 1 Sanggau. Mereka juga rajin berkonsultasi dengan guru-guru di sana. “Dari tahun 1992 belum pernah ada kunjungan dari pihak pemerintah, bantuan atau hibah pun be lum ada. Kita sering kali mengajukan bantuan ke pemerintah dan perusahaan, namun belum ada tanggapan sampai sekarang,” tambah lelaki yang akrab disapa Lintang ini. Aloisius Pius yang juga merupakan guru di Muk titama menambahkan, bahwa mereka sering men gajukan permohonan penambahan tenaga penga jar dari Dinas Pendidikan, agar mutu pendidikan di sana bisa meningkat. Namun mereka hanya bisa menunggu permohonan mereka ditanggapi. “Para guru di sini benar-benar bekerja sosial, tidak ada gaji tetap, honor dihitung Rp 4.000 per jam. Itupun dibayarkan tiap enam bulan, jadi
penghasilan di sini tidak bisa jadikan penghasilan utama,” tambahnya. Minta Masyarakat Paham Kinerja Pemerintah Sementara itu Kaur (Kepala Urusan) Pemerin tahan Desa Belangin, Fransiskus Sanusi mengata kan bahwa pemerintah tidak semata-mata melupa kan Desa Belangin. Buktinya perhatian pemerintah untuk masyarakat Belangin ada sejak tahun 2009, dengan dilakukan rehabilitasi dan pembangu nan kantor baru untuk SDN 66, lalu untuk SDN 72 dibangun lokal baru. “Tahun 2010, dengan anggaran lebih kurang Rp 130 juta ada program PNPM, dibangun tiga jem batan di jalan poros Belangin, kemudian Dinas Pen didikan membangun satu perpustakaan di SDN 72. Dinas Pekerjaan Umum melakukan pelebaran jalan Belangin Lintas Kapuas,” ungkap Sanusi. Kemudian pada tahun 2011 oleh Dinas PU, di lakukan betonisasi Desa Padat Surya RT 12 Desa Belangin. Sedangkan di bidang pertanian dibangun tempat pembuatan pupuk dan pengadaan satu unit hand tractor. “Mengenai listrik sudah ada sosialisasi ta hun ini, dan pemerintah menjanjikan menyala. Masyarakat harus mengerti dan paham bagaimana kerja pemerintah selama ini,” tambah Sanusi. (yuni herlina/ sulaiman)
Humor Politik
A
Diajari Ayah
mir adalah anak pejabat negara yang bertugas dalam bidang keuangan. Kebetulan Amir merupakan bendahara di sekolah nya. Suatu hari dia ketahuan menggunakan uang kelas itu un tuk keperluan pribadi, lalu dipanggil ke ruang guru. Guru : “Mengapa kau gunakan uang itu untuk kepentinganmu sendiri ? Padahal itu kan uang milik temanmu, apakah kau sedang terdesak ?” Amir : “Tidak, Bu,” Guru : “Lalu mengapa ? (Amir hanya terdiam), cepat katakan ! Jika tidak saya akan laporkan kepada ayahmu !” Amir : “Laporkan aja, Bu, toh Ayah yang mengajari saya !” (yuni/net)
4
Wai
ra
Bangun Sungai
P
ada masa kampanye, Ujang seorang calon legislatif berkampanye mempromosikan diri agar dipilih warga di suatu desa yang agak terpencil. Inilah isi kampanyenya. Ujang : “Bapak-bapak, Ibu-ibu jika terpilih nanti, saya akan memba ngun jalan dan jembatan agar akses ke kampung ini lebih mudah untuk menjual hasil pertanian ke kota.” Satu di antara masyarakat yang hadir lalu menyeletuk “Tapi Pak, di kampung kita tidak ada sungai, jadi untuk apa dibangun jembatan?” Ujang: “Jangan khawatir! Jika tidak ada sungai di kampung ini, kita akan bangun jembatan sekaligus dengan sungainya!” Masyarakat : “!!??##%%!!!” (yuni/net)
Urang Sangau Litwina Eti, Warga Dusun Sebude
Bersemangat Jadi Guru
U
YUNI HERLINA
sianya baru 17 tahun kala sudah harus mandiri menyongsong cita-citanya untuk menjadi guru. Dari Dusun Sebude, Desa Kuala Rosan Kecamatan Meliau, Kabupaten Sang gau, Litwina Eti berjuang untuk memperebutkan bangku kuliah dari ribuan calon mahasiswa. Keinginan menjadi seorang guru mengalah kan rasa takutnya untuk pergi sendirian ke Pon tianak, tempat Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Universitas Tanjungpura dilaksanakan. Bersyukur Eti telah dinyatakan lu lus sebagai mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Matematika. “ Saya sejak kecil Ingin sekali jadi guru, ka rena di kampung guru-guru kurang. Supaya bisa mengajari anak-anak di sana,” ujar gadis yang akrab di panggil Eti, saat bertemu Rawai Juli lalu. Setiba di Pontianak, Eti sempat kebingungan mencari alamat kenalan pamannya tempat dia akan menumpang. Untunglah supir taksi yang dia tumpangi mengantarkannya mencari alamat. “Kami tiga kali putar-putar jalan barulah ke
: Litwina Eti : Membaca : 14 April 1994 : SD 19 Sebude, SMP 1 Sanggau, SMA Don Bosco Sanggau
YUNI HERLINA
Nama Hobby Tempat Tanggal Lahir Pendidikan
Idahar, Nelayan asal Semuntai
Cita-cita Berkeramba
K
esenangannya akan ikan mengantarkan Ida har menjadi nelayan hingga di usia senjanya. Sejak 2-3 tahun lalu lelaki 59 tahun ini me mutuskan nelayan sebagai pekerjaan utamanya, sebelumnya ia masih bisa menoreh di kebun getah miliknya dan keluarga. “Kalau dulu subuh jam 3 sudah turun ke su ngai kalau aek sedang tidak bagus, besoknya kite noreh,” ungkap Dahar sapaan akrabnya saat bertemu Rawai, Juli lalu. Dahar mulai mengeluh de ngan kondisi air sungai yang semakin hari semakin
temu rumahnya, untung pak supir baik,” kisah nya Bukan kali ini saja gadis berambut panjang ini harus merantau. Sejak tamat SD dia harus me ninggalkan kampung halaman untuk melanjutkan pendidikan, karena tak mau putus sekolah seperti beberapa temannya. “Supaya bisa sekolah, sejak kecil tinggal di as rama kesusteran. Jadi tidak bisa bermanja-manja kepada orangtua,” tuturnya lalu tersenyum. Su lung dari dua bersaudara ini bercerita banyak ten tang temannya di kampung, yang tidak melanjut kan sekolah karena tidak mampu hidup berpisah dengan orangtua. Ada juga karena tak punya dana karena penghasilan orangtuanya tidak menentu. Rata-rata mata pencaharian masyarakat Sebude adalah sebagai petani karet, dengan pen duduk sekitar 100 kepala keluarga (KK). Jalan di sana masih tanah kuning, ketika hujan jalanan akan becek dan licin. “Listrik belum ada, untuk penerangan saat malam di kampung bergantung pada genset. Itupun tidak lama menyala, kalau mau belajar susah konsentrasi karena suara ribut genset,” tutur puteri dari Albinus Kanisius Imen dan Yuliana. Kini dia terus memupuk semangat untuk kuliah sebaik-baiknya dan mewujudkan im pian menjadi guru. (yuni herlina)
menurun, jika dulu sangat mudah mendapatkan ikan, kini sekali turun ia hanya bisa mendapatkan 1-2 ekor saja. “Dulu, 2-3 tahun lalu ikannya banyak, air masih jernih, 2-3 ekok ikan masih ade, tapi sekarang susah. Ari ini jak, saye cume dapat 2 ekok,” ungkap bapak dua orang anak ini. Bahkan dulu sebelum air sungai Kapuas menjadi keruh akibat tambang dan sawit, ia pernah mendapatkan 5-6 kilo udang dalam sehari. Pernah suatu waktu Dahar nekat memasang
bubu di daerah tanjakan, saat itu air sungai sedang deras dan tempat itu terkenal sedikit angker, tibatiba saja sampan yang dibawanya oleng dan akhir nya karam. “Saye tenggelam, sampan ilang, parang same pengayoh pun ikot ilang gak, syukur udang yang didapat tu, ndak ilang. Untungnya ada orang tua yang nolong saye, dulu tu masih rimba, aeknye masih deras,” cerita Dahar dengan logat melayunya yang khas. Penghasilanya dari mencari ikan dulu cukup lumayan, bahkan ia bisa menabung hingga 2-3 juta, namun dengan kondisi air sungai yang keruh penghasilannya kadang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dahar sangat menggemari masakan ikan bu atan isterinya seperti asam pedas ataupun pindang, tak jarang ikan tangkapannya tidak dijual dan hanya untuk konsumsi pribadi. “Keadaannya terbalik kalau dulu ikan banyak dan mudah didapat, tapi yang minat sedikit hingga harganya murah, kalau sekarang ikan sedikit tapi harganya mahal karena banyak yang mau beli,” tambahnya. Ikan Lais dan baong manjadi buruan Dahar jika mencari ikan, bahkan jika air sungai sedang pasang, bawal sering diperolehnya. “Kalau aek besar, banyak dapat bawal, pernah dapat sampai 2 kilo, biasanya sih lepas dari keramba orang,” ujarnya sembari tersenyum. Selain pukat dan bubu, Dahar juga biasanya menggunakan pancing untuk berburu ikan atau udang, namun sayangnya karena ia tidak terampil sehingga harus membeli bubu dari orang lain. Kedepannya, Dahar ingin sekali memiliki ke ramba sendiri, hingga jika tidak bisa mencari ikan di sungai lagi, ia masih punya ikan di kerambakerambanya. (yuni herlina)
Wai
ra
5
Vox Populi
K
oruptor itu sama dengan membunuh seluruh masyarakat secara pelan-pelan, lebih dari keja hatan pencuri. Hukuman yang pantas diberikan adalah seberat-beratnya 15 tahun penjara, karena di Indonesia hukuman mati menjadi pro kontra. Hukuman yang ada saat ini harus ditegakkan, lihat saja kasus Gayus, masih bisa berfoya-foya padahal masih dalam proses hukum. Hukum di Indonesia harus bisa ditegakkan. YAKOBUS MELANA , WIRASWASTA
Hukuman apa yang pantas diberikan kepada Koruptor? Hukuman mati seperti di Cina, karena negara kita hukuman penjara tidak efisien. Setiap tahun dapat remisi ditambah lagi petugas Lembaga Pemasyarakatan gampang disogok. Meski hukuman mati dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM), justru karena alasan itu aparat kita lemah bertindak. Saya tidak lagi respek terhadap hal-hal yang berbau HAM, karena sudah salah penerapannya. Lama-lama telanjang di depan publik pun diperbolehkan karena HAM. ZAENURI SH, AKTIVIS LSM
B
erdasarkan Undang-undang tergantung seberapa banyak yang dikorupsi, hukumannya bisa dipenjara minimal dua tahun hingga seumur hidup . Kalau korupsinya besar, dipenjara seumur hidup atau dihukum mati saja biar tidak bisa menik matinya. EFIPANIA RATIH KOMALA, ANGGOTA GOW DAN IBU RUMAH TANGGA
Koruptor harus dihukum sangat berat, Undang-undang Tipikor harus direvisi menjadi hukuman mati. Karena kalau kita lihat, koruptor juga melanggar HAM. Jika mau berhasil harus ada yang dikorbankan. AMOSIUS ANJIU, PETANI Hukuman mati, jika tidak ada hukuman mati, maka koruptor akan merajalela. Kebanyakan koruptor adalah orang kaya, jadi percuma saja jika dipenjara. Lihat saja kasus Artalita Suryani atau Gayus Tambunan, meski sudah di penjara nyatanya mereka mendapat fasilitas khusus ataupun bebas ke luar di luar. Koruptor itu menindas orang-orang miskin, lebih kurang seperti teroris. PAOLUS MIKI, STAF CU KUSAPA Menurut saya, sanksi hukum yang paling tepat untuk koruptor adalah hukuman penjara atau hukuman mati. Yang pasti hukuman moral secara berat juga penting, supaya menimbulkan rasa malu bagi mereka karena sanksi tersebut akan dibawa mati. KRISTIANI IYAN, ANGGOTA GOW Hukuman seumur hidup dan seluruh aset yang dimiliki koruptor terkait hasil korupsi harus disita oleh negara. Hukuman seumur hidup lebih manusiawi dibanding hukuman mati, karena manusia tidak berhak mencabut nyawa manusia lain, hidup dan mati ada di tangan Tuhan. Melalui hukuman seumur hidup, koruptor masih diberi kesempatan menyesali perbuatan dan bertobat. ABDILLAH , GP ANSHOR
6
Wai
ra
YUNI HERLINA
Kampung Kita
Kampung Visit 3 Desa:
Merasakan Keramahan Warga
K
ampung visit merupakan agenda outclass Sekolah Demokrasi Sanggau yang sangat kami tunggu-tunggu, belajar demokrasi dari masyarakat desa, bertemu dan berinteraksi langsung dengan mereka. Apalah artinya belajar teori yang seabrekabrek tanpa tahu keadaan masyarakat yang sebe narnya, karenanya turun ke lapangan menjadi agenda sangat menyenangkan. Belangin desa yang mempunyai karakteris tik menarik, di sana banyak warga transmigrasi namun berdampingan mesra dengan penduduk asli. Mereka tak menyebut diri orang Jawa, Dayak ataupun Melayu tapi orang Belangin. Desa Belangin merupakan desa yang berada di Kecamatan Kapuas Kabupaten Sanggau, tepat nya terletak di seberang Sungai Kapuas. Terdiri dari tiga dusun yakni Padat Surya, Sumber Baru, dan Giri Sari. Ada 347 kepala keluarga tinggal di sana. Kebanyakan penduduk bekerja sebagai petani sawit (petani plasma), karena wilayah Desa Be langin termasuk wilayah kerja satu di antara pe rusahaan sawit yang ada di Kabupaten Sanggau. Luasan Plasma (milik petani) sekitar 2.000 kapling dengan hasil rata-rata tiga ton per kapling. Perjalanan menuju Desa Belangin dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat, dengan waktu tempuh lebih kurang lebih satu jam dari ibukota Kabupaten Sanggau. Tapi karena belum memiliki jembatan, kendaraan harus menyeberangi Sungai Kapuas terlebih dahulu. Kendaraan roda dua me nyeberang menggunakan kapal motor, sedang kan kendaraan roda empat menyeberang dengan kapal milik perusahaan kelapa sawit. Warga kampung ini sangat ramah, oleh kar enanya rombongan kami memilih tinggal di ru
mah mereka. Aroma harum durian pun tercium dari rumah Sanusi, warga yang rela menyediakan rumahnya untuk kami tempati sementara. Kopi terhidang dan tak lama keluarlah sekeranjang kecil durian. Ehm.. baunya sungguh menggoda, Monalu (Asterius Arifianto) langsung mengambil posisi untuk membelah buah berduri itu. “Ayo silakan, yang mau,” ujarnya sembari tersenyum kepada kami. Walaupun duriannya kecil-kecil namun isinya cukup tebal dan manis. Tak ragu-ragu kami menikmati durian masyarakat Belangin. Saking enaknya, anggota rombongan yang tak senang durian pun tak segan ikut menci cipi. Setelah kenyang menikmati durian, beramairamai kami pergi ke kantor desa yang akan dires mikan. Kami ditawari untuk menikmati hidangan makan siang. Tak lama selesai peresmian kantor desa, kami melanjutkan perjalanan untuk melihat kondisi jalan di desa ini yang rusak parah. Benar saja, kondisi jalan sangat mempri hatinkan, tanahnya becek dan tergenang air, jangankan untuk dilewati dengan kendaraan ber motor, jalan kaki saja harus berhati-hati kalau tak ingin terperosok. Setelah lama di sana, kami beranjak kembali berkumpul bersama anggota yang lain, tapi be lum lagi sampai, kami sudah diminta singgah di rumah seorang warga. Senang tak terkira, sambil mengobrol akrab kami disuguhi jagung rebus dan kelapa muda. Sorenya dialog antara kami dan warga dilak sanakan, dihadiri oleh perangkat desa dan tokoh masyarakat. Saling sharing dan berbagi tentang segala hal yang terjadi di desa mereka. Persoalan listrik, akses jalan, pendidikan, kesehatan yang mereka keluhkan, mereka juga berbangga dengan keberagaman yang akhirnya
menyatukan mereka. Demokrasi ala masyarakat Belangin. Kembali ke Semuntai Pukul 10.00 WIB kami rombongan kampung Visit Desa Semuntai sudah siap untuk berangkat, setelah sebelumnya mengadakan breafing di mess Sekolah Demokrasi. Bu Rani tampak sangat antu sias kala itu, mengingatkan kembali kenangannya tentang warga Desa Semuntai yang dulu pernah dia kenal. Beberapa tahun silam, suaminya per nah menjadi pejabat publik di sana. Perjalanan yang cukup panjang tak mengen durkan semangat Bu Rani, bahkan sepanjang jalan dia bercerita tentang pengalaman pertama kali menginjakkan kaki di Bumi Daranante. Bahkan bo lak balik dengan sepeda motor dari Sanggau ke Semuntai pernah dilakoninya, sehingga dia hapal tiap tempat yang kami lewati. Gaya bercerita ibu asal Garut ini, membuat kami yang mendengar kan ikut merasakan apa yang ia rasakan beberapa tahun silam. Tibalah saatnya berdiskusi dengan warga di sana, pertemuan di lakukan di Kantor Kepala Desa Semuntai. Warga yang hadir awalnya masing bin gung dengan apa yang akan kami sampaikan, na mun lambat laun suasana menjadi cair, dan me reka bersemangat untuk menyampaikan aspirasi serta berdiskusi tentang demokrasi dengan kami. Memang rata-rata permasalahan yang ada di desa ini tak jauh beda dibanding desa lain. Yakni belum terpenuhinya kebutuhan pendidikan, kese hatan, dan keluhan tentang sarana dan prasarana pemerintah tak memadai. Setelah diskusi usai, mereka yang belum puas kembali menghampiri kami, untuk sekadar bersalaman atau bercakap sebentar. Lalu datang
Wai
ra
7
Kampung Kita AR. IRHAM
seorang bapak menghampiri Bu Rani. “Ibu masih ingat dengan saya ndak? Kalau dengan Bapak sih saya sering ketemu dan ngobrol,” katanya. Walaupun tampak bingung, ibu satu ini tetap mengembangkan senyumnya. Mereka bercakap sebentar, tampak kesenangan di wajah ibu yang satu ini, karena masih ada warga di sana yang masih ingat dan sangat familiar dengan sosoknya. Tenyata Kampung Visit bukan hanya membawan ya untuk belajar demokrasi di desa, namun juga membawanya kembali ke Desa Semuntai. Ikan Bakar di Desa Lumut Pengalaman menarik kembali kami nikmati, ketika perjalanan menuju Desa Lumut Kecamatan Toba Kabupaten Sanggau. Dari Tayan, kami harus menyeberangi Sungai Kapuas ke Desa Piasak, sebelum melanjutkan perjalanan ke Desa Lumut. Lagi-lagi kami disuguhi pemandangan yang san gat menakjubkan serta aroma khas dari durian matang yang dijual orang di pinggir jalan se lama perjalanan. Dari Piasak kami tidak langsung menuju ke Desa Lumut, tetapi terlebih dahulu ke tempat kediaman Bang Jaelani di Desa Teraju, un tuk memantapkan persiapan sesampainya di desa Lumut nanti. Desa Lumut berada di pinggir jalan Trans Kalimantan, yang terletak di antara Kecamaatan Tayan Hilir dan Kecamatan Toba, lalu masuk ke dalam Kecamatan Toba. Desa Lumut mempunyai tiga dusun yaitu Lumut dengan 7 RT, Bungkang dengan 3 RT, Sebandang dengan 4 RT. Mayoritas warga bermata pencaharian di bidang pertanian, perikanan, dan menjadi penyadap karet. Tepat pukul 14.00 WIB, semua peserta sampai di Desa Lumut dan langsung diterima oleh Kepala Desa Lumut, Nalovinoto ditempat kediamannya di Dusun Sebandang. Sosok seorang Kepala Desa yang low profile, ramah, dan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi warganya. Pada pukul 16.00, kami diajak oleh Nalo pang gilan akrab Nalovinoto, ke salah satu tempat bu didaya ikan air tawar yang telah berhasil menjadi
8
Wai
ra
Kelompok kampung visit Desa Semuntai berfoto bersama warga di depan Kantor Kepala Desa. suplier ikan konsumsi. “Mengagumkan!” itu kata yang rata-rata terucap dari mulut kami. Bagaima na tidak, di tempat itulah sebagian besar peserta pertama kali melihat ikan khas Kalimantan (arwa na/silok ) dengan ukuran panjang lebih dari satu meter, ikan toman yang beratnya di atas 10 kilo gram, dan berbagai jenis ikan lainnya. Tidak disitu saja, sebagai surprise lanjutan atas kunjungan kami, pihak pengelola melalui Bang Jaelani dengan sukarela memberikan se banyak lima kilogram ikan untuk dibakar dan di santap bersama. Pukul 19.30 kami bertempat di gedung per temuan Balai Desa Lumut, dilakukan tatap muka bersama warga dari tiga dusun. Masyarakat yang datang dan menghadiri pertemuan pada malam itu terdiri dari berbagai unsur, di antaranya to koh masyarakat (Kepala Dusun, Ketua Adat), pemimpin agama setempat (penginjil dan ketua umat), anggota kelompok tani, dan unsur lainnya.
Setelah dibuka dengan doa bersama dan sambutan Kepala Desa Lumut, pertemuan dilaku kan dan dimediasi oleh sdr. Petrus Musa. Dalam pertemuan bersama warga, terungkap bahwa ada berbagai bidang yang belum dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat, apakah di bidang pelayanan maupun pengadaan sarana prasarana. Waktu luang kami gunakan untuk berceng krama dengan warga, menggali nilai-nilai yang ada pada mereka untuk kami bawa dan pelajari. Tempat dan potensi alam yang indah tidak mung kin kami sia-siakan begitu saja, berkunjung dan mandi di Riam Ensiing. Melihat budi daya ikan air tawar yang dimiliki masyarakat setempat, dengan tak lupa menikmati kelezatan ikannya. Setelah mandi di riam indah pemandangannya, lalu disu guhi ikan bakar khas Desa Lumut. Sungguh pen galaman tak terlupakan. (yuni herlina/priamus h tatuga)
Kolom Perempuan
B
INTERNET
eberapa pekan lalu, berita di media massa selama sekitar sebulan menyoroti kisah Darsem, tenaga kerja wanita (TKI) asal Kampung Trungtum, Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Subang, Jawa Barat. Darsem ber hasil lolos dari hukuman pancung setelah menda patkan maaf dari ahli waris korban pembunuhan, dan diyat sebesar Rp 4,7 miliar dibayar oleh pe merintah Indonesia. Dia juga masih menerima uang sebesar Rp 1,2 miliar hasil sumbangan dari masyarakat. Kini Darsem telah menjadi miliarder di kampungnya dan dituding telah membeli banyak harta dengan uang yang diperolehnya tersebut. Bahkan pengacara Darsem, Elyasa Budianto, mengaku sudah mengingatkan Darsem mengenai
Darsem, TKW yang lolos dari hukuman pancung.
Kisah Darsem-Ruyati Akan Terus Terulang gaya hidup yang dijalaninya saat ini. Tak sedikit warga sekitar mengeluhkan gaya hidup Darsem. Tabiat Darsem dinilai jadi sombong, tidak siap kaya. Elyasa menilai Darsem kini hidup mewah, se bagian uang hasil sumbangan masyarakat sudah dibelanjakan termasuk membeli perhiasan. Tudingan tersebut tentu saja dibantah oleh Darsem. Dia menyatakan bahwa tidak menggu nakan uang hasil bantuan untuk berfoya-foya. Se lama ini, menurut uang tersebut digunakan untuk memenuhi janji. Nasib baik Darsem berbeda jauh dibanding Ruyati, TKW yang dipancung di Arab Saudi. Ruyati dieksekusi pada Sabtu 18 Juni 2011. Warga Indonesia terhenyak dengan nasib malang Ruyati, sebagai yang menambah jumlah korban eksekusi mati TKI di Arab Saudi menjadi 28 orang sepanjang tahun ini. Celakanya eksekusi dilaku kan tanpa pemberitahuan terlabih dulu kepada keluarga dan pemerintah Indonesia. Kisah suka dan duka para TKI berburu uang adalah cerita lama yang terus berulang. Bukti bahwa pengelola negara tidak mampu memberi kan jaminan terhadap seluruh warga negara yang telah memasuki usia kerja. Kini pemerintah sejak 1 Agustus telah mene tapkan moratoriumatau penghentian penem patan TKI ke ke Arab Saudi, Kuwait, dan Jordania. Di satu sisi Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Moh Jumhur Hidayat menyatakan, moratorium ber potensi menambah kemiskinan. Sebelumnya, pemerintah juga telah menerapkan moratorium TKI ke Malaysia sejak Juni 2009. Namun morato rium TKI ke Malaysia itu dalam waktu dekat akan dicabut.
Oleh karena itu, pemerintah berusaha keras melaksanakan program pemberdayaan ekonomi rakyat di daerah daerah yang biasa menjadi kan tong TKI. Jumhur menyatakan, untuk mengatasi penambahan jumlah penduduk miskin akibat mor atorium TKI, pemerintah melaksanakan program pemberdayaan ekonomi rakyat seperti program nasional pemberdayaan mandiri, kredit usaha rakyat, atau menggalakkan tanggung jawab so sial perusahaaan. Jumhur menyebutkan, umumnya pendapa tan satu orang TKI dapat menafkahi lima orang, yakni dirinya sendiri dan rata rata empat angota keluarganya. Sebelum moratorium TKI ke Arab Saudi, penempatan TKI ke negeri itu mencapai 20 ribu orang per bulan. Saat ini, terdapat sekitar 6 juta TKI di Saudi. Padahal Jumhur sendiri mengakui bahwa pe luang kerja di luar negeri masih terbuka luas. Ia mencontohkan negara negara anggota Uni Eropa yang saat ini membutuhkan satu juta tenaga kerja asing per tahun, dan Amerika Serikat yang mem butuhkan 800 ribu hingga satu juta pekerja asing per tahun. Bahkan Jepang yang sebelumnya ter tutup terhadap tenaga kerja asing, kata Jumhur, kini telah membuka kesempatan bagi pekerja as ing. Persoalannya, Indonesia belum memiliki de sain besar untuk mengisi peluang itu. Dengan menyimak pernyataan tersebut, ra sanya kita tidak bisa berharap masalah ancaman hukuman mati dan hilangnya tindak kekerasan terhadap TKI akan selesai. Selama tidak ada jami nan dari pengelola negara terhadap setiap warga negara untuk mendapat pekerjaan di dalam neg eri, maka kemungkinan kasus Ruyati akan terus berulang tanpa solusi konkrit. (dian lestari/net)
Perjuangan Melepas Belenggu Pernikahan Belia
Sinopsis Buku:
D
ipaksa ayahnya menikah dengan lelaki beru sia tiga kali lipat usianya, Nujood Ali yang masih belia terpisah dari orangtua dan ke luarga tercintanya. Dia harus memulai hidup baru bersama suami dan keluarganya di suatu desa ter pencil di pedalaman Yaman. Di sana, setiap hari dia menerima penga niayaan fisik dan emosional dari sang ibu mertua, dan tangan kasar suaminya setiap malam. Me langgar janji untuk menangguhkan berhubungan badan dengan Nujood hingga dia cukup dewasa, sang suami merenggut keperawanan si bocah pengantin tepat pada malam pertama. Saat itu usianya bahkan baru sepuluh tahun. Merasa tak sanggup lagi menanggung derita, Nujood melari kan diri bukan ke rumah orangtuanya, tapi ke gedung pengadilan di ibukota, naik taksi dengan beberapa keping uang untuk makan sehari-hari. Mendengar kabar tentang korban belia ini, seorang pengacara Yaman segera menangani kasus Nujood dan berjuang melawan sistem ko lot di negeri yang nyaris sebagian gadis-gadisnya menikah di bawah umur. Sejak kemenangan mer eka yang tak terduga pada April 2008, tentangan Nujood yang berani terhadap adat-istiadat Yaman
dan keluarganya sendiri telah menarik perhatian dunia internasional. Kisahnya bahkan mendorong perubahan di Yaman dan negara-negara Timur Tengah lainnya, tempat hukum pernikahan di bawah umur terus diterapkan dan gadis-gadis be lia yang menikah dibebaskan dengan perceraian. Nujood Ali lahir di Yaman pada 1998. Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada November 2008, majalah perempuan di Amerika Serikat, Glamour, memilihnya sebagai Women of The Year. Ke beraniannya berjuang melepaskan diri dari jerat perkawinan paksa di bawah umur mengundang penghargaan dari sejumlah tokoh perempuan dunia terkemuka, termaduk Hillary Clinton dan Condeleezza Rice. Penulis buku ini, Delphine Minoui adalah jur nalis Prancis kelahiran 1974. Penerima penghar gaan Albert Loudress ini meliput berita-berita mengenai Iran dan Timur Tengah sejak 1997. Se lain buku yang dia tulis bersama Nujood, bukunya yang lain adalah Les Pintades a Teheran, bercerita mengenai kehidupan para perempuan di Iran yang kebebasannya terkungkung. Setelah izin kerjanya di Iran dicabut pada 2007 oleh pemerintah Iran, dia kini tinggal di Beirut. (dian lestari)
Penulis Penerbit Harga Edisi Jumlah halaman
: Delphine Minoui : Alvabet : Rp 46.200 : Soft cover : 227
Wai
ra
9
Ruang Publik
D
emokrasi menurut ahli filsuf Yunani adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi juga diartikan persamaan hak dalam kedudukan pada hukum dan pemerintahan. Selain itu kebebasan pers dan berekspresi juga dikatakan sebagai bagian dari demokrasi. Terlebih sejak era refor masi yang dimulai pada tahun 2008, merupakan tahun keemasan bagi kalangan pers, karena dicabutnya UU Pers yang selama ini sangat mengekang kebebasan pers di Indonesia. Kita tahu bahwa di zaman orde baru, pers di Indonesia sangat diawasi den gan ketat, pembredelan media massa koran yang bersikap sangat kritis sangat sering dilakukan, korbannya antara lain seperti Majalah Tempo, Harian Pagi Sinar Harapan dan Harian Prioritas. Kontrol pemerintah yang sangat kuat ini terutama di zaman Menteri Penerangan Harmoko, sangat jelas mematikan kreativitas insan pers dalam melakukan social control terhadap pemerintah dan wakil rakyat. Opini publik lebih diarahkan pada dukungan terhadap kebijakan pemerintah meskipun jelas-jelas salah. Sejak terbukanya kesempatan untuk penerbitan pers, banyak bermunculan koran maupun tabloid baru meskipun pada akhirnya hilang dengan sendirinya, karena persaingan usaha dalam merebut pangsa pasar. Sehingga yang sampai saat ini masih bertahan adalah perbitan pers yang telah lama berkembang dan mempunyai modal yang kuat seperti Grup Kompas Gramedia, Grup Jawa Pos, Ma jalah Tempo serta Gatra yang sangat mirip dengan Tempo. Di dunia pertelevisian juga tidak kalah, telah banyak bermunculan stasiun televisi swasta dengan kemasan acaranya yang beragam. Bahkan ada beberapa televisi swasta mempunyai tema khusus membahas tentang demokrasi, seperti di Metro TV dan TVOne. Kemasan berita pun tidak cenderung monoton, namun diisi dengan menampilkan narasumber dan pakar yang berkompeten dengan topik yang sedang hangat dibicarakan. Media televisi sangat efektif dalam menciptakan opini dimasyarakat, juga media yang efektif untuk menampung pendapat masyarakat tentang suatu per masalahan. Selain itu penyiaran berita di televisi menjadi media yang tepat, untuk melakukan kritik sosial kepada pemerintah. Berita-berita sidang di DPR menjadi pemandangan yang kerap kali disiarkan oleh televisi swasta, dengan segala ting kah polah para anggota DPRD yang terkadang menggemaskan dan juga mem banggakan. Di satu sisi hal ini merupakan pertanda baik bagi perkembangan demokrasi di negara kita. Namun di sisi lain, media televisi berani menjustifikasi suatu per masalahan yang belum tuntas, sehingga berdampak buruk bagi masyarakat, dan
Puasa Latihan Menjauhi Korupsi
“A
Priamus Harjuni Tatuga (Peserta Sekolah Demokrasi Sanggau)
dakah hubungan antara puasa dan korupsi? Jawabannya, ada. Puasa adalah ibadah untuk bersikap jujur. Apabila kejujuran te lah tertanam dalan jiwa, maka ia tidak akan melakukan korupsi.”
(Baihaqi) Secara sederhana, puasa bagi setiap agama adalah menahan diri dari se gala perbuatan yang bisa membatalkan puasa. Menahan diri di sini bukan hanya tidak makan dan minum, tapi juga dari segala hawa nafsu. Makna yang terkand ung di dalamnya sangat luas. Pada prinsipnya menjaga pahala puasa jauh lebih sulit daripada menjaga puasa agar tidak batal. Menjaga puasa cukup dengan tidak memasukkan ses uatu ke dalam rongga yang ada pada tubuh kita seperti rongga mulut, hidung, telinga dan. Sedangkan menjaga pahala puasa seperti menahan diri dengan tidak me lihat serta melakukan kegiatan yang dapat membatalkan puasa kita, menjaga lidah untuk tetap berkata jujur, menjaga pendengaran untuk tidak mendengar kan hal-hal yang buruk. Kalau ini tidak ditaati, puasa kita justru tidak lebih dari sekadar menahan lapar dan dahaga. Puasa adalah ibadah yang sangat pribadi, artinya tidak ada orang lain yang mengetahui apakah kita berpuasa atau tidak, kecuali Allah dan kita sendiri, se hingga kita dilatih untuk tetap jujur. Meskipun tidak seorang pun mengetahui ibadah puasa yang sedang dijalankan, namun kita meyakini Allah Maha Melihat atas setiap tindakan. Di sinilah inti dari berpuasa, melatih untuk bersikap jujur agar tercipta manusia berakhlak mulia dan berpribadi baik. Lantas bagaimana dengan korupsi yang terus menggila, meskipun saban ta hun kita dilatih untuk jujur dengan berpuasa? Sebelum mengurai tentang hal itu,
10
Wai
ra
Demokrasi dan Kebebasan Pers Zaenuri, SH (Peserta Sekolah Demokrasi Sanggau) menimbulkan keresahan dikalangan masyarakat. Seperti tayangan meletusnya Gunung Merapi yang berulang-ulang, yang diprotes karena menimbulkan kepanikan. Kemudian tayangan Democrazy di Met ro TV yang terang-terangan menyindir presiden dan menteri. Kebebasan berek spresi ini seharusnya ada batasan, mengingat penonton tidak hanya masyarakat berpendidikan tinggi, namun juga warga dengan taraf pendidikan rendah yang dapat menelan mentah-mentah semua informasi, tanpa melakukan analisa dan pemahaman mendalam. Oleh karena itu Komisi Penyiaran Indonesia hendaknya dapat melakukan kon trol terhadap penyiaran pada televisi swasta maupun penerbitan pers. Agar ke bebasan menyampaikan pendapat tidak menjadi bias, dan kebablasan, meskipun pihak yang dirugikan dapat menyampaikan hak jawab. Pada bidang seni, kebebasan berekpresi pun sudah terlihat, hal ini dengan banyaknya pertunjukan seni dan munculnya sineas muda membuat film-film baru. Namun kebebasan berekspresi juga menimbulkan dampak negatif yang melanggar norma-norma agama, seperti protes sejumlah kaum lesbi-gay terh adap pernikahan sejenis, dan protes sejumlah seniman terhadap pelarangan Ma jalah Playboy Indonesia. Inilah kebebasan tanpa batas yang terkadang tidak bisa diterima sebagian masyarakat, sehingga suatu saat dikhawatirkan akan muncul pemahaman, bahwa bugil didepan umum juga dikatakan kebebasan berekspresi. Pandangan seperti ini akan merusak generasi muda terutama anak-anak. Semoga hal ini tidak akan terjadi, melakukan sesuatu yang tabu dan me langgar norma kesusilaan dilandasi nilai-nilai demokrasi dalam wujud kebebasan ekspresi dalam menampilkan karya seni. Karena hal ini suatu ekses telah terkon taminasi bangsa kita oleh demokrasi liberal yang dianut oleh negara-negara barat, tidak sesuai dengan budaya bangsa kita. terlebih dahulu perlu dipahami apa itu korupsi. Secara sederhana, korupsi ada lah perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dari definisi tersebut jelas terlihat korupsi merupakan suatu tindakan keji, tidak mengedepankan sikap yang sesuai dengan kaidah-kaidah setiap agama manapun. Makanya korupsi layak disebut kejahatan luar biasa atau penjajahan ala modern. Karena dengan korupsi rakyat kehilangan kesempatan untuk menikmati haknya, kesejahteraan. Korupsi atau yang sering disebut “white collar crime” atau kejahatan ker ah putih, merupakan suatu kejahatan yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat, roda pemerintahan dan menghambat pembangunan. Korupsi juga merupakan wabah penyakit yang sangat sulit diberantas. Banyak bukti bisa menguatkan hal itu, satu di antaranya terlihat dari putusan bebas terhadap terdakwa korupsi, dengan alasan telah mengembalikan kerugian negara. Pada hal jelas-jelas dalam aturan disebutkan mengembalikan kerugian negara tidak menghapuskan tindak pidana. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, Indonesia sedang dalam situasi bahaya dan terancam. Ini disebabkan masih banyaknya kasus ko rupsi dan tidak berjalannya pemberantasan korupsi. Kata Mahfud, ada dua jenis penyanderaan yang menyebabkan korupsi sulit untuk diberantas. Pertama, diatur supaya tidak ada yang tahu kecuali dia yang berkepentin gan. Sehingga kalau pelaku korupsi tertangkap, dia bisa menyangkal tidak ada bukti dan saksinya. Kedua, semua orang sudah disandera, sehingga pemberantasan korupsi tidak berjalan. Mulai dari atas hingga ke bawah dan tidak berani berteriak (ket erangan Mahfud MD dilansir vivanews.com). Kembali pada persoalan puasa, yang seyogianya menjadi latihan untuk menciptakan manusia jujur, justru hanya mendapatkan kegagalan. Bukan kar ena puasanya, tapi disebabkan orang yang berpuasa menjadikan puasa sebagai ritual keagamaan saja, sebulan dalam setahun. Puncaknya bersalam-salaman di hari raya. Pasca hari raya, manusia kembali pada perilaku-perilaku keji seperti sebagaimana kebiasaannya sehari-hari, termasuk merampas hak rakyat. Saya berharap puasa bagi umat Islam hendaknya benar-benar menjadi lati han berharga untuk mewujudkan insan yang jujur, mulia dan berahklak Islami. Sehingga puasa tidak sekadar dijadikan sebagai ajang ritual belaka, apalagi ka lau sampai bermewah-mewahan ketika berbuka puasa.
Ruang Publik
D
isadari atau tidak, lembaga keuangan masyarakat berbentuk Koperasi Kredit atau yang biasa disebut CU (Credit Union) telah banyak mem bantu masyarakat dalam bidang keuangan. CU dalam bidang usahanya menghimpun dana dari anggota, dalam bentuk simpanan saham dan nasabah dalam berbagai produk tabungan baik itu simpanan harian, simpanan depos ito, tabungan hari tua, dan juga ada produk perlindungan seperti Solidaritas dan Daperma. Credit Union diminati masyarakat karena sebagian besar masyarakat menengah ke bawah masih sulit mendapatkan kredit dari bank, Credit Union merupakan solusi terbaik karena CU dekat dengan masyarakat, anggotanya berasal dari berbagai kalangan, baik pegawai negeri, wirausahawan, peda gang, dan sebagian besar anggotanya adalah petani dan buruh. CU menberi kan kredit diperioritaskan bagi usaha produktif anggota, serta kredit konsum tif sehingga diharapkan anggota dapat lebih sejahtera. Perkembangan Credit Union cukup pesat di Kalimantan Barat, baik dari segi anggota maupun aset dibandingkan daerah lain di Indonesia. Menurut data Inkopdit yang dilansir Majalah Picu, sampai akhir Desember 2010 jumlah Kopdit di Indonesia sebanyak 943 CU, dengan jumlah anggota sebanyak 1.543.151 dan total aset sebanyak Rp 9,650 triliun. Dari data tersebut jumlah anggota Kop dit di Kalimantan barat sebesar 40 persen dari anggota yang sebanyak 1,5 juta orang dan hanya sebesar 0,65 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Di dalam CU, anggota biasanya dibekali dengan pendidikan dasar dan
Mendorong Partisipasi Perempuan dalam Pemilu
I
Aep Mulyanto (Peserta Sekolah Demokrasi Sanggau)
su gender akhir-akhir ini semakin ramai dibicarakan, terutama di saat menje lang diadakannya pesta demokrasi di Indonesia. Pemilihan Umum (Pemilu) yang merupakan pesta deokrasi untuk rakyat dalam konteks memilih para wakil rakyat dan pemimpin negara atau pemimpin daerah, isu gender selalu hangat diperbincangkan. Gender merupakan isu yang mewabah menjadi mainstream bersama pelaku politik di Tanah Air. Namun masih banyak pelaku politik yang tidak mam pu memahami secara komprehensif, tentang arti gender itu sendiri. Sebuah ironi, karena isu gender telah menjadi bahan utama perdagangan politik. Menurut Elaine Showalter dalam Speaking of Gender, wacana gender mu lai ramai dibicarakan pada awal tahun 1977, ketika sekelompok feminis di Lon don tidak lagi memakai isu-isu lama seperti patriarchal atau sexist untuk mem bedakan peran lelaki dan perempuan dalam kehidupan, tetapi menggantinya dengan isu gender (Gender Discourse). Kata gender berasal dari bahasa Inggris, yang artinya jenis kelamin. Dalam hal ini gender diartikan sebagai perbedan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Hilary M Lips, dalam bukunya Sex and Gender : An Introduction, mengartikan gender sebagai harapan-hara pan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Dari dua pengertian yang disampaikan oleh dua ahli di atas, dapat didefi nisikan, bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengiden tifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari pengaruh sosial budaya, dirumuskan sebagai bentuk rekayasa masyarakat (sosial contructions), dan bukannya sesuatu bersifat kodrati. Kata gender sudah masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Istilah gender menjadi lazim digunakan, karena isu dan per masalahan gender sangat signifikan dan urgen untuk dibahas dalam forumforum resmi di Indonesia. Berbagai seminar, simposium, orientasi, dan kegia tan-kegiatan bersama dilakukan untuk membahas dan menelaah isu gender beserta permasalahannya. Hal ini menunjukkan bahwa memang ada unsur subtansial, yang harus dijelaskan tentang isu gender tersebut. Dalam konteks demokratisasi dan perpolitikan di Indonesia, isu-isu gender selalu menjadi bahasan wajib para demokrat dan politisi. Isu gender merupak an blue print pemerintah dalam mengsahkan UU Pemilu. Konteks negara Indo nesia dalam Pemilu dibagi pada beberapa agenda, yaitu pertama adalah pemi lihan legislatif yang memilih wakil-wakil rakyat di DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Kedua, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebagai pelaksana pemerintahan negara, serta ada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
Credit Union Membangun Keberdayaan Masyarakat Stepanus Sanau (Peserta Sekolah Demokrasi Sanggau) pelatihan. Pendidikan dasar biasanya diisi dengan penyampaian sejarah ke beradaan Credit Union, analisa lingkungan sosial, anggara belanja keluarga, dan juga pola kebijakan ( Poljak ) pengurus. Hal ini dimaksudkan agar anggota CU dapat mengatur keuangan keluarga dengan bijak, dan memahami pola kebijakan pengurus di dalam CU. Pengelolaan organisasi Credit Union dilaksanakan dengan demokratis, kekuasaan tertinggi adalah Rapat Anggota Tahunan (RAT) untuk memilih pengurus dan pengawas, dalam menjalankan kegiatan usahanya pengurus mengangkat manajer dan staf. Melalui semboyan swadaya, solidaritas dan kebersamaan, Credit Union ingin agar anggotanya mandiri dalam meningkat kan kehidupan ekonominya dan dapat sejahtera.
untuk memilih Guburnur dan Wakil Gubernur sebagai pelaksana pemerintahan di Provinsi dan Bupati/Wali Kota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota sebagai pelak sana pemerintahan di Kabupaten/Kota. UU Pemilu Tahun 2003 yang mensyaratkan kuota 30 persen bagi perem puan, adalah upaya memberikan ruang gerak aspiratif bagi perempuan. Hal ini menunjukkan adanya pemenuhan hak dan kewajiban yang setara pada isu gen der. Karena perjuangan kesetaraan gender adalah satu di antara upaya mewu judkan demokratisasi. Dengan kesetaraan gender, seluruh masyarakat baik laki-laki maupun perempuan mempunyai akses untuk melakukan demokratisasi itu sendiri. Lakilaki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam konteks ke hidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Sebelum terwujud kesetaraan gender, diperlukan affirmative action bagi perempuan. Keleluasaan dan kesempatan yang diberikan kepada kaum perem puan untuk aktif dan berkarya di dunia sosial, politik, ekonomi, dan budaya dalam rangka pembangunan nasional yang berorientasi pemberdayaan SDM, khususnya kaum perempuan. Perjalanan sejarah Pemilu 2004 merupakan tonggak peningkatan keter wakilan perempuan di lembaga legislatif. Peningkatan tersebut memang san gat kecil dibandingkan dibanding perjuangan para aktivis perempuan, sejak proses RUU sampai UU Pemilu 2003 yang mencamtumkan kuota perempuan 30 persen. Tetapi patut disyukuri karena memang mengubah paradigma ber pikir secara patriarkis menjadi kesetaraan gender. Perjuangan pengarusutamaan gender memang membutuhkan waktu. Karena mengubah kebiasaan atau sistem yang telah berlaku sangat lama, bah kan mengakar dan tumbuh sumbur, dikondisikan dengan sistemik yang oleh pemerintah menjadi cara untuk melanggengkan kekuasaannya. Walaupun UU Pemilu tahun 2003 telah jelas menyatakan kuota 30 persen untuk kaum perempuan, namun internalisasi dari keputusan ini belum maksi mal. Ada beberapa sebab yang menjadikan kaum perempuan termarjinalkan dalam setiap aspek pembangunan di Indonesia. Pertama, sistem dan struktur pemerintahan yang selalu mengutama kan laki-laki sebagai pemimpin karena ruang geraknya lebih bebas, sehingga secakap apapun seorang perempuan tidak dapat menjadi pemimpin karena keterbatasan mobilitasnya. Kedua, konstruk budaya yang dilazimkan pada masyarakat Indonesia yang selalu mendiskreditkan peran perempuan dalam keluarga, yaitu hanya sebagai pelengkap atau temen belakang. Ketiga, spirit will atau kemauan berkehendak seorang perempuan yang tidak agresif, seh ingga setelah diberi kesempatan untuk berkarya dan berbuat untuk kemajuan dirinya, namun kebanyakan perempuan mengabaikan desempatan yang tidak datang dua kali. Ketiga penyebab terpinggirkannya peran perempuan pada pembangu nan bangsa, yang meliputi masalah sosial politik, budaya, dan ekonomi, di atas dapat diminimalisir. Bukti nyata adalah hadirnya srikandi-srikandi Indonesia dalam pentas nasional dan daerah. Hal ini menunjukkan adanya kemampuan intelektual yang seimbang dan setara, antara perempuan dan laki-laki. Sehing ga perempuan juga mampu mewarnai demokratisasi di Indonesia. Perempuan dapat menjadi politisi andal dan humanis, namun tidak melupakan perannya sebagai ibu bagi anaknya dan istri pada suaminya.
Wai
ra
11
Galeri Foto Malam Idul Fitri 1432 H
di Pontianak
12
Wai
ra