klik!
8
BULETIN BUMN • EDISI 75 • TAHUN VII • 30 SEPTEMBER 2013
foto-foto: sentot
on
Menteri BUMN Dahlan Iskan berfoto bersama usai penandatanganan Roadmap Menuju BUMN Bersih oleh 38 Direksi BUMN di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta Rabu (25/9).
Kementerian BUMN menggalang 19 perusahaan milik negara untuk bersinergi membangun jalan tol di pinggir pantai yang membentang dari Jakarta hingga Surabaya. “Untuk tahap awal kita meminta seluruh BUMN yang terlibat melakukan studi kelayakan (feasibility study/FS) yang ditargetkan rampung dalam 6 bulan ke depan,” kata Menteri BUMN Dahlan Iskan, usai penandatanganan Nota Kesepahaman Persiapan Rencana Kerja Sama Pengusahaan Tol Atas Laut Jakarta–Surabaya, di Gedung Sarinah, Jakarta, Kamis (03/10).
Menteri BUMN Dahlan Iskan meresmikan tiang pancang pertama masjid di Kantor Kementerian BUMN, Jl. Merdeka Selatan, Jakarta “Akan terasa seperti di Turki, kalau lihat desainnya,” ucap Dahlan dalam peresmian tiang pancang pertama masjid di Kementerian BUMN, Minggu (8/9).
Sebagai wujud kebijakan internal Kemen BUMN dalam pelaksanaan kegiatan Pembinaan BUMN, Restrukturisasi BUMN serta Penataan Aset BUMN, pada Kamis (19/9) lalu dilakukan mutasi dan promosi pejabat Kemen BUMN, termasuk di lingkungan Kedeputian Infrastruktur dan Logistik yang telah resmi dilebur ke dalam Kedeputian teknis lainnya.
Dalam rangka melakukan restrukturisasi organisasi, Kemen BUMN melakukan mutasi dan promosi pelaksana/staf di lingkungan Kemen BUMN, Kamis (1/10).
Direktur Utama PT Askes (Persero) Fahmi Idris didampingi Staf Ahli Bidang Investasi dan Sinergi BUMN Herman Hidayat, memimpin acara Sosialisasi BPJS bertema “BUMN Sebagai Motor Penggerak Utama Sektor Industri dalam Program Sistem Jaminan Sosial Nasional”. Fahmi menjelaskan bahwa sesuai dengan rencana 1 Januari 2014 PT Askes akan berubah dari sebelumnya perusahaan BUMN menjadi badan hukum publik, BPJS Kesehatan di Jakarta, Kamis (3/10).
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan dan Gubernur DKI Jakarta Jokowi menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) kerjasama sinergi antara BUMN dan BUMD dalam mengelola waduk untuk mengatasi banjir di Ibu Kota, yang berlangsung di Balai Kota Jakarta, Rabu (2/10). SUSUNAN PENGURUS BULETIN BUMN
Racukup Doni Raiyanto Hera Zera Farid Syafi’i Danang Sotyo Baskoro N. Enung Dapisah Rainoc Fajar Karyanto Sri Mulyanto Bagya Mulyanto Asdi Abubakar Hambra Rudi Kristanto Mahruddin Harahap
03 Oktober 1960 03 Oktober 1976 04 Oktober 1974 05 Oktober 1959 05 Oktober 1961 05 Oktober 1961 07 Oktober 1969 07 Oktober 1982 08 Oktober 1958 09 Oktober 1968 10 Oktober 1961 10 Oktober 1968 11 Oktober 1969 14 Oktober 1981
Muhammad Rizal Kamal Mirawati Gazali Umar Lambonar O. Silitonga Basa Parhusip Nainggolan Ngena Ate Hendra Gunawan Nuriana Budi Rismaryanto Firman Adi Nugroho Wiwiek Ekaningsih Muh. Imam Burhanudin Wahyu Kuncoro
16 Oktober 1981 19 Oktober 1958 20 Oktober 1957 21 Oktober 1969 23 Oktober 1957 26 Oktober 1963 27 Oktober 1985 28 Oktober 1972 28 Oktober 1981 28 Oktober 1981 29 Oktober 1959 29 Oktober 1979 31 Oktober 1969
Pelindung: Menteri BUMN Pembina: Sekretaris Kementerian BUMN, Kepala Biro Umum dan Humas Pemimpin Umum/Penanggung Jawab: Faisal Halimi Pemimpin Redaksi/Ketua Tim: Sandra Firmania Tim Editor: Teddy Poernama, Rudi Rusli, Ferry Andrianto Dewan Redaksi dan Desain Grafis: Riyanto Prabowo, Sugianto, Erwin Fajrin, Sentot Moelyono Sekretariat: Sahala Silalahi (Koordinator), Umi Gita Nugraheni, Hendra Gunawan, Abdul Kollid, Sutarman. Alamat Redaksi: Lantai 12A Gedung Kementerian BUMN (Humas dan Protokol) Jl. Medan Merdeka Selatan No.13, Jakarta Pusat 10110. Telp: 021-29935678 Fax: 021-2311224 E-mail:
[email protected], Website: www.bumn.go.id Redaksi menerima kontribusi tulisan dari pegawai Kementerian BUMN, karyawan BUMN atau pihak lain yang relevan dengan semangat Buletin Kementerian BUMN, dengan syarat diketik rapi dengan spasi ganda, maksimal 2.000 karakter (setengah halaman), dengan disertai identitas diri penulis. Setiap tulisan yang dimuat merupakan pendapat pribadi penulis.
SUARA PEMEGANG SAHAM
fokus
EDISI 75 TAHUN VII 30 SEPTEMBER 2013 JUDICIAL REVIEW
FOKUS UTAMA JUDICIAL REVIEW Untuk Menemukan Jalan Keluar yang Elegan 1 Keuangan BUMN Jelas Bukan Keuangan Negara
UNTUK MENEMUKAN JALAN KELUAR YANG ELEGAN
2 2
Dipanggil Jaksa dan Fobia Direksi
WAWASAN Keuangan Negara, BUMN dan Korupsi SOSOK TOKOH FAISAL HALIMI Kisah Berliku Seorang Humas
28 Juni 2013 lalu, Forum Hukum BUMN mengajukan Judicial Review atas UU Keuangan Negara dan UU BPK di Mahkamah Konstitusi (MK).
3
SEBAGAIMANA DINYATAKAN dalam UU Nomor 8 tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, maka perorangan, kesatuan hukum adat, badan hukum publik dan privat serta lembaga negara, berhak mengajukan Judicial Review bilamana hak atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya satu Undang-Undang.
4
SARAN PENDAPAT Deklarasi BUMN Bersih dan Harapan Optimalisasi Nilai BUMN
6
Dengan dilakukannya uji materiil atas UU Keuangan Negara dan UU BPK tersebut, maka diharapkan dapat ditemukan jalan keluar yang elegan terhadap diskursus hukum secara akademis dan terjadinya harmonisasi di antara UU yang menyangkut tentang BUMN, dengan pertanyaan utama, apakah benar BUMN merupakan keuangan negara atau tidak.
Apa itu Korupsi? 6 SUDUT PANDANG Perjuangan Mewujudkan Kondisi Ideal REKAM PERISTIWA Menuju Perusahaan Pos Terbaik ON KLIK!
utama
7
Tiga orang Profesor, yakni Prof. Hikmahanto Juwana, Prof. Erman Rajagukguk dan Prof. Nindyo Pramono meyakini bahwa keuangan BUMN bukan keuangan negara, sehingga kerugian suatu BUMN bukan kerugian negara (lebih lanjut lihat hal. 2). Pada Sidang MK tersebut juga diajukan beberapa Direksi dan mantan Direksi BUMN yang merasa dirugikan dengan adanya UU Keuangan Negara tersebut.
7
8
Namun, apapun keputusan MK nantinya harus kita taati bersama karena itu merupakan pilihan politik negara.[Tbk]
Ingin tahu tentang BUMN?
Mematikan CPU dan monitor sebelum meninggalkan kantor akan menghemat listrik dan komputer lebih awet
JANGAN TAKUT
menangani AKSI UNJUK RASA
“Respon secara cepat guna suasana kerja dan lingkungan yang kondusif”
foto: sentot
penanganan AKSI UNJUK RASA untuk menjelaskan mengenai FUNGSI dan TUGAS KEMENTERIAN BUMN
fokus
utama
2
BULETIN BUMN • EDISI 75 • TAHUN VII • 30 SEPTEMBER 2013
sentot
KEUANGAN BUMN JELAS BUKAN KEUANGAN NEGARA
PROF ERMAN menyatakan bahwa Pasal 2 huruf g dan huruf i UU Keuangan Negara dan Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf b, dan Pasal 11 huruf a UU BPK bertentangan dengan UUD 1945. Menurutnya, definisi “Kekayaan BUMN adalah Kekayaan Negara” menciptakan ketidakpastian hukum yang menghambat kelancaran tugastugas Direksi dan Komisaris BUMN dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, karena merugikan keuangan BUMN berarti merugikan keuangan negara, sehingga dapat dituduh melakukan korupsi. Jika keuangan BUMN bukan keuangan negara, maka kerugian suatu BUMN bukan kerugian negara; tetapi kerugian BUMN sendiri sebagai suatu perusahaan yang berbadan hukum. Kerugian BUMN bisa merugikan Pemegang Saham, karena dividennya kecil atau tidak ada sama sekali. Secara tegas, Prof. Erman menyatakan bahwa Keuangan BUMN bukanlah keuangan negara, melainkan keuangan BUMN itu sendiri sebagai
Sebenarnya, yang melakukan gugatan atas UU Keuangan Negara dan UU BPK, bukan hanya Forum Hukum BUMN. Tertera juga nama Omay K. Wiraatmaja (mantan Dirut Pupuk Kaltim) dan Sutrisno Sastrorejo (mantan Dirut PT Krakatau Steel). Beberapa Saksi Ahli pun diajukan dalam persidangan tersebut, antara lain Prof. Hikmahanto, Prof. Erman Rajagukguk dan Prof. Nindyo Pramono. Badan Hukum. Harta kekayaan yang terpisah dari pendiri Badan Hukum itu, terpisah dari harta kekayaan pemilik, pengawas dan pengurusnya. “Inilah doktrin hukum, baik dalam sistem Civil Law maupun Common Law,” tegasnya. Sedangkan Prof. Hikmahanto menjelaskan juga sebagai Saksi Ahli, bahwa keuangan BUMN tidak bisa diperlakukan sebagai keuangan negara. “Karena secara alamiah, mengelola keuangan negara berbeda dengan mengelola keuangan BUMN,” katanya. Prof. Hik melanjutkan bahwa dalam pengelolaan uang, negara bukanlah entitas yang mencari untung dan bisa menderita kerugian atas suatu keputusan bisnis (business judgement). Apa yang telah dialokasikan dalam APBN secara teoritis harus diserap penuh. “Ini berbeda dengan BUMN, layaknya sebuah badan usaha maka BUMN bisa mendapatkan keuntungan tetapi juga bisa menderita kerugian,” jelasnya.
Prof. Nindyo yang sehari-hari adalah Guru Besar Hukum Bisnis UGM menjelaskan bahwa seharusnya berlaku asas “lex posteriori derogat legi priori” (hukum yang terbaru/posterior mengesampingkan hukum yang lama), ketika UU BUMN dan UU PT berhadapan dengan UU Keuangan Negara. “Itu demi tercapainya kepastian hukum sebagaimana dijamin Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945,” katanya. Namun yang terjadi di dalam praktik dewasa ini, dalam pelaksanaan UU BUMN, organ BUMN (Direksi dan Dewan Komisaris) dan stakeholder lainnya dihadapkan pada kekhawatiran atas ketidakpastian hukum dalam membuat keputusan bisnis untuk kepentingan dan tujuan Persero maupun Perum. “Mereka selalu dibayangi akan timbulnya ekses negatif terkait dengan keputusan bisnis yang dijalankan,” kata Prof. Nindyo. [Tbk]
dok.istimewa
DIPANGGIL JAKSA DAN FOBIA DIREKSI
KARTIKA KHAERONI, Dirut PT ASEI tahun 2002–2005, dikejutkan adanya surat panggilan Kejaksaaan Agung RI di tahun 2012 dengan sangkaan tindakan pidana korupsi dan ‘menimbulkan kerugian keuangan negara’. Saat itu, selaku Dirut PT ASEI, Kartika mengambil keputusan penutupan (coverage) penjaminan kredit. Sekitar setengah tahun sesudah mundur dari PT ASEI, terjadi klaim. Klaim terjadi karena debitur (penerima kredit dari Bank) mengalami gagal bayar pengembalian kredit (payment default) kepada Bank saat jatuh tempo kredit, sehingga PT ASEI harus membayar klaim kepada Bank, yang telah menyalurkan kredit kepada debitur Bank tersebut, sebesar Rp 3,993 miliar. Kartika berkeyakinan, pembayaran klaim terkait kasus tersebut adalah murni risiko bisnis, yang biasa dihadapi dalam usaha asuransi dan penjaminan kredit. Padahal saat ini pengembalian dari pihak debitur kepada PT ASEI atau recoveries telah mencapai 100%. “Dengan kata lain, tidak ada kerugian yang dialami oleh PT ASEI dari transaksi ini,” kata Kartika. Menurutnya, bila setiap klaim yang harus dibayar PT ASEI sebagai perusahaan asuransi dan penjaminan kredit dipandang
Siapakah yang dirugikan dengan adanya UU Keuangan Negara? Beberapa Direksi dan mantan Direksi BUMN bersaksi di Mahkamah Konstitusi (MK). Ada mantan Dirut BUMN yang dipanggil setelah 8 tahun tidak menjabat dipanggil pihak Kejaksaaan dengan sangkaan korupsi.
sebagai ‘potensi kerugian keuangan negara’, maka PT ASEI seharusnya menghentikan semua operasinya. Gatot M. Suwondo, Dirut PT BNI (Persero) Tbk, yang juga Ketua Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA) menyatakan Bank-Bank BUMN telah lama merasakan adanya unequal level of playing field dibanding Bank Swasta Nasional lainnya. Bank BUMN juga masih terkendala dalam menyelesaikan Piutang Macet (Non Performing Loan) karena belum punya payung hukum yang dapat memberikan kepastian bagi Bank BUMN melakukan upaya restrukturisasi maupun penyelesaian tuntas, meski MK melalui putusan No 77/PUU-IX/2011 tanggal 25 September 2012 telah menyatakan bahwa Bank BUMN sebagai PT telah dipisahkan kekayaannya dari kekayaan negara yang dalam menjalankan segala tindakan bisnisnya termasuk manajemen dan pengurusan piutang masing-masing Bank bersangkutan dilakukan manajemen Bank bersangkutan dan tidak dilimpahkan ke PUPN. “Namun praktiknya, Putusan MK itu belum berlaku efektif karena terkendala penafsiran para pemangku kepentingan, sehubungan dengan ketentuan Pasal 2 huruf g UU No. 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa lingkup keuangan negara termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah,” kata Gatot. Erwin Nasution, Dirut PTPN IV juga menyatakan bahwa dengan melekatnya status keuangan negara pada BUMN, manajemen PTPN IV sering mengalami keraguan dan ketakutan dalam mengambil keputusan binis (business judgment). Misalnya keputusan kapan waktu yang tepat menjual crude palm oil (CPO) atau membeli Tandan Buah Segar (TBS). “Bila setelah dilakukan penjualan CPO, tiba-tiba harga CPO naik tinggi atau sebaliknya setelah dilakukan pembelian TBS, tiba-tiba harga TBS turun drastis, maka keputusan manajemen PTPN IV dalam menjual CPO atau membeli TBS tersebut akan dipersalahkan karena telah merugikan PTPN IV yang pada akhirnya merugikan keuangan negara,” urai Erwin. Jelas sekali, UU Keuangan Negara menimbulkan fobia bagi direksi BUMN dalam pengambilan keputusan. Semoga MK dapat mengambil keputusan yang seadil-adilnya untuk kejayaan BUMN di masa mendatang. [Tbk]
3
KEUANGAN NEGARA, BUMN DAN KORUPSI Bagaimana secara Doktrin Bila Uang Negara dijadikan Modal bagi BUMN: Apakah tetap Uang Negara atau telah menjadi Uang BUMN yang terpisah dari Uang Negara?
SECARA DOKTRIN tidak tepat menganggap keuangan BUMN sebagai keuangan negara. Paling tidak ada tiga alasan mendasari pemikiran ini. Pertama, uang yang telah dipisahkan menjadi milik BUMN dan negara memperoleh saham atas modal yang telah disetorkan. Saham inilah yang dicatatkan sebagai kekayaan negara. Namun bila uang yang disetor ke BUMN tetap dinyatakan sebagai tetap uang Negara, maka secara akunting akan ada dua kali penghitungan atas obyek yang sama. Ini berlaku ketika negara melakukan penyetoran modal tidak berupa uang tunai, tetapi berupa barang (inkind/ in breng), semisal tanah. Tanah yang dimiliki dan sertifikatnya atas nama negara bila disetor menjadi modal BUMN maka negara akan mendapatkan saham. Sementara tanah menjadi milik BUMN dan dapat dibalik-namakan dari negara ke BUMN. Dalam konteks demikian tidak terjadi dua kali penghitungan atas obyek yang sama karena negara tidak mencatatkan saham dan tanah yang telah disetorkan sebagai aset dalam neracanya.
NEGARA
Tanah Milik dan atas nama negara
Saham Milik dan atas nama
BUMN INBRENG Tanah atas nama BUMN
Kedua, keuangan BUMN tidak bisa diperlakukan sebagai keuangan negara karena secara alamiah mengelola keuangan negara berbeda dengan mengelola keuangan BUMN. Dalam pengelolaan uang, negara bukanlah entitas yang mencari untung dan bisa menderita kerugian atas suatu keputusan bisnis (business judgement). Apa yang telah dialokasikan dalam APBN secara teoritis harus diserap penuh. Ini berbeda dengan BUMN. Layaknya sebuah badan usaha, maka BUMN bisa mendapatkan keuntungan tetapi juga bisa menderita kerugian. BUMN bisa rugi karena wanprestasi atau perbuatan melawan hukum dari mitranya. Bila ini terjadi maka penyelesaiannya dilakukan secara perdata. Bila kerugian dikarenakan masalah administratif dari pengurus dan pegawainya maka diselesaikan secara administratif. Namun bila dalam kerugian BUMN terdapat niat jahat (criminal intent) dari pengurus atau pegawainya maka wajib diselesaikan secara pidana. Adalah ganjil bila kerugian yang disebabkan karena perdata maupun administratif diselesaikan secara pidana. Terakhir, ketiga, secara doktrin mengkategorikan keuangan BUMN sebagai keuangan negara sudah bertentangan dengan konsep ‘uang publik’ dan ‘uang privat’.
Konsep pemisahan uang publik dan uang privat dikenal dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah yang diatur dalam Peraturan Presiden 54/2010 sebagaimana telah diubah (Perpres 54). Sepanjang uang berasal dari APBN atau APBD maka Perpres 54 berlaku. Namun tidak demikian bagi entitas yang didirikan oleh negara yang mendapatkan dana yang berasal dari negara namun telah dipisahkan. Dalam proses pengadaan barang dan jasa entitas tersebut tidak tunduk pada Perpres. Dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN maka ketentuan yang berlaku adalah surat keputusan Direksi.
wawasan Oleh: Prof. Hikmahanto Juwana S.H, LLM, Ph.D.
kita
dok.istimewa
BULETIN BUMN • EDISI 75 • TAHUN VII • 30 SEPTEMBER 2013
pun tidak cukup dengan sekedar ‘harga yang menguntungkan’ bagi pihak lainnya. Tentu harus ditelusuri dan dibuktikan bahwa keuntungan yang didapat merupakan hasil konspirasi jahat antara pihak yang memberikan dan menerima keuntungan. Harus diakui dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor tidak tercermin keharusan untuk membuktikan adanya niat jahat. Dalam kedua pasal tersebut tidak ditemukan istilah ‘dengan sengaja’. Kata ‘dengan sengaja’ dalam hukum mempunyai makna harus adanya niat dan perbuatan jahat.
DALAM KONDISI UU KEUANGAN NEGARA, UU PERBENDAHARAN NEGARA SAAT INI APAKAH MERUGIKAN KEUANGAN BUMN YANG MASUK DALAM RANAH PIDANA?
Meski demikian harus dipahami dalam tindak pidana korupsi tanpa niat jahat tidak mungkin terjadi korupsi. Ini berbeda dengan pembunuhan di mana tindakan menyebabkan matinya orang bisa dengan niat jahat maupun tanpa niat jahat. Tanpa niat jahat sebagai contoh adalah dalam kecelakaan lalu lintas di mana ada korban yang meninggal.
Saat ini potensi BUMN yang merugi dibawa ke ranah pidana sangat besar, padahal kerugian tersebut tidak ada niat maupun perbuatan jahatnya. Hal ini karena keuangan BUMN dianggap sebagai keuangan Negara oleh para aparat penegak hukum. Bila ada kerugian dari BUMN maka dianggap telah terjadi kerugian negara dan karenanya masuk dalam ranah pidana.
Meski UU Tipikor tidak mencantumkan kata-kata ‘dengan sengaja’, maka dalam tindak pidana korupsi harus tetap dibuktikan adanya niat jahat untuk memperkaya secara tidak sah. Bila tidak, kelalaian bahkan kerugian karena keputusan bisnis dalam BUMN akan berujung pada adanya tindak pidana korupsi.
Padahal dalam konteks BUMN yang melakukan kegiatan usaha atau bisnis, maka usaha tidak selalu bisa dipastikan untung. Keputusan bisnis (business judgement) dapat berdampak pada kerugian. Kerugian pun belum tentu merugikan perusahaan bila dihitung dalam tahun buku perusahaan (satu tahun).
Inilah yang terjadi pada sejumlah pengurus BUMN, meski sebagian dari mereka mendapat putusan bebas dari pengadilan, mereka harus menghadapi proses hukum karena dianggap ‘merugikan’ keuangan negara. Fenomena ini tentu tidak kondusif bagi pengurus BUMN, karena mereka tidak akan berani mengambil keputusan bisnis dengan resiko komersial karena selalu dibayang-bayangi kekhawatiran tuduhan korupsi.
Semisal sebuah Bank Pemerintah memberikan kredit kepada nasabahnya. Bila karena iklim investasi yang tidak mendukung, seperti terjadinya pelemahan mata uang rupiah terhadap mata uang dolar, di mana nasabah tersebut tidak dapat mengembalikan hutangnya, menjadi pertanyaan apakah kerugian yang diderita oleh Bank Pemerintah tersebut merupakan kerugian negara? Ini dikarenakan, uang yang seharusnya kembali tidak dapat dikembalikan. Meski uang tersebut merupakan uang operasional Bank Pemerintah, namun karena uang Bank Pemerintah tersebut dianggap sebagai uang Negara. Terlepas dari apakah uang BUMN adalah uang Negara, maka di sektor BUMN maupun swasta bisa saja terjadi tindak pidana korupsi. Seharusnya tindak pidana korupsi tidak dibatasi dengan hal-hal yang berkaitan dengan keuangan negara. Ini yang menjadi semangat dari United Nations Convention Against Corruption Tahun 2003 (UNCAC) dalam Pasal 21 dan 22. Pasal-pasal tersebut mengamanatkan kepada negara-negara peserta untuk mengkriminalkan pelaku korupsi di sektor swasta. BUKTI TINDAKAN KORUPSI Adanya korupsi baik di sektor publik maupun sektor swasta harus dapat dibuktikan dengan adanya niat jahat (mens rea) dan perbuatan jahat (actus reus) untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Memperkaya orang lain atau korporasi
Pada gilirannya BUMN bila dibandingkan dengan perusahaan swasta sejenis akan tidak kompetitif. Dalam konteks demikian, BUMN yang harus bersaing dengan badan usaha swasta sebenarnya tidak memiliki level playing field yang sama sehingga BUMN tidak dapat berkompetisi dengan badan usaha swasta. Untuk menghentikan wacana yang telah memakan korban, sudah waktunya UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara ditinjau kembali, termasuk penjelasan dalam UU Tipikor. Tentu semangat anti-korupsi wajib untuk terus didengungkan. Korupsi harus diberantas. Hanya saja jangan sampai seseorang harus mendekam di lembaga pemasyarakatan semata-mata ada kerugian negara sementara niat jahat untuk merugikan keuangan negara tidak ada. Jakarta, 26 Agustus 2013 Artikel ini ditulis-ulang Redaksi Buletin Kemen BUMN Berdasarkan Keterangan Ahli Prof. Hikmahanto Juwana dalam Sidang Mahkamah Konstitusi mengenai Pengujian UU Keuangan Negara dan UU BPK
sosok
4
tokoh
BULETIN BUMN • EDISI 75 • TAHUN VII • 30 SEPTEMBER 2013
FAISAL HALIMI
KISAH BERLIKU SEORANG HUMAS Ya, ternyata kisah hidup seorang Faisal Halimi penuh liku. Dalam pembawaannya yang tenang, lulusan APDN dan IIP ini tentu tidak mengira jalan hidupnya menyinggahi dunia kehumasan Kementerian BUMN. Itulah kehidupan. Dan di tengah kesibukannya yang dapat dikategorikan luar biasa—seiring aktivitas Menteri BUMN dan Kemen BUMN, Kabag Humas Kemen BUMN ini berbincang dengan Tim Buletin di ruang kerjanya, lantai 12A.
MASA KECIL BERPINDAH-PINDAH FAISAL HALIMI lahir tanggal 6 April 1968 di sebuah desa yang indah bernama Kampung Teungoh di Aceh Selatan. Ia lahir dari keluarga petani. Bapaknya, Ibrahim Yasni, adalah keturunan ulama, sedang Ibunya, Ramlah merupakan keturunan Uleebalang (keturunan raja Aceh). Ketika Faisal kecil, Bapaknya jadi kepala desa yang kharismatik. “Menurut cerita orang-orang, Bapak saya sangat dihormati dan didengar keputusannya,” katanya memulai cerita. Kharisma itu, tuturnya, membuat kedua orang tuanya masih dihormati hingga saat ini. Faisal adalah anak ketiga dari enam bersaudara, empat laki-laki dan dua perempuan. Di Kampung Teungoh itu hanya dijalaninya sampai umur empat tahun, karena keluarganya pindah ke kota Banda Aceh. Di Banda Aceh, kakak dari kakeknya bernama Tuanku Abbas adalah Kepala Kanwil Penerangan Provinsi Aceh. Bapaknya kemudian jadi PNS Golongan II/a. “Kami tinggal di rumah kakek yang besar sekali, bahkan diberi mobil,” ceritanya.
:sentot
Sekitar tahun 1976, Tuanku Abbas dipromosi menjadi Dirjen dan pindah ke Jakarta. Karena itulah, Bapaknya memutuskan untuk pindah ke Meulaboh. “Bapak pindah ke Kantor Penerangan Kabupaten,” ceritanya. Jadinya, sekolah dasarnya pun pindah dari Banda Aceh ke Meulaboh. Kala itu ia masih kelas 3 SD. PRESTASI DI SEKOLAH DAN KEGAGALAN BERUNTUN Sejak Sekolah Dasar, Faisal sarat dengan prestasi. Selama mengenyam pendidikan SD, ia mengaku seringkali juara kelas. Ia juga dikenal sebagai qori, sering jadi imam dalam shalat berjamaah, hingga menjuarai lomba pidato antarsekolah.
Usai menuntaskan pendidikan di SMP Negeri 1 Meulaboh, ia melanjutkan ke SMA Negeri 1 Meulaboh, sekolah yang terbaik di sana. Sekira kelas 2 SMA, Faisal kembali pindah ke Banda Aceh. “Karena orangtua saya melihat di Meulaboh masih terbatas sarana pendidikannya, saya ikut kakak sulung yang bekerja di kantor Gubernur Aceh,” ujarnya. Kakaknya, Syaiba Ibrahim mendaftarkannya ke les privat demi mempersiapkannya lulus Perguruan Tinggi Negeri. Tidak sia-sia, sewaktu ikut tes Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) saat itu, ia pun dinyatakan lulus di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Namun takdir menentukan lain, mimpi menjadi dokter pun harus pupus karena tidak lulus ujian kesehatan (buta warna). Tahun 1988 itu pula, Faisal mengikuti tes Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di Banda Aceh dan lagilagi ia gagal di ujian yang sama. “Saya sampai menangis terisak-isak dalam shalat saya”, kenangnya. Akhirnya ia pulang ke Meulaboh dengan kegagalan beruntun itu. Bapaknya pun marah mendengar kegagalan itu. “Beliau meminjam uang tetangga, dan menyuruh kami balik ke Banda Aceh,” lanjutnya. Ia pun menempuh perjalanan ke Banda Aceh selama 12 jam dan naik lima rakit. Dulu, setiap menyeberang sungai memang harus naik rakit, yang ketika ada hujan besar, sungai itu pun tidak bisa diseberangi. “Kalau sekarang enak, Meulaboh-Banda Aceh hanya empat jam,” katanya.
tangan Bapaknya sebagai penjamin. “Di Toko Pahala punya orang Cina itu, saya utang beli telur, gula, dan besok paginya saya setor,” katanya. Setiap usai shalat Shubuh, ia pun berkeliling kota dengan sepeda menjajakan bolu buatannya. Usaha itu berjalan mulus, bolunya laku dijual di warung kopi. “Modal saya Rp 250, hasil jualan bisa dapat Rp 500, kan lumayan,” ujarnya bangga. Salah satu rahasia usaha bolunya laku, bahkan bisa mencapai keuntungan delapan kali lipat dari modalnya adalah ia menggunakan gula asli dan menggunakan TBM (pengembang kuered), sehingga bolu itu lebih bagus merekah dengan cita rasa lebih enak. Saat itu, harga TBM masih tergolong mahal, sehingga ia pun harus memesannya langsung dari Medan. “Akhirnya saya bisa beli 5 kg TBM, telur juga saya pesan hingga satu truk,” tambahnya. Dari hasil usaha tersebut, ia bisa membeli motor. Pemasaran bolunya pun mulai meluas, ia menjualnya di dua toko kue di Meulaboh. Dengan usahanya yang terus meningkat, Faisal dapat membeli empat buah mixer. Ketika hasil tes APDN itu diumumkan, ia menangis haru mengetahui bahwa dari 10.000 peserta tes, ia termasuk dalam 150 orang yang lulus. Berangkat ke Banda Aceh, ia mengikuti pendidikan di APDN dengan gaji Rp 37.500 per bulannya. Faisal kembali mengukir prestasi dengan mendapat juara tiga Parade Drumband piala Gubernur se-Aceh dan menjuarai gerak jalan 45 km bersama rekan-rekannya. Ia juga dapat menyelesaikan pendidikan dalam tiga tahun, lebih awal dari yang seharusnya. Faisal diwisuda di Jakarta tahun 1991.
BOLU KUKUS DAN LULUS APDN Di Banda Aceh, ia kembali mengikuti tes APDN. “Kakak saya membantu dengan membuat surat keterangan Puskesmas bahwa saya tidak buta warna,” ceritanya. Selagi menunggu hasil tes, ia kembali ke Meulaboh untuk membantu orangtua. Selama dua bulan menunggu hasil tes APDN, Faisal belajar membuat bolu kukus. “Ibu selalu memarahi saya, karena setiap membuat kue itu pasti ada yang rusak,” kenangnya. Ia tidak putus asa. Ia mencoba dan mencoba, sehingga menemukan resep terbaik yang bahkan mengalahkan rasa bolu yang dibuat pengajarnya sendiri. Dengan semangat Faisal menceritakan bagaimana ia harus meminjam modal Rp 250 per resep kepada orang Cina dengan tanda
dok. pribadi
:sentot
Faisal mengenang, pernah berjualan rokok di pasar ikan, waktu SD. “Modalnya pinjam dulu ke orang. Pinjam pagi sore setor,” ujarnya. Ia juga pernah mencari ikan dengan menebar pukat di pantai, sementara ibunya berjualan kangkung di pasar.
BULETIN BUMN • EDISI 75 • TAHUN VII • 30 SEPTEMBER 2013
Niat menikah dengan Tati pun ditentang Ibunya yang menginginkan Faisal menikah dengan orang Aceh. Meninggalkan itu semua, Faisal menempuh pendidikan S2 di Universitas Padjadjaran, Bandung. “Saat S2 itu, akhirnya saya direstui menikah dengan Tati, yang saya lamar via telepon bulan Juni 1998,” kenangnya. Hanya berselang dua bulan setelahnya, tepatnya tanggal 23 Agustus 1998, mereka akhirnya resmi menikah. Karena status cuti belajarnya, Faisal tetap memperoleh gaji dengan besaran Rp 600 ribu per bulan. Ia pun menyelesaikan kuliah dengan IPK yang memuaskan 3,8. “Saya hanya tinggal menyelesaikan tesis,” katanya. Sayang, kuliahnya itu hingga sekarang tidak sempat ia tuntaskan. DOMPET DHUAFA, JUALAN BUKU DAN TSUNAMI ACEH Namun, pada saat itu, rupanya Faisal malah tertarik bekerja sebagai volunteer di Dompet Dhuafa Republika dengan gaji Rp 4 juta per bulan. “Istri saya sempat dua kali keguguran, lalu istri saya melahirkan anak pertama bernama Muhammad Muharik pada 21 September 2000,” katanya. Dengan kelahiran anak pertamanya itu, Faisal memutuskan untuk menyewa rumah dan berhenti dari Dompet Dhuafa Republika dan mulai menjual buku. Tanggal 4 Oktober 2002, anak keduanya bernama Arina Fahma Rasyada lahir. Cerita lahirnya Arina itu cukup berkesan. Anaknya lahir di rumah dan Faisal sendiri yang memotong tali pusar anaknya, lalu langsung membawa istrinya ke rumah sakit. Karena kontrak kerjanya habis di Jakarta, Faisal kembali ke Meulaboh dan melanjutkan menjadi pegawai di sana. “Saat-saat itu adalah saat tersedih buat saya. Saya terpisah dengan istri, saya membawa anak sulung, sementara anak kedua dibawa istri saya di Bengkulu,” tambahnya. Perpisahan sementara itu bukan karena adanya masalah keluarga, melainkan karena mempertimbangkan adanya konflik di Aceh. Mengingat anaknya masih kecil-kecil, Faisal pun meminta untuk dipindahkan ke Jakarta dan ia bersyukur, enam bulan kemudian permintaannya disetujui Gubernur. Kembali ke Jakarta, sambil menunggu penempatannya sebagai PNS Perbantuan, Faisal kembali merintis usaha. Kali ini ia ingin berjualan buku. Ia bercerita, pertama kali datang
:sentot
mengikuti Mustafa Abubakar yang kemudian dipercaya sebagai Dirut Bulog dan Menteri Negara BUMN. Anak keempatnya, Muhammad Fauzan lahir 12 Oktober 2006.
ke penerbit buku, ia ditanya apakah sudah memiliki outlet. Meski tak punya satu outlet pun, ia berhasil meyakinkan penerbit tersebut untuk memulai usaha dari nol. “Oke, anda boleh ambil buku tapi tidak boleh dikembalikan dan harus dibayar cash,” ujarnya menirukan syarat sang penerbit. Ia pun memulai berjualan buku dengan keuntungan yang sangat kecil. Ia berjualan di kampus dan acara tabligh akbar dengan menyebar brosur. Dari usaha itu, ia bisa mendapat keuntungan sekitar Rp 15–20 juta per bulan. “Alhamdulillah, dengan usaha itu, saya bisa mengumrohkan Bapak dan Ibu”, katanya bangga. Saat SK Penempatan Kerja di kantor Perwakilan Pemerintah Aceh di Jakarta keluar, terjadilah peristiwa Tsunami. “Saya langsung jual mobil saya seharga Rp 15 juta untuk pulang ke Aceh mencari Ibu Bapak dengan naik pesawat Hercules yang berisi tumpukan mi instan,” ujarnya. Sesampainya di Banda Aceh, ia menemukan kenyataan pahit karena tidak bisa sampai ke Meulaboh karena situasi yang tidak memungkinkan. Namun, dalam kondisi itulah, ia berhasil bertemu dengan kedua kakaknya yang selamat. Esoknya, Faisal berniat mencari kedua orang tuanya dengan menggunakan motor sewaan. Selang seminggu, alhamdulillah, kedua orangtuanya ditemukan selamat, karena waktu tsunami terjadi sedang berada di daerah pegunungan. Tidak lama kemudian, Faisal kembali bertugas di Aceh atas permintaan Gubernur, sementara istrinya tetap di Jakarta. Pada tanggal 21 Maret 2005, anak ketiganya, bernama Ishma Aulia Rahmah pun lahir. Saat itu, Faisal telah menjadi ajudan Mustafa Abubakar yang menjabat sebagai Gubernur Aceh. Ia baru kembali bekerja di Jakarta pada tahun 2007. Ia pun setia
:sentot
AWAL KARIR DAN BERTEMU WANITA IDAMAN Setelah lulus, ia pertama kali ditempatkan di kantor Camat Meulaboh Aceh Barat, sebagai staf urusan pemerintahan. “Karena saya aktif di remaja masjid Kabupaten, akhirnya ditarik ke Kabupaten untuk membantu Sekretaris Daerah Aceh Barat, menjadi staf khusus,” ujarnya. Kemudian, ia ikut tes Institut Ilmu Pemerintahan (IIP), lanjutan dari APDN, untuk memperoleh gelar Sarjana. Lagi, ia gagal tes namun kembali mengikuti tes di tahun kedua dan lulus. Di tahuntahun terakhir di IIP itulah, ia bertemu dengan wanita yang sekarang jadi istrinya, Tati Hartini, gadis Bengkulu yang juga teman satu kelasnya.
5
PRINSIP-PRINSIP HIDUP DAN PERAN STRATEGIS HUMAS Selama bekerja di dua periode Menteri yang berbeda (Mustafa Abubakar dan Dahlan Iskanred), ia memegang prinsip bahwa setiap orang ada kelebihan dan kekurangan. Untuk itu, ia menyarankan agar kita fokus dalam bekerja. Dalam berumah tangga pun, ia memiliki prinsip tersendiri yang mulia, “Menjadikan anak saya lebih baik dari saya sebelumnya. Yang penting adalah pendidikan karakter”. Salah satu peristiwa berkesan selama menjadi Kabag Humas Kemen BUMN adalah menghadapi Badan Kehormatan (BK) DPR RI terkait kasus penyebutan nama anggota DPR yang meminta suap ke direksi BUMN. Faisal dianggap menyebarluaskan sms yang berisi nama-nama anggota DPR yang terlibat kasus tersebut. Ia meyakinkan anggota BK dengan sebuah ayat Al Quran yang artinya: “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati kalian, semua akan diminta pertanggungjawabannya”. Mendengar ayat tersebut, anggota BK yang semula bersemangat mencecarnya, menjadi melunak. Faisal kembali dianugerahi anak kelima, Aisyah Nur Kamila, 26 Juli 2013, bertepatan dengan 17 Ramadhan yang lalu. Sebagai Kabag Humas dan Protokol Kemen BUMN, Faisal melihat ada dua hal yang menjadi tantangan dalam mengoptimalkan fungsi humas dan protokol. “Posisi yang sangat dibutuhkan, tapi SDM-nya sangat terbatas,” ujarnya. Karena itu, ia berupaya keras untuk lebih meningkatkan keberadaan humas, baik di Kemen BUMN maupun di BUMN. “Beberapa waktu lalu kita mengadakan pemilihan The Best Public Relations bekerjasama dengan Forum Humas BUMN,” ujarnya. Dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan humas tersebut, ia berharap CEO BUMN lebih menyadari peran strategis humas. “Kreativitas harus lebih ditingkatkan untuk menjadi yang terbaik,” ujarnya menutup pembicaraan yang seru, siang itu. Setuju, Pak Faisal! [Erwin Fajrin/Rudi Rusli/Sandra Firmania]
saran
pendapat
sentot
Oleh: Sugianto
KEMENTERIAN BUMN telah mewajibkan BUMN untuk menerapkan sistem anti korupsi secara konsisten, agar BUMN terhindar dari transaksi dan keputusan bisnis yang terindikasi penyimpangan dan/atau kecurangan serta bersih dari tindakan-tindakan yang mengarah atau terkait pada KKN. Inisiatif anti korupsi di lingkungan BUMN, di antaranya adalah peningkatan sistem akuntabilitas BUMN melalui penerapan pilar-pilar GCG (TARIF), implementasi etika bisnis secara optimal, pengelolaan LHKPN, serta implementasi Program Pengendalian Gratifikasi. Inisiatif lainnya adalah peningkatan sistem pengawasan BUMN melalui penguatan internal control, risk management, internal audit dan external audit, penegakan aturan internal maupun perundang-undangan melalui whistle blowing system, dan pelaksanaan kerjasama dengan KPK untuk penertiban aset-aset BUMN. Semua inisiatif anti korupsi terintegrasi dalam program GCG BUMN. Minimal setiap dua tahun, praktik GCG dinilai oleh assessor independen.
6
BULETIN BUMN • EDISI 75 • TAHUN VII • 30 SEPTEMBER 2013
DEKLARASI BUMN BERSIH DAN HARAPAN OPTIMALISASI NILAI BUMN Di lantai 21 Gedung Kementerian BUMN, Menteri BUMN mendeklarasikan program BUMN Bersih. Dalam program ini, setiap BUMN dinilai melalui survei persepsi dengan responden para stakeholder utama BUMN. Tujuannya adalah untuk menilai tingkat “bersih atau tidak bersih” dari tiga jenjang jabatan di BUMN, yaitu direksi dan dewan komisaris, pejabat setingkat di bawah direksi, dan pejabat dua tingkat di bawah direksi ke bawah dan karyawan. Dari hasil penilaian, kategori kualitas penerapan 70% BUMN adalah baik dan sangat baik. Namun, pencapaian itu adalah klaim sepihak BUMN, karena penilaian berdasarkan sistem di perusahaan dan analisis informasi yang tersedia di perusahaan, namun belum melibatkan stakeholder utama BUMN yang mengalami sendiri bagaimana berhubungan dengan sistem kerja dan proses kerja di BUMN tersebut. Penerapan GCG yang dimulai tahun 2002, ternyata belum meningkatkan nilai BUMN secara optimal. Misi agar BUMN punya daya saing yang kuat, baik di level nasional maupun internasional masih belum sesuai harapan. Hingga saat ini, hanya satu BUMN yang tercatat di Fortune 500 dan hanya enam BUMN masuk dalam daftar 2000 perusahaan paling menguntungkan di seluruh dunia versi majalah Forbes. Kondisi tersebut menyisakan dugaan bahwa penerapan GCG masih sebatas administratif, masih di atas kertas, belum sampai pada tingkatan substantif.
Dengan adanya penilaian melalui survei persepsi yang melibatkan stakeholder utama BUMN, akan membuktikan beberapa hal. Pertama, apakah sistem yang dibangun perusahaan untuk mencegah perilaku korupsi telah efektif, sehingga berdampak terhadap kualitas pelayanan stakeholder utama BUMN dan bebas KKN. Kedua, apakah kualitas penerapan GCG dengan sistem dan praktik anti korupsi di perusahaan, sesuai dengan yang dirasakan dan dialami stakeholder utama. Tidak ada suap dan gratifikasi dalam pengelolaan BUMN. Semua hubungan sesuai dengan hak dan kewajiban sesuai kontrak/perundang-undangan. Tentu kita berharap, BUMN yang tangguh (profesional dan tahan goncangan/godaan), unggul (mengutamakan sistem, mutu, dan inovasi) serta bermartabat (bersih dari segala bentuk penyimpangan dan kecurangan termasuk korupsi) dapat segera dicapai. Penulis, Auditor Inspektorat Kemen BUMN
APA ITU KORUPSI? Belakangan ini media dengan gegap gempita memblow-up isu dugaan korupsi yang dilakukan mulai dari ketua umum dan bendahara partai politik, ketua lembaga negara, anggota DPR hingga terakhir yang paling heboh adalah ketua MK. Pemberitaan yang begitu masif membuat isu ini semakin besar dan menjadi perhatian berbagai kalangan dengan sudut pandang yang berbedabeda termasuk saya.
sentot
Oleh: Abdul Kollid
NAMUN MEMBICARAKAN isu ini dengan sudut pandang hukum, bukanlah kapasitas saya saat ini. Begitu juga membicarakannya dengan cara pandang politik, pasti jauh lebih rumit. Yang jelas istilah predicate crime, illicit enrichment, trading in influence sampai money laundring kini menjadi akrab di telinga. Satu hal yang menarik bagi saya adalah bahwa kasus korupsi bisa menimpa siapa saja, terlebih lagi kita sebagai PNS yang dapat dikategorikan sebagai penyelenggara negara bidang eksekutif. Sehingga, pemahaman kita tentang definisi, jenis dan identifikasi tipikor menjadi begitu penting. Apalagi dikaitkan dengan kewenangan pembinaan terhadap BUMN sebagai entitas perusahaan yang modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Korupsi adalah merupakan tindak pidana luar biasa yang membutuhkan penanganan yang luar biasa juga. Untuk itu mulai dari UU Penyelenggaraan Negara yang Bebas KKN, UU TPK, UU TPPU, PP Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, Inpres 1 tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dibuat dalam rangka mencegah sekaligus memberantas korupsi yang katanya telah dipraktikkan secara luas dalam penyelenggaraan negara kita. Sebagai tindak lanjutnya, beberapa waktu yang lalu kita telah mengeluarkan surat edaran tentang 10 area rawan korupsi pada Kementerian BUMN serta kabarnya akan dirumuskan pula mengenai aturan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian BUMN. Sungguh upaya yang patut mendapat apresiasi kita semua.
Sebagai tindak lanjut surat edaran tersebut, ke depan saya kira perlu adanya edukasi yang lebih serius mengenai upaya pencegahan korupsi demi meningkatkan pemahaman dan komitmen kita, sehingga perilaku anti korupsi tidak saja sebagai slogan yang muncul pada spandukspanduk kita, tetapi hadir sebagai tema pada diskusi-diskusi di ruang kerja kita tanpa tabu. Dengan begitu budaya anti korupsi kita mudahmudahan semakin membaik yang tercermin dari nilai Indeks Persepsi Korupsi kita yang semakin meningkat. Penulis, Staf pada Bagian Perlengkapan dan Rumah Tangga
7
PERJUANGAN MEWUJUDKAN KONDISI IDEAL Carut-marut permasalahan BUMN dan keuangan Negara tidak hanya karena disharmonisasi peraturan perundang-undangan, baik itu UU KN, UU BUMN, UU Tipikor maupun UU BPK, tetapi lebih dipertajam oleh adanya perbedaan penafsiran yang dilatarbelakangi kepentingan sektoral, yang alhasil, membuat bingung para pengurus BUMN. PERMASALAHAN KLASIK yang memeras energi dan materi di bidang pengadaan barang dan jasa di BUMN butuh waktu yang cukup lama untuk meyakinkan bahwa pengadaan barang dan jasa BUMN harus berbeda dengan pengadaan barang untuk instansi Pemerintah yang tunduk pada Kepres 80 yang telah diperbaharui.
justru diajukan oleh nasabah nasabah BUMN yang merasa dirugikan atas sulitnya proses haircut piutang BUMN, sehingga membawa kerugian tidak hanya pihak ketiga juga bagi BUMN. Walaupun implentasinya saat ini pun masih terdapat hambatan.
Terhadap masalah piutang BUMN, perjuangan agar piutang BUMN sebagai piutang perusahaan telah dirintis sejak lama, mulai dari masukan dari HIMBARA, adanya fatwa MA atas permintaan Menteri Keuangan dan MoU di tingkat Kementerian/Lembaga di high level. Namun, tetap saja itu tidak mampu menghilangkan ketakutan adanya ancaman pemidanaan yang membayangi Direksi BUMN. Masih eksisnya UU 56 prp tahun 1960 tentang PUPN merupakan ganjalan utama. Padahal dengan diundangkannya UU BUMN seharusnya masalah piutang BUMN clear menjadi urusan perusahaan.
Anggapan bahwa BUMN adalah instansi Pemerintah, badan publik, masih kuat tertanam di benak banyak orang, termasuk sebagian jajaran birokrasi. Hal tersebut tercermin, misalnya dalam proses pembahasan UU mengenai keterbukaan informasi, di mana terdapat keinginan agar BUMN membuka rencana anggaran dan investasinya disamakan dengan Kementerian dan Lembaga. Hal ini tentu saja tidak dapat diterima oleh sebuah badan usaha yang berkompetisi dengan badan usaha lain. UU Arsip datang tiba-tiba tahu jadi mengkategorikan arsip BUMN sebagai arsip instansi pemerintah. Karyawan BUMN pun dimasukkan dalam definisi Aparatur Negara.
Ironisnya, permasalahan di depan mata itu tetap tak kunjung juga diselesaikan. Perjuangan memisahkan piutang BUMN dari piutang Negara yang berhasil menghasilkan Putusan MK No. 77
Purifikasi, adalah kata yang tepat untuk mewakili proses perjuangan, bagaimana seharusnya menempatkan secara tepat BUMN sebagai badan usaha. Agar BUMN dapat berkompetisi secara
sudut
pandang
Oleh: Riyanto Prabowo sentot
BULETIN BUMN • EDISI 75 • TAHUN VII • 30 SEPTEMBER 2013
sehat, dan memberikan kontribusi yang optimal, BUMN harus berada ‘dalam komunitasnya’ sebagai badan usaha. BUMN perlu perlakuan equal dengan swasta dan pelaku usaha lainnya, dengan plus minusnya, agar terbentuk kemandirian dan dapat bersaing secara fair. Ketika BUMN dihujat tidak mampu memberikan kontribusi yang memadai jika dibanding dengan BUMN Negara lain misalnya, harus disadari bahwa BUMN harus meminggul beban di pundak, kaki dan tangannya diikat, sehingga ia belum bisa berlari lebih kencang. Judicial Review kiranya adalah salah satu upaya purifikasi itu. Terwujudnya kepastian bagi BUMN sudah pasti dinanti-nantikan, termasuk apabila putusan MK menyatakan sebaliknya, sehingga harus menata ulang seluruh perangkat yang ada. Atau, putusan MK masih mempertahankan kondisi kebingungan seperti sekarang ini dan membiarkan berbagai kepentingan terus bermain-main di atas ketidakjelasan. Penulis, Kasubbag Perundang-Undangan II Biro Hukum
rekam
peristiwa
MENUJU PERUSAHAAN POS TERBAIK sentot
Budi Setiawan, Dirut PT Pos Indonesia hadir dalam acara CEO Sharing Session Biro Hukum, 13 September 2013 lalu di lantai 17 Kemen BUMN. Budi menyampaikan paparan berjudul “Pos Indonesia beyond turnaround, shaping a new future”.
INI PELAKSANAAN CEO Sharing Session yang ketiga kalinya. Budi menyampaikan, visi PT Pos saat ini adalah “To be a trusted postal servised company”, dengan slogan Let’s Move On yang bergerak dari “No” menjadi “On”. Pos Indonesia merupakan BUMN besar dan strategis, dengan jumlah karyawan lebih dari 28.250 orang dan aset senilai Rp 4.635 triliun yang tersebar di seluruh pelosok tanah air hingga kota kecamatan. Budi Setiawan menyebut perusahaannya sebagai human resources intensive. Namun, Budi menyatakan tugasnya adalah mengusahakan perusahaan ini tetap eksis, berlanjut (going concern), tumbuh, untung (profit) dan berguna bagi kemaslahatan masyarakat. Sebelum tahun 2009, Pos Indonesia mengalami kerugian dari tahun ke tahun. Kerugian terbesar di tahun 2004 sebesar Rp 235 miliar. Sejak tahun 2009, perusahaan sudah membukukan laba, dan terakhir di tahun 2012, Pos Indonesia membukukan laba sebesar Rp 212 miliar. Kerugian sebelum tahun 2009 menurut Budi
Setiawan disebabkan dua faktor utama, yakni penerapan PSAK 24 tentang imbalan paska kerja yang cukup besar, dan kedua banyaknya masalah hukum akibat manajemen kurang memperhatikan fraud, sehingga manajemen tidak fokus karena sering dipanggil pihak yang berwajib. Setelah adanya pergantian manajemen di tahun 2008, mulailah dilakukan redefinisi bisnis dan adanya perluasan dari sisi teknologi. Saat ini sedang dirancang Tahap Pengembangan Bisnis Pos Indonesia dari tahun 2013–2016, yakni: tahun 2013 (pengamanan target), tahun 2014 (penciptaan sumber pendapatan baru), tahun 2015 (ekspansi bisnis) dan tahun 2016 (region champion). LEVEL OF PLAYING FIELD Manajemen Pos Indonesia mengharapkan agar diberikan level of playing field yang sama dibanding perusahaan lain yang sejenis. Kalau ada beban berat itu diberikan ke BUMN, sedang kalau bisnis yang menguntungkan diberikan ke pihak lain (swasta). Realisasi PSO yang diperoleh
Pos Indonesia selama ini jauh lebih rendah dari yang telah dikeluarkan perusahaan. Untuk itu, Pos Indonesia mendukung diberlakukannya tender terhadap proyek-proyek pemerintah, sehingga proyek tersebut bisa terlepas dari keterkaitan politik. Terkait pelaksanaan program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang dijalankan Pos Indonesia, dinyatakan bahwa program yang dijalankan ke seluruh Indonesia (dari Sabang sampai ujung Papua) itu, pada beberapa daerah mengalami kerugian, namun dapat ditutupi dengan adanya keuntungan di tempat lainnya. Secara umum, terdapat margin sekitar 10% karena ada subsidi silang. Diharapkan di tahun 2016, laba akan tumbuh signifikan, dan financial performance-nya lebih baik dibanding Malaysia Post dan Singapore Post. Di tahun itu, Pos Indonesia diharapkan sudah jadi rujukan pengembangan postal company di Asia Tenggara. Sebuah cita-cita yang ambisius, namun tidak ada yang tidak mungkin. [Tbk]