BUDIDAYA JAMUR TIRAM
Oleh : NILA ANGGRAENI
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha jamur tiram memiliki prospek ekonomi yang baik. Pasar jamur tiram yang telah ada serta permintaan jamur tiram yang cukup tinggi dibandingkan daging atau ayam memudahkan para pembudidaya memasarkan hasil jamur tiram tiram ke masyarakat. Jamur tiram merupakan salah satu produk sayuran
komersial yang dapat
dikembangkan serta membutuhkan lahan yang tidak terlalu luas dan modal relatif terbatas. Bahan media jamur tiram yang dibutuhkan tergolong bahan yang murah dan mudah diperoleh seperti serbuk gergaji, dedak, dan kapur. Sedangkan proses budidaya jamur tiram relatif mudah. Jamur tiram merupakan produk organik yang higienis karena tidak membutuhkan pestisida atau bahan kimia lainnya. Budidaya jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), ini masih tergolong baru. Di Indonesia budidaya jamur tiram mulai dirintis dan diperkenalkan kepada para petani terutama di Cisarua, Lembang, Jawa Barat pada tahun 1988, dan pada waktu itu petani dan pengusaha jamur tiram masih sangat sedikit. Sekitar tahun 1995, para petani di kawasan Cisarua, yang semula merupakan petani bunga, peternak ayam, dan sapi mulai beralih menjadi petani jamur tiram meski masih dalam skala rumah tangga. Dalam perkembangannya, beberapa usaha tani berskala rumah tangga bergabung hingga membentuk koperasi dan memiliki badan hukum. Masyarakat membutuhkan jamur tiram sebagai sayuran, namun pada kenyataannya ketersediaan akan jamur tiram terbatas. Melihat peluang yang ada, maka banyak usaha jamur tiram mulai berkembang dan bergerak di bidang usaha budidaya jamur tiram. Usaha jamur tiram merupakan usaha yang menyediakan jamur tiram sebagai usah sayuran yang
dibutuhkan konsumen. Berkembangnya usaha jamur tiram berdampak positif mengurangi pengangguran, karena mampu membuka lapangan pekerjaan bagi tetangga yang berada di sekitar usaha tersebut. Tujuan usaha selain untuk memenuhi kebutuhan konsumen juga karena berorientasi untuk jamur tiram dapat dipasarkan yang ada di sekitar usaha budidaya jamur tiram maupun pasar yang ada di luar daerah.
1.2 Tujuan karya ilmiah Untuk mengetahui tingkat pendapatan usaha jamur tiram putih yang dijalankan,dan Untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha jamur tiram putih yang dijalankan.
1.3 Manfaat kegiatan usaha budidaya jamur tiram ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca ataupun penulis tentang usaha jamur tiram yang dapat memperoleh hasil yang maksimal terutama untuk masyarakat yang bergelut dibidang jamur tiram.
II. PEMBAHASAN
1. Isi Dari hasil pengamatan Baglog jamur tiram mengalami penurunan bobot (susut) setiap kali panennya. Pada panen pertama susut baglog sebesar 0,3 kg. Kemudian pada panen kedua mengalami penurunan bobot (susut) yang lebih besar dari panen sebelumnya yaitu 0,3 kg. Semakin besar bobot susut baglog menunjukan bahwa kandungan nutrisi pada media diserap oleh jamur tiram untuk pertumbuhan dan pembesaran primordia (pembentukan tubuh buah). Selain susut bobot baglog tersebut, juga dilihat dari kenampakan media yang menyusut (kisut) menandakan bahwa jamur tiram sudah siap untuk pembentukan tubuh buah (pinhead).
Sehingga setiap kali setelah
dipanen, bobot baglog akan semakin menyusut dan semakin ringan. selain itu Tudung jamur tiram merupakan bagian penting dalam budidayanya.
Karena
tudung merupakan bagian terbesar yang dapat dikonsumsi dari jamur tiram itu sendiri oleh masyarakat. Jumlah tudung jamur tiram yang dapat terbentuk dipengaruhi oleh kandungan bahan lignoselulosa dan nutrisii pada media/substrat jamur itu sendiri. Karena untuk pembentukan tubuh buah, jamur tiram mengambil nutrisi yang terkandung dalam media.
Banyaknya jumlah tudung yang terbentuk berpengaruh terhadap besar kecilnya diameter tudung jamur tiram.
semakin banyak jumlah tudung yang
terbentuk akan mempersempit ruang tumbuh untuk pembesaran diameternya. Sehingga ukuran diameter tudung relatif kecil-keci.
Begitu pula sebaliknya,
diameter tudung akan terbentuk sempurna dan besar jika jumlah tudungnya sedikit. Karena pada umumnya menginginkan diameter tudung jamur tiram yang besar/lebar karena menarik jika dilihat.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. kesimpulan Dari hasil budidaya jamur tiram dapat disimpulkan bahwa: 1. Dengan kenaikan nilai BE, hasil Break Event Point (BEP) akan cepat tercapai. Dan pada kapasitas 500 baglog akan mencapai titik balik modal pada saat produksi jamur tiram mencapai126,67 kg 2. Dengan nilai (B/C) ratio sebesar 1,13 dengan kapasitas 500 baglog dalam satu kali produksi menunjukan usaha jamur tiram ini layak untuk dijalankan.
3.2 Saran 1.
Dalam usaha budidaya jamur tiram ini memerlukan ketelatenan dan ketekukan dalam menjalankannya.
2.
Pemeliharaan ekstra perlu dilakukan jika usaha budidaya dilakukan pada saat musim kemarau yaitu, peningkatan intensitas penyiraman.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyana Y.A, Muchroji, M. Bakrun. 1999. Jamur Tiram. Penebar Swadaya. Jakarta http://bibitjamurtiram.wordpress.com/tag/media-tanam-jamur-tiram/. 3 Oktober 2011 http://Makanan & Minuman Kelinci, RUPA-RUPA. Tagged: Bungkil, Dan, Dedak, Komposisi. Leave a Comment. Posted May 14, 2010 by KOBIKA. 3 oktober 2011 http://manglayang.blogsome.com/2006/04/21/terminologi-bahan-pakan-dari-hasil-ikutan-industripangan/. 3 oktober 2011 Maulana,Erie,Sy.2011.Usaha Jamur Tiram. Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung Suriawiria.1999.Budidaya Jamur Tiram. Penebar Swadaya. Jakarta