INFORWAS Edisi III Th 2012
1
Berdasarkan SK Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan RI NO: 01T.PS.12.00.211.064.2012 Tgl: 4 Januari 2012 Susunan Dewan Redaksi
Daftar Isi Pengantar : Beranda dan Surat Pembaca
3
Laporan : Launching e-Regalkes dan Single Sign On (SSO) di Kementerian Kesehatan RI
6
Pelindung Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa
Tulisan : Beradaptasi Dengan Lingkungan Kerja Baru
10
Penasehat Drs. Wiyono Budihardjo, MM dr. Zusy Arini Widyati, MM Dra. Rahmaniar Brahim, Apt, M.Kes Drs. Mulyanto, MM Drs. Wayan Rai Suarthana, MM
Penguatan Peran SPI Dalam Mewujudkan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan dan Peningkatan Kinerja BLU
19
Liputan : Komitmen RSCM Meraih WTP
21
Tulisan : Profesionalisme Auditor Dalam Reviu Laporan Keuangan
24
Pengawasan Program Pengendalian Penyakit Kusta di Indonesia
26
Awas Anda Memasuki Zone Integritas
31
Itjen Kemenkes diantara Penjamin Kualitas (Quality Assurance) dan Layanan Jaminan (Assurance Services)
35
Etika Adalah Tanggung Jawab & Urusan Kita Bersama
38
Anugrahpun Datang Setelah Kerja Keras dan Pengabdian Profesi Tanpa Pamrih
40
Penanggungjawab : drg. S.R. Mustikowati, M.Kes Pemimpin Redaksi Irwansyah, SE, M.Kes., M.Ak. Wakil Pemimpin Redaksi Sunaedi Pradja, SP, M.Kes. Anggota Dewan Redaksi drg. Mirna Putriantiwi, M.QIH. Dede Sunardi, SH, MM. dr. Doli Wilfried H. S., M.Kes. Dede Mulyadi, SKM, M.Kes. Eko Sanova, SKM, MM. Retno Budiarti, SST, MM. R. Sjaefudin, SKM, MKM. Rudi Supriatna N. S., S.Kp., M.Kep. Penyunting/Editor Hendro Santoso, S.Kp, M.Kep, Sp.Kom. drg. Lia Leita Kania Amalia Hotmedi Listia Doriana, SKM, M.Epid. dr. Merki Rundengan, MKM. Oong Rusmana, SKM. Tafsir Hanafi, SKM, M.Ak. Eka Widianti, SKM, MM. Desain Grafis & Fotografer Wahono, ST, MM. Adhitya Andy Widyatmono, SE. Ario Agung Bramanthi, S.Kom. Rudiyanto, SE. Andri Rubiana, S.Kom. RD. Yandri Achmad Sariffudin, Apt. Sekretariat Hidayanti, S.Sos,MM. Eko Haryanto, SE, M.Ak Wiji Lestari, SE. Rico Edra Saputra, SIP.
2
INFORWAS Edisi III Th 2012
Pengantar
Pembaca Inforwas yang budiman, Pada edisi ini di penghujung tahun 2012 yang akan segera berlalu, berganti dengan tahun yang baru, demikianlah perputaran waktu. Kita hidup dalam kerangka dan frame waktu, ikut berputar dan pasti ikut berganti, ada yang datang dan ada yang pergi, hal ini juga terjadi dalam dunia kerja, perubahan ini menuntut kita untuk beradaptasi, untuk lebih pandai membawa diri dan bersinergi, mempercepat tercapainya tujuan organisasi. Buletin Inforwas kali ini menyampaikan tulisan tentang Capacity Building dalam rangka meningkatkan dan membangun sumber daya manusia di lingkungan Inspektorat Jenderal dimana salah satunya untuk lebih pandai beradaptasi dan membangun diri sebagai bagian dari organisasi.
Keterampilan ini dapat diperoleh salah satunya dengan menata persepsi kita tentang lingkungan baru kita dengan menata diri, mempersiapkan mental, maka mari mulailah beradaptasi menyongsong tahun baru untuk lebih berprestasi. Kami Redaksi Inforwas berharap seluruh jajaran pimpinan dan keluarga besar Kementerian Kesehatan, khususnya keluarga besar itjen untuk berpartisipasi aktif dengan mengirimkan tulisan-tulisan yang memberikan motivasi, dan berbagi pengalaman untuk pencerahan dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari.
Salam Inforwas........
Ibu Rahmaniar sebagai salah satu pimpinan di Itjen, menyempatkan menulis untuk mengulas dan berbagi dengan para pembaca Inforwas dan khususnya dengan para auditor yang dalam menjalankan profesinya selalu berpindah dan berubah dari auditee satu ke auditee lainnya, dari satker satu ke satker lainnya, hal ini menuntut keterampilan auditor untuk beradaptasi guna mencapai tujuan penugasan dari organisasi.
INFORWAS Edisi III Th 2012
3
Pengantar
Surat Pembaca PENILAIAN KINERJA Tim Redaksi Inforwas, perkenalkan saya adalah salah satu staf keuangan di Dinkes Provinsi Gorontalo, sebagai pengelola keuangan melalui surat pembaca Buletin Inforwas ini saya ingin mendapatkan informasi apakah hasil pemeriksaan yang dilakukan Itjen dipakai juga sebagai penilaian kinerja Satuan Kerja dalam penetapan Unit Kerja dengan WBK? Ati, Dinkes Provinsi Gorontalo. Jawab: Betul, hasil pemeriksaan Itjen dapat saja digunakan sebagai salah satu penilaian kinerja Satker tetapi bukan sebagai indikator mutlak/indikator utama karena terdapat keterbatasan dari hasil laporan penugasan audit/pemeriksaan tersebut. Audit dilakukan tidak hanya semata-mata menilai kinerja keuangan, namun bisa dilakukan juga misalnya untuk audit kepatuhan. Disamping hal lainnya seperti metode audit yang dipakai, kebijakan pimpinan (auditor internal), kompetensi/kemampuan auditor itu sendiri. Indikator lainnya di unit kerja adalah hasil temuan Itjen, BPK dan BPKP, dimana di dalam Indikator penilaian disebutkan bahwa persentase kerugian negara (KN) yang belum diselesaikan dalam 2 tahun terakhir 4
INFORWAS Edisi III Th 2012
berdasarkan penilaian APIP, BPK atau Keputusan Aparat penegak Hukum (APH) harus 0%. ZONA INTEGRITAS Saya adalah staf di Dinkes Provinsi Maluku, selama ini Kementerian Kesehatan baik Pusat maupun daerah sedang gencargencarnya mencanangkan Zona Integritas, namun sampai saat ini saya belum mengerti apa sesungguhnya Zona Integritas itu, kepada Tim Buletin Inforwas mohon kiranya dijelaskan apa itu Zona Integritas? Lamba, Dinkes Provinsi Maluku Saya staf di Dinkes Provinsi Bengkulu mohon penjelasannya apakah Pakta Integritas yang telah ditanda tangani oleh seluruh pegawai dapat digunakan sebagai kriteria membangun Zona Integritas dalam mewujudkan WBK? Neli, Dinkes Provinsi Bengkulu Jawaban. Terima kasih atas perhatian saudara Lamba dan Neli, perlu kami jelaskan memang di tahun 2012 ini, Kementerian Kesehatan sedang gencar-gencarnya melakukan Reformasi Birokrasi, salah satunya adalah dengan pencanangan Zona Integritas, yang dimaksud dengan Zona Integritas adalah
Pengantar sebutan atau predikat yang diberikan kepada K/L dan Pemda yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat (komitmen) untuk mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)/ Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Sedangkan Pakta integritas yang telah ditandatangani oleh seluruh pegawai merupakan pernyataan tertulis atas komitmen dan pernyataan sikap anti korupsi. Sedangkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) merupakan gambaran suatu lingkungan dengan perilaku anti korupsi. Kedua hal tersebut terlihat berada pada tataran yang berbeda. Namun demikian kedua hal tersebut merupakan urutan tahapan untuk merubah perilaku yang tentunya didahului dengan perubahan sikap. TAHAPAN SPIP
d. Menyusun SOP kegiatan. e. Melakukan identifikasi risiko pada setiap kegiatan dalam bentuk daftar risiko f. Melakukan klasifikasi risiko. g. Menetapkan pengelolaan risiko. h. Evaluasi pelaksanaan pengelolaan risiko sebagai bahan perbaikan. Penjelasan SPIP dapat dilakukan dan disampaikan secara singkat, namun penerapannya tidak dapat semudah penjelasaannya. SPIP adalah suatu sistim yang harus dibangun dikembangkan secara berkelanjutan dan berkesinambungan dimana SPIP hanya salah satu tools untuk mencapai tujuan organisasi, namun harus juga dipertimbangkan juga halhal sepertinya kolusi, dan pengabaian manajemen dan salah menterjemahkan perintah.
Setelah mendapatkan sosialisasi tentang SPIP, apa tahapan yang harus dilakukan agar SPIP dapat diterapkan di Unit Kerja? Hendra Hendrawan, Dinkes Cianjur Jawab: Menerapan SPIP dilakukan secara tone from the top, dengan tahapan sebagai berikut: a. Menetapkan Visi, Misi dan Tujuan organisasi yang saling menunjang/ berkaitan b. Menyusun pogram kegiatan untuk mewujudkan visi dan misi organisasi. c. Menyusun juknis/juklak pelaksanaan kegiatan.
INFORWAS Edisi III Th 2012
5
Laporan
LAUNCHING e- REGALKES DAN SINGLE SIGN ON(SSO) DI KEMENTERIAN KESEHATAN RI
S
ebagai penutup tahun 2012, Kementerian Kesehatan RI membukukan prestasi yang cukup membanggakan melalui Direktorat Bina Produksi dan Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, hari Jumat tanggal 21 Desember 2012 Kementerian Kesehatan menjadi Institusi ke 3 dari 18 institusi di Republik Indonesia yang meluncurkan e-Regristrasi Alat Kesehatan dan PKRT (Sistim On -Line) dan SSO (Single Single On) yang merupakan bagian terintegrasi dari Indonesia National Single Window. Dalam Laporan penyelenggaran launching e-Regalkes yang disampaikan oleh Ibu Dra. Maura Linda Sitanggang,Apt., P.hD, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, bahwa Kementerian Kesehatan sebagai salah satu institusi pelayan publik telah berubah dari paradigmanya dari yang bersifat direktif dan birokratif menjadi pelayanan publik yang terfokus dan berorientasi pada kepuasan pengguna layanan (customer driven government). Sementara Prof. DR. Dr. Ali Ghufron Mukti, selaku Wakil Menteri Kesehatan pada kesempatan yang sama menyatakan, bahwa sebagaimana kita ketahui, dalam era reformasi dan demokrasi sekaligus kemajuan Iptek dan globalisasi sekarang ini, tuntutan masyarakat terhadap transparansi dan 6
INFORWAS Edisi III Th 2012
akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan yang baik atau Good Governance dan Pemerintahan yang bersih dan bebas KKN atau Clean Goverment akan terus meningkat. Dalam mengelola perizinan alat kesehatan yang memerlukan konsistensi, efisiensi, akurasi, simplisitas dan koordinasi lintas sektor, Kementerian Kesehatan berkewajiban melaksanakan keduanya sekaligus. Indonesia National Single Window adalah salah satu sistem yang dibangun untuk menjawab implementasi ASEAN Single Window dimana Indonesia merupakan salah satu anggotanya, yang dipimpin oleh Bapak Edy Putra Irawady selaku Deputi Menko Perekonomian, Sistim ini sangat efektif dan efisien dalam melakukan penyaringan komoditi alkes dan PKRT yang masuk ke Indonesia, dimana Kementerian Kesehatan RI dapat terhubung dengan Kementerian/ Lembaga Lainnya, khususnya Ditjen Bea dan Cukai yang menjadi lini pertama masuknya komoditi ekspor dan impor terutama produk yang masuk dalam Larangan Terbatas (LarTas). Selain itu penjelasan dari Ibu drg. Arianti Anaya, MKM sebagai Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian; dan Distribusi Alat Kesehatanmengatakan Kemenkes telah berperan aktif di INSW sejak tahun 2008 dan
Laporan sejak bulan Agustus 2012 telah melakukan soft launching e-Regalkes dan PKRT, sampai saat ini telah tercatat 3.410 dokumen aplikasi pemohon dari para produser, importir dan distributor alkes dan PKRT. Para produser, importir dan distributor alkes dan PKRT, dapat melakukan pendaftaran secara on line pada sistim SSO, artinya mereka dapat mendaftarkan produknya, secara on line pada situs http:// regalkes.depkes.go.id maka mereka tidak perlu datang ke Kementerian Kesehatan di Jakarta, dan sekali mendapatkan user name serta password, pada system INSW ini langsung dapat mengakses pada fitur-fitur lain yang dari institusi lain yang ada di INSW seperti fitur dari Ditjen Bea Cukai, BPOM.
Launching e-Regalkes dan SSO ditandai penekanan tombol oleh Bapak Prof. Ali Gufron, Wakil Menteri Kesehatan, Dr. Ratna Rosita, MPH, Sekretaris Jenderal, Bapak Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa, Inspektur Jenderal, Dra. Maura Linda Sitanggang,Apt.P.hD Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan, dan Bapak Edy Putra Irawady Deputy Menko Perekonomian serta dihadiri oleh para
pejabat publik dari beberapa kementerian dan para produser, importer dan distributor alat kesehatan. Hal ini menjadi salah satu moment penting di lingkungan Kementerian Kesehatan yang terus secara berkesinambungan meningkatkan kualitas dan pelayanannya dengan mengedepankan keterbukaan, konsistensi, efisiensi dengan lebih sederhana melalui penggunaan teknologi terkini, dan mengurangi terjadinya kemungkinan terjadinya penyimpangan dan kemungkinan gratifikasi pada pejabat publik pemberi layanan dengan mengurangi frekwensi pertemuan antara pemberi layanan publik dan pengguna jasa. Seperti telah kita ketahui pada berdasarkan Survei Integritas Sektor Publik tahun 2012 yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Indeks Integritas Nasional (IIN) memberikan hasil Pelayanan Registrasi dan Sertifikasi Alat Kesehatan dan PKRT dalam urutan ke 5 dari 20 instansi pusat dan Nomor 8 dalam skala Nasional dengan nilai integritas di atas 7, diharapkan dengan launching e- Regalkes dan PKRT akan memacu peningkatan pelayanan public di Kementerian Kesehatan, untuk lebih baik lagi, semoga ! (Liputan Tim Inforwas: Lia Leita dan Retno Budiarti)
INFORWAS Edisi III Th 2012
7
Laporan
CAPACITY BUILDING :
MEMBANGUN KEBERSAMAAN
We are big and very happy family Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.
Inspektorat Jenderal Kemenkes RI pada tanggal 28 sampai dengan 31 Agustus 2012 yang berlokasi di Cipayung Cipanas, menyelenggarakan suatu kegiatan untuk dapat lebih meningkatkan kebersamaan diantara staf, Auditor dan Jajaran Pimpinan dilingkungan Inspektorat Jenderal Kemenkes RI.
berhawa sejuk dan indah di kawasan Cipanas dengan acara yang cukup menggelitik dan sayang bila ditinggalkan, karena acara dikemas secara apik antara Itjen dan Kubik Leadership dengan instruktur outbond Yasmin Hotel yang seru…….
Untuk suatu organisasi seperti di Itjen Kemenkes Capacity building ini merupakan suatu langkah untuk membangun kapasitas organisasi; mengembangkan kerangka konseptual; membentuk sikap organisasi; mengembangkan visi dan strategi; mengembangkan struktur organisasi; mendapatkan keterampilan dan sumber daya. Untuk lebih fun jajaran Sekretariat Itjen Kemenkes mengemas kegiatan capacity building ini dalam suatu acara di tempat yang nyaman 8
INFORWAS Edisi III Th 2012
Paaaaakkkkkk…. Lagi nahannn apa tuh ?
Laporan Itjen, Kubik Leadership menguak rahasia alam dan kehidupan dengan menyajikannya untuk para pegawai itjen dalam sebuah rumusan yang sederhana dan mudah. Apapun peran kita saat ini, kita diajak untuk mampu menggunakannya untuk meraih kehidupan yang lebih baik.Tidak seperti kegiatan capacity building kebanyakan yang banyak bicara tentang konsep dan ide, Kubik Leadership menuntun kita selangkah demi selangkah untuk dapat menggapai sukses dan hidup mulia. Kubik Leadership mengusung tema Solusi Esensial Meraih Sukses dan Hidup Mulia yang disampaikan oleh motivator-motivator yang cukup inspiratif. yang mencoba menjawab pertanyaan umum disekitar pekerjaan dan kehidupan keseharian kita seperti; Kenapa karir saya tidak juga naik ? Kenapa saya tidak berkembang dengan lebih baik ? Kenapa kehidupan keluarga saya tidak kunjung harmonis ? Kenapa saya terus terjerat dalam permasalahan yang sama dalam hidup saya? Jawaban yang disampaikan seputar pertanyaan tersebut memberikan pencerahan dan solusi yang sangat menyentuh atas permasalahan yang mungkin ditemukan dalam perjalanan kehidupan pegawai di lingkungan Itjen Kemenkes RI. Kegiatan ini memberikan suatu pencerahan melalui sebuah inspirasi solusi yang lain. Sebuah solusi esensial yang langsung menyentuh permasalahan dan memberikan kenyamanan pada bathin pada diri kita masing-masing. Melalui ceramah interaktif dan insipiratif yang dilakukan oleh motivator-motivator ‘Kubik’ yang mampu mengeksplorasi pengaruh kekuatan pimpinan di jajaran keluarga besar
Ayo-ayo berlatih dan membangun kebersamaan untuk mencapai tujuan...
Klimaks dari acara kebersamaan ini, adalah dengan menampilkan aksi panggung dari setiap kelompok,dan yang sangat mengejutkan adalah ide dan aksi panggung dari seluruh pegawai keluarga besar Itjen Kemenkes yang berupa parodi atau scene kegiatan di kantor ataupun kegiatan sewaktu dinas di daerah, semuanya seru, memberikan darah baru menjelang tugas yang baru dalam mencapai tujuan bersama. (Liputan Tim Inforwas: Lia Leita, Hotmedi Lisdiana dan Eka Widiati.)
INFORWAS Edisi III Th 2012
9
Tulisan
BERADAPTASI DENGAN LINGKUNGAN KERJA BARU Dra. Rahmaniar Brahim, Apt, M.Kes. Inspektur III Itjen Kemenkes RI
S
ebagian orang menganggap bahwa hal yang tersulit dalam pekerjaan adalah beradaptasi dengan lingkungan kerja baru. Besarnya kesulitan beradaptasi pada beberapa orang terkadang dirasakan melebihi beratnya tantangan pekerjaan itu sendiri. Lingkungan pekerjaan yang baru akan selalu menanti, karena kita tidak lepas dari pekerjaan yang berhubungan dengan mutasi, promosi jabatan, perpindahan tempat kerja atau seseorang yang baru memasuki dunia kerja. Kemampuan dasar manusia, selain kemampuan untuk menetapkan tujuan dan melakukan evaluasi diri, manusia juga memiliki kemampuan beradaptasi. Kekuatan makhluk hidup yang bisa bertahan dengan lingkungannya, yang menyebabkan manusia hingga saat ini dapat bertahan hidup karena kemampuan mereka dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Demikian juga saat manusia menemukan lingkungan baru, seperti pindah rumah, pindah kerja di kantor baru, atau pindah sekolah. Sering
10
INFORWAS Edisi III Th 2012
kali, lingkungan baru dirasa cukup menakutkan sehingga perasaan cemas dan tidak nyaman menjadi faktor penghambat untuk bersosialisasi. Bagi mereka yang memiliki konsep hidup dan pola pikir yang positif, lingkungan baru bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti. Apalagi bila orang tersebut sudah menguasai keterampilan berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain (Interpersonel and communication skills) yang baik, beradaptasi dengan lingkungan baru bukanlah menjadi masalah lagi. Hal-hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam beradaptasi adalah beradaptasi dengan orang-orang yang lebih dulu berada disana. Walaupun, kita berada pada posisi yang lebih tinggi dari orang-orang ini, kita harus pandai bagaimana menempatkan diri pada posisi yang tepat. Mungkin ini adalah hal yang paling menyakitkan dan hal yang paling sulit jika lingkungan kerja baru tidak mau menerima kita. Hanya ada dua pilihan pada posisi ini, bertahan dengan berkonfrontasi dengan orang-orang lama yang lebih mengetahui medan, atau pindah. Sikap maupun watak dari setiap individu sangat mempengaruhi proses adaptasi itu sendiri. Seringkali kita akan mengatakan, aku ditempatkan disini bukan keinginanku, tetapi pimpinan yang memilih aku ditempatkan disini, padahal Tugas Pokok dan Fungsi unit ini 180 derajat, berbeda dari tempat kerja yang lama. Tetapi, hidup harus dilanjutkan, tidak
Tulisan ada pilihan, kerja keras dengan “learning by doing”, dan jadikan beradaptasi dengan lingkungan kerja yang baru tersebut sebagai tantangan. Mungkin ada gunanya kita membahas beberapa hal yang sebaiknya dipersiapkan dalam menghadapi tantangan beradaptasi tersebut, antara lain: 1. Menata Persepsi Kita Tentang Lingkungan Baru Kita Untuk menghindari persepsi yang salah, sebelumnya kita harus membekali diri dengan informasi yang benar dan terpercaya tentang lingkungan baru tersebut, dengan memahami Tugas Pokok dan Fungsinya, tata hubungan kerja di masing-masing unit yang ada di institusi tersebut, Anggaran belanjanya, Sumber Daya Manusianya baik jumlah dan distribusi latar belakang pendidikannya, fasilitas perangkat kerja yang dimiliki dan sebagainya. Dengan demikian, sedikit banyak kita tahu dan mempunyai gambaran dengan lingkungan baru tersebut. Bagaimanapun, akan lebih nyaman berada di lingkungan baru yang kita sudah tahu dari pada sibuk menerka dan menjadikan lingkungan baru tersebut sebagai misteri. 2. Menata Diri Persiapkan diri menghadapi lingkungan baru tersebut. Secara fisik, jika lingkungan baru kita membutuhkan persiapan ekstra, maka persiapkan fisik kita. Jika lingkungan baru kita sangat menghargai intelektualitas, persiapkan juga itu dengan mulai mempelajari berbagai rujukan yang sesuai dengan Tupoksi di unit tersebut.
3. Persiapkan Mental Intinya adalah kita menanamkan kepada diri bahwa kita adalah orang baru, yang harus berlaku profesional dan memiliki komitmen kuat pada diri sendiri untuk membantu dan segera menyesuaikan diri dengan Tupoksi intitusi tersebut. Janganlah segan menyapa. Jangan pula takut bertanya. Apabila dirasakan canggung berbasa-basi, cukup tersenyum, simpel, dan menggunakan bahasa universal. Kita memiliki kelebihan yg tidak dimiliki orang lain, begitu pula orang lain memiliki kekurangan yang tidak kita ketahui, jadi bisa saja rasa memiliki kekurangan juga dirasakan oleh orang-orang yang akan kita kenali. 4. Mulailah Beradaptasi Sebagus apapun persiapan yang kita lakukan, tetaplah kita harus beradaptasi dengan lingkungan. Bahkan ketika kita sudah masuk ke dalam lingkungan tersebut, adaptasi mutlak tetap dilakukan. Suasana lingkungan terus berubah, maka ikutlah berubah agar tidak terkena seleksi alam. Janganlah takut ditolak karena tantangan akan selalu ada di setiap lingkungan yang akan kita masuki. Rajin-rajinlah memulai pembicaraan, rajinrajinlah menyapa atau mengobrol dengan teman-teman baru kita. Dengan membuka pembicaraan terlebih dahulu berarti kita sedang menunjukkan bahwa kita memiliki pribadi yang hangat dan terbuka terhadap lingkungan baru. Yang pasti kita harus jadi orang yang murah senyum dan senang menyapa orang-orang di sekitar lingkungan baru kita. 5. Hargailah Budaya dan Aturan di Lingkungan Baru INFORWAS Edisi III Th 2012
11
Tulisan Jika kita memasuki suatu lingkungan, pastilah kita berhadapan dengan peraturan. Peraturan ini mutlak diperlukan agar kehidupan dalam lingkungan tersebut berjalan teratur. Oleh karena itu, kita harus bisa mengikuti peraturan yang ada di lingkungan baru tersebut. Baik peraturan yang sifatnya tertulis, maupun peraturan tidak tertulis tapi bersifat mengikat. Pada awalnya mungkin kita akan merasa canggung. Namun begitu, kita harus tetap mengikuti budaya dan aturan yang diterapkan di lingkungan yang baru itu. 6. Open Mind Kita masih sangat banyak membutuhkan bantuan dan belajar dari para senior di lingkungan baru. Janganlah menutup diri, terima kritikan orang lain. Jika kita bekerja sebagai tim, cobalah untuk meraih kepercayaan di dalam tim. Dan akan lebih baik lagi bila kita langsung mendapat kepercayaan untuk bertanggung jawab terhadap tugas tim. 7. Jangan Malu Bertanya Segeralah bertanya bila ada sesuatu yang sekiranya kita rasa masih kurang jelas. Bertanya tidak harus pada orang yang lebih tua, akan tetapi bertanya juga dapat dilakukan pada yang staf yang lebih muda dan pada orang-orang yang sudah cukup berpengalaman di institusi tersebut. Setidaknya, untuk urusan teknis orang itu lebih berpengalaman daripada kita. Selain itu, hal yang terpenting adalah selalu meminta pengarahan kepada atasan langsung atau rekan satu level. 12
INFORWAS Edisi III Th 2012
8. Keingintahuan Rasa keingintahuan akan membuat kita bersemangat dalam bekerja. Bila dari awal saja kita sudah tidak memiliki rasa ingin tahu terhadap bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita, bukan tidak mungkin kita pun akan malas untuk mengerjakan apa pun. Keingintahuan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita akan memotivasi untuk mengeksplorasi kemampuan kita lebih dalam. 9. Mintalah Penilaian dari Orang-orang di Sekitar Kita Cobalah minta penilaian terhadap apa yang sudah kita lakukan. Baik dan buruknya mesti kita terima, sehingga kita bisa meningkatkan kualitas diri kita di lingkungan baru. Organisasi yang besar dan maju, takkan melupakan roda sejarah yang lalu. Ia bukan terbius sejarah, namun ia harus belajar dari sejarah. Tidak ada kemajuan hari ini bila tidak ada kemarin, tidak akan ada masa depan, bila hari ini telah hancur berantakan. Orang-orang datang dan pergi adalah hal biasa. Bukan harus ditakuti apalagi di sesali. Orang-orang datang dan pergi juga bukanlah
Tulisan hal istimewa. Semuanya punya hak sama. Yang lama bisa pergi, yang baru apalagi. Yang punya sejarah bisa merasa susah ada di dalamnya, apalagi yang merasa punya masa depan yang cerah. Buat apa bergabung dengan sesuatu yang tak jelas, tak ada kombinasi menarik terlihat menyongsong masa depan, begitu pikir mereka yang baru datang dan tak tahan melihat perubahan yang terus terjadi. Di sinilah peranan adaptasi teruji. Bukan lama atau sebentar seseorang harus ada dalam lembaga. Tapi bagaimana ia mampu menyumbangkan karya terbaiknya. Yang lama atau baru hanyalah masalah waktu. Di dalam urusan ikhtiar dan karya amal nyata, bukan banyak atau sedikit yang akan menemani kita di alam kubur nanti, namun dari kualitas dan kesinambungan-lah amal itu akan dirasakan. Orang-orang datang dan pergi, bukan tabu. Apalagi harus malu. Mereka semua, termasuk kita, punya hak untuk juga datang dan pergi. Lembaga bukan milik pribadi, bukan pula warisan dari kakek dan nenek kita semua. Lembaga apapun, asal ia berkontribusi bagi umat dan bangsa, sesungguhnya ia milik masa depan. Umat berhak
memiliki lembaga ini, ada atau tidak ada kita di dalamnya. Bersinergi berarti menyediakan diri dalam sejumlah perbedaan yang dileburkan. Bukan menuju satu bentuk, tapi merekatkan dan memfasilitasi agar menjadi satu arah dan tujuan. Bukankah kesediaan kita di lembaga adalah untuk bersatu dalam langkah? Kesediaan bersinergi berarti kesediaan untuk menyesuaikan dengan gerak dan dinamika internal maupun eksternal organisasi. Sinergi ada pada kesatuan, bukan pada kehebatan personal. Sinergi ada pada kesediaan adaptasi sekaligus berbagi. Dalam adaptasi, kita bukan saja harus banyak bergerak dan beraksi, saat yang sama kita juga harus mampu mendengar dengan peka. Tanpa pretensi dan tanpa praduga. Dengan mengasah kepekaan, akan muncul kesadaran utuh untuk memahami diri dan lingkungan organisasi. Dengan mendengar, kita menyerap sejumlah energi yang beredar di lingkaran demi lingkaran yang terjadi. Adaptasi bukan semata berorientasi pada kemampuan dan kapasitas diri. Adaptasi melatih kita untuk dengan santun merasa satu bagian diri. Yang satu merendah, yang lain harus mengalah. Yang satu butuh bantuan, yang lain membuka diri. Itulah indahnya sinergi. Ada kesadaran yang utuh bahwa tanpa kebersamaan, siapapun bukanlah apa-apa. Hingga tak perlu ancaman beredar dalam lingkaran-lingkaran aturan yang dipertontonkan. Hingga tak perlu INFORWAS Edisi III Th 2012
13
Tulisan memamerkan kehebatan di lingkungan dimana orang menghargai esensi daripada hal-hal yang sifatnya basa-basi. Adaptasi dalam kerangka sinergi ujungnya akan mengantarkan kita pada kesanggupan melihat masalah di hadapan, tanpa takut tanpa khawatir menemukan kegagalan. Adaptasi dalam sinergi juga, akan mendorong lahirnya prestasi yang sejati. Bukan sekedar artifisial dan normatif. Sebuah prestasi suatu organisasi yang terbangun dari kebersamaan dari para pemimpin dan staf yang dilandasi dengan kebersahajaan, akan jauh lebih indah daripada prestasi tinggi namun menyisakan konflik dan barisan sakit hati. Sebuah prestasi suatu organisasi yang lahir dari kebersahajaan akan mengantarkan kita semua melintasi kesulitan demi kesulitan yang terbentang di hadapan. Sebuah prestasi suatu unit, instansi atau lembaga yang diukir dari semangat kebersamaan adalah prestasi yang membanggakan para pelaku dan yang melihatnya, siapapun itu. Manusia pada dasarnya makhluk sosial, ia akan merasakan sentuhan yang amat dalam begitu dirinya ternyata bergabung dengan orang-orang yang mendorong siapapun untuk meraih prestasi secara bersama. Ia bukan saja akan bangga karena dianggap dirinya berharga, lebih dari sekedar itu, ia kini menjadi haus untuk menciptakan amal-amal terbaik lain dalam menghias dirinya.
14
INFORWAS Edisi III Th 2012
Mudah-mudahan dengan kekuatan adaptasi dibalut dengan kebersamaan dalam sinergi mampu terus melahirkan karya monumental yang bukan artifisial. Sebuah karya terbaik, yang di dalamnya penuh energi dan semangat mengabdi. Semoga Inspektorat Jenderal Kemenkes, dengan semangat Reformasi Birokrasi di Kementerian Kesehatan dapat menjadi pendamping unit utama di Kemenkes menuju Birokrat yang Bersih Kompeten dan Melayani. Semoga.
Tulisan
MAMPUKAH SPIP MEMBAWA KEMENKES MERAIH WTP ? Oleh : Kadek Pandreadi, S.Pd.,MM (Auditor Inspektorat V Itjen Kemenkes RI)
R
untuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 merupakan tonggak awal terjadinya reformasi sistem politik dan pemerintahan di Indonesia. Eporia reformasi sistem politik dan pemerintahan ini diikuti juga dengan pelaksanaan reformasi di bidang keuangan Negara. Tahun 2003 dan 2004 adalah awal tahun reformasi keuangan, hal ini ditandai dengan dikeluarkannya 3 produk UndangUndang yang menyangkut keuangan negara yaitu UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara. Meskipun sudah hampir satu dasawarsa reformasi keuangan dilaksanakan namun sampai saat ini keinginan untuk menciptakan good governace and clean government masih terasa jauh dari harapan. Dalam Undang Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara, Pasal 58 ayat 1 mengamanatkan kepada seluruh kementerian negara atau lembaga pemerintahan untuk menerapkan sistem pengendalian intern. Secara rinci pasal tersebut berbunyi; “Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh”. Artinya
UU tersebut mengamanahkan kepada seluruh lembaga pemerintah termasuk Kementerian Kesehatan untuk melaksanakan sistem pengendalian intern dalam pelaksanaan tata kelola organisasinya. Meskipun dalam pasal 58 ayat 2 UU Pembendaharaan Negara menyatakan bahwa Sistem Pengendalian Intern ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah namun butuh waktu hampir 4 tahun untuk keluarnya PP No.60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) ini Apa SPIP itu? Secara mendasar SPIP adalah sistem pengendalian internal yang diadopt dan diadapt dari teori Internal Control yang dikeluarkan oleh The Committee of Sponsoring Organizations (COSO) pada tahun 1992. COSO sebuah organisasi nirlaba yang didirikan pada tahun 1985 ini disponsori bersama oleh lima assosiasi profesional besar yang berkantor pusat di Amerika Serikat. Lima perusahaan besar yang mensponsori COSO adalah; the American Accounting Association (AAA), the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), Financial Executives International (FEI), The Institute of Internal Auditors (IIA), and the National Association of Accountants (sekarang bernama the Institute of Management Accountants [IMA]). Selain focus pada kajian tentang kecurangan pelaporan keuangan yang terjadi di Amerika Serikat , COSO juga melakukan kajian tentang Internal control.
INFORWAS Edisi III Th 2012
15
Tulisan Pada tahun 1992 COSO menerbitkan Internal Control – Integrated Framework. Kemudian, pada tahun 1996 COSO mengeluarkan Internal Control Issues in Derivatives Usage. Pada tahun 2006 COSO menerbitkan Internal Control over Financial Reporting – Guidance for Smaller Public Companies-, diikuti dengan Guidance on Monitoring Internal Control Systems yang diterbitkan pada tahun 2009. Pada akhir 2010, COSO mengumumkan sebuah proyek untuk memperbarui Pengendalian Internal yang disusun pada tahun 1992. Pengertian Internal Control menurut COSO adalah suatu proses yang dilakukan oleh manajemen dan personil lain dalam organisasi, yang dirancang untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa akan terdapat perbaikan dalam pencapaian tujuan-tujuan: efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. SPIP yang diambil dari teori COSO ini memiliki pengertian yang tidak jauh berbeda bahkan hampir sama dengan pengertian SPIP dalam PP 60 tahun 2008. Dalam PP 60 tahun 2008 pada pasal 1 butir 1, Sistem Pengendalian Intern diartikan sebagai suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Jadi SPIP adalah suatu sistem yang berkelanjutan yang tidak berhenti dalam satu fase tertentu untuk menjamin bahwa tujuan organisasi dapat tercapai. Bisa diartikan bahwa SPIP merupakan produk “pabrikan” atau label 16
INFORWAS Edisi III Th 2012
yang diberikan pemerintah terhadap teori internal control yang dikembangkan oleh COSO. Apa Saja Unsur SPIP ? Dalam sistem Pengendalian Internal yang berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008, terdapat 5 unsur yang saling terkait satu sama lainnya. Kelima unsur tersebut adalah : 1. Lingkungan Pengendalian 2. Penilaian Resiko 3. Aktifitas Pengendalian 4. Informasi dan Komunikasi 5. Pemantauan Dari kelima unsur tersebut, unsur Lingkungan Pengendalian dan Penilaian resiko merupakan unsur yang paling mendasar yang membedakan antara SPIP dengan sistem pengendalian sebelumnya yang kita kenal dengan sistem pengawasan melekat yang sering disingkat menjadi waskat. Apa Tujuan SPIP ? Meskipun SPIP diambil dan kembangkan dari Internal control COSO, namun ada salah satu tujuan yang berbeda diantara keduanya. Dalam PP 60 Tahun 2008 tujuan SPIP adalah memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Dalam Internal Control COSO tidak ada tujuan mengenai masalah pengamanan aset. Tujuan SPIP yang dituangkan dalam pasal 2 ayat (3) tersebut hakikinya merupakan tujuan antara dan bukan tujuan akhir yang ingin dicapai. Tujuan akhir dari penerapan SPIP ini adalah terwujudnya tata kelola yang baik dan pemerintahan yang bersih (good
Tulisan governace and clean government). Untuk meraih opini WTP (wajar tanpa pengecualian) terhadap laporan keuangannya, bukanlah suatu hal yang mudah bagi Kementerian Kesehatan. Bahkan beberapa kali laporan keuangan Kemenkes pernah dinyatakan disclaimer oleh BPK termasuk pada laporan keuangan tahun anggaran 2010, namun akhirnya di tahun 2012 Kemenkes berhasil memperoleh opini WDP (wajar dengan pengecualian) untuk laporan keuangan tahuan anggaran 2011. Hal ini merupakan suatu kemajuan luar biasa dan bukti kesungguhan Kemenkes dalam memperbaharui kinerjanya dan dalam menyajikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan yang ada. Tinggal satu langkah lagi dari opini WDP yang telah kita raih menuju opini WTP yang kita harapkan. Untuk itu perlu ditingkatkan lagi program atau kegiatan yang mendukung pencapaian target tersebut, salah satunya adalah pelaksanaan SPIP yang baik dan konsisten di lingkungan kementerian kesehatan baik di tingkat pusat maupun pada tingkat satuan kerja di daerah-daerah. Lalu apakah ada hubungan antara penerapan SPIP dengan opini WTP yang kemenkes harapkan ? Hubungan antara penerapan SPIP dengan opini WTP Kehandalan pelaporan keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penerapan SPIP. Seperti yang telah diuraikan di atas, dari 4 tujuan antara SPIP salah satunya adalah memberikan keyakinan yang memadai terhadap keandalan pelaporan keuangan. Dengan kata lain, pelaksanaan pengendalian yang baik dan konsisten sesuai dengan muatan yang ada dalam SPIP akan mengarahkan secara langsung suatu organisasi dalam penyajian laporan keuangan yang handal. Meskipun SPIP tidak memberikan keyakinan mutlak, namun
apabila seluruh satuan kerja yang ada di lingkungan Kementerian Kesehatan mulai saat ini melaksanakan SPIP secara baik dan konsisten, maka kita bisa berkeyakinan bahwa opini Laporan Keuangan Kemenkes TA 2012 dan selanjutnya akan memperoleh Opini WTP. Masukan dan Saran SPIP merupakan konsep yang diambil dari teori pengendalian yang telah teruji dan terbukti dipakai di beberapa negaranegara maju. Hal ini memberikan keyakinan bahwa sistem pengendalian ini memiliki kehandalan yang tidak perlu diragukan lagi. Namun suatu sistem tidak akan ada artinya apabila pelaksana sistem tersebut tidak mau melaksanakannya dengan kemauan dan niat yang baik. Yang penting dari sebuah sistem adalah “ men behind the gun”, yaitu manusia yang menjalankan sistem tersebut. Salah satu prinsip dasar dari SPIP adalah “tone of the top”, meskipun tanggung jawab pelaksanaan sistem ini ada pada seluruh anggota organisasi, namun keberhasilan dari sistem ini tergantung dari contoh dan suri tauladan para pimpinannya. Kita berharap seluruh karyawan Kementerian Kesehatan baik di Pusat maupun Daerah mampu memerankan “men behind the gun” secara baik dan bertanggung jawab, dan para memimpinnya mampu member contoh dan suri tauladan yang baik pula seperti apa yang dituntut dalam sistem yang kita namai SPIP. Adios….. Refrensi : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 60 tahun 2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah. 3. Modul Diklat Penjenjangan Auditor Ketua Tim, TPSPM BPKP edisi V tahun 2008.
INFORWAS Edisi III Th 2012
17
Tulisan
Penguatan Peran SPI Dalam Mewujudkan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan dan Peningkatan Kinerja BLU oleh : Retno Budiarti SST,MM (Auditor Inspektorat II Itjen Kemenkes RI)
D
alam era reformasi dewasa ini fungsi pengawasan kerap menjadi perhatian masyarakat, terutama menyangkut peran lembagalembaga fungsional bidang pengawasan; baik pengawasan Internal maupun eksternal yang melaksanakan tugasnya dalam manajemen organisasi. Salah satu lembaga pengawasan Internal yang diatur secara formal yaitu Satuan Pengawasan Internal pada Satuan Kerja BLU Kementerian Kesehatan yang merupakan unit kerja yang berkedudukan langsung di bawah Direksi BLU. Menyimak kedudukannya sebagai Satuan Pengawasan Internal (SPI) pada Satuan Kerja BLU Kementerian Kesehatan dapat dikatakan bahwa SPI sangat diperlukan selain bertugas melakukan penilaian sistem pengendalian manajemen, SPI juga melakukan pemeriksaan internal pengelolaan keuangan dan operasional BLU Kementerian Kesehatan. Dengan dilaksanakannya fungsi pengawasan 18
INFORWAS Edisi III Th 2012
dalam manajemen oleh SPI, maka Direksi dapat berkonsentrasi mencurahkan perhatiannya dalam menjalankan tugastugas pengelolaan instansi. Untuk dapat menghasilkan laporan hasil pengawasan yang berkualitas dan memberikan saran yang perlu dilaksanakan oleh pimpinan Satker, maka unit SPI harus memiliki tenaga pengawas yang berpendidikan dan atau keahlian yang memenuhi persyaratan yang memadai sebagai pengawas Internal/Auditor, obyektif dan berdedikasi tinggi. Kewajiban Direksi BLU untuk memberikan perhatian terhadap laporan hasil pengawasan SPI sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008 yang menunjukkan pentingnya hasil pengawasan yang dilaporkan oleh SPI kepada Direksi BLU untuk ditindaklanjuti atau dimanfaatkan oleh manajemen BLU dalam rangka memperbaiki dan atau meningkatkan kinerja BLU yang bersangkutan. Dalam rangka memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan pelayanan serta akuntabilitas pengelolaan keuangan di lingkungan Kementerian Kesehatan, terutama pada Satuan Kerja yang sudah ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum
Tulisan (BLU), maka diperlukan penguatan dan pemberdayaan peran Satuan Pengawas Internal BLU mengingat mereka sebagai “mata” dan “telinga” dan “ujung tombak” manajemen dalam menjamin tercapainya tujuan organisasi. Memberdayakan peran SPI dimaksudkan dalam upaya untuk membangun daya, yang berarti mengembangkan kemandirian, yang dilakukan dengan menimbulkan kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta dengan mengembangkan kompetensi yang mendukung pengembangan kemandirian SPI. Sejalan dengan hal tersebut, maka Inspektorat Jenderal sebagai institusi pembina SPI, dalam rangka peningkatan kompetensi SDM SPI telah memfasilitasi melalui penyelenggaraan kegiatan Rapat Koordinasi Pengawasan yang diharapkan akan berdampak terhadap peningkatan kualitas pelaporan keuangan Kementerian Kesehatan sehingga dapat dicapai opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sebagai salah satu indikator tata kelola pemerintahan yang baik. Rapat Koordinasi Pengawasan ini bertemakan “Penguatan Peran Satuan Pengawas Internal Dalam mewujudkan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan dan Peningkatan Kinerja Badan Layanan Umum” dan diselenggarakan di 2 (dua) tempat yang berbeda. Rakorwas pertama diselenggarakan di Medan yang dihadiri oleh Satuan Pengawas Internal BLU dilingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Pada kesempatan ini, Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan berkesempatan membuka langsung
Rakorwas yang dilaksanakan mulai 11 September s/d 14 September 2012 tersebut. Sedangkan Rakorwas kedua diselenggarakan di Yogyakarta, dilaksanakan mulai 1 sd 4 Oktober 2012, dan dihadiri oleh Satuan Pengawas Internal BLU dilingkungan Badan Pemberdayaan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK). Rapat koordinasi Pengawasan terlaksana atas dasar belum adanya hubungan kemitraan/kerjasama secara formil antara Inspektorat Jenderal dan SPI. Selain itu kenyataan di lapangan selama ini, bahwa SPI sudah dilibatkan dalam berbagai kegiatan Inspektorat Jenderal antara lain : dalam melaksanakan audit di satker dengan mengikutkan/melibatkan sebagian SPI dalam pendampingan, pemeriksaan Jamkesmas, pemetaan SPIP, dan kegiatan-kegiatan lain terkait peningkatan kompetensi SDM Auditor. Kesepakatan yang dihasilkan dari pertemuan Rakorwas di Medan dan Yogyakarta antara lain menyepakati adanya upaya peningkatan peran SPI guna mendorong peningkatan kinerja dan akuntabilitas keuangan satker yang diawali dengan identifikasi permasalahan, perumusan upaya dan langkah-langkah operasional antara SPI dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan. Identifikasi permasalahan yang terungkap dari Rakorwas di Medan dan Yogyakarta antara lain : 1. Belum optimalnya dukungan dari pimpinan Satker BLU 2. Potensi realisasi pembinaan dari
INFORWAS Edisi III Th 2012
19
Tulisan Inspektorat Jenderal kurang optimal 3. Kurangnya Anggaran untuk pemenuhan peningkatan kompetensi SDM SPI 4. Belum adanya keseragaman SOP SPI 5. Adanya keterbatasan pengetahuan dalam hal membuat program pemeriksaan (teknis dan adminstratif) 6. Ketidakjelasan kewenangan dan tanggungjawab SPI dalam organisasi Rumusan kesepakatan terkait upaya peningkatan hubungan kerjasama/kemitraan antara Inspektorat Jenderal dan SPI pada Satker BLU di masa mendatang: 1. Legalitas kemitraan / kerjasama antara Inspektorat Jenderal dan SPI pada Satker BLU dalam bentuk Permenkes; 2. Adanya program pembinaan teknis SPI oleh Inspektorat Jenderal secara berkesinambungan; 3. Penyusunan SOP dan IK SPI; 4. Mewujudkan status jabatan fungsional SPI dan Grade Remunerasi; 5. Mewujudkan Pemenuhan kompetensi SDM SPI; 6. SPI memfasilitasi dan mendampingi Inspektorat Jendral dalam melakukan pemeriksaan di Satker BLU; 7. SPI membantu Direktur dalam melaksanakan tindak lanjut LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) Inspektorat Jenderal; 8. Perlunya SPI diangkat dan dilantik serta menadatangani pakta integritas. Langkah-langkah operasional (Plan of Action) antara SPI dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan: 1. Melakukan kemitraan/kerjasama antara Inspektorat Jenderal dan SPI secara formil yang dituangkan dalam Peraturan Menteri
20
INFORWAS Edisi III Th 2012
Kesehatan; 2. Inspektorat Jenderal melakukan pembinaan teknis secara berkesinambungan; 3. Inspektorat Jenderal membantu kejelasan status SPI dalam hal jabatan fungsional auditor dan grading remunerasi; 4. Adanya pertemuan koordinasi secara rutin antara Inspektorat Jenderal dengan SPI dalam rangka pembinaan; 5. Adanya komitmen pimpinan dan jajarannya terhadap SPI difasilitasi oleh Eselon I terkait dan Inspektorat Jenderal. Dengan adanya rumusan kesepakatan antara Inspektorat Jenderal dan SPI pada Satker BLU dan Plan of Action (POA) di masa mendatang maka diharapkan keberadaan SPI dalam organisasi semakin kuat dan mendapatkan kewenangan penuh untuk melakukan kegiatan audit pada seluruh area audit sesuai kaidah dan relevansi pemeriksaan internal dan hasil kerjanya dimasukkan sebagai Key Performance Indicator (KPI) BLU. Referensi :
1. Peraturan Pemerintah RI No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;
2. Peraturan Pemerintah RI No.60 Tahun 3.
2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah; Laporan Hasil Rapat Koordinasi Pengawasan Bidang Kesehatan Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI Tahun 2012 di Medan dan Yogyakarta.
Liputan
KOMITMEN RSCM MERAIH WTP Oleh: Retno Budiarti,SST (Auditor Inspektorat II Itjen Kemenkes) Drg.Lia Leita Kania Amalia (Auditor Inspektorat III Itjen Kemenkes)
H
arapan masyarakat akan sebuah pelayanan publik yang berkualitas sepertinya sudah menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh institusi publik di lingkungan Kementerian Kesehatan RI. Meskipun masih belum optimal namun berbagai langkah-langkah menuju perubahan untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat telah dilakukan oleh segenap jajaran pimpinan dan staf institusi publik Kementerian Kesehatan diantaranya RSUP tertua di Indonesia yaitu RSCM. Jajaran pimpinan RSCM dengan cepat dan tanggap melakukan beberapa kegiatan strategis secara komprehensif dalam rangka pemberian pelayanan yang cepat, tepat dan akurat kepada masyarakat yang membutuhkannya. Sejalan dengan telah ditetapkannya opini Wajar Dengan Pengecualian atau WDP untuk pencapaian kinerja Kementerian Kesehatan tahun 2012 maka selanjutnya menjadi tugas berat bersama seluruh anggota organisasi Kementerian Kesehatan menuju Wajar Tanpa Pengecualian/WTP tahun 2012.
“Meraih status WTP tahun 2012 dan meninggalkan WDP merupakan impian yang harus diwujudkan bersama, meskipun tidak mudah untuk mencapainya, hal ini diakui Dr. Moh. Ali Toha,MARS salah satu pimpinan RSCM selaku Ketua Pelaksana Percepatan raih WTP dan Direktur Keuangan RSCM, saat ditemui redaksi Inforwas. Diungkapkan oleh Dr. Moh. Ali Toha lebih lanjut, bahwa jajaran pimpinan RSCM telah melakukan beberapa kegiatan yang bersinergi untuk meraih opini lebih baik dan cepat dengan melakukan pemetaan atau mapping kegiatan SPIP yang merupakan sistim pengendalian yang harus segera diterapkan diseluruh unit kerja di lingkungan RSCM. Untuk percepatan SPIP bahkan telah terbentuk Tim SPIP sesuai Surat Keputusan Direktur Utama tanggal 1 Agustus 2011, dengan Dr. Moh. Ali Toha selaku Penanggung Jawab Pelaksanaan SPIP dan dibantu oleh Nurhayati,SE.,MM selaku Kepala SPI Rumah Sakit. Dr. Moh. Ali Toha juga mengutarakan bahwa salah satu hambatan dan kendala yang dihadapi jajaran pimpinan RSCM dalam pelaksanaan SPIP adalah budaya kerja pegawai (habit/kebiasaan, perilaku) yang belum tertib. Hambatan dan kendala tersebutlah yang menjadi perhatian jajaran pimpinan dalam mengawal penerapan SPIP di lingkungan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo berupa pencanangan dan sosialisasi SPIP pada semua bagian terkait. Dalam kegiatan bisnisnya, RSCM membagi INFORWAS Edisi III Th 2012
21
Liputan atau memetakan bisnisnya menjadi 3 jenis kegiatan yang harus berjalan bersamasama/sinergi dan harus terstandarisasi serta terjaga pengendaliannya. Pengendalian Intern secara manajemen mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP, sedangkan Untuk keamanan pasien disesuaikan dengan standar IPSG/ International Patient Safety Goal dan Keselamatan Rumah Sakit/Hospital Safety, secara keseluruhan merupakan bentuk penerapan SPIP yang dilakukan oleh jajaran pimpinan RSCM. Dalam hal kepemimpinan yang kondusif, dimana segala sesuatu keputusan dipertimbangkan resikonya maka RSCM yang diproyeksikan sebagai Rumah sakit berstandar internasional, memilih acuan standar diatas telah sesuai pula dengan fungsi tertentu dalam penerapan SPIP. Penerapan SPIP tersebut diantaranya di tingkat supervisor jaga melalui pertemuan ‘morning report” dihadiri para Kepala Bagian yang terkait dengan layanan pasien.Rapat Pimpinan Lintas Direktorat dilakukan seminggu sekali dihadiri seluruh Kepala Bagian dan Kepala Departemen membahas segala permasalahan yang terjadi pada masing-masing Departemen dan mencari solusi pemecahan masalahnya. Terkait dengan monitoring dan supervisi laporan keuangan, pimpinan RSCM telah menetapkan adanya laporan berjenjang yaitu 22
INFORWAS Edisi III Th 2012
Kasir setiap hari harus membuat laporan realisasi penerimaan melalui Koordinator Kasir, laporan realisasi anggaran dilaporkan ke Direktur Keuangan sebulan sekali, sedangkan pertemuan ditingkat Direktorat Keuangan dilakukan seminggu sekali dipimpinolehDirekturKeuangan, dihadiri Kepala Bagian Keuangan dan Para Koordinator Dijelaskan oleh Dr. Moh. Ali Toha “Saat ini di instansi kami (RSCM) sedang dilakukan “transformasi budaya kerja” yang merupakan bagian dari Lingkungan Pengendalian (Control Environment) dengan cara menegakan integritas dan nilai etika, menyusun dan menerapkan aturan perilaku seperti membangun budaya kerja yang tertib, tertib administrasi untuk semua jajaran, dari pucuk pimpinan sampai dengan pegawai bawahan. Selain itu di RSCM saat ini juga ada kebijakan tertib waktu pada setiap rapat ataupun pertemuan, walaupun hanya 2 orang yang hadir sesuai waktu undangan, rapat tetap dimulai tepat waktu”. Beberapa unit layanan di RSCM juga
Liputan pelayanan terhadap pasien, prosedur pelayanan pasien dilakukan secara berjenjang. Saat ini dengan adanya transformasi budaya, semua prosedur administrasi harus dilakukan secara tertibdenganmenerapkanprinsip 5R (ringkas,rapi,resik,rawat, rajin).
telah meraih ISO seperti layanan Rawat Inap,PelayananJantungTerpadu dan beberapa lainnya, sementara beberapa bagian penunjang dan manajemen sedang dalam persiapan.Dengan ISO diharapkan akan terbangun Sistim Pengendalian Internal yang lebihbaiklagi, karena dengan ISO pelaksanaan sehinggaakanmeningkatkankepuasanpasien.
Pada akhir perbincangan dengan Direktur Keuangan selaku penanggungjawab pelaksanaan raih WTP dan SPIP tersebut, dapat disimpulkan adanya kerja keras yang sedang dilakukan oleh seluruh jajaran pimpinan dan pegawai di RSCM yang berkomitmen untuk meraih WTP Tahun 2012, seperti yang telah dicanangkan dan di dengungkan di Kementerian Kesehatan.Selain itu sebagai perwujudan komitmen bersama maka Jajaran pimpinan RSCM mewajibkan semua direksi dan seluruh pegawai untuk memakai PIN Rencana Aksi Perbaikan ”RAIH WTP”.
Pegawai yang diberikan tanggung jawab harus memahami bahwa wewenang yang diberikan terkait dengan pihak lainnya dalam organisasi, misalnya, bila terkait masalah manajemen rumah sakit, direksi melakukan pembinaan kepada para kepala bagian; sedangkan kepala bagian melakukan pembinaan kepada para koordinator. Demikian
pula
halnya
terkait
masalah
INFORWAS Edisi III Th 2012
23
Tulisan
PROFESIONALISME AUDITOR DALAM REVIU LAPORAN KEUANGAN Oleh: drg. Lia Leita Kania Amalia,M.Ak(Auditor Inspektorat III Itjen Kemenkes RI) Homedi D.Listiana,SKM.,M.Kes(Auditor Inspektorat II Itjen Kemenkes RI)
A
da beberapa macam terminologi reviu laporan keuangan, seperti pada Standar Profesional Akuntansi Publik (SPAP), tetapi karena Inspektorat Jenderal selaku APIP maka memakai terminologi ‘Reviu’ berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-44/PB/2006, yaitu suatu: Prosedur penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan, permintaan keterangan, dan analitik yang harus menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan yang disajikan oleh Menteri Kesehatan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran merupakan tanggung jawab Menteri yang disusun oleh Sekretaris Jenderal melalui Biro Keuangan dimana secara tertulis Menteri Kesehatan harus membuat pernyataan bahwa laporan keuangan yang disajikan berdasarkan Sistem Pengendalian Internal yang memadai
24
INFORWAS Edisi III Th 2012
dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor: 8 tahun 2006 mewajibkan laporan keuangan direviu oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebelum diserahkan kepada BPK untuk diaudit. Reviu atas laporan keuangan kementerian dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian yang bersangkutan, melalui para auditornya. Dalam pasal 33 Peraturan Pemerintah tersebut, dinyatakan bahwa reviu atas laporan keuangan oleh APIP dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan didalam laporan keuangan tersebut. Reviu tersebut dimaksudkan untuk memberikan keyakinan akurasi, keandalan, dan keabsahan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan sebelum disampaikan oleh pejabat pengelola keuangan kepada Menteri yang selanjutnya Menteri menandatangani surat pernyataan tanggung jawab (Statement of Resposibility/ SOR). Dasar hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan adalah PMK No. 41/PMK.09/2010 tentang Standar Reviu Laporan Keuangan dan Perdirjen
Tulisan Perbendaharaan No. 65/PB/2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyusunan Laporan Keuangan. Profesionalisme adalah tuntutan kemampuan serta kompetensi suatu profesi yang dilakukan seseorang dalam pekerjaannya. Profesionalisme auditor harus menjadi acuan dalam pelaksanaan fungsi internal audit termasuk reviu laporan keuangan. Untuk dapat mewujudkan profesionalisme, auditor Inspektorat Jenderal didorong baik secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama untuk terus mengembangkan: 1. Pengetahuan yang memadai dalam pelaksanaan tugas-tugasnya seperti mengembangkan pengetahuan mengenai teknis audit dan disiplin ilmu lain yang berhubungan dengan latarbelakang pendidikan dan tugas yang diembannya; 2. Berperilaku jujur, obyektif, tekun, loyal, serta memelihara independesinya; 3. Meningkatkan kemampuan serta profesionalismenya melalui pendidikan profesi lanjutan yang berkesinambungan, 4. Memiliki kemampuan dalam berinteraksi dan berkomunikasi secara lisan dan tulisan secara efektif. Auditor Inspektorat Jenderal harus memiliki sikap mental dan etika serta tanggung jawab profesi yang tinggi, sehingga kualitas kerjanya dapat dipertanggungjawabkan serta dapat digunakan untuk membantu terwujudnya perkembangan institusi untuk lebih baik. Auditor Inspektorat Jenderal juga harus memiliki sikap mental yang baik
dapat dilihat dari komitmen, kejujuran, obyektivitas, ketekunan dan loyalitasnya kepada profesi. Auditor Inspektorat Jenderal harus mampu mengemukakan pendapat secara jujur dan bijaksana, sesuai dengan hasil penugasannya dan juga harus selalu dapat mempertahankan sikap obyektif, dalam mengkomunikasikan serta mengemukakan hasil kerjanya berdasarkan bukti-bukti serta fakta-fakta yang lengkap serta sah. Dengan demikian hasil penugasannya menjadi lengkap dan didasarkan pada analisis yang obyektif sehingga merupakan suatu dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan, baik oleh pimpinan maupun institusi. Profesionalisme inilah yang menjadi dasar dalam mencapai tujuan pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan di Kementerian Kesehatan, dalam rangka pertanggung jawaban keuangan Kementerian Kesehatan serta bahan dan masukan untuk memperbaiki opini BPK terhadap Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan pada tahun-tahun mendatang. Referensi: 1. Standar Profesional Akuntansi Publik (SPAP). 2. Peraturan Pemerintah Nomor: 8 tahun 2006. 3. Petunjuk teknis Reviu Laporan Keuangan yang terkini adalah Per 65/PB/2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyusunan Laporan Keuangan 2010. 4. Standar Akuntansi Pemerintahan, Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005. 5. Wikipedia Indonesia
INFORWAS Edisi III Th 2012
25
Tulisan
PENGAWASAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA DI INDONESIA Oleh : Heni Hernawati, S.Si, M.Kes (Auditor Inspektorat IV Itjen Kemenkes RI)
A. Pendahuluan Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia, dan sebagai modal bagi pelaksana pembangunnan nasional yang pada hakekatnya adalah pebangunan manusia Indonesia. Derajat kesehatan di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang cukup bermakna, hal ini ditunjukkan dengan makin menurunnya angka kematian bayi dan kematiam ibu, menurunnya prevalensi gizi buruk pada balita, serta meningkatnya umur harapan hidup. Namun demikian Indonesia masih menghadapi beban ganda, karena munculnya beberapa penyakit menular baru, sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan sebagai contoh salah satunya adalah penyakit kusta. Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis, tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional.
26
INFORWAS Edisi III Th 2012
Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara berkembang, sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2005 Indonesia masih menempati urutan ketiga sebagai negara penyumbang penderita baru terbanyak, setelah India dan Brazil. Pada tahun 2006 jumlah penderita baru yang ditemukan sebanyak 17.927 orang. Pada tingkat nasional ada 15 provinsi yang belum mencapai eliminasi, yaitu Provinsi NAD, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara, Irianjaya Barat. Selain itu ada 2 Provinsi yang masih mempunyai penderita lebih dari 1000, yaitu Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah dan masih 140 Kabupaten yang
Tulisan belum mencapai eliminasi, dimana angka kesakitannya lebih dari 1/10.000 penduduk. Sampai saat ini penyakit kusta masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, meskipun pada pertengahan tahun 2000 Indonesia sudah dapat mencapai eliminasi kusta. Eliminasi yaitu suatu kondisi dimana penderita kusta tercatat (angka prevalensi) kurang dari 1 per 10.000 penduduk, diperkirakan penyakit tersebut akan hilang secara alamiah. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga, termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya. Dengan demikian tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga kesinambungan pelayanan kusta dimanapun berada mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan oleh petugas kesehatan yang kompeten, termasuk sistem rujukan yang efektif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem pengendalian Intern Pemerintah dinyatakan bahwa : 1. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, selanjutnya disingkat SPIP adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pusat dan
pemerintah daerah 2. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri/Pimpinan Lembaga. 3. Instansi pemerintah adalah unsur penyelenggara pemerintah pusat atau unsur penyelenggara pemerintah daerah. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/Permenkes/XI/2010 Bab VIII Bagian Pertama – bagian Sembilan pasal 628 s.d. 671 tentang Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Tugas Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Kesehatan yang ditetapkan adalah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan RI. Sedangkan fungsi dari Inspektorat Jenderal adalah penyiapan perumusan kebijakan pengawasan, pelaksanaan pengawasan kinerja, operasional, keuangan dan pengawasan untuk tujuan tertentu atas petunjuk Menteri dan pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Jenderal. Tuntutan organisasi yang semakin tinggi mendorong dibuatnya pedoman pengawasan pelaksanaan program penanggulangan penyakit Kusta yang dapat dipergunakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (Auditor) dalam melaksanakan pengawasan bagi para pelaksana program di tingkat pusat maupun daerah. Keuntungan lain yang dapat diperoleh adalah adanya pemahaman yang sama INFORWAS Edisi III Th 2012
27
Tulisan antara Pengawas dan Pengelola Program dalam pelaksanaan dan pengawasan agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi didalam menentukan identifikasi masalah dan alternatif pemecahan masalah. Tujuan pengawasan adalah untuk mewujudkan hasil pelaksanaan program pengendalian penyakit kusta yang efektif dan efisien, sehingga penyakit kusta tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia dan secara khusus adalah untuk memeriksa, menguji dan menilai teknis pengendalian penyakit kusta, apakah telah sesuai dengan buku pedoman nasional pengendalian kusta, memeriksa dan menguji kehematan penggunaan sumber daya yang dipergunakan dalam pengendalian penyakit kusta dan mengusut penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan program Organisasi pelaksana program pengendalian penyakit Kusta, meliputi 4 (empat) tingkatan yaitu Pusat, Provinsi, Kabupaten/kota dan Unit pelayanan Kesehatan. B. Kegiatan-Kegiatan Pada Program Pengendalian kusta, antara lain : 1. Pelatihan Pengendalian Penyakit Kusta bagi Pengelola Program/Wasor Kusta tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota 2. Implementasi Pedoman RR Elektronik & Logistik Kusta 3. Monev Ketersediaan & Pemanfaatan Obat Kusta MDT 4. Pemetaan Penderita Cacat Kusta Tingkat-2 5. Pertemuan Sentinel Surveilans Kusta 6. Pemantauan dan Evaluasi Pengendalian Penyakit Kusta 28
INFORWAS Edisi III Th 2012
7. 8. 9. 10. 13. 14.
Pertemuan Aliansi Nasional Eliminasi Kusta (ANEK) Pertemuan Aliansi Daerah Eliminasi kusta (ADEK) Review Program Kusta Bimbingan Teknis dan Supervisi Survey Desa Cepat Survei Kontak Penderita
C. Faktor Risiko Pada Pelaksanaan Pengawasan Program Pengendalian Penyakit kusta antara lain : 1. Pelacakan ke rumah pasien yang Default 2. Bimbingan Teknis dan Supervisi 3. Pelatihan bagi Pengelola Program/ Wasor Kusta 4. Pelatihan bagi Petugas Kusta D. Ruang Lingkup Pengawasan Ruang lingkup pedoman pengawasan pelaksanaan program pengendalian penyakit kusta, mencakup seluruh aspek kegiatan yang pelaksanaannya terdapat di tingkat Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota dan Unit Pelayanan Kesehatan, antara lain pelaksanaan pengendalian kusta, hubungannya dengan mutu pelayanan, penggunaan obat yang rasional dan pemeriksaan manajerial yang menyangkut kepegawaian, keuangan, perlengkapan sesuai dengan tugas pokok dan peraturan yang berlaku.
E. Persiapan Pengawasan Dengan memperhatikan gambaran umum Program Penanggulangan kusta, perlu dilakukan persiapan atau langkah awal yang mencakup penyusunan program
Tulisan pengawasan dan pengumpulan informasi umum agar pelaksanaan pengawasan dapat lebih terarah sesuai sasaran yang telah ditetapkan. Tentative Audit Objective (TAO), antara lain : a. Tidak dibuatnya laporan hasil bimbingan teknis/supervisi, sehingga tidak teridentifikasi permasalahan pada pelaksanaan program pengendalian kusta di daerah tersebut b. Belum dilatihnya Pengelola Program Kusta/Wasor, karena Wasor Kusta yang telah mendapat pelatihan mutasi c. Belum dilatihnya petugas kusta, karena petugas kusta yang telah mendapat pelatihan mutasi d. Petugas tidak memantau dengan baik kasus gagal pengobatan kusta e. Tidak dilakukannya pelacakan terhadap pasien default, sehingga pasien menjadi kebal ganda terhadap obat F. INDIKATOR Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan program pengendalin Kusta digunakan beberapa indikator. Indikator pengendalian Kusta secara umum ada 3, yaitu : 1. Indikator Utama 2. Indikator lain yang bermanfaat 3. Indikator tatalaksana penderita G. Pelaksanaan Pengawasan Pelaksanaan pengawasan
meliputi
pengujian sistem pengendalian manajemen dan program kerja pengawasan yang menjadi acuan minimal bagi Tim Pengawasan dalam melakukan pengawasan di lapangan dan dapat dikembangkan sesuai dengan keadaan di lapangan. 1. Pengujian Sistem Pengendalian Intern Sistem pengendalian intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai, untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Untuk memperoleh informasi terhadap keandalan sistem pengendalian intern tersebut, perlu dilakukan pengujian untuk menentukan luasnya audit. Dalam hal ini metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), sebagaimana diatur dalam Peraturan pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pengujian sistem pengendalian intern dilakukan, untuk memperoleh informasi mengenai sistem pengendalian auditan, untuk menentukan kedalaman audit yang diperlukan. INFORWAS Edisi III Th 2012
29
Tulisan 2. Aspek Pengawasan Aspek pengawasan Program Pengendalian Kusta, secara garis besar meliputi : a. Di Pusat, kegiatan pengawasan diutamakan pada perencanaan, daftar-daftar usulan kegiatan yang dibiayai oleh APBN dan PHLN, penetapan sasaran/target suspek, wasor dan petugas kusta, rencana kebutuhan obat kusta dan pendistribusiannya, rencana supervisi petugas beserta pelaksanaannya, masalah yang ditemukan sudah ditindak lanjuti, laporan kegiatan pengendalian Kusta. b. Di Provinsi, kegiatan pengawasan diutamakan pada daftar-daftar usulan kegiatan yang dibiayai oleh APBN, APBD dan PHLN, usulan perencanaan kegiatan dari Kabupaten/Kota, rencana penetapan sasaran/target suspek di tiap Kabupaten/ Kota, Wasor dan petugas Kusta, rencana kebutuhan obat Kusta dan pendistribusiannya, laporan kegiatan, proporsi penderita baru Kusta, c. Di Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), kegiatan pengawasan diutamakan pada data ketenagaan dan jumlah tenaga yang mengelola program Kusta, pelatihan dalam rangka pengendalian program Kusta, penempatan tenaga yang telah 30
INFORWAS Edisi III Th 2012
dilatih, stock obat kusta, J. Penutup Untuk bisa melakukan pemeriksaan program pengendalian penyakit kusta yang efektif dan efisien diperlukan Pedoman Pengawasan Pengendalian Kusta. Penyusunan pedoman pengawasan ini, seperti halnya penyusunan pedoman pengawasan program-program kesehatan lainnya, disusun bersama Pengawas dengan Pengelola Program,sehingga dapat diperoleh kesamaan pandang antara Pengelola Program dan Pengawas dalam upaya mengurangi kelemahan dan meningkatkan cakupan program. Keuntungan lain yang dapat diperoleh adalah adanya pemahaman yang sama antara Pengawas dan Pengelola Program dalam pelaksanaan dan pengawasan agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi didalam menentukan identifikasi masalah dan alternatif pemecahan masalah. Referensi: 1. BPKP, 2005 Buku Sistem Pengendalian Manajemen, Edisi Keempat Pusdiklat BPKP, Ciawi Bogor 2. Universitas Indonesia, 2003 Kusta, Edisi Kedua, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 3. Departemen Kesehatan R.I, 2007 Buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta, Ditjen P2PL Jakarta
Tulisan
S A AW
ANDA MEMASUKI ZONE INTEGRITAS !!!
Oleh : Kadek Pandreadi, S.Pd.,MM. (Auditor Inspektorat V Itjen Kemenkes RI)
Pada tanggak 18 Juli 2012, Menteri Kesehatan Republik Indonesia secara resmi telah mencanangkan Zona Integitas, ditandai dengan penandatanganan Dokumen Pakta Integritas. Acara tersebut dihadiri secara langsung oleh Menteri PAN dan RB, perwakilan dari Ombusman serta pejabat struktural di lingkungan Kementrian Kesehatan. Kegiatan pencanangan Zone Integritas tersebut disiarkan secara live ke kebeberapa daerah dengan melibatkan beberapa satuan kerja vertikal di lingkunagn Kementerian Kesehatan yang ada di daerah dengan menggunakan teknologi teleconference jaringan PT Telkom. Apa itu Zone Integritas ? Pemberantasan korupsi membutuhkan keberanian dan komitmen yang sungguhsungguh dari seluruh aparatur negara di Pusat maupun di Daerah. Komitmen bersih dari korupsi harus dimulai dari pimpinan puncak di seluruh Kementerian, Lembaga Negara dan Pemerintahan Daerah. Keinginan untuk memberantas korupsi di lingkungan Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah sudah dicanangkan jauh-jauh hari,
bahkan sejak era reformasi dimulai. Instruksi Presiden No 5 tahun 2004, Presiden telah memberikan 12 instruksi kepada seluruh Menteri Kabinet Indonesia Bersatu dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi. Namun sampai saat ini, instruksi tersebut belum diimplementasikan secara maksimal, khususnya instruksi ke 5 yaitu instruksi agar seluruh pimpinan instansi pemerintah di pusat dan daerah untuk melaksanakan program wilayah bebas dari korupsi (WBK). Dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian PAN&RB diketahui bahwa WBK hanya dapat terwujud apabila didahului dengan adanya komitmen pemberantasan korupsi oleh seluruh unsur dalam instansi pemerintah baik kementerian, lembaga maupun pemerintah daerah (K/L/Pemda). Adanya Komitmen pemberantasan korupsi itulah yang kemudian diwujudkan dalam bentuk Zona Integritas. Jadi Zone Integritas adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada Kementerian/Lembaga/Pemda yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat (komitmen) untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dan melayani. Zona Integritas ini merupakan langkah awal untuk menuju terwujudkan Wilayah Bebas Korupsi maupun Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
INFORWAS Edisi III Th 2012
31
Tulisan Indikator WBK atau WBBM Meraih predikat WBK bukanlah pekerjaan mudah namun juga bukan sesuatu yang mustahil untuk kita raih. Komitmen bersama adalah kunci dari keberhasilan kita meraih predikat WBK tersebut. Pimpinan sesuai prinsip Tone of the Top merupakan factor utama dalam mewujudkan WBK dan WBBK, karena pimpinanlah yang memiliki otoritas dalam membuat dan mempengaruhi sebuah kebijakan. Namun demikian, kesadaran dan kemauan untuk hidup bersih dari korupsi juga harus menjadi kesadaran kolektif seluruh personal yang ada di sebuah organisasi termasuk di Kementerian Kesehatan. Keberhasilan Kementerian Kesehatan meraih opini WDP terhadap laporan keuangan TA 2011 merupakan modal awal yang seharusnya bisa menjadi motivasi seluruh satuan kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan dalam meraih predikat WBK maupun WBBM. Sesuai Permen PAN & RB Nomor 60 tahun 2012, yang dimaksud Wilayah Bebas Korupsi adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja (satker) yang memenuhi syarat Indikator Hasil WBK dan memperoleh hasil penilaian indikator proses diatas 75 pada ZI yang telah memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK atas laporan Keuangannya. Sedangkan WBBM adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja (satker) yang memenuhi syarat Indikator Hasil WBBM dan memperoleh hasil penilaian indikator proses diatas 75 pada ZI yang telah memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK atas laporan keuangannya. 32
INFORWAS Edisi III Th 2012
Jadi ada dua indikator yang dipakai dalam menilai satuan kerja untuk memperoleh predikat Satuan Kerja WBK atau WBBM, yaitu Indikator Hasil yang terdiri dari 8 Unsur dan indikator proses yang terdiri dari 20 Unsur. Indikator Hasil sifatnya wajib terpenuhi, karena salah satu saja dari 8 unsur yang tidak terpenuhi sesuai kriteria penilaian yang ada, maka satuan kerja tersebut langsung dinyatakan gugur atau tidak lulus. Indikator Hasil meliputi ; 1. Nilai indeks integritas 2. Nilai kinerja unit pelayanan publik 3. Persentase kerugian negara yang belum diselesaikan 4. Persentase temuan in-efektif 5. Persentase temuan in-efisien 6. Persentase pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin; 7. Persentase pengaduan masyarakat yang belum diselesaikan 8. Persentase pegawai yang dijatuhi hukuman karena KKN Sedangkan Indikator Proses terdiri dari 20 unsur, setiap unsur terdiri dari 3 subunsur, yaitu Subunsur Pemenuhan dengan bobot penilaian 20%, Subunsur Kualitas dengan bobot 50% dan subunsur Implementasi dengan bobot 30%. Presedur Penilaian WBK/WBBM Penilaian untuk meraih predikat WBK/WBBM bisa dilakukan pada Kementerian yang telah mencanangkan Zone Integritas, dan telah memperoleh opini minimal Wajar Dengan
Tulisan Pengecualian (WDP). Penilaian ini bisa dilakukan pada tingkat eselon I, eselon II atau satuan kerja setingkat eselon III. Satuan kerja yang akan dinilai layak atau tidaknya memperoleh predikat WBK/WBBM terlebih dahulu diusulkan oleh masingmasing eselon I. Satuan kerja yang diusulkan adalah satuan kerja yang dinilai memiliki peran strategis dalam penyelenggaraan fungsi pelayanan masyarakat. Peran strategis tersebut dapat dilihat dari besarnya jumlah asset yang dikelola oleh satker tersebut dan jasa yang dihasilkan memiliki pengaruh besar terhadap kepentingan masyarakat. Satuan kerja yang diusulkan tersebut sebaiknya satuan kerja yang telah memperoleh bimbingan dan pembinaan dari Unit Penggerak Integritas (UPI) dan Unit Pembangun Integritas (UPbI), sehingga telah memiliki kesiapan untuk dilakukan penilaian. Prinsip dasar penilaian WBK adalah penilaian diri sendiri atau self assessment, yang dilakukan oleh Tim Penilai Internal (TPI) yang dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga. TPI terdiri dari unsur-unsur yang ada dalam kementrian/lembaga sendiri, dan bekerja atas tugas yang diberikan oleh menteri/pimpinan lembaga. TPI menilai semua indikator baik Indikator Hasil dan Indikator Proses dengan menggunakan perangkat penilaian atau template kertas kerja penilaian yang telah disusun dan disiapkan oleh Kementerian PAN&RB. Hasil self assessment tersebutlah yang kemudian direviu oleh Tim Penilai
Nasional (TPN). TPN merupakan unsur di luar kementerian/lembaga yang dinilai yang dibentuk oleh Menteri PAN& RB yang terdiri dari unsur KemenPAN&RB, unsur KPK, unsur ORI dan lembaga negara yang terkait .TPN melakukan revieu terhadap hasil self assessment yang dilakukan oleh TPI dengan menelaah bukti-bukti yang ada tanpa harus menilai kebenaran materialnya. Dari hasil reviu TPN, TPI mengusulkan kepada menteri / pimpinan lembaga untuk menetapkan satuan kerja yang telah dinilai dan dianggap layak menjadi satuan kerja WBK. Selanjutnya, lewat Surat keputusan Menteri, satuan kerja tersebut ditetapkan menjadi Satuan Kerja dengan predikat WBK. Apa Peran Auditor Inspektorat Jenderal Kemenkes dalam ZI ? Pengejawantahan terhadap komitemen bebas dari korupsi yang tergambar dalam deklerasi Zona Integritas membutuhkan dorongan dan dukungan yang nyata dan konkrit agar bisa terujud sesuai harapan. Pendampingan satuan kerja dalam memperoleh predikat WBK/WBBM dilakukan oleh Unit Penggerak Integritas (UPI). UPI adalah unit kerja yang ditugaskan untuk memberikan dorongan dan dukungan administratif dan teknis kepada satuan kerja dalam melaksanakan kegiatan pencegahan korupsi. Tugas UPI di Kementerian Kesehatan secara ex-officio dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), dalam hal ini adalah auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan. Bentuk konkrit pendampingan yang dilakukan oleh UPI adalah memberikan sosialisasi, pelatihan, coaching, kajian INFORWAS Edisi III Th 2012
33
Tulisan sistem, fasilitasi, atau bentuk-bentuk pembinaan teknis lainnya. Pencanangan Zone Integritas ini juga merupakan momentum yang pas bagi auditor Itjen Kemenkes untuk mengembangkan fungsi dan perannya yang bukan lagi hanya sebagai watch dog, namun juga sudah dituntut untuk mampu berperan sebagai quality asurance dan consulting. Pendekatan bukan lagi hanya pada aspek kuratif atau penanganan kasus-kasus yang telah terlanjur terjadi tetapi sudah mulai berorientasi pada pendekatan preventif atau pencegahan dengan meningkatkan peran pendampingan terhadap satuan wilayah kerja yang ada dilingkungan Kementerian Kesehatan. Semoga pencanangan Zona Integritas di Kementerian Kesehatan bukan hanya sebuah ritual tanpa makna, bukan pula hanya sekedar retorika tanpa aksi nyata. Mari kita songsong era baru, era birokrasi bersih, kompeten dan melayani. Referensi : 1. Instruksi Presiden No 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 60 tahun 2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah. 3. Permenpan No. 60 tahun 2012 tentang pedoman pembangunan zona integitas menuju WBK dan WBBM di lingkungan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. 4. Materi Sosialisasi Peraturan Permen PAN dan RB nomor 60 tahun 2012 Tentang 34
INFORWAS Edisi III Th 2012
Pedoman pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas dari korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani di lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Tulisan
Itjen Kemenkes diantara Penjamin Kualitas (Quality Assurance) dan Layanan Jaminan (Assurance Services) Oleh: drg. Lia Leita Kania Amalia ( Auditor Inspektorat III Itjen Kemenkes) drg. Mirna Putriantiwi MQIH (Kabag Umum Itjen Kemenkes)
D
alam Program dan Kegiatan Penguatan Pe n g a w a s a n Peran Inspektorat Jenderal Kemenkes dalam Program Reformasi Birokrasi mengemban tugas yang cukup berat untuk tahun 2012 dan tahun-tahun selanjutnya sebagai Penjamin Kualitas atas kegiatan dan produk yang dihasilkan oleh program-program di lingkungan Kementerian Kesehatan RI, dalam kerangka teori Itjen Kemenkes sebagai Internal Audit Kementerian bukan tugas yang baru bila kita mengacu pada Institute of Internal Audit (IIA), yang merupakan salah satu organisasi induk yang menjadi acuan internal audit di dunia. Kembali kepada Itjen sebagai penjamin kualitas (Quality Assurance) Kementerian Kesehatan,dan sebagai organisasi internal audit, menurut IIA, internal audit memang memberikan Assurance service (Layanan Jaminan), dengan tujuan pemeriksaan bukti untuk memberikan penilaian independen tentang tata kelola, manajemen risiko, dan proses kontrol bagi organisasi. Contohnya termasuk jaminan layanan keuangan, kinerja, kepatuhan, keamanan sistem, dan uji tuntas keterlibatan.
Assurance service menurut Standar Atribut IIA dijelaskan sebagai berikut : 1000.A1 - Sifat layanan jaminan yang diberikan kepada organisasi harus didefinisikan dalam piagam audit internal. Jika jaminan harus diberikan kepada pihak di luar organisasi, sifat jaminan ini juga harus didefinisikan dalam piagam audit internal. 1000.C1 - Sifat jasa konsultasi harus didefinisikan dalam piagam audit internal. Sedangkan Jaminan kualitas atau Quality Assurance (QA) menurut wikipedia adalah suatu kegiatan dengan yang mengacu dan membandingan atau mengukur secara sistematis dengan standar, pemantauan proses dan umpan balik terkait yang memberikan pencegahan terhadap kesalahan kesalahan. Ini dapat dibandingkan dengan Kualitas “Kontrol” yang difokuskan pada output proses. Ada 2 (Dua) prinsip yang masuk dalam pakem Jaminan Kualitas Quality Assurance (QA) Kesatu, “ Fit for purpose , artinya sesuai, cocok dan pas untuk Tujuan “, hasil kegiatan, produk atau keluaran (output) haruslah sesuai untuk tujuan yang dimaksudkan dan, yang kedua adalah “ Right first time artinya benar awalnya”, kesalahan harus diminimalisasikan INFORWAS Edisi III Th 2012
35
Tulisan dan dihilangkan. Jaminan Kualitas Quality Assurance (QA) meliputi pengelolaan kualitas bahan baku dimana dapat dikatakan sebagai masukan atau input, proses, layanan yang terkait dengan kegiatan, dan proses manajemen, monitoring, evaluasi dan serta inspeksi itu sendiri. Itjen Kemenkes sebagai penjamin kualitas kementerian dalam konteks internal audit dapat melakukan banyak hal yang mencakup kegiatan assurance salah satu contohnya dalam hal Governance, menurut Performance Standard IIA 2110 – Pemerintahan yang baik/bersih Kegiatan audit internal harus menilai dan membuat rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses pemerintahan yang baik dalam pemenuhan atas tujuan-tujuan berikut: • Mempromosikan etika dan nilai-nilai yang sesuai dalam organisasi; • Memastikan manajemen kinerja yang efektif dan akuntabilitas organisasi; • Mengkomunikasikan informasi risiko dan kontrol untuk daerah yang sesuai organisasi; dan • Koordinasi kegiatan dan mengkomunikasikan informasi antara jajaran pimpinan, auditor eksternal dan internal, dan manajemen 2110.A1 - Kegiatan audit internal harus mengevaluasi desain, implementasi, dan efektivitas etika terkait organisasi sasaran, program, dan kegiatan. 2110.A2 - Kegiatan audit internal harus menilai apakah tata kelola teknologi informasi organisasi mendukung strategi organisasi dan tujuan. Memastikan manajemen kinerja yang efektif dan akuntabilitas pada Kemenkes, 36
INFORWAS Edisi III Th 2012
sebagai penjamin kualitas Itjen dapat menyediakan layanan jaminan salah satunya dapat memberikan referensi bagaimana jenis manajemen kinerja yang efektif dan bagaimana instansi di lingkungan Kemenkes mempunyai akuntabilitas yang baik, setelah itu sebagai penjamin kualitas, Itjen harus membandingkannya, bila terdapat perbedaan, cegah jangan sampai terjadi kesalahan. Penugasan Itjen Kemenkes sebagai pemberi layanan jaminan dan selanjutnya menjadi penjamin kualitas Kementerian Kesehatan atas semua kegiatan yang diselenggarakan oleh seluruh satker di Kementerian Kesehatan, adalah ketika melakukan evaluasi pada rencana anggaran, tugas pokok dan fungsi satker, Itjen dapat membandingkan aturan dan standar yang ada, misalnya kegiatan apa yang dapat dilaksanakan oleh satker untuk mencapai tujuan program seperti yang telah ditetapkan dalam indikator kinerja utama. Kegiatan layanan jaminan yang telah dilaksanakan oleh Itjen adalah melakukan pemetaan Sistim Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) pada BPPSDM termasuk Poltekkes, P2PL dengan Satker KKP, dan BUK dengan Rumah Sakit BLU. Itjen memberikan layanan jaminan dengan memetakan resikoresiko pada manajemen satker-satker tersebut di atas yang hasilnya akan digunakan sebagai data perencanaan penyusunan kegiatan yang akan dilaksanakan, sehingga dari awal manajemen sudah mengetahui resiko apa yang akan menghambat tercapainya tujuan yang ditetapkan. Bagian Program dan Informasi unit utama terkait, dapat merencanakan suatu kegiatan berdasarkan manajemen resiko, misalnya menyusun kegiatan yang tidak ada resikonya, atau memiliki resiko terkecil yang bisa menghambat, atau mengalihkan
Tulisan resiko tersebut atau bahkan menghentikan kegiatan tersebut karena tidak akan bisa mengelola resiko yang akan timbul. Jadi bila Itjen menemukan satu kegiatan pada perencanaan ataupun pada DIPA satker yang tidak berhubungan dengan tupoksi dan tujuannya, maka Itjen dapat merekomendasikan kegiatan tersebut untuk diperbaiki atau bahkan tidak perlu dilaksanakan, sehingga kesalahan lebih lanjut dapat dicegah. Dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa fungsi komprehensif Itjen Kemenkes adalah sebagai internal audit, pemberi Layanan Jaminan (Assurance Services) dan Penjamin Kualitas (Quality Assurance) bagi Kementerian Kesehatan. Menurut The Institute Internal Auditor (IIA), internal audit di definisikan sebagai : Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes. Audit internal yang secara bebas dapat diartikan adalah independen, merupakan jaminan objektif, dan merancang aktivitas konsultasi untuk menambah nilai dan meningkatkan kegiatan organisasi. Ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan pendekatan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas resiko manajemen, pengendalian, dan proses tata kelola. Itjen Kemenkes sebagai internal audit harus memberikan Layanan Jaminan
(Assurance Services) dan memastikan bahwa segala sesuatu kegiatan yang ada di Kementerian Kesehatan sesuai dengan kegiatan tupoksinya, keluaran (output) haruslah sesuai untuk tujuan program yang dimaksudkan, ini masuk pada pakem Fit for purpose. Pada tahun 2012 Itjen sudah mulai melaksanakan Layanan Jaminan dengan menugaskan para auditor ke unit-unit utama untuk menganalisa DIPA tahun berjalan dan mencocokkan kegiatan dengan tupoksi satkersatker bersangkutan. Kegiatan Layanan Jaminan yang harus dilakukan oleh Itjen setelah ini adalah turut serta dalam proses perencanaan dan penyusunan anggaran tahun 2013, untuk memastikan bahwa anggaran yang diusulkan sesuai dengan perencanaan kegiatan yang mendukung tupoksinya dalam rangka pencapaian Indikator Kinerja Utama. Apabila seluruh proses ini dilaksanakan maka pakem Right first time, telah dilakukan oleh satker-satker di lingkungan Kementerian Kesehatan yang artinya Itjen telah melakukan tugasnya sebagai Penjamin Kualitas (Quality Assurance). Peran lain yang menunjukan Itjen sebagai Penjamin Kualitas adalah Reviu Laporan Keuangan, para auditor Itjen Kemenkes bertindak sebagai reviewer yang harus menjamin bahwa laporan yang disajikan telah sesuai dengan ketentuan yang ada. Referensi : 1. The Professional Practices Framework March 2007, The IIA Research Foundation. 2. Wikipedia English Version 2012 3. Permenkeu Nomor 41 Laporan Keuangan Tahun 2010 tentang Standar Reviu Atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga. INFORWAS Edisi III Th 2012
37
Tulisan
Etika, adalah tanggungjawab
&
urusan kita bersama
Oleh: Drg.Lia Leita Kania Amalia Auditor Inspektorat III Itjen Kemenkes
Etika berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan” adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika diperlukan oleh manusia ketika manusia berinteraksi dengan manusia lainnya, karena sebagai manusia pasti akan berinteraksi baik dalam hal pergaulan keluarga,tetangga, kerja dan profesi kita harus merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain, Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, dalam konteks individu yang berhubungan, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan individu lainnya. Etika adalah sesuatu yang sebenarnya telah ada dalam diri kita, telah kita laksanakan, karena sebagai umat beragama dimana setiap agama pasti memiliki etika teologisnya
38
INFORWAS Edisi III Th 2012
yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya, yang tidak perlu dipertentangkan karena kita juga memiliki etika berhubungan antar sesama pemeluk agama. Etika sebagai salah satu cabang dari ilmu filsafat mempunyai dua sifat yaitu; Sifat Pertama, Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui hal-hal yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Sifat Kedua, Praktis, filsafat adalah ilmu yang berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika lebih luas dari itu, seperti bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
Tulisan manusia, dalamkeluarganya, kelompoknya dalam komunitasnya dan juga dalam bernegaranya. Tetapi harus menjadi perhatian bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan pokok-pokok , butir-butir yang siap diimplementasikan . Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Artinya etika hanya akan menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban . Dengan melihat teori-teori dan konsepkonsep etika masa lalu untuk mempelajari kekuatan dan kelemahannya. Diharapkan kita mampu menyusun sendiri argumentasi etika yang tahan uji, untuk konsep-konsep etika yang diperlukan oleh manusia sebagai individu, kelompok individu, kelompok –kelompok profesi , kelompok institusi. Etika, menjadi hal yang penting dalam kerangka konsep hidup manusia sebagai mahluk sosial, baik sebagai individu, bagian dari keluarga, masyarakat suku bangsa dan negara bahkan bagian dari masyarakat global di dunia. Begitu pentingnya etika, setiap organisasi profesi yang spesifik dan khusus memiliki etika yang harus mereka patuhi, misalnya etika jurnalis, etika dokter, etika dokter gigi, etikaauditor, etikaguru yang secara garis besar menjelaskan nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar serta penilaian moral profesi tersebut, yang biasanya dituangkan dalam bentuk kode etik. Bahkan di negara bagian Ohio Amerika Serikat sebagai pelayan publik mempunyai Etika yang harus dipatuhi oleh
seluruh individu pegawai (public servant) dalam pelayanan publik untuk memperkuat kepercayaan publik bahwa kegiatan dan pelayanan Pemerintah dilakukan secara menyeluruh dan berintegritas. Etika memang hanya satu kata, mudah dituliskan dan diucapkan, serta mempunyai dampak positif bagi segala macam bentuk kehidupan manusia dari etika berkeluarga, bermasyarakat,bekerja bahkan bernegara. Etika bukan menyeduh kopi instan yang bisa langsung diseduh dan dinikmati, tetapi proses menanam kopi untuk nantinya bisa dinikmati, karena etika harus ditanamkan sedini mungkin pada setiap individu, dipupuk dan dirawat agar ketika kita berinteraksi merefleksikan bahwa kita adalah individu beretika yang tentunya akan memberikan nilai positif pada tujuan kehidupan sebagai manusia, apapun tujuannya, baik tujuan pribadi kelompok dan golongan bahkan bernegara akan lebih mudah dicapai. Beretika yang benar ibarat seharum kopi panas diseduh untuk melengkapi aroma kehidupan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
INFORWAS Edisi III Th 2012
39
Tulisan
Anugerahpun Datang Setelah Kerja Keras dan Pengabdian Profesi Tanpa Pamrih. Oleh Rizki Agus Priana, SKM Auditor Inspektorat V Itjen Kemenkes RI
Dalam suatu perjalanan hidup, cita-cita terbesar adalah menuju kesempurnaan. Ada kalanya kita mesti berjuang, serta belajar menyingkap segala rahasia kehidupan. Perjalanan menuju kesempurnaan adalah proses yang menentukan setiap tapak langkah kita. Setiap hembusan nafas, detak jantung, dari siang menuju malam. Semua menuju titik yang sama, kesempurnaan. Bekerja tanpa pamrih merupakan posisi tingkatan paling tinggi bila disinergikan dengan dedikasi dan integritas yang tinggi . Dengan adanya sinergi tersebut maka bekerja tanpa pamrih ini dapat diimplementasikan baik dalam satu organisasi maupun di institusi. Sinergi inilah yang telah menghantarkan 130 orang tenaga kesehatan terbaik sebagai tenaga kesehatan teladan tingkat nasional tahun 2012 dari seluruh pelosok tanah air; berkumpul dan bertemu dengan para pemimpin negeri mulai dari Bupati/ Walikota dan Gubernur nya masing-masing lalu bertemu dengan Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi hingga menghadiri rangkaian upacara hari Kemerdekaan RI di Istana Negara di Jalan Veteran No. 16 Jakarta Pusat. Artikel ini ditulis bukan diniatkan untuk 40
INFORWAS Edisi III Th 2012
membanggakan hati apalagi menyombongkan diri akan tetapi sekedar berbagi pelajaran dari sepenggal kisah yang di peroleh selama bekerja. Salah satu dari 130 tenaga kesehatan tersebut merupakan teman kuliahku dulu baik di AKZI Jakarta maupun di FKM UI yang setia menemani hidupku hingga kini, Novita Fitriyana, SKM seorang Nutrisionis yang kini bertugas di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa sejak tahun 2009. Sebelumnya bertugas pada Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung (1995 – 2009). Sebagai Sarjana Kesehatan Masyarakat, dengan basis D3 Gizi lulusan Akzi Jakarta tahun 1993, kemudian bekerja di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa ditempatkan di Bagian Gizi sebagai salah satu tenaga pelaksana gizi. Tugas sehari-hari yang rutin dilaksanakan selain konseling gizi di klinik gizi juga terjun ke masyarakat untuk melaksanakan program gizi masyarakat. Kepindahan ke puskesmas merupakan tantangan baru baginya karena walaupun sudah mengabdi di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung selama kurang lebih 12 tahun namun ditempat kerja sebelumnya tidak melakukan pelayanan langsung ke masyarakat. Mutasi dari Provinsi Lampung ke DKI Jakarta karena turut mengikutiku yang sudah pindah bekerja di Itjen Kemenkes RI sejak Januari 2007, bukanlah hal yang mudah, memakan
Tulisan waktu kurang lebih 2 tahun. Awalnya penulis berpikir dengan pertimbangan kesibukan di Puskesmas mungkin tidak terlalu padat sehingga dapat pulang kerja tepat waktu agar lebih banyak waktu untuk mengurusi anak-anak. Namun pada kenyataannya jauh berbeda dengan yang penulis harapkan; karena di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa sudah menjalankan ISO 9001-2008 dimana jam kerja diberlakukan mulai pukul 07.30 s.d 16.00 WIB. Kesibukan sudah dimulai sejak pagi untuk menyiapkan dan mengantarkan 3 orang anak ke sekolah sehingga harus berpacu dengan waktu agar tidak terlambat meletakkan jari tangannya di fingerprint Puskesmas. Padatnya kegiatan yang harus dilakukan membuatnya terkadang masih shalat maghrib di Puskesmas dan di sela-sela kesibukannya di rumah seringkali masih mencuri waktu dengan mengerjakan laporan dan pertanggungjawaban kegiatan gizi ditambah tugas lain yang menjadi tanggungjawabnya sehingga kamar tidur kami sering berhiaskan berkas-berkas laporan. Tugasnya bertambah lagi setelah mengikuti pelatihan tatalaksana penanggulangan anak gizi buruk yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta pada awal tahun 2010. Dengan mendapatkan tanggung jawab wewenang dan hak secara penuh dari Kepala Puskesmas saat itu yakni dr. Iva Diansari, MARS untuk melaksanakan pelayanan penanggulangan gizi buruk yang memang sedang dikembangkan di DKI Jakarta yaitu melalui pengembangan Therapeutic
Kegiatannya di Ruang TFC antara lain memberikan Konseling Tumbuh Kembang Balita, dan Praktikum membuat makanan formula oleh Ibu-ibu Balita gizi buruk yang sedang dirawat.
Feeding Centre. Untuk menunjang kegiatan program, sering kali kami berdiskusi di rumah bahkan di beberapa kesempatan aku diminta mencari buku-buku referensi dan pedoman ke Ditjen Bina Gizi dan KIA dan Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes RI untuk menambah wawasan dan perkembangan keilmuan yang terkadang terlambat sampai ke tingkat Puskesmas. Termasuk pula diskusi bagaimana mengganti motornya yang mulai rusak karena hampir setiap hari dibawa keliling melakukan pelacakan kasus gizi buruk ataupun menghadiri pertemuan di Sudinkes Jakarta Selatan Kebayoran Baru. Alhamdulillah dengan menyisihkan uang belanja dapur selama beberapa bulan ke depan motor baru dapat diperolehnya. Untuk memperlancar pelaksanaan tugas, iapun rela menyisihkan uang tunjangan kinerja daerahnya untuk membeli kamera digital dan Netbook yang selalu digunakannya mendokumentasikan kegiatan-kegiatannya baik di TFC maupun di posyandu. Pada awal pembentukan perawatan balita gizi
INFORWAS Edisi III Th 2012
41
Tulisan buruk dilakukan di salah satu ruang bersalin Puskesmas Kecamatan Jagakarsa dengan kapasitas 2 (dua) tempat tidur. Selanjutnya pada tahun 2011, pasca rehab puskesmas, ruang perawatan TFC sudah mempunyai ruang perawatan tersendiri bertempat di lantai dua Puskesmas Kecamatan Jagakarsa yang sekarang sudah dikembangkan menjadi puskesmas rawat inap. Satu hal yang memotivasinya dalam menjalani kesibukan tugas adalah meskipun masih tergolong staf baru di lingkungan Puskesmas namun mendapat dukungan penuh dari Kepala Puskesmas Kecamatan Jagakarsa saat ini yakni dr. Dewi Mustika, M.Kes dan seluruh rekan kerja Puskesmas Kecamatan Jagakarsa yang selalu memberikan semangat dan dukungan untuk mengikuti penilaian Nakes teladan 2012.
Kunjungan Kerja Gubernur DKI Jakarta Fauzie Bowo pada Pertengahan 2011
Hasil yang diperoleh tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa hasil jerih payahnya menuai hasil. Alhamdulillah pada HUT Kota Jakarta ke 485, bersama dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dr. Hj. Dien Emmawati, M. Kes, berkesempatan berjabat tangan dengan Gubernur DKI Jakarta pada saat menerima 42
INFORWAS Edisi III Th 2012
penghargaan sebagai Nutrisionis Teladan 2012.
Tim Penilai Tenaga Kesehatan Teladan Tingkat Provinsi DKI Jakarta dari unsur DPP Persagi, IDI Jakarta, Dinas Sosial, BKD dan HAKLI
Rangkaian kegiatan selanjutnya adalah mengikuti kegiatan pemberian penghargaan tenaga kesehatan teladan di Puskesmas tingkat nasional yang diselenggarakan dari tanggal 13 s.d 17 Agustus 2012. Pemberian predikat tenaga kesehatan teladan merupakan bentuk apresiasi dari Kementerian Kesehatan kepada petugas kesehatan atas pengabdiannya kepada masyarakat.
Tulisan menentukan pembangunan kesehatan untuk menuju masyarakat yang mandiri dan berperikeadilan. “Sebagai tenaga kesehatan teladan, Anda dituntut mempertahankan prestasi, menjadi motivator petugas kesehatan lain di sekitarnya.”
Bersama Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dr. Hj. Dien Emmawati, M. Kes, Dan Penyerahan Penghargaan Nakes Teladan Tingkat Provinsi oleh Gubernur DKI Jakarta Dalam rangka HUT Kota Jakarta di Lapangan Monas.
Pada kesempatan tersebut Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi meminta tenaga kesehatan di Puskesmas tidak saling bersaing dan mendikotomi antara pemerintah dan swasta.”Ingat siapa saja yang memberikan layanan bermutu itu teman kita dan harus bersama-sama meningkatkan mutu,” Saat ini tenaga kesehatan, apalagi tenaga kesehatan teladan berperan dalam
Sebagai bentuk apresiasi kepada tenaga kesehatan berprestasi itu, Kementerian Kesehatan memberikan satu unit netbook zyrex, uang tunai Rp 3,8 juta dari BNI dan beberapa gimmick dari sponsor untuk masing-masing tenaga kesehatan. Alhasil....teruslah berusaha keras sekuat daya melaksanakan tugas tanpa perlu memikirkan timbal balik apa yang harus diraih, terus gelorakan rasa optimis dalam hati. Semoga esok menyapa ramah menyambut masa depan ditemani semangat juang meraih rizki yang dilimpahkan. Jangan pernah ragukan Allah SWT yang selalu menyertai langkah kita yang tak letih berusaha dan berdoa. Depok, 3 September 2012
Foto Bersama Menkes RI, Wamenkes dan Irjen Kemenkes RI setelah Penyerahan penghargaan Nakes Teladan Tingkat Nasional 2012 Oleh Menkes RI Nafiah Mboi.
INFORWAS Edisi III Th 2012
43
44
INFORWAS Edisi III Th 2012