BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KAB. KUTAI KARTANEGARA
BADAN PUSAT STATISTIK KAB. KUTAI KARTANEGARA
KATA PENGANTAR
Publikasi
Monografi
Kabupaten
Kutai
Kartanegara
tahun
2007
ini
menyajikan informasi tentang kondisi umum sosial ekonomi masyarakat dan sejarah pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2007. Adapun informasi yang disajikan meliputi kondisi dan potensi wilayah, keadaan pemerintahan, sosial ekonomi, kependudukan dan sektor-sektor pembangunan lainnya. Dengan terbitnya buku ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang hasil-hasil dan perkembangan pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara selama ini sehingga dapat menambah referensi
perencanaan pembangunan
selanjutnya. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan selanjutnya dan kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga publikasi ini dapat disusun.
Tenggarong, Desember 2007 Kepala BAPPEDA Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Kartanegara
Drs. Fathan Djoenaidi, MM.
Ir. Gunadi Irianto
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii DAFTAR TABEL .........................................................................................................iii DAFTAR GRAFIK ....................................................................................................... iv BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Sistematika Penulisan ...................................................................... 1 BAB II. KONDISI GEOGRAFIS ................................................................................. 3 A. Letak dan Topografi Wilayah............................................................ 3 B. Jenis Tanah dan Iklim ...................................................................... 7 C. Perairan Umum ................................................................................ 8 D. Flora dan Fauna............................................................................... 9 E. Jarak Antar Kota dan Kecamatan .................................................. 11 BAB III. SEJARAH PEMERINTAHAN ..................................................................... 13 A. Sejarah Kerajaan Kutai Kertanegara.............................................. 13 B. Pemerintahan ................................................................................. 15 BAB IV. KEPENDUDUKAN DAN SOSIAL BUDAYA .............................................. 18 A. Kependudukan ............................................................................... 18 B. Pendidikan ..................................................................................... 26 C. Kesehatan ...................................................................................... 30 D. Ketenagakerjaan ............................................................................ 32 E. Kemiskinan..................................................................................... 35 BAB V. E K O N O M I.............................................................................................. 38 A. U m u m.......................................................................................... 38 B. Perkembangan PDRB .................................................................... 38 C. Pertumbuhan Ekonomi .................................................................. 40 D. Struktur Ekonomi ........................................................................... 42 E. PDRB Perkapita dan Pendapatan Perkapita .................................. 46 F. Ekspor Impor .................................................................................. 47 G. Keuangan Daerah.......................................................................... 50 BAB XI. PENUTUP................................................................................................... 53 A. KESIMPULAN ............................................................................... 53 B. SARAN .......................................................................................... 55
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
ii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Letak Geografisnya ................................................................ 4 Tabel 2.2. Jumlah Desa/Kelurahan Bukan Pesisir di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Jenisnya .................................................. 5 Tabel 2.3. Jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara dirinci menurut letaknya terhadap kawasan hutan .......................................... 6 Tabel 2.4. Luas Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara Menurut Kelas Ketinggian dari Permukaan Laut .......................................................... 7 Tabel 2.5
Jarak Tempuh dari Ibukota Kabupaten dengan Beberapa Kecamatan (mil) ................................................................................. 11
Tabel 2.6
Jarak Tempuh dari Ibukota Kabupaten dengan Kota-Kota Lain ......... 12
Tabel 4.1. Perkembangan Indikator Kependudukan Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2000-2006........................................................... 18 Tabel 4.2. Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan, Kepala Keluarga, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan, 2006 ..... 19 Tabel 4.3. Perkembangan Indikator Pendidikan Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2004-2006 .............................................................................. 27 Tabel 4.4. Penduduk Balita Menurut Lamanya Diberi ASI, 2006 ....................... 32 Tabel 4.5. Jumlah Rumahtangga Miskin Hasil TKPK Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2005 .................................................................... 36 Tabel 4.6. Jumlah Rumahtangga Miskin Menurut Klasifikasi Miskin Kutai Kartanegara Tahun 2006 .................................................................... 37 Tabel 5.1. Perkembangan PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara, 2001-2006............................................................ 39 Tabel 5.2. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000................................................................ 42 Tabel 5.3. Distribusi Persentase PDRB Dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2001-2006 (%)........... 43 Tabel 5.4. Distribusi Persentase PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2001-2006 (%)........... 44 Tabel 5.5. Perkembangan PDRB Perkapita dan Pendapatan Perkapita Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2001-2006 ............................... 46 Tabel 5.6. Perkembangan Ekspor dan Impor Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2002 – 2005 (juta US $) .......................................................... 48 Tabel 5.7. Keuangan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2006 ......... 52
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
iii
DAFTAR GRAFIK No Grafik
Judul Grafik
hal
[1]
[2]
[3]
Grafik 4.1.
Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Utama Tahun 2006
33
Grafik 5.1.
Perkembangan PDRB 2001-2006
40
Grafik 5.2.
Struktur Ekonomi Dengan Migas 2006
45
Grafik 5.3.
Struktur Ekonomi Tanpa Migas 2006
45
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
iv
Pendahuluan
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki abad XXI, dalam konteks pembangunan daerah terdapat 2 (dua) aspek mendasar yang akan mewarnai tatanan kehidupan dan pemerintahan di daerah. Pertama adalah pengaruh globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang makin nyata dan terasa dalam setiap sendi kehidupan masyarakat. Kedua, berkembangnya era otonomi daerah yang ditandai dengan diundangkannya undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Dari dua aspek tersebut peranan data dan informasi baik dalam penyajian, keakuratan, dan aktualisasi dan kecepatan penyampaian informasi akan sangat menentukan keberhasilan kebijakan dan tujuan pembangunan yang dilaksanakan. Bertitik tolak dari peranan penting data dari kedua aspek tersebut diatas maka disajikanlah monografi daerah Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2007 yang merupakan aktualisasi dari penyajian monografi daerah Kabupaten Kutai Kartanegara sebelumnya dengan pembaharuan dan penyempurnaan sesuai dengan kondisi dan tuntutan yang harus dipenuhi. Monografi daerah Kabupaten Kutai Kartanegara bermaksud menyajikan data dan informasi tentang kondisi, potensi beserta perkembangan dan kemajuan bidang ekonomi dan sosial budaya yang telah dicapai melalui pembangunan yang dilaksanakan selama ini. Sehingga perkembangan dan kemajuan beserta hasilhasil pembangunan yang telah dilaksanakan dapat diketahui dan dimonitor.
B. Sistematika Penulisan Sesuai dengan maksud dan tujuannya serta untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan data dan informasi sebagaimanan yang disampaikan terdahulu maka buku Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2007 disusun dengan sistematika sebagai berikut:
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
1
Pendahuluan
Bab I.
Pendahuluan A. Latar Belakang B. Sistematika Penulisan
Bab. II
Kondisi Geografis A. Letak dan Topografi Wilayah B. Jenis Tanah dan Iklim C. Perairan umum D. Flora dan Fauna E. Jarak Antara Kota dan Kecamatan
Bab III.
Sejarah Pemerintahan A. Sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara B. Pemerintahan
Bab IV.
Kependudukan dan Sosial Budaya A. Kependudukan B. Pendidikan C. Kesehatan D. Ketenagakerjaan E. Perumahan F. Kemiskinan
Bab V.
Ekonomi A. Umum B. Perkembangan PDRB C. Pertumbuhan Ekonomi D. Struktur Ekonomi E. PDRB Perkapita dan Pendapatan Perkapita F. Ekspor Impor G. Keuangan Daerah
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
2
Kondisi Geografis
BAB II. KONDISI GEOGRAFIS A. Letak dan Topografi Wilayah Kabupaten
Kutai
Kartanegara
merupakan
salah
satu
dari
13
kabupaten/kota yang terdapat di Propinsi Kalimantan Timur. Jarak dari ibukota Propinsi Kalimantan Timur (Samarinda) ke Tenggarong (Ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara) sekitar 25 km, cukup ditempuh dengan perjalanan darat selama 30 – 45 menit. Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah sekitar 27.263,10 km2 terletak antara 115026’ Bujur Timur sampai dengan 117036’ Bujur Timur dan 1028’ Lintang Utara sampai dengan 1008’ Lintang Selatan. Wilayah ini berbatasan dengan Kabupaten Malinau, Kutai Timur dan Kota Bontang pada sisi sebelah utara. Pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Selat Makasar, sisi selatan berbatasan dengan Kota Balikpapan dan juga Kabupaten Penajam Paser Utara, dan sisi barat berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat. Sedangkan seluruh wilayah Kota Samarinda dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara. Kabupaten Kutai Kartanegara, kini terdiri dari 18 Kecamatan dan 226 desa/ kelurahan (termasuk desa persiapan). Jumlah desa/kelurahan ini meningkat bila dibandingkan dari tahun 1999 ketika awal pemekaran wilayah Kutai menjadi 3 kabupaten dan 1 kota. Pada tahun tersebut jumlah desa/kelurahan tercatat 186 desa/kelurahan. Dengan demikian ada pertambahan 34 desa/kelurahan atau 18,28 persen dari tahun 1999. Bila diamati dari letak geografisnya, dari 226 desa/kelurahan tersebut sebanyak 28 desa/kelurahan atau 12,38 persen merupakan daerah pesisir yang langsung berbatasan dengan laut (selat Makasar).
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
3
Kondisi Geografis
Tabel 2.1. Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Letak Geografisnya Kecamatan
Pesisir/ Tepi Laut
Bukan Pesisir
Jumlah
[1]
[2]
[3]
[4]
1
Semboja
8
13
21
2
Muara Jawa
6
1
7
3
Sanga sanga
2
3
5
4
Loa Janan
-
8
8
5
Loa Kulu
-
12
12
6
Muara Muntai
-
13
13
7
Muara Wis
-
7
7
8
Kota Bangun
-
20
20
9
Tenggarong
-
13
13
10
Sebulu
-
13
13
11
Tenggarong Seberang
-
18
18
12
Anggana
3
5
8
13
Muara Badak
5
8
13
14
Marang Kayu
4
7
11
15
Muara Kaman
-
19
19
16
Kenohan
-
8
8
17
Kembang Janggut
-
11
11
18
Tabang
-
19
19
28
198
226
Jumlah
Sumber: BPS Kutai Kartanegara
Desa/kelurahan pesisir ini berada di 6 kecamatan yaitu kecamatan Samboja, Muara Jawa, Sanga-sanga, Anggana, Muara Badak serta Marang Kayu. Selebihnya yaitu 198 desa/kelurahan bukan merupakan daerah pesisir/tepi laut. Umumnya desa/kelurahan tersebut berada di daerah aliran sungai (DAS), lereng/ punggung bukit dan daerah dataran. Banyaknya desa/kelurahan di daerah aliran sungai (DAS) sangat mendominasi bila dibandingkan dengan posisi lainnya. Di sepanjang sungai besar seperti sungai Mahakam dan sungai Belayan banyak dijumpai desa/kelurahan dari kelompok ini.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
4
Kondisi Geografis
Tabel 2.2. Jumlah Desa/Kelurahan Bukan Pesisir di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Jenisnya Kecamatan
Lembah/ DAS
Lereng/ Punggung Bukit
Dataran
Jumlah
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
1
Semboja
-
12
1
13
2
Muara Jawa
1
-
-
1
3
Sanga sanga
1
-
2
3
4
Loa Janan
2
1
5
8
5
Loa Kulu
-
-
12
12
6
Muara Muntai
9
-
4
13
7
Muara Wis
7
-
-
7
8
Kota Bangun
9
9
2
20
9
Tenggarong
2
2
9
13
10
Sebulu
4
7
2
13
11
Tenggarong Seberang
10
3
5
18
12
Anggana
4
-
1
5
13
Muara Badak
-
1
7
8
14
Marang Kayu
-
5
2
7
15
Muara Kaman
15
2
2
19
16
Kenohan
7
-
1
8
17
Kembang Janggut
11
-
-
11
18
Tabang
19
-
-
19
101
42
55
198
Jumlah
Sumber: BPS Kutai Kartanegara
Seperti terlihat pada tabel 2.2 jumlah kelompok desa/kelurahan yang berada di lembah/DAS tercatat 101 desa/kelurahan atau 51,01 persen, berikutnya masing-masing di daerah dataran sebanyak 55 desa/kelurahan (27,78 %) dan daerah lereng/punggung bukit terdapat 42 desa/kelurahan (21,21 %). Bila letak desa/kelurahan dikaitkan keberadaannya terhadap kawasan hutan seperti yang terlihat pada tabel 2.3, terlihat bahwa kelompok desa/kelurahan umumnya berada diluar kawasan hutan yaitu 123 atau 54,42 persen dari total desa/kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Kemudian berturut-turut diikuti
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
5
Kondisi Geografis kelompok yang berada di tepi kawasan hutan dengan 88 desa (38,94 %) serta kelompok di dalam kawasan hutan sebanyak 15 desa (6,64 %). Tabel 2.3. Jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara dirinci menurut letaknya terhadap kawasan hutan Kecamatan
Di dalam Kawasan Hutan
Di tepi Kawasan Hutan
Di luar Kawasan Hutan
Jumlah
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
1
Semboja
-
6
15
21
2
Muara Jawa
-
7
-
7
3
Sanga sanga
1
2
2
5
4
Loa Janan
-
1
7
8
5
Loa Kulu
-
6
6
12
6
Muara Muntai
-
3
10
13
7
Muara Wis
3
4
-
7
8
Kota Bangun
2
6
12
20
9
Tenggarong
-
2
11
13
10
Sebulu
1
6
6
13
11
Tenggarong Seberang
-
-
18
18
12
Anggana
-
8
-
8
13
Muara Badak
-
9
4
13
14
Marang Kayu
-
2
9
11
15
Muara Kaman
4
5
10
19
16
Kenohan
4
1
3
8
17
Kembang Janggut
-
1
10
11
18
Tabang
-
19
-
19
15
88
123
226
Jumlah
Sumber: BPS Kutai Kartanegara
Daratan Kabupaten
Kutai Kartanegara
terdiri dari gunung-gunung
(terdapat sekitar 10 gunung), gunung yang paling tinggi di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah Gunung Lengkup dengan ketinggian 485 meter yang terletak di Kecamatan Loa Kulu. Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara sebagian besar bergelombang sampai berbukit dengan kelerengan landai sampai curam. Daerah dengan kemiringan datar sampai landai terdapat
di beberapa bagian, yaitu
beberapa kawasan pantai dan di sebagian besar daerah aliran Sungai Mahakam.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
6
Kondisi Geografis Pada wilayah pedalaman dan perbatasan umumnya merupakan pegunungan dengan ketinggian 500-2000 meter dari permulaan laut. Ketinggian
tanah
dari
permukaan
laut
berpengaruh
terhadap
pemanfaatan tanah di suatu wilayah. Semakin tinggi suatu wilayah dari permukaan laut, maka jenis komoditi yang dapat diusahakan dan diproduksi semakin terbatas. Ketinggian tanah dari permukaan laut bervariasi dari kelas 0 – 7 hingga 1000 meter. Tabel 2.4. Luas Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara Menurut Kelas Ketinggian dari Permukaan Laut No.
Kelas Ketinggian (m)
Luas (Ha)
Persentase
(1)
(2)
(3)
(4)
1.
0
-
7
623.480
22.87
2.
7
-
25
721.998
26.48
3.
25
-
100
813.966
29.85
4.
100
-
500
314.259
11.53
>
500
252.807
9.27
2.726.310
100.00
5.
Jumlah
Sumber : Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara (Dalam Data Pokok)
B. Jenis Tanah dan Iklim Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara menurut Soil Taxonomi VSDA tergolong ke dalam jenis tanah: ultisol, entisol, histosol, inseptisol, dan mollisol, atau menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor terdiri dari jenis tanah: podsolik, alluvial, andosol, dan renzina. Dari hasil analisis data pokok Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2001 diperkirakan luas dan sebaran jenis tanah di Kabupaten Kutai Kartanegara didominasi oleh 4 (empat) jenis tanah yaitu organosol gley humus 3.492,35 hektar (12,81%); alluvial 759.507 hektar (27,86%); komplek podsolid merah kuning, latosol dan litosol 755.705 hektar (27,72 %) dan podsolik merah kuning 861.863 hektar (31,61 %). Karakteristik iklim di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah iklim hutan tropika humida dimana tidak ada perbedaan yang tegas antara musim kemarau
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
7
Kondisi Geografis dan musim hujan. Curah hujan tahunan berkisar antara 2.000 – 4.000 mm dan umumnya hujan lebih banyak turun pada bulan Oktober sampai dengan bulan April dan biasanya disebut dengan bulan – bulan basah. Temperatur rata-rata berkisar antara 26 0C dengan perbedaan suhu antara siang dan malam antara 5–7 derajat celcius.
C. Perairan Umum Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki 4 (empat) jenis perairan yaitu sungai, danau, rawa dan laut. Sungai Mahakam merupakan sungai induk dan sungai yang terpanjang, dengan panjang sekitar 920 Kilometer. Sungai ini masih sangat berperan sebagai urat nadi transportasi terutama untuk menuju Kecamatan Muara Wis dan Kecamatan Muara Muntai, serta sebagian besar kecamatan di wilayah Kabupaten Kutai Barat. Cabang-cabang sungai Mahakam sangat banyak dan salah satu diantaranya adalah sungai Belayan yang bermuara di Kecamatan Kota Bangun. Anak sungai Mahakam ini merupakan sarana transportasi utama menuju Kecamatan Kenohan, Kecamatan Kembang Janggut dan Kecamatan Tabang. Jumlah sungai yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara sekitar 31 buah. Danau di Kabupaten Kutai Kartanegara berjumlah sekitar 17 buah. Danau-danau tersebut merupakan penghasil ikan yang paling utama, dimana luas keseluruhannya sekitar 29.000 hektar. Dua danau yang cukup terkenal sebagai penghasil ikan adalah Danau Semayang dengan luas 13.000 hektar dan Danau Melintang dengan luas 11.000 hektar. Perairan berupa rawa-rawa terdiri dari rawa pasang surut (tidak swamp) dengan luas 299.795 hektar tesebar di kecamatan wilayah pantai (sekitar delta mahakam) dan rawa (swamp) seluas 269.171 hektar yang tersebar di sekitar Kecamatan Muara Kaman, Kota Bangun, Muara Wis, Muara Muntai, Kahala, dan Kecamatan Kembang Janggut. Perairan laut terdapat di Kecamatan Anggana, Sanga-sanga, Muara Jawa, Samboja, Muara Badak dan Marangkayu. Data mengenai panjang laut, kedalamannya, luas laut dan kandungan potensinya, serta kecepatan arus laut sampai sekarang belum banyak diketahui. Luas laut diperkirakan 4.097 km2 (bila dihitung 4 mil laut dari pantai sesuai UU no. 22 tahun 1999).
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
8
Kondisi Geografis D. Flora dan Fauna Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara sebagian besar terdiri dari kawasan hutan sekitar 7.918.619 hektar (83,31 %) yang merupakan sumber penghasil kayu yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti kayu ulin, kapur, bengkirai, meranti, tengkaeng, rotan, bambu, serta beraneka ragam buah-buahan. Pada daerah pesisir pantai banyak ditumbuhi pohon bakau dan nipah, sedangkan di daerah rawa-rawa dan danau sebagian besar ditutupi oleh jenis rumputrumputan yang hidup di air. Jenis satwa yang ada di daerah ini terdiri dari berbagai macam jenis ular, burung, rusa, kijang, kancil, beruang, kucing hutan, landak, orang hutan dan lain sebagainya. Dimana beberapa diantaranya merupakan satwa yang dilindungi di daerah ini, yaitu :
Orang Hutan atau Mawas (Pongo Pygmaeus). Hidupnya di pohon-pohon yang tinggi. Pada waktu akan melahirkan mereka akan membuat sarang yang terbuat dari dahan dan ranting kayu. Makanannya terdiri dari buahbuahan dan tunas-tunas yang masih muda. Binatang ini dapat dijinakkan. Owa-Owa atau Kaliawat (Hylobatidae). Merupakan jenis kera dengan tangan dan kakinya sangat panjang dan digunakan untuk berayun dari satu pohon ke pohon yang lainnya, berbeda dengan kera yang kalau ingin pindah dari satu pohon ke pohon lainnya dengan jalan meloncat. Kaliawat suka bersuara nyaring pada pagi hari dan menjelang malam, serta mudah dijinakkan.
Bekantan atau Kahau (Nasalis Larvatus). Binatang ini pada umumnya terdapat di daerah hutan payau dan mempunyai hidung panjang yang melengkung ke bawah melalui mulutnya dan kebanyakan berwarna merah dan putih. Binatang ini sukar dijinakkan/dipelihara. Makanannya yang utama terdiri dari tunas-tunas muda dan daun-daun yang muda.
Trenggiling atau Peusing (Manis Javanica). Binatang ini hidup di daerahdaerah yang berhutan dan berbukit-bukit, kepalanya diatas badan, kakinya pendek dan ekornya bersisik keras, makanannya terdiri dari serangga seperti rayap, semut. Pada saat ada bahaya mengancam dirinya, ia menekukkan badannya dan menyembunyikan kepalanya dibawah ekornya yang lebar dan kuat. Penglihatan dan pendengaran binatang ini tidak begitu tajam jika
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
9
Kondisi Geografis dibandingkan dengan binatang lainnya, tetapi penciumannya tajam. Binatang ini merupakan binatang malam dan bersembunyi di lobang-lobang pohon dan dapat mengeluarkan bau yang tidak enak.
Burung Enggang atau Kangkareng (Rucerotidae). Burung ini jenisnya banyak sekali. Mempunyai paruh yang besar dengan mahkota yang berupa tanduk diatasnya, sayapnya pendek sedangkan ekornya panjang. Bulunya hitam dengan ekor putih. Sarangnya dibuat di dalam pohon yang berlubang. Makanannya selain buah-buahan juga binatang kecil seperti cicak, kadal, ular, tikus dan sebagainya. Burung Enggang termasuk salah satu burung yang dianggap gaib oleh suku Dayak Kenyah dan Bahau serta dapat membuat atau mempengaruhi mental dan fisik seseorang. Suku Dayak Kenyah dan Bahau terutama bagi mereka yang belum memeluk agama (animisme), bulu ekor dan paruh burung tersebut menjadi tanda atau perlambang kewiraan dalam perjuangan membela rakyat terhadap musuh. Biasanya bulu tersebut ditaruh pada topi yang dipakai dan sering digunakan pada upacara adat. Selain itu Burung Enggang dianggap mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan mangsa dan hama-hama terutama pada tanaman padi. Oleh karena itu pada upacara-upacara yang diselenggarakan selalu ada lambang burung enggang pada salah satu alat perlengkapan upacara tersebut.
Ikan Pesut (Lumba-lumba air tawar) hidup di perairan umum. Berat badannya antara 80-90 kg dan makanannya sejenis ikan-ikan lain dan pada umumnya dari jenis ikan yang sisiknya mikroskopis seperti ikan Patin, Baong, Lais, dan sebagainya. Ciri-ciri ikan Pesut adalah sebagai berikut : •
Mempunyai lubang anus dan lubang peranakan yang luas serta warna kulit abu-abu tua dan bersisik mikroskopis.
•
Kulit daging tebal dan pejal, sirip obor letaknya horizontal dan bentuknya berlekuk.
•
Mempunyai lubang pernafasan pada bagian atas kepala dan dapat menyemburkan air setinggi +0,5 meter.
•
Mempunyai lidah seperti manusia, mempunyai gigi dan juga kelopak mata.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
10
Kondisi Geografis •
Cara berkembang biaknya adalah ovovipar (bertelur dan beranak serta menyusui didalam kandungan), ini karena tidak terlihatnya alat bagian atas.
E. Jarak Antar Kota dan Kecamatan Jarak antar ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara dengan beberapa kecamatan perlu juga diketahui guna memudahkan kita dalam melakukan suatu perencanaan perjalanan. Jarak tempuh ini dapat dilihat dari dua alternatif yaitu melalui jalur yang dilalui oleh sungai Mahakam, dan jarak tempuh melalui jalan darat. Jarak tempuh melalui jalur sungai Mahakam (pelayaran) dapat dilihat pada matrik berikut ini : Tabel 2.5
Jarak Tempuh dari Ibukota Kabupaten dengan Beberapa Kecamatan (mil)
Samarinda 5
Loa Buah
15
10
Loa Kulu
21
16
6
Tenggarong
24
19
9
3
Loa Bukit
41
36
26
20
17
Sebulu
52
47
37
31
28
11
Selerong
69
64
54
48
45
28
17
Muara Kaman
86
81
71
65
62
45
34
17
Kota Bangun
109
104
94
88
85
68
57
40
23
Muara Muntai
Sumber : LLASDP Kabupaten Kutai Kartanegara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
11
Kondisi Geografis Sedangkan jarak tempuh antar ibukota kabupaten (Tenggarong) dengan kota-kota lain dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.6
Jarak Tempuh dari Ibukota Kabupaten dengan Kota-Kota Lain
No.
Jarak Antar Kota
Jarak (km)
Keterangan
[1]
[2]
[3]
[4]
1
Tenggarong - Loa Kulu
15
2
Tenggarong - Loa Janan
30
3
Tenggarong - Samarinda
45
Melalui Loa Janan
4
Tenggarong - Samarinda
27
Melalui Tenggarong Seberang
5
Tenggarong - Balikpapan
130
6
Tenggarong - Kota Bangun
80
7
Tenggarong - Tenggarong Seberang
18
8
Tenggarong - Sebulu
35
9
Tenggarong - Sebulu
23
Melalui Loa Tebu
10
Tenggarong - Ma. Kaman
110
Melalui Tenggarong Seberang
11
Tenggarong - Ma. Muntai
136
Melalui Kuyung Perian
Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Kutai Kartanegara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
12
Sejarah Pemerintahan
BAB III. SEJARAH PEMERINTAHAN A. Sejarah Kerajaan Kutai Kertanegara Patut disyukuri bahwa Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki latar belakang kebanggaan sejarah yang luar biasa yakni sebagai kerajaan tertua di Indonesia, dimana pada abad ke IV telah berdiri kerajaan bercorak Hindu India yang bernama Kerajaan Kutai Mulawarman atau lebih sering dikenal dengan Kerajaan Mulawarman. Penafsiran para ahli sejarah menyimpulkan bahwa sesungguhnya Kerajaan Kutai Mulawarman adalah Kerajaan Kutai yang berdiri di Martapura, Muara Kaman sehingga sering disebut Kerajaan Martapura atau Martadipura. Kesimpulan tersebut berdasarkan catatan sejarah dari Cina dan India yang menyebut dengan tegas adanya kerajaan Kho Thay (Bahasa Cina) yang berarti kerajaan besar dan Quetaire (bahasa India) yang berarti hutan belantara. Kerajan Kutai Mulawarman (Martadipura) didirikan oleh pembesar kerajaan Campa (Kamboja) bernama Kudungga, yang selanjutnya menurunkan Raja Asmawarman, Raja Mulawarman, sampai 27 (dua puluh tujuh) generasi kerajaan
Kutai
Mulawarman
sebagai
berikut:
Kudungga,
Asmawarman,
Mulawarman, Sri Warman, Mara Wijaya Warman, Gayayana Warman, Wijaya Tungga Warman, Jaya Naga Warman, Nala Singa Warman, Nala Perana Warmana Dewa, Galingga Warman Dewa, Indara Warman Dewa, Sangga Wirama Dewa, Singa Wargala Warmana Dewa, Candra Warmana, Prabu Mulia Tungga Dewa, Nala Indra Dewa, Indra Mulia Warmana Tungga, Srilangka Dewa, Guna Perana Tungga, Wijaya Warman, Indra Mulia, Sri Aji Dewa, Mulia Putera, Nala Pendita, Indra Paruta Dewa, dan Darma Setia. Sementara itu pada abad XIII di muara Sungai Mahakam berdiri Kerajaan bercorak Hindu Jawa yaitu Kerajaan Kutai Kertanegara yang didirikan oleh salah seorang pembesar dari Kerajaan Singasari yang bernama Raden Kusuma yang kemudian bergelar Aji Batara Agung Dewa Sakti dan beristerikan Putri Karang Melenu sehingga kemudian menurunkan putera bernama Aji Batara Agung Paduka Nira.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
13
Sejarah Pemerintahan Proses asimilasi (penyatuan) dua kerajaan tersebut telah dimulai pada abad XIII dengan pelaksanaan kawin politik antara Aji Batara Agung Paduka Nira yang mempersunting Putri Indra Perwati Dewi yaitu seorang puteri dari Guna Perana Tungga salah satu Dinasti Raja Mulawarman (Martadipura), tetapi tidak berhasil menyatukan kedua kerajaan tersebut. Baru pada abad XVI melalui perang besar antara kerajaan Kutai Kertanegara pada masa pemerintahan Aji Pangeran Sinum Panji Ing Mendapa dengan Kerajaan Kutai Mulawarman (Martadipura) pada masa pemerintahan Raja Darma Setia. Dalam pertempuran tersebut Raja Darma Setia mengalami kekalahan dan gugur di tangan Raja Kutai Kertanegara Aji Pangeran Sinum Panji, yang kemudian berhasil menyatukan kedua kerajaan Kutai tersebut sehingga wilayahnya menjadi sangat luas dan nama kerajaannyapun berubah menjadi Kerajaan Kutai Kertanegara Ing Martadipura yang kemudian menurunkan dinasti raja-raja Kutai Kertanegara sampai sekarang. Literatur sejarah menyebutkan bahwa sejak abad XIII sampai tahun 1960 yang menjadi raja (sultan) Daerah Swapraja (Kerajaan Kutai Kertanegara) berdasarkan tahun pemerintahannya adalah sebagai berikut: 1.
1300 - 1325
Aji Batara Agung Dewa Sakti
2.
1350 - 1370
Aji Batara Agung Paduka Nira
3.
1370 - 1420
Aji Maharaja Sultan
4.
1420 - 1475
Aji Raja Mandarsyah
5.
1475 - 1525
Aji Pangeran Tumenggung Jaya Baya (Aji Raja Puteri)
6.
1525 - 1600
Aji Raja Mahkota
7.
1600 - 1605
Aji Dilanggar
8.
1605 - 1635
Aji Pangeran Sinum Panji Mendopo
9.
1635 - 1650
Aji Pangeran Dipati Agung
10.
1650 - 1685
Aji Pageran Mejo Kesumo
11.
1685 - 1700
Aji Begi gelar Aji Ratu Agung
12.
1700 - 1730
Aji Pageran Dipati Tua
13.
1730 - 1732
Aji Pangeran Dipati Anum Panji Pendopo
14.
1732 - 1739
Sultan Aji Muhammad Idris
15.
1739 - 1782
Aji Imbut gelar Sultan Muhammad Muslihuddin
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
14
Sejarah Pemerintahan 16.
1782 - 1850
Sultan Aji Muhammad Salehuddin
17.
1850 - 1899
Sultan Aji Muhammad Sulaiman
18.
1899 - 1915
Sultan Aji Alimuddin
19.
1915 - 1960
Sultan Aji Muhammad Parikesit
20.
1960 - sekarang Sultan Haji Aji Muhammad Salehuddin II
B. Pemerintahan Literatur sejarah menyatakan bahwa pada tanggal 17 Juli 1863 Kerajaan Kutai Kertanegara mulai menjadi daerah Swapraja sebagai bagian dari Kerajaan Hindia Belanda, akibat ditanda tanganinya Lange Contract oleh Sultan Kutai pada waktu itu karena kalah perang. Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 daerah Swapraja Kutai Kertanegara mendapat pengaturan tersendiri dan mempunyai kedudukan istimewa. Sultan selaku kepala Swapraja dinobatkan sebagai Koo, yang berarti mempunyai kedudukan jelas sebagai anggota keluarga dari Raja Jepang. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan putusnya hubungan dengan kerajaan Belanda dan kemudian menunjukkan kesetiaan pada kerajaan Jepang. Akan tetapi pada tahun 1945 Kalimantan Timur berhasil diduduki kembali oleh Belanda termasuk daerah Swapraja Kutai Kertanegara dan pada tahun 1947 Kalimantan
Timur
dibentuk
menjadi
Federasi
dengan
status
Satuan
Kertanegaraan yang berdiri sendiri dan terdiri atas daerah-daerah Kesultanan Kutai, Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Pasir dengan sebutan Swapraja. Selanjutnya pada tanggal 27 Desember 1949 masuk dalam wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS) dan pada tanggal 10 April 1950 Federasi Kalimantan Timur masuk dalam Republik Indonesia (yang beribukota di Yogyakarta). Pada tanggal 7 Januari 1953 berdasarkan Undang-Undang Darurat nomor 3 tahun 1953 maka daerah Swapraja Kutai Kertanegara diubah menjadi Daerah Istimewa Kutai yang merupakan daerah otonom atau daerah istimewa tingkat Kabupaten. Akan tetapi pada tahun 1959 status daerah istimewa tersebut
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
15
Sejarah Pemerintahan dihapus melalui Undang-Undang nomor 27 tahun 1959 dan dibagi menjadi Daerah Swatantra yang meliputi : 1.
Kotapraja Balikpapan dengan Ibukota Balikpapan
2.
Kotapraja Samarinda dengan Ibukota Samarinda
3.
Daerah Tingkat II Kutai dengan Ibukota Tenggarong Melalui Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 tahun 1995 pada tahun
1995/1996 Kabupaten Dati II Kutai menjadi salah satu daerah percontohan pelaksanaan Otonomi Daerah. Selanjutnya melalui Undang-Undang Nomor 47 tahun 1999 Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai dimekarkan menjadi 3 daerah kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang. Untuk melestarikan warisan kebanggaan sejarah kerajaan Kutai tersebut, maka Kabupaten Kutai yang ada pada saat ini lebih dikenal dengan sebutan Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas wilayah 27.263,1 km2 yang terbagi menjadi 18 kecamatan dan 226 desa/kelurahan. Dengan diundangkannya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah maka telah terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap sistem pemerintahan di daerah. Perubahan tersebut antara lain dengan adanya pergeseran kewenangan yang sangat luas dari Pemerintah Pusat yang sentralistik kepada Pemerintah Daerah (desentralisasi) yang lebih bersifat otonom sehingga pemberlakuan kedua Undang-undang tersebut sering disebut era Otonomi Daerah. Dalam menjalankan pemerintahan Kepala Daerah Kabupaten (Bupati) tidak lagi bertanggung jawab kepada Gubernur tetapi bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan dalam melaksanakan tugastugasnya Bupati dibantu oleh seorang Wakil Bupati yang juga dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sebagai referensi berikut disajikan risalah pejabat Kepala Daerah (Bupati) Kutai sejak menjadi daerah otonom (Daerah Tingkat II) dari tahun 1960 sampai sekarang:
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
16
Sejarah Pemerintahan
1.
Aji Raden Padmo
1960 - 1964
2.
Drs. Rusdibyono
1964 -1965
3.
Drs. H. Ahmad Dahlan
1965 - 1979
4.
Drs. H. Awang Faisal
1979 - 1984
5.
Drs. H. Chaidir Hafidz
1984 - 1989
6.
Drs. H. S. Syafran
1989 - 1994
7.
Drs. H. A. M. Sulaiman
1994 - 1999
8.
DR. H. Syaukani HR.
1999 - sekarang
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
17
Kependudukan dan Sosial Budaya
BAB IV. KEPENDUDUKAN DAN SOSIAL BUDAYA A. Kependudukan Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional. Sebagai modal dasar atau aset pembangunan, penduduk tidak hanya sebagai sasaran pembangunan, tetapi juga merupakan pelaku pembangunan. Sementara itu jumlah penduduk yang besar bukan jaminan keberhasilan suatu pembangunan. Peningkatan
jumlah
penduduk
yang
besar
tanpa
adanya
peningkatan
kesejahteraan justru bisa menjadi bencana, yang pada gilirannya dapat menimbulkan gangguan terhadap program-program pembangunan yang sedang dilaksanakan. Selain itu juga akan dapat pula menimbulkan berbagai kesulitan bagi generasi yang akan datang. Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan daerah dengan jumlah penduduk kedua terbanyak di propinsi Kalimantan Timur setelah Kota Samarinda (17,51% dari total penduduk Kalimantan Timur pada tahun 2000).
Tabel 4.1. Perkembangan Indikator Kependudukan Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2000-2006 Uraian
Satuan
2000
2004
2005
2006
(1)
(2)
(3)
(5)
(6)
(7)
1. Jumlah Penduduk 2. Pertumbuhan Penduduk
Jiwa
427.791
503.709
521.115
542.233
%
xxxxxxx
xxxxxxx
xxxxxxx
4,03
3. Kepadatan Penduduk
Jiwa/km2
15,69
18,48
19,11
19,89
4. Rasio Jenis Kelamin
-
109,49
109,94
112,35
110,18
5. Persentase Penduduk Kota
%
24,30
26,40
26,21
26,18
6. Rasio Ketergantungan
%
52,69
49,45
53,65
49,53
7. Angka Harapan Hidup
Tahun
64,90
66,70
67,50
67,84
8. Angka Kelahiran Total / TFR
-
2,81
2,66
2,64
2,62
9. Angka Kematian Bayi / IMR
-
0,048
0,041
0,038
0,037
Sumber: BPS Kabupaten Kutai Kartanegara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
18
Kependudukan dan Sosial Budaya 1. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara hasil pendataan Sensus Penduduk 2000 sebanyak 427.791 jiwa, maka bila dibandingkan dengan jumlah penduduk hasil registrasi tahun 2006 sebesar 542.233 jiwa, mengalami pertambahan sebanyak 114.442 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu enam tahun sebesar rata-rata 4,03 persen per tahun. Pada tahun 2006 jumlah penduduk laki- laki 284.243 jiwa dan penduduk perempuan 257.990 jiwa. Ini berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan dengan rasio jenis kelamin 110,18. Selanjutnya, dengan luas wilayah sebesar 27.263,1 Km2, maka kepadatan penduduk di Kabupaten Kartanegara tahun 2006 adalah 19,89 orang per Km2. Tabel 4.2. Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan, Kepala Keluarga, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan, 2006 Luas Wilayah Kecamatan km [1]
Samboja
2
[2]
Jumlah
Kepadatan Penduduk
%
Desa
KK
Penduduk
per km
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
2
per KK [8]
1.045,90
3,84
21
12.958
44.170
42,23
3,41
Muara Jawa
754,50
2,77
7
6.477
24.519
32,50
3,79
Sanga-Sanga
233,40
0,86
5
4.113
14.667
62,84
3,57
Loa Janan
644,20
2,36
8
18.419
51.209
79,49
2,78
1.405,70
5,16
12
10.204
38.745
27,56
3,80
928,60
3,41
13
4.413
17.674
19,03
4,00
Muara Wis
1.108,16
4,06
7
2.113
8.396
7,58
3,97
Kota Bangun
1.143,74
4,20
20
6.735
28.001
24,48
4,16
Tenggarong
398,10
1,46
13
36.053
71.270
179,03
1,98
Sebulu
859,50
3,15
13
7.876
33.797
39,32
4,29
Tgr.Seberang
437,00
1,60
18
12.730
49.393
113,03
3,88
1.798,80
6,60
8
9.275
27.607
15,35
2,98
Muara Badak
939,09
3,44
13
9.125
36.190
38,54
3,97
Marang Kayu
1.165,71
4,28
11
6.021
22.117
18,97
3,67
Muara Kaman
3.410,10
12,51
19
8.031
32.043
9,40
3,99
Kenohan
1.302,20
4,78
8
3.029
11.884
9,13
3,92
Kb.Janggut
1.923,90
7,06
11
6.372
20.451
10,63
3,21
Tabang
7.764,50
28,48
19
2.613
10.100
1,30
3,87
27.263,10
100,00
226
166.557
542.233
19,89
Loa Kulu Muara Muntai
Anggana
Jumlah
3,26
Sumber: BPS Kutai Kartanegara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
19
Kependudukan dan Sosial Budaya Penyebaran penduduk yang tidak merata perlu mendapat perhatian karena berkaitan dengan daya dukung terhadap lingkungan. Penyebaran penduduk di Kabupaten Kutai Kartanegara secara geografis dapat dikatakan belum merata sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat kepadatan penduduk antar kecamatan yang cukup besar. Hingga tahun 2006 penduduk masih terkonsentrasi di
empat
Kecamatan
(39,84%)
yaitu
Kecamatan
Tenggarong
(13,14%),
Tenggarong Seberang (9,11%), Loa Janan (9,44%), dan Samboja (8,15%), dengan jumlah luas wilayah kurang dari 10 persen dari luas Kabupaten Kutai Kartanegara. Sebagian besar penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara tinggal di daerah pedesaan yaitu sekitar 73,82 persen, dan sisanya 26,18 persen berada di daerah perkotaan. Seperti pada tahun sebelumnya maka di tahun 2006 ini dari 18 kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, kecamatan Tenggarong mempunyai kepadatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain yakni 179,03 jiwa per Km2, sedangkan kepadatan yang terendah pada kecamatan Tabang yakni sekitar 1,30 jiwa per Km2. Kepadatan yang tinggi di wilayah Kecamatan Tenggarong ini memang lebih disebabkan daerah tersebut mempunyai daya tarik sosial ekonomi cukup tinggi yakni merupakan lokasi pusat pemerintahan kabupaten dan pusat perekonomian sekaligus tempat tujuan pariwisata yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih memadai.
2. Struktur Umur Penduduk Pada tahun 2000 struktur umur penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara tergolong ”muda” dengan proporsi penduduk usia muda (di bawah 15 tahun) masih sekitar 32,07 persen dan proposi penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) tercatat 2,43 persen. Proporsi penduduk usia muda terus turun sehingga pada tahun 2006 hanya sekitar 29,70 persen (149.847 jiwa). Sebagai konsekuensi menurunnya penduduk usia muda (0-14 tahun) mengakibatkan proporsi penduduk usia produktif (15-64) dan usia lanjut (65+) mengalami kenaikan. Penduduk usia produktif (15-64 tahun) mengalami pergeseran proposinya dari sekitar 65,49 persen pada tahun 2000 dan ditahun
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
20
Kependudukan dan Sosial Budaya 2006 menjadi 66,88 persen. Sedangkan proporsi penduduk usia lanjut pada tahun 2006 mencapai 3,43 persen, masih jauh dibawah 10 persen yang merupakan ciri penduduk “tua” sebagaimana yang terjadi pada negara – negara maju. Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa struktur umur penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara berada pada transisi antara penduduk “muda” dan “tua”.
3. Rasio Ketergantungan Sebagai daerah terbuka yang terkenal dengan potensi sumber daya alam yang melimpah menyebabkan mobilitas penduduk yang terjadi cukup tinggi. Diduga mereka yang datang untuk bekerja/mencari pekerjaan ke daerah ini pada umumnya usia produktif (15-64 tahun) sehingga menggeser komposisi umur penduduk. Penduduk usia produktif terus meningkat sejak tahun 1990 sebesar 197.960 jiwa menjadi 280.173 jiwa pada tahun 2000 dan terus bertambah di tahun 2006 menjadi 337.449 jiwa. Dengan demikian beban tanggungan penduduk usia produktif terhadap penduduk usia tidak produktif (0-4 tahun dan 65+ tahun) menurun. Hal ini ditunjukkan dengan angka Dependency Ratio (DR) yang menurun, yaitu pada tahun 1990 sebesar 71,79 persen menurun menjadi 52,69 persen pada tahun 2000, dan 53,65 persen di tahun 2005. Demikian pula di tahun 2006, beban tanggungan penduduk usia produktif (15-64 tahun) terhadap penduduk usia tidak produktif (0-4 tahun dan 65+ tahun) terus menurun menjadi 49,53 persen. Angka ini menunjukkan bahwa pada tahun 2006 di Kabupaten Kutai Kartanegara dari 100 orang usia produktif akan menanggung beban sekitar 50 orang usia tidak produktif. Artinya beban tanggungan usia produktif di Kutai Kartanegara semakin ringan bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
4. Fertilitas Salah satu masalah kependudukan di Indonesia dewasa ini adalah bagaimana menurunkan tingkat fertilitas/kelahiran ke tingkat yang lebih rendah. Hal tersebut diperlukan karena kelahiran adalah salah satu komponen yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Dengan adanya penurunan kelahiran pada gilirannya diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
21
Kependudukan dan Sosial Budaya Berdasarkan hal diatas, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah yang salah satunya adalah dengan mewujudkan sebuah program yang disebut dengan program Keluarga Berencana, dimana program ini diresmikan menjadi program nasional pada tahun 1970. Program Keluarga Berencana ini tidak hanya bertujuan menurunkan tingkat fertilitas tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menanamkan norma tentang keluarga kecil bahagia sejahtera. Upaya pemerintah tersebut diatas telah berhasil menurunkan tingkat fertilitas di Indonesia secara umum. Hal ini ditunjukkan oleh berbagai sumber data dimana TFR (Total Fertility Rate) yang sering digunakan sebagi ukuran fertilitas. Keadaan ini disertai dengan pembangunan sosial ekonomi dan budaya yang membaik seperti salah satunya peningkatan ekonomi rumah tangga melalui peranan wanita dalam angkatan kerja. Di Kabupaten Kutai Kartanegara, TFR 1990 adalah sebesar 3,51 per wanita (SP 90) dan turun menjadi 2,81 per wanita ditahun 2000 (SP 2000), pada tahun 2005 mencapai 2,64 per wanita. Angka TFR terus turun hingga pada tahun 2006 menjadi 2,62 per wanita, pengertiannya adalah secara hipotesis setiap wanita secara rata-rata akan melahirkan anak sebanyak 2,62 orang hingga berakhirnya masa reproduksinya, atau untuk setiap 100 wanita akan melahirkan sebanyak 262 anak hingga berakhir masa reproduksinya. Perubahan-perubahan perilaku fertilitas tidak hanya dipengaruhi oleh keberhasilan program keluarga berencana, tetapi juga dipengaruhi oleh variabelvariabel lain baik variabel-variabel langsung maupun variabel-variabel tidak langsung. Beberapa variabel tidak langsung adalah variabel peranan alternatif wanita yang secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh variabel sosial ekonomi lainnya seperti pendidikan dan variabel pendapatan. Variabel peranan alternatif wanita menekankan bahwa stasus wanita tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, merawat anak dan melayani suami tetapi juga peran-peran lain dalam pembangunan. Apabila status wanita masih ditekankan pada fungsinya hanya sebagai ibu rumah tangga, merawat anak dan melayani suami maka kecil kemungkinannya untuk terjadi penurunan tingkat fertilitas. Dengan demikian faktor pendidikan formal tidak akan banyak pula menunjang perubahan perilaku fertilitas yang
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
22
Kependudukan dan Sosial Budaya dimaksud. Hull dalam Singarimbun (1978:10) mengemukakan bahwa keinginan untuk jumlah anak yang sedikit akan terlaksana apabila para wanita tersebut mempunyai peranan-peranan alternatif. Singarimbun (1978:10) juga menegaskan bahwa usaha menurunkan tingkat fertilitas melalui pelembagaan norma-norma keluarga kecil akan terlaksana dengan jalan memberikan penghargaan atas peranan alternatif yang dilakukan oleh para wanita yang bersangkutan. Disisi lain menurut Gendel (dalam Sugiyanto,1992:17) hubungan yang negatif antara partisipasi angkatan kerja wanita dengan fertilitas terjadi apabila suatu masyarakat telah mencapai keadaan pembangunan ekonomi tertentu. Sebelum pembangunan ekonomi mencapai tingkat tertentu, partisipasi angkatan kerja wanita dalam angkatan kerja tidak akan mempengaruhi fertilitas. Sesuai dengan pemikiran diatas, Rayappa (dalam Sugiyanto,1992:17) menambahkan bahwa partisipasi wanita dalam angkatan kerja biasanya dipengaruhi oleh perubahan struktur ekonomi yang terjadi selama proses pembangunan, dimana pada awal proses pembangunan partisipasi wanita dalam angkatan kerja akan menurun yang disebabkan oleh persaingan dari partisipasi angkatan kerja pria sebagai
akibat
adanya
tingkat
pengangguran
yang
tinggi.
Pada
saat
pembangunan ekonomi telah mapan, maka untuk meningkatkan pendapatan keluarga memaksa wanita bekerja untuk menambah penghasilan rumah tangga. Terbukanya kesempatan kerja bagi wanita dengan adanya perkembangan jenis pekerjaan administratif dan White Collar lainnya yang banyak menyerap tenaga kerja wanita akan mempengaruhi tingkat fertilitas. Hal diatas juga ditunjang oleh penelitian yang dilakukan Hofman dan Nye (1974), dimana mereka mengambil kesimpulan bahwa tingkat kelahiran dapat diturunkan apabila struktur pasar tenaga kerja (Labour Force) dapat dirombak sehingga memungkinkan penyerapaan tenaga kerja wanita lebih banyak. Pandangan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa peningkatan status dan peranan wanita akan mendorong terwujudnya perencanaan fertilitas yang lebih merata dikalangan ibu-ibu rumah tangga (wanita yang bersuami).
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
23
Kependudukan dan Sosial Budaya 5. Mortalitas Mortalitas merupakan komponan demografi yang juga mempengaruhi dinamika demografis disamping fertilitas dan migrasi. Tingkat kematian yang terjadi umumnya berbeda menurut golongan umur, jenis kelamin maupun kondisi sosial ekonomi penduduk. Dengan demikian tingkat kematian yang terjadi disuatu wilayah sering dihubungkan dengan kemajuan sosial ekonomi di wilayah tersebut. Indikator kematian yang sering digunakan adalah Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) dan Angka Harapan Hidup atau Life Expectancy (LE). Untuk menghitung berbagai indikator tersebut, data utamanya adalah berasal dari registrasi vital. Namun data demikian sulit untuk diperoleh, sehingga perhitungan sering dilakukan secara tidak langsung (Indirect). Hal tersebut bisa dilakukan dengan memanfaatkan hasil sensus penduduk melalui data anak lahir hidup maupun anak masih hidup. Besarnya AKB di Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2000 sebesar 0,048 atau ada 48 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup, angka itu kembali turun menjadi 38 per 1000 kelahiran hidup ditahun 2005, dan pada tahun 2006 menjadi 37 per 1000 kelahiran hidup. Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap
kematian bayi antara
lain faktor tempat
tinggal,
(Utomo,1984) menyimpulkan bahwa tingkat kematian bayi di daerah perkotaan lebih rendah dibanding daerah pedesaan. Hal ini didasari karena masyarakat kota pada umumnya mempunyai kondisi sosial ekonomi yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, serta penyediaan air dan sanitasi yang lebih baik, demikian pula konsentrasi pelayanan kesehatan modern dan tenaga kesehatan lebih besar di kota. Faktor pendidikan, terutama pendidikan ibu, berpangaruh sangat kuat terhadap kelangsungan hidup bayi dan anaknya (Caldwell dan Mc Donald,1981). Dengan pendidikan tinggi, membuat ibu mampu memanfaatkan dunia modern yaitu pengetahuan tentang fasilitas dan perawatan kesehatan modern, serta mampu berkomunikasi dengan aparat para medis. Disamping itu pendidikan wanita dapat mengubah keseimbangan kekuasaan tradisional di keluarga. Angka harapan hidup (AHH) menunjukkan rata-rata umur penduduk mulai lahir sampai dengan akhir hidupnya. Besarnya nilai AHH berkaitan erat dengan
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
24
Kependudukan dan Sosial Budaya angka kematian bayi, dimana semakin tinggi kematian bayi nilai AHH akan menurun. Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi kematian bayi, juga berpengaruh terhadap besaran angka harapan hidup sejak lahir. Dengan menurunnya angka kematian bayi pada periode 2000-2006 di Kabupaten Kutai Kartanegara, disisi lain berpengaruh terhadap kenaikan angka harapan hidup. Pada tahun 2005 AHH Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 67,50 tahun, kemudian meningkat 67,84 tahun pada tahun 2006. AHH penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2006 ternyata masih rendah bila dibandingkan dengan AHH Propinsi Kalimantan Timur (data terakhir tahun 2005 sebesar 70,33 tahun).
6. Migrasi Migrasi merupakan salah satu dari ketiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, sedangkan faktor lain adalah kelahiran dan kematian. Peninjauan migrasi secara regional sangat penting untuk ditelaah secara khusus mengingat adanya kepadatan dan distribusi penduduk yang tidak merata, adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi orang-orang untuk melakukan migrasi, adanya desentralisasi dalam pembangunan, serta komunikasi dan transformasi yang semakin lancar. Seseorang dikatakan melakukan migrasi apabila ia melakukan pindah tempat tinggal secara permanen atau relatif permanen (untuk jangka waktu minimal tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu, atau pindah dari satu unit geografis ke unit geografis lainnya. Unit geografis sering berarti unit administratif pemerintah baik berupa negara maupun bagian-bagian dari negara (H.Shryock
dan
J.S.Siegel,
dalam
Said
Rusli:
Pengantar
Ilmu
Kependudukan:136). Orang yang melakukan migrasi disebut dengan migran, karena itu seseorang yang disebut sebagai migran ada kemungkinan telah melakukan migrasi lebih dari satu kali. Bebarapa faktor penarik yang menyebabkan orang melakukan migrasi antara lain kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok, dan selanjutnya
berdampak
kepada
memperoleh
pendapatan
yang
lebih
baik.Persoalannya, data tentang migrasi yang valid sementara ini hanya dapat
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
25
Kependudukan dan Sosial Budaya diperoleh melalui hasil sensus penduduk yang diselenggarakan tiap 10 tahun sekali, sehingga tidak dapat dibandingkan tiap tahunnya. Di Kabupaten Kutai Kartanegara berdasarkan sensus penduduk 2000 terdapat 371 migran seumur hidup per 1000 penduduk. Artinya dari 1000 orang penduduk, 371 orang diantaranya tempat lahirnya diluar Kabupaten Kutai Kartanegara. Dari jumlah tersebut 45,62 persen dilahirkan dipulau jawa dan 22,43 persen dilahirkan di pulau Sulawesi, sedangkan sisanya dilahirkan di daerah lainnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa mereka yang melakukan migrasi ke Kabupaten Kutai Kartanegara didominasi dari program transmigrasi dimasa lalu, dimana daerah asal pengiriman berasal dari pulau Jawa. Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan suatu daerah di Kalimantan Timur yang mempumyai potensi sumber daya melimpah. Potensi sumber daya alam ini sebagian telah dikembangkan dan dimanfaatkan diantaranya adalah hasil pertambamgan migas dan non migas, serta hasil hutan. Tingginya permintaan tenaga kerja di beberapa perusahaan membuat para pendatang dari luar daerah, seperti dari Pulau Jawa, Kota Samarinda dan daerah lain datang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Berdasarkan data sensus penduduk 2000, terdapat 79 migran risen per 1000 penduduk. Artinya dari 1000 orang penduduk, 79 orang diantaranya pada 5 tahun yang lalu bertempat tinggal diluar Kabupaten Kutai Kartanegara. Dari jumlah tersebut 25,84 persen berasal dari pulau Jawa, dan 17,35 persen dari Samarinda, sedangkan sisanya dari daerah lainnya (BPS, Sensus Penduduk 2000).
B. Pendidikan Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan pemerataan akses bagi setiap penduduk untuk memperoleh pendidikan sehingga tercapai tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal yang sama juga tertuang dalam UndangUndang No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Didalam Sistem Pendidikan Nasional dapat dibedakan atas struktur pendidikan yaitu pendidikan umum, pendidikan masyarakat dan pendidikan kedinasan. Pada bahasan ini lebih ditekankan pada pendidikan umum, yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar adalah pendidikan yang bertujuan untuk memberikan dasar pengembangan kehidupan, baik untuk pribadi
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
26
Kependudukan dan Sosial Budaya maupun untuk masyarakat. Pendidikan dasar juga dipersiapkan untuk dapat mengikuti pendidikan menengah. Dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, dibidang pendidikan telah dicanangkan program wajib belajar (Wajar) pendidikan dasar 9 tahun sejak tahun 1994. Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 beserta amandemennya menyatakan bahwa setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya. Landasan ini memberikan gambaran bahwa pemerintah serius dalam upaya meningkatkan kualitas SDM bidang pendidikan. Ditingkat regional, khususnya
di Kabupaten
Kutai Kartanegara,
sejak tahun 2001 melalui
kebijaksanaan pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara telah memberlakukan pembebasan uang sekolah (SPP/ BP3) mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah. Dalam kebijakan tersebut pemerintah daerah memberikan beasiswa bagi penduduk yang sedang mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi baik yang mengikuti pendidikan di dalam maupun di luar wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara. Tabel 4.3. Perkembangan Indikator Pendidikan Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2004-2006 Uraian 1. 2. 3.
4.
5.
6.
(1) Angka Melek Huruf Usia 10-44 th Angka Buta Huruf Usia 10-44 th Angka Partisipasi Kasar - SD - SLTP - SLTA Rasio Murid Guru - SD - SLTP - SLTA Rasio Murid Sekolah - SD - SLTP - SLTA Penduduk 10+th Yang Tamat Sekolah - SD - SLTP - SLTA
Satuan
2004
2005
2006
(2) % %
(3) 98,91 1,09
(4) 98,48 1,52
(5) 98,84 1,16
% % %
114,43 92,18 67,78
104,92 86,68 55,82
112,34 87,65 75,06
-
19,69 13,57 14,03
14,68 11,95 11,99
14,52 12,00 12,53
-
151 218 222
159 198 207
161 210 225
% % %
32,11 23,21 22,88
30,24 19,26 18,18
27,71 24,34 18,64
Sumber: BPS, Susenas
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
27
Kependudukan dan Sosial Budaya Selain itu untuk menambah tingkat kesejahteraan dan peningkatan mutu pendidikan, pemerintah Kabupaten juga memberikan honor tambahan bagi tenaga pendidik dan administrasi untuk semua jenjang pendidikan baik negeri maupun swasta termasuk Taman Kanak-kanak. 1. Partisipasi Sekolah Semakin tinggi akses terhadap fasilitas pendidikan, diharapkan semakin banyak pula penduduk yang dapat bersekolah, sehingga pemerataan pendidikan dapat terwujud.
Salah satu indikator mengukur pemerataan akses pendidikan
adalah angka partisipasi kasar (APK). Angka partisipasi kasar untuk Sekolah Dasar (SD) pada tahun 2006 adalah sebesar 112,34 persen, artinya bahwa jumlah penduduk yang bersekolah dasar (SD) melebihi jumlah penduduk usia SD (7-12
tahun), sementara angka
partisipasi kasar SLTP sebesar 87,65 persen dan SLTA sebesar 75,06 persen. Disini terlihat bahwa semakin tinggi usia anak, maka semakin kecil angka partisipasi sekolahnya. Pada jenjang sekolah yang lebih tinggi (SLTP atau SLTA) angka partisipasi kasar penduduk masih rendah. Hal ini berkaitan dengan kegiatan ekonomi penduduk pada usia tersebut yang sebagian besar membantu orang tua untuk bekerja atau bahkan pada usia tersebut sudah berstatus kawin sehingga mempunyai kewajiban mengurus rumah tangga. 2. Tingkat Pendidikan Penduduk Pendidikan penduduk merupakan cerminan dari kualitas sumber daya manusia atau produktivitas penduduk suatu daerah. Tingkat pendidikan penduduk juga menjadi gambaran tingkat kesejahteraan rakyat dilihat dari tinggi rendahnya pendidikan yang ditamatkan. Penduduk yang berumur 10 tahun keatas pada tahun 2006 tercatat 410.519 orang. Penduduk berumur 10 tahun keatas yang tidak/belum pernah sekolah mencapai 20.301 orang atau sekitar 4,94 persen.
Sedangkan yang
memiliki ijazah/STTB tertingginya SD/sederajat masih merupakan yang dominan yaitu sebesar 113.751 orang atau sekitar 27,71 persen,
SLTP/MTs sebesar
99.923 orang atau sekitar 24,34 persen, dan SMU/MA/SMK sebesar 76.501 orang atau sekitar 18,64 persen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jenjang
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
28
Kependudukan dan Sosial Budaya pendidikan semakin rendah pula persentase penduduk yang bersekolah. Hal ini diduga berkaitan dengan kegiatan ekonomi penduduk pada usia tersebut. 3. Kemampuan Membaca dan Menulis Salah
satu
dampak
positif
dari
pembangunan
pendidikan
yang
dilaksanakan di daerah ini adalah semakin menurunnya penduduk yang tidak mampu membaca/menulis. Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (SD 6 tahun + SLTP 3 tahun) merupakan upaya pemerintah untuk memperluas jangkauan dan peningkatan pendidikan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Dari hasil Susenas 2006 di Kabupaten Kutai Kartanegara tercatat penduduk usia 10-44 tahun yang dapat membaca dan menulis sekitar 98,84 persen, sehingga penduduk usia 10-44 tahun yang buta huruf mencapai 1,16 persen. Hal ini berarti angka persentase penduduk 10-44 tahun yang buta huruf mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2005, yaitu sekitar 1,58 persen. 4. Fasilitas Pendidikan Penyediaan fasilitas dan sarana pendidikan merupakan bagian penting dan utama dalam program pengembangan pendidikan dasar dan menengah. Penyediaan fasilitas ini akan semakin baik sejalan dengan semakin meningkatnya pendidikan
penduduk
pembangunan
bidang
disemua
jenjang.
pendidikan,
Untuk
pendidikan
menunjang formal
yang
keberhasilan umumnya
diselenggarakan di sekolah-sekolah, tidak hanya dibawahi oleh Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) saja, tetapi ada juga yang dibawahi oleh Departemen di luar Depdiknas, seperti Departemen Agama, Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Pertanian, dan lain-lain. Banyaknya sekolah dari tingkat SD hingga SMU/SMK sejak tahun pembelajaran 2004/2005 hingga 2005/2006 tercatat adanya peningkatan. Secara umum sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta yang berada di bawah Diknas jumlahnya jauh lebih besar bila dibandingkan dengan yang di luar Diknas. Pada tahun 2005/2006 dari SD hingga SMU dan SMK baik negeri maupun swasta sekolah-sekolah yang dibawahi Diknas tercatat sejumlah 593 sekolah, yang terdiri atas 449 untuk tingkat SD, 80 untuk tingkat SLTP, dan 64 untuk tingkat
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
29
Kependudukan dan Sosial Budaya SMU/SMK umum dan kejuruan. Dibanding dengan tahun sebelumnya, jumlah sekolah yang berada dibawah Diknas naik sebanyak 1,54 persen. Sedangkan sekolah-sekolah yang dibawahi Departemen Agama pada tahun pembelajaran 2005/2006 sejumlah 76 sekolah, yang terdiri atas 22 Madrasah Ibtidaiyah (MI), 41 Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan 13 Madrasah Aliyah (MA). Dibanding dengan tahun sebelumnya, jumlah sekolah yang berada dibawah Departemen Agama naik sebanyak 1,33 persen. Perbandingan atau rasio antara guru dan murid akan menggambarkan beban yang harus dihadapi seorang guru dalam mengajar. Tenaga pengajar di Kutai Kartanegara untuk semua jenjang pendidikan sudah memadai walaupun pada tingkat SD mencatat beban guru relatif lebih berat dibanding jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Rasio murid Guru pada Sekolah Dasar (SD dan sederajat) dalam periode 2004/2005-2005/2006 sekitar 15, artinya seorang guru dalam mengajar harus menghadapi 15 orang murid. Sedangkan beban yang harus dihadapi oleh seorang guru SLTP dan SLTA hanya sekitar 12-13 orang murid.
C. Kesehatan Pembangunan dibidang kesehatan bertujuan untuk menciptakan manusia yang sehat, mandiri, cerdas dan produktif serta terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah, melalui pemerataan fasilitas dan peningkatan pelayanan kesehatan secara merata, mudah dan murah serta dapat menjangkau masyarakat luas, diarahkan untuk memantapkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang pada gilirannya dapat menciptakan sumber daya manusia yang produktif dan pada akhirnya kesejahteraan lahir dan batin dapat tercapai. Upaya kesehatan masyarakat tersebut, melalui sistem kesehatan nasional terpadu pelaksanaannya diusahakan melalui partisipasi aktif masyarakat yang diarahkan tidak hanya kepada masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah, tetapi juga kepada seluruh masyarakat yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara. Dalam bab ini disajikan beberapa indikator sarana, prasarana, angka kesakitan, tenaga kesehatan dan keadaan balita.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
30
Kependudukan dan Sosial Budaya 1. Sarana Kesehatan Penyediaan sarana kesehatan yang memadai merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam upaya meningkatkan taraf kesehatan masyarakat, dan program ini terus ditingkatkan kualitas pelayanan serta keberadaannya. Sarana kesehatan yang dimaksud berupa rumah sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Poliklinik berikut pembinaan dan penambahan tenaga kesehatan yang memadai. rumah sakit
Di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2006 terdapat dua yang berlokasi masing-masing di Kecamatan Tenggarong dan
Kecamatan Samboja. Sementara sarana kesehatan di kecamatan (Puskesmas) telah tersedia di setiap kecamatan dengan jumlah seluruhnya 27 buah.
Jumlah puskesmas
terbanyak di kecamatan Loa Janan dan Tenggarong masing-masing mempunyai 3 buah, selanjutnya puskesmas pembantu ada 127 buah. 2. Jumlah Dokter per 10.000 penduduk Indikator ini menunjukkan tingkat ketersediaan tenaga kesehatan terutama dokter untuk melayani masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan. Pada
tahun 2006 tercatat ada 155 dokter,
atau bila memakai
konstanta angka 10.000 dapat diketahui bahwa setiap 3 dokter akan melayani 10.000 penduduk. Sedangkan bila melihat tenaga perawat & bidan berjumlah 878 orang, maka tingkat ketersediaannya adalah setiap 17 orang tenaga kesehatan (perawat/ bidan) akan melayani 10.000 penduduk . 3. Kesehatan Balita Indikator untuk menggambarkan tingkat kesadaran ibu terhadap kesehatan anak balita adalah persentase balita yang diberi ASI sampai dua tahun. Pada tahun 2005 tercatat sebanyak 33.044 balita yang berumur 2 tahun atau lebih, diantaranya sebanyak 14.524 anak balita atau sekitar 43,95 persen disusui selama kurang dari 2 tahun. Bila dibandingkan tahun 2006 dimana balita yang berumur 2 tahun atau lebih sejumlah 26.024, terdapat 43,16 persen diantaranya (11.233 balita) yang diberi ASI kurang dari 2 tahun, berarti telah terjadi penurunan balita yang disusui kurang dari dua tahun. Atau dengan kata lain terjadi peningkatan jumlah balita yang diberi ASI hingga usia 2 tahun atau lebih.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
31
Kependudukan dan Sosial Budaya Bila dilihat dari balita yang pernah disusui ibunya, maka terlihat peningkatan selama tahun 2004-2006. Pada tahun 2004 terdapat 91,81 persen balita yang pernah disusui ibunya, meningkat menjadi 93,88 persen pada tahun 2005, dan menjadi 98,72 persen pada tahun 2006. Tabel 4.4. Penduduk Balita Menurut Lamanya Diberi ASI, 2006 No.
Umur Balita (bulan)
(1)
(2)
1
<1
2
1-5
3
6-11
4
12-17
5
18-23
6
24+
Lama Diberi ASI (bulan) <1 (3)
1-5
6-11
12-17
18-23
24+
Total
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1.103
Jumlah
1.103 2.152
2.152 2.633
311
1.190
2.633 3.056
4.557 2.774
2.774
933
1.161
5.063
4.076
14.791
26.024
3.396
4.984
8.119
6.850
14.791
38.140
Sumber: BPS, Susenas
D. Ketenagakerjaan Menurut UU No. 20 tahun 1999, penduduk usia kerja adalah penduduk usia 15 tahun keatas yang terdiri dari Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Angkatan Kerja meliputi penduduk dalam usia
kerja (15 tahun keatas) yang
bekerja, mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, dan orang tidak bekerja yang mencari pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja (15 tahun keatas) yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan. Kegiatan golongan ini antara lain bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya (seperti tidak mampu bekerja, pensiun). Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya menyeluruh dan ditujukan pada peningkatan, pembentukan dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas, produktif, efisien, efektif dan berjiwa wiraswasta sehingga mampu mengisi, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
32
Kependudukan dan Sosial Budaya 1. Angkatan Kerja Secara populer penduduk usia kerja disebut tenaga kerja, merupakan salah satu indikator dasar dalam ketenagakerjaan mengacu kepada LFA (Labour Force Approuch) yang digunakan ILO (International Labour Organization). Hasil Susenas 2006 mencatat 354.740 jiwa penduduk usia 15 tahun keatas, terdapat 63,75 persen diantaaranya yang merupakan angkatan kerja atau sekitar 226.144 jiwa. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan angkatan kerja pada tahun 2005 yang berjumlah 213.744 jiwa. Sehingga Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tahun 2006 adalah 63,75 persen, angka ini sedikit menurun dibandingkan tahun 2005 sebesar 63,88 persen. Angkatan kerja terdiri atas penduduk yang bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Pada tahun 2006 penduduk yang bekerja ada 197.387 orang atau 87,28 persen dari total angkatan kerja, dan sisanya sedang mencari pekerjaan sekitar 28.757 orang atau 12,72 persen.
Grafik 4.1. Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Utama Tahun 2006
Lainnya; 10.300; 3% Mengurus Rumah Tangga; 89.747; 25%
Bekerja; 197.387; 56% Sekolah; 28.549; 8%
Mencari Pekerjaan; 28.757; 8%
Dari sejumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja, 134.240 orang (68,01 persen) mempunyai jam kerja seluruhnya 35 jam seminggu atau lebih (jam kerja normal/ lebih), sementara yang bekerja antara 1-34 jam seminggu sekitar 60.601 orang atau 30,70 persen,
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
sisanya adalah yang
33
Kependudukan dan Sosial Budaya sementara tidak bekerja seperti cuti kerja, menunggu panenan dan sebagainya yaitu sekitar 1,29 persen. Hal lain yang dapat dikemukakan disini adalah masih ada penduduk pada tahun 2006 ini yang bekerja diatas 35 jam seminggu, keadaan ini diduga karena masih belum tercukupinya kebutuhan hidup dari pendapatan utama sehingga penduduk mempunyai pekerjaan tambahan diluar pekerjaan utama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 2. Kesempatan Kerja dan Lapangan Pekerjaan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tahun 2006 sebesar 63,75 persen dengan Tingkat Penganguran Terbuka (TPT) adalah 8,11 persen, dengan demikian Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) sebesar 91,89 persen. Angka TPT tahun 2006 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya (TPT 2005 =7,17% sehingga TKK 92,27 %). Sektor pertanian masih menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu mencapai 40,61 persen. Kemudian sektor jasa dan perdagangan masing-masing menempati urutan ke dua dan ketiga (16,60 persen dan 14,87 persen). Sementara sektor Listrik, Gas, Air merupakan lapangan usaha yang terendah menyedot tenaga kerja yaitu sekitar 0,07 persen. 3. Status Pekerjaan Dari hasil Susenas 2006 dapat diketahui bahwa sekitar 71.475 orang (36,21 persen) yang bekerja berstatus buruh/karyawan, sedangkan yang berstatus berusaha sekitar 85.787 orang (43,46 persen), sisanya adalah pekerja bebas sekitar 21.665 orang (10,98 persen), dan yang tidak dibayar sekitar 18.460 orang (9,35 persen). Bila dibandingkan dengan tahun 2005 maka terlihat bahwa terjadi peningkatan pekerja yang berstatus buruh/ karyawan, yang diikuti penurunan pekerja yang berusaha. Dari hasil Susenas 2005 yang lalu sekitar 57.768 orang (30,75 persen) pekerja berstatus buruh/karyawan, sedangkan yang berstatus berusaha sekitar 94.301 orang (50,19 persen), sisanya adalah pekerja bebas sekitar 16.217 orang (8,63 persen), dan yang tidak dibayar sekitar 19.599 orang (10,43 persen).
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
34
Kependudukan dan Sosial Budaya E. Kemiskinan Salah satu agenda utama pembangunan yang tertuang dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2001-2004 adalah mengupayakan peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan tetap menjadi perhatian utama program pembangunan. Kemiskinan merupakan topik yang semakin menjadi perhatian, terlebih sejak terjadinya krisis ekonomi. Dengan adanya krisis menjadikan analisis masalah kemiskinan yang komprehensif dan mendalam jelas sangat diperlukan. Lebih dari itu, sangat perlu ditelaah bagaimana dampak krisis pada penduduk lapisan bawah dari segi ketahanan pangan, aspek kemampuan rumah tangga mempertahankan anaknya untuk tetap sekolah dan tetap sehat. Informasi mengenai penduduk yang masuk dalam kategori miskin termasuk karkteristik kemiskinan merupakan upaya agar target program pengentasan kemiskinan dapat dibuat menjadi lebih akurat. Menyadairi
pentingnya
pengentasan
kemiskinan,
pemerintah
melalui
program JPS (Jaring Pengaman Sosial) dan program-program lainya telah berusaha mengangkat masyarakat miskin tersebut. Namun data tentang jumlah penduduk dan rumah tangga miskin yang representatif menurut wilayah sangat terbatas. Walaupun data yang dimaksud ada namun keakuratannya masih dipertanyakan. Salah satu penyebab adalah hingga saat ini belum diperoleh secara pasti satu konsep ataupun metode pengukuran kemiskinan yang dapat diterima secara universal, meskipun masalah kemiskinan dipercaya telah ada seusia peradaban manusia. Informasi utama tentang kemiskinan yang paling menarik perhatian banyak pihak adalah jumlah dan persentase penduduk miskin. Dengan memperhatikan angka ini maka dapat dipantau tentang keberhasilan pelbagai kebijakan dan program pembangunan dan sekaligus dapat dinilai apakah program tersebut memihak penduduk miskin atau tidak. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara berdasarkan garis kemiskinan (menggunakan Metode Engel) menunjukkan penurunan, terlihat pada tahun 2004 terhadap tahun 2003.
Pada tahun 2003 jumlah penduduk miskin
berjumlah 75.400 orang atau 15,69 persen penduduk miskin, tahun 2004 selanjutnya
menurun dengan jumlah penduduk miskin sebesar 73.300 orang
atau 15,07 persen penduduk miskin.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
35
Kependudukan dan Sosial Budaya Pada tahun 2005 melalui Tim Komite Penanggulangan keniskinan (TKPK) Kabupaten Kutai Kartanegara telah melakukan studi identifikasi penduduk miskin dan melakukan pendataan kemiskinan yang dimaksudkan untuk mendapatkan data kemiskinan yang bersifat operasional, agar dapat menjawab siapa dan dimana penduduk miskin berada.
Metode pendataan yang dilakukan adalah
pendataan dari rumah ke rumah pada populasi rumah tangga yang beresiko miskin.
Kriteria/ indikator yang digunakan dalam pendataan terdiri atas 13
variabel. Adapun hasil pendataan mencatat jumlah penduduk miskin berjumlah 70.358 orang atau 13,25 persen penduduk miskin (19.231 rumah tangga miskin). Adanya penurunan persentase jumlah penduduk miskin pada beberapa tahun terakhir menandakan bahwa kesejahteraan penduduk mulai membaik. Tabel 4.5. Jumlah Rumahtangga Miskin Hasil TKPK Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2005 Jumlah Rumahtangga Miskin
Jumlah Penduduk Miskin
[2] 2.513
[3] 9.013
Muara Jawa
726
2.594
Sanga-Sanga
727
2.460
Loa Janan
859
2.739
1.182
4.075
Muara Muntai
640
2.245
Muara Wis
412
1.840
Kota Bangun
1.545
5.632
Tenggarong
1.574
6.277
Sebulu
1.131
3,730
Tgr. Seberang
1.944
6.656
730
3.010
Muara Badak
1.042
3.776
Marangkayu
1.17
4.396
1.454
5.973
714
2.580
Kembang Janggut
710
2.693
Tabang
158
669
Jumlah
19.231
70.358
Kecamatan [1] Samboja
Loa Kulu
Anggana
Muara Kaman Kenohan
Sumber: TKPK Kab. Kutai Kartanegara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
36
Kependudukan dan Sosial Budaya Sehubungan
dengan
rencana
pemerintah
menaikkan
BBM
pada
September 2005 tentunya akan berdampak terhadap kenaikan barang kebutuhan rumah tangga sehingga untuk mengurangi beban hidup penduduk miskin, pemerintah berupaya antara lain menyalurkan dana kompensasi BBM secara langsung kepada masyarakat miskin, maka terlebih dahulu dilakukan Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk 2005 (PSE05) yang pada dasarnya adalah pendataan rumahtangga miskin. Adapun metode yang digunakan untuk menentukan miskin terdiri atas 14 variabel. Akibat dampak kebijakan pemerintah menaikkan BBM, maka jumlah rumah tangga miskin bertambah. Dari hasil pendataan PSE05 mencatat 45.679 rumah tangga, yang terdiri atas kategori 15.383 rumah tangga hampir miskin, 18.269 rumah tangga miskin, dan 12.027 rumah tangga sangat miskin. Tabel 4.6. Jumlah Rumahtangga Miskin Menurut Klasifikasi Miskin Kutai Kartanegara Tahun 2006 Jumlah
Kecamatan
Total
Hampir Miskin [2] 1.342
Miskin [3] 2.161
Sangat Miskin [4] 950
Muara Jawa
479
371
314
1.164
Sanga-Sanga
544
668
159
1.371
Loa Janan
801
1.204
604
2.609
1.125
1.230
988
3.343
Muara Muntai
803
1.555
1.085
3.443
Muara Wis
688
494
212
1.394
Kota Bangun
1.586
1.085
637
3.308
Tenggarong
1.795
1.722
577
4.094
Sebulu
1.277
965
690
2.932
Tgr. Seberang
1.394
1.133
417
2.944
279
986
734
1.999
Muara Badak
1.412
1.371
890
3.673
Marang Kayu
602
1.195
1.466
3.263
Muara Kaman
690
1.132
1.306
3.128
52
169
445
666
Kemb. Janggut
263
526
455
1.244
Tabang
251
302
98
651
15.383
18.269
12.027
45.679
[1] Samboja
Loa Kulu
Anggana
Kenohan
Jumlah
[5] 4.453
Sumber: BPS Kutai Kartanegara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
37
Ekonomi
BAB V. E K O N O M I A. U m u m Terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan UU No. 33 tahun 2004 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU No. 34 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah, beserta Peraturan Pelaksanaannya telah memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah. Dengan otonomi, diharapkan adanya peningkatan kapasitas pemerintah daerah guna memberdayakan masyarakat, meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Kabupaten Kutai Kartanegara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti batubara, minyak mentah, gas bumi dan hasil kehutanan yang sangat potensial, sedang giat-giatnya memacu penerimaan APBD yang juga meningkatkan anggaran pembangunan daerah. Dengan meningkatnya kemampuan keuangan daerah maka apabaila dekelola dengan baik dan bijaksana maka kedepan akan dapat menimbulkan multiflier effect terhadap pertumbuhan ekonomi yang optimal. Sehingga diharapkan pembangunan yang dilakukan di Kutai Kartanegara ini dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali secara riil. Kondisi makro ekonomi tersebut selain dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti tersebut diatas juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan non ekonomi seperti stabilitas keamanan nasional. Situasi perkonomian regional sangat tergantung dari kondisi perekonomian nasional yang tercermin dari besaran Produk Domestik Regional Bruto.
B. Perkembangan PDRB Besaran PDRB sering digunakan sebagai indikator untuk menilai kinerja perekonomian suatu wilayah, terutama yang dikaitkan dengan kemampuan suatu
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
38
Ekonomi daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Kenaikan produksi dan harga barang dan jasa merupakan faktor penyebab utama kenaikan nilai PDRB. Besaran PDRB Kabupaten Kutai Kartanegara selama 5 tahun terakhir berkembang cukup stabil. Pada tahun 2006, PDRB atas dasar harga berlaku dengan migas mencapai 66,354 trilyun rupiah mengalami peningkatan dibanding tahun 2005 yang berada pada angka 59,181 trilyun rupiah. Peningkatan nilai tambah ini tidak hanya disebabkan oleh kenaikan produksi tetapi juga oleh kenaikan harga yang signifikan terutama harga minyak dan gas bumi. PDRB atas dasar harga berlaku tanpa migas juga mengalami peningkatan dari 11,610 trilyun rupiah pada tahun 2005 menjadi 14,303 trilyun rupiah pada tahun 2006. Tabel 5.1. Perkembangan PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara, 2001-2006
Tahun
PDRB ADH Berlaku (Juta Rupiah)
PDRB ADH Konstan 2000 (Juta Rupiah)
Dengan Migas (2)
Tanpa Migas (3)
Dengan Migas (4)
Tanpa Migas (5)
2001
26.361.802
6.009.398
25.262.051
2002
26.837.948
6.956.958
2003
33.548.764
2004
Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Dengan Migas (6)
Tanpa Migas (7)
5.010.617
7,94
5,26
26.697.543
5.245.098
5,68
4,68
7.882.728
26.754.490
5.602.802
0,21
6,82
42.409.272
8.682.805
27.279.521
5.960.847
1,96
6,39
2005
59.181.769
11.610.105
28.008.486
6.650.958
2,67
11,58
2006*)
66.354.536
14.302.874
28.363.555
7.437.449
1,27
11,83
(1)
Keterangan : *) Angka Sementara
Sementara itu PDRB atas dasar harga konstan dengan migas maupun tanpa migas juga mengalami peningkatan. Tahun 2006 PDRB atas dasar harga konstan dengan migas mencapai nilai 28,364 trilyun rupiah sedangkan tanpa migas mencapai nilai 7,437 trilyun rupiah.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
39
Ekonomi C. Pertumbuhan Ekonomi Laju
pertumbuhan
ekonomi
merupakan
indikator
makro
yang
menggambarkan tingkat pertumbuhan produksi barang dan jasa. Secara makro, indikator ini digunakan untuk menilai sampai seberapa jauh keberhasilan pembangunan
yang telah
digalakkan oleh
Pemerintah
Kabupaten
Kutai
Kartanegara melalui Program Gerbang Dayaku dalam periode tahun 2001 hingga tahun 2006. Laju pertumbuhan yang positif di Kutai Kartanegara sudah tentu dipengaruhi oleh situasi keamanan yang kondusif. Secara umum stabilitas nasional pada tahun 2006 juga terjaga, sehingga kondisi perekonomian juga stabil dan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006 sebesar 1,27 persen.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
40
Ekonomi Secara sektoral menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 14,50 persen yang menempati urutan pertama setelah tahun sebelumnya di tempati oleh sektor bangunan. Sektor bangunan tahun ini hanya tumbuh sebesar 5,96 persen dan menempati posisi ke lima. Sektor jasa-jasa tumbuh sebesar 13,59 persen menempati urutan kedua yang tahun sebelumnya berada pada posisi ketiga. Sektor lain yang juga dominan pertumbuhannya pada tahun 2006 adalah sektor listrik, gas dan air bersih yang mampu tumbuh sebesar 9,00 persen sedangkan pada tahun 2005 tumbuh sebesar 5,77 persen. Kemudian disusul oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh sebesar 7,66 persen tahun 2006. Sektor ini di dominasi oleh sub sektor komunikasi sebesar 9,81 persen. Hal ini ada kaitannya dengan peningkatan pemakaian pulsa telepon selular. Tahun 2005 sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 4,68 persen. Sektor Industri Pengolahan tahun 2006 tumbuh sebesar 4,32 persen dan menempati urutan ke enam. Sedangkan tahun 2005 pertumbuhannya mencapai 4,41 persen. Pada tahun 2005 sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan masih mampu tumbuh sebesar 4,80 persen namun pada tahun 2006 hanya mampu tumbuh sebesar 0,45 persen saja. Hal ini terkait dengan menurunnya aktivitas sub sektor kehutanan yang sebelumnya menjadi penopang pertumbuhan sektor ini. Sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2006 hanya mampu tumbuh sebesar 0,41 persen setelah tahun sebelumnya masih mampu mencapai 1,81 persen. Hal ini terkait erat dengan menurunnya produksi migas daerah ini. Terakhir
adalah
sektor
Keuangan,
Persewaan,
dan
Jasa
Perusahaan
pertumbuhannya tahun 2006 ini minus 1,76 persen setelah tahun 2005 juga minus 0,07 persen. Tabel 2 berikut ini akan menjelaskan pertumbuhan masing-masing sektor pembentuk PDRB dari tahun 2001 hingga 2006.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
41
Ekonomi Tabel 5.2. Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Lapangan Usaha
2001
(1)
2002
2003
2004
2005
2006*)
(2) -0,41
(3) -3,13
(4) 7,88
(5) -2,25
(6) 4,80
(7) 0,45
Pertambangan & Penggalian
9,56
5,67
-1,28
1,36
1,81
0,41
Industri Pengolahan
4,57
6,13
5,24
5,68
4,41
4,32
Listrik, Gas, & Air Bersih
3,31
12,43
8,37
10,47
5,77
9,00
-18,25
39,93
13,85
21,19
15,36
5,96
6,50
10,94
8,72
9,83
6,75
14,50
15,31
4,94
5,86
3,63
4,68
7,66
0,99
3,95
6,25
6,02
-0,07
-1,76
10,34
4,29
4,90
3,15
5,97
13,59
Total PDRB
7,94
5,68
0,21
1,96
2,67
1,27
Total PDRB (Tanpa Migas)
5,26
4,68
6,82
6,39
11,58
11,83
Pertanian
Bangunan Perdagangan, Hotel, & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & jasa Perush. Jasa-jasa
Keterangan : *) Angka Sementara
D. Struktur Ekonomi Struktur ekonomi dinyatakan dalam persentase menunjukkan besarnya peranan nilai tambah masing-masing sektor ekonomi dalam menciptakan PDRB. Dengan kata lain bahwa struktur ekonomi menggambarkan ketergantungan daerah terhadap kemampuan produksi masing-masing sektor ekonomi. Struktur ekonomi di Kabupaten Kutai Kartanegara sampai saat ini masih di dominasi oleh sektor primer yaitu sektor yang berbasis pada sumber daya alam seperti sektor minyak dan gas bumi, pertanian dan pertambangan. Pada tahun 2006 relatif tidak mengalami pergeseran dibanding tahun-tahun sebelumnya yaitu dominasi sektor Pertambangan dan Penggalian. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar dalam perekonomian Kabupaten Kutai Kartanagara yaitu sekitar 86,54 persen. Sementara sektor lainnya hanya sisanya yaitu sekitar 13,46 persen. Porsi ini diisi oleh sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan sebagai penyumbang
terbesar
kedua
terhadap
perekonomian
Kabupaten
Kutai
Kartanegara yaitu sebesar 5,42 persen, kemudian disusul oleh sektor bangunan yang menyumbang sebesar 2,83 persen serta sektor perdagangan menyumbang
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
42
Ekonomi sebesar 2,23 persen. Sektor Industri Pengolahan masih mampu menempati urutan lima dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2006 ini yaitu sebesar 1,31 persen sementara sektor lainnya secara berurutan yaitu
Sektor
Jasa-Jasa,
Pengangkutan
dan
Telekomunikasi,
Keuangan,
Persewaan, dan Jasa Perusahaan, Listrik, Gas dan Air Bersih hanya mampu menyumbang dibawah 1 persen. Tabel 5.3. Distribusi Persentase PDRB Dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2001-2006 (%) Lapangan Usaha
2001
2002
2003
2004
2005
2006*)
(1)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Pertanian
8,30
9,28
8,18
6,39
5,36
5,42
81,86
79,40
81,48
84,03
86,64
86,54
Industri Pengolahan
1,92
2,12
1,88
1,71
1,33
1,31
Listrik, Gas, & Air Bersih
0,05
0,06
0,05
0,05
0,04
0,04
Bangunan
3,00
3,64
3,42
3,36
2,89
2,83
Perdagangan, Hotel, & Restoran
2,39
2,90
2,69
2,44
2,08
2,23
Pengangkutan & Komunikasi
0,59
0,62
0,55
0,48
0,39
0,42
Keuangan, Persewaan & jasa Persh.
0,69
0,73
0,64
0,56
0,43
0,40
Jasa-jasa
1,20
1,25
1,11
0,98
0,75
0,82
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Pertambangan & Penggalian
JUMLAH Keterangan : *) Angka Sementara
Struktur perekonomian tanpa migas telah mengalami pergeseran dominasi sektor pertanian dengan sektor pertambangan. Pada tahun 2000 hingga tahun 2006,
peranan
sektor
pertanian
cenderung
menurun
sedangkan
sektor
pertambangan sebaliknya yaitu menunjukkan trend yang meningkat. Namun hal ini bisa dipastikan tidak akan bertahan lama, karena sektor pertambangan merupakan sektor yang tidak terbarukan (unrenewable). Apabila potensinya sudah habis, maka kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Kutai Kartanegara juga tidak ada. Pada tahun 2000 sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan mampu berperan sebesar 40,56 persen terhadap total PDRB tanpa Migas, namun pada tahun 2006 ini hanya mampu berperan sebesar 25,15 persen. Sedangkan Pertambangan Non Migas yang pada tahun 2000 hanya sebesar 16,93 persen
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
43
Ekonomi namun pada tahun 2006 ini meningkat pesat menjadi 37,54 persen dan menjadikan sektor ini menjadi sektor yang terbesar kontribusinya terhadap perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara. Sektor Bangunan menempati urutan ketiga setelah sektor pertambangan dan sektor pertanian dalam kontribusinya terhadap perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara tanpa migas yaitu sebesar 13,13 persen. Kemudian disusul sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran juga cukup besar peranannya dalam pembentukan PDRB yaitu sebesar 10,34 persen. Sementara itu sektor Industri Pengolahan mampu menyumbang sebesar 6,08
persen. Sektor industri
pengolahan menempati urutan kelima dalam pembentukan PDRB yaitu dengan kontribusi sebesar 6,08 persen yang kemudian disusul oleh sektor jasa-jasa sebesar 3,79 persen. Namun sektor lainnya seperti sektor pengangkutan dan telekomunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor listrik, gas dan air bersih, hanya mampu memberikan kontribusi dibawah 2 persen, yaitu masing-masing sebesar 1,93 persen, 1,84 persen dan 0,20 persen. Tabel 5.4. Distribusi Persentase PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2001-2006 (%)
Lapangan Usaha
2001
2002
2003
2004
2005
2006*)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Pertanian
36,39
35,79
34,81
31,22
27,24
25,15
Pertambangan & Penggalian
20,44
20,52
21,16
22,00
32,29
37,54
Industri Pengolahan
8,42
8,16
7,99
8,36
6,76
6,08
Listrik, Gas, & Air Bersih
0,23
0,23
0,23
0,24
0,19
0,20
Bangunan
13,18
14,04
14,55
16,41
14,76
13,14
Perdagangan, Hotel, & Restoran
10,49
11,20
1,14
11,92
10,63
10,34
Pengangkutan & Komunikasi
2,57
2,40
2,35
2,34
2,00
1,93
Keuangan, Persewaan & jasa Persh
3,01
2,82
2,74
2,74
2,16
1,84
Jasa-jasa
5,26
4,84
4,73
4,78
3,81
3,79
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
JUMLAH Keterangan : *) Angka Sementara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
44
Ekonomi
Grafik 5.2. Struktur Ekonomi Dengan Migas 2006
Manufaktur Lain 1,31%
Lainnya 6,73 %
Pertanian 5,42%
Pertambangan & Penggalian 86,54%
Grafik 5.3. Struktur Ekonomi Tanpa Migas 2006 LAINNYA 31,23 %
MANUFAKTUR 6.08 %
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
PERTANIAN 25,15 %
PERTAMBANG AN NON MIGAS 37,54 %
45
Ekonomi E. PDRB Perkapita dan Pendapatan Perkapita Salah satu indikator makro ekonomi yang banyak dimanfaatkan untuk melihat
perkembangan
perekonomian,
sebagai
dasar
evaluasi
tingkat
kesejahteraan masyarakat suatu wilayah adalah PDRB perkapita dan Pendapatan perkapita. PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah bruto yang dibagi habis dengan jumlah penduduk akibat dari adanya aktivitas ekonomi. Nilainya diperoleh dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Sedangkan pendapatan per kapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk sebagai akibat keikutsertaannya dalam proses produksi. Selama 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2001 hingga tahun 2006 perkembangan nilai PDRB perkapita dan pendapatan perkapita Kabupaten Kutai Kartanegara cenderung selalu meningkat baik itu dengan migas maupun tanpa migas. Peningkatan PDRB perkapita dan pendapatan perkapita ini salah satunya disebabkan oleh meningkatnya harga komoditas migas di pasaran.
Tabel 5.5. Perkembangan PDRB Perkapita dan Pendapatan Perkapita Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2001-2006 PDRB Perkapita (Rupiah) Tahun
Pendapatan Regional Perkapita (Rupiah)
(1)
Dengan Migas (2)
2001
57.291.701
13.060.133
52.905.554
11.754.119
2002
56.981.023
14.770.676
51.724.468
13.293.608
2003
69.585.920
16.350.138
64.289.948
14.715.124
2004
87.082.694
17.829.169
81.773.949
16.046.253
2005
120.264.763
23.572.046
114.018.385
21.207.617
2006*)
131.296.323
28.301.226
129.306.646
26.928.230
Tanpa Migas (3)
Dengan Migas (4)
Tanpa Migas (5)
Keterangan : *) Angka Sementara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
46
Ekonomi Pada tahun 2001 dimana baru dimulainya pelaksanaan otonomi daerah, nilai PDRB perkapita dengan migas di Kutai Kartanegara mencapai nilai 57,291 juta rupiah, sedangkan pendapatan perkapitanya sebesar 52,905 juta rupiah. Tanpa migas, PDRB perkapita tahun 2001 sebesar 13,060 juta rupiah dan pendapatan perkapitanya mencapai nilai 11,754 juta rupiah. Perkembangan perekonomian pada tahun 2005 cukup mengembirakan, terlihat dari terciptanya PDRB perkapita dan pendapatan regional perkapita yang cukup berarti. PDRB perkapita dengan migas tercipta sebesar 120,264 juta rupiah dan pendapatan regional perkapita mencatat angka 114,018 juta rupiah. Sementara itu PDRB tanpa migas juga mencacat angka yang cukup signifikan yaitu 23,572 juta rupiah untuk PDRB perkapita dan pendapatan regional perkapita sebesar 21,207 juta rupiah. Hingga tahun 2006 ini peningkatan terus terjadi yaitu dengan terciptanya PDRB perkapita dengan migas sebesar 131,296 juta rupiah dan pendapatan regional perkapita dengan migas menjadi sebesar 129,306 juta rupiah. Angka ini merupakan angka yang cukup tinggi untuk ukuran kabupaten. Demikian juga halnya dengan PDRB tanpa migas yang cukup tinggi peningkatannya yaitu menjadi 28,301 juta rupiah untuk PDRB perkapita dan pendapatan perkapitanya menjadi 26,928 juta rupiah.
F. Ekspor Impor Ekspor dan impor adalah traksaksi ekonomi yang terjadi antara penduduk suatu negara atau wilayah dengan penduduk negara atau wilayah lainnya. Transaksi yang dicakup dalam ekspor dan impor antara lain meliputi transaksi barang dagangan (merchandise), jasa pengangkutan, jasa pariwisata, jasa asuransi, jasa komunikasi dan berbagai jenis transaksi ekonomi lainnya. Sedangkan penduduk yang dimaksudkan mencakup perorangan, perusahaan, badan pemerintah dan lembaga lainnya di suatu negara atau wilayah. Kegiatan perdagangan antar negara atau wilayah mempunyai peran penting kepada pertumbuhan ekonomi. Ekspor misalnya, akan memperluas pasar barangbarang buatan dalam negeri dan ini memungkinkan perusahaan-perusahaan dalam negeri mengembangkan kegiatannya. Sebagai contoh, penanaman karet di Kutai Kartanegara tidak akan seluas seperti yang ada sekarang ini apabila tidak terdapat pasaran di luar daerah. Kegiatan impor juga dapat memberi sumbangan kepada
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
47
Ekonomi pertumbuhan ekonomi. Industri-industri dapat mengimpor mesin-mesin dan bahan mentah yang diperlukan. Namun perlu disadari bahwa keterbukaan sesuatu tidak selalu menguntungkan. Impor yang berlebih-lebihan dapat mengurangi kegiatan ekonomi di dalam negeri karena hal tersebut berarti konsumen menggunakan barang luar negeri dan tidak menggunakan barang buatan dalam negeri. Sehingga berbagai kebijakan perdagangan luar negeri perlu dilakukan oleh pemerintah. Selama ini pemerintah telah memberlakukan berbagai kebijakan yang umumnya diarahkan pada peningkatan ekspor non migas dan diversifikasi komoditi dengan peningkatan daya saing komoditi ekspor, perluasan negara tujuan ekspor, peningkatan fasilitas perkreditan ekspor, dan lain-lain. Sedangkan kebijakan dibidang impor lebih diarahkan untuk menunjang dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, khususnya yang berorientasi ekspor, dan juga untuk menjaga tersedianya kebutuhan barang dan jasa dalam negeri. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, ekspor impor Kabupaten Kutai Kartanegara sampai saat ini cukup memegang peranan penting sebagai sumber devisa bagi Indonesia, terutama dari sektor pertambangan dan penggalian. Sehingga kita perlu melihat bagaimana perkembangan dari kedua kegiatan ekonomi tersebut. Tabel 5.6. Perkembangan Ekspor dan Impor Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2002 – 2005 (juta US $) Uraian
2002
2003
2004
2005
(1)
(5)
(6)
(7)
(8)
983,12
1.160,32
1.442,80
2.215,16
979,56
1.149,40
1.424,19
2.177,71
3,55
10,92
18,62
37,45
0,0027
3,0048
1,6186
0,60
0
0
0
0
0,0027
3,0048
1,6186
0,60
Ekspor Barang Melalui Pelabuhan di Kukar Migas Non Migas Impor Barang Melalui Pelabuhan di Kukar Migas Non Migas Sumber : BPS Propinsi Kalimantan Timur
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
48
Ekonomi 1. Ekspor Definisi ekspor disini adalah pengiriman barang perdagangan ke luar negeri melalui pelabuhan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, baik bersifat komersial maupun bukan komersial. Nilai ekspor adalah nilai transaksi barang dalam Free On Board (FOB), yaitu suatu nilai transaksi yang mencakup juga semua biaya pengangkutan di negara/wilayah pengekspor. Nilai ekspor Kabupaten Kutai Kartanegara selama empat tahun terakhir (20022005) selalu meningkat. Pada tahun 2002 nilai ekspor sebesar 0,98 milyar US$ yang berasal dari migas dan non migas. Berikutnya pada tahun 2003 mengalami peningkatan menjadi 1,16 milyar US$, tahun 2004 menjadi 1,44 milyar US$, dan pada tahun 2005 kembali meningkat sebesar 53,53 persen hingga mencapai 2,22 milyar US$. Bila diamati menurut golongan barang, ekspor dari Kabupaten Kutai Kartanegara masih didominasi oleh minyak dan gas seperti halnya tahun-tahun sebelumnya dengan besarnya peranan hampir 98 persen terhadap total ekspor. Pada tahun 2002 nilai ekspor migas Kabupaten Kutai Kartanegara senilai 979,56 juta US$, yang meningkat menjadi 1,15 milyar US$ pada tahun 2003, menjadi 1,42 milyar US$ pada tahun 2004, dan meningkat lagi menjadi 2,18 milyar US$ pada tahun 2005. Kenaikan pada tahun 2005 ini disebabkan meningkatnya volume ekspor minyak dan gas yang diiringi dengan peningkatan harga minyak mentah di pasaran dunia. Sedangkan untuk ekspor non migas, selama kurun waktu empat tahun juga selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2002 nilai ekspor non migas sebesar 3,55 juta US$ dan terus meningkat, hingga tahun 2005 nilai ekspor non migas Kabupaten Kutai Kartanegara berjumlah 37,45 juta US$. 2. Impor Seperti halnya penjelasan ekspor, definisi impor disini adalah pemasukan barang perdagangan dari luar negeri melalui pelabuhan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, baik bersifat komersial maupun bukan komersial. Transaksi impor dinyatakan dalam CIF (Cost, Insurance, and Freight). Perkembangan impor Kabupaten Kutai Kartanegara sejak tahun 2002 hingga 2005 cenderung mengalami penurunan, dan hanya terdiri dari barang non migas. Impor pada tahun 2002 terbilang rendah bila dibandingkan tiga tahun sesudahnya
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
49
Ekonomi yakni hanya sebesar 2.739 US$. Pada tahun 2003 angka impor Kutai Kartanegara meningkat menjadi sebesar 3,0 juta US$, tahun 2004 turun kembali menjadi sebesar 1,62 juta US$, dan selanjutnya pada tahun 2005 kembali mengalami penurunan menjadi sebesar 0,6 juta US$.
G. Keuangan Daerah Dalam menjalankan roda pemerintahan dan dalam rangka meningkatkan pembangunan Kabupaten Kutai Kartanegara, maka pemerintah daerah senantiasa berusaha
meningkatkan
pendapatan
daerah
sebagai
sumber
dana
bagi
pembangunan tersebut. Melalui kebijakan dana perimbangan dan dilaksanakannya desentralisasi fiskal, maka semakin besar dana yang dikucurkan oleh pusat ke daerah. Namun besarnya dana tersebut masih belum berimbang bila dikaitkan dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan yang harus dilakukan karena di Kabupaten Kutai Kartanegara sampai saat ini, masih cukup banyak daerah-daerah yang tertinggal pembangunannya. 1. Penerimaan Daerah Penerimaan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2006 sebesar 3,37 triliun rupiah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber pendapatan yang penting karena mengingat sumber pendapatan tersebut mencerminkan kewenangan daerah untuk menggalinya secara mandiri dan sebagai tolak ukur kemampuan keuangan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Namun sampai dengan tahun 2006 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara baru mampu menyumbangkan sekitar 1,20 persen dari total pendapatan, yaitu sebesar 40,34 milyar rupiah. Penerimaan dari Pajak Daerah diperoleh sebesar 10,31 milyar rupiah, penerimaan dari Retribusi Daerah sebesar 5,92 milyar rupiah, penerimaan dari Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar 5,55 milyar rupiah, dan penerimaan dari Lain-Lain PAD yang Sah sebesar 18,56 milyar rupiah. Sumber penerimaan lain yang sangat penting, terutama untuk saat ini karena kontribusinya yang paling besar dalam penerimaan daerah adalah Dana Perimbangan yang ditetapkan dengan Undang-Undang No.25 tahun 1999 yang meliputi bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak (SDA), Dana Alokasi Umum
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
50
Ekonomi (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Bagian Dana Perimbangan yang diterima Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2006 sebesar 3,18 trilirun rupiah atau sekitar 94,36 persen dari total penerimaan, dimana 2,62 triliun rupiah atau sekitar 77,60 persen diantaranya masih disumbangkan oleh Bagi Hasil Bukan Pajak (terutama sumbangan bagi hasil dari pertambangan gas alam sebesar 65,86 persen dari total pendapatan Kabupaten Kutai Kartanegara atau senilai 2,22 triliun rupiah). Besarnya peran dari eksploitasi dan eksplorasi alam ini perlu untuk segera dicarikan alternatifnya, karena sumber daya alam tidaklah mudah untuk diperbaharui. Perlu waktu yang lama agar ia bisa menghasilkan kembali. Sehingga perlu usaha yang sangat besar dan perencanaan yang matang agar bagi hasil dari sumber daya alam tidak lagi menjadi andalan sebagai sumber pendapatan dimasa yang akan datang. Selanjutnya penerimaan yang bersumber dari pemerintah pusat
yang
berkaitan dengan dana rutin daerah dan dana pembangunan daerah dalam bentuk dana alokasi umum (DAU) pada tahun 2006 sebesar 297,81 milyar rupiah (8,83 persen dari total pendapatan). Sedangkan bagian Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Reboisasi yang diterima sebesar 12,70 milyar rupiah atau sekitar 0,38 persen dari total pendapatan Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2006. 2. Pengeluaran Daerah Penerimaan daerah secara garis besar dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin ditujukan untuk
membiayai
operasional
penyelenggaraan
pemerintahan,
sedangkan
pengeluaran pembangunan ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Namun sejak tahun 2004 istilah pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan tidak lagi digunakan di dalam APBD, karena APBD yang digunakan sudah berdasarkan kinerja. Istilah tersebut diganti dengan pengeluaran Aparatur Daerah dan pengeluaran Pelayanan Publik. Belanja Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2006 sebesar 3,77 triliun rupiah. Besarnya pengeluaran Aparatur Daerah sebesar 939,38 milyar rupiah atau sekitar 24,90 persen dari total pengeluaran, dimana sebagian besar diantaranya dikeluarkan untuk Belanja Administrasi Umum yakni sebesar 802,47 milyar rupiah. Sedangkan yang lainnya dikeluarkan untuk biaya Belanja Operasi
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
51
Ekonomi dan Pemeliharaan sebesar 78,15 milyar rupiah, dan biaya untuk Belanja Modal sebesar 58,75 milyar rupiah. Besarnya pengeluaran Pelayanan Publik pada tahun 2006 sebesar 2,83 triliun rupiah atau sekitar 75,10 persen dari total pengeluaran dimana sebagian besar diantaranya dikeluarkan untuk Belanja Modal yaitu sebesar 1,74 triliun rupiah. Sedangkan sisanya dikeluarkan untuk Belanja Administrasi Umum sebesar 278,49 milyar rupiah, Belanja Operasional dan Pemeliharaan sebesar 570,79 milyar rupiah, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan sebesar 234,47 milyar rupiah, dan Belanja Tidak Tersangka sebesar 10 milyar rupiah. Tabel 5.7. Keuangan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2006 URAIAN (1) PENERIMAAN 1. Pendapatan Asli Daerah - Pajak Daerah
NILAI ( 000 Rupiah ) (2) 3.373.530.072 40.344.750 10.313.000
- Retribusi Daerah
5.923.750
- Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
5.550.000
- Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 2. Dana Perimbangan - Bagi Hasil Pajak - Bagi Hasil Bukan Pajak
18.558.000 3.183.108.666 175.400.000 2.617.994.666
- Dana Alokasi Umum
297.814.000
- Dana Alokasi Khusus
12.700.000
- Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan dari Propinsi
79.200.000
3. Lain-lain Pendapatan yang Sah
150.076.656
4. Transfer dari Dana Cadangan
0
5. Penerimaan Pinjaman dan Obligasi
0
BELANJA DAERAH 1. Aparatur Daerah - Belanja Administrasi Umum
3.772.770.162 939.378.128 802.470.937
- Belanja Operasional dan Pemeliharaan
78.154.860
- Belanja Modal
58.752.331
2. Pelayanan Publik
2.833.392.034
- Belanja Administrasi Umum
278.491.402
- Belanja Operasional dan Pemeliharaan
570.789.928
- Belanja Modal - Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan - Belanja Tidak Tersangka
1.739.644.037 234.466.667 10.000.000
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Kutai Kartanegara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
52
Penutup
BAB XI. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Berdasarkan Hasil Registrasi Penduduk Tahun 2006, jumlah penduduk Kutai Kartanegara sebesar 542.233 jiwa. Dalam kurun waktu 2000 – 2006 maka laju pertumbuhan penduduk per tahunnya sekitar 4,03 persen. Jumlah penduduk laki-laki 284.243 jiwa dan penduduk perempuan 257.990 jiwa (rasio jenis kelamin 110,18). Dengan luas wilayah sebesar 27.263,1 Km2, maka kepadatan penduduk sebesar 19,89 orang per Km2 .
2.
Pada tahun 2006 penduduk berumur 10 tahun keatas yang tidak/belum pernah sekolah sekitar 4,94 persen, memiliki ijazah/STTB tertingginya SD/sederajat sekitar 27,71 persen, SLTP/MTs sekitar 24,34 persen, dan ijazah/STTB tertingginya SMU/MA/SMK sekitar 18,64 persen.
3.
Kualitas sumber daya penduduk kabupaten Kutai Kartanegara cukup baik dalam dua tahun terakhir persentase penduduk usia 10-44 tahun yang buta huruf masih berkisar 1 persen, dimana pada tahun 2005
sekitar 1,58
persen menurun menjadi 1,16 persen pada tahun 2006. 4.
Jumlah sekolah yang dibawahi Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) pada tahun pembelajaran 2005/2006 naik sebanyak 1,54 persen, sedangkan sekolah-sekolah yang dibawahi Departemen Agama naik sebanyak 1,33 persen.
5.
Pada tahun 2006 tercatat ada 155 dokter, atau bila memakai konstanta angka 10.000 dapat diketahui bahwa setiap 3 dokter akan melayani 10.000 penduduk. Sedangkan bila melihat tenaga perawat & bidan berjumlah 878 orang, maka tingkat ketersediaannya adalah setiap 17 orang tenaga kesehatan (perawat/ bidan) akan melayani 10.000 penduduk .
6.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tahun 2006 sebesar 63,75 persen dengan Tingkat Penganguran Terbuka (TPT) adalah 8,11 persen. Angka TPT tahun 2006 meningkat dibandingkan TPT tahun 2005 sebesar 7,17%.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
53
Penutup 7.
Sektor pertanian masih menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu mencapai 40,61 persen.
Kemudian sektor jasa dan perdagangan masing-masing
menempati urutan ke dua dan ketiga (16,60 persen dan 14,87 persen). 10. PDRB atas dasar harga berlaku dengan migas Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 66,354 triliun rupiah dan tanpa migas 14,303 trilyun. 11. Struktur ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara selama ini relatif tidak banyak mengalami pergeseran. Dua sektor yang sangat dominan dan memegang peranan penting dalam perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara karena memberi sumbangan nilai tambah terbesar adalah sektor pertambangan dan penggalian. 12. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2006 sebesar 1,27 persen. Hal ini terutama disebabkan adanya pertumbuhan di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14,50 persen. 13. Nilai ekspor Kabupaten Kutai Kartanegara selama empat tahun terakhir (20022005) selalu meningkat. Pada tahun 2005 nilai ekspor mencapai 2,22 milyar US$ yang terdiri dari migas menjadi 2,18 milyar US$ dan non migas berjumlah 37,45 juta US$. 14. Perkembangan impor Kabupaten Kutai Kartanegara sejak tahun 2002 hingga 2005 cenderung mengalami penurunan, dan hanya terdiri dari barang non migas. Pada tahun 2005 impor Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 0,6 juta US$. 15. Penerimaan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2006 sebesar 3,37 triliun rupiah. 16. Belanja Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2006 sebesar 3,77 triliun rupiah yang terdiri dari pengeluaran Aparatur Daerah sebesar 939,38 milyar rupiah dan pengeluaran Pelayanan Publik sebesar 2,83 triliun rupiah.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
54
Penutup B. SARAN Hasil penyusunan publikasi ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dasar untuk pembangunan Kabupaten Kutai Kartanegara dimasa yang akan datang. Namun, ulasan atau analisis yang disajikan dalam publikasi ini masih bersifat umum, sehingga kesimpulan yang diperoleh belum dapat memberikan gambaran yang rinci tiap bahasannya. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam lagi.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2007
55