KATA PENGANTAR
Publikasi Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009 ini menyajikan informasi tentang sejarah pemerintahan dan kondisi umum sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara. Adapun informasi yang disajikan meliputi kondisi dan potensi wilayah, keadaan pemerintahan, sosial ekonomi, kependudukan dan sektor-sektor pembangunan lainnya. Dengan terbitnya buku ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang hasil-hasil dan perkembangan pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara selama ini sehingga dapat menambah referensi
perencanaan
pembangunan selanjutnya. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan selanjutnya dan kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga publikasi ini dapat disusun.
Tenggarong, November 2009 Kepala BAPPEDA Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Kartanegara,
Ir. H. RUSDIANSYAH, M. M. NIP. 19560912 198203 1 018
Ir. GUNADI IRIANTO NIP. 19621011 199003 1 003
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
i
DAFTAR TABEL Tabel 2.1.
Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Letak Geografisnya...................................................................................
Tabel 2.2.
Jumlah Desa/Kelurahan Bukan Pesisir di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Jenisnya...................................................………………......
Tabel 2.3.
5
Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Letaknya terhadap Kawasan Hutan....................................………………......
Tabel 2.4.
4
6
Luas Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara Menurut Kelas Ketinggian dari Permukaan Laut...............................................................................................
7
Tabel 2.5.
Jarak Tempuh Beberapa Kota Lewat Sungai Mahakam (Km).........................
11
Tabel 2.6.
Jarak Tempuh dari Ibukota Kabupaten dengan Kota-Kota Lain......................
12
Tabel 4.1.
Perkembangan Indikator Kependudukan Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2000 – 2008..........................................................................................
Tabel 4.2.
Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan, Kepala Keluarga, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan, Tahun 2008................................
Tabel 4.3.
19
20
Perkembangan Indikator Pendidikan Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2006 – 2008.....................................................................................................
29
Tabel 4.4.
Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Menurut Jenjang Pendidikan, Tahun 2008.
32
Tabel 4.5.
Penduduk Balita Menurut Lamanya Diberi ASI, Tahun 2008..........................
35
Tabel 4.6.
Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2006 2008...........................................................................................................
Tabel 4.7.
Jumlah Rumahtangga Miskin Hasil TKPK Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2005......................................................................................................
Tabel 4.8.
Tabel 5.7.
50
Perkembangan PDRB Perkapita dan Pendapatan Perkapita Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2001 – 2008...........................................................
Tabel 5.6.
48
Distribusi Persentase PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2001 – 2008 (%)..................................
Tabel 5.5.
47
Distribusi Persentase PDRB Dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2001 – 2008 (%)..................................
Tabel 5.4.
44
Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2001 – 2008 (%)................................................
Tabel 5.3.
42
Perkembangan PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2001 – 2008....................................................................
Tabel 5.2.
40
Jumlah Rumahtangga dan Anggota Rumahtangga Sasaran Kabupaten Kutai Kartanegara Hasil PPLS 2008................................................................
Tabel 5.1.
39
52
Perkembangan Ekspor Melalui Pelabuhan Di Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2006 – 2008 (US $)..............................................................................
55
Keuangan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2008......................
59
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
iii
DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1.
Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Utama, Tahun 2008......
36
Grafik 5.1.
Perkembangan PDRB, Tahun 2001 – 2008....................................................
45
Grafik 5.2.
Struktur Ekonomi dengan Migas, Tahun 2008.................................................
51
Grafik 5.3.
Struktur Ekonomi Tanpa Migas, Tahun 2008..................................................
51
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
iv
Pendahuluan
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki abad XXI, dalam konteks pembangunan daerah terdapat 2 (dua) aspek mendasar yang akan mewarnai tatanan kehidupan dan pemerintahan di daerah. Pertama adalah pengaruh globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang makin nyata dan terasa dalam setiap sendi kehidupan masyarakat. Kedua, berkembangnya era otonomi daerah yang ditandai dengan diundangkannya undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Dari dua aspek tersebut peranan data dan informasi baik dalam penyajian, keakuratan, dan aktualisasi dan kecepatan penyampaian informasi akan sangat menentukan keberhasilan kebijakan dan tujuan pembangunan yang dilaksanakan. Bertitik tolak dari peranan penting data dari kedua aspek tersebut di atas maka disajikanlah Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009 yang merupakan aktualisasi dari penyajian monografi daerah Kabupaten Kutai Kartanegara sebelumnya dengan pembaharuan dan penyempurnaan sesuai dengan kondisi dan tuntutan yang harus dipenuhi. Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara ini bermaksud menyajikan data dan informasi tentang kondisi, potensi beserta perkembangan dan kemajuan bidang ekonomi dan sosial budaya yang telah dicapai melalui pembangunan yang dilaksanakan selama ini. Sehingga perkembangan dan kemajuan beserta hasilhasil pembangunan yang telah dilaksanakan dapat diketahui dan dimonitor.
B. Sistematika Penulisan Sesuai dengan maksud dan tujuannya serta untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan data dan informasi sebagaimanan yang disampaikan terdahulu maka buku Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009 disusun dengan sistematika sebagai berikut:
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
1
Pendahuluan Bab I.
Pendahuluan A. Latar Belakang B. Sistematika Penulisan
Bab. II
Kondisi Geografis A. Letak dan Topografi Wilayah B. Jenis Tanah dan Iklim C. Perairan umum D. Flora dan Fauna E. Jarak Antara Kota dan Kecamatan
Bab III.
Sejarah Pemerintahan A. Sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara B. Pemerintahan
Bab IV.
Kependudukan dan Sosial Budaya A. Kependudukan B. Pendidikan C. Kesehatan D. Ketenagakerjaan E. Perumahan F. Kemiskinan
Bab V.
Ekonomi A. Umum B. Perkembangan PDRB C. Pertumbuhan Ekonomi D. Struktur Ekonomi E. PDRB Perkapita dan Pendapatan Perkapita F. Ekspor Impor G. Keuangan Daerah
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
2
Kondisi Geografis
BAB II. KONDISI GEOGRAFIS A. Letak dan Topografi Wilayah Kabupaten
Kutai
Kartanegara
merupakan
salah
satu
dari
14
kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Kalimantan Timur. Jarak dari ibukota Provinsi Kalimantan Timur (Samarinda) ke Tenggarong (Ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara) sekitar 25 km, cukup ditempuh dengan perjalanan darat selama 30 – 45 menit. Secara geografis Kabupaten Kutai Kartanegara terletak antara 115o26’28” Bujur Timur sampai dengan 117o36’43” Bujur Timur dan 1o28’21” Lintang Utara sampai dengan 1o08’06” Lintang Selatan. Wilayah ini berbatasan dengan Kabupaten Bulungan, Kutai Timur dan Kota Bontang pada sisi sebelah utara. Pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Selat Makasar, sisi selatan berbatasan dengan Kota Balikpapan dan juga Kabupaten Penajam Paser Utara, dan sisi barat berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat. Sedangkan seluruh wilayah Kota Samarinda dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara. Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah daratan sekitar 27.263,10 km2, sedangkan wilayah perairannya sekitar 4.097 km2. Secara administrative wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara terdiri dari 18 kecamatan dan 227 desa/ kelurahan (termasuk desa persiapan). Jumlah desa/kelurahan ini meningkat bila dibandingkan dari tahun 1999 ketika awal pemekaran wilayah Kutai menjadi 3 kabupaten dan 1 kota. Pada tahun tersebut jumlah desa/kelurahan tercatat
186
desa/kelurahan.
Dengan
demikian
ada
pertambahan
41
desa/kelurahan atau 22,04 persen dari tahun 1999. Bila diamati dari letak geografisnya, dari 227 desa/kelurahan tersebut sebanyak 28 desa/kelurahan atau 12,33 persen merupakan daerah pesisir yang langsung berbatasan dengan laut (selat Makasar).
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
3
Kondisi Geografis Tabel 2.1.
Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Letak Geografisnya
Kecamatan
Pesisir/ Tepi Laut
Bukan Pesisir
Jumlah
[1] 1
Semboja
[2] 8
[3] 13
[4] 21
2
Muara Jawa
6
2
8
3
Sanga sanga
2
3
5
4
Loa Janan
-
8
8
5
Loa Kulu
-
12
12
6
Muara Muntai
-
13
13
7
Muara Wis
-
7
7
8
Kota Bangun
-
20
20
9
Tenggarong
-
13
13
10
Sebulu
-
13
13
11
Tenggarong Seberang
-
18
18
12
Anggana
3
5
8
13
Muara Badak
5
8
13
14
Marang Kayu
4
7
11
15
Muara Kaman
-
19
19
16
Kenohan
-
8
8
17
Kembang Janggut
-
11
11
18
Tabang
-
19
19
28
199
227
Jumlah
Sumber: BPS Kutai Kartanegara
Desa/kelurahan pesisir ini berada di 6 kecamatan yaitu kecamatan Samboja, Muara Jawa, Sanga-sanga, Anggana, Muara Badak serta Marang Kayu. Selebihnya yaitu 198 desa/kelurahan bukan merupakan daerah pesisir/tepi laut. Umumnya desa/kelurahan tersebut berada di daerah aliran sungai (DAS), lereng/ punggung bukit dan daerah dataran. Banyaknya desa/kelurahan di daerah aliran sungai (DAS) sangat mendominasi bila dibandingkan dengan posisi lainnya. Di sepanjang sungai besar seperti sungai Mahakam dan sungai Belayan banyak dijumpai desa/kelurahan dari kelompok ini.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
4
Kondisi Geografis Tabel 2.2.
Jumlah Desa/Kelurahan Bukan Pesisir di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Jenisnya
Kecamatan
Lembah/ DAS
Lereng/ Punggung Bukit
Dataran
Jumlah
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
1
Semboja
-
12
1
13
2
Muara Jawa
2
-
-
2
3
Sanga sanga
1
-
2
3
4
Loa Janan
2
1
5
8
5
Loa Kulu
-
-
12
12
6
Muara Muntai
9
-
4
13
7
Muara Wis
7
-
-
7
8
Kota Bangun
9
9
2
20
9
Tenggarong
2
2
9
13
10
Sebulu
4
7
2
13
11
Tenggarong Seberang
10
3
5
18
12
Anggana
4
-
1
5
13
Muara Badak
-
1
7
8
14
Marang Kayu
-
5
2
7
15
Muara Kaman
15
2
2
19
16
Kenohan
7
-
1
8
17
Kembang Janggut
11
-
-
11
18
Tabang
19
-
-
19
102
42
55
199
Jumlah
Sumber: BPS Kutai Kartanegara
Seperti terlihat pada tabel 2.2 jumlah kelompok desa/kelurahan yang berada di lembah/DAS tercatat 102 desa/kelurahan atau 51,26 persen, berikutnya masing-masing di daerah dataran sebanyak 55 desa/kelurahan (27,63 %) dan daerah lereng/punggung bukit terdapat 42 desa/kelurahan (21,11 %). Bila letak desa/kelurahan dikaitkan keberadaannya terhadap kawasan hutan seperti yang terlihat pada tabel 2.3, terlihat bahwa kelompok desa/kelurahan umumnya berada diluar kawasan hutan yaitu 123 atau 54,18 persen dari total desa/kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Kemudian berturut-turut diikuti
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
5
Kondisi Geografis kelompok yang berada di tepi kawasan hutan dengan 89 desa (39,21 persen) serta kelompok di dalam kawasan hutan sebanyak 15 desa (6,61 persen). Tabel 2.3.
Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Kutai Kartanegara Dirinci Menurut Letaknya terhadap Kawasan Hutan
Kecamatan
Di dalam Kawasan Hutan
Di tepi Kawasan Hutan
Di luar Kawasan Hutan
Jumlah
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
1
Semboja
-
6
15
21
2
Muara Jawa
-
8
-
8
3
Sanga sanga
1
2
2
5
4
Loa Janan
-
1
7
8
5
Loa Kulu
-
6
6
12
6
Muara Muntai
-
3
10
13
7
Muara Wis
3
4
-
7
8
Kota Bangun
2
6
12
20
9
Tenggarong
-
2
11
13
10
Sebulu
1
6
6
13
11
Tenggarong Seberang
-
-
18
18
12
Anggana
-
8
-
8
13
Muara Badak
-
9
4
13
14
Marang Kayu
-
2
9
11
15
Muara Kaman
4
5
10
19
16
Kenohan
4
1
3
8
17
Kembang Janggut
-
1
10
11
18
Tabang
-
19
-
19
15
89
123
227
Jumlah
Sumber: BPS Kutai Kartanegara
Daratan Kabupaten
Kutai Kartanegara
terdiri dari gunung-gunung
(terdapat sekitar 13 gunung), gunung yang paling tinggi di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah Gunung Lengkup dengan ketinggian 485 meter yang terletak di Kecamatan Loa Kulu. Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara sebagian besar bergelombang sampai berbukit dengan kelerengan landai sampai curam. Daerah dengan kemiringan datar sampai landai terdapat
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
dibeberapa bagian, yaitu
6
Kondisi Geografis beberapa kawasan pantai dan di sebagian besar daerah aliran Sungai Mahakam. Pada wilayah pedalaman dan perbatasan umumnya merupakan pegunungan dengan ketinggian 500-2000 meter dari permulaan laut. Ketinggian tanah dari permukaan laut berpengaruh terhadap pemanfaatan tanah di suatu wilayah. Semakin tinggi suatu wilayah dari permukaan laut, maka jenis komoditi yang dapat diusahakan dan diproduksi semakin terbatas. Ketinggian tanah dari permukaan laut bervariasi dari kelas 0 – 7 hingga 1000 meter. Tabel 2.4.
Luas Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara Menurut Kelas Ketinggian dari Permukaan Laut
No.
Kelas Ketinggian (m)
Luas (Ha)
Persentase
[1]
[2]
[3]
[4]
1.
0
-
7
623.480
22.87
2.
7
-
25
721.998
26.48
3.
25
-
100
813.966
29.85
4.
100
-
500
314.259
11.53
>
500
252.807
9.27
2.726.310
100.00
5.
Jumlah
Sumber : Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara (Dalam Data Pokok)
B. Jenis Tanah dan Iklim Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara menurut Soil Taxonomi VSDA tergolong ke dalam jenis tanah: ultisol, entisol, histosol, inseptisol, dan mollisol, atau menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor terdiri dari jenis tanah: podsolik, alluvial, andosol, dan renzina. Dari hasil analisis data pokok Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2002 diperkirakan luas dan sebaran jenis tanah di Kabupaten Kutai Kartanegara didominasi oleh 4 (empat) jenis tanah yaitu organosol gley humus 3.492,35 hektar (12,81%); alluvial 759.507 hektar (27,86%); komplek podsolid merah kuning, latosol dan litosol 755.705 hektar (27,72 %) dan podsolik merah kuning 861.863 hektar (31,61 %). Karakteristik iklim di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah iklim hutan tropika humida yang bercirikan curah hujan cukup tinggi dengan penyebaran yang Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
7
Kondisi Geografis merata sepanjang tahun, sehingga tidak terdapat pergantian musim yang jelas. Curah hujan tahunan berkisar antara 2.000 – 4.000 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 130-150 har/tahun dan umumnya hujan lebih banyak turun pada bulan Oktober sampai dengan bulan April dan biasanya disebut dengan bulan – bulan basah. Curah hujan terendah yaitu 0 – 2.000 mm/tahun tersebar di wilayah pantai dan semakin meningkat ke wilayah pedalaman atau kea rah barat. Temperatur rata-rata berkisar antara 26 oC dengan perbedaan suhu antara siang dan malam antara 5–7 derajat celcius.
C. Perairan Umum Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki 4 (empat) jenis perairan yaitu sungai, danau, rawa dan laut. Sungai Mahakam merupakan sungai induk dan sungai yang terpanjang, dengan panjang sekitar 920 Kilometer. Sungai ini masih sangat berperan sebagai urat nadi transportasi terutama untuk menuju Kecamatan Muara Wis dan Kecamatan Muara Muntai, serta sebagian besar kecamatan di wilayah Kabupaten Kutai Barat. Cabang-cabang sungai Mahakam sangat banyak dan salah satu diantaranya adalah sungai Belayan yang bermuara di Kecamatan Kota Bangun. Anak sungai Mahakam ini merupakan sarana transportasi utama menuju Kecamatan Kenohan, Kecamatan Kembang Janggut dan Kecamatan Tabang. Jumlah sungai yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara sekitar 30 buah. Danau di Kabupaten Kutai Kartanegara berjumlah sekitar 26 buah. Danau-danau tersebut merupakan penghasil ikan yang paling utama, dimana luas keseluruhannya sekitar 29.000 hektar. Dua danau yang cukup terkenal sebagai penghasil ikan adalah Danau Semayang dengan luas 13.000 hektar dan Danau Melintang dengan luas 11.000 hektar. Perairan berupa rawa-rawa terdiri dari rawa pasang surut (tidak swamp) dengan luas 299.795 hektar tesebar di kecamatan wilayah pantai (sekitar delta mahakam) dan rawa (swamp) seluas 269.171 hektar yang tersebar di sekitar Kecamatan Muara Kaman, Kota Bangun, Muara Wis, Muara Muntai, Kahala, dan Kecamatan Kembang Janggut.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
8
Kondisi Geografis Perairan laut terdapat di Kecamatan Anggana, Sanga-sanga, Muara Jawa, Samboja, Muara Badak dan Marangkayu. Data mengenai panjang laut, kedalamannya, luas laut dan kandungan potensinya, serta kecepatan arus laut sampai sekarang belum banyak diketahui. Luas laut diperkirakan 4.097 km2 (bila dihitung 4 mil laut dari pantai sesuai UU no. 22 tahun 1999).
D. Flora dan Fauna Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara sebagian besar terdiri dari kawasan hutan sekitar 7.918.619 hektar (83,31 %) yang merupakan sumber penghasil kayu yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti kayu ulin, kapur, bengkirai, meranti, tengkaeng, rotan, bambu, serta beraneka ragam buah-buahan. Pada daerah pesisir pantai banyak ditumbuhi pohon bakau dan nipah, sedangkan di daerah rawa-rawa dan danau sebagian besar ditutupi oleh jenis rumputrumputan yang hidup di air. Jenis satwa yang ada di daerah ini terdiri dari berbagai macam jenis ular, burung, rusa, kijang, kancil, beruang, kucing hutan, landak, orang hutan dan lain sebagainya. Dimana beberapa diantaranya merupakan satwa yang dilindungi di daerah ini, yaitu :
Orang Hutan atau Mawas (Pongo Pygmaeus). Hidupnya di pohon-pohon yang tinggi. Pada waktu akan melahirkan mereka akan membuat sarang yang terbuat dari dahan dan ranting kayu. Makanannya terdiri dari buahbuahan dan tunas-tunas yang masih muda. Binatang ini dapat dijinakkan. Owa-Owa atau Kaliawat (Hylobatidae). Merupakan jenis kera dengan tangan dan kakinya sangat panjang dan digunakan untuk berayun dari satu pohon ke pohon yang lainnya, berbeda dengan kera yang kalau ingin pindah dari satu pohon ke pohon lainnya dengan jalan meloncat. Kaliawat suka bersuara nyaring pada pagi hari dan menjelang malam, serta mudah dijinakkan.
Bekantan atau Kahau (Nasalis Larvatus). Binatang ini pada umumnya terdapat di daerah hutan payau dan mempunyai hidung panjang yang melengkung ke bawah melalui mulutnya dan kebanyakan berwarna merah
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
9
Kondisi Geografis dan putih. Binatang ini sukar dijinakkan/dipelihara. Makanannya yang utama terdiri dari tunas-tunas muda dan daun-daun yang muda.
Trenggiling atau Peusing (Manis Javanica). Binatang ini hidup di daerahdaerah yang berhutan dan berbukit-bukit, kepalanya diatas badan, kakinya pendek dan ekornya bersisik keras, makanannya terdiri dari serangga seperti rayap, semut. Pada saat ada bahaya mengancam dirinya, ia menekukkan badannya dan menyembunyikan kepalanya dibawah ekornya yang lebar dan kuat. Penglihatan dan pendengaran binatang ini tidak begitu tajam jika dibandingkan dengan binatang lainnya, tetapi penciumannya tajam. Binatang ini merupakan binatang malam dan bersembunyi di lobang-lobang pohon dan dapat mengeluarkan bau yang tidak enak.
Burung Enggang atau Kangkareng (Rucerotidae). Burung ini jenisnya banyak sekali. Mempunyai paruh yang besar dengan mahkota yang berupa tanduk diatasnya, sayapnya pendek sedangkan ekornya panjang. Bulunya hitam dengan ekor putih. Sarangnya dibuat di dalam pohon yang berlubang. Makanannya selain buah-buahan juga binatang kecil seperti cicak, kadal, ular, tikus dan sebagainya. Burung Enggang termasuk salah satu burung yang dianggap gaib oleh suku Dayak Kenyah dan Bahau serta dapat membuat atau mempengaruhi mental dan fisik seseorang. Suku Dayak Kenyah dan Bahau terutama bagi mereka yang belum memeluk agama (animisme), bulu ekor dan paruh burung tersebut menjadi tanda atau perlambang kewiraan dalam perjuangan membela rakyat terhadap musuh. Biasanya bulu tersebut ditaruh pada topi yang dipakai dan sering digunakan pada upacara adat. Selain itu Burung Enggang dianggap mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan mangsa dan hama-hama terutama pada tanaman padi. Oleh karena itu pada upacara-upacara yang diselenggarakan selalu ada lambang burung enggang pada salah satu alat perlengkapan upacara tersebut.
Ikan Pesut (Lumba-lumba air tawar) hidup di perairan umum. Berat badannya antara 80-90 kg dan makanannya sejenis ikan-ikan lain dan pada umumnya dari jenis ikan yang sisiknya mikroskopis seperti ikan Patin, Baong, Lais, dan sebagainya. Ciri-ciri ikan Pesut adalah sebagai berikut :
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
10
Kondisi Geografis •
Mempunyai lubang anus dan lubang peranakan yang luas serta warna kulit abu-abu tua dan bersisik mikroskopis.
•
Kulit daging tebal dan pejal, sirip obor letaknya horizontal dan bentuknya berlekuk.
•
Mempunyai lubang pernafasan pada bagian atas kepala dan dapat menyemburkan air setinggi +0,5 meter.
•
Mempunyai lidah seperti manusia, mempunyai gigi dan juga kelopak mata.
•
Cara berkembang biaknya adalah ovovipar (bertelur dan beranak serta menyusui didalam kandungan), ini karena tidak terlihatnya alat bagian atas.
E. Jarak Antar Kota dan Kecamatan Jarak antar ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara dengan beberapa kecamatan perlu juga diketahui guna memudahkan kita dalam melakukan suatu perencanaan perjalanan. Jarak tempuh ini dapat dilihat dari dua alternatif yaitu melalui jalur yang dilalui oleh sungai Mahakam, dan jarak tempuh melalui jalan darat. Jarak tempuh melalui jalur sungai Mahakam (pelayaran) dapat dilihat pada matrik berikut ini : Tabel 2.5
Jarak Tempuh Beberapa Kota Lewat Sungai Mahakan (Km)
Samarinda 12
Loa Janan
34
22
Loa Kulu
44
32
10
Tenggarong
69
57
35
25
Separi
81
69
47
37
12
Sebulu
103
91
69
59
34
22
Selerong
133
121
99
89
64
52
30
Muara Kaman
161
149
127
117
92
80
58
28
Kota Bangun
201
189
167
157
132
120
98
68
40
MuaraMuntai
Sumber : LLASDP Kabupaten Kutai Kartanegara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
11
Kondisi Geografis Sedangkan jarak tempuh antar ibukota kabupaten (Tenggarong) dengan kota-kota lain dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.6
Jarak Tempuh dari Ibukota Kabupaten dengan Kota-Kota Lain
No.
Jarak Antar Kota
Jarak (km)
Keterangan
[1]
[2]
[3]
[4]
1
Tenggarong - Loa Kulu
15
2
Tenggarong - Loa Janan
30
3
Tenggarong – Samarinda
45
Melalui Loa Janan
4
Tenggarong – Samarinda
27
Melalui Tenggarong Seberang
5
Tenggarong – Balikpapan
130
6
Tenggarong - Kota Bangun
80
7
Tenggarong - Tenggarong Seberang
18
8
Tenggarong – Sebulu
35
9
Tenggarong – Sebulu
23
Melalui Loa Tebu
10
Tenggarong - Ma. Kaman
110
Melalui Tenggarong Seberang
11
Tenggarong - Ma. Muntai
136
Melalui Kuyung Perian
Sumber : Dinas Perhubungan Kabupaten Kutai Kartanegara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
12
Sejarah Pemerintahan
BAB III. SEJARAH PEMERINTAHAN A. Sejarah Kerajaan Kutai Kertanegara Patut disyukuri bahwa Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki latar belakang kebanggaan sejarah yang luar biasa yakni sebagai kerajaan tertua di Indonesia, dimana pada abad ke IV telah berdiri kerajaan bercorak Hindu India yang bernama Kerajaan Kutai Mulawarman atau lebih sering dikenal dengan Kerajaan Mulawarman. Penafsiran para ahli sejarah menyimpulkan bahwa sesungguhnya Kerajaan Kutai Mulawarman adalah Kerajaan Kutai yang berdiri di Martapura, Muara Kaman sehingga sering disebut Kerajaan Martapura atau Martadipura. Kesimpulan tersebut berdasarkan catatan sejarah dari Cina dan India yang menyebut dengan tegas adanya kerajaan Kho Thay (Bahasa Cina) yang berarti kerajaan besar dan Quetaire (bahasa India) yang berarti hutan belantara. Kerajan Kutai Mulawarman (Martadipura) didirikan oleh pembesar kerajaan Campa (Kamboja) bernama Kudungga, yang selanjutnya menurunkan Raja Asmawarman, Raja Mulawarman, sampai 27 (dua puluh tujuh) generasi kerajaan
Kutai
Mulawarman
sebagai
berikut:
Kudungga,
Asmawarman,
Mulawarman, Sri Warman, Mara Wijaya Warman, Gayayana Warman, Wijaya Tungga Warman, Jaya Naga Warman, Nala Singa Warman, Nala Perana Warmana Dewa, Galingga Warman Dewa, Indara Warman Dewa, Sangga Wirama Dewa, Singa Wargala Warmana Dewa, Candra Warmana, Prabu Mulia Tungga Dewa, Nala Indra Dewa, Indra Mulia Warmana Tungga, Srilangka Dewa, Guna Perana Tungga, Wijaya Warman, Indra Mulia, Sri Aji Dewa, Mulia Putera, Nala Pendita, Indra Paruta Dewa, dan Darma Setia. Sementara itu pada abad XIII di muara Sungai Mahakam berdiri Kerajaan bercorak Hindu Jawa yaitu Kerajaan Kutai Kertanegara yang didirikan oleh salah seorang pembesar dari Kerajaan Singasari yang bernama Raden Kusuma yang kemudian bergelar Aji Batara Agung Dewa Sakti dan beristerikan Putri Karang
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
13
Sejarah Pemerintahan Melenu sehingga kemudian menurunkan putera bernama Aji Batara Agung Paduka Nira. Proses asimilasi (penyatuan) dua kerajaan tersebut telah dimulai pada abad XIII dengan pelaksanaan kawin politik antara Aji Batara Agung Paduka Nira yang mempersunting Putri Indra Perwati Dewi yaitu seorang puteri dari Guna Perana Tungga salah satu Dinasti Raja Mulawarman (Martadipura), tetapi tidak berhasil menyatukan kedua kerajaan tersebut. Baru pada abad XVI melalui perang besar antara kerajaan Kutai Kertanegara pada masa pemerintahan Aji Pangeran Sinum Panji Ing Mendapa dengan Kerajaan Kutai Mulawarman (Martadipura) pada masa pemerintahan Raja Darma Setia. Dalam pertempuran tersebut Raja Darma Setia mengalami kekalahan dan gugur di tangan Raja Kutai Kertanegara Aji Pangeran Sinum Panji, yang kemudian berhasil menyatukan kedua kerajaan Kutai tersebut sehingga wilayahnya menjadi sangat luas dan nama kerajaannyapun berubah menjadi Kerajaan Kutai Kertanegara Ing Martadipura yang kemudian menurunkan dinasti raja-raja Kutai Kertanegara sampai sekarang. Literatur sejarah menyebutkan bahwa sejak abad XIII sampai tahun 1960 yang menjadi raja (sultan) Daerah Swapraja (Kerajaan Kutai Kertanegara) berdasarkan tahun pemerintahannya adalah sebagai berikut: 1.
1300 - 1325
Aji Batara Agung Dewa Sakti
2.
1350 - 1370
Aji Batara Agung Paduka Nira
3.
1370 - 1420
Aji Maharaja Sultan
4.
1420 - 1475
Aji Raja Mandarsyah
5.
1475 - 1525
Aji Pangeran Tumenggung Jaya Baya (Aji Raja Puteri)
6.
1525 - 1600
Aji Raja Mahkota
7.
1600 - 1605
Aji Dilanggar
8.
1605 - 1635
Aji Pangeran Sinum Panji Mendopo
9.
1635 - 1650
Aji Pangeran Dipati Agung
10.
1650 - 1685
Aji Pageran Mejo Kesumo
11.
1685 - 1700
Aji Begi gelar Aji Ratu Agung
12.
1700 - 1730
Aji Pageran Dipati Tua
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
14
Sejarah Pemerintahan 13.
1730 - 1732
Aji Pangeran Dipati Anum Panji Pendopo
14.
1732 - 1739
Sultan Aji Muhammad Idris
15.
1739 - 1782
Aji Imbut gelar Sultan Muhammad Muslihuddin
16.
1782 - 1850
Sultan Aji Muhammad Salehuddin
17.
1850 - 1899
Sultan Aji Muhammad Sulaiman
18.
1899 - 1915
Sultan Aji Alimuddin
19.
1915 - 1960
Sultan Aji Muhammad Parikesit
20.
1960 - sekarang Sultan Haji Aji Muhammad Salehuddin II
B. Pemerintahan Literatur sejarah menyatakan bahwa pada tanggal 17 Juli 1863 Kerajaan Kutai Kertanegara mulai menjadi daerah Swapraja sebagai bagian dari Kerajaan Hindia Belanda, akibat ditanda tanganinya Lange Contract oleh Sultan Kutai pada waktu itu karena kalah perang. Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 daerah Swapraja Kutai Kertanegara mendapat pengaturan tersendiri dan mempunyai kedudukan istimewa. Sultan selaku kepala Swapraja dinobatkan sebagai Koo, yang berarti mempunyai kedudukan jelas sebagai anggota keluarga dari Raja Jepang. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan putusnya hubungan dengan kerajaan Belanda dan kemudian menunjukkan kesetiaan pada kerajaan Jepang. Akan tetapi pada tahun 1945 Kalimantan Timur berhasil diduduki kembali oleh Belanda termasuk daerah Swapraja Kutai Kertanegara dan pada tahun 1947 Kalimantan
Timur
dibentuk
menjadi
Federasi
dengan
status
Satuan
Kertanegaraan yang berdiri sendiri dan terdiri atas daerah-daerah Kesultanan Kutai, Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Pasir dengan sebutan Swapraja. Selanjutnya pada tanggal 27 Desember 1949 masuk dalam wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS) dan pada tanggal 10 April 1950 Federasi Kalimantan Timur masuk dalam Republik Indonesia (yang beribukota di Yogyakarta). Pada tanggal 7 Januari 1953 berdasarkan Undang-Undang Darurat nomor 3 tahun 1953 maka daerah Swapraja Kutai Kertanegara diubah menjadi
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
15
Sejarah Pemerintahan Daerah Istimewa Kutai yang merupakan daerah otonom atau daerah istimewa tingkat Kabupaten. Akan tetapi pada tahun 1959 status daerah istimewa tersebut dihapus melalui Undang-Undang nomor 27 tahun 1959 dan dibagi menjadi Daerah Swatantra yang meliputi : 1.
Kotapraja Balikpapan dengan Ibukota Balikpapan
2.
Kotapraja Samarinda dengan Ibukota Samarinda
3.
Daerah Tingkat II Kutai dengan Ibukota Tenggarong Melalui Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 tahun 1995 pada tahun
1995/1996 Kabupaten Dati II Kutai menjadi salah satu daerah percontohan pelaksanaan Otonomi Daerah. Selanjutnya melalui Undang-Undang Nomor 47 tahun 1999 Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai dimekarkan menjadi 3 daerah kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang. Untuk melestarikan warisan kebanggaan sejarah kerajaan Kutai tersebut, maka Kabupaten Kutai yang ada pada saat ini lebih dikenal dengan sebutan Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas wilayah 27.263,1 km2 yang terbagi menjadi 18 kecamatan dan 226 desa/kelurahan. Dengan diundangkannya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah maka telah terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap sistem pemerintahan di daerah. Perubahan tersebut antara lain dengan adanya pergeseran kewenangan yang sangat luas dari Pemerintah Pusat yang sentralistik kepada Pemerintah Daerah (desentralisasi) yang lebih bersifat otonom sehingga pemberlakuan kedua Undang-undang tersebut sering disebut era Otonomi Daerah. Dalam menjalankan pemerintahan Kepala Daerah Kabupaten (Bupati) tidak lagi bertanggung jawab kepada Gubernur tetapi bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan dalam melaksanakan tugastugasnya Bupati dibantu oleh seorang Wakil Bupati yang juga dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
16
Sejarah Pemerintahan Sebagai referensi berikut disajikan risalah pejabat Kepala Daerah (Bupati) Kutai sejak menjadi daerah otonom (Daerah Tingkat II) dari tahun 1960 sampai sekarang: 1.
Aji Raden Padmo
1960 - 1964
2.
Drs. Rusdibyono
1964 -1965
3.
Drs. H. Ahmad Dahlan
1965 - 1979
4.
Drs. H. Awang Faisal
1979 - 1984
5.
Drs. H. Chaidir Hafidz
1984 - 1989
6.
Drs. H. S. Syafran
1989 - 1994
7.
Drs. H. A. M. Sulaiman
1994 - 1999
8.
DR. H. Syaukani HR.
1999 - 2007
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
17
Kependudukan dan Sosial Budaya
BAB IV. KEPENDUDUKAN DAN SOSIAL BUDAYA A. Kependudukan Dalam kerangka pembangunan nasional, kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis. Dalam hal ini penduduk merupakan pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Dalam GBHN dikemukakan bahwa penduduk mempunyai peranan sebagai subjek yang harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi penggerak pembangunan dan sebagai objek dimana hasil dari pembangunan harus dapat diikmati oleh penduduk yang bersangkutan. Selain itu, keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan pemerintah. Jumlah penduduk yang besar, bukanlah jaminan keberhasilan suatu pembangunan. Peningkatan jumlah penduduk akan memberikan dampak negatif jika tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan penduduk, sehingga pada gilirannya dapat menimbulkan gangguan terhadap program-program pembangunan disemua sektor pembangunan pemerintahan yang sedang dilaksanakan. Selain itu juga akan dapat pula menimbulkan berbagai kesulitan bagi generasi yang akan datang. Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan daerah dengan jumlah penduduk kedua terbanyak di Propinsi Kalimantan Timur setelah Kota Samarinda (17,51% dari total penduduk Kalimantan Timur pada tahun 2000).
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
18
Kependudukan dan Sosial Budaya Tabel 4.1. Perkembangan Indikator Kependudukan Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2000-2008 Uraian
Satuan
2000
2006
2007
2008
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
1. Jumlah Penduduk 2. Pertumbuhan Penduduk
Jiwa
427.791
542.233
550.027
580.348
%
xxxxxxx
2,85
1,44
5,51
3. Kepadatan Penduduk
Jiwa/km2
15,69
19,89
20,17
21,46
4. Rasio Jenis Kelamin
-
109,49
110,18
110,09
110,91
5. Persentase Penduduk Kota
%
24,30
26,18
26,15
42,33
6. Rasio Ketergantungan
%
52,69
49,53
50,61
53,09
7. Angka Harapan Hidup
Tahun
64,90
67,84
67,68
67,76
8. Angka Kelahiran Total / TFR
-
2,814
2,6213
2,6133
2,6137
9. Angka Kematian Bayi / IMR
-
0,048
0,0365
0,0372
0,0369
Sumber: BPS Kabupaten Kutai Kartanegara
1. Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara hasil pendataan Sensus Penduduk 2000 sebanyak 427.791 jiwa. Jumlah ini terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga pada tahun 2008 jumlah penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara berdasarkan hasil registrasi penduduk berjumlah 580.348 jiwa. Bila dibandingkan dengan tahun 2000, jumlah penduduk mengalami peningkatan sebanyak 152.557 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu delapan tahun sebesar 3,89 persen per tahun. Pada tahun 2008 jumlah penduduk laki- laki 305.182 jiwa dan penduduk perempuan 275.166 jiwa. Ini berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan dengan rasio jenis kelamin 110,91. Selanjutnya, dengan luas wilayah sebesar 27.263,1 Km2, maka kepadatan penduduk di Kabupaten Kartanegara tahun 2008 adalah 21,29 orang per Km2.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
19
Kependudukan dan Sosial Budaya Tabel 4.2.
Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan, Kepala Keluarga, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan, Tahun 2008 Luas Wilayah
Kecamatan km [1]
2
%
Desa
[3]
[4]
KK
Penduduk
per km
2
per KK
[5]
[6]
[7]
[8]
1.045,90
3,84
21
14.883
51.336
49,08
14,23
Muara Jawa
754,50
2,77
8
6.715
28.359
37,59
8,90
Sanga-Sanga
233,40
0,86
5
4.332
15.016
64,34
18,56
Loa Janan
644,20
2,36
8
17.066
50.879
78,98
26,49
1.405,70
5,16
12
10.415
38.201
27,18
7,41
928,60
3,41
13
4.097
17.587
18,94
4,41
Muara Wis
1.108,16
4,06
7
2.252
8.549
7,71
2,03
Kota Bangun
1.143,74
4,20
20
7.249
29.240
25,57
6,34
Tenggarong
398,10
1,46
13
19.006
78.371
196,86
47,74
Sebulu
859,50
3,15
13
9.112
36.886
42,92
10,60
Tgr.Seberang
437,00
1,60
18
13.492
52.583
120,33
30,87
1.798,80
6,60
8
10.738
28.756
15,99
5,97
Muara Badak
939,09
3,44
13
15.605
37.583
40,02
16,62
Marang Kayu
1.165,71
4,28
11
5.898
25.637
21,99
5,06
Muara Kaman
3.410,10
12,51
19
8.341
34.282
10,05
2,45
Kenohan
1.302,20
4,78
8
3.101
11.893
9,13
2,38
Kb.Janggut
1.923,90
7,06
11
5.633
21.728
11,29
2,93
Tabang
7.764,50
28,48
19
2.581
13.462
1,73
0,33
27.263,10
100,00
227
160.516
580.348
21,29
5,89
Samboja
Loa Kulu Muara Muntai
Anggana
Jumlah
[2]
Kepadatan Penduduk
Jumlah
Sumber: BPS Kutai Kartanegara
Penyebaran penduduk di Kabupaten Kutai Kartanegara secara geografis dapat dikatakan belum merata sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat kepadatan penduduk antar kecamatan yang cukup besar. Kondisi ini perlu diperhatikan oleh pemerintah karena berkaitan dengan daya dukung terhadap lingkungan. Hingga tahun 2008 penduduk masih terkonsentrasi di empat Kecamatan (40,18%) yaitu Kecamatan Tenggarong (13,50%), Tenggarong Seberang (9,06%), Samboja (8,85%), dan Loa Janan (8,77%), dengan jumlah luas wilayah kurang dari 10 persen dari luas Kabupaten Kutai Kartanegara. Sebagian
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
20
Kependudukan dan Sosial Budaya besar penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara tinggal di daerah pedesaan yaitu sekitar 57,67 persen, dan sisanya 42,33 persen berada di daerah perkotaan. Seperti pada tahun sebelumnya maka di tahun 2008 ini dari 18 kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, kecamatan Tenggarong mempunyai kepadatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain yakni 196,86 jiwa per Km2, sedangkan kepadatan yang terendah pada kecamatan Tabang yakni sekitar 1,73 jiwa per Km2. Kepadatan yang tinggi di wilayah Kecamatan Tenggarong dapat disebabkan daerah tersebut mempunyai daya tarik. Selain sebagai ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara yang merupakan lokasi pusat pemerintahan kebupaten, daerah ini juga merupakan pusat perekonomian dan sekaligus tempat tujuan pariwisata yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih memadai.
2. Struktur Umur Penduduk Pada tahun 2000 struktur umur penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara tergolong ”muda” dengan proporsi penduduk usia muda (di bawah 15 tahun) masih sekitar 32,07 persen dan proposi penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) tercatat 2,43 persen, sedangkan proporsi penduduk usia produktif (15–64 Tahun) tercatat 65,49 persen. Berdasarkan Data Susenas 2008, proporsi penduduk usia muda dan proporsi penduduk usia produktif mengalami penurunan yaitu sekitar 31,83 persen (165.004 jiwa) untuk penduduk usia muda dan 65,32 persen (338.638 jiwa) untuk penduduk usia produktif. Sebagai konsekuensi dari penurunan proporsi penduduk usia muda dan usia produktif, pada tahun 2008 proporsi penduduk usia lanjut mengalami peningkatan yaitu 2,85 persen. Akan tetapi, proporsi penduduk usia lanjut tahun 2008 masih jauh di bawah 10 persen yang merupakan ciri penduduk “tua” sebagaimana yang terjadi pada negara–negara maju. Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa struktur umur penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara berada pada transisi antara penduduk “muda” dan “tua”.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
21
Kependudukan dan Sosial Budaya 3. Rasio Ketergantungan Sebagai daerah terbuka yang terkenal dengan potensi sumber daya alam yang melimpah menyebabkan mobilitas penduduk yang terjadi cukup tinggi. Diduga mereka yang datang untuk bekerja/mencari pekerjaan ke daerah ini pada umumnya usia produktif (15-64 tahun) sehingga menggeser komposisi umur penduduk. Penduduk usia produktif terus meningkat sejak tahun 1990 sebesar 197.960 jiwa menjadi 280.173 jiwa pada tahun 2000. Dengan demikian beban tanggungan penduduk usia produktif terhadap penduduk usia tidak produktif (0-4 tahun dan 65+ tahun) menurun. Hal ini ditunjukkan dengan angka Dependency Ratio (DR) yang menurun, yaitu pada tahun 1990 sebesar 71,79 persen menurun menjadi 52,69 persen pada tahun 2000. Akan tetapi, setelah tahun 2000 jumlah penduduk usia produktif mengalami ketidakstabilan, diduga hal ini juga disebabkan mereka yang pindah ke tempat lain untuk bekerja/ mencari pekerjaan atau sekolah. Pada tahun 2008 penduduk usia produktif tercatat sebanyak 338.638 jiwa dengan beban tanggungan penduduk usia produktif (15-64 tahun) terhadap penduduk usia tidak produktif (0-4 tahun dan 65+ tahun) sebesar 53,09 persen. Angka ini menunjukkan bahwa pada tahun 2008 di Kabupaten Kutai Kartanegara dari 100 orang usia produktif akan menanggung beban sekitar 53 orang usia tidak produktif.
4. Fertilitas Pertumbuhan penduduk di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu komponen yang mempengaruhi peningkatan laju pertumbuhan penduduk adalah kelahiran (fertilitas). Dengan adanya penurunan kelahiran pada gilirannya diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan angka kelahiran yang salah satunya adalah dengan mewujudkan sebuah program yang disebut dengan program Keluarga Berencana (KB). Program ini merupakan program untuk merencanakan jumlah keluarga, dimana jumlah anak yang dianggap ideal adalah dua orang. Program ini mulai dicanangkan menjadi program
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
22
Kependudukan dan Sosial Budaya nasional pada akhir tahun 1970. Program Keluarga Berencana ini tidak hanya bertujuan menurunkan tingkat fertilitas tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menanamkan norma tentang keluarga kecil bahagia sejahtera. Upaya pemerintah tersebut telah berhasil menurunkan tingkat fertilitas di Indonesia secara umum. Hal ini ditunjukkan oleh berbagai sumber data dimana TFR (Total Fertility Rate) yang sering digunakan sebagi ukuran fertilitas. Keadaan ini juga disertai dengan pembangunan sosial ekonomi dan budaya yang membaik seperti salah satunya peningkatan ekonomi rumah tangga melalui peranan wanita dalam angkatan kerja. Di Kabupaten Kutai Kartanegara, TFR 1990 adalah sebesar 3,5095 per wanita (SP 90) dan turun menjadi 2,8140 per wanita ditahun 2000 (SP 2000). Angka TFR ini terus turun hingga pada tahun 2008 menjadi 2,6137 per wanita, pengertiannya adalah secara hipotesis setiap wanita secara rata-rata akan melahirkan
anak
sebanyak
2,6137
orang
hingga
berakhirnya
masa
reproduksinya, atau untuk setiap 10.000 wanita akan melahirkan sebanyak 2.6137 anak hingga berakhir masa reproduksinya. Perubahan-perubahan perilaku fertilitas tidak hanya dipengaruhi oleh keberhasilan program Keluarga Berencana (KB), tetapi juga dipengaruhi oleh variabel-variabel lain baik variabel-variabel langsung maupun variabel-variabel tidak langsung. Beberapa variabel tidak langsung adalah variabel peranan alternatif wanita yang secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh variabel sosial ekonomi lainnya seperti pendidikan dan variabel pendapatan. Variabel peranan alternatif wanita menekankan bahwa stasus wanita tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, merawat anak dan melayani suami tetapi juga peran-peran lain dalam pembangunan. Apabila status wanita masih ditekankan pada fungsinya hanya sebagai ibu rumah tangga, merawat anak dan melayani suami maka kecil kemungkinannya untuk terjadi penurunan tingkat fertilitas. Dengan demikian faktor pendidikan formal tidak akan banyak pula menunjang perubahan perilaku fertilitas yang dimaksud. Hull dalam Singarimbun (1978:10) mengemukakan bahwa keinginan untuk jumlah anak yang sedikit akan terlaksana apabila para wanita tersebut
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
23
Kependudukan dan Sosial Budaya mempunyai peranan-peranan alternatif. Singarimbun (1978:10) juga menegaskan bahwa usaha menurunkan tingkat fertilitas melalui pelembagaan norma-norma keluarga kecil akan terlaksana dengan jalan memberikan penghargaan atas peranan alternatif yang dilakukan oleh para wanita yang bersangkutan. Disisi lain menurut Gendel (dalam Sugiyanto,1992:17) hubungan yang negatif antara partisipasi angkatan kerja wanita dengan fertilitas terjadi apabila suatu masyarakat telah mencapai keadaan pembangunan ekonomi tertentu. Sebelum pembangunan ekonomi mencapai tingkat tertentu, partisipasi angkatan kerja wanita dalam angkatan kerja tidak akan mempengaruhi fertilitas. Sesuai dengan pemikiran diatas, Rayappa (dalam Sugiyanto,1992:17) menambahkan bahwa partisipasi wanita dalam angkatan kerja biasanya dipengaruhi oleh perubahan struktur ekonomi yang terjadi selama proses pembangunan, dimana pada awal proses pembangunan partisipasi wanita dalam angkatan kerja akan menurun yang disebabkan oleh persaingan dari partisipasi angkatan kerja pria sebagai
akibat
adanya
tingkat
pengangguran
yang
tinggi.
Pada
saat
pembangunan ekonomi telah mapan, maka untuk meningkatkan pendapatan keluarga memaksa wanita bekerja untuk menambah penghasilan rumah tangga. Terbukanya kesempatan kerja bagi wanita dengan adanya perkembangan jenis pekerjaan administratif dan White Collar lainnya yang banyak menyerap tenaga kerja wanita akan mempengaruhi tingkat fertilitas. Hal diatas juga ditunjang oleh penelitian yang dilakukan Hofman dan Nye (1974), dimana mereka mengambil kesimpulan bahwa tingkat kelahiran dapat diturunkan apabila struktur pasar tenaga kerja (Labour Force) dapat dirombak sehingga memungkinkan penyerapaan tenaga kerja wanita lebih banyak. Pandangan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa peningkatan status dan peranan wanita akan mendorong terwujudnya perencanaan fertilitas yang lebih merata dikalangan ibu-ibu rumah tangga (wanita yang bersuami).
5. Mortalitas Mortalitas juga merupakan komponen demografi yang juga mempengaruhi dinamika demografis selain fertilitas dan migrasi. Tingkat kematian yang terjadi umumnya berbeda menurut golongan umur, jenis kelamin maupun kondisi sosial
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
24
Kependudukan dan Sosial Budaya ekonomi penduduk. Dengan demikian tingkat kematian yang terjadi disuatu wilayah sering dihubungkan dengan kemajuan sosial ekonomi di wilayah tersebut. Salah satu indikator penting yang sering digunakan adalah Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Angka ini dapat mencerminkan derajat kesehatan masyarakat karena bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat tinggal orang tuanya dan erat kaitannya dengan status sosial ekonomi orang tua bayi tersebut. Angka kematian bayi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelompok penduduk yang mempunyai resiko kematian tinggi. Selain angka kematian bayi, biasanya digunakan pula indicator lain yaitu Angka Harapan Hidup atau Life Expectancy (LE). Untuk menghitung berbagai indikator-indikator tersebut, data utamanya adalah berasal dari registrasi vital. Namun data demikian sulit untuk diperoleh, sehingga perhitungan sering dilakukan secara tidak langsung (Indirect). Hal tersebut bisa dilakukan dengan memanfaatkan hasil sensus penduduk melalui data anak lahir hidup maupun anak masih hidup. Besarnya Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2000 sebesar 0,048 atau ada 48 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut terus turun, sehingga pada tahun 2008 menjadi 0,0369 atau ada 369 kematian bayi per 10.000 kelahiran hidup. Angka ini mengalami penurunan dari tahun 2007 dimana ada 372 kematian bayi per 10.000 kelahiran hidup. Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap
kematian bayi antara
lain faktor tempat
tinggal,
(Utomo,1984) menyimpulkan bahwa tingkat kematian bayi di daerah perkotaan lebih rendah dibanding daerah pedesaan. Hal ini didasari karena masyarakat kota pada umumnya mempunyai kondisi sosial ekonomi yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, serta penyediaan air dan sanitasi yang lebih baik, demikian pula konsentrasi pelayanan kesehatan modern dan tenaga kesehatan lebih besar di kota. Faktor pendidikan, terutama pendidikan ibu, berpangaruh sangat kuat terhadap kelangsungan hidup bayi dan anaknya (Caldwell dan Mc Donald,1981). Dengan pendidikan tinggi, membuat ibu mampu memanfaatkan dunia modern yaitu pengetahuan tentang fasilitas dan perawatan
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
25
Kependudukan dan Sosial Budaya kesehatan modern, serta mampu berkomunikasi dengan aparat para medis. Disamping itu pendidikan wanita dapat mengubah keseimbangan kekuasaan tradisional di keluarga. Angka Harapan Hidup (AHH) menunjukkan rata-rata umur penduduk mulai lahir sampai dengan akhir hidupnya. Besarnya nilai AHH berkaitan erat dengan angka kematian bayi, dimana semakin tinggi kematian bayi nilai AHH akan menurun. Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi kematian bayi, juga berpengaruh terhadap besaran angka harapan hidup sejak lahir. Dengan menurunnya angka kematian bayi pada periode 2000-2008 di Kabupaten Kutai Kartanegara, disisi lain berpengaruh terhadap kenaikan angka harapan hidup. Pada periode 2000-2008, angka harapan hidup relatif meningkat. Pada tahun 2006 angka harapan hidup Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 67,84 tahun, kemudian menurun menjadi 67,68 tahun pada tahun 2007, dan meningkat kembali menjadi 67,76 pada tahun 2008. Angka harapan hidup penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2008 ternyata masih rendah bila dibandingkan dengan AHH Provinsi Kalimantan Timur (data terakhir tahun 2008 sebesar 70,80 tahun).
6. Migrasi Migrasi
merupakan
salah
satu
dari
ketiga
faktor
dasar
yang
mempengaruhi pertumbuhan penduduk, sedangkan faktor lain adalah kelahiran dan kematian. Peninjauan migrasi secara regional sangat penting untuk ditelaah secara khusus mengingat adanya kepadatan dan distribusi penduduk yang tidak merata, adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi orang-orang untuk melakukan migrasi, adanya desentralisasi dalam pembangunan, serta komunikasi dan transformasi yang semakin lancar. Seseorang dikatakan melakukan migrasi apabila ia melakukan pindah tempat tinggal secara permanen atau relatif permanen (untuk jangka waktu minimal tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu, atau pindah dari satu unit geografis ke unit geografis lainnya. Unit geografis sering berarti unit administratif pemerintah baik berupa negara maupun bagian-bagian dari negara (H.Shryock
dan
J.S.Siegel,
dalam
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
Said
Rusli:
Pengantar
Ilmu
26
Kependudukan dan Sosial Budaya Kependudukan:136). Orang yang melakukan migrasi disebut dengan migran, karena itu seseorang yang disebut sebagai migran ada kemungkinan telah melakukan migrasi lebih dari satu kali. Bebarapa faktor penarik yang menyebabkan orang melakukan migrasi antara lain kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok, dan selanjutnya
berdampak
kepada
memperoleh
pendapatan
yang
lebih
baik.Persoalannya, data tentang migrasi yang valid sementara ini hanya dapat diperoleh melalui hasil sensus penduduk yang diselenggarakan tiap 10 tahun sekali, sehingga tidak dapat dibandingkan tiap tahunnya. Di Kabupaten Kutai Kartanegara berdasarkan sensus penduduk 2000 terdapat 371 migran seumur hidup per 1000 penduduk. Artinya dari 1000 orang penduduk, 371 orang diantaranya tempat lahirnya di luar Kabupaten Kutai Kartanegara. Dari jumlah tersebut 45,62 persen dilahirkan di pulau Jawa dan 22,43 persen dilahirkan di pulau Sulawesi, sedangkan sisanya dilahirkan di daerah lainnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa mereka yang melakukan migrasi ke Kabupaten Kutai Kartanegara didominasi dari program transmigrasi dimasa lalu, dimana daerah asal pengiriman berasal dari pulau Jawa. Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan suatu daerah di Kalimantan Timur yang mempunyai potensi sumber daya melimpah. Potensi sumber daya alam ini sebagian telah dikembangkan dan dimanfaatkan diantaranya adalah hasil pertambangan migas dan non migas, serta hasil hutan. Tingginya permintaan tenaga kerja di beberapa perusahaan membuat para pendatang dari luar daerah, seperti dari Pulau Jawa, Kota Samarinda dan daerah lain datang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Berdasarkan data sensus penduduk 2000, terdapat 79 migran risen per 1000 penduduk. Artinya dari 1000 orang penduduk, 79 orang diantaranya pada 5 tahun yang lalu bertempat tinggal di luar Kabupaten Kutai Kartanegara. Dari jumlah tersebut 25,84 persen berasal dari pulau Jawa, dan 17,35 persen dari Samarinda, sedangkan sisanya dari daerah lainnya (BPS, Sensus Penduduk 2000).
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
27
Kependudukan dan Sosial Budaya B. Pendidikan Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan pemerataan akses bagi setiap penduduk untuk memperoleh pendidikan sehingga tercapai tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal yang sama juga tertuang dalam UndangUndang No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Didalam Sistem Pendidikan Nasional dapat dibedakan atas struktur pendidikan yaitu pendidikan umum, pendidikan masyarakat dan pendidikan kedinasan. Pada bahasan ini lebih ditekankan pada pendidikan umum, yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar adalah pendidikan yang bertujuan untuk memberikan dasar pengembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Pendidikan dasar juga dipersiapkan untuk dapat mengikuti pendidikan menengah. Dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, dibidang pendidikan telah dicanangkan program wajib belajar (Wajar) pendidikan dasar 9 tahun sejak tahun 1994. Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 beserta amandemennya menyatakan bahwa setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya. Landasan ini memberikan gambaran bahwa pemerintah serius dalam upaya meningkatkan kualitas SDM bidang pendidikan. Ditingkat regional, khususnya
di Kabupaten
Kutai Kartanegara,
sejak tahun 2002 melalui
kebijaksanaan pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara telah memberlakukan pembebasan uang sekolah (SPP/ BP3) mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah. Dalam kebijakan tersebut pemerintah daerah memberikan beasiswa bagi penduduk yang sedang mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi baik yang mengikuti pendidikan di dalam maupun di luar wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
28
Kependudukan dan Sosial Budaya Tabel 4.3.
Perkembangan Indikator Pendidikan Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2006-2008 Uraian
Satuan
2006
2007
2008
[1] 1. Angka Melek Huruf Usia 10-44 th
[2] %
[3] 98,84
[4] 98,66
[5] 99,42
2. Angka Buta Huruf Usia 10-44 th
%
1,16
1,34
0,58
3. Angka Partisipasi Kasar -
SD
%
112,34
110,84
113,90
-
SLTP
%
87,65
82,40
79,39
-
SLTA
%
75,06
58,20
58,98
4. Rasio Murid Guru -
SD
-
14,52
14,64
10,23
-
SLTP
-
12,00
11,87
10,33
-
SLTA
-
12,53
11,03
10,39
5. Rasio Murid Sekolah -
SD
-
161
162
172
-
SLTP
-
210
198
204
-
SLTA
-
225
205
235
6. Penduduk 10+th Yang Tamat Sekolah -
SD
%
27,71
28,00
26,62
-
SLTP
%
24,34
19,78
18,53
-
SLTA
%
18,64
21,22
21,38
Sumber: BPS, Susenas
Selain itu untuk menambah tingkat kesejahteraan dan peningkatan mutu pendidikan, pemerintah Kabupaten juga memberikan honor tambahan bagi tenaga pendidik dan administrasi untuk semua jenjang pendidikan baik negeri maupun swasta termasuk Taman Kanak-kanak.
1. Partisipasi Sekolah Semakin tinggi akses terhadap fasilitas pendidikan, diharapkan semakin banyak pula penduduk yang dapat bersekolah, sehingga pemerataan pendidikan dapat terwujud. Salah satu indikator mengukur pemerataan akses pendidikan adalah angka partisipasi kasar (APK).
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
29
Kependudukan dan Sosial Budaya Dari hasil Susenas 2008, dapat diketahui bahwa dari penduduk usia 5 tahun ke atas terdapat 26,30 persen penduduk yang masih aktif bersekolah, 66,81 persen yang tidak bersekolah lagi dan 6,89 persen yang tidak/belum pernah sekolah. Sementara itu, angka partisipasi kasar untuk Sekolah Dasar (SD) pada tahun 2008 adalah sebesar 113,90 persen, artinya bahwa jumlah penduduk yang bersekolah dasar (SD) melebihi jumlah penduduk usia SD (7-12
tahun),
sementara angka partisipasi kasar SLTP sebesar 79,39 persen dan SLTA sebesar 58,98 persen. Disini terlihat bahwa semakin tinggi usia anak, maka semakin kecil angka partisipasi sekolahnya. Pada jenjang sekolah yang lebih tinggi (SLTP atau SLTA) angka partisipasi kasar penduduk masih rendah. Hal ini berkaitan dengan kegiatan ekonomi penduduk pada usia tersebut yang sebagian besar membantu orang tua untuk bekerja atau bahkan pada usia tersebut sudah berstatus kawin sehingga mempunyai kewajiban mengurus rumah tangga.
2. Tingkat Pendidikan Penduduk Pendidikan penduduk merupakan cerminan dari kualitas sumber daya manusia atau produktivitas penduduk suatu daerah. Tingkat pendidikan penduduk juga menjadi gambaran tingkat kesejahteraan rakyat dilihat dari tinggi rendahnya pendidikan yang ditamatkan. Berdasarkan data Susenas 2008, penduduk yang berumur 10 tahun ke atas tercatat 403.736 jiwa. Penduduk berumur 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah mencapai 18.793 jiwa atau sekitar 4,65 persen. Sedangkan yang memiliki ijazah/STTB tertingginya SD/sederajat masih merupakan yang dominan yaitu sebesar 107.479 jiwa atau sekitar 26,62 persen, SLTP/MTs sebesar 74.800 jiwa atau sekitar 18,53 persen, dan SMU/MA/SMK sebesar 86.326 jiwa atau sekitar 21,38 persen. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, penduduk yang menamatkan pendidikan SMU/MA/SMK mulai meningkat. Hal ini dapat dikarenakan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan yang lebih tinggi dan didukung oleh sarana dan prasarana yang sudah mulai memadai.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
30
Kependudukan dan Sosial Budaya 3. Kemampuan Membaca dan Menulis Salah
satu
dampak
positif
dari
pembangunan
pendidikan
yang
dilaksanakan di daerah ini adalah semakin menurunnya penduduk yang tidak mampu membaca/menulis. Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (SD 6 tahun + SLTP 3 tahun) merupakan upaya pemerintah untuk memperluas jangkauan dan peningkatan pendidikan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Dari hasil Susenas 2008 di Kabupaten Kutai Kartanegara tercatat penduduk usia 10-44 tahun yang dapat membaca dan menulis sekitar 99,42 persen, sedangkan penduduk usia 10-44 tahun yang buta huruf mencapai 0,58 persen. Angka ini meningkat dari tahun 2007 yang tercatat 98,66 persen penduduk yang dapat membaca dan menulis, sedangkan yang buta huruf sekitar 1,34 persen.
4. Fasilitas Pendidikan Penyediaan fasilitas dan sarana pendidikan merupakan bagian penting dan utama dalam program pengembangan pendidikan dasar dan menengah. Penyediaan fasilitas ini akan semakin baik sejalan dengan semakin meningkatnya pendidikan
penduduk
pembangunan
bidang
disemua
jenjang.
pendidikan,
Untuk
pendidikan
menunjang formal
yang
keberhasilan umumnya
diselenggarakan di sekolah-sekolah, tidak hanya dibawahi oleh Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) saja, tetapi ada juga yang dibawahi oleh Departemen Agama misalnya Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. Indikator atau ukuran yang dapat menggambarkan upaya penyediaan fasilitas pendidikan antara lain jumlah sekolah, jumlah murid dan jumlah guru. Banyaknya sekolah dari tingkat SD hingga SMU/SMK yang berada di bawah Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) sejak tahun pembelajaran 2006/2007 hingga 2007/2008 tercatat adanya peningkatan. Sebaliknya, untuk sekolah tingkat SD hingga SMU yang berada di bawah Departemen Agama (Depag) relatif mengalami penurunan. Pada tahun 2007/2008 dari SD hingga SMU dan SMK baik negeri maupun swasta sekolah-sekolah yang dibawahi Diknas tercatat sejumlah 633 sekolah, yang terdiri atas 454 untuk tingkat SD, 105 untuk tingkat SLTP, dan 74 untuk
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
31
Kependudukan dan Sosial Budaya tingkat SMU/SMK umum dan kejuruan. Dibanding dengan tahun sebelumnya, jumlah sekolah yang berada dibawah Diknas naik sebanyak 1,93 persen. Sedangkan sekolah-sekolah yang dibawahi Departemen Agama pada tahun pembelajaran 2007/2008 sejumlah 68 sekolah, yang terdiri atas 17 Madrasah Ibtidaiyah (MI), 37 Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan 14 Madrasah Aliyah (MA). Dibanding dengan tahun pembelajaran 2006/2007, jumlah sekolah yang berada dibawah Departemen Agama mengalami penurunan sebesar 10,53 persen. Perbandingan atau rasio antara murid dan guru akan menggambarkan beban yang harus dihadapi seorang guru dalam mengajar. Tenaga pengajar di Kutai Kartanegara untuk semua jenjang pendidikan sudah memadai walaupun pada tingkat SD mencatat beban guru relatif lebih berat dibanding jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Rasio murid guru pada SD/sederajat, SLTP/sederajat dan SMU/sederajat dalam periode 2007/2008 sekitar 10, artinya seorang guru dalam mengajar harus menghadapi 10 orang murid. Tabel 4.4. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Menurut Jenjang Pendidikan, Tahun 2008 Jenjang Pendidikan [1] 1. SD/Sederajat
2. SLTP/Sederajat
3. SLTA/Sederajat
Penyelenggara Pendidikan
Sekolah
[2] Diknas
[3]
Murid
Guru
454
[4] 79.362
[5] 7.716
Depag
17
1.598
198
Jumlah
471
80.960
7.914
Diknas
105
24.014
2.140
Depag
37
4.961
666
Jumlah
142
28.975
2.806
Diknas
74
19.064
1.708
Depag
14
1.589
280
Jumlah
88
20.653
1.988
Sumber: BPS, Daerah Dalam Angka 2009
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
32
Kependudukan dan Sosial Budaya C. Kesehatan Kesehatan merupakan kebutuhan pokok dan faktor penting yang mempengaruhi produktivitas dan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan dibidang kesehatan bertujuan untuk menciptakan manusia yang sehat, mandiri, cerdas dan produktif serta terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin dimana faktor kesehatan ini turut berperan mulai dari pra konsepsi, bayi, balita, remaja, dewasa hingga usia lanjut. Berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan visi Kabupaten Kutai Kartanegara Sehat 2008, antara lain dengan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau, menyediakan sumber daya kesehatan yang berkualitas dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, serta mewujudkan persepsi dan kesadaran terhadap aspek kesehatan dalam kegiatan pembangunan. Hal ini pada gilirannya dapat menciptakan sumber daya manusia yang produktif dan pada akhirnya kesejahteraan lahir dan batin dapat tercapai. Upaya kesehatan masyarakat tersebut, melalui sistem kesehatan nasional terpadu pelaksanaannya diusahakan melalui partisipasi aktif masyarakat yang diarahkan tidak hanya kepada masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah, tetapi juga kepada seluruh masyarakat yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara. Dalam bab ini disajikan beberapa indikator sarana, prasarana, angka kesakitan, tenaga kesehatan dan keadaan balita.
1. Sarana Kesehatan Penyediaan sarana kesehatan yang memadai merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam upaya meningkatkan taraf kesehatan masyarakat, dan program ini terus ditingkatkan kualitas pelayanan serta keberadaannya. Sarana kesehatan yang dimaksud berupa rumah sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Poliklinik berikut pembinaan dan penambahan tenaga kesehatan yang memadai. Di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2008 terdapat dua rumah sakit
yang berlokasi masing-masing di Kecamatan Tenggarong (RSUD AM.
Parikesit) dan Kecamatan Samboja (RSUD Aji Batara Agung Dewa Sakti).
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
33
Kependudukan dan Sosial Budaya Sementara sarana kesehatan di kecamatan (Puskesmas) telah tersedia di setiap kecamatan dengan jumlah seluruhnya 28 buah. Jumlah puskesmas terbanyak di kecamatan Loa Janan dan Tenggarong masing-masing mempunyai 3 buah. Selain itu, di kabupaten Kutai Kartanegara telah menyediakan juga puskesmas pembantu sebanyak 160 buah.
2. Jumlah Dokter per 10.000 penduduk Indikator ini menunjukkan tingkat ketersediaan tenaga kesehatan terutama dokter untuk melayani masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan. Pada tahun 2008 tercatat ada 240 dokter yang tersebar di setiap sarana kesehatan yang ada seperti puskesmas, pusban, poliklinik, balai pengobatan, praktek dokter bersama dan praktek dokter. Bila memakai konstanta angka 10.000 dapat diketahui bahwa setiap 4 dokter akan melayani 10.000 penduduk. Sedangkan untuk tenaga perawat dan bidan ada sejumlah ada sejumlah 824 orang, maka tingkat ketersediaannya adalah setiap 15 orang tenaga kesehatan (perawat/bidan) akan melayani 10.000 penduduk (BPS, Podes Kecamatan 2008).
3. Kesehatan Balita Indikator
untuk
menggambarkan
tingkat
kesadaran
ibu
terhadap
kesehatan anak balita adalah persentase balita yang diberi ASI sampai dua tahun. Pada tahun 2008 tercatat sebanyak 55.639 balita, diantaranya sebanyak 35.353 balita (63,54 persen) yang disusui ibunya selama kurang dari 2 tahun, 17.022 balita (30,59 persen) yang disusui selama 2 tahun atau lebih dan 3.264 balita (5,87 persen) yang tidak pernah diberikan ASI oleh ibunya. Bila dilihat dari balita yang pernah disusui ibunya, pada tahun 2006 terdapat 98,72 persen balita yang pernah disusui ibunya, kemudian pada tahun 2007 angka ini menurun menjadi 96,25 persen dan pada tahun 2008 menjadi 94,13 persen.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
34
Kependudukan dan Sosial Budaya Tabel 4.5.
Penduduk Balita Menurut Lamanya Diberi ASI, Tahun 2008 Lama Diberi ASI (bulan)
Umur Balita (bulan)
Tidak Pernah Diberi ASI
<1
1-5
6-11
12-17
18-23
24+
Total
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
1
<1
239
2
1-5
122
3.858
3
6-11
486
723
4.346
4
12-17
845
365
483
5.785
5
18-23
243
483
1.082
2.655
6
24+
1.572
2.049
2.169
6.399
3.863
17.022
33.074
Jumlah
3.264
7.238
7.481
13.266
6.518
17.022
55.639
No.
850
850
1.089 3.980 5.555 7.478 4.463
Sumber: BPS, Susenas
D. Ketenagakerjaan Menurut UU No. 20 tahun 1999, penduduk usia kerja adalah penduduk usia 15 tahun keatas yang terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja meliputi penduduk dalam usia
kerja (15 tahun keatas) yang
bekerja, mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, dan orang tidak bekerja yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja yaitu penduduk dalam usia kerja (15 tahun keatas) yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan. Kegiatan golongan ini antara lain bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya (seperti tidak mampu bekerja, pensiun). Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya menyeluruh dan ditujukan pada peningkatan, pembentukan dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas, produktif, efisien, efektif dan berjiwa wiraswasta sehingga mampu mengisi, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
35
Kependudukan dan Sosial Budaya 1. Angkatan Kerja Secara populer penduduk usia kerja disebut tenaga kerja, merupakan salah satu indikator dasar dalam ketenagakerjaan mengacu kepada LFA (Labour Force Approuch) yang digunakan ILO (International Labour Organization). Hasil Susenas 2008 tercatat sekitar 353.419 jiwa penduduk usia 15 tahun keatas, diantaranya terdapat 230.239 jiwa yang merupakan angkatan kerja atau sekitar 65,15 persen dari total penduduk yang berusia kerja (15 tahun keatas). Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan angkatan kerja pada tahun 2007 yang berjumlah 224.859 jiwa. Sehingga Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat dari tahun 2007 sebesar 63,26 persen menjadi 65,15 persen pada tahun 2008. Angkatan kerja terdiri atas penduduk yang bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Dari total angkatan kerja tahun 2008, penduduk yang bekerja ada 222.270 jiwa atau 96,54 persen dari total angkatan kerja, dan sisanya sedang mencari pekerjaan sekitar 7.969 jiwa atau 3,46 persen.
Grafik 4.1. Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Utama, Tahun 2008
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
36
Kependudukan dan Sosial Budaya Dari sejumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja, 156.378 jiwa atau 70,35 persenyang bekerja dengan jam kerja seluruhnya 35 jam seminggu atau lebih (jam kerja normal/lebih), sementara penduduk yang jam kerjanya kurang dari 35 jam seminggu sekitar 65.892 jiwa, dengan demikian pada tahun 2008 angka tingkat pengangguran setengah terbuka berkisar sekitar 29,65 persen. Dengan meningkatnya penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2008 yang bekerja pada jam kerja normal atau di atas jam kerja normal, dapat memberikan indikasi bahwa pemanfaatan sumber daya manusia juga meningkat. Hal lain yang dapat dikemukakan disini adalah masih ada penduduk pada tahun 2008 ini yang bekerja di atas 35 jam seminggu, keadaan ini diduga karena masih belum tercukupinya kebutuhan hidup dari pendapatan utama sehingga penduduk mempunyai pekerjaan tambahan di luar pekerjaan utama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Kesempatan Kerja dan Lapangan Pekerjaan Pada tahun 2008, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
tercatat
sebesar 65,15 persen dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 3,46 persen. Dengan demikian, Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) pada tahun 2008 sebesar 96,54 persen. Bila dibandingkan dengan tahun 2007, angka TPT di tahun 2008 mengalami penurunan. Pada tahun 2007, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,99 persen, sehingga Tingkat Kesenpatan Kerja (TKK) sebesar 95,01 persen. Di tahun 2008, sektor pertanian masih menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu mencapai 32,86 persen. Kemudian sektor jasa dan perdagangan masing-masing menempati urutan kedua dan ketiga (21,95 persen dan 18,04 persen). Sementara sektor listrik, gas dan air bersih merupakan lapangan usaha terendah yaitu sekitar 0,92 persen.
3. Status Pekerjaan Dari hasil Susenas 2008 dapat diketahui bahwa sekitar 93.997 jiwa (42,29 persen) yang bekerja berstatus buruh/karyawan/pegawai, sedangkan yang
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
37
Kependudukan dan Sosial Budaya berstatus berusaha sekitar 84.296 jiwa (37,93 persen), sisanya adalah pekerja bebas sekitar 14.363 jiwa (6,46 persen), dan yang tidak dibayar sekitar 29.614 jiwa (13,32 persen). Bila dibandingkan dengan tahun 2007 maka terlihat bahwa terjadi peningkatan pekerja yang berstatus buruh/ karyawan, dan sebaliknya terjadi penurunan pekerja yang berstatus berusaha. Dari hasil Susenas 2007 yang lalu sekitar 76.243 jiwa (35,69 persen) pekerja berstatus buruh/karyawan, sedangkan yang berstatus berusaha sekitar 89.279 jiwa (41,79 persen), sisanya adalah pekerja bebas sekitar 21.146 jiwa (9,90 persen), dan yang tidak dibayar sekitar 26.967 jiwa (12,62 persen).
E. Kemiskinan Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan merupakan dua masalah besar. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan tersebut, pemerintah dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004 menetapkan salah satu agenda utama pembangunan yakni mengupayakan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kemiskinan merupakan topik yang semakin menjadi perhatian, terlebih sejak terjadinya krisis ekonomi. Krisis ini akhirnya menciptakan suatu resesi ekonomi yang besar dengan sendirinya sehingga dapat memperbesar tingkat kemiskinan dan gap dalam distribusi pendapatan. Dengan adanya krisis tersebut menjadikan analisis masalah kemiskinan yang komprehensif dan mendalam jelas sangat diperlukan. Lebih dari itu, sangat perlu ditelaah bagaimana dampak krisis pada penduduk lapisan bawah dari segi ketahanan pangan, aspek kemampuan rumah tangga mempertahankan anaknya untuk tetap sekolah dan tetap sehat. Informasi mengenai penduduk yang masuk dalam kategori miskin termasuk karkteristik kemiskinan merupakan upaya agar target program pengentasan kemiskinan dapat dibuat menjadi lebih akurat.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
38
Kependudukan dan Sosial Budaya Menyadari pentingnya pengentasan kemiskinan, pemerintah melalui program JPS (Jaring Pengaman Sosial) dan program-program lainya telah berusaha mengangkat masyarakat miskin tersebut. Namun data tentang jumlah penduduk dan rumah tangga miskin yang representatif menurut wilayah sangat terbatas. Walaupun data yang dimaksud ada namun keakuratannya masih dipertanyakan. Salah satu penyebab adalah hingga saat ini belum diperoleh secara pasti satu konsep ataupun metode pengukuran kemiskinan yang dapat diterima secara universal, meskipun masalah kemiskinan dipercaya telah ada seusia peradaban manusia. Informasi tentang kemiskinan yang sering digunakan dan menarik perhatian banyak pihak yaitu informasi mengenai jumlah dan persentase penduduk miskin. Dengan memperhatikan angka ini maka keberhasilan berbagai kebijakan dan program pembangunan dapat dipantau, kemudian dapat dinilai apakah program tersebut memihak pada penduduk miskin atau tidak. Berdasarkan konsep kemiskinan yang digunakan yakni kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (needs approach), penduduk yang dinyatakan miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan berada di bawah garis kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara berdasarkan garis kemiskinan (menggunakan Metode Engel) menunjukkan penurunan. Pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin di Kutai Kartanegara sebanyak 73.250 jiwa atau sekitar 14,44 persen, kemudian turun menjadi 63.500 jiwa atau 12,59 persen pada tahun 2007, dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2008 dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 48.160 jiwa atau sekitar 9,29 persen. Tabel 4.6. Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2006 – 2008 Uraian [1] Penduduk Miskin Garis Kemiskinan Persentase Penduduk Miskin
2006 [3]
2007
2008
[4]
[5]
73.250
63.500
48.160
199.960
217.131
247.848
14,44
12,59
9,29
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
39
Kependudukan dan Sosial Budaya Pada tahun 2005 melalui Tim Komite Penanggulangan kemiskinan (TKPK) Kabupaten Kutai Kartanegara telah melakukan studi identifikasi penduduk miskin
dan
melakukan
pendataan
kemiskinan
yang
dimaksudkan
untuk
mendapatkan data kemiskinan yang bersifat operasional, agar dapat menjawab siapa dan dimana penduduk miskin berada. Metode pendataan yang dilakukan adalah pendataan dari rumah ke rumah pada populasi rumah tangga yang beresiko miskin. Kriteria/ indikator yang digunakan dalam pendataan terdiri atas 13 variabel. Adapun hasil pendataan mencatat jumlah penduduk miskin berjumlah 70.358 orang atau 13,25 persen penduduk miskin (19.231 rumah tangga miskin). Adanya penurunan persentase jumlah penduduk miskin pada beberapa tahun terakhir menandakan bahwa kesejahteraan penduduk mulai membaik. Tabel 4.7.
Jumlah Rumahtangga Miskin Hasil TKPK Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2005 Jumlah Rumahtangga Miskin
Jumlah Penduduk Miskin
[2] 2.513
[3] 9.013
Muara Jawa
726
2.594
Sanga-Sanga
727
2.460
Loa Janan
859
2.739
1.182
4.075
Muara Muntai
640
2.245
Muara Wis
412
1.840
Kota Bangun
1.545
5.632
Tenggarong
1.574
6.277
Sebulu
1.131
3,730
Tgr. Seberang
1.944
6.656
730
3.010
1.042
3.776
Kecamatan [1] Samboja
Loa Kulu
Anggana Muara Badak Marangkayu
1.17
4.396
1.454
5.973
Kenohan
714
2.580
Kembang Janggut
710
2.693
Tabang
158
669
Jumlah
19.231
70.358
Muara Kaman
Sumber: TKPK Kab. Kutai Kartanegara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
40
Kependudukan dan Sosial Budaya Sehubungan
dengan
rencana
pemerintah
menaikkan
BBM
pada
September 2005 tentunya akan berdampak terhadap kenaikan barang kebutuhan rumah tangga sehingga untuk mengurangi beban hidup penduduk miskin, pemerintah berupaya antara lain menyalurkan dana kompensasi BBM secara langsung kepada masyarakat miskin, maka terlebih dahulu dilakukan Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk 2005 (PSE05) yang pada dasarnya adalah pendataan rumahtangga miskin. Adapun metode yang digunakan untuk menentukan miskin terdiri atas 14 variabel. Akibat dampak kebijakan pemerintah menaikkan BBM, maka jumlah rumah tangga miskin bertambah. Dari hasil pendataan PSE05 mencatat 45.679 rumah tangga, yang terdiri atas kategori 15.383 rumah tangga hampir miskin, 18.269 rumah tangga miskin, dan 12.027 rumah tangga sangat miskin. Akan tetapi, sejak tahun 2008 dilakukan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) untuk mendata keluarga/rumahtangga miskin/sasaran. Dari hasil pendataan yang telah dilakukan di 18 kecamatan Kabupaten Kutai Kartanegara, tercatat bahwa Kecamatan Samboja merupakan kecamatan yang jumlah rumah tangga miskin/sasaran terbanyak yaitu 3.406 rumah tangga. Sedangkan Kecamatan
Tabang
merupakan
kecamatan
yang
jumlah
rumah
tangga
miskin/sasaran paling sedikit yaitu 314 rumah tangga.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
41
Kependudukan dan Sosial Budaya Tabel 4.8. Jumlah Rumahtangga dan Anggota Rumahtangga Sasaran Kabupaten Kutai Kartanegara Hasil PPLS 2008
Kecamatan
Jumlah Rumahtangga
[1] Samboja
[2] 3.406
Jumlah Anggota Rumahtangga [3] 11.051
Muara Jawa
698
2.085
Sanga-Sanga
760
2.200
Loa Janan
2.242
7.262
Loa Kulu
2.149
6.701
912
2.412
1.341
4.766
921
2.729
Tenggarong
2.864
8.474
Sebulu
2.216
6.666
Tgr. Seberang
2.258
6.854
Anggana
1.348
4.013
Muara Badak
2.962
10.107
Marangkayu
2.696
10.256
Muara Kaman
1.848
6.322
Kenohan
436
1.299
Kembang Janggut
724
2.208
Tabang
314
939
Jumlah
30.095
96.344
Muara Muntai Muara Wis Kota Bangun
Sumber : BPS Kutai Kartanegara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
42
Ekonomi
BAB V. E K O N O M I A. U m u m Terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan UU No. 33 tahun 2004 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU No. 34 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah, beserta Peraturan Pelaksanaannya telah memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah. Dengan otonomi, diharapkan adanya peningkatan kapasitas pemerintah daerah guna memberdayakan masyarakat, meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Kabupaten Kutai Kartanegara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti batubara, minyak mentah, gas bumi dan hasil kehutanan yang sangat potensial, sedang giat-giatnya memacu penerimaan APBD yang juga meningkatkan anggaran pembangunan daerah. Dengan meningkatnya kemampuan keuangan daerah maka apabaila dekelola dengan baik dan bijaksana maka kedepan akan dapat menimbulkan multiflier effect terhadap pertumbuhan ekonomi yang optimal. Sehingga diharapkan pembangunan yang dilakukan di Kutai Kartanegara ini dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali secara riil. Kondisi makro ekonomi tersebut selain dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti tersebut diatas juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan non ekonomi seperti stabilitas keamanan nasional. Situasi perkonomian regional sangat tergantung dari kondisi perekonomian nasional yang tercermin dari besaran Produk Domestik Regional Bruto.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
43
Ekonomi B. Perkembangan PDRB Besaran PDRB sering digunakan sebagai indikator untuk menilai kinerja perekonomian suatu wilayah, terutama yang dikaitkan dengan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Kenaikan produksi dan harga barang dan jasa merupakan faktor penyebab utama kenaikan nilai PDRB. Besaran PDRB Kabupaten Kutai Kartanegara selama 8 tahun terakhir berkembang cukup stabil. Pada tahun 2008, PDRB atas dasar harga berlaku dengan migas mencapai 99,559 trilyun rupiah mengalami peningkatan dibanding tahun 2007 yang berada pada angka 72,112 trilyun rupiah. Peningkatan nilai tambah ini tidak hanya disebabkan oleh kenaikan produksi tetapi juga oleh kenaikan harga yang signifikan terutama harga minyak dan gas bumi. PDRB atas dasar harga berlaku tanpa migas juga mengalami peningkatan dari 17,542 trilyun rupiah pada tahun 2007 menjadi 22,045 trilyun rupiah pada tahun 2008. Tabel 5.1.
Tahun
[1]
Perkembangan PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2001 - 2008 PDRB ADH Berlaku (Juta Rupiah) Dengan Migas [2]
Tanpa Migas [3]
PDRB ADH Konstan 2000 (Juta Rupiah) Dengan Migas [4]
Tanpa Migas [5]
Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Dengan Migas [6]
Tanpa Migas [7]
2001
26.361.803
6.009.398
25.262.051
5.010.617
7,94
5,26
2002
26.837.948
6.956.959
26.697.542
5.245.097
5,68
4,68
2003
33.548.764
7.882.729
26.754.490
5.602.802
0,21
6,82
2004
42.409.272
8.682.805
27.279.521
5.960.847
1,96
6,39
2005
59.207.769
11.636.105
28.008.486
6.650.958
2,67
11,58
2006
66.354.536
14.302.874
27.299.950
7.437.449
-2,53
1,.83
2007r)
72.112.720
17.542.150
26.203.625
8.148.612
-4,02
9,56
2008*)
99.559.220
22.045.057
27.416.443
8.666.840
4,63
6,36
Keterangan : r) Angka Revisi *) Angka Sementara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
44
Ekonomi Sementara itu PDRB atas dasar harga konstan dengan migas maupun tanpa migas juga mengalami peningkatan. Tahun 2008 PDRB atas dasar harga konstan dengan migas mencapai nilai 27,416 trilyun rupiah sedangkan tanpa migas mencapai nilai 8,666 trilyun rupiah.
C. Pertumbuhan Ekonomi Laju
pertumbuhan
ekonomi
merupakan
indikator
makro
yang
menggambarkan tingkat pertumbuhan produksi barang dan jasa. Secara makro, indikator ini digunakan untuk menilai sampai seberapa jauh keberhasilan pembangunan
yang telah
digalakkan oleh
Pemerintah
Kabupaten
Kutai
Kartanegara melalui Program Gerbang Dayaku dalam periode tahun 2001 hingga stahun 2008. Laju pertumbuhan yang positif di Kutai Kartanegara sudah tentu dipengaruhi oleh situasi keamanan yang kondusif. Secara umum stabilitas nasional pada tahun 2008 juga terjaga, sehingga kondisi perekonomian juga stabil dan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 sebesar 4,63 persen.
Grafik 5.1. Perkembangan PDRB, Tahun 2001 - 2008
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
45
Ekonomi Secara sektoral menunjukkan bahwa sektor bangunan tumbuh sebesar 14,97 persen yang menempati urutan pertama setelah tahun sebelumnya di tempati oleh sektor jasa-jasa. Sektor jasa-jasa tahun ini tumbuh sebesar 13,20 persen dan menempati posisi ke dua. Sektor lain yang juga dominan pertumbuhannya pada tahun 2008 adalah sektor listrik, gas dan air bersih yang mampu tumbuh sebesar 9,44 persen sedangkan pada tahun 2007 tumbuh sebesar 9,02 persen. Kemudian disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh sebesar 8,94 persen tahun 2008. Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 6,86 persen. Sektor ini didominasi oleh sub sektor komunikasi sebesar 9,41 persen. Hal ini ada kaitannya dengan peningkatan pemakaian pulsa telepon selular. Tahun 2007 sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 6,37 persen. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 3,92 persen dan menempati urutan keenam, setelah sebelumnya sebesar -6,22 persen. Hal ini terkait erat dengan peningkatan kembali produksi migas di wilayah Kutai Kartanegara. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tahun 2008 tumbuh sebesar 3,51 persen, setelah tahun 2007 sebesar 2,59 persen. Sektor pertanian, peternakan dan kehutanan kembali meningkat dari 0,40 persen pada tahun 2007 menjadi 3,42 persen pada tahun 2008. Sektor ini ditopang oleh sub sektor pertanian tanaman pangan sebesar 15,48 persan. Terakhir adalah sektor industry pengolahan yang pertumbuhannya pada tahun 2007 sebesar 5,77 persen, namun pada tahun 2008 hanya mampu tumbuh sebesar 1,67 persen.
Hal ini terkait
dengan menurunnya industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, yang juga dapat dikarenakan menurunnya aktivitas sub sektor kehutanan yang menjadi bahan mentah dari industri kayu tersebut. Tabel 5.2 berikut akan menjelaskan pertumbuhan masing-masing sektor pembentuk PDRB dari tahun 2001 hingga tahun 2008.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
46
Ekonomi Tabel 5.2.
Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2001 – 2008 (%)
Lapangan Usaha
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007 r)
2008 *)
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
-0,41
-3,13
7,88
-2,25
4,80
0,45
0,40
3,42
Pertambangan & Penggalian
9,56
5,67
-1,28
1,36
1,81
-4,23
-6,22
3,92
Industri Pengolahan
4,57
6,13
5,24
5,68
4,41
4,32
5,77
1,67
Listrik, Gas, & Air Bersih
3,31
12,43
8,37
10,47
5,77
9,00
9,02
9,44
-18,25
39,93
13,85
21,19
15,36
5,96
6,82
14,97
6,50
10,94
8,72
9,83
6,75
14,50
10,46
8,94
15,31
4,94
5,86
3,63
4,68
7,66
6,37
6,86
0,99
3,95
6,25
6,02
-0,07
-1,76
2,59
3,51
10,34
4,29
4,90
3,15
5,97
13,59
12,93
13,20
Total PDRB
7,94
5,68
0,21
1,96
2,67
-2,53
-4,02
4,63
Total PDRB (Tanpa Migas)
5,26
4,68
6,82
6,39
11,58
11,83
9,56
6,36
Pertanian
Bangunan Perdagangan, Hotel, & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Sewa & Jasa Perush. Jasa-jasa
Keterangan : r) Angka Revisi *) Angka Sementara
D. Struktur Ekonomi Struktur ekonomi dinyatakan dalam persentase menunjukkan besarnya peranan nilai tambah masing-masing sektor ekonomi dalam menciptakan PDRB. Dengan kata lain bahwa struktur ekonomi menggambarkan ketergantungan daerah terhadap kemampuan produksi masing-masing sektor ekonomi. Struktur ekonomi di Kabupaten Kutai Kartanegara sampai saat ini masih di dominasi oleh sektor primer yaitu sektor yang berbasis pada sumber daya alam seperti sektor minyak dan gas bumi, pertanian dan pertambangan. Pada tahun 2007 relatif tidak mengalami pergeseran dibanding tahun-tahun sebelumnya yaitu didominasi sektor Pertambangan dan Penggalian. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar dalam perekonomian Kabupaten Kutai Kartanagara yaitu
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
47
Ekonomi sekitar 88,05 persen, dan meningkat jika dibandingkan tahun 2007 yang hanya berkisar 85,65 persen. Sementara sektor lainnya hanya sisanya yaitu sekitar 11,95 persen. Porsi ini diisi oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebagai penyumbang
terbesar
kedua
terhadap
perekonomian
Kabupaten
Kutai
Kartanegara yaitu sebesar 4,77 persen, kemudian disusul oleh sektor bangunan yang menyumbang sebesar 2,62 persen serta sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar 2,00 persen. Sektor industri pengolahan masih mampu menempati urutan lima dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2008 ini yaitu sebesar 1,09 persen sementara sektor lainnya secara berurutan yaitu Sektor jasa-jasa, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, serta listrik, gas dan air bersih hanya mampu menyumbang dibawah 1 persen yaitu masing-masing 0,77 persen, 0,34 persen, 0,31 persen dan 0,04 persen. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Tabel 5.3. Tabel 5.3.
Distribusi Persentase PDRB Dengan Migas Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2001 – 2008 (%)
Lapangan Usaha
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007r)
2008*)
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
8,30
9,28
8,18
6,39
5,36
5,42
5,75
4,77
81,86
79,40
81,48
84,03
86,64
86,54
85,65
88,05
Industri Pengolahan
1,92
2,12
1,88
1,71
1,33
1,31
1,36
1,09
Listrik, Gas, & Air Bersih
0,05
0,06
0,05
0,05
0,04
0,04
0,05
0,04
Bangunan
3,00
3,64
3,42
3,36
2,89
2,83
2,99
2,62
Perdagangan, Hotel, & Restoran
2,39
2,90
2,69
2,44
2,08
2,23
2,50
2,00
Pengangkutan & Komunikasi
0,59
0,62
0,55
0,48
0,39
0,42
0,43
0,34
Keuangan, Sewa & jasa Persh.
0,69
0,73
0,64
0,56
0,43
0,40
0,39
0,31
Jasa-jasa
1,20
1,25
1,11
0,98
0,75
0,82
0,89
0,77
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Pertanian Pertambangan & Penggalian
JUMLAH
Keterangan : r) Angka Revisi *) Angka Sementara
Struktur perekonomian tanpa migas telah mengalami pergeseran dominasi sektor pertanian dengan sektor pertambangan. Pada tahun 2001 hingga
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
48
Ekonomi tahun 2008, peranan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan cenderung
menurun
sedangkan
sektor
pertambangan
sebaliknya
yaitu
menunjukkan trend yang meningkat. Namun hal ini bisa dipastikan tidak akan bertahan lama, karena sektor pertambangan merupakan sektor yang tidak terbarukan (unrenewable). Apabila potensinya sudah habis, maka kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Kutai Kartanegara juga tidak ada. Pada tahun 2001 sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan mampu berperan sebesar 36,39 persen terhadap total PDRB tanpa Migas, namun pada tahun 2008 ini hanya mampu berperan sebesar 21,56 persen. Sedangkan Pertambangan Non Migas yang pada tahun 2001 hanya sebesar 20,44 persen namun pada tahun 2008 ini meningkat pesat menjadi 46,05 persen dan menjadikan sektor ini menjadi sektor yang terbesar kontribusinya terhadap perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara. Sektor bangunan menempati urutan ketiga setelah sektor pertambangan dan sektor pertanian dalam kontribusinya terhadap perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara tanpa migas yaitu sebesar 11,82 persen. Kemudian disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan estoran juga cukup besar peranannya dalam pembentukan PDRB yaitu sebesar 9,05 persen. Sektor industri pengolahan menempati urutan kelima dalam pembentukan PDRB yaitu dengan kontribusi sebesar 4,94 persen yang kemudian disusul oleh sektor jasa-jasa sebesar 3,46 persen. Namun sektor lainnya seperti sektor pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor listrik, gas dan air bersih, hanya mampu memberikan kontribusi dibawah 2 persen, yaitu masing-masing sebesar 1,56 persen, 1,39 persen dan 0,17 persen.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
49
Ekonomi Tabel 5.4.
Distribusi Persentase PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2001 - 2008 (%)
Lapangan Usaha
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007r)
2008*)
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
Pertanian
36,39
35,79
34,81
31,22
27,24
25,15
23,64
21,56
Pertambangan & Penggalian
20,44
20,52
21,16
22,00
32,29
37,54
40,99
46,05
Industri Pengolahan
8,42
8,16
7,99
8,36
6,76
6,08
5,58
4,94
Listrik, Gas, & Air Bersih
0,23
0,23
0,23
0,24
0,19
0,20
0,19
0,17
Bangunan
13,18
14,04
14,55
16,41
14,76
13,14
12,28
11,82
Perdagangan, Hotel, & Restoran
10,49
11,20
1,14
11,92
10,63
10,34
10,26
9,05
Pengangkutan & Komunikasi
2,57
2,40
2,35
2,34
2,00
1,93
1,78
1,56
Keuangan, Sewa & jasa Persh
3,01
2,82
2,74
2,74
2,16
1,84
1,60
1,39
Jasa-jasa
5,26
4,84
4,73
4,78
3,81
3,79
3,68
3,46
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
JUMLAH
Keterangan : r) Angka Revisi *) Angka Sementara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
50
Ekonomi Grafik 5.2. Struktur Ekonomi dengan Migas, Tahun 2008
Grafik 5.3. Struktur Ekonomi Tanpa Migas, Tahun 2008
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
51
Ekonomi E. PDRB Perkapita dan Pendapatan Perkapita Salah satu indikator makro ekonomi yang banyak dimanfaatkan untuk melihat
perkembangan
perekonomian,
sebagai
dasar
evaluasi
tingkat
kesejahteraan masyarakat suatu wilayah adalah PDRB perkapita dan Pendapatan perkapita. PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah bruto yang dibagi habis dengan jumlah penduduk akibat dari adanya aktivitas ekonomi. Nilainya diperoleh dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Sedangkan pendapatan per kapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk sebagai akibat keikutsertaannya dalam proses produksi. Selama 8 tahun terakhir yaitu dari tahun 2001 hingga tahun 2008 perkembangan nilai PDRB perkapita dan pendapatan perkapita Kabupaten Kutai Kartanegara cenderung selalu meningkat baik itu dengan migas maupun tanpa migas. Peningkatan PDRB perkapita dan pendapatan perkapita ini salah satunya disebabkan oleh meningkatnya harga komoditas migas di pasaran. Tabel 5.5.
Tahun [1]
Perkembangan PDRB Perkapita dan Pendapatan Perkapita Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2001 - 2008 PDRB Perkapita (Rupiah)
Pendapatan Regional Perkapita (Rupiah)
Dengan Migas
Tanpa Migas
Dengan Migas
Tanpa Migas
[2]
[3]
[4]
[5]
2001
57.291.702
13.060.133
52.905.554
11.754.120
2002
56.981.023
14.770.676
51.724.468
13.293.608
2003
69.585.921
16.350.138
64.289.948
14.715.124
2004
87.082.694
17.829.169
81.773.949
16.046.253
2005
120.264.763
23.624.834
114.018.385
21.260.405
2006
131.296.323
28.301.226
124.478.084
25.466.012
2007r)
136.940.481
33.312.160
128.295.802
30.905.127
2008*)
188.533.421
41.746.309
177.631.857
38.030.531
Keterangan : r) Angka Revisi *) Angka Sementara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
52
Ekonomi Pada tahun 2001 dimana baru dimulainya pelaksanaan otonomi daerah, nilai PDRB perkapita dengan migas di Kutai Kartanegara mencapai nilai 57,291 juta rupiah, sedangkan pendapatan perkapitanya sebesar 52,905 juta rupiah. Tanpa migas, PDRB perkapita tahun 2001 sebesar 13,060 juta rupiah dan pendapatan perkapitanya mencapai nilai 11,754 juta rupiah. Perkembangan perekonomian pada tahun 2005 cukup mengembirakan, terlihat dari terciptanya PDRB perkapita dan pendapatan regional perkapita yang cukup berarti. PDRB perkapita dengan migas tercipta sebesar 120,264 juta rupiah dan pendapatan regional perkapita mencatat angka 114,018 juta rupiah. Sementara itu PDRB tanpa migas juga mencacat angka yang cukup signifikan yaitu 23,624 juta rupiah untuk PDRB perkapita dan pendapatan regional perkapita sebesar 21,260 juta rupiah. Hingga tahun 2008 ini peningkatan terus terjadi yaitu dengan terciptanya PDRB perkapita dengan migas sebesar 188,533 juta rupiah dan pendapatan regional perkapita dengan migas menjadi sebesar 177,631 juta rupiah. Angka ini merupakan angka yang cukup tinggi untuk ukuran kabupaten. Demikian juga halnya dengan PDRB tanpa migas yang cukup tinggi peningkatannya yaitu menjadi 41,746 juta rupiah untuk PDRB perkapita dan pendapatan perkapitanya menjadi 38,030 juta rupiah.
F. Ekspor Impor Ekspor dan impor adalah traksaksi ekonomi yang terjadi antara penduduk suatu negara atau wilayah dengan penduduk negara atau wilayah lainnya. Transaksi yang dicakup dalam ekspor dan impor antara lain meliputi transaksi barang dagangan (merchandise), jasa pengangkutan, jasa pariwisata, jasa asuransi, jasa komunikasi dan berbagai jenis transaksi ekonomi lainnya. Sedangkan penduduk yang dimaksudkan mencakup perorangan, perusahaan, badan pemerintah dan lembaga lainnya di suatu negara atau wilayah. Yang
dimaksud
dengan
ekspor
disini
adalah
pengiriman
barang
perdagangan ke luar negeri melalui pelabuhan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, baik bersifat komersial maupun bukan komersial. Nilai ekspor adalah nilai transaksi barang dalam Free On Board (FOB), yaitu suatu nilai transaksi yang
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
53
Ekonomi mencakup juga semua biaya pengangkutan di negara/wilayah pengekspor. Sedangkan definisi impor adalah pemasukan barang perdagangan dari luar negeri melalui pelabuhan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, baik bersifat komersial maupun bukan komersial. Transaksi impor dinyatakan dalam CIF (Cost, Insurance, and Freight). Kegiatan perdagangan antar negara atau wilayah mempunyai peran penting kepada pertumbuhan ekonomi. Ekspor misalnya, akan memperluas pasar barangbarang buatan dalam negeri dan ini memungkinkan perusahaan-perusahaan dalam negeri mengembangkan kegiatannya. Sebagai contoh, penanaman karet di Kutai Kartanegara tidak akan seluas seperti yang ada sekarang ini apabila tidak terdapat pasaran di luar daerah. Kegiatan impor juga dapat memberi sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi. Industri-industri dapat mengimpor mesin-mesin dan bahan mentah yang diperlukan. Namun perlu disadari bahwa keterbukaan sesuatu tidak selalu menguntungkan. Impor yang berlebih-lebihan dapat mengurangi kegiatan ekonomi di dalam negeri karena hal tersebut berarti konsumen menggunakan barang luar negeri dan tidak menggunakan barang buatan dalam negeri. Sehingga berbagai kebijakan perdagangan luar negeri perlu dilakukan oleh pemerintah. Selama ini pemerintah telah memberlakukan berbagai kebijakan yang umumnya diarahkan pada peningkatan ekspor non migas dan diversifikasi komoditi dengan peningkatan daya saing komoditi ekspor, perluasan negara tujuan ekspor, peningkatan fasilitas perkreditan ekspor, dan lain-lain. Sedangkan kebijakan dibidang impor lebih diarahkan untuk menunjang dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, khususnya yang berorientasi ekspor, dan juga untuk menjaga tersedianya kebutuhan barang dan jasa dalam negeri. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, ekspor Kabupaten Kutai Kartanegara sampai saat ini cukup memegang peranan penting sebagai sumber devisa bagi Indonesia, terutama dari sektor pertambangan dan penggalian. Sehingga kita perlu melihat bagaimana perkembangan dari kedua kegiatan ekonomi tersebut.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
54
Ekonomi Tabel 5.6 Perkembangan Ekspor Melalui Pelabuhan Di Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2006 – 2008 (US $)
Uraian
2006
2007
2008
[1]
[2]
[3]
[4]
Migas Tanpa Migas Nilai Ekspor
1.939.996.176
2.129.191.686
4.036.903.487
128.952.690
154.047.370
324.017.547
2.068.948.866
2.283.239.056
4.360.921.034
Sumber : BPS Propinsi Kalimantan Timur
Dalam tiga tahun terakhir (2006 – 2008), nilai ekspor Kabupaten Kutai Kartanegara terus mengalami peningkatan baik ekspor berupa migas maupun tanpa migas. Pada tahun 2006, nilai ekspor yang melalui pelabuhan di Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 2,069 milyar US $, kemudian pada tahun 2007 meningkat sebesar 10,36 persen menjadi 2,283 milyar US $. Dan pada tahun 2008, nilai ekspor yang melalui pelabuhan di Kabupaten Kutai Kartanegara kembali mengalami peningkatanyang cukup signifikan yaitu sebesar 91 persen menjadi 4,361 milyar US $. Bila diamati menurut golongan barang, ekspor dari Kabupaten Kutai Kartanegara masih didominasi oleh minyak dan gas seperti halnya tahun-tahun sebelumnya dengan besarnya peranannya 93 persen terhadap total ekspor. Pada tahun 2006 nilai ekspor migas Kabupaten Kutai Kartanegara senilai 1,940 milyar US $, kemudian meningkat menjadi 2,129 milyar US $ pada tahun 2007, dan meningkat lagi menjadi 4,037 milyar US $ pada tahun 2008. Sedangkan untuk ekspor tanpa migas, selama kurun waktu tiga tahun juga selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 nilai ekspor tanpa migas sebesar 128,95 juta US $ dan terus meningkat, hingga tahun 2008 nilai ekspor tanpa migas Kabupaten Kutai Kartanegara berjumlah 324,02 juta US $. Sedangkan perkembangan impor Kabupaten Kutai Kartanegara dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Namun sejak tahun 2006 hingga sekarang, sudah tidak ada kegiatan impor di pelabuhan Kutai Kartanegara. Hal ini disebabkan adanya kebijakan pemerintah untuk membatasi pelabuhan yang diperbolehkan
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
55
Ekonomi melakukan kegiatan impor dan dikhususkan untuk dilakukan di pelabuhan-pelabuhan besar, dimana pelabuhan tersebut memiliki kriteria lokasi pelabuhan yang besar dan dekat dengan kota serta petugas pelabuhan yang memadai.
G. Keuangan Daerah Dalam menjalankan roda pemerintahan dan dalam rangka meningkatkan pembangunan Kabupaten Kutai Kartanegara, maka pemerintah daerah menetapkan beberapa kebijakan umum pendapatan daerah diantaranya, upaya peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) serta optimalisasi pendapatan dari dana perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah. Melalui kebijakan dana perimbangan dan dilaksanakannya desentralisasi fiskal, maka semakin besar dana yang dikucurkan oleh pusat ke daerah. Namun besarnya dana tersebut masih belum berimbang bila dikaitkan dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan yang harus dilakukan karena di Kabupaten Kutai Kartanegara sampai saat ini, masih cukup banyak daerahdaerah yang tertinggal pembangunannya.
1. Pendapatan Daerah Realisasi pendapatan daerah Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2008 sebesar 3,97 triliun rupiah. Pendapatan daerah ini meningkat dibandingkan tahun 2007
(3,20 triliun rupiah). Salah satu sumber pendapatan daerah yang
penting yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini dikarenakan sumber pendapatan tersebut mencerminkan kewenangan daerah untuk menggalinya secara mandiri dan sebagai tolak ukur kemampuan keuangan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Akan tetapi sampai dengan tahun 2008 pendapatan
asli
daerah
Kabupaten
Kutai
Kartanegara
baru
mampu
menyumbangkan sekitar 3,56 persen dari total pendapatan, yaitu sebesar 141,17 milyar rupiah. Dari sejumlah pendapatan asli daerah tersebut, pendapatan yang diperoleh dari pajak daerah yaitu sebesar 11,87 milyar rupiah, pendapatan dari retribusi daerah sebesar 15,56 milyar rupiah, pendapatan dari hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
56
Ekonomi 16,02 milyar rupiah, dan pendapatan dari lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebesar 97,71 milyar rupiah. Kontribusi yang paling besar dalam pendapatan daerah Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu bersumber dari Dana Perimbangan yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang No.25 tahun 1999 yang meliputi bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak (SDA), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Bagian dana perimbangan yang diterima Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2008 sebesar 3,61 trilirun rupiah atau sekitar 90,88 persen dari total pendapatan daerah, dimana 2,77 triliun rupiah atau sekitar 76,71 persen diantaranya masih disumbangkan oleh bagi hasil bukan pajak (terutama sumbangan bagi hasil dari pertambangan minyak alam dan gas alam). Besarnya peran dari eksploitasi dan eksplorasi alam ini perlu untuk segera dicarikan alternatifnya, karena sumber daya alam tidaklah mudah untuk diperbaharui. Perlu waktu yang lama agar ia bisa menghasilkan kembali. Sehingga perlu usaha yang sangat besar dan perencanaan yang matang agar bagi hasil dari sumber daya alam tidak lagi menjadi andalan sebagai sumber pendapatan dimasa yang akan datang. Selanjutnya pendapatan yang bersumber dari pemerintah pusat
yang
berkaitan dengan dana rutin daerah dan dana pembangunan daerah dalam bentuk dana alokasi umum (DAU) pada tahun 2008 sebesar 74,45 milyar rupiah (1,88 persen dari total pendapatan). Sedangkan bagian Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Reboisasi yang diterima sebesar 11,28 milyar rupiah atau sekitar 0,28 persen dari total pendapatan Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2008. Sumber pendapatan lain yaitu berasal dari lain-lain pendapatan yang sah. Sumber pendapatan ini pada tahun 2008 mampu menyumbangkan kontribusinya sebesar 220,90 milyar rupiah. Yang termasauk lain-lain pendapatan yang sah yaitu pendapatan hibah, dana darurat, dan bagi hasil pajak dari propinsi dan pemerintah daerah lainnya, serta bantuan keuangan dari propinsi dan pemerintah daerah lainnya.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
57
Ekonomi 2. Belanja Daerah Pendapatan daerah secara garis besar dipergunakan untuk membiayai belanja
daerah
yang
digunakan
untuk
melaksanakan
program/kegiatan
pemerintah yang menjadi prioritas pembangunan daerah dengan menerapkan fungsi relokasi dan distribusi pengeluaran anggaran yang tepat melalui suatu kebijakan.
Selain
itu
biaya
daerah
digunakan
untuk
lebih
mendukung
pembangunan secara adil dan merata, sehingga pada tahun 2008 prioritas pambangunan pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara meliputi peningkatan kapasitas dan pelayanan publik, memacu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, meningkatkan pembangunan teritorial, kelompok program penunjang pencapaian strategi diantaranya bidang perencanaan pembangunan daerah, penelitian dan pengembangan, kependudukan dan catatan sipil, politik, komunikasi dan informatika, energi dan sumber daya mineral, transmigrasi, perumahan, lingkungan hidup, sosial pemuda dan olahraga, kehutanan dan perhubungan. Pada tahun 2008 belanja daerah Kabupaten Kutai Katanegara yaitu sebesar 4,89 triliun rupiah. Belanja daerah ini terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Besarnya belanja tidak langsung yang dikeluarkan tahun 2008 yaitu 929,03 milyar rupiah atau sekitar 19,01 persen dari total belanja daerah, dimana sebagian besar diantaranya dikeluarkan untuk belanja pegawai yakni sebesar 532,57 milyar rupiah. Sedangkan yang lainnya dikeluarkan untuk belanja bantuan keuangan kepada propinsi/kabupaten/kota dan pemerintah desa sebesar 190,18 milyar rupiah, belanja hibah sebesar 103,85 milyar rupiah, belanja bantuan sosial sebesar 92,43 milyar rupiah dan belanja tidak terduga sebesar 10,00 milyar rupiah. Sedangkan biaya langsung yang dikeluarkan yaitu sebesar 3,96 triliun rupiah atau sekitar 80,99 persen dari total belanja daerah, dimana sebagian besar diantaranya dikeluarkan untuk belanja modal yaitu sebesar 2,30 triliun rupiah. Sedangkan sisanya dikeluarkan untuk belanja barang dan jasa sebesar 1,20 triliun rupiah dan untuk belanja pegawai sebesar 453,15 milyar rupiah.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
58
Ekonomi Tabel 5.7. Keuangan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, Tahun 2008 URAIAN
NILAI (Rupiah )
(1)
(2)
PENDAPATAN DAERAH 1. Pendapatan Asli Daerah
3.968.214.296.530,00 141.168.083.801,00
- Pajak Daerah
11.870.000.000,00
- Retribusi Daerah
15.564.737.500,00
- Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
16.020.000.000,00
- Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
97.713.346.301,00
2. Dana Perimbangan - Bagi Hasil Pajak - Bagi Hasil Bukan Pajak
3.606.149.782.729,00 754.300.000.000,00 2.766.113.959.801,00
- Dana Alokasi Umum
74.453.500.000,00
- Dana Alokasi Khusus
11.282.322.928,00
3. Lain-lain Pendapatan yang Sah
220.896.430.000,00
- Pendapatan Hibah
-
- Dana Darurat
-
- Bagi Hasil Pajak dari Propinsi dan Pemda Lainnya - Bantuan Keuangan dari Propinsi dan Pemda Lainnya BELANJA DAERAH 1. Belanja Tidak Langsung - Belanja Pegawai
41.496.430.000,00 179.400.000.000,00
4.886.786.651.231,40 929.025.310.593,21 532.566.590.438,21
- Belanja Bunga
-
- Belanja Subsidi
-
- Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bagi Hasil Kepada Prop/Kab dan Pemerintah Desa - Belanja Bantuan Keuangan kepada Prop/Kab dan Pem.Desa - Belanja Tidak Terduga 2. Belanja Langsung - Belanja Pegawai
103.854.709.600,00 92.426.908.760,00 190.177.101.795,00 10.000.000.000,00 3.957.761.340.638,19 453.146.737.155,08
- Belanja Barang dan Jasa
1.201.664.512.140,87
- Belanja Modal
2.302.950.091.342,24
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Kutai Kartanegara
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
59
Penutup
BAB XI. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Berdasarkan Hasil Registrasi Penduduk Tahun 2008, jumlah penduduk Kutai Kartanegara sebesar 580.348 jiwa. Dalam kurun waktu 2000 – 2008 maka laju pertumbuhan penduduk per tahunnya sekitar 3,89 persen. Jumlah penduduk laki-laki 305.182 jiwa dan penduduk perempuan 275.166 jiwa (rasio jenis kelamin 110,91). Dengan luas wilayah sebesar 27.263,1 Km2, maka kepadatan penduduk sebesar 21,29 orang per Km2 .
2.
Pada tahun 2008 penduduk berumur 10 tahun keatas yang tidak/belum pernah sekolah sekitar 4,65 persen, memiliki ijazah/STTB tertingginya SD/sederajat sekitar 26,62 persen, SLTP/MTs sekitar 18,53 persen, dan ijazah/STTB tertingginya SMU/MA/SMK sekitar 21,38 persen.
3.
Kualitas sumber daya penduduk kabupaten Kutai Kartanegara cukup baik dalam dua tahun terakhir persentase penduduk usia 10-44 tahun yang buta huruf masih berkisar 1 persen. Pada tahun 2007 penduduk usia 10 – 44 tahun yang buta huruf sekitar 1,34 persen menurun menjadi 0,58 persen pada tahun 2008.
4.
Jumlah sekolah yang dibawahi Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) pada tahun pembelajaran 2007/2008 meningkat sebanyak 1,93 persen dari tahun pembelajaran sebelumnya, sedangkan sekolah-sekolah yang dibawahi Departemen Agama mengalami penurunan sebanyak 10,53 persen dari tahun pembelajaran sebelumnya.
5.
Pada tahun 2008 tercatat ada 240 dokter, atau bila memakai konstanta angka 10.000 dapat diketahui bahwa setiap 4 dokter akan melayani 10.000 penduduk.
6.
Jumlah balita yang pernah disusui ibunya mengalami penurunan dari 96,25 persen tahun 2007 menjadi 94,13 persen pada tahun 2008.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
60
Penutup 7.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tahun 2008 sebesar 65,15 persen dengan Tingkat Penganguran Terbuka (TPT) adalah 3,46 persen. Angka TPT tahun 2008 menurun jika dibandingkan TPT tahun 2007 (4,99 persen).
8.
Sektor pertanian masih menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu mencapai 32,86 persen. Kemudian sektor jasa dan perdagangan masing-masing menempati urutan kedua dan ketiga (21,95 persen dan 18,04 persen).
10. PDRB atas dasar harga berlaku dengan migas Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 99,559 triliun rupiah dan tanpa migas 22,045 trilyun rupiah. 11. Struktur ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara selama ini relatif tidak banyak mengalami pergeseran. Sektor yang sangat dominan dan memegang peranan penting dalam perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara karena memberi sumbangan nilai tambah terbesar adalah sektor pertambangan dan penggalian. 12. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2008 sebesar 4,63 persen. Hal ini terutama disebabkan adanya pertumbuhan di sektor bangunan sebesar 14,97 persen. 13. PDRB per kapita dengan migas Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 188,533 juta rupiah sedangkan tanpa migas sebesar 41,746 juta rupiah. 14. Nilai ekspor melalui pelabuhan di Kabupaten Kutai Kartanegara selama tiga tahun terakhir (2006-2008) selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 nilai ekspor mencapai 4,36 milyar US $ yang terdiri dari migas menjadi 4,04 milyar US$ dan non migas berjumlah 324, 02 juta US$. 15. Nilai impor Kabupaten Kutai Kartanegara terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2006 sampai tahun 2008 tidak ada lagi kegiatan impor di pelabuhan Kutai Kartanegara. Hal ini diakibatkan adanya kebijakan pemerintah dalam penentuan pelabuhan-pelabuhan yang dijadikan tempat kegiatan impor. 16. Pendapatan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2008 sebesar 3,97 triliun rupiah.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
61
Penutup 17. Belanja Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2008 sebesar 4,89 triliun rupiah yang digunakan untuk biaya tidak langsung sebesar 929,03 milyar rupiah dan biaya langsung sebesar 3,96 triliun rupiah.
B. SARAN Hasil penyusunan publikasi ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dasar untuk pembangunan Kabupaten Kutai Kartanegara dimasa yang akan datang. Namun, ulasan atau analisis yang disajikan dalam publikasi ini masih bersifat umum, sehingga kesimpulan yang diperoleh belum dapat memberikan gambaran yang rinci tiap bahasannya. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam lagi.
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2009
62