BAB. V Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK Pemanfaatan marka molekuler sebagai alat bantu seleksi, untuk mengintrogresikan gen mutan opaque-2 ke galur elit pulut memiliki kadar amilopektin tinggi dapat mempercepat pembentukan famili atau hibrida jagung komersial berprotein tinggi. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengintrogresikan gen resesif mutan opaque-2 dari galur berkualitas protein tinggi ke galur jagung pulut memanfaatkan alat bantu Marker Assisted Selection (MAS) sebagai alat bantu seleksi. Sebanyak 500 galur jagung pulut hasil introgresi gen opaque-2 masing-masing generasi F2 dan F3 (persilangan galur wx;CML141 x PTBC4-7-5B dan CML142 x PTBC4-10-1-B) di laksanakan di kebun percobaan Cikeumeuh BB-Biogen Bogor dan laboratorium molekuler Balitseral Maros, mulai bulan April hingga Juli 2007, menggunakan marka Simple Sequence Repeat (SSRs). Hasil percobaan menunjukkan bahwa marka SSRs spesifik phi057 terbukti efektif dan efisien digunakan menyeleksi galur-galur progeni CML141 x PTBC4-7-1-B dan CML142 x PTBC4-10-1-B yang telah terintrogresikan dengan gen homosigot resesif opaque-2 (oo), hasil seleksi menggunakan alat bantu MAS memiliki kecenderungan mengikuti nisbah segregasi pada setiap generasi silang dalam (selfing), sejumlah progeni CML141 x PTBC4-7-1-B dan progeni CML142 x PTBC4-10-1-B tersaring dengan bantuan marka spesifik phi057, diperoleh masing-masing 57 galur PTBC4-7-1-BBo2 dan PTBC4-10-1-BBo2 sebagai materi evaluasi selanjutnya, penampilan warna biji galur hasil introgresi yang diperoleh berwarna putih kusam dengan tipe biji gigi kuda dengan lekukan dipermukaan biji. Kata Kunci: transfer gen, marka SSRs, gen resesif, dan seleksi
Introgression Mutant Recessive Gene opaque-2 into Waxy Corn Lines Utilizing Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRACT The use of molecular marker as selection aid on the introgression of mutant gene opaque-2 to elite waxy corn lines with high amilopectin may accelerate the formation of family or hybrids of high protein maize. The study aimed to facilitate the introgression of recessive mutant gene opaque-2 from high protein quality maize to waxy corn lines by using Marker Assisted Selection (MAS). The genetic materials used were 500 waxy corn lines obtained from F2 and F3 generations of gene opaque-2 introgression (line cross of wx; CML141 x PTBC4-7-5-B dan CML142 x PTBC4-10-1-B). The experiment was carried out in ICERI molecular biology laboratory, Maros, South Sulawesi and Cikemeuh BB-Biogen Experimental Farm, Bogor, West Java from April to July 2007. The results indicated that phi057 specific SSRs marker was proved effective and efficient to select CML141 x PTBC4-7-1-B and CML142 x PTBC4-10-1-B progeny lines introgressed with opaque-2 (oo) recessive homozygote gene. The selection result with MAS had a tendency to follow relative segregation on each selfing generation. CML141 x PTBC4-7-1-B and CML142 x PTBC4-10-1-B progenies were selected by using phi057 specific SSRs marker. The results were 57 lines of PTBC4-7-1-BBo2 and PTBC4-10-1-BBo2, which will be used for further evaluation. The grain color of introgressed lines was dull white with dent grain type. Key word: transfer gen, SSRs markers, gene resesif, and selection
-86-
PENDAHULUAN Peran jagung akan semakin strategis dalam pemenuhan karbohidrat dan protein baik sebagai bahan pangan, pakan maupun industri. Berdasarkan proyeksi Swastika et al. (2002) produksi dan penawaran jagung menunjukkan peningkatan dengan laju 1,22% per tahun. Peningkatan produktivitas memberikan kontribusi yang dominan (0,85%/tahun) sementara areal panen hanya meningkat 0,36% per tahun. Kebutuhan produk berbahan baku jagung antara lain pakan ternak, pangan, dan industri lainnya semakin meningkat.
Untuk kebutuhan pakan ternak
monogastik, ke dalam ransum harus ditambahkan asam amino esensial lisin dan triptofan dari sumber lain yang sebagian besar masih impor. Peningkatan mutu nutrisi jagung utamanya kedua asam amino esensial tersebut membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus, karena gen pengendali kedua karakter tersebut dikendalikan oleh gen resesif, sifat yang resesif dari alil oo tertutupi oleh alel OO yang merupakan protein pengatur (regulator protein), maka pada setiap tahap pemulia a ndi pe r l uk a ns a t ug e ne r a s i‘ s e l f i ng ’unt ukpe mu l i ha noo (Vasal et al. 2000). Oleh karena itu dibutuhkan suatu tehnik atau cara cepat yang dapat menjawab tantangan tersebut dengan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi keberadaan gen oo tersebut. Pemindahan “ge nopaqu e -2”ke dalam jagung normal dapat meningkatkan mutu protein jagung normal, disamping kadar protein jagung meningkat dari 9,0 menjadi 11,0 –13,5%, juga kadar triptofan dan lisinnya meningkat berturut-turut menjadi 0,11% dan 0,47% (Cordova 2001).
Pembentukan jagung hibrida
berorientasi protein tinggi dilakukan dengan mengkonversi galur biji normal menjadi opaque-2 dengan menggunakan metode seleksi persilangan. Biji yang mengandung gen oo memperlihatkan sifat kabur (dull) yang merupakan penanda atau marka morfologis yang efektif dalam seleksi populasi yang bersegregasi (Vasal 2001). Kemajuan di bidang pemuliaan molekuler (molecular breeding) dengan memanfaatkan marka DNA sebagai alat bantu seleksi (MAS = Marker Assisted Selection) diharapkan dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi dalam pemuliaan konvensional (Smith et al. 1997).
-87-
Pemanfaatan marka molekuler dianggap sebagai alat bantu untuk seleksi (MAS: Marker Assisted Selection) dan saat ini telah berhasil diidentifikasi beberapa marka Simple Sequence Repeats (SSRs) pada kromosom 7, bin 7.01 yang didesaing dari daerah sequen gen opaque-2 tersebut. Marka SSRs tersebut yakni phi057 dan phi112 yang dikembangkan oleh Pioneer Hibrid serta umc1066 yang dikembangkan oleh Proyek Jagung Universitas Missouri, Colombia yang memberikan produk sekitar 140 –160 bp. Salah satu syarat penting yang harus dipenuhi suatu marka dalam kegiatan MAS untuk mentrasfer alil-alil yang diinginkan adalah posisi marka molekuler tersebut sangat dekat dengan gen target tesebut.
Ketiga marka SSRs tersebut diketahui memiliki kemampuan
membedakan alil mutan oo dengan alil OO sehingga kegiatan transfer gen oo dari galur QPM ke galur jagung wx yang memiliki potensi hasil dan kadar amilopektin cukup tinggi serta resisten terhadap penyakit bulai pada metode persilangan akan lebih efisien dan efektif. Marka SSRs juga bersifat multialelik dan mudah diulangi sehingga penggunaan marka SSRs lebih menarik dalam mempelajari keragaman genetik di antara genotipe-genotipe yang berbeda (Senior et al. 1998). Keunggulan lain adalah selain produk PCR dari SSRs dapat dielektroforesis dengan gel agarose, juga dapat dielektroforesis dengan menggunakan gel akrilamid terutama pada alel suatu karakter memiliki tingkat polimorfis yang rendah, dimana gel agarose tidak mampu digunakan. Dengan demikian, gel akrilamid mampu mendeteksi lebih banyak alel per lokus daripada gel agarose (Macaulay et al. 2001). Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu dilakukan percobaan introgresi gen resesif mutan opaque-2 ke dalam galur jagung pulut (waxy corn) memanfaatkan alat bantu MAS.
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengintrogresikan gen
resesif mutan opaque-2 dari galur QPM ke galur jagung pulut memanfaatkan MAS sebagai alat bantu seleksi.
-88-
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari dua percobaan.
Percobaan 1 dilaksanakan di
Kebun Percobaan Cikeumeuh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik (BB-Biogen) dan percobaan 2 dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros dari April 2007 hingga Juli 2008. Materi genetik yang digunakan pada percobaan ini adalah benih F1, F2, dan F3 hasil silang diri (selfing) (persilangan galur wx (CML141 x PTBC4-7-5-B dan CML142 x PTBC4-10-1-B) koleksi Balitsereal dan Marka SSRs yang digunakan adalah phi057 sebagai marka penyeleksi gen opaque-2, Sekuen pasangan primer tersebut (www.agron.missouri.edu/ssr.htm) sebagai berikut: phi057
F:5’ - CTCATCAGT GCCGTCGTCCAT-3’ R:5’ - CAGTCGCAAGAAACCGTTGCC-3’
Percobaan 1: Introgresi gen opaque-2 melalui persilangan Pembentukan Materi Genetik F1: Kegiatan di lapangan diawali dengan pembentukan generasi F1 persilangan antara dua galur jagung pulut wx (PTBC4-7-5-BB dan PTBC4-10-1-BB) dan dua galur opaque-2 (CML141 dan CML142) masing-masing ditanam dilahan yang sebelumnya dilakukan pengolahan tanah secara sempurnah guna menghindari gulma dan tanaman pengganggu lainnya, tiap galur ditanam ±500 tanaman pada petakan berbeda, menggunakan jarak tanam 0,75 x 0,20 m dengan panjang barisan 5 m terdiri dari 25 baris per galur, benih sebelum ditanam diberikan perlakuan dengan metalaksil untuk mencegah serangan penyakit bulai (Perenosclerospora maydis), saat tanam lubang tanam diberi karbofuran untuk mencegah serangan ulat bibit, penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem tugal, pemupukan pertama diberikan saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam (hst) dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea, 200 kg/ha SP36, dan 100 kg/ha KCL, dengan menugal disamping tanaman, pemupukan kedua diberikan saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea. Penyiangan dilakukan dua sampai tiga kali tergantung keadaan gulma dengan membuang gulma yang berada di sekitar tanaman. Penyiangan pertama -89-
pada saat tanaman berumur dua sampai tiga minggu setelah tanam (mst) dan empat sampai enam minggu setelah tanam. Penyiangan kedua dapat dilakukan bersamaan dengan pembumbunan, pembumbunan dilakukan untuk mempermudah pemberian air. Pengairan dilakukan setiap dua minggu sekali, apabila tanahnya dapat menyimpan air maka pengairan dapat dilakukan setiap tiga minggu sekali. Pengairan yang sangat mempengaruhi dan harus dilakukan menjelang berbunga dan waktu pengisian biji karena stadia ini akan mempengaruhi hasil panen. Saat tanaman berumur ±45-54 (hst) dilakukan persilangan antara galur jagung opaque-2 dengan galur jagung pulut sesuai pasangannya masing-masing (CML141 x PTBC4-7-5-BB (set I) dan CML142 x PTBC4-10-1-BB (set II)) untuk menghasilkan benih F1.
Panen dilakukan pada saat tanaman memasuki fase
masak fisiologis dengan ditandai terbentuknya black layer pada biji (umur ±95– 105 hst), menggunakan tenaga manusia untuk menghindari kehilangan hasil. Masing-masing pasangan persilangan dipanen secara terpisah dan dimasukkan ke dalam kantong kertas serta diberi label, sebagai benih pada pertanaman musim berikutnya. Pembentukan Materi Genetik F2: Benih F1 yang dihasilkan pada musim tanam pertama ditanam kembali masing-masing ditanam satu tongkol satu baris yakni masing-masing tongkol benih F1 (set I; CML141 x PTBC4-7-5-BB dan set II; CML142 x PTBC4-10-1BB) ditanam dalam barisan-barisan yang terpisah, ditanam ±250 tanaman per set, jarak tanam yang digunakan 0,75 x 0,20 m dengan panjang barisan 5 m terdiri dari ±10 baris per set, benih sebelum ditanam diberikan perlakuan dengan metalaksil untuk mencegah serangan penyakit bulai (Perenosclerospora maydis), saat tanam lubang tanam diberi karbofuran untuk mencegah serangan ulat bibit, penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem tugal, pemupukan pertama diberikan saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam (hst) dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea, 200 kg/ha SP36, dan 100 kg/ha KCL, dengan menugal disamping tanaman, pemupukan kedua diberikan saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea. Perlakuan budidaya secara sempurna diberikan sesuai dengan yang dilakukan pada musim pertama, pada saat tanaman berumur ±45-55 hst dilakukan -90-
persilangan sendiri (selfing) untuk menghasilkan benih genotipe F2 sebagai benih pada musim selanjutnya. Panen dilakukan pada saat tanaman memasuki fase masak fisiologis dengan ditandai terbentuknya black layer pada biji (umur ±95– 105 hst), menggunakan tenaga manusia untuk menghindari kehilangan hasil. Masing-masing pasangan persilangan dipanen secara terpisah dan dimasukkan ke dalam kantong kertas serta diberi label, sebagai benih F2 (set I; CML141 x PTBC4-7-5-BB dan set II; CML142 x PTBC4-10-1-BB) pada pertanaman musim berikutnya. Pembentukan Materi Genetik F3: Benih F2 yang terseleksi memiliki gen opaque-2 pada kegiatan laboratorium pada musim tanam kedua ditanam kembali, masing-masing ditanam satu tongkol satu baris yakni masing-masing tongkol benih F2 set I; CML141 x PTBC4-7-5-BB terseleksi 62 tanaman memiliki gen opaque-2 dan set II; CML142 x PTBC4-10-1BB terseleksi 60 tanaman memiliki gen opaque-2 ditanam dalam barisan-barisan yang terpisah, jarak tanam yang digunakan 0,75 x 0,20 m dengan panjang barisan 5 m, benih sebelum ditanam diberikan perlakuan dengan metalaksil untuk mencegah serangan penyakit bulai (Perenosclerospora maydis), saat tanam lubang tanam diberi karbofuran untuk mencegah serangan ulat bibit, penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem tugal, pemupukan pertama diberikan saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam (hst) dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea, 200 kg/ha SP36, dan 100 kg/ha KCL, dengan menugal disamping tanaman, pemupukan kedua diberikan saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea. Saat tanaman berumur ±15 sampai 20 hst dilakukan pengambilan sampel daun, bagian tanaman yang diambil adalah daun muda yang telah membuka sempurna per individu tanaman dipotong-potong kecil ditimbang ±0.4 g per sampel per individu tanaman, kemudian dimasukkan kedalam ependorf diisi bufer CTAB ±1,7 ml sebagai pengganti nitrogen cair mengikuti prosedur Khan et al. (2004) dan selanjutnya di bawa ke laboratorium untuk diisolasi DNA. DNA genom diseleksi menggunakan metode MAS dengan primer phi057 sebagai marka penyeleksi gen opaque-2.
-91-
Tanaman yang telah diambil sampel daunnya diberi tanda dengan memasangi label, saat tanaman berumur ±45-55 hst dilakukan persilangan sendiri (selfing) untuk menghasilkan benih genotipe F3 sebagai benih pada musim keempat. Panen dilakukan pada saat tanaman memasuki fase masak fisiologis dengan ditandai terbentuknya black layer pada biji (umur ±95–105 hst), menggunakan tenaga manusia untuk menghindari kehilangan hasil.
Masing-
masing pasangan persilangan dipanen secara terpisah dan dimasukkan ke dalam kantong kertas serta diberi label, sebagai benih F3 (set I; CML141 x PTBC4-7-5BB dan set II; CML142 x PTBC4-10-1-BB) pada pertanaman musim berikutnya. Pembentukan Materi Genetik F4: Benih F3 yang terseleksi memiliki gen opaque-2 pada kegiatan laboratorium pada musim tanam kedua ditanam kembali, masing-masing ditanam satu tongkol satu baris yakni masing-masing tongkol benih F2 set I; CML141 x PTBC4-7-5-BB terseleksi 60 tanaman memiliki gen opaque-2 dan set II; CML142 x PTBC4-10-1BB terseleksi 59 tanaman memiliki gen opaque-2 ditanam dalam barisan-barisan yang terpisah, jarak tanam yang digunakan 0,75 x 0,20 m dengan panjang barisan 5 m,
benih sebelum ditanam diberikan perlakuan dengan metalaksil untuk
mencegah serangan penyakit bulai (Perenosclerospora maydis), saat tanam lubang tanam diberi karbofuran untuk mencegah serangan ulat bibit, penanaman dilakukan dengan menggunakan sistem tugal, pemupukan pertama diberikan saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam (hst) dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea, 200 kg/ha SP36, dan 100 kg/ha KCL, dengan menugal disamping tanaman, pemupukan kedua diberikan saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam dengan takaran pemupukan 150 kg/ha Urea. Perlakuan budidaya lainnya secara sempurna diberikan sesuai dengan yang dilakukan pada musim kedua, saat tanaman berumur ±15 sampai 20 hst dilakukan pengambilan sampel daun, bagian tanaman yang diambil adalah daun muda yang telah membuka sempurna per individu tanaman dipotong-potong kecil ditimbang ±0.4 g per sampel per individu tanaman, kemudian dimasukkan ke ependorf diisi bufer CTAB ±1,7 ml sebagai pengganti nitrogen cair mengikuti prosedur Khan et al. (2004) dan selanjutnya di bawa ke laboratorium untuk di isolasi DNA dan
-92-
kemudian diseleksi menggunakan metode MAS dengan primer phi057 sebagai marka penyeleksi gen opaque-2. Tanaman yang telah diambil sampel daunnya diberi tanda dengan memasangi label, saat tanaman berumur ±45-55 hst dilakukan persilangan sendiri (selfing) untuk menghasilkan benih genotipe F4 sebagai benih percobaan selanjutnya. Panen dilakukan pada saat tanaman memasuki fase masak fisiologis dengan ditandai terbentuknya black layer pada biji (umur ±95–105 hst), menggunakan tenaga manusia untuk menghindari kehilangan hasil.
Masing-
masing pasangan persilangan dipanen secara terpisah dan dimasukkan dalam kantong kertas serta diberi label, sebagai benih F4 (set I; CML141 x PTBC4-7-5BB dan set II; CML142 x PTBC4-10-1-BB). Benih F4 yang diperoleh dari hasil silang diri (selfing), beberapa biji yang dihasilkan kurang baik sehingga yang sesuai untuk digunakan pada percobaan keempat masing-masing 57 genotipe per set. Percobaan 2: Perifikasi sekuensin DNA di Laboratorium Sampel daun yang diambil pada musim ke tiga (sampel daun tanaman F2) dan keempat (sampel daun tanaman F3) dilakukan isolasi DNA di laboratorium. Pengujian kuantitas dan kualitas DNA hasil ekstraksi diukur berdasarkan standar λ -DNA melalui proses elektroforesis horizontal, dengan menggunakan gel agarose 0.9%. langkah Amplifikasi dan Visualisasi Pola Pita DNA sesuai dengan metode pada percobaan satu. Pengamatan: 1. Foto hasil elektroforesis pada plat gel. 2. Hitung jumlah genotipe yang terdeteksi memiliki gen opaque-2 pada masing-masing set persilangan.
-93-
HASIL DAN PEMBAHASAN DNA genomik. Kualitas DNA genomik cukup baik, pola pita DNA dapat terdeteksi secara optimal dengan metode SSRs, terutama pada hasil PCR yang divisualisasi dengan menggunakan agarose’ s upe rf i ne r e s ol ut i on’ .
Hasil
visualisasi individu homosigot opaque-2 (oo) dengan bantuan marka SSR spesifik, genotipe F2 set I: CML141 x PTBC4-7-1-B (Gambar 8) dan F2 set II: CML142 x PTBC4-10-1-B (Gambar 9).
OO oo M
101 102
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12 13
Gambar 8 Profil pita DNA individu tanaman generasi F2 set I: CML141(101) x PTBC4-7-1-B (102) hasil PCR yang divisualisasi dengan gel polyacrilamid menggunakan primer SSRs spesifik phi057. M=marker, No.1,2,3,…13a da l a hg a l ury a ngdi s e l e ks ide ng a nki s a r a n200151bp.
OO oo M
105
104
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 9 Profil pita DNA individu tanaman generasi F2 set II: CML142 (104) x PTBC4-10-1-B (105) hasil PCR yang divisualisasi dengan gel polyacrilamid menggunakan primer SSRs spesifik phi057. M=marker, No.1,2,3,…10a da l a hg a l ury a ngdi s e l e ks ide ng a nki s a r a n200151bp. Kegiatan seleksi dengan memanfaatkan alat bantu seleksi MAS pada Gambar 8 dan 9 memperlihatkan bahwa kegiatan seleksi dilakukan dengan cara menyaring individu tanaman yang memiliki pola pita tunggal yang sama dengan tetua (CML 141 untuk set I dan CML 142 untuk set II) donor gen opaque-2 (oo). -94-
Jumlah genotipe yang tersaring berdasarkan pola pita DNAnya adalah ±62 dari 250 individu tanaman genotipe F2 dari progeni CML141 x PTBC4-7-1-B (famili set I) dan ±60 dari 250 individu tanaman genotipe F2 dari progeni CML142 x PTBC4-10-1-B (famili set II). Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah tanaman yang terseleksi sebanyak 25% dari jumlah tanaman F2 yang ditanam baik pada famili set I maupun famili set II. Ketepatan prediksi dari penggunaan primer SSRs phi057 ini dapat dikatan cukup akurat, pemilihan marka SSRs spesifik phi057 didasarkan pada hasil survei polimorphisme, dimana marka tersebut memberikan amplifikasi yang polimorfis antara galur CML141 dan CML142 sebagai tetua donor gen resesif opaque-2 ke dalam galur PTBC4-7-1-B dan PTBC4-10-1-B. Hal yang sama dikemukankan oleh Pabendon et al. 2006 bahwa pemilihan marka SSRs spesifik phi057 didasarkan pada hasil survei, dimana marka tersebut memberikan amplifikasi yang polimorfis antara galur CML161 sebagai tetua donor gen resesif opaque-2 ke galur Nei9008. Hasil visualisasi genotipe individu tanaman F3 set I: CML141(101) x PTBC4-7-1-B (102) (Gambar 10) dan F3 set II: CML142 (104) x PTBC4-10-1-B (105) (Gambar 11) memiliki gen homosigot resesif opaque-2 (oo). Pada populasi tanaman F3 dengan memanfatakan alat bantu seleksi MAS pada Gambar 10 dan 11 memperlihatkan bahwa dari individu tanaman yang terseleksi pada kegiatan sebelumnya masing-masing 60 individu tanaman famili set I (CML141 x PTBC47-1-B) yang ditanam, jumlah genotipe tersaring berdasarkan pola pita DNAnya adalah ±100 individu tanaman dan 59 individu tanaman famili set II (CML142 x PTBC4-10-1-B) yang ditanam, jumlah genotipe yang tersaring berdasarkan pola pitan DNA adalah ±57 individu tanaman sebagai materi dalam pembentukan silang puncak pada kegiatan percobaan selanjutnya untuk melihat potensi hasil dari masing-masing pasangan persilangan. Selain potensi hasil, penampilan biji juga perlu mendapat perhatian dalam seleksi karena terkait dengan kelemahan penampilan biji dari QPM yaitu fenotipe biji yang lunak dan berkapur (Bjarnason dan Vasal 1992).
-95-
OO oo M 101 102
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 10 Profil pita DNA individu tanaman generasi F3 set I: CML141(101) x PTBC4-7-1-B (102) hasil PCR yang divisualisasi dengan gel polyacrilamid menggunakan primer SSRs spesifik phi057. M=ma r ke r ,No.1,2,3,…8 a da l a hg a l ury a ng di s e l e ks ide ng a n kisaran 200-151bp.
OO M 104 105 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
13
oo
Gambar 11 Profil pita DNA individu tanaman generasi F3 set II: CML142 (104) x PTBC4-10-1-B (105) hasil PCR yang divisualisasi dengan gel polyacrilamid menggunakan primer SSRs spesifik phi057. M=ma r ke r ,No.1,2,3,…13a da l a hg a l ury a ngdi s e l e ks id e ng a n kisaran 200-151bp. Keakuratan penggunaan marka SSRs sebagai alat bantu di dalam menyeleksi tanaman memiliki gen opaque 2 dengan primer phi057 diyakini memiliki tingkat keakuratan yang sangat tinggi. SSRs polimorfis telah digunakan secara ekstensif sebagai marka genetik pada studi genetik jagung seperti pada konstruksi pemetaan keterpautan gen dan pemetaan QTL (Romero-Severson 1998; Frova et al. 1999). SSRs juga digunakan dalam analisis keragaman genetik dan evolusi (Senior et al. 1998; Pejic et al. 1998; Lu dan Bernardo 2001; Matsuoka 2002), Babu (2005) menggunakan marka spesifik (primer phi057) untuk menyaring materi genetik yang berbeda pada generasi BC2F2 untuk mengetahui keberadaan gen opaque-2. Azrai (2007) dari hasil introgresi gen opaque-2 ke Nei9008 dapat meningkatkan kadar triptofan 0,04-0,14% lebih tinggi dari CML161 (0,092%) dan kadar lysin meningkat 0,33-0,90% lebih tinggi dari CML161(0,433%). -96-
Tabel 29 Jumlah individu tanaman yang terdeteksi memiliki gen opaque-2 pada masing-masing generasi berdasarkan pola pita memanfaatkan alat bantu MAS dengan marka SSRs phi057 Persilangan CML141x PTBC4-7-1-B CML142 x PTBC4-10-1-B
Individu terdeteksi memiliki gen opaque-2 Keterangan Generasi F2 Generasi F3 beberapa pita 62 60 60
tidak terbaca
59
(b) (a) Gambar 12 Penampilan tongkol galur jagung hasil introgresi gen homosigot resesif opaque-2 pada generasi F3: a) set I: PTBC4-7-1-BBo2 (102) dan b) set II: PTBC4-10-1-BBo2 (105)
(a)
(a)
(b)
(b) -97-
Gambar 13 Penampilan biji jagung hasil introgresi gen homosigot resesif opaque2 pada generasi F3. Tampak gambar atas (a) biji jagung dan lingkar tongkol set I: PTBC4-7-1-BBo2 (102), dan gambar bawah (b) biji jagung dan lingkar tongkol set II: PTBC4-10-1-BBo2 (105).
-98-
KESIMPULAN 1. Marka SSRs spesifik phi057 efektif digunakan menyeleksi galur-galur progeni CML141 x PTBC4-7-1-BB dan CML142
x
PTBC4-10-1-BB yang telah
terintrogresikan dengan gen homosigot resesif opaque 2 (oo). 2. Hasil seleksi menggunakan alat bantu Maker Assisted Selection (MAS) memiliki kecenderungan mengikuti nisbah segeregasi pada setiap generasi silang dalam (selfing). 3. Dari progeni CML141 x PTBC4-7-1-BB dan progeni CML142 x PTBC4-10-1BB tersaring dengan bantuan marka spesifik phi057 diperoleh masing-masing 57 galur PTBC4-7-1-BBo2 dan PTBC4-10-1-BBo2 sebagai materi evaluasi selanjutnya. 4. Penampilan warna biji galur hasil introgresi yang diperoleh berwarna putih kusam dengan tipe biji gigi kuda dengan lekukan dipermukaan biji.
-99-