BAB V ANALISIS STUDI KASUS DAN KESIMPULAN
5.1
Tahapan penyempurnaan kondisi perusahaan Proses mencari solusi untuk penyelesaian masalah dalam perusahaan terus berlanjut setelah ditetapkan Hay Group sebagai konsultan, maka ada beberapa hal yang akan ditempuh dan hal pertama yang dilakukan oleh pihak Hay terhadap perusahaan yaitu dengan melakukan climate survei ke perusahaan, dimana survei dilakukan terhadap pekerja dan manajemen perusahaan dan keseluruhan proses survei sepenuhnya diserahkan kepada Pihak Hay Group dengan didampingi beberapa orang personil dari Citra Tubindo. Pelaksanaan survei ini beberapa tahap dalam waktu + 2 minggu dan dilakukan secara transparan bagi pekerja. Survei dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan obrservasi langsung terhadap para pekerja dan manajemen mengenai kegiatan operasional sehari-hari pekerja dan pendapat pekerja mengenai pihak manajemen perusahaan. Survei tersebut menemukan hal yang sangat penting bagi perusahaan, dimana ternyata tingkat kepercayaan pekerja terhadap perusahaan sangat rendah. Karena adanya anomali perlakuan
97
98
manajemen di masing-masing plant terhadap pekerja karena tidak ada HR divisi yang baik, disamping rendahnya kemampuan HRD. Juga tidak adanya transparansi tentang kebijakan kepegawaian, menyebabkan ketidak percayaan ini. Langkah selanjutnya yang dilakukan perusahaan terdiri dari 4 tahap, antara lain : Tahap 1 : Job Description Pada tahap ini, melanjutkan kerja dari konsultan (Hay Group) diperusahaan setelah melakukan survei. Setelah hasil survei dilaporkan kepada manajemen. Bahkan para pekerja diuntungkan sebab merasa jelas porsi kerjanya termasuk bobot dari uraian pekerjaan tersebut. Dimana untuk masing-masing pekerja dapat mengetahui keterangan uraian pekerjaan (job description) dan bobotnya lewat masing-masing atasanya (manajer). Untuk format Form Job Description yang dipergunakan perusahaan saat ini dapat dilihat pada lampiran Form Job Description.
Tahap 2 : Grading Pada tahap kedua ini, melanjutkan tahap pembentukan Form Job Description masih sebagai bagian dari sistem remunerasi. Karena segala sesuatu dilakukan secara transparan oleh semua pihak termasuk pekerja itu sendiri, maka untuk proses implementasi uraian pekerjaan (job description) secara tertulis dapat dilakukan dengan lancar dan dapat diterima oleh seluruh pekerja.
99
Hay menyusun solusi untuk diaplikasikan yaitu dengan melakukan proses grading untuk sistem remunerasi perusahaan berdasarkan standard grade yang dimiliki oleh Hay Group dengan langkah awal melakukan pembentukan uraian pekerjaan (job description) secara tertulis dan rinci untuk setiap pekerja. Pembuatan uraian pekerjaan dilakukan dengan menggunakan format standar Hay Group, setiap aspek pekerjaan dinilai bobotnya sesuai dengan standard pratices di Hay. Sebelumnya uraian jabatan sudah ada namun tidak menyeluruh dan tidak konsisten. Kemudian untuk format Form Grading yang dipergunakan perusahaan sampai saat ini dapat dilihat pada lampiran Form Grading.
Hasil yang diperoleh Setelah pelaksanaan beberapa tahap dari sistem remunerasi dalam perusahaan, maka Hay Group juga menjelaskan bahwa bobot itu merupakan nilai dari suatu pekerjaan, dimana bobot pekerjaan tersebut akan dimasukkan kedalam range yang ada untuk menentukan skala gaji pekerja. Uraian pekerjaan ditentukan berdasarkan fungsi, keahlian dan syarat minimum agar dapat melakukan pekerjaan tersebut. Setelah sistem remunerasi (job description dan grading) berjalan mulai terlihat dampak positif yang terjadi dalam perusahaan dan pekerjanya, antara lain :
100
1. Pekerja merasa lebih dihargai oleh perusahaan. 2. Pekerja diberikan imbalan (dibayar upah) berdasarkan berat/ringan pekerjaannya. 3. Perusahaan memiliki standar upah bagi suatu pekerjaan, dimana yang membedakan antara pekerja baru dan lama adalah pekerja lama telah ada kesesuaian dengan pekerjaan yang telah dijalani selama ini sehingga telah ada kenaikan tahunan. (Equal Job = Equal Pay) 4. Iklim dalam perusahaan menjadi lebih sehat. 5. Produktivitas meningkat sehingga mendekati bahkan mencapai target yang diinginkan.
Tahap 3 : Performance Measurement Pada tahap ketiga ini departemen sumber daya perusahaan sudah tidak melibatkan pihak Hay Group sebagai pihak konsultan, maka proses pembuatan dan penerapan performance measurement dilakukan hanya oleh departemen sumber daya manusia perusahaan. Dimana prosesnya adalah sebagai berikut : setelah satu tahun berjalan penerapan sistem remunerasi (job description dan grading) dalam perusahaan, maka perusahaan memutuskan bahwa untuk pemberian upah itu didasarkan atas kinerja dari pekerja tersebut. Namun kembali lagi perusahaan menyadari bahwa tidak selamanya kinerja seorang pekerja dapat selalu dalam keadaan
101
yang sama/stabil. Maka perusahaan mengambil jalan untuk melakukan penilaian kinerja seorang pekerja secara bertahap (satu tahun ada 3 kali penilaian) untuk menentukan pemberian upah dalam satu tahun (kenaikan upah tahunan). Sehingga secara keseluruhan program tersebut disebut sebagai performance management. Program tersebut dilatar belakangi oleh keadaan saat itu dimana belum adanya sistem yang jelas untuk mengatur kenaikan upah/gaji tiap tahun termasuk juga di dalamnya promosi setiap saat bagi pekerja yang secara langsung mempengaruhi perubahan upah/gajinya. Hal ini sudah disadari dan dipikirkan untuk langkah berikutnya setelah mulai berjalannya sistem remunerasi (grading tahun 1996) sebagai langkah awal dan langkah berikutnya penilaian kerja (Performance Measurement). Dibuat suatu standar form penilaian kerja yang akan dipergunakan untuk menentukan kenaikan/penyesuaian gaji/upah dalam periode satu tahun. Setelah Performance Measurement siap untuk diterapkan maka langsung dikomunikasikan kepada seluruh pekerja melalui masing-masing atasan mengenai faktor-faktor apa saja yang dinilai dari tiap pekerja tersebut dan akan disesuaikan dengan standar kerja. Sehingga program ini memberikan beberapa dampak yang baik, yaitu : •
Pekerja jadi lebih termotivasi dalam bekerja.
•
Produktivitas perusahaan meningkat jauh lebih baik.
102
Format standar yang dipergunakan oleh perusahaan saat ini dapat dilihat pada lampiran Form LPHK. Form penilaian ini merupakan form yang dipergunakan untuk seluruh pekerja perusahaan dan bukan hanya pekerja saja.
Tahap 4 : Sistem Insentif Beberapa tahun setelah penerapan sistem remunerasi (termasuk di dalamnya job description, grading, dan performance measurement) berjalan dengan baik diperusahaan, maka sudah mulai dirasakan oleh perusahaan akan perubahan iklim diperusahaan menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Dilihat dari berangsur-angsur pulihnya hubungan para pekerja dengan pihak manajemen, selain itu juga dapat dilihat dengan peningkatan kinerja dari para pekerja yang dapat dilihat dari peningkatan produktivitasnya. Kemudian melihat perkembangan usaha dengan adanya banyaknya permintaan akan produk perusahaan yang memacu perusahaan untuk meningkatan kapasitas produksi sehingga secara tidak langsung juga ingin memacu para pekerja untuk dapat bekerja sesuai kapasitas perusahaan yang ada untuk memenuhi permintaan dari para pelanggan dan dapat mencapai target yang akan dicapai perusahaan. Tepatnya pada tahun 2004, dibuat suatu sistem baru yang tidak lain adalah suatu sistem insentif untuk pekerja dengan tujuan dapat memotivasi dan meningkatkan kinerja para pekerja tersebut. Sistem insentif tersebut disebut sebagai jasa produksi, dimana sesuai nama dari sistem tersebut adalah
103
bertujuan untuk meningkatan produktivitas baik pekerja maupun perusahaan. Sebagai kilas balik bahwa sebenarnya diperusahaan sudah memiliki sistem insentif sebelumnya, namun sistem insentif itu tidak diukur dengan parameter produktivitas melainkan hanya dilihat berdasarkan keuntungan yang diraih perusahaan pada akhir tahun. Sistem insentif ini lebih dikenal dengan nama bonus, dimana insentif yang diperoleh seorang pekerja tidak sama tergantung dari bagiannya dalam bekerja, lama bekerja yang akan dijadikan suatu nilai yang akan dikalikan dengan gaji perbulan dari pekerja tersebut. Untuk sistem insentif ini akan lebih memperhatikan tiap-tiap pekerja dan kerjanya sebagai tim dalam satu departemen sehingga kinerjanya akan terlihat jelas apabila terjadi peningkatan maupun penurunan dalam produktivitas pekerja tersebut. Menjadi seperti suatu perjalanan panjang dalam penerapan sistem remunerasi diperusahaan dan sistem insentif ini juga tetap merupakan salah satu bagian dari sistem remunerasi perusahaan. Secara mendasar dapat dikatakan bahwa sistem insentif ini memiliki keterkaitan
dengan
performance
measurement,
dimana
berdasarkan
performance measurement itu akan menilai seorang pekerja dengan departemennya sebagai satu tim sudah mencapai target produksi, sehingga dapat dikatakan sudah melebihi nilai standar yang ditetapkan perusahaan dan apabila sudah melebihi nilai standar maka nilai lebih itu yang akan dimasukan kedalam perhitungan sistem insentif.
104
Akan tetapi ada faktor-faktor lain (jumlah kecelakaan kerja, frequency rate, jumlah kehilangan hari kerja dan jumlah kehilangan barang milik pribadi maupun perusahaan) yang ikut juga diperhitungan kedalam sistem insentif tersebut yang secara garis besar terdiri dari faktor penambah dan faktor pengurang. Sehingga berdasarkan sistem insentif tersebut, maka hasil yang diperolah oleh si pekerja itu sesuai dengan kerjanya masing-masing (tim) dan penilain secara individu. perusahaan juga mengadakan evaluasi dari jasa produksi pertiga bulan (quarterly) atau terbagi dalam 4 quarter dalam satu tahun.
5.2
Analisa terhadap studi kasus dalam perusahaan 5.2.1 Analisa
Sistem
Remunerasi
(Grading,
Job
Description dan Performance Measurement) Berdasarkan studi kasus diatas, maka dilakukan analisa oleh penulis dengan menggunakan tools sebagai berikut : 5.2.1.1 Fisbone Diagram studi kasus Berdasarkan permasalahan yang ada diperusahaan akan ditarik beberapa hal yang menjadi faktor penyebab timbulnya masalah tersebut dan apa saja dampak yang ditimbulkan dari faktor-faktor penyebab
tersebut
maka
penulis
akan
membuat
analisanya
menggunakan fishbone diagram di bawah ini untuk menghasilkan akar
105
dari permasalahan yang dihadapi perusahaan (root cause) dan untuk dapat melihat apakah dampaknya yang secara langsung berpengaruh terhadap operasional perusahaan.
Gambar 5.1. Fishbone Diagram Studi kasus Citra Tubindo
Berdasarkan fishbone diagram diatas dapat terlihat bahwa akar dari permasalahan yang dihadapi perusahaan adalah iklim dalam
106
perusahaan menjadi tidak baik yang dapat menyebabkan hubungan pekerja secara keseluruhan dengan pihak manajemen juga menjadi tidak baik.
Sebab akibat muncul masalah dan solusinya Masalah yang dihadapi perusahan berawal dari kesulitan pencarian tenaga kerja HR dan pekerja pabrik yang berkompeten pada perusahaan dan bergabungnya ketiga plant kedalam satu lokasi yang sama sehingga mulai dirasakan adanya perbedaan aturan dari masingmasing plant yang menyebabkan gejolak dalam diri pekerja, diantaranya : 1. Tidak adanya job description secara tertulis dan rinci. 2. Penggajian/pemberian upah dalam hal ini menjadi faktor utama, karena gaji untuk pekerja dalam ketiga plant tersebut diberikan tidak berdasarkan bobot jabatan melainkan berdasarkan lamanya bekerja. 3. Selain itu juga mengenai aturan-aturan yang berlaku antar pekerja masing-masing HRD tiap plant, seperti absensi, jam kerja dan uang lembur.
Kemudian berdasarkan peryebab-penyebab masalah diatas, sehingga mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
107
1. Terjadi mogok atau malas-malasan dalam bekerja, dampak yang langsung dirasakan perusahaan adalah :
Produktivitas perusahaan lewat ketiga plant menurun drastis sehingga tidak tercapai target yang diinginkan perusahaan sejak bergabung tahun 1994.
Kerugian bagi perusahaan dalam nilai yang cukup besar.
2. Hari-hari kerja selalu diwarnai dengan protes/demo pekerja terhadap pihak manajemen, sehingga berdampak sebagai berikut :
Hubungan antara pekerja dan pihak manajemen menjadi kurang baik.
Terjadi konflik multidimensi yaitu pekerja merasa dibedakan dan melakukan protes ke masing-masing pihak manajemen plant.
Secara keseluruhan terlihat bahwa iklim dari perusahaan menjadi kurang baik sehingga memberikan dampak langsung terhadap perusahaan. Untuk menghadapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut, maka pihak manajemen perlu mengambil beberapa tindakan sebagai solusi, antara lain : 1. Mencari penyelesaian dengan mempekerjakan konsultan dibidang sumber daya manusia (Hay Group).
108
2. Melakukan pembentukan sistem remunerasi perusahaan (job description, grading dan performance measurement) terhadap seluruh pekerjanya (3 plant). 3. Langkah
berikutnya
dari
sistem
remunerasi
dengan
mengimplementasikan performance measurement sebagai tolak ukur kinerja seorang pekerja dan membayar hasil kerja pekerja tersebut lewat nilai kinerja yang dimilikinya. 4. Membuat, menyusun dan mengimplementasikan sistem insentif untuk para pekerja pabrik (penerapan sistem insentif oleh HR departemen pada tahun 2004). 5. Membentuk kebijakan/peraturan dan SOP (Standard Operation Procedure) perusahaan yang berlaku untuk seluruh pekerja.
5.2.1.2 Rasio analisis kinerja perusahaan Berikut ini penggunaan finansial rasio untuk melihat bahwa terjadi perubahan dalam perusahaan jika dibandingkan 5 tahun sebelum dan sesudah diterapkan sistem remunerasi (job description, grading, performance measurement) dengan menggunakan current ratio, ROE dan debt to equity rasio, sebagai berikut :
1 109
Liquiidity, melakuukan penghiitungan rasioo dari sisi liqquidity denggan mengghitung Currrent Ratio (selama ( 5 taahun sebelum m dan sesuddah diteraapkan sistem m remunerasi).
Cu urrent ratiio tahun 1991-1995 1 5 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 19 991
1992
1993
1994
1995
Gambar 5.2. Current C ratio seelama 5 tahun sebelum sistem m remunerasi.
Cu urrent ratiio tahun 1996-2000 1 0 6.00 4.00 2.00 0.00 1996
1997
1998
1999
20 000
Gambar 5.3. Current C ratio seelama 5 tahun sesudah sistem m remunerasi.
1 110
C Current Raatio tahun n 1991-20000
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1991 1992 1993 1994
6.00 0 0 4.00 2.00 0.0 00
Gaambar 5.4. Currrent ratio mullai dari 5 tahunn sebelum dan 5 tahun sesudaah sistem m remunerasi.
Berdasarkkan
3
graafik
currennt
rasio
diatas,
dappat
disim mpulkan bahhwa kemam mpuan peruusahaan unttuk menutuupi hutanng lancar dengan aset menjadi m semaakin besar raasionya semppai denggan tahun 2000 2 sehingga perusahaaan memilikki aset cukkup besarr untuk dappat dikonveersi sebagaii uang kas (cash) unttuk penggembangan usaha. u
Profitablility, meelakukan peenghitungann finansial rasio r dari sisi s profittability denggan menghittung Return on Equity (ROE) (selam ma 5 tahuun sebelum dan d sesudahh diterapkan sistem remuunerasi)
1 111
Return on Equ uity tahun n 1991-19995 0.3000 0.2000 0.1000 0.0000 (0.1000)
1 1991
1992 2
1993
1994
1 1995
(0.2000) G Gambar 5.5. Reeturn on Equityy selama 5 tahuun sebelum sisttem remunerassi.
Return on Equ uity tahun n 1996-20000 0.1500 0.1000 0.0500 0.0000 1 1996
1997 7
1998
1999
20 000
G Gambar 5.6. Retturn on Equity selama 5 tahunn sesudah sisteem remunerasi.
Returrn on Equ uity Tahun n 1991 - 2000 0.3000 0.2000 0.1000 0.0000 (0.1000) (0.2000)
1 112
Gam mbar 5.7. Returrn on Equity selama 5 tahun sebelum s dan 5 tahun t sesudah sistem rem munerasi.
Berdasarkkan 3 grafikk ROE diataas terlihat baahwa besarnnya rasio pendapatan netto terhaddap modal terjadi t penurrunan di tahhun m dallam sumber daya manussia 1994 sangat drasstis (terjadi masalah perussahaan) kem mudian beranngsur-angsurr pulih mulai tahun 1995 sampai dengan tahun t 2000 terlihat peeningkatan atas a apa yaang diperoleh perusahhaan terhadaap modal yanng dikeluarkkan.
Debt managemeent ratios, melakukan beberapa penghitunggan financial rasio dari sisi debt mannagement ratios r denggan mengghitung Debbt Ratio (seelama 5 tahhun sebelum m dan sesuddah diteraapkan sistem mremunerasi))
Deebt Ratio ttahun 19991-1995 0.8 8000 0.6 6000 0.4 4000 0.2 2000 0.0 0000 1991
1992
1993
1994
1995
Gambar 5.8. Debt D Ratio selaama 5 tahun sebbelum sistem remunerasi. r
1 113
Deebt Ratio tahun t 19996-2000 0.2000 0.1500 0.1000 0.0500 0.0000 1 1996
1997 7
1998
1999
2000
Gambar 5.9. Debt D Ratio sellama 5 tahun seesudah sistem remunerasi. r
Debbt Ratio Tahun T 19991 - 2000 0.8000 0.6000 0.4000 0.2000 0.0000
mbar 5.10. Debtt Ratio selama 5 tahun sebeluum dan 5 tahunn sesudah sistem m Gam rem munerasi.
D Debt
ratio
diatas
m menunjukkan n
bahwa
rasio
yaang
membanddingkan huttang yang dimiliki d peruusahaan denngan total asset perusahaan terlihat semakin s meenurun setiaap tahunnya menunjukkkan bahwa aset a perusaahaan meniingkat yanng juga memperlihatk m kan
114
berkembangnya perusahaan. Sehingga dengan aset besar yang dimiliki perusahaan (yang ditunjukkan lewat debt ratio) dapat membuat pihak kreditor untuk dapat memberikan pinjaman terhadap perusahaan.
Analisa berdasarkan finansial rasio Penurunan perusahaan berdasarkan finansial rasio sampai dengan tahun 1994 diatas menunjukkan bahwa ini merupakan salah satu dampak terhadap permasalahan yang dihadapi perusahaan. Kemudian dapat kita lihat bahwa mulai tahun 1995 (satu tahun setelah perusahaan mengambil tindakan sehingga terjadi berbagai perbaikan), maka situasi dan iklim perusahaan berangsur-angsur normal bahkan mengalami peningkatan cukup signifikan sampai pada tahun 2000 berdasarkan analisa current ratio, ROE dan debt to equity rasio. Peningkatan yang terjadi dalam perusahaan dari sisi finansial disebabkan oleh beberapa faktor (seperti : peningkatan order, penambahan modal usaha) namun dapat diasumsikan bahwa penerapan sistem remunerasi (perubahan dan perbaikan dari sisi sumber daya manusia perusahaan) dikatakan sebagai salah satu faktor pendukung meningkatnya kinerja perusahaan dilihat dari sisi finansial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keputusan yang diambil perusahaan dalam merespon dan menanggapi permasalahan
115
yang sedang dihadapi adalah tepat dengan melakukan perubahan kebijakan perusahaan terhadap seluruh pekerja diperusahaan lewat pembentukan sistem remunerasi (job description, grading, dan performance measurement).
5.2.2 Analisa sistem insentif perusahaan 5.2.2.1 . Fishbone Diagram
Gambar 5.11. Fishbone Diagram situasi setelah sistem remunerasi
116
5.2.2.2. Sistem insentif perusahaan Formula dan keterangan detail mengenai sistem insentif yang ada dan dipergunakan perusahaan dapat dilihat pada Lampiran Jasa produksi Perusahaan. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang menjadi dasar dalam penghitungan jasa produksi (sistem insentif) perusahaan, diantaranya : • Faktor Safety & Security, yang terdiri dari :
Jumlah Kecelakaan (Company Performance)
Dihitung berdasarkan banyaknya jumlah kasus kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan PT Citra Tubindo Tbk.
•
Frequency Rate (Company Performance) Dihitung berdasarkan jumlah kecelakaan kerja (minor accident, major accident dan fatal accident) dikalikan faktor 200.000 dibagi jumlah total jam kerja pekerja.
•
Severity Rate (Company Performance) Dihitung berdasarkan jumlah kehilangan hari kerja (minor accident, major accident dan fatal accident) dikalikan factor 200.000 dibagi dengan total jam kerja pekerja
•
Security Incident (Company Performance) Dihitung berdasarkan banyaknya kasus/kejadian kehilangan barang yang terjadi di lingkungan PT Citra Tubindo.
117
• Faktor Quality yang terdiri dari : Rejection Rate (Company Performace dan Line Performance) Merupakan persentase product reject (termasuk rework yang terjadi
di
bagian
HT,
Pipe,
Coupling,
Upsetter
dan
accessories).
QMS Violation (Company Performance)
• Faktor Budget Performance yang terdiri dari :
Plant Loading (Company Performance & Line Performance)
Penalty Cost (Company Performance)
• Faktor Plant Performance yang terdiri dari :
Plant Efficiency (Company Performance & Line Performance)
Improvement Production Throughput / IPT
• Faktor Jenis Pekerjaan dan level pekerja, yaitu kontribusi relatif suatu jenis bidang pekerjaan terhadap bisnis perusahaan . • Faktor Laporan Penilaian Hasil Kerja, yaitu pencapaian prestasi setiap tenaga kerja di departemen atau divisinya • Faktor DQO, yaitu persentase pencapaian sasaran atau target setiap departemen atau divisi dibandingkan dengan pencapaian sasaran atau target tahun sebelumnya.
118
•
Faktor Merit Demerit System, yaitu suatu persentase pencapaian relatif yang menyatakan besarnya kontribusi pekerja terhadap faktor Safety, Quality dan Security di perusahaan.
5.2.2.3 . Hubungan faktor-faktor dasar kompensasi dengan sistem insentif Perusahaan Dibawah ini menggambarkan hubungan antara faktor-faktor yang dipakai sebagai dasar sistem insentif perusahan dengan faktorfaktor dasar teori kompensasi (faktor internal dan eksternal).
Gambar 5.12. Hubungan Teori faktor-faktor dasar kompensasi dengan sistem insentif perusahaan.
119
5.2.2.4 . Produktivitas pekerja setelah menerapkan sistem insentif Pada bagian ini kita akan melihat progress dari penerapan sistem insentif diperusahaan dengan melihat 4 grafik yang menjelaskan produktivitas dan jasa produksi perusahaan (sistem insentif). Untuk detailnya dijelaskan sebagai berikut : Trend dari Produktivitas Pekerja tahun 2003-2008 Dibawah ini menggambarkan produktivitas berdasarkan data jumlah pekerjaan yang tersedia (loading), jam kerja (manhours) dan rasio perbandingan loading dengan manhours atau biasa disebut Man Power Index (MPI). (Gambar 5.13.)
Gambar 5.13. Trend dari Produktivitas Pekerja tahun 2003-2008
120
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa sejak tahun 2003 sampai tahun 2008 terjadi peningkatan yang cukup significant dan sempat mengalami penurunan di tahun 2007 dan 2008 dikarenakan loading (jumlah pekerjaan) rendah. Sedangkan jumlah jam kerja (manhours) tetap tinggi meski ada sedikit penurunan.
Index Produktivitas Dibawah ini menggambarkan index produktivitas berdasarkan data Man Power Index (MPI) dan Productivity Index (PPI) dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.
Gambar 5.14. Index Produktivitas (MPI dan PPI) tahun 2004-2008
121
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa banyaknya output perjam (MPI) berbanding terbalik dengan banyaknya biaya yang dikeluarkan per eq ton (PPI). Sehingga dapat dikatakan perjalanan tahun 2004 sampai tahun 2008 terjadi perubahan significant, yang tadinya index upah pekerja lebih besar dari output yang dihasilkan berubah menjadi peningkatan index produksi dan index upah pekerja jadi lebih rendah. Namun rendahnya index upah pekerja bukan berarti standar upah diturunkan karena ketentuan upah mengikuti regulasi dari pemerintah.
Pergerakan parameter produktivitas Pada gambar dibawah ini melihat pergerakan work hours, labor cost, loading dan min wages dari tahun 2004 – tahun 2008 :
122
Gambar 5.15. Pergerakan parameter produktivitas (work hours, labor cost, loading, min wages) tahun 2004-2008
Terlihat jelas berdasarkan gambar diatas bahwa jumlah pekerjaan (loading) yang meningkat dari tahun ke tahun dan mengalami penurunan ditahun 2008, yang tidak lain dikarenakan kurangnya order/permintaan. Kemudian hal lain yang terlihat meningkat tiap tahunnya adalah upah minimum pekerja yang selalu disesuaikan dengan regulasi dari pemerintah yang mengikuti keadaan.
Jasa Produksi berbanding dengan Base Salary dan Index Produktivitas – per kuartal Gambar
dibawah
ini
melihat
perbandingan
fluktuasi
perbandingan natara jasa produksi (insentif) dengan Base Salary dan index produktivitas dihitung perkuartal.
Gambar 5.16. Jasa Produksi berbanding dengan Base Salary dan Index Produktivitas – per kwartal
123
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa against base tiap kuartal hampir sejalan dengan MPI yang dihasilkan. Di kuartal 4 (Q4) tahun 2005 dan kuartal 1 (Q1) tahun 2008 terjadi penurunan yang cukup siginificant terhadap Against Base, dikarenakan beberapa hal sebagai berikut : •
Loading (jumlah pekerjaan) sedikit.
•
Terkena pinalti yang cukup besar.
•
Kecelakaan kerja yang sering terjadi.
Hal-hal tersebut diatas merupakan faktor-faktor yang turut diperhitungkan dalam sistem insentif sehingga secara keseluruhan mengurangi persentase Againt Base yang merupakan perbandingan antara jasa produksi (insentif) dengan gaji pokok pekerja.
5.2.2.5 . Analisa Tarif insentif perusahaan dengan teori keadilan kompensasi Selanjutnya berdasarkan grafik produktivitas dan jasa produksi perusahaan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem insentif perusahaan bisa dikatakan berhasil. Kemudian dibawah ini akan digambarkan analisa pergerakan tarif insentif yang dipergunakan
124
perusahaan (pada waktu past, present dan future). Digambarkan sebagai berikut :
Gambar 5.17. Analisa tarif insentif perusahaan dengan teori keadilan kompensasi
Alasan-alasan yang menguatkan pergerakan tarif dari dahulu-sekarang dan masa depan : Dahulu (kondisi dahulu) No.8 Insentif yang diberikan kepada pekerja pabrik tidak berdasarkan kinerja melainkan atas dasar keuntungan perusahaan pertahun (bonus tahunan), namun atas perhitungan yang tidak transparan (hanya HRD yang mengetahuinya). Sekarang (kondisi saat ini) No.5 (adil)
125
¾ Memiliki sistem insentif yang jelas dan transparan penghitungannya (diketahui oleh seluruh pekerja). ¾ Insentif diberikan atas dasar kinerja para pekerja individu dan pekerja sebagai tim dalam satu departemen. ¾ Para pekerja termotivasi untuk bekerja lebih giat dan perusahaan dapat mengejar target yang telah ditetapkan. ¾ Apa yang diperoleh pekerja pabrik sesuai dengan apa yang mereka kerjakan. ¾ Win-win solution bagi pekerja pabrik dan perusahaan (saling menguntungkan) Masa depan (rekomendasi) No.3 (adil) ¾ Up date sistem insentif disesuaikan dengan situasi dan kondisi perusahaan. ¾ Gaji pekerja pabrik sebagai faktor pengali tetap disesuaikan dengan UMP dari pemerintah. ¾ Kinerja yang terbaik (output yang besar) akan diberikan imbalan yang sesuai. (Bobot-bobot awal dalam penghitungan insentif diberikan lebih tinggi agar kerja keras dari pekerja itu akan memperoleh sesuatu yang layak dan sesuai dengan pekerjaannya, namun standar untuk pencapaian insentif disesuaikan dengan kebijakan dari perusahaan agar perusahaan juga bisa mencapai target)
126
5.3
Kesimpulan Dalam suatu perusahaan yang memiliki banyak komponen di dalamnya, antara lain : pekerja (manajemen, staff, pekerja biasa), dewan direksi dan pemilik (owner), semua ini saling berhubungan satu sama lain sehingga tidak dapat berdiri sendiri. Sehingga perusahaan akan mencapai target apabila ada kinerja yang optimum dari para pekerjanya dan pekerja lain di masing-masing departemen. Dengan demikian apabila hubungan antara perusahaan dan pekerjanya dapat menghasilkan win-win solution bagi keduanya, maka kelangsungan perusahaan dan kesejahteraan pekerjanya dapat tetap terjaga. Dengan demikian pembentukan suatu kebijakan perusahaan terhadap sistem remunerasi itu sangat baik dan perlu diperhatikan penyesuaiannya terhadap undang-undang yang berlaku juga situasi perusahaan saat itu. Di tengah persaingan yang semakin keras dan makin banyaknya muncul para pesaing baru di bidang yang sama, maka diperlukan suatu nilai kompetitif suatu perusahaan untuk bisa tetap berada pada posisi bersaing yaitu dengan menjaga kestabilan hubungan internal perusahaan (pekerja) dan memperhatikan hubungan dengan external perusahaan (pelanggan, pemasok dan pemerintah).
127
5.4
Rekomendasi Berdasarkan analisa diatas terhadap kasus dalam perusahaan maka dapat diberikan beberapa hal untuk menunjang kemajuan perusahaan, adalah sebagai berikut : 1. Karena perusaahaan memiliki departemen IT yang memiliki developer berkompeten, maka dapat diberdayakan untuk pembuatan aplikasi berbasis web yaitu e-HRM (termasuk di dalamnya sistem remunerasi dan insentif) yang terintegrasi bagi seluruh pekerja PT. Citra Tubindo Tbk, baik yang diheadquarter Batam maupun kantor perwakilan Jakarta. Aplikasi ini dibuat agar dapat dipergunakan untuk departemen HR dan pekerja yang diluar departemen HR. Sehingga e-HRM diharapkan dapat mendukung kinerja departemen sumber daya manusia yang tidak lain adalah untuk perusahaan. 2. Untuk periode tertentu (3-5 tahun) diperlukan sharing/konsultasi departemen HR dengan konsultan HR yang tepat supaya dapat selalu memperbaharui sistem remunerasi yang ada (job description, grading, performance measurement dan sistem insentif) diperusahaan kemudian agar mendapatkan pencerahan mengenai kecocokan sistem remunerasi yang ada dengan situasi dan kondisi saat ini. 3. Memperkuat departemen HR dengan mengikuti pelatihan-pelatihan HR yang sesuai dengan kebutuhan juga dengan melakukan kordinasi dengan
128
serikat pekerja yang ada diperusahaan untuk mengetahui, menerima, menampung dan mengaplikasikan aspirasi pekerja terhadap perusahaan agar dapat menciptakan motivasi dalam bekerja. 4. Penghitungan insentif hendaknya dibuat mudah untuk dimengerti dan dipahami agar si pekerja dapat menghitung sendiri berapa besar kinerjanya dan berapa besar pula hasil yang dia akan peroleh. (sesuai dengan teori sifat dasar insentif supaya dapat berhasil diterapkan diperusahaan dan memperoleh kepuasan bagi para pekerjanya) 5. Melakukan review/evaluasi setiap 6 bulan sekali antara serikat pekerja, HRD, dewan direksi untuk mengantisipasi terjadinya suatu masalah baru.