BAB V STUDI KASUS DAN ANALISIS DATA 5.1 Data Lokasi Studi Untuk mengetahui pelaksanaan KPS di Indonesia, maka penelitian dilakukan terhadap tiga PDAM di Indonesia yaitu PDAM Jakarta, PDAM Kabupaten Tangerang dan PDAM Kabupaten Bandung. Pada PDAM Jakarta dan Kabupaten Tangerang pelaksanaan KPS telah berjalan, sedangkan pada PDAM Kabupaten Bandung pelaksanaan KPS masih dalam proses negosiasi dan perencanaan.
5.1.1 PDAM DKI Jakarta Pada awalnya Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta atau yang lebih dikenal dengan PAM Jaya adalah perusahaan air minum milik pemerintah DKI Jakarta, dan merupakan institusi yang paling bertanggungjawab dalam hal penyediaan air minum di Jakarta. PAM Jaya mengoperasikan pelayanan penyediaan air mulai tahun 1922 hingga 1998. Sejak Februari tahun 1998 wilayah yang harus dilayani di Jakarta dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian barat dan timur dalam sebuah skema KPS.
KPS yang dilakukan antar pihak PAM Jaya dengan operator swasta dimotivasi oleh keterbatasan dana dan inefisiensi yang dialami oleh PAM Jaya. Proses pemilihan mitra swasta didasarkan pada proses penunjukkan secara langsung karena saat itu belum ada pengalaman dan peraturan mengenai peran serta swasta, serta pertimbangan bahwa peran serta swasta ini merupakan proyek perintisan sektor air minum. Mitra swasta ( PALYJA dan TPJ) mengikat perjanjian kerjawsama dengan PAM Jaya selama 25 tahun pada tahun 1997. Mitra swasta akan melaksanakan pengelolaan, operasi, pemeliharaan dan pembangunan sistem penyediaan air bersih untuk Provinsi DKI Jakarta. Konsesi kerjasama dibagi dalam dua wilayah kerja, yaitu PALYJA untuk wilayah barat Jakarta dan TPJ (kini berubah menjadi PT. Aetra Air Jakarta (Aetra)) untuk wilayah timur dengan batas sungai Ciliwung. Proses KPS sektor air bersih di DKI Jakarta dapat diamati pada diagram di bawah ini.
82
Petuhjuk Presiden RI
Undangan kepada dua operator internasional
REPONS operator Negosiasi antara pihak operator dengan tim negosiasi
Menteri PU
MENTERI PU
Pemda DKI
1. Para operator menyampaikan FS dalam 6 bulan 2. Penandatanganan MoU 6 Oktober 1995
KPTS Menteri PU No 249/KPTS/1995 Tgl 6 Juli 95
15 Juni 1996 sd 6 Juni 1997
Penandatanga nan KPS
KPTS Gub DKI No 1327/1995 Tgl 31 Okt 95
Pembentukan tim koordinasi lintas sektor
Surat-surat Mendagri No 890/2418/PUOD No 890/2417/PUOD menyetujui KPS tgl 25 aguatus 1997
Pembentukan tim negosiasi
LDE-GDS
TW-KPA
Perpanjangan waktu 6 bulan
Perpanjangan waktu 6 bulan
FS INTERIM 19 Maret 96
FS INTERIM 31 Mei 1996
MENPU 6 April 96
EVALUASI
Laporan Evaluasi
Kedua FS diterima
4 Juni 1996
Gambar 5. 1 Proses KPS Air Bersih di DKI Jakarta
5.1.2 PDAM Kabupaten Tangerang PDAM Kabupaten Tangerang dibangun tahun 1923 oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan nama Water Leideng Bedryf dan dikelola oleh PU Pengairan Propinsi Cabang Tangerang. Pada saat itu, kapasitas alirannya hanya 6 liter per detik. Pada tahun 1943, pengelolaan dilakukan oleh Dinas PU Kabupaten Tangerang, dan tahun 1945 berubah nama menjadi Perusahaan Air Minum (PAM) Kabupaten Tangerang. Berdasarkan Perda no.10/HUK/1976, mengenai PDAM Kab. DT II Tangerang, maka sejak tahun 1976 pengelolaan dilakukan sendiri oleh PDAM Kabupaten Tangerang. Kemudian pada tahun 1999 PDAM Kabupaten Tangerang berubah nama menjadi PDAM Tirta Kerta Raharja. Sumber air baku PDAM Tirta Kerta Raharja berasal dari dua sungai, yaitu Sungai Cisadane dan Sungai Cidurian. Air baku ini kemudian diolah di empat IPA (Instalasi Pengolahan Air Minum), kemudian didistribusikan pada konsumen yang terdapat di 83
Jakarta, Kabupaten Tangerang, Kota tangerang, daln lainnya. Jalur distribusi dijelaskan pada gambar berikut ini.
Sumber Air Baku
Instalasi Pengolahan Air Minum
Pendistribusian
Konsumen
DKI Jakarta (2.600 l/d) 250.000SL
IPA Serpong
BSD City (120 l/d) 26.000 SL IPA Cikokol Sungai Cisadane
PDAM Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang
IPA PERUMNAS
Total produksi 5.030 l/d
Lippo Karawaci (137 l/d) 7.000 SL Bandara Soekarno Hatta (15 l/d) Kabupaten Tangerang 38.097 SL Kota Tangerang SL= 57.000 SL
IPA PDAM TKR Sungai Cidurian
Lain-lain 57.000 SL
Gambar 5. 2 Jalur Distribusi PDAM Kabupaten Tangerang
Untuk meningkatkan pelayanan terhadap konsumen dan menambah jumlah produksi, maka sejak tahun 1996 PDAM Tirta Kerta Raharja melaksanakan kerjasama produksi dengan mitra swasta. Perusahaan yang menjadi mitra adalah PT. Tirta Cisadane (PT.TC), PT Tirta Kencana Cahaya Mandiri (PT.TKCM), dan PT. Tangerang Tirta Manunggal (PT.TTM). Kerjasama awal dilakukan dengan PT.TC, dimulai pada bulan April 1996 hingga tahun 2011, kemudian dengan PT.TTM pada bulan April 1997 hingga tahun 2012, dan yang terakhir dengan PT. TKCM pada bulan Juni 2004 hingga tahun 2024. Kerjasama dengan pihak swasta ini dilakukan atas dasar Perda 17/2001 dan Perda 13/2003. Data mitra swasta PDAM Tirta Kerta Raharja disajikan pada tabel berikut ini.
84
Tabel 5. 1 Mitra Swasta PDAM Tirta Kerta Raharja Kapasitas
Diameter No
Mitra
Pipa
Kontrak
Terserap
(mm)
(l/d)
(l/d)
3000
2850
120
100
Tarif/ Royalti (Rp)
1
PT.TC
1600
998.48
2
PT.TC
500
3
PT.TTM
150
4
PT.TTM
150
1,727.00
5
PT.TTM
200
1,727.00
6
PT.TTM
200
1,727.00
7
PT. TKCM
600
8
PT. TKCM
900
Bentuk KPS
Jangka
Produksi/
Rata-rata
Waktu
Pemakaian
pemakaian
(l/d)
(tahun)
(l/d)
MC
15
3000
2890,26
BOT
15
120
121,23
ROT
20
1275
1151,16
998.48
1100
1050
1,727.00
1,269.84 1,269.84
5.1.3 PDAM Kabupaten Bandung Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Raharja Kabupaten Bandung adalah satu-satunya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang mempunyai tugas memberikan pelayanan air bersih untuk masyarakat Kabupaten Bandung, yang didirikan berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor: XVII tahun 1977 disahkan dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 510/HK/011/SK/77. Kabupaten Bandung untuk saat ini merupakan kabupaten dengan luas wilayah terbesar dibandingkan dengan luas wilayah kabupaten lain di sekitarnya, sehingga jumlah penduduk Kabupaten Bandung sangat padat. Secara administratif, wilayah pelayanan PDAM Tirta Raharja meliputi tiga daerah otonom, yaitu Kabupaten Bandung yang memiliki jumlah penduduk sekitar 2,9 juta jiwa, Kota Cimaho yang memiliki jumlah penduduk sekitar 548 ribu jiwa, dan Kabupaten Bandung Barat yang berpenduduk sekitar 1,4 juta jiwa. Dengan begitu jumlah penduduk seluruh Kabupaten Bandung mencapai 4,9 juta jiwa. Namun jumlah penduduk yang dapat terlayani hingga bulan Desember 2008 baru mencapai 409 ribu jiwa dengan jumlah sambungan 51.332 sambungan rumah. Sehingga masih banyak permintaan penduduk yang belom dapat dipenuhi oleh PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung dalam memberikan supply air bersih. Sebagai Badan Usaha Milik Pemerintah Daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah No. XVII Tahun 1977, PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung diharapkan dapat turut serta mensejahterakan masyarakat melalui air bersih dan mampu memberikan 85
konstribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk dapat meningkatkan cakupan pelayanan saat ini 13,12% menjadi sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan target yang ditetapkan pemerintah yaitu 80% untuk perkotaan dan 60% untuk pedesaan (target MDG’S tahun 2015), maka diperlukan rencana peningkatan kinerja perusahaan dan pengembangan usaha yang dituangkan didalam strategi perusahaan dan program-program kerja secara terpadu. Strategi PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung tahun 2006-2010 adalah :
Peningkatan sambungan langganan dan penjualan air
Membuka kesempatan investasi dengan pihak ketiga untuk mempercepat peningkatan pelayanan
Efisiensi operasional
Kerjasama dengan pihak ketiga
Optimalisasi pelayanan
Peningkatan Efektivitas penagihan dan kualitas SDM
Penurunan tingkat kehilangan air
Pengamanan dan penguasaan sumber air baku
Untuk melaksanakan strategi tersebut, maka PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung berencana melaksanakan kerjasama dengan pihak swasta dalam penyediaan air bersih. Skema peluang KPS dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 5. 2 Skema Peluang Kerjasama Sektor Swasta dalam Penyediaan Air Bersih Rencana Investasi Wilayah Pengembangan
Bandung Selatan
Peningkatan IPA Cikoneng dengan kapasitas 200 l/d menjadi 400 l/d
Total Biaya ( Rp)
Progress
171 M
FS + DED Tahun 2006
125 MM
Indikasi proyek Dalam pelaksanaan studi oleh PT.Tirta bangun Nusantara
Sumber Air
Nama
Kap asita s (l/d)
Sungai Cisangkuy
500
Sungai Citarum
Kapa sitas tamb ahan 200
86
Rencana Penyerapan
Lokasi
Pangalengan
Pacet
Jumlah Sambungan
40.000 SR
10.000 SR
Jumlah Penduduk (jiwa)
240.000
60.000
Daerah Pelayanan 1. Soreang 2. Banjaran 3. Katapang 4. Cangkuang 5. Margaasih 6. Margahayu 7. Arjasari 8. Pameungpeuk 1. Ciparay 2. Bojongsoang 3. Dayeuhkolot 4. Baleendah
Bentuk Kerjasama
Konsesi/BOT
KSO/ ROT
SPAM Industri Majalaya
21 MM
Indikasi proyek
Mata Air Cibulakan
Bandung Barat
127 M
FS di BAPPENAS
Cimahi Utara
16,5 M
Rencana Anggaran Biaya
Total
460,5 M
150
Pacet
Waduk Saguling
200
Ngamprah Cililin
Curug Bugbrug
100
Cisarua
1150
50 industri 3.500 SR
2.100
Majalaya
KSO/ Bulk water
14.000 SR
84.000
1. Padalarang 2. Batujajar 3. Ngmprah 4. Industri
Konsesi/BOT
8000 SR
48.000
1. Kp.Sukamarga 2. Bongkok 3. Ciuyah 4. Permana
KSO/Bulk Water
75.500 SR 50 industri
434.100
Untuk program pengembangan tahun 2009-2015, PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung berencana melaksanakan KPS pada dua wilayah pengembangan yaitu Bandung Selatan dan Bandung Barat. Untuk wilayah Bandung Selatan, pada tahun 2006 hingga sekarang, sedang dilaksanakan proses Feasibility Study (FS) oleh BPPSPAM untuk mengetahui kontrak kerjasama yang sesuai. Saat ini pilihan kontrak kerjasama yang akan digunakanmasih belum diputuskan antara konsesi atau BOT. Lingkup pekerjaan yang akan dijadikan kerjasama dengan pihak swasta adalah:
Pembangunan unit produksi (bak prasedimentasi kapasitas 2×300 l/d, intake kapasitas 600 l/d, jaringan pipa transmisi, IPA kapasitas 500 l/d, dan reservoir 1×9000 m3)
Pembangunan unit distribusi yaitu pemasangan pipa dan sambungan rumah
Pembebasan tanah seluas 20.000 m2
Sedangkan untuk pengembangan wilayah Bandung barat, saat ini baru direncanakan lokasi pelayanan yang akan dijadikan kerjasama dengan swasta, yaitu Padalarang, Ngamprah, Batujajar, dan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan industri.
5.2 Pelaksanaan Survey Proses penyebaran kuesioner dimulai dari tanggal 9 Januari 2009 hingga 10 Februari 2009. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendatangi responden secara langsung dengan harapan tingkat pengembalian kuesioner dari responden lebih cepat dan tinggi. Kebanyakan responden dapat langsung ditemui dan dapat mengisi kuisioner. Sebagian responden yang tidak dapat ditemui secara langsung dilakukan penitipan kuisioner dan pengiriman melalui alamat email. Jumlah pertanyaan dalam kuisioner cukup banyak, oleh
87
sebab itu responden diberikan waktu untuk mengisi, dengan janji beberapa hari kemudian kuisioner tersebut dapat diambil.
Dalam rentang waktu tersebut data kuesioner yang telah diisi dan dikembalikan mencapai jumlah tujuh responden dari wilayah Kabupaten Bandung, enam responden dari wilayah Kabupaten Tangerang, dan dua responden dari wilayah Jakarta. Untuk lebih jelasnya jumlah responden dapat dilihat pada Tabel 5.3.
No
1
2
3
Wilayah
Tabel 5. 3 Hasil Perolehan Kuisioner Kuisoner Responden Langsung Titip / Kirim
Kembali
Kabupaten
PDAM
4
0
3
Bandung
BAPEDA
6
0
4
Kabupaten
PDAM
4
0
3
Tangerang
Konsultan
3
0
3
PDAM
0
3
1
Konsultan
0
3
1
Jakarta
Jumlah
7
6
2
Dari data di atas, pelaksanaan survei untuk responden di wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Tangerang dilakukan dengan menemui responden secara langsung. Hal ini dilakukan karena responden bersedia untuk ditemui. Sedangkan untuk responden di wilayah Jakarta dilakukan pengiriman dan penitipan kuisioner. Hal ini dikarenakan responden memiliki banyak kesibukan sehingga susah untuk mengatur jadwal pertemuan.
Untuk wilayah Kabupaten Bandung, dari 10 responden, kuisioner yang berhasil kembali sebanyak 7 responden. Pada Kabupaten Tengerang, dari 7 responden, kuisioner yang kembali sebanyak 6 responden. Sedangkan untuk wilayah Jakarta, dari 6 kuisioner yang disebarkan, hanya 2 responden yang kembali.
5.3 Analisis Hasil Survey MPS-KPS Data yang telah diolah menggunakan MPS-KPS dikelompokkan berdasarkan wilayah dibahas pada bagian berikut. 88
5.3.1 Wilayah Kabupaten Bandung Hasil survey dari responden yang berada di wilayah Kabupaten Bandung disajikan pada Tabel 5.4 berikut ini.
Tabel 5. 4 Hasil MPS-KPS Kabupaten Bandung ELEMEN BOT Concession Lease Management contract Service Contract Komitmen pemberantasan korupsi Kemampuan keuangan pemerintah Kerangka hukum Kondisi makroekonomi Pendapatan perkapita Stabilitas politik Efisiensi investasi Efisiensi operasi dan pemeliharaan Kesehatan keuangan perusahaan Tanggungjawab terhadap pengguna Memperluas jaringan distribusi Meningkatkan efisiensi operasi Meningkatkan kapasitas produksi Meningkatkan kualitas pelayanan Rehabilitasi fasilitas eksisting Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS Kebijakan lingkungan yang berlaku Kesetaraan akses pelayanan Penerimaan masyarakat terhadap peran swasta Keinginan dan kemampuan membayar masyarakat Jumlah Nilai terbesar
BDG 1 0.126 0.087 0.069 0.070 0.050 0.026 0.036 0.012 0.028 0.049 0.010 0.020 0.055 0.065 0.020 0.009 0.043 0.016 0.025 0.018 0.081 0.079 0.004 0.002 0.001 0.001 1.000
BDG 2 0.019 0.185 0.105 0.058 0.037 0.047 0.036 0.007 0.037 0.031 0.005 0.025 0.067 0.041 0.027 0.034 0.019 0.026 0.012 0.013 0.025 0.135 0.001 0.003 0.001 0.006 1.000
BDG 3 0.119 0.109 0.039 0.059 0.078 0.014 0.047 0.035 0.031 0.015 0.019 0.046 0.068 0.038 0.009 0.011 0.057 0.003 0.024 0.016 0.063 0.098 0.000 0.001 0.000 0.002 1.000
RESPONDEN BDG 4 BDG 5 0.023 0.043 0.150 0.062 0.087 0.070 0.076 0.108 0.066 0.118 0.009 0.015 0.037 0.016 0.027 0.086 0.026 0.016 0.046 0.015 0.015 0.014 0.010 0.040 0.086 0.040 0.035 0.040 0.028 0.040 0.010 0.066 0.045 0.008 0.022 0.013 0.022 0.006 0.010 0.007 0.040 0.142 0.120 0.018 0.001 0.004 0.007 0.005 0.001 0.003 0.003 0.004 1.000 1.000
BDG 6 0.052 0.037 0.045 0.114 0.150 0.029 0.012 0.010 0.010 0.075 0.024 0.054 0.054 0.032 0.019 0.013 0.030 0.011 0.039 0.023 0.037 0.121 0.000 0.002 0.001 0.005 1.000
BDG 7 0.121 0.094 0.064 0.060 0.061 0.025 0.035 0.012 0.028 0.049 0.010 0.012 0.059 0.055 0.032 0.013 0.038 0.010 0.023 0.025 0.112 0.047 0.007 0.003 0.001 0.001 1.000
BOBOT TOTAL NORMAL 0.503 0.072 0.724 0.103 0.480 0.069 0.546 0.078 0.560 0.080 0.166 0.024 0.220 0.031 0.189 0.027 0.175 0.025 0.280 0.040 0.097 0.014 0.207 0.030 0.430 0.061 0.306 0.044 0.175 0.025 0.155 0.022 0.239 0.034 0.101 0.014 0.151 0.022 0.112 0.016 0.500 0.071 0.617 0.088 0.016 0.002 0.022 0.003 0.009 0.001 0.022 0.003 7.000 13.000 0.103
Hasil yang diperoleh dari responden di Kabupaten Bandung adalah tiga orang memilih konsesi, dua orang memilih BOT, satu orang memilih manajemen kontrak, dan satu orang memilih service kontrak. Untuk memperoleh prioritas secara keseluruhan, maka dicari nilai rata-rata dari ketujuh responden. Nilai rata-rata ini kemudian diberi bobot ideal kembali. Berdasarkan hasil bobot ideal, kemudian dibuat ranking untuk menentukan skema KPS yang paling sesuai untuk wilayah Kabupaten Bandung. Hasil pemilihan skema KPS disajikan pada grafik berikut ini.
89
IDEAL 0.696 1.000 0.663 0.754 0.774 0.229 0.303 0.261 0.242 0.387 0.134 0.285 0.595 0.423 0.241 0.214 0.330 0.140 0.209 0.155 0.691 0.853 0.023 0.030 0.013 0.030
Hasil Skema KPS Kabupaten Bandung Service Contract Management contract Lease Concession BOT 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 Gambar 5. 3 Ranking Pemilihan Skema KPS Kabupaten Bandung
Responden di wilayah Kabupaten Bandung berpendapat bahwa skema kerjasama yang paling sesuai adalah konsesi karena dengan menggunakan skema konsesi maka pelayanan secara penuh diberikan kepada pihak swasta sehingga pihak swasta diharapkan memiliki tanggung jawab yang besar dalam pengelolaan PDAM. Dengan menggunakan kontrak konsesi, maka dapat dilakukan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan modal besar seperti peningkatan kapasitas produksi, perluasan jaringan distribusi, perbaikan fasilitas eksisting, dan lainnya sehingga pencapaian yang diharapkan dapat tercapai. Selain itu, kontrak konsesi juga sudah banyak digunakan di tingkat kota maupun nasional, sehingga masyarakat tidak asing lagi dengan jenis skema kerjasama ini. Struktur pembiayaan pada kontrak konsesi adalah pihak swasta bertanggung jawab atas semua modal dan biaya operasi, termasuk pembangunan infrastruktur, energi, material, dan perbaikan-perbaikan selama berlakunya kontrak. Pihak swasta memiliki wewenang untuk mengambil langsung tarif dari pengguna. Tarif yang berlaku telah ditetapkan sebelumnya pada penjanjian kontrak konsesi, dimana tarif tersebut memiliki kemungkinan untuk berubah pada waktu-waktu tertentu. Meskipun begitu, pemerintah tetap bertanggung jawab dalam penyesuaian tarif dan penilaian aset yang diserahkan kepada swasta untuk dioperasikan. Selain itu, pemerintah juga memiliki hak untuk memantau, memeriksa dan mengawasi pelaksanaan kinerja swasta, dan memberikan sanksi kepada pihak swasta apabila pihak swasta tidak memenuhi kewajiban sesuai dalam persyaratan perjanjian kerjasama. Pemilihan skema konsesi juga didukung oleh prioritasprioritas lain sebagaimana dihadirkan pada grafik berikut ini.
90
PRIORITAS LAIN YANG MENDUKUNG PEMILIHAN SKEMA KPS KABUPATEN BANDUNG Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS Efisiensi operasi dan pemeliharaan Kesehatan keuangan perusahaan Pendapatan perkapita Meningkatkan efisiensi operasi Kemampuan keuangan pemerintah Efisiensi investasi Kerangka hukum Kondisi makroekonomi Tanggungjawab terhadap pengguna Komitmen pemberantasan korupsi Memperluas jaringan distribusi Meningkatkan kualitas pelayanan Rehabilitasi fasilitas eksisting Meningkatkan kapasitas produksi Stabilitas politik Keinginan dan kemampuan membayar masyarakat Kesetaraan akses pelayanan Kebijakan lingkungan yang berlaku Penerimaan masyarakat terhadap peran swasta 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Gambar 5. 4 Prioritas Lain yang Mendukung Pemilihan Skema KPS di Kabupaten Bandung
Pemilihan skema konsesi didukung oleh adanya ketersediaan unit pelaksana KPS. Berdasarkan jaringan MPS-KPS pemilihan skema KPS dapat dilihat bahwa kemampuan institusional dan alternatif skema KPS saling mempengaruhi, oleh sebab itu ketersediaan undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada saat ini menunjang untuk dilaksanakannya skema konsesi. Namun pemilihan skema KPS juga harus didukung oleh ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS. Perangkat hukum ini biasa disebut dengan badan pengawas. Agar pelaksanaan kontrak konsesi dapat berjalan dengan baik, maka kinerja badan pengawas harus dapat menjamin bahwa hukum dan regulasi KPS benar-benar dilaksanakan dengan baik.
91
0.9
Pemilihan skema KPS juga berhubungan dengan peningkatan efisiensi operasi dan pemeliharaan. Karena pihak swasta tidak terlibat dalam pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur atau unit yang tidak mereka bangun, maka PDAM dan swasta akan memiliki tanggung jawab masing-masing. Selain itu, dengan berkurangnya jumlah infrastruktur yang harus dikelola oleh PDAM, maka diharapkan kinerja PDAM akan semakin meningkat. Kesehatan keuangan perusahaan yang baik serta pendapatan perkapita menarik perhatian investor untuk menanamkan modal dan berinvestasi. Dengan keuangan perusahaan yang baik dan jumlah pendapatan perkapita yang mulai meningkat, maka investor akan percaya bahwa modal yang diberikan akan digunakan dengan baik. Hal ini juga didukung dan berhubungan dengan kemampuan keuangan pemerintah dan komitmen dalam pemberantasan korupsi. Meskipun begitu, pemilihan skema konsesi kurang didukung oleh isu-isu lingkungan dan sosial. Penerimaan masyarakat di Kabupaten Bandung terhadap swasta masih rendah. Begitu pula dengan keinginan dan kemampuan membayar dari masyarakat. Masyarakat masih menganggap bahwa air masih menjadi aset bebas, sehingga semua orang dapat memperolehnya tanpa harus membayar. Selain itu, jumlah masyarakat yang belum memperoleh sambungan atau tidak mampu untuk membayar PAM masih banyak. Selain itu masyarakat menganggap bahwa pelayanan terhadap masyarakat miskin masih kurang dibandingkan dengan masyarakat yang mampu, sehingga kesetaraan akses terhadap pelayanan dianggap masih kurang.
5.3.2 Wilayah Kabupaten Tangerang Hasil survey di wilayah Kabupaten Tangerang adalah tiga responden memilih konsesi, dua orang memilih service contract, dan satu orang memilih BOT. Dari hasil ini, kemudian dicari nilai rata-rata keseluruhan untuk memperoleh prioritas dari enam responden. Kemudian hasil prioritas keenam responden tersebut dicari bobot idealnya untuk mencari ranking dari setiap prioritas. Hasil prioritas responden Kabupaten Tangerang disajikan pada Tabel 5.5 berikut ini. 92
Tabel 5. 5 Hasil MPS-KPS Kabupaten Tangerang ELEMEN
TGR 1 0.055 0.051 0.041 0.118 0.132 0.027 0.014 0.010 0.012 0.072 0.024 0.044 0.046 0.038 0.029 0.015 0.029 0.012 0.038 0.023 0.120 0.038 0.001 0.003 0.001 0.007 1.000
BOT Concession Lease Management contract Service Contract Komitmen pemberantasan korupsi Kemampuan keuangan pemerintah Kerangka hukum Kondisi makroekonomi Pendapatan perkapita Stabilitas politik Efisiensi investasi Efisiensi operasi dan pemeliharaan Kesehatan keuangan perusahaan Tanggungjawab terhadap pengguna Memperluas jaringan distribusi Meningkatkan efisiensi operasi Meningkatkan kapasitas produksi Meningkatkan kualitas pelayanan Rehabilitasi fasilitas eksisting Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS Kebijakan lingkungan yang berlaku Kesetaraan akses pelayanan Penerimaan masyarakat terhadap peran swasta Keinginan dan kemampuan membayar masyarakat Jumlah Nilai Terbesar
TGR 2 0.087 0.090 0.050 0.077 0.095 0.017 0.029 0.034 0.017 0.038 0.025 0.037 0.030 0.044 0.048 0.033 0.032 0.010 0.017 0.014 0.048 0.110 0.012 0.003 0.001 0.002 1.000
RESPONDEN TGR 3 TGR 4 0.121 0.096 0.094 0.196 0.064 0.049 0.060 0.039 0.061 0.024 0.025 0.061 0.035 0.022 0.012 0.040 0.028 0.008 0.049 0.017 0.010 0.013 0.012 0.066 0.059 0.054 0.055 0.025 0.032 0.015 0.013 0.014 0.038 0.041 0.010 0.009 0.023 0.025 0.025 0.022 0.112 0.126 0.047 0.034 0.007 0.000 0.003 0.001 0.001 0.003 0.001 0.002 1.000 1.000
TGR 5 0.019 0.185 0.105 0.058 0.037 0.047 0.036 0.007 0.037 0.031 0.005 0.025 0.067 0.041 0.027 0.034 0.019 0.026 0.012 0.013 0.025 0.135 0.001 0.003 0.001 0.006 1.000
TGR 6 0.114 0.197 0.052 0.026 0.014 0.061 0.022 0.041 0.008 0.017 0.013 0.068 0.053 0.025 0.014 0.014 0.041 0.009 0.025 0.022 0.127 0.033 0.000 0.001 0.003 0.002 1.000
TOTAL 0.491 0.812 0.362 0.379 0.362 0.238 0.158 0.144 0.109 0.224 0.090 0.253 0.310 0.228 0.164 0.122 0.198 0.076 0.141 0.118 0.558 0.397 0.021 0.015 0.010 0.020 6.000
BOBOT NORMAL 0.082 0.135 0.060 0.063 0.060 0.040 0.026 0.024 0.018 0.037 0.015 0.042 0.052 0.038 0.027 0.020 0.033 0.013 0.023 0.020 0.093 0.066 0.003 0.002 0.002 0.003 1.000 0.135
Ranking skema KPS yang diperoleh berdasarkan bobot ideal disajikan pada Gambar 5.5 berikut ini. Hasil Skema KPS Kabupaten Tangerang Service Contract Management contract Lease Concession BOT 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 Gambar 5. 5 Ranking Pemilihan Skema KPS Kabupaten Tangerang
Dari hasil survey responden di wilayah Kabupaten Tangerang diperoleh bahwa kontrak konsesi sebagai skema yang paling sesuai, karena dengan adanya kontrak konsesi, maka pihak swasta dapat mengelola dan bertanggung jawab atas keseluruhan operasi dalam program investasi pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana dari pemerintah namun tetap memperoleh pengawasan dari pemerintah.
93
IDEAL 0.604 1.000 0.445 0.466 0.446 0.293 0.195 0.177 0.134 0.276 0.111 0.312 0.381 0.281 0.202 0.150 0.244 0.094 0.173 0.145 0.687 0.489 0.025 0.018 0.013 0.025
Saat ini pelaksanaan KPS di Kabupaten Tangerang menggunakan skema BOT, ROT, dan management contract. Namun, pelaksanaan KPS di Kabupaten Tangerang dianggap masih belum optimal karena tingkat kebocoran dan kehilangan air masih tinggi dan masih banyak jumlah penduduk yang belum terlayani. Menurut para responden, kurang berhasilnya pelaksanaan KPS saat ini dikarenakan oleh masih belum jelasnya regulasiregulasi yang terkait dengan KPS, sehingga menyebabkan kurangnya pemahaman pemerintah dan swasta mengenai tugas dan kewajiban yang diperoleh melalui KPS. Oleh sebab itu, menurut para responden, perlu dilakukan identifikasi dan pendeskripsikan kriteria-kriteria kinerja berkelanjutan untuk investasi KPS air minum berikut indikatorindikator kinerjanya, sehingga terdapat peraturan yang jelas mengenai unit kerja pemerintah dan swasta dalam KPS. Selain itu, perangkat hukum dan regulasi-regulasi yang terkait dengan KPS juga diperlukan untuk mengetahui peraturan yang jelas mengenai tipe KPS dan mengetahui kesesuian proyek dengan dana dan rencana yang dimiliki oleh pemerintah saat itu. Kriteria-kriteria lain yang mendukung dilaksanakannya kontrak konsesi disajikan pada Gambar 5.6.
94
PRIORITAS LAIN YANG MENDUKUNG PEMILIHAN SKEMA KPS KABUPATEN TANGGERANG Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS Efisiensi operasi dan pemeliharaan Efisiensi investasi Komitmen pemberantasan korupsi Kesehatan keuangan perusahaan Pendapatan perkapita Meningkatkan efisiensi operasi Tanggungjawab terhadap pengguna Kemampuan keuangan pemerintah Kerangka hukum Meningkatkan kualitas pelayanan Memperluas jaringan distribusi Rehabilitasi fasilitas eksisting Kondisi makroekonomi Stabilitas politik Meningkatkan kapasitas produksi Kebijakan lingkungan yang berlaku Keinginan dan kemampuan membayar masyarakat Kesetaraan akses pelayanan Penerimaan masyarakat terhadap peran swasta 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
Gambar 5. 6 Prioritas Lain yang Mendukung Pemilihan Skema KPS di Kabupaten
Pemilihan skema konsesi dianggap sesuai untuk wilayah Kabupaten Tengerang. Dengan pemilihan skema konsesi, akan menunjang dibentuknya badan pengawas, sehingga pelaksanaan KPS dapat dilakukan dengan baik dan terawasi. Pemilihan skema konsesi juga didukung oleh efisiensi operasi dan pemeliharaan. Operasi dan pemeliharaan yang ada di PDAM saat ini sudah cukup baik, namun masih perlu dilakukan penghematan. Dengan pemilihan skema konsesi, diharapkan biaya-biaya yang digunakan untuk operasi dan pemeliharaan dapat ditekan tanpa mempengaruhi hasil layanan. Kesehatan keuangan
95
0.8
pada perusahaan PDAM saat ini juga menunjang untuk dilaksanakannya kontrak konsesi, karena kesehatan keuangan perusahaan akan menarik investor untuk menanamkan modal. Hal lain yang masih menjadi masalah adalah kurangnya penegakan hukum dalam memberantas korupsi dan pendapatan perkapita. Pemilihan skema konsesi akan mempengaruhi komitmen dalam pemberantasan korupsi, karena kontrak konsesi membutuhkan investasi yang besar. Investasi ini tidak akan terjadi apabila tidak ada kepercayaan dari investor bahwa uang mereka akan aman. Selain itu, hasil investasi dari kontrak konsesi juga diharapkan dapat menambah pendapatan perkapita dan keuangan negara. Selain beberapa hal diatas, tingkat kehilangan air yang masih tinggi dan sulit diprediksi dimana terjadinya kebocoran tersebut. Oleh sebab itu, maka responden menyarankan kontrak konsesi karena dengan kontrak konsesi maka dapat meningkatkan kualitas dan kinerja konstruksi, tenaga kerja, dan pengelolaan. Selain itu, walaupun modal investasi seluruhnya diperoleh dari pihak swasta, namun kepemilikan aset tetap di tangan pemerintah, sehingga apabila terjadi penyusutan nilai aset maka pihak swasta berkewajiban membayar peyusutan nilai aset tersebut.
5.3.3 Wilayah Jakarta Pada wilayah Jakarta, responden yang dapat mengisi kuisioner hanya dua orang. Kedua responden memilih konsesi sebagai skema yang paling sesuai. Jumlah responden yang hanya dua orang ini mungkin dapat dianggap kurang. Namun meskipun responden di DKI Jakarta hanya dua orang, konsitensinya telah diuji. Nilai rasio konsistensi kedua responden lebih kecil dari 0,1 sehingga hasil penilaian dapat diterima. Dari hasil kedua survey tersebut, dicari prioritas dari masing-masing responden, kemudian diberi bobot untuk mngetahui raking dari setiap prioritas. Hasil survey responden wilayah Jakarta disajikan pada Tabel 5.6 berikut ini.
96
Tabel 5. 6 Hasil MPS-KPS DKI Jakarta RESPONDEN JKT 1 JKT 2 0.118 0.1241 0.156 0.1531 0.043 0.0329 0.059 0.0525 0.025 0.0378 0.019 0.0531 0.020 0.0168 0.045 0.0228 0.019 0.0129 0.033 0.0142 0.025 0.0420 0.036 0.0299 0.072 0.0331 0.025 0.0582 0.027 0.0381 0.008 0.0158 0.023 0.0159 0.027 0.0151 0.022 0.0154 0.028 0.0421 0.114 0.0000 0.046 0.1297 0.001 0.0295 0.002 0.0016 0.004 0.0055 0.004 0.0018 1.000 0.0063
ELEMEN BOT Concession Lease Management contract Service Contract Komitmen pemberantasan korupsi Kemampuan keuangan pemerintah Kerangka hukum Kondisi makroekonomi Pendapatan perkapita Stabilitas politik Efisiensi investasi Efisiensi operasi dan pemeliharaan Kesehatan keuangan perusahaan Tanggungjawab terhadap pengguna Memperluas jaringan distribusi Meningkatkan efisiensi operasi Meningkatkan kapasitas produksi Meningkatkan kualitas pelayanan Rehabilitasi fasilitas eksisting Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS Kebijakan lingkungan yang berlaku Kesetaraan akses pelayanan Penerimaan masyarakat terhadap peran swasta Keinginan dan kemampuan membayar masyarakat Jumlah Nilai Terbasar
BOBOT TOTAL NORMAL 0.242 0.121 0.309 0.154 0.076 0.038 0.111 0.056 0.063 0.032 0.072 0.036 0.037 0.018 0.067 0.034 0.032 0.016 0.047 0.024 0.067 0.034 0.066 0.033 0.105 0.052 0.083 0.041 0.065 0.033 0.024 0.012 0.039 0.020 0.042 0.021 0.038 0.019 0.070 0.035 0.114 0.057 0.175 0.088 0.031 0.015 0.003 0.002 0.009 0.005 0.006 0.003 1.006 0.503 0.154
IDEAL 0.7839263 1 0.2455078 0.3604962 0.2045273 0.2324821 0.1193097 0.2183299 0.1041832 0.1527966 0.2171872 0.2131863 0.3387014 0.268209 0.2110304 0.0773937 0.1269361 0.1358638 0.1224302 0.2265746 0.3677535 0.5677879 0.0989263 0.0110965 0.0304829 0.0187326
Ranking yang diperoleh dari alternatif skema KPS yang ada disajikan pada Gambar 5.7 berikut ini. Hasil Skema KPS Jakarta Service Contract Management contract Lease Concession BOT 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Gambar 5. 7 Ranking Pemilihan Skema KPS DKI Jakarta
97
1.2
Responden yang menyarankan konsesi dalam pelaksanaan kerjasama ini dikarenakan dengan konsesi maka dapat meningkatkan kualitas pengelolaan, tenaga kerja, dan pengelolaaan. Hal ini sesuai dengan keadaan PDAM Jakarta saat ini yang menerapkan skema konsesi dalam KPS. Dengan kontrak konsesi, maka semua kegiatan PDAM akan dilaksanakan oleh pihak swasta, dan pemerintah serta PDAM bertugas sebagai pengawas. Selain itu, dengan adanya kontrak konsesi, maka pihak swasta harus dapat memenuhi target-target teknis yang harus dilakukan sesuai dengan perjanjian kerjasama. PRIORITAS LAIN YANG MENDUKUNG PEMILIHAN SKEMA KPS JAKARTA Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS Efisiensi operasi dan pemeliharaan Kesehatan keuangan perusahaan Komitmen pemberantasan korupsi Rehabilitasi fasilitas eksisting Kerangka hukum Stabilitas politik Efisiensi investasi Tanggungjawab terhadap pengguna Pendapatan perkapita Meningkatkan kapasitas produksi Meningkatkan efisiensi operasi Meningkatkan kualitas pelayanan Kemampuan keuangan pemerintah Kondisi makroekonomi Kebijakan lingkungan yang berlaku Memperluas jaringan distribusi Penerimaan masyarakat terhadap peran swasta Keinginan dan kemampuan membayar masyarakat Kesetaraan akses pelayanan 0
0.1
0.2
0.3
0.4
Gambar 5. 8 Prioritas Lain yang Mendukung Pemilihan Skema KPS di DKI Jakarta
98
0.5
0.6
Selain itu, pemilihan kontrak konsesi juga didukung oleh beberapa prioritas lain. Kotrak konsesi saling mempengaruhi dengan kapasitas institusional. Pemilihan kontrak konsesi harus didukung oleh kapasitas institusional yang baik, dan kapasitas institusional yang baik akan menunjang dilaksanakannya konsesi pada KPS. Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS atau yang biasa disebut dengan badan pengawas di Jakarta saat ini sudah memadai untuk dilakukannya kontrak konsesi. Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi teramat penting untuk membuat iklim berbasis kinerja. Diperlukan regulasi yang bisa membuat suasana kerja seoleh-oleh terjadi kompetensi sehingga dapat mencegah keuntungan berlebih dari para pihak. Dengan adanya regulasi juga diharapkan dapat memperkuat upaya dalam kesetaraan akses pada msyarakat. Regulasi yang ada diharapkan dapat memperkuatupaya penambahan akses air bersih kepada kelompok ekonomi lemah dan rumah tangga berpenghasilan rendah.
Kesehatan keuangan pada PDAM Jakarta dan komitmen dalam pemberantasan korupsi juga menunjang dilakukannya kontrak konsesi, karena kesehatan keuangan dan komitmen dalam pemberantasan korupsi akan menambah tingkat kepercayaan investor sehingga investor akan mau mananamkan modalnya.
Prioritas PDAM saat ini, yaitu efisiensi investasi, efisiensi operasi dan pemeliharaan, penambahan jaringan distribusi, peningkatan kapasitas produksi, tanggung jawab terhadap konsumen, dan peningkatan / rehabilitasi fasilitas. Selain itu, masih banyak terjadi kebocoran atau kehilangan air (non-revenue water, NRW) masih menjadi persoalan besar bagi pelaksanaan KPS. KPS seharusnya dapat mengurangi kehilangan air, memperbaiki dan meningkatkan kinerja infrastruktur melalui peningkatan efisiensi operasi. Pemilihan skema konsesi juga berhubungan dengan kondisi lingkungan negara saat ini. Kondisi negara saat ini dianggap dapat menjanjikan investor untuk melakukan penanaman modal yang besar. Hal ini disebabkan karena stabilitas politik dan pendapatan perkapita sudah cukup menunjang.
99
5.4 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan terhadap lima kriteria teratas yang paling berpengaruh dalam pemilihan skema KPS. Masing-masing wilayah memiliki kriteria-kriteria yang berbeda. Oleh sebab itu, analisis sensitivitas dilakukan pada setiap wilayah kajian.
5.4.1 Kabupaten Bandung Pada wilayah Kabupaten Bandung, lima kriteria yang paling berpengaruh dalam penentuan skema KPS yang sesuai disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 5. 7 Lima Kriteria yang Paling Berpengaruh di Kabupaten Bandung No
Lima Kriteria yang Paling Berpengaruh
Singkatan
1
Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS
UP
2
Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS
PH
3
Efisiensi operasi dan pemeliharaan
OP
4
Kesehatan keuangan perusahaan
KP
5
Pendapatan perkapita
PP
Untuk mengetahui kecenderungan pemilihan masing-masing kriteria berdasarkan perubahan setiap faktornya maka dibuatlah rumus analisis sensitivitas. Rumus ini diperoleh berdasarkan nilai supermatriks setiap responden yang telah diberi bobot. Kemudian hasil matriks tersebut dirata-ratakan dan hasilnya dibuat menjadi koefisien pada rumus analisis sensitivitas. Rumus ini digunakan untuk mengetahui persentase perubahan dari setiap alternatif skema KPS. Rumus ini disajikan sebagai berikut :
YBOT
= 0,256UP + 0,196PH + 0,330OP + 0,099KP + 0,051PP
YKONSESI
= 0,357UP + 0,155PH + 0,301OP + 0,109KP + 0,085PP
YLC
= 0,342UP + 0,158PH + 0,294OP + 0,123KP + 0,080PP
YMC
= 0,369UP + 0,143PH + 0,315OP + 0,100KP + 0,080PP
YSC
= 0,358UP + 0,149PH + 0,322OP + 0,124KP + 0,080PP
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh setiap kriteria terhadap skema yang ada, maka dilakukan percobaan trial eror untuk setiap kriteria. Untuk setiap kriteria dilakukan 100
pengurangan bobot sebanyak tiga kali sebesar 10 %. Hasil dari analisis sensitivitas tersebut disajikan pada table-tabel berikut ini.
Tabel 5. 8 Perubahan faktor UP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini UP
Penurunan UP
Perubahan
0.853
0.768
0.614
0.430
- 10 %
PH
0.691
0.691
0.691
0.691
OP
0.595
0.595
0.595
0.595
KP
0.423
0.423
0.423
0.423
PP
0.387
0.387
0.387
0.387
BOT
0.612
0.590
0.551
0.503
2%
4%
5%
Konsesi
0.670
0.639
0.584
0.519
3%
5%
7%
LC
0.659
0.630
0.577
0.514
3%
5%
6%
MC
0.674
0.643
0.586
0.518
3%
6%
7%
SC
0.683
0.653
0.598
0.532
3%
5%
7%
Faktor
Skema
Tabel 5. 9 Perubahan faktor PH terhadap pemilihan skema KPS Saat ini PH
Penurunan PH
Perubahan
0.691
0.622
0.498
0.348
- 10 %
UP
0.853
0.853
0.853
0.853
OP
0.595
0.595
0.595
0.595
KP
0.423
0.423
0.423
0.423
PP
0.387
0.387
0.387
0.387
BOT
0.602
0.584
0.552
0.514
2%
3%
4%
Konsesi
0.637
0.612
0.568
0.514
2%
4%
5%
LC
0.629
0.605
0.563
0.512
2%
4%
5%
MC
0.637
0.612
0.566
0.511
3%
5%
6%
SC
0.649
0.625
0.580
0.527
2%
4%
5%
Faktor
Skema
Tabel 5. 10 Perubahan faktor OP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini OP
Penurunan OP
Perubahan
0.595
0.536
0.428
0.300
UP
0.853
0.853
0.853
0.853
PH
0.691
0.691
0.691
0.691
KP
0.423
0.423
0.423
0.423
PP
0.387
0.387
0.387
0.387
Faktor
101
- 10 %
Skema BOT
0.609
0.594
0.567
0.534
2%
3%
3%
Konsesi
0.632
0.610
0.572
0.526
2%
4%
5%
LC
0.625
0.604
0.568
0.524
2%
4%
4%
MC
0.632
0.610
0.571
0.523
2%
4%
5%
SC
0.646
0.625
0.586
0.540
2%
4%
5%
Tabel 5. 11 Perubahan faktor KP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini KP
Penurunan KP
Perubahan
0.423
0.381
0.305
0.213
- 10 %
UP
0.853
0.853
0.853
0.853
PH
0.691
0.691
0.691
0.691
OP
0.595
0.595
0.595
0.595
PP
0.387
0.387
0.387
0.387
BOT
0.582
0.571
0.552
0.528
1%
2%
2%
Konsesi
0.589
0.574
0.547
0.514
2%
3%
3%
LC
0.587
0.573
0.547
0.515
1%
3%
3%
MC
0.586
0.570
0.542
0.509
2%
3%
3%
SC
0.606
0.591
0.563
0.531
2%
3%
3%
Faktor
Skema
Tabel 5. 12 Perubahan faktor PP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini PP
Penurunan PP
Perubahan
0.387
0.348
0.279
0.195
- 10 %
UP
0.853
0.853
0.853
0.853
PH
0.691
0.691
0.691
0.691
KP
0.423
0.423
0.423
0.423
KP
0.423
0.423
0.423
0.423
BOT
0.558
0.548
0.530
0.509
1%
2%
2%
Konsesi
0.560
0.547
0.522
0.492
1%
2%
3%
LC
0.556
0.543
0.519
0.491
1%
2%
3%
MC
0.558
0.544
0.518
0.488
1%
3%
3%
SC
0.574
0.560
0.536
0.506
1%
2%
3%
Faktor
Skema
Pada Tabel 5.8 dapat diketahui hasil analisis sensitivitas terhadap faktor UP jika dilakukan pengurangan bobot nilai faktor UP. Pada pengurangan pertama, terdapat peningkatan sebanyak 2% pada BOT dan 3% pada skema lainnya. Sedangkan untuk 102
percobaan kedua dan ketiga peningkatan yang terlihat jelas adalah pada skema konsesi, management contract dan service contract. Ketiga skema ini terus mengalami peningkatan hingga 7%. Peningkatan ini menunjukkan bahwa responden akan lebih memilih ketiga skema tersebut apabila faktor Ketersediaan Unit Pelaksana Kebijakan KPS diturunkan. Responden menganggap bahwa unit pelaksana kebijakan untuk mengatur pelaksanaan KPS masih sangat penting. Pengaturan bagi pelayanan air minum mutlak diperlukan mengingat sifat pelayanan air minum yang bersifat monopoli karena berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun secara ekonomis, tidak dimungkinkan ada lebih dari satu pipa penyedia pelayanan dalam suatu daerah yang sama. Melihat kenyataan ini unit pelaksana kebijakan KPS harus semakin benar-benar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan ditingkatkan kinerjanya.
Hasil analisis sensitivitas terhadap faktor PH dinyatakan pada Tabel 5.9. Pada tabel ini dapat diketahui bahwa pada skema Management Contract terjadi peningkatan hingga 6%. Hal ini menunjukkan bahwa jika Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS dianggap tidak memadai oleh responden, maka responden akan cenderung memilih skema Management Contract .
Untuk perubahan efisiensi operasi dan pemeliharaan, skema yang paling terpengaruh adalah konsesi, management contract dan service contract. Dari hasil ini, dapat diketahui bahwa pendapat responden mengenai ketiga skema KPS ini cukup memadai apabila efisiensi operasi dan pemeliharaan dikurangi bobotnya. Sedangkan untuk kesehatan keuangan perusahaan dan pendapatan perkapita, perubahan yang terjadi tidak terlalu besar. Perubahan ini dapat dilihat pada Tabel 5.11 dan 5.12. Perubahan yang terjadi hanya berkisar antara 1% hingga 3 %. Hal ini menujukkan bahwa faktor keuangan perusahaan dan pendapatan perkapita dianggap cukup baik dan aman oleh responden sehingga tidak memerlukan terlalu banyak perbaikan.
103
5.4.2 Kabupaten Tangerang Pada wilayah Kabupaten Tanggerang, lima kriteria yang paling berpengaruh dalam penentuan skema KPS yang sesuai disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 5. 13 Kriteria yang Paling Berpengaruh di Kabupaten Tangerang No
Lima Kriteria yang Paling Berpengaruh
Singkatan
1
Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS
PH
2
Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS
UP
3
Efisiensi operasi dan pemeliharaan
OP
4
Efisiensi investasi
EI
5
Komitmen pemberantasan korupsi
PK
Rumus analisis sensitivitas untuk wilayah Kabupaten Tangerang adalah sebagai berikut:
YBOT
= 0,16U7P + 0,108PH + 0,088OP + 0,066KP + 0,081PP
YKONSESI
= 0,195UP + 0,081PH + 0,092OP + 0,083KP + 0,051PP
YLC
= 0,184UP + 0,092PH + 0,101OP + 0,073KP + 0,056PP
YMC
= 0,188 UP + 0,087PH + 0,092OP + 0,068KP + 0,049PP
YSC
= 0,190UP + 0,085PH + 0,114OP + 0,042KP + 0,063PP
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh setiap kriteria terhadap skema yang ada, maka dilakukan percobaan trial eror untuk setiap kriteria. Untuk setiap kriteria dilakukan pengurangan bobot sebanyak tiga kali sebesar 10 %. Hasil dari analisis sensitivitas tersebut disajikan pada tabel-tabel berikut ini.
Tabel 5. 14 Perubahan faktor PH terhadap pemilihan skema KPS Saat ini PH
Penurunan PH
Perubahan
0.687
0.618
0.495
0.346
UP
0.489
0.489
0.489
0.489
OP
0.381
0.381
0.381
0.381
EI
0.312
0.312
0.312
0.312
PK
0.293
0.293
0.293
0.293
Faktor
Skema
104
-10 %
BOT
0.246
0.234
0.213
0.189
1%
2%
2%
Konsesi
0.088
0.088
0.088
0.088
0%
0%
0%
LC
0.161
0.160
0.159
0.157
0%
0%
0%
MC
0.119
0.118
0.117
0.115
0%
0%
0%
SC
0.093
0.091
0.089
0.087
0%
0%
0%
Tabel 5. 15 Perubahan faktor UP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini UP
Penurunan UP
Perubahan
0.489
0.440
0.352
0.246
- 10 %
PH
0.687
0.687
0.687
0.687
OP
0.381
0.381
0.381
0.381
EI
0.312
0.312
0.312
0.312
PK
0.293
0.293
0.293
0.293
BOT
0.234
0.226
0.211
0.193
1%
1%
2%
Konsesi
0.088
0.088
0.088
0.088
0%
0%
0%
LC
0.193
0.193
0.191
0.190
0%
0%
0%
MC
0.118
0.118
0.117
0.115
0%
0%
0%
SC
0.094
0.093
0.092
0.090
0%
0%
0%
Faktor
Skema
Tabel 5. 16 Perubahan faktor OP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini OP
Penurunan OP
Perubahan
0.381
0.343
0.274
0.192
- 10 %
PH
0.687
0.687
0.687
0.687
UP
0.489
0.489
0.489
0.489
EI
0.312
0.312
0.312
0.312
PK
0.293
0.293
0.293
0.293
BOT
0.225
0.219
0.208
0.194
1%
1%
1%
Konsesi
0.100
0.100
0.100
0.100
0%
0%
0%
LC
0.193
0.192
0.191
0.190
0%
0%
0%
MC
0.136
0.136
0.135
0.134
0%
0%
0%
SC
0.094
0.094
0.092
0.091
0%
0%
0%
Faktor
Skema
Tabel 5. 17 Perubahan faktor EI terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan EI Perubahan EI
0.312
0.281
0.225
0.157
0.687
0.489
0.489
0.489
Faktor PH
105
-10 %
UP
0.489
0.381
0.381
0.381
OP
0.381
0.312
0.312
0.312
PK
0.293
0.293
0.293
0.293
BOT
0.218
0.178
0.168
0.157
4%
1%
1%
Konsesi
0.106
0.088
0.088
0.088
2%
0%
0%
LC
0.200
0.156
0.155
0.154
4%
0%
0%
MC
0.136
0.114
0.114
0.113
2%
0%
0%
SC
0.106
0.086
0.085
0.084
2%
0%
0%
Skema
Tabel 5. 18 Perubahan faktor PK terhadap pemilihan skema KPS Saat ini PK
Penurunan PK
Perubahan
0.293
0.264
0.211
0.148
-10 %
PH
0.687
0.687
0.687
0.687
UP
0.489
0.489
0.489
0.489
OP
0.381
0.381
0.381
0.381
EI
0.312
0.312
0.312
0.312
BOT
0.217
0.212
0.203
0.192
0%
1%
1%
Konsesi
0.107
0.107
0.107
0.107
0%
0%
0%
LC
0.201
0.201
0.200
0.199
0%
0%
0%
MC
0.138
0.138
0.138
0.137
0%
0%
0%
SC
0.106
0.106
0.105
0.104
0%
0%
0%
Faktor
Skema
Hasil analisis sensitivitas untuk wilayah Kabupaten Tangerang yang terdapat pada Tabel 5. 14 hingga 5.16, dan Tabel 5. 18. menunjukkan bahwa perubahan terhadap faktor PH, UP, OP, dan PK tidak terlalu mempengaruhi perubahan skema. Hal ini menunjukkan bahwa keempat faktor tersebut dianggap telah memadai dan kinerjanya cukup baik.
Pada Tabel 5.17, dapat dilihat bahwa pada penurunan 10 % faktor efisiensi investasi yang pertama, terjadi peningkatan pada semua skema. Skema yang paling tinggi peningkatannya adalah BOT dan Lease Contract sebesar 4%. Maka, dapat diketahui bahwa jika bobot pada faktor efisiensi investasi diturunkan, maka pilihan skema kemungkinan akan berubah menjadi BOT atau Lease Contract. BOT atau Lease Contract dianggapa sebagai skema yang paling stabil jika ada perubahan atau masalah dalam investasi. Setelah penurunan 10% kedua dan ketiga, perubahan yang terjadi tidak terlalu 106
signifikan atau tidak berubah sama sekali. Skema yang tetap berubah adalah BOT, dengan perubahan sebesar 1%. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan pada faktor efisiensi investasi, responden akan cenderung lebih memilih BOT meskipun skema lainnya juga dapat dianggap sudah aman.
5.4.3 DKI Jakarta Pada wilayah DKI Jakarta, lima kriteria yang paling berpengaruh dalam penentuan skema KPS yang sesuai disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 5. 19 Kriteria yang Paling Berpengaruh di DKI Jakarta No
Lima Kriteria yang Paling Berpengaruh
Singkatan
1
Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS
UP
2
Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS
PH
3
Efisiensi operasi dan pemeliharaan
OP
4
Kesehatan keuangan perusahaan
KP
5
Komitmen pemberantasan korupsi
PK
Untuk mengetahui kecenderungan pemilihan masing-masing kriteria berdasarkan perubahan setiap faktornya maka dibuatlah rumus analisis sensitivitas. Rumus ini diperoleh berdasarkan nilai supermatriks setiap responden yang telah diberi bobot. Kemudian hasil matriks tersebut dirata-ratakan dan hasilnya dibuat menjadi koefisien pada rumus analisis sensitivitas. Rumus ini digunakan untuk mengetahui persentase perubahan dari setiap alternatif skema KPS. Rumus ini disajikan sebagai berikut :
YBOT
= 0,251UP + 0,195PH + 0,070OP + 0,057KP + 0,069PP
YKONSESI = 0,051UP + 0,195PH + 0,070OP + 0,059KP + 0,057PP YLC
= 0,051UP + 0,195PH + 0,070OP + 0,068KP + 0,047PP
YMC
= 0,065UP + 0,181PH + 0,059OP + 0,057KP + 0,055PP
YSC
= 0,065UP + 0,181PH + 0,071OP + 0,069KP + 0,053PP
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh setiap kriteria terhadap skema yang ada, maka dilakukan percobaan trial eror untuk setiap kriteria. Untuk setiap kriteria dilakukan 107
pengurangan bobot sebanyak tiga kali sebesar 10 %. Hasil dari analisis sensitivitas tersebut disajikan pada table-tabel berikut ini.
Tabel 5. 20 Perubahan faktor UP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini UP
Penurunan UP
Perubahan
0.568
0.511
0.454
0.397
- 10 %
PH
0.368
0.368
0.368
0.368
OP
0.339
0.339
0.339
0.339
KP
0.268
0.268
0.268
0.268
PK
0.232
0.232
0.232
0.232
BOT
0.156
0.153
0.150
0.324
0%
0%
-17%
Konsesi
0.155
0.152
0.149
0.146
0%
0%
0%
LC
0.153
0.151
0.148
0.145
1%
0%
0%
MC
0.152
0.148
0.144
0.140
1%
0%
0%
SC
0.159
0.155
0.151
0.148
0%
0%
0%
Faktor
Skema
Tabel 5. 21 Perubahan faktor UP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini PH
Penurunan UP
Perubahan
0.368
0.331
0.265
0.185
- 10 %
UP
0.568
0.568
0.568
0.568
OP
0.339
0.339
0.339
0.339
KP
0.268
0.268
0.268
0.268
PK
0.232
0.232
0.232
0.232
BOT
0.184
0.183
0.179
0.403
0%
0%
-22%
Konsesi
0.183
0.181
0.178
0.174
0%
0%
0%
LC
0.182
0.180
0.177
0.173
0%
0%
0%
MC
0.175
0.172
0.168
0.163
0%
0%
1%
SC
0.182
0.179
0.175
0.170
0%
0%
1%
Faktor
Skema
Tabel 5. 22 Perubahan faktor OP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini OP
Penurunan OP
Perubahan
0.339
0.305
0.244
0.171
PH
0.368
0.368
0.368
0.368
UP
0.568
0.568
0.568
0.568
KP
0.268
0.268
0.268
0.268
Faktor
108
- 10 %
PK
0.232
0.232
0.232
0.232
BOT
0.160
0.158
0.155
0.323
0%
0%
-17%
Konsesi
0.156
0.155
0.151
0.148
0%
0%
0%
LC
0.158
0.156
0.153
0.149
0%
0%
0%
MC
0.150
0.148
0.144
0.139
0%
0%
0%
SC
0.160
0.158
0.154
0.149
0%
0%
0%
Skema
Tabel 5. 23 Perubahan faktor KP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini KP
Penurunan KP
Perubahan
0.268
0.241
0.193
0.174
- 10 %
PH
0.368
0.368
0.368
0.368
UP
0.568
0.568
0.568
0.568
OP
0.339
0.339
0.339
0.339
PK
0.232
0.232
0.232
0.232
BOT
0.160
0.159
0.157
0.350
0%
0%
-19%
Konsesi
0.157
0.155
0.153
0.152
0%
0%
0%
LC
0.159
0.158
0.155
0.154
0%
0%
0%
MC
0.150
0.148
0.145
0.143
0%
0%
0%
SC
0.160
0.159
0.156
0.154
0%
0%
0%
Faktor
Skema
Tabel 5. 24 Perubahan faktor PK terhadap pemilihan skema KPS Saat ini PK
Penurunan PK
Perubahan
0.232
0.209
0.167
0.117
- 10 %
PH
0.368
0.368
0.368
0.368
UP
0.568
0.568
0.568
0.568
OP
0.339
0.339
0.339
0.339
KP
0.268
0.268
0.268
0.268
BOT
0.161
0.160
0.158
0.362
0%
0%
-20%
Konsesi
0.158
0.157
0.154
0.152
0%
0%
0%
LC
0.159
0.158
0.155
0.153
0%
0%
0%
MC
0.149
0.148
0.145
0.142
0%
0%
0%
SC
0.160
0.158
0.156
0.152
0%
0%
0%
Faktor
Skema
Untuk daerah DKI Jakarta perubahan yang paling signifikan terjadi setelah pengurangan 10% yang ketiga. Pada pengurangan 10% yang pertama dan yang kedua, semua skema 109
relative stabil terhadap perubahan yang terjadi. Sedangkan pada penurunan yang ketiga, skema yang paling terpengaruh adalah BOT. Pengurangan terhadap semua faktor sebanyak 30% mengakibatkan penurunan terhadap skema BOT. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa untuk wilayah DKI Jakarta, jika terjadi pengurangan terhadap semua faktor maka respon terhadap pemilihan skema BOT juga akan berkurang. BOT dianggap kurang memadai dan relatif tidak stabil terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada kelima faktor. Kebijakan yang dapat diambil sehubungan dengan analisa diatas adalah agar tetap menjaga kinerja unit pelaksana kebijakan KPS dan perangkat hukumnya, lebih meningkatkan efisiensi operasi dan pemeliharaan, menjaga kesehatan keuangan perusahaan, dan menjaga komitmen dalam memberantas korupsi.
5.5 Diskusi Hasil Penggunaan MPS-KPS MPS-KPS ini telah diujicobakan pada tiga wilayah. Dari hasil pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan MPS-KPS di tiga wilayah yang dipilih tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut ini akan disajikan diskusi hasil penggunaan metoda Pemilihan Skema KPS.
5.5.1 Perbandingan Hasil Analisis dengan Kondisi Lapangan Dari hasil pembahasan sebelumnya, terlihat bahwa pada ketiga wilayah penelitian, responden memiliki persepsi yang sama bahwa skema yang paling sesuai adalah konsesi. Hasil penelitian ini sesuai dengan skema KPS yang digunakan pada wilayah DKI Jakarta saat ini. Pelaksanaan skema konsesi yang digunakan pada wilayah DKI Jakarta menunjukkan hasil yang positif. Jumlah pelanggan Jakarta meningkat dari 713.606 pada awal Januari 2006 menjadi 755.555 pada akhir tahun 2007. Pencapaian kapasitas produksi air di Jakarta pada tahun 2007 sebesar 425.613.975 m3/tahun. Pencapaian ini melebihi target yang hanya sebesar 395.358.281 m3/tahun. Untuk cakupan pelayanan juga mengalami peningkatan pada tahun 2006 dari 60,39 % menjadi 60,68 %. Peningkatan-peningkatan tersebut menunjukkan bahwa pemilihan skema konsesi dalam investasi air minum di wilayah DKI Jakarta merupakan pilihan yang sesuai. Hal ini
110
menyebabkan persepsi responden dalam meninjau aspek-aspek pemilihan skema KPS tetap memilih konsesi sebagai skema yang sesuai.
Namun untuk wilayah Kabupaten Tangerang skema ini masih belum sesuai karena saat ini pelaksanaan KPS di Kabupaten Tangerang menggunakan skema BOT, ROT, dan management contract. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan persepsi dan pendapat responden dalam meninjau aspek-aspek penunjang pemilihan skema KPS. Bagi responden di Kabupaten Tangerang yang telah mengalami kerjasama dengan menggunakan skema BOT, ROT, dan management contract beranggapan bahwa skemaskema tersebut masih belum dapat memenuhi target pencapaian. Dilihat dari tingkat kehilangan air, persentase kehilangan dari tahun 2003 hingga 2005 terus meningkat. Pada tahun 2003 tingkat kehilangan air sebesar 8,33 %, kemudian pada tahun 2004 meningkat menjadi sebesar 11,15 % dan meningkat lagi pada tahun 2005 menjadi 14,18 %. Begitu pula dengan cakupan pelayanan. Jumlah penduduk Kabupaten Tangerang yang dapat terlayani hanya sebanyak 267,380 jiwa dari 3.470.811 jiwa, atau hanya sebesar 7,7 % saja. Sedangkan untuk wilayah Kota Tangerang jumlah penduduk yang terlayani hanya sebesar 288.575 jiwa dari 1.547.577 jiwa, atau hanya sebesar 18,6 %. Begitu pula dengan jumlah sambungan pelanggan. Pada tahun 2004, jumlah sambungan menurun dari 88.384 menjadi 87.768. Namun kondisi ini dapat diperbaiki pada tahun 2005 dengan penambahan jumlah pelanggan hingga 90.103. Belum dapat tercapainya target pelaksanaan KPS di Kabupaten Tangerang ini menyebabkan perubahan persepsi responden pada saat pengisian kuisioner, sehingga skema yang dihasilkan dari MPSKPSPemilihan Skema KPS berbeda dengan kondisi skema yang digunakan saat ini.
Wilayah Kabupaten Bandung saat ini masih dalam tahap perencanaan pemilihan skema KPS yang sesuai. Hasil dari MPS-KPS dalam penelitian ini menujukkan bahwa skema yang sesuai untuk digunakan adalah konsesi. Hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih skema KPS untuk investasi air minum di wilayah Kabupaten Bandung.
Meskipun begitu, pemilihan skema konsesi memiliki beberapa kekurangan. Untuk wilayah Kabupaten Tengerang dan DKI Jakarta yang saat ini telah melaksanakan KPS, 111
berpendapat bahwa permasalahan yang kurang mendukung pelaksanaan konsesi saat ini, yaitu terpusat pada aspek isu-isu lingkungan dan sosial.
Pada wilayah Kabupaten Bandung yang masih dalam tahap perancangan KPS, kurangnya pemahaman mengenai regulasi KPS menjadi masalah utama. Kurangnya pemahaman terutama disebabkan karena pihak PDAM belum pernah melaksanakan kerjasama dengan pihak swasta. Selain itu, pada umumnya mereka tidak diberi penjelasan yang memadai sebagai bekal mereka untuk dapat bekerja dengan baik dengan pihak swasta.
Hal ini selaras dengan pendapat sebagian responden PDAM bahwa pangkal masalah yang timbul di internal PDAM adalah masalah kurangnya pemahaman mengenai KPS. Mereka berpendapat apabila masalah ini dapat terselesaikan, maka masalah-masalah lain akan terpecahkan atau menjadi bukan masalah lagi. Pengalaman dari beberapa PDAM yang telah melaksanakan KPS menunjukkan bahwa keberhasilan dari KPS sangat ditentukan oleh pihak pemerintah atau PDAM
yang benar-benar memahami bisnis yang akan
dibiayai.
Dari aspek regulasi ketiga wilayah juga memiliki persepsi yang sama, yaitu kebijakan yang ada sebenarnya sangat mendukung terhadap hak dan tanggung jawab masingmasing pihak. Hal ini seharusnya dapat menjadi landasan penegakan hukum dalam pelaksanaan
KPS,
pemberantasan
dan
korupsi.
berhubungan Apabila
dengan
pelaksanaan
pelaksanaan
komitmen
regulasi-regulai
yang
ada
dalam tidak
dilaksanakan dengan baik, maka akan terjadi kurangnya respon terhadap kebutuhan nyata masyarakat yang berada dalam area pelayanan. Padahal salah satu tujuan utama dilaksanakannya KPS adalah untuk meningkatkan kulitas pelayanan air terhadap pelanggan.
Aspek lain yang menjadi masalah utama adalah efisiensi operasi dan pemeliharaan. Hal ini perlu diperhatikan karena masih banyak terjadi kebocoran atau kehilangan air (nonrevenue water ,NRW) dan belum optimalnya kinerja infrastruktur PDAM. Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa masih terdapat kesalahan dalam pembacaan meteran, 112
kesalahan penagihan, kurangnya kualitas air, dan lainnya.
Efisiensi operasi perlu
ditingkatkan agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen secara memuaskan. Peningkatan pelayanan efisiensi operasi dapat dilakukan dengan cara pengadaan sumberdaya yang sehat, pelatihan sumberdaya, penggunaan prosedur kerja yang efektif, dan mematuhi persyaratan perundang-undangan.
Dilihat dari sumber permasalahan, responden pada tiga wilayah penelitian memiliki persepsi yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah utama kurang optimalnya pelasanaan KPS saat ini adalah aspek regulasi-regulasi yang terkait dengan KPS, efisiensi operasi, dan komitmen dalam pemberantasan korupsi. Alternatif pemecahannya adalah dengan memilih kontrak konsesi sebagai kontrak kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta.
5.5.2 Aspek-Aspek Pertimbangan Pemilihan Skema Konsesi Cara konsesi telah banyak digunakan baik tingkat kota maupun tingkat nasional. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perjanjian konsesi adalah : a) Pemberian subsidi oleh pihak pemerintah Pemberian subsidi oleh pemerintah terhadap proyek kerjasama pelayanan air minum yang dibiayai oleh swasta hampir lebih sering dianggap bertentangan dengan kepentingan publik, karena pada awalnya tujuan kerjasama dengan pihak swasta adalah untuk mencari investasi. Oleh sebab itu jika ada, keputusan pemerintah daerah untuk memberikan subsidi kepada pihak swasta perlu disosialisasikan terlebih dahulu dengan masyarakat atau diajukan pada DPRD. Hal ini perlu dilakukan agar pelaksanaan konsesi memperoleh dukungan dari masyarakat dan DPRD. Subsidi hendaknya dilaksanakan secara terbuka dan adil. Subsidi terhadap suatu proyek kerjasama pelayanan publik hendaknya ditetapkan dan diumumkan secara terbuka terhadap peserta tender sehingga setiap penawar memiliki kesempatan yang sama. Pemberian subsidi setelah pemenang tender ditentukan harus dihindari 113
karena dapat menjadi sarana kolusi antara oknum pemerintah daerah dengan pemenang tender. Besarnya subsidi yang dapat diberikan oleh setiap daerah dapat berbeda satu sama lain tergantung pada banyak faktor, diantaranya kemampuan keuangan Pemerintah Daerah, kemampuan dan keinginan membayar dari masyarakat serta permintaan terhadap pelayanan yang terkait. Sebagai contoh, pelayanan air minum yang disatukan dengan pelayanan pengolahan air limbah mungkin memerlukan subsidi yang lebih besar dibandingkan dengan pelayanan air minum saja.
b) Jaminan Mengenai Kualitas Dan Kuantitas Air Baku Perjanjian konsesi dibuat dengan harapan agar pihak swasta dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dari yang telah diberikan oleh PDAM, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini berhubungan dengan tanggung jawab terhadap konsumen dan kesetaraan akses pelayanan. Termasuk dalam perbaikan pelayanan adalah dipenuhinya standar minimum kualitas dan kuantitas air minum yang diproduksi oleh pihak swasta. Namun pada kenyataannya pemenuhan kualitas dan kuantitas air yang diproduksi oleh swasta akan sangat bergantung pada kualitas dan kuantitas air baku. Oleh sebab itu, persiapan dari pemerintah daerah berupa tindakan-tindakan sebagai berikut:
Mengadakan perkiraan atau penilaian terhadap mutu dan kuantitas air baku yang berada di wilayahnya.
Berdasarkan hasil perkiraan atau penilaian, pemerintah daerah menetapkan
kebijakan
perencanaan
dan
strategi
untuk
mempertahankan dan memelihara kualitas serta kuantitas air baku.
Pemerintah daerah melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan olehnya, dan apabila perlu menyediakan unit pelaksana dan kebijakan tersebut.
114
c) Kesetaraan Akses dan Standar Pelayanan Air Minum Dengan partisipasi swasta dalam pelayanan air minum, peningkatan kualitas pelayanan dan kesetaraan akses terhadap konsumen harus menjadi prioritas utama. Untuk menjamin agar pelayanan kepada masyarakat memenuhi kualitas yang diharapkan, maka dalam perjanjian konsesi perlu diatur hal-hal sebagai berikut: Standar kualitas minimum yang harus dipenuhi oleh mitra swasta dalam mengoperasikan pelayanan air minum, yang dapat mencakup ketentuan minimum standar bahan baku kimia, tekanan air, gangguan pelayanan, penanganan keluhan pelanggan dan persentasi tingkat kehilangan air yang diijinkan (Non Revenued Water atau NRW). Mekanisme pengawasan terhadap pemenuhan standar kualitas minimum. Agar memudahkan dalam pengawasan, standar kualitas sebaiknya dapat diukur dan dilengkapi dengan manual yang diperlukan oleh unit pelaksanaan
dan
kebijakan
KPS
untuk
melaksanakan
tugasnya
dikemudian hari. Mekanisme penegakan hukum apabila tidak dipenuhinya standar kualitas minimum. Dalam perjanjian dapat diatur mengenai sanksi yang dapat diberikan apabila standar kualitas minimum yang ditetapkan tidak dipenuhi d) Tarif Melalui proses tender yang adil dan terbuka, diharapkan pihak swasta yang terpilih adalah yang pihak yang dapat memberikan tarif paling efisien, sehingga menawarkan tarif terendah. Namun demikian, pada kenyataannya dapat dipastikan tarif yang ditawarkan jauh melebihi tarif yang diberlakukan oleh PDAM. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:
Tarif yang diberlakukan PDAM sering merupakan keputusan politik, sehingga tidak menutupi biaya operasional.
115
Pada beberapa daerah PDAM masih disubsidi atau masih beroperasi walaupun mengalami kerugian karena tidak terpenuhinya biaya operasional oleh kurangnya tarif.
Karena dianggap sebagai pelayanan publik atau karena alasan lainnya, sering PDAM tidak menetapkan prosentasi keuntungan dalam penghitungan tarif.
Besarnya tarif dan mekanisme penyesuaian tarif sebaiknya diatur secara terperinci dalam perjanjian konsesi, sehingga akan mengikat para pihak. Namun demikian sebagian besar daerah mengharuskan kenaikan tarif ditetapkan oleh kepala daerah, atas persetujuan dari DPRD. Hal tersebut telah membuat iklim investasi menjadi kurang menarik bagi pihak swasta karena dikhawatirkan keputusan DPRD akan dipengaruhi faktor politik dan non ekonomi lainnya. Tidak terpenuhinya penyesuaian tarif sesuai perjanjian konsesi dapat menimbulkan kerugian dipihak swasta. Dalam hal demikian, maka dukungan pemerintah daerah/PDAM terhadap penyesuaian tarif sesuai perjanjian konsesi sangat diperlukan. Umumnya dukungan yang diminta oleh penerima konsesi adalah jaminan atau kerugian yang diderita oleh penerima konsesi apabila tarif tidak boleh dinaikkan, sebagaimana diperjanjikan dalam kontrak. Pembayaran ganti kerugian oleh pemerintah daerah/PDAM terhadap kerugian yang diderita oleh pihak swasta yang diakibatkan oleh tidak naiknya tarif sebetulnya merupakan hal yang
dapat
diterima,
namun
sebelumnya
pemerintah
daerah
perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Ganti rugi yang merupakan kewajiban pemerintah daerah harus dapat dikompensasikan
dengan
dipenuhinya
standar
kinerja
minimum
sebagaimana ditetapkan dalam kontrak. Kerugian bukan merupakan akibat dari tidak efisiennya pelayanan yang dilakukan oleh swasta (contohnya melambungnya biaya operasional dan pemeliharaan, kebocoran melebihi yang diperbolehkan).
116
e) Perangkat Hukum dan Unit Pelaksana Kebijakan KPS Pendirian unit pelaksana dan perangkat hukum berupa Badan Pengatur kerap didiskusikan di daerah yang berniat mengundang partisipasi swasta, oleh karenanya timbul anggapan umum bahwa Badan Pengatur hanya diperlukan jika suatu daerah akan mengundang partisipasi swasta. Pendapat tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa hampir semua pihak swasta yang akan berpartisipasi di daerah mensyaratkan adanya pendirian Badan Pengatur.
Anggapan tersebut di atas kurang tepat, karena partisipasi swasta hanya merupakan salah satu tugas dari Badan Pengatur. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Departemen Kimpraswil baru-baru ini, Badan Pengatur bukanlah merupakan lembaga yang hanya semata-mata mengatur partisipasi swasta, akan tetapi juga diperlukan untuk mengatur pelayanan air minum yang diberikan oleh sektor publik, seperti dinas dan PDAM. Pengaturan bagi pelayanan air minum mutlak diperlukan mengingat sifat pelayanan air minum yang bersifat monopoli karena berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun secara ekonomis, tidak dimungkinkan ada lebih dari satu pipa penyedia pelayanan dalam suatu daerah yang sama. Dalam pasar yang bersifat monopoli, konsumen tidak dapat memilih pelayanan yang terbaik dan harga yang paling kompetitif sebagaimana layaknya mekanisme pasar biasa. Oleh karenanya, pengaturan sangat diperlukan untuk melindungi kepentingan konsumen dan penyedia jasa secara seimbang. Disamping itu, Badan Pengatur juga didirikan untuk melindungi kepentingan penyedia jasa secara seimbang dengan kepentingan konsumen. Kewenangan Badan Pengatur sebagaimana diusulkan akan mencakup berbagai aspek diantaranya kualitas pelayanan, tarif, pengumpulan dan penyebaran informasi serta partisipasi sektor swasta dalam pelayanan air minum. 5.5.3 Kelebihan dan Kekurangan MPS-KPS Kelebihan dari MPS-KPS adalah bahwa kriteria dan elemen yang digunakan dalam MPSKPS dapat disesuaikan dengan kondisi yang umumnya ada di Indonesia. MPS-KPS dapat mengikuti kebijakan dan peraturan kerjasama antara pihak swasta dan pemerintah yang
117
secara umum berlaku di Indonesia, khususnya untuk bidang pengelolaan air minum. Selain itu, MPS-KPS akan selalu dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja serta keadaan lingkungan dan sosial dimana PDAM tersebut berada. Sebagai contoh, misalnya jika terdapat perubahan peraturan-peraturan yang berlaku
serta
kebutuhan
untuk
memperbaiki kinerja PDAM, maka berdasarkan hasil penelitian, pendapat responden menunjukkan fleksibilitas menyesuaikan dengan peraturan dan kebutuhan baru yang akan diberlakukan, dan skema KPS yang ada akan berubah pula mengikuti perubahan tersebut. Dengan adanya aspek-aspek ini, akan segera diketahui kekurangan dan kelebihan kinerja PDAM, kesesuaian dengan peraturan-peraturan, serta keadaan lingkungan sosialnya, sehingga hasil skema yang diperoleh akan sesuai dengan kondisi yang diinginkan pada daerah yang ditinjau pada tiga wilayah dalam penelitian ini.
Kelebihan lain penerapan MPS-KPS adalah pada aspek-aspek yang digunakan sebagai simpul-simpul jaringan. Berdasarkan aspek-aspek tersebut, maka dalam menjawab kuisioner, responden akan menilai kinerja PDAM saat ini dan memberikan pendapat mengenai hal-hal yang masih perlu ditingkatkan agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Gambaran mengenai alternatif skema KPS yang paling sesuai dapat segera dihasilkan setelah jawaban responden diolah melalui MPS-KPS tersebut.
Selain kedua kelebihan di atas, penggunaan MPS-KPS juga sangat mudah. MPS-KPS dapat digunakan oleh pengguna atau responden yang tidak memiliki keahlian khusus di bidang pemrograman komputer. Pengguna atau responden hanya perlu mengisi tabel perbandingan berpasangan seperti halnya mengisi kuisioner. Berdasarkan hasil pengisian kuisioner tersebut akan dapat disimpulkan skema KPS yang paling sesuai.
Meskipun begitu, pengembangan MPS-KPS masih memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan tersebut antara lain adalah kesulitan dan keterbatasan dalam pengembangan MPS-KPS dalam hal pemilihan elemen dan kriteria yang benar-benar dapat mewakili keadaan sebenarnya kondisi PDAM yang ingin menerapkannya. Kriteria-kriteria yang terdapat dalam setiap aspek, diharapkan dapat mencakup semua hal yang perlu diperhatikan dalam memilih suatu skema KPS yang sesuai. Namun kriteria-kriteria yang 118
dibuat juga diusahakan agar tidak terlalu banyak, sehingga memudahkan responden dalam pengisian. Oleh sebab itu, kriteria-kriteria yang diambil adalah kondisi-kondisi yang umum, sehingga terkadang kurang dapat mewakili keadaan wilayah yang ditinjau.
Selain itu, dengan berjalannya waktu ada kemungkinan terjadinya perubahan kondisi dan aspek-aspek lain. Apabila ini terjadi, penerapan MPS-KPS memerlukan penyesuaian kembali dalam pemilihan skema KPS menyesuaikan perubahan-perubahan baik kondisi, regulasi, serta aspek-aspek lain tersebut. Penyesuaian perubahan aspek-aspek tersebut, apabila ada, perlu dilakukan karena sangat berpengaruh terhadap hubungan aspek-aspek yang terdapat didalam jaringan. Jika terjadi penambahan atau pengurangan hubungan antar aspek maka kemungkinan terjadi perubahan hasil dalam pemilihan skema. Oleh sebab itu apabila terjadi perubahan hubungan yang terdapat dalam jaringan, diperlukan pertimbangan dan diskusi yang lebih mendalam untuk mengetahui hubungan antar aspek oleh beberapa ahli KPS dan PDAM objek agar sasaran yang ingin dicapai dapat dipenuhi.
Kekurangan lainnya adalah MPS-KPS tidak dapat digunakan oleh sembarang pengguna yang merangkap sebagai responden. Pengguna MPS-KPS sebaiknya adalah yang benarbenar mengerti masalah skema KPS di PDAM, agar hasil yang diperoleh dapat memenuhi sasaran yang diinginkan. Persyaratan pengetahuan pengguna seperti ini adalah erat hubungannnya dengan interpretasi mereka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tersedia dalam kuisioner. Tentu saja, dapat terjadi setiap responden memiliki pandangan dan penilaian yang berbeda mengenai aspek pemilihan skema KPS, sehingga keakuratan hasil penerapan MPS-KPS sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman dan kemampuan responden mengenai pelaksanaan KPS dalam pengelolaan manajemen PDAM. Agar hasil yang diperoleh tidak subjektif, dalam metode ANP dibolehkan penggunaan rata-rata untuk mendapatkan satu hasil urutan prioritas. Pada penelitian masing-masing responden diminta untuk mengisi kuisioner, kemudian dari semua responden dalam satu kelompok dihitung rata-ratanya sehingga dapat diperoleh prioritas tiap-tiap kelompok wilayah kajian.
119
Agar MPS-KPS menjadi lebih sempurna, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aspek-aspek yang terkait dengan permasalahan dalam pemilihan skema KPS di pengelolaan manajemen PDAM. Hal ini dapat dilakukan dengan menambah jumlah daerah kajian dan diskusi dengan para stakeholder, sehingga aspek-aspek yang terdapat dalam MPS-KPSdapat dikembangkan menyesuaikan kondisi di setiap daerah kajian serta akan semakin akurat. Dengan demikian MPS-KPS yang lebih sempurna tersebut akan lebih fleksibel digunakan sebagai alat bantu untuk pemilihan skema KPS dalam investasi dan pengelolaan sumberdaya air minum di Indonesia.
120