BAB V
ANALISIS DAN TEMUAN STUDI KASUS
5.1 Lingkup Sistem yang Dikaji Mengacu kepada metodologi penelitian yang terdapat di Bab 4.1, dilakukan observasi Sebagai hasil observasi yang dilakukan di studi kasus, disajikan temuan-temuan yang terkait dengan studi kasus secara umum.
5.1.1 Direktorat Keuangan Institut Teknologi Bandung Institut Teknologi Bandung didirikan pada tanggal 2 Maret 1959 dan merupakan sekolah tinggi teknik yang pertama di Indonesia. Di dalam proses pendidikan, ITB menyediakan sarana dan prasarana untuk 15.849 mahasiswa S1, S2 dan S3 pada tahun 2007, berkembang dari 14.777 pada tahun 2004. Proses pendidikan ini didukung oleh tenaga akademik dan tenaga administratif. Pada tahun 2007, ITB memiliki 1030 tenaga akademik dan 1591 tenaga administratif. Jumlah ini berubah dibandingkan dengan tahun 2004, dimana ITB memiliki 1097 tenaga akademik dan 1071 tenaga administratif. Awalnya Institut Teknologi Bandung memiliki status hukum sebagai instansi pemerintah dalam bentuk jawatan negeri. Namun setelah Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 155 tahun 2000, status hukum Institut Teknologi Bandung berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara. Kemudian melalui Undang-undang No. 9 tahun 2009, ITB diberikan otonomi dalam pengelolaan pendidikan formal melalui aturanaturan Badan Hukum Pendidikan Pemerintah. Pemerintah memberikan hak kepada badan hukum pendidikan dalam hal pengelolaan dana secara mandiri tetapi pada prinsip nirlaba, sehingga dalam seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan,
V-1
harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu pendidikan. Proses pendidikan formal di dalam sebuah badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip otonomi, akuntabilitas, transparansi, penjaminan mutu, layanan prima, akses yang berkeadilan, keberagaman, keberlanjutan dan partisipasi atas tanggung jawab negara. Direktorat keuangan Institut Teknologi
Bandung
memberikan
perhatian
terutama
dalam
hal
memberikan laporan keuangan yang memiliki akuntabilitas, auditabilitas dan transparan. Fokus ini didasarkan pada visi dan misi direktorat keuangan yang diturunkan langsung dari visi dan misi ITB. Visi dan misi Bidang Keuangan ITB dirancang dan dikembangkan disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah No. 155 tahun 2000, sebagai suatu bagian dari business process yang akan menjadi salah satu ukuran keberhasilan kinerja ITB. Misi Bidang Keuangan ITB adalah : 1. Menyediakan Laporan Keuangan bagi manajemen yang dapat digunakan
sebagai
alat
pertanggungjawaban
(responsible
accounting) khususnya kepada stake holder dan umumnya kepada para pemakai laporan. 2. Menghasilkan informasi keuangan yang relevan dan andal untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan (Decision making data resource) oleh semua pemakai laporan (pihak internal dan eksternal) dan 3. Menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipahami, jujur, netral, dapat
dipercaya
dan
dapat
diperbandingkan
serta
dapat
menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship). Sedangkan tujuan dari Direktorat Keuangan ITB adalah menghasilkan laporan keuangan yang akuntabel, auditabel, transparan dan dapat dipercaya serta berguna untuk semua pemakai laporan keuangan.
V-2
Dalam konteks organisasi, Direktorat Keuangan Institut Teknologi Bandung dipimpin oleh seorang direktur dan dibantu oleh kepala sekretariat direktorat keuangan, kepala subdirektorat anggaran dan perbendaharaan, kepala subdirektorat akuntansi, dan kepala subdirektorat financial control. Bentuk kepemimpinan yang terdapat di direktorat keuangan dapat dilihat di gambar berikut.
Gambar V-1 Struktur Organisasi Direktrorat Keuangan ITB
5.1.2 Sistem Enterprise Resource Planning di Direktorat Keuangan ITB Mulai tahun 2003, Institut Teknologi Bandung mulai mengimplementasi sistem Enterprise Resource Planning. Implementasi pertama sekali dilakukan di Direktorat Keuangan ITB dengan menggunakan modul keuangan. Modul keuangan memiliki 5 buah submodul yaitu: Account Payable, Account Receivable, Fixed Asset, Cash Management dan General Ledger. General Ledger adalah submodul yang menggabungkan semua jurnal yang dibentuk oleh keempat submodul lainnya. Submodul Account Payable akan mencatat semua bentuk transaksi arus kas keluar dan hutang, sedangkan Account Receivable akan mencatat semua bentuk transaksi arus kas masuk dan piutang. Sedangkan Fixed Asset akan mencatat transaksi penambahan aset baru, perubahan asset, penghapusan, jadwal maintenance V-3
asset serta untuk mengelola depresiasi. Sedangkan Cash Management sampai saat ini masih belum diaktifkan dan akan segera diaktifkan untuk mengelola dana kas dari bank. Secara sederhana, sistem ERP yang ada di direktorat keuangan ITB bisa dilihat seperti di gambar di bawah ini. FINANCE SYSTEM
Cash Management
Hutang/ pengeluaran Account Payable
Piutang/ dana masuk General Ledger
Account Receivable
Transaksi aset
Pencatatan aset
Fixed Asset
Gambar V-2 Diagram sederhana kelima submodul dalam sistem keuangan
Sistem keuangan juga berelasi dengan modul lain seperti Logistik dan Inventory, serta beberapa sistem informasi yang dikembangkan secara internal, diantaranya: SIPPM, SIMA dan SISPRAN. Relasi dengan modul/sistem lain di luar sistem keuangan disajikan di Lampiran.
5.2 Identifikasi Faktor Kritis Kesuksesan Melalui hasil wawancara yang terstruktur (Lampiran B) dan teori-teori yang ada mengenai faktor-faktor kritis kesuksesan dalam implementasi sistem ERP, diusulkan faktor-faktor di bawah ini menjadi faktor kritis kesuksesan dalam implementasi sistem ERP di institusi pendidikan tinggi. Faktor-faktor tersebut antara lain:
V-4
5.2.1 Faktor Strategis Management of expectation Di dalam pembangunan perangkat lunak, harapan yang salah terhadap perangkat lunak tersebut dapat memicu kegagalan proyek tersebut. Pemahaman yang tidak sesuai mengenai cakupan kerja biasanya terjadi akibat kurangnya pendefinisian cakupan kerja tersebut di awal pengerjaan proyek. Sebagai contoh, pengguna mengharapkan lingkup pekerjaan adalah X, sementara tim proyek berpikir tentang Y; direksi berharap bahwa proyek akan diselesaikan dalam waktu X, padahal proyek membutuhkan waktu Y. Tim pengembang dapat menghindari kegagalan apabila harapan ditetapkan menjadi Y sejak awal proyek berlangsung. Management of expectation akan memberikan manfaat dengan terusmenerus memvalidasi arahan-arahan manajemen, termasuk anggaran, jadwal dan ruang lingkup, serta requirement-requirement yang telah dirincikan.
Top Management Support Mengimplementasikan sebuah sistem ERP bukan hanya sekedar mengganti perangkat lunak yang dipergunakan universitas. Lebih dari itu, proses ini mungkin menyebabkan perubahan posisi dalam organisasi (institusi pendidikan tinggi) dan evolusi praktik bisnis. Implementasi sistem ERP membutuhkan persetujuan dari top management dan penyesuaian tujuan-tujuan strategis bisnis. Di dalam setiap tahapan implementasi sistem ERP, tim manajemen harus terlibat dan memiliki komitmen untuk mengalokasikan sumber daya – sumber daya yang diperlukan dalam usaha implementasi. Campur tangan top management juga kadang diperlukan untuk menyelesaikan konflik yang mungkin terjadi, karena top management di universitas umumnya memiliki kemampuan akademis dan manajerial yang memadai.
V-5
Research Sebelum memutuskan untuk mengimplementasikan sistem ERP, institusi pendidikan tinggi perlu melakukan riset-riset pendahuluan. Riset pendahuluan dapat dilakukan dalam bentuk studi literatur, feasibility study, studi banding dengan organisasi lain (di awal implementasi, institusi pendidikan lain di indonesia belum ada yang melakukan implementasi sistem ERP) yang telah lebih dahulu mengimplementasikan sistem ERP, ataupun evaluasi terhadap sistem-sistem ERP yang dikembangkan oleh berbagai vendor. Riset awal diperlukan untuk memperkirakan kebutuhan organisasi dan melakukan prediksi awal kandidat sistem ERP yang akan dipilih. Riset bisa dilakukan oleh staf in-house maupun dengan bantuan konsultan.
5.2.2 Faktor Organisasi Change management Change management merupakan proses untuk mengawal suatu perubahan agar dapat berjalan dengan lancar dan dapat mengurangi gap resistensi sekecil mungkin. Selain itu, change management juga dapat memberikan feedback berupa awareness dan acceptance dari semua orang dalam lingkungan institusi pendidikan tinggi. Diperlukan strategi yang baik dan terencana sehingga awareness dan acceptance dapat dicapai dengan sempurna. Strategi implementasi harus disosialisaikan pada semua tingkat karyawan agar semua karyawan yang kena dampak dari sistem ini dapat mengetahui perubahannya sejak dini dan siap untuk berubah dan mau menjadi bagian dari perubahan tersebut. Kegiatan change management terdiri dari beberapa aktivitas yang berhubungan dengan bagaimana cara untuk mensosialisasikan proyek kepada semua orang dalam institusi sehingga semua orang tahu keberadaan proyek.
V-6
Business process reengineering Business process reengineering adalah suatu pendekatan yang bertujuan perbaikan dengan cara menaikkan efisiensi dan efektivitas dari proses bisnis yang ada di institusi pendidikan tinggi. Reengineering memerlukan desain ulang proses bisnis untuk mencapai perbaikan dalam biaya, kualitas, kecepatan dan pelayanan. Karena proses bisnis yang terdapat di institusi pendidikan tinggi berbeda dengan proses bisnis yang ada di organisasi umum, maka faktor ini sangat penting untuk dilakukan di awal proyek sehingga reengineering lebih mature. Reengineering dilakukan untuk mendekatkan gap antara proses bisnis yang ada di sistem ERP yang akan diimplementasikan dengan proses bisnis yang ada pada saat itu.
Technical and business knowledge Dalam implementasi sistem ERP, diperlukan anggota tim dengan pengetahuan tentang proses bisnis di universitas serta pemahaman tentang aspek-aspek teknis. Proses bisnis di universitas tidak sama dengan proses bisnis di organisasi umum, sebagai contoh: proses pembuatan laporan keuangan di institusi pendidikan tinggi akan lebih rumit daripada di organisasi umum, hal ini secara sederhana dilihat dari pos-pos pemasukan dan pengeluaran uang.
5.2.3 Faktor Kualitas Sistem ERP Information and access security Sistem ERP memerlukan arsitektur keamanan yang modern. Hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam sisi keamanan adalah perlindungan basis data, enkripsi password dan transaksi-transaksi pengguna, penggunaan firewall, dan aspek-aspek keamanan lainnya. Selain sisi keamanan, tim pengembang juga harus memperhatikan kontrol akses terhadap kerahasiaan data dan informasi antar departemen. Apabila dibandingkan dengan organisasi umum, departemen di institusi pendidikan
V-7
tinggi akan setara dengan anak perusahaan di organisasi umum. Dengan jumlah departemen yang mencapai puluhan, kontrol akses akan menjadi penting dan menjadi salah satu faktor kritis yang harus diperhatikan.
Software development testing and troubleshooting Pada tingkat fungsionalitas tertentu, untuk memenuhi kebutuhankebutuhan bisnis institusi pendidikan tinggi diperlukan keterhubungan antara sistem ERP yang baru dengan legacy system maupun dengan software-software tertentu, karena beberapa software yang penting yang dipergunakan oleh institusi pendidikan tinggi dikembangkan secara inhouse dan tidak tersedia di modul-modul sistem ERP. Untuk menghubungkannya diperlukan interface sehingga komunikasi/umpan data tetap ada. Troubleshooting juga adalah hal yang penting. Ketika terjadi permasalahan dengan sistem, staf pengembang harus bekerja sama dengan konsultan ataupun vendor untuk menyelesaikan masalah yang ada dengan responsif.
Hardware issues Hardware yang berkualitas dan network yang reliable diperlukan untuk menjamin sistem mampu menghasilkan informasi yang berkualitas secara continuous. Perangkat keras yang handal dan berkualitas akan dibutuhkan untuk menjalankan secara bersamaan advanced relational database, graphic interface, protokol-protokol otentifikasi dan otorisasi pengguna, serta koneksi dengan ratusan pengguna yang secara simultan melakukan akses terhadap sistem ERP. Selain itu, pembaharuan perangkat keras secara berkala diperlukan untuk mendukung transaksi yang jumlahnya semakin banyak.
V-8
5.2.4 Faktor Kualitas Informasi Standard data input Dalam proses input data, keseragaman metode input maupun data yang diinput perlu diperhatikan. Sebagai contoh, untuk menghasilkan laporan keuangan yang benar dan accountable, data-data yang menjadi masukan sistem keuangan haruslah data-data yang sudah benar. Faktor ini penting, karena output dari sistem dipengaruhi oleh data-data masukan.
Clear goals, focus and scope Sistem ERP harus dapat menghasilkan informasi sesuai dengan visi, misi dan strategi institusi pendidikan tinggi. Untuk itu, pada tahapan awal proyek implementasi sistem ERP, visi, misi dan strategi organisasi harus diturunkan ke dalam bentuk goals, focus dan scope dalam ruang lingkup proyek implementasi.
5.2.5 Faktor Cakupan Proyek Sistem ERP Appropriate decision making framework Implementasi sistem ERP di institusi pendidikan tinggi akan memerlukan sebuah pendekatan baru dalam mengambil keputusan. Sebuah langkah awal penting dalam implementasi ERP adalah pengembangan sebuah kerangka kerja pengambilan keputusan yang akan digunakan di seluruh proyek. Dengan demikian pengambilan keputusan akan semakin cepat.
External expertise Di dalam organisasi yang memiliki struktur kompleks, top management sering tidak mengenali proses-proses operasional yang sebenarnya. Dalam hal ini, dibutuhkan peran konsultan untuk menyelaraskan batasan-batasan pengetahuan antar tingkatan manajemen di dalam ruang lingkup sebuah institusi pendidikan tinggi. Konsultan dapat membantu memetakan proses bisnis di universitas dari tingkat terendah sampai tingkat top management,
V-9
mengusulkan software dan hardware yang paling sesuai untuk dipergunakan serta hal-hal lain terkait dalam memberi masukan selama proses implementasi sistem ERP. Penggunaan konsultan sangat diperlukan karena konsultan memiliki bermacam-macam keahlian terutama dalam hal change management, risk management, dan juga business process reengineering (BPR) selain keahlian-keahlian terkait teknis implementasi. Umumnya staf-staf dalam universitas yang baru melakukan implementasi sistem ERP belum memiliki keahlian dan pengalaman dalam hal-hal tersebut (kecuali stafstaf akademisi dengan bidang terkait).
Interdepartemental cooperation and communication Sebuah institusi pendidikan tinggi juga merupakan bentuk organisasi yang mungkin disusun atas beberapa departemen, dinas, direktorat ataupun unitunit yang memiliki ruang lingkup dan kapasitas kerja yang berbeda satu sama lain. Terkait dengan implementasi sistem ERP yang merupakan sistem informasi lintas departemen, tentu saja diperlukan komunikasi yang baik dalam keseluruhan proses implementasi, misalkan pada saat pembicaraan
business
process
reengineering
ataupun
rapat-rapat
konsolidasi ataupun user acceptance test. Dalam masalah-masalah yang timbul selama proses implementasi, juga diperlukan kerja sama serta komunikasi yang baik lintas departemen sehingga dapat menemukan solusi yang terbaik bagi setiap departemen.
Balanced project team Anggota tim proyek implementasi sistem ERP haruslah terdiri dari orangorang terbaik dalam organisasi dan akan sangat baik apabila berasal dari fungsionalitas yang berbeda (cross-functional team). Tim yang baik disusun dari konsultan dan staf internal sehingga staf internal dapat mengembangkan kemampuan teknis yang diperlukan dalam proses desain dan implementasi.
V-10
Minimal customization Minimal customization sejalan dengan business process reengineering. Sistem ERP diusahakan tidak dimodifikasi, melainkan proses bisnis yang ada di organisasi yang perlu disesuaikan agar sejalan dengan proses bisnis yang terkandung dalam sistem ERP. Modifikasi diusahakan seminimal mungkin
untuk
mengurangi
kemungkinan
terjadinya error
serta
memanfaatkan keuntungan yang terkandung di dalam versi terbaru dari sebuah sistem ERP. Pada level tertentu, untuk menciptakan minimal customization tim pengembang akan menggunakan kembali legacy system dengan tambahan interface tertentu.
Monitoring and evaluating performance Kemajuan proyek harus dipantau secara aktif melalui milestone-milestone maupun target yang telah direncanakan. Kriteria pengukuran dapat berupa tanggal penyelesaian, biaya-biaya (pengeluaran), ataupun kualitas.
Project management Project
management
adalah
ilmu
yang
mempelajari
bagaimana
merencanakan, mengatur dan mengelola sumber daya yang ada dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran kerja dengan berhasil. Tantangan utama manajemen proyek adalah mencapai semua tujuan proyek dengan cakupan kerja, waktu dan biaya tertentu (terbatas). Secara umum ada 5 fase dalam manajemen proyek, yaitu: initiation, planning and design, executing, monitoring and controlling, closing.
V-11
5.2.6 Faktor Budaya Organizational culture Budaya kerja yang ada dalam sebuah universitas bisa membawa keberhasilan dalam implementasi sistem ERP apabila seluruh personel dalam universitas tersebut memiliki shared value dan tujuan yang sama. Institusi pendidikan tinggi harus memiliki identitas yang terbuka untuk berubah serta kemauan yang kuat untuk menerima teknologi baru.
Effective communication Komunikasi adalah salah satu hal yang paling sulit dalam proyek implementasi ERP. Komunikasi yang baik sangat penting dalam menciptakan suatu pemahaman yang seragam, suatu persetujuan pelaksanaan, berbagi informasi antara tim proyek serta penyampaian hasil dan tujuan dalam setiap tahap pelaksanaan ke seluruh bagian universitas.
Human resource management Pekerja adalah asset organisasi yang paling berharga, untuk itu pekerja perlu dikelola dengan baik tidak hanya mempekerjakan mereka tetapi juga mengembangkan sumber daya yang mereka miliki. Di dalam institusi pendidikan tinggi, terdapat staf akademik dan staf administrasi. Keduanya akan mendapatkan perlakuan berbeda karena proses bisnis yang dijalankan keduanya berbeda. Dalam proses implementasi sistem ERP di institusi pendidikan tinggi, human resource management berperan dalam memilih orang-orang yang tepat untuk dimasukkan ke dalam tim pengembang. Ada baiknya staf internal yang dipilih untuk menjadi tim pengembang berasal dari kedua jenis staf (staf akademik dan staf administrasi). Dengan memilih orang yang tepat dalam tim pengembang, maka transfer ilmu dari konsultan ke staff akan terjadi lebih baik, terjadi sinergi di dalam tim pengembang, juga pengerjaan implementasi akan semakin optimal.
V-12
Discipline and standardization Implementasi sistem ERP di institusi pendidikan tinggi tidak akan berjalan mulus tanpa disertai disiplin dan standarisasi kerja di setiap departemen yang mempergunakan sistem tersebut. Beberapa proses bisnis akan melewati beberapa departemen secara bertahap, apabila di dalam sebuah tahapan berlangsung lama (tidak sesuai jadwal), maka tentu saja sistem tidak akan menghasilkan informasi secara optimal. Begitu juga standarisasi kerja diperlukan untuk menyeragamkan prosedur operasional.
5.2.7 Faktor Kepuasan Pengguna Education and training Sebuah sistem ERP tidak akan dapat dipergunakan secara optimal tanpa adanya pelatihan penggunaan yang ditujukan kepada end user. Bagaimana pengguna dilatih dan hal-hal lain terkait pelatihan menjadi penting untuk diketahui, sebagai contoh: pelatihan akan dimulai berapa lama sebelum sistem ERP diluncurkan (go-live)? Pelatihan yang dilakukan jauh hari sebelum go-live akan memungkinkan peserta lupa terhadap materi pelatihan. Sedangkan apabila pelatihan yang dilakukan terlalu dekat dengan hari go-live, mungkin saja pengguna belum benar-benar siap untuk menggunakan sistem karena memang belum benar-benar memahami teknis operasional.
User participation Keikutsertaan pengguna dalam proses implementasi sistem ERP memiliki peran penting. Pengguna dapat menjelaskan proses operasional nyata yang terjadi di dalam institusi pendidikan tinggi. Pengguna yang relevan dapat membantu
tim
pengembang
memodelkan
proses
bisnis
terkait
fungsionalitas pengguna tersebut.
V-13
Knowledge management Knowledge management adalah suatu rangkaian kegiatan yang digunakan oleh organisasi untuk mengidentifikasi, menciptakan, menjelaskan, dan mendistribusikan pengetahuan untuk digunakan kembali, diketahui, dan dipelajari di dalam institusi pendidikan tinggi. Kegiatan ini biasanya terkait dengan objektif universitas dan ditujukan untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti pengetahuan bersama, peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih tinggi. Proses transfer pengetahuan biasanya dilakukan dengan cara diskusi kerja, magang, perpustakaan, pelatihan profesional, dan program mentoring.
Hasil dari model awal faktor kritis kesuksesan yang diusulkan di Bab 4.2 dan hasil identifikasi faktor kritis kesuksesan di atas (Bab 5.2) dapat ditampikan secara visual melalui gambar berikut. Faktor-faktor inilah yang menjadi Faktor Kritis Kesuksesan dalam Implementasi Sistem Enterprise Resource Planning di Institusi Pendidikan Tinggi Indonesia.
V-14
Business process reengineering Technical and business knowledge Change management
Interdepartemental cooperation and communication Balanced project team Minimal customization Project management Appropriate decision making framework External expertise Monitoring and evaluating performance
Management of expectation Top management support Research
Organisational culture Effective communication Human resource management Disciplince and standardization
Strategic Factors
ERP Implementation Project
Cultural Context
Organisational Context
ERP Project Scope
ERP Information Quality
User Satisfaction and Use
ERP System Quality
Standard data input Clear goals, focus and scope Critical Success Factors Information access and security Software development testing and troubleshooting Hardware issues
Education and training User participation Knowledge management
Gambar V-3 Model faktor kritis kesuksesan dengan hasil identifikasi faktor kritis kesuksesan dalam institusi pendidikan tinggi Indonesia
V-15
5.3 Kesesuaian Hasil Identifikasi Faktor Kritis Kesuksesan dengan Studi Kasus Untuk mencari kesesuaian antara faktor kritis kesuksesan yang telah didefinisikan sebelumnya dengan proses implementasi yang telah terjadi di studi kasus, dilakukan tanya jawab kedua dengan pihak-pihak yang memegang peranan penting dalam implementasi sistem ERP di studi kasus. Pihak tersebut adalah manajemen, implementator dan key user. Hasil tanya jawab disajikan secara ringkas di bawah ini dan diterangkan di bagian berikutnya.
No Model faktor
Faktor Kritis Kesuksesan
Kesesuaian studi kasus
Management of expectation
Baik
Top management support
Baik
3.
Research
Sedang
4.
Business process reengineering
Sedang
Technical and business knowledge
Sedang
6.
Change management
Baik
7.
Information and access security
Sedang
Software development testing and
Kurang
1. 2.
5.
8.
Strategis
Organisasi
Kualitas sistem
9. 10. 11.
Kualitas informasi
troubleshooting Hardware issues
Sedang
Standard data input
Baik
Clear goals, focus and scope
Baik
12.
Appropriate decision making framework Sedang
13.
External expertise
Sedang
Interdepartemental cooperation and
Sedang
14.
Cakupan proyek
communication
15.
Balanced project team
Sedang
16.
Minimal customization
Baik
17.
Monitoring and evaluating performance
Baik
V-16
18.
Project management
Sedang
19.
Organizational culture
Sedang
Effective communication
Baik
Human resource management
Baik
22.
Discipline and standardization
Kurang
23.
Education and training
Baik
24. Kepuasan pengguna
User participation
Baik
25.
Knowledge management
Sedang
20. 21.
Budaya
Tabel V-1 Kesesuaian CSF di Institusi Pendidikan Tinggi Indonesia dengan studi kasus
5.3.1 Faktor Strategis Faktor kritis kesuksesan
Kondisi di studi kasus
Management of expectation
Hal-hal yang ingin dicapai dari implementasi sistem ERP di direktorat keuangan ITB diturunkan dari roadmap Direktorat Keuangan ITB
Harapan jajaran manajemen yaitu menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas dan sesuai dengan standar-standar yang diakui oleh seluruh badan yang terkait (accountable, auditable dan trust)
Saat ini sekitar 80% harapan telah tercapai, terutama tentang konsolidasi dan pelaporan keuangan, dimana laporan keuangan yang dihasilkan ITB telah mencapai opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)
Top management support
Top management (direktur keuangan) mendukung penuh proses implementasi sistem ERP di direktorat keuangan ITB
Kehadiran direktur keuangan dalam rapat yang membahas perkembangan implementasi setiap submodul keuangan adalaha 100%
V-17
Direktur keuangan memahami tujuan implementasi sistem ERP
Direktur keuangan mengambil keputusan-keputusan strategis berdasarkan alternatif-alternatif serta resiko yang disajikan tim pengembang dan kasubditkasubdit
Direktur keuangan juga menerima masukan keluhan dari staf pengguna
Research
Tidak ada riset resmi yang dilakukan sebelum proses implementasi sistem ERP di ITB
Dilakukan studi banding dengan universitas lain yang sedang/telah mengimplementasi sistem ERP (Universitas Parahyangan dan Universitas Indonesia)
Tabel V-2 Kesesuaian faktor-faktor strategis dengan pengamatan di studi kasus
5.3.2 Faktor Organisasi Faktor kritis kesuksesan
Kondisi di studi kasus
Business process
reengineering
Proses bisnis yang lama disesuaikan ke proses bisnis yang terkandung di dalam sistem ERP
Dilakukan pembuatan desain proses bisnis sebelum implementasi sistem ERP dan rancangan (blueprint) proses bisnis di sistem ERP yang akan diimplementasi
Tidak ada perhitungan resmi tentang dampak business process reengineering terhadap efisiensi biaya, peningkatan kualitas informasi, kualitas layanan dan kecepatan dalam menyelesaikan sebuah transaksi, tetapi diperkirakan kecepatan penyelesaian sebuah transaksi meningkat sekitar 80%, serta peningkatan yang signifikan dalam kualitas
V-18
informasi dan kualitas layanan akibat penurunan human error dalam mengolah informasi terkait Technical and business
knowledge
Ada 4 orang staf internal yang tergabung ke dalam tim pengembang yang memahami baik unsur teknis maupun bisnis dalam implementasi sistem ERP
Tidak ada penggunaan akademisi yang memiliki background keuangan/akuntansi dalam proses implementasi sistem ERP, tetapi tim pengembang dibantu satu orang staf departemen keuangan yang berpengalaman sebagai praktisi keuangan (memiliki pengalaman kerja sebagai auditor keuangan)
Sebelum proses implementasi, ada 15 orang staf yang memperoleh pelatihan dasar (sebagian memperoleh pelatihan lanjutan) terkait proses bisnis dan hal-hal teknis implementasi sistem ERP
Lama pelatihan bervariasi antara 1 minggu sampai 1 bulan
Change management
Dilakukan sosialisasi tentang rencana penggunaan sistem ERP baru kepada para wakil dekan bidang sumber daya serta departemen/direktorat/unit yang terkait
Dilakukan training for trainer kepada setiap unit kerja
Tabel V-3 Kesesuaian faktor-faktor organisasi dengan pengamatan di studi kasus
V-19
5.3.3 Faktor Kualitas Sistem ERP Faktor kritis kesuksesan
Kondisi di studi kasus
Hardware issues
Sistem ERP berjalan di perangkat keras dengan spesifikasi: o Processor: Intel Xeon TM 3 GHz (dual) with 533MHz Bus o Memory: DDR 200/266, 12 GB o Hardisk: Seagate Baracuda 36GB Hotswap Ultra 32 SCSI 15.000 rpm (7 buah)
Maximum throughput yang bisa dihasilkan perangkat keras tidak diketahui
Belum dibuat standar waktu untuk menjalankan setiap transaksi dalam sistem ERP
Tidak diketahui berapa waktu rata-rata yang diperlukan untuk menjalankan transaksi di dalam sistem ERP
Information and access
security
Sistem ERP yang diimplementasikan telah mengandung unsur keamanan (authentification, authorization, dll) yang merupakan bawaan dari paket sistem ERP
Dibuat kontrol akses terhadap penggunaan sistem ERP, sehingga kerahasiaan data dan informasi antar departemen/unit tetap terjaga
Pengaturan akses juga disertai dengan kemampuan untuk trace-back sehingga apabila terjadi kesalahan, bisa dianalisis penyebabnya
Tidak diketahui apakah sistem ERP yang diimplementasikan di ITB telah mengikuti standar ISO 27000 series tentang Information Security Management Systems
V-20
Secara individual, ada kemungkinan terjadinya pemberian login access dari atasan kepada bawahan di luar aturan yang telah ditentukan
Software development
testing and troubleshooting
Dikembangkan interface untuk komunikasi antara sistem ERP yang dikembangkan dengan legacy systems yang ada di ITB (contoh: SIMAK, SIPPM, SISPRAN, dll)
Black box testing dilakukan sebelum modul/submodul go-live dengan mempergunakan dummy data
Tidak ada white box testing terhadap sistem yang diimplementasikan
Tidak ada tim yang dikhususkan menangani masalahmasalah yang muncul. Apabila masalah terjadi, staf pengguna akan mengkonsultasikannya kepada salah seorang tim pengembang yang berasal dari direktorat keuangan
Masalah yang tidak dapat diselesaikan akan diteruskan ke forum Oracle
Tidak ada dilakukan perhitungan tentang berapa masalah yang muncul dalam 3 bulan pertama sejak go-live
Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang muncul bervariasi, antara 1 hari sampai dengan 1 minggu tergantung besar kecilnya permasalahan
Tabel V-4 Kesesuaian faktor-faktor kualitas sistem ERP dengan pengamatan di studi kasus
V-21
5.3.4 Faktor Kualitas Informasi Faktor kritis kesuksesan
Kondisi di studi kasus
Standard data input
Dibuat SOP tentang data input untuk setiap departemen/unit kerja
Validasi data dilakukan dengan membandingkannya dengan data yang ada di sistem ERP, misalnya: validasi invoice yang tersimpan di sistem ERP dibandingkan dengan manual invoice (tagihan tercetak)
Clear goals, focus and
scope
Goals, focus dan scope sudah didefinisikan dengan detil
Sistem ERP yang diimplementasikan studi kasus mampu menghasilkan laporan keuangan yang accountable, auditable dan dapat dipercaya.
Tabel V-5 Kesesuaian faktor-faktor kualitas informasi dengan pengamatan di studi kasus
5.3.5 Faktor Cakupan Proyek Sistem ERP Faktor kritis kesuksesan
Kondisi di studi kasus
External expertise
Penggunaan konsultan yang berpengalaman dalam implementasi sistem ERP dari vendor tertentu
Ada 4 orang konsultan yang diperbantukan sebagai technical assist
Ada 2 orang konsultan yang diperbantukan ke dalam tim pengembang
Interdepartmental
Kinerja konsultan belum memuaskan
Tingkat kehadiran departemen/unit kerja yang terkait
cooperation and
proyek implementasi sistem ERP sangat memuaskan
communication
(lebih dari 90%)
Staf-staf yang hadir adalah staf yang memahami detil
V-22
proses bisnis di departemen/unit masing-masing
Kebutuhan setiap departemen belum tersampaikan dengan baik
Balanced project team
Adanya joined implementation team, tim disusun dari 2 orang konsultan dan 5 orang staf internal
Tidak ada akademisi dengan background keuangan/financial yang tergabung ke dalam joined implementation team
Minimal customization
Adanya penambahan interface dengan legacy systems dan perubahan business process untuk meminimalkan kustomisasi
Kustomisasi yang dilakukan terhadap sistem ERP di bawah 10%, hal ini sudah menurun jauh ketika submodul yang telah selesai diimplementasikan masih submodul general ledger
Kustomisasi yang dilakukan tetap mendukung upgrade sistem ERP, sebagai contoh: ketika terjadi upgrade sistem Oracle Finance dari versi 9 ke versi 11, tidak ada masalah yang timbul
Project management
Project management telah dicoba dilaksanakan tetapi masih terjadi kemunduran waktu penyelesaian dan peningkatan biaya.
Dilakukan requirement gathering dengan semua stakeholder
Dilakukan perancangan awal sistem (pembuatan blueprint untuk submodul AR, AP dan FA)
Proyek didetilkan ke dalam work breakdown structure dan diberikan milestone
Appropriate decision making framework
Tidak ada penunjukan khusus untuk pengambilan keputusan, tetapi umumnya keputusan terkait
V-23
fungsionalitas sistem diarahkan oleh Edi Susanto, sedangkan keputusan terkait teknis diarahkan oleh Wirawan Monitoring and evaluating
performance
Evaluasi dilakukan berkala sesuai dengan milestone, berdasarkan kontrak pekerjaan
Tabel V-6 Kesesuaian faktor cakupan proyek sistem ERP dengan pengamatan di studi kasus
5.3.6 Faktor Budaya Faktor kritis kesuksesan
Kondisi di studi kasus
Organisational Culture
Tidak semua staf yang ada di dalam direktorat keuangan memiliki keinginan untuk berubah dan menerima teknologi baru
Human resource
management
Tim pengembang disusun dari staf internal direktorat keuangan yang sesuai (memiliki pengalaman dan kompetensi, memiliki background bisnis ataupun teknis terkait sistem ERP)
Tim pengembang diberikan pelatihan modifikasi sistem ERP sebelum proyek implementasi dimulai
Discipline and
standardization
Input data dari departemen lain kadang masih terlambat
Telah dibuat SOP untuk pemasukan data di setiap departemen/unit kerja
Effective communication
Tidak dilakukan pengukuran lama waktu input data
Antar anggota tim proyek, digunakan semua model komunikasi, baik formal (rapat, tertulis) maupun informal selama proses pengembangan.
Antara tim proyek dengan jajaran manajemen dilakukan rapat rutin setiap hari Kamis untuk melihat perkembangan proses implementasi dan masalahmasalah yang muncul
V-24
Antara tim proyek dengan staf pengguna, hanya dilakukan komunikasi ketika training dan troubleshooting
Tabel V-7 Kesesuaian faktor-faktor budaya dengan pengamatan di studi kasus
5.3.7 Faktor Kepuasaan Pengguna dan Kegunaan Sistem Faktor kritis kesuksesan
Kondisi di studi kasus
Education and training
Training dilakukan sesuai kebutuhan, pengguna merasa pelatihan yang diberikan belum cukup dan terlalu singkat sedangkan trainer merasa telah memberikan pelatihan yang mudah dipelajari dengan contoh studi kasus
Dilakukan umpan balik tentang kemajuan setiap staf selama masa pelatihan
User participation
Helpdesk diberikan selama masa penyesuaian
Pengguna dilibatkan pada saat rapat-rapat koordinasi dan pemodelan proses bisnis
Knowledge management
Terjadi transfer ilmu pada saat proses pengembangan.
Dokumentasi tidak dilakukan dari awal proyek implementasi sistem ERP
Setiap hasil rapat didokumentasikan dan disimpan dengan baik
Hasil dokumentasi tidak dengan mudah dapat diperoleh oleh setiap anggota tim pengembang
Tabel V-8 Kesesuaian faktor-faktor kepuasan pengguna dengan pengamatan di studi kasus
V-25
Dari kondisi di atas, terlihat bahwa banyak hal di studi kasus yang tidak berjalan sesuai dengan faktor kritis kesuksesan yang telah diidentifikasi (Tabel V-1). Dari 25 faktor kritis kesuksesan dalam implementasi sistem enterprise resource planning di institusi pendidikan tinggi yang telah diidentifikasi, ada 11 faktor yang dijalankan di studi kasus dengan baik, 12 faktor yang telah dijalankan tetapi tidak sesuai kualitas dan 2 faktor yang sangat sedikit ditemukan di studi kasus. Adanya ketidaksesuaian antara faktor kritis kesuksesan dengan proses implementasi di studi kasus akan meningkatkan kemungkinan kegagalan sebuah proyek implementasi sistem ERP di institusi pendidikan tinggi. Ketiadaan beberapa faktor kritis di studi kasus dapat disikapi dengan langkahlangkah berikut: 1. Di awal proyek implementasi, diperlukan riset-riset pendahuluan terkait dengan implementasi ERP, dampak penggunaannya terhadap organisasi, resiko-resiko yang mungkin dihadapi ketika melakukan implementasi, karena riset akan membantu dalam pengambilan keputusan strategis di sebuah institusi pendidikan tinggi. 2. Untuk melakukan business process reengineering, diperlukan lebih banyak lagi staf yang memahami technical and business knowledge, dan juga diperlukan keterlibatan akademisi yang terkait dengan bidang keuangan/akuntansi. Dan setelah business process reenginering, perlu dibuat sebuah analisa terhadap dampak business process reengineering terhadap efisiensi biaya, peningkatan kualitas informasi, kualitas layanan dan kecepatan dalam menyelesaikan sebuah transaksi sehingga ukuran peningkatan kinerja setelah menggunakan sistem ERP akan lebih terukur secara diskrit. 3. Terkait dengan hardware issues, perlu dilakukan hal-hal seperti: pengukuran throughput maksimum sistem, pengukuran waktu rata-rata dan pembuatan standar khusus waktu eksekusi transaksi. Ketiga hal ini diperlukan untuk mengetahui kapan ITB harus melakukan upgrade perangkat keras.
V-26
4. Apabila memungkinkan, perlu dilakukan audit terhadap sistem ERP yang diimplementasikan di ITB, apakah telah memenuhi standar keamanan internasional (ISO 27000 series) 5. Sangat dianjurkan untuk membuat tim khusus yang menangani permasalahan-permasalahan yang ada terkait dengan sistem ERP. Tidak hanya diselesaikan secepat mungkin, tetapi masalah-masalah tersebut perlu dihitung dan didokumentasikan. Koordinasi dengan konsultan luar juga diperlukan. 6. Ada keterkaitan antara appropriate decission making framework, use of external expertise, interdepartmental cooperation and communication, balanced project team dan project management dimana kelima faktor ini saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Diusulkan untuk membuat perencanaan awal proyek dengan baik, penambahan jumlah konsultan luar, perbaikan komunikasi antar departemen, penunjukan staf-staf yang akan mengambil keputusan teknis di dalam tim pengembang, serta alokasi akademisi ke dalam joined implementation team. 7. Perlunya perbaikan organizational culture dimana semua staf yang berada di dalam direktorat keuangan ITB seharusnya memiliki shared value yang sama serta memiliki kemauan untuk menerima teknologi baru. 8. Perlunya penegasan dalam melakukan pemasukan data, karena walaupun SOP pemasukan data untuk setiap departemen/unit kerja telah dibuat, keterlambatan pemasukan data masih ada. 9. Untuk setiap fase di dalam proyek implementasi modul sistem ERP berikutnya, diperlukan dokumentasi yang mendukung peningkatan pengetahuan staf. Dokumentasi yang perlu dilakukan berupa dokumentasi teknis, dokumentasi hasil rapat, blueprint sistem, SOP, manual, rancangan proses bisnis, dan dokumentasi-dokumentasi non teknis lainnya. Dengan beberapa langkah perbaikan di atas, diharapkan resiko-resiko kegagalan implementasi pada proyek-proyek berikutnya dapat diminimalisir sehingga keuntungan yang dihasilkan akibat penerapan sistem ERP di ITB dapat lebih optimal.
V-27