BAB 5 ANALISIS Analisa temuan-temuan dari studi kasus pilot dan utama dibahas dalam bab ini. Dari kuesioner, dimensi kesuksesan digunakan untuk mengukur seberapa sukses implementasi sistem ERP di dalam perusahaan yang berkaitan. Variabel Organisasi dan Variabel IT dari kuesioner yang sama akan digunakan dalam analisa silang kasus untuk dibandingkan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain dalam studi kasus yang berbeda secara kualitatif. Dari analisa silang kasus tersebut, variabel yang menjadi faktor kesuksesan akan dapat ditentukan.
5.1 Intepretasi Kesuksesan Kesuksesan perusahaan dalam setiap studi kasus dinilai berdasarkan dua hal, yaitu: 1. Klaim oleh narasumber-narasumber dari wawancara 2. Poin yang diisi oleh narasumber di dalam kuesioner
Klaim dari narasumber merupakan prioritas utama terhadap temuan-temuan yang dianalisa. Klaim ini ditanyakan pada setiap narasumber di akhir wawancara. Sementara itu, temuan dari kuesioner dijadikan sumber konfirmasi terhadap klaim yang dari wawancara sebelumnya. Hal ini dilakukan karena perbandingan temuan dari kuesioner antara narasumber dalam studi kasus yang berbeda sulit untuk dilakukan karena tiga alasan. Yang pertama, persepsi terhadap nilai pada skala 1 sampai 7 dalam kuesioner berbeda antara narasumber yang satu dengan yang lain. Alasan kedua adalah
83
bahwa jumlah kuesioner yang diisi oleh narasumber tidak mencukupi untuk membuat kesimpulan yang valid secara statistikal. Jumlah data minimum untuk sebuah survey menggunakan kuesioner adalah 30 data, sementara dari seluruh studi kasus yang dilakukan, hanya terdapat 8 kuesioner yang terisi. Pada awal tahap perencanaan studi kasus, jumlah kuesioner memang tidak direncanakan untuk dapat dibuat kesimpulan secara statistik karena informasi yang diperoleh akan dianalisa dalam bentuk informasi kualitatif. Alasan yang ketiga adalah kondisi pengambilan wawancara tidaklah sama. Wawancara dilakukan pada lingkungan yang berbeda sehingga faktor-faktor lain dapat mempengaruhi persepsi setiap narasumber dalam mengisi kuesioner-kuesioner. Misalnya, ada kemungkinan bahwa narasumber yang mengisi kuesioner di dalam kantor tempatnya bekerja cenderung memilih angka yang lebih tinggi dalam skala di kuesioner. Atau dengan kata lain, lingkungan pengambilan data dapat menyebabkan bias.
Pengukuran tingkat kesuksesan implementasi sistem ERP dalam studi kasus dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata pada bagian Dimensi Sukses dalam kuesioner. Di dalam kusioner, pertanyaan-pertanyaan mengenai Dimensi Sukses sistem ERP terdapat pada halaman ke-3 dan ke-4, dalam kolom terpisah dari kolom sebelumnya (pengelompokan pertanyaan di dalam kuesioner dapat dilihat pada Lampiran B). Nilai rata-rata ini digunakan untuk mengkonfirmasi klaim dari wawancara. Perhitungannya dilampirkan di dalam Lampiran D.
Intepretasi akhir, yaitu penilaian kesuksesan yang akan digunakan dalam analisa silang kasus, ditentukan dengan membandingkan klaim dari
84
narasumber di dalam wawancara dan nilai rata-rata Dimensi Sukses yang dihitung dari kuesioner.
Tabel 5.1. Tingkat kesuksesan implementasi sistem ERP dari masing-masing perusahaan dalam studi kasus
Klaim dari narasumber dalam wawancara Nilai rata-rata Dimensi Sukses dari kuesioner Intepretasi akhir
CG01J Pilot Sukses
Perusahaan MI01S TC01J Kurang Sukses sukses
CG02J Sukses
5.891 (Baik)
4.893 (Agak Baik)
5.732 (Baik)
5.321 (Agak Baik)
Sukses
Kurang Sukses
Sukses
Sukses
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, klaim narasumber dari wawancara dijadikan prioritas pertama dalam intepretasi akhir kesuksesan implementasi sistem ERP di masing-masing perusahaan. Hasil perbandingan klaim narasumber dengan nilai rata-rata Dimensi Sukses menunjukkan adanya kesesuaian. Perusahaan yang disebut kurang sukses implementasi sistem ERP-nya (yaitu perusahaan MI01S) memiliki nilai rata-rata Dimensi Sukses yang lebih kecil dari perusahaan-perusahaan yang dikatakan sukses. Walaupun secara kualitatif nilai 4.893 tergolong “Agak Baik”, karena (1) perusahaan MI01S diklaim kurang sukses dan (2) memiliki nilai Dimensi Sukses yang terkecil, maka perusahaan MI01S diintepretasikan sebagai perusahaan yang “Kurang Sukses” implementasi sistem ERP-nya. Tiga
85
perusahaan lainnya memiliki klaim dan rata-rata Dimensi Sukses yang saling mendukung, dan ketiganya diintepretasikan “Sukses”.
5.2 Analisa Silang Kasus (Cross-case Analysis) Analisa silang kasus disajikan dalam Tabel 5.2. Perbandingan dalam analisa ini dilakukan terhadap temuan yang menyangkut variabel organisasi dan variabel IT dari keempat perusahaan di setiap studi kasus (yaitu studi kasus pilot dan studi kasus utama) terhadap ukuran kesuksesan implementasi sistem ERP di masing-masing perusahaan. Ukuran kesuksesan pada analisa ini dibahas pada subbab sebelumnya.
Variabel IT “Konversi data dari sistem lama (legacy system)” perusahaan CG01J, terdapat hasil Not Available (N/A). Ini disebabkan variabel tersebut merupakan tambahan setelah studi pilot dilakukan di perusahaan tersebut, sehingga belum diselidiki pada saat studi kasus pilot dilaksanakan.
86
Variabel Organisasi Dukungan manajemen atas Misi dan tujuan implementasi sistem ERP Ukuran Organisasi / Perusahaan Aspek organisasi Budaya Organisasi Mendukung
3,000 karyawan (Nasional) Sedang Agak baik
Sangat mendukung
3,200 karyawan (Nasional) Mendukung Baik
87
Lemah
MI01S
Kuat
CG01J Pilot
Mendukung Baik
4,000 karyawan (Nasional)
Sangat mendukung
Sedang
TC01J
Mendukung Agak Baik
4,000 karyawan (Nasional)
Mendukung
Sangat kuat
CG02J
Tabel 5.2. Analisa silang kasus (Cross-case analysis) perusahaan-perusahaan dalam studi kasus
Kesuksesan dari implementasi sistem ERP keseluruhan
Variabel IT Posisi kepala IT dalam perusahaan Kompetensi staf departemen IT Ukuran departemen IT Budget departemen IT (relatif terhadap total budget) Tingkat kepuasan terhadap sistem lama (legacy) Konversi data dari sistem lama (legacy) Agak besar
Sedang
Agak baik
Agak kecil
Sedang
N/A
88
Kurang sukses
Agak besar
Sedang
Sukses
Setara manajemen atas Kompeten
MI01S
Setara manajemen atas Kompeten
CG01J Pilot
TC01J
Sukses
Agak baik
Sedang
Besar
Besar
Tidak setara manajemen atas Kompeten
Tabel 5.2. (lanjutan)
Sukses
Sedang
Kurang puas
Besar
Besar
Tidak setara manajemen atas Sangat kompeten
CG02J
Perusahaan CG01J menghasilkan implementasi sistem ERP yang sukses. Dari variabel organisasi yang telah diselidiki, perusahaan CG01J memperoleh dukungan manajemen atas yang kuat. Penggunaan sistem ERP juga sangat mendukung tujuan dan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Struktur dan budaya mendukung penggunaan sistem ERP. Dari variabel IT, pengambilan keputusan yang berkaitan dengan sisterm ERP memiliki posisi yang setara manajemen atas yang memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif dalam hal waktu. Kompetensi staf IT untuk menangani sistem ERP juga dinilai baik. Ukuran dan budget departemen IT yang relatif agak kecil dan menengah tidak memberikan dampak terhadap kesuksesan sistem ERP. Dilihat dari Dimensi Suksesnya, sistem ERP di perusahaan CG01J memiliki kualitas sistem, informasi, dan vendor/konsultan yang baik. Dampak (impact) sistem ERP terhadap individu, kerja tim dan organisasi secara keseluruhan dinilai cukup baik.
Perusahaan MI01S, yang diintepretasikan kurang sukses, memiliki dukungan manajemen atas yang lemah. Kelemahan dari sisi organisasinya tampak juga pada aspek organisasinya yang kurang mendukung penggunaan sistem ERP, yaitu kurang baiknya pertukaran informasi secara horizontal maupun vertikal di dalam organisasi MI01S. Dari variabel IT, departemen yang mengurus sistem ERP memiliki ukuran yang cukup besar dan dengan budget yang menengah. Tingkat kepuasan sistem lama (legacy system) adalah sedang. Pengambil keputusan tertinggi masalah sistem ERP berada di posisi manajemen atas. Ternyata posisi kepala IT tidak memberikan kesuksesan. Jika dikaitkan dengan lemahnya dukungan dari manajemen atas, maka kepala IT di perusahaan ini kurang mendukung sistem di departemennya sendiri. Informasi-informasi dari sistem lama dinilai cukup baik. Dari sisi karakteristik 89
kesuksesan sistem ERP, kualitas sistem memang dinilai menengah dengan kualitas informasi, pengaruh terhadap individu, dan kerja tim berada pada tingkat agak baik. Dampak terhadap organisasi diberikan pada tingkat menengah, yang berarti sistem ERP tidak banyak memberikan keuntungan untuk perusahaan. Pengaruh vendor/konsultan tidak dapat dihitung karena perusahaan MI01S tidak menggunakan jasa mereka. Absennya campur tangan vendor/konsultan juga bisa memberikan dampak negatif terhadap kesuksesan sistem ERP di perusahaan ini.
Di dalam perusahaan TC01J, dukungan manajemen atas dipandang pada tingkat agak kuat. Untuk visi dan misi terhadap sistem ERP, struktur dan budaya organisasi dinilai baik dan mendukung keberadaan sistem ERP. Pada variabel yang berkaitan dengan masalah IT, posisi kepala IT tidak sejajar dengan manajemen atas, dan tingkat kepuasan terhadap sistem lama dinilai pada tingkat menengah. Ukuran departemen IT di perusahaan ini adalah besar dan dengan budget yang besar. Konversi data dari sistem lama dinilai agak baik. Variabel-variabel tersebut menghasilkan kesuksesan yang cukup tinggi, dengan kualitas sistem dan informasi yang baik, dan dampak terhadap individu, kerja tim, dan organisasi secara keseluruhan yang baik juga. Sedikit pengecualian adalah pada kualitas konsultan yang agak baik. Walaupun demikian, secara keseluruhan, implementasi sistem ERP di perusahaan TC01J dinilai sukses.
Perusahaan CG02J yang dinilai sukses implementasi sistem ERP-nya memiliki dukungan manajemen atas yang sangat kuat. Demikian juga dengan visi dan misinya yang sangat mendukung sistem ERP. Struktur dan budaya organisasi
90
di dalam perusahaan dinilai agak baik. Perusahaan ini memiliki kepala departemen yang menangani sistem ERP tidak setara dengan manajemen atas. Walaupun begitu, sistem ERP-nya mampu berjalan dengan sukses. Pada variabel IT lainnya, perusahaan CG02J memiliki tingkat kepuasan terhadap sistem lama yang kurang baik. Ini diperkirakan menyebabkan dorongan untuk menggantinya ke sistem yang lebih baik, dalam hal ini sistem ERP. Konversi data ke sistem baru dinilai pada tingkat menengah. Artinya hanya sebagian data yang dimasukkan ke sistem ERP. Karena sistem ternyata sukses, ini berarti konversi data dalam perusahaan ini tidak berdampak signifikan terhadap keseluruhan kesuksesan. Dari Dimensi Suksesnya, kualitas sistem ERP, dan kualitas informasi di dalamnya dinilai baik. Namun, tidak demikian dengan kualitas konsultan yang digunakan. Konsultan dinilai agak tidak bagus. Walaupun demikian, sistem ERP tetap sukses. Ini memberikan kesimpulan bahwa pemakaian konsultan tidak berpengaruh terlalu besar bagi kesuksesan implementasi sistem ERP. Pada dampak sistem ERP terhadap individu, kerja tim dan perusahaan secara keseluruhan, variabel-variabel ini dinilai baik.
Dari perbandingan variabel-variabel di atas, terlihat adanya pola pada perusahaan yang sukses dan kurang sukses dalam implementasi sistem ERP. Pola yang paling tampak adalah pada variabel “dukungan manajemen atas”. Dukungan
manajemen
atas
adalah
kuat
bagi
perusahaan
yang
diintepretasikan sukses, namun lemah bagi perusahaan yang kurang sukses (MI01S). Dukungan dari manajemen ini menilai seberapa kuat komitmen jajaran manajemen atas (direksi) terhadap implementasi sistem ERP.
91
Tabel 5.3. Pola pada variabel “dukungan manajemen atas” Perusahaan
CG01J Pilot
Intepretasi
Sukses
Kesuksesan Dukungan manajemen Kuat
MI01S
TC01J
CG02J
Kurang sukses
Sukses
Sukses
Lemah
Sedang
Sangat kuat
atas
Variabel lain yang memiliki pola serupa terhadap kesuksesan sistem ERP adalah variabel “aspek organisasi”. Variabel ini menggambarkan karakteristik internal dari organisasi atau perusahaan, termasuk di dalamnya bagaimana pertukaran informasi di dalam tubuh organisasi (centralization), pembagian fungsi organisasi yang berbeda antara satu divisi dengan divisi lainnya (specialization) dan seberapa jelas norma (norms) dan nilai (values) yang berlaku di organisasi (formalization). Pada variabel ini, perusahaan MI01S yang diintepretasikan kurang sukses dinilai memiliki aspek organisasi yang menengah dalam hal dukungannya terhadap penggunaan sistem ERP.
Tabel 5.4. Pola pada variabel “aspek organisasi” MI01S
Perusahaan
CG01J Pilot
Intepretasi
Sukses
Kesuksesan Aspek organisasi
Mendukung Sedang
Kurang sukses
TC01J Sukses
CG02J Sukses
Mendukung Mendukung
Kesimpulan bahwa variabel aspek organisasi menjadi variabel yang berpengaruh pada kesuksesan sistem ERP adalah tidak diduga sebelumnya.
92
Proposisi studi kasus ini tidak meletakkan faktor aspek organisasi sebagai variabel yang berpengaruh. Tetapi, kesimpulan ini sejalan dengan riset yang dilakukan oleh Davenport (2000) yang menjelaskan bahwa struktur dari organisasi sangat penting bagi perusahaan yang mengadopsi sistem ERP. Dalam artikel yang ditulisnya disebutkan bahwa organisasi yang memiliki struktur dengan pertukaran informasi yang baik sangat menguntungkan keberadaan sistem ERP. Pada variabel misi dan visi organisasi, tidak terdapat pola yang tampak. Namun keseluruhan perusahaan dalam studi kasus pada dasarnya memiliki misi dan visi yang sejalan dengan apa yang sebuah sistem ERP dapat capai bagi perusahaan. Dengan kata lain, sistem ERP dapat mendukung tujuan (goals), misi dan visi perusahaan. Berarti, masalah tentang gagalnya sistem ERP tidak berakar pada kesesuaiannya terhadap misi dan visi perusahaan.
Ukuran organisasi dari semua perusahaan di dalam studi kasus ini tidak memiliki perbedaan signifikan. Jumlah sumber daya manusia berada pada rentang 3,000 – 4,000 karyawan. Jumlah tersebut menggolongkan perusahaanperusahaan pada studi kasus sebagai organisasi yang besar. Karena tidak adanya variasi pada variabel ini, maka kesimpulan tidak dapat diambil. Tidak ada pola yang tampak yang berkorelasi terhadap kesuksesan implementasi sistem ERP. Variabel ini tidak divariasikan dengan alasan teknis, yaitu karena tidak adanya akses ke perusahaan-perusahaan yang berukuran lebih kecil untuk dijadikan objek studi kasus ini.
93
Variabel budaya organisasi juga tidak menunjukkan pola tertentu relatif terhadap kesuksesan sistem ERP. Seluruh perusahaan dinilai memiliki budaya organisasi yang mendukung adopsi sistem ERP di perusahaannya. Budaya organisasi yang dinilai di sini adalah bagaimana kebiasaan kolaborasi antar individu terhadap rekan-rekannya di dalam tim kerja, dan bagaimana norma-norma dan nilai-nilai di dalam organisasi (butir kedua ini juga dilihat dari sudut pandang variabel aspek organisasi).
Dari kategori variabel IT, tidak ada pola tertentu yang muncul. Namun, terdapat kesamaan atau kemiripan pada beberapa variabel IT dari seluruh perusahaan di dalam studi kasus. Salah satunya adalah variabel “kompetensi staf IT” yang seluruh perusahaan disebutkan memiliki staf IT (yang menangani sistem ERP) yang kompeten. Jadi, pada dasarnya seluruh perusahaan dalam studi kasus ini memiliki staf IT yang mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya IT dengan baik. Hal ini berlaku juga bagi perusahaan yang kurang sukses dalam implementasi sistem ERP-nya, perusahaan MI01S. Tampak bahwa variabel itu tidak terlihat pengaruhnya terhadap kesuksesan sistem ERP di dalam studi kasus ini.
Hasil dari studi kasus ini yang menyebutkan bahwa variabel kompetensi staf IT tidak mempengaruhi kesuksesan sistem ERP adalah hal yang di luar dugaan sebelumnya. Kesimpulan dari variabel kompetensi staf IT (disebutkan kompetensi tim proyek implementasi sistem ERP) tidak mendukung proposisi #2 yang telah ditetapkan pada awal studi kasus. Namun dari temuan sebelumnya pada variabel dukungan manajemen atas, bisa disimpulkan bahwa kompetensi staf IT tidak berpengaruh jika komitmen dari
94
manajemen atas tidak ada. Sayangnya, data dari studi kasus di 4 perusahaan ini tidak memberikan keterangan apakah dukungan manajemen atas yang baik dapat menyokong staf IT yang kurang berkompetensi di dalam masalah sistem ERP.
Variabel yang juga tampak tidak mempengaruhi kesuksesan implementasi sistem ERP adalah variabel-variabel yang berkaitan dengan departemen IT, yaitu variabel “ukuran departemen IT” dan variabel “budget departemen IT”. Tabel
5.5
merangkum
hasil
perbandingan
kedua
variabel
tersebut.
Tampaknya, ukuran dan budget yang diberikan kepada departemen IT untuk menangani sistem ERP tidak mempengaruhi kesuksesan sistem ERP. Ada kemungkinan hanya sebagian kecil dari budget departemen IT yang dituliskan di dalam studi kasus ini digunakan untuk kepentingan sistem ERP. Ini terjadi hanya di perusahaan yang tidak memiliki departemen IT (atau subdivisi) yang secara khusus menangani sistem ERP saja.
Tabel 5.5. Variabel yang berkaitan dengan departemen IT MI01S
TC01J
CG02J
Perusahaan
CG01J Pilot
Intepretasi
Sukses
Sukses
Sukses
Kesuksesan Ukuran departemen
Kurang sukses
Sedang
Agak besar
Besar
Besar
Agak kecil 7-10%
Agak besar 11-20%
Besar 21-40%
Besar 21-40%
IT (relatif terhadap departemen lain)
Budget departemen IT (terhadap budget total per periode)
95
Pada variabel “tingkat kepuasan terhadap sistem lama”, tampak adanya persamaan yang mendasar, yaitu tidak puasnya staf di dalam perusahaan terhadap sistem lama (legacy system). Yang dimaksud dengan sistem lama ini adalah sistem ERP terdahulu (untuk perusahaan CG01J), sistem manual (di perusahaan MI01S), atau sistem database yang tidak terintegrasi (di dalam perusahaan TC01J). Ketidakpuasan ini menjadi pendorong pengadopsian sistem yang baru, yaitu sistem ERP.
Dalam variabel yang hanya digunakan pada studi kasus utama, variabel “konversi data/informasi dari sistem lama”, tampak bahwa perusahaanperusahaan mengolah data dengan agak baik, kecuali pada perusahaan CG02J yang menilai sedang-sedang saja. Walaupun begitu, kesuksesan sistem ERP tetap tercapai. Kemungkinannya adalah bahwa informasi dari sistem lama tidak mempengaruhi kesuksesan sistem ERP keseluruhan. Namun hal tersebut
tidak
memberikan penyangkalan bahwa
variabel
ini tidak
berpengaruh secara langsung terhadap kesuksesan sistem ERP.
Variabel IT terakhir yang tidak memberikan pola terhadap kesuksesan sistem ERP adalah posisi kepala IT yang mempunyai keputusan strategis di hirarki organisasi. Perusahaan MI01S memiliki kepala departemen IT yang sejajar dengan manajemen atas, tetapi tidaklah memberikan kesuksesan pada implementasi sistem ERP di perusahaannya. Hal yang berlawanan terjadi di perusahaan TC01J dan CG02J yang tidak memiliki pemegang keputusan seputar masalah sistem ERP di jajaran manajemen atas. Kedua perusahaan
96
tersebut mampu menyukseskan implementasi sistem ERP. Hal tersebut membuktikan posisi kepala IT tidaklah menentukan kesuksesan sistem ERP.
Dari pola-pola yang tampak pada analisa silang kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi secara langsung kesuksesan implementasi sistem ERP adalah variabel “dukungan manajemen atas” dan “aspek organisasi”. Sementara itu, variabel-variabel IT tidak memberikan pengaruhnya secara langsung. Tabel 5.6 meringkas variabelvariabel dari analisa silang kasus.
Tabel 5.6. Ringkasan variabel-variabel dalam model setelah analisa silang kasus Variabel
Variabel Organisasi Dukungan manajemen atas Misi dan tujuan implementasi sistem ERP Ukuran Organisasi / Perusahaan Aspek organisasi Budaya Organisasi
Hasil Analisa (Pengaruh terhadap kesuksesan sistem ERP) Berpengaruh Tidak berpengaruh (Tidak berpola) Tidak berpengaruh (Tidak berpola) Berpengaruh Tidak berpengaruh (Tidak berpola)
97
Tabel 5.6. (lanjutan) Variabel
Variabel IT Posisi kepala IT dalam perusahaan Kompetensi staf departemen IT Ukuran departemen IT Budget departemen IT (relatif terhadap total budget) Tingkat kepuasan terhadap sistem lama (legacy) Konversi data dari sistem lama (legacy)
Hasil Analisa (Pengaruh terhadap kesuksesan sistem ERP) Tidak berpengaruh (Tidak berpola) Tidak berpengaruh (Semua kompeten) Tidak berpengaruh (Tidak berpola) Tidak berpengaruh (Tidak berpola)
Tidak berpengaruh (Semua di bawah tingkat kepuasan menengah) Tidak berpengaruh (Tidak berpola)
5.3 Analisa Faktor Kesuksesan Implementasi Sistem ERP Dari analisa silang kasus sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan implementasi sistem ERP di dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah pada dua hal, yaitu: 1. Dukungan manajemen atas (Top management support); dan 2. Aspek organisasi (Organization Structure / Design)
98
Dukungan manajemen atas yang dimaksud adalah berupa komitmen, inisiatif, dan antuasiasme terhadap sistem ERP. Adanya komitmen dari manajemen atas dapat mempengaruhi komitmen dari manajemen tengah dan staf junior. Ini memberikan dampak berupa dorongan untuk menyukseskan implementasi sistem ERP di seluruh perusahaan. Tanpa adanya komitmen dari manajemen atas, staf-staf bawahannya tidak akan memiliki komitmen juga. Manajemen atas juga harus memiliki inisiatif-inisiatif berupa keputusankeputusan yang bersifat strategis terhadap sistem ERP. Mengingat posisi manajemen atas yang berperan langsung dalam keputusan strategis perusahaan, sistem
ERP yang merupakan investasi strategis dalam
perusahaan harus dimotori oleh manajemen atas, bukan manajemen tengah atau pihak luar perusahaan. Hal terakhir yang merupakan bentuk dukungan manajemen atas adalah antusiasme terhadap sistem ERP. Ini memerlukan pandangan terhadap sistem ERP bahwa itu merupakan investasi untuk perkembangan bisnis dan mampu menambah keunggulan daya saing di dunia persaingan yang digeluti perusahaan. Dengan terciptanya pandangan itu di jajaran manajemen atas, implementasi dan pengembangan sistem ERP akan menjadi suatu hal yang difokuskan oleh manajemen atas. Ini mendorong perkembangan
sistem
ERP
yang
baik
dan
mendorong terjaminnya
penggunaan sistem ERP yang sukses di dalam perusahaan.
Hal kedua yang merupakan faktor sukses sistem ERP di Indonesia adalah struktur atau desain organisasi. Aspek organisasi, menurut Ifinedo (2006) menyangkut tiga hal, yaitu lancar tidaknya pertukaran informasi di dalam tubuh organisasi (centralization), pembagian fungsi organisasi yang jelas antara satu divisi dengan divisi lainnya (specialization) dan seberapa teraturnya norma-norma serta nilai-nilai yang berlaku di organisasi 99
(formalization). Ifinedo memaparkan bahwa ketiga hal tersebut telah dijelaskan oleh beberapa peneliti sebelumnya (oleh Davenport, 2000; Donaldson, 2001; Strong et al, 2001). Jadi, perusahaan dengan aspek organisasi yang dapat menyokong adopsi sistem ERP dengan baik memiliki karakteristik: (1) aliran informasi yang lancar baik secara horizontal maupun vertikal di dalam organisasinya, (2) memiliki pembagian fungsi yang jelas antara divisi atau departemen yang memegang modul-modul sistem ERP yang berbeda, dan (3) memegang norma, aturan dan nilai yang jelas dan diketahui secara luas di dalam organisasi.
Faktor Sukses Implementasi Sistem ERP di Indonesia
Dukungan Manajemen
Aspek organisasi
Atas • Komitmen
• Aliran informasi
terhadap adopsi
yang baik
sistem ERP
• Pembagian fungsi
• Inisiatif dalam
divisi/departemen
pengambilan
yang spesifik
keputusan untuk
• Aturan, norma, dan nilai-nilai yang
sistem ERP
jelas
Gambar 5.1. Diagram faktor kesuksesan implementasi sistem ERP
100
Kedua faktor kesuksesan di atas akan menjadi faktor kegagalan apabila dalam praktiknya diabaikan dalam implementasi sistem ERP. Tanpa dukungan manajemen atas, proyek implementasi sistem ERP dapat kehilangan arah (misi dan objektif awal). Hasilnya, proses implementasinya dapat berjalan lama, tidak efektif, atau menuju kegagalan yang pasti. Sama dengan faktor kesuksesan kedua, pengabaian faktor aspek organisasi yang mendukung sistem ERP (centralization, specialization, dan formalization) akan menyebabkan tidak efektifnya penggunaan sistem ERP dalam kegiatan operasi. Bahkan sistem ERP akan menyebabkan konflik dengan organisasi yang tidak memiliki aspek-aspek yang disebutkan di atas.
5.4 Jawaban Pertanyaan Riset Setelah hasil analisis diperoleh, pertanyaan riset utama, pertanyaan riset 1, 2, dan 3 dapat dijawab. Berikut pemaparannya:
Pertanyaan riset utama:
Apakah framework uji kesuksesan implementasi ERP yang dicetuskan oleh Ifinedo (2006) dapat digunakan untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia? Jika tidak, model seperti apakah yang sesuai untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia?
Ya, model / framework uji kesuksesan implementasi sistem ERP yang telah digunakan oleh Ifinedo (2006) dapat digunakan untuk melakukan uji tersebut di perusahaan-perusahaan Indonesia. Dari hasil studi kasus pilot, satu variabel telah ditambahkan. Gambar 5.2 menyajikan kembali model akhir yang telah dimodifikasi dari temuan studi kasus pilot.
101
Gambar 5.2. Model akhir dalam tesis ini Pertanyaan riset pertama: Variabel-variabel terhadap
apa
karakteristik
perusahaan-perusahaan
yang
memiliki
implementasi di
Indonesia?
pengaruh ERP
di
Variabel
manakah yang tidak berpengaruh?
Dari analisa silang studi kasus ini, tampak bahwa hanya ada 2 variabel yang berpengaruh, yaitu variabel “dukungan manajemen atas”, dan variabel “aspek organisasi. Variabel yang tidak berpengaruh adalah variabel “misi dan visi”, variabel “budaya organisasi”, variabel “ukuran departemen IT”, variabel “budget departemen IT”, variabel “tingkat kepuasan terhadap sistem lama”, variabel “konversi data dari sistem lama”, dan variabel “posisi kepala IT”.
102
Pertanyaan riset kedua:
Apakah model akhir sesuai dengan karakteristik implementasi
ERP
di
perusahaan-perusahaan
di
Indonesia secara umum?
Ya, model akhir sesuai dengan karakteristik implementasi sistem ERP di perusahaan-perusahaan di Indonesia. Ini terlihat dengan ditemukannya variabel-variabel yang menjadi faktor kesuksesan implementasi sistem ERP dari model tersebut. Dan karena perusahaan-perusahaan yang dilibatkan berasal dari berbagai jenis industri, model akhir tersebut berlaku secara umum.
Pertanyaan riset ketiga:
Mengapa implementasi ERP di Indonesia banyak menghadapi kegagalan? Apakah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesuksesan implementasi ERP di perusahaan-perusahaan di Indonesia?
Yang menjadi faktor kesuksesan implementasi sistem ERP di perusahaanperusahaan di Indonesia ada dua faktor, yaitu dukungan manajemen atas, dan aspek organisasi. Dari kesimpulan tersebut, kegagalan implementasi sistem ERP di perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah karena minimnya dukungan manajemen atas. Dukungan yang dimaksud, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, berupa komitmen, inisiatif, dan antusiasme. Salah satu perusahaan dalam studi kasus, yaitu MI01S, mengalami kurang suksesnya implementasi sistem ERP akibat dari tidak mendukungnya faktor ini. Faktor kesuksesan kedua, yaitu aspek organisasi, merupakan faktor yang mengharuskan adanya komunikasi yang baik antar staf di seluruh bagian 103
perusahaan, jelasnya pembagian tugas secara spesifik antar divisi atau departemen di dalam perusahaan, dan jelasnya aturan, norma, dan pemahaman terhadap nilai-nilai di tubuh perusahaan. Ketiga hal yang menyangkut
aspek
organisasi
mungkin
belum
seluruhnya
dapat
diaplikasikan di perusahaan-perusahaan Indonesia. Salah satu faktornya adalah masalah budaya Indonesia yang berkarakter power distance lebar. Hal itu mempengaruhi pertukaran informasi, khususnya secara vertikal.
5.5 Penjelasan Proposisi Pada awal studi kasus ini, ada dua proposisi yang diajukan, yaitu:
Proposisi 1: Dukungan manajemen atas (top management support) adalah faktor kesuksesan implementasi sistem ERP
Proposisi ini terbukti benar. Hasil analisa silang studi kasus di atas menjelaskan bahwa dukungan manajemen atas adalah salah satu dari faktor kesuksesan implementasi sistem ERP di dalam perusahaan. Hasil ini mengukuhkan studi-studi sebelumnya yang dilakukan oleh Nelson dan Somers (2001), dan Akkermans (2002).
Proposisi 2: Sasaran dan tujuan yang jelas (clear goals and objectives) merupakan faktor kesuksesan implementasi sistem ERP
104
Dari hasil analisa silang-kasus, proposisi kedua, yang menjelaskan adanya tujuan dan objektif yang jelas sebagai faktor kesuksesan implementasi sistem ERP tampak tidak terbukti sebagai faktor yang berpengaruh. Akan tetapi, di seluruh perusahaan dalam studi kasus, variabel “misi dan visi” dalam variabel organisasi tampak seluruhnya mendukung. Jadi, walaupun tidak berpengaruh, faktor ini dapat dianggap sebagai faktor yang tidak dapat diabaikan dalam mengejar kesuksesan implementasi sistem ERP. Jadi, proposisi kedua ini adalah benar.
105