IV.
Bab IV Studi Kasus
Pada bab ini akan dipaparkan hasil pengumpulan data yang dilakukan terhadap beberapa proyek studi kasus. Materi yang akan disampaikan meliputi metode pengumpulan data, keterbatasan dalam pemilihan bangunan gedung sebagai studi kasus, kendala-kendala dalam pengumpulan data, hasil pengumpulan data gambaran umum proyek-proyek studi kasus. IV.1
Metode Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dimulai dengan melakukan inventarisasi ketersediaan proyek yang sesuai dengan karakteristik pola supply chain yang telah teridentifikasi pada penelitian terdahulu (Susilawati, 2005). Proses inventarisasi dilakukan melalui pihak perusahaan, hal dimaksudkan untuk mempermudah akses dalam mendapatkan data di proyek, karena berdasarkan pengalaman penelitianpenelitian lainnya, sangat sulit melakukan pengambilan data jika langsung berhubungan dengan proyek selain itu untuk mempermudahkan proses identifikasi karakteristik proyek yang diharapkan. Di samping itu langkah ini ditempuh sebagai antisipasi untuk mempersingkat jalur birokrasi yang ada, karena biasanya proyek akan menyampaikan permohonan yang diajukan ke pihak manajemen di perusahaan baru memberikan keputusan diterima tidaknya permohonan penelitian ini, hal ini akan memerlukan waktu yang lebih lama. Metode pengumpulan data dilakukan melalui cross-sectional survey yaitu pengumpulan data berupa informasi yang dikumpulkan hanya pada suatu saat tertentu. Informasi akan dikumpulkan dengan wawancara ke responden dari proyek yang dijadikan sebagai responden. Wawancara yang mendalam dilakukan secara semi struktur atau semi-structured depth interviewing. Wawancara semi struktur adalah model sejumlah pertanyaan yang dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara namun pertanyaan yang disiapkan adalah model terbuka artinya untuk pertanyaan berikutnya tidak dapat direncanakan sebelumnya oleh 62
63
pewawancara tetapi diajukan seadanya dengan cara yang hati-hati dan berteori (Wengraf, 2001:5). IV.2
Keterbatasan dalam Pemilihan Studi Kasus
Pemilihan studi kasus yang menjadi obyek dalam penelitian ini, tidak terlepas dari ketersediaan proyek konstruksi bangunan yang sedang dilaksanakan pada saat dilakukannya penelitian ini. Adapun karakteristik proyek konstruksi bangunan yang menjadi obyek penelitian ini dilakukan pada proyek yang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Berdasarkan pendapat Maylor (2003), tingkat kompleksitas suatu proyek dapat dilihat dari tiga hal, yaitu kompleksitas organisasi, kompleksitas sumber daya, dan kompleksitas keteknikan. Proyek konstruksi bangunan yang merupakan salah satu jenis proyek konstruksi yang memiliki variasi di dalam pengunaan material dan komponen bangunan, serta penggunaan tingkat spesialisasi yang tinggi, menunjukkan bahwa jenis konstruksi bangunanini dapat digolongkan sebagai proyek dengan kompleksitas yang tinggi. Selain itu proyek yang akan dijadikan sebagai studi kasus harus mempunyai karakteristik supply chain sebagaimana yang telah teridentifikasi. Pemilihan studi kasus penelitian tidak terlepas dari batas waktu penelitian yang sudah memasuki akhir tahun dan ketersediaan proyek yang sedang dilaksanakan dalam rentang waktu tahun 2007 dan wilayah studi kasus dipersempit hanya di Jakarta. Dari hasil identifikasi di tingkat perusahaan, empat proyek yang dipilih untuk dijadikan penelitian merupakan proyek yang memiliki banyak keterlibatan pelaku supply chain dengan keahliannya yang berbeda-beda. Artinya pelaku tidak hanya terdiri dari pemilik proyek dan kontraktor namun juga terdiri dari subkontraktor/spesialis, dan supplier.
64
IV.3
Pelaksanaan Survey Pengumpulan Data
Pelaksanaan survei mulai dilakukan pada awal bulan Mei 2007 dengan menyampaikan surat permohonan kepada beberapa perusahaan kontraktor BUMN dan swasta nasional. Dari beberapa surat permohonan yang diajukan, terdapat lima perusahaan yang merespon dan diterima jawaban kesediaan menjadi responden penelitian kurang lebih 4 minggu kemudian. Hal ini dilanjutkan dengan kunjungan ke perusahaan untuk memaparkan tujuan, maksud dan proses penelitian yang akan dilakukan. Pada tahap ini juga dilakukan identifikasi karakteristik proyek yang sedang dilaksanakan oleh kontraktor berdasarkan karakteristik proyek yang akan dijadikan responden penelitian yang telah ditetapkan. Dari kelima perusahaan yang bersedia diperoleh tiga perusahaan yang mempunyai proyek dengan karakteristik yang diharapkan dan pelaksanaannya sedang berjalan, yaitu sebanyak 5 proyek dengan karakteristik proyek yang mengacu pada pola-1 jaringan SC sesuai dengan Gambar II.6 sebanyak 1 proyek, pola-2 jaringan SC sesuai dengan Gambar II.7 sebanyak 1 proyek dan pola-4 jaringan SC sesuai dengan Gambar II.9 sebanyak 3 proyek, ke semua proyek berlokasi di Jakarta. Setelah diperoleh rekomendasi proyek responden, kemudian dilanjutkan dengan survei ke lokasi proyek. Hal ini dimaksudkan untuk melakukan penjadwalan pengambilan data primer serta wawancara yang akan dilakukan dengan pihak project manager, site manager, bagian logistik proyek dan pihak-pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Tahapan pekerjaan pengumpulan data terbagi menjadi : •
Data primer Pengumpulan data-data primer yang dibutuhkan sebagai bagian dari langkah pengukuran kinerja supply chain dengan mengacu pada indikator pengukuran yang merupakan pengukuran
secara kuantitatif. Pengambilan data primer
65
dilakukan terhadap data-data sebagaimana terangkum dalam Tabel IV.1 berikut. Tabel IV.1 Kebutuhan data primer No.
Indikator
Jenis data yang diperlukan
1
Intensitas perubahan/revisi terhadap rencana kerja Intensitas constraint selama pelaksanaan pekerjaan Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat
Data Variation Order (VO) atau Change Order (CO) Catatan berbagai kendala yang terjadi di proyek Data risalah jenis-jenis rapat yang biasa dilakukan di proyek
4
Intensitas defect pekerjaan
5
Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material Waktu tenggang (lead time) antara pemesanan (order) dan pengiriman (deliver) Intensitas kejadian reject material Inventory material Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan
Data catatan hasil pengawasan yang dilakukan oleh proyek Purchase Order (PO), Delivery Order (DO) Purchase Order (PO), Delivery Order (DO)
2 3
6 7 8 9 10
•
Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier
Data material reject Data Inventory Catatan keikutsertaan subkontraktor dalam perencanaan pelaksanaan Data complaints
Data wawancara Selain melakukan pengumpulan data primer juga dilakukan wawancara dengan project manager, site manager, divisi logistik proyek dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan jawaban atas beberapa pertanyaan menyangkut aktifitas pelaksanaan di lapangan. Materi wawancara yang disampaikan terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu materi wawancara yang dilakukan dengan project manager atau site manager dan materi wawancara yang dilakukan dengan divisi logistik proyek. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada responden dibuat berdasarkan indikator-indikator yang telah
66
dikembangkan. Indikator yang menjadi dasar pertanyan dalam wawancara sebagaimana terangkum pada Tabel IV.2 berikut. Tabel IV.2 Jenis indikator dan materi wawancara No. 1 2 3 4 5
Indikator Intensitas perubahan/revisi terhadap rencana kerja Intensitas constraint selama pelaksanaan pekerjaan
Jenis-jenis VO, penyebab, akibat dan penyelesaian Jenis-jenis kendala, penyebab, akibat dan penyelesaian
Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat Intensitas defect pekerjaan
Jenis-jenis rapat, pihak yang ikut serta Penyebab, akibat dan penyelesaian Mekanisme pengukuran kinerja supplier Perencanaan kedatangan material, proses penerimaan material di lapangan Penyebab, akibat dan penyelesaian Mekanisme pengelolaan inventori
7
Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material Waktu tenggang (lead time) antara pemesanan (order) dan pengiriman (deliver) Intensitas kejadian reject material
8
Inventory material
9
Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier
6
10
Materi Wawancara
Alasan ada/ tidak, dampak dalam pelaksanaan Jenis-jenis komplain, penyebab, akibat dan penyelesaian
Wawancara dilakukan dalam beberapa tahapan, mengingat intensitas kesibukan dari masing-masing pihak responden dan juga sebagai antisipasi dari kecukupan data pada saat pengolahan data dilakukan. Wawancara dilakukan selama ± 1,5 jam (90 menit) dengan bertatap muka secara langsung kepada responden. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya salah penafsiran terhadap pertanyaan diajukan. Pertanyaan diberikan secara sistematis sesuai dengan outline pertanyaan yang telah dibuat. Pada saat wawancara berlangsung sering terjadi pengembangan pertanyaan-pertanyaan dari yang telah direncanakan. Hal ini dimungkinkan mengingat keterbatasan pemahaman terhadap permasalahan di lapangan yang hanya digali
67
berdasarkan studi literatur sehingga terjadi pengembangan pertanyaan yang telah ada. Responden yang ditunjuk atau diberi wewenang oleh perusahaan untuk menjawab pertanyaan merupakan responden yang berkompeten dengan pengadaan, pembelian, dan proses operasional di lapangan yang dilakukan perusahaan. Wawancara dilakukan secara langsung antara peneliti dengan responden. Draft pertanyaan yang akan diajukan pada saat wawancara telah terlebih dahulu disampaikan pada responden untuk memperlancar proses wawancara yang akan dilakukan. Setiap jawaban dari pertanyaan yang diajukan dicatat langsung dihadapan responden.
Responden dapat melihat dan memeriksa langsung jika terjadi
kesalahan penulisan atau pemahaman yang berbeda terhadap jawaban antara peneliti dan responden. Ada saatnya responden merasa tidak pasti atau ragu atau membutuhkan second opinion terhadap jawaban pertanyaan yang diberikan, maka responden tersebut langsung bertanya kepada rekan kerjanya. Sehingga semua jawaban dari pertanyaan yang diajukan telah benar-benar sesuai dengan apa yang terjadi dalam perusahaan bukan dari subjektivitas responden. IV.4
Kendala-kendala dalam Pengumpulan Data
Secara keseluruhan tidak ditemui kendala yang signifikan dalam proses pengumpulan data di lapangan. Kerjasama yang diberikan responden sangat baik dan sangat membantu dalam proses pengumpulan data maupun pada saat wawancara. Kendala yang ditemui hanya berupa menyamakan persepsi terhadap kebutuhan data yang diajukan berdasarkan indikator yang telah dikembangkan dengan
pemahaman
responden
terhadap
data
tersebut,
sehingga
akan
mempermudah proses pengumpulan data yang dilakukan. Selain itu intensitas kesibukan responden di lapangan menyebabkan proses wawancara yang dilakukan harus beberapa kali untuk mengantisipasi kekurangan waktu dalam menjawab seluruh pertanyaan penelitian ini.
68
IV.5
Hasil Pengumpulan Data
Dari hasil suatu survey pendahuluan yang dilakukan diperoleh beberapa proyek yang saat ini sedang ditangani oleh perusahaan, namun pola supply chain yang terjadi pada proyek-proyek tersebut hanya mewakili 3 (tiga) dari 4 (empat) bentuk supply chain yang ada, yaitu pola-1 supply chain sesuai dengan Gambar II.6, pola-2 supply chain sesuai dengan Gambar II.7 dan pola-4 supply chain sesuai dengan Gambar II.9. Pengumpulan data yang dilakukan dibatasi hanya menelaah dokumentasi kegiatan produksi di lapangan untuk kurun waktu pelaksanaan antara bulan April 2007 sampai dengan Oktober 2007, jadi tidak dilakukan pengamatan untuk keseluruhan waktu pelaksanaan pekerjaan. Dengan aktifitas pekerjaan yang ditinjau meliputi pekerjaan pemasangan dinding bata ringan, pekerjaan plafond, pekerjaan lantai keramik serta pekerjaan mekanikal dan elektrikal. Pengadaan material yang dilakukan pengamatan terutama untuk material bata ringan, keramik, sanitair, plafond dan mekanikalelektrikal. Jenis pekerjaan dan jenis material yang diteliti untuk proyek pada pola hubungan pola-1 supply chain, pola-2 supply chain maupun pola-4 supply chain ditetapkan sama, dengan asumsi agar tidak terdapat faktor lain yang bisa mempengaruhi selama dilakukannya pengukuran, yang mungkin berasal dari adanya perbedaan karakteristik, jika jenis pekerjaan dan jenis material yang ditetapkan berbeda. Selain itu juga mengingat pengkajian ini hanya bersifat deskriptif sehingga diperlukan suatu kesamaaan aspek-aspek yang akan ditinjau, dengan demikian diharapkan akan dapat dilakukan perbandingan yang linear. Pembatasan ini juga dimaksudkan untuk menselaraskan item-item pekerjaan antara proyek yang satu dengan proyek yang lain mengingat tidak semua proyek studi kasus sedang berjalan pada tahapan pekerjaan yang sama. Keempat jenis pekerjaan yang akan ditinjau adalah : a.
Pekerjaan dinding yaitu pemasangan material celcon (bata ringan) dan pemasangan dinding batu bata. Pekerjaan ini merupakan salah satu
69
pekerjaan yang dilaksanakan sendiri oleh kontraktor (swakelola), sehingga kontraktor memiliki hubungan langsung dengan supplier material dan supplier tenaga kerja (mandor). b.
Pekerjaan pemasangan plafond. Pekerjaan ini merupakan salah satu pekerjaan yang disubkontrakkan oleh kontraktor utama. Berdasarkan hasil pengumpulan data awal diperoleh gambaran bahwa pekerjaan ini memiliki peluang menimbulkan berbagai konflik dalam pelaksanaan di lapangan. Hal ini disebabkan pekerjaan ini melibatkan banyak pihak dan sangat terkait dengan pelaksanaan pekerjaan mekanikal dan elektrikal.
c.
Pekerjaan Mekanikal-Elektrikal (M/E). Pelaksanaan pekerjaan ini juga dilakukan oleh subkontraktor/ spesialis. Pada hubungan SC pola-1, kontraktor utama mensubkontrakkan pekerjaan ini pada subkontraktor dan pada hubungan SC dengan pola-2 dan 4 merupakan pekerjaan yang dikontrakkan oleh owner kepada pihak penyedia jasa lainnya selain kontraktor utama.
d.
Pekerjaan lantai, yaitu pekerjaan pemasangan keramik. Berdasarkan hasil pengumpulan data awal terlihat terjadi hubungan langsung antara owner dengan supplier material pada aktifitas ini, terutama pada hubungan SC dengan pola-4.
Penetapan pekerjaan-pekerjaan di atas sebagai obyek tinjauan berdasarkan asumsi keterlibatan banyak pihak dalam pelaksanaan pekerjaan serta ketergantungan antara pekerjaan dengan pekerjaan lain pada saat pelaksanaan pekerjaan akan menimbulkan banyak terjadi konflik. Untuk meminimalisir terjadinya konflik diperlukan suatu upaya pengelolaan hubungan antar pihak yang terlibat. Selain itu terkait dengan praktek pengadaan material yang dilakukan oleh owner dimana volume dari material tersebut cukup besar. Adapun data-data yang berhasil dikumpulkan untuk kebutuhan penelitian ini sebagaimana disajikan pada Tabel IV. 3 berikut.
70
Tabel IV.3 Hasil pengumpulan data primer No. Indikator 1 Intensitas perubahan/ revisi terhadap rencana kerja 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Intensitas constraint selama pelaksanaan pekerjaan Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat Intensitas defect pekerjaan Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material Waktu tenggang (lead time) antara pemesanan (order) dan pengiriman (deliver) Intensitas kejadian reject material Inventory material Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier
Jenis data yang dikumpulkan Catatan terjadinya Variation Order (VO) atau Change Order (CO) Catatan berbagai kendala yang terjadi di proyek Risalah jenis-jenis rapat yang biasa dilakukan di proyek Catatan hasil pengawasan yang dilakukan oleh proyek Purchase Order (PO), Delivery Order (DO) Purchase Order (PO), Delivery Order (DO) Data material reject Data Inventory Catatan keikutsertaan subkontraktor dalam perencanaan pelaksanaan Data complaints
Dari proses pengumpulan data yang dilakukan terlihat bahwa untuk keperluan penelitian ini data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proses produksi di lapangan lebih besar kontribusinya dalam analisa yang dilakukan jika dibandingkan dengan data primer yang dikumpulkan. Hal ini disebabkan karena mekanisme wawancara yang dilakukan untuk memperdalam hasil dari data primer yang telah diperoleh di lapangan. IV.6
Gambaran Umum Proyek
Pada bagian ini akan dipaparkan gambaran umum dari setiap proyek studi kasus yaitu empat proyek konstruksi bangunan gedung yang dikelola oleh dua perusahaan kontraktor BUMN Nasional yang berlokasi di Jakarta yaitu Kontraktor X, dan Kontraktor Y, dengan rincian sebagai berikut:
71
1. Kontraktor X • Proyek A – Proyek Pembangunan Gedung Fasilitas Rumah Sakit, Jakarta • Proyek C – Proyek Pembangunan Gedung Apartemen, Jakarta 2. Kontraktor Y • Proyek B – Proyek Gedung Perkantoran, Jakarta • Proyek D – Proyek Pembangunan Kompleks Apartemen, Jakarta. Pemaparan meliputi data umum proyek sehingga akan tergambar kompleksitas masing-masing proyek dan gambaran kinerja proyek terkait dengan hubungan antar pihak yang terlibat dalam pelaksanaan produksi di lapangan. Deskripsi Proyek A Proyek A merupakan proyek pembangunan gedung fasilitas rumah sakit yang berlokasi di Jakarta dengan pemerintah sebagai pemilik bangunan. Metoda kontrak yang dilakukan dalam proyek ini adalah metoda metoda kontrak umum, di mana kontraktor X merupakan satu-satunya pihak yang memiliki hubungan kontrak langsung dengan owner. Owner tidak melakukan pemecahan kontrak, sehingga seluruh supply chain yang terdapat dalam site konstruksi pada proyek ini merupakan anggota supply chain dari kontraktor X. Data umum proyek disajikan pada Tabel IV.4 Pola supply chain pada proyek A merupakan pola SC-1, di mana pada pola ini terdapat pekerjaan yang dilakukan sendiri oleh kontraktor sehingga kontraktor memiliki hubungan langsung dengan penyedia material, penyedia alat, dan pekerja. Selain itu ada pekerjaan yang disubkontrakkan oleh kontraktor baik kepada subkontraktor untuk beberapa jenis pekerjaan dasar, dan pada kontraktor spesialis untuk jenis pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus seperti pekerjaan mekanikal elektrikal. Dalam hal ini, umumnya subkontraktor dan subkontraktor spesialis tersebut melakukan pengadaan material, alat dan
72
pekerjanya
sendiri.
Dengan
demikian
maka
dalam
pekerjaan
yang
disubkontrakkan, pola pasokannya terjadi secara hirarkis (berantai). Tabel IV.4 Data umum proyek A Nama proyek Pola jaringan SC Fungsi bangunan Pemilik bangunan Nilai Kontrak Awal Nilai Kontrak Addendum Ketinggian bangunan Waktu pelaksanaan Subkontraktor pekerjaan struktur Subkontraktor pekerjaan arsitektur Subkontraktor pekerjaan M/E Supplier Nominated subcontractor Material Supplied By Owner Metoda Kontrak
Proyek Pembangunan Gedung Fasilitas Rumah Sakit Pola-1 Gedung Perawatan Pemerintah Rp. 84,061,000,000 Rp. 94,061,000,000 8 lantai + 1 basement 345 hari kalender 6 perusahaan 15 perusahaan 6 perusahaan 32 perusahaan Tidak ada Tidak ada Kontrak Umum
Pola supply chain pada proyek A sebagaimana terlihat Gambar IV.1.
Gambar IV.1
Pola supply chain pada proyek A
73
Dalam konteks pola-1 ini, tidak teridentifikasi adanya nominated sub contractor atau nominated supplier sebagai intervensi owner terhadap pengadaan yang dilakukan oleh kontraktor. Sifat kontrak yang digunakan adalah lumpsum fixed price dan dana pembiayaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta sistem pengadaan kontraktor dilakukan dengan pelelangan umum. Secara keseluruhan proyek ini merupakan tanggung jawab kontraktor utama karena owner tidak melakukan pemecahan kontrak. Kontraktor pada pelaksanaan pekerjaan bertindak selaku koordinator dan pimpinan dari supply chain proyek. Seluruh aktivitas pelaksanaan pekerjaan dilakukan dengan koordinasi oleh kontraktor utama dan melibatkan konsultan manajemen konstruksi sebagai perpanjangan tangan owner terhadap permasalahan teknis di lapangan. Deskripsi Proyek B Proyek B merupakan proyek pembangunan gedung perkantoran yang berlokasi di Jakarta dengan pemerintah sebagai pemilik bangunan. Metoda kontrak yang dilakukan dalam proyek ini adalah metoda metoda kontrak umum, dimana kontraktor Y merupakan satu-satunya pihak yang memiliki hubungan kontrak langsung dengan owner. Owner tidak melakukan pemecahan kontrak, sehingga seluruh supply chain
yang terdapat dalam site konstruksi pada proyek ini
merupakan anggota supply chain dari kontraktor Y. Data umum proyek disajikan pada Tabel IV.5 . Namun berbeda dengan pola SC-1, pada pelaksanaan proyek ini teridentifikasi adanya nominated subcontractor (NSC). Adapun alasan utama owner melakukan praktek NSC terkait dengan ketersediaan dana, di mana nilai kontrak yang akan diberikan kepada NSC lebih rendah daripada jika diberikan kepada kontraktor utama. Mengingat pekerjaan yang disubkontrakkan ini juga merupakan pekerjaan spesialis yang pasti jika diserahkan kepada kontraktor utama juga akan disubkontrakkan ke pihak ketiga.
74
Tabel IV.5 Data umum proyek B Nama proyek Pola jaringan SC Fungsi bangunan Pemilik bangunan Nilai Kontrak Awal Nilai Kontrak Addendum Ketinggian bangunan Waktu pelaksanaan Subkontraktor pekerjaan struktur Subkontraktor pekerjaan arsitektur Subkontraktor pekerjaan M/E Supplier Nominated subcontractor Material Supplied By Owner Metoda Kontrak
Pembangunan Gedung Kantor Pola-2 Gedung Kantor Pemerintah Rp. 62,730,000,000 Rp. 67,884,165,000 6 lantai dan basement 243 hari kalender 8 perusahaan 22 perusahaan 11 perusahaan 20 perusahaan 1 Perusahaan (IT) Karpet, IT, Soundsistem profesional Kontrak Umum
Walapun demikian selaku kontraktor utama, kontraktor Y turut dilibatkan sejak tercapainya kesepakatan antara pihak owner dengan pihak NSC. Hal ini dimaksudkan untuk menselaraskan irama kerja kontraktor utama dengan pihak NSC. Karena segala hal yang menyangkut operasional di lapangan, koordinasinya diserahkan kepada kontraktor utama, dengan mendapatkan sejumlah besaran nilai fee koordinasi yang telah disepakati. Disamping itu segala sesuatu yang berkaitan dengan kontrak kerja juga dilakukan dengan kontraktor utama, dengan kata lain walaupun merupakan NSC tapi ikatan kontrak yang dilakukan tetap dengan kontraktor utama. Selain itu juga terdapat pengadaan material yang dilakukan oleh owner, akan tetapi bukan merupakan material strategis dengan volume yang tidak terlalu besar Pola supply chain pada proyek B merupakan pola SC-2, di mana pada pola ini terdapat pekerjaan yang dilakukan sendiri oleh kontraktor sehingga kontraktor memiliki hubungan langsung dengan penyedia material, penyedia alat, dan pekerja. Selain itu ada pekerjaan yang disubkontrakkan oleh kontraktor baik kepada subkontraktor untuk beberapa jenis pekerjaan dasar, dan pada
75
subkontraktor spesialis untuk jenis pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Dalam hal ini, umumnya subkontraktor dan subkontraktor spesialis tersebut melakukan pengadaan material, alat dan pekerjanya sendiri. Sifat kontrak yang digunakan adalah lumpsum fixed price dan dana pembiayaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta sistem pengadaan kontraktor
dilakukan
dengan
pelelangan
umum.
Pada
pekerjaan
yang
disubkontrakkan, pola pasokannya terjadi secara hirarkis (berantai). Pola supply chain pada proyek B sebagaimana terlihat Gambar IV.2 berikut.
Gambar IV.2
Pola supply chain pada proyek B
Secara keseluruhan proyek ini merupakan tanggung jawab kontraktor utama karena owner tidak melakukan pemecahan kontrak. Kontraktor pada pelaksanaan pekerjaan bertindak selaku koordinator dan pimpinan dari supply chain proyek. Seluruh aktivitas pelaksanaan pekerjaan dilakukan dengan koordinasi oleh kontraktor utama dan melibatkan konsultan manajemen konstruksi sebagai perpanjangan tangan owner terhadap permasalahan teknis di lapangan, demikian pula terhadap nominated subcontractor (NSC). Selain itu kontraktor utama juga harus menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan seperti listrik, gudang material, peralatan kerja horizontal dan peralatan kerja vertikal. Pemakaian fasilitas ini nantinya akan
76
dikenakan biaya terhadap subkontraktor dan NSC yang bersangkutan. Adapun lingkup pekerjaan yang dikerjakan adalah :
Pekerjaan persiapan dan prasarana
Pekerjaan pondasi
Pekerjaan struktur
Pekerjaan arsitektur
Pekerjaan tapak bangunan
Pekerjaan perlengkapan
Pekerjaan pos jaga
Pekerjaan mekanikal dan elektrikal
Bagian pekerjaan yang dikerjakan sendiri oleh kontraktor, antara lain :
Pekerjaan persiapan dan prasarana
Pekerjaan struktur
Pekerjaan arsitektur
Pekerjaan perlengkapan
Kompleksitas pekerjaan yang tinggi dengan masa kerja yang relatif singkat menyebabkan kontraktor membagi-bagi pekerjaaan ke beberapa subkontraktor. Adapun pekerjaan yang disubkontrakkan adalah :
Pekerjaan pondasi
▪
Pekerjaan piling
▪
Pekerjaan dewatering
▪
Pekerjaan galian dan buang tanah
▪
Pekerjaan bekisting
▪
Pekerjaan anti rayap
Pekerjaan arsitektur
Pekerjaan floor harderner
Pekerjaan mekanikal dan elektrikal
▪
Pekerjaan lift
77
▪
Pekerjaan mekanikal
▪
Pekerjaan instalasi listrik
▪
Pekerjaan STP
▪
Pekerjaan WP integral
▪
Perijinan IMB
▪
Pengadaan dan pasang listrik
Pekerjaan pos jaga
Deskripsi Proyek C Proyek C merupakan proyek pembangunan komplek apartemen yang berlokasi di Jakarta dengan pemilik proyek salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang properti. Kontrak yang digunakan bersifat lumpsum fixed price dengan dana pembiayaan bersumber dari swasta murni. Dalam pelaksanaan pekerjaan owner melakukan pemecahan kontrak terhadap beberapa pengadaan barang maupun jasa yang dianggap potensial. Data umum proyek C dapat dilihat pada Tabel IV.6. Tabel IV.6 Data umum proyek C Nama proyek Pola jaringan SC Fungsi bangunan Pemilik bangunan
Proyek Pembangunan Apartemen Pola-4 Apartemen Swasta
Nilai Kontrak Pekerjaan Struktur
Rp. 109,969,946,000
Nilai Kontrak Pekerjaan Arsitektur Ketinggian bangunan Waktu pelaksanaan Subkontraktor pekerjaan struktur Subkontraktor pekerjaan arsitektur Supplier Nominated subcontractor Material Supplied By Owner Metoda Kontrak
Rp. 39,600,000,000 24 lantai + 2 basement 549 hari kalender 10 perusahaan 28 perusahaan 22 perusahaan 11 perusahaan ( 9 M/E + 2 Ars) M/E, Keramik, Sanitair Kontrak Terpisah
78
Metoda kontrak yang digunakan dalam proyek ini adalah metoda kontrak terpisah, dimana kontraktor X merupakan salah satu dari beberapa kontraktor yang memiliki hubungan kontrak langsung dengan owner. Pola supply chain pada proyek C merupakan pola SC-4 yang merupakan pola khusus yang terjadi disebabkan oleh besarnya peran pemilik dalam pengadaan, dimana terjadinya hubungan langsung antara pemilik proyek dengan pihak penyedia jasa lainnya selain kontraktor X dan membentuk pola hubungan yang setara antara pemilik proyek dengan pihak-pihak dibawahnya, yaitu kontraktor dan subkontraktor. Selain itu juga terjadinya hubungan langsung pemilik proyek dengan pihak kontraktor lain dan pihak penyedia material. Kontrak untuk pekerjaan struktur dan pekerjaan arsitektur yang merupakan lingkup pekerjaan kontraktor X dilakukan secara terpisah. Sehingga terdapat dua kontrak yaitu kontrak untuk paket pekerjaan struktur dan kontrak untuk paket pekerjaan finishing arsitektur. Pemisahan kontrak pekerjaan menjadi dua paket dikarenakan belum seluruhnya pekerjaan perencanaan yang dilakukan oleh konsultan selesai dilaksanakan sehingga untuk menghemat waktu dilakukan kontrak untuk pekerjaan struktur terlebih dahulu. Pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor X adalah pekerjaan struktur dan arsitektur dengan lingkup pekerjaan antara lain : pekerjaan struktur, pekerjaan dinding, pekerjaan lantai, pekerjaan plafond, pekerjaan sanitair, pekerjaan pintu/ jendela, dan pekerjaan luar. Selain itu ada bagian pekerjaan yang dikerjakan oleh kontraktor lain yang langsung berikatan kontrak dengan owner, yaitu pekerjaan mekanikal dan elektrikal dengan material di supplied by owner. Di samping itu juga terindikasi adanya keterlibatan owner dalam menentukan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan (Nominated subcontractor) dan Nominated Supplier. Pengadaan material utama pada proyek ini terutama untuk pekerjaan arsitektur dilakukan oleh owner (supplied by owner) antara lain material keramik, perlengkapan sanitair.
79
Pola supply chain pada proyek C sebagaimana terlihat Gambar IV.3 berikut.
Gambar IV.3
Pola supply chain pada proyek C
Deskripsi Proyek D Proyek D merupakan proyek pembangunan komplek apartemen yang berlokasi di Jakarta. Owner dari proyek ini adalah salah satu lembaga swasta yang bergerak di bidang properti. Kontrak yang digunakan bersifat lumpsum fixed price dengan dana pembiayaan bersumber dari swasta murni. Owner melakukan pemecahan kontrak terhadap beberapa pengadaan barang maupun jasa yang dianggap potensial. Dalam hal ini owner melakukan pengadaan material-material dengan volume yang besar serta pengadaan jasa tertentu. Pengadaan material utama pada proyek ini terutama untuk pekerjaan arsitektur yang dilakukan oleh owner (supplied by owner) antara lain material keramik, perlengkapan sanitair dan pintu kayu. Selain itu ada bagian pekerjaan yang dikerjakan oleh kontraktor lain yang langsung berikatan kontrak dengan owner. Praktek pemecahan kontrak ini dilakukan owner terkait dengan masalah financial di mana owner menganggap dengan melakukan praktek ini telah memperoleh penghematan. Data umum proyek disajikan pada Tabel IV.7.
80
Tabel IV.7 Data umum proyek D Nama proyek Fungsi bangunan Pola jaringan SC
Proyek Pembangunan Apartemen Apartemen Pola-4
Pemilik bangunan
Swasta
Nilai Kontrak Pekerjaan Arsitektur Ketinggian bangunan Waktu pelaksanaan Subkontraktor pekerjaan arsitektur Kontraktor lain Supplier Nominated subcontractor Material Supplied By Owner Metoda Kontrak
Rp. 125,900,000,000 4 tower, 34 lantai + 2 lantai ruang mesin 812 hari kalender 35 perusahaan 10 perusahaan 25 perusahaan 1 perusahaan (pintu kayu) Keramik, M/E, sanitair, hardware pintu Kontrak Terpisah
Metoda kontrak yang dilakukan dalam proyek ini adalah metoda kontrak terpisah, dimana kontraktor Y merupakan salah satu dari beberapa kontraktor yang memiliki hubungan kontrak langsung dengan owner. Besaran tanggungjawab kontraktor Y hanya sebatas lingkup pekerjaan yang menjadi kewajibannya. Terhadap pihak-pihak lain yang terlibat dalam proyek kontraktor Y hanya bertanggungjawab terhadap keamanan, ketertiban dan kebersihan lokasi pekerjaan. Terhadap pemakaian segala fasilitas kontraktor Y seperti peralatan kerja, listrik dan lain-lain oleh pihak kontraktor lain akan dikompensasikan sesuai dengan kesepakatan bersama. Pola supply chain pada proyek D merupakan pola SC-4 yang merupakan pola khusus yang terjadi disebabkan oleh besarnya peran pemilik dalam pengadaan, dimana terjadinya hubungan langsung antara pemilik proyek dengan pihak penyedia jasa lainnya selain kontraktor Y dan membentuk pola hubungan yang setara antara pemilik proyek dengan pihak-pihak dibawahnya, yaitu kontraktor dan subkontraktor. Selain itu juga terjadinya hubungan langsung pemilik proyek dengan pihak penyedia material. Pola supply chain pada proyek D sebagaimana terlihat Gambar IV.4 berikut.
81
Gambar IV.4
Pola supply chain pada proyek D
Kontrak untuk pekerjaan struktur dan pekerjaan arsitektur yang merupakan lingkup pekerjaan kontraktor Y dilakukan secara terpisah. Sehingga terdapat dua kontrak yaitu kontrak untuk paket pekerjaan struktur dan kontrak untuk paket pekerjaan finishing arsitektur. Hal ini terkait dengan kebijakan yang diberlakukan oleh owner terkait dengan strategi pemasaran dan likuiditas finansial, di mana pada setiap bagian pekerjaan ditetapkan jangka waktu penyelesaian pekerjaan (milestone) yang dituangkan dalam kontrak. Di karenakan belum tercapainya kesepakatan terhadap besaran nilai pekerjaan arsitektur sementara milistone pekerjaan telah ditetapkan, maka maka kontrak pekerjaan struktur dilaksanakan terlebih dahulu baru menyusul dilakukan kesepakatan untuk kontrak pekerjaan arsitektur. Penerapan sistem
milestone ini tidak hanya memberikan keuntungan bagi
pemilik, tapi juga bagi kontraktor, terutama terhadap proses pelaksanaan pekerjaan yang menjadi lebih mudah dan dapat lebih leluasa mengatur prioritas pekerjaan, selain itu juga kontraktor dapat melakukan pengontrolan terhadap preliminaries karena dengan sistem
ini akan lebih terukur dan akan dapat
dilakukan proses penagihan secara langsung.
82
Pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor Y adalah pekerjaan struktur dan arsitektur dengan lingkup pekerjaan antara lain : pekerjaan struktur, pekerjaan dinding, pekerjaan lantai, pekerjaan plafon, pekerjaan sanitair, pekerjaan pintu/ jendela, dan pekerjaan luar. Selain itu juga terdapat pekerjaan dengan status Provisional Sum untuk pekerjaan pintu kayu dengan hardware di supplied by owner. Bagian pekerjaan arsitektur yang dilakukan sendiri oleh kontraktor meliputi kegiatan antara lain :
Pekerjaan pemasangan dinding bata ringan
Pekerjaan pemasangan lantai keramik
Kompleksitas pekerjaan yang tinggi dengan masa kerja yang relatif singkat menyebabkan kontraktor membagi-bagi pekerjaaan ke beberapa subkontraktor. Adapun pekerjaan yang disubkontrakkan adalah :
Pekerjaan plafond kalsiboard
Pekerjaan plafond gypsum
Pekerjaan plafond gyptile
Pekerjaan railing tangga
Pekerjaan railing balkon
Pekerjaan water proofing membrane
Pekerjaan water proofing coating
Pekerjaan floor harderner
Pekerjaan pintu besi
Pekerjaan pintu PVC
Pekerjaan GRC
Pekerjaan pengecatan
Berdasarkan pekerjaan yang dialokasikan pada kontraktor, maka supplier yang memiliki hubungan kontrak langsung dengan kontraktor dalam pengadaan material yang dibutuhkan di lapangan adalah:
83
Bata ringan
Thinbed, plester, aci
Besi kolom praktis
Plafond dan partisi gypsum
Plafon gyptile
Cat interior, eksterior, minyak
Water proofing
Floor harderner
Kitchen sink
Rekapitulasi terhadap data umum proyek studi kasus berdasarkan paparan di atas sebagaimana disajikan pada Tabel IV.8 berikut. Tabel IV.8 Rekapitulasi data umum proyek-proyek studi kasus Nama proyek
Pola jaringan SC Fungsi bangunan Pemilik bangunan NK Awal (Rp.) NK Add. (Rp.) NK Struktur (Rp.) NK Arsitektur (Rp.) Ketinggian bangunan Waktu pelaksanaan Subkontraktor pek. struktur Subkontraktor pek. arsitektur
Proyek A Proyek Pembangunan Gedung Fasilitas RS Pola-1 Gedung Perawatan Pemerintah
Proyek B Pembangunan Gedung Kantor
Proyek C Proyek Pembangunan Apartemen
Proyek D Proyek Pembangunan Apartemen
Pola-2
Pola-4
Pola-4
Gedung Kantor
Apartemen
Apartemen
Pemerintah
Swasta
Swasta
84,061,000,000
62,730,000,000
94,061,000,000
67,884,165,000 109,969,946,000 39,600,000,000
125,900,000,000
8 lantai + 1 basement
6 lantai dan basement
24 lantai + 2 basement
345 hari kalender
549 hari kalender
6 perusahaan
243 hari kalender 8 perusahaan
4 tower, 34 lantai + 2 lantai ruang mesin 812 hari kalender
10 perusahaan
35 perusahaan
15 perusahaan
22 perusahaan
39 perusahaan
84
Tabel IV.8 Rekapitulasi data umum proyek-proyek studi kasus (lanjutan) Subkontraktor pek. M/E Kontraktor lain
Proyek A 6 perusahaan
Proyek B 11 perusahaan
Proyek C
Proyek D 10 perusahaan
Supplier
32 perusahaan
20 perusahaan
22 perusahaan
25 perusahaan
Nominated subcontractor Material Supplied By Owner
Tidak ada
11 perusahaan ( 9 M/E + 2 ARS) M/E, Keramik, Sanitair
Metoda Kontrak
Kontrak Umum
1 Perusahaan (IT) Karpet, IT, Soundsistem profesional Kontrak Umum
1 perusahaan (pintu kayu) Keramik, M/E, sanitair, hardware pintu Kontrak Terpisah
Tidak ada
Kontrak Terpisah
Dari tabel di atas terlihat bahwa dari keempat proyek studi kasus terdapat perbedaan karakteristik dari masing-masing proyek. Perbedaan yang terjadi dikarenakan ketidaksetaraan dari proyek–proyek yang dijadikan sebagai responden pada penelitian ini. Adapun perbedaan yang ada terlihat pada besaran nilai proyek, kompleksitas pekerjaan, keterlibatan pihak dalam proses produksi dan lain sebagainya.