BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengolahan Data Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI dalam menjalankan tugasnya sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Departemen Hukum dan HAM RI. Berikutnya akan dibahas tentang hasil penelitian atas Program Jaminan Kualitas Audit di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI dengan identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Apakah pengendalian kualitas atau mutu audit dilingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM telah berjalan dengan optimal? Optimal dalam hal ini ukurannya adalah Apakah hasil audit telah dilaksanakan sesuai dengan kriteria atau Standar Audit. 2. Apakah Kertas Kerja Pemeriksaan di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI telah disiapkan dengan baik? Baik dalam hal ini ukuranya adalah Apakah Kertas Kerja Pemeriksaan telah disusun sesuai dengan kriteria persyaratan Kertas Kerja Audit (dijelaskan pada BAB II Landasan Teori) sehingga Kertas Kerja Pemeriksaan yang disusun mencerminkan : (Pusdiklatwas BPKP, 2005) 50
51 -
Kegiatan audit mulai dari perencanaan, survai pendahuluan, evaluasi pengendalian manajemen, pengujian subtantif, sampai dengan pelaporan dan tindak lanjut hasil audit .
-
Langkah-langkah audit yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan simpulan-simpulan hasil audit.
3. Apakah telah dibuat pedoman reviu jaminan mutu audit sesuai dengan jenis audit yang ada di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI?
dengan menggunakan Hipotesa :
Ho : Program Jaminan Kualitas Audit di Lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI telah berjalan memadai.
Berdasarkan data pegawai per 1 Januari 2009 yang diperoleh dari Bagian Kepegawaian Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI, bahwa jumlah Pejabat Fungsional Auditor di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI adalah sebanyak 71 (tujuh puluh satu) orang, dan dari jumlah tersebut penulis mengambil 41 (empat puluh satu) orang responden atau 58% dari jumlah seluruh Pejabat Fungsional Auditor. Tabel berikut ini akan menjelaskan rincian jumlah responden terhadap jumlah seluruh Pejabat Fungsional Auditor, yaitu sebagai berikut :
52 1. Berdasarkan Jabatan dan Peran Auditor No.
Jabatan/Peran Auditor
Jml.
Sampel
%
1.
Auditor Ahli Madya/ Pengendali Teknis
15
10
67%
2.
Auditor Ahli Muda/ Ketua Tim
18
11
61%
3.
Auditor Ahli Pertama/ Anggota Tim
21
12
57%
4.
Auditor Penyelia/ Anggota Tim
8
7
88%
5.
Auditor Pelaksana Lanjutan/ Anggota Tim
9
1
11%
JUMLAH
71
41
58%
Jml.
Sampel
%
2. Berdasarkan Jumlah Auditor per Inspektorat Bidang No.
Inspektorat Bidang
1.
Inspektorat Kepegawaian
13
7
54%
2.
Inspektorat Keuangan Perlengkapan
13
10
77%
3.
Inspektorat Hukum, HAM dan HKI
10
5
50%
4.
Inspektorat Pemasyarakatan
12
8
67%
5.
Inspektorat Keimigrasian
12
6
50%
6.
Inspektorat Khusus
11
5
45%
JUMLAH
71
41
58%
53
4.2 Pengujian Hipotesis Berikut ini akan dijelaskan analisis data atas 50 (lima puluh) jawaban kuesioner terhadap 41 (empat puluh)
responden. Perhitungan
hasil kuesioner
dilakukan dengan menggunakan metode CHI-SQUARE TEST STATISTIC yang penulis ambil dari buku Statistic for Managers Using Microsoft® Excel Ch.11. 4th ed, page 459. Dengan menggunakan rumus : X2 =
Σ (fo-fe)
all cells
2
fe
ANALISIS DATA
YA TIDAK JUMLAH
observed frequencies (fo) KENDALI REVIU KKA KKA (II) MUTU (I) (III) 185 196 211 266 665 527 451 861 738
YA TIDAK JUMLAH
expected frequencies (fe) KENDALI REVIU KKA KKA (II) MUTU (I) (III) 130 249 213 321 612 525 451 861 738
Proporsi (p) YA TIDAK
0.289 0.711
JUMLAH 592 1458 2050
JUMLAH 592 1458 2050
54
ANALISIS DATA (Lanjutan) CHI-SQUARE TEST STATISTIC (X^2 Test Statistic) fo fe (fo-fe) (fo-fe)^2 (fo-fe)^2/fe IYA 185 130 54.760 2998.658 23.024 IIYA 196 249 -52.640 2770.970 11.145 IIIYA 211 213 -2.120 4.494 0.021 ITDK 266 321 -54.760 2998.658 9.349 IITDK 665 612 52.640 2770.970 4.525 IIITIDAK 527 525 2.120 4.494 0.009 X^2 = 48.072 Data Level of Significance ( α ) Number of row Number of columns Degree of Freedom (df) Result Critical Value Chi-Square Test Statistic
0.05 lihat tabel. Critical Values of X^2 2 3 2
5.991 48.072
Kesimpulan : Karena 48.072 > 5.991 maka Ho : ditolak Dengan menggunakan asumsi α =0,05, dan dengan perhitungan df = 2 maka critical value yang diperoleh adalah 5,991. Karena hasil perhitungan tes statistik (X2 = 48,072) adalah lebih besar dari critical value maka H0 ditolak (atau Hipotesis ditolak).
55
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian 4.3.1 Hasil penelitian atas jawaban 50 (lima puluh) pertanyaan tertutup dan 2 (dua) pertanyaan terbuka dalam kuesioner yang dibagikan kepada 41 (empat puluh satu) orang responden. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diperoleh hasil X2 = 48,072 lebih besar dari critical value = 5,991 maka kesimpulan Ho: ditolak , dengan demikian, terjawab pertanyaan permasalahan yang diidentifikasi sebelumnya yaitu sebagai berikut: 1. Pengendalian kualitas atau mutu audit di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI belum berjalan optimal. 2. Kertas Kerja Pemeriksaan belum dipersiapkan dengan baik. 3. Pedoman Reviu Jaminan Mutu atas hasil audit belum pernah dibuat. Maka secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa Program Jaminan Kualitas Audit di Lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI belum berjalan dengan memadai. Berikutnya akan dibahas komentar 41 (empat puluh satu) responden terhadap dua pertanyaan terbuka yang diberikan penulis. Seluruh responden menjawab “Ya” bahwa proses dan hasil pekerjaan audit harus memenuhi kualitas yang tinggi, dengan berbagai macam komentar sebagai berikut:
56 A. Auditor Ahli Madya : 1) Karena auditor bertanggungjawab dalam merumuskan dan menghubungkan permasalahan dengan peraturan yang relevan. 2) Hasil audit harus memenuhi kualitas yang tinggi karena audit merupakan tanggungjawab professional yang hasilnya akan digunakan oleh auditan untuk pengambilan keputusan. 3) Agar auditor selalu dapat meningkatkan kinerjanya, sehingga peran Inspektorat Jenderal selaku pengawas mempunyai kredibilitas tinggi. 4) Karena hasil audit sangat penting bagi bahan pengambilan kebijakan. 5) Dalam proses dan hasil pekerjaan audit harus memenuhi kualitas yang tinggi, hal ini merupakan hasil dari kinerja auditor yang mempunyai kualitas dalam melaksanakan audit, sehingga menyangkut masalah kredibilitas dari auditor tersebut. 6) Karena hasil audit harus mempunyai kenyataan yang terjadi di lapangan, yang mana hasilnya harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya bagi auditor yang bersangkutan. 7) Setiap audit harus memenuhi standar audit dan hasil yang dicapai juga mempunyai kualitas. 8) Karena hasil audit merupakan tanggungjawab profesi dan hasil audit akan dibaca oleh pihak luar dalam rangka pengambilan kebijakan/keputusan pimpinan.
57 9) Proses hasil pekerjaaan audit harus objektif dan kualitas tinggi, sehingga hasil audit dapat memberi informasi yang akurat, jelas, tepat serta objektif kepada pengguna yang membutuhkan. 10) Hasil audit harus objektif dan akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan, dan proses audit dilakukan secara profesional. Selain itu, hasil audit dijadikan tolak ukur perbaikan kinerja auditan.
B. Auditor Ahli Muda 1) Pekerjaan audit merupakan pelaksanaan pembinaan, oleh karena itu harus memberikan solusi permasalahan pada auditan dan memberikan metode pelaksanaan pekerjaan yang efisien dan efektif. 2) Karena hasil pekerjaan audit dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan. 3) Untuk meningkatkan hasil audit dan meminimalisir risiko audit yang mungkin akan terjadi / tidak terdeteksi. 4) Sebagai tanggung jawab pemeriksaan. 5) Agar proses dalam pembinaan dapat tercapai sesuai dengan peraturan 6) Diharapkan dengan audit terjadi prinsip ekonomi, efisien, dan efektif. 7) Untuk memperoleh kebenaran data dan informasi hasil audit sebagai bahan perbaikan kinerja organisasi. 8) Karena diharapkan hasil audit dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan di masa yang akan datang. 9) Untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja auditor.
58 10) Sebagai
gambaran
tercapainya
sasaran
dan
audit
dapat
dipertanggungjawabakan. 11) Untuk mencapai sasaran audit dan meminimalisir risiko audit.
C. Auditor Ahli Pertama 1) Karena Laporan Hasil Pemeriksaan adalah gambaran kondisi sebenarnya di suatu UPT, yang mana jika ada kesalahan dalam kegiatan operasionalnya harus diungkapkan dalam LHP sebagai temuan dengan diberikan rekomendasi untuk perbaikannya. 2) Sebab hasil dari pemeriksaan merupakan tanggungjawab dari seorang auditor. 3) Jika hasil audit tidak memenuhi kualitas yang tinggi maka akan timbul kekurangpercayaan auditan kepada auditor. 4) Karena untuk mendapatakan bukti-bukti yang relevan, yang berpengaruh pada rekomendasi auditan. 5) Karena hasil audit harus memenuhi standar pemeriksaan umum, standar pelaksanaan dan standar pelaporan. 6) Hasil audit mencerminkan kualitas auditor di dalam melaksanakan tugas sesuai dengan Tupoksi di bidang masing-masing 7) Karena dari hasil pekerjaaan audit harus ada kualitas yang tinggi dan dapat dijadikan pedoman bagi auditan untuk menjadi lebih baik.
59 8) Diperlukan guna memberikan informasi pada pimpinan mengenai kelemahan kinerja UPT dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas serta guna pembinaan/perbaikan/koreksi kinerja UPT tersebut. 9) Agar hasil audit dapat maksimal sehingga dapat memuaskan pihak-pihak terkait, selain itu untuk perbaikan di masa mendatang. 10) Karena jika audit dijalankan sesuai standar akan berpengaruh terhadap hasil audit yang bermutu dan berkualitas sehimgga pada akhirnya dapat memberikan sumbangan sebagai koreksi positif terhadap kebijakan instansi dimasa mendatang bagi pimpinan pengambil kebijakan maupun bagi auditor sendiri. 11) Untuk memberikan kepercayaan kepada pengguna jasa sehingga dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap auditor. 12) Auditor harus memahami peraturan yang ada, untuk meningkatkan peranan auditor sehingga auditor harus memiliki kemampuan yang tangguh dan berintegritas.
D. Auditor Penyelia 1) Karena harus memenuhi keakuratan dan kualitas maupun kuantitas guna memenuhi aturan yang jelas dan efektif dari prosedur yang ada. 2) Karena, dalam hasil pemeriksaan harus objektif, independen dan transparan.
60 3) Karena, hasil audit adalah tanggungjawab auditor sebagai seorang pemeriksa untuk memberikan keyakinan yang memadai atas kondisi yang sebenarnya
terjadi
di
objek
pemeriksaan,
guna
memberikan
rekomendasi/langkah penyelesaian atas kelemahan pengendalian intern. 4) Untuk dapat mengetahui penyimpangan yang dini dari suatu kegiatan. 5) Agar dapat dilihat hasil dari perbaikan-perbaikan yang diaudit. 6) Karena hasil audit harus objektif, independen dan transparan. 7) Karena hasil audit dijadikan sebagai bahan koreksi dan evaluasi pimpinan instansi untuk pengambilan kebijakan dalam rangka perbaikan di masa depan.
E. Auditor Pelaksana Lanjutan 1) Untuk membuktikan bahwa auditor benar-benar profesional dalam bekerja dan memiliki kompetansi yang tinggi.
Selanjutnya untuk pertanyaan terbuka kedua, seluruh
responden juga
menjawab “Ya” bahwa Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI memerlukan pedoman reviu jaminan mutu atas hasil audit, dengan berbagai macam komentar sebagai berikut: A. Auditor Ahli Madya 1) Karena Auditor harus memberikan gambaran yang jelas tentang program pemeriksaan yang akan dilaksanakan dan menentukan kegiatan yang harus dilaksanakan.
61 2) Untuk menjamin bahwa audit memang berkualitas harus direviu, sehingga harus didukung dengan pedoman reviu kertas kerja. 3) Karena hasil audit harus benar-benar mempunyai kualitas dan mutu yang harus dipertanggungjawabkan di mata publik, untuk itu didalam mereviu hasil audit harus mempunyai pedoman reviu jaminan mutu. 4) sangat diperlukan, karena sebagai pedoman dalam menilai apakah hasil audit telah memenuhi standar audit khususnya standar audit instansi pemerintah. 5) Untuk memudahkan pelaksanaan audit, sehingga hasil audit dapat optimal (berkualitas) dan dapat dipertanggungjawaban kekuratan. 6) Agar dapat mengetahui sejauh mana hasil audit yang bermutu dan berkualitas. 7) Sangat perlu karena hasil dari audit dapat dipertanggungjawabkan dan mengenai sasaran. 8) Sebagai pedoman dalam rangka mereviu Kertas Kerja Pemeriksaan agar Kertas Kerja Pemeriksaan memenuhi standar audit. 9) Agar auditor dapat dinilai kinerjanya sehingga dalam mejalankan tugasnya dapat maksimal, berkualitas dan tepat sasaran. 10) Agar para auditor dalam proses pelaksanaan audit dan hasil audit sesuai dengan aturan-aturan yang ada.
62 B. Auditor Ahli Muda 1) Pedoman yang ditetapkan untuk dijadikan "pola Baku" reviu menjamin mutu atas hasil audit. 2) Agar dapat menjadi panduan bagi auditor untuk melaksanakan tugas agar hasil pekerjaan audit bermutu dan berkualitas. 3) Harus disusun/diadakan guna peningkatan kinerja audit 4) Agar Kertas Kerja Pemeriksaan yang telah direviu dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk pemeriksaan berikutnya. 5) Agar hasil pemeriksaan bermutu. 6) Supaya hasil audit dapat ditelusuri dalam Kertas Kerja Audit yang dibuat.. 7) Untuk menyamakan presepsi auditor dalam pelaksanaan audit sebagai standar reviu internal dilingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM. 8) Agar auditor dapat menentukan sejauhmana hasil audit yang telah dilaksanakan sehingga hasil tersebut dapat dipertanggungjawabkan. 9) Untuk melihat apakah hasil audit sudah dilaksanakan sesuai dengan standar APIP dan untuk mereviu hasil audit. 10) Untuk meningkatkan kualitas skill auditor guna tercapainya sasaran audit dengan tepat dan dapat berjalan "peran" dengan dengan benar. 11) Untuk menjamin hasil audit dapat dipertanggungjawabkan dan dilaksanakan oleh auditan, pihak pengguna jasa audit dan APIP lainnya.
63 C. Auditor Ahli Pertama 1) Untuk dijadikan pedoman bagi auditor senior dalam mereviu Kertas Kerja auditor junior. 2) Agar dapat diketahui kualitas seorang auditor dalam pemeriksaannya 3) Karena hasil audit harus didukung dengan bukti-bukti yang cukup dan laporan audit harus mencerminkan KKA yang direviu oleh masing-masing pejabat/auditor yang bertanggungjawab. 4) Karena secara konseptual dan SA-APIP harus demikian. 5) Diperlukan untuk peningkatan kualitas hasil audit. 6) Sebenarnya baik jika ada Pedoman Reviu Jaminan Mutu atas hasil audit supaya para auditor selalu menyiapkan dan menyimpan dokumen hasil pemeriksaan untuk berjaga-jaga apabila suatu saat dilakukan reviu KKP. 7) Reviu dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas mutu audit. 8) Diperlukan guna memastikan apakah hasil audit telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan pertanggungjawaban hasil audit. 9) Agar dapat diteliti keabsahan data-data pendukung. 10) Diperlukan agar audit dilaksanakan sesuai dengan Standar Audit. 11) Dapat meminimalkan risiko audit, terjalin informasi antar auditor, memonitor pelaksanaan audit.. 12) Untuk meningkatkan standar mutu audit.
64 D. Auditor Penyelia 1) Untuk dijadikan pedoman reviu hasil audit, dan dengan adanya pedoman reviu tersebut diharapkan para auditor senantiasa mengarsip dengan rapi dokumen hasil pemeriksaan setiap selesai penugasan, karena kertas kerjanya akan direviu. 2) Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM memerlukan Pedoman Reviu Jaminan Mutu atas hasil pengawasan. 3) Sangat dibutuhkan guna membantu pelaksanaan reviu hasil audit dalam hal ini KKP untuk menyakinkan bahwa hasil audit benar-benar berkualitas. 4) Dijadikan standar dalam melaksanakan reviu. 5) Tanpa pedoman hasil reviu tidak terfokus 6) Karena reviu KKP merupakan suatu kewajiban bagi Inspektorat Jenderal untuk menjamin mutu hasil audit. 7) Sebagai pedoman dan evaluasi bagi auditor dalam pelaksanaan audit.
E. Auditor Pelaksana Lanjutan 1) Untuk meningkatkan mutu audit.
Sedangkan berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Inspektur Keuangan dan Perlengkapan atas dua pertanyaan terbuka dalam kuesioner, diberikan komentar sebagai berikut:
65 1) Hasil audit harus memenuhi kualitas yang tinggi karena hasil audit adalah potret kondisi yang terjadi di lapangan dan hasil dari suatu proses flashback atas kegiatan-kegiatan yang telah terjadi untuk melihat dan menyakinkan apakah kegiatan tersebut telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila bila terbukti terjadi penyimpangan maka auditor harus mampu memberikan solusi yang terbaik mengenai jalan keluar atas permasalahan yang ada, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu sikap profesionalisme dan tingkat kompetensi yang tinggi sangat dibutuhkan bagi seorang auditor untuk mampu memberikan hasil audit yang berkualitas tinggi. 2) Pedoman Reviu Jaminan Mutu atas Hasil Audit sangat dibutuhkan dan harus dipikirkan untuk bisa menjadi bahan pertimbangan untuk penyusunan pedoman tersebut dan diharapkan para Pejabat Fungsional Auditor dapat memberikan masukan dalam proses penyusunan pedoman tersebut. Karena hal ini berhubungan dengan pekerjaan auditor yang mana hasil audit harus juga didukung dengan bukti-bukti audit berupa dokumen hasil pemeriksaan, yang selama ini kurang menjadi perhatian para auditor setelah selesai melakukan pemeriksaan. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan para auditor tergerak untuk senantiasa menyiapkan dan menyimpan dengan rapi dan tertib berkasberkas hasil pemeriksaan, sehingga jika suatu saat dilakukan reviu atas dokumen hasil pemeriksaan, dapat dengan mudah untuk dicari. Hal ini sangat baik guna meningkatakan kinerja dari Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM.
66 Dari komentar – komentar tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sangat dibutuhkan suatu hasil audit yang berkualitas tinggi dengan disertai suatu Pedoman Reviu Jaminan Mutu atas hasil audit , yaitu dengan alasan : 1) Hasil audit yang berkualitas tinggi adalah hasil audit yang telah sesuai dengan Standar Audit. 2) Bahwa hasil audit adalah merupakan tanggung jawab profesional dengan suatu pertimbangan kompetensi yang berhubungan dengan kinerja, integritas dan kredibilitas seorang audior, untuk meningkatkan kepercayaan pengguna jasa audit. 3) Hasil audit yang berkualitas tinggi dan mampu memberikan solusi terhadap suatu permasalahan, akan sangat membantu pengguna jasa audit untuk pengambilan keputusan dan kebijakan sebagai langkah untuk perbaikan kinerja organisasinya. 4) Hasil audit yang berkualitas tinggi adalah hasil audit yang menggambarkan keadaan nyata suatu organisasi, sehingga hasil audit diharapkan objektif, akuntable, independen dan transaparan. 5) Dengan adanya Pedoman Reviu Jaminan Mutu akan menjamin kualitas audit karena hasil audit harus dipertanggungjawabkan kepada publik. 6) Dengan adanya Pedoman Reviu Jaminan Mutu dapat terlihat apakah hasil audit telah memenuhi standar audit dan untuk melihat keabsahan data pendukung dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.
67 7) Dengan adanya Pedoman Reviu Jaminan Mutu dapat digunakan sebagai media untuk menilai kinerja auditor dalam menjalankan tugasnya, agar hasil audit dapat maksimal, berkualitas dan tepat sasaran. 8) Dengan adanya Pedoman Reviu Jaminan Mutu diharapkan akan terdapat pola baku untuk keseragaman format audit sehingga menimbulkan persamaan persepsi, sehingga hasil audit berupa Kertas Kerja Pemeriksaan dapat dibaca dan dimengerti oleh siapapun pembacanya. 9) Dengan adanya Pedoman Reviu Jaminan Mutu akan dapat meminimalkan risiko audit, terjalin informasi antar auditor dan memonitor pelaksanaan audit sehingga untuk pelaksanaan audit selanjutnya dapat maksimal.
4.3.2 Hasil pengamatan atas Proses Pelaksanaan Audit di Lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI. Berikut ini akan dijelaskan hasil dari pengamatan penulis di Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI
terhadap proses pelaksanaan audit
sebagai berikut: 1) Setiap akhir tahun per Inspektorat Bidang membuat Rencana Program Kerja Pemeriksaan Tahunan (RPKPT) yang menjabarkan rincian objek pemeriksaan rutin selama satu tahun ke depan, ditentukan dengan pertimbangan atas objekobjek pemeriksaan yang sudah lama (lebih dari 2 tahun) tidak tersentuh oleh Inspektorat Jenderal dan atas objek-objek pemeriksaan yang dianggap signifikan/rawan kemungkinan terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan. Kemudian RPKPT tersebut diserahkan kepada Bagian Penyusunan Program
68 untuk proses persetujuan dengan Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan. 2) Setelah RPKPT disetujui menjadi PKPT, kemudian dibentuk tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan terhadap objek pemeriksaan yang telah direncanakan sebelumnya yang disebut dengan Program Kerja Pemeriksaan (PKP). Setelah PKP disetujui dan ditandatangani oleh Inspektur Jenderal, selanjutnya diterbitkan Surat Perintah Inspektur Jenderal yang ditujukan kepada tim pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan. 3) Kemudian Auditor menyiapkan peraturan-peraturan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan dan menyiapkan Berita Acara Pemeriksaan yang dibutuhkan. 4) Selanjutnya auditor menyiapkan data-data pemeriksaan yang bisa diperoleh di Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM. Misalkan untuk Inspektorat Keuangan dan Perlengkapan sebelum berangkat ke objek pemeriksaan, dapat mencari data DIPA, RKA-KL, SK KPA yang datanya memang dikirimkan ke Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM. 5) Auditor membuat daftar permintaan data yang dibutuhkan untuk selanjutnya dimintakan pada saat sampai ke Objek pemeriksaan. 6) Melakukan pemeriksaan ke objek pemeriksaan. 7) Membuat Draft Laporan Hasil Pemeriksaan. 8) Memaparkan Draft Laporan Hasil Pemeriksaan. kepada Inspektur selaku penanggungjawab. Sebagai contoh pemaparan yang dilakukan pada Inspektorat Keuangan dan Perlengkapan, saat auditor melakukan pemaparan hasil audit, Inspektur Keuangan dan Perlengkapan selalu menanyakan dasar Auditor
69 mengungkapkan
sebuah
temuan,
dengan
cara
meminta
bukti
untuk
menyakinkan bahwa temuan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. 9) Setelah Laporan Hasil Pemeriksaan disetujui dan ditandatangani oleh Inspektur Bidang, kemudian dibuat Petunjuk Penanganan dan Penertiban (JUKTIB) yang ditandatangi oleh Inspektur Jenderal untuk ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Unit Eselon I yang bersangkutan. 10) LHP Final, JUKTIB dan Berita Acara Pemeriksaan berikut Daftar Temuan dikirim ke Bagian LHP untuk proses administrasi selanjutnya.
4.3.3 Hasil Penelitian Pengendaian Kualitas atau Mutu Audit Pada Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI : Berdasarkan hasil pengamatan atas pelaksanaan pengendalian mutu audit di Lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM adalah sebagai berikut : 1) Struktur Organisasi Struktur organisasi dilingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM sudah cukup memadai untuk pelaksanaan audit karena struktur organisasi telah terbagi dalam lima bagian sekretariat dan enam Inspektorat Bidang yaitu Inspektorat Keimigrasian, Inspektorat Pemasyarakatan, Inspektorat Hukum, Hak Asasi Manusia dan Hak Kekayaan Intelektual, Inspektorat Keuangan dan Perlengkapan, Inspektorat Kepegawaian dan Inspektorat Khusus. Hal tersebut di atas sudah mewakili secara keseluruhan dari lingkup kegiatan dalam lingkungan Departemen Hukum dan HAM, namun struktur organisasi
70 dilingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM menurut penulis belum memenuhi kebutuhkan pihak-pihak yang bergantung kepadanya karena belum tersedianya satu unit konseling tersendiri yang fungsinya sebagai sarana komunikasi antara auditor dan auditan yang membutuhkan konsultasi yang berhubungan dengan kegiatan operasional Departemen Hukum dan HAM RI. Karena fungsi
Internal
Auditor Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI selain sebagai pemeriksa tetapi juga berfungsi untuk melakukan pembinaan kepada auditan. Selain itu, fungsi sub bagian Tata Usaha per Inspektorat Bidang belum berjalan dengan efektif karena tugasnya hanya mencatat surat keluar dan masuk. Menurut penulis, seharusnya sub bagian Tata Usaha per Inspektorat Bidang bertanggung jawab atas pengarsipan file-file hasil pemeriksaan baik itu dokumen berupa hardcopy maupun softcopy, sehingga jika dilakukan reviu atas Kertas Kerja Pemeriksaan, dapat dengan mudah ditelusuri pada file-file yang terdapat pada masing-masing Inspektorat Bidang. 2) Ukuran dan Tingkat Otonomi Kegiatan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI memiliki jumlah objek pemeriksaan lebih kurang 700 satuan kerja, yang mana pemeriksaan didasarkan pada satuan kerja yang telah lebih dari dua tahun tidak diperiksa Inspektorat Jenderal dan atau satuan kerja yang memiliki tingkat risiko tinggi,
tujuannya adalah agar
pemeriksaan tepat sasaran. Penentuan objek pemeriksaan dilakukan dalam pembahasan Program Kerja Pemeriksaan Tahunan (PKPT).
71 3) Sifat Pekerjaan Sifat pekerjaan di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM khususnya bagi para auditor adalah melakukan pemeriksaan rutin sesuai masing-masing bidang dan pemeriksaan khusus. Dengan dibaginya menjadi enam Inspektorat bidang, tujuannya adalah agar pemeriksaan dapat lebih terfokus pada bidang masing-masing sehingga lingkup pemeriksaan menjadi lebih jelas. 4) Biaya dan Manfaat Biaya dan manfaat berhubungan dengan alokasi waktu atau hari pemeriksaan. Inspektorat Jenderal membagi waktu untuk pemeriksaan rutin adalah 10 (sepuluh) hari pemeriksaan dan pemeriksaan khusus lebih dari 10 (sepuluh) hari atau disesuaikan dengan kasus yang ditangani. 5) Fasilitas dan Perlengkapan Dengan tersedianya fasilitas dan perlengkapan yang mendukung pekerjaan audit maka diharapkan hasil yang akan didapat menjadi maksimal. Pelaksanaan audit pada Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI belum sepenuhnya didukung dengan fasilitas dan perlengkapan yang memadai. Hal ini terlihat dari ruang kerja auditor dengan pencahayaan yang kurang sehingga mengganggu proses kerja sedangkan dari segi perlengkapan seperti Laptop hanya disediakan satu unit per masing-masing Inspektur Bidang dan tidak disediakan portable printer, padahal perlengkapan seperti itu sangat dibutuhkan pada saat auditor melakukan pemeriksaan di lapangan karena sangat mendukung proses audit untuk efektifitas dan efisiensi waktu. Selain itu, belum disediakan fasilitas berupa tempat khusus penyimpanan
72 dokumen hasil pemeriksaan atau Kertas Kerja Pemeriksaan, yang ada hanya ruang untuk menyimpan Laporan Hasil Pemeriksaan. 6) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pendidikan dan pelatihan adalah hal yang sangat penting untuk meningkatkan kompetensi auditor. Untuk pengembangan profesi auditor, Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI telah memberikan Diklat Penjenjangan Auditor, namun karena pelaksanaan Diklat Penjenjangan Auditor hanya tergantung dari kuota yang diberikan BPKP jadi masih banyak auditor yang seharusnya bisa ikut Diklat Penjenjangan Auditor untuk jenjang yang lebih tinggi tetapi harus menunggu antrian pemanggilan dari Pusdiklatwas BPKP. Hal ini disebabkan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM tidak pernah mengadakan kerja sama dengan BPKP untuk mengadakan sendiri Diklat Penjenjangan Auditor Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI juga
telah
memberikan diklat teknis pengawasan yang lain seperti diklat audit kinerja, audit investigasi, SAI, barang/jasa, tetapi tidak semua auditor pernah mengikuti diklat teknis pengawasan tersebut, karena tidak adanya anggaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan para auditor mengikuti diklat tersebut. Selain itu, diklat-diklat tersebut tidak selalu konsisten diadakan setahun sekali. Selain itu, Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI juga memberikan kesempatan para Auditor untuk melanjutkan pendidikan formal yang dibiayai oleh Departemen Hukum dan HAM RI.
73 7) Prosedur, Pedoman/Manual, Standar Kualitas. Dengan adanya Prosedur, Pedoman/ Manual, Standar Kualitas atas pelaksanaan audit maka akan sangat membantu para auditor untuk menjalankan tugasnya. Pada
Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI belum
disediakan Prosedur, Pedoman/ Manual, Standar Kualitas yang baku yang memuat petunjuk mengenai perencanaan audit, supervisi, penilaian kinerja, kontrol pelaksanaan audit, dan pendidikan berkelanjutan bagi auditor. Dalam pelaksanaan auditnya hanya berdasarkan pada Program Kerja Pemeriksaan (PKP) masing-masing Inspektur Bidang, yang isinya hanya komposisi tim pemeriksa, Satker atau UPT yang akan diperiksa, dan jenis audit (pemeriksaan rutin atau khusus). Dalam PKP tersebut tidak dijabarkan proses atau prosedur audit yang harus dilakukan untuk melakukan pemeriksaan tersebut. 8) Standar Kinerja Belum tersedia standar kinerja yang berupa indikator-indikator keberhasilan di Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM untuk menilai sejauh mana hasil pelaksanaan audit telah dicapai. 9) Reviu Kertas Kerja Audit Suatu proses penilaian secara cermat, kritis dan sistematis atas catatan-catatan yang dibuat, dikumpulkan, dan disimpan oleh auditor mengenai prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya, serta simpulan audit yang dilaksanakannya.
74 Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa auditor bahwa Reviu Kertas Kerja Audit atau Kertas Kerja Pemeriksaan belum pernah dilakukan dan belum pernah dibentuk tim pengendali kualitas audit dan belum berjalannya fungsi peran ketua tim atau pengendali teknis untuk mereviu Kertas Kerja Pemeriksaan. Selain itu, belum pernah disusun Pedoman Reviu Jaminan Mutu Audit.
4.3.4 Kertas Kerja Audit atau Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) di Lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI. Kertas Kerja Pemeriksaan adalah merupakan proses memori dimana auditor tidak mungkin mencurahkan perhatian yang sama ke semua informasi yang ada dalam KKP tetapi tidak semua auditor menyiapkan KKP. KKP sama pentingnya dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) audit itu sendiri, dimana KKP dijadikan sumber informasi yang sangat penting dalam membantu auditor memutuskan penerbitan LHP yang tepat. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan beberapa auditor, pada Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI bahwa menyiapkan dan menatausahakan KKP menjadi bukan suatu kewajiban bagi auditor karena tidak ada ketentuan atau sangsi jika tidak menyiapkan KKP, dan tidak pernah ada teguran dari Pengendali Teknis dan Penanggungjawab apabila auditor tidak menyiapkan KKP. Pengendali Teknis dan Penanggungjawab hanya menegur auditor jika LHP tidak segera diselesaikan. Jika ada ketentuan atau sangsi yang tegas untuk mewajibkan auditor menyiapkan KKP maka secara otomastis seluruh auditor akan respect (perduli) untuk menyiapkan KKP dalam setiap pelaksanaan audit.
75 Selain hal tersebut di atas, disebabkan karena tidak pernah ada sosialisasi tentang pengorganisasian KKP (mulai dari menyiapkan s.d mengarsipkan) yang dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang pentingnya KKP serta tata cata pengorganisasiannya. Selain itu, tidak pernah dibuat atau disediakan aturan/petunjuk dan sistematika penyusunan dan pengorganisasian KKP. Padahal hal tersebut sangat bermanfaat sebagai petunjuk untuk menciptakan keseragaman dalam format dan pengadministrasian KKP. Padahal KKP yang lengkap, akurat, mempunyai tujuan yang jelas, dan mendukung simpulan audit, mudah dimengerti, berurutan, relevan, terstuktur, mudah diakses dan mudah direviu adalah bagian dari audit. Dari hasil pengamatan diketahui hanya ada beberapa KKP yang memang disiapkan dan telah memuat bukti-bukti pendukung namun tempat penyimpanannya belum tertib karena KKP tersebut disimpan oleh masing-masing auditor yang bersangkutan bahkan ada seorang auditor yang menyatakan bahwa berkas yang berhubungan dengan pemeriksaan disimpan di rumah setelah LHP Final diterbitkan karena di kantor tidak ada lagi tempat untuk menyimpan berkas tersebut. Hal tersebut yang menyebabkan dokumen hasil pemeriksaan sulit untuk ditelusuri lagi karena lupa tempat menyimpannya. Tidak tersedianya ruang untuk menyimpan KKP karena terbatasnya Gedung Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM yang disebabkan masih bergabung dengan Gedung Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan HAM dimana dari 7 lantai yang ada dalam Gedung tersebut Inspektorat Jenderal hanya diberi 1,5 lantai yaitu 1 bagian di lantai 5 dan setengah bagian di lantai 6.
76 Setelah melihat KKP yang ada, dokumen audit yang dibuat tidak terlihat saling berkaitan dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan karena selama ini KKP hanya disusun berdasarkan temuan apa saja yang dikemukakan. Supervisi atas dokumentasi audit dalam KKP belum dilakukan secara optimal karena tidak terlihat adanya tanda-tanda bahwa telah dilakukan reviu oleh ketua tim atau pengendali teknis atas dokumen audit yang ada. Tidak semua KKP menjelaskan tentang kelemahan pengendalian intern atas UPT yang diaudit, KKP cenderung menyimpan bukti-bukti yang berhubungan dengan temuan yang diungkapkan saja. Jadi dalam KKP belum menganalisis sejauhmana pengendalian intern telah berjalan dengan efektif. Dalam dokumentasi audit yang ada, tidak dapat menyakinkan apakah prosedur pemeriksaan dan pengujian telah dijalankan atau tidak selama pelaksanaan audit. Sulit untuk menelusuri ke data pendukung karena dokumentasi audit tidak disusun dengan rapi dalam filenya dan tidak ada tick mark yang dapat membantu penelusuran ke dokumen pendukungnya selain itu tidak dibuat Check List KKP untuk menguji kelengkapan isi KKP dan dokumen pendukung KKP, semua dokumen digabungkan per UPT yang diperiksa saja sehingga tidak dipisahkan antara arsip permanen dan arsip kini.
77 4.3.5 Pentingnya Reviu KKP di Lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI untuk Meningkatkan Mutu Audit. Berdasarkan hasil wawancara dengan Inspektur Keuangan dan Perlengkapan dan beberapa auditor ahli madya serta ahli muda, sebagian besar auditor menyatakan setuju bahwa dengan adanya reviu KKP maka akan dapat dilihat atau dinilai kualitas hasil audit karena dengan adanya reviu oleh auditor yang kompeten maka akan dapat memberikan peringatan akan adanya celah kesalahan, membantu dalam perencanaan audit selanjutnya, memberi prespektif yang tidak bias mengenai temuan-temuan audit, menjamin penyusunan KKP yang profesional, mengawasi anggaran dan skedul serta membantu memperbaiki tren yang menurun, menelaah laporan audit, dan memastikan bahwa setiap unsur yang mendasar tidak terlewati dalam pelaksanaan audit. Dengan dilakukan reviu KKP maka mutu pelaksanaan audit dan hasil pelaksanaan audit dapat terkontrol dengan baik karena KKP yang telah direviu dapat menjamin bahwa KKP tersebut memang telah memberikan dukungan yang benar atas komunikasi penugasan dan juga seluruh prosedur audit yang diperlukan telah dilaksanakan. Dengan reviu KKP maka akan mampu meningkatkan efisiensi kerja , dengan adanya reviu KKP maka akan dapat dilihat bagian-bagian signifikan yang mana harus difokuskan dan yang mana yang tidak karena ada keterkaitan antara aspek reviu penyusunan KKP dengan tanggung jawab profesi auditor karena hasil audit adalah cerminan dari profesional auditor.
78 Reviu KKP dapat dijadikan alat untuk mengkritisi diri auditor sendiri, Dengan adanya reviu maka akan terlihat kekurangsempurnaan hasil audit yang harus diperbaiki untuk audit selanjutnya. Selain itu standar profesi menghendaki reviu dilaksanakan secara terus menerus dan dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan tingkat
kemampuan,
pengalaman,
kewenangan
dan
lingkungan
yang
mempengaruhinya, dengan tujuan agar dapat dijaga dan diperoleh mutu dan kualitas hasil yang baik pada setiap penugasan audit. Pelaksanaan reviu atas hasil pelaksanaan kegiatan audit dapat meningkatkan kepercayaan pengguna jasa audit karena audit yang dikerjakan dapat menghasilkan mutu hasil audit yang lebih baik dengan temuan dan rekomendasi yang berbobot karena berhubungan dengan respon dan umpan balik auditan. Karena audit mampu menghasilkan temuan-temuan dan rekomendasi yang masuk akal dan bermanfaat. Suatu penugasan yang menghasilkan laporan audit yang bermutu dan dapat diandalkan oleh penggunanya, akan menjaga dan meningkatkan kepercayaan publik atas profesi auditor. Kurang optimalnya supervisi atau reviu atas hasil pelaksanaan audit di Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI khususnya yang berkaitan dengan dokumentasi audit atau Kertas Kerja Pemeriksaan dikarenakan selama ini tidak pernah dibuat/disediakan pedoman reviu jaminan mutu (RJM) audit di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM dan tidak pernah dibentuk tim pengendali kualitas audit. Tim pengendali kualitas audit yang diharapkan adalah yang terdiri dari beberapa auditor senior yang kompeten yang berasal dari enam Inspektorat Bidang untuk melakukan pengendalian kualitas audit.