ABSTRAK PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA DEPARTEMEN AGAMA
DEPARTEMEN AGAMA RI INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2009
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur ke Hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya dapat disusun abstrak Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama. Kita sadari bersama bahwa untuk membangun karakter dan pembentukan sikap serta perilaku aparatur yang dianalogikan sebagai pengembangan budaya kerja merupakan suatu proses pengembangan cara pandang aparatur Departemen Agama dalam memberikan makna Motto “Ikhlas Beramal” sebagai nilai dasar dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya. Dengan prinsip-prinsip moral yang dimiliki dan keyakinan yang kuat atas dasar nilai dasar dimaksud dapat menumbuhkan semangat dan prestasi kerja yang tinggi karena telah tertanam dalam diri seorang aparatur bahwa “bekerja adalah ibadah, bekerja adalah kewajiban untuk memenuhi panggilan dalam melaksanakan tugas mulia”. Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama harus disosialisasikan kepada setiap aparatur Departemen Agama guna terwujudnya birokrasi yang profesional, memiliki integritas dan kinerja organisasi yang unggul. Kami berharap buku kecil ini dapat menyederhanaan materi sosialisasi pengembangan budaya kerja Departemen Agama. Jakarta, April 2009 Inspektur Jenderal,
Dr. H. Mundzir Suparta, M.A. Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
i
kaligus menjadi dokumen pertanggungjawaban baik secara teknis maupun administratif. Pengembangan budaya kerja Departemen Agama, sebagaimana telah diuraikan di atas, merupakan upaya secara sistematis untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja Departemen Agama melalui pembinaan aparatur yang etis, bermoral, berdisiplin, profesional, produktif, dan bertanggungjawab. Dalam hal ini budaya kerja bukanlah wacana, akan tetapi perilaku yang perlu dilatih bahkan dipaksa untuk menjadi biasa yang pada akhirnya menjadi budaya. Jakarta,
Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
April 2009
16
ABSTRAK Pelaksanaan reformasi birokrasi dilakukan dengan berbagai pendekatan secara teoritis/konseptual. Pendekatan diperlukan dalam rangka membangun birokrasi yang efisien, efektif, produktif, serta bebas dari KKN dan bentuk penyimpangan lainnya. Disadari bahwa, kondisi dan kinerja birokrasi pemerintah masih belum menunjukkan hasil yang signifikan. Hal tersebut, mengisyaratkan perlu mencari strategi dan metode reformasi yang efektif dalam membangun model birokrasi yang bersih, sehat, profesional, dan bertanggung jawab. Terdapat dua hal mendasar yang menjadi tujuan pelaksanaan reformasi birokrasi Departemen Agama, yaitu: perubahan cara berpikir (mindset) yang segera harus dilakukan dan perubahan manajemen (change management) berbasis kinerja. Perubahan manajemen yang baik, tidak hanya melihat output, akan tetapi juga pada outcome dan dampak mengurangi atau mempersempit kesempatan untuk melakukan berbagai bentuk penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan reformasi birokrasi harus dapat mengubah cara berpikir, budaya kerja, dan manajemen. Strategi yang dikembangkan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Departemen Agama, yaitu: 1. Membangun kepercayaan masyarakat (public trust), melalui program pencegahan dan pemberantasan korupsi untuk peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. 2. Melakukan penataan kelembagaan dan tata laksana sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Kegiatan tersebut, dilakukan dalam rangka penyesuaian kebutuhan masyarakat, perkembangan kebijakan pemerintah, dan dinamika admiAbstrak Pengembangan Bidaya Kerja 1
nistrasi publik. Tujuan utamanya menjadikan Departemen Agama sebagai organisasi modern yang peka terhadap tuntutan pelayanan masyarakat dan menghasilkan pelayanan prima. Meningkatkan profesionalisme SDM aparatur, melalui program diklat aparatur (termasuk diklat luar negeri), penegakan etika pegawai/profesi, pengembangan teknologi informasi, budaya kerja, penegakan disiplin, dan peningkatan kesejahteraan.
nyusunan agenda rencana aksi berangkat dari nilai dasar Departemen Agama yang bertumpu kepada ”ikhlas beramal” yang kemudian dituangkan dalam bentuk persepsi kerja ”melayani, memberdayakan, dan meneladani”. Keterkaitan antara ”nilai” serta ”kerja” diyakini mampu menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dan tanggung jawab aparatur terhadap peningkatan kinerja Departemen Agama. Untuk mewujudkan tingkat keberhasilan kinerja pengembangan budaya kerja, diperlukan kegiatan monitoring, evaluasi,
Budaya kerja adalah cara pandang dan suasana hati yang menumbuhkan keyakinan yang kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakininya, serta memiliki semangat yang tinggi dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi kerja yang baik. Memahami, mengimplementasikan, dan mengembangkan budaya kerja merupakan tugas berat yang harus dilakukan secara utuh dan menyeluruh karena menyangkut proses pembangunan karakter, sikap, dan perilaku manusia serta akan memiliki makna yang lebih jika dijiwai nilai-nilai spiritualitas sebagai sumber nilai yang tidak pernah kering. Budaya kerja dalam reformasi birokrasi dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam institusi, atau sistem kerja, sikap, dan perilaku aparatur. Interaksi antara ketiga unsur tersebut dan faktor lingkungan yang ada sangat mempengaruhi pengembangan budaya kerja. Unsur-unsur dimaksud harus diinternalisasikan ke dalam setiap pribadi aparatur Departemen Agama
dan pelaporan. 1. Monitoring adalah proses memantau terhadap kemajuan dan atau perkembangan yang telah dicapai atas hasil sosialisasi pengembangan budaya kerja yang dilakukan. Kegiatan ini dapat memantau kemajuan, perubahan, kendala dan dukungan yang diperoleh dari proses pengembangan budaya kerja. 2. Evaluasi adalah proses menghitung, mengukur, dan menilai atas proses dan hasil yang telah dicapai dari rencana aksi yang telah dilakukan. Hasil yang dievaluasi antara lain masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Kegiatan tersebut akan dapat menilai keberhasilan yang telah dicapai dalam rencana aksi yang dilaksanakan. 3. Bahan baku pelaporan adalah hasil evaluasi. Materi pelaporan berkaitan dengan masukan (input), proses, keluaran
sehingga menghasilkan kinerja dalam bentuk produk dan jasa yang bermutu bagi peningkatan pelayanan kepada masyarakat di bidang keagamaan. Pengembangan budaya kerja Departemen Agama merupakan upaya yang sangat strategis, karena akan mengubah
(output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dan dampak (impact), faktor kendala dan pendukung, upaya pemecahan masalah, kesimpulan dan rekomendasi. Pelaporan dimaksud dapat digunakan sebagai bahan masukan pimpinan se-
3.
Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
2
Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
15
sikap dan perilaku SDM aparatur Departemen Agama untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi dan siap menghadapi tantangan masa depan. Dengan kata lain, pengembangan budaya kerja dilakukan karena tuntutan reformasi birokrasi untuk mewujudkan good governance. Posisi Departemen Agama sebagai penjaga moral bangsa, memerlukan transformasi nilai, persepsi, sikap, dan perilaku kerja aparatur yang didasarkan atas nilai dasar “Ikhlas Beramal”. Elemen dan sumber identifikasi pengembangan budaya kerja Departemen Agama sebagai berikut:
Elemen
Sumber Identifikasi
Gambar 5: Arah Perubahan Budaya Kerja Pada dasarnya, reformasi birokrasi Departemen Agama yang terdiri dari penataan kelembagaan, penyempurnaan ketatalaksanaan, dan peningkatan kualitas SDM akan lebih mu-
Nilai Dasar
Motto “Ikhlas Beramal”
Persepsi Kerja
• •
Sikap Kerja
Hasil analisis terhadap suasana dan interaksi kerja aparatur
Perilaku Kerja
Prinsip-prinsip perwujudan “good governance”
Tugas dan Fungsi Organisasi Positioning Organisasi
dah diwujudkan jika berbasis pada pengembangan budaya kerja. Tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) sangat tergantung pada keberhasilan reformasi birokrasi. Oleh karena itu, ketiga basis tersebut harus dioptimalkan dalam rangka mempercepat perwujudan good governance yang dimulai dengan pengembangan budaya kerja Departemen Agama. Keberhasilan penerapan pengembangan budaya kerja Departemen Agama ditentukan oleh sejumlah agenda rencana aksi yang dirumuskan secara terstruktur, terarah, dan terencana di seluruh jajaran aparatur Departemen Agama. Agenda pengembangan Budaya Kerja hakikatnya adalah merancang sejumlah rencana kerja untuk mengembangkan budaya kerja yang dimaknai sebagai cara pandang atas kerja. Landasan pe-
Tujuan pengembangan budaya kerja Departemen Agama adalah perubahan cara berpikir (mind setting), perubahan persepsi dan sikap kerja (change of perception and attitude of work), dan mengelola perubahan (change management). Sedangkan tahapan pengembangan budaya kerja Departemen Agama adalah identifikasi nilai-nilai dasar, identifikasi persepsi kerja, identifikasi sikap kerja, identifikasi perilaku kerja, dan sosialisasi budaya kerja.
Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
14
3
Budaya kerja sebagai code of conduct yang mengatur dan memelihara serta mengarahkan kegiatan karyawan dan pimpinan agar mencapai produktivitas kerja, sehingga berfungsi sebagai identitas dan citra organisasi, pengikat anggota organisasi, sumber inspirasi dan daya penggerak, kemampuan untuk membentuk nilai tambah, membentuk pola perilaku anggota organisasi, cagar filosofi organisasi, substitusi perintah formal, dan mekanisme adaptasi terhadap perubahan. Dalam konteks pengembangan budaya kerja, motto “Ikh-
1. sehat (healthy), di mana nilai dasar “ikhlas beramal” dimaknai positif oleh semua komponen organisasi; 2. kuat (strong), di mana nilai dasar “ikhlas beramal” menjadi budaya yang semua komponen organisasi tidak berani melanggarnya. Tahapan untuk mewujudkan budaya kerja yang sehat dan kuat di lingkungan Departemen Agama dilakukan melalui: 1. Tahap formulasi, yaitu melakukan perumusan dan kesepakatan tentang nilai dasar, persepsi kerja, sikap kerja,
las Beramal”, seperti tertulis dalam lambang Departemen Agama diidentifikasi sebagai nilai dasar bagi institusi Departemen Agama. Penetapan “Ikhlas Beramal” sebagai nilai dasar dimaksud merupakan pondasi yang harus diperkuat agar mampu menopang elemen budaya kerja lainnya, yaitu persepsi kerja, sikap kerja, dan perilaku kerja. Idealnya motto “ikhlas beramal” menjadi konsep dan mindset yang mewarnai serta berwujud nyata dalam bentuk perilaku organisasi. Sebagai sebuah motto, “ia” harus menjadi nilai dasar organisasi (values), sikap (attitude), dan perilaku (behavior) semua aparatur sehingga menjadi budaya organisasi. Berdasarkan hasil kajian dokumen dan beberapa naskah yang dimiliki dan diterbitkan oleh Departemen Agama, kata “ikhlas beramal” dapat diidentifikasi memiliki 3 (tiga) fungsi, yaitu:
dan perilaku kerja yang akan dikuatkan dan dikembangkan. 2. Tahap sosialisasi, yaitu dilakukan melalui: a. Institusionalisasi adalah tahapan “melembagakan” konsep/disain budaya kerja yang sudah benar-benar disepakati di tingkat pimpinan melalui ketetapan yang mengikat kepada semua aparatur. b. Komunikasi adalah tahapan “menyampaikan dan membangun pemahaman” melalui berbagai pendekatan komunikasi (lisan, tulisan, pelatihan, simulasi, dan lainlain). c. Internalisasi adalah tahapan “menanamkan dan mematrikan pada jiwa, pemikiran, sikap, dan perilaku” aparatur, sehingga nilai dasar, persepsi kerja, sikap kerja, dan perilaku kerja benar-benar mengakar kuat pada setiap individu aparatur, atau dengan kata lain bahwa budaya kerja telah terinternalisasi dengan baik.
1. Fungsi jati diri. Fungsi ini berlaku bagi individu aparatur Departemen Agama yang merefleksikan karakter dan kesiapan untuk berbuat “ikhlas beramal”, baik dalam kehidupan diri sendiri, berkeluarga, dan bermasyarakat.
Arah perubahan yang dituju dalam pengembangan budaya kerja Departemen Agama dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut:
Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
4
13
Nilai Dasar : Ikhlas Beramal Perilaku Kerja : Persepsi Kerja : Melayani Memberdayakan Meneladani
Sikap Kerja : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jujur dan Integritas Etika, Akhlak Mulia, dan Keteladanan Taat Hukum dan Keputusan Tanggungjawab dan Akuntabel Hormat Sejawat Cinta Kerja dan Kerja Keras Transparansi dan Koordinasi Disiplin Bersahaja
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bekerja atas dasar rencana kerja (plan) Mencatat dan melaporkan hasil kerja (result) Menunaikan amanah waktu kerja (time) Merekam/Mencatat/Mentabulasikan data/informasi (dafo) Menjalankan monitoring dan evaluasi (monev) Melaksanakan pembinaan terhadap bawahan (coaching) Menjalankan pelayanan, pembinaan, dan bimbingan kepada pelanggan, stakeholders, dan masyarakat (servicing) 8. Melahirkan gagasan untuk pengembangan sistem kerja dan pelayanan yang dituangkan dalam rencana kerja (developing) 9. Memelihara martabat diri, harmoni kerja dengan rekan sejawat, hormat kepada pimpinan, dan memelihara citra organisasi (performing)
Gambar 4: Formulasi Kerangka Budaya Kerja Departemen Agama Nilai dasar, persepsi kerja, sikap kerja, dan perilaku kerja pada hakikatnya sudah ada di lingkungan Departemen Agama. Namun demikian, perlu dilakukan upaya “penguatan dan pengembangan” agar nilai dasar tertanam pada jiwa, persepsi kerja terbentuk pada pemikiran, sikap kerja terpolakan menjadi sikap dan kepribadian, dan perilaku kerja terbiasa dalam bekerja. Budaya kerja tersebut diharapkan tumbuh dan menghasilkan kinerja organisasi yang unggul. Nilai dasar “ikhlas beramal” harus dikelola dalam ranah sistem, manajemen, dan individu. Implementasi nilai dasar tersebut memerlukan tahapantahapan dan proses panjang secara terus menerus sehingga menjadi budaya kerja yang sehat dan kuat: Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
12
2. Fungsi kinerja. Fungsi ini berlaku sebagai landasan komitmen kerja aparatur yang siap “mengabdikan diri”, sejak melamar, bekerja, dan berkarir, dengan penuh “keikhlasan” dan senantiasa meningkatkan “amaliah” (produktivitas dan profesionalitas), untuk melaksanakan tugas dan fungsi Departemen Agama. 3. Fungsi dakwah. Fungsi ini berlaku sebagai landasan misi organisasi dalam menjaga moral bangsa Indonesia. Keberhasilan misi organisasi dalam menebarkan benih semangat “ikhlas beramal” diketahui dari eksistensi Departemen Agama sebagai “garda reformasi” dan “garda revitalisasi”. Garda reformasi adalah peran pengawal reformasi birokrasi pemerintahan sebagai koreksi atas tindak penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Garda revitalisasi adalah: peran penyeru perbuatan baik dan mencegah/melawan tindak kejahatan (amar ma’ruf nahi munkar) serta mengajak berlomba-lomba berbuat kebajikan (fastabiqul khairat). Secara keseluruhan formulasi “ikhlas beramal” sebagai nilai dasar Departemen Agama adalah: “Nilai yang melandasi niat yang tulus untuk beramal, bekerja, dan berdakwah sebagai bagian ibadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Nilai tersebut diinspirasikan oleh pemikiran yang lurus dan benar, dilaksanakan melalui usaha yang terarah, untuk kepentingan masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hasil kerja, yang bermuara kepada kemakmuran umat manusia lahir dan batin, sebagai wujud khidmat kepada bangsa dan negara, organisasi, dan umat”. Sesuai nilai dasar tersebut, diperoleh pemahaman dan keyakinan bahwa nilai dasar “ikhlas beramal” menjadi landasan filosofis untuk membentuk persepsi kerja aparatur yang diberlakukan dan dikembangkan Departemen Agama. Persepsi kerja di lingkungan Departemen Agama dimaksud adalah melayani, Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
5
memberdayakan, dan meneladani. Hasil identifikasi terhadap fungsi organisasi di lingkungan Departemen Agama, fungsi melayani meliputi pelayanan bidang pendidikan, urusan agama, dan penyelenggaraan haji. Sedangkan memberdayakan meliputi aspek bimbingan dan pembinaan. Berdasarkan sejarah pendirian dan perkembangan kelembagaan, status sebagai penjaga moral bangsa juga diemban oleh kelembagaan Departemen Agama. Untuk dapat berperan sebagai pejuang penjaga moral bangsa, maka salah satu fungsi lainnya perlu dikembangkan, yaitu meneladani, dalam pengertian bahwa setiap aparatur Departemen Agama memiliki kesadaran untuk menjadi teladan bagi rekan sejawat, masyarakat, dan organisasi lain. Meneladani dalam bersilaturrahim, berkehidupan, dan berorganisasi. Pentingnya nilai dasar tersebut ditransformasikan kepada persepsi kerja, agar nilai dasar menjadi bagian yang tidak terpisahkan, sebagai elemen dari kerangka Budaya Kerja Departemen Agama. Hubungan antara nilai dasar “ikhlas beramal” dengan persepsi kerja “melayani, memberdayakan, dan meneladani” disajikan pada gambar berikut ini.
Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
6
Perilaku Kerja
Sikap Kerja
Komitmen
Bekerja atas dasar rencana kerja (plan)
Mencatat dan melaporkan hasil kerja (result)
Merekam/mencatat/ mentabulasikan data informasi (dafo)
Menjalankan monitoring dan evaluasi (monev)
Fastabiqul Khairat
Etika, akhlak mulia, dan keteladanan
Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Jujur dan integritas
Menunaikan amanah waktu kerja (time)
Taat hukum dan keputusan
Melaksanakan pembinaan terhadap bawahan (coaching)
Hormat sejawat Tanggungjawab dan akuntabel Bersahaja
Transparansi dan koordinasi Disiplin
Menjalankan pelayanan, pembinaan, dan bimbingan (servicing)
Melahirkan gagasan untuk pengembangan sistem dan kinerja (developing)
Memelihara martabat diri, harmoni kerja, hormat pimpinan, dan memelihara citra organisasi (performing)
Gambar 3: Hubungan Sikap Kerja dengan Pembentukan Perilaku Kerja
Melalui penguatan 9 (sembilan) sikap kerja yang diarahkan dengan semangat mengajak kebaikan dan melarang kejahatan (amar ma’ruf nahi munkar) dan berlomba-lomba untuk kebaikan (fastabiqul khairat) dapat membentuk 9 (sembilan) perilaku kerja produktif Departemen Agama. Secara keseluruhan elemen-elemen yang menjadi formulasi budaya kerja yang akan dikembangkan di lingkungan Departemen Agama, meliputi: nilai dasar, persepsi kerja, sikap kerja, dan perilaku kerja. Untuk memperoleh gambaran yang utuh tentang konstruksi Budaya Kerja Departemen Agama, dapat dilihat pada gambar berikut:
Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
11
an pada tindak lanjut program/kegiatan dengan menganut kaidah pengawasan; dan 10. sumber daya organisasi (waktu kerja, aparatur, keuangan, dan lainnya) terkelola dengan baik secara efektif dan efisien. Berdasarkan butir-butir hasil kerja yang diharapkan dimaksud dan dengan mempertimbangkan apa yang perlu diperkuat terhadap perilaku kerja di lingkungan Departemen Agama, maka dapat diidentifikasi 9 (sembilan) perilaku kerja yang perlu dibangun, diperkuat, dilatih, dibiasakan, dan akhirnya menjadi perilaku kerja produktif dan harus mengakar, yaitu: 1. bekerja sesuai rencana kerja; 2. mencatat dan melaporkan hasil kerja; 3. menunaikan amanah waktu kerja; 4. merekam/mencatat/mentabulasi data/informasi; 5. melakukan monitoring dan evaluasi;
Gambar 1. Hubungan Nilai Dasar dengan Persepsi Kerja Budaya kerja yang secara umum akan dibangun De-
6. melaksanakan pembinaan terhadap bawahan; 7. melakukan pelayanan, pembinaan, dan bimbingan kepada pelanggan, stakeholders, dan masyarakat; 8. melahirkan gagasan untuk pengembangan sistem kerja dan pelayanan yang dituangkan dalam rencana kerja; dan 9. memelihara martabat diri, harmoni kerja, hormat pimpinan, dan pencitraan organisasi. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dan dilakukan adalah memberikan pemahaman dan keyakinan bahwa 9 (sembilan) sikap kerja, menjadi landasan afektif bagi pembentukan perilaku kerja produktif aparatur yang diberlakukan dan dikembangkan di lingkungan Departemen Agama. Hubungan antara sikap kerja dengan pembentukan perilaku kerja disajikan pada gambar berikut ini.
partemen Agama, dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi, dinilai sangat strategis terhadap upaya memulihkan dan memperkuat kepercayaan publik atas keberadaan, tugas dan fungsi, serta kinerja Departemen Agama. Gagasan atas pengembangan sikap kerja yang positif diyakini dapat menciptakan atmosfir yang baik dalam membentuk perilaku kerja produktif bagi aparatur Departemen Agama. Hasil analisis terhadap sikap kerja yang perlu dikembangkan untuk menciptakan situasi dan interaksi kerja yang kondusif adalah sebagai berikut: 1. Menjunjung tinggi kejujuran dan integritas pada organisasi (Jujur dan integritas). 2. Menjunjung tinggi etika, akhlak mulia, dan keteladanan (Etika, akhlak mulia, dan keteladanan). 3. Menghormati apa yang diatur dan keputusan yang yang telah disepakati (Taat hukum dan keputusan).
Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
10
7
4. Menunjukkan sikap tanggungjawab kepada pekerjaan dan mampu melaporkan kinerja (Tanggungjawab dan akuntabel). 5. Menghormati hak-hak orang lain dan tidak mudah menyalahkan orang lain (Hormat sejawat). 6. Mencintai pekerjaan dan mau bekerja keras (Komitmen). 7. Menunjukkan sikap keterbukaan dan kerjasama (Transparansi dan koordinasi). 8. Menunjukkan sikap disiplin yang tinggi (Disiplin). 9. Menunjukkan sikap bersahaja dalam hidup dan kehidupan
Menurut teori manajemen, perilaku kerja aparatur dalam mengelola organisasi, meliputi: merencanakan, mengorganisasikan sumber daya, menjalankan tugas dan fungsi, dan mengendalikan. Sementara itu menurut teori kepemimpinan, perilaku kerja aparatur dalam memimpin organisasi, meliputi tugastugas mengarahkan, menggalang komitmen, memberdayakan bawahan, melatih bawahan, dan memperdulikan. Sementara itu hasil kerja yang akan dicapai atau dituju melalui penerapan prinsip-prinsip “Good Governance” di ling-
(Bersahaja). Hubungan antara persepsi kerja dengan sikap kerja Departemen Agama adalah bahwa bila terhadap aparatur dapat diinternalisasikan tentang persepsi kerja Departemen Agama yaitu bekerja untuk melayani, memberdayakan, dan meneladani, maka persepsi kerja dimaksud akan menjadi landasan fungsional untuk membentuk sikap kerja yang dikembangkan di lingkungan Departemen Agama, sebagai berikut:
kungan instansi pemerintahan adalah: 1. masyarakat terlayani dengan baik, ramah, dan cepat melalui kaidah profesionalisme aparatur; 2. masyarakat diberdayakan melalui kaidah partisipasi masyarakat; 3. peraturan/disiplin dijalankan dan ditegakkan dengan menganut kaidah supremasi hukum yang merata dan berkeadilan; 4. responsif terhadap aspirasi dan ekspektasi stakeholders dengan memperhatikan kaidah daya tanggap kepada stakeholders; 5. data dan informasi terekam dan tersosialisasikan dengan baik memenuhi kaidah transparansi; 6. segmen masyarakat yang dilayani juga merata dan berkeadilan sesuai dengan kaidah kesetaraan; 7. organisasi berjalan dan berkembang secara terencana memenuhi kaidah berorientasi pada visi; 8. hasil kerja dapat dilaporkan dan akuntansi penggunaan sumber daya tercatat dengan baik untuk menjadi pertanggungjawaban menurut kaidah akuntabilitas; 9. pimpinan senantiasa melakukan monitoring dan evaluasi agar dapat dicegah adanya tindak penyimpangan dan memungkinkan adanya perubahan/peningkatan/penyempurnaAbstrak Pengembangan Bidaya Kerja 9
Gambar 2. Hubungan Persepsi Kerja dengan Sikap Kerja Abstrak Pengembangan Bidaya Kerja
8