MODUL
PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TAHUN 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
MASYARAKATAN
MODUL BAGI PEMBIMBING KEMASYARAKATAN Copyright © 2012, Tim Penulis Modul Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Penulis Tim Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Editor Tim PAU Universitas Terbuka Siti Zahra Yundiafi Desain dan Tata Letak Rion Gustaf
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Tim Penyusun Modul
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN DIREKTORAT BIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN PENGENTASAN ANAK 2012
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN JL. VETERAN NO. 11
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PAS.1.
NOMOR : PAS-111.PK.01.05.02 TAHUN 2012 .PK.05.02 Tahun 2010 TENTANG
MODUL BAGI PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN Menimbang :
a.
b.
Mengingat :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
bahwa untuk meningkatkan kompetensi Pembimbing Kemasyarakatan perlu dibuat modul yang dapatmembantu dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Pembimbing Kemasyarakatan; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan peraturan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Modul bagi Pembimbing Kemasyarakatan. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614); Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332); Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3845); Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 69, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3846); Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-01.OT.02.02 tahun 2009 tanggal 13 Januari 2009 tentang Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan ; Peraturan menteri Hukum dan HAM RI Nomor: M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010 tanggal 30 Desember Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM ; Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor
8.
9.
M.01.PR.07.03 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.02-PR.07.03 Tahun 1987 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengetasan Anak; Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.PK.04.10 Tahun 1998 tanggal 3 Februari 1998 tentang Tugas, Kewajiban dan Syarat-syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan; Petunjuk Teknis Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor E.40-PR.05.03 Tahun 1987 tanggal 8 September tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan
M E M U T U S K A N
Menetapkan
: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN TENTANG MODUL BAGI PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Pasal 1 (1) Menerbitkan Modul bagi Pembimbing Kemasyarakatan di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebagaimana disebut dalam lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini. (2) Modul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dijadikan bahan ajar dalam pendidikan bagi Pembimbing Kemasyarakatan. Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pemasyarakatan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 16 OKTOBER 2012 An. DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN
SIHABUDIN, Bc.IP., SH., MH. NIP. 531111 197602 1 001
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN
SAMBUTAN Assalamu’alaikum wr.wb. Sistem Pemasyarakatan adalah sistem koreksi yang bertujuan untuk mengintegrasikan kembali pelaku tindak pidana kedalam masyarakat dengan berupaya melakukan perubahan perilaku kearah yang lebih positif terhadap warga binaan pemasyarakatan melalui proses pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan serta perlindungan hak-hak warga binaan pemasyarakatan. Proses pembinaan didasarkan atas asas pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, dan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Hal ini tentu sejalan dengan cita-cita pemasyarakatan yang diusung oleh “Founding Father Pemasyarakatan”, Dr. Sahardjo 49 tahun silam. Dalam proses peradilan pidana dan dalam pelaksanaan pemidanaan hakekatnya dalam pelayanan tahanan, pembinaan narapidana dan pembimbingan klien pemasyarakatan, dengan demikian pemasyarakatan berperan pada seluruh tahapan proses hukum, mulai dari tahap pra-adjudikasi, adjudikasi dan post adjudikasi. Balai Pemasyarakatan mulai berperan dalam melakukan pendampingan terhadap pelaku tindak pidana juga melakukan penelitian kemasyarakatan sebagai analisa terhadap latar belakang tindak pidana, potensi pelaku, kondisi keluarga, kondisi lingkungan masyarakat dan lain sebagainya yang menjadi bahan pertimbangan bagi hakim dalam memberikan putusan hukum yang mengikat. Sebagai bagian dari Sistem Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan juga berperan dalam tahap adjudikasi, yaitu melalui laporan hasil penelitian kemasyarakatan. Laporan Penelitian Kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan bagi aparat penegak hukum lainnya dalam memberikan keputusan hukum yang tepat dan adil. Pada tahap post-adjudikasi, Balai Pemasyarakatan ikut didalam melakukan proses pembinaan dalam rangka admisi orientasi, asimilasi dan reintegrasi serta perlindungan anak. Seiring dengan disahkannya Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pada tanggal 30 Juli 2012, peranan Balai Pemasyarakatan khususnya Pembimbing Kemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
i MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
menjadi sangat penting dan strategis didalam setiap tahapan proses hukum bagi anak. Dalam tahap pra-adjudikasi Pembimbing Kemasyarakatan memiliki peran penting dalam penanganan Anak yang berkonflik dengan hukum dengan mengedepankan prinsip untuk hak kepentingan terbaik bagi anak. Dalam proses ini seorang Pembimbing Kemasyarakatan wajib mengupayakan diversi bagi anak pelaku tindak pidana dengan pendekatan keadilan restroratif pada setiap tingkat pemeriksaan; tingkat penyidikan, penuntutan dan pengadilan, selain itu juga pengawasan pelaksanan diversi yang telah mempunyai penetapan hakim. Perampasan kemerdekaan adalah salah satu upaya terakhir bagi Anak, ini menjadi filosofi Sistem Peradilan Pidana Anak dan juga filosogi bagi Pembimbing Pemasyarakatan dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum. Saya sangat mengapresiasi respon yang sangat cepat dan positif yang dilakukan oleh Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak yang telah menyusun Modul bagi Pembimbing Kemasyarakatan. Melalui modul ini tentu diharapkan akan dapat memudahkan rekan-rekan Pembimbing Kemasyarakatan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sehari-hari dilapangan. Saya juga sangat bangga karena modul ini disusun dengan sangat baik karena telah melewati beberapa proses akademik sehingga modul ini lebih berbobot karena telah dilakukan uji coba kepada petugas pemasyarakatan. Saya berharap melalui modul-modul ini kinerja Balai Pemasyarakatan, khususnya Pembimbing Kemasyarakatan, akan semakin baik dengan dilandasi sikap profesionalisme serta sumber daya manusia yang kompeten sehingga mampu meningkatkan kualitas pelayanan pembimbingan, pendampingan serta pengawasan sesuai dengan amanat perundang-undangan. Akhirnya terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan secara aktif dalam penyusunan modul ini. Semoga dapat bermanfaat bagi Pembimbing Kemasyarakatan di lapangan. Wasssalamu’alaikum wr.wb. Jakarta, 16 September 2012 Direktur Jenderal Pemasyarakatan
SIHABUDIN, Bc.IP, SH, MH NIP. 19531111 197602 1 001
ii MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIREKTUR BIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN PENGENTASAN ANAK SAMBUTAN Assalamu’alaikum wr.wb. Balai Pemasyarakatan (Bapas) merupakan garda terdepan dalam upaya reintegrasi pelanggar hukum sejalan dengan cita-cita pemasyarakatan. Peran Bapas dalam system peradilan pidana sangat strategis karena analisis Bapas terhadap para pelanggar hukum yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan menjadi suatu informasi yang penting untuk menetapkan suatu ketetapan hukum yang mengikat. Tugas Pemasyarakatan yang melekat pada Bapas berperan pada seluruh tahapan proses hukum, mulai dari tahap pra-adjudikasi, adjudikasi dan post adjudikasi. Pada tahap pra-adjudikasi, Sistem Pemasyarakatan melalui Rumah Tahanan Negara menjalankan pelayanan dan perawatan terhadap tahanan dan perlindungan terhadap penyalahgunaan kewenangan pihak yang memiliki kewenangan yuridis dalam penahanan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Pada tahap ini, Balai Pemasyarakatan mulai berperan dalam melakukan pendampingan terhadap pelaku tindak pidana juga melakukan penelitian kemasyarakatan baik untuk proses diversi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi hakim dalam memberikan putusan hukum yang mengikat. Hal ini tentu berhubungan dengan substansi Penelitian Kemasyarakatan yang berisi tentang analisa terhadap latar belakang tindak pidana, potensi pelaku, kondisi keluarga, kondisi lingkungan masyarakat dan lain sebagainya. Peran Balai Pemasyarakatan dalam tahap adjudikasi, yaitu menyampaikan hasil penelitian kemasyarakatan yang mengungkap serta menganalisis profil pelaku pelanggar hukum pidana dimuka persidangan. Penelitian Kemasyarakatan adalah upaya Pembimbing Kemasyarakatan dalam memberikan perspektif lain yang lebih objektif sebagai dasar pembuatan keputusan bagi aparat penegak hukum lainnya dalam memberikan keputusan hukum yang tepat dan adil. Pada tahap postadjudikasi, Balai Pemasyarakatan ikut didalam melakukan proses pembinaan dalam rangka admisi orientasi, asimilasi dan reintegrasi serta perlindungan anak.
Melalui Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, peranan Bapas khususnya Pembimbing Kemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana Anak menjadi makin strategis. Undang-undang tersebut mengamanatkan
iii MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
agar Bapas, melalui Pembimbing Kemasyarakatan, hadir dalam setiap tahapan proses hukum yang melibatkan anak. Agar petugas Pembimbing Kemasyarakatan dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara lebih efektif dan efisien maka Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak menyusun Modul bagi Pembimbing Kemasyarakatan. Modul ini disusun dengan memenuhi kaidah-kaidah penulisan ilmiah serta referensi yang lengkap yang dipandu oleh para ahli dari Universitas Terbuka. Modul ini juga telah melalui pemeriksaan oleh para ahli materi dan telah diujicobakan kepada petugas pemasyarakatan. Saya sangat mengapresiasikan kinerja yang luar biasa dari rekan-rekan di Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak yang telah bekerja keras menyusun modul ini, khususnya pada Sub Direktorat Penelitian Kemasyarakatan. Saya berharap melalui modul ini dapat membantu kinerja Balai Pemasyarakatan, khususnya Pembimbing Kemasyarakatan dilapangan agar memiliki pengetahuan serta pemahaman yang lengkap yang dapat memudahkan Pembimbing Kemasyarakatan menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana yang telah diamanatkan peraturan perundang-undangan.
Wasssalamu’alaikum wr.wb. Jakarta, 17 September 2012 Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak
Dr. MARDJOEKI, Bc.IP., M.Si. NIP. 19560424 198101 1 001
iv MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DAFTAR ISI
N A T RAKA
DAFTAR ISI
Sambutan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sambutan Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Daftar Isi
i iii v
MODUL I – TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Deskripsi Singkat C. Kompetensi Umum D. Kompetensi Khusus E. Peta Kompetensi F. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan G. Manfaat Mempelajari Modul H. Petunjuk Mempelajari Modul BAB II PROFIL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN A. Kompetensi Khusus B. Sub Pokok Bahasan 1. Profil Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Peraturan Perundang-undangan 2. Profil Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli C. Rangkuman D. Latihan BAB III TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN A. Kompetensi Khusus B. Sub Pokok Bahasan 1. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Peraturan Perundang-undangan 2. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli 3. Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan C. Rangkuman D. Latihan BAB IV PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN A. Kompetensi Khusus B. Sub Pokok Bahasan 1. Peran Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli 2. Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Institusi Penegakan Hukum C. Rangkuman D. Latihan
v MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
2 2 2 2 3 3 4 4
6
6 12 14 14
16
16 17 19 21 21
23 23 38 42 42
BAB V PENUTUP A. Rangkuman B. Evaluasi C. Umpan Balik Kunci Jawaban D. Daftar Pustaka E. Glosarium
44 44 46 47 48 49
vi MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL II – DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Deskripsi Singkat C. Kompetensi Umum D. Kompetensi Khusus E. Peta Kompetensi F. Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan G. Manfaat Mempelajari Modul H. Petunjuk Mempelajari Modul BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PEMBIMBINGAN A. Kompetensi Khusus B. 1. Sejarah Perkembangan Balai Pemasyarakatan 2. Sejarah Perkembangan Ilmu Pekerjaan Sosial dan Laporan Penelitian Kemasyarakatan di Indonesia C. Rangkuman D. Latihan
51 51 52 52 52 52 52 53 53
55 55 58 60 62
BAB III PRINSIP PEMBIMBINGAN A. Kompetensi Khusus B. 1. Prinsip Dasar Pembimbingan Menurut Henry S. Mass 2. Prinsip Dasar Pembimbingan Menurut Naomi I. Brill 3. Prinsip Dasar Pembimbingan Menurut Felix Biestek C. Rangkuman D. Latihan
64 64 66 67 68 69
BAB IV METODE PEMBIMBINGAN A. Kompetensi Khusus B. 1. Metode Pembimbingan 2. Penerapan Metode dalam Praktik Pembimbingan Kemasyarakatan C. Rangkuman D. Latihan
71 71 73 78 79
BAB V TEKNIK PEMBIMBINGAN A. Kompetensi Khusus B. 1. Teknik Pekerjaan Sosial Menurut Naomi I. Brill 2. Teknik Bimbingan Kelompok C. Rangkuman D. Latihan
81 81 86 87 87
ii MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB VI KETERAMPILAN DALAM PEMBIMBINGAN A. Kompetensi Khusus B. 1. Keterampilan Menurut Stephen P. Robbins 2. Keterampilan Menurut Naomi l. Brill 3. Keterampilan Menurut Louise C. Johnson C. Rangkuman D. Latihan
89 89 90 93 97 98
BAB VII PENUTUP A. Rangkuman B. Evaluasi C. Umpan Balik Kunci Jawaban D. Daftar Pustaka
100 100 103 104 104
iii MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL III – PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Deskripsi Singkat C. Kompetensi Umum D. Kompetensi Khusus E. Peta Kompetensi F. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan G. Manfaat Mempelajari Modul H. Petunjuk Penggunaan Modul BAB II GAMBARAN UMUM PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN (PK) A. Kompetensi Khusus B. Sub Pokok Bahasan 1. Pengertian Prosedur dan Mekanisme 2. Pengertian Pembimbingan, Unsur-unsur Pembimbingan dan Tujuan Pembimbingan a. Pengertian Pembimbingan b. Unsur-unsur Pembimbingan 1) Pembimbing Kemasyarakatan (PK) 2) Klien Pemasyarakatan 3) Keluarga Klien 4) Penjamin 5) Masyarakat 6) Pemerintah Setempat 7) Pihak Lainnya c. Tujuan Pembimbingan 1) Perubahan Tingkah Laku 2) Masyarakat Produktif C. Rangkuman D. Latihan BAB III PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN (PK) A. Kompetensi Khusus B. Sub Pokok Bahasan 1. Prosedur dan Mekanisme Litmas 2. Prosedur dan Mekanisme Pendampingan 3. Prosedur dan Mekanisme Sidang TPP 4. Prosedur dan Mekanisme Pembimbingan 5. Prosedur dan Mekanisme Pengawasan C. Rangkuman D. Latihan iv MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
110 110 110 110 111 111 112 112
115 115 116 116 116 116 116 118 118 119 119 120 120 121 122 123 123
125 125 129 132 133 136 138 138
BAB IV PENCATATAN, PELAPORAN DAN PENGARSIPAN A. Kompetensi Khusus B. Sub Pokok Bahasan 1. Definisi Pencatatan, Pelaporan, dan Pengarsipan 2. Mekanisme Pencatatan, Pelaporan dan Pengaripan 3. Formulir Pencatatan dan Pelaporan C. Rangkuman D. Latihan BAB V PENUTUP A. Rangkuman B. Latihan C. Umpan Balik dan Tindak Lanjut KUNCI JAWABAN GLOSARIUM DAFTAR PUSTAKA
140 140 142 143 146 146
148 148 152 153 154 155
v MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL IV – MANAJEMEN KASUS BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Deskripsi Singkat C. Kompetensi Umum D. Kompetensi Khusus E. Peta Kompetensi F. Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan G. Manfaat Mempelajari Modul H. Petunjuk Penggunaan Modul
158 158 158 158 159 159 161 161
BAB II PENGERTIAN MANAJEMEN KASUS A. Kompetensi Khusus B. Pengertian Manajemen Kasus C. Rangkuman D. Latihan
163 163 164 165
BAB III FUNGSI MENAJEMEN KASUS A. Kompetensi Khusus B. Fungsi Manajemen Kasus C. Prinsip Manajemen Kasus D. Tugas Manajer Kasus E. Peran Manajer Kasus F. Rangkuman G. Latihan
167 167 169 172 172 173 173
BAB IV TAHAPAN DAN STRATEGI MANAJEMEN KASUS A. Kompetensi Khusus B. Tahapan dalam Manajemen Kasus 1. Asesmen 2. Perencanaan 3. Intervensi 4. Pengawasan 5. Pendampingan 6. Terminasi C. Pihak yang Terlibat dalam Manajemen Kasus D. Rangkuman E. Latihan F.
vi MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
175 175 175 178 179 180 182 183 186 187 188
BAB V KETERAMPILAN KOMUNIKASI A. Kompetensi Khusus B. Keterampilan Menjalin Komunikasi 1. Mikro Konseling 2. Sikap dan Nilai yang Mendukung Komunikasi 3. Pedoman Menjalin Komunikasi C. Rangkuman D. Latihan
190 190 190 194 195 197 197
BAB VI MENJALIN HUBUNGAN BANTUAN DAN STRATEGI KEMITRAAN A. Kompetensi Khusus B. Keterampilan Menjalin Hubungan dan Strategi Kemitraan 1. Individualisasi 2. Ekspresi Perasaan Bertujuan 3. Pelibatan Emosional Terkendali 4. Penerimaan 5. Sikap Tidak Menghakimi 6. Memutuskan bagi Diri Sendiri 7. Kerahasiaan C. Sifat Layanan Bantuan D. Menjalin Kemitraan 1. Sumber Pelayanan 2. Pemetaan Sumber Pelayanan 3. Jejaring Instansi Pemerintah dan Nonpemerintah E. Rangkuman F. Latihan
199 199 199 200 200 202 203 204 204 205 205 207 209 211 211 212
BAB VII PENUTUP A. Rangkuman B. Umpan Balik C. Kumpulan Soal dan Kunci Jawaban D. Daftar Pustaka E. Glosarium
214 214 215 218 219
vii MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL V - DIVERSI BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Deskripsi Singkat C. Kompetensi Umum D. Kompetensi Khusus E. Peta Kompetensi F. Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan G. Manfaat Mempelajari Modul H. Petunjuk Penggunaan Modul
223 224 224 224 224 225 226 226
BAB II SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Kompetensi Khusus B. Sistem Peradilan Pidana Anak C. Keadilan Restoratif D. Diversi E. Rangkuman F. Latihan
228 228 232 235 247 248
BAB III INSTRUMEN NASIONAL DAN INTERNASIONAL YANG MENJADI DASAR HUKUM DALAM PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM A. Kompetensi Khusus 250 B. Instrumen Nasional yang Menjadi Dasar Hukum Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum 250 C. Instrumen Internasional yang Menjadi Dasar Hukum Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum 257 D. Rangkuman 264 E. Latihan 265 BAB IV TAHAPAN PELAKSANAAN DIVERSI A. Kompetensi Khusus B. Tahapan Pelaksanaan Diversi Sebelum Berlakunya UU No. 11 Tahun 2012 Tentang System Peradilan Pidana Anak C. Tahapan Pelaksanaan Diversi Mengacu Pada UU No. 11 Tahun 2012 Tentang System Peradilan Pidana Anak D. Ilustrasi Upaya Diversi Sebelum Diberlakukan UU. No. 11tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak E. Rangkuman F. Latihan BAB VII PENUTUP A. Rangkuman B. Evaluasi C. Umpan Balik D. Daftar Pustaka E. Glosarium
267 267 268 269 272 273
275 276 278 279 280 viii MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL I
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TAHUN 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN Copyright © 2012, Tim Penulis Modul Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Penulis Tejo Harwanto | Taufiq Effendy W | Veriyadi Editor Tim PAU Universitas Terbuka Siti Zahra Yundiafi Desain dan Tata Letak Rion Gustaf
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa ijin tertulis dari Tim Penyusun Modul
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN DIREKTORAT BIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN PENGENTASAN ANAK 2012
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
KATA PENGANTAR Pembimbing Kemasyarakatan adalah pegawai/petugas Pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan yang mempunyai tugas melakukan penelitian kemasyarakatan, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak. Seiring dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, peran seorang Pembimbing Kemasyarakatan menjadi sangat penting dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Oleh karena itu seorang Pembimbing Kemasyarakatan dituntut untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan teknisnya agar dapat menjalankan tugas yang semakin menantang. Modul tentang Tugas dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan ini disusun untuk membekali Pembimbing Kemasyarakatan dalam pelaksanaan tugas di lapangan.
Modul ini membahas tentang Profil, Tugas, dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan. Diharapkan modul ini dapat dijadikan sebagai salah satu wahana pembelajaran bagi Pembimbing Kemasyarakatan untuk menambah pengetahuan tentang Tugas, Fungsi, dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan. Modul ini di maksudkan untuk menyamakan pola pikir, pola sikap, dan gerak langkah pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yaitu melakukan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan dan pendampingan.
Mari kita tingkatkan kualitas Pembimbing Kemasyarakatan sehingga dapat kita tunjukkan bahwa seorang Pembimbing Kemasyarakatan adalah bagian penting dari proses penegakan hukum. Selamat belajar. Semoga modul ini dapat memberikan manfaat dan dapat meningkatkan kinerja Pembimbing Kemasyarakatan. . Tidak lupa kami juga berterima kasih atas dukungan semua pihak dalam penyusunan modul ini, khususnya kepada HCPI (HIV Cooperation Program for Indonesia).
Jakarta, September 2012 Tim Penyusun
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB SATU
PENDAHULUAN
1
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
A. LATAR BELAKANG Salah satu tujuan sistem pemasyarakatan adalah menyiapkan warga binaan pemasyarakatan, selanjutnya disebut klien pemasyarakatan, agar dapat berintegrasi dan berperan kembali dalam keluarga dan lingkungan masyarakat luas secara sehat dan bertanggung jawab. Peran balai pemasyarakatan secara umum dan pembimbing kemasyarakatan secara khusus dirasa belum maksimal dalam mewujudkan fungsi sistem pemasyarakatan. Seiring dengan akan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pembimbing kemasyarakatan memegang peranan sangat penting dalam proses penegakan hukum, terutama dalam penelitian kemasyarakatan dan bimbingan bagi klien pemasyarakatan. Penulisan modul ini dimaksudkan untuk menyediakan bahan ajar yang berkaitan dengan tugas, fungsi, dan peran pembimbing kemasyarakatan. Modul ini diharapkan dapat membantu meringankan tugas pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
B. DESKRIPSI SINGKAT Modul Tugas dan Peran Pembimbingan Kemasyarakatan merupakan dasar untuk mempelajari modul-modul selanjutnya. Modul ini dibagi menjadi 5 (lima) bab yang mencakup pendahuluan, profil pembimbing kemasyarakatan, tugas pembimbing kemasyarakatan, peran pembimbing kemasyarakatan, dan penutup.
C. KOMPETENSI UMUM Setelah mempelajari modul Tugas dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan, Saudara akan memiliki kemampuan dalam menjelaskan tugas dan peran pembimbing kemasyarakatan.
D. KOMPETENSI KHUSUS Setelah mempelajari modul Tugas dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan, secara khusus Saudara akan memiliki kemampuan dalam: 1. mengidentifikasi profil pembimbing kemasyarakatan, 2. menjelaskan tugas pembimbing kemasyarakatan, dan 3. menjelaskan peran pembimbing kemasyarakatan
2
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
E. PETA KOMPETENSI Berikut adalah tahapan kompetensi yang harus Saudara capai untuk memiliki kemampuan dalam menjelaskan tugas dan peran pembimbing kemasyarakatan. TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN Setelah mempelajari modul ini, pembimbing kemasyarakatan diharapkan memiliki kemampuan berikut:
2. menjelaskan tugas pembimbing kemasyarakatan
3. menjelaskan peran pembimbing kemasyarakatan
1. mengidentifikasi profil pembimbing kemasyarakatan
Bagan 1 Peta Kompetensi
F. POKOK BAHASAN DAN SUBPOKOK BAHASAN Untuk mempermudah Saudara dalam memahami modul ini, materi dalam modul ini dikemas sebagai berikut: BAB I Pendahuluan BAB II Profil Pembimbing Kemasyarakatan Bab II dibagi dalam dua subbab, yakni subbab Profil Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Peraturan Perundang-undangan dan subbab Profil Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Pandangan Para Ahli. BAB III Tugas dan Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan Bab ini terdiri atas tiga subbab, yakni subbab Tugas Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Peraturan Perundang-undangan, subbab Tugas Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Pendapat Para Ahli, dan subbab Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan.
3
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB IV Peran Pembimbing Kemasyarakatan Bab IV terdiri atas dua subbab, yakni subbab Peran Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Pandangan Para Ahli dan subbab Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Institusi Penegakan Hukum. BAB V Penutup G. MANFAAT MEMPELAJARI MODUL Modul ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman PK terhadap tugas, fungsi, dan peran pembimbing kemasyarakatan. Modul ini digunakan sebagai pedoman pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan tugas pembimbingan, pendampingan, dan pengawasan klien pemasyarakatan di lapangan. H. PETUNJUK MEMPELAJARI MODUL Perhatikan dan ikuti beberapa petunjuk berikut. 1. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang tugas pembimbing kemasyarakatan, dianjurkan Saudara membaca referensi terkait, yaitu Peraturan Pemerintah RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dan Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan sebagai dasar pemahaman, Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dan UndangUndang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 2. Baca dan pahamilah setiap bab secara bertahap dan berulang-ulang sehingga pada saat Saudara selesai mengerjakan evaluasi yang disajikan di bagian akhir modul ini, tingkat penguasaan yang Saudara peroleh mencapai minimal 80%. 3. Kerjakan setiap soal dalam latihan dan evaluasi dengan tertib dan sungguh-sungguh tanpa lebih dahulu melihat kunci jawabannya. 4. Setelah mempelajari modul ini dan penguasaan materi mencapai minimal 80%, Saudara diharuskan melanjutkan materi ke modul berikutnya.
4
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB DUA
PROFIL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
5
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
A. KOMPETENSI KHUSUS Setelah mempelajari pokok bahasan ini, pembimbing kemasyarakatan diharapkan memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi profil pembimbing kemasyarakatan. B. SUBPOKOK BAHASAN 1. Profil Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Peraturan Perundang-undangan Sejak berdirinya lembaga reklasering di Indonesia pada zaman Pemerintahan Belanda, petugas yang menjadi garda terdepan dalam pelayanan hukum kepada masyarakat saat itu dikenal dengan sebutan Ambtenaar der Reclassering atau Bijzondere Ambtenaar ‘pegawai negeri istimewa’ yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Probation Officer, yang berarti ‘pekerja sosial kehakiman’. Sejak 1968 kedua sebutan tersebut berganti menjadi “pembimbing kemasyarakatan”. Tugas dan tanggung jawabnya telah diatur dalam Wetboek van Strafrecht yang pada 1917 dilakukan penerjemahan dan perubahan dengan judul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, selanjutnya disingkat KUHP, yang diberlakukan mulai 1 Januari 1918. Dalam Pasal 14 huruf d ayat (2) KUHP disebutkan bahwa hakim boleh mewajibkan kepada seorang Ambtenaar istimewa supaya memberi pertolongan dan bantuan kepada sistem hukum tentang perjanjian istimewa itu. Selain dalam KUHP, terdapat juga dalam Ordonansi Pidana Bersyarat dan Bebas Bersyarat, Stbl. Nomor 251 Tanggal 4 Mei 1926 dan G. General Nomor 18 yang diberlakukan 9 Juli 1926, terutama pada Title 1 tentang Pegawai Istimewa.
Pasal 11 (1)
Untuk tiap-tiap daerah yang mempunyai pengadilan negeri mendapat seorang petugas atau Pegawai Istimewa. Istilah yang dimaksud adalah pembimbing kemasyarakatan.
(2)
Mereka mendapat bantuan “pegawai reklasering” atau “wakil pegawai reklasering”. Dalam Ordonansi berbahasa Belanda “Ambtenaar der Reclasering” yang dimaksud adalah pegawai istimewa atau pembimbing kemasyarakatan.
(3)
Tempat dan kedudukannya ditetapkan oleh Menteri Kehakiman.
Pasal 12 (1)
“Pegawai Reklasering diwajibkan jaksa oleh Menteri Kehakiman untuk kepentingan pengawasannya.”
Pasal 14 (1)
“Menteri Kehakiman dapat mencukupi dan menunjuk pegawai istimewa yang sanggup menjalankan pekerjaan itu.” 6
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Pentingnya pembimbing kemasyarakatan dalam persidangan dipertegas juga oleh instruksi Hakim Agung wanita pertama di Indonesia, Sri Widoyati W.S., S.H. yang tertuang dalam Surat Edaran Hakim Agung tanggal 4 Juli 1971 Nomor M.A./PEM/040/1971 tentang “Sidang Perkara Anak” yang menyatakan bahwa dalam sidang anak : a) harus hadir pekerja sosial dan b) harus ada laporan data sosial. Melalui surat edaran tersebut, hingga kini keberadaan pembimbing kemasyarakatan dalam persidangan menjadi penting, baik secara legal formal maupun secara aktual. Hal ini bertujuan agar petugas penegak hukum lainnya mendapat masukan/ pendapat pihak lain (second opinion) mengenai latar belakang anak yang dalam proses hukum sehingga putusan yang diambil tepat karena berkaitan dengan masa depan anak. Kebijakan hakim agung di atas juga diperkuat dengan beberapa peraturan sebagai berikut: a. Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor 06–UM–01–06 Tahun 1983 tentang Tata Tertib Persidangan dan Tata Ruang Sidang tanggal 16 Desember 1983; b. Surat Edaran Jaksa Agung RI Tanggal 17 Februari 1982, Nomor B/22/0/E/2/1982 tentang Pengiriman Putusan Pidana Bersyarat pada Balai Bispa (Bapas); c. Surat Edaran Jaksa Agung RI Tanggal 9 Januari 1986 Nomor R-001/A-6/1/86 tentang “Sifat Rahasia” Hak Litmas untuk Penuntutan Tindak Pidana Narkotika, dengan Pelaku Usia Muda; d. Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI Tanggal 17 November 1987 Nomor 6 Tahun 1987 tentang Tata Tertib Sidang Anak, dengan merujuk Peraturan Menteri Kehakiman RI Tahun 1983 Nomor 06–UM.01.06. tentang Tata Tertib Sidang Anak; e. DOR. Stbl. Nomor 741 Tahun 1917 tanggal 17 Juli 1926, yang disahkan oleh Secretariat General Erobrete, yang banyak memuat pasal tentang pegawai reklasering dan litmas; f. SMR for Juvannile Justice dan SMR for Nonconstodial Measure yang menyebut dan membahas “Probation officer” dan “social inquiry report”; g. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; mengenai pembimbing kemasyarakatan dimuat dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 29 ayat (8), Pasal 34 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 36, Pasal 38, dan Pasal 59 ayat (2); h. Keputusan Menteri Kehakiman & HAM RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan; serta 7
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
i.
Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 64 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Berdasarkan dasar-dasar hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa peran pembimbing kemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana sangat penting dan strategis. Oleh karena itu, untuk melaksanakan amanah peraturan perundangundangan tersebut, pembimbing kemasyarakatan perlu meningkatkan kompetensinya sesuai dengan peran dan tanggung jawab yang diembannya. Setiap kegiatan dalam organisasi atau kelembagaan sudah tentu ada pelaku atau personal yang melaksanakan aktivitas, seperti halnya pada balai pemasyarakatan (Bapas). Bapas memiliki pembimbing kemasyarakatan (PK) yang sering disebut Probation, Parole, dan After Care Officer (pada zaman Belanda disebut Reclassering Ambtenaar). Pembimbing kemasyarakatan mempunyai tugas khusus dalam proses penegakan hukum. Pembimbing kemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari sistem tata peradilan pidana, seperti halnya polisi, jaksa, hakim, atau pengacara. Dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing kemasyarakatan disebutkan bahwa pembimbing kemasyarakatan adalah pegawai/petugas pemasyarakatan pada balai pemasyarakatan yang ditunjuk dan/atau diangkat menjadi pembimbing kemasyarakatan serta dapat diberhentikan oleh Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Pembimbing kemasyarakatan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada kepala balai pemasyarakatan. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa pembimbing kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap anak, baik di dalam maupun di luar proses peradilan pidana. Kedudukan, tugas dan kewajiban pembimbing kemasyarakatan dengan jelas diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan. Pelayanan pembimbingan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan tidak didasarkan pada upaya balas dendam atau hukuman. Pembimbingan terhadap klien
8
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
ini lebih dititikberatkan pada upaya profesional untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan klien dalam berinteraksi dengan masyarakat. Dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan, seorang pembimbing kemasyarakatan mempunyai tugas antara lain: a. menyusun laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang telah dilakukannya yang dikenal dengan nama laporan hasil penelitian kemasyarakatan (litmas); b. mengikuti sidang tim pengamat pemasyarakatan guna memberikan data, saran, dan pertimbangan atas hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukannya; c. mengikuti sidang pengadilan yang memeriksa perkara anak nakal guna memberikan penjelasan, saran, dan pertimbangan kepada hakim mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan anak nakal yang sedang diperiksa di pengadilan berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan yang telah dilakukannya; d. melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak dalam proses Sistem Peradilan Anak; e. melaporkan setiap pelaksanaan tugas kepada kepala balai pemasyarakatan. Seseorang yang bekerja dalam bidang tertentu sepatutnya memiliki pengetahuan dan kemampuan di bidangnya agar dapat menjalankan pekerjaannya secara profesional. Seorang pembimbing kemasyarakatan dituntut memiliki pengetahuan tentang ilmu pekerjaan sosial dan ilmu pengetahuan lainnya, seperti psikologi, psikiatri, sosiologi, kriminologi, ilmu pemasyarakatan, dan ilmu hukum, khususnya hukum pidana. Untuk menjadi pembimbing kemasyarakatan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Adapun syarat dan hal yang bertalian agar seorang petugas dapat diangkat menjadi pembimbing kemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 adalah sebagai berikut: Pasal 4 Syarat-syarat yang harus dipenuhi petugas kehakiman agar dapat diangkat menjadi pembimbing kemasyarakatan ialah: a. pegawai negeri sipil yang berpendidikan serendah-rendahnya lulusan: 1) sekolah menengah kejuruan bidang pekerjaan sosial;
9
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Pendidikan yang ditempuh selama 4 (empat) tahun, diajarkan tentang membuat sistem pelaporan, salah satunya “riwayat sosial” yang dikembangkan menjadi Laporan Penelitian Kemasyarakatan. 2) sekolah menengah umum atau kejuruan lainnya; b. telah berpengalaman kerja sebagai pembantu pembimbing kemasyarakatan bagi lulusan: 1.) sekolah menengah kejuruan bidang pekerjaan sosial berpengalaman sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun; 2.) sekolah menengah umum atau kejuruan lainnya berpengalaman sekurangkurangnya 3 (tiga) tahun; c. sehat jasmani dan rohani; d. pangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda (Golongan/Ruang II/a). e. telah mengikuti Pelatihan Teknis Pembimbing Kemasyarakatan (Tahun 1968 atau Kursus Bispa diadakan selama 6 bulan); f. mempunyai minat, perhatian, dan dedikasi di bidang kesejahteraan sosial; dan g. semua unsur penilaian dalam DP-3 bernilai baik dan tidak sedang menjalani hukuman disiplin. Pasal 5 (1) Pembimbing kemasyarakatan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia. (2) Pengangkatan dan pemberhentian pembimbing kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan atas nama Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Pasal 6 Pengangkatan dan pemberhentian pembimbing kemasyarakatan dilakukan atas usul kepala bapas melalui kepala kantor wilayah Departemen Kehakiman setempat. Pasal 7 (1) Pembimbing kemasyarakatan diberhentikan dengan hormat karena: a. mencapai usia pensiun; b. permintaan sendiri; c. keadaan badan atau kesehatan jiwanya tidak lagi mampu menjalankan tugasnya setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa kesehatan yang berwenang; d. tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik; dan e. meninggal dunia. (2) Pembimbing kemasyarakatan diberhentikan dengan tidak hormat karena: a. melakukan perbuatan tercela; b. melakukan pelanggaran terhadap tugas dan kewajiban. 10
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Selain diatur dalam Keputusan Menteri, syarat dan tugas pembimbing kemasyarakatan juga diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai berikut. Pasal 64 (1) Penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan. (2) Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi pembimbing kemasyarakatan ialah sebagai berikut : a. berijazah paling rendah diploma tiga (D-3) bidang ilmu sosial atau yang setara atau telah berpengalaman bekerja sebagai pembantu pembimbing kemasyarakatan bagi lulusan: 1) sekolah menengah kejuruan bidang pekerjaan sosial berpengalaman paling singkat 1 (satu) tahun; atau 2) sekolah menengah umum dan berpengalaman di bidang pekerjaan sosial paling singkat 3 (tiga) tahun; b. sehat jasmani dan rohani; c. pangkat/golongan ruang paling rendah Pengatur Muda Tingkat I/ II/b; d. mempunyai minat, perhatian, dan dedikasi di bidang pelayanan dan pembimbingan pemasyarakatan serta pelindungan anak; dan e. telah mengikuti pelatihan teknis pembimbing kemasyarakatan dan memiliki sertifikat. (3) Dalam hal belum terdapat pembimbing kemasyarakatan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas dan fungsi pembimbing kemasyarakatan dilaksanakan oleh petugas lembaga penempatan anak sementara (LPAS) dan/atau lembaga pembinaan khusus anak (LPKA), atau jika belum terbentuknya LPKA atau LPAS dilaksanakan oleh petugas rumah tahanan dan/atau lembaga pemasyarakatan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur pembimbing kemasyarakatan, dapat dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan profil pembimbing kemasyarakatan. Pembimbing kemasyarakatan merupakan pejabat fungsional penegak hukum pada balai pemasyarakatan yang ditunjuk dan/tau diangkat menjadi pembimbing kemasyarakatan. Pembimbing kemasyarakatan bertugas melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana. Pembimbing kemasyarakatan dapat diberhentikan oleh Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tugas utama seorang pembimbing kemasyarakatan 11
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
adalah melakukan penelitian kemasyarakatan, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak dalam proses sistem peradilan anak. 2. Profil Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli Menurut Sumarsono (2011), pembimbing kemasyarakatan, yang dulu disebut sebagai pekerja sosial kehakiman (Social Worker in Correctional Field), adalah pegawai yang salah satu tugasnya menyajikan data tentang diri klien, keluarga dan masyarakat, latar belakang, dan sebab-sebab mengapa seorang anak sampai melakukan pelanggaran hukum. Keterangan/data itu antara lain diperoleh melalui pendekatan/metode ilmu pekerja sosial. Data yang diungkap tersebut dituangkan dalam bentuk laporan yang sekarang dikenal dengan nama laporan hasil penelitian kemasyarakatan (litmas). Laporan tersebut harus dipertanggungjawabkan di depan sidang peradilan, baik secara tertulis maupun lisan. Dalam perkembangan selanjutnya, laporan hasil penelitian kemasyarakatan (litmas) digunakan juga untuk proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan, baik di lembaga pemasyarakatan maupun di rumah tahanan negara, yaitu untuk litmas tahap awal, litmas Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK), litmas asimilasi, dan litmas untuk Cuti Menjelang Bebas (CMB), cuti bersyarat (CB), dan pembebasan bersyarat (PB). Marianti (2003) juga menyatakan bahwa pembimbing kemasyarakatan dapat dikatakan sebagai pekerja sosial dalam bidang kehakiman. Pembimbing kemasyarakatan yang disebut Probation, Parole, dan After Care Officer harus memiliki disiplin ilmu tentang pekerjaan sosial, di samping disiplin ilmu lainnya dalam usaha pelaksanaan bimbingan klien secara terpadu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembimbing kemasyarakatan adalah seseorang yang memiliki keahlian dan keterampilan teknis dalam bidang ilmu pekerjaan sosial (Social Works), di samping disiplin ilmu lain, khususnya ilmu hukum yang berkaitan dengan tugasnya. Metode pekerjaan sosial dengan latar belakang ilmu pekerjaan sosial sangatlah erat kaitannya dengan permasalahan dalam penanganaan pembinaan di lembaga pemasyarakatan sehingga ilmu kesejahteraan sosial dapat digunakan untuk pembimbingan narapidana di luar lembaga pemasyarakatan (non-institutional). Istilah pembimbing kemasyarakatan mula-mula dikemukakan oleh Bapak R. Waliman Hendrosusilo (almarhum) sebagai pengganti istilah Ambtenaar der Reclassering yang dipakai di negara Belanda atau Probation, Parole, dan After Care Officer yang digunakan di negara Barat ataupun Asia. Penggunaan istilah pembimbing kemasyarakatan memiliki tujuan, yaitu adanya kesetaraan antara polisi, 12
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
jaksa, hakim, panitera, pengacara, atau pembela hukum sebagai petugas penegak hukum. Dalam sidang anak, pembimbing kemasyarakatan mempunyai tugas penting, yaitu tidak hanya membuat litmas, tetapi juga wajib hadir dalam sidang anak sebagai anggota sidang untuk mempertanggungjawabkan tugasnya, bahkan berfungsi sebagai pendamping klien apabila orangtua/wali klien anak tidak hadir. Pembimbing kemasyarakatan harus mempunyai pengetahuan dan keahlian/kemampuan sesuai dengan tugas dan kewajibannya atau mempunyai keterampilan teknis dan jiwa pengabdian di bidang pekerjaan sosial. Pembimbing kemasyaratan dalam melakukan bimbingan terhadap klien pemasyarakatan harus berpedoman dan sesuai dengan petunjuk atau aturan yang sudah ditetapkan. Oktoriny dalam tesisnya yang berjudul “Peranan Pembimbing Kemasyarakatan terhadap Klien Pemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Klas I Padang” menyebutkan beberapa tujuan yang hendak dicapai pembimbing kemasyarakatan dalam proses pembimbingan kemasyarakatan, yaitu agar kliennya: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
menyadari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya; tidak melakukan kembali perbuatan yang melanggar hukum tindak pidana; dapat memperbaiki dirinya; dapat diterima kembali oleh masyarakat di tempat tinggalnya; dapat berperan aktif dalam pembangunan Indonesia; dapat hidup secara wajar sebagai warga masyarakat yang baik dan bertanggung jawab.
13
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
C. RANGKUMAN 1.
Pembimbing kemasyarakatan atau yang dulu disebut pekerja sosial kehakiman (Social Worker in Correctional Field) adalah pejabat fungsional penegak hukum pada Balai Pemasyarakatan yang ditunjuk dan/atau diangkat menjadi pembimbing kemasyarakatan dan bertugas melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap anak, baik di dalam maupun di luar proses peradilan pidana.
2.
Pembimbing kemasyarakatan menyusun laporan hasil penelitian kemasyarakatan (litmas) yang nantinya digunakan untuk proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan di lapas ataupun di rutan. Litmas juga digunakan hakim untuk kepentingan persidangan dalam perkara anak agar putusan yang diambilnya tepat dan adil. Proses persidangan anak, baik di dalam maupun di luar sidang, termasuk di dalam LPAS dan LPKA. Polisi dalam melakukan penyidikan ataupun diversi juga meminta pendapat/saran dari pembimbing kemasyarakatan.
D. LATIHAN Untuk meningkatkan pemahaman Saudara tentang profil pembimbing kemasyarakatan, kerjakanlah latihan berikut. 1.
Jelaskan profil pembimbing kemasyarakatan menurut Drs. Sumarsono A. Karim dan C.M. Marianti Soewandi!
2.
Jelaskan dua kewajiban petugas pembimbing kemasyarakatan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998!
3.
Jelaskan tiga ayat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 64 yang mengatur tentang pembimbing kemasyarakatan!
14
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB TIGA
TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
15
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
A. KOMPETENSI KHUSUS Setelah mempelajari pokok bahasan ini, pembimbing kemasyarakatan memiliki kemampuan dalam menjelaskan tugas pembimbing kemasyarakatan. B. SUBPOKOK BAHASAN 1. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Peraturan Perundang-undangan Dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan dijelaskan bahwa tugas pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut: a. melakukan penelitian kemasyarakatan untuk: 1) membantu tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal; (Pasal ini sudah diamandemen menjadi, “Pembimbing kemasyarakatan bukan lagi hanya sebagai “pembantu”, tetapi statusnya sama-sama sebagai penegak hukum yang masing-masing mempunyai tugas khusus); 2) menentukan program pembinaan narapidana di lapas dan anak didik pemasyarakatan di lapas anak; 3) menentukan program perawatan tahanan di rutan; 4) menentukan program bimbingan dan/atau bimbingan tambahan bagi klien pemasyarakatan. Fungsi penelitian kemasyarakatan yang sebenarnya ialah untuk kepentingan hakim sebagai bahan pertimbangan memutus perkara anak agar tepat dan adil. Litmas bersifat rahasia karena berisi masalah yang sangat pribadi. b. melaksanakan bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi klien pemasyarakatan; c. memberikan pelayanan terhadap instansi lain dan masyarakat yang meminta data atau hasil penelitian kemasyarakatan klien tertentu; d. mengoordinasikan pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sukarela yang melaksanakan tugas pembimbingan; dan e. melaksanakan pengawasan terhadap terpidana anak yang dijatuhi pidana pengawasan, anak didik pemasyarakatan yang diserahkan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh dan orang tua, wali, dan orang tua asuh yang diberi tugas pembimbingan. Tugas pembimbing kemasyarakatan juga dituangkan dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa tugas pembimbing kemasyarakatan adalah: a. membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal, baik di dalam maupun di luar sidang anak dengan membuat 16
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
laporan hasil penelitian kemasyarakatan; (Pasal ini sudah diamandemen, Pembimbing kemasyarakatan bukan lagi hanya sebagai “pembantu”, tetapi statusnya sama-sama sebagai penegak hukum yang masing-masing mempunyai tugas khusus). b. membimbing, membantu, dan mengawasi anak nakal yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda, atau diserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja, atau anak yang memperoleh pidana bersyarat dari lembaga pemasyarakatan. Dalam Pasal 65 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang belum lama disahkan juga disebutkan bahwa Pembimbing kemasyarakatan bertugas: a. membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak selama proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila diversi tidak dilaksanakan; b. membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara anak, baik di dalam maupun di luar sidang, termasuk di dalam LPAS dan LPKA; c. menentukan program perawatan anak di LPAS dan pembinaan anak di LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya; d. melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan; dan e. melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat. Menurut peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pembimbing kemasyarakatan tersebut dapat ditarik simpulan. Secara garis besar, tugas utama pembimbing kemasyarakatan adalah membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara anak, melakukan pendampingan, melakukan pembimbingan, dan melakukan pengawasan terhadap anak selama proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan. 2. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli Marianti (2003) dalam bukunya Bimbingan dan Penyuluhan Klien, di samping melakukan pembimbingan terhadap klien, masih banyak tugas yang harus dilakukan sehubungan dengan tugasnya dalam proses peradilan anak dan pelayanan untuk tugas dengan instansi terkait dan masyarakat. Adapun tugas-tugas pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut : 17
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
a.
menyajikan penelitian kemasyarakatan atau litmas untuk : 1) sidang pengadilan anak; sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memutus perkara anak agar tepat dan adil; 2) penentuan terapi; dengan litmas ini memudahkan untuk menentukan pembinaan, terutama dalam rangka Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan; 3) instansi lain dalam rangka kerja sama, seperti untuk Departemen Sosial dan Departemen Tenaga Kerja ataupun Kepolisian. b. sebagai anggota sidang pada: 1) Pengadilan Negeri dalam sidang perkara anak, 2) Sidang TPP pada lapas dan untuk bapas sendiri; c. melakukan kunjungan rumah atau home visit dalam rangkaian: 1) pengumpulan data untuk membuat litmas; 2) pendekatan terhadap klien dalam rangka bimbingan; 3) pendekatan pada masyarakat lingkungannya, termasuk pekerjaannya, RT, RW, lurah, kawan dekat klien, dan lain-lain; 4) terapi keluarga (family therapy) bagi keluarga yang memerlukan; d. membimbing klien pemasyarakatan, e. melakukan latihan kerja, sesuai dengan struktur organisasi; untuk tugas ini terdapat hambatan, yakni masalah biaya, maka diperlukan adanya program yang mantap; f. membina, mengawasi, dan mengembangkan pembimbing kemasyarakatan suka rela yang disebut volunteer probation officer; g. mencarikan keluarga asuh (foster parent), bagi anak negara dalam lapas yang sangat memerlukan pengasuhan dari keluarga karena: 1) orang tuanya sudah meninggal (yatim piatu); 2) orang tua dan walinya tidak dapat ditemukan; 3) orang tua dan walinya tidak dapat meneruskan pendidikannya atau ekonominya lemah; h. bekerja sama dengan instansi terkait dan masyarakat; i. pelayanan langsung; atas permintaan masyarakat, banyak keluarga yang merasa mengalami kesulitan sehubungan dengan permasalahan anaknya, mereka datang dan meminta bantuan pada bapas. Bapas akan memberikan bantuan melalui program bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Councelling). Jika permasalahan anak dianggap serius, maka akan diproses untuk diajukan ke pengadilan negeri yang selanjutnya menjadi anak sipil. Apabila permasalahannya dapat diatasi, cukup dibantu melalui bimbingan oleh pembimbing kemasyarakatan di bapas saja melalui pendekatan terapi keluarga (Family Therapy). Jadi, hal itu tidak perlu diajukan ke pengadilan negeri. Inilah yang dimaksudkan dengan upaya diversi; 18
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
j. k.
memberi bimbingan lanjutan, kepada klien yang memerlukan, baik klien anak maupun klien dewasa; melakukan penyuluhan kepada masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung, baik dengan ceramah, dengan siaran radio, maupun dengan media lain.
3. Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan Fungsi pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan program bimbingan terhadap klien adalah untuk: a.
menyadarkan klien untuk tidak melakukan kembali pelanggaran hukum/tindak pidana; b. menasihati klien untuk selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang positif/baik; c. menghubungi dan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga/pihak tertentu dalam menyalurkan bakat dan minat klien sebagai tenaga kerja, untuk kesejahteraan masa depan ari klien tersebut.
Secara rinci fungsi pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut: a.
melaksanakan pelayanan penelitian kemasyarakatan tahanan (untuk menentukan pelayanan dan perawatan) dan narapidana (menentukan program pembinaan) yang menghasilkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang digunakan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara anak. Dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa laporan hasil penelitian kemasyarakatan dapat digunakan untuk kepentingan diversi;
b. melakukan registrasi klien pemasyarakatan; c.
melakukan pengawasan, pembimbingan, dan pendampingan bagi klien pemasyarakatan/anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan;
d. mengikuti sidang anak di pengadilan negeri dan sidang tim pengamat pemasyarakatan (TPP); e.
melaksanakan pencegahan terhadap timbul dan berkembangnya masalah yang mungkin akan terjadi kembali;
19
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
f.
melaksanakan pengembangan kemampuan individu, kelompok, dan masyarakat dalam meningkatkan taraf klien dan mendayagunakan berbagai potensi dan sumber;
g.
memberikan dukungan terhadap profesi dan sektor lain guna peningkatan kualitas pelayanan terhadap klien pemasyarakatan;
h. membantu klien memperkuat motivasi; posisi klien sebagai narapidana memerlukan seseorang yang dapat membangkitkan semangat klien agar tetap memiliki motivasi kuat dalam menjalani kehidupan; i.
memberikan kesempatan kepada klien untuk menyalurkan perasaannya; klien membutuhkan seorang teman sebagai tempat menyalurkan perasaan, hal tersebut akan meringankan beban yang dirasakan klien;
j.
memberikan informasi kepada klien; dalam menjalani masa pidananya klien sangat membutuhkan informasi dari luar yang mungkin sangat jarang dia dapatkan, peran pembimbing kemasyarakatan diharapkan dapat menjadi sumber informasi/media bagi klien;
k.
membantu klien untuk membuat keputusan; posisi klien membutuhkan seorang yang dapat membantu ketika klien akan mengambil keputusan;
l.
membantu klien merumuskan situasinya; seorang narapidana membutuhkan seseorang yang mampu menjelaskan situasi dirinya secara utuh;
m. membantu klien mengorganisasikan pola perilaku; serta n. memfasilitasi upaya rujukan.
20
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
C. RANGKUMAN Tugas pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut: a. melakukan penelitian kemasyarakatan; b. melaksanakan bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi klien pemasyarakatan; c. memberikan pelayanan terhadap instansi lain dan masyarakat yang meminta data atau hasil penelitian kemasyarakatan klien tertentu; d. mengoordinasikan pembimbing kemasyarakatan dan pekerja suka rela yang melaksanakan tugas pembimbingan; dan e. melaksanakan pengawasan terhadap terpidana anak yang dijatuhi pidana pengawasan, anak didik pemasyarakatan yang diserahkan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh dan orang tua, wali, dan orang tua asuh yang diberi tugas pembimbingan. Fungsi pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan program bimbingan terhadap klien adalah untuk: a.
menyadarkan klien untuk tidak melakukan kembali pelanggaran hukum/tindak pidana; b. menasihati klien untuk selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang positif/baik; c. menghubungi dan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga/pihak tertentu dalam menyalurkan bakat dan minat klien sebagai tenaga kerja untuk kesejahteraan masa depan dari klien tersebut. D. LATIHAN Untuk meningkatkan pemahaman Saudara tentang tugas seorang pembimbing kemasyarakatan, kerjakanlah latihan berikut! 1. Jelaskan lima tugas dari pembimbing kemasyarakatan menurut Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan! 2. Jelaskan lima tugas pembimbing kemasyarakatan menurut Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak! 3. Jelaskan tiga fungsi pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan program bimbingan terhadap klien!
21
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB EMPAT
PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
22
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
A. KOMPETENSI KHUSUS Setelah mempelajari pokok bahasan ini, Saudara memiliki kemampuan dalam menjelaskan peran pembimbing kemasyarakatan. B. SUBPOKOK BAHASAN Saudara telah mempelajari bab sebelumnya yang membahas tentang profil, tugas, dan fungsi pembimbing kemasyarakatan. Pada bab ini Saudara akan mempelajari peran pembimbing kemasyarakatan. 1. Peran Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli Dalam proses pemasyarakatan, pembimbing kemasyarakatan sangat berperan pada tahap reintegrasi, maksudnya mengembalikan klien pada keadaan semula. Dalam tahap itu narapidana diintegrasikan ke dalam masyarakat untuk mengembalikan hubungannya dengan masyarakat, termasuk korban kejahatannya. Saudara, ada beberapa ahli berpendapat berkaitan dengan peran pembimbing kemasyarakatan. Beberapa di antaranya akan dipaparkan berikut ini. a. Drs. Sumarsono A. Karim Secara umum, beliau mengungkapkan bahwa peran pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut: 1) membantu memperkuat motivasi; Proses penciptaan relasi tatap muka yang dilakukan dengan sikap simpatik dan empati yang penuh pamahaman serta penerimaan dapat menjadi motivasi yang sangat berarti bagi terpidana dalam menelaah kembali berbagai sikap dan tingkah laku selama ini. Contoh ilustrasi proses memperkuat motivasi dapat kita lihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2 Membantu memperkuat motivasi
2) memberikan kesempatan guna penyaluran perasaan; Situasi emosional yang aman untuk mengungkapkan dan mengutarakan perasaaan, ketakutan, frustrasi, ataupun harapan dan aspirasinya sungguh sangat dibutuhkan bagi tertuduh atau terpidana. Pembimbing kemasyarakatan
23
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
menjadi seorang yang dapat memberikan kesempatan pengungkapan dan verbalisasi situasi tersebut. 3) memberikan informasi; Tertuduh/terpidana membutuhkan bantuan untuk dapat memahami situasi yang dihadapi dan kondisi yang terjadi pada dirinya sehubungan dengan kehidupan dan peran sosial mereka. Selain itu, mereka juga kurang memahami masyarakat mereka sendiri. Pembimbing kemasyarakatan dapat memberikan bantuan untuk tujuan pengembangan pemahaman terhadap peran sosial mereka. 4) memberikan bantuan guna pengambilan keputusan; Pembimbing kemasyarakatan memandu tertuduh/terpidana untuk mempertimbangkan secara rasional masalah mereka serta berbagai alternatif yang masih terbuka sebagai solusi dari situasi yang terjadi. 5) memberikan bantuan guna pemahaman situasi; Pembimbing kemasyarakatan tidak hanya membantu tertuduh/terpidana agar memikirkan masalah atau situasinya, tetapi juga membantu mereka agar memiliki kemampuan untuk berempati. Dengan demikian, klien dapat dibimbing untuk memperbaiki diri sendiri ataupun tingkah lakunya secara faktual agar klien dapat mengubah pola kehidupannya. 6) memberikan bantuan guna terciptanya perubahan lingkungan sosial; Melalui pemahaman akan sistem dan sumber di masyarakat, pembimbing kemasyarakatan membantu keluarga yang merupakan likungan sosial klien untuk melakukan suatu usaha untuk mengadakan perubahan tertentu dalam proses adaptasi klien, baik pada saat menjalankan masa hukumannya maupun setelah bebas. 7) memberikan bantuan guna reorganisasi pola tingkah laku; Bantuan ini terutama diberikan kepada klien yang mangalami masalah kepribadian yang cukup berat, yang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengatasi masalah yang dihadapinya, seperti masalah narkotika. 8) memberikan bantuan dalam rangka pengalihan wewenang (refferal); Pemahaman yang menyeluruh mengenai sistem dan sumber di masyarakat, memungkinkan pembimbing kemasyarakatan melakukan pengalihan wewenang bantuan (refferal) sesuai dengan kebutuhan tertentu pada masalah klien.
24
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
b. Menurut Pakar Ilmu Pekerja Sosial Saudara, setelah kita mengetahui peran pembimbing kemasyarakatan menurut Drs. Sumarsono A. Karim, mari kita pelajari juga pendapat ahli lain yang berkaitan dengan pembimbing kemasyarakatan dalam gambaran sebagai pekerja sosial. Pembimbing kemasyarakatan dalam penjelasan berikut setidaknya meliputi tiga area praktik, yakni secara mikro, mezzo, ataupun makro. 1) Dalam Pergaulan Mikro (Individu, Keluarga) Dalam pergaulan secara mikro, dalam memberikan bantuan pada kliennya pekerja sosial pemasyarakatan, dalam hal ini pembimbing kemasyarakatan, berperan sebagai: a) penghubung; Pembimbing kemasyarakatan menghubungkan klien dengan sistem peradilan pidana (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatan). b) pemungkin; Pembimbing kemasyarakatan menyediakan dukungan dan dorongan kepada klien yang memungkinkan klien mampu menghadapi masalahnya. c) perantara; Pembimbing kemasyarakatan harus dapat menemukan jalan keluar yang ditempuh klien apabila terjadi konflik. d) penyalur informasi; Pembimbing kemasyarakatan harus dapat menyiapkan, memberikan, dan menyalurkan informasi yang dibutuhkan. e) evaluator; Pembimbing kemasyarakatan harus memberikan penilaian terhadap interaksi dan hasil yang dicapai klien. f) manajer kasus/koordinator; Pembimbing kemasyarakatan harus merencanakan dan mengoordinasikan pelayanan, menemukan sumber, dan memonitor kemajuan yang dicapai klien. g) pendamping; Pembimbing kemasyarakatan harus dapat membela kepentingan dan memberdayakan klien.
2) Dalam Pergaulan Mezzo (Organisasi, Komunitas Lokal) Dalam pergaulan secara mezzo, dalam memberikan bantuan kepada kliennya, pembimbing kemasyarakatan berperan sebagai: a) instruktur;
25
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)
Pembimbing kemasyarakatan harus dapat mengarahkan, menjelaskan, dan mengingatkan anggota kelompok tentang sesuatu yang harus dikerjakannya. pencari Informasi; Pembimbing kemasyarakatan hendaknya selalu memberikan informasi tentang berbagai topik terhadap kelompok. pembentuk opini; Pembimbing kemasyarakatan harus selalu ingin mengetahui pendapat klien dan orang lain sebelum memberikan pendapat sendiri. evaluator; Pembimbing kemasyarakatan harus mampu memberikan ide-ide baru terhadap klien dan kelompok, dan harus memutuskan mana yang paling tepat. elaborator; Pembimbing kemasyarakatan harus mampu mengembangkan lebih lanjut semua ide yang muncul dalam kelompok. pemberi semangat; Pembimbing kemasyarakatan harus selalu memompa semangat dan kepercayaan diri klien. pencatat; Pembimbing kemasyarakatan harus selalu memelihara catatan terhadap semua keputusan yang telah ditetapkan. teknisi prosedural; Pembimbing kemasyarakatan harus membantu klien bertindak sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku. pendorong; Pembimbing kemasyarakatan selalu memberikan dorongan bagi kemajuan dan perubahan dalam diri klien. pendengar; Pembimbing kemasyarakatan harus selalu menjadi pendengar yang baik pada saat diperlukan. pengikut; Pembimbing kemasyarakatan harus menjadi pengikut yang baik dan mendorong anggota kelompok untuk menjadi pengikut yang baik. pengatur kompromi; Pembimbing kemasyarakatan mengatur kesepakatan dan kompromi dalam kelompok. pereda ketegangan; Pembimbing kemasyarakatan mampu meredakan berbagai ketegangan dalam kelompok. 26
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
3) Dalam Pergaulan Makro (Masyarakat Luas) Dalam pergaulan secara makro, pembimbing kemasyarakatan dalam memberikan bantuan pada kliennya berperan sebagai: a) pengambil inisiatif; Pembimbing kemasyarakatan harus selalu mengambil inisiatif terhadap berbagai isu yang beredar di masyarakat. b) perunding (negosiator); Pembimbing kemasyarakatan harus mampu mewakili kliennya untuk berunding dan menemukan jalan keluar dengan lembaga/klien. c) pembela; Pembimbing kemasyarakatan harus mampu membela kepentingan klien yang diwakilinya (ketika ada permintaan dari pihak klien). d) juru bicara; Pembimbing kemasyarakatan harus dapat menjadi juru bicara klien/masyarakat yang diwakilinya. e) penggerak; Pembimbing kemasyarakatan harus dapat menjadi penggerak klien/masyarakat dengan mengorganisasikan, menggerakkan, dan mendorong orang untuk berpartisipasi dalam organisasi masyarakat. f) penengah/mediator; Pembimbing kemasyarakatan harus mampu menjadi penengah antara dua klien yang berkepentingan atau lebih sehingga tercapai kesepakatan. g) konsultan; Pembimbing kemasyarakatan harus mampu memberikan konsultasi kepada kepala bapas ataupun pembimbing kemasyarakatan lainnya dalam upaya memecahkan permasalahan yang dihadapi. Lebih jelasnya hubungan antara praktik mikro, mezzo, dan makro dalam peran pembimbing kemasyarakatan dapat dilihat dalam diagram di bawah ini. Pendekatan makro dan mezzo dapat mendukung dalam penyelesaian masalah sehingga didapat solusi bagi pendekatan mikro. Pendekatan makro dapat membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dalam pendekatan mikro dan mezzo.
Gambar 3 Keterkaitan antara Mikro, Mezzo, dan Makro
27
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Pembimbing kemasyarakatan memiliki sejarah dan latar belakang ilmu pekerja sosial sehingga teori-teori pekerja sosial banyak memberikan andil dalam pengembangan konsep pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan. Ichwan Muis dalam social worker article yang menulis tentang peran dan fungsi pekerja sosial menjelaskan bahwa seorang pekerja sosial memiliki peran dan beberapa fungsi yang melekat dalam peran tersebut. Artikel yang dapat menjadi acuan dan pembanding oleh pembimbing kemasyarakatan adalah : 1) Pembimbing Kemasyarakatan sebagai Perantara Tujuan: mengaitkan klien dengan pelayanan manusia dan sumber daya yang lain. Penentuan pembimbing kemasyarakatan di antara profesi pertolongan yang lain adalah untuk menolong orang lain berkenaan dengan lingkungan sosialnya. Lingkungan yang bisa memosisikan dirinya akan makin mempermudah hubungan antara masyarakat dengan klien. Untuk itu, perlu adanya peran perantara sehingga pembimbing kemasyarakatan dapat mengidentifikasi klien, menilai kapasitas dan motivasi mereka untuk menggunakan sumber daya dan membantu klien mengakses keuntungan dari sumber daya yang tersedia. Sebagai perantara dalam pelayanan manusia, pembimbing kemasyarakatan harus banyak mengetahui tentang berbagai program dan pelayanan yang tersedia, melakukan penilaian terbaru pada tiap pembatasan dan kekuatan seseorang, serta mampu memahami prosedur untuk mengakses sumber daya itu. Sumber daya tersebut bisa meliputi perbekalan sosial (uang , makanan) dan pelayanan sosial (konseling, terapi). Sebagai perantara, fungsi pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut: a. menilai situasi klien; Langkah pertama yang dilakukan pembimbing kemasyarakatan untuk secara menyeluruh memahami dan menilai dengan teliti kemampuan dan kebutuhan klien. Seorang perantara yang efektif harus terampil dalam menilai faktor-faktor tersebut, yang meliputi kultur, sumber daya, kemampuan lisan, kestabilan emosional, kecerdasan/intelegensi, pengaruh klien, dan kemampuan untuk melakukan perubahan. b. sumber bantuan; Pembimbing kemasyarakatan harus menilai berbagai sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan klien. Sebagai pelayanan masyarakat, pembimbing kemasyarakatan harus terbiasa dengan pelayanan yang ditawarkan, mutu staf, hal yang memenuhi syarat kebutuhan umum, dan 28
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
biaya kebutuhan umum. Pembimbing kemasyarakatan juga harus mengetahui cara yang terbaik untuk membantu klien dalam memperoleh sumber daya yang ada. c. penyerahan; Proses untuk mengaitkan klien dengan suatu sumber daya memerlukan pembimbing kemasyarakatan untuk membuat bahan pertimbangan mengenai kemampuan dan motivasi klien dalam memperoleh pelayanan dan sumber daya yang akan diminta. Ketergantungan pada pertimbangan tersebut, pembimbing kemasyarakatan menjadi kurang aktif dalam proses penyerahan. Suatu penyerahan juga memerlukan kelanjutan aktivitas dalam pekerjaan memeriksa dan meyakinkan klien untuk memenuhi kebutuhannya. d. sistem hubungan pelayanan; Seorang perantara memerlukan pembimbing kemasyarakatan untuk memudahkan proses interaksi antara berbagai segmen menyangkut sistem pelayanan. Untuk memperkuat keterkaitan antara para agen pelayanan, program, dan para profesional, pembimbing kemasyarakatan bekerja dengan cara menghubungkan hal tersebut untuk menetapkan suatu komunikasi, negosiasi tentang pembagian sumber daya, dan turut ambil bagian dalam perencanaan, koordinasi, dan pertukaran informasi. e. pemberian informasi; Perantara sering memerlukan pemberian informasi kepada klien, kelompok masyarakat, dan pembuat undang-undang atau pembuat keputusan lain. Sebagai agen sistem pelayanan dan pengetahuan, pembimbing kemasyarakatan menolong orang lain dengan menggunakan berbagai pengetahuan yang dimiliki sehingga masyarakat akan sadar terhadap kesenjangan antara pelayanan yang tersedia dan kebutuhan. 2) Pembimbing Kemasyarakatan sebagai Advokat Tujuan: membantu klien menegakkan hak-hak mereka dalam menerima pelayanan dan aktif mendukung adanya perubahan kebijakan dan program yang bersifat negatif bagi kelompok klien ataupun kelompok individu. Tugas pokok pembimbing kemasyarakatan adalah pembelaan, memberikan masukan kepada aparat penegak hukum lainnya mengenai keadaan dan kondisi social klien. Peran ini menjadi misi pokok seorang Pembimbing kemasyarakatan dan dijelaskan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 29
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Fungsi sebagai advokad a. Pembelaan Kasus/Klien Secara umum, pembelaan/advokasi merupakan hak klien dalam memperoleh pelayanan. Pembelaan itu sendiri diarahkan pada agen pelayanan itu sendiri atau ke orang lain yang terlibat dalam jaringan pelayanan manusia. Langkah-langkah penting dalam advokasi adalah dengan mengumpulkan informasi dan menentukan bahwa klien berhak atas pelayanan tersebut. Jika demikian maka negosiasi merupakan jalan tengah dalam menyelesaikan suatu konflik dan taktik konfrontasi digunakan untuk menjamin/mengamankan pelayanan tersebut. b. Kelompok Advokasi Pembimbing kemasyarakatan harus bertindak sebagai advokat dalam kelompok klien atau pada suatu populasi masyarakat yang mempunyai suatu masalah. Kelompok advokasi memerlukan tindakan yang bertujuan mengatasi hambatan/rintangan pada orang-orang yang ingin mewujudkan haknya. Kelompok advokasi memerlukan aktivitas untuk melakukan perubahan peraturan agen pelayanan, kebijakan sosial atau hukum dalam lingkungan legislatif dan secara politis melakukan penyatuan persepsi dengan organisasi lain yang memperhatikan isu yang sama.
3) Pembimbing Kemasyarakatan sebagai Pengajar Tujuan: untuk menyiapkan klien dengan berbagai keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Banyak praktik pembimbing kemasyarakatan yang melakukan proses pengajaran kepada klien dalam mengantisipasi dan mencegah masalah dengan memberikan pengetahuan dan pengalaman terhadap kliennya. Peran pembimbing kemasyarakatan sebagai pengajar mempunyai suatu aplikasi tingkat makro. Pembimbing kemasyarakatan harus siap mengajarkan ketersediaan dan mutu pelayanan manusia yang diperlukan serta kecukupan program pelayanan dan kebijakan sosial untuk memenuhi kebutuhan klien. 4) Pembimbing Kemasyarakatan sebagai Pengajar a. mengajarkan tentang kehidupan sosial dan keterampilan sehari-hari; Pemberian keterampilan dalam menyelesaikan konflik, managemen uang, penggunaan fasilitas umum, penyesuian diri dengan lingkungan baru, kesehatan, dan kepedulian pada diri sendiri dan komunikasi yang efektif. 30
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
b. perubahan perilaku; Pembimbing kemasyarakatan bisa menggunakan pendekatan intervensi, seperti peran memperagakan, menilai klarifikasi, dan modifikasi perilaku. Sebagai contoh, pembimbing kemasyarakatan mengajarkan cara mendesain kembali suatu perubahan perencanaan yang baik dan berhasil kepada seorang wiraswasta tentang. c. pencegahan utama perhatian; Pembimbing kemasyarakatan telah memberi andil yang besar dalam melakukan proses pencegahan utama, yaitu dengan menempatkan pembimbing kemasyarakatan berperan sebagai pendidik atau guru. Contoh aktivitasnya adalah memberikan nasihat bagi pasangan yang belum menikah, mengajarkan keterampilan kepada orang tua, memberikan informasi tentang keluarga berencana/KB, dan memberikan solusi bagi orang-orang yang mengalami masalah. 5) Pekerja Sosial Sebagai Konselor atau Klinikal Tujuan: membantu klien meningkatkan keberfungsian sosial mereka dengan pemahaman yang lebih baik terhadap perasaan mereka, memodifikasi perilaku, dan belajar mengatasi situasi kebimbangan. Dalam melaksanakan peran ini, pembimbing kemasyarakatan memerlukan pengetahuan tentang perilaku manusia dan pemahaman tentang bagaimana lingkungan sosial berpengaruh pada klien. Fungsi pembimbing kemasyarakatan sebagai konselor atau klinikal a. Penilaian Psikososial dan Hasil Diagnosis Situasi klien harus secara menyeluruh dipahami dan termasuk kapasitas motivasi mereka untuk menilai suatu perubahan. Hal itu memerlukan kerangka konseptual untuk mengorganisasi informasi dan cara meningkatkan pemahaman tentang klien dan lingkungannya. Hasil diagnosis diperlukan dalam beberapa interkomunikasi profesional, riset, perencanaan program, dan pembiayaan dalam perolehan pelayanan yang diberikan. b. Keberlangsungan Kepedulian Advokat atau klinikal tidak selalu melibatkan pekerjaannya untuk melakukan perubahan pada klien atau kondisi sosialnya, kadang-kadang juga dengan menyediakan faktor pendukung atau kepedulian yang diperluas. 31
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
c. Perawatan Sosial Fungsi melibatkan aktivitas pembimbing kemasyarakatan dalam membantu klien memahami hubungan antara orang-orang dengan kelompok sosialnya, mendukung klien untuk memodifikasi hubungan sosial, melibatkan klien dalam pemecahan masalah, atau berusaha melakukan perubahan antarpribadi dan konflik. Whittaker dan Tracy menggambarkan perawatan sosial sebagai usaha membantu hubungan antarpribadi secara langsung ataupun tidak langsung untuk menopang individu, keluarga, dan kelompok kecil dalam meningkatkan keberfungsian sosial dan mengatasi permasalahan sosial. d. Evaluasi Ada dua praktik pelayanan evaluasi, yaitu: pembimbing kemasyarakatan menguji capaiannya untuk menilai efektivitas dari intervensi yang dilakukan; pembimbing kemasyarakatan mengumpulkan data klien untuk mengetahui tingkat kedaruratan permasalahan sosial atau meninjau kembali pelayanan dan kebijakan publik yang disediakan.
5) Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Manager Kasus Tujuan: untuk mencapai kesinambungan pemberian layanan keluarga dan invidu melalui proses penghubungan antara klien dan pelayanan yang diinginkan dan pengkoordinasian pemanfaatan pelayanan tersebut. Peran pembimbing kemasyarakatan sebagai manager kasus mempunyai arti penting bagi klien yang menggunakan pelayanan yang disajikan oleh agen pelayanan. Sebagai manager kasus, pembimbing kemasyarakatan mempunyai cakupan yang luas dalam aktivitasnya. Pekerjaannya dimulai dengan mengidentifikasi jenis bantuan yang diperlukan, melakukan penyelidikan terhadap faktor yang menjadi penghalang dalam mengatasi masalah, mendukung klien untuk mencoba mengeksplorasikan semua potensinya, memberikan kesempatan kepada klien untuk memperoleh pelayanan langsung. Rumusan suatu kasus mungkin merupakan perencanaan pelayanan yang menunjukkan kebutuhan yang diperlukan klien. Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Manager Kasus a. Orientasi dan Identifikasi Klien
32
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Pembimbing Kemasyarakatan berfungsi mengidentifikasi dan memilih individu yang akan menerima pelayanan mutu hidup atau pembiayaan pelayanan dan kepedulian yang berpengaruh pada managemen kasus. b. Penilaian Klien Fungsi ini mengacu pada pengumpulan rumusan dan informasi sebagai suatu penilaian yang menyangkut kebutuhan klien, kondisi hidup, dan sumber daya, dan mungkin juga pencapaian potensi klien . c. Perencanaan Pelayanan/Perawatan Pembimbing kemasyarakatan mengidentifikasi berbagai pelayanan yang dapat diakses untuk memenuhi kebutuhan klien. d. Hubungan dan Koordinasi Pelayanan Pembimbing kemasyarakatan harus mampu menghubungkan klien dengan sumber daya yang sesuai. Dalam peran sebagai manager kasus, pembimbing kemasyarakatan harus aktif dalam pemberian pelayanan keluarga dan individu. e. Pengawasan Pemberian Pelayanan Sebagai manager kasus, pembimbing kemasyarakatan merupakan kelanjutan dalam menghubungkan klien dengan pelayanan yang diberikan. Kemudian, dilakukan koreksi atas tindakan/pelayanan yang diberikan dan memodifikasi perencanaan pelayanan. f. Dukungan Klien Pelayanan yang diberikan klien dengan berbagai sumber daya yang tersedia akan membantu klien dan keluarganya dalam menghadapi permasalahan. Aktivitas ini meliputi pemecahan konflik pribadi, pemberian nasihat, penyediaan informasi, pemberian dukungan emosi dan keyakinan kepada klien bahwa mereka berhak atas pelayanan yang diberikan. 6) Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Beban Kerja Klien Tujuan: untuk mengatur beban kerja seseorang secara efesien dalam penyediaan pelayanan dan bertanggung jawab atas pemanfaatan organisasi. Pembimbing kemasyarakatan harus secara serempak menyediakan pelayanan yang diperlukan klien dan mencoba untuk tetap mengatur beban kerja dari anggota dan organisasi masyarakat. Dengan kata lain, pembimbing kemasyarakatan harus bisa menyeimbangkan kewajiban untuk kepentingan pribadi dengan kepentingan klien. Fungsi Sebagai Beban Kerja Klien 33
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
a. Perencanaan kerja Pembimbing kemasyarakatan harus mampu menilai beban kerja mereka dan menetapkan prioritas kepentingan dan membuat perencanaan pekerjaan yang efektif dan efesien. b. Manejemen waktu Pembimbing kemasyarakatan harus mampu membagi waktu dan perhatian kepada setiap klien sesuai dengan prioritas dan waktu kerja. Manajemen waktu bisa menggunakan sistem komputerisasi dan sistem teknologi lain. c. Jaminan adanya pengawasan Pembimbing kemasyarakatan perlu secara teratur melakukan evaluasi secara efektif terhadap pelayanan yang diberikan dengan melibatkan rekan kerja untuk melakukan penilaian tentang pelayanan yang tersedia. Aktivitas ini bisa meliputi meninjau ulang arsip-arsip agen pelayanan serta evaluasi capaian kerja dan capaian prestasi dalam memperoleh tenaga suka rela. d. Pengolahan informasi Pembimbing kemasyarakatan harus mengumpulkan data yang diperlukan sebagai dokumen dan ketetapan pelayanan serta melengkapi dan membuat laporan. Informasi tentang prosedur dan peraturan agen harus dipahami secara keseluruhan. Pembimbing kemasyarakatan harus terampil dalam menyiapkan dan menginterprestasikan surat, aktif dalam pertemuan staf, dan memahami aktivitas lain yang memudahkan untuk berkomunikasi. 7) Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Pengembang Staf Tujuan: memudahkan pengembangan profesional agen dalam mengorganisasi personalianya dan melakukan pelatihan pengawasan konsultasi. Dalam posisi ini, pembimbing kemasyarakatan mengerahkan segenap potensi mereka untuk pemeliharaan dan peningkatan pencapaian kerja. Fungsi Sebagai Pengembang Staf a. Pelatihan dan Orientasi Karyawan Orientasi dan pelatihan terhadap agen dan karyawannya merupakan hal yang penting bagi para tenaga sukarela dan karyawan baru untuk melalukan penetapan kerja serta pemberian keahlian dan keterampilan.
34
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
b. Manajemen Personalia Aktivitas ini meliputi pemilihan karyawan hingga pemberhentiannya. Banyak yang mengatakan bahwa manajemen ini memengaruhi pengembangan profesional pekerja. c. Pengawasan Fungsi ini melibatkan pengaturan dan pengarahan aktivitas dari anggota staf lain dalam peningkatan mutu pelayanan dan menegakkan peraturan agen pelayanan. d. Konsultasi Konsultasi empat mata bisa menjadi pengamatan tentang tingkat keprofesionalan profesi. Klien bebas menerima atau tidak menerima nasihat yang diberikan konselor, konsultasi hanya terfokus pada cara terbaik untuk menangani permasalahan tersebut. Bentuk konsultasi empat mata dapat diilustrasikan dengan gambar berikut.
Gambar 4 Konsultasi empat mata Sumber: http://smyleservice.blogspot.com/2012_09_01_archive.html
8) Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Administrator Tujuan: untuk merencanakan dan mengembangkan penerapan program dan kebijakan pelayanan dalam suatu organisasi pelayanan. Sebagai administrator, pembimbing kemasyarakatan harus dapat memperkirakan tanggung jawab dalam penerapan kebijakan dan pengaturan programnya.
35
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Fungsi Sebagai Administrator a. Manajemen Fungsi ini meminta pengurus administrasi untuk memelihara operasional suatu program pelayanan, unit pelayanan, dan keseluruhan organisasi yang menyangkut tanggung jawab dalam penetapan pekerjaan, merekrut dan memilih karyawan, serta mengoordinasikan aktivitas dan lainlain. b. Koordinasi Internal dan Eksternal Tugas utama dari pembimbing kemasyarakatan adalah melakukan pengoordinasian operasional pekerjaan pelayanan secara internal, dengan mengembangkan perencanaan dalam penerapan program secara efektif dan efesien. Secara eksternal, tugas pembimbing kemasyarakatan meliputi pelindungan klien dari tekanan pihak lain dengan melakukan negosiasi dan interpretasi program. c. Pengembangan Program dan Kebijakan Pembimbing kemasyarakatan harus melakukan penetapan program pelayanan dan menilai kebutuhan akan pelayanan yang diberikan secara berbeda.
d. Evaluasi Program Pembimbing kemasyarakatan bertanggung jawab atas mutu pelayanan dan melakukan evaluasi program serta mengumpukan data yang akan membantu peningkatan pelayanan melalui pembuatan kebijakan. 9) Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Agen Perubahan Tujuan: Pembimbing kemasyarakatan turut ambil bagian dalam identifikasi masalah dan peningkatan mutu pelayanan serta mendukung perubahan atau sumber daya yang baru. Tugas pembimbing kemasyarakatan terfokus pada lingkungan sosial dan orang yang mengalami masalah dan memerlukannya agar mudah melakukan perubahan yang diperlukan dalam lingkungan masyarakat atau sistem sosialnya. Peran agen perubahan menjadi bagian dari pembimbing kemasyarakatan. Fungsi Sebagai Agen Perubahan a. Analisis Kebijakan dan Masalah Sosial 36
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Untuk melakukan perubahan sosial, pembimbing kemasyarakatan lebih dahulu melakukan analisis kebijakan dan masalah dengan mengumpulkan data dan penemuan yang dilaporkan secara komprehensif kepada pembuat kebijakan. b. Pengerahan Hubungan Masyarakat Pemahaman terhadap suatu masalah dalam usaha perubahan sosial memerlukan pengerahan dan pengorganisasian kelompok individu terkait. Mungkin dengan melibatkan harapan kelompok klien, organisasi kemasyarakatan, dan warga lain untuk mengeluarkan ide pemikirannya. c. Pengembangan Sumber Daya Agen perubahan mungkin dapat bekerja pada pengembangan pelayanan dan program yang diperlukan dalam pengembangan sumber daya dengan melibatkan sumber daya yang baru melalui peningkatan perencanaan program. 10) Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Seorang Profesional Tujuan: untuk mulai bekerja sesuai dengan kode etik petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan memiliki kompetensi yang sangat berperan dalam pengembangan profesi pembimbing kemasyarakatan. Pada dasarnya tindakan seorang profesional adalah penuh etika dan bertanggung jawab serta bijaksana. Pembimbing kemasyarakatan harus secara konsisten mengembangkan keterampilan serta aktif dalam hubungan interaksi dengan instansi penegak hukum dan masyarakat lainnya. Fungsi Sebagai Seorang Profesional a. Penilaian Diri Pengambilan keputusan secara profesional harus bertanggung jawab sebagai penilaian diri yang berkelanjutan. Bahwa pembimbing kemasyarakatan melayani hampir berbagai jenis klien, aktif hampir di setiap kegiatan organisasi sosial dan kemasyarakatan, dan berperan serta dalam setiap pendidikan dan pengembangan pekerjaan. b. Pengembangan Profesional/Pribadi
37
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Gambar 5 Pengembangan Profesional/Pribadi Sumber : http://lfp-blog.com/the-power-of-less/the-power-of-less-part-5-of-5-staying-motivated/
Pengembangan pribadi dapat dilakukan melalui kelompok ataupun organisasi yang diilustrasikan dalam gambar di atas. Simpulan dari penilaian diri lebih lanjut adalah pengembangan kemampuan dan capaian kerja yang diperoleh melalui peningkatan profesi pembimbing kemasyarakatan. Pembimbing kemasyarakatan perlu berperan dalam pengembangan profesi dan pengetahuannya. 2. Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Institusi Penegakan Hukum Peran pembimbing kemasyarakatan dalam institusi penegakan hukum dapat dikaitkan dengan kedudukannya dalam sistem peradilan pidana yang terminologinya terbagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap praadjudikasi, adjudikasi, dan pascaadjudikasi. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak jelas sekali ditegaskan tentang tugas dan peran pembimbing kemasyarakatan dalam menangani anak berkonflik dengan hukum. Peran pembimbing kemasyarakatan menjadi sangat strategis, di antaranya wajib melakukan upaya diversi dalam setiap tingkat pemeriksaan, baik di penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan dan mengawasi penetapan hakim terkait dengan diversi dan putusan hakim.
Peran pembimbing kemasyarakatan terbagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu: a. tahap praadjudikasi 1) Peran pembimbing kemasyarakatan dalam proses diversi/keadilan restoratif
38
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Penanganan anak yang berkonflik dengan hukum harus ditempuh melalui upaya diversi sejak anak diduga melakukan tindak pidana, yang penyelesaiannya dilakukan melalui pendekatan keadilan restoratif, yaitu suatu penyelesaian secara adil yang melibatkan pelaku, korban, keluarga mereka, dan pihak lain yang terkait dalam tindak pidana dan secara bersamasama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana tersebut dan implikasinya, dengan menekankan pemulihan, dan bukan pembalasan. Pengertian diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus-kasus anak yang diduga melakukan tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke penyelesaian damai ntara tersangka/terdakwa/pelaku tindak pidana dengan korban yang dapat difasilitasi oleh pembimbing kemasyarakatan. 2) Pembimbing kemasyaratan dapat berperan dalam mengoordinasi unsur-unsur yang ada dalam masyarakat (keluarga klien, masyarakat, kelompok kerja jejaring sosial, LSM, dsb.) berkaitan dengan proses diversi dan keadilan restorative, baik di tingkat masyarakat maupun di tingkat penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan. Hal itu menegaskan bahwa ada upaya aktif dari pembimbing kemasyarakatan dalam mengusahakan diversi dan keadilan restorative, antara lain dengan langkah mediasi dan penyusunan litmas untuk diversi. 3) Peran Bapas dalam Proses Penyidikan, Penyelidikan, dan Penuntutan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 13 menyatakan bahwa pembimbing kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana. Selain itu, dalam Pasal 9 ayat (1) dinyatakan bahwa penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam melakukan diversi harus mempertimbangkan: a. kategori tindak pidana; b. umur anak; c. hasil penelitian kemasyarakatan dari bapas; dan d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 dinyatakan bahwa tugas pembimbing kemasyarakatan bapas salah satunya adalah melakukan penelitian kemasyarakatan untuk membantu tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal (bermasalah dengan hukum); 4) Peran bapas dalam proses pelayanan terhadap anak dalam penahanan di rutan adalah: 39
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
a) menentukan program pelayanan dan perawatan pada tahanan anak di rutan melalui assesmen yang hasilnya menjadi rekomendasi dalam sidang TPP rutan untuk menentukan program pelayanan tahanan dalam rutan mulai dari proses penempatan, perawatan kesehatan, pendidikan, pelayanan bantuan hukum, dan program lain, seperti lifeskill training/ vocational training, konseling, restorative justice conferrences, dan kebutuhan khusus lainnya; b) assesmen, di dalamnya termasuk penyusunan litmas, care assesmen dan care plan. Assesmen ini dilengkapi dengan assesmen psikososial, hasil pemeriksaan kesehatan fisik dan psikologis, seta assesmen kebutuhan; c) melakukan monitoring dan membantu program pelayanan dan perawatan untuk memberikan laporan (progress report), implementasi care plan, dan rekomendasi yang disampaikan ketika sidang TPP rutan secara berkala; d) membantu wali dalam rutan yang menangani anak.
b. Pada tahap adjudikasi 1) Dalam pemeriksaan dan pendampingan anak dalam persidangan, pembimbing kemasyarakatan berperan aktif dalam menyampaikan dan menjelaskan litmas sebelum penuntutan dalam persidangan. 2) Pembimbing kemasyarakatan bapas mempunyai hak untuk dapat berdiskusi dengan hakim apabila menghendaki penjelasan lebih lanjut. 3) Pembimbing kemasyarakatan bapas dalam melakukan pendampingan di persidangan harus memfasilitasi kebutuhan dan kepentingan klien anak dan keluarganya c. Pada tahap Pascaadjudikasi 1) Pengawasan terhadap putusan pengadilan a) Pembimbing kemasyarakatan melakukan pengawasan terhadap putusan pidana pengadilan (bimbingan kerja, kembali ke orang tua, pidana bersyarat). b) Kewenangan pembimbing kemasyarakatan dalam pengawasan putusan pengadilan ialah melaporkan perkembangan klien kepada jaksa dan hakim. 2) Proses Pembinaan di Lapas Anak Pembimbing kemasyarakatan berwenang: a) menentukan program pembinaan pada anak didik pemasyarakatan di lapas melalui assesmen yang hasilnya menjadi rekomendasi dalam sidang TPP lapas untuk menentukan program pembinaan anak didik pemsyarakatan dalam lapas mulai dari proses penempatan, perawatan 40
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
kesehatan, pendidikan, pelayanan bantuan hukum, dan program lain, seperti lifeskill training/vocational training, konseling, restorative justice conferrences, dan kebutuhan khusus lainnya; b) assesmen, di dalamnya termasuk penyusunan litmas, care assesmen, dan care plan. Dalam assesmen ini dilengkapi dengan assesmen psikososial, hasil pemeriksaan kesehatan fisik dan psikologis, dan assesmen kebutuhan; c) melakukan monitoring dan membantu program pembinaan untuk memberikan laporan (progress report), implementasi care plan, dan rekomendasi yang disampaikan ketika sidang tim pengamat pemasyarakatan (TPP) lapas; d) membantu wali dalam lapas yang menangani anak. 3) Pembimbingan Klien Pemasyarakatan Pembimbingan klien dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap, yaitu: a) tahap awal; b) tahap lanjutan; dan c) tahap akhir. Pembimbingan tahap awal dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai klien sampai dengan ¼ (satu perempat) masa pembimbingan. Pembimbingan tahap lanjutan dilaksanakan sejak berakhir pembimbingan tahap awal sampai dengan ¾ (tiga perempat) masa pembimbingan. Pembimbingan tahap akhir, dilaksanakan sejak berakhirnya tahap pembimbingan lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pembimbingan. Penyelenggaraan pembimbingan dari satu tahap ke tahap lainnya ditetapkan melalui sidang TPP bapas berdasarkan data dari pembimbing kemasyarakatan yang merupakan hasil pengamatan, penilaian, dan pelaporan tahap pelaksanaan pembimbingan. Peran pembimbing kemasyarakatan pada tahap praadjudikasi dan tahap adjudikasi, secara khusus adalah: 1. memberikan penyuluhan dan bimbingan sosial kepada terpidana/anak didik dan masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok dalam upaya persiapan kembalinya terpidana tersebut ke kehidupan masyarakat secara normal; 2. menyempurnakan administrasi sistem pemasyarakatan melalui terciptanya jalur komunikasi di antara berbagai bidang dalam struktur lembaga serta melalui keterampilan dan kemampuan yang dimiliki dalam memberikan informasi atau gagasan positif dalam hubungan pelaksanaan sistem pemasyarakatan;
41
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
3. melalui pendekatan pendidikan, pendekatan perantara, dan pendekatan yang sifatnya mewakili, berusaha mengembangkan iklim pengurangan masa hukuman melalui pembebasan bersyarat serta tindak lanjut dalam pelepasan ini, terutama dengan penempatan kerja; 4. mengadakan penelitian terhadap berbagai macam unsur dalam sistem pemasyarakatan dengan tujuan perubahan dalam upaya penyempurnaan sistem tersebut; 5. meneliti, menganalisis, merencanakan penyembuhan terhadap terpidana dan anak didik, baik di dalam maupun di luar lembaga, mengevaluasi seberapa jauh pembinaan tersebut berhasil guna, serta merencanakan pelayanan selanjutnya apabila diperlukan oleh klien dan keluarga. C. RANGKUMAN 1. Peran Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli Menurut Drs. Sumarsono A. Karim, pembimbing kemasyarakatan berperan memberikan bantuan untuk memperkuat motivasi, menyalurkan perasaan, menyampaikan informasi, mengambil keputusan, memahami situasi, menciptakan perubahan lingkungan sosial dan reorganisasi pola tingkah laku, dan untuk mengalihkan wewenang (refferal). Sementara menurut pakar ilmu pekerja sosial, peran pembimbing kemasyarakatan terbagi dalam tiga area, yakni area mikro, mezzo, dan makro. Setiap area membutuhkan peran yang sesuai dan khusus. 2. Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Institusi Penegakan Hukum Peran pembimbing kemasyarakatan dilakukan dalam beberapa bagian, yakni di rumah tahanan negara dan di pengadilan. Peran konkret dalam dua instisusi tersebut pun membutuhkan penyesuaian yang tepat pula. D. LATIHAN 1. Jelaskan pandangan Sumarsono A. Karim tentang peran pembimbing kemasyarakatan! 2. Jelaskan perbedaan pokok peran pembimbing kemasyarakatan dalam area mikro, mezzo, dan makro!
42
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB LIMA
PENUTUP
43
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
A. RANGKUMAN Tugas pembimbing kemasyarakatan adalah melakukan penelitian kemasyarakatan dan melaksanakan bimbingan kemasyarakatan. Peran utama pembimbing kemasyarakatan adalah memberikan informasi terhadap klien, membantu klien memperkuat motivasi dan mengambil keputusan, dan memberikan dukungan terhadap profesi dan sektor-sektor lain guna peningkatan kualitas pelayanan terhadap klien pemasyarakatan. Hal tersebut sesuai dengan peran utama pembimbing kemasyrakatan, yaitu sebagai penyalur informasi, penghubung, dan pendamping. Seorang pembimbing kemasyarakatan harus mampu menjelaskan tugas, fungsi, dan perannya secara tepat untuk menunjang pelaksanaan tugas di lapangan. Apabila tugas, fungsi, dan peran pembimbing kemasyarakatan dapat diterapkan secara menyeluruh, selaras, dan bersinergi antara satu dan lainnya, maka kualitas pembimbing kemasyarakatan yang ideal akan tercapai. B. EVALUASI 1. Pengertian pembimbing kemasyarakatan sebagai petugas pemasyarakatan pada balai pemasyarakatan didasarkan pada sudut pandang …. a. profil
b. tugas
c. fungsi
d. peran
2. Tugas utama yang harus dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan ialah menyusun … a. studi sosial
c. studi kasus (case study)
b. laporan studi kasus
d. laporan hasil penelitian kemasyarakatan
3. Seorang pembimbing kemasyarakatan dapat diberhentikan oleh Menteri. Meskipun demikian, dalam pelaksanaan tugasnya pembimbing kemasyarakatan bertanggung jawab kepada … a. Presiden c. Direktur Jenderal Pemasyarakatan b. Menteri d. kepala balai pemasyarakatan 4. Jika dalam pelaksanaan tugas seorang pembimbing kemasyarakatan memerlukan bantuan, maka balai pemasyarakatan dapat mengangkat atau menunjuk … a. pembimbing kemasyarakatan kontrak c. pembimbing kemasyarakatan pinjam b. pembimbing kemasyarakatan sukarela d. pembimbing kemasyarakatan inisiatif 5. Pembimbing kemasyarakatan dalam bahasa asing disebut sebagai … a. lawyer c. prison officer b. probation officer d. advokat
44
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
6. Melaksanakan bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi klien pemasyarakatan disebut sebagai … a. profil PK
b. tugas PK
c. fungsi PK
d. peran PK
7. Tugas pembimbing kemasyarakatan tertuang di dalam Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, khususnya dalam .... a. Pasal 31 c. Pasal 33 b. Pasal 32 d. Pasal 34 8. Personel yang bertugas melaksanakan bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi klien pemasyarakatan adalah … a. petugas pemasyarakatan c. petugas penjagaan b. pembimbing kemasyarakatan d. kepala lembaga pemasyarakatan 9. Hasil penelitian kemasyarakatan akan memperlancar tugas pihak-pihak tertentu, kecuali … a. penuntut umum c. notaris b. hakim d. penyidik 10. Tugas seorang pembimbing kemasyarakatan secara umum lebih mengarah pada … a. pelatihan c. pengamanan b. pembimbingan d. pembinaan 11. Salah satu instansi pemasyarakatan yang bertugas melakukan bimbingan terhadap klien pemasyarakatan adalah … a. lembaga pemasyarakatan c. rutan b. balai pemasyarakatan d. rupbasan 12. Pegawai pemasyarakatan yang wajib hadir dalam persidangan anak dan sidang tim pengamat pemasyarakatan adalah ... a. direktur jenderal c. pembimbing kemasyarakatan b. regu pengamanan d. petugas penjagaan 13. Pegawai yang berhak menghubungi dan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga dan/atau pihak tertentu untuk kesejahteraan masa depan klien tersebut dalam upaya menyalurkan bakat dan minat klien sebagai tenaga kerja adalah ... a. regu pengamanan c. pembimbing kemasyarakatan a. kepala lapas
d. petugas penjagaan
14. Mampu membela kepentingan klien yang diwakili (ketika ada permintaan dari pihak klien) adalah salah satu peran pembimbing kemasyarakatan sebagai ... a. pemungkin c. penghubung b. pembela d. perantara
45
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
15. Selalu memberikan dorongan bagi kemajuan dan perubahan dalam diri klien adalah bentuk peran pembimbing kemasyarakatan sebagai ... a. pendorong c. penghubung b. pembela d. perantara
C. UMPAN BALIK Apabila dalam menjawab evaluasi soal tersebut, Saudara mencapai 80% benar, dengan demikian Saudara telah mencapai kompetensi modul diversi dengan baik, dan sebaliknya, apabila ketercapaiannya tidak sampai 80 %, Saudara diharapkan mengulang kembali membaca dan memahami modul ini. Cocokkanlah jawaban Saudara dengan Kunci Jawaban Evaluasi yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara terhadap materi modul ini. Tingkat penguasaan =
Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal
100%
Arti tingkat penguasaan: 90--100% = baik sekali 80--89% = baik 70--79% = cukup < 70% = kurang Apabila tingkat penguasaan Saudara mencapai 80% atau lebih, Saudara dapat meneruskan mempelajari modul berikutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Saudara harus mengulangi materi modul ini, terutama bagian yang belum dikuasai.
46
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Kunci Jawaban Periksalah hasil evaluasi belajar Saudara dengan cara mencocokkan jawaban Saudara dengan kunci jawaban di bawah ini! 1. a 2. d 3. d 4. b 5. b 6. b 7. d 8. b 9. c 10. b 11. b 12. c 13. c 14. b 15. a
47
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DAFTAR PUSTAKA Karim, Sumarsono A. 2011, Metode dan Teknik Pembuatan Litmas untuk Persidangan Perkara Anak di Pengadilan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta. Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan. Ichwan, Muis. Website 2012, “Peran dan Fungsi Pekerja Sosial”, Social Worker Article.
Netting, F. Ellen 1993, Social Work Macro Practic. Oktoriny, Fitria. “Peranan Pembimbing Kemasyarakatan terhadap Klien Pemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Klas I Padang”. Sheafor, Bradford W., Techniquea and Guidelines for Social Work Practice -6th ed. Soewandi, Marianti. 2003. Bimbingan dan Penyuluhan Klien. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, Jakarta. Tim Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. 2010. Modul Pembinaan Pembimbing Kemasyarakatan, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Jakarta. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
48
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
GLOSARIUM Makro : Praktek pekerjaan pembimbing kemasyarakatan dalam kacamata yang luas, termasuk pada perencanaan, pengembangan program maupun pengorganisasian masyarakat atau organisasi. Mikro : Praktek pekerjaan pembimbing kemasyarakatan dalam kacamata yang sempit, termasuk pada perencanaan, pengembangan program maupun pengorganisasian individu. Profil : analisis yang mewakili sejauh mana sesuatu yang menunjukkan berbagai karakteristik Family therapy : salah satu dari beberapa pendekatan terapi yang memandang sebuah keluarga diperlakukan secara keseluruhan
49
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL II
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
TAHUN 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI i DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN Copyright © 2012, Tim Penulis Modul
Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Tim Penulis Vivi Sylviani Biafri | Rion Gustaf | Ade Agustina
Editor Tim PAU Universitas Terbuka
Desain dan Tata Letak Rion Gustaf
Editor Bahasa Siti Zahra
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Tim Penyusun Modul
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN DIREKTORAT BIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN PENGENTASAN ANAK 2012 ii
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
PENGANTAR Pembimbing kemasyarakatan (PK) sebagai garda terdepan dalam proses pembimbingan bagi tahanan/narapidana ataupun anak yang berkonflik dengan hukum menjadi makin strategis posisinya seiring dengan hadirnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2011 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Modul ini hadir untuk mendukung penguatan peran PK, terutama dalam SPPA. Modul ini juga merupakan salah satu bagian dari rangkaian proses panjang dalam rangka peningkatan kualitas PK secara utuh. Modul ini berisi beragam informasi dasar mengenai sejarah perkembangan balai pemasyarakatan, prinsip pembimbingan, metode pembimbingan, teknik pembimbingan, serta keterampilan dalam Pembimbingan yang kesemuanya itu sangat dibutuhkan oleh calon PK atau Pembantu PK yang ingin menjadi PK. Setelah mempelajari modul Dasar-Dasar Pembimbingan, diharapkan Saudara akan memiliki kemampuan dalam menerapkan dasar-dasar pembimbingan dalam menjalankan tugas sehari-hari sebagai pembimbing kemasyarakatan. Melalui modul ini Saudara diharapkan memiliki pedoman yang utuh mengenai dasar-dasar pembimbingan yang baik sehingga dapat membantu dalam memenuhi tuntutan tugas, fungsi, dan peran sebagai seorang pembimbing kemasyarakatan sesuai dengan amanat perundang-undangan dan dapat menjadi semacam tangga untuk masuk ke dalam bangunan pembimbingan secara utuh. Kami sadar bahwa modul ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran konstruktif sangat kami butuhkan dari semua pihak. Kami berharap modul ini dapat menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan cita-cita luhur pemasyarakatan, sebagaimana yang diinginkan oleh founding father pemasyarakatan, Dr. Sahardjo. . Tidak lupa kami juga berterima kasih atas dukungan semua pihak dalam penyusunan modul ini, khususnya kepada HCPI (HIV Cooperation Program for Indonesia).
Jakarta, September 2012
Tim Penulis
i MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB SATU
PENDAHULUAN
ii
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
A. Latar Belakang Saudara, mengingat pentingnya peran pembimbing kemasyarakatan (PK) dalam sistem peradilan pidana Indonesia, maka untuk memperkuatnya perlu dilandasi oleh pengetahuan dasar mengenai tugas, fungsi, dan peran PK yang meliputi sejarah perkembangan pembimbingan, prinsip-prinsip dasar pembimbingan, metode dalam pembimbingan, serta teknik pembimbingan dan keterampilan dalam pembimbingan yang harus dimiliki oleh PK sehingga diharapkan akan memudahkan Saudara dalam penerapan di lapangan. Modul ini berkonsentrasi pada proses pembimbingan sebagai salah satu bentuk aktivitas PK yang diatur dalam aturan perundang-undangan. Dalam PP Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa pembimbingan adalah pemberian tuntutan untuk meningkatkan kualitas, ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan.
Gambar 1 Keunikan tiang-tiang lamin untuk rumah adat Dayak yang diolah dalam bentuk patung bukan saja menjadi fondasi yang kuat bagi bangunan di atasnya, tetapi juga memenuhi unsur estetika bagi bangunan itu sendiri. Sumber: http://lensakukar.com
Modul ini disajikan untuk menerjemahkan pemahaman di atas mengenai pembimbingan. Modul ini tidak hanya menekankan aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif. Setelah mempelajari modul Dasar-Dasar Pembimbingan, Saudara diharapkan dapat memberikan pembimbingan yang efektif sehingga proses pemasyarakatan dapat berjalan secara optimal. Pengetahuan dasar-dasar pembimbingan ini ibarat tiang-tiang lamin yang menjadi fondasi bagi bangunan rumah adat Dayak. Tiang lamin tidak hanya berfungsi sebagai fondasi untuk menjaga bangunan di atasnya, tetapi juga menambah nilai estetika (keindahan) bagi bangunan tersebut. Pengetahuan dasar-dasar pembimbingan ini tidak hanya sekadar menjadi pengetahuan bagi PK, tetapi diharapkan juga mampu diterapkan dalam menjalankan tugas dan fungsi PK sehingga cita-cita pemasyarakatan dapat tercapai.
B. Deskripsi Singkat Modul ini membahas tentang sejarah perkembangan pembimbingan, prinsip-prinsip dasar pembimbingan, metode dalam pembimbingan, teknik pembimbingan, dan keterampilan dalam pembimbingan.
51 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
C. Kompetensi Umum Setelah mempelajari modul Dasar-Dasar Pembimbingan, diharapkan Saudara akan memiliki kemampuan dalam menerapkan dasar-dasar pembimbingan dalam menjalankan tugas sehari-hari sebagai pembimbing kemasyarakatan.
D. Kompetensi Khusus 1. 2. 3. 4. 5.
Setelah mempelajari modul ini, Saudara dapat menjelaskan: sejarah perkembangan pembimbingan, prinsip pembimbingan, metode dalam pembimbingan, teknik pembimbingan, dan keterampilan dalam pembimbingan.
E. Peta Kompetensi Berikut adalah tahapan kompetensi yang harus dicapai oleh pembimbing kemasyarakatan agar memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan penerapan dasar-dasar pembimbingan kemasyarakatan dalam kemudahan melaksanakan tugas, fungsi, dan perannya di masyarakat sehari-hari.
F. Pokok Bahasan 1. Sejarah Perkembangan Pembimbingan Dalam bab ini dibahas tentang Sejarah Perkembangan Balai Pemasyarakatan serta Sejarah Perkembangan Ilmu Pekerjaan Sosial dan Laporan Penelitian Kemasyarakatan di Indonesia. 2. Prinsip Dasar Pembimbingan 52
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Ada beberapa pendapat dari para ahli tentang Prinsip Dasar Pembimbingan, antara lain menurut Henry S. Mass, Naomi I. Brill, dan Felix Biestek. 3. Metode Pembimbingan Metode Pembimbingan yang akan dibahas dalam bab ini adalah Metode dalam Praktik Pekerjaan Sosial dan Penerapan Metode tersebut dalam Praktik Pembimbingan. 4. Teknik Pembimbingan Ada beberapa teknik pembimbingan yang dapat digunakan oleh PK, antara lain menurut Naomi I. Brill dan Teknik Bimbingan Kelompok. 5. Keterampilan dalam Pembimbingan Beberapa keterampilan dalam pembimbingan dibahas juga dalam pokok bahasan ini, antara lain menurut Naomi I. Brill, Louise C. Johnson, serta Armando Morales dan Bradford W. Sheafor.
G. Manfaat Dengan mempelajari modul ini, Saudara diharapkan memiliki pedoman mengenai dasar-dasar pembimbingan sehingga dapat membantu Saudara dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai seorang PK sesuai dengan amanat perundang-undangan.
H. Petunjuk Penggunaan Agar Saudara berhasil dalam mempelajari materi yang tersaji dalam modul ini, perhatikan dan ikuti beberapa petunjuk berikut:
Saudara sebaiknya membaca Modul I lebih dahulu, sebelum mempelajari modul ini.
Baca dan pahamilah setiap bab secara bertahap. Berilah tanda pada konsep yang dianggap penting. Buatlah catatan kecil sebagai respons dari materi modul ini sebagai penguat pemahaman Saudara terhadap modul ini.
Dianjurkan untuk membaca dan mempelajari peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar eksistensi pembimbing kemasyarakatan.
Kerjakan setiap soal dalam latihan dan evaluasi dengan teliti dan sungguh-sungguh tanpa melihat lebih dahulu kunci jawaban agar kemampuan Saudara dapat terukur secara objektif.
Upayakan semua latihan dan evaluasi yang disajikan dalam modul ini dapat dikerjakan agar tingkat penguasaan Saudara yang diperoleh mencapai minimal 80%.
53 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB DUA
SEJARAH PERKEMBANGAN PEMBIMBINGAN
54
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
A. Kompetensi Khusus Setelah mempelajari Bab II ini, Saudara mampu menjelaskan tentang Sejarah Perkembangan Pembimbingan.
B. Subpokok Bahasan 1. Sejarah Perkembangan Balai Pemasyarakatan Sebelum munculnya balai pemasyarakatan (bapas) di Indonesia, dikenal lebih dahulu Jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa yang didirikan oleh Pemerintah Belanda dengan dikeluarkannya Gouverment Besluit tanggal 15 Agustus 1927, yang berpusat pada Departemen van Justitie di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan orang Belanda dan pribumi yang harus dibimbing secara khusus. Pada saat itu Kantor Besar Jawatan Kepenjaraan/Jawatan Reklasering memberi subsidi kepada badan reklasering swasta dan pra-yuwana, dan tenaga sukarelawan perseorangan (volunteer probation officer). Selanjutnya, badan tersebut menjadi petugas teknis pembinaan klien luar lembaga (Aziz, 1998:97). Petugas yang menjalankan tugas dan fungsi di Badan Reklasering yang dikelola oleh Negara disebut Ambtenaar der Reclassering (Pegawai Negeri Istimewa pada Badan Reklasering) yang diatur dalam KUHP (Pasal 14 d ayat (2) disebut pegawai istimewa (bijzondere ambtenaar). Pada tahun 1930--1935 yang dikenal masa Malaise, Pemerintah Belanda mengalami kesulitan biaya akibat kondisi Perang Dunia I serta tingginya tingkat korupsi di tubuh VOC. Akibatnya sangat memengaruhi eksistensi pemerintahan Belanda di Indonesia, termasuk jawatan baru tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dikeluarkan Surat Keputusan Jenderal G.E. Herbrink Nomor 11 Stbld. pada tanggal 6 September 1932 yang menyatakan bahwa Jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa disatukan. Sehubungan dengan itu, tugas reklasering dan pendidikan paksa dimasukkan dalam tugas, fungsi, dan peran jawatan kepenjaraan, yang selanjutnya disebut Inspektorat Reklasering dan Pendidikan Paksa. Tugas Inspektorat Reklasering dan Pendidikan Paksa adalah (a) menangani lembaga-lembaga anak yang disebut Rumah Pendidikan Negara (RPN) dan (b) menangani Klien Lapas Bersyarat, Pidana Bersyarat, dan Pembinaan lanjutan (After Care), serta Anak yang diputus hakim kembali kepada orang tua atau walinya (Aminah, hal 97). Selain menggabungkan Jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa, jawatan ini juga dimasukkan dalam struktur setiap penjara yang ada di Indonesia yang dinamakan Bagian Reklasering. Tujuan Reklasering ini antara lain (a) menjauhkan yang bersalah dari rumah penjara, (b) mempercepat yang bersalah dari penjara, dan (c) mengembalikan bekas terhukum dan anak pada kehidupan sedia kala/after care (R. Tondokusumo, 1950:6).
55 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Pada tahun 1939 Pemerintah Belanda berniat untuk menghidupkan kembali dan memperbaharui Badan Reklasering, tetapi terhambat dengan pecahnya Perang Dunia II. Untuk mengatasinya pada setiap penjara masih ada bagian reklasering yang sifatnya pasif sampai tahun 1943. Selama masa pendudukan Jepang di Indonesia tidak ada perubahan mengenai perkembangan reklasering, hanya pelaksanaan lepas bersyarat yang tidak lagi dijalankan. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 27 April 1964 terjadi perubahan sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan.
Sistem pemasyarakatan yang digunakan oleh bangsa Indonesia memiliki tujuan reintegrasi bagi pelanggar hukum (narapidana dan anak didik) dengan masyarakat yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI 1945. Agar terciptanya pembinaan klien pelanggar hukum, maka dikeluarkan Surat Keputusan Presidium Kabinet Ampera No.75/U/Kep/II/66. Dengan surat keputusan tersebut, struktur organisasi kepenjaraan berubah menjadi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang memiliki dua direktorat yang menangani (1) pembinaan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan dan (2) pembinaan narapidana di luar lembaga pemasyarakatan yang mencakup pula pembinaan anak di dalam lembaga pemasyarakatan. Direktorat yang menangani pembinaan narapidana di luar lapas dan pembinaan anak di dalam lapas disebut Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA). Istilah Bispa pertama kali dicetuskan oleh R. Waliman Hendrosusilo yang terdiri dari 2 (dua) istilah, yakni BIS dan PA. BIS singkatan dari bimbingan kemasyarakatan dan PA singkatan dari pengentasan anak. Tujuan pendirian badan ini adalah untuk pembinaan di luar penjara. Metode yang digunakan dalam bimbingan di luar penjara juga berbeda dengan metode pembinaan yang dilakukan di dalam penjara (Marianti Soewandi, wawancara, 27 Juli 2012). Persiapan perubahan dari lembaga reklasering ke Bispa dilakukan oleh R. Waliman Hendrosusilo, Bc.S.W., S.H. Dra. CM. Marianti Soewandi, Bc.I.P., serta Panitia Khusus Bispa yang dibentuk pada tahun 1968. Istilah PK pertama kali dikemukakan oleh Bapak R. Waliman Hendrosusilo, Bc.S.W., S.H. Beliau adalah sarjana muda pekerja sosial dari Australia dan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Jakarta. Istilah PK merupakan pengganti dari Ambtenaar der Reclassering yang digunakan di negeri Belanda atau Probation Officer yang digunakan oleh negara-negara di dunia barat ataupun Asia (Marianti Soewandi, 2003). Pemakaian istilah PK digunakan juga oleh Bapak Drs. Soemarsono A. Karim dalam kertas kerja beliau yang dibuat atas permintaan Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (sekarang namanya Badan Pembinaan Hukum Nasional) pada tahun 1976 dalam acara Loka Karya Evaluasi Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (Soemarsono A. Karim, 2011). Sejak saat itu pekerja sosial kehakiman yang bergerak di bidang koreksional dikenal dengan sebutan pembimbing kemasyarakatan dan laporan penelitian sosial disebut litmas sampai saat ini.
56 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Tahun 1968 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mendidik 60 (enam puluh) orang lulusan Sekolah Pekerjaan Sosial Atas (SPSA) untuk menjadi pembimbing kemasyarakatan. Pendidikan tersebut diselenggarakan selama 6 bulan. Pendidikan calon pembimbing kemasyarakatan itu dilaksanakan sampai dengan tahun 1981. Hal itu dilakukan karena tuntutan amanat perundang-undangan yang mengharuskan didirikannya balai pemasyarakatan di ibu kota provinsi serta kabupaten/kota di seluruh Indonesia secara bertahap (Marianti Soewandi, wawancara 27 Juli 2012). Pada tahun 1970 Kantor Bispa pertama berdiri di Jakarta yang menjadi satu dengan gedung kantor Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Pada tahun 1995 setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, istilah bispa berubah menjadi bapas. Hal tersebut dikuatkan juga dalam Keputusan Menteri No. M.01.PR.07.03 Tahun 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pemasyarakatan. Dalam Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 2 dijelaskan bahwa bapas mempunyai tugas memberikan bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang menyebutkan tentang tugas bapas. Tugas bapas adalah memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal, baik di dalam maupun di luar sidang anak, dengan membuat Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, 2003). Dalam Pasal 56 disebutkan bahwa laporan hasil penelitian kemasyarakatan diajukan oleh pembimbing kemasyarakatan kepada hakim sebelum sidang dibuka. Tugas bapas menurut Prinst (1997:30) antara lain membimbing, membantu, dan mengawasi anak nakal berdasarkan putusan pengadilan yang dijatuhi hukuman : a. pidana bersyarat; b. pidana pengawasan; c. pidana denda; d. diserahkan kepada negara (anak negara); e. harus mengikuti latihan kerja; f. memperoleh pembebasan bersyarat dari lembaga pemasyarakatan. Dalam upaya mengoptimalkan proses pemasyarakatan, Marianti Soewandi sebagai pelopor bispa di Indonesia mengusulkan agar materi mengenai pekerjaan pembimbing kemasyarakatan sebagai garda terdepan bapas, perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan Akademi Ilmu Pemasyarakatan (Akip). Akip merupakan lembaga pendidikan kedinasan yang menjadi salah satu lembaga penghasil sumber daya
57
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
manusia pemasyarakatan yang terpadu. Materi yang diusulkan Marianti Soewandi, (dalam wawancara 27 Juli 2012) antara lain: a. pengetahuan pekerjaan sosial bagi mahasiswa Akip; b. pengetahuan mengenai teori dan teknik pembuatan penelitian kemasyarakatan (langsung disetujui oleh Direktur Akip pada waktu itu, yakni Drs. Hasannudin, Bc.I.P.); c. adanya petugas teknis khusus untuk pembinaan pelanggar hukum.
2. Sejarah Perkembangan Ilmu Pekerjaan Sosial dan Laporan Penelitian Kemasyarakatan di Indonesia Dalam buku Empat Puluh Tahun Pemasyarakatan Mengukir Prestasi (Ditjen Pemasyarakatan, 2004) dijelaskan bahwa Dr. Sahardjo mengenalkan gagasannya tentang konsep pemasyarakatan melalui pidatonya yang berjudul “Pohon Beringin Pengayoman” saat menerima penghargaan Doktor Honoris Causa dalam bidang hukum pada bulan Juli 1963 di Istana Negara Republik Indonesia. Pendapat Dr. Sahardjo mengenai konsep pemasyarakatan adalah bahwa setiap orang yang pernah dipenjara adalah manusia yang harus diperlakukan sebagai manusia. “Setiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia. Meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukkan pada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya, ia harus merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia.” Gagasan tentang pemasyarakatan tersebut terealisasi dalam Konferensi Nasional Kepenjaraan di Grand Hotel, Lembang, Bandung pada tanggal 27 April 1964, yang diikuti oleh seluruh direktur penjara di Indonesia. Dalam konferensi tersebut istilah kepenjaraan diganti menjadi pemasyarakatan. Untuk memperingati peristiwa bersejarah itu, tanggal 27 April ditetapkan sebagai Hari Pemasyarakatan. Dalam upaya mewujudkan terlaksananya sistem pemasyarakatan tersebut, dibutuhkan berbagai disiplin ilmu. Salah satu disiplin ilmu yang mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembinaan adalah ilmu pekerjaan sosial. Ilmu pekerjaan sosial yang khusus bergerak di bidang koreksional dikenal dengan sebutan Pekerjaan Sosial Koreksional. Perkembangan ilmu pekerjaan sosial di bidang koreksional terjadi sangat pesat di negara-negara penganut mazhab Anglo Saxon, misalnya Amerika Serikat dan Inggris. Ilmu pekerjaan sosial koreksional ini mulai dirasakan manfaatnya pada pertengahan abad XIX hingga sekarang. Ilmu pekerjaan sosial koreksional mulai berkembang di Indonesia kira-kira tahun 1957. Hal itu seiring dengan jumlah angka kenakalan remaja di Indonesia yang makin memuncak, khususnya pendampingan bagi anak dalam 58 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
rangka proses persidangan perkara anak di pengadilan negeri Jakarta (Soemarsono A. Karim, 2011). Pada saat itu istilah yang digunakan bagi pekerja sosial di bidang koreksional adalah pekerja sosial kehakiman yang sekarang disebut pembimbing kemasyarakatan dan istilah litmas yang sekarang kita gunakan disebut case study. Untuk lebih jelasnya, dapat dibaca pada Modul I.
Tahap perkembangan laporan penelitian kemasyarakatan di Indonesia dibagi dalam empat periode (Karim, 2011) berikut: a. Periode 1958–1964 Pada periode ini dikenal dengan nama “case study”. Istilah case study diperkenalkan oleh Sekolah Pendidikan Kemasyarakatan yang sekarang bernama Sekolah Menengah Pekerja Sosial (SMPS). Dalam rangka praktik lapangan, siswa SMPS memberikan bantuan kepada keluarga anak yang mengalami masalah kenakalan anak (juvenille deliquency) yang digunakan sebagai bahan pertimbangan hakim pada sidang perkara anak di pengadilan. b. Periode 1964--1974 Pada masa ini istilah Case study berubah menjadi laporan social study atau laporan social case study. Istilah ini digunakan di dalam lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Direktorat Bispa yang kemudian berubah nama menjadi Direktorat Binlulapas) dan kepolisian. Laporan tersebut dibuat guna memenuhi permintaan hakim. c. Periode 1974–1976 Pada periode ini istilah Laporan Social Case Study berubah menjadi Laporan Penelitian Sosial, sedangkan di kepolisian (khususnya di Biro Anak/Binapia) digunakan istilah social case study. d. Periode 1976–sekarang Pada periode ini istilah yang digunakan adalah laporan penelitian kemasyarakatan yang disingkat litmas. Istilah ini diperkenalkan oleh R. Waliman Hendrosusilo, Bc.S.W., S.H. pada tahun 1968 dan juga digunakan oleh Drs. Soemarsono A. Karim. Petugas yang menyusunnya disebut pembimbing kemasyarakatan. Saat ini litmas digunakan untuk bahan persidangan perkara anak di PN dan bahan untuk pembinaan, seperti untuk asimilasi, cuti menjelang bebas, cuti mengunjungi keluarga, dan pembebasan bersyarat.
59 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Berdasarkan perjalanan sejarah tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada benang merah antara pekerja sosial dan pembimbing kemasyarakatan. Oleh sebab itu, wajib bagi PK untuk mempelajari ilmu pekerjaan sosial sebagai dasar dalam melaksanakan tugas di lapangan. Tugas dan peran PK ke depannya akan makin berat dan luas. Hal itu dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Oleh sebab itu, PK dituntut untuk makin profesional dalam pekerjaannya dan tidak berhenti belajar untuk menambah wawasan dan kemampuannya. C. Rangkuman Pada mulanya Jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa yang didirikan oleh Pemerintah Belanda dengan dikeluarkannya Gouverment Besluit tanggal 15 Agustus 1927, yang berpusat pada Departemen van Justitie di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan orang Belanda dan pribumi yang harus dibimbing secara khusus. Jawatan Reklasering memberi subsidi kepada badan reklasering swasta dan pra-yuwana, dan tenaga sukarelawan perseorangan (Volunteer Probation Officer). Karena kesulitan biaya, Pemerintah Belanda menghapus jawatan baru tersebut. Berdasarkan Surat Keputusan Jenderal G.E. Herbrink Nomor 11 Stbld. pada tanggal 6 September 1932 Jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa dihapuskan. Berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Ampera No.75/U/Kep/II/66, struktur organisasi Jawatan Reklasering berubah menjadi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Dengan surat keputusan tersebut, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan terdiri atas dua direktorat yang menangani (1) pembinaan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan dan (2) pembinaan narapidana di luar lembaga pemasyarakatan yang mencakup pula pembinaan anak di dalam lembaga pemasyarakatan. Direktorat yang menangani pembinaan narapidana di luar lapas dan pembinaan anak di dalam lapas kemudian disebut Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (Bispa). Persiapan perubahan dari lembaga Reklasering ke Bispa dilakukan oleh R. Waliman Hendrosusilo, Bc.S.W., S.H. dan Dra. CM. Marianti Soewandi, Bc.I.P., serta Panitia Khusus Bispa yang dibentuk pada tahun 1968. Pada tahun 1970 Kantor Bispa pertama berdiri di Jakarta. Tahun 1995 setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, istilah bispa berubah menjadi bapas. Hal tersebut dikuatkan juga dalam Keputusan Menteri Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pemasyarakatan. Dalam Pasal 2, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dijelaskan bahwa bapas mempunyai tugas memberikan bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
60 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Dr. Sahardjo mengenalkan gagasannya tentang konsep pemasyarakatan melalui pidatonya yang berjudul “Pohon Beringin Pengayoman” pada saat menerima penghargaan Doktor Honoris Causa dalam bidang hukum pada bulan Juli 1963 di Istana Negara RI. Pendapat Dr. Sahardjo mengenai konsep pemasyarakatan adalah bahwa setiap orang yang pernah dipenjara adalah manusia yang harus diperlakukan sebagai manusia. “Setiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukkan pada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya, ia harus merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia.” Pada tanggal 27 April 1964 istilah kepenjaraan diganti menjadi pemasyarakatan. Untuk memperingati peristiwa bersejarah itu, maka tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Pemasyarakatan. Dalam mewujudkan terlaksananya sistem pemasyarakatan tersebut, dibutuhkan berbagai disiplin ilmu. Salah satu disiplin ilmu yang mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembinaan adalah disiplin ilmu pekerjaan sosial. Ilmu pekerjaan sosial yang khusus bergerak di bidang koreksional dikenal dengan sebutan pekerjaan sosial koreksional. Ilmu pekerjaan sosial koreksional mulai berkembang di Indonesia kira-kira tahun 1957. Hal itu seiring dengan jumlah angka kenakalan remaja di Indonesia yang makin memuncak, khususnya pendampingan bagi anak dalam rangka proses persidangan perkara anak di pengadilan negeri Jakarta. Pada saat itu istilah yang digunakan bagi pekerja sosial di bidang koreksional adalah pekerja sosial kehakiman yang sekarang disebut pembimbing kemasyarakatan dan istilah case study yang sekarang disebut litmas. Tahapan periode perkembangan laporan penelitian kemasyarakatan ada 4 (empat), yaitu:
Periode Tahun
Periode Tahun
Periode Tahun
Periode Tahun
1958–1964
1964–1974
1974–1976
1976–sekarang
Digunakan istilah case study (dikenalkan oleh Sekolah Pendidikan Kemasyarakatan, sekarang SMPS). Digunakan untuk bahan pertimbangan hakim pada sidang perkara anak di pengadilan.
Diubah menjadi Diubah menjadi laporan social study laporan penelitian atau laporan social social case study.
Digunakan istilah laporan penelitian kemasyarakatan (litmas).
Digunakan di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (khususnya Direktorat Bispa yang kemudian
Istilah ini dicetuskan oleh R. Waliman Hendrosusilo, Bc.S.W., S.H. pada tahun 1968. Istilah ini juga digunakan
Di kepolisian (khususnya di Biro Anak/Binapia) menggunakan istilah social case study. 61
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
berubah nama menjadi Direktorat Binlulapas) dan kepolisian.
oleh Drs. Soemarsono A. Karim yang dimuat pada paper untuk Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (sekarang Badan Pembinaan Hukum Nasional) tahun 1976.
Laporan ini digunakan untuk memenuhi permintaan hakim.
Litmas digunakan untuk bahan persidangan perkara anak di PN dan bahan untuk pembinaan, seperti untuk asimilasi, cuti menjelang bebas, cuti mengunjungi keluarga dan PB.
D. Latihan Setelah Saudara membaca materi di atas, agar Saudara memahami isi materi secara utuh, jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jelas, ringkas, dan teliti! 1. Jelaskan siapakah yang pertama kali menggunakan istilah PK! 2. Jelaskan lembaga yang melaksanakan tugas kebapasan dari masa pemerintahan Belanda sampai sekarang! 3. Jelaskan apakah kegunaan laporan litmas? 4. Jelaskan ada berapakah tahapan perkembangan litmas?
62 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB TIGA
PRINSIP-PRINSIP DASAR PEMBIMBINGAN
63
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
A. Kompetensi Khusus Setelah mempelajari Bab III Pokok Bahasan II ini Saudara mampu menjelaskan prinsip-prinsip dasar pembimbingan. B. Subpokok Bahasan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, kata prinsip bermakna ‘asas/kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir/bertindak’ (Tim Penyusun KBBI, 2008:788). Dalam kaitannya dengan proses pembimbingan, prinsip merupakan pedoman dalam melakukan aktivitas pembimbingan, pendampingan, serta pengawasan sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, prinsip-prinsip dasar ini perlu Saudara pahami agar dapat membantu aktivitas pembimbingan, pendampingan, dan pengawasan yang Saudara lakukan sehari-hari. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, secara keilmuan pekerjaan yang dilakukan PK hampir sama dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja sosial. Keduanya melakukan fungsi yang sama, tetapi dalam ruang yang berbeda. Pekerja sosial menangani masalah-masalah sosial secara umum, sementara PK menangani masalah yang sama dalam ruang lingkup hukum. Oleh karena itu, secara teoretis prinsip-prinsip yang digunakan oleh pekerja sosial sama dengan yang digunakan oleh PK. Berikut ini beberapa prinsip dasar dari para ahli pekerja sosial yang harus Saudara miliki, sebagai PK. 1. Prinsip-Prinsip Dasar Menurut Henry S. Mass Salah satu tokoh yang berpengaruh pada kajian kesejahteraan sosial adalah Henry S. Maas yang berasal dari University of British Columbia. Dalam makalahnya yang berjudul Social Work with Individuals and Families, Maas (1977:63) menjelaskan enam prinsip yang harus dimiliki oleh para pekerja sosial (termasuk PK). Keenam prinsip dasar itu adalah sebagai berikut. a. Prinsip Penerimaan (The Principle of Acceptance) Prinsip ini mengemukakan bahwa seorang PK dalam menerima klien harus bebas nilai. PK tidak boleh “menghakimi” klien seakan-akan PK yakin dan percaya bahwa klien adalah satu-satunya pihak yang patut dipersalahkan atas perbuatannya. PK harus mampu membangun suasana yang akrab agar klien merasa nyaman dan dapat memberikan keterangan yang objektif, detil, dan jujur sehingga PK juga akan mendapatkan data yang valid dan akurat berdasarkan jawaban klien tersebut. Sikap menerima sangat berlawanan dengan sikap menghakimi; oleh karena itu, PK perlu mempersiapkan diri untuk tidak memberikan penilaian awal yang buruk, ataupun bersikap netral. PK harus mampu memahami klien apa adanya dengan membangun suasana yang akrab dengan klien sehingga
64 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
terbangun kepercayaan dirinya terhadap PK dan merasa yakin bahwa PK dapat membantu dirinya dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
b. Prinsip Komunikasi (The Principle of Communication) Prinsip komunikasi ini erat kaitannya dengan kemampuan pembimbing kemasyarakatan untuk menangkap informasi ataupun pesan yang dikemukakan oleh klien. Bentuk komunikasi yang diungkapkan dapat berupa verbal maupun nonverbal, seperti cara duduk Gambar 2 Melalui komunikasi yang hangat, klien akan lebih terbuka terhadap PK. ( http;//www.conversationart.com)
klien, posisi ataupun letak duduk dalam suatu pertemuan dengan anggota keluarga yang lain, cara bicara, cara berpakaian, dan sebagainya.
Apabila klien tidak dapat mengungkapkan perasaannya, seorang pembimbing kemasyarakatan diharapkan dapat membantu mengungkapkan yang ia rasakan. Hal lain yang perlu diperhatikan oleh pembimbing kemasyarakatan adalah menyadari ekspektasi (harapan) dari klien dengan cara memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya saat itu, seperti perasaan takut, marah, benci, sedih, gembira, dan sebagainya sehingga komunikasi antara klien dan sistem klien dengan pembimbing kemasyarakatan dapat terjaga dan makin berkembang. c. Prinsip Individualisasi (The Principle of Individualization) Prinsip individualisasi, pada intinya menganggap setiap individu berbeda satu dengan yang lainnya. Setiap individu adalah unik sehingga pendekatan yang diutamakan adalah kasus per kasus dan bukan generalisasi. PK harus dapat menyesuaikan cara berkomunikasi dan cara memberikan bantuan dengan setiap kliennya untuk mendapatkan hasil yang optimal. PK tidak boleh memasukkan kliennya ke dalam stereotip (stereotype) tertentu tanpa melakukan observasi yang mendalam karena dapat mengakibatkan adanya hambatan dalam hubungan PK dengan klien. d. Prinsip Partisipasi (The Principle of Participation) Berdasarkan prinsip ini, seorang PK harus dapat mengajak kliennya untuk berperan aktif dalam upaya mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Dengan demikian, klien memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan pemberian bantuan tersebut. Tanpa adanya kerja sama dan peran serta dari 65 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
klien, upaya pemberian bantuan sulit mendapatkan hasil yang optimal. Apabila klien kurang kooperatif, PK perlu membangun sudut pandang yang tepat bagi klien sehingga klien mengetahui manfaat proses penyelesaian masalah yang dihadapinya. e. Prinsip Kerahasiaan (The Principle of Confidentiality) Dalam menjalankan proses pembimbingan serta pendampingan, PK harus senantiasa menjaga kerahasiaan klien. Rahasia klien harus dilindungi dan dihormati, kecuali atas persetujuan klien. Hal ini sangat dibutuhkan agar memudahkan PK dalam memperoleh informasi yang utuh. Untuk itu, PK harus mampu membangun kepercayaan klien terhadap dirinya. f. Prinsip Kesadaran diri dari PK (The Principle of Caseworker self-Awarness) PK merupakan manusia biasa yang memiliki motivasi pribadi yang kompleks. Oleh karena itu, PK harus mampu memisahkan urusan pribadi dengan pekerjaannya secara profesional. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam membuat penelitian kemasyarakatan dan tidak terhanyut dalam perasaan ataupun permasalahan yang dihadapi oleh kliennya.
2. Prinsip Dasar Menurut Naomi I. Brill Naomi Isgrig Brill dalam bukunya yang berjudul Working with People: The Helping Process (1978:43) mengemukakan sembilan prinsip praktik teknik social worker berikut: 1. Acceptance (penerimaan) PK harus dapat menerima klien apa adanya. 2. Individualization (individualisasi) PK harus menyadari bahwa klien merupakan pribadi yang unik yang harus dibedakan dengan yang lainnya. 3. Non-ludemental (sikap tidak menghakimi) PK harus mempertahankan sikap tidak menghakimi terhadap kedudukan apa pun dari klien dan tingkah laku klien. PK harus mampu bebas persepsi dalam melakukan pembimbingan sehingga dapat menggali informasi dari klien secara mendalam. 4. Rationaly (rasionalitas) PK harus mampu memberikan pandangan yang objektif dan faktual terhadap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi serta mampu mengambil keputusan. 66 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
5. Emphaty (empati) PK harus mempunyai kemampuan memahami perasaan klien. Ketika klien tidak berkenan untuk memberikan informasi secara terbuka, PK justru harus mampu menjaga perasaan klien dan secara cerdas menggali informasi dari sisi yang tidak mengganggu perasaan klien. 6. Genuiness (ketulusan) Ketulusan yang dimiliki oleh PK dalam membantu klien dapat terpancar dalam komunikasi verbal. 7.
Impartiality (kejujuran) Dalam melakukan pertolongan, PK tidak boleh merendahkan seseorang dan kelompok tertentu.
8.
Confidentiality (kerahasian) PK harus mampu menjaga kerahasiaan klien kepada orang lain. Hal itu sangat penting untuk menjaga integritas PK sebagai aparat penegak hukum.
9. Self Awareness (mawas diri) PK harus sadar akan potensinya dan keterbatasan kemampuannya. Untuk itu, perlu adanya peningkatan wawasan PK secara berkesinambungan, baik dalam hal pengetahuan (dengan membaca buku ataupun media massa cetak lainnya) maupun dalam hal keterampilan (komputer, wawancara, atau tulisan).
3. Prinsip Dasar Menurut Felix Biestek Biestek (dalam Abas Basuni, 1995) mengemukakan tujuh prinsip klasik tentang relasi case work dan peranan pekerja sosial dalam menggunakan prinsip masingmasing merupakan satu cara untuk mendefinisikan tanggung jawab pekerja sosial dalam interaksi antara pekerja sosial dan klien atau sistem tindakan sebagai berikut: a. Individualisasi Prinsip ini merupakan “pengakuan dan pemahaman tentang kualitas keunikan tiap-tiap klien”. Karena klien itu unik, proses pertolongan terhadap klien yang satu dengan yang lainnya berbeda. b. Pengungkapan Perasaan Secara Bertujuan Prinsip ini berkaitan dengan “kebutuhan klien untuk mengungkapkan perasaanperasaannya secara bebas, khususnya perasaan negatif”. PK menggunakan prinsip ini untuk menciptakan suatu lingkungan atau suasana sehingga klien merasa nyaman untuk mengungkapkan perasaannya. 67 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
c. Respons Emosional yang Terkendali Prinsip ini memerlukan “kepekaan terhadap perasaan klien, pemahaman akan maknanya, dan respons yang tepat.” PK menggunakan prinsip ini ketika merespons klien untuk mengetahui perasaan klien dan kebutuhan klien. d. Penerimaan Prinsip ini menuntut untuk menerima dan menghadapi klien sebagaimana adanya. PK harus dapat mengetahui kelebihan, kekurangan, serta hal-hal yang positif dan negatif dari klien. e. Sikap Tidak Menghakimi/Menilai Prinsip ini didasarkan pada suatu keyakinan bahwa fungsi (pekerja sosial) melarang PK untuk memberikan penilaian terhadap klien mengenai suatu masalah. f. Penentuan Diri Klien Prinsip ini mengakui “hak dan kebutuhan klien untuk bebas dalam membuat pilihan dan putusan mereka sendiri dalam proses (pekerjaan sosial)”. PK membantu klien melihat masalah dan kebutuhan secara jelas dan perspektif, mengenalkan klien dengan sistem sumber yang tepat sesuai dengan permasalahan yang dihadapi klien, dan menciptakan lingkungan atau suasana sehingga PK dan Klien dapat bekerja sama. g. Kerahasiaan Prinsip ini menegaskan hak klien untuk pemeliharaan informasi rahasia tentang diri yang diungkapkan dalam relasi profesional. Ini adalah peran PK untuk menjelaskan batas-batas kerahasiaan dan hak-hak dari PK dan Klien dalam rangka kewajiban profesional dan legal. Prinsip-prinsip ini digunakan untuk mengarahkan relasi pertolongan profesional.
C. Rangkuman Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:778), kata prinsip berarti ‘asas/kebenaran yg menjadi pokok dasar berpikir/bertindak.’ Dalam kaitannya dengan pekerjaan pembimbing kemasyarakatan, prinsip merupakan pedoman dalam melakukan aktivitas pembimbingan, pendampingan serta pengawasan sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan. Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli antara lain : 1. Menurut Henry S. Maas, ada enam prinsip dasar pembimbingan, yaitu individualisasi, penerimaan, kerahasiaan, komunikasi, partisipasi, dan kesadaran diri dari pekerja sosial.
68
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
2. Menurut Naomi I. Brill, ada sembilan prinsip dasar pembimbingan, yaitu individualisasi, penerimaan, kerahasiaan, sikap tidak menghakimi, rasionalitas, empati, ketulusan, kejujuran, dan mawas diri. 3. Menurut Bistek, ada 7 prinsip dasar pembimbingan, yaitu individualisasi, penerimaan, kerahasiaan, sikap tidak menghakimi, pengungkapan perasaan secara bertujuan, respons emosional yang terkendali, dan penentuan diri klien.
D. Latihan Setelah Saudara membaca materi di Bab III, agar Saudara memahami isi materi secara utuh, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas, ringkas, dan teliti! 1. Jelaskan prinsip dasar pembimbingan menurut Henry B. Maas! 2. Jelaskan prinsip dasar pembimbingan menurut Naomi! 3. Jelaskan prinsip dasar pembimbingan menurut Biestek! 4. Dari ketiga pendapat para ahli tersebut ada yang mempunyai kesamaan. Tolong Saudara kelompokkan prinsip-prinsip dasar yang sama tersebut dan jelaskan!
69 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB EMPAT
METODE PEMBIMBINGAN
70
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
A. Kompetensi Khusus Setelah mempelajari Bab IV ini, Saudara mampu menjelaskan metode pekerjaan sosial yang dapat digunakan PK dalam melakukan pembimbingan di lapangan.
B. Subpokok Bahasan 1. Metode Pembimbingan Metode adalah suatu prosedur kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan oleh PK dalam proses pembimbingan terhadap klien pemasyarakatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata metode berarti ‘cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki’ (bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php). Sementara itu, menurut Haryanto (2010:132) dalam praktik pekerjaan sosial terdapat dua jenis metode, yakni metode pokok dan metode bantu. Metode pokok berkenaan dengan pengetahuan dan pelayanan langsung kepada klien, sedangkan metode bantu berkenaan dengan pengaturan dan pelayanan tidak langsung kepada klien. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Bagan 1 Skema Metode Pekerjaan Sosial
a. Metode Pokok Menurut Sukoco (1989:147), metode pokok pekerjaan sosial adalah sebagai berikut:
71 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
1. bimbingan perseorangan (case work), dilakukan secara perseorangan/ individual melalui tatap muka dan terapi tertentu yang ditujukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien atau keluarganya; 2. bimbingan kelompok (group work) yang dilakukan secara berkelompok/keluarga sebagai upaya untuk melakukan perubahan perilaku klien dengan menggunakan kekuatan kelompok; 3. pengorganisasian dan pengembangan masyarakat (community organization), yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan/ partisipasi sosial masyarakat yang diorganisasi untuk kepentingan klien. b. Metode Bantu Menurut Kuntari (2003:12), metode bantu dalam pekerjaan sosial adalah sebagai berikut: a. aksi sosial; Metode ini merupakan gerakan sosial untuk mencapai kesejahteraan sosial melalui perundang-undangan. Aksi sosial tersebut terwujud dalam proses pembimbingan, pendampingan, dan pengawasan terhadap klien. b.penelitian kesejahteraan sosial; Penelitian ini merupakan penelitian yang sistematis dan kritis untuk mendapatkan jawaban tentang berbagai problem dalam kesejahteraan sosial. Dalam keseharian Saudara, sebagai seorang PK, Saudara melakukan penulisan penelitian kemasyarakatan (litmas) sebagai keluaran (output) Saudara atas amanat perundang-undangan. c. Tata Laksana Kesejahteraan Sosial Metode ini merupakan proses pengaturan atau pengorganisasian dan kepemimpinan suatu badan atau kantor sosial pemerintah ataupun swasta. Dalam keseharian Saudara sebagai seorang PK, perlu diinventarisasi berbagai peraturan perundang-undangan sebagai kekuatan argumen Saudara dalam membuat litmas ataupun dalam proses pendampingan klien di persidangan. 2. Penerapan Metode dalam Praktik Pembimbingan Kemasyarakatan Dalam menerapkan metode di atas, Saudara diharapkan dapat menyesuaikannya dengan jenis, jumlah klien, serta permasalahan yang ditangani. Ketepatan Saudara menentukan metode yang dipakai akan membuat proses pembimbingan menjadi lebih efektif dan efisien.
72 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Gambar 3 Bimbingan perorangan memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi klien dengan cara-cara yang lebih personal Sumber: http://www.collegesurfing.com
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Berikut ini penjelasan mengenai penggunaan metode di atas. a. Metode Pokok 1. Bimbingan Perseorangan (Case Work) Metode bimbingan perseorangan dilakukan untuk pembimbingan terhadap satu orang klien pemasyarakatan. Metode ini dilaksanakan dalam bentuk tatap muka langsung (face to face). Pada bimbingan perseorangan ini Saudara memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi klien dengan cara-cara yang lebih personal sehingga dapat menyentuh hati klien. Hal itu perlu dilakukan agar informasi yang didapat oleh PK lebih valid, tetapi jika hubungan personal dengan klien tidak terbangun dengan baik, Saudara akan sulit mendapatkan informasi yang jujur dan terbuka dari klien. Menurut Soetarso (1981) dalam Hasugian (2008) pendekatan yang dapat dilakukan dalam penerapan bimbingan perseorangan terhadap klien adalah sebagai berikut. Pendekatan Pemecahan Masalah Dalam pendekatan ini klien diberi motivasi untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Sering kali klien menjadi kurang termotivasi atau bahkan tidak termotivasi untuk berusaha memperbaiki masa lalunya yang kelam karena takut tidak diterima kembali oleh lingkungannya. Pendekatan ini bertujuan untuk membangkitkan gairah klien dalam memecahkan masalah yang dihadapinya secara lebih bijak dan cerdas. Pendekatan ini disebut juga dengan pendekatan edukatif.
Pendekatan Psikososial Pendekatan ini terdiri atas berbagai usaha untuk membantu klien agar mampu dan mau mengembangkan daya pikirnya mengenai sebabsebab tingkah lakunya dan pengaruh tingkah lakunya terhadap orang lain. Dalam pendekatan ini klien dimotivasi untuk bisa keluar dari rasa frustasi dan ketakutan yang berkepanjangan sehingga klien mampu bangkit kembali menjadi manusia yang taat hukum dan dapat diterima oleh lingkungannya.
Pendekatan Tingkah Laku Pendekatan ini didasari oleh perubahan tingkah laku dengan prinsipprinsip teori belajar sosial dan penerapan prinsip perubahan tingkah laku terhadap klien. Dalam pendekatan ini klien diberi bimbingan mengenai tingkah laku yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat sehingga klien dapat diterima oleh lingkungannya.
73 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Pendekatan Fungsional Pendekatan ini memandang dengan lebih optimis terhadap manusia untuk melakukan perubahan dan mengutamakan pertumbuhan pribadi dalam kaitan dengan organisasi-organisasi sosial, pengembangan kontrol diri, hubungan dengan lingkungan sosial lainnya dalam masyarakat.
Dalam menjalankan bimbingan perseorangan ini diperlukan beberapa prinsip dasar yang telah dibahas pada bab sebelumnya sebagai pedoman Saudara, agar tujuan pembimbingan perseorangan ini dapat tercapai dengan efektif. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1. Penerimaan Saudara harus dapat menerima klien apa adanya dengan tidak merendahkan atau membeda-bedakan serta menghormati klien dalam setiap kondisi/keadaan yang dialaminya. Ketulusan penerimaan Saudara dapat dirasakan oleh klien. Jika klien mendapat perlakuan dan penghormatan yang baik dari Saudara, maka klien tentu akan membuka diri karena yakin Saudara dapat membantu menyelesaikan permasalahan hidupnya. 2. Komunikasi Setelah klien merasa nyaman, PK dapat membangun komunikasi yang hangat. PK sebaiknya memulai pembicaraan dengan hal-hal yang ringan, misalnya menanyakan kabar klien atau keluarganya. Dalam proses komunikasi ini, PK harus dapat menjadi pendengar yang baik. Dengan demikian, akan memudahkan PK mengetahui informasi yang disampaikan klien. 3. Kerahasiaan PK harus dapat meyakinkan klien bahwa informasi yang diberikan akan terjaga kerahasiaannya. Dengan demikian, klien akan lebih terbuka dalam menjelaskan permasalahan yang dihadapi. PK hanya dapat menyampaikan informasi tersebut kepada pihak-pihak terkait.
Gambar 4 Apabila klien merasa informasi yang diberikannya akan terjaga kerahasiaannya, tentu klien akan lebih terbuka dalam menjelaskan permasalahan Sumber: http://www.blogcdn.com
4. Kesadaran diri Dalam mengantisipasi hal-hal subjektif yang terjadi pada proses pembimbingan yang dapat merugikan kedua belah pihak (PK atau klien), PK harus sadar akan posisi dan perannya. Jangan terlalu menanggapi masalah yang dihadapi 74 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
klien secara pribadi. Profesionalitas sebagai petugas harus ditunjukkan dengan sangat jelas sehingga tujuan pembimbingan dapat tercapai. Salah satu bentuk konflik kepentingan yang cenderung terjadi adalah ketika PK memiliki ketertarikan secara seksual terhadap klien. Hal ini akan menjadi hambatan dalam proses pembimbingan karena hasil yang dicapai tidak objektif. 5. Individualisasi PK harus menyadari bahwa setiap individu itu adalah unik, memiliki harga diri, martabat, pengalaman, dan lingkungan hidup yang berbedabeda. Oleh sebab itu, PK tidak dapat memberikan perlakuan yang sama kepada setiap klien. 6. Ekspresi Emosional Setiap individu memiliki kebutuhan untuk mengekspresikan dan menampilkan perasaannya. Oleh sebab itu, PK harus dapat membaca setiap ekspresi yang ada pada klien. 7. Keterlibatan Emosi Secara Terkendali Setiap individu menginginkan bahwa seseorang akan dapat berhubungan dengan perasaannya. PK harus mampu untuk ikut merasakan kondisi klien. 8. Sikap Tidak Menilai Setiap individu memiliki hak untuk mengemukakan situasi yang dihadapinya tanpa memperoleh tanggapan negatif dari PK. Sebagai implikasinya, PK tidak boleh memberikan penilaian pribadi terhadap perilaku klien. 9. Menentukan Diri Sendiri Setiap individu memiliki hak untuk menerima atau menolak saran yang diberikan. PK tidak dapat memaksakan kehendak untuk menyelesaikan masalah klien, tetapi klien yang harus memutuskan sendiri. PK hanya bersifat membantu.
i.
Bimbingan Kelompok (Group Work) Metode bimbingan kelompok pada dasarnya adalah untuk membantu klien kembali masuk ke dalam masyarakat/komunitasnya. Kelompok merupakan alat untuk melakukan perubahan. Perubahan tersebut akan 75 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Gambar 5 Metode bimbingan kelompok pada dasarnya adalah untuk membantu klien untuk kembali masuk kedalam masyarakat/ komunitasnya. Sumber: http://www.portage.ca
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
terjadi dalam proses interaksi antar- anggota kelompok. Kelompok akan membantu anggotanya untuk memecahkan masalah bersama. Tujuan yang akan dibentuk dari bimbingan kelompok ini sebagaimana dinyatakan Hasugia (2008:?) adalah sebagai berikut: 1. perubahan secara perseorangan; perbaikan individu melalui peningkatan kesadaran, perbaikan pelaksanaan peran-peran sosial untuk penyesuaian yang lebih baik terhadap norma-norma; dan 2. perubahan kemasyarakatan; usaha untuk mengubah normanorma kemasyarakatan melalui pendidikan, ceramah-ceramah umum, ataupun ceramah-ceramah agama di lembaga sosial yang ada. Menurut PSBR Rumbai (2009:?), dalam pelaksanaan metode bimbingan kelompok, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, yaitu: 1) konfrontasi Teknik ini membantu anggota kelompok untuk mengungkapkan kecemasan dan kemarahan yang dirasakannya untuk disampaikan kepada PK. PK harus mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh untuk memberikan respons (tanggapan) terhadap perasaan-perasaan tersebut. 2) interpretasi Dengan teknik ini, diberikan kesadaran pada anggota kelompok akan adanya hubungan antara dua rangkaian peristiwa yang saling berkaitan. Perilaku salah seorang anggota kelompok merupakan reaksi dari perilaku anggota kelompok yang lain (satu rangkaian peristiwa). 3) Atribusi Teknik ini digunakan untuk menumbuhkan kesadaran anggota kelompok yang berasal dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya serta mengenai hakikat dan penyebab munculnya suatu peristiwa atau kejadian. 4) Memberikan Penguatan (Reinforcement) PK membantu anggota kelompok untuk bertingkah laku tertentu yang diharapkan, dengan cara memberi hadiah (reward) jika dia mampu melakukannya. Hadiah dapat berbentuk verbal (pujian), fisik (sentuhan hangat), dan material. 5) Pemberian Model 76 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Melalui model atau contoh, PK membantu anggota kelompok untuk mempelajari tingkah laku, baik secara implisit (berbicara pelan) maupun secara eksplisit (observasi terhadap tingkah laku PK atau anggota kelompok lain pada saat bermain peran). Dalam menjalankan bimbingan kelompok, diperlukan beberapa prinsip sebagai pedoman Saudara agar tujuan pembimbingan kelompok ini dapat tercapai dengan efektif. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut (Lihat Modul Pembinaan Pembimbing Kemasyarakatan, 2010):
Pembentukan kelompok dibentuk secara terencana, dan disepakati anggota. Setiap anggota kelompok memiliki tujuan yang akan dicapai bersama. Pengamatan PK terhadap anggota kelompok dilakukan secara sistematis. Keputusan diambil oleh anggota kelompok. Kelompok bersifat fleksibel dalam arti dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu, jumlah anggota tidak mengikat. Penggalian sumber-sumber dan penyusunan program dimulai oleh kelompok. Penilaian kegiatan secara terus-menerus dilakukan oleh PK sebagai pendamping kelompok.
b. Metode Bantu i.
Aksi Sosial Proses pembimbingan yang dilakukan PK merupakan bentuk aksi sosial yang diamanatkan oleh aturan perundang-undangan. Pembimbingan yang dilakukan terhadap klien merupakan bagian dari upaya untuk mengembalikan pelanggar hukum ke dalam masyarakat sebagaimana yang dicita-citakan Dr. Sahardjo melalui konsep pemasyarakatan.
ii.
Penelitian Kemasyarakatan Penelitian kemasyarakatan adalah kegiatan penelitian yang dilaksanakan untuk memperoleh informasi tentang berbagai permasalahan, baik permasalahan aktual maupun permasalahan potensial mengenai diri klien. Litmas merupakan catatan atau laporan sebagai reproduksi dari sesuatu yang terjadi dalam situasi sosial klien yang mengalami masalah dalam hidup dan kehidupannya. 77
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
iii.
Administrasi PK Administrasi pekerjaan sosial adalah suatu metode pertolongan pekerjaan sosial yang difokuskan untuk menggerakkan seluruh komponen organisasi, melakukan proses sosial untuk mentransformasikan kebijakan lembaga kepada implementasi pemberian pelayanan secara efektif dan efisien (Skidmore, Thackeray, Milton 1994). Administrasi PK mempunyai fungsi yang diterjemahkan dalam bentuk serangkaian kegiatan yang terdiri atas: pelaporan, pendokumentasian, pengarsipan, dan recording.
C. Rangkuman Metode adalah suatu prosedur kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan oleh PK dalam proses pembimbingan terhadap klien pemasyarakatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata metode berarti ‘cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki’. Menurut Haryanto, dalam praktik pekerjaan sosial terdapat dua jenis metode, yakni metode pokok dan metode bantu. Metode pokok berkenaan dengan pengetahuan dan pelayanan langsung kepada klien, sedangkan metode bantu berkenaan dengan pengaturan dan pelayanan tidak langsung kepada klien. Metode pokok dalam pekerjaan sosial, menurut Dwi Heru Sukoco, adalah bimbingan perseorangan (case work), bimbingan kelompok (group work), dan pengorganisasian dan pengembangan masyarakat (community organization). Metode bantu dalam pekerjaan social, menurut Sri Kuntari, adalah aksi sosial, penelitian kesejahteraan social, dan tata laksana kesejahteraan sosial. Menurut Skidmore, Thackeray, dan Milton, administrasi pekerjaan sosial adalah suatu metode pertolongan pekerjaan sosial yang difokuskan untuk menggerakkan seluruh komponen organisasi melakukan proses sosial guna mentransformasikan kebijakan lembaga kepada implementasi pemberian pelayanan secara efektif dan efisien. Administrasi PK mempunyai fungsi yang diterjemahkan dalam bentuk serangkaian kegiatan yang terdiri atas pelaporan, pendokumentasian, pengarsipan, dan recording.
78
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Soetarso menyatakan bahwa pendekatan yang dapat dilakukan dalam penerapan bimbingan perseorangan terhadap klien meliputi pendekatan pemecahan masalah, pendekatan psikososial, pendekatan tingkah laku, dan pendekatan fungsional. Dalam menjalankan bimbingan perseorangan ini diperlukan beberapa prinsip dasar. Prinsip-prinsip dasar tersebut antara lain penerimaan, komunikasi, kerahasiaan, kesadaran diri, individualisasi, ekspresi emosional, keterlibatan emosional secara terkendali, sikap tidak menilai, dan menentukan diri sendiri. Dalam pelaksanaan metode bimbingan kelompok, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, yaitu konfrontasi, interpretasi, atribusi, memberikan penguatan (reinforcement), dan pemberian model. Dalam menjalankan bimbingan kelompok, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut.
Pembentukan kelompok dilakukan secara terencana dan disepakati anggota. Setiap anggota kelompok memiliki tujuan yang akan dicapai bersama. Pengamatan PK terhadap anggota kelompok dilakukan secara sistematis. Keputusan diambil oleh anggota kelompok. Kelompok bersifat fleksibel, dalam arti dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu, jumlah anggota tidak mengikat. Penggalian sumber-sumber dan penyusunan program dimulai oleh kelompok. Penilaian kegiatan secara terus-menerus dilakukan oleh PK sebagai pendamping kelompok.
D. Latihan Untuk mengukur kemampuan Saudara dalam memahami metode pekerjaan sosial yang membantu proses pembimbingan yang dilakukan sehari-hari, jawablah soal di bawah ini dengan baik tanpa melihat kunci jawaban! 1. Jelaskan metode yang digunakan PK dalam melaksanakan pembimbingan! 2. Jelaskan pendekatan yang digunakan PK dalam melaksanakan bimbingan perseorangan!
79
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB LIMA
TEKNIK-TEKNIK PEMBIMBINGAN
80
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
A. Kompetensi Khusus Setelah mempelajari Bab V ini, Saudara mampu menjelaskan teknik pekerjaan sosial yang digunakan PK dalam melaksanakan pembimbingan.
B. Subpokok Bahasan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian teknik adalah 1) ‘pengetahuan dan kepandaian membuat sesuatu yg berkenaan dengan hasil industri’ (bangunan, mesin): sekolah --; ahli --; 2) ‘cara (kepandaian dsb) membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni’; 3) ‘metode atau sistem mengerjakan sesuatu’. Berkaitan dengan pekerjaan sosial, teknik pekerjaan sosial dapat diartikan ‘cara pekerja sosial dan PK melakukan hubungan dengan klien.’ 1. Teknik Pekerjaan Sosial Menurut Naomi I. Brill Naomi I. Brill (dalam Iskandar, 1991:29--41) mengemukakan bahwa ada empat belas teknik keterampilan yang harus dimiliki oleh pekerja sosial, yaitu: a. percakapan awal (small talk) Yang dimaksud dengan small talk adalah percakapan pembuka atau percakapan awal. Small talk dilakukan dalam percakapan face to face. Tujuan utama small talk adalah untuk memecahkan kebekuan/kekakuan dalam komunikasi sehingga kemudian terjadi suatu pembicaraan. Small talk sebaiknya diprakarsai oleh PK. Contoh : PK
: Apa kabar X? Kelihatannya kamu kurusan badannya, habis sakit ya!
Klien
: Saya tidak sakit, Pak. Saya sekarang sudah kerja, hanya saja pekerjaannya berat sehingga kurang istirahat.
b. ventilasi (ventilation) Teknik ini digunakan untuk mengungkapkan perasaan dan sikap klien, mengingat perasaan dan sikap klien tersebut dapat mengurangi/mengganggu keberfungsiannya. Tujuan ventilasi adalah untuk menjernihkan emosi yang tertekan karena dapat menjadi penghalang bagi suatu gerakan yang positif. Dengan membantu klien menyatakan perasaannya maka pembimbing kemasyarakatan dapat lebih siap melaksanakan tindakan pemecahan. Contoh :
81
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Selama interviu dengan PK seorang klien (istri) mengeluh karena suaminya lebih sering berdiam diri di rumah pada akhir minggu. Mereka masih tinggal satu rumah dengan mertua. Akan tetapi, sang suami lebih suka tinggal di rumah ibu kandungnya dan sering kali mengunjungi sanak keluarganya sendiri saja. Sang suami mengatakan bahwa ia lebih senang di rumah ibu kandungnya sendiri daripada tinggal di rumah mertua. Jika di rumah ibu kandungnya ia seperti raja, sebaliknya istrinya dengan tidak mengenal lelah harus mengurus rumah. Istrinya berharap suaminya dapat membantu membersihkan rumah pada hari Sabtu dan Minggu atau pada hari libur. Jika hal itu ditanyakan kepada suaminya, maka suaminya menjawab bahwa ia merasa tidak senang tinggal dalam rumah mertuanya dan memandang rendah tinggal di rumah tersebut. Katanya, “Apa mereka kira saya tidak cukup baik untuk memelihara istri saya.” Ventilasi sang suami telah memungkinkan istri memahami beberapa tingkah laku suaminya. c. dorongan (support); Support artinya ‘memberikan semangat, menyokong dan mendorong beberapa aspek fungsi klien, seperti kekuatan internal, cara bertingkah laku, dan hubungannya dengan orang lain. Support harus berdasar pada kenyataan. Sebaiknya, PK memberikan dukungan terhadap tingkah laku atau kegiatan positif klien. PK harus membantu klien apabila klien mengalami kegagalan atau sebaliknya lebih mendorong klien apabila klien berhasil. PK sebaiknya selalu mengatakan aspek positif suatu situasi sebelum menyatakan aspek negatifnya. Contoh : PK dapat menumbuhkan perhatian yang lebih besar pada seorang anak agar ia lebih giat bersekolah dengan mengutarakan aspek positifnya dan menyampaikan aspek negatifnya yang berupa berbagai kesulitan yang akan ia alami jika tidak sekolah.
d. reasuransi (reassurance) Teknik ini digunakan untuk memberikan jaminan kepada klien bahwa situasi yang diperjuangkannya dapat dicapai pemecahannya dan ia mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Reassurance merupakan teknik yang tepat karena hampir semua situasi kehidupan manusia dapat diubah melalui beberapa penyesuaian, meskipun fakta atau masalah itu sendiri tidak dapat diubah. Reassurance harus dibuat dengan realistik dan tidak dapat dilakukan terhadap kenyataan yang tidak benar. 82
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Contoh : Seorang klien bapas yang baru memperoleh pembebasan bersyarat merasa ragu-ragu apakah keluarga dan masyarakat sekitar bersedia menerima kehadirannya karena selama ini klien dianggap sebagai trobell maker dalam keluarga dan lingkungan. Dalam hal ini, PK harus mampu meyakinkan klien bahwa ia sudah berubah dan lebih baik daripada sebelum masuk ke dalam lapas. e. konfrontrasi (confrontation); Seorang PK dapat mengkonfrontrasi kliennya dan boleh diawali dengan sikap berlawanan atau sebaliknya. Teknik confrontation ini memberikan klien kesempatan untuk mengungkapkan kemarahannya dan kekecewaannya pada waktu itu. Controntation hanya digunakan jika sedikit kemajuan yang diperoleh klien. f. konflik (conflict); Konflik merupakan peristiwa yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, klien membutuhkan pengetahuan bagaimana mengatasi konflik apabila terjadi perbedaan. Resolusi konflik bergantung pada pertimbangan rasional. PK harus menyadari faktor emosi klien dan memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan emosi tersebut serta harus dapat menggunakan kekuatan untuk kompromi. Dengan cara begitu, klien dapat menerima pemecahan masalah untuk mencapai perubahan yang lebih baik. g. manipulasi (manipulation); Manipulasi merupakan suatu keterampilan untuk mengelola suatu kegiatan. Manipulasi merupakan teknik yang digunakan untuk meningkatkan suatu pengalaman konstruktif atau untuk mencapai tujuan yang layak. Manipulasi juga berarti keterampilan mengelola sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Sebagai manipulator, Saudara harus memperhatikan dan mempertimbangkan tiga hal, yaitu: kebutuhan dan hak-hak klien untuk terikat dalam tindakan dan pengambilan keputusan; kemampuan klien untuk berpartisipasi; dan membedakan kegiatan untuk kepentingan pekerja sosial dan PK dengan kegiatan untuk kepentingan klien. h. universalisasi (universalization);
83 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Universalisasi adalah penggunaan pengalaman manusia dan kekuatan lainnya untuk situasi yang sama pada kesulitan yang dihadapi klien saat ini. Universalisasi digunakan untuk: memberikan pengaruh kepada orang yang mengalami situasi emosional yang berlebihan agar mereka menyadari bahwa situasi yang sama juga dihadapi orang lain; oleh karena itu, diharapkan klien tidak mengalami situasi emosional yang berlebihan; menyumbang dan membandingkan pengetahuan tentang cara pemecahan masalah kepada klien; memperkuat hal lainnya yang berkaitan dengan masalah klien. Contoh: Dalam melakukan pembimbingan terhadap klien pengguna narkotika, PK dapat memberikan contoh pengguna narkotika lainnya yang berhasil bebas dari ketergantungan dan kemudian dia bisa hidup produktif. Sebagai ilustrasi, artis ataupun musisi yang pernah mengalami ketergantungan narkotika dan terbebas dari ketergantungannya ternyata mampu meningkatkan kariernya dalam industri hiburan. i. pemberian nasihat dan bimbingan (advice giving and counseling); Pemberian nasihat yang berhubungan dengan upaya memberikan pendapat didasarkan pada pengalaman pribadi penasihat atau hasil pengamatan. Sementara itu, pemberian bimbingan yang berhubungan dengan upaya meningkatkan suatu gagasan, didasarkan pada pendapat atau gambaran dari pengetahuan profesional. Oleh karena itu, bimbingan merupakan pertimbangan tentang resolusi atau rencana. Nasihat akan sangat membantu apabila digunakan untuk mencapai tujuan klien yang lebih baik. Contoh: Seorang ibu dapat menceritakan kepada tetangganya tentang bagaimana mendidik anaknya.
j. aktivitas dan program (activities and programme), Program dan kegiatan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi kesulitan, melalui sarana tertentu. Klien dapat mengungkapkan perasaannya tentang kesulitan yang dihadapi secara nonverbal atau dalam suatu situasi permainan, misalnya permainan musik, tarian, teater, dan lain-lain. Pekerja sosial dan PK yang akan menggunakan teknik ini harus mengembangkan
84 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantunya memilih media terbaik untuk menyesuaikan kebutuhan dengan situasi klien. Contoh: PK bekerja sama dengan suatu kelompok yang dibentuk dengan alasan terapi (therapeutic). Musik, tarian, dan permainan dapat digunakan dalam kelompok ini. k . diskusi logis (logical discussion); Logical discussion merupakan teknik yang mampu digunakan untuk berpikir, berlogika, memahami, dan menilai fakta suatu masalah. Hal itu dilakukan untuk melihat kemungkinan pilihan/alternatif pemecahan masalah dan mengantisipasinya serta konsekuensi dalam mengevaluasi hasil. Teknik ini sangat efektif digunakan apabila unsur perasaan peserta diskusi berada di bawah kendali dan status pesertanya sama. Diskusi rasional sulit dicapai apabila anggota diskusi terdiri atas kelompok campuran. Contoh: Dalam diskusi kelompok ada keikutsertaan pejabat yang berkuasa. Diskusi dalam keluarga yang melibatkan tiga generasi, yaitu genarasi kakek, generasi orang tua, dan generasi anak. Berdasarkan contoh di atas, keberhasilan diskusi sulit dicapai. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan beberapa pertemuan pendahuluan sebelum persetujuan atau konsensus dihasilkan. l. penghargaan dan hukuman (reward and punishment) Penghargaan diberikan kepada klien yang bertingkah laku baik dan hukuman diberikan kepada klien yang bertingkah laku buruk. Pemberian penghargaan dan hukuman merupakan teknik yang dapat digunakan untuk mengubah perilaku. Contoh: Seorang anak dalam suatu lapas anak telah dihukum atas tingkah laku buruknya beberapa waktu lalu. Anak itu mengatakan bahwa dia tidak diizinkan keluar sel (kamar) sebelum dia berhenti mengganggu orang lain. Antisipasi yang dikeluarkan oleh PK atau lembaga pada waktu yang baik akan menjadi motivasi yang baik pula bagi perilaku anak. m. berlatih peran dan demonstrasi (role rehearsal and demonstration); Berlatih peran dapat digunakan secara luas jika cara belajar tingkah laku baru diperlukan. Teknik ini dilaksanakan melalui diskusi atau seting sebenarnya dari situasi bermain peran atau melalui simulasi. Dalam simulasi, klien berpartisipasi secara aktif sehingga memudahkan proses belajar klien. 85
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
n. latihan dinamika kelompok, permainan kelompok, kepustakaan, dan alat audiovisual (group dynamics exercise, group games, literary and audiovisual materials) Teknik ini merupakan latihan dinamika kelompok, permainan kelompok, serta kepustakaan sederhana dan alat-alat audio visual yang digunakan untuk kegiatan kelompok dalam pencapaian tujuan program bagi kepentingan klien. Keempat belas teknik ini dapat diaplikasikan oleh PK dalam melaksanakan tugas di lapangan. Dari teknik di atas, yang paling banyak digunakan oleh PK antara lain:
pembicaraan awal (small talk),
ventilasi (ventilation),
dorongan (support),
universalisasi (universalization),
pemberian nasihat dan bimbingan (advice and giving counseling),
aktivitas dan program (activities and programme),
diskusi logis (logical discussion), dan
reasuransi (reassurance).
2. Teknik Bimbingan Kelompok Teknik yang dapat digunakan dalam bimbingan kelompok (PSBR Rumbai 2009), adalah: a. konfrontasi; Teknik ini dapat membantu anggota kelompok untuk mengungkapkan kecemasan dan kemarahan yang dirasakan anggota, untuk disampaikan kepada PK. Saudara harus mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh untuk memberikan respons (tanggapan) terhadap perasaan tersebut. b. interpretasi; Dengan teknik ini, diberikan kesadaran pada anggota kelompok akan adanya hubungan antara dua rangkaian peristiwa yang saling berkaitan. Perilaku salah seorang anggota kelompok merupakan reaksi dari perilaku anggota kelompok yang lain (satu rangkaian peristiwa). c. atribusi;
86 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Teknik ini merupakan cara untuk menumbuhkan kesadaran yang dimiliki oleh anggota kelompok yang berasal dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya, mengenai hakikat dan penyebab munculnya suatu peristiwa atau kejadian. d. memberikan penguatan (reinforcement); PK membantu anggota kelompok untuk bertingkah laku tertentu sesuai dengan yang diharapkan, dengan cara memberi hadiah jika dia mampu melakukannya. Hadiah dapat berbentuk verbal (pujian), fisik (sentuhan hangat), dan material. e. pemberian model; Melalui model atau contoh, PK membantu anggota kelompok untuk mempelajari tingkah laku, baik secara implisit (berbicara pelan), maupun eksplisit (observasi terhadap tingkah laku PK atau anggota kelompok lain pada saat bermain peran).
C. Rangkuman Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknik berarti 1) pengetahuan dan kepandaian membuat sesuatu yg berkenaan dengan hasil industri (bangunan, mesin): sekolah --; ahli --; 2) cara (kepandaian dsb.) membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni; 3) metode atau sistem mengerjakan sesuatu. Berkaitan dengan pekerjaan social, dapat didefinisikan bahwa teknik pekerjaan sosial adalah cara pekerja sosial dan PK melakukan hubungan dengan klien. Menurut Naomi I. Brill teknik dalam pekerjaan sosial ada 14 (empat belas) jenis, yaitu small talk, ventilation, support, reassurance, confrontation, conflict, manipulation, universalization, advice giving and counseling, activities and programme, logical discussion, reward and punishment, role rehearsal and demonstration, and group dynamics exercise, group games, dan literary and audiovisual materials. Teknik yang dapat digunakan dalam bimbingan kelompok antara lain konfrontasi, intepretasi, atribusi, penguatan, dan pemberian model. D. Latihan Untuk mengukur kemampuan Saudara dalam memahami teknik pekerjaan sosial yang akan mempermudah proses pembimbingan yang dilakukan sehari-hari, jawablah soal di bawah ini dengan cermat tanpa melihat kunci jawaban: 1. Jelaskan teknik-teknik pembimbingan yang sangat relevan dengan pekerjaan Pembimbing Kemasyarakatan. 2. Jelaskan teknik pembimbingan yang sangat relevan digunakan dalam pembimbingan kelompok.
87 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB ENAM
KETERAMPILAN DALAM PEMBIMBINGAN
88
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
A. Kompetensi Khusus Setelah mempelajari Bab VI, Saudara diharapkan dapat menjelaskan keterampilan dalam pembimbingan yang dapat digunakan PK bagi klien pemasyarakatan.
B. Subpokok Bahasan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan berarti ‘kecakapan untuk menyelesaikan tugas’. Sementara itu, Ivancevich (dalam Fuad dan Gofur Rahman, 2009:22--23) mengartikan keterampilan sebagai kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan digunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat. Pembimbing kemasyarakatan sebagai bagian dari organisasi balai pemasyarakatan harus memiliki keterampilan yang sesuai dengan tugasnya yang telah diamanatkan oleh aturan perundang-undangan.
1. Menurut Stephen P. Robbins Robbins (2006:676-679) menyatakan bahwa ada empat kategori keterampilan umum yang dibutuhkan seorang anggota organisasi, yaitu: basic literacy skill; Keterampilan ini merupakan keterampilan mendasar yang wajib dimiliki anggota organisasi, seperti membaca, menulis, dan mendengarkan sehingga dapat membantu pelaksanaan tugasnya sehari-hari. keterampilan teknik (technical skill); Keterampilan ini berkaitan dengan teknik yang berhubungan dengan bidang pekerjaannya, misalnya seorang montir motor harus memiliki kemampuan mengganti suku cadang mesin. Keterampilan antarpersonal (interpersonal skill); Keterampilan ini berkaitan dengan cara anggota organisasi mampu berinteraksi dengan pihak lain, terutama yang berkaitan dengan pekerjaannya sehingga tujuan organisasi dapat tercapai lebih efektif dan efisien. Keterampilan ini meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan menjalin hubungan serta kemampuan berempati dengan pihak lain.
keterampilan menyelesaikan masalah (problem solving skill) Penyelesaian masalah merupakan salah satu proses menajamkan logika, meningkatkan kemampuan argumentasi, menganalisis suatu perkara/kejadian, 89 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
serta menemukan jawaban. Keterampilan ini sangat dibutuhkan agar tujuan organisasi dapat tercapai. Sebagai seorang PK, dalam melaksanakan tugas pembimbingan, pendampingan dan pengawasan bagi klien pemasyarakatan, Saudara dituntut tidak hanya memiliki keempat kategori keterampilan di atas, tetapi juga beberapa keterampilan lain.
2. Keterampilan Menurut Naomi I. Brill Naomi Brill, dalam Iskandar (1991:23), menyatakan bahwa dalam pekerjaan sosial, pekerja sosial dan PK harus memiliki keterampilan berikut ini: a. differential diagnosis; Keterampilan ini berhubungan dengan kemampuan PK untuk memahami keunikan klien dan situasinya serta menyesuaikan teknik yang digunakan terhadap klien. Tidak ada dua orang yang memiliki kesamaan identik, baik dalam fisiologis maupun karakter, meskipun keduanya kembar. PK harus menyadari keunikan kepribadian klien dan situasi yang berkaitan dengan hal tersebut. Diagnosis PK haruslah objektif, bebas dari bias, prasangka buruk, perasaan, dan emosi.
Gambar 6 Setiap orang memiliki keunikan karakter masing-masing, oleh karena itu perlu perlakuan yang berbeda untuk setiap orang. Sumber: http://aljabri4.files.wordpress.com
Manusia pada dasarnya unik, artinya seorang manusia berbeda dengan yang lain. Oleh karena itu, permasalahan manusia yang satu berbeda dengan permasalahan manusia lainnya. PK diharapkan mampu mendiagnosis perbedaan yang melekat pada diri tiap-tiap klien. Klien berusia dewasa tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan klien anak. Perbedaan kasus yang menimpa klien juga berdampak pada perbedaan latar belakang klien tersebut sehingga PK harus memiliki kepekaan dalam mendiagnosis klien dengan beragam karakter dan latar belakang. Dengan demikian, tujuan proses pembimbingan yang dilakukan PK dapat tercapai dengan efektif. Sebagai ilustrasi, klien pemasyarakatan dengan kasus penipuan yang ingin mendapatkan pembebasan bersyarat (PB) tentu harus ditangani dengan cara yang berbeda dengan klien pemasyarakatan dengan kasus penganiayaan yang ingin mendapatkan PB.
90 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
b. timing; Keterampilan ini dapat dilihat dalam dua cara yang berbeda, pertama bahwa timing berhubungan dengan ketepatan waktu yang digunakan oleh PK. Jika PK terlalu cepat menangani klien, tentu klien akan mengalami kebingungan dan pada akhirnya klien akan kecewa atau bahkan sakit hati karena merasa mendapatkan penanganan yang asal-asalan. Sebaliknya, apabila penanganan klien dilakukan terlalu lambat, maka kasus yang ditangani akan makin sulit diselesaikan sehingga pencapaian tujuan akan terhambat. PK harus memberikan waktu untuk menyelesaikan proses pembimbingan yang sesuai dengan karakteristik klien yang dihadapinya. Apabila proses pembimbingan klien diberikan waktu yang sama rata, dapat dipastikan bahwa beberapa pembimbingan klien tidak dapat tercapai dengan efektif karena perbedaan karakteristik kasus yang dihadapi klien. Sebagai ilustrasi, dalam mendampingi klien anak yang menghadapi kasus perkosaan hanya dilakukan dalam satu hari. Waktu satu hari tentu merupakan waktu yang sempit untuk mengetahui latar belakang anak tersebut. Apabila pendampingan yang hanya dilakukan satu hari dijadikan dasar untuk memberikan saran bagi hakim dalam proses hukum anak, potensi penghilangan masa depan anak sangat besar karena bisa jadi anak tersebut bukan pelaku sesungguhnya atas kasus yang menimpanya. Kedua, timing berhubungan dengan kemampuan PK untuk melakukan tindakan pada saat yang tepat. Tidak melakukan tindakan pada saat yang tepat bisa menghilangkan momentum (kesempatan) anak. Apabila suatu jenis penanganan dilakukan pada saat yang tidak tepat, maka tujuan penanganan tersebut tidak akan tercapai. PK harus memiliki kemampuan untuk memberikan saran yang tepat pada waktu yang tepat pula. Hal itu berkaitan dengan kondisi emosional klien yang berubahubah. Pemberian bimbingan yang tepat pada kondisi emosional tertentu akan lebih efektif. c. Partialization; Keterampilan ini berhubungan dengan kemampuan PK untuk menilai keseluruhan masalah, memisahkan bagian-bagian masalah, membantu klien memecahkan masalah, dan memutuskan dimulainya penanganan masalah. Misalnya, kondisi suatu keluarga miskin adalah sebagai berikut: Ayah tidak memiliki keterampilan kerja, saat ini sedang sakit dan menganggur. Kondisi tersebut memaksa Ibu menjadi tulang punggung keluarga yang masih harus menghidupi putranya yang berusia 9 tahun. Putranya juga sudah putus sekolah dan mengalami gizi buruk. Sementara itu, putrinya yang berusia 11 tahun sibuk membantu ekonomi keluarga dengan berjualan koran di lampu merah. Berdasarkan kondisi di atas, PK harus dapat menentukan prioritas penanganan kondisi keluarga tersebut. Sehubungan dengan kasus tersebut, 91 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
bantuan material harus menjadi prioritas utama karena klien membutuhkan kesehatan yang baik sebelum mengikuti keterampilan kerja. Rencana ini perlu didiskusikan agar dimengerti klien, mengapa masalah itu harus diatasi lebih dahulu daripada yang lain, serta bagaimana tugas dan tanggung jawab klien terhadap masalah tersebut. PK harus mempunyai keterampilan menganalisis dan menginteprestasikan masalah untuk memisah-misahkan, mengelompokkan, mengklasifikasikan, merealisasikan, termasuk di dalamnya menentukan prioritas utama kebutuhan klien sehingga tujuan akhir pembimbingan klien dapat tercapai. a. Focus; keterampilan ini berhubungan dengan kemampuan PK untuk memusatkan perhatiannya pada aspek penting situasi tersebut dan memegang teguh beberapa kesimpulan dari kemajuan yang telah dicapai. Hal ini berarti bahwa PK harus dapat memahami suatu aspek masalah yang diteliti atau suatu alternatif pemecahan. Gambar 7 Seperti permainan dart, menjaga fokus sangat penting dalam proses pembimbingan karena akan membantu untuk mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Sumber: http://satunegeri.com
Keterampilan ini khususnya ditujukan bagi klien yang kurang rasional atau tidak mampu berpikir logis tentang hal-hal yang perlu mereka perhatikan. Ketika bekerja dalam suatu kelompok, keluarga, atau masyarakat yang menaruh perhatian lebih, PK harus melakukan (memelihara) diskusi yang di fokuskan pada masalah tersebut agar tercipta komunikasi yang efektif dan mampu mencapai tujuan dari diskusi tersebut.
Dalam proses pembimbingan, PK harus mampu menjaga fokus diskusi, baik dengan klien maupun dengan keluarga/lingkungan dalam usaha membantu klien untuk menyelesaikan masalahnya. Sebagaimana disebutkan di atas, menjaga fokus ini sangat penting dalam pembimbingan agar tujuannya dapat tercapai dengan efektif dan dalam waktu yang relatif singkat.
b. Estabilishing partnership; keterampilan ini berhubungan dengan kerja sama antara PK dan klien dalam memahami tugas dan perannya satu sama lain. Sinergitas perlu dibangun oleh PK dengan klien sehingga tujuan proses pembimbingan dapat terwujud. Apabila hubungan keduanya tidak sejalan, upaya pencapaian tujuan pembimbingan akan terhambat. Sebagai ilustrasi, dalam proses pembimbingan klien yang akan mendapatkan CMK, klien 92 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
harus memberikan keterangan yang jelas, jujur, dan lengkap sehingga PK akan lebih mudah memprosesnya lebih lanjut. Selain itu, PK juga harus proaktif dalam melakukan pembimbingan. Jika klien tidak mau memberikan informasi yang jelas, tugas PK untuk menjelaskan pentingnya keterbukaan informasi mengenai diri klien. Apabila klien tidak jujur atau PK tidak proaktif, proses pembimbingan akan mengalami hambatan. c. Structure; keterampilan penstrukturan berhubungan dengan kemampuan PK untuk menentukan seting dan batas pekerjaan yang dilakukan. Dalam hal ini, ditentukan apakah suatu kegiatan dapat dilakukan atau tidak, kapan dan di mana dilakukan. Keterampilan structure juga menyangkut kemampuan PK dalam mengaitkan peranan berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan pertolongan. Secara sederhana, keterampilan ini merupakan keterampilan manajerial yang harus dimiliki oleh PK sehubungan dengan penggunaan metode, teknik serta implementasi prinsip. Penstrukturan akan lebih mudah dicapai apabila hal itu merupakan suatu keinginan dan bagian dari pertolongan kepada klien. PK menentukan sumber yang diperlukan dan dapat digunakan serta alasan mengunjungi setiap klien atau referal. Sebagai ilustrasi, pada kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anakanak, penanganan yang diberikan tentu harus dianalisis dengan cermat. Metode, teknik, serta prinsip apa yang akan digunakan dan diterapkan agar tujuan pembimbingan dapat tercapai, yaitu menyelamatkan masa depan anak tersebut. 3. Keterampilan menurut Louise C. Johnson Johnson (1995) menyebutkan bahwa seorang PK harus memiliki keterampilan pertolongan (helping skills). Keterampilan pertolongan yang dimaksud adalah berbagai keterampilan yang harus dimiliki PK dalam membantu dirinya untuk melakukan tugas pembimbingan serta membantu klien dalam proses bimbingan. Keterampilan pertolongan yang dimaksud adalah: a. Keterampilan Berempati Seorang PK harus memiliki keterampilan berempati pada kliennya. Sikap empati menurut Baron dan Byrne (2004) merupakan kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain. Kata empati, dalam bahasa Gambar 8 Inggris (empathy) dipakai pada tahun 1909 oleh E.B. Mendengarkan masalah klien dengan tulus akan memudahkan Titchener sebagai usaha menerjemahkan kata bahasa PK untuk mengetahui permasalahan klien dengan jelas. Sumber: http://www.deliverfreedom.com
93
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Jerman "Einfühlungsvermögen", fenomena baru yang dieksplorasi oleh Theodor Lipps pada akhir abad 19. Setelah itu, diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Jerman sebagai "empathie" dan digunakan di sana. Sikap empati yang dimiliki PK ditunjukkan dengan cara mendengarkan masalah yang diceritakan klien dengan penuh perhatian dan rasa ikhlas. Mendengarkan kondisi klien dengan seksama dapat membantu PK untuk memahami masalah yang dihadapi klien dan juga membantu klien dalam memberikan keterangan yang jelas kepada PK.
b. Keterampilan Kenyamanan Keterampilan untuk membuat situasi dan kondisi yang nyaman sangat diperlukan untuk menghasilkan komunikasi yang efektif. Sebagai PK, Saudara harus mampu menciptakan suasana yang nyaman saat berdiskusi dengan klien. Suasana yang nyaman tentu akan membantu klien untuk memberikan keterangan yang lengkap dan jujur tanpa ada rasa tertekan atau terancam. Pada saat melakukan pembimbingan terhadap klien anak, PK sebaiknya menggunakan pakaian sipil karena secara psikologis anak akan merasa tertekan apabila menghadapi petugas berseragam. Efek psikologis dari penggunaan seragam oleh PK dalam melakukan pembimbingan terhadap klien anak akan menciptakan suasana pembimbingan yang tidak nyaman bagi klien anak. Situasi yang tidak nyaman tersebut tentu akan menghambat proses komunikasi dalam pembimbingan sehingga upaya pencapaian tujuan pembimbingan juga akan terhambat.
c. Keterampilan Memecahkan Masalah PK juga harus memiliki keterampilan problem solving (memecahkan masalah) sesuai dengan tugas PK untuk membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya. Untuk memiliki keterampilan memecahkan masalah, PK harus memiliki pengetahuan yang luas karena dalam proses pemecahan masalah terdapat proses analisis masalah yang kompleks. Dengan dilandasi pengetahuan yang luas, PK akan dapat berpikir lebih sistematis dalam menemukan jawaban atas sebuah permasalahan. Keterampilan ini disebut juga keterampilan edukatif karena keterampilan ini membutuhkan pemikiran yang kompleks dan multidisiplin ilmu.
d. Keterampilan Komunikasi Keterampilan komunikasi merupakan keterampilan yang paling mendasar yang harus dimiliki PK karena dengan komunikasi yang baik PK akan mampu 94
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
menjalin hubungan yang baik dengan klien ataupun pihak yang ada di dalam sistem peradilan pidana lainnya. Banyak hal baik, tetapi berakhir tidak baik karena komunikasi yang tidak efektif. Untuk membangun komunikasi yang efektif, PK sebagai komunikator harus memiliki hal sebagai berikut: Kesiapan, artinya dalam menyampaikan informasi harus disiapkan secara sistematis lebih dahulu agar alur komunikasi berjalan secara sistematis dan tidak melompat-lompat. Kesungguhan, artinya dalam menyampaikan informasi harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, baik secara verbal maupun nonverbal, agar informasi tersebut dapat diterima secara lengkap dan jelas oleh komunikan (klien). Ketulusan, artinya komunikator (PK) harus yakin bahwa pesan yang akan disampaikan bermanfaat dan disampaikan dengan cara yang tulus kepada komunikan (klien). Kepercayaan diri, artinya komunikator harus menyampaikan informasi dengan percaya diri sehingga klien sebagai komunikan akan merasa yakin atas informasi yang disampaikan kepadanya. Ketenangan, artinya sebaik atau seburuk apa pun informasi yang akan disampaikan harus dengan cara-cara yang tenang dan tidak emosional atau yang memancing emosi sehingga informasi yang disampaikan bisa diterima dengan baik. Keramahan, artinya komunikator harus menyampaikan informasi dengan santun dan ramah sehingga klien akan merasa nyaman dalam berkomunikasi dengan PK. Kesederhanaan, artinya pesan/informasi yang disampaikan harus dengan bahasa yang sederhana sehingga mudah dicerna klien dan tujuan komunikasi akan tercapai dengan baik. 4. Keterampilan menurut Armando Morales dan Bradford W. Sheafor Sementara itu, menurut Morales dan Sheafor (1983:224—237), dalam Sukoco, 1989: 108) keterampilan yang harus dimiliki pekerja sosial dalam melakukan pekerjaan sosial di lapangan adalah sebagai berikut:
95 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Gambar 9 Seperti menyusun potongan puzzle, keterampilan pertolongan dasar membutuhkan beberapa keahlian. Sumber:http://swrightboucher.fil es.wordpress.com
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
a. Basic helping skills Keterampilan pertolongan dasar bisa dipahami sebagai sebuah upaya pekerja sosial dalam membantu memecahkan masalah (problem solving) yang dihadapi klien. Sebagaimana halnya dengan keterampilan memecahkan masalah yang telah dibahas Johnson, keterampilan pertolongan dasar ini membutuhkan beberapa keahlian (multidisiplin) sebagai berikut: keahlian berkomunikasi dengan baik; keahlian memotivasi klien untuk dapat memperbaiki hidup dan kehidupannya; keahlian memecahkan masalah; dan keahlian menengahi konflik. b. Engagement skills PK harus mampu terlibat secara intim dengan klien agar dapat mengetahui karakter klien dengan detil. Pengetahuan karakter klien secara detil tentu akan membantu proses penanganan/pembimbingan. Dengan mengetahui karakter klien secara detil, PK akan dengan mudah menentukan prinsip, metode, dan teknik yang tepat untuk diberikan kepada klien. Hal tersebut juga akan memudahkan pembuatan laporan penelitian kemasyarakatan. c. Observation skills Keterampilan dalam mengamati kondisi individu klien ataupun kondisi lingkungan sekitar klien akan sangat membantu PK dalam melakukan penanganan/pembimbingan kemasyarakatan yang efektif, khususnya dalam melaksanakan penelitian kemasyarakatan. Penguasaan keterampilan pengamatan yang baik akan menghasilkan penelitian kemasyarakatan yang memiliki tingkat validitas serta realibilitas yang tinggi. d. Communication skills Keterampilan komunikasi menjadi keterampilan yang amat mendasar dan penting bagi PK dalam proses penanganan atau pembimbingan kemasyarakatan yang efektif. e. Emphaty skills Sebagaimana telah disebutkan Johnson di atas, keterampilan berempati akan memudahkan PK dalam melakukan pembimbingan kemasyarakatan terhadap kliennya.
96 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
C. Rangkuman Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan artinya ‘kecakapan untuk menyelesaikan tugas’. Sebagai PK, Saudara dituntut untuk menyelesaikan tugas dengan baik (cakap). Oleh karena itu, diperlukan kerangka konseptual mengenai keterampilan yang harus dimiliki agar dapat memudahkan pelaksanaan tugas di lapangan. Keterampilan yang telah dipaparkan di muka tidak harus Saudara implementasikan seluruhnya secara detil dalam pelaksanaan pembimbingan di lapangan. Saudara dapat memilih keterampilan yang akan digunakan dalam melakukan pembimbingan sesuai dengan kebutuhan serta karakteristik klien dan kasus. Keterampilan yang dikemukakan para ahli adalah sebagai berikut: 1. Menurut Stephen P. Robbins Basic Literacy Skill Technical Skill Interpersonal Skill Problem Solving Skill 2. Keterampilan Menurut Naomi I. Brill Differential diagnosis Timing Partialization Focus Estabilishing partnership Structure 3. Keterampilan menurut Louise C. Johnson Keterampilan berempati Keterampilan kenyamanan Keterampilan pemecahan masalah Keterampilan komunikasi 4. Keterampilan menurut Armando Morales dan Bradford W. Sheafor Basic helping skills Engagement skills Observation skills Communication skills Emphaty skills
97 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
D. Latihan Untuk mengukur kemampuan Saudara dalam memahami keterampilan dalam pekerjaan sosial yang akan membantu proses pembimbingan di lapangan, jawablah soal di bawah ini tanpa melihat kunci jawaban! 1. Jelaskan menurut Saudara, apakah dalam menjalankan proses pembimbingan bagi klien dewasa dan klien anak terdapat perbedaan keterampilan yang digunakan?
98 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB TUJUH
PENUTUP
99
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
A. Rangkuman Modul Dasar Pembimbingan ini merupakan landasan awal bagi calon PK, pembantu PK, ataupun PK yang sudah menjabat yang memuat beragam informasi dasar yang harus dimiliki PK. Ibarat sebuah bangunan, modul ini merupakan tangga yang mengantarkan Saudara menuju bangunan pembimbingan dalam proses pemasyarakatan. Sebagai seorang PK, Saudara harus mampu menjelaskan prinsip-prinsip pembimbingan, metode dalam pembimbingan, teknik pembimbingan, dan keterampilan dalam pembimbingan sehingga memudahkan Saudara dalam penerapan di lapangan. Dengan demikian, pekerjaan yang dihasilkan lebih berkualitas. Dampaknya akan menyejajarkan posisi Saudara dengan para penegak hukum lainnya. B. Evaluasi Pilihlah jawaban yang tepat ! 1. Pencetus pertama kali istilah pembimbing kemasyarakatan adalah: a. Soemarsono A. Karim b. Dr. Saharjo c. R. Waliman Hendrosusilo d. Marianti Seowandi
2. Disiplin ilmu yang paling banyak berperan dalam bimbingan klien adalah: a. multidisipliner b. Ilmu Hukum c. Ilmu Psikologi d. Ilmu Pekerjaan Sosial
3. Sebelum nama pembimbing kemasyarakatan digunakan, istilah yang dipakai adalah: a. pekerja sosial b. pekerja sosial kehakiman c. pekerja sosial sukarela d. pekerja sosial klinis
100
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
4. Istilah PK diciptakan untuk mengganti istilah asing berbahasa Belanda, yaitu: a. ambtenaar der reclassering b. probation officer c. parole officer d. van der Strafth
5. Struktur organisasi berubah menjadi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan dua direktoratnya bertugas membina klien di dalam lembaga pemasyarakatan dan membina klien di luar lembaga pemasyarakatan yang mencakup pola pembinaan anak di dalam pemasyarakatan yang disebut Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (Bispa), berdasarkan Surat Keputusan …. a. Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 75/U/Kep/II/66 b. Keputusan Presiden RI Nomor 65/U/Kep/II/66 c. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor 75/U/Kep/II/65 d. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor 65/U/Kep/II/66
6. Hari Bakti Pemasyarakatan diperingati setiap tanggal…………… a. 27 April
b. 27 Mei
c. 27 Juni
d. 27 Juli
7. Pohon beringin pengayoman merupakan ide dari …. a. Soemarsono A. Karim b. Dr. Saharjo c. R. Waliman Hendrosusilo d. Marianti Soewandi
8. Sebelum menggunakan nama litmas, istilah yang pertama kali digunakan adalah…. a. case study b. social case study c. laporan social case study d. litmas 101 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
9. Istilah case study pertama kali diperkenalkan oleh: a. STKS
b. SMPS
c. SPSA
d. STM
10. Perkembangan litmas ada berapa tahap? a. 5
b. 6
c. 4
d. 3
11. PK dalam memberikan bimbingan tidak dapat memberikan perlakuan yang sama rata pada setiap kliennya karena setiap klien itu unik; dengan begitu, PK telah melaksanakan prinsip dasar ……. a. kerahasiaan b. individualisasi c. partisipasi d. komunikasi
12. Setiap informasi yang diperoleh PK dari hasil wawancara dengan klien, tidak boleh disebarluaskan begitu saja. Hal itu berarti bahwa PK telah melaksanakan prinsip .... a. individualisasi b. empati c. kerahasiaan d. partisipasi
13. Dalam melaksanakan bimbingan terhadap klien, sangatlah mungkin PK terlibat secara emosional, tetapi tidak boleh secara berlebihan. Dengan turutnya merasakan kesulitan klien, PK dapat membantu solusi pemecahan masalah secara lebih optimal. Hal itu berarti bahwa PK telah melaksanakan prinsip…. a. partisipasi b. rasionalitas c. individualisasi d. empati
102 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
14. Ketika PK melaksanakan wawancara dalam rangka penggalian data, PK tidak boleh memberikan penilaian terhadap klien apakah dia bersalah atau tidak. Dengan begitu, PK telah melaksanakan prinsip dasar .... a. kesadaran diri dari PK b. partisipasi c. sikap tidak menghakimi d. penentuan diri klien
15. Dalam menjalin komunikasi dengan klien, PK harus mampu melaksanakan prinsip .... a. partisipasi b. individualisasi c. empati d. komunikasi
C. Umpan Balik Apabila dalam menjawab evaluasi soal tersebut, Saudara mencapai 80% benar, dengan demikian Saudara telah mencapai kompetensi modul diversi dengan baik, dan sebaliknya, apabila ketercapaiannya tidak sampai 80 %, Saudara diharapkan mengulang kembali membaca dan memahami modul ini. Cocokkanlah jawaban Saudara dengan Kunci Jawaban Evaluasi yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara terhadap materi modul ini.
Tingkat penguasaan =
Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal
100%
Arti tingkat penguasaan: 90--100% = baik sekali 80--89% = baik 70--79% = cukup < 70% = kurang Apabila tingkat penguasaan Saudara mencapai 80% atau lebih, Saudara dapat meneruskan mempelajari modul berikutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Saudara harus mengulangi materi modul ini, terutama bagian yang belum dikuasai. 103
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Kunci Jawaban 1. C
6. A
11. B
2. D
7. B
12. C
3. B
8. A
13. B
4. A
9. C
14. C
5. A
10. C
15. D
DAFTAR PUSTAKA Buku Aziz, Aminah, Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU Press, 1998. Prinst, Darwan, Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997. Ditjen Pemasyarakatan, Empat Puluh Tahun Pemasyarakatan Mengukir Citra Profesionalisme, Departemen Hukum dan Ham RI, Jakarta. 2004. Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia,Unicef. Karim, Soemarsono A. 2011. Metode dan Tehnik Pembuatan Litmas untuk Persidangan Perkara Anak di Pengadilan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan. Departemen Hukum dan Ham RI,BPSDM. Jakarta. Soewandi, Marianti. 2003. “Diktat Kuliah AKIP”. Departemen Hukum dan Ham RI. Sukoco, Dwi Heru, 1989, Pekerjaan Sosial sebagai Profesi, Metoda dan Proses Pertolongan, STKS, Bandung. Friedlander, Walter A. (Ed.) 1977. Concepts and Methods of Social Work. Prentice-Hall of India. New Delhi. Social Work Practice A Generalist Approach oleh Louise C. Johnson, 1995 yang diterjemahkan oleh Abas Basuni, Andang S, Rokna M, Uke HR dalam bahasa Indonesia Louise C. Johnson. Praktek Pekerjaan Sosial: Suatu Pendekatan Generalis. Haryanto, 2010, “Rehabilitasi dan Pekerjaan Sosial”. Diktat Bahan Kuliah FIP UNY, Yogyakarta. Sukoco, Heru Dwi, 1989, Pekerjaan Sosial Sebagai Profesi, Metoda dan Proses Pertolongan, Bandung. Kuntari, Sri, 2003, Metode Pekerjaan Sosial dan Perkembangannya. Departemen Sosial RI, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta.
104 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Modul Pembinaan Pembimbing Kemasyarakatan. 2010, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Soewandi, Marianti, 2003, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan: Bimbingan dan Penyuluhan Klien, Jakarta Skidmore, Rex A., Thaceray, Milton G., dan Farley, O. Willian., (1994). Introduction to Social Work. New Jersey: Englewood Cliffs. Prentice-Hall, Inc. Gibson, Ivanevich dan Donnely, Jr, 1995, Organisasi, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Surabaya. Iskandar, MS, Drs. Jusman, 1991, Beberapa Keahlian Penting dalam Pekerjaan Sosial, Socialia, Jakarta. Lousie C. Johnson. Praktek Pekerjaan Sosial (Suatu Pendekatan Generalis). Terjemahan. April 2001. Baron & Byrne, Psikologi Sosial Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2004, Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor 06 – UM – 01 – 06 Tahun 1983 Surat Edaran Jaksa Agung RI Tanggal 17 Februari 1982, Nomor : B/22/0/E/2/1982. Surat Edaran Jaksa Agung RI Tanggal 9 Januari 1986 Nomor : R-001/A-6/1/86. DOR. Stbl Nomor 741. Tahun 1917 Tanggal 17 Juli 1926. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Website Fordolin Hasugian, 2008, “Penerapan Case Work dan Group Work terhadap Eks Narapidana”, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indonesia Scientific Journal Database, dilihat 31 Juli 2012 (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/13108713_20863004.pdf) Panti Sosial Bina Remaja, 2009, ”Mengenal Metode Social Group Work dalam Praktek Pekerjaan Sosial”, 31 Juli 2012 (http://rumbai.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=9) http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php http://plato.stanford.edu/entries/empathy/
105 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL III
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TAHUN 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN Copyright © 2012, Tim Penulis Modul
Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Tim Penulis Sri Zumaeriyah | Nasirudin | Hastria Dwi Restusari
Editor Tim PAU Universitas Terbuka Siti Zahra Yundiafi
Desain dan Tata Letak Rion Gustaf
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Tim Penyusun Modul
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN DIREKTORAT BIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN PENGENTASAN ANAK 2012 i
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya Modul Prosedur dan Mekanisme Pelaksanaan Tugas Pembimbing Kemasyarakatan ini dapat disusun sehingga nantinya dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran jarak jauh bagi pembimbing kemasyarakatan di unit pelaksana teknis (UPT) seluruh Indonesia. Modul ini merupakan pengembangan dari modul Pembimbing Kemasyarakatan yang diterbitkan tahun 2010. Penyusunan modul ini merupakan respons Direktorat Jenderal Pemasyarakatan atas disahkannya Undang-Undang Nomor 12 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada tanggal 30 Juli 2012. Modul ini berisi materi mengenai unsur-unsur pembimbingan, tujuan pembimbingan, prosedur dan mekanisme pembimbingan, prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan, prosedur dan mekanisme pendampingan, prosedur dan mekanisme sidang TPP, serta kegiatan pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan. Kami berharap materi modul ini dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari pembimbing kemasyarakatan. Dengan demikian, hal itu berarti pula telah terimplementasikannya Undang-UndangNomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan modul ini. Sumbang saran dan masukan sangat kami harapkan dari pembaca demi kesempurnaan modul ini. Tidak lupa kami juga berterima kasih atas dukungan semua pihak dalam penyusunan modul ini, khususnya kepada HCPI (HIV Cooperation Program for Indonesia).
Jakarta, 10 September 2012 Tim Penulis
i MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB SATU
PENDAHULUAN
109
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
A. Latar Belakang Reformasi birokrasi yang bergulir tahun 2010 telah menjadi titik awal bagi sejumlah instansi pemerintah di tanah air untuk melaksanakan tata pemerintahan yang baik (Good Governance), tidak terkecuali juga di jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, khususnya pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Seiring dengan itu, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melalui unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan, khususnya lembaga pemasyarakatan (lapas), rumah tahanan negara(rutan), balai pemasyarakatan (bapas) dituntut untuk melakukan perubahan dan terobosan baru dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak sebagai direktorat yang membawahi bapas, tidak kalah gigih untuk mewujudkan bapas yang baik dan sumber daya manusia (SDM) bapas yang memiliki kompetensi dan profesionalitas yang tinggi. Pembimbing kemasyarakatan (PK) yang merupakan salah satu unsur SDM bapas merupakan ujung tombak program pembimbingan sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan lebih dalam melaksanakan tugas pembimbingan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menyusun modul yang dapat dijadikan pedoman pelaksanaan tugas PK. Modul ini nantinya akan menjadi bahan ajar bimbingan teknis bagi calon PK yang akan diangkat menjadi PK sekaligus menjadi panduan praktis bagi PK dalam melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan. B. Deskripsi Singkat Modul ini menguraikan dan memberikan penjelasan kepada Saudara mengenai prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas PK yang tercantum dalam peraturan perundangundangan, antara lain Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, ataupun dalam buku yang memuat pendapat para ahli, serta sumber lain yang relevan. Dalam modul ini cakupan tugas PK yang diuraikan meliputi penelitian kemasyarakatan (litmas), pembimbingan, pendampingan, pengawasan, dan pelaksanaan sidang tim pengamat pemasyarakatan (TPP). C. Kompetensi Umum Setelah mempelajari modul ini, Saudara akan dapat menjelaskan prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan.
D. Kompetensi Khusus Setelah mempelajari modul ini, Saudara dapat menjelaskan:
110 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
1. gambaran umum tentang prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan; 2. prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan; dan 3. kegiatan pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan. E. PetaKompetensi
Setelah mempelajari modul ini, Saudara akan dapat menjelaskan tentang Prosedur dan Mekanisme Pelaksanaan Tugas Pembimbing Kemasyarakatan
Menjelaskan Pencatatan, Pelaporan, dan Pengarsipan
3. Menjelaskan prosedur dan mekanisme Sidang TPP
4. Menjelaskan Prosedur dan Mekanisme Pembimbingan
5. Menjelaskan Prosedur dan Mekanisme Pengawasan
3. Menjelaskan Prosedur dan Mekanisme Pendampingan
2. Menjelaskan Prosedur dan Mekanisme Penelitian Kemasyarakatan
1. Gambaran Umum Prosedur dan Mekanisme Pelaksanaan Tugas Pembimbing Kemasyarakatan ………………………………………………………………………………………………………… Modul 2 Dasar-Dasar Pembimbingan Modul 1 Tugas Pokok, Fungsi, dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan
F. Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan Pokok bahasan Modul ini adalah tentang prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas PK. Cakupan tugas PK yang dibahas merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 111 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
tentang Sistem Pemasyarakatan, PP Nomor 31 Tahun 1999 sampai pada keputusan menteri, yakni Tugas PK untuk Melaksanakan Penelitian Kemasyarakatan, Pembimbingan, dan Sidang TPP; serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang meliputi peneltian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan. Secara spesifik, pembahasan modul ini mencakup sub-subpokok bahasan berikut. Pertama, gambaran umum prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas PK, dalam subpokok bahasan ini akan dijelaskan mengenai pengertian tentang prosedur dan mekanisme, pengertian pembimbingan, tujuan pembimbingan, serta unsur-unsur pembimbingan. Kedua, prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas PK, dalam subpokok bahasan ini akan dijelaskan mengenai prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan (litmas), prosedur dan mekanisme pendampingan, prosedur dan mekanisme sidang TPP, prosedur dan mekanisme pembimbingan, serta prosedur dan mekanisme pengawasan. Ketiga, pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan yang meliputi pembahasan tentang definisi pencatatan, definisi pelaporan, definisi pengarsipan, mekanisme pencatatan dan pelaporan, serta formulir pencatatan dan pelaporan. G. Manfaat Mempelajari Modul Dengan mempelajari modul ini, Saudara akan dapat meningkatkan wawasan Saudara tentang Prosedur dan Mekanisme Pelaksanaan Tugas Pembimbing Kemasyarakatan sehingga dapat meningkatkan kompetensi Saudara dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai seorang Pembimbingan Kemasyarakatan. H. PetunjukPenggunaan Modul Agar Saudara dapat mencapai hasil kompetensi sesuai dengan yang diharapkan, lakukanlah kegiatan belajar sebagai berikut: Sebelum mempelajari modul ini, Saudara perlu mempelajari dan memahami Modul I tentang Tugas Pokok, Fungsi, dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan, serta Modul II tentang Dasar-Dasar Pembimbingan. Baca dan pelajarilah setiap bab secara bertahap dan berulang-ulang sehingga pada saat saudara mengerjakan evaluasi yang disajiakan di akhir modul ini mencapai tingkat penguasaan yang maksimal. Dianjurkan untuk membaca dan mempelajari referensi lain dari berbagai sumber yang relevan, antara lain Standard Operating Procedure (SOP) yang berkaitan dengan tugas-tugas pembimbing kemasyarakatan diantaranya SOP Penelitian Kemasyarakatan, SOP Sidang TPP, SOP Pendampingan, SOP Pembimbingan, dan SOP Pengawasan.
112 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Kerjakan setiap soal dengan cermat dan tidak melihat kunci jawaban lebih dahulu sehingga hasil evaluasi yang Saudara capai benar-benar menunjukkan tingkat pemahaman Saudara terhadap isi modul. Untuk menyempurnakan kompetensi PK, Saudara harus mempelajari Modul IV tentang Manajemen Kasus, dan Modul V tentang Diversi.
--- Selamat Belajar ---
113 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB DUA
GAMBARAN UMUM PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
114
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
A. Kompetensi Khusus Setelah mempelajari pokok bahasan ini, diharapkan Saudara dapat menjelaskan pengertian prosedur dan mekanisme, pengertian pembimbingan, tujuan pembimbingan, serta unsur-unsur yang terlibat dalam pembimbingan. B. Sub Pokok Bahasan 1. Pengertian Prosedur dan Mekanisme Sebelum membahas lebih jauh tentang prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan (PK) yang akan dituangkan dalam modul ini, Sudara harus mengetahui definisi atau pengertian prosedur dan mekanisme itu sendiri. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), prosedur berarti ‘tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas atau metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu masalah’. Definisi tentang prodesur dan mekanisme juga di kemukakan oleh beberapa ahli, antara lain Ali (2000:325) yang menyatakan bahwaprosedur adalah tata cara kerja atau cara menjalankan suatu pekerjaan. Menurut Widjaja (1995:83), prosedur adalah sekumpulan bagian yang saling berkaitan, misalnya orang, jaringan gudang yang harus dilayani dengan cara yang tertentu oleh sejumlah pabrik dan pada gilirannya akan mengirimkan pelanggan menurut proses tertentu. Menurut Kamaruddin (1992:836–837), prosedur pada dasarnya adalah suatu susunan yang teratur dari kegiatan yang berhubungan satu sama lainnya dan prosedur-prosedur yang berkaitan melaksanakan dan memudahkan kegiatan utama dari suatu organisasi. Selain itu, Masya (1994:74) menyatakan bahwa prosedur adalah suatu rangkaian tugas yang saling berhubungan yang merupakan urutan-urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, mekanisme didefinisikan sebagai cara kerja suatu organisasi, perkumpulan, dan sebagainya. Beberapa ahli juga mengemukakan definisi tentang mekanisme, antara lain Poerwadarmita (2003:757) yang mendefinisikan mekanisme sebagai ‘seluk beluk atau cara kerja suatu alat (perkakas) dan sebagainya. Secara umum, mekanisme adalah cara menggunakan suatu alat sehingga kita tahu kemampuan bekerjaalat tersebut’. Selanjutnya, menurut Yani (2000:275), mekanisme adalah cara kerja suatu badan atau organisasi atau perkumpulan hal saling bekerja. Moenir (2001:53) menjelaskan bahwa mekanisme merupakan suatu rangkaian kerja sebuah alat untuk menyelesaikan sebuah masalah yang berhubungan dengan proses kerja untuk mengurangi kegagalan sehingga memperoleh hasil yang maksimal. Berdasarkan definisi tentang prosedur dan mekanisme di atas, dapatlah disimpulkan bahwa prosedur dan mekanisme merupakan tahapan dan cara kerja yang sistematis suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi tersebut secara maksimal.
115 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
2. Pengertian Pembimbingan, Unsur Pembimbingan,dan Tujuan Pembimbingan a. Pengertian Pembimbingan Secara harfiah, pengertian bimbingan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah petunjuk (penjelasan), cara mengerjakan sesuatu; tuntunan; pimpinan. Dalam konteks pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan, pengertian pembimbingan adalah sebagai berikut: b. Pembimbingan adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas c. ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap, dan perilaku, d. profesional, kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan. (Peraturan e. Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan WBP) f. Mengenai istilah pembimbingan serta perkembangannya telah Saudara pelajari dalam Modul II Dasar-Dasar Pembimbingan. b. Unsur-Unsur Pembimbingan 1) Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas Istilah pembimbing kemasyarakatan dapat Saudara temukan dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Salah satu pengertian pembimbing kemasyarakatan disebutkan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, bahwa pembimbing kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan pada balai pemasyarakatan yang melaksanakan bimbingan kepada warga binaan pemasyarakatan (WBP). Namun, perlu pula Saudara ketahui bahwa dengan disahkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tetang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) pada tanggal 30 Juli 2012 yang akan mulai diberlakukan pada tanggal 30 Juli 2014, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 akan digantikan dan dinyatakan tidak berlaku. Oleh karena itu, Saudara juga perlu mengetahui pengertian PK berdasarkan Undang-Undang SPPA sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 13, yakni Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana. Pembahasan lebih lanjut mengenai PK dapat Saudara pelajari pada Modul I tentang Tugas Pokok dan Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan. 2) Klien Pemasyarakatan Pengertian klien pemasyarakatan disebutkan dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 1 angka 9 bahwa klien pemasyarakatan yang selanjutnya disebut klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan bapas.
116 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Klien pemasyarakatan terdiri atas : a) terpidana bersyarat; b) narapidana, anak pidana, dan anak negara yang mendapatkan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas; c) anak negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial; d) anak negara yang berdasarkan keputusan menteri atau pejabat di lingkungan
Direktorat
Jenderal
Pemasyarakatan
yang
ditunjuk,
bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh dan badan sosial; e) anak
yang
berdasarkan
penetapan
pengadilan,
bimbingannya
dikembalikan kepada orang tua atau walinya; f) anak yang diputus menjalani pidana pengawasan. Seiring dengan akan berlakunya undang-undang tentang SPPA, anak negara dan anak sipil akan dihapuskan dengan ketentuan bahwa setelah undangundang SPPA diberlakukan, anak negara dan anak sipil yang masih ada di lapas/rutan harus dibebaskan, termasuk anak negara yang sedang menjalani masa bimbingan di balai pemasyarakatan. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, klien juga didefinisikan sebagai anak yang berada didalam pelayanan, pembimbingan, pengawasan, dan pemdampingan pembimbing kemasyarakatan. Selanjutnya, perlu juga Saudara ketahui tentang hak dan kewajiban klien. Hak dan kewajiban klien pemasyarakatan mengacu pada hak dan kewajiban warga binaan pemasyarakatan. Kewajiban-kewajiban klien adalah sebagai berikut: a) b)
mematuhi semua peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam proses pembimbingan; mengikuti semua program pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.
Hak klien adalah sebagai berikut: a) mendapatkan perlakuan nondiskriminatif; b)
mendapatkan perlindungan HAM;
c)
tidak dianiaya, disiksa, atau dihukum secara tidak manusiawi; 117 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
d)
tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum;
e)
diperlakukan secara manusiawi dalam proses peradilan pidana;
f)
memperoleh bantuan hukum untuk membela diri dan memperoleh keadilan yang bebas dan tak memihak;
g)
proposionalitas perlakuan terhadap klien dengan perbuatannya;
h)
mendapatkan pembinaan diluar lembaga (noninstitutional treatment).
3) Keluarga Klien Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keluarga didefinisikan sebagai satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat. Definisi yang lebih detail tentang keluarga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang menyatakan bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga, dalam hal ini keluarga klien, merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari proses pembimbingan. Dalam konteks pembimbingan, setidak-tidaknya terdapat dua fungsi keluarga. Pertama, keluarga dapat berperan sebagai penjamin, seperti yang diatur dalam Pasal 36 KUHAP. Kedua, keluarga dapat berperan dalam keberhasilan proses pembimbingan. Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa pembimbingan merupakan suatu kegiatan pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap, perilaku, profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan. Dalam hal ini, peran keluarga sangat diperlukan guna menunjang proses pembimbingan tersebut. Keluarga dapat menjadi agen pengawasan atau agen kontrol terhadap perilaku anggota keluarganya yang menjadi klien pemasyarakatan agar tidak melakukan pengulangan atas perbuatan melanggar hukum yang pernah dilakukannya. 4) Penjamin Jaminan dapat berupa orang. Jaminan orang inilah yang disebut penjamin Berdasarkan Pasal 36 KUHAP, penjamin adalah pihak yang akan sanggup bertanggung jawab untuk menjamin WBP yang akan diajukan pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, assimiliasi, dan cuti menjelang bebas, penjamin dapat berasal dari perseorangan ataupun dari lembaga/ organisasi. a) Penjamin perseorangan Penjamin perseorangan berasal dari keluarga atau kerabat WBP, tetapi apabila WBP tidak memiliki kerabat dan keluarga, penjamin dapat berasal dari pihak lain yang ditunjuk oleh WBP, seperti pengacara klien, pemerintah setempat (kepala desa, RT, RW, camat), ataupun pihak lainnya. Penjamin dari pihak keluarga contohnya adalah orang tua (ayah atau ibu kandung), istri/suami, kakak atau adik, dan seterusnya sesuai dengan hubungan kekerabatan, baik secara vertikal maupun horizontal, 118 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
juga hubungan kekeluargaan yang terjadi akibat pernikahan, contohnya mertua atau kakak/adik ipar. b) Penjamin dari organisasi/lembaga Penjamin dari organisasi/lembaga diperbolehkan, sama seperti halnya penjamin dari pihak selain keluarga, yakni hanya apabila WBP tidak memiliki keluarga atau kerabat, tetapi khusus untuk penjamin bagi WBP yang diusulkan untuk program asimilasi luar lembaga, penjamin harus berasal dari dua pihak, yakni penjamin dari keluarga klien dan penjamin dari pihak ketiga, yakni penanggung jawab di tempat WBP akan melaksanakan program asimilasi. c)Kewajiban penjamin Penjamin berkewajiban membuat pernyataan dan mematuhi seluruh pernyataan jaminan yang dibuat pada saat pengusulan pembinaan luar lembaga bagi WBP, antara lain bertanggung jawab mengenai pengawasan klien, membantu klien untuk melapor, dan yang lainnya sesaui dengan surat pernyataan dan surat jaminan yang dibuat. 5) Masyarakat Masyarakat merupakan unsur penting dalam pembimbingan. Masyarakat disini khususnya adalah masyarakat yang berada di lingkungan sekitar tempat klien menjalani pembimbingan. Salah satu indikator keberhasilan program pembimbingan klien adalah bahwa masyarakat telah dapat menerima klien dan ikut berperan serta dalam mengawasi serta membimbing klien agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum lagi. 6) Pemerintah Setempat Pembimbingan klien tidak akan luput dari peran serta pemerintah setempat, khususnya tingkatan terdekat dengan tempat tinggal klien, seperti RT, RW, dan lurah/kepala desa. Pemerintah setempat memiliki peran penting, terutama dalam mengawasi klien, mengingat klien telah diintegraskan ke masyarakat berbeda dengan WBP yang berada di lapas/rutan yang dapat diawasi oleh petugas setiap saat. Pemerintah setempat juga merupakan sumber informasi bagi pembimbing kemasyarakatan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perilaku klien di masyarakat. Pemerintah setempat pada tingkatan yang lebih tinggi antara lain instansi atau dinas yang memiliki bidang tugas yang dapat membantu klien, misalnya Dinas Tenaga Kerja dapat membantu untuk penyaluran kerja dan latihan kerja serta penyediaan dukungan sarana dan prasarana dalam bentuk modal dan fasilitas lainnya. Peran BBLKI, Dinas Sosial, Kementerian Agama, dan sebagainya dapat dipelajari dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Kerja Sama Pembimbingan dan Pembinaan WBP.
119 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Gambar 1 Pemerintah setempat dapat membantu PK untuk mengetahui perkembangan klien di masyarakat. Sumber: www.jogjakota.go.id
7) Pihak lainnya Pihak lain yang juga ikut memiliki peran dalam pembimbingan adalah pihak ketiga yang berasal dari swasta dan/atau tenaga profesional, seperti tenaga pendidik, psikolog, pemuka agama, dan pihak lainnya yang masing-masing memiliki peran sesuai dengan bidang yang relevan dengan kebutuhan klien, yakni: a. pihak swasta dapat berupaperusahaan swasta, seperti CV dan/atau PT, serta LSM yang berperan dalam menyediakan pelatihan atau penyaluran kerja; b. tenaga profesional, seperti tenaga pendidik, psikolog, dan pemuka agama yang dapat memberikan pelayanan pembimbingan yang dibutuhkan.
Gambar 2 Pihak swasta dapat berperan dalam penyaluran kerja Sumber: www.iteramedia.com
c. Tujuan Pembimbingan Menurut Karim dalam bukunya Pembimbingan dan Penyuluhan (2007:11), tujuan pembimbingan yang dilaksanakan oleh balai pemasyarakaatan antara lain sebagai berikut. 1) WBP/klien pemasyarakatan dapat mengenal/memahami kepribadian dan lingkungannya di tempat ia berada (di dalam LP/di luar LP/keluarga, dan lingkungan masyarakat), dalam arti memahami kelebihan-kelebihan dan kekurangan/kelemahan diri dan pemahaman terhadap kondisi lingkungan mana yang mampu ia lakukan dan mana yang tidak mungkin ia capai. 120 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
2) WBP/klien pemasyarakatan dapat menerima keadaan dirinya dan lingkungan secara positif dan dinamis. 3) Klien mampu mandiri dalam mengambil keputusan. 4) WBP/klien pemasyarakatan memperoleh pengarahan diri. 5) WBP/klien pemasyarakatan mampu memahami perwujudan dirinya. Dalam arti luas tujuan pembimbingan adalah sebagai berikut: 1) Perubahan Tingkah Laku Dalam pelaksanaan pembimbingan, balai pemasyarakatan dapat menjadi agen perubahan bagi klien bapas. Pembimbingan yang dilakukan oleh balai pemasyarakatan merupakan stimulus yang mendorong perubahan perilaku bagi klien bapas. Pembimbingan yang dilakukan secara terus-menerus terhadap klien bapas secara tidak langsung akan memengaruhi perubahan perilaku pada diri klien. Perubahan tingkah laku tersebut terwujud dari perbaikan kepribadian klien dan perbaikan hubungan sosial klien, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. a) Perbaikan kepribadi klien meliputi: Ketaatan klien dalam menjalankan perintah agama Dengan memperoleh bimbingan kemasyarakatan, klien diharapkan mampu meningkatkan ketaatan dalam menjalankan perintah agama sebagai makhluk tuhan. Ketaatan klien terhadap ketentuan dan aturan yang berlaku Dengan memperoleh bimbingan kemasyarakatan, klien diharapkan dapat mentaati ketentuan dan aturan yang berlaku di masyarakat sehingga tidak mengulangi tindak pidana lagi.
Gambar 3 Karikatur Anton Medan (mantan WBP yang kini aktif sebagai penceramah, pengusaha, dll.) Sumber: www.inilah.com
b) Perbaikan Hubungan Sosial Klien Hubungan klien di dalam keluarga Setelah menjalani program pembimbingan, klien diharapkan mampu membangun hubungan harmonis di dalam keluarganya, seperti menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya, menjadi suami/istri yang 121 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
mampu memenuhi kewajibannya, dan menjadi orang tua yang dapat diteladanianak-anaknya. Hubungan klien di masyarakat Setelah menjalani program pembimbingan, klien diharapkan mampu membangun hubungan baik dengan masyarakat, termasuk dengan pihak korban (jika ada), dan berperan aktif dalam kegiatan di lingkungan masyarakatnya, seperti bergotong-royong atau bekerja bakti sebagaimana yang dilakukan warga lain pada umumnya. 2)
Masyarakat Produktif Narapidana, sebagai orang yang dinyatakan bersalah, adalah orang yang mengalami kegagalan dalam menjalani hidup bermasyarakat. Mereka gagal memenuhi norma-norma yang ada dalam masyarakatnya sehingga pada akhirnya gagal menaati aturan dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Narapidana, sebagai makhluk sosial, adalah bagian dari masyarakat juga, bedanya dengan anggota masyarakat lainnya adalah untuk sementara waktu kebebasan bergerak mereka dicabut. Walaupun demikian, sebagai makhluk sosial yang berinteraksi, narapidana menghendaki dapat bergaul dengan masyarakat sekitarnya serta kehadirannya diterima dan diperhatikan orang lain (http://repository.usu.ac.id). Dengan melakukan tindak pidana, seseorang dianggap tidak produktif; untuk itu, diberikanlah pembimbingan agar mereka menjadi anggota masyarakat yang produktif dan berguna bagi masyarakat. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan masyarakat produktif adalah masyarakat yang: a) memiliki motivasi untuk meraih harapan dan cita-cita; Dengan menjalani program pembimbingan, klien memiliki semangat dan niat yang kuat untuk melanjutkan hidupnya, untuk meraih harapan dan cita-cita seperti orang lain pada umumnya yang tidak pernah menjalani hukuman di lapas/rutan, seperti (1) dapat meneruskan sekolahnya kembali, (2) dapat bekerjakembali, dan (3) dapat meningkatkan keterampilannya. c) berperan aktif dalam kegiatan masyarakat, Klien dapat menjalankan perannya kembali sebagai warga masyarakat dan warga negara Indonesia, seperti ikut serta dalam pembangungan, taat hukum, dan taat dalam membayar pajak.
122 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
C. Rangkuman 1) Unsur pembimbingan terdiri atas PK bapas, klien, keluarga klien, penjamin, masyarakat, pemerintah setempat, dan pihak lainnya. 2) Klien yang berada dalam bimbingan bapas terdiri atas terpidana bersyarat, PB narapidana, PB anak negara, anak negara yang diserahkan kepada orang tua asuh dan badan sosial, anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya, dan anak yang dijatuhi pidana pengawasan. 3) Penjamin dapat berasal dari perseorangan atau lembaga/organisasi yang berperan sebagai penanggung jawab bagi WBP selama menjalani masa bimbingan. 4) Masyarakat dan pemerintah setempat juga berperan ikut mengawasi dan membina klien di lingkungan tempat menjalani pembimbingan. 5) Pihak lain yang juga ikut berperan adalah pihak swasta dari perusahaan, LSM, dan/ataupemangku kepentingan (stake holder) lainnya, khususnya untuk memberikan dukungan sarana dan prasaran pelatihan serta penyaluran kerja bagi klien. D. Latihan 1. Sebutkan dan jelaskan unsur-unsur kegiatan pembimbingan sesuai dengan pemahaman Saudara! 2. Jelaskan pengertian klien berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan! 3. Sebutkan hak-hak dan kewajiban klien bapas! 4. Jelaskan peran pihak swasta (stakeholder) dalam pembimbingan!
123 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB TIGA
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
124
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
A. Kompetensi Khusus Setelah membaca pokok bahasan ini, Saudara diharapkan dapat mengetahui prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan, pendampingan, sidang TPP, pembimbingan, dan pengawasan. B.Subpokok Bahasan 1. Prosedur dan Mekanisme Penelitian Kemasyarakata (Litmas) Sebelum Saudara mempelajari prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan (litmas), Saudara harus mengetahui tentang penelitian kemasyarakatan. Penelitian Kemasyarakatan adalah kegiatan penelitian untuk mengetahui latar belakang kehidupan warga binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh balai pemasyarakatan (Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999, Pasal 1 angka 3).
Warga binaan pemasyarakatan di sini termasuk di dalamnya narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan. Ada beberapa pengertian lainnya tentang penelitian kemasyarakatan yang hendaknya Saudara ketahui, hal tersebut dapat Saudara pelajari dalam Modul Dasar-Dasar Pembimbingan (Modul II). Setelah mengetahui pengertian penelitian kemasyarakatan, Saudara juga harus mengetahui jenis-jenis penelitian kemasyarakatan. Karim (2011: 13,16) membahas litmas dalam dua bagian utama, yakni litmas peradilan (Pre-Sentences Investigation Report) dan litmas pembinaan (Post Sentences Investigation Report). Berdasarkan tujuan dibuatnya penelitian kemasyarakatan, jenisjenis litmas dapat kita temukan dalam Petunjuk Pelaksanaan Menteri Kehakiman RI Nomor E-39.PR.05.03 Tahun 1987, yakni sebagai berikut: a. Model L.1, laporan penelitian kemasyarakatan untuk sidang pengadilan negeri; b. Model L.2, laporan penelitian kemasyarakatan untuk bimbingan bapas lain; c. Model L.3, laporan penelitian kemasyarakatan untuk bimbingan dalam lembaga pemasyarakatan; d. Model L.4, laporan penelitian kemasyarakatan untuk calon anak asuh; e. Model L.5, laporan penelitian kemasyarakatan untuk orang tua atau wali dari calon anak asuh; f. Model L.6, laporan penelitian kemasyarakatan untuk calon keluarga asuh; g. Model L.7, laporan penelitian kemasyarakatan untuk calon pengasuh oleh bapas; h. Model L.8, laporan penelitian kemasyarakatan untuk instansi lain. Secara umum, isi laporan penelitian kemasyarakatan terdiri atas data individu dan data keluarga klien yang bersangkutan serta simpulan atau pendapat dari pembimbing kemasyarakatan (Supramono, 2005:68). Namun, untuk mengetahui lebih mendalam, format dan isi penelitian kemasyarakatan selengkapnya dapat Saudara pelajari dalam Buku VII, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Bidang Pembimbingan yang dapat Saudara baca dengan mengakses http://www.bimkemas.kemenkumham.go.id.
125 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan yang ditempuh oleh pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut: a. pencatatan (registrasi) permintaan litmas; b. pengumpulan data dengan cara mengunjungi rumah dan tempat-tempat lain yang berhubungan dengan permasalahan klien; Untuk memperoleh data tersebut, pembimbing kemasyarakatan menggunakan teknik: pengamatan, wawancara, psikotes, dan mempelajari dokumen yang berhubungan dengan permasalahan dan teknik lainnya; c. pengolahan data; Setelah memperoleh data-data yang lengkap, pembimbing kemasyarakatan menganalisis dan menyimpulkan serta memberikan pertimbangan atau saran sehubungan dengan permasalahannya, yang selanjutnya dituangkan dalam konsep laporan penelitian kemasyarakatan. d. sidang TPP; Konsep litmas yang telah dibuat, kemudian dibahas dalam forum sidang tim pengamat pemasyarakatan untuk mendapatkan tanggapan dari peserta sidang serta untuk menentukan saran dan pertimbangan dari litmas; e. perbaikan dan penggandaan litmas, penandatanganan, serta pengiriman litmas. Agar Saudara dapat memahami dengan lebih mudah mengenai prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan, perhatikanlah Gambar 4 berikut:
Gambar 4 Prosedur Pelayanan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) Sumber: Buku Pedoman Pelayanan Penelitian Kemasyarakatan, Pembimbingan, Pengawasan, dan Pendampingan, Bapas Jakarta Pusat Tahun 2009 Uraian yang lebih lengkap dan terperinci mengenai prosedur dan mekanisme penelitian kemasayarakatan, dapat Saudara lihat dan pelajari dalam file “Kumpulan SOP Balai Pemasyarakatan” yang dapat Saudara akses di website bimkemas.kemenkumham.go.id. Agar Saudara mendapat gambaran yang lebih jelas tentang prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan, berikut ini beberapa bentuk dari penelitian kemasyarakatan yang saat ini dipraktikkan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari pembimbing kemasyarakatan. 126 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Litmas untuk Sidang Pengadilan (Pre-Sentences Investigation Report) Penelitian kemasyarakatan (litmas) untuk sidang pengadilan anak adalah litmas yang dimintakan oleh aparat penegak hukum lainnya (polisi, jaksa, hakim). Dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, litmas menjadi bagian dalam setiap tahapan proses, baik diversi maupun pidana formal. Untuk lebih mudahnya mempelajari kegunaan litmas pada setiap tahapan perkara anak, perhatikanlah Tabel 1 berikut ini:
Penegak Hukum Polisi
Jaksa Hakim
Tabel 1 Kegunaan Litmas di Tiap Tahapan Kegunaan Litmas Pasal yang mengatur dalam UU SPPA -Pertimbangan Diversi -Pasal 9 ayat (1) huruf c -Penyidikan -Pasal 27 ayat (1) -Pelimpahan Berkas ke Jaksa -Pasal 28 ayat (4) -Pertimbangan Diversi -Pasal 9 ayat (1) huruf c -Pelimpahan Berkas ke Pengadilan -Pasal 42 ayat (4) -Pertimbangan Diversi -Pasal 9 ayat (1) huruf c -Pertimbangan Putusan -Pasal 60 ayat (3)
Litmas ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang dan faktor penyebab hingga anak melakukan tindak pidana, baik yang berasal dari dirinya (internal), seperti tingkah laku anak di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, maupun faktor lingkungan (eksternal), yakni keadaan keluarga dan masyarakat, seperti kebiasaan orang tua dalam mendidik anak dan sikap atau perlakuan orang tua sehari-hari terhadap anak. Litmas juga bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memutus perkara anak tersebut, seperti status anak, masih bersekolahkah atau tidak, kondisi sosial ekonomi keluarganya, kesanggupan orangtua untuk mendidik anak, tanggapan berbagai pihak terhadap anak, termasuk masyarakat dan pemerintah setempat. Dalam bagian akhir litmas, dikemukakan simpulan dan saran berdasarkan penelitian kemasyarakatan yang telah dilakukan. Simpulan penelitian kemasyarakatan tersebut berisi: 1) nama dan catatan kelahiran (umur) anak serta ringkasan dari susunan keluarga anak yang bermasalah dengan hukum; Contoh: “Klien bernama Agus Wijanarko bin Sudi Dadi, adalah anak keempat dari sembilan bersaudara, anak dari pasangan Bapak Sudi dan Ibu Usnayati. Klien masih berusiamuda, lahir pada tanggal 06 Desember 1993 dan saat melakukan tindak pidana klien masih berusia 17 tahun.” 2) status sekolah anak dan kegiatan lain diluar sekolah; Contoh: “Klien hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 1 SMK, yakni di SMK Yabinka Cilegon (putus sekolah), kegiatan sehari-harinya adalah bekerja sebagai tukang parkir.” 127 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
3) masa penahanan anak dan tindak pidana yang disangkakan kepadanya; 4) faktor penyebab anak melakukan tindak pidana; 5) tanggapan orang tua, masyarakat, pemerintah setempat,dan korban (apabila ada), termasuk proses dan hasil mediasi atau musyawarah antara pihak anak dengan pihak korban (jika ada). Saran yang disampaikan dalam penelitian kemasyarakatan untuk sidang pengadilan anak dapat berupa: 1) rekomendasi mengenai sanksi yang dijatuhkan kepada anak, baik berupa pidana, misalnya pidana penjara atau pidana bersyarat, maupun berupa tindakan, misalnya dikembalikan kepada orang tuanya, atau diserahkan kepada Kementerian Sosial atau lembaga sosial masyarakat, seperti pesantren dan rumah rehabilitasi; Penjelasan lebih lanjut mengenai jenis sanksi yang dijatuhkan pada anak dapat Anda baca, khususnya pada pasal-pasal dalam Bab V Undang-Undang SPPA. 2) rekomendasi agar anak tidak menjalani penahanan selama proses hukum berlangsung; 3) pertimbangan dan tingkat risiko terhadap setiap sanksi yang dijatuhkan kepada anak; Misalnya: “Apabila klien menjalani pemidanaan yang terlalu lama, akan berdampak buruk terhadap perkembangan psikologis dan sosiologis klien, serta klien terancam berhenti sekolah.” Litmas sidang pengadilan anak ini sangat besar peranannya dalam proses pendampingan terhadap anak; tanpa keberadaan litmas, putusan yang dijatuhkan oleh hakim kepada anak “batal demi hukum” (Pasal 60 ayat (4) Undang-Undang SPPA). Secara sederhana, proses pembuatan laporan peneliltian kemasyarakatan untuk sidang pengadilan anak dapat Saudara lihat pada Gambar 4 di bawah ini:
Gambar 4 Prosedur Litmas Pengadilan Anak Sumber: Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan, Ditjenpas 2003 Laporan Penelitian Kemasyarakatan untuk Bimbingan Dalam dan Luar Lembaga Pemasyarakatan (Post Sentences Investigation Report) Litmas untuk bahan pembinaan berupa penelitian tentang perkembangan warga binaan pemasyarakatan (WBP) selama berada di dalam lapas/rutan, termasuk di 128 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
dalamnya pembinaan yang telah diterima oleh WBP, sikap dan kepatuhan WBP terhadap peraturan di dalam lapas/rutan, keterampilan/pelatihan apa yang telah didapatkan oleh WBP, relasi sosial WBP dengan sesama WBP lainnya, serta relasi WBP dengan keluarganya. Kegunaan litmas untuk bimbibingan dalam lembaga adalah untuk menentukan program pembinaan di dalam lembaga, sementara kegunaan litmas untuk pembinaan luar lembaga adalah untuk pertimbangan persetujuan program pembinaan di luar lembaga, misalnya dalam bentuk asimilasi, PB, dan CMB. Dalam bagian akhir litmas dikemukakan simpulan dan saran dari penelitian kemasyarakatan yang telah dilakukan. Simpulan penelitian kemasyarakatan tersebut berisi: 1) ringkasan perkembangan pembinaan WBP selama berada di dalam lapas/rutan; 2) masa pidana yang telah dijalani; 3) pengusulan PB dan CMB disertakan pula tanggapan keluarga, masyarakat, dan pemerintah setempat serta kesanggupan mereka untuk menerima kembali WBP di masyarakat untuk litmas pembinaan luar lembaga. Saran yang disampaikan dalam penelitian kemasyarakatan ini antara lain berupa: 1) rekomendasi mengenai jenis program pembinaan untuk masa pembinaan selanjutnya; dan 2) disetujui atau tidak disetujuinya usulan PB/CMB WBP serta pertimbangannya untuk litmas pembinaan luar lembaga. 2. Prosedur dan Mekanisme Pendampingan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pendampingan bermakna ‘perbuatan mendampingi atau mendampingkan’. Dalam konteks pelaksanaan tugas PK, pendampingan dapat diartikan sebagai peran pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi klien dalam mengahadapi permasalahan; klien yang dimaksud disini adalah klien pemasyarakatan serta anak berkonflik dengan hukum. Sebagai pembimbing kemasyarakatan (PK),Saudara wajib mengetahui bahwa kehadiran PK dalam sidang anak bersifat wajib; artinya tanpa kehadiran PK putusan sidang anak batal demi hukum.Tentang hal ini dapat Saudara pelajari dalam UU SPPA, khususnya Pasal 55 dan Pasal 60. Di samping itu, jauh sebelum proses persidangan, PK juga wajib mendampingi anak sejak anak diadukan/dilaporkan melakukan tindak pidana, khususnya untuk tujuan diversi. Untuk lebih memudahkan Saudara, pelajarilah Tabel 2 berikut ini:
129 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Tabel 2 Peran PK dalam Pendampingan Tahapan Peyidikan Pelimpahan perkara ke JPU Persidangan
Peran PK dalam Pendampingan Keterangan Inisiator, koordinator, fasilitator dan mediator Pasal 14 ayat (2) untuk diversi. Memberikan bimbingan kepada anak dan Permeneg PPA orang tua dalam menghadapai proses hukum. No. 15 Tahun 2010 Membacakan litmas dan menyampaikan hal- Pasal 60 hal yang dianggap perlu untuk anak. Memberikan bimbingan kepada anak dan Pasal 55 orang tua dalam menghadapai proses hukum.
Lebih lanjut mengenai peran PK dalam pendampingan, khususnya dalam penerapan keadilan restoratif selain disebutkan dalam UUSPPA yang pemberlakuannya masih dua tahun dari tanggal diundangkan, juga dapat Saudara pelajari dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 15 tahun 2010. Disamping peraturan perundang-undangan nasional, pendampingan terhadap anak juga diakui oleh dunia internasional, sebagaimana disebutkan dalam United Nation Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (PeraturanPeraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Administrasi Peradilan bagi Remaja)/Resolusi PBB Nomor 40/33 tanggal 29 November 1985 (“TheBeijing Rules”): a. Angka 16: “Dalam semua kasus terkecuali kasus yang melibatkan pelanggaran hukum ringan, sebelum pihak berwenang secara hukum menjatuhkan putusan, latar belakang, dan keadaan di mana remaja itu hidup (litmas) akan diselidiki secara benar sehingga mempermudah pengambilan keputusan hukum dari perkara itu oleh pihak berwenang secara hukum” b. Angka 13.1: “Penahanan sebelum pengadilan hanya akan digunakan sebagai pilihan langkah terakhir dan untuk jangka waktu sesingkat mungkin”. c. Angka 13.2: ”Di mana mungkin, penahanan sebelum pengadilan akan diganti dengan langkah-langkah alternatif, seperti pengawasan secara dekat, perawatan intensif atau penempatan pada sebuah keluarga atau pada suatu tempat atau rumah pendidikan”. Dalam melakukan pendampingan terhadap anak, Saudara sebagai PK juga harus mengetahui lamanya masa penahanan anak, sebagaimana diketahui bahwa UUSPPA baru akan diberlakukan setelah dua tahun sejak tanggal diundangkan, tepatnya pada tanggal 30 Juli 2014, maka penting bagi Saudara untuk mengetahui juga penahanan anak menurut Undang-Undang Pengadilan Anak Nomor 3 Tahun 1997. Pelajarilah secara saksama tabel masa penahanan berikut ini:
130 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Tabel 3 Masa Penahanan Anak Tahapan Penyidikan (Polisi)
UU No. 3 Th 1997 UU No.11 Tahun 2012 Pasal 44 ayat (2): 20 hari Pasal 33 ayat (1): 7 hari Pasal 44 ayat (3): 10 hari* Pasal 33 ayat (2): 8 hari* Jumlah = 30 Hari Jumlah = 15 Hari Penuntutan Pasal 46 ayat (2): 10 hari Pasal 34 ayat (1): 5 hari (JPU) Pasal 46 ayat (3): 15 hari** Pasal 34 ayat (2): 5 hari** Jumlah = 25 Hari Jumlah = 10 Hari Persidangan Pasal 47 ayat (2): 15 hari Pasal 35 ayat (1): 10 hari (Hakim) Pasal 47 ayat (3): 30 hari** Pasal 35 ayat (2): 15 hari** Jumlah = 45 Hari Jumlah = 25 Hari Banding Pasal 48 ayat (2): 15 hari Pasal 37 ayat (1): 10 hari (Hakim Banding) Pasal 48 ayat (3): 30 hari*** Pasal 37 ayat (2): 15 hari*** Jumlah = 45 Hari Jumlah = 25 Hari Kasasi Pasal 49 ayat (2): 25 hari Pasal 38 ayat (1): 15 hari (Hakim Kasasi) Pasal 49 ayat (3): 30 hari**** Pasal 38 ayat (2): 20 hari**** Jumlah = 55 Hari Jumlah = 35 Hari Total Total = 200 Hari Total = 110 Hari *) Perpanjangan Penahanan oleh JPU **) Perpanjangan Penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri ***) Perpanjangan Penahanan oleh Ketua Pengadilan Tinggi ****) Perpanjangan Penahanan oleh Ketua Mahkamah Agung Dalam persidangan, PK bapas juga memberikan arahan kepada anak dalam hal anak merasa bingung saat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh hakim atau jaksa. Selain kepada anak, PK bapas juga memberikan arahan kepada orang tua anak tentang proses sidang yang dijalani oleh anaknya. Prosedur dan mekanisme pendampingan anak dalam sidang anak dilakukan melalui langkah berikut: 1) permintaan pendampingan anak dari Kejaksaan atau Pengadilan; 2) pencatatan permintaan sidang; 3) PK mempelajari kembali Litmas anak yang bersangkutan; 4) PK menghadiri persidangan dan menjalankan perannya di persidangan; 5) PK membuat laporan hasil sidang. Secara sederhana, proses pendampingan ABH dalam sidang pengadilan anak dapat dilihat dalam bagan di bawah ini:
Gambar 5 Proses pendampingan ABH dalam sidang pengadilan anak Sumber: Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan, Ditjenpas 2003 131 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Pembahasan lebih mendalam mengenai peran pendampingan PK dalam melaksanakan diversi akan disajikan dalam Modul Diversi (Modul V). Selain melakukan pendampingan terhadap anak berkonflik dengan hukum, PK juga melakukan pendampingan terhadap klien pemasyarakatan. Pendampingan tersebut terintegrasi bersama dalam bentuk pembimbingan. PK juga melakukan pendampingan khusus bagi klien pemasyarakatan dalam kategori risiko tinggi HIV-AIDS, khususnya bagi klien pemasyarakatan dengan latarbelakang tindak pidana narkotika atau klien pemasyarakatan yang memiliki gejala penyakit khusus yang dapat merujuk bahwa klien mengidap HIV-AIDS. Dalam hal penanggulangan dampak buruk narkotika dan penanggulangan HIV-AIDS, PK melakukan pendampingan dengan mekanisme sebagai berikut: 1) melakukan pencatatan klien pemasyarakatan yang akan mendapatkan program pendampingan HIV-AIDS; 2) melakukan konseling; 3) memberikan penyuluhan; 4) memberikan tindakan VCT atau pengobatan untuk klien pemasyarakatan yang telah menjalani VCT dengan hasil VCT positif HIV-AIDS; 5) mengadakan penjangkauan dalam bentuk kunjungan rumah; dan 6) membuat laporan. Peran pendampingan PK dalam pembimbingan dan penanggulangan khusus HIV-AIDS akan dibahas lebih mendalam dalam Modul Manajemen Kasus (Modul IV). 3. Prosedur dan Mekanisme Sidang TPP Sebagaimana telah Saudara ketahui dalam uraian sebelumnya, bahwa dalam menjalankan tugasnya PK tidak bekerja sendiri, misalnya dalam menentukan saran litmas, PK terlebih dahulu mendiskusikan konsep litmas dalam forum sidang TPP, anggota tim pengamat pemasyarakatan adalah para PK bapas dan Kasi/Kasubsi Bimbingan Klien Dewasa (BKD), serta Kasi/Kasubsi Bimbingan Klien Anak (BKA). Sidang TPP bapas adalah sidang yang dilaksanakan oleh tim pengamat pemasyarakatan untuk membahas hasil penelitian kemasyarakatan (litmas) serta untuk menentukan program pembimbingan klien pemasyarakatan di setiap tahapan pembimbingan. Selain itu, bapas juga mengikuti sidang TPP yang diadakan di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (TPP Kanwil) dan di lapas/rutan (TPP lapas/rutan) yang dilaksanakan untuk menentukan program pembinaan WBP, baik untuk pembinaan dalam lembaga maupun untuk pembinaan luar lembaga, seperti untuk persetujuan usulan PB, CB, CMB, dan asimilasi. Prosedur dan mekanisme sidang TPP adalah sebagai berikut: 1) membuat daftar nama klien yang akan disidangkan; 2) membuat undangan sidang TPP; 3) melasanakan sidang TPP dengan mata acara sebagai berikut: a. pembukaan oleh ketua sidang TPP; 132 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
b. pembacaan pembahasan sidang oleh sekretaris TPP; c. presentasi hasil penelitian kemasyarakatan oleh tiap-tiap PK; d. pendapat dari peserta sidang; e. putusan sidang dan rekomendasi hasil sidang. 4) membuat berita acara hasil sidang TPP. Untuk memudahkan pemahaman Saudara, pelajarilah bagan proses persidangan TPP, di bawah ini:
Bagan 6 Proses Persidangan TPP Bapas Sumber: Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan, Ditjenpas 2003 4. Prosedur dan Mekanisme Pembimbingan Setelah mempelajari uraian diatas, Saudara harus dapat memahami bahwa sesungguhnya keseluruhan tugas pembimbing kemasyarakatan adalah bentuk terpadu dari suatu kegiatan pembimbingan. Pengertian pembimbingan dalam konteks pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut: Pembimbingan adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap, perilaku, profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani Klien Pemasyarakatan (PP 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan WBP). Prosedur dan mekanisme pembimbingan terdiri atas tiga tahap, yakni tahap awal, tahap lanjutan, dan tahap akhir. Lamanya waktu setiap tahapan pembimbingan yang dilaksanakan menggunakan pembagian masa bimbingan sebagai berikut ini: a. Tahap awal Pembimbingan tahap awal dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai klien sampai dengan ¼ (satu perempat), prosedur dan mekanisme pembimingan tahap awal adalah sebagai berikut:
133 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
1) penelitian kemasyarakatan; 2) penyusunan rencana program bimbingan; 3) pelaksanaan program bimbingan guna mempersiapkan klien untuk mengikuti program pembimbingan di luar lapas; 4) penilaian pelaksanaan program tahap awal dan penyusunan rencana bimbingan tahap lanjutan. b. Tahap lanjutan Pembimbingan tahap lanjutan dilaksanakan sejak berakhirnya bimbingan tahap awal sampai dengan ¾ (tiga perempat) masa pembimbingan. Prosedur dan mekanisme pembimbingan tahap lanjutan adalah sebagai berikut 1) pelaksanaan program bimbingan; dan 2) penilaian pelaksanaan program tahap lanjutan dan penyusunan rencana bimbingan tahap akhir. c. Tahap akhir Pembimbingan tahap akhir dilaksanakan sejak berakhir bimbingan tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pembimbingan. Prosedur dan mekanisme pembimbingan tahap akhir adalah sebagai berikut: 1) pelaksanaan program bimbingan; 2) penelitian dan penilaian keseluruhan hasil pelaksanaan program bimbingan; 3) persiapan klien mengakhiri masa bimbingan tambahan (after care). Pada setiap masa peralihan tahapan, dari tahapan yang satu ke tahapan yang selanjutnya, pembimbing kemasyarakatan menentukan program pembimbingan melalui mekanisme sidang TPP, sebagaimana telah Saudara pelajari dalam prosedur dan mekanisme sidang TPP. Jenis bimbingan yang diberikan kepada klien meliputi pendidikan agama, pendidikan budi pekerti, bimbingan dan penyuluhan, perseorangan ataupun kelompok, pendidikan formal, kepramukaan, pendidikan keterampilan kerja, pendidikan kesejahteraan keluarga, psikoterapi, kepustakaan, psikiatri, terapi, dan berbagai usaha penyembuhan klien. Metode dan teknik pembimbingan terhadap klien dapat Saudara pelajari lebih mendalam pada Modul Dasar-Dasar Pembimbingan (Modul II). Sebagai tambahan pengetahuan Saudara dalam melaksanakan prosedur dan mekanisme pembimbingan, berikut ulasan singkat mengenai prinsip-prinsip dan asas dalam melaksanakan bimbingan antara lain sebagai berikut. Prinsip Bimbingan: a. Bimbingan itu selalu berhubungan dengan sikap dan perilaku WBP. b. Dalam proses bimbingan, pembimbing perlu mengenal dan memahami perbedaan individu WBP agar dalam pemberian bimbingan mengenai sasaran dan kebutuhan tiap-tiap WBP.
134 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
c. Bimbingan diberikan dengan maksud agar WBP yang dibimbing mampu membantu dan menuntun dirinya dalam menghadapi permasalahan hidup dan kehidupannya seoptimal mungkin (self directing & to help people to help them selfes). d. Bimbingan yang diberikan harus terpusat pada individu yang dibimbing bukan terpusat pada permasalahan individu yang membimbing. e. Jika permasalahan individu tidak dapat diselesaikan oleh pembimbing, perlu adanya kerja sama dengan ahli lain atau lembaga lain yang lebih mampu (kompeten) menangani permasalahan tersebut. f. Dalam pembimbingan perlu adanya upaya pendahuluan dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhan individu WBP, untuk mempermudah pemahaman dan penerimaan diri WBP sehingga dalam pengarahan dan perwujudan sesuai dan tepat sasaran. g. Bimbingan itu harus bersifat fleksibel, sesuai dengan kebutuhan individu yang dibimbing dan kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam. h. Pembimbing harus memiliki kualifikasi kepribadian, pendidikan, pengalaman, kematangan, dan kemampuan yang diharapkan oleh WBP dan masyarakat. i. Pembimbing harus patuh pada kode etik pembimbingan. j. Individu yang dibimbing harus diberikan kebebasan dan penghormatan dalam mengungkapkan dirinya. Di sini pembimbing hanya bersikap sebagai fasilitator dalam proses pembimbingan. k. Proses pembimbingan adalah proses belajar atau berorientasi belajar (learning oriented) yang dilaksanakan dalam lingkungan sosial. l. Keputusan terakhir dalam proses pembimbingan ditentukan oleh individu yang dibimbing. Pembimbing tidak memaksakan suatu keputusan terakhir kepada individu yang dibimbing. Asas bimbingan dan penyuluhan meliputi: a. asas kerahasiaan (the principle of confidenciality), Pembimbing kemasyarakatan hendaknya patuh menjaga informasi yang bersifat rahasia tentang individu yang dibimbing. b. asas sukarela, Baik pembimbing maupun yang dibimbing harus memiliki modal sukarela. c. asas keterbukaan, Pembimbing ataupun yang dibimbing sebaiknya saling terbuka. d. asas kekinian, Layanan bimbingan sebaiknya menangani permasalahan yang sedang dihadapi si terbimbing. e. asas kegiatan, Bimbingan dan penyuluhan tidak hanya bertatap muka dan berwawancara saat itu. f. asas kenormatifan, Usaha bimbingan harus sesuai dengan norma yang dianut oleh yang dibimbing dan sesuai dengan norma masyarakat. g. asas keterpaduan, Baik aspek individu yang dibimbing maupun isi dan proses layanan bimbingan sebaiknya terpadu, jangan ada aspek yang bertentangan dan jangan pula isi dan layanan bertolak belakang dengan yang lainnya.
135 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
h. asas kedinamikan, Bimbingan bertujuan agar adanya perubahan pada diri si terbimbing, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih positif dan bermanfaat bagi kehdupannya. i. asas keahlian, Keberhasilan layanan bimbingan sangat ditentukan oleh keahlian pembimbing sehingga pembimbing sangat dituntut untuk mau berlatih dan memperluas pengalaman dan wawasannya. PK melakukan pencatatan atau registrasi klien dalam setiap proses pembimbingannya. Pencatatan/registrasi tersebut meliputi kegiatan penerimaan dan pendaftaran klien yang dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis Menteri Kehakiman Nomor E.40PR.05.03 Tahun 1987 tanggal 8 September 1987. Proses pendaftaran yang dilakukan meliputi: a. penerimaan dan penelitian surat-surat berkas klien pemasyarakatan; b. penerimaan klien dari jaksa atau petugas Lapas / Rutan / Bapas lain dan dibuat berita acara serah terima; c. pencatatan identitas dan surat-surat dalam buku daftar sesuai dengan status klien d. pencatatan kartu bimbingan, pengambilan foto klien, dan sidik jari; e. penyerahan klien kepada pembimbing kemasyarakatan. Secara singkat, proses pendaftaran klien pemasyarakatan dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Gambar 8: bagan pendaftaran klien pemasyarakatan Sumber: Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan, Ditjenpas 2003 5. Prosedur dan Mekanisme Pengawasan Merujuk pada Kamus Besar bahasa Indonesia, pengawasan memiliki arti ‘penilikan dan penjagaan’. Pengertian pengawasan dalam konteks pelaksanaan tugas adalah sebagai berikut:
136 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Pengawasan adalah langkah atau kegiatan yang berfungsi untuk mencegah terjadinya penyimpangan pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat, termasuk di dalamnya kegiatan evaluasi dan pelaporan. (Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.2.PK.0410 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, PB, CMB dan CB)
Pengawasan sebagai mana dimaksud di atas dilaksanakan dengan dua cara yakni dengan mekanisme wajib lapor, dan dan kunjungan ke rumah klien / penjamin klien (home visit). Hasil pengawasan digunakan untuk mengevaluasi program pembimbingan. Hasil pengawasan dapat juga berupa pemberian teguran, baik lisan maupun tulisan, kepada klien dalam bentuk surat peringatan pencabutan PB/CB/CMB, surat panggilan wajib lapor, dan surat panggilan penjamin klien. Prosedur dan mekanisme pengawasan klien melalui wajib lapor adalah sebagai berikut. 1) 2) 3) 4)
Klien datang dan mengisi buku piket di meja petugas piket. Klien menemui petugas PK. Klien melaksanakan kegiatan bimbingan konseling dengan PK. PK membuat laporan.
Prosedur dan mekanisme pengawasan klien melalui kunjungan rumah (home visit) adalah sebagai berikut: 1) Petugas PK memeriksa dan menyiapkan berkas klien. 2) Petugas PK dengan surat tugas dari kepala bapas melakukan kunjungan ke rumah klien/penjamin/pemerintah setempat. 3) PK memberikan bimbingan konseling kepada klien di rumahnya. 4) PK menemui pemerintah setempat untuk mengetahui perkembangan perilaku klien di masyarakat. 5) PK menemui perwakilan warga setempat untuk mengetahui perilaku dan perkembangan klien sehari-hari. Prosedur dan mekanisme selengkapnya dapat Saudara pelajari pada buku SOP Balai Pemasyarakatan. Sebagai tindak lanjut dari hasil pegawasan, PK membuat laporan yang tercakup dalam laporan perkembangan bimbingan setiap bulan. Dalam hal hasil pengawasan menunjukan bahwa klien telah melanggar ketentuan atau peraturan yang berlaku, PK dapat mengajukan pencabutan asimilasi, PB, CMB, atau CB.
137 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, atau cuti bersyarat dapat dicabut apabila narapidana atau anak didik pemayarakatan melakukan pelanggaran, antara lain: 1) mengulangi tindak pidana; 2) menimbulkan keresahan dalam masyarakat; dan/atau 3) melanggar ketentuan mengenai pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, atau cuti bersyarat. Sebagai tambahan pengetahauan, patut Saudara ketahui bahwa pencabutan pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, atau cuti bersyarat tidak dapat dilakukan atas permintaan klien pemasyarakatan yang bersangkutan atau kuasa hukumnya. Pencabutan asimilasi dilakukan oleh kepala lapas atau kepala rutan, pencabutan pembebasan bersyarat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan atas usul kepala bapas melalui kepala kantor wilayah, dan pencabutan cuti menjelang bebas atau cuti bersyarat dilakukan oleh kepala kantor wilayah setempat berdasarkan usul kepala bapas. Prosedur dan mekanisme pencabutan asimilasi, PB, CB, dan CMB dapat Saudara pelajari selengkapnya dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.2.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, PB, CMB, dan CB. C. RANGKUMAN 1. Pembimbingan terdiri atas tiga tahap, yakni tahap awal, tahap lanjutan, dan tahap akhir. 2. Prosedur pembimbingan sangat erat kaitannya dengan prosedur tugas PK lainnya, yakni penelitian kemasyarakatan, sidang TPP, pendampingan, dan pengawasan. 3. Prosedur dan mekanisme pelaksanaan litmas secara umum terdiri atas tiga tahap utama, yakni pengumpulan data, pengolahan data, serta analisis data dan penyimpulan serta penentuan saran. D. Latihan 1. Sebutkan dan jelaskan prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan! 2. Sebutkan dan jelaskan prosedur dan mekanisme pelaksanaan sidang TPP! 3. Sebutkan tahapan pembimbingan klien pemasyarakatan! 4. Sebutkan prosedur dan mekanisme pendampingan!
138 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB EMPAT
PENCATATAN, PENGARSIPAN DAN PELAPORAN
139
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
A. Kompetensi Khusus Setelah membaca pokok bahasan ini, Saudara diharapkan dapat menjelaskan tentang pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan dalam kegiatan pembimbingan. B. Subpokok Bahasan Karim, dalam tulisannya tentang pencatatan, pelaporan, dan pemberkasan/pengarsipan dalam pelayanan pembinan klien pemasyarakatan, menjelaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan program kegiatan pembinaan pemasyarakatan, kegiatan pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan (penyusunan dan penyimpanan berkas) merupakan sesuatu yang penting dan harus dilaksanakan oleh pembimbing kemasyarakatan. Pencatatan, pelaporan, serta pengarsipan perlu dilaksanakan secara periodik dan sistematis sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan melaksanakan kegiatan tersebut, pembimbing kemasyarakatan dapat mengetahui seberapa jauh perkembangan pelaksanaan program pembinaan yang diberikan dalam waktu tertentu dan dapat pula diketahui hambatan yang dijumpai dan cara pemecahannya. 1. Definisi Pencatatan, Pelaporan, dan Pengarsipan a. Definisi Pencatatan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pencatatan adalah proses, cara, perbuatan mencatat. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas Pembimbing Kemasyarakatan, Pencatatan merupakan proses pembuatan dokumentasi atas segala kegiatan yang telah dilaksanakan dalam kaitannya dengan usaha pembimbingan terhadap Klien Pemasyarakatan. Dalam pelaksanaan pencatatan, terdapat hal-hal yang perlu dicatat oleh PK. Pencatatan tersebut harus mencakup hal-hal sebagai berikut : a. langkah awal dalam persiapan pelaksanaan pembimbingan; b. pelaksanaan Pembimbingan; c. perkembangan pelaksanaan bimbingan yang dilengkapi dengan hambatanhambatan yang dihadapi, baik yang bersifat administratif maupun teknis serta langkah yang telah, sedang dan akan di tempuh untuk mengatasinya; dan d. partisipasi sosial masyarakat dalam rangka usaha rehabilitasi sosial terhadap ex klien pemasyarakatan/ex napi/ex terhukum dan klien Pemasyarakatan. b.
Definisi Pelaporan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelaporan adalah proses, cara, perbuatan melaporkan. Pelaporan ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk sarana/wadah yang mencakup hasil evaluasi/supervisi yang telah dan sedang dilaksanakan oleh Pembimbing Kemasyarakatan terhadap klien, dan sekaligus sebagai pertanggungan jawab Pembimbing Kemasyarakatan terhadap pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya. Pelaporan tersebut dapat pula 140 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
dimanfaatkan sebagai umpan balik untuk penyempurnaan perencanaan program atau kegiatan di masa mendatang. Laporan-laporan yang perlu dibuat adalah laporan penerimaan, laporan bulanan, dan laporan pengakhiran yang merupakan ringkasan hasil kegiatan pembimbingan oleh Pembimbing Kemasyarakatan, serta bentuk-bentuk laporan lainnya sesuai dengan pelaksanaan tugas Pembimbing Kemasyarakatan. c.
Definisi Pengarsipan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengarsipan adalah proses, cara, perbuatan mengarsipkan. Dalam hal pelaksanaan tugas PK, Pengarsipan/pemberkasan adalah suatu sistem penyimpanan catatan dan laporan serta surat-surat lain yang berhubungan dengan kepentingan klien. Penyimpanan surat ini harus sesuai dengan tahap pemberian pelaksanakan bantuan terhadap klien. Guna mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan, maka catatan dan laporan serta surat-surat yang diperlukan sehubungan bantuan tersebut sangat baik sekali disimpan dalam satu bendel khusus (satu map). Jadi dengan demikian setiap klien mempunyai bendel arsip tersendiri, antara lain: 1) Untuk memudahkan pengambilan; 2) Untuk memudahkan pengontrolan; dan 3) Untuk mempercepat pelayanan terhadap klien. Proses pencatatan, pelaporan dan pengarsipan tidak hanya diterapkan pada kegiatan Pembimbingan yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Beberapa disiplin ilmu lain juga menerapkan proses ini, seperti disiplin Ilmu Ekonomi Akuntansi, dan Kesejahteraan sosial. Ilmu kesejahteraan sosial dengan perangkat yang mereka miliki (Pekerja Sosial) juga menerapkan proses pencatatan dan pelaporan sebagai bukti fisik pelaksanaan kegiatannya. Kegiatan pencatatan dan pelaporan tersebut dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1) Dokumentasi pelaksanaan kegiatan Dengan adanya dokumentasi dalam pelaksanaan kegiatan, dapat diketahui jenis kegiatan yang dilakukan, kelayakan, keluarga maupun masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, waktu, tempat, serta hasil pelaksanaan pelayanan tersebut. 2) Kelangsungan pelayanan Pencatatan dan Pelaporan dapat menjadi referensi dalam menangani klien. Dengan adanya pencatatan, maka jika seorang Pekerja Sosial tidak dapat lagi 141 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
melaksanakan tugasnya tersebut, mereka dapat mengandalkan catatan untuk melangsungkan pelayanannya. 3) Monitoring dan Evaluasi Berdasarkan laporan kegiatan yang dibuat oleh Pekerja Sosial, semua kegiatan dapat dimonitor dan dievaluasi oleh supervisor/koordinator untuk kepentingan pengembangan program pelayanan. 4) Kepentingan Supervisi Berdasarkan laporan pekerja sosial supervisor/koordinator dapat menganalisa berbagai permasalahan, baik yang timbul maupun yang akan mungkin timbul sebagai akibat pelaksanan pelayanan terhadap klien, tingkat kemampuan serta pola pemecahan permasalahan yang dapat dijadikan materi pelaksanaan supervisi terhadap Pekerja Sosial. 5) Komunikasi Interdisipliner Dalam melaksanakan tugas pembimbingan, PK tidaklah dapat bekerja sendiri, karena PK sendiri merupakan salah satu bagian dari Sistem Peradilan Pidana. PK dapat mengkombinasikan informasi dari bidang-bidang lain dalam hubungannya dengan kepentingan pembimbingan, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian catatan dan pelaporan yang dibuat oleh PK dapat diandalkan menjadi intrumen dalam komunikasi Interdisipliner. 6) Laporan Statistik Sistem pencatatan dan pelaporan, dapat dijadikan sumber utama untuk mengetahui jenis dan populasi permasalahan untuk menyususn program kerja serta kepentingan pemeriksaan oleh lembaga yang berwenang. 7) Sebagai Bukti Pertanggungjawaban Pencatatan dan Pelaporan merupakan bagian dari tahap akhir suatu pembimbingan. Pencatatan dan pelaporan ini juga dapat menjadi bukti telah melaksanakan tugas pembimbingannya, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada pimpinan. 2. Mekanisme Pencatatan, Pelaporan dan Pengarsipan Mekanisme di sini adalah tata cara mencatat, melaporkan kegiatan yang dilaksanakan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dengan menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sesuai dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan yang kemdian diarsipkan. Dalam melaksanakan tugasnya, Pembimbing Kemasyarakatan dituntut memiliki bukti fisik yang akan dijadikan dasar pertanggungjawaban dan bukti otentik pelaksanaan tugas keseharian. PK perlu memperhatikan serta melakukan hal berikut : 142 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
a) menerima atau mengurus surat penugasan dari pejabat yang berwenang memberi tugas; b) menyiapkan formulir pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan jenis tugas yang dilaksanakannya; c) mengisi formulir sesuai dengan peruntukannya setelah melaksanakan suatu kegiatan; d) melaporkan pelaksanaan kegiatan tersebut serta meminta pengesahan bukti fisik kepada pimpinan/pejabat yang berwenang; e) mendokumentasikan setiap kegiatan tersebut sebagai bahan evaluasi dan sebagai bentuk pertanggungjawaban tertulis. 3. Formulir Pencatatan dan Pelaporan Formulir pencatatan dan pelaporan bagi PK terdiri atas buku register, kartu bimbingan, dan laporan. Buku register adalah buku yang digunakan untuk mencatat data klien yang diserahterimakan ke bapas, baik yang berasal dari lapas/rutan/bapas lain, maupun kejaksaan. Buku register ini terdiri atas berbagai macam register sesuai dengan jenis yang didaftar, antara lain buku register litmas sidang anak, dan buku register lepas bersyarat. Kegunaan buku ini adalah untuk mengetahui dan mencatat data klien pemasyarakatan saat ini dan untuk mempermudah mengetahui data klien. Data yang tercatat di dalam buku register disalin ulang ke bentuk data komputer sehingga mempermudah akses terhadap data tersebut untuk membuat laporan, seperti laporan perkembangan bimbingan. Formulir kegiatan tersebut bersifat fleksibel, dalam arti kegiatan tersebut dapat dikembangkan baik oleh lembaga maupun para pejabat PK sesuai dengan kebutuhan kegiatan yang dilakukan dan laporan ataupun untuk kepentingan pengembangan program pada masa yang akan datang. Dalam Buku VII tentang bimbingan, model formulir laporan dan kartu adalah sebagai berikut: a. Model Buku Daftar Klien Pemasyarakatan 1) Buku Daftar I = Anak Kembali kepada Orang Tua/Wali, 2) Buku Daftar II a = Pidana Bersyarat Anak, 3) Buku Daftar II b = Pidana Bersyarat Dewasa, 4) Buku Daftar III = Bebas Bersyarat (BB) Anak Negara, 5) Buku Daftar lV a = Bebas Bersyarat (BB) Napi Anak, 6) Buku Daftar lV b = Bebas Bersyarat (BB) Napi Dewasa, 7) Buku Daftar V = Cuti Bersyarat Anak Negara, 8) Buku Daftar VI a = Cuti Bersyarat Napi Anak, 9) Buku Daftar VI b = Cuti Bersyarat Napi Dewasa, 10) Buku Daftar VII = Anak Asuh, 11) Buku Daftar VIII = Bimbingan Tambahan Bekas Anak Negara dan Bekas Anak Sipil, 143 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
12) Buku Daftar lX a = 13) Buku Daftar lX b = 14) Buku Daftar X = 15) Buku Daftar XI =
Bimbingan Tambahan Eks Napi Anak. Bimbingan Tambahan Ex Napi Dewasa, Permintaan Pelayanan Masyarakat, Buku Piket.
b. Model Kartu Pembinaan, Formulir Surat, Laporan, dan Berita Acara 1) Model B.1 = Warna Kuning; Kartu Bimbingan dan Penyuluhan Akot, 2) Model B.2 = Warna Kuning; Kartu Bimbingan dan Penyuluhan Pidana Bersyarat (PB), 3) Model B.3 = Warna Merah Muda; Kartu Bimbingan Bebas Bersyarat (BB Anak Negara), 4) Model B.4 = Warna Biru Muda; Kartu Bimbingan danPenyuluhan Bebas Bersyarat (BB), 5) Model B.5 = Warna Putih; Bimbingan dan Penyuluhan Anak Asuh. 6) Model B.6 = Warna Hijau Muda; Kartu Bimbingan dan Penyuluhan Klien Cuti PRT/CML. 7) Model B.7 = Kartu Bimbingan Klien, untuk klien yang berstatus: a) Anak Kembali Orang Tua (Akot/W), b) Pidana Bersyarat (PB), c) Bebas Bersyarat (BB), d) Bebas Bersyarat Anak Negara (BBAN), e) Anak Asuh (AA), f) Cuti Bersyarat (CB), g) Bimbingan Tambahan (After Care). 8) Model B.8 = Surat Tugas, 9) Model B.9 = Catatan Hasil Bimbingan dan Penyuluhan, 10) Model B.10 = Laporan Ringkas Evaluasi Bimbingan, 11) Model B.11 = Surat Pengakhiran Bimbingan, 12) Model B.12 = Laporan Pengakhiran Masa Bimbingan Klien, 13) Model B.13 = Laporan Bimbingan Klien, 14) Model B.14 = Surat Panggilan, 15) Model B.15 = Laporan tentang Klien yang Meninggal Dunia, 16) Model B.16 = Laporan tentang Klien yang Melanggar hukum Lagi, dan 17) Model B.17 = Berita Acara Serah Terima Klien Pemasyarakatan. c. Model Laporan Perkembangan 1) Model PB.1 = Laporan Perkembangan Klien Pidana Bersyarat (Dewasa/Anak), Bebas Bersyarat (V1, V0.), Cuti PRT/CM.L., Cuti Asimilasi, 2) Model PB.2 = Laporan Perkembangan Bimbingan Anak yang Dikembalikan pada Orang Tua/Walinya dengan Surat Keputusan Hakim (AKOT), 3) Model PB.3 = Laporan Perkembangan Bimbingan Anak Asuh, 4) Model PB.4 = Laporan Perkembangan Bimbingan Anak Sipil Luar LP, 5) Model PB.5 = Laporan Perkembangan Bimbingan Tambahan (After Care), 6) Model PB.6 = Daftar Kunjungan Bimbingan/Supervisi, 7) Model PB.7 = Daftar Hadir klien. 144 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
d. Model Laporan Berkala 1) Model Lap.1 = Laporan Bulanan tentang Penyalahgunaan Narkotika dan Obat Terlarang 2) Model Lap.2 = Laporan Bulanan tentang Rekapitulasi keadaan Bimbingan Klien 3) Model Lap.3 = Laporan Bulanan tentang Klien Pemasyarakatan yang Dibimbing oleh Badan/Perkumpulan Swasta 4) Model Lap.4 = Laporan Triwulan tentang Keadaan Anak Asuh 5) Model Lap.5 = Laporan Triwulan tentang Peminat Pengasuh Perorangan/Perkumpulan 6) Model Lap.6 = Laporan lkhtisar Bulanan Jumlah Klien yang Dibimbing 7) Model Lap.7 = Laporan tentang Status Klien yang Dibimbing 8) Model Lap.8 = Laporan tentang Jenis Tindak Pidana 9) Model Lap.9 = Laporan Tahunan tentang Bimbingan Klien 10) Model Lap.10 = Laporan tentang Kegiatan Keterampilan Kerja e. Model Jenis Buku Daftar Permintaan Litmas dan Jurnal 1) Buku Daftar A.1 = Litmas Sidang Pengadilan Negeri Klien Dewasa 2) Buku Daftar A.2 = Litmas Sidang Pengadilan Negeri Klien Anak 3) Buku Daftar B.1 = Litmas Pembinaan Napi Dewasa Permintaan Lembaga Pemasyarakatan 4) Buku Daftar B.2 = Litmas Pembinaan Napi Anak dan Anak Negara Pemintaan Lembaga Pemasyarakatan 5) Buku Daftar C.1 = Litmas Bimbingan Klien Dewasa Permintaan Balai BapasLain 6) Buku Daftar C.2 = Litmas Bimbingan Klien Anak Permintaan Balai BapasLain 7) Buku Daftar D.1 = Litmas Pembinaan Klien Dewasa Permintaan Instansi Lain 8) Buku Daftar D.2 = Litmas Pembinaan Klien Anak Permintaan lnstansi Lain 9) Buku Daftar E = Jurnal Beban Kerja f. Model Laporan Penelitian Kemasyarakatan 1) Model L 1 = Litmas Pengadilan Negeri 2) Model L.2 = Litmas Bimbingan Klien BB 3) Model L.3 = Litmas Pembinaan dalam LP 4) Model L.4 = Litmas Calon Anak Asuh 5) Model L.5 = Litmas Orang Tua/Wali Calon Anak Asuh 6) Model L.6 = Litmas Calon Keluarga Asuh 7) Model L.7 = Litmas Calon Pengasuh oleh Perkumpulan Sosial 8) Model L.8 = Litmas untuk lnstansi Lain g. Model Berkas Klien Pemasyarakatan h. Buku Model Laporan Hasil Sidang: 1) Buku Model F = Buku Laporan Hasil Mengikuti Sidang Pengadilan Negeri 145 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
2) Buku Model G 3) Buku Model H
= Buku Laporan Hasil Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan diLembaga Pemasyarakatan = Buku Laporan Hasil Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan di Balai Bapas
C. Rangkuman 1) Pencatatan dan pelaporan merupakan keseluruhan dari kegiatan penulisan data dan penyusunan laporan secara teratur untuk mencapai tujuan bersama. 2) Manfaat pencatatan dan pelaporan adalah sebagai 1)dokumentasi pelaksanaan kegiatan pembimbing kemasyarakatan, 2) kelangsungan pelayanan, 3) monitoring dan evaluasi, 4) kepentingan supervisi, 5) komunikasi interdisipliner, 6) laporan statistik, dan 7) bukti pertanggungjawaban pembimbingan kepada pimpinan. 3) Mekanisme pencatatan dan pelaporan adalah tata cara mencatat dan melaporkan kegiatan yang dilaksanakan oleh pembimbing kemasyarakatan dengan menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sesuai dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan. 4) Formulir laporan kegiatan pembimbingan terhadap klien pemasyarakatan digunakan setiap kali melaksanakan kegiatan pelayanan pembimbingan. 5) Formulir surat pernyataan melakukan kegiatan digunakan untuk kepentingan pencatatan, monitoring, dan evaluasi. 6) Formulir kegiatan bersifat fleksibel dalam arti dapat dikembangkan oleh lembaga ataupun oleh pejabat pembimbing kemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan laporan ataupun untuk kepentingan pengembangan program pada masa mendatang. D. Latihan 1. Sebutkan dan jelaskan tujuan pencatatan dan pelaporan! (Sebutkan minimal 5) 2. Sebutkan dan jelaskan langkah dalam pencatatan dan pelaporan! 3. Sebutkan dan jelaskan jenis formulir pencatatan dan pelaporan!
146 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB LIMA
PENUTUP
147
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
A. Rangkuman Pembimbing kemasyarakatan (PK) merupakan ujung tombak balai pemasyarakatan (bapas). Pelaksanaan tugas PK pada dasarnya merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain yang terdiri atas penelitian kemasarkatan, pendampingan, pembimbingan, pengawasan, dan pelaksanaan sidang TPP. Kegiatan pembimbing kemasyarakatan tersebut juga harus melibatkan pihak lain yang menjadi unsur pembimbingan, antara lain PK bapas, klien, keluarga klien, penjamin, masyarakat, pemerintah setempat, dan pihak lain yang dibutuhkan, seperti perusahaan swasta dan stakeholder. Unsur-unsur tersebut memiliki hubungan yang saling berkaitan, masingmasing memiliki peran penting dalam mencapai tujuan pembimbingan, yaitu untuk menciptakan perubahan perilaku klien dan mewujudkan masyarakat produktif. Untuk mencapai tujuan tersebut, ada tahapan yang harus dilakukan seorang PK bapas. Tahapan-tahapan tersebut tertulis dalam prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas PK, yang terdiri atas prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan (litmas), prosedur dan mekanisme sidang TPP, prosedur dan mekanisme pendampingan, prosedur dan mekanisme pembimbingan, serta prosedur dan mekanisme pengawasan. Untuk mengetahui perkembangan kegiatan pembimbingan, setiap PK harus melaksanakan proses pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan yang dapat dijadikan sebagai bukti fisik pelaksanaan kegiatan bagi para PK dan sebagai bahan laporan kegiatan kepada pimpinan untuk evaluasi terhadap klien. B. Latihan Pilihlah di antara jawaban a, b, c, atau d yang merupakan pilihan jawaban yang tepat! 1. Suatu rangkaian tugas yang saling berhubungan yang merupakan urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulang, merupakan pengertian dari .… a. Mekanisme b. Prosedur c. SOP d. prosedur dan mekanisme 2. Suatu rangkaian kerja untuk menyelesaikan suatu masalah yang berhubungan dengan proses kerja untuk mengurangi kegagalan sehingga mencapai hasil yang maksimal, pengertian dari …… a. Mekanisme b. Prosedur c. SOP d. prosedur dan mekanisme
3. Pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap, dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Klien Pemasyarakatan, merupakan pengertian dari ….
148 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
a. b. c. d.
penelitian kemasyarakatan Pembimbingan Pendampingan Pengawasan
4. Petugas pemasyarakatan pada balai pemasyarakatan yang melaksanakan bimbingan warga binaan pemasyarakatan (WBP), merupakan pengertian dari …… a. pembimbing, b. pembimbing kemasyarakatan, c. petugas pembinaan, d. petugas bimbingan kemasyarakatan. 5. Pengertian Klien Pemasyarakatan menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 adalah .… a. narapidana yang berada dalam bimbingan bapas b. seseorang yang berada dalam pembinaan bapas c. seseorang yang berada dalam bimbingan bapas d. narapidana yang berada dalam pembinaan bapas 6. Berikut ini merupakan tugas pembimbing kemasyarakatan,yaitu …… a. penelitian kemasyarakatan, pengawasan, pendampingan, sidang TPP, dan pembimbingan. b. penelitian kemasyarakatan, pengawasan, pembinaan, sidang TPP, dan pembimbingan. c. penelitian kemasyarakatan, pembinaan, pembimbingan, sidang TPP, dan pendampingan. d. pembinaan, penelitian kemasyarakatan, sidang TPP, dan pengawasan. 7. Berikut ini merupakan tujuan pembimbingan klien, menurut Soemarsono A. Karim, kecuali …… a. WBP/klien pemasyarakatan dapat mengenal/memahami kepribadiannya dan b.
lingkungan tempat ia berada (di dalam LP/LP/keluarga dan lingkungan masyarakat). WBP/klien pemasyarakatan dapat menerima keadaan dirinya dan lingkungan secara positif dan dinamis. Klien mampu mandiri dalam mengambil keputusan.
c. d. Klien berubah tingkah lakunya.
8. Pengertian penelitian kemasyarakatan sebagaimana disebutkan dalam PP 31 Tahun 1999 adalah …… a. Kegiatan penelitian untuk mengetahui latar belakang kehidupan warga binaan b. c. d.
pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh pembimbing kemasyarakatan. Laporan yang berisi latar belakang kehidupan warga binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan pembimbing kemasyarakatan. Kegiatan penelitian untuk mengetahui latar belakang kehidupan warga binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh balai pemasyarakatan. Laporan yang berisi latar belakang kehidupan warga binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh balai pemasyarakatan.
149 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
9. Berikut ini merupakan tahapan dari prosedur dan mekanisme Litmas, Kecuali …… a. pencatatan (registrasi) permintaan litmas; b. pengumpulan data dengan cara mengunjungi rumah dan tempat-tempat lain yang berhubungan dengan permasalahan klien;
c. pengolahan data; d. pendampingan di persidangan. 10. Litmas sidang pengadilan anak sangat besar peranannya dalam proses pendampingan terhadap anak, tanpa keberadaan Litmas, putusan yang dijatuhkan oleh hakim kepada anak “batal demi hukum”, Hal tersebut tercantum dalam …..
a.
Pasal 60 ayat 4 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak b. Pasal 52 ayat 4 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak c. Pasal 60 ayat 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak d. Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 11. Berikut ini adalah hal-hal yang harus tertera dalam sebuah laporan litmas untuk bahan sidang pengadilan anak, kecuali …… a. Simpulan Pembimbing Kemasyarakatan; b. Data Individu Anak; c. Data Keluarga Korban; d. Data Keluarga Anak. 12. Pengertian pendampingan dalam konteks pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan adalah …… a. peran pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi klien dalam mengahadapi permasalahan yang klien hadapi. b. peran pembimbing kemasyarakatan untuk menyelesaikan permasalahan yang klien c. d.
hadapi. peran pembimbing kemasyarakatan untuk membimbing klien menyelesaikan permasalahan klien. peran pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi klien di persidangan.
13. Urutan yang benar dari suatu proses pendampingan anak di persidangan adalah …… a. pencatatan permintaan, PK mempelajari kembali litmas, PK menghadiri persidangan, PK membuat laporan persidangan. b. pencatatan permintaan, PK menghadiri persidangan, PK mempelajari kembali litmas, PK membuat laporan persidangan. c. PK mempelajari kembali litmas, pencatatan permintaan, PK menghadiri persidangan, PK membuat laporan persidangan.
d. PK menghadiri persidangan, pencatatan permintaan, PK mempelajari kembali litmas, PK membuat laporan persidangan.
150 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
14. Pengertian sidang TPP bapas yang paling tepat adalah …. a. sidang yang dilaksanakan oleh tim pengamat pemasyarakatan yang dipimpin oleh kepala bapas untuk membahas hasil penelitian kemasyarakatan (litmas);
b. sidang yang dilaksanakan oleh tim pengamat pemasyarakatan untuk menentukan program pembimbingan klien pemasyarakatan di setiap tahapan pembimbingan; c. sidang yang dilaksanakan oleh tim pengamat pemasyarakatan dipimpin oleh kepala bapas untuk membahas hasil penelitian kemasyarakatan (litmas); d. sidang yang dilaksanakan oleh tim pengamat pemasyarakatan untuk membahas hasil penelitian kemasyarakatan (litmas) serta untuk menentukan program pembimbingan klien pemasyarakatan di setiap tahapan pembimbingan. 15. Urutan yang benar dari prosedur dan mekanisme sidang TPP adalah …… a. membuat undangan sidang TPP, membuat daftar nama klien yang akan disidangkan, melaksanakan sidang TPP, membuat berita acara hasil sidang TPP
b. membuat daftar nama klien yang akan disidangkan, membuat undangan sidang TPP, melaksanakan sidang TPP, membuatberita acara hasil sidang TPP c. melaksanakan sidang TPP, membuat undangan sidang TPP, membuat daftar nama klien yang akan disidangkan, membuatberita acara hasil sidang TPP d. membuat undangan sidang TPP, membuat daftar nama klien yang akan disidangkan, membuat berita acara hasil sidang TPP, melaksanakan sidang TPP. 16. Berikut ini merupakan penahapan dalam prosedur pembimbingan, kecuali …… a. Pembimbingan tahap awal dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai klien sampai dengan ¼ (satu perempat).
b. Pembimbingan tahap lanjutan dilaksanakan sejak berakhirnya bimbingan tahap awal sampai dengan 2/3 (dua pertiga) masa pembimbingan. c. Pembimbingan tahap lanjutan dilaksanakan sejak berakhir bimbingan tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pembimbingan. d. Pembimbingan tahap lanjutan dilaksanakan sejak berakhirnya bimbingan tahap awal sampai dengan ¾ (tiga perempat) masa pembimbingan. 17. Pengertian pengawasan menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, PB, CMB dan CBadalah …… a. kegiatan pembimbing kemasyarakatan dalam mengawasi klien pemasyarakatan termasuk di dalamnya kegiatan evaluasi dan pelaporan
b. langkah atau kegiatan yang berfungsi untuk melakukan kegiatan evaluasi dan pelaporan terhadap klien asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat. c. Kegiatan yang pencegahan penyimpangan pelaksanaan pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang bebas, termasuk di dalamnya kegiatan evaluasi dan pelaporan. d. langkah atau kegiatan yang berfungsi untuk mencegah terjadinya penyimpangan pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat, termasuk di dalamnya kegiatan evaluasi dan 151 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
pelaporan. 18. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat dijadikan dasar dalam melakukan pencabutan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas atau cuti bersyarat, kecuali…. a. klien mengulangi tindak pidana b. menimbulkan keresahan dalam masyarakat c. klien memiliki masalah dan tidak bisa berintegrasi dengan keluarganya d. melanggar ketentuan mengenai pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, atau cuti bersyarat 19. Berikut ini merupakan tujuan dilakukannya kegiatan pencatatan dan pelaporan dalam konteks pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan, kecuali…… a. dokumentasi pelaksanaan kegiatan b. monitoring dan evaluasi c. sebagai dasar penyusunan laporan perkembangan pembinaan narapidana d. sebagai bukti pertanggungjawaban 20. Berikut ini yang termasuk jenis buku register yang digunakan dalam pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan klien pemasyarakatan, kecuali…… a. Buku Daftar A.2, Litmas Sidang Pengadilan Negeri Klien Anak b. Buku Daftar B.2, Litmas Pembinaan Napi Anak dan Anak Negara Pemintaan Lembaga Pemasyarakatan c. Buku Daftar C.2, Litmas Bimbingan Klien Anak Permintaan Balai Bapas lain d. Buku Register F, Pelanggaran Klien Pemasyarakatan D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkan hasil jawaban Saudara dengan kunci jawaban yang ada di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara. Jika tingkat kategori penguasaan Saudara sudah mencapai angka minimal 80%, maka lanjutkanlah mempelajari Modul IV tentang Manajemen Kasus, dan Modul V tentang Diversi. Akan tetapi, jika hasil evaluasi Saudara belum mencapai angka minimal 80%, maka cobalah mempelajari ulang seluruh materi modul ini sehingga penguasaan Anda pada tes formatif berikutnya berada pada tingkat kategori baik.
152 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
KUNCI JAWABAN EVALUASI 1. b 2. a 3. b 4. b 5. c 6. a 7. d 8. c 9. d 10. a 11. c 12. a 13. a 14. d 15. b 16. b 17. c 18. c 19. c 20. d
153 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
GLOSARIUM/SINGKATAN/AKRONIM AIDS
: acquired immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
ABH
: anak yang berhadapan dengan hukum
AKOT
: anak kembali ke orang tua
bapas
: balai pemasyarakatan
CB
: cuti bersyarat
CMB
: cuti menjelang bebas
HIV
: human immunodeficiency virus adalah suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS.
klien pemasyarakatan
: seseorang yang berada dalam bimbingan Bapas.
lapas
: lembaga pemasyarakatan
litmas
: penelitian kemasyarakatan
PB
: pembebasan bersyarat
pembimbingan
: pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap, dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan.
penelitian kemasyarakatan: kegiatan penelitian untuk mengetahui latar belakang kehidupan warga binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh balai pemasyarakatan Pi. B.
: pidana bersyarat
PK
: pembimbing kemasyarakatan
rutan
: rumah tahanan negara
SPPA
: sistem peradilan pidana anak
TPP
: tim pengamat pemasyarakatan
VCT
: Voluntary counseling test,proses konseling pratesting, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV.
154 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Pusat, Buku Pedoman PelayananPenelitian Kemasyarakatan, Pembimbingan, Pengawasan, dan Pendampingan, Jakarta : Bapas Klas I Jakarta Pusat, 2009. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Pemasyarkatan Bidang Pembimbingan (Buku VII), Jakarta : Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2003. ------------, Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan, Jakarta : Departemen Hukum dan HAM RI, 2003. Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2005. Herlina, Apong dkk, Perlindungan terhadap Anak berhadapan dengan Hukum, Jakarta : Unicef, 2004. Karim, Sumarsono A. Metode dan Teknik Penelitian Kemasyarakatan, Jakarta: Badan Pembinaan Sumberdaya Manusia Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2003. ------------, Bimbingan dan Penyuluhan Warga Binaan Pemasyarakatan, Jakarta : Badan Pembinaan Sumber Daya Manusia, Departemen Hukum dan HAM RI, 2009. Ljungholm, Andreas dan Indah P. Atmaritasari, Compilation of International Human Right Instrument and Documents Related to Correctional Service Practise (Kompilasi Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia dan Dokumendokumen Terkait dengan Praktek Dalam Lembaga Pemasyarakatan), Swedia : Raoul Wallenberg Institute,2006. Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Prinst, Darwan. Hukum Anak Indonesia, Jakarta : Citra Aditya Bakti, 1997. Rachmayanthy. “Penerapan Hak Asasi Manusia di Balai Pemasyarakatan”, Warta Pemasyarakatan, No. 23/VIII, Januari 2007. Soesilo, R. dan M. Karjadi, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan dan Komentar, Bogor : Politea, 1997.
155 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 2007. Sudirman,Didin.Reposisi dan Revitalisasi Pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan, 2007. Sujatno, Adi dan Didin Sudirman, Pemasyarakatan Menjawab Tantangan Zaman, Jakarta : Vetlas Production, 2008. Suparmono, Gatot. Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta:Djambatan, 2005. Susilowati, Ima, dkk, Pengertian Konvensi Hak Anak, Jakarta: Unicef, 2003. B. Peraturan-Peraturan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen IV) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan . Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.2.PK.0410 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02-PR.07.03 Tahun 1987 tentang Organisai dan Tata Kerja Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.02.PW.07.10 Tahun 1997 Tanggal 24 Desember 1997 tentang Tata Tertib Persidangan dan Tata Ruang Sidang. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01-PR.07.03-1997 tentang Perubahan Keputusan Menteri Nomor M.02-PR.07.03-1987. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban dan Syarat-Syarat Bagi Pembimbing Kemasyarakatan.
156 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Petunjuk Teknis Menteri Kehakiman RI Nomor E-40-PR.05.03 Tahun 1987 tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan. Petunjuk Pelaksanaan Menteri Kehakiman RI Nomor E-39-PR.05.03 Tahun 1987 tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan. Surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E.PK.04.10-25 Tahun 1998 Tanggal 9 Maret 1998 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Kesepakatan Bersama antara Departemen Sosial, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Departeman Kesehatan, Departemen Agama, dan Kepolisian Nomor M.HH.04.HM.03.02 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak yang Berhadapan Dengan Hukum.
157 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL IV
MANAJEMEN KASUS
TAHUN 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN 1
MANAJEMEN KASUS Copyright © 2012, Tim Penulis Modul Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Penulis Bagus Endro|Dyah Ayu N.A.H. Cindy|Ali Muhammad Editor Tim PAU Universitas Terbuka Siti Zahra Yundiafi Desain dan Tata Letak Rion Gustaf
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Tim Penyusun Modul
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN DIREKTORAT BIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN PENGENTASAN ANAK 2012
2
MANAJEMEN KASUS
PENGANTAR Penyediaan modul Manajemen Kasus bagi pembimbing kemasyarakatan (PK) pada balai pemasyarakatan di seluruh wilayah Republik Indonesia merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Sesuai dengan tujuan reformasi birokrasi di segala bidang pelayanan masyarakat dan sebagai salah satu sarana penunjang tugas dan fungsi PK di setiap wilayah tempat kerja, diharapkan dengan dikenalkannya modul ini, PK dapat bekerja dan melakukan pembimbingan bagi klien bapas lebih efektif dan tujuan pembimbingan itusendiri dapattercapai dengan mudah. Modul Manajemen Kasus ini adalah modul keempat dari beberapa modul yang telah disusun oleh suatu tim yang diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi PK dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Tujuan diterbitkannya modul ini adalah untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan keterampilan teknis PK dalam melakukan tugas pembimbingan di bapas. Hal ini sejalan dengan tugas PK pada masa mendatang yang makin berat seirama dengan dinamika dan tuntutan pelayanan yang lebih terukur, efisien, dan efektif serta tepat sasaran. Mengingat tantangan yang lebih berat bagi PK bapas dalam melaksanakan tugas kedepan, sangat dibutuhkan kompetensi khusus dalam pelayanan kepada klien sesuai dengan meningkatnya kebutuhan dan penyelesaian permasalahan klien. PK dapat belajar secara mandiri melalui modul yang tersedia sebagai pegangan dan pedoman dalam pelaksanaan tugas. Tim penyusun berharap modul ini dapat bermanfaat bagi PK selaku pengguna. Tidak lupa kami juga berterima kasih atas dukungan semua pihak dalam penyusunan modul ini, khususnya kepada HCPI (HIV Cooperation Program for Indonesia). Tim Penyusun
2 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB SATU
PENDAHULUAN
157
MANAJEMEN KASUS
A. Latar Belakang Modul “Manajemen Kasus” ini merupakan salah satu model pembelajaran bagi petugas pembimbing kemasyarakatan sebagai pelaksana tugas pembimbingan,pengawasan, dan pendampingan di balai pemasyarakatan (bapas). Adanya kesulitan memperoleh bahan ajar untuk meningkatkan wawasan, kemampuan, dan keterampilan bagi PKmerupakan salah satu alasan disusunnya modul pembelajaran jarak jauh ini. Upaya untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pelayanan merupakan salah satu tuntutan perwujudan reformasi birokrasi bagi petugas di jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Paradigma perubahan dalam pelayanan kepada klien dan masyarakat secara dinamis menuntut petugas untuk selalu mengembangkan diri serta memiliki keterampilan dan pengetahuan. Pelayanan kepada masyarakat sangat penting untuk mengembangkan kemampuan teknis serta kemampuan administratif petugas dalam proses akhir darisistempemasyarakatan. Tercapainya tujuan akhir proses pemasyarakatan adalah tercapainya kemandirian klien baik secara sosial, psikologis, ekonomis, maupun politis. Manajemen kasus merupakan pendekatan pembinaan yang diadopsi secara luas diberbagai bidang pelayanan sosial, termasuk kesehatan, perumahan, dan pemasyarakatan. Proses pembinaan yang diberlakukan kepada seluruh warga binaan pemasyarakatan diawali dengan asesmen yang melibatkan warga binaan dan keluarganya serta sistem sumber lainnya agar mendapatkan pelayanan pembinaan yang lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran. B. Deskripsi Singkat Modul ini merupakan modul ke-4,bagian dari Modul Pembimbing Kemasyarakatan, yang dapat membekali PKmemperluas wawasandan keterampilan dengan pendekatan manajemen kasus. Modulini diharapkan dapat menambah pengetahuan PKtentang pengertian, fungsi, prinsip, dan tahapan strategi manajemen kasus, serta menambah keterampilan komunikasi dan kemampuan menjalin hubungan bantuan dan kemitraan. C. Kompetensi Umum Setelah mempelajari modul manajemen kasus,PK dapat menerapkan tahapan manajemen kasus dalam memecahkan kasus yang dihadapi klien bapas. D. Kompetensi Khusus Setelah mempelajari modul ini,PK dapat menjelaskan: 1. defenisimanajemen kasus; 2. fungsi manajemen kasus, 3. tahapan manajemen kasus, 4. hubungan bantuan dan strategi kemitraan, serta 5. komunikasi dengan klien bapas dan keluarganya. 158 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
E. Peta kompetensi Berikut adalah tahapan kompetensi yang harus dicapai PK agar memiliki pengetahuan, pemahaman,dan penerapan terhadap materi manajemen kasus yang akan memudahkan PK melaksanakanpemecahan kasus dilapangan.
F. Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan BAB II PENGERTIAN MANAJEMEN KASUS A. Kompetensi Khusus B. Pengertian Manejemen Kasus BAB IIIPRINSIP DAN FUNGSI MANAJEMEN KASUS A. Kompetensi khusus B. Prinsip Manajemen Kasus 1. Individualisasi Pelayanan 2. Pelayanan Teratur 3. Pelayanan Komprehensif 4. Kemandirian 5. Keberlanjutan C. Fungsi Manajemen Kasus D. Tujuan Manajemen Kasus 159 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
E. Peran Manajer Kasus BAB IV TAHAPAN DAN STRATEGI MANAGEMEN KASUS A. Kompetensi Khusus B. Tahapan Manajemen Kasus 1. Asesmen 2. Perencanaan 3. Intervensi 4. Pengawasan 5. Pendampingan 6. Terminasi C. Model Skematik Manajemen Kasus BABV KETERAMPILAN KOMUNIKASI A. Kompetensi Khusus B. Komunikasi dengan Klien Bapas dan Keluarganya 1. Mikrokonseling 2. Sikap dan Nilai yang Mendukung Komunikasi Efektif 3. Pedoman Menjalin Komunikasi BAB VIMENJALIN HUBUNGAN BANTUAN DAN STRATEGI KEMITRAAN A. Kompetensi Khusus B. Keterampilan Menjalin Hubungan dan Menyusun Strategi Kemitraan 1. Individualisasi 2. Komunikasi Interpersonal 3. Ekspresi Perasaan yang Bertujuan 4. Pelibatan Emosional yang Terkendali 5. Penerimaan 6. Sikap yang Tidak Menghakimi 7. Memutuskan Pilihan bagi Diri Sendiri 8. Kerahasiaan C. Sifat Layanan Bantuan D. Menjalin Kemitraan 1) Sumber Pelayanan 2) Pemetaan Sumber Pelayanan BAB VII PENUTUP A. Rangkuman B. Umpan Balik C. Referensi D. Kunci Jawaban E. Glosarium F. Kumpulan Soal dan Kunci Jawaban
160 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
G. Manfaat Mempelajari Modul Melalui asesmen, perencanaan, intervensi, pengawasan, pendampingan, dan terminasi terhadap klien pemasyarakatan, modul Manajemen Kasus inimerupakan pedoman PK dalam melaksanakan proses pembimbingan, pendampingan, dan pengawasan bagi klien bapas. H. Petunjuk Penggunaan Modul Dalam mempelajari materi modul ini, perhatikan dan ikuti beberapa saran berikut: Baca dan pelajarilah setiap bab secara bertahap (apabila perlu, dibaca berulang-ulang) sehingga setelah Saudara selesai mengerjakan tes formatif yang disajikan dalam modul ini, tingkat penguasaan yang Saudara peroleh mencapai paling sedikit 80%. Sesuai dengan pengalaman dalam pelaksanaan tugas sehari-hari,selaku PK, Saudaradiharapkan dapat memahami dan menerapkan materi modul ini lebih cepat. Perhatikan dan ikutilah beberapaperintah dibawah ini yang akan memandu cara belajar Saudara. Kerjakan setiap soal latihan dan tes formatif dengan cermat dan sungguh-sungguh, tanpa melihat kunci jawabanyang tersedia.
161 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB DUA
PENGERTIAN MANAJEMEN KASUS
162
MANAJEMEN KASUS
A. Kompetensi Khusus Setelah mempelajari pokok bahasan ini, diharapkan PK mampu memahami pengertian manajemen kasus. B. Pengertian Manajemen Kasus Sebagai PK, Saudara setiap saat menghadapi klien yang datang melapor dengan berbagai kasus atau permintaan penelitian kemasyarakatan dari instansi lain. Kasuskasus tersebut memerlukan penanganan yang spesifik dan berbeda-beda. Untuk menangani kasus tersebut, diperlukan keahlian dan keterampilan sesuai dengan persoalan yang dihadapi klien.Dengan kata lain,PK diharapkan dapat membantu menyelesaikan kasus tersebut. Sebagai modal untuk memahami persoalan klien, sebaiknya Saudara lihat beberapa pengertian yang disampaikan para ahli berikut ini. 1. Pengertian Manajemen Kasus Manajemen kasus adalah suatu pelayanan bagi klien yang memiliki masalah yang spesifik dalam sistem penyelenggaraan pelayanan (Rothman, 1991). Manajemen kasus berarti membantu klien untuk mengakses sumber pelayanan dengan mengatur sumber yang ada dari masyarakat. (Rose, 1992 dalam Compton, 1999). Manajemen kasus sebagai suatu sistem pelayanan yang mengorganisasikan, mengoordinasi, melanjutkan suatu jaringan dukungan formal dan informal, dan aktivitas yang direncanakan untuk mengoptimalkan fungsi kesejahteraan orang dengan kebutuhan yang beraneka ragam (Moxley, 1989). Manajemen kasus adalah pendekatan dalam pelayanan sosial yang berfokus pada pengembangan dukungan lingkungan untuk meningkatkan pertumbuhan dan memanfaatkan sumber daya yang ada dalam sistem lembaga pelayanan (NASW, 1989) Manajemen kasus adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, mengoordinasikan, dan memonitor pelayanan-pelayanan serta sumber-sumber yang dibutuhkan untuk merespons kebutuhan individu terhadap kesehatan dan pelayanan sosial (American Hospital Association, 1987). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen kasus adalah kegiatan pelayanan bagi klien yang dilaksanakan secara terorganisasidengan perencanaan serta didukung oleh sumber formal dan informal dan jaringan kemitraan untuk memenuhi kebutuhan klien secara efektif dan efisien. Dalam manajemen kasus harus terdapat unsur-unsur berikut: pelayanan terorganisasi, adanya sumber formal dan informal, aktivitas yang direncanakan, fungsi sosial yang optimal, 163 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
kebutuhan klien dan keluarga terjawab, terlaksana secara efektif dan efisien.
Gambar 1 Kegiatan Admisi Orientasi Angkatan XXXII di Lapas Klas I Sukamiskin Bandung, Mei 2012
Gambar 1 memperlihatkan kegiatan admisi orientasi (AO) di lembaga pemasyarakatan. Kegiatan awal ini dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan tingkat risiko (tinggi, sedang, rendah) warga binaan pemasyarakatan (WBP) dalam menjalani pidana di dalam lapas. Setiap WBP sebaiknya mendapatkan seorang manajer kasus yang menyusun program pembinaan, baik pembinaan kepribadian maupun pembinaan kemandirian. 2.
Manajemen kasus berarti pengorganisasian layanan bagi klien yang ditujukan untuk menjamin agar klien dapat memperolehlayanan yang dibutuhkan secara tepat. Dalam prosesnya, terdapat kegiatan yang memiliki prosedur untuk mengoordinasikan seluruh aktivitas pelayanan yang diberikan kepada klien, baik secara perseorangan maupun secara kelompok.
C. Rangkuman 1) Manajemen kasus berkembang dari suatu pelayanan bagi klien sampai dengan pengembangan berbagai model praktik yang menggunakan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai tertentu. 2) Manajemen kasus membantu mengidentifikasi dukungan sosial yang diinginkan dan dibutuhkan klien. 3) Untuk menentukan tempat pelayanan tersebut,diperlukan koordinasi antarlembaga dan instansi terkait serta badan sosial.
164 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
D. Latihan Apakah Saudara sudah memahami materi yang disampaikan pada pokok bahasan ini? Untuk mengetahui seberapa dalam pemahaman Saudara sehubungan dengan materi ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut! 1. 2. 3.
Jelaskan pengertian manajemen kasus menurut NASW, 1989! Sebutkan bidang pelayanan sosial apa saja yang sering menggunakan manajemen kasus sebagai pendekatan dalam pemberian pelayanan! Buatlah definisi operasional manajemen kasus yang Saudara pahami!
165 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB TIGA
FUNGSI MANAJEMEN KASUS
166
MANAJEMEN KASUS
A. Kompetensi Khusus Setelah membaca pokok bahasan ini, Saudara diharapkan mampu menjelaskan fungsi dan prinsip serta tujuan manajemen kasus. B. Fungsi Manajemen Kasus menurut Rothman, 1991 Pelaksanaan tugas PK sehari-hari tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi klien.Sebagai manajer kasus, Saudara tentu berharap dapat menyelesaikan dan memecahkan masalah yang dihadapi klien dengan tepat. Untuk itu,Saudara perlu memahami hal-hal berikut: 1. Identifikasi kebutuhan klien, Sebagai manajer kasus,PK terlibat dalam mengidentifikasi kebutuhan klien secara langsung dan menyeleksi semua kebutuhan klien yang ingin dicapai, seperti kualitas hidup, biaya suatu pelayanan,atau pelayanan yang terencana dengan baik. Contoh : Pada saat klien melapor akan menjalankan pembebasan bersyarat, lebih dahulu PK harus melakukan identifikasi melalui pemeriksaan data (Surat Keputusan Pembebasan Bersyarat) dan berkas lainnya. Identifikasi dapat dilakukan dengan mewawancara klien untuk memperoleh data, sebagai bahan penyusunan program pembimbingan. Secara tidak langsung, PK telah melakukan identifikasi klien dengan memilah-milah atau menyeleksi data yang diperlukan untuk pembimbingan. 2. Asesmen klien, Fungsi ini mengacu pada kegiatan pengumpulan data dan menggali informasi serta mendalami permasalahan klien dari berbagai sumber data dan perumusan suatu tujuan pelayanan. Kemudian, PK harus mengidentifikasi kebutuhan klien secara menyeluruh , situasi kehidupannya, dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan. Contoh: Kegiatan wawancara awal yang PK lakukan pada saat menerima klien pembebasan bersyarat dari lapas adalah bagian dari kegiatan asesmen karena pada saat itu dilakukan tanya jawab tentang pribadi klien, rencana kehidupan klien setelah bebas nanti, dan lain-lain yang menyangkut keinginan ataupun kebutuhan klien. Kegiatan wawancara, mengisi blanko identitas, mempelajari data, serta serah terima klien adalah bagian dari kegiatan asesmen.
3. Menggali potensi klien, PK, sebagai manajer kasus, juga melakukan penggalian atas potensi yang dimiliki klien, baik kekuatan maupun kelemahannya, serta melakukan inventarisasi dukungan. Dalam menghadapi kebutuhan klien yang banyak,PK harus menyusun skala prioritas, yang mana harus didahulukan dan yang mana yang kemudian, 167 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
memahami kekuatan dan kelemahan klien, serta sumber daya yang dapat dimanfaatkan. Contoh: Klien melapor kepada PK pada saat pembimbingan pertama bahwa klien tidak mempunyai pekerjaan, belum membayar kontrak rumah, anaknya belum bayar SPP, orang tuanya sakit,dan semua itu butuh biaya. Semua itu merupakan persoalan yang sedang dihadapi klien. Oleh karena itu,PK harus mengetahui modal apa yang masih dimiliki klien. Dari pengamatan PK terhadap data yang ada, ternyata klien memiliki badan yang sehat, tamat SLTA, pernah bekerja di bengkel, dan waktu di lapas pernah mengikuti kursus otomotif.Semua itu merupakan modal yang dimiliki klien yang dapat digunakan untuk memecahkan masalahnya. 4. Rencana intervensi, PK, sebagai manajer kasus, harus dapat mengidentifikasi layanan yang dapat dijangkau dari berbagai sumberuntuk membantu menangani masalah klien dengan memberikan informasi yang diperoleh dari berbagai sistem pelayanan, termasuk sistem kebijakan dan prosedurnya.Setelah itu, PK harus dapat menginterpretasikan tujuan dan fungsi rencana kasus kepada pemberi layanan. Contoh: Setelah ada kesepakatan antara PK dan klien untuk merencanakan program pelatihan mengemudi, PK mengadakan kerjasama dengan pihak penyelenggara kursus mengemudi, antara lain mengenai waktu pelaksanaan, jumlah peserta, pendaftaran, dan kriteria peserta. Semua itu merupakan kegiatan penyusunan rencana intervensi dan sasaran program intervensinya adalah klien. 5. koordinasi hubungan dan pelayanan, Seorang manajer kasus harus dapat menghubungkan klien dengan sumber daya yang sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, PK juga harus berkoordinasi denganberbagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan kliensehingga hal itu merupakan jawaban dari kebutuhan klienyang diperoleh melalui jejaring sosial dan pembangunan kemitraan. Contoh: Pelaksanaan kegiatan pelatihan mengemudi oleh pihak lembaga pelatihan merupakan program kerjasama dengan pemberi pelayanan keterampilan. Oleh karena itu, koordinasi dengan pihak lainharus dilakukan karena bapas tidak memiliki fasilitas yang berupa sarana dan tenaga penyelenggara kegiatan tersebut. 6. tindak lanjut dan monitoring pelaksanaan pelayanan, PK, sebagai manajer kasus, harus membuat kesepakatan dan kontak tindak lanjut yang terus-menerus dengan klien. Hal itu dilakukan untuk meyakinkan penyedia layanan bahwa pelayanan yang diperlukan memang benar-benar diterima dengan baik serta digunakan oleh klien secara tepat dan bermanfaat. 168 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
Contoh: Setelah mengikuti pelatihan mengemudi dan berhasil memperoleh surat izin mengemudi (SIM),klien mendapat pekerjaan sebagai pengemudi di sebuah perusahaan. Sehubungan dengan itu, PK perlu melakukan pengawasan dan pemantauan sekaligus pembimbingan agar klien dapat bekerja dengan baik dan bertanggung jawab terhadap keluarga dan perusahaan tempat ia bekerja. 7. mendukung klien, Selama masa pelayanan yang diberikan dari berbagai jenis penyedia layanan, manajer kasus harus membantu klien dan keluarganya untuk memperoleh pelayanan pada saat mereka menghadapi masalah yang tidak diharapkan;misalnya, membantu mengatasi konflik pribadi, memberikan konseling, menyediakan informasi, memberikan dukungan emosional, melakukan pembelaan atas nama klien untuk menjamin bahwa klien menerima pelayanan sesuai dengan haknya. Contoh: Setelah klien memperoleh pekerjaan sebagai pengemudi dengan penghasilan yang rendah,PK harus dapat memberikan penjelasan kepada klien bahwa orang yang baru kerja pasti gajinya kecil. Sesuatu selalu dimulai dari yang kecil, tidak serta merta menjadi besar. Kalau mau maju, kita harus bersabar dan terus berusaha. Seperti itulah kira-kira PK dalam memberikan dukungan moral kepada kliennya.
Gambar 2 Koordinasi antarprofesi dan antarlembaga sangat penting dalam manajemen kasus.
C. Prinsip Manajemen Kasus (Gerhart, 1990) Manajemen kasus banyak diterapkan dilembaga pelayanan sosial, begitu juga di bapas. Agar PK dapat mempelajari manajemen kasus ini dengan mudah, disarankan PK juga memiliki kemampuan untuk memahami klien dan menerjemahkannya ke dalam lima prinsip manajemen kasus berikut:
169 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
1. individualisasi pelayanan, Bahwa pelayanan yang diberikan PKkepada seorang klien akan berbeda dengan pelayanan terhadap klien lainnya. Prinsip individualisasi dalam pelayanan pada hakikatnya adalah menjunjung tinggi hak asasi manusia, dalam arti bahwa manusia memiliki keunikan tersendiri dan inginmendapatkan perlakuan yang berbeda dari orang lain. Kebutuhan klien yang satu dengan yang lain tidak akan pernah sama. Oleh karena itu, asesmen dilakukan kepada klien pada setiap saat sesuai dengan tujuan pelayanan. Contoh : Untuk klien bapas, cara pelayanan perkara tindak pidana berdasarkan UndangUndangNomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tentu berbeda dengan perkara tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Walaupun waktu pembimbingannya sama, materi dalam setiap pertemuan pasti berbeda sesuai dengan hasil asesmen. 2. pelayanan yang menyeluruh, Setiap klien ingin memperoleh pelayanan seperti yang diterima orang lain walaupun sebenarnya jenis pelayanan tersebut belum tentu sesuai dengan pribadi dan kebutuhannya. Pelayanan yang diterima dari awal sampai akhir harus memperoleh persetujuan kedua belah pihak.PK harus dapat memahami dan memberikan penjelasan bahwa tidak semua pelayanan sesuai dengan kebutuhan klien. Semua klien mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan,tetapi yang membedakannya adalah sifat pelayanan dan tujuan pembimbingan pada setiap individu. 3. pelayanan yang teratur, Untuk keberhasilan program pembimbingan, diperlukan kerjasama dan partisipasi klien secara maksimal. Klien, sebagai penerima pelayanan, diharapkan dapat memanfaatkan fasilitas yang diberikan secara baik dan benar sesuai dengan petunjuk yang disarankan ahli.Saran yang diberikan ahli atau PK dapat ditentukan waktunya selama berapa kali pertemuan (sesi)dalam setiap bulan sampai akhir masa pembimbingan. Pelayanan yang teratur sangat dibutuhkan dalam program perubahan perilaku atau penyembuhan supaya tidak terjadi pengulangan tindak pidana. Contoh: Klien perkara tindak pidana narkoba memerlukan pelayanan yang teratur dan berkesinambungan untuk menghindari kekambuhan,apalagi yang masih terdeteksi kecanduan, memerlukan penanganan dan pelayanan khusus. Sebagai pembimbing, PK harus membuat jadwal pembimbingan yang tepat untuk menghindari risiko yang lebih berat setelah klien menjalani pembebasan bersyarat.
170 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
4. kemandirian, Tujuan semua pelayanan pembimbingan yang dilakukan PKadalah menciptakan kemandirian,baik secara pribadi maupun secara ekonomis, dan tidak ada rasa ketergantungan klien dengan siapapun atau pihak manapun. Kemandirian adalah tujuan pembimbingan yang dilakukanPK terhadap klien.Oleh karena itu, masa pembimbingan dan pendampingan kepada setiap klien mempunyai batas waktu yang ditentukan dan disepakati kedua belah pihak melalui kontrak. Karena program pembimbinganklien mempunyai batas waktu, targetnya ialah bahwa klien mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dan bertanggungjawab kepada keluarga dan masyarakat. 5. keberlanjutan pelayanan, Apabila program pelayanan atau program pembimbingan belum memungkinkan untuk diakhiri,PK akan melanjutkan pembimbingan sampai klien telah dianggap mampu hidup mandiri. Hal tersebut tentu harus memperoleh persetujuan kedua belah pihak, antara klien dan PK, selaku pembimbing. Boleh jadi pembimbingan dilanjutkan sebagai upaya penyembuhan atau pengubahan perilaku,tetapi klien menolak karena merasa telah mampu dan sanggup untuk belajar hidup(mandiri).
Gambar 3 Anak dengan keterbatasannya dipaksa bekerja kejalan yang akan menimbulkan banyak masalah.
171 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
D. Tugas Manajer Kasus Sebagai manager kasus, pembimbing kemasyarakatan bertugas: a. mengumpulkan informasi dan menilai situasi klien agar dapat mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta segala sesuatu yang dapat dilakukan terhadap klien; b. memformulasikan suatu rencana pelayanan yang memungkinkan untuk pemenuhan kebutuhan klien; c. menempatkan dan menyediakan pelayanan, menyusun dan menyampaikan pelayanan yang dibutuhkan bagi klien, serta mengoordinasikan bantuan pelayanan tersebut; d. memantau keefektifan rencana pelayanan dalam memenuhi kebutuhan klien dan menyesuaikan rencana tersebut untuk memberikan pelayanan yang lebih baik; e. memberikan pelayanan kepada klien merupakan fokus kegiatan manajemen kasus, komunikasi merupakan alat penting untuk menjangkau akses pelayanan yang cepat,PK dapat menjelaskan hal itu ketika muncul pertanyaan dan masalah selama pemberian pelayanan. f. melakukan pembelaan kepada klien apabila pelayanan yang direncanakan sulit diperoleh karena minim akses; g. melakukan koordinasi dengan badan sosial dan lembaga serta masyarakat untuk mengembangkan program pelayanan yang dibutuhkan klien. E. Peran Manajer Kasus Pembimbing Kemasyarakatan,sebagai manajer kasus, berperan sebagai : 1. advocat, PK melakukan pembelaan terhadap kepentingan klien sebagai upaya memecahkan masalah yang menjadi tujuan pelayanan. 2. pialang (broker), PK menghubungkan klien dengan sistem sumber daya yang tersedia di masyarakat ataupun yang berada di lembaga dan badan sosial. 3. perencana (planner), PKmerencanakan kegiatan pelayanan dengan melakukan pengumpulan data dan inventarisasi sumber daya yang tersedia bersama-sama dengan klien. 4. pengorganisasimasyarakat, PK melakukan penggalangan untuk mengumpulkan potensi sosial di masyarakat agar dapat digunakan untuk pemberian pelayanan bagi kepentingan klien. 5. konsultan, PK melakukan strategi pendampingan dalam pelaksanaan implementasi kegiatan bersama klien, badan sosial atau lembaga sosial dan masyarakat secara terorganisir berdasarkan tujuan yang telah disepakati. 6. penilai (evaluator), 172 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
PK memiliki kemampuan untuk melakukan evaluasi dengan penilaian yang objektif dalam membuat laporan sebagai bahan perbaikan dan kemajuan pada sistem pelayanan. 7. terapis, PK memiliki kemampuan untuk melakukan penyembuhan melalui konseling dan teknik tertentu untuk pengubahan perilaku ataupun untuk menumbuhkan sikap positif bagi kemandirian klien. F. Rangkuman 1. Prinsip manajemen kasus antara lain berupaidentifikasi klien dan kebutuhan, asesmen klien, penggalian potensi dan sumber daya yang tersedia, rencana intervensi, koordinasi hubungan pelayanan, tindak lanjut dan monitoring pelayanan, serta memberikan dukungan kepada klien. 2. Fungsi dalam manajemen kasus adalah indivualisasi pelayanan, pelayanan yang teratur, pelayanan komprehensif, kemandirian, dan keberlanjutan. 3. Tujuan manajemen kasus adalah memberikan peluang kepada klien untuk mendapat fasilitas pelayanan, membangun jejaring yang dapat meningkatkan keberfungsian sosial klien, serta memberikan pelayanan yang efektif dan efisien. 4. Tugas manajer kasus yang paling utama untuk kepentingan klien ialah mengumpulkan informasi, menyusun rencana, menyediakan pelayanan, memonitor, melakukan pembelaan,dan bekerja di masyarakat pada badan dan lembaga sosial. 5. Manajer kasus berperan sebagai advokat, pialang(broker), perencana (planner),pengorganisasi masyarakat (community organizer), penilai (evaluator), konsultan (consultant), dan terapis (therapist). G. Latihan Apakah PKtelah memahami materi yang tersaji diatas?Apabila telah paham, kerjakan latihan di bawah ini: 1. Bagaimanakah penerapanmanajemen kasus menurut PK? 2. Jelaskan salah satu fungsi manajemen kasus? 3. Bagaimana cara PKmengetahui kebutuhan-kebutuhan klien? 4. Apa yang PK pahami dengan prinsip pelayanan yang menyeluruh? 5. Jelaskan salah satu tujuan manajemen kasus?
173 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB EMPAT
TAHAPAN DAN STRATEGI MANAJEMEN KASUS
174
MANAJEMEN KASUS
A. KOMPETENSI KHUSUS Setelah mempelajari pokok bahasan ini, diharapkan PK mampu menjelaskan tahapan dan strategi manajemen kasus. B. Tahapan dalam Manajemen Kasus Dalam melakukan pembimbingan yang efektif dengan model manajemen kasus, perhatikan tahapan-tahapan yang harus diikuti secara berurutan dan tidak saling tumpang tindih agar PK dapat menerapkan dengan mudah dan mencapai keberhasilan. Menurut Frankel (2004), tahapannya adalah sebagai berikut: 1. asesmen, Pengertian asesmen Asesmen adalah upaya untuk memahami masalah, mengenai sebab-sebab dan akibatnya untuk menentukan tindakan pemecahan terhadap masalah tersebut, baik individu, kelompok, maupun masyarakat (Max Siporin, 1975). Sementara itu, Meity Subardhini (2008) mengatakan bahwa asesmen merupakan proses berpikir yang menjadi alasan bagi seorang pekerja sosial dalam melaksanakan pengumpulan data sampai dengan kesimpulan sementara. Asesmen merupakan langkah yang penting dan menentukan di dalam proses pelayanan kepada klien karena melalui asesmen, PK dapat menentukan fokus permasalahan yang dialami klien serta potensi, sumber daya, dan kemauan/harapan klien. Informasi mengenai masalah dan situasi klien dikumpulkan dengan menggunakan beberapa teknik, dianalisis, lalu diimplementasikan agar dapat dibuat suatu putusan pelayanan/pertolongan yang tepat. Proses asesmen digunakan untuk menggali dan memahami masalah klien, kebutuhan, potensi yang dimiliki klien atau pun keluarga dan lingkungannya. Melalui wawancara awal dilakukan penerimaan/pelaporan. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data. Berbagai informasi yang diperoleh dari klien dan orang lain yang berhubungan dengannya, baik dengan keluarga maupun dengan masyarakat, dihimpun sebagai data. Dengan demikian, kegiatan penting dalam asesmen adalah sebagai berikut: a. identifikasi masalah, yang berupa wawancara awal yang dilakukan antara PK dan klien untuk menentukan kebutuhan, masalah yang dihadapi saat melakukan PB, CB, dan CMB, dan pertolongan yang dibutuhkan. Pertanyaan yang diajukan mengarah pada latar belakang terjadinya masalah dan substansi masalah. Data yang diperoleh dapat berupa penyebab masalah, usaha klien untuk mengatasi masalah, persepsi klien terhadap masalahnya, jenis pertolongan yang diperlukan pada saat ini, pelayanan yang tersedia, kebutuhan klien, kesulitan yang dihadapi klien, danpersepsi PK terhadap masalah yang dihadapi klien.
175 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
b. perumusan masalah, Berdasarkan data yang terkumpul, semua permasalahan dirumuskan, ada masalah yang perlu segera ditangani dan ada masalah yang tidak perlu segera ditangani, baik oleh PK maupun oleh klien. PK memotivasi dan meningkatkan kemampuan klien untuk berhubungan dan terlibat langsung dalam penanganan masalah. Misalnya: Kasus klien sebagai penyandang HIV/AIDS yang menjalani pembebasan bersyarat (PB) memerlukan penanganan yang cepat, tepat, dan akurat. Ketepatan dalam menangani kasus tersebut dengan cara memberikan bantuan dan pertolongan akan menguntungkan klien, masyarakat, juga lembaga pemasyarakatan. Asesmen adalah suatu produk atau hasil pemahaman seseorang terhadap situasi dimana tindakan pertolongan diberikan kepada orang yang membutuhkan, (Meity Subardhini, 2008). Untuk klien bapas hampir semua klien yang datang kepada PK adalah orang-orang yang memerlukan pertolongan, bukan orang yang tanpa masalah. Oleh karena itu, dibutuhkan kecermatan PK untuk dapat mengungkapkan atau mendalami masalah yang dihadapi oleh klien. Adapun tujuan kegiatan asesmen ialah untuk: a. mengidentifikasi kebutuhan setiap klien, b. menjamin bahwa aktivitas pertolongan dilakukan secara selektif, c. menciptakan sesuatu secara rasional sebagai dasar untuk menyusun rencana intervensi, d. menciptakan kesepahaman tentang kenyataan, kesulitan, dan/atau kebutuhan klien serta tindakan yang harus dilakukan, e. memberikan pengertian/pemahaman dan penjelasan tentang kesulitan klien, f. memberikan penilaian/evaluasi terhadap tujuan dan perilaku yang ingin dicapai, g. menjelaskan kemungkinan tertentu yang terjadi atas putusan klien, h. menentukan atau menciptakan program tindakan setelah mengetahui kasus atau kebutuhan klien. Untuk memudahkan PK dalam membuat pertanyaan yang berkaitan kegiatan asesmen, perlu diketahui bahwa ada empat pertanyaan kunci dalam pertanyaan asesmen: Data apa yang diperlukan dalam asesmen? Siapa yang memiliki data? Bagaimana data akan dikumpulkan/diperoleh? Siapa yang memproses data dan mengembangkan rencana pelayanan? 176 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
Asesmen klien mengacu pada pengumpulan informasi dan perumusan tujuan pelayanan berdasarkan kebutuhan komprehensif klien, situasi kehidupan, dan sumber daya yang tersedia. Dalam hal ini, termasuk juga melakukan penggalian atas potensi klien, baik kekuatan maupun kelemahannya, mana yang memerlukan pelayanan dan mana yang tidak. Tugas PK dalam kegiatan asesmen ini ialah: a. menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan karena informasi yang dikumpulkan bergantung pada kepercayaan klien kepada PK; b. menjadi pendengar dan pengamat yang baik terhadap perkataan dan sikap klien serta orang-orang yang berpengaruh lainnya; c. melakukan pencatatan terhadap respons klien, baik yang verbal maupun nonverbal; d. melakukan pengumpulan data secara bertahap; e. mencarilah data dari sumber lain yang berhubungan dengan klien; f. melakukan konfirmasi pada pihak lain jika terdapat informasi yang berlawanan dan tidak boleh membuat simpulan sendiri; g. memberikan informasi secara lengkap dan jelas tentang permasalahan klien jika dirujuk kepada ahli atau profesi lainnya. Asesmen merupakan proses berpikir yang menjadi alasan bagi PK dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data sampai dengan membuat simpulan sementara. Fungsi ini merujuk pada pengumpulan informasi dan memformulasikan berbagai kebutuhan, situasi kehidupan, dan sumber daya yang ada, serta penggalian potensi yang dimiliki oleh klien. Beberapa hal praktis yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan asesmen (Bradford W. Sheafor, Charles R. Horesjsi, 2002) berikut ini: a. Pada saat pengumpulan data Lakukan wawancara dan observasi melalui interaksi tatap muka di tempat yang disepakati oleh klien dan manajer kasus/PK. Adakan kontak dengan berbagai latar/setting; misalnya melalui telepon, melalui pertemuan di bapas, atau kunjungan rumah (bila memungkinkan atau disetujui klien). Usahakan untuk memperoleh informasi lainnya yang relevan dari kelompok primer: keluarga, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, atau badan pelayanan sosial. Upayakan untuk menggali informasi lain yang berkaitan dengan klien dari berbagai sumber. b. Pada pelaksanaan asesmen, PK sudah memahami: kebutuhan bantuan yang diperlukan klien saat ini dengan pelayanan yang tersedia yang dapat diakses klien (persepsi klien dengan PK tentang kebutuhan harus sama); 177 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
kesulitan yang dihadapi klien saat ini dan bantuan yang dicari; usaha yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah dan rencana pelayanan yang akan diberikan. c. Prinsip dasar asesmen PK harus mampu membedakan, mengidentifikasi secara akurat, serta mengevaluasi masalah yang dihadapi klien dan situasinya dalam intervensi pertolongan. Dalam mengembangkan studi sosial terhadap klien, pemahaman masa lalu selalu berkaitan dengan pemahaman masalah yang dihadapi klien saat ini. Asesmen dan rekomendasi dilakukan secara sistematis dan secara langsung pada intervensi yang telah direncanakan. Asesmen harus memberikan penilaian dan rekomendasi untuk tindakan pertolongan. 2. perencanaan, Tahap pengembangan rencana pelayanan sangat penting dalam upaya manajemen kasus dan rencana ini disusun berdasarkan informasi yang dihimpun dalam tahap penilaian. PK dan klien bekerja sama untuk menyusun daftar masalah dan isu serta merumuskan sasaran jangka panjang dan jangka pendek yang mendukung tujuan menyeluruh sesuai dengan prioritas kebutuhan klien. Diperlukan perencanaan spesifik dengan sasaran realistik untuk memprioritaskan kegiatan dan mengidentifikasi cara memperoleh bantuan, pemantauan, dan pengoordinasian pelayanan di kalangan lembaga penyedia pelayanan. Perlu diidentifikasi dengan jelas tanggung jawab semua pihak dan batas waktu realistik untuk mencapai sasaran kegiatan yang relevan. Jika pilihan pelayanan tidak tersedia untuk memenuhi kebutuhan, PK mungkin perlu mempertimbangkan pilihan antara upaya membantu menentukan pilihan dan/atau mendesain pemecahan masalah. Hal ini akan terjadi jika nilai-nilai budaya atau perilaku klien tidak sejalan dengan program yang ada. Perencanaan dapat mengidentifikasi berbagai pelayanan yang dapat diakses untuk memenuhi kebutuhan klien dan keluarganya serta orang lain yang berpengaruh. Secara bersama-sama dapat dirumuskan tujuan dan rancangan rencana intervensi yang terintegrasi. Pada tahap ini menyusun dan mengembangkan layanan yang menyeluruh dilakukan sesuai dengan hasil asesmen. Beberapa hal yang perlu diperhatikan PK dalam menyusun perencanaan dan program pembimbingan dengan klien: Perencanaan hanya dibuat oleh PK yang melakukan asesmen bersama dengan klien. PK harus dapat melibatkan partisipasi klien dalam rencana pengembangan pelayanan. 178 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
PK harus menyediakan beberapa pilihan dalam penentuan pelayanan; jika dibutuhkan, rencana pelayanan diperbaiki sesering mungkin, tetapi minimal sekali dalam masa pembimbingan. Bagi klien yang hanya memerlukan informasi, perbaikan dapat dilakukan melalui telepon atau alat komunikasi lainnya. PK harus mengutamakan prioritas pelayanan yang dibutuhkan klien. PK bersama klien menetapkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang dapat diukur agar dapat digunakan untuk mengevaluasi kemajuan klien. PK menyediakan pilihan pelayanan bagi klien dan klien menentukan pilihan serta membuat putusan bagi dirinya. PK menjadwalkan waktu yang paling realistis atau waktu yang mungkin dicapai untuk melakukan seluruh kegiatan. PK mengidentifikasi berbagai potensi hambatan dalam memanfaatkan dan menerima pelayanan, seperti kriteria yang tidak dapat dipenuhi, sikap dan pertahanan diri yang dimiliki klien, atau kemungkinan tidak diperolehnya pelayanan yang dibutuhkan, dan mengusulkan jalan keluarnya. PK menentukan hasil yang akan dicapai dan metode yang digunakan. PK menentukan apa yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakan, dan kapan dilakukan. PK harus menentukan permulaan kegiatan. PK juga harus menentukan sumber daya lain yang akan dilibatkan. PK harus dapat mengantisipasi masalah baru yang mungkin akan terjadi.
Rencana pelayanan perlu didokumentasi dengan jelas dalam dokumen klien berikut salinan korespondensi tertulis dan formulir aplikasi program. Ringkasan rencana, berikut informasi orang-orang atau lembaga yang dapat dihubungi mungkin akan berguna bagi klien. PK harus mengetahui dengan pasti ketersediaan layanan yang memungkinkan klien dapat mengaksesnya. Jadwal harian dan jumlah kasus yang ditangani PK serta lokasi tempat tinggal klien merupakan elemen penting yang harus diperhatikan karena perencanaan yang tidak memperhatikan beberapa hal tersebut dapat juga berakibat negatif terhadap pencapaian tujuan kemajuan klien yang telah terencana. 3.intervensi/implementasi, Intervensi adalah program perubahan perilaku yang terencana ditujukan bagi klien agar memperoleh kehidupan yang lebih baik. Dalam tahap implementasi, PK dan klien membuat rencana pelayanan yang telah disusun dengan target perubahan yang disepakati. Pada tahap ini klien dan PK bersama-sama melaksanakan kesepahaman untuk suatu perubahan yang ingin dicapai dan tujuan yang telah direncanakan 179 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
bersama. Sebelum melaksanakan intervensi, PK mengidentifikasi berbagai sumber daya yang mungkin dapat dilibatkan. Contoh: Sebelum melayani konseling, PK bekerjasama dengan lembaga yang melaksanakan kegiatan konsultasi, yaitu psikolog. Apabila di bapas tidak tersedia tenaga yang berkompeten melakukan konseling, harus dilakukan kerjasama dengan lembaga lain yang menyediakan petugas konselor. Pendokumentasian dalam formulir pembimbingan mengenai kemajuan dan hambatan yang dihadapi klien dalam bentuk pelayanan atau intervensi yang telah direncanakan bersama merupakan hal yang harus dilakukan sehingga dapat diketahui implementasi dengan tujuan dan sasaran yang direncanakan. Bentuk catatan/laporan bermacam-macam jenisnya, yang isinya berupa catatan setiap kemajuan dan hambatan klien dalam pelaksanaan intervensi. Tujuan intervensi adalah untuk memenuhi kebutuhan klien dengan berbagai strategi yang telah disepakati, klien dapat memperolehnya dari layanan yang tersedia di lingkungan sekitarnya (Saleebey, D. 1997).Intervensi atau juga implementasi adalah upaya menjamin terpenuhinyakebutuhan klien sesuai dengan perencanaan dan potensi sumber yang tersedia serta seberapa jauh manajemen kasus dapat memberikan pelayanan kepada klien untuk memenuhi kebutuhannya. Contoh: Apakah kegiatan bimbingan mental atau keterampilan dapat dilaksanakan sendiri oleh bapas atau harus bekerjasama dengan lembaga atau instansi lain? Apabila fasilitas tidak tersedia di bapas, kerjasama dapat dilakukan untuk menjangkau pelayanan dengan instansi pemerintah dan lembaga masyarakat lain. Sebagaimana perannya, yakni sebagai penghubung, manajer kasus harus menghubungkan klien dengan sumber-sumber daya yang tepat. Peran manajer kasus dapat berbeda-beda walaupun PK, sebagai partisipan aktif dalam melaksanakan pembimbingan dan pelayanan klien, keluarga, dan masyarakat. PK dapat menekankan pembimbingan pada koordinasi dengan sumber daya lain yang digunakan klien sebagai saluran dan komunikasi secara aktif. 4. pengawasan, Pengawasan merupakan usaha observasi/pengamatan dan pencatatan reguler atas semua kegiatan atau pelayanan yang diberikan kepada klien. Hasil dari pengawasan ini akan menjadi penilaian tentang kemajuan pelayanan kepada lembaga pemberi pelayanan. Oleh karena itu, pengawasan menjadi aspek yang penting dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan. Pada tahap ini PK bertanggungjawab memonitor apakah klien memperoleh pelayanan yang diharapkannya dan sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu, PK dan klien harus terlibat terus-menerus dalam mengevaluasi pelaksanaan pelayanan sampai terlihat adanya perubahan. Evaluasi memberikan umpan balik yang 180 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
memungkinkan manajer kasus dan klien secara kontinyu meninjau kembali ketepatan data dan/atau merundingkan kembali mengenai pengubahan rumusan masalah, tujuan, dan rencana pelayanan. Hasil evaluasi tersebut dapat menunjukkan bahwa masalah perlu dirumuskan kembali atau perlu dirumuskan strategi pemecahan masalah yang sama sekali baru, perlu menilai kembali tujuan yang telah disusun atau mungkin juga mengembangkan tujuan baru, atau mengubah rencana pelayanan. PKbertanggungjawab atas hasil evaluasi dan hal itu selalu dirundingkan dengan klien. Setiap pengubahan yang akan dilakukan harus jelas dan terperinci, PK tidak boleh menetapkan secara sepihak. Dengan demikian, tujuan pengawasan adalah: memastikan bahwa semua kegiatan dilaksanakan sesuai dengan rencana; memastikan bahwa pelayanan dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditentukan; meyakinkan bahwa klien diakses kepada lembaga yang dibutuhkan melalui hubungan yang tepat; mengidentifikasi dan mengatasi hambatan yang mungkin diperoleh klien selama menerima pelayanan; menentukan kebutuhan klien dalam pelayanan manajemen kasus; mengakses kembali dan memperbaiki rencana supaya selalu tepat; menyediakan dokumentasi yang tepat. Perlu dipahami bahwa prinsip pelayanan adalah individualisasi. Oleh sebab itu, setiap klien, sebagai penerima pelayanan, perlu mendapatkan perhatian dan perlakuan yang berbeda antara satu dan lainnya, begitu juga dalam pemberian pelayanan. Halhal yang harus diperhatikan PK pada tahap pengawasan ialah:
menentukan jumlah pertemuan dengan klien dalam rangka menindak lanjuti kebutuhan-kebutuhannya; merevisi dan mengevaluasi rencana pelayanan untuk meyakinkan bahwa jenis pelayanan yang diberikan sudah tepat sesuai dengan kebutuhan klien; mengadakan kontak dengan klien yang hanya membutuhkan pelayanan minimal, seperti informasi dan rujukan, dalam hal ini, mereka hanya mendapatkan kontak secara periodik dari PK. mengecek semua file klien setiap 6 bulan; merevisi/memperbaiki rencana pelayanan minimal setiap 6 bulan; kemungkinan ada hal-hal di luar kontrol PK yang memengaruhi jadwal kegiatan atau rencana pelayanan dan kontak pemberi pelayanan, misalnya jika PK sakit. 181 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
mendokumentasikan kemajuan klien secara saksama, termasuk tanggal lapor, siapa yang pertama kali menghubungi PK, dan tindakan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari laporan bimbingan itu, termasuk juga hambatan pelaksanaan, rencana, kepuasan klien dalam pelaksanaan pembimbingan, perubahan yang terjadi dalam pelaksanaannya, serta kemajuan yang diraih dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran.
5.pendampingan, PK dapat memainkan beberapa peran untuk memfasilitasi klien menerima pelayanan, termasuk sebagai perantara, pemantau, pendukung, dan pembimbing. Sebagai perantara, PK menghubungi penyedia pelayanan lainnya untuk memudahkan perujukan klien dan mungkin juga mengatur pelayanan tambahan seperti pengantaran klien ke tempat rujukan pada waktu yang ditentukan. Selanjutnya,PK dapat pula menjadi pendamping yang baik dengan karakteristik seperti berikut:
memiliki kepribadian hangat; sabar dan toleran serta mampu menerima dan menghormati perbedaanperbedaan; tidak cepat melakukan penilaian dan tidak mudah marah; memperlihatkan perhatian yang tulus; kehadiran dan sikapnya menginspirasikan harapan dan kepercayaan pada semua orang; berminat untuk memberi dan memfasilitasi pertumbuhan orang lain tanpa mendominasi; mendengar secara aktif dan merefleksikan yang disampaikan orang yang didampingi; mampu menerima dan menghormati perbedaan, termasuk apabila pendamping tidak setuju dengan yang diyakini orang atau masyarakat yang didampingi; memiliki minat ataupun pengetahuan untuk sungguh-sungguh mempelajari permasalahan yang ada; dapat mengatasi masalah yang dihadapi klien dan dapat memisahkan masalah klien dengan masalah pribadinya secara matang dan professional; kreatif dan memiliki pengendalian diri yang baik, tidak cepat tersinggung dan panik dalam menghadapi situasi di lapangan yang tidak dapat diantisipasi sebelumnya.
Jika diperhatikan, karakteristik diatas berbicara tentang sifat dan keterampilan yang harus dimiliki dan dilatihkan bagi seorang pendamping. Sifat mana yang cenderung lebih dominan harus dimiliki PK. Seseorang yang memiliki sifat sabar akan cenderung mampu mendengarkan keterangan dari sudut pandang yang berbeda-beda, mampu 182 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
mengendalikan ekspresi dan emosi saat menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan. Seorang yang memiliki sifat positif, sebagai pendamping akan mudah menerapkan keterampilan yang diisyaratkan. Sementara itu, keterampilan adalah sesuatu yang dapat dipelajari, dilatih, dan dibiasakan. Seseorang bisa saja memiliki sifat pendiam dan kaku, tetapi ia sadar bahwa sebagai pendamping ia harus menampilkan sifat yang luwes dan ramah, sedikit demi sedikit ia harus berusaha mengembangkan keterampilannya dalam berkomunikasi. Pada akhirnya, selain memiliki keterampilan cukup baik dan dapat memodifikasi perilakunya yang kaku, ia menjadi ramah dan luwes. Mendampingi berarti memberikan bimbingan lanjutan kepada klien. Tahap pendampingan dilakukan apabila memang dibutuhkan klien sebagai upaya menjamin pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan tujuan. Apabila pelayanan yang diberikan oleh bapas tidak sesuai dengan tujuan, PK dapat melakukan pengaitan dan rujukan.
Gambar 4
Melalui dialog dan perbincangan ringan, PK dapat menilai tingkat pelayanan yang telah diberikan, seperti tampak pada gambar diatas.
6. terminasi/pengakhiran. Dalam praktik pekerjaan sosial, terdapat tiga tindakan terakhir yang berkaitan dengan kontrak kerja antara pekerja sosial dan klien, yaitu perujukan (referral), penyaluran(transfer), dan pengakhiran(terminasi).Bantuan atau intervensi PK selalu dilakukan dalam waktu yang terbatas. Secara ideal, intervensi tersebut ditujukan pada tujuan spesifik sehingga kemajuan tujuan tersebut dapat diukur. Adapun tujuan terminasi kontrak kerja pekerja sosial dengan klien ialah: menutup file/kasus klien yang sudah tidak lagi menginginkan atau membutuhkanpelayanan PK atau juga karena klien sudah mampu melaksanakan tugaskehidupannya dan mengatasi masalahnya secara mandiri; meyakinkan terjadinya perpindahan klien kepada bapas atau lembaga pelayanan yang lain; 183 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
menyusuri secara tepat agar pelayanan hanya diberikan kepada klien yang mengikuti pelayanan secara aktif. Pengakhiran atau terminasi pemberian layanan harus dilakukan berdasarkan alasan berikut: klien meninggal dunia; permintaan klien sendiri karena kebutuhannya berubah dan lebih baik dilayani melalui penyedia layanan lain; klien pindah tempat tinggal; (Catatan: dalam hal ini, PK bertanggungjawab dan berusaha mengalihkan/memindahkan atau merujuk klien ke tempat pelayanan yang baru.) masa pembimbingannya telah berakhir sesuai dengan surat keputusan yang diterima; klien melakukan pengulangan tindak pidana sehingga pelaksanaan pembebasan bersyarat dicabut/dibatalkan. Pada kasus klien meninggal: Rujukan yang sesuai diberikan kepada keluarga dan orang yang dianggap penting, termasuk lembaga dan badan sosial apabila diperlukan. PK menyelesaikan laporan terminasi. Pada kasus klien dirujuk ke bapaslain: Rujukan adalah proses pengalihan klien yang membutuhkan pelayanan pada pihak lain yang tidak tersedia pada lembaga pelayanan PK atau diluar dari pelayanan yang diberikan oleh lembaga tersebut karena bapas atau lembaga itu belum mampu dan/atau tidak mempunyai keahlian dalam memberikan pelayanan yang diinginkan klien. PK melakukan rujukan dengan pertimbangan sebagai berikut: PK harus mengetahui alasan klien untuk pindah ke bapas lain, misalnya karena pindah tempat tinggal, kesulitan transportasi, atau konflik dengan pihak lain. PK harus sama-sama menyepakati prosedur perpindahan dari pelayanan yang satu pada pelayanan yang lain, yang mencakup permohonan terminasi, pemberitahuan ke bapas/lembaga tujuan, serta penyertaan dokumen. Semua dokumen klien harus dikirim ke bapas yang baru dalam waktupaling lama 10 hari kerja, sejak klien memutuskan untuk pindah (sesuaikan dengan SOP). Perpindahan dokumen ke bapas lain sangat penting untuk kelanjutan pelayanan bagi klien. Ketidaklengkapan dokumen akan menghambat bapas penerima dalam melanjutkan atau memberikan pelayanan yang baik pada klien. Pengiriman dokumen lengkap klien mencakup berkas berikut: riwayat kasus, riwayat kesehatan, catatan kemajuan pembinaan, formulir, dan 184 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
semua dokumen yang berhubungan dengan pelayanan yang telah diakses klien. Dokumen dari lembaga lain yang penting bagi rencana intervensi dan pendampingan harus juga diperoleh, disalin, dan dikirim ke bapas baru tempat klien akan menerima pelayanan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh PK dalam memberikan pendampingan klien, khususnya dalam melakukan rujukan adalah sebagai berikut: a. rujukan dilakukan apabila kebutuhan klien di luar lingkup dan/atau kesanggupan lembaga atau di luar keahlian PK; b. mengetahui dan memilih lembaga lain yang tepat yang menyediakan pelayanan sesuai dengan kebutuhan klien; c. membicarakan kemungkinan rujukan dengan lembaga dimaksud dan apabila rujukan memungkinkan, dibicarakan dahulu dengan klien. Apabila klien setuju, PK menyiapkan proses yang akan dihadapi klien yang meliputi: bantuan yang akan diberikan, persyaratan, dan kebijakan lembaga rujukan; kemampuan klien memenuhi persyaratan yang diminta; pernyataan klien tentang rujukan ke lembaga lain; serta cara klien menghubungi lembaga rujukan. d. mengharapkan dari klien untuk menceritakan pada petugas di lembaga rujukan; e. memberitahukan hal lain, seperti jam kerja, alamat, dan petugas yang akan ditemui; f. menyediakan informasi tentang klien pada badan/lembaga rujukan yang meliputi: masalah dan kebutuhan klien secara jelas; bantuan yang telah diberikan secara ringkas; perasaan klien tentang rujukan yang dilakukan; kesediaan klien bekerjasama apabila diperlukan oleh lembaga rujukan b. menyusun panduan rujukan: Panduan rujukan merupakan dokumen yang “hidup”. Panduan ini harus diperbaharui secara terus-menerus. Panduan harus diorganisasi agar penggunaannya efektif. Panduan harus dipilah-pilah sesuai dengan jenis pelayanan, seperti pelayanan medis, pelayanan kesehatan jiwa, pendampingan dan rehabilitasi para pengguna narkoba, pendampingan masalah perkawinan dan keluarga, pendampingan individual, pelayanan untuk pemuda, pelayanan anak (kesulitan belajar), pelayanan lansia, pelayanan kekerasan 185 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
terhadap keluarga, pelayanan untuk orang cacat, pelayanan pendidikan, dsb. C.
Pihak yang terlibat dalam manajemen kasus Dari skema dibawah ini dapat dijelaskan bahwa PK, sebagai manajer kasus, ialah orang yang memimpin penanganan kasus. Sebagai manajer, PK harus mengetahui dan memahami permasalahan yang dihadapi klien, kemudian mencarikan sumber-sumber yang berkaitan dengan pertolongan yang dibutuhkan. Dalam hal ini PK dapat berkoordinasi dengan tim ahli atau lembaga pelayananan yang dapat memberikan bantuan pelayanan kepada klien. Berdasarkan hasil asesmen, tim manajemen kasus melakukan case conference (sidang TPP) yang dipimpin oleh manajer kasus. PK dapat melakukan asesmen pendahuluan dan membuat rencana penanganan kasus, kemudian mengundang tim ahli untuk melakukan sidang TPP untuk membahas kasus tersebut secara bersama-sama dan membagi peran/pekerjaan masing-masing, sebagaimana terlihat pada skema dibawah ini. MODEL SKEMATIK MANAJEMEN KASUS
-
Gambar 5
186 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
Skema diatas dapat dijelaskan bahwa kegiatan managemen kasus dimulai dari koordinasi antarinstansi/antarlembaga untuk membagi tugas sesuai dengan peran lembaga setelah memperoleh informasi, rujukan, pelimpahan, dan serah terima klien dari bapas atau permintaan litmas dari kepolisian atau instansi/lembaga lain dan keluarga. Setelah data dan informasi dari berbagai instansi, lembaga, dan keluarga terkumpul, dilakukan asesmen untuk menentukan kebutuhan yang dianggap prioritas dan spesifik dari klien itu sendiri. Langkah selanjutnya ialah pembuatan rencana penanganan kasus (case plane) sekaligus pada tahap ini pengidentifikasian sumbersumber layanan yang tersedia dan potensi yang dimiliki klien, keluarga, dan masyarakat. Tujuannya adalah untuk menyiapkan rencana intervensi. Sebelum pelaksanaan intervensi, dilakukan sidang TPP(case conference) untuk memastikan bahwa intervensi telah sesuai dengan tingkat kebutuhan klien. Intervensi adalah perubahan yang terencana dan terprogram yang dilaksanakan oleh klien bersama PK dan lembaga terkait yang mendukung perubahan. Tindak lanjutnya harus berkaitan dengan sumber layanan lain yang relevan dan menjadi kebutuhan klien, misalnya konseling bagi klien/keluarga, terapi bagi pecandu narkoba dan depresi, atau pembelaan bagi kepentingan klien. Pelaksanaan pendampingan biasanya dilakukan bagi klien yang membutuhkan layanan khusus atau layanan berisiko untuk klien HIV/Aids, napza, dan tuberculosis sertaanak berhadapan dengan hukum (ABH). Pendampingan dilakukan sebagai upaya untuk mendorong perubahan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Sementara itu, pengawasan merupakan kegiatan untuk memantau kesesuaian pelaksanaan program pelayanan dengan rencana, sekaligus untuk mengawasi kesesuaian pelaksanaan program dengan sasaran dan hambatan yang dialami. Pengakhiran/terminasi merupakan tahap paling akhir proses pelayanan dalam model manajemen kasus ini. Pengakhiran harus dilakukan untuk menghindari ketergantungan, memastikan bahwa pelayanan telah dituntaskan sesuai dengan target capaian secara efektif dan tepat sasaran. D. Rangkuman 1. PK harus memiliki kemampuan merumuskan tujuan pelayanan dengan berpedoman pada tahapan manajemen kasus. Tahapan tersebut meliputi asesmen, perencanaan, intervensi, pengawasan, pendampingan, dan terminasi. Dalam menerapkan keenam tahapan tersebut, PK harus memiliki keterampilan dan memahami budaya setempat yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan tujuan pelayanan. 2. Hal penting yang harus dipahami PK dalam proses manajemen kasus adalah pengembangan perencanaan kegiatan dilakukan dengan orientasi untuk pemenuhan kebutuhan klien. PK membantu klien dalam menentukan pilihan layanan, bukan pilihan sendiri tanpa adanya persetujuan klien. Selain itu, 187 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
pendokumentasian dan pencatatan yang terperinci berkaitan dengan perkembangan klien merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan PK, sebagai pertanggungjawaban pelayanan. E. Latihan Apakah Saudara sudah memahami materi yang disampaikan pada Pokok Bahasan IV ini? Untuk mengetahui seberapa dalam pemahaman Saudara berkaitan dengan materi ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut. 1. Sebutkan dan jelaskan salah satu tahapan dalam manajemen kasus! 2. Jelaskan hal-hal yang harus diperhatikan oleh PK dalam melakukan asesmen! 3. Bagaimana strategi yang harus dilaksanakan PK dalam mengembangkan rencana layanan? 4. Mengapa dibutuhkan pengawasan pada proses manajemen kasus? Hal-hal apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam pengawasan? 5. Mengapa layanan pembimbingan perlu diterminasi? Jelaskan apa yang harus dilakukan pada salah satu kasus!
188 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB LIMA
KETERAMPILAN KOMUNIKASI
189
MANAJEMEN KASUS
A. KOMPETENSI KHUSUS Setelah mempelajari pokok bahasan ini, diharapkan PK memiliki keterampilan dalam berkomunikasi dengan klien bapas dan keluarga. B. Keterampilan menjalin komunikasi. 1. Mikro Konseling Konseling merupakan proses membantu seseorang untuk belajar menyelesaikan masalah interpersonal dan emosional serta untuk memutuskan sesuatu. Tujuan konseling adalah memberikan informasi lebih lanjut agar klien pemasyarakatan mampu berperan dan mengambil putusan sendiri dalam hidupnya (Ditjen PPM & PL, Depkes, 2004). Peran PK pada dasarnya membantu klien. Konseling ini dapat dilakukan secara perseorangan atau pasangan atau keluarga. Surya (2003) mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan PK berkenaan dengan konseling, yakni: a. berfokus pada klien, Topik yang dibicarakan TPP secara spesifik berdasarkan kebutuhan, isu, dan lingkungan klien. b. proses timbal balik, Adanya unsur kerjasama timbal balik dan saling menghargai antara klien dan PK. c. terarah, Pembicaraan yang mengarah dan menuju pemecahan masalah d. membantu klien untuk dapat menceritakan masalah yang dihadapinya; e. memberikan informasi yang benar dan sesuai dengan fakta yang dihadapi klien; f. membangun otonomi/kemandirian dan tanggung jawab diri terhadap klien; g. membangun relasi bantuan dengan klien; h. membantu klien membuat keputusan; Gambar 6 i. membantu klien mengenal dan membangun Konseling memerlukan keahlian dan kekuatan/potensinya; keterampilan. j. membantu klien membangun perilaku positifyang dapat mendukung pemecahan masalah; k. bersama-sama dengan klien membangun rencana aksi untuk suatu perubahan; l. memperhatikan situasi interpersonal klien sesuai dengan sosiobudaya serta kesiapan 190 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
untuk melaksanakan rencana aksi. Pada pelaksanaan konseling, posisi duduk, apakah berhadapan atau menyerong, perlu mendapat kesepakatan kedua belah pihak. Konseling adalah kegiatan profesional, yang dilakukan oleh petugas yang memang memperoleh pengetahuan, keterampilan teknis yang dilakukan secara terprogram. Menurut Pepinsky & Pepinsky (1994), konseling adalah interaksi yang: terjadi antara dua orang, yang satu disebut sebagai konselor dan yang lain sebagai klien; berlangsung dalam kerangka profesional; diarahkan agar memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada klien. Konseling adalah usaha seseorang untuk membantu orang lain dalam memahami dan memecahkan masalah (dalam bidang pendidikan, jabatan,atau sosial). Tujuan konseling sebagaimana dikemukakan oleh George & Cristiani (1981) ialah: a. menyediakan fasilitas untuk perubahan perilaku; b. meningkatkan keterampilan untuk menghadapi sesuatu; c. meningkatkan kemampuan dalam menentukan putusan; d. meningkatkan hubungan antarpersonal; e. menyediakan fasilitas untuk mengembangkan kemampuan klien. Penguasaan keterampilan mikrokonseling oleh PK diperlukan agar proses konseling berjalan dengan efektif. Keterampilan mikrokonseling merupakan komponen komunikasi efektif yang penting dalam rangka mengembangkan relasi suportif klien dengan PK. Untuk itu, keterampilan mikrokonseling antara lain meliputi hal berikut:
1) mendengar dengan perhatian, Semua orang mampu mendengar, tetapi untuk menjadi pendengar yang baik yang sanggup mengambil inti pembicaraan dan mengetahui yang diinginkan klien tidaklah mudah. PK, sebagai pendengar yang baik bagi klien, perlu memperhatikan hal-hal berikut: tidak menginterupsi/memotong pembicaraan klien; memberikan suasana hening; tidak berbicara sebelum mendengar pembicaraan klien; memberikan perhatian, seperti dengan anggukan kepala; memelihara kontak mata dengan klien; mengajukan pertanyaanjika tidak mengerti; membantu klien melanjutkan ceritanya; tidak mengambil alih pertanyaan dan tidak menceritakan diri Anda sendiri; mengenali perasaan klien, “Tampaknya Anda sedih”; mengulang kembali pokok-pokok dalam diskusi secara ringkas dengan menggunakan kata-kata konselor sendiri untuk menunjukkan bahwa PK mengerti benar apa yang dikatakan klien. Teknik ini antara lain menggunakan: 191 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
parafrase, yaitu mengulangi isi pembicaraan dengan perkataan PK sendiri atau perkataan klien atau dengan kalimat manajer kasus/konselor sendiri. Melalui parafrase ini berarti manajer kasus/konselor menunjukkan kepada klien bahwa manajer kasus/konselor telah mendengar semua pembicaraan dan menangkap pembicaraan klien dengan jelas. Contoh : Klien: “Saya merasa dikucilkan. Setelah saya kembali pulang, keluarga tidak menerima saya, istri saya mengajukan cerai dan mengusir saya dan saya tidak diperkenankan untuk bertemu anak saya. Saya merasa tak berharga lagi sekarang, semuanya sudah hilang.” PK : “Anda baru saja diusir dari rumah, tidak diperkenankan untuk bertemu anak Anda, dan Anda merasa semua yang Anda punyai hilang setelah Anda bebas dari penjara”. 2)merefleksikan perasaan, Hal ini sama dengan mengulangi frasa, kecuali fokusnya pada perasaan.Refleksi emosi dapat membantu klien untuk menyadari perasaan mereka dan untuk menggali reaksi mereka terhadap berbagai peristiwa yang diceritakannya. Contoh : Klien : Saya benar-benar putus asa. Saya merasa seorang diri dan tidak tahu harus melakukan apa. Saya kecewa dengan keluarga yang tidak mendukung saya. Mengapa semua tidak bisa mengerti keadaan saya, justru pada saat saya membutuhkan mereka? PK: Anda kelihatannya putus asa saat ini, juga marah dan kecewa terhadap perlakuan keluarga Anda. Bersabarlah nanti juga mereka menyadarinya! 4) mengajukan pertanyaan yang tepat, Mengajukan pertanyaan adalah bagian penting dalam wawancara dan konseling. Pertanyaan diajukan harus dalam situasi yang tepat agar perasaan klien diketahui lebih lanjut. Tips yang dapat dijadikan pedoman ketika Anda bertanya antara lain: bertanyalah hanya satu pertanyaan pada satu saat; pandanglah wajah klien; pertanyaan harus singkat dan jelas; ajukan pertanyaan yang bertujuan; ajukan pertanyaan untuk membantu klien berbicara tentang perasaan dan perilakunya; ajukan pertanyaan untuk menggali dan memahami isu dan meningkatkan kesadaran klien; tidak mengajukan pertanyaan yang tidak relevan (hanya untuk memenuhi keingintahuan); 192 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
pertanyaan yang terlalu banyak akan membuat orang merasa diinterogasi.
Jenis pertanyaan yang digunakan dalam proses konseling dan penyusunan penelitian kemasyarakatan ialah: a. pertanyaan terbuka (open ended question), adalah pertanyaan dengan jawaban lebih dari satu kata. Pertanyaan terbuka akan memberikan kesempatan kepada klien untuk menceritakan situasi batin mereka secara panjang lebar. Contoh : Apa yang mungkin akan terjadi kalau Anda menceritakan keadaan Anda kepada keluarga? Bagaimana cara Anda mengasuh anak Anda? b. pertanyaan tertutup (close ended question), adalah pertanyaan yang kecenderungan jawabannya tertutup, yakni “ya”atau “tidak”. Pertanyaan tertutup digunakan padasaat konselor membutuhkan jawaban yang tegas atau spesifik. Dengan pertanyaan tertutup, klien tidak mendapatkan kesempatan untuk berpikir tentang apa yang mereka katakan. Jawaban yang diberikan singkat saja dan sering berakibat banyaknya pertanyaan yang diajukan selanjutnya. Contoh : Apakah Anda mempunyai anak? Apakah anak Anda diasuh ibunya? Apakah anak Anda sudah bersekolah? Apakah anak Anda tinggal bersama ibunya atau istri Anda? Apakah istri Anda sering membesuk Anda? Apakah anak Anda juga sering membesuk Anda? c. melakukan pengecekan pertanyaan, merupakan jenis pertanyaan yang membantu PK untuk mencari tahu seberapa besar klien memahami atau membutuhkan informasi lebih lanjut. Selain itu, dengan pertanyaan ini PK dapat mengecek kembali kebenaran cerita klien sehingga dapat mengetahui masalah yang sebenarnya. Contoh: Ceritakan kepada saya, langkah-langkah apa yang telah kita setujui dalam pertemuan minggu lalu? Kamu mengatakan bahwa kamu akan berhenti merokok apabila anakmu lahir perempuan. Apakah yang saya dengar ini benar? Pertanyaan mengapa, seringkali pertanyaan ini tidak ada gunanya dan klien sering merasa diinterogasi dan ada perasaan takut dan merasa dihakimi. 193 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
Contoh : Mengapa Anda tidak datang pada pertemuan kita kemarin? Mengapa Anda masih saja merokok meskipun sudah sakit dan diperingatkan dokter? 4)menciptakan suasana hening; Suasana yang hening sangat dibutuhkan klien agar dapat sepenuhnya berkonsentrasi. Suasana hening adalah keadaan yang diciptakan PK untuk: memberi waktu kepada klien untuk berpikir tentang apa yang dikatakannya; memberi ruang kepada klien untuk merasakan apa yang dialaminya; memberi kesempatan kepada klien untuk berbicara sesuai dengan iramanya; memberikan waktu bagi klien untuk mengatakan ambivalensi antara mengatakan atau tidak kepada PK; memberi kebebasan kepada klien untuk lanjut bercerita atau berhenti. 5)perilaku nonverbal Perilaku nonverbal terbagi dua jenis, yaitu bahasa tubuh dan paralinguistik. Perbedaan keduanya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. Bahasa Tubuh Gerak tangan Ekspresi wajah Postur Orientasi tubuh Kedekatan tubuh/jarak Kontak mata Menghilangkan pembatas
Paralinguistik Hembusan napas Bersungut-sungut Berkeluh kesah Perubahan tinggi nada Perubahan keras nada Kelancaran suara Senyum gugup
2. Sikap dan Nilai yang Mendukung Komunikasi yang Efektif Selain penguasaan keterampilan mikrokonseling, komunikasi efektif juga harus didukung oleh tata nilai dan sikap PK, antara lain sikap tidak menghakimi, ramah, dan empati. Karena pada dasarnya setiap manusia dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dalam perkembangan dan kematangan hidup, sosial budaya memberi kontribusi yang besar pada perkembangan sikap, tata nilai, dan keyakinan pribadi. Meskipun demikian, penting untuk diingat oleh PK melakukan konseling bukan memaksa orang untuk menyetujui atau mengikuti standar kehidupan tertentu. Konseling yang efektif harus memperhitungkan dampak tata nilai, sikap, dan sosiobudaya yang memengaruhi persepsi klien dalam memandang kehidupan. Sikap, tata nilai, dan keyakinan PK akan memengaruhi pedoman hidup dan perilakunya sehari-hari, termasuk juga interpretasi dalam pengungkapan dan respons terhadap 194 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
suatu peristiwa. PK akan bekerja dengan klien dari berbagai latar belakang yang berbeda, yang mengharuskannya untuk mengetahui dan menerima perbedaan sikap, tata nilai, dan keyakinan. Dalam situasi tersebut PK dituntut untuk tidak melakukan penekanan pada klien untuk menerima standar yang dianutnya atau yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Sebagai manajer kasus, PK harus dapat mengenali konflik pribadi antara PK dan kliennya yang berhubungan dengan sikap, tata nilai, dan keyakinan untuk dapat melakukan pelayanan yang efektif. Perbedaan sikap, tata nilai, dan keyakinan dapat memengaruhi kehidupan dan pekerjaan. PK harus mewaspadai diri jika hal tersebut terjadi. PK harus peka terhadap lingkungan, budaya, dan cara klien mempersepsikan dirinya dalam lingkungan dan budayanya, serta harus mampu menggali nilai keyakinan klien tentang keluarga, keinginan memperbaiki diri, dan statusnya sebagai mantan narapidana. 3. Pedoman Menjalin Komunikasi Menurut Layak (2007), PK senantiasa akan menghargai klien dan memiliki kualitas pribadi yang baik. Sikap yang harus dimiliki PK yang dapat dipedomani klien adalah sebagai berikut : a. b.
c. d. e. f.
g.
tulus, penuh dengan keseriusan yang ditunjukkan dengan perilaku hangat dan bersahabat; mendengar aktif, dalam mendengarkan aktif didalamnya terdapat unsur pesan verbal dan nonverbal. Respons PK sangat bergantung pada cara mendengarkan Yang mempunyai peran besar bagi klien untuk dapat meneruskan atau menghentikan pembicaraannya. Hanya orang yang mendengar dengan aktif yang dapat melahirkan empati. memberi respons positif, berupa kepekaan, sikap menghargai, bersahabat, dan penuh pertimbangan merupakan komponen efektif sebuah pelayanan. menghargai, yakni menjunjung nilai-nilai hak asasi manusia dan memberikan penghormatan tanpa membeda-bedakan. memercayai klien, komunikasikan pada klien bahwa Anda memercayai mereka; ketika PK memahami klien, klien akan merasa nyaman. peka terhadap budaya, dengan cara menghargai sistem budaya dan kepercayaan yang dianut klien. PK dapat memberikan penghargaan dan kepekaan akan cara klien beribadah sesuai dengan keyakinannya, misalnya. PK dapat mengajukan pertanyaan kepada klien sehubungan dengan kebiasaan ritual agamanya guna memperoleh peningkatan pemahaman dan optimalisasi bantuan. membantu klien berpikir berbagai alternatif. PK harus menyediakan waktu untuk bekerja bersama mereka untuk mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dalam menerapkan berbagai alternatif. Hendaknya PK tidak mengambil 195 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
alih tanggung jawab dan permasalahan klien sebab hal itu akan menimbulkan ketergantungan dan perasaan tidak berdaya bagi klien. h. mengenali keterbatasan diri dan mampu merujuk. PK harus merujuk klien ke sumber yang lebih ahli jika memungkinkan. Secara jujur, PK harus mengatakan sesuatu yang tidak Anda ketahui. PK perlu sadar akan kekurangan dalam dirinya dan mampu membatasi dirinya agar tidak memengaruhi proses pelayanan pembimbingan kemasyarakatan. i. sabar, PKharus dapat menyesuaikan irama dengan klien, bukan sebaliknya, yakni mendorong klien untuk mengikuti irama PK. Pastikan ada waktu yang cukup untuk proses pelayanan. Ada beberapa hal yang mungkin sangat sensitif dan membutuhkan waktu untuk dilakukan atau dibicarakan. Hal itu bisa terjadi terutama jika klien belum memercayai PK dengan penuh. j. tidak menghambat ekspresi perasaan klien, Ketika mempunyai waktu terbataskarena muatan kerja yang besar, PK mengalami kemungkinan untuk berbeda pandangan atau cemas terhadap isu yang dilontarkan klien. Hal tersebut akan menghambat, bahkan menghentikan klien dalam mengekspresikan perasaannya, seperti menangis dan marah. Ketika menghadapi situasi demikian, sebaiknya PK dapat mendahulukan tujuan pertemuan dengan klien dan mengesampingkan masalahnya sendiri. k. tidak bersifat menghakimi, Perkataan dan pemikiran salah atau benar sebaiknya dihindari. Seorang PK harus senantiasa berada dalam proses dan bersikap netral, tidak terjebak pada situasi klien, baik memihak maupun berlawanan. l. mampu mengendalikan diri, Seorang PK harus tetap fokus pada tujuan pertemuan dan pelayanan, tidak melenceng, serta larut pada topik pembicaraan yang lain. m. empati, Sikap ini merupakan kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan klien dan dapat tetap objektif mengamati apa yang terjadi pada diri klien guna memaksimalkan pelayanan yang diberikan. n. mempunyai pengetahuan, Seorang PK harus memiliki pengetahuan yang selalu berkembang dan sesuai dengan dinamika zaman dan permasalahan klien. PK menguasai fungsifungsinya dalam pelayanan dan sebagai sumber rujukan. o. menjaga rahasia, Apapun yang dibicarakan klien kepada manajer kasus harus dirahasiakan dan tidak terperangkap gosip. PK harus dapat menjaga kerahasiaan informasi yang dikemukakan klien guna menjaga relasi yang efektif dengan klien. Bergosip akan menurunkan kredibilitas PK. Untuk menjaga keluarnya informasi pribadi klien, sebaiknya PK menghindari pembicaraan atau gosip tentang klien dengan orang yang tidak berkepentingan. Meskipun demikian, kerahasiaan tidak bersifat mutlak. Artinya, dalam keadaan 196 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
tertentu informasi yang dirahasiakan dapat diungkapkan untuk tujuan kepentingan klien dengan orang yang berkepentingan, misalnya dengan dokter yang merawat, perawat, atau penasihat hukum. C. Rangkuman 1. Keterampilan komunikasi yang efektif merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki PKagar hubungan saling mempercayai antara PK dan klien dapat tercipta. PK dapat mengetahui masalah sebenarnya dari klien dan perencanaan yang dikembangkan bersama antara klien dan PK tepat sasaran dan memberikan dampak positif terhadap pencapaian tujuan pembimbingan. Untuk itu, PK harus menguasai keterampilan mikrokonseling. 2. Dalam melakukan konseling dengan klien, PK akan sering mengalami perbedaan sikap dan tata nilai yang berbeda dalam diri klien. Hal itu disebabkan oleh perbedaan latar belakang, nilai dan budaya, serta lingkungan tumbuh-kembang. Meskipun demikian, PK harus mampu bersikap netral dan tidak memaksakan nilai yang dipercayainya kepada klien dalam proses konseling. Pemaksaan dan keberpihakan kepada nilai yang dianut PK akan menghambat proses pembimbingan dan pembangunan kepercayaan klien kepada PK. D. Latihan Apakah Anda sudah memahami materi yang disampaikan pada Pokok Bahasan IV ini? Untuk mengetahui seberapa dalam pemahaman PK berkaitan dengan materi ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut! 1.Sebutkan dan jelaskan perbedaan antara bahasa tubuh dan paralinguistik! 2.Jelaskan hal-hal yang harus diperhatikan PK dalam melakukan mikrokonseling! 3.Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis pertanyaan dan berikan satu contoh! 4.Bagaimana ciri seorang PK yang berkualitas ? 5.Mengapa sikap dan nilai PK memengaruhi proses pembimbingan klien?
197 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB ENAM
MENJALIN HUBUNGAN BANTUAN DAN STRATEGI KEMITRAAN
198
MANAJEMEN KASUS
A. Kompetensi Khusus Setelah mempelajari modul ini, PK diharapkan memiliki keterampilan dalam menjalin hubungan dengan klien bapas dan keluarga serta dalam menjalin kemitraan koordinasi antarinstansi atau antar lembaga. B. Keterampilan Menjalin Hubungan dan Menyusun Strategi Kemitraan Menurut pendapat Achlis (1992), sebagai seorang manajer kasus, PK diharapkan memiliki kemampuan menjalin komunikasi dan membangun relasi dengan klien ataupun tim ahli lainnya sebagai upaya untuk memperoleh bantuan pelayanan yang dibutuhkan klien berikut: 1.
individualisasi, Individualisasi adalah pengenalan dan pemahaman tentang sifat-sifat yang unik setiap individu (klien) yang pemanfaatannya berbeda-beda. Hal tersebut merupakan prinsip dan metode pelayanan untuk membantu klien mencapai penyesuaian yang lebih baik. Individualisasi didasarkan pada hak-hak manusia untuk diperlakukan sebagai ”individu”, bukan sebagai “kasus”. Individualisasi merupakan hak dan kebutuhan klien. Setiap orang diindividualisasikan oleh keturunannya, lingkungannya, kemampuan intelektualnya, kegiatannya, dan sebagainya. Setiap orang mempunyai pengalaman hidup dan rangsangan dari luar ataupun dari dalam yang berbeda. Emosi dan ingatannya memengaruhi pikiran, perasaan, dan tingkahlakunya secara individual. Pada hakikatnya setiap orang mampu mengintegrasikan dan mengarahkan kekuatannya sendiri dengan cara yang berbeda dari orang lain”. Karena kebutuhan setiap klien itu berbeda, bantuan yang dibutuhkan setiap klien juga berbeda-beda. Setiap orang menyadari bahwa dia adalah unik. Ketika seseorang datang meminta bantuan ke lembaga pelayanan sosial atau bapas, pada saat itu ia mempunyai kebutuhan agar ia diperlakukan sebagai individu dan bukan sebagai suatu kasus, suatu tipe, atau suatu kategori. Manajer kasus mungkin tidak dapat mengindividualisasikan persyaratan untuk memperoleh bantuan, tetapi ia dapat menggunakan cara untuk membantu klien mengemukakan pokok–pokok untuk memenuhi persyaratan itu. Klien akan merasa dimengerti oleh manajer kasus jika manajer kasus menghormatinya sebagai individu dengan hak dan kebutuhannyasecara khusus. Seorang manajer kasus harus dapat memahami perasaan serta menerima kedatangan klien untuk meminta bantuan dan menerima situasi klien yang apa adanya saat ini. Kesadaran klien tentang individualisasi oleh manajer kasus akan menghasilkan nilai yang positif. Apabila klien merasa kurang mendapat perhatian dari manajer kasus, klien akan bereaksi dengan membatasi pemberian fakta yang objektif saja tentang kasusnya, tidak termasuk perasaan subjektifnya yang seringkali justru 199 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
merupakan hal yang paling penting. Klien baru mau memasuki suatu relasi bantuan jika merasa diakui sebagai individu dan merasa bahwa ia dan masalahnya telah dimengerti. Oleh sebab itu, berhasil tidaknya suatu relasi bantuan terhadap seorang klien bergantung pada cara PK memperlakukannya secara individual sebelum melangkah pada kelompok. Mengindividualisasikan seseorang berarti ‘kemampuan untuk mengerti orang per orang sebagai seorang manusia yang unik, pemikiran, dan pengalaman yang khas pula. Individu itu hendaknya dibedakan dengan orang lain, termasuk manajer kasus. Kita tidak boleh membuat dugaan tentang orang lain berdasarkan pandangan yang umum berlaku tentang suatu kelompok, golongan, atau suku, tetapi kita perlu memahami cara suatu suku, golongan, dan jenis kelamin memengaruhi interaksi antara klien dan PK. 2. ekspresi perasaan yang bertujuan Salah satu tantangan besar dalam kehidupan manusia adalah dapat menguasai dan mengendalikan emosinya. Pada saat tertekan, emosi itu cenderung menguasai pribadi dan kegiatan seseorang melawan segala sesuatu yang rasional dan mendorong orang itu untuk hidup di bawah kuasa tuntutan atau rangsangan yang negatif.
Gambar 7
Kebutuhan psikologis yang pokok dari manusia, antara lain berupa respons, pengakuan, penghargaan, cinta, kasih sayang, keamanan, status, ekspresi, pencapaian, dan kebebasan. Kebutuhan psikososial dapat berupa partisipasi dalam pengalaman, pemahaman dengan pola kelompok, serta penghargaan dan pengakuan sosial. Apabila kebutuhan tersebut tidak diberi kesempatan untuk diekspresikan, akibatnya adalah frustasi. Kebutuhan mengekspresikan perasan pada seseorang merupakan dinamika yang paling penting dalam relasi bantuan. Dengan demikian, ekspresi perasaan yang bertujuan adalah pengakuan bahwa klien mempunyai kebutuhan untuk menyatakan perasaannya secara bebas, khususnya perasaan negatif. PK mendengarkan curahan isi hatinya dengan penuh perhatian tanpa mengecilkan hatinya atau tanpa menyalahkan ekspresi perasaan itu. Apabila PKmelihat bahwa pengekspresian perasaan dapat membantu meringankan beban klien, PK justru harus mendorong klien untuk lebih berani mengekspresikan perasaan tersebut dalam bentuk kegiatan yang konkret. 3. pelibatan emosional yang terkendali, PK memerlukan keterampilan berkomunikasi, baik melalui pikiran maupun melalui perasaan, dan perlu memberikan respons yang tepat terhadap pikiran ataupun 200 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
perasaan klien supaya dapat membantu penyelesaian masalah klien. Hal tersebut merupakan salah satu hambatan yang dialami PK dalam pembimbingan dan pendampingan klien. Pelibatan emosional secara terkendali merupakan kepekaan PK terhadap perasaan klien dan pemahaman PK terhadap pemberian respons yang tepat dan bertujuan tentang perasaan klien.Ada tiga komponen dalam pelibatan emosional yang terkendali dan dalam praktiknya ketiga komponen ini berhubungan erat satu dengan lainnya, yaitu kepekaaan, pengertian, dan respons. a. kepekaan, kadang-kadang klien tidak dapat mengungkapkan perasaannya dalam bentuk kata-kata. Hal ini sering terjadi pada permulaan konseling, terutama apabila klien merasa segan, tidak enak, atau tidak nyaman dengan PK. Hal itu mungkin terjadi karena pola kebudayaan atau kepribadiannya tidak terbiasa mengungkapkan perasaannya secara verbal. Walaupun klien tidak dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, secara visual hal itu akan terlihat dan terdengar, misalnya dalam caranya berbicara: kecepatannya, keragu-raguannya, atau nada yang berlebihan. Hal itu juga akan terlihat dari sikapnya secara keseluruhan: mimik wajah, roman muka, kedipan mata, gaya, penampilan, gerakan tangan, bibir, dan alis, dsb. Semua itu merupakan ekspresi perasaan klien yang dapat diobservasi PK. Kepekaan terhadap perasaan klien bisa timbul karena adanya keyakinan PK akan pentingnya perasaan itu dalam kehidupan klien. Kepekaan itu dikembangkan melalui pengujian yang kritis dalam praktik, pengalaman, supervisi, dan disiplin diri. Keterampilan ini berkembang secara berangsur, dihasilkan perlahan-lahan, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. b. pengertian, Sebagai seorang profesional, PK perlu memahami perasaan klien dengan masalahnya. PK harus mengetahui apa yang sedang dilakukan klien, apa yang sedang terjadi ketika ia memaksa klien mengekspresikan perasaan, dan bagaimana ekspresi itu sampai pada pencapaian tujuan.Dengan demikian, pengertian adalah suatu proses yang berlanjut dalam setiap konseling. Pengertian harus berkembang dan meningkat, tetapi dalam banyak kasus PK harus merasa puas sementara dengan pengertian yang belum sepenuhnya ia kuasai, dan terus berusaha ke arah pengertian yang total. Pengetahuan tentang tingkah laku manusia diperlukan untuk mengerti perasaan seseorang. Pengetahuan itu masuk melalui ilmu psikologi, psikiatri, dan ilmu sosial lainnya. Pengetahuan juga masuk melalui penilaian terhadap pengalaman hidup sendiri, seseorang, dan melalui praktik profesional. Pengetahuan disini termasuk pengetahuan tentang kebutuhan manusia secara umum serta pola reaksi dan pertahanan diri manusia dalam keadaan tegang (stress). Pengetahuan yang umum ini kemudian digunakan sebagai kerangka kerja untuk dapat lebih mengerti dan 201 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
membantu klien dengan kualitas individual dan keunikannya. Setiap manajer kasus harus dapat mencari sendiri cara untuk mengembangkan keterampilan mengerti perasaan klien. Kepekaan dan pengertian belumlah cukup; kepekaan dan pengertian barulah berarti apabila ada respons. Respons PK terhadap klien pada tingkat perasaan merupakan unsur psikologis yang paling penting dalam relasi bantuan. Hal itu mungkin merupakan keterampilan yang paling sulit. Respons kadang-kadang merupakan hal yang menakutkan bagi PK pemula karena respons harus bersifat individual bagi setiap klien, bahkan bagi setiap perubahan suasana hati klien dalam suatu konseling. Respons tidak selalu dalam bentuk verbal, bisa juga dalam bentuk sikap dan perasaan. Respons dapat dibimbing oleh pengetahuan dan tujuan. Hal itu merupakan suatu respons internal dari diri PK secara sadar dan bertujuan mengidentifikasi perasaan klien. Meskipun respons itu sebenarnya internal, hal itu dikomunikasikan kepada klien melalui berbagai bentuk manifestasi eksternal (dari luar), baik melalui perkataan, ekspresi muka, nada berbicara, maupun melalui tindakan. 4.
penerimaan, Objek penerimaan adalah klien individual (sebagaimana adanya dia/sebenarnya) dengan kekuatan dan kelemahannya; potensi dan keterbatasannya, sikapnya yang simpatik atau tidak simpatik, perasaannya yang positif dan negatif, serta tingkahlakunya yang baik dan yang tidak baik. Meskipun secara realistis PK melihat segala sesuatu yang negatif pada klien, ia tetap dapat mempertahankan kehormatan klien secara realistis juga. Sifat-sifat penerimaan mencakupi kehangatan, kesopanan, mendengarkan, menghormati, perhatian, minat, kedewasaan, kepastian yang konsisten, dan kesediaan untuk dengan sadar memasuki dan membagi pengalaman hidup dengan orang lain. Penerimaan adalah suatu prinsip tindakan penerimaan dan perlakuan PK terhadap klien sebagaimana adanya, termasuk kekuatan dan kelemahannya, sifatnya yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, perasaan positif dan perasaan negatifnya, sikap dan tingkahlakunya yang konstruktif dan dekstruktif, serta selalu mempertahankan perasaan tentang martabat dan nilai kepribadiannya. Tujuan penerimaan adalah menghormati integritas klien sebagai sesama manusia, membantu orang yang sedang dalam kesulitan, menyumbang sesuatu kesenangan dan kebahagiaan terhadap orang lain, membantu orang untuk menjadi lebih baik, serta mendapatkan penguasaan atas kehidupannya dan kelakuannya sendiri. Menerima klien sebagaimana adanya dengan sikap, prinsip, atau tingkah laku yang menyimpang, jelas bukan berarti mengakui atau menyetujui atau membenarkan penyimpangan itu. Penerimaan berarti menerima dan mengerti untuk membantu dan mengakui bahwa hal itu sebagai bagian dari kenyataan, tetapi bukan sebagai yang benar dan baik. Jadi, ada perbedaan antara menerima dan membenarkan. Penerimaan 202 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
terhadap orang lain bukan berarti menerima perbuatan yang tidak bermoral sebagai perbuatan yang benar, juga tidak berarti membenarkan sikap atau tingkahlaku yang menyimpang. Objek penerimaan bukanlah ”yang baik”, tetapi ”yang nyata”. Pemahaman PK terhadap konsep penerimaan akan membantu PK mengerti klien sebagaimana adanya. Dengan demikian, PK membantu klien membebaskan diri dari pertahanan diri yang tidak dikehendaki sehingga klien merasa aman untuk membuka diri dan memandang diri sebagaimana adanya serta menyelesaikan masalahnya sendiri dengan cara yang realistik. 5. sikap tidak menghakimi, Pengertian dasar dari “menghakimi” adalah menentukan apakah seseorang itu bersalah atau tidak bersalah dalam melakukan suatu hal. Hal itu merupakan proses memutuskan apakah seseorang terlibat dalam tindakan kejahatan atau tidak, dengan pengetahuan dan dengan kesengajaan sehingga ia dipersalahkan. Sikap tidak menghakimi didasarkan pada suatu keyakinan bahwa PK tidak membenarkan penentuan bersalah atau tidak bersalah, atau sampai seberapa jauh tanggungjawab klien sebagai penyebab masalah atau kebutuhan. Meskipun demikian, PK harus mampu membuat evaluasi mengenai sikap standar atau tindakan klien tanpa melibatkan unsur pikiran dan perasaannya. Dalam PK menghakimi berarti suatu usaha menempatkan kesalahan pada klien, menyatakan bahwa ia baik secara verbal maupun nonverbal bertanggungjawab karenamenyebabkan masalahnya atau ketergantungannya, baik yang berhubungan dengan lingkungannya maupun dengan kepribadiannya. Kebutuhan klien mencari bantuan dari lembaga sosial dapat mengakibatkan timbulnya perasaan yang tidak enak, salah satunya adalah takut “dihakimi”. Ketakutan klien timbul berdasarkan pengalaman hidupnya. Ia telah dihakimi dan dikutuk karena kesalahan dan kegagalan yang telah diperbuatnya, baik oleh orang yang tidak mengerti diri klien maupun oleh orang yang tidak mempunyai hak untuk berbicara kepadanya. Apabila klien melihat PK sebagai simbol masyarakat yang akan menghakiminya dan yang ia takuti, klien cenderung mencari keamanan diri dalam suatu sikap yang melindungi dirinya. Hal itu merupakan rintangan untuk dapat melihat secara objektif pada dirinya dan sebab ketidakmampuannya untuk menyesuaikan diri. Selama takut dihakimi, klien tidak akan merasa bebas untuk berbicara tentang dirinya dengan tenang dan terbuka. Dia tidak akan mampu mengeluarkan hal yang negatif dalam situasinya dan dalam kepribadiannya karena takut informasi yang diberikannya akan digunakan untuk menyerang dirinya dalam berbagai cara. Kebutuhan untuk melindungi diri sendiri akan berkurang apabila klien menyadari bahwa PK adalah orang yang secara total tidak mempunyai keinginan untuk menghakimi atau mengadili klien. Kecurigaan terhadap PK yang menunjukkan sikap bersahabat akan hilang dan ia 203 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
akan merasa yakin bahwa pertanyaan yang diajukan adalah untuk kepentingan membantu klien, bukan untuk menjatuhkannya. Klien akan menjadi lebih mampu menerima dirinya sebagai orang yang berguna dan lebih mampu mendiskusikan kebutuhannya dan masalahnya yang sebenarnya. 6. memutuskan bagi diri sendiri, Salah satu keyakinan yang kuat dari PK adalah bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk memutuskan bagi diri sendiri dan bahwa pelanggaran yang disadari dan disengaja oleh PK terhadap kebebasan klien untuk memutuskan sendiri adalah suatu tindakan yang tidak profesional, yang melanggar hak klien dan mengganggu atau tidak memungkinkan penyelesaian masalah. Prinsip klien memutuskan bagi diri sendiri adalah pengenalan praktis terhadap hak dan kebutuhan klien untuk bebas membuat pilihan dan keputusan sendiri dalam proses bantuan. PK mempunyai kewajiban untuk menghormati hak itu, mengenal kebutuhan itu, menstimulasi dan membantu klien mengaktifkan potensi itu untuk mengarahkan diri sendiri dengan jalan membantu klien melihat dan menggunakan sumber daya yang ada di komunitas dan diri klien sendiri. Hak klien untuk memutuskan sendiri, walaupun terbatas oleh kemampuan klien untuk membuat keputusan yang konstruktif dan positif, sangat dipengaruhi oleh kerangka hukum sipil dan hukum moral, serta oleh fungsi lembaga sosial. 7.
kerahasiaan, Kerahasiaan merupakan hak asasi individu dan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu sebagai kode etik profesional dan sebagai unsur relasi bantuan. Kerahasiaan adalah penjagaan informasi yang bersifat rahasia tentang klien yang disampaikan dalam relasi profesional. Kerahasiaan merupakan suatu kewajiban etis dari manajer kasus dan sangat diperlukan bagi pembimbingan kemasyarakatan yang efektif. Namun, hak klien tersebut tidak mutlak karena rahasia klien kadangkadang perlu dibahas bersama antara orang profesional dalam satu tim kerja suatu lembaga sosial dan lembaga sosial lainnya. Kewajiban itulah yang mengikat semua orang yang terlibat di dalamnya. Rahasia hanya dapat didiskusikan dalam relasi profesional. Oleh sebab itu, PK sebaiknya menjelaskan informasi atau catatan apa saja yang disimpan, serta laporan dan catatan yang akan diberikan kepada pihak lain yang juga mempunyai hak dan tanggungjawab dalam penyediaan layanan berkesinambungan bagi klien. Jika klien meminta bantuan dari suatu lembaga pelayanan sosial, ia menyadari bahwa ia harus mengutarakan berbagai fakta tentang dirinya dan tentang situasinya kepada PK. Misalnya, perasaannya yang tidak ingin diketahui orang lain, tingkahlakunya yang dapat merusak reputasi pribadinya apabila diketahui oleh kawan atau tetangganya atau tentang kejadian-kejadian dalam keluarganya yang dapat memalukannya. Sebelum menghimpun informasi dari klien, penting bagi PK untuk menjelaskan 204 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
kepada klien apa tujuan mengumpulkan informasi yang lengkap dan benar, baik dari klien maupun dari keluarga dan siapa saja yang dapat mengakses informasi tersebut. Hal tersebut akan dapat mengurangi kekhawatiran/kecurigaan klien untuk dapat berterus terang dalam mengungkapkan perasaan dan masalahnya kepada PK. Klien memasuki relasi bantuan dengan pengertian tersebut. Oleh sebab itu, memegang rahasia klien adalah kualitas yang penting dari relasi bantuan. C. Sifat layanan bantuan Setiap jenis layanan kesejahteraan sosial, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung sifat prefentif, kuratif dan rehabilitatif (Alfred J.Khan, 1973). Seperti penjelasan berikut: a. preventif atau pencegahan, pelayanan bantuan yang diarahkan untuk pencegahan timbulnya masalah baru dan meluasnya permasalahan dengan melibatkan keluarga, masyarakat, lembaga atau organisasi sosial yang peduli dengan pembinaan narapidana. b. kuratif atau penyembuhan, pelayanan bantuan yang diarahkan untuk penyembuhan atas gangguan-gangguan yang dialami oleh klien bapas baik secara fisik, psikis maupun sosial. c. rehabilitatif atau pemulihan kembali, proses pemulihan kembali fungsi-fungsi sosial setelah individu atau klien mengalami berbagai guncangan sebagai narapidana dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya. Pada negara berkembang seperti Indonesia pelayanan sosial dimaksudkan sebagai pelayanan yang difokuskan pada bantuan bagi individu bersifat perorangan dan keluarga yang mengalami masalah dalam penyesuaian diri dan pelaksanaan fungsifungsi sosial di masyarakat.
D. Menjalin kemitraan, Menjalin hubungan kerjasama terhadap penyedia layanan dilingkungan masyarakat merupakan hal penting untuk dilakukan oleh PK agar terjadi pelayanan yang berkesinambungan yang dapat memenuhi kebutuhan klien. Meskipun demikian, upaya ini merupakan hal yang rumit dan tidak mudah dilakukan. Hal terpenting adalah memusatkan upaya pada kerjasama yang saling mendukung antara satu instansi dan instansi lainnya. Dengan demikian, terdapat berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) yang memilki kemampuan layanan yang berbeda dan spesifik yang dapat menyediakan variasi layanan untuk pemenuhan kebutuhan klien. Diharapkan setelah mempelajari bab ini, PK dapat memiliki kemampuan menjalin hubungan bantuan dengan klien.Dengan pelayanan yang berkesinambungan diasumsikan bahwa sistem pendukung seperti dibawah ini tersedia secara terpadu dan dapat berjalan secara efektif dan efisien di masyarakat (Yayasan LAYAK, 2007), yaitu: a) pengembangan jaringan kerja, 205 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
b)
Jaringan kerja sering diidentikkan dengan kemitraan, kolaborasi, dan koordinasi. Jaringan kerja adalah tata hubungan kerjasama yang berciri kemitraan dari berbagai unsur yang berdasarkan kriteria tertentu memiliki tanggung jawab sosial untuk terlibat menangani masalah Adanya sistem kerjasama dan koordinasi yang direncanakan secara terarah dan sistematis. Jaringan kerja adalah proses perluasan kontak organisasi formal dan organisasi informal sehingga terjadi kontak antara suatu organisasi dan/atau anggotanya dan individu dan/atau organisasi lainnya. Fungsi jaringan kerja antar lembaga/badan sosial adalah sebagai: media kerjasama sumber informasi pengembangan program pengendalian sumber konsultasi dan koordinasi
Jaringan pengembangan perlu disusun melalui langkah jaringan antar lembaga (Meity S., 2008) berikut: identifikasi dan inventarisasi, penyusunan gagasan dan program yang dianggap layak sesuai dengan kebutuhan, identifikasi, inventarisasi, dan pemetaan pihak yang secara potensial dianggap sebagai pemilik sumber dan diperhitungkan dapat memberikan dukungan terhadap program, pelaksanaan kontak pendahuluan dan lanjutan kepada pihak-pihak yang telah dipetakan, penyusunan kontrak kerja/komitmen bersama, dan pelaksanaan kerjasama. Beberapa komponen layanan yang harus tersedia dalam menyusun jaringan dan menjalin kemitraan sebagai kekuatan untuk melengkapi program pelayanan bagi klien seperti berikut:
206 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
a. tersedianya bahan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) b. tersedianya mobilisasi masyarakat untuk membangun program layanan masyarakat, c. terjalinnya kemitraan antara pemerintah dan LSM, d. tersedianya prosedur rujukan antarinstansi penyedia layanan di masyarakat bagi klien dan/atau keluarganya, e. tersedianya prosedur supervisi dari sarana layanan di tingkat pusat dan daerah, termasuk para relawan, serta f. pelatihan dan bimbingan teknis bagi PK.
Gambar 8. Menjalin kemitraan wajib dalam manajemen kasus untuk menggali sumber pelayanan. Pelayanan lanjutan, baik berupa rujukan (referral), penyaluran (transfer) maupun pengakhiran (terminasi) bagi kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH),bertujuan terlaksananya pengalihan pelayanan lanjutan bagi klien kepada pihak lain sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan masalahnya. Contoh: Individu dan lembaga yang dapat menjadi rujukan: a. keluarga : orang tua, kakak/adik, kakek/nenek, paman/bibi, sepupu, dll. b. profesi lain: psikolog,penasihat hukum, pekerja sosial, dokter, guru,dan polisi; c. orang lain yang dekat dengan korban: keluarga (orangtua), teman sebaya, dan tokoh masyarakat (ketua RT/ketua RW); d. lembaga pemerintah (formal):dinas sosial, Komisi Nasional Perlindungan Anak, pusat-pusat rehabilitasi, rumah sakit, dan bapas; e. lembaga sosial skala internasional: UNICEF, Save Children, dan ILO; f. lembaga sosial nonpemerintah (LSM): seperti rumah aman anak dan rumah singgah; g. lembaga sosial berbasis keagamaan (ormas):Muhamadiyah dan Nahdlatul Ulama yang telah banyak memiliki panti asuhan dan rumah singgah, dll. 1. Sumber-Sumber Pelayanan Setiap orang selalu dihadapkan pada usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang digunakan oleh individu ataupun kelompok dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka (Siporin, 1972). Untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan manusia, sebenarnya ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. a. Kebutuhan manusia pada prinsipnya lebih dari satu;kebutuhan manusia tersebut merupakan sekumpulan dari kebutuhan dasarnya. 207 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
b.
Ada beberapa kebutuhan manusia yang sebenarnya merupakan karakteristik dari konteks kebudayaan yang dimilikinya. Manusia yang berada di dalam masyarakat tertentu akan dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, kebutuhan manusia juga dipengaruhi oleh kebudayaannya. c. Sistem kebutuhan setiap individu sangat bergantung pada perkembangannya. Kebutuhan seorang bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa akan berbeda. Selain perkembangan fisik, perkembangan psikis juga memengaruhi jenis kebutuhan yang diperlukan setiap individu. Kebutuhan klien sangat banyak dan bervariasi, masing-masing memiliki kebutuhan yang spesifik. Kebutuhan manusia dikelompokkan dalam 2 golongan besar, yaitu: a. kebutuhan berdasarkan karakteristik umum (general), dan b. kebutuhan berdasarkan perkembangan manusia (spesifik). Banyak ahli yang memberikan pendapat mereka mengenai jenis kebutuhan manusia secara umum. Neil GilbertdanHarry Specht(1989) di dalam bukunya yang berjudul The Emergence of Sosial Welfare and Sosial Work menyatakan bahwa kebutuhan manusia dapat dikelompokkan dalam 5 bagian, yaitu: kebutuhanfisik(physicalneeds), kebutuhan emosional (emotional needs), kebutuhanintelektual (intelectual needs), kebutuhanspiritual (spiritual needs), dan kebutuhan sosial (social needs). Ilustrasi sebagaimana terlihat pada Gambar 9 menunjukkan bahwa betapa pusingnya orang itu untuk dapat memenuhi kelima kebutuhan tersebut karena kebutuhan manusia itu sangat tak terbatas. Kebutuhan setiap tahapan perkembangan manusia berbeda-beda. Sistem sumber bantuan secara potensial dapat digali dan dimanfaatkan klien untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi kadang-kadang ada situasi yang menyebabkan klien tidak dapat menggali dan memanfaatkan sistem tersebut. Oleh karena itu, ia membutuhkan dukungan dan dampingan PK untuk dapat mengakses berbagai sistem sumber layanan dan/atau bantuan tersebut. (Allen Pincus dan Anne Minahan dalam Dwi Heru Sukoco, 1992) mengklasifikasikan sumber layanan ke dalam tiga golongan, yaitu : a. sistem sumber alamiah atau sistem sumber informal, Sistem sumber alamiah atau sistem sumber informal adalah keluarga, teman, tetangga, ataupun orang lain yang bersedia membantu. Bantuan yang dapat digali dan dimanfaatkan dari sumber alamiah adalah dukungan emosional, kasih sayang, nasihat, informasi, dan layanan konkret lainnya, seperti peminjaman uang. 208 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
b. sistem sumber formal, Sistem sumber formal adalah keanggotaan klien dalam suatu organisasi atau asosiasi formal yang bertujuan untuk meningkatkan minatnya sebagai anggota. Sistem sumber tersebut juga dapat membantu anggotanya untuk bernegosiasi dan memanfaatkan sistem sumber kemasyarakatan. c. sistem sumber kemasyarakatan, Sistem-sistem sumber kemasyarakatan dapat berupa rumah sakit, badan adopsi, program latihan kerja, pelayanan sosial resmi, dan sebagainya. Setiap orang dalam kehidupannya berkaitan dengan sistem sumber kemasyarakatan, seperti sekolah, pusat perawatan anak, penempatan tenaga kerja, dan program tenaga kerja. Orang juga berkaitan dengan badan pemerintah dan layanan umum lainnya, seperti rumah sakit, perpustakaan umum, kepolisian, dan pelayanan sosial. 2.
Pemetaan Sumber Layanan Untuk dapat menggali dan memanfaatkan sumber layanan di atas diperlukan kekuatan dan kekuasaan (power and authority). Kekuatan dan kekuasaan manusia pada dasarnya merupakan kemampuan orang tersebut untuk bertindak secara efektif. Kekuasaan biasanya berkaitan dengan hak seseorang untuk dapat memanfaatkan sumber-sumber layanan yang tersedia. Pembimbing kemasyarakatan, sebagai pihak perantara atau penghubung antara sistem sumber layanan dan kliennya, terlibat dalam usaha memengaruhi kebijakan serta program yang menjamin adanya pemerataan bagi setiap orang. Dalam upaya memengaruhi kebijakan tersebut, PK harus mampu berperan sebagai perantara, pelaku advokasi (advocate), dan pemetaan pemangku kepentingan (stakeholder) yang memiliki kewenangan memberikan layanan yang dibutuhkan klien. Dalam proses pembimbingan,PK sebaiknya memiliki buku saku yang memuat instansi pemberi layanan, alamat, jam layanan, dan kontak person dengan nomor telepon yang dapat dihubungi diwilayah kerjanya. Diharapkan PK juga dapat memberikan buku saku layanan tersebut kepada kliennya sehingga klien dapat mengakses layanan yang dibutuhkan dengan lebih mudah. Untuk lebih jelasnya, PK dapat melihat contoh bagaimana melakukan koordinasi, menjalin kemitraan, dan melakukan pemantauan terhadap klien bapas yang terdeteksi HIV setelah mendapatkan program pembebasan bersyarat (PB) seperti bagan berikut:
209 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
Pusat CST, adikasi
Napi/Ta hanan Bebas Dengan resiko HIV dan atau dalam program (TB, IMS, Adiksi, ARV)
WBP Bebas murni
Rumah singgah
PB, CB, CMB Bagi Klien Bapas
Bapas & BLK
Layanan CST Pengobat an TB Pelayana n IMS
Puskesma s
LSM
Tanpa faktor Bebas Gambar 10 resiko HIV Layanan kesehatan bagi klien bapas, PB, CBM, dan CB & tidak dalam PK, sebagai manajer kasus, dapat memberikan informasi dan/atau membantu klien program yang sedang menjalani PB, CMB, dan CB untuk akses ketempat penyedia layanan terapi
kesehatan yang dibutuhkan. Bapas merupakan satu-satunya instansi pemerintah yang dapat menghubungkan warga binaan dari lapas dan rutan dengan dunia luar, terutama yang menjalani PB, CBM, dan CB. Warga binaan yang mengikuti program PB, CMB, dan PB merupakan klien pemasyarakatan dalam pengawasan balai pemasyarakatan. Sebelum narapidana menjalani pembebasan, dilakukan pemantapan sesuai dengan kebutuhan individu narapidanayang bersangkutan. Pemantapan dapat berupa konseling individu ataupun pemantapan secara kelompok. Kegiatan pemantapan dapat dilakukan melalui ceramah, penyuluhan, ataupun pelatihan yang dikemas dalam program prerelease. Dari program ini diharapkan warga binaan yang mempunyai perilaku berisiko di lapas dapat diketahui status HIV-nya sebelum bebas agar setelah bebas dapat dibuat perencanaan penanganan kesehatannya. Hal ini juga dapat mencegah terjadinya penularan kepada pasangannya dan/atau keluarga. Klien dalam risiko HIV atau dalam program TB, IMS, adiksi, ARV bagi klien bebas murni dilakukan rujukan ke rumah singgah atau pusat CST dan Adiksi. Bagi klien PB, CMB, dan CB rujukan dapat dilakukan ke bapas dan BLK. Selanjutnya, baik klien bebas murni maupun klien PB, CMB, dan CB memperoleh layanan lanjutan ke puskesmas ataupun LSM untuk dilakukan pengobatan dan terapi secara berkala dan berkelanjutan yang prosesnya tampak seperti pada bagan di atas. Warga binaan pemasyarakatan kerap menemui masalah dalam kehidupannya setelah mereka keluar dari lapas sehingga pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan sangat mereka butuhkan. Masalah yang sering ditemui berkaitan dengan kesehatan. Studi kasus di luar negeri tentang klien HIV yang bebas dari lapas dan rutan didapat permasalahan sebagai berikut: 210 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
1) perilaku seks yang berisiko, tidak aman, transaksi seks, dan penggunaan narkoba; 2) bertemu dengan perilaku berisiko HIV dan HCV dalam beberapa hari pertama setelah bebas sehingga merupakan faktor penyebab kambuhnya perilaku berisiko dalam beberapa hari setelah bebas; 3) mantan WBP memerlukan penyegaran kembali tentang pengetahuan HIV dan hepatitis C, upaya pencegahan terfokus pada pendidikan, promosi kesehatan mengenai seks dan jarum steril, rehabilitasi atau terapi kepada penyalahguna obat, perlunya rumah singgah untuk bebas dari narkoba pada hari-hari pertama bebas; 4) mantan WBP menghadapi tantangan besar dalam mengakses sarana kesehatan dan pengobatan sehingga diperlukan koordinasi antara petugas bapas dan petugas kesehatan di komunitas umum agar dapat melanjutkan perawatan setelah bebas; 5) kepatuhan mantan WBP terhadap terapi seringkali menurun drastis,tingkat overdosis sangat tinggi bagi mantan WBP juga mantan pengguna narkoba, mungkin dapat dirujuk pada puskesmas atau rumah singgah di luar (Draf “Pedoman Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan Komprehensip di Lapas, Rutan, dan Bapas”, 2011). 3.
Jejaring Instansi Pemerintah atupun Nonpemerintah Kenyataan menunjukkan bahwa betapa rentannya klien bapas setelah bebas tanpa pengawasan dan pendampingan, PK perlu mengetahui jejaring instansi pemerintah ataupun nonpemerintah yang dapat dibutuhkan untuk menolong klien bapas, seperti: a. rumah sakit daerah yang menyediakan sarana CST dan layanan HIV; b. rumah sakit penyedia layanan penanggulangan ketergantungan obat; c. dinas kesehatan kabupaten/kota; d. puskesmas yang terdekat dengan bapas; e. lembaga swadaya masyarakat yang melayani HIV/AIDS, harm reduction, dan rehabilitasi pecandu; serta f. komisi penanggulangan AIDS kota dan provinsi.
E. Rangkuman 1. Penguatan dan pemetaan jejaring layanan yang tersedia diwilayah kerja PK merupakan upaya terpenting yang harus dilakukan oleh PK. Tanpa adanya kerja sama yang baik antara PK atau bapas dan petugas instansi pemberi layanan akan sulit bagi klien untuk dapat mendapatkan layanan. 2. Pembimbing kemasyarakatan harus mampu memetakan sumber layanan nonpemerintah, seperti lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang HIV 211 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
AIDS, harm reduction, dan rehabilitasi pecandu narkoba, selain sumber layanan formal yang disediakan oleh pemerintah. 3. Salah satu peran utama PK adalah menjalin hubungan bantuan dengan klien dan klien harus menyadari kebutuhannya akan dukungan dan bantuan PK untuk kembali memulai melaksanakan perannya di masyarakat setelah ia memperoleh pembebasan bersyarat. Dalam menjalin hubungan bantuan, seorang PK harus memahami tujuh prinsip relasi bantuan yang dapat membantu terbangunnya relasi yang baik antara PK dan klien. 4. Ketujuh prinsip relasi bantuan tersebut adalah individualisasi, ekspresi perasaan yang bertujuan, pelibatan emosional yang terkendali, penerimaan, sikap tidak menghakimi, memutuskan bagi diri sendiri, dan kerahasiaan. 5. Setiap layanan bantuan atau layanan sosial senantiasa diarahkan sebagai upaya pencegahan, penyembuhan, dan pemulihan dari gangguan dan guncangan selama klien berstatus sebagai narapidana. g. Latihan Apakah Saudara sudah memahami materi yang disampaikan pada pokok bahasan VI ini? Untuk mengetahui seberapa dalam pemahaman Saudara berkaitan dengan materi ini, jawablah pertanyaan berikut ini. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sebutkan salah satu sistem sumber layanan menurut Pincus dan Mihanan! Sebutkan salah satu prinsip untuk mengidentifikasi kebutuhan manusia! Sistem layanan seperti apa yang dapat memberikan layanan berkesinambungan? Sebutkan lima kebutuhan manusia menurut Neil GilbertdanHarry Specht! Mengapa PK harus melakukan pemetaan sumber layanan ? Sebutkan dan jelaskan salah satu dari tujuh prinsip relasi bantuan! Sebutkan salah satu fungsi dari jaringan kerja? Apakahyang dimaksud dengan konsep kerahasiaan relatif?
212 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
AB TUJUH
PENUTUP
213
MANAJEMEN KASUS
A. Rangkuman Salah satu model untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan klien bapas adalah dengan menggunakan manajemen kasus. Untuk dapat menjadi manajer kasus yang baik diperlukan pengetahuan dan keterampilan. Salah satu keterampilan atau kemampuan dasar yang harus dimiliki PK ialah keterampilan komunikasi yang efektif agar hubungan saling mempercayai dapat tercipta antara PK dengan klien. Dengan berlandaskan kepercayaan ini diharapkan informasi yang diperoleh PK dalam pembimbingan dan penelitian kemasyarakatan adalah informasi yang benar dan valid. Dengan demikian, PK dapat mengetahui masalah yang dihadapi klien dan menyusun perencanaan yang akan dikembangkan bersama dengan klien. Makin meningkatnya jumlah angka kriminal dan pelanggar hukum diperlukan model penanganan yang komprehensif dan efektif agar tidak terjadi pengulangan tindak pidana. Pelayanan yang tepat dan efisien serta adil bagi pelaku maupun korban merupakan salah satu tujuan dalam model menajemen kasus, sebagai upaya pemberdayaan klien secara optimal. Terbatasnya jumlah PK dan beragamnya tingkat pendidikan bagi PK merupakan tantangan keberhasilan penanganan dengan model manajemen kasus ini. PK harus mampu memetakan sumber bantuan internal dari pihak terdekat klien dan juga sumber layanan yang disediakan oleh lembaga swadaya masyarakat setempat,selain sumber layanan formal yang disediakan oleh pemerintah. Dalam hal ini,PK sebagai manajer kasus harus memiliki kemampuan berkoordinasi, menjalin kemitraan dengan jejaring sosial dan lembaga/badan sosial dan tim ahli yang dibutuhkan dalam penanganan kasus. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi, PK harus memiliki buku saku jejaring dengan informasi yang lengkap bagi penyedia layanan diwilayah kerjanya.
B.
Umpan Balik Baca dan pelajarilah setiap bab secara bertahap dan berulang-ulang sehingga pada saat PK selesai mengerjakan tes formatif yang disajikan dalam modul ini tingkat penguasaan yang Anda peroleh mencapai paling sedikit 80%.Dengan pengalaman praktik dimungkinkan PKakan lebih baik dapat menerapkan model manajemen kasus ini dengan sempurna. Apabila Anda memperoleh jawaban 80 % atau lebin benar, berarti Anda akan lulus dalam mengikuti seleksi ujian.Namun,sebaliknya, apabila dalam evaluasi penguasaan diperoleh nilai kurang dari 80%, PK harap belajar lebih giat lagi. Selamat belajar !
214 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
KUMPULAN SOAL 1. Manajemen kasus sering digunakan untuk merespons kebutuhan .... a. ekonomi keluarga b. perseorangan c. kesehatan dan layanan sosial d. pertahanan dan keamanan 2. Manajemen kasus sebagai pengorganisasian layanan yang bertujuan agar .... a. klien mendapatkan perhatian b. klien mendapat bimbingan yang lebih lama c. klien memperoleh layanan secara tepat d. klien dapat mengikuti kegiatan yang tepat di masyarakat 3. Menurut NASW, 1989, manajemen kasus adalah proses .... a. membantu melakukan pendampingan b. mengajak untuk mandiri c. merencanakan kegiatan d. memberikan kesadaran 4. Dari definisi beberapa manajemen kasus yang telah dibaca dapat disimpulkan bahwa: a. manajemen kasus merupakan model praktik yang menggunakan pengetahuan dan keterampilan dan nilai-nilai tertentu. b. manajemen kasus merupakan keahlian bagi petugas lapas. c. manajemen kasus wajib bagi pendamping petugas yang menangani klien HIV/AIDS. d. manajemen kasus dapat digunakan bagi klien anak. 5. Salah satu prinsip manajemen kasus adalah .... a. kerahasian b. menegakkan nilai-nilai HAM c. menjaga nilai-nilai masyarakat. d. identifikasi klien dan kebutuhannya. 6. Salah satu fungsi manajemen kasus adalah .... a. meringankan hukuman b. tidak membeda-bedakan pelayanan pembimbingan c. layanan yang teratur d. memudahkan pembimbingan bagi PK bapas 7. Tujuan manajemen kasus adalah .... a. menjaga klien agar lapor tepat waktu. b. mengajarkan klien agar bertanggung jawab kepada keluarga dan masyarakat c. mudah memantau perkembangan klien d. bagi klien agar mendapat layanan yang efektif dan efisien. 8. Untuk mengetahui kebutuhan klien bapas perlu dilakukan .... a. pembuatan litmas 215 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
b. melihat penahapan pembinaan c. mempelajari vonis pengadilan d. asesmen 9. Kegiatan asesmen meliputi: a. Kunjungan ke rumah klien, bertemu tokoh masyarakat/kepala desa b. mempelajari vonis pengadilan dan penahapan pembinaan c. identifikasi masalah dan perumusan masalah d. menyusun rencana pembimbingan 10. Urutan tahapan dalam manajemen kasus adalah .... a. asesmen, intervensi, pengawasan, perencanaan, pendampingan, terminasi b. asesmen, perencanaan, intervensi, pengawasan, pendampingan, terminasi c. asesmen, pengawasan, perencanaan, pendampingan, intervensi,terminasi d. asesmen, terminasi, pendampingan, perencanaan, pengawasan, intervensi 11. Terminasi/pemutusan pembimbingan dilakukan karena: a. klien sudah tidak bekerja b. klien meninggalkan keluarganya c. klien pindah tempat tinggal d. klien tidak mengikuti nasihat PK 12. Hal apa saja yang diperhatikan pada saat pengawasan terhadap klien? a. tempat tinggal klien b. teman sepermainan dengan klien c. jumlah pertemuan untuk konseling d. pengulangan tindak pidana 13. Bebarapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan konseling .... a. penampilan fisik klien b. tingginya hukuman dan lamanya bimbingan c. kasus pidana yang dilakukan d. proses kerja sama timbal balik dan saling menghargai 14. Kegiatan konseling adalah interaksi yang: a. saling ketergantungan b. berlangsung dalam kerangka profesional c. tidak dapat direncanakan sebelumnya d. memerlukan biaya dan pengorbanan. 15. Salah satu syarat menjadi PK yang berkualitas menurut LAYAK, 2007 : a. tidak mudah percaya pengakuan klien b. tidak menghambat ekspresi perasaan klien c. tidak mampu mengendalikan diri d. tidak peka terhadap budaya
216 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
Kunci Jawaban 1. a 2. c 3. b 4. c 5. a 6. d 7. c 8. d 9. d 10. c 11. b 12. c 13. d 14. d 15. b
217 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
DAFTAR PUSTAKA Achlis, 1992, Komunikasi Pekerjaan Sosial, An Naba Perpustakaan DKM Al Ihsan STKS, Bandung. Brenda, du Bois dan Karla Krogsrud Miley, 1992, Social Work and Empowering Proffession, Boston Allyn and Bacon. Corey, Gerald, 2005. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama, Bandung Sheafor, Bradford W, Charles R. Horesjsi, 2003. Techniques and Guidelines for Sosial Work Practice, United States of America. Frankel, A.J., 2004. Case Management: An Introduction to Concepts and Skills.Second Edition. University of North California, Wilmington School of Social Work Yeshire University, Lyceum Books, Inc. Rothman, 1991. Case Management Helping Proffesion, National Association of Sosial Workers, California. J.Kahn, Alfred, 1973. Social Policy and Social Services, Random Hause, New York. Saleebey, D, 1997. The Strengths Perspective in Social Work Practice, New York : Longman. Surya, Mohamad, 2003.Teori-Teori Konseling, Bandung, Pustaka Bani Quraisy. Siporin, Max, 1975. Introduction to Social Work Practice,Macmillan, Canada. Heru Sukoco Dwi, 1992.Profesi Pekerjaan Sosial, Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi KesejahteraanSosial, Bandung. Subardhini, Meity, 2008, Manajemen Kasus, Pateri perkuliahan program Pascasarjana Pekerjaan Sosial, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial. Bandung Yayasan LAYAK, 2007. Buku Pedoman Pelatihan bagi Pelatih Manajemen Kasus HIV-AIDS. Depok. DirektoratJenderal Pelayanan Medik, Ditjen PPM & PL, Depkes RI, 2004. Modul Pelatihan dan Konseling Tes Sukarela untuk Konselor Profesional. Family Health International, 2001.HIV Counselling Training Manual. Zimbabwe. Ministry of Health and Family Welfare, National AIDS Control Organisation, Government of India. HIV-AIDS Counselling Training Manual for Trainers. Kemenkes RI dan Kemenkumham RI, “Draft Pedoman Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Komprehensif di Lapas, Rutan, dan Bapas”, 2011.
218 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
GLOSARIUM 1. Asesmen, adalah proses pengumpulan, analisis dan sintesa data penting kedalam suatu formulasi pernyataan yang mencakup dimensi penting, yaitu: karakteristik masalah klien yang meliputi perhatian khusus terhadap kebutuhan perkembangan dan stressor bersamaan dengan transisi kehidupan yang memerlukan adaptasi; kapasitas mengatasi masalah klien yang mencakup kekuatan, keterampilan, kepribadian, keterbatasan dan kekurangan; sistem yang relevan meliputi masalah klien dan karakteristik resiprokal antara klien dan sistem tersebut; sumber yang tersedia atau yang dibutuhkan dalam mengatasi masalah; serta memotivasi klien untuk melakukan sesuatu terhadap masalahnya. Indikator proses identifikasi, analisis, dan sintesis data pada dimensi; kondisi klien, keluarga, dan lingkungan; kapasitas mengatasi masalah; sumber daya yang relevan dengan masalah. 2. Manajemen kasus, adalah suatu pendekatan dalam pemberian pelayanan yang ditujukan untuk menjamin agar klien yang mempunyai masalah yang kompleks dapat memperoleh semua layanan yang dibutuhkan secara cepat. Manajer kasus melaksanakan peranan penting sebagai pialang sosial, menguasai sumber dan kebutuhan pelayanan advokasi sosial, mewakili kepentingan klien dalam menghadapi berbagai penyedia layanan dan penyediaan sumber daya yang dibutuhkan oleh klien. 3. Indikator Fungsi dasar manajemen kasus: asesmen, perencanaan, daftar lembaga layanan, informasi dalam perencanaan kasus,interprestasi tujuan, monitoring evaluasi; Penyaluran; Memantau/memonitor setiap pelayanan yang diberikan untuk memastikan tujuan tercapai secara tepat dan efektif. 1. Komunikasi Berasal dari bahasa latin communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Definisi lain dari komunikasi adalah proses pertukaran informasi antara dua orang atau lebih dalam proses ini terjadi kegiatan mengirim pesan, menerima, dan menanggapi pesan diantara orang yang saling berinteraksi (Max Siporin, 1975).
219 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS
2. Keberfungsian sosial Mengacu pada cara individu atau kelompok (keluarga, asosiasi, komunitas) berperilaku dalam upaya menjalankan kehidupan mereka dalam memenuhi kebutuhannya. 3. Rehabilitasi Dewan nasional untuk rehabilitasi mengatakan suatu definisi rehabilitasi sebagai usaha memperbaiki kecacatan secara fisik, mental, sosial, vokasional, dan ketidakmampuan ekonomi, tetapi mereka masih memiliki kemampuan/kesanggupan. 4. Sumber daya Merupakan aset yang ada atau yang dimiliki yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, memenuhi kebutuhan, dan mendukung keberfungsian sosial. 5. Stigma Mengacu pada pemberian tanda untuk mengekspos sesuatu yang tidak pada tempatnya dan memberikan tanda yang jelek mengenai status sosial atau moral seseorang. 6. Terminasi Dalam konteks manajemen kasus, merupakantitik akhir/pengakhiran layanan dalam proses manajemen kasus. Pekerja sosial bersama tim akan memutuskan layanan karena tujuan telah tercapai atau tidak tercapai dan tidak ada keinginan untuk melanjutkan atau dirujuk ke lembaga lain.
220 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL V DIVERSI
TAHUN 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
DIVERSI Copyright © 2012, Tim Penulis Modul Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Penulis Sri Susilarti | Tatan Rahmawan | G.A.P. Suwardhani Editor Tim PAU Universitas Terbuka Siti Zahra Yundiafi Desain dan Tata Letak Rion Gustaf
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Tim Penyusun Modul
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN DIREKTORAT BIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN PENGENTASAN ANAK 2012
DIVERSI
PENGANTAR Modul Diversi bagi pembimbing kemasyarakatan (PK) pada balai pemasyarakatan di seluruh wilayah Indonesia merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Hal ini mengingat telah disahkannya Undang-Undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan akan diberlakukan pada tahun 2014 yang akan datang. Melalui Modul Diversi ini, diharapkan para PK akan memiliki pemahaman mendasar tentang pelaksanaan Diversi untuk kepentingan terbaik anak. Modul Diversi ini adalah modul kelima dari beberapa modul yang telah disusun oleh tim yang diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi PK dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan upaya Diversi dilapangan maka sangat dibutuhkan pemahaman mengenai sistem peradilan pidana anak, konsep keadilan restoratif, konsep diversi, instrumen nasional yang menjadi dasar hukum dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, instrumen internasional yang menjadi dasar hukum dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum dan tahapan pelaksanaan diversi. Kami sadar bahwa modul ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang konstruktif kami terima dengan tangan terbuka. Tim penyusun berharap modul ini dapat bermanfaat bagi PK selaku pengguna. Tidak lupa kami juga berterima kasih atas dukungan semua pihak dalam penyusunan modul ini, khususnya kepada HCPI (HIV Cooperation Program for Indonesia).
Tim Penyusun
i MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB SATU
PENDAHULUAN
ii
DIVERSI
A. Latar Belakang Anak merupakan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang lahir harus mendapatkan haknya tanpa anak tersebut meminta. Pernyataan ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Hak anak ini kemudian juga dituangkan dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kedua ketentuan tersebut membahas tentang prinsip-prinsip umum pelindungan anak, yang mencakup nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, serta penghargaan partisipasi anak. Filosofi sistem peradilan pidana anak adalah mengutamakan pelindungan dan rehabilitasi terhadap pelaku anak (Emphasized the rehabilitation of youthful offender). Secara filosofis, anak dianggap sebagai orang yang masih mempunyai sejumlah keterbatasan dibandingkan dengan orang dewasa. Anak memerlukan pelindungan dari negara dan masyarakat dalam jangka waktu ke depan yang masih Gambar 1 Situasi persidangan yang tidak bersahabat dengan anak panjang. Terhadap anak yang terlanjur Sumber: pusakaindonesia.or.id menjadi pelaku tindak pidana diperlukan strategi sistem peradilan pidana, yaitu mengupayakan seminimal mungkin intervensi sistem peradilan pidana. Gambar 1 memperlihatkan situasi persidangan yang harus dihadapi oleh anak, tetapi tidak menunjukkan bahwa anak bersahabat dengan situasi yang harus dihadapinya tersebut. Sampai saat ini, kenyataan jumlah anak yang melakukan pelanggaran hukum masih tergolong tinggi. Sebagian besar dari kasus yang mereka hadapi diselesaikan melalui proses hukum formal. Proses hukum formal bagi anak saat ini relatif sama dengan proses hukum formal bagi orang dewasa. Gambar 1 memperlihatkan, baik secara proses maupun putusan yang dijatuhkan hakim, anak harus mengalami proses hukum sama seperti yang dialami oleh manusia dewasa. Khususnya dalam hal putusan, sebagian besar putusan bagi anak yang sudah diberikan adalah pidana penjara. Putusan pidana tersebut tidak sejalan dengan filosofi sistem peradilan pidana anak yang dilandasi oleh berbagai peraturan perundangundangan yang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Oleh karena itu, perlu ada upaya penyelesaian dengan pendekatan restorative justice. Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain faktor diri anak sendiri, faktor lain di luar diri anak, 223 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
seperti pergaulan, pendidikan, dan teman bermain, juga turut berpengaruh. Untuk melakukan pelindungan terhadap anak dari pengaruh proses formal sistem peradilan pidana, timbul pemikiran manusia atau para ahli hukum dan kemanusiaan untuk membuat aturan formal tindakan mengeluarkan (remove) seorang anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindak pidana dari proses peradilan pidana dengan memberikan alternatif lain yang dianggap lebih baik untuk anak. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka lahirlah konsep diversion yang dalam istilah bahasa Indonesia disebut diversi atau pengalihan. Modul ini akan membahas berbagai hal yang berkaitan dengan konsep diversi tersebut. B. Deskripsi Singkat Modul Diversi ini akan membahas tentang berbagai hal yang berkaitan dengan diversi, yang meliputi sistem peradilan pidana anak, konsep keadilan restoratif, konsep diversi, serta instrumen nasional dan instrumen internasional yang menjadi dasar hukum dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, tahapan pelaksanaan diversi, serta laporan pelaksanaan diversi. C. Kompetensi Umum Setelah mempelajari modul “Diversi”, seorang PK mampu melakukan upaya diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan oleh anak sejalan dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. D. Kompetensi Khusus Secara khusus, sebagai seorang PK, Saudara diharapkan mampu untuk: 1. Menjelaskan sistem peradilan pidana anak; 2. Menjelaskan konsep keadilan restoratif; 3. Menjelaskan konsep diversi; 4. Menjelaskan instrumen nasional yang menjadi dasar hukum dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum; 5. Menjelaskan instrumen internasional yang menjadi dasar hukum dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum; 6. Menjelaskan tahapan pelaksanaan diversi; serta 7. Membuat laporan pelaksanaan diversi.
E. Peta Kompetensi Untuk memudahkan Saudara mempelajari materi Modul Diversi, berikut adalah susunan kompetensi yang harus Saudara kuasai. Kompetensi ini harus Saudara miliki dalam melakukan upaya diversi menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan oleh anak sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 224 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
F. Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan Modul Diversi ini tersusun dalam empat pokok bahasan dan setiap pokok bahasan terdiri atas beberapa subpokok bahasan. Untuk memudahkan Saudara mempelajari modul ini, berikut adalah susunan pokok bahasan dan subpokok bahasan tersebut. 1. Sistem Peradilan Pidana Anak a. Pengertian, Subsistem, dan Karakteristik Sistem Peradilan Pidana Anak b. Keadilan Restoratif c. Diversi 2. Instrumen Nasional dan Internasional yang Menjadi Dasar Hukum dalam Penanganan Anak yang Berkonflik dengan Hukum a. Instrumen Nasional yang Berkaitan dengan Anak yang Berkonflik dengan Hukum b. Instrumen Internasional yang Berkaitan dengan Anak yang Berkonflik dengan Hukum 3. Tahapan Pelaksanaan Diversi a. Tahapan Pelaksanaan Diversi Sebelum Berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. b. Tahapan Pelaksanaan Diversi yang Mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak c . Ilustrasi Penanganan Perkara Anak Melalui Upaya Diversi 4. Laporan Pelaksanaan Diversi a. Format Laporan b. Lampiran Pendukung Laporan
225 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
G. Manfaat Mempelajari Modul Dengan mempelajari modul ini, selaku PK, Saudara diharapkan akan memiliki pedoman dan kemampuan dalam melakukan upaya diversi bagi anak yang berkonflik dengan hukum, misalnya sebagai pendamping atau sebagai mediator. H. Petunjuk Penggunaan Modul Dalam mempelajari modul ini, perhatikan dan ikuti petunjuk berikut. 1. Baca dan pelajari setiap bab pada modul ini secara bertahap dan berulang-ulang sehingga Saudara mampu mengerjakan soal-soal latihan yang disajikan pada modul ini dengan tingkat keberhasilan minimal 80%! 2. Pelajari pula Modul Pembimbing Kemasyarakatan (PK) lainnya agar Saudara mampu mengaplikasikan modul ini! 3. Baca, pelajari, dan pahami pula berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penanganan masalah anak yang berkonflik dengan hukum.
226 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB DUA
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
227
DIVERSI
A.
Kompetensi Khusus Setelah mempelajari Pokok Bahasan 1, Sistem Peradilan Anak, PK diharapkan mampu menjelaskan sistem peradilan pidana anak.
B. Subpokok Bahasan Pokok Bahasan 1, Sistem Peradilan Pidana Anak, dijabarkan menjadi tiga subpokok bahasan, yaitu: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak, 2. Keadilan Restoratif, 3. Diversi. Berikut adalah paparan dari ketiga subpokok bahasan tersebut. 1. Sistem Peradilan Pidana Anak Dalam subpokok bahasan 1 ini akan dipaparkan mengenai sistem peradilan pidana anak. Anak, sebagai salah satu sumber daya manusia dan merupakan generasi penerus bangsa, sudah selayaknya mendapat perhatian khusus dari Pemerintah. Upaya ini harus dilakukan dalam upaya pembinaan anak untuk mewujudkan sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas. Berkaitan dengan pembinaan anak, diperlukan sarana dan prasarana hukum yang diharapkan dapat mengantisipasi segala permasalahan yang timbul. Sarana dan prasarana yang dimaksud akan menyangkut kepentingan anak ataupun penyimpangan sikap dan perilaku yang menjadikan anak terpaksa dihadapkan ke pengadilan. Anak merupakan bagian dari masyarakat. Mereka mempunyai hak yang sama dengan masyarakat lain yang harus dilindungi dan dihormati. Hak anak merupakan hak konstitusi, yang dirumuskan dalam konstitusi (khususnya amandemen II), Pasal 28 B ayat (2) yang berbunyi, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Ketentuan dalam UUD 1945 ini memang tidak secara langsung memerintah berkaitan dengan anakanak yang bermasalah dengan hukum, tetapi secara umum menegaskan perihal hak-hak dan perlindungan anak-anak. Ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 ini kemudian dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 58 ayat 1 yang berbunyi, “Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.” Hal itudipertegas pula dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dan ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, sebelumnya telah diratifikasi dalam Konfensi Hak Anak (Convention on the Right of the Child) dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Undangundang tersebut secara substansi mengatur hak anak, berupa hak hidup, hak atas nama, 228 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
hak pendidikan, hak kesehatan dasar, hak untuk beribadah menurut agamanya, hak berekspresi, berpikir, bermain, berkreasi, beristirahat, bergaul, dan hak jaminan sosial. Gambar 3 berikut memberikan gambaran tentang hak anak tersebut.
KESEHATANS GGG/S
Gambar 3 Hak-Hak Anak Sumber: Harkristuti Harkrisnowo (2010) Pembahasan tentang konsep diversi dan keadilan restoratif (restorative justice) akan diawali dengan pembahasan mengenai sistem peradilan pidana anak dalam perspektif HAM internasional sebagai komparasi. Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice Sistem) adalah segala unsur sistem peradilan pidana yang terkait dalam penanganan kasus kenakalan anak. Unsur pertama adalah polisi. Polisi berperan sebagai institusi formal ketika anak nakal pertama kali bersentuhan dengan sistem peradilan. Polisi juga yang akan menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses lebih lanjut. Unsur kedua adalah jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat. Jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat akan menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak. Unsur ketiga adalah pengadilan anak. Pengadilan anak berperan pada tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan, mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman (Trajanowicz and Morash, 1992). Unsur terakhir atau unsur keempat adalah institusi penghukuman. Intitusi penghukuman merupakan tempat bagi anak yang melanggar hukum menjalani masa hukumannya sekaligus sebagai tempat pembinaan bagi mereka.
229 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
Ada dua kategori perilaku anak yang membuat mereka berhadapan dengan hukum: a. Status offender adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah, atau kabur dari rumah ( Allen and Simmonsen, 1989); b. Juvenile delinquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum (Allen and Simmonsen, 1989); Sehubungan dengan perilaku anak yang membuat mereka berhadapan dengan hukum ini, Muladi menyatakan bahwa criminal justice sistem memiliki tujuan untuk: (i) resosialisasi dan rehabilitasi pelaku tindak pidana; (ii) pemberantasan kejahatan; (iii) dan untuk mencapai kesejahteraan sosial. Lebih lanjut berkaitan dengan perilaku anak yang membuat mereka berhadapan dengan hukum ini, kondisi anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak secara nyata berada pada situasi berikut, sebagaimana yang dijelaskan oleh Harkristuti Harkrisnowo (2010) berikut.
Mayoritas anak yang berhadapan dengan hukum dalam sistem peradilan pidana dirampas kemerdekaannya. Anak yang dihadapkan ke pengadilan tidak didampingi advokat. Anak jalanan yang menjadi ABH, sanksi pidana yang diancamkan < 5 tahun sering kali ditahan karena tidak ada yang menjamin. Anak yang dipenjara ditempatkan di bangunan bercampur dengan orang dewasa. Keterbatasan jumlah SDM pada bapas untuk menangani kasus anak. Banyak media massa lebih tertarik terhadap isu anak dalam konteks violet crime saja. Anak-anak yang masuk ke dalam rutan atau lapas belum terpenuhi hakhaknya. Hakim tidak melibatkan petugas bapas selama proses peradilan anak. Cakupan anak nakal (melakukan tindak pidana atau tindakan yang melanggar (living law). Usia pertanggungjawaban pidana anak berusia 8 tahun sampai dengan usia sebelum 18 tahun dan belum menikah. Belum memasukkan asas-asas dalam Beijing Rules. Tidak secara expressis verbis menyatakan bahwa perampasan kemerdekaan adalah measure of the last resort. Tidak memberi ruang bagi diversi.
Dari paparan yang disampaikan oleh Muladi di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan sistem peradilan pidana anak terpadu lebih ditekankan pada upaya pertama (resosialiasi dan rehabilitasi) dan upaya ketiga (kesejahteraan sosial). Berdasarkan 230 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
tujuan sistem peradilan pidana ketika harus menjalani proses peradilan, anak perlu pelindungan khusus karena belum dewasa secara jasmani dan rohani. Pelindungan khusus tersebut dapat diwujudkan dengan memenuhi hak-hak anak selama dalam proses hukum yang meliputi hak-hak sebagai berikut: tidak dianiaya, disiksa, atau dihukum secara tidak manusiawi; tidak dijatuhi pidana mati, atau seumur hidup; tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum; tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara secara melawan hukum; diperlakukan secara manusiawi dalam proses peradilan pidana; serta hak atas bantuan hukum dan memperoleh keadilan dalam pengadilan anak. Dalam Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 butir 1 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2011 dinyatakan, “Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.” Dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum untuk proses pemeriksaan oleh hakim dilaksanakan oleh Pengadilan Anak, yaitu pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan peradilan umum.” Anak disidangkan dalam ruang sidang khusus dan waktu sidang Anak didahulukan dari sidang orang dewasa serta tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan ( Pasal 5 ayat (2) huruf b, Pasal 53 dan 54 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
Kondisi Anak dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Anak yang berhadapan dengan hukum adalah Anak yang berkonflik dengan hukum, Anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi; Anak yang berkonflik dengan hukum, yang selanjutnya disebut Anak, adalah anak yang berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana dan termasuk juga anak yang sudah menikah. Asas Sistem Peradilan Anak dilaksanakan berdasarkan asas pelindungan, keadilan, nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap pendapat anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, pembinaan dam pembimbingan Anak, profisional, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan penghindaran balasan (Pasal 2). Hak Anak dalam proses pidana dijelaskan secara lengkap (Pasal 3); Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif dan wajib diupayakan diversi (Pasal 5); Diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana; serta Anak yang belum berusia 14 tahun hanya dikenakan tindakan. Pembimbing Kemasyarakatan untuk Anak, PK mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya Diversi pada tingkat Penyidikan, Penuntutan, dan Pengadilan; 231 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
Penempatan Anak yang melakukan tindak Pidana ditempatkan di Lembaga Penempatan Anak Sementara, dan Anak yang diputus oleh Hakim dalam menjalankan masa pidananya ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak; Mendorong pembentukan Bapas di kabupaten/kota dan penambahan Pembimbing Kemasyarakatan untuk Anak; Hakim wajib melibatkan petugas Bapas selama proses persidangan, litmas yang dibuat PK wajib menjadi bahan pertimbangan Hakim dan batal demi hukum bila Litmas diabaikan oleh Hakim; Penelitian Kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 64); Tugas Pembimbing Kemasyarakatan tercantum dalam Pasal 65; Pidana (Pasal 71) terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan; Tindakan yang dapat dikenakan Anak tercantum dalam Pasal 82 ; Peranan Bapas terhadap Anak yang ditempatkan di LPAS dan LPKA tercantum dalam Pasal 84, 85, 86, dan 87.
Dengan mempelajari Pokok Bahasan I, Sistem Peradilan Pidana, diharapkan Saudara dapat menjelaskan pengertian sistem peradilan pidana, kondisi objektif anak berhadapan dengan hukum, dan hak-hak anak dalam proses peradilan pidana. Apabila telah memahami materi pada Pokok Bahasan I, Saudara dapat melanjutkan pada materi berikutnya. 2. Keadilan Restoratif Saudara pembaca modul Diversi, dalam subpokok bahasan sebelumnya telah dibahas tentang sistem peradilan anak. Subpokok bahasan berikut akan menjelaskan keadilan restoratif. Kejahatan merupakan bagian dari fenomena sosial kehidupan masyarakat di mana pun. Pernahkah Saudara mendengar, melihat, atau bahkan menjadi korban suatu peristiwa kejahatan? Dapat diyakini bahwa paling tidak, Saudara pernah mendengar informasi tentang peristiwa kejahatan atau mungkin juga menyaksikannya. Dalam kenyataannya, kejahatan yang timbul dalam kehidupan masyarakat tidaklah dibiarkan begitu saja. Muncul berbagai reaksi dari masyarakat ataupun negara sebagai respons atas kejahatan tersebut. Respons negara terhadap kejahatan adalah melalui sistem peradilan pidana sebagai bagian dari kebijakan negara dalam menanggulangi kejahatan. Melalui sistem peradilan pidana, para pelaku kejahatan akan berakhir pada penjatuhan hukuman yang salah satunya adalah pemenjaraan. Penjatuhan hukuman penjara terhadap pelaku kejahatan sebenarnya memiliki tujuan yang baik, yakni sebagai proses pemulihan pelaku agar menjadi lebih baik. Dalam kenyataannya, putusan pidana penjara kadang-kadang berakibat lebih buruk, baik bagi pelaku, korban, maupun masyarakat, khususnya bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan lain dalam upaya menyelesaikan masalah kejahatan yang dilakukan oleh anak, yaitu melalui pendekatan keadilan restoratif. 232 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
Konsep keadilan restoratif ini mengakui bahwa kejahatan dapat menyebabkan penderitaan bagi masyarakat dan komunitas. Oleh sebab itu, sangat diperlukan untuk melakukan perbaikan keadilan bagi yang menderita akibat kejahatan dan pada prosesnya masyarakat pun dilibatkan. Program perbaikan keadilan ini memungkinkan korban, pelaku, dan komunitas dapat terlibat langsung dalam merespons kejahatan, Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan (Bab I Pasal 1 butir 6 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). proses pemulihan yang melibatkan semua pihak adalah dasar untuk mencapai hasil yang memulihkan pelaku kejahatan. Keadilan restoratif, sebagai terjemahan dari Restorative Justice, menurut Daly dan Immarigeon yang dikutip oleh Budiana (2009) menyatakan bahwa Restorative Justice telah mulai bermunculan di beberapa negara dengan nama yang berbeda. Konsep dasarnya adalah adanya proses alternatif untuk memecahkan permasalahan dan menghindari penghukuman lewat peradilan pidana dengan menerapkan bentuk diversi (pengalihan), bentuk hukuman, dan menghindari proses peradilan formal. Mengapa pendekatan keadilan restoratif perlu dikedepankan? Saudara dapat memahaminya dengan melihat tabel berikut. Dalam tabel berikut akan dibandingkan keadilan restoratif dan keadilan retributif. Perlu Saudara ketahui bahwa keadilan retributif pada dasarnya adalah keadilan yang menekankan pada pembalasan dan berorientasi pada individu anak pelaku delikuen. Perbedaan Keadilan Retributif dan Restoratif KEADILAN RETRIBUTIF
Kejahatan adalah pelanggaran sistem.
Fokus pada menjatuhkan kesalahan, menimbulkan rasa bersalah, dan pada perilaku masa lalu.
Korban diabaikan.
Pelaku pasif.
Pertanggungjawaban pelaku adalah hukuman.
KEADILAN RESTORATIF
Kejahatan adalah perlukaan terhadap individu atau masyarakat.
Fokus pada pemecahan masalah dan memperbaiki kerugian.
Hak dan kebutuhan korban diperhatikan. Pelaku didorong untuk bertanggung jawab. Pertanggungjawaban pelaku adalah menunjukkan empati dan memperbaiki kerugian.
233 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
KEADILAN RETRIBUTIF
Respons terfokus pada perilaku masa lalu pelaku.
Stigma tidak terhapuskan
Pelaku tidak didukung untuk menyesali perbuatannya dan tidak dimaafkan.
Bergantung pada aparat.
Proses sangat rasional.
KEADILAN RESTORATIF
Respos terfokus pada dampak dari tindakan pelaku. Stigma dapat hilang melalui tindakan yang tepat.
Pelaku didukung agar menyesal dan ada pemaafan oleh korban.
Bergantung pada keterlibatan langsung orang-orang yang berkaitan dengan kejadian. Proses dimungkinkan untuk emosional.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan mengenai perbedaan konsep keadilan restoratif dan keadilan retributif di atas, dapat dijelaskan beberapa manfaat penerapan konsep keadilan restoratif sebagai berikut: a. Bagi pelaku, di antaranya tidak dirampas kemerdekaannya, tidak dicap buruk oleh lingkungan, pelaku bertanggung jawab untuk kerugian yang ditimbulkan, pelaku memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri dan dapat selalu berhubungan dengan orang tua atau tidak terpisah dengan orang tua, pelaku dapat tetap bersekolah, dan terhindar dari kemungkinan pengaruh yang lebih buruk apabila melalui sistem peradilan pidana b. Bagi pihak korban, dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan, kerugian dapat segera dipulihkan, terhindar dari pemberitaan. c. Bagi masyarakat, dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan, dapat membina anak nakal di daerahnya sesuai dengan budaya dan kebiasaan setempat, dapat menghindarkan konflik yang berkepanjangan antarwarga, serta dapat menyampaikan dan mewujudkan kepentingannya. d. Bagi penegak hukum, manfaat penerapan konsep keadilan restoratif adalah dapat mengurangi beban kerja sehingga dapat lebih terfokus pada perkara-perkara yang lebih berat, dan menghemat dana operasional penanganan perkara. Selain mengetahui manfaat dari keadilan restoratif, PK perlu mengetahui tentang prinsip keadilan restoratif sebagai berikut:
234 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
Prinsip-Prinsip Keadilan Restoratif Prinsip keadilan restoratif ialah: membuat pelanggar bertanggung jawab untuk memperbaiki kerugian yang ditimbulkan oleh kesalahannya; memberikan kesempatan kepada pelanggar untuk membuktikan kapasitas dan kualitasnya disamping mengatasi rasa bersalah secara konstruktif; melibatkan para korban, orang tua, keluarga besar, sekolah/teman sebaya; menciptakan forum kerja sama dengan masyarakat sekitar (neighborhood) untuk penanganan masalah tersebut; menetapkan hubungan langsung antara kesalahan dan reaksi masyarakat.
Dengan mempelajari materi keadilan restoratif, PK diharapkan dapat menjelaskan pengertian keadilan restoratif, perbedaan keadilan retributif dan keadilan restoratif, serta prinsip-prinsip keadilan restoratif. Apabila telah mengerti pokok bahasan keadilan restoratif, Anda dapat melanjutkan pada materi selanjutnya. 3. Diversi Pernahkah Saudara melihat, mendengar, dan menonton televisi ataupun membaca surat kabar tentang kenakalan yang dilakukan oleh anak. Dapat diyakini bahwa Saudara telah banyak mengetahui informasi tentang hal tersebut. Dari yang Saudara ketahui tersebut, tentu terdapat kenakalan sebagai bentuk pelanggaran hukum. Setelah mempelajari subpokok bahasan 1, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, subpokok bahasan 2 tentang Keadilan Restoratif, dalam subpokok bahasan 3 ini secara mendalam akan dibahas mengenai Diversi. Apa yang terjadi ketika anak melakukan pelanggaran hukum? Perhatikan ilustrasi kasus berikut ini: Agus berusia 15 tahun. Ketika sedang berjalan ia melihat rumah tetangganya dengan sebagian jendela yang terbuka. Ia mendatangi rumah tersebut dan mengetuk pintu, tetapi ternyata tidak ada orang di dalamnya. Agus kemudian memanjat pohon dan masuk ke dalam rumah melalui jendela yang terbuka. Ia mengambil uang sebesar Rp500.000,00 dan lima buah kaset. Agus menghabiskan uang tersebut bersama temannya yang tidak mengetahui bahwa uang tersebut adalah hasil curian. Tidak lama kemudian, Agus ditangkap polisi. Agus tetap tinggal bersama ibu dan kedua saudara laki-lakinya. Agus tetap masuk sekolah dan mendapat pekerjaan dengan penghasilan Rp25.000 per minggu sehingga ia bisa mengganti uang yang dicurinya.
Dengan memperhatikan contoh kasus di atas, apa yang terlintas dalam pikiran Saudara? Apa yang terjadi ketika anak harus melalui serangkaian proses hukum akibat tindak pidana yang dilakukannya? Kemungkinannya ialah anak akan berakibat negatif, di antaranya terganggunya hubungan sosial anak dengan lingkungannya, terjadinya 235 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
kekerasan fisik ataupun nonfisik selama dalam proses hukum, terjadinya transfer informasi dari pelaku kriminal lainnya dalam melakukan tindak pidana, terganggunya kondisi psikis, dan lain-lainnya. Berbagai akibat negatif tersebut tentulah sangat tidak menguntungkan pihak anak. Pada akhirnya, harapan agar proses hukum dapat menjadikan anak menjadi lebih baik ternyata tidak tercapai. Dalam subpokok bahasan Diversi ini akan dijelaskan secara mendalam mengenai pengertian diversi, dasar hukum diversi, tujuan diversi, syarat-syarat diberlakukannya diversi, serta bentuk kegiatan diversi sebagai berikut: a. Pengertian diversi Bentuk formal dari penyelesaian suatu masalah tindak pidana adalah melalui sistem peradilan pidana yang dimulai dari tahap penyidikan, penuntutan, pengadilan, dan proses menjalani hukuman (pemasyarakatan). Namun, sebagaimana telah dijelaskan dalam modul sebelumnya, bahwa tidak selalu masalah tindak pidana, khususnya yang dilakukan oleh anak-anak, diselesaikan dalam bentuk formal. Ada upaya lain untuk menyelesaikan masalah tindak pidana yang dilakukan anak, yaitu melalui upaya diversi. Pengertian Diversi (Bab I, Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak) Pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Pengertian diversi juga dimuat dalam United Nation Standart Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) butir 6 dan butir 11 yang menyatakan bahwa diversi merupakan proses pelimpahan anak yang berkonflik dengan hukum dari sistem peradilan pidana ke proses informal seperti mengembalikan kepada lembaga sosial masyarakat, baik pemerintah maupun nonpemerintah. Diversi berupaya memberikan keadilan pada kasus-kasus anak yang terlanjur melakukan tindak pidana sampai kepada aparat penegak hukum, sebagai pihak penegak hukum. Menurut pendapat Peter C. Kratcoski , ada tiga jenis pelaksanan program diversi yang dapat dilaksanakan sebagai berikut. 1) Pelaksanaan kontrol sosial (social control orientation), yaitu aparat penegak hukum menyerahkan pelaku dalam tanggung jawab pengawasan atau pengamatan masyarakat, dengan ketaatan pada persetujuan atau peringatan yang diberikan. Pelaku menerima tanggung jawab atas perbuatannya dan tidak diharapkan adanya kesempatan kedua kali bagi pelaku oleh masyarakat. 2) Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku (social service orientation), yaitu melaksanakan fungsi untuk mengawasi, mencampuri, memperbaiki, dan 236 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
menyediakan layanan kepada pelaku dan keluarganya. Masyarakat dapat mencampuri keluarga pelaku untuk memberikan perbaikan atau pelayanan. 3) Menuju proses keadilan restoratif (restorative justice) atau perundingan (balanced or restorative justice orientation), yaitu melindungi masyarakat, memberi kesempatan pelaku bertanggung jawab langsung pada korban dan masyarakat, dan membuat kesepakatan bersama antara korban pelaku dan masyarakat. Dalam pelaksanaannya semua pihak yang terkait dipertemukan untuk bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pelaku. b. Dasar hukum Diversi sebelum berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pelaksanaan diversi saat ini belum diatur secara jelas dan tegas di dalam peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian, terdapat beberapa peraturan perundangundangan yang berlaku pada saat ini dan dapat dijadikan dasar dalam melaksanakan upaya diversi. Beberapa peraturan perundang-undangan tersebut adalah sebagai berikut. 1) Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 42 ayat (2) menyebutkan bahwa dalam melakukan penyidikan perkara anak, penyidik wajib meminta pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan. 2) Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 66 ayat (4) menyebutkan bahwa penangkapan, penahanan, atau pidana penjara bagi anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir. 3) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 16 ayat (3) menyebutkan bahwa penangkapan, penahanan, atau hukuman pidana penjara bagi anak yang dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. 4) Kesepakatan bersama antara Departemen Sosial RI, Departemen Hukum dan HAM RI, Departemen Pendidikan Nasional RI, Departemen Kesehatan RI, Departemen Agama RI, dan Kepolisian Negara RI, masing-masing dengan nomor: - Nomor 12/PRS-2/KPTS/2009; - Nomor M.HH.04.HM.03.02 Tahun 2009; - Nomor 11/XII/KB/2009; - Nomor 1220/Menkes/SKB/XII/2009; - Nomor 06/XII/2009 dan - Nomor B/43/XII/2009 Tanggal 15 Desember 2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum. 5) Keputusan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Sosial RI, dan
237 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, masing-masing dengan nomor: - Nomor 166A/KMA/SKB/XII/2009; - Nomor 146A/A/J/12/2009; - Nomor B/45/XII/2009; - Nomor M.HH-08.HM.03.02 Tahun 2009; - Nomor 10/PRS-2/KPTS/2009, dan - Nomor 02/Men.PP dan PA/XII/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum. 6) TR Kabareskrim Mabes Polri No. Pol. TR/395/DIT-I/VI/2008 tanggal 9 Juni 2008, salah satu isi TR tersebut disebutkan bahwa tindak pidana yang dialihkan secara diversi dengan diskusi komprehensif atau keadilan restoratif, dilakukan berdasarkan hasil litmas dari bapas, merupakan tindak pidana biasa. Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut mengandung makna bahwa di dalam penyelesaian anak yang berkonflik dengan hukum haruslah mengedepankan diversi. Pada masa yang akan datang terhitung 2 tahun sejak disahkannya UndangUndang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak upaya diversi memiliki dasar hukum yang lebih kuat seperti dijelaskan dalam Pasal 5 undang-undang tersebut. c. Tujuan diversi Berdasarkan definisinya, diversi merupakan suatu kegiatan/aktivitas. Sebagai suatu kegiatan, diversi tidak dapat dilepaskan dari tujuannya. Dengan merujuk pada buku Manual Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum untuk Aparat Penegak Hukum yang dikeluarkan atas kerja sama Unicef dengan LAPA, beberapa tujuan diversi adalah sebagai berikut: 1) menghindarkan anak dari penahanan/pemenjaraan; Penahanan/pemenjaraan terhadap anak hanya berpeluang terjadi ketika tindak pidana yang dilakukan oleh anak diselesaikan melalui proses formal. Sesuai dengan definisinya, melalui upaya diversi dalam penyelesaian tindak pidana yang dilakukan anak, maka anak akan terhindar dari penahanan/pemenjaraan. 2) menghindarkan anak dari cap/label penjahat; Sampai saat ini, pada umumnya masyarakat memandang bahwa orang yang diproses dalam sistem peradilan pidana adalah penjahat. Oleh karena itu, ketika ada anak yang akibat perbuatannya diproses formal dalam sistem peradilan pidana, cenderung akan dicap sebagai penjahat. Sementara itu, pemberian label sebagai penjahat terhadap anak sangatlah tidak menguntungkan dan dapat berdampak buruk bagi anak tersebut. Sehubungan dengan itu, diversi sebagai 238 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
3)
4)
5)
6)
7)
8)
upaya penyelesaian masalah tindak pidana secara nonformal diharapkan dapat menghindarkan anak dari cap/label penjahat. meningkatkan keterampilan hidup bagi pelaku; Kurangnya keterampilan hidup merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Keterampilan hidup tersebut meliputi beberapa hal, seperti kemampuan mengadopsi nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, menghargai orang lain, menjalin relasi dengan orang lain, dan lain-lain. Jika dibandingkan dengan proses formal terhadap tindak pidana, upaya diversi akan lebih banyak kepada pihak yang berkompeten yang memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mengajarkan tentang keterampilan hidup tersebut kepada pelaku. pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya; Upaya diversi tidaklah berarti anak dibebaskan dari tanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukannya. Oleh karena itu, dengan adanya diversi ini, setiap perkara anak tidak dihentikan begitu saja dari proses hukum. Melalui diversi ini, di luar proses hukum bentuk pertanggungjawaban anak atas perbuatannya ialah bahwa anak mengakui segala perbuatannya dan bersedia mengganti kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatannya tersebut, baik secara materi maupun nonmateri sesuai dengan batas kemampuannya. mencegah pengulangan tindak pidana; Diversi tidaklah menghilangkan hukuman terhadap anak atas perbuatannya sekalipun hukuman tersebut di luar sistem hukum formal. Hukuman yang diberikan terhadap anak melalui diversi tersebut merupakan bagian dari proses pembelajaran yang baik dan mendorong adanya efek jera. memajukan intervensi yang diperlukan bagi korban dan pelaku tanpa harus melalui proses formal; Korban dan pelaku diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menyampaikan pendapat dan keinginan mereka sehubungan dengan tindak pidana yang terjadi. Penyampaian pendapat dan keinginan dari pihak pelaku dan korban ini merupakan bagian dari proses penyelesaian masalah yang mengedepankan rasa keadilan korban, pelaku, dan masyarakat. menghindarkan anak mengikuti proses peradilan; Sesuai dengan definisinya, pelaksanaan diversi dalam menyelesaikan perkara anak akan mengesampingkan proses peradilan. menjauhkan anak-anak dari pengaruh dan implikasi negatif dari proses peradilan. Tidak dapat dimungkiri adanya fakta dan informasi tentang dampak buruk dari proses peradilan yang dilalui oleh anak. Dampak buruk terhadap anak tersebut antara lain terganggunya perkembangan mental, terganggunya hubungan sosial, terhambatnya pemenuhan kebutuhan fisik dan psikis, dan kecenderungan adanya transfer perilaku yang lebih buruk daripada pelaku tindak pidana lainnya. 239 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sekedar memperkuat ingatan Saudara ! Tujuan Diversi untuk menghindari penahanan; untuk menghindari cap/label sebagai penjahat; untuk meningkatkan keterampilan hidup bagi pelaku; agar pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya; untuk mencegah pengulangan tindak pidana; untuk memajukan intervensi-intervensi yang diperlukan bagi korban dan pelaku tanpa harus melalui proses formal; untuk menghindarkan anak mengikuti proses peradilan; untuk menjauhkan anak dari pengaruh dan implikasi negatif dari proses peradilan.
d. Prinsip-Prinsip Diversi Perlu Saudara pahami bahwa diversi bukanlah upaya yang dapat dilakukan begitu saja terhadap setiap perkara anak. Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan diversi. Beberapa prinsip tersebut adalah sebagai berikut. 1) Anak tidak boleh dipaksa untuk mengakui bahwa ia telah melakukan tindak pidana. 2) Program diversi hanya digunakan terhadap anak yang mengakui bahwa ia telah melakukan suatu kesalahan, tetapi tidak boleh ada pemaksaan. 3) Pemenjaraan tidak dapat dijadikan sebagai bagian dari diversi. Mekanisme dan struktur diversi tidak mengizinkan pencabutan kebebasan dalam segala bentuk. 4) Adanya kemungkinan penyerahan kembali ke pengadilan (perkara harus dapat dilimpahkan kembali ke peradilan formal apabila tidak ada solusi yang dapat diambil). 5) Adanya hak untuk memperoleh persidangan atau peninjauan kembali. Anak harus tetap dapat mempertahankan haknya untuk memperoleh persidangan atau peninjauan kembali. 6) Tidak ada diskriminasi. e. Syarat-Syarat Dilaksanakannya Diversi Harus Saudara pahami bahwa tidak semua tindak pidana yang dilakukan anak dapat diselesaikan melalui upaya diversi. Saudara dapat mengetahui dan memahaminya melalui berbagai syarat yang harus dipenuhi dalam mengambil langkah diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan anak. Demi tercapainya tujuan diversi, pemenuhan atas syarat-syarat tersebut merupakan hal penting yang tidak dapat diabaikan. Syarat-syarat bagi terlaksananya diversi dalam menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan anak mencakup hal berikut.
240 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
1) Usia pelaku harus benar-benar berkategori sebagai anak yang dapat dibuktikan melalui bukti otentik tertentu, seperti akta kelahiran, ijazah, surat kenal lahir, atau bukti lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan. Keabsahan pelaku berkategori sebagai anak menjadi hal penting yang harus dipenuhi. Hal tersebut mengingat bahwa berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku dan terkait dengan penanganan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum telah memberikan batasan tertentu tentang orang yang tergolong sebagai anak. 2) Adanya pengakuan atau pernyataan bersalah dari pelaku dan kesediaannya untuk dilakukan upaya diversi Pengakuan/pernyataan bersalah dari anak sebagai pelaku tindak pidana merupakan hal penting dalam upaya diversi. Harus dipahami bahwa upaya diversi ini tidaklah hanya sekadar penyelesaian di luar proses hukum formal atas tindak pidana yang dilakukan anak, tetapi lebih dari itu. Upaya diversi tersebut merupakan upaya untuk pembelajaran dan pemulihan anak sebagai pelaku tindak pidana. Kita hanya dapat membantu memperbaiki perilaku anak apabila anak tersebut mengakui dan menyadari kesalahannya. Tidak adanya pengakuan/ pernyataan bersalah dari pelaku tindak pidana merupakan dorongan untuk dilakukannya proses hukum secara formal atas suatu tindak pidana. Pada sisi lain, kesediaan pelaku untuk menyelesaikan masalahnya melalui upaya diversi memegang peranan penting. Upaya diversi tidak dapat dilaksanakan tanpa kesediaan pihak pelaku meskipun pelaku mengakui perbuatannya. 3) Adanya persetujuan dari pihak korban untuk melaksanakan penyelesaian di luar sistem peradilan pidana Korban merupakan pihak yang dirugikan oleh perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Sebagai pihak yang dirugikan, pada umumnya korban akan memiliki keinginan agar perilaku merugikan yang diperbuat anak dapat dipertanggungjawabkan melalui proses hukum secara formal. Keinginan pihak korban tersebut merupakan sesuatu yang wajar adanya dan secara normatif, keinginan pihak korban tersebut telah diakomodasi dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Lebih dari itu, tidak menutup kemungkinan adanya keinginan korban untuk melakukan pembalasan dengan cara main hakim sendiri. Berdasarkan hal tersebut, adanya persetujuan dari pihak korban dalam menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan anak menjadi sesuatu yang sangat penting. Dengan adanya persetujuan dari pihak korban, diharapkan dapat mengakomodasi keinginan korban dalam bentuk lain dan menghindarkannya dari upaya main hakim sendiri.
241 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
4) Adanya dukungan masyarakat untuk melaksanakan penyelesaian di luar sistem peradilan pidana anak. Penyelesaian masalah tindak pidana yang dilakukan anak tidak hanya terfokus pada hubungan antara pelaku dan korban, tetapi juga harus dilihat pula hubungannya dengan masyarakat. Masyarakat, sebagai pihak yang mungkin saja terkena dampak dari tindak pidana yang dilakukan anak ataupun sebagai pihak yang dapat dilibatkan dalam upaya memperbaiki perilaku anak, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses diversi. Dengan memperhatikan hal tersebut, keberhasilan pencapaian tujuan diversi sangat dipengaruhi oleh adanya dukungan dari masyarakat. Untuk menambahkan pengetahuan Saudara tentang Diversi, berikut adalah syarat-syarat Diversi yang mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Syarat-Syarat Diversi yang Mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak: kategori tindak pidana (sanksi pidana 7 tahun penjara atau kurang); usia anak (makin rendah makin diupayakan adanya diversi); hasil penelitian kemasyarakatan dari bapas; kerugian yang ditimbulkan; tingkat perhatian masyarakat; dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat; persetujuan korban (dalam hal ada korban dan kerugian tidak lebih dari UMP setempat); dan kesediaan pelaku (dan keluarganya jika masih anakanak).
Sehubungan dengan harus adanya persetujuan korban dalam pelaksanaan diversi, dengan mengacu pada Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka persetujuan korban menjadi pengecualian dalam hal-hal sebagai berikut: tindak pidana yang berupa pelanggaran; tindak pidana ringan; tindak pidana tanpa korban; atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat. 242 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
Kesepakatan diversi tanpa persetujuan dapat dilakukan oleh penyidik bersama pelaku
dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan dapat melibatkan tokoh masyarakat. Dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, kesepakatan diversi yang dilakukan oleh Penyidik atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dapat berbentuk: pengembalian kerugian dalam hal ada korban; rehabilitasi medis dan psikososial; penyerahan kembali kepada orang tua/Wali; keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan. e. Bentuk kegiatan diversi Saudara telah mempelajari bahwa diversi adalah upaya penyelesaian di luar proses peradilan pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak. Sehubungan dengan hal itu, perlu adanya suatu kegiatan nyata sehingga kegiatan tersebut jelas sebagai bentuk kegiatan diversi. Dengan merujuk pada hasil asesmen terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di kota Bandung yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Barat, bentuk kegiatan diversi yang diterapkan adalah musyawarah. Terkait dengan musyawarah tersebut, berdasarkan hasil asesmen tersebut terdapat beberapa hal yang harus Saudara perhatikan, yaitu pertimbangan terhadap musyawarah sebagai bentuk kegiatan, pihak-pihak yang dilibatkan dalam musyawarah, dan syarat-syarat keputusan hasil musyawarah. Berikut adalah penjelasannya. 1) Pertimbangan terhadap musyawarah sebagai bentuk kegiatan diversi Beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa musyawarah dijadikan sebagai bentuk kegiatan diversi adalah sebagai berikut: a) sesuai dengan kebiasaan bahwa bermusyawarah telah melembaga dalam masyarakat; b) dapat mengakomodasi keterlibatan masyarakat atau pihak ketiga lainnya dalam proses penyelesaian (bukan hanya korban dan pelaku); c) tujuan yang hendak dicapai melalui proses musyawarah adalah untuk memulihkan segala kerugian dan “luka” yang telah diakibatkan oleh peristiwa kenakalan anak tersebut. 2) Pihak-pihak yang dilibatkan dalam musyawarah a) korban dan keluarga korban - Kedua pihak ini penting dilibatkan karena dalam sistem peradilan pidana, korban kurang dilibatkan, padahal dia adalah bagian dari konflik.
243 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
-
b)
c)
d)
e)
f)
Suara atau kepentingan korban penting untuk didengar dan merupakan bagian dari putusan yang akan diambil. - Keluarga korban perlu dilibatkan sebab umumnya dalam masyarakat Indonesia, konflik pidana sering menjadi persoalan keluarga, apalagi bila korban masih di bawah umur. pelaku dan keluarga, - Pelaku merupakan pihak yang mutlak dilibatkan. - Keluarga pelaku dipandang perlu untuk lebih dilibatkan karena usia pelaku yang belum dewasa (anak). - Pelibatan keluarga pelaku juga dipandang sangat penting dilibatkan karena keluarga sangat mungkin menjadi bagian dari kesepakatan dalam penyelesaian, seperti dalam hal pembayaran ganti rugi. pembimbing kemasyarakatan (PK); Pembimbing Kemasyarakatan dalam pelaksanaan diversi mempunyai posisi yang sangat strategis. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, PK merupakan salah satu pihak yang memiliki peranan penting dalam pelaksanaan diversi. Peran penting PK dalam pelaksanaan diversi ialah sebagai inisiator, mediator, dan fasilitator. wakil masyarakat (tokoh masyarakat); - Wakil/tokoh masyarakat mewakili kepentingan lingkungan tempat peristiwa pidana tersebut terjadi. - Kepentingan yang bersifat publik diharapkan tetap terwakili dalam pengambilan putusan. - Wakil/tokoh masyarakat diharapkan dapat membantu proses pemulihan anak. aparat pemerintahan setempat; Aparat pemerintahan setempat, baik secara formal maupun nonformal, memiliki kewajiban untuk melakukan upaya pemulihan perilaku anak agar menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kehadiran aparat pemerintahan setempat di dalam proses musyawarah untuk diversi menjadi sangat penting. pekerja sosial; Keterlibatan pekerja sosial dalam pelaksanaan musyawarah, selain karena sebagai pihak yang tercantum di dalam peraturan perundang-undangan, pekerja sosial pun merupakan pihak yang memiliki kemampuan profesional dalam menangani permasalahan kesejahteraan sosial yang salah satunya adalah anak yang berkonflik dengan hukum yang identik dengan anak nakal. Melalui kemampuan profesionalnya, diharapkan pekerja sosial tersebut dapat membantu dalam penyusunan program pemulihan bagi pelaku yang akan tertuang dalam keputusan hasil diversi.
244 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
g)
lembaga swadaya masyarakat (LSM); Keberadaan LSM, khususnya yang bergerak dalam penanganan permasalahan anak, memiliki peran yang cukup penting dalam pelaksanaan diversi. Keberadaan mereka dapat membantu meningkatkan kesadaran dan memberikan pemahaman tentang arti penting diversi dalam menyelesaikan perkara anak kepada para pihak yang terkait. Dalam pelaksanaan diversi, LSM dapat memainkan peranannya sebagai mediator ataupun pendamping pelaku atau korban.
3) Syarat yang harus Dipenuhi Keputusan/Hasil Musyawarah: a) dapat dilaksanakan oleh para pihak; b) putusan tidak bersifat balas dendam, tetapi lebih merupakan solusi dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak, korban, dan masyarakat, sepeti berupa restitusi (ganti rugi) atau kewajiban kerja sosial (community service order). c) putusan didasarkan pada adanya kesepakatan semua pihak yang terlibat dan dapat dilaksanakan; serta d) masyarakat turut dilibatkan dalam pengawasan terhadap pelaksanaan putusan musyawarah.
Selanjutnya, apabila mengacu kepada buku Manual Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum untuk Aparat Penegak Hukum yang dikeluarkan atas kerja sama Unicef dengan LAPA, ada tujuh pilar yang memiliki peran dan fungsi penting dalam diversi. Ketujuh pilar tersebut dapat Saudara perhatikan dalam penjelasan yang terdapat pada kotak berikut ini.
245 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
TUJUH PILAR SISTEM PERADILAN ANAK DALAM DIVERSI
Peranan Petugas Bapas Menyusun penelitian kemasyarakatan (litmas) atas permintaan pihak kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Penelitian kemasyarakatan tentang kehidupan anak tersebut, baik dalam keluarga, lingkungan, lingkungan sekolah, teman bermain, maupun ketetanggaan harus benar-benar tergambarkan. Hasil litmas petugas bapas tersebut dijadikan bahan pertimbangan untuk pelaksanaan diversi.
Peranan Polisi Pencatatan tentang anak sejak diputuskannya diversi perlu diinformasikan dan diketahui polisi. Maksudnya, apabila di kemudian hari ada kegagalan diversi, pihak kepolisian dan jaksa sudah mengetahui masalahnya. Dengan demikian, proses formal dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga anak tidak perlu terlalu lama menjalani proses peradilan.
Peranan Advokat Pada kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), advokat dapat berinisiatif untuk mengusulkan diversi kepada pihak yang menangani saat itu (polisi, jaksa, atau hakim).
Peranan Pekerja Sosial Pekerja sosial diharapkan turut memantau dan mendampingi anak selama diversi dijalankan. Hal ini perlu dilakukan untuk membantu mencegah anak mengulangi perbuatan melanggar hukum. Apabila anak tersebut terpaksa kembali berhadapan dengan hukum, maka pekerja sosial tetap diharapkan mendampingi anak.
Peranan Jaksa Jaksa melakukan pengawasan terhadap diversi yang dilakukan oleh polisi.
Peranan Hakim Hakim dengan kewenangannya yang independen menerima laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang lengkap dari petugas bapas. Laporan tersebut menjadi bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusannya; khususnya apabila diversi yang telah dilaksanakan mengalami kegagalan.
Petugas Lembaga Pemasyarakatan Hasil penelitian kemasyarakatan bapas yang lengkap perlu disampaikan ke lembaga pemasyarakatan anak agar petugas lapas dapat membina anak sesuai dengan kebutuhannya.
246 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
C. Rangkuman 1. Kejahatan merupakan fenomena sosial yang sering kali hadir dalam kehidupan masyarakat. Berbicara masalah kejahatan tidak akan terlepas dari pelaku kejahatan itu sendiri. Pada saat ini, pelaku kejahatan bisa datang dari kalangan mana pun, termasuk anak-anak. Harus dipahami bahwa terhadap kejahatan dan pelakunya tersebut akan muncul reaksi, baik dari masyarakat maupun dari negara. Reaksi tersebut akan muncul terhadap anak sekalipun anak tersebut memang sebagai pelaku kejahatan. 2. Reaksi negara terhadap kejahatan adalah adanya sistem peradilan pidana. Melalui sistem peradilan pidana, suatu kejahatan akan diproses hingga munculnya pelaksanaan putusan pengadilan yang salah satunya adalah pidana penjara. Sekalipun pemenjaraan berdasarkan putusan pengadilan tersebut memiliki tujuan yang baik, dalam kenyataannya sering kali berakibat lebih buruk dan tidak memulihkan para pelaku kejahatan. Tentu saja kenyataan tersebut sangatlah tidak diharapkan, terutama bagi anak-anak. Untuk menghindarkan diri dari adanya dampak buruk akibat dari penerapan sistem peradilan pidana, penyelesaian masalah pidana bagi anak, sebagai pelaku kejahatan, haruslah dicarikan alternatif lain di luar sistem peradilan pidana. Diversi bisa menjadi alternatif yang dapat dilakukan dalam penyelesaian kejahatan yang dilakukan anak. Diversi akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik bagi anak apabila dalam proses diversi tersebut berpegang pada kaidah-kaidah keadilan restoratif. 3. Melakukan upaya diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan anak merupakan langkah penting yang memiliki nilai strategis bagi masa depan bangsa. Upaya diversi ini dilakukan dengan mengedepankan pemikiran demi kepentingan yang terbaik bagi anak. Penyelesaian masalah tindak pidana yang dilakukan anak dilakukan dalam bentuk kegiatan musyawarah dengan melibatkan berbagai pihak terkait, seperti pelaku, korban, pembimbing kemasyarakatan, tokoh masyarakat, dan aparat pemerintahan setempat.
247 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
D. Latihan Untuk memperdalam pemahaman Saudara mengenai materi Sistem Peradilan Pidana Anak, kerjakanlah latihan berikut! 1. Diversi dilaksanakan dalam bentuk musyawarah untuk memutuskan penyelesaian perkara anak. Sebutkan syarat-syarat yang harus diperhatikan untuk mengambil keputusan dalam musyawarah tersebut ! 2. Sebutkan salah satu definisi keadilan restoratif sebagaimana yang telah Saudara pelajari dalam modul ini ! 3. Apa yang Saudara ketahui tentang pengertian diversi atau pengalihan? 4. Bagaimana cara melakukan diversi? Petunjuk Jawaban Latihan a. Pelajarilah lebih mendalam bagian-bagian yang berkaitan dengan pertanyaan. b. Perhatikan tujuan pertanyaan dari setiap butir soal latihan.
248 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB TIGA
INSTRUMEN NASIONAL DAN INTERNASIONAL YANG MENJADI DASAR HUKUM DALAM PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM
249
DIVERSI
A. Kompetensi Khusus Setelah mempelajari Pokok Bahasan 2, Instrumen Nasional dan International yang Menjadi Dasar Hukum dalam Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum, PK diharapkan mampu untuk menjelaskan: 1. instrumen nasional yang menjadi dasar hukum dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum; 2. instrumen internasional yang menjadi dasar hukum dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum. B. Subpokok Bahasan Pada Pokok Bahasan 1, Sistem Peradilan Pidana Anak, telah dipelajari sub-subpokok bahasan mengenai sistem peradilan pidana anak, keadilan restoratif, dan diversi. Selanjutnya, Pokok Bahasan 2, Instrumen Nasional dan Internasional yang Menjadi Dasar Hukum dalam Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum, dalam Bab III ini dijabarkan menjadi 2 (dua) subpokok bahasan, yaitu: 1. instrumen nasional yang menjadi dasar hukum penanganan anak berkonflik dengan hukum, dan 2. instrumen internasional yang menjadi dasar hukum penanganan anak berkonflik dengan hukum. Berikut adalah penjelasan dari kedua subpokok bahasan tersebut. 1. Instrumen Nasional yang Menjadi Dasar Hukum Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum Pada pokok bahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa masalah penanganan anak berkonflik dengan hukum merupakan upaya penyelesaian perkara di luar proses peradilan pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak. Pemerintah Indonesia sangat menaruh perhatian terhadap masalah penanganan anak berkonflik dengan hukum. Sampai saat ini, Pemerintah Indonesia telah memiliki beberapa instrumen hukum yang mengatur anak bermasalah dengan hukum. Berikut ini adalah instrumen-instrumen yang dimaksud. a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 B ayat (2) dan Pasal 28 H ayat (2) b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, khususnya: Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang, pemeliharaan, dan perlindungan, termasuk dari lingkungan hidup yang dapat membahayakan. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan
250 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
c.
d.
e.
f.
g.
yang terjadi, dengan tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik, dan kedudukan sosial. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, terutama pada paragraf berikut: “Fungsi sistem pemasyarakatan adalah menyiapkan orangorang yang dibina agar dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang baik dan bertanggung jawab. Asas dalam sistem pembinaan pemasyarakatan adalah pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Pembinaan terhadap anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak dilakukan atas dasar penggolongan umur, jenis kelamin, lama pidana/ pembinaan dijatuhkan, jenis kejahatan dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.” Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; belum mengatur ketentuan tentang diskresi dan diversi yang berfungsi agar anak yang berhadapan dengan hukum tidak terstigmatisasi akibat proses peradilan yang harus dijalaninya. Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan/Hukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment); Selain itu, berkaitan dengan jaminan pemenuhan hak asasi manusia termasuk di dalamnya hak-hak anak, instrumen lokal telah ditetapkan, yaitu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal-pasal khusus yang mengatur tentang hak-hak anak adalah Pasal 52--66 dan yang berkaitan dengan jaminan perlakuan terhadap anak-anak yang berhadapan dengan hukum diatur secara khusus dalam Pasal 66 yang dengan jelas menyebutkan sebagai berikut. “Setiap anak berhak tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan pada mereka. Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.” Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang disahkan pada bulan Oktober 2002, yang mampu memberi perlindungan kepada anakanak pada umumnya secara lebih memadai. Undang-undang ini memberikan pemahaman pada “kewajiban negara” dalam memenuhi hak-hak anak dan bukan sekadar anak berhak untuk ….” Khususnya dalam paragraf berikut. “Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui perlakuan secara manusiawi sesuai hak-hak anak, penyediaan petugas 251 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
pendamping khusus sejak dini, penyediaan sarana dan prasarana khusus, penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum, jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga, dan perlindungan dari pemberitaan media/labelisasi.” h. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga; i. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban; j. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; k. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak; l. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pedoman Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum; dan m. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Selain menggunakan kedua belas instrumen ini, upaya Pemerintah Indonesia untuk menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) terhadap anak berkonflik dengan hukum juga terlihat pada beberapa kebijakan penegak hukum berikut. a. Agreement Lisan 1957 Agreement Lisan 1957 merupakan kesepakatan antara kepolisian, kejaksaan, Departemen Kehakiman, dan Departemen Sosial. Agreement ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan “khusus bagi anak“ sebelum dan selama pemeriksaan pengadilan ataupun sesudah putusan pengadilan. Pemeriksaan kasus anak dilakukan secara kekeluargaan dan dalam penahanan, anak harus dipisahkan dari orang dewasa. b. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1959. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1959 menyebutkan bahwa persidangan anak harus dilakukan secara tertutup. c. Peraturan Menteri Kehakiman No. M 06-UM.01.06 Tahun 1983 Bab II, Pasal 9-12, tentang Tata Tertib Sidang Anak. Peraturan Menteri Kehakiman No. M 06-UM.01.06 Tahun 1983 Bab II, Pasal 9-12, tentang Tata Tertib Sidang Anak, antara lain menyebutkan bahwa sidang anak bersifat khusus bagi anak untuk mewujudkan kesejahteraan anak. Oleh karena itu, sidang anak perlu dilakukan dalam suasana kekeluargaan dengan mengutamakan kesejahteraan masyarakat. d. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1987 Tanggal 16 November 1987 tentang Tata Tertib Sidang Anak. e. Tata Tertib Sidang Anak
252 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
Memperhatikan surat edaran dan peraturan-peraturan yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, ternyata bahwa Tata Tertib Sidang Anak telah melangkah lebih maju daripada apa yang dicetuskan sebelumnya dalam Agreement Lisan dari empat instansi. Sifat khusus sidang bagi anak adalah mewujudkan kesejahteraan anak. Oleh karena itu, penyelenggaraan sidang perlu dilakukan dalam suasana kekeluargaan dengan mengutamakan kesejahteraan anak di samping kepentingan masyarakat. Sehubungan dengan sifat kekhususan dari sidang anak tersebut, tata tertibnya pun diatur secara berbeda dengan sidang pidana untuk orang dewasa. Tata tertib sidang ini diatur sejak penyelidikan oleh pihak kepolisian hingga pemeriksaan di persidangan dan setelah putusan hakim. Adapun urutan tata tertib sidang di pengadilan negeri adalah sebagai berikut. 1) Pengadilan mengadakan suatu registrasi tersendiri untuk perkara anak serta menetapkan hari-hari sidang tertentu dan ruangan tertentu untuk perkara tersebut. 2) Ketua pengadilan menunjuk hakim yang mempunyai perhatian terhadap masalah anak sehingga hakim tersebut, selain menyidangkan perkara biasa, juga menyidangkan perkara anak-anak. 3) Sidang anak dilakukan dengan hakim tunggal, kecuali dalam hal tertentu oleh ketua pengadilan dapat dilakukan pemeriksaan dengan majelis hakim. 4) Pemeriksaan dilakukan dengan sidang tertutup dan putusan diucapkan dalam sidang terbuka. Kondisi ini dimaksudkan untuk menjaga agar anak-anak tidak menjadi sasaran publikasi pers. Jika identitas anak dan perkaranya dimuat di media, hal itu akan menyebabkan trauma bagi anak dan secara psikologis akan memengaruhi perkembangannya. Selain itu, anak dapat dikucilkan oleh teman-temannya apabila diketahui sedang disidangkan. 5) Hakim, jaksa, ataupun penasihat hukum tidak memakai toga. Ini mencerminkan adanya asas kekeluargaan. Pemeriksaan perkara oleh hakim harus dilakukan dengan lemah-lembut sehingga anak mempunyai keberanian untuk menceritakan sebab-musabab tindakannya. Penyebab ini penting diketahui agar hakim dapat memberikan hukuman yang tepat kepada anak sehingga dapat diharapkan anak kembali ke jalan yang benar. 6) Dalam melaksanakan sidang anak, orang tua, wali, atau orang tua asuh harus hadir. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar orang tua tidak melupakan tanggung jawab terhadap anaknya dan mendengar apa yang sesungguhnya terjadi. Dengan demikian, diharapkan hubungan antara orang tua dan anak dapat diperbaiki. 7) Kehadiran PK bapas dimaksudkan untuk memberikan laporan sosialnya.
253 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
f. Surat Edaran Jaksa Agung RI SE-002/j.a/4/1989 tentang Penuntutan terhadap Anak; g. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum B-532/E/11/1995, 9 November 1995 tentang Petunjuk Teknis Penuntutan terhadap Anak; h. MOU 20/PRS-2/KEP/2005 Ditbinrehsos Depsos RI dan Ditpas Depkumham RI tentang Pembinaan Luar Lembaga bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum. i. Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI MA/Kumdil/31/I/K/2005 tentang Kewajiban Setiap PN Mengadakan Ruang Sidang Khusus dan Ruang Tunggu Khusus untuk Anak yang akan Disidangkan; j. Imbauan Ketua MARI untuk menghindari penahanan pada anak dan mengutamakan putusan tindakan daripada penjara, 16 Juli 2007. k. Peraturan Kapolri Nomor 10/2007 Tanggal 6 Juli 2007 tentang Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) serta Peraturan Kapolri Nomor 3/2008 tentang Pembentukan RPK dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana. l. Surat Nomor TR/1124/XI/2006 dari Kabareskrim POLRI tanggal 16 November P2006 dan surat Nomor TR/395/VI/2008 9 Juni 2008, tentang Pelaksanaan Diversi dan keadilan restoratif dalam penanganan kasus anak pelaku serta pemenuhan kepentingan terbaik anak dalam kasus anak, baik sebagai pelaku, korban, maupun sebagai saksi, Pasal 18 ayat (1) huruf L Jo. Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Jo. TR Kabareskrim Polri No. Pol: TR/1124/XI/2006 yang menyatakan, “Polisi dapat mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dengan batasan bahwa tindakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, selaras dengan kewajiban hukum/profesi yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan tersebut, tindakan tersebut harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkup jabatannya, didasarkan pada pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa dan menghormati Hak Asasi Manusia.” suatu pengalihan bentuk penyelesaian dari penyelesaian yang bersifat proses pidana formal ke alternatif penyelesaian dalam bentuk lain yang dinilai terbaik menurut kepentingan anak (TR Kabareskrim). m. Selain kedua bentuk pengaturan dalam butir l, internal kepolisian menguatkan lagi dengan beberapa peraturan internal kepolisian lainnya, seperti: 1) Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. jo., 2) Telegram Kapolri No. Pol. : TR/1124/XI/2006 Tanggal 16 November 2006 tentang Pedoman Penanganan dan Perlakuan terhadap Anak Berhadapan Hukum. jo. 3) Telegram Kapolri No. Pol.: 395/DIT.I/VI/2008 Tanggal 9 Juni 2008 tentang Penanganan Anak Berhadapan Hukum.jo 254 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
4) Surat Edaran Kapolri Nomor B/2160/IX/2009/BARESKRIM Tanggal 3 September 2009 tentang Pedoman Penanganan Anak Berhadapan Hukum Jo. 5) Surat Telegram Kapolri Nomor STR/29/I/2011 Tanggal 11 Januari 2011 tentang Sosialisasi Surat Keputusan Bersama tentang Perlindungan Anak dan Rehabilitasi Anak Berhadapan Hukum. n. Keseluruhan pengaturan sebagaimana yang dijelaskan dalam alinea sebelumnya tersebut, kemudian lebih dikuatkan lagi dengan adanya dua surat keputusan bersama dengan beberapa kementerian terkait dengan penegakan hukum, yaitu lewat Keputusan Bersama (Ketua MA, Jaksa Agung, Kapolri, Menkum dan Ham RI., Mensos RI, Men PP dan Perlindungan Anak RI, berikut. 1) Nomor: 166/A/KMA/SKB/XII/2009 tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum Jo. Kesepakatan Bersama (Mensos, Menhukham, Mendiknas, Menkes, Menag, dan Kapolri), 2) Nomor B/43/XII/2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum. o. Surat Kesepakatan Bersama antara Departemen Sosial RI Nomor : 12/PRS2/KPTS/2009, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH.04.HM.03.02 Tahun 2009, Departemen Pendidikan Nasional RI Nomor 11/XII/KB/2009, Departemen Agama RI Nomor 06/XII/2009, dan Kepolisian Negara RI Nomor B/43/ XII/2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum Tanggal 15 Desember 2009; p. Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Sosial RI, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, No. 166/KMA/SKB/XII/ 2009, No.148 A/A/JA/12/2009, No. B/45/XII/2009, No. M.HH-08 HM.03.02 Tahun 2009, No. 10/PRS-2/KPTS/2009, No. 02/Men.PP dan PA/XII/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum. Diharapkan dengan adanya berbagai peraturan tersebut, pelaksananan diversi dan keadilan restoratif bisa memberikan dukungan terhadap proses pelindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Prinsip utama dari diversi dan keadilan restoratif adalah menghindarkan pelaku tindak pidana dari sistem peradilan pidana formal dan memberikan kesempatan pelaku menjalankan sanksi alternatif tanpa pidana penjara. Diversi sangat berhubungan dengan konsep keadilan restoratif, dapat diterapkan apabila anak nakal mau mengakui kesalahannya, sekaligus memberi peluang kepada anak untuk memperbaiki kesalahannya. Diversi adalah bentuk intervensi yang baik dalam mengubah perilaku anak nakal. Dengan adanya keterlibatan keluarga, komunitas, dan polisi, maka anak dapat memahami dampak atas tindakannya yang telah dilakukan.
255 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
Untuk lebih ringkas dalam membaca instrumen yang telah disiapkan atau digunakan oleh Pemerintah Indonesia untuk memberikan pelindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, Saudara dapat membaca dalam kotak berikut yang dapat digunakan sebagai landasan hukum dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum. Landasan Hukum (Nasional) dalam Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum 1. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang disahkan pada 10 Desember 1948 merupakan deklarasi yang diakui dunia tentang hak-hak yang paling mendasar yang dimiliki manusia. 2. Konvensi Hak Anak (CRC) yang diratifikasi Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990¸ secara spesifik mengatur hak-hak asasi anak sebagai bagian dari masyarakat manusia, termasuk pelindungan terhadap anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. 3. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28; 4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; 5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004. 7. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang secara spesifik mengatur tentang kebutuhan-kebutuhan dasar anak demi kesejahteraannya 8. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), yang secara spesifik mengatur segala aspek kehidupan perempuan, termasuk anak, yang bebas diskriminasi dalam bidang pendidikan, kesehatan, hukum, ekonomi, sosial, politik dan budaya, dan pelindungan dari kekerasan. 9. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan; 10. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang secara spesifik mengatur mengenai penanganan anak yang disangka atau didakwa melakukan pelanggaran hukum. 11. Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang secara spesifik mengatur mengenai hak-hak asasi manusia dan perlindungan terhadapnya. 12. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang secara spesifik mengatur mengenai hak-hak anak dan pelindungan terhadapnya, termasuk upaya pelindungan anak dan ketentuan pidana bagi pelanggarnya. 13. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang secara spesifik mengatur mengenai institusi dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. 14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga; 15. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban; 16. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana 256 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
Perdagangan Orang; 17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat; 18. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI; 19. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 2. Instrumen Internasional yang Menjadi Dasar Hukum Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum Setelah mempelajari Subpokok Bahasan 1 tentang Instrumen Nasional yang Menjadi Dasar Hukum Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum, selanjutnya dalam subpokok bahasan 2 ini akan dibahas tentang Instrumen Internasional yang Menjadi Dasar Hukum Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum. Hukum Internasional telah menetapkan standar perlakuan yang harus dan/atau dapat dirujuk oleh setiap negara dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum. Hukum internasional mensyaratkan negara untuk memberikan perlindungan hukum dan penghormatan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum melalui pengembangan hukum, prosedur, kewenangan, dan institusi (kelembagaan).
HUKUM INTERNASIONAL SEBAGAI INSTRUMEN Hukum internasional memiliki dua sifat, yakni sebagai instrumen yang mengikat secara hukum (legally binding instrument) dan sebagai instrumen yang tidak mengikat secara hukum (instruments not legally binding). Walaupun demikian, hukum internasional memiliki kekuatan secara moral (have morraly persuasive force). Sifat mengikat hukum internasional ini bergantung pada jenis instrumen hukum internasional tersebut. Instrumen hukum international yang berbentuk perjanjian international (treaty) seperti kovenan, konvensi, dan protokol memiliki sifat mengikat secara hukum. Negara yang telah meratifikasi instrumen perjanjian internasional harus melaksanakan kewajiban hukum berdasarkan prinsip iktikad baik (pacta sunt servanda principles). Apabila instrumen tersebut diformulasikan dalam bentuk deklarasi, guidelines, prinsip-prinsip biasanya memiliki karateristik tidak mengikat secara hukum. Negara tidak memiliki kewajiban hukum untuk melaksanakannya, tetapi instrumen tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan (sumber hukum).
Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah instrumen internasional yang menjadi landasan dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum. a. Instrumen Dasar Perjanjian (Treaty Base Instruments) Sejumlah konvensi internasional yang seharusnya menjadi dasar atau acuan Pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan atau melaksanakan peradilan anak dan menjadi standar perlakuan terhadap anak-anak yang berada dalam sistem pemasyarakatan adalah sebagai berikut: 257 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
1) Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights), Resolusi No. 217 A (III) tanggal 10 Desember 1948, khususnya dalam pernyataan, “Tak seorang pun boleh dianiaya/diperlakukan secara kejam, ditangkap, ditahan atau dibuang secara sewenang-wenang. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran pidana harus dianggap tidak bersalah.” Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Convenant on Civil and Political Rights), 2) Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) Tanggal 16 Desember 1966, terutama dalam pernyataan, “Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak seorang pun boleh dikenakan penahanan dan penawanan secara gegabah. Setiap orang yang dirampas kebebasannya dengan penahanan atau penawanan berhak mengadakan tuntutan di hadapan pengadilan harus diperlakukan secara manusiawi dengan menghormati harkat yang melekat pada insan manusia, diperiksa tanpa penundaan, memperoleh bantuan hukum, menyuruh memeriksa saksi yang memberatkannya dan menerima kehadiran dan pemeriksaan saksi yang menguntungkan, tidak dipaksa memberikan kesaksian terhadap dirinya sendiri, atau mengaku bersalah. Orang-orang yang tertuduh harus dibedakan dari orang-orang yang terhukum. Tertuduh yang belum dewasa harus dipisahkan dari tertuduh yang dewasa dan secepatnya dihadirkan untuk diadili. Pelanggar hukum yang belum dewasa harus dipisahkan dari yang sudah dewasa dan diberikan perlakuan yang layak bagi usia dan status hukum mereka, serta perlunya diutamakan rehabilitasi. Orang yang telah dihukum berhak meninjau kembali keputusan atas dirinya dan hukumannya, dan jika ada kesalahan, ia mempunyai hak atas ganti rugi yang dapat dipaksakan. 3) Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) Resolusi 39/46 Tanggal 10 Desember 1984, yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998, dalam konvensi ini, khususnya pada pernyataan berikut. “Setiap negara menjamin semua perbuatan penganiayaan merupakan pelanggaran hukum pidananya; menjamin pendidikan dan informasi mengenai larangan penganiayaan sepenuhnya dimasukkan dalam pelatihan personel penegakan hukum, sipil, atau militer, personel kesehatan, pejabatpejabat pemerintah, atau orang-orang lain yang mungkin terlibat dalam penahanan, interogasi, atau perlakuan terhadap individu mana pun yang menjadi sasaran bentuk penangkapan apa pun, penahanan atau pemenjaraan; setiap individu yang menyatakan dirinya telah menjadi korban 258 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
penganiayaan berhak mengadukan dan mempunyai hak kasusnya dengan segera dan secara adil diperiksa oleh para penguasa yang berwenang, pengadu, dan para saksi dilindungi dari semua perlakuan buruk atau intimidasi sebagai akibat pengaduannya atau bukti apa pun yang diberikan; setiap korban penganiayaan memperoleh ganti rugi dan mempunyai hak yang dapat dipaksakan untuk mendapatkan kompensasi yang adil dan memadai, termasuk sarana-sarana untuk rehabilitasi sepenuh mungkin; pernyataan apa pun yang disusun yang harus dibuat sebagai akibat penganiayaan, tidak dijadikan sandaran sebagai bukti dalam pengadilan mana pun. 4) Konvensi tentang Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child), Resolusi No. 109 Tahun 1990, khususnya yang dinyatakan pada Konvensi HakHak Anak, yang menegaskan, “Negara-negara peserta harus berupaya meningkatkan pembentukan hukum, prosedur, kewenangan, dan lembaga yang secara khusus berlaku untuk anak-anak yang diduga, disangka, dituduh, atau dinyatakan melanggar hukum pidana, dan khususnya: a) menetapkan usia minimum sehingga anak-anak yang berusia di bawahnya dianggap tidak mempunyai kemampuan untuk melanggar hukum pidana; b) bilamana layak dan diinginkan, melakukan langkah untuk menangani anak-anak seperti itu tanpa harus menempuh jalur hukum, dengan syarat bahwa hak asasi manusia dan perangkat pengamanan hukum sepenuhnya dihormati. Dalam upaya membangun rezim hukum anak yang berhadapan dengan hukum, terdapat empat fondasi KHA yang relevan untuk mengimplementasikan praktik peradilan pidana anak, yakni: a. kepentingan terbaik bagi anak, sebagai pertimbangan utama dalam setiap permasalahan yang berdampak pada anak (Pasal 3); b. prinsip nondiskriminasi, terlepas dari ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, kewarganegaraan, etnis, atau asal-usul sosial, harta kekayaan, cacat, kelahiran, atau status lain dari anak atau orang tua anak (Pasal 2); c. Hak anak atas kelangsungan hidup dan tumbuh kembang (Pasal 6); d. Hak anak atas partisipasi dalam setiap keputusan yang berdampak pada anak, khususnya kesempatan untuk didengar pendapatnya dalam persidangan-persidangan pengadilan dan administratif yang mempengaruhi anak (Pasal 12).
259 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
b. Petunjuk atau Peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Guidelines or Rules). 1) Peraturan-Peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana (Resolusi No. 663 C (XXIV) tanggal 31 Juli 1957, Resolusi 2076 (LXII) tanggal 13 Mei 1977), yang pada prinsipnya menyatakan, “Semua anak yang ditahan atau dipenjara berhak atas semua jaminan perlakuan yang ditetapkan dalam peraturan-peraturan ini.” 2) Aturan-Aturan Tingkah Laku bagi Petugas Penegak Hukum, Resolusi Majelis Umum 34/169 tanggal 17 Desember 1979. - Seorang petugas penegak hukum harus melayani masyarakat dan dengan melindungi semua orang, menghormati dan melindungi martabat manusia dan menjaga dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia semua orang dan menggunakan kekerasan hanya ketika benar-benar diperlukan. - Tidak seorang pun petugas penegak hukum dapat membebankan, menghasut, atau membiarkan perbuatan penganiayaan apa pun atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan, juga tidak dapat menggunakan sebagai sandaran perintahperintah atasan atau keadaan-keadaan pengecualian apa pun sebagai pembenaran terhadap penganiayaan atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi, atau hukuman yang menghinakan. Mereka harus menjamin perlindungan penuh untuk kesehatan orang-orang dalam tahanan mereka. 3) Peraturan-Peraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak (The Beijing Rules), Resolusi No. 40/33, 1985. Pada prinsipnya setiap remaja atau anak yang sedang berhadapan dengan peradilan anak berhak atas semua perlakuan yang ditetapkan dalam peraturan ini. Meskipun demikian, terdapat beberapa bagian yang perlu diperhatikan, khususnya pada bagian berikut. - Dalam peraturan ini dijelaskan tentang kebebasan dalam membuat keputusan dalam hal diskresi pada semua tahap dan tingkat peradilan dan pada tahap-tahap berbeda dari administrasi peradilan bagi anak/remaja, termasuk pengusutan, penuntutan, pengambilan keputusan, dan peraturan-peraturan lanjutannya. Namun, dalam pelaksanaannya dituntut agar dilaksanakan dengan pertanggungjawaban, dalam membuat keputusan tersebut juga harus benar-benar berkualifikasi dan terlatih secara khusus untuk melaksanakannya dengan bijaksana dan sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Jadi, dituntut agar dapat mengambil tindakan-tindakan yang dipandang paling sesuai dengan 260 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
-
setiap perkara individual, serta kebutuhan untuk memberikan saling periksa dan imbang dengan tujuan untuk mengekang penyalahgunaan kekuasaan, kebebasan membuat keputusan, dan untuk melindungi hakhak pelanggar hukum berusia muda, pertanggungjawaban dan profesionalisme merupakan instrumen yang paling tepat untuk mengekang kebebasan membuat keputusan yang luas. Dengan demikian, kualifikasi professional dan pelatihan yang berkeahlian di sini diutamakan sebagai sarana berharga untuk memastikan pelaksanaan yang bikjaksana dari kebebasan membuat keputusan dalam persoalan pelanggar hukum berusia remaja. Dalam hal pengalihan, juga diatur bahwa: a) Apabila perlu, pertimbangan harus diberikan kepada pejabat yang berwenang dalam menangani anak pelaku tindak pidana tanpa mengikuti proses peradilan. b) Polisi, jaksa, atau lembaga lain yang menangani kasus anak-anak nakal harus diberi kewenangan untuk menangani kasus tersebut dengan kebijakan mereka tanpa melalui peradilan formal sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam tujuan sistem hukum yang berlaku dan sesuai dengan asas-asas dalam ketentuan lain. c) Setiap diversi yang melibatkan penyerahan kepada masyarakat atau pelayanan lain yang dipandang perlu, membutuhkan persetujuan anak, atau orang tua, atau walinya. Keputusan untuk mengalihkan kasus harus tunduk pada peninjauan kembali pejabat yang berwenang dalam praktiknya. d) Untuk mempermudah disposisi kebijakan kasus anak, upaya harus dilakukan untuk mengadakan program masyarakat, seperti pengawasan dan panduan secara temporer, restitusi, dan kompensasi kepada korban. Dengan demikian, pertimbangan harus diberikan apabila perlu untuk mengadili pelaku anak tanpa melalui peradilan formal dari pejabat yang berwenang, untuk mengalihkan atau tidak mengalihkan kasus. Selain itu, diversi harus digunakan apabila dimungkinkan. Polisi, jaksa, atau lembaga lain harus diberikan wewenang untuk menyelesaikan kasus-kasus semacam itu dengan kebijakan mereka tanpa melalui persidangan formal, sesuai dengan kriteria yang tercantum sebagai tujuan sistem hukum dan sesuai dengan pinsip dalam ketentuan, sebaiknya mempunyai wewenang untuk melakukan diversi sehingga kriteria bagi diversi harus ditetapkan dan harus sesuai dengan asas-asas dalam ketentuan Beijing. Setiap diversi berupa penyerahan kepada masyarakat yang layak atau pelayanan lainnya membutuhkan persetujuan anak, atau orang tua, atau wali 261 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
mereka. Keputusan untuk mengalihkan kasus harus tunduk pada peninjauan oleh pejabat yang berwenang pada pelaksanaannya persetujuan anak atau orang tua atau walinya merupakan persyaratan dalam diversi. Keputusan untuk mengalihkan harus dapat ditinjau kembali oleh pejabat yang berwenang (jaksa dan polisi). Untuk dapat memfasilitasi disposisi kebijakan kasus-kasus anak, harus dilakukan upaya untuk mengadakan program-program dalam masyarakat, seperti pengawasan dan panduan secara temporer, restitusi, dan kompensasi pada korban. Upaya harus dilakukan untuk membuat program bagi anak yang dialihkan atau dilakukan diversi. Berikut ini adalah prinsip-prinsip diversi dalam Beijing Rules. a) Anak tidak boleh dipaksa untuk mengakui bahwa ia telah melakukan tindakan tertentu. Tentu, jika ada pemikiran akan lebih mudah apabila tidak bertindak untuk kepentingan terbaik bagi anak dengan memaksanya mengakui perbuatannya sehingga kasusnya dapat ditangani secara formal. Hal itu tidak dapat dibenarkan. Untuk dapat memfasilitasi disposisi kebijakan kasus anak, harus dilakukan upaya untuk mengadakan program-program dalam masyarakat, seperti pengawasan dan panduan secara temporer, restitusi, dan kompensasi pada korban. Upaya harus dilakukan untuk membuat program bagi anak yang dialihkan atau dilakukan diversi. b) Program diversi hanya digunakan terhadap anak yang mengakui bahwa ia telah melakukan suatu kesalahan, tetapi tidak boleh ada pemaksaan. c) Pemenjaraan tidak dapat menjadi bagian dari diversi. Mekanisme dan struktur diversi tidak mengizinkan pencabutan kebebasan dalam segala bentuk karena hal ini melanggar hak-hak dasar dalam proses hukum. d) Adanya kemungkinan penyerahan kembali ke pengadilan (perkara harus dapat dilimpahkan kembali ke sistem peradilan formal apabila tidak ada solusi yang dapat diambil). e) Adanya hak untuk memperoleh persidangan atau peninjauan kembali. Anak harus tetap dapat mempertahankan haknya untuk memperoleh persidangan atau peninjauan kembali. 4) Kumpulan Prinsip-Prinsip untuk Perlindungan Semua Orang yang Berada di bawah Bentuk Penahanan Apa pun atau Pemenjaraan (Body of Principles for the Protection of All Person under Any Form of Detention or Imprisonment) GA Resolusi 43/173 tanggal 9 Desember 1988, menyatakan sebagai berikut. 262 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
“Semua orang yang berada di bawah setiap bentuk penahanan atau pemenjaraan harus diperlakukan dalam cara yang manusiawi dan dengan menghormati martabat pribadi manusia yang melekat. Orang yang ditahan, apabila mungkin, harus tetap terpisah dari para narapidana.” Siapa pun yang ditangkap harus diberi tahu pada waktu penangkapannya mengenai alasan penangkapannya dan harus segera diberi tahu mengenai tuduhan-tuduhan terhadapnya. 5) Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Remaja Tahun 1990 (United Nations Guidelines for the Preventive of Juvenile Delinquency, ”Riyadh Guidelines”), Resolution No. 45/112, 1990, khususnya paragraf yang menyatakan, “Program dan pelayanan masyarakat untuk pencegahan kenakalan anak agar dikembangkan dan badan-badan pengawasan sosial yang resmi agar dipergunakan sebagai upaya akhir. Penegak hukum dan petugas lain yang relevan dari kedua jenis kelamin harus dilatih agar tanggap terhadap kebutuhan khusus anak dan agar terbiasa dan menerapkan semaksimal mungkin program-program dan kemungkinankemungkinan penunjukan pengalihan anak dari sistem peradilan.” 6) Peraturan-Peraturan PBB bagi Perlindungan Anak yang Kehilangan Kebebasannya, Resolusi 45/113, 1990, khususnya paragraf yang menyatakan, “Peraturan ini harus diterapkan secara tidak berat sebelah, tanpa diskriminasi, dengan menghormati kepercayaan-kepercayaan, praktik agama dan budaya, serta konsep moral anak yang bersangkutan.” Sistem pengadilan bagi anak harus menjunjung tinggi hak-hak dan keselamatan serta memajukan kesejahteraan fisik dan mental para anak. Menghilangkan kebebasan anak haruslah merupakan pilihan terakhir dan untuk masa yang minimum serta dibatasi pada kasus-kasus luar biasa, tanpa mengesampingkan kemungkinan pembebasan lebih awal. Dikenakan pada kondisi-kondisi yang menjamin penghormatan hak-hak asasi para anak dan hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sepenuhnya menimbang kebutuhan-kebutuhan khas, status, dan persyaratan-persyaratan khusus yang sesuai dengan usia, kepribadian, jenis kelamin serta jenis pelanggaran, sesuai dengan prinsip dan prosedur yang dituangkan dalam peraturan ini dan Peraturan-Peraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak. Anak yang ditahan menunggu peradilan harus diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah, harus dipisahkan dari para anak yang telah dijatuhi hukuman, memiliki hak akan nasihat pengacara hukum dan diperbolehkan meminta bantuan hukum tanpa biaya, disediakan kesempatan bekerja dengan upah, dan melanjutkan 263 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
pendidikan atau pelatihan, tetapi tidak boleh diharuskan. Lembaga tempat anak ditahan harus ada dalam catatan yang lengkap dan rahasia tentang identitas diri dan keterangan setiap anak, yang faktanya dapat digugat oleh anak yang bersangkutan. Pada saat penerimaan, semua anak harus diberi salinan peraturan yang mengatur fasilitas pemasyarakatan itu dan uraian tertulis tentang hak dan kewajiban mereka dalam bahasa yang dapat mereka pahami, berikut alamat otoritas yang berwenang untuk menerima pengaduan, juga alamat badan dan organisasi pemerintah atau swasta yang menyediakan bantuan hukum. Mereka mempunyai hak akan fasilitas dan layanan yang memenuhi semua persyaratan kesehatan dan harga diri manusia, di antaranya menerima makanan yang disiapkan secara pantas dan disajikan pada waktu makan yang normal dan berjumlah serta bermutu cukup. Air minum bersih harus tersedia setiap saat, alat transportasi harus mempunyai ventilasi dan penerangan yang cukup, dan dalam keadaan yang tidak boleh membuat mereka sengsara atau merendahkan harga diri. C. Rangkuman Secara harfiah, instrumen dapat diartikan sebagai suatu alat yang digunakan untuk membantu kelancaran dan keberhasilan kegiatan/pekerjaan. Khusus berkaitan dengan hal penanganan masalah anak yang berkonflik dengan hukum, yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat berupa landasan/dasar hukum dalam menangani masalah anak yang berkonflik dengan hukum. Instrumen yang dapat digunakan sebagai dasar hukum bagi penanganan masalah anak yang berkonflik dengan hukum dapat bersumber dari produk hukum nasional ataupun internasional. Dua sumber instrumen tersebut akan memberi arah, petunjuk, dan kekuatan kepada semua pihak terkait dalam menangani masalah anak yang berkonflik dengan hukum dengan memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak.
264 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
D. Latihan Untuk memperdalam pemahaman Saudara mengenai materi Instrumen Nasional dan Internasional yang Menjadi Dasar Hukum dalam Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum, kerjakanlah latihan berikut! 1.
Dalam Peraturan-Peraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak (The Beijing Rules), Resolusi No. 40/33, 1985, terkait dengan diversi ada beberapa prinsip. Coba Saudara sebutkan beberapa prinsip tersebut?
2.
Dalam upaya membangun rezim hukum anak yang berhadapan dengan hukum, terdapat empat fondasi konvensi hak anak yang relevan untuk mengimplementasikan praktik peradilan pidana anak, coba Saudara sebutkan empat fondasi konvensi hak anak tersebut!
Petunjuk Jawaban Latihan b. Pelajarilah lebih mendalam bagian-bagian yang berkaitan dengan pertanyaan. c. Perhatikan tujuan pertanyaan dari setiap butir soal latihan.
265 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB EMPAT
TAHAPAN PELAKSANAAN DIVERSI
266
DIVERSI
A. Kompetensi Khusus Setelah mempelajari Pokok Bahasan 3, Tahapan Pelaksanaan Diversi, PK diharapkan mampu menjelaskan tahapan pelaksanaan diversi. B. Subpokok Bahasan Pada Pokok Bahasan 1, Sistem Peradilan Anak, telah dipelajari sub-subpokok bahasan mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak, Keadilan Restoratif, dan Diversi. Selanjutnya pada Pokok Bahasan 2, Instrumen Nasional dan International yang Menjadi Dasar Hukum dalam Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum dibahas mengenai subpokok bahasan Instrumen Nasional yang Menjadi Dasar Hukum Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum dan Instrumen Internasional yang Menjadi Dasar Hukum Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum. Berikutnya, Pokok Bahasan 3, Tahapan Pelaksanaan Diversi, dibagi menjadi tiga subpokok bahasan, yaitu 1) tahapan pelaksanaan diversi sebelum berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan 2) tahapan pelaksanaan diversi mengacu kepada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan 3) ilustrasi upaya diversi sebelum diberlakukan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Berikut adalah penjelasan dari kedua subpokok bahasan tersebut. 1. Tahapan Pelaksanaan Diversi Sebelum Berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pada bab terdahulu dari modul ini, Saudara telah mempelajari tentang berbagai hal yang berkaitan dengan diversi, yaitu sistem peradilan anak serta instrumen nasional dan international yang menjadi dasar hukum dalam penanganan anak berkonflik dengan hukum. Oleh karena itu, Saudara harus mampu menguasai materi tersebut sebelum melanjutkannya pada materi tentang pelaksanaan diversi. Sudah menjadi suatu kenyataan bahwa sampai dengan saat ini kita belum memiliki undangundang yang menyebutkan/mengatur secara jelas dan tegas tentang upaya diversi dalam penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum. Meskipun pada saat ini Undang-Undang Sebelum Berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah disyahkan, keberadaan undangundang tersebut belum dapat diberlakukan. Namun, kondisi tersebut bukanlah berarti bahwa pada saat ini upaya diversi tidak dapat dilakukan/dilaksanakan. Ketika Saudara akan melakukan upaya diversi, untuk sementara Saudara dapat bersandar pada beberapa peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah lainnya yang berlaku pada saat ini sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya yang pada dasarnya memiliki semangat pelaksanaan diversi tersebut. Dengan mengacu pada pengalaman di beberapa balai pemasyarakatan, untuk 267 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
beberapa perkara anak ternyata upaya diversi tersebut dapat dilaksanakan. Tahapan upaya diversi yang telah dilaksanakan tersebut, Saudara perhatikan gambar berikut ini.
Gambar 4 Skema tahapan pelaksanaan diversi sebelum berlakunya UndangUndang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
2. Tahapan Pelaksanaan Diversi Mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Setelah mempelajari subpokok bahasan 1, Tahapan Pelaksanaan Diversi Sebelum berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pada bagian ini akan dibahas tentang Tahapan Pelaksanaan Diversi Mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pada masa yang akan datang setelah diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, peran PK menjadi sangat penting dan strategis dalam upaya diversi. Pada beberapa bagian di dalam undangundang tersebut, menyebutkan secara jelas dan tegas bahwa untuk perkara-perkara tertentu, upaya diversi merupakan langkah pertama dan utama yang harus dilakukan dalam menyelesaikan masalah anak yang berkonflik dengan hukum. Upaya diversi 268 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
haruslah dilakukan pada setiap tahapan proses hukum, baik pada tahap penyidikan (kepolisian), penuntutan (kejaksaan), maupun persidangan (pengadilan). Peran, fungsi, dan tanggung jawab PK dalam upaya diversi berada pada setiap tahapan proses hukum tersebut. Agar lebih jelas dalam memahami tahapan upaya diversi tersebut, Saudara dapat memperhatikan gambar berikut ini:
Gambar 5 Tahapan upaya diversi Sumber: Mengacu pada Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
3. Ilustrasi Upaya Diversi Sebelum Diberlakukan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pada subpokok bahasan 3 ini akan diberikan ilustrasi mengenai penyelesaian perkara anak melalui upaya diversi. Sehubungan dengan belum adanya petunjuk teknis pelaksaaan diversi yang sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang terbaru, contoh yang akan disampaikan ini berdasarkan pengalaman yang pernah dilakukan oleh seorang PK. Namun, melalui ilustrasi ini pada dasarnya Saudara dapat mempelajari dan memahami tentang tahapan/langkah-langkah yang harus dilakukan ketika akan melakukan upaya diversi dalam menyelesaikan perkara anak. Selanjutnya, silakan Saudara baca dan simak dengan baik ilustrasi kasus berikut. Pada suatu waktu telah terjadi pencurian satu unit sepeda motor di wilayah hukum Polres X. Selanjutnya, pihak Polres X melakukan penyelidikan terhadap perkara pencurian tersebut. Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut, pelaku pencurian teridentifikasi, yaitu Y. Berbekal identifikasi yang telah dimiliki, pihak Polres X 269 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
melakukan penangkapan terhadap Y. Selanjutnya, pihak Polres X melakukan penyidikan dan menetapkan Y sebagai tersangka. Setelah dilakukan penyidikan, ternyata Y masih tergolong anak-anak karena berusia 15 tahun. Terhadap Y sempat dilakukan penahanan selama tujuh hari dan selanjutnya dilakukan penangguhan. Setelah dilakukan penangguhan penahanan, pihak Polres X menghubungi pihak Balai Pemasyaraktan (Bapas) Z untuk meminta pembuatan penelitian kemasyarakatan (litmas). Pihak Bapas Z segera menunjuk PK setelah diterimanya permintaan dari pihak Polres X. Tahapan tindakan yang dilakukan PK selanjutnya adalah sebagai berikut. 1. PK segera mengunjungi Y di Polres X untuk melakukan litmas terhadap Y. Berdasarkan wawancara dengan Y tersebut, diperoleh gambaran hal-hal pokok sebagai berikut. a. Y berstatus pelajar SMP kelas 3 yang tidak lama lagi mengikuti ujian akhir. b. Y tinggal bersama kedua orang tua kandungnya. c. Motivasi Y melakukan pencurian adalah untuk bergaya sesaat. d. Y baru pertama kali melakukan pencurian. e. Pencurian dilakukan tanpa perencanaan (spontan). f. Y menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada korban. g. Y berniat melanjutkan sekolahnya. h. Y tidak berniat menjual hasil curiannya. i. Y sempat berniat menyimpan kembali hasil curiannya di tempat semula, tetapi tidak dilakukan karena takut ketahuan. Akhirnya, sepeda motor tersebut disimpan di sembarang tempat. j. Y berharap perkaranya dapat diselesaikan di luar proses hukum. 2. PK mengunjungi orang tua Y dan mewawancarainya secara mendalam. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, diperoleh gambaran hal-hal pokok sebagai berikut. a. Kasih sayang dan perhatian kedua orang tua Y cukup baik. b. Secara ekonomis, kedua orang tua relatif mampu menghidupi Y. c. Kedua orang tua menilai Y sebagai orang penurut dan rajin membantu orang tua. d. Orang tua Y sanggup meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap Y. e. Orang tua Y sanggup mengganti kerugian korban. f. Orang tua Y menyesalkan perbuatan Y dan sebagai orang tua akan meminta maaf kepada korban, g. Orang tua Y berharap perkara Y dapat diselesaikan melalui musyawarah secara kekeluargaan. 3. PK mengunjungi beberapa teman Y, tetangga Y, dan tokoh masyarakat setempat. Berdasarkan wawancara mendalam, diperoleh keterangan pokok sebagai berikut.
270 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
a. Y dinilai sebagai anak yang pandai bergaul dan cukup aktif dalam kegiatan remaja di lingkungannya. b. Tidak pernah ada informasi perihal perilaku negatif Y, kecuali perkara yang sedang dihadapinya. c. Mereka mendukung harapan Y dan orang tuanya tentang penyelesaian perkara Y melalui musyawarah. d. Mereka bersedia membantu membina dan mengawasi Y. 4. PK mengunjungi ketua RT dan ketua RW setempat. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan mereka, diperoleh keterangan sebagai berikut. a. Tidak pernah ada informasi tentang perilaku negatif Y, kecuali perkara yang sedang dihadapinya. b. Mereka mendukung harapan Y dan orang tuanya tentang penyelesaian perkara Y melalui musyawarah. c. Mereka bersedia membantu membina dan mengawasi Y. 4. PK mengunjungi pihak sekolah Y. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pihak sekolah, diperoleh keterangan mengenai perilaku Y sebagai berikut : a. Perilaku Y dikenal relatif baik karena tidak pernah tercatat dalam buku catatan pelanggaran siswa. b. Prestasi akademik Y relatif baik. c. Secara moral, pihak sekolah turut bertanggung jawab atas perbuatan Y. d. Pihak sekolah mendukung harapan Y dan orang tuanya mengenai penyelesaian masalah Y melalui musyawarah. e. Pihak sekolah akan meningkatkan pembinaan terhadap Y. 6. PK mengunjungi pihak korban. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pihak korban, diperoleh keterangan mengenai peristiwa tersebut sebagai berikut. a. Korban merasa telah dirugikan baik secara material maupun nonmaterial. b. Pada dasarnya korban dapat memaafkan perbuatan Y. c. Korban bersedia melakukan musyawarah untuk menyelesaikan perkara Y. 7. PK membaca, mempelajari, dan menganalisis hasil pengumpulan informasi yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan berbagai pihak. 8. Berdasarkan analisis terhadap hasil pengumpulan informasi melalui wawancara tersebut, PK memutuskan bahwa perkara Y dapat diselesaikan secara diversi melalui musyawarah dengan melibatkan pihak-pihak berikut: pelaku dan orang tuanya, korban, tokoh pemuda setempat, tokoh agama setempat, pihak sekolah, dan PK. 9. PK segera merencanakan pelaksanaan musyawarah yang meliputi tempat dan waktu musyawarah. 271 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
10. PK segera melakukan konfirmasi berkaitan dengan rencana musyawarah dengan semua pihak yang akan dilibatkan dalam musyawarah. 11. PK melaksanakan musyawarah sesuai dengan waktu dan tempat yang telah disepakati dengan melibatkan berbagai pihak hingga diperoleh kesepakatan pokok sebagai berikut. a. Korban telah memaafkan perbuatan pelaku. b. Orang tua pelaku bersedia mengganti kerugian materi yang diderita korban. c. Pelaku diharuskan membuat surat pernyataan penyesalan. d. Pelaku wajib melaksanakan korve membersihkan salah satu masjid yang ada di sekitar tempat tinggalnya setiap hari Minggu selama tiga bulan di bawah pengawasan pengurus DKM masjid tersebut. 12. PK membuat laporan secara tertulis tentang hasil pelaksannaan musyawarah. 13. PK membuat dan menyampaikan surat kepada pihak Polres X tentang penyelesaian perkara Y secara diversi. Surat tersebut dilampiri dengan laporan hasil pengumpulan dan pengolahan informasi dalam perkara klien dan laporan hasil pelaksanaan musyawarah. 14. Menerima informasi dari pihak Polres X baik secara lisan dan tertulis perihal dihentikannya proses hukum terhadap Y. 15. PK mengarsipkan semua dokumen yang berkaitan dengan penanganan perkara Y.
C. Rangkuman 1. Diversi merupakan langkah pertama dan utama dalam menyelesaikan masalah anak yang berkonflik dengan hukum. Sekalipun pada saat ini belum ada undang-undang yang secara jelas dan tegas mengatur tentang keharusan upaya diversi, hal tersebut tidaklah diartikan bahwa diversi tidak dapat dilakukan. 2. Pada kenyataannya berdasarkan pengalaman, sebelum diberlakukannya UndangUndang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, upaya diversi hanya terjadi pada tingkat penyidikan (kepolisian). Pada tahapan proses hukum inilah PK harus menjadi inisiator dan motivator dalam melakukan upaya diversi. PK harus melaksanakan tahapan pelaksanaan diversi dengan baik dan benar. 3. Dengan mengacu kepada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, PK harus berperan, berfungsi, dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan diversi pada setiap tahapan proses hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
272 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
C. Latihan Untuk memperdalam pemahaman Saudara mengenai materi tahapan pelaksanaan diversi, kerjakanlah soal latihan berikut! 1. Pada saat ini belum ada undang-undang yang secara jelas dan tegas mengatur tentang upaya diversi. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa pada saat ini upaya diversi tidak dapat dilakukan. Jelaskan pendapat Saudara tentang hal tersebut! Selanjutnya, silakan Sudara tuliskan tahapan upaya diversi yang dapat dilakukan PK, sebelum berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 2. Dengan mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pada tahapan proses hukum manakah PK berperan, berfungsi, dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan diversi? Petunjuk Jawaban Latihan a. Pelajarilah lebih mendalam bagian-bagian yang berkaitan dengan pertanyaan. b. Perhatikan tujuan pertanyaan dari setiap butir soal latihan.
273 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB LIMA
PENUTUP
274
DIVERSI
A. Rangkuman Filosofi sistem peradilan pidana anak adalah mengutamakan pelindungan dan rehabilitasi terhadap pelaku anak (emphasized the rehabilitation of youthful offender) sebagai orang yang masih mempunyai sejumlah keterbatasan dibandingkan dengan orang dewasa. Anak memerlukan pelindungan dari negara dan masyarakat dalam jangka waktu ke depan yang masih panjang. Terhadap anak yang terlanjur menjadi pelaku tindak pidana diperlukan strategi sistem peradilan pidana, yaitu dengan mengupayakan seminimal mungkin intervensi sistem peradilan pidana. Demi kepentingan terbaik anak, pendekatan keadilan restoratif dan upaya diversi merupakan upaya terbaik dalam menangani masalah anak yang berkonflik dengan hukum. Keadilan restoratif dan diversi tersebut merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Diversi sebagai upaya pengalihan penyelesaian perkara anak, dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, harus mampu menciptakan rasa keadilan dan memulihkan konflik ke hal-hal yang baik bagi semua pihak, yaitu korban, pelaku, dan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, sampai saat ini belum ada undang-undang yang mengatur tentang diversi secara jelas dan tegas. Adapun keberadaan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang disahkan tanggal 30 Juli 2012, yang di dalamnya memuat ketentuan tentang diversi , baru akan diberlakukan dua tahun ke depan sejak disahkannya Undang-Undang tersebut. Namun, hal tersebut tidaklah berarti upaya diversi harus ditunda-tunda. Dengan mengacu pada berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan lainnya sebagaimana telah dijelaskan di muka, melakukan upaya diversi pada saat ini bukanlah sesuatu yang salah. PK memiliki peran, tugas, dan fungsi yang sangat penting dan strategis dalam melakukan upaya diversi. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, peranan PK yang paling menonjol adalah sebagai inisiator. Pada masa yang akan datang setelah diberlakukannya undang-undang tersebut, diversi merupakan langkah pertama dan utama yang harus dilakukan oleh para penegak hukum dalam penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum. Dalam kaitan itu, PK harus menjalankan peran dan fungsinya dengan baik sesuai dengan yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut.
275 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
B. Evaluasi Pililah jawaban soal dibawah ini dengan jawaban yang benar. 1. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi yang ditetapkan dalam Keppres No. 36 Tahun 1990. Konvensi berikut yang tidak diratifikasi adalah .... A. Konvensi Hak Anak B. Convention on the Rights of the Child C. CRC D. CEDAW 2. Tujuan dilakukannya diversi adalah .... A. membuat stigmatisasi/cap label kepada anak B. perampasan kemerdekaan C. retributif D. menghindarkan anak dalam proses formal 3. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Peranan PK dalam diversi ini adalah sebagai .... A. pendamping, pengawas, konglomerat B. mediator, juri, penentram hati C. pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan D. pengawas 4. Dalam proses diversi, biasanya dilakukan musyawarah. Unsur yang terlibat dalam musyawarah tersebut adalah .... A. anak dan orang tua/walinya, korban dan atau orangtua/walinya, pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial profesional B. pelaku, lurah, camat C. korban, saksi, pelaku D. pembimbing kemasyarakatan, anak sekolah 5. Yang dapat melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak adalah .... A. pembimbing kemasyarakatan B. pekerja sosial profesional C. tenaga kesejahteraan sosial D. jawaban a, b, dan c semuanya benar 6. Umur berapakah anak dapat mempertanggungjawabkan perbutan melanggar hukum .... A. 8 tahun B. 12 < 18 tahun 276 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
C. 13 tahun D. 14 tahun 7. Pidana pokok bagi anak terdiri atas .... A. pidana peringatan, pidana dengan syarat, pelatihan pekerjaan, pembinaan dalam lembaga dan penjara B. pembinaan luar lembaga, pelayanan masyarakat C. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana D. pidana peringatan 8. Yang tidak dikategorikan sebagai syarat diversi berikut ini adalah .... A. tindak pidana (sanksi pidana 7 tahun penjara atau kurang) B. usia Anak (makin rendah makin diupayakan adanya diversi) C. kategori laporan mediasi D. jawaban a dan b benar 9. Dalam upaya diversi, persetujuan dari korban, keluarga korban, dan atau masyarakat sangat diperlukan. Persetujuan ini menjadi tidak diperlukan lagi dalam hal .... A. tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan B. tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat C. tindak pidana tanpa korban D. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat. 10. Coba sebutkan syarat-syarat Diversi mengacu kepada Undang-Undang Nomor No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, seperti jawaban di bawah ini kecuali : A. kategori tindak pidana/sanksi pidana 7 tahun penjara atau kurang) B. usia anak (makin rendah makin diupayakan adanya diversi) C. kerugian yang ditimbulkan D. hasil penelelitian sosial dari pekeja sosial
277 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
C. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Apabila Saudara dalam menjawab evaluasi soal tersebut mencapai 80% benar, dengan demikian, Saudara telah mencapai kompetensi Modul Diversi dengan baik, dan sebaliknya apabila tingkat ketercapaian Saudara tidak sampai 80%, Saudara diharapkan mengulang kembali membaca dan memahami modul ini. Cocokkanlah jawaban Saudara dengan Kunci Jawaban Evaluasi yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara terhadap materi modul ini. Tingkat penguasaan =
Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal
100%
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Saudara dapat mempelajari modul berikutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Saudara harus mengulangi materi modul ini, terutama bagian yang belum dikuasai. Kunci Jawaban Evaluasi 1. d 2. d 3. c 4. a 5. a 6. b 7. a 8. d 9. b 10. d
278 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
DAFTAR PUSTAKA Ali. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan. Jakarta: Prenada Media Group. 2009. Bagir Manan. “Retorative Justice (Suatu Perkenalan)”,dalam Refleksi Dinamika Hukum Rangkaian Pemikiran dalam Dekade Terakhir, Perum Percetakan Negara RI: Jakarta. 2008. Bazemore, G., & Schiff, M. Juvenile Justice Reform and Restorative Justice: BuildingTheory and Policy from Practice. Oregon: Willan Publishing, 2005. Benton, S. & B. Setiadi, Mediation and Conflict Management in Indonesia. In L. Kwok & D. Tjosvold (Eds.), Conflict Management in the Asia Pacific: Assumptions and Approaches in Diverse Cultures. Singapore: John Wiley &Sons, 1998. Consedine, J, Restorative justice: Healing the effects of crime. Lyttelton: Ploughshares Publications,1995. Davis, G., Making Amends: Mediation and Reparation in Criminal Justice. London: Routledge, 1992. Kusumaatmadja, M. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan. Bandung: Alumni, 2002. Marlina, Penerapan Konsep Diversi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana dalamSistem Peradilan Pidana Anak, Jurnal Equality, 2008. Pavlich, G, “Towards An Ethics of Restorative Justice”. In L. Walgrave (Ed.),Restorative Justice and The Law. Oregon: Willan Publishing, 2002. Purnianti, Supatmi M. S. & Tinduk, N. M. M., Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice Sistem) di Indonesia. Jakarta: UNICEF, 2003. Schwartz, I. M. & Preiser, L. “Diversion and Juvenile Justice: Can We Ever Get It Right?” In H. Messmer & H.-U. Otto (Eds.), Restorative Justice on Trial: Pitfallsand Potentials of Victim Offender Mediation-International ResearchPerspectives. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers, 1992. Supeno, H. Kriminalisasi Anak: Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak TanpaPemidanaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2010. Wright, M., “Victim-Offender Mediation as A Step Towards A Restorative Sistem of Justice”. In H. Messmer & H.-U. Otto (Eds.), Restorative Justice on Trial:Pitfalls and Potentials of Victim Offender Mediation-International Research Perspectives. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Dewi dkk., (2011). Mediasi Penal?: Penerapan Restorative Justice di Pengadilan Anak di Indonesia. Depok: Indie Publishing.
279 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
GLOSARIUM 1. Juvenile Justice Sistem adalah segala unsur sistem peradilan pidana yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus kenakalan anak. Unsur pertama adalah polisi, polisi berperan sebagai institusi formal ketika anak nakal pertama kali bersentuhan dengan sistem peradilan. Polisi juga yang akan menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses lebih lanjut. Unsur kedua adalah jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat. Jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat akan menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak. Unsur ketiga adalah pengadilan anak. Pengadilan Anak berperan pada tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan, mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman. Unsur terakhir atau unsur keempat adalah institusi penghukuman. Ada dua kategori perilaku anak yang membuat mereka berhadapan dengan hukum, yakni: a. status offender adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah, atau kabur dari rumah; b. juvenile delinquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum. 2. Pengadilan Anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan peradilan umum. Sidang pengadilan anak, yang selanjutnya disebut sidang anak, bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak). 3. Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, dan berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi (Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum). 4. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 5. Anak yang Berkonflik dengan Hukum, yang selanjutnya disebut Anak, adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 6. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, yang selanjutnya disebut Anak Korban, adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak 280 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
pidana (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 7. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana, yang selanjutnya disebut Anak Saksi, adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 8. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersamasama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 9. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 10. Penyidik adalah penyidik Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 11. Penuntut Umum adalah penuntut umum Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 12. Hakim adalah hakim Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 13. Hakim Banding adalah hakim banding Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 14. Hakim Kasasi adalah hakim kasasi Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 15. Pembimbing Kemasyarakatan, yang selanjutnya disingkat PK, adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 16. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 17. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang 281 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial Anak (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 18. Keluarga adalah orang tua yang terdiri atas ayah, ibu, dan/atau anggota keluarga lain yang dipercaya oleh Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 19. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 20. Pendamping adalah orang yang dipercaya oleh Anak untuk mendampinginya selama proses peradilan pidana berlangsung (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 21. Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan (UndangUndang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 22. Lembaga Pembinaan Khusus Anak, yang selanjutnya disingkat LPKA, adalah lembaga atau tempat Anak menjalani masa pidananya (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 23. Lembaga Penempatan Anak Sementara, yang selanjutnya disingkat LPAS, adalah tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung (Undang-Undang RI Nomor Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 24. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, yang selanjutnya disingkat LPKS, adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 25. Klien Anak adalah anak yang berada di dalam pelayanan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan Pembimbing Kemasyarakatan (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 26. Balai Pemasyarakatan, yang selanjutnya disebut bapas, adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). 27. Hak Anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum, bahkan sejak dalam kandungan (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia). Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipengaruhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak).
282 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIVERSI
28. Laporan hasil penelitian kemasyarakatan (litmas) untuk perkara anak menurut Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, memuat: a. data pribadi anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial; b. latar belakang dilakukannya tindak pidana; c. keadaan korban dalam hal ada korban dalam tindak pidana terhadap tubuh atau nyawa; d. hal lain yang dianggap perlu; e. berita acara diversi; dan f. kesimpulan dan rekomendasi dari pembimbing kemasyarakatan. 29. Instrumen nasional adalah alat/aturan perundangan-undangan yang bersifat nasional yang dijadikan dasar landasan hukum dalam pelaksanaan tugas. 30. Instrumen internasional adalah alat/aturan yang bersifat internasional dan dapat dijadikan bahan rujukan dalam setiap permaslahan.
283 MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN