PEDOMAN SOSIALISASI PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA DEPARTEMEN AGAMA
DEPARTEMEN AGAMA RI INSPEKTORAT JENDERAL 2009
1
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena Taufik dan Hidayah-Nya dapat disusun Pedoman Sosialisasi Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama. Pedoman ini dimaksudkan sebagai sarana memudahkan pelaksanaan sosialisasi pengembangan budaya kerja pada satuan organisasi/kerja di lingkungan Departemen Agama. Secara substansial pedoman ini memuat langkah-langkah strategis dalam mensosialisasikan pengembangan budaya kerja kepada aparatur Departemen Agama melalui internalisasi dan institusionalisasi. Kegiatan tersebut dilakukan baik melalui pendidikan dan pelatihan pegawai maupun melalui media massa. Kami berharap pedoman ini bermanfaat dalam upaya pengembangan nilai-nilai budaya kerja di lingkungan Departemen Agama.
Jakarta, Mei 2009 Inspektur Jenderal,
Dr. H. Mundzir Suparta, M.A.
i
6. Terwujudnya Agama.
tingkat
capaian
kinerja
Departemen
DAFTAR ISI
N. Penutup Pedoman Sosialisasi Pengembangan Budaya Kerja disusun sebagai salah satu dokumen secara integral dengan Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama. Oleh sebab itu, mempelajari Pedoman ini haruslah memperhatikan pula buku Pengembangan Budaya Kerja
KATA PENGANTAR ........................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................ ii PEDOMAN SOSIALISASI PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA DEPARTEMEN AGAMA ....................................... 1
A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L. M. N.
Departemen Agama yang telah diterbitkan. Pedoman ini bersifat teknis namun masih mengandung substansi yang umum. Oleh sebab itu, menjadi keharusan bagi penyelenggara sosialisasi untuk menjabarkan pedoman ini ke dalam Petunjuk Teknis Operasional. Dengan kreativitas dan prakarsa, diyakini bahwa pedoman ini mampu menghasilkan kegiatan sosialisasi yang lebih efektif dan efisien. Jakarta,
April 2009
31
Nama Kegiatan ...................................................... 1 Latar Belakang ....................................................... 1 Landasan Hukum ................................................... 4 Maksud dan Tujuan ............................................... 5 Manfaat .................................................................. 6 Sasaran .................................................................. 6 Prinsip Dasar ......................................................... 7 Pokok Kegiatan ...................................................... 7 Langkah-Langkah ..................................................25 Organisasi ..............................................................26 Mekanisme .............................................................27 Pengendalian .........................................................27 Hasil yang Diharapkan ...........................................30 Penutup ..................................................................31
ii
catur wulan, semesteran dan tahunan. Mekanisme penyampaian laporan adalah sebagai berikut: a. Tingkat Pusat, laporan dibuat oleh Tim Pengembangan Budaya Kerja dan disampaikan kepada Menteri Agama, dengan tembusan disampaikan kepada Sekjen dan Irjen Departemen Agama. b. Tingkat Provinsi, laporan dibuat oleh Tim Pengendali provinsi baik Kanwil Departemen Agama provinsi maupun Perguruan Tinggi Agama Negeri dan disam-
PEDOMAN SOSIALISASI PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA DEPARTEMEN AGAMA A. Nama Kegiatan Kegiatan bernama Sosialisasi Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama. Kegiatan ini merupakan serangkaian proses pengenalan dan internalisasi nilai-nilai budaya kerja Departemen Agama, dilakukan secara terencana, simultan dan terus menerus disampaikan kepada seluruh aparatur Departemen Agama. Dengan demikian, mereka dapat mengenal, mengerti, menyadari, melaksanakan, dan menginternalisasi nilai-nilai budaya kerja agar dapat meningkatkan integritas, produkti-
paikan kepada Tim Pengembangan Budaya Kerja tingkat Pusat. c. Tingkat kabupaten/kota, laporan dibuat oleh Tim Pengendali terdiri dari Kantor Departemen Agama kabupaten/kota disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama provinsi dan Sekolah Tinggi Agama Negeri disampaikan kepada atasan langsung/Dirjen yang bersangkutan.
vitas, dan peningkatan pelayanan prima kepada masyarakat.
M. Hasil yang diharapkan Sosialisasi pengembangan budaya kerja di lingkungan Departemen Agama diharapkan dapat menghasilkan sejumlah indikator sebagai berikut: 1. Terwujudnya internalisasi dan institusionalisasi budaya kerja pada aparatur Departemen Agama. 2. Terwujudnya komitmen aparatur terhadap pelaksanaan
B. Latar Belakang Departemen Agama merupakan salah satu departemen yang memiliki tugas menyelenggarakan pemerintahan di bidang agama. Tugas dimaksud menjadi penting karena Departemen Agama harus mampu berperan sebagai penjaga moral bangsa. Prasyarat yang sangat penting untuk meningkatkan peran tersebut yaitu melakukan upaya percepatan pelaksanan reformasi birokrasi terhadap seluruh satuan organisasi/kerja di lingkungan Departemen Agama. Reformasi birokrasi tersebut sangat penting karena kondisi obyektif yang menunjukkan adanya beberapa hal yaitu: 1)persepsi, sikap, dan perilaku sebagian aparatur yang masih be-
tugas. 3. Terwujudnya keteladanan pimpinan. 4. Terwujudnya kualitas perilaku kerja aparatur. 5. Terwujudnya kualitas pelayanan kepada masyarakat.
1
30
nisasi/kerja di lingkungan Departemen Agama. Evaluasi dilaksanakan sesuai kebutuhan, dalam bentuk bulanan, triwulan, catur wulan, semesteran dan tahunan. Hasil evaluasi adalah informasi yang digunakan untuk bahan penyusunan laporan. Aspek yang dievaluasi antara lain masukan sebagai bahan penyempurnaan, proses rencana aksi yang sedang dilakukan, sasaran beserta target yang ingin dicapai, waktu, pihak mana saja yang dilibatkan, pencapaian hasil, kendala dan dukungan, re-
lum sesuai harapan masyarakat; 2)masih muncul sejumlah kasus penyimpangan yang membentuk stigma bahwa Departemen Agama tidak dapat dilepaskan dari belenggu KKN; 3)kualitas pelayanan kepada masyarakat yang belum sesuai dengan harapan; 4)produktivitas kerja pegawai relatif masih rendah, dan sejumlah faktor lainnya. Kondisi tersebut, akan berdampak pada tingkat capaian kinerja Departemen Agama secara menyeluruh. Reformasi birokrasi merupakan paradigma yang dikon-
alisasi pembiayaan, dan rekomendasi. 3. Pelaporan Bahan baku pelaporan adalah hasil evaluasi. Laporan adalah proses pendokumentasian dan pertanggungjawaban atas sosialisasi yang dilakukan secara tertulis maupun lisan. Materi pelaporan berkaitan dengan masukan (input), proses, keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact), faktor kendala dan pendukung, upaya pemecahan masalah, kesimpulan dan rekomendasi. Kegiatan tersebut dapat digunakan sebagai bahan dokumen sekaligus pertanggungjawaban baik secara teknis maupun administratif. Hal tersebut dimaksudkan agar teridentifikasikannya tingkat capaian kinerja atas sosialisasi yang telah dicapai. Hasil laporan kemudian dapat digunakan sebagai bahan pertanggungjawaban dan sekaligus per-
struksi untuk menjawab sejumlah isu kritis tentang sikap, dan perilaku kerja aparatur yang dinilai kurang memuaskan. Reformasi birokrasi Departemen Agama menjadi keharusan dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang agama. Reformasi dimaksud dilakukan untuk merespon atas maraknya tuntutan masyarakat terhadap perwujudan tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih. Proses reformasi birokrasi sangat terkait dengan transformasi cara berpikir (mindset) dan perubahan manajemen (management change) menuju good governance. Perubahan manajemen berkaitan dengan penerapan “total quality management“ yang memberikan tekanan pada perbaikan secara terus-menerus pada setiap proses kinerja, berorientasi kepada kepuasan pelayanan dan menekankan pada basis kebutuhan pelayanan. Keduanya menjadi cikal bakal terbentuknya pencitraan Departemen Agama sebagai “pen-
baikan kinerja organisasi. Pelaporan dilakukan oleh gugus tugas yang telah ditunjuk, ditetapkan dan disahkan oleh Menteri Agama. Laporan disampaikan secara berjenjang dalam bentuk laporan bulanan, triwulan,
jaga moral bangsa”. Reformasi birokrasi tidak sekedar menyentuh ranah kelembagaan melalui restrukturisasi semata, melainkan memperhatikan pula perubahan orientasi budaya kerja yang memberikan kontribusi terhadap kualitas pelayanan masya-
29
2
rakat yang cepat, tepat, murah, aman, dan nyaman. Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama merupakan strategi yang digunakan untuk mempercepat reformasi birokrasi. Pengembangan budaya kerja adalah nilai–nilai yang terkandung di dalam sikap dan perilaku yang harus ditampilkan setiap aparatur Departemen Agama, yaitu perilaku kerja aparatur yang mampu melaksanakan setiap tugas pekerjaan secara profesional, rasional, bermoral, dan bertanggung jawab berdasarkan persepsi yang tepat, yaitu bekerja
dapat dipantau tingkat kemajuan, perubahan, kendala dan dukungan yang diperoleh dari proses sosialisasi. Hal tersebut merupakan proses yang terjadi selama pengembangan budaya kerja disosialisasikan. Pemantauan dilakukan oleh gugus tugas yang telah ditunjuk, ditetapkan dan disahkan oleh Menteri Agama. Pemantauan dilaksanakan sesuai kebutuhan baik bulanan, triwulan, catur wulan, semesteran dan tahunan. Hasil pemantauan adalah informasi yang digunakan
sebagai panggilan Tuhan (ibadah). Dalam hal ini, model pengembangan budaya kerja Departemen Agama sangat dikaitkan dengan birokrasi yang bersih dan bebas dari KKN, birokrasi yang efiisien dan efektif, birokrasi yang transparan, dan birokrasi yang melayani. Fokus pengembangan budaya kerja adalah membangun kepemimpinan, kemampuan intelektual dan pendidikan karakter. Sumber pengembangan budaya kerja dimaksud digali dari nilai dasar sebagai etos kerja bagi setiap aparatur di lingkungan Departemen Agama yaitu “ikhlas beramal”. Nilai dasar “ikhlas beramal” harus sosialisasikan dan diaktualisasikan ke dalam persepsi dan sikap kerja aparatur yang mencakup: 1)jujur dan integritas, 2)etika, akhlak mulia dan keteladanan, 3)taat hukum dan keputusan, 4)tanggung jawab dan akuntabel, 5)hormat sejawat, 6)cinta kerja dan kerja keras 7)transparansi dan koordinasi, 8)disiplin, dan
untuk bahan evaluasi. Aspek yang dimonitor antara lain proses sosialisasi dilakukan, sasaran beserta target yang ingin dicapai, waktu, pihak mana saja yang dilibatkan, pencapaian hasil, kendala dan dukungan, realisasi pembiayaan, dan penyusunan rencana selanjutnya. 2. Evaluasi Untuk mengidentifikasi capaian kinerja sosialisasi, diperlukan evaluasi. Bahan baku evaluasi adalah hasil pemantauan. Evaluasi adalah proses menghitung, mengukur dan menilai atas proses dan hasil yang telah dicapai dari sosialisasi yang telah dilakukan. Hasil yang dievaluasi antara lain masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Kegiatan ini dapat menilai keberhasilan yang telah dicapai atas sosialisasi yang diterapkan. yang ditunjuk dan ditetapkan agar teridentifikasikannya proses
9)bersahaja. Sikap kerja tersebut kemudian diaktualisasikan dalam bentuk perilaku kerja yang mencakup: 1)bekerja atas dasar rencana kerja, 2)hasil kerja dapat dilaporkan, 3) waktu kerja ditunaikan, 4)data/informasi direkam/dicatat, ditabulasi dan dikaji, 5)monitoring dan evaluasi dijalankan.
dan hasil yang telah dicapai. Hasil evaluasi kemudian dapat digunakan sebagai bahan laporan dan sekaligus pertanggungjawaban kinerja organisasi. Evaluasi dilakukan oleh gugus tugas yang telah ditunjuk, ditetapkan dan disahkan oleh Pejabat tertinggi dalam satuan orga-
3
28
5. Pelaksana
: Gugus Tugas yang ditunjuk dan ditetapkan sebagai anggota Tim Sosialisasi dan Kelompok Pengembangan Budaya Kerja
6)pembinaan terhadap bawahan dilaksanakan, 7)Pelayanan kepada pelanggan, stakeholder, dan masyarakat dijalankan, 8)gagasan untuk mengembangkan sistem kerja dan pelayanan dilahirkan dan dituangkan dalam rencana kerja, dan 9) memelihara martabat diri, harmoni kerja, hormat pimpinan dan memelihara citra organisasi. Guna mengaktualisasikan sikap dan perilaku kerja tersebut, perlu dilakukan sosialisasi sebagai upaya pengembangan budaya kerja kepada setiap aparatur agar mampu
K. Mekanisme Untuk melaksanakan sosialisasi pengembangan budaya kerja, diatur mekanisme kerja sebagai berikut : 1. Departemen Agama pusat bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengendalikan sosialisasi pada tingkat nasional dan regional. 2. Perguruan Tinggi Agama Negeri (PTAN) bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan, melaksanakan dan mengendalikan sosialisasi pada tingkat PTAN. 3. Kanwil Departemen Agama di provinsi bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan, melaksanakan dan mengendalikan sosialisasi pada tingkat provinsi dan lintas kabupaten/kota 4. Kantor Departemen Agama di kabupaten/kota bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengendalikan sosialisasi di kabupaten/kota.
mengadopsi dan menginternalisasikan sejumlah nilai-nilai budaya kerja ke dalam perilaku kerjanya. Sosialisasi pengembangan budaya kerja dilakukan kepada seluruh aparatur pada satuan organisasi/kerja di lingkungan Departemen Agama. Dengan sosialisasi tersebut diharapkan dapat mendorong percepatan pencitraan Departemen Agama secara kostruktif. C. Landasan Hukum 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang
L. Pengendalian 1. Pemantauan Dalam rangka menjamin tingkat keberhasilan sosialisasi pengembangan budaya kerja perlu dilakukan pemantauan. Kegiatan dimaksud sebagai sarana untuk mengetahui tingkat kemajuan dan perkembangan hasil sosialisasi pengembangan budaya kerja. Di samping itu
Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor: 20 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat atas Peraturan
27
4
Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2006 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; 4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2008 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementrian Negara Republik Indonesia; 5. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perce-
a. Internalisasi dan institusionalisasi nilai-nilai budaya kerja ke dalam proses sosialisasi dan sistem pelaksanaan setiap tugas pekerjaan sehari-hari di setiap satuan organisasi/kerja melalui: 1) Komitmen dan keteladanan setiap atasan untuk melaksanakan secara nyata dan konsisten nilainilai budaya kerja sesuai visi dan misi Departemen Agama serta peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
patan Pemberantasan Korupsi; Keputusan Menteri Agama Nomor 717 Tahun 2006 tentang Lambang Departemen Agama; Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama; Peraturan Menteri Agama Nomor 7 Tahun 2007 tentang Sistem Pengawasan Departemen Agama; Instruksi Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2008 tentang Percepatan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Departemen Agama.
2) Pengembangan dinamika kelompok kerja dalam bentuk Kelompok Pengembangan Budaya Kerja untuk meningkatkan kinerja dan memperbaiki tata laksana serta metode kerja secara terus-menerus. 3) Penyelenggaraan diklat pengembangan budaya kerja baik melalui diklat struktural, diklat fungsional dan diklat teknis di semua jenjang. b. Mengembangkan partisipasi dan opini publik untuk menciptakan lingkungan yang kondusif guna mendukung program pengembangan budaya kerja. Media yang cukup efektif adalah elektronik dan media massa. 8. Melaksanakan supervisi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
6. 7. 8. 9.
D. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Sosialisasi pengembangan budaya kerja dimaksudkan sebagai salah satu upaya memperkenalkan, menanamkan dan menginternalisasi nilai dasar, persepsi, sikap dan perilaku kerja kepada aparatur, sehingga aparatur yang bersangkutan memiliki integritas dan produktivitas yang tinggi guna terwujudnya keberhasilan reformasi birokrasi Departemen Agama.
J. Organisasi 1. Pengarah 2. Penanggung Jawab 3. Ketua 4. Sekretaris
5
: : : :
Menteri Agama RI Sekretaris Jenderal Dep. Agama Inspektur Jenderal Dep. Agama Kepala Biro Kepegawaian
26
I.
g. Metode Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk visualisasi, kampanye, promosi dengan sejumlah teknik antara lain dialog interaktif, debat, warta berita dan kegiatan lainnya. h. Pengukuran Kinerja Kegiatan ini dinyatakan berhasil apabila: 1) Keluaran (output): Tumbuhnya komitmen semua pihak untuk mendukung keberhasilan pe-
2. Tujuan Sosialisasi pengembangan budaya kerja Departemen Agama diselenggarakan dengan tujuan: a. meningkatkan pemahaman nilai dasar, sikap, perilaku kerja aparatur Departemen Agama; b. meningkatkan pengamalan nilai-nilai budaya kerja berdasarkan motto ”Ikhlas Beramal” bagi aparatur Departemen Agama; dan c. mewujudkan perilaku kerja aparatur yang berkua-
ngembangan budaya kerja Departemen Agama 2) Capaian Hasil (outcome): produktivitas kerja dan pelayanan aparatur kepada masyarakat menjadi lebih baik.
litas, berakhlak mulia dan profesional sebagai penjaga moral bangsa. E. Manfaat Kegiatan Kegiatan sosialisasi memiliki manfaat: 1. mengubah nilai kerja, persepsi kerja, sikap kerja, perilaku kerja dan hasil kerja aparatur yang berkualitas; 2. mengarahkan peningkatan produktivitas kerja aparatur Departemen Agama; dan 3. mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Departemen Agama.
Langkah-langkah Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam sosialisasi adalah: 1. Identifikasi karakteristik, kebutuhan dan kemampuan sasaran sosialisasi, termasuk potensi lain yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber dukungan dalam sosialisasi. 2. Melakukan pemetaan hasil identifikasi. 3. Melaksanakan analisis kebutuhan sosialisasi. 4. Menetapkan skala prioritas mana saja yang perlu dilakukan.
F. Sasaran Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan sosialisasi yaitu terwujudnya perubahan cara berpikir dan berperilaku kerja aparatur Departemen Agama. Perilaku tersebut dilandasi oleh kemampuan profesionalisme dan akhlak mulia sehingga dapat meningkatkan kinerja pelayanan prima kepada masyarakat.
5. Menetapkan jenis sosialisasi yang perlu dilakukan. 6. Menyusun rencana kerja. 7. Mengkoordinasikan, mengorganisasikan dan melaksanakan sosialisasi sesuai jenisnya, dengan kegiatan:
25
6
G. Prinsip Dasar Sosialisasi pengembangan budaya kerja di lingkungan Departemen Agama dilakukan dengan prinsip dasar sebagai berikut: 1. Kesadaran dan komitmen, artinya materi sosialisasi yang disampaikan benar-benar dapat mendorong penguatan kesadaran, tanggung jawab dan komitmen bagi aparatur Departemen Agama. Prinsip tersebut dapat memperkuat nilai dasar, persepsi kerja, sikap kerja, dan
Kandepag kab/kota dan Rektor/Ketua PTAN sesuai kompetensinya. 3) Penyusun Naskah Penyusun Naskah adalah seseorang yang karena keahlian dan keterampilannya ditunjuk untuk menyusun bahan sosialisasi. 4) Editor Editor adalah seseorang yang ditunjuk dan ditetapkan untuk melakukan editing terhadap naskah
perilaku kerja. Perubahan yang diharapkan adalah perilaku yang negatif menjadi positif, dari pesimis menjadi optimis, dan dari produktivitas kerja rendah menjadi produktivitas tinggi. 2. Sinergis, artinya kegiatan sosialisasi dilakukan secara terpadu dan sinergis dengan materi lain. 3. Partisipatif, artinya kegiatan sosialisasi yang dilakukan dapat menumbuhkan partisipasi aktif peserta pada setiap proses sosialisasi. Hal tersebut dilakukan dengan model komunikasi dua arah antara peserta dengan nara sumber/fasilitator
sosialisasi. 5) Produksi Produksi adalah house production yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk melaksanakan produksi dan penayangan naskah sosialisasi melalui media elektronik. Penunjukan house production dilakukan sesuai ketentuan. Materi Materi sosialisasi adalah sebagai berikut: 1) Eksistensi Departemen Agama sebagai penjaga moral bangsa. 2) Motto Ikhlas Beramal antara tantangan, harapan, dan peningkatan kinerja Departemen Agama. 3) Nilai-nilai budaya kerja Departemen Agama. 4) Implementasi Budaya Kerja bagi aparatur Departemen Agama
f.
H. Pokok Kegiatan Kegiatan sosialisasi terdiri dari sejumlah kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Internalisasi dan institusionalisasi nilai budaya kerja Internalisasi dan Institusionalisasi nilai budaya kerja merupakan proses penanaman, penyebarluasan, pembudayaan dan pelembagaan budaya kerja pada sistem pelaksanaan tugas dan pekerjaan. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap aparatur mampu menghayati, mene-
5) Strategi Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama. 6) Rencana Aksi Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama.
7
24
closing and opening, ad lips, pesan via sms dan sebagainya. 3) Peragaan dalam bentuk pameran, lomba-lomba, kuis budaya kerja dan sebagainya. 4) Pendayagunaan media massa melalui surat kabar, majalah dan sebagainya dalam bentuk iklan layanan masyarakat, press realese, opini, kolom dan sebagainya. 5) Gelar komunikasi sosial secara luas yang me-
rapkan dan membudayakan perilaku kerja sesuai tuntunan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi Departemen Agama. Internalisasi dan institusionalisasi dilakukan melalui: a. Mengembangkan komitmen dan keteladanan setiap aparatur di lingkungan Departemen Agama untuk menghayati, melaksanakan, dan mengembangkan budaya kerja secara nyata dan konsisten. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat menjamin setiap
libatkan berbagai unsur secara berkala dengan muatan pesan berkaitan dengan pengembangan budaya kerja. d. Waktu dan Tempat 1) Sosialisasi dilaksanakan dalam waktu tidak terbatas 2) Sosialisasi dapat dilakukan di tingkat kabupaten/kota, PTAN, provinsi dan pusat. e. Pengorganisasian 1) Pengarah Pengarah bertugas dan bertanggung jawab untuk mengarahkan sosialisasi. Pengarah adalah pimpinan satuan organisasi/kerja pada setiap tingkatan. 2) Tim Sosialisasi a) Pusat: Tim sosialisasi yang ditunjuk dan dite-
aparatur tetap pada prinsip “melayani”, bukan minta untuk “dilayani”. b. Membentuk dinamika kelompok pengembangan budaya kerja pada setiap satuan organisasi/kerja di lingkungan Departemen Agama. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja, memperbaiki tatalaksana dan metode kerja secara berkelanjutan c. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pengembangan budaya kerja baik reguler maupun teknis pada semua jenis dan tingkatan di lingkungan Departemen Agama. 2. Mengembangkan partisipasi dan opini publik Kegiatan ini berkaitan dengan proses memelihara, memperkuat, memantapkan, dan memperluas peran serta masyarakat untuk mendorong terciptanya budaya kerja menuju reformasi Departemen Agama. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat tercipta lingkungan organisasi Departemen Agama yang kondusif untuk mendukung terlaksananya pengembangan budaya kerja. Kegiatan dimaksud dilaksanakan dengan memanfaatkan berbagai media, para pakar, tokoh masyarakat,
tapkan oleh Inspektur Jenderal Departemen Agama sesuai kompetensinya, b) Daerah: Tim sosialisasi yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Kanwil Depag prov/-
23
8
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan sebagainya melalui seminar, workshop, lokakarya, konsultasi, diskusi panel dan pertemuan lainnya.
2) Capaian hasil (outcome): jumlah aparatur yang berhasil mengikuti materi bimbingan mental.
3. Diseminasi Diseminasi adalah proses penyampaian informasi, memperkenalkan, menanamkan dan menginternalisasikan pengembangan budaya kerja, terdiri dari nilai dasar, persepsi kerja, sikap kerja, dan perilaku kerja secara langsung kepada seluruh aparatur di lingkungan Depar-
7. Sosialisasi melalui media massa Sosialisasi melalui media massa adalah proses penyampaian informasi, memperkenalkan, menanamkan dan menginternalisasikan pengembangan budaya kerja terdiri dari nilai dasar, persepsi kerja, sikap kerja dan perilaku kerja kepada seluruh aparatur di lingkungan
temen Agama. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat terwujud perubahan perilaku kerja yang produktif bagi setiap aparatur Departemen Agama pusat dan daerah.
Departemen Agama melalui media massa. Hal tersebut dimaksudkan agar kinerja aparatur Departemen Agama dapat diketahui oleh masyarakat sekaligus sebagai kontrol sosial dalam perwujudan aparatur yang bersih dan bertanggungjawab. a. Sasaran: Khalayak umum. b. Tema: sosialisasi dilakukan berdasarkan tema tertentu sesuai dengan materi pengembangan budaya kerja. c. Bentuk sosialisasi 1) Tulisan dalam bentuk liflet, booklet, brosur, gambar, foto, poster, banner, spanduk, jurnal, harian, majalah dan lain-lain. 2) Lisan dalam bentuk visualisasi melalui media elektronik antara lain: TV dan Radio, CD, DVD, dan sebagainya. Bentuk sosialisasi melalui me-
a. Tingkatan Diseminasi Diseminasi dilaksanakan dalam beberapa tingkatan, sebagai berikut: 1) Tingkat Nasional, dilaksanakan untuk skala nasional yang diikuti oleh seluruh pimpinan Departemen Agama pusat dan daerah. 2) Tingkat Pusat, dilaksanakan oleh satuan organisasi/kerja di lingkungan Departemen Agama diikuti oleh aparatur Departemen Agama pusat. 3) Tingkat Daerah, dilakukan di provinsi atau kabupaten/kota, diikuti oleh aparatur Departemen Agama provinsi dan/atau Kabupaten/Kota termasuk Perguruan Tinggi Agama Negeri (PTAN).
dia elektronik antara lain iklan layanan masyarakat, warta berita, talkshow, hiburan, sinetron, dialog interaktif, debat publik, pers release, spot iklan, super imposed, running text, backdrop,
b. Waktu dan Lokasi 1) Kegiatan diseminasi dilaksanakan selama 2 hari. 2) Lokasi kegiatan diseminasi yaitu: di kabupaten/kota, provinsi dan pusat.
9
22
3) Strategi Pengembangan Budaya Kerja 4) Agenda Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama 5) Perubahan sikap dan perilaku positif yang dilandasi nilai-nilai agama. d. Jadwal Kegiatan Waktu
Kegiatan
08.00 - 09.00
Pendaftaran Peserta
09.00 -10.00
Pembukaan a. Laporan Panitia b. Arahan pimpinan c. Doa d. Penutup
10.00 - 10.15
c. Pengorganisasian 1) Pengarah Pengarah adalah pimpinan satuan organisasi/kerja di mana kegiatan diseminasi dilaksanakan. Pengarah bertugas memberikan arahan dan masukan agar pelaksanaan kegiatan diseminasi berjalan secara efektif dan memperoleh hasil yang maksimal. 2) Narasumber a) Pusat: Tim Diseminasi yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Inspektur Jenderal Departemen Agama sesuai kompetensinya, b) Daerah: Tim Diseminasi yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Kanwil Depag provinsi/Kandepag kabupaten/kota dan Rektor/Ketua PTAN sesuai kompetensinya. 3) Moderator Moderator adalah seseorang yang karena keahlian dan keterampilannya ditunjuk untuk memandu jalannya diseminasi. 4) Peserta Peserta diseminasi terdiri dari: a) Aparatur Departemen Agama baik pusat maupun daerah. b) Jumlah peserta maksimal 40 orang untuk se-
Rehat
10.15 - 11.15
Visi, misi dan kebijakan strategis
11.15 - 12.15
Pengembangan Budaya Kerja
12.15 - 13.15
Ishoma
13.15 - 14.15
Strategi pengembangan Budaya Kerja
14.15 - 15.15
Agenda pengembangan Budaya Kerja
15.15 - 15.30
Rehat
15.30 - 16.30
Perubahan sikap dan perilaku positif yang dilandasi nilai-nilai agama
16.30 - 17.00
Penutupan
e. Metode Kegiatan dilaksanakan dalam bentuk sarasehan dengan teknik dialog interaktif, curah pendapat, visualisasi, permainan dan ceramah. f. Pengukuran Kinerja Kegiatan dinyatakan berhasil apabila: 1) Keluaran (output): terlaksananya kegiatan bimbingan mental bagi aparatur sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
tiap kegiatan. 5) Panitia Panitia bertugas secara teknis dan administratif atas terlaksananya diseminasi. Panitia adalah pejabat yang ditunjuk oleh pimpinan satuan or-
21
10
ganisasi/kerja di lokasi penyelenggaraan kegiatan.
an organisasi/kerja di lingkungan Departemen Agama pada setiap tingkatan. 2) Pembimbing a) Pusat: Tim Pembimbing yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Inspektur Jenderal Departemen Agama sesuai kompetensinya, b) Daerah: Tim Pembimbing yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Kanwil Depag Provinsi/Kandepag Kab/kota dan Rektor/Ketua
d. Materi Materi yang dibahas dan disajikan pada diseminasi, sebagai berikut: 1) tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi Departemen Agama; 2) relevansi pengembangan budaya kerja dengan reformasi birokrasi Departemen Agama; 3) pengembangan budaya kerja Departemen Agama; 4) strategi pengembangan budaya kerja Departemen Agama; dan 5) agenda pengembangan budaya kerja Departemen Agama.
PTAN sesuai kompetensinya. 3) Pemandu Pemandu adalah seseorang yang karena keahlian dan keterampilannya ditunjuk untuk memandu jalannya bimbingan. Jumlah Pemandu ditentukan oleh kebutuhan. 4) Peserta Peserta bimbingan terdiri dari: Aparatur Departemen Agama baik pusat maupun daerah. 5) Panitia Panitia bertugas dan bertanggung jawab secara teknis dan administratif atas terlaksananya bimbingan mental. Panitia adalah pejabat yang ditunjuk oleh pimpinan satuan organisasi/kerja. c. Materi Materi yang dibahas dan disajikan dalam bimbingan
e. Jadwal Kegiatan Hari I
08.00 – 09.00
Check in peserta
09.00 -10.00
Pembukaan a. Laporan Panitia b. Sambutan-sambutan c. Arahan dan pembukaan d. Doa e. Penutup
10.00 – 10.15
Rehat
10.15- 11.15
Tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi Departemen Agama
11.15 – 12.15
Relevansi Pengembangan Budaya Kerja dengan reformasi birokrasi Departemen Agama
12.15 – 13.15
Ishoma
13.15 – 14.15
Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama
mental sebagai berikut: 1) Visi, misi, dan kebijakan strategis satuan organisasi/kerja 2) Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama
11
20
14.15 – 15.15
jemen; (e)rencana kerja dengan metode pertanyaan 5 W+1 H; (f)pelaksanaan program di pentas dengan membandingkan keadaan sebelum dan sesudah perbaikan dengan pareto diajarkan; dan (g)keberhasilan dipertahankan dan yang belum berhasil diperbaiki atau membuat rencana baru. d. Pengukuran Kinerja Kegiatan dinyatakan berhasil apabila: 1) Keluaran (output): terbentuknya kelompok pe-
Hari II
15.15 – 15.45
Rehat dan shalat
15.45 – 16.45
Agenda Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama
08.00 – 08.30
Penjelasan diskusi kelompok
08.30 – 13.00
Diskusi Kelompok: Kelompok I Identifikasi Permasalahan Pengembangan Budaya Kerja di Lingkungan Satuan Organisasi/Kerja. Kelompok II Penyusunan Rencana Aksi Pengembangan Budaya Kerja pada Satuan Organisasi/Kerja.
ngembangan budaya kerja. 2) Capaian Hasil (outcome): jumlah role model pengembangan budaya kerja. 6. Pembinaan Mental Pembinaan mental adalah proses pembimbingan, pengarahan dan pembinaan kepada seluruh aparatur Departemen Agama agar melaksanakan perilaku kerja yang professional dan bermoral. Hal tersebut dimaksudkan agar kualitas kinerja aparatur Departemen Agama pusat dan daerah dapat terus meningkat. a. Waktu dan Tempat 1) Bimbingan mental dilaksanakan selama 1 hari. 2) Bimbingan mental dapat dilakukan di Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, Kanwil Departemen Agama provinsi dan pusat. b. Pengorganisasian
Strategi Pengembangan Budaya Kerja Departemen Agama
Kelompok III Strategi Pengembangan Budaya pada Kerja Satuan Organisasi/Kerja. 13.00 – 14.00
f.
1) Pengarah Pengarah bertugas dan bertanggung jawab memberikan arahan dan pembinaan mental kepada aparatur. Pengarah adalah pimpinan satu-
Ishoma
14.00 – 15.00
Diskusi Pleno
15.00 – 15.30
Perumusan dan pernyataan komitmen bersama.
15.30 – 16.00
Penutupan
Metode Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk workshop, sarasehan, semiloka, seminar. Metode yang digunakan adalah ceramah, tanya jawab, curah pendapat, visualisasi, diskusi kelompok, dan diskusi pleno.
g. Pengukuran Kinerja Kegiatan ini dinyatakan berhasil apabila:
19
12
1) Keluaran (output): terlaksananya diseminasi sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan pada satuan organisasi/kerja pusat dan daerah. 2) Capaian hasil (outcome): jumlah aparatur yang berhasil mengikuti materi dalam kegiatan diseminasi pada setiap satuan organisasi/kerja.
c) Diutamakan peserta yang memenuhi kualifikasi sebagai role model. c. Metode Kegiatan dilaksanakan dalam bentuk sarasehan dan diskusi kelompok terfokus dengan teknik pemecahan masalah, dialog interaktif, curah pendapat, visualisasi, permainan, dan simulasi. Kegiatan tersebut mengandung nilai-nilai kerjasama, kegotongroyongan dan partisipasi semua anggota kelompok. Metode
4. Pendidikan dan Pelatihan Selain diseminasi, pengembangan budaya kerja dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat). Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap aparatur Departemen Agama tentang nilai-nilai budaya kerja. Pengembangan Budaya kerja yang berkaitan dengan penyelenggaraan diklat dapat dilakukan melalui: a. memasukkan materi pengembangan budaya kerja dalam kurikulum diklat baik dalam diklat struktural (kepemimpinan), teknis maupun fungsional; b. penyelenggaraan diklat khusus Diklat khusus merupakan jenis diklat yang diselenggarakan Pusdiklat/Balai Diklat di lingkungan Departemen Agama untuk pengembangan budaya kerja. 1) Tingkatan Diklat Diklat dilaksanakan berdasarkan tingkatannya
yang digunakan meliputi: 1)Emotional Quotient (EQ), yaitu kecerdasan dari sisi emosional; 2)Adversity Quotient (AQ), yaitu kemampuan dan keberanian dalam pembuatan keputusan dengan cepat dan tepat waktu serta berani menanggung resiko, sabar dan tahan uji; 3)Spiritual Quotient (SQ), yaitu kearifan yang berkaitan dengan kepantasan menyenangkan orang lain, kasih sayang dan kecintaan kepada lingkungan, kebersihan dan kenyamanan dan lain-lain yang bersumber dari yang Maha Kuasa; dan 4)Intelektual Quotient (IQ), yaitu kecerdasan yang memandang sesuatu dari akal yang menentukan nilai benar atau salah, berpikir secara logika, matematis, sistematis, sebab akibat dan sesuatu yang eksact dengan cara antara lain: (a)catatan rencana kerja harian dipakai sebagai dasar kerja yang ber-
terdiri dari : a) Diklat dasar; b) Diklat lanjutan; c) Diklat pengembangan. 2) Waktu dan Tempat
mutu; (b)lembar periksa (check sheet) rekapitulasi catatan harian dipakai peta kerja dan perbaikan; (c) analisis sebab akibat (fish bone) untuk mencari penyebab masalah; (d)diagram pareto untuk menentukan faktor dominan yang mempengaruhi mana-
13
18
dimaksudkan untuk mewujudkan keteladanan bagi aparatur Departemen Agama. a. Waktu dan Tempat 1) Pembentukan kelompok pengembangan budaya kerja dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan. 2) Pembentukan kelompok pengembangan budaya kerja dilakukan pada setiap satuan organisasi/kerja.
a) Waktu • Diklat dasar: 24 jamlat • Diklat lanjutan : 40 jamlat • Diklat pengembangan : 80 jamlat b) Penyelenggaraan Diklat dapat dilaksanakan oleh Pusdiklat Departemen Agama atau Balai Diklat Departemen Agama. 3) Pengorganisasian a) Pengarah Pengarah bertugas dan bertanggung jawab untuk mengarahkan diseminasi. Pengarah adalah Kepala Pusdiklat/Balai Diklat. b) Fasilitator
b. Pengorganisasian 1) Pengarah: Pengarah bertugas dan bertanggung jawab untuk mengarahkan pembentukan kelompok. Pengarah adalah pimpinan satuan organisasi/kerja. 2) Fasilitator a) Pusat: Tim Fasilitator ditunjuk dan ditetapkan oleh Inspektur Jenderal Departemen Agama sesuai kompetensinya, b) Daerah: Tim Fasilitator ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Kanwil Depag provinsi/Kandepag kabupaten/kota sesuai kompetensinya. 3) Peserta Peserta Kelompok Pengembangan Budaya Kerja
• Pusat: Teaching Team yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Pusdiklat Departemen Agama • Daerah: Teaching Team yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kepala Balai Diklat Pegawai Departemen Agama. c) Peserta Peserta diklat terdiri dari: • Aparatur Departemen Agama baik pusat maupun daerah. • Jumlah peserta 30 orang untuk setiap jenis diklat. d) Panitia Panitia bertugas dan bertanggung jawab secara teknis dan administratif terhadap keberhasilan pelaksanaan kegiatan diklat. Panitia
terdiri dari : a) Aparatur Departemen Agama baik pusat maupun daerah. b) Setiap kelompok terdiri lebih dari 12 anggota, yang terkait dengan beban tugasnya.
17
14
adalah pejabat yang ditunjuk oleh pimpinan satuan organisasi/kerja penyelenggara diklat. e) Kurikulum Kurikulum yang digunakan sebagai berikut: No 1.
2.
Kurikulum Materi Dasar a. Cipta Suasana b. Kontrak Belajar c. Visi, Misi, dan Kebijakan Strategis d. Kepemerintahan yang Baik Materi Inti a. Reformasi Birokrasi b. Perubahan Sikap dan Perilaku c. Perspektif Budaya Kerja d. Pengembangan Budaya Kerja Depag e. Strategi Pengembangan Budaya Kerja Depag f. Agenda Pengembangan Budaya Kerja Satker g. Kelompok Pengembangan Budaya Kerja h. Teknik Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan i. Total Quality Management Pelayanan Masyarakat
3.
Jenjang Diklat Dasar
Lanjutan
Pengembangan
2 jamlat 2 jamlat 2 jamlat
4 jamlat 2 jamlat 2 jamlat
6 jamlat 2 jamlat 2 Jamlat
2 jamlat
2 jamlat
4 jamlat
2 jamlat 2 jamlat
2 jamlat 2 jamlat
2 jamlat 2 jamlat
2 jamlat
2 jamlat
2 jamlat
2 jamlat
2 jamlat
6 jamlat
2 jamlat
2 jamlat
8 jamlat
Materi Penunjang a. Pre dan Post test b. Seminar c. Praktek lapangan Jumlah
2 jamlat
2 jamlat 2 jamlat 8 jamlat
2 jamlat 8 jamlat 8 jamlat
24 Jamlat
40 jamlat
80 jamlat
f)
2 jamlat
2 jamlat
10 jamlat
2 jamlat
2 jamlat
4 jamlat
-
4 jamlat
6 jamlat
-
4 jamlat
Metode Kegiatan ini dilakukan dengan pendekatan pendidikan orang dewasa. Oleh karena itu, selalu mengedepankan peran serta peserta secara aktif. Metode yang digunakan meliputi: ceramah, tanya jawab, simulasi, bermain peran, curah pendapat, visualisasi, diskusi kelompok, dan diskusi pleno. g) Pengukuran Kinerja Kegiatan ini dinyatakan berhasil apabila: • Keluaran (output): terlaksananya diklat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan pada satuan organisasi/kerja pusat dan daerah. • Capaian hasil (outcome): jumlah aparatur yang berhasil mengikuti materi diklat pada setiap tingkatan. 5. Pengembangan Kelompok Budaya Kerja Pengembangan Kelompok Budaya Kerja adalah proses pembentukan kelompok budaya kerja pada setiap satuan organisasi/kerja yang berfungsi untuk melaksanakan kajian dan pengembangan model. Hal tersebut
2 jamlat
15
16