BAB IV PEMBAHASAN
IV.1
Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari Pengetahuan atas ketentuan perpajakan yang benar, sangat mutlak diperlukan
oleh Wajib Pajak karena dengan pengetahuan itu Wajib Pajak akan dapat melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar pula. Bahkan Wajib Pajak dapat memanfaatkan ketentuan perpajakan itu sebagai suatu hal yang menguntungkan bagi dirinya. Paling tidak Wajib Pajak akan dapat memanfaatkan ketentuan yang membuat pemenuhan kewajiban perpajakannya menjadi sehemat mungkin dengan tidak melanggar ketentuan perpajakan itu sendiri. Dalam rangka meminimalkan beban pajak untuk masa mendatang, maka PT ANUGRAH SETIA LESTARI menerapkan perencanaan pajak penghasilan. Penerapan ini dimaksudkan agar transaksi-transaksi keuangan yang terjadi dapat disesuaikan dengan peraturan perpajakan yang berlaku sehingga rekonsiliasi yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan antara akuntansi komersil dan akuntasi fiskal dapat dilakukan dengan semestinya dan berkesinambungan. Meskipun PT Anugrah Setia Lestari telah melakukan perencanaan pajak dengan selalu memenuhi peraturan perpajakan yaitu dengan cara menghitung, memotong, dan menyetor pajak tepat waktu agar tidak dikenakan sanksi dan agar tidak dilakukan pemeriksaan, namun penulis menyimpulkan perencanaan pajak yang telah dilakukan oleh PT Anugrah Setia Lestari belum begitu maksimal karena dalam laporan rekonsiliasi 48
laba rugi fiskal ditemukan banyak koreksi positif atas akun biaya komersial yang menyebabkan laba perusahaan bertambah sehingga dengan bertambahnya laba tersebut menyebabkan bertambahnya jumlah Pajak Penghasilan Badan yang harus dibayar oleh perusahaan. Untuk mendapatkan laba fiskal dalam menghitung Pajak Penghasilan Badan, maka diperlukan suatu analisis atas biaya komersial untuk menentukan apakah biayabiaya komersial tersebut termasuk dalam biaya fiskal atau biaya non fiskal, dimana biaya non fiskal tersebut harus dilakukan koreksi positif. Dalam pengertian perpajakan ada dua macam koreksi fiskal, yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal positif adalah koreksi yang mengakibatkan peningkatan penghasilan yang diakibatkan pengurangan biaya yang diakui dalam laporan laba rugi komersial. Sedangkan koreksi fiskal negatif adalah koreksi yang mengakibatkan penurunan penghasilan yang diakibatkan oleh penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi komersial. Sebelum dilakukan koreksi fiskal, perlu dilakukan analisis terhadap objek pajak penghasilan dan biaya-biaya pada PT ANUGRAH SETIA LESTARI. Berikut ini bebanbeban yang telah dikeluarkan oleh PT ANUGRAH SETIA LESTARI secara umum dari tahun 2007 – 2009 adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan mengeluarkan biaya Gaji dan THR kepada karyawannya. Gaji tersebut diberikan kepada karyawannya berdasarkan golongan atau jabatan masing-masing karyawan, dan THR diberikan kepada karyawan dan buruhnya sekali dalam setahun.
49
2. Perusahaan melakukan pemberian pulsa kepada 3 orang karyawan dengan jabatan tertentu berupa biaya telepon sebesar Rp. 300.000,00 per bulan. Pemberian natura ini dibiayakan pada pos biaya listrik, air, dan telepon perusahaan yang juga digunakan untuk operasional perusahaan. 3. Biaya pemeliharaan dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai pemeliharaan peralatan kantor, pemeliharaan gedung, kendaraan bermotor perusahaan yang rusak dll. Untuk biaya pemeliharaan ini perusahaan menggunakan jasa dari pihak lain. 4. Biaya perlengkapan dan ATK dikeluarkan perusahaan untuk membeli perlengkapan kantor dan alat-alat tulis untuk keperluan kantor. 5. Biaya listrik, air, dan telepon dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai pemakaian listrik, air, dan telepon yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan. 6. Biaya Bahan Bakar Minyak dan tol dikeluarkan perusahaan sehubungan dengan operasi perusahaan dimasukan dalam akun beban pokok pendapatan. 7. Biaya entertainment berupa jamuan tamu dipakai perusahaan untuk menjamu pelanggan, maupun kolega-kolega bisnis perusahaan. 8. Biaya Rumah Tangga digunakan untuk keperluan pembelian rumah tangga kantor seperti air minum, pewangi ruangan, alat untuk kebersihan, tissue, dll 9. Perusahaan mengeluarkan biaya pengobatan karyawan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menanggung biaya pengobatan karyawan yang sakit ringan maupun yang dirawat dirumah sakit.
50
10. Perusahaan mengeluarkan biaya lain-lain, antara lain: biaya membeli parsel untuk klien, sumbangan untuk karyawan menikah atau meninggal, biaya sumbangan untuk membantu karyawan yang sedang mengalami musibah dan sumbangan kepada RT setempat untuk memeriahkan acara tujuh belas agustus atau acara-acara lainnya.
IV.2
Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Laba Rugi dari Hasil Analisis Biaya Tabel IV.1
Koreksi Fiskal terhadap Laporan Laba Rugi Dari Hasil Analisis Biaya Tahun 2007 PT ANUGRAH SETIA LESTARI REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2007 (Dalam Rupiah) Keterangan PENDAPATAN Pendapatan usaha Beban Pokok Pendapatan
Komersial
Koreksi
5,884,659,100
Penulis 5,884,659,100
(4,265,884,129)
Perusahaan 5,884,659,100
(4,265,884,129) (4,265,884,129)
Laba Kotor
1,618,774,971
1,618,774,971
1,618,774,971
Biaya Usaha Biaya gaji dan tunjangan Biaya PPh Pasal 21 Biaya PPh Pasal 23 Biaya pemeliharaan Biaya perlengkapan dan ATK Biaya air, listrik, dan telepon Biaya makan dan minum karyawan Biaya entertainment
(627,780,550) (34,138,800) (27,500,000) (139,726,829) (15,684,400) (38,165,900) (20,534,000) (23,590,290)
(627,780,550) 0 0 (118,101,829) (15,684,400) (32,765,900) 0 0
(627,780,550) 0 0 (139,726,829) (15,684,400) (38,165,900) (20,534,000) 0
34,138,800 27,500,000 21,625,000 5,400,000 20,534,000 23,590,290
51
Biaya keamanan dan kebersihan Biaya Rumah Tangga Kantor Biaya kesehatan karyawan Biaya penyusutan Biaya lain-lain Total Biaya PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN Pendapatan lain-lain Beban Lain-lain Laba Sebelum Pajak Penghasilan PPh Tahun 2007* Laba Setelah Pajak Penghasilan
(3,124,500) (12,156,847) (14,750,000) (123,130,650) (14,661,278) (1,094,944,044)
3,124,500 12,156,847 14,750,000
69,087,500 (32,600,570) 36,486,930 560,317,857 (150,595,100) 409,722,757
(69,087,500) 13,817,500
14,661,278
0 0 0 (123,130,650) 0 (917,463,329)
(3,124,500) (12,156,847) (14,750,000) (123,130,650) 0 (995,053,676)
0 (18,783,070) 18,783,070 720,094,712 (198,528,200) 521,566,512
0 (32,600,570) (32,600,570) 591,120,725 (159,836,000) 431,284,725
*PPh Badan Tahun 2007 yang terhutang setelah dikoreksi fiskal didapat dari : 10% x Rp. 50.000.000,00 = Rp.
5.000.000,00
15% x Rp. 50.000.000,00 = Rp.
7.500.000,00
30% x Rp. 620.094.000,00 = Rp. 186.028.200,00
Rp. 198.528.200,00
Sedangkan pajak terhutang tahun 2007 menurut PT Anugrah Setia Lestari adalah sebesar Rp. 159.836.000,00 didapat dari koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan sehingga penghasilan kena pajaknya menjadi lebih besar, yaitu sebesar Rp. 591.120.000,00. Berikut ini merupakan rincian koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan untuk penghasilan yang kena pajak berakhir tanggal 31 Desember 2007.
52
Laba (Rugi) bersih sebelum pajak
Rp. 560.317.857,00
Koreksi Positif:
Biaya PPh Pasal 21
Rp. 34.138.800,00
Biaya PPh Pasal 23
Rp. 27.500.000,00
Biaya entertainment
Rp. 23.590.290,00
Biaya lain – lain
Rp. 14.661.278,00
Koreksi Negatif: Pendapatan Lain – lain
Rp. (69.087.500,00)
Laba Kena Pajak (Pembulatan)
Rp. 591.120.000,00
Perhitungan PPh Badan : 10% x Rp
50.000.000,00
=
Rp.
5.000.000,00
15% x Rp
50.000.000,00
=
Rp.
7.500.000,00
30% x Rp
491.120.000,00 =
Rp. 147.336.000,00 Rp 159.836.000,00
53
Tabel IV.2 Koreksi Fiskal terhadap Laporan Laba Rugi Dari Hasil Analisis Biaya Tahun 2008 PT ANUGRAH SETIA LESTARI REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2008 (Dalam Rupiah) PENDAPATAN Pendapatan usaha Beban Pokok Pendapatan Laba Kotor Biaya Usaha Biaya gaji dan tunjangan Biaya PPh Pasal 21 Biaya PPh Pasal 23 Biaya pemeliharaan Biaya perlengkapan dan ATK Biaya air, listrik, dan telepon Biaya makan dan minum karyawan Biaya entertainment Biaya keamanan dan kebersihan Biaya Rumah Tangga Kantor Biaya kesehatan karyawan Biaya penyusutan Biaya lain-lain Total Biaya PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN Pendapatan lain-lain Beban Lain-lain Laba Sebelum Pajak Penghasilan PPh tahun 2008* Laba Setelah Pajak Penghasilan
Komersial 6,210,874,600
Koreksi
(4,294,420,952)
Perusahaan 6,210,874,600
(4,294,420,952) (4,294,420,952)
1,916,453,648
(660,205,350) (36,837,100) (29,127,500) (133,522,180) (19,865,030) (42,500,650) (21,639,700) (22,462,387) (3,250,000) (13,765,500) (16,850,000) (137,435,050) (17,545,460) (1,155,005,907)
Penulis 6,210,874,600
1,916,453,648
36,837,100 29,127,500 23,500,000 5,400,000 21,639,700 22,462,387 3,250,000 13,765,500 16,850,000 17,545,460
62,780,775 (62,780,775) (30,638,388) 12,556,155 32,142,387 793,590,128 (220,577,000) 573,013,128
1,916,453,648
(660,205,350) (660,205,350) 0 0 0 0 (110,022,180) (133,522,180) (19,865,030) (19,865,030) (37,100,650) (42,500,650) 0 (21,639,700) 0 0 0 (3,250,000) 0 (13,765,500) 0 (16,850,000) (137,435,050) (137,435,050) 0 0 (964,628,260) (1,049,033,460)
0 (18,082,233) (18,082,233) 933,743,155 (262,622,900) 671,120,255
0 (30,638,388) (30,638,388) 836,781,800 (233,534,300) 603,247,500
54
*PPh Badan Tahun 2008 yang terhutang setelah dikoreksi fiskal didapat dari : 10% x Rp. 50.000.000,00 = Rp.
5.000.000,00
15% x Rp. 50.000.000,00 = Rp.
7.500.000,00
30% x Rp. 833.743.000,00 = Rp 250.122.900,00
Rp. 262.622.900,00
Pajak terhutang tahun 2008 menurut PT Anugrah Setia Lestari adalah sebesar Rp 233.534.300,00 didapat dari koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan sehingga penghasilan kena pajaknya menjadi lebih besar, yaitu sebesar Rp. 836.781.000,00. Berikut ini merupakan rincian koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan untuk penghasilan yang kena pajak berakhir tanggal 31 Desember 2008. Laba (Rugi) bersih sebelum pajak
Rp. 793.590.128 ,00
Koreksi Positif: Biaya PPh Pasal 21
Rp. 36.837.100,00
Biaya PPh Pasal 23
Rp. 29.127.500,00
Biaya entertainment
Rp. 22.462.387,00
Biaya lain – lain
Rp. 17.545.460,00
Koreksi Negatif: Pendapatan Lain – lain Laba Kena Pajak (Pembulatan)
Rp. (62.780.775,00) Rp. 836.781.000,00
55
Perhitungan PPh Badan : 10% x Rp
50.000.000,00
=
Rp.
5.000.000,00
15% x Rp
50.000.000,00
=
Rp.
7.500.000,00
30% x Rp
736.781.000,00 =
Rp. 221.034.300,00 Rp 233.534.300,00
Tabel IV.3 Koreksi Fiskal terhadap Laporan Laba Rugi Dari Hasil Analisis Biaya Tahun 2009 PT ANUGRAH SETIA LESTARI REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2009 (Dalam Rupiah) PENDAPATAN Pendapatan usaha Beban Pokok Pendapatan
Komersial Koreksi 6,880,828,400
Penulis Perusahaan 6,880,828,400 6,880,828,400
(4,562,089,805)
(4,562,089,805)
(4,562,089,805)
Laba Kotor
2,318,738,595
2,318,738,595
2,318,738,595
Biaya Usaha Biaya gaji dan tunjangan Biaya PPh Pasal 21 Biaya PPH Pasal 23 Biaya pemeliharaan Biaya perlengkapan dan ATK Biaya air, listrik, dan telepon Biaya makan dan minum karyawan Biaya entertainment Biaya keamanan dan kebersihan Biaya Rumah Tangga Kantor
(682,428,550) (37,649,200) (32,489,000) (140,170,300) (16,640,910) (45,120,700) (24,179,800) (24,682,150) (3,412,500) (11,710,850)
(682,428,550) 0 0 (114,043,300) (16,640,910) (39,720,700) 0 0 0 0
(682,428,550) 0 (32,489,000) (140,170,300) (16,640,910) (45,120,700) (24,179,800) 0 (3,412,500) (11,710,850)
37,649,200 32,489,000 26,127,000 5,400,000 24,179,800 24,682,150 3,412,500 11,710,850
56
Biaya penyusutan Biaya kesehatan karyawan Biaya lain-lain Total Biaya
(135,814,250) (13,925,000) (18,105,126) (1,186,328,336)
PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN Pendapatan lain-lain Beban Lain-lain Laba Sebelum Pajak Penghasilan PPh Tahun 2009* Laba Setelah Pajak Penghasilan
13,925,000 18,105,126
(135,814,250) 0 0 (988,647,710)
(135,814,250) (13,925,000) 0 (1,105,891,860)
66,129,720 (66,129,720) (30,018,373) 13,225,944 36,111,347 1,168,521,606 (213,065,020) 955,456,586
0 (16,792,429) (16,792,429) 1,313,298,456 (239,463,348) 1,073,835,108
0 (30,018,373) (30,018,373) 1,182,828,362 (215,673,778) 967,154,584
*PPh Badan tahun 2009 yang terutang setelah dikoreksi fiskal didapat dari : PKP Fasilitas
= Rp. 4,8 Milyar / Rp. 6.880.828.400,00 x Rp. 1.313.298.456,00
= Rp. 916.144.427,00
Non Fasilitas = Rp. 1.313.298.456,00 – Rp. 916.144.427,00 = Rp. 397.154.030,00 PPh Terutang 14% x Rp. 916.144.427,00 28% x Rp. 397.154.030,00 =
= Rp.
128.260.220,00
Rp.
111.203.128,00
Rp. 239.463.348,00
57
Dikarenakan peredaran bruto PT Anugrah Setia Lestari lebih dari Rp. 4,8 Milyar tetapi tidak melebihi Rp. 50 Milyar, maka PKP yang mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% hanya bagian peredaran bruto sanpai dengan Rp. 4,8 Milyar. Pajak terutang tahun 2009 menurut PT Anugrah Setia Lestari sebesar Rp. 215.673.778,00 didapat dari koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan sehingga penghasilan kena pajaknya menjadi lebih besar yaitu sebesar Rp. 1.182.828.362,00. Berikut ini merupakan rincian koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan untuk penghasilan kena pajak yang berakhir tanggal 31 Desember 2009: Laba (Rugi) bersih sebelum pajak
Rp.
1.168.521.606,00
Biaya PPh Pasal 21
Rp.
37.649.200,00
Biaya Lain-Lain
Rp.
18.105.126,00
Biaya entertainment
Rp.
24.682.150,00
Rp.
( 66.129.720,00)
Rp.
1.182.828.362,00
Koreksi Positif:
Koreksi Negatif: Pendapatan Lain-Lain Laba Kena Pajak
PKP Fasilitas
= Rp. 4,8 Milyar / Rp. 6.880.828.400,00 x Rp. 1.182.828.362,00 = Rp. 825.129.738,00
Non Fasilitas = Rp. 1.182.828.362,00 - Rp. 825.129.738,00 = Rp. 357.698.624,00
58
PPh Terutang 14% x Rp. 825.129.738,00
= Rp. 115.518.163,00
28% x Rp. 357.698.624,00
= Rp. 100.155.615,00 Rp. 215.673.778,00
Besarnya koreksi fiskal terhadap laporan laba rugi PT Anugrah Setia Lestari untuk tahun 2007,2008, dan 2009 adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan usaha Pendapatan
usaha
merupakan
kegiatan
utama
perusahaan
dalam
memperoleh penghasilan. Pendapatan usaha berupa jasa yang diberikan perusahaan, yaitu: jasa pengangkutan barang (trucking). Perusahaan memilih metode accrual basis sebagai metode pengakuan pendapatan karena sebagian besar kegiatan pembayaran atas pemberian jasa perusahaan dilakukan secara kredit. Menurut pajak, penghasilan diakui dengan metode accrual basis, sehingga perusahaan telah melakukan penerapan metode pengakuan pendapatan sesuai dengan ketentuan perpajakan. Berdasarkan analisis yang dilakukan, PT Anugrah Setia Lestari telah melaporkan pendapatan atas pemberian jasa didalam SPT Masa PPN dan hasilnya sesuai dengan Undang-undang Perpajakan sehingga tidak perlu dilakukan koreksi fiskal atas pendapatan tersebut. Pendapatan atas pemberian jasa untuk tahun 2007 – 2009 antara lain sebagai berikut:
59
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Total
2007 2008 2009 Pendapatan PPN Pendapatan PPN Pendapatan PPN 567,100,850 56,710,085 518,085,400 51,808,540 598,497,200 59,849,720 503,842,500 50,384,250 508,487,000 50,848,700 558,484,150 55,848,415 485,739,100 48,573,910 498,965,250 49,896,525 560,748,500 56,074,850 486,549,300 48,654,930 513,763,200 51,376,320 532,914,000 53,291,400 495,082,600 49,508,260 502,786,400 50,278,640 548,326,600 54,832,660 451,863,700 45,186,370 491,638,600 49,163,860 510,748,050 51,074,805 464,395,200 46,439,520 487,650,700 48,765,070 581,772,100 58,177,210 474,086,400 47,408,640 498,531,800 49,853,180 592,423,000 59,242,300 490,974,050 49,097,405 507,475,400 50,747,540 593,420,100 59,342,010 488,249,900 48,824,990 527,469,750 52,746,975 580,132,800 58,013,280 468,627,500 46,862,750 560,178,500 56,017,850 595,146,250 59,514,625 508,148,000 50,814,800 595,842,600 59,584,260 628,215,650 62,821,565 5,884,659,100 588,465,910 6,210,874,600 621,087,460 6,880,828,400 688,082,840
2. Biaya Gaji dan Tunjangan Biaya Gaji dan Tunjangan dikeluarkan perusahaan untuk membayar gaji, bonus, tunjangan kepada karyawan sesuai dengan golongan atau jabatan masing-masing karyawan. Atas biaya gaji dan tunjangan ini tidak perlu dikoreksi karena sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 (a) Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008 tentang biaya-biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Biaya gaji dan tunjangan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, seperti: biaya gaji, upah, honorium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang tidak perlu dikoreksi karena biaya-biaya tersebut dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.
60
3. Biaya PPh Pasal 21 Berdasarkan UU PPh Pasal 9 ayat 1 (h) yaitu mengenai pajak penghasilan yang bukan merupakan pengurang penghasilan bruto. Dalam hal ini perusahaan menanggung PPh Pasal 21 karyawannya, maka atas biaya PPh Pasal 21 tersebut harus dilakukan koreksi secara keseluruhan karena PPh Pasal 21 bukan merupakan biaya fiskal. Besarnya koreksi yang dilakukan adalah sebesar Rp. 34.138.800,00 untuk tahun 2007, Rp. 36.837.100,00 untuk tahun 2008, dan Rp. 37.649.200,00 untuk tahun 2009.
4. Biaya PPh Pasal 23 Pada tahun 2007, 2008, dan 2009 perusahaan menggunakan jasa teknik untuk melakukan perbaikan kendaraan usaha yang rusak. Oleh karena itu perusahaan memotong PPh Pasal 23 atas jasa dan membiayakan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut. Berdasarkan Undang-undang PPh Pasal 9 ayat 1 (h) pemotongan PPh Pasal 23 tersebut tidak dapat dibiayakan. Besarnya koreksi yang dilakukan adalah sebesar Rp. 27.500.000,00 untuk tahun 2007, Rp. 29.127.500,00 untuk tahun 2008, dan Rp. 32.489.000,00 untuk tahun 2009.
5. Biaya Pemeliharaan Biaya pemeliharaan dikeluarkan perusahaan untuk pemeliharaan kendaraan bermotor yang dapat dibawa pulang, pemeliharaan gedung, dan pemeliharaan peralatan kantor. Atas biaya pemeliharaan kendaraan, perusahaan mencatat pengeluaran atas perbaikan dan perawatan kendaraan operasional perusahaan yang rusak. Biaya ini perlu dikoreksi sebesar 50% karena mulai 18 April 2002 61
berdasarkan KEP-220/PJ/2002 tentang perlakukan pajak penghasilan atas kendaraan perusahaan dan semua aktiva tetap perusahaan yang dapat dibawa pulang, dan bisa menjadi pengurang penghasilan bruto sebesar 50%, sehingga biaya pemeliharaan kendaraan dikoreksi positif 50% sebesar Rp. 21.625.000,00 untuk tahun 2007, Rp. 23.500.000,00 untuk tahun 2008, dan Rp 26.127.000,00 untuk tahun 2009.
6. Biaya Perlengkapan dan ATK Biaya pelengkapan dan alat tulis kantor dikeluarkan oleh perusahaan untuk membeli perlengkapan kantor dan alat-alat tulis untuk keperluan kantor, materai, dan perangko. Biaya perlengkapan dan alat tulis kantor tidak perlu dikoreksi karena biaya tersebut dikeluarkan untuk pekerjaan dan dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto.
7. Biaya air, listrik, dan telepon Biaya air, listrik dan telepon adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar pemakaian listrik, air, dan telepon untuk kegiatan operasional perusahaan. Atas biaya air dan listrik perusahaan tidak perlu melakukan koreksi karena biaya tersebut seluruhnya digunakan untuk kegiatan usaha perusahaan. Tetapi dalam biaya telepon, perusahaan harus melakukan koreksi positif sebagian karena perusahaan menanggung pulsa handphone dari tiga orang pemegang saham sebesar Rp. 300.000,00 perbulan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pajak nomor 138/KMK.03/2002 menyatakan atas biaya pengisian pulsa atau perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan 62
perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian pulsa dalam tahun pajak yang bersangkutan. Adapun besarnya koreksi setiap tahunnya atas biaya telepon dari tahun 2007 – 2009 tersebut adalah sebesar Rp. 10.800.000,00 yang didapat dari: Rp. 300.000,00/bulan x 3 orang
= Rp.
900.000,00/bulan
Rp. 900.000,00/bulan x 12 bulan
= Rp. 10.800.000,00
8. Biaya makan dan minum karyawan Biaya makan dan minum karyawan ini diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan sehingga tidak dapat dikurangkan dalam menghitung pajak penghasilan yang terutang. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008 yaitu yang tidak boleh dikurangkan adalah penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan kenikmatan. Makanan dan minuman tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto karena biaya ini termasuk biaya yang bersifat grey area yang tidak termasuk didalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan. Grey Area normal dalam bisnis tetapi berpotensi untuk dilakukan koreksi positif karena makanan dan minuman berbentuk natura atau kenikmatan hanya bisa dinikmati oleh pegawai tertentu, misalnya karyawan yang lembur diberikan makanan. Sehingga untuk makan dan minum perlu dilakukan koreksi positf dengan rincian sebagai berikut: -
Tahun 2007 dikoreksi sebesar Rp. 20.534.000,00 63
-
Tahun 2008 dikoreksi sebesar Rp. 21.639.700,00
-
Tahun 2009 dikoreksi sebesar Rp. 24.179.800,00
9. Biaya Entertainment Perusahaan harus melakukan koreksi fiskal positif atas biaya entertainment karena atas biaya yang dibebankan tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang memadai terkait dengan biaya tersebut. Dalam hal ini perusahaan tidak membuatkan daftar nominatif atas biaya entertainment tersebut sehingga biayabiaya tersebut dianggap fiktif. Berdasarkan SE-27/PJ.22/1986 yang menyatakan biaya entertainment, representasi, jamuan tamu, dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan obyek PPh dan tidak terkena PPh Final dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dengan syarat dibuatkan daftar nominatif dan dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh. Oleh karena itu, biaya entertainment harus dikoreksi adalah sebesar Rp. 23.590.290,00 untuk tahun 2007, Rp. 22.462.387,00 untuk tahun 2008, dan Rp. 24.682.150,00 untuk tahun 2009. 10. Biaya keamanan dan kebersihan Setiap bulannya perusahaan membayar iuran biaya keamanan dan kebersihan kepada petugas yang diperkerjakan oleh RT di lingkungan setempat. Sebenarnya biaya ini bisa menjadi biaya fiskal karena biaya tersebut masih berkaitan dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (Pasal 6 ayat (1) UU PPh tetapi apabila biaya tersebut dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang rinci dan jelas. Atas biaya ini, maka perusahaan harus mengkoreksi seluruhnya. 64
Adapun rincian koreksi atas biaya keamanan dan kebersihan adalah sebagai berikut: -
Tahun 2007 dikoreksi sebesar Rp. 3.124.500,00.
-
Tahun 2008 dikoreksi sebesar Rp. 3.250.000,00.
-
Tahun 2009 dikoreksi sebesar Rp. 3.412.500,00.
11. Biaya Rumah Tangga Kantor Biaya rumah tangga kantor dikeluarkan perusahaan untuk keperluan pembelian rumah tangga kantor, seperti: air minum, pewangi ruangan, alat untuk kebersihan, dan lain – lain. Biaya ini tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto karena menurut Peraturan Perpajakan, biaya-biaya ini termasuk biaya yang bersifat grey area yang tidak termasuk didalam pasal 6 ayat 1 Undang-undang Pajak Penghasilan tentang biaya-biaya yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto sehingga berpotensi untuk dilakukan koreksi fiskal positif. Grey area dalam hal ini merupakan suatu masalah deductability pengeluaran didalam pajak penghasilan. Salah satu masalah deductability pengeluaran adalah biaya rumah tangga. Koreksi fiskal positif yang dilakukan untuk Tahun 2007, 2008, dan 2009 adalah -
Tahun 2007 dikoreksi sebesar Rp. 12.156.847,00
-
Tahun 2008 dikoreksi sebesar Rp. 13.765.500,00
-
Tahun 2009 dikoreksi sebesar Rp. 11.710.850,00
65
12. Biaya Kesehatan Karyawan Perusahaan menanggung pengobatan karyawannya yang sakit, baik yang sakit ringan maupun dirawat dirumah sakit. Selain itu, perusahaan menetapkan biaya pengobatan dengan sistem reimbursement, dimana setiap karyawannya dapat meminta
penggantian
atas
pengobatan
yang
dilakukan
dirumah
sakit/klinik/apotik lain dengan cara menunjukkan kwitansi permbayaran atas biaya pengobatan tersebut. Kwitansi ini harus dilengkapi dengan nama karyawan, jumlah nominal biaya pengobatan, nama dan tanda tangan dokter, nama
dan
jenis
penyakit,
nama
dan
alamat
serta
stempel
rumah
sakit/apotik/klinik. Dilihat dari sudut pandang perpajakan biaya ini harus dikoreksi seluruhnya karena merupakan pemberian natura/kenikmatan kepada karyawan sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, sehingga atas biaya tersebut harus dilakukan koreksi sebesar Rp. 14.750.000,00 untuk tahun 2007, Rp. 16.850.000,00 untuk tahun 2008, dan Rp. 13.925.000,00 untuk tahun 2009.
13. Biaya lain-lain merupakan akun yang mencatat pengeluaran lain – lain perusahaan, seperti: biaya membeli parsel untuk klien, sumbangan untuk karyawan menikah atau meninggal, biaya sumbangan untuk membantu karyawan yang sedang mengalami musibah dan sumbangan kepada RT setempat untuk memeriahkan acara tujuh belas agustus atau acara-acara lainnya. Atas biaya tersebut perusahaan tidak dapat merinci isi dari biaya lain-lain (tidak memiliki daftar nominatif). Sumbangan yang dapat dijadikan biaya fiskal antara lain adalah sumbangan yang memenuhi pengecualian dari pasal 9 ayat 1 huruf g UU PPh, sumbangan 66
yang diberikan oleh Wajib Pajak dalam rangka bantuan kemanusiaan untuk bencana alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 609/PMK.03/2004 dan bencana gempa bumi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Provinsi Jawa Tengah serta gempa bumi dan tsunami di Pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 94/PMK.03/2006, serta sumbangan dalam rangka bantuan GNOTA sesuai SE-33/PJ.421/1996. Oleh karena itu, biaya lainlain dikoreksi positif dengan rincian sebagai berikut: -
Tahun 2007 dikoreksi sebesar Rp. 14.661.278,00
-
Tahun 2008 dikoreksi sebesar Rp. 17.545.460,00
-
Tahun 2009 dikoreksi sebesar Rp. 18.105.126,00
14. Beban Lain-lain Beban lain-lain yang ditanggung oleh perusahaan adalah beban bunga dan administrasi bank. Beban bunga merupakan beban yang dikenakan atas pendapatan jasa giro yang sudah dikenakan PPh final. Oleh karena itu, biaya pajak atas pendapatan jasa giro tersebut tidak diperbolehkan untuk dijadikan biaya oleh perusahaan. Dengan demikian, perusahaan harus mengkoreksi fiskal positif sebesar 20% dari pendapatan bunga (Pendapatan jasa giro x tarif PPh final 20%) sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001. Besarnnya koreksi yang harus dilakukan adalah sebesar: Tahun 2007: Rp. 69.087.500,00 x 20% = Rp. 13.817.500,00
67
Tahun 2008: Rp. 62.780.775,00 x 20%
= Rp. 12.556.155,00
Tahun 2009: Rp. 66.129.720,00 x 20%
= Rp. 13.225.944,00
Selain melakukan koreksi fiskal positif, dari laporan rekonsiliasi laba rugi diatas juga terdapat koreksi fiskal negatif, yaitu: 1. Pendapatan Lain-lain Pendapatan lain-lain perusahaan didapat dari pendapatan jasa giro bank dan pendapatan bunga deposito. Atas hal ini, perusahaan harus melakukan koreksi fiskal negatif atas jasa giro yang diterimanya. Berdasarkan PP 131 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2000 menyatakan bahwa atas jasa giro dan bunga deposito merupakan penghasilan yang dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat 2. Dengan demikian, perusahaan harus mengkoreki pendapatan ini karena sudah dikenakan pajak final. Besarnya koreksi negatif yang dilakukan adalah Rp. 69.087.500,00 untuk tahun 2007, Rp. 62.780.775,00 untuk tahun 2008, dan Rp. 66.129.373,00 untuk tahun 2009.
68
IV.3
Perencanaan Pajak yang dapat diterapkan Pada PT Anugrah Setia Lestari Undang-undang perpajakan dan segala peraturannya berkembang secara dinamis seiring dengan kondisi perekonomian yang selalu berubah-ubah. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak selalu berusaha mempersempit celah bagi wajib pajak untuk melalukan penghindaran pajak, baik secara legal (tax avoidance) maupun secara tidak legal (tax evasion) dengan cara merevisi undang-undang dan peraturan perpajakan yang ada. Oleh karena itu perusahaan yang sebagai wajib pajak harus benar-benar memperhatikan peraturan perpajakan yang berlaku sebelum melakukan perencanaan pajak agar terhindar dari sanksi - sanksi perpajakan. Setelah dilakukan koreksi fiskal terdapat perbedaan laba sebelum pajak, dimana jumlah yang dihasilkan semakin meningkat. Untuk dapat mengatasi kenaikan laba maka biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan harus dapat dijadikan sebagai biaya pengurang bruto (biaya fiskal). Perencanaan pajak yang akan dilakukan tentu saja menggunakan cara-cara yang legal dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari sanksi-sanksi perpajakan maupun dengan melihat setiap celah-celah yang ada didalam peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Perencanaanperencanaan yang mungkin dapat diterapkan oleh perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Mengingat adanya perbedaan antara perlakuan akuntansi secara komersial dengan perlakuan akuntansi secara fiskal, maka sebaiknya perusahaan dalam
69
menentukan besarnya pajak penghasilan terhutang tidak hanya mengandalkan laporan keuangan komersial saja. Sebaiknya perusahaan membuat laporan keuangan fiskal yang sudah melalui tahap koreksi fiskal yang didasarkan pada Undang-undang perpajakan yang berlaku saat sekarang agar dapat dilalukan perencanaan pajak yang tepat dan efektif.
2. Selama ini PT Anugrah Setia Lestari belum memiliki karyawan yang benarbenar menguasai dan memahami perpajakan sehingga yang menangani masalah perpajakan hanya staf keuangan yang tidak memiliki keahlian khusus dibidang perpajakan. Sebaiknya untuk meningkatkan kualitas pelaporan perpajakan serta tetap menjaga efesiensi pembayaran pajak, maka perusahaan harus memiliki karyawan professional yang ahli dalam bidang perpajakan atau menggunakan jasa professional konsultan akuntansi.
3. Biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka kesejahteraan karyawan. Karyawan merupakan salah satu aset penting dalam perusahaan. Karena itu, tidak heran bahwa setiap perusahaan mengeluarkan biaya tambahan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Tapi perlu diperhatikan bahwa tidak semua biaya dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Karena itu, sebaiknya perusahaan mengupayakan semaksimal mungkin untuk memberikan kesejahteraan kepada karyawannya dalam bentuk tunjangan karena biaya ini merupakan biaya fiskal yang sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh. 70
a. Biaya kesehatan karyawan Perusahaan menetapkan sistem reimbursement dalam hal biaya kesehatan karyawan, dimana biaya ini harus dilakukan koreksi fiskal positif karena merupakan pemberian natura/kenikmatan kepada karyawan sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh. Besarnya koreksi yang dilakukan adalah Rp. 14.750.000,00 untuk tahun 2007, Rp. 16.850.000,00 untuk tahun 2008, dan Rp. 13.925.000,00 untuk tahun 2009. Untuk itu perencanaan pajak seharusnya dilakukan oleh perusahaan adalah dengan
memberikan tunjangan kesehatan bagi
karyawannya. Bagi karyawannya tunjangan ini bisa menjadi tambahan penghasilan (take home pay) sesuai dengan KEP-545/PJ/2000 dan bagi perusahaan bisa menjadi pengurang penghasilan bruto (deductible expense) sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 (a) UU PPh. b. PPh Pasal 21 Selama ini perusahaan menanggung PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawannya yang menurut Undang – Undang Perpajakan hal itu tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan sesuai dengan Undang-Undang PPh Pasal 9 ayat 1 (h). Sebenarnya bagi perusahaan, PPh Pasal 21 yang ditanggung seluruhnya oleh perusahaan ini akan memberatkan perusahaan karena perusahaan selain membayar PPh Pasal 21 tanpa dipotong dari jumlah gaji karyawan, PPh Pasal 21 juga bukan merupakan biaya fiskal yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang karyawan, PPh Pasal 21 yang ditanggung seluruhnya oleh perusahaan akan meringankan beban 71
karyawan karena gaji yang akan dibawa pulang oleh karyawan tidak harus dipotong PPh Pasal 21. Perencanaan yang sebaiknya dilakukan perusahaan adalah dengan cara melakukan gross up. Artinya, perusahaan memberikan tunjangan pajak sebesar jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dan menjadikannys sebagai penambah penghasilan bruto karyawan yang akan dipotong PPh Pasal 21 sesuai KEP-545/PJ/2000 pasal 5 tanggal 2912-2000. Metode ini akan menguntungkan bagi pihak karyawan maupun perusahaan karena jumlah pendapatan yang dibawa pulang karyawan besar tanpa dipotong pajak, sedangkan bagi perusahaan pemberian tunjangan pajak tersebut dapat menjadi biaya fiskal sehingga dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 (a) UU PPh. Mengacu pada Djuanda dan Lubis (2006), rumus metode gross up untuk menentukan besarnya tunjangan pajak adalah sebagai berikut : (masih berdasarkan ketentuan di UU PPh yang lama) 1. Lapisan I Untuk PKP antara Rp. 0 s/d Rp. 25.000.000,00 Tunjangan PPh = (PKP setahun x 5%) / 0.95 2. Lapisan II Untuk PKP diatas Rp. 25.000.000,00 s/d Rp. 50.000.000,00 Tunjangan PPh ={(PKP setahun x 10%) – Rp. 1.250.000,00} / 0.90 3. Lapisan III Untuk PKP diatas Rp. 50.000.000,00 s/d Rp. 100.000.000,00 Tunjangan PPh = {(PKP setahun x 15%) – Rp. 3.750.000,00} / 0.85
72
4. Lapisan IV Untuk PKP diatas Rp. 100.000.000,00 s/d Rp. 200.000.000,00 Tunjangan PPh = {(PKP setahun x 25%) – Rp. 13.750.000,00} / 0.75
5. Lapisan V Untuk PKP diatas Rp. 200.000.000,00 Tunjangan PPh = {(PKP setahun x 35%) – Rp. 33.750.000,00} / 0.65
Contoh perhitungan PPh Pasal 21 dengan perencanaan pajak berupa Tunjangan Pajak: Bapak Herri merupakan staff pada PT Anugrah Setia Lestari yang memperoleh gaji Rp. 4.000.000,00. Bapak Herri telah bekerja dengan masa kerja 3 (tiga) tahun dan memiliki status (K/2). Selama setahun, Bapak Herri menerima Tunjangan berupa Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar 1 bulan gaji yaitu Rp. 4.000.000,00. Setelah perencanaan pajak, perusahaan memberikan tunjangan pajak sebesar jumlah yang harus dibayar dan tunjangan kesehatan Rp. 250.000,00/bulan. Besarnya tunjangan pajak dengan perhitungan metode gross up adalah sebesar Rp. 2.711.556,00, dengan rincian sebagai berikut: Gaji setahun
Rp. 48.000.000,00
THR
Rp. 4.000.000,00
Tunjangan Kesehatan
Rp. 3.000.000,00
Total Penghasilan Bruto setahun
Rp. 55.000.000,00
73
Biaya Jabatan max Rp. 1.296.000 Total Penghasilan Neto setahun PTKP Tahun 2007 (K/2) Penghasilan Kena Pajak
(Rp 1.296.000,00) Rp. 53.704.000,00 (Rp. 16.800.000,00) RP. 36.904.000,00
Gross up: Penghasilan kena pajak Rp. 36.904.000,00 masuk kedalam lapisan ke-2 Lapisan ke-2 ={(PKP setahun x 10%) – Rp. 1.250.000,00} / 0.90 Tunjangan Pajak
= (Rp. 36.904.000,00 x 10%) – Rp. 1.250.000,00 0.90 = Rp. 2.711.556,00
74
Tabel IV.4 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan Perencanaan Pajak berupa Tunjangan
Keterangan
Sebelum
Setelah
Perencanaan
Perencanaan
(Rupiah)
(Rupiah)
Gaji Tunjangan Hari Raya Tunjangan Kesehatan Tunjangan Pajak
48.000.000,00 4.000.000,00
48.000.000,00 4.000.000,00 3.000.000,00 2.711.556,00
Total Penghasilan Bruto Biaya Jabatan 5%, max Rp. 1.296.000,00 Penghasilan Neto PTKP
52.000.000,00 (1.296.000,00) 50.704.000,00 16.800.000,00
57.711.556,00 (1.296.000,00) 56.415.556,00 16.800.000,00
PKP
33.904.000,00
39.615.556,00
1.250.000,00 890.400,00
1.250.000,00
Tarif: 5% x Rp. 25.000.000,00 10% x Rp. 8.904.000,00 10% x Rp. 14.615.556,00 Total PPh
2.140.400,00
Perkiraan penghematan PPh Badan: Dari tunjangan kesehatan x 30% Dari tunjangan Pajak
x 30%
Selisih lebih pembayaran PPh Pasal 25 Selisih lebih pembayaran PPh Pasal 21 (2.711.556 – 2.140.400) Penghematan Beban Pajak
1.461.556,00 2.711.556,00 1.200.000,00 813.467,00 2.013.467,00 (571.156,00) 1.442.311,00
75
Dari perhitungan PPh Pasal 21 diatas diketahui tunjangan PPh didapat dari formulasi gross up lapisan II. Dengan adanya perencanaan pajak berupa metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang besarnya sama besar dengan jumlah yang dipotong dari karyawan (gross up method) dapat menghasilkan penghematan sebesar Rp. 1.442.331,00.
Dengan
menggunakan
metode
ini,
perusahaan
dapat
membebankan biaya tunjangan tersebut sebagai deductible expense, sehingga dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Dengan ketentuan, selama didukung adanya penjurnalan didalam pembukuan perusahaan serta tercantum dalam slip gaji karyawan. 4.
Transaksi yang berhubungan dengan withholding tax Dalam menggunakan jasa pihak ketiga, perusahaan tidak pernah melakukan pemotongan PPh Pasal 23, seperti jasa pemeliharaan peralatan kantor, pemeliharaan gedung, kendaraan bermotor perusahaan yang rusak yang digunakan perusahaan ditahun 2007, 2008, dan 2009. Pada prinsipnya, perusahaan sebagai wajib pajak badan berkewajiban melakukan pemotongan pajak atas withholding tax tersebut. Perencanaan yang dapat dilakukan perusahaan adalah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan cara memberikan tunjangan dengan metode gross up. Dengan metode ini, maka perusahaan harus menggross up besarnya penghasilan atas jasa terlebih dahulu kemudian dari hasil penghasilan jasa setelah di gross up, dikalikan dengan tarif tunjangan pajak. Tarif tunjangan dengan metode ini disesuaikan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-70/PJ/2007 yang 76
mengatur mengenai jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan neto atas jasa tehnik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang atas imbalannya dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU PPh. a. Evaluasi perhitungan dengan menggunakan metode gross up untuk transaksi yang berkaitan dengan withholding tax (PPh Pasal 23) Tabel IV.5 Evaluasi Metode Gross Up transaksi Withholding Tax Tahun 2007 (Rupiah) Keterangan Jasa pemeliharaan kendaraan Jasa pemeliharaan peralatan kantor Jasa pemeliharaan gedung Total biaya Gross up: Rp. 43,250,000 / 0.94 Rp. 16,308,500 / 0.94 Rp. 80,168,329 / 0.94 Total gross up PPh Pasal 23 yang harus disetor: tarif 6% atas jasa pemeliharaan kendaraan tarif 6% atas jasa pemeliharaan peralatan tarif 6% atas jasa pemeliharaan gedung Total PPh Pasal 23 yang harus disetor Pengurangan PPh Badan karena biaya Selisih kurang PPh Badan: 30% x (Rp. 148,645,563 - Rp. 139,726,829) Selisih lebih pembayaran PPh Pasal 23: (Rp. 8,918,734 - Rp. 8,383,610) Penghematan Beban Pajak
Sebelum Perencanaan 43,250,000 16,308,500 80,168,329 139,726,829
Setelah Perencanaan
46,010,638 17,349,468 85,285,456 148,645,563 2,595,000 978,510 4,810,100 8,383,610
2,760,638 1,040,968 5,117,127 8,918,734
139,726,829
148,645,563 2,675,620 (535,124) 2,140,496
77
Tabel IV.6 Evaluasi Metode Gross Up transaksi Withholding Tax Tahun 2008 (Rupiah)
Keterangan Jasa pemeliharaan kendaraan Jasa pemeliharaan peralatan kantor Jasa pemeliharaan gedung Total biaya Gross up: Rp. 47,000,000 / 0.94 Rp. 19,084,250 / 0.94 Rp. 67,437,930 / 0.94 Total gross up PPh Pasal 23 yang harus disetor: tarif 6% atas jasa pemeliharaan kendaraan tarif 6% atas jasa pemeliharaan peralatan tarif 6% atas jasa pemeliharaan gedung Total PPh Pasal 23 yang harus disetor Pengurangan PPh Badan karena biaya Selisih kurang PPh Badan: 30% x (Rp. 142,044,872 - Rp. 133,522,180) Selisih lebih pembayaran PPh Pasal 23: (Rp. 8,522,692 - Rp. 8,011,331) Penghematan Beban Pajak
Sebelum Perencanaan 47,000,000 19,084,250 67,437,930 133,522,180
Setelah Perencanaan
50,000,000 20,302,394 71,742,479 142,044,872 2,820,000 1,145,055 4,046,276 8,011,331
3,000,000 1,218,144 4,304,549 8,522,692
133,522,180
142,044,872 2,556,808 (511,361) 2,045,447
78
Tabel IV.7 Evaluasi Metode Gross Up transaksi Withholding Tax Tahun 2009 (Rupiah)
Keterangan Jasa pemeliharaan kendaraan Jasa pemeliharaan peralatan kantor Jasa pemeliharaan gedung Total biaya Gross up: Rp. 52,254,000 / 0.94 Rp. 22,183,400 / 0.94 Rp. 65,732,900 / 0.94 Total gross up PPh Pasal 23 yang harus disetor: tarif 6% atas jasa pemeliharaan kendaraan tarif 6% atas jasa pemeliharaan peralatan tarif 6% atas jasa pemeliharaan gedung Total PPh Pasal 23 yang harus disetor Pengurangan PPh Badan karena biaya Selisih kurang PPh Badan: 30% x (Rp. 149,117,340 - Rp. 140,170,300) Selisih lebih pembayaran PPh Pasal 23: (Rp. 8,947,041 - Rp. 8,410,218) Penghematan Beban Pajak
Sebelum Perencanaan 52,254,000 22,183,400 65,732,900 140,170,300
Setelah Perencanaan
55,589,362 23,599,362 69,928,617 149,117,340 3,135,240 1,331,004 3,943,974 8,410,218
3,335,362 1,415,962 4,195,717 8,947,041
140,170,300
149,117,340 2,684,112 (536,823) 2,147,289
79
5. Atas pengeluaran biaya entertainment berupa biaya jamuan tamu perusahaan, maka perencanaan pajak yang dapat dilakukan perusahaan adalah membuat daftar nominatif untuk biaya entertainment
agar biaya tersebut tidak
dianggap fiktif sehingga bisa dibiayakan oleh perusahaan untuk mengurangi penghasilan bruto. Daftar nominatif harus dibuat secara lengkap atas transaksi yang terjadi dan dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh. Isi dari daftar nominatif sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 sebagai berikut: Tabel IV.8 Daftar Nominatif Biaya entertainment dan sejenisnya Tahun Pajak: Relasi usaha yang diberikan
Pemberian entertainment dan sejenisnya
entertainment dan sejenisnya
No Tanggal Tempat Alamat Jenis
Jumlah
NPWP
Nama
Perusahaan
Usaha
Jenis
Posisi
(Rp)
Keterangan
Nama
6. Untuk biaya rumah tangga kantor yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka memenuhi setiap kebutuhan dari keperluan perusahaan seperti tissue, pewangi ruangan, alat-alat kebersihan, dan lain-lain tidak dapat dijadikan biaya dalam laporan keuangan pajak. Biaya ini merupakan biaya yang masuk
80
dalam area grey area, sehingga berpotensi untuk dilakukannya koreksi fiskal positif. Oleh karena itu perencanaan pajak yang dapat dilakukan atas biaya rumah tangga adalah dengan melampirkan bukti-bukti terkait dengan transaksi maka biaya rumah tangga kantor dapat diakui sebagai biaya karena perpajakan dapat mengakui suatu transaksi apabila transaksi tersebut mempunyai bukti-bukti terkait yang mendukung dan kuat.
7. Untuk biaya lain-lain yang sebagian besar mencakup sumbangan yang dikeluarkan perusahaan tidak boleh dijadikan sebagai pengurang bruto, karena sumbangan tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan. Perencanaan yang dapat dilakukan perusahaan atas biaya sumbangan ini agar dapat dibiayakan adalah dengan memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang diatur dalam SE-33/PJ.421/1996 yaitu sumbangan untuk beasiswa dalam rangka GNOTA dan Peraturan Menteri Keuangan No. 609/KMK.03/2004 yaitu sumbangan untuk korban bencana alam yang dikategorikan sebagai bencana nasional oleh pemerintah seperti bencana tsunami di Aceh.
8. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan perusahaan atas biaya makan dan minum karyawan adalah dengan cara memberikan tunjangan kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk uang tunai. Misalnya: jika karyawan lembur melebihi jam kerja, perusahaan jangan memberikan makanan karena makanan tidak dapat menjadi biaya pengurang penghasilan bruto karena 81
merupakan natura atau kenikmatan yang diberikan hanya untuk karyawan tertentu,
melainkan
perusahaan
sebaiknya
memberikan
tunjangan
kesejahteraan (berupa bonus misalnya: lembur 1 jam = Rp. 50.000,00). Hal ini sesuai dengan pasal 6 ayat 1 huruf (a) Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
9. Biaya kemanan dan kebersihan Biaya keamanan dan kebersihan dikeluarkan oleh perusahaan harus dikoreksi fiskal positif karena perusahaan tidak memiliki bukti-bukti pembayaran secara rinci atas pengeluaran tersebut sehingga tidak atas biaya kemanan dan kebersihan tidak termasuk di dalam pasal 6 ayat (1) UU PPh. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan adalah dengan cara meminta bukti-bukti pembayaran dari RT/RW setempat sehingga pengeluaran ini dapat dibuktikan benar-benar ada dan jelas.
10. Biaya listrik, air, dan telepon merupakan biaya fiskal yang pada dasarnya dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto jika biaya-biaya tersebut dikeluarkan perusahaan dalam rangka kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan melakukan koreksi positif dikarenakan biaya telepon yang dikeluarkan perusahaan untuk biaya voucher/pulsa para pemegang saham. Biaya ini dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan sebagaimana telah dimaksud dalam Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas biaya pemakaian telepon seluler. 82
Untuk mengatasi masalah ini, perencanaan pajak yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan adalah dengan mengganti biaya voucher handphone para pemegang saham menjadi tunjangan komunikasi dalam bentuk uang tunai kepada para pemegang saham tersebut. Bagi para pemegang saham, hal ini bisa menjadi penambah penghasilan akan tetapi bagi perusahaan menjadi pengurang penghasilan sehingga dapat menghemat beban pajak penghasilan. Tunjangan ini dapat dijadikan pengurang biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Hal ini sesuai dengan UU PPh No. 36 Tahun 2008 tentang biaya-biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto, salah satunya adalah tunjangan dalam bentuk uang tunai.
11. Untuk biaya pemeliharaan, khususnya biaya pemeliharaan kendaraan bermotor perlu dikoreksi sebesar 50%. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan untuk biaya pemeliharaan kendaraan bermotor agar seluruh biaya pemeliharaan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto adalah dengan cara memberikan tunjangan lain-lain dalam bentuk uang tunai kepada karyawan. Hal ini sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 huruf (a) Undang-undang Pajak Penghasilan tentang biaya-biaya yang bisa menjadi pengurang penghasilan bruto, yang salah satunya adalah tunjangan dalam bentuk uang tunai.
83
IV.4 Rekonsiliasi Fiskal Sebelum dan Sesudah Perencanaan Pajak Rekonsiliasi fiskal terjadi karena adanya perbedaan pengakuan antara penghasilan dan biaya secara akuntansi komersial dan fiskal karena laporan komersial mengacu pada PSAK dimana semua biaya komersial dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan sedangkan laporan fiskal mengacu pada peraturan perpajakan dimana tidak semua biaya komersial dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Atas biaya yang tidak dapat dikurangkan ini harus dilakukan koreksi fiskal. Koreksi fiskal pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif dimana koreksi fiskal positif atas biaya komersial akan mengakibatkan laba kena pajak perusahaan semakin besar dan pada akhirnya jumlah Pajak Penghasilan Badan yang harus dibayarkan juga akan bertambah besar, sedangkan koreksi fiskal negatif atas biaya komersial akan menyebabkan berkurangnya laba kena pajak dan Pajak Penghasilan Badan juga nilainya semakin kecil. Perencanaan pajak yang dilakukan perusahaan yang maksimal adalah dengan meminimalkan koreksi fiskal positif atas biaya-biaya komersial dan memaksimalkan koreksi fiskal negatif. Dalam rekonsiliasi fiskal sebelum dan sesudah perencanaan pajak akan terlihat perbedaan antara laba komersial dan laba fiskal.
84
Tabel IV.9 PT ANUGRAH SETIA LESTARI REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2007 (Rupiah) Sebelum Perencanaan Pajak Komersial PENDAPATAN Pendapatan usaha
koreksi fiskal
fiskal
Setelah Perencanaan Pajak Tax Planning
Fiskal
5,884,659,100
5,884,659,100
5,884,659,100
(4,265,884,129)
(4,265,884,129)
(4,265,884,129)
Laba Kotor
1,618,774,971
1,618,774,971
1,618,774,971
Biaya Usaha Biaya gaji dan tunjangan Biaya PPh Pasal 21 Biaya PPh Pasal 23 Biaya pemeliharaan Biaya perlengkapan dan ATK Biaya air, listrik, dan telepon Biaya makan dan minum karyawan Biaya entertainment Biaya keamanan dan kebersihan Biaya Rumah Tangga Kantor Biaya kesehatan karyawan Biaya penyusutan
(627,780,550) (34,138,800) (27,500,000) (139,726,829) (15,684,400) (38,165,900) (20,534,000) (23,590,290) (3,124,500) (12,156,847) (14,750,000) (123,130,650)
(627,780,550) 0 0 (118,101,829) (15,684,400) (32,765,900) 0 0 0 0 0 (123,130,650)
(627,780,550) 0 0 (127,020,563) (15,684,400) (32,765,900) (20,534,000) (23,590,290) (3,124,500) (12,156,847) 0 (123,130,650)
Beban Pokok Pendapatan
34,138,800 27,500,000 21,625,000 5,400,000 20,534,000 23,590,290 3,124,500 12,156,847 14,750,000
8,918,734
20,534,000 23,590,290 3,124,500 12,156,847
85
Biaya lain-lain Tunjangan Pajak Tunjangan Kesehatan karyawan Tunjangan Komunikasi Total biaya
(14,661,278)
14,661,278
(1,094,944,044)
0
14,661,278 34,138,800 14,750,000 5,400,000
(917,463,329)
(14,661,278) (34,138,800) (14,750,000) (10,800,000) (1,060,137,778)
0 (18,783,070) 18,783,070 720,094,712
(18,783,070) (18,783,070) 539,854,123
PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN
Pendapatan lain-lain Beban lain-lain Laba Sebelum Pajak Penghasilan
69,087,500 (32,600,570) 36,486,930 560,317,857
(69,087,500) 13,817,500
86
Tabel IV.10 Perhitungan PPh Badan Tahun 2007 (Rupiah)
Keterangan
Sebelum Perencanaan Pajak
Setelah Perencanaan Pajak
Penghasilan Kena Pajak
720,094,712
539,854,123
PPh Badan: 10% x Rp. 50,000,000.00 15% x Rp. 50,000,000.00 30% x Rp. 620,094,000.00* 30% x Rp. 439,854,000.00*
5,000,000 7,500,000 186,028,200
5,000,000 7,500,000
198,528,200
131,956,200 144,456,200
Persentase Penghematan
25.03%
27.24%
*Pembulatan ke ribuan rupiah
87
Tabel IV.11 PT ANUGRAH SETIA LESTARI REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2008 (Rupiah) Sebelum Perencanaan Pajak komersial PENDAPATAN Pendapatan usaha Beban Pokok Pendapatan Laba Kotor Biaya Usaha Biaya gaji dan tunjangan Biaya PPh Pasal 21 Biaya PPh Pasal 23 Biaya pemeliharaan Biaya perlengkapan dan ATK Biaya air, listrik, dan telepon Biaya makan dan minum karyawan Biaya entertainment Biaya keamanan dan kebersihan Biaya Rumah Tangga Kantor Biaya kesehatan karyawan Biaya penyusutan Biaya lain-lain Tunjangan Pajak Tunjangan Kesehatan Karyawan
koreksi fiskal
fiskal
Setelah Perencanaan Pajak Tax Planning
Fiskal
6,210,874,600
6,210,874,600
6,210,874,600
(4,294,420,952)
(4,294,420,952)
(4,294,420,952)
1,916,453,648
1,916,453,648
1,916,453,648
(660,205,350) (36,837,100) (29,127,500) (133,522,180) (19,865,030) (42,500,650) (21,639,700) (22,462,387) (3,250,000) (13,765,500) (16,850,000) (137,435,050) (17,545,460)
(660,205,350) 0 0 (110,022,180) (19,865,030) (37,100,650) 0 0 0 0 0 (137,435,050) 0
(660,205,350) 0 0 (118,544,872) (19,865,030) (37,100,650) (21,639,700) (22,462,387) (3,250,000) (13,765,500) 0 (137,435,050) (17,545,460) (36,837,100) (16,850,000)
36,837,100 29,127,500 23,500,000 5,400,000 21,639,700 22,462,387 3,250,000 13,765,500 16,850,000 17,545,460
8,522,692
21,639,700 22,462,387 3,250,000 13,765,500
17,545,460 36,837,100 16,850,000
88
Tunjangan Komunikasi Total biaya
10,800,000 (1,155,005,907)
(10,800,000)
(964,628,260)
(1,116,301,099)
0 (18,082,233) (18,082,233) 933,743,155
0
PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN
Pendapatan lain-lain Beban lain-lain Laba Sebelum Pajak Penghasilan
62,780,775 (30,638,388) 32,142,387 793,590,128
(62,780,775) 12,556,155
(18,082,233) 782,070,316
89
Tabel IV.12 Perhitungan PPh Badan Tahun 2008 (Rupiah)
Keterangan
Sebelum Perencanaan Pajak
Setelah Perencanaan Pajak
Penghasilan Kena Pajak
933,743,155
782,070,316
PPh Badan: 10% x Rp. 50,000,000.00 15% x Rp. 50,000,000.00 30% x Rp. 833,743,000.00* 30% x Rp. 682,070,000.00*
5,000,000 7,500,000 250,122,900
5,000,000 7,500,000
262,622,900
204,621,000 217,121,000
Persentase Penghematan
16.24%
17.33%
*Pembulatan ke ribuan rupiah
90
Tabel IV.13 PT ANUGRAH SETIA LESTARI REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2009 (Rupiah)
Sebelum Perencanaan Pajak
PENDAPATAN Pendapatan usaha
komersial
koreksi
fiskal
Setelah Perencaaan Pajak Tax Planning
Fiskal
6,880,828,400
6,880,828,400
6,880,828,400
(4,562,089,805)
(4,562,089,805)
(4,562,089,805)
Laba Kotor
2,318,738,595
2,318,738,595
2,318,738,595
Biaya Usaha Biaya gaji dan tunjangan Biaya PPh Pasal 21 Biaya PPH Pasal 23 Biaya pemeliharaan Biaya perlengkapan dan ATK Biaya air, listrik, dan telepon Biaya makan dan minum karyawan Biaya entertainment Biaya keamanan dan kebersihan Biaya Rumah Tangga Kantor Biaya penyusutan Biaya kesehatan karyawan Biaya lain-lain Tunjangan Pajak
(682,428,550) (37,649,200) (32,489,000) (140,170,300) (16,640,910) (45,120,700) (24,179,800) (24,682,150) (3,412,500) (11,710,850) (135,814,250) (13,925,000) (18,105,126)
(682,428,550) 0 0 (114,043,300) (16,640,910) (39,720,700) 0 0 0 0 (135,814,250) 0 0
(682,428,550) 0 0 (122,990,341) (16,640,910) (39,720,700) (24,179,800) (24,682,150) (3,412,500) (11,710,850) (135,814,250) 0 (18,105,126) (37,649,200)
Beban Pokok Pendapatan
37,649,200 32,489,000 26,127,000 5,400,000 24,179,800 24,682,150 3,412,500 11,710,850 13,925,000 18,105,126
8,947,041
24,179,800 24,682,150 3,412,500 11,710,850
18,105,126 37,649,200
91
Tunjangan Kesehatan Karyawan Tunjangan Komunikasi Total biaya PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN Pendapatan lain-lain Beban lain-lain Laba Sebelum Pajak Penghasilan
13,925,000 10,800,000 (1,186,328,336)
66,129,720 (30,018,373) 36,111,347 1,168,521,606
(988,647,710)
66,129,720 13,225,944
0 (16,792,429) (16,792,429) 1,313,298,456
(13,925,000) (10,800,000) (1,142,059,377)
0 (16,792,429) 1,159,886,789
92
Tabel IV.14 Perhitungan PPh Badan Tahun 2009 (Rupiah)
Keterangan Penghasilan Kena Pajak PPh Badan PKP Fasilitas (Rp. 4,8M / Rp. 6.880.828.400,00) x Rp. 1.313.298.000,00 (Rp. 4,8M / Rp. 6.880.828.400,00) x Rp. 1.165.286.789,00 PKP Non Fasilitas (Rp. 1313.298.456,00 - Rp. 916.144.427,00) (Rp. 1.159.886.789,00 - Rp. 809.125.917,00) PPh terutang dengan fasilitas 14% x Rp. 916.144.000,00* 14% x Rp. 809.125.000,00* PPh terutang non fasilitas 28% x Rp. 397.154.000,00* 28% x Rp. 350.760.000,00* Total PPh terutang
Sebelum Perencanaan Pajak 1,313,298,456
Setelah Perencanaan Pajak 1,159,886,789
Persentase Penghematan
11.68%
916,144,427 809,125,917
397,154,029 350,760,872
128,260,160 113,277,500 111,203,120 239,463,280
98,212,800 211,490,300
11.68%
*Pembulatan ke ribuan rupiah
93
Dari analisis atas rekonsiliasi perhitungan laba rugi komersial dan fiskal diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya perencanaan pajak atas biayabiaya komersil, maka perusahaan dapat memperoleh penghematan PPh Badan. Penghematan pajak diperoleh karena biaya-biaya komersil dapat diminimalkan untuk dikoreksi fiskal sehingga jumlah penghasilan sebelum pajak penghasilan menurun yaitu: •
Tahun 2007 menurun dari Rp. 720,094,712
menjadi Rp. 539,854,123 dan
memperoleh penghematan PPh Badan senilai 27.04% •
Tahun 2008 menurun dari Rp. 933,743,155 menjadi Rp.782,070,316 dan memperoleh penghematan PPh Badan senilai 17.33%
•
Tahun 2009 menurun dari Rp. 1,313,298,456 menjadi Rp. 1,159,886,789 dan memperoleh penghematan PPh Badan senilai 11.68%
Beberapa penjelasan atas usulan perencanaan pajak adalah sebagai berikut : a. Biaya entertainment
dikoreksi untuk tahun 2007, 2008, dan 2009 masing-
masing senilai Rp. 23,590,290,-, Rp. 22,462,387, dan Rp. 24,682,150 untuk. Biaya ini dikoreksi karena perusahaan tidak membuat daftar nominatif. Agar biaya ini dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto, maka perusahaan sebaiknya membuat daftar nominatif untuk biaya entertainment. b. Biaya keamanan dan kebersihan untuk tahun 2007, 2008, dan 2009 masingmasing sebesar Rp. 3,124,500,- , Rp. 3,250,000,-, dan Rp. 3,412,500,- dikoreksi karena perusahaan tidak memiliki bukti seperti kwitansi dari RT/RW setempat yang mendukung bahwa biaya ini benar-benar ada. Oleh sebab itu perusahaan harus memiliki bukti pendukung atas pengeluaran biaya tersebut sehingga biaya
94
tersebut dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto / tidak dikoreksi fiskal. c. Biaya pemeliharaan Perusahaan menggunakan jasa pihak ketiga untuk biaya pemeliharaan. Atas biaya ini perusahaan harus memotongya sesuai dengan PPh Pasal 23, namun pihak pemberi jasa tidak bersedia untuk memotong pajak. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan perencanaan pajak yaitu dengan metode gross up, dimana biaya pemeliharaan ini dapat menjadi penambah biaya fiskal dalam laporan keuangan fiskal. Adapun rincian atas biaya pemeliharaan ini yaitu: •
Tahun 2007 di gross up sebesar Rp. 8,918,734,00
•
Tahun 2008 di gross up sebesar Rp. 8,522,692,00
•
Tahun 2009 di gross up sebesar Rp. 8,947,041,00
d. Biaya rumah tangga kantor Atas biaya rumah tangga dikoreksi sebesar Rp. 12,156,847 untukt ahun 2007, Rp. 13,765,500 untuk tahun 2008, dan Rp. 11,710,850 untuk tahun 2009 karena tidak dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung. Oleh sebab itu perusahaan harus melengkapi bukti-bukti pendukung atas biaya tersebut sehingga dapat menjelaskan bahwa biaya-biaya tersebut benar-benar ada. e. Biaya PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan. Oleh sebab itu harus dikoreksi positif. Agar biaya PPh Pasal 21 ini dapat digunakan sebagai deductible expense maka perusahaan dapat melakukan perencanaan pajak dengan cara mengganti biaya PPh Pasal 21 karyawan menjadi tunjangan pajak kepada
95
karyawan sebesar jumlah PPh Pasal 21 terutang karena tunjangan merupakan biaya fiskal. Pemberian tunjangan ini merupakan objek PPh Pasal 21 dan akan menjadi komponen penambah penghasilan karyawan. Besarnya tunjangan pajak adalah: •
Tahun 2007 sebesar Rp. 34,138,800
•
Tahun 2008 sebesar Rp. 36,837,100
•
Tahun 2009 sebesar Rp. 37,649,200
f. Biaya listrik, air, dan telepon Atas biaya listrik, air, dan telepon sebenarnya tidak perlu dikoreksi asalkan biaya-biaya ini digunakan untuk keperluan operasional perusahaan, Tetapi dalam kenyataannya, biaya telepon yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersil ternyata juga digunakan untuk pembelian voucher pulsa para pemegang saham. Perencanaan pajak atas biaya telepon ini adalah dengan mengganti biaya telepon / voucher dengan tunjangan komunikasi dimana tunjangan ini dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan. Besarnya koreksi untuk tunjangan komunikasi adalah Rp. 10.800.000,00 yang sama untuk tiap tahunnya. g. Biaya makan dan minum karyawan Biaya makan dan minum karyawan dikoreksi fiskal sebesar Rp. 20,534,000,00 untuk tahun 2007, Rp. 21,639,700,00 untuk tahun 2008, dan Rp. 24,179,800,00 untuk tahun 2009. Perencanaan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan tunjangan uang tunai atas biaya makan dan minum karyawan tersebut karena tunjangan tersebut dianggap sebagai biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan.
96
h. Biaya kesehatan karyawan Biaya kesehatan karyawan harus dikoreksi fiskal sebesar Rp. 14,750,000 untuk tahun 2007, Rp. 16,850,000 untuk tahun 2008, dan Rp. 13,925,000 untuk tahun 2009 karena biaya ini merupakan natura. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan adalah dengan mengganti biaya kesehatan karyawan menjadi pemberian tunjangan kesehatan karyawan. Tunjangan ini dapat menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan dan menjadi penambah penghasilan karyawan yang akan dipotong PPh Pasal 21 atau dengan memberikan asuransi kesehatan. i. Biaya lain-lain Biaya lain-lain dikoreksi untuk tahun 2007, 2008, dan 2009 masing-masing sebesar Rp. 14,661,278,-, Rp. 17,545,460, dan Rp. 18,105,126 karena tidak disertai dengan bukti pendukung yang menyatakan bahwa biaya-biaya ini benarbenar dikeluarkan dalam rangka kegiatan operasional perusahaan (perusahaan tidak membuat daftar nominatif). Agar tidak dikoreksi maka perusahaan harus melampirkan bukti-bukti pendukung di dalam SPT yang dapat menjelaskan bahwa biaya tersebut benar ada dan sah dan atas biaya sumbangan perusahaan dapat memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang diatur dalam SE33/PJ.421/1996.
97