56
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1
Hasil Peneltian
4.1.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
RSU M.M Dunda Kab. Gorontalo yang semula bernama RSU Limboto adalah Rumah Sakit milik Pemerintah Kabupaten Gorontalo yang berlokasi diwilayah administrasi kabupaten Gorontalo,
didirikan pada tanggal 25
November 1963 dengan kapasitas awal tempat tidur adalah 29 buah.
Melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan 171/Menkes/SK/III/1994 RSU Dr. M.M. Dunda ditetapkan menjadi RSU Kelas C yang peresmiannya pada tanggal 19 September 1994 bersamaan dengan penggunaan nama RSU. Dr. M.M. Dunda yang diambil dari nama seorang putra daerah perintis kemerdekaan yang telah mengabdikan dirinya dibidang kesehatan sehingga diabadikan menjadi nama Rumah Sakit Umum Daerah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo dengan berkedudukan sebagai unit pelaksana pemerintah Kabupaten Gorontalo dibidang pelayanan kesehatan masyarakat.
Dalam perkembangnya RSU Dr. M.M Dunda menjadi Badan Pengelola berdasarkan SK. Bupati Gorontalo Nomor 171 Tahun 2002 tentang Pembentukan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M.M. Dunda Kab. Gorontalo. Sehingga Sejak Tahun Anggaran 2001 RSUD Dr. M.M. Dunda Kab. Gorontalo mulai dikembangkan secara bertahap dengan biaya dari dana Rutin,
57
APBD, APBN, dan hingga kini mempunyai kapasitas perawatan sebanyak 186 buah tempat tidur.
Pada tanggal 1 september tahun 2009 RSUD Dr. M.M Dunda merubah status rumah sakit dari badan pengelola menjadi Badan Layanan Umum Daerah. Dan kini RSUD Dr. M.M. Dunda beralih status menjadi tipe kelas B melalui SK Menteri Kesehatan RI No : HK.03.05/I/1077/2011.
Penelitian Yang dilaksanakan yaitu di ruangan Instalasi Rawat Darurat RSUD. M.M Dunda Limboto. Instalasi Rawat Darurat RS.M.M Dunda Limboto memiliki standar pelayanan gawat darurat yaitu memiliki kemampuan menangani masalah kesehatan anak dan dewasa 100%, jam buka pelayanan gawat darurat 24 jam, pemberi pelayanan kegawatdaruratan memiliki sertifikat yang masih berlaku, waktu tanggap pelayanan dokter di gawat darurat indikator < 5 menit setelah pasien datang, kepuasan pelanggan indikator > 70%, dan tidak adanya pasien yang membayar uang muka.
Pasien Kamar Mayat Triage
Tindakan Bedah
Tindakan Non Bedah
Tindakan Dan Resusitasi
Tindakan Anak
Pemeriksaan penunjang
Pengobatan Pulang
Rawat Inap
Gambar 1. Alur Pelayanan Pasien IRDRSUD Dr. M.M Dunda Limboto
58
4.1.2
Keterangan Kepegawaian Dari 30 perawat di Instalasi Rawat Darurat RSUD Dr. M.M Dunda
Limboto terdiri dari perempuan sebanyak 19 responden, dan 11 responden lakilaki, perawat yang berusia 20-30 tahun sebanyak 26 responden dan 4 responden usia 31-40, perawat yang berpendidikan, Sekolah Pendidikan Kesehatan sebanyak 10 responden, Diploma III Keperawatan sebanyak 18 responden, S.Kep.1 responden, dan S.Kep N.s 1 responden, perawat yang memiliki lama kerja ˂1 tahun sebanyak 16 responden. 1-5 tahun sebanyak 10 responden, 6-10 tahun sebanyak 1 responden, dan yang >10 tahun sebanyak 3 responden.
4.1.3
Karakteristik Responden Berdasarkan hasil penelitian, terhadap 30 perawat di Instalasi Rawat
Darurat RSUD Dr. M.M Dunda Limboto responden yang lebih banyak yaitu perempuan sebanyak 19 responden, Berdasarkan Usia yang lebih banyak yaitu perawat berusia 20-30 tahun, sebanyak 26 responden, Berdasarkan tingkat pendidikan, yang lebih banyak yaitu perawat berpendidikan, Diploma III Keperawatan, sebanyak 18 responden, Berdasarkan lama kerja, perawat yang banyak yaitu yang lama kerja <1 tahun. Data umum penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, lama kerja serta tingkat pendidikan. Data umum disajikan dalam bentuk tabel 4.1 pada halaman berikutnya.
59
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di IRD RSUD Dr. M.M Dnda Limboto Tanggal 9 Mei- 9 Juni Karakteristik Jenis Kelamin Laki- laki Perempuan Jumlah Umur 20-30 31-40 41-50 >50 Jumlah Pendidikan SPK D III Keperawatan S1- Keperawatan S.Kep.Ners Jumlah Lama Kerja < 1 Tahun 1-5 Tahun 6-10 Tahun >10 Tahun Jumlah
Frekuensi
%
11 19 30
36,60% 63,30% 100,00%
26 4 0 0 30
87% 13% 0% 0% 100,00%
10 18 1 1 30
33.3% 60% 3.3% 3.3% 100,00%
16 10 2 2 30
53.3% 33.3% 6.67 % 6.67% 100,00%
Sumber data: Data Primer, 2013 4.1.4
Gambaran Responden Menurut Motivasi Kerja Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Motivasi Kerja Perawat IRD RSUD Dr. M.M Dunda Limboto Tanggal 9 Mei - 9 juni 2013 Motivasi Kerja Sangat Tinggi Tinggi Rendah Tidak ada motivasi Jumlah
Frekuensi 14 16 0 0 30
Sumber data: Data Primer, 2013
% 46.6% 64.4% 0% 0% 100%
60
Dari tabel 4.2, diatas dapat di ketahui perawat IRD RSUD Dr. M.M Dunda Limboto yang memiliki motivasi kerja sangat tinggi sebanyak 14 responden atau (46.6%) dan yang memiliki motivasi kerja tinggi 16 responden atau (64.4%), tidak ada perawat memiliki motivasi kerja rendah dan yang tidak memiliki motivasi dalam bekerja. 4.1.5
Gambaran Responden Menurut Tingkat Burnout Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Burnout Responden di IRD RSUD Dr. M.M. Dunda Limboto Tanggal 9 Mei - 9 juni 2013 Burnout Tidak Burnout Burnout Ringan (SH) Burnout Sedang (SK) Burnout Berat ( SM) Jumlah
Frekuensi 18 12 0 0 30
% 60% 40% 0% 0% 100%
Sumber data: Data Primer 2013 Berdasarkan tabel 4.3, di atas dapat di ketahui bahwa sebagian besar responden memiliki kejenuhan kerja (burnout) ringan sebanyak 12 responden (40%) dan 18 responden (60%) yang tidak burnout, tidak ada yang memiliki sinyal kuning (kejenuhan kerja sedang) dan begitu juga tidak ada yang memiliki sinyal merah (kejenuhan kerja berat). 4.1.6
Analisis Hubungan Motivasi Kerja dengan Burnout Berdasarkan hasil penelitian, maka hubungan motivasi kerja dengan
burnout dapat dilihat pada tabel 4.4 pada halaman berikutnya:
61
Tabel 4.4 Hubungan Motivasi Kerja dengan Burnout pada Perawat di IRD RSUD Dr. M.M. Dunda Limboto Tanggal 9 Mei - 9 juni 2013
Burnout Burnout Ringan (SH) Motivasi Sangat 0 N Kerja Tinggi 0% % Tinggi 12 N 75.% % 12 N Total 40% % Sumber data: Data Primer, 2013
Total
Tidak Burnout 14 100% 4 25.% 18 60%
N % N % N %
14 100% 16 100% 30 100%
P Value N % N % N %
0.000
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, terlihat bahwa sebanyak 14 responden atau (100%) memiliki motivasi kerja sangat tinggi dan tidak mengalami burnout. Dan dari sebanyak 16 responden atau (100%) yang memiliki motivasi kerja tinggi dan mengalami burnout ringan sebanyak 12 responden atau (75%) dan sebanyak 4 responden atau 25% yang tidak burnout dan memiliki motivasi kerja tinggi. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.6 diatas di peroleh 0.000) < 0.05, hal ini berarti H0 di tolak dan H1 diterima maka terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan burnout pada perawat.
62
4.2
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan motivasi kerja dengan
burnout pada perawat di IRD RSUD Dr. M.M Dunda Limboto, selanjutnya dilakukan pembahasan sesuai dengan variabel yang di teliti. 4.2.1
Motivasi Kerja Hasil penelitian terhadap 30 responden tidak di dapatkan responden yang
tidak memiliki motivasi kerja, didapatkan hasil sebanyak 14 responden atau (46.4%) yang memiliki motivasi kerja sangat tinggi dan yang memiliki motivasi kerja tinggi sebanyak 16 responden atau (64.4%). Secara teori motivasi kerja adalah faktor yang kehadirannya dapat menimbulkan kepuasan kerja dan meningkatkan prestasi atau hasil kerja individu). Motivasi kerja seseorang akan di tentukan motivatornya, yang meliputi, Prestasi (Achievement), Penghargaan (Reconigtion), Tantangan (Chalenge), Tanggung Jawab (Responsibity), Pengembangan (Development), keterlibatan (Involvement) dan Kesempatan (Opportun). Siswanto (2008:137). Menurut peneliti responden umur 31-40, banyak menguasai pekerjaan yang mereka lakukan sehingga tidak mengalami keraguan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dan mereka bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai kemampuan mereka. Mereka tidak segan dalam memberikan ilmu mereka kepada mahasiswa bimbingan mereka selama melaksanakan tugas. Dari beberapa poin yang di teliti dalam motivasi kerja perawat di IRD RSUD Dr. M.M Dunda Limboto yang di
63
teliti faktor yang sangat dominan mempengaruhi motivasi kerja perawat yaitu pengakuan, tanggung jawab, dam pekerjaan itu sendiri.Hasil penelitian motivasi kerja ini mengacu pada 7 domain yaitu prestasi, pengakuan, kondisi kerja, tanggung jawab, kemajuan dan pekerjaan itu sendiri. Menurut peneliti faktor yang memepengaruhi motivasi kerja perawat tinggi di RSUD Dr. M.M Dunda Limboto yaitu pengakuan dan prestasi. Dari hasil kuisioner didapatkan domain motivasi kerja yang paling menonjol pada penelitian ini adalah pengakuan dan prestasi. Pengakuan disini dapat dilihat dari kuisisoner motivasi kerja pada pertanyaan no 8 yang paling banyak mendapatkan respon dari responden, responden menyatakan bahwa mereka senang bekerja karena atasan selalu mengkomunikasikan dengan bawahan jika mengambil suatu keputusan dan selalu kreatif dan inovatif dalam segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas. Untuk indikator prestasi dapat dilihat dari dari kuisioner no 5 yang paling banyak mendapatkan respon dari responden, responden menyatakan bahwa mereka tidak merasa rendah diri jika mengalami kegagalan dalam menjalankan tugas atau pekerjaan, mereka malah ingin selalu belajar dengan halhal yang baru mereka dapatkan di IRD. RSUD Dr. M.M Dunda Limboto, walaupun sebagian besar dari mereka tingkat pendidikan mereka DIII Keperawatan. Penelitian ini sejalan dengan Teori motivasi kerja Hezberg, bahwa cara terbaik cara terbaik untuk memotivasi seseorang adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya. Hezberg mengatakan bahwa memberikan seseorang
64
kenaikan gaji atau kondisi kerja yang baik, tidak dapat memotivasi karena kebutuhan tingkat rendah dapat di penuhi (Hezberg, 2008 :36). Peneliti menyimpulkan dari hasil penelitian bahwa motivasi kerja adalah suatu daya penggerak yang mampu menciptakan dorongan produktifitas kerja yang baik dan tulus yang bersumber dari kemauan, niat, sehingga dapat sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang sebaik-baiknya. 4.2.2 Kejenuhan Kerja (Burnout) Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 responden tidak didapatkan yang mengalami kejenuhan kerja (burnout) berat namun didapatkan yang memiliki burnout ringan
sebanyak 12 responden atau (40%) dan yang sebanyak 18
responden atau (60%) tidak mengalami burnout. Menurut teori kejenuhan kerja (burnout) adalah proses kelelahan fisik dan emosional yag diperkirakan dapat terjadi akibat faktor-faktor
stres yang
berhubungan dengan pekerjaan (Kamus Keperawatan edisi 7, 2005). Menurut National Safety Counsil tahun 2009 kejenuhan kerja merupakan akibat dari stres kerja dan beban kerja yang paling umum. Burnout merupakan gejala kelelahan emosional yang disebabkan oleh tingginya tuntutan pekerjaan yang sering dialami individu yang bekerja pada situasi dimana ia harus melayani kebutuhan orang banyak (Rita, 2004). Kejenuhan itu sendiri juga di pengaruhi oleh lingkungan tempat melakukan suatu pekerjaan. Apabila lingkungan yang sesuai dengan kemampuan
65
maka kejenuhan ini akan dapat di hindari. Beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam waktu tertentu (Wandy, 2007:81). Beban kerja dapat di lihat dari tugas-tugas yang di berikan kepada perawat dalam kegiatan sehari-harinya. Apakah melebihi dari kemampuan mereka bervariasi, atau adakah tugas tambahan di luar tugas sehari-hari perawat. Semakin banyak tugas tambahan yang dilakukan perawat maka akan semakin besar beban kerja yang akan di tanggung oleh perawat dan apabila semakin besar beban kerja yang harus di tanggung oleh perawat tersebut maka akan menyebabkan kejenuhan. Kejenuhan kerja (burnout) ini juga dapat di karenakan pekerjaan yang monoton atau tidak bervariasi, tugas kerja yang tidak jelas, kontrol kerja yang kurang, lingkungan kerja yang disfungsional dan aktivitas yang ekstrim overload (Muslihudin, 2009). Gejala yang dapat di tunjukan oleh seseorang yang mengalami kejenuhan kerja antara lain rasa malas yang tinggi untuk melaksanakan kegiatan, terdapat perasaan gagal di dalam diri, cepat marah dan sering kesal, rasa bersalah dan menyalahkan keengganan dan ketidakberdayaan, negatifisme, isolasi atau penarikan diri, perasaan capek dan lelah setiap hari, sering memperhatikan jam ketika melaksanakan kegiatan, hilang perasaan positif terhadap klien, membatasi telepon dari klien dan kunjungan dari tempat kerja, menyamaratakan klien tidak mampu menyimak apa yang klien ceritakan, merasa tidak aktif dan sinisme terhadap klien dan sikap menyalahkan, adanya gangguan tidur, atau sulit tidur, asyik dengan diri sendiri, mendukung tindakan untuk mengontrol lingkungan misalnya menggunakan obat penenang, sering demam dan flu, sering sakit kepala
66
dan dan gangguan pencernaan, kaku dalam berfikir dan resisten terhadap perubahan, rasa curiga yang berlebihan dan paranoid. Pengunaan obat-obatan yang berlebihan atau sangat sering membolos kerja (Chernis, 1980). Menurut peneliti burnout adalah suatu reaksi psikis yang merupakan respon tubuh terhadap suatu pekerjaan yang di tandai dengan kebosanan, apatis terhadap lingkungan sekitar, dan hanya peduli pada diri sendiri dan terjadi secara berangsur-angsur dalam menjalani tugas. Tugas-tugas yang dilakukan oleh perawat IRD antara lain menerima pasien sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku memelihara peralatan keperawatan dan medis agar siap pakai, melakukan pengkajian keperawatan sesuai dengan batas kewenangannya, menentukan masalah keperawatan sesuai dengan kemampuanya, melakukan tindakan keperawatan kepada pasien sesuai dengan kebutuhan pasien dan batas kemampuan, melakukan tindakan darurat kepada pasien sesuai ptotap yang berlaku, melaksanakan evaluasi keperawatan sesuai dengan kemamampuan, mengobservasi pasien, melaksanakan tindakan yang tepat sesuai observasi, melaksanakan tugas observasi pagi, sore, malam dan hari libur secara bergilir sesuai jadwal, mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh kepala ruangan, melaksanakan serah terima tugas kepada petugas pengganti secara lisan maupun tertulis (Depkes, 1999). Menurut peneliti kejenuhan kerja lebih dominan dirasakan oleh laki-laki. Dimana 7 dari 11 responden laki-laki, mengalami kejenuhan kerja ringan.
67
Pria yang mengalami burnout cenderung mengalami depersonalisasi. Sedangkan wanita yang burnout cenderung mengalami kelelahan emosional. Dan dari 26 responden, responden usia 20-30 tahun mengalami kejenuhan kerja ringan. Hal ini dapat diakibatkan karena adanya beban pikiran yang dirasakan, harapan tidak realistis dengan kenyataan, belum matang dalam berpikir, dan emosional masih labil (Maslach dalam Scaufeli, 1993). Responden dengan lama kerja 1-5 tahun juga cenderung memiliki kejenuhan kerja, hal ini dapat disebabkan karena jenis pekerjaan yang dilakukan setiap harinya tidak bervariasi. Menurut Maslach tahun 2008, kejenuhan kerja (burnout) ini dirasakan pada karyawan dengan lama kerja yang dini, karena semakin lama karyawan bekerja ia akan semakin terbiasa dengan pekerjaannya, sedangkan untuk karyawan yang baru memulai menguasai pekerjaannya secara tidak langsung dapat mejadi beban stres akhirnya dapat menyebabkan kejenuhan dalam bekerja. Responden dengan jenjang pendidikan S-1 keperawatan mengalami kejenuhan kerja (burnout) ringan dan begitu juga dengan yang berpendidikan S.Kep.Ns mengalami burnout ringan, Schaufeli dkk (1993) mengemukakan profesi yang berlatar belakang pendidikan yang tinggi, cenderung rentan terhadap burnout jika dibandingkan mereka yang tidak berpendidikan tingi karena profesi yang berpendidikan tinggi memiliki harapan atau aspirasi yang idealis sehingga dihadapkan pada suatu realistis bahwa terdapat kesenjangan antara aspirasi dan kenyataan
maka
muncullah
kegelisahan
dan
kekecewaan
yang
dapat
menimbulkan burnout, sebaliknya bagi profesi yang tidak berpendidikan tinggi
68
mereka cenderung kurang memiliki harapan yang sangat tinggi sehingga tidak menjumpai banyak kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Hasil penelitian kejenuhan kerja ini mengacu pada 3 domain yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi dan penurunan prestasi pribadi. Hasil kuisioner didapatkan domain kejenuhan yang paling menonjol pada penelitian ini adalah kelehan emosional. Kelelahan emosional disini lebih kearah persepsi responden terhadap perasaan capek dan lelah, baik dalam segi psikologis maupun fisik, kelelahan emosional disini dapat dilihat dari kuisioner kejenuhan kerja pada pertanyaan no 1-8, adapun pertanyaan yang paling banyak mendapatkan respon dari responden adalah pertanyaan no 2 yang menyatakan perasaan lelah dan capek setelah pulang kerja sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka mengalami perasan letih dan lelah setiap hari. Menurut peneliti letih dan lelah wajar bila dirasakan setiap selesai akhir kerja, tetapi apabila setiap hari merasakan letih dan lelah setiap pulang kerja maka kemungkinan terjadi karena faktor tertentu. Motivasi seseorang turut berperan serta dalam terjadinya kejenuhan, apabila motivasi rendah maka akan mempengaruhi sikap dan kepuasan dalam bekerja dan pada akhirnya akan menjadi kejenuhan kerja dan untuk indikator depersonalisasi mengacu pada sifat negatif, tangapan sinis ataupun memisahkan diri dari individu lain di tempat kerja. Hal yang paling menonjol pada indikator depersonalisasi ini pada pertanyaan no 15 tentang menyamaratakan keadaan klien atau pasien yang berada di bawah tanggung jawabnya. Hal tersebut sesuai dengan
69
pernyataan dalam referensi Muslihudin tahun 2009 yang menyatakan bahwa salah satu tanda dan gejala dari kejenuhan kerja yaitu menyamaratakan klien. Pasien di rumah sakit meiliki keadaan berbeda-beda serta kebutuhan yang berbeda-beda pula, apabila pasien dalam keadaan gawat dan pasien yang tidak dalam keadaan gawat dalam penanganannya disamaratakan maka salah satu pasien akan dirugikan dari segi kesembuhan pasien itu sendiri, sedangkan untuk indikator penurunan prestasi pribadi hal yang paling menonjol dapat dilihat dari pertanyaan no 8 yang menyatakan bekerja secara spontanitas dan kreatif. Hal ini sesuai dengan teori potter pada tahun 2005 yang menyatakan salah satu tanda dan gejala kejenuhan kerja bersikap kreatif dan spontanitas, sikap kreatif dan spontanitan kadang sangat diperlukan perawat dalam menghadapi keadaan yang sangat mendesak. Tetapi setiap tindakan perawat memerlukan prosedur operasional yang baku dan alangkah baiknya apabila perawat mengikuti prosedur yang telah dibuat sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan. 4.2.3 Hubungan Motivasi Kerja dengan Burnout Berdasarkan hasil analisis statistik uji chi-squre di peroleh p value 0.000 < 0.05, hal ini berarti H0 di tolak dan H1 diterima sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan burnout pada perawat. Adanya hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan burnout pada perawat IRD RSUD. Dr. M.M Dunda Limboto dapat di dukung oleh pernyataan maslach burnout inventori yang menekankan terjadinya suatu perubahan motivasi kerja. hilangnya semangat yang dialami pekerja atau “penolong” berkaitan dengan stres atau kekecewaan yang berlebih yang dialami dalam situasi kerja.
70
Hal yang diterangai pada penelitian ini penyebab tingginya motivasi kerja perawat di IRD RSUD. Dr. M.M Dunda Limboto dipengaruhi oleh prestasi dan pengakuan. Dalam melakukan pekerjaanya perawat selalu berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik bagi kesembuhan dan kenyamanan pasien, perawat juga selalu bersikap positif terhadap pekerjaanya tanpa merasa mengeluh dan terbebani dengan tanggung jawabnya sebagai perawat pada proses pemberian pelayanan keperawatan. Perawat di IRD RSUD. Dr. M.M Dunda Limboto mampu menunjukan perhatian yang baik pada pasien, rekan kerja ataupun atasannya dan mampu bekerjasama dalam suatu tim kerja. Penelitian ini menunjukan burnout yang dialami oleh perawat di ruang IRD. RSUD Dr. M.M Dunda Limboto dalam katagori ringan. Berdasarkan penelitian diatas maka dapat di simpulkan bahwa H1 pada penelitian ini di terima dan H0 ditolak jadi pada penelitian ini ada hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan burnout pada perawat di IRD RSUD. Dr. M.M Dunda Limboto. Hasil penelitian berdasarkan korelasi statistik uji chi-square. Motivasi kerja hanya merupakan salah satu faktor dari penyebab terjadinya burnout. Faktor lain penyebab terjadinya burnout seperti yang di kemukakan oleh Chernis (dalam daud 2007) yaitu gaya kepemimpinan yang di terapkan oleh atasan, kurangnya dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga, teman kerja atau atasan, selain itu juga faktor budaya dan sejarah yang sedang terjadi dalam suatu lingkungan.
71
Motivasi kerja memiliki hubungan dengan burnout, karena burnout itu juga di pengaruhi oleh beban kerja dan stres kerja yang paling umum (Nasional Cafety Counsil 2004). Menurut Muslihudin (2009) burnout juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekurangan kontrol, ekspektasi kerja yang tidak jelas, dinamika ruang kerja yang disfungsional, ketidak sesuaian dalam nilai, pekerjaan yang tidak disukai dan aktivitas yang ekstrim. Perawat dituntut untuk memberikan praktek keperawatan yang maksimal serta bekerja dalam keadaan yang baik dalam segi fisik maupun psikis (Mahlmeister 2001). Perawat yang mampu memanage dirinya dengan baik, tidak akan mengalami kejenuhan kerja, tetapi apabila perawat tidak memiliki kontrol diri dan tidak mampu mengatur dirinya maka perawat tersebut, akan mengalami burnout yang tinggi dan berpengaruh pada hasil kerja (Potter, 2005). Kejenuhan kerja (burnout) perawat yang tinggi akan beresiko terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat karena, apabila burnout menjadi tinggi maka motivasi menjadi rendah sehingga ketelitian dan keamanan kerja menjadi menurun dan berdampak pada pelayanan kesehatan yang diberikan (Furguson, 2004) Menurut peneliti kejenuhan yang terjadi pada perawat disebabkan oleh aktivitas yang terlalu monoton dan berlebihan sehingga perawat membutuhkan energi yang cukup besar agar tetap fokus. Hal ini dibuktikan dengan poin tertinggi pada soal kuisioner no 8 tentang kreatifitas dan spontanitas dalam bekerja, didapatkan dari 30 responden sebanyak 19 (63,3 %) yang kreatif dan spontan
72
dalam bekerja kemungkinan hal ini terjadi karena perawat sudah terbiasa dengan kegiatan yang dilakukan setiap harinya sehingga tindakan apapun .yang diberikan pada pasien dilakukan dengan spontan dan kreatif. Menurut peneliti sebagian responden memiliki motivasi kerja yang sangat tinggi dari 30 responden sebanyak 14 responden atau (46.4%) yang memiliki motivasi kerja yang sangat tinggi. lama kerja juga turut berperan dalam motivasi kerja hampir semua perawat yang bekerja < 1 tahun memiliki motivasi kerja yang masih sangat tinggi dikarenakan kebutuhan prestasi yang dapat mendoronganya mencapai suatu sasaran. Menurut Frederick Hezberg tahun (2000) salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang adalah prestasi yang ingin dicapai selama bekerja. Motivasi kerja sangat perlu ditingkatkan dan di evaluasi oleh institusi karena motivasi kerja mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya potensi bawahan agar mau bergerak serta mampu menciptakan produktifitas kerja yang baik dan tulus yang bersumber dari kemauan atau niat sehingga dapat memberikan pelayanan kualitas kerja yang
sebaik-baiknya. Apabila motivasi
kerja perawat baik maka akan menghasilkan pelayanan keperawatan yang baik sehingga pasien atau klien akan merasa puas dengan hasil kerja yang di berikan oleh institusi.