BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Kondisi Demografi Secara administratif Desa Tabumela terletak di wilayah Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, dan memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut : 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ilotidea 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tilote / Kota Gorontalo 3) Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Bolango 4) Sebelah Barat berbatasan dengan Danau Limboto Wilayah Desa Tabumela dengan luas keseluruhan ± 82.50 Ha terbagi dalam 5 (lima) Dusun yaitu Dusun Teratai, Dusun Kuntum Mekar, Dusun Mujair, Dusun Kabos, dan Dusun Flamboyan. Secara geografis, wilayah Desa Tabumela terbagi pada 2 kelompok masyarakat besar yang berada di 5 (lima) dusun. Dusun Kuntum Mekar dan Mujair terletak di bagian Utara Desa dan Dusun Teratai, Dusun Kabos, serta Dusun Flamboyan terletak di bagian Selatan Desa. Hubungan transportasi masyarakat di kedua wilayah tersebut hanya melalui jalan Desa Tilote sebab belum tersedianya sarana jalan penghubung masyarakat Dusun Mujair dan Dusun Kabos. Dari data kependudukan, pada tahun 2009 Desa Tabumela memiliki penduduk sejumlah 1967 jiwa. Tapi di akhir tahun 2012 Desa Tabumela mengalami lonjakan jumlah penduduk yakni sekitar 6.96% dengan jumlah total 2104 jiwa. Dusun dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Dusun Flamboyan yakni 575 jiwa, kemudian Dusun Kuntum Mekar sejumlah 506 jiwa, Dusun 50
51
Teratai sejumlah 444 jiwa, Dusun Mujair 313 jiwa, dan Dusun dengan jumlah penduduk terkecil adalah Dusun Kabos dengan jumlah penduduk 266 jiwa.
b. Keadaan Sosial Jumlah penduduk Desa Tabumela Kecamatan Tilango Tahun 2008 sebesar 1955 jiwa, Tahun 2009 naik sebesar 2.3% sehingga menjadi 1967 jiwa, sedangkan di akhir tahun 2012 berkembang menjadi 2104 jiwa berarti presentasinya naik 6.96%. Bila dilihat dari kepadatan serta persebaran penduduk Desa Tabumela tidak berimbang antara luas dusun dan kepadatan dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Dusun Teratai dengan luas wilayah : 24.5 Ha berpenduduk 444 jiwa 2) Dusun Kuntum Mekar dengan luas wilayah : 14.5 Ha berpenduduk 506 jiwa 3) Dusun Mujair dengan luas wilayah : 9 Ha berpenduduk 313 jiwa 4) Dusun Kabos dengan luas wilayah : 18 Ha berpenduduk 266 jiwa 5) Dusun Flamboyan dengan luas wilayah : 16.5 Ha berpenduduk 575 jiwa.
4.1.2 Deskripsi Data Responden Dalam bagian ini menjelaskan secara deskriptif mengenai data responden serta faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan jamban meliputi: Tingkat pendidikan, pengetahuan, kepemilikan jamban dan dukungan keluarga. Data ini akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut :
52
a. Data Responden Berdasarkan Umur Perbedaan kondisi individu seperti umur seringkali dapat memberikan perbedaan perilaku dalam memanfaatkan jamban. Umur responden pada saat penelitian yang paling muda berumur 18 tahun sedangkan umur responden yang paling tua berumur 57 tahun. Untuk responden terbanyak rata-rata berumur 28-37 tahun yaitu sebanyak 144 responden (42.9%), dan rata-rata umur yang paling sedikit berkisar antara 48-57 tahun yaitu sebanyak 19 responden (5.6%). Berikut ini distribusi frekuensi kelompok umur responden di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo dapat dilihat dengan jelas pada tabel dan diagram berikut : Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Jumlah Kelompok Umur (Tahun) 18-27 28-37 38-47 48-57 Jumlah Sumber : Data Primer 2013
n
%
80 144 93 19 336
23.8 42.9 27.7 5.6 100.0
Diagram 4.1 Kelompok Umur Responden 5.6% 23.8% 27.7% 18-27 28-37 38-47 48-57 42.9%
53
b. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin responden di dominasi oleh perempuan yaitu sebanyak 227 responden (67.6%) sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 109 responden (32.4%). Berikut ini distribusi frekuensi jenis kelamin responden di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo dapat dilihat dengan jelas pada tabel dan diagram berikut : Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jumlah Jenis Kelamin n % Perempuan Laki-Laki Jumlah Sumber : Data Primer 2013
227 109 336
67.6 32.4 100.0
Diagram 4.2 Jenis Kelamin
32.4%
67.6%
Perempuan Laki-Laki
c. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan responden merupakan salah satu unsur yang penting yang akan turut menentukan tingkat pengetahuan responden. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh berdasarkan ijazah terakhir. Tingkat pendidikan dikategorikan atas pendidikan rendah yaitu meliputi SD/Sederajat, SMP/Sederajat, dan SMA/Sederajat serta
54
pendidikan tinggi yaitu Akademik/Perguruan Tinggi. Pendidikan responden dalam penelitian ini di dominasi oleh responden yang berpendidikan tingkat SMP/Sederajat yakni sebanyak 190 responden (56.5%). Sedangkan untuk tingkat akademik/perguruan tinggi, tidak ada satu pun responden. Sehingga diperoleh bahwa seluruh responden yang diteliti yakni sebanyak 336 responden (100%), tingkat pendidikannya rendah. Berikut ini distribusi tingkat pendidikan responden secara jelas dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut : Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Jumlah Tingkat Pendidikan n % SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Akademik/Perguruan Tinggi Jumlah Sumber : Data Primer 2013
56 190 90 336
16.7 56.5 26.8 100.0
Diagram 4.3 Tingkat Pendidikan
26.8%
16.7%
SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Akademik/Perguruan Tinggi
56.5%
d. Data Responden Berdasarkan Kepemilikan Jamban Kepemilikan jamban merupakan jamban yang dimiliki oleh individu dalam mendukung aktivitas buang air besar sehari-hari. Dari hasil penelitian, responden
55
terbanyak yaitu responden yang tidak memiliki jamban yakni sebanyak 209 responden (62.2%) sedangkan responden yang memiliki jamban yaitu sebanyak 127 responden (37.8%). Distribusi kepemilikan jamban responden dapat dilihat dengan jelas pada tabel dan diagram berikut : Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Jamban Jumlah Kepemilikan Jamban n % Memiliki Jamban Tidak Memiliki Jamban Jumlah Sumber : Data Primer 2013
127 209 336
37.8 62.2 100.0
Diagram 4.4 Kepemilikan Jamban
37.8%
62.2%
Memiliki Jamban Tidak memiliki jamban
e. Pengetahuan Tentang Pemanfaatan Jamban Pengetahuan merupakan persepsi individu tentang pemanfaatan jamban yang meliputi definisi jamban, manfaat jamban, jamban sehat dan syarat jamban sehat. Dari hasil penelitian di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, diperoleh terdapat 25 responden (7.4%) memiliki pengetahuan kurang tentang pemanfaatan jamban, sedangkan yang memiliki pengetahuan baik terdapat 152
56
responden (45.3%). Distribusi pengetahuan responden dapat dilihat dengan jelas pada tabel dan diagram berikut : Tabel 4.5 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pemanfaatan Jamban Jumlah Pengetahuan n % Baik Cukup Kurang Jumlah Sumber : Data Primer 2013
152 159 25 336
45.3 47.3 7.4 100.0
Diagram 4.5 Pengetahuan Responden Tentang Pemanfaatan Jamban 7.4% 45.3% 47.3% Baik Cukup Kurang
f. Dukungan Keluarga Dalam Pemanfaatan Jamban Dukungan keluarga merupakan dukungan yang diberikan keluarga kepada anggota keluarga lainnya dalam pemanfaatkan jamban. Dari hasil penelitian di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo tentang pemanfaatan jamban, diperoleh terdapat sebanyak 45 responden (13.4%) memiliki dukungan keluarga yang kurang dalam pemanfaatan jamban, sedangkan responden yang dukungan keluarganya baik dalam hal pemanfaatan jamban yakni sebanyak 139 responden (41.4%). Berikut ini distribusi dukungan keluarga responden dapat dilihat dengan jelas pada tabel dan diagram berikut :
57
Tabel 4.6 Distribusi Dukungan Keluarga Responden Dalam Pemanfaatan Jamban Jumlah Dukungan Keluarga n % Baik Cukup Kurang Jumlah Sumber : Data Primer 2013
139 152 45 336
41.4 45.2 13.4 100.0
Diagram 4.6 Dukungan Keluarga Responden Dalam Pemanfaatan Jamban 13.4% 41.4% 45.2% Baik Cukup Kurang
g. Pemanfaatan Jamban Pemanfaatan jamban merupakan perilaku individu dalam aktivitas buang air besar yang memanfaatkan fasilitas jamban yang dimiliki. Dari hasil penelitian tentang pemanfaatan jamban di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo diperoleh bahwa terdapat sebanyak 28 responden (8.3%) yang tidak pernah memanfaatkan jamban, 65 responden (19.3%) yang kadang memanfaatkan jamban, sebanyak 184 responden (54.8%) yang sering memanfaatkan jamban, sedangkan yang selalu memanfaatkan jamban hanya sebanyak 59 responden (17.6%). Berikut ini distribusi pemanfaatan jamban responden dapat dilihat dengan jelas pada tabel dan diagram berikut :
58
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Jamban Jumlah Pemanfaatan Jamban n % Selalu Sering Kadang-Kadang Tidak Pernah Jumlah Sumber : Data Primer 2013
59 184 65 28 336
17.6 54.8 19.3 8.3 100.0
Diagram 4.7 Pemanfaatan Jamban Responden
8.3%
17.6%
19.3%
Selalu Sering Kadang 54.8%
Tidak Pernah
4.1.3 Deskripsi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Jamban a. Faktor Tingkat Pendidikan Dengan Pemanfaatan Jamban Tabel 4.8 Distribusi Faktor Tingkat Pendidikan Dengan Pemanfaatan Jamban Di Desa Tabumela Kec.Tilango Kab.Gorontalo Pemanfaatan Jamban Jumlah Pend. Selalu Sering Kadang Tidak Pernah n % n % n % n % n % 20 35.7 20 35.7 16 28.6 56 100.0 SD 28 14.7 113 59.5 37 19.5 12 6.3 190 100.0 SMP 31 34.4 51 56.7 8 8.9 90 100.0 SMA PT 59 17.6 184 54.8 65 19.3 28 8.3 336 100.0 Total Sumber : Data Primer, 2013
59
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa responden yang selalu memanfaatkan jamban
paling
banyak
yaitu
responden
yang
tingkat
pendidikannya
SMA/Sederajat yakni sebanyak 31 responden dari 90 responden atau 34.4%, responden yang sering memanfaatkan jamban paling banyak yaitu responden yang tingkat pendidikannya SMP/Sederajat yakni sebanyak 113 responden dari 190 responden atau 59.5%, responden yang kadang memanfaatkan jamban paling banyak yaitu responden yang tingkat pendidikannya SMP/Sederajat yakni sebanyak 37 responden dari 190 responden atau 19.5%, dan responden yang tidak pernah memanfaatkan jamban paling banyak yaitu responden yang tingkat pendidikannya SD/Sederajat yakni sebanyak 16 responden dari 56 responden atau 28.6%. b. Faktor Kepemilikan Jamban Dengan Pemanfaatan Jamban Tabel 4.9 Distribusi Faktor Kepemilikan Jamban Dengan Pemanfaatan Jamban Di Desa Tabumela Kec.Tilango Kab.Gorontalo Pemanfaatan Jamban Jumlah Kpmlkan Selalu Sering Kadang Tidak Pernah Jamban n % n % n % n % n % Memiliki Jamban Tidak Memiliki Jamban
59
46.5
67
52.7
1
0.8
-
-
127
100.0
-
-
117
56.0
64
30.6
28
13.4
209
100.0
59 17.6 184 54.8 Total Sumber : Data Primer, 2013
65
19.3
28
8.3
336
100.0
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa responden yang selalu memanfaatkan jamban yaitu hanya responden yang memiliki jamban yakni sebanyak 59 responden dari 127 responden atau 46.5%, sedangkan sisanya sebanyak 67 responden atau 52.7% masuk dalam kategori sering memanfaatkan jamban dan sebanyak 1 responden atau 0.8% responden yang memiliki jamban, kadang
60
memanfaatkan jamban. Untuk responden yang tidak pernah memanfaatkan jamban yaitu hanya responden yang tidak memiliki jamban yakni sebanyak 28 responden dari 209 responden atau 13.4%.
c. Faktor Pengetahuan Dengan Pemanfaatan Jamban Tabel 4.10 Distribusi Faktor Pengetahuan Dengan Pemanfaatan Jamban Di Desa Tabumela Kec.Tilango Kab.Gorontalo Pemanfaatan Jamban Jumlah Peng. Selalu Sering Kadang Tidak Pernah n % n % n % n % n % Baik Cukup Kurang
58 1 59
38.2 0.6 17.6
82 102 184
Total Sumber : Data Primer, 2013
53.9 64.2 54.8
12 42 11 65
7.9 26.4 44.0 19.3
14 14 28
8.8 56.0 8.3
152 159 25 336
100.0 100.0 100.0 100.0
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa responden yang selalu memanfaatkan jamban paling banyak yaitu responden yang memiliki pengetahuan baik tentang pemanfaatan jamban yakni sebanyak 58 responden dari 152 responden atau 38.2%, untuk responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang pemanfaatan jamban paling banyak yaitu sering memanfaatkan jamban yakni sebanyak 102 responden dari 159 responden atau 64.2% dan responden yang memiliki pengetahuan kurang paling banyak yaitu tidak pernah memanfaatkan jamban yakni sebanyak 14 responden dari 25 responden atau 56%.
61
d. Faktor Dukungan Keluarga Dengan Pemanfaatan Jamban Tabel 4.11 Distribusi Faktor Dukungan Keluarga Dengan Pemanfaatan Jamban Di Desa Tabumela Kec.Tilango Kab.Gorontalo Pemanfaatan Jamban Jumlah Duk. Selalu Sering Kadang Tidak Pernah Keluarga n % n % n % n % n % 58 41.7 72 51.8 9 6.5 139 100.0 Baik 1 0.7 109 71.7 36 23.7 6 3.9 152 100.0 Cukup 3 6.7 20 44.4 22 48.9 45 100.0 Kurang 59 17.6 184 54.8 65 19.3 28 8.3 336 100.0 Total Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 4.11 menunjukkan bahwa responden yang selalu memanfaatkan jamban paling banyak yaitu responden yang memiliki dukungan keluarga baik dalam pemanfaatan jamban yakni sebanyak 58 responden dari 139 responden atau 41.7%, untuk responden yang dukungan keluarganya cukup paling banyak yaitu sering memanfaatkan jamban yakni sebanyak 109 responden dari 152 responden atau 71.7%, dan responden yang memiliki dukungan keluarga kurang dalam pemanfaatan jamban paling banyak yaitu tidak pernah memanfaatkan jamban yakni sebanyak 22 responden dari 45 responden atau 48.9%.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Pemanfaatan Jamban Hasil penelitian tentang pemanfaatan jamban di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo diperoleh bahwa terdapat sebanyak 28 responden (8.3%) yang tidak pernah memanfaatkan jamban, sebanyak 65 responden (19.3%) yang kadang memanfaatkan jamban, sebanyak 184 responden (54.8%)
yang
sering
memanfaatkan
jamban,
sedangkan
yang
selalu
62
memanfaatkan jamban hanya sebanyak 59 responden (17.6%). Hal ini terlihat pada tabel 4.7. Jamban atau tempat pembuangan kotoran manusia merupakan suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran serta air untuk membersihkannya. Penggunaan jamban akan bermanfaat untuk menjaga lingkungan bersih, sehat, dan tidak berbau. Jamban mencegah pencemaran sumber air yang ada disekitarnya. Jamban juga tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit diare, kolera disentri, typus, kecacingan, penyakit saluran pencernaan, penyakit kulit dan keracunan (Proverawati dan Rahmawati, 2012). Pemanfaatan jamban oleh masyarakat belum sesuai dengan harapan, karena masih ada yang buang hajat di tempat-tempat yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan, misalnya danau, sungai, kebun, ataupun pekarangan rumah. Hal ini karena fasilitas yang kurang terpenuhi dan pengetahuan yang masih kurang, tingkat pendidikan yang sangat rendah serta kurangnya dukungan dari keluarga dalam hal pemanfaatan jamban. Hasil penelitian mengenai pengetahuan responden tentang pemanfaatn jamban diperoleh masih terdapat 25 responden (7.4%) memiliki pengetahuan kurang tentang pemanfaatan jamban. Pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diketahui dalam memanfaatkan jamban. Jika seseorang memiliki pengetahuan yang baik tentang kegunaan jamban maka tindakan untuk memanfaatkan jamban akan berjalan dengan baik. Sebaliknya, apabila seseorang
63
tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang arti dan manfaat jamban maka tindakan untuk memanfaatkan jamban tidak akan berjalan dengan baik. Melihat bahwa tingkat pendidikan responden yang sebagian besar adalah lulusan SMP/sederajat (56.5%) atau seluruhnya (100%) masuk dalam kategori tingkat pendidikan rendah maka sesuai dengan pengetahuan responden tentang pemanfaatan jamban yang hampir setengahnya (47.3%) tergolong cukup dan sebanyak 7.4% yang tergolong memiliki pengetahuan kurang tentang pemanfaatan jamban. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya dari Meliono (2007) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia. Faktor lainnya yang mempengaruhi pemanfaatan jamban yaitu dukungan keluarga. Dukungan keluarga dalam pemanfaatan jamban dari hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi paling banyak yaitu responden yang memiliki dukungan keluarga kategori cukup yakni sebanyak 152 responden (45.2%), sedangkan responden yang dukungan keluarganya baik dalam hal pemanfaatan jamban yakni hanya sebanyak 139 responden (41.4%). Hal ini terlihat pada tabel 4.6. Dalam Andarmoyo (2012), keluarga merupakan sistem pendukung yang sangat vital bagi kebutuhan-kebutuhan individu. Tingkat pemahaman dan berfungsinya seorang individu tidak lepas dari andil sebuah keluarga. Keluarga
64
harus dilibatkan dengan program pendidikan dan penyuluhan agar mereka mampu mendukung usaha keluarga yang masih buang air besar di sembarang tempat. Bimbingan/penyuluhan dan dorongan secara terus-menerus biasanya diperlukan agar keluarga yang tidak memanfaatkan jamban tersebut mampu melaksanakan rencana yang dapat diterima dan mematuhi peraturan. Brunner dan Suddart (2001), dalam Marliana (2011) mengemukakan bahwa “Keluarga selalu dilibatkan dalam program pendidikan sehingga mereka dapat memperingati bahwa buang air besar sembarangan dapat berdampak penyakit-penyakit”. Ketika perilaku masyarakat berubah dalam hal buang air besar maka akan ada dampak ke arah yang lebih baik. Merajuk kepada ketentuan organisasi kesehatan dunia (WHO), sanitasi yang aman mampu menurunkan resiko diare hingga 36%. Biaya pengobatan pun akan berkurang, hanya perlu komitmen yang kuat dari masyarakat dan pemerintah untuk harus mendorong upaya peningkatan sanitasi (Mutmainna, 2008). Dalam mengupayakan agar seseorang atau individu memanfaatkan jamban kuncinya terletak pada keberhasilan membuat orang tersebut memahami apa yang menjadi masalah bagi dirinya, keluarganya, dan yang lebih luas lagi yaitu masyarakat. Dan apabila masyarakat telah menyadari masalah yang dihadapinya maka perlu diberikan dukungan dari keluarga dalam memanfaatkan jamban.
65
4.2.2 Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Pemanfatan Jamban a. Tingkat Pendidikan Salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan jamban adalah tingkat pendidikan. Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan dibagi atas tingkat pendidikan rendah yakni SD/Sederajat, SMP/Sederajat, SMA/Sederajat, dan tingkat pendidikan tinggi yaitu akademik ataupun perguruan tinggi. Berdasarkan Tabel 4.3, latar belakang pendidikan responden pada penelitian ini seluruhnya (100%) berada pada tingkat pendidikan rendah sehingga responden lebih sulit untuk memahami informasi yang diterima terutama tentang dampak dari perilaku tidak memanfaatkan jamban. Tabel 4.8 menunjukkan bahwa responden yang selalu memanfaatkan jamban terbanyak yaitu responden yang tingkat pendidikannya SMA/Sederajat yakni sebanyak 31 responden (9.2%) dan responden yang tidak pernah memanfaatkan jamban terbanyak yaitu responden yang tingkat pendidikannya SD/Sederajat yakni sebanyak 16 responden (28.6%). Pendidikan merupakan salah satu unsur yang menjadi pertimbangan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, oleh karena dapat memberikan suatu informasi mengenai tingkat kemampuan dan kompetensi seseorang. Pendidikan berfungsi dalam mengembangkan kemampuan dan meningkatkan kualitas individu, di dalam proses belajar akan terjadi perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang dalam diri individu. (Notoatmodjo, 2012) Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh seseorang. Tingkat pendidikan merupakan suatu wahana untuk mendasari
66
seseorang berperilaku secara ilmiah. Tingkat pendidikan yang rendah akan susah mencerna pesan atau informasi yang disampaikan (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan diperoleh melalui proses belajar yang khusus diselenggarakan dalam waktu tertentu, tempat tertentu dan kurikulum tertentu, namun dapat diperoleh dari
bimbingan
yang
diselenggarakan
sewaktu-waktu
dengan
maksud
mempertinggi kemampuan atau keterampilan khusus. Dalam garis besar ada tiga tingkatan pendidikan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan tinggi. Masing-masing tingkat pendidikan tersebut memberikan tingkat pengetahuan tertentu sesuai dengan tingkat pendidikan. Pendidikan tentang memanfaatkan jamban yang baik dan sehat merupakan suatu proses mengubah kepribadian, sikap, dan pengertian tentang jamban yang sehat sehingga tercipta pola kebudayaan dalam menggunakan jamban secara baik dan benar tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Berpedoman pada tujuan pendidikan yang dicapai sebagian besar penduduk, semakin membantu kemudahan pembinaan akan pentingnya memanfaatkan jamban (Dunggio, 2012). Dengan demikian pendidikan pada dasarnya merupakan usaha dan tindakan yang bertujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan keterampilan manusia. Tingkat pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam pengembangan daya nalar serta sarana untuk menerima pengetahuan. Kemampuan menerima seseorang akan lebih cepat jika orang tersebut memiliki latar belakang pendidikan yang cukup. Pengertian
tersebut
menggambarkan
pendidikan
bukan
hanya
mempersiapkan masa depan agar lebih cerah saja, melainkan untuk membantu
67
setiap individu mengembangkan faktor psikisnya menuju tingkat kedewasaan. Sejak dini pendidikan harus sudah diberlakukan pada setiap individu agar menjadikan manusia berkualitas dan tidak menimbulkan dapak yang negatif pada dirinya sendiri atau orang lain khususnya. Diasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mampu seseorang mengetahui, memahami ataupun menganalisis apa yang disampaikan demikian sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan yang seseorang miliki maka semakin rendah atau tidak tahu pula seseorang tersebut mencerna apa yang menjadi isi pesan dari informasi khususnya dalam hal pemanfaatan jamban.
b. Kepemilikan Jamban Tabel 4.9 menunjukkan bahwa responden yang selalu memanfaatkan jamban yaitu hanya responden yang memiliki jamban yakni sebanyak 59 responden dari 127 responden atau 46.5%, sedangkan sisanya sebanyak 67 responden atau 52.7% masuk dalam kategori sering memanfaatkan jamban dan sebanyak 1 responden (0.8%) yang memiliki jamban, kadang memanfaatkan jamban. Untuk responden yang tidak pernah memanfaatkan jamban yaitu hanya responden yang tidak memiliki jamban yakni sebanyak 28 responden dari 209 responden atau 13.4%. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang tidak memiliki jamban tidak pernah memanfaatkan jamban. Hal tersebut bisa berdampak serius terhadap
68
sanitasi atau lingkungan disekitarnya menjadi lebih rentang terhadap penyakitpenyakit berbasis lingkungan. Perilaku masyarakat yang tidak mau menggunakan jamban merupakan faktor utama meluasnya penyakit. Perilaku masyarakat yang lebih suka membuang hajat di sembarangan tempat terutama di pekarangan rumah ataupun membuat WC helicopter, membuat mereka enggan membuat jamban di rumah masing-masing. Warga masyarakat memiliki jamban yang masuk dalam kategori kadang memanfaatkan jamban, didapatkan bahwa jamban yang dimilikinya hanya di sediakan untuk orang-orang yang bertamu ke rumahnya. Sebaliknya warga masyarakat yang tidak memiliki jamban tetapi masuk dalam kategori sering memanfaatkan jamban didapatkan bahwa mereka BAB di MCK yang merupakan fasilitas umum. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan jamban diduga menjadi faktor utama yang menyebabkan minimnya kepemilikan jamban di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo. Masyarakat kurang sadar bahwa buang air besar yang dilakukan bukan di jamban akan berdampak terhadap kesehatan lingkungan. Selain menyebabkan lingkungan kotor, rusak, bau, dan tidak menyenangkan juga akan memudahkan munculnya penyakit-penyakit karena lingkungan yang kotor seperti penyakit diare, kolera disentri, typus, kecacingan, penyakit saluran pencernaan, penyakit kulit, dan banyak penyakit lainnya (Proverawati dan Rahmawati, 2012). Hasil penelitian ini sejalan dengan Chandra (2007) yang mengemukakan bahwa ketiadaan uang untuk ditabung sehubungan dengan menurunnya
69
pendapatan (karena krisis ekonomi), meningkatkan biaya konstruksi (semenjak 1998 sampai saat ini) serta tidak adanya lahan untuk membangun sarana sanitasi lingkungan rumah tangga berpengaruh pada penggunaan jamban maupun pemanfaatan jamban. Jamban merupakan sanitasi dasar penting yang harus dimiliki setiap keluarga. Dengan tersedianya jamban sehat maka akan mengurangi masalah kesehatan yang disebabkan oleh tinja manusia, melindungi keluarga dan juga masyarakat dari ancaman penyakit menular berbasis lingkungan, dimana penyakit berbasis lingkungan tersebut merupakan salah satu penyebab cukup tingginya angka kesakitan dan kematian di Indonesia (DepKes RI, 2004). Penggunaan jamban akan bermanfaat untuk menjaga lingkungan bersih, sehat, dan tidak berbau. Jamban mencegah pencemaran sumber air yang ada disekitarnya. Jamban juga tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular berbagai macam penyakit.
a. Pengetahuan Tabel 4.10 menunjukkan bahwa responden yang selalu memanfaatkan jamban paling banyak yaitu responden yang memiliki pengetahuan baik tentang pemanfaatan jamban yakni sebanyak 58 responden dari 152 responden atau 38.2%, untuk responden yang memiliki pengetahuan cukup tentang pemanfaatan jamban paling banyak yaitu kadang memanfaatkan jamban yakni sebanyak 102 responden dari 159 responden atau 64.2%, dan responden yang memiliki
70
pengetahuan kurang paling banyak yaitu tidak pernah memanfaatkan jamban yakni sebanyak 14 responden dari 25 responden atau 56%. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang pemanfaatan jamban dapat selalu memanfaatkan jamban dengan baik. Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang belum dapat mengetahui secara jelas dan efektif tentang pemanfaatan jamban. Pengetahuan yang baik dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Neydi (2012) yang mengemukakan bahwa apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Serangkaian pengalaman selama proses interaksi dalam lingkungan akan menghasilkan sesuatu pengetahuan bagi orang tersebut (Notoatmodjo, 2003). Jika seseorang memiliki pengetahuan yang baik tentang kegunaan jamban maka tindakan untuk memanfaatkan jamban akan berjalan dengan baik. Akan
71
tetapi apabila seseorang tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang definisi jamban, manfaat jamban, syarat jamban sehat maka tindakan untuk memanfaatkan jamban tidak akan berjalan dengan baik. Sehingga diharapkan responden yang berpengetahuan rendah agar lebih meningkatkan pengetahuaannya melalui penginderaan dalam setiap gerakan tentang pemanfaatan jamban yang baik mulai dari tahu, memahami, mengaplikasikan, menganalisis sehingga dengan demikian pengetahuan responden lebih meningkat dari sebelumnya. Pemerintah setempat sebenarnya telah berusaha melaksanakan programprogram
berkaitan
memanfaatkan
dengan
jamban.
peningkatan
Namun
pengetahuan
kenyataannya,
sampai
masyarakat saat
ini
dalam belum
memperlihatkan hasil yang optimal. Kapasitas masyarakat dan sumber daya alam dalam pengelolaan prasarana sanitasi yang dibangun masih cukup rendah untuk mendukung keberlanjutan program yang telah dilaksanakan. Dalam hasil penelitian ini pun terlihat bahwa masih terdapat warga masyarakat yang memiliki pengetahuan kategori baik tetapi berperilaku kadang memanfaatkan jamban dan memiliki pengetahuan yang cukup dalam hal pemanfaatan jamban tetapi tidak pernah memanfaatkan jamban. Berbagai alasan digunakan oleh masyarakat setempat untuk buang air besar di sembarangan tempat antara lain anggapan bahwa lebih enak buang air besar di kebun/pekarangan rumah, tinja dapat dimanfaatkan untuk pakan ikan, dan lain-lain yang akhirnya dibungkus sebagai alasan karena kebiasaan sejak dulu, sejak anak-anak, sejak nenek moyang, dan sampai saat ini tidak mengalami gangguan kesehatan.
72
Menurut asumsi peneliti, masih kurangnya pengetahuan ini sebagai imbas dari rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh responden sehingga pengetahuan responden masih belum memadai mengenai pentingnya jamban dalam menjaga kesehatan pribadi maupun kesehatan lingkungan, responden hanya sekedar tahu tetapi tidak dapat memahami dan menganalisis informasi yang diperoleh. Hal ini terlihat dari pendidikan sebagian besar responden hanya sampai tingkat SMP. Ini diperparah lagi dengan minimnya kepemilikan jamban dan dukungan yang diberikan oleh keluarga sehingga masing-masing anggota keluarga belum menyadari dampak dari tindakan tidak memanfaatkan jamban.
b. Dukungan Keluarga Tabel 4.11 menunjukkan bahwa responden yang selalu memanfaatkan jamban paling banyak yaitu responden yang memiliki dukungan keluarga baik dalam pemanfaatan jamban yakni sebanyak 58 responden dari 139 responden atau 41.7% dan responden yang memiliki dukungan keluarga kurang dalam pemanfaatan jamban paling banyak yaitu tidak pernah memanfaatkan jamban yakni sebanyak 22 responden dari 45 responden atau 48.9%. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki dukungan keluarga yang baik dalam pemanfatan jamban akan selalu memanfaatkan jamban dengan baik, sedangkan responden yang memiliki dukungan keluarga kurang tidak pernah memanfaatkan jamban. Keluarga merupakan unit dasar yang memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan individu. Keluarga harus dilibatkan dalam program pendidikan dan
73
penyuluhan agar mereka mampu mendukung usaha keluarga yang masih buang air besar di sembarang tempat. Bimbingan/penyuluhan dan dorongan secara terus menerus biasanya diperlukan agar keluarga yang belum memanfaatkan tersebut mampu melaksanakan rencana yang dapat diterima dan mematuhi peraturan. Keluarga selalu dilibatkan dalam program pendidikan sehingga mereka dapat memperingati bahwa buang air besar sembarangan dapat berdampak penyakitpenyakit (Andarmoyo, 2012). Menurut asumsi peneliti, masih kurangnya dukungan keluarga ini sebagai imbas dari rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh responden sehingga keluarga responden masih belum maksimal memberikan dukungan mengenai pentingnya jamban dalam menjaga kesehatan pribadi maupun kesehatan lingkungan.