BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Bentuk-Bentuk Campur Kode (CK) Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, terjadi peristiwa campur kode dalam setiap tindak tutur para remaja yang ada di Desa Biluango Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. Dalam tindak tutur tersebut terdapat beberapa bentuk campur kode, yaitu sebagai berikut.
4.1.1.1 Campur Kode Bahasa Indonesia dan Bahasa Gorontalo a. Campur Kode yang Berwujud Kata Berikut ini tindak tutur remaja di Desa Biluango yang mengalami campur kode bahasa Indonesia dan bahasa Gorontalo berwujud kata. 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang saling tanya jawab tentang fenomena alam (data 03) Jefri : Hemo balajari wolo yi’o? Andika : Hemo balajari IPA. Jefri : Wolo hebahasia liyo teeto? Andika : Fenomena Alam. Jefri : Nde fenomena yito wolo? Andika : Fenomena yito kejadian. Campur kode yang terdapat pada peristiwa tutur (03), yaitu antara bahasa Gorontalo dan bahasa Indonesia yang terdapat dalam kalimat “Nde fenomena yito wolo?” Campur kode tersebut ditandai oleh penyisipan kata ‘fenomena’. Kata ‘fenomena’ merupakan kata dari bahasa Indonesia (BI) yang berarti
30
‘kejadian’. Dalam tuturan tersebut antara penutur dan mitra tuturnya saling tanya jawab tentang sebuah fenomena alam. Campur kode ini digunakan oleh penutur untuk mempermudah dirinya untuk menyatakan maksud yang akan dituturkan. Selain itu, campur kode tersebut terjadi karena faktor topik pembicaraan.
2) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang menanyakan tentang waktu ujian (data 09) Kian
: Mamo ujian yi’o ?
Jefri
: Diipo uti. Sebenarnya ingondi.
Kian
: Harapu’u maa suda.
Campur kode yang ada pada tuturan (09) yaitu antara bahasa Gorontalo dan bahasa Indonesia yang terdapat pada kalimat “Mamo ujian yi’o ?” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata bahasa Indonesia (BI) yaitu ‘ujian’. Campur kode ini terjadi karena penutur ingin menanyakan waktu ujian temannya. Kata ‘ujian’ ini sering digunakan oleh remaja ketika berada di lingkungan sekolah dalam berkomunikasi. Jadi, campur kode ini terjadi karena faktor topik pembicaraan. 3) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang saling bertanya tentang kegiatan pada
bulan ramadhan (data 13)
Usman : Tingoli mo kuliah wanu puasa? Jefri adzan
: Malo wolo botiye bulan Ramadhan mo kuliah. Apalagi adzanLohori bo donggo hemongajari.
30
Usman : Ponga’akali olo? Pada peristiwa tuturan (13) terlihat campur kode antara bahasa Gorontalo dan bahasa Indonesia yang terdapat pada kalimat “tingoli mo kuliah wanu puasa?” Pada kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘kuliah’. Kata ‘kuliah’ merupakan kata dalam bahasa Indonesia. Pada peristiwa tuturan (13) terlihat campur kode antara bahasa Gorontalo dan bahasa Indonesia. Pada kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘kuliah’. Kata ‘kuliah’ merupakan kata dalam bahasa Indonesia. Kata tersebut digunakan oleh penutur untuk memperjelas maksud yang diutarakan. Campur kode ini sering terjadi dikarenakan
faktor
lingkungan
yang
memungkinkan
penutur
sering
menggunakan dua bahasa atau lebih dalam setiap komunikasi. Selain itu, campur kode ini terjadi karena faktor topik pembicaraan yaitu tentang waktu perkuliahan. 4) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang bekerja (data 38) Iswan : Andika, dari mana ngana ini? Andika : Dari atas saya tadi. Kinapa? Iswan : Oh… soalnya torang ada makan tadi. Andika : Oh… harapu laatiya ti yilongola. Iswan : Andika, nde aturuwa pomayi uti hijab. Andika : Insya Alloh. Pada peristiwa tutur (38) terlihat campur kode pada data (38) yaitu antara bahasa Gorontalo dan bahasa Indonesia. Campur kode tersebut terdapat dalam kalimat “Andika, nde aturuwa pomayi uti hijab.” Dalam kalimat
30
tersebut terdapat penyisipan kata ‘hijab’. Kata ‘hijab’ merupakan kata bahasa Indonesia yang berarti ‘pembatas’. Campur kode tersebut terjadi karena faktor lingkungan/tempat. Penutur menggunakan kata tersebut karena yang dimaksud yaitu hijab yang digunakan untuk membatasi tempat sholat untuk laki-laki dan perempuan. Penutur menggunakan campur kode tersebut untuk mempermudah maksud yang diutarakan, karena kata ‘hijab’ sering digunakan dalam setiap tuturan ketika berada di mesjid dari pada kata ‘pembatas’.
5) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang mengajak temannya untuk ikut musyawarah (data 40) Raihan
: Mo na’o ode musyawarah yi’o?
Herman
: Insya Alloh.
Raihan
: Harus pigi ngana, takaza ini.
Herman
: Insya Alloh wanu jamo ngolo.
Pada peristiwa tutur pada data (40) terlihat campur kode yaitu antara bahasa Gorontalo dan bahasa Indonesia yang terdapat dalam kalimat “Mo na’o ode musyawarah yi’o?” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘musyawarah’. Kata ‘musyawarah’ merupakan bahasa Indonesia. Campur kode ini terjadi karena faktor kebiasaan. Penutur sering menggunakan bahasa Indonesia dalam setiap tuturan untuk memperjelas maksud yang diutarakan.
b. Campur Kode Berwujud Frase Berikut ini yang termasuk campur kode bahasa Indonesia dan bahasa Gorontalo yang berwujud frase.
30
1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang meminta agar dibelikan minuman oleh temannya (data 02) Usman : Hemongola yi’o ti? Karim : Ja hemongola. Longola? Usman : Potali pomayi minuman dingin uti. Karim : Bowololo uti, boss wawu… Usman : Boss wolo uti. Peristiwa tutur (02) terjadi di lapangan sepak bola. Dalam tuturan di atas juga terjadi campur kode bahasa yaitu antara bahasa Gorontalo dan bahasa Indonesia yang terdapat dalam kalimat “Potali pomayi minuman dingin uti.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan frase ‘minuman dingin’. Frase ‘minuman dingin’ termasuk frase bahasa Indonesia. Penutur menggunakan frase tersebut karena faktor kebiasaan. Di samping itu, penutur juga ingin memperjelas maksud yang diutarakan.
2) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang saling bertanya tentang kegiatan pada bulan Ramadan (data 13) Usman : Tingoli mo kuliah wanu puasa? Jefri : Malo wolo botiye bulan Ramadhan mo kuliah. Apalagi adzanadzan Lohori bo donggo hemongajari. Usman : Ponga’akali olo? Pada peristiwa tutur (13) terlihat campur kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Gorontalo yaitu penyisipan frase ‘bulan Ramadhan’ pada kalimat “malo wolo botiye bulan Ramadhan mo kuliah.” Campur kode tersebut terjadi secara spontan karena penutur terburu-buru dalam berbicara. Penutur menggunakan kata tersebut karena penutur belum menguasai bahasa Gorontalo. Oleh karena itu, penutur mencampurkan bahasa dalam tuturannya.
30
4.1.1.2 Campur Kode Bahasa Gorontalo dan Bahasa Inggris a. Campur Kode Berwujud Kata Berikut ini yang termasuk campur kode yang berwujud kata antara bahasa Inggris dan bahasa Gorontalo. 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang meminta agar dibelikan minuman oleh temannya (data 02) Usman : Hemongola yi’o ti? Karim : Ja hemongola. Longola? Usman : Potali pomayi minuman dingin uti. Karim : Bowololo uti, boss wawu… Usman : Boss wolo uti. Peristiwa tutur (02) terjadi di lapangan sepak bola. Pada peristiwa tuturan tersebut terlihat campur kode antara bahasa Gorontalo dan bahasa Inggris. Campur kode tersebut terdapat pada kalimat “Bowololo uti, boss wawu….” Campur kode tersebut ditandai oleh penggunaan kata ‘boss’. Kata‘boss’ berasal dari kata bahasa Inggris. Campur kode terjadi karena faktor pembicara/kebiasaan. Hal ini sering terjadi karena kata tersebut sering digunakan oleh penutur apabila lawan bicara itu termasuk orang yang disegani atau orang yang dipandang memiliki kelebihan dalam hal material. Namun di sisi lain, kata ‘boss’ sering digunakan oleh remaja untuk melecehkan lawan bicaranya/mitra tuturnya.
30
2) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang mengintai seseorang (data 08) Nusroh : Mahemongola tingoliyo boyito Usman? Usman : Po’oyongo mota yi’o. Nusroh : Nde Ok. Campur kode yang ada pada peristiwa tutur (08) yaitu antara bahasa Gorontalo dan bahasa Inggris yang terdapat pada kalimat “Nde Ok.” Kata ‘ok’ pada kalimat tersebut merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris. Campur kode tersebut terjadi karena faktor kebiasaan dari penutur pada khususnya dan pada umumnya para remaja yang ada di desa Biluango Kecamatan Kabila Bone.
3) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang membahas keadaan kubur (data 12) Karim : Mahehumoyongo tiyo boyito to kuuburu. Raihan :Didu ohuna liyo yi’o nuunu, ma game. Andika : Apalagi dia ini dia mokase popohumbade lo ular. Peristiwa campur kode pada data (12) yaitu antara bahasa Gorontalo dan bahasa Inggris yang terdapat pada kalimat “didu ohuna liyo yi’o nunu, ma game.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘game’. Kata ‘game’ berasal dari kata bahasa Inggris. Apabila diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi ‘main/mainan’, tetapi apabila melihat konteks kalimat yang dituturkan oleh penutur maksud dari kata ‘game’ tersebut menjadi ‘meninggal/mati’. Apabila diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi ‘main/mainan’, tetapi apabila melihat konteks kalimat yang dituturkan oleh
30
penutur maksud dari kata ‘game’ tersebut menjadi ‘meninggal/mati’. Campur kode tersebut terjadi karena faktor kebiasaan dari penutur. Hal ini sering terjadi karena kata tersebut sering digunakan oleh remaja dengan maksud untuk melecehkan.
4.1.1.3 Campur Kode Bahasa Gorontalo dan Bahasa Urdu a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang menasihati teman (data 14) Jefri Andika Jefri Andika
: Mamongola yi’o ti? : Mamo bayan wa’u. : Ndak gampang ba bayan uti. : Istigfar ngana.
Peristiwa campur kode pada tuturan (14) yaitu antara bahasa Gorontalo dan bahasa Urdu yang terdapat pada kalimat “mamo bayan wa’u.” Pada kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘bayan’ yang merupakan bahasa Urdu. Kata ‘bayan’ apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘ceramah’. Campur kode ini terjadi karena faktor kebiasaan, karena penutur sebelumnya pernah belajar bahasa Urdu. Oleh karena itu, penutur sering menggunakan kata ‘bayan’ dari pada kata “ceramah.”
4.1.1.4 Campur Kode Melayu Gorontalo dan Bahasa Indonesia a. Campur Kode Berwujud Baster Berikut ini campur kode yang terjadi antara bahasa melayu Gorontalo dan bahasa Indonesia yang berwujud kata.
30
1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang menanyakan aktivitas temannya ketika berada di Tempat Kerja (data 19) Awal Marwan Awal
: Ba apa ngoni di dalam itu? : Ba sortir uang. : Berarti ngoni lebe sibuk dari OB (Office Boy).
Pada peristiwa tutur (19) terjadi campur kode yaitu antara bahasa melayu Gorontalo dan bahasa Indonesia. Campur kode tersebut terdapat pada kalimat “ba sortir uang.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata yang berwujud baster yaitu ‘ba sortir’. Kata ‘ba’ merupakan awalan dari melayu Gorontalo yang berarti ‘me-.’ Kata ‘ba’ ini sering digunakan oleh para remaja terutama remaja mesjid yang ada di Desa Biluango. Kemudian kata ‘sortir’ termasuk dalam BI. Campur kode tersebut terjadi karena faktor topik pembicaraan. Alasannya, karena saat itu penutur menceritakan kegiatannya ketika berada di kantor.
2) Konteks : Peristiwa Tuturan Remaja yang Menghina Songkok Temannya (data 33) Alim : Depe songkok le Aldi ada ta gambar. Fendi, Rahmat : Ala ey… Atris : Jangan kase gahar dia uti. Aldi : Istigfar. Pada peristiwa tutur pada data (33) terjadi campur kode antara bahasa melayu Gorontalo dan bahasa Indonesia yaitu penyisipan kata yang berwujud baster yaitu ‘ta gambar’ yang terdapat dalam kalimat “depe songkok le Aldi ada ta gambar.” Kata ‘ta’ tersebut merupakan awalan yang ada dalam bahasa Melayu Gorontalo yang berarti ‘ter-’. Kata ‘ta gambar’ tersebut apabila
30
diartikan ke dalam BI menjadi ‘tergambar’. Penutur menggunakan kata tersebut karena faktor kebiasaan. Kata‘ta’ ini sering digunakan oleh setiap remaja yang ada di desa Biluango terutama remaja mesjid.
b. Campur Kode Berwujud Ungkapan/Idiom 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang menasihati temannya (data 20) Jefri Andika Farhan Jefri
: Dungohi mola hesilita liyo boyito Farhan. : Iyo uti, jangan lihat orang yang mengatakan tapi lihat apa yang dikatakan. : Nde iyo. : Mahemo hadisi pooli.
Pada peristiwa tutur di atas terjadi campur kode pada data (20) yaitu penyisipan ungkapan yang berasal dari bahasa Indonesia. Ungkapan tersebut yaitu ‘Jangan lihat orang yang mengatakan tapi lihat apa yang dikatakan’ yang terdapat dalam kalimat “iyo uti, jangan lihat orang yang mengatakan tapi lihat apa yang dikatakan.” Ungkapan itu digunakan oleh penutur karena ingin menjelaskan sesuatu atau sedang menasihati mitra tuturnya. Oleh karena itu, penutur menggunakan ungkapan tersebut. Jadi, campur kode terjadi karena faktor fungsi dan tujuan.
c. Campur Kode Berwujud Perulangan kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang mengomentari sifat temannya (data 25) Ain Nusroh Jefri
: Ba lucu-lucu dia ini. : Memang bagitu dia. : Palakololo tiyo uuti.
30
Ain
: Pantas depe bacirita bagitu. Pada peristiwa tutur di atas terjadi campur kode antara bahasa melayu
Gorontalo dan bahasa Indonesia yang terdapat pada kalimat “ba lucu-lucu dia ini.” Pada kalimat tersebut terdapat penyisipan perulangan kata ‘lucu-lucu’. Kata tersebut termasuk dalam bahasa Indonesia. Campur kode terjadi karena faktor pembicara. Alasannya, karena penutur menguasai bahasa lebih dari satu.
4.1.1.5 Campur Kode Bahasa Gorontalo dan Bahasa Arab a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang berencana untuk itikaf di mesjid (data 36) Bukron : Potayade mayi doi ti uti. Jefri : Doi lo tau uti. Yaman : Bukron, mo itikaf poli yi’o? Bukron : Insya Alloh, bo donggo mo huwalingopo ode bele wa’u. Andika : Ada yang ba itikaf di sini Kak Yaman? Yaman : Pata’o. Campur kode pada data (36) yaitu antara bahasa Gorontalo dan bahasa Arab yang terdapat dalam kalimat “Bukron, mo itikaf poli yi’o?” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘i’tikaf’. Kata ‘i’tikaf’ merupakan bahasa Arab yang bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘berdiam diri’, tetapi apabila melihat konteks tuturan tersebut kata ‘i’tikaf’ bermakna ‘tidur’. Biasanya remaja menggunakan kata ‘i’tikaf’ apabila masih dalam lingkungan mesjid. Penutur menggunakan kata tersebut karena sering mendengar dari temannya.
30
4.1.1.6 Campur Kode Melayu Gorontalo dan Bahasa Arab a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang menasihati teman (data 14) Jefri : Mamongola yi’o ti? Andika : Mamo bayan wa’u. Jefri : Ndak gampang ba bayan uti. Andika : Istigfar ngana. Selain itu, dalam tuturan di atas terjadi campur kode bahasa antara melayu Gorontalo dan bahasa Arab yang terdapat dalam kalimat “istigfar ngana.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘istigfar’. Kata ‘istigfar’ merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab. Kata tersebut sering digunakan oleh penutur ketika sedang menasehati orang lain atau pun temannya. Campur kode tersebut terjadi karena faktor kebiasaan penutur.
2) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang menanyakan penyebab keterlambatan temannya dalam sholat (data 22) Gafur Andika Gafur
: Kinapa ngana so masbuk ? : Kalau bagitu saya tidak mo masbuk, cuma baku tunggu dengan ngoni. : Oh… lain kali tidak usah ba tunggu pa torang.
Peristiwa campur kode bahasa pada tuturan (22) yaitu antara bahasa melayu Gorontalo dan bahasa Arab yang terdapat pada kalimat “kinapa ngana so masbuk?” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘masbuk’. Kata ‘masbuk’
merupakan bahasa Arab, yang bila diartikan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi ‘terlambat/tertinggal’. Hal ini terjadi karena faktor
30
lingkungan. Saat itu, penutur berada di dalam mesjid sehingga menggunakan kata ‘masbuk’ daripada kata ‘terlambat’.
3) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang memilih pengganti penceramah (data 26) Raihan : Sapa yang naif? Jefri : Tidak ada yang naïf. Raihan : Ngana saja. Jefri : Eh…Tidak mau kita. Pada peristiwa tutur pada data (26) terdapat campur kode antara bahasa melayu Gorontalo dan bahasa Arab yang terdapat pada kalimat “sapa yang naif?” dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘naif’ yang berasal dari bahasa Arab. Kata ‘naif’ apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘pengganti’. Campur kode terjadi karena faktor kebiasaan.
4) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang berencana untuk membantu teman (data 29) Jefri : Insya Alloh torang mo ba nusroh kasana. Usman : Kapan, sabantar? Jefri : Iyo. Pada data (29) terjadi campur kode antara bahasa Arab dan melayu Gorontalo yang terdapat. Campur kode yang dimaksud terdapat dalam kalimat “Insya Alloh torang mo ba nusroh kasana.” Kata ‘Insya Alloh’ dan kata ‘nusroh’ yang merupakan bahasa Arab yang sering digunakan dalam setiap tindak tutur/komunikasi. Kata ‘nusroh’ apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘menolong’. Campur kode tersebut terjadi karena faktor kebiasaan. Selain itu, karena penutur ingin mempermudah maksud yang
30
disampaikan. Kata-kata tersebut juga hanya sering digunakan oleh setiap remaja mesjid yang menguasai bahasa Arab.
5) Konteks : peristiwa tuturan remaja memberikan nasihat kepada teman (data 31) Hamzah Andika Hamzah Andika
: Andika, sapa yang jadi amir? : Ana tidak tahu, mungkin ti pak guru. : Amir itu harus siap mujahadah. : Iyo. Supaya makmur juga ba iko.
Pada peristiwa tutur pada data (31) terdapat campur kode bahasa antara bahasa melayu Gorontalo dan bahasa Arab yang ditandai oleh penggunaan kata ‘makmur’ yang terdapat dalam kalimat “iyo. supaya makmur juga ba iko.”
Kata ‘makmur’ juga termasuk dalam bahasa Arab yang apabila
dituturkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘pengikut’. Campur kode ini juga terjadi karena faktor kebiasaan. Kedua penutur dalam tindak tutur di atas adalah santri dari salah satu madrasah yang ada di Desa Biluango Kecamatan Kabila Bone. Oleh karena itu, mereka sering mencampurkan bahasa Arab dengan bahasa lainnya termasuk bahasa daerah.
4.1.1.7 Campur Kode Melayu Gorontalo dan Bahasa Urdu a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang menanyakan petugas ceramah (data 18) Herdi Ronal Herdi Ronal
: Sapa yang ba bayan? : Ana tidak tau. Sapa yang ba bayan ? : Masa olo ngana tidak tahu : Iyo… Ana tidak tau.
30
Pada peristiwa tutur pada data (18) terdapat campur kode bahasa antara bahasa melayu Gorontalo dan bahasa Urdu yaitu terdapat pada kalimat “sapa yang ba bayan?” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘bayan’. Kata ‘bayan’ merupakan kata bahasa Urdu (BU) yang bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘ceramah’. Penutur menggunakan bahasa tersebut karena sering mendengar dari teman-teman remaja mesjid lainnya. Penutur menggunakan kata tersebut karena untuk mempermudah dirinya untuk menyatakan maksud yang akan dituturkan. Selain itu, penutur ingin belajar menggunakan bahasa asing sebagai bahasa sehari-hari agar komunikasinya tidak hanya menggunakan satu bahasa.
4.1.1.8 Campur Kode Melayu Gorontalo dan Bahasa Inggris a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang bekerja (data 04) Yunus Rika Yunus Rika Yunus Rika
: Kalau sampe malam dia, mungkin sabantar magrib mo selesai ini. :Apa? :Itu undangan. : Lagi mo barancang anu dia… ringkasan dengan anu. Ko’u ngana punya malo lain? Malo gaga. : Windows dalapan uti. : Somo tasalah-salah orang ba anu ngana punya.
Pada peristiwa tutur (04) dapat dilihat terjadi campur kode antara melayu Gorontalo dan bahasa Inggris yang terdapat pada kalimat “Windows dalapan uti”.
Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan Kata “windows” yang
berasal dari bahasa Inggris. Campur kode tersebut terjadi karena faktor fungsi
30
dan tujuan. Maksudnya, penutur bertujuan menunjukkan tampilan laptopnya kepada mitra tuturnya.
2) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang meminta solusi dari temannya Yunus Agus Yunus Agus Yunus Agus Yunus Agus Yunus Agus Yunus Agus
(data 07)
: Mongantisipasi wolo? : Yang tasalah itu. : Barapa yang tasalah? : Lima. : Baru tidak apa-apa itu? : Ye… so jadi sama ta’u. : Ngana so print samua olo. Di mana? Di muka? : Iyo. Ye… : Di muka? Di dalam? : Bagimana ba antisipasi ini ey… : Bilang kasana so anu… tasalah. : Tidak boleh bagitu. Masalahnya, undangan utuh dorang kase kamari. Pada peristiwa tutur (07) dapat dilihat terjadi campur kode yaitu pada
kalimat “Ngana so print samua olo.” Kata ‘print’ dalam kalimat tersebut berasal dari kata bahasa Inggris. Kata ‘print’ apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘mencetak.’ Kata tersebut digunakan oleh penutur karena faktor pembicara/kebiasaan. Kata ‘print’ juga sudah banyak digunakan oleh setiap orang.
3) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang menanyakan ujian temannya (data 39) Jefri Awal Jefri Awal Jefri
: Assalamualaikum. : Wa alaikum salam. : Londo utonu yi’o? : Dari mesjid ana. : Eh… so iko testing ngana?
30
Awal orang Jefri
: Bulum. Insya Alloh nanti hari Rabu ana mo iko, soalnya nanti dari kantor yang mo ba telpon. : Oh… Pada peristiwa tutur pada data (39) terlihat campur kode yaitu antara
bahasa melayu Gorontalo dan bahasa Inggris yang terdapat dalam kalimat “eh… so iko testing ngana?” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘testing’. Kata ‘testing’ merupakan bahasa Inggris yang bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘ujian’. Penutur menggunakan kata testing’ karena faktor topik pembicaraan yaitu tentang ujian masuk kerja. Kata testing’ ini sering digunakan oleh setiap orang apabila pembicaraan itu menyangkut dengan ujian masuk kerja. Apabila dalam penutur menggunakan kata ‘ujian’ maka mitra tuturnya akan memahami bahwa yang dimaksud penutur adalah ujian yang di sekolah.
4.1.1.9 Campur Kode Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang mencari tempat tinggal temannya (data 17) Raihan Risal Raihan Risal
: Risal, ngana masih dapa lia te Ahmad? : Tidak. : Dia ini ada maqomi di mana sekarang? : Ana ada tanya depe maqomi ini tidak tau kalau so di mana.
Pada peristiwa tutur (17) terlihat campur kode bahasa pada data (17) yaitu antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab yang terdapat pada kalimat “dia ini ada maqomi di mana sekarang?” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘maqomi’. Kata ‘maqomi’ termasuk dalam bahasa Arab (BA) yang
30
apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “tempat tinggal.” Kata ‘maqomi’ termasuk dalam bahasa Arab (BA) yang apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “tempat tinggal.” Campur kode ini terjadi karena faktor pembicara/kebiasaan. Penutur menggunakan kata tersebut karena lebih mudah dituturkan.
2) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang menanyakan petugas ceramah (data 18) Herdi Ronal Herdi Ronal
: Sapa yang ba bayan? : Ana tidak tau. Sapa yang ba bayan ? : Masa olo ngana tidak tahu : Iyo… Ana tidak tau.
Pada peristiwa tuturan (18) terdapat campur kode bahasa antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia yang terdapat pada kalimat ‘ana tidak tahu’. Dalam kalimat tersebut terdapat penggunaan kata ‘ana’ yang berasal dari bahasa Arab. Kata ‘ana’ apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘saya/aku’. Campur kode tersebut karena faktor kebiasaan. Kata ‘ana’ termasuk kata yang sering digunakan oleh para remaja mesjid dalam setiap tuturan terutama santri/pelajar yang berasal dari madrasah.
3) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang memberikan penilaian terhadap sifat
temannya (data 24)
Andika : Mujahadah dia ustadz. Karim : Memang so bagitu. Fajri : Iyo, memang bagitu.
30
Pada peristiwa tutur pada data (24) terdapat campur kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab yaitu yang ditandai oleh penyisipan kata ‘mujahadah’ dan kata ‘ustadz’ pada kalimat “mujahadah dia ustadz.” Kata ‘mujahadah’ merupakan bahasa Arab yang bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘bersusah payah’. Kata ‘ustadz’ apabila diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi ‘guru’, tapi maksud dari penutur menggunakan kata ‘ustadz’ dalam kalimat tersebut yaitu untuk menghormati teman terutama yang selalu aktif di dalam mesjid.
4) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang memilih pengganti penceramah (data 26) Raihan : Sapa yang naif? Jefri : Tidak ada yang naïf. Raihan : Ngana saja. Jefri : Eh…Tidak mau kita. Pada peristiwa tutur (26) terdapat campur kode bahasa terjadi antara bahasa Indonesia dan juga bahasa Arab yang pada data (26) yang terdapat pada kalimat “Tidak ada yang naïf.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘naif’ yang berasal dari bahasa Arab. Kata ‘naif’ apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘pengganti’. Campur kode terjadi karena faktor kebiasaan.
5) Konteks : peristiwa tuturan remaja memberikan nasihat kepada teman (data 31) Hamzah Andika Hamzah
: Andika, sapa yang jadi amir? : Ana tidak tahu, mungkin ti pak guru. : Amir itu harus siap mujahadah. 30
Andika
: Iyo. Supaya makmur juga ba iko.
Pada peristiwa tutur pada data (31) terdapat campur kode bahasa yaitu antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab yang terdapat dalam kalimat “amir itu harus siap mujahadah.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘amir’ dan kata ‘mujahadah’ yang termasuk dalam bahasa Arab. Kata ‘amir’ jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘pemimpin’dan kata ‘mujahadah’ jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘bersusah payah’. Penutur menggunakan kata-kata tersebut karena sudah faktor kebiasaan. Penutur sering menggunakan kata ‘amir’ dan kata ‘mujahadah’ dari pada kata ‘pemimpin’ dan ‘bersusah payah’ karena dianggap lebih mudah untuk dituturkan. Selain itu, penutur juga ingin melestarikan bahasa Arab di lingkungan remaja mesjid.
4.1.1.10 Campur Kode Bahasa Indonesia dan Bahasa Urdu a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang menanyakan aktivitas temannya (data 05) Ismet : Dari mana kak? Jefri : Dari rumah le Aldi. Ismet : Ada kalgozari kak ? Jefri : Iyo. Pada peristiwa tutur (05) terlihat campur kode antara bahasa Indonesia dan bahasa Urdu yang terdapat pada kalimat “ada kalgozari kak ?”. Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘kalgozari’. Kata ‘kalgozari’ berasal dari bahasa Urdu bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘laporan’.
30
Penutur menggunakan bahasa Indonesia dalam tuturan tersebut karena pada saat itu penutur dan mitra tuturnya sedang mengadakan rapat. Selain itu, dalam tuturan di atas penutur menggunakan kata ‘kalgozari’ karena faktor pembicara/kebiasaan.
4.1.1.11 Campur Kode Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja ketika pertama bertemu (data 34) Emus Ain Emus Ain Emus
: Baru dapa lia ngana!? : Iyo. : Dari mana ngana ini? : Baru pulang dari Poso ana. : Oh… wololo habari lo Poso?
Ain
: Sama kayak di sini.
Peristiwa campur kode pada tuturan (34) yaitu campur kode bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa yang terdapat dalam kalimat “sama kayak di sini.” Pada tuturan tersebut terdapat penyisipan kata ‘kayak’. Kata ‘kayak’ termasuk dalam bahasa Jawa (BJ). Kata ‘kayak’ apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘seperti/sama’. Campur kode ini terjadi karena faktor kebiasaan. Penutur mencampurkan bahasa dalam tuturan tersebut karena penutur merupakan seorang perantau sehingga dia menggunakan bahasa lebih dari satu dalam setiap tuturan.
30
4.1.1.12 Campur Kode Dialek Manado dan Bahasa Indonesia a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang menasihati temannya (data 11) Ucok :Kiyapa ngoni barmain? Ismet : Ngoni itu kalau bersembahyang ya bersembahyang kalau tidak ya tidak. Farhin : Nde iyo. Peristiwa campur kode pada tuturan (11) yaitu antara bahasa Indonesia dan dialek Manado yang terdapat pada kalimat “Ngoni itu kalau bersembahyang ya bersembahyang kalau tidak ya tidak.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘ngoni’. Kata ‘ngoni’ termasuk dalam dialek Manado (DM) yang bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘kalian’. Penutur menggunakan kata tersebut karena untuk sekadar bergengsi, sebab penutur lebih banyak menggunakan bahasa asing daripada bahasa daerah sendiri. Kata ‘ngoni’ lebih banyak digunakan oleh setiap remaja terutama remaja mesjid.
2) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang kecewa terhadap sifat temannya (data 30) Awal : Nusroh, dari mana ngoni tadi malam? Nusroh : Ada ba jalan dengan te Jefri ana. Awal : Kita tunggu-tunggu ngoni tadi malam. Nusroh : Oh…torang lagi ka rumah sakit tadi malam. Peristiwa campur kode antara dialek Manado dan bahasa Indonesia pada tuturan yang terdapat pada data (30). Campur kode pada data (30) terdapat pada kalimat “kita tunggu-tunggu ngoni tadi malam.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘kita’ dan ‘ngoni’. Kata ‘kita’ dan ‘ngoni’termasuk 30
dialek Manado (DM) yang sering digunakan oleh para remaja. Kata ‘kita’ apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘aku/saya’ dan kata kata ‘ngoni’ apabila dituturkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘kalian’. Penutur menggunakan kata tersebut karena sebelumnya tinggal di lingkungan yang menggunakan dialek Manado. Jadi, campur kode itu terjadi karena faktor kebiasaan. Kemudian kata ‘kita’ dan kata ‘ngoni’ ini sudah banyak digunakan oleh setiap remaja yang ada di desa Biluango termasuk remaja mesjid itu sendiri.
b. Campur Kode Berwujud Perulangan Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang kecewa terhadap sifat temannya (data 30) Awal : Nusroh, dari mana ngoni tadi malam? Nusroh : Ada ba jalan dengan te Jefri ana. Awal : Kita tunggu-tunggu ngoni tadi malam. Nusroh : Oh…torang lagi ka rumah sakit tadi malam. Peristiwa campur kode antara dialek Manado dan bahasa Indonesia yaitu yang terdapat pada data (30). Campur kode pada data (30) terdapat pada kalimat “kita tunggu-tunggu ngoni tadi malam.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ulang ‘tunggu-tunggu’ yang merupakan bahasa Indonesia. Campur kode tersebut terjadi karena sudah marah/kecewa dengan sikap temannya. Oleh karena itu, penutur menggunakan kata ulang tersebut untuk meyakinkan temannya. Jadi, campur kode ini terjadi karena faktor fungsi dan tujuan.
30
4.1.1.13 Campur Kode Melayu Gorontalo, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Arab a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang bekerja (data 04) Yunus : Kalau sampe malam dia, mungkin sabantar magrib mo selesai ini. Rika :Apa? Yunus :Itu undangan. Rika : Lagi mo barancang anu dia… ringkasan dengan anu. Ko’u ngana punya malo lain? Malo gaga. Yunus : Windows dalapan uti. Rika : Somo tasalah-salah orang ba anu ngana punya. Pada data (04) terjadi campur kode antara bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan bahasa melayu Gorontalo. Campur kode tersebut terdapat pada kalimat “kalau sampe malam dia, mungkin sabantar magrib mo selesai ini”. Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata “magrib” yang berasal dari bahasa Arab. Dalam tuturan tersebut, penutur menasehati mitra tuturnya agar menghentikan sejenak pekerjaannya karena sudah masuk waktu solat magrib.
2) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang mencari solusi buat temannya
(data 06)
Jefri : Masalahnya dia bulum istiqomah. Andika : Bagimana dia mo istiqomah, ngana saja bulum istiqomah. Jefri : Bagimana mo kase istiqomah pa dia? Andika : Tau… Pada peristiwa tutur pada data (06) terlihat campur kode antara bahasa Indonesia, melayu Gorontalo, dan bahasa Arab yaitu terdapat pada kalimat ‘Masalahnya dia bulum istiqomah.’ Kata ‘istiqomah’ yang terdapat 30
dalam kalimat tersebut merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab (BA), yang bila diartikan dalam ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘teguh. Penutur menggunakan kata tersebut karena sudah terbiasa. Jadi, Campur kode dalam tuturan di atas karena faktor pembicara/kebiasaan.
3) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang ingin meminjam motor (data 32) Jefri Bilal Jefri
: Ana somo duluan pulang, soalnya motor dia mopake : Antum tidak mo kamana-mana kan? : Tidak. Kalau boleh ngana datang ka rumah sabantar.
Pada peristiwa tutur pada data (32) terlihat campur kode antara bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan melayu Gorontalo yang terdapat dalam kalimat “ana somo duluan pulang, soalnya motor dia mopake.” Pada kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘ana’. Kata ‘ana’ berasal dari bahasa Arab yang berarti ‘saya/aku’. Kata ini sudah banyak digunakan oleh setiap remaja termasuk remaja mesjid itu sendiri. Campur kode ini terjadi karena faktor kebiasaan. Selain penggunaan kata ‘ana’ dalam peristiwa campur kode di atas, campur kode bahasa juga terjadi dalam kalimat “antum tidak mo kamanamana kan?” yaitu antara bahasa Arab, bahasa Indonesia, dan melayu Gorontalo. Dalam tuturan tersebut terdapat penggunaan kata ‘antum’. Kata ‘antum’ juga merupakan bahasa Arab yang bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘kamu/kau’. Campur kode ini terjadi karena faktor kebiasaan. Alasannya, karena penutur sering menggunakan kata tersebut dalam setiap tuturan. Selain itu, penutur terbiasa menggunakan kata tersebut
30
karena penutur termasuk santri/pelajar dari salah satu madrasah yang ada di Desa Biluango Kecamatan Kabila Bone.
4) Konteks : peristiwa tuturan remaja ketika pertama bertemu (data 34) Emus Ain Emus Ain Emus Ain
: Baru dapa lia ngana!? : Iyo. : Dari mana ngana ini? : Baru pulang dari Poso ana. : Oh… wololo habari lo Poso? : Sama kayak di sini.
Pada peristiwa tutur tersebut terlihat campur kode pada data (34) yaitu antara bahasa melayu Gorontalo, bahasa Indonesia, dan bahasa Arab dalam kalimat “baru pulang dari Poso ana.” Dalam tuturan tersebut terdapat penyisipan kata ‘ana’ yang merupakan bahasa Arab dan bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘saya/aku’. Campur kode ini terjadi disebabkan oleh faktor kebiasaan. Kata ini sering digunakan oleh setiap remaja baik yang termasuk dalam lingkungan remaja mesjida ataupun remaja yang tidak termasuk di dalamnya. Selain itu, kata ini sudah menjadi bahasa gaul di kalangan remaja yang ada di desa Biluango Kecamatan Kabila Bone, tapi di sisi lain penggunaan kata ‘ana’ ini akan dianggap kurang sopan apabila sedang berbicara dengan orang yang lebih tua umurnya. b. Campur Kode Berwujud Klausa 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang membicarakan sistem pendidikan yang ada di sekolah (data 01) Karim Andika
: Andika! : Aa…
30
Karim Peneliti Karim Andika Peneliti Reflin Andika
: Pokoknya dia itu kalau mangajar itu pake sami’na wa ato’na. : Sapa? : Pak Ato. : Oh… bagini-bagini.. Apa dulu? : Ana kanal skali ti pak guru itu. : Kalau mangajar bagitu-bagitu turus ey… : Sami’na wa asoina, apa dulu Pak Eton? Sami’na wa asoina.Ya… seperti begitulah. Sami’na wa asoina ‘kami dengar kami langgar.’
Dalam peristiwa tutur (01) terdapat campur kode antara bahasa Indonesia, bahasa melayu Gorontalo, dan bahasa Arab yang terdapat pada kalimat “pokoknya dia itu kalau mangajar itu pake sami’na wa ato’na.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan klausa “sami’na wa ato’na” yang berasal dari bahasa Arab. Klausa tersebut apabila diartikan dalam BI menjadi ‘kami dengar dan kami taat’. Penutur menggunakan klausa tersebut karena pada saat itu mereka sedang membahas tentang sistem pendidikan yang diterapkan oleh guru mereka. Jadi, campur kode tersebut karena faktor topik pembicaraan.
4.1.1.14 Campur Kode Bahasa Gorontalo, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Arab a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang menanyakan keberadaan mesjid kampus temannya (data 10) Peneliti Jefri Kian
: Longola yi’o motabia teeye ? : Diya’a tihi to’o la’u uti, sedangkan mushola saja diya’a. : Sedangkan sholat Jumat saja baku ganti.
30
Pada peristiwa tutur (10) terdapat campur kode antara bahasa Gorontalo, bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Campur kode tersebut terdapat pada kalimat “diya’a tihi to’o la’u uti, sedangkan mushola saja diya’a.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘sedangkan’ dan kata ‘mushola’. Kata ‘sedangkan’ termasuk kata dalam bahasa Indonesia dan kata ‘mushola’ berasal dari bahasa Arab. Kata ‘sedangkan’ sudah sering digunakan oleh setiap orang terutama remaja mesjid. Penutur menggunakan kata ‘mushola’ untuk menjelaskan kepada temannya bahwa di kampusnya tidak mempunyai sarana ibadah.
b. Campur Kode Berwujud Perulangan Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang saling bertanya tentang kegiatan pada
bulan ramadhan (data 13)
Usman : Tingoli mo kuliah wanu puasa? Jefri : Malo wolo botiye bulan Ramadhan mo kuliah. Apalagi adzanadzan Lohori bo donggo hemongajari. Usman : Ponga’akali olo? Pada peristiwa tutur (13) terdapat campur kode pada data (13) yaitu antara bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan bahasa Gorontalo yang terdapat pada kalimat “Apalagi adzan-adzan Lohori bo donggo hemongajari.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ulang ‘adzan-adzan’. Kata ‘adzan’ berasal dari bahasa Arab. Campur kode ini terjadi karena faktor kebiasaan penutur yang sering mencampurkan bahasa lain salah satunya bahasa Indonesia dengan bahasa Gorontalo atau melayu Gorontalo. Hal ini terjadi
30
secara refleks dan penutur terlalu terburu-buru dalam berbicara sehingga penutur terpaksa harus menggunakan kata tersebut untuk memperjelas maksud yang diutarakan.
4.1.1.15 Campur Kode Bahasa Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia, Bahasa Urdu, dan Melayu Gorontalo a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang menasihati teman (data 14) Jefri : Mamongola yi’o ti? Andika : Mamo bayan wa’u. Jefri : Ndak gampang ba bayan uti. Andika : Istigfar ngana. Peristiwa campur kode pada tuturan (14) yaitu antara bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Urdu, dan melayu Gorontalo yang terdapat pada kalimat “ndak gampang ba bayan uti.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘bayan’ dan kata‘ndak’. Kata ‘bayan’ yang merupakan bahasa Urdu, sedangkan kata ‘ndak’ termasuk dalam bahasa Jawa yang bila dituturkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “tidak.” Kata ‘bayan’ digunakan oleh penutur karena faktor mitra bicaranya menggunakan kata tersebut. Kemudian kata ‘ndak’ digunakan oleh penutur karena faktor kebiasaan. Alasannya, karena penutur sebelumnya pernah hidup di lingkungan yang mayoritas masyarakat yang berbahasa Jawa.
30
4.1.1.16 Campur Kode Bahasa Indonesia, Bahasa Gorontalo, dan Dialek Manado a.
Campur Kode Berwujud Kata
1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang saling menceritakan pengalaman ketika liburan (data 15) Cipto : Hepongolawa tingoli di sana Andika?. Andika : Hepoyitohe ami uti. Cipto : Bagitu ye..! Andika : Baku wuwundude torang uti. Cipto : Di mana? Andika : Di toko. Cipto : Bagimana ngana ini bacirita jametunggulo. Campur kode bahasa pada tuturan (15) yaitu antara bahasa Indonesia, bahasa Gorontalo, dialek Manado yang terdapat dalam kalimat “baku wuwundude torang uti.” Dalam kalimat tersebut terjadi penyisipan kata ‘baku’. Kata ‘baku’ termasuk dalam bahasa Indonesia yang bermakna ‘saling’. Selain kata ‘baku’, dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘torang’ yang termasuk dalam dialek Manado. Kata ‘torang’ apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘kita’. Campur kode ini terjadi karena faktor kebiasaan. Penutur mencampurkan bahasa karena kurang menguasai bahasa Gorontalo. Selain itu, penutur bermaksud memperjelas maksud yang diutarakan.
30
4.1.1.17 Campur Kode Bahasa Indonesia, Melayu Gorontalo, Bahasa Inggris dan Bahasa Arab a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang sedang menanyakan kepastian keberangakatan temannya ke luar daerah (data 16) Peneliti Ain Peneliti Ain
: Baru sampe ngana? :Iyo. : Ana dengar ngana so kaluar? :Kalau bagitu saya so kaluar. Waktu itu so baku bicara dan saya so acc, cuma karena sebe so ba telpon jadi saya so kamari. Peneliti : Oh.. Peristiwa campur kode bahasa pada tuturan (16) yaitu antara bahasa Indonesia, melayu Gorontalo, bahasa Inggris, dan bahasa Arab yang terdapat pada kalimat “Waktu itu so baku bicara dan saya so acc, cuma karena sebe so ba telpon jadi saya so kamari.” Campur kode pada kalimat tersebut ditandai adanya penyisipan kata ‘acc/accept’ dan kata ‘sebe’. Kata ‘acc/accept’ merupakan bahasa Inggris yang apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘diterima’, sedangkan kata‘sebe’ berasal dari bahasa Arab yang apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘ayah/bapak’. Campur kode ini terjadi karena faktor kebiasaan penutur. Alasannya, karena penutur merupakan sering merantau. Oleh karena itu, ia bisa menguasai bahasa lebih dari satu.
30
4.1.1.18 Campur Kode Melayu Gorontalo, Dialek Manado , Dan Bahasa Arab a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang berencana untuk silaturahmi (data 27) Jefri Peneliti Fajri
: Mo silaturahmi torang ba’da magrib. : Insya Alloh. : Wa’u olo mo dudu’o.
Pada peristiwa data (27) terdapat campur kode antara bahasa melayu Gorontalo, dialek Manado dan bahasa Arab yaitu yang terdapat dalam kalimat “Mo silaturahmi torang ba’da magrib.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘ba’da’, ‘silaturahmi’, dan ‘Magrib’ yang berasal dari bahasa Arab. Kata ‘ba’da’ apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘setelah/selesai’. Dari ketiga kata tersebut, kata yang sering digunakan dan diketahui oleh setiap remaja yaitu kata ‘silaturahmi dan magrib’, sedangkan kata ‘ba’da’ hanya digunakan oleh sebagian kecil remaja yang mahir dalam berbahasa Arab. Campur kode tersebut terjadi karena kebiasaan penutur yang ingin membudayakan bahasa Arab dalam lingkungan remaja mesjid.
30
4.1.1.19 Campur Kode Bahasa Indonesia, Melayu Gorontalo, Dan Bahasa Urdu a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang bertanya kepada temannya (data 23) Jefri : Tadi ada yang ba usuli pa ngana? Usman : Iyo. Dorang mo pangge kaluar ana. Jefri : Baru bagimana, ngana mau? Usman : Ana tidak mau. Peristiwa campur kode bahasa pada tuturan (23) yaitu antara bahasa Indonesia, melayu Gorontalo, dan bahasa Urdu pada kalimat “tadi ada yang ba usuli pa ngana?” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘usuli’. Kata ‘usuli’ merupakan kata yang berasal dari bahasa Urdu. Kata ‘usuli’ apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘jemput’. Campur kode terjadi karena faktor kebiasaan. Dalam lingkungan remaja mesjid bahasa Urdu ini sudah menjadi bahasa yang sudah sering digunakan walaupun hanya dalam berbentuk kata.
2) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang menanyakan kabar teman (data 35) Umar : Kak Yaman, kapan dorang ti pak guru mo wabsyi? Yaman : Ana tidak tahu juga. Andika : So ba telpon kamari sama ti kak Yaman ti pak guru? Yaman : Bulum. Umar : Mo lia dorang ini kalau somo pulang kamari. Mo lia dorang pe sikap ini kalau so berubah.
30
Pada peristiwa tutur pada data (35) terlihat campur kode antara bahasa Indonesia, melayu Gorontalo, dan bahasa Urdu yaitu terdapat dalam kalimat “Kak Yaman, kapan dorang ti pak guru mo wabsyi?” Dalam kalimat terdapat penyisipan kata ‘wabsyi’. Kata ‘wabsyi’ termasuk dalam bahasa Urdu (BU) yang bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘selesai/tangguh’, tapi apabila melihat konteks tuturan tersebut maksud kata ‘wabsyi’ yaitu menjadi ‘pulang/kembali’. Campur kode tersebut terjadi karena faktor lingkungan. Penutur menggunakan kata tersebut karena penutur sering mendengar dari teman-temannya yang menggunakan bahasa tersebut.
3) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang berencana untuk silaturahmi (data 37) Edi Jefri Andika Jefri Edi Andika
: Jefri, kinapa te Usman so jadi bagitu? : Ana tidak tau juga. : Tasykil kasana dulu dia kak Jefri. : Insya Alloh. : Iyo, tasykil kasana mo sholat dulu dia supaya depe sikap bagitu mo ilang kasana. : Insya Alloh.
Pada peristiwa tutur (37) terlihat campur kode pada data (37) yaitu antara bahasa Melayu Gorontalo, bahasa Indonesia, dan bahasa Urdu yang terdapat pada kalimat “tasykil kasana dulu dia kak Jefri”. Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘tasykil’. Kata ‘tasykil’ termasuk dalam bahasa Urdu yang apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘ajak’. Campur kode terjadi karena faktor kebiasaan. Dalam lingkungan remaja mesjid bahasa Urdu ini sudah menjadi bahasa yang sudah sering digunakan walaupun hanya dalam berbentuk kata.
30
4) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang mengajak temannya untuk ikut musyawarah (data 40) Raihan Herman Raihan Herman
: Mo na’o ode musyawarah yi’o? : Insya Alloh. : Harus pigi ngana, takaza ini. : Insya Alloh wanu jamo ngolo.
Dalam tuturan pada data (40) terjadi campur kode antara bahasa Indonesia, melayu Gorontalo, dan bahasa Urdu yang terdapat dalam kalimat “harus pigi ngana, takaza ini.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘takaza’. Kata ‘takaza’ merupakan bahasa Urdu yang bila dituturkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘tawaran’. Campur kode tersebut terjadi karena faktor lingkungan, karena penutur hanya sering mendengar kata tersebut dituturkan oleh remaja santri sehingga penutur menguasai bahasa tersebut walaupun hanya dalam bentuk kata.
4.1.1.20 Campur Kode Melayu Gorontalo, Dialek Manado, dan Bahasa Inggris a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : Peristiwa Tuturan Remaja yang Menanyakan Aktivitas Temannya Awal Marwan Awal
ketika berada di Tempat Kerja (data 19) : Ba apa ngoni di dalam itu? : Ba sortir uang. : Berarti ngoni lebe sibuk dari OB (Office Boy).
Pada peristiwa tutur (19) terjadi campur kode pada data (19) antara bahasa melayu Gorontalo, dialek Manado, dan bahasa Inggris. Campur kode yang dimaksud terdapat pada kalimat “berarti ngoni lebe sibuk dari OB
30
(Office Boy).” Pada kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘ngoni’ dan kata ‘OB (Office Boy)’. Kata ‘ngoni’ termasuk dalam dialek Manado dan kata ‘OB (Office Boy)’ termasuk dalam bahasa Inggris. Kata ‘ngoni’ apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘kalian’ dan kata ‘OB (Office Boy)’ berarti ‘pesuruh kantor’. Penutur menggunakan kata ‘ngoni’ karena faktor kebiasaan, sedangkan kata ‘OB (Office Boy)’digunakan oleh penutur karena pada saat itu penutur dan mitra tuturnya sedang membicarakan tentang aktivitas seorang karyawan kantor.
4.1.1.21 Campur Kode Melayu Gorontalo, Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, dan Dialek Manado a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang menanyakan sesuatu yang dimasak oleh temannya (data 21) Risal Karim Ahmad Risal
: Ba khidmad apa ngoni ini ? : Torang tidak tau mobeken apa. : Kalo ngana mo beken apa? : Mo beken kue.
Peristiwa campur kode bahasa pada tuturan (21) yaitu antara bahasa melayu Gorontalo, bahasa Arab, bahasa Indonesia, dan dialek Manado yang terdapat pada kalimat “ba khidmad apa ngoni ini?” dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘khidmad’. Kata ‘khidmad’ merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab (BA) dan apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘melayani’.
30
Selain itu, terdapat kata ‘ngoni’ yang terdapat dalam kalimat “ba khidmad apa ngoni ini?” Kata ‘ngoni’ merupakan dialek Manado, yang apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘kalian’.
4.1.1.22 Campur Kode Melayu Gorontalo, Bahasa Urdu, Bahasa Arab, Dan Bahasa Indonesia a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang berencana untuk silaturahmi (data 37) Edi Jefri Andika Jefri Edi Andika .
: Jefri, kinapa te Usman so jadi bagitu? : Ana tidak tau juga. : Tasykil kasana dulu dia kak Jefri. : Insya Alloh. : Iyo, tasykil kasana mo sholat dulu dia supaya depe sikap bagitu mo ilang kasana. : Insya Alloh. Dalam tuturan pada data (37) terdapat pencampuran bahasa antara
bahasa melayu Gorontalo, bahasa Urdu, bahasa Arab, dan bahasa Indonesia yang terdapat dalam kalimat “Iyo, tasykil kasana mo sholat dulu dia supaya depe sikap bagitu mo ilang kasana.” Dalam kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘tasykil’ dan kata ‘sholat’. Kata ‘tasykil’ termasuk dalam bahasa Urdu dan kata ‘sholat’ berasal dari bahasa Arab. Penutur menggunakan kata ‘tasykil’ karena hadirnya penutur ketiga yang menggunakan kata yang berasal dari bahasa Urdu, sedangkan kata ‘sholat’ digunakan oleh penutur karena berdasarkan topik pembicaraan yaitu penutur bersama mitra tuturnya bertujuan untuk mengajak temannya untuk sholat lagi.
30
4.1.1.23 Campur Kode Bahasa Indonesia, Melayu Gorontalo, dan Bahasa Inggris a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Konteks : peristiwa tuturan remaja yang mengkritik perkataan teman (data 28) Ain Farhin Andri Ain
: Tidak connect dia bacirita. : Memang sobagitu dia. : Apa yang dia bilang? : Ana tidak tahu apa yang dia bilang. Pada peristiwa tutur pada data (28) terlihat campur kode antara
bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa melayu Gorontalo yaitu terdapat pada kalimat “tidak connect dia bacirita.” Pada kalimat tersebut terdapat penyisipan kata ‘connect’. Kata ‘connect’ merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris, yang bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘hubungan’. Campur kode terjadi karena faktor lingkungan karena penutur tersebut hanya mendengar kata tersebut kepada teman-temannya. Oleh karena itu, secara spontan menggunakan kata tersebut dalam tuturan.
4.1.2
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Campur Kode Selain bentuk-bentuk campur kode yang terjadi di kalangan remaja mesjid
Desa Biluango, berikut ini faktor-faktor yang menyebabkan campur kode bahasa pada remaja mesjid di Desa Biluango adalah sebagai berikut.
30
a. Faktor Lingkungan/Tempat Tinggal Faktor lingkungan merupakan faktor utama terjadinya campur kode dalam kehidupan bermasyarakat terutama remaja. Alasannya, karena dalam lingkungan masyarakat tidak selamanya hanya terdapat satu suku. Salah satu contoh daerah yang multietnik yaitu di Desa Biluango Kecamatan Kabila Bone. Dengan perbedaan etnik tersebut, sehingga bahasa yang mereka gunakan pun bermacammacam. Selain itu, dengan adanya perbedaan bahasa, menuntut setiap orang yang ada dilingkungan masyarakat terutama remaja untuk menguasai bahasa asing atau bahasa daerah lain. Dengan adanya peristiwa ini sehingga masyarakat lokal akan lebih banyak menggunakan bahasa asing dari pada bahasa daerahnya. Berikut ini salah satu contoh tuturan remaja yang mencampurkan bahasa karena pengaruh lingkungan. Umar Yaman Andika Yaman Umar
: Kak Yaman, kapan dorang ti pak guru mo wabsyi? : Ana tidak tahu juga. : So ba telpon kamari sama ti kak Yaman ti pak guru? : Bulum. : Mo lia dorang ini kalau somo pulang kamari. Mo lia dorang pe sikap ini kalau so berubah.
Pada peristiwa tutur tersebut terdapat penggunaan kata ‘wabsyi’ dalam kalimat “Kak Yaman, kapan dorang ti pak guru mo wabsyi?”. Kata ‘wabsyi’ digunakan oleh penutur karena sering mendengar dari teman-teman remaja mesjid lainnya. Penutur juga menggunakan kata tersebut untuk menyesuaikan dengan teman-teman remaja mesjid lainnya.
30
b. Faktor Pembicara dan Pribadi Pembicara Seorang pembicara terkadang melakukan campur kode bahasa dalam tuturannya karena ia mempunyai pengetahuan tentang bahasa yang lain selain bahasa daerahnya sendiri. Selain itu, pembicara melakukan campur kode dalam setiap tuturannya karena mempunyai tujuan misalnya untuk mengubah situasi pembicaraan. Berikut ini salah satu contoh tuturan yang terjadi karena faktor pembicara atau kebiasaan pembicara. Awal Nusroh Awal Nusroh
: Nusroh, dari mana ngoni tadi malam? : Ada ba jalan dengan te Jefri ana. : Kita tunggu-tunggu ngoni tadi malam. : Oh…torang lagi ka rumah sakit tadi malam.
Pada peristiwa tuturan di atas terjadi campur kode yang dimulai dari tuturan pertama. Campur kode yang terjadi berdasarkan pembicara atau kebiasaan pembicara yaitu yang terdapat pada tuturan yang dilakukan oleh penutur pertama (Awal). Penutur ini sering menggunakan dialek Manado dalam setiap tuturan di atas karena penutur sebelumnya pernah tinggal dilingkungan keluarga yang menggunakan dialek Manado.
c. Faktor Topik Pembicaraan Faktor ini juga sangat berpengaruh dalam peristiwa campur kode bahasa dalam setiap tuturan. Misalnya, dalam situasi formal terkadang penutur menggunakan bahasa yang asing untuk memperjelas maksud yang diutarakan. Berikut ini contoh campur kode berdasarkan topik pembicaraan.
30
Karim Andika Karim Peneliti Karim Andika Peneliti Reflin Andika
: Andika! : Aa… : Pokoknya dia itu kalau mangajar itu pake sami’na wa ato’na. : Sapa? : Pak Ato. : Oh… bagini-bagini.. Apa dulu? : Ana kanal skali ti pak guru itu. : Kalau mangajar bagitu-bagitu turus ey… : Sami’na wa asoina, apa dulu Pak Eton? Sami’na wa asoina. Ya…seperti begitulah. Sami’na wa asoina ‘kami dengar kami langgar.’
Peristiwa tuturan di atas terjadi di salah satu Madrasah di desa Biluango. Pada peristiwa tuturan terjadi campur kode yang diesebakan topik pembicaraan yaitu yang terdapat pada penggunaan klausa ‘sami’na wa ato’na’ (dengar dan taat). Penutur menggunakan klausa tersebut karena pada saat itu mereka sedang membicarakan tentang sistem pendidikan yang diterapkan oleh salah satu guru mereka. d. Faktor Fungsi dan Tujuan Seorang penutur atau pembicara bisa mencampurkan bahasa karena mempunyai tujuan tertentu, seperti memberi nasihat, perintah, menawarkan, mengumumkan, dan sebagainya. Jefri Andika Farhan Jefri
: Dungohi mola hesilita liyo boyito Farhan. : Iyo uti, jangan lihat orang yang mengatakan tapi lihat apa yang dikatakan. : Nde iyo. : Mahemo hadisi pooli.
Pada peristiwa tutur di atas terjadi campur kode yang terdapat pada tuturan yang dituturkan oleh Andika. Si Andika menggunakan klausa yang berupa ungkapan yaitu “jangan lihat orang yang mengatakan tapi lihat apa yang
30
dikatakan.” Ungkapan ini digunakan oleh penutur karena ingin menasehati temannya yang selalu berbuat kesalahan. e. Faktor Mitra Bicara Mitra bicara atau lawan tutur dalam setiap tuturan bisa berpengaruh dalam peristiwa campur kode. Salah satu pengaruhnya yaitu seperti perbedaan etnik atau suku sehingga mitra bicara ini bisa saja menggunakan bahasanya dalam setiap tuturan. Raihan Jefri Raihan Jefri
: Sapa yang naif? : Tidak ada yang naïf. : Ngana saja. : Eh…Tidak mau kita.
Peristiwa campur kode di atas terjadi karena faktor mitra bicaranya yang terdapat pada penggunaan kata ‘naif’’ yang termasuk bahasa Arab pada kalimat ‘tidak ada yang naif’’ yang dituturkan oleh si Jefri. Dalam tuturan tersebut, si Jefri menggunakan kata tersebut karena mendengar mitra tuturnya yang sedang bertanya padanya. Oleh karena itu, si Jefri menggunakan kalimat tersebut walaupun si Jefri ini menguasai bahasa Arab.
f. Untuk Sekadar Bergengsi Dalam setiap tuturan, faktor ini sering mendukung adanya campur kode bahasa. Sifat gengsi ini yang sering mendorong penutur untuk menguasai bahasa yang saat itu sudah dikenal oleh banyak orang misalnya bahasa Inggris dan lain
30
sebagainya. Hal itu terjadi karena faktor situasi ataupun lawan bicaranya. Berikut ini salah satu contoh tindak tutur yang mengalami campur kode. Ucok :Kiyapa ngoni barmain? Ismet : Ngoni itu kalau bersembahyang ya bersembahyang kalau tidak ya tidak. Farhin : Nde iyo. Dalam peristiwa tutur di atas terjadi campur kode karena untuk sekadar bergengsi yaitu terdapat pada tuturan yang dilakukan oleh si Ismet. Si Ismet adalah remaja yang kurang menguasai bahasa asing. Dengan kata lain si Ismet ini hanya banyak menggunakan bahasa daerah buktinya dapat kita lihat dalam tuturan di atas. Dalam tuturan bahasa Indonesia yang dia gunakan tidak beraturan.
4.2 Pembahasan 4.2.1
Bentuk-Bentuk Campur Kode Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa remaja di Desa Biluango Kecamatan Kabila Bone sering mencampurkan bahasa. Dengan melihat teori yang telah dikemukakan oleh Suwito (dalam Pateda, 2008;131) sebelumnya bahwa bentuk-bentuk campur kode yang terdapat dalam setiap komunikasi yaitu terdiri dari bentuk kata, frase, baster, perulangan kata, ungkapan/idiom, dan klausa. Melihat hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, dalam setiap tuturan para remaja mesjid sering mencampurkan bahasa dalam bentuk kata, frase, klausa, ungkapan/idiom, baster, dan perulangan kata. Agar lebih jelasnya, semua bentuk campur kode di atas dipaparkan berikut ini.
30
a. Campur Kode Berwujud Kata 1) Campur Kode Bahasa Gorontalo dan Bahasa Inggris Karim : Bowololo uti, boss wawu… (data 02) Dalam tuturan tersebut penutur menggunakan kata ‘boss’ dalam tuturan tersebut karena penutur menghormati mitra bicaranya, sehingga penutur menggunakan kata tersebut. Nusroh : Nde ok. (data 08) Dalam tuturan di atas, penutur menggunakan kata ‘ok’ karena penutur setuju dengan saran yang diajukan oleh mitra tuturnya. Raihan :Didu ohuna liyo yi’o nuunu, ma game. (data 12) Pada data tuturan di atas, penutur menggunakan kata ‘game’ karena ingin mengejek orang yang meninggal.
2) Campur Kode Bahasa Gorontalo dan bahasa Indonesia Jefri
: Nde fenomena yito wolo? (data 03)
Pada data tersebut atau tuturan tersebut terdapat penyisipan kata ‘fenomena’. Kata itu digunakan penutur karena pada saat itu penutur sedang tanya jawab tentang pelajaran IPA yang membahas fenomena alam. Kian
: Mamo ujian yi’o ? (data 09)
Dalam tuturan tersebut, penutur menggunakan kata ‘ujian’ karena untuk memperjelas maksud yang diutarakan. Kalimat ‘mamo ujian yi’o ?’ apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘apa kamu akan ujian?’
30
Usman : Tingoli mo kuliah wanu puasa? (data 13) Dalam tuturan tersebut penutur menggunakan kata ‘kuliah’ karena untuk memperjelas maksud yang diutarakan. Kalimat tersebut apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘apakah kalian kuliah apabila bulan puasa?’
3) Campur Kode Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, dan Melayu Gorontalo Yunus : Kalau sampe malam dia, mungkin sabantar magrib mo selesai ini. (data 04) Dalam tuturan tersebut penutur menggunakan kata ‘magrib’ karena sudah terbiasa menggunakan kata tersebut. Dalam kalimat tersebut penutur menasehati temannya agar menghentikan pekerjaannya sejenak karena akan masuk waktu magrib. Jefri
: Masalahnya dia bulum istiqomah. (data 06)
Dalam tuturan tersebut penutur menggunakan kata ‘istiqomah’ karena sudah terbiasa menggunakannya. Pada saat itu juga penutur menggunakan kalimat tersebut karena sudah putus asa untuk mengajak temannya untuk sholat lagi. Ain
: Baru pulang dari Poso ana. (data 36)
Pada tuturan tersebut, penutur sedang menyatakan kepada temannya atau mitra tuturnya bahwa penutur baru saja kembali dari perantauan.
4) Campur Kode Melayu Gorontalo dan Bahasa Inggris Yunus : Windows dalapan uti. (data 04)
30
Pada tuturan tersebut, penutur sedang menunjukkan tampilan yang ada dalam laptopnya yang menggunakan windows 8. Yunus : Ngana so print samua olo… (data 07) Pada tuturan tersebut, penutur sedang menasihati temannya atau mitra tuturnya yang sudah melakukan kesalahan. Pada saat itu, mitra tuturnya sudah mencetak undangan dengan tidak benar.
5) Campur Kode Bahasa Indonesia dan Bahasa Urdu Ismet : Ada kalgozari kak ? (data 05) Pada tuturan tersebut, penutur sedang meminta laporan kepada mitra tuturnya atau penutur meminta kepada mitra tuturnya untuk menceritakan sesuatu yang telah dilakukan sebelumnya.
6) Campur Kode Bahasa Gorontalo, Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab Jefri
: Diya’a tihi to’o la’u uti, sedangkan mushola saja diya’a. (data 10)
Pada tuturan tersebut, penutur sedang meyakinkan kepada mitra tuturnya/temannya bahwa di kampusnya tidak tersedia masjid atau tempat ibadah.
7) Campur Kode Bahasa Indonesia dan Dialek Manado Ismet : Ngoni itu kalau bersembahyang ya bersembahyang kalau tidak ya tidak. (data 11)
30
Pada tuturan tersebut, penutur itu sedang menasehati temannya yang bermain ketika sholat berlangsung. Dalam tuturan tersebut penutur menggunakan campur kode tersebut karena faktor gengsi. Awal : Kita tunggu-tunggu ngoni tadi malam. (data 30) Pada tuturan tersebut, penutur sedang kecewa dengan temannya karena tidak menepati janjinya.
8) Campur Kode Bahasa Gorontalo dan Bahasa Urdu Andika
: Mamo bayan wa’u. (data 14)
Pada tuturan tersebut, penutur menyatakan kepada temannya bahwa penutur akan berceramah. Kalimat tersebut bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘saya akan berceramah’.
9) Campur Kode Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia, Bahasa Urdu, dan Melayu Gorontalo Jefri
: Ndak gampang ba bayan uti. (data 14)
Pada tuturan tersebut, penutur menasehati temannya bahwa menjadi seorang penceramah itu tidak semudah yang dipikirkan.
10) Campur Kode Melayu Gorontalo dan Bahasa Arab Andika : Istigfar ngana. (data 14) Pada tuturan tersebut, penutur sedang menasehati temannya agar memohon ampun kepada Alloh karena melakukan kesalahan yaitu mengejeknya/penutur.
30
Gafur : Kinapa ngana so masbuk ? (data 22) Pada tuturan tersebut, penutur bertanya kepada temannya mengenai sebab keterlambatan temannya dalam melakukan sholat. Raihan : Sapa yang naif? (data 26) Pada tuturan tersebut, penutur bertanya kepada temannya mengenai orang yang menggantikan penceramah. Kalimat tersebut apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘siapa yang mengganti?’ Jefri
: Insya Alloh torang mo ba nusroh kasana. (data 29)
Pada tuturan tersebut, penutur mengajak temannya untuk membantu temannya yang ada di desa tetangga. Kalimat tersebut apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘Insya Alloh kita bisa ke sana untuk membantu’. Andika : Iyo. Supaya makmur juga ba iko. (data 31) Pada tuturan tersebut, penutur setuju dengan pendapat yang diberikan temannya. Kalimat tersebut apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘iya. Supaya pengikutnya juga bisa mengikutinya’.
11) Campur Kode Bahasa Indonesia, Bahasa Gorontalo, Dialek Manado Andika : Baku wuwundude torang uti. (data 15) Pada tuturan tersebut, penutur menceritakan pengalamannya ketika liburan. Kalimat tersebut menyatakan bahwa penutur dan teman-temannya saling dorong ketika masuk ke dalam took.
30
12) Campur Kode Bahasa Indonesia, Melayu Gorontalo, Bahasa Inggris, dan Bahasa Arab Ain
: Kalau bagitu saya so kaluar. Waktu itu so baku bicara dan saya so acc, cuma karena sebe so ba telpon jadi saya so kamari. (data16) Pada tuturan tersebut penutur menyatakan bahwa penutur belum
dapat izin untuk keluar daerah karena orang tuanya belum mengizinkannya.
13) Campur Kode Bahasa Gorontalo dan Bahasa Arab Yaman : Bukron, mo itikaf poli yi’o? Pada tuturan tersebut penutur bertanya kepada mitra tuturnya yang bernama Bukron. Maksud dari kalimat tersebut yaitu apakah si Bukron ini mau tidur di masjid.
14) Campur Kode Melayu Gorontalo dan Bahasa Urdu Herdi : Sapa yang ba bayan? Pada tuturan di atas, penutur bermaksud menanyakan tentang seseorang yang akan menyampaikan ceramah agama nantinya.
15) Campur Kode Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab Raihan : Dia ini ada maqomi di mana sekarang? Maksud dari tuturan di atas yaitu penutur sedang menanyakan tempat tinggal temannya kepad mitra tuturnya. Kata ‘maqomi’ tersebut berarti ‘tempat tinggal’.
30
Ronal : Ana tidak tau… Dalam tuturan di atas, penutur menyatakan tentang ketidaktahuannya tentang sesuatu yang ditanyakan oleh mitra tuturnya. Andika : Mujahadah dia ustadz. Pada tuturan di atas, penutur menyatakan kepada mitra tuturnya bahwa seseorang yang sudah bersusah payah dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Jefri
: Tidak ada yang naif.
Pada tuturan tersebut, penutur menyatakan bahwa tidak ada yang bisa menggantikan penceramah pada saat itu. Hamzah : Amir itu harus siap mujahadah. Pada tuturan tersebut, penutur menyatakan kepada mitra tuturnya bahwa untuk menjadi seorang pemimpin harus siap bersusah payah dalam mengatur masyarakatnya atau pengikutnya.
16) Campur Kode Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia Ain
: Sama kayak di sini.
Pada tuturan di atas, penutur menyatakan kepada mitra tuturnya pada saat itu bahwa keadaan di tempat ia merantau sama dengan yang ada di kampung halamannya.
17) Campur Kode Melayu Gorontalo, Dialek Manado dan Bahasa Arab Jefri
: Mo silaturahmi torang ba’da magrib.
30
Pada tuturan tersebut, penutur mengajak kepada temannya atau mitra tuturnya untuk silaturahmi ke rumah temannya yang lain setelah magrib dengan maksud untuk mengajak temannya sholat lagi.
18) Campur Kode Bahasa Indonesia, Melayu Gorontalo, dan Bahasa Urdu Jefri
: Tadi ada yang ba usuli pa ngana?
Pada tuturan tersebut, penutur menanyakan kepada temannya atau mitra tuturnya tentang kedatangan seseorang ke rumah temannya atau mitra tuturnya tersebut untuk menjemputnya. Umar : Kak Yaman, kapan dorang ti pak guru mo wabsyi? Pada tuturan tersebut, penutur menanyakan kepada mitra tuturnya tentang kepulangan guru mereka dari luar daerah. Kata ‘wabsyi’ tersebut bermakna ‘pulang/kembali’. Andika : Tasykil kasana dulu dia kak Jefri. Pada tuturan tersebut, penutur menyuruh kepada mitra tuturnya untuk mengajak teman mereka yang sudah tidak sholat lagi. Kata ‘tasykil’ berarti ‘mengajak’. Raihan : Harus pigi ngana, takaza ini. Pada tuturan tersebut, penutur menekankan kepada mitra tuturnya atau temannya agar ikut dalam kegiatan yang dimaksud.
30
19) Campur Kode Melayu Gorontalo, Dialek Manado, dan Bahasa Inggris Awal : Berarti ngoni lebe sibuk dari OB (Office Boy). Pada tuturan tersebut, penutur menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan temannya lebih berat daripada pesuruh yang ada di kantor tempat temannya bekerja.
20) Campur Kode Melayu Gorontalo, Bahasa Arab, Bahasa Indonesia dan Dialek Manado Risal : Ba khidmad apa ngoni ini ? Pada tuturan tersebut, penutur menanyakan kepada mitra tuturnya sesuatu yang dimasak oleh teman-temannya pada saat itu. Kata ‘khidmad’ itu berarti ‘melayani’, tetapi para remaja masjid kata tersebut sudah diganti dengan ‘memasak’.
21) Campur Kode Melayu Gorontalo, Bahasa Urdu, Bahasa Arab, dan Bahasa Indonesia Edi mo
: Iyo, tasykil kasana mo sholat dulu dia supaya depe sikap bagitu ilang kasana.
Pada tuturan di atas, penutur menyatakan setuju dengan usul yang diajukan oleh temannya yaitu untuk mengajak teman-temannya yang sudah tidak sholat dan tidak kelihatan lagi di masjid dan penutur juga berharap agar sikap teman-temannya yang sudah tidak sholat itu bisa berubah menjadi baik ketika sudah mulai sholat lagi.
30
22) Campur Kode Bahasa Indonesia, Melayu Gorontalo, dan Bahasa Inggris Ain
: Tidak connect dia bacirita.
Pada tuturan di atas, penutur menngkritik temannya yang lain karena apabila dia bercerita dia tidak paham dengan apa yang pada saat itu diceriatakan.
b. Campur Kode yang Berwujud Frase 1) Campur Kode Bahasa Gorontalo dan Bahasa Indonesia Usman : Potali pomayi minuman dingin uti. (data 02) Dalam tuturan di atas, penutur meminta kepada mitra tuturnya atau temannya agar bisa dibelikan minuman karena pada saat itu mereka selesai berolahraga. Jefri
: Malo wolo botiye bulan Ramadhan mo kuliah. Apalagi adzanadzan Lohori bo donggo hemongajari. (data 13)
Pada tuturan di atas, penutur menyatakan protes tentang sistem pendidikan yang diterapkan oleh pihak kampusnya yaitu kuliah pada bulan Ramadan dan apabila adzan berkumandang dosen yang mengajar pada saat itu tidak berhenti untuk mengajar malah diteruskan sampai waktu kuliah itu selesai.
c. Campur Kode yang Berwujud Klausa 1) Campur Kode Bahasa Gorontalo, Bahasa Indonesia, Melayu Gorontalo, dan Bahasa Arab Karim : Pokoknya dia itu kalau mangajar itu pake sami’na wa ato’na (data 01)
30
Pada tuturan tersebut, penutur menyampaikan/ menceritakan kepada mitra tuturnya tentang sistem pendidikan yang diterapkan oleh kepala sekolah mereka. Sistem yang dimaksud yaitu ‘dengar dan taat’.
d. Campur Kode yang Berwujud Ungkapan/Idiom 1) Campur Kode Bahasa Indonesia dan Melayu Gorontalo Andika : Iyo uti, jangan lihat orang yang mengatakan tapi lihat apa yang dikatakan. (data 20) Pada tuturan tersebut, penutur menyetujui apa yang diusulkan oleh mitra tuturnya dan penutur juga menambahkan nasehat kepada mitra tuturnya yang melakukan kesalahan pada saat itu agar tidak melihat orang yang menyampaikan nasehat kepadanya tetapi lihatlah apa isi nasehat itu.
e. Campur Kode yang Berwujud Baster 1) Campur Kode Bahasa Indonesia dan Melayu Gorontalo Marwan : Ba sortir uang. (data 19) Pada tuturan di atas penutur menyatakan atau menceritakan aktivitasnya ketika berada di kantor. Aktivitas penutur ketika berada di kantor/bank yaitu menyortir uang/ memilah uang. Alim
: Depe songkok le Aldi ada ta gambar. (data 33)
Pada tuturan di atas, penutur bermaksud mengejek songkok yang dikenakan oleh temannya pada saat itu.
30
f. Campur Kode yang Berwujud Perulangan Kata 1) Campur Kode Bahasa Indonesia, Bahasa Arab dan Bahasa Gorontalo Jefri
: ….Apalagi adzan-adzan Lohori bo donggo hemongajari. (data 13)
Pada tuturan di atas, penutur menyatakan protes tentang sistem pendidikan yang diterapkan oleh pihak kampusnya apabila adzan berkumandang dosen yang mengajar pada saat itu tidak berhenti untuk mengajar malah diteruskan sampai waktu kuliah itu selesai. Awal : Kita tunggu-tunggu ngoni tadi malam. (data 30) Pada tuturan tersebut, penutur sedang kecewa dengan temannya karena tidak menepati janjinya.
4.2.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Campur Kode Dari hasil tersebut, dalam campur kode dialek Manado dan bahasa
Gorontalo yang digunakan oleh remaja Desa Biluango ditemukan unsur-unsur campur kode yang berwujud kata. Selain beberapa bentuk campur kode yang telah dipaparkan di atas, selanjutnya yang dibahas yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya campur kode. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh Hendrawati (dalam Selviyanti, 2012:17) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi campur kode maka dengan itu berikut ini akan dipaparkan beberapa faktor yang terjadi dalam tindak tutur remaja mesjid desa Biluango Kecamatan Kabila Bone.
30
a. Faktor Lingkungan/Tempat Tinggal Faktor lingkungan merupakan faktor utama terjadinya campur kode dalam kehidupan bermasyarakat terutama remaja masjid. Alasannya, karena dalam lingkungan masyarakat terdapat berbagai macam suku dan etnik yang berbaur. Salah satunya yang terjadi di desa Biluango Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. Dalam lingkungan remaja masjid tersebut, para remaja sudah banyak yang menggunakan bahasa asing karena remaja yang termasuk dalam remaja masjid banyak juga yang berasal dari daerah lain.
b. Faktor Pembicara dan Pribadi Pembicara Penutur memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan bentuk kuantitas tuturan yang disampaikan seseorang. Berkaitan dengan hal ini ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu siapakah identitas orang pertama dan dari manakah asal-usul penutur itu. Identitas pembicara akan ditentukan oleh tiga hal penting, yaitu: keadaan fisiknya, mentalnya dan kemampuan berbahasanya. Latar belakang penutur perlu dikaitkan jenis kelamin, daerah asal, suku, umur, golongan kelas dalam masyarakat, profesi dan lain sebagainya. Hal seperti itu terjadi pada kalangan remaja mesjid di desa Biluango Kecamatan Kabila Bone ketika berbicara dengan orang lain.
c. Faktor Topik Pembicaraan Faktor ini juga sangat berpengaruh dalam peristiwa campur kode bahasa dalam setiap tuturan. Misalnya, dalam situasi formal terkadang penutur menggunakan bahasa yang asing untuk memperjelas maksud yang diutarakan.
30
Permasalahan yang dibicarakan dalam peristiwa bentuk bahasa, ragam maupun variasi bahasa yang digunakan dalam pembicaraan itu mengenai masalah ilmu pengetahuan, persahabatan, dan lain-lain.
d. Faktor Fungsi dan Tujuan Dalam lingkungan remaja masjid, nasehat-menasehati itu sudah menjadi kebiasaan. Oleh karena itu, dalam tindak tutur mereka selalu mencampurkan bahasa misalnya bahasa daerah dan bahasa Arab. Dalam menasehati temannya mereka selalu menggunakan firman Alloh yang ada dalam al-quran dan hadits Nabi. Jadi, faktor ini juga bisa mendorong penutur untuk mencampurkan bahasa yang satu dengan bahasa yang lain.
e. Faktor Mitra Bicara Faktor mitra bicara atau orang kedua juga dapat menentukan bentuk tuturan yang dikeluarkan seseorang dalam bertutur. Penutur yang berbicara dengan mitra tutur yang berasal dari kelas sosial atas, tentu akan berasal dari kelas sosial bawah. Dalam komunikasi para remaja mesjid di desa Biluango biasanya akan mencampurkan bahasa karena mitra tuturnya.
f. Untuk Sekadar Bergengsi Dalam setiap tuturan, faktor ini sering mendukung adanya campur kode bahasa. Sifat gengsi ini yang sering mendorong penutur untuk menguasai bahasa yang saat itu sudah dikenal oleh banyak orang misalnya bahasa Inggris dan lain sebagainya. Hal itu terjadi karena faktor situasi ataupun lawan bicaranya.
30