BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Hasil analisis statistik deskriptif tentang skor yang dicapai peserta didik dalam tes penguasaan konsep logika untuk menguji tingkat penalaran mereka disajikan dalam tabel 4.1 dan tabel 4.2 berikut: Tabel 4.1 : Analisis Statistik skor hasil tes penalaran dari sampel: Tingkat I Ukuran Sampel Skor Terendah Skor Tertinggi Skor Rata-Rata Skor Rata-Rata dalam prosen Simpangan Baku
Prodi Pend Akutansi 2006 72 23 53 38,8
Skor T
55,4
71
7,126
10
28 70 50
Tabel 4.2 : Analisis Statistik skor hasil tes penalaran menurut kelas: Kelas Ukuran Sampel Skor Terendah Skor Tertinggi Skor Rata-rata Skor Rata-Rata Dalam prosen Standar Deviasi
Kontrol 36 23 53 38
Eksperimen 36 24 44 34
55
63
7,13
10
Untuk mengetahui perbedaan dua rata-rata hitung harus diuji terlebih dahulu homogenitas variansi populasi untuk menentukan rumus uji t. yang akan digunakan. Dalam pengujian homogenitas variansi populasi digunakan nilai hasil
261
tes tingkat penalaran peserta didik kelas kontrol dan kelas eksperimen. Adapun nilai hasil tingkat penalaran dapat dilihat dalam daftar lampiran B. Pasangan uji hipotesis nol untuk uji varians adalah sebagai berikut:
Ho : ࣌ = ࣌ ܪଵ : ߪଵ ଶ ≠ ߪଶ ଶ Sedangkan pasangan hopotesis untuk uji t dirumuskan sebagai berikut (Sudjana,1988:243):
Ho : μ = μ ܪଵ : μଵ ≠ μଶ Dengan ߪଵ ଶ = variansi populasi kelompok kelas kontrol. ߪଶ ଶ = variansi populasi kelompok kelas eksperimen. Kriteria untuk uji varians: Ho diterima jika ܨ௧ < ܨ௧ ; ݑntuk hal lain, Ho ditolak. Kriteria untuk uji t: Ho diterima jika ݐ௧ < t (α, ݊ଵ + ݊ଶ – 2) dan harga yang lain, Ho ditolak.
262
Hasil uji kesamaan varians untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen pada tabel 4.3 berikut: Kelas
N
Varians
Kontrol
36
5,11
Eksperimen
36
4,49
Dari hasil perhitungan diperolehܨ௧ = 1,69. Selanjutnya dengan taraf signifikansi α = 5 % dengan derajat kebebasan ( ݊ଵ – 1, ݊ଶ -1), diperoleh ܨ௧ = 1,14. Oleh karena ܨ௧ >ܨ௧ , maka Ha diterima, Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai variansi populasi yang seimbang dalam taraf signifikansi α = 5 %. Hasil analisis statistik inferensial yang membandingkan tingkat penalaran peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tabel 4.4: hasil analisis tingkat penalaran: Kelas
N
X
J
Kontrol
36
7,92
5,11
Eksperimen
36
6,78
4,49
ݐ௧ 14,52
ݐ௧ 1,67
Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa t hitung lebih besar daripada t tabel maka hipotesis nol (Ho) ditolak pada taraf signifikansi α = 5 %. Oleh karena itu hipotesis kerja (ܪଵ ) diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa peserta didik 263
kelas eksperimen lebih baik tingkat penalarannya daripada peserta didik kelas kontrol. Tabel 4.5 berikut menggambarkan hasil tes penalaran mahasiswa Jurusan Pendidikan Akuntansi Angkatan 2006 menurut kelas. Tabel : 4.5.1 Kelas Kontrol: No
Nama
Tgl. Lahir
Pretes
Skor T1
Postes
Skor T2
1
Aan Nuraeni
23-2-1988
53
69,06
44
56,94
2
Ade Rosani M
29-4-1988
40
51,55
30
33,57
3
Ai Royani
11-10-1988
23
28,66
15
13,52
4
Ai Siti Solihah
12-8-1988
38
48,86
37
42,93
5
Aris
4-12-1987
43
55,59
41
48,27
6
Dea Mira
8-2-1989
43
55,59
40
46,94
7
Dede Nunung
12-7-1988
43
55,59
42
49,61
8
Dede Nurhamidah
23-11-1987
39
50,21
37
42,93
9
Dipdha
10-10-1988
44
56,94
39
45,60
10
Endah R
16-9-1987
45
58,29
41
48,27
11
Eva Yuliyana
22-6-1988
45
58,29
44
52,28
12
Fetty Sri
31-8-1988
42
54,25
41
48,27
13
Filiani
15-4-1989
38
48,86
37
42,93
14
Hasyita
31-8-1988
31
39,44
30
33,57
15
Helmy
9-8-1988
46
59,63
42
49,61
16
Iis Aisyah
16-4-1989
48
62,32
45
53,62
17
Ima Irmaya
24-6-1988
39
50,21
37
42,93
18
Liana Dewi
5-4-1988
46
59,63
43
50,95
19
Lismariati
21-9-1987
38
48,86
34
38,91
20
Mahatir Ali
17-4-87
41
52,90
38
44,26
21
Malida Puji
3-11-1988
52
67,71
47
56,29
22
Marini R
31-3-1988
38
48,86
32
36,24
23
Musbahurohim
8-2-1988
45
58,29
43
50,95 264
24
Nita H
10-5-1987
24
30,01
24
30,01
25
Norita S
5-5-1988
46
59,63
40
46,94
26
Nurul Fitriani
23-10-1989
29
32,23
25
31,36
27
Putri Puspita
12-9-1988
46
59,63
42
49,61
28
Resa Pratiwi
26-4-1989
31
34,90
29
36,74
29
Riska Kartika
10-3-1988
42
54,25
41
48,27
30
Selly Puspita
27-8-1988
50
65,02
47
56,29
31
Siti Hotimah
11-5-1988
32
40,78
31
34,90
32
Suci Permata
3-2-1987
31
34,90
30
33,57
33
Susi Dewi
12-8-1986
43
55,59
41
48,27
34
Try Bandari
30-9-1988
34
43,48
30
33,57
35
Wida Ramdani
30-4-1988
38
48,86
35
40,25
36
Yuli Rista
9-7-1988
37
47,51
31
34,90
Tgl. Lahir
Pretes
Skor T1
Postes
Skor T2
Tabel : 4.5.2 Kelas Eksperimen No
Nama
1
Aya Sofia
16-02-1989
38
49
44
52,28
2
A.Rahmat Dimiyati
11-07-1988
48
62,32
55
66,99
3
Beti Febrianti
10-02-1989
42
54,25
48
57,63
4
Asri Julianti
28-07-1987
36
46,17
48
57,63
5
Deki Irawan
23-07-1987
35
44,82
44
52,28
6
Dewi Wulan
08-10-1989
45
58,29
51
61,64
7
Diana Wati
12-03-1987
32
40.78
40
46.94
8
Dini Anggraeni
21-04-1988
44
56,94
50
60,30
9
Eko Yudi
15-05-1988
43
55,59
51
61,64
10
Iis Nurlela
03-07-1989
28
35,40
33
37,58
11
Ika Kartika
22-05-1988
36
46,17
46
54,96
12
Karmalah
15-01-1989
46
59,63
56
68,32
13
Karsiti
23-12-1987
26
32,70
37
42,93
14
Meta Permata Sari
30-03-1987
41
52,90
44
52,28 265
15
Lina Marlina
09-08-1987
29
36,74
34
38,91
16
Muhammad Amrin
02-06-1988
36
46,17
45
53,62
17
Muni Anisa
25-04-1987
41
52,90
52
62,98
18
Neng Fitri
31-01-1989
44
56,94
47
56,29
19
Nisa Nur Ramadhan
13-04-1989
33
42,13
43
50,95
20
Ratna Dewi
04-01-1987
34
43,48
42
49,61
21
Nunung Nurjannah
21-03-1988
41
52,90
48
57,63
22
Nurjannah
17-08-1988
27
34,05
45
53,62
23
Redi Firmansah
19-11-1988
43
55,59
55
66,99
24
Rani Saptari
12-03-1988
36
46,17
48
57,63
25
Reni Kurniawati
22-10-1987
43
55,59
55
66.99
26
Ricky Ahmad
11-01-1988
53
69,06
55
66,99
27
Hendi Apriandi
02-04-1988
24
30,01
35
40,25
28
Sinta Febrianti
23-02-1988
38
48,86
42
49,61
29
Sri Rohmawati
25-04-1988
40
52
46
54,96
30
Sonia
01-12-1988
34
43,48
42
49,61
31
Sri Wulandari
26-08-1988
30
38,09
39
45,60
32
Taufik Rizky
25-11-1987
44
56,94
50
60,30
33
Tujung Sari
12-01-1989
32
40,78
38
44,26
34
Uun Umayah
04-09-1986
35
44,82
42
49,61
35
Wafa Tsamroh
15-07-1987
42
54,25
47
56,29
36
Wili Satya
29-05-1987
35
45
42
49,61
Dari Tabel 4.5.1 menunjukkan bahwa skor kelas kontrol ada seorang mahasiswa yang tetap skornya, baik saat pretes maupun postes, yaitu saudari Nita, sementara 35 orang lainnya rata-rata menurun antara 10-30 %. Sedangkan pada tabel 4.5.2, menunjukkan semua mahasiswa skornya naik setelah mereka mendapatkan perlakuan melalui pembelajaran Logika Ibnu Sina selama delapan kali pertemuan (8 X 100 menit). Rata-rata tingkat kenaikan skornya 10-40 %. 266
Untuk mengetahui ada- tidaknya hubungan antara variabel pembelajaran Logika Ibnu Sina dan penalaran logis. Jika ada, berapa besarnya hubungan kedua variabel tersebut. Besar hubungan antara variabel pembelajaran Logika Ibnu Sina dan penalaran logis peserta didik ialah 0,879. Artinya hubungan kedua variabel tersebut sangat kuat. Korelasi positif menunjukkan bahwa hubungan antara pembelajaran Logika Ibnu Sina dan penalaran logis searah. Jika pembelajaran Logika Ibnu Sina besar, maka penalaran logis meningkat. Koefisien determinasi
berfungsi untuk mengetahui besarnya persentase
variabel terikat penalaran logis yang dapat diprediksi dengan menggunakan variabel bebas pembelajaran Logika Ibnu Sina. Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung besarnya peranan atau pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Koefisien determinasi dihitung dengan cara mengkuadratkan hasil korelasi, kemudian dikalikan dengan 100 % ( r2 x 100%) Angka R Square (angka korelasi yang dikuadratkan) atau 0,8792 sebesar 0,763. Besarnya angka Koefisien Determinasi 0,763 atau sama dengan 76,3 %. Angka tersebut berarti bahwa sebesar 76,3 % penalaran logis yang terjadi dapat dijelaskan dengan menggunakan variabel pembelajaran Logika Ibnu Sina. Sedang sisanya, yaitu 23,7 % harus dijelaskan oleh faktor-faktor penyebab lainnya. Untuk diketahui bahwa besarnya R square berkisar antara 0-1, yang berarti semakin kecil besarnya R square, maka hubungan kedua variabel semakin lemah. Sebaliknya jika R square semakin mendekati 1, maka hubungan variabel semakin kuat.
267
Persamaan regresinya adalah: Y = a + bx; Y = -5,582 + 0,112 x; dimana : Y = Penalaran Logis X = Data pembelajaran Logika Ibnu Sina. Konstanta sebesar -5,582 mempunyai arti jika tidak ada pembelajaran Logika Ibnu Sina, maka penalaran logis akan sebesar 5,582. Sedang koefisien regresi sebesar + 0,112 mempunyai arti bahwa setiap penambahan 1 kali untuk pembelajaran Logika Ibnu Sina, maka penalaran logis akan meningkat sebesar 0,112. Sebaliknya jika angka ini negatif (-), maka penalaran logis akan menurun sebesar angka tersebut. Angka korelasi sebesar 0,879 menyatakan hubungan variabel pembelajaran Logika Ibnu Sina dan penalaran logis sangat kuat. Uji t akan digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan variabel pembelajaran Logika Ibnu Sina. Hipotesis: Ho =
koefisien regresi tidak signifikan.
H1 =
koefisien regresi signifikan.
Keputusan: Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak; dan jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima. T hitung = 14,52 dan t tabel = 1,67. Karena t hitung > t tabel, maka Ho ditolak, artinya koefisien regresi signifikan.
268
B. Temuan-Temuan Penelitian Filsafat merupakan induknya semua ilmu pengetahuan (the great mother of the sciences). Salah satu bentuknya sebagai cabang filsafat ialah epistemologi. Logika disamping sebagai ilmu tersendiri, juga sebagai alat, yakni kunci untuk memahami berbagai pengetahuan merupakan bagian juga dari epistemologi. Logika yang dikembangkan Ibnu Sina, selain memiliki tujuan diatas, juga bertujuan dapat menemukan suatu hakikat tertentu, mampu memaksa lawan bicara menyerah, memaksa lawan bicara mengerjakan sesuatu, dapat mengenakan keindahankeindahan imajinatif pada yang dicari serta dapat menyesatkan pemikiran lawan bicara. Beberapa istilah yang terdapat dalam Logika Ibnu Sina yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Lafadh. 2. Universal. 3. Partial. 4. Esensi dan Aksiden. 5. Spesies, genus, differensia, common accidens, dan proper accidens. 6. Definisi yang sempurna (analytic definition). 7. Definisi yang kurang sempurna (descriptive definition). 8. Sepuluh macam kategori, yakni: substansi, kuantitas, kualitas, relasi, place, time, situasi atau posisi, pemilikan, aksi atau perbuatan, dan kehendak atau pasif. 9. Proposisi. 269
10. Proposisi kategoris. 11. Proposisi kondisional. 12. Proposisi kondisional hipotsis. 13. Proposisi kondisional disjungtif. 14. Proposisi singular. 15. Proposisi indeterminatif. 16. Proposisi Determinatif. 17. Proposisi Determinatif universal. 18. Proposisi Determinatif Partikular. 19. Proposisi universal afirmatif dan negatif. 20. Proposisi partikular afirmatif dan negatif. 21. Proposisi termodifikasi. 22. Kontradiksi. 23. Konversi. 24. Konversi yang sederhana. 25. Kontraposisi. Pendekatan yang digunakan untuk penarikan suatu kesimpulan yang tepat dalam Logika Ibnu Sina, selain menggunakan pendekatan deduktif Aristotelian, juga menggunakan pendekatan induktif, jauh sebelum diajukan Francis Bacon. Dalam Logika Ibnu Sina dipelajari asas dan aturan penyimpulan yang sah menurut bentuknya penalaran. Dalam Logika Ibnu Sina, disamping mempelajari bentukbentuk berpikir, juga membahas penalaran dari segi isi atau barang-barang dalam
270
realita yang berhubungan dengan pikiran atau mempelajari dasar-dasar persesuaian pikiran dengan kenyataan. Bentuk-bentuk argumen Logika Ibnu Sina yang penjelasannya telah dikemukakan pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Silogisme Kategoris Sederhana (Al-Qiyas Al-Haml Basith) 2. Silogisme Kondisional Sederhana (Al-Qiyas Al-Syarth Basith). 3. Silogisme Hipotetik Kondisional (Al-Qiyas Al-Syarth Al-Muttashil). 4. Silogisme Disjungtif Kondisional (Al-Qiyas Al-Syarth Al-Munfashil). 5. Polysyllogisme (Al-Qiyas Al-Murakkab). 6. Circle Syllogism (Al-Qiyas Al-Daur). 7. Syllogisme par l’absurde (Al-Qiyas Al-Khulf). 8. Silogisme Ekuivalensi (Al-Qiyas Al-Musawah). 9. Enthymene (Al-Qiyas Al-Damir). 10. Induksi Yang Sempurna (Al-Istiqra Al-Tam). 11. Induksi Yang Kurang Sempurna ( Al-Istqra Al-Naqish). 12. Assimilation atau Analogi (Al-Tamtsil). 13. Demonstration (Al-Burhan). 14. Causation Demonstration (Al-Burhan Al-Limi). 15. Consequences Demonstration (Al-Burhan Al-Inni). 16. Dialectic (Al Jadal). 17. Silogisme Retorik (Al-Qiyas Al-Khithabi) atau Silogisme Persuasif (Al-Qiyas Al- Iqna’i). 18. Silogisme Puitik (Al-Qiyas Al-Syi’ri). 19. Sofistika (Al-Qiyas Al-Sufista’i).
271
Hasil analisis statistik deskriptif ditemukan bahwa kemampuan penalaran antara kelas kontrol dan kelas eksperimen berimbang saat sebelum diberikan perlakuan. Hasilnya 89 % dibawah 5,5. Mereka hanya menjawab soal dengan benar antara 35-40 butir soal dari 70 butir soal yang diberikan. Sementara dari hasil analisis statistik inferensial ditemukan bahwa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen mempunyai variansi populasi yang seimbang dalam taraf signifikan alpha (α) = 5 %. Dari hasil analisis statistik inferensial yang membandingkan tingkat kemampuan penalaran antara mahasiswa kelas kontrol dan mahasiswa kelas eksperimen ditemukan bahwa tingkat kemampuan penalaran kelas eksperimen lebih baik daripada mahasiswa yang terdapat di kelas kontrol. Dari hasil angket yang disebarkan kepada mahasiswa kelas eksperimen ditemukan bahwa perlunya Logika Ibnu Sina dimasukkan ke dalam mata kuliah Fakultas untuk diberikan kepada semua mahasiswa yang ada di jurusan-jurusan dan program studi-program studi yang ada di lingkungan FPIPS. Demikian juga model pembelajaran yang disukai adalah kedua-duanya yang dieksperimenkan, yaitu model debat dan think, pair, and share. Temuan lain yaitu mengenai dosen yang layak memberikan kuliah Logika Ibnu Sina adalah yang capable personal, motivator, innovator, dan planner. Dan alat evaluasi yang diberikan berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang mengandung logika atau sejenis potensi akademik atau psikotes. Ditemukan pula bahwa Indeks Prestasi dari delapan (8) mata kuliah yang ditempuh, yaitu : SPAI, Akuntansi Biaya, Anggaran Perusahaan, Manajemen
272
Keuangan, Akuntansi Sektor Publik, Evaluasi Pembelajaran Akuntansi, Ekonomi Syariah, dan Statistika (jumlah Sks: 20), mahasiswa kelas eksperimen lebih baik hasilnya daripada mahasiswa kelas kontrol. Untuk kelas eksperimen :
3,31 <
IP<4,00; sedangkan kelas kontrol : 1,92 < IP < 3,26. Hasil belajar selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.
C. Pembahasan Hasil Penelitian Tentang Logika Pada Bab I bagian latar belakang masalah telah dikemukakan bahwa dipermasalahkannya pembelajaran logika bagi mahasiswa Fakultas Pendidikan Ilmu Penegtahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia adalah sebagai reaksi terhadap keluhan beberapa orang dosen di FPIPS UPI, terutama sekali dari dosendosen di Jurusan Pendidikan Ekonomi yang merisaukan kurangnya kemampuan nalar mahasiswa dalam menghadapi soal-soal analisis. Ternyata dalam penelitian ini pun memberikan dukungan bahwa tingkat penalaran peserta didik di Jurusan Pendidikan Ekonomi masih belum mencapai target kurikulum yang diharapkan. Skor rata-rata hanya 38,8 %. Sedangkan target kurikulum yang diharapkan adalah lebih dari 75 %. Secara teoritis, kemampuan penalaran yang tinggi merupakan modal utama untuk digunakan dalam mempelajari setiap mata kuliah. Jadi kalau tingkat penalarannya rendah, maka hasil belajar yang diperoleh pun tentunya akan lebih mencemaskan lagi.
273
Hasil analisis menunjukkan bahwa peserta didik yang ada pada kelas eksperimen tingkat penalarannya secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang ada di kelas kontrol. Mengenai metode dan teknik pembelajaran yang dicobakan adalah model pembelajaran think, pair, and share dan metode pembelajaran debat yang uraian secara rincinya sudah dijelaskan pada bab II penelitian ini. Model silabus dan SAP untuk pembelajaran materi kuliah Logika Ibnu Sina dapat dilihat pada lampiran 5. Adapun mengenai kriteria dosen yang layak untuk memberikan perkuliahan Logika Ibnu Sina adalah mereka yang profesional yang oleh peneliti dikaji lewat respon dari mahasiswa berdasarkan angket yang diisi oleh peserta didik yang ada di kelas eksperimen. Demikian pula model evaluasinya bisa dilihat dalam lampiran 1. Jika kita bandingkan antara Logika Ibnu Sina dengan Logika Matematika, maka dapat dilihat dari beberapa aspek , antara lain sisi konsep logika, istilahistilah yang ada, pendekatan dan argumen-argumen yang digunakan pada kedua logika tersebut. Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan oleh tokoh-tokoh terkenal pengembang Logika Matematika, maka Logika Matematika adalah merupakan ilmu yang membahas bentuk-bentuk pola pikir serta penyimpulan yang sah yang dikembangkan dengan penggunaan metode-metode matematika. Dengan bantuan simbol-simbol khusus sehingga dapat menghindarkan makna rangkap dari bahasa sehari-hari. Disamping itu, kalimat-kalimat yang dibicarakan dalam Logika Matematika adalah kalimat-kalimat berarti yang menerangkan (indicative sentences). Pemakaian simbol-simbol matematika untuk mewakili bahasa. Simbol274
simbol itu diolah sesuai dengan aturan-aturan matematika untuk menetapkan apakah suatu pernyataan atau serangkaian pernyataan bernilai benar atau salah. Sementara itu, Logika Ibnu Sina adalah merupakan ilmu yang bertujuan untuk memahami makna-makna dan sifat dari makna-makna yang dipahami itu. Disamping sebagai ilmu tersendiri, juga sebagai alat, yakni menjadi kunci untuk memahami berbagai pengetahuan, terutama bidang filsafat yang merupakan induknya semua ilmu pengetahuan (The great mother of the sciences). Ditinjau dari tujuannya, kedua macam logika di atas ada memiliki persamaan dan juga perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama bertujuan untuk memelihara manusia agar terhindar dari pikiran-pikiran yang sesat dan keliru. Sedangkan perbedaannya, dalam Logika Ibnu Sina, disamping tujuan di atas, juga bertujuan dapat menemukan suatu hakikat tertentu, mampu memaksa lawan bicara menyerah; memaksa lawan bicara mengerjakan sesuatu; dapat mengenakan keindahan-keindahan imajinatif pada yang dicari serta dapat menyesatkan pemikiran lawan bicara. Dari istilah-istilah yang terdapat dalam kedua macam logika di atas, ternyata ada istilah yang sama dan mempunyai pengertian yang sama pula; ada juga istilah-istilahnya sama, tetapi mempunyai pengertian yang satu lebih luas dari yang lain; dan ada pula istilah-istilah yang dimiliki oleh Logika Matematika, tetapi tidak ada dalam Logika Ibnu Sina; begitu juga sebaliknya. Yang mempunyai istilah yang sama dan pengertian yang sama, baik dalam Logika Matematika maupun dalam Logika Ibnu Sina, yaitu istilah-istilah proposisi, kontradiksi, dan kontraposisi (kontrapositif). Ada pula yang mempunyai pengertian 275
yang sama, tetapi istilahnya berbeda. Dalam Logika Ibnu Sina, istilah proposisi kategoris, proposisi singular, dan proposisi indeterminatif sama dengan istilah proposisi dalam Logika Matematika. Istilah proposisi kondisional maupun proposisi kondisional hipotesis dalam Logika Ibnu Sina sama pengertiannya dengan operasi implikasi dalam Logika Matematika. Istilah proposisi kondisional disjungtif dalam Logika Ibnu Sina mempunyai pengertian yang sama dengan istilah operasi disjungsi dalam Logika Matematika. Istilah proposisi determinatif (Qadhiyah mahsuroh) dalam Logika Ibnu Sina sama dengan pernyataan berkuantor dalam Logika Matematika. Istilah proposisi determinatif universal dan proposisi universal afirmatif dalam Logika Ibnu Sina sama dengan kuantor eksistensial dalam Logika Matematika. Istilah proposisi universal negatif dan proposisi partikular negatif sama pengertiannya dengan negasi pernyataan berkuantor dalam Logika Matematika. Istilah proposisi termodifikasi (Qadhiyah Ma’dulah) dalam Logika Ibnu Sina sama pengertiannya dengan operasi negasi (operasi uner) dalam Logika Matematika. Istilah konversi dalam Logika Ibnu Sina dapat diperoleh dari operasi implikasi seperti halnya konversi dalam Logika Matematika, tetapi juga dapat diperoleh dari pernyataan berkuantor, baik kuantor universal maupun kuantor eksistensial. Istilah-istilah yang terdapat dalam Logika Ibnu Sina, tetapi tidak ada dalam Logika Matematika, yaitu istilah lafaz, universal, partial, esensi, aksiden, lima term umum, species, genus, differensia, common accidens, proper accidens definition,
276
descriptive definition, sepuluh macam kategori (substansi, quantity, quality, relation, place, time, posisi atau situasi, posession or state, aksi, keinginan). Penggunaan istilah-istilah tersebut di atas sering kita jumpai dalam pembahasan filsafat. Karena itu adalah wajar jika Ibnu Sina mengatakan bahwa logika, disamping sebagai kajian disiplin ilmu tersendiri, juga merupakan alat untuk memahami filsafat bahkan semua disiplin ilmu. Sebab ternyata dalam kajian logikanya memuat materi-materi yang dapat membantu dalam bahasan filsafat serta ilmu pengetahuan lain. Sebaliknya ada istilah-istilah yang dimiliki oleh Logika Matematika, tetapi tidak ada dalam Logika Ibnu Sina, yaitu: istilah
truth values, conjunction,
biimplication, truth table, logically equivalent, tautology, invers. Menurut hemat penulis, kemungkinan besar istilah-istilah tersebut sebagai upaya dari tokoh-tokoh pendukung perkembangan Logika Simbolik (Logika Matematika) yang merupakan pengembangan dari istilah-istilah logika sebelumnya. Jika dilihat dari sisi pendekatannya, maka pendekatan yang digunakan untuk penarikan suatu kesimpulan argumen yang tepat dalam Logika Matematika adalah pendekatan deduktif, yakni penalaran yang bertolak dari pernyataanpernyataan yang bersifat umum, menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Pola berpikir yang biasanya digunakan dalam penarikan kesimpulan melalui pendekatan deduktif ini adalah model silogisme. Yang diperhatikan dalam argumen deduktif ini adalah ”relasi” yang menghubungkan premis dan konklusinya, bukan atas isi atau makna yang terkandung di dalamnya.
277
Sementara di lain pihak, Logika Ibnu Sina, selain menggunakan pendekatan deduktif, juga menggunakan pendekatan induktif. Penalaran yang menggunakan pendekatan induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Pola berpikir yang biasanya digunakan dalam penarikan kesimpulan melalui pendekatan induktif ini adalah model induksi dan model demonstrasi. Jika penalaran itu menggunakan pendekatan induktif
maka
premis-premisnya
merupakan
proposisi
empirik,
konklusi
penalarannya lebih luas daripada apa yang dikatakan dalam premis-premisnya dan konklusinya memilki kredibilitas rasional (probabilitas). Ditinjau.dari pendekatan yang digunakan oleh Logika Ibnu Sina, maka Logika Ibnu Sina merupakan gabungan dari Logika Tradisional dan Logika Modern. Dalam Logika Ibnu Sina dipelajari asas dan aturan penyimpulan yang sah menurut bentuknya penalaran. Hal ini dipelajari pula dalam Logika Tradisional maupun Logika Modern. Hanya bedanya dengan Logika Modern yaitu adanya bahasa semesta (characteristica universalis) yang dengan sekelompok tanda dasar dan teknik kombinasi dapat mengungkapkan semua buah pikiran sehingga bahasa itu dapat dipakai oleh segenap ilmuwan dan filosof. Ditinjau dari segi objeknya, Logika Ibnu Sina merupakan gabungan dari Logika Formal (Logika Minor) dan Logika Material (Logika Mayor) atau epistemologi. Dalam Logika Ibnu Sina dipelajari bentuk berpikir, yakni aturanaturan dan metode-metode yang digunakan orang untuk dapat berpikir dengan tepat. Hal ini dipelajari juga dalam Logika Formal. Tetapi dalam Logika Ibnu Sina, 278
disamping mempelajari bentuk-bentuk berpikir, juga membahas penalaran dari segi isi atau barang-barang dalam realita yang berhubungan dengan pikiran atau mempelajari dasar-dasar persesuaian pikiran dengan kenyataan. Dan hal ini dipelajari juga dalam Logika Material. Bentuk-bentuk argumen Logika Matematika yang ditemukan penulis dan sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya ( halaman 84-91) adalah sebagai berikut: 1)
Modus Ponens.
2)
Modus Tollens.
3)
Chain Argument.
4)
Silogisme Disjungtif.
5)
Reductio ad Absurdum.
6)
Simple Constructive Dilemma.
7)
Simple Destructive Dilemma.
8)
Complex Constructive Dilemma.
9)
Complex Destructive Dilemma.
10)
Simplication of Conjunctions.
11)
Alternative Argument.
12)
Disjunctive Argument.
279
Sedangkan bentuk-bentuk argumen Logika Ibnu sina yang penjelasannya telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut: 1) Silogisme Kategoris Sederhana (Al-Qiyas al-Haml Basith). 2) Silogisme Kondisional Sederhana.(Al-Qiyas al- Syart Basith) 3) Silogisme Hipotetik Kondisional.(Al-Qiyas Al-Syart Al Muttashil) 4) Silogisme Disjungtif Kondisional.(Al-Qiyas Al-Syart Al-Munfashil) 5) Polysyllogism.(Al-Qiyas Al-Murakkab) 6) Circle Syllogism(Al-Qiyas Al-Daur) 7) Syllogisme par l’absurde(Al-Qiyas Al-Khulf) 8) Silogisme Ekuivalensi(Al-Qiyas Al-Musawah) 9) Enthymene(Al-Qiyas Al-damir) 10) Induksi yang sempurna(Al-Istiqra’ Al-Tam) 11) Induksi yang kurang sempurna(Al-Tamsil Al-Naqis) 12) Assimilation atau analogi(Al-Tamtsil) 13) Demontration(Al-Burhan) 14) Causation Demontration(Al-Burhan Al-Limi) 15) Consequences Demontration(Al-Burhan Al-Inni) 16) Dialectic(Al-Jadal) 17) Silogisme Retorik(Al-Qiyas Al-Khitabi) 18) Silogisme Puitik(Al-qiyas Al-Syi’ri) 19) Sofistika(Al-Qiyas Al-Sufistai) 280
Dari argumen-argumen yang terdapat dalam kedua macam logika tersebut ditemukan adanya argumen yang mempunyai nama yang sama dan pengertian yang sama; nama argumennya berbeda, tetapi pengertiannya sama; nama argumennya berbeda, hanya bentuk argumen yang satu sedikit ada perubahan, tetapi modelnya hampir seperti yang lainnya; nama argumennya berbeda, tetapi yang satu bentuknya lebih luas dari yang lain; dan argumen-argumen yang satu sama lain berbeda, baik nama maupun pengertiannya. Dengan kata lain, argumen-argumen itu dimiliki oleh Logika Matematika, tetapi tidak ada dalam Logika Ibnu Sina. Demikian juga sebaliknya. Argumen-argumen yang mempunyai nama dan pengertian sama dalam Logika Matematika maupun Logika Ibnu Sina, yaitu Reductio ad Absurdum yang berarti cara mengemukakan argumen secara berbelit, dimana sebuah proposisi dibuktikan
kebenarannya
dengan
mendeduksikan
suatu
kontradiksi
dari
pengingkaran proposisi yang dikemukakan bersama dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah diyakini atau dibuktikan kebenarannya. Argumen-argumen yang mempunyai nama berbeda, tetapi pengertiannya sama. Dalam Logika Ibnu Sina, argumen silogisme kategoris dan silogisme ekuivalensi sama pengertiannya dengan chain argument dalam Logika Matematika yang berarti mengemukakan argumen dengan cara menggabungkan dua proposisi atau premisnya, karena sama-sama memiliki satu pengertian dan dua proposisi lainnya berbeda satu sama lain, sehingga dari penggabungan dua premis ini terdapat proposisi lain yang tersusun dari dua pengertian yang berbeda sebagai
281
subjek dan predikat atau suatu silogisme dengan persamaan-persamaan dimana predikat pada suatu premis menjadi subjek pada premis berikutnya. Silogisme Hipotetik Kondisional dalam Logika Ibnu Sina mempunyai pengertian yang sama dengan modus ponens dalam Logika Matematika yang berarti silogisme yang premis mayornya adalah proposisi konjungtif kondisional, sedangkan salah satu alternatifnya dalam premis minor diingkari atau diakui kebenarannya dan kedua alternatif itu sama-sama eksklusif. Circle Syllogism dalam Logika Ibnu Sina identik dengan Silogisme Hipotetik dalam Logika Matematika yang berarti argumen atau cara penalaran yang berlaku selama pengertian-pengertian atau istilah-istilah yang tertuang dalam satu proposisi, juga tertuang dalam proposisi yang lainnya. Hanya bedanya, anteseden pada premis minor dari Circle Syllogism merupakan negasi dari konsekuen premis mayor Silogisme Hipotetik. Polysylogism dalam Logika Ibnu Sina modelnya sama dengan Chain Argument dalam Logika Matematika, bahkan Polysylogism merupakan perluasan dari Chain Argument. Kalau Chain Argument hanya merupakan gabungan antara dua silogisme, sedangkan Polysylogism boleh lebih dari dua silogisme asalkan satu sama lain terkait sedemikian rupa, sehingga semuanya pada akhirnya menuju kepada satu kesimpulan sederhana. Enthymene dalam Logika Ibnu Sina modelnya hampir sama dengan Hukum Pengasingan dalam Logika Matematika. Bedanya adalah salah satu premisnya, baik mayor maupun minor atau kesimpulannya dinyatakan secara eksplisit dalam Enthymene. 282
Modus Tollens dalam Logika Matematika, menurut hemat penulis merupakan penyederhanaan dari Silogisme Pola Lingkaran yang ada dalam Logika Ibnu Sina. Jika kedua argumen tersebut dituliskan dengan simbol matematika adalah sebagai berikut: Silogisme Pola Lingkaran:
Modus Tollens
(1) : p
q
(1) : p
(2) : -q
r
(2) : -q
_______________ Jadi : -p
q
___________________ r
Jadi: -p
Dari gambaran di atas terlihat bahwa premis minor dalam Modus Tollens seolah-olah diambil dari anteseden premis minor yang ada dalam silogisme Pola Lingkaran, sehingga konklusi yang terjadi pada Modus Tollens pun seolah-olah diambil dari anteseden konklusinya Silogisme Pola Lingkaran. Argumen-argumen yang ada dalam Logika Ibnu Sina, tetapi tidak ada dalam Logika Matematika, yaitu: induksi, asimilasi, demontrasi, dialektik, silogisme retorik, silogisme puitik, dan sofistika. Sedangkan argumen-argumen yang ada dalam Logika Matematika, tetapi tidak ada dalam Logika Ibnu Sina, yaitu: simple contructive dilemma, simple destructive dilemma, complex constructive dilemma, complex destructive dilemma, simplication of conjunction, alternative argument, dan disjunctive argument.
283
Pembahasan Hasil Eksperimen Hasil penemuan yang dilakukan oleh Baharudin (1982 : 85) menunjukkan bahwa subjek yang mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam operasi logik mempunyai kecenderungan mencapai skor lebih tinggi dalam tes bidang studi tertentu. Hal ini terbukti pula oleh penulis yang mengamati prestasi hasil belajar dari peseta didik kelas eksperimen dibanding dengan prestasi hasil belajar kelas kontrol dari delapan mata kuliah yang diikuti pada saat satu semester yang sama, yaitu : mata kuliah SPAI, Akuntansi Biaya, Anggaran Perusahaan, Manajemen
Keuangan,
Akuntansi
Sektor
Publik,
Evaluasi
Pembelajaran
Akuntansi, Ekonomi Syariah, dan Statistika. Ternyata Indeks Prestasi mahasiswa kelas eksperimen lebih baik dari Indeks Prestasi mahasiswa kelas kontrol. Rata-rata Indeks Prestasi mahasiswa kelas eksperimen adalah 3,66. Sedang rata-rata Indeks Prestasi mahasiswa kelas kontrol adalah 2,59. Data prestasi hasil
belajar
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7. Langeveld (Soelaiman,1988:39) merumuskan manusia sebagai ”animal educandum” artinya sebagai hewan yang perlu dididik, agar ia dapat melaksanakan tugas hidupnya secara mandiri. Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang khas, yang istimewa. Keistimewaannya terletak antara lain: dalam hal, bahwa yang menjadi ”objek” kegiatannya adalah yang tidak begitu saja menerima apa yang dididikkan kepadanya; suatu kegiatan yang keberhasilannya tercapai tidak semata-mata karena kegiatan itu sendiri, melainkan adanya kerjasama dengan ”objek kegiatan itu”; suatu kegiatan yang bahkan arah dan tujuannya turut ditentukan oleh ” objek” kegiatan tersebut. 284
Dengan perkataan lain, objek kegiatan pendidikan adalah ” objek yang bersubjek” atau bahkan dapat dikatakan sebagai ”consubject”, sebagai sesama subjek. Hal ini disebabkan karena pendidikan tidak bertujuan untuk menciptakan sesuatu otomat yang dapat digerakkan sesuai dengan yang memutarnya atau menyetelnya, tetapi pendidikan itu diarahkan kepada terbinanya manusia yang dapat melaksanakan tugas hidupnya secara mandiri yang dalam pengambilan keputusannya dapat mempertimbangkan dan melaksanakan sendiri. Untuk dapat memiliki kemampuan seperti itu harus ada potensi padanya, dan salah satu dari potensi itu adalah kemampuan penalaran yang tinggi. Dengan perkataan lain, apa yang diharapkan dicapai melalui pendidikan itu harus sudah ada persiapannya terlebih dahulu, sehingga dapat dijadikan pegangan pendidik dalam melaksanakan tugasnya. UPI berkeinginan menghasilkan lulusannya menjadi manusia-manusia unggul sehingga menjadi pelopor dalam segala bidang kehidupan. Manusia unggul tidak dilahirkan oleh alam. Proses biologis sering tidak adil terhadap individuindividu yang luar biasa; alam sangat kejam pada produknya yang paling baik; alam lebih mencintai dan melindungi manusia yang rata-rata dan sedang-sedang saja; di dalam alam terdapat penyimpangan yang terus-menerus pada jenis-jenis manusia. Oleh sebab itu, manusia unggul dapat hidup dan bertahan hanya melalui seleksi manusia (human selection), melalui perbaikan kecerdasan (eugenic foresight) dan salah satu untuk meningkatkan perbaikan kecerdasan itu adalah melalui pendidikan penalaran.
285
Pendidikan untuk manusia-manusia unggul haruslah sedemikian keras, sehingga mereka mampu membuat tragedi menjadi komedi. Ia yang berjalan menyusuri gunung-gunung tertinggi akan menertawakan semua tragedi. Energi, intelek, dan kehormatan semuanya membuat manusia unggul. Namun kesemuanya itu harus selaras: gairah-gairah akan menjadi kekuatan, hanya jika mereka dipilih dan dipadukan oleh suatu tujuan yang besar, yang mampu membentuk berbagai keinginan yang masih kabur ke dalam kekuatan satu kepribadian. Kesengsaraan bagi para pemikir ibarat tanah subur bagi tanaman”. Siapa yang segala tingkah lakunya hanya mengikuti impuls-impulsnya?. Mereka adalah manusia-manusia dungu yang lemah, yang kurang memiliki kekuatan untuk hidup dan bertahan; mereka tidak cukup kuat untuk mengatakan ”Tidak”; mereka adalah pecundang, manusia dekaden. Rumus akhir dari manusia unggul adalah mendisiplinkan diri, berbuat keras terhadap diri sendiri, berhenti memanjakan diri sendiri dan tidak berkhianat pada teman sendiri. Manusia modern atau Homo sapiens telah pandai berpkir menggunakan otaknya dan pandai bernalar. Al-Quran menyuruh manusia menggunakan akal. Akal (rasio) merupakan salah satu dari perangkat anugerah (hidayah) yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Menurut Syeikh Muhammad Abduh (Madkur,1969: 20); anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. Kepada manusia meliputi: (1) hidayah instink atau gharizah dan intuisi; (2) hidayah indera-indera dan perasaan; (3) hidayah akal; (4) hidayah agama (Dien); dan (5) hidayah taufiq dan ’Inayah.
286
Petunjuk akal yang dikhususkan kepada manusia itu mempunyai makna bahwa manusia yang diberikan tugas untuk memikul amanah sebagai pengatur kehidupan di atas dunia. Dengan akalnya, melalui penalarannya yang tinggi, manusia akan mampu merubah alam sekitarnya dan lingkungannya untuk dimanfaatkan bagi kemakmuran manusia sendiri. Dengan akalnya manusia dapat mengubah dan membentuk alam (nature) menjadi kebudayaan (culture), membuka dan menciptakan sarana penghidupan yang lebih tinggi di atas dunia. Dengan kata lain terciptanya kebudayaan dan peradaban yang tinggi yang merubah keadaan manusia dari suasana yang serba terbelakang dan tradisional menjadi maju dan modern adalah berkat kecerdasan akal manusia. Di dalam Al-Quran terdapat banyak ayat dalam bentuk yang bervariasi, menyuruh manusia untuk menggunakan akalnya dengan baik, memikirkan alam disamping mengingat dan menyebut-myebut penciptanya, yaitu Allah SWT. Di bawah ini dikutipkan terjemahan dari beberapa ayat Al-Quran yang memerintahkan manusia menggunakan akalnya untuk memikirkan alam ini, yaitu antara lain: Surat Al-Hajj (22) : 46; Ali Imran (3) : 190-191; Ar-Rum (30):8; Al-’Ankabut (29) : 43; Al-’Araf (7) : 185; Qaf (50) : 6-11; dan Fathir (35) : 27-28. Q.S.22: 46: ”Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami, atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada”. Q.S.3: 190-191: ”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) 287
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuha kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. Q.S.30: 8 :” Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?. Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya”. Q.S.29: 43: ”Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu”. Q.S.7: 185 :” Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al-Quran?”. Q.S.50: 6-11: ” Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun. Dan Kami hamparkan bumi itu, dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata. Untuk menjadi pengajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah). Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon korma yang tinggi288
tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rizki bagi hamba-hamba Kami, dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadi kebangkitan”. Q.S.35: 27-28: ” Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit, lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan diantara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya, dan ada pula yang hitam pekat. Dan demikian pula diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya dan jenisnya. Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya hanyalah Ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. Anjuran Al-Quran untuk menggunakan rasio erat hubungannya dengan eksistensinya dan tugas manusia sebagai khalifah Allah di atas dunia ini, yaitu untuk membuat kemakmuran dan kedamaian di atasnya. Dalam Al-Quran diceritakan secara menarik bagaimana ketika Ibrahim yang beranjak dewasa berusaha mencari Tuhannya yang sesungguhnya. Sebagai seorang pemuda yang kritis dia menjadi gelisah dan tidak tenang menghadapi kenyataan lingkungannya yang menyembah berhala, yaitu patung-patung ciptaan mereka sendiri, terlebih-lebih lagi karena ayahnya sendiri adalah salah seorang diantara tukang pahat itu. Maka pada suatu malam ia keluar dari rumahnya dan memperhatikan alam semesta ini. Pandangannya tertumbuk pada bintang-bintang di langit yang berkilauan. Lalu dia berkata: ”Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu bersembunyi di balik awan dan menghilang, lantas muncullah bulan yang 289
bersinar dengan terangnya. Ketika itu Ibrahim kembali berkata”Barangkali inilah Tuhanku”. Namun tatkala sang bulan tenggelam pula, dia pun mengeluh seraya berkata”Jika sekiranya Tuhanku tidak memberiku petunjuk, maka niscaya aku akan menjadi orang yang sesat”. Keesokan harinya dilihatnya matahari terbit di Timur dan dengan sinarnya yang terang-benderang itu diusirnya kegelapan malam sehingga
teranglah
seluruh
alam
ini,
Ibrahim
pun
berseru
dengan
bersemangat”Nah, inilah dia Tuhanku, karena ini ternyata lebih besar dan lebih bercahaya”. Tetapi menjelang sore dan matahari pun berangsur-angsur terbenam di ufuk Barat, Ibrahim pun berkata” Sesungguhnya aku berlepas diri dari perbuatan menserikatkan Tuhan”. Semua yang kuanggap tuhan itu tidak lain daripada makhluk-makhluk juga seperti diriku. Dan ternyata yang dinamakan Tuhan tidak lain adalah suatu Dzat Yang Maha Tinggi, Maha Kuasa, Maha Sempurna. Dia berada di luar alam ini. Dialah pencipta dan pengatur alam ini seluruhnya, termasuk manusia. Dia Maha Esa, tidak berserikat dengan sesuatu pun”. Kisah Nabi Ibrahim yang mencari Tuhan dengan menggunakan metode tanya-jawab melalui pemikiran kritis-dialektis ini diceritakan di dalam Al-Quran dalam surat Al-An’am (6): 75-79. Terbukti dari uraian tersebut di atas bahwa Ibrahim berhak dapat gelar sebagai Bapak Pemikir Kritis-Dialektis, karena dia telah mendahului semua tokoh yang menggunakan metode tersebut, termasuk Socrates, apalagi Hegel yang juga dianggap sebagai tokoh utama pemikir dialektika, yang dialektikanya bergerak atas prinsip thesa, antithesa, dan synthesa. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa manusia itu adalah makhluk yang berakal, tetapi bilamana akal itu dilepaskan bekerja sendiri tanpa dikaitkan 290
dengan rasa, maka ia akan melaju dengan cepat. Rasa berfungsi untuk mengendalikan keputusan-keputusan akal agar berjalan di atas nilai-nilai moral, seperti kebaikan dan keburukan. Akal bekerja melalui jalan yang berliku-liku lewat proses yang disebut berpikir, sedangkan rasa menggunakan hati sebagai sarananya. Untuk mendekati Tuhan sebagai Dzat yang ghaib, maka akal tidak mampu untuk itu. Akal hanya mampu untuk mengetahui bahwa Tuhan itu ada. Setelah itu akal tidak dapat membawa manusia untuk dekat kepada Tuhan. Dengan kata lain yang mampu mencapai Tuhan hanyalah hati/rasa. Oleh karenanya rasa harus diarahkan, dipertajam, dilatih agar senantiasa dekat kepada Tuhan. Proses seperti ini adalah proses pendidikan Demikian juga jika manusia ingin memperoleh keahlian lain untuk bekal kehidupan ini tidak cukup sekadar mengandalkan akal semata-mata, tetapi harus memperoleh pembelajaran untuk meraih berbagai keterampilan yang diinginkannya. Karena itu pada hakikatnya manusia adalah makhluk pendidikan (animal educandum). Ditinjau dari sudut ontologis, objek materil Ilmu Pendidikan ialah manusia seutuhnya. Untuk menjadi manusia utuh maka perlu pendidikan yang utuh pula. Ini berarti materi pembelajaran harus terpadu antara bidang yang dapat mencerdaskan intelektualitas, moralitas, spiritualitas, dan kepribadian. Namun demikian, jika dilihat dari segi epistemologi, maka pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan penalaran peserta didik melalui Logika Ibnu Sina ini merupakan salah satu upaya yang paling mendasar menuju manusia utuh. Ditinjau dari segi aksiologi, maka nilai ilmu pendidikan itu tidak hanya bersifat instrinsik, tetapi juga ada nilai ekstrinsik. Logika Ibnu Sina memiliki nilai 291
kedua-duanya. Logika sebagai ilmu bertujuan untuk memahami makna-makna dan sifat dari makna-makna yang dipahami. Sebagai alat, ia menjadi kunci untuk memahami berbagai ilmu lain. Dipandang dari sisi antropologis ilmu pendidikan, UPI sudah memilki dasar antropologis pelengkap, yaitu religiusitas. Untuk mampu mengembangkan dan menghidupkan suasana kehidupan kampus yang religius diperlukan orang-orang yang memiliki penalaran yang tinggi untuk menjadi da’i-da’i sehingga disamping aktivitas dakwah yang dilakukan, maka kegiatan akademik pun tidak ketinggalan oleh yang lain. Di sinilah peran Logika Ibnu Sina dapat membantu mereka yang mau mengembangkan potensi ganda. Pendidikan
Nasional
berfungsi
mengembangkan
kemampuan
dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari pernyataan di atas bisa dipahami untuk menjadi peserta didik yang cakap, kreatif, dan mandiri diperlukan orang-orang yang harus mempunyai penalaran yang tinggi. Jika daya nalarnya rendah, maka tidak mungkin menjadi manusia-manusia kreatif dan mandiri. Mereka yang tingkat penalarannya rendah akan selalu hidupnya bergantung pada orang lain. Untuk dapat meningkatkan penalarannya, maka mereka wajib belajar Logika Ibnu Sina.
292
Di era globalisasi, profesionalisme seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia, termasuk gaya belajar. Menurut UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Bab IV Pasal 10 dinyatakan bahwa keberhasilan guru dalam menjalankan profesinya sangat ditentukan oleh empat komponen kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu : kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Dalam kompetensi pedagogis dijelaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik sarjana atau diploma empat, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Agar mahasiswa calon guru dapat memperoleh seperti yang dinyatakan dalam kompetensi pedagogik di atas, maka mereka harus memiliki kemampuan penalaran yang tinggi. Sebab jika tidak, maka mereka tidak mungkin mampu menyelesaikan studinya sesuai dengan yang ditentukan. Jika masih ingin menyelesaikan studinya, maka harus dibantu dengan belajar Logika Ibnu Sina agar daya nalarnya meningkat sehingga bisa mengikuti perkuliahannya dengan seksama. Globalisme dalam dunia pendidikan mensyaratkan tiga hal yang dibutuhkan pendidikan, yaitu : global values, global knowledge, dan global skills. Pada wilayah pertama mengacu pada nilai-nilai etika dan moral. Pada wilayah kedua, global knowledge dapat dicapai melalui akselerasi potensi pribadi. Dan pada wilyah ketiga yang dimaksud dengan global skills adalah bahasa dan komputer. Salah satu dari nilai-nilai global adalah global knowledge. Hal ini bisa tercapai oleh orang-orang yang mempunyai penalaran yang tinggi, sebab mereka akan mampu akselerasi
293
potensi pribadinya. Dengan demikian, betapa pentingnya pendidikan penalaran ini untuk membantu bagi mereka yang masih belum jernih pikirannya. Dan salah satu dari bentuk pendidikan penalaran itu adalah Pembelajaran Logika Ibnu Sina. Dalam studi kultur silang yang dilakukan oleh Lovell (1961, 68) ditemukan bahwa keterampilan berpikir anak tidak bergantung pada apakah eksperimen yang diujikan pernah atau belum pernah diajarkan; ternyata masih terdapat dalam kelas dengan eksperimen yang pernah diajarkan, masih terdapat subjek yang belum mencapai tahap formal. Penemuan ini menurut penulis menunjukkan bahwa proses pembelajaran itu belum berperan seperti yang diharapkan. Pada umumnya proses pembelajaran akan berhasil sebaik-baiknya dalam keadaan subjek telah memiliki kemampuan berpikir yang diperlukan. Dari pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya menunjukkan bahwa betapa pentingnya pembelajaran Logika Ibnu Sina untuk membantu peserta didik dalam meningkatkan kemampuan penalaran logisnya sehingga memperoleh bekal yang cukup untuk dapat mengikuti kegiatan perkuliahan pada disiplin ilmu yang menjadi profesinya dengan tidak memperoleh hambatan yang berarti. Dengan demikian, harapan UPI untuk mampu menghasilkan lulusannya menjadi manusiamanusia unggul dapat diawali dari peningkatan daya nalar para mahasiswanya.
294