BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI METODE UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus pada Perum Pegadaian Pusat)
IV.1
Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak Perum Pegadaian Pusat Pajak merupakan salah satu beban yang sangat material bagi perusahaan. Karena itu perencanaan pajak mutlak dilakukan secara matang dan terorganisir agar semua aspek pengeluaran biaya fiskal dapat ditekan tanpa harus melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Perbedaan laba komersial dan laba fiskal disebabkan karena adanya perbedaan antara perlakuan akuntansi dan perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban. Namun sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, tidak semua beban komersial itu dapat dijadikan beban fiskal. Hal inilah yang mendorong Perum Pegadaian Pusat untuk melakukan perencanaan pajak yang efektif dan terbaik untuk meminimalkan beban pajak perusahaan. Selain itu pelaksanaan perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan diharapkan dapat mengefisiensikan penggunaan data perusahaan. Dimana beban-beban fiskal yang mungkin untuk diminimalkan dapat dialihkan untuk pembayaran beban-beban lain yang lebih bermanfaat untuk perusahaan
VI. 2. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21. Saat ini Perum Pegadaian Pusat memiliki jumlah pegawai sebanyak 264 orang dan seluruh karyawan telah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). 57
Perum Pegadaian Pusat tidak memiliki pegawai kontrak, pegawai honorer dan pegawai harian. Untuk pemenuhan tenaga pelaksana seperti supir, satpam dan office boy, pegadaian memakai tenaga outsorcing. Sesuai dengan KEP545/PJ/2000 jo. PER 15/PJ/2006 pemberi kerja selaku pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan atas pajak penghasilan pegawainya dan Perum Pegadaian menanggung semua Pajak Penghasilan 21 yang dikenakan kepada pegawainya.
Perum Pegadaian Pusat dalam kegiatan perpajakannya memberikan saranasarana kepada karyawannya baik dalam bentuk bantuan, natura/ kenikmatan ataupun berupa tunjangan. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Tunjangan Perusahaan Tunjangan perusahaan ini diberikan kepada seluruh pegawai yang memiliki prestasi baik dengan harapan agar pegawai tersebut dapat mempertahankan dan meningkatkan kontribusi dan produktivitasnya dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Besar jumlah tunjangan yang diberikan tergantung dari jabatan, golongan, koefisien zona dan indeks prestasi pegawai. Pembayaran Tunjangan Perusahaan (TP) Merit (Indeks Prestasi Pegawai) diperhitungkan berdasarkan Tunjangan Perusahaan dasar dikali Indeks Prestasi masing-masing pegawai sesuai koefisien zonanya.
2. Tunjangan Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional dan Keahlian Tunjangan ini diperuntukkan bagi pegawai tetap di Perum Pegadaian. Tunjangan Jabatan Struktural diberikan kepada pejabat mulai dari eselon I 58
sampai eselon IIIB. Tunjangan Jabatan Fungsional diberikan bagi pejabat yang tidak memiliki jabatan struktural, yakni pegawai eselon IIB sampai IIIB (Pemeriksa Madya sampai kepada Pemeriksa Muda), dan Tunjangan Keahlian diberikan kepada pegawai Pegadaian mulai dari Penaksir Utama Cabang Utama/Kelas I sampai ke Pemegang File Kepegawaian di kantor pusat.
3. Tunjangan Istri dan anak Tunjangan ini diberikan bagi pegawai yang telah menikah. Tunjangan istri diberikan sebesar 10% dari besar gaji pokok sedangkan untuk tunjangan anak diberikan sebesar 5% dari gaji pokok dengan jumlah maksimal anak yang ditanggung 2 orang.
4. Tunjangan Beras Tunjangan beras itu diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai. Besarnya tunjangan beras yang diberikan bagi pegawai Perum Pegadaian ditetapkan sebesar 10 kg/orang dengan maksimal tanggungan 2 orang anak.
5. Tunjangan Cuti Tunjangan cuti di sini terbagi atas 2 ( dua ) jenis, yakni : a. Tunjangan cuti besar yang diperuntukkan bagi pegawai yang memiliki masa kerja 6 ( tahun ) keatas. Tunjangan cuti besar diberikan 5 ( tahun ) sekali dengan besar tunjangan 2 kali gaji pokok.
59
b. Tunjangan uang cuti/tahun diperuntukkan bagi seluruh pegawai Perum Pegadaian. Besar tunjangan yang diberikan yaitu 1 kali gaji pokok ditambah 50% tunjangan perusahaan.
6. Tunjangan Pakaian Kerja Dalam hal ini Perum Pegadaian memberikan sarana kerja bagi pegawai berupa pakaian kerja seragam untuk menunjukkan identitas perusahaan (corporate uniform). Pajak penghasilan yang timbul dari biaya pembelian pakaian kerja menjadi beban perusahaan dan diperhitungkan dalam daftar gaji bulan berikutnya.
7. Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tunjangan ini diberikan setahun sekali kepada setiap pegawai Perum Pegadaian.
Beberapa temuan yang diperoleh dari evaluasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan dan perencanaan PPh 21 berdasarkan rekonsiliasi fiskal Perum Pegadaian : 1. Perusahaan
melakukan
perencanaan
pajak
sebagian
besar
dengan
memberikan tunjangan kepada pegawainya dengan tujuan untuk menghindari pengenaan perhitungan PPh badan yang lebih besar karena pemberian tunjangan yang dilakukan perusahaan itu dianggap sebagai penghasilan bagi pegawai yang merupakan obyek PPh 21 dan bagi perusahaan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan (deductible 60
expense). Pemberian kenikmatan berupa tunjangan-tunjangan tersebut adalah salah satu upaya agar pengeluaran-pengeluaran tersebut dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan untuk tujuan perhitungan fiskal sehingga pada akhirnya akan lebih meminimalkan beban PPh badan yang terutang.
2. Perusahaan menanggung seluruh PPh 21 pegawainya. Dalam hal ini, karyawan tidak akan dirugikan, namun bagi pihak perusahaan hal tersebut sangat merugikan karena PPh 21 yang ditanggung perusahaan itu tidak dapat ditambahkan pada penghasilan pegawai sehingga tidak dapat dijadikan beban fiskal sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku bahwa biaya tersebut tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto, hal ini dijelaskan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 Pasal 17 huruf e, bahwa PPh Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja atau perusahaan termasuk dalam pengertian kenikmatan dalam bentuk natura tidak diperlakukan sebagai pengurang penghasilan bruto.
3. Perusahaan menanggung seluruh biaya duka atas pegawainya yang meninggal dunia. Jadi setiap pegawai tidak mengetahui pasti berapa biaya yang dikeluarkan perusahaan atas tanggungan tersebut.
4. Perusahaan memberikan bantuan berupa sewa rumah dan bantuan transport. Besarnya bantuan transport tersebut disesuaikan menurut jabatan tiap 61
pegawai kecuali pejabat eselon I dan eselon II/a mendapat fasilitas mobil dan bensin. Sedangkan untuk bantuan sewa rumah hanya diberikan kepada asisten manager sampai pihak direksi. Besar bantuan yang yang diberikan antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 1.500.000,-/bulan.
5. Untuk biaya TAL ( telepon, air, dan listrik) hanya diberikan kepada pejabat Perum Pegadaian. Hal ini tercantum dalam Pasal 4 Surat Keputusan Direksi Nomor : 30/Sdm.300323/2008 tentang besarnya biaya telepon, air dan listrik bagi pejabat Perum Pegadaian.
Alternatif yang dapat dilakukan oleh Perum Pegadaian yaitu, dengan menggunakan penghitungan PPh Pasal 21 melalui metode gross up untuk menentukan besarnya tunjangan pajak sehingga tunjangan pajak yang diberikan oleh perusahaan sama besarnya dengan PPh Pasal 21 yang dibayar oleh pegawai. Metode ini menguntungkan bagi pihak pegawai dan perusahaan karena jumlah uang yang diterima ( take home pay ) bagi karyawan akan semakin besar tanpa dipotong pajak. Selain itu tunjangan tersebut dapat dijadikan beban fiskal (deductible expense) bagi perusahaan. Menurut Zain (2007), Rumus Gross Up PKP s.d. Rp 25.000.000
Pajak = 1/228,6 (PKP sebelum Tunjungan Pajak ( PKPSTP)-0)
PKP di atas Rp 25.000.000 s.d.
Pajak = 1/108 ( PKPSTP – 12.500.000)
Rp 50.000.000
62
PKP di atas Rp 50.000.000 s.d.
Pajak = 1/204 (3 PKPSTP – 75.000.000)
Rp 100.000.000 PKP di atas Rp 100.000.000 s.d.
Pajak = 1/36 (PKPSTP – 55.000.000)
Rp 200.000.000 PKP di atas Rp 200.000.000
Pajak = 10/78 (0.35 PKPSTP – 33.750.000)
*PKPSTP : Penghasilan Kena Pajak Sebelum Tunjangan Pajak.
Berdasarkan temuan-temuan diatas, maka penulis menjabarkan perhitungan PPh pasal 21 dengan menggunakan alternatif berikut ini : •
Alternatif 1 : PPh pasal 21 ditanggung pegawai
•
Alternatif 2 : PPh pasal 21 ditanggung pemberi kerja
•
Alternatif 3 : PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak
•
Alternatif 4 : PPh pasal 21 di gross up
Sebagai contoh penulis mengambil salah satu sampel dari pegawai Perum Pegadaian dalam menerapkan alternatif
perencanaan pajak dalam PPh 21.
Sutarto. SE adalah seorang manajer dana pensiun di Perum Pegadaian Pusat. Sutarto, SE berstatus menikah dan memiliki dua orang anak yang saat ini berusia 15 tahun dan 12 tahun. Saat ini Sutarto, SE bergolongan IV/a dan sudah bekerja di Perum Pegadaian selama 21 tahun. Berikut ini adalah data penghasilan Sutarto, SE setiap bulan:
Gaji
Rp
2,279,000
Tunjangan Istri
Rp
227,900
Tunjangan Anak Tunjangan Perusahaan
Rp Rp
227,900 3,150,000
63
Tunjangan Jabatan Tunjangan Beras Tunjangan Hari Raya Biaya TAL
Rp Rp Rp Rp
2,100,000 300,000 20,000,000 800,000
Bantuan Perumahan Biaya Pemeliharaan kendaraan dinas yang dibawa pulang ke rumah Iuran yang dibayar oleh pemberi kerja
Rp
800,000
Rp
1,470,000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Iuran Jaminan Hari Tua Iuran Pensiun Premi asuransi kesehatan (bukan Jamsostek) Iuran dibayar oleh Sutarto,SE Iuran jaminan Hari Tua Premi asuransi kesehatan (bukan Jamsostek) Iuran Pensiun yang dibayar sendiri
2.54% x gaji pokok 3% x gaji pokok 11.75% x gaji pokok 60% x gaji pokok 2% x gaji pokok 40% x gaji pokok 11.75% x gaji pokok
Tabel 4.1 Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
Ditanggung
Uraian
Gaji
Tunjangan Istri
Pegawai/pemberi kerja (Rp) 2,279,000
PPh Pasal 21 Diberikan dalam bentuk tunjangan pajak (Rp)
Di Gross Up (Rp)
2,279,000
2,279,000
227,900
227,900
227,900
227,900
227,900
227,900
Tunjangan Anak
64
Tunjangan Perusahaan
3,150,000
3,150,000
3,150,000
Tunjangan Jabatan
2,100,000
2,100,000
2,100,000
300,000
300,000
20,000,000
20,000,000
6,469,938
9,953,750
57,887
57,887
34,812,625
38,296,437
108,000
108,000
108,000
45,580
45,580
45,580
Iuran Pensiun
267,783
267,783
267,783
Jumlah Pengurangan
421,363
421,363
421,363
Tunjangan Beras Tunjangan Hari Raya Tunjangan Pajak Premi JKK Penghasilan Bruto Pengurang : Biaya Jabatan : 5% x 28,342,687 = 1,417,134 5% x 34,812,625 = 1.740.631 5% x 38,296,437 = 1,914,821 Iuran yang dibayar oleh pegawai Iuran JHT
300,000 20,000,000 57,887 28,342,687
Penghasilan Neto sebulan
27,921,324
34,391,262
37,875,074
Penghasilan neto setahun PTKP
335,055,889
412,695,145
454,500,889
13,200,000
13,200,000
13,200,000
Tambahan WP kawin
1,200,000
1,200,000
1,200,000
Tanggungan (2 orang)
2,400,000
2,400,000
2,400,000
16,800,000
16,800,000
16,800,000
318,255,889
395,895,145
437,700,889
318,255,000
395,895,000
437,700,000
WP Sendiri
Jumlah PTKP PKP setahun
PKP setahun dibulatkan
65
PPh Pasal 21 Setahun PPh Pasal 21 Sebulan: 1/12 x 77,639,250
77,639,250
104,813,250
119,445,000
6,469,938
1/12 x 104,813,250
8,734,438
1/12 x 80,928,550
9,953,750
Tunjangan Pajak PPh Pasal 21 yang harus disetor/
6,469,938
dipotong dari penghasilan pegawai *) atau pph yang ditanggung pemberi kerja
6,469,938
9,953,750
-
2,264,500
Tabel 4.2 Tarif Progresif Perhitungan PPh pasal 21 PPh Pasal 21
PPh Pasal 21
PPh pasal 21
Ditanggung
Diberikan dalam
Di
Pegawai/pemberi kerja
bentuk tunjangan pajak
Gross Up
1,250,000
1,250,000
1,250,000
10% x 25,000,000
2,500,000
2,500,000
2,500,000
15% x 50,000,000
7,500,000
7,500,000
7,500,000
25% x 100,000,000
25,000,000
25,000,000
25,000,000
35% x 118,255,000 35% x 195,895,000 35% x 237,700,000 Jumlah
41,389,250
Uraian * PPh Pasal 21 Setahun 5% x 25,000,000
68,563,250 77,639,250
104,813,250
83,195,000 119,445,000
66
Oleh karena penghasilan kena pajak sebelum tunjangan pajak berjumlah Rp 318.255.000 yang berada pada kelompok penghasilan diatas Rp 200.000.000, maka perhitungan tunjangan pajaknya akan menggunakan rumus sebagai berikut: Pajak = 10/78 (0.35 PKPSTP – 33.750.000)
Atau dengan angka-angka menjadi sebagai berikut : Pajak
= 10/78 (0,35 x 318.255.000 -33.750.000) =10/78 x 77.639.250 = 9.953.750*
Perbandingan antara gaji dibawa pulang (take home pay), biaya komersial dan biaya fiskal atas pembayaran gaji Sutarto,SE, merupakan faktor –faktor yang mejadi pertimbangan dalam rangka pemilihan alternatif tersebut. Tabel 4.3 Perbandingan Alternatif Perhitungan PPh pasal 21 dengan metode Gross Profit Uraian
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 3
Alternatif 4
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
Take Home Pay Gaji & Tunjangan
8,284,800
8,284,800
8,950,488
9,067,963
Iuran JHT
45,580
45,580
45,580
45,580
Premi JKK
57,887
57,887
57,887
57,887
Iuran Pensiun
267,783
267,783
267,783
267,783
Biaya PPh 21 terutang
665,688
765,550
783,163
Dikurangi :
-
67
setahun Jumlah Biaya Fiskal
7,247,862
7,913,550
7,813,688
7,913,550
Penghasilan Bruto
8,342,687
8,342,687
9,008,375
9,125,849
Iuran pensiun
267,783
267,783
267,783
267,783
Biaya TAL
800,000
800,000
800,000
800,000
Bantuan Perumahan
800,000
800,000
800,000
800,000
dibawa pulang ke rumah
1,470,000
1,470,000
1,470,000
1,470,000
Jumlah Biaya Fiskal
11,680,470
11,680,470
10,876,158
12,463,632
11,680,470
11,680,470
10,876,158
12,463,632
Iuran JHT
45,580
45,580
45,580
45,580
Biaya TAL
800,000
800,000
800,000
800,000
Bantuan Perumahan
800,000
800,000
800,000
800,000
1,470,000
1,470,000
1,470,000
1,470,000
Ditambah:
Biaya Pemeliharaan kendaraan dinas yang
Biaya komersial Biaya Fiskal Ditambah :
Biaya Pemeliharaan kendaraan dinas yang dibawa pulang kerumah PPh Pasal 21 Jumlah Biaya Komersial
-
665,688
-
-
14,796,050
15,461,738
13,991,738
15,579,212
3,115,580
3,781,268
3,115,580
3,115,580
Selisih biaya Fiskal & Komersial
68
Ikhtisar dari take home pay, pada biaya komersial dan biaya fiskal serta selisihnya merupakan faktor-faktor penentuan pemilihan alternatif seperti berikut ini : Tabel 4.4 Ikhtisar take home pay pada biaya komersial dan biaya fiskal Take Home
Biaya
Selisih Biaya
Pay
Biaya Fiskal
Komersial
Fiskal &
(Rp)
(Rp)
(Rp)
komersial (Rp)
7,247,862
11,680,470
14,796,050
3,115,580
7,913,550
11,680,470
15,461,738
3,781,268
tunjangan pajak
7,813,688
10,876,158
13,991,738
3,115,580
Di Gross Up
7,913,550
12,463,632
15,579,212
3,115,580
Uraian PPh Pasal 21 Ditanggung pegawai Ditanggung pemberi kerja Diberikan dalam bentuk
Dari berbagai pilihan alternatif – alternatif tersebut
tersebut,
maka
pilihan dijatuhkan pilihan pada : 1). Altenatif ke-4. Sebab dari sudut pandang pegawai gaji yang dibawa pulang merupakan yang terbesar Rp 7.913.550, dan di lain pihak perusahaan akan menanggung selisih antara biaya komersial dengan biaya fiskal yang tidak berbeda dengan alternatif lainnya Rp 3.115.580, sedang pada alternatif ke-2 yang menunjukkan take home pay yang sama Rp 7.913.550 tidak dipilih,
69
sebab selisih antara biaya komersial dengan biaya fiskal merupakan selisih terbesar, yaitu Rp 3.781.268. 2) Selisih terbesar yang dapat pada alternatif ke-2 tersebut, disebabkan oleh adanya kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja sebesar Rp 665.688 ditambah dengan iuran Jaminan Hari Tua, biaya TAL, bantuan perumahan dan pemeliharaan kendaraan dinas yang dibawa pulang kerumah yang berjumlah Rp 3.115.580 sehingga seluruhnya akan berjumlah Rp 3.781.268. Alternatif ke-2 ini merupakan alternatif yang disarankan untuk tidak digunakan, karena akan menimbulkan koreksi fiskal sebesar Rp 3.781.268 yang berarti ada tambahan Pajak Penghasilan sekitar 15% x Rp 3.781.268 = Rp 567.190. 3). Ditinjau dari segi komersialnya, biaya fiskal yang besar tersebut tampaknya seperti suatu pemborosan, namun harus pula diperhatikan bahwa akibat biaya fiskal yang besar tersebut akan berdampak kepada laba sebelum pajaknya akan menjadi lebih kecil. Selanjutnya pajak penghasilan terutang pun akan menjadi lebih kecil, dengan catatan bahwa penyusunan strategi perpajakan jangan sampai menghambat strategi komersial lainnya dan malahan harus saling mendukung satu sama lainnya.
VI.3
Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah PPh yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan 70
pemerintah atau subyek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap dan perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Berdasarkan Undang-undang PPh No. 17 Tahun 2000 pasal 23 ayat 1 huruf c, perusahaan sebgai wajib pajak dalam negeri wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23. Dalam hal ini pihak Perum Pegadaian sebagai pemotong antara lain : 1. Jasa Teknik 2. Jasa Konsultan Manajemen 3. Jasa Konsultan Hukum/Legal Atas pemakaian jasa-jasa tersebut, menimbulkan kewajiban bagi Perum Pegadaian sebagai pihak pemotong untuk melakukan pemotongan, penyetoran dan melaporkan PPh pasal 23. Pemotongan PPh pasal 23 tersebut dilakukan pada saat penghasilan dibayarkan oleh pemberi penghasilan. PPh pasal 23 yang dipotong disetorkan ke bank persepsi atau ke kantor pos dan giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dan dalam SPT Masa PPh pasal 23 harus melampirkan SSP PPh
pasal 23, daftar bukti pemotongan Pajak
Penghasilan pasal 23, bukti pemotongan Pajak Penghasilan dan fotokopi surat keterangan domisili yang masih berlaku. Wajib pajak diberikan kesempatan untuk menyetorkan pajaknya paling lambat tanggal 10 atau 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Pelaporan PPh pasal 23 dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana perusahaan terdaftar sebagai wajib pajak sebelum batas akhir pelaporan yaitu tanggal 20 bulan berikutnya disertai dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa). Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu likuiditas 71
perusahaan karena apabila perusahaan tidak melakukan pemotongan, maka perusahaan beresiko untuk terkena sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan maksimal selama 24 bulan, selain itu perusahaan juga memiliki resiko dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%. Pengenaan sanksi ini diatur dalam pasal 13 UU No.16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Hal ini tentu akan sangat mengganggu likuiditas kas perusahaan karena non deductible expense perusahaan akan bertambah. Sedangkan jika perusahaan terlambat untuk menyampaikan SPT Masa maka akan terkena sanksi administrasi sebesar Rp 50.000; sesuai dengan UU KUP pasal 7 No.16 tahun 2000. Beberapa temuan yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada Perum Pagadaian Pusat berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan dan perencanaan PPh pasal 23 adalah : 1. Dalam
mengurus
perijinan
tiap
unit
usahanya,
Perum
pegadaian
menggunakan jasa konsultan hukum/ legal sebesar Rp 392.162.935. Dalam hal ini perusahaan sudah melakukan pemotongan pajak atas jasa konsultan tersebut dan sudah melakukan penyetoran atas PPh pasal 23.
2. Aktiva perusahaan berupa kendaraan, penyejuk udara, gedung, dan aktiva lainnya, perusahaan menggunakan jasa konsultan teknik. Dalam dalam hal ini konsultan hanya bertindak sebagai pemberi advis dan tidak terlibat langsung dalam melakukan kegiatan pemeliharaan/ perawatan/ perbaikan. Untuk jasa konsultan teknik perusahaan juga sudah melakukan pemotongan atas pajak penghasilan yang bersangkutan. 72
3. Jasa konsultan manajemen merupakan pemberian advis profesional di bidang manajemen dimana tenaga ahi tersebut tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan manajemen klien perusahaan perum pegadaian. Tujuannya adalah sebagai pemberi advis manajemen dalam perum pegadaian sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan yang optimal. Dalam hal ini pihak perun pegadaian juga telah melakukan pemotongan atas PPh pasal 23 yang bersangkutan.
Dari Evaluasi yang telah dilakukan, perum pegadaian telah melakukan perencanaan PPh pasal 23 yang tepat, dimana perusahaan sebagai pemotong telah memenuhi kewajiban perpajakannya dengan selalu berusaha melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan atas pemakaian jasa-jasa tersebut setiap bulan sebelum batas akhir pelaporan yang dilengkapi dengan tanda bukti pemotongan serta menyampaikan SPT Masa sebelum masa pajak berakhir ke Kantor Palayanan Pajak dimana perusahaan tersebut terdaftar sebagai wajib pajak sehingga perusahaan dapat terhindar dari resiko sanksi perpajakan yang dapat mengganggu likuiditas kas perusahaan. Dalam hal ini perencanaan pajak yang dapat dilakukan berkaitan dengan PPh pasal 23 adalah sebaiknya perusahaan melakukan penyetoran PPh pasal 23 tersebut tidak terlalu awal dan juga tidak melewati batas waktu, hal ini dimaksudkan agar perusahaan dapat mengatur aliran kas (cash flow) dan mengestimasi kebutuhan kas sehingga dapat menyusun anggaran kas secara lebih
73
akurat, dimana aliran kas tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembayaran lain yang lebih bermanfaat bagi perusahaan.
VI.4
Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Berdasarkan laporan rekonsiliasi laba rugi fiskal Perum Pegadaian, perusahaan belum melakukan perencanaan pajak yang efektif karena masih terdapat beberapa koreksi positif atas beban-beban komersial yang dapat menyebabkan rugi lebih kecil atau laba dan pajak penghasilan perusahaan menjadi lebih besar. Karena itu pada bagian ini akan dilakukan evaluasi dan alternatif-alternatif perencanaan pajak yang efektif yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku untuk meminimalkan beban pajak. Sebelum melakukan koreksi fiskal, harus dilakukan analisis terhadap objek Pajak Penghasilan dan biaya-biaya pada laporan laba rugi Perum Pegadaian, dimana biaya-biaya yang dianalisis merupakan biaya-biaya yang memiliki potensial untuk dilakukan koreksi fiskal. Dari hasil evaluasi terhadap Laporan Laba Rugi Perum Pegadaian, biaya-biaya yang harus dilakukan koreksi ialah: 1. Perum Pegadaian harus melakukan koreksi positif atas PPh Pasal 21 sebesar Rp 32,192,790,061,-. Koreksi ini dilakukan karena Perum Pegadaian menanggung PPh Pasal 21 pegawainya. Dimana beban ini memang harus dikoreksi karena PPh Pasal 21 ditanggung pemberi kerja bukan merupakan pengurang (non deductible expense ) sesuai dengan Pasal 9 ayat 1 huruf h Undang-Undang No 17 Tahun 2000 Tentang PPh dan KEP-545/PJ/2000.
74
2. Biaya Pengobatan dan bantuan kacamata, biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai bagian dari bentuk kepedulian perusahaan terhadap kesehatan para karyawannya. Pemberian pengobatan ini diberikan secara cuma-cuma oleh pihak perusahaan. Sesuai dengan UU PPh No. 17 pasal 9 ayat 1 huruf e, Kedua biaya ini tidak termasuk dalam deductible expense karena perpajakan menganggap hal ini sebagai natura/kenikmatan
yang
diberikan
oleh
perusahaan
dalam
rangka
meningkatkan kesejahteraan pegawainya. Karenanya pihak perusahaan harus melakukan koreksi sebesar positif sebesar Rp 3.158.504.294.-.
3. Biaya Imbalan kerja karyawan lainnya, biaya ini meliputi biaya bantuan kesehatan dan bantuan kacamata untuk seluruh karyawam Perum Pegadaian. Pada keterangan koreksi fiskal No. 2 diatas sudah dijelaskan mengenai biaya kesehatan ini, perusahaan menanggung pengobatan seluruh karyawannya yang menderita sakit, baik itu sakit ringan ataupun yang membutuhkan perawatan di rumah sakit. Sedangkan biaya bantuan kacamata merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka memberikan biaya bantuan kacamata kepada seluruh pegawainya, baik bagi pegawai yang sudah memiliki kacamata maupun yang belum berkacamata (pihak perusahaan mengantisipasi bila sewaktu-waktu pegawainya membutuhkan kacamata). Kedua biaya ini tidak termasuk dalam deductible expense karena perpajakan menganggap hal ini sebagai natura/kenikmatan yang diberikan oleh perusahaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pegawainya, sesuai dengan UU PPh No. 17 pasal 9 ayat 1 huruf e. Perum Pegadaian mengoreksi
75
selisih biaya yang telah dikeluarkan pada periode sekarang dengan periode sebelumnya. Dalam hal ini perusahaan melakukan koreksi positif sebesar Rp 20.713.529.416.
4. Biaya rumah tangga, biaya ini terjadi karena adanya pembelian alat-alat rumah tangga misalnya biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan rumah tangga perusahaan seperti koran, majalah, pengharum ruangan, alat-alat pembersih, pembelian sabun, tissu gulung, air mineral galon untuk para pegawai dan snak untuk rapat. Biaya ini termasuk grey area yang memiliki potensi untuk dilakukan koreksi positif, karena adanya kemungkinan bahwa biaya tersebut merupakan biaya yang tidak dapat mengurangi penghasilan bruto sesuai dengan Undang-Undang No.17 Tahun 2000 Tentang PPh Pasal 9 ayat 1 huruf i.
5. Biaya Promosi, biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
dalam
rangka
melakukan
promosi
atas
produk-produk
perusahaan. Kegiatan promosi tersebut dilakukan oleh pihak ketiga tidak dilakukan oleh perusahaan sendiri. Pembuatan brosur maupun spanduk merupakan salah satu kegiatannya. Biaya ini dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto, apabila tidak mengandung unsur sumbangan dan biaya promosi tersebut didukung oleh bukti-bukti berupa dokumen pembayaran kepada pihak ketiga atas promosi yang dilakukan. Artinya hanya biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk biaya promosi yang boleh dikurangkan dari
76
penghasilan bruto. Hal ini berdasarkan pada UU PPh No. 17 tahun 2000 pasal 6 ayat 1 huruf a.
6. Biaya Sponsor dan Entertainment, biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pihak perum pegadaaian dalam rangka ikut mengambil bagian dalam suatu event dan membiayai event tersebut. Atas biaya ini pihak perum pegadaian harus membuat daftar nominatif yang jelas agar biaya tersebut dapat dibiayakan. Hal ini berdasarkan pada SE-27/PJ.22/1986. Namun pada hasil observasi penulis dilapangan pihak perum pegadaian tidak membuat daftar nominatif yang jelas berkaitan dengan kegiatan tersebut.
7. Biaya Representasi, biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menjamu mitra bisnis sehubungan dengan pemasaran produk perusahaan. Berdasarkan SE-27/PJ.22/1986, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dengan syarat dibuatkan daftar nominatif . Maka dari itu, Perum Pegadaian harus melakukan koreksi positif atas biaya representasi sebesar Rp 546,988,916. Hal ini dikarenakan Perum Pegadaian tidak membuat daftar nominatif sehingga tidak dapat membuktikan bahwa biaya tersebut formal.
8. Biaya Sumbangan, Sebagai bentuk kepedulian perum pegadaian terhadap sesama dengan ini pihak perum pegadaian memberikan bantuan sosial secara rutin kepada anak-anak yatim piatu. Atas transaksi tersebut perusahaan 77
seharusnya melakukan koreksi positif sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Pasal 9 ayat 1 huruf g, yaitu ” harta hibahan, bantuan atau sumbangan , dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
9. Biaya Ulang Tahun Pegadaian dan Ulang Tahun RI, Pada tanggal 1 April 2007 merupakan hari ulang tahun Perum pegadaian, dalam hal ini perusahaan merayakan dan menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk memeriahkan hal tersebut. Begitu juga pada saat perayaan 17 Agustus yang merupakan hari kemerdekaan RI. Atas biaya ulang tahun ini pihak pegadaian tidak membuat daftar
nominatif
sedangkan
berdasarkan
SE-27/PJ.22/1986,
biaya
entertaiment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dengan syarat dibuatkan daftar nominatif. Karena itu pihak perum Pegadaian harus melakukan koreksi positif sebesar Rp 523.117.381,- dan untuk Ulang Tahun RI melakukan koreksi positif sebesar Rp 262.711.600,-
10. Biaya pemeliharaan gedung, pagar dan taman rumah. Biaya ini dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka meninggkatkan kesejahteraan pejabat perum pegadaian. Atas biaya ini perusahaan harus mengkoreksi sebesar Rp 1.251.172.990.- karena sesuai dengan UU PPh No. 17 tahun 2000 78
pasal 9 ayat 1 huruf i, biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
11. Biaya BBM dan Pelumas, merupakan pengeluaran atas bensin dan pelumas yang penggunaannya berkaitan dengan kegiatan perusahaan. Pihak Perum Pegadaian menggunakan kendaraan jenis minibus dalam memperlancar kegiatannya. Namun pada rincian beban umum termasuk didalamnya digunakan untuk kendaraan sedan yang digunakan oleh pejabat eselon I dan II/a. Maka atas beban tersebut sesuai dengan KEP-220/PJ./2002 dilakukan koreksi positif 50% yaitu sebesar Rp 6.363.310.005.-.
12. Biaya Perbaikan dan suku cadang, Biaya ini diperuntukkan untuk kendaraan pejabat Perum Pagadaian, yaitu khusus untuk pejabat eselon I dan eselon II/a. Berdasarkan UU PPh No.17 Tahun 2000 Pasal 4 ayat 3 huruf ’d’ yang menyatakan bahwa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang maka penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan seperti penggunaan mobil, rumah, fasilitas pengobatan dan lain sebagainya, bukan merupakan objek pajak. Kecuali yang diatur khusus seperti makan dan minum yang diberikan kepada seluruh karyawan di tempat kerja dan kendaraan dinas yang digunakan untuk pegawai karena pekerjaannya atau jabatannya boleh dibiayakan (deductible-non taxable). Sesuai dengan KEP-220/PJ./2002, biaya kendaraan dinasyang dikuasai oleh karyawan hanya diakui sebesar 50%. 79
Karena itu jumlah biaya yang harus dikoreksi adalah sebesar Rp 528.009.466,Hasil perhitungan didapat dari : 50 %
x
Biaya Pemeliharaan = Koreksi
50 %
x
Rp. 1.056.018.931
= Rp. 528.009.466
13. Biaya Air, Listrik, Telepon rumah jabatan, berdasarkan UU PPh No. 17 Pasal 9 ayat 1 huruf ’i’, maka biaya untuk keperluan pribadi wajib pajak atau orang
yang
menjadi
tanggungannya,
pada
hakekatnya
merupakan
penggunaan penghasilan oleh wajib pajak yang bersangkutan. Karena itu tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. Maka jumlah yang harus dikoreksi sebesar Rp 246.174.461,-.
14. Biaya Pengganti Transport, merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan kepada seluruh pegawai dan pejabatnya dengan tujuan agar pegawai dan pejabat lebih bertanggung jawab atas kehadirannya dalam bekerja. Berdasarkan UU PPh No.17 Tahun 2000 Pasal 9 ayat 1 huruf ’e’ , bahwa penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang maka penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan seperti penggunaan mobil, rumah, fasilitas pengobatan dan lain sebagainya, bukan merupakan objek pajak. Namun karena penggantian tersebut berupa uang maka boleh dijadikan sebagai objek
80
pajak. Dalam hal ini perusahaan harus melakukan koreksi positif sebesar Rp 23.759.532.715.-
15. Biaya Pindah Anak Sekolah, biaya ini di berikan bagi pegawai Perum Pegadaian yang masih memiliki tanggungan anak sekolah, untuk meringankan beban pegawainya dalam membiayai sekolah anaknya baik yang mau mendaftar atau pun yang akan pindah sekolah. Namun, berdasarkan UU PPh No. 17 Pasal 9 ayat 1 huruf ’i’, maka biaya untuk keperluan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya, pada hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh wajib pajak yang bersangkutan. Karena itu tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. Maka jumlah yang harus dikoreksi sebesar Rp 69.472.000,-
16. Biaya Administrasi Pajak, Hal ini sudah jelas harus dikoreksi karena sesuai dengan UU PPh No. 17 Pasal 9 ayat 1 huruf ’k’ yaitu, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak boleh jadi pengurang penghasilan bruto yaitu sebesar Rp 98.209.711.
17. Biaya Penyusutan, pembebanan biaya penyusutan kepada bangunan, inventaris kantor, dan kendaraan dilakukan berdasarkan harga perolehan. Metode penyusutan yang diterapkan adalah garis lurus (straight line method). Kebijakan perusahaan telah menetapkan bahwa umur produktif untuk bangunan 20 tahun, mesin kantor 8 tahun, kendaraan dan inventaris kantor 4 81
tahun. Dalam penghitungan penyusutan, Perum Pegadaian sebagian besar telah melaksanakan sesuai dengan peraturan perpajakan. Sesuai dengan KEP220/PJ./2002, kendaraan perusahaan yang dibawa pulang dan dikuasai pegawai harus dibiayakan sebesar 50%. Berikut ini rincian biaya penyusutan aktiva tetap yang dikoreksi: 1. Biaya penyusutan gedung, pagar dan taman rumah :
Rp 1.271.176.006
2. Biaya penyusutan instalasi TAL rumah
:
Rp
2.196.950
3. Biaya penyusutan meubel air rumah
:
Rp
171.011.571
4. Biaya penyusutan non meubel air rumah
:
Rp
22.385.327
5. Biaya penyusutan mobil ( koreksi 50%)
:
Rp 2.327.449.714
6. Biaya penyusutan motor ( koreksi 50%)
:
Rp 291.749.851
Total biaya yang dikoreksi
Rp4.085.969.419
18. Biaya Penyisihan Piutang, biaya ini merupakan biaya penyisihan atas piutang yang sewaktu-waktu tidak dapat ditagih. Berdasarkan UU PPh No.17 Pasal 9 ayat 1 huruf ’c’, pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan keputusan menteri Keuangan. Dalam hal ini Perum Pegadaian mengkoreksi sebesar Rp 652.478.660.
19. Pada Pendapatan lain-lain meliputi diantaranya Pendapatan Sewa dan pendapatan jasa giro. Perum Pegadaian memiliki aktiva berupa gedung 82
Langenpalikrama yang dapat disewakan baik untuk resepsi pernikahan ataupun sebagai gedung pertemuan. Atas sewa gedung tersebut perusahaan sudah memotong PPh pasal 23. Berdasarkan hal tersebut perusahaan melakukan koreksi negatif sebesar Rp. 1.133.370.938,-. Sedangkan
pada
Pendapatan Jasa Giro, atas jasa giro Perum Pegadaian menanggung beban bunga yang dipotong oleh pihak bank. Pajak ini merupakan PPh final yang tidak dapat dijadikan sebagai beban perusahaan. Karena itu pihak Perum Pegadaian melakukan koreksi negatif atas pendapatan jasa giro sebesar Rp.1.346.411.402.-. Dilakukannya koreksi atas pendapatan jasa giro bertujuan untuk menghindari pembayaran pajak berganda yang dilakukan oleh perusahaan. Jadi total biaya yang harus dilakukan koreksi negatif adalah sebesar Rp 2.479.782.304.-.
20. Perusahaan menanggung beban atas pajak final yang dipotong bank. Pajak atas jasa giro merupakan PPh final dan tidak bisa dijadikan beban dalam laporan laba rugi fiskal. Untuk itu harus dilakukan koreksi positif sebesar 20% dari pendapatan jasa giro , yaitu sebesar Rp 269.282.280 jumlah tersebut didapat dari: 20% 20%
VI.5
x
Pendapatan jasa giro
= Koreksi positif
x
Rp 1.346.411.402
= Rp 269.282.280
Perencanaan Pajak Yang Dapat Diterapkan Pada Perum Pegadaian Pusat Perum Pegadaian Pusat belum melaksanakan perencanaan pajak yang efektif, hal ini dilihat dari rekonsiliasi laba rugi fiskal Perum Pegadaian Pusat, dimana 83
banyak terdapat koreksi positif atas beban-beban komersial yang menyebabkan laba perusahaan menjadi besar. Untuk itu, Perum Pegadaian Pusat harus melakukan perencanaan pajak yang efektif dengan tujuan untuk dapat meminimalkan laba sebelum pajak. Perencanaan-perencanaan yang mungkin dapat diterapkan dalam perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Pajak Penghasilan Pasal 21 Perum Pegadaian Pusat dapat melakukan perencanaan pajak atas PPh pasal 21 dengan menggunakan metode gross up dengan memberikan sejumlah tunjangan pajak penghasilan kepada karyawan yang dapat dijadikan beban fiskal. Beban PPh pasal 21 sebelum perencanaan pajak adalah sebesar Rp 32.192.790.061,- dan dilakukan koreksi positif. Setelah perencanaan pajak, tunjangan pajak penghasilan akan diberikan kepada karyawan sebesar Rp 32.192.790.061,-. Dengan ini beban perusahaan akan bertambah sebesar tunjangan PPh pasal 21 yang akan diberikan kepada karyawan.
2. Biaya pengganti transport yang diberikan kepada karyawan sebaiknya diganti dengan memberikan tunjangan transportasi kepada karyawan sehingga akan menjadi penghasilan bagi karyawan dan dapat dijadikan sebagai objek pajak PPh Pasal 21. Atas pemberian tunjangan tersebut, dapat dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto perusahaan, sehingga dapat meminimalkan laba perusahaan.
3. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan atas biaya sponsor dan promosi adalah pihak perum pegadaian harus melengkapi semua dokumen- dokumen 84
dan bukti-bukti pendukung yang sah atas semua transaksi yang dilakukan sehingga pihak perum pegadaian dapat membiayakan biaya tersebut.
4. Berdasarkan SE-27/PJ.22/1986, biaya entertaiment,representasi,jamuan tamu dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dengan syarat dibuatkan daftar nominatif. Maka dari itu, sebaiknya perusahaan memberikan daftar nominatif sebagai bukti pelaksanaan representasi, sehingga beban tersebut dapat menjadi beban fiskal. Daftar nominatif tersebut paling tidak memuat: a) Nomor urut b) Tanggal diberikan c) Nama/ tempat entertainment / representasi diberikan d) Alamat entertainment e) Jenis entertainment f) Jumlah g) Relasi, nama, posisi, nama perusahan, jenis usaha
5. Perencanaan pajak atas biaya rumah tangga pada Perum Pegadaian Pusat yaitu perusahaan harus melakukan perincian atas biaya rumah tangga dan didukung oleh dokumen-dokumen pendukung sebagai bukti atas transaksi. Hal ini dilakukan karena biaya ini sangat memiliki resiko untuk dilakukan koreksi ( grey area), sepanjang biaya ini bisa dibuktikan dan didukung dengan bukti-bukti yang sah, maka biaya ini dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto, namun jika biaya ini tidak bisa dibuktikan, maka biaya ini 85
memiliki resiko koreksi fiskal. Hal ini akan merugikan perusahaan karena akan memperbesar laba perusahaan.
6. Didalam biaya rumah tangga terdapat biaya untuk membeli alat-alat kebersihan yang akan digunakan oleh perusahaan, dalam hal ini sebaiknya perusahaan melakukan kerjasama oleh pihak ketiga untuk menjaga kebersihan perusahaan, misalnya menggunakan jasa cleaning service. Atas jasa kebersihan yang diberikan oleh pihak ketiga, perusahaan melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa tersebut. Selanjutnya pemotongan tersebut dapat dijadikan kredit pajak bagi pihak pemberi jasa yang bersangkutan.
7. Biaya bantuan pengobatan dan bantuan kacamata sesuai dengan pasal 9 ayat 1 huruf b UU PPh No.17 tahun 2000 merupakan pemberian natura dan kenikmatan yang diterima karyawan sehingga tidak dapat dijadikan biaya bagi perusahaan. Karenanya perencanaan pajak yang dapat diterapkan oleh perum pegadaian dengan mengganti atau mengalokasikan biaya tersebut menjadi tunjangan pajak.
8. Sumbangan dalam bentuk apapun tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto sesuai dengan Undang-undang PPh No. 17 Tahun 2000 pasal 9 ayat 1 huruf g, karena sumbangan tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Sumbangan yang boleh dijadikan pengurang penghasilan oleh pajak adalah sumbangan untuk GNOTA/ sumbangan 86
korban bencana alam antara lain tsunami Nangroe Aceh Darussalam atau Sumatera Utara hal ini diatur antara lain dalam keputusan Menteri Keuangan No. 609/KMK.03/2004 tentang perlakuan PPh atas bantuan kemanusiaan bencana alam di NAD dan Sumatera Utara.
9. Untuk biaya BBM dan Pelumas. Pihak perum pegadaian harus dapat menerapkan mata anggaran yang jelas. Mata anggaran BBM dan perumas untuk pejabat eselon I dan direksi harus dipisah dengan mata anggaran BBM untuk kegiatan operasional perusahaan.
10. Untuk meningkatkan kredibilitas karyawan sebaiknya Perum Pegadaian Pusat memberikan pelatihan-pelatihan/ kursus perpajakan seperti mengikuti brevet pajak, memberikan seminar perpajakan secara rutin, memberikan majalah/software perpajakan. Hal ini dilakukan, agar karyawan dapat selalu mengikuti perkembangan tentang peraturan pajak. Dengan mengikuti perkembangan peraturan pajak dapat memudahkan perusahaan dalam melakukan perencanaan pajak dengan memanfaatkan undang-undang perpajakan terbaru secara legal. Atas biaya pelatihan karyawan dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto.
11. Selama ini pihak perum pegadaian tidak pernah terlambat dalam menyetorkan pajak dan menyampaikan SPT. Hal ini harus terus dilakukan perusahaan karena hal ini termasuk dalam perencanaan pajak. Dalam melakukan perencanaan pajak tidak hanya mencari loopholes melalui 87
peraturan
perpajakan,
namun
menghindari
kesalahan
yang
akan
menimbulkan sanksi baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana juga merupakan salah satu cara perencanaan pajak.
VI.6
Rekonsiliasi Fiskal Sebelum dan Sesudah Perencanaan Pajak. Laporan keuangan suatu perusahaan yang akan digunakan untuk laporan keuangan pajak, harus diubah terlebih dahulu menjadi laporan fiskal. Proses ini yang disebut dengan rekonsiliasi. Tujuan utama dilakukan rekonsiliasi ini adalah untuk membuat laporan keuangan komersial sesuai dengan peraturan perpajakan sehingga dapat digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan Badan. Perencanaan pajak yang efektif akan membuat suatu perusahaan mampu meminimalkan beban-beban yang dapat mengurangi penghasilan bruto. Dengan meminimalkan beban-beban tersebut akan mengakibatkan laba fiskal tidak jauh berbeda dengan laba komersial. Hal ini dapat dilakukan dengan perencanaan pajak yang efektif atas beban-beban yang tidak dapat mengurangi penghasilan bruto dalam laporan keuangan fiskal. Hasil akhir yang akan dicapai oleh perusahaan adalah penghematan pajak dari selisih rugi komersial dan fiskal yang dapat dijadikan kompensasi untuk tahun berikutnya. Terdapat perbedaan perlakuan akuntansi komersial dan perlakuan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban. Perbedaan inilah yang menyebabkan adanya rekonsiliasi fiskal atas laba rugi perusahaan. Hal ini disebabkan karena tidak semua beban yang diakui dalam laporan laba rugi komersial dapat menjadi beban dalam laporan rugi fiskal. Dengan rekonsiliasi sebelum dan sesudah perencanaan pajak, dapat terlihat adanya perbedaan laba sebelum pajak baik 88
secara komersial maupun secara fiskal. Dimana perubahan laba sebelum perencanaan dengan sesudah perencanaan tersebut akan mempengaruhi besarnya pajak yang akan dibayarkan oleh perusahaan. Perhitungan perbandingan laba sebelum pajak sebelum dan sesudah perencanaan dapat dilihat dari tabel berikut ini :
89
Tabel 4.6 Perhitungan Besarnya Persentase Penghematan Pajak (dalam ribuan)
Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan Badan 10% 15% 30%
Sebelum Perencanaan Pajak (Rp.)
Setelah Perencanaan Pajak (Rp.)
Persentase Penghematan %
799.645.756
729.466.688
8,8%
5,000,000 7,500,000 799.545.756 239.876.226
5000.000 7.500.000 729.366.688 218.822.506
8.8%
Dari hasil rekonsiliasi fiskal sebelum dan setelah perencanaan pajak, dapat dilihat bahwa sebelum perencanaan pajak, Perum Pegadaian memperoleh laba sebelum pajak sebesar Rp 799.645.756. Namun setelah dilakukan perencanaan pajak, laba sebelum pajak penghasilan perusahaan berubah menjadi Rp 729.466.688 dengan perencanaan pajak tersebut, Perum Pegadaian dapat menghasilkan penghematan Penghasilan Kena Pajak dengan Presentase 8,8%. Artinya setiap penurunan laba sebesar 1%, pihak perum pegadaian menghemat pajak sebesar Rp 7.974.894. Usulan perencanaan pajak yang menghasilkan optimalisasi beban pada Perum Pegadaian pada tabel rekonsiliasi sebelum dan setelah perencanaan pajak dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. PPh Pasal 21 Beban PPh Pasal 21 sebelum perencanaan pajak adalah sebesar Rp 32.192.790.061 dan dilakukan koreksi positif. Setelah perencanaan pajak, perusahaan memberikan tunjangan pajak dengan menggunakan metode gross 94
profit yang diberikan kepada karyawan sebesar Rp 32.192.790.061.-. Dengan ini beban perusahaan akan bertambah sebesar tunjangan PPh Pasal 21 yang diberikan kepada karyawan.
2. Biaya Pengobatan dan Bantuan kacamata Sebelum dilakukan perencanaan pajak, perusahaan memberikan fasilitas ini secara cuma-cuma dimana dalam hal tersebut perusahaan tidak dapat membiayakan biaya pengobatan tersebut. Sesuai dengan ketentuan UU PPh pasal 9 huruf e. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan fasilitas tersebut dalam bentuk tunjangan pajak ataupun dalam bentuk penggantian pengobatan.
3. Biaya Rumah Tangga Setelah dilakukan perencanaan pajak, maka biaya rumah tangga yang sebelum perencanaan pajak tidak dapat dijadikan sebagai pengurang, setelah perencanaan pajak biaya tersebut dapat menjadi pengurang, yaitu sebesar Rp 96.791.632.
4. Biaya Representasi Sebelum perencanaan pajak, biaya representasi harus dilakukan koreksi positif karena perusahaan tidak membuat daftar nominatif atas biaya tersebut. Perencanaan pajak atas biaya yang dapat dilakukan adalah dengan membuat daftar nominatif dan dapat dilampirkan dalam SPT Tahunan perusahaan. Dengan demikian beban perusahaan akan bertambah sebesar Rp 546.988.916 95
5. Biaya Entertainment Sebelum perencanaan pajak, biaya entertaiment harus dilakukan koreksi positif karena perusahaan tidak membuat daftar nominatif atas biaya tersebut. Perencanaan pajak atas biaya tersebut adalah dengan membuat daftar nominatif dan dapat dilampirkan dalam SPT Tahunan perusahaan. Dengan demikian beban perusahaan akan bertambah sebesar Rp 1.354.805.404.
6. Biaya Promosi Sebelum perencanaan pajak, biaya promosi harus dilakukan koreksi positif karena perusahaan tidak memiliki dokumen-dokumen atau bukti- bukti pendukung transaksi yang sah. Perencanaan yang dapat dilakukan adalah dengan melengkapi setiap bukti-bukti tersebut
dengan demikian beban
perusahaan akan bertambah sebesar Rp 8.822.329.107.
96