ANALISIS KEBIJAKAN PERENCANAAN PAJAK BIAYA PEGAWAI SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT. PLN PERSERO CABANG GORONTALO OLEH
ABDUL HOLIS LUNETO NIM : 921 409 121 PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
ABSTRACT Abdul Holis Luneto. 2013. An Analysis of Policy Employee Costs Tax Planning as an Effort to Minimize the Tax Burden. Skripsi. Study Program of Accounting. Department of Accounting. Faculty of Economics and Business. Universitas Negeri Gorontalo. In increasing the profit, a company tries to minimize the tax burden. Accordingly, this research discussed the analysis of policy employee costs tax planning as an effort to minimize the tax burden. By the tax planning, it expected the tax burden will decrease, so the company profit will increase. The method applied in this research is a descriptive method. The result of research concluded that in calculating the income tax, Article 21, of the salary of the employee, the precise method is using the Gross up Method. This method conducted by providing the tax allowance to the entire employees, based on the tax paid. So that, all costs incurred by the company can be used for the calculation of the Taxable Person to pay the Corporate Tax. Therefore, the tax that will be paid by the company become small. Keywords: Employee costs tax planning, Minimize the tax burden PENDAHULUAN Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang digunakan untuk kepentingan bersama. Oleh karenanya pemerintah selalu mengoptimalkan penerimaan pajak dari masyarakat sehingga diharapkan mampu mengurangi hutang kepada luar negeri. Dengan kata lain, semakin besar pajak yang dibayarkan maka semakin besar penerimaan negara dan semakin sedikit hutang kepada luar negeri. Untuk mengoptimalkan laba, perusahaan berusaha untuk meminimalkan beban pajaknya. Pajak bagi perusahaan merupakan beban yang dapat mengurangi laba bersih dari
perusahaan itu sendiri, sehingga dilakukan strategi tertentu untuk menguranginya. Strategi ini adalah salah satu bagian dari perencanaan pajak. Perencanaan pajak dilakukan agar perusahaan dapat menghemat beban pajak yang akan disetorkan kepada pemerintah, dan juga agar pengeluaran kas yang seharusnya digunakan untuk pembayaran pajak dapat dialokasikan untuk pengadaan sumber daya baru bagi perusahaan untuk memperlancar operasional perusahaan. Pihak manajemen perusahaan berusaha menginginkan agar pajak yang dibayar oleh perusahaannya bisa diminimalkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Maka dari itu diperlukan perencanaan pajak dengan harapan memperoleh penghematan pajak untuk meningkatkan laba bersih setelah pajak. Peluang penghematan pajak yang dapat dilakukan adalah pada biaya-biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan khususnya pada PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima karyawan. Menurut Zain (2008 : 89) Ada 3 metode yang dapat dipilih perusahaan dalam pemungutan PPh Pasal 21 karyawan yaitu : 1) PPh Pasal 21 ditanggung karyawan 2) PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan pajak 3) PPh Pasal 21 di gross up Maka dalam penelitian ini akan dibahas tentang perbandingan 3 metode pengenaan pajak untuk dapat dilihat metode mana yang dapat menghasilkan laba fiskal yang lebih kecil sehingga dapat mengefisienkan PPh Badan. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dalam skripsi yang berjudul “Analisis Kebijakan Perencanaan Pajak Biaya Pegawai Sebagai Upaya Untuk Meminimalkan Beban Pajak”.
Perencanaan Pajak Perencanaan pajak (tax planning) adalah langkah awal dalam manajemen pajak yaitu dengan cara menghemat beban pajak sesuai dengan bingkai peraturan perpajakan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Suandy (2011 : 6) Tax Planning (perencanaan pajak) adalah langkah awal dalam manajemen pajak, dimana dalam tahap ini dilakukan penelitian dan pengumpulan ketentuan peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan”.
Untuk memahami perencanaan pajak yang baik, maka diperlukan juga pemahaman terhadap undang-undang perpajakan itu sendiri. Baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan maupun yang melanggar peraturan perpajakan seperti penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion).
Beban Pajak Menurut IAI (dalam Wibowo 2008 ; 42) beban pajak adalah jumlah agregat pajak kini dan pajak tangguhan yang diperhitungkan dalam perhitungan laba dan rugi pada satu periode. Menurut Suandy (dalam Wibowo 2008 ; 43) beban pajak merupakan pengakuan perusahaan bahwa pajak merupakan suatu beban atau beban di dalam menjalankan usaha atau kegiatannya. Berdasarkan kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa beban pajak adalah beban – beban yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan di dalam kegiatan usahanya. Agar dapat menghasilkan besarnya pajak yang harus dibayar oleh suatu perusahaan, maka perlu dilakukan perhitungan pajak yang benar dan tepat. Untuk itu, perlu diketahui beban – beban yang dapat diperkurangkan dari penghasilan kena pajak (deductible expenses) dan bebanbeban yang tidak dapat diperkurangkan dari penghasilan kena pajak (non deductible expenses) berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat 1 UU PPh No 36 tahun 2008.
Beban yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expenses) Sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat 1 UU PPh No. 36 Tahun 2008 beban yang dapat diperkurangkan dari penghasilan bruto adalah beban untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (Agoes et al, 2010 : 206), termasuk : 1) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain, Biaya pembelian bahan, Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, Bunga, sewa, dan royalty, Biaya perjalanan, Biaya pengolahan limbah, Premi asuransi, Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan, Biaya administrasi, dan Pajak kecuali pajak penghasilan. 2) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;
3) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan; 4) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; 5) Kerugian selisih kurs mata uang asing; 6) Penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; 7) Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; 8) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih 9) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah; 10) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah; 11) Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah; 12) Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dalam peraturan pemerintah; dan 13) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah. Selain itu, beban berikut ini jua merupakan beban yang dapat dikurangkan yaitu : 1) Pembentukan dana cadangan 2) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan. 3) Harta yang dihibahkan 4) Bantuan atau sumbangan termasuk zakat dan sumbangan keagamaan. 5) Biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang digunakan perusahaan untuk pegawai. 6) Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kenderaan yang digunakan perusahaan untuk pegawai. 7) Bunga pinjaman.
Beban yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible expenses) Untuk penghitungan penghasilan kena pajak, tidak semua biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Pasal 9 ayat 1 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 menyebutkan jenis-jenis biaya yang tidak boleh diperkurangkan dari penghasilan bruto (Agoes et al, 2010 : 206) adalah sebagai berikut : 1) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 2) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; 3) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: -
Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit,
seaw
guna
usaha
dengan
hak
opsi,
perusahaan
pembiayaankonsumen, dan perusahaan anjak piutang; -
Cadangan untuk asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial;
-
Cadangan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan;
-
Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
-
Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
-
Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri, yang ketentuan dan syarat- syaratnya diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.
4) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajakorang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai pengahasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; 5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan;
6) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; 7) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan; 8) Pajak penghasilan; 9) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; 10) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; 11) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Kerangka Berpikir Penelitian ini berangkat dari teori yang dikemukakan oleh Zain (2008 ; 54) tentang perencanaan pajak. Menurut Zain, Perencanaan pajak adalah suatu proses mendeteksi cacat teoritis dalam ketentuan perundang - undangan perpajakan, untuk kemudian diolah sedemikian rupa sehingga ditemukannya suatu cara penghindaran pajak yang dapat menghemat pajak akibat cacat teoritis tersebut. Berdasarkan teori ini, penulis melakukan penelitian tentang Analisis Kebijakan Perencanaan Pajak Biaya Pegawai Sebagai Upaya Untuk Meminimalkan Beban Pajak Pada PT. PLN Persero, dan kemudian didukung dengan penelitian terdahulu oleh Rosa (2009) dalam penelitiaannya tentang penerapan perencanaan pajak atas PPh badan Sebagai upaya dalam meminimalisasi PPh badan yang terutang pada PT. X Di Surabaya, Wibowo (2008) dalam penelitiannya analisis perencanaan pajak sebagai upaya meminimalkan beban pajak pada PT. Wahana Mega Hastakarya, dan Gloritho dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh penerapan perencanaan pajak biaya pegawai biaya pegawai pada PT. XYZ.
METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu peneliti tidak melakukan manipulasi atau memberikan perlakuan – perlakuan tertentu terhadap variabel, tetapi semua kegiatan, keadaan, kejadian, aspek, komponen atau variabel
berjalan sebagaimana adanya (Sukmadinata, 2011 : 74). Menurut Best dalam Ridwan (20 Feb 2012), Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Penelitian Deskriptif ini juga sering disebut non eksperimen, karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Jenis dan Sumber data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder. Sumber data dalam penelitian ini adalah berasal dari data perusahaan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen yang diperlukan seperti laporan keuangan, daftar gaji, SPT Tahunan wajib pajak. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara sebagai berikut : 1) Survey pendahuluan, untuk memperoleh gambaran tentang keadaan perusahaan dalam rangka menemukan permasalahan mengenai implementasi tax planning yang mungkin ada dalam perusahaan tersebut yang kemudian dapat dibahas dalam penelitian ini. 2) Studi kepustakaan, untuk memperoleh landasan teori mengenai tax planning dan implementasinya melalui literatur-literatur, laporan-laporan, teori-teori, jurnal-jurnal, dan buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan yang ada serta berguna bagi penyusunan hasil penelitian ini. 3) Survey lapangan, untuk mendapatkan data dari perusahaan melalui observasi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan perpajakan perusahaan, struktur organisasi, perhitungan laba/rugi, bukti setoran pajak tahunan, dan daftar gaji karyawan. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan penulis adalah metode deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaaan atau fenomena – fenomena apa adanya (Sukmadinata, 2011 : 18). Alasan menggunakan metode deskriptif ini yaitu untuk membuat deksripsi mengenai fakta dan sifat fenomena yang diselidiki. Analisis data dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan antara keadaan di perusahaan dari survey pendahuluan dan survey lapangan dengan landasan teori hasil studi kepustakaan, kemudian dari hasil tersebut, ditarik kesimpulan dan diberikan saran-saran untuk perbaikan-perbaikan. Data yang telah dianalisis
ini akan memberikan gambaran seberapa besar efisiensi perencanaan pajak dalam upaya meminimalkan beban pajak. Tahapan dalam menganalisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut : 1) Memperoleh daftar gaji karyawan, laporan keuangan, dan SPT Tahunan Wajib Pajak PT. PLN (Persero) Cabang Gorontalo. 2) Melakukan penghitungan PPh Pasal 21 karyawan dengan menggunakan 3 (tiga) metode. 3) Menghitung Pajak Penghasilan Badan untuk menilai efisiensi beban pajak badan. 4) Menarik kesimpulan berdasarkan hasil penghitungan yang diperoleh.
PEMBAHASAN Perhitungan PPh Pasal 21 Ditanggung Karyawan Dibawah ini adalah perhitungan PPh Pasal 21 ditanggung Karyawan pada pada Bagian Administrasi Umum dengan jumlah karyawan sebanyak pada bagian tersebut sebanyak 9 (sembilan) orang ditambah dengan Manajer dan Asisten Manajer Bagian Pelayanan dan Administrasi di PT. PLN menjadi 11 orang.
Tabel 4 Perhitungan Lengkap PPh Pasal 21 Ditanggung karyawan Penghasilan
Tunjangan
Tantiem,
Penghasilan
Biaya
Iuran
Penghasilan
PTKP
Setahun
Jabatan
Bonus, dll
Bruto
Jabatan
Pensiun
Netto
Setahun
PPh 21
PPh 21
Setahun
Sebulan
229,610,000
6,000,000
2,400,000
221,210,000
19,800,000
201,410,000
25,211,500
2,100,958
123,952,000
226,912,000
6,000,000
2,400,000
218,512,000
21,120,000
197,392,000
24,608,800
2,050,733
17,760,000
122,412,000
224,412,000
6,000,000
2,400,000
216,012,000
18,480,000
197,532,000
24,629,800
2,052,483
84,200,000
17,600,000
120,500,000
222,300,000
6,000,000
2,400,000
213,900,000
21,120,000
192,780,000
23,917,000
1,993,083
K
84,120,000
17,560,000
120,450,000
222,130,000
6,000,000
2,400,000
213,730,000
17,160,000
196,570,000
24,485,500
2,040,458
P
K
84,084,000
17,322,000
120,300,000
221,706,000
6,000,000
2,400,000
213,306,000
17,160,000
196,146,000
24,421,900
2,035,158
G
L
K1
84,084,000
17,318,000
120,000,000
221,402,000
6,000,000
2,400,000
213,002,000
18,480,000
194,522,000
24,178,300
2,014,858
8
H
P
K1
84,060,000
17,280,000
118,800,000
220,140,000
6,000,000
2,400,000
211,740,000
18,480,000
193,260,000
23,989,000
1,999,083
9
I
L
K2
84,048,000
17,120,000
118,200,000
219,368,000
6,000,000
2,400,000
210,968,000
19,800,000
191,168,000
23,675,200
1,972,933
10
J
L
TK
84,036,000
17,118,000
115,600,000
216,754,000
6,000,000
2,400,000
208,354,000
15,840,000
192,514,000
23,877,100
1,989,758
11
K
P
TK
84,036,000
17,112,000
115,200,000
216,348,000
6,000,000
2,400,000
207,948,000
15,840,000
192,108,000
23,816,200
1,984,683
928,508,000
191,810,000
1,320,764,000
2,441,082,000
66,000,000
26,400,000
2,348,682,000
203,280,000
2,145,402,000
266,810,300
22,234,192
No
Nama
J.K
Status
1
A
L
K2
86,400,000
17,860,000
125,350,000
2
B
L
K3
85,200,000
17,760,000
3
C
L
K1
84,240,000
4
D
P
K3
5
E
L
6
F
7
Jumlah
Sumber data : Olah data Microsoft Excel 2013
PKP Setahun
Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh jumlah penghasilan bruto pegawai sebesar Rp. 2.441.082.000, PPh pasal 21 tahun sebesar Rp. 266.810.300, dan untuk PPh pasal 21 yang dipotong perbulan sebesar Rp. 22.234.192 dari penghasilan seluruh karyawan.
Perhitungan PPh Pasal 21 Diberikan Tunjangan Pajak Dalam metode ini, tunjangan pajak yang diberikan kepada pegawai oleh perusahaan sejumlah pajak yang harus ditanggung karyawan. Berikut adalah perhitungan PPh Pasal 21 Diberikan Tunjangan Pajak pada PT. PLN (Persero) Cabang Gorontalo.
Tabel 5 Perhitungan Lengkap PPh Pasal 21 Diberikan Tunjangan Pajak
Sumber data : Olah data Microsoft Excel
Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh jumlah penghasilan bruto pegawai sebesar Rp. 2.707.892.300 dan PPh pasal 21 setahun sebesar Rp. 306.831.845. Jumlah PPh pasal 21 merupakan pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan dan diberikan dalam bentuk tunjangan pajak. Jumlah tunjangan tersebut akan mengurangi PKP atau penghasilan kena pajak perusahaan. Namun jumlah Selisih sebesar Rp. 40.021.545 merupakan pajak yang masih harus dipotong per tahun dari penghasilan karyawan yang bersangkutan dan tidak dapat mengurangi penghasilan kena pajak (PKP) perusahaan.
Perhitungan PPh Pasal 21 Di Gross Up Perhitungan PPh pasal 21 yang di Gross Up ini akan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan PPh pasal 21 yang harus dibayarkan oleh karyawan, sehingga gaji yang diterima oleh karyawan tetap utuh. Metode Gross Up dengan rumus sebagai berikut : Lapisan 1 : PKP = 1 Rp s/d Rp 47.500.000 Tunjangan PPh = (PKP setahun - 0) x 5/95 + 0 Lapisan 2 : PKP = Rp 47.500.000 s/d Rp 217.500.000 Tunjangan PPh = (PKP setahun – Rp. 47.500.000) x 15/85 + Rp. 2.500.000 Lapisan 3 : PKP = Rp 217.500.000 s/d Rp 405.000.000 Tunjangan PPh = (PKP setahun – Rp 217.500.000) x 25/75 + Rp 32.500.000 Lapisan 4 : PKP = di atas Rp 405.000.000 Tunjangan PPh = (PKP setahun - Rp 405.000.000) x 30/70 + Rp 95.000.000 Sumber : www.jasakonsultasipajak.com Berikut adalah perhitungan PPh pasal 21 di gross up pada karyawan di PT. PLN Persero Cabang Gorontalo. 1) Karyawan A
Sebelum menghitung besarnya pajak pada metode gross up, maka dihitung terlebih dahulu tunjangan PPh menggunakan rumus gross up. PKP sebelum tunjangan pajak Karyawan A sebesar Rp. 201.410.000, maka
dihitung
menggunakan rumus gross up lapisan 2. Tunjangan pajak = (Rp. 201.410.000 – Rp. 47.500.000) x 15/85 + Rp.2.500.000. = Rp. 29.660.558 Sehingga perhitungan PPh menjadi : Gaji pokok setahun
Rp. 86.400.000
Tunjangan jabatan
Rp. 17.860.000
Tantiem, bonus, & gratifikasi jasa Tunjangan Pajak
Rp. 125.350.000 Rp. 29.660.558
Penghasilan bruto
Rp. 259.270.588
Pengurang : Biaya jabatan
Rp. 6.000.000
Iuran pensiun
Rp. 2.400.000
Jumlah pengurang
Rp.
8.400.000
Penghasilan neto setahun
Rp. 250.870.588
PTKP : K2
Rp. 19.800.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Rp. 231.070.588
PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp 50.000.000
= Rp. 2.500.000
15% x Rp. 176.621.500
= Rp. 26.493.225
Jumlah PPh Setahun Tunjangan Pajak Selisih
Rp. 29.660.588 Rp. 29.660.588 Rp.
0
Berdasarkan perhitungan diatas tunjangan pajak akan memperoleh hasil yang sama dengan PPh pasal 21 karyawan dan gaji yang di bawa pulang (take home pay) karyawan akan tetap utuh.
Tabel 6 Perhitungan Lengkap PPh Pasal 21 Di Gross Up
Sumber data : Olah data Microsoft Excel
Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh jumlah penghasilan bruto pegawai sebesar Rp. 2.754.976.471, dan PPh pasal 21 setahun sebesar Rp. 313.894.471. Dengan menggunakan metode gross up ini, dapat memberikan tunjangan pajak sebesar pajak yang harus ditanggung karyawan. Beban tunjangan pajak dengan metode ini pada perusahaan akan menjadi lebih besar tetapi dapat menjadi pengurang pada laporan fiskal atau deductible expense.
Dampak perhitungan PPh pasal 21 terhadap Laporan Laba Rugi Berdasarkan hasil perhitungan PPh pasal 21 karyawan yang menggunakan 3 (tiga) metode yaitu PPh pasal 21 yang ditanggung karyawan, PPh pasal 21 yang diberikan dalam tunjangan pajak, dan PPh pasal 21 yang di Gross Up akan terapkan dalam laporan laba rugi pada PT. PLN (Persero) Cabang Gorontalo, sehingga dari ketiga metode tersebut akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap laporan laba rugi. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 8 Dampak Perhitungan PPh Pasal 21 dalam Laporan Laba Rugi
Keterangan
PPh pasal 21
PPh pasal 21
ditanggung
diberikan tunjangan
karyawan
pajak
PPh pasal 21 di Gross Up
Pendapatan
Rp. 222.621.086.000
Rp. 222.621.086.000
Rp. 222.621.086.000
Beban usaha
Rp. 218.132.826.000
Rp. 218.132.826.000
Rp. 218.132.826.000
Laba Kotor
Rp.
4.488.260.000
Rp.
4.488.260.000
Rp.
4.488.260.000
Beban Lain-lain
Rp.
4.061.590.000
Rp.
4.061.590.000
Rp.
4.061.590.000
PPh 21
Rp.
Rp.
306.831.845
Rp.
313.894.471
426.670.000
Rp.
119.838.155
Rp.
112.775.529
Laba
sebelum Rp.
-
pajak Beban Pajak
Rp.
106.667.500
Rp.
29.959.539
Rp.
28.193.882
Laba Bersih
Rp.
320.002.500
Rp.
89.878.616
Rp.
84.581.647
Dari tabel di atas dapat dilihat perbandingan dari ketiga metode perhitungan PPh pasal 21 karyawan terhadap laporan laba rugi. Jika menggunakan metode penghitungan pajak penghasilan pasal 21 yang ditanggung karyawan menghasilkan laba sebesar Rp. 320.002.500 dengan beban pajak sebesar Rp. 106.667.500. Apabila menggunakan metode PPh Pasal 21 yang diberikan tunjangan pajak akan menghasilkan laba sebesar Rp. 89.878.616 dengan beban pajaknya sebesar Rp. 29.959.539. dan menggunakan metode penghitungan
PPh Pasal 21 di gross up akan
menghasilkan laba sebesar Rp. 84.581.647 dengan beban pajaknya sebesar Rp. 28.193.882. Jika dilihat dari tabel tersebut bahwa, dengan pajak yang ditanggung karyawan akan menghasilkan laba kotor yang besar akan tetapi perusahaan akan membayar beban pajak yang besar juga. Apabila tujuan perusahaan untuk meminimalkan beban pajak, maka akan lebih cocok menggunakan metode gross up.
PENUTUP Kesimpulan Dalam membayar pajak, PT. PLN (Persero) Cabang Gorontalo menghitung dan memotong pajak atas gaji karyawan setiap bulannya kemudian menyetorkannya ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama setiap tahun. Jadi, PPh Pasal 21 dibebankan langsung kepada karyawan dengan dipotong dari penghasilan karyawan saat menerima gaji. Berdasarkan
hasil
perhitungan
tentang
pajak
penghasilan
pasal
21
untuk
mengefisiensikan beban pajak dengan menggunakan 3 metode penghitungan PPh Pasal 21, penulis dapat menarik kesimpulan yaitu : Penghitungan pajak yang dilakukan oleh perusahaan saat ini adalah metode pajak penghasilan ditanggung karyawan. Dengan laba bersih setelah pajak sebesar Rp. 320.002.500. Dari hasil penghitungan metode pajak penghasilan, metode gross up adalah metode yang paling besar pengaruhnya terhadap pengurangan laba perusahaan yaitu dengan laba sebesar Rp. 84.581.647. Apabila pajaknya ditanggung oleh karyawan, maka akan menghasilkan laba sebesar Rp. 320.002.500 dan jika menggunakan metode PPh Pasal 21 yang diberikan tunjangan pajak akan menghasilkan laba sebesar Rp. 89.878.616. Sehingga dari besarnya laba tersebut yang dapat meminimalkan beban pajak adalah metode gross up.
Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran sebagai pertimbangan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan terutama dalam pemberian tunjangan pajak sebagai upaya untuk meminimalkan beban pajak. Adapun saran-saran yang diberikan yaitu : Dalam perhitungan pajak penghasilan pasal 21, perusahaan sebaiknya mempertimbangkan untuk menggunakan metode penghitungan pajak penghasilan dengan metode gross up karena dapat meminimalkan beban pajaknya yaitu tunjangan pajak yang diberikan sama dengan jumlah pajak yang ditanggung karyawan. Untuk meminimalkan beban pajak, penghitungan pajak dengan metode gross up dapat mengurangi laba lebih besar jika dibandingkan dengan pemberian tunjangan pajak. Dengan metode ini, take home pay atau gaji yang dibawa pulang oleh karyawan tetap utuh karena besarnya tunjangan pajak yang diberikan sama besarnya dengan jumlah pajak yang ditanggung oleh karyawan itu. Dengan metode gross up, perusahaan dapat meminimalkan beban pajaknya. Apabila perusahaan bertujuan untuk meningkatkan labanya, perusahaan boleh memilih alternatif pajak yang ditanggung karyawan, tetapi beban pajaknya akan lebih besar juga. Perusahaan boleh memilih metode ini dengan catatan perusahaan menaikan gaji karyawan sehingga laba yang diperoleh lebih besar lagi dan pajaknya tetap ditanggung oleh karyawan itu sendiri. Untuk penghitungan pajak selanjutnya, pihak perusahaan harus mengikuti peraturanperaturan perpajakan yang terbaru agar perencanaan pajaknya sesuai peraturan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati. (2010). Akuntansi Perpajakan. Edisi 2 Revisi. Jakarta: Salemba Empat Ampa, Andi. (2011). Implementasi Tax Planning Dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Perusahaan Pada PT. Bank Sulsel. Skripsi Universitas Hasanudin Makassar. Ayers, Benjamin C. John (Xuefeng) Jiang dan Stacie K. Laplante. (2009). Taxable Income as a Performance Measure: The Effects of Tax Planning and Earnings Quality. The University Of Georgia and Michagan State University. Gloritho. t.t. Pengaruh Penerapan Perencanaan Pajak Biaya Pegawai Biaya Pegawai Pada PT. XYZ Untuk Meminimalkan Beban Pajak Dan Hubungannya Dengan Kinerja Perusahaan. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Harahap, Ahmad Jufri. (2009). Kebijakan Tax Planning Untuk Menyesuaikan Pendapatan Dan Beban Dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana. Skripsi Universitas Sumatera Utara. http://ridwanaz.com/umum/bahasa/pengertian-penelitian-deskriptif/ Masri, Indah dan Dwi Martani. t.t. Pengaruh Tax Avoidance Terhadap Cost Of Debt. Skripsi Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Muljono, Djoko. (2010). Panduan Brevet Pajak (Pajak Penghasilan). Andi. Yogyakarta. Nazir, Mohammad. (2005). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor. Peraturan Direktur Jendral Pajak No. 31/PJ/2009 Peraturan Menteri Keuangan No. 162/PMK.011/2012 Purwono, Heri. (2010). Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Erlangga. Jakarta. Rosa, Inria Dina. (2009). Penerapan Perencanaan Pajak Atas PPh Badan Sebagai Upaya Dalam Meminimalisasi PPh Badan Yang Terutang Pada PT. X Di Surabaya. Skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya. Sitio, Tona Ros Tennang. (2012). Pengaruh Tax Planning Untuk Meminimalkan PPh Badan Pada PT. Miduk Arta Medan. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Suandy, Erly. (2011), Perencanaan Pajak. Jakarta : Penerbit Salemba Empat.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan PT. Remaja Rosdakarya. Undang-undang Pajak No. 36 Tahun 2008. Wenas, Puput Andriyani. (2013). Analisis Metode Penghitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dalam Usaha Untuk Meminimalkan Beban Pajak Perusahaan. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Gorontalo. Wibowo, Bayu. (2008). Analisis Perencanaan Pajak Sebagai Upaya Meminimalkan Beban Pajak Pada PT. Wahana Mega Hastakarya. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jakarta. Zain, Mohammad. (2008). Manajemen Perpajakan Edisi 3. Salemba Empat. Jakarta.