BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS BIAYA KOMERSIAL UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT. BM
IV.1. Evaluasi Pelaksanaan PPh Badan PT. BM Menurut UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, setiap Wajib Pajak baik itu Wajib Pajak badan maupun orang pribadi wajib memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT. BM relatif telah memenuhi kewajiban perpajakannya, hal ini dapat dilihat antara lain PT. BM telah mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak, menyelenggarakan pembukuan, menghitung, memotong dan menyetor pajak yang terutang tepat pada waktunya yaitu sebelum melewati batas waktu yang telah ditentukan, mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan baik massa maupun tahunan tepat pada waktunya yaitu sebelum melewati batas waktu yang ditentukan, dan membuat faktur pajak. PT. BM menyelenggarakan pembukuan selain untuk mengetahui posisi keuangan dan perkembangan usaha perusahaan yaitu untuk memudahkan menghitung Penghasilan Kena Pajak dan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Pembukuan dan penyajian laporan keuangan PT. BM disusun berdasarkan Prinsip Akuntansi yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan, dimana laporan keuangan ini disebut sebagai laporan keuangan komersial. Untuk keperluan perpajakan khususnya untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak guna untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar perusahaan, maka perusahaan harus melakukan koreksi fiskal atas laporan perhitungan laba rugi komersial sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan guna menyesuaikan perbedaan antara laba komersial dan fiskal. 53
Perbedaan antara perlakuan akuntansi dan pajak dalam pengakuan penghasilan dan biaya akan mengakibatkan perbedaan laba komersial dan fiskal. Dalam laporan keuangan komersial, semua pengeluaran perusahaan dalam operasi dapat dijadikan biaya. Namun sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, tidak semua biaya komersial dapat dijadikan biaya fiskal. Hal ini mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan pajak yang efektif untuk dapat mengoptimalkan biaya-biaya perusahaan. Meskipun PT. BM telah melakukan perencanaan pajak dengan selalu mematuhi peraturan perpajakan yaitu dengan cara menghitung, memotong dan menyetor pajak tepat waktu agar tidak dikenakan sanksi dan agar tidak dilakukan pemeriksaan, namun penulis menyimpulkan perencanaan pajak yang telah dilakukan oleh PT. BM belum begitu maksimal, karena dalam laporan rekonsiliasi laba rugi fiskal banyak koreksi positif atas akun biaya komersial yang menyebabkan laba perusahaan bertambah sehingga dengan bertambahnya laba perusahaan akan menyebabkan bertambahnya jumlah Pajak Penghasilan badan yang harus dibayar oleh perusahaan. Untuk mendapatkan laba fiskal dalam menghitung Pajak Penghasilan badan, maka diperlukan suatu evaluasi atas biaya komersial untuk menentukan apakah biayabiaya komersial tersebut termasuk dalam biaya fiskal atau biaya non fiskal, dimana biaya non fiskal tersebut harus dilakukan koreksi positif. Dibawah ini akan dijelaskan hasil evaluasi atas biaya-biaya komersial yang telah dilakukan koreksi fiskal positif dalam rekonsiliasi perhitungan laba rugi komersial dan fiskal antara lain adalah sebagai berikut :
54
Tabel 4.1 PT BM REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL & FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2006 (Rupiah) KOMERSIAL
KOREKSI
FISKAL
Penjualan Penjualan kain rajut
118.489.460.731
-
118.489.460.731
Penjualan benang rajut
8.053.995.762
-
8.053.995.762
Penjualan kain rajut BS
2.335.790.511
-
2.335.790.511
Penjualan jasa makloen
21.302.010
-
21.302.010
128.900.549.014
128.900.549.014
73.329.523.119
73.329.523.119
Harga Pokok Penjualan Pemakaian Bahan Baku Pemakaian Bahan Pembantu Bahan kimia dan dyestuff
10.901.680.432
-
Minyak solar dan diesel
2.301.328.166
-
2.301.328.166
Bahan bakar batu bara
2.740.551.435
-
2.740.551.435
868.054.835
-
Jarum rajut
Upah Langsung dan tunjangan
10.901.680.432
868.054.835
16.811.614.868
16.811.614.868
8.862.619.995
8.862.619.995
Biaya Produksi Tak Langsung Gaji dan tunjangan Seragam pabrik PAM dan Gas
3.418.595.388
-
3.418.595.388
72.618.332
1) 66.418.332
6.200.000 4.038.858.752
4.038.858.752
-
Alat Bantu
309.451.916
-
309.451.916
Biaya pemeliharaan bangunan
106.580.520
-
106.580.520
Biaya pemeliharaan inventaris pabrik
63.796.541
-
63.796.541
Biaya pengolahan limbah
62.972.550
-
62.972.550
Ongkos angkut Listrik Plastik Sparepart Biaya rajut Penyusutan aktiva tetap
664.156.287
-
664.156.287
4.085.824.412
-
4.085.824.412
592.539.962
-
592.539.962
3.431.850.971
-
3.431.850.971
602.579.493
-
602.579.493
4.054.123.724
-
4.054.123.724
21.503.948.846
21.437.530.514
Total Biaya Produksi
120.507.706.828
Persediaan BDP Awal
2.082.710.070
-
120.441.288.496 2.082.710.070
122.590.416.898
122.523.998.566
Persediaan BDP Akhir
1.065.365.514
Harga Pokok Produksi
121.525.051.384
-
121.458.633.052
1.065.365.514
Persediaan Awal Barang Jadi
2.114.712.488
-
2.114.712.488
Barang Tersedia untuk Dijual
123.639.763.872
-
123.573.345.540
Persediaan Akhir Barang Jadi
5.427.961.814
5.427.961.814
55
Harga Pokok Penjualan
Laba (Rugi) Kotor
118.211.802.058
118.145.383.726
10.688.746.956
10.755.165.288
Biaya Usaha Gaji dan tunjangan Makan (Catering) Seragam kantor Bingkisan
2.295.210.184
-
2.295.210.184
758.460.465
-
758.460.465
23.403.150
2) 23.403.150
-
62.500.000
3) 62.500.000
-
416.207.004
4) 416.207.004
-
Biaya pengobatan karyawan
62.210.013
5) 62.210.013
-
Biaya pemeliharaan inventaris kantor
25.678.080
-
25.678.080
315.869.337
-
315.869.337
Fasilitas antar jemput karyawan
Biaya pemeliharaan kendaran bermotor Biaya pemeliharaan bangunan kantor
220.965.131
-
220.965.131
Telekomunikasi
137.700.459
-
137.700.459
Biaya iklan
3.600.000
-
3.600.000
171.718.090
-
171.718.090
17.472.205
-
17.472.205
Transportasi
132.996.125
-
132.996.125
Alat tulis dan cetakan (fotocopy)
264.492.385
-
264.492.385
44.547.527
-
44.547.527
Biaya pajak, PBB
346.933.321
-
346.933.321
PPh psl 21
216.194.980
6) 216.194.980
-
PPh psl 23
15.155.260
7) 15.155.260
6.050.000
Listrik Gas dan PAM
Asuransi
Konsultan pajak Biaya entertainment Administrasi bank Penyusutan aktiva tetap Rupa-rupa alat kantor
6.050.000
-
68.890.860
8) 68.890.860
-
184.846.961
-
184.846.961
1.013.530.932
-
1.013.530.932
2.398.500
-
2.398.500
Surat kabar dan majalah
1.551.780
520.000
1.031.780
Rumah Tangga
3.425.950
10) 3.425.950
-
Sumbangan
2.574.000
11) 2.574.000
-
Kebersihan
2.418.750
12) 2.418.750
-
Keamanan
3.546.750
13) 3.546.750
-
6.820.548.199
943.465.049
5.943.501.482
Laba (Rugi) dari Usaha
9)
3.868.198.757
4.811.663.806
Pendapatan (Biaya) Lain-lain Bunga pinjaman Pendapatan bunga (jasa giro) Selisih kurs Selisih kas
Laba Bersih Sebelum Pajak Pajak Penghasilan Laba Bersih Setelah Pajak
(953.074.175)
-
75.411.459
14) (75.411.459)
(953.074.175) -
(600.883.922)
-
(600.883.922)
(19.382)
-
(19.382)
(1.478.566.019)
(75.411.459)
(1.553.977.478)
2.389.632.738
868.053.590
3.257.686.328
959.805.800
959.805.800
1.429.826.938
2.297.880.528
56
Perusahaan melakukan koreksi fiskal positif terhadap biaya-biaya komersial, antara lain adalah sebagai berikut : 1. Biaya seragam pabrik PT. BM melakukan koreksi positif atas biaya seragam pabrik sebesar Rp.66.418.332,-. Setiap satu tahun sekali, perusahaan akan membagikan seragam pabrik kepada masing-masing karyawan sebanyak 4 buah. Pemberian seragam ini diberikan oleh perusahaan untuk keseragaman antara karyawan. Sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh dinyatakan bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan, bukan merupakan biaya yang diperbolehkan untuk mengurangi penghasilan bruto perusahaan sehingga biaya seragam pabrik sebesar Rp 66.418.332,- termasuk biaya non fiskal dan harus dikoreksi positif. Didalam biaya seragam pabrik tidak seluruhnya dilakukan koreksi. Yang dikoreksi hanya sebesar Rp 66.418.332,- karena biaya ini keluarkan oleh perusahaan untuk memberikan seragam pabrik kepada karyawan pabrik hanya untuk keseragaman saja. Sedangkan biaya seragam pabrik sebesar Rp 6.200.000,- tidak dikoreksi fiskal, karena biaya ini dikeluarkan oleh perusahaan untuk menyediakan pakaian khusus, masker, tutup kepala, sarung tangan untuk karyawan yang bekerja dibagian laboratorium, pakaian satpam, selain itu juga perusahaan menyediakan antara lain sepatu boat, masker, sarung tangan, kacamata khusus, helm khusus untuk karyawan yang bekerja dibagian tertentu yang mengharuskan menggunakan perlengkapan tersebut untuk keselamatan kerja dan keamanan. Biaya seragam pabrik sebesar Rp.6.200.000,diperbolehkan untuk mengurangi penghasilan bruto perusahaan dan termasuk sebagai biaya fiskal sehingga tidak dikoreksi fiskal, karena biaya ini dikeluarkan oleh perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan dan keselamatan kerja karyawan. 57
Menurut KMK-No.466/KMK.04/2000 tgl 03-11-2000 dan Kep-213/PJ/2001 tgl 15-032001 dalam Pasal 3 menyatakan bahwa pemberian kepada pegawai dalam bentuk natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan, keamanan dan keselamatan kerja atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi pegawai walaupun diberikan bukan di daerah terpencil. Pengertian keharusan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan ini berkaitan dengan keamanan atau keselamatan pekerja yang biasanya diwajibkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Pemda setempat termasuk pakaian dan peralatan bagi pegawai pemadam kebakaran, proyek, pakaian seragam pabrik, hansip/satpam, dan penginapan untuk awak kapal/pesawat serta antar jemput pegawai. 2. Biaya seragam kantor Seragam kantor diberikan oleh perusahaan kepada masing-masing karyawan kantor sebanyak 4 buah setiap tahunnya. Tujuan perusahaan memberikan seragam kantor kepada masing-masing karyawan kantor adalah hanya untuk keseragaman saja. Sehingga untuk pemberian seragam kantor ini, perusahaan harus mengeluarkan biaya seragam kantor sebesar Rp 23.403.150,-. Biaya pakaian kerja untuk seragam kantor ini bukan merupakan biaya fiskal sehingga harus dikoreksi seluruhnya yaitu sebesar Rp.23.403.150,-. Pemberian seragam kantor ini merupakan pemberian dalam bentuk natura dan bukan merupakan pengurang penghasilan bruto perusahaan karena sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh dinyatakan bahwa imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diberikan dalam bentuk natura merupakan biaya non fiskal dan harus dikoreksi fiskal positif.
58
3. Biaya bingkisan Setiap akhir tahun dan Hari Raya, perusahaan akan membagikan bingkisan parsel yang berupa macam-macam makanan dan minuman seperti buah, minuman kaleng, snack, permen, sirup, coklat dan makanan kering lainnya seperti kue, biskuit dan lain lain kepada seluruh karyawan baik itu karyawan pabrik maupun karyawan kantor. Pemberian bingkisan ini dilakukan oleh perusahaan untuk menunjukan ucapan terima kasih atas loyalitas seluruh karyawan kepada perusahaan. Perusahan mengharapkan bahwa dengan pemberian bingkisan tersebut setiap tahun kepada seluruh karyawan, karyawan akan termotivasi untuk bekerja lebih baik dan menunjukan loyalitas yang lebih tinggi lagi kepada perusahan serta hubungan antara karyawan dengan perusahaan terjalin semakin lebih erat. Pemberian bingkisan tahun 2006 ini menghabiskan biaya sebesar Rp.62.500.000,-. Biaya ini merupakan biaya non fiskal karena pemberian bingkisan parsel kepada karyawan yang dilakukan oleh perusahaan merupakan pemberian dalam bentuk natura sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh. 4. Biaya fasilitas antar jemput karyawan Sebagai
wujud
kepedulian
perusahaan
kepada
karyawan,
perusahaan
menyediakan fasilitas antar jemput dengan menggunakan bus kepada para karyawan. Biaya untuk fasilitas antar jemput karyawan adalah sebesar Rp 416.207.004,-. Biaya fasilitas transportasi antar jemput karyawan termasuk biaya non fiskal karena merupakan kenikmatan, sehingga sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh harus dikoreksi seluruhnya yaitu sebesar Rp 416.207.004,-. 5. Biaya pengobatan karyawan. Untuk
meningkatkan
kesejahteraan
karyawan,
perusahaan
menyediakan
poliklinik sendiri dilingkungan perusahan. Didalam poliklinik ini hanya menyediakan 59
obat-obat umum saja. Selain itu juga, perusahaan menetapkan biaya pengobatan dengan sistem reimbursement. Sistem reimbursement di PT BM adalah sistem dimana karyawan meminta penggantian atas biaya pengobatannya yang dilakukan di rumah sakit maupun di klinik. Karyawan dapat memperoleh uang penggantian pengobatan tersebut yaitu dengan cara menunjukan kwitansi pembayaran dari rumah sakit atau klinik tersebut kepada kasir perusahaan. Kwitansi tersebut juga harus lengkap pengisiannya yaitu dengan mencantumkan nama karyawan yang sakit, jumlah nominal biaya pengobatan, jenis nama penyakit karyawan, nama dan tanda tangan dokter, nama dan alamat serta stempel rumah sakit / klinik. Selain itu juga, dalam kwitansi tersebut harus dilampirkan resep dari dokter. Dilihat dari sudut pandang perpajakan, penyediaan obat dan sistem reimbursement merupakan biaya non fiskal jadi biaya pengobatan karyawan sebesar Rp.62.210.013,-
harus
dikoreksi
fiskal
positif
karena
merupakan
pemberian
natura/kenikmatan kepada karyawan sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh dan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-03/PJ.23/1984 tgl 21-02-1984 menyatakan bahwa apabila karyawan mendapatkan perawatan kesehatan dari rumah sakit dan rumah sakit tersebut menerima pembayaran langsung dari pemberi kerja, maka balas jasa yang diterima karyawan tersebut merupakan kenikmatan yang bukan obyek Pajak Penghasilan dan pembayaran yang dilakukan oleh pemberi kerja walaupun dalam bentuk tunai, tetapi dilakukan kepada pihak ketiga sebagai pembayaran atas pemberian pelayanan kesehatan kepada karyawan bukan merupakan beban yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak pemberi kerja tersebut. 6. PPh Pasal 21 PT. BM selaku pemberi kerja menanggung PPh Pasal 21 atas gaji karyawannya. Pajak yang ditanggung pemberi kerja tersebut termasuk dalam pengertian kenikmatan 60
yang diperoleh karyawan dan bukan merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan sehingga harus dikoreksi sesuai dalam Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh. Sehingga, PPh Pasal 21 sebesar Rp 216.194.980,- harus dikoreksi seluruhnya karena merupakan biaya non fiskal dan bukan merupakan pengurang penghasilan bruto perusahaan. 7. PPh Pasal 23 Perusahaan harus membayar sendiri PPh Pasal 23 karena perusahaan tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa pengolahan limbah dan jasa catering. Jadi PPh Pasal 23 sebesar Rp 15.155.260,- harus dikoreksi seluruhnya karena bukan merupakan biaya fiskal sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh. 8. Biaya entertainment Untuk keperluan bisnis, perusahaan mengeluarkan biaya entertainment. Biaya entertainment muncul sehubungan dengan kegiatan perusahaan antara lain untuk menjamu langganan, memberikan hadiah atau parsel kepada langganan. PT. BM harus melakukan koreksi fiskal positif atas biaya entertainment sebesar Rp 68.890.860,karena perusahaan tidak membuat daftar nominatif sehingga tidak dapat dibuktikan bahwa biaya tersebut benar-benar telah dikeluarkan dan ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Dengan tidak didukung oleh daftar nominatif atas biaya entertainment maka biaya tersebut tidak termasuk dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh. Sebenarnya biaya entertainment dapat menjadi biaya fiskal apabila biaya tersebut didukung oleh daftar nominatif sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.SE-27/PJ.22/1986. 9. Biaya surat kabar dan majalah Perusahaan berlangganan surat kabar dan majalah. Jumlah biaya surat kabar dan majalah yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp 1.551.780,-. Dari jumlah 61
Rp.1.551.780,- perusahaan melakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp 520.000,-. Koreksi ini dilakukan karena ternyata sebagian dari pembelian surat kabar dan majalah adalah surat kabar dan majalah yang bersifat hiburan dan tidak ada kaitannya dengan bisnis perusahaan sehingga tidak termasuk dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh. 10. Biaya rumah tangga Perusahaan mengeluarkan biaya rumah tangga sebesar Rp 3.425.950,-. Biaya ini dikeluarkan perusahaan untuk menyediakan air minum gallon, alat-alat pembersih, tissue gulung, sabun, pengharum ruangan dll. Sebenarnya biaya ini termasuk grey area yang memiliki potensi untuk dilakukan koreksi fiskal positif. Biaya ini dikoreksi fiskal positif karena biaya ini tidak didukung oleh bukti-bukti seperti bon pembelian, sehingga biaya ini tidak termasuk dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh. 11. Biaya sumbangan Untuk membina hubungan yang baik dengan karyawan dan masyarakat sekitar, perusahaan memberikan sumbangan untuk membantu karyawan yang sedang mengalami musibah dan sumbangan kepada RT setempat untuk memeriahkan acara tujuh belas agustus atau acara-acara tertentu yang diselenggarakan oleh masyarakat setempat. Biaya ini tidak ada hubungan dengan usaha perusahaan sehingga biaya ini harus dikoreksi seluruhnya Rp 2.574.000,-. Sumbangan yang dapat menjadi biaya fiskal antara lain adalah sumbangan yang memenuhi pengecualian dari Pasal 9 ayat (1) hurug g UU PPh, sumbangan yang diberikan oleh Wajib Pajak dalam rangka bantuan kemanusian untuk bencana alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 609/PMK.03/200 tgl. 28-12-2004 dan bencana alam gempa bumi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Provinsi Jawa Tengah serta gempa bumi dan Tsunami di Pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa sesuai Peraturan Menteri 62
Keuangan RI No 94/PMK.03/2006 tgl 13-10-2006, serta sumbangan dalam rangka bantuan untuk GNOTA sesuai SE-33/PJ.421/1996 tgl 02-09-1996. 12. Biaya kebersihan Setiap bulan perusahaan membayar iuran biaya kebersihan kepada petugas yang dipekerjakan oleh RT untuk membersihkan lingkungan wilayah setempat, hal ini dilakukan agar kebersihan wilayah lingkungan perusahaan dapat selalu terjaga. Selama satu tahun perusahaan mengeluarkan biaya untuk kebersihan sebesar Rp 2.418.750,-. Biaya ini harus dikoreksi fiskal positif karena perusahaan tidak dapat membuktikan bahwa biaya ini benar-benar dikeluarkan karena tidak dilengkapi oleh dokumen pendukung seperti kuitansi pembayaran atau surat dari RT tersebut. 13.
Biaya keamanan Sama seperti biaya kebersihan, perusahaan juga setiap bulan membayar iuran
biaya keamanan kepada hansip yang dipekerjakan oleh RT untuk menjaga keamanan lingkungan wilayah setempat. Sebenarnya biaya keamanan dan kebersihan bisa menjadi biaya fiskal karena biaya tersebut masih terkait dengan kegiatan mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan tetapi apabila biaya tersebut tidak dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang sah dan jelas yang merinci pengeluaran tersebut maka biaya kebersihan dan kemananan harus dikoreksi. PT. BM tidak memiliki dokumen tersebut maka biaya keamanan harus dikoreksi seluruhnya sebesar Rp 3.546.750,-. Perusahaan juga melakukan koreksi fiskal negatif atas pendapatan dari luar usaha yaitu : 14.
Pendapatan bunga (Jasa giro).
Menurut PP 51 tahun 1994 jo. PP 131 tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan No.51/KMK.04/2000, pendapatan bunga (jasa giro) harus dikoreksi seluruhnya yaitu sebesar Rp 75.411.459,-. Pendapatan bunga (jasa giro) dikoreksi karena pendapatan ini 63
merupakan
pendapatan
yang
bersifat
final
jadi
tidak
perlu
diperhitungkan
penghasilannya kembali pada akhir tahun pajak dan tidak boleh ditambahkan dalam laporan laba rugi fiskal perusahaan jadi harus dikoreksi negatif. Berdasarkan PP.131 tahun 2000, atas pendapatan bunga tersebut merupakan pendapatan netto setelah pajak. Pendapatan bunga menurut akuntansi adalah
Rp 94.264.324,-
Dipotong PPh (final) tarif 20%
Rp 18.852.865,-
Pendapatan netto setelah pajak adalah
Rp 75.411.459,-
IV.2. Evaluasi Perencanaan PPh Badan PT. BM Setelah dilakukan evaluasi koreksi fiskal positif atas biaya komersial yang telah dikeluarkan oleh perusahaan, terlihat jelas sekali bahwa PT. BM selaku Wajib Pajak PPh Badan belum maksimal dalam melakukan perencanaan pajaknya, karena dilihat dari jumlah koreksi fiskal positif yang sangat signifikan yaitu sebesar Rp 943.465.049,-. Oleh karena itu, sebaiknya PT. BM perlu melakukan perencanaan pajak yang optimal atas biaya komersial perusahaan untuk meminimalkan beban pajak yang harus dibayar perusahaan. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk meminimalkan koreksi fiskal positifnya adalah antara lain dengan cara sebagai berikut : 1. Biaya yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan karyawan PT. BM merupakan perusahaan yang memperoleh penghasilan kena pajak yang telah dikenakan tarif tertinggi (diatas Rp 100.000.000,-), hal ini dapat dilihat karena PT. BM memperoleh penghasilan kena pajak Rp 3.257.686.328,- dan pengenaan PPh Badannya tidak final. Dengan kondisi perusahaan seperti itu, banyak peluang efisiensi PPh Badan yang dapat dilakukan oleh PT. BM
yaitu dengan cara mengupayakan 64
semaksimal mungkin dengan memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk tunjangan karena pengeluaran ini merupakan biaya fiskal sehingga dapat menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh. a) Biaya seragam pabrik Perusahaan
melakukan
koreksi
atas
biaya
seragam
pabrik
sebesar
Rp.66.418.332,-, karena pemberian seragam pabrik tersebut kepada karyawan hanya bertujuan untuk keseragaman saja dan tidak berkaitan dengan keamanan dan keselamatan kerja sehingga dari sudut perpajakan pemberian seragam tersebut merupakan natura sehingga sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh harus dikoreksi. Perencanaan pajak yang dapat perusahaan terapkan atas biaya seragam pabrik adalah dengan memberikan tunjangan pakaian sebagai pengganti pemberian seragam pabrik tersebut kepada karyawan. Bagi karyawan, penerimaan tunjangan pakaian tersebut merupakan penghasilan yang akan dipotong PPh 21 sesuai KEP-545/PJ./2000 Pasal 5 tgl 29-12-2000 dan bagi perusahaan merupakan biaya fiskal sehingga tidak dikoreksi sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh. b) Biaya seragam kantor Biaya seragam kantor digunakan oleh karyawan kantor dan dipergunakan untuk keseragaman saja jadi harus dikoreksi dan tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh. Jumlah biaya seragam kantor yang dikoreksi adalah sebesar Rp 23.403.150,-. Agar biaya seragam kantor dapat menjadi biaya fiskal dan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan, maka perusahaan sebaiknya melakukan perencanaan pajak dengan cara mengganti pemberian biaya seragam kantor tersebut dengan 65
pemberian tunjangan pakaian, karena menurut Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh, tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang merupakan biaya fiskal sehingga tidak akan dikoreksi dan tunjangan tersebut menjadi komponen penambah penghasilan bagi karyawan yang akan menjadi obyek PPh Pasal 21 sebagaimana tercantum dalam KEP545/PJ./2000 Pasal 5 tgl 29-12-2000. c) Biaya bingkisan Setiap akhir tahun perusahaan memberikan bingkisan kepada setiap karyawan. Biaya bingkisan yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp.62.500.000,- dan harus dikoreksi positif karena merupakan natura sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh. Perencanaan pajak yang dapat perusahaan lakukan untuk biaya bingkisan adalah dengan mengganti pemberian bingkisan tersebut dengan uang (tunjangan) kepada karyawan. Bagi karyawan tunjangan bingkisan yang diperolehnya setiap akhir tahun merupakan penghasilan yang akan dikenakan PPh Pasal 21 sesuai KEP-545/PJ./2000 Pasal 5 tgl 29-12-2000 dan bagi perusahaan pemberian tunjangan merupakan biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh. d) Biaya fasilitas antar jemput karyawan Perusahaan memberikan kenikmatan kepada karyawan berupa penyediaan bus sebagai fasilitas antar jemput karyawan. Biaya fasiltias antar jemput karyawan sebesar Rp.416.207.004,- harus dikoreksi karena bukan merupakan biaya fiskal sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh. Langkah yang perlu dilakukan perusahaan agar biaya fasilitas antar jemput karyawan dapat menjadi biaya fiskal yaitu melalui perencanaan pajak. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan mengganti fasilitas tersebut 66
dengan penggantian uang yang akan menambah penghasilan karyawan. Jadi dengan kata lain perusahaan sebaiknya memberikan tunjangan transport kepada karyawan. Tunjangan transport ini dimasukan sebagai komponen penghasilan karyawan dan menjadi obyek PPh Pasal 21 sesuai KEP-545/PJ./2000 Pasal 5 tgl. 29-12-2000. Pemberian tunjangan transport akan menjadi biaya fiskal sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh. Selain itu juga, perusahaan dapat menjual bus yang digunakan untuk antar jemput karyawan sebagai langkah penghematan biaya pemeliharaan kendaraan. e)
Biaya pengobatan karyawan Perusahaan menggunakan sistem reimbursement dan menyediakan obat-obatan
dengan mendirikan sebuah poliklinik, sehingga perusahaan harus mengeluarkan biaya pengobatan Rp. Rp.62.210.013,-, dimana biaya ini harus dikoreksi fiskal positif karena merupakan pemberian natura/kenikmatan kepada karyawan sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh dan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-03/PJ.23/1984, tgl 21-02-1984. Perencanaan pajak yang dapat ditempuh perusahaan untuk biaya pengobatan adalah dengan memberikan tunjangan kesehatan kepada karyawan. Tunjangan kesehatan ini akan menambah penghasilan karyawan dan menjadi obyek PPh Pasal 21 sesuai sesuai KEP-545/PJ./2000 Pasal 5 tgl 29-12-2000. Selain itu juga, bagi perusahaan pemberian tunjangan kesehatan kepada karyawan merupakan biaya fiskal sehingga tidak akan dikoreksi menurut Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh. f) PPh Pasal 21 PT. BM menanggung seluruhnya PPh Pasal 21 atas gaji karyawannya. PPh Pasal 21 sebesar Rp 216.194.980,- harus dikoreksi sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh. Sebenarnya PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan seluruhnya akan memberatkan pihak perusahaan karena perusahaan disamping harus membayar PPh Pasal 21 tersebut 67
tanpa memotong dari jumlah gaji karyawan, PPh Pasal 21 merupakan biaya non fiskal sehingga tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan. Tetapi dilihat dari sudut karyawan, PPh Pasal 21 yang ditanggung seluruhnya oleh perusahaan karena meringankan beban karyawan karena gaji yang akan dibawa pulang oleh karyawan tidak harus dipotong PPh Pasal 21. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan perusahaan untuk Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung dan dibayar perusahaan adalah dengan mengubah pengeluaran non deductible tersebut menjadi deductible dengan cara melakukan gross up. Artinya perusahaan memberikan tunjangan pajak sebesar jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dan menjadikannya sebagai penambah penghasilan bruto karyawan yang akan dipotong PPh Pasal 21 sesuai KEP-545/PJ./2000 Pasal 5 tgl 29-12-2000. Metode gross up ini akan menguntungkan bagi pihak karyawan dan perusahaan karena jumlah pendapatan yang dibawa pulang karyawan besar dan karyawan tidak membayar pajak atau dipotong pajak, sedangkan bagi perusahaan pemberian tunjangan pajak tersebut dapat menjadi biaya fiskal sehingga dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan sesuai dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh. Mengacu pada Djuanda dan Lubis (2006), rumus metode gross up untuk menentukan besarnya tunjangan pajak adalah sebagai berikut : Tabel 4.2 Lapisan
PKP
Rumus
Pertama
0 s/d Rp 25.000.000,-
(PKP x 5 %) / 0,95
Kedua
> Rp 25.000.000,- s/d Rp 50.000.000,-
{(PKP x 10 %)- Rp 1.250.000,-} / 0,90
Ketiga
> Rp 50.000.000,- s/d Rp 100.000.000,-
{(PKP x 15 %)- Rp 3.750.000,-} / 0,85
Keempat
> Rp 100.000.000,- s/d Rp 200.000.000,-
{(PKP x 25 %)- Rp 13.750.000,-} / 0,75
Kelima
> Rp 200.000.000,-
{(PKP x 35 %)- Rp 33.750.000,-} / 0,65
68
Contoh untuk transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan karyawan. “A” adalah seorang manager accounting pada PT. BM dengan memperoleh gaji sebesar Rp 5.000.000,- sebulan. “A” telah bekerja dengan masa kerja 12 bulan dan memiliki status (TK/0). Selama setahun, “A” menerima tunjangan berupa THR Rp 5.000.000,-. Setelah perencanaan pajak, perusahaan memberikan tunjangan bingkisan Rp 90.000,-, tunjangan pakaian Rp 260.000,-, tunjangan transport Rp 1.200.000,-, tunjangan kesehatan Rp 750.000,- dan tunjangan pajak yang telah digross Rp 4.906.588,-. Penghitungan metode gross up untuk menentukan tunjangan pajak Rp 4.906.588,adalah sebagai berikut : Tabel 4.3 Contoh Perhitungan Penghasilan Kena Pajak Gaji setahun
Rp 60.000.000,-
THR
Rp 5.000.000,-
Tunjangan bingkisan
Rp
90.000,-
Tunjangan pakaian
Rp
260.000,-
Tunjangan transport
Rp 1.200.000,-
Tunjangan kesehatan
Rp
750.000,-
Total penghasilan bruto setahun
Rp 67.300.000,-
Biaya jabatan 5 % max Rp 1.296.000
(Rp 1.296.000,-)
Total penghasilan netto setahun
Rp 66.004.000,-
PTKP tahun 2006 (WP)
(Rp 13.200.000,-)
Penghasilan Kena Pajak
Rp 52.804.000,-
Tabel 4.4 Contoh Perhitungan Gross Up : Penghasilan Kena Pajak Rp 52.804.000,- masuk kedalam lapisan ketiga Rumus {(PKP x 15 %)- Rp 3.750.000,-} / 0,85
Perhitungan {( Rp 52.804.000,-,- x 15 %)-
Jumlah Rp 4.906.588,-
Rp 3.750.000,-} / 0,85
69
Maka evaluasi perhitungan PPh Pasal 21 sebelum dan sesudah perencanaan pajak untuk Bapak “A” adalah sebagai berikut : Tabel 4.5. Sebelum
Sesudah
Perencanaan Pajak (Rp)
Perencanaan Pajak (Rp)
Gaji setahun THR Tunjangan bingkisan Tunjangan pakaian Tunjangan transport Tunjangan kesehatan Tunjangan Pajak
60.000.000 5.000.000 -
60.000.000 5.000.000 90.000 260.000 1.200.000 750.000 4.906.588
Total penghasilan bruto Biaya jabatan 5 % max Rp 1.296.000
65.000.000
72.206.588
(1.296.000)
(1.296.000)
Total penghasilan netto
63.704.000
70.910.588
(13.200.000)
(13.200.000)
50.504.000,
57.710.588
1.250.000 2.500.000 75.600
1.250.000 2.500.000
PTKP tahun 2006 Penghasilan Kena Pajak PPh Pasal 21 5% X 10% X 15% X 15% X
Rp 25.000.000 Rp 25.000.000 Rp 504.000 Rp 7.710.588
1.156.588 3.825.600
4.906.588
Perkiraan penghematan PPh Badan, dari : Tunjangan bingkisan (Rp 90.000 X 30%) Tunjangan pakaian (Rp 260.000 X 30%) Tunjangan transport (Rp 1.200.000 X 30%) Tunjangan kesehatan (Rp 750.000 X 30%) Tunjangan pajak (Rp 4.906.588 X 30%)
1.471.976
Selisih kurang PPh Badan
2.161.976
Selisih lebih PPh Pasal 21 (Rp 4.906.588 - Rp 3.825.600) Penghematan beban pajak
27.000 78.000 360.000 225.000
(1.080.988) 1.080.988
70
Dari evaluasi atas perhitungan PPh Pasal 21 sebelum dan sesudah perencanaan diatas, maka dapat terlihat dengan jelas bahwa dengan melakukan perencanaan pajak atas PPh Pasal 21 yaitu dengan memberikan tunjangan bingkisan, seragam, transport, kesehatan dan pajak maka perusahaan akan memperoleh penghematan beban pajak sebesar Rp 1.080.988,-. 2. Biaya yang berkaitan dengan withholding tax Dalam
menjalankan
dan
mendukung
kegiatan
usahanya,
perusahaan
menggunakan beberapa jasa dari pihak lain antara lain yaitu jasa konsultan, jasa pengolahan limbah, jasa pemeliharan baik itu pemeliharan bangunan, kendaraan dan inventaris serta jasa catering. Atas penggunaan jasa tersebut, perusahaan berkewajiban melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayarannya kepada pihak yang telah memberikan jasanya kepada perusahaan.. a) Biaya atas jasa pemeliharaan bangunan, kendaraan dan inventaris Atas aktiva berupa bangunan, kendaraan dan inventaris baik itu pabrik maupun kantor, perusahaan menggunakan jasa pemeliharaan. Perusahaan selaku pihak pemotong telah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa pemeliharan tersebut dan telah menyetornya sebelum tanggal jatuh tempo yaitu tanggal 10 bulan berikutnya dan telah menyampaikan SPT massa PPh Pasal 23 tersebut sebelum tanggal jatuh tempo yaitu tanggal 15 akhir massa pajak. Selain itu juga, pihak yang telah dipotong berhak untuk mengkreditkan PPh Pasal 23 yang telah dipotong terhadap PPh Badannya yang terutang pada tahun pajak yang bersangkutan dan meminta kepada pihak pemotong dokumen bukti pemotongan PPh Pasal 23 tersebut sesuai ketentuan agar dapat dikreditkan, karena hal ini merupakan bukti bahwa pihak pemotong telah melakukan pemotongan, penyetoran dan penyampaian SPT Massa PPh Pasal 23 tersebut. 71
b) Biaya atas jasa konsultan pajak Karena perusahaan tidak memiliki pegawai yang ahli dibidang perpajakan maka untuk mengkonsultasikan pengisian SPT nya atau untuk berkonsultasi tentang masalah perpajakan maka perusahaan menggunakan jasa konsultan pajak. Tetapi jasa konsultan pajak yang digunakan oleh perusahaan tidak dilibatkan dalam perencanaan pajak. Atas penggunaan jasa konsultan pajak tersebut perusahaan selaku pemotong pajak telah melakukan kewajibannya yaitu dengan melakukan pemotongan PPh Pasal 23. Selain itu juga, perusahaan selalu menyetor atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut sebelum tanggal jatuh temponya yaitu tanggal 10 bulan berikutnya dan menyampaikan SPT massa atas PPh Pasal 23 tersebut sebelum tanggal jatuh temponya yaitu selambatlambatnya tanggal 15 setelah akhir massa pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak dimana perusahaan sebagai Wajib Pajak terdaftar. Pihak yang telah dipotong berhak untuk mengkreditkan PPh Pasal 23 yang telah dipotong terhadap PPh Badannya yang terutang pada tahun pajak yang bersangkutan dan meminta kepada pihak pemotong dokumen bukti pemotongan PPh Pasal 23 tersebut sesuai ketentuan agar dapat dikreditkan. c) Biaya atas jasa pengolahan limbah Sebagai wujud kepedulian atas kebersihan lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar, perusahaan menggunakan jasa pengolahan limbah. Tujuan dari penggunaan jasa pengolahan limbah tersebut yaitu agar tidak terjadi pencemaran lingkungan sehingga kesehatan masyarakat sekitar tidak terganggu. Biaya pengolahan limbah yang telah dikeluarkan perusahaan adalah sebesar Rp 62.972.550,-.
Atas penggunaan jasa
pengolahan limbah tersebut perusahaan tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 karena pihak yang memberikan jasa tidak bersedia dipotong pajak, sehingga perusahaan yang harus menanggung pembayaran PPh Pasal 23 atas jasa pengolahan limbah tersebut. 72
Selain itu juga, perusahaan tidak membuat kontrak atau perjanjian dengan pihak yang memberikan jasa pengolahan limbah dan tidak merinci biaya pengadaaan material dan pemberian jasa. Sehingga PPh Pasal 23 yang harus ditanggung perusahaan adalah sebesar Rp 3.778.353,-. Perusahaan telah menyetor PPh Pasal 23 yang ditanggungnya dan telah menyampaikan SPT massa PPh Pasal 23 tepat pada waktunya. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan membuat kontrak atas transaksi dengan pihak tersebut, dimana kontrak ini merupakan dokumen pendukung yang menjelaskan bahwa perusahaan telah memotong PPh Pasal 23 dan sebaiknya perusahaan melakukan gross up nilai transaksi supaya nilai tersebut sudah termasuk pajak, karena jika perusahaan harus membayar PPh Pasal 23 tersebut, maka PPh yang dibayar oleh perusahaan tidak dapat dibebankan sebagai biaya. Tarif efektif PPh Pasal 23 atas jasa pengolahan limbah adalah sebesar 6 % sesuai KEP-170/PJ/2002 tgl 28-03-2002 dengan tarif pemotongan 15 % X 40 % dari penghasilan bruto. d) Biaya atas jasa catering Perusahaan selaku pemberi kerja menyediakan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai termasuk dewan direksi dan dewan komisaris di tempat kerja dengan menggunakan jasa catering. Biaya catering yang telah dikelurkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp 758.460.465,-. Makanan dan minuman yang disediakan oleh perusahaan ini tidak dikoreksi karena sesuai KMKNo.466/KMK.04/2000 tgl 03-112000 dan Kep-213/PJ/2001 tgl 15-03-2001 makanan dan minuman yang disediakan oleh pemberi kerja bagi seluruh pegawai secara bersama-sama termasuk dewan direksi dan dewan komisaris di tempat kerja dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja atau perusahaan. Penggunaan jasa catering berkaitan dengan PPh Pasal 23. Perusahaan tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa catering karena pihak pemberi jasa 73
tidak bersedia dipotong pajaknya sehingga pembayaran PPh Pasal 23 sebesar Rp.11.376.907,- ke Negara
harus ditanggung oleh perusahaan. Perusahaan telah
menyetor PPh Pasal 23 yang ditanggungnya dan telah menyampaikan SPT massa PPh Pasal 23 tepat pada waktunya. Perusahaan sebaiknya membuat kontrak atas transaksi dengan pihak tersebut, dimana kontrak ini merupakan dokumen pendukung yang menjelaskan bahwa perusahaan telah memotong PPh Pasal 23 dan sebaiknya perusahaan melakukan gross up nilai transaksi supaya nilai tersebut sudah termasuk pajak. Tarif efektif PPh Pasal 23 atas jasa catering yaitu sebesar 1,5 % sesuai KEP-170/PJ/2002 tgl 28-03-2002 dengan tariff pemotongan 15 % X 10 % dari penghasilan bruto. Evaluasi perhitungan dengan menggunakan metode gross up untuk transaksi yang berkaitan dengan withholding tax (PPh Pasal 23). Tabel 4.6
Jasa Pengolahan limbah Jasa Catering
Sesudah Perencanaan Pajak ( Rp )
62.972.550 758.460.465
Total Gross up Jasa Pengolahan limbah (6%) Jasa Catering (1,5%)
Sebelum Perencanaan Pajak ( Rp )
821.433.015
100/94 X Rp 62.972.550 100/98.5 X Rp 758.460.465
66.992.074 770.010.624
Total gross up
837.002.698
PPh Pasal 23 yang harus disetor Jasa Pengolahan Limbah (6%) Jasa Catering (1,5%)
Selisih kurang PPh Badan 30% X ( Rp 837.002.698 - Rp 821.433.015 ) Selisih lebih PPh Pasal 23 ( Rp 15.569.683 - Rp 15.155.260 ) Penghematan beban pajak
3.778.353 11.376.907
4.019.524 11.550.159
15.155.260
15.569.683
4.670.905 (414.423) 4.256.482
74
Dari evaluasi diatas dapat disimpulkan bahwa apabila perusahaan tidak memotong PPh Pasal 23 maka salah satu langkah perencanaan pajak yang dapat ditempuh perusahaan adalah dengan menggross up nilai transaksi. 3. Biaya entertainment Perusahaan melakukan koreksi fiskal positif atas biaya entertainment sebesar Rp.6.890.860,- karena perusahaan tidak membuat daftar nominatif sehingga tidak dapat dibuktikan bahwa biaya tersebut benar-benar telah dikeluarkan dan ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Agar biaya entertainment dapat menjadi biaya fiskal sesuai Pasal 6 ayat (1) UU PPh maka sebaiknya langkah perencanaan pajak yang dapat ditempuh perusahaan adalah dengan membuat daftar nominatif sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE27/PJ.22/1986 tgl 14-06-1986, isi dari daftar nominatif terdiri dari nomor urut, tanggal, nama tempat, alamat, jenis ”entertainment” dan jumlah (Rp) "entertainment" yang telah diberikan serta relasi usaha yang diberikan "entertainment" yang berisi nama, posisi, nama perusahaan dan jenis usaha. 4. Biaya surat kabar dan majalah Perusahaan melakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp 520.000,-. Jumlah tersebut dikoreksi karena pembelian surat kabar dan majalah tersebut merupakan surat kabar dan majalah yang bersifat hiburan dan tidak ada kaitannya dengan bisnis perusahaan sehingga tidak termasuk dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh. Sebaiknya perusahaan melakukan semua pembelian surat kabar dan majalah yang ada kaitannya dengan bisnis perusahaan agar tidak dilakukan koreksi. Selain itu juga, perusahaan sebaiknya selalu meminta bukti atas pembelian surat kabar dan majalah tersebut dan didalam bukti tersebut harus juga dicantumkan nama dan jenis surat kabar 75
dan majalah yang dibeli, tujuannya adalah agar dapat dibuktikan bahwa biaya tersebut benar-benar dikeluarkan untuk melakukan pembelian surat kabar dan majalah yang ada hubungannya dengan usaha perusahaan. 5. Biaya rumah tangga Perusahaan mengeluarkan biaya sebesar Rp 3.425.950,-. Biaya tersebut dikeluarkan untuk melakukan pembelian air gallon, pengharum ruangan, tissue gulung, sabun, perlengkapan kebersihan seperti sapu, tong sampah. Biaya ini merupakan biaya yang masuk dalam lingkup grey area, sehingga berpotensi untuk dikoreksi fiskal positif. Perusahaan melakukan koreksi fiskal positif atas biaya ini karena perusahaan tidak dapat melengkapi bukti-bukti yang menyatakan bahwa biaya ini benar-benar dikeluarkan. Jadi biaya ini tidak termasuk dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh. Agar biaya ini tidak dikoreksi maka sebaiknya perusahaan melengkapi dokumendokumen pendukung sebagai bukti transaksi dan melakukan perincian atas biaya rumah tangga. Hal ini dilakukan, mengingat biaya ini memiliki potensi yang cukup besar untuk dikoreksi (grey area). Tetapi sepanjang biaya ini dapat dibuktikan dan didukung dengan bukti-bukti yang sah dan jelas yang menyatakan bahwa memang biaya ini benar-benar dikeluarkan dan digunakan oleh perusahaan, maka biaya ini bisa menjadi biaya fiskal. Ini adalah salah satu langkah dari perencanaan pajak atas biaya rumah tangga. 6. Biaya kebersihan Perusahaan melakukan koreksi fiskal positif atas biaya kebersihan sebesar Rp.2.418.750,-, karena perusahaan tidak merinci dengan jelas pengeluaran tersebut dan tidak melengkapi buktii-bukti pendukung, sehingga biaya ini tidak termasuk dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh.
76
Perusahaan sebaiknya melengkapi biaya tersebut dengan bukti-bukti pendukung seperti kwitansi pembayaran atau surat dari RT. Bukti tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan bahwa biaya ini benar-benar dikelurkan oleh perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. 7. Biaya keamanan Biaya keamanan dikoreksi sebesar Rp 3.545.750,- karena biaya ini tidak didukung oleh bukti-bukti yang jelas dan sah yang merinci pengeluaran tersebut sehingga tidak termasuk dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh. Sebagai langkah perencanaan yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan meminta kwitansi pembayaran atau surat dari RT untuk dijadikan bukti pendukung yang dapat digunakan untuk menjelaskan bahwa biaya tersebut sah dan jelas.
IV.3. Rekonsiliasi Fiskal Sebelum Dan Sesudah Perencanaan Pajak Laporan keuangan suatu perusahaan yang akan digunakan oleh laporan pajak harus diubah terlebih dahulu menjadi laporan keuangan fiskal. Proses ini disebut rekonsiliasi fiskal. Rekonsilisi fiskal terjadi karena adanya perbedaan pengakuan antara penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal, karena laporan komersial mengacu pada SAK dimana semua biaya komersial dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan sedangkan laporan fiskal mengacu pada peraturan perpajakan dimana tidak semua biaya komersial dapat mengurangi penghasilan perusahaan. Biaya komersial yang tidak dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan harus dilakukan koreksi fiskal, dimana dengan dilakukan koreksi fiskal positif atas biaya komersial akan menyebabkan besarnya laba kena pajak yang pada akhirnya PPh Badan bertambah besar, sedangkan
77
koreksi fiskal negatif atas biaya komersial akan menyebabkan berkurangnya laba kena pajak dan PPh Badan. Untuk memperoleh laba komersial dan laba fiskal yang tidak jauh berbeda, maka langkah yang dapat ditempuh oleh perusahaan antara lain yaitu berusaha untuk meminimalkan koreksi fiskal positif atas biaya-biaya komersial. Upaya dari peminimalan koreksi fiskal positif atas biaya-biaya komersial adalah dengan melakukan perencanaan pajak. Banyak koreksi fiskal positif atas biaya komersial PT. BM menyebabkan besarnya laba kena pajak perusahaan dan PPh Badan. Hal ini terjadi karena perusahaan belum melakukan perencanaan pajak yang maksimal. Dalam rekonsiliasi fiskal sebelum dan sesudah perencanaan pajak akan terlihat perbedaan antara laba komersial dengan laba fiskal, dimana perbedaan tersebut dikarenakan adanya koreksi positif atas biayabiaya komersial.
78
Tabel 4.7 PT BM REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL & FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2006 (Rupiah) SEBELUM PERENCANAAN PAJAK KOMERSIAL KOREKSI FISKAL Penjualan Penjualan kain rajut Penjualan benang rajut Penjualan kain rajut BS Penjualan jasa makloen
SESUDAH PERENCANAAN PAJAK USULAN FISKAL
118.489.460.731 8.053.995.762 2.335.790.511 21.302.010 128.900.549.014
-
118.489.460.731 8.053.995.762 2.335.790.511 21.302.010 128.900.549.014
-
118.489.460.731 8.053.995.762 2.335.790.511 21.302.010 128.900.549.014
73.329.523.119
-
73.329.523.119
-
73.329.523.119
10.901.680.432 2.301.328.166 2.740.551.435 868.054.835 16.811.614.868
-
10.901.680.432 2.301.328.166 2.740.551.435 868.054.835 16.811.614.868
-
10.901.680.432 2.301.328.166 2.740.551.435 868.054.835 16.811.614.868
Upah Langsung dan tunjangan
8.862.619.995
-
8.862.619.995
-
8.862.619.995
Biaya Produksi Tak Langsung Gaji dan tunjangan Seragam pabrik PAM dan Gas Alat Bantu Biaya pemeliharaan bangunan Biaya pemeliharaan inventaris pabrik Biaya pengolahan limbah Ongkos angkut Listrik Plastik Sparepart Biaya rajut Penyusutan aktiva tetap
3.418.595.388 72.618.332 4.038.858.752 309.451.916 106.580.520 63.796.541 62.972.550 664.156.287 4.085.824.412 592.539.962 3.431.850.971 602.579.493 4.054.123.724
66.418.332 -
3.418.595.388 6.200.000 4.038.858.752 309.451.916 106.580.520 63.796.541 62.972.550 664.156.287 4.085.824.412 592.539.962 3.431.850.971 602.579.493 4.054.123.724
4.019.525 a) -
3.418.595.388 6.200.000 4.038.858.752 309.451.916 106.580.520 63.796.541 66.992.075 664.156.287 408.5824.412 592.539.961,5 3.431.850.971 602.579.493 4.054.123.724
Harga Pokok Penjualan Pemakaian Bahan Baku Pemakaian Bahan Pembantu Bahan kimia dan dyestuff Minyak solar dan diesel Bahan bakar batu bara Jarum rajut
1)
21.503.948.846 Total Biaya Produksi Persediaan BDP Awal Persediaan BDP Akhir Harga Pokok Produksi Persediaan Awal Barang Jadi Barang Tersedia untuk Dijual Persediaan Akhir Barang Jadi Harga Pokok Penjualan Laba (Rugi) Kotor Biaya Usaha Gaji dan tunjangan Makan (Catering) Seragam kantor Bingkisan Fasilitas antar jemput karyawan Biaya pengobatan karyawan Biaya pemeliharaan inventaris kantor Biaya pemeliharaan kendaran bermotor Biaya pemeliharaan bangunan kantor Telekomunikasi Biaya iklan Listrik Gas dan PAM Transportasi Alat tulis dan cetakan (fotocopy) Asuransi Biaya pajak, PBB PPh psl 21 PPh psl 23 Konsultan pajak Biaya entertainment Administrasi bank Penyusutan aktiva tetap Rupa-rupa alat kantor Surat kabar dan majalah Rumah Tangga
21.437.530.514
120.507.706.828 2.082.710.070 122.590.416.898 1.065.365.514 121.525.051.384 2.114.712.488 123.639.763.872 5.427.961.814 118.211.802.058
-
10.688.746.956
2.295.210.184 758.460.465 23.403.150 62.500.000 416.207.004 62.210.013 25.678.080 315.869.337 220.965.131 137.700.459 3.600.000 171.718.090 17.472.205 132.996.125 264.492.385 44.547.527 346.933.321 216.194.980 15.155.260 6.050.000 68.890.860 184.846.961 1.013.530.932 2.398.500 1.551.780 3.425.950
120.441.288.496 2.082.710.070 122.523.998.566 1.065.365.514 121.458.633.052 2.114.712.488 123.573.345.540 5.427.961.814 118.145.383.726
21.441.550.039 -
10.755.165.288
2) 3) 4) 5)
6) 7) 8)
9) 10)
23.403.150 62.500.000 416.207.004 62.210.013 216.194.980 15.155.260 68.890.860 520.000 3.425.950
2.295.210.184 758.460.465 25.678.080 315.869.337 220.965.131 137.700.459 3.600.000 171.718.090 17.472.205 132.996.125 264.492.385 44.547.527 346.933.321 6.050.000 184.846.961 1.013.530.932 2.398.500 1.031.780 -
120.445.308.021 2.082.710.070 122.528.018.091 1.065.365.514 121.462.652.577 2.114.712.488 123.577.365.065 5.427.961.814 118.149.403.251 10.751.145.763
11.550.159 b) 68.890.860 c) 520.000 d) 3.425.950 e)
2.295.210.184 770.010.624 25.678.080 315.869.337 220.965.131 137.700.459 3.600.000 171.718.090 17.472.205 132.996.125 264.492.385 44.547.527 346.933.321 6.050.000 68.890.860 184.846.961 1.013.530.932 2.398.500 1.551.780 3.425.950
Sumbangan Kebersihan Keamanan
2.574.000 2.418.750 3.546.750
11) 12) 13)
2.574.000 2.418.750 3.546.750
-
2.418.750 f) 3.546.750 g)
2.418.750 3.546.750
66.418.332 h) 23.403.150 i) 62.500.000 j) 416.207.004 k) 62.210.013 l) 216.194.980 m)
Tunjangan pakaian untuk karyawan pabrik Tunjangan pakaian untuk karyawan kantor Tunjangan bingkisan Tunjangan transport Tunjangan kesehatan Tunjangan pajak Total Biaya Usaha
6.820.548.199
5.943.501.482
66.418.332 23.403.150 62.500.000 416.207.004 62.210.013 216.194.980 6.880.787.430
Laba (Rugi) dari Usaha
3.868.198.757
4.811.663.806
3.870.358.333
Pendapatan (Biaya) Lain-lain Bunga pinjaman
(953.074.175)
-
(953.074.175)
-
(953.074.175)
Pendapatan bunga (jasa giro) Selisih kurs Selisih kas
75.411.459 (600.883.922) (19.382) (1.478.566.019)
14) (75.411.459) 868.053.590
(600.883.922) (19.382) (1.553.977.478)
941.305.473
(600.883.922) (19.382) (1.553.977.478)
Laba Bersih Sebelum Pajak Pajak Penghasilan Laba Bersih Setelah Pajak
2.389.632.738 959.805.800 1.429.826.938
3.257.686.328 959.805.800 2.297.880.528
2.316.380.855 707.414.000 1.608.966.855
Tabel 4.8 Perhitungan PPh Badan (Rupiah) Sebelum Perencanaan Pajak Penghasilan Kena Pajak PPh Badan 10% X Rp. 50.000.000 15% X Rp. 50.000.000 30% X Rp. 3.157.686.000 30% X Rp. 2.316.380.000
Kredit Pajak PPh Psl 22 PPh Psl 23 PPh Psl 25
PPh Psl 29
Sesudah Perencanaan Pajak
3.257.686.328
2.316.380.855
5.000.000 7.500.000 947.305.800
5.000.000 7.500.000
959.805.800
694.914.000 707.414.000
245.704.880 1.278.122 151.459.764 398.442.766
245.704.880 1.278.122 151.459.764 398.442.766
561.363.034
308.971.234
Persentase Penghematan 28,89%
26,29%
44,96%
Dari evaluasi atas rekonsiliasi perhitungan laba rugi komersial dan fiskal diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya perencanaan pajak atas biaya-biaya komersial maka perusahaan akan memperoleh penghematan PPh Badan sebesar 26,29%. Penghematan ini diperoleh karena dengan adanya perencanaan pajak maka biaya-biaya komersial dapat diminimalkan untuk dikoreksi fiskal sehingga jumlah penghasilan kena pajak menurun yaitu dari Rp 3.257.686.328,- sebelum perencanaan pajak menjadi Rp.2.316.380.855,- setelah perencanaan pajak. Penjelasan atas beberapa usulan perencanaan pajak adalah sebagai berikut : a) Pihak yang memberi jasa tidak bersedia dipotong pajaknya, sehingga perusahaan harus managing pembayaran PPh Pasal 23 atas jasa pengolahan limbah. Perencanaan pajak yang dapat ditempuh perusahaan adalah melakukan gross up atas nilai transaksi. Hasil dari gross up akan memperoleh penambahan biaya sebesar Rp.4.019.525,-. Perhitungan ini diperoleh dari 6 % x Rp 62.972.550,- / 0.94. b) Perusahaan menggunakan jasa catering untuk menyediakan makanan kepada semua karyawan. Pembayaran PPh Pasal 23 atas jasa catering harus ditanggung oleh perusahaan karena berhubung pihak yang memberi jasa tidak bersedia dipotong pajaknya sehingga sebagai langkah perencanaan pajaknya adalah dengan menggunakan gross up atas nilai transaksi. Dengan menggunakan metode gross up maka perusahaan dapat memasukkan biaya hasil gross up sebesar Rp 11.550.159,-. Perhitungan tersebut diperoleh dari 1,5 % x Rp 758.460.465,- / 0,985. c) Biaya entertainment sebesar Rp 68.890.860,- dikoreksi fiskal karena perusahaan tidak membuat daftar
ominative. Agar biaya entertainment tidak dikoreksi maka
sebaiknya perusahaan membuat daftar nominatif sebagai perencanaan pajaknya.
83
d) Biaya surat kabar dan majalah sebesar Rp 520.000,- dikoreksi fiskal karena pembelian surat kabar dan majalah tersebut bersifat hiburan. Perencanaan pajaknya adalah perusahaan melakukan pembelian hanya untuk surat kabar dan majalah yang ada kaitannya dengan bisnis perusahaan serta melengkapi bukti-bukti pembelian. e) Karena tidak dilengkapi oleh bukti-bukti pendukung yang menyatakan bahwa biaya ini benar-benar keluar dan digunakan oleh perusahaan maka biaya ini dikoreksi fiskal sebesar Rp 3.425.950,-. Sebaiknya perusahaan selalu melengkapi bukti-bukti yang sah, jelas dan merinci pengeluaran tersebut agar dapat menjadi biaya fiskal. f) Biaya kebersihan harus dikoreksi sebesar Rp 2.418.750,- karena tidak dilengkapi oleh dokumen yang membuktikan bahwa biaya tersebut berkaitan dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Sebaiknya perencanaan pajak yang dilakukan perusahaan adalah dengan melengkapi buktibukti pendukung yang menjelaskan bahwa biaya tersebut memang sah dan jelas. g) Perusahaan melakukan koreksi atas biaya keamanan sebesar Rp 3.546.750,- karena biaya tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang lengkap seperti kwitansi pembayaran dari RT. Sebaiknya perusahaan melengkapi biaya tersebut dengan bukti pendukung agar tidak dikoreksi. h) Biaya seragam pabrik dikoreksi fiskal sebesar Rp 66.418.332,-. Sebaiknya perusahaan mengganti pemberian seragam pabrik kepada karyawan pabrik dengan pemberian tunjangan seragam, karena pemberian dalam bentuk tunjangan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan dan penambah penghasilan karyawan yang akan dipotong PPh Pasal 21. i) Seragam kantor Rp 23.403.150,- merupakan natura sehingga harus dikoreksi fiskal. Perencanaan pajaknya adalah perusahaan dapat mengganti pemberian seragam 84
kantor dengan tunjangan agar dapat menjadi biaya fiskal dan menambah komponen penghasilan karyawan sera menjadi obyek PPh Pasal 21. j) Setiap satu tahun sekali, perusahaan memberikan bingkisan kepada setiap karyawan. Pemberian bingkisan sebesar Rp 62.500.000,- bukan merupakan biaya fiskal maka sebaiknya perusahaan memberikan tunjangan bingkisan untuk mengganti pemberian bingkisan, karena pemberian dalam bentuk tunjangan dapat menjadi biaya fiskal dan obyek PPh Pasal 21. k) Perusahaan menyediakan fasilitas antar jemput karyawan. Biaya tersebut adalah sebesar Rp 416.207.004,- harus dikoreksi karena merupakan kenikmatan yang diperoleh karyawan. Perencanaan pajaknya adalah dengan memberikan tunjangan transport kepada karyawan sehingga biaya tersebut dapat menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan dan menjadi obyek penghasilan karyawan yang akan dipotong PPh Pasal 21. l)
Biaya pengobatan Rp 62.210.013,- merupakan natura sehingga harus dikoreksi. Perencanaan pajaknya adalah perusahaan memberikan tunjangan kesehatan kepada karyawan. Tunjangan tersebut dapat menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan dan sebagai penambah penghasilan karyawan yang akan dipotong PPh Pasal 21.
m) PPh Pasal 21 karyawan ditanggung oleh perusahaan, jadi PPh Pasal 21 sebesar Rp.216.194.980,- harus dikoreksi. Sebaiknya perusahaan memberikan tunjangan pajak kepada karyawan sebesar jumlah PPh Pasal 21 terutang, karena pemberian tunjangan merupakan biaya fiskal. Tunjangan tersebut akan menjadi komponen penambah penghasilan karyawan dan obyek PPh Pasal 21.
85