EVALUASI PERENCANAAN PAJAK MELALUI REVALUASI ASET TETAP UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PERUSAHAAN (STUDI KASUS PADA PT.”X”) R. BERNADINUS CHRISDIANTO YUNUS YOHANES BIU KATIK Politeknik Ubaya Universitas Pelita Harapan Surabaya
[email protected] [email protected] ABSTRACT Government policy that allows revaluation of fixed assets provided in Regulation of Minister of Finance Number: 79/PMK.03/2008 May 23rd, 2008 concerning the Company’s Revaluation of Fixed Assets for Tax Purpose have been used as a way to implementing tax planning for companies. In addition to presenting a reasonable value of fixed assets that will make a more “healthy”position of the company’s assets, revaluation of fixed assets is expected to minimize the tax burden that must be paid by the company. This is a descriptive research where this study will describe the object systematicely, factual and related to the actual facts, characters, and also the operational linkages between the issues being investigated. Therefore, this study describe matters related to the revaluation of fixed assets to determine the linkage between theory and practice about the implementation of tax planning and also knowing how big is the tax savings due to be paid by the company as a result of the revaluation of fixed assets policy. The result of this study proves that the partial revaluation conducted by PT “X” is not able to provide tax savings for the company because of the final tax will be charged on the excess of the revaluation. When the company revalued, the amount of tax that should be paid was Rp 211.713.989 (including the final tax on the excess of revaluation) while with no revaluation, amount of tax that should be paid was Rp 76.305.503. Keyword: Government Policy, Tax Planning, Revaluation of Fixed Assets, Tax Saving, Final Tax. PENDAHULUAN Aset tetap merupakan salah satu komponen yang sangat penting bagi suatu entitas usaha. Seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia yang setiap tahun mengalami inflasi, maka nilai aset tetap perusahaan juga akan mengalami peningkatan. Peningkatnya harga-harga di pasaran menyebabkan nilai dari suatu aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan menjadi tidak wajar. Nilai sekarang aset tetap yang diperoleh beberapa tahun lalu tidak sesuai lagi dengan harga perolehan aset tersebut yang tercantum dalam neraca. Hal ini disebabkan karena akuntansi menganut prinsip harga perolehan (historical cost) di mana nilai suatu aset dicatat sebesar harga perolehannya (Suandy 2001: 46). Hal inilah yang kemudian mendorong perusahaan untuk melakukan penilaian kembali atau revaluasi terhadap aset tetapnya. Walaupun pada dasarnya prinsip akuntansi yang dianut oleh Indonesia mensyaratkan bahwa penyajian aset pada suatu neraca hanya dapat menggunakan harga perolehan, namun dalam perkembangannya kebijakan untuk melakukan penilaian kembali terhadap aset diperbolehkan dengan adanya kebijakan pemerintah. Penilaian kembali aset tetap diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 486/KMK.03/2002 Tanggal 28 November 2002 tentang Penilaian Kembali Aset Tetap Perusahaan yang selanjutnya diberlakukan ketentuan baru yaitu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008 tentang Penilaian Kembali Aset Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan. Sebagai pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan tersebut, telah terbit peraturan dirjen pajak yang mengatur yaitu PER-12/PJ/2009 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan dan administrasi penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, yang terbit tanggal 23 Februari 2009. Dalam peraturan tersebut dijelaskan beberapa hal seperti persyaratan wajib pajak (WP) yang dapat melakukan revaluasi aset tetap, persyaratan administrasi, jangka waktu keputusan dan juga angsuran pembayaran PPh final atas revaluasi. Waluyo (2010) mengungkapkan bahwa penilaian kembali aset tetap perusahaan dimaksudkan agar perusahaan dapat melakukan penghitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya. Hal ini diharapkan akan membuat neraca perusahaan terlihat lebih sehat. Ketika melakukan revaluasi, selisih akibat revaluasi tersebut dapat dikompensasikan ke dalam kerugian fiskal jika perusahaan mengalami kerugian fiskal pada periode sebelumnya. Dalam laporan keuangan komersial, selisih akibat revaluasi ini tetap dibukukan dalam akun modal dengan perkiraan tersendiri yaitu perkiraan selisih penilaian kembali aset tetap bukan sebagai laba luar biasa karena selisih revaluasi dianggap sebagai kenaikan modal (Suandy 2001). Melalui revaluasi ini suatu nilai aset tetap akan bertambah besar yang akan menyebabkan beban penyusutan pada tahun-tahun yang akan datang menjadi lebih besar yang tentu saja mengurangi laba perusahaan. Penurunan laba perusahaan akan meminimalkan pajak terutang yang dibayarkan oleh perusahaan. Walaupun dengan melakukan revaluasi laba perusahaan menjadi berkurang, sebenarnya kebijakan ini memiliki manfaat lain seperti neraca akan menunjukkan posisi kekayaan perusahaan yang wajar sehingga laporan keuangan dapat menyajikan informasi yang lebih akurat (Waluyo 2010). Hal lain yang mendasari perusahaan melakukan revaluasi adalah kerugian fiskal. Kerugian fiskal yang dialami perusahaan dapat dikompensasikan ke selisih hasil penilaian kembali. Besar tarif pajak yang ditetapkan untuk selisih dari penilaian kembali adalah 10% dan bersifat final. Hal ini lebih menguntungkan karena besar pajak yang terutang menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan tarif pajak 25%. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa konsekuensi pajak yang diperoleh melalui kebijakan revaluasi aset tetap adalah meminimalkan pajak terutang yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Dengan menilai kembali aset tetap berdasarkan harga wajar, nilai dari aset tetap tersebut menjadi lebih tinggi sehingga biaya penyusutan juga ikut meningkat. Dengan meningkatnya biaya penyusutan tentu saja penghasilan kena pajak perusahaan akan berkurang. Revaluasi terhadap aset tetap ini dapat dilakukan perusahaan secara partial atau menyeluruh. Revalausi partial berarti perusahaan hanya akan melakukan revalausi atas sebagian aset tetap yang ada sesuai pertimbangan oleh perusahaan. Sedangkan revaluasi menyeluruh berarti perusahaan melakukan revaluasi atas semua aset tetapnya (Suandy 2001). Menurut Suandy (2001: 46) penilaian kembali aset tetap bagi perusahaan mempunyai beberapa fungsi antara lain perhitungan harga pokok akan menghasilkan nilai yang mendekati harga pokok yang wajar, meningkatkan struktur modal sendiri artinya bahwa perbandingan antara pinjaman dengan modal sendiri atau Debt to Equity Ratio (DER) menjadi baik. Dengan membaiknya DER perusahaan dapat menarik dana baik melalui pinjaman dari pihak ketiga atau melalui emisi saham. Selain itu pembayaran PPh atas selisih lebih penilaian kembali aset tetap sebesar 10% yang bersifat final akan cukup menarik bagi perusahaan untuk melakukan revaluasi. Penilaian kembali aset tetap ini telah dijadikan sebagai salah satu alat bagi wajib pajak (WP) dalam
melakukan tax planning untuk memperkecil pajak terutang yang harus dibayarkan perusahaan. Syafrianto (2007) mengemukakan bahwa perencanaan pajak melalui penilaian kembali aktiva tetap dapat mengefisiensikan pembayaran pajak penghasilan karena terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara laba komersial dan laba kena pajak. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi terhadap penerapan tax planning melalui revaluasi aset tetap pada PT.”X” untuk mengetahui seberapa besar penghematan pajak yang dihasilkan dari penerapan kebijakan tersebut. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar penghematan pajak yang diperoleh perusahaan setelah menerapkan kebijakan revaluasi aset tetap tersebut. RERANGKA TEORITIS Perencanaan Pajak Perencanaan adalah salah satu unsur manajemen yang secara tidak langsung menyatakan bahwa manajer harus terlebih dahulu memikirkan segala sesuatunya dengan matang berkenaan dengan tujuan dan tindakannya (Zain 2005). Perencanaan pajak merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajak, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Menurut Chrisdianto (2009) perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak, dan dalam tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Tujuan dari perencanaan pajak adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan dibayarkan ke pemerintah melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan ditoleransi. Ada beberapa langkah yang harus mendapat perhatian dalam penyusunan perencanaan pajak dan merupakan komponen-komponen sistem manajemen, menurut Zain (2005) yaitu: a) Menetapkan sasaran atau tujuan manajemen pajak, yang meliputi: 1. usaha-usaha mengefisiensikan beban pajak yang masih dalam ruang lingkup perpajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, 2. mematuhi segala ketentuan administratif sehingga terhindar dari pengenaaan sanksi-sanksi, 3. melaksanakan secara efektif segala ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang terkait dengan pelaksanaan pemasaran, pembelian dan fungsi keuangan. b) Situasi sekarang dan identifikasi pendukung dan penghambat tujuan, yang terdiri dari: 1. identifikasi faktor lingkungan perencanaan pajak jangka panjang. Faktor ini umumnya memiliki sifat yang permanen yang secara eksplisit terdapat dan melekat pada ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Faktor tersebut merupakan parameterparameter yang berpengaruh terhadap perencanaan jangka panjang, 2. etika kebijakan perusahaan dan ketentuan yang jelas mengenai fungsi dan tanggung jawab manajemen perpajakan serta memiliki manual tentang ketentuan dan tata cara manajemen perpajakan yang berlaku bagi seluruh personil perusahaan, 3. strategi dan perencanaan pajak yang terintegrasi dengan perencanaan perusahaan, baik perencanaan perusahaan jangka pendek maupun jangka panjang.
c)
Pengembangan rencana atau perangkat tindakan untuk mencapai tujuan, dilakukan antara lain dengan cara mengadakan: 1. sistem informasi yang memadai dalam kaitannya dengan penyampaian perencanaan pajak kepada para petugas yang memonitor perpajakan dan kepastian keefektifan pengendalian pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya yang terkait, 2. mekanisme monitor, pengendalian, dan penyesuaian sedemikian rupa sehingga setiap modifikasi rencana dan tindakan dapat dilakukan tepat waktu. Perencanaan pajak tidak dapat disusun tanpa didahului dengan penelitian yang mendalam mengenai masalahnya untuk kemudian distruktur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Faktor bentuk usaha, metode akuntansi, periode akuntansi, dan pemahaman apa yang dimaksud dengan penghasilan dan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, merupakan faktor yang sangat berperan dalam mendesain perencanaan pajak. Perencanaan pajak yang efektif tidak hanya bergantung pada seorang ahli pajak yang professional, akan tetapi sangat tergantung kepada kesadaran dan keterlibatan para pengambil keputusan akan adanya dampak pajak yang melekat pada setiap aktivitas perusahaannya. Salah satu bentuk dari perencanaan pajak adalah penilaian kembali atau yang biasa disebut sebagai revaluasi terhadap aset tetap yang kemudian akan dibahas oleh peneliti. Definisi Aset Tetap Menurut PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) Nomor 16, aset tetap adalah aset berwujud dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Menurut aturan perpajakan, aset tetap disebut dengan istilah harta berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun sendiri dengan memenuhi kriteria sebagai berikut: a) dimiliki dan digunakan dalam usaha atau yang dimiliki untuk mendapat, menagih dan memelihara penghasilan dengan memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, b) tidak dimaksudkan untuk dijual dalam kegiatan normal perusahaan. Semua jenis aset tetap memiliki umur manfaat yang terbatas, kecuali tanah. Umur manfaat menurut PSAK Nomor 16 adalah: a) suatu periode di mana aset diharapkan akan digunakan oleh entitas; atau b) jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari aset tersebut oleh entitas. Berdasarkan aturan akuntansi maupun perpajakan, nilai aset tetap tidak dapat dibebankan sekaligus sebagai biaya. Pembebanan aset tetap harus dilakukan dengan alokasi secara berangsur melalui penyusutan. Aset tetap disajikan sebesar biaya perolehannya, dan dikurangi akumulasi penyusutannya, kecuali tanah. Penyusutan Aset Tetap Penyusutan merupakan masalah penting yang perlu diperhatikan selama pemanfaatan suatu aset tetap. PSAK Nomor 16 menyatakan bahwa penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya. Persyaratan aset tetap yang dapat disusutkan menurut keadaan perpajakan, meliputi: (Waluyo 2010) a) harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud; b) harta tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun; c) harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokkan menurut akuntansi komersial, yaitu : (Waluyo 2010) a) Berdasarkan kriteria waktu (1) Metode garis lurus (2) Metode pembebanan angka menurun i). Metode jumlah angka tahun ii). Metode saldo menurun/saldo menurun ganda. b) Berdasarkan kriteria penggunaan (1) Metode jam jasa (2) Metode jumlah unit produksi c) Berdasarkan kriteria lainnya (1) Metode berdasarkan jenis dan kelompok (2) Metode anuitas Berikut ini dijelaskan beberapa metode penyusutan sesuai yang terdapat dalam Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 05 : Metode Garis Lurus (Straight-Line Method) a) Dalam metode ini nilai penyusutan aset tetap dibebankan secara merata selama estimasi umur ekonomis aset tersebut. Harga Perolehan – Estimasi Nilai Residuu Estimasi Umur Ekonomis b) Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method) Dalam metode ini, penyusutan nilai aset tetap dilakukan dengan mengalokasikan penurunan nilai salaam masa manfaatnya sebagaimana halnya dakam metode garis lurus. Teknik yang paling umum adalah dengan melipat duakan tarif penyusutan garis lurus, yang dihitung tanpa memperhatikan nilai residu, dan menggunakan tarif penyusutan yang dihasilkan terhadap harga perolehan aset dikurangi akumulasi penyusutan. c) Metode Unit Produksi (Unit of Production Method) Dalam metode ini dihasilkan beban penyusutan yang berbeda-beda menurut jumlah penggunaan aktiva. Untuk menerapkannya umur aset dinyatakan dalam kapasitas produktif, seperti jasa mesin, kilometer, atau jumlah unit. Penyusutan dihitung berdasarkan perkiraan output (kapasitas produksi yang dihasilkan) aset tetap yang bersangkutan. Tarif penyusutan dihitung dengan membandingkan antara nilai yang dapat disusutkan dan perkiraan atau estimasi ouput (kapasitas produksi yang dihasilkan) dalam kapasitas normal. Harga Perolehan – Estimasi nilai Residu Estimasi jam mesin Metode penyusutan menurut Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan : a) Metode garis lurus (straight line method), atau metode saldo menurun (declining balance method) untuk Aset Tetap Berwujud bukan bangunan; b) Metode garis lurus untuk Aset Tetap Berwujud berupa Bangunan. Penggunaan metode penyusutan Aset Tetap Berwujud diisyaratkan taat asas (konsisten). Pengaturan penyusutan menurut ketentuan perundangundangan perpajakan diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana yang telah dirubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus Hak Milik, Hak Guna Banguna, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dilakukan dalam bagian-
bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut (Waluyo 2010). Tarif penyusutan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut: Tabel 1 Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Harta Berwujud Kelompok Harta Masa Tarif Tarif Penyustan Berwujud Manfaat Penyusutan (Saldo Menurun) (Garis lurus) I.Bukan bangunan Kelompok 1 4 Tahun 25% 50% Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25% Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 12,5% Kelompok 4 20 Tahun 5% 10% II.Bangunan Permanen Tidak Permanen
20 Tahun 10 Tahun
5% 10%
---
Sumber: (Waluyo 2010) Pengelompokan Aset Tetap Keluarnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 82/KMK.04/1995 Tanggal 7 Februari 1995 yang mengatur tentang pengelompokkan jenis-jenis harta berwujud yang kemudian diperbarui dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002 Tanggal 8 April 2002 yang berlaku sejak tanggal ditetapkan lebih memudahkan Wajib Pajak dan memberikan keseragaman dalam pengelompokan harta tetap berwujud. Untuk jenis-jenis Harta Berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam Kelompok 1 sampai dengan Kelompok 4 dimasukkan dalam Kelompok 3. Namun, bila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa berdasarkan masa manfaat yang sesunggunya Harta Berwujud bukan bangunan tidak dapat dimasukkan ke dalam Kelompok 3, sehingga Wajib Pajak harus mengajukan permohonan untuk penetapan kelompok Harta Berwujud bukan bangunan tersebut sesuai dengan manfaat yang sesunggunya kepada Direktur Jenderal Pajak. Definisi Pajak Ada bermacam-macam batasan atau tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli. Adriani dalam Zain (2005) mendefinisikan pajak sebagai iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukkan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintah. Djajadiningrat dalam Resmi (2003) mendefinisikan pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal-balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Menurut Ray, Herschel, Horace dalam Zain (2005) pajak merupakan suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan defenisi pajak menurut penulis adalah iuran yang harus dibayarkan oleh masyarakat dalam hal ini wajib pajak (WP) kepada pemerintah yang bersifat memaksa dan tanpa imbalan langsung. Ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain: (Zain 2005) a) pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, b) pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayara pajak) ke sektor Negara (pemungut pajak/ administrator pajak), c) pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan individual oleh pemerintah d) terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak, e) pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan Negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/ regulatif). Revaluasi Aset Tetap Menurut Waluyo (2000) penilaian kembali atau sering disebut dengan Revaluasi Aset Tetap adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab yang lain. Pada dasarnya penilaian kembali aset tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aset tetap tersebut pada saat penilaian dengan menggunakan metode penilaian yang lazim berlaku di Indonesia dan dilakukan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh Pemerintah. Jika nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh pemerintah tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka Direktur Jenderal Pajak akan menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aset yang bersangkutan. Waluyo (2010) menjelaskan bahwa penilaian kembali aset tetap perusahaan dilakukan terhadap : a) seluruh aset tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan; atau b) seluruh aset tetap berwujud tidak termasuk tanah yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Revaluasi Aset Tetap Menurut Akuntansi Pada dasarnya akuntansi tidak memperkenankan penilaian aset berdasarkan nilai wajar (current cost) karena prinsip yang dianut adalah berdasarkan biaya perolehan (historical cost). Dalam PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar. Sementara itu biaya perolehan diartikan sebagai jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan ke aset pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain. Oleh karena itu penilaian kembali aset tetap tidak diperkenankan, namun dalam perkembangannya kemudian dimungkinkan dengan adanya ketentuan pemerintah. Walaupun tindakan penilaian kembali aset tetap mengakibatkan berkurangnya laba bersih perusahaan, sebenarnya tindakan ini mengandung beberapa manfaat antara lain: (Waluyo 2010)
a)
neraca menunjukkan posisi kekayaan yang wajar. Dengan demikian, berarti pemakai laporan keuangan menerima informasi yang lebih akurat. Selisih lebih penilaian kembali dapat digunakan tambahan cadangan modal, b) kenaikan nilai aset tetap, mempunyai konsekuensi naiknya beban penyusutan aset tetap yang dibebankan ke dalam laba rugi, atau dibebankan ke harga pokok produksi. Revaluasi sendiri terbagi menjadi dua yaitu revaluasi parsial dan revaluasi menyeluruh. Revaluasi parsial berarti perusahaan hanya akan melakukan revaluasi atas sebagian aset tetap yang ada sesuai dengan pertimbangan perusahaan. Sedangkan revaluasi menyeluruh berarti perusahaan melakukan penilaian kembali atas seluruh aset tetap yang dimilikinya (Suandy 2001: 49). Berkaitan dengan hal tersebut, dalam hal menilai aset tetap tidak boleh dilakukan sendiri oleh perusahaan bersangkutan. Penilaian harus dilakukan oleh perusahaan penilai (appraisal company) yang disahkan oleh Menteri Keuangan. Hal ni dimaksudkan agar hasilnya menjadi lebih objektif dan check of balance. Pada umumnya revaluasi terhadap aset tetap dimaksudkan untuk menilai kembali aset akibat adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran, sehingga aset tetap dapat dilaporkan sebagai nilai pasar wajarnya. Nilai pasar wajar (fair market value) yaitu harga yang dilekatkan pada proses jual beli di pasar pada saat tertentu di mana penjual dan pembeli masing-masing melakukan secara sadar tanpa paksaan, serta mengetahui atau memiliki pengetahuan mengenai keadaan pasar serta kegunaan aktiva dimaksud. Selisih penilaian kembali aset tetap dicatat sebagai pos modal, yaitu disajikan dalam kelompok modal di antara tambahan modal disetor dan laba ditahan. Wajib pajak (WP) yang dapat mengajukan permohonan untuk melakukan penilaian kembali aset tetap adalah Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) tidak termasuk Wajib pajak yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang dollar Amerika Serikat. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008, wajib pajak (WP) yang melakukan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan wajib mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah yang membawahi KPP tempat wajib pajak terdaftar, paling lambat 30 hari kerja setelah tanggal dilakukannya penilaian kembali aset tetap dengan melampirkan: a) fotocopy surat ijin usaha jasa penilai yang dilegalisir oleh instansi pemerintah yang berwenang untuk menerbitkan surat ijin usaha tersebut; b) laporan penilaian perusahaan jasa penilai atau ahli penilai professional yang diakui Pemerintah; c) daftar Penilaian Kembali Aset Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan; d) laporan Keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali aset tetap yang telah diaudit oleh akuntan publik; e) surat keterangan tidak mempunyai tunggakan pajak dari Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Revaluasi Aset Tetap Menurut Ketentuan Perpajakan Pembukuan yang disajikan menurut ketentuan perpajakan harus diselenggarakan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam hal ini berarti sesuai dengan PSAK kecuali jika terdapat aturan khusus dari ketentuan perpajakan yang diatur oleh pemerintah. Dalam ketentuan perpajakan, penilaian kembali aktiva tetap dapat dilakukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei
2008 Tentang Penilaian Kembali Aset Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan. Walaupun ketentuan perpajakan memperbolehkan wajib pajak untuk melakukan penilaian kembali aset tetap, namun tidak semua wajib pajak dapat melakukan penilaian kembali aset tetap tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tertanggal 23 Mei 2008 pasal 3 ayat 1, penilaian kembali aset tetap perusahaan dilakukan terhadap: a) seluruh aset tetap berwujud termasuk tanah yang berstatus hak milik tau hak guna bangunan, atau; b) seluruh aset tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak. Aset tetap berwujud tersebut yang telah dilakukan penilaian kembali tidak dapat dilakukan penilaian kembali sebelum lewat jangka waktu 5 tahun terhitung sejak penilaian kembali aset tetap perusahaan terakhir yang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008. Pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 telah terbit peraturan dirjen pajak yang mengatur yaitu PER-12/PJ/2009 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan dan Administrasi Penilaian Kembali Aset Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan yang terbit tanggal 23 Februari 2009. Dalam peraturan tersebut dijelaskan beberapa hal seperti persyaratan wajib pajak (WP) yang dapat melakukan revaluasi aset tetap, persyaratan administrasi, jangka waktu keputusan dan juga angsuran pembayaran PPh final atas revaluasi. Berkaitan dengan pajak penghasilan yang bersifat final tersebut, dalam pasal 4 ayat 1 dikatakan perusahaan yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi sekaligus pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang dalam rangka penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran paling lama untuk 12 (dua belas) bulan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini bersamaan dengan pengajuan permohonan persetujuan penilaian kembali aset tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan. Selisih Lebih Akibat Revaluasi Aset Tetap Berdasarkan Undang-undang Perpajakan Selisih revaluasi adalah selisih antara nilai baru dari suatu aset setelah dilakukan revaluasi dengan sisa nilai buku aset secara fiskal sebelum penilaian kembali. Atas selisih lebih tersebut dikenakan pajak final sebesar 10% (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008, pasal 5). Hal tersebut dikenakannya dalam hal perusahaan melakukan pengalihan aset tetap berupa: (Waluyo 2010) aset tetap kelompok I dan kelompok II yang telah memperoleh a) persetujuan penilaian kembali sebelum berakhirnya masa manfaat. aset tetap kelompok III, kelompok IV, bangunan, dan tanah telah b) memperoleh persetujuan penilaian kembali sebelum lewat jangka waktu 10 tahun. Ketentuan tersebut di atas tidak berlaku bagi: a) pengalihan aset tetap perusahaan yang bersifat force majeur berdasarkan keputusan atau kebijakan Pemerintah atau keputusan pengadilan; pengalihan aset tetap perusahaan dalam rangka penggabungan, b) peleburan, atau pemekaran usaha yang mendapat persetujuan; atau c) penarikan aset tetap perusahaan dari penggunaan karena mengalami kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki lagi.
Namun sebelumnya selisih lebih atas revaluasi aset tetap tersebut dapat dikompensasikan jika terdapat kerugian fiskal. Yang dimaksud dengan kerugian fiskal adalah jumlah kerugian yang telah dikeluarkan melalui Surat Ketetapan oleh KPP. Dalam hal KPP belum menetapkan kerugian fiskal tersebut, maka kerugian fiskal dihitung atas dasar laporan keuangan Wajib Pajak. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh KPP ternyata kerugian fiskal tersebut berbeda dengan kerugian yang sebagaimana dalam laporan keuangan Wajib Pajak, maka akan diadakan koreksi atas PPh terutang. Dengan adanya revaluasi tersebut maka aset tetap akan mencerminkan nilai wajar. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 mengatur bahwa atas aset yang dinilai kembali tersebut, masa manfaatnya yang baru ditetapkan sesuai dengan masa manfaat menurut kelompok harta masing-masing. METODOLOGI PENELITIAN Model Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif. Dalam melakukan penelitian ini peneliti menguraikan secara deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang akan menggambarkan objek penelitian secara sistematis, faktual dan aktual berkaitan dengan fakta-fakta, sifat-sifat, dan juga kaitankaitan operasional antar permasalahan yang diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan revaluasi aset tetap untuk mengetahui kaitan antara teori dengan praktek yang ada di lapangan tentang penerapan tax planning serta mengetahui signifikansi dari penghematan pajak terutang yang harus dibayarkan oleh perusahaan sebagai akibat dari kebijakan revaluasi atas aset tetap. Rancangan penelitian ini dilakukan dalam bentuk studi kasus pada PT.”X”. Berdasarkan metode ini, aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti diamati secara seksama sehingga diperoleh data-data yang mendukung penelitian ini. Jenis dan Sumber Data Data dalam pengertian bisnis didefenisikan sebagai sekumpulan informasi yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan. Data-data tersebut disusun dan diolah dengan menggunakan metode-metode tertentu. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data kuantitatif yang berkaitan dengan kebijakan revaluasi aset tetap yang meliputi biaya perolehan aset tetap yang dimiliki perusahaan, metode penyusutan fiskal yang digunakan perusahaan, daftar penyusutan aset tetap sebelum dan sesudah direvaluasi yang didapat dari laporan keuangan perusahaan bersangkutan. Penelitian ini menggunakan sumber-sumber data internal. Data yang diperoleh kemudian diteliti dan diolah lebih lanjut dengan alat bantu berupa teori-teori yang telah diperoleh dan dipelajari sebelumnya, sehingga dari data tersebut dapat dilakukan analisi untuk kemudian ditarik kesimpulan mengenai masalah yang sedang diteliti. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi. Dokumentasi adalah pengumpulan data berupa dokumen yang merupakan bukti terjadinya suatu peristiwa atau kejadian. Data yang dikumpulkan melalui dokumentasi adalah biaya perolehan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan, daftar penyusutan aktiva tetap sebelum dan sesudah direvaluasi, metode penyusutan fiskal yang dipakai perusahaan dan data-data lainnya yang juga berkaitan dengan kebijakan revaluasi aktiva tetap oleh perusahaan, dengan panduan instrumen penelitian. Metode Analisa Data Secara teknis proses analisis data adalah sebagai berikut:
a)
b) c) d) e) f)
Mengumpulkan data yang berkaitan dengan aset tetap perusahaan, yaitu waktu dan harga perolehan aset tetap, daftar penyusutan sebelum dan sesudah revaluasi, serta metode penyusutan fiskal perusahaan. Melihat besaran biaya yang dapat dikurangkan dengan melakukan revaluasi dan apabila tidak melakukan revaluasi. Melihat besaran kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan dengan selisih lebih akibat revaluasi (jika ada). Membandingkan besaran pajak terutang yang dibayarkan ketika melakukan revaluasi dan apabila tidak melakukan revaluasi. Menghitung penghematan pajak yang dihasilkan sebagai dampak dari kebijakan revaluasi. Langkah terakhir yang dilakukan dalam analisa data yaitu menghitung persentasi perbedaan antara sebelum dan sesudah revaluasi untuk dapat mengetahui signifikansi penghematan pajak yang dihasilkan.
ANALISIS DATA Perusahaan melakukan revaluasi efektif per 1 Januari 2010. Revaluasi yang dilakukan oleh PT “X” adalah revaluasi parsial yaitu hanya pada aset tanah dan bangunan dan prasaran saja. Sejak tahun 2010, PT “X” mencatat tanah dan bangunan dan prasaran pada jumlah revaluasian yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi dilakukan dengan keteraturan yang cukup regular untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca. Penyusutan bangunan dan prasarana dihitung dengan menggunakan metode garis lurus berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis dari bangunan dan prasarana. Revaluasi aset tetap yang dilakukan oleh PT “X” dilakukan agar nilai aset tetap perusahaan mencerminkan nilai wajar sehingga neraca perusahaan terlihat lebih sehat. Selain itu revaluasi aset tetap juga bertujuan untuk meminimalkan beban pajak yang akan diayarkan oleh perusahaan. Revaluasi aset tetap yang dilakukan oleh PT “X” dilandaskan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008 Tentang Penilaian Kembali Aset Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan yang pelaksanaannya diatur dalam peraturan dirjen pajak yaitu PER-12/PJ/2009 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan dan Administrasi Penilaian Kembali Aset Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan. Proses pelaksanaannya akan disesuaikan dengan peraturan yang berlaku, sehingga penelitian ini akan membandingkan Laporan Laba Rugi jika melakukan revaluasi dan jika tidak melakukan revaluasi. Berikut ini adalah deskripsi data laporan keuangan di tahun 2010 beserta data-data lain yang dibutuhkan berkaitan dengan analisis dalam penelitian. Penyusutan Revaluasi aset tetap tentu saja akan menghasilkan beban penyusutan yang berbeda dibandingkan dengan jika tidak melakukan revaluasi. Penerapan revaluasi aset tetap akan menambah nilai dari aset tersebut. Adanya penambahan nilai aset akibat revaluasi tentu saja akan menambah nilai penyusutannya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka laba fiskal yang dimiliki PT “X” di Surabaya juga akan berubaha bila melakukan kegiatan revaluasi aset tetap. Berubahnya laba fiskal perusahaan juga akan berdampak pada perubahan beban pajak penghasilan yang harus dibayarkan karena beban pajak penghasilan dihitung berdasarkan laba fiskal. Jika laba fiskal perusahaan menjadi lebih kecil karena adanya penambahan nilai penyusutan, maka nilai pajak yang dibayarkan juga akan menjadi lebih kecil. Berikut ini nilai
penyusutan yang dihasilkan setelah perusahaan menerapkan revaluasi aset tetap. Tabel 2 Daftar Penyusutan Aset Tetap Perusahaan (setelah revaluasi) Jenis Aset Nilai Pasar Beban Akumulasi Penyusutan Penyusutan (2010) Tanah 1,168,724,89 0 Bangunan dan 1,235,982,99 453,550,979 71,026,550 prasarana 4 Mesin dan peralatan 3,903,331,45 2,669,881,876 227,186,663 3 Perlengkapan gudang 77,987,183 44,910,360 10,155,370 Perlengkapan teknik 49,456,263 37,927,881 3,554,437 dan laboratorium Peralatan Kantor 77,122,920 65,008,241 7,659,822 Alat pengangkutan 59,486,893 51,936,705 5,013,439 Aset dalam 37,054,538 penyelesaian TOTAL 3,323,216,042 324,596,251 Sumber: Data Internal Perusahaan Dari total beban penyusutan di atas, kemudian dialokasikan sebagai berikut: Tabel 3 Alokasi Penyusutan (setelah revaluasi) untuk tahun 2010 Biaya pabrikasi 288,318,943 Beban Usaha 23,188,405 Beban Lain-lain 13,088,903 Jumlah 324,596,251 Sumber: Data internal perusahaan Jika perusahaan tidak melakukan revaluasi, nilai penyusutan yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Tabel 4 Daftar Penyusutan Aset Tetap Perusahaan (sebelum revaluasi) Jenis Aset Nilai Pasar Beban Akumulasi Penyusutan Penyusutan (2010) Tanah 137,076,045 Bangunan dan 662,719,530 382,615,425 275,187 prasarana Mesin dan peralatan 3,903,331,4 2,669,881,876 227,186,663 53 Perlengkapan gudang 77,987,183 44,910,360 10,155,370 Perlengkapan teknik 49,456,263 37,927,881 3,554,437 dan laboratorium Peralatan Kantor 77,122,920 65,008,241 7,659,822 Alat pengangkutan 59,486,893 51,936,705 5,013,439 Aset dalam 37,054,538 penyelesaian TOTAL 5,044,234,8 33,252,280,488 253,844,888 25 Sumber: Data Internal Perusahaan (diolah)
Total beban penyusutan yang dihasilkan untuk tahun 2010 jika perusahaan tidak melakukan revaluasi adalah Rp. 253,844,888. Beban penyusutan tersebut dialokasikan sebagai berikut: Tabel 5 Alokasi Penyusutan (sebelum revaluasi) untuk tahun 2010 Biaya pabrikasi 225,474,846 Beban Usaha 18,134,091 Beban Lain-lain 10,235950 Jumlah 253,844,888 Sumber: Data internal perusahaan (diolah) Dari data penyusutan di atas dapat diketahui terdapat perbedaan jumlah penyusutan yang dihasilkan sebelum dan setelah revaluasi. Saat perusahaan melakukan revaluasi total penyusutan adalah Rp. 324,596,251 sedangkan jika perusahaan tidak melakukan revaluasi maka jumlah penyusutan yang dihasilkan adalah Rp. 253,844,888. Beban penyusutan untuk tahun 2010 ketika perusahaan melakukan revaluasi lebih besar daripada ketika perusahaan tidak melakukan revaluasi. Hal ini terjadi karena adanya pertambahan nilai dari aset sebagai akibat dari revaluasi. Pertambahan nilai aset tersebut tentu saja akan menambah nilai penyusutan dari aset tersebut. Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi adalah laporan yang akan mencerminkan kinerja keuangan perusahaan pada periode tertentu. Berkaitan dengan tujuan perpajakan, perusahaan berupaya untuk menyajikan laporan laba yang kecil agar beban pajak yang dibayarkan juga akan menjadi lebih kecil. Perusahaan akan berusaha meminimalisasi besarnya laba yang disajikan tanpa melakukan kegiatan manipulasi atau kegiatan lain yang melanggar hukum. Hal itu dapat dilakukan perusahaan dengan memilih metode akuntansi yang diperkenankan oleh aturan yang berlaku. Salah satu hal yang menjadi pilihan adalah dengan melakukan perencanaan pajak melalui metode revaluasi aset tetap perusahaan. Berikut ini laporan laba rugi perusahaan setelah menerapkan kebijakan revaluasi aset tetap untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2010: Tabel 6 Laporan laba rugi PT “X” (setelah revaluasi) untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2010 PT MULIA INDUSTRINDO Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN LAPORAN LABA RUGI KONSOLIDASI UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2010 (Angka dalam tabel dinyatakan dalam ribuan Rupiah)
PENJUALAN BERSIH BEBAN POKOK PENJUALAN LABA KOTOR
3,380,766,645 2,679,105,528 701,661,117
BEBAN USAHA Penjualan Umum dan administrasi Jumlah Beban Usaha LABA USAHA
336,283,883 201,066,230 537,350,113 164,311,004
PENGHASILAN (BEBAN) LAIN-LAIN Keuntungan kurs mata uang asing-bersih Keuntungan pembelian kembali hutang jangka panjang Penghasilan bunga Beban bungan dan keuangan Lain-Lain -bersih
210,261,002 45,315,064 2,069,987 (32,722,888) (32,645,182)
Penghasilan lain-lain bersih LABA SEBELUM PAJAK MANFAAT (BEBAN) PAJAK Pajak Kini
192,277,983 356,588,987
(105,537,683)
Pajak Tangguhan
39,827,481
Manfaat (beban) pajak bersih LABA DARI AKTIVITAS NORMAL
(65,710,202) 290,878,785
POS LUAR BIASA Keuntungan restrukturisasi hutang jangka panjang LABA BERSIH
1,283,865,451
1,574,744,236 Sumber : Data Internal Perusahaan Dari laporan laba rugi diatas dapat kita lihat nilai beban pajak bersih yang harus dibayarkan oleh perusahan dengan melakukan revaluasi aset tetap adalah Rp 65,710,202. Jika perusahaan tidak melakukan revaluasi maka tampilan laporan laba rugi adalah sebagai berikut: Tabel 7 Laporan laba rugi PT “X” (sebelum revaluasi) untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2010 PT MULIA INDUSTRINDO Tbk DAN ANAK PERUSAHAAN LAPORAN LABA RUGI KONSOLIDASI 31 DESEMBER 2010 (dalam ribuan rupiah) PENJUALAN BERSIH BEBAN POKOK PENJUALAN LABA KOTOR BEBAN USAHA Penjualan Umum dan administrasi Jumlah Beban Usaha LABA USAHA PENGHASILAN (BEBAN) LAIN-LAIN Keuntungan kurs mata uang asing-bersih keuntungan pembelian kembali hutang jangka panjang Penghasilan bunga
3,380,766,645 2,644,631,473 736,135,172 336,283,883 196,011,916 532,295,799 203,839,373 210,261,002 45,315,064 2,069,987
Beban bungan dan keuangan
(32,722,888) (29,792,229)
Lain-Lain -bersih Pengahsilan lain-lain bersih
195,130,936 398,970,309
LABA SEBELUM PAJAK MANFAAT (BEBAN) PAJAK Pajak Kini Pajak Tangguhan
(116,132,984) 39,827,481 76,305,503
manfaat (beban) pajak bersih LABA DARI AKTIVITAS NORMAL
475,275,812
POS LUAR BIASA Keuntungan restrukturisasi hutang jangka panjang
1,283,865,451
LABA BERSIH
1,759,141,263 Sumber: Data Internal Perusahaan (diolah) Dari laporan laba rugi di atas dapat dilihat jumlah pajak bersih yang harus dibayarkan perusahaan ketika tidak melakukan revaluasi adalah Rp. 76,305,503. Jika dibandingkan dengan laporan laba rugi setelah melakukan revaluasi maka dapat dapat dilihat terdapat perbedaan jumlah pajak bersih yang harus dibayarkan. Pada laporan laba rugi setelah revaluasi terlihat jumlah pajak yang harus dibayar adalah Rp 65,710,202. Ketika melakukan revaluasi jumlah pajak bersih yang harus dibayarkan lebih kecil daripada sebelum melakukan revaluasi. Hal ini disebabkan karena jumlah penyusutan ketika melakukan revaluasi akan bertambah dan akan memperkecil laba. Perbandingan Nilai Aset Tetap dan Penyusutan Sebelum dan Sesudah Revaluasi Sebagai cara untuk mengetahui bagaimana pengaruh laba akibat kegiatan revaluasi aset tetap yang dilakukan oleh PT “X” dapat dilihat dengan melakukan perbandingan nilai aset tetap dan besarnya beban penyusutan sebelum dan sesudah PT “X” melakukan kegiatan revaluasi aset tetap. Berikut ini adalah perbandingan nilai aset tetap beserta dengan penyusutan pada PT “X” antara sebelum dan setelah revaluasi aset tetap: Tabel 8 Perbandingan nilai aset tetap dan penyusutan sebelum dan sesudah revaluasi Sebelum Revaluasi Penyusuta Nilai Buku n
Setelah Revaluasi Nilai Buku Penyusuta Baru n
Tanah
137,076,04 5
-
1,168,724,8 90
-
Bangunan dan prasarana
662,719,53 0
275,187
1,235,982,9 94
71,026,55 0
3,903,331,4 53
227,186,6 33
3,903,331,4 53
227,186,6 33
77,987,183
10,155,37 0
77,987,183
10,155,37 0
Jenis Aset
Mesin dan peralatan Perlengkapan gudang
Perlengkapan teknik dan laboratorium
49,456,263
3,554,437
49,456,263
3,554,437
peralatan kantor
77,122,920
7,659,822
77,122,920
7,659,822
Alat pengangkutan Aset dalam penyelesaian
59,486,893
5,013,439
59,486,893
5,013,439
37,054,538
-
37,054,538
-
5,004,234,8 253,844,8 6,609,147,1 324,596,2 25 88 34 51 TOTAL Sumber : data internal perusahaan (diolah) Berdasarkan data pada tabel 8 dapat dilihat adanya selisih lebih revaluasi aset tetap pada PT “X” sebesar Rp. 1,602,834,211 (Rp. 6,609,147,134 – Rp. 5,004 234,825). Dari tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa aset tetap perusahaan yang direvaluasi adalah tanah dan bangunan dan prasaran. Aset tetap perusahaan tersebut mengalami peningkatan nilai buku yang cukup besar. Nilai aset tanah meningkat cukup drastis dari Rp. 137,076,045 menjadi Rp. 1,168,724,890 sedangkan nilai aset dari bangunan dan prasarana meningkat dari Rp. 662,719,530 menjadi Rp. 1,235,982,994. Perubahan pada nilai buku aset tetap perusahaan juga berpengaruh pada nilai penyusutan yang ada. Jika saja perusahaan tidak melakukan revaluasi maka nilai penyusutan yang timbul adalah Rp. 253,844,888 namun dengan dilakukannya revaluasi maka nilai penyusutan berubah menjadi Rp. 324,596,251. Berkaitan dengan laporan laba rugi, perubahan nilai penyusutan cukup berpengaruh terhadap laba bersih yang dihasilkan. Revaluasi menyebabkan naiknya beban penyusutan yang secara langsung juga akan menyebabkan laba perusahaan akan menjadi lebih kecil. Turunnya laba perusahaan juga akan berpengaruh pada pajak yang harus dibayarkan perusahaan yang juga akan menjadi lebih kecil. PEMBAHASAN Berdasarkan laporan laba rugi fiskal perusahaan untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2010 setelah melakukan revaluasi terhadap tanah dan bangunan dan prasaran, maka besar pajak penghasilan PT “X” untuk tahun 2010 adalah Rp. 65,710,202. Nilai tersebut diperoleh dari beban pajak sesuai dengan tarif efektif 25% dari total laba perusahaan sebelum pajak yang kemudian dikurangkan dengan pengaruh pajak atas beban yang tidak dapat diperhitungkan setelah itu ditambahkan dengan beban pajak anak perusahaan. Perhitungan mengenai besarnya pajak yang dibayarkan apabila PT “X” melakukan kegiatan revaluasi aset tetap adalah sebagai berikut : Laba sebelum pajak menurut laporan laba rugi konsolidasi 356,588,987 Pos luar biasa-keuntungan restrukturisasi hutang jangka panjang 1,283,865,451 Laba sebelum pajak anak perusahaan (1,610,929,495) Laba sebelum pajak perusahaan 29,524,943 Beban pajak sesuai dengan tarif efektif (25%) 7,381,235 Pengaruh pajak atas beban yang tidak dapat diperhitungkan (5,301,101)
Beban (manfaat) pajak-Perusahaan 2,080,134 Beban (manfaat) pajak anak perusahaan 63,630,068 Jumlah beban (manfaat) pajak- bersih 65,710,202 Sementara itu, jika PT “X” tidak melakukan revaluasi terhadap aset tetapnya maka besarnya pajak yang harus dibayarkan adalah sebagai berikut : Laba sebelum pajak menurut laporan laba rugi konsolidasi 398,970,309 Pos luar biasa-keuntungan restrukturisasi hutang jangka panjang 1,283,865,451 Laba sebelum pajak anak perusahaan (1,610,929,495) Laba sebelum pajak perusahaan 71,906,265 Beban pajak sesuai dengan tariff efektif (25%) 17,976,566 Pengaruh pajak atas beban yang tidak dapat diperhitungkan (5,301,101) Beban (manfaat) pajak-Perusahaan 12,675,465 Beban (manfaat) pajak anak perusahaan 63,630,068 Jumlah beban (manfaat) pajak- bersih 76,305,530 Dari perhitungan di atas dapat terlihat jelas bahwa ketika perusahaan melakukan revaluasi, jumlah beban pajak perusahaan lebih kecil daripada jika perusahaan tidak melakukan revaluasi. Dari data di atas dapat kita lihat bahwa jumlah beban pajak yang harus dibayarkan perusahaan setelah melakukan revaluasi adalah Rp. 65,710,202 sedangkan tanpa revaluasi beban pajak yang harus dibayarkan perusahan adalah Rp. 76,305,530. Terdapat perbedaan yang cukup besar antara pajak yang dibayarkan sebelum dan sesudah revaluasi. Jumlah kewajiban pajak yang lebih kecil ketika perusahaan melakukan revaluasi seperti yang ada pada data di atas belum bisa dijadikan sebagai acuan untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan bahwa revaluasi yang dilakukan PT “X” berhasil meminimalkan beban pajak penghasilan yang harus dibayarkan. Kegiatan revaluasi yang dilakukan PT “X” tidak hanya mendatangkan kewajiban sebesar Rp. 65,710,202 saja namun masih ada pajak final yang harus dibayarkan dari adanya selisih akibat revaluasi aset teap yang dilakukan oleh PT “X”. Sesuai dengan ketentuan perpajakan, diatur bahwa setiap selisih lebih akibat revaluasi aset tetap dikenakan pajak final sebesar 10% setelah dikompensasikan ke kerugian fiskal jika ada. Berdasarkan revaluasi yang dilakukan oleh PT “X” terhadap aset tetapnya yang berupa tanah dan bangunan dan prasaran, maka dapat diketahui pajak final yang harus dibayarkan adalah sebagai berikut: Selisih lebih akibat revaluasi Rp. 1,602,834,211 Pajak tangguhan Rp. (142,796,342) Surplus revaluasi Rp. 1,460,037,869 Pajak final 10% Rp. 146,003,787 Dari perhitungan di atas maka dapat diketahui jumlah pajak yang harus dibayarkan sebagai akibat dari revaluasi. Berikut perbandingan jumlah kewajiban pajak dengan dan tanpa revaluasi: Tabel 9
Perbandingan pajak penghasilan dengan atau tanpa revaluasi Jenis pajak Tanpa Revaluasi Dengan Revaluasi Beban pajak bersih Rp. 76,305,530 Rp. 65,710,202 Pajak final selisih revaluasi Rp. 0 Rp. 146,003,787 Jumlah pajak Rp. 76,305,503 Rp. 211,713,989 Sumber : Data internal perusahaan (diolah) Perhitungan di atas merupakan tahap analisis untuk memberikan tinjauan apakah revaluasi aset tetap yang dilakukan oleh PT “X” dalam rangka tax planning dapat meminimalisasi jumlah pajak penghasilan yang harus dibayar atau tidak. Perhitungan di atas menunjukkan perbandingan antara beban pajak penghasilan yang harus dibayar bila perusahaan tidak melakukan revaluasi aset tetap dan bila perusahaan melakukan revaluasi aset tetap. Dari data perhitungan di atas, dapat dilihat jumlah pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan ketika melakukan revaluasi lebih besar daripada ketika perusahaan tidak melakukan revaluasi. Hal ini disebabkan adanya pajak final sebesar 10% atas selisih lebih revaluasi aset tetap yang menyebabkan nilai pajak penghasilan menjadi lebih besar. Bahkan bisa dilihat pajak final yang muncul dari revaluasi aset tetap cukup besar yaitu Rp. 146,003,787. Munculnya pajak final tersebut menyebabkan perbedaan pajak terutang yang dibayarkan sebelum dan sesudah melakukan revaluasi cukup signifikan. Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa tindakan revaluasi aset tetap yang dilakukan oleh PT “X” pada tahun 2010 dalam rangka tax planning tidak dapat meminimalisasi jumlah pajak penghasilan yang harus dibayakan perusahaan karena pajak final yang muncul dari selisih lebih revaluasi aset tetap tersebut cukup besar dan memberikan kontribusi kewajiban pajak yang cukup signifikan terhadap jumlah pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Jika ditinjau lebih jauh, hal yang menyebabkan revaluasi yang dilakukan oleh perusahaan tidak mampu memberikan penghematan pajak penghasilan yang harus dibayarkan adalah karena revaluasi yang dilakukan bersifat parsial atau dengan kata lain hanya melakukan revaluasi terhadap beberapa aset tetap perusahaan saja. Data revaluasi menunjukkan aset tetap perusahaan yang direvaluasi hanya tanah dan bangunan dan prasarana saja. Nilai revaluasi untuk kedua jenis aset tetap perusahaan tersebut cukup besar khususnya pada aset tetap tanah. Nilai buku tanah berubah cukup signifikan dari Rp. 137,076,045 menjadi Rp. 1,168,724,890 sedangkan untuk bangunan dan prasaran meningkat dari Rp. 662,719,530 menjadi Rp. 1,235,982,994. Seperti yang kita ketahui dampak revaluasi suatu aset tetap perusahaan akan berpengaruh pada laba yang dihasilkan perusahaan yang kemudian akan mempengaruhi pajak terutang yang harus dibayarkan. Pengaruhnya adalah pada nilai penyusutan yang meningkat sebagai akibat dari meningkatnya nilai buku suatu aset tetap. Tanah adalah aset tetap yang tidak disusutkan, sehingga walaupun tanah direvaluasi tidak akan memberikan penghematan pajak bagi perusahaan karena tidak menghasilkan beban penyusutan. Padahal aset tetap perusahaan yang berupa tanah direvaluasi cukup besar dan tentu saja akan menghasilkan pajak final atas selisih lebih revaluasinya. Aset tetap perusahaan yang berupa bangunan dan prasarana adalah aset tetap yang disusutkan, sehingga revaluasi terhadap bangunan dan prasarana mampu memberikan sumbangsi penghematan pajak melalui pertambahan beban penyusutan sebagai akibat dari bertambahnya nilai buku dari aset tetap tersebut. Walaupun penambahan beban penyusutan yang muncul sebagai akibat dari revaluasi bangunan dan prasaran memberikan pengaruh terhadap beban pajak yang dibayarkan oleh perusahaan, namun pajak final yang timbul atas selisih lebih revaluasi lebih besar.
Jumlah pajak yang harus dibayarkan perusahaan ketika melakukan revaluasi adalah Rp. 211,713,989 (Rp.65,710,202 + Rp 146,003,787), sedangkan jika perusahaan tidak melakukan revaluasi jumlah pajak yang harus dibayarkan adalah Rp. 76,305,503. Terdapat perbedaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah revaluasi sebesar Rp. 135,408,486 atau sekitar 63,98%. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdaskan analisis dan pembahasan yang dilakukan maka dapat dihasilkan simpulan-simpulan sebagai berikut : a) Revaluasi aset tetap adalah salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan sebagai salah satu cara pelaksanaan tax planning yang bertujuan untuk meminimalkan beban pajak perusahaan. Revaluasi aset tetap pada PT “X” mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 Tanggal 23 Mei 2008 Tentang Penilaian Kembali Aset Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan. Revaluasi aset tetap yang dilakukan perusahaan adalah revaluasi yang bersifat parsial atau dengan kata lain hanya pada sebagian aset tetap perusahaan saja yaitu tanah dan bangunan dan prasarana. Pelaksanaan revaluasi aset tetap perusahaan pada aset tetap tanah dan b) bangunan dan prasarana pada tahun 2010 berdampak pada nilai buku perusahaan yang menjadi lebih besar dan aset tetap perusahaan tersebut lebih mencerminkan nilai wajar. Revaluasi aset tetap perusahaan pada aset tetap tanah dan bangunan dan prasaran menyebabkan beban penyusutan untuk tahun 2010 menjadi lebih besar. c) Perubahan beban penyusutan akibat revaluasi aset tetap di tahun 2010 juga menyebabkan laba fiskal PT “X” untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2010 juga menurun sebesar Rp. 184,397,027. Penurunan tersebut didapatkan dari laba fiskal PT “X” untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2010 jika tidak melakukan revaluasi aset tetap sebesar Rp. 1,759,141,263 menjadi Rp. 1,574,744,236 setelah melakukan revaluasi aset tetap. Selisih lebih aset tetap akibat revaluasi yang dilakukan oleh PT “X” untuk tahun 2010 sebesar Rp. 1,460,037,869. Selisih lebih atas revaluasi aset tetap dikenakan pajak final sebesar 10%. Pajak final untuk selisih lebih revaluasi aset tetap tersebut adalah Rp. 146,003,787. d) Jumlah pajak yang harus dibayarkan ketika perusahaan melakukan revaluasi adalah Rp. 211,713,989 yang diperoleh dari Rp. 65,710,202 ditambah pajak penghasilan final sebesar Rp. 146,003,787. Jumlah pajak yang harus dibayarkan ketika perusahaan tidak melakukan revaluasi aset tetap adalah Rp. 76,305,503. Jumlah pajak yang dibayarkan ketika perusahaan melakukan revaluasi aset tetap lebih besar daripada ketika perusahaan tidak melakukan revaluasi aset tetap. Perbedaan jumlah pajak penghasilan sebelum dan sesudah revaluasi adalah Rp. 135,408,486. Persentasi perbedaan pajak penghasilan sebelum dan sesudah melakukan revaluasi adalah 63,96%. Revaluasi aset tetap yang dilakukan PT “X” tidak memberikan e) penghematan pajak bagi perusahaan karena jumlah pajak yang harus dibayarkan setelah melakukan revaluasi menjadi lebih besar yang disebabkan adanya pajak final atas selisih lebih revaluasi . Saran Saran yang dapat diberikan atas pelaksanaan revaluasi aset tetap yang dilakukan oleh PT “X” untuk meminimalisasi beban pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
a)
b) c)
Perusahaan sebaiknya melakukan revaluasi aset tetap secara menyeluruh dan bukan parsial karena revaluasi parsial yang dilakukan PT “X” tidak mampu memberikan penghematan pajak bagi perusahaan. Perusahaan perlu untuk memikirkan perencanaan pajak yang lebih baik yang mampu memberikan penghematan pajak bagi perusahaan. Pada penelitian selanjutnya hendaknya dikembangkan usaha-usaha lain melalui perencanaan pajak untuk meminimalkan beban pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA Chrisdianto dan Ardianto. (2009). Penerapan Tax Planning dalam pengambilan keputusan terhadap pilihan alternatif pembelian truk secara tunai, kredit bank, dan leasing dengan hak opsi pada PT. Rajawali Dwi Putra Indonesia. Jurnal Bisnis Perspektif, 1 (1). Departemen Keuangan Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan. Jakarta. Hidayat, Nur, dan Edi Jaenudin. (2006). Penyajian Laporan Keuangan Dalam Kerangka Tax Planning (Studi Kasus Pada PT. X di Bandung). Jurnal Bisnis, Manajemen dan Ekonomi, 7 (4). Ikatan Akuntansi Indonesia. (2009). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 tentang Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain. Jakarta. Komite Standar Akuntansi Pemerintah. (2007). Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah No. 05. Jakarta. Mangunsong, Soddin. (2002). Peranan Tax Planning Dalam Mengefisiensikan Pembayaran Pajak Penghasilan. Jurnal Ilmiah Akuntansi, 2 (1). Mardiasmo. (2002). Perpajakan. Jakarta: Andi Yogyakarta Sekretariat Negara Indonesia. (2000). Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Jakarta. Suandy, Erly. (2001). Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Suandy, Erly. (2002). Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat. Suandy, Erly. (2006). Perpajakan. Jakarta:Salemba Empat. Syafrianto. (2007). Tinjauan Atas Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan dan Implikasinya bagi Akuntansi Komersial. Jurnal Riset dan Artikel Akuntansi (Volume 1; 64-76) Waluyo. (2010). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Waluyo dan Wirawan. (2000). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Zain, Mohammad. (2005).Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat. DATA PENELITI Peneliti 1 Nama Alamat Status Email HP
: R. Bernadinus Chrisdianto : Bogen Baru 30, Surabaya : Dosen Prodi Perpajakan Poltek Ubaya Dosen part-time Universitas Pelita Harapan Surabaya :
[email protected] : 08179383288 & 08385906680
Peneliti 2 Nama Alamat Status Email HP
: : : : :
Yunus Yohanes Biu Katik Dukuh Menanggal VI No 47 A Kecamatan Gayungan, Surabaya Mahasiswa Universitas Pelita Harapan Surabaya
[email protected] 081331028474