BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO A. Analisis Karakter Siswa SMP Negeri 1 Wonopringgo Untuk mengetahui perkembangan karakter siswa di SMP Negeri 1 Wonopringgo
Kecamatan
Wonopringgo
Kabupaten
Pekalongan
dapat
dianalisis dari hasil observasi dan hasil data wawancara dengan beberapa nara sumber dengan pernyataan-pernyataan yang merupakan data karakter siswa di SMP Negeri 1 Wonopringgo Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan yang harus menjadi perhatian semua pihak, terutama oleh para guru PAI. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan pembelajaran materi
keagamaan bisa
dilaksanakan secara optimal sehingga akan membawa pada tujuan, yaitu membentuk kepribadian siswa yang berkarakter sesuai dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Karakter siswa yang ingin dibentuk di SMP Negeri 1 Wonopringgo Kecamatn Wonopringgo diantaranya seperti: 1. Disiplin Disiplin berarti tindakan yang menunjukkan perilakunya tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.1Hal tersebut sesuai dengan indikator yang ditentukan di sekolah.
1
Zainal Aqila dan Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, (Bandung: Yram Widya, 2011), hlm. 7.
68
69
2. Sopan Sopan berarti pribadi yang bersikap baik dan menghormati orang lain.
2
Seperti yang tertera dalam indikator penilaian akhlak da
kepribadian di SMP Negeri 1 Wonopringgo 3. Santun Berarti sikap atau budi pekerti yang baik dan ramah terhadap orang lain.3Sesuai dengan indikator penilaian akhlak dan kepribadian. 4. Tanggung Jawab Berarti melakukan tugas sepenuh hati, bekerja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras untuk mencapai prestasi yang terbaik, mampu mengontrol diri, berdisiplin tinggi, akuntabel terhadap pilihan dan keputusan yang diambil.4 5. Rajin Berarti
giat, bersungguh-sungguh dan tidak malas dalam
mengerjakan segala hal.5 Menganalisis
perkembangan
karakter
siswa
di
SMP
Negeri
1
Wonopringgo Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan yang memiliki usia peralihan antara masa anak-anak menuju usia remaja, di mana secara umum kepribadian siswa dalam usia remaja sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan dari orang tua dan juga lingkungan yang menjadi tempat tinggal
2
A. Toto Suryana, Pendidikan Agama Islam, Cet. Ke 1 (Bandung: Tiga Mutiara, 1997),
hlm. 104. 3
A. Toto Suryana, Pendidikan Agama Islam, Cet. Ke 1, hlm. 104. Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 51. 4
5
70
siswa. Dalam pembentukan karakter siswa sangat diperlukan beberapa upaya. Upaya membentuk karakter siswa di SMP Negeri 1 Wonopringgo diantaranya dengan kegiatan pembiasan-pembiasaan, seperti membiasakan bersalam dan mengucap salam ketika berangkat dan pulang sekolah, berdo’a pada awal dan akhir jam pelajaran, tadarus Qur’an setiap pagi, shoalat dhuhur berjama’ah, membiasakan salam ketika bertemu bapak atau ibu guru, dan menyapa sertan tersenyum ketika bertemu teman, guru, atau warga sekolah. Melalui kegiatan pembiasaan yang tepat di sekolah, maka perkembangan karakter siswa dapat terbetuk secara tepat dalam upaya menanamkan nilai-nilai karakter keagamaan yang mengaplikasikan bentuk perilaku yang berakhlaqul karimah seperti disiplin, sopan, santun, tanggung jawab dan rajin . Dari hal tersebut, bahwa adanya suatu kebiasaan atau budaya yang sudah dilaksanakan di sekolah dengan membentuk suatu karakter anak didik agar bisa saling menghormati guru, antar teman, orang tua dan orang lain serta mejalankan kewajibannya untuk beribadah. Agar nantinya bisa diintegrasikan pada kehidupan sehari-hari Upaya tersebut tentunya bukan menjadi satu-satunya solusi atau alternatif terbaik, kalau tidak didukung oleh semua pihak yang ada di SMP Negeri 1 Wonopringgo Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan dalam rangka membentuk karakter siswa yang mencerminkan nilai-nilai agama Islam, dan juga didukung dengan kegiatan yang mendukung diantaranya seperti:
71
1. Kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik. 2. Kegitan pembiasaan yang dilakukan di pagi hari secara terjadwal adalah konseling kelompok di dalam kelas, pembiasaan berpikir ilmiah, dan berbahasa Inggris. 3. Kegiatan ekstrakurikuler meliputi kepramukaan, OSIS, kepemimpinan, kelompok seni budaya, kolompok tim olahraga, dan kelompok ilmiah remaja. 4. Kegiatan program kerja rohani Islam berupa peringatan hari besar Islam, pesantren, memberikan santunan kepada anak yatim dan santunan musibah. 5. Kegiatan implementasi pendidikan karakter dilakukan melalui integrasi nilai-nilai karakter dalam mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan pembiasaan yang meliputi kegiatan rutin terjadwal, kegiatan terprogram, dan kegiatan terproyek. Salah satu kegiatan terjadwal tersebut adalah penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi di sekolah pada hari Kamis. Sedangkan kegiatan pengembangan diri yang tidak terprogram adalah program kerja rohani Islam dan pembinaan melalui implementasi pendidikan karakter di sekolah Implementasi pendidikan karakter di sekolah dilaksanakan melalui keteladaan, kegiatan pembiasaan, dan integrasi pada mata pelajaran
72
Kegiatan pendukung tersebut dapat membantu membentuk karakter siswa yang baik, dan juga untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Dalam menjalankan kegitan tersebut juga dibutuhkan srategi khusus, seperti perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Kegiatan tersebut direncanakan kemudian dilaksanakan, selanjutnya dievaluasi yang kemudian ditindak lanjuti untuk memperbaiki yang salah atau kurang tepat. Hal tersebut menunjukkan bahwa di SMP Negeri 1 Wonopringgo sangat berupaya dalam membentuk karakter siswanya sesuai yang tercantum dalam visi, misi, dan tujuan sekolah. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa siswa-siswi di SMP Negeri 1 Wonopringgo Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan memiliki karakter yang baik dalam berperilaku maupun bersikap telah mampu mengapresiasikan nilai-nilai karakter yang diajaran di SMP Negeri 1 Wonopringgo Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. B. Analisis Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Karakter Siswa SMP Negeri 1 Wonopringgo 1. Peran Guru PAI sebagai Teladan Berdasarkan wawancara dan observasi, maka dapat dianalisis beberapa bentuk keteladanan guru PAI dalam membentuk karakter siswa di SMP Negeri 1 Wonopringgo, meliputi:
73
a. Perkataan Guru PAI menggunakan tutur kata yang baik dan santun ketika berbicara, baik dengan siswa ataupun sesama guru, kepala sekolah dan karyawan. Meskipun guru PAI merupakan salah satu guru senior yang sudah cukup lama mengajar di SMP Negeri 1 Wonopringgo, ia tidak meremehkan guru-guru lain yang belum lama mengajar dengan berkata seenaknya ataupun kurang sopan. Sebaliknya ia menghargai guru yang seusia dengannya ataupun yang lebih muda dengannya, dan juga menghormati guru yang lebih senior darinya. Ia tidak pernah menggunakan bahasa yang kotor dalam berkomunikasi dengan orang lain. Begitu juga saat memanggil peserta didik, guru PAI memberi panggilan yang bagus dengan sebutan mas atau mbak, tidak dengan panggilan yang kasar. Guru PAI sering memberikan nasehat-nasehat yang baik kepada peserta didik, tidak dengan caci maki atau kemarahan. Apabila ada anak yang berkata kotor, guru PAI memberi pemahaman kepada peserta didik agar tidak melakukan hal tersebut. Guru PAI berusaha memperlakukan peserta didik dengan jujur. Dalam perkataanya, guru tidak pernah membohongi peserta didik. Seperti pada saat peserta didik menanyakan suatu hal, guru menjawab dengan jujur sesuai yang ia ketahui dan tidak melebih-lebihkan. Pada saat guru PAI tidak dapat masuk ke kelas karena ada keperluan rapat.
74
Guru menyampaikan kepada peserta didik dengan jujur bahwa ia ada undangan rapat yang harus dihadiri sehingga ia harus ijin mengajar. `
Hal ini menunjukakan bahwa guru PAI dapat menjadi
teladan dalam hal kejujuran. Dengan kejujuran yang dimiliki oleh guru PAI, diharapkan peserta didik akan mencontoh hal tersebut. Seperti pada saat pembelajaran ada peserta didik yang meminta ijin kepada guru untuk ke kamar mandi. Ternyata, peserta didik tersebut tidak berbohong dan benar-benar pergi ke kamar mandi. Jujur berarti perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan, baik terhadap diri dan orang lain.6 b. Perbuatan Guru PAI selalu menggunakan pakaian yang menutup aurat dan berjilbab. Selain itu guru juga tidak memakai pakaian yang ketat dan tidak memakai celana panjang yang ketat. Atas inisiatif guru PAI, semua guru dan karyawa perempuan juga menggunakan gaya berpakaian yang sama. Awalnya hanya guru PAI yang berpakaian tertutup, kemudian atas pendekatan dan ajarkan guru PAI, guru lain pun mengikuti gaya berpakaian yang tertutup dan berjilbab. Sedangkan peserta didik laki-laki semuanya memakai celana panjang. Hal ini menunjukkan bahwa guru PAI dapat menjadi teladan dalam hal gaya berpakaian. Keteladanan ini dapat membentuk
6
Zainal Aqila dan Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, hlm. 7.
75
karakter religius pada diri peserta didik. Religius berarti pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan nilai-nilai ketuhanan dan ajaran agamanya.7Dengan berpakaian menutup aurat berarti peserta didik telah melakukan tindakan yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Guru PAI membiasakan untuk datang tepat waktu pada saat berangkat sekolah. Begitu juga saat masuk jam pelajaran di kelas. Pada saat pembelajaran, guru PAI juga tidak meninggalkan ruang kelas untuk hal-hal yang tidak perlu. Guru PAI pun menanamkan budaya malu datang terlambat bagi dirinya dan juga bagi peserta didik. Peserta didik pun mencontoh kebiasaan guru mereka. Mereka sudah sadar dengan berangkat ke sekolah tepat waktu. Pada saat jam istirahat selesai atau saat mendengar bel tanda masuk kebanyakan peserta didik bergegas untuk masuk ke kelas, meskipun ada beberapa yang masih duduk-duduk diluar kelas. Hal ini menunjukkan bahwa guru PAI dapat menjadi teladan dalam kedisiplinan. Disiplin berarti tindakan yang menunjukkan perilakunya
tertib
peraturan.8Guru
dan
memberi
patuh
pada
teladan
berbagai secara
ketentuan
langsung
dan
dengan
mempraktikkan budaya disiplin tersebut, kemudian peserta didik pun mencontoh guru mereka.
7
Zainal Aqila dan Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, hlm. 9. Zainal Aqila dan Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, hlm. 9.
8
76
Pada saat tiba di sekolah dan saat akan pulang sekolah, peserta didik memberi salam dan mencium tangang guru. Hal tersebut merupakan pembiasaan yang diterapkan di sekolah. Dengan memberi salam dan mencium tangan guru, maka peserta didik akan merasa hormat, segan, rendah hati dan timbul rasa keteladanan pada gurunya. Dengan pembiasaan tersebut, peserta didik akan memiliki karakter hormat. Jika dijalankan secara konsisten akan timbul rasa hormat, segan, dan rendah hati. Sehingga moral dan mental mereka bisa diperbaiki secara bertahap. Selain itu, mereka mendengarkan dan melaksanakan saran dan nasehat yang diberikan guru. Mereka juga berusaha menjadi pribadi yang baik. Keteladanan guru PAI SMP Negeri 1 Wonopringgo seperti yang dijelaskan diatas sangat berperan dalam membentuk karakter peserta didik. Dengan mengamati dan memperhatikan kepribadian, akhlak dan perilaku guru, akan timbul dorongan pada diri peserta didik untuk mencontoh sosok yang mereka teladani. Para peserta didik akan mengikuti segala tindak tanduk yang baik dari guru. Keteladanan guru PAI antara lain akan membentuk karakter peserta didik yang religius, disiplin, kasih sayang, santun, peduli, bertanggung jawab, optimis, percaya diri, jujur, dan hormat. 2. Peran Guru PAI sebagai Evaluator Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peran guru PAI di SMP Negeri 1 Wonopringgo sebagai evaluator dalam membentuk karakter
77
siswa melalui tiga aspek penilaian diantarana penilaian pengetahuan, ketrampilan yang dilaksanakan dalam materi pembelajaran PAI secara tertulis (ulangan harian, pekerjaan rumah, ujian tengah semester, ujian semester), lisan dan praktik akan tetapi guru PAI juga menilai kepribadian dan perilaku siswa dengan penilaian sikap. Untuk memberikan penilaian yang objektif dan tepat kepada tiap-tiap peserta didik guru melakukan pengamatan dan mempunyai patokan-patokan atau indikator sendiri, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan aturan sekolah dan anjuran guru PAI, semua peserta didik di SMP Negeri 1 Wonopringgo memakai pakaian yang menutup aurat. Peserta didik perempuan berjilbab, sementara yang laki-laki mengenakan celana panjang. Disini guru PAI mengamati model pakaian peserta didik apakah sudah sesuai aturan atau belum. Guru PAI mengamati peserta didik dalam hal hormat terhadap guru. Guru PAI memperhatikan mana peserta didik yang memiliki sikap hormat dan mana yang tidak pada saat pembelajaran dikelas maupun diluar kelas. Dalam menilai kejujuran guru juga hanya sebatas mengamati, karena kejujuran adalah karakter yang penting, namun cukup sulit dinilai. Guru mengamati perkataan dan dan perbuatan peserta didik apakah bisa jujur pada dirinya dan orang lain. Seperti mengamati dalam hal mentaati aturan seperti larangan membawa HP di sekolah, apakah peserta didik semuanya jujur dengan tidak membawa atau masih ada yang tidak jujur dengan membawanya.
78
Hal ini sesuai dengan pendapat Syaiful Bahri Djamarah. Menurutnya sebagai evaluator guru dituntut untuk menjadi evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuk aspek ekstrinsik dan intrinsik. Penilaian terhadap aspek intrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian anak didik, yakni aspek nilai (values). Berdasarkan hal ini, guru harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas. Penilaian terhadap anak didik tentu lebih diutamakan daripada penilaian terhadap jawaban anak didik ketika diberikan tes. Anak didik yang berprestasi baik, belum tentu memiliki kepribadian yang baik juga. Jadi, penilaian itu pada hakikatnya diarahkan pada perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia mulia yang cakap.9 Di SMP Negeri 1 Wonopringgo melakukan evaluasi dengan tiga aspek yaitu penilaian pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Untuk menilai karakter siswa melalui penilaian sikap yang dilakukan dengan cara pengamatan aspek-aspek karakter peserta didik. Hal ini dalam rangka untuk membentuk karakter peserta didik, karena dengan adanya evaluasi akan terbentuk karakter yang baik dalam diri peserta didik dengan adanya kesadaran yang timbul dari diri peserta didik.
9
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipa, 2000), hlm. 48.