75
BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN AKHLAK DI SD SALAFIYAH FITYATUL HUDA PEKALONGAN
A. Analisis Pendidikan Akhlak di SD Salafiyah Fityatul Huda Pekalongan 1. Analisis Strategis Pendidikan Akhlak di SD Salafiyah Fityatul Huda Pekalongan Dalam dunia pendidikan semua mengetahui bahwa tugas guru pendidikan agama bukan hanya mengajar dan memberi ilmu pengetahuan saja kepada peserta didik tetapi lebih dari itu yakni membentuk dan membina akhlak peserta didik sehingga tercapailah kepribadian yang berakhlakul karimah. Untuk dapat mewujudkan peserta didik yang berakhlakul karimah maka guru harus mempunyai strategi dalam membentuk akhlak yang baik, karena dengan menggunakan strategi dapat menghasilkan tujuan yang diinginkan dalam pendidikan. Salah satu strategi yang digunakan para guru di SD Salafiyah Fityatul Huda dalam melaksanakan pembentukan akhlak adalah pertama melalui pembiasaan. Melalui pendekatan pembiasaan ini, peserta didik cukup mampu berakhlak mulia terus menerus dalam kehidupan sehari-hari. Pembiasaan yang ditanamkan kepada diri
76
peserta didik ialah peserta didik dibiasakan untuk berdoa terlebih dahulu sebelum memulai dan mengakhiri pembelajaran, membaca Asmaul Husna, tahfidz, shalat dhuha berjamaah, shalat dhuhur berjamaah, membaca kitab Rotib, pembacaan Maulid, berinfaq, dan mengucapkan salam ketika bertemu dengan siapapun. Melalui pembiasaan dapat tertanam pendidikan akhlak ke dalam peserta didik, karena secara tidak sadar peserta didik akan menjadi satu kebiasaan yang baik yang terus menerus akan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sangat efektif dalam strategi pendidikan akhlak di SD Salafiyah Fityatul Huda. Pembiasaan ini akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terbiasa mengamalkan ajaran agamanya, baik secara individual maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari. Strategi pendidikan akhlak yang kedua adalah melalui keteladanan dari semua guru dan karyawan di sekolah. Metode keteladanan ini sangat penting digunakan dalam melaksanakan terbentuknya akhlak peserta didik, karena dalam hal ini semua aktivitas guru akan menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya terutama untuk guru akhlak sendiri. Baik ucapan maupun perbuatan seorang guru jika ingin dipatuhi oleh peserta didik maka guru tersebut pun harus melaksanakan apa yang dilaksanakan oleh peserta didiknya, contoh seorang guru mengajak peserta didik untuk melaksanakan shalat berjamaah maka guru tersebut juga harus melaksanakan shalat berjamaah.
77
Keteladanan ini sangat penting, tidak hanya guru akhlak saja yang harus memberikan teladan yang baik untuk peserta didik namun semua guru harus memberikan teladan untuk peserta didiknya, karena semua gerak gerik guru yang diidolakan akan membuat peserta didiknya mengikuti. Strategi pendidikan akhlak yang ketiga adalah melalui kerjasama dengan orang tua wali murid contohnya pada saat penerimaan rapot ataupun pada saat sekolah mengadakan perkumpulan antar orang tua wali murid. Dari situ semua guru khususnya wali kelas masing-masing berbicara kepada orang tua wali murid mengenai perkembangan anak di sekolah baik dalam kegiatan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, dan dari pertemuan itu pun guru meminta orang tua agar bisa memantau tingkah laku maupun perbuatan anak ketika di rumah maupun di luar rumah, karena pergaulan anak di luar rumah pun sangat mempengaruhi akhlak dari anak tersebut. 2. Analisis Materi Pendidikan Akhlak di SD Salafiyah Fityatul Huda Pekalongan Melihat pentingnya akhlak dalam kehidupan sehari-hari maka tidak akan heran apabila tujuan pendidikan Islam yaitu terwujudnya akhlak yang baik. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pendidikan tidak hanya mengajarkan nilai-nilai keutamaan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat dan membiasakan anak dengan berbagai
78
macam kesopanan serta mempersiapkan mereka menjalani kehidupan yang penuh dengan kesucian dan kejujuran. Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan Islam maka peserta didik harus dididik sebaik-baiknya. Akan tetapi untuk mewujudkan akhlak yang baik tidaklah mudah, karena memerlukan kesabaran dan kerja keras orang tua, guru, dan lingkungan masyarakat. Untuk itu, sejak kecil anak harus sudah dikenalkan, dilatih, dan dibiasakan melakukan hal-hal yang baik dan meninggalkan hal-hal yang buruk. Seperti pelaksanaan pendidikan akhlak di SD Salafiyah Fityatul Huda dapat dilihat dari segi materi pendidikan akhlak, metode dalam pendidikan akhlak, dan faktor pendukung serta penghambat dalam pelaksanaan pendidikan akhlak. Pelaksanaan pendidikan akhlak dari segi materi dapat dianalisis sebagai berikut: SD Salafiyah Fityatul Huda mempunyai ciri khas yang unik dibanding dengan SD / MI lain karena mata pelajaran Akidah Akhlak merupakan gabungan mata pelajaran kurikulum MI dan pondok pesantren dengan memakai kitab salaf. Untuk kelas 1 dan 2 mata pelajaran Akidah Akhlak digabung, dan mengacu pada kurikulum MI. Sedangkan untuk kelas 3 memakai panduan kitab salaf seperti pondok pesantren, Akidah dengan kitab Aqidatul Awam dan Akhlak dengan kitab Akhlak lil Banin/Akhlak lil Banat.
79
Tujuan utama kitab Akhlak lil Banin dan Akhlak lil Banat adalah untuk membimbing putra-putri kepada kebaikan dengan menunjukkan kepada mereka jalan yang lurus dan membiasakan mereka dengan keutamaan-keutamaan serta adab sejak anak-anak. Dengan adanya bimbingan kitab ini diharapkan nanti mereka akan menjadi ibu-ibu yang terdidik dalam akhlak mereka, sehingga merekapun mampu mendidik anak-anak mereka dalalm akhlak yang mulia. Kitab ini yang dijadikan untuk menutupi kekurangan besar dalam keluarga-keluarga, karena kebahagiaan anak-anak tergantung pada ibu-ibu yang shalih dan keruntuhannya disebabkan oleh ibu-ibu yang rusak moralnya. Pembentukan akhlak sejak dini juga, khususnya untuk anak lakilaki juga dijelaskan Umar Bin Ahmad Bārajā dalam kitabnya Akhlakul Banin. Dalam tulisannya Umar Bin Ahmad Bārajā menjelaskan bahwa anak laki-laki perlu dibimbing sejak dini dengan akhlak-akhlak yang baik agar kelak dapat dijadikan sebagai modal untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu, menjadi keharusan bagi guru-guru di sekolah dan orang tua untuk membimbing anakanaknya dengan akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang tercela agar dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi dirinya maupun umat. Tujuan pembentukan akhlak sejak dini agar anak dalam kehidupannya nanti dicintai masyarakat, diridhai Tuhannya dan dicintai keluarganya, sehingga dapat hidup dalam kebahagiaan.
80
Dengan demikian, tujuan pembentukan akhlak juga sebagai bentuk untuk mencapai kebahagiaan, baik kebahagiaan di dunia maupun kebahagiaan di akhirat. Kebahagiaan dunia dan akhirat tentunya didapat dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Tujuan yang dicanangkan dalam kitab tersebut sejalan dengan tujuan mata pelajaran Akidah Akhlak pada tingkatan Madrasah Ibtidaiyah. Mata Pelajaran Akidah Akhlak bertujuan untuk membekali peserta didik agar dapat: a. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT; b. Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai akidah Islam. Mata pelajaran Akidah-Akhlak berisi pelajaran yang dapat mengarahkan kepada pencapaian kemampuan dasar peserta didik untuk dapat memahami rukun iman dengan sederhana serta pengamalan dan pembiasaan berakhlak Islami secara sederhana pula,
81
untuk dapat dijadikan perilaku dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk jenjang pendidikan berikutnya. Jika mengacu pada uraian di atas, maka tujuan pembentukan akhlak yang termuat dalam kitab tersebut sama dengan tujuan pendidikan akhlak dan tujuan pendidikan Islam secara umum. Uraian di atas menunjukkan terdapat kesamaan tujuan antara pembentukan akhlak dalam kitab Al-Akhlāq Lil Banīn dan Al-Akhlāq Lil Banāt. Dalam konteks ini kesamaan tujuan tersebut nampak pada tujuan akhir yang diinginkan, yaitu menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan dapat bermanfaat bagi kehidupan di masyarakat. Sehingga secara tidak langsung tujuan yang termuat dalam kitab ini relevan dengan pendidikan Islam dan konteks kekinian, khususnya dalam rangka mengatasi berbagai problem akhlak yang terjadi saat ini. Pendidikan akhlak mestinya menjadi core(inti) bagi pendidikan nasional. Sehingga para murid berakhlak mulia, sopan santun, di rumah, di masyarakat, di sekolah, di jalan raya dan di manapun. Kitab al-Akhlāq Lil Banīn dan al-Akhlāq Lil Banāt ini disusun dengan bahasa yang sederhana, yang sesuai dengan tingkat kemampuan sasaran pembacanya, yaitu bagi siswa-siswa dasar. Terdapat banyak nilai-nilai akhlak dalam bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari bagi anak-anak laki-laki maupun perempuan yang terdapat dalam kitab ini.
82
Kitab al-Akhlāq Lil Banīn dan lil Banāāt sebenarnya memiliki kesamaan dalam isi. Artinya perbedaan kitab ini hanya terletak pada judulnya, yaitu untuk laki-laki dan untuk perempuan. Materi yang terdapat dalam Kitab al-Akhlāq Lil Banīn dan lil Banāāt dalam jilid I, seperti: Akhlak laki-laki dan perempuan, anak laki dan perempuan yang beradab, anak laki-laki dan perempuan yang tidak sopan, seorang anak harus bersikap sopan sejak kecilnya, bersyukur atas nikmat-nikmat Allah Swt, sosok anak yang sholeh/taat dan terpercaya, kewajiban terhadap Nabi Muhammad Saw, adab anak di rumah, adab anak terhadap ibu, adab anak terhadap bapak, adab anak terhadap saudara-saudaranya,
adab
dengan
kerabat,
adab
terhadap
pelayan/pembantu, adab terhadap tetangga, adab sebelum pergi ke sekolah/madrasah, adab dalam berjalan, adab di sekolah/madrasah, menjaga peralatan sekolah, adab murid dengan guru, adab anak dengan teman-temannya, adab pulang sekolah. Kesimpulan akhir dari materi nilai-nilai akhlak pada bagian ini adalah nasehat-nasehat umum bagi seorang anak laki-laki mapun perempuan. Beberapa nasehat tersebut berkaitan dengan adab berkatakata ketika (apalagi orang tua) ingin meminta sesuatu, jangan memutus pembicaraan saat orang berbicara, menjaga kebersihan gigi, jangan mendengarkan pembicaraan orang secara diam-diam, baik anak laki-laki maupun perempuan. Pada nasehat ini sebenarnya penguatan terhadap materi yang telah dijelaskan sebelumnya.
83
Adapun nilai-nilai akhlak dalam Kitab al-Akhlāq Lil Banīn, yaitu: Rasa malu dan tidak tahu malu, sifat al-iffah al-qanaah serta kebalikannya, kejujuran dan pengkhianatan, berbuat benar dan berdusta, kesabaran dan kegelisahan hati, bersyukur dan mengingkari nikmat, sifat menahan diri dan marah, kemurahan hati dan sifat kikir, sifat rendah hati dan kesembongan, ikhlas dan riya, dendam dan dengki, ghibah (Membicarakan Aib), mengadu domba dan melapor kepada penguasa. Isi materi yang terdapat dalam kitab tersebut pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan materi inti yang terdapat dalam mata pelajaran Aqidah Akhlak. Mata pelajaran Akidah-Akhlak berisi pelajaran yang dapat mengarahkan kepada pencapaian kemampuan dasar peserta didik untuk dapat memahami rukun iman dengan sederhana serta pengamalan dan pembiasaan berakhlak Islami secara sederhana pula, untuk dapat dijadikan perilaku dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk jenjang pendidikan berikutnya. Sehingga ruang lingkup mata pelajaran Akidah-Akhlak meliputi: a. Aspek akidah (keimanan) meliputi: 1) Kalimat thayyibah sebagai materi pembiasaan, meliputi: Laa ilaaha illallaah, basmalah, alhamdulillaah, subhanallaah, Allaahu Akbar, ta‟awwudz, maasya Allah, assalaamu‟alaikum, salawat, tarji‟, laa haula walaa quwwata illaa billah, dan istighfaar. 2) Al-asma‟ al-husna sebagai materi pembiasaan, meliputi: al-Ahad, al-Khaliq, arRahmaan, ar-Rahiim, as- Samai‟, ar-Razzaaq, al-
84
Mughnii, al-Hamiid, asy-Syakuur, al-Qudduus, ash-Shamad, alMuhaimin, al-„Azhiim, al- Kariim, al-Kabiir, al-Malik, al-Baathin, al-Walii, al-Mujiib, al-Wahhiab, al-‟Aliim, azh-Zhaahir, arRasyiid, al-Haadi, as-Salaam, al-Mu‟min, al-Latiif, al-Baaqi, alBashiir, al-Muhyi, al-Mumiit, al-Qawii, al-Hakiim, al-Jabbaar, alMushawwir, al-Qadiir, al-Ghafuur, al-Afuww, ash-Shabuur, dan al-Haliim. 3) Iman kepada Allah dengan pembuktian sederhana melalui kalimat thayyibah, al-asma‟ al-husna dan pengenalan terhadap salat lima waktu sebagai manifestasi iman kepada Allah. 4) Meyakini rukun iman (iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul dan Hari akhir serta Qada dan Qadar Allah) b. Aspek akhlak meliputi: 1) Pembiasaan akhlak karimah (mahmudah) secara berurutan disajikan pada tiap semester dan jenjang kelas, yaitu: disiplin, hidup bersih, ramah, sopan-santun, syukur nikmat, hidup sederhana, rendah hati, jujur, rajin, percaya diri, kasih sayang, taat, rukun, tolong-menolong, hormat dan patuh, sidik, amanah, tablig, fathanah, tanggung jawab, adil, bijaksana, teguh pendirian, dermawan, optimis, qana‟ah, dan tawakal. 2) Mengindari
akhlak
tercela
(madzmumah)
secara
berurutan
disajikan pada tiap semester dan jenjang kelas, yaitu: hidup kotor, berbicara jorok/kasar, bohong, sombong, malas, durhaka, khianat,
85
iri, dengki, membangkang, munafik, hasud, kikir, serakah, pesimis, putus asa, marah, fasik, dan murtad. c. Aspek adab Islami, meliputi: 1) Adab terhadap diri sendiri, yaitu: adab mandi, tidur, buang air besar/kecil, berbicara, meludah, berpakaian, makan, minum, bersin, belajar, dan bermain. 2) Adab terhadap Allah, yaitu: adab di masjid, mengaji, dan beribadah. 3) Adab kepada sesama, yaitu: kepada orang tua, saudara, guru, teman, dan tetangga 4) Adab terhadap lingkungan, yaitu: kepada binatang dan tumbuhan, di tempat umum, dan di jalan. d. Aspek kisah teladan, meliputi: Kisah Nabi Ibrahim mencari Tuhan, Nabi Sulaiman dengan tentara semut, masa kecil Nabi Muhammad SAW, masa remaja Nabi Muhammad SAW, Nabi Ismail, Kan’an, kelicikan saudara-saudara Nabi Yusuf AS, Tsa’labah, Masithah, Ulul Azmi, Abu Lahab, Qarun, Nabi Sulaiman dan umatnya. Ashzbul Kahfi, Nabi Yunus dan Nabi Ayub. Materi kisah-kisah teladan ini disajikan sebagai penguat terhadap isi materi, yaitu akidah dan akhlak, sehingga tidak ditampilkan dalam Standar Kompetensi, tetapi ditampilkan dalam kompetensi dasar dan indikator.
86
Materi-materi yang terdapat dalam Kitab al-akhlāq lil banīn dan al-akhlāq lil banāt juga mengandung berbagai macam materi ruang lingkup, seperti akhlak kepada Allah SWT, akhlak kepada orang lain/diri sendiri serta akhlak terhadap alam. Pembentukan akhlak yang menjadi poin penting dalam kitab tersebut juga diawali dengan penguatan keimanan. Materi akhlak yang terdapat dalam kitab tersebut setidaknya memuat materi akhlak terhadap Allah SWT, sesama manusia, diri sendiri dan alam Kandungan materi yang terdapat dalam kitab al-akhlāq lil banīn dan al-akhlāq lil banāāt berisi tentang akhlak keseharian bagi anakanak laki-laki dan perempuan. Konsep pembentukan akhlak yang dilakukan dalam kitab ini jika diimplementasikan tidak hanya hanya sebatas perilaku Islami saja tapi juga dimulai dari penguatan ibadah yang dilakukan sejak dini. Implementasi pola pembentukan sejak dini setidaknya sebagai jawaban atas problematika akhlak anak-anak dan remaja saat ini. Di sisi lain implementasi ini juga sebaik salah satu alternatif dalam menyahut program pemerintah dengan pendidikan karakter. Pada akhirnya implementasi konsep ini memiliki implikasi secara langsung terhadap dunia pendidikan Islam. Anak laki-laki dan perempuan diwajibkan memiliki perilaku yang baik sejak kecil, agar pada waktu dewasa ia akan dicintai oleh masyarakat, keluarganya dan mendapat ridha dari Allah Swt, sehingga menjadikannya bahagia dalam menjalani hidup. Sebaliknya seorang
87
anak laki-laki dan perempuan harus menjauhi akhlak yang buruk, sehingga anak tidak dibenci keluarga dan masyarakatnya, dan tentunya tidak dibenci Allah Swt. Adapun
Implementasi
akhlak
anak
dalam
keseharian
harus
mempunyai adab-adab: 1) Adab Anak di rumah 2) Adab Anak terhadap Ibu 3) Adab anak terhadap Bapak 4) Adab Anak terhadap saudara-saudaranya 5) Adab dengan Kerabat 6) Adab terhadap pelayan/pembantu 7) Adab terhadap Tetangga 8) Adab sebelum pergi ke sekolah/madrasah 9) Adab dalam Berjalan 10) Adab di Sekolah/madrasah 11) Adab murid dengan guru 12) Adab anak dengan teman-temannya 13) Adab pulang Sekolah Dengan demikian materi yang disampaikan oleh guru diharapkan mampu membekali peserta didik untuk mempraktikkan dalam kehidupan
sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun di
lingkungan keluarga, karena pendidikan akhlak merupakan aspek terpenting dalam membentuk akhlak peserta didik.
88
Adapun untuk mata pelajaran Aqidah menggunakan kitab Aqidatul Awam. Isi kitab Aqidatul Awam pun sangat sesuai dengan materi yang ada dalam mata pelajaran Aqidah Akhlak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Kitab Aqidatul Awam dan Akhlak lil Banin sangat sesuai dengan mata pelajaran Aqidah Akhlak dan mempunyai tujuan yang sama dalam pendidikan akhlak anak. 3. Analisis Metode Pendidikan Akhlak di SD Salafiyah Fityatul Huda Pekalongan Semua guru terutama guru akhlak dalam menyampaikan materi menggunakan metode ceramah. Metode ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan materi yang akan disampaikan kepada peserta didik. Agar peserta didik tidak merasa bosan setelah guru menerangkan materi, guru memberikan pertanyaan kepada peserta didik mana materi yang belum dapat dikuasai kemudian guru menjawab dengan menjelaskan secara singkat materi tersebut. Untuk melengkapi metode ceramah guru memberikan tugas, di mana tugas tersebut bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menguasai dan memahami materi pelajaran akhlak yang disampaikan. Tugas tersebut bisa dikerjakan setelah proses pembelajaran maupun tugas di rumah (PR). Adapun metode pendidikan akhlak yang digunakan guru di SD Salafiyah Fityatul Huda Pekalongan diantaranya:
89
a. Metode Cerita/Kisah Metode Kisah salah satu metode yang efektif dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, khususnya pada mata pelajaran Aqidah Akhlak. Dalam metode ini teknik yang digunakan adalah mengungkapkan peristiwa- peristiwa bersejarah yang bersumber dari Al-Qur'an dan mengandung nilai pendidikan moral, rohani, dan sosial, baik mengenai kisah yang bersifat kebaikan, maupun kezaliman, atau ketimpangan jasmani-rohani, material dan spiritual. Metode ini efektif terutama untuk materi pelajaran Aqidah Akhlak, karena dengan mendengarkan kisah-kisah tersebut kepekaan jiwa dan perasaan peserta didik dapat tergugah, meniru figur yang baik serta berguna bagi kemashlahatan umat dan menjauhi tingkah laku yang tidak baik. Dengan metode Kisah dapat memberikan stimulasi kepada peserta didik agar dapat meningkatkan keimanannya dan mendorong mereka untuk berbuat kebaikan serta dapat membentuk akhlak yang mulia. Uraian di atas menunjukkan bahwa metode kisah yang terdapat dalam kitab ini secara umum sesuai dengan metode pendidikan Islam dan masih digunakan pada saat ini. b. Metode Pembiasaan Pengembangan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan membiasakan perilaku positif tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang
90
relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang, baik dilakukan secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri.
Hal
tersebut
juga
akan
menghasilkan
suatu
kompetensi. Pengembangan karakter melalui pembiasaan ini dapat dilakukan secara terjadwal atau tidak terjadwal baik di dalam maupun di luar kelas. Pembiasaan merupakan salah satu metode yang digunakan dalam kitab ini. Metode ini hampir digunakan dari jilid 1 sampai dengan 4. Pembiasaan adalah upaya praktis dalam pendidikan dan pendidikan akhlak anak sejak dini. Seperti membiasakan perilaku-perilaku positif sejak
dini
dan
menghindari
perilaku-perilaku
yang
negatif.
Pembiasaan yang diberikan pun berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti sholat, bangun pagi, belajar dirumah, menyapu dll. Akhlak yang baik itu dicapai dengan keberagamaan yang baik, keberagamaan yang baik itu dicapai dengan antara lain, pembiasaan. Pembiasaan adalah sebuah cara yang dilakukan untuk membiasakan anak didik dalam berpikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Kebiasaan adalah pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang-ulang untuk hal yang sama.
91
Faktor
terpenting
dalam
pembentukan
kebiasaan
adalah
pengulangan, sebagai contoh seorang anak melihat sesuatu yang terjadi di hadapannya, maka ia akan meniru dan kemudian mengulang-ulang kebiasaan tersebut yang pada akhirnya akan menjadi kebiasan. Melihat hal tersebut faktor pembiasaan memegang peranan penting dalam mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menanamkan agama yang lurus. Pembiasaan sesungguhnya sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai positif ke dalam diri anak didik; baik pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Selain itu pendekatan pembiasaan juga dinilai sangat efisien dalam mengubah kebiasaan negatif menjadi positif. Namun demikian hal ini akan jauh dari keberhasilan jika tidak diiringi dengan contoh tauladan yang baik dari si pendidik. Pembiasaan hendaknya disertai dengan usaha membangkitkan kesadaran atau pengertian terus menerus akan maksud dari tingkah laku yang dibiasakan. Sebab, pembiasaan digunakan bukan untuk memaksa peserta didik agar melakukan sesuatu secara otomatis, melainkan agar ia dapat melaksanakan segala kebaikan dengan mudah tanpa merasa susah atau berat hati. Pembiasaan yang pada awalnya bersifat mekanistis hendaknya diusahakan agar menjadi kebiasaan yang disertai kesadaran (kehendak dan kata hati) peserta didik sendiri. Hal ini sangat mungkin apabila pembiasaan secara berangsur-angsur disertai dengan penjelasan-
92
penjelasan dan nasihat-nasihat, sehingga makin lama timbul pengertian dari peserta didik. Pembiasaan dinilai sangat efektif jika penerapannya dilakukan terhadap peserta didik yang berusia kecil. Karena memiiki ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari. Oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak. Nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya ini kemudian akan termanifestasikan dalam kehidupannya semenjak ia mulai melangkah ke usia remaja dan dewasa. Rasulullah Saw menekankan peran pendidik bagi anak usia 0-7 tahun, yakni dengan belajar sambil bermain; dan mengidentifikasi anak. Pembiasaan merupakan hal yang sangat ditekankan Rasulullah, sebab anak mendapat pengetahuan dari apa yang dilihat, dipikir dan dikerjakannya. Jika dalam kesehariannya anak sudah terbiasa melakukan hal-hal yang baik, maka akan terpatri sampai dewasa kelak. Hal ini menunjukkan penggunaan metode ketaladanan untuk anak-anak efektif, seperti halnya digunakan dalam kitab ini. Guru dalam menyampaikan materi selain menggunakan metode ceramah, juga menggunakan metode pembiasaan. Metode pembiasaan
93
ini guru mengajarkan kepada peserta didik untuk membiasakan hal-hal yang positif
yang berkaitan dengan akhlak. Di antaranya
membiasakan sopan santun, berkata benar, jujur, menghormati sesama teman, guru, dan membiasakan dalam kegiatan yang positif di antaranya shalat berjamaah, doa pagi, membaca Qur’an (tadarus), dan membiasakan perilaku terpuji, semua bentuk kegiatan tersebut bertujuan untuk membentuk akhlak yang baik bagi peserta didik. Metode pembiasaan di SD Salafiyah Fityatul Huda dilaksanakan secara efektif tanpa kendala apapun, sehingga pelaksanaan pendidikan akhlak dapat tercapai sesuai visi misi SD Salafiyah Fityatul Huda Pekalongan. c. Metode Keteladanan Metode lainnya yang digunakan dalam kitab ini adalah keteladanan. Keteladanan yang terdapat dalam kitab ini merupakan perbuatan/tindakan atau setiap perilaku yang dapat diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukan atau mewujudkannya, sehingga orang yang diikuti disebut dengan teladan. Keteladanan juga selalu digunakan dalam membentuk akhlak anak yang terdapat dalam kitab ini. Umar Bin Ahmad Bārajā dalam kitab ini berusaha untuk menanamkankan akhlak kepada anak-anak dengan meneladani Muhammad Saw sebagai teladannya, sehingga diharapkan anak-anak mempunyai figur yang dapat dijadikan panutan. Selain itu,
94
keteladanan yang nampak dalam kitab ini nampak pada cerita istri nabi, sahabat ataupun kisah pada zaman dulu. Peneladanan dalam Islam sangat diistimewakan, hal tersebut nampak pada penyebutan Nabi Muhammad sebagai teladan yang baik. Nabi dan Tuhan menyatakan teladanilah nabi. Dalam perintah yang esktrim disebutkan barang siapa yang menginginkan berjumpa dengan Tuhannya hendaklah ia mengikuti Allah dan Rasul-Nya. Metode keteladanan adalah suatu cara mengajarkan agama dengan mencontohkan langsung pada anak. Keteladanan dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan Islam karena hakekat pendidikan Islam ialah mencapai keridhaan kepada Allah dan mengangkat tahap akhlak dalam bermasyarakat berdasarkan pada agama serta membimbing masyarakat pada rancangan akhlak yang dibuat oleh Allah Swt. untuk manusia. Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang cukup efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual dan sosial. Sebab seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru. Karenanya keteladanan merupakan salah satu faktor penentu baik buruknya anak didik. d. Metode Nasihat Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran) salah satu cara yang digunakan dalam kitab ini. Ada banyak kisah yang dijelaskan
95
kepada anak agar anak dapat memahami dari suatu peristiwa tersebut dan mengambil pelajaran dari kisah tersbut. Pelajaran-pelajaran yang dicontohkan dalam kitab ini mengambil cerita-cerita dari peristiwa sejarah masa lampau (kisah nyata) ataupun melalui cerita-cerita rekaan yang dapat dipahami dengan mudah oleh anak. Mendidik melalui mau‘izhah merupakan nasehat-nasehat melalui tulisan dari berbagai perumpamaan, cerita dan sindiran yang terdapat dalam kitab ini. mau‘izhah ialah nasehat-nasehat yang diberikan kepada anak-anak terhadap perilaku dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya. Metode ibrah adalah penyajian bahan pembelajaran yang bertujuan melatih daya nalar pembelajar dalam menangkap makna terselubung dari suatu pernyataan atau suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi dengan menggunakan nalar. Sedangkan metode mau‘izhah adalah pemberian motivasi dengan menggunakan keuntungan dan kerugian dalam melakukan perbuatan. Orang tua diharuskan mampu mengambil 'ibrah-'ibrah yang ada dalam Al quran yang kemudian dapat disalurkan kepada anak sebagai binaannya. Pengambilan 'ibrah tersebut dapat dikaji melalui kisah-kisah yang telah disediakan Alquran, sehingga dengan perantara metode ini anak akan dapat meresapi makna dan hikmah yang terkandung dalam kisah tersebut.
96
e. Metode Hadiah dan Hukuman Penjelasan yang diberikan pengarang kitab ini tentang pentingnya akhlak yang mulia bagi seorang anak untuk kebahagiaan hidupnya memberikan gambaran, bahwa dalam penjelasannya pengarang selalu menampilkan dampak yang positif maupun negatif dari sebuah perbuatan. Hal ini memiliki kemiripan dengan mendidik melalui targhîb wa tarhîb, di mana dalam menjelaskan setiap perbuatan, pengarang mencoba memberikan contoh yang utuh terkait dengan dampak dari sebuah perbuatan. Dengan demikian analisis penulis dalam skripsi ini tentang metode pelaksanaan pendidikan akhlak di SD Salafiyah Fityatul Huda sangat baik karena semua guru baik guru Akhlak dari kelas satu sampai kelas tiga menggunakan metode yang bervariasi dalam penyampaian materi sehingga menjadikan peserta didik tidak merasa bosan dan merasa senang dalam menerima materi dari guru. B. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat di SD Salafiyah Fityatul Huda Pekalongan Pelaksanaan pendidikan akhlak di SD Salafiyah Fityatul Huda tidak terlepas dari faktor pendukung dan penghambat. Dalam skripsi ini penulis akan menganalisis faktor-faktor tersebut. Faktor pendukung dalam pelaksanaan pendidikan akhlak di SD Salafiyah Fityatul Huda sejauh ini dapat dilihat dari program perencanaan sekolah bernafaskan
97
Islam dengan adanya kegiatan yang menunjang selain materi di dalam kelas. Dari pihak guru memiliki kesadaran dan keikhlasan dalam penyampaian materi sehingga dapat memberikan manfaat kepada peserta didik, kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anaknya di SD Salafiyah Fityatul Huda ini membuktikan orang tua untuk menyadari dan mempercayakan pihak sekolah untuk mendidik semaksimal mungkin, kemudian kemauan peserta didik untuk mematuhi tata tertib sekolah, ini dapat dilihat adanya sikap displin dari peserta didik diantaranya datang sesuai waktu yang ditetapkan demikian juga waktu pulang. 1. Analisis Faktor Pendukung di SD Salafiyah Fityatul Huda Pekalongan Faktor pendukung dalam pelaksanaan pendidikan akhlak di SD Salafiyah Fityatul Huda di antaranya adalah latar belakang guru yang sudah memenuhi kualifikasi guru yaitu strata satu, juga ada salah satu guru yang dari pondok pesantren sebagian besar lulusan dari STAIN Pekalongan. Ini membuktikan peranan dan kompetensi guru khususnya guru akhlak mempunyai peranan dan tanggung jawab yang besar dalam mendidik dan membimbing peserta didik agar berakhlak mulia. Adanya
sarana
prasarana
yang
menunjang
semua
kegiatan
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Adanya motivasi dan dukungan dari orang tua kepada peserta didiknya dalam memberikan pendidikan akhlak kepada anaknya dan sebagian besar peserta didik pada waktu sore harinya digunakan untuk sekolah di TPQ yang ada di
98
sekitar tempat peserta didik tinggal, sehingga peserta didik selain mendapatkan tentang ilmu akhlak di sekolah juga mendapat pengajaran tentang akhlak di sekolah TPQ. Oleh karena itu peserta didik sudah dapat menerapkan atau berperilaku yang baik terhadap orang-orang yang ada di lingkungan sekitarnya. Dalam
praktiknya
dalam
implementasi
pendidikan
akhlak
tergantung pada metode yang digunakan. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan akhlak ini ada lima yaitu metode kisah/cerita,
metode
keteladanan,
metode
pembiasaan,
ibrah
mauidhoh/nasihat, dan taghrib taghrib wa tahrib/hadiah dan hukuman. Adapun tiap metode punya kelebihan dan kekurangan yang dapat mendukung atau menghambat pelaksanaan pendidikan akhlak, Selain faktor pendukung di atas yang sudah dijelaskan, ada faktor pendukung mengenai pembelajaran di kelas antara lain: siswa terinspirasi dari kisah teladan dan ada motivasi untuk meniru sifatsifatnya, dengan terbiasa berbuat baik maka anak akan selalu dekat dalam kebaikan dan akhlakmulia, guru akan selalu terdorong untuk berbuat baik sehingga tercipta situasi yang baik dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat, yang terakhir jika ada reward maka akan menjadi pendorong bagi anak-anak didik lainnya untuk mengikuti anak memperoleh pujian dari gurunya karena berakhlak mulia.
99
2. Analisis Faktor Penghambat di SD Salafiyah Fityatul Huda Pekalongan Faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan akhlak di SD Salafiyah Fityatul Huda adalah latar belakang peserta didik yang kurang mendukung, karena peserta didik berangkat dari latar belakang yang berbeda-beda, maka tingkat agama dan keimanannya juga berbeda-beda. Anak yang berasal dari latar belakang keluarga yang agamis maka kepribadian atau akhlak anak pun akan baik, akan tetapi lain halnya apabila latar belakang anak buruk maka kepribadian atau akhlak anak juga akan buruk. Faktor selanjutnya adalah lingkungan masyarakat (pergaulan), pergaulan dari peserta didik di luar sekolah sangat berpengaruh besar terhadap akhlak peserta didik, karena pengaruh pergaulan itu sangat cepat, maka apabila ada pengaruh yang buruk maka akan membawa dampak yang buruk pula bagi peserta didik. Dan faktor yang terakhir adalah adanya perbedaan karakter antara peserta didik dari anak Jawa dan anak Arab, peserta didik dari anak Jawa itu lebih mudah dinasehati sedangkan peserta didik dari anak Arab lebih hiperaktif dan susah dinasehati. Selain faktor-faktor yang sudah dijelaskan di atas ada faktor penghambat
dalam
pelaksanaan
pendidikan
akhlak
mengenai
pembelajaran di kelas di antaranya siswa hanya mendengarkan cerita tetapi tidak terinspirasi meniru, belum maksimalnya tenaga pendidik yang benar-benar dapat dijadikan sebagai teladan dalam menanamkan sebuah nilai kepada anak didik, keluarga yang terbiasa dengan
100
pendidikan yang buruk akan mempengaruhi anak dan siswa dalam bersikap, figur guru yang kurang baik cenderung akan ditiru oleh anak didiknya, reward yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif apabila guru melakukannya secara berlebihan sehingga mungkin bisa mengakibatkan murid merasa bahwa dirinya lebih tingi dari temantemannya.