BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI KURIKULUM MUATAN LOKAL DI MTs SALAFIYAH SIMBANGKULON II BUARAN PEKALONGAN
Pada bab ini penulis berusaha untuk menjelaskan dan menjawab apa yang sudah penulis temukan dengan beberapa data yang sudah ditemukan, baik dari hasl observasi, wawancara dan dokumentasi. Berangkat dari sini, penulis mencoba mendeskripsikan data-data yang telah penulis temukan berdasarkan dari logika dan diperkuat dengan teori-teori yang sudah ada yang kemudian diharapkan bisa menemukan sesuatu yang baru sesuai dengan teknik analisa yang sudah penulis kemukakan pada bab I yaitu bahwa penulis menggunakan teknik analisisnya dengan kualitatif deskriptif untuk menjelaskan semua temuan yang sudah ada, baik itu dari hasil observasi, wawancara, maupun dokumentasi. Adapun pembahasannya juga berdasarkan rumusan masalah yang sudah penulis paparkan. A. Analisis Implementasi Kurikulum Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan 1. Proses Penetapan Kurikulum Muatan Lokal Depdikbud menetapkan bahwa muatan lokal adalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh peserta didik di daerah itu.1 Madrasah Tsanawiyah Salafiyah Simbangkulon II proses pembelajaran 1
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 148.
antara kurikulum pendidikan agama dan umum selalu dijadikan sebagai muara kebijakan madrasah, yang diharapkan dari hal tersebut dapat melahirkan generasi muda yang sholeh, bertaqwa, mempunyai ilmu pengetahun, ketrampilan yang tinggi, berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Maka dari itu, MTs Salafiyah Simbangkulon II ini dalam kurikulumnya berusaha menyeimbangkan antara pelajaran-pelajaran umum dan agama. Sebagaimana dikatakan Pak Din:”....pada dasarnya Madrasah itu ingin memadukan antara kurikulum nasional dan keagamaan biar seimbang....”.2 Pada tahun 2014 ini, untuk prosentase pelajaran umum dan pelajaran agama yang dulunya 25% pelajaran umum dan 75% pelajaran agama, sekarang diseimbangkan menjadi 60% pelajaran umum dan 40% pelajaran agama. Sedangkan untuk prosentase muatan lokalnya 19% baik muatan lokal agama maupun umum. Hal ini senada yang ditegaskan oleh Pak Idham:"...seiring berjalannya waktu yang dulunya 100% mapel agama semua, sekarang berubah menjadi 40% mapel agama dan 60% mapel umum...”.
3
Mata pelajaran umum itu diantaranya PKn, MTK, IPS, Bhs.
Indonesia, Penjas, Bhs. Inggris, Bhs Jawa, IPA, Prakarya, TIK dan Seni Budaya. Sedangkan mata pelajaran agama seperti Al-qur‟an Hadits, SKI, Aqidah Akhlaq, Khot, Fiqih, Bhs. Arab, ke-NU-an, Shorof, Taqrib, Nahwu, Qiro‟atul qur‟an.
2
Muhyiddin, Kepala MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan , 23 Agustus 2014. 3 Idham Arief, Waka Kurikulum dan Guru Muatan Lokal MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 8 Oktober 2014
Prosentase tersebut merupakan keputusan dari pengurus yayasan, dengan tetap mengacu pada keputusan pemerintah pusat. Sementara untuk kurikulum muata lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan ini prosentasenya sebanyak 19% dari program kurikuler yang berlaku, yaitu muatan lokal Bhs. Jawa,Ke-Nu-an, Shorof, Nahwu, Taqrib, khot, dan Qiro‟atul Qur‟an. Prosentase muatan lokal itu menurut peneliti sudah sesui dengan keputusan pemerintah karena pemerintah menetapkan bahwa kedudukan muatan lokal dalam kurikulum adalah
20 % dari
seluruh program kurikuler yang berlaku. Karena prosentase kurikulum muatan lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II ini tidak melebihi batas maksimal yang ditentukan oleh pemerintah yakni 20%
dari seluruh
program kurikuler. 2. Tujuan Pelaksanaan Muatan Lokal Madrasah Sebagai lembaga pendidikan yang berbasis Islam, mampu mengembangkan kurikulum pendidikan Islamnya baik melalui kurikulum muatan lokal ataupun menambah waktu belajar yang dikhususkan untuk materi-materi keislaman yang sesuai dengan visi dan misi lembaga pendidikan tersebut. Sebagaimana halnya dengan MTS Salafiyah Simbangkulon II, mengadakan kurikulum muatan lokal keagamaan agar madrasah itu memiliki keunggulan pada ilmu-ilmu agama Islam sebagaimana yang ada di pesantren serta ilmu-ilmu umum sebagaimana yang ada disekolah. Seperti yang dikatakan Pak Idam:
“Tujuan diadakan mulok ini yang pertama itu pastinya biar ada progam unggulan ....”.4 Kurikulum muatan lokal MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan ini, juga bertujuan untuk melestarikan budaya pesantren dengan mengadakan pembelajaran kitab kuning. hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Pak Idam: “.... untuk melestarikan budaya pesantren agar siswa itu bisa membaca kitab kuning dan bisa menguasai maknanya...”5 Dengan adanya pembelajaran kitab kuning ini, diharapkan siswa itu bisa mengerti dan mengenal kitab-kitab salaf meskipun mereka tidak pernah belajar di pesantren. Ini senada yang dikatan oleh Pak Idham :”.....tujuan lainnya itu ya,,agar siswa itu bisa membaca kitab kuning dan bisa menguasai maknanya...”.6 Selain itu, pengajaran muatan lokal juga bertujuan agar peserta didik: a. Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya. b. Memiliki sifat dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturanaturan
yang
berlaku
di
daerahnya,
serta
melestarikan
dan
mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka
4
Idham Arief, Waka Kurikulum dan Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 4 September 2014. 5 Idham Arief, Waka Kurikulum dan Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 4 September 2014. 6 Idham Arief, Waka Kurikulum dan Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 4 September 2014.
menunjang pembangunan nasional.7 Ini sejalan juga dengan yang dituturkan oleh Pak Muhyiddin:”....agar anak didik itu punya akhlaqul karimah, bisa bergaul dengan masyarakat dan punya pengetahuan dan teknologi yang bagus.”8 Dari beberapa pernyataan dan komentar diatas dapat analisis bahwa tujuan diadaknnya kurikulum muatan lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II itu diantaranya untuk melestarikan budaya pesantren, agar MTs Salafiyah Simbangkulon II ini punya
program unggulan
dibanding dengan madrasah dan sekolah lain, untuk membentengi peserta didik dengan akhlaqul karimah dan membentuk siswa yang punya pengetahuan dan teknologi yang bagus. 3. Isi atau materi kurikulum muatan lokal Mata pelajaran yang diajarkan dalam kurikulum muatan lokal keagamaan di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan disesuaikan dengan kebutuhan daerah setempat, di mana lingkungan sekitar madrasah ini terkenal akan lingkungannya yang agamis dan santri. Faktor keagamaan ini yang menjadi faktor utama bagi MTs Salafiyah Simbangkulon II ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam melalui kurikulum muatan lokal sehingga nantinya bisa membentuk peserta didik yang menguasai pendidikan agama Islam secara mendalam
7
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 274. 8 Muhyiddin, Kepala MTs Salafiyah Simbangkulon II,Wawancara Pribadi, Pekalongan, 23 Oktober 2014
karena pendidikan agama merupakan landasan dasar dalam kehidupan manusia. Beberapa mata pelajaran muatan lokal yang di ajarkan di MTs Salafiyah Simbangkulon II ini mengadopsi dari materi-materi yang di ajarkan di pesantren seperti Nahwu, Shorof, Fiqih dan BTQ, yang mana beberapa mata pelajaran tersebut telah dikembangkan ke dalam beberapa materi seperti amstilatu al-tasrifiyah, nadhmu al-maqshud, al-jurumiyah, imrithi, taqrib/fathul qorib dan qiro’atul qur’an. Ini sebagaimana yang yang ditegaskan oleh Pak Idham: “materi muatan lokal yang diajarkan di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan antara lain Nahwu al-jurumiyah dan „imrithi, Shorof amstilatu al-tashrifiyah dan nadhmu al-maqshud, fiqih taqrib/fatkhul qorib dan BTQ”.9 Selain Nahwu, Shorof dan Fiqih Taqrib dan BTQ di MTs Salafiyah Simbangkulon II juga mengajarkan fan kitab salaf lain pada saat bulan puasa seperti kitab ta’lim dan risalatul mahidh. Pelaksanaan pembelajaran kurikulum muatan lokal keagamaan di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan ini tidak jauh berbeda sebagaimana pelaksanaan kurikulum nasional dengan cara merumuskan tujuan, menentukan bahan, strategi pembelajaran serta penilain melalui proses interaksi antara guru dengan peserta didik. 4. Alokasi waktu pembelajaran muatan lokal
9
Idham Arief, Waka Kurikulum dan Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 4 September 2014.
Mengacu pada struktur kurikulum dalam standar isi, alokasi waktu untuk mata pelajaran muatan lokal di setiap jenjang pendidikan hampir sama 2 jam pelajaran, hanya berbeda waktunya untuk masing-masing jenjang. Untuk SMP/MTs masing-masing 2 jam pelajaran perminggu dengan waktu 40 menit.10Sebagaimana yang ditegaskan Pak Idam untuk alakasi waktu pembelajaran mulok di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan sebagai berikut: “ Untuk alokasi waktu mapel Shorof 2 jam, mapel Nahwu 3 jam pelajaran/minggu, mapel Fiqih/Taqrib 1 jam pelajaran/minggu sedangkan untuk mapel BTQ 2 jam pelajaran/minggu”. 11
Sedangkan, menurut hasil wawancara saya dengan beberapa peserta didik, mereka juga menyatakan bahwa untuk muatan lokal keagamaan Fiqih/Taqrib itu dirasa kurang efektif karena terkadang ketika guru belum selesai menjelaskan materi sudah terdengar bunyi bel ganti pelajaran selanjutnya. Ini sejalan yang dikatakan oleh Aida siswi MTs Salafiyah Simbangkulon II bahwa : “Saran saya untuk jam pembelajaran Taqrib di tambah lagi biar lebih efektif.”12 Selain itu, Nurul Tanzilah juga menegaskan bahwa:....” Taqrib waktunya ditambah lagi karena saat diajar belum selesai kadang waktunya habis.”13
10
E. Mulyasa, Ibid., hlm. 275 Idham Arief, Waka Kurikulum dan Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 4 September 2014. 12 Aida, Sisiwi MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 28 September 2014. 13 Nurul Tanzilah, Sisiwi MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 28 September 2014. 11
Dari pernyataan diatas dapat dianalisis bahwa alokasi waktu untuk pelajaran muatan lokal keagamaan fiqih taqrib di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan itu perlu di tambahkan alokasi waktunya biar sesuai dengan ketentuan pemerintah yaitu 2 jam pelajaran/minggu dengan tujuan
untuk lebih mengefektifkan proses
pembelajaran muatan lokal tersebut. 5. Metode Pembelajaran Kurikulum Muatan Lokal Metode mengajar merupakan faktor penunjang kelancaran jalan bagi kurikulum dalam mencapai tujuan serta faktor penentu keberhasilan proses belajar mengajar. Metode yang sering digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar antara lain metode ceramah, tanya jawab, penugasan, hafalan, dekte/drill, diskusi. Metode ceramah digunakan dalam muatan lokal Nahwu, Shorof, Taqrib dan BTQ. Hal ini juga seperti yang dikatakan oleh Bu Umdah:” metode yang saya pakai saat pembelajaran itu ceramah....”.14 Selain itu Pak Idham juga menegaskan bahwa: “metode pembelajaran yang saya pakai diantaranya ceramah...”.15 Metode hafalan, digunakan
oleh guru muatan lokal pada saat
proses pembelajaran muatan lokal Shorof, Nahwu, dan BTQ. Ini sejalan yang dikatakan oleh Khomsa Nur Anisah : “...mapel shorof itu metodenya
14
Umdatul khasanah, Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 5 September 2014. 15 Idham Arief, Waka Kurikulum dan Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 3 September 2014.
ceramah, tanya jawab dan hafalan mb”.16 Ini juga di tegaskan oleh Randik Amelia dan Nurul Tanzilah, bahwa: “Biasanya BTQ itu hafalan dan imlak mbak”.17 Pak Idham juga menegaskan bahwa:” hafalan biasanya saya menyuruh setiap minggu menghafalkan 5 nadham dan di setorkan tiap 2 minggu sekali, jadi sekali setoran siswa minimal harus hafal 10 nadhoman”. 18 Metode tanya jawab digunakan hampir disemua mata pelajaran muatan lokal keagamaan
di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran
Pekalongan baik itu muatn lokal Nahwu, Shorof, Taqrib maupun BTQ. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Bu Umdatul Khasanah, beliau menegaskan bahwa:” metode tanya jawab saya gunakan bersamaan dengan metode ceramah biar saat pembelajaran siswa itu lebih aktif...”. 19 Metode diskusi di gunakan dalam proses pembelajaran Nahwu dan Fiqih Taqrib. Sejalan yang dikatakan oleh Khomsa Nur Asih dan Aida bahwa : “mapel nahwu disuruh diskusi kelompok kecil kemudian suruh presentasi didepan...”. 20 hal ini juga dipertegas oleh Pak Idham Arief, ia mengatakan:” terkadang saya juga menggunakan metode diskusi dengan
16
Khomsa Nur Anisah, Siswi kelas MTs Salafiyah Simbangkulon II, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 28 November 2014. 17 Randik Amelia dan Nurul Tanzilah, Siswi MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 28 September 2014. 18 Idham Arief, Waka Kurikulum dan Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 3 September 2014. 19 Umdatul Khasanah, Guru Muatan Lokal MTs Salafiyah Simbang II, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 20 Khomsa Nur Asih dan Aida, Sisiwi MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 28 September 2014.
membagi siswi menjadi beberapa kelompok kecil.21 Metode penugasan digunakan pada
semua
muatan lokal
keagamaan baik Nahwu, Shorof, Taqrib dan BTQ. Metode penugasan di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan ini biasanya berbentuk PR, mencari makna perkata dan menulis surat-surat pendek yang akan dihafalkan. Hal ini sejalan yang dikatakan oleh Pak Idham Arief :” ...Taqrib biasanya saya tugaskan mencari makna gantung/pegon sendiri dirumah...”.
22
Selain itu juga, Randik Amelia dan Nurul Tanzilah juga
mengatakan bahwa: “mapel shorof tugas hafalan dan PR...”.23 Metode drill/dekte di pakai pada saat proses pembelajaran Shorof dan BTQ saja. Ini sebagaimana yang dikatan oleh Bu Umdah bahwa: “saya juga terkadang ngasih tugas imla‟/dekte ayat-ayat al-quran...”.
24
Randik Amelia dan Nurul Tanzilah juga mengatakan bahwa: “kadang juga suruh menulis tasrifan kata tapi tanpa melihat buku”.25 Dari wawancara itu dapat dianalisis bahwa metode drill/dekte digunakan guru untuk mendektekan ayat-ayat al-qur‟an dan tasrifan-tasrifan yang telah peserta didik hafalkan, agar nantinya selain hafal peserta didik juga bisa menuliskan ayat atau tasrifan yang telah mereka hafalkan itu, tidak hanya sekedar hafal saja tetapi juga bisa menulisnya. 21
Idham Arief, Waka Kurikulum dan Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 3 September 2014 22 Idham Arief, Waka Kurikulum dan Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan , 14 September 2014. 23 Randik Amelia dan Nurul Tanzilah, Siswi MTs Salafiyah Simbangkulon II, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 28 November 2014. 24 Umdatul Khasana, Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan , 5 September 2014. 25 Randik Amelia dan Nurul Tanzilah, Siswi MTs Salafiyah Simbangkulon II, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 28 November 2014.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran dapat diperoleh beberapa informasi bahwa dalam pelaksaaan kurikulum muatan lokal metode yang digunakan sudah bervariasi, antara lain; metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, pemberian tugas, hafalan, dekte. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru juga tidak monoton menggunakan satu metode saja tetapi guru menggunakan berbagai metode yang bisa meningkatkan semangat belajar siswa. Selain itu, disimpulkan pula
dapat
bahwa pada saat proses pembelajaran muatan lokal
selain menggunakan
variasi metode belajar, guru muatan lokal
juga
memberikan penjelasan mengenai pokok-pokok materi kepada peserta didik. Terkadang dalam proses pembelajaran guru, juga selalu memberikan dorongan agar anak aktif di kelas baik aktif bertanya, menjawab maupun menyampaikan pendapatnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya aktifitas peserta didik dalam proses pembelajaran, dimana siswa tidak hanya mendengarkan cermah saja, tetapi siswa disuruh juga untuk berdiskusi kemudian menyampaikan pendapat atau hasil diskusinya di depan kelas dan aktif bertanya pada saat pembelajaran. 6. Evaluasi Pembelajaran Muatan Lokal Evaluasi atau penilaian keberhasilan muatan lokal dapat dilihat dari beberapa komponen, antara lain penilaian proses pembelajaran muatan lokal dilihat dari sudut relevansi muatan lokal dengan kurikulum nasional, efisiensi muatan lokal dalam mencapai tujuan belajar, produktifitas proses dan hasil belajar anak dari muatan lokal, penilaian keluaran muatan lokal
mencakup hasil belajar anak seperti perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan berkenaan dengan materi muatan lokal, dampak pembelajaran muatan lokal bagi kepentingan anak dan masyarakat setempat.
26
Adapun penilaian proses pembelajaran atau evaluasi hasil belajar yang dipergunakan di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan dapat dibedakan menjadi tes lisan dan tes tertulis., yakni pada ulangan harian (dilaksanakan setiap selesai proses pembelajaran), Ulangan umum (dilaksanakan setiap tengah semester dan akhir semester). Untuk ulangan harian biasanya berbentuk tes tertulis atau lisan, sedangkan untuk ulangan umum berbentuk tes lisan semua. Ini sebagaimana yang dikatan oleh Pak Idham Arief: “ Evaluasi harian biasanya berbentuk lisan atau tertulis. Sedangkan evaluasi tengah semester atau akhir semester berbentuk lisan dengan cara siswi maju kedepan penguji...”.27 Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran. Evaluasi hasil belajar berfungsi untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok. Evaluasi dapat berguna untuk mengidentifikasi komponen yang sudah ada dan yang belum dikuasai oleh siswa, untuk mengetahui siswa yang perlu mengikuti program remidiasi ataupun program tambahan materi dan untuk mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami siswa.
26
Nana Sudjana, Op. Cit., hlm. 178. Idham Arief, Waka Kurikulum dan Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 4 September 2014. 27
Evaluasi pembelajaran di MTs Salafiyah Simbangkulon II juga menggunakan kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebagai standar nilai ketuntasan. Ini sebagai mana yang ditegaskan oleh Bu Umdah:” “Standar keberhasilan pembelajaran menggunakan indikator ketuntasan minimal (KKM)...”.28 Selain itu, penilaian muatan lokal juga mencakup semua aspek hasil belajar peserta didik seperti perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan berkenaan dengan materi muatan lokal. Nilai KKM untuk muatan lokal Fiqih, Nahwu dan Taqrib kelas VII dan VIII adalah 65 sedangkan untuk kelas IX adalah 70. Sedangkan untuk muatan lokal BTQ niali KKM dari kelas VII sampai kelas IX sama yaitu 80. Sebagaimana Pak Idham Arief mengatakan :” nilai KKM untuk kelas VII dan VIII itu 65 sedangkan untuk kelas IX itu 70 untuk mapel Shorof, Nahwu dan taqrib, sedangkan untuk mapel BTQ kalau tidak salah dari kelas VII-IX itu KKMnya 80”.29 Bu Umdatul Khasanah juga menegaskan bahwa:” .....nilai 80 untuk mapel BTQ....”.30 Berdasarkan dari hasil wawancara yang diperoleh peneliti, dapat disimpulkan bahawa secara akademik implementasi kurikulum muatan lokal keagamaan di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan ini telah terlaksana cukup baik. Dalam evaluasinya MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan juga telah menetapkan kriteria
28
Umdatul Khasanah, Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 5 September 2014 29 Idham Arief, Waka Kurikulum dan Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 8 Oktober 2014. 30 Umdatul khasanah, Guru Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 5 September 2014.
ketuntasan minimal (KKM) belajar yang digunakan sebagai dasar acuan dalam penentuan kelulusan siswa. Yakni, nilai KKM 60 untuk muatan lokal Nahwu, Shorof dan Fiqih kelas VII dan kelas VIII, sedangkan untuk kels IX nilai KKM muatan lokal Nahwu, Shorof, Fiqih adalah 70. Sementara untuk muatan lokal BTQ niali KKMnya adalah 80 untuk kelas VII sampai kelas IX. B. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan Dalam pelaksanaan kurikulum muatan lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan tentu tidaklah sempurna seperti yang diharapkan, akan tetapi pastilah ada faktor-faktor baik yang mendukung maupun yang menghambat. 1. Analisis Faktor Pendukung Dimana guru sebagai fasilitator dan motivator telah memiliki pengalaman dalam bidang keagamaan yang baik untuk melaksanakan pembelajaran, karena guru muatan lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan telah sesuai dengan bidangnya yaitu lulusan dari pesantren salaf . Sebagaimana yang dikatakan oleh Pak Muhyiddin:” “kalau untuk yang ngajar muatan lokal semuanya itu lulusan dari pesantren Salaf....”.31 Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti, beberapa guru muatan lokal di MTs Salafiyah Simbangkulon II ini sedang menyelesaikan studi S1 mereka. 31
Muhyiddin, Kepala MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 23 Agustus 2014.
Salain dari faktor guru, faktor sarana dan prasarana di MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan ini sudah sangat mendukung. Seperti yang dikatakan oleh Pak Muhyiddin:”....faktor sarana dan prasarana cukup mendukung”.
32
Namun, dalam observasi yang saya
lakukan, sarana dan prasarana yang ada belum bisa dimanfaatkan secara maksimal. Seperti adanya LCD proyektor yang tidak dimanfaatkan oleh guru muatan lokal sebagai media pembelajaran karena jumlahnya yang belum sesui dengan jumlah kelas yang ada. Oleh karena itu, dari beberapa faktor pendukung tersebut harus saling melengkapi dan perlu ditingkatkan lagi agar tujuan pembelajaran muatan lokal keagamaan di MTs Salafiyah Simbangkulon II ini dapat tercapai dengan baik. Dalam hal ini juga, guru jangan pernah lelah dan putus asa dalam memotivasi siswanya untuk giat belajar dan memiliki kesadaran untuk belajar. 2. Analisis Faktor Penghambat Sikap ketidaksadaran siswa akan kewajibannya dalam belajar menjadi hambatan dalam belajar, dan sebagian mereka ada yang lebih senang bermain atau bercanda sehingga terkadang mengganggu proses pembelajaran. Kurang adanya kerjasama antara orang tua murid dengan pihak sekolah sehingga guru atau murid terkadang kurang mengetahui perkembangan peserta didik atau anak mereka baik perkembangan secara akademis maupun perkembangan sosial. Ini Sebagaimana yang ditegaskan 32
Muhyiddin, Kepala MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 23 Agustus 2014.
Oleh Pak Muhyiddin:”...kurangnya kerjasama antara orang tua murid dengan pihak madrasah...”.33 Selain itu, latar pendidikan yang berbeda juga menjadi penyebab pengambat pelaksanaan kurikulum muatan lokal. Hal ini dapat dilihat jika ada siswa lulusan SD/lainnya yang sebelumnya belum pernah ngaji di madin atau ngaji kitab dirumahnya. Sehingga pada saat proses pembelajaran, mereka itu sering tertinggal dengan teman-teman mereka yang sudah terbiasa berhadapan dengan kitab kuning. Namun, ada juga beberapa peserta didik yang lulusan SD yang langsung bisa mengimbangi teman-teman mereka yang sudah terbiasa belajar ngaji kitab. Dalam hal ini Pak Idham juga menegaskan bahwa: ” kendala yang paling utama adalah jika ada siswa lulusan SD atau lainnya yang sebelumnya belum pernah ngaji di madin atau ngaji kitab dirumahnya”.34 Untuk mengatasi itu, pihak madrasah mengadakan program remidial yang diadakan setelah jam pulang sekolah. Program remidial ini diberikan kepada peserta didik yang masih mengalami kesulitan dalam belajar kitab kuning. Untuk menentukan siapa yang harus ikut program remidial, pada saat proses pembelajaran muatan lokal di kelas VII peserta didik itu disaring atau diamati oleh guru muatan lokal selama satu sampai dua bulan untuk mengetahui dimana letak kekurangan siswa dan pihak madrasah juga mengadakan evaluasi program kepala sekolah sebelumnya
33
Muhyiddin, Kepala MTs Salafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 23 Agustus 2014. 34 Idham Arief, Waka Kurikulum dan Guru Muatan Lokal di MTs Slafiyah Simbangkulon II Buaran Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 4 September 2014.
untuk menentukan program apa yang perlu di perbaiki guna meningkatkan mutu pembelajaran.